Top Banner
JAK Volume 2 Nomor 1 Hal. 1-60 Padang Mei 2009 ISSN 1979-9470 Volume 2, Nomor 1, Mei 2009 JURNAL A A G G R R I I B B I I S S N N I I S S K K E E R R A A K K Y Y A A T T A A N N ISSN 1979-9470 Terakreaditasi No.../DIKTI/Kep/200..., Tgl..... Diterbitkan oleh Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Andalas bekerjasama dengan Program Studi Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Pascasarjana Universitas Andalas Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPPI) Komisariat Sumatera Barat JAK
69

J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

Oct 01, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

J A K Volume 2 Nomor 1 Hal. 1-60Padang

Mei 2009ISSN

1979-9470

Volume 2, Nomor 1, Mei 2009

JJ UU RR NN AA LL

AAGGRRIIBBIISSNNIISS KKEERRAAKKYYAATTAANN

ISSN 1979-9470Terakreaditasi No.../DIKTI/Kep/200..., Tgl.....

Diterbitkan olehProgram Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Andalas

bekerjasama denganProgram Studi Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Pascasarjana Universitas Andalas

Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPPI) Komisariat Sumatera Barat

JAK

Page 2: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

ISSN 1979-9470

JURNAL AGRIBISNIS KERAKYATANVolume 2, Nomor 1, Mei 2009

Jurnal Agribisnis Kerakyatan adalah wadah informasi bidang agribisnis kerakyatan berupahasil penelitian, studi kepustakaan dan tulisan ilmiah terkait. Terbit pertama kali tahun 2008

dengan frekuensi tiga kali setahun pada bulan Maret, Juli dan November

Ketua PenyuntingDr. Ir. Endry Martius, MSc

Wakil Ketua PenyuntingDr. Ir. H. Nofialdi, MSi

SekretarisYusmarni, SP, MSc

Penyunting PelaksanaDr. Ir. Faidil Tanjung, MSi

Ir. Herry Bachrizal Tanjung, MSiDr. Ir. Ira Wahyuni Syafri, MSi

Ir. M. Refdinal, MSSyofyan Fairuzi, STP, MSi

Vonny Indah Mutiara, SP, MEM

Penyunting AhliProf. Dr. Ir. Bustanul Arifin, MSc (Universitas Lampung)

Dr. Ir. Djaswir Zein (Universitas Andalas)Prof. Dr. Ir. Helmi (Universitas Andalas)

Prof. Dr. Ir. Maman Haeruman Karmana, MSc (Universitas Padjajaran)Prof, Dr, Ir, Muchlis Muchtar, MS (Universitas Andalas)

Dr, Ir, Muktasam Abdurrahman, MSc (Universitas Mataram)Dr. Ir. Nunung Nuryartono, MSi (Institut Pertanian Bogor)

Prof. Dr. Ir. Rudi Febriamansyah, MSc (Universitas Andalas)Dr, Agr, Sri Peni Wastutiningsih (Universitas Gadjah Mada)

Dr, Ir, Suardi Tarumun, MSc (Universitas Riau)Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS (Institut Pertanian Bogor)

Prof. Dr. Ir. Sutriono, MS (Universitas Jember)

Alamat RedaksiProgram Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas AndalasKampus Unand Limau Manis, PADANG, 25163 Telp (0751) 72774

Email : [email protected]

Jurnal Agribisnis Kerakyatan diterbitkan olehProgram Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Andalas

bekerjasama denganProgram Studi Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Pascasarjana Universitas Andalas

Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPPI) Komisariat Sumatera Barat

Page 3: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

ISSN 1979-9470

JURNAL AGRIBISNIS KERAKYATANVolume 2, Nomor 1, Mei 2009

DAFTAR ISI

Endry Martius

Masalah Pasar Lelang Produk Pertanian Sumatera BaratEndry Martius 1-10

Analisa usahatani tanaman pisang (musa parasidiaca L)dengan menggunakan bibit kultur jaringan (in vitro) yangdiberi Fungi Mikoriza Arbuscula (FMA) pada kelompok tanimitra tani di kanagarian tabek panjang kecamatan basokabupaten agamZelfi Zakir

11-24

Perspektif budaya dan institusiPengembangan kawasan peternakan rakyatFuad Madarisa

25-34

Perspektif penyuluhan pertanian untuk mewujudkankesejatian petaniHery Bachrizal Tanjung

35 - 48

Strategi penyiapan pengusaha industri makanan ringanperempuan minangkabau 49-60

Assalamu’alaikum:Mulai Meretas Jalan :Dari Efisiensi Ke Dekomodifikasi

Nofialdi, Hasnah dan Rina Sari

Page 4: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

ASSALAMU’ALAIKUM

Pendapatan pelaku pertanianyang diturunkan dari peningkatan efisiensipertanian,di hulu ataupun di hilir, masih berpeluang untuk ditingkatkan. Itulahagaknya yang tergambarjelas dari sejumlah tulisan pada volume JAK kali ini.Misalnya, Zelfi Zakir menandai perbaikan dalam teknik budidaya padausahatani pisang bisa meningkatkan pendapatan usahatani secara signifikan.Novialdi, Hasnah dan Rina Sari, yang meneliti di ranah industri makanan olehpelaku usaha perempuan Minangkabau, juga memperoleh bukti bahwa efisiensimasih bisa terjadi dan sekaligus berkontribusi pada pendapatan rumahtangga.Walau tidak eksplisit, hasil penelitian merekasebenarnya telah menghargaipentingnya kedudukan pelaku usaha perempuan terhadap kelangsungan industrimakanan tersebut.

Selain soal efisiensi teknis dan manajemen usaha, kekuatan diri ataukesejatian petani tetap selalu perlu diperhatikan. Begitulah kira-kira muatanpenting tulisan Fuad Madarisa (FM) dan Hery Bachrizal Tanjung (HBT).Namun begitu, menurut HBT, kesejatian petani itu telah digerus oleh intervensipemerintah yang memusatkan perhatiannya pada peningkatan produksi. Spiritdan kesejehateraan petani terabaikan, sementarapenyuluhan pertanian malahmemfasilitasi ketidak berdayaan petani. Semua jadi tergantung padapemerintah. Dengan kalimat yang berbeda, FMmenyatakan fenomen tersebutsebagai gangguan pada fondasi kultural dan kelembagaan pembangunanpertanian—sebagaimana secara khusus terlihat pada subsektor peternakanrakyat.

Sehubungan dengan itu, upaya peningkatan pendapatan petani tampaknyaakan tetap berat. Walau tantangan teknis di tingkat on-farm sudah semakin bisadiatasi, dalam pengertian bahwa usahatani sudah semakin efisien, masalah-masalah hilir di ranah pemasaran produk pertanian masih tetap tidakterpecahkan. Sebagaimana ditemukan Endry Martius, skenario pasar lelangyang seharusnya dapat menjadi jawaban terhadap masalah ternyata tetap belummerupakan sistem pemasaran yang ramah bagi petani produsen, apalagi menjadiamat relevan dengan keperluan untuk menyejahterakan petani.Dalam kontekspetani Indonesia yang umumnya masih tergorong miskin, cara-cara fundamentaldi luar mekanisme pasar agaknya harus dilakukan, yaitu melalui ‘income-transfer’. Setiap petani berhak mendapat ‘kompensasi-tanpa-referensi’ darinegara atas kontribusinya dalam menciptakan kesejahteraan nasional. Carademikian boleh disebut dekomodifikasi—yang berarti bahwa ketergantunganpetani dalam mendapatkan kesejahteraan melalui pasar komoditas pertaniandihapuskan dan lalu digantikan dengan perangkat kebijakan sosial yang berbasis

MULAI MERETAS JALAN:DARI EFISIENSI KE DEKOMODIFIKASI

Page 5: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

pada prinsip kesejahteraan sebagai hak setiap warga (right of citizenship) danmerupakan kewajiban negara untuk memenuhinya (state obligation). Temayang terakhir ini bisa ditindak-lanjuti pada edisi-edisi mendatang sebagai bagianpenting untuk memantapkan pemahamanan tentang ekonomi pertanian danagribisnis kerakyatan.

Endry Martius

Page 6: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

Endry Martius adalah Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Andalas

MASALAH PASAR LELANG PRODUK PERTANIANSUMATERA BARAT

Endry Martius

Abstract: The paper notices that the agricultural product’s forward-marketing ofWest Sumatra are not devoted to help small-farmers. In fact, the problems mightnot be only of functionally in its technical implementation, but also fundamentallyembedded on its concept which had not certainly and specifically addressed small-farmers to take a part. These situations imply that it is required to have a scenarioto protect small-farmers from such an unfriendly market by spendingcompensations or subsidies generated from state or government budget.

Kata kunci: pasar lelang, plkp, produk pertanian, petani, Sumatera Barat

PENDAHULUAN

Di Indonesia, praktek pasar lelangproduk atau komoditas pertanian (plkp)1

sudah dikenal sejak dua dekade yanglampau. Departemen Perdagangan RImulai melakukan pengembangan danpembinaannya sejak 1993 sejalan de-ngan saat ketika Badan Pelaksana BursaKomoditas melakukan kajian kelayakanpasar lelang bersama dengan LembagaPenelitian IPB di Sumatera Utara. Hasilkajiannya menyatakan bahwa pasarle-lang komoditas hortikultura dan sayur-sayuran mempunyai keunggulan kompa-ratif bagi daerah yang bersangkutan.Mulai tahun 2000-an plkp mulai pulatumbuh di pulau Jawa, yaitu di Bandungmulai Desember 2002, di Semarang No-pember 2003, Surabaya Januari 2004,Purwokerto dan Kabupaten Agam Suma-

1 Plkp dikenal dalam 2 (dua) jenis, spot danforward. Pada plkp spot, penjual langsungmembawa komoditas pertanian yang akan dijualke pasar lelang. Pada plkp forward, penjualcukup membawa contoh komoditas pertanianyang akan dijual, penyerahan dan penyele-saiannya (termasuk pembayarannya) kemudiansesuai dengan perjanjian jual-beli kedua belahpihak.

tera Barat Februari 2004, dan MenadoApril 2004.

Keberadaan plkp di Sumatera Ba-rat dianggap penting sebagai jawabanatas kondisi sistem pemasaran komodi-tas pertaniannya yang masih rumit, sulitdikendalikan dan biasanya tidak kondu-sif bagi produsen terutama petani gu-rem.2 Plkp diasumsikan akanmenyele-saikan soal tersebut karena: (i) menye-derhanakan alur pemasaran komoditaspertanian; (ii) memperbaiki kemasanproduk; (iii) menerapkan baku mutuproduk; (iv) menetapkan harga produklebih transparan. Lebih dari itu, plkpyang berjalan dengan baik dinilai akanmendukung pertumbuhan ekonomipetani dan sekalian dapat meningkatkankesejahteraan mereka. Namun kenyata-annya, plkp Sumatera Barat masihmenemui kendala, baik kendala teknis-

2 Plkp menjadi amat penting karena SumateraBarat merupakan pintu gerbang ekonomi Indo-nesia Bagian Barat, yang pada 2015 akan masukke dalam era Asean single market and product-ion: free flow of goods, free flow of services; freeflow of investment; free flow of capital; freeflow of skilled labor (Deplu RI, 2008b).

Page 7: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

2 |Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 2, Nomor 1, Mai 2009, hal: 1 - 10

fungsional berupa kesulitan dalam pe-laksanaannya maupun kendala yang le-bih fundamental berupa kesulitan da-lam mereposisi diri agar benar-benarberkontribusi bagi peningkatan kesejah-teraan rakyat dan khususnya petani.

Tulisan ini bertujuan untuk mem-perlihatkan sejumlah hal terkait denganpromosi plkp Sumatera Barat, yaitu ten-tang potensi produk pertanian SumateraBarat serta masalah-masalah plkp Suma-tera Barat. Tinjauan terhadap masalahplkp dilakukan sampai mengungkapkanfundamental mengapa plkp tidak ber-kontribusi terhadap peningkatan kese-jahteraan petani, lalu solusi apa yangperlu dilakukan ke depan.

POTENSI PRODUK PERTANIANSUMATERA BARAT

Potensi pasar produk atau komo-ditas pertanian Sumatera Barat belumterpetakan dengan baik. Sejumlah yangsering disebut-sebut sebagai produk per-tanian primadona seperti gambir, karetdan coklat bahkan juga tidak diketahuidengan pasti berapa sesungguhnya per-kembangan produksinya secara volu-metris ataupun nilai transaksinya daritahun ke tahun. Padahal terdapat jugasejumlah produk pertanian lain yangberkali-kali masuk pasar lelang dengannilai transaksi yang juga relatif besar.Tahun 2006, 42 jenis produk pertanianSumatera Barat yang masuk pasar lelangdalam 7 kali pelaksanaannya telah meng-hasilkan nilai transaksi sekitar Rp 4 mil-yar lebih. Namun gambaran tersebut te-tap tidak bisa memberikan petunjuk ten-tang perkembangan produk pertanianSumatera Barat secara valid, lengkapdan utuh, khususnya apabila dikaitkandengan kegiatan ekspor.

Perkembangan produk pertaniansecara nasional pun tidak tergambarkandengan jelas sehingga tidak bisa dike-tahui potensinya dalam memasuki pasarglobal (Martius, 2008 dan Nainggolan1998). Sepanjang waktu yang lampau

disinyalir bahwa pasar tidak kondusifsehingga produk tradisional (terutamakaret, serealia, gula dan minyak nabati)tidak mampu membesar, dan bahkancenderung tumbuh secara negatif. Tetapiproduk non-tradisional (buah-buahan,daging, produk ikan, tembakau dan ma-kanan olahan) masih berpotensi tumbuhdengan cepat. Indikasi ini menunjukkanparadoksal terhadap kemauan untukmenerapkan strategi ekspor dan promosiproduk pertanian yang menoleh keluar(outward-looking). Akibatnya, jangan-kan akan memenuhi permintaan ekspor,kebutuhan dalam negeri saja tidak ter-penuhi dan banyak yang masih dipenuhidari impor. Padahal khusus untuk pro-duk pangan seperti beras, jagung, kedeledan gula tegas-tegas menuntut dukung-an strategi menoleh ke dalam (inward-looking).

Nilai ekspor produk pertanian In-donesia relatif tidak stabil dan menurun,termasuk produk-produk utama dibidang perkebunan seperti karet, CPO,kopi, kakao, teh, lada, dan seterusnya;bidang perikanan seperti udang,tuna/cakalang, kepiting, kodok, mutiaradan seterusnya; bidang hortikulturaseperti pisang, nanas segar, manggis,jamur, kentang dan seterusnya; bidangpeter-nakan seperti babi dan unggas.Kondisi ekspor produk pertanianSumatera Barat mungkin juga begitu.Itulah sebabnya peluang sektorpertanian menjadi penye-lamat krisisfinansial sekarang ini sema-kin kecil,padahal pada saat krisis mone-ter1997/1998 sektor pertanian mampumenjadi penyelamat dan ekspor produkpertanian saat itu malah relatif baik.

Menurut Rudi Wibowo (Univer-sitas Jember), ketidakmampuan sektorpertanian menjadi penyelamat kali iniialah karena permintaan pasar interna-sional terhadap produk pertanian amatmenurun. Saat ini memang saatnya pulapasar produk pertanian terpuruk. Eksporkopi, misalnya, saat ini terhenti. Hargaproduk pertanian di pasar dunia punmenurun. Harga minyak sawit mentah

Page 8: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

Endry Martius, Masalah Pasar Lelang Produk Pertanian Sumatera Barat| 3

(CPO) hanya 700 dollar AS per ton, pa-dahal sebelumnya di atas 1.000 dollarASper ton. Harga karet alam Rp 5.500 perkg, sebelumnya Rp 9.500 per kg.3

Disamping masalah akibat anjlok-nya harga dan permintaan pasar dunia,pengembangan potensi produk pertani-an di Sumatera Barat ke depan diperki-rakan akan menghadapi permasalahanyang sudah umum, yaitu antara lain:baku mutu yang tidak diterapkan secaraberdisiplin; adanya larangan ekspor yangditandai oleh tingginya pajak ekspor; pa-sar belum terdiversifikasi; pengembang-an produk tidak dilakukan; teknis budi-daya atau manajemen usaha masih tetaplemah.

Potensi produk pertanian itu su-dah ditangani secara khusus sebagian-nya melalui kebijakan pengaturan, peng-awasan dan pelarangan ekspor. Tujuankebijakan tersebut tergantung jenis pro-duk dengan kepentingan untuk men-cegah agar ekspor tidak di bawah mutustandar dan mempertahan mutu produkekspor. Pengaturan bertujuan agar eks-por produk tertentu (misal: kopi danrotan) diatur supaya: bahan baku bagiindustri dalam negeri terjamin keterse-diaanya; kelestarian alam; meningkat-kan daya saing dan posisi tawar. Peng-awasan bertujuan agar ekspor produkpertanian tertentu (misal: sapi, kerbau,pupuk Urea) diawasi ekspornya untukmenjaga stabilitas pengadaannya bagikonsumsi dalam negeri dan untuk men-dorong pengembangan industri dalamnegeri. Pelarangan bertujuan agar pro-duk pertanian tertentu (misal: anak ikan,udang galah, udang Panaedae, karetbongkah, kulit mentah, kayu bulat) dila-rang ekspornya untuk menjaga keles-

3 Situasi ini berbeda dengan 1997/1998, ketikajustru harga produk pertanian perkebunan tinggiakibat melemahnya nilai tukar rupiah danpermintaan pasar dunia yang tetap relatif tinggi.Dengan demikian, petani di sejumlah daerah,Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, justrubanyak yang mendadak kaya (Rudi Wibowo danM. Maksum, Kompas 29 Oktober 2008, hal. 17).

tarian alam dan sumberdaya, menjaminstandar mutu dan menjamin kebutuhanbahan baku dalam negeri. Kebijakanjuga membebaskan untuk ekspor produkpertanian tertentu, yang tidak masukkelompok pada kelompok diatur, diawasiatau dilarang. Tujuan kebebasan eksporini adalah untuk mendorong diversifikasiproduk dan meningkat daya saing.4

Di Sumatera Barat, kebijakanyang sudah dilakukan adalah pengawas-an terhadap produk-produk pertanianekspor melalui sistem sertifikasi dalambentuk SM (Sertifikasi Kesesuain Mutu)yang dikeluarkan oleh laboratoriumpenguji mutu atau dalam bentuk SPPT-SNI (Sertifikat Produk Penggunaan Tan-da SNI) yang diterbitkan oleh LembagaSertifikasi Produk. Sejumlah produkpertanian Indonesia, khususnya untukSumatera Barat, yang sudah disertifi-kasikan antara lain: karet SIR (StandardIndonesia Rubber); karet konvensional;minyak nilam; cassiavera; kopi; teh;minyak daun cengkeh (?); biji kakao.Khusus untuk gambir, telah diusulkanoleh Gubernur Sumatera Barat (Agustus2008) kepada Menteri Perdagangan agardilakukan pengawasan mutu produknyayang sesuai dengan SNI 01-3391-2000(sekarang mungkin sudah disetujui).

MASALAH PLKP SUMATERABARAT

Sejumlah hal yang dapat dinya-takan sebagai masalah atau kelemahandalam promosi plkp Sumatera Baratawalnya ditandai oleh kedudukan petanidi pasar produk pertanian yang lemahdan tanpa perlindungan, dan hal ter-sebut diikuti pula oleh rendahnya pangsapasar (price share), pendapatan dansekaligus daya-saing produk pertanianyang dihasilkan petani. Kelemahan ini

4 Kebijakan ini bisa ditelusuri pada SK Men-perindag 558/MPP/KEP/12/1998 jo Permendag01/M-DAG/ PER/1/2007; Ekspor Terdaftar Kopi(ETK); Ekspor Terdaftar Rotan (ETR); EksporTerdaftar Produk (ETPIK); Surat PersetujuanDitjen Daglu.

Page 9: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

4 |Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 2, Nomor 1, Mai 2009, hal: 1 - 10

tetap terbawa sampai ke plkp, karenaternyata di plkp petani tetap berlakusebagai price taker, bukan price maker.5

Kalau di luar plkp petani selalu terkor-bankan oleh distorsi pasar atau olehpraktek-praktek price dumping yangdiprakarsai oleh tengkulak-tengkulak, didalam plkp ternyata kelembagaan plkpsendiri belum cukup kuat untuk melin-dungi mereka.6 Unsur-unsur pelaku,support dan fasilitator dalam plkp masihbelum dapat berjalan efisien dan efektif.Padahal secara teknis, mereka diharap-kan dapat mendorong plkp berfungsisebagai: (i) pemusatan (konsentrasi)perdagangan beragam produk pertanianyang berasal dari berbagai tempat dalamjumlah yang efisien untuk pembentukanharga yang efektif; (ii) pembentukanharga yang transparan, wajar dan meng-gambarkan kekuatan permintaan danpenawaran dan ditentukan secara tepatmelalui lelang; (iii) pendistribusian pro-duk dari produsen ke konsumen secaraefisien; (iv) penyelesaian transaksi me-lalui mekanisme pembayaran dengan

5 Busharmaidi (2007) menggambarkan bahwapasar produk pertanian tertentu Sumatera Baratberciri eksportir oligopsoni (bahkan cenderungmonopsoni), dan ini mengisaratkan mudahnyaterjadi kecenderungan bagi eksportir untukmempunyai posisi mutlak sebagai price makerdan keniscayaan para petani sebagai price taker.Akibatnya, kesejahteraan petani selalu menjadikepentingan yang terkesampingkan dalam danoleh pasar pertanian.6 Kelembagaan perdagangan/ekspor ppsb seringdisertai keanehan perilaku bertransaksi. Sebagaicontoh, transaksi komoditas gambir antara pela-ku-pelaku pasar dapat dengan mudah dilaksa-nakan di pasar lelang, ketika harga produkgambir relatif rendah. Pelaku-pelaku pasar (eks-portir, provider/pemerintah, dan bahkan impor-tir) tidak malu tampil dengan identitasnya.Namun ketika harga produk gambir naik, ketikamargin tataniaganya bisa dibesarkan, pasarlelang sulit untuk dioperasikan. Pelaku-pelakupasar, kecuali petani, cenderung menyembunyi-kan identitas mereka agar bisa berlaku dominansebagai price-maker. Transaksi agresif seringdilakukan oleh perpanjangan tangan para peda-gang, para eksportir dan bahkan mungkin jugapara importir yang langsung datang ke sentra-sentra produksi dengan petani/produsen.

dukungan administrasi pelayanan yangtertib dan perdagangan; (v) pengefisienbiaya operasional pemasaran sepertibiaya bongkar muat dan penangananproduk; vi) pengumpulan dan penye-baran berbagai informasi perdagangan;dan vii) penyediaan layanan penunjangseperti proses sertifikasi dan peme-riksaan higienes.

Pada pihak pelaku, yang terdiridari anggota7 ataupun penyelenggaralelang, ditemukan beban bagi perkem-bangan plkp akibat: (i) kurangnya ke-mampuan mereka dalam mengukurkekuatan diri; (ii) rendahnya komitmendan kredibilitas mereka; (iii) lemahnyadaya prediksi mereka terhadap pasar;dan (iv) mereka belum terbiasa dengansistem forward. Pada pihak fasilitatoryang terdiri dari Bappebti, asosiasi, danpemerintah terlihat pula berbagai kele-mahan. Pertama, Bappepti masih belummampu dalam: (i) menjembatani perma-salahan di pasar lelang yang harusdiselesaikan dengan lembaga, instansi,atau departemen terkait di tingkatnasional; (ii) mendorong Pemda dalammengembangkan pasar lelang; (iii) men-jalin hubungan harmonis dengan Pem-da. Kedua, asosiasi terlihat lalai dalam:(i) menyediakan data-base keanggotaanasosiasi; (ii) memberi informasi hargayang berlaku di pasar; (iii) memberi in-formasi spesifikasi dan jumlahproduk/komoditas yang diperdagangkanoleh anggotanya. Ketiga, pemerintahterlihat masih tidak berdaya untuk: (i)mendo-rong pertumbuhan pasar lelang;(ii) menginstruksikan Dinas terkaituntuk mendukung pengembangan pasarle-lang; (iii) menyediakan anggaranuntuk pengembangan pasar lelang; dan(iv) mendorong lembaga keuangan/non-keu-angan untuk pengembangan pasarle-lang. Pihak (peng)support pkp, yangditopang oleh sejumlah lembaga, terlihat

7 Keanggotaan plkp terdiri dari: (i) kelompoktani/usaha; (ii) koperasi; (iii) petani/produsen;(iv) pabrikan; (v) industri; (vi) swalayan; (vii)eksportir dan (viii) pedagang perantara.

Page 10: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

Endry Martius, Masalah Pasar Lelang Produk Pertanian Sumatera Barat| 5

kekurangan pada semua lini: logistik,forwarder, transport, penjamin, lem-baga keuangan, arbitrase, sertifikasimutu dan informasi (lihat Sunarto,2007). Misalnya, Lembaga Kliring danPenjaminan (LKP) tidak selalu berhasildalam: (i) mengarahkan PenyelenggaraPasar Lelang Forward (PPLF) berlakutertib; (ii) melakukan pemantauan danevaluasi kegiatan PPLF, Lembaga Penja-minan dan pelaku pasar; (iii) menyetujuiSOP yang ditetapkan PPLF dan LembagaPenjaminan; dan (iv) mencegah kerugi-an masyarakat akibat pelanggaran pera-turan yang berlaku. Lembaga perbankanbelum bisa: (i) membantu penyelesaiantransaksi pasar lelang melalui skematransfer dana atau fasilitas SKBDN (Su-rat Kredit Berdokumen Dalam Negeri);(ii) menyimpan uang muka dan uangjaminan transaksi, bekerjasama denganLKP dalam rekening terpisah atas namamasing-masing pelaku; dan (iii) mem-beri dukungan pembiayaan kepada pela-ku pasar, dengan adanya kepastian pe-nyelesaian kontrak jual beli forwardyang dijamin oleh LKP. Lembaga Ser-tifikasi Mutu Komoditas, suatu lembagaindependen yang dapat menerbitkansertifikat mutu produk, tidak sepenuh-nya dapat memastikan kualitas komo-ditas; Lembaga penggudangan belumdapat berfungsi menyimpan dan memel-ihara jumlah maupun mutu produk per-tanian yang disimpan; Lembaga asuransibelum bersedia sepenuhnya memberikanperlindungan terhadap resiko kehilang-an, kebakaran dan sebagainya.

