Top Banner
1 I. PENDAHULUAN Persuteraan alam merupakan kegiatan yang menghasilkan komoditi yang bernilai tinggi, mudah dilaksanakan dan waktu pengerjaannya relatif singkat. Nilai komoditi benang sutera yang tinggi hanya dapat dicapai dengan memenuhi beberapa persyaratan. Salah satu kunci keberhasilan pemeliharaan ulat sutera adalah tersedianya bibit induk yang dapat menghasilkan bibit ulat yang berkualitas tinggi. Kualitas bibit induk yang digunakan sangat tergantung pada kombinasi ras induk yang disilangkan, teknik pemeliharaan ulat, kualitas dan kuantitas daun murbei, pencegahan dan pengendalian penyakit dan proses produksi telur. Bibit atau telur ulat sutera yang unggul dapat dilihat dari beberapa hal antara lain telur yang dihasilkan bebas penyakit, penetasan telur seragam, daya bertahan hidup ulat tinggi dan menghasilkan kokon yang baik dan stabil. Ketersediaan bibit ulat sutera (parent stock) dalam jumlah yang cukup dengan kualitas yang baik perlu mendapat perhatian didalam usaha menjaga kelangsungan kegiatan persuteraan alam. Bibit ulat sutera merupakan gakur murni dari hasil pemuliaan yang digunakan untuk mendapatkan turunan (hibrid) ulat sutera yang unggul. Kegiatan mendapatkan turunan ulat sutera yang unggul dilakukan melalui persilangan dengan bibit ulat sutera dari jenis lain. Persilangan ulat sutera dimaksudkan untuk memanipulasikan gen pada populasi yang mempunyai sifat-sifat yang baik dalam rangka memperbaiki kandungan dan kualitas sutera yang mempunyai kemampuan komersil. Sifat-sifat ulat yang baik antara lain mempunyai umur relatif pendek, pertumbuhan ulat baik, daya tahan hidup baik dan menghasilkan kokon yang seragam dan mengandung serat sutera yang panjang serta berkualitas tinggi.
23

Juknis bibit induk

Jun 27, 2015

Download

Documents

BPA_ADMIN
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Juknis bibit induk

1

I. PENDAHULUAN

Persuteraan alam merupakan kegiatan yang menghasilkan komoditi

yang bernilai tinggi, mudah dilaksanakan dan waktu pengerjaannya relatif

singkat. Nilai komoditi benang sutera yang tinggi hanya dapat dicapai dengan

memenuhi beberapa persyaratan. Salah satu kunci keberhasilan pemeliharaan

ulat sutera adalah tersedianya bibit induk yang dapat menghasilkan bibit ulat

yang berkualitas tinggi.

Kualitas bibit induk yang digunakan sangat tergantung pada kombinasi

ras induk yang disilangkan, teknik pemeliharaan ulat, kualitas dan kuantitas daun

murbei, pencegahan dan pengendalian penyakit dan proses produksi telur.

Bibit atau telur ulat sutera yang unggul dapat dilihat dari beberapa hal

antara lain telur yang dihasilkan bebas penyakit, penetasan telur seragam, daya

bertahan hidup ulat tinggi dan menghasilkan kokon yang baik dan stabil.

Ketersediaan bibit ulat sutera (parent stock) dalam jumlah yang cukup dengan

kualitas yang baik perlu mendapat perhatian didalam usaha menjaga

kelangsungan kegiatan persuteraan alam.

Bibit ulat sutera merupakan gakur murni dari hasil pemuliaan yang

digunakan untuk mendapatkan turunan (hibrid) ulat sutera yang unggul.

Kegiatan mendapatkan turunan ulat sutera yang unggul dilakukan melalui

persilangan dengan bibit ulat sutera dari jenis lain.

Persilangan ulat sutera dimaksudkan untuk memanipulasikan gen pada

populasi yang mempunyai sifat-sifat yang baik dalam rangka memperbaiki

kandungan dan kualitas sutera yang mempunyai kemampuan komersil. Sifat-sifat

ulat yang baik antara lain mempunyai umur relatif pendek, pertumbuhan ulat

baik, daya tahan hidup baik dan menghasilkan kokon yang seragam dan

mengandung serat sutera yang panjang serta berkualitas tinggi.

Page 2: Juknis bibit induk

2

II. PERSIAPAN PEMELIHARAAN

A. Tempat Pemeliharaan

Hasil yang optimum dalam pemeliharaan induk dapat dicapai dengan

menyediakan ruang pemeliharaan yang memenuhi persyaratan teknis.

