Top Banner
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT CAIR : DISTILASI DAN TITIK DIDIH Nama : Joanna Nadia NIM : 13011081 Kelompok : 2 (grup minggu ke-2 shift Kamis Petang) Tanggal Praktikum : 14 Februari 2013 Tanggal Laporan : 28 Februari 2013 Asisten : Ecep Hidayat (10510073) LABORATORIUM KIMIA ORGANIK PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2013
22

Joanna Nadia 13011081 Praktikum 1&2

Dec 31, 2015

Download

Documents

Joanna Nadia
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Joanna Nadia 13011081 Praktikum 1&2

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT CAIR :

DISTILASI DAN TITIK DIDIH

Nama : Joanna Nadia

NIM : 13011081

Kelompok : 2 (grup minggu ke-2 shift Kamis Petang)

Tanggal Praktikum : 14 Februari 2013

Tanggal Laporan : 28 Februari 2013

Asisten : Ecep Hidayat (10510073)

LABORATORIUM KIMIA ORGANIK

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2013

Page 2: Joanna Nadia 13011081 Praktikum 1&2

1

PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT CAIR : DISTILASI & TITIK DIDIH

I. Tujuan Percobaan

- Memisahkan/ memurnikan zat cair dengan distilasi sederhana, bertingkat, dan

azeotrop terner.

- Mengkalibrasi titik nol termometer dan menentukan kelayakan termometer.

- Menentukan titik didih dari campuran metanol-air yang dipisahkan dengan distilasi

biasa dan campuran aseton-air yang didistilasi bertingkat.

- Menentukan titik didih azeotrop metanol-air-toluen yang dipisahkan dengan distilasi

azeotrop terner.

- Menentukan indeks bias semua senyawa murni dan semua hasil distilasi biasa,

bertingkat, dan azeotrop terner.

- Membandingkan hasil pengukuran indeks bias hasil percobaan dengan literatur.

II. Teori Dasar

Suatu zat cair mengandung atom-atom atau molekul yang tersusun berdekatan namun

masih dapat bergerak bebas dengan energi berlainan. Saat molekul zat cair mendekati

perbatasan fasa uap-cair molekul tersebut akan berubah menjadi fasa gas jika memiliki

energetika yang cukup untuk mengatasi gaya ikatan antarmolekul dalam fasa cair sehingga

dapat melepaskan diri ke fasa gas. Beberapa molekul yang berada dalam fasa uap di atas zat

cair, ketika mendekati permukaan zat cair tersebut, dapat memasuki fasa cair kembali

sehingga menjadi bagian dari fasa yang terkondensasi. Pada saat proses ini terjadi, molekul-

molekul tersebut memperkecil energi kinetiknya, sehingga gerakannya lebih lambat.

Ketika sistem berada dalam kesetimbangan, karena banyak molekul zat cair yang

memasuki fasa uap dan kemudian kembali lagi dari fasa uap menjadi cair, maka dapat terukur

tekanan uapnya. Jika sistem tetap bertahan dalam kesetimbangan, bahkan ketika energinya

dinaikkan, banyak molekul dalam fasa cair akan memiliki energi yang mencukupi untuk

berubah menjadi fasa uap. Walaupun banyak molekul yang juga kembali dari fasa uap ke

Page 3: Joanna Nadia 13011081 Praktikum 1&2

2

dalam fasa cair, namun jumlah molekul dalam fasa uap bertambah dan tekanan uap akan

naik. Jumlah molekul dalam fasa uap sangat bergantung pada suhu, tekanan dan kekuatan

gaya tarik antarmolekul di dalam fasa cair dan volume sistem.

Jika dua komponen berbeda terdapat dalam fasa cair, uap di atas permukaan fasa cair

akan mengandung beberapa molekul setiap komponen. Jumlah molekul A dalam fasa uap

akan ditentukan oleh tekanan uap A dan fraksi mol A dalam campuran. Dengan kata lain,

jumlah relatif komponen A dan B dalam fasa uap akan berhubungan erat dengan tekanan uap

tiap zat cair murni. Berdasarkan hukum Raoult:

Ptotal = PA + PB

PA = P°AXA dan PB = P°BXB

Pi = tekanan parsial komponen i

Xi = fraksi mol komponen i dalam fasa cair

Sedangkan tekanan uap total di atas permukaan campuran zat cair adalah total dari tekanan

parsial kedua komponen. Jika temperatur naik, tekanan uap masing-masin komponen naik

dan akan meningkatkan tekanan uap total di atas permukaan campuran cair. Saat jumlah

tekanan parsial di atas fasa cair sama dengan tekanan luar yang dikenakan pada sistem,

temperatur campuran cair mencapai titik didihnya.

Distilasi adalah teknik pemisahan dan pemurnian zat cair yang didasari perbedaan titik

didih dari masing-masing zat penyusun campuran homogen, menggunakan prinsip yang telah

dijelaskan di atas. Distilasi merupakan metode yang sangat baik untuk memurnikan zat cair.

