Top Banner
JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN 1693- 4849 (Wadah Informasi Ilmiah dan Kreativitas Intelektual Pendidikan) VOLUME 13 NOMOR 2 SEPTEMBER 2012 Pembelajaran Kooperatif Dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistic (PMR) Muhamad Saleh (Hal 51–59) Penerapan Pendekatan Matematika Realistik Dalam Mengkonstruksi Algoritma Perkalian Siswa SD Cut Morina Zubainur (Hal 60–65) Penerapan Model Apprentice Training Yang Berwawasan Konstruktivisme Dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Kimia Mariati MR, Cut Nova Riska (Hal 66–69) Relevansi Sikap Ilmiah Siswa Dengan Konsep Hakikat Sains Dalam Pelaksanaan Percobaan Pada Pembelajaran IPA di SDN Kota Banda Aceh Sardinah, Tursinawati, Anita Noviyanti (Hal 70-80) Manajemen Pembelajaran Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan pada BKPP Aceh Sri Rezeki, Murniati, AR, Cut Zahri Harun (Hal 81–90) Manajemen Pembelajaran Bahasa Arab Berbasis Teknologi Informasi (T.I) pada Jurusan Bahasa Arab FAkultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh Zulkhairi, Djailani. AR, Nasir Usman (Hal 91-97) Strategi Menebak Makna Kata Berdasarkan Konteks dan Dampaknya Pada Kemampuan Reading dan Pemerolehan Kosakata Aktif dan Pasif Septhia Irnanda, Muhammad Aulia (Hal 98-107) Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair And Share (TPS) Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada materi Ciri-Ciri Makhluk Hidup di SMP Negeri 2 Sakti Kabupaten Pidie Yahya (Hal 108-117) Efektivitas Peningkatan Kemampuan Profesional Guru SMK di Kabupaten Aceh Besar Megawati (Hal 118-124) Diterbit Oleh FKIP Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu Volume 13 Nomor 2 Hal Banda Aceh September 2012
78

Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

Feb 02, 2018

Download

Documents

vudung
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU

ISSN 1693-4849

(Wadah Informasi Ilmiah dan Kreativitas Intelektual Pendidikan)

VOLUME 13 NOMOR 2 SEPTEMBER 2012

• Pembelajaran Kooperatif Dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistic (PMR)

Muhamad Saleh (Hal 51–59)

• Penerapan Pendekatan Matematika Realistik Dalam Mengkonstruksi Algoritma Perkalian Siswa SD

Cut Morina Zubainur (Hal 60–65)

• Penerapan Model Apprentice Training Yang Berwawasan Konstruktivisme Dalam Upaya Meningkatkan

Kualitas Pembelajaran Kimia

Mariati MR, Cut Nova Riska (Hal 66–69)

• Relevansi Sikap Ilmiah Siswa Dengan Konsep Hakikat Sains Dalam Pelaksanaan Percobaan Pada

Pembelajaran IPA di SDN Kota Banda Aceh

Sardinah, Tursinawati, Anita Noviyanti (Hal 70-80)

• Manajemen Pembelajaran Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan pada BKPP Aceh

Sri Rezeki, Murniati, AR, Cut Zahri Harun (Hal 81–90)

• Manajemen Pembelajaran Bahasa Arab Berbasis Teknologi Informasi (T.I) pada Jurusan Bahasa Arab

FAkultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh

Zulkhairi, Djailani. AR, Nasir Usman (Hal 91-97)

• Strategi Menebak Makna Kata Berdasarkan Konteks dan Dampaknya Pada Kemampuan Reading

dan Pemerolehan Kosakata Aktif dan Pasif

Septhia Irnanda, Muhammad Aulia (Hal 98-107)

• Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair And Share (TPS) Dalam Meningkatkan

Prestasi Belajar Siswa Pada materi Ciri-Ciri Makhluk Hidup di SMP Negeri 2 Sakti Kabupaten Pidie

Yahya (Hal 108-117)

• Efektivitas Peningkatan Kemampuan Profesional Guru SMK di Kabupaten Aceh Besar

Megawati (Hal 118-124)

Diterbit Oleh

FKIP Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

Jurnal

Pendidikan

Serambi Ilmu

Volume 13

Nomor 2

Hal Banda Aceh

September

2012

Page 2: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

51

PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PENDEKATAN

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIC (PMR)

Oleh:

Muhamad Saleh, S.Pd.,M.Pd

Abstrak. Materi matematika sekolah didominasi oleh materi yang bersifat abstrak. Untuk itu

perlu upaya pembelajaran matematika yang “disajikan” secara konkret sehingga lebih mudah

dipahami oleh siswa. Bila semua guru telah menerapkan model pembelajaran kooperatif

melalui pendekatan matematika relisatik diikuti pula dengan pengetahuan procedural yang

memadai, akan dapat membantu siswa dalam memahami konsep matematika yaitu makna dan

maksud dari apa yang dia lakukan/kerjakan. Lebih lanjut siswa akan memiliki kemampuan

memecahkan masalah yang berhubungan dengan matematika dan prosedur penyelesaian

matematika dan melalui kerja kelompok akan tertanam pada diri siswa suatu karakter yang

menghargai pendapat orang lain. Selain itu kualitas lulusan para siswa akan dapat meningkat

khususnya pada materi matematika. Model pembelajaran yang membawa siswa ke

Pendekatan realistik matematika ditonjolkan agar materi matem model pemblejaran yang

lebih konkret dapat di terapkan melalui Pembelajran Matematika Realistik (PMR).

Kata kunci: guru, kooperatif, realistic.

Pada tahun 1916 John Dewey seorang

staf pengajar di Universitas Chicago menulis

sebuah buku yang menetapkan sebuah konsep

pendidikan menyatakan bahwa kelas

seharusnya cerminan masyarakat dalam sistem

sosial dengan menjalankan prosedur

demokrasi dan proses ilmiah. Namun

sebenarnya model pembelajaran kooperatif

merupakan ide lama pada awal abad pertama,

dimana seorang filosof berpendapat bahwa

untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki

teman. Dengan teman dapat berinteraksi dalam

belajar untuk mencapai suatu tujuan, (Ibrahim

dkk, 2000:12).

Tujuan pembelajaran yang

diharapkan setelah pebelajar mengikuti

serangkaian proses belajar bergantung dari

masing-masing mata pelajaran. Matematika

salah satu mata pelajaran yang di pelajari oleh

siswa di sekolah pada jenjang pendidikan

dasar dan menengah. Objek dasar yang

dipelajari dalam matematika adalah abstrak.

Keabstrakan yang terdapat dalam matematika

itu perlu diupayakan sehingga dapat

diwujudkan lebih konkret dan dapat membantu

siswa sehingga mereka lebih mudah

memahaminya. Salah satu upaya yang dapat

membantu siswa memahami konsep

matematika melalui pembelajaran yang lebih

konkret atau masalah yang dikemas secara

kontekstual melalui pendekatan matematika

realistik. Pendekatan pembelajaran

matematika realistik adalah suatu

pembelajaran berfokus pada masalah yang

dapat dibayangkan siswa sebagai masalah

dalam kehidupan nyata mereka atau masalah

dalam dunia mereka. Dengan demikian

melalui masalah realistik yang dihadapkan

kepada siswa memberi peluang untuk mereka

jawab sesuai dengan hasil pegamatan yang

dilakukan oleh siswa itu sendiri sehingga

kesan yang mereka terima labih baik dan lebih

lama mereka ingat (Muhamad Saleh,

2003:101).

Melalui penerapan pembelajaran

kooperatif yang mencakup sekelompok siswa

bekerja dalam sebuah tim yang terdiri dari

teman sebaya dalam kelompok, mereka dapat

berinteraksi untuk mecapai tujuan. Kerja

kelompok dapat juga bermanfaat tuntuk

mengatasi/mengurangi kefakuman, karena

siswa yang mampu diharapkan dapat

membimbing temannya yang kurang mampu

(Muhamad Saleh, 2003:13).

Disisi lain keabstrakan yang terdapat

dalam matematika itu perlu diwujudkan lebih

konkret sehingga dapat membantu siswa lebih

mudah memahaminya. Dengan demikian perlu

diupayakan suatu model pembelajaran

kooperatif yang penerapannya kepada para

Muhamad Saleh, S.Pd., M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I dpk pada FKIP Univeersitas Serambi Mekkah

Page 3: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

52

siswa diajak untuk berdiskusi untuk

menyelesaikan masalah matematika melalui

masalah kontekstual yang realistik. Demikian

halnya yang yang termuat dalam standar isi

(2006:139) mengatakan bahwa : “Dalam setiap

kesempatan, pembelajaran matematika

hendaknya dimulai dengan pengenalan

masalah yang sesuai dengan situasi (contextual

problem).

Dengan mengajukan masalah kontekstual,

peserta didik secara bertahap dibimbing untuk

menguasai konsep matematika. Untuk

meningkatkan keefektifan pembelajaran,

sekolah diharapkan menggunakan teknologi

informasi dan komunikasi seperti komputer,

alat peraga, atau media lainnya”.

Melalui kegiatan diskusi yang

dilakukan oleh siswa dalam menyelesaikan

masalah kontekstual, diharapkan siswa dapat

menemukan suatu prinsip atau konsep

matematis dalam bentuk model matematika

dan suatu kesimpulan bagaimana cara atau

proses penyelesaiannya dan selanjutnya

dibimbing oleh guru untuk matematika yang

lebih luas dan formal yaitu dengan

memanfaatkan atau mentransformasikannya ke

dalam bentuk lambang atau simbol-simbol

(matematisasi horizontal dan matematisasi

vertikal).

Struktur tujuan Setiap proses belajar mengandung

struktur tujuan yang diharapkan dapat dicapai

oleh siswa. Ada tiga struktur tujuan yang dapat

dipedomani oleh para guru dalam

melaksanakan proses pembelajaran:

1) Struktur tujuan individualistik.

Struktur tujuan individualistic terjadi jika

pencapaiana tujuan seorang siswa tidak

memerlukan interaksi dengan siswa lain

dan tidak bergantung pula dengan hasil

baik atau buruknya yang dicapai orang

lain. Secara individual, siswa meyakini

bahwa untuk mencapai tujuan yang dia

inginkan tidak ada hubungannya dengan

siswa lain.

2) Struktur tujuan kompetitif

Struktur tujuan kompetitif merupakan

prinsip persaingan simana siswa berusaha

mampu tampil lebih baik sehingga

orang/siswa lain dapat ditaklukkan.

Dengan demikian struktur tujuan

kompetitif, siswa berusaha mencapai

suatu tujuan sehingga siswa lain tidak

mencapai tujuan tersebut.

3) Struktur tujuan kooperatif

Struktur tujuan kooperatif terjadi jika

seorang siswa dapat mencapai tujuan

beserta siswa lain dengan siapa mereka

bekerja sama mencapai tujuan tersebut.

Dalam struktur tujuan kooperatif tiap-

tiap siswa memiliki andil dalam

mencapai suatu tujuan. Sebagai

ilustrasi dapat digambarkan seperti dua

orang yang bekerja dan berperan saling

ketergantungan satu sama lain.

Sehingga keberhasilan seseorang

merupakan keberhasilan bersama,

sebaliknya kegagalan seseorang

mempengaruhi kegagalan bersama pula.

Dalam struktur ini, bagaikan suatu tim

yang terdapat dalam satu sistem yang

masing-msing anggota memiliki peran

penting dalam kelompoknya. Struktur

inilah yang akan diterapkan dalam

model pembelajaran bagian kedua.

Struktur penghargaan yang

diterapkan juga bervariasi, tergantung pada

model pembelajaran yang dilaksanakan.

Penghargaan individualistic dapat diberikan

kepada siapa saja dan tidak tergantung kepada

siswa lain. Penghargaan kompetitif diberikan

kepada siswa yang mampu mengalahkan

pesaingnya di dalam kelas. Dengan edmikian

bagi siapa yang memeproleh rngking dalam

kelas, maka kepadanya diberikan

penghargaan. Sedangkan pengarhgaan

kooepratif diberikan kepada satu tim yang

mampu bekerja sama dengan baik sehingga

menjadi pemenang. Pemberain penghargaan

diberikan kepada siswa dengan tujuan dapat

meningkatkan motivasi belajar siswa penerima

penghargaan juga siswa lainnya.

1. Pengertian Belajar Kooperatif

Belajar koopratif adalah cara belajar

yang menerapkan kerjasama antar siswa dalam

sekelompok kecil terdiri dari 3 sampai 5 orang

siswa dalam satu kelompok sehingga mereka

dapat belajar dalam satu tim untuk mecapai

tujuan. Di dalam belajar kooperatif pebelajar

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2

Page 4: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

53

berdiskusi dan saling mambantu serta

memberikan motivasi serta saling membantu

antara satu siswa dengan lainnya dalam rangka

pemahaman terhadap isi materi pelajaran

(Johnson & Johnson, 1991:6). Belajar dalam

satu kelompok yaitu bekerja secara bersama

untuk menyelesaikan sebuah masalah,

menyelesaikan tugas-tugas yang

diajukan/dihadapi. Dalam belajar kelompok

semua anggota tim memiliki tugas dan

tanggung jawab dan secara bersamaan

membahas dan menyelesaikan masalah yang

dihadapi. Dalam belajar kooperatif tidak

hanya sekedar mengelompokkan siswa dalam

satu kelas menjadi beberapa kelompok yang

duduk saling berdekatan, namun dalam proses

dan kegiatan belajarnya hanya seorang

diantaranya yang aktif menyelesiakn tugas

yang diberikan. Belajar kooeperatif

menekankan agar terjadi interaksi antar teman

sebaya dalam kelompoknya dalam rangka

menyeledaikan tugas kelompok. Kehadiran

teman sebaya sebagai kolega dalam belajar

memberikan rasa lebih bebas beraktifitas

karena dalam ruang lingkup kelompok yang

semuanya merupakan orang-orang dekat dan

teman bergaul. Dengan demikian setiap siswa

akan lebih berarni untuk mengemukakan ide-

ide atau pendapatnya dalam kelompok.

1) Karakteristik belajar kooperatif Tiga karakteris untuk semua jenis

model belajar kooperatif yang dikemukan

Slavin dalam Kauchak (1998:235) sebagai

berikut:

a. Tujuan kelompok (group goals) :adalah

menghargai anggota kelompok dari

kemampuan yang berbeda untuk bekerja

bersama dan membantu satu sama lain

untuk mencapai tujuan pembelajaran.

b. Tanggung jawab individual (individual

accountability): mempunyai

pengertaian bahwa setiap anggota

kelompok memberikan keinginan untuk

menguasai materi, dan setiap anggota

diasses oleh anggota yang lain. Hal ini

merupakan ide yang sangat penting.

Pebelajar yang terlibat dalam belajar

kooperatrif akan memahami bahwa

mereka diharapkan untuk belajar dan

melakukan aktivitas bersama-sama serta

dapat menunjukkan bahwa mereka dapat

memahami isi materi

c. Kesempatan yang sama untuk sukses

(equal oppurtunity for success),

mempunyai pengertian bahwa setiap

anggota kelompok mempunyai

kesempatan yang sama untuk menguasai

materi pelajaran dan mendapatkan

penghargaan dari kemampuan yang

dicapainya.

2. Unsur-unsur keberhasilan belajar

kooperatif

Keberhsilan penggunaan model ini

menurut Johnson & Johnson (1991:56-59)

dapat dicapai dengan memperhatikan lima

komponen essensial sebagai berikut:

a. Saling ketergantungan positif

Setiap anggota kelompok harus merasa

adanya rasa saling tergantung secara

positif. Mempunyai rasa “satu untuk

semua”. Merasa tidak akan sukses jika

pebelajar yang lian juga tidak sukses.

Dengan demikian tugas/kegiatan

kelompok haruslah mencerminkan aspek

saling ketergantungan.

b. Interaksi langsung

Komunikasi verbal antar pebelajar yang

didukung oleh saling ketergantungan

positif diharapkan akan menghasilkan

hasil belajar yang labih sempurna. Posisi

di atur sedemikian rupa sehingga mereka

bertatapan secara langsung antara satu

sama lain sehingga memudahkan mereka

saling berkomunikasi.

c. Pertanggung jawaban individual

(individual accountability and personal

responsibility).

Penguasaan bahan ajar setiap individual

selaku anggota kelompook sangat

menentukan sumbangan, dukungan dan

bantuan yang diberikan untuk anggota

lain di kelompoknya. Dengan demikian

setiap anggota kelompok bertanggung

jawab untuk mempelajari bahan ajar dan

bertanggung jawab pula terhadap hasil

belajar kelompok.

d. Ketrampilan berinteraksi antar

individual dan kelompok (interpersonal

and small-group skill)

Muhamad Saleh, Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan PMR

Page 5: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

54

Keterampilan sosial sengat penting dalam

belajar kooperatif dan harus

diajarkan/disampaikan kepada pebelajar.

Pebelajar perlu dimotivasi untuk

bekerjasama dan berkolaborasi dengan

sesama. Kerjasama ini sangat bermanfaat

bagi pebelajar di dalam memahami

konsep-konsep sulit.

e. Proses kelompok (group-processing) Efektifitas di dalam belajar kelompok ini

dapat dilakukan dengan cara melakukan

pembagian tugas untuk memimpin secara

bergantian. Pebelajar memantau dan

menjelaskan tindakan mana yang dapat

menyumbangkan belajar dan mana yang

tidak dari setiap kegiatan yang terjadi di

kelompok.

Hasil dari proses belajar manusia

diharapkan dapat meningkatkan

pengetahuannya dari yang tidak paham

sehingga dapat menjadi paham dan dapat

mengaktualisasikannya dalam kehidupan

sehari-hari. Untuk memahamkan

seseorang dari sesuatu yang belum

mereka katahaui, perlu diawali dari apa

yang telah mereka ketahui melalui

pengenalan maslaah yang sesuai dengan

situasi (contextual problem) sesuai

dengan yang dimaksud oleh Badan

Standare Nasional Pendidikan. Kemudian

melalui masalah yang diajukan, guru

dapat membimbingnya dengan

mengarahkan pola pikir yang dimiliki

oleh siswa dan menuju kekonsep yang

benar. Poroses belajar seperti ini yang

dapat menjadikan proses pembelajaran

yang berpusat pada siswa (student

centered). Proses pembelajaran seperti

yang dikemukakan di atas, siswa akan

lebih mudah memahami dan menemukan

apa yang ingin mereka temukan sehingga

pemahaman yang mereka terima/miliki

merupakan hasil dari membangun

pengetahuannya sendiri. Berikut

diberikan ilustrasi suatu masalah pecahan

yang disajikan dengan pengajuan masalah

kontekstual (contextual problem) :

Kepada siswa (kelompok) diminta

untuk membagi dua sama luas

kertas yang telah disediakan.

Illustrasi pembelajaran yang

sederhana di atas mengajak para siswa

menyelesaikan masalah dengan membawa

mereka kepada sesuatu yang bukan hal

baru bagi mereka dan diselesaikan secara

bersama-sama (berkelompok).

Belajar merurut pandangan konstruktivis

merupakan suatu kegiatan aktif, dimana

pebelajar membangun sendiri

pengetahunannya. Menurut Suparno

(1997:28) bahwa : “konstruktivisme

beranggapan bawha pengetahuan adlah

hasil konstruksi manusia. Manusia

mengkonstruksi pengetahuan mereka

melalui intearksi mereka dengan objek,

fenomena, pengalaman, dan lingkungan

mereka”. Dengan demikian kegiatan

mengajar menurut pandangan

konstruktivis bukanlah memindahkan

pengetahuan dari guru ke pebelajar seperti

memindahkan air dari suatu wadah ke

media/wadah lain. Kegiatan mengajar

merupakan kegiatan yang dapat

membantu dan memfasilitasi siswa

belajar agar mereka dapat membangun

pengetahuannya sendiri. Suparno

(1997:12) mengatakan : “banyak cara

belajar di sekolah didasarkan pada teori

konstruktivisme, seperti cara belajar yang

menekankan pernan murid dalam

membentuk pengetahuannya sedangkan

guru lebih berperan sebagai fasilitator

yang membantu keaktifan murid

tersaebut dalam pembentukan

pengetahuannya. Kurikulum pendidikan

sains dan matematika mulai disesuaikan

berdasarkan prinsip konstruktivime”.

Sesuai dengan pandangan

konstruktivisme di atas, para siswa perlu

diajak belajar dengan memanfaatkan

sesuatu yang telah dipahami oleh mereka.

3. Langkah-langkah dalam belajar kooperatif Slavin (1995:75) menyatakan 5

langkah utama di dalam kegiatan pembelajaran

untuk setiap bentuk model belajar kooperatif

sebagai berikut

(1). penyajian kelas

(2). kegiatan belajar kelompok

(3 ).tes individual

(4). skor peningkatan individual dan

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2

Page 6: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

55

(5). penghargaan kelompok

Sebelum kelima langkah di atas

dilaksanakan terlebih dahulu diberikan

informasi kepada pebelajar tentang pentingnya

materi yang akan dipelajari, tujuan

pembelajaran yang ingin dicapai, penjejakan

tentang pengetahuan prasyarat dan

pembentukan kelompok.

1. penyajian kelas.

Penyajian kelas adalah tahap yang

dilakukan dengan penyajian informasi

melalui berbagai metoda dengan

pendekatan pendidikan realistic

matematika. Tahap ini menggunakan

waktu 1-2 jam pertremuan. Setiap

pembelajaran dengan model STAD, selalu

dimulai dengan menjelaskan tujuan

pembelajran, memberikan motivasi untuk

berkooperatif, menggali pengetahuan

prasyarat dan sebagainya, disesuaikan

dengan isi bahan ajar/pelajaran dan

kemampuan peserta didik/siswa. Langkah-

langkah penyajian pembelajran

menekankan pada beberapa hal berikut:

1) pembukaan

hal yang dilakukan pada kegiatan

pembukaan antara lain, (1)

memberikan informasi tentuang

tujuan pembelajran, menjelaskan

kepada pebelajrea apa yangakan

dipelajari, dan mengapa pembelajaran

ini dinanggap penting, (2).

Membangkitkan rasa ingin tahu

pebelajar dengan demonstrasi yang

mengagumkan misalnya dengan

memberikan teka-teki, masalah

kehidupan sehari dengan pendekatan

realistic, atau berbaagai hal l;ain, (3).

Mengajak pebelajar bekerja

dikelompok untuk menemukan

konsep dan menambah keinginan

pebelajar untuk belajar, (4)

mengulang atau menggali kembali

pengetahuan prasyarat yang

diperlukan

2) pengembangan

kegiatan yang dilakukan pada

umumnya (1) memfokuskan pada

tujuan yang ingindiajarkan pada

pebelajar, (2) memfokuskan pada

pengertian, bukan hafalan, (3)

mendemonstrasikan konsep atau

keterampilan secara aktif dengan

mengggunakan berbagai contoh, (4)

sering mengecek pemahaman

pebelajar dengan mengajukan

pertanyaan, (5) menjelskan mengapa

jawaban ini benar atau salah, kecual

jika hal tersebut sudah cukup jelas,

(6) berpindah kekonsep dengan cepat,

begitu pebelajar sudah menguasainya,

(7) memelihara situasi dengan

menghilangkan gangguan,

menanyakan berbagai pertanyaan dan

terus melaksanakan pembelajaran

dengan teratur.

3) Latihan Terbimbing

Kegiatan pembelajaran pada latihan

terbimbing antara lain (1) meminta

siswa untuk mengerjakan soal atau

contoh atau menjawab pertanyaan

yang diajukan oleh guru, (2)

menunjuk peera didik secara random

untuk menjawab pertanyaan, (3) tidak

memberikan tugas yang

menggunakan waktu yang realtif

alam, (4) memberikan waktu kepada

siswa untuk bekerja satu atau dua

maslah atau contoh, kemudain

,memberikan umpan balik.

2. belajar kelompok

Pada tahap ini pebelajar bekerjasama

dalam kelompok untuk menyelesaikan

tugas-tugas yang diberikan. Dengan

melibatkan kemampuan dan potensi yang

ada pada diri setiap anggota kelompok

diharapkan semua anggota dapat

memahami apa yang menjadi jawaban

mereka sehingga hal ini menimbulkan

konsekwensi setiap anggota kelompok

dapat dan mampu mempresentasikan

jawaban yang diberikan kelompok.

Materi yang digunakan di dalam kegiatan

ini adalah dua lembar tugas dan dua

lembar kunci jawaban untuk setiap

kelompok. Lembar tugs diberikan pada

waktu kegiatan belajar kelompok,

sdangkan kunci jawban diberikan setelah

kegiatan kelompok selesai. Satu

kelompok terdiri dari 2-6 orang siswa.

Guru membagikan lembar kerja memuat

materi/masalah yang dirancang memuat

Muhamad Saleh, Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan PMR

Page 7: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

56

realistic matematika untuk setiap siswa.

Dimana satu lembar digunakan oleh dua

orang atau lebih, dengan tujuan agar dapat

terjalin kerja sama diantara sesame dalam

kelompok. Guru memberikan tahapan dan

fungsi belajar kelompok tipe STAD,

dimana setiap peserta didik mendapatkan

peran meimpion anggota-anggota di dalam

kelompoknya. Dengan mendapat peran

dikelompoknya, diharapkan setiap anggota

kelompok termotivasi un tuk membuka

wacana dalam diskusi. Dengand emikian

diharapkan setiapanggota kelompok

mendapat perannya masing-masing,

seperti mencari,m enjelaskan dan

menuliskan hasil pembicaraan, mengecek

jawaban dan saling mengganti peran dalam

waktu tertentu.

3. tes individual

Tes individual adalah tes untuk menguji

kinerja dan kemampuan setiap pebelajar..

Pada tahap ini pebelajar tidak

diperkenankan saling membantu antara

satu anggota dengan anggota lain dalam

satu kelompok maupun kelompok lain.

Hasil tes individu setiap anggota kelompok

berdampak atau memberikan kontribusi

skor terhadap kelompoknya.

4. skor peningkatan individual

Skor peningkatan secara individual

dilakukan berdasarkan skor dasar yang

diperoleh secara individu. Lebih

lengkapnya poin perkembangan seperti

yang di paparkan pada table berikut:

Skor peserta didik Poin perkembangan

Lebih dari 10 poin dibawah skor dasar

10 poin hingga 1 poin dibawah skor dasar

Skor dasar sampai 10 poin di atasnya

lebih 10 poin di atas skor dasar

Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor awal)

5

10

20

30

30

5. penghargaan kelompok

Penghargaan kelompok didasarkan pada perolehan poin perkembangan kelompok. Penentuan poin

pencapaian kelompok digunakan rumus yang diadaptasi dari Slavin (1995:82). Nk adalah

keterangan tentang poin perkembangan kelompok yaitu:

kelompokanggotabanyaknya

kelompokanperkembangskortotaljumlahN k =

dengan sebutan penghargaan sebagai berikut:

a. poin rata-rata 15, sebagai kelompok baik

b. poin rata-rata 20 sebagai kelompok hebat

c. poin rata-rata 25, sebagai kelompok super

4. Jenis-jenis Model Belajar Kooperatif

Pada bagian ini akan disampaikan

tiga tipe belajar kooperatif yaitu :

1). Student Teams Achievement Devision

(STAD),

2) Team Games Tournament (TGT) dan

3). Teams Assisted Individualitation (TAI).

Secara umum dari ketiga jenis belajar

kooperatif di atas memiliki cirri-ciri yang

sama, yaitu diawali dengan penyajian kelas,

kegiatan belajar kelompok, tes individu dan

penghargaan atas keberhasilan kelompok.

namun dari masing-masing jenis memiliki

karakteristik tersendiri..

Student Teams Achievement Division

(STAD)

Student Teams Achievement Division

(STAD) merupakan salah satu model yang

paling sederhana dari semua model belajar

kooperatif, dan merupakan suatu model yang

baik untuk pembelajaran yang baru mengenal

tentang belajar kooperatif (Slavin, 1986:1).

Prosedur dalam model STAD mengikuti

tahapan sebagai berikut:

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2

Page 8: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

57

Tahap 1. tahapan penyajian guru / Penyajian

kelas

Langkah-langkah penyajian menekankan pada

beberapa hal berikut:

1. Pembukaan,

2. pengembangan dan

3. latihan terbimbing

Team Games Tournament (TGT) Team Games Tournament (TGT)

tidak menggunakan tes individual, tetapi

menggantinya dengan turnamen yang

dilakukan terlebih dahulu dengan membentuk

kelompok baru yang masing-masing memiliki

kemampuan relative sama.

Teams Assisted Individualitation (TAI) Teams Assisted Individualitation

(TAI) dimulai dengan tes penempatan untuk

mementukan tingkat kemampuan prasyarat

pebelajar. Setiap anggota kelompok dapat

mengerjakan materi yang berbeda-beda. Jika

pebelajar mengalami kesulitan, maka ia masih

harus menyelesaikan soal lain ditahap tersebut.

5. Pendidikan Matematika Realistik Pendekatan metode pembelajaran

merupakan faktor yang mempengaruhi proses

pembelajaran (Joni, 1983:68). Pembelajaran

Realistic Mathematics Education (RME) telah

diteliti dan dikembangkan di Belanda dan

telah berhasil meningkatkan prestasi belajar

matematika siswa.

Di Indonesia istilah Realistic

Mathematics Education (RME) dikenal

dengan Pendidikan Matematika Realistik

Indonesia (PMRI). Pendidikan matematika

realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan

realitas yaitu hal-hal yang nyata atau konkret

dan dapat diamati secara langsung sesuai

dengan lingkungan tempat siswa berada

(Soedjadi, 2001:2). Sedangkan menurut

Suharta (2001:9): ”Matematika Realistik (MR)

merupakan salah satu pendekatan

pembelajaran matematika yang berorientasi

pada pematematisasian pengalaman sehari-hari

(mathematize everyday experience) dan

menerapkan matematika dalam kehidupan

sehari-hari (everydaying mathematics)”.

Pembelajaran yang berorientasi pada

RME dapat dicirikan oleh : (a) pemberian

perhatian yang besar pada “reinvention”, yakni

siswa diharapkan membangun konsep dan

struktur matematika bermula dari intuisi

mereka masing-masing; (b) pengenalan

konsep dan abstraksi melalui hal-hal yang

konkret atau dari sekitar siswa; (c) selama

pematematikaan, siswa mengkontruksi

gagasannya sendiri, tidak perlu sama antar

siswa yang satu dengan lainnya, bahkan tidak

perlu sama dengan gagasan gurunya; (d) hasil

pemikiran siswa dikonfrontir dengan hasil

pemikiran siswa lainnya (Treffers dan

Panhuizen dalam Yuwono, 2001:3).

Dengan pengenalan konsep dan

abstraksi melalui hal-hal yang konkret atau

dari sekitar siswa akhirnya kebenaran dapat

dirujukkan kepada kenyataan yang ada atau

realitas, sehingga dalam keadaan ini dapat

dikatakan bahwa ‘hakim tertinggi ilmu

pengetahuan alam adalah realitas’ (Soedjadi

1999/2000:29).

Menurut Gravemeijer (dalam

Zulkardi, 2002:652) Realistic Mathematics

Education mempunyai lima karakteristik, yaitu

:

(1) Menggunakan masalah kontekstual

(masalah kontekstual sebagai aplikasi

dan sebagai titik tolak darimana

matematika yang diinginkan dapat

muncul)

(2) Menggunakan model atau jembatan

dengan instrumen vertikal (perhatian di

arahkan pada pengembangan model,

skema dan simbolisasi dari pada hanya

menstransfer rumus atau matematika

formal secara langsung).

(3) Menggunakan kontribusi murid

(kontribusi yang besar pada proses

belajar mengajar diharapkan dari

konstruksi murid sendiri yang

mengarahkan mereka dari metode

informal mereka ke arah yang lebih

formal atau standar).

(4) Interaktivitas (negosiasi secara eksplisit,

intervensi, kooperasi dan evaluasi

sesama murid dan guru adalah faktor

penting dalam proses belajar secara

konstruktif di mana strategi informal

murid digunakan sebagai jantung untuk

mencapai yang formal).

Muhamad Saleh, Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan PMR

Page 9: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

58

(5) Terintegrasi dengan topik pembelajaran

lainnya (pendekatan holistik,

menunjukkan bahwa unit-unit belajar

tidak akan dicapai secara terpisah tetapi

keterkatian dan keterintegrasian harus di

eksploitasi dalam pemecahan masalah).

Dari karakteristik yang terdapat pada

matematika realistik, akan membuat siswa

mampu menyelesaikan suatu masalah secara

logis. Didalam laporannya Shepard, 1975

(dalam Hudojo, 1979:49) mengatakan bahwa

anak-anak pada tahap operasi konkrit mampu

menyelesaikan suatu masalah secara logis bila

masalah tersebut dipilih dengan menggunakan

bahasa sederhana-tidak menggunakan bahasa

yang kompleks.

a. Penekanan Pematematikaan pada

Matematika Realistik

Dua jenis yang berkaitan dengan

pematematikaan yaitu pematematikaan

horizontal dan pematematikaan vertikal.

Pematematikaan horizontal berkaitan dengan

pengetahuan yang telah dimiliki siswa

sebelumnya bersama intuisi mereka sebagai

alat untuk menyelesaikan masalah dari dunia

nyata. Sedangkan pematematikaan vertikal

berkaitan dengan proses organisasi kembali

pengetahuan yang telah diperoleh dalam

simbol-simbol matematika yang lebih abstrak

(Traffer 1991:32).

Matematisasi horizontal lebih

menekankan proses trasnformasi masalah yang

dinyatakan dalam bahasa sehari-hari ke dalam

bahasa matematika atau sering kita sebut

dengan pemodelan dari situasi soal. Pada

matematisasi horizontal siswa dengan

pengetahuan yang dimilikinya dapat

mengorganisasikan dan menyelesaikan

masalah yang ada pada situasi dunia nyata

dengan kata lain matematika horizontal

bergerak dari dunia nyata ke dunia simbol. Hal

ini dilakukan melalui interaksi sosial antara

siswa. Sedangkan pada matematisasi vertikal,

proses pengorganisasian kembali dengan

menggunakan matematika itu sendiri atau

“dunia nyata” merupakan sumber dari

matematisasi sebagai tempat untuk

mengaplikasikan kembali konsep-konsep

matematika.

Sesuai dengan pelaksanaan

pembelajaran pecahan dengan pendekatan

matematika realistik, kepada anak dihadapkan

hal-hal yang berkaitan dengan konteks dalam

kehidupan sehari-hari dan disamping itu

benda-benda yang dapat diamati juga

digunakan. Dengan memanfaatkan apa yang

telah biasa pada siswa juga benda yang dapat

diamati untuk menyelesaikan permasalahan

yang berkaitan dengan pecahan akan terjadi

suatu aktivitas atau proses pematematikaan

horizontal. Sedangkan matematisasi vertikal

tidak lain proses yang terjadi dalam

matematika itu sendiri yang mengarah pada

pengembangan pengetahuan dan keterampilan

yang berjalan dalam sistim dunia simbol.

Sebelumnya telah disebutkan bahwa

dalam pendidikan matematika realistik,

pengalaman belajar siswa dimulai dari suatu

yang realistik atau hal yang telah terbayangkan

oleh siswa. Dengan demikian pembelajaran

tidak diawali dengan formal, melainkan lebih

banyak berawal dari intuisi siswa. Sebagai

contoh dalam matematisasi vertikal adalah

proses pembuktian dalam matematika atau

mungkin proses mencari selesaian yang

menggunakan strategi manipulatif simbol-

simbol.

Berkaitan dengan dua tipe

pematematikaan di atas, Treffers (1987) dan

Freudental (1991), (dalam Yuwono 2001:23)

mengklasifikasikan pendekatan pembelajaran

matematika berdasarkan intensitas

pematematikaan:

• mekanistik atau pandekatan tradisional,

dalam pendekatan ini pembelajaran

matematika lebih difokuskan pada drill,

dan panghafalan rumus saja, sedangkan

proses pematimatikaan keduanya tidak

tampak;

• emperistik, lebih menekankan kepada

pematematikaan horizontal dan cenderung

mengabaikan pematematikaan vertikal;

• strukturalis, lebih menekankan kepada

pematematikaan vertikal dan cenderung

mengabaikan pemetematikaan horizontal,

pendekatan ini sering disebut ‘new math’

membangun konsep matematika

berdasarkan pada teori himpunan;

• realistik, memberikan perhatian yang

seimbang antara pematematikaan yang

horizontal dan vertikal dan disampaikan

secara terpadu terhadap siswa.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2

Page 10: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

59

Berkaitan dengan dua pendekatan

pembelajaran tersebut, Treffers (1991:32)

memberikan gambaran sebagaimana dalam

tabel dibawah ini.

Tabel 1

Horizontal Vertikal

Mekanistik - -

Empiristik + -

Strukturalis - +

Realistik + +

b. Pendidikan Matematika Realistik dan

Relevansinya Dengan Pembelajaran

Pecahan

Pendidikan matematika realistik

menggunakan hal ’nyata’. Realistik yang

diumaksud dalam tulisan ini adalah hal-hal

yang nyata atau konkret yang dapat diamati

atau dapat dipahami lewat membayangkan.

Dengan demikian mungkin saja digunakan

benda-benda konkret dalam meragakan ide

matematika untuk menemukan suatu konsep

(Marpaung 2001:9)

Pecahan yang termasuk dalam cabang

matematika, banyak terdapat penerapannya

dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga

sebelum anak memperoleh pengetahuan

formal disekolah mengenai pecahan, mereka

telah memiliki pengetahuan yang berkaitan

dengan pecahan, misalnya ketika anak

membagikan sesuatu menjadi dua bagian yang

sama.