Soal plkp Sumatera Barat ke de-pan juga melekat pada berbagai halberikut. Pertama karena ekspor yangmasih didominasi oleh produk primer,sementara di sisi lain produk agroin-dustri masih kurang mampu bersaingakibat standar mutunya yang rendah,keragaman kualitas dan tingginya biayadelivery dan transportasi. Kedua karenasejumlah produk masih tergantung mu-sim, dan investasi agroindustri kurangmenarik karena jangka lebih panjang

dari manufaktur lainnya. Ketiga karenasebagian besar bahan baku agroindustridihasilkan petani dengan teknologisederhana, skala kurang ekonomis, dankurang memperhatikan aspek kualitas(Aisman, 2006).

Penyelenggaraan plkp di Suma-tera Barat dihadapkan pada persoalandari sisi petani maupun dari sisi penye-lenggara lelang sendiri (lihat Disperin-dag Propinsi Sumatera Barat, 2006 danHafizah, 2005). Dari sisi petani terlihatadanya: (i) petani produsen (produksayuran) dan pelaku tataniaga yangmasih melakukan cara pemasaran lang-sung ke pedagang pengumpul di tingkatnagari (desa) atau kecamatan, ataubahkan ke pedagang besar dari pasarinduk yang datang ke lokasi produksi(lihat juga Anugrah, 2004); (ii) konvensiatau kontrak penjualan produk kepadapedagang-pedagang akibat ketergan-tungan petani kepada mereka dalampenyediaan permodalan usahatani; (iii)jaminan penampungan dan produk olehpedagang-pedagang yang lebih baik dari-pada jaminan yang ditawarkan oleh lem-baga-lembaga yang ditugaskan; dan (iv)keterbatasan skala penyediaan komodi-tas (akibat kecilnya skala usahatani)yang menyebabkan rendahnya posisitawar-menawar petani di pasar lelang.

Persoalan yang dihadapi penye-lenggara meliputi: (i) keterbatasan pra-sarana; (ii) tempat penyelenggaraanyang cenderung eksklusif (di hotel),disamping mahal juga jauh dari jang-kauan petani; (iii) sumberdaya manusiapenyelenggara lelang terbatas: pemandulelang, operator komputer, tanaga pe-mandu pengisian formulir; (iv) legalitasorganisasi penyelenggara, memerlukanKeputusan Gubernur; dan (v) belumadanya ekstra institusi semacam komitearbitrase yang akan menangani masalahpascalelang (Disperindag Propinsi Su-matera Barat, 2006).

Dari sisi proses (pasar lelang) ter-lihat: (i) keberadaan dan fungsi pasarlelang seringkali kurang strategis, atau

Page 11: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

6 |Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 2, Nomor 1, Mai 2009, hal: 1 - 10

juga belum tersosialisasi dengan baikkepada pelaku-pelaku pasar, khususnyakepada petani (lihat Hafizah, 2005).Muncul saran untuk mengembangkanstrategi pasar lelang, misalnya sekaligusdengan menggunakan sistem elektronikE-Commerce, namun metoda ini ternya-ta tidak sederhana dan masih jauh darijangkauan petani, baik secara fisik, baiksecara fisik, apalagi secara keopentingan.Dengan begitu, pemanfaatan E-Com-merce justru dinilai kontroversial, danakan menjadi kontradiksi terhadap kese-jahteraan petani (lihat Kesuma, n.d.).

Sehubungan dengan hal-hal sebe-lumnya, dapat dibayangkan magnitudpersoalan plkp ketika Piagam Asean su-dah dijalankan dengan wujud terbentuk-nya Asean Economic Community (AEC,2005). Tantangan penyelenggaraan plkpakan semakin berat karena secara oto-matis akan terintegrasi ke dalam pasarregional maupun internasional. Lalu apayang mesti dipersiapkan secara bersama.Jawaban generiknya adalah kerjasamaantar sesama negara Asean itu sendiri.Soalnya adalah bagaimana menum-buhkan kerjasama antara pelaku-pelaku(termasuk pemerintah dan asosiasi-asosiasi terkait) dalam plkp itu sendiriterlebih dahulu? Jangan harap pelaku-pelaku lokal, khususnya petani, akansurvive dalam plkp yang yang terinte-grasi dalam struktur tunggal Asean,apabila kerjasama tersebut tidak dapatditumbuhkan dengan sungguh-sungguh.

SOLUSI KE DEPAN

Ada dua perspektif yang dapat di-pakai dalam mempromosikan produkpertanian dan plkp di Sumatera Barat.Pertama adalah perspektif produksi danbisnis yang diletakkan dalam sistemagribisnis untuk meningkatkan produk-tivitas dan menciptakan nilai tambahproduk pertanian. Sistem agribisnis inidapat dibagi menjadi beberapa subsis-tem: praproduksi (upstream agribussi-nes), produksi (on-farm agribussiness),pascaproduksi (downstream agribussi-

ness) dan pendukung (supporting agri-bussiness)seperti teknologi, penelitiandan pengem-bangan. Kedua adalahperspektif kese-jahteraan yangdiletakkan dalam sistem perekonomianmasyarakat untuk mewu-judkankesejahteraan bersama, termasuk petani.Sistem perekonomian masyara-kat inihanya terbagi menjadi dua subsistem,yaitu subsistem produksi dan subsistemredistribusi. Subsistem pro-duksimenyangkut upaya transformasisumberdaya pertanian untuk mengha-silkan nilai produk pertanian (nilaiekonomi dan kekayaan) yang bergunauntuk mendukung kehidupan rakyatkeseluruhan. Subsistem redistri-busi,merupakan kontrak sosial, adalah upayamendaur-ulang (relokasi) kekaya-anyang dihasilkan pada dan oleh sub-sistem produksi untuk pemenuhankebutuhan rakyat keseluruhan (terma-suk petani) secara adil.

Keberhasilan pengembangan pro-duk pertanian dan plkp harus dapatditinjau menurut dua perspektif di atassecara terkombinasi. Perspektif pertamayang walau langsung berkenaan denganpertumbuhan produk pertanian tetapibersifat mikro dan parsial sehingga tidakotomatis dapat dipakai untuk mempro-yeksikan seberapa jauh kesejahteraanpetani dapat dijamin tercapai. Sebalik-nya, dengan perspektif yang kedua,ekonomi masyarakat direkayasa berkem-bang secara saling berkait—yakni denganredistribusi kekayaan (ekonomi) masya-rakat, terutama apabila kesejahteraanpetani tidak kunjung meningkat melaluiskenario penciptaan nilai (tambah) pro-duk pertanian. Semangat petani untukberproduksi dapat bertahan dan bahkandapat meningkat apabila tingkat kese-jahteraan petani terpelihara.

Secara paralel, strategi pengem-bangan dan promosi produk pertaniandan plkp di Sumatera Barat juga bisadijalankan dalam kombinasi kedua pers-pektif di atas agar selalu memihak kepa-da petani dan tidak insubordinatif terha-dap upaya peningkatan kesejahteraan

Page 12: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

Endry Martius, Masalah Pasar Lelang Produk Pertanian Sumatera Barat| 7

mereka. Suatu plkp yang ideal merupa-kan sebuah sustainable system, yaitusistem penghasil output yang lebih besaratau cukup untuk dapat menutupi fung-si-fungsi pertumbuhan, reproduksi danpemeliharaan plkp (sebuah pasar). Da-lam suatu tipologi plkp ideal seperti ini,seluruh pelaku pasar, baik yang langsungseperti petani dan pedagang maupunyang tidak langsung seperti pemerintah,akan diuntungkan (lihat Tabel 1: Pasarlelang ideal, yang terintegrasi).

Penyelenggaraan plkp masih cu-kup realistis apabila petani dan peda-gang (atau petani saja) masih bisameraih keuntungan dari dan oleh tran-saksi plkp. Dalam kondisi tersebut se-sungguhnya pemerintah tidak dirugikan,karena masih akan tetap memperolehmanfaat tidak langsung dari eksistensipertanian dan kegiatan-kegiatan petani,dengan asumsi bahwa apabila pertanianterdegradasi akan berimplikasi kepadaekonomi masyarakat secara keseluruh-an—pemerintah justru akan menerimaresiko atau konsekuensi yang lebih be-sar. Pemerintah cukuplah dipuaskanoleh efek multiplier keberlanjutan kegi-atan pertanian terhadap ekonomi nasio-nal atau daerah secara umum. Denganbegitu, pemerintah mesti selalu me-ngembangkan sistem, kebijakan, pro-gram perlindungan sosial kepada petanidengan memberikan kompensasi atau-pun subsidi kepada petani.

Idealisasi plkp mempunyai mak-sud mengintegrasikan fungsi-fungsi plkpke dalam upaya peningkatan kesejahte-raan petani, yaitu dengan mengakui bah-wa pemerintah, Bappepti maupun aso-siasi (swasta) adalah juga pelaku plkp,selain pedagang dan petani, dalam se-buah sistem plkp. Dengan begitu, struk-tur peran atau fungsi aktual yang me-nyangkut pembagian hak dan kewajibanmasing-masing pelaku pada plkp(Tabel2: Struktur fungsi aktual pada plkp) da-pat dikaji secara terbuka dan selanjutnyadapat pula dikoreksi secara lebih rasi-

onal dalam kerangka konsistensi upayapeningkatan kesejahteraan petani.

Jika plkp ideal tidak terwujudkan,berarti plkp berjalan tidak efisien dantidak efektif. Disamping tidak mampumemberi keuntungan yang lebih baikdari apa yang diberikan oleh pasar kon-vensional, transaksi pada plkp malahanbisa menjadi ancaman terhadap upayapeningkatan kesejahteraan petani.

Pada satu sisi, pedagang dapatmemposisikan diri sebagai penentu har-ga di plkp sehingga berpeluang untukmenjadi penerima manfaat utama.Sementara itu, pada sisi yang lain, petanidengan segala keterbatasannya untukdapat bertransaksi secara rasional ter-paksa menjadi penerima harga. Jikapunpetani masih bisa beruntung, namunbiasanya akan tertekan sampai padapenerimaan manfaat minimum untuksekedar survive.

Di sinilah letak perlunya prinsipkepemihakan kepada petani.Transaksipada plkp yang sudah dan akan tetapberlangsung pada dasarnya tetap tidakboleh merugikan petani. Petani harusdiproteksi.8 Setiap kerugian petaniyangmuncul dari penyelenggaraan plkpharus dibebankan kepada pemerintah(APBN/APND), sebagai pembayarankompen-sasi atau subsidi untuk petani.Salah satu yang sudah biasa dilakukanialah dengan adanya Lindung Nilai Jual(selling hedge) bagi petani untukmemperkuat posisi jual petani plkpdengan tujuan perlindungan petani darikemungkinan instabilitas dan penuru-nan harga produk pertanian (Jamil,2006).

8 Upaya proteksi paling jauh terhadap petaniadalah dalam konstruksi negara kesejahteraan.Petani dibebaskan dari ketergantungan pada me-kanisme pasar untuk mendapatkan kesejahtera-annya (dekomodifikasi), yaitu dengan menjadi-kannya sebagai hak sebagai warga yang diperolehmelalui perangkat kebijakan sosial yang disedia-kan negara (Triwibowo dan Bahagijo, 2006).

Page 13: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

8 |Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 2, Nomor 1, Mai 2009, hal: 1 - 10

Di sinilah letak perlunya prinsipkepemihakan kepada petani.Transaksi

pada plkp yang sudah dan akan tetap ber

Tabel 1: Pasar lelang ideal, yang terintegrasi

Tipologi Pelaku PLKP MuatanKebijakanPetani

Produsen Pedagang Pemerintah

Ideal Untung (pemba-yar pajak)

Untung (pemba-yar pajak)

Untung (pene-rima pajak)

Orientasi plkp

Realistis Untung (Peneri-ma kompensasidan subsidi)

Untung (peneri-ma subsidi)

Rugi (pemba-yar kompensa-si dan subsidi)

Proteksi petanidan tengkulak

Tidak Ideal Untung (peneri-ma kompensaidan subsidi)

Rugi (pembayar kompensasi dansubsidi)

Proteksi petani

Rugi Rugi Rugi ---

Tabel 2: Struktur fungsi aktual pada plkp

Pelaku Fungsi-Fungsi Aktual PLKPPra-Transaksi Transaksi Pasca-Transaksi

Fasilitator:1. Pemerintah2. Bappepti3. Asosiasi

-provisi pembentuk-an plkp (backwardprovision): regula-tor; fasilitator-pembangun prasa-rana plkp-pengembang danpemasok teknologiplkp

-provisi kegiatanplkp: regulator; ko-ordinator; fasilita-tor; mediator-pendukung plkp(misal: pendataan,penjaminan dan ar-bitrase untuk plkp)

-provisi untuk agregasidan distribusi kemanfa-atan plkp (forward pro-vision): regulator; fasili-tator-penerima manfaatplkp, dari penerimaanpajak

Swasta:(pedagang,juga lembagaparas-tatal Bulog)

(secara terbatas) di-tuntut berperan se-bagai support danfasilitator plkp

-pembeli masifpro-duk pertanian-penentu hargatransaksi plkp

-penerima manfaatplkp, dari perdaganganproduk pertanian

Petani --- -produsen dan se-kaligus penjual gu-rem produk perta-nian-penerima hargatransaksi plkp

-penerima manfaat gu-rem, dari penjualanpro-duk pertanian diplkp-bisa sebagai penerimadampak (negatif) lang-sung dari transaksi diplkp

langsung pada dasarnya tetap tidak bo-leh merugikan petani. Petani harus di-proteksi.9Setiap kerugian petani yang

9 Upaya proteksi paling jauh terhadap petani adalahdalam konstruksi negara kesejahteraan. Petani dibe-baskan dari ketergantungan pada mekanisme pasaruntuk mendapatkan kesejahteraannya (dekomodifi-kasi), yaitu dengan menjadikannya sebagai hak seba-gai warga yang diperoleh melalui perangkat kebijakan

muncul dari penyelenggaraan plkp harusdibebankan kepada pemerintah(APBN/APND), sebagai pembayarankompen-sasi atau subsidi untuk petani.Salah satu yang sudah biasa dilakukanialah dengan adanya Lindung Nilai Jual

sosial yang disediakan oleh negara (Triwibowo danBahagijo, 2006).

Page 14: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

Endry Martius, Masalah Pasar Lelang Produk Pertanian Sumatera Barat| 9

(selling hedge) bagi petani untukmemperkuat posisi jual petani plkpdengan tujuan perlindungan petani darikemungkinan instabilitas dan penu-runan harga produk pertanian (Jamil,2006).

CATATAN PENUTUP

Tantangan dalam pengembanganplkp mungkin lebih banyak soal teknis-fungsional saja. Namun kalau diletakkandalam kepentingan untuk menyejah-terakan rakyat dan khususnya petani,maka yang perlu diperhatikan bukan lagibersangkut-paut dengan soal teknis pe-laksanaan pasar lelang, melainkan jugasoal redistribusi ekonomi. Dalam kegiat-an plkp perlu diskenariokan agar petanidapat ambil bagian yang konkrit denganmemperoleh kompensasi ataupun subsi-di, sekalipun tipologi plkp yang berlang-sung tidak ideal dalam arti akan meru-gikan sejumlah pihak selain petani.Olehsebab itu, seluruh beban yangmuncul dari rekayasa atau skenario iniharus di-bebankan pada anggarannegara (APBN/APBD).

KEPUSTAKAAN________. 2007. “Kebijakan Umum Eks-

por.” Ditjen Perdagangan Luar NegeriDepartemen Perdagangan.

Deplu RI. 2008a. Asean Charter. DirektoratJenderal Kerjasam Asean, Deplu RI.

Deplu RI. 2008b. Asean Economic Commu-nity Blueprint. Direktur Jenderal Ker-jasama Asean, Deplu RI.

Anugerah, Iwan Setiajie. 2004. “Pengem-bangan Sub Terminal Agribisnis (STA)dan Pasar Lelang Komoditas Pertaniandan Permasalahannya.” Forum Peneli-tian Agro Ekonomika, Vol. 22, No. 2,Desember 2004 (hal. 102-112).

Ariani, Dorothea Wahyu. 1999. ManajemenKualitas. Yogyakarta: Universitas At-ma Jaya.

Departemen Perdagangan RI. 2006. “Pe-ngembangan Pasar Lelang di Indone-

sia dan Profilnya Saat Ini.” Disampai-kan dalam Seminar Implementasi Du-kungan Pendanaan bagi Pelaku PasarLelang, Bappepti, Batam, 18 Septem-ber 2006.

Disperindag Propinsi Sumatera Barat. 2006.“Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan PasarLelang 2006.” Subdin PerdaganganDalam Negeri Disperindag PropinsiSumatera Barat.

Hafizah, Dian. 2005. “Evaluasi PelaksanaanPasar Lelang Cassiavera Guguk Kati-tiran di Batusangkar, Kabupaten Ta-nah Datar.” Skripsi S1 Fakultas Perta-nian Unand.

Jamil, Afrizal. 2006. “Peranan KADIN da-lam Meningkatkan Pasar Lelang MasaDepan Sumatera Barat.” Tulisan yangdisampaikan pada Sosialisasi PasarLelang Sumatera Barat, 23 Mai 2006di Hotel Inna Muaro Padang.

Kesuma, Mayun Darma. n.d.Kompas 21 Agustus 2008, hal. 21.Kompas 29 Oktober 2008, hal. 17.Martius, Endry. 2008. “Keadilan Agraris.”

Tulisan pembahasan pada SeminarKesiapan Sektor Pertanian IndonesiaMenyongsong Terbentuknya Komu-nitas ASEAN 2015, yang diseleng-garakan Ditjen Kerjasama ASEAN,Deplu RI, di Bukittinggi, 24 Mai 2008.

Martius, Endry. 2008. “Kemitraan Agribis-nis untuk Memberdayakan EkonomiRakyat.” Jurnal Agribisnis Kerakyat-an (JAK), No. 1, Tahun 1, Juli 2008.

Martius, Endry. 2006. “Rekonstruksi SistemEkonomi Nagari.” Buletin Nagari, No.II Tahun 2006.

Nainggolan, Kaman. 1998. “Strategi Pema-saran Ekspor Pertanian.” AgroEkono-mika, No. 2, Tahun XXVIII, Oktober1998.

Sunarto, Edi. 2007. “Pasar Lelang sebagaiSarana Pengembangan Usaha.” Hand-out pada Penyusunan Program KerjaLelang Daerah 2008 dan Temu TeknisPenyelenggara Pasar Lelang, Batam,09 Juli 2007.

Susanto, A.B.; Sujanto, F.X.; dkk. 2008. AStrategic Management Approach:Corporate Culture & Organization

Page 15: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

10 |Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 2, Nomor 1, Mai 2009, hal: 1 - 10

Culture. Jakarta: The Jakarta Consult-ingGroup.

Triwibowo, Darmawan dan Bahagijo, Su-geng. 2006. Mimpi Negara Kesejah-teraan: Peran Negara dalam Produk-si dan Alokasi Kesejahteraan Sosial.Jakarta: Penerbit Pustaka LP3ES.

Page 16: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

Zelfi Zakir dan Rina Sari adalah Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas PertanianUniversitas AndalasRiki Chandra adalah Mahasiswa Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian UniversitasAndalas

ANALISA USAHATANI TANAMAN PISANG BIBITKULTUR JARINGAN YANG DIBERI FUNGSI

MIKORIZA ARBUSCULA (FMA) PADA KELOMPOKTANI MITRA TANI DI KANAGARIAN TABEK

PANJANG KECAMATAN BASO KABUPATEN AGAM

Zelfi Zakir, Rina Sari dan Riki Chandra

Abstract: Conducted in May-July 2008, the study aims (1) to depict thecultural-practices of banana’s plant biotechnology cariied out by Facultyof Agriculture Andalas University, and (2) to analyze the income danprofit stemming from the banana’s farming. Since the cultural-practiceshad been fully planned and undercontrol, the banana’s farm hadsuccessfully generated income and profit.

Kata Kunci: analisa usaha, pisang, kultur jaringan, mikoriza

PENDAHULUAN

Pisang (musa paradisiaca,L) adalah salah satu tanaman buahyang digemari oleh sebagian besarpenduduk dunia karena rasanyaenak, kandungan gizinya ting-gi,mudah didapat,dan harganya relatifmurah (Suyanti dan Ahmad, 1994).Pisang jenis buah tropis yang mem-punyai potensi yang cukup tinggiuntuk dikelola secara intensif de-ngan orientasi agribisnis (Rukma-na, 1999).

Di Indonesia pisang merupa-kan tanaman yang masih banyaknilai ekonominya belum berkem-bang, karena belum dilakukansecara agribisnis, dan peranantanaman pisang masih sebagaitanaman pelengkap dalam skalarumah tangga atau kebun yangsangat kecil. Standar internasionalperkebunan pisang kecil adalah 10-30 Ha (Balitbu, 1996).

Sebagai negara tropik yangkondisi lingkungannya cocok untukbudidaya pisang, Indonesia memili-ki peluang untuk mengembangkan

dalam skala agribisnis yang bero-rientasi pada pasar ekspor, karenaselain dalam bentuk segar, pisangjuga mempunyai potensi yang besarsebagai bahan baku atau bentuklainnya (Balitbu, 1996). Tanamanpisang juga tumbuh dan berkem-bang didaerah tropis hampir selu-ruh pelosok di Indonesia. Potensihasil pisang merupakan salah satusumber devisa bagi negara yangtidak boleh diabaikan (Rismunan-dar, 1986).

Sumatera Barat merupakansalah satu sentra produksi pisang diIndonesia, produksi tanaman pi-sang yang dihasilkan oleh proipinsiSumatera Barat pada tahun 2007mengalami peningkatan yang sa-ngat besar dimana tahun 2006produksi pisang sebanyak 39.132ton dan tahun 2007 produksipisang naik menjadi 62.129 ton(Lampiran 3) atau terjadi kenaikansebanyak 22.997 ton atau sebesar58,77%.

Pengembangan pisang yangdilakukan juga akan membawadampak bagi setiap rantai yang

Page 17: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

Zelfi Zakir, Rina Sari dan Riki Chandra, Analisa Usahatani Tanaman Pisang | 12

terkait, sehingga perlu dipikirkanpengembangan dengan sistem agri-bisnis yang berkelanjutan untukmeningkatkan daya saing, efesiensidan ekonomis, serta dapat melihatadanya peluang, potensi dan ken-dala yang ada sehingga dapatmemberikan nilai tambah yangbesar bagi produsen ataupun indus-tri pengolahan, sedangkan bagikonsumen diharapkan dapat mem-perbaiki pengembangan gizi dalampola makannya. Penyediaan bibitbermutu melalui teknik kulturjaringan (in vitro) merupakan salahsatu kunci dalam keberhasilanbudidaya pisang. Penggunaan bibitberrmutu dapat meningkatkan lajupertumbuhan tanaman, kualitasdan produktivitas tanaman hilirnyayang diharapkan dapat mening-katkan pendapatan petani (Balitbu,1996).

PERUMUSAN MASALAH

Kecamatan Baso KabupatenAgam adalah salah satu daerahsentra produksi pisang di SumateraBarat. Kecamatan Baso juga meru-pakan salah satu daerah yangmemiliki curah hujan dan kelemba-ban yang cukup tinggi sehinggapertumbuhan pisang cukup bagus,tetapi kesempatan hama danpenyakit untuk menyerang tanam-an pisang juga cukup tinggi.Beberapa penyakit yang seringmenyerang tanaman pisang didaerah ini adalah penyakit layufusarium, penyakit darah bakteri,dan penyakit penggerek bonggol.Penyakit layu fusarium disebabkanoleh jamur fusarium oxysparum f.sp. cubense yang merupakan jamurtular tanah. Penyakit ini dapatberkembang dengan baik pada suhu21-330C dengan suhu optimum280C, dan pada pH tanah yang

rendah yaitu pada pH≤6 (Sema-ngun, 1989). Penyakit darah bakterimerupakan penyakit yang bersifatsistematik, sangat berbahaya padatanaman pisang karena penyakit inidapat mematikan tanaman (Sulyo,1992).

Dalam rangka pengembanganlahan endemik akibat penyakit layufusarium, penyakit darah bakteridan penggerek bonggol, pemerintahikut turun tangan dalam mengatasipermasalahan tersebut dengan ada-nya kebijakan pertanian yaitu de-ngan menciptakan suatu teknologipembibitan melalui lembaga risetdan teknologi yang disebut denganteknik kultur jaringan (in vitro).Bibit pisang kultur jaringan inidipilih karena bibit tersebut memi-liki keunggulan diantaranya bibityang dihasilkan bebas dari penyakitkarena dalam proses pembibitantanaman pisang tersebut bebas darigangguan hama, penyakit dan dera-an lingkungan lainnya. Selain itubibit yang dihasilkan juga seragamdan pembibitannya tidak tergan-tung musim atau dapat dibibitkankapan saja. Dalam rangka mengujidan menerapkan teknologi ini ke la-han terbuka, pemerintah menunjukFakultas Pertanian Universitas An-dalas (FPUA) untuk melaksanakanproyek ini, bekerja sama dengansebuah kelompok tani yang beradadi Kanagarian Tabek Panjang Keca-matan Baso, yang bernama Kelom-pok Tani Mitra Tani sebagai penye-dia lahan dan tenaga kerja. PenelitiFPUA mengarahkan dan menga-wasi proses budidaya pisang yanglebih efektif dan efesien kepadapetani serta penyandang dana.