Dalam proses distilasi terdapat dua tahap proses, yaitu tahap penguapan dan pengembangan

kembali uap menjadi cair atau padatan. Proses distilasi diawali dengan pemanasan, sehingga

zat dengan titik didih lebih rendah akan menguap. Uap tersebut bergerak menuju kondenser

sehingga uap yang dihasilkan akan kembali cair. Proses ini berjalan terus menerus dan

akhirnya senyawa-senyawa yang ada dalam campuran homogen dapat dipisahkan. Karena

pemisahan ini berdasarkan perbedaan titik didih, maka komponen dengan titik didih lebih

rendah yang proporsinya lebih tinggi pada fasa uap akan terdistilasi pertama kali, lalu diikuti

peningkatan jumlah komponen dengan titik didih lebih tinggi.

Page 4: Joanna Nadia 13011081 Praktikum 1&2

3

Teori Distilasi :

Ketika temperatur naik, jumlah molekul yang melepaskan diri dari fasa cair menuju fasa

gas akan bertambah. Tekanan uap akan bertambah dengan penambahan jumlah sampel

pada fasa uap.

Pengaruh total adalah bahwa jumlah pertambahan molekul udara akan digantikan sampai

semua molekul udara digantikan oleh fasa uap sampel. Pada saat ini PT (tekanan total)

secara khusus merujuk pada Psampel (tekanan sampel).

Fasa cair mulai mendidih (terbentuk gelembung) ketika PT = Psampel.

Pada posisi ini, molekul akan masuk ke fasa gas dari fasa cair sampel dan akan

menggantikan molekul-molekul yang sudah ada dalam fasa tersebut. Tekanan parsial

molekul sampel tidak akan bertambah lagi.

Penguapan bertambah dengan cepat dan pendidihan dimulai (= b.p.= titik didih)

Ada beberapa metode distilasi, yaitu :

1. Distilasi Sederhana

Proses distilasi yang tidak melibatkan kolom fraksinasi atau proses yang biasanya

untuk memisahkan salah satu komponen zat cair dari zat-zat non-volatil atau zat cair

lainnya yang perbedaan titik didihnya paling sedikit 75 oC. Pada dasarnya kondensat

akan memiliki perbandingan mol fasa cair yang sama dengan fasa uap pendidihan dari

fasa cairnya. Distilasi sederhana tidak efektif untuk memisahkan komponen-

komponen dalam campuran yang perbedaan titik didihnya tidak terlalu besar.

air masuk

air keluar

statif

kondensor Adaptor

termometer

klem

manice/bose head

manice/bose head

klem

labu bundar

pemanas listrikberpengaduk magnet

(hotplate magnetic stirrer)

statif

gelas ukur atau

wadah penampung

distilat

batang pengaduk magnet

Gambar 1. Rangkaian Alat Distilasi Sederhana

Page 5: Joanna Nadia 13011081 Praktikum 1&2

4

2. Distilasi Bertingkat

Proses distilasi yang menggunakan kolom fraksinasi, sehingga senyawa-senyawa

yang memiliki titk didih berdekatan dapat dipisahkan dengan baik. Kolom fraksinasi

ini biasanya diisi dengan material berpori yang menyediakan luas permukaan lebih

besar untuk proses kondensasi berulang. Setiap proses siklus pengembunan/

penguapan menghasilkan fasa uap akan lebih kaya dengan fraksi uap komponen yang

lebih volatile.

3. Distilasi azeotropik

Digunakan untuk memisahkan campuran azeotrop (campuran campuran dua atau

lebih komponen yang sulit di pisahkan), biasanya dalam prosesnya digunakan

senyawa lain yang dapat memecah ikatan azeotrop tersebut atau menggunakan

tekanan tinggi. Azeotrop merupakan sistem campuran 2 atau lebih komponen pada

komposisi tertentu yang tidak mengalami perubahan komposisi saat didistilasi pada

suhu konstan. Ketika campuran azeotrop dididihkan, fasa uap yang dihasilkan

memiliki komposisi yang sama dengan fasa cairnya, sehingga disebut juga constant

boiling mixture. Akibatnya, campuran azeotrop tidak dapat dipisahkan dengan

distilasi biasa.

air masuk

air keluar

kondensor(tanpa dialiri air!)

Gambar 2. Rangkaian Alat Distilasi Bertingkat Gambar 3. Rangkaian Alat Distilasi Azeotropik

(http://www.made-from-india.com/gallery/

8955b9354615b46e107907b6273e9422.JPG)

Page 6: Joanna Nadia 13011081 Praktikum 1&2

5

Jika dalam campuran yang akan didistilasi terdapat zat pengotor, distilasi bertingkat

merupakan alternatif yang baik untuk pemisahan terbaik sehingga mendapatkan komponen-

komponen yang murni, terutama untuk campuran dua komponen atau lebih dan campuran

yang mengandung zat pengotor non-volatil.