Pengetahuan informal yang selalu

diimplementasikan dalam kehidupan sehari-

hari perlu dikembangkan melalui intuisi anak

ke dalam bentuk matematika formal termasuk

misalnya rumus-rumus yang dinyatakan dalam

bentuk simbol-simbol atau variabel. Dengan

demikian pada saat anak kembali menghadapi

permasalahan dalam konteks kehidupan,

mereka telah terbiasa dan lebih lanjut

diharapkan dalam pemecahan masalah yang

dihadapi tersebut akan lebih baik. Pernyataan

tersebut di atas sesuai dengan terdapat dalam

panduan pengembangan silabus mata pelajran

matamtika bahwa guru perlu

mengembangakan sikap menggunakan

matematika sebagai alat untuk memecahkan

problematika baik di sekolah maupun di

rumah.

Pernyataan di atas dimaksdukan agar

siswa belajar matematika di sekolah adalah un

tuk mempersiapkan siswa agar sanggup

menghadapi perubahan keadaan di dalam

kehidupan dan dunia yang selalu berkembang,

melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran

logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif;

mempersiapkan siswa agar dapat

menggunakan matematika dan pola pikir

matematika dalam kehidupan sehari-hari dan

dalam mempelajari ilmu pengetahuan

(Depdikbud, 1994 :1).

Untuk manecapai maksud di atas,

guru perlu memperhatikan dan menumbuh

kembangkan daya imajinasi dan rasa ingin

tahu siswa kita, juga siswa harus dibiasakan

untuk mendapat kesempatan bertanya dan

berpendapat sehingga dalam proses belajar

matematika tersebut anak merasa bahwa

matematika lebih bermakna. Jika siswa telah

memiliki kebermaknaan matematika, harapan

selanjutnya akan terbentuk rasa ingin tahu dan

kecintaan siswa terhadap matematika.

Agar siswa merasa matematika lebih

bermakna, sebaiknya diupayakan siswa aktif

mengkonstruksi pengetahuan matematika itu,

dan guru berperan sebagai fasilitator. Artinya

bahwa murid harus didorong dan diberi

kesempatan untuk mengemukakan pendapat

sesuai dengan jalan pikirannya dan mungkin

juga dapat belajar dari ide-ide temannya

sendiri.

Aktivitas siswa pada saat

menyelesaikan masalah sesuai dengan jalan

pikirannya, sesuai dengan karakteristik/prinsip

dari pembelajaran pendidikan matematika

realistik. Karkteristik/prinsip dari

pembelajaran pendidikan matematika realistik

adalah suatu kegiatan atau aktivitas konstruktif

(Sutawidjaja, 2001 & Marpaung, 2001:3).

Landasan filosofi ini dekat dengan filasafat

konstrukstivisme yang menyebutkan bahwa

pengetahuan itu adalah konstruksi dari

seseorang yang sedang belajar (Suparno,

1997:29). Demikian halnya yang dikatakan

oleh (Nikson dalam Hudojo, 1988 : 6) bahwa

pandangan konstruktivis memandang

pembelajaran sebagai usaha membantu siswa

dalam mengkonstruk konsep-konsep/prinsip-

prisnip matematika dengan kemampuannya

sendiri melalui proses internalisasi sehingga

Muhamad Saleh, Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan PMR

Page 11: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

60

konsep tesebut terbangun kembali. Belajar

dengan kemampuannya sendiri berarti

menggunakan hal-hal apa yang telah

diketahuinya sebagai pengetahuan awal.

Salah satu faktor penting yang dapat

mempengaruhi belajar anak adalah apa yang

telah diketahuinya, yaitu berupa pengetahuan

awal (Novak, 1985: 20). Pengetahuan awal

yang telah dimiliki oleh anak akan

berkembang secara optimal bila diikuti dengan

ketepatan pemanfaatannya dalam hal

menerima konsep baru. Guru sangat berperan

dalam hal ini, sehingga dituntut agar guru

berusaha mengetahui dan memanfaatkan

pengetahuan awal siswa yang telah ada dalam

pikiraannya sebelum mereka mempelajari

lebih lanjut sutu konsep atau pengetahuan

baru. Bila dalam belajarnya siswa menghadapi

hal atau masalah yang tidak asing atau familiar

terhadap dirinya harapan selanjutnya bahwa

siswa akan terlibat langsung secara aktif dalam

proses pembelajaran.

Guru hendaknya dapat memilih dan

menggunakan strategi atau metode dalam

pelaksanaan proses pembelajaran, sehingga

lebih banyak melibatkan siswa secara aktif

dalam belajar yaitu aktif secara mental, fisik,

maupun sosial. Untuk mensinergikan keaktifan

ini dalam pembelajaran dapat saja siswa

dibimbing kearah mengamati, menebak,

berbuat, mencoba sehingga pada akhirnya

mampu menjawab persoalan yang mengarah

kepada pertanyaan “mengapa”. Prinsip belajar

aktif inilah yang mampu menumbuhkan dan

mengarahkan sasaran pembelajaran sesuai

dengan tujuan belajar matematika.

2. Rangkuman

Dari uraian yang telah disampaikan,

dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai

berikut:

• Belajar kooperatif (kooperatif learning)

mengandung pengertian sebagai suatu

strategi pembelajaran yang membagi

siswa dalam beberapa kelompok yang

setiap kelompoknya terdiri dari 4-5 orang.

Dalam kelompok tersebut, masing-masing

siswa sebagai anggota kelompok aktif dan

mereka bekerja bersama dalam

menyelesaikan permasalahan ayng

diajukan sehingga terjadi suatu diskusi

dan saling membagi pengetahuan, saling

berkomunikasi, saling membantu untuk

memahamkan materi pelajaran.

• Karakteristik model belajar kooperatif

adalah:

- tujuan kelompok

- tanggung jawab individu

- kesempatan yang sama untuk sukses.

• Keberhasilan suatu model belajar

kooperatif didasari oleh unsur-unsur

berikut:

- saling bergantungan

- interaksi langsung

- pertanggung jawaban individu

- keterampilan berintegrasi

- prosese kelompok

• langkah-langkah dalam penerapan model

kooperatif adalah

- penyajian

- belajar kelompok

- kinerja individu dan penghargaan

konerja kelompok.

• Pelaksanaan pembelajaran kooperatif

suatu model pembeljaran yang memusat

pada siswa dalam kelompoknya dan guru

berperan sebagai fasilitator dan mediator.

• Dengan menerapkan model koopeatif

dalam pembelajran dapat menimbulkan

sikap positif terhadap budaya gotong

royong yang merupakan milik budaya

rakyat Indonesia dan memiliki prinsip

demokrasi

• Pendidikan Matematika Relasistik

Indonesia (PMRI) adalah suatu

pendekatan yang dapat membantu guru

melaksanakan proses pembelajaran yang

membawa siswa masuk kedalam konteks

dunia nyata, sehingga siswa memiliki

kesan yang ”berkualitas” karena siswa

mengalami langsung dalam menemukan

konsep matematika yang dihadapkan dan

mereka pelajari.

• Pendidikan matematika realistik,

memberikan perhatian yang seimbang

antara pematematikaan yang horizontal

dan vertikal serta disampaikan secara

terpadu terhadap siswa.

Daftar Pustaka

Armanto D. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) dan Pendidikan

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2

Page 12: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

61

Matematika Realistik Indonesia

(PMRI). Makalah disajikan pada

seminar PMRI di Banda Aceh April

2007.

Depdiknas. 2006. Panduan Pengembangan

Silabus Mata Pelajaran Matematika,

Jakarta.

Hudojo. 1979. Pengembangan Kurikulum

Matematika & Pelaksanaannya di

Depan Kelas. Surabaya: Usaha

Nasional.

Ibrahim, M, dkk. 2000. Pembelajaran

Kooperatif. Universitas Negeri

Surabaya, University Pres, Surabaya.

Johnson, D.W & Johnson, R.T. 1991.

Learning Together and Alone,

Coopertive, Competitive, and

Individualistic Leraning. (Third

Edition). Boston: Allyn and Bacon.

Marpaung 2001. Prospek RME Untuk

Pembelajaran Matematika di

Indonesia. Makalah disajikan dalam

seminar Nasional Realistic

Mathematics EducationUniv Negeri

Surabaya di Jurusan Matematika

FMIPA UNESA, Surabaya 24 Feb

2001.

Marpaung, Y.2002. Pendidikan Matematika

Realistik di Indonesai. Perubahan

Paradigma Dalam Pembelajaran

Matematika Di Sekolah. Dalam

Jurnal Matematika atau

Pembelajarannya. Tahun VIII, Edisi

Khusus, Juli 2002. Proseding

Konfrensi Nasional Matematika XI

Bagian I, UM 22-25 Juli 2002.

Muhamad Saleh. 2003. Pembelajaran Materi

Peluang Melalui Pendekatan

Pendidikan Matematika Realistik.

Tesis tidak diterbitkan, Malang

Program PascaSarjana Universitas

Negeri Malang.

Novak, J.D, Gowin, D.B. 1985. Learning How

to Learn. New York: Glenco Mc

Millan/MCc Graw Hill.

Slavin, E.R.1995.Cooperative Learning:

Theory, Research, and Practice

(Second Editiion). Massachusetts.

Allyn and Bacon.

Soedjadi. 2001. Pemanfaatan Realitas dan

Lingkungan Dalam Pembelajaran

Matematika. Makalah Disajikan

Pada Seminar Nasional “Realistic

Mathematics Education (RME).

Surabaya: Jurusan Matematika

FMIPA UNESA. 24 Februari 2001.

Suharta. 2001. Pembelajaran Pecahan Dalam

Matematika Realistik. Makalah

Disajikan Pada Seminar Nasional

“Realistic Mathematics Education

(RME). Surabaya: Jurusan

Matematika FMIPA UNESA. 24

Februari 2001.

Suparno P. 1997. Filsafat Konstruktifisme

Dalam Pendidikan. Kanisius,

Yogyakarta.

Sutawidjaja, A. 2001. Pendidikan Matematika

Realistik. Makalah Disajikan pada

stadium general. Jurusan Tadris

Matematika Fakultas Tarbiyah IAIN

Syarif Hidayatullah, Jakarta. 27

Oktober 2001.

Tim MKPBM. 2001. Strategi Pembelajaran

Matematika Kontemporer. Univ

Pendidikan Indonesia (UPI),

Bandung-Indonesia.

Treffers. 1991. Didactical Background Of a

mathematics program for primary

education, dalam L.Streefland (Ed),

Realistic Mathematics Education in

Primary School (hal 21). Utrecht

University, The Netherlands.

Yuwono, I. 2001. RME (Realistic Mathematics

Education) dan Hasil Studi Awal

Implementasinya di SLTP. Makalah

disajikan dalam seminar Nasional

Realistic Mathematics Education

Univ Negeri Surabaya di Jurusan

Matematika FMIPA UNESA,

Surabaya 24 Feb 2001.

Zulkardi. 2002. Pendidikan Realistik

Matematika Indonesia:

Perkembangan Dan Permasalahan.

Dalam jurnal matamatika ataiu

pembelajarannya. Tahun VIII. Edisi

khusus, Juli 2002. Proseding

Konfrensi Nasional Matematika XI

bagian I, UM 22-25 juli 2002

Muhamad Saleh, Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan PMR

Page 13: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

62

Page 14: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

60

PENERAPAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK DALAM

MENGKONSTRUKSI ALGORITMA PERKALIAN SISWA SD

Oleh:

Cut Morina Zubainur

Abstrak: Dalam penerapan PMRI di sekolah, siswa belajar secara mandiri atau berkelompok

untuk menentukan strategi penyelesaian kontekstual. Strategi ini dikembangkan dan

diciptakan sendiri oleh siswa (free production) dalam bentuk matematika informal (diagram,

gambar, kode, simbol, dan lainnya) dan juga matematika formal seperti konsep dan algoritma

yang telah mereka pelajari sebelumnya. Guru memfasilitasi pembentukan matematika

informal menjadi matematika formal yang standar. Aktifitas belajar berlangsung secara maju

melalui diskusi interaktif antara siswa dan guru. Pendekatan realistik merupakan pendekatan

pembelajaran matematika yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara

aktif dan mentalnya dalam mengkonstruksi pengetahuan yang dikaitkan dengan pengalaman

kehidupan nyata siswa. Tulisan ini akan membahas contoh soal kontekstual dan alternatif

jawaban siswa yang muncul pada proses pembelajaran yang bertujuan mengkonstruksi

algoritma perkalian. Proses ini diperlukan untuk menjembatani siswa dalam melakukan

perkalian yang hasilnya bilangan tiga angka. Perkalian yang hasilnya bilangan tiga angka

merupakan salah satu kompetensi dasar yang harus dicapai siswa kelas III semester 1

berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Alternatif jawaban siswa

didasarkan pada pengamatan yang dilakukan terhadap siswa SD Negeri 69 Banda Aceh, SDIT

Nurul Ishlah Banda Aceh, dan SD Negeri 3 Banda Aceh.

Kata kunci: penerapan, PMRI,mengkonstruksi, algoritma, perkalian

Pendekatan realistik merupakan

pendekatan pembelajaran matematika yang

memberikan kesempatan kepada siswa untuk

terlibat secara aktif dan mentalnya dalam

mengkonstruksi pengetahuan yang dikaitkan

dengan pengalaman kehidupan nyata siswa

(Hadi, 2005). Pembelajaran matematika

dengan menggunakan pendekatan realistik

pertama sekali dikembangkan di Belanda

semenjak tahun 1971 dengan nama RME

(Realistic Mathematics Education) yang

berdasar pada konsep Fruedenthal yang

mengatakan bahwa matematika merupakan

aktivitas manusia (Fruedenthal dalam

Gravemeijer, 1994). RME di Indonesia dikenal

dengan Pendidikan Matematika Realistik

Indonesia (PMRI).

PMRI didasarkan pada argumen

Freudental (1973) bahwa matematika harus

tidak disajikan pada siswa dalam bentuk hasil-

jadi (a ready-made product) tetapi siswa harus

belajar menemukan kembali konsep-konsep

matematika tersebut. Siswa membentuk

sendiri konsep dan prosedur matematika

(conceptual mathematization, De Lange,

1987) melalui penyelesaian permasalahan

yang realistik dan kontekstual. Hal ini sesuai

dengan pandangan teori constructivism yang

menyatakan bahwa pengetahuan matematika

tidak dapat diajarkan oleh guru tetapi

dibangun sendiri oleh siswa (Nur, 2001).

Menurut Gravemeijer (1994) terdapat

tiga prinsip utama dalam PMRI, yaitu (1)

penemuan terbimbing dan bermatematika

secara maju (guided reinvention and

progressive mathematizartion), (2) realitas

(realty principle), dan (3) model

pengembangan mandiri (self-developed

model).

Prinsip penemuan terbimbing berarti

siswa diberikan kesempatan untuk

menemukan sendiri konsep matematika

dengan menyelesaikan berbagai soal

kontekstual. Soal kontekstual ini mengarahkan

siswa membentuk konsep, menyusun model,

menerapkan konsep yang telah diketahui, dan

menyelesaikannya berdasarkan kaidah

matematika yang berlaku (Treffers & Goffree,

1985). Berdasarkan soal, siswa membangun

model dari (model of) situasi soal (dalam

Cut Morina Zubainur, S.Pd, M.Pd adalah Dosen Prodi Pendidikan Matematika FKIP Unsyiah

Page 15: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

61

bentuk formal atau tidak), kemudian

menyusun model matematika untuk (model

for) menyelesaikannya hingga siswa

mendapatkan pengetahuan formal matematika.

Prinsip bermatematika secara maju

dapat dibagi atas dua komponen yaitu

bermatematika secara horizontal, siswa

mengidentifikasi bahwa soal kontekstual harus

ditransver ke dalam soal bentuk matematika

untuk lebih dipahami lebih lanjut. Dalam

bermatematika secara vertikal, siswa

menyelesaikan bentuk matematika formal atau

tidak formal dari soal kontekstual dengan

menggunakan konsep, operasi dan prosedur

(aturan, rumusan, dan kondisi) matematika

yang berlaku. Siswa menunjukkan

hubungandari rumus yang digunakan,

membuktikan aturan matematika yang berlaku,

membandingkan model, menggunakan model

yang berbeda, mengkombinasikan dan

menerapkan model, serta merumuskan konsep

matematika dan mengeneralisasikannya (De

Lange, 1987).

Prinsip realitas (realty principle)

menekankan pentingnya soal kontekstual

untuk memperkenalkan topik-topik

matematika kepada siswa. Soal kontekstual

didefinisikan sebagai soal yang

merepresentasikan hadirnya lingkungan yang

nyata bagi siswa (Gravemeijer, 1999).

Pengertian nyata bukan sebatas apa nyata pada

pandangan siswa tetapi juga semua hal yang

dapat dibayangkan siswa, terjangkau oleh

imajinasinya (Van den Heuvel-Panhuizen,

1996). Dalam hal ini konteks merujuk pada

situasi dalam hidup sehari-hari, situasi yang

bersifat fantasi, dan juga soal matematika itu

sendiri (bare mathematical problems).

Prinsip ketiga adalah pengembangan

model mandiri (self-developed model) yang

berfungsi menjembatani antara pengetahuan

matematika tidak formal dan formal dari

siswa. Dalam menyelesaikan masalah

kontekstual dari situasi nyata, siswa

menemukan model untuk (model for) bentuk

tersebut (bentuk formal matematika), hingga

mendapatkan penyelesaian masalah tersebut

dalam bentuk pengetahuan matematika yang

standar.

Dalam penerapan PMRI di sekolah,

siswa belajar secara mandiri atau berkelompok

untuk menentukan strategi penyelesaian

kontekstual. Strategi ini dikembangkan dan

diciptakan sendiri oleh siswa (free production)

dalam bentuk matematika informal (diagram,

gambar, kode, simbol, dan lainnya) dan juga

matematika formal seperti konsep dan

algoritma yang telah mereka pelajari

sebelumnya. Guru memfasilitasi pembentukan

matematika informal menjadi matematika

formal yang standar. Aktifitas belajar

berlangsung secara maju melalui diskusi

interaktif antara siswa dan guru.

Pengembangan fenomena

pembelajaran dijelaskan oleh Streefland

(1990) dalam teori pengajaran 5 x 5 (the five

tenets of the instructional theory of RME).

a. Belajar merupakan aktivitas konstruksi

yang distimulasikan dengan kekonkritan

(concreteness) dan mengajar melibatkan

penggunaan soal yang dikenal siswa.

b. Belajar merupakan proses jangka panjang

yang bergerak dari konkrit menuju abstrak

dan mengajar memfasilitasi siswa dari

pengetahuan matematika tidak formal

menuju matematika formal.

c. Belajar difasilitasi oleh refleksi terhadap

pola pikir mandiri dan pola pikir orang

lain, dan mengajar meliputi pendorongan

siswa untuk melihat kembali dan

merefleksikannya dalam proses belajar.

d. Belajar melibatkan konteks sosial-budaya,

jadi mengajar meliputi pemberian

kesempatan berkomunikasi dan

bekerjasama dalam kelompok kecil atau

diskusi kelas.

e. Belajar merupakan pengkonstruksian

pengetahuan dan keterampilan menuju

bentuk yang terstruktur, dan mengajar

melibatkan berbagai aspek yang saling

berkaitan.

Berdasarkan uraian prinsip RME di

atas, maka pembelajaran matematika yang

dilaksanakan di kelas hendaknya memberikan

kepada siswa situasi masalah yang dapat

mereka bayangkan atau miliki hubungan

dengan dunia nyata. Nyata yang dimaksudkan

dalam realistik selain dekat dengan kehidupan

sehari-hari siswa, juga dapat dibayangkan

(nyata dalam pikiran) siswa. Sehingga proses

pembelajaran dapat memberi kesempatan

kepada siswa mengkonstruksi pemahamannya

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2

Page 16: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

62

tentang matematika. Hal ini diharapkan dapat

mengaktifkan siswa, melatih siswa berlaku

demokratis, membuat kelas menyenangkan,

dan memacu guru untuk meningkatkan hasil

belajar siswa.

Pembahasan

Prinsip kedua PMRI menekankan

pada pentingnya konteks dalam

memperkenalkan topik-topik matematika

kepada siswa. Konteks dimanfaatkan sebagai

bahan ilustrasi dari soal matematika. Soal

kontekstual dalam PMRI didefinisikan sebagai

soal yang merepresentasikan hadirnya

lingkungan yang nyata bagi siswa. Nyata yang

dimaksud adalah semua kondisi dekat dengan

kehidupan sehari-hari siswa, atau dapat

dibayangkan (nyata dalam pikiran), dan

terjangkau oleh imajinasi siswa. Hal yang

perlu dipertimbangkan adalah bahwa soal

kontekstual tersebut cocok untuk proses

matematisasi, dimana siswa dapat mengenal

situasinya dan dapat menggunakan

pengetahuan mereka untuk memodelkan dan

menyelesaikannya.

Beberapa fungsi utama konteks

menurut pendapat Van den Heuvel-Pahuizen

(1996) adalah:

1. Konteks membantu agar soal dapat

dipecahkan

Soal kontekstual yang disajikan dengan

menarik akan memudajkan siswa untuk

membayangkan soal secara visual dan

menangkap maksud soal tersebut serta

dapat mengilustrasikannya dalam bentuk

yang berbeda (gambar dan bagan). Dalam

hal ini siswa dapat menggunakan model

matematika yang formal maupun yang

tidak formal. Bentuk matematika yang

tidak formal seperti membuat

gambar/ilustrasi tentang soal tersebut

dalam bentuk berbeda dari semula.

Misalnya soal yang berkaitan dengan

suatu benda yang dikelompokan.

Kelompok-kelompok tersebut dapat

digambarkan dengan gambar lingkaran,

sedangkan bendanya digambarkan dengan

bundaran-bundaran dalan lingkaran

tersebut sebanyak benda yang disebutkan

dalam soal.

2. Konteks menunjang terbentuknya ruang

gerak dan transparansi soal

Konteks akan memberikan kesempatan

bagi siswa menunjukkan kemampuannya.

Soal tentang perkalian misalnya jumlah

penghapus yang ada dalam 13 kemasan,

dimana tiap-tiap kemasan terdiri dari 6

penghapus merupakan contoh dimana

siswa dapat menghasilkan konsep

perkalian sebagai penjumlahan berulang.

3. Konteks dapat melahirkan berbagai

variasi strategi

Konteks soal seperti pada butir 2 di atas

mengandung saran untuk siswa dalam

menggunakan kemampuannya untuk

menyusun banyak strategi penyelesaian.

Setiap strategi yang dirancang merupakan

inspirasi langsung dari soal tersebut.

Tingkat kedalaman dan konsep yang

digunakan siswa mengindikasikan

kedalaman pengetahuan matematika yang

telah dimilikinya.

Berikut akan diulas contoh soal

kontekstual dan alternatif jawaban siswa yang

muncul pada proses pembelajaran yang

bertujuan mengkonstruksi algoritma perkalian.

Proses ini diperlukan untuk menjembatani

siswa dalam melakukan perkalian yang

hasilnya bilangan tiga angka. Perkalian yang

hasilnya bilangan tiga angka merupakan salah

satu kompetensi dasar yang harus dicapai

siswa kelas III semester 1 berdasarkan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP). Alternatif jawaban siswa didasarkan

pada pengamatan yang dilakukan terhadap

siswa SD Negeri 69 Banda Aceh, SDIT Nurul

Ishlah Banda Aceh, dan SD Negeri 3 Banda

Aceh.

Soal:

Humaira akan membagikan pensil kepada 13

orang temannya yang kurang mampu. Tiap-

tiap teman-teman Humaira akan mendapatkan

6 pensil. Berapa banyakkah pensil yang harus

disiapkan Humaira?

Berikut akan disajikan strategi yang

digunakan siswa menyelesaikan soal tersebut.

Cut Morina, Penerapan Pendekatan Matematika Realistik

Page 17: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

63

Strategi 1.

Satu anak akan mendapatkan 6 pensil

Dua anak akan mendapatkan 12 pensil

Tiga anak akan mendapatkan 18 pensil

Empat anak akan mendapatkan 24 pensil

Lima anak akan mendapatkan 30 pensil

Enam anak akan mendapatkan 36 pensil

Tujuh anak akan mendapatkan 42 pensil

Delapan anak akan mendapatkan 48 pensil

Sembilan anak akan mendapatkan 54 pensil

Sepuluh anak akan mendapatkan 60 pensil

Sebelas anak akan mendapatkan 66 pensil

Dua belas anak akan mendapatkan 72 pensil

Tiga belas anak akan mendapatkan 78 pensil

Strategi 2.

13 x 6 = 6 + 6 + 6 + 6 + 6 + 6 + 6 + 6 + 6 + 6 + 6 + 6 + 6

12 12 12 12 12 12 + 6

24 24 24 + 6

72

6 +

78

Strategi 3.

13 x 6 = 6 + 6 + 6 + 6 + 6 + 6 + 6 + 6 + 6 + 6 + 6 + 6 + 6

60 18

60

18 +

78

Strategi 4.

13 x 6 = 6 + 6 + 6 + 6 + 6 + 6 + 6 + 6 + 6 + 6 + 6 + 6 + 6

60 18

10 x 6 = 60

3 x 6 = 18 +

13 x 6 = 78

Dari strategi 4 untuk pembelajaran pada

pertemuan selanjutnya, siswa dapat dimotivasi

sehingga bentuk

10 x 6 = 60

3 x 6 = 18 +

13 x 6 = 78

dapat ditulis dalam bentuk lain, misalnya

menjadi

13 = 10 + 3

6 = 6 x

10 + 8

60 + 0

70 + 8 = 78

Berdasarkan pengalaman, siswa

merasa kurang nyaman dengan cara (bentuk)

penyelesaian di atas. Perasaan kurang nyaman

tersebut juga ditunjukkan siswa saat belajar

penjumlahan dengan cara tersebut di kelas II

semester 1. Hal ini memberikan kesempatan

kepada guru untuk menggali ide siswa

menuliskan dalam bentuk lain yang lebih

praktis. Bentuk yang lebih praktis misalnya

13 atau 13

6 x 6 x

18 18

60 6

78 78

Pengalaman siswa dalam

menyelesaikan soal di atas dapat digunakan

untuk menyelesaikan perkalian yang

menghasilkan bilangan tiga angka. Siswa

mempunyai strategi jawaban berbeda dalam

menyelesaikan perkalian yang hasilnya

bilangan tiga angka berikut.

25 x 5 = ....

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2

Page 18: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

64

Strategi 1.

10 x 5 = 50

10 x 5 = 50

5 x 5 = 25 +

25 x 5 = 125

Strategi 2.

20 x 5 = 50

5 x 5 = 25 +

25 x 5 = 125

Dari strategi 2 di atas, siswa dapat dimotivasi

sehingga bentuk

20 x 5 = 50

5 x 5 = 25 +

25 x 5 = 125

dapat ditulis dalam bentuk lain, misalnya

menjadi

25 = 20 + 5

5 = 5 x

20 + 5

100 + 0 + 0 +

100 + 20 + 5 = 125

Karena sebelumnya siswa telah

memiliki pengalaman menemukan cara yang

praktis dalam menyelesaian 13 x 6 = ...., guru

dapat memotivasi siswa menuliskan bentuk di

atas dalam bentuk lain yang lebih praktis,

misalnya

25 atau 25

5 x 5 x

25 25

100 + 10 +

125 125

Diharapkan dari pengalaman di atas

siswa akan menemukan alternatif strategi

untuk menyelesaikan perkalian yang

menghasilkan bilangan tiga angka lainnya

seperti

12 x 13 = ......

22 x 15 = .....

dst.

Proses di atas akan dapat terjadi jika

siswa diberi kesempatan yang cukup untuk

menemukan alternatif strategi penyelesaian

(mungkin berbeda-beda untuk tiap-tiap siswa)

tanpa merasa tertekan. Kesempatan yang

cukup maksudnya dari segi waktu dan

pemahaman terhadap materi prasyarat,

misalnya sebelum menemukan 13 = 10 + 3

siswa perlu dilatih membuat soal penjumlahan

bilangan yang hasilnya 13 (5 dengan 8, 7

dengan 6, atau 5 dengan 6 dan 2, dst). Pada

awalnya pembelajaran akan berjalan lambat.

Namun kondisi ini lebih bermanfaat

dibandingkan jika guru langsung menyajikan

cara cepat (cara yang selama ini dilakukan),

dimana siswa tidak memahami alasan

penggunaan cara cepat tersebut dalam

menyelesaikan soal yang diberikan. Siswa

hanya diminta menghafal dan melakukan

prosedur yang asing baginya.

Manfaat lain yang dapat diperoleh

siswa antara lain adalah melalui proses seperti

di atas guru dapat membangun kepercayaan

diri siswa. Karena ternyata soal matematika

dapat diselesaikan siswa berdasarkan ide atau

strategi yang muncul dalam dirinya. Hal ini

diharapkan akan menumbuhkan rasa senang

belajar matematika karena sesuai dengan

tingkat berpikir siswa.

Penutup

Pengetahuan matematika tidak dapat

diajarkan oleh guru tetapi dibangun sendiri

oleh siswa. Siswa harus belajar menemukan

kembali dan membentuk sendiri konsep-

konsep dan prosedur matematika tersebut.

Konteks dapat dimanfaatkan sebagai bahan

ilustrasi dalam memperkenalkan topik-topik

matematika kepada siswa. Soal kontekstual

hendaknya dapat menghadirkan lingkungan

yang nyata bagi siswa, artinya dekat dengan

kehidupan sehari-hari siswa, atau dapat

dibayangkan (nyata dalam pikiran), dan

terjangkau oleh imajinasi siswa. Hal yang

perlu untuk proses matematisasi, dimana siswa

dapat mengenal situasinya dan dapat

menggunakan pengetahuan mereka untuk

memodelkan dan menyelesaikannya. Konteks

sangat membantu dalam mengkonstruksi

algoritma perkalian yang hasilnya bilangan

tiga angka. Peran guru dalam memfasilitasi

pembentukan matematika informal menjadi

matematika formal yang standar melalui

diskusi interaktif antara siswa dan guru,

merupakan suatu hal yang mutlak.

Daftar Pustaka De Lange, Jan. (1994). Assessing

Mathematical Skills,

Cut Morina, Penerapan Pendekatan Matematika Realistik

Page 19: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

65

Understanding, and Thingking. In

Richard Lesh and J. Lamon (Ed),

Asessment of Authentic

Performance in School

Mathematics Texas A&M

University, College Station, Texas:

AAAS Press.

Gravemeijer, K.P.E. (1994) Developing

Realistics Mathematics Education.

Utrecht, The Netherlands:

Freudenthal Institute.

Johar R., (2001). Implementasi belajar anak.

Semarang: Grafika Press.

Johar R.(2004). Strategi belajar mengajar .

Banda Aceh. FKIP Unsyiah.

Muhammad Noor (2000). Strategi belajar

mengajar . Surabaya Pusat Studi

Matematika dan IPA Sekolah Dasar

dan Menengah

Mulyasa, E (2002). Kurikulum berbasis

kompetensi konsep dan implementasi.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mulyasa, E (2008). Kurikulum berbasis

kompetensi dalam prakteks. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

McNeil, J.D., (1977), Curriculum: a compre-

hensive introduction. Boston: Little,

Brown and Company.

Morina Zubainur Cut,dkk (2008). Kurikulum

integratif pada pembelajaran tematik

di SD/MI Banda Aceh Unsyiah

Darussalam.

Morrow, L.M., Smith, J.K., dan Wilkinson,

L.Ch., Ed., (1994). Integrated

language arts: controversy to

concensus. Massachusetts: Allyn &

Bacon.

Nurdin Syafruddin, (2005). Mengenali

profesional guru. Jakarta: Gramedia.

Nurdin Abubakar dan Ikhsan, (2003).

Falsafah pendidikan dan kurikulum.

Tanjung Malim Malaysia: Quantum

Books.

Sabda Saifuddin, (2006). Model kurikulum

terpadu IPTEK dan IMTAK. Jakarta:

Quantum Teaching Ciputat Press

Group.

Saedah Siraj, (2007) Pendidikan anak-anak

(Children education) (2nd ed.).

Selangor, Malaysia: Alam Pintar.

Saedah Siraj, (2009). Pengurusan kurikulum

(Curriculum management). Selangor,

Malaysia: Alam Pintar

Saedah Siraj, Ahmad Sobri Shuib, & Halimah

Salleh (Eds.), (2008). Pengajaran

efektif (Effective teaching). [in

writing]

Sanders, J.R, (1994), The evaluation

standards, 2nd

Ed., Thousand Oaks:

Sage Publications.

Santrock, J.W, (1994). Child development.

Edisi VI. Wisconsin: Brown &

Benchmark.

Soefie, Ibrahim,(2009) Penguasaan konsep

IPA bagi guru sekolah dasar Jurnal

Serambi Ilmu No. XII Vol 3 thn IV.

12-15.

Scriven, M, (1991). Evaluation thesaurus, 4th

Ed. Thousand Oaks: Sage

Publications.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2

Page 20: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

66

PENERAPAN MODEL APPRENTICE TRAINING YANG BERWAWASAN

KONSTRUKTIVISME DALAM UPAYA MENINGKATKAN

KUALITAS PEMBELAJARAN KIMIA

Oleh:

Mariati MR dan Cut Nova Riska

Abstrak: Penelitian ini bertujuan meningkatkan kualitas proses pembelajaran,

meningkatkan hasil belajar siswa, dan meningkatkan keterampilan siswa pada konsep

larutan asam dan larutan basa melalui penerapan model apprentice training yang

berwawasan konstruktivisme di SMA Negeri 4 Kota Banda Aceh. Penelitian tindakan ini

melibatkan 38 orang siswa. Data penelitian dikumpulkan dengan tes, uji keterampilan,

kuisioner, pedoman observasi aktivitas guru dan aktivitas siswa, dan dianalisis analisis

secara naratif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus I, proses

pembelajaran berlangsung cukup efektif, rerata hasil belajar siswa mencapai 77,6;

sedangkan rerata nilai uji keterampilan siswa sebesar 78,7. Pada siklus 11, proses

pembelajaran berlangsung lebih efektif, rerata hasil belajar siswa mencapai 80,1;

sedangkan rerata nilai uji keterampilan siswa sebesar 80,3. Hasil analisis respon siswa

menunjukkan bahwa siswa yang memiliki persepsi dan sikap positif jauh lebih besar

dibandingkan yang memiliki respon negative.

Kata Kunci : Model apprentice training, konstruktivisme, hasil belajar, keterampilan.

Kedudukan guru dalam proses

pembelajaran pada kurikulum ditegaskan

bahwa sangatlah strategis dan menentukan.

Strategis karena guru akan menentukan

kedalaman dan keluasan materi pelajaran,

sedangkan bersifat menentukan karena

gurulah yang memilih dan memilah bahan

pelajaran yang akan disajikan kepada siswa.

Salah satu faktor yang mempengaruhi guru

dalam upaya mempeluas dan memperdalam

materi pelajaran adalah rancangan

pembelajaran yang dibuat dan dipilihnya.

Melalui fungsi ini proses pembelajaran yang

efektif, efisien, menarik dan hasil

pembelajaran yang bermutu tinggi dapat

dilakukan dan dicapai oleh setiap guru.

Berdasarkan pengamatan, guru di

lapangan jarang memanfaatkan fungsi ini

secara optimal. Hal ini disebabkan oleh

kenyataan bahwa tugas yang diemban guru

sebagai perancang pembelajaran sangat

rumit, karena dia berhadapan dengan dua

variable di luar kontrolnya, yaitu cakupan isi

pelajaran yang telah ditetapkan tedebih

dahulu berdasarkan tujuan yang akan

dicapai, dan siswa yang membawa

seperangkat sikap, kemampuan awal dan

karakteristik perseorangan lainnya ke dalam

situasi pembelajaran. Guru hanya

berpeluang memanipulasi strategi atau

metode pembelajaran di bawah karakteristik

tujuan pembelajaran dan siswa. Hal ini

diakui oleh Reigluth (1983) yang

menyatakan bahwa pada hakekatnya hanya

variable metode pembelajaran yang

berpeluang besar untuk dapat dimanipulasi

oleh setiap guru dan perancang

pembelajaran.

Keberhasilan dan kebermaknaan

pada pelajaran kimia sangat terkait dengan

kesinergian antara pemaparan konsep di

kelas dengan kegiatan praktikum di

laboratorium. Di kalangan guru dan terlebih

lagi di kalangan siswa, masih sangat banyak

ditemui keluhan. Pada guru sendiri

ditemukan permasalahan rendahnya

kemampuan konsep dan keterampilan dalam

melaksanakan kegiatan praktikum. Untuk

mengantisipasi dampak ini, maka salah satu

upaya yang dapat ditempuh adalah melalui

perbaikan sistem pembelajaran dengan

memberikan suatu tindakan berupa

penerapan model apprentice training dalam

proses pembelajaran kimia.

Model apprentice training

merupakan salah satu bentuk gabungan

antara pembelajaran di kelas, praktek dan

pengalaman kerja di laboratorium yang

dilakukan secara terstruktur dan terintegrasi.

Guna membantu guru dalam menciptakan

Dra. Mariati MR, M.Si adalah Dosen Tetap Yayasan Serambi Mekkah

Page 21: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

67

suasana pembelajaran yang kondusif dan

berkualitas maka dicobalakukan penelitian

tindakan (action research) dengan

menerapkan model apprentice training.