Penelitian ini dimulai 1 Janu-ari 2007. Jenis bibit pisang kulturjaringan yang ditanam adalahpisang Kepok dan pisang Tanduk.Kedua jenis pisang ini ditanam

Page 18: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

13 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 2, Nomor 1, Mai 2009, hal: 11 - 24

dengan menggunakan pola tanam‘Polikultur” yaitu menanam keduajenis pisang itu pada satu lahanyang sama. Bibit yang ditanamdigunakan sampai 3 kali panen;dengan satu bibit ini akandipelihara 2 anakan. Apabila keduaanakan tersebut telah dipanenmaka seluruh tanaman ini harusdibabat habis dan dibongkar sam-pai umbinya. Sebelum ditanamibibit pisang baru, lahan ditanamiterlebih dahulu dengan tanamanjagung dan ubi jalar. Tujuannyaadalah agar bakteri, mikroba, danbibit penyakit yang terdapat didalam tanah yang dibawa atauditinggalkan oleh tanaman pisangsebelumnya dapat dilumpuhkanoleh antibakteri yang terdapat padatanaman jagung dan ubi jalar.

Dengan banyaknya penyakitlayu fusarium yang menyerang ta-naman pisang, maka munculpertanyaan: (1) apakah teknik budi-daya yang dilakukan oleh pihakFPUA sudah merupakan teknikbudidaya yang tepat untuk menga-tasi penyakit layu fusarium padatanaman pisang, (2) dan apakahusahatani tanaman pisang denganmenggunakan bibit kultur jaringandan pengontrolan pihak FPUA itubisa memberikan keuntungan seca-ra finansial.

Tujuan penelitian ini adalahuntuk mengetahui dan menggam-barkan teknik budidaya tanamanpisang kultur jaringan yang dila-kukan oleh FPUA serta mengana-lisis pendapatan dan keuntunganusahataninya untuk satu kali peri-ode panen. Hasil penelitian inidapat memberi masukan, informasiserta saran yang bermanfaat bagikelompok tani Mitra Tani dan ma-syarakat setempat tentang budidayatanaman pisang yang baik.

METODA PENELITIAN

Metode penelitian yang digu-nakan dalam penelitian ini adalahstudi kasus. Berdasarkan pendapatDaniel (2002), dengan studi kasustelah diperoleh gambaran detiltentang latar belakang, sifat-sifatatau karakteristik yang khas darikegiatan budidaya pisang teknik invitro yang menggunakan metodeorganik (memanfaatkan LMA) sertapenilaian keuntungan usaha.

Sesuai dengan tujuan peneliti-an, penelitian ini tidak menggu-nakan sampel untuk menggambar-kan suatu populasi, seluruh anggotaKelompok Tani Mitra Tani yangdiberi kepercayaan oleh FP-UAuntuk menjalankan usahatani pi-sang tersebut adalah objek lang-sung yang dijadikan sumber data,terutama data primer. Sedangkandata sekunder diperoleh dari in-stansi terkait, seperti Dinas Tanam-an Pangan dan Hortikultura, BadanPusat Statistik (BPS), dan instansilainnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum DaerahPenelitian

Keadaan Geografis danTopografi

Nagari Tabek Panjang meru-pakan salah satu Nagari di wilayahKecamatan Baso, mempunyai luaswilayah 19,19 Km2, dan daerah inimerupakan daerah yang paling luasdi Kecamatan Baso (Lampiran 7).Batasan Nagari Tabek Panjangadalah: sebelah Utara berbatasandengan Nagari Koto Baru dan Salo,sebelah Selatan dengan Nagari KotoTinggi, sebelah Barat dengan Naga-ri Simarasok, dan sebelah Timurdengan Kecamatan Ampek Angkek.

Page 19: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

Zelfi Zakir, Rina Sari dan Riki Chandra, Analisa Usahatani Tanaman Pisang | 14

Nagari Tabek Panjang memilikitopografi datar dengan ketinggiandari permukaan laut 879-909 m,temperatur daerah ini berkisarantara 26-300 C, kecepatan angin-nya rata-rata 20 Km/jam. Curahhujan dinagari ini 1500-2000 mm/tahun.

Menurut Bappenas (2000),iklim tropis basah, lembab danpanas mendukung pertumbuhanpisang. Curah hujan optimal adalah1.520–3.800 mm/tahun dengan 2bulan kering. Variasi curah hujanharus diimbangi dengan ketinggianair tanah agar tanah tidak terge-nang. Tanaman ini toleran akanketinggian dan kekeringan. Di In-donesia umumnya dapat tumbuh didataran rendah sampai pegunung-an setinggi 2.000 m dpl. Pisang am-bon, nangka dan tanduk tumbuhbaik sampai ketinggian 1.000 m da-ri permukaan laut.

Kondisi DemografiPenduduk Nagari Tabek Pan-

jang berjumlah 9.151 jiwa denganperincian laki-laki 4.484 jiwa danperempuan sebanyak 4667 jiwa.Sebagian besar penduduk mempu-nyai mata pencaharian di sektorpertanian, yang mengusahakan sa-wah maupun lahan kering, beter-nak, dan jenis usaha lain, jelasnyapada Tabel 1.

Sarana dan PrasaranaDalam rangka meningkatkan

kesejahteraan perekonomian ma-syarakat, Nagari Tabek Panjangtelah memiliki sejumlah sarana danprasarana penunjang seperti Kope-rasi, kelompok Tani, kelompokPeternak, serta lembaga keuanganseperti BPR (Bank PerkreditanRakyat) 1 unit, 1 unit Bank RakyatIndonesia (BRI) dan 1 unit LKMA(Lembaga Keuangan Mikro Agribis-nis). Kondisi jalan yang cukup baik

dan tersedianya sarana untuk tele-komunikasi memudahkan aksesmasyarakat Nagari dengan daerahsekitarnya, sehingga pemasaran pi-sang ke pasar Baso yang berjarak 2 Km dari nagari Tabek Panjangdapat berjalan dengan lancar.

Kerjasama FPUA denganKelompok Tani Mitra Tani

Penelitian yang dilaksanakanoleh pihak Fakultas PertanianUniversitas Andalas (FPUA) me-ngenai usahatani tanaman pisangmengambil lokasi didaerah ende-mik yang sering terserang penyakitlayu fusarium yaitu di daerahKanagarian Tabek Panjang Kec.Baso Kab. Agam. FP-UA bekerja-sama dengan kelompok tani yangbernama Mitra Tani, sebagai bahanpercobaan dan penelitian. Dalamkerjasama antara FP-UA denganKelompok Tani Mitra Tani adakewajiban dan hak yang harusdisepakati.

Kewajiban dan Hak FPUAKewajiban yang harus dipenu-

hi oleh FPUA adalah penelitiannyadi lahan Kelompok Tani Mitra Taniyaitu sebagai penyandang dana(penyedia modal usahatani) untukkegiatan baik dalam pembeliansaprodi maupun untuk upah tenagakerja, kemudian mengarahkan danmengawasi kegiatan teknis budida-ya tanaman pisang. Sedangkan hakyang harus diterima oleh FPUAadalah panen pertama karena bebe-rapa tandan pisang yang diperolehpada periode panen pertama digu-nakan sebagai sampel bahan pene-litian lebih lanjut di laboratoriumFPUA. Sedangkan sisa pada periodepanen pertama diserahkan kepadamasyarakat, begitu juga untuk peri-ode panen berikutnya.

Page 20: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

15 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 2, Nomor 1, Mai 2009, hal: 11 - 24

Tabel 1. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Nagari Tabek Panjang

No Mata Pencaharian Jumlah(orang)

(%)

1.2.3.4.5.

Sektor PemerintahanSektor PertanianSektor PerdaganganSektor JasaSektor Industri

4283.826

405925135

7,4866,90

7,0816,172,36

Jumlah 5.719 100,00Sumber: Kantor Wali Nagari Tabek Panjang, 2006

Kewajiban dan Hak Kelom-poktani Mitra Tani

Kewajiban kelompok tani Mit-ra Tani adalah menyediakan tempatsebagai lahan demplot penelitian,menyediakan faktor produksi se-perti lahan dan tenaga kerja, me-laksanakan teknis budidaya tanam-an pisang yang dianjurkan olehFPUA untuk satu periode produksi(Januari 2007-Juni 2008). Sedang-kan hak kelompok tani adalahmemperoleh sebagian hasil panenFPUA pada periode panen pertamadan melanjutkan usahatani tanam-an pisang tersebut untuk periodeberikutnya. Setelah tanaman pisangditebang habis, maka lahan yangdigunakan sebagai demplot paneli-tian dikembalikan kepada pemi-liknya.

Pelaksanaan BudidayaTanaman Pisang

Persiapan LahanKegiatan yang dilakukan saat

persiapan lahan adalah pembukaanlahan, membasmi dan member-sihkan gulma atau semak-semakyang tumbuh disekitar lahan.Kemudian tanah yang masih dalamkondisi padat digemburkan dengancara membolak-balik tanah.

Penyiapan Bibit

Dalam penelitian bibit pisangkepok dan bibit pisang tanduk disi-apkan satu minggu sebelum tanam,yang dibeli pada pusat penelitianriset dan teknologi DAVA Bogor.Sebelum bibit ini siap untuk ber-adaptasi di lahan terbuka terlebihdahulu dipelihara dalam rumah ka-ca Jurusan Hama dan Penyakit Ta-naman (HPT) Pertanian Unand dandiberi mikoriza (FMA) dengan dosis10 gr/tanaman, tujuannya supayabibit tanaman pisang tersabut ta-han terhadap serangan penyakit.Pada saat bibit telah berumur 5bulan dan memiliki daun 8 helaimaka bibit ini sudah bisa ditanampada lingkungan atau lahan ter-buka.

Pengolahan tanaha. Pengukuran jarak tanam

Jarak tanam yang dipakai da-lam penelitian ini adalah 3m x 3m.Jarak tanam 3 x 3m untuk tanahsedang dan 3,3 x 3,3m untuk tanahberat (Bappenas,2000). Tanah didaerah Baso ini termasuk jenistanah sedang.b. Pembuatan lobang tanam

Lebar lobang tanam yangdipakai adalah 60cm x 60cm de-ngan kedalaman 50 cm. MenurutSahutu dan Ahmad (1994) ukuranlobang tanam yang ideal adalah 60x 60 cm x 50 cm.

Page 21: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

Zelfi Zakir, Rina Sari dan Riki Chandra, Analisa Usahatani Tanaman Pisang | 16

PenanamanSetelah lobang tanam dibuat

bibit pisang yang telah dipersiap-kan langsung ditanam ke lobangtanam. Penanaman pisang dilaku-kan 4 hari setelah pembuatan lu-bang tanam agar pupuk kandangdan hijau (titonia) benar-benaraman dipakai. Pola tanam yangdipakai adalah sistem Polikultur,dimana bibit pisang kepok dan bibitpisang tanduk ditanam pada satulahan yang sama. Penanaman dila-kukan secara selang-seling antarakedua jenis pisang tersebut.

PemupukanPemupukan dilakukan dua

kali setahun yaitu, pertama saattanam, sebanyak 3,5 kg pupukkandang dan 1,5 kg pupuk hijau perlubang tanam. Pemupukan keduadilakukan 3 bulan setelah tanambiberi pupuk NPK Mutiara dengan0,5 (50 %) dosis.

Pemeliharaana. Penjarangan

Penjarangan merupakan kegi-atan mengatur jumlah anakan yangakan dipelihara untuk panen beri-kutnya. Jumlah anakan yang dipe-lihara sebanyak 2 batang atauuntuk dua kali panen berikutnya.Apabila masih ada anak tanamanpisang yang akan tumbuh, makaanak pisang tersebut langsungditebang.b. Penyiangan

Kegiatan penyiangan adalahmembuang rumput dan gulma yangtumbuh di sekitar rumpun tanamanpisang, dilakukan bersamaan de-ngan kegiatan penggemburan danpenimbunan dapuran atau sekeli-ling rumpun tanaman pisang de-ngan tanah. Penyiangan dan pe-nggemburan dilakukan setiap tigabulan sekali.c. Perempalan

Kegiatan perempalan dilaku-kan apabila daun-daun tanaman pi-sang sudah mulai mengering kemu-dian dipangkas, agar kebersihantanaman dan sanitasi lingkunganterjaga.d.Pemeliharaan buah

Kegiatan dalam pemeliharaanbuah yang dilakukan adalah pemo-tongan jantung pisang dan pem-bungkusan buah pisang. Dalamkegiatan pemotongan jantung,jantung pisang yang akan dipotongadalah jantung pisang yang telahberjarak lebih kurang 25 cm darisisir buah pisang yang terakhir.Tujuan dari pemotongan jantungpisang agar pertumbuhan buahpisang tidak terhambat.

Setelah jantung pisang dipo-tong dan buahnya telah mengem-bang sempurna, kegiatan selanjut-nya adalah membungkus ataumenutup buah pisang tersebutdengan plastik bening keseluru-hannya. Tujuannya agar hama danpenyakit yang dibawa oleh seranggamaupun angin tidak pindah ketanaman pisang tersebut. Kantungplastik yang digunakan kantungplastik politilen dengan ketebalan0,5 mm diberi lobang 1,25 cm, jaraktiap lubang 7,5 cm. Ukuran katongplastik adalah sedemikian rupasehingga menutupi 15-45 cm diataspangkal sisir teratas dan 25 cmdibawah ujung buah dari sisirterbawah. Untuk menjaga agartanaman tidak tumbang akibatberatnya tandan, batang tanamandisangga dengan bambu yangdibenamkan sedalam 30 cm ke da-lam tanah.

Pengendalian Hama danPenyakit

Dalam penelitian ini untukpengendalian hama dan penyakittidak menggunakan pestisida dan

Page 22: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

17 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 2, Nomor 1, Mai 2009, hal: 11 - 24

insektisida. Pengendaliannya hanyadengan memperhatikan kebersihanalat yang akan dipakai, terlebihdahulu harus dicuci dengan larutandesinfektan seperti By Clean. Selainkebersihan alat, kebersihan ling-kungan sekitar tanaman pisangjuga harus diperhatikan, sepertigulma dan rumput yang sudahtumbuh harus segera dibersihkandengan cara melakukan penyianganrutin sekali tiga bulan.

PemanenanPada umur satu tahun, rata-

rata tanaman pisang sudah ber-buah. Waktu panen ditentukan olehumur dan bentuk buah pisang.Buah yang cukup matang untukdipanen berumur 80-100 haridengan kondisi buahnya sudahbulat dan berisi. Ciri khas panenlainnya adalah mengeringnya daunbendera. Penentuan umur panenharus didasarkan pada jumlahwaktu yang diperlukan untukpengangkutan buah ke daerah pen-jualan sehingga buah tidak terlalumatang saat sampai ditangan kon-sumen. Sedikitnya buah pisangmasih tahan disimpan 10 harisetelah diterima konsumen.

Pengadaan Sarana Produksi

BibitVarietas pisang yang diguna-

kan adalah varietas pisang kepokdan pisang tanduk. Kultur jaringanyang dibeli dari lembaga riset danpenelitian DAVA, Bogor yang telahberumur 2 bulan. Setelah bibitberumur 4 bulan, bibit tersebutdibawa lahan terbuka atau kerumah kawat, tujuannya agar bibittersebut biasa beradaptasi denganlingkungan. Apabila bibit yangditanam sudah berumur 5 bulanyang memiliki ciri-ciri yaitu tinggibibit ± 60 cm dengan jumlah daun

8 helai dan telah diberi mikoriza,bibit tersebut siap untuk ditanam dilahan terbuka.

PupukJenis pupuk yang digunakan

adalah pupuk organik dan pupukan organik. Pupuk organik yangdigunakan adalah pupuk kandangdan titonia, sedangkan pupuk anor-ganik yang dipakai adalah pupukNPK mutiara. Jelasnya lihat padaTabel 2.

Dari Tabel 2 terlihat bahwapenggunaan pupuk yang diterapkanoleh pihak FP-UA lebih banyakmenggunakan pupuk organik, di-mana pupuk kandang yang digu-nakan sebanyak 65,.30 % dan Tito-nia sebanyak 27,98 % dengan totalpenggunaan sebanyak 93,28%.Sedangkan penggunaan pupuk an-organik hanya sebanyak 6,72% inimerupakan penggunaan pupukanorganik yang sangat sedikit. Jikadibandingkan pemakaian keduapupuk tersebut memiliki kombinasiperbandingan 1:13. Dengan demiki-an pisang yang dihasilkan oleh FP-UA ini merupakan produk pisangorganik.

Tenaga kerjaTenaga kerja yang digunakan

seluruhnya berasal dari tenagakerjaluar keluarga (TKLK). Tenaga kerjayang dihitung adalah yang diguna-kan dalam seluruh aktivitas usaha-tani pisang mulai dari pengolahantanah sampai pasca panen.

Sistem pembayaran tenagakerja yang dilakukan dalam usaha-tani tanaman pisang ini berupasistem borongan, sehingga perhitu-ngan biayanya dijadikan ke HKP(Hari Kerja Pria) dengan cara mem-bagi jumlah upah borongan denganjumlah hari kerja pria yaitu tujuhjam per hari. Jelasnya pada Tabel 3.

Page 23: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

Zelfi Zakir, Rina Sari dan Riki Chandra, Analisa Usahatani Tanaman Pisang | 18

Tabel 2. Penggunaan Pupuk Periode Panen Pertama (per 0,5 Ha)

No Jenis Pupuk Jumlah (Kg/Ha) Pemakaian (%)1 Pupuk Organik

a. Pupuk Kandang 647,50 65,30b. Titonia 277,50 27,98

2 Pupuk Anorganik* NPK Mutiara 66,60 6,72

Jumlah 991,60 100,00

Tabel 3. Penggunaan Tenaga Kerja Periode Panen Pertama

No Jenis Kegiatan Jml Pemakaian(HKP/0,5Ha)

Pemakaian (%)

1 Persiapan Lahan: Pembukaandan Pembersihan 9,915 9,98

2 Penyiapan Bibit 1,655 1,673 Pengolahan Tanah

-Pengukuran Jarak Tananam-Pembuatan Lobang Tanam

2,4759,090

2,499,15

4 Penanaman 3,305 3,335 Pemupukan

-Pemupukan I-Pemupukan II

3,4704,960

3,494,99

6 Pemeliharaan-Penjarangan-Penyiangan-PerempalanPemeliharaan Buah-Pemotongan Jantung-Pembungkusan Buah

12,05019,3206,630

1,3205,320

12,1319,44

6,67

1,335,35

7 Pengendalian Hama danPenyakit

4,960 14,99

8 Pemanenan 14,890 14,99J u m l a h 99,360 100,00

Dari Tabel 3 terlihat bahwapenggunaan tenagakerja yang pa-ling banyak adalah pada kegiatanpenyiangan yaitu sebanyak 19,44%.Biaya yang tinggi terjadi akibat pe-nyiangan harus dilakukan setiap se-kali tiga bulan. Jumlah tenagakerjapada Tabel 3 tersebut merupakanjumlah tenaga kerja yang diguna-kan untuk lahan 1 Ha. Sedangkanjumlah tenagakerja yang digunakan

untuk lahan 0,5 Ha adalah seba-nyak 99,36 HKP (lihat Lampiran 8).

Desinfektan dan PlastikPembungkus

Untuk menghindari tanamandan buah pisang tertular oleh pe-nyakit layu fusarium sehingga alat-alat yang digunakan harus sterildan buah pisang harus dibungkusdengan plastic pembungkus.a. Biaya Desinfektan

Page 24: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

19 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 2, Nomor 1, Mai 2009, hal: 11 - 24

Jenis desinfektan yang digu-nakan adalah by clean untuk men-cuci peralatan yang digunakan baikpada saat alat akan digunakan mau-pun setelah alat digunakan, fungsi-nya supaya alat-alat yang diguna-kan terhindar dari bakteri-bakteriyang membawa bibit penyakit.Ukuran by clean yang dibeli adalahby clean isi 500 ml untuk sekalipemeliharaan dalam satu hektarlahan menghabiskan 4 botol, kare-na pemeliharaan dilakukan seba-nyak 4 kali sehingga menghabiskan16 botol.b. Plastik Pembungkus

Plastik pembungkus diguna-kan supaya bibit penyakit yang di-bawa oleh angin tidak menular kebuah pisang. Ukuran plastik yangdigunakan adalah plastik isi 5 Kgsebanyak 550 buah.

Alat-alat pertanian

Alat yang digunakan oleh pi-hak FPUA hanya parang, sabit dangerobak. Untuk itu masing-masingalat dihitung biaya penyusutannya.

Lahan

Luas lahan yang digunakanuntuk penelitian adalah 0,5 Ha.Selain membayar sewa kepada ma-syarakat, FPUA juga harus mem-bayarkan pajak tanahnya.

Modal

Seluruh modal untuk membi-ayai seluruh kegiatan usahatani di-tanggung oleh FPUA. Untuk meng-hitung bunga modalnya, dipakaitingkat suku bunga pinjaman usa-hatani oleh BRI yang berlaku didaerah Kecamatan Baso, yaitu se-besar 12 % per tahun.

Analisa usahatani

Produksi

Produksi tanaman pisangdihitung dalam satuan tandan/0,5Ha/PP. Untuk lahan satu hektar da-pat ditanaman 550 batang pisang.Jumlah yang terserang penyakit,adalah pisang kepok sebanyak 4%atau 12 batang dan pisang tanduk2% atau 5 batang. Sehingga pisangkepok yang berproduksi tinggal96% (288 batang) dan pisang tan-duk tinggal 98% (245 batang). PadaTabel 4, terlihat jumlah produksipisang pada periode panen pertamaper 0,5 Ha serta jumlah tanamanpisang kepok dan pisang tandukyang terserang penyakit.

PenerimaanPenerimaan merupakan nilai

yang diterima petani dari penjualanhasil pisang dalam satuan tandan,dengan harga yang berbeda antarakedua jenis pisang tersebut.

Dalam pemasaran, petani da-pat menjual buah pisang di lokasilahan kepada agen atau distributoryang menjemput langsung ke lahan.Harga jual pisang kepok di lahanpetani saat penelitian adalah Rp30.000/tandan dan pisang tandukRp 45.000/tandan. Nilai penerima-an usahatani pisang ini dapat dili-hat pada Tabel 5.

Dari Tabel 5, dengan total pro-duksi 533 tandan, penerimaan usa-hatani adalah Rp 19.665.000/0,5Ha/PP. Penerimaan paling banyakadalah dari pisang tanduk yang har-ga jualnya lebih tinggi.

Biaya produksiBiaya produksi dihitung sela-

ma periode panen pertama (18 bln).1. Biaya Bibit

Kedua jenis bibit yang diguna-kan dibeli dengan harga Rp 6.000/batang. Dalam 0,5 Ha lahan dibu-tuhkan bibit 550 batang, denganbiaya Rp 3.330.000/0,5 Ha. Biaya

Page 25: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

Zelfi Zakir, Rina Sari dan Riki Chandra, Analisa Usahatani Tanaman Pisang | 20

bibit didistribusikan Rp 122.222/bulan selama 27 bulan. Jadi biaya

bibit untuk panen pertama adalahsebesar Rp 2.077.774.

Tabel 4. Produksi Pisang Panen Pertama (per 0,5 Ha)

No JenisPisang

JumlahDitanam(batang)

JumlahTerserangPenyakit(batang)

JumlahTerserangPenyakit

(%)

Produksi(tandan)

1. PisangKepok

300 12 4 288

2. PisangTanduk

250 5 2 245

Jumlah 550 17 6 533

Tabel 5. Penerimaan Panen Pertama (per Ha)

No Jenis Pisang Produksi(Rp/0,5Ha)

Harga (Rp) Penerimaan(Rp)

1 Pisang Kepok 288 30.000 8.640.0002 Pisang Tanduk 245 45.000 11.025.000

J u m l a h 533 19.665.000

2. Biaya PupukPupuk bagi usahatani pisang

ini adalah jenis pupuk organik danjenis pupuk anorganik. Pada Tabel6 dapat dilihat jumlah biaya pupukselama periode panen pertama da-lam lahan 0,5 hektar.

Dari Tabel 6 dapat dilihatbahwa biaya pupuk adalah Rp779.590/0,5Ha/PP. Biaya pembe-lian pupuk anorganik lebih besardari biaya pembelian pupuk orga-nik, akibat secara teknis penggu-naan pupuk organik lebih sedikitdan pupuk anorganik (NPK Muti-ara) ternyata mahal (Rp 9000/kg).

3. Biaya Tenaga KerjaUsahatani pisang sepenuhnya

memakai tenagakerja luar keluarga,mulai persiapan lahan sampai pe-manenan. Jumlah biaya tenagaker-ja selama periode panen pertamauntuk 0,5 hektar lahan dapat dilihatpada Tabel 7.

Dari Tabel 7 terlihat bahwajumlah biaya tenagakerja padapanen pertama per 0,5 Ha adalahRp 3.477.600; biaya tenagakerjapaling banyak adalah pada kegiatanpemeliharaan karena dilakukansekali 3 bulan (Lampiran 9).

