Page 1
i
J I P E N D A
JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR
SUSUNAN REDAKSI
Pelindung dan Penasehat
Dr. Ibnu Khaldun, M.Si. Ketua STKIP Taman Siswa Bima
Penganggung Jawab
Mulyadi, M.Pd. Ketua Prodi PGSD STKIP Taman Siswa Bima
Ketua Penyunting
Mariamah, M.Pd. Muh. Rizalul
Akbar M.Pd Ratnah, M.Pd
Penyunting Ahli (Mitra Bestari)
Prof. Juraid Prof. Burhan Caber
Magenda
Dr. Muslim
Dr. Firmansyah, M.Si
Alamat Redaksi
Redaksi Jurnal PGSD STKIP Taman
Siswa Bima
Jln. Lintas Bima – Tente Palibelo. Tlp
(0374) 42891 Email:
[email protected]
Jurnal Inovasi Pendidikan Dasar (JIPENDA) di Program studi PGSD
STKIP Taman Siswa Bima, terbit 2 kali setahun dengan edisi
November – April dan Mei -Oktober. Sebagai media informasi,
pemikiran dan hasil penelitian yang berkaitan dengan pendidikan
terutama pendidikan Sekolah Dasar
Page 2
ii
JURNAL PENDIDIKAN
Volume 1 No 1, September – Pebruari 2016
ISSN : 2541-6510
DAFTAR ISI
Keefektifan Pendekatan Contextual Teaching And Learning
Setting Kooperatif Tipe TPS Terhadap Minat Dan Prestasi
Belajar .................................................................................................. 1
Abd. Haris & Arif Rahman
Penerapan Pendekatan Pengulangan Auditori Kemampuan
Berpikir (PAKB) Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan
Prestasi Belajar Siswa ........................................................................ 17
Arif Rahman
Penggunaan Alat Peraga Gambar Untuk Meningkatkan
Prestasi Belajar Siswa Kelas V DI SDN 10 SILA Pada Mata
Pelajaran IPS Tahun Ajaran 2016/2017 ............................................. 34
Ismail
Ide Pembaharuan Hubungan Agama Dengan Tradisi Dalam
Novel Sang Pencerah Karya Akmal Nasery Basral Tinjauan
Antropologis. ...................................................................................... 45
Muh. Rijalul Akbar.
Penerapan Pembelajaran Kooperatif Teknik Make-A-
Match Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Prestasi Belajar
Fisika Siswa Kelas VIII Semester II SMP Negeri 1 Lingsar
Tahun Pelajaran 2009/2010 ............................................................... 58 Eman Firmansyah
Penggunaan Alat Peraga Gambar Untuk Meningkatkan
Prestasi Belajar Siswa Kelas V di SDN INPRES Tambe Pada
Mata Pelajaran IPS Tahun Ajaran 2016/2017 .................................... 72
Syahrir.
Penerapan Metode Driil Untuk Meningkatkan Prestasi
Belajar IPS Siswa Kelas IV SDN Donggo Bolo Tahun
Pelajaran 2016. .................................................................................... 81
Fatmah & Syafruddin
Page 3
iii
Peran Pengawasan Orang Tua Untuk Mengurangi
Penyimpangan Perilaku Anak Remaja .............................................. 94
Mariamah & Yema Susanti
Refusal and Politeness Strategies in School Community of
Practice.”........................................................................................... 100
Julaiha, M.Pd
Penggunaan Alat Peraga Gambar Untuk Meningkatkan
Prestasi Belajar Siswa Kelas V di SDN ROI Pada Mata
Pelajaran IPS Tahun Ajaran 2016/2017 .......................................... 123
Taufiqurrahman.
Model Pembelajaran Berbasis Penemuan(Discovery
Learning) Sebagai Salah Satu Bentuk Implementasi dalam
Isu Pembelajaran Sastra SD ............................................................ 134
Kurniawan
Analisis Kesulitan Guru Kelas Bawah Dalam Menerapkan
Pembelajaran Tematik di Sekolah Dasar Negeri Sondosia
Tahun Pelajaran 2015/2016 ............................................................. 147
Arif Rahman Hakim
Penggunaan Alat Peraga Gambar Untuk Meningkatkan
Prestasi Belajar Siswa Kelas V di SDN Belo Pada Mata
Pelajaran IPS Tahun Ajaran 2016/2017 .......................................... 160
Siti Maemunah
Metode Pembelajaran Imajinatif Dalam Meningkatkan
Prestasi Belajar Mengarang Bahasa Indonesia Pada Siswa
Kelas V SDN 8 SAPE Tahun Pelajaran 2009/2010. ....................... 172
Faridah
Upaya Meningkatan Hasil Belajar Pai Dalam Materi Asmaul
Husna Melalui Metode Index Card Match Siswa Kelas II
SDN Parado Kecamatan Parado Kabupaten Bima Tahun
Pelajaran 2013/2014. ....................................................................... 181
Fatimah.
Meningkatkan Kedisiplinan Siswa Kelas XII IPS di SMAN 1
Woha Kabupaten Bima Melalui Layanan Informasi Tahun
Pelajaran 2010/2011. ....................................................................... 192
Iin Samindara.
Page 4
iv
Meningkatkatkan prestasi Belajar Mata Pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (PKN) Melalui Metode Resitasi Dan
Diskusi Siswa Kelas VI SDN INPRES Natu Kecamatan Sape
Kab. Bima Tahun Pelajaran 2010/2011 .......................................... 204
M. Amin
Upaya Meningkatkan Pemahaman Terhadap Politik Luar
Negeri Indonesia yang Bebas dan Aktif dengan
Menggunakan Media Gambar Sebagai Sumber Belajar Pada
Siswa Kelas VI SDN SDN Kuta Kecamatan Parado
Kabupaten Bima Tahun Pelajaran 2012/2013 ................................ 216
Muhammad Jafar
Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan Agama
Islam Dengan Menerapkan Model Pengajaran Kontekstual
Berbasis Masalah Pada Siswa Kelas IV SDN 8 SAPE Tahun
Pelajaran 2014/2015 ......................................................................... 230
Muhammad
Penggunaan Model Pembelajaran Konstruktivisme Untuk
Meningkatkan Prestasi Belajar Dan Aktivitas Siswa Di
SMAN 1 Palibelo Kabupaten Bima Tahun Ajaran 2009/2010 ....... 241
Siti Nurhasanah
Meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam
Dengan Menerapkan Model Pengajaran Tuntas Pada Siswa
Kelas IV SD Negeri Parado Kabupaten Bima Tahun
Pelajaran 2012/2013. ........................................................................ 252
ST. Hasnah.
Upaya Meningkatkan Aktivitas Dan Prestasi Belajar Siswa
Melalui Penerapan Model Pembelajaran Examples Non
Examples Pada Pembelajaran Pkn Kompetensi Dasar
Pengaruh Globalisasi di Lingkungannya di Kelas IV
Semester II SDN Kanca Tahun Pelajaran 2010/2011. .................... 264
ST. Nurmah.
Meningkatkan Kemampuan Berbicara Dan Mendengar Anak
Kelompok B TK Bina Tunas Kambilo Kecamatan Wawo
Kabupaten Bima Melalui Kegiatan Menceritakan
Pengalaman Sederhana Dengan Urut Menggunakan Metode
Bercakap-Cakap Tahun Pelajaran 2010/2011 .................................. 274
Suharti
Page 5
v
Upaya meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Kelas VI SDN
2 Bolo Pada Mata Pelajaran IPA Melalui penerapan Model
Pembelajaran Quantum Teaching Tahun Pelajaran
2010/2011. ....................................................................................... 283
Siti Fatimah
Efektifitas Layanan Bimbingan Kelompok Untuk
Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa Kelas IX SMP Negeri
1 Palibelokabupaten Bima Tahun Pelajaran 2013/2014 .................. 292
Siti Sarah
Penggunaan Media Gambar Untuk Meningkatkan Prestasi
Belajar Matematika Siswa Kelas VI SDN INPRES 02 Parado
Kecamatan Parado Kabupaten Bima Tahun Pelajaran
2011/2012 ........................................................................................ 304
Arsad
Meningkatkan Kecepatan Efektif Membaca (Kem) Dengan
Menggunakan Metode Klos Siswa Kelas XII IPA SMA
Negeri 1 Palibelo Kabupaten Bima Tahun Pelajaran
2012/2013. ........................................................................................ 316
Dewi Kurniati
Korelasi Antara Kecepatan Lari 100 Meter dengan Prestasi
Lompat Jauh pada Siswa Putra Kelas VII SMPN 8 Langgudu
Satu Atap Kabupaten Bima Tahun Pelajaran 2010/2011. ............... 328
Kisman
Peningkatan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam
dengan Diterapkannya Metode Demonstrasi Pada Siswa
Kelas V SDN 1 Cenggu Kecamatan Belo Kabupaten Bima
Tahun pelajaran 2010/2011. ............................................................ 339
Hadijah Ibrahim
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Pada Mata
Pelajaran IPS Geografi Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar
Siswa Kelas VШ SMP Negeri 1 Belo Kabupaten Bima
Tahun Pelajaran 2009/2010. ........................................................... 352
Husni
Page 6
vi
Penerapan Pendekatan SPIKK (Siswa Berpikir Kritis Dan
Kreatif) Pada Pembelajaran Pknmateri Pembelajaran Budaya
Indonesia Yang Pernah Ditampilkan Dalam Misi
Kebudayaan Internasional Dapat Meningkatkan Aktivitas
Dan Prestasi Belajar Siswa Kelas IV SDN INPRES
Paradowane Tahun Pelajaran 2010/2011 ......................................... 361
Kasianto
Peningkatan Hasil Belajar PKN Dengan Implementasi Model
Pakem Dilengkapi Tugas Terstruktur Dan Pemanfaatan
Benda-Benda Sekitar Pada Siswa Kelas V Semester II
Sekolah Dasar Negeri Parado Wane Kecamatan Parado
Kabupaten Bima Tahun Pelajaran 2010/2011. ................................ 371
Rita Handawati
Penerapan Pendekatan Kontekstual Berbasis
Learningcommunitypada Pembelajaran IPA Materi Materi
Bumi Dan Langit Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
Kelas IV Semester II SDN 1 Teke Kabupaten Bima Tahun
Pelajaran 2010/2011. ........................................................................ 380
Siti Halimah
Penerapan Pendekatan Matematika Realistik (Pmr) Dalam
Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan Untuk Meningkatkan
Prestasi Belajar Siswa Kelas V SDN 2 Kambilotahun
Pelajaran 2011/2012 .......................................................................... 390
H. Kartono S.Pd
Penerapan Kombinasi Metode Kelompok Dan Metode
Pemberian Tugas Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar
Bahasa Indonesia Siswa Kelas X di SMAN 1 Woha Tahun
Pelajaran 2011/2012 .......................................................................... 396
Siti Hadijah, S.Pd
Penerapan Model Pembelajaran Tipe Jigsaw Dalam
Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada Kelas X SMAN
1 Woha Tahun Pelajaran 2011/2012 ................................................. 400
Dra. Hj. Wartina
Penggunaan Media Pembelajaran Untuk Meningkatkan
Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas V SDN Sowa Soromandi
Tahun Pelajaran 2013........................................................................ 405
Yasin
Page 7
vii
Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team
Achivement Division (STAD) Dalam Meningkatkan Prestasi
Belajar Siswa Kelas XII-C Pada Mata Pelajaran IPS Sejarah
Di SMA Negeri 1 Palibelo Bima Tahun Pelajaran
2015/2016” ....................................................................................... 413
Drs. Yusuf
Penerapan Metode Inquiri Untuk Meningatkan Aktivitas Dan
Prestasi Belajara Siswa Pada Pelajaran Kimia Siswa Kelas
XII-C SMA Negeri 1 Palibelo Bima Tahun Pelajaran
2015/2016 ......................................................................................... 419
Masni, S.Pd
Efektivitas Pembelajaran Materi Pelajaran Bangun Datar
Dengan Metode Stad Dan Alat Bantu MBDW Pada
Peserta Didik Kelas V Sdn Inpres Bontokape,
Kecamatan Woha Kabupaten Bima Tahun 2014 ..................... 425 Yasin Idris, S.Pd
Penggunaan Pembelajaran Kerja Kelompok Untuk
Meningkatkan Prestasi Belajar Bahas Inggris Siswa Kelas XI
SMA 1 Palibelo Tahun Pelajaran 2010/2011 ................................... 433
Ilham S. Pd
Metode Pembelajaran Imajinatif Dalam Meningkatkan
Prestasi Belajar Mengarang Bahasa Indonesia Pada Siswa
Kelas V SDN 05 Sila Tahun Pelajaran 2009/2010. .......................... 440
Nurjannah.
Meningkatkan Kemampuan Menghitung Luas Bangun Ruang
Melalui Benda Konkret Sekitar Siswa Kelas VI SDN
INPRES 1 Maria Kabupaten Bima. .................................................. 446
Rosdiana Ahmad. SPd
Peningkatan Ranah Kognitif Dan Afektif Peserta Didik Kelas
XII IPS 1 SMAN 1 Belo Kabupaten Bima Pada Mata
Pelajaran Sejarah Melalui Pendekatan Contextual Teaching
And Learning (CTL) dengan Model PASA (Pictures and
Student Active). ................................................................................ 453
Siti Sarah.2012.
Pengembangan Sistem Pembelajaran Instruksional
Modelbanathy .................................................................................. 459
Mulyadi
Page 8
viii
Penggunaan Media Pembelajaran Untuk Meningkatkan
Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas V SDN O’O Donggo tahun
Pelajaran 2013 .................................................................................. 476
H. Matru, S.Pd
Page 9
1
KEEFEKTIFAN PENDEKATA
CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING SETTING
KOOPERATIF TIPE TPS TERHADAP MINAT DAN PRESTASI
BELAJAR
Abd. Haris1)
, Arif Rahman2)
1Prodi PGSD, STKIP TSB,
2Prodi PTI, STKIP TSB
[email protected] ,
[email protected]
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan keefektifan
pendekatan contextual teaching and learning (CTL) dengan setting
kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) terhadap prestasi belajar dan minat
siswa terhadap matematika. Populasi penelitian adalah siswa kelas VII SMP
Negeri 1 Unter Iwes Sumbawa yang terdiri dari 6 kelas. Sampel penelitian
diambil secara acak yang terdiri dari dua kelas yaitu kelas VII.3 dan VII.4.
Kelas VII.3 belajar dengan pendekatan CTL dengan setting kooperatif
tipe TPS dan kelas VII.4 sebagai kelompok kontrol diberikan pendekatan
konvensional. Data penelitian dianalisis dengan uji One sample t test, uji
T2 hoteling’s pada signifikansi 5% dan uji Independent t test.
Berdasarkan analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa: (1) pendekatan
CTL dengan setting kooperatif tipe TPS dan pembelajaran konvensional
efektif ditinjau dari prestasi belajar dan minat siswa terhadap matematika,
dan (2) pendekatan CTL dengan setting kooperatif tipe TPS lebih efektif
dibandingkan pembelajaran konvensional terhadap prestasi belajar siswa dan
minat siswa terhadap matematika.
Kata Kunci: contextual teaching and learning, kooperatif tipe TPS, minat, prestasi belajar.
Abstract
The purpose of this study was to describe the effectiveness of
contextual approach to teaching and learning (CTL) by setting cooperative
Think Pair Share (TPS) type to the learning achievement and interest of the
students towards mathematics. The study population was the seventh grade
students of SMP Negeri 1 Unter Iwes Sumbawa which consists of 6 classes.
as research samples is drawn at random consist of two classes, class VII.3
and VII.4. VII.3 classroom learning with cooperative approach CTL by
setting TPS type and class VII.4 as control group was given conventional
approaches. The research data were analyzed by One sample t test, T2
Hoteling’s at the significance level of 5% and Independent t test. Based on
the analysis showed that: (1) CTL approach to setting the of cooperative TPS
Page 10
2
type and conventional learning effective in terms of learning achievement
and interest in students towards mathematics, and (2) CTL approach to
setting the of cooperative TPS type is more effective than conventional
learning of learning achievement students and students' interest towards
mathematics.
Keywords: contextual teaching and learning, cooperative TPS
type, interest, learning achievement
Pendahualuan
Matematika merupakan
bagian dari ilmu pengetahuan yang
aspek terapan maupun
penalarannya banyak
dimanfaatkan di berbagai bidang
terutama teknologi. Dalam
lampiran penjelasan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 22 Tahun 2006 tentang
standar kompetensi dan
kompetensi dasar mata pelajaran
matematika disebutkan bahwa
perkembangan pesat di bidang
teknologi informasi dan
komunikasi dewasa ini dilandasi
oleh perkembangan matematika di
bidang teori bilangan, aljabar,
analisis, teori peluang, dan
matematika diskrit. Selain itu,
dalam Principles and Standards
for School Mathematics (NCTM,
2000: 66) juga disebutkan bahwa
“mathematics is used in science,
the social sciences, medicine, and
commerce”. Penyataan tersebut
mengungkapkan bahwa
matematika digunakan dalam ilmu
pengetahuan, pengetahuan sosial,
ilmu kedokteran, dan perdagangan.
Uraian di atas menggambarkan
bahwa matematika merupakan
ilmu pengetahuan yang bermanfaat
bagi kehidupan sehingga
matematika penting untuk
dipelajari.
Menurut jabaran Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 22 Tahun 2006,
pembelajaran matematika
bertujuan agar siswa memiliki
kemampuan sebagai berikut. 1.
Memahami konsep matematika,
menjelaskan keterkaitan
antarkonsep dan mengaplikasikan
konsep atau algoritma, secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat,
dalam pemecahan masalah; 2.
Menggunakan penalaran pada pola
dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika; 3.
Memecahkan masalah yang
meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model
matematika, menyelesaikan model
dan menafsirkan solusi yang
diperoleh; 4. Mengkomunikasikan
gagasan dengan simbol, tabel,
diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau
masalah; 5. Memiliki sikap
menghargai kegunaan matematika
Page 11
3
dalam kehidupan, yaitu memiliki
rasa ingin tahu, perhatian, dan
minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan
percaya diri dalam pemecahan
masalah. 4 Tujuan pembelajaran
matematika poin pertama sampai
ketiga secara garis besar mengacu
pada prestasi belajar matematika.
Melihat fakta-fakta yang
masih jauh dari harapan, kita
sebagai calon pendidik tentu harus
melakukan upaya-upaya untuk
memperbaiki sistem pembelajaran
matematika di Indonesia yang
masih belum optimal. Padahal
selain permasalahan dari ranah
kognitif seperti yang baru saja
dipaparkan di atas, juga perlu
diperhatikan permasalahan dari
segi psikis atau afektif. Sebab
tidak sedikit pula siswa yang
memiliki masalah dari segi psikis
atau afektif. Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh Widjajanti
(2010: 111) bahwa “salah satu
faktor penyebab rendahnya
prestasi belajar siswa dalam
matematika adalah masih banyak
siswa yang meyakini matematika
sebagai pelajaran yang sulit dan
sangat abstrak. Hal ini perlu
mendapat perhatian khusus dari
para guru. Sebab gurulah yang
memegang peran utama dalam
memfasilitasi siswa agar siswa
mampu mengubah pandangan
siswa tentang mata pelajaran
matematika yang dianggap sulit
dan tidak dekat dengan dunia
siswa menjadi matematika yang
menyenangkan dan penuh makna.
Untuk itu, guru perlu menciptakan
suasana belajar yang dapat
memfasilitasi siswa untuk lebih
leluasa dan tidak canggung dalam
berinteraksi dengan teman maupun
gurunya.
Agar proses pembelajaran
dapat memenuhi kriteria-kriteria
yang dipaparkan di atas, maka
diperlukan suatu kondisi yang
memungkinkan siswa aktif, lebih
bebas mengemukakan pendapat,
saling membantu, dan bekerja
sama dengan teman sebaya dalam
menyelesaikan masalah untuk
memperoleh pengetahuan baru.
Hal ini sesuai dengan pernyataan
NCTM (2000: 61) bahwa “to
support classroom discourse
effectively, teachers must build a
community in which students will
feel free to express their ideas.”
Selain pendapat di atas, Slavin
(2011: 3) menyatakan bahwa agar
siswa benar-benar memahami dan
sanggup menerapkan pengetahuan,
mereka harus berupaya
menyelesaikan masalah,
menemukan sendiri sesuatu, dan
bergumul dengan gagasan. Lebih
lanjut Slavin (2011: 3)
menjelaskan bahwa tugas
pendidikan bukanlah menuang
informasi ke dalam kepala siswa,
tetapi melibatkan pikiran siswa
dengan konsep-konsep yang
ampuh dan bermanfaat.
Hasil TIMSS dan PISA
yang rendah tersebut tentunya
disebabkan oleh banyak faktor.
Page 12
4
Salah satu faktor penyebabnya
seperti yang tercantum dalam
Program BERMUTU Kemdiknas
(2011: 1-2) antara lain adalah
karena siswa Indonesia pada
umumnya kurang terlatih dalam
menyelesaikan soal-soal dengan
karakteristik seperti soal-soal pada
TIMSS dan PISA. Hal itu
setidaknya dapat dicermati dari
contoh-contoh instrumen penilaian
hasil belajar yang didesain oleh
para guru matematika SMP
(Sekolah Menengah Pertama) di
Indonesia dalam Model
Pengembangan Silabus yang
diterbitkan oleh BSNP (Badan
Standar Nasional Pendidikan) pada
tahun 2007. Silabus yang disusun
pada umumnya menyajikan
instrumen penilaian hasil belajar
yang substansinya kurang
dikaitkan dengan konteks
kehidupan yang dihadapi siswa
dan kurang memfasilitasi siswa
dalam mengungkapkan proses
berpikir dan berargumentasi.
Padahal karakteristik soal TIMSS
fokus pada tiga domain yaitu
pengetahuan, penerapan, dan
penalaran, sedangkan fokus soal
PISA adalah literasi yang
menekankan pada keterampilan
dan kompetensi siswa yang
diperoleh dari sekolah dan dapat
digunakan pada kehidupan sehari-
hari dalam berbagai situasi.
Melihat fakta-fakta yang
masih jauh dari harapan, kita
sebagai calon pendidik tentu harus
melakukan upaya-upaya untuk
memperbaiki sistem pembelajaran
matematika di Indonesia yang
masih belum optimal. Padahal
selain permasalahan dari ranah
kognitif seperti yang baru saja
dipaparkan di atas, juga perlu
diperhatikan permasalahan dari
segi psikis atau afektif. Sebab
tidak sedikit pula siswa yang
memiliki masalah dari segi psikis
atau afektif. Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh Widjajanti
(2010: 111) bahwa “salah satu
faktor penyebab rendahnya
prestasi belajar siswa dalam
matematika adalah masih banyak
siswa yang meyakini matematika
sebagai pelajaran yang sulit dan
sangat abstrak. Akibatnya,
sebagian besar siswa tidak cukup
antusias dan minat dalam belajar
matematika rendah. Ditegaskan
oleh Slameto (2010: 57), minat
memiliki pengaruh besar terhadap
prestasi belajar siswa.
Berdasarkan wawancara
yang dilakukan dengan guru
matematika SMPN 1 Unter Iwes
Sumbawa diperoleh bahwa
karakteristik siswa kelas VII
memiliki minat yang rendah.
Selain itu, siswa kelas VII
memiliki kemampuan kognitif atau
daya serap yang rendah pada mata
pelajaran matematika.
Diungkapkan pula, kemauwan
siswa untuk mengerjakan soal-soal
latihan sangat rendah, bahkan pada
suatu kelas, ada siswa yang tidak
mengerjakan PR matematika yang
telah diberikan guru, bahkan ada
Page 13
5
siswa yang tertidur ketika
pembelajaran matematika di kelas.
Ketika pemebalajaran matematika
selalu ada siswa yang minta izin
kebelakang dan tidak kembali lagi,
beberapa siswa sering tidak
membawa buku matematikanya
sendiri, hal ini menujukan minat
siswa terhadap matematika masih
rendah sehingga menyebabkan
perestasi belajar siswa rendah.
Popham (1995: 179) mengatakan
perlunya guru memberikan
perhatian penuh supaya bisa
mempengaruhi sikap, minat, dan
nilai siswanya.
Guru dapat memfasilitasi
proses ini dengan menggunakan
cara-cara mengajar yang
menjadikan informasi bermakna
bagi siswa. Kondisi yang
memungkinkan munculnya hal-hal
tersebut dalam pembelajaran
adalah belajar dalam kelompok-
kelompok kecil yang disebut
pembelajaran kooperatif serta
mendekatkan matematika dengan
kehidupan siswa itu sendiri.
Metode pembelajaran yang sesuai
dengan karakteristik tersebut salah
satunya adalah metode
pembelajaran kontekstual ber-
setting kooperatif. Salah satu
keuntungan dari pembelajaran
kooperatif adalah siswa dapat
memperdalam pemahamannya saat
mereka berdiskusi dan bertukar ide
dengan anggota tim. Johnson
(2011: 164) mengungkapkan
bahwa kerjasama dapat
menghilangkan hambatan mental
akibat terbatasnya pengalaman dan
cara pandang yang sempit. Dengan
bekerja sama untuk mencapai
sebuah tujuan bersama, maka
siswa juga dapat mengembangkan
kemampuan komunikasi
matematisnya karena siswa
dituntut untuk mampu
menjelaskan ide-idenya baik
secara lisan maupun tertulis.
Pembelajaran kooperatif
memiliki beberapa tipe, salah satu
tipe model pembelajaran
kooperatif yang merangsang
aktivitas siswa untuk berfikir dan
mendiskusikan hasil pemikirannya
dengan teman, dan juga
merangsang keberanian siswa
untuk mengemukakan
pendapatnya di depan kelas adalah
model pembelajaran kooperatif
tipe TPS (Think Pair Share).
Pembelajaran Think-Pair-Share
memiliki prosedur yang diterapkan
secara eksplisit untuk memberikan
siswa waktu lebih banyak untuk
berfikir, menjawab dan saling
membantu satu sama lain. Dalam
strategi ini guru hanya berperan
sebagai fasilitator sehingga guru
menyajikan satu materi dalam
waktu pembahasan yang relatif
singkat. Setelah itu giliran siswa
untuk memikirkan secara
mendalam tentang apa yang telah
dijelaskan. Oleh karenanya peneliti
akan mengkolaborasikan metode
pembelajaran kontekstual dengan
setting kooperatif tipe TPS. Hal ini
dilakukan sesuai dengan amanah
yang tercantum dalam lampiran
Page 14
6
Permendiknas No. 22 Tahun 2006
yang menyatakan bahwa “dalam
setiap kesempatan, pembelajaran
matematika hendaknya dimulai
dengan pengenalan masalah yang
sesuai dengan situasi (contextual
problem). Dengan 10 mengajukan
masalah kontekstual, peserta didik
secara bertahap dibimbing untuk
menguasai konsep matematika.”
Inilah yang kemudian kita kenal
sebagai Contextual Teaching and
Learning (CTL).
Pembelajaran kontekstual
(Contextual Teaching and
Learning) merupakan konsep
belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka. Menurut Berns
& Erickson (2001: 2)
mendefinisikan pembelajaran
kontekstual suatu proses
pembelajaran yang bertujuan
untuk membantu siswa memahami
materi pelajaran yang sedang
mereka pelajari dengan
mengaitkan pokok materi
pelajaran dengan penerapannya
dalam situasi dunia nyata dan
memotivasi siswa untuk
menghubungkan pengetahuan
dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga, warga negara, dan
pekerja, serta terlibat dalam kerja
keras yang memerlukan
pembelajaran. Dengan konsep itu,
hasil pembelajaran diharapkan
lebih bermakna bagi siswa. Proses
pembelajaran berlangsung alamiah
dalam bentuk kegiatan siswa
bekerja dan mengalami, bukan
transfer pengetahuan dari guru ke
siswa. Pembelajaran kontekstual
adalah sebuah pembelajaran yang
dikembangkan dengan tujuan agar
pembelajaran berjalan lebih
produktif dan bermakna.
