Top Banner
MAKALAH PSTH Tectona grandis Disusun oleh : Fakhira Rifanti M. (19813055) M. Athar H. I. (19813094) Katiana Apriyani (19813001) Ghazi M. I. (19813017) Adi F.M.Y. (19813109) SITH- Rekayasa INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2013/2014
58

Jati Makalah

Nov 14, 2015

Download

Documents

makalah jati
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • MAKALAH PSTH

    Tectona grandis

    Disusun oleh :

    Fakhira Rifanti M. (19813055)

    M. Athar H. I. (19813094)

    Katiana Apriyani (19813001)

    Ghazi M. I. (19813017)

    Adi F.M.Y. (19813109)

    SITH- Rekayasa

    INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

    2013/2014

  • 2

    Daftar Isi

    i. Daftar Isi 2

    ii. Bab I : Pendahuluan

    1.1Latar Belakang 3

    1.2 Tujuan 3

    iii. Bab II : Tectona Grandis

    2.1 Biology of commodity

    2.1.1. Pengertian 4

    2.1.2. Penyebaran Jati 4

    2.1.3. Morfologi 5

    2.1.4. Kondisi Untuk Pertumbuhan 7

    2.2. Industrial Potency 9

    2.3. Technology 14

    2.4. Existing Industry 27

    2.5. Management 30

    2.6. Market 40

    2.7. Social Aspect 45

    iv. Bab III : Kesimpulan 57

    v. Daftar Pustaka 58

  • 3

    Bab 1 Pendahuluan

    1.1 Latar Belakang

    Penggunaan kayu pada industri mebel dan kegunaan lainnya pada kehidupan kita sangat

    banyak. Semakin banyaknya permintaan barang yang terbuat dari kayu menyebabkan pasokan kayu

    semakin sedikit sehingga menyebabkan harga kayu melonjak tinggi, akibatnya banyak perusahaan

    yang memilih untuk mengganti haluan atau mencari jalan pintas dengan penebangan liar.

    Salah satu kayu yang memiliki kualitas baik nan mahal adalah kayu jati. Di indonesia sendiri

    banyak petani jati yang memiliki puluhan hektar pohon jati, namun tak sebanyak pohon-pohon

    lainnya dikarenakan lamanya pertumbuhan pohon jati. Pohon jati yang memiliki kualitas baik dan

    siap untuk di tebang yaitu sekitar 10 tahun ke atas, itulah alasan kebanyakan petani berpindah

    haluan. Selain itu karena pohon jati hanya bisa di ambil kayunya saja (tidak adanya buah atau hasil

    lainnya).

    1.2 Tujuan

    1. Mencari cara untuk mempercepat pertumbuhan dari pohon jati.

    2. Mencari cara untuk meyakinkan pengembang hasil olahan kayu untuk menggunakan kayu

    alternatif selain jati.

  • 4

    BAB 2 Tectona grandis

    2.1. Biology of commodity

    2.1.1. Pengertian

    Jati (Tectona grandis L.f.) terkenal sebagai kayu komersil bermutu tinggi, yang termasuk dalam

    famili Verbenaceae. Kayu ini bertekstur berat, keras dan sangat hardwearing sehingga sangat cocok

    untuk digunakan dalam furniture atau pun ukiran. Kualitas kayu jati meliputi daya tarik dalam warna

    dan biji-bijian, daya tahan , ringan dengan kekuatan , tidak mudah retak , ketahanan terhadap rayap

    , jamur , dan pelapukan.

    2. 1.2. Penyebaran Jati

    Jati merupakan tanaman asli (endemik) disebagian besar daerah India, Myanmar, Thailand

    bagian barat, Indo Cina, sebagian Jawa, serta beberapa pulau kecil lainnya di Indonesia, seperti

    Muna (Sulawesi tenggara). Diluar daerah tersebut tanaman jati merupakan tanaman asing atau

    tanaman eksotik (pendatang). Saat ini, jati sebagai eksotis di banyak negara , misalnya Sri Lanka ,

    Bangladesh dan Cina. Di Asia, jati tersebar di Ghana , Nigeria , Pantai Gading , Senegal , Togo dan

    Benin. Di Afrika Barat, Sudan dan Tanzania. Di Afrika timur, Trinidad , Puerto Rico dan Panama. Di

    Amerika Tengah, Brazil dan Ekuador. Area global perkebunan jati yang tercatat pada tahun 1990

    adalah sekitar 1,6 juta ha.

    Gambar 1.1 Distribusi Pohon Jati

  • 5

    Gambar 1.2 Daun Jati

    Gambar 1.2 Bunga Jati

    Di Indonesia, jati terdapat di beberapa daerah seperti Jawa, Muna, Buton, Maluku dan Nusa

    Tenggara. Awalnya, jati mengalami proses naturalisasi di Pulau Jawa yang kemudian berkembang

    sampai ke Kangean, Muna (Sulawesi tenggara) Sumba (Nusa Tenggara), dan Bali. Selanjutnya Jati

    menyebar ke beberapa pulau lainnya. Namun, hutan jati Indonesia yang paling luas dikembangkan

    di Pulau Jawa, luasnya sekitar 1,05 miliar ha, sedangkan di pulau lain hanya kurang dari 50.000 ha.

    2.1.3 Morfologi

    a. Daun dan Tajuk

    Daun jati umumnya berukuran 60-70x80-100 cm untuk pohon muda.

    Sedangkan pada pohon tua, ukurannya menyusut menjadi sekitar 15-20 cm.

    Letak daun jati bersilangan (opposite) dengan bentuk elips atau bulat telur

    (tajuk rimbun). Permukaan daun jati berbulu halus dan memiliki kelenjar di

    permukaan bawahnya. Ketika masih muda, daun ini berwarna kemerahan serta mengeluarkan

    warna merah ketika diremas. Sedangkan daun tua berwarna hijau tua keabu-abuan.

    b. Batang

    Jati dapat mencapai tinggi kira-kira 30-45 meter dengan diameter selebar 2,2 m. Pada habitat

    yang baik, cabang jati yang tumbuh lebih sedikit. Pada habitat kering, pertumbuhan menjadi

    terhambat, cabang lebih banyak, melebar dan membentuk semak. Batang jati memiliki bentuk yang

    tidak beraturan serta monopodial (hanya memiliki satu batang pokok) dan umumnya beralur.

    Ranting yang muda berpenampang sisi empat, serta berbonggol di buku-bukunya.

    c. Bunga dan Buah

    Masa berbunga dan berbuahya pohon jati adalah Juni-Agustus setiap

    tahun. Ukuran bunga kecil, diameter 6-8 mm, keputih-putihan dan

    berkelamin ganda (terdiri dari benangsari dan putik yang terangkai

    dalam tandan besar).

    Buahnya keras, terbungkus kulit berdaging, lunak tidak merata (tipe

    buah batu) . Ukuran buah bervariasi 5-20 mm, umumnya 11-17 mm.

    Struktur buah terdiri dari kulit luar tipis yang terbentuk dari kelopak,

    lapisan tengah (mesokarp) tebal seperti gabus, bagian dalamnya (endokarp) keras dan terbagi

    menjadi 4 ruang biji. Benih jati berbentuk oval dengan ukuran kira-kira 6x4 mm.

  • 6

    d. Akar

    Jati memilki 2 jenis akar yaitu tunggang dan serabut. Akar tunggang merupakan akar yang

    tumbuh ke bawah dan berukuran besar. Fungsi utamanya menegakan pohon agar tidak mudah

    roboh, sedangkan akar serabut merupakan akar yang tumbuh kesamping untuk mencari air dan

    unsur hara.

    e. Kayu

    Pohon jati merupakan jenis pohon tropis dan sub tropis dikenal sejak abad ke-9 sebagai pohon

    dengan kualitas tinggi dan awet sampai 500 tahun. Kayunya berwarna kemerah-merahan. Pohon tua

    sering beralur dan berbanir. Kulit batang tebal, abu-abu atau coklat muda keabu-abuan. Kulit kayu

    jati berwarna kecoklatan atau abu-abu dan sifatnya mudat terkelupas. Pangkal batang berakar

    papan pendek dan dapat bercabang.

    Warna kayu bagian tengah (teras) berwarna coklat muda, coklat

    merah tua, atau merah coklat, sedangkan warna kayu gubal

    (bagian luar teras hingga kulit) putih atau kelabu kekuningan.

    Tekstur kayu agak kasar dan tidak merata. Arah serat kayu jati

    lurus dan agak terpadu. Permukaan kayu jati licin dan agak

    berminyak serta memiliki gambaran yang indah.

    Kambium kayu jati memilki sel-sel yang menghasilkan

    perpanjangan vertikal dan horizontal, dimulai dengan

    berkembangnya inti sel berbentuk oval secara memanjang,

    kemudian akan membelah menjadi 2 sel dan demikian seterusnya. Pada sekitar bulan Juli-

    September (musim kemarau), tanaman akan mengalami gugur daun dan pada saat itu kambiun

    akan tumbuh lebih sempit dari pertumbuhan musim penghujan. Pada bulan Januari-April

    (musim penghujan), daun akan tumbuh, sehingga pertumbuhan kambium normal kembali.

    Perbedaan pertumbuhan tersebut akan membuat suatu pola yang indah bila batang jati dipotong

    melintang. Pola pertumbuhan kayu yang indah tersebut dikenal juga dengan istilah lingkaran

    tahun. Kayu jati memiliki berat jenis antara 0,62-0,75 dan memiliki kelas kuat II-III dengan nilai

    keteguhan patah antara 800-1200 kg/cm3.

  • 7

    f. Komponen Kimia

    Daya resistensi yang tinggi kayu jati terhadap serangan jamur dan rayap disebabkan karena

    adanya zat ekstraktif tectoquinon atau 2-metil antraqinon. Selain itu, kayu jati juga masih

    mengandung komponen lain, seperti tri poliprena, phenil naphthalene, antraquinon dan

    komponen lain yang belum terdeteksi. Kayu jati memiliki kadar selulosa 46,5%, lignin 29,9%,

    pentosan 14,4%, abu 1,4%, dan silika 0,4%, serta nilai kalor 5,081 kal/gr.

    Keawetan kayu sesuai hasil uji terhadap rayap dan jamur tergolong kelas II. Dengan demikian,

    kayu jati dapat terserang rayap dengan kapasitas rendah pada kondisi kayu yang dipengaruhi oleh

    umur pohon, semakin tua kayu jati semakin sulit terserang rayap.

    2.1.5. Kondisi untuk Pertumbuhan

    Walaupun jati dikenal sebagai penghasil kayu yang kuat, jati juga memerlukan kondisi yang

    kondusif untuk mendukung pertumbuhannya. Habitat tumbuh yang sesuai akan mendukung kualitas

    kayu yang dihasilkan. Tanah dengan topografi relatif datar (hutan dataran rendah) kemiringan lereng

    maksimal 20% dan kandungan unsur kimia pokok yang dapat mendukung pertumbuhan jati adalah

    Kalsium (Ca), Fosfor (P), Kalium (K) dan Nitrogen (N), sedangkan kapasitas bahan organik (humus)

    optimum antara 1,87-5,55 yang berada dipermukaan dan 0,17-0,19% sekitar 100 cm di bawah

    permukaan.

    Ketinggian tempat maksimal adalah 800 m dpl karena ketinggian tempat lebih dari 800 m dpl

    tanaman jati tidak dapat tumbuh dengan baik akibat suhu tahunan yang lebih rendah. Curah hujan

    minimum untuk tanaman jati adalah 750 mm/tahun, optimum 1000-1500 mm/tahun dan maksimum

    2500 mm/tahun. Walaupun demikian tanaman jati masih dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan 3

    750 mm/tahun. Curah hujan secara fisik dan fisiologis berpengaruh terhadap sifat gugurnya daun dan

    kualitas produk kayu. Di daerah dengan musim kemarau panjang tanaman jati akan menggugurkan

    daunnya dan biasanya lingkaran tahun yang terbentuk lebih artistik. Suhu udara yang dibutuhkan

    tanaman jati untuk tumbuh baik minimum 13-170C dan maksimum 39-430C. Pada suhu optimum 22-

    420C, kualitas kayu jati yang dihasilkan lebih baik. Kelembaban lingkungan optimum untuk tanaman jati

    sekitar 80% untuk fase vegetatif dan 60-70% pada fase generatif.