Page 26: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

21 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 2, Nomor 1, Mai 2009, hal: 11 - 24

Tabel 6. Biaya Pupuk Periode Panen Pertama (per 0,5 Ha)

No Jenis Pupuk Jumlah(Kg/0,5 Ha)

Harga(Rp/Kg)

Nilai(Rp/0,5 Ha)

1 Pupuk Organika. PupukKandang 647,50 100 64.750,00b. Titonia 277,50 416 115.440,00

2PupukAnorganik-NPK Mutiara 66,60 9.000 599.400,00J u m l a h 991,60 779.590,00

Tabel 7. Biaya Tenaga Kerja Periode Panen Pertama (per 0,5 Ha)

No Jenis Kegiatan JumlahPema-kaian

(HKP)

Upah(Rp/HKP) Nilai

(Rp)

1.

2.3.

4.5.

6.

7.

8

Persiapan LahanPembukaan danPembersiahan lahanPenyiapan bibitPengolahan tanahPengukuran jarak tanamPembuatan lubang tanamPenanamanPemupukanPemupukan IPemupukan IIPemeliharaanPejaranganPenyianganPerempalanPemeliharaan Buah

1. PemotonganJantung

2. Pembungkusanbuah

Pengendalian hama danpenyakitPemanenan

9,9151,655

2,4759,0903,305

3,4704,960

12,05019,3206,630

1,3205,3204,960

14,890

35.00035.000

35.00035.00035.000

35.00035.000

35.00035.00035.000

35.00035.00035.00035.000

347.02557.925

86.625318.150115.675

121.450173.600

421.750676.200232.050

46.200186.200173.600521.150

Jumlah 99,360 3.477.600

4. Biaya lain-laina. Biaya Pastik Pembungkus

Plastik pembungkus yangdigunakan adalah sebanyak 550buah dengan harga Rp 2.000;/lem-

bar. Jadi besarnya biaya plastik pe-mbungkus adalah sebesar Rp1.100.000/0,5Ha.

b. Biaya DesinfektanDesinfektan (by clean) yang

digunakan sebanyak 14 botol de-

Page 27: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

Zelfi Zakir, Rina Sari dan Riki Chandra, Analisa Usahatani Tanaman Pisang | 22

ngan harga Rp 3.500; per botol.Jadi biaya desinfektan yang dikelu-arkan adalah sebanyak Rp49.000;per 0,5 hektar.

5. Sewa lahanLahan yang dipakai untuk

usahatani pisang merupakan lahanatau demplot yang disediakan oleh

masyarakat dan anggota kelompoktani setempat. Pihak FPUA harusmengeluarkan sewa dan pajaklahan tersebut. Jumlah sewa lahanyang dkeluarkan untuk satu tahun(untuk 2 Ha) adalah sebesar Rp

750.000,-setelah biaya lahan didis-tribusikan, FPUA mengeluarkanbiaya sewa lahan selama periodepanen pertama Rp 562.500,-; pajakditanggung pemilik lahan.

6. Biaya penyusutan alatBesarnya penyusutan alat pa-

rang dan sabit yang digunakan padausahatani Rp 52.540; untuk lebihjelasnya dapat dilihat pada Tabel 8.

Dari Tabel 8 terlihat biaya pe-nyusutan peralatan yang dikeluar-kan dalam usatatani tanaman pi-

Tabel 8. Biaya Penyusutan Alat Usahatani Periode Panen Pertama

No JenisAlat

Jml(unit)

Harga(Rp persatuan)

UmurEkono-mis (th)

Nilai(Rp)

NilaiSisa(Rp)

BiayaPenyusutan

123

ParangSabitGerobakSorong

22

1

50.00035.000

200.000

55

5

100.00070.000

200.000

20.00014.000

40.000

14.2009.940

28.400370.000 74.000 52.540

sang pada periode pertama, dima-na biaya penyusutan yang dike-luarkan untuk alat parang sebesarRp 14.200,-/0,5 Ha/PP, sabit Rp9.940,-/0,5 Ha/PP, dan gerobaksorong Rp 28.400,-/0,5 Ha/PP,dengan total biaya penyusutan Rp52.540,-/0,5 Ha/PP.

7. Bunga modalBunga modal termasuk ke

dalam biaya yang diperhitungkan.Bunga modal yang berlaku ber-dasarkan bunga pinjaman BankBPD adalah 12% per tahun. Bungamodal yang harus dikeluarkandalam penelitian ini adalah sebesarRp 2.711.125;/0,5 Ha selama 17 bu-lan pada panen pertama.

PendapatanPendapatan adalah penerima-

an dikurangi dengan semua biayayang dibayarkan meliputi biayabibit, pupuk, TKLK, biaya angkut,

biaya lain-lain. Besar penerimaandan biaya yang dibayarkan berpe-ngaruh terhadap pendapatan pe-tani. Pada panen pertama, besarpendapatan yang diperoleh adalahRp 13.295.836,50/0,5 Ha.

Usahatani pisang menghadapimasalah teknis dan ekonomis. Ke-dudukan usahatani pisang dianggapsebagai usaha sampingan oleh ma-syarakat. Oleh sebab itu, penggu-naan bibit kultur jaringan yang sulitdidapatkan menjadi tidak fokus.Padahal potensi keuntungan yang

akan diperoleh darinya cukup men-janjikan.

KeuntunganKeuntungan adalah besar pe-

nerimaan dikurangi dengan biayatotal—biaya dibayarkan ditambahdengan biaya diperhitungkan. Me-nurut Soekartawi (1995), suatu usa-hatani dikatakan berhasil apabila

Page 28: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

23 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 2, Nomor 1, Mai 2009, hal: 11 - 24

penerimaan lebih besar dari biaya,dan rugi apabila penerimaan kecildari biaya. Selanjutnya Bishop danToussaint (1986) menyatakan suatuusahatani dikatakan berhasil, bilasituasi pendapatannya memenuhisyarat-syarat berikut: 1) cukup un-tuk membayar semua pembeliansarana produksi, termasuk biayaangkut dan biaya administrasi yangmelekat pada pembelian tersebut,2) cukup untuk membayar bungamodal termasuk sewa tanah, 3)cukup untuk membayar upah tena-

gakerja yang dibayarkan atau ben-tuk upah tenagakerja luar keluarga.Hasil perhitungan analisa usaha-tani tanaman pisang pada periodepanen pertama untuk lahan satuhektar dapat dilihat pada Tabel 9.

Dari hasil perhitungan diatas(Tabel 9) bahwa penerimaan yangdiperoleh usahatani tanaman pi-sang pada penelitian ini adalah se-besar Rp 19.665.000;/0,5 Ha untukperiode panen pertama denganpendapatan Rp 13.295.836,50;. Se-dangkan total biaya yang dikeluar-

Tabel 9. Hasil Perhitungan Usahatani Pisang Panen Pertama (per 0,5 Ha)

No Uraian Nilai(Rp/0,5 Ha/PP)

AlokasiBiaya (%)

A Penerimaan 19.665.000,00B Biaya Produksi

Biaya dibayarkan1. Bibit2. Pupuk3. TK kerja luar keluarga4. Biaya plastik5. Biaya By Clean6. Sewa lahan7. Pajak

6.369.163.501.110.000,00

60.063,503.447.600,001.110.000,00

49.000,00562.500.00101.250,00

88,3215,180,82

47,5615,180,677,691,38

C Biaya diperhitungkan1. Bunga modal2. Biaya penyusutan alat

841.913,50789.373,5052.540,00

11,6810,790,72

D Total Biaya (B+C) 7.211.007,00 100,00E Pendapatan (A-B) 13.295.836,50F Keuntungan (A-D) 12.453.923,00

kan adalah Rp 7.211.007,00,-/0,5Ha. Besar biaya yang dibayarkanuntuk usahatani Rp 6.369.163,50(88,32%); dan besar biaya yangdiperhitungkan Rp 841.913,50(11,68%), maka diperoleh penda-patan sebesar Rp 13.295.836,50dan keuntungan Rp 12.453.923,00.Ini merupakan hasil perhitungandengan luas 0,5 Ha.

KESIMPULAN

Bibit kultur jaringan yangdipakai dalam usahatani ini adalahbibit pisang tanduk dan pisangkepok. Penelitian yang dilakukanoleh pihak FPUA ini amat terkon-trol, baik dari segi kegiatan budi-daya yang dilakukan maupun daripembiayaannya. Dari kegiatan yangterkontrol tersebut jumlah tanamanpisang terserang hama dan penya-kit berkurang, dimana pisang yangterserang penyakit masing-masing

Page 29: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

Zelfi Zakir, Rina Sari dan Riki Chandra, Analisa Usahatani Tanaman Pisang | 24

pisang kepok 4% dan pisang tanduk2%. Hasil bisa dikatakan berupa pi-sang organik, karena menggunakanpupuk organik yang lebih banyakjika dibandingkan dengan pupuk anorganik. Tenaga kerja yang diguna-kan dalam usahatani seluruhnyaberasal dari tenaga kerja luar kelu-arga sehingga biaya yang diba-yarkan untuk tenaga kerja terlalubesar dan telah mengurangi pen-dapatan petani.

Penerimaan usahatani iniadalah sebesar Rp 19.665.000;/0,5Ha/PP. Biaya yang dibayarkan dandiperhitungkan untuk usahatanimasing-masing adalah sebesar Rp6.369.163,50/0,5 Ha/PP dan sebe-sar Rp 841.913,50/0,5 Ha/PP se-hingga total biayanya berjumlah Rp7.211.007,-. Sedangkan pendapatanRp 13.295.836,50/0,5 Ha/PP, dankeuntungan Rp 12.453.923/0,5Ha/PP.

DAFTAR PUSTAKABadan Pusat Statistik. 2005. Statistik

Indonesia.Statistik Tanaman Pangan dan Horti-

kultura. 2003. Perkembangan ta-naman pisang tahun 2003 di Su-matera Barat. Dinas Tanaman Pa-ngan dan Hortikultura SumateraBarat. Padang.

Statistik Tanaman Pangan Dan Horti-kultura. 2007. Perkembangan ta-naman pisang tahun 2007 di Su-matera Barat. Dinas Tanaman Pa-ngan dan Hortikultura SumateraBarat. Padang.

Badan Pusat Statistik. 2006. AgamDalam Angka. Bappenas. 2000.Prospek Pengembangan Pisang.http//:www.bappenas/prospekpengembangan pisang/go.id.

Balai Penelitian Tanaman Buah-Buah-an. 1996. Komoditas Pisang. BalaiPenelitian dan PengembanganHortikultura. Solok.

Daniel Moehar. 2002. Pengantar IlmuPertanian. Bumi Aksara. Jakarta.

Departemen Pertanian. 2004. Prospekdan Arah Pengembangan Agribis-nis.

Departemen Pertanian. 2007. Prospekdan Peluang Tanaman Pisang.http//:www.agribisnis.deptan.go.id.

Deputi Menegristek Bidang Pendaya-gunaan dan Pemasyarakatan IlmuPengetahuan dan Teknologi.2000. Pisang. http//:www. ristek.go.id.

Dinas Tanaman Pangan dan Hortikul-tura. 2006. Laporan Tahunan2006. Dinas Tanaman Pangan danHortikultura Sumatera Barat. Pa-dang.

Hadisapoetro. 1973. Biaya Dan Penda-patan Dalam Usahatani. Depar-temen Sosial Ekonomi PertanianUGM. Yogyakarta.

Lakitan, Benyamin. 1995. Hortikultu-ra (Teori, Budidaya, dan PascaPanen). PT. Raja Grafindo Persa-da. Jakarta.

Nazir Moh. 1998. Metodologi Peneli-tian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Rukmana, R. 1999. Usahatani Pisang.Kanisius. Yogyakarta.

Semangun, H. 1989. Penyakit Tanam-an Hortikultura di Indonesia.UGM University Press. Yogyakar-ta.

Subanar, Harimurti. 1994. ManajemenUsaha Kecil. BPFE. Yogyakarta.

Sunarjono et all. 2000. Produksi Pi-sang di Indonesia. Pusat Peneli-tian dan Pengembangan Holtikul-tura. Jakarta.

Suyanti, S dan Ahmad, S. 1994. Budi-daya Pisang, Pengolahan danProspek Pasar. Penebar Swadaya.Jakarta.

Page 30: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

Fuad Madarisa adalah Dosen Fakultas Peternakan Universitas Andalas

PERSPEKTIF BUDAYA DAN INSTITUSIPENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN RAKYAT

Fuad Madarisa

Abstract. Cultural and institutional perspectives play an important role inestablishing agribusiness characters within techno-parks’ regional developmentmodel. First, they reflect values, norms and institutional configuration to supportregional development. Second, their level of advances ensured the ‘trust, correctness,and capabilities’ of cultural and institutional establishment as genuine tools ofmarket and regional economics development. The paper offers several criticalexamples of cultural and institutional foundations in searching for their currentpositions. It includes the role of each stakeholder involving in the region and its stylewithin the period of time. Then, it also shows tactics of improving institutionalperformance as well as the indicators of monitoring institutional development.

Kata Kunci: perspektif budaya dan institusi, kawasan agribisnis, peran pihak terkait,dan kinerja lembaga

PENDAHULUAN

Transformasi (perubahan total dariaspek sosial) menuju agribisnis munculdari penerapan gagasan cerdas. Intinyaberupa teknologi dan cara-cara mendo-rong produktifitas serta efisiensi pema-kaian sumberdaya bersamaan denganprosesnya. Masyarakat tani ternak karenaitu, meniru, menerima, mengelola, danmelembagakannya kedalam bu(di)daya.Jadi, pembaharu perlu mencermati buda-ya dan institusi yang mendorong atau se-baliknya jadi kendala pengembanganagribisnis. Maka transformasi masyarakatmulai dari peasant menjadi usaha ber-watak agribisnis, dengan mementingkanadanya peran moral yang (mestinya) me-rujuk aspek transendental.

Perhatian pada budaya petani pe-ternak berupa keseluruhan cara dan selukbeluk kehidupan mereka sering kali di-pandang usang. Bila terjadi kebuntuanalih-alih mandiri dalam menyelesaikan-nya para pengambil kebijakan di negaraberkembang minta pertimbangan dan

bantuan dari negara maju. Maka, pers-pektif budaya dan institusi amat perluuntuk memahami pemaknaan realitasyang kesannya meremehkan itu. Sebabbanyak negara berkembang, seperti Indo-nesia, telah lama memaklumkan ‘mer-deka’.

Apalagi belakangan ini muncul di-namika kebijakan pertanian dan panganyang melibatkan tiga karakter pelakuyang saling berbeda; yaitu (pemerintah,swasta dan masyarakat). Simak misalnyaUU 16/2006. Padahal masyarakat taniternak membutuhkan peran sinkron dansaling menghantar satu sama lainnya.Sebuah sinergi dinamis saling mengun-tungkan dan berujung pada keadilan dankesejahteraan.

Malahan, Vorley (2002) telahmengidentifikasi kebijakan yang justrucenderung menuju kearah pelemahan, se-perti:a. Menyusutnya peran yang diikuti de-

ngan berkurangnya harapan pada ada-nya intervensi negara;

Page 31: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

Fuad Madarisa, Perspektif Budaya dan Institusi Pengembangan Kawasan Peternakan Rakyat | 26

b. Persetujuan perdagangan multilateral,termasuk terhadap komoditi pertani-an yang membuka ruang persainganlebih luas dan ketat;

c. Desentralisasi dan otonomi lingkuppengambilan kebijakan negara;

d. Bangkitnya pemikiran dualisme yangbertentangan dan berkurangnya ha-rapan kepada pertanian sebagai pen-dorong pembangunan pedesaan;

e. Pasar bebas yang menurunkan beamasuk pada komoditi luar negeri danmembuat harga harga lebih kompetitif;

f. Pemberian ranah penelitian dan pe-nyuluhan pada pihak swasta dan ma-syarakat;

g. Masifnya teknologi baru yang kiankompleks, rumit dan celakanya kebi-jakan seputar (bio)teknologi cenderungmembingungkan;

h. Bangkitnya organisasi sosial ekonomibaru yang mendorong kompetisi lebihketat.

Karena itu, kemajuan agribisnisyang cenderung lebih memakai pende-katan pasar dan berkarakter industri,kiranya tidak serta merta meremehkansolidaritas sosial. Lagi pula transformasi,seperti globalisasi, standarisasi dan nilaitambah usaha, yang tengah memerang-kap kehidupan petani peternak, membu-tuhkan solusi kritis dan kreatif. Bila tidakcampin menyikapinya, mereka yang me-mang bertempur diarena pasar bebas,bakal keteteran dan tergelepar.

Tulisan berikut ini merupakan pe-nyarian dari buku penulis yang judul nyaperspektif sosiologi pembangunan agri-bisnis (Fakultas Peternakan Unand tahun2010). Isinya bisa menyumbang bagi pe-mahaman tentang budaya dan institusibuat pengembangan kawasan peternakanrakyat berwatak agribisnis. Lalu, mengin-formasikan sesuatu agar kita bisa mela-kukan proses antisipatif. Bagian (1) ka-wasan pengembangan peternakan rakyat,(2) perspektif agribisnis, (3) budaya dan

institusi penunjang pengembangan ka-wasan peternakan rakyat.

KAWASAN PENGEMBANGANPETERNAKAN RAKYAT

Bappenas (2004) telah mengelu-arkan tatacara pengembangan kawasandalam upaya percepatan pembangunandaerah. Tentu, sesudah penerapan kebi-jakan desentralisasi pemerintahan didaerah. Pengertian kawasan peternakanrakyat adalah; suatu kawasan yang seca-ra khusus dimanfaatkan untuk kegiatanusaha peternakan. Dalam pengembang-annya melibatkan partisipasi rakyat.Bentuk-bentuknya ialah penumbuhaninvestasi, proses pemberdayaan dan per-baikan kesejahteraan mereka. Ia dipan-dang lebih sebagai pendekatan agribisnisketimbang kawasan peternakan biasa.Sebab kawasan ini membawa semua as-pek on-farm dan off-farm ke dalam per-timbangan kegiatannya. Ciri-ciri kawasanpeternakan rakyat meliputi hal berikut,seperti:a. Lokasi sesuai dengan agroekosistem

dan alokasi tata ruang daerah;b. Peran masyarakat sekitar kawasan

amat menentukan sebagai pelakubisnis;

c. Ternak unggul merupakan basis ataudasar pengembangan yang strategis;

d. Adanya upaya pengembangan kelom-pok peternak menjadi pelaku bisnis;

e. Bagian terbesar komponen pendapatanmasyarakat berasal dari agribisnis pe-ternakan;

f. Mempunyai prospek pasar yang jelasdengan dukungan teknologi memadai;

g. Memiliki prospek dan peluang pe-ngembangan dan diversifikasi usahayang tinggi;

h. Mendapat dukungan institusi dan je-jaring kerja kelembagaan dari hulusampai hilir.

Secara teknis kawasan peternakanini memadai dari sisi penyediaan air,

Page 32: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

27 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 2, Nomor 1, Mai 2009, hal. 25 - 34

sarana pengangkutan, komunikasi, jarakdengan pasar, iklim, dan keamanan daripemukiman penduduk. Kawasan ini me-miliki sarana dan prasarana seperti;industri bibit, pakan, perlengkapan obatdan vaksin, peralatan dan mesin mesin.Lagi pula ia punya fasilitas pasca panenseperti rumah potong hewan dan peng-olahan hasil lainnya. Kemudian secaraadministrasi juga mendukung.

Institusi peternak memainkan pe-ran penting, sehingga kelompok peter-nak dan asosiasi bisa bekerjasama de-ngan pihak terkait. Kerjasama ini me-liputi tim teknis khusus yang mendis-kusikan berbagai persoalan kawasan. Iamelibatkan pula kerjasama sinergis de-ngan lembaga keuangan, pihak swastaterkait, dan BUMN serta koperasi. Padagilirannya kelompok peternak menjelmamenjadi KUBA sebagai ajang inovasikerjasama institusi. Dengan demikianagribisnis merupakan esensi pembangun-an kawasan peternakan rakyat. Apa itubudaya dan institusi dalam perspektifpembangunan agribisnis?

PERSPEKTIF AGRIBISNIS DALAMPEMBANGUNAN

Agribisnis di Indonesia telah men-jadi kebijakan sejak satu dekade terakhir.Di Sumbar, agribisnis terbalut dalam ke-bijakan ’mendorong terbinanya techno-park berbasis pertanian, sebagai perwu-judan aktivitas ekonomi yang bersandarpada ilmu pengetahuan’. Simak misalnya,misi keempat Rencana PembangunanJangka Panjang (RPJP) tahun 2005-2025,pada Perda No 7/2008, yang berbunyi“meningkatkan kegiatan ekonomi pro-duktif dan berdaya saing tinggi”. Sampaiakhir priode kedua RPJM tahun 2015,telah terbina 36 kawasan agribisnis.Lantas seperti apa kategori dan kompo-nen transformasi menuju agribisnis itu?Perhatikan Tabel 1.

Menerapkan misi ini jelas meru-juk pada kegiatan ekonomi potensial dantelah menunjukan produktifitas kinerja-nya yang baik. Ukuran menentukan po-tensi atau kinerja baik, di antaranya ada-lah; pengalaman (budaya mengelola) dankehadiran fasilitas pendukung serta siner-ginya dengan peran (institusi) para pihakterkait didaerah. Jadi, sesuai dengan pen-dapat Davis (2004), perspektif budayadan institusi berupa analisa sosial, par-tisipasi, dan berpihak pada kelompok ren-tan dan pinggiran, sangat penting dalamsemua pembangunan (termasuk agribis-nis). Bagaimana budaya dan institusiyang relevan dengan pengembangan ka-wasan agribisnis peternakan rakyat itu?

BUDAYA DAN INSTITUSIPENGEMBANGAN KAWASANPETERNAKAN RAKYAT

Giddens (1991) mengungkapkanbahwa budaya ialah keseluruhan dari carakehidupan penduduk, termasuk pola ber-fikir dan berprilaku, dan menghasilkanlingkungan sosial yang terbina oleh inter-aksi manusia. (Ingat ada pula lingkunganalam) sebagai ciptaan Tuhan. “Budayaterdiri dari nilai nilai dari anggota suatukelompok yang mereka anut, normayang mereka ikuti, dan barang materilyang mereka ciptakan. Nilai nilai adalahkeharusan abstrak, sementara normaialah prinsip prinsip jelas atau aturanyang diharapkan terlaksana dan dapatdicermati. Norma mewakili ‘keharusan’dan ‘tidak bolehan’ dalam kehidupansosial masyarakat” (hal. 31).

Institusi ialah mekanisme ataucara masyarakat memenuhi kebutuh-annya – yang berlangsung lama dan te-lah menyatu dengan struktur sosial.Contoh institusi sosial adalah badan pe-merintahan, sistem sekolah dan sistemsosial keagamaan. Institusi melibatkannorma dan nilai dimana sebagian besar

Page 33: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN
Page 34: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

Fuad Madarisa, Perspektif Budaya dan Institusi Pengembangan Kawasan Peternakan Rakyat | 28

Tabel 1. Kategori dan Komponen Transformasi Agribisnis

No Kategori Tipe KomponenLama /Peasant Maju/Agribisnis

1 2 3 41 Sistem Subsisten + dekat dengan

keperluan sendiriKomersil

Banyak jenis hasilnya Hasilnya tunggalBebas tidak dijaga TerlindungiMenghindari resiko /apatis Mengambil resikoTradisionil AgresifMasukan dan keluaranrendah

Masukan dan keluaran tinggi

2 Lahan Berbasis pada hak gunausaha

Hak milik atau sewa

Tidak disurvei DisurveiPemilikan lahan oleh sukuatau negara

Pemilikan lahan yang aman

Sisa atau tidak subur SuburSecara struktur kerapkekurangan

Tersedia khusus buatperusahaan

3 Tenagakerja

Intensif EkstensifTidak memakai mesin Pemakaian mesin tinggiKemampuan diperolehinformal

Melalui pelatihan formal

Berasal dari keluarga sendiri Tidak dari keluarga saja4 Bibit

tanamandan ternak

Jenis bibit dari ladangsendiri

Varitas yang hasil danresponnya tinggi

Campuran HibridaDisiapkan sendiri Beli tiap tahun/ketika perluTidak ada perlakuan khusus Ada penutup bibit

5 Air Tergantung musim, tidakaman

Aman, beririgasi danberpotensi tinggi

6 Kredit Tidak ada, kecuali informal Tersedia beragam jeniskredit

7 Layananpenyuluhan

Jarang, hanya daripemerintah

Penyuluhan pribadi danpemerintah

8 Pasar Kelebihan produksi dijual kepasar lokal/daerah sendiri

Hasil memang untuk dijualsemuanya

Penjualan setelah panen Strategi pemasaranterkendali

Tidak ada nilai tambah Adanya pengendaliankualitas

Sumber : Diolah dari Annexes 11 dan Osorio (2007).

Page 35: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

29 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 2, Nomor 1, Mai 2009, hal. 25 - 34

anggota mematuhinya. Sanksi yang be-rat melindungi semua mode pelem-bagaan prilaku anggota. Dengan begitu,budaya dan institusi ibarat dua mukamata uang logam saling terkait satusama lain dalam lingkup norma, nilai,aturan, prilaku untuk menghasilkan ba-rang dan jasa pemenuhan kebutuhanmasyarakat.