Menurut Johnson (2011:
14) CTL adalah sebuah sistem
belajar yang didasarkan pada
filosofi bahwa siswa mampu
menyerap pelajaran apabila
mereka menangkap makna dalam
materi akademis yang mereka
terima, dan mereka menangkap
makna dalam tugas-tugas sekolah
jika mereka bisa mengaitkan
informasi dengan pengetahuan dan
pengalaman yang sudah mereka
miliki sebelumnya. Secara lebih
detil Johnson (2011: 67)
menjelaskan bahwa sistem CTL
adalah sebuah proses pendidikan
yang bertujuan menolong para
siswa melihat makna di dalam
materi akademik yang mereka
pelajari dengan cara
menghubungkan subjek-subjek
akademik dengan konteks dalam
kehidupan keseharian mereka,
yaitu dengan konteks keadaan
pribadi, sosial, dan budaya
mereka.
Untuk menerapkan CTL
terdapat tujuh strategi yang mesti
ditempuh. Ketujuh strategi ini
Page 15
7
sama pentingnya dan mesti
ditempuh secara proporsional dan
rasional. Ketujuh strategi tersebut
oleh Johnson (2011: 21-23)
dijelaskan sebagai berikut. 1.
Pertama, pembelajaran berbasis
masalah. Dengan memunculkan
masalah yang dihadapi bersama,
siswa ditantang berpikir kritis
untuk memecahkannya. Masalah
seperti ini membawa makna
personal dan sosial bagi siswa, 2.
Kedua, menggunakan konteks
yang beragam. Makna itu ada di
manamana dalam kontkes fisik dan
sosial. Selama ini ada yang keliru
menganggap bahwa makna
(pengetahuan) adalah yang tersaji
dalam materi ajar atau buku teks
saja. Dalam CTL, guru
membermaknakan beragam
konteks (sekolah, keluarga,
masyarakat, tempat kerja, dan
sebagainya), sehingga makna
(pengetahuan) yang diperoleh
siswa menjadi semakin
berkualitas, 3. Ketiga,
mempertimbangkan kebhinekaan
siswa. Dalam CTL, guru
mengayomi individu dan meyakini
bahwa perbedaan individual dan
sosial seyogiayanya
dibermaknakan menjadi mesin
penggerak untuk belajar saling
menghormati dan membangun
toleransi demi terwujudnya
keterampilan interpersonal, 4.
Keempat, memberdayakan siswa
untuk belajar sendiri. Setiap
manusia mesti menjadi pembelajar
aktif sepanjang hayat. Jadi,
pendidikan formal merupakan
sarana bagi siswa untuk menguasai
cara belajar untuk belajar mandiri
di kemudian hari. Untuk itu,
mereka mesti dilatih berpikir kritis
dan kreatif dalam mencari dan
menganalisis informasi dengan
sedikit bantuan atau malah secara
mandiri, 5. Kelima, belajar melalui
kolaborasi. Siswa seyogianya
dibiasakan saling belajar dari dan
dalam kelompok untuk berbagi
pengetahuan dan menentukan
fokus belajar. Dalam setiap
kolaborasi selalu ada siswa yang
menonjol dibandingkan dengan
koleganya. Siswa ini dapat
dijadikan fasilitator dalam
kelompoknya. Apabila komunitas
belajar sudah terbina sedemikian
rupa di sekolah, guru tentu akan
lebih berperan sebagai pelatih,
fasilitator, dan mentor, 6. Keenam,
menggunakan penilaian autentik.
Sebab kontekstual hampir berarti
individual, yakni mengakui adanya
kekhasan sekaligus keluasan
dalam pembelajaran, materi ajar,
dan prestasi pencapaian siswa.
Materi bahasa yang autentik
meliputi koran, program radio dan
televisi, website, dan sebagainya.
Penilaian autentik menunjukkan
bahwa belajar telah berlangsung
secara terpadu dan kontekstual,
dan memberi kesempatan kepada
siswa untuk maju terus sesuai
dengan potensi yang dimilikinya,
dan 7. Ketujuh, mengejar standar
tinggi. Standar unggul sering
dipersepsi sebagai jaminan untuk
Page 16
8
mendapat pekerjaan, atau minimal
membuat siswa merasa percaya
diri untuk menentukan pilihan
masa depan.
Menurut Arends & Kilcher
(2010: 316), bahwa dalam Think-
Pair-Share, guru mengajukan
sebuah pertanyaan, kemudia tiap
siswa berpikir (dan mengingat)
tentang jawabannya. Setiap siswa
kemudian berpasangan dengan
siswa lainnya untuk berbagi
jawaban. Selanjutnya, guru
menyebut salah satu siswa atau
pasangan untuk berbagi dengan
kelompok yang lebih besar.
Metode ini memberi kesempatan
kepada siswa untuk berfikir sendiri
terlebih dahulu sebelum
bekerjasama dengan pasangannya
dan berbagi ide. Maksud dari
berbagi ide adalah setiap siswa
saling memberikan ide atau
informasi yang mereka ketahui
tentang masalah yang diberikan
untuk memperoleh kesepakatan
terkait pemecahana suatu masalah.
Menurut Kinzie &
Markovchick (2005: 1)
menjelaskan bahwa Think-Pair-
Share merupakan strategi yang
dirancang untuk mendorong
keterlibatan siswa. Tahap pertama,
siswa mendengarkan pertanyaan
guru. Kemudiak memikirkan
sebuah jawabannya. Mereka
berpasangan dengan seorang siswa
lainnya dan mendiskusikan
jawaban mereka. Terakhir, mereka
diminta untuk menjelaskan/berbagi
jawaban dengan kelompok lain.
Pada umunya tiap tahap diten
tukan waktunya.
Menurut Ledlow (2001: 1),
Think-Pair-Share adalah strategi
berisiko rendah untuk membuat
banyak siswa secara aktif terlibat
dalam kelas dari berbagai ukuran.
Prosedurnya sederhana: setelah
mengajukan pertanyaan, guru
menyampaikan kepada siswa
untuk berpikir tentang jawabannya
dengan diam atau tanpa bertanya
pada teman. Sebagai variasi,
siswa dapat diarahkan untuk
menulis jawaban masing-masing,
hal ini tentu tergantung pada
kompleksitas dari pertanyaan dan
jumlah waktu, untuk kegiatan ini
idealnya diberikan waktu dari 10
detik sampai lima menit untuk
bekerja secara individual.
Kemudian minta para siswa untuk
berpasangan dengan pasangannya
untuk membandingkan atau
mendiskusikan tanggapan mereka.
terakhir, guru memanggil secara
acak beberapa siswa untuk
meringkas diskusi mereka atau
memberi jawaban mereka.
Terkait dengan tahapan-
tahapan dalam penerapan think-
pair-share dalam kelas, Arends &
Kilcher (2010: 247) menjelaskan,
“TPS consists of three steps:
thinking, pairing, sharing”.Dari
penjelasan di atas dapat dipahami
bahwa Think-Pair-Share terdiri
dari tiga tahap:
1). Think: pada tahap ini, guru
mengajukan sebuah pertanyaan
atau isu dan meminta setiap siswa
Page 17
9
mempergunakan waktu beberapa
menit untuk memikirkan jawaban
mereka secara mandiri untuk
beberapa saat,
2). Pair: pada bagian ini, siswa
diminta untuk berpasangan dengan
siswa lain dan meminta
mendiskusikan apa yang telah
dipikirkan pada tahap pertama. 4–
5 menit adalah waktu normal yang
diberikan untuk tahap ini.
Interaksi yang diharapkan adalah
siswa dapat berbagi jawaban dari
pertanyaan atau ide bila persoalan
telah diidentifikasi,
3). Share: sepasang siswa
kemudian diminta untuk berbagi
dan mereka mendiskusikannya
dengan seluruh siswa dalam kelas.
Mereka diminta tidak hanya
mendiskusikan isinya tetapi juga
tentang cara mereka
memikirkannya.
Pembelajaran kontekstual
merupakan suatu konsep belajar
yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkannya
dengan situasi dunia nyata siswa
dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan
mereka. Pembelajaran kontekstual
memiliki lima konsep dasar yang
bersifat operasional yaitu relating,
experiencing, cooperating,
applying, dan transferring.
Pembelajaran kontekstual dengan
kelima konsep dasarnya tersebut
akan diaplikasikan melalui setting
pembelajaran kooperatif tipe TPS.
Pembelajaran kontekstual dengan
setting kooperatif tipe TPS yang
akan diterapkan pada penelitian
ini, secara garis besar meliputi
langkah-langkah sebagai berikut.
1) Siswa diinformasikan tentang
tujuan pembelajaran dan
dimotivasi dengan memberikan
contoh/model kegunaan materi
pembelajaran dalam kehidupan.
(relating). 2) Dengan tanya jawab,
guru mengeksplorasi pengetahuan
awal siswa dan mengembangkan
rasa keingintahuan siswa tentang
konsep yang akan dipelajari.
Selanjutnya siswa diberi
kesempatan beberapa menit untuk
mengeksplorasi pengetahuan
awalnya dengan menelaah LKS
secara individu sebelum bekerja
dalam berkelompok (kegiatan
explore dalam experiencing) 3)
Siswa dibagi ke dalam beberapa
kelompok yang terdiri atas 4 orang
yang sebelumnya telah ditentukan
oleh guru. Selanjutnya siswa
berdiskusi dalam kelompok
dengan menggunakan aturan
pembelajaran kooperatif tipe TPS,
sementara itu guru mengawasi dan
membimbing kelompok-kelompok
yang mengalami kesulitan. 4)
Siswa mengerjakan lembar
kegiatan siswa (LKS) dalam
kelompok. LKS yang diberikan
memuat masalah-masalah
kontekstual dan siswa
mengonstruk pemahaman
konsepnya sendiri melalui
penemuan terbimbing (kegiatan
discovery dalam experiencing). 5)
Dalam kegiatan diskusi, siswa
menghubungkan pengetahuan
Page 18
10
yang dimiliki untuk membangun
konsep yang baru (transferring).
6) Siswa mengerjakan latihan soal
yang terdapat dalam LKS dengan
menerapkan konsep yang
diperoleh masih secara
berkelompok (applying). 7)
Beberapa perwakilan kelompok
mempresentasikan hasil diskusinya
sementara kelompok yang lain
dapat mengajukan tanggapan atau
pertanyaan. 8) Guru mengevaluasi
hasil belajar individu dengan
memberikan PR atau quiz pada
setiap siswa.
Berdasarkan uraian diatas,
penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh pendekatan
contextual teaching and learning
dengan setting kooperatif tipe TPS
terhadap minat dan prestasi
belajar matematika siswa SMP.
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah
kuasi eksperimen (eksperimen
semu). Penelitian kuasi ekperimen
seperti penelitian eksperimen,
hanya saja partisipan (sampel
penelitian) tidak dipilih secara
acak dalam perlakuan. Desain
yang digunakan dalam penelitian
quasi-eksperimen ini adalah
pretestposttest with nonequivalent
groups. Desain ini menggunakan
dua kelompok partisipan yaitu
kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Kelompok
eksperimen diberi treatment
berupa pendekatan CTL dengan
setting kooperatif tipe TPS dan
pada kelompok kontrol tidak diberi
perlakuan (tetap menggunakan
pendekatan konvensional).
Selanjutnya, kedua kelompok dites
terhadap variabel dependen.
Desain ini oleh Mertler & Charles
(2005: 324)
Penelitian ini dilaksanakan
di SMP Negeri 1 Unter Iwes
Sumbawa tahun pelajaran
2012/2013, dari bulan Maret
sampai dengan bulan Mei 2013.
Populasi dari penelitian adalah
seluruh siswa kelas VII di SMP
Negeri 1 Unter Iwes Sumbawa,
Tahun Pelajaran 2012/2013. Siswa
dalam enam kelas. Dalam
penelitian ini Sampel diambil
secara acak dua kelas dari enam
kelas yang ada, sehingga
diperoleh kelas VII.3 dan VII.4.
Selanjutnya secara acak terpilih
kelas VII.3 sebagai kelompok
eksperimen dan kelas VII.4
sebagai kelompok kontrol.
Variabel dalam penelitian ini
ada dua macam yaitu variabel
bebas (independen) dan variabel
terikat (dependen). Adapun
variabel bebasnya adalah
pendekatan contextual teaching
and learning dengan setting
kooperatif tipe TPS, yang menjadi
variabel terikat adalah prestasi
belajar siswa. Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah tes prestasi belajar berupa
soal pilihan ganda dan essay.
Pemberian tes soal pilihan ganda
dan essay tersebut diberikan pada
Page 19
11
awal (pretest) dan akhir
pembelajaran (posttest). Skor yang
diperoleh selanjutnya dikonversi
sehingga menjadi nilai dengan
rentang antara 0 sampai dengan
100. Skor tersebut kemudian
digolongkan dalam kriteria
berdasarkan Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) yang
ditetapkan oleh sekolah untuk
mata pelajaran matematika yaitu
65. Nilai KKM ini digunakan
untuk menentukan persentase
banyak siswa yang mencapai
kriteria ketuntasan.
Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui pengaruh
pembelajaran dengan masing-
masing sumber belajar terhadap
prestasi belajar dan minat terhadap
matematika digunakan uji statistik
one sample t test dengan bantuan
SPSS 16 for windows. Kriteria
data berdistribusi normal jika nilai
probabilitas lebih besar dari 0,05.
Untuk mengetahui perbedaan
kondisi awal dan akhir dari kedua
kelas eksperimen terhadap prestasi
belajar siswa dan minat terhadap
matematika digunakan uji statistik
Uji MANOVA (Hotelling Trace
(T2)). Uji asumsi yang harus
dipenuhi adalah uji homogenitas
dan uji normalitas terhadap hasil
pretest dan posttest prestasi
belajar siswa dan minat awal, dan
minat awal akhir, pada kedua
kelompok. Uji homogenitas
menggunakan Box’s-M Test
dengan keriteria data homogen
jika nilai probabilitas lebih besar
dari 0,05 dan uji normalitas
menggunakan jarak mahalanobis
dengan kriteria data berdistribusi
normal dengan melihat Scatter
plot antara antara setiap
pengamatan dengan vektor rata-
rata setelah diurutkan, dengan
⁄
) jika persentase
diagonal terurut mendekati 50%.
Untuk mengetahui apakah
pendekatan contextual teaching
and learning dengan setting
kooperatif tipe TPS efektif dari
pembelajaran konvensional
terhadap prestasi belajar dan minat
siswa terhadap matematika,
digunakan statistik uji univariat
(independent samples t test)
menggunakan bantuan SPSS 16
for windows.
Hasil Penelitian dan
Pembahasan
Untuk memberikan gambaran
kondisi awal dan akhir prestasi
belajar matematika siswa, berikut
ini disajikan data hasil tes prestasi
belajar siswa (pretest dan
posttest).
Tabel 1. Hasil Pretest dan Posttest
Prestasi Belajar Siswa Kontekstual
Seting TPS Konvensional
Pre
Test
Post
Test
Pre
Test Post Test
Page 20
12
Rata-
rata 24,64 78,91 23,18 72,88
Standar
Deviasi 4,96 7,55 4,94 10,09
Maksim
um 33,96 94,34 33,96 94,34
Mininim
u 13,21 62,26 15,09 43,40
Ketunta
san 94,12% 88,57%
Dapat disimpulkan bahwa
ada peningkatan prestasi belajar
matematika pada kedua kelas, dan
menunjukkan bahwa rata-rata
prestasi belajar siswa yang
mengikuti proses pembelajaran
dengan pendekatan contextual
teaching and learning dengan
setting kooperatif tipe TPS lebih
baik dibandingkan dengan
pembelajaran konvensional.
Tabel 2. Hasil Angket Minat Siswa
Terhadap Matematika Kontekstual
Seting TPS Konvensional
Pre
Test
Post
Test
Pre
Test
Post
Test
Rata-rata 114,0
3
121 109,91 113,14
Standar
Deviasi
11,37 12,51 8,98 10,72
Maksimu
m
130 143 126 133
Minimum 94 96 94 93
Berdasarkan hasil analisis
statistik deskriptif pada Tabel 2 di
atas menunjukkan bahwa pada
kelompok pendekatan contextual
teaching and learning dengan
setting kooperatif tipe TPS,
terdapat peningkatan skor minat
terhadap matematika siswa
sebelum perlakuan dengan setelah
perlakuan yaitu sebesar 6,03, pada
kelompok pembelajaran
konvensional terdapat peningkatan
sebesar 3,23. Menunjukkan bahwa
rata-rata minat siswa terhadap
matematika yang mengikuti
proses pembelajaran dengan
pendekatan contextual teaching
and learning dengan setting
kooperatif tipe TPS lebih baik
dibandingkan dengan
pembelajaran konvensional.
Tabel 3. Distribusi Frekuensi
Minat Siswa Terhadap
Matematika.
Kriteria
Kontekstual
Seting TPS Konvensional
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
F % F % F % F %
Sangat
Tinggi
14 41,77 17 50,00 5 14,29 10 28,57
Tinggi 14 41,77 15 44,12 23 65,71 19 54,29
Sedang 6 17,65 2 5,88 7 20,00 6 17,14
Rendah 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00
Sangat
Rendah
0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00
Berdasarkan Tabel 3 di atas,
dapat diketahui bahwa pada
kelompok pendekatan contextual
teaching and learning dengan
setting kooperatif tipe TPS setelah
perlakuan secara kumulatif
94,12% siswa memiliki kategori
minat terhadap matematika yang
sangat tnggi, sedangkan sebelum
perlakuan secara kumulatif hanya
83,54%, sehingga dapat dikatakan
terdapat peningkatan sikap siswa
terhadap matematika sebesar
10,58%. Pada kelompok
Page 21
13
kooperatif tipe GI sebesar 83,86%
siswa yang memiliki kriteria sikap
terhadap matematika yang tinggi
dan sangat tinggi, sedangkan
sebelum perlakuan secara
kumulatif hanya 80,00% siswa,
sehingga dapat dikatakan terdapat
peningkatan sikap siswa terhadap
matematika sebesar 3,86%.
Pengujian hipotesis
menggunakan one sample t test
dapat dilakukan jika asumsi
normalitas terpenuhi. Berdasarkan
hasil uji normalitas menggunakan
uji kolmogorov smirnov, diperoleh
hasil sebagai berikut:
Hasil menunjukkan bahwa
semua nilai probabilitas lebih
besar dari 0,05. Hal ini berarti
semua data berdistribusi normal.
Oleh karena data berdistribusi
normal, maka uji one sample t test
dapat dilakukan. Adapun hasil uji
one sample t test sebagai berikut.
Tabel 5. Hasil Uji Keefektifan
Kontekstual Seting TPS dan
Konvensional
Kel
om
pok
Varia
bel sd
D
f
Sig
.
Ko
nte
kst
ual
Seti
ng
TP
S
Prestasi
belajar 78,91 7,55 34 0,00
Minat 121,65 12,5
1 34 0,00
Ko
nve
nsi
ona
l
Kompet
ensi 72,88
10,0
9 35 0,00
Minat 113,14 10,7
2 35 0,00
Dari rangkuman hasil
analisis menggunakan SPSS 16 for
windows pada Tabel 5 di atas
menunjukan bahwa nilai
probabilitas lebih kecil dari 0,05,
sehingga dapat disimpulkan
bahwa pendekatan contextual
teaching and learning dengan
setting kooperatif tipe TPS efektif
terhadap prestasi belajar dan minat
siswa terhadap matematika.
Adapun hasil uji keefektifan
pembelajaran konvensional
terhadap prestasi belajar dan minat
siswa terhadap matematika.
Dengan nilai probabilitas lebih
kecil dari 0,05, sehingga dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran
konvensional efektif terhadap
prestasi belajar dan minat siswa
terhadap matematika.
Untuk membandingkan
keefektifan pendekatan contextual
teaching and learning dengan
setting kooperatif tipe TPS
terhadap prestasi belajar dan minat
siswa terhadap matematika dengan
pembelajaran konvensional
digunakan uji univariat
(independent samples t test).
Sebelum menggunakan
independent samples t test terlebih
dahulu dilakukan uji perbedaan
rata-rata terhadap data skor
sebelum perlakuan menggunakan
uji MANOVA kriteria
T2Hotelling’s. Jika hasilnya
menyimpulkan bahwa kedua kelas
tidak berbeda, maka data skor
yang dianalisis untuk
membandingkan keefektifan
pembelajaran dengan masing-
masing sumber belajar adalah data
Page 22
14
skor setelah perlakuan.
Selanjutnya, uji multivariat
T2Hotelling dapat dilakukan jika
uji asumsi terpenuhi. Adapun uji
asumsi yang harus dipenuhi adalah
uji homogenitas dan uji
normalitas.
Uji homogenitas dilakakukan
terhadap data skor yang diperoleh
sebelum perlakuan dan setelah
perlakuan menggunakan uji Box’s
M, nilai probabilitas lebih besar
dari 0,05 maka disimpulkan
bahwa matriks varians kovarians
kedua populasi homogen.
Sedangkan uji normalitas terhadap
data sebelum dan setelah
perlakuan yang digunakan adalah
uji normalitas multivariat dengan
jarak mahalanobis, diperoleh hasil
sebagai berikut:
Tabel 7. Hasil Uji Normalitas
Menggunakan Jarak Mahalanobis
Kelompok
Variabel
Mahalano
bis
%
diagonal
< Chi(0,5;2)
Sebelu
m
Perlak
uan
Kontekst
ual
Seting
TPS
Prestasi
Belajar 58,82%
Minat
Konvensi
onal
Prestasi
Belajar 42,85%
Minat
Setelah
Perlak
uan
Kontekst
ual
Seting
TPS
Prestasi
Belajar 52,78%
Minat
Konvensi
onal
Prestasi
Belajar 48,57%
Minat
Tabel 7 di atas menunjukkan
hasil uji normalitas data sebelum
dan setelah perlakuan pada
kelompok pendekatan contextual
teaching and learning dengan
setting kooperatif tipe TPS dan
kelompok konvensional
menggunakan uji normalitas
multivariat dengan pendekatan
mahalanobi dengan persentase
nilai range yang tidak jauh dari
50% maka dapat disimpulkan
bahwa data berdistribusi normal
multivariat. Berdasarkan kriteria
tersebut disimpulkan bahwa data
berdistribusi normal. Uji asumsi
data skor sebelum dan setelah
perlakuan terpenuhi, maka
dilanjutkan uji hipotesis
multivariat. Berikut ini disajikan
hasil uji hipotesis menggunakan T2
Hotelling’s
Tabel 8. Hasil Uji Hipotesis
Menggunakan T2 Hotelling’s
Kondisi Value F Sig.
Awal 0,78 1,685 0,179
Akhir 0,203 4,398 0,007
Dapat disimpulkan bahwa
prestasi belajar siswa dan minat
siswa terhadap matematika kelas
VII.3 sebelum perlakuan tidak
berbeda dengan prestasi belajar
siswa dan minat siswa terhadap
matematika kelas VII.4.
Sedangkan uji Hotelling Trace (T2)
terhadap data skor setelah
pelakuan diperoleh nilai
probabilitas lebih kecil dari 0,05,
maka dapat disimpulkan bahwa
Page 23
15
terdapat perbedaan keefektifan
pendekatan contextual teaching
and learning dengan setting
kooperatif tipe TPS dan
pembelajaran konvensional
terhadap prestasi belajar dan minat
siswa terhadap matematika.
Untuk mengetahui
pembelajaran dengan sumber
belajar mana yang lebih efektif
dilakukan uji univariat
(independent samples t test).
Sebelum melakukan uji hipotesis
menggunakan Independent
samples t test, terlebih dahulu
dilakukan uji homogenitas dan uji
normalitas.
Hasil uji homogenitas
terhadap data skor prestasi belajar
dan minat siswa terhadap
matematika (akhir) menggunakan
levene test diperoleh nilai
probabilitas lebih besar dari 0,05.
Berdasarkan hasil tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa varians
kedua populasi sama dan data
berdistribusi normal.
Oleh karena data skor
homogen dan berdistribusi normal,
maka uji hipotesis menggunakan
independent samples t test dapat
dilakukan
Hasil uji perbandingan
keefektifan pembelajaran, dengan
nilai probabilitas lebih kecil dari
0,05, sehingga dapat disimpulkan
bahwa pendekatan contextual
teaching and learning dengan
setting kooperatif tipe TPS lebih
efektif dari pada pembelajaran
konvensional terhadap minat dan
prestasi belajar.
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis
data dan pembahasan, maka
disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut: (1) Pendekatan contextual
teaching and learning dengan
setting kooperatif tipe TPS efektif
terhadap prestasi dan minat siswa
terhadap matematika, (2)
Pembelajaran dengan
konvensional efektif terhadap
prestasi belajar dan minat siswa
terhadap matematika, dan (3)
Pendekatan contextual teaching
and learning dengan setting
kooperatif tipe TPS lebih efektif
dibandingkan Pembelajaran
dengan konvensional efektif
terhadap prestasi belajar dan minat
siswa terhadap matematika.
Daftar Pustaka
Arends, R.I & Kilcher, A. (2010).
Teaching for student learning
“becoming an accumplhised
teacher”. Madision Avenue:
Routladge.
Berns, R.G. & Erickson, P.M.
(2001). Contextual teaching
and learning:
preparing students for the new
economy. Georgia: The
Departemet of Mathematis
Education. Diambil pada
tanggal 16 Oktober 2011, dari
Page 24
16
http://www.cord.org/uploadedfi
les/NCCTE_Highlight05Contex
tualTeachingLearning.pdf.
Depdiknas. (2006). Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional
RI Nomor 22, Tahun
2006, tentang Standar Isi.
Johnson, E.B. (2011). Contextual
teaching & learning
menjadikan kegiatan
belajar-mengajar
mengasyikkan dan bermakna
(Terjemahan Ibnu Setiawan).
Thousand Oaks, CA: Corwin
Press, Inc. (Buku asli
diterbitkan tahun 2002).
Kemdiknas. (2011). Instrumen
penilaian hasil belajar
matematika SMP: belajar
dari PISA dan TIMSS.
Yogyakarta: PROGRAM
BERMUTU (Better
Education through Reformed
Management and Universal
Teacher
Upgrading). Diambil pada
tanggal 20 September 2012,
dari www.p4tkmatematika.org.
Kenzie, C., & Marchovick, K.
(2005). Cooperative learning
structures: A description of
some of the most commonly
used structures. Diambil
tanggal 9 Januari 2013, dari
www.mainesupportnetwork.org
Ledlow, S. (2001). Using Think-
Pair-Share in the College
Classroom. Diambil tanggal 9
Januari 2013, dari
http://clte.asu.edu/active/usingt
ps.pdf
Mertler, A.C. & Charles, C.M.
(2005). Introduction to
educational research (5th
ed.). Boston, MA: Pearson
Education, Inc.
National Council of Teachers of
Mathematics (NCTM). (1989).
Curriculum and
evaluation standards for school
mathematics. Reston, VA: The
National Council of Teachers of
Mathematics.
National Council of Teachers of
Mathematics (NCTM). (2000).
Principles and
standards for school
mathematics. Reston, VA:
NCTM.
Popham, W. J. (1995). Classroom
assessment: what teachers need
to know. Boston: Allyn and
Bacon.
Slavin, R.E. (2008). Cooperative
learning teori, riset, dan
praktik. (Penerjemah Narulita
Yusron). London: Allyn and
Bacon. (Buku asli diterbitkan
tahun 2005).
Slavin, R.E. (2011). Psikologi
pendidikan teori dan praktik
edisi kesembilan jilid
2. (Penerjemah Marianto
Samosir). Upper Saddle River,
NJ: Pearson Education, Inc.