  • 8

    Pada kapasitas tanah jati, pertahanan air sangat penting . Jika terlalu tinggi atau terlalu rendah

    pertumbuhan tanaman akan terhambat . Namun untuk keseluruhan, drainase tanah tampaknya sering

    menjadi faktor yang paling menentukan untuk produktivitas. Selain itu, penurunan kondisi fisik tanah

    pada jati, terjadi bila kehadiran garam kalsium dari mudah larut , yang tidak dinetralkan. Oleh karena itu,

    kesuburan tanah harus dipertahankan yaitu oleh semak padat dalam pohon cemara yang mencegah

    erosi tanah , memfasilitasi infiltrasi dan evaporasi air , dan memberikan kontribusi pada siklus hara.

    Berikut adalah detail spesifikasi dan karakter Tectona grandis :

    a. Klasifikasi

    Kingdom : Plantae

    Ordo : Lamiales

    Famili : Lamiaceae

    Genus : Tectona

    Spesies : Tectona grandis

    b. Fisiologi

    Tinggi : Mencapai 40 m (131 ft)

    Batang : Abu-abu atau Abu-Coklat

    Daun : Oval-Elips dengan panjang 60-70 cm dan lebar 80100 cm

    Bunga : Putih dengan panjang 2540 cm (1016 in) dan lebar 30 cm (12 in)

    Mulai berbunga pada usia 20 tahun, sepanjang Juli-Agustus

    Buah : Bulat dengan diameter 1.2 1.8 cm

    Berbuah sepanjang September Desember

    Iklim : Monsoon Climate

    Tumbuh : Ketinggian < 1000 m

    Curah Hujan : 1.250 3.750 mm per tahun

    Temperatur : 13/17 39/43 C

    Komposisi Tanah : Basalt, Granit, Schicst, Gneiss, Limestone, Sandstone

  • 9

    2.2. Industrial Potency

    a. Potensi Mebel dari Akar Jati

    Akar kayu jati semula hanya merupakan limbah hasil hutan yang umumnya digunakan untuk

    kayu bakar. Namun bahan itu kini dimanfaatkan sebagai bahan baku mebel karena memiliki nilai

    ekonomi tinggi. Pasar mebel dari akar jati pun tidak hanya diminati pasal lokal, tetapi juga luar

    pulau maupun mancanegara.

    Jenis mebel yang diproduksi sebagian besar merupakan aksesoris, meja dan kursi. Mebel

    dari bagian pohon jati ini memiliki keindahan khas dibanding model kursi dan meja yang lain. Di

    samping menimbulkan guratan indah pada permukaan bekas potongan pohon jati, bentuk

    perakaran tanaman ini juga menambah keunikan mebel yang dihasilkan.

    Jika bahan ingin dibuat menjadi bentuk meja, bekas potongan pohon merupakan bagian

    atas meja. sedang kaki-kakinya dibangun dari akar yang berdiri di empat sudut. Bentuk dasar

    dari akar kemudian dikembangkan lagi oleh tukang ukir dengan berbagai motif yang diinginkan.

    Ada yang bermotif pohon, bunga, burung, buaya dan binatang lainnya.

    b. Potensi Serbuk Gergaji Kayu Jati

    Umumnya sebagian limbah serbuk gergaji ini hanya digunakan sebagai bahan bakar tungku,

    atau dibakar begitu saja, sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Padahal serbuk

    gergaji kayu jati merupakan biomassa yang belum termanfaatkan secara optimal dan memiliki

    nilai kalor yang relatif besar.

    Dengan mengubah serbuk gergaji menjadi briket, maka akan meningkatkan nilai ekonomis

    bahan tersebut, serta mengurangi pencemaran lingkungan. Briket arang merupakan bahan

    bakar padat yang mengandung karbon, mempunyai nilai kalori yang tinggi, dan dapat menyala

    dalam waktu yang lama. Bioarang adalah arang yang diperoleh dengan membakar biomassa

    kering tanpa udara (pirolisis). Sedangkan biomassa adalah bahan organik yang berasal dari jasad

    hidup. Biomassa sebenarnya dapat digunakan secara langsung sebagai sumber energi panas

    untuk bahan bakar, tetapi kurang efisien.

    Pirolisis adalah proses dekomposisi kimia dengan meggunakan pemanasan tanpa adanya

    oksigen. Proses ini atau disebut juga proses karbonasi atau yaitu proses untuk memperoleh

    karbon atau arang, disebut juga High Temperature carbonization.

    Adapun kelebihan dari briket dibandingkan arang biasa (konvensional), antara lain:

  • 10

    Panas yang dihasilkan oleh briket bioarang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kayu

    biasa dan nilai kalor dapat mencapai 5.000 kalori.

    Briket bioarang bila dibakar tidak menimbulkan asap maupun bau, sehingga bagi masyarakat

    ekonomi lemah yang tinggal di kota-kota dengan ventilasi perumahannya kurang mencukupi,

    sangat praktis menggunakan briket bioarang.

    Setelah briket bioarang terbakar (menjadi bara) tidak perlu dilakukan pengipasan atau diberi

    udara.

    Teknologi pembuatan briket bioarang sederhana dan tidak memerlukan bahan kimia lain

    kecuali yang terdapat dalam bahan briket itu sendiri.

    Peralatan yang digunakan juga sederhana, cukup dengan alat yang ada dibentuk sesuai

    kebutuhan.

    Dengan pemanfaatan serbuk gergaji kayu jati menjadi briket bioarang, maka diharapkan

    dapat mengurangi pencemaran lingkungan, memberikan alternatif sumber bahan bakar yang

    dapat diperbarui dan bermanfaat untuk masyarakat.

    c. Industri kapal

    Sejak lama kayu jati telah digunakan sebagai bahan baku

    pembuatan kapal laut, termasuk kapal-kapal VOC yang melayari

    samudera di abad ke-17. Saat ini, pemanfaatan jati tersebut terus

    dikmebangkan dengan berbagai inovasi setiap zamannya. Banyak pula

    produk kapal yang menekan kan pembuatan deck kapal dengan jati,

    karena sifatnya yang tahan lama, ringan, daya apung yang baik serta

    anti jamur.

    d. Industri mebel

    Kekuatan dan keindahan serat yang dihasilkan kayu jati, menyebabkan kayu ini menjadi bahan

    baku utama untuk membuat perabotan rumah tangga (furniture), seperti meja, kursi, kasur, bingkai

    jendela bahkan patung. Karena kemampuannya dalam menahan kondisi cuaca yang keras , jati juga

    terbukti menjadi bahan yang ideal dalam pembuatan furnitur outdoor sehingga dapat digunakan

  • 11

    pula dalam struktur rumah-rumah tradisional Jawa, seperti rumah joglo Jawa Tengah, menggunakan

    kayu jati di hampir semua bagiannya: tiang-tiang, rangka atap, hingga ke dinding-dinding berukir.

    Pohon jati juga berguna untuk membuat berbagai konstruksi berat seperti jembata, bantalan rel

    kereta, bahkan bahan bakar lokomotif uap karena panas tinggi yang dihasilkan kayunya. Saat ini,

    kayu jati dapat diolah menjadi venir (veneer) untuk melapisi wajah kayu lapis mahal; serta dijadikan

    keping-keping parket (parquet) penutup lantai.

    e. Industri Jati Putih

    Kayu Gmelina Jati Putih Mempunyai Prospek Bisnis Cerah. Meningkatkan kebutuhan kayu

    industri membuat produsen kayu melirik potensi tanaman yang memiliki pertumbuhan cepat

    dengan kualitas kayu yang bagus. Hal ini salah satunya dipicu oleh rendahnya produksi kayu sengon

    karena di beberapa sentra produksi kayu sengon banyak diserang penyakit karat puru. Salah satu

    jenis tanaman kayu yang memiliki potensi pertumbuhan cepat adalah jati putih.

    Prospek budi daya jati putih kian cerah karena meningkatkan kebutuhan kayu industri. Sebagai

    bahan baku kayu industri, kayu jatih putih kerap digunakan sebagai pulp, plywood, bahan konstruksi

    ringan, asesoris interior, perabot rumah tangga, kerajinan, dan cinderamata. Selain kayunya,

    beberapa bagian tanaman juga bisa dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Sementara daunnya bisa

    dimanfaatkan untuk pakan ternak.

    Sebagai komoditas yang potensial, kayu jati putih banyak dipasok ke berbagai daerah di

    Indonesia. Harga jual kayu pada tahun 2009 berkisar 50100 juta per ha, bergantung pada

    diameter kayu dan jarak tanam. Tidak hanya untuk memasok pasar dalam negeri, pasar luar negeri

    juga masih menganga. Sebagai contoh adalah pasar Jepang. Di Jepang, kayu jati putih diolah

    menggunakan teknologi tinggi sehingga menghasilkan cenderamata, esesoris interior, dan perabot

    rumah tangga.

    f. Potensi Daun Jati Cina sebagai teh

    Daun jati cina yang telah diracik sebagai teh memiliki beragam khasiat yang bermanfaat bagi

    tubuh. Khasiat ini telah dipergunakan oleh para ahli di abad ke 9 sebagai obat menghilangkan

    sembelit. Dalam perkembangannya, teh daun jati cina digunakan para dokter sebagai obat

  • 12

    pembersih colon (usus besar). Masih banyak lagi manfaat penggunaan teh jati cina dalam kehidupan

    sehari-hari kita.

    Contoh dari penggunaan teh jati cina :

    1. Meningkatkan potensi herbal

    Saat tubuh tidak bisa melakukan metabolism dengan lancar dikarenakan timbunan kolesterol jahat

    maupun lemak, teh jati cina dapat membantu mengembalikan kondisi tubuh agar dapat kembali

    berfungsi normal.

    2. Menetralisir racun yang masuk ke dalam tubuh

    Dengan berjalannya aktivitas sehari-hari, tubuh kita menyerap berbagai macam kotoran yang

    disebabkan polutan. Konsumsi the jati cina dapat membantu meluruhkan kotoran dalam tubuh, dan

    membersihkan tubuh.

    3. Teh daun jati cina dapat melangsingkan

    Manfaat ini sudah sangat terkenal dan diakui oleh banyak kalangan. Teh jati cina bahkan bisa

    digunakan sebagai pelangsing bagi hampir semua orang tanpa ada resiko yang berarti. Teh jati cina

    hanya dilarang digunakan bagi mereka yang menderita gangguan ginjal dan bagi wanita hamil yang

    memang sangat membutuhkan nutrisi bagi perkembangan janinnya.

    4. Teh daun jati cina dapat menghilangkan perut buncit

    Kurangnya olahraga dan tuntutan pekerjaan yang mengharuskan untuk selalu di belakang meja

    menyebabkan timbunan lemak di dalam perut terus menumpuk. Dengan mengkonsumi the daun ati

    cina, lemak pada perut akan menyusut sehingga mendapatkan hasil yang proporsional.

    5. Penggunaan teh daun jati cina merupakan satu alternatif diet tinggi serat.

    Selain sayur dan buah-buahan, menambahkan satu gelas teh daun jati cina setiap malam sebelum

    tidur akan mempercepat metabolisme tubuh.

  • 13

    g. Potensi Bahan Kimia dalam Jati

    Kini, jati dapat dijadikan sebagai penyembuh luka, akibat bahan kimia hidroklorik yang

    dikandungnya. Selain itu, biji jati telah lama digunakan secara tradisional sebagai hair tonic oleh

    warga India sebagai penumbuh rambut. Dalam proses pertumbuhannya, biji ini menumbuhkan lebih

    banyak folikel daripada minoaxil sehingga lebih banyak menumbuhkan rambut.

    Manfaat lain ekstrak daun jati dapat digunakan sebagai penyembuh anemia. Dalam tubuh,

    konsentrasi hemoglobin, jumlah sel darah merah, kadar hematokrit dan retikulosit meningkat. Selain

    itu, ekstrak jati menambah ketahanan osmotik pada sel darah merah, terutama pada sel darah

    merah muda.

    i. Potensi Tradisional

    Daun jati dimanfaatkan secara tradisional di Jawa sebagai pembungkus, termasuk pembungkus

    makanan. Nasi yang dibungkus dengan daun jati terasa lebih nikmat. Contohnya adalah nasi

    jamblang yang terkenal dari daerah Jamblang, Cirebon. Daun jati juga banyak digunakan di

    Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai pembungkus tempe.

    Selan itu, masyarakat tradisional sering memanfaatkan kulit pohon jati sebagai bahan dinding rumah

    mereka. Daun jati, yang lebar berbulu dan gugur di musim kemarau itu, dipakai sebagai pembungkus

    makanan dan juga barang. Cabang dan ranting jati menjadi bahan bakar bagi banyak rumah tangga

    di desa hutan jati.