Persyaratan teknis yang dibutuhkan antara lain kapasitas ruangan yang

memadai, ventilasi yang cukup, aerasi berjalan dengan baik, mempunyai

ruang penyimpanan daun dan ruang penyimpanan alat-alat pemeliharaan.

Selama proses produksi telur disamping dibutuhkan sebuah ruang

pemeliharaan ulat, juga diperlukan beberapa ruang antara lain : ruang kupu,

ruang tempat penyimpanan telur dan laboratorium test Pebrine. Ruang

pemeliharaan ulat sebaiknya dipisahkan, antara jenis satu dengan jenis lain.

Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya pencampuran.

Bangunan ruang pemeliharaan sebaiknya terletak tidak jauh dengan kebun

murbei. Lingkungan disekitar ruang pemeliharaan harus dijaga kebersihannya.

Tempat pembuangan kotoran ulat minimal berjarak 50 m dari bangunan

pemeliharaan.

B. Alat-alat Pemeliharaan

Alat-alat pemeliharaan yang digunakan antara lain adalah rak pemeliharaan,

sasag, stand sasag, deflosing, keranjang daun, jaring ulat, pisau perajang

daun dan gunting stek. Disamping itu diperlukan beberapa alat untuk produksi

telur antara lain : alat pemotong kokon, alat pendingin, mesin penghancur

kupu-kupu, mikroskop dan alat treatment.

Beberapa alat pemeliharaan dan kegunaannya disajikan pada Tabel 1 dibawah

ini.

Page 3: Juknis bibit induk

3

Tabel 1. Beberapa alat yang digunakan untuk pemeliharaan ulat dan produksi telur serta kegunaannya

No Alat-Alat Kegunaannya

1 Rak pemeliharaan Tempat meletakkan sasag sehingga memudahkan

pekerjaan pemeliharaan

2 Sasag Tempat ulat dipelihara, disamping sebagai

tempat kokon dan pupa

3 Higrometer Alat pengukur temperatur dan kelembaban

4 Thermometer Alat pengukur temperatur

5 Piring alas untuk rak Untuk mencegah semut, supaya jangan naik ke

rak pemeliharaan yaitu dengan memberi air

6 Stand sasag Stand untuk sasag, dimana memudahkan pada

waktu pemberian makan ulat, untuk sorting

kokon, mengawinkan kupu-kupu dan sebagainya

7 Keranjang daun Tempat daun

8 Jaring ulat Untuk memudahkan pada waktu pembersihan

kotoran ulat

9 mesin Deflosing Alat pembersih kokon

10 Alat pendingin Tempat penyimpanan kupu-kupu dan telur

11 Mesin penghancur kupu Digunakan untuk menghancurkan kupu-kupu

sebelum diperiksa

12 Mikroskop Alat untuk memeriksa penyakit

13 Acid treatment bath Alat untuk treatment telur

14 Gunting stek Alat untuk mengambil stek murbei

C. Keadaan Lingkungan

Pemeliharaan ulat kecil pada instar I dan instar II memerlukan lingkungan

dengan temperatur 26 – 27 oC dan kelembaban 80 – 85%. Ulat instar III

memerlukan temperatur 25 – 26 oC dengan kelembaban 85%, instar IV dan V

memerlukan temperatur 23 – 25 oC dengan kelembaban 70 – 75%. Oleh karena

Page 4: Juknis bibit induk

4

itu lingkungan tempat pemeliharaan harus dimanipulasi untuk mendapatkan

keadaan optimum tersebut.

Untuk daerah panas agar temperatur ruang dapat menjadi lebih sejuk,

disekitar ruang pemeliharaan ditanami dengan pohon-pohon. Bila temperatur

ruangan tinggi dan kelembaban rendah, lantai ruang pemeliharaan dapat

disiram air, atau dapat juga menggunakan air conditioner atau kipas angin.

Keadaan lingkungan disekitar tempat pemeliharaan harus bersih, diusahakan

letaknya agak berjauhan dengan pemukiman.

D. Penyediaan Pakan Ulat

Kualitas daun murbei untuk pakan ulat sutera, sangat mempengaruhi

pertumbuhan ulat tersebut, sehingga untuk mendapatkan ulat sutera yang

sehat, beberapa hal dalam penyediaan pakan yang perlu diperhatikan antara

lain daun berwarna hijau, sehat, bersih dan bebas dari hama dan penyakit.

Daun yang diberikan sebaiknya dalam keadaan segar dan bersih.