Page 25
17
PENERAPAN PENDEKATAN PENGULANGAN AUDITORI
KEMAMPUAN BERPIKIR (PAKB) UNTUK MENINGKATKAN
AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA
Arif Rahman
Program Studi Pendidikan Matematika, STKIP Taman Siswa Bima
Email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan pendekatan
Pengulangan Auditori Kemampuan Berpikir (PAKB) untuk menigkatkan
aktivitas dan prestasi belajar siswa pada materi logika matematika di kelas X-
3 SMAN 8 Mataram tahun pelajaran 2012/2013. Jenis penelitian ini adalah
penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam 2 siklus. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rata-rata skor aktivitas siswa pada siklus I adalah 10,49
dengan kategori kurang aktif, sedangkan hasil analisis prestasi belajar siswa
diperoleh nilai rata-rata kelas 62,87 dengan ketuntasan klasikal 56,25%. Dari
hasil yang diperoleh pada siklus I dapat dikatakan bahwa penelitian ini belum
mencapai indikator kerja, sehingga penelitian dilanjutkan pada siklus II.
Tindakan yang dilakukan pada sklus II adalah perbaikan dari kekurangan-
kekurangan pada siklus I. Setelah dilakukan perbaikan diperoleh skor rata-
rata aktivitas siswa 16,35 dengan kategori sangat aktif, sedangan hasil
analisis prestasi belajar siswa diperoleh nilai rata-rata kelas 76,8 dengan
ketuntasan klasikal 87,5%. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari siklus I dan
II, dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan Pengulangan Auditori
Kemampuan Berpikir (PAKB) dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi
belajar siswa pada materi logika matematika di kelas X-3 SMAN 8 Mataram
tahun pelajaran 2012/2013.
Kata kunci: Pengulangan Auditori Kemampuan Berpikir, Aktivitas, dan
Prestasi.
PENDAHULUAN
Matematika memiliki
karakteristik sebagai suatu cabang
ilmu yang objek kajiannya bersifat
abstrak serta berkaitan dengan pola
berpikir. Matematika bukan hanya
sekumpulan rumus atau kegiatan
berhitung, melainkan matematika
juga merupakan suatu ilmu yang
memiliki objek kajian berupa ide-
ide, gagasan-gagasan serta konsep
yang abstrak serta memuat proses
yang terstruktur dan logis dengan
menggunakan istilah-istilah dan
simbol-simbol khusus. Dengan
karakteristik seperti ini, suatu
konsep matematika harus
dikenalkan kepada siswa melalui
serangkaian proses berpikir, dan
bukan dikenalkan sebagai suatu
produk jadi.
Berdasarkan hasil observasi
awal pada tanggal 5 sampai dengan
7 Desember 2012 di SMAN 8
Mataram terdapat beberapa
permasalahan yang peneliti
Page 26
18
temukan, diantaranya keaktifan
siswa dalam proses belajar mengajar
masih rendah, seperti bertanya,
mengajukan pendapat ataupun
berdiskusi dengan temannya tentang
pelajaran yang sedang dipelajari.
Sebagian besar siswa menganggap
mata pelajaran matematika adalah
pelajaran yang sulit sehingga
mereka cenderung merasa pesimis
sebelum belajar. Lain daripada itu,
peran guru sangat dominan dan
siswa kurang dilibatkan dalam
kegiatan belajar mengajar, sehingga
siswa lebih banyak pasif dalam
menerima materi yang disampaikan,
siswa hanya duduk, mendengarkan,
mencatat, dan menghafal rumus
tanpa melakukan aktivitas
pembelajaran yang aktif.
Permasalahan-permasalahan ini
mengakibatkan rendahnya prestasi
belajar matematika di SMAN 8
Mataram.
Hal ini dapat dilihat dari data
nilai rata-rata MID semester I siswa
kelas X tahun pelajaran 2012/2013
dan Presentase ketuntasan belajar
siswa kelas X-3 SMAN 8 Mataram
tahun pelajaran 2011/2012. Untuk
lebih jelasnya perhatikan tabel 1 dan
tabel 2 berikut.
Page 27
19
Tabel 1. Data nilai rata-rata MID semester I siswa kelas X SMAN 8 Mataram
tahun pelajaran 2012/2013
No. Kelas Jumlah Siswa Nilai Rata- rata Ketuntasan
Klasikal
1. X-1 29 65,92 79%
2. X-2 32 62,18 63% 3. X-3 32 59,83 56%
(Sumber : Data nilai rata-rata MID semester I siswa kelas X SMAN 8
Mataram tahun pelajaran 2012/2013)
Tabel 2. Presentase ketuntasan belajar siswa kelas X-3 tahun pelajaran
2011/2012
No. Materi Pokok Nilai Rata- rata KKM
1. Logika Matematika 56,70 65
2. Trigonometri 64,33 65
3. Ruang Dimensi Tiga 65,92 65
(Sumber : Arsip guru matematika kelas X-3)
Dari tabel 1. menunjukkan
bahwa prestasi belajar matematika
yang dicapai siswa kelas X-3
masih rendah. Oleh karena itu,
pembelajaran matematika di kelas
X-3 perlu diperbaiki guna
meningkatkan motivasi, aktivitas,
pemahaman dan prestasi belajar
siswa. Pada tabel 2. terlihat bahwa
nilai rata-rata siswa kelas X-3 pada
materi logika matematika masih
rendah dan berada di bawah KKM
yang telah ditetapkan oleh sekolah
yaitu 65. Sehingga perlu dilakukan
penelitian di kelas X-3 pada materi
logika matematika untuk
meningkatkan aktivitas dan
prestasi belajar siswa.
Penggunaan pendekatan pembelajaran yang tidak
melibatkan siswa secara penuh
dalam kegiatan belajar mengajar
sangat mempengaruhi aktivitas
dan prestasi belajar siswa kelas X-
3 SMAN 8 Mataram. Menurut
Slameto (2010) pendekatan yang
diterapkan guru mempengaruhi
belajar siswa. Pendekatan
pembelajaran yang kurang baik
akan mempengaruhi cara belajar
siswa yang tidak baik pula. Oleh
karena itu, perlu diterapkan
pendekatan pembelajaran yang
dapat merangsang siswa agar aktif
dalam pembelajaran dengan
memanfaatkan semua indra yang
dimiliki, sehingga prestasi belajar
siswa meningkat.
Salah satu pendekatan
pembelajaran yang dapat
merangsang siswa agar aktif dalam
proses pembelajaran adalah
pendekatan Pengulangan Auditori Kemampuan Berpikir (PAKB).
Pendekatan Pengulangan Auditori
Kemampuan Berpikir (PAKB)
merupakan salah satu pendekatan
konstruktivis yang menekankan
Page 28
20
pada proses berpikir siswa,
kenyamanan siswa, serta
teraktualisasinya potensi-potensi
pikiran siswa dalam proses
pembelajaran. Pengulangan
Auditori Kemampuan Berpikir
merupakan komponen dari
pendekatan pembelajaran tersebut.
Auditori yang bermakna bahwa
belajar haruslah dengan melalui
mendengarkan, menyimak,
berbicara, presentasi, argumentasi,
mengemukakan pendapat, dan
menanggapi, Kemampuan Berpikir
yang bermakna bahwa belajar
haruslah menggunakan
kemampuan berpikir (minds-on),
belajar haruslah dengan
konsentrasi pikiran dan berlatih
menggunakannya melalui bernalar,
menyelidiki, mengidentifikasi,
menemukan, mencipta,
mengkonstruksi, memecahkan
masalah, dan menerapkan, dan
Pengulangan bermakna
pendalaman, perluasan,
pemantapan dengan cara siswa
dilatih melalui pemberian tugas
atau quis.
Sebagai pendekatan
pembelajaran kontruktivistik,
Pengulangan Auditori
Kemampuan Berpikir (PAKB)
menempatkan siswa sebagai pusat
perhatian utama dalam kegiatan
pembelajaran melalui tahapan-
tahapannya, siswa diberikan
kesempatan secara aktif dan terus
menerus membangun sendiri
pengetahuannya secara personal
maupun sosial sehingga terjadi
perubahan konsep menjadi lebih
rinci dan lengkap.
Penelitian ini didukung
oleh beberapa penelitian
sebelumnya, yaitu: Ni Wayan
Switrayni (2011) yang berjudul
“Penerapan Pendekatan
Pembelajaran Pengulangan
Auditori Kemampuan Berpikir
(PAKB) untuk Meningkatkan
Aktivitas dan Prestasi Belajar
Matematika Siswa pada Materi
Peluang Di Kelas XI-AK1 SMKN
1 Mataram Tahun Pelajaran
2010/2011”. Penelitian ini
menunjukkan bahwa penerapan
pendekatan pembelajaran
Pengulangan Auditori
Kemampuan Berpikir (PAKB)
dapat meningkatkan aktivitas dan
prestasi belajar matematika siswa
pada materi peluang di kelas XI-
AK1 SMKN 1 Mataram tahun
pelajaran 2010/2011. Dwi
Trisnawati (2012) yang berjudul
“Pengaruh Pendekatan
Pembelajaran AIR (Auditori
Intellectually Repetition) pada
materi pokok Lingkaran terhadap
Prestasi Belajar Siswa Tahun
Pelajaran 2011/2012”. Penelitian
ini menunjukkan bahwa
Pembelajaran AIR (Auditori
Intellectually Repetition)
berpengaruh terhadap prestasi
belajar siswa kelas VIII SMP
Negeri 18 Mataram Tahun
Pelajaran 2011/2012.
Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui bagaimana
penerapan pendekatan
Pengulangan Auditori
Kemampuan Berpikir (PAKB)
untuk menigkatkan aktivitas dan
prestasi belajar siswa pada materi
logika matematika di kelas X-3
Page 29
21
SMAN 8 Mataram Tahun Pelajaran 2012/2013.
METODE PENELITIAN
Adapun jenis penelitian ini
adalah Penelitian Tindakan Kelas
(PTK). Penelitian tindakan kelas
adalah suatu penelitian tindakan
(action research) yang dilakukan
oleh guru yang sekaligus sebagai
peneliti di kelasnya atau bersama-
sama dengan orang lain
(kolaborasi) dengan jalan
merancang, melaksanakan,
mengamati, dan merefleksikan
tindakan secara kolaboratif dan
partisipatif yang bertujuan untuk
memperbaiki atau meningkatkan
mutu (kualitas) proses
pembelajaran di kelasnya melalui
suatu tindakan (treatment) tertentu
dalam suatu siklus (Kusnandar,
2010: 45).
Penelitian ini dirancang
dan dilaksanakan dalam 2 siklus.
Setiap siklus penelitian tindakan
kelas terdiri dari masing-masing 4
tahapan yaitu perencanaan,
pelaksanaan tindakan, pengamatan
dan refleksi. Adapun rancangan
tersebut dapat dilihat pada gambar
1. berikut:
Gambar 1. Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Modifikasi (Arikunto, 2008: 16)
Dari gambar 1, dapat
dijelaskan bahwa pada setiap
siklus ada empat tahapan yaitu
perencanaan, pelaksanaan,
dibarengi dengan mengamati
aktivitas siswa dan guru dalam
proses belajar mengajar, dan
refleksi. Setelah diterapkan apa
Perencanaan
SIKLUS I Pelaksanaan Refleksi
Pengamatan
Perencanaan
Refleksi Pelaksanaan SIKLUS II
Pengamatan
Siklus Selanjutnya
LAPORAN
Page 30
22
yang telah direncanakan dalam
tiga kali pertemuan, akan
dilakukan evaluasi dan merefleksi
hasil evaluasi sebagai dasar untuk
melanjutkan penelitian ke siklus
selanjutnya apabila hasilnya tidak
mencapai indikator kerja. Dan
sebaliknya, apabila hasil refleksi
mencapai indikator kerja maka
dilanjutkan ke pembuatan laporan.
Instrumen penelitian terdiri
atas tes prestasi belajar siswa pada
materi logika matematika, lembar
observasi, dan dokumentasi.
Sumber data dalam penelitian ini
adalah siswa kelas X-3 semester II
di SMAN 8 Mataram tahun
pelajaran 2012/2013. Teknik
pengumpulan data menggunakan
dokumentasi, lembar observasi, dan
metode tes. Data aktivitas belajar
siswa dan guru diambil pada saat
tindakan kelas dengan
menggunakan lembar observasi.
Data prestasi belajar siswa diambil
dengan memberikan tes evaluasi
pada setiap akhir siklus.
Untuk menentukan
kategori aktivitas belajar siswa
setiap siklus menggunakan kriteria
seperti pada tabel berikut.
Tabel 3. Kriteria untuk menentukan kategori aktivitas belajar siswa
Interval Interval Skor Kategori
Mi + 1,5 SDi < A Mi + 3,0 SDi
Mi + 0,0 SDi < A Mi + 1,5 SDi
Mi - 1,5 SDi < A Mi + 0,0 SDi
Mi - 3,0 SDi < A Mi - 1,5 SDi
16,25 < A 20,00
12,50 < A 16,25
8,75 < A 12,50
5,00 A 8,75
Sangat aktif
Aktif
Kurang aktif
Tidak aktif
Keterangan: A = skor aktivitas belajar siswa
Nurkencana (1990: 89)
Untuk menghitung skor
rata-rata hasil tes tiap siklus, dapat
dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut.
n
x
x
n
i
i 1
Keterangan:
x = rata-rata nilai siswa n = banyaknya siswa yang
hadir
xi = skor yang diperoleh
siswa ke-i, i = 1, 2 ,3.... n
Untuk mengetahui
ketuntasan belajar siswa secara
klasikal dianalisis dengan
menggunakan rumus sebagai
berikut.
KB = P
N 100 %
Keterangan:
KB = Persentase
Ketuntasan Belajar
P = Banyaknya siswa
yang memperoleh nilai ≥ 65
N = Banyaknya siswa
yang mengikuti tes
Ketuntasan belajar secara individu
dikatakan tuntas apabila siswa
memperoleh nilai ≥ 65.
Page 31
23
Dalam penelitian ini,
indikator keberhasilan yang
hendak dicapai meliputi: (1)
Kriteria dari aktivitas belajar siswa
minimal berkategori aktif dan
mengalami peningkatan nilai rata-
rata skor untuk setiap siklusnya.
(2) Prestasi belajar siswa
dikatakan meningkat apabila nilai
rata-rata siswa ≥ 65 dan siswa
tuntas secara klasikal atau minimal
85% dari seluruh siswa
memperoleh skor ≥ 65.
HASIL PENELITIAN
Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) ini dilakukan untuk
memperbaiki kualitas
pembelajaran matematika di kelas
X-3 SMAN 8 Mataram pada
materi logika matematika.
Penelitian ini terdiri dari dua
siklus, dimulai dari tanggal 25
Februari sampai dengan 25 Maret
2013. Objek penelitian ini adalah
siswa kelas X-3 SMAN 8 Mataram
tahun pelajaran 2012/2013 yakni
sebanyak 32 siswa yang terdiri
dari 16 siswa laki-laki dan 16
siswa perempuan. Dalam
penelitian ini diterapkan
pendekatan Pengulangan Auditori
Kemampuan Berpikir (PAKB)
pada materi logika matematika
sebagai upaya untuk meningkatkan
aktivitas dan prestasi belajar
matematika siswa kelas X-3
SMAN 8 Mataram. Adapun
rincian pelaksanaan dan hasil
setiap siklus diuraikan sebagai
berikut.
1. Siklus I
Penerapan pendekatan
Pengulangan Auditori
Kemampuan Berpikir (PAKB)
pada siklus I dilaksanakan
dalam 3 pertemuan. Materi
yang dibahas pada siklus I
meliputi:
a. Pernyataan dan Ingkaran
Pernyataan
b. Disjungsi dan Konjungsi
c. Implikasi dan Biimplikasi
Kegiatan yang dilaksanakan
pada siklus I terdiri dari:
a. Tahap Persiapan
Pada tahap ini
terdapat beberapa
persiapan yang dilakukan
sebelum melaksanakan
kegiatan siklus I sebagai
berikut.
1) Menyiapkan Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP)
yang berorientasi pada
pendekatan
Pengulangan Auditori
Kemampuan Berpikir
(PAKB)
2) Menyiapkan skenario
pembelajaran
3) Menyiapkan lembar
observasi aktivitas
belajar siswa dan guru
4) Menyiapkan Lembar
Kerja Siswa (LKS)
5) Menyiapkan kisi-kisi
soal evaluasi siklus I
6) Menyiapkan soal-soal
evaluasi siklus I
7) Menyiapkan pedoman
penskoran evaluasi
siklus I
b. Tahap pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan kelas
pada siklus I sebanyak empat kali
pertemuan. Pertemuan 1
Page 32
24
dilaksanakan pada tanggal 25
Februari 2013, pertemuan 2
dilaksanakan pada tanggal 2 Maret
2013, pertemuan 3 pada tanggal 2
Maret 2013, dan pertemuan 4 pada
tanggal 9 Maret 2013 untuk
evaluasi. Adapun pada awal
pembelajaran guru
mensosialisasikan tentang model
pembelajaran pengulangan
auditori kemampuan berpikir,
membagikan siswa ke dalam
kelompok yang beranggotakan 5-6
orang, menyampaikan tujuan
pembelajaran, dan memotivasi
siswa dengan mengaitkan materi
yang akan dipelajari. Aktivitas
siswa dalam proses pembelajaran
masih kurang aktif, karena masih
banyak siswa yang belum bisa
bekerja sama dengan anggota
kelompoknya dan belum bisa
membuat kesimpulan yang benar
dari hasil diskusinya, interaksi
siswa dengan siswa masih kurang,
dimana siswa masih malu untuk
bertanya kepada kelompok lain
yang mempresentasikan hasil
diskusi kelompoknya. Selain itu,
beberapa siswa juga kurang
memperhatikan temannya yang
menyampaikan hasil diskusi
kelompoknya. Namun, ada
beberapa siswa yang dengan
sungguh-sungguh melakukan
diskusi bersama kelompoknya.
Setelah menyelesaikan LKS, guru
meminta perwakilan kelompok
untuk menjelaskan hasil diskusi
kelompok sedangkan siswa yang
lain memberi tanggapan.
Salah seorang siswi (Mia
Audina) menanggapi dan berbeda
pendapat dengan apa yang
dipresentasikan oleh kelompok 3
yang menyatakan bahwa nilai
kebenaran dari biimplikasi “6
habis dibagi 3 jika dan hanya jika
6 bilangan ganjil” adalah bernilai
benar. Sedangkan Mia Audina
berpendapat bahwa nilai
kebenaran dari biimplikasi tersebut
adalah bernilai salah. Sehingga
dalam hal ini guru mengklarifikasi
bahwa jawaban yang benar adalah
bernilai salah, karena berdasarkan
tabel kebenaran biimplikasi jika p
bernilai benar dan q bernilai salah
maka p biimplikasi q bernilai
salah. Setelah selesai diskusi guru
dan siswa membuat kesimpulan
dan memberi kesempatan pada
siswa untuk mencatat jawaban
yang benar.
Di akhir pertemuan guru
memberi tugas dan
menginformasikan materi untuk
pertemuan selanjutnya. Pada akhir
pertemuan siklus I, guru meminta
siswa untuk mempelajari materi
yang telah diajarkan karena
pertemuan selanjutnya akan
diadakan evaluasi siklus I selama 2
jam pelajaran (2x45 menit) pada
tanggal 9 Maret 2013.
c. Tahap Observasi
1) Hasil Observasi
Aktivitas Siswa
Ringkasan hasil
observasi aktivitas
siswa siklus I dapat
dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 4. Ringkasan Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I
Page 33
25
No. Indikator
Skor Indikator
Pert. 1 Pert. 2 Pert. 3
1 Kesiapan siswa menerima materi pelajaran
2 2,33 2,66
2 Kegiatan Auditori dalam pembelajaran
1,66 2 2,33
3 Kegiatan Kemampuan Berpikir dalam pembelajaran
1,75 2,25 2,5
4 Kegiatan Pengulangan dalam pembelajaran
2 2,33 2,66
5 Partisipasi siswa dalam menutup pembelajaran
1,5 1,5 2
Jumlah skor seluruh indikator 8,91 10,41 12,15
Kategori aktivitas Kurang
Aktif Kurang
Aktif Kurang
Aktif
Dari hasil observasi
aktivitas belajar siswa, diperoleh
bahwa skor aktivitas belajar siswa
mengalami peningkatan dari
pertemuan 1 ke pertemuan 2 dan
pertemuan 2 ke pertemuan 3. Pada
pertemuan 1 skor aktivitas belajar
siswa 8,91 dan berkategori kurang
aktif, pada pertemuan 2 skor
aktivitas belajar siswa 10,41 dan
berkategori kurang aktif,
sedangkan pertemuan 3 skor
aktivitas belajar siswa 12,15 tetapi
masih berkategori kurang aktif.
Sehingga perlu dilakukan
perbaikan untuk mencapai
indikator aktivitas belajar siswa.
2) Hasil Observasi Aktivitas Guru
Ringkasan hasil observasi aktivitas
guru siklus I dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 5. Ringkasan Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus I
No. Indikator Penilaian
Pert. 1 Pert. 2 Pert. 3
1 Kesiapan dalam pembelajaran Sangat Baik
Sangat Baik
Sangat Baik
2 Membimbing siswa dalam kegiatan Auditori pada saat pembelajaran
Sangat Baik
Sangat Baik
Sangat Baik
3 Membimbing siswa dalam kegiatan Kemampuan Berpikir pada saat pembelajaran
Sangat Baik
Sangat Baik
Sangat Baik
4 Membimbing siswa dalam kegiatan Pengulangan pada saat pembelajaran
Sangat Baik
Sangat Baik
Sangat Baik
Page 34
26
5 Menutup pembelajaran Sangat Baik
Sangat Baik
Sangat Baik
Berdasarkan lembar observasi
aktivitas guru pada siklus I,
komentar observer sebagai berikut:
a) Guru masih menunggu siswa
yang telat masuk kelas untuk
memulai pembelajaran
b) Guru kurang/ belum merata
memberikan bimbingan
kepada kelompok yang
mengalami kesulitan selama
diskusi
c) Guru kurang memperhatikan
siswa yang ribut dan
berdiskusi dengan kelompok
lain.
d. Tahap Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan pada
tanggal 9 Maret 2013. Evaluasi ini
dilakukan untuk memperoleh data
prestasi belajar siswa pada siklus I
dengan cara pemberian tes yang
berbentuk essay sebanyak 5 butir
soal yang dilaksanakan selama 2
jam pelajaran (2x45 menit).
Adapun hasil evaluasi pada siklus
I adalah sebagai berikut.
Tabel 6. Hasil evaluasi siklus I
Nilai terendah 39
Nilai tertinggi 88
Nilai rata-rata 62,87
Jumlah siswa yang
ikut tes 32
Jumlah siswa yang
tuntas 18
Persentasi ketuntasan 56,25%
Pada Tabel 6. terlihat bahwa
nilai rata-rata pada siklus I adalah
62,87 dengan nilai tertinggi 88 dan
nilai terendah 39. Banyak siswa
yang memperoleh nilai 65
adalah 18 orang (56,25%) dari 32
siswa. Sedangkan yang
memperoleh nilai < 65 ada 14
orang. Berdasarkan data tersebut,
rata-rata nilai siswa diperoleh
yaitu < 65, dengan demikian
dikatakan bahwa belum mencapai
indikator kerja yang telah
ditetapkan yaitu rata-rata nilai
siswa harus 65 dan persentase
ketuntasan belajar 85% . Untuk
itu, maka penelitian dilanjutkan ke
siklus berikutnya yaitu ke siklus II.
e. Tahap Refleksi
Dari hasil yang diperoleh
pada siklus I, aktivitas siswa masih
berkategori kurang aktif dan nilai
rata-rata 62,87 dengan ketuntasan
klasikal 56,25% sehingga belum
mencapai indikator kerja yang
ditetapkan. Oleh karena itu,
penelitian ini akan dilanjutkan ke
siklus II. Namun, pada dasarnya
pembelajaran pada siklus I ini
sudah berjalan dengan baik hal ini
dapat dilihat dari skor aktivitas
siswa yang mengalami peningkat
tiap pertemuan dan pelaksanaan
pembelajaran oleh guru
berkategori sangat baik. Walaupun
demikian peneliti memandang
perlu untuk melakukan
penyempurnaan-penyempurnaan
agar hasil yang diperoleh lebih
baik lagi. Adapun langkah-langkah
perbaikan yang dilakukan adalah
sebagai sebagai berikut:
1) Guru menghimbau
siswa agar masuk kelas
tepat waktu.
Page 35
27
2) Guru lebih memancing
siswa untuk
mengajukan pertanyaan
dan menanggapi
pertanyaan dari siswa
lain.
3) Guru tidak lagi
menunggu siswa yang
telat masuk kelas.
4) Guru mempedomani
alokasi waktu yang
sudah ditetapkan pada
Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran.
5) Guru tidak terburu-
buru dalam menutup
pembelajaran.
6) Guru memberikan
bimbingan secara lebih
merata kepada setiap
kelompok yang
mengalami kesulitan
selama diskusi.
7) Guru memberikan
penguatan pada setiap
hasil diskusi.
2. Siklus II
Kegiatan pembelajaran
pada siklus II ini hampir sama
dengan siklus I hanya saja pada
siklus II ini dilakukan
penyempurnaan terhadap hal-hal
yang dirasa belum maksimal pada
pelaksanaan tindakan siklus I.
Pembelajaran pada siklus II ini
dilaksanakan dalam tiga kali
pertemuan dimana tiap pertemuan
masing-masing mempunyai
alokasi 2x45 menit. Materi yang
dibahas pada siklus II meliputi:
a. Konvers, Invers,
Kontraposisi, dan Ingkaran
pernyataan majemuk
b. Pernyataan Majemuk
c. Penarikan Kesimpulan
Kegiatan yang dilaksanakan pada
siklus II terdiri dari:
a. Tahap Persiapan
Pada tahap ini terdapat
beberapa persiapan yang
dilakukan sebelum
melaksanakan kegiatan
siklus II sebagai berikut:
1) Menyiapkan Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP)
yang berorientasi pada
pendekatan
pembelajaran
Pengulangan Auditori
Kemampuan Berpikir
(PAKB)
2) Menyiapkan skenario
pembelajaran
3) Menyiapkan lembar
observasi aktivitas
siswa dan guru
4) Menyiapkan Lembar
Kerja Siswa (LKS)
5) Menyiapkan kisi-kisi
soal evaluasi siklus II
6) Menyiapkan soal- soal
evaluasi siklus II
7) Menyiapkan pedoman
penskoran evaluasi
siklus II
b. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan kelas
pada siklus II sebanyak empat kali
pertemuan. Pertemuan 1
dilaksanakan pada tanggal 16
Maret 2013, pertemuan 2
dilaksanakan pada tanggal 18
Maret 2013, pertemuan 3 pada
tanggal 23 Maret 2013, dan
pertemuan 4 pada tanggal 25
Maret 2013 untuk evaluasi.
Page 36
28
Aktivitas siswa pada siklus II
mengalami peningkatan. Hal ini
tidak terlepas dari upaya yang
telah dilakukan oleh guru dalam
memotivasi dan memberikan
pengertian kepada siswa agar
bersikap tenang serta tertib dalam
melaksanakan kegiatan
pembelajaran dalam kelas.
Dalam kegiatan Auditori,
aktivitas siswa sudah sangat baik,
karena siswa selalu
memperhatikan arahan yang
diberikan oleh guru. Saat
kelompok lain mempresentasikan
hasil diskusinya, siswa berani
memberikan tanggapan dan
pertanyaan terhadap materi yang
belum dipahami. Hal ini
ditunjukkan oleh siswa pada
pembahasan LKS siklus II
pertemuan 2 pada soal nomor 3.