Budaya utama yang terkait de-ngan agribisnis adalah terbinanya watakdan karakter industri dalam aktivitaspenyelenggaraan peternakan. Baik da-lam konteks on-farm atau off-farm, se-perti bibit, pakan, pemeliharaan, pence-gahan penyakit dan pemasaran. Kemu-dian, institusi atau kelembagaan, per-modalan, informasi, teknologi dan sum-berdaya manusia. Sedikitnya ada buda-ya jujur, dipercaya dan disiplin yangmesti ada. Simak dua contoh berikut:a. Agama, pasar dan masyarakat mada-

ni, dari Stackhouse dan LawrenceStratton (2002), disebutkan bahwasistem pasar terbuka, adil dan suksestidaklah disandarkan pada ego, ko-rupsi, kibul dan kebohongan. Ia tidakjuga bakal berhasil tanpa strukturmoral dan keterbukaan sosial. Sistempasar hanya bisa terbuka dan adilmanakala ada sistem kelembagaanyang berkelanjutan dan ditunjangdengan kejujuran sosial.Ketika institusi berkarakter semacamini terwujud, maka suatu sistem pa-sar bebas tidak hanya bisa mekar, iamalah menyumbang secara optimalbuat pembangunan lebih lanjut. Ten-tu dengan watak adanya pemerataanakses pada informasi, pemerintahanyang baik, hak azazi manusia, dankepedulian sosial. Kemudian ia mem-bentuk dan seterusnya memperta-hankan institusi yang bermanfaatdalam memberikan kualitas pelayan-an barang dan jasa dengan hargayang fair. Malahan ia bisa menguat-

kan kekeluargaan, kreatifitas budayadan institusi agama.Secara bersamaan semua faktor inimenyumbang bagi apa yang disebutdengan ‘modal sosial’ atau modalbudaya dalam teori sosial dan politik.Dengan kata lain, mereka mengha-silkan modal ekonomi yang berprosesdan bekerja buat kebaikan semua.Perbedaan menyolok antara masya-rakat miskin dan dinamis ialah, keti-ka sumber kesejahteraan baru tum-buh dan ranah pengembangan kapa-sitas manusia berada ditengahnya.Sehingga bisa dimengerti bahwa as-pek moral mesti masuk dalam perhi-tungan.Agar mengerti bagaimana pasar be-kerja ditengah masyarakat madani,perlu menyajikan perspektif sejarahkehidupan ekonomi. Maka, perlaku-an pada wacana ini mesti memasuk-an ‘agama’ sebagai hal yang amat ber-pengaruh kepada moral, masyarakatdan budaya. Sebab ia membatasi ataumembuka konteks sosial pasar yangmempengaruhi kenyataan kesejahte-raan atau kemiskinan. Memang adaranah tidak nyaman, ketika realita-nya agama membatasi dorongan pa-da mekarnya pasar. Apalagi tidaksemua orang suka dicermati sesuaiagama dan kepercayaannnya. Tapitidaklah jujur, ketika meremehkanetika agama bersilang arah dalammembentuk orientasi ekonomi;

b. Hikmah sejarah gempa bumi. Selainalasan ilmiah, sejumlah ayat mengi-sahkan guncangan bumi dan rerun-tuhan bangunan terjadi lantarangempa. Namun penyebabnya bukanbenturan dan pergesekan patahanbumi saja. Dalihnya justru lebih me-ngacu kepada tingkah laku masya-rakat yang menyimpang dan mendus-takan agama. Simak, misalnya umatnabi Syuaib di Madyan.

Page 36: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

Fuad Madarisa, Perspektif Budaya dan Institusi Pengembangan Kawasan Peternakan Rakyat | 30

“Kepada penduduk Madyan,kami utus saudara mereka,Syu'aib. Ia berkata: "Hai kaum-ku, sembahlah Allah, tiada Tu-han bagimu selain Ia. Telah da-tang kepadamu bukti yangnyata daripadaNya. Maka sem-purnakanlah takaran dan tim-bangan. Jangan kamu kurang-kan barang-barang takarandan timbangannya. Jangan ka-mu membuat kerusakan di per-mukaan bumi setelah Tuhanmemperbaikinya. Itu lebih baikbagimu jika kamu orang ber-iman." (Q 7:85). …Lalu gempabumi menimpa mereka. Danpagi hari mereka mati berge-limpangan dalam negerinya,mencium tanah (Q 7:91).Apakah salah satu penyebab gem-

pa, karena itu, adalah prilaku ‘tidakmenyempurnakan takaran dan tim-bangan’? Kalau betul pelajaran sejarahbahwa gempa terkait dengan transaksijual beli, maka apa kebijakan gunamengantisipasi terjadinya gempa bu-mi? Bukankah perlu melakukan teratimbangan dan ‘reward and punish-ment’ dalam memastikan jitunya ukur-an takaran dan timbangan? Transaksidan prilaku agribisnis, dengan begitu,mesti memiliki landasan kejujuran,seperti saat menakar dan menimbangbukan ?.

Institusi yang berhubungan de-ngan pengembangan kawasan peternak-an meliputi tiga karakter. Hal serupaterjadi pada penyuluhan agribisnis. UU16/2006 mengukuhkan tiga institusiyang berbeda sifat sebagai pelaku, da-lam kawasan, yaitu; pemerintah (yangsudah otonom), kelompok peternak danpihak swasta. Kendati ketiganya mem-punyai prilaku yang berlainan satu samalain, yang kita perlu ialah sinergi me-reka. Simak Tabel 2.

Ketiganya mempunyai kelebihandan kekurangannya sendiri dalam upa-ya mengembangkan kawasan peternak-an. Tetapi, kita tidak bisa meremehkansatu lembaga, sebab ketiganya mestibekerja secara sistematis dan sinkronuntuk kepentingan kawasan secara utuhdan menyeluruh.

Selain itu, ketiga karakter institu-si bersinergi dalam peran peran yangmereka mainkan. Bersama perjalananwaktu, peran pemerintah cenderungturun, walaupun tidak bakal habis.Sebaliknya peran swasta dan masya-rakat kian meningkat. Simak Model 1.

Pengembangan kawasan peter-nakan mulai dengan Tahap 1, belajarsecara efektif. Disini peran pemerintahmasih besar mendorong dinamika ka-wasan.

Pemerintah membentuk tim si-nergi yang melibatkan semua pihak ter-kait. Ukurannya adalah kompetensi da-lam arti luas untuk mewujudkan kawas-an dinamis dan mendapat komitmenpimpinan yang kuat.

Tahap kedua, belajar efisien ada-lah melakukan efisiensi penggunaansumberdaya dimana peran peternak danswasta semakin membesar. Sebaliknyaperan pemerintah mulai berkurang. Halini mungkin terjadi lantaran pada tahappertama para pihak terkait telah meraihpengalaman menerapkan pengembang-an kawasan.

Tahap terakhir, perluasan kawas-an pengembangan, dimana peran peme-rintah berada pada tingkat pelayananminimal. Sedang peternak dan swastatinggi perannya. Maka, untuk mencer-mati posisi institusi peternak dalamperannya terhadap pengembangan ka-wasan agribisnis peternakan, perhatikanTabel 3. Sedangkan strategi memper-baiki kinerja institusi, perhatikan padaTabel 4.

Page 37: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

31 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 2, Nomor 1, Mai 2009, hal. 25 - 34

Tabel 2. Sifat dan potensi sinergi institusi terkait pengembangan kawasan peternakan

No Unsursifat

Pemerintah Swasta Kelompokmasyarakat

1 Prinsip/mekanismekerja

Organisasi,birokrasi

Proses pasar Asosiasi,kesadaran

2 Pengambilkeputusan

Ahli,administrator

Individu, produsen,konsumen, investordan penyimpan

Pimpinan dananggota

3 Tuntunanperilaku

Peraturan-peraturan

Sinyal harga,kualitas layanandan penyesuaian

Persetujuan

4 Kriteriakeputusan

Kebijakan danalatpenerapannya

Efisiensi maksimal,keuntungan &kegunaan

Kepentingananggota

5 Sanksi Kekuasaannegara, paksaan

Kehilangan uang Tekanan sosial

6 Modelkerja

Atas- bawah Perorangan Bawah – atas

Sumber : Helmi et.al (2000).

pp ppu

waktu

1. Belajar efektif 2. Belajar efisien 3. PerluasanPP = peran pemerintah PPU = peran swasta dan masyarakat

Model 1. Perubahan Peran Pemerintah, Swasta dan Masyarakat

Menurut Rowe dan NevilleCommins (2008) ada asumsi dan kea-daan untuk mendorong dinamika ka-wasan agribisnis berbasis usaha peter-nakan kecil dengan kasus bioteknologi,sebagai berikut:1. Ekonomi telah berkembang secara lu-

as, beragam dan sistemik serta berke-lanjutan;

2. Adanya dasar dasar penelitian aplikasiyang kuat;

3. Budaya kewirausahaan yang mantap;

4. Pelaku dan pihak terkait yang aktif,termasuk lembaga penelitian pergu-ruan tinggi sebagai penarik pengem-bangan kawasan;

5. Pengelolaan yang berwatak proaktifdan kewirausahaan;

6. Dukungan kuat, konsisten dari kebi-jakan terhadap pengadaan infrastruk-tur, pengembangan usaha, dana untukpengadaan tampang dan modal ven-tura.

Page 38: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

Fuad Madarisa, Perspektif Budaya dan Institusi Pengembangan Kawasan Peternakan Rakyat | 32

Tabel 3. Kriteria menilai perkembangan kelompok peternak dalam kawasan

No Kriteria Indikator/ tolok ukur1 Terdapat

kelompok yangkuat dantangguh

1. karakter / sifat kelompok jelas bagi semua anggota2. peran dan tanggungjawab terbagi secara merata / adil3. aturan dan regulasi berjalan baik4. anggota mau mengikuti aturan baru5. tersedia cukup personil sebagai calon anggota inti6. anggota inti mengerti peran dan fungsi mereka7. pimpinan dipilih dalam rapat dan pertemuan

2 Anggota salingbertemu danberkomunikasi

1. kelompok menyelenggarakan pertemuan terjadwal2. semua anggota mengikuti pertemuan3. semua anggota berperan dalam diskusi4. keputusan selalu di patuhi5. tersedia hasil hasil pertemuan secara tertulis6. selalu membuat publikasi tentang kegiatan dan

kemajuan kelompok3 Pengelolaan

keuangan baik1. neraca dipelihara atas dasar kebiasaan kelompok2. bendahara memberikan laporan rutin3. catatan pembukuan sangat dapat dipercaya4. sistem audit berjalan atau berfungsi

4 Kegiatankelompokberjalan

1. kegiatan mampu menyahuti kebutuhan danmenyelesaikan masalah anggota

2. kegiatan bisa berjalan memakai sumberdaya sendiri3. kelompok memutuskan kegiatan yang bakal

dikerjakan5 Pemecahan

masalahberjalan efektif

1. semua konflik priode terakhir tersalurkan2. ada kesepakatan prosedur pemecahan konflik

6 Kaitan padapihak luarterbangun

1. keterkaitan secara horizontal (sesama kelompok)telah terbangun

2. kelompok memperoleh manfaat dari hubungansesama kelompok sejenis

3. kaitan vertikal (pemerintah & swasta) terbangun4. kelompok menerima manfaat dari hubungan vertikal

7 Mobilisasisumber dayaefektif

1. asset kelompok meningkat2. kelompok menerima masukan dan rezeki baru3. kelompok menggalang dana4. kelompok menggunakan dana untuk menambah asset

Sumber: Tidarat (1998).

Semua kondisi lapangan ini diu-kur dengan kriteria kinerja sebagai ber-ikut:a. Adanya akses kepada lembaga pene-

litian yang mapan dan proses pengem-

bangan sumberdaya manusia sesuaikebutuhan;

b. Adanya pasar dan kemampuan mema-sarkan produk dan layanan berkua-litas tinggi;

Page 39: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

33 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 2, Nomor 1, Mai 2009, hal. 25 - 34

c. Adanya kemampuan pemasaran danpengelolaan bagi usaha (kecil dan me-nengah) yang langka kapasitasnya da-lam hal seperti itu;

d. Berada ditengah masyarakat yang ju-jur, melindungi produk dan rahasiaproses, melalui keamanan, hak patendan cara cara lainnya;

e. Mampu memilih atau menolak jenisusaha mana yang bisa memasuki ka-wasan. Rencana usaha disesuaikan de-ngan identitas kawasan;

f. Mempunyai identitas yang jelas, yangkerap dinyatakan dengan logo, lam-bang/simbol atau pola manajemen;

g. Pengelolaan yang sehat dari sisi keu-angan dan memperlihatkan rencanapengembangan jangka panjang;

h. Didukung oleh pelaku ekonomi yangkuat, dinamis dan stabil; dari lembagakeuangan, politik atau universitas;

i. Pengelola yang aktif dan punya visi;mampu membuat keputusan jitu danterarah; terapresiasi secara akademik,pelaku usaha dan mewakili ka-wasansebagai ‘watak kawasan itu sendiri’;

j. Kawasan mendapat sokongan darilembaga konsultan, pelayan teknisdan labor serta institusi penjagakualitas hasil dan proses.

Tabel 4. Taktik perbaikan kinerja institusi dan kelompok

No Kriteria Proses1 Keputusan Arah baru dikeluarkan oleh pimpinan dan dilewatkan

melalui hirarki kelompok dengan cara satu arah2 Penggantian Satu atau lebih personil – biasanya pada posisi tinggi –

diganti dengan orang yang berbeda pandangan, afiliasi,kemampuan dan sikapnya

3 Restrukturisasi

Struktur program dimodifikasi bersamaan denganperubahan kewenangan dan pelaporan, interaksi staflapangan, kaitan dengan pelanggan dst

4 Keputusankelompok

Anggota kelompok berpartisipasi memilih danmelaksanakan pilihan perubahan yang disarankan pihaklain baik dari pihak luar atau pimpinan

5 Pengumpulandata & diskusi

Pihak luar mengumpulkan informasi tentang program danmemberikan umpan balik kepada staf. Staf menganalisainformasi, diagnosa masalah, dan mengembangkan solusi

6 Pemecahanmasalahkelompok

Satu kelompok terkait program mengumpulkan informasi,identifikasi dan analisa isu dan masalah serta merancangdan menerapkan pemecahannya

7 Kelompok T Fasilitator membantu kelompok memahami proses prilakuindividu dan kelompok untuk mengembangkan hubunganinterpersonal

8 Ujicoba Ujicoba dipakai menentukan, pilihan mana yang berjalanbaik bagi kinerja kegiatan. Belajar dari pengalamanujicoba dimasukan dalam perubahan berikutnya

9 Pelatihan Program bagi peserta untuk mendapat tambahanketerampilan, kemampuan, konsep dan prilaku baru

Sumber: Brinkerhoff (1990).

Page 40: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

Fuad Madarisa, Perspektif Budaya dan Institusi Pengembangan Kawasan Peternakan Rakyat | 34

PENUTUP

Budaya dan institusi memain-kan peran penting untuk mendorongdinamika kawasan agribisnis peter-nakan rakyat. Setidaknya kejujuran,kepercayaan dan disiplin. Ia melibat-kan tiga karakter lembaga yang ber-beda; pemerintah, swasta dan masya-rakat peternak. Peran pemerintah cen-derung menurun bersamaan perjalan-an waktu. Dilain pihak peran kelompokmasyarakat dan swasta semakin besar.

Ada tujuh kriteria guna menilaitingkat perkembangan kelompok, yai-tu; adanya kelompok yang kuat, ko-munikasi yang baik, keuangan terbuka,kegiatan yang berjalan, penyelesaianmasalah efektif, ada kerjasama denganpihak luar, dan efektifnya mobilisasisumberdaya.

Ada sembilan kiat untuk mem-perbaiki kapasitas institusi penunjangkawasan agribisnis peternakan rakyat,seperti; keputusan, penggantian, kepu-tusan bersama, restrukturisasi, diskusidan pengumpulan data, penyelesaianmasalah kelompok, hubungan personal,uji coba dan pelatihan.

DAFTAR PUSTAKA

Bappeda Sumbar 2009. “Grand Designthe International Training Centre andLivestock Development.” Badan Peren-canaan Pembangunan Daerah Sumate-ra Barat. Padang.

Bappenas, 2004. “Tata Cara PerencanaanPengembangan Kawasan untuk Perce-patan Pembangunan Daerah.” DirkemKhusus-Tertinggal Bappenas. Jakarta.

Brinkerhoff, D.W. (1990). Improving De-velopment Program Performance.Guidelines for Managers. Boulder:Lynne Rienner Publisher.

Davis, Gloria. 2004. “A History of theSocial Development Network in TheWorld Bank, 1973–2002.” Paper No.56/March 2004. The World Bank 1818

H Street, NW Washington, DC 20433Fax: 202-522-3247

Giddens, Anthony. 1991. Sociology. Camb-ridge: Polity Press.

Helmi, Fuad Madarisa, Nuwirman dan SFairuzi, 2000. “Pola PengembanganKomoditi Usaha Ekonomi RakyatSumatera Barat.” Bappeda Sumbar danPPs Universitas Andalas Padang

Jassin, H.B, 1982. Terjemahan Al QuranBacaan Mulia. Jakarta: Yayasan 23 Jan1942.

Madarisa, Fuad. 2008. “Fasilitasi Pember-dayaan Masyarakat; Strategi dan ProsesBelajar Bersama Kelompok.” Fak. Pe-ternakan Universitas Andalas. Padang.

Madarisa, Fuad. 2010. “Perspektif Sosio-logi Pembangunan Agribisnis.” Fak. Pe-ternakan Universitas Andalas. Padang.

Osorio, Jose Diaz. 2007. “Family FarmAgriculture Factors Limiting its Com-petitivity and Policy Suggestions.” Re-port prepared for the OECD review ofagricultural policy in Chile. Depart-ment of Agricultural Economics Univ-ersity of Talca Chile June, 22nd 2007.

Rowe, David dan Neville Commins. 2008.“Success Factors for Science Parks inthe Developed World and EmergingEconomies.” The proceedings of theIASP Conference, 2008, Johannes-burg,South Africa.

Stackhouse, Max dan Lawrence M.Stratton, 2002. Capitalism, CivilSociety, Religion, and the Poor: ABibliographical Essay. Delaware: Inter-col-legiates Institute Wil-mington.

Tiyajamorn, Tidarat, 1998. “How Farmerscan Help Strengthen GovernmentExtension Services: Experience inThailand.” Paper presented at AteneoManila Alumni Conference, Manila.

Vorley, Bill. 2002. “Sustaining Agriculture:Policy, Governance, and the Future ofFamily-based Farming.” A SynthesisReport of the collaborative researchproject ‘policies that work for sustain-able agriculture and regenerating rurallivelihoods. London WC1H oDD, UK:IIED — [email protected]

Page 41: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

35 | Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 2, Nomor 1, Mai 2009, hal. 25 - 34

Page 42: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

Hery Bachrizal Tanjung adalah Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Andalas

PERSPEKTIF PENYULUHAN PERTANIAN UNTUKMEWUJUDKAN KESEJATIAN PETANI

Hery Bachrizal Tanjung

Abstract: Agricultural extension in Indonesia has been coopted by thenational interest to increase food production, or specifically to achieve self-sufficiency in rice. This situation has brought about the farmers’ societydependent and ignorant, losing their sovereignity. The paper offers aperspective of agricultural extension in order to empower the farmers. As thenature of extension is to promote society’s potential and competency, itspractices should have not been top-down, linear, and instructive.

Key word: penyuluhan, petani, pertanian, pembangunan, masyarakat

DEHUMANISASI PETANI SEBA-GAI MASALAH PENYULUHANPERTANIAN

Penyuluhan pertanian Indone-sia sebagai pemegang mandat dan pe-laksana pendidikan pertanian ditingkat petani (Abbas, 1995; Slamet,1995; dlsb), sedang menghadapi tan-tangan berat dewasa ini. Tantangantersebut tercermin dari pernyataandua pakar penyuluhan pembangunanIndonesia, berikut: “Keberhasilan In-donesia mencapai swasembada berastahun 1984 melalui program Bim-bingan Massa1] justru membawa ma-

1 Bimbingan Massal (Bimas) adalah programpemerintah yang bertanggungjawab terhadappencapaian swasembada pangan (khususnyaberas) melalui peningkatan produktivitaspertanian padi, dengan aplikasi paket inputproduksi: benih unggul hasil pemuliaan, pu-puk buatan untuk meningkatkan unsur haralahan, pestisida dan insektisida untuk men-cegah hama dan penyakit tanaman, irigasiyang cukup, bimbingan dan penyuluhan, kre-dit usahatani, dan intervensi pemerintah.Bimas yang dimulai tahun 1966 merupakankelanjutan lebih terkonsolidasi dari proyek

lapetaka bagi penyuluhan pertanian,karena secara tidak disadari banyakorang yang mempersepsikan bahwapenyuluhan pertanian itu adalah jugaalat untuk meningkatkan produksipertaninan (sebagai salah satu kom-ponen Bimas), seperti halnya pupukdan insektisida; dan bukan sebagaiusaha tersendiri yang bertujuan un-tuk meningkatkan keberdayaan dankesejahteraan petani“ (Slamet,2001).

“Penyuluhan pertanian tanpadisadari telah menyimpang dantidak menghasilkan perubahanesensial, yaitu petani yang rasi-onal dan mandiri, tetapi justrumenjadikan petani yang selalutergantung kepada dan digan-tung oleh pemerintah“ (Padma-nagara, 1995).

Soebiyanto (1998), Sumardjo(1999), dan Puspadi (2001) di dalamdisertasinya masing-masing, mem-

Demonstrasi Massal penerapan Panca Usaha-tani setelah ditemukannya benih unggul padioleh IPB tahun 1963 (Abbas, 1995).

Page 43: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

36 | Jurnal Agribisnis Kerakyaratan, Volume 2, Nomor 1, Mai 2009, hal. 35 - 48

perjelas tantangan berat penyuluhanpertanian, dengan melukiskan kinerjakelembagaan penyuluhan pertanianmutakhir yang telah kritis dan stag-nan untuk menggerakkan kegiatantransfer teknologi produksi kepadapetani guna mendukung upaya pe-ningkatan produksi pertanian selamaini. Bahkan diperlukan paradigmabaru jika ingin mengarahkan programpenyuluhan pertanian kepada yangbersifat pengembangan sumberdayamanusia dalam rangka pemberdayaanmenuju kemandirian petani.

Pengalaman empiris selama inimenunjukkan, penyuluhan pertaniantelah terjebak menjadi bagian dariprogram peningkatan produksi perta-nian nasional melalui Bimas. Penyu-luhan pertanian yang lebih berorien-tasi peningkatan produksi, menurutpandangan Wahono (1994); Fakih(1996; 1999); Reijntjes, Haverkortdan Waters-Bayer (1999); danMubyarto (1999), memang berhasilmendorong terjadinya proses adopsisecara intensif dan ekstensif oleh pe-tani terhadap input-input pertanianhasil teknologi biologi (benih unggul)dan teknologi kimiawi (pupuk buatan,pestisida dan insektisida). Tetapi pro-ses adopsi tersebut justru menyebab-kan robohnya kelembagaan dan bu-daya pertanian lokal (yang telah tum-buh-kembang berabad-abad sebelum-nya), dan sekaligus menjadi mesinpengeruk keuntungan besar dari per-usahaan kapitalis global produsen in-put-input pertanian tersebut. Sebagaicontoh, hilangnya kontrol dan kepe-milikan petani atas plasma nutfah be-nih padi asli-lokal pedesaan (yangberalih ke perusahaan global produsen

benih unggul), karena petani mening-galkan pemakaian benih padi asli-lokal dan mengadopsi benih unggulsecara intensif.2 Dengan kata lainpenyuluhan pertanian ikut di dalamproses menuju dehumanisasi petanisecara pengetahuan, sosial, budaya,ekonomi, dan politik; serta tidak me-miliki model kelembagaan yang mem-berikan apresiasi terhadap hak-hakpetani untuk menjadi petani sejati3,yaitu petani yang berdaya secara sosi-al-ekonomi dan berwawasan kelesta-rian ekologis.

Berbagai upaya menuntut danmemperkuat hak-hak petani munculdi banyak tempat. Misalnya, bersa-maan penyelenggaraan KonferensiTingkat Tinggi Pangan Dunia FAO diRoma pada November 1996, dilak-sanakan forum koalisi masyarakat

2 Beberapa tahun sebelum TRIPS (TradeRelated Aspects of Intelectual PropertyRights) terjadi penjarahan benih unggul asli-lokal tanaman pangan, terutama padi, (atasnama penelitian untuk menghasilkan benihunggul dalam rangka revolusi hijau) di selu-ruh dunia (benih asli-lokal dinyatakan tidakunggul dengan tingkat produktivitas rendah).Benih padi asli-lokal Indonesia yang dinyata-kan sudah punah di tataran pedesaan, namunternyata setidaknya ada 257 jenis benih yangtersimpan di IRRI milik USA (Valve, 1998dalam Wahono, 1999).3 Petani sejati adalah petani lelaki danperempuan yang hidup dalam relasi sosialyang adil dan tanpa dehumanisasi denganhak-hak yang dimilikinya; yaitu hak yangberkaitan dengan proses memelihara, mem-perbaiki, dan menyediakan keanekaragamansumberdaya genetik tanaman; juga memper-oleh keadilan harga, informasi produksi danpasar yang benar, bertani berkelanjutan seca-ra ekologis, dan hak atas tanah (FAO, dalamFakih, 1999). Maka petani sejati adalah peta-ni yang berdaya secara sosial-ekonomi danberwawasan kelestarian ekologi.

Page 44: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

Hery Bachrizal Tanjung, Perspektif Penyuluhan Pertanian untuk Kesejahteraan Petani | 37

sipil dunia yang peduli pertanian danpangan untuk memperjuangkan as-pirasi petani dalam Konferensi Pa-ngan tersebut (Wiryono, 1996). As-pirasi petani adalah : (a) memperluaspartisipasi petani dan wanita tani, (b)memperkenalkan pendekatan perta-nian agroekologis dan organik, (c)menerapkan prinsip kecukupan sen-diri dan menghindari keter-gantunganpada perdagangan luar, (d) melakukanreformasi agraria, (e) menghormatipengeta-huan masyarakat adat, dan(f) mengembangkan keaneka-raga-man hayati sumber bahan panganuntuk memenuhi kecukupan panganglobal.