Penelitian ini sifatnya on the spot yaitu

berawal dari situasi dan kondisi alamiah

(realita) untuk mengatasi permasalahan yang

dihadapi oleh guru dalam upaya

mendongkrak prestasi belajar siswa ke arah

yang lebih baik.

Metode Penelitian

Subyek pada penelitian ini dipilih

secara random 1 (satu) kelas siswa pada

kelas XI SMA Negeri 4 Banda Aceh.

Penelitian ini dilakukan pada konsep larutan

asam dan larutan basa yang dibagi menjadi

dua siklus besar, yaitu siklus I dan siklus II.

Rancangan penelitian tindakan untuk

masing-masing siklus mencakup beberapa

tahapan, yaitu perencanaan, tindakan,

observasi/evaluasi, dan refleksi.

1. Siklus I

a. Perencanaan. Pada tahapan

perencanaan ditempuh langkah-

langkah: menyiapkan instrumen

penelitian, menelusuri pengetahuan

awal dan keterampilan awal siswa,

manyusun dan menyempurnakan LKS

yang berorientasi konstruktivisme,

dan menyiapkan buku panduan.

b. Tindakan. Pada tahap tindakan

dilakukan I-angkah-langkah:

melaksanakan program pembelajaran

dan pelatihan, sebelum pelatihan,

instruktur teriebih dahulu

memberikan ceramah dan

demonstrasi di hadapan siswa tentang

teknik kerja di laboratorium,

selanjutnya memberikan kesempatan

kepada siswa untuk melakukan

sendiri di bawah bimbingan dan

petunjuk instruktur

c. Observasi/evaluasi. Pada tahap ini

ditempuh langkah-langkah:

mengamati proses pelaksanaan

pembelajaran dan pelatihan dengan

lembaran observasi, mengevaluasi

penguasaan konsep, hasil

pembelajaran, dan respon siswa.

d. Refleksi. Berdasarkan hasil

observasi/evaluasi yang dilakukan

pada siklus I, maka dilaksanakan

refleksi untuk melakukan tindakan

pada siklus berikutnya.

2. Siklus II

Kegiatan yang dilakukan pada

siklus II pada prinsipnya sama dengan pada

siklus I, tetapi dengan perbaikan-perbaikan

berdasarkan hasil refleksi siklus I.

3. Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan terdiri dari

data awal dan data akhir setelah tindakan

pada setiap siklus penelitian, yaitu:

a. Data hasil belajar siswa tentang

konsep larutan asam dan larutan basa

dikumpulkan dengan teknik pre-test

dan post-test yang berbentuk essay

terstruktur.

b. Data tingkat keterampilan awal

dikumpulkan dengan teknik uji

keterampilan.

c. Data mengenai proses pembelajaran

dan praktikum di laboratorium

dikumpulkan dengan teknik

observasi.

d. Data respon mahasiswa dikumpulkan

dengan teknik angket.

4. Analisis data dan indikator penelitian

Data yang terkumpul kemudian

dianalisis secara kualitatif dan

dideskripsikan secara naratif. Hasil belajar

siswa dianalisis secara deskriptif.

Keberhasilan siswa dalam pembelajaran

tercapai jika nilai rata-rata hasil post-test

pada setiap siklus mencapai 70. Data tentang

tingkat keterampilan mahasiswa dianalisis

secara deskriptif. Keberhasilan siswa dalam

menguasai keterampilan tercapai jika nilai

rata-rata post-test mencapai minimal 70.

Analisis terhadap respon siswa dilakukan

perhitungan persentase.

Hasil Penelitian

Materi ajar yang dibelajarkan pada

siklus I adalah larutan asam, yang dilakukan

dengan pendekatan/teknik bertanya. Siswa

dalam proses pembelajaran tampak masih

kurang aktif merespon pertanyaan guru.

Kemasan LKS yang kurang menarik, dan

keterlambatan dalam pendistribusian LKS

kepada siswa cukup menyulitkan siswa

mengikuti pembelajaran yang dilakukan.

Pada kegiatan praktikum, siswa masih lebih

banyak menunggu instruksi dari guru,

karena pengetahuan awal siswa tentang

larutan asam relatif masih rendah.

Rerata nilai hasil belajar dan uji

keterampilan praktikum yang diperoleh

siswa pada siklus I seperti ditunjukkan pada

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2

Page 22: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

68

table berikut.

Table 1. Nilai uji keterampilan dan hasil belajar siklus I

No Aspek Pre Pos Gain

X SD X SD X SD

1. Uji Keterampilan 22,8 10,1 78,7 8,5 23,8 10,8

2. Hasil Belajar 39,8 11,0 77,6 7,6 32,8 10,1

Dari tabel di atas tampak bahwa

rata-rata hasil belajar dan tingkat

keterampilan siswa setelah tindakan

termasuk dalam kategori baik. Bertolak dari

hasil yang diperoleh pada siklus I, maka

pelaksanaan pembelajaran dan praktikum

pada siklus II diusahakan upaya-upaya

perbaikan dengan mendistdbusikan LKS

sedini mungkin, dan memberikan bimbingan

di saat praktikum yang lebih intensif. Materi

ajar yang diberikan pada siklus II adalah

larutan basa. Pada proses pembelajaran,

siswa tampak sudah aktif merespon

pertanyaan guru dengan intensitas

keterlibatan yang cukup banyak.

Rerata nilai hasil belajar dan uji

keterampilan yang diperoleh siswa pada

siklus II ini seperti ditunjukkan pada tabel 2

berikut.

Table 2. Nilai uji keterampilan dan hasil belajar siklus II

No Aspek Pre Pos Gain

X SD X SD X SD

1. Uji Keterampilan 38,9 9,6 80,3 8,1 40,9 9,8

2. Hasil Belajar 40,1 10,8 80,1 7,8 47,1 11,6

Dari tabel di atas tampak bahwa rata-

rata hasil belajar dan tingkat keterampilan siswa

setelah tindakan termasuk dalam kategori baik,

namun hasilnya belum optimal karena masih

ada siswa yang masih mendapatkan program

remedial untuk bias melewati standar KKM

yang ditetapkan.

Hasil terhadap respon siswa terhadap

pelaksanaan pembelajaran larutan asam basa

diperoleh bahwa persentase siswa dengan

jawaban skor 4 dan 5 sebesar 54.8%, sedangkan

jawaban skor 3 sebesar 10%, dan jawaban

dengan skor 1 dan 2 sebesar 15,11%.

Pembahasan

Pembelajaran pada konsep larutan

asam basa dengan model apprentice training

yang berwawasan konstruktivisme diharapkan

dapat meningkatkan hasil belajar dan

keterampilan praktikum siswa di laboratorium.

Penelitian tindakan yang dilakukan terhadap

siswa menunjukkan bahwa pembelajaran pada

materi larutan asam dan larutan basa dengan

penerapan model apprentice training baik pada

siklus I maupun siklus II telah menunjukkan

peningkatan penguasaan konsep. Peningkatan

penguasaan konsep-konsep larutan asam dan

larutan basa secara ilmiah akan memberikan

kontribusi pada peningkatan kemampuan siswa

untuk menganalisis permasalahan pada materi

larutan asam dan larutan basa. Hal ini teriihat

dari hasil belajar yang dicapai siswa pada siklus

I termasuk kategori baik dengan rerata 78,7 dan

80,1 pada siklus II. Begitu pula terjadi

peningkatan gain score dari 32,8 (pada siklus I)

menjadi 47,1 (pada siklus II).

Hasil belajar yang dicapai siswa baik

pada siklus I maupun pada siklus II sudah

memenuhi target penelitian tindakan ini. Namun

demikian, hasil yang dicapai belum optimal

karena masih ada beberapa siswa yang

diremedial untuk mencapai nilai KKM yang

telah ditetapkan oleh pihak sekolah.

Lebih lanjut, pelaksanaan praktikurn

pada konsep larutan asam larutan basa telah

mampu meningkatkan keterampilan siswa

bekerja di laboratorium secara lebih merata

pada seluruh siswa (biasanya hanya beberapa

siswa saja yang aktif dan terampil). Guru

memberikan bimbingan dan latihan yang lebih

intensif kepada siswa yang memiliki tingkat

keterampilan awal yang relatif masih rendah,

dan mengelola proses praktikum sedemikian

rupa sehingga siswa yang relatif lebih aktif dan

lebih terampil mau membantu siswa yang

kurang aktif dan kurang terampil, sehingga pada

akhimya siswa dapat bekerja secara mandiri.

Dari dua siklus yang dilaksanakan tampak

Mariati Mr Dan Cut Nova Riska, Penerapan Model Apprentice Training Yang

Page 23: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

69

terjadi peningkatan tingkat keterampilan siswa

dalam bekerja, dimana pada siklus I rerata nilai

uji keterampilan siswa 79,8 dan pada siklus II

80,1. Begitu pula terjadi peningkatan gain score

dari 23,8 (pada siklus 1) menjadi 40,9 (pada

siklus II). Penerapan model apprentice training

menunjukkan telah mampu meningkatkan

keterampilan siswa bekerja di laboratorium pada

praktikum konsep larutan asam dan larutan

basa. Hasil empiris ini mendukung pernyataan

Kearsley (1996) yang menyatakan bahwa

keterampilan bekerja di laboratorium dalam

pelaksanaan praktikum suatu konsep tidak bisa

diperoleh dengan pembelajaran konsep yang

biasa dilakukan lewat kegiatan demonstrasi.

Di samping terjadinya peningkatan

hasil belajar dan tingkat keterampilan siswa,

penerapan model apprentice trandrig juga

memperbaiki respon siswa terhadap

pembelajaran kimia. Jawaban angket yang

diberikan kepada siswa pada akhir dari siklus II

menunjukkan bahwa persentase siswa yang

memiliki persepsi dan sikap yang positif

sebanyak 54,8% lebih besar dibandingkan

persentase siswa yang memiliki persepsi dan

sikap negative sebanyak 25,1%. Hal ini

menunjukkan bahwa siswa sangat bergairah

dalam mengikuti pembelajaran melalui

penerapan model apprentice training pada

konsep larutan asam dan larutan basa, sehingga

proses pembelajaran berlangsung lebih efektif

dibandingkan sebelumnya.

Kesimpulan

• Penerapan model apprentice training

yang berwawasan konstruktivisme dapat

meningkatkan kualitas hasil belajar siswa

pada konsep larutan asam dan larutan

basa.

• Penerapan model apprentice training

yang berwawasan konstruktivisme dapat

meningkatkan keterampilan siswa dalam

pelaksanaan praktikum pada konsep

larutan asam dan larutan basa.

• Siswa memiliki respon yang positif

terhadap proses pembelajaran kimia

dengan penerapan model apprentice

training yang berwawasan

konstruktivisme.

Saran

• Perlu adanya penambahan guru

pendamping, mengingat bahwa proses

kegiatan praktikum di laboratorium yang

bertujuan untuk meningkatkan

keterampilan siswa secara individual

memerlukan jumlah guru

pendamping/instruktur yang rnemadai.

• Menindaklanjuti respon positif dari siswa,

perlu kiranya penerapan model apprentice

training yang berwawasan

konstruktivisme ini dilanjutkan pada

konsep-konsep lain yang relevan.

Daftar Pustaka Ausubel, D.P., et.al, 1978. Educational

Psychology: A Cognitive Vie, 2nd

, New

York : Holt Rinehart and Winstone.

Berg, 1991. Miskonsepsi Fisika dan Remidiasi.

Salatiga : Universitas Satya Wacana.

Borgia, E.T. & D. Schuler, 2003. Action

Research in Early Childhood

Education Online, diakses 16 April

2003.

Huew, 1994. Modern Teaching Learning

Approach. Singapore: John Wiley &

Sons.

Kearsley, G., 1982. Training and Technology, A

Handbook For HRD Profesionals,

Canada: Addison Wesley Publishing

Company, Inc.

Kemmis, S. & Mc. Taggert, 1988. The Action

Research Planner, (3rd

ed), Victoria:

Deakin University.

Moekijat, 1991. Latihan dan Pengembangan

Sumber Daya Manusia, Bandung:

Mandar Maju.

O,Loughlin, M., 1992. "Rethinking Science

Beyond Piagetian Constructivism

Toward a Socioculture", Model of

Teaching and Learning, In Ronal G.

Good (Ed), Journal of Research in

Science Teaching. 20(8).

Reigluth, C.M., 1983. Instruction-Design

Teories and Models; An Overview of

Their Current Status. London :

Lawrence Erlbaum Associates,

Publisher.

Shasta, J., 1998. "Peranan Pelatihan Tentang

Teknik Pemakaian dan Perawatan Alat-

alat Laboratorium dalam Mengurangi

Tingkat Kesalahan dan Kerusakan

Alat-alat Laboratorium Pada Saat

Mahasiswa Berpraktikum", Journal

Pendidikan dan Pengajaran, IKIP

Singara

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2

Page 24: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

70

RELEVANSI SIKAP ILMIAH SISWA DENGAN KONSEP HAKIKAT SAINS

DALAM PELAKSANAAN PERCOBAAN PADA PEMBELAJARAN

IPA DI SDN KOTA BANDA ACEH

Oleh

Sardinah, Tursinawati, dan Anita Noviyanti

Abstrak: Hakikat sains adalah landasan untuk berpijak dalam mempelajari IPA. Aspek

hakikat sains mengandung tiga aspek yaitu sains sebagai produk, sains sebagai proses, dan

sains sebagai sikap ilmiah. Kurangnya penanaman nilai sikap ilmiah dalam proses kegiatan

ilmiah berakibat pada peroleh hakikat sains yang tidak utuh dan kurangnya terbentuk sikap

ilmiah siswa dalam melaksanakan kegiatan ilmiah. Dengan demikian perlu adanya analisis

relevansi sikap ilmiah siswa dengan hakikat sains dalam pelaksanaan percobaan pada

pembelajaran IPA di SDN Kota Banda Aceh. Yang menjadi rumusan masalah pada penelitian

ini adalah: Bagaimanakah kemunculan sikap ilmiah, penguasaan konsep hakikat sains siswa,

dan hubungan antara sikap ilmiah siswa yang dilaksanakan dalam percobaan pembelajaran

IPA SD dengan konsep hakikat sains?. Metodologi penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif dan kuantitatif yang bertujuan untuk melihat relevansi sikap ilmiah siswa dengan

hakikat sains dalam melaksanakan percobaan pada pembelajaran IPA SDN Kota Banda Aceh.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian studi deskriptif dan uji korelasi. Penelitian

ini akan dilaksanakan pada Sekolah Dasar Negeri di Kota Banda Aceh. Populasi dari

penelitian ini adalah siswa kelas V SDN di Kota Banda Aceh dengan jumlah 71 SDN. Sampel

ditetapkan pada 10 SDN. Instrumen yang digunakan dala penelitian ini adalah lembar

observasi, dokumentasi, tes, pedoman wawancara guru. Teknik analisis Data menggunakan

rumus persentase dan uji korelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kemampuan

dasar siswa terhadap penguasaan konsep hakikat sains menunjukkan rerata 40%. Hal ini

menunjukkan pada kategori rendah. Pada kemunculan sikap ilmiah siswa pada pelaksanaan

percobaan pada pembelajaran IPA menunjukkan kategori baik. Dan terdapat hubungan antara

sikap ilmiah siswa dengan konsep hakikat sains pada pembelajaran IPA di SDN Kota Banda

Aceh dengan ketentuan thitung > ttabel yaitu (30,8 > 1,28).

Kata Kunci : Sikap ilmiah, konsep hakikat sains, pelaksanaan percobaan.

Terpuruknya moralitas banga

Indonesia adalah bentuk ketidak tercapaian

proses pendidikan di negara kita. Jujur, teliti,

rasa ingin tahu, tidak berprasangka,

bertanggung jawab dan kedisiplinan diri

adalah harapan yang ingin dimiliki pada

peserta didik kita. Namun hal ini semakin sulit

kita temui dalam diri siswa, baik pada siswa

SMA, SMP ataupun SD. Maka perlu adanya

pembentukan sikap seperti pada pembelajaran

IPA, yaitu pembentukan sikap ilmiah yang

mengacu kepada sikap yang harus dimiliki

seorang ilmuan atau penyelidik dalam

melakukan proses penelitian. Sebagaimana

yang diungkapkan oleh Abroscato (1982) sains

meliputi aspek sikap di samping sains sebagai

produk dan proses. Sains sebagai proses di

dalamnya mengandung sikap ilmiah (Scientific

attitude) yang merupakan faktor sentral dalam

menyongkong perkembangan ilmu.

Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

merupakan pondasi awal dalam menciptakan

siswa-siswa yang memiliki pengetahuan,

keterampilan dan sikap ilmiah. Pembelajaran

IPA diarahkan dengan cara mencari tahu

tentang alam secara sistematis, sehingga IPA

bukan hanya merupakan penguasaan

kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-

fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja,

tetapi juga merupakan suatu proses penemuan

dan pembentukan sikap ilmiah.

Hakikat sains adalah landasan untuk

berpijak dalam mempelajari IPA. Banyak cara

yang telah dilakukan untuk mencapai aspek

Dra. Sardinah, M. Si, Tursinawati. S.Pd.I. M. Pd, Anita Noviyanti, M. Pd adalah Dosen Tetap

Yayasan Serambi Mekkah

Page 25: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

71

yang terkandung di dalam hakikat sains,

namun belum juga menunjukkan hasil yang

memuaskan. Berdasarkan hasil wawancara

dengan beberapa guru IPA di SD di Aceh

menunjukkan bahwa guru telah menerapkan

beberapa model pembelajaran yang

berorientasi pada siswa, dan banyaknya

percobaan telah dilakukan dalam pembelajaran

IPA di SD, namun mutu pendidikan IPA di SD

belumlah menunjukkan hasil yang memuaskan

dan hakikat sains belumlah terwujud secara

utuh. Disamping itu juga guru belum

memahami konsep hakikat sains. Hal ini

sejalan yang diungkapkan Widodo (2007)

pembelajaran sains yang hanya membelajarkan

fakta, konsep, prinsip,hukum, dan teori

sesungguhnya belum membelajarkan sains

secara utuh. Dalam membelajarkan sains guru

hendaknya juga melatih keterampilan siswa

untuk berproses (keterampilan proses) dan

juga menanamkan sikap ilmiah, misalnya rasa

ingin tahu, jujur, bekerja keras, pantang

menyerah, dan terbuka.

Untuk mencapai hakikat sains secara

utuh membutuhkan upaya dan kompetensi

guru untuk memuat aspek hakikat sains dalam

proses pembelajaran IPA. Percobaan pada

pembelajaran IPA merupakan bentuk

sederhana dari aspek sains sebagai proses yaitu

melakukan kegiatan ilmiah sehingga

membangkitkan motivasi siswa menjadi

seorang ilmuan di masa akan datang.

Walaupun demikian sikap ilmiah menjadi

aspek yang sangat penting dalam

melaksanakan percobaan-percobaan (kegiatan

ilmiah sederhana). Sikap ilmiah siswa menjadi

tolak ukur etika penelitian para ilmuan dalam

menjalani kegiatan ilmiah. Apabila sikap

ilmiah siswa dalam melaksanakan percobaan

tidak dimilikinya, maka akan berdampak

negatif kepada produk sains atau teknologi

yang mereka hasilkan. Oleh sebab itu sikap

ilmiah dalam melaksanakan percobaan pada

proses pembelajaran menjadi syarat mutlak

yang harus diketahui dan dimiliki oleh peserta

didik kita.

Dari hasil penelitian menggambarkan

pentingnya aspek hakikat sains dalam proses

pembelajaran IPA. Tursinawati (2010)

menjelaskan tentang peningkatan pemahaman

siswa pada aspek sains sebagai sikap berada

pada kategori yang paling rendah

dibandingkan dari aspek lain pada hakikat

sains. Susilawati (2009) menjelaskan bahwa

guru belum memahami hakikat sains

seutuhnya. Salah satu faktor masih rendahnya

pemahaman hakikat sains oleh guru adalah

kurangnya pemahaman konsep hakikat sains

yang dimiliki guru, hal ini disebabkan guru

tidak memperoleh pengetahuan yang jelas

tentang hakikat sains.

Hakikat sains belumlah menjadi satu

kesatuan dalam proses pembelajaran IPA.

Pentingnya pengembangan sikap ilmiah siswa

dalam melaksanakan kegiatan ilmiah sehingga

dapat membentuk sikap saintis yang tepat.

Dengan demikian akan tercapailah hakikat

sains/IPA secara utuh. Maka perlu adanya

suatu penelitian untuk mengetahui relevansi

sikap ilmiah siswa dengan konsep hakikat

sains dalam pelaksanaan percobaan pada

pembelajaran IPA di SDN Kota Banda Aceh.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian

ini untuk menjawab pertanyaan sebagai

berikut : Bagaimanakah kemunculan sikap

ilmiah yang dilaksanakan dalam percobaan

pada pembelajaran IPA di SDN Kota Banda

Aceh?; Bagaimanakah penguasaan konsep

hakikat sains siswa pada pembelajaran IPA di

SDN Kota Banda Aceh? Adakah hubungan

antara sikap ilmiah siswa yang dilaksanakan

dalam percobaan pada pembelajaran IPA SD

dengan penguasaan konsep hakikat sains

siswa?

1. Hakikat sains

Hakikat sains merupakan syarat

dalam mata pelajaran IPA baik pada jenjang

pendidikan SD, SMP, SMA, dan selanjutnya.

Karena segala aspek yang termuat dalam

pembelajaran IPA baik hasilnya, proses yang

dilaksanakan dalam pembelajaran IPA, dan

sikap-sikap yang harus dimiliki siswa dalam

melaksanakan proses pembelajaran adalah

suatu keutuhan dan aspek hakikat sains.

Apabila kita berbicar tentang IPA maka kita

sedang membahas aspek-aspek hakikat sains.

Hakikat sains mengandung tiga aspek

yaitu, sains sebagai produk, sains sebagai

proses dan sains sebagai sikap. Sejalan dengan

ungkapan Sulistyorini (2007) menyatakan

bahwa hakikatnya, IPA dapat dipandang dari

segi produk, proses dan dari segi

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2

Page 26: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

72

pengembangan sikap. Artinya, belajar IPA

memiliki dimensi proses, dimensi hasil

(Produk), dan dimensi pengembangan sikap

ilmiah. Ketiga dimensi tersebut bersifat saling

keterkaitan. Menurut Mariana dan Praginda

(2009) hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

merupakan makna alam dan berbagai

fenomena/perilaku/karakteristik yang dikemas

menjadi sekumpulan teori dan konsep melalui

serangkaian proses ilmiah yang dilakukan

manusia. Teori maupun konsep yang

terorganisir ini menjadi sebuah inspirasi

terciptanya teknologi yang dapat dimanfaatkan

bagi kehidupan manusia. Tursinawati (2010)

menjabarkan hakikat sains sesuai yang

tercantum pada Tabel. 1.

Tabel 1.1 Hakikat Sains

NO. HAKIKAT

SAINS

INDIKATOR

1 Sains sebagai

produk

1) Ilmu pengetahuan berlandaskan pada fakta empiris

2) Teori yang lebih tepat daripada teori sebelumnya dapat mengubah

ilmu pengetahuan

3) Pengetahuan ilmiah didasarkan pada bukti eksperimental

4) Ilmu pengetahuan adalah suatu usaha untuk menjelaskan gejala

5) Ilmu pengetahuan berlandaskan pada argumentasi yang logis

6) Ilmu pengetahuan bersifat objektif

7) Ilmu pengetahuan dibangun oleh apa yang telah ada sebelumnya

8) Produk sains berupa hukum, teori, fakta, konsep dan prinsip

9) Ilmu pengetahuan berperan penting dalam teknologi

2 Sains Sebagai

Proses

1) Pengetahuan ilmiah bersifat sementara

2) Ilmu pengetahuan harus dapat diuji

3) Pengetahuan ilmiah berdasarkan pada pengamatan

4) Metode ilmiah merupakan cara untuk melakukan penyelidikan

meliputi merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, membuktikan

hipotesis dan membuat kesimpulan

5) Ilmu pengetahuan yang diuji menjadi kerangka berfikir bagi ilmu

pengetahuan

3. Sains sebagai

sikap

1) Ilmuwan tidak pernah puas terhadap ilmu pengetahuan

2) Ilmu pengetahuan bersifat konsisten

3) Ilmuwan harus terbuka pada ide baru

4) Ilmuwan bersifat jujur

5) Ilmu pengetahuan menjadi bagian dari tradisi intelektual

6) Ilmuwan harus bertanggung jawab terhadap keilmuwannya

2. Sikap Ilmiah siswa dalam pelaksanaan

percobaan pada pembelajaran IPA

Makna “sikap” pada pengajaran IPA

SD/MI dibatasi pengertiannya pada sikap

ilmiah terhadap perolehan ilmu pengetahuan

alam sekitar. Menurut Wynne Harlen dalam

Hendro Darmojo (dalam Sulistyorini, 2007),

setidak-tidaknya ada sembilan aspek sikap dari

sikap ilmiah yang dapat dikembangkan pada

anak usia SD/MI, yaitu: Sikap ingin tahu,

sikap ingin mendapat sesuatu yang baru, sikap

tidak putus asa, sikap tidak berprasangka,

sikap mawas diri, sikap bertanggung jawab,

sikap berpikir bebas, sikap kedisiplinan diri.

Namun demikian sikap ilmiah dapat

dikembangkan menjadi beberapa aspek lagi

yaitu:

Sardinah, Tursinawati, dan Anita Noviyanti, Relevansi Sikap Ilmiah Siswa�

Page 27: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

73

Tabel. 2. Aspek-Aspek sikap Ilmiah dalam pelaksanaan praktikum pada pembelajaran IPA

No Aspek-Aspek Sikap

Ilmiah

Indicator

1 Ilmuan bersifat jujur 1) Melaporkan pemerhatian asal walaupun pemerhatian asal

menyangkal hipotesis awal

2 Ilmuan harus terbuka

pada ide-ide baru

(willnes ti Change

Opinions)

2) Kesedian untuk menukar pandangan/pendapat

3) Menerima hasil penyelidikan sesuai dengan data walaupun

tidak sesuai dengan hipotesis

3 Ilmuan harus

bertanggung jawab

terhadap keilmuannya

4) Menjaga alat dan bahan yang dilakukan dalam

praktikum/penyelidikan

5) melaksanakan tugas dan kewajibannya yang dibebankan dalam

kegiatan percobaan/penyelidikan

4 Ilmuan harus bersikap

objective

6) Sikap mempertimbangkan semua data yang ada sebelum

sebelum membuat keputusan

7) Melaporkan apa adanya tanpa melakukan manipulasi ke data

dan sampai ke atasnya

5 Bekerja sama

(Kooperatife)

8) Menghargai pendapat orang lain

9) Berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan kelompok dalam

kegiatan pembelajaran

10) Menafsirkan bersama-sama terhadap hasil pengamatan

6 Pemikiran kritikal

(Critical mindedness)

11) mencari kejelasan pernyataan atau pertanyaan

12) mencoba memperoleh informasi yang benar

7 Berlandaskan pada bukti

(respect for evidence)

13) Sikap seseorang bergantung kepada fakta, data-data emperikal

dalam membuat keputusan

8 Rasa ingin tahu 14) Mengajukan dugaan sementara (hipotesis) terhadap fenomena

alam

15) Mengamati kejadian atau fenemona yang dilaksanakan dalam

praktikum IPA

9 Sikap mawas diri (hati-

hati)

16) Sikap hati-hati dalam melaksanakan praktikum/penyelidikan

17) Menjaga keaman dari bahaya yang ditimbulkan dalam

melaksanakan praktikum/penyelidikan

10 Kedisiplinan diri 18) patuh pada berbagai ketentuaan /peraturan laboratorium

19) Menempatkan alat laboratorium pada tempatnya

11 Kesadaran atau peduli

terhadap lingkungan

20) Mengembngkan upaya untuk memperbaiki kerusakan alam

yang sudah terjadi

Hakikat sains tidak hanya terfokus

kepada aspek sains sebagai produk, namun

memiliki arti yang lebih luas yaitu kegiatan-

kegiatan ilmiah yang mengarahkan mereka

untuk memahami apa sebenarnya yang

dipelajari dalam sains/IPA. Artinya disini,

terjadinya proses-proses pemerolehan

informasi dengan kegiatan inkuiri dengan

memiliki sikap ilmiah dalam melaksanakan

proses pembelajaran IPA. Sains sebagai sikap

hendaknya menjadi penekanan yang amat

penting karena semakin terpuruknya

moral/sikap orang pada perkembangan sosial

saat ini. Untuk memperbaiki moralitas bangsa,

maka usaha yang tepat adalah menanamkan

sikap ilmiah sejak dini pada peserta didik kita.

Aplikasi pembetukan sikap ilmiah dapat

dilaksanakan dalam setiap proses

pembelajaran, baik dalam menyampaikan

materi, melaksanakan percobaan, dalam

menilai hasil percobaan dan prestasi belajar

siswa. Sikap ilmiah sangat bermakna dalam

interaksi sosial, ilmu pengatahuan dan

teknologi. Apabila sikap ilmiah telah terbentuk

dalam diri siswa maka akan terwujudlah suri

tauladan yang baik bagi peserta didik, baik

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2

Page 28: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

74

dalam melaksanakan penyeldikan atau

berinteraksi dengan masyarakat. Secara tidak

langsung sikap ilmiah dalam proses

pembelajaran IPA dapat menyelesaikan

masalah-masalah moralitas anak bangsa ini.

Pembentukan sikap ilmiah siswa

dapat terbentuk apabila guru yang mengajar

memiliki kompetensi dan kreativitas dalam

mengajar. Guru dituntut untuk dapat

memahami konsep hakikat sains, karena

apabila guru tidak memahami hakikat sains

maka guru kesulitan dalam membentuk sikap

ilmiah siswa. Hal ini disebabkan oleh

ketidaktahuan guru terhadap aspek-aspek

yang terkandung pada hakikat sains sebagai

sikap. Selain itu siswa juga dituntut untuk

dapat memahami konsep hakikat sains, agar

sikap-sikap yang akan terbentuk dalam diri

mereka menjadi lebih bermakna dalam

kehidupan sosial, ilmu dan teknologi.

Firman dan Widodo (2007)

menjelaskan bahwa seorang guru sains

dituntut untuk mempunyai gambaran yang

jelas dan tepat tentang apa itu sains, sebab

keyakinan tentang sains akan sangat

berpengaruh terhadap bagaimana seorang guru

mengajarkan sains. National Science

Foundation/ NSF ( 2004) menjelaskan bahwa

sebaiknya pendidikan sains membutuhkan

pembelajaran konsep ilmiah dan

mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah.

Ruang kelas yang efektif bergantung pada

berbagai cara mengajar ilmu tersebut. Apabila

proses pengamatan dan pertanyaan muncul,

memberikan kesempatan untuk berinteraksi

lebih dengan fenomena dan lebih besar potensi

untuk pengembangan pemahaman lebih lanjut.

Pemahaman hakikat sains penting

untuk dipahami oleh guru dan siswa, karena

ketika guru dan siswa tidak memahami hakikat

dari suatu pembelajaran maka akan

memperoleh kebuntuan pencapaian

pembelajaran IPA. Pembelajaran sains tidak

terarah dan proses yang dilaksanakan dalam

pembelajaran IPA menjadi sia-sia, disebabkan

kurangnya pemahaman akan hakikat sains.

Untuk memberikan pemahaman

konsep hakikat sains, guru dapat menentukan

model pembelajaran yang berpusat pada siswa

seperti model pembelajaran inkuiri terbimbing,

pembelajaran kooperatif, pembelajaran

contectual learning, Salingtemas. Beberapa

metode pembelajaran yang dapat mendukung

model pembelajaran adalah metode

demonstrasi, eksperimen, diskusi, kelompok,

karya wisata. Trihastuti (2008) menyatakan

bahwa pendidikan sains diarahkan untuk

inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu

peserta didik untuk memperoleh pemahaman

yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif dan

kuantitatif. Penelitian kualitatif bertujuan

untuk melihat kemunculan sikap ilmiah siswa

dalam pelaksanaan percobaan pada

pembelajaran IPA di SDN Kota Banda Aceh.

Sedangkan penelitian kuantitatif bertujuan

untuk mengetahui hubungan atau relevansi

sikap ilmiah siswa dengan konsep hakikat

sains dalam pelaksanaan percobaan pada

pembelajaran IPA SDN Kota Banda Aceh, dan

kemampuan dasar penguasaan siswa terhadap

konsep hakikat sains. Jenis penelitian yang

digunakan adalah penelitian studi deskriptif

dan uji korelasi. Penelitian ini akan

dilaksanakan pada Sekolah Dasar Negeri di

Kota Banda Aceh. Populasi dari penelitian ini

adalah siswa kelas V SDN di Kota Banda

Aceh dengan jumlah 71 SDN. Sampel dari

penelitian ini adalah siswa kelas V SDN di

Kota Banda Aceh dengan jumlah 10 SDN

yang mewakili setiap kecamatan yang ada

pada Kota Banda Aceh. Instrumen penelitian

ini adalah observasi, dokumentasi, dan tes.

Observasi bertujuan untuk mengamati

kemunculan sikap ilmiah siswa dalam

pelaksanaan percobaan pada pembelajaran

IPAdi SDN Kota Banda Aceh. Tes digunakan

untuk mengetahui kemampuan dasar siswa

terhadap penguasaan konsep hakikat sains.

Sedangkan untuk mengetahui hubungan antara

sikap ilmiah dalam pelaksanaan percobaan

pada pembelajaran IPA dengan konsep hakikat

sains dianalisis antara hasil kemunculan sikap

ilmiah dalap pelaksanaan percobaan pada

pembelajaran IPA dengan kemampuan dasar

siswa dalam penguasaan konsep hakikat sains.

Pedoman wawancara guru digunakan sebagai

panduan wawancara dengan guru untuk

mengetahui pengalaman guru dalam

Sardinah, Tursinawati, dan Anita Noviyanti, Relevansi Sikap Ilmiah Siswa�

Page 29: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

75

memperoleh konsep hakikat sains dan

pelaksanaan pembelajaran IPA yang

mengkaitkan seluruh askpek hakikat sains

khususnya hakikat sains di SDN Kota Banda

Aceh.

Hasil Penelitian

a. Penguasaan konsep hakikat sains pada

siswa SD

Dalam mengukur kemampuan siswa

dalam penguasaan konsep hakikat sains

diberikan lembar soal penguasaan konsep

hakikat sains pada siswa. Dari hasil analisis

data dan uji statistik diperoleh bahwa dari 10

SD Negeri Kota Banada Aceh kemampuan

dasara siswa dalam penguasaan konsep

hakikat sians berada pada rata-rata 40%

dengan kategori rendah. Hal ini menunjukkan

bahwa masih rendahnya penguasaan konsep

hakikat siswa siswa di SD. Hal ini dapat

dilihat pada table di bawah ini:

Tabel.3. Kemampuan Dasar Siswa dalam Penguasaan Konsep Hakikat Sains

Di SD Kota Banda

N

O

Hakikat

Sains

Indikator No

Soal

Jumlah Siswa Yang Menjawab Benar / SDN Jlh

� %

R

E

R

A

T

A

SD

2

SD

8

SD

56

SD

60

SD

20

SD

51

SD

67

SD

63

SD

03

SD

16

Jumlah siswa 22 23 26 9 26 22 23 26 22 26 225

1

Sains

Sebagai

Produk

1. Ilmu Pengetahuan

Berlandaskan Pada

Fakta Empiris

1 12 0 2 0 13 6 10 3 3 14 63 28

41

2. Teori yang lebih

tepat daripada teori

sebelumnya dapat

mengubah ilmu

pengetahuan

2 10 7 19 6 12 10 13 13 9 12 111 49

3. Pengetahuan

ilmiah didasarkan

pada bukti

eksperimental

3 11 4 9 4 11 4 9 6 5 17 80 36

4. Ilmu pengetahuan

adalah suatu usaha

untuk menjelaskan

gejala

4 15 9 11 1 17 12 14 15 15 19 128 57

5. Ilmu pengetahuan

berlandaskan pada

argumentasi yang

logis

5 17 7 14 2 16 12 15 13 11 18 125 56

6. Ilmu pengetahuan

bersifat objektif 6 19 11 15 3 16 16 13 5 13 18 129 57

7. Ilmu pengetahuan

dibangun oleh apa

yang telah ada

sebelumnya

7 2 5 16 3 10 3 9 5 7 9 69 31

8. Produk sain

berupa hukum, teori,

fakta, konsep dan

prinsip

8 2 1 0 1 3 4 2 2 1 1 17 8

9. Ilmu pengetahuan

berperan penting 9 13 12 13 3 15 9 13 11 5 14 108 48

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2

Page 30: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

76

dalam teknologi

2 Sains

Sebagai

Proses

10. Pengetahuan

ilmiah bersifat

sementara

10 4 8 4 3 13 5 12 9 7 9 74 33

44

11. Ilmu pengetahuan

harus dapat diuji 11 12 6 7 0 7 3 8 4 8 7 62 28

12. Pengetahuan

ilmiah berdasarkan

pada pengamatan

12 10 3 8 2 14 6 15 8 6 17 89 40

13.Metode ilmiah

merupakan cara untuk

melakukan

penyelidikan meliputi

merumuskan

masalah,mengajukan

hipotesis,

membuktikan

hipotesis dan

membuat kesimpulan

13 15 8 13 3 15 15 20 11 15 15 130

58

14. Ilmu pengetahuan

yang di uji menjadi

kerangka berfikir bagi

ilmu pengetahuan

14 17 7 20 8 18 12 17 11 7 5 136 60

3

Sains

Sebagai

Sikap

15. Ilmuwan tidak

pernah puas terhadap

ilmu pengetahuan

15 14 5 14 2 8 11 17 5 4

95 42

35

16. Ilmu pengetahuan

bersifat konsisten 16 0 6 3 2 4 5 3 3 2 3 47 21

17. Ilmuan harus

terbuka pada ide baru 17 3 4 5 3 3 3 6 5 4 7 60 27

18. Ilmuan bersifat

jujur 18 11 12 17 7 11 13 12 11 4 9 125 56

19. Ilmu pengetahuan

menjadi bagian dari

tradisi intelektual

19 3 2 6 5 5 5 1 6 7 3 62 28

20. Ilmuwan harus

bertanggung jawab

terhadap

keilmuwannya

20 10 7 6 6 3 6 10 7 5 3 83 37

TOTAL 200 124 202 64 214 160 219 153 138 200 1674

RERAT

A 40

Untuk lebih rinci dapat dijabarkan pada grafik di bawah ini:

Sardinah, Tursinawati, dan Anita Noviyanti, Relevansi Sikap Ilmiah Siswa�

Page 31: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

Gambar.1. Diag

Berdasarkan gam

menunjukkan bahwa yang

rendah adalah indicator 8 y

berupa hukum, teori, fakta, k

memperoleh nilai 8%. Indica

bagian dari sains sebagai pro

yang menunjukkan paling ti

indicator ilmu pengetahua

menjadi kerangka berf

pengetahuan memperoleh n

Indicator ini merupakan b

sebagai proses.