Dalam distilasi juga dikenal kurva distilasi, yaitu kurva yang memberikan informasi

efisiensi pemisahan komponen suatu campuran. Proses distilasi sederhana dan bertingkat

dialurkan dalam satu grafik (pembacaan suhu terkoreksi). Dari kurva dapat terlihat kelebihan

distilasi bertingkat dibandingkan distilasi sederhana melalui datarnya kurva, yang berarti titik

didih lebih akurat dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi titik didih fraksi tiap

komponen.

Gambar 4. Kurva Distilasi Sederhana vs Bertingkat

Page 7: Joanna Nadia 13011081 Praktikum 1&2

6

III. Data Pengamatan

3.1 Kalibrasi Termometer

Titik beku yang diperoleh dari pengukuran : 1°C

3.2 Distilasi Sederhana

Pengamatan dilakukan pada distilasi sederhana campuran metanol-air (1:1) berupa

pengamatan temperatur tiap diperoleh 5 mL distilat hingga distilat ketiga, dan temperatur saat

diperoleh 3 mL distilat pada distilat terakhir. Dilakukan juga pengamatan indeks bias pada

distilat kesatu dan kedua.

Distilat ke- Volume (mL) Temperatur (°C) Indeks Bias

1 5 67 1,341

2 5 71 1,345

3 5 97

4 3 97

Titik didih metanol murni = 64,7 °C

3.3 Distilasi Bertingkat

Pengamatan dilakukan pada distilasi sederhana campuran aseton-air (1:1) berupa

pengamatan temperatur pada tetesan pertama distilat pertama, temperatur tiap 10 mL distilat

hingga distilat kedua. Dilakukan juga pengamatan indeks bias pada distilat kesatu dan kedua.

Distilat ke- Volume (mL) Temperatur (°C) Indeks Bias

Tetesan pertama 52

1 10 54 1,466

2 10 97 1,3603

Titik didih aseton murni = 56,2 °C

Page 8: Joanna Nadia 13011081 Praktikum 1&2

7

3.4 Distilasi Azeotrop Terner

Pengamatan dilakukan pada distilasi azeotrop terner campuran metanol-air-toluen (1:1:1)

berupa pengamatan temperatur pada tetesan pertama distilat pertama (10 mL), tetesan

pertama distilat kedua (10 mL), tetesan pertama distilat ketiga (3 mL). Dilakukan juga

pengamatan indeks bias pada distilat kesatu dan kedua. Pada distilat pertama dan ketiga

terdapat satu fasa, sedangkan pada distilat kedua ada tiga fasa, dengan indeks bias dari

lapisan terbawah yang paling sedikit jumlahnya hingga lapisan ketiga yang paling banyak

jumlahnya terlampir berurutan pada tabel :

Distilat

ke-

Volume

(mL)

Temperatur

(°C)

Indeks

Bias

Keterangan

1 10 58 1,667 1 fasa, jernih

2 10 60,5

1,637 Lapisan bawah, jernih (sekitar 1-2

mL)

1,651 Lapisan tengah, agak keruh (sekitar 3

mL)

1,6205 Lapisan atas, keruh

3 3 60 1,652 1 fasa, keruh

Titik didih toluena murni = 110, 6 °C

Titik didih metanol murni = 64,7 °C

Titik didih rata-rata campuran azeotrop = 59,5 °C

Page 9: Joanna Nadia 13011081 Praktikum 1&2

8

IV. Perhitungan dan Pengolahan Data

4.1 Distilasi Biasa

Indeks bias metanol berdasarkan literatur = 1,3284

Indeks bias rata-rata =

% kesalahan pengukuran =

=

4.2 Distilasi Bertingkat

Indeks bias aseton berdasarkan literatur = 1,35900

Indeks bias distilat I = 1,466

% kesalahan pengukuran =

=

Indeks bias air berdasarkan literatur = 1,33

Indeks bias distilat II = 1,3603

% kesalahan pengukuran =

=

4.3 Distilasi Azeotrop Terner

Distilat I dan lapisan bawah distilat II diasumsikan adalah metanol :

Indeks bias metanol berdasarkan literatur = 1,3284

Indeks bias rata-rata =

Page 10: Joanna Nadia 13011081 Praktikum 1&2

9

% kesalahan pengukuran =

=

Lapisan tengah dan atas distilat II, dan distilat III diasumsikan azeotrop toluena-metanol :

Indeks bias toluena menurut literatur = 1,4969

Indeks bias rata-rata =

% kesalahan pengukuran =

=

Keterangna : Dari kurva distilasi yang dibuat terlihat bahwa dalam percobaan ini yang dapat

memisahkan dengan baik adalah distilasi sederhana dan bertingkat.