Gambar 1. Kebun murbei sebagai sumber pakan ulat sutera

Umur daun harus sesuai dengan kebutuhan ulat sutera. Ulat pada instar I

sampai dengan instar III diberi daun dari tanaman murbei yang berumur

pangkas 25 – 30 hari, sedangkan untuk instar IV dan V dari tanaman yang

Page 5: Juknis bibit induk

5

berumur pangkas 70 – 80 hari. Pemberian makan pada ulat instar I adalah

dengan daun yang diambil mulai dari bagian pucuk sampai dengan daun yang

ke 3. Untuk instar II sampai daun yang ke 4, 5 dan 6, instar III daun ke 7 dan

8. Untuk instar IV dan V daun dari seluruh bagian cabang daun dapat

diberikan. Pengambilan daun dengan menggunakan ani-ani atau gunting stek.

Produktifitas dan mutu daun murbei hendaknya selalu dipertahankan dengan

melakukan pengelolaan kebun murbei dengan baik, meliputi pendangiran,

pemangkasan, pemupukan, pengairan, pengendalian gulma dan pengendalian

hama penyakit serta teknik pengambilan daun.

Page 6: Juknis bibit induk

6

III. PEMELIHARAAN ULAT

A. Inkubasi Telur

Telur yang akan ditetaskan sebelumnya di-treatment, yaitu perlakuan khusus

dengan pencelupan ke dalam larutan HCl pada tingkat keasaman dan

temperatur tertentu. Telur yang telah di-treatment kemudian diinkubasi.

Inkubasi telur dilakukan dengan menyimpan telur pada temperatur 25 – 26 oC

dengan kelembaban 80 – 90% serta pemberian cahaya selama 16 jam terang

dan 8 jam gelap.

Setelah telur berwarna biru yaitu pada hari ke-8 atau 9, telur dibungkus

dengan kertas hitam tipis, supaya jangan tercampur dengan jenis lain dan

penetasan telur dapat seragam. Perlu diingat bahwa jangan memasukkan

telur yang berbintik biru ke ruang 5 oC karena dapat menyebabkan kegagalan

dalam penetasan. Telur akan diperkirakan akan menetas pada hari ke-10 atau

11.

Gambar 2. Kegiatan inkubasi telur

B. Pemeliharaan Ulat Kecil

Pemeliharaan ulat kecil dilakukan dalam bangunan khusus yang dikenal

dengan UPUK (Unit Pemeliharaan Ulat Kecil). Pemeliharaan ulat kecil adalah

pemeliharaan ulat yang dimulai sejak telur menetas sampai dengan instar III

dengan lama waktu pemeliharaannya berkisar 9 – 10 hari.

Page 7: Juknis bibit induk

7

1. Desinfeksi Ruangan dan Alat-Alat

Ulat kecil sangat peka terhadap penyakit oleh karena itu harus dipelihara

dalam kondisi yang bersih. Untuk mendapatkan hal tersebut semua alat

dan ruangan tempat pemeliharaan sebelum dipakai harus dibersihkan dan

didesinfeksi.

Desinfeksi ruang dan alat dapat dilakukan dengan menggunakan larutan

formalin berkonsentrasi 2 – 3%. Untuk mendapatkan larutan formalin 2%,

campurkan 17 bagian volume air dengan 1 bagian volume formalin 36%

atau untuk mendapatkan larutan formalin 3% campurkan 11 bagian air

dengan 1 bagian formalin 36%.

Apabila tidak terdapat formalin, dapat juga digunakan bahan desinfektan

kaporit. Setiap 5 gram kaporit dicampurkan atau dilarutkan ke dalam 1

liter air. Campuran tersebut disemprotkan ke seluruh bagian ruang dan

alat pemeliharaan secara merata. Perbandingan jumlah bahan

desinfektan adalah sekitar 1 – 2 liter untuk setiap meter luas ruangan.

Ruang pemeliharaan setelah didesinfeksi ditutup selama 1 – 2 hari,

selanjutnya dibuka siap untuk digunakan.

2. Hakitate

Setelah telur menetas, ulat diletakkan di sasag yang telah diberi alas

kertas, kemudian diberi daun murbei yang muda dan diiris dengan ukuran

0,5 – 1 cm, ditaburkan di atas kertas telur yang ada ulatnya kemudian

tunggu 10 – 15 menit, semua ulat akan melekat pada daun murbei. Setelah

itu disapu dengan bulu ayam lalu disekitar ulat diberi busa yang basah dan

ditutup dengan kertas parafin.

Selama pemeliharaan berlangsung dilakukan desinfeksi tubuh ulat dengan

menggunakan kaporit dan kapur dengan perbandingan kaporit dan kapur 5

: 95. Desinfeksi tubuh ulat dilakukan sebanyak 3 kali yakni pada saat

”hakitate” dan setelah ulat bangun tidur sebelum pemberian makan ulat

Instar II dan III.