  • 14

    2.3. Technology

    1. TEKNOLOGI PEMBIBITAN JATI

    Secara umum, produksi bibit melalui metode kultur jaringan memerlu-

    kan beberapa tahap, yaitu

    (1) penyediaan bahan tanaman (eksplan) dari induk terpilih

    (2) sterilisasi eksplan yang akan ditanam pada media inisiasi,

    (3) penanaman pada media untuk penggandaan atau multiplikasi tunas,

    (4) penanaman pada media untuk perakaran atau pembentukan planlet, dan

    (5) aklimatisasi (Murashige, 1974; George dan Sherrington, 1984)

    Metode perbanyakan untuk tanaman jati , umumnya tidak dilakukan tahap multiplikasi tunas

    dan perakaran tetapi diganti menjadi tahap induksi tunas dan elongasi, sedangkan tahap perakaran

    dilakukan pada saat aklimatisasi. Metode ini cukup sederhana dan mirip dengan cara perbanyakan

    dengan stek secara konvensional. Oleh karena itu, metode perbanyakan jati sering disebut secara

    stek mikro. Keuntungan penggunaan metode ini adalah tanaman yang dihasilkan stabil secara

    genetik.

    a. Persiapan Bahan Tanaman

    Salah satu kunci keberhasilan untuk mendapatkan bahan tanaman yang responsif dan dapat

    diperbanyak secara kultur in vitro adalah bahan tanaman yang masih muda. Untuk tanaman

    kehutanan atau tanaman tahunan lainnya daya tumbuh bahan yang akan ditanam sangat

    diperhatikan. Daya tumbuh tunas muda akan hilang secara fisik apabila jarak antara ujung tunas dan

    akar semakin jauh karena pertumbuhan. Pada tanaman tahunan dewasa, tunas muda yang memiliki

    daya tumbuh tinggi (juvenil) sering muncul pada bagian tanaman yang dekat dengan tanah atau

    sering disebut tunas air . Tunas juvenil dari tanaman berkayu tahunan dewasa yang akan digunakan

  • 15

    sebagai bahan tanaman untuk kultur jaringan, juga dapat diperoleh dengan cara melakukan

    pemangkasan berat. Tunas yang muncul setelah pemangkasan dapat digunakan sebagai bahan

    tanaman . Selain itu, fase juvenil kadang-kadang dapat juga diinduksi dengan cara melakukan

    penyemprotan tanaman dewasa dengan GA atau campuran antara auksin dan GA (George dan

    Sherrington, 1984). Untuk memudahkan proses sterilisasi bahan tanaman, sangat dianjur kan

    bahwa tanaman induk berada atau ditanam di kamar kaca. Keberadaan tanaman induk di kamar

    kaca memudahkan perlakuan penyemprotan de-

    ngan fungisida dan bakterisida secara periodik sehingga dapat mengurangi tingkat kontaminasi

    bahan tanaman yang akan disterilisasi.

    b. Sterilisasi Bahan Tanaman dan Inisiasi Kultur Aseptik

    Sterilisasi bahan tanaman (eksplan) merupakan langkah awal yang cukup penting dan dapat

    menentukan keberhasilan penanaman secara in vitro. Eksplan yang akan ditanam pada media

    tumbuh harus bebas dari mikroorganisme kontaminan. Tahap sterilisasi sering menjadi kendala

    utama keberhasilan perbanyakan tanaman secara in vitro. Terlebih iklim tropis seperti Indonesia

    yang memungkinkan kontaminan seperti cendawan dan bakteri terus tumbuh sepanjang tahun.

    Untuk tanaman tertentu, sterilisasi sulit dilakukan karena kontaminan berada pada bagian internal

    dari jaringan tanaman. Sterilisasi eksplan biasanya dilakukan dengan cara merendam bahan

    tanaman dalam larutan kimia sistemik pada konsentrasi dan waktu perendaman tertentu, baik

    dengan menggunakan satu macam maupun dengan macam-macam sterilan. Bahan-bahan yang

    biasanya digunakan untuk sterilisasi antara lain alkohol, natrium hipoklorit (NaOCl), kalsium

    hipoklorit atau kaporit (CaOCl), sublimat (HgCl), dan hidrogen peroksida (H2O2). Eksplan yang telah

    disterilisasi harus segera ditanam secara in vitro. Pada tahap inisiasi, eksplan tanaman jati sering

    menunjukkan gejala pencoklatan (browning) pada media di sekitar potongan eksplan. Keadaan ini

    disebabkan karena oksidasi dari senyawa fenolik yang dihasilkan jaringan tanaman jati terutama dari

    eksplan in vivo. Oksidasi senyawa fenolik tersebut dapat menghambat bahkan bersifat toksik bagi

    pertumbuhan eksplan. Keadaan ini merupakan masalah yang selalu dihadapi pada tahap awal

    penanaman eksplan yang berasal dari lapang atau kamar kaca. Berbagai cara untuk menanggulangi

    masalah pencoklatan telah dilakukan, misalnya dengan penggunaan bahan anti oksidan (seperti

    polivinyl pirolidone atau PVP pada konsentrasi 0,01-2% dan asam askorbik sebanyak 50-200 mg/l

  • 16

    baik sebelum eksplan ditanam pada media maupun penambahan bahan tersebut pada media kultur

    atau kombinasi keduanya. Tiwariet al. (2002) dalam percobaannya menggunakan pendekatan lain

    untuk menanggulangi masalah pencoklatan pada kultur tanaman jati, yaitu dengan subkultur atau

    transfer eksplan secara periodik dengan perlakuan waktu yang berbeda. Sumber eksplan yang

    digunakan berasal dari tanaman jati terpilih berumur 45 tahun.

    c. Tahap Induksi dan Elongasi Tunas

    Pada tahap ini, penggunaan media tumbuh yang cocok merupakan salah satu faktor yang

    menentukan keberhasilan perbanyakan tanaman jati melalui kultur jaringan. Berbagai komposisi

    media tumbuh telah dikembangkan. Dari sekian banyak komposisi media yang telah berkembang,

    media dasar Murashige dan Skoog (MS) merupakan media dasar yang paling banyak digunakan, baik

    untuk tanaman herba maupun berkayu. Pada tahap induksi tunas tanaman jati, media MS

    merupakan media dasar yang paling banyak digunakan, selain itu modifikasi media MS juga banyak

    digunakan. Penambahan zat pengatur tumbuh pada media kultur merupakan kunci keberhasilan

    baik pada tahap induksi maupun elongasi tunas. Umumnya media yang digunakan pada tahap

    induksi tunas jati adalah media MS yang ditambah zat pengatur tumbuh golongan sitokinin seperti

    benzylaminopurine(BAP) atau furfurylaminopurine (kinetin) atau kombinasi keduanya dengan

    konsentrasi antara 0,1-1 mg/l. Gupta et al. (1980) menggunakan media dasar MS ditambah kinetin

    0,1 mg/l dan BAP 0,1 mg/l untuk menginduksi tunas adventif dari eksplan tanaman jati berupa tunas

    ujung dan batang satu buku. Media kultur dibuat padat dengan penambahan 8 g/l agar dan 20 g/l

    gula serta pH media 5,8. Eksplan yang digunakan pada tahap induksi dapat berupa tunas apikal atau

    tunas adventif yang berasal dari batang satu buku dengan ukuran 1-2 cm. Indikasi lain pada tahap

    induksi tunas yang dapat mempengaruhi kecepatan pertumbuhan pada tahap selanjutnya (tahap

    elongasi) adalah terbentuknya kalus kompak pada bagian dasar batang eksplan. Umur biakan pada

    tahap induksi tunas sekitar 3 minggu. Pada umur tersebut biakan sudah berada pada kondisi yang

    optimal untuk dipindahkan pada tahap elongasi. Pada tahap elongasi atau pemanjangan tunas,

    biakan ditanam pada media dasar MS tanpa penambahan zat pengatur tumbuh atau dapat

    ditambahkan sitokinin dengan konsentrasi yang sangat rendah (0,01-0,05 mg/l) bahkan jika perlu

    dapat ditambah asam giberelik (GA) dengan konsentrasi 0,1-1 mg/l untuk tujuan pemanjangan buku

    tanaman. Penambahan gula agar dan pH media sama seperti pada media untuk induksi tunas. Umur

  • 17

    yang diperlukan pada tahap elongasi tunas hingga siap untuk dipanen atau digunakan untuk

    ditransfer kembali pada media induksi berkisar antara 2-4 minggu. Pada umur 3 minggu tunas dapat

    mencapai tinggi 5-8 cm dengan jumlah buku antara 3-5 dan siap untuk diaklimatisasi. Biakan

    biasanya disimpan pada kondisi ruangan suhu 252 C dengan periode terang (1000-3000 lux) selama

    16 jam per hari.

    d. Aklimatisasi

    Aklimatisasi dapat didefinisikan sebagai proses penyesuaian suatu organisme untuk beradaptasi

    pada lingkungan yang baru. Proses aklimatisasi sangat penting karena akan menentukan apakah

    tanaman yang berasal dari in vitro dapat beradaptasi atau tidak pada kondisi in vivo. Umumnya

    biakan hasil kultur jaringan yang akan diaklimatisasi harus berupa planlet artinya biakan harus

    mempunyai perakaran dan pertunasan yang proporsional. Akan tetapi pada perbanyakan tanaman

    jati melalui kultur jaringan, biakan yang akan diaklimatisasi berupa biakan tanpa akar (stek mikro).

    Induksi perakaran dilakukan pada saat aklimatisasi dengan terlebih dahulu merendam atau

    mencelupkan bagian dasar batang dalam larutan yang mengandung senyawa auksin seperti IBA dan

    NAA atau dengan Rooton F.

    Biakan yang berasal dari tahap elongasi yang akan diaklimatisasi dan diinduksi perakarannya

    harus terlebih dahulu dibuang bagian kalusnya dan dibersihkan pada air mengalir. Harus

    diperhatikan pula bahwa dalam proses aklimatisasi tunas jati memerlukan kelembaban yang cukup

    dan media tumbuh tidak terlalu basah. Media tumbuh yang digunakan dapat berupa campuran

    tanah + arang sekam (1 : 1) atau tanah + serbuk sabut kelapa (1 : 1) atau tanah + kompos halus (1 :

    1). Media sebaiknya disterilisasi dahulu dengan pemanasan dan tekanan uap. Media yang telah

    disterilisasi dapat diletakkan dalam bak plastik atau bak semen yang ada di kamar kaca. Untuk

    menjaga kelembaban dilakukan penyungkupan dengan plastik, sedangkan untuk mempercepat

    pertumbuhan bibit, penyemprotan dengan pupuk daun seperti Hyponex, Bayfolan, dan Gandasil

    sangat dianjurkan pada umur 1

    minggu satelah tanam. Aklimatisasi bibit jati di pesemaian disajikan pada . Umur bibit tanaman jati

    genjah hasil kultur jaringan yang cukup baik untuk dipindahkan kelapang (bibit siap salur) berumur

    sekitar 3 bulan. Pada umur tersebut bibit jati genjah dapat mencapai tinggi sekitar 30-50 cm .

  • 18

    2. TEKNOLOGI PENGOLAHAN LAHAN, PENANAMAN DAN PEMELIHARAAAN JATI

    a. Pengolahan lahan

    Hal yang harus dilakukan dalam mempersiapkan lahan untuk penanaman meliputi:

    Land clearing (tebas, tebang, panduk). Lahan dibersihkan dari tegak-tegakan pohon dan semak-

    semak sampai ke akarnya. Untuk lahan yang sebelumnya dipenuhi alang-alang, selain dilakukan

    pembersihan, perlu juga dilakukan pencangkulan. Pengolahan tanah ini juga perlu dilakukan jika

    akan melakukan penanaman tumpang sari dengan tanaman lain.

    Pengajiran atau pemancangan ajir untuk menentukan jarak tanam. Jarak tanam untuk sistem

    monokultur adalah 2 x 2,5 m (2000 pohon/ha), 2,5 x 2,5 m (1600 pohon/ha) atau 3 x 3 m (1200

    pohon/ha)

    Pembuatan lubang tanam. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 40 x 40 x 50 cm (panjang x lebar

    x kedalaman) tanah, pisahkan tanah galian atas (top soil) dan tanah galian bawah/dalam. Ukuran

    lubang dapat bervariasi sesuai dengan kesuburan dan kegemburan tanah. Untuk tanah yang relatif

    lebih subur dan gembur, ukuran lubang dapat dibuat lebih kecil.