V. Analisis dan Pembahasan

Berdasarkan kalibrasi termometer yang dilakukan, diperoleh titik beku air pada 1°C. Nilai

ini masih berada dalam trayek ±1°C dari 0°C, sehingga termometer dikategorikan masih layak

digunakan.

0

20

40

60

80

100

120

5 10 15 20

Axi

s Ti

tle

Kurva Distilasi

Sederhana

Bertingkat

Azeotrop Terner

Page 11: Joanna Nadia 13011081 Praktikum 1&2

10

Distilasi sederhana yang dilakukan pada campuran metanol-air menghasilkan distilat

pertama pada 67°C, dekat dengan titik didih metanol yaitu 64,7°C. Berarti pada saat tersebut,

metanol sedang menguap dan terkondensasikan ke penampung distilat I. Suhu tetesan

pertama yang lebih tinggi dari titik didih metanol kemungkinan disebabkan adanya pengotor

dalam campuran, karena adanya pengotor menyebabkan kenaikan titik didih suatu campuran

atau larutan. Distilat II dengan temperatur 71°C juga menunjukkan masih terjadi pemisahan

metanol dari air. Saat distilat ketiga dan keempat diambil, suhunya 97°C, di atas titik didih

metanol. Maka pada saat distilat keempat telah selesai diambil (saat hampir setengah dari

volume campuran telah terdistilasi), seharusnya seluruh metanol telah terpisah dari campuran,

dan yang tertinggal di Erlenmeyer adalah air. Namun ada juga kemungkinan pada temperatur

ini ada air yang ikut menguap karena dekat dengan titik didih air. Kesalahan pengukuran

berupa selisih indeks bias literatur dengan percobaan sebesar 1,1% (di bawah 5%, masih

dapat ditoleransi) menunjukkan bahwa pemisahan campuran metanol-air berhasil dilakukan

dengan distilasi. Campuran metanol-air yang didistilasi sederhana memiliki perbedaan titik

didih 35,3°C juga mungkin menyebabkan distilasi yang dilakukan kurang maksimal karena

campuran yang didistilasi sederhana paling baik memiliki perbedaan titik didih lebih dari

70°C.

Distilasi bertingkat pada campuran aseton air menghasilkan tetesan pertama distilat pada

suhu 52°C. Sedangkan berdasarkan literatur, titik didih aseton adalah 56,2°C. Maka saat

tetesan pertama ini terjadi, aseton telah menguap dan terkondensasi menjadi distilat I.

Temperatur tetesan pertama distilat lebih rendah dari titik didih aseton mungkin disebabkan

tekanan atmosfer di Bandung tidak sama dengan 1 atm, disertai kemurnian aseton yang

tinggi, sehingga titik didih distilat pertama lebih rendah dari titik didih aseton. Ketika distilat

diperoleh dengan temperatur 97°C, diasumsikan seluruh aseton telah menguap dan

terkondensasi. Saat distilat kedua telah diperoleh seluruhnya, aseton dan air telah terpisah.

Kesalahan pengukuran sebesar 7,87% pada distilat I disebabkan oleh kesalahan dalam

membaca skala refraktormeter dan penggunaan pipet yang tidak steril (sehingga ada

kemungkinan adanya zat lain yang ikut tercampur).

Pada distilasi azeotrop terner, peralatan yang digunakan sama dengan distilasi bertingkat

(menggunakan kolom fraksionasi). Awalnya dimasukkan campuran metanol-air, yang

membentuk azeotrop biner. Saat toluena dimasukkan, toluena menjadi zat pengotor yang

mengacaukan interaksi azeotrop biner metanol-air dan memisahkan air dari metanol karena

Page 12: Joanna Nadia 13011081 Praktikum 1&2

11

metanol berikatan dengan benzena dan air berikatan dengan toluena. Hal ini menyebabkan

batas antara kedua zat tersebut tampak jelas pada fasa distilat yang dihasilkan. Pada distilat

kedua terdapat 3 fasa, dengan fasa di tengah bervolume sangat sedikit. Kemungkinan lapisan

bawah distilat II adalah bagian dari distilat I berupa metanol, lapisan tengah adalah

perbatasan pencampuran metanol-toluena-air, dan lapisan atas adalah campuran metanol-

toluena.Temperatur saat tetesan pertama distilat jatuh sebesar 58°C adalah titik didih

campuran azeotrop terner metanol-air-toluena. Temperatur yang konstan pada ketiga distilat

yang diamati membuktikan sifat azeotrop sebagai sistem campuran yang mengalami distilasi

pada suhu konstan. Saat distilat I dan lapisan bawah distilat II diperoleh, kemungkinan

metanol yang bertitik didih 64,7°C mulai terpisahkan, dan pada distilat II dan III yang

terdistilasi adalah azeotrop metanol-toluena yang harus dipisahkan lebih lanjut dengan

distilasi berikutnya untuk memperoleh kedua komponen yang terpisah. Kesalahan

pengukuran yang cukup besar pada pengukuran indeks bias dapat disebabkan indeks bias

baru yang terbentuk oleh sistem azeotrop terner tersebut sama sekali beda dengan indeks bias

ketiganya, namun angka kesalahan yang cukup besar dapat disebabkan kesalahan pada

pengukuran indeks bias menggunakan refraktometer. Saat pengukuran dengan refraktometer,

ada kemungkinan penentuan daerah gelap-terang kurang teliti dan pipet yang digunakan

untuk memipet distilat tidak sepenuhnya steril sehingga ada pengaruh dari zat lain yang turut

menyumbangkan perubahan pada indeks bias.

