LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT CAIR : DISTILASI DAN TITIK DIDIH Nama : Joanna Nadia NIM : 13011081 Kelompok : 2 (grup minggu ke-2 shift Kamis Petang) Tanggal Praktikum : 14 Februari 2013 Tanggal Laporan : 28 Februari 2013 Asisten : Ecep Hidayat (10510073) LABORATORIUM KIMIA ORGANIK PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2013
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK
PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT CAIR :
DISTILASI DAN TITIK DIDIH
Nama : Joanna Nadia
NIM : 13011081
Kelompok : 2 (grup minggu ke-2 shift Kamis Petang)
Tanggal Praktikum : 14 Februari 2013
Tanggal Laporan : 28 Februari 2013
Asisten : Ecep Hidayat (10510073)
LABORATORIUM KIMIA ORGANIK
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2013
1
PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT CAIR : DISTILASI & TITIK DIDIH
I. Tujuan Percobaan
- Memisahkan/ memurnikan zat cair dengan distilasi sederhana, bertingkat, dan
azeotrop terner.
- Mengkalibrasi titik nol termometer dan menentukan kelayakan termometer.
- Menentukan titik didih dari campuran metanol-air yang dipisahkan dengan distilasi
biasa dan campuran aseton-air yang didistilasi bertingkat.
- Menentukan titik didih azeotrop metanol-air-toluen yang dipisahkan dengan distilasi
azeotrop terner.
- Menentukan indeks bias semua senyawa murni dan semua hasil distilasi biasa,
bertingkat, dan azeotrop terner.
- Membandingkan hasil pengukuran indeks bias hasil percobaan dengan literatur.
II. Teori Dasar
Suatu zat cair mengandung atom-atom atau molekul yang tersusun berdekatan namun
masih dapat bergerak bebas dengan energi berlainan. Saat molekul zat cair mendekati
perbatasan fasa uap-cair molekul tersebut akan berubah menjadi fasa gas jika memiliki
energetika yang cukup untuk mengatasi gaya ikatan antarmolekul dalam fasa cair sehingga
dapat melepaskan diri ke fasa gas. Beberapa molekul yang berada dalam fasa uap di atas zat
cair, ketika mendekati permukaan zat cair tersebut, dapat memasuki fasa cair kembali
sehingga menjadi bagian dari fasa yang terkondensasi. Pada saat proses ini terjadi, molekul-
molekul tersebut memperkecil energi kinetiknya, sehingga gerakannya lebih lambat.
Ketika sistem berada dalam kesetimbangan, karena banyak molekul zat cair yang
memasuki fasa uap dan kemudian kembali lagi dari fasa uap menjadi cair, maka dapat terukur
tekanan uapnya. Jika sistem tetap bertahan dalam kesetimbangan, bahkan ketika energinya
dinaikkan, banyak molekul dalam fasa cair akan memiliki energi yang mencukupi untuk
berubah menjadi fasa uap. Walaupun banyak molekul yang juga kembali dari fasa uap ke
2
dalam fasa cair, namun jumlah molekul dalam fasa uap bertambah dan tekanan uap akan
naik. Jumlah molekul dalam fasa uap sangat bergantung pada suhu, tekanan dan kekuatan
gaya tarik antarmolekul di dalam fasa cair dan volume sistem.
Jika dua komponen berbeda terdapat dalam fasa cair, uap di atas permukaan fasa cair
akan mengandung beberapa molekul setiap komponen. Jumlah molekul A dalam fasa uap
akan ditentukan oleh tekanan uap A dan fraksi mol A dalam campuran. Dengan kata lain,
jumlah relatif komponen A dan B dalam fasa uap akan berhubungan erat dengan tekanan uap
tiap zat cair murni. Berdasarkan hukum Raoult:
Ptotal = PA + PB
PA = P°AXA dan PB = P°BXB
Pi = tekanan parsial komponen i
Xi = fraksi mol komponen i dalam fasa cair
Sedangkan tekanan uap total di atas permukaan campuran zat cair adalah total dari tekanan
parsial kedua komponen. Jika temperatur naik, tekanan uap masing-masin komponen naik
dan akan meningkatkan tekanan uap total di atas permukaan campuran cair. Saat jumlah
tekanan parsial di atas fasa cair sama dengan tekanan luar yang dikenakan pada sistem,
temperatur campuran cair mencapai titik didihnya.