Pekerjaan besar yang harusdilakukan adalah menemukan modelkelem-bagaan penyuluhan pertaniantertentu, agar aspirasi yang sebangundengan hak-hak petani tersebut dapatmenjadi kesadaran penuh dan peri-laku aktual petani untuk mewujudkanpetani sejati, justru di tengah iklimsosial-ekonomi-politik yang menurutWahono (1999a) menghambat ter-wujudnya petani sejati, yaitu hege-moni negara dan dominasi praktekpergerakan modal perusahaan global,serta sikap petani yang takut me-nanggung resiko. Pada kondisi inijadi menarik menelaah pemikiranGramsci (1971) dalam Fakih (1996)yang melukiskan pendidikan, budayadan kesadaran kritis, sebagai daerahperjuangan yang sangat pentinguntuk melawan hegemoni negara dandominasi modal, sekaligus melakukantransformasi sosial menuju relasisosial yang lebih adil.

“Masyarakat dengan relasi so-sial yang lebih adil” dikemukakan oleh

para pakar dalam beberapa termino-logi berbeda (sesuai ilmu dan fokusstudi pakar tersebut)4, yang intinyamelukiskan kualitas masyarakat ida-man di mana semua warga ter-masukpetani menjalani kehidupan denganhak-hak dan kewajiban yang adasecara manusiawi dan adil (Fakih,1999). Korten (2002) merindukanmasyarakat pasca-kapitalisme berpu-sat pada kehidupan (bukan pada per-tumbuhan ekonomi) sebagai masya-rakat beradab yang adil, lestari danpeduli terhadap sesama. Dalam kon-teks pembangunan pertanian, adatiga konsep yang dapat disimak men-jadi pintu masuk mencapai masyara-kat idaman itu, yaitu: (a) pertanianberkelanjutan dengan input-luar ren-dah/Low External Input and Sustain-able Agriculture (Reijntjes, Haver-kort, and Waters-Bayer, 1999); (b)pertanian organik yang didukung olehmasyarakat/Organic and Commu-nity-Supported Agriculture (Korten,2002); dan (c) pertanian yang pedulikepada sesama, alam semesta, kearif-an lokal, dan keaneka-ragaman hayati(Wahono, 2004). Ketiga konsep ter-sebut berakar pada konsep pertanianberkelanjutan (Sustainable Agricul-ture) yaitu pertanian yang mantapsecara ekologis, berkelanjutan secaraekonomi, adil dalam distribusi sum-berdaya, bersifat manusiawi dan

4 Beberapa terminologi para pakar untuk men-jelaskan kualitas masyarakat idaman tersebutadalah : Civil Society (Gramsci, 1971), TheGood Society (Bellah, 1992), The Spirit ofCommunity (Etzioni, 1993), DemokrasiSosial dalam The Third Way (Giddens, 1998),Masyarakat Madani (Madjid, 1999), Masya-rakat Adab (Wirutomo, 2001).

Page 45: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

38 | Jurnal Agribisnis Kerakyaratan, Volume 2, Nomor 1, Mai 2009, hal. 35 - 48

adaptif (Gips, dalam Reijntjes, Haver-kort and Waters-Bayer, 1999).

Berdasarkan uraian di atas,pertanyaan pokok yang mesti dijawabadalah: model kelembagaan penyu-luhan pertanian yang bagaimanakahyang handal untuk mewujudkan ke-sejatian petani di dalam konteks pem-bangunan pertanian berkelanjutan?Pertanyaan itu mesti dijawab melaluipenelitian mendalam dan kompre-hensif, namun untuk artikel yangterbatas kapasitasnya, pertanyaan da-sar yang hendak dijawab melaluitelaah literatur adalah: bagaimana per-spektif penyuluhan pertanian untukmewujudkan kesejatian petani itutersebut?

PENYULUHAN PEMBANGUN-AN MEMBENTUK MASYARA-KAT BERMARTABAT

Pembangunan adalah upayamencapai taraf hidup rakyat yanglebih ber-kualitas sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku. Berbagai ka-jian banyak menyatakan, partisipasirakyat yang besar seharusnya ada didalam seluruh proses pembangunanagar tujuan pembangunan dapat ter-capai dengan baik. Partisipasi yang di-maksud tidak hanya berarti penge-rahan tenaga kerja rakyat secarasukarela, tetapi justru yang lebihpenting tergeraknya rakyat untuk maumemanfaatkan kesempatan-kesem-patan tersedia melalui pembangunanguna memperbaiki kualitas hidupnyasendiri (Slamet, 1992; 2003). Namunpengalaman empiris menunjukkan ti-dak dengan sendirinya rakyat maumemanfaatkan kesempatan-kesem-patan tersebut. Kemampuan rakyat

untuk berpartisipasi dalam pemba-ngunan harus didahului oleh prosesbelajar untuk memperoleh dan me-mahami informasi, serta memproses-nya menjadi pengetahuan tentangadanya kesempatan-kesempatan bagidirinya, kemudian melatih dirinyaagar mampu berbuat dan termotivasiuntuk bertindak. Jika rakyat telahbertindak menuju perbaikan kehidup-annya, barulah dikatakan rakyat telahberpartisipasi dalam pembangunan(Slamet, 1992; 2003 dan Sumardjo,1999).

Agar tujuan pembangunan da-pat dicapai secara baik dan dalamwaktu relatif singkat, diperlukan usa-ha-usaha khusus yang bersistem danberstrategi di bidang pendidikan non-formal yang berfungsi memfasilitasirakyat mengalami proses belajar agarmampu berpartisipasi dalam pemba-ngunan untuk memperbaiki diri sen-diri. Inilah ruang lingkup peran stra-tegis penyuluhan pembangunan, danpengetahuan yang diperlukan untukmembantu tugas itu menjadi lebihmudah, adalah ilmu penyuluhanpembangunan. Ilmu penyuluhanpembangunan adalah ilmu yangmempelajari bagaimana pola perilakumanusia pembangunan terbentuk,bagaimana perilaku manusia dapatberubah atau diubah, sehingga maumeninggalkan kebiasaan lama danmenggantinya dengan perilaku baruyang membawa perbaikan kualitashidup orang yang bersangkutan(Slamet, 1992).

Ilmu penyuluhan pembangun-an memulai proses perkembangannyadengan meminjam dan merangkumkonsep-konsep dari berbagai disiplin

Page 46: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

Hery Bachrizal Tanjung, Perspektif Penyuluhan Pertanian untuk Kesejahteraan Petani | 39

ilmu yang relevan, seperti ilmu pen-didikan, psikologi, antropologi, sosio-logi, psikologi sosial, dan manajemen.Penyuluhan pembangunan selalu fo-kus kepada perbaikan mutu kehi-dupan manusia, secara lahir dan ba-tin, sehingga kegiatan yang dilakukanselalu berkaitan erat dengan ilmu-ilmu lain, seperti ekonomi, pertanian,kesehatan, dan ilmu-ilmu kesejah-teraan sosial lainnya. Ilmu penyuluh-an pembangunan tidak akan pernahberdiri sendiri, tetapi sering dikatakanbersifat interdisiplin (Slamet, 1992).Ilmu penyuluhan pembangunan, padaawal kegiatannya dikenal sebagaipenyuluhan pertanian (AgriculturalExtension) yang berkembang di bebe-rapa negara seperti Amerika Serikat,Inggris dan Belanda. Kemudian peng-gunaannya ternyata meluas padabidang-bidang lain, maka namanyamenjadi Extension Education, yang dibeberapa negara disebut DevelopmentCommunication. Meskipun ada per-bedaan, namun pada dasarnya semuamengacu kepada disiplin ilmu penyu-luhan pembangunan, sebagai pengem-bangan dari penyuluhan pertanian.

Falsafah dasar ilmu penyuluh-an pembangunan adalah menolongorang, agar orang tersebut mampumenolong dirinya, melalui pendi-dikan, yang ditujukan untuk dapatmeningkatkan kesejahteraan hidup-nya atau “to help people to help them-selves through educational means toimprove their level of living” (Slamet,1969). Dalam falsafah dasar itu ter-kandung makna dan prinsip-prinsiphakiki penyuluhan, yaitu penyuluhanadalah proses: (a) pendidikan, (b) di-alogis, (c) konvergen, (d) demokratis,

dan (e) berkelanjutan; yang akanmampu memberdayakan masyarakat,serta bukan praktek penyuluhan yangbersifat linier, top-down dan meng-abaikan potensi masyarakat, yangakan memperdayakan dan mencip-takan ketergantungan masyarakat(Sumardjo, 1999).

Penyuluhan sebagai prosespendidikan, memandu masyarakatpeserta penyuluhan untuk melakukanperubahan perilaku dalam aspek kog-nitif, afektif dan psikomotoriknya; se-bagai proses demokrasi, penyuluhanmemfasilitasi suasana bebas bagipengembangan kemampuan pesertapenyuluhan dalam berfikir, berdisku-si, menyelesaikan masalah, merenca-nakan dan bertindak secara bersama-sama, dari, oleh dan untuk mereka;sebagai proses berkelan-jutan, penyu-luhan dimulai dari keadaan petanipada waktu itu menuju ke arah yangmereka kehendaki, berdasarkan ke-butuhan dan kepentingan yang selaluberkembang yang dirasakan oleh pe-serta penyuluhan (Sumardjo, 1999).Bila penyuluh melihat adanya satukebutuhan, namun kebutuhan itubelum dirasakan oleh peserta penyu-luhan, padahal kebutuhan itu dinilaisangat mendesak, maka penyuluh ter-lebih dahulu perlu berusaha melaku-kan proses penyadaran akan kebutuh-an nyata itu (real need) menjadi keb-utuhan yang dirasakan (felt need)oleh peserta penyuluhan. Dengan de-mikian, penyuluhan bukan sekedarkegiatan penerangan tentang kebijak-an penguasa, bukan hanya kegiatandisseminasi teknologi produksi, bu-kan pula program kedermawananyang darurat, dan bukan program

Page 47: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

40 | Jurnal Agribisnis Kerakyaratan, Volume 2, Nomor 1, Mai 2009, hal. 35 - 48

untuk mencapai tujuan yang bukankepentingan kelompok sasaran.Penyuluhan pembangunan adalahprogram pendidikan luar sekolahyang bertujuan memberdayakan sasa-ran, meningkatkan kesejahteraan sa-saran secara mandiri, dan mem-bangun masyarakat madani (Slamet,2000). Oleh karenanya, Susanto(2000) menegaskan, praksis penyu-luhan pembangunan tidak bolehterjebak dalam tatanan masyarakatatau politik yang top-down, serbaseragam, mengabaikan aspirasi dankebutuhan masyarakat arus bawah,tidak demokratis, serta tidak kom-petisi bebas dan terbuka.

Partisipasi masyarakat dalampembangunan, menurut Susanto(2000), harus dimaknai sebagaipeople's programme facilitated orhelp by the government; dimana yangterjadi adalah proses pemberian peng-akuan dan penghargaan (recognition)kepada potensi masyarakat, menujupenguatan jati diri dan harkat mar-tabat masyarakat. Karena pentingnyakonsep partisipasi dan pembangunanmasyarakat yang bersifat bottom-up,maka ilmu penyuluhan pembangunanharus masuk kepada ranah perilakuyang terkait fenomena martabat danharkat manusia, dengan melakukandua peran sekaligus, yaitu : (a) mela-kukan proses penyadaran, agar ma-syarakat tahu, mau, dan mampu me-ningkatkan perilaku yang lebih ber-martabat, dan (b) menjembatani ke-senjangan (bridging the gap) antarapola-pola perilaku lama yang cende-rung menyebabkan masyarakat tidakkunjung terangkat dari kondisi keti-dak-berdayaan dan stagnan, dengan

pola perilaku baru yang diinginkansesuai dengan cita-cita hakiki pemba-ngunan, yang dilukiskan oleh Misra(1981) sebagai “real meaning ofdevelopment is an increasing attain-ment of one's own cultural values“5.Masyarakat bermartabat adalah, indi-vidu atau kelompok individu di dalammasyarakat yang ketika melakukanproses pemenuhan segala kebutuh-annya selalu sadar tentang kewajibandan hak-haknya, tidak mengambilyang bukan haknya, memegang teguhaturan dan tatanan sosial tentang apayang boleh dan apa yang tidak bolehdilakukan, serta mengembangkan bu-daya penghormatan terhadap hargadiri sendiri dan orang lain (Bellah,1992; Etzioni, 1993; Giddens, 1998;Madjid, 1999; Wirutomo, 2001). Jikamasyarakat telah memiliki perilakuyang lebih berbudaya dan bermar-tabat, maka ilmu penyuluhan pemba-ngunan dapat dikatakan berhasil da-lam perannya di tengah masyarakat.Dengan pemikiran di atas, Susanto(2000) percaya akan diperoleh tigakeuntungan sekaligus, yaitu : (a) tum-buh berkembangnya kemandirianmasyarakat dalam memenuhi kebu-tuhan-kebutuhannya, (b) semakin ber-kurangnya beban dan tanggungjawabadministratif pemerintah karena se-

5 Pencapaian taraf hidup yang lebih baik dansejahtera sebagai hasil pembangunan, menu-rut Misra (1981), dicirikan empat indikator,yaitu : (a) tersedianya barang dan jasa bagikeberlanjutan hidup dasar manusia untuksemua secara lebih banyak dan lebih baik, (b)penghormatan terhadap harga diri sendiri danorang lain, (c) bebas dari segala bentuk tiranidan kekerasan, dan (d) kehidupan masyara-kat yang mempunyai dan memberikan rasamemiliki.

Page 48: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

Hery Bachrizal Tanjung, Perspektif Penyuluhan Pertanian untuk Kesejahteraan Petani | 41

makin berkurang ketergantungan ma-syarakat terhadap aturan-aturanpemerintah, dan akhirnya (c) akanmuncul kondisi pertumbuhan eko-nomi yang merata dan berkeadilan.

Sebagai cermin, ada baiknyasedikit menelaah tentang masyarakatkota Madinah semasa Khalifah Rasul,yang menurut Bellah (dalam Madjid,1999) memiliki tatanan sosial politiksangat modern, bahkan terlalu mo-dern untuk zaman dan tempatnya.Masyarakat Madinah tersebut memi-liki ciri-ciri modernitas yang nantinyadiidentifikasi sebagai penciri utamacivil society atau masyarakat madaniatau masyarakat berperadaban. Ciri-ciri modernitas itu adalah: (a) memi-liki tingkat komitmen, keterlibatandan partisipasi yang tinggi dari selu-ruh masyarakat, (b) ada keterbukaanposisi kepemimpinan dengan ukurankecakapan pribadi atas dasar pertim-bangan obyektif, universal dan bukanketurunan, (c) menegakkan prinsipkemajemukan, toleransi, serta meng-akui hak dan kewajiban yang samabagi seluruh anggota masyarakat tan-pa memandang agama dan suku (kotaMadinah terdiri dari beragam agamadan suku) berdasarkan Piagam Madi-nah atau disebut Konstitusi Madinah(sebagai dokumen politik pertamadalam sejarah umat manusia), dan (d)masyarakat yang tunduk dan patuhkepada ajaran kepatuhan dalamsupremasi hukum dan peraturan.

Masyarakat tersebut adalahmasyarakat yang mengemban amanahpemimpinnya, yang dikemukan padakesempatan khutbah perpisahan; yai-tu life, property, and dignity atau life,fortune, and secred honor. Suatu

amanah yang bertolak dari kesucianhidup, harta, dan martabat kema-nusiaan, sehingga tidak boleh dila-kukan pengambilan tanpa hak atas-nya. Inilah masyarakat bertaqwa yangmewujudkan titah suci Tuhan: Haimanusia! Kami ciptakan kamu darilaki-laki dan perempuan, Kami jadi-kan kamu berbangsa-bangsa danbersuku-suku supaya kamu salingme-ngenal. Sesungguhnya yang pa-ling mulia diantara kamu di sisiAllah adalah yang paling taqwa (Q.S.49 : 13). Berbuatlah adil, karena adilitu lebih dekat kepada taqwa (Q.S. 5 :8). Ketaqwaan yang dimaksud bukankesalehan ritual individu belaka,tetapi yang paling penting kesalehansosial yang berwujud selalu mampuberbuat adil di tengah masyarakat.Menurut Madjid (1999) inti pernya-taan ini menyebar ke dunia Baratmelalui filsafat kemanusiaan GionaviPico della Mirandola dan juga kepadaJohn Locke yang mempengaruhi pe-mikiran para pendiri Amerika Serikat,sehingga dapat dibaca dalam Decla-ration of Independence. Masyarakatdengan ciri-ciri demikian, menurutSlamet (2000) adalah masyarakatyang berdaulat, komunikatif, mene-rima pluralitas, adaptif terhadap peru-bahan, swadaya tinggi, selalu me-ngembangkan diri, tahu apa yangdibutuhkan dan bagaimana menda-patkannya, dan berani mengambilkeputusan. Sejalan dengan itu, untukmasyarakat Indonesia saat ini, menu-rut Kuntowijoyo (1998) dibutuhkanilmu-ilmu sosial profetik, yaitu ilmusosial yang tidak hanya menjelaskanfenomena sosial, tetapi juga memberipetunjuk ke mana, untuk apa dan

Page 49: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

42 | Jurnal Agribisnis Kerakyaratan, Volume 2, Nomor 1, Mai 2009, hal. 35 - 48

oleh siapa transformasi sosial itudilakukan. Nilai dasar arah yang dita-warkan Kuntowijoyo untuk peruba-han sosial adalah humanisasi, eman-sipasi, liberasi dan transendensi,yang diderivasi dari misi historisIslam yaitu:

Engkau adalah umat terbaikyang diturunkan di tengah ma-nusia untuk menegakkan kebai-kan (al-ma'ruf atau humanisasidan emansipasi), mencegah ke-mungkaran (liberasi atau pem-bebasan manusia dari segalabentuk tirani, kekejaman, kem-iskinan dan ketertindasan struk-tural), dan beriman kepadaAllah (menegakkan dimensitransendental dalam kebudaya-annya) (Q.S. 3: 110).

Dari uraian di atas, dapat di-nyatakan bahwa hakikat atau ontologiilmu penyuluhan pembangunan ada-lah mempelajari atau mengkaji polaperilaku manusia pembangunan, danbagaimana pola perilaku manusia itudapat berubah atau diubah sehinggamau meninggalkan kebiasaan lamadan menggantinya dengan perilakuyang lebih bermartabat dan memba-wa perbaikan kualitas hidup orangyang bersangkutan dan masyarakat-nya. Sedangkan aksiologi atau nilaikegunaan ilmu penyuluhan pemba-ngunan adalah untuk membantu ma-syarakat, melalui pendidikan, agarmampu dan berdaya menolong diri-nya untuk meningkatkan kesejahte-raan dan martabat hidupnya dan ma-syarakatnya. Singkatnya, ilmu penyu-luhan pembangunan berguna untuk

membantu membentuk masyarakatbermartabat.

Jika hakikat ilmu penyuluhanpembangunan (termasuk dalam pem-bangunan pertanian) adalah untukmembentuk masyarakat yang ber-martabat, maka mengapa fakta me-nunjukkan pada umumnya penyu-luhan pembangunan pertanian Indo-nesia justru tidak menjadikan petanisejati dan mandiri, bahkan mengalamidehumanisasi, yang sesungguhnyabertentangan dengan cita-cita masya-rakat bermartabat itu sendiri. Sepertidinyatakan dua pakar penyuluhanpembangunan Indonesia, yaitu: (a)timbul persepsi masyarakat bahwapenyuluhan pertanian juga alat untukmeningkatkan produksi pertanian,dan bukan sebagai usaha unik untukmeningkatkan keberdayaan dan kese-jahteraan petani (Slamet, 2001); (b)praktek penyuluhan pertanian tanpadisadari telah menyimpang dari tuju-an esensial, menjadikan petani rasio-nal dan mandiri, tetapi justru selalutergantung kepada dan digantung olehpemerintah (Padmanagara, 1995).

Jadi, yang diperlukan sekarangadalah mewujudkan kelembagaanpenyu-luhan pertanian yang berjalandi atas falsafah dan tujuan dasarnya,yaitu menolong menjadikan petanidan keluarganya untuk mampu danberdaya, melalui pendidikan, agarmereka mandiri, sejahtera, sejati, danbermartabat.

PRADIGMA TEORI PERU-BAHAN SOSIAL

Epistemologi atau cara men-dapatkan ilmu penyuluhan pemba-ngunan itu sama dengan ilmu-ilmu

Page 50: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

Hery Bachrizal Tanjung, Perspektif Penyuluhan Pertanian untuk Kesejahteraan Petani | 43

sosial lainnya, yaitu melalui metodo-logi ilmiah. Pertanyaan yang pentingadalah bagaimana disiplin ilmu itulahir, berkembang, dan mengalamiperubahan. Pertanyaan ini terkaitdengan istilah paradigma ilmu yangmenjadi sangat terkenal setelah Khun(1962) menerbitkan buku berjudul‘The Structure of Scientific Revolu-tion’, yang menguraikan proses kela-hiran, perkembangan, dan perubahansuatu ilmu. Menurut Khun, suatu disi-plin ilmu lahir bukan melalui prosesakumulasi linier dari serangkaianpembuktian hipotesis, namun sebagaiakibat proses transformasi revolusi-oner yang dimulai dengan penciptaanseperangkat paradigma (Suwarsonodan So, 2000). Paradigma adalah : (a)kerangka referensi, definisi situasiatau bentuk umum pandangan duniayang menjadi dasar pijakan keya-kinan suatu teori (Khun, 1962) ; (b)konstelasi teori, pertanyaan, pende-katan dan prosedur yang digunakanoleh nilai dan tema pemikiran(Popkewitz, 1984 dalam Fakih,2002a); (c) tempat berpijak atau alatcara pandang suatu teori dalammelihat realitas sosial (Fakih, 2002a),karena konstelasi teori dikembangkanuntuk memahami dan memberi mak-na atas kondisi sejarah dan realitassosial.

Konsolidasi paradigma itu ter-capai jika mendapat pengakuan darimasyarakat ilmiah pendukungnyamelalui berbagai kegiatan ilmiah,yaitu: penelitian klasik, penulisan danpenerbitan buku teks, serta pengem-bangan dan penerapan kurikulum.Konsolidasi paradigma menunjukkanpola umum, persoalan pokok, metode

dan alat analisis serta kemungkinanpemecahan masalah yang diajukanoleh ilmu tersebut (Friedrichs dalamSuwarsono dan So, 2000). Kekuatanparadigma terletak pada kemam-puannya mengarahkan kepada: apayang dilihat dan bagaimana cara me-lihat, apa yang ingin dan tidak ingindiketahui, apa yang dianggap masalah,dan masalah apa yang bermanfaatdipecahkan, serta metode yang digu-nakan di dalam penelitian dan pene-rapan (Khun, 1962); sehingga satuparadigma dapat mempengaruhi pan-dangan tentang ‘adil atau tidak adil-nya’ fenomena dan ‘baik atau buruk-nya’ program. Misalnya, tentang relasilaki-laki dan perempuan atau majikandan buruh; suatu paradigma melihat”hubungan yang harmonis, salingmembantu dan tidak ada masalah;tetapi paradigma lain menyebutnyahubungan yang hegemonik, domin-asi jender dan eksploitatif”. Adalahtidak relevan membahas paradigmamana yang benar atau salah, karenasetiap paradigma punya visi, nilai dansemangat tertentu ketika melihatfenomena. Kemenangan satu paradig-ma atas paradigma lain itu karena ke-kuasaan dan kekuatan pendukungparadigma yang menang itu lebih be-sar dan kuat (bukan karena paradig-manya lebih benar) daripada kekua-saan dan kekuatan pendukung para-digma yang kalah itu (Ritzer, 1975dalam Fakih, 2002a).

Menurut Khun (1962) tidak la-ma setelah paradigma mencapai ke-mapanan biasanya akan munculpenyimpangan, dan ketika bebanpenyimpangan makin besar yang tidakdapat diatasi oleh paradigma itu, ma-

Page 51: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

44 | Jurnal Agribisnis Kerakyaratan, Volume 2, Nomor 1, Mai 2009, hal. 35 - 48

ka terjadi ‘revolusi ilmiah’. Paradigmabaru lahir dan memantapkan definisiserta metode kajian baru, buku teksdan jawaban atas isu-isu standar. Padabatas tertentu, pendapat Khun itu(Suwarsono dan So, 2000) dapatmembantu menjelaskan perubahanperspektif pembangunan. Perspektifmodernisasi (lahir tahun 1950) seba-gai paradigma menguji pembangunannegara-negara di dunia ketiga, yangditandai hasil-hasil kajian Rostow,McClelland, Inkeles, Bellah, dsb,sangat mempengaruhi agenda peneli-tian dan program pembangunan;yaitu bagaimana nilai-nilai tradisionaldapat diubah untuk memfasilitasi pro-ses pembangunan guna mengikutimodernisasi Amerika Serikat. Ketikaperspektif modernisasi gagal menje-laskan apa yang terjadi di AmerikaLatin tahun 1960-an, lahirlah pers-pektif baru (yaitu: dependensia) yangditandai dengan hasil-hasil kajian DosSantos, Frank, dan Baran, telah me-rumuskan agenda penelitian untukmenguji akibat negatif dominasiasing; maka terjadilah perdebatanparadigma. Namun model Khun tidakdapat menjelaskan keuletan paradig-ma lama dari serangan paradigmabaru. Ketika dependensia makinpopular di kalangan muda akademisi,memang modernisasi kehilangan dayapersuasi di akhir tahun 1960 dan pers-pektif sistem dunia mulai memberidaya tarik di tahun 1970; tetapi tidakcukup bukti perspekstif modernisasilenyap dan mati, karena penelitian danjurnal modernisasi tetap berlangsung.Khun juga tidak melihat kemampuanparadigma melakukan adaptasi (con-toh: muncul perspektif modernisasi

baru), dan juga tidak mengenal ada-nya kemajemukan teori, ketika lite-ratur pembangunan dicirikan koek-sistensi damai antara perspektif mo-dernisasi, dependensia dan sistemdunia, sejak pertengahan tahun 1970,karena tidak satupun dari ketigaperspektif itu yang mampu secara to-tal menghilangkan peran perspektiflain dan kemudian tegak sendirian(Suwarsono dan So, 2000; Fakih,2002a).