Aplikasi dari distilasi sederhana adalah distilasi alkohol-air pada industri alkohol, di mana

alkohol yang dihasilkan melalui fermentasi sisa tebu yang tidak dapat diproses menjadi gula

pasir masih tercampur homogen dengan air. Distilasi bertingkat banyak digunakan pada

pemisahan fraksi minyak bumi. Dalam minyak bumi banyak campuran yang titik didihnya

berdekatan, tetapi harus dipisahkan menjadi fraksi-fraksi menurut manfaatnya. Proses

pemanasan minyak bumi dilakukan pada suhu cukup tinggi, lalu berdasarkan perbedaan titik

didih dan penggunaan sistem pendingin, dapat dipisahkan beberapa kelompok fraksi minyak

bumi menjadi berbagai jenis bahan bakar. Sedangkan distilasi azeotropik diaplikasikan pada

distilasi furfural-air pada pembuatan furfural dari tongkol jagung.

Page 13: Joanna Nadia 13011081 Praktikum 1&2

12

VI. Kesimpulan

- Campuran metanol-air dapat dipisahkan dengan distilasi sederhana namun kurang optimal,

campuran aseton-air dapat dipisahkan dengan distilasi bertingkat, dan sistem azeotrop

terner metanol-air-toluena dapat dipisahkan dengan distilasi azeotrop yang memerlukan

distilasi lebih lanjut.

- Termometer yang digunakan dalam percobaan masih layak digunakan.

- Titik didih campuran metanol-air yang dipisahkan dengan distilasi biasa adalah 67°C, titik

didih campuran aseton-air yang didistilasi bertingkat adalah 52°C, titik didih campuran

azeotrop terner metanol-air-toluena berdasarkan percobaan adalah 59,5°C.

- Indeks bias rata-rata campuran metanol-air yang didistilasi sederhana yaitu 1,343 dengan

kesalahan pengukuran 1,1%, indeks bias campuran aseton-air yang didistilasi bertingkat

yaitu 1,466 dan 1,3603 dengan kesalahan pengukuran 7,87% dan 2,28%, sedangkan

indeks bias rata-rata campuran azeotrop terner yang diperoleh berturut-turut untuk fasa I

dan II yaitu 1,652 dan 1,641 dengan kesalahan pengukuran 24,36% dan 9,62%.

VII. Referensi

Ahmad, Hiskia. 2001. Kimia laruan. Bandung : Citra Aditya Bakti. Hlm. 31-38.

Mayo, D.W, et. al. 2011. Microscale Organic Laboratory : With Multistep and Multiscale

Synthesis. 5th edition. New York : John Wiley & Sons. Hlm. 61-100, 111-114, 129-

149.

Pasto, D., et. al. 1992. Experiments and Techniques in Organic Chemistry. New Jersey :

Prentice Hall Inc. Hlm. 5, 43-81, 387-406.

http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-kesehatan/pemisahan-kimia-dan-

analisis/destilasi/ Diakses 24 Februari 2013 pk. 20.45

Page 14: Joanna Nadia 13011081 Praktikum 1&2

13

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT PADAT :

REKRISTALISASI DAN TITIK LELEH

Nama : Joanna Nadia

NIM : 13011081

Kelompok : 2 (grup minggu ke-2 shift Kamis Petang)

Tanggal Praktikum : 14 Februari 2013

Tanggal Laporan : 28 Februari 2013

Asisten : Ecep Hidayat (10510073)

LABORATORIUM KIMIA ORGANIK

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2013

Page 15: Joanna Nadia 13011081 Praktikum 1&2

14

PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT PADAT :

REKRISTALISASI & TITIK LELEH

I. Tujuan Percobaan

- Memisahkan/ memurnikan zat padat dengan metode kristalisasi..

- Memilih pelarut yang sesuai untuk rekristalisasi asam benzoat.

- Menentukan penjernihan dan penghilangan warna larutan yang direkristalisasi.

- Menentukan titik leleh kristal hasil rekristalisasi dan sublimasi.

- Menentukan perolehan kembali asam benzoat hasil rekristalisasi dan kamper hasil

sublimasi.