Page 8: Juknis bibit induk

8

Gambar 3 (a – b). Desinfeksi ulat yang baru menetas dan hakitate

3. Kondisi pemeliharaan

Ulat kecil akan tumbuh dengan baik pada kondisi temperatur 27 oC dan

kelembaban relatif 80% - 90%. Apabila temperatur disekitar ruang rendah

dapat digunakan pemanas atau heater.

4. Perluasan tempat ulat

Ulat yang terlalu padat dalam satu sasag akan memperngaruhi

pertumbuhan, ulat akan kerdil. Untuk mencegah hal tersebut maka perlu

perluasan tempat pemeliharan ulat.

Kondisi yang optimum untuk ulat kecil dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kondisi optimum untuk ulat kecil

Instar Temperatur

(0C) Kelembaban

(%) Jumlah

makan/hari Irisan daun

(cm ) Jumlah

pembersihan

Jumlah daun yang diberikan/boks

(kg)

I 27 90 3 – 4 0,5 – 2 1 1 – 1,5

II 27 90 3 – 4 2 – 4 2 4 – 5

III 26 80 3 – 4 4 – 6 3 15 – 22,5

Page 9: Juknis bibit induk

9

5. Pembersihan

Tempat dari ulat yang dipelihara harus selalu dibersihkan dari kotoran ulat

dan sisa-sisa pakan untuk menjaga supaya jangan terjadi kontaminasi

penyakit. Pembersihan ulat dari kotoran dan sisa-sisa makanan dilakukan

dengan jalan memasang jaring pada sasag ulat, lalu kemudian di atas

jaring diberi daun murbei. Ulat akan naik keatas jaring selanjutnya jaring

diangkat.

Kotoran ulat dan sisa-sisa pakan pada sasag diambil dan dibuang. Untuk

instar I pembersihan dilakukan satu kali, instar II dua kali dan instar III tiga

kali.

6. Masa istirahat

Pada kondisi optimum, ulat instar I berumur 3 – 3,5 hari, instar II berumur

2,5 – 3 hari dengan lama istirahat sekitar 18 – 24 jam. Umur ulat instar III 3

– 3,5 hari dan lama istirahat sekitar 24 jam. Bila ulat memasuki masa

istirahat, parafin dan busa dikeluarkan, tempat ulat diperlebar supaya

daun sisa cepat kering. Pemberian makan dilakukan setalah 90 – 95% ulat

sudah bangun, supaya pertumbuhan ulat selanjutnya seragam, sebelum

pemberian makan dilakukan desinfeksi tubuh ulat, guna pencegahan

penyakit.

C. Pemeliharaan Ulat Besar

Pemeliharaan ulat besar dilakukan sejak awal instar IV sampai ulat mengokon,

berlangsung selama 16 – 17 hari. Ulat besar mengkonsumsi daun sekitar 95%

dari jumlah daun yang dikonsumsi selama stadium ulat. Ulat besar sangat

sensitif pada perubahan temperatur dan kelembaban serta penyakit.

1. Ruang pemeliharaan

Ruang pemeliharaan untuk ulat besar harus mempunyai cukup jendela dan

ventilasi agar aliran udara didalam ruangan baik. Sebaiknya ruang

pemeliharaan dipisahkan dengan ruang tempat penyimpanan daun.

Page 10: Juknis bibit induk

10

2. Kualitas daun

Keberhasilan pemeliharaan ulat sangat tergantung dari kualitas daun yang

diberikan. Pada instar IV dan V daun yang diberikan harus daun yang baik

dan bernilai gizi tinggi, berumur pangkas 70 – 80 hari.

Pengambilan daun sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari, dimana

keadaan temperatur tidak terlalu panas. Setelah daun diambil dan

diberikan untuk ulat, sisanya dimasukkan kedalam ruang penyimpanan

daun dan ditutup dengan kain atau karung basah, agar tetap segar. Pada

musim kemarau daun yang disimpan sebaiknya dipercikkan sedikit air

bersih, supaya daun tetap segar.

3. Kondisi pemeliharaan

Untuk ulat besar temperatur yang dibutuhkan berkisar 24 – 26 oC dengan

kelembaban 70 – 80%. Untuk daerah beriklim panas, agar temperatur

dapat menjadi lebih sejuk, disekitar bangunan pemeliharaan ditanami

pohon-pohon. Disamping itu jendela dan ventilasi harus cukup, supaya

aerasi berlangsung dengan baik. Kebersihan tempat pemeliharaa juga

harus dijaga kebersihannya. Pembersihan sisa-sisa pakan dan kotoran

dilakukan secara rutin.