Salah seorang siswa (M. Rizqi)
menanggapi dan berbeda pendapat
dengan apa yang dipresentasikan
oleh kelompok 5 yang menyatakan
bahwa ingkaran dari “semua
manusia akan mati” adalah semua
manusia tidak akan mati dan
bernilai salah. Sedangkan M. Rizqi
berpendapat bahwa ingkarannya
adalah beberapa manusia akan
mati dan bernilai salah. Sehingga
dalam hal ini guru mengklarifikasi
bahwa kedua jawaban itu sama-
sama benar. Dalam kegiatan
Kemampuan Berpikir
(Intelektual), siswa berkonsentrasi
mengerjakan LKS dengan
melakukan diskusi dalam
kelompoknya masing-masing.
Dalam kegiatan Pengulangan,
siswa mengerjakan soal latihan.
Pada saat guru menawarkan pada
siswa untuk menuliskan jawaban
di papan tulis, siswa maju tanpa
ditunjuk oleh guru. Sebelum
menuliskan jawaban di papan tulis,
siswa melakukan konsultasi
kepada guru terlebih dahulu. Hal
ini mereka lakukan agar mereka
percaya diri dalam menyampaikan
jawaban di depan teman-teman
yang lain. Selain itu, jawaban yang
diberikan akan dibahas secara
bersama-sama. Guru memberikan
penghargaan kepada siswa yang
dapat menyelesaikan soal dengan
baik.
Pada akhir pertemuan guru
membimbing siswa dalam
memberikan kesimpulan dan
meminta siswa untuk mempelajari
materi yang telah diajarkan karena
pada pertemuan selanjutnya akan
diadakan evaluasi siklus II selama
2 jam pelajaran (2x45 menit) pada
hari senin, tanggal 25 Maret 2013,
pukul 13.00 Wita. Siswa tampak
bersemangat dalam merespon
permintaan guru.
c. Tahap Observasi
1) Hasil Observasi
Aktivitas Siswa
Ringkasan hasil
observasi aktivitas
siswa siklus II dapat
dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 7. Ringkasan Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II
No. Indikator
Skor Indikator
Pert. 1 Pert. 2 Pert. 3
Page 37
29
1 Kesiapan siswa menerima materi pelajaran
3 3,33 3,66
2 Kegiatan Auditori dalam pembelajaran
3 3 3,33
3 Kegiatan Kemampuan Berpikir dalam pembelajaran
3,25 3,5 4
4 Kegiatan Pengulangan dalam pembelajaran
3 3,33 3,66
5 Partisipasi siswa dalam menutup pembelajaran
2,5 3 3,5
Jumlah skor seluruh indikator 14,75 16,16 18,15
Kategori aktivitas Aktif Aktif Sangat Aktif
Dari tabel 7. menunjukkan
bahwa skor aktivitas siswa
mengalami peningkatan yang
signifikan dibandingkan dengan
pertemuan pada siklus
sebelumnya. Pada siklus II
pertemuan 1 skor aktivitas belajar
siswa 14,75 dan berkategori aktif,
pada pertemuan 2 skor aktivitas
belajar siswa 16,16 berkategori
aktif, dan pertemuan 3 skor
aktivitas belajar siswa 18,15 dan
berkategori sangat aktif. Sehingga
dapat dikatakan bahwa pada siklus
II aktivitas belajar siswa sudah
mencapai indikator kerja yang
ditetapkan dalam penelitian ini.
2) Hasil Observasi Aktivitas
Guru Ringkasan hasil
observasi aktivitas guru siklus
II dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 8. Ringkasan Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus II
No. Indikator Penilaian
Pert. 1 Pert. 2 Pert. 3
1 Kesiapan dalam pembelajaran Sangat Baik
Sangat Baik
Sangat Baik
2 Membimbing siswa dalam kegiatan Auditori pada saat pembelajaran
Sangat Baik
Sangat Baik
Sangat Baik
3 Membimbing siswa dalam kegiatan Kemampuan Berpikir pada saat pembelajaran
Sangat Baik
Sangat Baik
Sangat Baik
4 Membimbing siswa dalam kegiatan Pengulangan pada saat pembelajaran
Sangat Baik
Sangat Baik
Sangat Baik
5 Menutup pembelajaran Sangat Baik
Sangat Baik
Sangat Baik
Page 38
30
Berdasarkan lembar observasi
aktivitas guru pada siklus II,
komentar observer sebagai berikut:
a) Guru kurang
memperhatikan waktu yang
diberikan kepada siswa
untuk menyalin jawaban
yang benar
b) Guru sudah melaksanakan
pembelajaran dengan baik
c) Guru telah melaksanakan
pembelajaran sesuai
deskriptor dengan sangat
baik
d. Tahap Evaluasi
Evaluasi ini
dilakukan untuk
mengetahui prestasi belajar
siswa pada siklus II.
Adapun hasil evaluasi pada
siklus II dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 9. Hasil evaluasi
siklus II
Nilai terendah 41
Nilai tertinggi 100
Nilai rata-rata 76,8
Jumlah siswa yang
ikut tes
32
Jumlah siswa yang
tuntas
28
Persentasi
ketuntasan
87,5%
Pada Tabel 9.
terlihat bahwa nilai rata-
rata pada siklus II adalah
76,8 dengan nilai tertinggi
100 dan nilai terendah 41.
Banyak siswa yang
memperoleh nilai 65
adalah 28 orang (87,5%)
dari 32 siswa yang hadir
pada saat evaluasi siklus II.
Sedangkan yang
memperoleh nilai < 65 ada
4 orang. Berdasarkan
kriteria indikator kerja
yang telah ditetapkan
diperoleh yaitu nilai rata-
rata siswa > 65 dan
ketuntasan klasikal 85%.
Dengan demikian
penelitian ini sudah
mencapai indikator kerja
yang telah ditetapkan,
sehingga penelitian
dihentikan dan dilanjutkan
ke pembuatan laporan.
e. Tahap Refleksi
Pada akhir siklus II,
indikator kerja dari
penelitian telah tercapai.
Dari hasil yang diperoleh
pada siklus II, aktivitas
siswa berkategori sangat
aktif dengan skor 18,15,
nilai rata-rata hasil evaluasi
76,8 dan ketuntasan belajar
secara klasikal 87,5%.
Hasil ini telah mencapai
indikator kerja yang
ditetapkan. Oleh karena itu,
penelitian ini dihentikan
hingga siklus II.
Penelitian tindakan
kelas ini dilaksanakan pada
materi logika matematika
dengan menerapkan
pendekatan Pengulangan
Auditori Kemampuan
Berpikir (PAKB). Adapun
ringkasan hasil penelitian
sebagai berikut.
Page 39
31
Tabel 10. Ringkasan Hasil
Penelitian
Sik
lus
Per
t.
Ke
-
Nilai
rata-rata
Ketun
tasan
Klasi
kal
Aktivitas Belajar
Skor
Aktivitas
Kategori
I
1
62,87 56,2
5%
8,91 Kurang
Aktif
2 10,41 Kurang
Aktif
3 12,15 Kurang
Aktif
II
1
76,8 87,5
%
14,75 Aktif
2 16,16 Aktif
3 18,15 Sangat
Aktif
Berdasarkan Tabel 10.
terlihat bahwa pada siklus I
pertemuan 1 skor aktivitas belajar
siswa adalah 8,91 berkategori
kurang aktif, pertemuan 2 aktivitas
belajar siswa adalah 10,41
berkategori kurang aktif dan pada
pertemuan 3 skor aktivitas belajar
siswa adalah 12,15 yaitu masih
berkategori kurang aktif. Pada
siklus II pertemuan 1 tampak
bahwa terjadi peningkatan skor
aktivitas siswa menjadi 14,75
berkategori aktif. Begitu pula pada
pertemuan 2, skor aktivitas siswa
terus meningkat sampai akhirnya
mencapai kategori sangat aktif
pada pertemuan 3. Data tersebut
menunjukkan bahwa penerapan
pendekatan PAKB dapat
meningkatkan aktivitas belajar
siswa.
PEMBAHASAN
Penerapan pendekatan
PAKB tidak dapat langsung
meningkatkan aktivitas belajar
siswa pada siklus I, hal ini
disebabkan karena siswa masih
beradaptasi dengan pembelajaran
yang berbeda dari pembelajaran
yang biasa mereka hadapi
sebelumnya. Bersamaan dengan
hal tersebut, kesiapan siswa dalam
memulai pembelajaran masih
rendah. Sebagian besar siswa
terlambat masuk kelas. Selain itu,
pada setiap tahap pembelajaran
hanya siswa yang pintar saja yang
terlihat aktif. Hal ini diatasi guru
dengan terus memberikan motivasi
dan bimbingan agar siswa terlibat
secara aktif dalam pembelajaran
sehingga pada pertemuan
selanjutnya aktivitas siswa dapat
meningkat.
Pembelajaran pada materi
logika matematika dengan
menggunakan pendekatan PAKB
memberikan kesempatan kepada
siswa untuk memaksimalkan
semua alat indra yang dimiliki
dalam proses pembelajaran,
sehingga siswa dilibatkan secara
aktif. Dengan demikian kegiatan
pembelajaran berpusat pada siswa
sehingga siswa lebih memahami
tentang apa yang dikerjakan dan
konsep yang ditemukan akan lebih
lama melekat di otak siswa. Hal ini
berkaitan erat dengan prinsip
Pengulangan Auditori
Kemampuan Berpikir (PAKB)
yang menempatkan siswa sebagai
Page 40
32
pusat perhatian utama dalam
kegiatan pembelajaran melalui
tahapan-tahapannya, siswa
diberikan kesempatan secara aktif
dan terus menerus membangun
sendiri pengetahuannya secara
personal maupun sosial sehingga
terjadi perubahan konsep menjadi
lebih rinci dan lengkap. Dalam
membangun sendiri
pengetahuannya dapat dilakukan
melalui proses penemuan dan
pemecahan masalah.
Selain aktivitas siswa
menjadi meningkat, prestasi
belajar siswa juga mengalami
peningkatan. Berdasarklan hasil
penelitian, tampak bahwa prestasi
belajar siswa mengalami
peningkatan tiap siklus. Pada
siklus I, rata-rata nilai siswa 62,87
dengan ketuntasan belajar secara
klasikal 56,25%. Selanjutnya pada
siklus II rata-rata nilai siswa
meningkat menjadi 76,8 dengan
ketuntasan klasikal 87,5%. Data
tersebut menunjukkan bahwa
prestasi belajar siswa terus
mengalami peningkatan dan pada
siklus II indikator kerja dalam
penelitian ini tercapai, sehingga
penelitian dihentikan dan
dilanjutkan ke pembuatan laporan
sebagai hasil penelitian.
Berdasarkan data hasil penelitian,
maka penerapan pendekatan
Pengulangan Auditori
Kemampuan Berpikir (PAKB)
dapat meningkatkan aktivitas dan
prestasi belajar siswa pada materi
logika matematika di kelas X-3
SMAN 8 Mataram tahun pelajaran
2012/2013.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil
penelitian yang diperoleh, dapat
disimpulkan bahwa “penerapan
pendekatan Pengulangan Auditori
Kemampuan Berpikir (PAKB)
dapat meningkatkan aktivitas dan
prestasi belajar siswa pada materi
logika matematika di kelas X-3
SMAN 8 Mataram tahun pelajaran
2012/2013”. Dengan data aktivitas
siswa pada siklus I diperoleh rata-
rata skor 10,49 dan berkategori
kurang aktif, pada siklus II
diperoleh rata-rata skor 16,35
dengan kategori sangat aktif.
Sedangkan Prestasi belajar siswa
pada siklus I diperoleh ketuntasan
klasikal 56,25% dengan nilai rata-
rata kelas 62,87, pada siklus II
diperoleh ketuntasan klasikal
87,5% dengan nilai rata-rata kelas
76,8.
DAFTAR PUSTAKA
Dwi Trisnawati. 2012. Pengaruh
pendekatan pembelajaran
AIR (Auditory
Intellectually Repetition)
pada materi pokok
lingkaran terhadap
prestasi belajar siswa kelas
VIII SMP Negeri 18
Mataram Tahun Pelajaran
2011/2012. Skripsi tidak
diterbitkan. Mataram :
FPMIPA IKIP Mataram.
Ni Wayan Switrayni. 2011.
Penerapan Pendekatan
Page 41
33
Pembelajaran
Pengulangan Auditori
Kemampuan Berpikir
(PAKB) untuk
Meningkatkan Aktivitas
dan Prestasi Belajar
Matematika Siswa pada
Materi Peluang di Kelas
XI-AK1 SMKN 1 Mataram
Tahun Pelajaran
2010/2011. Skripsi tidak
diterbitkan. Mataram:
FKIP UNRAM.
Kusnandar. 2010. Langkah Mudah
Penelitian Tindakan Kelas
Sebagai Pengembangan
Profesi Guru. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Nurkencana. 1990. Evaluasi Hasil
Belajar. Surabaya: Usaha
Nasional.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor
yang Mempengaruhinya.
Jakarta: Rineka Cipta.
Suharsimi Arikunto, dkk. 2008.
Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta: Bumi Aksara.
Page 42
34
PENGGUNAAN ALAT PERAGA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN
PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS V DI SDN 10 SILA PADA MATA
PELAJARAN IPS TAHUN AJARAN 2016/2017
ISMAIL
GURU SDN 10 SILA
ABSTRAK
Kenyataan yang terjadi di SD Negeri 10 Sila bahwa: 1) siswa
kurang aktif dalam belajar, 2) masih ada siswa yang terlihat ribut, 3)
prestasi belajar masih sangat rendah dan 4) penggunaan bahasa siswa
yang kurang bagus. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemilihan model
pembelajaran atau penentuan strategi dalam pembelajaran menjadi hal
yang sangat diperhatikan agar masalah-masalah empiris yang
ditemukan dapat diminimalisir. Penelitian ini bertujuan tujuan “Untuk
mengetahui penggunaan alat peraga gambar dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa kelas V di SDN 10 Sila pada mata pelajaran IPS
tahun ajaran 2016/2017”. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan
kelas dengan rancangan penelitian yang terdiri dari perencanaan,
pelaksanaan, observasi dan refleksi. Subyek penelitian adalah siswa
kelas V di SDN 10 Sila. Instrumen yang digunakan ada dua yaitu
instrumen tes untuk mengukur prestasi belajar siswa dan lembar
observasi aktivitas siswa dan guru. Adapun hasil penelitian ini bahwa
Prestasi belajar IPS siswa Pada siklus I, persentase ketuntasan sebesar 64
% dan pada siklus II dengan persentase ketuntasan 96 %. Aktivitas guru
dan siswa meningkat dari siklus I ke siklus II. Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa penggunaan media pembelajaran dapat
meningkatkan prestasi belajar IPS Siswa Kelas V di SDN 10 Sila Tahun
Pelajaran 2016
Kata Kunci: media/alat peraga gambar, prestasi belajar
Latar Belakang
Pendidikan merupakan
salah satu aspek kehidupan yang
sangat erat kaitannya dengan
kehidupan manusia karena
pendidikan merupakan salah satu
pilar yang mempunyai peranan
penting dalam menciptakan
manusia yang berkualitas. tujuan
pendidikan nasional adalah untuk
berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab
(Depdiknas, 2011)
Agar seluruh potensi yang
dimiliki siswa dapat
Page 43
35
berkembang dengan baik, maka
dibutuhkan pula proses
pembelajaran yang berkualitas.
Kenyataan yang terjadi di SD
Negeri 10 Sila bahwa: 1) siswa
kurang aktif dalam belajar, 2)
masih ada siswa yang terlihat
ribut, 3) prestasi belajar masih
sangat rendah dan 4) penggunaan
bahasa siswa yang kurang bagus.
Untuk mengatasi masalah tersebut,
pemilihan model pembelajaran
atau penentuan strategi dalam
pembelajaran menjadi hal
yang sangat diperhatikan agar
masalah-masalah empiris yang
ditemukan dapat diminimalisir
Pembelajaran yang dipilih
dalam penelitian ini adalah
pembelajaran dengan
menggunakan alat peraga gambar.
Beberapa manfaat dari alat peraga
dalam proses pembelajaran, yaitu
: Dapat meningkatkan minat
anak, , anak akan lebih berhasil
belajarnya bila banyak melibatkan
alat inderanya, sangat menarik
minat siswa dalam belajar,
mendorong siswa untuk belajar
bertanya dan berdiskusi,
menghemat waktu belajar.
(Ruseffendi, 1994:240; Gunawan
dkk, 1996:37)
Berdasarkan latar belakang
masalah di atas maka peneliti
merasa sangat perlu untuk
melakukan penelitian tindakan
dengan judul penggunaan alat
peraga gambar untuk
meningkatkan prestasi belajar
siswa kelas V di SDN 10 Sila
pada mata pelajaran IPS tahun
ajaran 2016/2017.
Kajian Teori
Alat peraga
Banyak pendapat yang
mengemukakan arti alat peraga,
diantaranya yaitu :
Alat peraga adalah media
pengajaran yang mengandung atau
membawakan konsep-konsep yang
dipelajari. Alat peraga adalah
media pengajaran yang
mengandung atau membawakan
cirri-ciri dari konsep yang
dipelajari. Alat peraga merupakan
benda real , gambar atau diagram.
Alat peraga adalah “alat-alat yang
dipergunakan oleh guru ketika
mengajar untuk memperjelas
materi pelajaran dan mencegah
terjadinya verbalisme pada siswa”.
(Nurmala, 2008: 8))
Dengan alat peraga tersebut,
siswa dapat melihat langsung
bagaimana keteraturan serta pola
yang terdapat dalam benda yang
diperhatikannya. Maka dari
beberapa pendapat di atas
pembahasan dalam penyampaian
pengajaran melalui alat peraga,
siswa mendapat kesempatan untuk
melihat secara langsung yang
terdapat pada benda atau objek
yang dipelajari.
Page 44
36
Supaya anak-anak lebih
besar minatnya. Supaya anak-anak
dibantu pemahamannya sehingga
lebih mengerti dan lebih besar
daya ingatnya. Supaya anak-anak
dapat melihat hubungan antara
ilmu yang dipelajarinya dengan
alam sekitar dan masyarakat. Dan
dengan alat peraga dapat
menumbuhkan kegairahan belajar.
Dapat meningkatkan aktivitas dan
kreatifitas. Efisiensi waktu dan
efisiensi motivasi dalam proses
belajar mengajar. Penggunaan alat
peraga dalam proses pembelajaran
bukan merupakan fungsi tambahan
tetapi mempunyai fungsi
tersendiri, sebagai alat bantu untuk
mewujudkan situasi pembelajaran
yang efektif. Penggunaan alat
peraga merupakan bagian yang
integral dari keseluruhan situasi
mengajar. Ini berarti bahwa alat
peraga merupakan salah satu unsur
yang harus dikembangkan guru.
(Ruseffendi,1997:104)
Penggunaan alat peraga
dalam pengajaran lebih
diutamakan untuk mempertinggi
mutu pembelajaran. Dengan
perkataan lain dengan
menggunakan alat peraga, hasil
belajar yang dicapai akan tahan
lama diingat siswa, sehingga
pembelajaran mempunyai nilai
tinggi. (Dirjen Dikdasmen,
No.024/c/kep/R.1994)
Sedangkan beberapa
manfaat dari alat peraga dalam
proses pembelajaran, yaitu :
Dapat meningkatkan minat anak,
membantu tilik ruang, supaya
dapat melihat antara ilmu yang
dipelajari dengan lingkungan alam
sekitar, anak akan lebih berhasil
belajarnya bila banyak melibatkan
alat inderanya, sangat menarik
minat siswa dalam belajar,
mendorong siswa untuk belajar
bertanya dan berdiskusi,
menghemat waktu belajar.
(Ruseffendi, 1994:240; Gunawan
dkk, 1996:37)
Dengan demikian
penggunaan alat peraga dalam
proses pembelajaran akan lebih
kondusif, efektif dan efisien.
Siswa akan termotivasi untuk
belajar, karena mereka tertarik dan
mengerti atas pelajaran yang
diterimanya. Dalam proses
pembelajaran, seorang pendidik
dalam menyampaikan materi
pelajaran hendaknya dapat
memilih alat peraga yang tepat
sesuai dengan konsep
pembelajaran yang akan
disampaikan.
Untuk membantu proses
pelaksanaan proses pembelajaran
di kelas, alat peraga dapat
menunjang keberhasilan
pembelajaran. Beberapa alat
peraga yang dapat digunakan di
sekolah dasar dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Media audatif; yaitu media yang
hanya mengandalkan
Page 45
37
kemampuan suara saja, seperti
radio, cassette recorder,
piringan audio. Media ini tidak
cocok untuk orang tuli atau
mempunyai kelainan dalam
pendengaran.
b. Media visual; yaitu media yang
hanya mengandalkan indra
penglihatan. Media visual ini
ada yang menampilkan gambar
diam seperti film strip (film
rangkai), slides (film bingkai)
foto, gambar atau lukisan,
cetakan. Ada pula media visual
yang menampilkan gambar atau
simbol yang bergerak seperti
film bisu, film kartun.
c. Media audio-visual; yaitu media
yang mempunyai unsur suara
dan unsure gambar. Jenis media
ini mempunyai kemampuan
yang lebih baik karena meliputi
kedua jenis media yang pertama
dan kedua. Media ini dibagi
lagi ke dalam (a) audio-visual
diam, yaitu media yang
menampilkan suara dan gambar
diam seperti film bingkai suara
(sound slides), film rangkai
suara, cetak suara, dan (b)
audio-visual gerak, yaitu media
yang dapat menampilkan unsur
suara dan gambar yang
bergerak seperti film suara dan
video-cassette
Jadi dalam penelitian ini alat
peraga yang digunakan adalah alat
peraga gambar yang termasuk
dalam media visual
Prestasi Belajar
Prestasi adalah “hasil dari
suatu kegiatan yang telah
dikerjakan, diciptakan, baik secara
individual maupun kelompok”
(Djamarah, 1994:19). Sedangkan
menurut WJS. Poerwadarminta
dalan Djamarah (1994:21)
berpendapat bahwa prestasi adalah
“hasil yang telah
dicapai/dilakukan, dikerjakan dan
sebaginya”. Sedangkan menurut
Kohar Prestasi adalah “apa yang
dapat diciptakan, hasil pekerjaan,
hasil yang menyenangkan hati
yang diperoleh dengan keuletan
kerja” (Djamarah, 1994:20).
Berdasarkan beberapa
pendapat para ahli di atas dapat
peneliti simpulkan bahwa yang
dimaksud dengan prestasi belajar
yaitu penilaian pendidikan tentang
kemajuan siswa dalam segala hal
yang dipelajari di sekolah yang
menyangkut pengetahuan,
kecakapan atau keterampilan yang
dinyatakan sesudah hasil
penilaian.
Hipotesis
Adapun hipotesis dalam penelitian
ini adalah: bahwa “penggunaan
alat peraga gambar dapat
meningkatkan prestasi belajar
siswa kelas V di SDN 10 Sila pada
mata pelajaran IPS tahun ajaran
2016/2017
Page 46
38
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian ini
adalah Penelitian Tindakan Kelas
(Clasroom Action Research).
Secara singkat Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) adalah suatu
pencermatan terhadap kegiatan
belajar berupa sebuah tindakan,
yang sengaja dimunculkan dan
terjadi dalam sebuah kelas secara
bersama (Suharsimi, 2007:45)
Berdasarkan pendapat ahli di
atas dapat disimpulkan bahwa
Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
berfokus pada kelas atau pada
proses belajar mengajar yang
terjadi di kelas, dengan
menggunakan alat peraga gambar
sehingga dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa kelas V di
SDN 10 Sila
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan
dilaksanakan di kelas V SDN 10
Sila tahun pelajaran 2016.
Penelitian ini akan dilaksanakan
selama 3 minggu terhitung mulai
bulan Juni sampai dengan bulan
Juli pada semester II Tahun
Pelajaran 2016.
Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di
SDN 10 Sila di kelas V tahun
pelajaran 2016. Dengan jumlah
siswa 25 orang.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah
alat pada waktu peneliti
menggunakan suatu metode
(Suharsimi, 1998:47). Adapun
instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :
a. Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran
Rencana
pelaksanaan pembelajaran
biasanya lebih efektif dan
efisien dalam
menyampaikan materi
yang akan disampaikan di
dalam kelas dimana
rencana ini berisi
gambaran global dari
materi yang akan
disampaikan
b. Tes Evaluasi
Tes merupakan
serentetan pertanyaan atau
latihan yang digunakan
untuk mengukur
keterampilan,
pengetahuan, intelegensi,
kemampuan yang dimiliki
individu atau kelompok
(Suharsimi Arikunto,
2002).
Instrumen tes digunakan
peneliti dalam skripsi ini adalah
untuk mengukur pemahaman
siswa yang terdiri dari soal esay
yang berisikan soal-soal yang
berkaitan dengan materi yang
diajarkan. Dalam penelitian ini
jenis tes yang digunakan adalah
Page 47
39
bentuk essay terdiri dari 5 nomor
soal yang diambil dari berbagai
buku paket. Instrumen ini disusun
berpedoman pada kurikulum dan
buku pelajaran IPS V.
c. Lembar observasi
Lembar observasi berisi
tentang keterlaksanaan proses
pembelajaran dan instrumen tes
hasil belajar. Lembar observasi
keterlaksanaan proses
pembelajaran yang dikembangkan
dari Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang telah
disusun oleh peneliti, yang berisi
detail siklus (langkah-langkah
proses pembelajaran)
Teknik Analisis Data
Pengelolaan data
merupakan satu langkah yang
sangat penting dalam kegiatan
penelitian bila kesimpulan yang
akan diteliti dapat dipertanggung
jawabkan data yang di analisis
oleh peneliti adalah :
Data prestasi belajar siswa
dengan mencari Kriteria
Ketuntasan Minimal
1) Ketuntasan individu
Setiap siswa dalam
proses belajar mengajar
dikatakan tuntas apabila
memperoleh nilai ≥ KKM
2) Ketuntasan klasikal
Ketuntasan klasikal
dikatakan telah dicapai apabila
target pencapaian ideal 85 %
dari jumlah siswa dalam kelas.
%1001 xn
nKK
Keterangan : KK = Ketuntasan
Klasikal
n1 = Jumlah siswa yang
memperoleh nilai ≥ KKM
n = Jumlah siswa
yang ikut tes
(banyaknya siswa)
(Nurkencana, 2003)
Data Aktivitas belajar
Data Aktivitas Siswa dan guru
Setiap prilaku siswa dan
guru pada penelitian ini, penilaian
keterlaksanaan dengan pilihana ya
dan tidak. Analisis menggunakan
rumus persentase:
P = (indikator yang terlaksana/
indikator keseluruhan) x 100%
Indikator Keberhasilan
Dalam penelitian ini yang menjadi
indikator keberhasilan untuk aspek
prestasi belajar siswa apabila
Ketuntasan Klasikal (KK) yang
harus dicapai minimal 85%. Untuk
aspek aktifitas guru dan siswa
minimal berkategori aktif.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini
telah diaplikasikan pada obyek
yang telah ditentukan yaitu siswa
kelas V SDN 10 Sila tahun
pelajaran 2016/2017, Penelitian
yang direncanakan dalam dua
Page 48
40
siklus telah dilaksanakan dan
hasilnya adalah sebagai berikut:
a. Siklus I
Sebelum proses belajar dimulai
pada siklus I, peneliti telah
mempersiapkan perangkat
pembelajaran yang terdiri dari
rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP), lembar observasi, soal
evaluasi untuk mendukung
kelancaran proses pembelajaran.
Adapun materi yang dibahas
pada siklus ini adalah kegiatan
ekonomi masyarakat setempat.
1) Pelaksanaan tindakan
Proses belajar
mengajar pada siklus I
dilaksanakan mengacu pada
RPP yang telah disusun.