    Masukkan pupuk kandang ke setiap lubang tanam, kemudian lubang diberakan/dibiarkan selama 1 -

    2 minggu dan bila memungkinkan taburkan pestisida tabur seperti Furadan 3G atau Curater untuk

    sterilisasi.

    b. Penanaman jati

    Dalam melakukan penanaman pohon Jati Kultur Jaringan, tahapan yang sebaiknya dilakukan yaitu:

    - Siapkan bibit Jati Kultur Jaringan (dalam polybag) dan peralatan-peralatan yang dibutuhkan

    untuk penanaman (cangkul, arit pisau silet, atau cutter, dll).

    - Membuka plastik polybag bagian bawah dengan cara memotong atau menyayat plastik

    bagian bawah secara melingkar menggunakan silet/cutter (1 cm dari dasar polybag), secara

    hati-hati jangan sampai sistem perakarannya rusak. Jika akar tunggangnya menembus

    polybag dan bengkok, maka akar yang bengkok dipotong dan bila memungkinkan polesi

    ujung ujung akar yang dipotong tersebut dengan ZPT penumbuh akar (misalnya Rootone F

  • 19

    atau Rapid Root). Kemudian menyayat plastik bagian samping secara tegak lurus dari bawah

    ke atas dengan menyisakan 2 cm dari atas (jangan sampai terputus). Biarkan plastik

    menempel di media tumbuh atau tanah yang ada dalam polybag.

    - Masukkan sebagian tanah top soil bekas galian ke dasar lubang dengan perkiraan bibit yang

    akan ditanam nantinya tidak terlalu dalam terpendam dan sedapat mungkin pangkal batang

    bibit dalam polybag yang akan ditanam sejajar atau lebih tinggi sedikit dengan permukaan

    tanah sekitarnya. Bila memungkinkan masukkan pula Furadan 3G atau curater secukupnya

    untuk sterilisasi dari hama dan penyakit di dalam tanah.

    - Setelah bibit tertutup tanah, tarik secara perlahan-lahan plastik polybag ke atas. Kemudian

    setelah plastik polybag terlepas, padatkan tanah dengan timbunan dengan cara dipijak-pijak

    dengan kaki. Harus diperhatikan, jangan sampai ada cekungan yang memungkinkan air bisa

    menggenang.

    - Untuk menjaga agar tanaman Jati yang baru ditanam tidak roboh tertiup angin maka

    sebaiknya diberi ajir/tiang pancang dan diikat dengan tali rafia. Setelah itu tanaman disiram

    air secukupnya.

    c. Pemeliharaan jati

    Tahapan pemeliharaan tanaman selama masa pertumbuhan yang secara garis besar meliputi

    kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

    Pendangiran (membersihkan piringan seluas canopy tanaman) dan pembumbunan.

    Tiga bulan setelah tanam, piringan seluas canopy didangir, dibersihkan dari

    gulma/tumbuhan pengganggu lainnya, serta dibumbun. Pendangiran adalah kegiatan

    penggemburan tanah di sekitar tanaman untuk memperbaiki sifat fisik tanah (drainase

    tanah), yang dapat memacu pertumbuhan tanaman jati. Pendangiran dilakukan pada

    umur tanaman jati 3 bulan hingga 4 tahun dan dilakukan 1 - 2 kali dalam setahun.

    Penyulaman tanaman yang mati atau kerdil

    Selama proses pemeliharaan berlangsung, penyulaman dilakukan untuk mengganti

    tanaman yang mati atau tidak sehat karena terserang penyakit atau tanaman yang jelek

  • 20

    pertumbuhannya (patah, bengkok, dan gundul). Penyulaman dilakukan selama masa

    awal pemeliharaan yaitu 1 - 2 tahun, frekwensi penyulaman 2 kali setahun.

    Penyiangan atau pengendalian gulma

    Rumput, alang-alang dan gulma harus dikendalikan karena menjadi pesaing tanaman jati

    dalam memperoleh cahaya matahari, kelembaban dan unsur hara tanah.

    Penyiangan gulma dilakukan, baik pada musim kemarau maupun musim hujan.

    Frekwensi penyiangan minimum 3 - 4 bulan sekali dalam setahun saat tanaman jati

    berumur 1 - 2 tahun. Selanjutnya penyiangan dilakukan setiap 6 - 12 bulan sekali sampai

    tanaman dipanen.

    Pemupukan tanaman

    Tiga bulan setelah ditanam, tanaman jati diberi pupuk NPK (15:15:15) 100gr. Cara

    pemupukan: tanah seluas canopy didangir dan digemburkan terlebih dahulu (hati-hati

    jangan terlalu dalam agar tidak mengenai akar), lalu dibuatkan siring melingkar (lebar

    siring 10 cm dan dalamnya 15 cm) dengan diameter siring tepat diujung canopy atau

    tepat diujung akar-akar rambut yang akan menyerap pupuk tersebut. Kemudian

    masukkan pupuk dan selanjutnya siring ditutup kembali dengan tanah dan dilakukan

    penyiraman.

    Pemupukan selanjutnya dilakukan dengan cara yang sama seperti tersebut di atas, pada

    usia tanaman dan dengan dosis per pohon sebagai berikut:

    - Usia tanaman 6 bulan dengan dosis 100gr NPK

    - Usia tanaman 9 bulan dengan dosis 100gr NPK

    - Usia tanaman 12 bulan dengan dosis 100gr NPK

    - Usia tanaman 24 bulan dengan dosis 100gr NPK dan 50gr Urea

    - Usia tanaman 48 bulan dengan dosis 100gr NPK dan 100gr Urea

    Pemangkasan cabang dan Perwiwilan

    Pemangkasan cabang adalah kegiatan pembuangan cabang yang tidak diinginkan untuk

    memperoleh batang bebas cabang sampai ketinggian 6 meter dari tanah. Memangkas

    atau memotong cabang harus tepat dipangkal batang atau ruas pertama dari tunas air.

  • 21

    Untuk menghindari kontak dengan bibit penyakit, luka bekas pemangkasan sebaiknya

    ditutupi dengan bahan penutup luka seperti ter atau parafin.

    Pemangkasan tonggak penyangga

    Jika ada tanaman yang tumbuhnya tidak tegak/agak condong atau pertumbuhannya

    tidak tegar (agak kurus maka perlu diberi penyangga).

    Pemberantasan Hama dan Penyakit

    Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan alat Hand Sprayer

    pada dosis/takaran, serta cara yang tepat (dosis/takaran dan caranya dapat dibaca pada

    kemasan produk obat pestisida yang digunakan). Hama dan penyakit, tanda serangan,

    akibat yang ditimbulkan serta pestisida pemberantasnya dapat dilihat pada tabel di

    bawah ini:

    No. Hama dan

    penyakit

    Tanda-

    tanda

    serangan

    Akibat yang

    timbul Pemberantasan

    1 Serangan

    ulat bulu

    Daun Jati

    berlubang

    Pertumbuhan

    terhambat Basudin 50 EC

    2

    Serangan

    kutu

    putih/wool

    Tampak

    putih pada

    daun

    Pertumbuhan

    terhambat Pegasus

    3

    Serangan

    jamur

    kuping

    Bercak

    kuning

    pada daun

    Daun

    mengering/coklat Benlate T20WP

    4

    Serangan

    embun

    tepung

    Bercak

    kuning

    dalam

    daun

    Pertumbuhan

    terhambat Benlate T20WP

  • 22

    5 Lalat daun

    Helai dan

    warna

    daun rusak

    Tinggal tulang

    daun Supracide 25WP

    6 Stem

    Borer

    Bercak/titik

    lubang di

    batang dan

    cabang

    Batang/cabang

    terlihat layu dan

    kropos

    Metamidophose

    50% SL

    3. TEKNOLOGI PANEN DAN PASCAPANEN JATI

    Panen

    Pada saat panen usahakan agar penebangan tidak merusak batang utama tanaman Jati dan

    dilakukan dengan menggunakan Chain saw. Untuk menghindari adanya blue stin (sejenis jamur

    kayu) dapat pula kayu dipolesi dengan fungisida setelah tebang. Apabila budidaya dilakukan dengan

    jumlah pohon yang relatif banyak, baik dengan sistem monokultur maupun tumpang sari, maka

    perlu dilakukan penjarangan dengan pentahapan sebagai berikut:

    Pada usia tanaman jati antara 5 s/d 7 tahun 50% dari

    populasi tanaman jati awal ditebang (penjarangan I).

    Jadi jika jarak tanam awalnya 2 x 2,5 meter dijarangkan

    menjadi 4 x 2,5 meter.

    Kemudian pada saat usia tanaman jati antara 10 s/d 12

    tahun dilakukan lagi penjarangan ke II yakni 50% dari

    jarak tanam hasil penjarangan I: 4 x 2,5 meter dijarangkan menjadi 4 x 5 meter.

    Sisa tanaman jati setelah penjarangan ke II seluruhnya ditebang atau dipanen pada usia 15 s/d 20

    tahun.

    Pasca Panen

  • 23

    Setelah panen, terdapat beberapa langkah pasca panen yang dapat dilakukan sebagian ataupun

    seluruhnya. Perlakuan pasca panen tersebut adalah pengawetan kayu, pengolahan kayu, dan

    pemasaran kayu. Tidak semua perlakuan ini diperlukan, terutama tindakan pengawetan kayu.

    Kebanyakan pemilik kayu hanya mengolah, kemudian menjualnya.

    1. Pengawetan Kayu Jati

    Secara umum, terdapat 3 metode pengawetan kayu yang dapat digunakan, yaitu perendaman,

    pengeringan, dan penggunaan senyawa kimia.

    a). Perendaman

    Perendaman merupakan cara tradisional yang hingga saat ini masih sering digunakan. Cara ini

    cukup efektif, namun membutuhkan waktu yang relatif lama. Perendaman biasanya berlangsung

    berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Dengan perendaman, pori-pori kayu menjadi rapat dan

    kayu menjadi lebih keras. Perendaman membuat kayu lebih awet dan lebih tahan terhadap

    gangguan rayap, kumbang, dan jamur.

    b). Pengeringan

    Keunggulan metode pengeringan adalah waktu yang dibutuhkan lebih cepat dibandingakn

    dengan perendaman. Namun, keawetan kayu yang dikeringkan tergolong di bawah kayu yang

    direndam. Pengeringan pada umumnya dilakukan dengan menjemur kayu atau potongan-potongan

    kayu di bawah sinar matahari selama beberapa hari. Setelah kering, kayu diolah lebih lanjut atau

    dijual.

    c). Penggunaan Senyawa Kimia

    Cara ini mulai banyak dilakukan karena praktis dan murah. Senyawa kimia cukup dioleskan pada

    kayu sebanyak 5-6 kali. Senyawa ini biasanya merupakan campuran dari tembaga sulfat, kalium

    bikromat, dan natrim bikromat, hidrogen boraks, tembaga silika heksa flour, serta amonium

    bikromat.

    4. TEKNOLOGI PENGOLAHAN JATI

    Pengolahan jati menjadi furniture

    Ada beberapa proses yang harus dilakukan untuk mengolah pohon jati menjadi peralatan rumah

    tangga, diantaranya :

    Logs

  • 24

    Kayu hasil penebangan biasa disebut kayu gelondongan (log) dan dari sini proses pembuatan

    furniture berawal. Log didistribusikan ke pabrik atau pusat penggergajian menggunakan angkutan

    khusus baik di darat maupun melalui sungai. Beberapa perusahaan mengupas kulit log agar bisa

    lebih cepat kering selama perjalanan. Biasanya pembeli ingin segera mengolah log tersebut

    beberapa hari setelah log tiba di dalam sawmill dan kiln dry.

    Untuk menghindari kerusakan dan retak, penampang log diberi 'paku cacing' sebagai pengaman.

    Sawmilling

    Kemudian log dibelah sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan. Standar ketebalan papan pada

    saat pembelahan log adalah 3, 5, 7, 10, 12, dan 15 cm. Di area penggergajian kayu, papan-papan

    hasil pembelahan dipisahkan sesuai ketebalan dan jenis kayu sehingga memudahkan pengaturan di

    dalam kiln dry.

    Untuk pabrik yang memiliki kapasitas produksi besar, memiliki sawmill akan membantu efisiensi

    produksi baik dalam segi pemakaian bahan maupun kecepatan produksi.

    Sebelum masuk ke ruang pengeringan, papan dan balok disimpan dahulu di luar ruangan

    dengan tujuan agar kandungan air juga akan menguap karena suhu dan temperature udara di luar

    ruangan. Hal ini biasanya hanya dilakukan pada saat musim panas. Agar kualitas kayu terjaga, paling

    lama adalah 1 minggu setelah penggergajian, kayu harus segera dikeringkan. Semakin cepat kayu

    diproses akan lebih baik sehingga tidak ada waktu bagi jamur dan serangga untuk menyerang kayu.