Distilasi adalah teknik pemisahan dan pemurnian zat cair yang didasari perbedaan titik
didih dari masing-masing zat penyusun campuran homogen, menggunakan prinsip yang telah
dijelaskan di atas. Distilasi merupakan metode yang sangat baik untuk memurnikan zat cair.
Dalam proses distilasi terdapat dua tahap proses, yaitu tahap penguapan dan pengembangan
kembali uap menjadi cair atau padatan. Proses distilasi diawali dengan pemanasan, sehingga
zat dengan titik didih lebih rendah akan menguap. Uap tersebut bergerak menuju kondenser
sehingga uap yang dihasilkan akan kembali cair. Proses ini berjalan terus menerus dan
akhirnya senyawa-senyawa yang ada dalam campuran homogen dapat dipisahkan. Karena
pemisahan ini berdasarkan perbedaan titik didih, maka komponen dengan titik didih lebih
rendah yang proporsinya lebih tinggi pada fasa uap akan terdistilasi pertama kali, lalu diikuti
peningkatan jumlah komponen dengan titik didih lebih tinggi.
3
Teori Distilasi :
Ketika temperatur naik, jumlah molekul yang melepaskan diri dari fasa cair menuju fasa
gas akan bertambah. Tekanan uap akan bertambah dengan penambahan jumlah sampel
pada fasa uap.
Pengaruh total adalah bahwa jumlah pertambahan molekul udara akan digantikan sampai
semua molekul udara digantikan oleh fasa uap sampel. Pada saat ini PT (tekanan total)
secara khusus merujuk pada Psampel (tekanan sampel).
Fasa cair mulai mendidih (terbentuk gelembung) ketika PT = Psampel.
Pada posisi ini, molekul akan masuk ke fasa gas dari fasa cair sampel dan akan
menggantikan molekul-molekul yang sudah ada dalam fasa tersebut. Tekanan parsial
molekul sampel tidak akan bertambah lagi.
Penguapan bertambah dengan cepat dan pendidihan dimulai (= b.p.= titik didih)
Ada beberapa metode distilasi, yaitu :
1. Distilasi Sederhana
Proses distilasi yang tidak melibatkan kolom fraksinasi atau proses yang biasanya
untuk memisahkan salah satu komponen zat cair dari zat-zat non-volatil atau zat cair
lainnya yang perbedaan titik didihnya paling sedikit 75 oC. Pada dasarnya kondensat
akan memiliki perbandingan mol fasa cair yang sama dengan fasa uap pendidihan dari
fasa cairnya. Distilasi sederhana tidak efektif untuk memisahkan komponen-
komponen dalam campuran yang perbedaan titik didihnya tidak terlalu besar.
air masuk
air keluar
statif
kondensor Adaptor
termometer
klem
manice/bose head
manice/bose head
klem
labu bundar
pemanas listrikberpengaduk magnet
(hotplate magnetic stirrer)
statif
gelas ukur atau
wadah penampung
distilat
batang pengaduk magnet
Gambar 1. Rangkaian Alat Distilasi Sederhana
4
2. Distilasi Bertingkat
Proses distilasi yang menggunakan kolom fraksinasi, sehingga senyawa-senyawa
yang memiliki titk didih berdekatan dapat dipisahkan dengan baik. Kolom fraksinasi
ini biasanya diisi dengan material berpori yang menyediakan luas permukaan lebih
besar untuk proses kondensasi berulang. Setiap proses siklus pengembunan/
penguapan menghasilkan fasa uap akan lebih kaya dengan fraksi uap komponen yang
lebih volatile.
3. Distilasi azeotropik
Digunakan untuk memisahkan campuran azeotrop (campuran campuran dua atau
lebih komponen yang sulit di pisahkan), biasanya dalam prosesnya digunakan
senyawa lain yang dapat memecah ikatan azeotrop tersebut atau menggunakan
tekanan tinggi. Azeotrop merupakan sistem campuran 2 atau lebih komponen pada
komposisi tertentu yang tidak mengalami perubahan komposisi saat didistilasi pada
suhu konstan. Ketika campuran azeotrop dididihkan, fasa uap yang dihasilkan
memiliki komposisi yang sama dengan fasa cairnya, sehingga disebut juga constant
boiling mixture. Akibatnya, campuran azeotrop tidak dapat dipisahkan dengan
distilasi biasa.
air masuk
air keluar
kondensor(tanpa dialiri air!)