2) Hasil Observasi
Proses observasi
aktivitas peneliti dalam
mengajara dilaksanakan oleh
teman sejawat selama
berlangsung proses belajar
mengajar dengan mengisi
lembar observasi yang telah
disiapkan. Sedangkan untuk
observasi aktivitas siswa
dilaksanakan oleh teman
sejawat juga. Ringkasan data
hasil observasi tersebut dapat
dilihat berikut ini :
a) Observasi untuk aktivitas
siswa
Hasil observasi aktifitas
siswa dapat diketahui dari
lembar observasi yang
didiisi oleh pengamat yaitu
55 % keterlaksanaannya
b) Observasi untuk aktivitas
Guru
Hasil observasi aktifitas
Guru terkait keterlaksanaan
dari RPP yang telah dibuat
dapat diketahui dari lembar
observasi yang didiisi oleh
pengamat yaitu 55 %
keterlaksanaannya
3) Hasil Evaluasi
Adapun hasil evaluasi
yang diperoleh pada siklus I
untuk prestasi IPS siswa
sebagai berikut:
a. Jumlah siswa yang tuntas:
16
b. Jumlah siswa yang tidak
tuntas : 9
c. Jumlah siswa yang ikut
tes: 25
d. Ketuntasan klasikal: 64
%
Berdasarkan indikator
ketuntasan yang ditetapkan yaitu ≥
85 %, maka pada hasil evaluasi
siklus tersebut belum mencapai
standar ketuntasan untuk prestasi
IPS siswa, hal ini diakibatkan
karena masih ada siswa yang
masih mendapat nilai 70 kebawah.
Sehingga sebelum melanjutkan
pembelajaran ke siklus berikutnya
dilakukan upaya perbaikan dan
penyempurnaan terlebih dahulu
dengan melakukan diskusi dengan
siswa yang mendapat nilai kurang
Page 49
41
dari 70 dengan memberikan saran-
saran seperti: 1) sepulang dari
sekolah usahakan belajar kembali
materi yang dipelajari dikelas, dan
2) mengerjakan latihan dengan
serius serta 3) jika belum paham
dengan materi, anak-anak harus
berani bertanya.
4) Refleksi
Melihat hasil yang diperoleh dari
proses belajar mengajar sampai
hasil evaluasi pada siklus I, masih
belum mencapai hasil yang
diharapkan. Hal ini ditunjukan
oleh data observasi aktivitas siswa.
Diantaranya adalah, kesiapan
siswa untuk menerima pelajaran
masih sangat kurang.
Berdasarkan hasil evaluasi
menunjukan belum tercapainya
hasil yang memuaskan. Dapat
dilihat dari ketuntasan belajar
siswa untuk prestasi IPS siswa
hanya mencapai 64 % dari standar
ketuntasan ≥ 85%.
b. Siklus II
Siklus II dilaksanakan dengan
melanjutkan pengajaran materi
kegiatan ekonomi masyarakat.
1) Pelaksanaan tindakan
Proses belajar mengajar
pada siklus II dilaksanakan
dengan mengacu pada RPP
yang telah disusun.
2) Hasil Observasi
Proses observasi
aktivitas siswa dilaksanakan
oleh teman sejawat selama
berlangsung proses belajar
mengajar dengan mengisi
lembar observasi yang telah
disiapkan. Ringkasan data hasil
observasi tersebut dapat dilihat
berikut ini :
a. Observasi untuk aktivitas
siswa
Hasil observasi aktifitas
siswa dapat diketahui dari
lembar observasi yang
didiisi oleh pengamat yaitu
88 % keterlaksanaannya
b. Observasi untuk aktivitas
Guru
Hasil observasi aktifitas
Guru terkait keterlaksanaan
dari RPP yang telah dibuat
dapat diketahui dari lembar
observasi yang didiisi oleh
pengamat yaitu 88 %
keterlaksanaannya
3) Hasil Evaluasi
Adapun hasil evaluasi
yang diperoleh pada siklus II
dapat dilihat pada lampiran.
Secara ringkas hasilnya sebagai
berikut:
a. Jumlah siswa yang tuntas
: 23 siswa
b. Jumlah siswa yang belum
tuntas : 1 siswa
c. Jumlah siswa yang ikut tes
: 24 siswa
d. Ketuntasan klasikal
: 96 %
Page 50
42
Data tersebut diatas
menunjukan bahwa pada siklus II
sudah mencapai standar ketuntasan
klasikal yaitu 96 %. Persentase
ketuntasannya menunjkan
peningkatan dari siklus
sebelumnya. Karena pada siklus II
ketuntasan klasikalnya telah
mencapai ≥85%, maka tidak perlu
untuk melanjutkan ke siklus
berikutnya.
Pembahasan
Penelitian tindakan kelas
ini dilakukan dalam dua siklus
dengan menggunakan alat peraga.
Berdasarkan hasil analisis tindakan
dan hasil evaluasi pada siklus I
diketahui bahwa ketuntasan belajar
belum mencapai seperti yang
diharapkan. Hal ini ditunjukan
oleh hasil evaluasinya yaitu
persentase ketuntasannya adalah
64 %, sehingga sebelum
melanjutkan pembelajaran ke
siklus berikutnya dilakukan upaya
perbaikan dan penyempurnaan
terlebih dahulu dengan melakukan
diskusi dan membimbing siswa
yang mendapat nilai kurang dari
70 dengan bimbingan secara
khusus atau individual. Adapun
hasilnya adalah dengan lebih
termotivasi dan antusiasnya siswa
dalam bertanya baik kepada
temannya maupun kepada guru.
Dan juga dapat terlihat pada saat
siswa mengerjakan soal-soal
latihan setelah berdiskusi dan
diberikan bimbingan.
Setelah dilakukan tindakan
pada siklus II yang mengacu pada
perbaikan tindakan dari siklus I
diperoleh hasil yang lebih baik. Ini
ditunjukan dari hasil evaluasi akhir
siklus dimana persentase
ketuntasan klasikal adalah 96 %.
Hal ini berarti tindakan pada siklus
II sudah mencapai standar
ketuntasan klasikal 85 %. Dengan
demikian tidak perlu untuk
melakukan siklus selanjutnya.
Dari proses tindakan dan
hasil yang diperoleh dari siklus I,
maka untuk siklus II menunjukan
hasil yang lebih baik dari siklus
sebelumnya. Berarti
penunggunaan alat peraga dapat
meningkatkan prestasi belajar
IPS siswa. Dan terbukti apa yang
disampaikan oleh Russeffendi
dengan alat peraga dapat
menumbuhkan kegairahan belajar.
Dapat meningkatkan aktivitas dan
kreatifitas. Efisiensi waktu dan
efisiensi motivasi dalam proses
belajar mengajar. Penggunaan alat
peraga dalam proses pembelajaran
bukan merupakan fungsi tambahan
tetapi mempunyai fungsi
tersendiri, sebagai alat bantu untuk
mewujudkan situasi pembelajaran
yang efektif. Penggunaan alat
peraga merupakan bagian yang
integral dari keseluruhan situasi
mengajar. Ini berarti bahwa alat
peraga merupakan salah satu unsur
yang harus dikembangkan guru.
(Ruseffendi,1997:104). Setelah
melakukan penelitian tersebut
Page 51
43
peneliti melihat suasana kelas
lebih hidup karena partisipasi
siswa dalam proses belajar
mengajar sangat aktif.
SIMPULAN
Proses tindakan dan hasil evaluasi
dari penelitian telah diperoleh,
maka dapat disimpulkan beberapa
hal sebagai berikut:
1. Penerapan penggunaan alat
peraga dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa kelas
V SDN 10 Sila.
2. Prestasi belajar IPS siswa
tersebut ditunjukan oleh
aktivitas siswa dalam kelas
dan hasil evaluasi tiap
akhir siklus. Pada siklus I,
persentase ketuntasan
sebesar 64 % dan pada
siklus II dengan persentase
ketuntasan 96 %.
3. Aktivitas guru dan siswa
meningkat dari siklus I ke
siklus II.
DAFTAR PUSTAKA
Arief Sardiman. S. 1986. Media
Pendidikan, Pengertian,
Pengembangan dan
Pemanfaatannya,
Jakarta : Rajawali
Aqib, 2003. Pendidikan Guru
Berdasarkan
Pendekatan Kompetensi,
Jakarta : PT. Bumi
Aksara
Djamarah, Saiful, Bahri, 1994.
Prestasi Belajar dan
Kompetensi Guru,
Usaha Nasional :
Surabaya- Indonesia
Depdiknas, 1997. Efektivitas
pembelajaran biologi di
SMP, Jakarta : Rineka
Cipta
Dimyati dan Mudjiono, 2006.
Efektivitas
pembelajaran pada
SMP, Jakarta : Rineka
Cipta
_______, 1980. Media Pendidikan,
Bandung : Citra Aditya
Lexi J. Moleong, 2006.
Metodelogi Penelitian
Kualitatif. Bandung :
Remaja Rosdakarya
Muhibbin, Syah, 2007. Psikologi
Belajar, PT. Rajagrafindo
Persada:Jakarta
Nurkencana, 1990. Evaluasi Hasil
Belajar, Surabaya :
Usaha Nasional
________, 2003. Evaluasi Hasil
Belajar, Surabaya :
Usaha Nasional
Nurbatni, 2005. Media
Pendidikan, Bandung :
Citra Aditya
Page 52
44
Nur, Muhammad. 2002.
Pengantar pada
Pengelolaan Kelas,
Surabaya : Unesa Press
Nasution, 1982. Didaktik Azas-
azas Mengajar, Bandung
Hamalik, Oemar. 1994. Media
Pendidikan, Bandung :
Citra Aditya
Purwanto, 1984. Belajar dan
Pembelajaran, Bandung
Poerwarminta, 1984. Efektifitas
Penggunaan Media di
SD, Bandung : Citra
Aditya
Riyanto, 1996. Metodologi
Penelitian Pendidikan,
Surabaya : SIC
Sudjana, Nana, 2004. Dasar-
Dasar Proses Belajar
Mengajar, Bandung :
Sinar Baru Algensindo
Slameto, 2003. Belajar dan
Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya, PT.
Rineka Cipta:Jakarta
_______, 1995. Belajar dan
Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya, PT.
Rineka Cipta:Jakarta
Suyanto, 1997. Pedoman
Pelaksanaan Penelitian
Tindakan Kelas 1-III, DI
IKIP:Yogyakarta
Subroto, 1977. Belajar Tuntas
pada mata pelajaran
IPA, Jakarta : PT.
Rajagrafindo Persada
Suharsimi, Arikunto, 2007.
Penelitian Tindakan
Kelas, Bumi
Aksara:Jakarta
______,2002. Prosedur
Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek,
Rineka Cipta:Jakarta
_______,2006. Prosedur
Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek,
Rineka Cipta:Jakarta
_______,1998. Prosedur
Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek,
Rineka Cipta:Jakarta
Undang-Undang No. 20, 2006.
Sistem Pendidikan
Nasional, Jakarta :
Depdiknas
Page 53
45
IDE PEMBAHARUAN HUBUNGAN AGAMA DENGAN TRADISI DALAM NOVEL SANG PENCERAH KARYA AKMAL NASERY
BASRAL TINJAUAN ANTROPOLOGIS.
MUH. RIJALUL AKBAR.
DOSEN STKIP TAMAN SISWA BIMA
ABSTRAK
Penelitian tentang “Ide Pembaharuan Hubungan Agama dengan
Tradisi dalam Novel Sang Pencerah Karya Akmal Nasery Basral Tinjauan
Antropologis” ini berusaha untuk menemukan bentuk-bentuk dari ide
pembaharuan hubungan agama dengan tradisi. Pemilihan novel Sang
Pencerah karya Akmal Nasery Basral ini didasarkan pada pemikiran bahwa
novel tersebut membahas tentang pembauran antara agama dan tradisi yang
terjadi dalam kehidupan masyarakat, dan kemudian direkam dalam karya
tulis berupa karya sastra yaitu novel. Permasalahan yang dikaji dalam
penelitian ini adalah bentuk-bentuk dari hubungan antara agama dan tradisi.
Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa hal-hal tersebut memiliki peran
cukup penting yang digunakan untuk mengetahui bentuk-bentuk hubungan
agama dan tradisi dalam karya sastra. Adapun teori yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teori kebudayaan (antropologi) yang dikemukakan oleh
Koentjaraningrat yang lebih dikenal dengan tiga wujud kebudayaan (ide,
aktivitas, dan benda). Metode yang digunakan dalam penelitian adalah
deskriptif kualitatif dengan pendekatan antropologis. Adapun sumber datanya
adalah novel yang berjudul Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral.
Wujud datanya berupa beberapa kalimat dan kutipan-kutipan dalam novel
yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan teknik tekstual (pustaka) dan penganalisisannya
menggunakan teknik deskriptif (mendeskripsikan kalimat/kutipan yang
berkaitan dengan hubungan antara agama dan tradisi). Berdasarkan hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa ide pembaharuan hubungan agama
dengan tradisi memiliki berbagai bentuk di antaranya; (1) wujud kebudayaan
sebagai kompleks dari ide, (2) kompleks aktivitas serta tindakan berpola
masyarakat, dan (3) benda-benda hasil karya manusia dalam novel Sang
Pencerah karya Akmal Nasery Basral kurang harmonis ketika ide
pembaharuan yang diajarkan oleh Kiai Dahlan menyinggung ide-ide dalam
beragama yang telah menjadi tradisi dan budaya dalam masyarakat. Hal ini
menimbulkan ketegangan dalam masyarakat, sehingga fungsi agama sebagai
pemersatu masyarakat dan penentram jiwa tidak berjalan dengan baik.
Kata Kunci: Ide Pembaharuan, Hubungan agama dengan tradisi,
Antropologi
Page 54
46
Latar Belakang
Karya sastra membicarakan
manusia dengan segala
kompleksitas persoalan hidupnya,
maka antara karya sastra dengan
manusia memiliki hubungan yang
tidak dapat dipisahkan. Sebagai
hasil imajinatif, sastra berfungsi
sebagai hiburan yang
menyenangkan, juga berguna untuk
menambah pengalaman lebih bagi
para pembaca atau penikmatnya.
Budaya mencakup seluruh
kegiatan masyarakat, dalam
berkegiatan/aktivitasnya, kadang
manusia tidak dapat membedakan
atau memisahkan unsur-unsur
kebudayaan yang satu dan lainnya,
khususnya kepercayaan dan adat
istiadat (tradisi). Kamus Bahasa
Indonesia (2008: 11 dan 1084)
mengartikan adat istiadat sebagai
segala aturan (tindakan dan
sebagainya) yang sudah menjadi
kebiasaan secara turun-temurun.
Sedangkan kepercayaan adalah
anggapan atau keyakinan bahwa
sesuatu yang dipercayai itu benar-
benar atau nyata, atau sebutan bagi
sistem religi di Indonesia yang tidak
termasuk salah satu dari kelima
agama yang resmi.
Novel Sang Pencerah karya
Akmal Nasery Basral ini
menggambarkan tentang bagaimana
pembauran antara agama dan tradisi
yang terjadi di masyarakat Kuaman
Jogja Jawa Tengah yang tergambar
dalam konflik di dalam diri tokoh
utama (K.H. Ahmad Dahlan) dan
antartokoh.
LANDASAN TEORI
Pengertian Novel
Novel adalah suatu cerita
yang bersal dari hasil imajinasi
pengarang dengan panjang tertentu
yang didalamnya terdapat unsur-
unsur pembangun minimal seperti
tokoh, latar dan alur. Menurut
(Sugiarti, 2001: 114-115) kata
“novel” berasal dari kata “novellus”
yang diturunkan dari kata “novies”
yang berarti baru. Novel adalah
suatu cerita prosa fiktif dengan
panjang tertentu, yang melukiskan
para tokoh, gerak serta adegan
kehidupan nyata yang representatif
dalam suatu alur atau keadaan yang
agak kacau atau kusut.
Unsur-unsur Pembentuk Novel
Unsur-unsur pembentuk
karya sastra terdiri dari dua unsur
utama yaitu unsur yang membentuk
karya sastra dari dalam karya itu
sendiri, unsur ini biasa disebut
dengan unsur instrinsik yang terdiri
dari tema, latar/setting, tokoh dan
penokohan, alur, sudut pandang,
dan gaya. Unsur utama pembentuk
karya sastra selanjutnya adalah
unsur ekstrinsik. Disebut ekstrinsik
karena unsur ini adalah unsur yang
membentuk karya sastra dari luar
karya sastra itu sendiri. Biasanya
unsur ini berperan penting dalam
proses penciptaan sebuah karya
sastra (keadaan sosial dan budaya).
Pengertian Budaya
Kebudayaan menguak hal-hal
yang berhubungan antara manusia
dan lingkungannnya, dapat berupa
sistem kepercayaan, sistem
sosialisasi antarmasyarakat,
benda/alat sebagai penopang
aktivitas masyarakat. Kebudayaan
tidak akan pernah lepas dari
kehidupan manusia, selama manusia
Page 55
47
masih ada, maka budayapun tetap
ada. Budaya adalah ciptaan manusia
dan manusia adalah hasil dari
budaya.
Wujud Kebudayaan
Kebuadayaan memiliki cakupan
yang sangat luas ini tentunya harus
dibagi atau dipisah dalam beberapa
wujud, untuk memudahkan kita
dalam memahami budaya itu
sendiri. Koentjaraningrat (2009:
150) mengatakan bahwa
kebudayaan itu ada tiga wujudnya,
yaitu:
1) Wujud kebudayaan sebagai
kompleks dari ide-ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-
norma, peraturan, dan
sebagainya.
2) Wujud kebudayaan sebagai
suatu kompleks aktivitas
serta tindakan berpola dari
manusia dalam masyarakat.
3) Wujud kebudayaan sebagai
benda-benda hasil karya
manusia.
Unsur-unsur Kebudayaan
Setiap budaya tentunya
memiliki unsur yang sama seperti
yang dikenal dalam ilmu Antrpologi
dengan unsur universal budaya.
Seperti yang dikemukakan oleh
Koentjaraningrat (dalam Prasetya,
2009: 32-33), dia berpendapat
bahwa tujuh unsur kebudayaan yang
dapat ditemukan pada semua bangsa
di dunia. Adapun unsur kebudayaan
yang bersifat universal yang dapat
kita sebut sebagai isi pokok tiap
kebudayaan di dunia ini, ialah: (1)
Peralatan dan perlengkapan hidup
manusia sehari-hari misalnya:
pakaian, perumahan, alat rumah
tangga, senjata, dan sebagainya. (2)
Sistem mata pencaharian dan sistem
ekonomi. Msialnya: pertanian,
peternakan, sistem produksi. (3)
Sistem kemasyarakatan, misalnya:
kekerabatan, sistem perkawinan,
sistem warisan. (4) Bahasa sebagai
media komunikasi, baik lisan
maupun tertulis. (5) Ilmu
pengetahuan. (6) Kesenian,
misalnya: seni suara, seni rupa, seni
gerak. (7) Sistem religi.
Pranata Sosial
Dalam hidup bermasyarakat,
mausia setiap hari melakukan
berbagai tindakan interaksi yang
berpola, baik yang dianut resmi
maupun tidak resmi. Pranata adalah
suatu sistem aturan-aturan yang
menata serangkain tindakan berpola
mantap guna memenuhi suatau
keperluan yang khusus dalam
kehidupan masyarakat
(Koentjaraningrat, 2011: 133).
Pranata sosial ini adalah bagian dari
wujud kebudayaan yang berupa
aktivitas-aktivitas berpola dari
suatau masyarakat. Aktivitas
berpola ini diatur dalam sebuah
system yang berupa adat istiadat.
Adat Istiadat
Adat-istiadat adalah bagian dari
unsur kebudayaan yang menjadi
pedoman hidup manusia dalam
bermasyarakat. Secara etimologis
adat-istiadat terdiri dari dua kata
yaitu adat dan istiadat, dalam
pengertian KBI (2008: 11) adat
berarti aturan (perbuatan dan
sebagainya) yang lazim diturut atau
Page 56
48
dilakukan sejak dahulu kala atau
kebiasaan; cara (kelakuan dan
sebagainya) yang sudah menjadi
kebiasaan sedangkan istiadat adalah
segala aturan (tindakan dan
sebagainya) yang sudah menjadi
kebiasaan secara turun-temurun.
Pengertian Agama
Agama adalah hal yang unik,
agama adalah hal pertama yang
dibawa oleh manusia di dunia dan
menjadi hal terakhir yang dibawa
ketika manusia meninggal dan
agama akan tetap tumbuh dan
berkembang selama manusia masih
ada.
Unsur-unsur Agama
Berdasarkan teori asal mula
agama dari bentuk-bentuk yang ada
dimuka bumi ini, paling tidak
terdapat lima unsur dasar agama,
yaitu (1) emosi
keagamaan/agamaous
emotion/getaran jiwa yang
menyebabkan manusia menjalankan
kelakuan keagamaan; (2) sistem
kepercayaan/believe system atau
bayang-bayang manusia tentang
bentuk dunia, alam, alam gaib,
hidup, mati, dsb; (3) sistem upacara
keagamaan yang bertujuan mencari
hubungan dengan dunia gaib
berdasarkan atas sistem
kepercayaan; (4) peralatan dan
perlengkapan upacara; (5)
kelompok keagamaan/religous
community atau kesatuan-kesatuan
sosial yang mengekpresikan dan
mengaktifkan agama beserta sistem
upacara-upacara keagamaannya
(Pujileksono, 2009: 66-67).
METODOLOGI PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah
pendekatan antropologis. Lahirnya
pendekatan antropologis, didasarkan
atas kenyataan, pertama, adanya
hubungan antara ilmu antropologi
dengan bahasa. Kedua, dikaitkan
dengan tradisi lisan, baik
antropologi maupun sastra sama-
sama mempermasalahkannya
sebagai objek yang penting.
Pendekatan antropologis bukanlah
aspek antropologi „dalam‟ sastra
melainkan antropologi „dari‟ sastra.
(Ratna, 2011b: 64).
Metode Penelitian
Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah
deskriptif kualitatif. Deskripsi
kualitatif adalah metode yang secara
keseluruhan memanfaatkan cara-
cara penafsiran dengan
menyajikannya dalam bentuk
deskripsi, kualitas penafsiran dalam
metode kualitatif dibatasi oleh
hakikat fakta-fakta sosial. Metode
kualitatif memberikan perhatian
terhadap data alamiah, data dalam
hubungannya dengan konteks
keberadaannya (Ratna, 2009: 46-
47).
Sumber Data
Sumber data dalam
penelitian ini berupa tulisan berupa
penggalan kalimat dalam bentuk
novel yang berjudul Sang Pencerah
karya Akmal Nasery Basral yang
diterbitkan oleh Mizan Pustaka (PT
Mizan Publika), cetakan kedua (Juni
Page 57
49
2010), tebal buku 461 halaman
dengan sampul berawarna kuning
keemasan dan terdapat foto Lukman
Sardi yang memegang biola sebagai
ilustrasi dari Kiai Haji Ahmad
Dahlan.
Data
Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kutipan yang
berakitan dengan masalah yang
diteliti, dimana dalam penelitian ini
adalah tentang hubungan agama dan
tradisi. Kutipan-kutipan tersebut
berupa beberapa kalimat baik yang
berupa dialog atau gambaran dari
tokoh yang terdapat dalam novel
Sang Pencerah. Data-data tersebut
dijabarkan dalam bentuk tabel
korpus data yang memuat nomor
data, data, kode data, deskripsi dan
interpretasi. Data-data tersebut
kemudian dideskripsikan
selanjutnya akan dianalisis dengan
menggunakan teori yang telah
terdapat dalam landasan teori.
Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat pada
waktu peneliti menggunakan suatu
metode (Arikunto, 1992: 121).
Instrumen yang digunakan dalam
penelitian yang berjudul Ide
Pembaharuan Hubungan Agama
dengan Tradisi dalam Novel Sang
Pencerah Karya Akmal Nasery
Basral Tinjauan Antropologis ini
menggunakan tabel kisi-kisi
penyajian data yang berisi nomor,
data, kode data, deskripsi, dan
interpretasi pada kutipan-kutipan
teks yang dibutuhkan.
Teknik Penelitian
Sesuai dengan metode
penelitian yang telah ditentukan
maka digunakan sebuah teknik
penelitian. Teknik penelitian adalah
cara yang digunakan peniliti untuk
melakukan penelitian, sehingga
dapat mengolah data yang telah
ditemukan. Adapun teknik
penelitian yang digunakan yakni:
teknik pengumpulan data dan
pengolahan data.
a. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan
dalam penelitian ini adalah teknik
dokumentasi. Dokumentasi, dari
asal katanya dokumen, yang artinya
barang-barang tertulis. Di dalam
melaksanakan metode dokumentasi,
peneliti menyelidiki benda-benda
tertulis seperti buku-buku, majalah,
dokumen, peraturan-peraturan,
notulen rapat, catatan harian dan
sebaginya (Arikunto, 1992: 131).
Dalam hal ini benda tertulis yang
dikaji oleh peneliti adalah Novel
Sang Pencerah karya Akmal Nasery
Basral.
Adapun teknik pengumpulan
data dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1) Membaca novel Sang
Pencerah Karya Akmal
Nasery Basral yang
digunakan sebagai data
primer, atau objek dalam
penelitian ini secara
berulang-ulang untuk
menghindari penafsiran
yang tidak sesuai dengan
topik yang akan diteliti.
2) Mengidentifikasi isi novel
yang terdapat dalam karya
Page 58
50
sastra yang berkaitan dengan
ide pembaharuan hubungan
agama dengan tradisi.
3) Mengklasifikasi pernyataan
tentang ide pembaharuan
hubungan agama dengan
tradisi sesuai dengan
rumusan masalah yang telah
ditentukan
4) Memasukkan data ke dalam
korpus data.
5) Mendeskripsikan data yang
telah ditemukan pada saat
membaca dan
mengidentifikasi isi novel.
b. Teknik Pengolahan Data
Setelah data terkumpul,
maka langkah selanjutnya dalah
mengolah data. Pengolahan data
dalam penelitian ini menggunakan
teknik deskriptif kualitatif. Dalam
hal ini, peneliti mendeskripsikan
data-data yang telah terkumpul,
dimana data-data ini berupa
penggalan-penggalan beberapa
kalimat baik yang berupa dialog
atau gambaran dari tokoh yang
terdapat dalam novel Sang
Pencerah Karya Akmal Nasery
Basral.
Adapun langkah-langkah
pengolahan data dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1) Perbandingan Antardata
Data-data yang telah
diperoleh melalui pembacaan
secara cermat dan teliti
dicatat dalam kartu data.
Data tentang ide
pembaharuan hubungan
agama dan tradisi dalam
novel Sang Pencerah baik
yang berupa wujud
kebudayaan dalam bentuk
ide-ide, aktivitas, maupun
benda dibandingkan.
Perbandingan ini dilakukan
untuk mengelompokkan
data-data tersebut sesuai
dengan permasalahan yang
telah ditentukan.
2) Kategorisasi
Data-data yang telah
dibandingkan kemudian
dikelompokkan berdasarkan
jenisnya. Data mengenai
wujud kebudayaan sebagai
suatu kompleks dari ide-ide,
dipisahkan dari data-data
yang berupa wujud
kebudayaan sebagai suatu
kompleks aktivitas serta
tindakan, dan selanjutnya
dipisahkan pula dengan data
yang berupa wujud
kebudayaan sebagai benda-
benda hasil karya manusia
yang terdapat dalam novel
Sang Pencerah.
3) Korpus Data dan Kodifikasi
Data-data yang telah
dikelompokkan kemudian
dimasukkan ke dalam tabel
disertai dengan penggunaan
angka untuk memperjelas
deskripsi yang ada.
Sedangkan kodifikasi atau
pengodean yaitu data-data
yang telah terkumpul dan
diklasifikasikan kemudian
diberi kode agar lebih mudah
membedakan antara data-
data yang berupa suatu
kompleks dari ide-ide, data
yang berupa wujud
kebudayaan sebagai suatu
kompleks aktivitas serta
Page 59
51
tindakan, dan data yang
berupa wujud kebudayaan
sebagai benda-benda hasil
karya manusia kebudayaan
sebagai yang terdapat dalam
novel Sang Pencerah.