Uraian mengenai peta para-digma ilmu-ilmu sosial (termasukperspektif pembangunan) diperlukanmengingat ada pertanyaan dasar yangmuncul sejak lama dan menimbulkandebat panjang, dimana para pemikirilmu-ilmu sosial (Comte, Durkheim,Weber, Marx, Stuart Mill, dsb)memberi jawaban dengan sangat ha-ti-hati. Pertanyaannya ialah: where isscience in social science? Neuman(1997) dalam buku Social ResearchMethods menjelaskan, pertanyaan itumemiliki jawaban ganda, dimana parapeneliti ilmu sosial dapat memilih daritiga paradigma alternatif yang terse-dia, yaitu: (a) positivisme, (b) ilmusosial interpretif/tafsir, dan (c) ilmusosial kritis. Habermas (dalam Fakih,2000a) menyebutnya: (a) instru-menttal knowledge, (b) interpretiveknowledge, dan (c) emancipatoryknowledge. Setiap paradigma memi-liki perangkat asumsi dan prinsipfilosofis, teori, dan pendirian teknikpenelitian tertentu. Namun, pertanya-an paling penting yang harus dijawabadalah, apa manfaat dan bagaimanasikap memahami paradigma ilmu so-sial. Memahami suatu paradigma danteori perubahan sosial, menurut Kun-

Page 52: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

Hery Bachrizal Tanjung, Perspektif Penyuluhan Pertanian untuk Kesejahteraan Petani | 45

towijoyo (1998) dan Fakih (2002a),adalah dalam rangka untuk menegak-kan komitmen terjadinya prosesemansipasi, humanisasi, liberasi,transformasi dan keadilan sosial.Sehingga pilihan terhadap paradigmadan teori atau perspektif pemba-ngunan, bukan semata karena alasanbenar atau salahnya suatu teori,tetapi lebih pada keyakinan teorimana yang berimplikasi dapat men-ciptakan hubungan-hubungan danstruktur sosial yang lebih emansipatif,liberatif, transformatif, dan adil.

Positivisme atau instru-menttal knowledge adalah para-digma yang dianut oleh Aguste Comte(1798–1857), Emile Durkheim (1858–1917), J. S. Mill (1806–1873) danpaling luas dipakai dalam ilmu-ilmusosial. Positivisme ilmu-ilmu sosialadalah pendekatan ilmu-ilmu sosialyang dipinjam dari pendekatan danmetode ilmu-ilmu alam, ketika mema-hami dan mendominasi realitas objekstudi, dan memberikan penjelasanbersifat universal dan generalisasi(percaya ada pola hukum tetap atasfenomena tertentu di semua tempatdan waktu). Positivisme memandangilmu-ilmu sosial sebagai metode ter-organisasi yang mengkombinasi logikadeduktif dengan pengamatan empiris-seksama atas perilaku individu untukmenemukan seperangkat hukum se-bab-akibat bersifat peluang (proba-bilistic), yang dapat dimanfaatkanmemprediksi pola umum aktivitasmanusia. Contoh teori positivismeyang terkenal adalah teori sosiologi“struktural-fungsional” yang berakarpada filsafat keteraturan, ketertiban,keterpaduan dan stabilitas sosial,

yang mengedepankan rekayasa sosialdalam perubahan sosial. Penelitiandilakukan dengan metode ilmiah ber-ciri obyektif (tidak subjektif), netral(tidak memihak), rasional (tidak emo-sional dan tidak empati), bebas nilai,dan menjaga jarak terhadap objekstudi; serta lebih sering melalui eks-perimen atau survey yang memanfa-atkan data kuantitatif (Neuman,1997).

Ilmu sosial interpret-tif/tafsir atau interpretive know-ledge ialah paradigma yang dianutMarx Weber (1864–1920) dan Wil-hem Dilthey (1833–1911) [disebutChicago School of Sociology] yangmemandang, ilmu-ilmu alam ituberdasarkan pada erklarung (abs-tract explanation) atau penjelasan-penjelasan abstrak tentang fenomenaalam, sedangkan ilmu-ilmu sosiallebih berakar pada verstehen ataupemahaman empatik, yang diper-lukan untuk mempelajari tindakansosial dengan tujuan tertentu (mea-ningful social action) yang terkaitdengan pikiran-pikiran dan motivasi-motivasi personal. Ilmu sosial intre-pretif berkait dengan hermeneutics,yang ditemukan dalam ilmu-ilmuhumanity (philosofi, sejarah, budaya,bahasa, sastra, dan studi agama),yang menyatakan ilmu-ilmu sosial ituhakikatnya dimaksudkan untuk me-mahami fenomena sosial apa adanya(semboyannya: “biarkan fakta bicaraatas nama dirinya sendiri”). Peneli-tian dikerjakan dengan metodologikualitatif melalui pengamatan partisi-patif serta penelitian lapangan lang-sung dan rinci didalam suasana alamiuntuk mencapai suatu pemahaman

Page 53: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

46 | Jurnal Agribisnis Kerakyaratan, Volume 2, Nomor 1, Mai 2009, hal. 35 - 48

dan intrepretasi bagaimana manusiamenciptakan dan memelihara duniasosial mereka (Neuman, 1997).

Ilmu sosial kritis atauemancipatory knowledge adalahparadigma yang dianut oleh KarlMarx (1818–1883), Sigmund Freud(1856–1939), Erich Fromm (1900–1980), Jurgen Habermas (1929-) yangdikenal dengan Frankfurt School.(Anthony Gramsci dan Paulo Freirejuga menganut paradigma ini walau-pun dengan varian yang berbeda).Paradigma ini mendefinisikan ilmu-ilmu sosial sebagai proses kritis dariinquiry (penelitian alamiah), yangbekerja melebihi batas-batas permu-kaan ilusi untuk membongkar struk-tur-struktur nyata di dalam duniamaterial, guna menolong orang-orangyang termarjinalkan dan tertindas,merubah kondisinya dan membangundunia yang lebih baik dan lebih adilbagi mereka. Karenanya paradigma inimenganjurkan ilmu-ilmu sosial tidakboleh netral dan tidak hanya terlibatdalam teori abstrak-spekulatif, tetapiselalu engamati realitas sosial dalamperspektif kesejarahan, yang dikait-kan dengan pemihakan atas upayaemansipasi kehidupan masyarakat se-hari-hari (Neuman, 1997). Biasa dise-but sebagai metodologi alternatif, yangberdasar pada dialektika meterialisme,analisis klas, dan strukturalisme, de-ngan pendekatan holistik, yang meng-hindari cara berfikir deterministik danreduksionis. Sehingga ilmu sosial kritistidak menempatkan rakyat sebagaiobjek penelitian yang pasif dan objekrekayasa sosial yang dirancang paraahli perencana di luar; tetapi menem-patkan rakyat sebagi subjek utama

proses perubahan dan perencanaansosial, serta penciptaan dan pengawa-san atas pengetahuan yang diperolehmelalui participatory research (pene-litian partisipatori).

PENUTUP

Berdasarkan uraian di atas, da-pat dinyatakan bahwa ilmu penyu-luhan pembangunan lahir dari pers-pektif modernisasi, yang mengkajibagaimana pola perilaku manusiapembangunan terbentuk, bagaimanaperilaku manusia dapat berubah ataudiubah dari perilaku lama (dapat di-tafsirkan sebagai tradisional atau jugastagnan) menuju perilaku baru (dapatditafsirkan sebagai modern dan ber-martabat) melalui pembangunan. Il-mu penyuluhan pembangunan dipe-roleh dan dikembangkan (epistemo-logi) melalui paradigma positivisme,tetapi tidak menutup kemungkinanuntuk mengikuti jalan interpretativedan kritis melalui penelitian denganmetodologi kualitatif-partisipatif. Se-dangkan aksiologi atau nilai kegunaanilmu penyuluhan pembangunan ada-lah untuk membantu masyarakat, me-lalui pendidikan, agar mampu danberdaya menolong dirinya untuk me-ningkatkan kesejahteraan dan mar-tabat hidupnya dan masyarakatnya.Singkatnya, ilmu penyuluhan pemba-ngunan berguna untuk membantu danmemfasilitasi pembentukan masyara-kat bermartabat. Namun pada praktis-nya pernah terjebak sebagai alat untukmeningkatkan produksi (misal: perta-nian padi) dan mengabaikan peranmeningkatkan kualitas sumberdayamanusia. Kondisi ini yang menyebab-kan munculnya kembali penegasan

Page 54: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

Hery Bachrizal Tanjung, Perspektif Penyuluhan Pertanian untuk Kesejahteraan Petani | 47

perspektif ilmu penyuluhan pemba-ngunan yang hakikatnya untuk mem-bantu memberdayakan masyarakat(termasuk petani menuju kesejati-annya) melalui peningkatan kualitassumberdaya manusia. Untuk mewu-judkan petani sejati dan bermartabat(yang berdaya secara sosial, ekonomi,dan berwawasan ekologi; yang ditan-dai dengan tingkat modernitas, parti-sipasi dan dayasaing petani); haruslebih dahulu mempelajari tentang sis-tem pendidikan petani (apakah mem-berdayakan petani), kelembagaan pe-nyuluhan pertanian (apakah kompa-tibel dan efektif dengan kesejatianpetani), serta apakah peran negara danlembaga terkait kondusif dan meno-pang.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Syamsuddin. 1995. “Sembilan Pu-luh Tahun Penyuluhan Pertanian diIndonesia.” Dalam Dinamika danPerspektif Penyuluhan Pertanianpada Pembangunan Jangka Pan-jang Tahap Kedua. Prosiding Loka-karya 4-5 Juli 1995. Badan Peneli-tian dan Pengembangan Pertanian.Bogor.

Fakih, Mansour. 1996. Masyarakat Sipiluntuk Transformasi Sosial: Pergo-lakan Ideologi LSM Indonesia (ter-jemahan). Yogyakarta: PenerbitPustaka Pelajar.

________. 1999. “Pengantar Edisi In-donesia.” Dalam Reijntjes, Coen;Haverkort, Bertus; dan Water-Bayer, Ann (eds) Pertanian MasaDepan: Pengantar untuk Pertani-an Berkelanjutan dengan InputLuar Rendah (terjemahan). Yogya-karta: Kanisius.

Fakih, Mansour. 2002a. Runtuhnya Teo-ri Pembangunan dan Globalisasi.Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pela-jar dan Insist Press.

Giddens, Antony. 1998. The Third Way.Blackwell Publisher Ltd.

Korten, David. C. 2002. Kehidupan Sete-lah Kapitalisme (The Post Corpo-rate Worl—alih bahasa). Jakarta:Penerbit Yayasan Obor Indonesia.

Kuntowijoyo. 1998. Paradigma Islam:Interpretasi untuk Aksi. Bandung:Mizan.

Madjid, Nurcholish. 1999. PembinaanMasyarakat Madani dan InvestasiDemokrasi: Tantangan dan Ke-mungkinan. Makalah untuk Raker-nas ICMI, tanggal 10 Juli 1999 diBandung.

Misra, R.P. 1981. “The Changing Percept-ion of Development Problems.”Dalam Misra, R.P dan M. Honjo(eds.) Changing Perception ofDevelopment Problems. Volume 1.Maruzen Asia for and on befalf ofthe United Nations Centre forRegional Development. Singapore.

Neuman, Lawrence. W. 1997. SocialResearch Methods: Qualitative andQuantitative Approaches. Boston:Allyn and Bacon Publisher.

Padmanagara, Salmon. 1995. “SumbangSaran Tambahan Mengenai Pola,Strategi dan Pendekatan Penye-lenggaraan Penyuluhan Pertanianpada PJP II.” Dalam Dinamikadan Perspektif Penyuluhan Pertani-an pada Pembangunan Jangka Pan-jang Tahap II. Prosiding Lokakar-ya 4-5 Juli 1995. Badan Penelitiandan Pengembangan Pertanian, Bo-gor.

Puspadi, Ketut. 2001. “Rekonstruksi Sis-tem Penyuluhan.” Makalah, yangmerupakan bagian dari disertasipenulis, disampaikan pada Seminar

Page 55: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

48 | Jurnal Agribisnis Kerakyaratan, Volume 2, Nomor 1, Mai 2009, hal. 35 - 48

PERHIPTANI di Universitas Siliwa-ngi, Tasikmalaya, 21 Oktober 2001.

Reijntjes, Coen; Haverkort, Bertus; danWater-Bayer, Ann. 1999. PertanianMasa Depan: Pengantar untukPertanian Berkelanjutan denganInput Luar Rendah (terjemahan).Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Schoorl, J.W. 1988. Modernisasi : Peng-antar Sosiologi Pembangunan Ne-gara-negara Sedang Berkembang.Jakarta: Penerbit Gramedia.

Slamet, Margono. 1992. “Perspektif IlmuPenyuluhan Pembangunan Me-nyongsong Era Tinggal Landas.”Dalam Aida V.S. Hubeis, dkk (eds)Penyuluhan Pembangunan di In-donesia Menyongsong Abad XXI.Jakarta: Pustaka PembangunanSwadaya Nusantara..

________. 1995. “Sumbang Saran Me-ngenai Pola, Strategi dan Pende-katan Penyelenggaraan PenyuluhanPertanian pada PJP II.” DalamDinamika dan Perspektif Penyuluh-an Pertanian pada PembangunanJangka Panjang Tahap Kedua. Pro-siding Lokakarya 4-5 Juli 1995.Badan Penelitian dan Pengembang-an Pertanian. Bogor.

_________. 2000. “MemantapkanPosisi dan Meningkatkan PeranPenyuluhan Pembangunan dalamPembangunan.” Makalah SeminarNasional Pemberdayaan Sumber-daya Manusia Menuju TerwujudnyaMasyarakat Madani, IPB, 25-26September 2000. Bogor.

_________. 2001. “Paradigma Baru Pe-nyuluhan Pertanian di Era OtonomiDaerah.” Makalah Seminar PER-HIPTANI di Universitas SiliwangiTasikmalaya 21 Oktober 2001. IPB,Bogor.

Soebiyanto, F.X. 1998. “Peranan Kelom-pok dalam Pengembangan Keman-

dirian Petani dan Ketangguhan Ber-usahatani.” Disertasi PPs IPB, Bo-gor (tidak diterbitkan).

Sumardjo. 1999. “Transformasi ModelPenyuluhan Pertanian Menuju Pe-ngembangan Kemandirian Petani.”Disertasi PPs IPB, Bogor (tidakditerbitkan).

Susanto, Djoko. 2000. “Pendekatan Para-digma Baru Ilmu Penyuluhan Pem-bangunan.” Makalah Seminar Nasi-onal Pemberdayaan SumberdayaManusia Menuju Terwujudnya Ma-syarakat Madani, IPB, 25-26 Sep-tember 2000, Bogor.

Suwarsono dan So, Alvin Y. 2000.Perubahan Sosial dan Pembangun-an. Jakarta: Penerbit LP3ES.

Wahono, Francis. 1994. “Dinamika Eko-nomi Sosial Desa Sesudah 25 tahunRevolusi Hijau.” Dalam PRISMA,No. 3, Maret 1994. Penerbit Pusta-ka LP3ES Indonesia, Jakarta.

_________. 1999a. “Petani: dari Kon-flik menuju Demokrasi.” DalamJurnal Ilmu Sosial TransformatifWACANA, No. IV/1999. PenerbitInsist, Yogyakarta.

_________. 1999b. “Revolusi Hijau :dari Perangkap Involusi ke PerangkapGlobalisasi.” Dalam Jurnal Ilmu SosialTransformatif WACANA, No. IV/1999.Penerbit Insist, Yogyakarta._________. 2000. “Menuju PenguatanHak-hak Petani: Melalui Gerakan PetaniOrganik.” Dalam Jurnal Ilmu SosialTransformatif WACANA, No. VII/2000.Penerbit Insist Press, Yogyakarta._________. 2004. “Depolitisasi Pa-ngan: Sebuah Upaya Mengangkat Kearif-an Lokal dan Mendayagunakan Keaneka-ragaman Hayati.” Dalam Wahono dkk.(eds) Pangan, Kearifan Lokal danKeanekaragaman Hayati. Yogyakarta:Penerbit Cindelaras Pustaka Rakyat Cer-das.

Page 56: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

STRATEGI PENYIAPAN PENGUSAHA INDUSTRI MAKANANRINGANPEREMPUAN MINANGKABAU

Nofialdi, Hasnah dan Rina Sari

Abstract: The paper examines the enterpreneurship of women who runfood small scale enterprises in Padang, Bukittinggi and Payakumbuh. Itis faund that; first, the West Sumatra’s women are ready for the business.Second, the women enterpreneur can contribute to family’s income andprovide job for unemployed workers. In contrary they spend less time fordomestic works and take care their family. Third, in order to prepare thewomen for the business, development strategies are needed such as:increasing the assets, marketing, improving human resources andenhancing the understanding of family’s value, culture and religion.

Kata Kunci: perempuan, industri, wirausaha, makanan ringan,minang kabau, SWOT

PENDAHULUAN

Dalam masyarakat Minang-kabau panggilan seorang perem-puan berkeluarga sebagai “urangrumah” yang berarti orang yangberada dirumah. Perempuanlahyang pantas melakukan pekerjaandirumah, walaupun ada beberapapekerjaan di luar rumah yang bisaditerima masyarakat seperti guru,bidan dan bertani. Peranan seorangperempuan dalam masyarakat Mi-nangkabau yang matrelineal sangatpenting sekali karena pusaka tinggidimiliki dan dikuasai ibu dan anakperempuannya dalam garis keturu-nannya yang pemanfaatannya dia-tur dan dikelola oleh saudara laki-lakinya atau mamak dari anaknya(Wahyuni dan Hasnah,1998).

Saat ini telah terjadi pergese-ran sosial budaya pada masyarakatMinangkabau, yang pada mulanyamamak yang ber-tanggung jawabatas jodoh, biaya hidup dan pen-didikan kemenakan-nya (anak sau-dara perempuannya) yang melebihitanggung jawab terhadap anak dan

istrinya. Perubahan itu disebabkanoleh mulai lunturnya hubungankekerabatan di masyarakat Mi-nangkabau sehingga makin besartanggung jawab orang tua (khu-susnya bapak) pada anak dankeluarganya. Pergeseran itu jugaterjadi pada perempuan Minang-kabau yang awalnya hanya menger-jakan pekerjaan di rumah menjadibekerja diluar rumah pencari naf-kah karena alasan ekonomi kelu-arga.

Dalam dua dekade terakhirini keterlibatan perempuan dalamangkatan kerja formal mencapaijumlah yang luar biasa. Secarakuantitatif kaum perempuan meru-pakan 55 % dari angkatan kerjapada sektor formal dan informal,dan tidak kalah penting merekamenduduki peringkat utama dariangkatan kerja di rumah. Tingkatpartisipasi angkatan kerja perem-puan lebih rendah dibandingkandengan laki-laki walaupun angka-tan kerja wanita lebih besar dariangkatan kerja laki-laki.

Nofialdi, Hasnah dan Rina Sari adalah Dosen ProgramstudiAgribisnisFakultasPertanianUniversitasAndalas

Page 57: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

Adanya budaya merantautelah mengakibatkan banyak laki-laki Minangkabau yang pergi keluar Sumatera Barat untuk belajardan mencari pekerjaan. Kondisi inimengakibatkan urusan mencarinafkah keluarga mulai banyakdiambil alih oleh perempuan danditambah lagi adanya kecendru-ngan laki-laki Minangkabau diSumatera Barat berkurang melaku-kan kegiatan yang produktif (ber-beda dengan diperantauan) (Latif,2002). Kondisi inilah yang menye-babkan keterlibatan perem-puanMinang dalam sektor ekonomimeningkat baik dalam sektor for-mal maupun informal. Saat iniketerlibatan perempuan tersebuttidak hanya sebagai pekerja, tetapijuga ada kecenderungan bagi pe-rempuan Minang mulai terlibatsebagai pengelola (menejer) padabidang perdagangan dan industrikecil yang berupa industri keluarga.

Kemampuan kerja perem-puan sebagai pengelola diduga akanlebih baik dibandingkan denganpria. Hal ini disebabkan karenakecermatan perempuan dalam me-ngatur keuangan, kepekaan danbisa mencari peluang yang lebihbaik (misalnya: mensiasati keter-batasan modal, menemukan pelu-ang pasar, dan lain-lain). Tetapiperempuan yang berperan di luarrumah seringkali masih mendapat-kan hambatan, baik hambatan kul-tural maupun hambatan sosial danekonomi.

Keterlibatan perempuan di-sektor publik, membawa dampakterhadap peranan perempuan da-lam kehidupan keluarga. Di satupihak, perempuan bekerja dapatberperan membantu ekonomi ke-luarga dan sebagai pencari nafkahutama dalam keluarga, disisi lain

peranannya dalam urusan rumahtangga (domestik) menjadi berku-rang karena lamanya waktu yangdigunakan untuk aktivitas di luarrumah tangga (publik). Kenyata-annya pembantu keluarga di Indo-nesia adalah bukan membantupekerjaan ibu keluarga melainkanmengambil alih pekerjaan ibukeluarga. Ini menggeser fungsi ibukeluarga. Akibatnya ibu keluargamerasa kehilangan fungsi. Karenadalam kehidupan sehari-hari, sua-mi dan anak-anak tidak bergantungkepadanya. Hilangnya rasa salingbergantung sesama anggota kelu-arga, tidak bisa melahirkan rasasaling asih, asah dan asuh. Inimembahayakan kehidupan berma-syarakat. Karena pada dasarnyamasyarakat itu adalah keluargabesar yang terbentuk dari unit-unitkeluarga itu.

Sejauhmana kesiapan diriperempuan Minangkabau dalammemasuki dunia bisnis (menyang-kut karakteristik, pendidikan, pe-ngalaman, kompetensi, motivasi,leadership, dan lain-lain), apa kon-sekuensi (pengaruh) keadaan ter-sebut terhadap aspek ekonomi danaspek sosial keluarga. Untuk dapatsukses sebagai wirausaha perem-puan maka diperlukan suatu stra-tegi untuk memperbaiki kondisisaat ini dalam mencapai kondisiideal, mengurangi ekses negatifyang mungkin timbul dari keter-libatan perempuan dalam duniabisnis ?

Karena masalah pengem-bangan wirausaha perempuan me-rupakan masalah yang komplekyang banyak dipengaruhi olehberbagai faktor (elemen-elemen)yang saling berhubungan satudengan lainnya maka studi inidalam pelaksanaan dan perumusan

Nofialdi, Hasnah dan Rina Sari, strategi penyiapan pengusaha|50

Page 58: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

51| JurnalAgribisnisKerakyatan, Volume 2, Nomor 1, Mai 2009, hal: 49 - 60

strateginya haruslah didekati secaramenyeluruh atau pendekatan sis-tem.

Penelitian ini merupakanstudi kasus pada pengusaha perem-puan pengolahan makanan ringanyang banyak terdapat di kota Pa-dang, Bukittinggi dan Payakum-buh. Untuk mendapatkan gam-baran yang lengkap maka dilakukanjuga pengamatan dan wawancaradengan pemasok bahan baku,pedagang yang menjualkan produkdan keluarga pengusaha perem-puan responden. Penelitian inibertujuan untuk:1. Menilai kesiapan perempuan

Minangkabau untuk memasukidunia bisnis.

2. Melihat konsekuensi dan dam-pak keadaan tersebut terhadapaspek ekonomi (kontribusi ter-hadap pendapatan keluarga)dan aspek sosial keluarga.

3. Merumuskan strategi untukmenyiapkan perempuan Mi-nangkabau untuk memasukidunia bisnis untuk mencapaikondisi diinginkan, mengurangiekses negatif yang mungkintimbul dari keterlibatan perem-puan dalam dunia bisnis.

Penelitian ini diharapkandapat memberikan informasi untukprogram pemberdayaan perempuandalam menyiapkan strategi me-numbuhkan wirausaha perempuanyang mampu meningkatkan parti-sipasi angkatan kerja perempuandan meningkatkan perempuan se-bagai pengambil keputusan yangakhirnya mampu meningkatkankesejahteraan keluarga dan masya-rakat.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan kotaPadang, Bukittinggi dan Payakum-buh sebagai daerah yang banyakditemui industri makanan kecil.Penelitian ini melibatkan 4 orangpengusaha perempuan untuk kotaPadang, 3 orang untuk kota Bukit-tinggi dan 3 orang untuk kotaPayakumbuh. Sedangkan pakaruntuk penelitian ini adalah 1 orangpakar ekonomi pembangunan, 1orang pakar agroindustri, 1 orangpakar sosiologi Minangkabau, 1pakar agam Islam.