4. Pelebaran tempat ulat dan pemberian makan

Jumlah ulat yang dipelihara didalam suatu ruangan harus disesuaikan

dengan luas ruangan dan tempat ulat yang tersedia. Ulat yang terlalu

padat dalam ruang dengan berventilasi kurang, dapat menimbulkan kondisi

yang kurang baik, sehingga menyebabkan pertumbuhan ulat tidak sehat.

Disamping itu penempatan ulat terlalu banyak pada sasag dapat

menyebabkan terjadinya kekurangan makan sehingga dapat mengganggu

pertumbuhan ulat yang mengakibatkan menurunnya produksi kokon.

Ulat instar IV membutuhkan temperatur 26 oC dengan kelembaban 75 –

80%. Kualitas daun yang diberikan harus baik, diberi makan 3 – 4 kali

sehari dengan jumlah daun yang diberikan sekitar 70 kg daun tanpa

cabang, luas tempat ulat 1,8 – 3,6 m .

Page 11: Juknis bibit induk

11

Ulat instar V membutuhkan temperatur 24 oC dengan kelembaban 70%,

kualitas daun yang diberikan baik, frekuensi pemberian makan 3 – 4 kali

sehari. Luas tempat ulat setiap boks 3,6 – 7,2 m dengan jumlah daun

tanpa cabang yang diberikan sekitar 400 kg.

Tabel 3. Kondisi pemeliharaan untuk ulat besar

Instar Temperatur

(0C) Kelembaban

(%) Kualitas

daun

Pemberian

makan per hari (kali)

Luas/boks

Jumlah daun yang

diberikan/boks (kg)

IV 25 70 – 75 Baik 3 – 4 1,8 – 3,6 70

V 24 70 Baik 3 – 4 3,6 – 7,2 400

5. Pengokonan Ulat

Pada hari ke 6 dan ke 7 instar V, nafsu makan ulat mulai berkurang dan

tubuhnya tampak transparan. Ini menandakan ulat siap untuk mengokon.

Ulat yang akan mengokon dipilih kemudian diletakkan pada alat

pengokonan.

Gambar 4. Ulat yang siap mengokon

Mengokonkan ulat biasanya dilakukan selama 2 hari. Setelah 12 jam ulat

mengokon, larva telah membuat lapisan tipis dari kokon, 1 – 2 jam

kemudian ulat akan mengeluarkan kotoran lunak dan urine. Untuk setiap

larva, jumlah urine yang keluar 0,5 ml. Setelah mengeluarkan urine dan

feces ulat kembali membuat kokon selama 60 jam.

Page 12: Juknis bibit induk

12

Gambar 5. Kegiatan mengokonkan ulat

Iklim sangat mempengaruhi pada saat ulat mengokon terutama 30 jam

setelah ulat mengokon. Pada saat ini ulat sedang aktif sekali membuat

kokon dan apabila pada saat ini terjadi perubahan temperatur maka dapat

menyebabkan kualitas kokon kurang baik.

Temperatur yang baik pada saat ulat mengokon adalah 26 oC. Setelah 20 –

24 jam sejak ulat mulai mengokon urine dan fecesnya harus dibuang

supaya mutu dari kokon tetap baik. Sirkulasi udara dalam ruangan harus

baik. Pada hari ke 6 – 7 setelah ulat mengokon, kokon siap untuk dipanen.

D. Penanganan Kokon

Setelah dipanen, kokon dibersihkan untuk menghilangkan flosh-flosh. Kokon

kemudian diseleksi dengan memisahkan kokon normal/baik dengan kokon

abnormal. Kokon normal mempunyai bentuk yang baik, bersih, bila ditekan

kedua ujungnya akan terasa padat dan pupanya sehat. Kokon abnormal dapat

dibedakan menjadi kokon kembar, tipis, ternoda dan berisi pupa mati.

Kokon disayat ujungnya dan diperiksa jenis kelaminnya kemudian dipisahkan

antara pupa jantan dan betina.

Page 13: Juknis bibit induk

13

Beberapa sifat kokon induk yang perlu dianalisis adalah persentase kokon

normal dan abnormal, berat kokon, berat kulit kokon dan persentase kulit

kokon.