4) Deskripsi dan Interpretasi
Data
Data-data yang telah
diklasifikasikan sesuai
dengan jenisnya masing-
masing, kemudian memasuki
tahap deskripsi untuk
menemukan jawaban dari
setiap permasalahan dalam
penelitian. Setelah dilakukan
tahap deskripsi, data-data
yang ada kemudian
dilanjutkan dengan tahap
interpretasi. Yaitu tahap
dimana peneliti berusaha
untuk menemukan jawaban
dari setiap rumusan masalah
dengan menggunakan toeri-
teori yang telah terdapat pada
landasan teori.
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian
merupakan langkah-langkah yang
ditempuh peneliti dalam melakukan
penelitian dari awal hingga
penelitian benar-benar selesai.
Langkah-langkah yang ditempuh
peneliti dalam penelitian ini sebagai
berikut:
1) Tahap Persiapan
a. Penentuan judul
penelitian.
b. Konsultasi judul
penelitian.
c. Studi kepustakaan.
d. Konsultasi rancangan
penelitian.
2) Tahap Pelaksanaan
a. Membaca teks novel
secara berulang-
ulang.
b. Mengidentifikasi
bagian kalimat yang
terdapat dalam teks
novel yang berkaitan
dengan ide
pembaharuan
hubungan agama
dengan tradisi.
c. Menginterpretasikan
data.
3) Tahap Penyelesaian
a. Menyusun naskah
laporan.
b. Revisi laporan.
c. Menyusun laporan.
d. Ujian
pertanggungjawaban.
HASIL PENELITIAN
1. Ide Pembaharuan Hubungan
Agama dengan Tradisi dalam
Wujud Kebudayaan Sebagai
Kompleks dari Ide dalam
Novel Sang Pencerah Karya
Akmal Nasery Basral dengan
Tinjauan Antropologis.
Berdasarkan analisis data,
ditemukan bahwa bentuk-bentuk
dari wujud kebudayaan sebagai
kompleks dari ide dalam novel
Sang Pencerah terdiri dari dua
puluh tujuh data. Masing-
masing data terdiri dari empat
belas data tentang masalah
hakikat dari kedudukan manusia
dalam ruang dan waktu (MW).
Dua belas data tentang masalah
Page 60
52
hakikat dari hubungan manusia
dengan alam sekitarnya (MA),
dan 1 data tentang masalah
hakikat dari hubungan manusia
dengan sesamanya (MM).
Pembahasan
Hubungan agama dan tradisi
dalam wujud kebudayaan sebagai
kompleks dari ide dalam novel Sang
Pencerah karya Akmal Nasery
Basral kurang harmonis ketika ide-
ide baru dalam beragama yang
diajarkan oleh Kiai Dahlan
menyinggung ide-ide dalam
beragama yang telah menjadi tradisi
dan budaya dalam masyarakat, hal
ini disebabkan karena setiap
manusia yang hidup dalam
lingkungan sosial sejak kecil telah
diresapi dengan nilai budaya yang
hidup dalam masyarakat sehingga
konsep-konsep itu sejak lama telah
berakar dalam alam jiwa mereka.
Itulah sebabnya nilai-nilai budaya
dalam suatu kebudyaan tidak dapat
diganti dengan nilai-nilai budaya
yang lain dalam waktu singkat,
dengan cara mendiskusikannya
secara rasional (Koentjaraningrat,
2009:153). Sehingga fungsi agama
sebagai pemersatu masyarakat dan
penentram jiwa tidak berjalan
dengan baik.
Hubungan agama dan tradisi
dalam hal ini menimbulkan
ketegangan, sebab pola-pola dalam
struktur kelompok sosial telah
diubah dan diganti oleh Kiai Dahlan
dengan pola-pola baru yang berasal
dari luar budaya masyarakat
Kauman, sehingga pola-pola baru
tersebut akan menimbulkan struktur
baru yang pada akhirnya juga
bertujuan untuk mencapai keadaan
yang stabil (di kemudian hari)
(Soekanto, 2010: 146).
2. Ide Pembaharuan Hubungan
Agama dengan Tradisi dalam
Wujud Kebudayaan Sebagai
Kompleks Aktivitas Serta
Tindakan Berpola
Masyarakat dalam Novel Sang
Pencerah Karya Akmal
Nasery Basral dengan
Tinjauan Antropologis.
Berdasarkan analisis data,
ditemukan bahwa bentuk-bentuk
dari wujud kebudayaan sebagai
sebagai kompleks aktivitas serta
tindakan berpola masyarakat dalam
novel ini berjumlah lima belas dan
terdiri dari berbagai bentuk
aktivitas, di antaranya 10 aktivitas
yang berkaitan dengan pranata
keagamaan (PA), 4 aktivitas yang
berkaitan dengan pranata politik
(PP), dan 1 aktivitas yang berkaitan
dengan pranata pendidikan (PPe).
Pembahasan
Hubungan agama dan tradisi
dalam wujud kebudayaan sebagai
kompleks aktivitas serta tindakan
berpola masyarakat dalam novel
Sang Pencerah karya Akmal Nasery
Basral kurang harmonis ketika
aktivitas-aktivitas baru dalam
beragama yang diperkenalkan dan
diajarkan oleh Kiai Dahlan
menyinggung aktivitas dalam
beragama yang telah menjadi tradisi
dan budaya dalam masyarakat, hal
ini disebabkan karena setiap
manusia yang hidup dalam
Page 61
53
lingkungan sosial sejak kecil telah
diresapi dengan nilai budaya yang
hidup dalam masyarakat sehingga
konsep-konsep itu sejak lama telah
berakar dalam alam jiwa mereka.
Itulah sebabnya nilai-nilai budaya
dalam suatu kebudyaan tidak dapat
diganti dengan nilai-nilai budaya
yang lain dalam waktu singkat,
dengan cara mendiskusikannya
secara rasional (Koentjaraningrat,
2009:153). Sehingga fungsi agama
sebagai pemersatu masyarakat dan
penentram jiwa tidak berjalan
dengan baik.
Hubungan agama dan tradisi
dalam hal ini menimbulkan
ketegangan, sebab pola-pola dalam
struktur kelompok sosial telah
diubah dan diganti oleh Kiai Dahlan
dengan pola-pola baru yang berasal
dari luar budaya masyarakat
Kauman, sehingga pola-pola baru
tersebut akan menimbulkan struktur
baru yang pada akhirnya juga
bertujuan untuk mencapai keadaan
yang stabil (di kemudian hari)
(Soekanto, 2010: 146).
3. Ide Pembaharuan Hubungan
Agama dan Tradisi dalam
Wujud Kebudayaan Sebagai
Benda-benda Hasil Karya
Manusia dalam Novel Sang
Pencerah Karya Akmal
Nasery Basral dengan
Tinjauan Antropologis.
Berdasarkan analisis data,
ditemukan bahwa bentuk-bentuk
dari wujud kebudayaan sebagai
benda-benda hasil karya
manusia dalam novel ini
berjumlah lima belas dan terdiri
dari berbagai bentuk, di
antaranya 4 tempat ibadah atau
upacara, 5 alat bantu atau benda
dalam berdakwah, 4 alat atau
benda pelengkap dalam upacara,
dan 2 alat bantu dalam
beribadah.
Pembahasan
Hubungan agama dan
tradisi dalam wujud kebudayaan
sebagai benda-benda hasil karya
manusia dalam novel Sang
Pencerah karya Akmal Nasery
Basral kurang harmonis,karena
masyarakat mencampurbaurkan
agama dan tradisi, dalam hal ini
benda–benda budaya yang
berasal dari tradisi lebih sering
digunakan dan dipercaya oleh
masyarakat Kauman dibanding
benda-benda baru yang
diajarkan agama ,diperkenalkan,
dan diperjuangkan oleh Kiai
Dahlan. Masyarakat Kauman
tidak ingin mengganti benda-
benda yang telah digunakan
sebelumnya dengan benda-
benda yang berasal dari Kitab
Suci yang diperkenalkan dan
diperjuangkan oleh Kiai Dahlan,
sebab benda-benda yang
digunakan oleh masyarakat telah
memiliki makna tersendiri bagi
mayarakat Kauman, selain itu
masyarakat merasa suatu
upacara tidak dapat
dilaksanakan dan bahkan
dipandang tidak syah, apabila
perlatan/perlengkapan yang
menyertai upacara belum
tersedia atau digantikan
(Pujileksono, 2009: 70).
Sehingga fungsi agama sebagai
Page 62
54
pemersatu masyarakat dan
penentram jiwa tidak berjalan
dengan baik.
Hubungan agama dan
tradisi dalam hal ini
menimbulkan ketegangan, sebab
pola-pola dalam struktur
kelompok sosial telah diubah
dan diganti oleh Kiai Dahlan
dengan pola-pola baru yang
berasal dari luar budaya
masyarakat Kauman, sehingga
pola-pola baru tersebut akan
menimbulkan struktur baru yang
pada akhirnya juga bertujuan
untuk mencapai keadaan yang
stabil (di kemudian hari)
(Soekanto, 2010: 146).
PENUTUP
Sebagaimana rumusan
masalah dan tujuan penelitian yang
telah ditetapkan, maka pembahasan
hubungan agama dan tardisi dalam
novel Sang Pencerah karya Akmal
Nasery Basral tinjauan antropologis
dapat disimpulkan menjadi tiga hal,
yakni hubungan agama dan tradisi
yang berwujud kebudayaan sebagai
benda-benda hasil karya manusia,
kebudayaan sebagai kompleks
aktivitas serta tindakan berpola
masyarakat, dan kebudayaan
sebagai kompleks dari ide
sebagaimana yang dikemukakan
oleh Koentjaraningrat.
5.1.1 Ide pembaharuan
hubungan agama dengan
tradisi dalam novel Sang
Pencerah karya Akmal
Nasery Basral ditinjau
dari wujud kebudayaan
sebagai kompleks dari ide.
Berdasarkan analisis data,
ditemukan bahwa bentuk-bentuk
dari wujud kebudayaan sebagai
kompleks dari ide dalam novel Sang
Pencerah terdiri dari dua puluh
tujuh data. Masing-masing data
terdiri dari empat belas data tentang
masalah hakikat dari kedudukan
manusia dalam ruang dan waktu
(MW). Dua belas data tentang
masalah hakikat dari hubungan
manusia dengan alam sekitarnya
(MA), dan 1 data tentang masalah
hakikat dari hubungan manusia
dengan sesamanya (MM).
Bentuk-bentuk ide dalam
penelitian ini diantaranya berupa
masalah hakikat dari hubungan
manusia dengan alam sekitarnya
(MA), hal ini berkaitan dengan
konsep-konsep dasar diadakannya
suatu ibadah atau upacara
keagamaan. Masalah hakikat dari
kedudukan manusia dalam ruang
dan waktu (MW), hal ini berakitan
dengan konsep dasar masih
berlakunya suatu tradisi atau
upacara dalam masyarakat. Dan
masalah hakikat dari hubungan
manusia dengan sesamanya (MM),
hal ini berkaitan dengan konsep
dasar dalam hubungan atau
kedudukan antara manusia satu dan
lainnya. Masalah-masalah dari
hakikat dan kedudukan tersebut
selalu dikaitkan dan berhubungan
dengan pola kehidupan masyarakat
setempat, baik dari segi pola pikir
maupun dari segi kepercayaan atau
keyakinan.
Page 63
55
Ide Pembaharuan hubungan
agama dengan tradisi dalam wujud
kebudayaan sebagai kompleks dari
ide dalam novel Sang Pencerah
karya Akmal Nasery Basral kurang
harmonis ketika ide-ide baru dalam
beragama yang diajarkan oleh Kiai
Dahlan menyinggung ide-ide dalam
beragama yang telah menjadi tradisi
dan budaya dalam masyarakat. Hal
ini menimbulkan ketegangan dalam
masyarakat, sehingga fungsi agama
sebagai pemersatu masyarakat dan
penentram jiwa tidak berjalan
dengan baik.
5.1.2 Ide pembaharuan
hubungan agama dengan
tradisi dalam novel Sang
Pencerah karya Akmal
Nasery Basral ditinjau
dari wujud kebudayaan
sebagai kompleks aktivitas
serta tindakan berpola
masyarakat.
Berdasarkan analisis data,
ditemukan bahwa bentuk-bentuk
dari wujud kebudayaan sebagai
kompleks aktivitas serta tindakan
berpola masyarakat dalam novel ini
berjumlah lima belas dan terdiri dari
berbagai bentuk aktivitas,
diantaranya 10 aktivitas yang
berkaitan dengan pranata
keagamaan (PA), 4 aktivitas yang
berkaitan dengan pranata politik
(PP), dan 1 aktivitas yang berkaitan
dengan pranata pendidikan (PPe).
Aktivitas-ativitas ini diantaranya
berupa pranta politik (menghormati
Sri Sultan Hamengkubuwono dan
kiai), pranta keagamaan (tata cara
penyembahan atau upacara
keagamaan), dan pranata
pendidikan (cara mengajar).
Pranata-pranta tersebut selalu
dikaitkan dan berhubungan dengan
pola kehidupan masyarakat
setempat, baik dari segi
kepercayaan maupun tata cara
dalam melakukan ibadah/upacara.
Ide Pembaharuan hubungan
agama dengan tradisi dalam wujud
kebudayaan sebagai kompleks
aktivitas serta tindakan berpola
masyarakat dalam novel Sang
Pencerah karya Akmal Nasery
Basral kurang harmonis ketika
aktivitas-aktivitas baru dalam
beragama yang diperkenalkan dan
diajarkan oleh Kiai Dahlan
menyinggung aktivitas dalam
beragama yang telah menjadi tradisi
dan budaya dalam masyarakat. Hal
ini menimbulkan ketegangan dalam
lingkungan masyarakat, sehingga
fungsi agama sebagai pemersatu
masyarakat dan penentram jiwa
tidak berjalan dengan baik.
5.1.3 Ide pembaharuan
hubungan agama dengan
tradisi dalam novel Sang
Pencerah karya Akmal
Nasery Basral ditinjau
dari wujud kebudayaan
sebagai benda-benda hasil
karya manusia.
Berdasarkan analisis data,
ditemukan bahwa bentuk-bentuk
dari wujud kebudayaan sebagai
benda-benda hasil karya manusia
dalam novel ini berjumlah enam
belas dan terdiri dari berbagai
bentuk, diantaranya 4 tempat ibadah
Page 64
56
atau upacara, 6 alat bantu atau
benda dalam berdakwah, 4 alat atau
benda pelengkap dalam upacara,
dan 2 alat bantu dalam beribadah.
Ide Pembaharuan hubungan
agama dengan tradisi dalam wujud
kebudayaan sebagai benda-benda
hasil karya manusia dalam novel
Sang Pencerah karya Akmal Nasery
Basral kurang harmonis,karena
masyarakat mencampurbaurkan
agama dan tradisi, dalam hal ini
benda–benda budaya yang berasal
dari tradisi lebih sering digunakan
dan dipercaya oleh masyarakat
Kauman dibanding benda-benda
baru yang diajarkan agama
,diperkenalkan, dan diperjuangkan
oleh Kiai Dahlan. Masyarakat
Kauman tidak ingin mengganti
benda-benda yang telah digunakan
sebelumnya dengan benda-benda
yang berasal dari Kitab Suci yang
diperkenalkan dan diperjuangkan
oleh Kiai Dahlan. Karena
masyarakat menganggap jika tidak
menggunakan benda-benda yang
diajarkan oleh tradisi, maka suatu
upcara dianggap tidak syah. Hal ini
menimbulkan ketegangan dalm
lingkungan masyarakat, sehingga
fungsi agama sebagai pemersatu
masyarakat dan penentram jiwa
tidak berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 2011. Pengantar
Apresiasi Karya Sastra. Bandung:
Sinar Baru
Algensindo.
Anshari, Endang Saifuddin. 1992.
Kuliah al-Islam: Pendidikan Agama
Islam di
Perguruan Tinggi. Jakarta:
CV Rajawali.
Arikunto, Suharsimi. 1992.
Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Azra, Azyumardi, dkk. 2002.
Pendidikan Agama Islam pada
Perguruan Tinggi
Umum. Jakarta: Departemen
Agama RI.
______________. 2008. Kamus
Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat
Bahasa.
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar
Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka
Cipta.
Koentjaraningrat. 2011. Pengantar
Ilmu Antropologi I. Jakarta: Rineka
Cipta.
Prasetya, Joko Tri. 2009. Ilmu
Budaya Dasar. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Pujileksono, Sugeng. 2009.
Pengantar Antropologi.
Malang: UMM Press.
Ratna, Nyoman Kutha. 2011a.
Penelitian Sastra: Teori, Metode,
dan Teknik.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ratna, Nyoman Kutha. 2011b.
Antropologi Sastra: Peranan
Unsur-unsur
Page 65
57
Kebudayaan dalam Proses
Kreatif. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Schraf , Betty R. 1995. Kajian
Sosial Agama. Yogyakarta: PT.
Tiara Wacana Yogya.
Setiadi, Elly M. & Hakam (Ed.).
2012. Ilmu Sosial & Budaya Dasar.
Jakarta:
Kencana Prenada Media
Group.
Soekanto, Soerjono. 2010. Sosiologi
Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali
Pers.
Sugiarti. 2001. Pengetahuan dan
Kajian Prosa Fiksi. Malang:
Program Studi
Pendidikan Bahasa, Sastra
Indonesia, dan Daerah.
Tarigan, Henry Guntur. 1986.
Prinsip-prinsip Dasar
Sastra. Bandung: Angkasa.
Wellek, Rene dan Austrin Warren.
1990. Teori Kesusastraan
(Edisi Terjemahan oleh
Melani Budianta). Jakarta:
Gramedia.
Page 66
58
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK MAKE-A-
MATCH UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI
BELAJAR FISIKA SISWA KELAS VIII SEMESTER II SMP NEGERI
1 LINGSAR TAHUN PELAJARAN 2009/2010
EMAN FIRMANSYAH
DOSEN STKIP TAMAN SISWA
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan meningkatkan aktivitas belajar dan prestasi
belajar fisika siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Lingsar Lombok Barat pada
pokok bahasan getaran dan gelombang dengan penerapan pembelajaran
kooperatif menggunakan teknik make a match. Jenis penelitin ini adalah
penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam dua siklus. Masing-masing
siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi,
evaluasi dan refleksi. Data aktivitas belajar siswa diperoleh dengan cara
observasi sedangkan data prestasi belajar siswa diperoleh dari pemberian tes
objektif pada tiap akhir siklus. Penerapan pembelajaran kooperatif
menggunakan teknik make a match pada penelitian ini dikatakan tuntas
apabila 85 % siswa mencapai prestasi belajar ≥ 65, sedangkan aktivitas
belajar siswa minimal berkategori aktif. Hasil penelitian menunjukkan
adanya peningkatan aktivitas belajar siswa setiap siklusnya, yakni pada siklus
I berkategori aktif menjadi sangat aktif pada siklus II. Sedangkan untuk
prestasi belajar siswa terlihat dari nilai ketuntasan klasikal yang mengalami
peningkatan pada setiap siklusnya, masing-masing mempunyai nilai sebesar
73,33 % pada siklus I dan 89,65 % pada siklus II. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif dengan teknik make-
a-match telah berhasil terlaksana dalam upaya meningkatkan aktivitas belajar
dan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan getaran dan gelombang.
Kata kunci : Pembelajaran kooperatif, make-a-match, aktivitas belajar,
prestasi belajar
This research aims to increase the activity of learning and learning
achievement of eighth grade physics student SMP Negeri 1 Lingsar West
Lombok on the subject of vibrations and waves with the implementation of
cooperative learning techniques make a match. This research type is a
classroom action research conducted in two cycles. Each cycle consists of the
planning phase, implementation of action, observation, evaluation and
reflection. Student activity data obtained by observation while student
achievement data obtained from the provision of objective tests on each end
of the cycle. The implementation of cooperative learning techniques in the
Page 67
59
study make a match is said to be complete when 85% of students achieve
learning achievement ≥ 65, while the students' learning activities categorized
least active. The results showed an increase in students' learning activities of
each cycle, namely in the first cycle is active categorized into very active on
the second cycle. As for student achievement can be seen from the value of
classical thoroughness that has increased in each cycle, each having a value
of 73.33% in cycle I and 89.65% in cycle II. It can be concluded that the
implementation of cooperative learning technique with the make-a-match has
been successfully implemented in an effort to increase the activity of learning
and student achievement on the subject of vibrations and waves.
Key Words : Cooperative Learning, Make-A-Match, Learning Activity ,
Learning Achievement
PENDAHULUAN
Observasi awal di SMPN 1
Lingsar menunjukkan bahwa
dalam pembelajaran fisika, guru
masih kurang inovatif dan kreatif
dalam mencari dan menemukan
metode pembelajaran yang dapat
merangsang motivasi belajar
siswa. Metode yang digunakan
oleh guru dalam proses belajar
mengajar di kelas hanya
menerapkan strategi pembelajaran
ekspositoris yaitu salah satu
strategi pembelajaran di dalam
kelas dimana dalam proses
pembelajaran didominasi oleh
guru atau guru lebih berperan aktif
dalam proses pembelajaran,
sedangkan siswa hanya
mendengarkan dan mencatat.
Selain itu interaksi antara siswa
yang satu dengan siswa yang lain
masih kurang kondusif dan tidak
ada inisiatif dari siswa yang lain
untuk menanyakan hal-hal yang
belum dipahami kepada guru .
Siswa masih bersifat pasif, sering
hanya mendengar penjelasan dari
guru dan tidak mempersiapkan diri
dengan baik sebelum pembelajaran
dimulai. Disamping itu kegiatan
belajar mengajar di kelas belum
melibatkan seluruh siswa dan
bahkan hanya melibatkan siswa
tertentu yang aktif belajar. Apabila
interaksi antara siswa dengan guru
dan antara siswa dengan siswa
belum berlangsung secara
demokratis, maka suasana seperti
ini sangat sulit untuk dapat
mencapai keberhasilan
pembelajaran.
Berdasarkan hasil observasi
awal dan wawancara dengan guru
fisika kelas VII SMP Negeri 1
Lingsar bahwa prestasi belajar
masih rendah. Hal tersebut dapat
dilihat pada tebel berikut :
Tabel 1.1 : Nilai MID kelas VII
semester I tahun ajaran 2008/2009
No. Kelas Jumlah
Siswa
Nilai
Rata-
rata
1. VIIII 39 56,37
2. VIIIII 40 48,72
Tabel 1.2 : Nilai rata-rata pokok
Page 68
60
bahasan fisika kelas VIII B
semester I tahun pelajaran
2008/2009.
No. Pokok
Bahasan
Nilai
Rata-rata
1. Gaya dan
Hukum
Newton
60,67
2. Usaha dan
Energi
50,53
3. Pesawat
Sederhana
54,00
4. Tekanan 50,37
Tabel 1.3 : Nilai rata-rata pokok
bahasan fisika kelas VIII B
semester II tahun pelajaran
2008/2009
(Sumber: Data Bagian Tata Usaha
SMPN 1 Lingsar tahun 2008 )
Ditinjau dari KKM (Kriteria
Ketuntasan Minimum) untuk mata
pelajaran fisika di SMPN 1
Lingsar yaitu 55, maka untuk kelas
VIIII dapat dikatakan memenuhi
standar ketuntasan klasikal
sedangkan untuk kelas VIIIII
belum memenuhi standar. Dalam
hal ini terdapat permasalahan
karena nilai ketuntasan kelas VIIII
masih di kategorikan rendah
karena nilainya hanya 2,5 % dari
nilai KKM, sedangkan untuk kelas
VIIIII belum mencapai standar
ketuntasan minimum .
Getaran dan gelombang
merupakan salah satu materi
pokok yang di ajarkan di kelas
VIII semester II. Berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan dengan
guru fisika bahwa materi tersebut
merupakan pokok bahasan yang
dianggap sulit dimengerti dan
dipahami oleh siswa. Hal tersebut
terlihat dari nilai rata-rata untuk
tiap-tiap pokok bahasan fisika
kelas VIII SMPN 1 Lingsar pada
tahun ajaran 2008/2009 seperti
yang terlihat pada tabel 1.2 dan
tabel 1.3. Berdasarkan data pada
tabel tersebut dapat dikatakan
bahwa nilai rata-rata pada
semester II mengalami penurunan
sebesar 15% dari semester I.
Untuk mengatasi masalah
tersebut maka perlu adanya suatu
tindakan yang sesuai dengan
kondisi tersebut dalam upaya
membantu siswa secara sistematis
agar prestasi belajar siswa
diharapkan dapat ditingkatkan
secara optimal.
Pada penelitian ini akan
diimplementasikan pembelajaran
kooperatif teknik make-a-match
untuk menyelesaikan masalah
pembelajaran di SMP Negeri 1
Lingsar pada materi getaran dan
gelombang, karena berdasarkan
informasi dari guru fisika di SMP
Negeri 1 Lingsar bahwa sebagian
besar siswa jika dibagi ke dalam
kelompok kerja oleh guru yang
mengajar, terkadang siswa tidak
ingin berpasangan dengan siswa
lain yang telah dibagikan oleh
gurunya. Oleh sebab itu,
No. Pokok Bahasan Nilai rata-
rata
1. Getaran dan
Gelombang
40,05
2. Bunyi 42,20
3. Cahaya 48,72
4. Alat Optik 52,16
Page 69
61
digunakan pembelajaran
kooperatif teknik make-a-match.
Pembelajaran kooperatif teknik
make-a-match yaitu suatu cara
belajar yang memberi kesempatan
kepada siswa untuk mencari
pasangan sambil belajar mengenai
sesuatu konsep atau topik dalam
suasana yang menyenangkan (Lie,
2008:55). Menurut Isjoni (2007 :
77) teknik make-a-match
merupakan salah satu teknik dalam
pembelajaran kooperatif untuk
dapat mengaktifkan siswa dalam
proses belajar mengajar serta dapat
meningkatkan prestasi belajar
siswa.
Pembelajaran Kooperatif
Teknik Make-a-match
Pembelajaran kooperatif
teknik make-a-match memberikan
kesempatan kepada siswa untuk
memilih pasangan yang akan
menjadi anggota dalam
kelompoknya dengan cara siswa
mencari pasangan yang
mempunyai kartu yang cocok
dengan kartunya.
Pembelajaran kooperatif
dengan mencari pasangan adalah
pembelajaran kooperatif yang
memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mencari pasangan
sambil belajar mengenai suatu
konsep atau topik dalam suasana
yang menyenangkan (Lie, 2002
:55). Pembelajaran dengan
mencari pasangan memberi
kesempatan kepada siswa untuk
bekerja sama dengan orang lain.
Serta untuk meningkatkan rasa
tanggung jawab terhadap
pembelajaran sendiri dan juga
pembelajaran orang lain. Ciri-ciri
pembelajaran kooperatif teknik
make-a-match menurut Ibrahim
(2000 : 6) adalah : a. Siswa bekerja dalam pasangan
secara kerjasama dalam menuntaskan materi belajarnya.
b. Pasangan dibentuk sesuai
dengan kartu yang cocok
dengan kartu yang didapat oleh
masing-masing siswa.
c. Bila mana mungkin, anggota
kelompok berasal dari ras,
budaya, suku, jenis kelamin
berbeda.
d. Penghargaan lebih berorientasi
pada pasangan ketimbang
individu.
Manfaat pembelajaran kooperatif
teknik make-a-match menurut
Ibrahim (2000 : 18) adalah : a. Meningkatkan pencurahan waktu
pada tugas.
b. Rasa harga diri menjadi lebih
tinggi. c. Penerimaan terhadap perbedaan
individu menjadi lebih besar. d. Perilaku mengganggu menjadi
lebih kecil.
e. Sikap apatis kurang.
f. Pemahaman yang lebih
mendalam.
g. Motivasi lebih besar dan retensi
lebih lama.
h. Hasil belajar lebih tinggi.
i. Meningkatkan kebaikan budi,
pekerti dan toleransi.