    Kiln Dry

    Jenis kayu apapun harus melalui proses pengeringan. Adapun yang perlu diperhatikan adalah

    ukuran ketebalan papan, cara penumpukkan dan metode pengeringan. Kayu yang lunak cenderung

    mudah pecah apabila proses pengeringan terlalu cepat.

    Pengeringan kayu membutuhkan waktu antara 2 hingga 4 minggu, dipengaruhi oleh jenis kayu,

    ketebalan papan dan kapasitas pengering. Cara pengeringan yang baik adalah dengan menggunakan

    peralatan yang benar. Pada beberapa industri kayu kecil biasanya untuk mengeringkan kayu cukup

    dengan disandarkan pada dinding atau tiang dan mengandalkan sinar matahari.

    Proses Komponen (potong, belah, serut, bor dll)

    Ukuran kayu dipotong dan dibelah sesuai dengan ukuran produk yang dikerjakan. Apabila

  • 25

    misalnya ukuran jadi sebuah kaki meja adalah 700 x 40 x 40 mm, maka komponen yang harus

    disiapkan adalah 720 x 45 x 45mm sehingga terdapat toleransi untuk proses serut dan amplas.

    Untuk mendapatkan ukuran ini tukang kayu akan mengambil lembaran-lembaran papan kering

    dengan ketebalan 45mm untuk dibelah di mesin gergaji atau ripsaw menjadi ukuran lebar 45mm.

    Dari proses tersebut akan diperoleh batangan/balok kayu ukuran 45x45mm. Setelah itu balok

    tersebut dibawa ke mesin cutting saw untuk dipotong dengan ukuran panjang 720mm. Balok-balok

    pendek tersebut kemudian dikirim ke mesin serut (planner, thicknesser atau lainnya yang sejenis)

    untuk mendapatkan ukuran jadi dengan permukaan yang halus tanpa garis gergaji. Selesai diserut

    (tergantung jenis produk juga), komponen tersebut dipindahkan ke mesin bor, atau mesin pen

    (tenoner & mortiser) untuk membuat konstruksi.

    Jika pada dasarnya proses konstruksi tersebut selesai, semua komponen akan berakhir di mesin

    amplas sebelum dilakukan perakitan. Grit kehalusan amplas di sini biasanya hanya sampai pada

    tingkat kehalusan nomor 240.

    Assembling

    Furniture dengan konstruksi knock down tidak sepenuhnya melalui proses ini. Ada

    kemungkinan beberapa komponen perlu dirakit sebelum finishing, ada pula hanya dirakit setelah

    proses finishing.

    Secara umum proses perakitan dilakukan sebelum finishing agar pada saat komponen sudah

    halus tidak akan lagi cacat karena goresan. Perakitan menjadi salah satu kunci kualitas produk

    terutama pada kekuatan dan daya tahan produk. Proses ini memerlukan kesabaran agar

    penggunaan lem sangat tepat dan tidak terlalu berlebihan. Selain itu pula kualitas sambungan

    (rapat/terbuka) hanya akan bisa diperbaiki di proses ini.

    Dari keseluruhan proses furniture, perakitan merupakan salah proses yang relatif panjang dan

  • 26

    rumit. Untuk produk yang 'fixed', pemasangan hardware juga menjadi bagian dari proses perakitan

    terutama untuk pemasangan engsel, kunci, dan alat pengikat lainnya.

    Finishing

    Finishing merupakan proses pelapisan akhir permukaan kayu yang bertujuan untuk

    memperindah permukaan kayu sekaligus memberikan perlindungan furniture dari serangan

    serangga ataupun kelembaban udara. Dalam beberapa jenis dan tipe furniture, proses finishing

    harus dilakukan sebelum komponen dirakit. Hal ini dilakukan karena finishing lebih mudah dilakukan

    sebelum komponen dirakit.

    Packaging

    Terlepas dari proses finishing, product dipindahkan ke bagian packing. Dalam proses ini

    beberapa aksesoris (kunci, handle, rel dll) dan perlengkapan lain dipasang kembali. Jenis-jenis

    packing yang digunakan juga tergantung pada tujuan akhir dan level kualitas furniture. Lebih mahal

    dan lebih jauh lokasi pengiriman membutuhkan packaging yang lebih kuat dan lebih cermat.

  • 27

    2.4 Existing Industry

    a. Pasar Industri Mebel Jepara

    Pasar Industri Mebel Jepara mempunyai ciri atau karakteristik sebagai berikut : Menggunakan

    bahan baku kayu jati sebagai bahan baku utama, 80% desain mebel merupakan hasil pekerjaan

    tangan pengrajin (hand made), sekitar 20% pengerjaan komponen mempergunakan mesin yang

    meliputi : pekerjaan pemotongan dan pembelahan, pekerjaan penghalusan permukaan (sanders),

    dan pekerjaan finishing . Ciri lain dari produk mebel jepara yaitu umumnya bentuk mebel di hiasi

    motif ukiran bebentuk flora, hasil perpaduan dari motid tradisional (lokal) dengan motif asal persia

    yang berkembang sekitar abad ke 7 pada awal mas penyebaran agama islam dan selama

    pendudukan koloni di nusantara . selama masa perkembangannya hingga kini furniture jepara di

    produksi dalam berbagai model disain di antaranya mulai dari tipe klasik, tradisional, hingga modern

    . berikut beberapa contoh barang buatan pengrajin mebel jati jepara .

    Produksi mebel jepara pada masa sekarang yang di ambil dari tipe atau desain mebel yang

    pernah berkembang pada masa sebelumnya . sebagaimana mebel gaya victoria, gaya persia dan

    gaya edwardian sering di produksi kebali oleh para pengrajin furniture jepara . produksi berbagai

    gaya tersebut biasanya dilakukan atas dasar pesanan atau perjanjian kerja sama dengan pihak

    desainer dari negara tertentu, yang menugaskan pihak produsen atau pengrajin asal jepara untuk

    memproduksi desain hasil rancangannya . tipe mebel yang paling banyak di reproduksi yaitu bentuk

    kursi tanpa ukiran, seperti contoh : kursi teras, kursi makan, kursi santai, dan kursi tamu ala mebel

    jepara .

    b. Industri Rumahan Jati Kabupaten Ngawi

    Di Kabupaten Ngawi Pohon Jati merupakan tanaman andalan. Selain sebagai sarana

    penghijauan, masyarakat Kabupaten Kota Ngawi memanfaatkan Kayu, Akar, dan Daun pohon Jati

    sebagai bahan industri rumahan mereka. Banyak kerajinan yang lahir dari tangan warga kota ngawi

    yang berasal dari kayu jati. Sebagai contoh meja dan kursi, guci-guci hiasan, jam dinding dan masih

    banyak lainnya. Mereka mendapatkan kayu jati dari milik mereka sendiri, ada pula yang membeli

    kayu jati dari dinas Perhutani dan tentunya memiliki surat kepemilikan yang resmi.

    Bermodalkan keberanian, peralatan dan ilmu pengetahuan seni yang cukup mereka

    menghasilkan karya yang bernilai cukup tinggi. Kerajinan dari Kayu jati pun sekarang menjadi trend

  • 28

    dalam sebagai perabotan rumah tangga. Selain kuat sampai berpuluh-puluh tahun, bahkan ratusan

    tahun kayu jati memiliki serat yang cukup halus. Kelebihan inilah yang menjadikan kayu jati

    memiliki nilai jual yang fantastis.

    Desa Pelang Lor dan Bangunrejo Kidul Kec Kedunggalar Kab Ngawi, adalah pusat industri kayu jati

    berada. Berbagai macam pilihan karya seni ditawarkan, lokasi yang sejuk di pinggir hutan yang

    mudah dijangkau serta pelayanan yang ramah merupakan ciri khas dari kebudayaan suku jawa,

    tentunya membuat kawasan ini ramai dikunjungi wisatawan asing maupun lokal.

    c. Kerajinan Kayu Jati Blora

    Kerajinan kayu jati dari Blora Jawa Tengah saat ini sudah mulai terkenal keberadaanya, Seperti

    souvenir kayu jati, furniture, perabotan rumah , gazebo, meja, almari dan produk lainnya yang

    memiliki kualitas terbaik dan dapat diandalkan. Kabupaten Blora separuh wilayahnya merupakan

    kawasan hutan jati, dengan potensi kayu jati yang cukup besar, banyak terdapat kerajinan kayu jati

    dari Blora seperti souvenir kayu jati dan furniture kayu jati. Sentra Kerajinan Kayu Jati dari Blora

    terletak di kecamatan Jepon, kurang lebih tujuh kilometer dari kota Blora menuju kearah Cepu.

    Sudah banyak kerajinan kayu jati yang sudah memenuhi permintaan sampai ke luar negeri, baik itu

    dilakukan oleh pengrajin sendiri maupun lewat bantuan pemerintah kabupaten. Usaha kerajinan

    kayu jati yang meliputi kerajinan bubut,souvenir kayu jati mebel atau furniture, dan kusen tersebut

    boleh dibilang berkembang cukup pesat.

    Mengingat bahwa setengah dari wilayah Kabupaten Blora terdiri dari hutan jati maka kerajinan

    kayu jati ini tidak akan kekurangan bahan baku. Produk andalan utama kerajinan kayu jati dari

    Blora adalah aneka hiasan rumah yang pembuatannya memerlukan keahlian khusus yakni keahlian

    dalam membubut kayu. Selain produk perlengkapan rumahfurniture jati seperti kursi tamu, meja

    makan, kursi taman, bufet minimalis, terdapat juga aneka souvenir kayu jati.

    Beberapa jenis produk furniture dan souvenir yang dihasilkan kerajinan kayu jati dari Blora telah

    banyak menghiasi rumah penduduk kota besar di dalam negeri, bahkan sudah banyak permintaan

    dari luar negeri. Agar tidak kalah bersaing dengan produk kerajinan lainnya, kreatifitas dari pengrajin

    selalu dikembangkan agar di masa datang produk kerajinan yang dihasilkan tidak monoton

    melainkan menjadi lebih menarik khususnya bagi konsumen luar negeri.

  • 29

    Untuk itu kerajinan kayu jati dari Blora di butuhkan pemasaran yang lebih baik agar lebih dikenal

    dan di ketahui konsumen salah satunya dengan menggunakan pemasaran online seperti di

    website/blog yang melakukan pemasaran melalui dunia internet yang sekarang ini banyak sekali

    penggunaannya baik oleh konsumen dalam negeri maupun luar negeri yang lebih praktis dan cepat.

    Kerajinan kayu jati Blora memiliki ciri khas tersendiri yang terletak

    pada bentuk/model yang umumnya membulat dan halus, berbeda

    dengan kerajinan kayu ukir seperti Jepara atau Bali.

    d. Kerajinan Mebel Kayu Jati di Bojonegoro

    Desa Sukorejo di kota Bojonegoro merupakan sentra industri kerajinan rumah tangga mebel

    berbahan kayu jati. Desa ini merangkap sebagai Showroom atau ruang pamer dari kerajinan yang

    merupakan salah satu produk unggulan kota Bojonegoro, seperti pameranBojonegoro Wood Fair,

    yang diadakan setiap setahun sekali.

    Produksi mebel jati di Bojonegoro sangat bervariasi, mulai dari lemari, buffet, meja, kursi atau

    tempat tidur dll. Kerajinan ini dibuat dari kayu-kayu jati asli dan memiliki umur yang bisa di bilang

    sudah cukup tua, dengan menggunakan kayu yang tua maka hasil mebelnya dan ukirannya menjadi

    indah sehingga memberikan corak yang khas. Harganya juga bervariasi mulai dari Rp 300 rb, 3 juta

    bahkan sampai puluhan juta. Pemasaran komoditas ini sudah menjangkau sampai diluar kota

    Bojonegoro, kota-kota di jawa timur dan kota-kota di propinsi lainnya, serta berkualitas ekspor.