Gambar 2. Rangkaian Alat Distilasi Bertingkat Gambar 3. Rangkaian Alat Distilasi Azeotropik
(http://www.made-from-india.com/gallery/
8955b9354615b46e107907b6273e9422.JPG)
5
Jika dalam campuran yang akan didistilasi terdapat zat pengotor, distilasi bertingkat
merupakan alternatif yang baik untuk pemisahan terbaik sehingga mendapatkan komponen-
komponen yang murni, terutama untuk campuran dua komponen atau lebih dan campuran
yang mengandung zat pengotor non-volatil.
Dalam distilasi juga dikenal kurva distilasi, yaitu kurva yang memberikan informasi
efisiensi pemisahan komponen suatu campuran. Proses distilasi sederhana dan bertingkat
dialurkan dalam satu grafik (pembacaan suhu terkoreksi). Dari kurva dapat terlihat kelebihan
distilasi bertingkat dibandingkan distilasi sederhana melalui datarnya kurva, yang berarti titik
didih lebih akurat dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi titik didih fraksi tiap
komponen.
Gambar 4. Kurva Distilasi Sederhana vs Bertingkat
6
III. Data Pengamatan
3.1 Kalibrasi Termometer
Titik beku yang diperoleh dari pengukuran : 1°C
3.2 Distilasi Sederhana
Pengamatan dilakukan pada distilasi sederhana campuran metanol-air (1:1) berupa
pengamatan temperatur tiap diperoleh 5 mL distilat hingga distilat ketiga, dan temperatur saat
diperoleh 3 mL distilat pada distilat terakhir. Dilakukan juga pengamatan indeks bias pada
distilat kesatu dan kedua.
Distilat ke- Volume (mL) Temperatur (°C) Indeks Bias
1 5 67 1,341
2 5 71 1,345
3 5 97
4 3 97
Titik didih metanol murni = 64,7 °C
3.3 Distilasi Bertingkat
Pengamatan dilakukan pada distilasi sederhana campuran aseton-air (1:1) berupa
pengamatan temperatur pada tetesan pertama distilat pertama, temperatur tiap 10 mL distilat
hingga distilat kedua. Dilakukan juga pengamatan indeks bias pada distilat kesatu dan kedua.
Distilat ke- Volume (mL) Temperatur (°C) Indeks Bias
Tetesan pertama 52
1 10 54 1,466
2 10 97 1,3603
Titik didih aseton murni = 56,2 °C
7
3.4 Distilasi Azeotrop Terner
Pengamatan dilakukan pada distilasi azeotrop terner campuran metanol-air-toluen (1:1:1)
berupa pengamatan temperatur pada tetesan pertama distilat pertama (10 mL), tetesan
pertama distilat kedua (10 mL), tetesan pertama distilat ketiga (3 mL). Dilakukan juga
pengamatan indeks bias pada distilat kesatu dan kedua. Pada distilat pertama dan ketiga
terdapat satu fasa, sedangkan pada distilat kedua ada tiga fasa, dengan indeks bias dari
lapisan terbawah yang paling sedikit jumlahnya hingga lapisan ketiga yang paling banyak
jumlahnya terlampir berurutan pada tabel :
Distilat
ke-
Volume
(mL)
Temperatur
(°C)
Indeks
Bias
Keterangan
1 10 58 1,667 1 fasa, jernih
2 10 60,5
1,637 Lapisan bawah, jernih (sekitar 1-2
mL)
1,651 Lapisan tengah, agak keruh (sekitar 3
mL)
1,6205 Lapisan atas, keruh
3 3 60 1,652 1 fasa, keruh
Titik didih toluena murni = 110, 6 °C
Titik didih metanol murni = 64,7 °C
Titik didih rata-rata campuran azeotrop = 59,5 °C
8
IV. Perhitungan dan Pengolahan Data
4.1 Distilasi Biasa
Indeks bias metanol berdasarkan literatur = 1,3284
Indeks bias rata-rata =
% kesalahan pengukuran =
=
4.2 Distilasi Bertingkat
Indeks bias aseton berdasarkan literatur = 1,35900
Indeks bias distilat I = 1,466
% kesalahan pengukuran =
=
Indeks bias air berdasarkan literatur = 1,33
Indeks bias distilat II = 1,3603
% kesalahan pengukuran =
=
4.3 Distilasi Azeotrop Terner
Distilat I dan lapisan bawah distilat II diasumsikan adalah metanol :
Indeks bias metanol berdasarkan literatur = 1,3284
Indeks bias rata-rata =
9
% kesalahan pengukuran =
=
Lapisan tengah dan atas distilat II, dan distilat III diasumsikan azeotrop toluena-metanol :
Indeks bias toluena menurut literatur = 1,4969
Indeks bias rata-rata =
% kesalahan pengukuran =
=
Keterangna : Dari kurva distilasi yang dibuat terlihat bahwa dalam percobaan ini yang dapat
memisahkan dengan baik adalah distilasi sederhana dan bertingkat.