Adapun langkah - langkah
penerapan pembelajaran
kooperatif teknik make-a-match
adalah sebagai berikut
(http://tarmizi.wordpress.com) :
Page 70
62
a. Guru menyiapkan beberapa
kartu yang berisi beberapa
konsep atau topik yang cocok
untuk sesi review, satu bagian
kartu soal dan bagian lainnya
kartu jawaban.
b. Setiap siswa mendapatkan
sebuah kartu yang bertuliskan
soal/jawaban.
c. Tiap siswa memikirkan
jawaban/soal dari kartu yang
dipegang.
d. Setiap siswa mencari pasangan
kartu yang cocok dengan
kartunya. Misalnya: pemegang
kartu yang bertuliskan nama
tumbuhan dalam bahasa
Indonesia akan berpasangan
dengan nama tumbuhan dalam
bahasa latin (ilmiah).
e. Setiap siswa yang dapat
mencocokkan kartunya sebelum
batas waktu diberi poin.
f. Jika siswa tidak dapat
mencocokkan kartunya dengan
kartu temannya (tidak dapat
menemukan kartu soal atau
kartu jawaban) akan
mendapatkan hukuman, yang
telah disepakati bersama.
g. Setelah satu babak, kartu
dikocok lagi agar tiap siswa
mendapat kartu yang berbeda
dari sebelumnya, demikian
seterusnya.
h. Siswa juga bisa bergabung
dengan 2 atau 3 siswa lainnya
yang memegang kartu yang
cocok.
i. Guru bersama-sama dengan
siswa membuat kesimpulan
terhadap materi pelajaran.
Pembelajaran kooperatif
dengan mencari pasangan (make-
a-match) memiliki kelebihan dan
kelemahan. Dalam
"http://tarmizi.wordpress.com"
(2008) menyatakan bahwa
kelebihan dari pembelajaran
kooperatif teknik make-a-match,
yaitu :
a. Siswa mencari pasangan sambil
belajar mengenai suatu konsep
atau topik dalam suasana yang
menyenangkan.
b. Melatih untuk ketelitian,
kecermatan dan ketepatan serta
kecepatan untuk dapat
memperoleh pasangan.
Selain kelebihan, ternyata
pembelajaran kooperatif teknik
make-a-match memiliki
kekurangan, yaitu :
a. Waktu yang cepat sehingga
membuat sebagian siswa tidak
bisa menyelesaikan aturan
permainan
b. Kurang konsentrasi karena tiap
siswa bersaing untuk menjadi
yang tercepat sehingga ada
sebagian siswa yang kurang
konsentrasi dalam
menyelesaikan aturan
permainan.
Prestasi Belajar
Belajar adalah suatu usaha
atau kegiatan yang bertujuan
mengadakan perubahan di dalam
diri seseorang, mencakup
perubahan tingkah laku, sikap,
kebiasaan, ilmu pengetahuan,
keterampilan, dan sebagainya
(Dalyono, 2005 : 49). Menurut
Djamarah (1997 : 23) “ prestasi
belajar adalah hasil yang diperoleh
Page 71
63
berupa kesan-kesan yang
mengakibatkan perubahan dalam
diri individu sebagai hasil dari
aktivitas dalam belajar.”
Sedangkan Muslihan (dalam
Dirawat, 2007 : 21) menjelaskan
bahwa prestasi belajar ditentukan
pada apa yang telah dicapai siswa
setelah berakhirnya suatu tahap
belajar mengajar dalam jangka
waktu tertentu. Prestasi belajar
adalah salah satu tujuan yang
hendak dicapai dalam proses
belajar. Proses belajar dalam diri
siswa dapat dikatakan baik apabila
dalam diri siswa terjadi perubahan
dalam aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor.
Dari beberapa pendapat
diatas, dapat disimpulkan bahwa
prestasi belajar adalah hasil yang
dicapai oleh siswa setelah
mengikuti proses belajar mengajar
dalam jangka waktu tertentu yang
dinyatakan dalam bentuk angka
atau nilai. Selain itu, dengan
mengetahui prestasi belajar siswa,
guru dapat menentukan kedudukan
siswa dalam kelas apakah ia
pandai, sedang atau kurang.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Prestasi Belajar
Faktor-faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar
siswa tidak terlepas dari faktor-
faktor yang mempengaruhi belajar
siswa itu sendiri. Menurut
Widodo,dkk (2003:138) ada dua
faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar,yaitu:
Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar
yang berasal dari dalam. Yang
tergolong faktor internal adalah :
a. Faktor Jasmaniah (fisiologi)
baik yang bersifat bawaan
maupun yang diperoleh. Yang
termasuk faktor ini misalnya
penglihatan, pendengaran,
struktur tubuh, dan sebagainya.
b. Faktor psikologis baik yang
bersifat
c. Faktor budaya seperti adat
istiadat, ilmu pengetahuan,
teknologi, kesenian.
d. Faktor lingkungan fisik seperti
fasilitas rumah, fasilitas belajar,
iklim.
e. Faktor lingkungan spiritual atau
keamanan.
Aktivitas Belajar Siswa
Belajar merupakan
kegiatan sehari-hari siswa.
Kegiatan belajar tersebut ada yang
dilakukan di sekolah, di rumah,
dan di tempat lain seperti museum,
perpustakaan, kebun binatang,
sawah, sungai, atau hutan.
Kegiatan belajar dapat dirancang
oleh guru dan dapat juga dirancang
oleh siswa sendiri. Pengetahuan
tentang “belajar karena ditugasi”
dan “belajar karena motivasi
sendiri” sangat penting untuk
diperhatikan, karena
mempengaruhi tingkat aktivitas
siswa dalam pembelajaran.
Dalam interaksi belajar
mengajar, proses belajar yang
dilakukan oleh siswa merupakan
kunci keberhasilan belajar. Proses
belajar ini dipengaruhi oleh sikap,
motivasi, dan konsentrasi belajar.
Seseorang yang mempunyai
motivasi belajar yang tinggi,
Page 72
64
cenderung mempunyai aktivitas
belajar yang tinggi pula. Motivasi
sebagai daya penggerak dalam diri
siswa untuk belajar lebih giat guna
mencapai hasil belajar yang
memberikan kepuasan pribadi.
“ Aktivitas siswa selama
proses pembelajaran merupakan
salah satu indikator adanya
keinginan untuk belajar. Aktivitas
ini mencakup aktivitas mental,
intelektual, emosional, sosial, dan
motorik” (Sudjana, 1991: 98).
Dalam pembelajaran kooperatif
dengan teknik make-a-match,
indikator atau deskriptor aktivitas
siswa yang digunakan yaitu
kesiapan siswa menerima materi
pelajaran, antusiasme siswa saat
pembagian kelompok, antusiasme
siswa dalam mengikuti
pembelajaran, interaksi siswa
dengan guru, aktivitas siswa dalam
kegiatan kelompok, kerjasama
kelompok dalam kegiatan diskusi
serta kemampuan siswa dalam
menyimpulkan hasil belajar
(Depdiknas, 2008 : 4-17).
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan paparan di atas maka
dapat diajukan hipotesis tindakan
sebagai berikut :
1. Dengan mengoptimalkan
penggunaan model
pembelajaran kooperatif
teknik make-a-match dalam
proses pembelajaran diduga
terdapat peningkatan aktivitas
siswa kelas VIII / II SMPN 1
Lingsar tahun pelajaran
2009/2010 dalam belajar
fisika pada pokok bahasan
getaran dan gelombang
2. Prestasi belajar siswa kelas
VIII / II SMPN 1 Lingsar
tahun pelajaran 2009/2010
dalam belajar fisika pada
pokok bahasan getaran dan
gelombang diduga dapat
meningkat dengan
penggunaan model
pembelajaran kooperatif
teknik make-a-match dalam
proses pembelajaran .
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini
adalah Penelitian Tindakan
Kelas. Menurut Wallace
(dalam Kunandar, 2008:44)
mengemukakan bahwa “
Penelitian tindakan kelas
dilakukan dengan
mengumpulkan data atau
informasi secara sistematis
tentang praktik keseharian dan
menganalisisnya untuk dapat
membuat keputusan-keputusan
tentang praktik yang
seharusnya dilakukan di masa
mendatang.”
Subyek dan Obyek Penelitian
Subyek penelitian ini
adalah siswa kelas VIIIII SMP
Negeri 1 Lingsar tahun ajaran
2009/2010 yang terdiri dari 32
siswa dengan komposisi 17 siswa
laki-laki dan 15 siswi perempuan .
Sedangkan obyek penelitian ini
adalah : 1). aktivitas belajar, 2).
prestasi belajar terhadap
pembelajaran kooperatif teknik
make-a-match pada pokok bahasan
getaran dan gelombang.
Page 73
65
Faktor yang Diselidiki
Untuk mampu menjawab
permasalahan di atas, ada beberapa
faktor yang ingin diselidiki, yaitu:
Faktor siswa, yaitu melihat
peningkatan aktivitas dan prestasi
belajar fisika siswa kelas VIII B
SMP Negeri 1 Lingsar pada pokok
bahasan getaran dan
gelombangmelalui penerapan
pembelajaran kooperatif teknik
make-a-match.
Faktor guru, yaitu melihat
kegiatan guru selama
pembelajaran di kelas menerapkan
pembelajaran kooperatif teknik
make-a-match pada pokok bahasan
getaran dan gelombang apakah
sesuai dengan skenario
pembelajaran yang dibuat.
Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini instrumen
penelitian yang digunakan adalah
tes belajar. Test adalah serentetan
pertanyaan atau latihan yang
digunakan untuk mengukur
keterampilan, pengetahuan
intelegensi dan kemampuan yang
dimiliki individu. Tes yang
digunakan adalah test objektif
yaitu tes yang terdiri dari item-
item yang dapat dijawab dengan
memilih salah satu alternatif yang
benar dari sejumlah alternatif yang
disediakan.
Penyusunan test dilakukan
oleh peneliti untuk mengetahui
apakah butir soal yang diberikan
dapat dikatakan baik atau tidak,
maka perlu dilakukan analisis butir
soal.
Teknik Analisis Data
Data Prestasi Belajar
Data tentang prestasi belajar siswa
dianalisis secara deskriptif
kualitatif. Sedangkan kualifikasi
prestasi belajar siswa diperoleh
dengan pedoman konversi seperti
tabel 3.3 berikut :
Tabel 3.3 : Pedoman Konversi
Skor Prestasi Belajar Siswa
NO. SKOR KATEGORI
1. 85-100 Sangat Baik
2. 70-84 Baik
3. 55-69 Cukup
4. 40-54 Kurang
5. 0-39 Sangat
Kurang
(Depdikbud, 1995:18)
Untuk mengetahui adanya
peningkatan prestasi belajar siswa
pada pembelajaran Getaran dan
gelombangyang dicapai pada tiap
siklus, digunakan rumus sebagai
berikut :
Menentukan rata-rata
Menentukan ketuntasan
individual
Setiap siswa dalam proses belajar
mengajar dikatakan tuntas secara
individu terhadap materi pelajaran
yang disajikan apabila siswa
mampu memperoleh nilai ≥ 65
(Depdikbud, 1995:20).
Menghitung ketuntasan
klasikal
KK =
x 100 %
(Depdikbud, 1995:21)
Dengan KK menyatakan
ketuntasan klasikal, X menyatakan
jumlah siswa yang memperoleh
nilai ≥ 65, dan N menyatakan
Page 74
66
jumlah siswa sesuai dengan
petunjuk teknik penilaian. Kelas
dikatakan tuntas secara klasikal
terhadap materi pelajaran yang
disajikan jika ketuntasan klasikal
mencapai 85 %.
Aktivitas Siswa
Aktivitas siswa dapat
diketahui melalui observasi
terhadap perilaku siswa selama
mengikuti pembelajaran dengan
lembar observasi terdiri dari 7
indikator, tiap indikator terdiri dari
3 deskriptor.Data aktivitas siswa
dianalisis dengan cara berikut :
a. Menentukan skor untuk
tiap deskriptor aktivitas
siswa pada penelitian ini
penilaiannya mengikuti
aturan berikut : skor 3
diberikan jika X > 75 %,
skor 2 diberikan jika 50 %
< X ≤ 75 %, skor 1
diberikan jika 25 % < X
≤50 %, skor 0 diberikan
jika X ≤ 25 %. Dimana X
adalah jumlah siswa dalam
kelas yang aktif melakukan
kegiatan diskusi
berdasarkan deskriptor.
b. Menentukan rata-rata skor
tiap indikator dilakukan
dengan cara menjumlahkan
semua skor pada tiap
deskriptor dari indikator
tersebut kemudian dibagi
dengan banyaknya
deskriptor pada indikator
tersebut. c. Data aktivitas siswa
dianalisis secara deskriptif
kualitatif dengan
menggunakan skor skala 1-
5, sehingga diperoleh skor
maksimal ideal (SMI)
adalah skor maksimalnya 3
dikalikan dengan jumlah
item aktivitas siswa yang
dinilai.
Kualifikasi belajar siswa
ditentukan berdasarkan pedoman
konversi seperti pada tabel 3.4
berikut :
Tabel 3.4 : Pedoman Konversi
Penilaian Skala 1-5 Aktivitas
Belajar
Siswa SKOR KUALIFIKASI
MI + 1,5 SDI ≤ Sangat Aktif
MI + 0,5 SDI ≤ < MI
+ 1,5 SDI
Aktif
MI - 0,5 SDI ≤ < MI + 0,5 SDI
Cukup Aktif
MI - 1,5 SDI ≤ < MI -
0,5 SDI
Kurang Aktif
< MI - 1,5 SDI Sangat Kurang
skor tAktif
(Nurkancana & Sunartana,
1992:103)
erendah ideal)
Berdasarkan pedoman observasi
yang digunakan, diperoleh skor
tertinggi 21 dan skor terendah 0.
Dengan demikian didapatkan MI
dan SDI sebagai berikut :
MI =
(21 + 0) = 10,5
SDI =
(21 - 0) = 3,5
Dengan mendistribusikan nilai MI
dan SDI, maka dibuat pedoman
konversi kualifikasi aktivitas
belajar siswa pada tabel 3.5
menjadi seperti pada tabel 3.5
berikut :
Tabel 3.5 : Konversi Skor
Aktivitas Belajar Siswa SKOR KUALIFIKASI
15,75 ≤ Sangat Aktif
12,25 ≤ < 15,57 Aktif
8,75 ≤ < 12,25 Cukup Aktif
Page 75
67
5,25 ≤ < 8,75 Kurang Aktif
< 5,25 Sangat Kurang Aktif
dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
∑
Keterangan :
= skor rata-rata
aktivitas siswa
∑ = Jumlah seluruh
skor
N = Jumlah siswa
(Arikunto, 2007:71)
Skor rata-rata ( ) yang diperoleh
dari perhitungan dibandingkan
dengan skor penggolongan yang
telah ditetapkan. Dengan demikian
dapat ditentukan aktivitas belajar
siswa selama proses belajar
mengajar. Kelas dikatakan
memiliki aktivitas baik jika hasil
analisis diperoleh aktivitas siswa
minimal aktif.
a. Data Aktivitas Guru
Data tentang aktivitas
mengajar guru dianalisis secara
kualitatif. Data yang diperoleh dari
hasil observasi dianalisis dengan
cara mengidentifikasi kesalahan
dan kekurangan dari aspek-aspek
yang belum nampak kemudian
menganalisis penyebab
kekurangan dan merefleksi diri
untuk melakukan persiapan
menyusun tindakan.
a. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan
penelitian ini adalah:
1. Aktivitas belajar siswa
minimal berkategori aktif
dan mengalami
peningkatan rata-rata skor
pada tiap siklusnya.
2. Dengan ketuntasan belajar
siswa sebesar 85 % dari
siswa di kelas yang
memperoleh nilai sebesar ≥
65 % pada saat evaluasi.
Dengan demikian penerapan
pembelajaran kooperatif teknik
make-a-match pada penelitian ini
dikatakan berhasil apabila 85 %
siswa mencapai prestasi belajar≥
65 %, sedangkan aktivitas belajar
siswa berkategori aktif yaitu
berada pada konversi nilai 12,25 ≤
< 15,57.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Siklus I
Dari hasil penelitian yang
telah dilakukan, diperoleh data-
data seperti berikut ini:
a. Hasil Observasi Kegiatan Guru
Aktivitas kegiatan guru
selama pembelajaran berlangsung
dapat diketahui dari lembar
observasi aktivitas guru (lampiran
17) yang dilakukan oleh observer.
b. Hasil Observasi Aktivitas
Siswa
Aktivitas siswa selama
pembelajaran berlangsung dapat
diketahui dari lembar observasi
aktivitas siswa (lampiran 19) yang
dilakukan oleh observer.
Setelah dilakukan
observasi baik terhadap aktivitas
guru maupun aktivitas guru,
dilanjutkan dengan melakukan
evaluasi. Evaluasi dilaksanakan
pada tiap akhir siklus, yaitu pada
pertemuan kedua. Guru
Page 76
68
memberikan soal evaluasi
(lampiran 14) dalam bentuk
pilihan ganda. Data hasil evaluasi
siklus I, dapat dilihat pada tabel :
Tabel 4.1 : Ringkasan Hasil
Evaluasi pada Siklus I
Nilai Tertinggi 90
Nilai Terendah 40
Jumlah Nilai 2120
Rata-Rata Kelas 70,66
Jumlah Siswa 30
Ketuntasan Klasikal 73,33 %
Siklus II
Hasil Observasi Aktivitas Guru
Pada siklus II, guru sudah
berusaha melaksanakan kegiatan
pembelajaran dengan
memperhatikan perbaikan-
perbaikan pada siklus sebelumnya.
Kegiatan guru sudah terlaksana
dengan baik. Hal ini terlihat dari
hasil observasi siklus II yang
menunjukkan bahwa semua
indikator mengajar telah nampak.
Aktivitas kegiatan guru selama
pembelajaran berlangsung dapat
diketahui dari lembar observasi
aktivitas guru (lampiran 30) yang
dilakukan oleh observer.
a. Hasil Observasi Aktivitas
Siswa
Aktivitas siswa selama
pembelajaran berlangsung dapat
diketahui dari lembar observasi
(lampiran 31) yang dilakukan oleh
observer. Berdasarkan hasil
observasi, terlihat bahwa skor
aktivitas siswa siklus II adalah
17,00 dengan kategori sangat aktif.
Dengan demikian aktivitas belajar
siswa pada siklus Iberbeda dengan
siklus II yang berkategori sangat
aktif, sehingga tingkat keaktifan
siswa mengalami peningkatan.
VI = Kerjasama kelompok
dalam kegiatan diskusi
VII = Kemampuan siswa
dalam menyimpulkan hasil belajar
Setelah dilakukan observasi baik
terhadap aktivitas guru maupun
aktivitas guru, dilanjutkan dengan
melakukan evaluasi. Evaluasi
dilaksanakan pada tiap akhir
siklus, yaitu pada pertemuan
kedua. Guru memberikan soal
evaluasi (lampiran 27) dalam
bentuk pilihan ganda . Data hasil
evaluasi siklus II, dapat dilihat
pada tabel :
Tabel 4.2 : Ringkasan Hasil
Evaluasi Siklus II
Nilai Tertinggi 100
Nilai Terendah 50
Jumlah Nilai 20350
Rata-Rata Kelas 80,04
Jumlah Siswa 29
Ketuntasan Klasikal 89,65 %
Dari tabel di atas, dapat dilihat
bahwa nilai nilai ketuntasan kelas
telah melebihi standar ketuntasan
klasikal sesuai dengan indikator
keberhasilan, yaitu prestasi siswa
dikatakan telah tercapai apabila
ketuntasan klasikal sebesar 85 %
dengan tiap siswa memperoleh
nilai ≥65. Adapun nilai ketuntasan
klasikal pada siklus IIsebesar
89,65 %. Pada siklus II mengalami
peningkatan prestasi belajar siswa
secara signifikan dari siklus I.
Berdasarkan hasil
observasi dan hasil evaluasi
menunjukkan bahwa indikator
Page 77
69
kerja sudah tercapai. Hal ini
terlihat dari aktivitas belajar siswa
pada siklus II berkategori sangat
aktif dan ketuntasan kelas telah
melebihi standar yang ditetapkan
yaitu ketuntasan klasikal sebesar
85 % dengan nilai tiap siswa ≥ 65.
Dengan demikian penelitian ini
dikatakan telah berhasil mencapai
indikator kerja yang dilakukan
selama II siklus. Hasil penelitian
pada kedua siklus dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 4.3 : Ringkasan Hasil
Observasi Aktivitas Dan Hasil
Evaluasi Belajar Siswa Pada
Dua Siklus
Sikl
us
Aktivitas
Belajar Prestasi Belajar
Rat
a-rata
Skor
Kateg
ori
Nilai
Terend
ah
Nilai
Tertin
ggi
Nilai
Rata-
rata
kelas
Ketunta
san
klasikal
I 13,6
7 Aktif 40 90 70,66 73,33 %
II 17,0
0
Sanga
t Aktif 50 100 80,04 89,65 %
Pembahasan
Penelitian tindakan kelas ini
dilakukan sebagai upaya untuk
meningkatkan prestasi dan
aktivitas belajar pada pokok
bahasan getaran dan
gelombangpada siswa kelas VIIIII
SMP Negeri 1 Lingsar dengan
menerapkan pembelajaran
kooperatif teknik make-a-match.
Penelitian ini dilakukan dalam 2
siklus. Hasil penelitian siklus I
menunjukkan bahwa rentang nilai
terendah dan tertinggi cukup jauh,
karena ada siswa yang memiliki
kemampuan rendah. Nilai rata-rata
kelas 70,66 ; nilai ketuntasan
klasikal sebesar 73,33 %,
sedangkan skor aktivitas siswa
adalah 13,67 dengan kategori
aktif.
Berdasarkan hasil observasi
aktivitas belajar siswa dan
aktivitas guru, nampak bahwa
terdapat kekurangan-kekurangan
pada tiap siklusnya. Adapun
kekurangan yang terjadi pada
siklus I untuk aktivitas guru, yaitu
: guru tidak mengaitkan materi
yang akan dibahas dengan materi
sebelumnya dan tidak
menyampaikan beberapa konsep
penting untuk menunjang kegiatan
diskusi, kurangnya pemberian
motivasi dan kepada siswa agar
lebih aktif berdiskusi dengan
kelompoknya, kurang merata
dalam memberikan bimbingan
pada saat diskusi kelompok,kurang
merata dalam memberikan
bimbingan pada saat siswa
mengerjakan tugas-tugas yang
diberikan, kurangnya pemberian
gambaran yang jelas tentang tugas
kelompok, tidak memamerkan
hasil karya siswa karena
keterbatasan wakt,. Selain itu, guru
masih kesulitan pada saat diskusi
kelas, karena diskusi kelas belum
berjalan sesuai dengan prosedur.
Hal tersebut disebabkan para siswa
belum memahami tentang proses
diskusi kelas karena pada siklus.
Selain itu, guru tidak
menginformasikan tentang alat-
alat yang harus dipersiapkan pada
pertemuan berikutnya, karena alat
dan bahan untuk pelajaran telah
disiapkan oleh guru.
Pada siklus II, terjadi
peningkatan aktivitas dan prestasi
belajar siswa dengan perolehan
Page 78
70
skor aktivitas belajar siswa 17,00
yang berkategori sangat aktif.
Sedangkan prestasi belajar siswa
yang dilihat dari nilai ketuntasan
klasikal juga mengalami
peningkatan yaitu sebesar 89,65
%. Dalam hal ini nilai ketuntasan
klasikal telah melebihi standar
nilai ketuntasan klasikal yang
ditetapkan dalam indikator
keberhasilan. Oleh sebab itu,
penelitian dihentikan pada siklus II
karena indikator keberhasilan telah
tercapai, dimana aktivitas siswa
berkategori aktif, nilai prestasi
belajar siswa mengalami
peningkatan dan telah melebihi
standar nilai ketuntasan klasikal
yang telah ditetapkan pada
indikator keberhasilan. Pada siklus
II kendala-kendala yang dihadapi
dapat diatasi.
Berdasarkan hasil penelitian
dan pembahasan di atas terlihat
bahwa aktivitas dan prestasi
belajar siswa kelas VIIIII
mengalami peningkatan tiap
siklusnya. Dengan demikian,
penerapan pembelajaran
kooperatif teknik make-a-match
dalam pembelajaran fisika pokok
bahasan Getaran dan
gelombangdapat meningkatkan
aktivitas dan prestasi belajar siswa
kelas VIIIII SMP Negeri 1 Lingsar
tahun ajaran 2009/2010.
Pada penerapan metode
make-a-match, peneliti
memperoleh beberapa temuan
bahwa metode make- a- match
dapat memupuk kerja sama siswa
dalam menyelesaikan tugas
kelompok yang diberikan serta
mencari anggota kelompok dengan
mencocokkan kartu yang yang ada
di tangan mereka, proses
pembelajaran lebih menarik dan
nampak sebagian besar siswa lebih
antusias mengikuti proses
pembelajaran, dan keaktifan siswa
tampak sekali pada saat siswa
mencari pasangan kartunya
masing-masing. Hal ini merupakan
suatu ciri dari pembelajaran
kooperatif seperti yang dikemukan
oleh Lie (2002:18-19) bahwa,
pembelajaran kooperatif ialah
pembelajaran yang
menitikberatkan pada gotong
royong dan kerja sama kelompok.
Tujuan utama dari PTK
(penelitian tindakan kelas) adalah
untuk meningkatkan/memperbaiki
praktek-praktek pendidikan dan
pengajaran. Perbaikan ini dapat
dilihat dari peningkatan aktivitas
dan prestasi belajar siswa. Hasil
penelitian yang telah dilakukan
ternyata penerapan pembelajaran
kooperatif make-a-match telah
dapat meningkatkan aktivitas dan
prestasi belajar siswa kelas VIIIII
SMP Negeri 1 Lingsar.
Pembelajaran kooperatif teknik
make-a-match ternyata dapat
meningkatkan aktivitas dan
prestasi belajar siswa. Hal ini
disebabkan karena siswa akan
lebih aktif tergabung dalam
pembelajaran dan mereka akan
lebih aktif berpartisipasi dan
berdiskusi dengan anggota
kelompoknya.
Page 79
71
SIMPULAN Penerapan pembelajaran
kooperatif teknik make-a-match
telah berhasil terlaksana dalam
upaya meningkatkan aktivitas
belajar siswa pada pokok bahasan
Getaran dan gelombangsiswa
kelas VIIIII semester II SMP
Negeri 1 Lingsar tahun ajaran
2009/2010
Prestasi belajar siswa telah
mengalami peningkatan terhadap
penerapan pembelajaran
kooperatif teknik make-a-match
pada pokok bahasan Getaran dan
gelombangkelas VIIIII semester II
SMP Negeri 1 Lingsar tahun
ajaran 2009/2010. Hal ini terlihat
dari adanya peningkatan nilai
ketuntasan klasikal untuk siklus I,
siklus II berturut-turut sebesar
73,33 % ; 89,65 %.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,Suharsimi. 2001.
Dasar-Dasar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta : Bina
Aksara.
Dalyono,Drs.M.. 2005. Psikologi
Pendidikan. Jakarta : Rineka
Cipta.
Depdikbud. 1995. Garis-Garis
Besar Program Pengajaran
(GBPP). Suplemen 1999 .
Jakarta : Depdikbud.
Depdiknas direktorat jenderal
manajemen pendidikan dasar
dan menengah direktorat
pembinaan sekolah
menengah atas. 2008.
Rancangan Penilaian Proses
Belajar. Jakarta : Depdiknas.
Dirawat,H..1993. Sistem
Pembinaan Profesionalisme
dan Cara Belajar Siswa
Aktif. Jakarta : Grasindo
Widiaksara.
Djamarah,S.B.1997. Prestasi
Belajar dan Kompetensi
Guru.Surabaya : Usaha
Nasional.