Secara keseluruhan

siswa dalam penguasaan kon

rata-rata 40% pada kategori ti

��

��

��

��

��

��

� � � �

��

��

������

Jurnal Pendidikan

agram Kemampuan Dasar Penguasaan Konsep Hakikat Sain

SDN Kota Banda

ambar di atas

ng berada paling

yaitu produk sain

, konsep dan prinsip

cator ini merupakan

produk. Sedangakan

tinggi berada pada

uan yang di uji

erfikir bagi ilmu

nilai sebesar 60%.

bagian dari sains

n kemampuan dasar

onsep hakikat sains

i tidak baik.

b. Kemunculan sikap ilmia

Untuk mengetahu

sikap ilmiah siswa m

pengamatan langsung terhad

siswa yang dilaksanakan p

dalam pembelajaran IPA di

Banda Aceh. Selanjutn

mengunakan persentasi. Asp

ilmiah yang dilaksanakan dala

IPA di SD Negeri Kota Ba

diamati oleh obsover dapat di

2. Sedangkan hasil analisis

statistik dapat dijabarkan pada

� � � � �� �� �� �� �� �� �� � � ��

� �� �

��

���

��

���

��

���

��

������������ �����������������������������

n Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 77

ains Siswa

iah siswa

hui kemunculan

maka dilakukan

adap sikap ilmiah

pada praktikum

i SD Negeri Kota

utnya dianalisis

spek-aspek sikap

alam pembelajaran

Banda Aceh yang

dilihat pada Tabel.

isis data dan uji

da Gambar. 2.

��

� �� ��

���������

�����������

� �������������

�������������

� ���������� ��

�������������

� ������������

�������

or 2

Page 32: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

Gambar 2. Uji Stati

Berdasarkan gam

menunjukkan bahwa yang

rendah adalah indicator 1

pemerhatian asal walaupun

menyangkal hipotesis awal

3.5%. Indicator ini merupa

sikap ilmiah sebagai Ilmua

Sedangakan yang menunjuk

berada pada indicato

mengembangkan upaya

memperbaiki kerusakan al

terjadi memperoleh nila

Indicator ini merupakan bag

dari kesadaran atau p

lingkungan.

Pada indicator

pemerhatian asal walaupun

menyangkal hipotesis awal

3.5%. Indicator ini merupa

sikap ilmiah sebagai Ilmua

merupakan indicator teren

ilmiah dibandingkan denga

lainnya. Hal ini disebabka

indicator ini kurang muncul

siswa terhadap melaporka

adanya yang ada dalam pelak

pada pembelajaran IPA.

��

��

��

��

��

��

��

� � � �

���

��

����

���

����� �!���������"!�

Sardinah, Tursina

�Sardinah, Tursin

atistik dari Sikap Ilmiah Siswa

ambar di atas

ng berada paling

yaitu melaporkan

n pemerhatian asal

l memperoleh nilai

pakan bagian dari

uan bersifat jujur.

ukkan paling tinggi

tor 20 yaitu

ya-upaya untuk

alam yang sudah

ilai sebesar 89%.

agian sikap ilmiah

peduli terhadap

or melaporkan

n pemerhatian asal

l memperoleh nilai

pakan bagian dari

uan bersifat jujur,

rendah dari sikap

ngan sikap ilmiah

kan adalah. Pada

culnya sikap ilmiah

kan data-data apa

aksanaan percobaan

A. Siswa secara

individual kurang memperha

harus dikumpulkan secara

Sehingga hal ini menunjukka

ilmiah siswa kurang jujur.

Sedangkan peroleh

tertinggi dari 20 indikator sik

pada indicator ke-20 yaitu

upaya-upaya untuk memper

alam yang sudah terjadi m

sebesar 89%. Indicator ini m

sikap ilmiah dari kesadara

terhadap lingkungan. Hal

karena media yang dig

pelaksanaan percobaan pad

yang menghindari kerusakan

penggunaan barang bekas.

sekolah dari 10 SDN Kot

memanfaatkan alat dan bah

digunakan dalam pra

pembelajaran IPA. pengguna

yang tidak dipakai lagi oleh m

mengurangi pencemaran lingk

merupakan suatu sikap ilmiah

peduli terhadap lingkungan.

Secara keseluruhan k

ilmiah siswa dalam pelaksa

� � � �� �� �� �� �� �� �� � � �� ��

����

����

��

�'��

�(��

��

(��� (���

�����(��

���(

(�����

����

��

�'

!���#�������!�����!����������� �$������������$�!�

����)���*�& �#�

inawati, dan Anita Noviyanti, Relevansi Sikap Ilmiah Siswasinawati, dan Anita Noviyanti, Relevansi Sikap Ilmiah Sisw 78

hatikan data yang

ra apa adanya.

kan kepada sikap

han persentase

sikap ilmiah yaitu

mengembangkan

erbaiki kerusakan

memperoleh nilai

merupakan bagian

aran atau peduli

l ini disebabkan

igunakan dalam

ada pembelajaran

n lingkungan yaitu

. Hampir seluruh

ota Banda Aceh

ahan bekas yang

raktikum pada

naan barang bekas

masyarakat dapat

gkungan. Sikap ini

ah kesadaran atau

kemunculan sikap

sanaan percobaan

��

��

��

��

��

����

��

��

!�%�����"�&�

wa�iswa�

Page 33: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

79

pada pembelajaran IPA rerata 60% berada

pada kategori cukup.

c. Hubungan antara sikap ilmiah siswa

yang dilaksanakan dalam percobaan

pada pembelajaran IPA SD dengan

penguasaan konsep hakikat sains siswa

Berdasarkan hasil perhitungan data

diperoleh koefisien korelasi yang muncul

antara relevansi sikap ilmiah siswa dan konsep

hakikat sains siswa SD adalah 0.90, yang

berada pada kategori tinggi.

Untuk menguji hipotesis yang

dirumuskan, digunakan uji distribusi t, dengan

rumus sebagai berikut : � � ��������

Hasil perhitungan koefisien korelasi

antara sikap ilmiah siswa dengan konsep

hakikat sains pada pembelajaran IPA SDN

Kota Banda Aceh adalah 0.90, dengan jumlah

subjek 225 siswa sebanyak 10 Sekolah Dasar

Negeri dalam Kota Banda Aceh. Hasil tersebut

akan diuji dengan menggunakan uji distribusi

t. Perhitungan uji distribusi t terhadap

koefisien korelasi antara sikap ilmiah siswa

dengan konsep hakikat sains adalah 30,8.

Selanjutnya angka tersebut dibandingkan

dengan koefisien korelasi kritik yang tertera

dalam daftar t-tabel pada n = 225 dan taraf

signifikansi 0.90, yaitu 1,28. Hasil

perbandingan kedua nilai tersebut

menunjukkan bahwa thitung > ttabel yaitu (30,8 >

1,28). Dengan demikian hipotesis yang

diajukan dalam penelitian ini “terdapat

hubungan antara sikap ilmiah siswa dengan

konsep hakikat sains pada pembelajaran IPA

di SDN Kota Banda Aceh”. Adapun tingkat

korelasi dan pengujian hipotesis terhadap

kemunculan sikap ilmiah pada konsep hakikat

sains berada pada kategori tinggi.

Pembahasan Pembahasan hasil penelitian ini

berdasarkan analisis data dan temuan di

lapangan. Penelitian ini dioerentasikan pada

tiga aspek yaitu kemampuan dasar penguasaan

konsep hakikat sains siswa SD, kemunculan

sikap ilmiah, dan hubungan atau relevansi

sikap ilmiah siswa dengan konsep hakikat

siswa pada pelaksanaan percobaan pada

pembelajaran IPA.

Berdasarkan hasil atau data diperoleh

bahwa masih rendahnya kemampuan dasar

siswa dalam penguasaan konsep hakikat sains

siswa di Sekolah Dasar yaitu 40%. Hal ini

disebabkan karena konsep hakikat sains

merupakan hal baru bagi siswa dan

pengatahuan guru pada konsep hakikat sains

masih rendah. Susilawati (2009) menjelaskan

bahwa guru belum memahami hakikat sains

seutuhnya. Salah satu faktor masih rendahnya

pemahaman hakikat sains oleh guru adalah

kurangnya pemahaman konsep hakikat sains

yang dimiliki guru, hal ini disebabkan guru

tidak memperoleh pengetahuan yang jelas

tentang hakikat sains.

Pada kemunculan sikap ilmiah

dapat digolongkan pada kategori baik. Hal ini

disebabkan karena siswa telah melaksanakan

kegiatan ilmiah secara baik, khususnya pada

kegiatan bekerja sama. Namun siswa masih

rendah dalam pemahaman atau penguasaan

konsep terhadap hakikat sains.

Pada hubungan sikap ilmiah siswa

dengan konsep hakikat sains dalam

pelaksanaan percobaan pada pembelajaran IPA

menunjukkan adanya hubungan yang

signifikan yaitu thitung > ttabel yaitu (30,8 >

1,28). Dengan demikian hipotesis yang

diajukan dalam penelitian ini Ha diterima dan

Ho ditolak. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa “terdapat hubungan antara

sikap ilmiah siswa dengan konsep hakikat

sains pada pembelajaran IPA di SDN Kota

Banda Aceh”. Adapun tingkat korelasi dan

pengujian hipotesis terhadap kemunculan

sikap ilmiah pada konsep hakikat sains berada

pada kategori tinggi.

Penutup

Dari hasil penelitian ini diperoleh

kesimpulan sebagai berikut:

1. Kemampuan dasar siswa dalam

penguasaan konsep hakikat sains

diperoleh secara total rata-rata 40% pada

kategori tidak baik

2. Kemunculan sikap ilmiah siswa pada

sepuluh SD Negeri diperoleh rata-rata

60% pada kategori cukup. Hal ini

disebabkan karena siswa telah

melaksanakan kegiatan ilmiah secara baik,

khususnya pada kegiatan bekerja sama.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2

Page 34: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

80

Namun siswa masih rendah dalam

pemahaman atau penguasaan konsep

terhadap hakikat sains.

3. Terdapat hubungan antara sikap ilmiah

siswa dengan konsep hakikat sains pada

pembelajaran IPA di SDN Kota Banda

Aceh, dengan menunjukkan adanya

hubungan yang signifikan yaitu thitung >

ttabel yaitu (30,8 > 1,28).

Daftar Pustaka

Alberta (2004) Focus on inquiry: a teacher’s

guide to implementing inquiry-based

learning. Canada:Alberta Learning.

http://www.learning.gov.ab.ca

(Maret, 2010)

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)

(2006). Panduan Penyusunan KTSP

Jenjang Pendidikan Dasar. Jakarta:

BNSP

Bell, Frederich h. (1978) Teaching And

Learning Mathematics (in Secondary

School). Dubuque, Lowa: Wm.C.

Brown Company.

Hergenhahn dan Olson, Matthew H (2008)

Theories Of Learning, Edisi Ketujuh.

Jakarta: Kencana.

Holbrook, Jack dan Rannikmae, Miia (2007)

The Nature of Science Education for

Enhancing Scientific Literacy.

Intenational Jurnal of Science

Education Vol 29, No 11, 3

September 2007, PP. 1347-1362

Liem, Tik L (2007) Asyiknya Meneliti Sains.

Jawa Barat: Pundak Scientific.

McComas, W.F. dan Olson, J.K. (1998). The

Nature of Science in International

Science Education Standards

Document. In W. F. McComas (Ed),

The Nature of Science in Science

Education. Dordrecht: Kluwer

Academic Publishers. (pp. 41-52)

NRC. (2000). Inquiry and The National

Science Education Standarts. A Guide

for Teaching ang Learning.

Washington DC: National Academic

Press

National Science Foundation/NSF (2004 )

Inquiry Thoughts, Views, and

Strategies for the K–5 Classroom.

Arlington: Division of Elementary,

Secondary, and Informal Education.

Smolska, Eva Krugly dan taylor, Peter C

92004) Inquiry in Science Education:

International Perspectives.

International Jurnal Of Science

Education.

Sulistyorini, Sri (2007) Pembelajaran IPA

Sekolah Dasar, Dan Penerapan

Dalam KTSP. Yogyakarta: Unnes dan

Tiara Wacana.

Tursinawati,. (2008). Penerapan pembelajaran

inkuiri terbimbing Untuk

meningkatkan penguasaan konsep

dan pemahaman hakikat sains siswa.

Bandung: UPI Press. [Tesis, tidak

diterbitkan]

Trihastuti, Singgih dan Rimy, Yoko

(2008) Lembaga Penjaminan Mutu

Pendidikandaerah Istimewa

Yogyakarta 2008 . Yogyakarta:

LPMP.

Widodo, Ari, dkk (2007) Pendidikan IPA Di

SD. Bandung: UPI Press.

Sardinah, Tursinawati, dan Anita Noviyanti, Relevansi Sikap Ilmiah Siswa�

Page 35: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

���

AMANAJEMEN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

PRAJABATAN PADA BKPP ACEH

Oleh

Sri Rezeki, Murniati, AR, Cut Zahri Harun

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perencanaan, pelaksanaan,

evaluasi, dan hambatan-hambatan yang ditemukan dalam pelaksanaan manajemen

pembelajaran diklat prajabatan pada Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan

Aceh. Penelitian ini mengunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, teknik

pengumpulan data adalah wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa:(1) Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran diklat prajabatan

dilakukan oleh tenaga pengajar sesuai kompetensi yang ditetapkan Lembaga

Administrasi Negara Republik Indonesia; (2) Pelaksanaan pembelajaran diklat

prajabatan dilakukan oleh widyaiswara sesuai kompetensi yang ditetapkan Lembaga

Administrasi Negara Republik Indonesia; (3) Evaluasi pembelajaran dilakukan untuk

mengetahui kemampuan peserta dalam penguasaan materi melalui ujian tertulis

setelah seluruh mata diklat dalam kurikulum diberikan; dan (4) Hambatan-hambatan

yang dihadapi dalam pelaksanaan manajemen pembelajaran diklat prajabatan adalah

kurangnya kemampuan pengelolaan pembelajaran secara efektif oleh widyaiswara,

kurangnya motivasi intrinsik peserta diklat, dan kurangnya pemantauan oleh

penyelenggara diklat.

Kata kunci :manajemen dan pembelajaran diklat

Sumber Daya Manusia (SDM) pada

hakekatnya merupakan pelaku utama dalam

proses pembangunan. Pemerintah sebagai

penggerak, pembimbing, pembina, dan

pencipta iklim yang dapat meningkatkan dan

menumbuh kembangkan semangat dalam ilmu

pengetahuan dan teknologi guna memperteguh

akhlak mulia, kreatif, disiplin, bertanggung

jawab dalam mengembangkan kualitas

manusia. SDM merupakan unsur utama dalam

organisasi dan tidak terlepas dari proses

manajemen yakni strategi perencanaan,

pengembangan manajemen dan

pengembangan organisasi.

SDM merupakan kunci keberhasilan

organisasi, karena pada dasarnya SDM yang

merancang, memasang, mengoperasikan dan

memelihara sistem integral input, proses, dan

output (Nasution, 2006:27). Dalam organisasi

pemerintahan, Pegawai Negeri Sipil (PNS)

merupakan unsur utama SDM dan mempunyai

peranan dalam keberhasilan penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan.

Menurut Lembaga Administrasi Negara

(2008:18) mengemukakan bahwa untuk

melaksanakan tugas pelayanan, sumber daya

aparatur dituntut memiliki kompetensi,

profesionalisme, wawasan global, dan mampu

berperan sebagai unsur perekat Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Kompetensi

sumber daya aparatur secara umum berarti

kemampuan dan karakteristik yang dimiliki

seorang PNS berupa pengetahuan,

keterampilan, sikap, dan perilaku, yang

diperlukan dalam pelaksanaan tugas dan

fungsinya.

Kompetensi dapat ditingkatkan melalui

pendidikan dan pelatihan (diklat). Diklat

merupakan proses pembelajaran yang

melibatkan perolehan keahlian, konsep,

peraturan dan sikap untuk meningkatkan

kinerja dengan hakekat meningkatkan kualitas

produktivitas, mengurangi waktu belajar

formal, dan pengembangan kepribadian

mereka.

Smith (Nawawi, 2005:99) memperkuat

tentang manfaat pelatihan sebagai berikut: (a)

pelatihan dan pengembangan memiliki potensi

untuk meningkatkan produktivitas tenaga

kerja, (b) pelatihan dan pengembangan dapat

memperbaiki kualitas output dan seseorang

yang lebih terlatih tidak hanya lebih kompeten

terhadap pekerjaannya tetapi juga lebih peka

terhadap tindakannya, dan (c) pelatihan dan

pengembangan memperbaiki kemampuan

organisasi untuk menghadapi perubahan,

kesuksesan implementasi perubahan apakah

Sri Rezeki adalah Magister Administrasi Pendidikan, Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Murniati, AR dan Cut Zahri Harun adalah Dosen Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Page 36: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

���

� � �

bersifat teknik atau strategi tergantung pada

keterampilan dari SDM dalam organisasi itu.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101

Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan

Jabatan Pegawai Negeri Sipil, antara lain

ditetapkan jenis-jenis pendidikan dan

pelatihan PNS. Salah satu jenis diklat adalah

diklat prajabatan golongan III yang merupakan

syarat pengangkatan Calon Pegawai Negeri

Sipil (CPNS) untuk menjadi PNS golongan

III.

Diklat prajabatan golongan III

dilaksanakan untuk memberikan pengetahuan

dalam rangka pembentukan wawasan

kebangsaan, kepribadian dan etika PNS.

Disamping pengetahuan dasar tentang sistem

penyelenggaraan pemerintah Negara, bidang

tugas dan budaya organisasinya agar mampu

melaksanakan tugas dan peranannya sebagai

pelayan masyarakat. Berdasarkan uraian di

atas, penulis ingin mengkaji masalah ini secara

mendalam, dengan membuat sebuah penelitian

tentang ”Manajemen Pembelajaran Pendidikan

dan Pelatihan Prajabatan pada Badan

Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Aceh.

Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah

manajemen pembelajaran pendidikan dan

pelatihan prajabatan pada Badan Kepegawaian

Pendidikan dan Pelatihan Aceh?.

Teori Pendukung

Menurut Usman (2009:5)

mengemukakan bahwa manajemen berasal

dari bahasa latin yaitu dari kata manus yang

berarti tangan dan agere yang berarti

melakukan. Penggabungan kata-kata tersebut

menjadi kata kerja manager yang berarti

menangani managere diterjemahkan dalam

bahasa Inggris dalam bentuk kata kerja to

manage dengan kata benda management dan

manajer untuk orang yang melakukan kegiatan

manajemen. Akhirnya management

diterjemahkan dalam bahasa Indonesia

menjadi manajemen atau pengelolaan. Sagala

(2009:54) menyatakan bahwa administrasi dan

manajemen pendidikan adalah mencakup

semua kegiatan yang dijalankan oleh institusi

pendidikan, khususnya satuan pendidikan pada

berbagai tingkatan dan fungsi tugasnya dalam

rangka mencapai tujuan.

Secara umum dapat dinyatakan bahwa

manajemen sama dengan administrasi.

Manajemen merupakan serangkaian kegiatan

atau proses yang sumber daya yang tidak

berhubungan ke dalam keseluruhan sistem

untuk pencapaian tujuan. Manajemen sebagai

kekuatan mutlak yang dibutuhkan oleh

organisasi atau lembaga yang membutuhkan

SDM dengan sumber daya fisik, termasuk

lembaga pendidikan atau sekolah. Organisasi

adalah wadah aktivitas manajemen

(Syafaruddin dan Nasution, 2005:71).

Hasibuan (2005:5) menyatakan salah

satu pengertian manajemen bahwa manajemen

adalah suatu kumpulan pengetahuan yang

disistemasi, dikumpulkan dan diterima

menurut pengertian kebenaran universal

mengenai manajer.

Berdasarkan pengertian tersebut,

manajemen adalah sebuah proses yang

dilakukan oleh seseorang atau bersama-sama

dengan memanfaatkan orang lain beserta

fungsi-fungsinya secara berkesinambungan

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Suwardi (2007:1) menyatakan bahwa

manajemen pembelajaran sendiri dapat

diartikan sebagai usaha untuk mengelola

sumber daya yang digunakan dalam

pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran

dapat dicapai secara efektif dan efisien. Dalam

tinjauan Siswanto (2008:73), bahwa

manajemen SDM dapat diartikan sebagai

kegiatan perencanaan, pengadaan,

pengembangan, pemeliharaan dan penggunaan

SDM dalam upaya mencapai tujuan

individual maupun organisasional. Adapun

pelatihan adalah proses pembelajaran yang

melibatkan perolehan keahlian, konsep,

peraturan, atau sikap untuk meningkatkan

kinerja karyawan. Perencanaan adalah usaha

sadar yang dilakukan yang terorganisir dan

terus menerus dilakukan untuk memilih

alternatif yang baik yang bermanfaat dalam

pencapaian tujuan pembelajaran.

Perencanaan dikatakan berhasil jika

kegiatan yang telah dirumuskan dapat

terlaksana sesuai dengan rencana yang telah

ditetapkan. Jadi perencanaan pembelajaran

menentukan sesuatu yang harus dilaksanakan

dan cara melakukannya, sehingga

pelaksanaannya sesuai dengan rencana. Fattah

(2006:49) menyatakan bahwa perencanaan

merupakan tindakan menetapkan apa yang

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2

Page 37: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

���

� � �

akan dikerjakan, bagaimana mengerjakan, apa

yang harus dikerjakan dan siapa yang

mengerjakannya.

Dengan demikian, perencanaan sangat

penting dilakukan agar tujuan yang telah

ditetapkan dapat berjalan sebagaimana

mestinya, dapat diarahkan menuju arah yang

lebih baik dan berpengaruh terhadap

pelaksanaannya yang baik pula.

Dalam pelaksanaan pembelajaran

widyaiswara sangat berperan dalam

pencapaian tujuan pembelajaran, menciptakan

kegiatan belajar yang efektif sehingga harus

dirumuskan tahap perencanaan, pelaksanaan

pembelajaran dan evaluasi yang tepat dalam

pembelajaran. Widyaiswara hendaknya

memahami hal-hal yang berhubungan dengan

pembelajaran yaitu dengan membuat

GBPP/SAP, menetapkan kegiatan belajar

mengajar yang harus dilakukan, menetapkan

alat penilaian untuk mengukur keberhasilan

pembelajaran.

Widyaiswara harus kreatif dalam

memotivasi dan menciptakan atmosfir kelas

yang kondusif untuk mendorong peserta agar

secara sadar memaksa dirinya menggunakan

kemampuan verbalnya untuk bertanya dan

menjawab pertanyaan. Widyaiswara juga

harus memberikan penguatan kepada peserta

dengan memberikan pujian apabila bertanya

dan menjawab pertanyaan. Keaktifan peserta

diklat dalam kegiatan pembelajaran sangat

tergantung dari pemanfaatan potensi yang

mereka miliki. Karenanya keaktifan peserta

dalam menjalani proses belajar mengajar

merupakan salah satu kunci keberhasilan

pencapaian tujuan pembelajaan.

Peserta diklat akan aktif dalam kegiatan

pembelajaran bila ada motivasi, baik

motivasi ekstrinsik maupun instrinsik.

Berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan

terdapat beberapa pendapat, Purwanto

(2006:7) mengartikan bahwa pendidikan

sebagai usaha sadar untuk mempersiapkan

peserta didik melalui kegiatan bimbingan,

pengajaran bagi peranan dimasa mendatang.

Sedangkan pelatihan adalah usaha sadar

untuk memperbaiki kinerja pegawai pada

pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya

(Nawawi, 2005:51). Dalam tinjauan Hamalik

(2005:10), konsep sistem pelatihan secara

operasional adalah proses yang meliputi

serangkaian tindakan yang dilaksanakan

dengan sengaja dalam bentuk pemberian

bantuan kepada tenaga kerja yang dilakukan

oleh tenaga profesional dalam waktu tertentu

bertujuan meningkatkan kemampuan kerja

guna meningkatkan efektivitas, produktivitas

dalam suatu organisasi. Sehingga dapat

dipahami bahwa dalam pelatihan terdapat

unsur, proses-proses yang disengaja dalam

rangka pemberian bantuan kepada peserta

diklat yang dilakukan oleh fasilitator yang

profesional dalam satuan waktu tertentu

bertujuan meningkatkan kemampuan tenaga

kerja.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif, hal ini karena bentuk penelitian ini

mempunyai ciri-ciri penting, diantaranya

peneliti merupakan instrumen kunci, data

bersifat deskriptif, menitik beratkan pada

proses, analisis data bersifat induktif dan

pemaknaan setiap kejadian dengan perhatian

yang esensial.

Menurut Creswell (Emzir:2007:27)

bahwa pendekatan kualitatif adalah suatu

proses penelitian dan pemahaman yang

berdasarkan pada metodologi dengan

menyelidiki suatu fenomena sosial dan

masalah manusia.

Selanjutnya Sukardi (2005:15)

menyatakan bahwa penelitian deskriptif

merupakan metode penelitian yang berusaha

menggambarkan obyek atau subyek yang

diteliti sesuai dengan apa adanya dengan

tujuan menggambarkan secara sistematis

fakta dan karakteristik obyek yang di teliti

secara tepat.

Penelitian kualitatif adalah prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata yang tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang dapat diamati

(Moleong, 2007:3).

Subjek dalam penelitian ini adalah

ketua penyelenggara diklat, sekretaris, dan

peserta diklat pra jabatan golongan III.

Selanjutnya ada beberapa orang subjek

tambahan yang tidak disebutkan sebagai

trianggulasi data antara lain petugas

ruangan, petugas pengamanan kegiatan

diklat, dan staf administrasi. Penetapan subjek

penelitian ini dipilih karena keterlibatan

mereka secara langsung dalam manajemen

pembelajaran diklat pra jabatan.

Sri Rezeki, Murniati, Ar, Cut Zahri Harun, Manajemen Pembelajaran Pendidikan

Page 38: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

���

� � �

Moleong (2005:65) mengemukakan

bahwa subjek penelitian pada penelitian

kualitatif adalah sampel bertujuan artinya

menjaring informasi dari berbagai macam

sumber dan bentuknya sehingga dapat dirinci

kekhususan yang ada dalam konteks yang

unik. Dalam menemukan data yang benar

tentang manajemen pembelajaran pendidikan

dan pelatihan prajabatan pada BKPP Aceh,

peneliti mengunakan teknik pengumpulan

data melalui: observasi, wawancara dan

studi dokumentasi.

Selanjutnya untuk menganilisis data

yang telah dikumpulkan sejak awal penelitian

sampai akhir penelitian dengan teknik

reduksi data, penyajian data dan kesimpulan.

Hasil Penelitian

Perencanaan Pembelajaran Diklat

Prajabatan pada BKPP Aceh Hasil penelitian membuktikan bahwa

perencanaan pembelajaran diklat prajabatan

pada BKPP Aceh berpedoman pada

kurikulum dan silabus yang telah ditetapkan

Kepala LAN-RI Nomor 18 Tahun 2010.

Dalam kurikulum pembelajaran tersebut

memuat analisis materi pembelajaran yang

memuat tentang standar kompetensi,

kompetensi dasar, indikator dan materi pokok.

Selanjutnya hasil penelitian

membuktikan bahwa widyaiswara diberikan

kesempatan untuk menyiapkan GBPP/SAP,

bahan ajar, dan bahan tayang serta seluruh

perangkat pembelajaran yang diperlukan

sesuai dengan kurikulum yang mencakup

kompetensi dasar, materi pokok, pengalaman

belajar, target pendidikan, penilaian, alokasi

waktu dan sumber belajar.

Bersadarkan wawancara dengan

penyelenggara diklat dapat diketahui bahwa

untuk menunjuk tenaga widyaiswara yang

akan mengajar pada diklat prajabatan

kompetensi yang harus dimiliki widyaiswara

pada pembelajaran diklat prajabatan golongan

III diantaranya memahami dan mampu

membimbing peserta agar memiliki komitmen

dan integritas moral serta tanggung jawab

profesi sebagai PNS, memahami dan

membimbing peserta untuk menegakkan

disiplin dan memiliki etos kerja.

Dari hasil observasi penelian

membuktikan bahwa semua widyaiswara yang

mengajar terlebih dahulu mempersiapkan

GBPP/SAP, bahan ajar, dan bahan tayang

sehingga dengan adanya perencanaan tersebut

widyaiswara lebih mudah dan terarah dalam

mengajar dan mencapai tujuan pembelajaran.

Perencanaan yang baik akan memberikan

pengaruh terhadap proses belajar mengajar.

Pelaksanaan Pembelajaran Diklat

Prajabatan pada BKPP Aceh

Untuk memperoleh data terhadap

pelaksanaan pembelajaran diklat prajabatan

peneliti telah melakukan pengamatan terhadap

pelaksanaan pembelajaran. Adapun

pendekatan yang dilakukan adalah andragogi

dan menggunakan metode ceramah yang

dikombinasikan dengan tanya jawab, diskusi

dan simulasi (role playing).

Berdasarkan hasil wawancara dan

observasi di lapangan widyaiswara

menggunakan metode mengajar, media,

sarana dan prasarana pembelajaran meskipun

masih terbatas namun berdasarkan

wawancara dengan peserta, widyaiswara

kurang kreatif dalam menciptakan tmosfir

kelas yang menarik sehingga proses

kominikasi tidak optimal.

Dari hasil observasi penelitian

membuktikan bahwa pelaksanaan

pembelajaran dimulai dengan membuka

pembelajaran dan melakukan evaluasi awal

pembelajaran untuk mengetahui kemampuan

peserta. Terdapat sebagian widyaiswara yang

kurang memperhatikan penggunaan waktu

sehingga penyampaian materi tidak terstruktur

dengan baik. Sebenarnya hal ini bukan

disebabkan karena ketidakmampuan

widyaiswara dalam menggelola materi

pembelajaran, namun disebabkan karena

kurangnya pengelolaan waktu.

Evaluasi Pembelajaran Diklat Prajabatan

pada BKPP Aceh

Hasil penelitian memuktikan bahwa

sebagian besar widyaiswara melakukan

evaluasi pembelajaran saat pertama kali

memasuki ruangan. Penilaian tersebut dalam

bentuk pertanyaan tentang masalah yang sudah

diajarkan ataupun wawasan lainnya yang

berhubungan dengan materi diklat. Evaluasi

juga dilakukan pada saat diklat berlangsung

untuk mengetahui sejauh mana pemaham,an

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2

Page 39: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

���

� � �

peserta terhadap materi yang sedang

disampaikan.

Hasil penelitian juga membuktikan

bahwa evaluasi yang dilakukan dalam

pembelajaran diklat prajabatan adalah

penilaian berbasis kelas yang didasarkan pada

prinsip, sasaran dan pelaksanaan penilaian

berkelanjutan yang lebih akurat dan konsisten

sebagai akuntabilitas publik.

Hal ini berarti penilaian berbasis kelas

harus dilakukan secara terus menerus selama

proses belajar mengajar sehingga sistem

penilaian tidak hanya didasarkan pada hasil

ujian semata, tetapi juga didasarkan pada

proses pembelajarannya.

Hambatan dalam Pelaksanaan Manajemen

Pembelajaran Diklat Prajabatan pada

BKPP Aceh Hasil penelitian membuktikan bahwa

terdapat berbagai hambatan sehingga target

pembelajaran tidak tercapai secara optimal.

Beberapa masalah yang dihadapi widyaiswara.

Terbatasnya kemampuan widyaiswara dalam

mengembangkan GBPP/SAP sehingga masih

banyak widyaiswara yang mengadopsi dari

widyaiswara lainnya untuk digunakan dalam

mengajar.

Namun secara umum widyaiswra yang

menjadi subjek penelitian ini sudah

melakukan sesuai dengan petunjuk. yaitu

mengembangkan GBPP/SAP berdasarkan

ketentuan LAN-RI. Untuk terlaksananya

perencanaan pembelajaran dengan baik,

widyaiswara harus aktif mengembangkan

potensi dirinya baik melalui diskusi dengan

teman sejawat, dan mengikuti pelatihan.

Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan

oleh Suwardi (2007:6) bahwa upaya

membangun hubungan yang baik dan luas

dapat dilakukan dengan membina jaringan

kerjasama atau networking untuk membantu

meningkatkan kinerja sesama pengajar sebagai

suatu profesi. Perencanaan pembelajaran

sangat menentukan suksesnya pembelajaran

karena itu widyaiswara sangat dituntut agar

dapat meningkatkan dan mengembangkan diri

secara professional.

PEMBAHASAN

Perencanaan Pembelajaran Diklat

Prajabatan pada BKPP Aceh

Perencanaan pembelajaran merupakan

kegiatan persiapan yang harus dilaksanakan

oleh widyaiswara dan merupakan langkah

awal dari suatu kegiatan pembelajaran.

Langkah pertama yang dilakukan widyaiswara

adalah menelaah kurikulum dan silabus yang

telah ditetapkan agar dapat dijabarkan

dalam GBPP/SAP. Hal ini dilakukan untuk

menjaga kesesuaian bahan ajar dan bahan

tayang dengan kurikulum yang berlaku.

Perencanaan pembelajaran diklat

prajabatan telah sesuai dengan tujuannya yaitu,

untuk memberi perbekalan kepada PNS untuk

memahami lebih lanjut tentang tanggung

jawab dan fungsinya dalam lingkungan

kerjanya. Hal ini sesuai dengan Peraturan

Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor

18 Tahun 2010 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan

Prajabatan yang mengemukankan bahwa salah

satu tujuan pembelajaran diklat prajabatan

adalah untuk dapat membentuk sosok PNS

yang mampu menjadi perekat persatuan dan

kesatuan bangsa, maka diklat prajabatan

tersebut mengarah kepada upaya peningkatan:

(a) sikap dan semangat pengabdian yang

berorientasi pada kepentingan masyarakat,

bangsa, Negara, dan tanah air, (b) kompetensi

teknis, manajerial dan kepemimpinan, (c) efe-

siensi dan efektifitas, dan (d) kualitas

pelaksanaan tugas yang dilakukan dengan

semangat, kerjasama dan tanggung jawab

sesuai dengan lingkungan kerja dan organisasi.

Berkaitan dengan perencanaan

pembelajaran yang menjadi tanggung jawab

widyaiswara terdapat beberapa hal yang

berkaitan dengan perencanaan bahan pelajaran

diantaranya harus menyusun GBPP/SAP,

bahan ajar dan bahan tayang.

Hamalik (2005:80) menyatakan bahwa

penyusunan program pembelajaran yang

efektif membutuhkan pengkajian (analisis)

yang cermat. Pada dasarnya, penggunaan

analisis merupakan bentuk penerapan

pendekatan sistem yang disebut sistem

analisis.

Sri Rezeki, Murniati, Ar, Cut Zahri Harun, Manajemen Pembelajaran Pendidikan

Page 40: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

���

� � �

Pelaksanaan Pembelajaran Diklat

Prajabatan pada BKPP Aceh

Dalam pelaksanaan pembelajaran

widyaiswara merupakan fasilitator dan dituntut

untuk memfasilitasi proses belajar mengajar

sesuai dengan pendekatan orang dewasa

sehingga diperlukan kemampuan

berkomunikasi secara efektif, pengelolaan

kelas menyenangkan dan mengembangkan

metode pembelajaran yang sesuai.

Pelaksanaan pembelajaran hendaknya

dilaksanakan secara terstruktur dan diawasi

agar kegiatan belajar terarah sesuai dengan

tujuan pembelajaran. Pengawasan tersebut

turut membantu kegiatan belajar secara

optimal dan merangsang peserta untuk belajar.