Penelitian ini dilakukandengan dua tahapan, yaitu:(1) menilai kesiapan dan pengaruhperempuan Minangkabau menjadipengusaha pada bidang industrimakanan ringan. Untuk tahapan inidilakukan penelitian lapangan de-ngan pengamatan, daftar pertanya-an dan wawancara mendalamdengan perempuan, pemasok, pen-jual dan keluarga pengusahaperempuan. (2) melakukan diskusidengan para pakar untuk lebihmemahami permasalahan danmerumuskan strategi. Diskusi pa-kar ini dilakukan setelah terlebihdahulu disusun makalah yang dapatmenggambarkan keragaan daripengusaha perempuan pada indus-tri makanan ringan yang telahditeliti. Diskusi dikembangkan un-tuk dapat mengidentikasi perma-salahan-permasalahan yang diha-dapi dan menyusun strategi untukmencari kondisi ideal untukmewujudkan wirausaha perempuanMinangkabau.

Page 59: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

Data yang dipergunakandalam penelitian ini meliputi dataprimer dan data sekunder. Dataprimer didapatkan dengan penga-matan lansung dilapangan denganobservasi, wawancara mendalamdan daftar pertanyaan. Sedangkandata sekunder didapat dari studipustaka dan pengumpulan data daninformasi dari bahan bacaan danlaporan instansi terkait.

Pekerjaan pengolahan datameliputi transfer, editing, tabulasidan interpretasi data. Data-datadari daftar pertanyaan, pengama-tan, wawancara mendalam didoku-mentasi kemudian dilakukan pe-ngolahan dengan bantuan SPSS,ANP, dilakukan diskusi dalam timuntuk merumuskan permasalahan,menyusun keragaan pengusaha pe-rempuan Minangkabau dan analisissituasi (internal dan eksternal).Kemudian ditentukan kesiapan pe-ngusaha perempuan dengan meto-de skor yang telah dipersiapkan dandirumuskan strategi awal dengananalisis SWOT.

Hasil rumusan kesiapan,keragaan, pengaruh dan strategiawal tersebut didiskusikan denganpakar dalam suatu pertemuan.Hasil kesimpulan pertemuan ter-sebut menjadi bahan untuk mem-perbaiki analisis kesiapan, penga-ruh pengusaha perempauan Mi-nangkabau dan strategi memper-siapkan wirausaha perempuan Mi-nangkabau.

HASIL DAN PEMBAHASAN

ProfilPengusahaPerempuanMinangkabauIndustriMakan-anKecil

Keterlibatan perempuan disektor ekonomi bukanlah hal barudi tengah masyarakat.Dalam kon-

teks Indonesia sebagai negaraberkembang, sebenarnya tidak adaperempuan yang benar-benar me-nganggur. Biasanya para perem-puan memiliki pekerjaan untukmemenuhi kebutuhan rumah tang-ganya seperti mengelola sawah,membuka warung di rumah, men-jahit pakaian, menerima upah-ansulaman dan lain-lain. Keberadaanorganisasi wanita seperti IkatanWanita Pengusaha Indonesia(Iwapi) menjadi bukti bahwa pe-rempuan bisa eksis untuk berbisnisdan wirausaha. Proses pengem-bangan wirausaha perempuan taklepas dari pengembangan kualitasSDM, modal, dan pasar.

Pengusaha perempuan Mi-nangkabau industri makanan keciladalah pengusaha industri skalakecil. Industri skala kecil adalahunit usaha disektor industri pengo-lahan yang mempekerjakan pekerjaantara 1 orang sampai dengan 19orang. Pada penelitian ini terdapat10 orang wirausaha perempuandalam industri maka-nan yangdijadikan responden yang rata-ratamempekerjakan 6 orang tenagakerja.

Wirausaha perempuan yangdiwawancarai masih dalam kategoriusia produktif yang berumur antara31–53 tahun dengan tingkat pen-didikan mayoritas adalah SMA (60%). Hal ini menunjukkan bahwawirausaha perempuan yang dija-dikan responden dalan penelitianini sudah mempunyai bekal pen-didikan formal yang memadaidalam menjalankan usahanya.

Jenis usaha yang dijalankanoleh responden adalah usahaindustri makanan yang mempro-duksi kue, keripik, roti dan berasrendang. Hal ini kemungkinandipengaruhi oleh stereotype yang

Nofialdi, Hasnah dan Rina Sari, strategi penyiapan pengusaha|52

Page 60: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

53| JurnalAgribisnisKerakyatan, Volume 2, Nomor 1, Mai 2009, hal: 49 - 60

melekat pada perempuan bahwahal-hal yang berbau makanansering menjadi tanggung jawabperempuan.

Kesiapan PerempuanMinangkabau MemasukiDunia Bisnis

Penentuan kesiapan perem-puan Minangkabau untuk memasu-ki dunia bisnis didasari darikarakteristik, pendidikan, pengala-man, kompetensi, motivasi, leader-ship, dan lain-lain. Penentuan ke-siapan ini dilakukan dengan duapendekatan yaitu : (1) diskusi ke-lompok terfokus (FGD) dan (2) ja-waban daftar pertanyaan dariresponden.

FGD dilakukan untuk pe-nentuan kesiapan pengusaha pe-rempuan industri makanan kecilyang berdomisili di kota Paya-kumbuh yang diikuti oleh 12 peser-ta berpendidikan S1 dari berbagailatar belakang ilmu dan pekerjaan.Hasil FGD menyimpulkan bahwaperempuan industri makanan kecilmampu untuk memasuki duniabisnis karena :1. figure yang ulet dan gigih2. memiliki kemampuan dan ke-

ahlian yang sama dengan kaumpria

3. dapat membagi waktunya de-ngan baik

4. lebih teliti dan tekun diban-ding dengan kaum pria.

Penilaian kesiapan perempuanpengusaha makanan kecil mema-suki dunia bisnis oleh respondenberdasarkan indikator hasil diskusipakar yang meliputi aspek-aspek :(1) ide-ide dan gagasan yang aktual,(2) daya cipta dan kreatif yangtinggi, (3) inisiatif, (4) bersifatpositif, (5) daya gerak dan percayadiri, (6) daya pikat untuk bekerjasama, (7) mencegah timbulnyahambatan diri sendiri, (8) selalubelajar meningkatkan kemampuandiri, (9) pendidikan yang baik, (10)pengalaman berusaha, (11) moti-vasi, dan (12) kepemimpinan.Masing-masing aspek diberi peni-laian dengan baik, sedang ataukurang. Seorang perempuan Mi-nangkabau untuk memasuki duniabisnis dinyatakan mempunyai kesi-apan bila hasil agregasi nilai-nyaadalah baik dan sedang. Respondenmemberikan penilaian terhadapkondisi teman-temannya sesamaperempuan pengusaha ma-kanankecil.

Berdasarkan penilaian terha-dap kesiapan perempuan pengu-saha makanan kecil diperoleh nilairata-rata sebesar 2,6 (Tabel 1) yangberarti bahwa kesiapan perempuanmemasuki dunia bisnis masukdalam kategori baik.

Page 61: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

Tabel 1. Skor Penilaian Kesiapan Perempuan Pengusaha Makanan Kecil

Respon-den

Indikator Kesiapan Perempuan Pengusaha Makanan Kecil

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 π1 3 2 3 2 3 2 2 3 2 3 3 2 2,52 3 3 3 2 3 2 1 3 1 3 2 3 2,43 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 2,84 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2,85 2 3 3 2 2 3 2 2 2 2 1 2 2,26 2 2 3 2 3 3 2 2 2 2 3 3 2,47 3 3 3 3 3 3 2 3 2 1 3 3 2,78 3 3 3 2 3 3 3 2 2 3 3 1 2,69 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2,910 3 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2,3π 2,6 2,7 3,0 2,4 2,8 2,7 2,3 2,6 2,2 2,3 2,6 2,4 2,6

Keterangan : Nilai 3 = baik, 2 =sedang, 1=kurang

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwarata-rata skor yang tertinggiterletak pada indikator yang ke-3yaitu inisiatif. Sementara padaindikator bersifat positif, mencegahtimbulnya hambatan diri sendiri,pendidikan yang baik, pengalamanberusaha, dan indikator kepe-mimpinan, mempunyai skor rata-rata di bawah 2,5. Ini menunjukkanbahwa perlu adanya perhatianuntuk mengembangkan ke empatindikator tersebut agar wirausahaperempuan benar-benar siap ber-saing dengan pebisnis yangtangguh.

Konsekuensi dan DampakUsaha Perempuan terhadapAspek Ekonomi dan SosialKeluarga

Keterlibatan perempuan disektor publik menjadi pengusahapada industri makanan, membawadampak terhadap peranan perem-puan dalam kehidupan keluarga.

Perempuan yang bekerja padaindustri makanan tersebut dapatberperan membantu ekonomi ke-luarga dan sebagai pencari nafkahutama dalam keluarga, disisi lainperanannya dalam urusan rumahtangga menjadi berkurang karenalamanya waktu yang digunakanuntuk aktivitas di luar rumahtangga.

Ada beberapa motif yangmendorong perempuan Minang-kabau memasuki sektor publik(Tabel 2). Berdasarkan penilaianterhadap motif responden bekerjaternyata alasan utamanya adalahuntuk menambah penghasilan ke-luarga yang mempunyai nilai skortertinggi yaitu 26, diikuti denganalasan mempunyai minat dankeahlian tertentu (bobot 15), me-manfaatkan waktu lowong (bobot10) dan melanjutkan usaha ke-luarga (bobot 7) yang dapat dilihatpada Tabel 2. Hal ini ini mem-buktikan bahwa faktor ekonomi

Nofialdi, Hasnah dan Rina Sari, strategi penyiapan pengusaha|54

Page 62: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

55| JurnalAgribisnisKerakyatan, Volume 2, Nomor 1, Mai 2009, hal: 49 - 60

merupakan alasan utama bagi pe-rempuan untuk masuk ke dunia

kerja.

Tabel 2. Motif Reseponden Pengusaha Perempuan Minangkabau Bekerja

No Motif Bekerja Skor1 Menambah penghasilan keluarga 262 Melanjutkan usaha keluarga (turun

temurun)7

3 Mempunyai minat dan keahlian tertentu 154 Memperoleh status di masyarakat 05 Tidak ingin bergantung ekonomi pada

suami,4

6 Tidak puas secara materi dalamperkawinan

0

7 Memanfaatkan waktu kosong 108 Menghidari rasa bosan di rumah 29 Ikut-ikutan teman/tetangga. 0

Dari seluruh responden pe-ngusaha perempuan industri maka-nan, ternyata suami mereka jugabekerja dalam berbagai bidangseperti sebagai petani, pengolahan,pedagang, pengawai negeri dan

swasta. Namun demikian kontri-busi pendapatan dari pengusahaperempuan industri makanan ter-hadap pendapatan keluarga cukupbesar, berkisar antara 50% – 90 %(Tabel 3).

Tabel 3. Kontribusi Pendapatan Dan Penyerapan Tenaga Kerja Responden

Responden KontribusiPendapatan TenagaKerja1 80 % 92 67 % 73 83 % 64 80 % 35 75 % 36 63 % 37 50 % 58 67 % 129 83 % 610 90 % 5

Rata-rata 74 % 5,90

Dari Tabel 3 dapat dilihatbahwa rata-rata kontribusi penda-patan wirausaha perempuan terha-dap pendapatan total keluargasebesar 74 %. Hal ini berarti bahwa

pendapatan wirausaha perempuanmerupakan pendapatan yang utamadalam keluarga. Walaupun keterli-batan perempuan dalam usaha inipada awalnya hanya untuk mencari

Page 63: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

tambahan penghasilan rumahtangga, namun pada kenyataannyapendapatan yang diperoleh perem-puan menandingi pendapatansuami dan anggota keluarga lain.

Dengan tumbuhnya usahaperempuan ini ternyata memberi-kan dampak yang baik terhadappenyerapan ternaga kerja. DariTabel 3 dapat dilihat bahwa rata-rata wirausaha perempuan mampumenyediakan lapangan kerja bagi 6orang pekerja. Kondisi ini akanmemberikan multiflier efect positif

bagi pertumbuhan ekonomi masya-rakat.

Dengan terlibatnya perem-puan dalam sektor ekonomi, perludicermati lagi apakah kondisi inimempengaruhi fungsi keluarga.Fungsi keluarga merupakan suatupekerjaan (tugas) yang harusdilakukan di dalam atau di luarkeluarga. Berdasarkan diskusi pa-kar teridentifikasi 11 fungsi kelu-arga yang dimiliki setiap rumahtangga, yang distribusi pelaksanaanfungsi-fungsi keluarga tersebutdapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Distrubisi Pelaksanaan Fungsi-Fungsi Keluarga oleh Responden

No Fungsi ayah ibu ayah-ibu

1. Pendidikan 20% 40% 40%2. Penanaman Nilai Agama 10% 30% 60%3. Kasih sayang 10% 10% 80%4. Sosialisasi 0% 20% 80%5. Biologis 0% 0% 100%6. Perlindungan 10% 0% 90%7. Mencari Nafkah 40% 0% 60%8. Pembinaan usaha 20% 80% 0%9. Perencanaan anggaran keluarga 0% 80% 20%10. Tabungan 10% 60% 30%11. Aset 30% 50% 20%

Dari Tabel 4 dapat dilihatbahwa sebagian besar fungsi-fungsikeluarga dilaksanakan secarabersama oleh ayah dan ibu. Hal inimenunjukkanadanya keseimba-ngan peran antara ayah dan ibudalam melaksanakan fungsi keluar-ga. Sementara pada kegiatanpembinaan usaha, perencanaananggaran keluarga, tabungan, danpengontrolan aset didominasi olehibu (pengusaha perempuan). Halini kemungkinan berhubungandengan keberadaan dari usahaperempuan yang diinisiasi olehperempuan, dan besarnya kontri-

busi pendapatan perempuan dalampendapatan keluarga.

Keterlibatan perempuan pe-ngusaha membawa dampak ter-hadap peranan perempuan dalamkehidupan keluarga. Dengan beker-janya pengusaha perempuan akanberkurang waktunya untuk mengu-rus kegiatan rumah tangga sepertiberbelanja, menyiapkan maka-nan/minuman, membersihkan ru-mah, mengasuh anak, menemanianak belajar, mengantar anak seko-lah, mencuci dan menyeterika.Distribusi kegiatan rumah tanggadapat dilihat pada Tabel 5.

Nofialdi, Hasnah dan Rina Sari, strategi penyiapan pengusaha|56

Page 64: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

57| JurnalAgribisnisKerakyatan, Volume 2, Nomor 1, Mai 2009, hal: 49 - 60

Tabel 5. Distribusi kegiatan rumah tangga yang dilakukan responden

No Fungsi ayah ibu anak-anak

nenekkakek

pembantu

1. Berbelanja 0% 80% 10% 0% 10%2. Menyiapkan

makanan/ minuman,membersih rumah

0% 80% 10% 0% 10%

3. Mengasuh anak 10% 70% 0% 0% 20%4. Menemani belajar

anak20% 60% 0% 10% 10%

5. Mengantar sekolah 30% 60% 0% 0% 10%6. Mencuci dan

Menyeterika.0% 50% 20% 0% 30%

Pada Tabel 5 terlihat bahwapelaksanaan pekerjaan rumahtangga masih didominasi oleh ibu,walaupun keterlibatan ibu dalamsektor ekonomi cukup besar.Keterlibatan perempuan pengusahadalam kegiatan berbelanja, menyi-apkan makanan/minuman, mem-bersihkan rumah, dan mengasuhanak masih tinggi, walaupunalokasi waktu ibu untuk melakukanpekerjaan rumah tangga sudahsemakin kecil karena sebagianbesar sudah tercurah dalam

Dengan terlibatnya perem-puan di sektor publik, ada beberapaefek sosial dan ekonomi yangditimbulkannya: (1) wanita akanmampu menaikkan prestise perem-puan di tengah masyarakat. Karenabiasanya yang sering menjadiorang sukses adalah kaum pria,karena pria secara kodrat memilikikelebihan dibanding kaum perem-puan. (2) Kurangnya inte-raksidalam bermasyarakat. Di dalampergaulan sehari-hari, wanitacenderung kurang suka berinteraksidengan dunia sekitamya.(3)Kurangnya penghargaan terhadap

kepala keluarga. Satu hal kejelekandari kaum wanita lainnya adalah,jika dia telah berhasil dalam karir,si wanita cenderung merasa som-bong dan tidak lagi menghargaikepala rumah tangga (suaminya).Sehingga terkadang hal ini seringmenjadi penyebab retaknya sebuahmahligai rumah tangga, bahkansering terjadi perceraian.

Dari aspek ekonomi, keter-libatan perempuan dalam duniakerja pada umumnya mempunyaidampak yang positif diantaranya:(1) Meningkatkan pendapatan kelu-arga (2) Terbukanya lapangan ketjabagi orang lain, lairmya. (3) Mem-bantu kepala keluarga dalam me-ngurangi beban ekonomi keluarga(4) Membantu meningkatkan PDRB.

Strategi MenyiapkanPerempuan Minangkabauuntuk Memasuki Dunia Bisnis

Berdasarkan analisis lingku-ngan strategis ini berupa : keku-atan, kelemahan, peluang danancaman, dan analisis SWOT ter-identifikasi 11 strategi alternatif.Penentuan strategi prioritas dilaku-

Page 65: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

kan dengan ANP. Penentuan strate-gi prioritas memperhatikan : (1).aspek teknis dan lingkungan (bahanbaku, proses produksi, lingkungan),(2) aspek bisnis (pasar danpemasaran, pendanaan, kelayakanusaha) dan (3) aspek sosial budayaMinangkabau (Adat Minangkabau,Syarak dan SDM).

Berdasarkan struktur yangterbentuk dan penilaian terhadapindikator-indikator berupa aspekdan elemen-elemen aspek sertamempertimbangkan semua hubu-ngan dan keterkaitan yang terjadidengan bantuan ANP didapatkannilai-nilai masing-masing alternatifstrategi. Pada Tabel 6 dapat hasilolahan data dengan bantuan ANP.

Tabel 6. Hasil agregasi alternatif strategi pengembangan

No. Rincian Strategi Nilai Prioritas

1. Manajemen rantai pasokan 0,077 72. Peningkatan produksi dan produktifitas 0,068 93. Pemanfaat teknologi tepat guna 0,074 84. Perbaikan daya saing dengan mutu 0,079 65. Peningkatan Mutu SDM dengan kursus,

pelatihan, magang dan studi banding0,101 4

6. Menghasilkan produk sesuai permintaan pasar 0,116 27. Pengembangan jaringan pemasaran dan

promosi produk0,113 3

8. Peningkatan peran pemerintah dan PT 0,079 69. Peningkatan manajemen usaha 0,074 810. Peningkatan aset dengan alternatif permodalan 0,126 111. Peningkatan pemahaman nilai kekeluargaan,

adat dan keagamaan0,093 5

Berdasarkan olahan ANPmemperlihatkan bahwa prioritasstrategi pengembangan perempuanpengusaha Minangkabau adalah :(1) peningkatan aset dengan al-ternatif permodalan (nilai = 0,126),(2) menghasilkan produk sesuaipermintaan pasar (nilai = 0,116),(3) pengembangan jaringan pema-saran dan promosi produk (nilai =0,101), (4) peningkatan Mu-tu SDMdengan kursus, pelatihan, magangdan studi banding (nilai = 0,101)dan (5) peningkatan pemahamannilai kekeluargaan, adat dankeagamaan (nilai = 0,093).

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitiandan analisis diperoleh : (1) pengu-saha perempuan makanan kecilMinangkabau siap untuk memasukidunia bisnis sebagai wirausaha, (2)pengusaha perempuan makanankecil Minangkabau mamasuki du-nia bisnis secara ekonomis mampumemberikan kontrubsi pendapatankeluarga dan membuka lapanganpekerjaan masyarakat sekitarnya,tetapi berkurang waktunya melak-sanakan fungsi-fungsi rumah tang-ga dan mengurus keluarganya, dan(3) untuk menyiapkan perempuanMinagkabau memasuki bisnis di-perlukan strategi pengembangan

Nofialdi, Hasnah dan Rina Sari, strategi penyiapan pengusaha|58

Page 66: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

59| JurnalAgribisnisKerakyatan, Volume 2, Nomor 1, Mai 2009, hal: 49 - 60

berupa : peningkatan aset, pema-saran, peningkatan mutu SDM danpeningkatan pemahaman nilai ke-keluargaan, adat dan keagamaan.

Dan juga diajukan saransebagai berikut : (1) diperlukanpermodalan alternatif mudah danmurah untuk peningkatan asetusaha perempuan Minangkabaubaik dari dana bergulir dari peme-rintah, perbankan, koperasi danlainnya, (2) diperlukan komitmendan dukungan pemerintah terha-dap permodalan, promosi danpenyuluhan, dan (3) diperlukanpenanaman kembali dan peningka-tan nilai-nilai kekeluargaan danadat bersandi syarak ditengahmasyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

BPS Sumbar. 2002. Sumatera BaratDalam Angka 2002. BadanPusat Statistik Propinsi Su-matera Barat. Padang

Bygrave, W. D. 1996.The PortableMBA Entrepreneurship (Baha-sa Indonesia).Binarupa Aksa-ra. Jakarta.

David, F. R. 2002. ManajemenStrategi, Konsep .Edisi BahasaIndonesia. PT Prehallindo.Ja-karta.

Hasnah, Nofialdi dan Helmi. 1999.Peranan Pekerja Wanita Da-lam Kehidupan Rumah Tang-ga di Pedesaan. Stigma Volu-me VII No. 3 (ISSN 0853-3776) Unand.. Padang.

Latif. C. N. 2002. Etnis dan AdatMinangkabau. Permasalahan

dan Masa Depannya. PenerbitAngkasa. Bandung

LKAAM, Sumbar. 2002. AdatBasandi Sarak, Syarak Basan-di Kitabullah: Pedoman HidupBernagari. Sako Batuah. Pa-dang.

Mutis, T. 1995. Kewirausahaanyang Berproses. Penerbit PTGrasindo. Jakarta.

Pursika, L. S. 2003. MenyeruakKetimpangan Gender: Deter-minasi Faktor-Faktor yangMempengaruhi Partisipasl Po-litik Wanita di Bali. JurnalPemberdayaanPerempuan.Volume 1, 2003. KementrianNegara Pemberdayaan Pe-rempuan RI. Jakarta.

Saaty TL. 2001. Decision Makingwith Dependence and Feed-back; The Analytic NetworkProcess, The organization andprioritization of complexity.Second Edition.RWS Publica-tions. Pittsburgh. USA.

Sahrizal. 2003. Prospek Pengem-bangan Pusat Pelayanan Ter-padu Pemberdayaan Perem-puan (P2TP2) di ProvinsiNanggroe Aceh Darussalam.Jurnal Pemberdayaan Perem-puan. Volume 2, 2003. Ke-mentrian Negara Pember-dayaan Perempuan RI. Ja-karta.

Sari, R. 2002. Alokasi Waktu danPendapatan Tenaga KerjaPerempuan (Studi Kasus :Rumah tangga Kerajinan Te-nun di Kenagarian Pandai

Page 67: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

Sikek Kabupaten Tanah DatarSumbar). Tesis Institut Perta-nian Bogor. Bogor.

Wahyuni dan Hasnah. 1998. Pera-nan Wanita Pedesaan DalamKegiatan Pencaharian Nafkah

Rumahtangga pada SistemKekerabatan Matrilineal diSumatera Barat. LaporanPenelitian Dosen Muda BBI1997/1998. Fakultas Perta-nian, UNAND.

Nofialdi, Hasnah dan Rina Sari, strategi penyiapan pengusaha|60

Page 68: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN

PEDOMAN PENULISAN JURNAL AGRIBISNIS KERAKYATAN

Naskah diketik pada kertas A4 dengan huruf Georgi , ukuran 12 pts, single spasi, marginkiri dan atas masing-masing 3,5 cm, margin kanan dan bawah masing-masing 2,5 cm.

JUDUL(Georgia, font 14, Bold, Centre)

Nama Penulis1

(tanpa gelar akademik, Georgia, font 12,Bold,Centre)

Abstract (ditulis dalam Bahasa Inggris, Georgia, font 12, justify, single spasi, maksi-mum 200 kata )Kata Kunci : 3-5 kata

Berikutnya artikel ditulis dalam bentuk 2 kolom, Georgia, font 12, justify, single spasi,dan sub bab dibold dan rata tepi kiri, dengan sistematika sbb:

PENDAHULUAN (berisi latar belakang, tujuan dan ruang lingkup tulisan)METODE PENELITIAN (berisi metode penelitian, metode pengambilan sampel atauresponden, metode pengumpulan data, dan metode analisis data)HASIL DAN PEMBAHASAN (dapat dibagi dalam beberapa sub-bagian)PENUTUP (berisi kesimpulan dan saran)DAFTAR PUSTAKA

Penulisan model matematika, gambar dan tabel diberi nomor sesuai urutankemunculan. Nomor model matematika ditulis di pinggir kanan, sedangkan nomor danjudul gambar ditulis dibawah gambar, dan nomor dan judul tabel ditulis diatas tabel.

Perujukan referensi menggunakan teknik rujukan berkurung (nama, tahun)Penulisan daftar referensi disesuaikan dengan urutan nama abjad penulis dandisesuaikan dengan format lazimnya pada daftar pustaka.

1 Nama penulis artikel dicantumkan tampa gelar akademik dan ditempatkan dibawah judulartikel, jika penulis lebih dari 3 orang, yang dicantumkan dibawah judul artikel adalah namapenulis utama, nama penulis lainnya dicantumkan pada catatan kaki halaman pertama naskah.

Page 69: J U R N A L AGRIBISNIS KERAKYATAN