II. Teori Dasar

2.1 Pelarutan Zat Padat

Larutan jenuh adalah jumlah paling sedikit pelarut yang dibutuhkan untuk melarutkan

sejumlah zat padat. Tidak banyak zat padat dapat larut dalam keadaan ini karena dalam

keadaan kesetimbangan. Sedikit saja suhu didinginkan akan terjadi pengendapan. Sejumlah

energi diperlukan untuk melarutkan zat padat, yaitu untuk memecahkan struktur kristalnya (=

energi kisi) yang diambil dari pelarutnya.

2.2 Kristalisasi

Teknik kristalisasi adalah cara pemurnian zat padat berupa proses melarutkan zat padat

tidak murni dalam pelarut panas yang dilanjutkan dengan pendinginan larutan tersebut untuk

membiarkannya mengkristal. Prinsip pemisahan atau pemurnian zat padat dengan teknik

kristalisasi didasarkan pada adanya perbedaan kelarutan zat-zat padat dalam pelarut tertentu

(pelarut murni atau pelarut campuran) dan kelarutan zat padat akan lebih tinggi dalam pelarut

panas dibandingkan dengan pelarut dingin. Sesuai dengan prinsip tersebut, hal yang

menentukan keberhasilan kristalisasi adalah pemilihan pelarut yang tepat, yaitu pelarut yang

sulit melarutkan senyawa pada suhu kamar, tetapi melarutkan dengan baik pada titik

Page 16: Joanna Nadia 13011081 Praktikum 1&2

15

didihnya. Teknik kristalisasi merupakan salah satu teknik pemisahan padat-cair yang penting

di industri karena dapat menghasilkan produk dengan kemurnian hingga 100%.

Kristal dapat terbentuk dalam kristalisasi karena larutan dalam keadaan atau kondisi

lewat jenuh (supersaturated). Kondisi tersebut dikarenakan pelarut sudah tidak mampu

melarutkan zat terlarutnya, atau jumlah zat terlarut sudah melebihi kapasitas pelarut. Mula-

mula molekul zat terlarut membentuk agregat dengan molekul pelarut, lalu terjadi kisi-kisi

diantara molekul zat terlarut yang terus tumbuh membentuk kristal yang lebih besar diantara

molekul pelarutnya, sambil melepaskan sejumlah energi. Kristalisasi dari zat murni akan

menghasilkan kristal yang identik dan teratur bentuknya sesuai dengan sifat kristal

senyawanya. Dan pembentukan kristal ini akan mencapai optimum bila berada dalam

kesetimbangan. Kristal dapat dipaksa untuk terbentuk terbentuk dengan cara mengurangi

jumlah pelarutnya, sehingga kondisi lewat jenuh dapat dicapai. Proses pengurangan pelarut

dapat dilakukan dengan empat cara yaitu, penguapan, pendinginan, penambahan senyawa

lain yang dapat menurunkan kelarutan zat yang akan dikristalisasi, dan reaksi kimia.

Keberhasilan teknik kristalisasi ditentukan oleh pemilihan pelarut yang tepat, yaitu

pelarut yang sukar melarutkan senyawa pada suhu kamar, tetapi dapat melarutkan dengan

baik pada titik didihnya. Pelarut yang baik memiliki kriteria sebagai berikut :

Tidak bereaksi dengan zat padat yang akan direkristalisasi.

Zat padatnya harus mempunyai kelarutan terbatas (sebagian) atau relatif tak larut dalam

pelarut, pada suhu kamar atau suhu kristalisasi.

Zat padatnya mempunyai kelarutan yang tinggi (larut baik) dalam suhu didih pelarutnya.

Titik didihnya tidak melebihi titik leleh zat padat yang akan direkristalisasi.

Zat pengotor yang tak diinginkan harus sangat larut dalam pelarut pada suhu kamar atau

tidak larut dalam pelarut panas.

Harus cukup volatile (mudah menguap) sehingga mudah untuk dihilangkan setelah zat

padat yang diinginkan telah terkristalisasi.

Kekuatan melarutkan suatu pelarut umumnya bertambah dengan bertambahnya titik

didih. Kadang-kadang diperlukan pasangan/campuran pelarut. Dua pelarut yang dapat

bercampur satu sama lain, dengan kemampuan melarutkan yang berbeda, adalah pasangan

pelarut yang sangat berguna. Di bawah ini diberikan beberapa pasangan pelarut yang sering

Page 17: Joanna Nadia 13011081 Praktikum 1&2

16

digunakan: metanol-air, etanol-air, asam asetat-air, aseton-air, eteraseton, eter-metanol, eter-

petroleum eter, benzena-ligroin, metilklorida – metanol.

Secara umum, rekristalisasi dilakukan sesuai dengan tahapan berikut ini:

2.3 Sublimasi

Sublimasi adalah peristiwa yang melibatkan proses perubahan wujud zat dari keadaan

padat langsung menjadi fasa gas tanpa melalui fasa cair, lalu terkondensasi menjadi padatan.