Salah satu faktor yang mendukung

kondisi belajar dalam diklat kemampuan

widyaiswara memberikan motivasi

pembelajaran selama proses belajar yang

dilakukan. Dalam proses belajar mengajar

terjadi komunikasi langsung dari widyaiswara

dan peserta secara timbal balik. Kedua belah

pihak berperan dan berbuat secara aktif dalam

kerangka kerja dengan menggunakan cara dan

kerangka berpikir yang disepakati dan

dipahami bersama.

Dengan demikian kriteria keberhasilan

dari rangkaian keseluruhan proses interaksi

belajar mengajar tersebut hendaknya dapat

dilihat pada perubahan-perubahan yang

diharapkan terjadi pada perilaku dan pribadi

peserta diklat. Selama proses pembelajaran

berlangsung, yang menjadi inti aktivitas belajar

adalah terciptanya komunikasi pembelajaran

yang efektif yang mencakup asas kejelasan

pesan, asas konsistensi, asas ketepatan waktu,

asas distribusi pesan, dan asas pesan yang

menarik dan mudah dipahami.

Dengan memperhatikan asas-asas

tersebut pelaksanaan pembelajaran menjadi

lebih bermakna. Pelaksanaan pembelajaran

dikatakan berhasil apabila peserta diklat

mengalami perubahan-perubahan signifikan

setelah menjalani proses belajar. Perubahan

tersebut meliputi tahapan pengetahuan,

keterampilan dan perilaku sebagaimana yang

diharapkan.

Sebagai pemberi motivasi, hendaknya

widyaiswara mengembangkan sikap percaya

diri dan mencoba menemukan apa yang

peserta biasa lakukan. Widyaiswara dituntut

untuk menumbuhkan keberanian peserta diklat

untuk bertanya dan menjawab pertanyaan.

Karena itu perlu dibiasakan keberanian

dalam pengambilan keputusan, bertanya dan

menjawab pertanyaan-pertanyaan dari peserta

diklat. Widyaiswara juga harus kreatif dalam

menciptakan atmosfir kelas yang kondusif un-

tuk mendorong peserta agar secara sadar

memaksa dirinya menggunakan kemampuan

verbal untuk bertanya dan menjawab

pertanyaan.

Keaktifan peserta diklat dalam kegiatan

pembelajaran sangat tergantung dari

kemampuan widyaiswara dalam pemanfaatan

potensi yang mereka miliki, karenanya perlu

senantiasa memberikan motivasi pembelajaran

pada peserta.

Beberapa hal yang dapat merangsang

tumbuhnya motivasi belajar peserta diklat

sebagaimana yang tercantum dalam (LAN,

2008:32) antara lain: (a) penampilan

widyaiswara yang hangat dan menumbuhkan

partisipasi positif, (b) peserta diklat

mengetahui maksud dan tujuan pembelajaran,

(c) tersedianya fasilitas, media, sumber belajar,

dan lingkungan belajar yang mendukung

kegiatan pembelajaran, (d) adanya prinsip

pengakuan penuh atas pribadi setiap peserta

diklat, (e) adanya konsistensi dalam penerapan

aturan atau perlakuan oleh widyaiswara dalam

pembelajaran, dan (f) adanya pemberian

reinforcement atau penguatan dalam proses

pembelajaran.

Evaluasi Pembelajaran Diklat Prajabatan

pada BKPP Aceh

Evaluasi merupakan suatu kegiatan yang

merupakan kewajiban bagi setiap tenaga

pengajar. Dikatakan kewajiban karena setiap

widyaiswara pada akhirnya harus dapat

memberikan informasi kepada lembaga dan

kepada peserta sendiri, bagaimana dan sampai

dimana penguasaan dan kemampuan yang

telah dicapai tentang materi tertentu yang telah

dipelajarinya.

Tidak ada pembelajaran tanpa penilaian,

karena penilaian merupakan proses

menetapkan kualitas hasil belajar atau proses

untuk menentukan tingkat pencapaian tujuan

pembelajaran oleh peserta didik. Mengingat

kompleksnya proses penilaian, widyaiswara

dituntut untuk menguasai pengetahuan,

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2

Page 41: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

��

� � �

ketrampilan, dan sikap yang memadai tentang

penilaian itu sendiri.

Evaluasi bukan akhir dari pembelajaran,

tetapi merupakan proses kontinu untuk

membantu peserta dalam rangka pencapaian

tujuan pembelajaran. Evaluasi pembelajaran

diklat prajabatan yang diterapkan oleh

widyaiswara dan penyelenggara pada BKPP

Aceh meliputi aspek penguasaan materi yang

dilaksanakan secara tertulis. Indikator

penguasaan tersebut adalah angka yang

dihasilkan dari jawaban peserta dalam ujian

tertulis, yang dilakukan setelah seluruh mata

diklat dalam kurikulum diberikan.

Tujuan evaluasi pembelajaran adalah

untuk mendapatkan data pembuktian yang

akan menunjukkan sampai di mana tingkat

kemampuan dan keberhasilan peserta didik

dalam pencapaian tujuan-tujuan kurikulum. Di

samping itu dapat digunakan untuk mengukur

dan menilai sampai di mana tingkat

keefektifan pengalaman belajar, kegiatan-

kegiatan belajar, dan metode mengajar yang

digunakan.

Dengan demikian, dapat dikatakan

betapa penting peranan dan fungsi evaluasi

proses pembelajaran. Dalam melaksanakan

penilaian tenga pengajar dituntut untuk

membuat laporan tentang hasil penilaiannya

tentang kemajuan pembelajaran peserta.

Sehubungan dengan deskripsi hasil

evaluasi belajar, Syafaruddin dan Nasution

(2005:139) menjabarkan fungsi-fungsi

evaluasi hasil belajar tersebut antara lain

sebagai berikut: (a) untuk diagnostik dan

pengembangan, penggunaan hasil dari

kegiatan evaluasi hasil belajar sebagai dasar

diagnosis kelemahan dan keunggulan peserta

didik dan sebab-sebabnya. Diagnosis inilah

yang dapat dilakukan guru terhadap

pengembangan kegiatan pembelajaran untuk

meningkatkan hasil belajar, (b) untuk seleksi,

hasil dari kegiatan evaluasi belajar seringkali

digunakan sebagai dasar untuk menentukan

siswa-siswa yang paling cocok untuk jenis

jabatan atau jenis pendidikan tertentu karena

hasil dari evaluasi ini bertujuan untuk seleksi,

(c) untuk kenaikan kelas, menentukan apakah

seorang siswa dapat dinaikkan ke kelas yang

lebih tinggi atau tidak, memerlukan informasi

yang dapat mendukung keputusan yang dibuat

guru, dan (d) untuk penempatan, agar siswa

dapat berkembang sesuai dengan tingkat

kemampuan dan potensi yang mereka miliki,

maka perlu dipikirkan ketepatan penempatan

siswa pada kelompok yang sesuai.

Selain dari fungsi tersebut di atas,

evaluasi juga berfungsi sebagai wacana psi-

kologis yang sangat signifikan bagi peserta

diklat dan fasilitator. Bagi peserta diklat,

penilaian merupakan alat bantu untuk

mengatasi kekurangan dan kelemahan dalam

menilai kemampuan dan kemajuan dirinya

sendiri.

Bagi fasilitator, evaluasi menjadi

kebutuhan untuk mengidektifikasi hasil usaha

dan tanggungjawabnya dalam

mengembangkan potensi belajar peserta diklat.

Pengetahuan seperti ini dapat menimbulkan se-

mangat pada widyaiswara dalam menentukan

langkah pendidikan lanjutan bagi peserta

diklat.

Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa

fasilitator yang berhasil dalam pembelajaran

tidak saja mampu menyampaikan materi,

menggunakan metode dan media dengan baik,

tetapi juga harus didukung oleh kegiatan

evaluasi yang tepat.

Sebab dari hasil evaluasi itulah dapat

diketahui kemampuan fasilitator dan peserta

diklat dalam proses pembelajaran. Pada saat

merumuskan alat penilaian juga harus melihat

tingkat kesulitan soal yang dibuat oleh

trainer diklat.

Dengan demikian evaluasi yang

diterapkan dapat dimulai dengan perencanaan

evaluasi yang dikembangkan dan dirancang

oleh fasilitator diklat, pelaksanaan evaluasi

yang sesuai dengan perencanaan, selanjutnya

melakukan analisis dari hasil pelaksanaan

penilaian, dan pemanfaatan hasil evaluasi

untuk kepentingan tindak lanjut program

pembelajaran yang berkesinambungan.

Hambatan dalam Pelaksanaan Manajemen

Pembelajaran Diklat Prajabatan pada

BKPP Aceh

Widyaiswara merupakan faktor penting

dalam pelaksanaan pembelajaran karena

kemampuannya sangat mempengaruhi proses

pembelajaran. Sebagai tenaga pengajar

Widyaiswara mempunyai ruang lingkup

tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk

mendidik, mengajar dan/atau melatih PNS

pada lembaga diklat pemerintah.

Sri Rezeki, Murniati, Ar, Cut Zahri Harun, Manajemen Pembelajaran Pendidikan

Page 42: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

���

� � �

Artinya, selain pada peserta pelatihan itu

sendiri, keberhasilan peserta pelatihan dalam

menyerap, mengerti dan memahami materi

yang disampaikan dalam sebuah kegiatan

pelatihan sebagian besar terletak pada

widyaiswara.

Bila dilihat dari aspek tenaga pengajar,

maka kendala yang dihadapi BKPP Aceh

mencakup aspek-aspek berikut: (a) rendahnya

kompetensi widyaiswara dalam pengelolaan

pembelajaran diklat secara efektif, (b)

kurangnya waktu yang tersedia untuk

menanamkan kompetensi-kompetensi yang

diharapkan dari peserta diklat, (c) kurangnya

keterlibatan peserta diklat dalam proses belajar

sehingga pembelajaran tidak optimal, dan (d)

kurangnya kemampuan widyaiswara dalam

melakukan evaluasi awal pembelajaran

sehingga tidak mengetahui kemampuan kelas.

Dari aspek peserta diklat, kendala yang

dihadapi BKPP Aceh mencakup komponen

berikut, yaitu kurangnya motivasi intrinsik

peserta diklat untuk mendalami materi

pembelajaran sehingga pembelajaran yang

diajarkan hanya untuk melengkapi syarat

sebagai PNS saja. Deskripsi tersebut

merupakan hambatan yang harus dipenuhi

oleh penyelenggara diklat dan widyaiswara

dalam perannya sebagai tenaga pegajar yang

mampu membangkitkan motivasi belajar para

peserta diklat.

Dalam proses belajar, motivasi sangat

diperlukan, sebab seseorang yang tidak

mempunyai motivasi dalam belajar, tak akan

mungkin melakukan aktivitas belajar. Hal ini

merupakan pertanda bahwa sesuatu yang

dikerjakan itu tidak menyentuh kebutuhannya.

Sedangkan pada aspek pengelola diklat,

kendala dihadapi BKPP Aceh mencakup

aspek-aspek penyediaan sarana dan prasarana

pembelajaran, yaitu: (a) modul pembelajaran,

(b) LCD/projector (c) white board dan flip

chart (d) jaringan komputer dan internet (e)

tehnologi multimedia.

Pelaksanaan manajemen pembelajaran

tidak akan berjalan maksimal apabila tidak

memiliki fasilitas pembelajaran yang

memadai. Pengelolaan sarana dan prasarana

pendidikan merupakan kegiatan yang amat

penting, karena keberadaannya akan sangat

mendukung suksesnya proses pembelajaran.

Hal ini sesuai dengan pernyataan

Mulyasa (2007:49), bahwa sarana pendidikan

adalah peralatan dan perlengkapan yang secara

langsung dipergunakan dan menunjang proses

pendidikan, khususunya proses belajar men-

gajar, seperti gedung, ruang kelas, meja, kursi,

serta alat-alat dan media pengajaran.

Adapun yang dimaksud dengan

prasarana pendidikan adalah fasilitas yang

secara tidak langsung menunjang jalannya

proses pendidikan atau pengajaran, seperti

halaman, kebun, taman, sekolah, jalan menuju

sekolah, tetapi jika dimanfaatkan secara

langsung untuk proses belajar mengajar,

seperti taman sekolah islami untuk pengajaran

biologi, halaman sekolah sekaligus lapangan

olah raga, komponen tersebut merupakan

sarana pendidikan.

Diperlukan pemahaman akan pentingnya

manajemen sarana dan prasarana pendidikan

pada setiap lembaga pendidikan dan pelatihan.

Deskripsi di atas semakin mempertebal

pemahaman kita akan pentingnya

pemahaman manajemen sarana dan

prasarana pendidikan di setiap lembaga

pendidikan dan pelatihan.

Dalam pengelolaan bidang manajemen

sarana dan prasarana pendidikan khususnya,

faktor penting dalam memajukan lembaga

pendidikan dan pelatihan dalam rangka

meningkatkan mutu pendidikan adalah

tersedianya sarana dan prasarana pendidikan

yang sejajar dan sesuai kebutuhan.

Dalam pengelolaan bidang manajemen

sarana dan prasarana pendidikan khususnya,

faktor penting dalam memajukan lembaga

pendidikan dan pelatihan dalam rangka

meningkatkan mutu pendidikan adalah

tersedianya sarana dan prasarana pendidikan

yang sejajar dan sesuai kebutuhan. Bila hal ini

dipenuhi oleh masing pengelola administrasi

setiap lembaga diklat tentunya

penyelenggaraan proses belajar mengajar akan

dapat terlaksana dengan baik dan

menyenangkan. Di samping itu, manajemen

sarana dan prasarana pendidikan di sekolah

berkaitan erat dengan aktivitas-aktivitas

perencanaan, pengadaan, pendistribusian,

penggunaan, perawatan, inventarisasi, serta

penghapusan.

Hal ini menunjukkan bahwa perlunya

suatu proses dan keahlian seorang

penyelenggara dalam kegiatan pengelolaan

dan tindakan preventif yang tepat terhadap

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2

Page 43: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

��

� � �

masing-masing fasilitas yang dimiliki terhadap

sarana dan prasarana.

Kesimpulan

Dari hasil temuan penelitian, ada

beberapa hal yang dapat penulis simpulkan,

yaitu:

1. Perencanaan pembelajaran diklat

prajabatan pada BKPP Aceh dilakukan

dengan penyusunan kurikulum seluruh

mata pembelajaran diklat prajabatan yang

dilakukan oleh widyaiswara sesuai

dengan jenis komponen pembelajaran,

dan relevansi bahan ajar yang dikemas

dalam format RPP pembelajaran sesuai

dengan konsentrasinya masing-masing

kelompok kerja widyaiswara.

2. Pelaksanaan pembelajaran diklat

prajabatan pada BKPP Aceh dilakukan

dengan: (a) membuat GBPP/SAP, (b)

menetapkan kegiatan belajar dengan

peserta diklat, dan (c) menetapkan alat

penilaian untuk mengukur keberhasilan

pengajaran.

3. Adapun dalam proses belajar mengajar

dilakukan dengan pendekatan interaksi

dengan peserta diklat, sedangkan

widyaiswara hanya berperan sebagai

fasilitator pembelajaran sehingga

menimbulkan nuansa pembelajaran yang

aktif.

4. Evaluasi pembelajaran diklat prajabatan

pada BKPP Aceh dilakukan dalam bentuk

tiga aspek antara lain: (a) evaluasi

program pembelajaran diklat yang

diajarkan, (b) evaluasi proses

pembelajaran diklat yang diajarkan, dan

(c) evaluasi hasil pembelajaran diklat.

5. Hambatan dalam pelaksanaan manajemen

pembelajaran diklat prajabatan pada

BKPP Aceh antara lain dipengaruhi oleh

aspek tenaga pengajar, peserta diklat, dan

pengelola diklat

Saran

Adapun saran-saran yang diajukan

adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan pembelajaran diklat

prajabatan hendaknya disiapkan dengan

baik agar pelaksanaan pembelajaran yang

meliputi tujuan pembelajaran, materi,

interaksi belajar mengajar, media dan

sumber belajar, bentuk dan teknik

evaluasi dapat berjalan dengan lancar.

2. Dalam pelaksanaan pembelajaran,

widyaiswara diharapkan dapat mengelola

pembelajaran, memodifikasi metode

pembelajaran dengan lebih bervariasi

sehingga peserta diklat terlibat langsung

dalam proses pembelajaran.

3. Evaluasi pembelajaran diklat memberi

banyak manfaat bagi peserta diklat, untuk

itu penyelenggara diharapkan dapat

menyampaikan hasil evaluasi secara

akurat kepada peserta diklat sehingga

dapat mengetahui kompetensi yang harus

ditingkatkan individu masing-masing.

4. Untuk menanggulangi hambatan dan

permasalahan manajemen pembelajaran

diklat prajabatan, diperlukan leader

komitmen dan kerjasama tim dengan

tanggung jawab yang tinggi secara terus

menerus.

Daftar Pustaka

Emzir. (2007). Metode Penelitian Pendidikan

Kuantitatif dan Kualitatif, Jakarta:Raja

Grafindo Persada.

Fatah, Nanang. (2006). Landasan Manajemen

Pendidikan. Bandung:Remaja Rosda-

karya.

Hamalik, Oemar. (2005). Proses Belajar

Mengajar. Bandung:Bumi Aksara.

Hasibuan, J.J. (2005). Proses Belajar

Mengajar, Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Lembaga Administrasi Negara. (2008). Modul

Diklat:Analisis Kebutuhan Diklat,

Jakarta:Tim Lembaga Administrasi

Negara Republik Indonesia.

Moleong, Lexy J. (2005). Metodologi

Penelitian Kualitatif. Bandung:Remaja

Rosdakarya.

-------------, (2007). Metodologi Penelitian

Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Mulyasa, E. (2007). Manajemen Berbasis

Sekolah, Bandung:Remaja Rosdakarya.

Sri Rezeki, Murniati, Ar, Cut Zahri Harun, Manajemen Pembelajaran Pendidikan

Page 44: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

��

� � �

Nasution. (2006). Kurikulum dan Pengajaran,

Jakarta:Bina Aksara.

Nawawi, Hadari. (2005). Administrasi

Personel Untuk Peningkatan

Produktivitas Kerja, Jakarta:Haji

Intermedia.

Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000

tentang Pendidikan dan Pelatihan

Jabatan PNS.

Purwanto, Ngalim. (2006). Ilmu Pendidikan

Teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Sagala, Syaiful. (2009). Kemampuan

Profesional Guru dan Tenaga

Kependidikan, Bandung:Alfabeta.

Siswanto, H. B. (2008). Pengantar

Manajemen, Jakarta:Bina Aksara.

Sukardi, Dewa Ketut. (2005). Bimbingan dan

Penyuluhan Belajar di Sekolah.

Surabaya: Usaha Nasional.

Suwardi. (2007). Manajemen Pembelajaran:

Mencipta Guru Kreatif dan

Berkompetensi, Jakarta:Temprina

Media Grafika.

Syafaruddin dan Irwan Nasution, (2005).

Manajemen Pembelajaran,

Jakarta:Quantum Teaching.

Usman, Husaini. (2009). Manajemen:Teori,

Praktek, dan Riset Pendidikan,

Jakarta:Bumi Aksara.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2

Page 45: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

���

MANAJEMEN PEMBELAJARAN BAHASA ARAB BERBASIS TEKNOLOGI

INFORMASI (T.I) PADA JURUSAN BAHASA ARAB FAKULTAS

TARBIYAHIAIN AR-RANIRY BANDA ACEH

Oleh

Zulkhairi, Djailani. AR, Nasir Usman

Abstrak: Dalam era globalisasi dan perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi

(T.I.K) yang bergerak begitu cepat, mengharuskan semua sistem dan tatanan pendidikan

untuk menyesuaikan diri baik, visi, misi, tujuan serta strateginya demi tercapainya

pendidikan yang berkualitas dan bermutu. Salah satunya dengan melaksanakan

pengelolaan pembelajaran bahasa arab berbasis Teknologi Informasi pada Jurusan

Bahasa Arab Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh. Teknik pengumpulan data

yang digunakan adalah angket wawancara dan observasi dokumentasi. Berdasarkan hasil

penelitian menunjukkan bahwa para dosen bahasa Arab pada jurusan bahasa Arab

Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh yang mengajar di kelas ternyata belum

seluruhnya membuat perencanaan pembelajaran berupa Satuan Acara Perkuliahan (SAP)

dengan baik dan benar dalam ketikan Microsoft Word bahasa Arab. Dalam pelaksanaan

pembelajaran menunjukkan bahwa dalam membuka pelajaran, menjelaskan materi

perkuliahan, kebanyakan para dosen bahasa Arab sudah mampu dan mahir dalam

melaksanakannya dengan baik terutama dalam menyiapkan alat-alat pendukung

pembelajaran seperti leptop, flashdisk, infokus, dan layanan wifi internet online. Hasil

penelitian melalui observasi mengenai penilaian perkuliahan mahasiswa pada jurusan

bahasa Arab Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh belum baik. Hasil

wawancara dengan salah seorang dosen pada jurusan bahasa Arab Fakultas Tarbiyah

IAIN AR-Raniry Banda Aceh yaitu Bapak Marzun R menunjukkan bahwa belum

semuanya berupaya meningkatkan evaluasi dalam pembelajaran di ruang belajar, karena

penilaian yang dilakukan adalah penilaian proses dan produk.

Kata Kunci : Manajemen Pembelajaran, Bahasa Arab, dan Teknologi Informasi (T.I)

Sejalan dengan perkembangan zaman

di era globalisasi serta kemajuan dibidang

ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat

pesat, khususnya dalam bidang pendidikan,

maka pembaharuan dalam lembaga

pendidikan harus segera dilakukan, demi

terciptanya pendidikan yang terarah, bermutu

dan berkualitas. Untuk menghasilkan

pendidikan yang berkualitas, diperlukan

manajemen yang baik dan terarah yang dapat

mendukung tercapainya tujuan pendidikan.

Pasca pengesahan Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional tersebut terjadi

perubahan besar dalam konteks pengelolaan

proses pendidikan di Indonesia. Dalam

undang-undang tersebut tidak lagi dikenal

istilah pengajaran, namun menggunakan

istilah pembelajaran. Pada konsep

pengajaran akan memunculkan kondisi

teacher center. Sedangkan pada konsep

pembelajaran dosen lebih bersifat fasilitator

yang membuat siswa belajar sendiri. Pada

konsep ini pula sangat mungkin dan relevan

terwujudnya student center. Maka salah satu

komponen penting dalam meningkatkan

mutu dan kualitas pendidikan di era

globalisasi ini adalah dengan melaksanakan

pengelolaan proses pembelajaran

(manajemen pembelajaran) dengan dukungan

berbagai fasilitas Teknologi Informasi (T.I)

dan multimedia pembelajaran, sehingga

pembelajaran menjadi lebih terbuka, kreatif,

efektif dan dinamis, yang akhirnya kita bisa

merapatkan barisan untuk sejajar dalam

globalisasi dunia pendidikan nasional bahkan

Internasional.

Kenyataan menunjukkan bahwa dalam

penerapan pembelajaran berbasis Teknologi

Informasi dan multimedia oleh para dosen di

IAIN Ar-Raniry Banda Aceh masih banyak

ditemui kendala, terutama yang berkaitan

dengan Sumber Daya Manusia (SDM)

maupun kelengkapan sarana dan

prasarananya, dan untuk mengatasi kendala-

kendala tersebut, tentu menjadi suatu

keharusan bagi para dosen dan akademisi

pendidikan melakukan perencanaan dan

Zulkhairi adalah Magister Administrasi Pendidikan, Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Djailani. AR, dan Nasir Usman Harun adalah Dosen Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Page 46: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

���

pengaturan yang matang tentang

pemanfaatan fasilitas Teknologi Informasi

dan Komunikasi (T.I.K) dalam proses

pembelajaran.

Berdasarkan permasalahan di atas,

maka yang menjadi fokus dalam rumusan

penelitian ini adalah “Bagaimanakah

profesionalitas para dosen dalam

melaksanakan pengelolaan pembelajaran

bahasa Arab dengan menggunakan alat-alat

(hardware dan software) Teknologi

Informasi (T.I) pada Jurusan Bahasa Arab

Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Banda

Aceh?

Landasan Teori

Kata manajemen berasal dari bahasa

Prancis “ménagement” yang memiliki arti

seni melaksanakan dan mengatur. Bahasa

Prancis lalu mengadopsi kata ini dari bahasa

Inggris menjadi “management” yang

memiliki arti seni melaksanakan dan

mengatur. Sedangkan menurut Siswanto

(2006:3) memberikan batasan manajemen

sebagai berikut; “Manajemen adalah seni dan

ilmu dalam perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan, pemotivasian dan pengendalian

terhadap orang dan mekanisme kerja untuk

mencapai tujuan”.

Menurut Widjaja (2002:6) bahwa

fungsi-fungsi atau bagian-bagian proses

manajemen terdiri dari : (1) perencanaan, (2)

pengorganisasian, (3) pengarahan, (4)

pengendalian. Sedangkan menurut Siagian

(2005:32) berpendapat bahwa: Pada dasarnya

para ilmuwan telah sepakat tentang fungsi-

fungsi manajerial dapat digolongkan dalam

dua jenis utama, yaitu fungsi organik dan

fungsi penunjang, fungsi-fungsi organik

tersebut merupakan penjabaran

kebijaksanaan dasar atau strategi organisasi

yang harus digunakan dalam bertindak,

diantara klasifikasi fungsi-fungsi organik

manajemen yaitu; Perencanaan,

pengorganisasian, penggerakan,

pengawasan dan penilaian. Sedangkan fungsi

penunjang adalah meliputi berbagai kegiatan

yang diselenggarakan oleh satuan kerja

dalam organisasi dan dimaksudkan

mendukung semua fungsi organik para

manajer.

Kata “pembelajaran” sengaja dipakai

sebagai padanan kata “instruction” dari kata

bahasa Inggris, kata instruction atau

pembelajaran mempunyai pengertian yang

lebih luas dari pada kata “pengajaran”, jika

kata pengajaran ada dalam konteks dosen-

murid dikelas (ruang) formal, akan tetapi

pembelajaran atau instruction mencakup

pula kegiatan belajar mengajar yang tidak

dihadiri dosen secara fisik, oleh karena dalam

instruction yang ditekankan adalah proses

belajar, maka usaha-usaha yang terencana

dalam memanipulasi sumber-sumber belajar

agar terjadi proses belajar dalam diri siswa,

yang kita sebut dengan pembelajaran

(Sadiman dkk. 2008:7).

Sebagaimana dikemukakan oleh Wina

Sanjaya (2008:78) kata pembelajaran adalah

terjemahan dari “instruction” yang banyak

dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika

Serikat. Istilah ini banyak dipengaruhi oleh

Psikologi Kognitif-Holistik yang

menempatkan siswa atau mahasiswa sebagai

sumber dari kegiatan.

Pembelajaran dapat didefinisikan

sebagai suatu proses kegiatan atau

perubahan lewat reaksi dari suatu situasi

yang dihadapi. Sebagaimana ungkapan

Hilgard dan Bower dalam Bonoma (1987:6)

yaitu :“Learning is the process by wich an

activity originates or is changed through

reacting to an encountered situation” Dari

definisi di atas dapat dipahami bahwa

pembelajaran terjadi ketika anda berubah

karena suatu kejadian dan perubahan yang

tejadi bukan secara alami seperti menjadi

dewasa dengan sendirinya, akan tetapi lebih

karena reaksi dari situasi yang dihadapi

(Jogiyanto, 2006:12).

Metode Penelitian Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan metode penelitian kualitatif

dengan menggunakan pendekatan bersifat

analisis deskriptif. Pendekatan yang bersifat

analisis deskriptif adalah sebuah bentuk

pengumpulan data secara kaya dari suatu

fenomena yang ada untuk dianalisis,

sehingga diperoleh gambaran terhadap apa

yang sudah diteliti. data yang dikumpulkan

berupa kata-kata, gambar, dokumen, serta

tingkah laku. Selain itu peneliti bermaksud

memahami situasi sosial secara mendalam,

menemukan pola, hipotesis dan teori

(Sugiyono 2006:399). Selain alasan tersebut,

peneliti juga mempunyai beberapa

pertimbangan-pertimbangan.

Pertama, menyesuaikan metode

kualitatif lebih mudah apabila berhadapan

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2

Page 47: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

���

dengan kenyataan jamak. Kedua, metode ini

menyajikan secara langsung hakikat

hubungan antara peneliti dan responden.

Ketiga, metode ini lebih peka dan dapat

menyesuaikan diri dengan banyak penajaman

pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai

yang dihadapi (Moleong 2004:10).

Dalam penelitin ini, lokasi yang

peneliti pilih adalah Institut Agama Islam

Negeri (IAIN) Ar-Raniry Banda Aceh.

Mengenai waktu dan masa penelitian dimulai

pada awal bulan mei tahun 2010 dan pada

waktu itu peneliti sedang melakukan

perbaikan proposal penelitian hingga selesai

penelitian.

Dalam penelitian ini yang menjadi

instrumen penelitian adalah para dosen

bahasa Arab yang masi aktif sebagai staf

pengajar tetap pada jurusan bahasa Arab

Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Banda

Aceh, yang berjumlah 10 orang dosen.

Penentuan subjek penelitian tersebut

berpedoman pada pendapat arikunto

(2001:154), yaitu sampel yang diambil dalam

sebuah penelitian jika populasinya kurang

dari 100, maka lebih baik diambil

seluruhnya, sehingga penelitiannya

merupakan penelitian populasi. Apabila

populasinya lebih besar dari 100 maka dapat

diambil 10-15% atau 20-25% atau lebih.

Adapun teknik-teknik yang digunakan

adalah sebagai berikut : (1) Metode

Observasi. Metode observasi dilakukan

dengan cara melakukan pengamatan secara

langsung terhadap fenomena yang akan

diteliti. Dimana dilakukan pengamatan atau

pemusatan perhatian terhadap obyek dengan

menggunakan seluruh alat indera. Jadi

mengobservasi dapat dilakukan melalui

penglihatan, penciuman, pendengaran dan

pengecap (Arikunto, 1997:204). (2) Metode

Wawancara. Wawancara adalah percakapan

dengan maksud tertentu. Teknik Wawancara

yang digunakan dalam penelitian ini adalah

wawancara terstruktur dengan menggunakan

alat bantu yaitu pedoman wawancara.

(3) Metode Dokumentasi. Dokumentasi yaitu

teknik yang digunakan untuk mencari data

mengenai hal-hal atau variabel yang berupa

catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,

prasasti, notulen rapat, agenda, dan

sebagainya (Arikunto, 1997:206). Metode ini

digunakan untuk memperoleh data mengenai

perangkat pembelajaran para dosen, daftar

nama-nama mahasiswa, daftar nama-nama

dosen pangkat serta golongannya maupun

bidang keahlian yang dimilikinya.

Analisis data hasil penelitian ini

dilakukan secara induktif dan dilakukan

secara terus menerus, kegiatan ini dilakukan

mulai sejak pengumpulan data dan dikerjakan

lagi sesudah meninggalkan lapangan tempat

penelitian. Analisa data ini dilakukan oleh

peneliti dengan mengikuti proses analisis

data kualitatif interaktif, sebagaimana

dikemukakan oleh Milles dan Huberman

dalam Rachman (1999:20) bahwa metode

analisis interaksi dimana komponen reduksi

data dan sajian data dilakukan bersamaan

dengan proses pengumpulan data.

Hasil Penelitian Berdasarkan temuan dilapangan, dari

hasil observasi, data hasil wawancara dengan

ketua jurusan bahasa Arab dan masing-

masing dosen pengajar bahasa Arab di IAIN

Ar-Raniry Banda Aceh. Peneliti paparkan

secara lengkap dan rinci sesuai fakta yang

ada pada Jurusan bahasa Arab Fakultas

Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh

sebagaimana berikut ini:

1. Gambaran Umum lokasi Penelitian Sebagaimana dengan permasalahan di

atas, penelitian ini dilaksanakan pada jurusan

bahasa Arab Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-

Raniry Banda Aceh, termasuk Dekan

Fakultas Tarbiyah, ketua jurusan bahasa Arab

beserta para dosen pada jurusan bahasa Arab

Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Banda

Aceh. Fakultas Tarbiyah yang dulunya

terletak di sebelah barat kantor biro Rektor

kemudian karena musibah tsunami maka

untuk sementara proses pembelajaran di

kampus terutama Fakultas Tarbiyah

dipindahkan ke lokasi Gedung Universitas

Iskandar Muda (UNIDA) di Surin arah dekat

monumen kapal PLTD apung yang diterjang

ombak tsunami beberapa tahun lalu.

a. Profil IAIN Ar-Raniry Banda Aceh

Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

Ar-Raniry Banda Aceh adalah sebuah

lembaga pendidikan Islam resmi yang ada di

Aceh yang terletak di kota Banda Aceh

tepatnya di komplek mahasiswa Darussalam

dibawah naungan Kementerian Agama

Republik Indonesia. Adapun struktur

organisasinya dipimpin oleh seorang rektor

yaitu Prof. Dr. H. Farid Wajdi Ibrahim, MA

masa Periode 2009 sampai dengan sekarang.

Adapun pembantu rektor I yaitu Prof. Dr.

Zulkhairi, Djailani. AR, Nasir Usman Manajemen Pembelajaran Bahasa Arab Berbasis Teknologi

Page 48: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

���

Amirul Hadi MA, dengan berbagai bidang

dan seksi masing-masing. IAIN Ar-Raniry

Banda Aceh terdiri dari fakultas-fakultas,

diantaranya Fakultas Syari’ah, Fakultas

Tarbiyah, Fakultas adab (sastra), Fakultas

Ushuluddin dan Fakultas Dakwah.

Penelitian ini dilakukan pada Fakultas

Tarbiyah yang dipimpin oleh seorang dekan

yaitu Bapak DR. Muhibbuthabry, M.Ag,

yang didalamnya terdapat program studi atau

jurusan-jurusan, diantanya; jurusan

pendidikan bahasa Inggris, jurusan

pendidikan bahasa Arab, jurusan pendidikan

Fisika, jurusan pendidikan Biologi, jurusan

pendidikan matematika, jurusan pendidikan

kimia. Adapun tempat penelitian ini

berlangsung pada jurusan bahasa Arab yang

dipimpin oleh seorang Ketua Jurusan

(KAJUR) yaitu Bapak Drs. Suhaimi, M.Ag

beserta para dosen.

b. Kualifikasi Tingkat Pendidikan Dosen

Jurusan Bahasa Arab

Berdasarkan hasil observasi,

wawancara, dan studi dokumentasi jumlah

diperoleh data sebagaimana paparan berikut

ini: (1) Suhaimi, Drs. M.Ag, dimana jenjang

pendidikannya adalah Strata dua (S2), (2)

Azwir, MMLS, jenjang pendidikannya

adalah Strata dua (S2), (3)Bukhari Muslim,

M.Ag. Dr. Jenjang pendidikannya adalah

Strata Tiga (S3), (4) Wardi A.Wahab, Drs.

M.Ag. jenjang pendidikan adalah Strata Dua

(S2). (5) Muakhir, MA dengan jenjang

pendidikannya Strata Dua (S2), (6) Qusaiyen,

M, Ag dengan jenjang pendidikannya Strata

Dua (S2), (7) Jamaluddin, MA dengan

jenjang pendidikannya Strata Dua (S2), (8)

Hilmi, M.Ed dengan jenjang pendidikannya

Strata Dua (S2), (9) Tarmizi, Ninoersy, MA

dengan jenjang pendidikannya Strata Dua

(S2) dan (10) Marzun R, Drs. M.Ag, jenjang

pendidikannya adalah S2.

2. Pelaksanaan Pembelajaran Bahasa

Arab Berbasis Teknologi Informasi Peneliti telah melakukan pengamatan

terhadap pelaksanaan pembelajaran bahasa

Arab pada jurusan bahasa Arab yang

dilakukan di ruang kelas gedung Lantai I, dan

lantai II komplek kampus Universitas

Iskandar Muda yang terletak di kawasan

Surin sebagaimana gambaran berikut:

a) Membuka Pembelajaran

Hasil penelitian observasi

menunjukkan bahwa dalam membuka

pelajaran, kebanyakan para dosen bahasa

Arab sudah mampu dan mahir dalam

melaksanakannya dengan baik terutama

dalam menyiapkan alat-alat pendukung

pembelajaran seperti leptop, flashdisk,

infokus, dan layanan wifi internet online. Ada

sebahagian dosen yang masih kurang mampu

membuka pelajaran dengan fasilitas

Teknologi Informasi (T.I) langsung menulis

di papan tulis (whiteboard) tema dari isi mata

kuliah yang akan di ajarkan serta tidak

memotivasi mahasiswa dengan pertanyaan-

pertanyaan.

b) Menjelaskan Materi Kuliah

Hasil penelitian berdasarkan

observasi pada jurusan bahasa Arab Fakultas

Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh

diperoleh data bahwa kegiatan yang

dilakukan oleh para dosen dalam proses

pembelajaran untuk penyampaian materi

perkuliahan meliputi menulis isi materi

kuliah yang akan dipelajari dan

menjelaskannya, dan ada juga dosen yang

memaparkannya melalui leptop, infokus dan

proyektor atau dinding kelas, lalu

mengajukan pertanyaan-pertanyaan, meminta

para mahasiswa memperhatikan dan

menanggapi jawaban temannya,

mengarahkan mahasiswa bekerja dalam

kelompok, memberi bimbingan kepada

mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam

memahami materi perkuliahan.