  • 30

    2.5. Management

    2.5.1 Optimalization of Teak production

    A. Perbaikan Manajemen Hutan Alam dan Hutan Tanaman

    Rendahnya produktivitas hutan saat ini dalam penyediaan kayu bulat dan hasil hutan non kayu

    lainnya merupakan hasil dari penerapan manajemen hutan alam dan hutan tanaman yang kurang

    tepat di lapangan. Beberapa alternatif solusi ditawarkan untuk mengatasi permasalahan tersebut

    yaitu dengan berpegang pada prinsip-prinsip kelestarian dalam pengelolaan hutan yang

    menitikberatkan pada aspek ekologis, sosial, dan ekonomis. Di antara kebijakan yang ditawarkan

    adalah pemolaan sumber daya hutan sedemikian rupa sehingga dapat ditentukan kombinasi luas

    optimal antara hutan alam, hutan tanaman, perkebunan, pertanian, dan pemukiman serta industri.

    Optimasi luas hutan produksi tersebut diharapkan akan dapat menyeimbangkan kemampuan

    produksi bahan baku untuk memenuhi kebutuhan industri kayu. Beberapa langkah perbaikan pada

    aspek-aspek di bawah ini diharapkan dapat menjadi upaya untuk terus meningkatkan produktivitas

    hutan dalam kaitannya dengan penyediaan kayu.

    1. Sistem Silvikutur

    Sistem silvikutur adalah rangkaian kegiatan berencana mengenai pengelolaan hutan

    yang meliputi penebangan, peremajaan, dan pemeliharaan tegakan hutan guna menjamin

    kelestarian produksi kayu atau hasil hutan lainnya. Pemilihan, penetapan dan penerapan salah

    satu sistem silvikultur diarahkan untuk mencapai tujuan diperolehnya manfaat yang optimal

    secara berkesinambungan serta menimbulkan perubahan ekosistem alami seminimal mungkin

    sehingga dengan masukan (input) yang minimal tersebut dapat diperoleh hasil yang maksimal.

    Sistem silvikutur yang telah ditetapkan untuk pengusahaan hutan produksi alam di Indonesia

    adalah Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), Tebang Habis dengan Permudaan Buatan (THPB)

    dan Tebang Habis dengan Permudaan Alam (THPA). Pada sistem TPTI penebangan pohon hanya

    boleh dilakukan terhadap pohon-pohon dengan diameter minimal tertentu untuk selanjutnya

    harus tersedia sejumlah pohon inti dengan diameter minimal tertentu yang diharapkan akan

    membentuk tegakan utama pada siklus tebangan berikutnya. Yang perlu diperhatikan pada

    sistem ini adalah perlu adanya pembinaan dan pemeliharaan tegakan tinggal.

  • 31

    Dalam sistem THPA ditentukan persyaratan persentase dan penyebaran tertentu

    permudaan tingkat semai jenis pohon niagawi. Sedangkan dalam sistem THPB hanya digunakan

    dalam melaksanakan konversi hutan produksi alam menjadi hutan tanaman dengan jenis-jenis

    tertentu, serta pada pengelolaan hutan tanaman selanjutnya. Saat ini telah dijajagi

    kemungkinan untuk penerapan sistem Tebang Jalur dan Tanam Indonesia (TJTI) yang ditujukan

    untuk membina hutan bekas tebangan yang dinilai tidak produktif agar menjadi hutan yang

    produktif. Yang perlu diperhatikan dalam pemilihan sistem silvikultur tersebut adalah

    kesesuaian antara sistem silvikultur yang diterapkan dengan keadaan tegakan setempat.

    Ketidaksesuaian yang terjadi akan menyebabkan terhambatnya daya pulih diri atau regenerasi

    dari hutan tersebut, sehingga manfaat optimal yang berkesinambungan tidak bisa tercapai.

    Sebagai contoh penerapan sistem silvikutur tebang habis pada tegakan hutan di daerah yang

    berlereng curam (25-40 %) akan mengakibatkan terjadinya erosi tanah yang dapat

    menghilangkan lapisan permukaan tanah (top soil), sehingga akan menghambat pertumbuhan

    regenerasi hutan yang pada akhirnya akan mengganggu produktivitas hutan dalam

    menghasilkan kayu bulat maupun hasil hutan non kayu lainnya.

    Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan beberapa upaya agar penerapan

    sistem silvikultur yang tepat dapat meningkatkan produktivitas hutan. Pemilihan dan penetapan

    sistem silvikultur harus didasarkan pada hasil kegiatan risalah hutan yang lengkap dan akurat

    sehingga dapat menggambarkan kondisi tegakan hutan yang sebenarnya. Di samping itu perlu

    tersedianya sejumlah alternatif sistem silvikultur yang sesuai dengan keragaman tegakan yang

    ada dan sistem silvikultur tersebut harus bersifat luwes untuk memberikan peluang modifikasi

    atau penyempurnaan yang sesuai dengan kendala di lapangan. Kegiatan pengawasan yang

    dilakukan perlu menggunakan metode pengawasan yang cepat, akurat dan berskala luas yang

    dilakukan oleh tenaga pelaksana lapangan yang profesional. Dan yang terpenting adalah adanya

    konsistensi dari para pengelola hutan dalam penerapan sistem silvikultur dilapangan.

    Kecenderungan yang terjadi saat ini dari para pengelola hutan adalah adanya pandangan bahwa

    hutan yang dikelola adalah sebagai barang galian yang dikeruk secara habis-habisan tanpa

    memperhatikan kelestariannya. Pandangan ini perlu dirubah dengan melakukan pendekatan

    ekosistem yaitu bahwa hutan yang dikelola harus dipandang sebagai suatu ekosistem yang perlu

    dijaga keberadaan dan kelestariannya. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, selain penerapan

    teknik silvikultur yang tepat kegiatan pembenahan hutan tua yaitu peningkatan produktivitas

  • 32

    area logged over forestmelalui kegiatan selain penanaman seperti kegiatan pemeliharaan,

    penjarangan dan sulaman secara intensif perlu dibenahi sehingga diharapkan dapat

    meningkatkan riap tahunan per hektar per tahunnya.

    2. Sistem Pemanenan

    Pemanenan hutan adalah kegiatan memungut atau mengambil kayu dan atau hasil hutan

    lainnya dari kawasan hutan yang berfungsi sebagai hutan produksi. Pemanenan hutan merupakan

    bagian dari rangkaian kegiatan dalam suatu sistem silvikultur yang dianut dalam rangka pengelolaan

    hutan produksi. Untuk pemanenan hasil hutan berupa kayu, kegiatan yang dilakukan secara garis

    besar terdiri dari penebangan pohon, pembagian batang, penyaradan, pengupasan kulit, muat

    bongkar dan pengangkutan. Dalam penebangan pohon perlu digunakan teknik penebangan yang

    sesuai dan alat penebangan yang cocok guna menekan pemborosan biaya dan sumber daya hutan.

    Dari beberapa hasil penelitian diketahui bahwa besarnya tingkat efisiensi pemanfaatan kayu per

    pohon di tempat penebangan baru mencapai sekitar 80 %, sedang limbahnya adalah sebesar 20 %.

    Limbah sebesar ini terdiri dari limbah tunggak 3 % dan limbah batang sebesar 17 %. Limbah tersebut

    belum termasuk limbah dari batang di atas bebas cabang dan cabang sampai diameter 10 cm yang

    diperkirakan mencapai di atas 15 % (Suhartana dan Dulsalam, 1996). Sedangkan menurut data PT.

    Inhutani III,di lapangan limbah hasil pemanenan mencapai 30 50 %. Berdasarkan data di atas,

    terlihat bahwa telah terjadi pemborosan sumber daya hutan dalam kaitannya dengan terbuangnya

    hasil kayu yang seyogyanya dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan industri maupun kebutuhan

    lainnya. Volume limbah penebangan yang tinggi menunjukkan bahwa kegiatan penebangan kurang

    efisien. Kegiatan penebangan merupakan penentu untuk mendapatkan tinggi rendahnya hasil, baik

    ditinjau dari kualitas maupun kuantitas.

    Salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk meminimumkan hasil pembalakan tersebut adalah

    dengan penerapan teknik penebangan serendah mungkin sesuai dengan SK Direktur Jenderal

    Pengusahaan Hutan Nomor 151/Kpts/IV-BPHH/1993 tanggal 19 Oktober 1993 tentang Petunjuk

    Teknis Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) pada hutan alam daratan. Langkah ini dianggap suatu

    kemajuan karena acuan mengenai teknik penebangan sebelumnya masih memperkenankan tinggi

    tunggak yang relatif tinggi (Suhartana dan Dulsalam, 1996). Dari hasil penelitian tentang tingkat

    pemanfaatan kayu yang terjadi dengan teknik penebangan serendah mungkin diperoleh hasil bahwa

    rata-rata volume limbah tunggak pada teknik penebangan serendah mungkin adalah 0,21 m/pohon

  • 33

    (3,34%) dan pada teknik penebangan konvensional adalah 0,40 m/pohon (4,54%) di samping itu

    terjadi peningkatan pemanfaatan kayu sebesar 1,20%. Dengan menerapkan teknik penebangan yang

    efisien diharapkan dapat dihasilkan limbah penebangan dalam jumlah yang lebih sedikit sehingga

    pemanfaatan kayu akan lebih optimal. Di samping itu pemanfaatan limbah penebangan menjadi

    bahan baku industri pulp dan kertas, industri palet dan industri lainnya perlu lebih dioptimalkan

    kembali sehingga keseluruhan manfaat yang diperoleh dari hasil hutan dapat didayagunakan secara

    maksimal.

    3. Optimalisasi Pemanfaatan Kayu

    Salah satu upaya untuk menyediakan pasokan kayu adalah dengan melakukan optimalisasi

    pemanfaatan kayu dari hutan alam melalui peningkatan pemanfaatan limbah pembalakan yang saat

    ini besarnya mencapai 3050 % dan peningkatan pemanfaatan kayu berdiameter kecil (30-49 cm).

    Kayu berdiameter kecil dan logging waste dapat dimanfaatkan untuk industri pengolahan kayu yaitu

    diolah menjadi pulp logs atau chip untuk industri pulp, kayu gergajian untuk industri pallet, particle

    board, dan blok board. Limbah pembalakan saat ini belum dapat dimanfaatkan karena perizinan

    pembalakan dibatasi angka eksploitasi dan perizinan pengambilan limbah sulit diterapkan di

    lapangan. Sedangkan untuk pemanfaatan kayu berdiameter kecil masih belum menarik karena

    aturan kebijakan yang tidak mendukung seperti pengenaan tarif DR/PSDH dan pajak ekspor serta

    check price yang disamakan dengan log berdiameter besar dan panjang. Kendala lain di sektor

    industri yang dihadapi saat ini adalah penetapan besarnya pajak ekspor kayu gergajian sebesar 15 %

    untuk semua jenis kayu dan kualita, sementara itu kayu gergajian kualitas rendah dan pendek

    berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pallet dan bahan bangunan yang tidak perlu

    diolah. Sehingga kebijakan tersebut tidak mendorong pengusaha untuk meningkatkan ekspor kayu

    gergajian kualitas rendah karena nilai tambah yang diperolehnya lebih kecil.

    Untuk lebih mengoptimalkan penyediaan kayu dari hutan tersebut maka perlu dibuat aturan

    yang lebih cermat tentang pemanfaatan limbah pembalakan dan kayu berdiameter kecil, terutama

    Tata Usaha Kayu (TUK) dan sistem pungutannya agar limbah pembalakan dapat dimanfaatkan untuk

    bahan baku kayu olahan dan industri hilir lainnya sehingga memiliki nilai tambah. Sementara itu

    pengenaan tarif DR/PSDH dan pajak ekspor seharusnya dibedakan antara kayu berdiameter kecil

    (30-49 cm) dan yang berdiameter besar (50 cm up) sehingga dengan perbedaan tarif tersebut dapat

    mendorong pemanfaatan kayu berdiameter kecil baik untuk kepentingan ekspor maupun untuk

  • 34

    diolah lebih lanjut. Demikian pula untuk pajak ekspor kayu gergajian hendaknya dibedakan antara

    ukuran yang lebar, panjang dan pendek sehingga lebih kompetitif terlebih dengan besarnya peluang

    ekspor untuk kayu gergajian ukuran kecil sebagai bahan baku pallet atau industri hilir lainnya .

    Dengan diberlakukannya aturan yang mendukung pemanfaatan limbah pembalakan dan kayu

    berdiameter kecil ini maka diharapkan industri dalam negeri akan didorong untuk berkembang

    sehingga lebih efisien dan kompetitif serta pemanfaatan hasil hutan kayu dapat lebih optimal

    khususnya dalam kaitannya dengan penyediaan kayu,

    4. Pengelolaan Hutan Partisipatif

    Dalam mendukung terwujudnya pengelolaan hutan yang berlandaskan pada prinsip-prinsip

    kelestarian dibutuhkan suatu sinergi antara pengelola hutan dengan masyarakat sekitar hutan.