Gambar 6. Pemisahan antara kokon normal/baik dengan kokon abnormal

Gambar 7. Kegiatan penyayatan kokon dan pemisahan pupa

Persentase kulit kokon dan berat kulit kokon ditentukan dengan cara

mengambil 10 kokon yang berisi pupa betina dan 10 kokon yang berisi pupa

jantan secara acak. Kemudian ditimbang dan diambil rata-ratanya

Page 14: Juknis bibit induk

14

IV. PENANGANAN TELUR

A. Proses Produksi Telur

Sarana dan prasarana yang diperlukan dalam proses produksi telur ulat sutera

adalah sebagai berikut:

1. Ruang/tempat kupu-kupu

2. Ruang/tempat pemeliharaan telur

3. Laboratorium test Pebrine

4. Alat pembersih kokon

5. Ruang pendingin (Refrigerator)

6. Mesin penghancur kupu-kupu

7. Mikroskop

8. Bak tempat perlakuan HCl

Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam proses produksi telur adalah

sebagai berikut:

1. Pemisahan Pupa Jantan dan Betina

Pemisahan pupa jantan dan betina penting untuk mencegah terjadinya

persilangan sendiri. Untuk pembuatan F1 perlu dipisahkan antara pupa

jantan dan betina dari masing-masing jenis, untuk dapat disilangkan

dengan jenis lain. Untuk mengetahui pupa jantan dan betina adalah

dengan melihat pada ruas abdomen yang kedelapan. Apabila terdapat

tanda ”X” menandakan bahwa pupa adalah betina. Disamping itu tubuhnya

lebih besar. Jadi pekerjaan ini dapat dilakukan secara visual.

Gambar 8. Pupa jantan dan betina

Page 15: Juknis bibit induk

15

Pupa yang telah diseleksi jenis betinanya disebarkan diatas sasag atau

kotak yang diberi alas karton atau kertas bergelombang. Kepadatan pupa

per sasag adalah untuk pupa jantan 450 – 500 ekor, sedang betina 400 –

500 ekor. Bila penempatan pupa terlalu banyak, maka pupa akan terkena

cairan urine kupu pada saat kupu keluar dan akan mengakibatkan pupa

menjadi lemah.

Perlindungan terhadap pupa sangat penting karena mempengaruhi

persentase kupu dan jumlah telur yang dihasilkan.

2. Persilangan

Kupu keluar 10 – 12 hari setelah mengokon. Pupa yang sudah menunjukkan

tanda hitam pada bagian kepalanya diletakkan diruang yang gelap selama

1 hari, kemudian dipindahkan pada tempat yang terang. Hal ini dilakukan

agar kupu-kupu keluar secara serentak.

Kupu-kupu keluar pada waktu pagi sekitar jam 5.00. Setelah kupu-kupu

keluar kemudian disilangkan. Temperatur ruangan yang baik untuk

persilangan sekitar 24 – 25 oC dengan kelembaban 75%. Kupu-kupu

dikawinkan selama 4 – 5 jam setelah itu kupu-kupu dipisah.

Gambar 9(a – b). Kupu-kupu kawin dan bertelur

Kupu-kupu jantan diambil kemudian diletakkan direfrigerator pada suhu 7

– 10 0C dan dapat disimpan selama 3 – 4 hari. Kupu-kupu jantan dapat

digunakan untuk persilangan hanya 2 kali saja. Apabila digunakan lebih

dari itu telur yang dihasilkan kurang baik atau tidak dibuahi. Setelah kupu-

Page 16: Juknis bibit induk

16

kupu betina dipisahkan, selanjutnya didiamkan untuk beberapa menit,

supaya kupu-kupu dapat mengeluarkan urine.

Kupu-kupu betina kemudian diletakkan pada kertas telur dan ditutup

dengan panel. Pada saat kupu-kupu meletakkan telur, suhu ruangan

diusahakan 24 – 25 oC dengan kelembaban 80%, supaya telur yang

dihasilkan berkualitas baik.

B. Penyimpanan Telur

Penanganan telur bibit induk dilakukan terhadap telur-telur yang telah

diletakkan oleh kupu-kupu induk pada kertas telur. Penanganan telur dapat

dilakukan dengan 2 cara yaitu:

1. Sokushin (penyimpanan telur setelah perlakuan HCl)

a. Telur yang telah berada pada kertas telur ditempatkan dalam ruangan

yang temperaturnya 250 C selama 18 jam. Telur dapat langsung diberi

perlakukan HCl kemudian diinkubasikan dan dapat pula disimpan.