3. Evaluasi Pembelajaran Bahasa Arab

berbasis Teknologi Informasi (T.I) Hasil penelitian melalui observasi

mengenai penilaian belajar mahasiswa pada

jurusan bahasa Arab Fakultas Tarbiyah IAIN

Ar-Raniry Banda Aceh belum baik. Upaya

dosen dalam menentukan keberhasilan

mahasiswa terbatas pada hasil test yang biasa

dilakukan secara tertulis. Sasaran penilaian

hanya terbatas untuk mengetahui kemampuan

peserta didik mengisi soal yang biasa keluar

dalam test.

Dosen belum memiliki keterampilan

yang cukup dalam mendemonstrasikan alat -

alat Teknologi Informasi (T.I) seperti leptop,

flashdisk, proyektor, infokus, sarana wifi

kampus yang dapat memotivasi mahasiswa

untuk belajar lebih giat dan bersemangat, dan

juga tidak adanya fasilitas kampus yang

lengkap dalam menunjang belajar siswa

dengan menggunakan komputer atau leptop

berbahasa Arab atau minimal memiliki

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2

Page 49: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

���

program Mikrosoft Word bahasa Arab.

4. Hambatan Pembelajaran Bahasa Arab

berbasis Teknologi Informasi (T.I)

Hasil wawancara dengan dosen

bahasa Arab jurusan bahasa Arab Fakultas

Tarbiyah IAIN AR-Raniry Banda Aceh

menunjukkan bahwa hanya sebahagian dosen

saja yang melengkapi langkah langkah

pembelajaran bahasa Arab dengan baik dan

menyampaikannya dengan menggunakan

media atau alat-alat Teknologi Informasi

(T.I),.

Pembahasan Pembahasan yang diuraikan disini

mengenai manajemen pembelajaran bahasa

Arab berbasis Teknologi Informasi pada

jurusan bahasa Arab Fakultas Tarbiyah IAIN

Ar-Raniry Banda Aceh. (a) Perencanaan

Pembelajaran Bahasa Arab berbasis

Teknologi Informasi (T.I). Hasil penelitian

menunjukkan, bahwa upaya dosen bahasa

Arab jurusan bahasa Arab Fakultas Tarbiyah

IAIN Ar-Raniry Banda Aceh yang mengajar

masih menggunakan pembelajaran manual

dan kurang membuat perencanaan

pembelajaran dengan fasilitas dan alat-alat

Teknologi Informasi (T.I) seperti; Komputer,

leptop, flashdisk, sarana wifi. Berikut ini ada

beberapa langkah pembelajaran yang

dikeluarkan oleh badan Standar Nasional

(BSNP). (b) Pelaksanaan Pembelajaran

Bahasa Arab berbasis Teknologi Informasi

(T.I) Berdasarkan observasi, dokumentasi

dan wawancara menunjukkan bahwa dosen

bahasa Arab pada jurusan bahasa Arab

Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Banda

Aceh masih kurang mampu melaksanakan

pembelajaran atau perkuliahan dengan baik,

karena terlihat dosen mengalami kesulitan

dalam hal sebagai berikut; (1) Belum

dikomunukasikannya tujuan dan kegiatan

perkuliahan yang akan dilakukan kepada

mahasiswa secara jelas. (2) Belum dipahami

dan digunakannya media dan alat-alat

Teknologi Informasi (T.I) dalam pelaksanaan

perkuliahan. (3) Pada akhir kegiatan inti

dosen tidak melakukan pembahasan maupun

mengarahkan mahasiswa untuk selalu

memanfaatkan alat-alat Teknologi Informasi

(T.I) dalam pembelajaran baik di kampus

maupun diluar kampus.

Hal ini bertentangan dengan

pendekatan konstuktivisme yang terdapat

dalam kurikulum, 2004 (KBK) dan KTSP

bahwa dosen atau dosen seharusnya memberi

kesempatan kepada peserta didik atau

mahasiswanya untuk membangun sendiri

pengetahuannya dengan bantuan dosen

terhadap suatu masalah secara realistis.

Proses mengkonstruksi materi perkuliahan

yang dialami peserta didik perlu dipahami

oleh dosen tersebut. Oleh karena itu dosen

seyogyanya harus mampu mengupayakan

proses rekonstruksi ini sedernikian bagus

sehingga peserta didik dapat belajar dengan

pendekatan konstruktivisme.

Dalam penyampaian bahan ajar,

dosen seharusnya mampu meningkatkan

pemahaman dan keterampilannya dalam

mengembangkan materi perkuliahan yang

terkait dengan tema. Kemampuan dosen

dalam mengembangkan materi perkuliahan

ini erat hubungannya dengan pernillihan tema

yang menarik sehingga menjadi fokus

mahasiswa dalam proses pelaksanaan

pembelajaran. Pemilihan tema yang dekat

dengan diri dan lingkungan mahasiswa

sangat membantu dosen dalam

mengembangkan materi perkuliahan.

Tindakan seperti ini, dari hasil penelitian

yang dilakukan pada jurusan bahasa Arab

Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Banda

Aceh, ternyata dilakukan oleh sebahagian

besar para dosen.

Pelaksanaan perkuliahan yang

belum baik oleh sebahagian dosen pada

jurusan bahasa Arab Fakultas Tarbiyah IAIN

Ar-Raniry Banda Aceh ternyata juga terkait

dengan penguasaan materi perkuliahan yang

belum baik pada sebagian dosen. Hal ini

ditunjukkan oleh prilaku tertentu misalnya

teknik penyampaian materi perkuliahan yang

monoton, dosen lebih banyak duduk dikursi

membaca dan memerintahkan peserta didik

membuka buku paketnya masing-masing

untuk membuat tugas. Perilaku dosen yang

demikian dapat menyebabkan hilangnya

kepercayaan peserta didik sehingga akan sulit

mengendalikan ruangan belajar dengan baik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

dosen bahasa Arab pada jurusan bahasa Arab

Fakultas tarbiyah IAIN Ar-Raniry Banda

Aceh menunjukkan sebahagian dosen yang

mampu membuka pembelajaran dengan baik.

Sebelum pelajaran dimulai dosen berusaha

menarik perhatian mahasiswa dengan

berbagai cara, bertanya tentang pembelajaran

yang sudah pernah diajarkan atau

Zulkhairi, Djailani. AR, Nasir Usman Manajemen Pembelajaran Bahasa Arab Berbasis Teknologi

Page 50: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

���

mengumpulkan tugas rumah, atau yang

lainnya. (2) Menjelaskan Materi Kuliah.Hasil

penelitian menunjukkan kemampuan dosen

bahasa Arab yang sebagian kecil belum baik

dalam menyampaikan atau menjelaskan

materi perkuliahan kepada mahasiswa.

Berdasarkan data hasil penelitian

terhadap program evaluasi yang dilakukan

oleh dosen bahasa Arab Fakultas Tarbiyah

IAIN Ar-Raniry Banda Aceh ternyata semua

dosen melakukan evaluasi untuk menentukan

keberhasilan, belajar peserta didik terbatas

pada hasil test yang dilakukan secara tertulis.

Akibatnya sasaran pembelajaran hanya

terbatas pada kemampuan peserta, didik

untuk mengisi soal yang biasa keluar dalam

test. Seharusnya penilaian yang dilaksanakan

dosen juga mengcakup ulangan harian atau

ulangan setelah selesai pembelajaran

kompetensi dasar tertentu dengan istilah per-

KD, sedangkan ujian semester akhir

dilaksanakan setelah menyelesaikan sejumlah

KD yang telah ditetapkan pada semester

tersebut dan biasanya dilaksanakan pada

batas akhir waktu pembelajaran yang telah

ditetapkan.

Selanjutnya dari temuan penelitian

dosen bahasa Arab jurusan bahasa Arab

Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Banda

Aceh kurang memperhatikan penilaian proses

dan cenderung hanya melakukan penilaian

hasil saja. Padahal untuk meningkatkan

kualitas pembelajaran, evaluasi sebaiknya

bukan dilakukan pada hasil belajar saja, akan

tetapi juga terhadap proses belajar karena

pada dasarnya penilaian merupakan salah

satu bagian yang terintegrasi dengan

pembelajaran. Dalam proses belajar yang

dinilai adalah bagaimana langkah-langkah

berpikir peserta didik dalam menyelesaikan

masalah pembelajaran. Hal ini sesuai dengan

pendapat Sanjaya (2008:33): "Untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran,

evaluasi sebaiknya dilakukan bukan hanya

terhadap hasil belajar, akan tetapi juga proses

belajar".

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian saya

mengenai Manajemen Pembelajaran Bahasa

Arab Berbasis Teknologi Informasi (T.I)

pada Jurusan Bahasa Arab Fakultas Tarbiyah

IAIN Ar-Raniry Banda Aceh, dapat saya

simpulkan sebagai berikut : (1) Manajemen

adalah suatu proses perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan dan

pengawasan, usaha-usaha para anggota

organisasi dan penggunaan sumber daya-

sumber daya organisasi lainnya agar

rnencapai tujuan organisasi yang telah

ditetapkan. (2) Pelaksanaan pembelajaran

bahasa Arab jurusan bahasa Arab Fakultas

Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh

menekankan pada dosen tentang penyusunan

silabus dan penyusunan Satuan Acara

Perkuliahan (SAP) dan penyampaian

pembelajaran di kelas. (3) Seorang dosen

maupun dosen harus memahami dan

mengerti tentang unsur-unsur serta

komponen proses pengelolaan pembelajaran

(manajemen pembelajaran) yang terdiri dari;

Perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan, pengawasan beserta

evaluasinya dalam pengajaran baik

dilingkungan sekolah maupun diperguruan

tinggi. (4) Evaluasi dalam pembelajaran

bahasa Arab yang dilakukan pada jurusan

bahasa Arab Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-

Raniry Banda Aceh adalah tes formatif dan

tes sumatif untuk mengukur tingkat kemajuan

peserta didik. (5) Hambatan yang dihadapi

oleh dosen bahasa Arab diantaranya

kurangnya pemahaman dosen tentang

Teknologi Informasi (T.I) yang berhubungan

dengan pembelajaran bahasa Arab.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang

telah dilakukan tentang “Manajemen

Pembelajaran Bahasa Arab Berbasis

Teknologi Informasi (T.I) pada Jurusan

Bahasa Arab Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-

Raniry Banda Aceh” maka penulis

menyarankan sebagai berikut : (1) Kepada

para dosen bahasa arab pada Jurusan Bahasa

Arab Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry

Banda Aceh, diharapkan untuk terus belajar

memahami tentang perangkat komputer serta

alat-alat multimedia pembelajaran lainnya

serta mengerti cara-cara penggunaannya,

sehingga para dosen-dosen bahasa arab lebih

maju dari segi keilmuan dalam bidang

Teknologi Informasi (T.I) dan multimedia

pendidikan. (2) Kepada pihak fakultas

disarankan untuk lebih memperbanyak

workshop, pelatihan serta bimbingan kepada

seluruh dosen di lingkungan kampus IAIN

Ar-Raniry Banda Aceh di bidang penggunaan

Teknologi Informasi dan Multimedia dalam

pembelajaran. (3) Kepada pihak jurusan

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2

Page 51: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

��

terutama ketua jurusan bahasa arab dan

sekretarisnya untuk lebih banyak lagi

mengarahkan para staff pengajarnya agar

selalu menggunakan dan memanfaatkan

media pembelajaran berbasis Informasi dan

Teknologi (Infotech) dalam tiap-tiap

pertemuan pembelajarannya agar suasana

proses belajar-mengajar lebih inovatif dan

aktif.

Daftar Kepustakaan Anonim, (2003). Undang-undang Sistem

Pendidikan Nasional No.20 Tahun

2003, Jakarta : Sinar Grafika , PT.

Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur

Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,

Edisi Revisi V. Jakarta : Rineka Cipta.

Arsyad, Azhar. (2005). Media

Pembelajaran. Jakarta : Raja Grafindo

Persada, PT.

Away, Yuwaldi. (2008). Sistem Informasi

Manajemen Pendidikan. Modul Kuliah

Mhs. Program Studi. Administrasi

Pendidikan, UNSYIAH.

Bafadal Ibrahim, (2004). Dasar-Dasar

Manajemen dan Supervisi pada Taman

Kanak-Kanak, Jakarta : Bumi Aksara,

PT.

Djamarah Bahri Syaiful, Zein Aswan.

(2002). Strategi Belajar Mengajar.

Jakarta : Asdi Mahasatya.

HM. Jogiyanto. (2006). Filosofi,

Pendekatan, dan Penerapan

Pembelajaran Metode Kasus.

Yogyakarta ; Andi, PT.

Hamalik, Oemar. (1989). Media Pendidikan,

Bandung : Citra Aditya Bakti, PT

Heriyanto Dwi. (2005). Belajar dan

Mengajar Bahasa Inggris dengan

Menggunakan Teknologi Modern.

Yogyakarta ; Pustaka Widyatama.

Lexy J Moleong (2007) Metode Penelitian

Kualitatif, Bandung : Remaja

Risdakarya, PT. (Edisi Revisi).

Miarso, Yusuf Hadi. (2005). Menyemai

Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta;

Prenada Media,

Murniati, A.R. (2008). Manajemen Stratejik,

Peran Kepala Sekolah dalam

Pemberdayaan. Bandung : Cita Pustaka

Media Perintis.

Moh. Gade (2005) “Kesiapan Dosen dalam

Pengimplementasian Kurikulum

Berbasis Kompetensi (KBK, Tesis

(tidak diterbitkan).

Mulyasa, E. (2006). Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan; Sebuah Panduan

Praktis. Bandung : PT Remaja

Rosdakary

Munir, (2008). Kurikulum Berbasis

Teknologi Informasi dan Komunikasi,

Bandung : Alfabeta CV, Kerjasama

Sekolah Pascasarjana UPI.

Nasution, S. (2003). Metode Penelitian

Naturalistik Kualitatif. Bandung: PT.

Tarsito.

Oetomo, Dharma, Budi Oetomo. (2002). E-

Education, Konsep Teknologi dan

Aplikasi Internet Pendidikan.

Yoyakarta ; Andi, PT.

Rohani, Ahmad, H.M. (2004). Pengelolaan

Pengajaran. Jakarta : PT. Rineka Cipta,

PT.

Sanjaya, Wina. (2009). Perencanaan dan

Desain Sistem Perencanaan. Jakarta :

Kencana Prenada Media Group.

Simamora, L. (2003). Cakrawala Pendidikan

E-Learning : Konsep dan

Perkembangan Teknologi yang

Mendukung. Jakarta : U.T.

Siswanto H.B.(2005), Pengantar

Manajemen. Jakarta : Bumi Aksara.

Wena Made. (2009). Strategi Pembelajaran

Inovatif Kontemporer. Jakarta; Bumi

Aksara, PT.

W.Gulo. (2005). Strategi Belajar Mengajar.

Jakarta : Gramedia PT.

Yamin, Martinis. H. (2009). Strategi

Pembelajaran berbasis Kompetensi.

Ciputat ; Gaung Persada Press

Zulkhairi, Djailani. AR, Nasir Usman Manajemen Pembelajaran Bahasa Arab Berbasis Teknologi

Page 52: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

98

STRATEGI MENEBAK MAKNA KATA BERDASARKAN KONTEKS

DAN DAMPAKNYA PADA KEMAMPUAN READING DAN

PEMEROLEHAN KOSAKATA AKTIF DAN PASIF

Oleh

Septhia Irnanda dan Muhammad Aulia

Abstract: Konteks dapat membantu seseorang untuk memahami ide-ide di dalam teks,

sekaligus menambah kosakata. Penelitian ini ingin melihat apakah (1) strategi menebak

makna kata yang diaplikasikan pada kegiatan membaca akan mampu meningkatkan

kemampuan mahasiswa memahami teks?, dan (2)apakah makna kata yang diperoleh dengan

menggunakan strategi menebak berdasarkan konteks lebih dapat diingat (kosakata pasif) dan

digunakan dalam skil bahasa produktif (kosakata aktif) dibandingkan dengan kata-kata yang

diperoleh maknanya tanpa strategi menebak atau dengan strategi melihat kamus. Penelitian

merupakan sebuah eksperimen yang melibatkan dua kluster; eksperimen dan kontrol. Hasil

menunjukkan bahwa (1)tidak ada perbedaan signifikan antara kelas eksperimen dengan kelas

reading dalam kemampuan Reading comprehension setelah strategi diterapkan, namun (2)

kelas eksperimen dapat mengingat kata dengan lebih baik dan lebih banyak menggunakannya

dalam kalimat dibandingkan kelas kontrol.

Keywords: strategi menebak makna kata, konteks, teks, kamus, kosakata aktif , kosakata

pasif

Kemampuan menebak makna kata

merupakan sesuatu yang penting bagi seorang

pembelajar bahasa inggri karena dapat

meningkatkan kemampuan berfikir dan

kemampuan menghubungkan pada siswa

karena mereka mengaktifkan skil tersebut saat

menebak makna kata. Keingintahuan mereka

akan makna kata tersebut mendorong mereka

untuk menghubungkan kata tersebut dengan

konteks kalimat. Pada akhirnya, saat mereka

berhasil menebak dengan benar, mereka akan

lebih percaya diri untuk mencoba cara ini

dikesempatan yang lain.

Gu dan Johnson (1996) menyebutkan

bahwa pembelajaran kosakata bahasa kedua

(L2) meliputi strategi-strategi seperti

metakognitif, kognitif, memori dan aktifasi.

Kognitif strategi dalam taksonomi Gu dan

Johnson meliputi strategi menebak,

penggunaan kamus yang bijaksana dan strategi

mencatat (note-taking).

Kemampuan menebak kata adalah

penting bagi pembelajar bahasa Inggris pada

khususnya. Mikulecky and Jeffries (1996:49)

menyatakan bahwa strategi ini efektif karena:

1. Cepat dan pembaca tidak terganggu

kegiatan membacanya.

2. Membantu meningkatkan pemahaman

dalam membaca karena pembaca tetap

fokus pada isi bacaan yang sedang dibaca.

3. Membantu membangun kosakata karena

cenderung lebih mengingat kata yang

ditebak.

4. Membuat pembaca lebih menikmati

kegiatan membaca karena tidak perlu

berhenti sebentar-sebentar.

Qian menyatakan dalam jurnalnya

bahwa skil menebak makna kata (berdasarkan

konteks) adalah skil yang paling penting bagi

pembaca untuk mendapatkan kosakata baru.

Pendapat ini beralasan karena skil ini memang

sangat bermanfaat bagi para pembelajar

bahasa pada kondisi-kondisi seperti saat

mereka sedang mengikuti tes membaca

dimana kamus tidak boleh dipergunakan, atau

pada kondisi dimana kamus tida tersedia dan

tidak ada orang yang dapat ditanyai.

Dalam website English Online,

disebutkan bahwa:

“Yet when using the dictionary, students

have to learn to consider the context of

the word as the explanations in

dictionaries can be confusing. Students

should therefore learn strategies to guess

Septhia Irnanda, M.TESOL dan Muhammad Aulia, M.TESOL adalah Dosen Tetap Yayasan Serambi Mekkah

Page 53: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

99

the meaning of a word before referring to

the dictionary. This will also encourage

them to use their thinking and linking

skills and making a good guess builds up

their confidence.”

“Namun saat menggunakan kamus,

siswa harus belajar mempertimbangkan

konteks dari kata karena penjelasan di dalam

kamus dapat saja membingungkan. Siswa

harus belajar strategi menebak mana kata

sebelum merujuk ke kamus. Cara ini akan

mendorong mereka untuk menggunakan skil

berpikir dan skil menghubungkan mereka dan

ketika mereka berhasil menebak dengan benar,

kepercayaan diri mereka dapat bertambah”

Jadi, skil menebak makna kata ini

dapat mengembangkan kemampuan siswa

dalam berpikir dan menghubungkan informasi

karena mereka mengaktifkan skil-skil ini saat

mereka mencoba menebak makna kata di

dalam teks. Keingintahuan mereka untuk

mengetahui makna kata mendorong mereka

untuk menghubungkan kata-kata dengan

konteks dalam kalimat. Pada akhirnya, ketika

mereka berhasil menebak, mereka akan

percaya diri untuk mencoba teknik yang sama

dikemudian hari.

Dalam website developing

teacher.com, McDonough and Shaw (2003)

menyatakan bahwa:

“Prediction is crucial in reading and to

become efficient readers our learners

need to develop this skill. Predicting will

allow them to react with the text by having

expectations and ideas about the purpose

of the text, as well as ideas about possible

outcomes. Predicting will help them

become selective about what is significant

and insignificant in the passage and how

to pick up the key words in reading, which

will ultimately lead to better fluency and

reading speed. It also leads the student to

become sensitive to contextual and extra-

textual clues in creating meaning.”

Singkatnya, memprediksi atau

menebak makna kata penting dalam kegiatan

membaca karena cara ini memiliki banyak

keuntungan bagi pembaca, khususnya

pembelajar bahasa asing yang sangat

bergantung pada kamus untuk meningkatkan

kosakatanya.

Tujuan daripada penelitian ini adalah

untuk mengetahui keefektifan strategi

menebak makna kata berdasarkan konteks

terhadap peningkatan kosakata mahasiswa

Pendidikan Bahasa Inggris Universitas

Serambi Mekkah Banda Aceh.

A. Contextual Guessing/ Berdasarkan

Konteks Teknik memperoleh makna kata sulit

didalam teks dengan cara melihat konteks

dikenal dengan contextual guessing atau

context identification atau penggunaan

petunjuk konteks (Qian, 2005:4). Konteks

memainkan peran penting dalam

pengidentifikasian kata-kata di dalam teks

(Gough dikutip dari Dycus 1997). Rapaport

(2001:1) menyatakan bahwa pemerolehan

kokata melalui ‘konteks’ adalah pemerolehan

kata yang aktif dan bersengaja dengan cara

menarik pemahaman dari petunjuk-petunjuk

tekstual dan pengetahuan yang sudah dimilki

termasuk kemampuan dan hipotesis tetang

bahasa, tanpa bantuan eksternal seperti dari

orang lain ataupun kamus.

Memiliki kemampuan menganalisa

konteks adalah salah satu persyaratan dalam

membaca kritis. Kontekstualisasi adalah

sebuah strategi membaca kritis yang

memungkinkan pembelajar bahasa membuat

kesimpulan tentang pemilihan konteks

historical maupun cultural untuk melihat

perbedaan antara konteks didalam teks dengan

konteks yang kita miliki (Axelrod, 1996:432).

B. Context Clues / Konteks sebagai

Petunjuk Kustaryo (1988:23) menyatakan bahwa

“kata-kata yang terisolasi seringkali tidak

memberikan makna yang berarti. Kata-kata

memiliki makna yang berbeda tergantung pada

konteks. Contohnya kata banks, makna

sebenarnya ditentukan oleh penggunaannya.

She placed all her money in the bank. (a

place to deposit money)

The river bank overflowed from the

storm. (the earth sides of a river)

A plane appeared out of the fog, banked,

and stopped. (to tilt and cause to turn)

Dengan kata lain, sebuah kata akan

menunjukkan makna sebenarnya ketika

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2

Page 54: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

100

diletakkan didalam kalimat. Inilah yang

disebut makna secara konteks.

Penelitian telah menunjukkan konteks

dapat memberikan pengaruh yang besar pada

perbendaharaan kata pembelajar (Stahl, 1999).

Belajar kosakata melalui konteks dipercaya

lebih baik daripada belajar kosakata dengan

mengahapal urutan kata dan maknanya (list

learning). Pertama karena konteks

memberikan ruang yang lebih besar untuk

menghubung-hubungkan materi pembelajaran

sehingga dapat lebih bermakna. Kedua,

konteks menyediakan sebuah situasi yang

mirip dengan situasi belajar langsung

(discovery learning). Menurut Qian (2005:15),

petunjuk konteks memiliki beberapa kegunaan

di dalam membaca:

1. Petunjuk dari konteks dapat membantu

pembaca mendapatkan cara baca dan

makna dari kata yang tidak diketahui

didalam teks.

2. Petunjuk dari konteks juga dapat

membantu dalam menentukan penekanan

(accentuation) dari kata-kata yang mirip

namun dalam konteks yang berbeda, atau

penggunaan dalam tata bahasa yang

berbeda juga akan mempengaruhi makna.

3. Konteks memberikan petunjuk dari makna

kata-kata yang bervariasi berdasarkan

subjek area yang digunakan.

a) Mengidentifikasi Hubungan-Hubungan

Didalam Konteks Setiap teks memiliki kohesi leksikal

atau hubungan yang mengikat setiap kata-kata

di dalamnya menjadi sebuah kesatuan.

Hubungan itu antara lain ditunjukkan dengan

adanya pronoun atau kata ganti, sinonim,

antonym, kata hubung maupun sekedar

pengulangan (restatement/repetition). Berikut

adalah ilustrasi hubungan leksikal yang oleh

Henry (2004).

Tabel 2.1 Jenis-Jenis Petunjuk Kontekstual

Clue Word & Definition Sentence

Synonym or

Restatement

Monition – warning

of impending

danger.

Tabloid newspapers must love to print the monitions of

Nostradamus. It seems every other week his warnings of

impending danger are on the front page.

Antonym or

Contrast

Ignoble – not

having high moral

character.

To be a thief is to be ignoble. If one were a thief, having a

strong moral character would not be important.

Example Altruistic -

unselfish

Many wealthy people take up altruistic causes; for instance,

Princess Diana worked to help people with AIDS, the poor,

and the victims of land mines.

General Sense

of Passage

Elevations –

heights

A climber must think about the harmful impact high

mountain elevations can have on her body.

1. Synonyms atau Restatement Sebuah sisnonim adalah dua atau

lebih kata-kata yang memiliki makna yang

sama atau mirip (Hancock 1995:19). Saat

seorang penulis menggunakan sebuah istilah

yang sulit, mereka seringkali menggunakan

juga sebuah sinonim untuk kata tersebut untuk

membuat makna menjadi lebih jelas.

Contoh:

The old man was cantankerous. He was

ill-tempered, mean and extremely

quarrelsome.

Restatement atau pengulangan juga

merupakan penyebutan kata yang sama dalam

cara yang berbeda, biasanya dengan

penjelasan yang lebih sederhana (Hancock,

1995:19).

Contoh:

Polygamy, the practice of having many

mates, is unlawful, in the United States.

2. Antonym atau Contrast Antonim adalah sebuah kata yang

memilki makna yang berlawanan. Sebuah

makna yang berlawanan yang diletakkan

Septhia Irnanda dan Muhammad Aulia, Strategi Menebak Makna Kata Berdasarkan Konteks

Page 55: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

101

dalam sebuah konteks akan memberikan

petunjuk kontras kepada makna kata yang

tidak diketahui. Kata hubung seperti

‘walaupun’, ‘tetapi’ dan ‘namun’ menjadi

sinyal hubungan kontras ini.

Contoh:

The sea lion is a cumbersome animal on

land, but in the water it is one of the most

graceful

3. Example Cara lain memberi petunjuk kepada

pembaca dalam menemukan makna kata sulit

adalah dengan menggunakan contoh. Seorang

penulis dapat memberikan satu atau lebih

contoh. Contoh-contoh ini tidaklah sama

dengan sinonim. Kata-kata mengindikasi

seperti, ‘ such as’, ‘including’, dan ‘consists

of’. Tanda baca seperti colon (:) dan dash (-)

juga dapat menjadi petunjuk pemberian

contoh/example.

Contoh:

The river was full of noxious materials

such as cleaning agents from factories and

pesticides from the nearby farms.

4. General sense of Passage Menurut perpesktif Dycus (1997:2),

konteks bukanlah sesuatu yang absolut ada

didalam teks, namun kadang kala diciptakan

sendiri oleh si pembaca. Dengan kata lain,

pembaca memiliki kontribusi dalam

membangun makna dari sbuah kata di dalam

konteks.

Contoh:

The cat springs on the rat.

Kata ‘spring’ dalam kalimat diatas

dapat ditebak maknanya karena kita dapat

membangun makna berdasarkan logika umum

dari kalimat tersebut. Kucing biasanya, dalam

konteks nyata kehidupan, melakukan sesuatu

yang menyakiti tikus. Jadi, kita telah

menyempitkan makna dari spring disini;

bahwa maknanya pastilah suatu aksi yang

bernilai negatif.

Beberapa ahli menganggap jenis

petunjuk ini petunjuk yang dating dari

pembaca sehingga mereka

mengelompokkannya ke dalam pengetahuan

awal atau prior knowledge.

C. Pemerolehan kosakata secara

kontekstual/Contextual Vocabulary

Acquisition (CVA) CVA adalah salah satu cara untuk

meningkatkan perbendaharaan kata. Rapaport

(2000) mendefinisikannya sebagai

pemerolehan kosakata secara sengaja maupun

tidak sengaja dengan cara melakukakan proses

reasoning terhadap petunjuk-petunjuk

kontekstual, pengetahuan awal,tanpa bantuan

eksternal seperti kamus atau orang lain.

Dibawah akan diilustrasikan proses

pemerolehan kata melalui CVA:

What does ‘brachet’ mean?

There came a white hart running into

the hall with a white brachet next to him,

and thirty couples of black hounds came

running after them. As the hart went by

the sideboard, the white brachet bit him.

The knight arose, took up the brachet and

rode away with the brachet. A lady came

in and cried aloud to King Arthur, “Sire,

the brachet is mine”. There was the white

brachet which bayed at him fast. The hart

lay dead; a brachet was biting on his

throat, and other hounds came behind.

(Adopted from: Rapaport: 2000)

Paragraf diatas menceritakan tentang

sesuatu bernama ‘brachet’. Sebelum membaca,

seorang pembaca tidak mengetahui arti kata

‘brachet’. Namun setiap kalimat dianalisa

dengan mendalam dengan memperhatikan

konteks dan menggunakan pengetahuan awal

yang sudah dimiliknya (prior knowledge),

sehingga makna kata ‘brachet’ bisa diketahui.

Berikut adalah analisa dari kalimat pertama:

There came a white hart running into the

hall with a white brachet next to him, and

thirty couples of black hounds came

running after them.

Pembaca akan berpikir bahwa

‘brachet’ pastilah sebuah objek fisik karena

hanya objek fisiklah yang bisa memiliki

warna. Tapi pembaca belum dapat memastikan

objek fisik apakah ‘brachet’ itu. Apakah benda

hidup atau benda mati. Untuk itu dianalisa

kalimat kedua,

As the hart went by the sideboard, the

white brachet bit him.

Pada kalimat diatas pembaca

menemukan petunjuk lain tentang ‘brachet’

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2

Page 56: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

102

bahwa ternyata ‘brachet’ bisa menggigit.

Menggunakan logika, dapatlah diasumsikan

sementara bahwa ‘brachet’ adalah seekor

hewan. Karena yang biasanya menggigit

adalah hewan.

The knight arose, took up the brachet and

rode away with the brachet.

Pada tahap ini, pembaca

mendapatkan inforasi lain lagi tentang

‘brachet’, bahwa ternyata ia dapat diambil dan

dibawa (took up, rode away with), kesimpulan

yang bisa diambil adalah bahwa ‘brachet’

adalah binatang yang ukurannya lebih kecil

dari manusia sehingga bisa dibawa.

A lady came in and cried aloud to King

Arthur, “Sire, the brachet is mine”.

Kalimat terakhir member petunjuk

lain yang dapat pembaca tambahkan dan

asosiasikan pada informasi-informasi yang

terdahulu. Potongan kalimat “brachet is

mine” menunjukkan bahwa binatang ‘brachet’

ini dapat dimiliki. Menggunakan pengetahuna

kita tentang budaya (cultural knowledge),

dapat disimpulkan bahwa binatang yang dapt

dimiliki adalah binatang peliharaan dan

bukanlah binatang buas atau liar.

There was the white brachet which bayed

at him fast

Kata ‘bay’ adalah sinonim kata ‘bark’

yang berarti menggonggong. Hewan

peliharaan yang menggonggong adalah anjing.

Sekarang, pembaca telah mendaptakan

gambaran yang cukup jelas tentang ‘brachet’

yang pastilah seekor anjing atau sejenis anjing.

The hart lay dead; a brachet was biting

on his throat, and other hounds came

behind.

Pada kalimat terakhir, diperlukan

prior knowledge tentang pola atau aturan

dalam bahasa inggris dimana :

X and the other Y

X is a Y

Luisa is and the other girls

Luisa is a girl

A brachet is…. And the other hounds

brachet is a hound

Hound adalah kata benda untuk hunt

yang bermana ‘memburu’. Maka dapat

diasumsikan bahwa hound berarti pemburu.

Maka pebaca mendapatkan ide bahwa

‘brachet’ adalah anjing pemburu.

Dari pembahasan diatas, dapatlah kita

simpulkan untuk menebak makna kata dalam

teks, kita bergantung pada konteks pada setiap

kalimat yang kita asosiasikan satu persatu

dengan pengetahuan yang sudah kita miliki

sebelumnya, baik dari budaya, pengalaman

hidup, maupun pembelajaran.

Metodologi Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian

eksperimental yang melibatkan dua grup

mahasiswa dimana satu grup menjadi grup

eksperimen dan yang lain adalah grup kontrol.

Sampling data menggunakan teknik purposive

sampling yang memilih mahasiswa Bahasa

Inggris yang telah lulus Reading III. Masing-

masing kelas terdiri dari 20 mahasiswa,

sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini

adalah 40 orang. Data dikumpulkan melalui

dua macam tes. Pertama adalah instrument pre

tes – treatment – lalu post test. Kelas

eksperimen diberikan pelatihan reading

comprehension menggunakan strategi

menebak makna kata dan dilarang

menggunakan kamus kecuali diakhir pelajaran.

sedangkan kelas kontrol bebas menggunakan

kamus didalam kelas dan bebas saling

bertanya makna kata dengan teman-teman

sekelompoknya. Kedua, tes kosakata atau tes

vocabulary. Tes ini diberikan diakhir

pelatihan terhadap kedua grup yang selama

pelatihan memperoleh materi teks yang

didalamnya terdapat kata-kata sulit yang sama.

Tes kosakata diberikan dengan 4 cara yaitu;

secara tulisan, membaca, mendengar dan

berbicara. Tujuannya untuk membandingkan

apakah kosakata yg didapat dengan menebak

diterima dan disimpan lebih baik dari kosakata

yang didapat dengan strategi melihat kamus.

Hasil pre-test dan post-test Reading

akan dianalisis menggunakan uji-t untuk

melihat apakah ada perbedaan pencapaian

dalam hal memahami teks setelah mahasiswa

mempelajari strategi menebak makna kata.

Untuk tes kosakata, hasil tes ke-empat skil

(skil reading, listening, speaking dan writing)

dari grup kontrol akan dibandingkan dengan

hasil ke-empat tes dari grup eksperimen.

Semua analisis ini akan menggunakan SPSS

dengan rumus analisis uji t.

Septhia Irnanda dan Muhammad Aulia, Strategi Menebak Makna Kata Berdasarkan Konteks

Page 57: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

103

Hasil dan Diskusi 1. hasil pre-tes dan pos-tes grup kontrol dan eksperimen

Tabel 4.5 Hasil pre-tes dan pos-tes kelas Kontrol

No Nama Nilai

Pre Test Post Test gain

1 Siswa group A 1 45 40 -5

2 Siswa group A 2 35 40 5

3 Siswa group A 3 35 30 -5

4 Siswa group A 4 60 55 -5

5 Siswa group A 5 30 35 5

6 Siswa group A 6 20 30 10

7 Siswa group A 7 40 30 -10

8 Siswa group A 8 50 75 25

9 Siswa group A 9 45 45 0

10 Siswa group A 10 50 65 15

11 Siswa group A 11 50 70 20

12 Siswa group A 12 40 50 10

13 Siswa group A 13 50 75 25

14 Siswa group A 14 40 60 20

15 Siswa group A 15 55 40 -15

16 Siswa group A 16 10 40 30

17 Siswa group A 17 40 50 10

18 Siswa group A 18 40 50 10

19 Siswa group A 19 40 65 25

20 Siswa group A 20 65 45 -20

Mean 42 49.5

Tabel diatas menunjukkan nilai pre-tes dan pos-tes kelas kontrol serta selisih nilai kedua tes

(n-gain). Nilai rata-rata mengalami peningkatan sebanyak 7,5.

Tabel 4.6 Hasil Pre-tes dan Pos-tes Kelas Eksperimen

No Nama Nilai

Pre Test Post Test gain

1 Mahasiswa grup B 1 35 40 5

2 Mahasiswa grup B 2 55 40 -15

3 Mahasiswa grup B 3 25 30 5

4 Mahasiswa grup B 4 55 60 5

5 Mahasiswa grup B 5 50 65 15

6 Mahasiswa grup B 6 55 25 -30

7 Mahasiswa grup B 7 25 40 15

8 Mahasiswa grup B 8 50 55 5

9 Mahasiswa grup B 9 60 60 0

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2

Page 58: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

104

10 Mahasiswa grup B 10 55 55 0

11 Mahasiswa grup B 11 25 45 20

12 Mahasiswa grup B 12 85 80 -5

13 Mahasiswa grup B 13 30 45 15

14 Mahasiswa grup B 14 45 30 -15

15 Mahasiswa grup B 15 65 60 -5

16 Mahasiswa grup B 16 30 55 25

17 Mahasiswa grup B 17 40 55 15

18 Mahasiswa grup B 18 55 70 15

19 Mahasiswa grup B 19 35 60 25

20 Mahasiswa grup B 20 45 45 0

Mean 46 50.75

Tabel diatas menginformasikan hasil tes (pretes dan postes) kelas eksperimen yang menggunakan

modul strategi menebak makna kata, serta selisih nilai (n-gain). Nilai rata-rata mengalami peningkatan

sebesar 4,7. Dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata yang dialami kelas eksperimen lebih rendah

daripada kelas kontrol.