    Masyarakat sekitar hutan perlu lebih diarahkan sebagai penerima manfaat langsung dari hasil

    pemanfaatan hutan tidak hanya sebagai penonton dalam pengusahaan hutan itu sendiri. Pengelola

    hutan dalam hal ini dapat berasal dari pihak swasta atau BUMN harus berupaya untuk

    menyeimbangkan dengan pola keberpihakan pada masyarakat di dalam dan di sekitar hutan dalam

    pengelolaan hutan dan harus secara sungguh-sungguh berupaya melakukan pemberdayaan

    ekonomi masyarakat melalui penggalian potensi perekonomian masyarakat desa yang

    pengembangannya sesuai dengan keadaan sosial budaya setempat (Fattah, 1998). Dengan

    terwujudnya hal tersebut diharapkan dukungan masyarakat dalam pengelolaan hutan akan tercipta

    yang tercermin dalam tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya manfaat dan kelestarian

    hutan sehingga intervensi negatif dari masyarakat dalam bentuk gangguan terhadap hutan akan

    berkurang.

    Dalam pengelolaan hutan partisipasif ini peranan masyarakat sekitar hutan secara bertahap

    ditingkatkan di semua jajaran yang terlibat dalam pengelolaan hutan. Masyarakat diharapkan dapat

    berperan aktif dalam pengelolaan hutan sebagai sumber daya alam yang harus memberikan

    manfaat sebesar-besarnya untuk rakyat. Bentuk keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan

    dapat berupa suatu bentuk kemitraan dengan pengelola hutan (HPH/BUMN) dengan posisi transaksi

    yang adil dan seimbang. Masyarakat sekitar hutan dapat menjadi subkontraktor berbagai kegiatan

    pengusahaan hutan di bawah bimbingan jajaran pengelola hutan seperti pembibitan, pembukaan

    lahan, penanaman, pemeliharaan, penebangan, pembuatan jalan, base camp, tata batas dll.

    Keterlibatan masyarakat dalam model-model pemberdayaan ekonomi masyarakat seperti model

  • 35

    Inmas Tumpangsari, PMDH, model pengelolaan hutan payau dengan pola empang parit yang telah

    berhasil perlu lebih diperluas sehingga masyarakat dapat menerima manfaat yang dapat membantu

    meningkatkan taraf hidup mereka. Yang terpenting dalam penerapan program-program partisipasif

    dalam pengelolaan hutan ini adalah adanya kesesuaian antara kebutuhan masyarakat sekitar hutan

    dengan program yang ditawarkan. Selama ini kebijakan yang bersifat top down approachternyata

    tidak selalu menguntungkan dan menjamin keberhasilan pembangunan, termasuk di sektor

    kehutanan. Sehingga pola pendekatan buttom-up approachharus dilaksanakan dalam

    mengidentifikasi kebutuhan masyarakat. Para pengelola hutan harus dapat bertindak sebagai

    akselerator berupa pembinaan guna meningkatkan kemampuan internal masyarakat. Berbagai

    bantuan yang telah diberikan dari program-program yang telah dijalankan jangan sampai hanya

    meningkatkan ketergantungan masyarakat pada sekitar hutan pada pengelola hutan, karena pada

    kenyataannya ekonomi masyarakat tidak diberdayakan dengan pola bantuan ini. Seluruh jajaran

    pengelola hutan perlu memiliki pola pikir yang memandang masyarakat sebagai potensi dalam

    pengelolaan hutan bukan sebagai ancaman, sehingga dapat diciptakan suatu bentuk kerja sama

    yang sinergis antara pengelola hutan dengan masyarakat sekitar.

    Pengelola hutan harus terus memperhatikan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan karena

    mustahil tanpa adanya dukungan dari masyarakat sekitar hutan maka pengelolaan hutan itu sendiri

    akan berjalan lancar. Dukungan dari masyarakat yang tercermin dalam tingkat kesadaran akan

    kelestarian hutan dapat membantu mengurangi tekanan terhadap hutan yaitu dalam bentuk

    perambahan hutan dan penebangan liar yang saat ini marak terjadi sebagai gambaran salah satu

    kegagalan dari pengelolaan hutan yang kurang melibatkan masyarakat.

    5. Penindakan Illegal Logging

    Telah menjadi rahasia umum bahwa pasokan kayu untuk memenuhi kebutuhan industri

    pengolahan kayu saat ini diduga tidak sedikit yang berasal dari kegiatan penebangan liar. Hal

    tersebut terlihat dari perkiraan potensi hutan di Indonesia dalam memenuhi kebutuhan industri

    dengan kapasitas industri saat ini yang mengalami defisit kayu. Untuk memenuhi kebutuhan kayu

    tersebut banyak industri pengolahan kayu yang membeli kayu dari hasil penebangan liar. Para

    pemilik modal lebih memilih untuk membeli kayu hasil penebangan liar karena harganya relatif lebih

    murah karena tidak terbebani dengan pungutan-pungutan hasil hutan. Kegiatan penebangan liar

    merupakan masalah yang bersifat multidimensi karena melibatkan banyak stakeholdersdi dalamnya.

  • 36

    Tekanan dunia internasional atas maraknya kegiatan penebangan liar di Indonesia semakin

    meningkat terlihat dari dimasukkannya poin pemberantasan penebangan liar sebagai salah satu

    syarat dalam perjanjian Indonesia dengan International Monetary Found (IMF) dalam persyaratan

    pencairan dana pinjaman. Hal tersebut menjadikan masalah penebangan liar sebagai suatu masalah

    krusial yang perlu mendapat penanganan lebih lanjut secara komperehensif. Penindakan tegas yang

    komperehensif baik secara administratif maupun secara hukum terhadap keterlibatan para

    stakeholders dalam kegiatan penebangan liar tersebut perlu dilakukan dimulai dari pemilik modal,

    pelaku, penadah kayu hasil penebangan liar dan peredaran hasil hutan ilegal, industri pengolah,

    oknum aparat pemerintah maupun aparat keamanan yang disinyalir menjadi bagian dari mata rantai

    kegiatan penebangan liar sampai aktor intelektual di belakang kegaiatan ini. Pemerintah dalam hal

    ini beberapa instansi terkait perlu melakukan koordinasi dalam melakukan tindakan preventif serta

    menindak tegas para pelaku dibelakang kegiatan penebangan liar ini. Diantaranya Departemen

    Kehutanan, Aparat Kepolisian RI, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen

    Perhubungan dan Telekomunikasi, Jaksa Agung, dan Departemen Kehakiman dan Hak Azasi Manusia

    untuk memberikan sanksi administratif dan pidana terhadap para pelaku kegiatan penebangan liar.

    Kerjasama antara Departemen Terkait dengan Aparat Kepolisian dalam penegakan hukum dapat

    dilakukan dengan cara pengajuan seluruh oknum yang terlibat tanpa pandang bulu baik dari pemilik

    modal, pelaku, penadah kayu hasil penebangan liar dan peredaran hasil hutan ilegal, industri

    pengolah, oknum aparat pemerintah maupun aparat keamanan untuk diselidiki dan selanjutnya

    diajukan ke pengadilan dengan tuntutan maksimal berdasarkan ketentuan peraturan perundang-

    undangan yang berlaku. Tindakan tegas di tempat terhadap para oknum yang terlibat perlu

    ditegakkan seperti pencabutan izin HPH dan IPK yang terbukti melanggar ketentuan, pencabutan

    izin IPKH terhadap IPKH yang telah terbukti menggunakan bahan baku yang tidak jelas dan

    menampung bahan baku ilegal, serta pemberian sanksi terhadap para administratur pelabuhan yang

    masih melayani angkutan kayu ilegal merupakan salah satu bentuk tindakan tegas yang perlu

    dilakukan dalam hal ini.

    Perangkat hukum yang berlaku harus mendukung sepenuhnya terhadap penindakan kegiatan

    penebangan liar. Penyusunan perangkat perundang-undangan yang mengatur ketentuan-ketentuan

    sanksi hukum yang tegas perlu dilakukan dari tingkat pusat sampai tingkat kabupaten di daerah.

    Demikian pula dengan sosialisasi peraturan perundangan yang mengatur ketentuan-ketentuan

    penanggulangan penebangan liar serta pedoman-pedoman pembangunan hutan lestari harus

  • 37

    dilakukan secara kontinyu untuk dapat diperoleh pemahaman dan kesadaran terhadap tegasnya

    sanksi hukum dan pentingnya menjaga kelestarian hutan dalam masyarakat.

    2.5.2 Plantation Manajemen

    Untuk menghasilkan kualitas jati yang baik, dilakukanlah sistem manajemen penanaman, yang

    dimulai dengan penentuan lokasi penanaman.

    a. Site effects

    Lokasi penanaman pohon jati, harus sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan jati.

    Perkebunan jati telah didirikan di seluruh daerah tropis, di dalam dan di luar jangkauan distribusi

    alaminya. Hal mencakup berbagai kondisi iklim, yaitu dari jenis khatulistiwa dengan jenis sub-tropis

    dengan berbagai curah hujan dan suhu 500-3,500 mm dan 2 -48 C (kisaran minimum dan

    maksimum). Kondisi tanah yang bervariasi dari tanah asam sampai tanah aluvial yang subur juga

    mempengaruhi pertumbuhan dan karakter pohon lain seperti bentuk batang, modus bercabang,

    pembungaan dan kualitas kayu dll.

    Umumnya, tempat tanam yang lokasi basah, misalnya di sepanjang tepi sungai atau di hutan jati

    lembab rendah, biasanya berwarna lebih gelap daripada kayu dari kondisi lokasi kering. Sebuah

    studi pada variasi klonal dalam warna dan tekstur kayu di Thailand dalam tes klonal berusia 20 tahun

    jelas menunjukkan bahwa warna kayu jati dan tekstur sangat dipengaruhi oleh lokasi penanaman

    .Dalam tes ini, klon pohon dari lokasi yang berbeda menghasilkan warna kayu yang berbeda (coklat

    yaitu gelap, coklat keemasan, warna coklat muda, dan tekstur kayu, yaitu batu-kayu dan lilin-kayu

    tekstur). Penyebab variasi tersebut masih belum diketahui tetapi mungkin karena perbedaan dalam

    kimia tanah dan kadar air di dua lokasi penanaman.

    Dalam penanaman jati, faktor-faktor pertumbuhannya harus diperhatikan. Berikut adalah factor

    pertumbuhan pohon jati :

    a. Rainfall and moistures

    Untuk produksi kayu berkualitas tinggi dengan pertumbuhan yang optimal, kondisi kelembaban

    antara 1.200 dan 2.500 mm dengan musim kemarau yang ditandai dari 3-5 bulan .

  • 38

    b. Soil & Light

    Jati tumbuh baik di lokasi tanah aluvial yang berasal dari batu kapur , sekis , gneiss , serpih ( dan

    beberapa batuan vulkanik , seperti basalt) . Untuk pencahayaan, dibutuhkan intensitas cahaya yang

    tinggi untuk pertumbuhan dan perkembangannya.

    c. Seed

    Pasokan benih merupakan salah satu faktor yang paling penting membatasi program

    penanaman jati . Hal ini terutama terjadi di negara-negara di mana jati ditanam sebagai spesies

    eksotis dan benih yang digunakan dari domestifikasi.

    Manajemen umum untuk pohon jati meliputi jarak , penyiangan , perlindungan kebakaran ,

    serangga dan penyakit perlindungan dan menipis .

    a. Planting Spacing

    Jarak awal perkebunan jati bervariasi ( 1,8 1,8-4 4 m ) tergantung pada banyak faktor seperti

    kualitas situs , biaya pendirian, pemanfaatan kayu kecil , sistem tanam , misalnya agroforestry ,

    tumpang sari dll. Namun , kualitas situs tampaknya menjadi faktor prioritas ukuran jarak dalam

    program penanaman jati . Hasil uji coba jarak 12 tahun ( 2 2 , 3 3 , 4 4 , 6 6 m ) di Thailand

    jelas menunjukkan efek dari jarak awal pada pertumbuhan , kualitas dan pengendalian gulma di

    perkebunan jati situs yang berbeda induk kondisi .