V. Analisis dan Pembahasan
Berdasarkan kalibrasi termometer yang dilakukan, diperoleh titik beku air pada 1°C. Nilai
ini masih berada dalam trayek ±1°C dari 0°C, sehingga termometer dikategorikan masih layak
digunakan.
0
20
40
60
80
100
120
5 10 15 20
Axi
s Ti
tle
Kurva Distilasi
Sederhana
Bertingkat
Azeotrop Terner
10
Distilasi sederhana yang dilakukan pada campuran metanol-air menghasilkan distilat
pertama pada 67°C, dekat dengan titik didih metanol yaitu 64,7°C. Berarti pada saat tersebut,
metanol sedang menguap dan terkondensasikan ke penampung distilat I. Suhu tetesan
pertama yang lebih tinggi dari titik didih metanol kemungkinan disebabkan adanya pengotor
dalam campuran, karena adanya pengotor menyebabkan kenaikan titik didih suatu campuran
atau larutan. Distilat II dengan temperatur 71°C juga menunjukkan masih terjadi pemisahan
metanol dari air. Saat distilat ketiga dan keempat diambil, suhunya 97°C, di atas titik didih
metanol. Maka pada saat distilat keempat telah selesai diambil (saat hampir setengah dari
volume campuran telah terdistilasi), seharusnya seluruh metanol telah terpisah dari campuran,
dan yang tertinggal di Erlenmeyer adalah air. Namun ada juga kemungkinan pada temperatur
ini ada air yang ikut menguap karena dekat dengan titik didih air. Kesalahan pengukuran
berupa selisih indeks bias literatur dengan percobaan sebesar 1,1% (di bawah 5%, masih
dapat ditoleransi) menunjukkan bahwa pemisahan campuran metanol-air berhasil dilakukan
dengan distilasi. Campuran metanol-air yang didistilasi sederhana memiliki perbedaan titik
didih 35,3°C juga mungkin menyebabkan distilasi yang dilakukan kurang maksimal karena
campuran yang didistilasi sederhana paling baik memiliki perbedaan titik didih lebih dari
70°C.
Distilasi bertingkat pada campuran aseton air menghasilkan tetesan pertama distilat pada
suhu 52°C. Sedangkan berdasarkan literatur, titik didih aseton adalah 56,2°C. Maka saat
tetesan pertama ini terjadi, aseton telah menguap dan terkondensasi menjadi distilat I.
Temperatur tetesan pertama distilat lebih rendah dari titik didih aseton mungkin disebabkan
tekanan atmosfer di Bandung tidak sama dengan 1 atm, disertai kemurnian aseton yang
tinggi, sehingga titik didih distilat pertama lebih rendah dari titik didih aseton. Ketika distilat
diperoleh dengan temperatur 97°C, diasumsikan seluruh aseton telah menguap dan
terkondensasi. Saat distilat kedua telah diperoleh seluruhnya, aseton dan air telah terpisah.
Kesalahan pengukuran sebesar 7,87% pada distilat I disebabkan oleh kesalahan dalam
membaca skala refraktormeter dan penggunaan pipet yang tidak steril (sehingga ada
kemungkinan adanya zat lain yang ikut tercampur).