Teknik pemurnian zat padat ini analog dengan proses distilasi. Zat yang dimurnikan dengan

cara sublimasi adalah zat yang volatile (mudah menguap) dan memiliki tekanan uap relatif

tinggi pada temperatur di bawah titik lelehnya. Sublimasi akan lebih efektif bila dilakukan

pada tekanan vakum. Contoh zat yang dapat dimurnikan dengan sublimasi adalah naftalen

(C10H8).

2.4 Titik Leleh dan Cara Penentuannya

Titik leleh (trayek titik leleh) adalah suhu yang teramati ketika zat padat mulai meleleh

sampai semua partikel berubah menjadi cair. Titik leleh senyawa murni adalah suhu dimana

fasa padat dan fasa cair senyawa tersebut, berada dalam kesetimbangan pada tekanan 1 atm.

Makin murni suatu senyawa, trayek temperatur lelehnya makin sempit, biasanya tidak

melebihi 1°. Keberadaan pengotor dalam kisi akan memperlebar trayek lelehnya karena

struktur kristal keseluruhan terganggu dan ikatannya diperlemah.

Titik leleh zat padat dapat ditentukan dengan berbagai alat, tergantung titik leleh atau

interval lelehnya. Alat Thiele digunakan untuk titik leleh 25-180 oC dengan menggunakan

minyak parafin atau oli sebagai pemanas. Alat Thomas-Hoover untuk titik leleh 25-300 oC

menggunakan silikon oli. Alat Mel-Temp untuk titik leleh 25-400 oC menggunakan melting-

Zat padat +

pelarut panas penyaringan

biasa

Zat terlarut

(larutan)

Pengotor

(tidak larut)

pendinginan

& penyaringan

dengan diisap

Pelarut

Kristal

Page 18: Joanna Nadia 13011081 Praktikum 1&2

17

block. Alat Fisher-Johns untuk titik leleh 25-300 oC menggunakan heating-block (elektrik)

dan kaca objek untuk menyimpan zatnya. Alat Thiele dan melting-block yang dipanaskan

dengan bunsen kecil adalah alat yang umum digunakan di laboratorium.

Gambar 1. Alat Thiele Gambar 2. Thomas-Hoover Apparatus

Gambar 3. Melt-Temp Apparatus Gambar 4. Alat Melting Block

Gambar 5. Alat Fisher-Johns Apparatus

Page 19: Joanna Nadia 13011081 Praktikum 1&2

18

III. Data Pengamatan

3.1 Kristalisasi Asam Benzoat Dalam Air

Massa asam benzoat kotor = 2,00 gram

Volume untuk pelarutan = 70 mL

Massa kristal hasil kristalisasi = 0,19 gram

Trayektitik leleh asam benzoat murni = 120 - 127 °C

Titik leleh rata-rata asam benzoat murni =

Trayek titik leleh asam benzoat kotor = 129 - 134 °C

Titik leleh rata-rata asam benzoat kotor =

3.2 Sublimasi

Massa kamper kotor = 1,00 gram

Massa kristal hasil kristalisasi = 0,42 gram

Trayek titik leleh kamper murni = 88 – 97 ° C

Titik leleh rata-rata kamper murni =

Trayek titik leleh kamper kotor = 92 – 100 ° C

Titik leleh rata-rata kamper kotor =

IV. Perhitungan dan Pengolahan Data

4.1 Kristalisasi Asam Benzoat Dalam Air

Page 20: Joanna Nadia 13011081 Praktikum 1&2

19

Titik leleh asam benzoat murni berdasarkan literatur = 122,4°C

Titik leleh rata-rata asam benzoat murni berdasarkan percobaan = 123,5°C

=

% = 0,9 %

4.2 Sublimasi

Titik leleh kamper murni berdasarkan literatur = 80,2°C

Titik leleh rata-rata kamper murni berdasarkan percobaan = 92,5°C

=

% = 15,34 %

V. Analisis dan Pembahasan

Berdasarkan percobaan kristalisasi asam benzoat dan sublimasi kamper yang telah

dilakukan, didapati perolehan kembali asam benzoat hanya sebanyak 0,19 gram dari 2 gram

kamper kotor yang akan dimurnikan, atau hanya sebesar 9,5 %. Sedangkan perolehan

kembali kamper sebesar 42 %, atau hanya 0,42 gram dari 1 gram kamper yang dimurnikan.

Menurut literatur, nilai minimum perolehan kembali yang baik adalah 85%, jika kurang dari

nilai tersebut berarti terjadi kesalahan prosedur atau kelalaian praktikan dalam melaksanakan

percobaan.

Persentase perolehan kembali asam benzoat yang jauh di bawah nilai minimum dapat

disebabkan oleh kesalahan yang dilakukan saat percobaan yaitu : pelarutan asam benzoat

Page 21: Joanna Nadia 13011081 Praktikum 1&2

20

tidak sempurna sehingga tidak semua asam benzoat larut dengan baik; saat penyaringan

dilakukan tidak semua larutan asam benzoat ikut tersaring sehingga massa asam benzoat yang

diperoleh kurang dari yang diharapkan; saat penyaringan mungkin ada sebagian larutan yang

mendingin dan mengkristal namun tidak disadari praktikan.