    Dalam kondisi situs kering , di mana tingkat pertumbuhan awal dari perkebunan miskin (

    misalnya < 1,0 meter per tahun tinggi ) , jarak dekat dari 2 2 m yang paling cocok . Sebaliknya, jarak

    awal dapat lebih luas sampai dengan 4 4 m , yaitu untuk pengurangan biaya , di bawah kondisi

    situs yang baik ( Kaosa - ard , 1980 ) . Berdasarkan penelitian ini , 3 3 m spasi ( 1.111 pohon / ha )

    telah direkomendasikan dan digunakan sebagai jarak rutin di Thailand . Namun, di daerah dimana

    jarak yang lebih lebar diperlukan untuk penerapan sistem wanatani atau mesin penyiangan , 4 2 m

    jarak ( 1.250 pohon / ha ). Hasil yang sama uji jarak dilaporkan dari India di mana jarak dekat dari 1,8

    1,8 m dan jarak yang lebih lebar dari 3,6 3,6 m cocok untuk ( curah hujan < 1.500 mm ) kondisi

    lokasi kering dan baik masing-masing ( Tewari , 1992 ) . Berbagai jarak digunakan dalam

    pembangunan perkebunan jati di bawah kondisi situs yang berbeda seperti 2,5 2,5 m , 2,7 2,7 ,

    3,6 1,8 m dan 3,6 2,7 m di India, 2 2 m di Bangladesh, 2 3 dan 3 3 m di Cina, 2,5 2,0 m di

    Karibia dan Amerika Tengah, 2,6 2,6 m di Myanmar, 3 3 m di Sri Lanka dan 3 2 m sampai 5 2

    m di Indonesia.

  • 39

    b. Planting Time

    Waktu tanam berpengaruh pada kelangsungan hidup dan pertumbuhan di perkebunan jati .

    Waktu tanam yang paling cocok untuk jati ialah setelah hujan atau awal musim hujan . Studi

    pembangunan fenologi Thailand menunjukkan pentingnya waktu tanam , terutama pada

    pertumbuhan. Jati hanya memiliki satu periode pertumbuhan siram sepanjang tahun. Pertumbuhan

    tunas , sebagaimana dinyatakan dalam persentase pertumbuhan tahunan , dimulai segera setelah

    hujan pertama ( akhir April ) , mencapai puncaknya pada awal musim hujan ( Mei-Juni ) , kemudian

    menurun tajam di tengah-tengah musim hujan (Juli - Oktober) dan berakhir dalam musim kemarau

    (November - April). Berdasarkan hasil penelitian, jati ditanam tepat sebelum atau selama periode

    pertumbuhan flush, yaitu antara akhir April dan awal Juni , tergantung pada awal hujan monsoon

    pertama.

    c. Weeding

    Pertumbuhan dan perkembangan jati akan berkurang tajam dalam kondisi cahaya yang gelap.

    Oleh karena itu , penyiangan intensif sangat diperlukan dari awal berdirinya perkebunan , yaitu 1-3

    tahun.

    d. Thinning

    Penjarangan pertama dilakukan pada 5-10 tahun setelah tanam , tergantung pada kualitas situs

    dan ukuran jarak awal. Umumnya , di bawah situs yang baik dan jarak dekat ( 1,8 1,8 m dan 2 2

    m) ( penjarangan mekanik ) penjarangan pertama dan kedua dilakukan pada 5 dan 10 tahun. Di

    kawasan Karibia dan Amerika Tengah , penjarangan dilakukan ketika ketinggian perkebunan adalah

    8 dan 16 m.

    e. Insect Damage

    Serangga merupakan masalah serius di perkebunan jati . Hal ini tentu saja terjadi ditempat

    perkebunan pohon jati. Serangga yang paling umum yang menyebabkan perkebunan kerusakan

    parah adalah defoliators dan penggerek batang . Serangga Defoliator menyebabkan defoliasi parah

    dan , karenanya , mengurangi tingkat pertumbuhan , dominasi apikal dan kapasitas produksi benih

    perkebunan , daerah produksi benih dan kebun benih . Defoliator paling penting yang menyebabkan

    kerusakan parah di perkebunan jati di daerah tropis adalah Hyblaea puera Cramer ( Hyblaeidae ) dan

    Eutectona machaeralis. Wabah serangga ini dapat terjadi 2 atau 3 kali selama musim. Setelah wabah

    , terutama dari Hyblaea puera , laju pertumbuhan perkebunan dapat dikurangi sebanyak 75 % .

  • 40

    Pengendalian wabah serangga ini membutuhkan penerapan kimia dan biologi , egBacillus

    thuringiensis atau agen BT .

    Penggerek batang menyebabkan kerusakan parah di perkebunan muda ( 1-5 tahun ) yang

    menyebabkan kematian pohon karena penurunan laju pertumbuhan dan kualitas batang .

    Penggerek batang yang sering ditemui di perkebunan jati ialah kopi penggerek Zeuzera coffeae (

    Cossidae ) . Di Thailand serangga ini menyebabkan kerusakan parah di perkebunan swasta di mana

    lokasi penanaman sebelumnya tebu dan bidang tapioka. Saat ini, tidak ada bahan kimia praktis dan

    metode biologis untuk mengendalikan wabah dari penggerek beehole . Perlakuan silvikultur seperti

    penyiangan , pembakaran kontrol, dan tumpang sari mungkin satu-satunya metode yang dapat

    mengurangi populasi serangga.

    2.6 Market

    a. Global Market

    Dalam beberapa tahun , pasokan dunia dari Jati akan tergantung pada output dari Dedicated

    Tropical Hardwood Plantations . Amerika Serikat dan Kanada bersama-sama membentuk pasar

    terbesar ketiga untuk Jati mentah di dunia ( setelah Masyarakat Eropa dan Asia Tenggara ) . Selama

    tahun 1998 , mereka mengimpor sekitar US $ 50 juta senilai Jati . Nilai rata-rata semua bentuk Jati

    baku impor ke Amerika Utara selama tahun 1998 , termasuk kayu jati berkualitas tinggi dan berasal

    dari penjarangan , adalah US $ 830 per meter kubik . Pada hari ini , harga telah meningkat menjadi

    sekitar US $ 1100 per meter kubik .

    Nilai kayu jati berkualitas tinggi yang diimpor dari Singapura , Indonesia dan Myanmar

    mendekati US $ 1.035 per meter kubik pada tahun 1999 . Jumlah berkualitas Jati yang tersedia di

    Pasar Dunia telah menurun dalam dekade terakhir dan harga telah meningkat . Meskipun harga Jati

    mentah bervariasi sejak tahun 1988 , nilai Jati baku diimpor ke Amerika Utara telah meningkat pada

    tingkat tahunan rata-rata 3 sampai 4 % . Selama dua tahun terakhir , kenaikan harga rata-rata

    tahunan telah meningkat menjadi 13,4 % .

    Permintaan dunia Pasar Jati terus tumbuh . Keindahan , kekuatan, daya tahan , dan kekerasan

    hutan ini membuat mereka bahan pilihan untuk berbagai aplikasi . Pasar dunia menyerap semua

    pasokan yang tersedia baik sebelum permintaan untuk kayu keras ini terpenuhi . Akibatnya,

  • 41

    kenaikan harga alami selama sepuluh tahun terakhir diperkirakan akan berlanjut di masa depan.

    Pada harga saat ini sekitar US $ 1500 per meter kubik ( Juli 2006) untuk Grade A log FOB Burma ,

    kayu jati mentah sudah salah satu kayu keras yang paling mahal di dunia. Ketika pasokan yang masih

    tersisa signifikan Burma Jati habis , harga per meter kubik mungkin melebihi kenaikan tahunan rata-

    rata sepuluh tahun terakhir . Sebagai hasil dari proyeksi ini , mudah diverifikasi di situs web khusus

    dalam perdagangan kayu , ada minat baru dalam menanam pohon jati .

    b. Market in Indonesia

    Beragamnya penggunaan kayu jati yang menyebabkan tingginya permintaan akan bahan baku

    kayu jati selama ini, tidak diimbangi denga laju produksi tanamannya. Hal ini dapat dibuktikan dari

    kebutuhan jati olahan untuk Indonesia sebesar 2.5 juta m3 per tahun. Jumlah tersebut ternyata baru

    dapat terpenuhi sebesar 0,8 juta m3 per tahun. Dengan demikian terdapat kekurangan pasokan jati

    olahan di dalam negri sebesar 1,7 juta m3 per tahun, kemudian pada tahun 2008 angka pasokan

    tersebut merosot sangat tajam dari 0,8 juta m3 menjadi 0,66 juta m3.

    Selama ini pasokan kayu jati utama di Indonesia didominasi oleh PT. Perhutani. Berdasarkan

    data, produksi kayu jati yang dikelola oleh PT. Perhutani rata rata 800.000 m3 per-tahun. Dari Total

    produksi tersebut sekitar 85 %-nya dijual dalam bentuk Log (batangan gelondongan) sisanya

    digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri milik PT.Perhutani dan Industri Mitra

    kerja sama pengolahan (KSP) Perhutani dengan swasta.

    PT.Perhutani hanya mengeluarkan kayu dalam bentuk logs untuk kebutuhan industri swasta

    sebanyak 762.654.m3. Padahal kebutuhan kayu jati sebagai bahan baku industri mebel untuk sekitar

    1.500 perusahaan adalah sekitar 2 juta m3. Hal ini berarti peluang dapat dimanfaatkan oleh

    pengebun kayu jati baik perorangan maupun perusahaan swasta, sebagaimana rencana penanaman

    pohon jati unggul/jatimas/jati genjah.

    Jika dilihat dari harganya, nilai rupiah yang diperoleh dari kayu jati tidak disangsikan lagi, karena

    harga jualnya selalu meningkat dari waktu kewaktu, Sebagai ilustrasi harga jual didalam negri (data

    Tahun 2009) untuk kayu jati gergajian adalah Rp.sekitar Rp.6 - 8 juta /M3 dan harga jual jati

    dipasaran luar negri (pasar eksport) rata rata sekitar Rp.17 juta /m3.

    Jika jati gergajian kayu jati diolah didalam negeri dan kemudian hasilnya dieksport dalam bentuk

    mebel, keuntungan yang akan diperoleh akan semakin besar yakni 2,6 kali lipat. Sebagai contoh : 1

  • 42

    m3 kayu jatii gergajian dengan harga.Rp.8 juta dapat menghasilkan 10 buah meja lipat oval,dengan

    harga satuan $ US.305, atau setara dengan Rp.2.895.000,-maka dalam 1 m3 setara denga 10 meja

    oval akan menghasilkan Rp.28.895.000,- sementara itu 1 container mampu memuat 142 bahan jadi

    (knock down) maka 1 container bernilai $ US 305. x 142 = 43.310, Added Value (nilai tambah) yang

    dihasilkan dari bahan baku menjadi produksi jatii sebesar 267 %, angka ini diperoleh dari perbedaan

    harga dasar kayu jatii dengan harga jual mebel jadi (jati olahan).

    Untuk jenis meja mebel lain dari bahan jati yang memiliki pasaran cukup luas di luar negri adalah

    folding square table (meja lipat persegi) Sementara itu jenis kursi berbahan jati yang banyak disukai

    adalah steamer chair (kursi lipat untuk berjemur yang biasa ditempatkan dipinggir kolam renang

    keluarga) adjustbale folding chair (kursi taman knock down) dan folding slat chair (kursi meja makan

    dirumah makan atau restoran).Negara peng-import utama jati asal indonesia adalah Amerika

    Serikat,Taiwan, Hongkong,Korea, India dan Uni Emirat Arab, serta Italia untuk handcraft. Selama

    tahun 2007-2009, eksport kayu jati indonesia untuk negara negara importir tersebut mengalami

    peningkatan yang sangat tajam. Peningkatan tersebut tidak hanya dari volume eksport tetapi juga

    nilai eksport dalam $ USD.

    Berikutnya, jika kita melihat ke zaman dulu, kayu jati jawa telah dimanfaatkan sejak zaman

    Kerajaan Majapahit. Jati terutama dipakai untuk membangun rumah dan alat pertanian. Sampai

    dengan masa Perang Dunia Kedua, orang Jawa pada umumnya hanya mengenal kayu jati sebagai

    bahan bangunan. Kayu-kayu bukan jati disebut kayu tahun. Artinya, kayu yang keawetannya untuk

    beberapa tahun saja.

    Selain itu, jati digunakan dalam membangun kapal-kapal niaga dan kapal-kapal perang.

    Beberapa daerah yang berdekatan dengan hutan jati di pantai utara Jawa pun pernah menjadi pusat

    galangan kapal, seperti Tegal, Juwana, Tuban, dan Pasuruan. Namun, galang kapal terbesar dan

    paling kenal berada di Jepara dan Rembang, sebagaimana dicatat oleh petualang Tom Pires pada

    awal abad ke-16. VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie, K