2. Hasil Tes Kosakata Grup Kontrol Dan Eksperimen

Tabel 4.7 Nilai Tes Kosakata Kelas Kontrol

No Nama

Kosakata

Pasif Aktif

Listening Reading Writing Speaking

1 Mahasiswa Grup A1 86.7 100.0 80 90

2 Mahasiswa Grup A2 26.7 53.3 0 0

3 Mahasiswa Grup A3 66.7 73.3 30 50

5 Mahasiswa Grup A4 60.0 80.0 40 80

6 Mahasiswa Grup A5 40.0 73.3 20 30

8 Mahasiswa Grup A6 60.0 53.3 40 40

9 Mahasiswa Grup A7 40.0 40.0 40 20

10 Mahasiswa Grup A8 0.0 0.0 0 10

11 Mahasiswa Grup A9 33.3 40.0 20 10

12 Mahasiswa Grup A10 46.7 73.3 60 60

13 Mahasiswa Grup A11 73.3 66.7 50 10

14 Mahasiswa Grup A12 33.3 26.7 10 40

15 Mahasiswa Grup A13 93.3 80.0 40 30

16 Mahasiswa Grup A14 60.0 60.0 70 60

Septhia Irnanda dan Muhammad Aulia, Strategi Menebak Makna Kata Berdasarkan Konteks

Page 59: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

105

18 Mahasiswa Grup A15 60.0 66.7 60 50

19 Mahasiswa Grup A16 60.0 66.7 20 20

20 Mahasiswa Grup A17 40.0 46.7 20 50

21 Mahasiswa Grup A18 46.7 40.0 20 20

22 Mahasiswa Grup A19 53.3 46.7 50 40

23 Mahasiswa Grup A20 73.3 93.3 50 40

Mean 52.7 59.0 36 37.5

Tabel 4.8. Hasil tes Kosakata Grup Eksperimen

No Nama

Kosakata

Pasif Aktif

Listening Reading Writing Speaking

1 Mahasiswa grup B 1 80.0 93.3 40 70

2 Mahasiswa grup B 2 73.3 73.3 40 20

3 Mahasiswa grup B 3 80.0 100.0 90 70

4 Mahasiswa grup B 4 80.0 93.3 70 60

5 Mahasiswa grup B 5 86.7 100.0 90 40

6 Mahasiswa grup B 6 53.3 60.0 40 10

7 Mahasiswa grup B 7 93.3 93.3 50 30

8 Mahasiswa grup B 8 86.7 100.0 90 50

9 Mahasiswa grup B 9 93.3 100.0 100 40

10 Mahasiswa grup B 10 86.7 73.3 50 40

11 Mahasiswa grup B 11 80.0 86.7 70 10

12 Mahasiswa grup B 12 93.3 100.0 90 70

13 Mahasiswa grup B 13 93.3 80.0 60 10

14 Mahasiswa grup B 14 80.0 86.7 60 50

15 Mahasiswa grup B 15 93.3 80.0 70 40

16 Mahasiswa grup B 16 53.3 66.7 20 20

8 Mahasiswa grup B 17 66.7 73.3 40 100

18 Mahasiswa grup B 18 80.0 86.7 40 40

19 Mahasiswa grup B 19 93.3 100.0 100 60

20 Mahasiswa grup B 20 86.7 86.7 60 60

Mean 81.7 86.7 63.5 44.5

a. Analisis data nilai pre-tes dan pos-tes

menggunakan SPPS uji-t Menggunakan rumus uji-t dengan

program SPSS, didapatkan bahwa taraf

signifikan hasil post-tes dari grup eksperimen

dan grup kontrol adalah 0,38. Ini berarti

bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2

Page 60: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

106

antara kedua grup dalam kemampuan Reading

Comprehension sebelum perlakuan dilakukan.

Setelah diberikan training terhada

kedua grup, dimana grup eksperimen

memperoleh training membaca dengan strategi

menebak makna kata tanpa kamus, sedang

grup kontrol hanya training membaca saja

dengan bantuan kamus, maka didapatkan hasil

post-tes dimana taraf signifikan adalah 0,78.

Ini artinya tidak ada perbedaan yang signifikan

pada kemampuan Reading Comprehension

antara kedua grup setelah diberikan treatment

yang berbeda.

b. Analisis Data Tes Kosakata Pasif dan

Aktif Menggunakan SPSS uji-t

1. Tes Kosakata Pasif;Listening-Reading Uji-t pada tes kosakata Listening

mendapatkan taraf signifikan sebanyak

(t=0,00) dimana berarti ada perbedaan

signifikan antara kemampuan mengingat

kosakata yang diberikan selama pelatihan

antara grup eksperimen dan grup kontrol,

dimana grup eksperimen lebih mampu

mengingat kosakata dengan lebih baik ketika

kosakata tersebut diperdengarkan secara audio.

Taraf signifikan yang sama

ditunjukkan pada uji t hasil tes kosakata

Reading (t=0,00) sehingga didapatkan

kesimpulan bahwa grup eksperimen lebih

mampu mengingat kosakata baru ketika

kosakata tersebut dihadirkan secara tekstual.

2. Tes Kosakata Aktif; Speaking-Writing Ketika dites untuk menghadirkan

kosakata yang diperoleh selama pelatihan,

peserta daro grup kontrol dan grup eksperimen

mengikuti tes koskata secara speaking dan

writing. Uji t tes Speaking menunjukkan taraf

signifikan 4,97 yang berarti tidak ada

perbedaan antara kedua grup.

Sementara itu, dari uji tes

kemampuan kosakata secara writing, taraf

signifikan yang didapat adalah (t=0,01)

dimana berarti tidak ada perbedaan signifikan

pada hasil tes kedua grup.

Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari

hasil penyajian data sebelumnya adalah

bahwa strategi menebak makna kata ternyata

(1) tidak mempengaruhi kemampuan Reading

Comprehension seseorang, namun dapat

meningkatkan kosakata pasif seseorang

walau belum terbukti dapat meningkatkan

kosakata aktif.

Ini membuktikan bahwa pengajaran

kosakata lewat konteks adalah sangat efektif.

Oleh karena itu, pengetahuan tentang

menganalisa konteks seperti diatas, patut

dimiliki oleh siswa ataupun mahasiswa yang

belajar bahasa inggris. Akan menjadi

pertanyaan pengajaran konteks yang seperti

apakah yang dapat mempengaruhi tidak

ahanya kosakata pasif namun juga kosakata

pasif seorang pembelajar bahasa Inggris?

Daftar Pustaka Axelrod, R. B and Cooper, C. R. (1996).

Reading Critically Writing Well.

Fourth Edition. New York. St.

Martin’s Press. Inc.

Dycus, David. (1997). Guessing Word

Meaning from Context:Should we

encourage it? Aichi Shukutoku

University. Available at:

http://www2.aasa.ac.jp. Accesssed

on Wednesday, February 18, 2009.

Gu. Y & Johnson, R.K (1996). Vocabulary

Learning Strategies and Language

Learning Outcomes. Available at:

www-writing.berkeley.edu.

Accessed on Tuesday, February

17, 2009

Hancock. O. H. (1995). Reading Skills for

College Students. Third Edition. New

Jersey. Prentice

Henry, D.J. 2004. The Skilled Reader. New

York: Person Education Inc.

Kustaryo, Sukirah. (1998). Reading

Techniques for College Students.

Jakarta: Depdikbud.

Mikulecky, B S. and Jeffries, L. (1996). More

Reading Power. Addison Wesley

Publishing Company. Inc.

Septhia Irnanda dan Muhammad Aulia, Strategi Menebak Makna Kata Berdasarkan Konteks

Page 61: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

107

---- Developing teachers.com. Available

at: www.developing

teachers.com. Accessed on Thursday,

April 2, 2009.

Qian, T.(2005). On Contextual Guessing in

Reading Comprehension. US-China

Foreign Language. Available at:

www.linguist.org . Accessed on

Tuesday, February 17, 2009.

Rapaport. J. W. (2000). What is the ‘Context’

for Contextual Vocabulary

Acquisition? Available at:

http://www.cse.buffalo.edu/_rapaport

/cva.html. Accessed on Monday,

September 15, 2008.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2

Page 62: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

����

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR AND

SHARE (TPS)DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA

PADA MATERI CIRI-CIRIMAKHLUK HIDUP DI SMP

NEGERI 2 SAKTI KABUPATEN PIDIE

Oleh:

Yahya

Abtraks: Penelitian tentang penerapan model pembelajaran Tipe Think Pair and Chare

(TPS) dalam meningkatkan prestasi belajar siswa pada materi ciri-ciri makhluk hidup di

SMP Negeri 2 Sakti Kabupaten Pidie telah dilaksanakan pada tanggal 28 Agustus sampai

dengan 10 September 2012. Permasalah yang dikaji dalam penelitian adalah: Apakah

Penerapan Pembelajaran koopratif tipe think pair and chare mampu meningkatkan

prestasi belajar siswa pada materi ciri-ciri makhluk hidup di SMP Negeri 2 Sakti

Kabupaten Pidie. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui secara terperinci ada

tidaknya peningkatan prestasi belajar siswa pada materi ciri-ciri makhluk hidupmelalui

penerapanmodel pembelajaran kooperatif tipe think pair and chare di SMP Negeri 2 Sakti

Kabupaten Pidie. Sampel penelitian siswa kelas VII A sebanyak 23 orang sebagai

kelompok kontrol dan kelas VII B sebanyak 22 orang sebagai kelompok eksperimen.

Teknik pengumpulan data dengan memberi tes, yaitu pretes dan postes. Teknik

pengolahan data dengan menggunakan statistik uji-t. Hasil analisis data diperoleh t hitung �

t tabel yaitu 2,01 � 1,68 pada taraf signifikan 0,05. Berdasarkan data tersebut, maka Ha

dapat diterima dan menolak Ho. Maka dapat disimpulkan: Penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe Think Pair and Chare dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada

materi cari-ciri makhluk hidup di SMP Negeri 2 Sakti Kabupaten Pidie.

Kata Kunci : Pembelajaran, think pair and chare, ciri-ciri makhluk hidup

Pendidikan merupakan pewarisan nilai-

nilai kebudayaan, pengetahuan,

keterampilan dari generasi ke generasi

berikutnya melalui berbagai fasilitas dan

kesempatan. Selain itu pendidikan juga

merupakan upaya yang dilakukan manusia

untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih

baik.Pendidikan yang dilakukan harus sesuai

dengan tujuan pendidikan nasional yaitu

“membentuk manusia yang beriman dan

bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa,

beretika (beradab dan berwawasan budaya

bangsa Indonesia) memiliki nalar (maju,

cakap, kreatif, dan bertanggung jawab),

berkemampuan komunikasi sosial (tertip dan

sadar hukum, komperatif, kompetitif,

demokratis) dan berbadan sehat sehingga

menjadi manusia mandiri” (Mulyana,

2008:5).

Proses belajar mengajar pada

hakekatnya selalu diarahkan agar peserta

didik dapat belajar dengan baik, sesuai

dengan apa yang tertuang dalam tujuan

pendidikan nasional, sehingga dapat

menghasilkan manusia yang bermanfaat bagi

bangsa, negara serta agama. “Belajar dan

mengajar merupakan dua konsep yang tidak

bisa dilepaskan satu sama lain. Dua konsep

tersebut menjadi terpadu dalam suatu

kegiatan manakala terjadi interaksi antara

guru dan siswa serta siswa dengan siswa.

Pada saat pengajaran itu berlangsung

interaksi guru dan siswa sebagaimana proses

pengajaran dan memegang peranan penting

untuk mencapai tujuan pengajaran yang

efektif” (Nurhadi, 2003:7).

Banyak kalangan siswa menganggap

belajar adalah aktifitas yang kurang

menyenangkan, duduk berjam-jam dengan

mencurahkan perhatian dan pikiran pada

suatu pokok bahasan, baik yang sedang

disampaikan guru maupun yang sedang

dihadapi di meja belajar. Kegiatan itu

hampir nselalu dirasakan sebagai beban dari

pada upaya aktif untuk memperdalam ilmu.

Sungguh ironis sekali sangkaan demikian

masih menyelimuti para peserta didik.

Mungkin tidak banyak dari sejumlah anak

yang memiliki keasadaran bahwa belajar

merupakankewajiban yang harus dijalani.

Menurutnya gairah belajar, selalu

disebabkan oleh karena tidak sesuainya

metodologis, juga berakar pada paradigma

pendidikan konvensional yang selalu

Drs. Yahya, M.Si adalah Staf pengajar Kopertis Wil I dpk FKIP Unigha Sigli

Page 63: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

����

menggunakan metode pengajaran

klasikaldan ceramah, tanpa pernah diselingi

berbagai metode yang menantang untuk

berusaha, sehingga banyak siswa tidak

termotivasi dan kurang bersemangat dalam

mengikuti pelajaran khususnya pelajaran

Biologi. Untuk mengatasi hal tersebut guru

perlu menerapkan metode pembelajaran

yang dapat meningkatkan semangat belajar

siswa sehingga dapat meningkatkan prestasi

belajarnya.

Metode thing pair and chare merupakan

salah satu alternatif metode pembelajaran

yang dapat diterapkan dalam proses belajar

mengajar sebagai upaya untuk

menumbuhkan semangat belajar siswa.

Metode think pair and chare memberikan

waktu kepada siswa untuk berpikir dan

merespon serta saling membantu dalam

mengkaji permasalahan yang disajikan guru.

Dalam proses belajar mengajar seperti ini

guru bukan lagi sebagai internal fokus

belajar, tetapi lebih diarahkan kepada

bagaimana anak didik lebih aktif belajardi

bawah bimbimbingan guru. “Guru tidak lagi

merupakan sumber informasi utamadidalam

suatu proses belajar mengajar, situasi

berubah pada siswa menjadi sumber utama

pada sesama mereka, sedangkan guru

bertindak sebagai pemandu dan pembimbing

(Nurhadi, 2004:25).

Ciri-ciri makhluk hidup merupakan

salah satu materi pelajaran Biologi yang

diajarkan pada semester II kelas VII

ditingkat SLTP. Pemilihan mertode think

pair and chare pada materi ciri-ciri makhluk

hidup diharapkan agar siswa dapat berpikir

lebih kritis dan sistematis serta dapat berbagi

pengalaman ataupun informasi dengan

sesama anggota kelompok yang terbentuk.

Ciri-ciri makhluk hidup erat kaitannya

dengan kehidupan manusia, hal itu

memudahkan siswa dalam mengkaji gejala-

gejala yang menyangkut dengan ciri khas

makhluk hidup.

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakangn masalah di

atas, maka permasalah dapat dapat

dirumuskan adalah : Apakah penerapan

model pembelajaran kooperatif tipe think

pair and chare dapat meningkatkan prestasi

belajar siswa pada materi ciri-ciri makhluk

hidup di SMP Negeri 2 Sakti Kabupaten

Pidie.

Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalah yang telah

dirumuskan, maka peneltian ini memiliki

tujuan yaitu: Untuk mengetahui secara rinci

ada tidaknya peningkatan prestasi belajar

siswa dengan penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe think pair and

chare pada materi ciri-ciri makhkluk hidup

di SMP Negeri 2 Sakti Kabupaten Pidie.

Hipotesis Penelitian

Dalam peneltian ini yang menjadi

hipotesis adalah sebagai berikut: Penerapan

model pembelajaran kooperatif tipe think

pair and chare dapat meningkatkan prestasi

belajar siswa pada materi ciri-ciri makhluk

hidup di SMP Negeri 2 Sakti Kabupaten

Pidie.

Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat

bermanfaat untuk:

1.Bagi siswa, dengan penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe think pair

and chare diharap lebih meningkatkan

prestasi belajar siswa terutama pada

materi ciri-ciri makhluk hidup.

2.Bagi guru, menjadi salah satu bahan

masukan dalam usaha meningkatkan

hasil belajar mengajar Biologi dengan

penerapan kooperatif tipe think pair and

chare.

3.Bagi Sekolah, hasil penelitian ini

memberikan sumbangan pikiran pada

sekolah dalam rangka meningkat mutu

pendidikan di sekolah.

4.Bagi peneliti, lebih mempertajam

pemikiran dan kajian penelitian di

berbagai bidang khususnya dibidang

pendidikan Biologi.

LANDASAN TEORETIS

Pengertian Belajar

Dalam proses pendidikan di sekolah,

kegiatan belajar merupakan kegiatan yang

fondamental. Hal ini berti berhasil tidaknya

pencapaian tujuan pendidikan banyak

bergantung pada proses belajar mengajar

yang berlangsung. Pandangan seseorang

tentang belajar akan mempengaruhi

tindakan-tindakan yang berhubungan dengan

belajar. Tiap orang memiliki pandangan

yang berbeda-beda tentang belajar. Menurut

Gie (1982:39) “Belajar merupakan proses

perubahan tingkah laku seseorang melalui

suatu aktivitas yang dilakukan secara terus

menerus dan berkesinambungan sehingga

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2

Page 64: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

����

hasilnya akan nampak dari peri lakunya”.

Perubahan ntingkah laku dalam waktu yang

relatif lamadan disertai usaha orang tersebut,

sehingga dari tidak mampu untuk melkukan

sesuatu menjadi mampu melakukannya.

Usaha untuk mencapai perubahan tingkah

laku itu sendiri merupakan proses belajar.

Slameto (2003:2) mengartikan

“belajar sebagai proses usaha yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh

suatu perubahan tingkah laku yang baru

secara keseluruhansebagai nhasil

pengalamannya sendiri dalam interaksi

dengan lingkungannya”. Kemudian

Sardiman (2003:23) mengatakan bahwa:

“Belajar berarti berusaha merubah tingkah

laku yang membawa suatu perubahan pada

individu yang belajar. Perubahan itu tidak

hanya berkaitan dengan penambahan ilmu

pengetahuan, tetapi juga berbentuk

kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian

harga diri. Jelasnya menyangkut perubahan

disegala aspek, tingkah laku dan

keperibadian seseorang”.

Belajar merupakan suatu proses

yang ditandai dengan adanya perubahan

yang positif pada diri seseorang baik dari

segi keterampilan, kebiasaan, pengetahuan,

pemahaman, tingkah laku, kecakapan dan

kemampuan yang dihasilkan dari

pengalaman dan pelatihan. Hal tersebut

sejalan dengan pendapat Syaodih (2004:155)

menyatakan bahwa: “Belajar merupakan

perubahan dalam keperibadian yang

dimanifestasikan sebagai pola-pola respon

baru yang berbentuk keterampilan, sikap,

kebiasaan, pengetahuan ndan kecakapan”.

Dari beberapa pendapat para ahli

dapat diambil suatu kesimpulan bahwa

belajar amat penting dalam kehidupan

manusia, karena dapat mewarnai kehidupan

sehingga tampil lebih disiplin serta memberi

landasan berpikir kritis, kreatif serta ikut

serta dalam perubahan diri ke arah yang

lebih baik. Belajar memberi pola baru dalam

kehidupan modern serta ikut perkembangan

zaman, sehingga pola-pola berpikir klasikal

ditinggalkan, Akhirnya belajar memberi

makna kehidupan yang labih maju.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Belajar

Dalam usaha mencapai tujuan

belajar yang baik dipengaruhi oleh berbagai

faktor. Slameto (2003:54) mengemukakan

bahwa: “Faktor-faktor yang mempengaruhi

belajar siswa dapat digolongkan menjadi dua

golongan, yaitu faktor internal dan

eksternal”.

Faktor Internal

Faktor internal ialah faktor yang

timbul dari dala individu itu sendiri. Faktor

ini dibagi dua yaitu Faktor Jasmani dan

Psikologis.

1)Faktor Jasmani

Faktor jasmani adalah faktor yang

erat hubunganya dengan fisik dan panca

indra seseorang (Slameto:2003:53). Kondisi

umum jasmani dan tonus (tegangan otot)

yang menandai tingkat kebugaran organ-

organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat

mempengaruhi semangat dan intensitas

siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi

organ tubuh yang lemah, apalagi jika disertai

pusing-pusing misalnya dapat menurunkan

ranah kognitif, sehingga materi yang

dipelajari akan nkurang berbekas, Menurut

Syah (2002:153) “Untuk mempertahankan

tonus jasmani agar tetap bugar, bahwa

sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi

makanan dan minuman yang bergizi”. Selain

nitu siswa juga memilih waktu sitirah yang

cukup, serta secara rutin memlakukan

olahraga. Hal ini amat penting sebab

perubahan pola makan dan minum dan

pengaturan jam istirahat yang minimum

akan menimbulkan reaksi tonus yang negatif

dan akan mempengaru phisik psikologis

seseorang.

2)Faktor psikologis

Faktor psikologis merupakan faktor

yang berhubungan dengan rohaniah. “

Faktor psikologis dapat mempengaruhi

belajar siswa antara lain intelegensi, minat,

bakat dan motivasi. Siswa yang memiliki

tingkat intelegensinyang tinggi akan lebih

berhasil dalam belajar dari pada siswa yang

memiliki tingkat intelegensi yang rendah.

Minat dan motivasi juga besar peran dalam

menentukan keberhasilan seseorang dalam

belajar.

Dengan demikian faktor internal ini

yang berkaitan dengan jasmani perlu dijaga

dandibina serta dilatih untuk terbiasa

melakukan sesuatu yang berkaitan dengan

belajar. Konsep belajar akan lebih mudah

bila kondisi fisik dalam keadaan sehat. Akan

nampak sulit belar bagi seseorang yang

kondisi fisiknya kurang sempurna. Bukan

bearti orang kurang fisik akan menemukan

Yahya, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair And Share

Page 65: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

����

kegagalan dalam belajar, akan tetapi banyak

menemukan kesulitan-kesulitan dalam

belajar.

Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah berkaitan

dengan faktor luar individu dan dapat

mempengaruhi proses belajar mengajar

seseorang. Menurut Slameto (2003:60)

mengemukakan bahwa: “Faktor-

faktoreksternal dapat dikelompokkan

menjadi tiga, yaitu keluarga, sekolah dan

masyarakat”. Lingkungan keluarga

merupakan tempat pertama sekali melalui

proses belajar bagi anak. Lalu mulai

mengenal keluarga, peran ibu bapak ikut

mewarna perkembangan dan pertumbuhan si

anak. Lalu yang terakhir faktor sekolah ikut

berperan menjadi penyeimbang dalam

mendapat ilmu pengetahuan. Sekolah mulai

perlu dan amat penting perannya dalam

kehidupan si anak.

Pembelajaran Kooperatif Perkembangan model pembelajaran

dari waktu ke waktu terus mengalami

perubahan. Model-model pembelajaran

tradisional kini mulai ditinggalkan berganti

dengan model-model pembelajaran yang

lebih modern. Salah satu model

pembelajaran yang kini banyak mendapat

respon adalah model pembelajaran

kooperatif think pair and chare.

Perhatian guru amat penting untuk

memotivasi siswa agar lebih giat dalam

belajar, serta dapat mengatasi masalahnya

sendiri. Siswa dituntut untuk dapat bekerja

sama untuk dapat mengatasi

permasalahannya sendiri dalam proses

belajar mengajar, inilah yang banyak

dibahas dalam model pembelajaran

kooperatif tipe thing pair and chare.

Isjoni (2009:16) mengatakan bahwa;

“Pembelajaran kooperatif adalah suatu

model pembelajaran yang saat ini banyak

digunkan untuk mewujudkan kegiatan

belajar mengajar yang berpusat pada siswa

(Studen oriented), terutama untuk mengatasi

permasalahan yang ditemui guru dalam

mengaktifkan siswa yang tidak dapat bekerja

sama dengan orang lain”. Menurut Lie

(2000:34) “Pembelajaran kooperatif adalah

sisten pembelajaran yang memberikan

kesempatan kepada peserta didik untuk

bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas-

tugas terstruktur”.

Pembelajaran kooperatif memberi

makna meningkatkan pelayanan kepada

siswa dengan mengarahkan agar lebih

meningkat dalam mengatasi permasalah-

permasalahan yang dijumpai dalam proses

belajar mengajar. Guru berperan sebagai

pembimbing unjtuk mengarahkan sisiwa

agar lebih meningkat dalam kerja sama

dengan semua pihak.

Peran Guru Dala Pembelajaran

Kooperatif

Dalam Model pembelajaran

kooperatif seorang guru memegang peranan

penting. Walaupun dalam model ini siswa

dituntut memilki peran lebih, tetapi bukan

berati guru menjadi pasif. Dalam kegiatan

belajar mengajar peran guru sangat

dibutuhkan. Hal ini tentu untuk lebih mudah

tercapainya tujuan belajar yang

sesungguhnya, yaitu adanya perubahan.

Perubahan diharapkan dapat berupa

penambahan ilmu pengetahuan maupun

perubahan tingkah laku menuju ke

dewasaan. Baik dewasa dalam berpikir,

bersikap, maupun bertidak untuk

dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam pelaksanaan model

pembelajaran kooperatif dibutukan kemauan

serta kearifan guru dalam mengelola

lingkungan kelas. Sehingga dengan

menggunakan model pembelajaran ini guru

bukan menjadi pasif, tetapi harus nlebih

aktif terutama saat menysusun Rencana

Pembelajaran yang lebih matang.

Pengaturan kelas saat model pebelajarana

berlangsung, serta mempersiapkan tugas-

tugas yang harus dikerjakan para siswa.

Menururt Soematri (2001:35)

“Dalam model pembelajaran kooperatif guru

haru harus mampu menciptakan kelas

sebagai laboratorium yang lebih demokrtais,

supaya peserta didi terlatih dan terbiasa

berbeda pendapat”. Kebiasaan ini amat

penting dikondisikan semenjak di bangku

sekolah, agar peserta didik lebih jujur,

sportif serta mengakui kelemahannya sendiri

dan menghargai pendapat orang lain.

Selanjutnya Isjoni (2009:67)

menyebutkan “Peran guru dalam

pelaksanaan pembelajaran kooperatif adalah

sebagai fasilitator, mediator, director,

motivator dan evaluator. Jadi peran guru

bertambah luas, karena itu seorang guru

dituntut memiliki pengalaman dan

kemampuan yang lebih sehingga tidak salah

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2

Page 66: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

����

dalam meneraspkan model pembelajaran

kepada siswa.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Watu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP

Negeri 2 Sakti Kabupaten Pidie semenjak 28

Agustus sampai dengan 10 September 2012.

Populasi dan Sampel Penelitian Adapun yang menjadi populasi

dalam penelitian ini seluruh siswa kelas VII

SMP Negeri 2 Sakti Kabupaten Pidie Tahun

Ajaran 2011/2012. Sampelnya siswa kelas

VII A sebanyak 23 orang dan siswa Kelas

VII B sebanyak 22 orang.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data

menggunakan tes untuk melihat ada

tidaknya meningkat prestasi siswa SMP

Negeri 2 Sakti Kabupaten Pidie melalui

penerapan model pembelajaran kooperatic

tipe think pair and chare. Tes diberikan

dalam bentuk pretes dan postes dalam

belajar mengajar ciri-ciri makhluk

hidup.Pretes dan Postes diberikan kepada

kelas kontrol dan kelas kelas eksperimen.

Setelah proses belajar mengajar berlangsung

baru diberikan Postes.

Teknik Pengolahan Data

Teknik ini menggunakan statistik

Uji-t. Data yang diperoleh dalam penelitian

ini diolah dengan menggunakan rumus Uji-t

dua pihak dengan taraf kepercayaan 5% �

= 0,05) ... Sudjana (2005:70).

1.Rumus untuk mencari rat-rata : �������� �

Keterangan : X = nilai rata-rata siswa

Xi= nilai tengah

Fi = frekwensi kelas kontrol.

2.Rumus untuk mencari Varians (S2) :

��������� ���

Keterangan : S2 = Varians

n = Jumlah sampel

3.Rumus untuk menentukan varian

golongan:

��� �V�����������

�������

Keterangan : n1 = jumlah siswa kelompok

eksperimen

n2 = jumlah siswa kelompok kiontrol

S1/2 =simpangan baku dari kelompok

eksperimen

S2/2 = Simpangan baku dari kelompok

kontrol

4. Untuk menguji hipotesi menggunakan

rumus Uji-t :

� � �� � ������ � ��� ! ��"#�

Keterangan : t = harga t hitung

X1= nilai rarta-rata kelas eksperimen

X2= nilai rata-rata kelas kontrol

Sgab = Varian gabungan antara S1 dan S2

masing-masing tes

n1 = jumlah siswa mengikuti tes pada kelas

eksperimen

n2=Jumlah siswa mengikuti tes pada kelas

kontrol.

Data yang terkumpul kemudian

dikelompokkan dalam tabel distribusi

frekwensi. Adapun langkah ini yang harus

dilakukan sebelum membuat daftar

distribusi frekwensi adalah sebagai berikut :

1)Rentang adalah data terbesar dikurangi

data terkecil

2)Banyak kelas interval yang sesuai dengan

menggunakan aturan sytruggles yaitu

banyak kelas = 1 +3,3 log n

3)Panjang kelas interval ( P )

P = Rentang/banyak kelas

Selanjutnya untuk mengetahui

apakah objek penelitian (kelas eksperimen

dan kelas kontrol) memiliki kemampuan

yang sama atau tidak, maka perlu diuji

homogenetitas sampel dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

P = $%&�%�'(&�()%&�$%&�%�'(&*(+,�-

Pengujian hipotesis dalam

penelitian ini menggunakan Uji pihak kanan

dengan kritieria pengujian :

Jika t hitung� t tabel maka terima Ho tolak Ha

ika t hitung� t tabel terima H=a tolak Ho

Derajat kebebasan untuk daftar distribusi t

adalah dk =n1 +n2-2 dengan � = 0,05

HASIL PENELITIAN Data-data penelitian yang

terkumpulkan dalam penelitian ini nilai

siswa kelas VII B sebagai kelas kelas

eksperimen dan kelas VII A sebagai kelas

kontrol. Data-data yang telah terkumpul

dapat disajikan dalam tabel berikut :

Yahya, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair And Share

Page 67: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

����

Tabel 4.1 Nilai Pretes dan Postes kelas

Eksperimen

No Kode

sampel/nama

Nilai

Pretes

Nilai

postes 1 2 3 4

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20

21.

22.

Abthal Auzan

Dedi Sutensi

Fakhrurrazi AB

Fakhrurrazi IB

Fauzi

Firdaus

Fitriani

Heri Saputra

Ina Anzaina

M. Haikal

Mutaharuddin

Nailul Khairan

Rahmani

Sarah Nadia

Sri Wahyuni

Taslima

Irlanda Pranto

Yusrizal

Fahrol

Miftahul Jannah

Wahyu

Zikri Hayana

60

40

58

65

70

80

25

30

80

72

50

45

35

75

70

55

67

60

50

55

68

60

70

50

68

77

80

90

45

55

90

80

69

70

58

78

82

63

72

67

75

65

75

85

Tabel 4.2 nilai pretes dan postes Kelas

kontrol

No Kode

sampel/Nama

Nila

Pretes

Nilai

Postes 1 2 3 4

1.

2,

3.

4.

5.

Arif Munandar

Afrijal

Ayu Natasya

Cut Sarah

Erlia Watierni

50

50

40

45

60

75

70

60

65

85

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17

18.

19.

20.

21.

23

22.

Herizal

Ikhsan

Juliana

Kamisah

Kudri

Mastura

Maulida Wati

Mutia Sari

Nora

Nova Sari

Rahma Zania

Rizki

Saskia Ilmi

Fauna

Zuhra

Zikrina Aula

Mutia

Zikrina

Ambia

58

38

30

35

60

55

50

47

48

45

40

44

35

40

20

25

25

42

35

50

48

55

80

60

77

70

45

65

58

85

80

58

68

66

75

60

Hasil Nilai Pretes

1. Kelas Eksperimen

a) Menentukan Rentang

Rentang (R) = Nilai tertinggi – nilai terendah, = 80 – 25= 55

b) Menentukan banyak kelas interval

Interval kelas (K) = 1 + 3,3 log n, = 1 + 3,3 log 22, = 1 + 3,3 (1,34), = 1 + 4,42, = 5,42 (K -6)

c) Menentukan Panjang Interval (P)

P = .(�'%�/

0%�1%*2(-%), P = 3334+�, P = 10

Tabel 4.3 Daftar Distribusi Frekwensi Nilai Pretes Kelas Eksperimen

Interval

Kelas

Fi Xi Fi - Xi (Xi – X) (Xi – X) Fi (Xi – X)2

1 2 3 4 5 6 7

25 - 34

35 - 44

45 - 54

2

2

3

29,5

39,5

49,5

59

79

148,5

-30

-20

-10

900

400

100

1800

800

300

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2

Page 68: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

����

55 - 64

65 – 74

75 - 84

5

7

3

59,5

69,5

79,5

297,5

486,5

238,5

0

10

20

0

100

400

5

700

1200

22 1309 4805

Nilai Rata-rata Pretes kelas eksperimen dari tabel 4.3 adalah sebagai berikut:

�����������������56 � �7�8��7� , Xi =

�9:;�� , Xi = 59,5

Selanjutnya Varians dan simpangan baku dapat diperoleh :

Si2 =

�7��8�8��� , i

2 =

+<:3���, Si

2 =

+<:3�� , Si

2 = 228,80, Si = 228,80, Si = 15,12

2. Kelas Kontrol

a. Menentukan Rentang

Ruang (R) = Nilai Tertinggi – Nilai Terrendah, 60 – 20 = 40

b. Menentukan banyak kelas interval

Interval Kelas (K) = 1 + 3,3 log n, = 1 + 3,3 log 23, = 1 + 3,3 (1,36), = 1 + 4,48, = 5,48 (K=5)

c. Menentukan Panjang Interval (P):

P = .(�'%�/

0%�1%*2(-%), P = 8

Tabel 4.4 Daftar Distribusi Frekwensi Nilai Pretes kleas Kontrol

Interval

Kelas

Fi Xi Fi - Xi XI – X (XI –

X)2

F (Xi-X)2

1 2 3 4 5 6 7

20 – 28

29 – 36

37 – 44

45 – 52

53 - 60

3

4

5

7

4

24

32,5

40,5

48,5

56,5

72

130

202,5

339,5

14,33

-18,17

-9,67

-1,67

6,33

14,33

330,14

93,50

2,78

40,06

205,34

990,42

374

13,9

280,42

821,36

23 970 2480,33

Nilai Rata-rata Pretes Kelas Kontrol dari tabel 4.4 sebagai berikut:

X2 = �7�8��7� , X2 =

;�:�9 , X2 = 42,17

Selanjutnya Varians dan Simpangan Baku dapat diperoleh:

S22 =

�7��8�8��� , S2

2 =

�+<:4��� , S2

2 = 112,73, S1

2, =� 112,73, S2 = 10,81

Uji Homogenitas Pretes

Uji homogenitas digunakan untuk

mengetahui sampel penelitian ini berasal

dari populasi yang sama, sehingga hasil

penelitian dapat berlaku bagi populasi.

Untuk menguji homogenitas diguanakan

rumus : F = $%&�%�)=(&�()%&$%&�%�)>'(&*(,�-

Hipotesis yang akan diuji pada taraf

Signifikans � = 0,05. Untuk Pengujiann

Homogenitas dua sampel dapat ditulis : Ho

=S1 = S2, Ha = S1 = S22.

Dengan kriteria pengujian adalah tolak Ho

jika F Hitung� F � ( n1-1, n2 -2) dala hal lain

Ho diterima. Berdasarkan persamaan di atas

diperoleh : S

F Hitung = ������, F Hitung =

��<4<:���4?9, F hitung =

2,02, F � (n1 – 1, n2 -1) = F 0,05 (21 – 22)

= 209

Karena pengujian adalah “ Tolak

Ho jika F hitung� F (n1 – 1, n2 – 1) dalam hal

ini Ho diterima “ Dari hasil analisis ternyata

F hitung � F tabelyaitu 1,56 2,09, maka Ho

Diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa

varians-varians kedua kelas adalah

Homogen.