Pada distilasi azeotrop terner, peralatan yang digunakan sama dengan distilasi bertingkat
(menggunakan kolom fraksionasi). Awalnya dimasukkan campuran metanol-air, yang
membentuk azeotrop biner. Saat toluena dimasukkan, toluena menjadi zat pengotor yang
mengacaukan interaksi azeotrop biner metanol-air dan memisahkan air dari metanol karena
11
metanol berikatan dengan benzena dan air berikatan dengan toluena. Hal ini menyebabkan
batas antara kedua zat tersebut tampak jelas pada fasa distilat yang dihasilkan. Pada distilat
kedua terdapat 3 fasa, dengan fasa di tengah bervolume sangat sedikit. Kemungkinan lapisan
bawah distilat II adalah bagian dari distilat I berupa metanol, lapisan tengah adalah
perbatasan pencampuran metanol-toluena-air, dan lapisan atas adalah campuran metanol-
toluena.Temperatur saat tetesan pertama distilat jatuh sebesar 58°C adalah titik didih
campuran azeotrop terner metanol-air-toluena. Temperatur yang konstan pada ketiga distilat
yang diamati membuktikan sifat azeotrop sebagai sistem campuran yang mengalami distilasi
pada suhu konstan. Saat distilat I dan lapisan bawah distilat II diperoleh, kemungkinan
metanol yang bertitik didih 64,7°C mulai terpisahkan, dan pada distilat II dan III yang
terdistilasi adalah azeotrop metanol-toluena yang harus dipisahkan lebih lanjut dengan
distilasi berikutnya untuk memperoleh kedua komponen yang terpisah. Kesalahan
pengukuran yang cukup besar pada pengukuran indeks bias dapat disebabkan indeks bias
baru yang terbentuk oleh sistem azeotrop terner tersebut sama sekali beda dengan indeks bias
ketiganya, namun angka kesalahan yang cukup besar dapat disebabkan kesalahan pada
pengukuran indeks bias menggunakan refraktometer. Saat pengukuran dengan refraktometer,
ada kemungkinan penentuan daerah gelap-terang kurang teliti dan pipet yang digunakan
untuk memipet distilat tidak sepenuhnya steril sehingga ada pengaruh dari zat lain yang turut
menyumbangkan perubahan pada indeks bias.
Aplikasi dari distilasi sederhana adalah distilasi alkohol-air pada industri alkohol, di mana
alkohol yang dihasilkan melalui fermentasi sisa tebu yang tidak dapat diproses menjadi gula
pasir masih tercampur homogen dengan air. Distilasi bertingkat banyak digunakan pada
pemisahan fraksi minyak bumi. Dalam minyak bumi banyak campuran yang titik didihnya
berdekatan, tetapi harus dipisahkan menjadi fraksi-fraksi menurut manfaatnya. Proses
pemanasan minyak bumi dilakukan pada suhu cukup tinggi, lalu berdasarkan perbedaan titik
didih dan penggunaan sistem pendingin, dapat dipisahkan beberapa kelompok fraksi minyak
bumi menjadi berbagai jenis bahan bakar. Sedangkan distilasi azeotropik diaplikasikan pada
distilasi furfural-air pada pembuatan furfural dari tongkol jagung.
12
VI. Kesimpulan
- Campuran metanol-air dapat dipisahkan dengan distilasi sederhana namun kurang optimal,
campuran aseton-air dapat dipisahkan dengan distilasi bertingkat, dan sistem azeotrop
terner metanol-air-toluena dapat dipisahkan dengan distilasi azeotrop yang memerlukan
distilasi lebih lanjut.
- Termometer yang digunakan dalam percobaan masih layak digunakan.
- Titik didih campuran metanol-air yang dipisahkan dengan distilasi biasa adalah 67°C, titik
didih campuran aseton-air yang didistilasi bertingkat adalah 52°C, titik didih campuran
azeotrop terner metanol-air-toluena berdasarkan percobaan adalah 59,5°C.
- Indeks bias rata-rata campuran metanol-air yang didistilasi sederhana yaitu 1,343 dengan
kesalahan pengukuran 1,1%, indeks bias campuran aseton-air yang didistilasi bertingkat
yaitu 1,466 dan 1,3603 dengan kesalahan pengukuran 7,87% dan 2,28%, sedangkan
indeks bias rata-rata campuran azeotrop terner yang diperoleh berturut-turut untuk fasa I
dan II yaitu 1,652 dan 1,641 dengan kesalahan pengukuran 24,36% dan 9,62%.
VII. Referensi
Ahmad, Hiskia. 2001. Kimia laruan. Bandung : Citra Aditya Bakti. Hlm. 31-38.
Mayo, D.W, et. al. 2011. Microscale Organic Laboratory : With Multistep and Multiscale
Synthesis. 5th edition. New York : John Wiley & Sons. Hlm. 61-100, 111-114, 129-
149.
Pasto, D., et. al. 1992. Experiments and Techniques in Organic Chemistry. New Jersey :