Telur-telur yang akan diinkubasikan diberi perlakuan melalui urutan

kerja sbb.:

- Desinfeksi telur dengan larutan formalin 2% selama 2 – 3 menit

- Angin-anginkan sampai kering selama kurang lebih 1 jam

- Memberi perlakuan HCl sesuai dengan Tabel 5 (Lampiran), dibilas

sampai rasa asamnya hilang

- Angin-anginkan sampai kering selama kurang lebih 1 hari

- Inkubasi telur pada temperatur 25O C dengan kelembaban 75 – 80 %

selama 9 – 11 hari

b. Telur yang akan disimpan diberi perlakuan melalui urutan kerja sbb.:

- Telur dapat langsung dimasukkan ke dalam ruang pendingin pada

temperatur 50 C selama kurang lebih 3 hari

- Desinfeksi dengan larutan formalin 2% selama 2 – 3 menit

- Anginkan sampai kering selama kurang lebih 1 jam

- Beri perlakuan HCl sesuai dengan Tabel 5 (Lampiran)

- Anginkan sampai kering selama kurang lebih 24 jam

Page 17: Juknis bibit induk

17

- Masukkan ke ruangan pendingin (refrigertor) pada temperatur

kurang lebih 50 C selama kurang lebih 30 hari

- Inkubasikan pada temperatur 250 C, kelembaban 75 – 80 % selama 9

– 11 hari

Perlakuan HCl dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu :

- Perlakuan HCl panas

Dilakukan dengan cara memanaskan larutan HCl sampai 460 C dengan

Berat Jenis tertentu (Tabel Hubungan Antara Berat Jenis HCl dan

Temperatur). Selanjutnya telur-telur pada kertas telur dicelup ke

dalam larutan HCl panas selama 5 – 6 menit.

- Perlakuan HCl dingin

Dilakukan dengan cara mencelupkan telur yang ada pada kertas telur

ke dalam larutan HCl pada temperatur ruangan. Lama pencelupan

tergantung pada temperatur pada saat perlakuan (Tabel Hubungan

Antara Berat Jenis HCl dan Temperatur).

2. Reishin (penyimpanan telur sebelum perlakuan HCl)

Perlakuan dengan cara Reishin dapat dilakukan jika telur yang disimpan

dalam lemari pendingin (refrigerator) pada temperatur 5 oC telah berumur

35 – 60 hari.

Perlakuan HCl secara reishin dapat dilakukan dengan perlakuan panas atau

dingin melalui prosedur yang sama dengan yang telah diuraikan di atas,

tetapi temperatur HCl untuk perlakuan panas adalah 48 oC.

Page 18: Juknis bibit induk

18

V. PEMERIKSAAN PENYAKIT PEBRINE

A. Karakteristik Penyakit Pebrine

Penyakit Pebrine merupakan salah satu penyakit ulat sutera yang sangat

merusak, patogennya adalah Nosema bombycis. Penyakit Pebrine berkembang

lebih cepat pada stadia ulat kecil dibanding dengan stadia ulat besar. Ulat

yang terserang penyakit Pebrine memperlihatkan gejala nafsu makan

berkurang, pertumbuhan tidak seragam dan pergantian kulit tidak serentak.

Perkembangan selanjutnya, badan ulat mengecil, gerakannya lamban,

pergantian kulit menjadi terlambat dan akhirnya akan menyebabkan

kematian.

Gejala khusus yang diperlihatkan oleh ulat yang terserang penyakit Pebrine

yakni adanya bintik-bintik coklat kehitam-hitaman, besar atau kecil pada

permukaan tubuh ulat atau warna hitam pada bagian kaki abdomen.

Gambar 10. Ulat sutera yang terserang penyakit Pebrine

Penularan penyakit Pebrine dapat terjadi melalui mulut dan ovary (indung

telur) dari kupu-kupu betina. Penularan melalui mulut dapat terjadi bila spora

Pebrine berada pada daun murbei, ruangan dan alat-alat pemeliharaan

ataupun ulat yang terkena infeksi dipelihara bersama-sama dengan ulat yang

sehat. Penularan melalui indung telur kupu-kupu betina, patogen hidup

didalam ovary kupu-kupu betina yang terinfeksi, masuk kedalam telur yang

selanjutnya akan diturunkan ke generasi berikutnya.

Page 19: Juknis bibit induk

19

Apabila larva betina yang terinfeksi penyakit Pebrine pada instar IV atau

instar V, kemudian menjadi kupu-kupu dan selanjutnya patogen tersebut akan

masuk kedalam sel telur. Didalam telur akan mengalami pembiakan dan

berkembang didalam embrio atau didalam badan ulat yang selanjutnya akan

diturunkan ke generasi berikutnya.

Pertumbuhan dan perkembangan penyakit didalam telur dipengaruhi oleh

pertumbuhan telurnya itu sendiri. Pada saat telur mengalami masa istirahat,

pertumbuhan dan perkembangan patogen akan segera berhenti dan bila telur

mulai diinkubasi maka patogen akan mulai aktif kembali.