Persentase perolehan kembali kamper yang hanya sekitar setengah dari nilai minimum

mungkin disebabkan oleh : saat pemanasan dilakukan, kaca arloji tidak menutup dengan baik

cawan porselen sehingga kamper yang terbentuk ada yang keluar dan saat pengerikan kristal

pada kaca arloji ada kristal yang tidak ikut terbawa ataupun tumpah karena kekurangcermatan

pengerjaan.

Dari percobaan juga terlihat bahwa trayek leleh asam benzoat maupun kamper yang

belum dimurnikan (ada pengotor di dalamnya) lebih lebar daripada trayek leleh zat murninya.

Padahal seharusnya berdasarkan literatur, pengaruh zat pengotor terhadap suatu sampel akan

menurunkan titik lelehnya dan memperlebar trayek titik lelehnya. Hal ini dapat disebabkan

oleh kesalahan prosedur saat dilakukan pengukuran titik leleh ataupun saat percobaan justru

ada pengotor yang ikut terbawa serta dapat terkristalisasi sehingga mempengaruhi trayek titik

leleh (terutama pada saat pengerjaan sublimasi yang kesalahan pengukurannya 15,34%).

Trayek leleh yang lebar pada kedua zat sebelum dan setelah dimurnikan melebihi trayek

untuk zat dengan kemurnian tinggi (1°) menunjukkan bahwa pemurnian keduanya dengan

cara sublimasi maupun kristalisasi belum berlangsung dengan baik karena kemurniannya

tidak tinggi, atau karena zat tersebut kemurniannya rendah sehingga ketika dimurnikan

dengan cara kristalisasi atau sublimasi, kemurnian yang dihasilkan pun tetap rendah.

Metode pemisahan dan pemurnian zat padat dengan cara kristalisasi dan sublimasi ini

merupakan metode yang banyak diaplikasikan di industri. Misalnya proses kristalisasi yang

dilakukan pabrik gula. Bahan baku berupa tebu digiling, menghasilkan nira yang selanjutnya

dimasukkan ke alat evaporator vakum. Di dalam evaporator vakum terjadi pemanasan untuk

menguapkan kandungan air dalam nira, lalu uapnya dikeluarkan melalui pompa. Nira yang

kehiangan air ini kemudian berubah menjadi kristal gula. Contoh lain kristalisasi adalah pada

proses pembuatan garam, air laut dialirkan ke tambak, ditutup, terkena cahaya matahari dan

mengalami penguapan. Semakin lama kandungan air di tambak semakin berkurang dan

akhirnya mengering. Bersamaan dengan itu, kristal garam terbentuk. Sedangkan aplikasi

sublimasi dalam kehidupan sehari-hari ditemukan pada menyublimnya kapur barus yang

diletakkan di udara terbuka, sehingga dalam hitungan minggu ukurannya akan semakin kecil.

Page 22: Joanna Nadia 13011081 Praktikum 1&2

21

Dalam industri, sublimasi ditemukan pada pembuatan dry ice (CO2 padat) dengan cara

pemampatan gas dengan konsentrasi CO2 tinggi, diturunkan suhunya hingga sekitar -78,5°C,

mengurangi tekanan sehingga sebagian kecil menguap, dan akhirnya CO2 memadat dan dapat

dipotong-potong setelah terbentuk dry ice.

VI. Kesimpulan

- Pemisahan dan pemurnian zat padat dapat dilakukan dengan kristalisasi maupun

sublimasi.

- Air adalah salah satu pelarut yang baik untuk rekristalisasi asam benzoat karena asam

benzoat larut dengan baik dalam air panas namun tidak larut dalam air dingin.

- Penjernihan dan penghilangan warna larutan dapat dilakukan dengan penambahan norit

secukupnya untuk menyerap warna larutan.

- Berdasarkan percobaan, diperoleh perolehan kembali dan titik leleh kristal asam benzoat

hasil rekristalisasi masing-masing adalah 9,5% dan 120-127°C dengan kesalahan

pengukuran 0,9%, sedangkan perolehan kembali dan titik leleh kristal kamper hasil

sublimasi adalah 42% dan 88-97°C dengan kesalahan pengukuran 15,34%.

VII. Referensi

Mayo, D.W, et. al. 2011. Microscale Organic Laboratory : With Multistep and Multiscale

Synthesis. 5th edition. New York : John Wiley & Sons. Hlm. 85-91, 111-114.

Williamson, Kenneth. 1999. Macroscale and Microscale Organic Experiments. 3rd edition.

Boston :-. Hlm. 122-126, 39-65.

http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-kesehatan/pemisahan-kimia-dan-

analisis/kristalisasi/. Diakses 24 Februari 2013 pk. 21.00