Hasil nilai Postes

1. Nilai Postes kelompok eksperimen

a. Menentukan Rentang

Yahya, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair And Share

Page 69: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

���

Rentang (R) = Nilai Tertinggi – Nilai terendah

90 – 45 = 45

b. Menentukan banyak kelas interval

Interval Kelas (K) = 1+ 3,3 Log n, = 1 + 3,3 log 25, = 1 + 3,3 (1,39), = 1 + 4,58, = 5,58 (K + 6)

c. Menentukan Panjang Interval

P = .(�'%�/

0%�1%*2(-%), P = +3343<, P = 8,06 (P =8)

Tabel 4.5 Daftar Distribusi Frekwensi Nila Postes kelas eksperimen:

Interval

Kelas

Fi Xi Fi - Xi (Xi – X) (Xi – X)2 Fi (Xi – X)

2

1 2 3 4 5 6 7

45 – 52

53 – 60

61 – 68

69 – 76

77 – 84

85 - 92

3

2

4

6

5

3

48,5

56,5

64,5

72,5

80,5

88,5

97

113

258

435

402,5

265,5

-22,9

-14,9

-6,9

1,1

9,1

17,1

524,41

222,01

47,61

1,21

82,81

292.41

1048,82

444,02

190,44

7,26

414,05

877,23

22 1571 2981,82

Nilai rata-rata postes siswa kelas eksperimen dari tabel 4.5 adalah sebagai berikut :

X1 = �7@A�@��@ , xI =

�3?��� , Xi = 71,40

Selanjutnya Varians dan simpangan baku dapat diperoleh:

Si2 =

�7��8�8���� , Si

2 =

�;<�4<��� , Si

2 =

�;<�4<���� , S1

2 = 135,53, S1 = �135,53, Si = 11,64

2. Nilai Postes kelompok kontrol

a. Menetukan Rentang

Rentang (R) = Nilai Tertinggi – Nilai Terendah

85 -3= 50

b. Menentuakan banyak Kelas interval

Interval Kelas (K) = 1 + 3,3 log n, 1 + 3,3 log 23, 1, 3,3 (1,36), 1 + 4,48, 5,48 (K=5)

c. Menentukan Panjang Interval (P): P = &(�'%�/

�%�1%**(-%), P= 3:3 , P = 10

Tabel 4.6 Daftar Distribusi Frekwensi Nila Postes kelas kontrol

Interval

Kelas

Fi Xi Fi - Xi Xi - X (Xi – X)2 Fi (Xi-X)2

1 2 3 4 5 6 7

35 – 45

46 – 56

57 – 67

68 – 78

79 - 89

2

3

7

6

5

40

50,5

60,5

70,5

80,5

80

151,5

423,5

423

402,5

-24,36

-23,86

-3,86

6,14

16,14

593,40

192.09

14,89

37,69

360,49

1186,8

576,27

104,23

226,14

1302,45

32 1480,5 3395,89

Nilai rata-rata postes kellas kontrol dari tabel 4.6 adalah sebagai berikut :

X2 = ��@8��7� , X2 =

�+<:43�9 , X2 = 64,36

Selanjutnyan varians dan simpangan baku dapat diperoleh:

S22 =

��@8��7� , S2

2= 99;34<;�9� , S2

2= 99;34<;

�� , S22 = 154, 35, S2 = �154,35, S2 = 12,42

Uji Homogenitas postes

Uji homogenitas digunakan untuk

mengetahui sampel penelitian ini berasal

dari pipulasi yang sama, sehingga hasil

penelitian dapat berlaku bagi populasi.

Untuk menguji homogenitas digunakan

rumus: F = $%&�%�)=(&�()%&$%&�%�'(&*(,�-

Hipotesis yang akan diuji pada taraf

signifikan � = 0,05, Untuk pengujian

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2

Page 70: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

���

homogenenitas dua sampel dapat ditulis:

Ho = Si = S2

Ha = S12 = S2

2

Dengan kriteria pengujian adalah tolak Ho

jika F hitung � F � (n1 -1, n2 -2). Dalam hal

lalu Ho diterima. Berdasar persamaan di atas

maka: F hitung = ������, F hitung =

�3+493�93439 4B�C6DE#F � �4�G

F � (n1 – 1, n2 – 1 = F 0,05 (21,22) = 2,09

Berdasarkan harga F hitung = 1,13 dan F tabel =

2,09, maka F hitung � F tabel � , dan Ho

diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa

varians-varians kedua kelas adalah

homogen.

Tinjauan Terhadap Hipotesis Tinjauan terhadap hipotesis bertujuan untuk mengetahui apakah hipotesis yang

diumuskan dapat diterima atau ditolak. Dari perhitungan sebelumnyadiperoleh nilai Mean dan

Standar Deviasi pada masing-masing kelas yaitu kelas eksperimen (X = 71,40) dan Varians (S12 =

135,53) dan Variansnya (S12 = 135,53) maka :

S2 = ��������������"�

������ , S2 = �����93439���9��3+493

����9� , S2 = ����93439�����3+493

+9 =

S2 = 145,15, S�145,15, S = 12,04, maka nilai t diperoleh t = 8�8�

��H IJI��"��

t = ?�4+:3+49K

��4:+H I����"�9

, t = ?4:+

��4:+��:4�;, t = ?4:+94+;, t = 2,01

Dengan taraf signifikan X =0,05

dan derajad kebebasan dk = (n1+n2-2) =

(22+23-2) = 43. Maka dari daftar distribusi t

diperoleh t (0,95)(43) = 1,68. Pengujian

hipotesis dilakukan pada taraf signifikan

�=0,05 dan derajad kebebasan 43.

Rumusan hipotesis dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1) Ho : t hitung � t tabel = Penerapan

pembelajaran kooperatif tipe TPS tidak

dapat meningkatkan prestasi belajar

siswa pada materi ciri-ciri makhluk

hidup.

2) Ha : t hitung � t tabel = Penerapan

pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat

meningkatkan prestasi belajar siswa pada

materi ciri-ciri makhluk hidup.

Berdasarkan hasil pengolahan data

diperoleh harga t hitung = 2,01 sedangkan t tabel

= 1,68 sehingga Ha dapat diterima, yaitu

hasil belajar siswa yang diajarkan dengan

pendekatan tipe Think pair and share (TPS)

lebih baik dari hasil belajar siswa yang

diajarkan tanpa menggunakan pembelajaran

kooperatif tipe Think Pair And Share pada

materi ciri-ciri makhluk hidup.

Pembahasan

Perdasarkan penelitian di SMP

Negeri 2 Sakti Kabupaten Pidie dan hasil

pengujian hipotesis yang telah dilakukan

peneliti dengan menggunakan uji-t pada

taraf signifikan � = 0,05 dengan derajad

kebebasan (dk) =43, ternyata diperoleh t

hitung � t tabel yaitu 2.01 � 1,68. Berati

hipotesis yang dirumuskan yaitu: Penerapan

model pembelajaran kooperatif tipe Think

Pair And Chare dapat meningkatkan prestasi

belajar siswa pada materi ciri-ciri makhluk

hidup di SMP Negeri 2Sakti Kabupaten

Pidie. Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa prestasi belajar siswa yang diajarkan

dengan metode TPS mengalami peningkatan

yang signifikan dibandingkan hasil belajar

yang lain.

Dalam model pembelajaran

kooperatif tipe TPS guru harus mampu

menciptakan kelas sebagai laboratorium

demokratis, supaya anak didik terlatih dan

terbiasa berbeda pendapat. Kebiasaan ini

menjadi amat penting, agar anak didik

menghargai pendapat orang lain, jujur,

sportif dan mengakui kekurangannya sendiri

dan siap menerima pendapat orang lain yang

lebih baik serta mampu mencari jalan

pemecahannya.

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dari

hasil penelitian ini tentang penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe Think pair and

chare maka dapat diambil beberapa

kesimpulan:

1.Prestasi belajar siswa SMP Negeri 2 Sakti

Kabupaten Pidie pada materi ciri-ciri

Yahya, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair And Share

Page 71: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

����

makhluk hidup yang diajarkan dengan

menggunakan model pembelajaran tipe

hink Pair And Chare dapat meningkat,

hal tersebut dapat diketahui dari hasil

analisis data dengan menggunakan

statistik uji-t diperoleh t hitung � t tabel,

yaitu 2,01 � 1,68.

2. Guru tidak lagi menjadi salah satu sumber

belajar utama, tugas guru hanya

menyediakan sarana belajardan

membimbing siswa dalam menemukan

dan mempelajari materi ciri-ciri makhluk

hidup.

Saran

Adapun beberapa saran yang dapat

disampaikan oleh peneliti adalah sebagai

berikut:

1.Diharapkan kepada guru untuk dapat

menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe think pair and chare

dalam pokok-pokok bahasan yang

disesuaikan dengan tujuan pengajaran.

2.Diharapkan kepada siswa supaya lebih

memperhatikan penjelasan guru saat

mengajar, memanfaatkan waktu

denganbaik, seperti diskusi, bekerja sama

dalam memecahkan masalah agar

memperoleh hasil yang maksimal.

3. Meski pembelajaran kooperatif tipe think

pair and chare memerlukan waktu yang

relatif lama, guru diharapkan terampil

dalam menciptakan suasana belajar yang

lebih baik agar waktu lebih efisien.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 1996. Prosudur Penelitian

Suatu Pendekatan Praktek. Rhineka

cipta : Jakarta

Isjoni. 2009. Coorparatif Learning,

Pengembangan Kemampuan Belajar

Berkelompok. Altabeta : Bandung

Gie, L. 1982. Cara Belajar yang Efisien.

Gajah Mada Universiti Press :

Yogyakarta

Gie, L. 2002. Cooperative Learning.

Grasindo : Jakarta

Mulyasa, E. 2008. Kurikulum Berbasis

Kompetensi (Konsep Karakteristik

dan Implimentasi). Rosda Karya :

Bandung

Nurhadi, dkk. 2003. Pembelajaran

Konsuptual dan Penerapannya

Dalam KBK. Universitas Negeri

Malang : Malang

Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004 Pertenyaan

dan Jawaban. Grasindo : Jakarta

Sardiman. 2005. Interaksi dan Motivasi

Belajar Mengajar. Grafindo : Jakarta

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor

yang Mempengaruhinya. Rhineka

Capta : Jakarta

Sriyono. 1992. Teknik Belajar Mengajar

Dalam CBSA. Rhineka Cipta : Jakarta

Syamsuri, Istamar. 1994. IPA- Biologi. CV.

M2S : Bandung

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2

Page 72: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

118

EFEKTIVITAS PENINGKATAN KEMAMPUAN PROFESIONAL GURU

SMK DI KABUPATEN ACEH BESAR

Oleh:

Megawati

Abstacs: Professional ability step-up teacher is done to increase science and teacher skill.

This observational approaching is kualitatif's approaching. Data collecting tech is

observation, interview, and studi documents. Subject is research it is headmaster,

headmaster representative, majorschairman / studi's program, supervisor, senior teacher

and MGMP. Result observationaling to point out that abilities increasing program

professional teacher be arranged to side school and is performed activity thru supervision,

training, seminar, diklat, upgrading, MGMP, higher learning and another activity. Its

performing is done at school and outside school, even still effective reducing. Faced

constraint are its reducing funds, equipment, its reducing is socialization sides on duty

Education, teacher teaches knowledge area unsuitably with expertise it, partly teacher can't

yet gain control technology, and its low willingness learns for amends.

Key Words: Increasing Effectiveness, Professional and Teacher.

Pendidikan merupakan suatu strategi dasar

yang dilakukan secara sadar dan terencana

dalam mengembangkan semua potensi peserta

didik. Pendidikan mencerdaskan kehidupan

bangsa, sebagaimana diamanatkan dalam

UUD 1945. Melalui pendidikan, karakter

manusia dapat dibentuk sehingga memberikan

kontribusi terhadap kemajuan dan

pembangunan karakter bangsa (Nation

Character Building). Sumber daya manusia

(human resources) adalah penduduk yang siap

dan mampu menjalankan tugas yang

dibebankan kepadanya sehingga dapat

memberi kontribusi bagi pembangunan

bangsa. Dalam rangka menciptakan sumber

daya manusia yang berkualitas, cerdas,

terampil, kreatif, inovatif, berbudi pekerti

luhur, bertanggungjawab dan untuk mencegah

meningkatnya angka pengangguran,

pemerintah mengupayakannya melalui

pendidikan sekolah menengah seperti SMA/

MA dan SMK. Pemerintah merencanakan

memperbanyak SMK daripada SMA/MA,

dengan perbandingan 60% : 40%. Program ini

bertujuan untuk melahirkan tenaga kerja

menengah yang berkualitas sehingga bagi

siswa yang tidak melanjutkan pendidikan

dapat berkiprah di dunia kerja.

Melalui sekolah menengah kejuruan,

peserta didik dibekali keterampilan kerja

melalui kegiatan praktek kejuruan (mata

pelajaran produktif), sedangkan pengetahuan

umum diperoleh melalui sejumlah mata

pelajaran umum (mata pelajaran adaptif dan

normatif). Selain itu, sekolah berupaya

menyelenggarakan kegiatan praktek kerja

lapangan (PKL) yang dilakukan melalui

kerjasama dengan industri atau perusahaan

yang relevan dengan jurusan yang dipelajari

masing-masing peserta didik. Jadi seorang

peserta didik yang lulus sekolah kejuruan akan

memiliki dua Ijazah yaitu tanda lulus sekolah

kejuruan sebagaimana yang diberikan di

sekolah menengah umum lainnya dan

sertifikat uji kompetensi dari industri atau

perusahaan tempat mereka melaksanakan

praktek kerja lapangan (PKL).

Suatu pertanyaan yang muncul dan

menjadi dilema bagi peserta didik yang lulus

dan pemerintah adalah, apakah pembekalan

ilmu melalui kegiatan praktek yang diberikan

di SMK sudah memenuhi standar yang

ditetapkan oleh dunia usaha dan dunia industri

dan mampukah para lulusan menciptakan

lapangan kerja dengan bekal ketrampilan kerja

yang diperolehnya selama belajar di SMK?

Jawabannya belum. Hal ini disebabkan oleh

berbagai faktor yang menghambat

pelaksanaan pendidikan di SMK Kabupaten

Aceh Besar. Oleh karena itu, untuk

memperoleh lulusan SMK yang berkualitas,

dipengaruhi oleh berbagai faktor yang kadang-

kadang sulit diprediksi. Salah satu faktor yang

secara dominan mempengaruhi keberhasilah

SMK dalam melahirkan lulusan yang

berkualitas adalah guru. Seorang guru harus

memiliki kompetensi sebagaimana yang

terdapat dalam UU No. 20 tahun 2005 tentang

guru dan dosen yaitu: ”Kompetensi

pedagogik, kepribadian, profesional, dan

sosial”. Keempat kompetensi tersebut

merupakan modal utama bagi guru untuk

Megawati : Mahasiswa Pasca Sarjana MAP Unsyiah

Page 73: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

119

dapat berkiprah sebagai guru profesional.

Oleh karena itu, guru harus meningkatkan

kemampuannya dalam mengajar. Dengan

adanya upaya tersebut, diharapkan guru

mampu mengembangkan proses pembelajaran

yang lebih bermutu, baik dalam penguasaan

ilmu, keterampilan maupun memiliki

kepribadian yang baik. Namun, data empirik

menunjukkan bahwa umumnya kemampuan

profesional guru-guru SMK di Kabupaten

Aceh Besar masih tergolong sedang, karena

penguasaan materi pembelajaran yang

diampunya masih rendah. Sebagaimana kita

ketahui bahwa kurikulum SMK berkembang

sesuai dengan tuntutan zaman, sementara guru

bersikap apatis. Untuk mengatasi

permasalahan ini, peningkatan kemampuan

profesional guru harus menjadi prioritas utama

dalam upaya meningkatkan mutu lulusan di

SMK. Hal ini mendorong penulis untuk

melakukan penelitian tentang peningkatan

kemampuan profesional guru SMK di

Kabupaten Aceh Besar.

METODE PENELITIAN

Penelitian menggunakan metode deskriptif

dengan pendekatan kualitatif. Lokasi

penelitiannya adalah SMK Negeri 1 Mesjid

Raya, berada di Jalan Laksamana Malahayati

Kilometer 15 Neuheun dan SMK Negeri 1

Kota Jantho, berada di Jalan Cut Mutia No.1

Jantho. Penelitian dilakukan selama tiga

bulan. Subjek penelitiannya kepala sekolah,

wakil kepala sekolah, ketua jurusan/prodi,

pengawas, guru senior dan MGMP.

Instrumen penelitiannya adalah peneliti

sendiri dengan pedoman wawancara dan

observasi. Penelitian dilakukan untuk

memperoleh data yang akurat tentang fokus

permasalahan. Uji kredibilitas data antara lain

dilakukan dengan perpanjangan pengamatan,

meningkatkan ketekunan dalam penelitian,

triangulasi, diskusi dengan teman sejawat,

analisis kasus negatif dan membercheck.

Langkah yang ditempuh dalam pengolahan

data adalah reduksi data, display data, serta

pengambilan kesimpulan dan verifikasi.

KAJIAN PUSTAKA

Konsep Efektivitas

Efektivitas berawal dari kata “efektif” dan

kata dasarnya adalah”effect” yang berarti

pengaruh, akibat, berhasil sesuai rencana.

Efektivitas merupakan efek atau akibat yang

diinginkan dari suatu kegiatan atau pekerjaan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(2008:284) efektif adalah “Adanya efek

(akibat, pengaruh, kesannya), manjur,

mujarab, dapat membawa hasil, berhasil guna

(usaha, tindakan)”. Jadi efektivitas merupakan

suatu pengukuran tercapainya sasaran dan

tujuan yang diharapkan.

Indikator Efektivitas

Indikator ialah komponen yang menjadi

ukuran untuk menentukan efektifnya suatu

kegiatan. Indikator pendidikan tersebut yaitu:

1. Indikator Input;

2. Indikator Process;

3. Indikator Output; dan

4. Indikator Outcome. (Mulyasa, 2009:91)

Pengembangan Personel

Pengembangan berasal dari bahasa Inggris

“Development”. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (2008:662) dijelaskan bahwa

“Pengembangan merupakan proses, cara,

perbuatan mengembangkan”. Pengembangan

merupakan upaya memperluas, membawa

suatu keadaan kearah yang lebih lengkap dan

kompleks. Pengembangan lebih ditujukan

pada peningkatan pengetahuan dan

keterampilan teknis dalam melaksanakan

pembelajaran. Hasibuan (2005:69)

mendefinisikannya sebagai berikut:

Pengembangan personil adalah suatu usaha

untuk meningkatkan kemampuan teknis,

teoretis, konseptual, dan moral personil

sesuai dengan kebutuhan pekerjaan

melalui pendidikan dan latihan.

Pendidikan meningkatkan keahlian teknis,

teoretis, konseptual, dan moral personil,

sedangkan latihan bertujuan meningkatkan

ketrampilan teknis pelaksanaan pekerjaan.

Pengembangan bertujuan meningkatkan

kemampuan guru yang disesuaikan dengan

kebutuhan guru itu sendiri, melalui kegiatan

pelatihan dan pendidikan.

Proses dan Jenis Pengembangan Personel Pengembangan kemampuan guru

dilakukan untuk meningkatkan produktivitas

kerja guru, meningkatkan pemahaman

konseptual guru. Melalui pengembangan

personil, organisasi sekolah dapat

meningkatkan kontinuitas dan semakin

besarnya rasa keterkaitan personil dengan

tempatnya bertugas. Pengembangan adalah

faktor kunci dalam mempertahankan kualitas

personil. Flippo (Usman, 2012:61)

menyatakan bahwa “Pengembangan staff

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2

Page 74: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

120

dapat dilakukan dalam dunia industri memiliki

empat macam metode yakni: latihan ditempat

kerja; sekolah vestibule; magang

(apprenticeship); pendidikan Khusus.

Kompetensi Guru

Kompetensi mengacu pada kemampuan

melaksanakan sesuatu yang diperoleh dari

pendidikan, yang memerlukan pengetahuan,

keterampilan dan kepribadian yang baik.

Dalam UU No. 14 tahun 2005 tentang guru

dan dosen pasal 1 ayat 10 dijelaskan bahwa:

“Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,

keterampilan, dan perilaku yang harus

dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau

dosen dalam melaksanakan tugas

keprofesionalan”. Selanjutnya dalam UU

No.14 tahun 2005, bahwa “Guru sebagai agen

pembelajaran pada semua jenis dan jenjang

pendidikan wajib memiliki kompetensi

pedagogik, kompetensi kepribadian,

kompetensi profesional, dan kompetensi

sosial”. Keempat kompetensi tersebut harus

diperoleh melalui pendidikan profesi.

1. Kompetensi Pedagogik Merupakan kemampuan mengelola

pembelajaran meliputi pemahaman

wawasan/landasan kependidikan;

pemahaman terhadap peserta didik;

pengembangan kurikulum/silabus;

pelaksanaan pembelajaran yang mendidik

dan dialogis; perancangan pembelajaran;

evaluasi hasil belajar; dan pengembangan

peserta didik untuk mengaktualisasikan

berbagai potensi yang dimilikinya.

2. Kompetensi Kepribadian Merupakan sejumlah kompetensi yang

berhubungan dengan kemampuan pribadi

dengan segala karakteristik yang

mendukung pelaksanaan tugas guru.

Mukhtar & Iskandar (2009:117) menyatakan

bahwa “Kompetensi kepribadian merupakan

kemampuan kepribadian yang mantap,

stabil, dewasa, arif, berwibawa, disiplin,

bijaksana, berakhlak mulia, menjadi teladan

bagi peserta didik dan masyarakat,

mengevaluasi kinerja sendiri dan

mengembangkan diri secara berkelanjutan”.

3. Kompetensi Profesional Merupakan kemampuan penguasaan

materi pembelajaran secara luas dan

mendalam yang memungkinkan untuk

membimbing peserta didik memenuhi

standar kompetensi yang telah ditetapkan

dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP).

Kompetensi ini harus dimiliki guru dalam

perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran.

4. Kompetensi Sosial Merupakan kemampuan guru untuk

menyesuaikan diri dengan tuntutan kerja dan

lingkungan sekitar sekolah. Dalam SNP,

penjelasan pasal 28 ayat 3 butir d (Mulyasa,

2009:173) bahwa “Yang dimaksud dengan

kompetensi sosial adalah kemampuan guru

sebagai bagian dari masyarakat untuk

berkomunikasi dan bergaul secara efektif

dengan peserta didik, sesama pendidik,

tenaga kependidikan, orang tua peserta

didik, dan masyarakat sekitar”.

Strategi Peningkatan Profesional Guru

1. Peningkatan Kemampuan Profesional

Guru Melalui Supervisi Pendidikan

Supervisi ialah suatu bimbingan yang

diberikan kepada personil sekolah agar

mereka dapat meningkatkan kemampuan.

Supervisi bukan untuk mencari kesalahan,

tapi memperbaiki dan mengembangkan

kemampuan yang dimiliki guru.

Supervisi adalah suatu usaha

menstimulir, mengkoordinir, dan

membimbing secara kontinu

pertumbuhan guru-guru sekolah, baik

secara individual maupun kolektif,

Boardman (Daryanto, 2006:170).

Fungsi utama supervisi adalah untuk

perbaikan pengajaran. Sedangkan tujuan inti

supervisi yaitu: memahami karakteristik dan

kemampuan siswa secara individual dalam

proses belajar; menciptakan suasana yang

mendorong siswa aktif belajar sendiri; dan

menjadikan kegiatan belajar di sekolah

bersifat dinamis dan kreatif, serta

mempunyai arti untuk kehidupan manusia,

Burhanuddin (Herabudin, 2009:226).

Untuk mencapai kualitas belajar

mengajar yang baik, perlu direncanakan

bentuk supervisi yang digunakan nantinya,

salah satunya adalah melalui supervisi

pendidikan. Supervisi pendidikan dapat

didefinisikan sebagai proses pemberian

layanan bantuan supervisi hal kepada guru

untuk meningkatkan kemampuannya dalam

melaksanakan tugas-tugas pengelolaan

proses pembelajaran secara efektif.

Megawati, Efektivitas Peningkatan Kemampuan Profesional Guru

Page 75: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

121

Supervisi pendidikan merupakan bantuan

yang diberikan kepada personil pendidikan

untuk mengembangkan proses pendidikan

yang lebih baik dan upaya meningkatkan

mutu pendidikan. Supervisi pendidikan

bertujuan mengembangkan situasi belajar

mengajar kearah yang lebih baik. Olive

(Sahertian, 2005:19) menyatakan bahwa

“Sasaran (domain) supervisi pendidikan: a)

mengembangkan kurikulum yang sedang

dilaksanakan di sekolah; b) meningkatkan

proses belajar mengajar di sekolah; dan c)

mengembangkan seluruh staf di sekolah”.

2. Peningkatan Kemampuan Profesional

Guru Melalui MGMP

Forum MGMP merupakan wadah

kegiatan profesional guru mata pelajaran

sejenis yang bertujuan untuk membahas

berbagai permasalahan yang berhubungan

dengan proses belajar mengajar. MGMP

bertujuan untuk meningkatkan kompetensi,

mendiskusikan permasalahan yang dihadapi

dan menemukan cara pemecahannya dalam

melaksanakan tugas, memberi kesempatan

kepada guru untuk berbagi informasi dan

pengalaman, serta membangun kerja sama

yang baik dengan semua pihak dalam upaya

meningkatkan kualitas lulusan.

3. Peningkatan Kompetensi Guru Melalui

Kegiatan Pelatihan

Pelatihan merupakan salah satu proses

mempersiapkan guru untuk suatu pekerjaan,

membantu memperbaiki penampilan, dan

mengembangkan potensi sepenuhnya.

Latihan lebih berkenaan dengan penerapan

pengetahuan dari pada penguasaan

pengetahuan. Latihan adalah proses

pengubahan yang tertuju pada pembentukan

tingkah laku yang diharapkan. Sistem

pelatihan biasanya mencakup pelatihan

diluar tempat kerja (off-job) dan ditempat

kerja (on-job). Mudyahardjo (2009:201)

membedakan dua bentuk pelatihan guru:

a. Latihan melalui pendidikan prajabatan

(pre-inservice education/training)

diselenggarakan di lembaga pendidikan

formal.

b. Latihan melalui pendidikan selama

bekerja (in-service education/training)

dilakukan dalam dua macam bentuk,

yaitu: On-job training (latihan selama

bekerja) dilaksanakan ditempat kerja

yang bersangkutan, dan Off-job training

(latihan selama bekerja) yang dilakukan

diluar tempat kerja.

Selanjutnya, Usman (2007:123)

mengemukakan bahwa “Strategi

pengembangan mutu profesional guru dapat

dilakukan melalui dua cara yaitu pendidikan

on the job training dan pendidikan di luar

pekerjaan (off the job training).”

Untuk pelaksanaan pelatihan,

sebaiknya diidentifikasi masalah yang ada

dan menetapkan program apa yang akan

digunakan, merumuskan tujuan, merancang

materi dan media pembelajaran, merancang

metode dan media , menetapkan instrumen

penilaian untuk mengukur keberhasilan

program, mengalokasi anggaran, dan

menentukan program tindak lanjutnya.

Selanjutnya perlu diperhatikan juga

beberapa faktor berikut, yaitu: ”Guru yang

akan dikembangkan, kemampuan guru yang

akan dikembangkan, dan kondisi lembaga,

seperti dana, fasilitas, dan orang yang bisa

dilibatkan sebagai pelaksana”, Bafadal

(2005:46). Faktor-faktor tersebut merupakan

pertimbangan dasar yang harus diperhatikan,

agar program yang akan dijalankan nantinya

dapat memberi hasil yang efektif.

HASIL PEMBAHASAN

1. Program Peningkatan Kompetensi

Profesional Guru.

Berdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa pihak sekolah sudah

berupaya untuk meningkatkan kemampuan

profesional guru dengan dilakukannya

penyusunan program khusus bagi peningkatan

kemampuan guru. Program disusun dengan

melibatkan kepala sekolah, wakil kepala

sekolah, ketua jurusan/prodi, pengawas,

MGMP, dan guru senior. Program tersebut

berisi tentang pengembangan kompetensi guru

yang dilaksanakan di sekolah dan di luar

sekolah, seperti supervisi, pelatihan,

penataran, diklat, magang guru, seminar, dan

kegiatan lain yang dibutuhkan guru.

Program peningkatan kemampuan guru

dilaksanakan untuk memberikan bantuan dan

memperbaiki kerja guru dalam meningkatkan

kualitas mengajar agar lebih efektif. Suhardan

(2010:182) menjelaskan bahwa ”Bantuan

yang diberikan dapat berupa saran dan nasihat,

menunjukkan sumber, menyediakan waktu,

meminta bantuan sesama guru, mengunjungi

kelas, menyediakan fasilitas, memberi izin

untuk mengikuti kegiatan akademik diluar”.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2

Page 76: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

122

Program peningkatan kemampuan

profesional guru mutlak disusun, karena di

SMK guru membutuhkan skill yang memadai

dalam mengajar. Melalui kegiatan

pengembangan, guru dapat menyadari

pentingnya meningkatkan kemampuan untuk

dapat menyesuaikan kompetensinya dengan

kemajuan dunia pendidikan khususnya SMK.

Suhardan (2010:191) menyatakan bahwa

”Pengembangan guru harus dilakukan ketika

guru dalam keadaan baik yang sangat

memungkinkan dilakukan pengembangan

yaitu ketika guru sedang membutuhkan dan

penuh kesadaran”. Jadi, pengembangan tidak

dapat dilakukan kapan pun sesuai kemauan

supervisor, akan tetapi supervisor harus dapat

membaca waktu yang tepat.

2. Pelaksanaan Peningkatan Kompetensi

Profesional Guru

Berdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa pihak sekolah sudah

melaksanakan program pengembangan guru

baik di lingkungan sekolah maupun diluar

lingkungan sekolah. Pelaksanaan di

lingkungan sekolah dilakukan dalam bentuk

pengembangan guru secara teori dan

pratikum. Secara teori berupa kegiatan

seminar, pembentukan dan pengaktifan

MGMP dan kegiatan lainnya. Sedangkan

secara praktikum pernah dilakukan dalam

bentuk supervisi dan pelatihan, seperti

pelatihan komputer. Program pengembangan

guru diluar lingkungan sekolah dilakukan

dengan kegiatan magang guru, pengiriman

guru untuk mengikuti pelatihan/diklat apabila

ada pemanggilan peserta dari pihak terkait.

Mengajar pada dasarnya merupakan

kegiatan akademik yang berupa interaksi

komunikasi antara guru dan siswa. Melalui

interaksi ini guru dapat mengaktifkan proses

belajar siswa dengan menggunakan berbagai

macam metode belajar, sehingga pembelajaran

dapat menjadi lebih menarik bagi siswa.

Untuk mencapai interaksi yang efektif dan

bermakna, potensi guru perlu ditingkatkan.

Pengembangan potensi guru dapat dilakukan

melalui program pengembangan yang

disesuaikan dengan kebutuhan guru.

Upaya yang dapat dilakukan kepala

sekolah untuk meningkatkan kemampuan

guru, diantaranya: (a) Pemberian kesempatan

mengikuti pendidikan dan pelatihan; (b)

Mengirim guru untuk mengikuti penataran

atau pelatihan, dan (c) Memfasilitasi kegiatan

MGMP.

3. Kendala-kendala yang Dihadapi Dalam

Pelaksanaan Peningkatan Kemampuan

Profesional Guru

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pelaksanaan program peningkatan

kemampuan profesional guru sudah terlaksana

sesuai perencanaan. Namun masih saja

terdapat kendala, baik itu kendala yang berasal

dari lembaga sekolah, dari guru maupun dari

instansi terkait, yang dapat menghambat

keefektifan kegiatan tersebut. Diantara

kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan

program ini adalah pendanaan, kurangnya

sosialisasi dari Dinas, guru mengajar bukan

dibidang keahliannya, sebagian guru kurang

menguasai teknologi, kurangnya sarana

prasarana sekolah, rendahnya kemauan guru

untuk mengembangkan diri, serta masih

kurangnya pengawas sekolah yang memahami

kurikulum SMK.

Pada dasarnya, kendala merupakan aspek

yang tak terpisahkan dari suatu kegiatan.

Menyadari akan hal itu, langkah yang dapat

ditempuh oleh pihak sekolah mengenai

permasalahan pendanaan adalah dengan

mengajukan penganggaran (budgetting) sesuai

kebutuhan sekolah dalam jumlah dan kurun

waktu tertentu ke pihak dinas pendidikan.

Selanjutnya kebutuhan sekolah akan

sarana prasarana yang memadai dapat

menunjang proses pembelajaran. Pengadaan

sarana dan prasarana pendidikan menjadi

tanggung jawab pemerintah daerah. Sarana

pendidikan berupa peralatan pendidikan,

media belajar, buku dan sumber belajar, bahan

habis pakai, serta perlengkapan lain yang

diperlukan untuk menunjang pembelajaran.

Prasarana pendidikan meliputi ruang kelas,

ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang tata

usaha, ruang perpustakaan, laboratorium,

ruang bengkel kerja, ruang unit produksi,

kantin, lapangan olahraga, tempat beribadah,

dan ruang lain yang diperlukan di sekolah.

Kebutuhan tenaga guru juga tidak kalah

penting, karena guru merupakan tombak dari

kebermaknaan dan keberhasilan pendidikan.

Sekolah membutuhkan guru yang mengajar

sesuai dengan bidang ilmunya. Namun di

SMK masih ditemukan guru yang mengajar

tidak sesuai dengan kualifikasi pendidikannya.

Selanjutnya, SMK membutuhkan pengawas

sekolah yang benar-benar memahami

Megawati, Efektivitas Peningkatan Kemampuan Profesional Guru

Page 77: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

123

kurikulum SMK dan memiliki kemampuan

dalam memberikan bantuan kepada guru

untuk menyelesaikan permasalahan yang

dihadapi dalam pelaksanaan pembelajaran.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Program peningkatan kemampuan

profesional guru dilakukan sesuai dengan

kebutuhan guru yang disusun setiap

tahunnya dengan melibatkan kepala

sekolah, para wakil kepala sekolah, ketua

jurusan/prodi, pengawas sekolah, forum

MGMP, dan guru senior. Program berisi

upaya pengembangan kompetensi guru

yang akan dilaksanakan di sekolah dan

diluar sekolah.

2. Pelaksanaan peningkatan kemampuan

profesional guru sudah dilakukan di

sekolah dan diluar sekolah. Guru yang

telah mengikuti kegiatan pengembangan/

pelatihan seharusnya mensosialisasikan

ilmu yang diperolehnya kepada guru lain,

namun belum berjalan maksimal.

3. Kendala-kendala yang dihadapi dalam

pelaksanaan peningkatan kemampuan

profesional guru diantaranya adalah

pendanaan, kurangnya sosialisasi dari

dinas pendidikan, bidang ilmu yang

diampu guru tidak sesuai dengan

kualifikasi pendidikan, masih ada guru

yang belum menguasai ilmu teknologi,

sarana prasarana juga merupakan kendala

yang masih dihadapi sekolah.

Saran-saran

1. Program peningkatan kemampuan

profesional guru SMK yang telah disusun

sebaiknya dapat dirumuskan kembali

dengan melibatkan kepala sekolah,

pengawas, para wakil kepala sekolah,

forum MGMP sekolah dan para guru yang

akan di latih/dikembangkan. Karena jika

melibatkan orang-orang yang akan terlibat

dalam pelaksanaannya, akan memudahkan

pemilihan tehnik pengembangan bila lebih

dahulu diketahui permasalahan yang

dihadapi para guru dalam pembelajaran.

2. Pelaksanaan peningkatan kemampuan

profesional guru harus dilakukan sesuai

dengan tujuan untuk memperbaiki

pembelajaran. Kegiatan pelatihan perlu

lebih ditingkatkan lagi dan perlu

disosialisasikan kembali ke tempat

pelatihan khususnya pelatihan di luar

sekolah, agar materi yang sampaikan

sesuai dengan perkembangan dan

perubahan kurikulum SMK.

3. Semua kendala yang dihadapi dapat

teratasi jika dilibatkan semua orang yang

terlibat dalam kegiatan ini, yaitu pelatih

dan pihak yang dilatih. Pengembangan

hendaknya lebih mengutamakan

kebersamaan, saling membutuhkan, saling

berbagi, sehingga dapat terciptanya

hubungan yang harmonis, dan tujuan yang

ingin diraih dapat tercapai dengan

maksimal yang berdampak kepada

peningkatan mutu pendidikan ke depan.

DAFTAR PUSTAKA Bafadal, Ibrahim, 2005, Peningkatan

Profesionalisme Guru Sekolah Dasar

Dalam Kerangka Manajemen Peningkatan

Mutu berbasis Sekolah, Jakarta, Edisi

Revisi, Bumi Aksara.

Daryanto, HM, 2006, Administrasi

Pendidikan, Jakarta, Rineka Cipta.

Depdiknas, 2008, Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI), Jakarta.

Depdiknas, 2005, Undang-undang Republik

Indonesia No.14 Tahun 2005, Tentang

Guru dan Dosen, Jakarta, Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

Hasibuan, Malayu, 2005, Manajemen Sumber

Daya Manusia, Jakarta, Haji Mas Agung.

Herabudin, 2009, Administrasi & Supervisi

Pendidikan, Bandung, Pustaka Setia.

Mudyahardjo, Redja, 2009, Pengantar

Pendidikan, Sebuah Studi Awal Tentang

Dasar-dasar Pendidikan Pada Umumnya

dan Pendidikan Di Indonesia, Jakarta,

Raja Grafindo Persada.

Mukhtar dan Iskandar, 2009, Orientasi Baru

Supervisi Pendidikan, Jakarta, Gaung

Persada.

Mulyasa, 2009, Standar Kompetensi Dan

Sertifikasi Guru, Bandung, Remaja

Rosdakarya.

Sahertian, Piet, 2005, Konsep Dasar Dan

Teknik Supervisi Pendidikan Dalam

Rangka Pengembangan Sumber Daya

Manusia, Jakarta, Rineka Cipta.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2

Page 78: Jurnal 9 Megawati 7 hal OK - Universitas Serambi Mekkahserambimekkah.ac.id/download/September-2012.pdf · JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU ISSN ... M.Pd adalah Dosen Kopertis Wil I

124

Suhardan, Dadang, 2010, Supervisi

Pendidikan, Layanan Dalam

Meningkatkan Mutu Pembelajaran Di Era

Otonomi Daerah, Bandung, Alfabeta.

Usman, Nasir, 2007, Manajemen Peningkatan

Kinerja Guru, Bandung, Mutiara Ilmu.

Usman, Nasir, 2012, Manajemen Peningkatan

Mutu Kinerja Guru, Konsep, Teori dan

Model, Bandung, Citapustaka Media

Perintis.

Megawati, Efektivitas Peningkatan Kemampuan Profesional Guru