Salah satu cara yang dianggap efektif untuk mencegah berkembangnya

penyakit Pebrine adalah dengan teknik pemeriksaan terhadap spora Pebrine

pada kupu-kupu betina. Tetapi hal yang harus diperhatikan adalah bahwa

pemeriksaan penyakit Pebrine ini harus dilaksanakan secara ketat untuk

mendapatkan telur-telur yang bebas dari penyakit Pebrine.

B. Pemeriksaan Penyakit Pebrine

Pemeriksaan penyakit pebrine dapat dilakukan pada setiap tahapan siklus

hidup ulat sutera.

1. Tahap Telur

Telur yang terinfeksi penyakit pebrine dapat diketahui dengan melakukan

pemeriksaan terhadap telur yang memperlihatkan gejala antara lain :

a. Telur yang diletakkan oleh kupu-kupu betina menyebar tidak merata

dan bertumpuk, jumlahnya relatif sedikit serta tidak seragam

b. Terdapat bintik-bintik kecil yang berwarna putih selama perkembangan

embrio

c. Pada induk yang sama biasanya telur yang digunakan untuk

pemeriksaan adalah telur yang keluar terakhir karena telur yang lebih

dahulu keluar adakalanya tidak terinfeksi

Page 20: Juknis bibit induk

20

Pengambilan contoh telur untuk pemeriksaan penyakit pebrine adalah

sebagai berikut :

Telur yang tidak menetas dikumpulkan kemudian dihancurkan di atas gelas

preparat, diberi zat pewarna kemudian ditutup dengan gelas penutup dan

selanjutnya diperiksa di bawah mikroskop.

2. Tahap Ulat

Pemeriksaan penyakit Pebrine selama pertumbuhan ulat dilaksanakan

dengan memilih ulat yang tidak normal yaitu ulat yang pertumbuhannya

lambat, kerdil, tidak mengalami pergantian kulit. Pemeriksaan dapat

dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada akhir Instar II atau menjelang awal

Instar III dan pada akhir Instar IV atau menjelang Instar V.

Cara pemeriksaan dapat dilakukan dengan Metode Wright Staining dengan

urutan kerja sbb.:

a. Tubuh ulat dibedah kemudian usus bagian tengah atau kelenjar

suteranya diambil dan dioleskan pada gelas preparat

b. Keringkan pada temperatur kamar 25 – 28 oC selama 30 – 60 menit

c. Setelah kering dioleskan dengan Wright solution selama 30 detik

d. Teteskan air steril pada gelas preparat dan dibiarkan selama 2 menit,

kemudian air steril dan wright solution dibuang.

e. Oleskan cairan Giemsa 40 kali (39 ml air steril + 1 ml cairan Giemsa)

selama 20 menit

f. Gelas preparat dicuci dengan air steril kemudian dikeringkan kembali

pada temperatur kamar

g. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop dengan pembesaran 40 kali

h. Pengecekan kembali dapat dilakukan dengan mencelupkan gelas

preparat ke dalam cairan Xylene selama 20 menit dan kemudian

dikeringkan

3. Tahap Pupa

Pupa yang terinfeksi akan menjadi lembek dan membengkak, terdapat

bintik-bintik hitam sekitar dasar sayap. Pupa yang terserang berat tidak

Page 21: Juknis bibit induk

21

akan mengalami perubahan menjadi kupu-kupu. Oleh karena itu pada

waktu pemisahan jenis kelamin, pupa-pupa harus diteliti dengan baik.

Pupa-pupa yang tidak normal diperiksa seperti halnya pada cara

pemeriksaan ulat yang telah diuraikan sebelumnya.

4. Tahap Kupu-Kupu

Kupu-kupu harus diperiksa sebelum bertelur. Gejala yang tampak pada

kupu-kupu yang terinfeksi penyakit Pebrine adalah bentuk sayapnya tidak

normal dan antenenya tidak berkembang sempurna.

Pemeriksaan secara mikroskopis terhadap Penyakit Pebrine pada kupu-

kupu induk dilakukan dengan cara menghancurkan kupu-kupu induk satu

per satu dengan menggunakan mortar dan cruiser (penghancur kupu-kupu)

kemudian ditetesi larutan KOH 2% sebanyak kurang lebih 2 ml. Larutan

KOH ini digunakan untuk melarutkan lemak yang terdapat pada tubuh

kupu-kupu sehingga dalam pengamatan di bawah mikroskop spora penyakit

pebrine dapat terlihat dengan jelas.

Gambar 11. Alat penghancur kupu-kupu

Page 22: Juknis bibit induk

22

LAMPIRAN

Page 23: Juknis bibit induk

23

Tabel 3. Hubungan Antara Berat Jenis (BJ) HCl dan Temperatur