Ibrahim, M,F. Rahmawati.M.
Nur, Ismono,2001.
Pembelajaran Kooperatif.
Surabaya: UNESA-University
Press.
Isjoni. 2007. Cooperative
Learning. Pekanbaru: Alfabeta.
Kunandar,S.Pd.,M.Si..2008.Langk
ah Mudah Penelitian Tindakan
Kelas Sebagai Pengembangan
Profesi Guru.Jakarta :
Rajagrafindo Persada.
Lie,Anita. 2007. Metode
Pembelajaran Gotong Royong.
Surabaya : Universitas Kristen
Petra Surabaya.
Lie, Anita. 2008. Cooperative
Learning. Jakarta : Gramedia.
Nurhadi dan A.G. Senduk, 2003.
Pembelajaran Kontekstual dan
Penerapannya Dalam KBK.
Surabaya : Universitas Negeri
Malang
Page 80
72
PENGGUNAAN ALAT PERAGA GAMBAR UNTUK
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS V DI SDN
INPRES TAMBE PADA MATA PELAJARAN IPS TAHUN AJARAN
2016/2017
SYAHRIR.
Guru SDN Inpres Tambe
ABSTRAK
Kenyataan yang terjadi di SD Negeri Inpres Tambe bahwa: 1)
siswa kurang aktif dalam belajar, 2) masih ada siswa yang terlihat ribut,
3) prestasi belajar masih sangat rendah dan 4) penggunaan bahasa siswa
yang kurang bagus. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemilihan model
pembelajaran atau penentuan strategi dalam pembelajaran menjadi hal
yang sangat diperhatikan agar masalah-masalah empiris yang
ditemukan dapat diminimalisir. Penelitian ini bertujuan tujuan “Untuk
mengetahui penggunaan alat peraga gambar dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa kelas V di SDN 10 Sila pada mata pelajaran IPS
tahun ajaran 2016/2017”. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan
kelas dengan rancangan penelitian yang terdiri dari perencanaan,
pelaksanaan, observasi dan refleksi. Subyek penelitian adalah siswa
kelas V di SDN Inpres Tambe. Instrumen yang digunakan ada dua yaitu
instrumen tes untuk mengukur prestasi belajar siswa dan lembar
observasi aktivitas siswa dan guru. Adapun hasil penelitian ini bahwa
Prestasi belajar IPS siswa Pada siklus I, persentase ketuntasan sebesar 54
% dan pada siklus II dengan persentase ketuntasan 100 %. Aktivitas guru
dan siswa meningkat dari siklus I ke siklus II. Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa penggunaan media pembelajaran dapat
meningkatkan prestasi belajar IPS Siswa Kelas V di SDN Inpres Tambe
Tahun Pelajaran 2016
Kata Kunci: alat peraga gambar, prestasi belajar
Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah
satu aspek kehidupan yang sangat
erat kaitannya dengan kehidupan
manusia karena pendidikan
merupakan salah satu pilar yang
mempunyai peranan penting dalam
menciptakan manusia yang
berkualitas. tujuan pendidikan
nasional adalah untuk
berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta
bertanggung jawab (Depdiknas,
2011)
Agar seluruh potensi yang
dimiliki siswa dapat berkembang
dengan baik, maka dibutuhkan
Page 81
73
pula proses pembelajaran yang
berkualitas. Kenyataan yang terjadi
di SD Negeri Inpres Tambe bahwa:
1) siswa kurang aktif dalam belajar,
2) masih ada siswa yang terlihat
ribut, 3) prestasi belajar masih
sangat rendah. Untuk mengatasi
masalah tersebut, pemilihan model
pembelajaran atau penentuan
strategi dalam pembelajaran
menjadi hal yang sangat
diperhatikan agar masalah-masalah
empiris yang ditemukan dapat
diminimalisir
Pembelajaran yang dipilih
dalam penelitian ini adalah
pembelajaran dengan menggunakan
alat peraga gambar. Beberapa
manfaat dari alat peraga dalam
proses pembelajaran, yaitu : Dapat
meningkatkan minat anak, , anak
akan lebih berhasil belajarnya bila
banyak melibatkan alat inderanya,
sangat menarik minat siswa dalam
belajar, mendorong siswa untuk
belajar bertanya dan berdiskusi,
menghemat waktu belajar.
(Ruseffendi, 1994:240; Gunawan
dkk, 1996:37)
KAJIAN TEORI
Alat peraga
Banyak pendapat yang
mengemukakan arti alat peraga,
diantaranya yaitu :
Alat peraga adalah media pengajaran
yang mengandung atau
membawakan konsep-konsep
yang dipelajari.
Alat peraga adalah media pengajaran
yang mengandung atau
membawakan cirri-ciri dari
konsep yang dipelajari.
Alat peraga merupakan benda real ,
gambar atau diagram
Alat peraga adalah “alat-alat yang
dipergunakan oleh guru ketika
mengajar untuk memperjelas
materi pelajaran dan mencegah
terjadinya verbalisme pada
siswa”. (Nurmala, 2008: 8))
Dengan alat peraga tersebut,
siswa dapat melihat langsung
bagaimana keteraturan serta pola
yang terdapat dalam benda yang
diperhatikannya. Maka dari beberapa
pendapat di atas pembahasan dalam
penyampaian pengajaran melalui alat
peraga, siswa mendapat kesempatan
untuk melihat secara langsung yang
terdapat pada benda atau objek yang
dipelajari.
Supaya anak-anak lebih besar
minatnya. Supaya anak-anak dibantu
pemahamannya sehingga lebih
mengerti dan lebih besar daya
ingatnya. Supaya anak-anak dapat
melihat hubungan antara ilmu yang
dipelajarinya dengan alam sekitar
dan masyarakat. Dan dengan alat
peraga dapat menumbuhkan
kegairahan belajar. Dapat
meningkatkan aktivitas dan
kreatifitas. Efisiensi waktu dan
efisiensi motivasi dalam proses
belajar mengajar. Penggunaan alat
peraga dalam proses pembelajaran
bukan merupakan fungsi tambahan
tetapi mempunyai fungsi tersendiri,
sebagai alat bantu untuk
mewujudkan situasi pembelajaran
Page 82
74
yang efektif. Penggunaan alat peraga
merupakan bagian yang integral dari
keseluruhan situasi mengajar. Ini
berarti bahwa alat peraga merupakan
salah satu unsur yang harus
dikembangkan guru.
(Ruseffendi,1997:104)
Penggunaan alat peraga
dalam pengajaran lebih diutamakan
untuk mempertinggi mutu
pembelajaran. Dengan perkataan lain
dengan menggunakan alat peraga,
hasil belajar yang dicapai akan tahan
lama diingat siswa, sehingga
pembelajaran mempunyai nilai
tinggi. (Dirjen Dikdasmen,
No.024/c/kep/R.1994)
Sedangkan beberapa manfaat
dari alat peraga dalam proses
pembelajaran, yaitu : Dapat
meningkatkan minat anak,
membantu tilik ruang, supaya dapat
melihat antara ilmu yang dipelajari
dengan lingkungan alam sekitar,
anak akan lebih berhasil belajarnya
bila banyak melibatkan alat
inderanya, sangat menarik minat
siswa dalam belajar, mendorong
siswa untuk belajar bertanya dan
berdiskusi, menghemat waktu
belajar. (Ruseffendi, 1994:240;
Gunawan dkk, 1996:37)
Dengan demikian
penggunaan alat peraga dalam proses
pembelajaran akan lebih kondusif,
efektif dan efisien. Siswa akan
termotivasi untuk belajar, karena
mereka tertarik dan mengerti atas
pelajaran yang diterimanya. Dalam
proses pembelajaran, seorang
pendidik dalam menyampaikan
materi pelajaran hendaknya dapat
memilih alat peraga yang tepat
sesuai dengan konsep pembelajaran
yang akan disampaikan.
Untuk membantu proses
pelaksanaan proses pembelajaran di
kelas, alat peraga dapat menunjang
keberhasilan pembelajaran. Beberapa
alat peraga yang dapat digunakan di
sekolah dasar dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
a. Media audatif; yaitu media yang
hanya mengandalkan kemampuan
suara saja, seperti radio, cassette
recorder, piringan audio. Media
ini tidak cocok untuk orang tuli
atau mempunyai kelainan dalam
pendengaran.
b. Media visual; yaitu media yang
hanya mengandalkan indra
penglihatan. Media visual ini ada
yang menampilkan gambar diam
seperti film strip (film rangkai),
slides (film bingkai) foto, gambar
atau lukisan, cetakan. Ada pula
media visual yang menampilkan
gambar atau simbol yang
bergerak seperti film bisu, film
kartun.
c. Media audio-visual; yaitu media
yang mempunyai unsur suara dan
unsure gambar. Jenis media ini
mempunyai kemampuan yang
lebih baik karena meliputi kedua
jenis media yang pertama dan
kedua. Media ini dibagi lagi ke
dalam (a) audio-visual diam, yaitu
media yang menampilkan suara
dan gambar diam seperti film
bingkai suara (sound slides), film
rangkai suara, cetak suara, dan (b)
Page 83
75
audio-visual gerak, yaitu media
yang dapat menampilkan unsur
suara dan gambar yang bergerak
seperti film suara dan video-
cassette
Jadi dalam penelitian ini alat peraga
yang digunakan adalah alat peraga
gambar yang termasuk dalam media
visual
Prestasi Belajar
Prestasi adalah “hasil dari suatu
kegiatan yang telah dikerjakan,
diciptakan, baik secara individual
maupun kelompok” (Djamarah,
1994:19). Sedangkan menurut WJS.
Poerwadarminta dalan Djamarah
(1994:21) berpendapat bahwa
prestasi adalah “hasil yang telah
dicapai/dilakukan, dikerjakan dan
sebaginya”. Sedangkan menurut
Kohar Prestasi adalah “apa yang
dapat diciptakan, hasil pekerjaan,
hasil yang menyenangkan hati yang
diperoleh dengan keuletan kerja”
(Djamarah, 1994:20).
Berdasarkan beberapa
pendapat para ahli di atas dapat
peneliti simpulkan bahwa yang
dimaksud dengan prestasi belajar
yaitu penilaian pendidikan tentang
kemajuan siswa dalam segala hal
yang dipelajari di sekolah yang
menyangkut pengetahuan, kecakapan
atau keterampilan yang dinyatakan
sesudah hasil penilaian.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian ini
adalah Penelitian Tindakan Kelas
(Clasroom Action Research). Secara
singkat Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) adalah suatu pencermatan
terhadap kegiatan belajar berupa
sebuah tindakan, yang sengaja
dimunculkan dan terjadi dalam
sebuah kelas secara bersama
(Suharsimi, 2007:45) Berdasarkan
pendapat ahli di atas dapat
disimpulkan bahwa Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) berfokus
pada kelas atau pada proses belajar
mengajar yang terjadi di kelas,
dengan menggunakan alat peraga
gambar sehingga dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa
kelas V di SDN Inpres Tambe
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan
di kelas V SDN Inpres Tambe tahun
pelajaran 2016. Penelitian ini akan
dilaksanakan selama 3 minggu
terhitung mulai bulan Juni sampai
dengan bulan Juli pada semester II
Tahun Pelajaran 2016.
Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SDN
Inpres Tambe di kelas V tahun
pelajaran 2016. Dengan jumlah
siswa orang.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat
pada waktu peneliti menggunakan
suatu metode (Suharsimi, 1998:47).
Adapun instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah :
a. Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran
b. Tes Evaluasi
c. Lembar observasi
Rencana Tindakan
Rancangan dalam penelitian
ini mengacu pada model spiral atau
Page 84
76
siklus menurut Kemmis & Mc
Taggart (Mc Taggar, 1991: 32).
Tujuan menggunakan model ini
adalah apabila pada awal
pelaksanaan tindakan ditemukan
adanya kekurangan, maka tindakan
perbaikan dapat dilakukan pada
tindakan selanjutnya sampai pada
target yang diinginkan tercapai. Pada
masing-masing siklus terdiri dari
tahap perencanaan, pelaksanaan
tindakan, observasi, dan refleksi.
Mengacu pada model Kemmis dan
Mc. Taggart di atas, maka langkah-
langkah penelitian tindakan kelas
(PTK) dengan empat tahap yaitu :
a. Perencanaan
b. Pelaksanaan
c. Observasi & evaluasi
d. Refleksi
Prosedur Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam
penelitian tindakan kelas ini
meliputi: data keaktifan belajar, data
observasi dan data dokumentasi
aktivitas siswa dan guru dalam
proses pembelajaran
Cara pengambilan data dalam
penelitian ini adalah :
1) Data mengenai
ketuntasan/prestasi belajar siswa
diperoleh dengan cara
memberikan tes pada siswa
setiap akhir siklus
2) Data tentang aktivitas
pembelajaran dan
keterlaksanaan proses belajar
mengajar diambil dengan lembar
observasi yang dilakukan pada
tiap siklus.
Teknik Analisis Data
1. Data prestasi belajar siswa
dengan mencari Kriteria
Ketuntasan Minimal
1) Ketuntasan individu
Setiap siswa dalam proses
belajar mengajar dikatakan
tuntas apabila memperoleh
nilai ≥ KKM
2) Ketuntasan klasikal
Ketuntasan klasikal
dikatakan telah dicapai apabila
target pencapaian ideal 85 %
dari jumlah siswa dalam kelas.
%1001 xn
nKK
Keterangan : KK =
Ketuntasan
Klasikal
n1 = Jumlah siswa yang
memperoleh nilai ≥
KKM
n = Jumlah siswa yang
ikut tes (banyaknya
siswa)
(Nurkencana, 2003)
2. Data Aktivitas belajar
1) Data Aktivitas Siswa dan
guru
Setiap prilaku siswa
dan guru pada penelitian
ini, penilaian
keterlaksanaan dengan
pilihana ya dan tidak.
Analisis menggunakan
rumus persentase:
Page 85
77
P = (indikator yang
terlaksana/ indikator
keseluruhan) x 100%
Indikator Keberhasilan
Dalam penelitian ini yang menjadi
indikator keberhasilan untuk aspek
prestasi belajar siswa apabila
Ketuntasan Klasikal (KK) yang
harus dicapai minimal 85%. Untuk
aspek aktifitas guru dan siswa
minimal
Hasil Penelitian
Siklus I
1) Pelaksanaan tindakan
Proses belajar mengajar pada siklus I
dilaksanakan mengacu pada RPP
yang telah disusun.
2) Hasil Observasi
Proses observasi aktivitas
peneliti dalam mengajara
dilaksanakan oleh teman sejawat
selama berlangsung proses
belajar mengajar dengan
mengisi lembar observasi yang
telah disiapkan. Sedangkan
untuk observasi aktivitas siswa
dilaksanakan oleh teman sejawat
juga. Ringkasan data hasil
observasi tersebut dapat dilihat
berikut ini :
a) Observasi untuk aktivitas
siswa
Aktivitas siswa berdasarkan
hasil pengamatan diketahui
bahwa persentase keaktifan
siswa sebesar 66%.
b) Observasi untuk aktivitas
Guru
Aktivitas guru berdasarkan
hasil pengamatan diketahui
bahwa persentase keaktifan
guru sebesar 88 %.
3) Hasil Evaluasi
Adapun hasil evaluasi
yang diperoleh pada siklus I
untuk prestasi IPS siswa
sebagai berikut:
a. Jumlah siswa yang tuntas: 12
b. Jumlah siswa yang tidak
tuntas : 10
c. Jumlah siswa yang ikut tes:
22
d. Ketuntasan klasikal: 54 %
Berdasarkan indikator
ketuntasan yang ditetapkan yaitu ≥
85 %, maka pada hasil evaluasi
siklus tersebut belum mencapai
standar ketuntasan untuk prestasi
IPS siswa, hal ini diakibatkan karena
masih ada siswa yang masih
mendapat nilai 75 kebawah.
Sehingga sebelum melanjutkan
pembelajaran ke siklus berikutnya
dilakukan upaya perbaikan dan
penyempurnaan terlebih dahulu
dengan melakukan diskusi dengan
siswa yang mendapat nilai kurang
dari 75 dengan memberikan saran-
saran seperti: 1) sepulang dari
sekolah usahakan belajar kembali
materi yang dipelajari dikelas, dan 2)
mengerjakan latihan dengan serius
serta 3) jika belum paham dengan
materi, anak-anak harus berani
bertanya.
4) Refleksi
Melihat hasil yang diperoleh
dari proses belajar mengajar sampai
hasil evaluasi pada siklus I, masih
belum mencapai hasil yang
diharapkan. Hal ini ditunjukan oleh
data observasi aktivitas siswa.
Diantaranya adalah, kesiapan siswa
Page 86
78
untuk menerima pelajaran masih
sangat kurang.
Berdasarkan hasil evaluasi
menunjukan belum tercapainya hasil
yang memuaskan. Dapat dilihat dari
ketuntasan belajar siswa untuk
prestasi IPS siswa hanya mencapai
54 % dari standar ketuntasan ≥ 85%.
Untuk merespon komentar
Observer dalam hal ini adalah teman
sejawat, peneliti melakukan umpan
balik kepada observer tentang apa
yang perlu diperbaiki agar pada
siklus selanjutnya dapat meningkat.
Masukan dari Observer tersebut
antara lain: Berusaha mengarahkan
siswa untuk mengerjakan tugas
rumah agar dikumpulkan pada
pertemuan berikutnya, agar ada
persiapan dari rumah.
Siklus II
Siklus II dilaksanakan dengan
melanjutkan pengajaran materi
kegiatan ekonomi masyarakat.
1) Pelaksanaan tindakan
Proses belajar mengajar pada siklus
II dilaksanakan dengan mengacu
pada RPP yang telah disusun.
2) Hasil Observasi
Proses observasi aktivitas siswa
dilaksanakan oleh teman sejawat
selama berlangsung proses belajar
mengajar dengan mengisi lembar
observasi yang telah disiapkan.
Ringkasan data hasil observasi
tersebut dapat dilihat berikut ini :
a) Observasi untuk aktivitas siswa
Aktivitas siswa berdasarkan
hasil pengamatan diketahui bahwa
persentase keaktifan siswa sebesar
100%.
b) Observasi untuk aktivitas Guru
Aktivitas guru berdasarkan
hasil pengamatan diketahui bahwa
persentase keaktifan guru sebesar
100%.
3) Hasil Evaluasi
Adapun hasil evaluasi yang
diperoleh pada siklus II dapat dilihat
pada lampiran. Secara ringkas
hasilnya sebagai berikut:
a. Jumlah siswa yang tuntas
: 20 siswa
b. Jumlah siswa yang belum
tuntas : 2 siswa
c. Jumlah siswa yang ikut tes
: 22 siswa
d. Ketuntasan klasikal
: 90 %
Data tersebut diatas
menunjukan bahwa pada siklus II
sudah mencapai standar ketuntasan
klasikal yaitu 90 %. Persentase
ketuntasannya menunjkan
peningkatan dari siklus sebelumnya.
Karena pada siklus II ketuntasan
klasikalnya telah mencapai ≥85%,
maka tidak perlu untuk melanjutkan
ke siklus berikutnya.
Pembahasan
Penelitian tindakan kelas ini
dilakukan dalam dua siklus dengan
menggunakan alat peraga.
Berdasarkan hasil analisis tindakan
dan hasil evaluasi pada siklus I
diketahui bahwa ketuntasan belajar
belum mencapai seperti yang
diharapkan. Hal ini ditunjukan oleh
hasil evaluasinya yaitu persentase
ketuntasannya adalah 54 %, sehingga
sebelum melanjutkan pembelajaran
ke siklus berikutnya dilakukan upaya
perbaikan dan penyempurnaan
Page 87
79
terlebih dahulu dengan melakukan
diskusi dan membimbing siswa yang
mendapat nilai kurang dari 75
dengan bimbingan secara khusus
atau individual. Adapun hasilnya
adalah dengan lebih termotivasi dan
antusiasnya siswa dalam bertanya
baik kepada temannya maupun
kepada guru. Dan juga dapat terlihat
pada saat siswa mengerjakan soal-
soal latihan setelah berdiskusi dan
diberikan bimbingan.
Setelah dilakukan tindakan
pada siklus II yang mengacu pada
perbaikan tindakan dari siklus I
diperoleh hasil yang lebih baik. Ini
ditunjukan dari hasil evaluasi akhir
siklus dimana persentase ketuntasan
klasikal adalah 90 %. Hal ini berarti
tindakan pada siklus II sudah
mencapai standar ketuntasan klasikal
85 %. Dengan demikian tidak perlu
untuk melakukan siklus selanjutnya.
Dari proses tindakan dan
hasil yang diperoleh dari siklus I,
maka untuk siklus II menunjukan
hasil yang lebih baik dari siklus
sebelumnya. Berarti penunggunaan
alat peraga dapat meningkatkan
prestasi belajar IPS siswa. Dan
terbukti apa yang disampaikan oleh
Russeffendi dengan alat peraga dapat
menumbuhkan kegairahan belajar.
Dapat meningkatkan aktivitas dan
kreatifitas. Efisiensi waktu dan
efisiensi motivasi dalam proses
belajar mengajar. Penggunaan alat
peraga dalam proses pembelajaran
bukan merupakan fungsi tambahan
tetapi mempunyai fungsi tersendiri,
sebagai alat bantu untuk
mewujudkan situasi pembelajaran
yang efektif. Penggunaan alat peraga
merupakan bagian yang integral dari
keseluruhan situasi mengajar. Ini
berarti bahwa alat peraga merupakan
salah satu unsur yang harus
dikembangkan guru.
(Ruseffendi,1997:104). Setelah
melakukan penelitian tersebut
peneliti melihat suasana kelas lebih
hidup karena partisipasi siswa dalam
proses belajar mengajar sangat aktif.
Simpulan
Proses tindakan dan hasil
evaluasi dari penelitian telah
diperoleh, maka dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Penerapan penggunaan alat
peraga dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa kelas V
SDN Inpres Tambe.
2. Prestasi belajar IPS siswa
tersebut ditunjukan oleh
aktivitas siswa dalam kelas
dan hasil evaluasi tiap akhir
siklus. Pada siklus I,
persentase ketuntasan sebesar
54 % dan pada siklus II
dengan persentase ketuntasan
90 %.
3. Aktivitas guru dan siswa
meningkat dari siklus I ke
siklus II.
DAFTAR RUJUKAN
Arend, R. 1997. Classroom
Instructional Management. New
York: The Mc Graw – Hill
Company.
Joyce, B.R. & Weil, M. 1980.Models of
Teaching. Englewood Cliffs, New
Jersey: Prentice Hall Inc.
Mawardi, Imam. 2012.
Pengembangan Model
Pembelajaran Untuk
Page 88
80
Meningkatkan Life Skills
Peserta Didik. Disertasi UPI
Bandung: Tidak
dipublikasikan.
Miller, J.P. & Seller, W.
1985.Curriculum: Perspective
& Practice. New York:
Longman.
Rusman. 2008. Manajemen
Kurikulum: Seri Manajemen
Sekolah Bermutu. Bandung:
Mulia Mandiri Press.
Sagala, Saiful. 2005. Konsep dan
Makna Pembelajaran.
Bandung: Al-fabeta.
Santoso, Djoko.Tanpa Tahun. Materi
Kuliah Desain Pembelajaran.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2004.
Kurikulum dan Pembelajaran
Kompetensi. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Susilana, R., dkk. 2006. Kurikulum
dan Pembelajaran. Ed. 2.
Bandung: Jurusan Kutekpen
FIP UPI.
Syahdan. 2006. Materi Perkuliahan
Magister Manajemen
Pendidikan: Disain
Pembelajaran. Mataram: FKIP
Unram.
Zamroni. 2000. Paradigma
Pendidikan Masa Depan.
Yogyakarta: Bigraf Publishing.
Zuchdi, D. 2008. Humanisasi
Pendidikan: Menemukan
Kembali Pendidikan yang
Manusiawi. Jakarta: Bumi
Aksara.
Page 89
81
PENERAPAN METODE DRIIL UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI
BELAJAR IPS SISWA KELAS IV SDN DONGGO BOLO TAHUN
PELAJARAN 2016.
FATMAH1 & SYAFRUDDIN
2
SDN DONGGOBOLO1 & STKIP TAMAN SISWABIMA
2
ABSTRAK
Permasalahan di SDN Donggo Bolo, antara lain: 1) masih ada
siswa yang ribut saat proses belajar mngajar, 2) masih banyak siswa yang
belum mencapai nilai ketuntasan disetiap pemberian MID, dan quis, 3)
daya ingat siswa terhadap materi yang disampaikan tidak bertahan lama,
4) siswa kurang aktif dalam pembelajaran. Dengan melihat permasalahan
di atas, maka perlu diupayakan suatu strategi pembelajaran dengan
melakukan tindakan yang dapat melibatkan siswa untuk lebih aktif dalam
proses pembelajaran. Pembelajaran yang sesuai dengan keadaan tersebut
adalah pembelajaran dengan metode drill/latihan. Metode drill adalah
suatu metode dalam pendidikan dan pengajaran dengan jalan memilih
anak-anak terhadap bahan pelajaran yang sudah. Di SDN Donggo Bolo
Juga belum pernah diterapkan metode driil pada mata pelajaran IPS.
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatkan
Prestasi Belajar IPS dengan penerapan metode drill Pada Siswa Kelas IV
SDN Donggo Bolo, Tahun Pelajaran 2016. Jenis penelitian ini adalah
penelitian tindakan kelas dengan rancangan penelitian yang terdiri dari
perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Subyek penelitian
adalah siswa kelas V di SDN Donggo Bolo. Instrumen yang digunakan
ada dua yaitu instrumen tes untuk mengukur prestasi belajar siswa dan
lembar observasi aktivitas siswa dan guru. Adapun hasil penelitian ini
bahwa Prestasi belajar IPS siswa Pada siklus I, persentase ketuntasan
sebesar 77 % dan pada siklus II dengan persentase ketuntasan 100 %.
Aktivitas guru dan siswa meningkat dari siklus I ke siklus II.
Kata Kunci: driil, prestasi belajar
Latar Belakang
Berdasarkan
pengamatan serta pengalaman
peneliti selama mengajar di SDN
Donggo Bolo, menemukan bebera
hal antara lain: 1) masih ada
siswa yang ribut saat proses
belajar mngajar, 2) masih banyak
siswa yang belum mencapai nilai
ketuntasan disetiap pemberian
MID, dan quis, 3) daya ingat
siswa terhadap materi yang
disampaikan tidak bertahan lama,
Page 90
82
4) siswa kurang aktif dalam
pembelajaran
Dengan melihat
permasalahan di atas, maka perlu
diupayakan suatu strategi
pembelajaran dengan melakukan
tindakan yang dapat melibatkan
siswa untuk lebih aktif dalam
proses pembelajaran.
Pembelajaran yang sesuai dengan
keadaan tersebut adalah
pembelajaran dengan metode
drill/latihan. Metode drill adalah
suatu metode dalam pendidikan
dan pengajaran dengan jalan
memilih anak-anak terhadap
bahan pelajaran yang sudah
diberikan (Achsanuddin Dkk,
1990: 56). Di SDN Donggo Bolo
Juga belum pernah diterapkan
metode driil pada mata pelajaran
IPS
1. Pengertian Metode Drill
Sri Anitah (2009:118)
metode drill atau latihan
adalah suatu cara mengajar
dengan memberikan latihan
terhadap apa yang telah
dipelajari peserta didik
sehingga memperoleh suatu
ketrampilan tertentu
Metode drill adalah
suatu cara mengajar dimana
siswa melaksanakan kegiatan-
kegiatan latihan, agar siswa
memiliki ketangkasan atau
keterampilan yang lebih
tinggi dari apa yang telah
dipelajari (Roestiyah, 1998 :
25).
Sedangkan Djamarah,
(2006: 95) mengatakan bahwa
“Metode drill merupakan
suatu cara mengajar yang baik
untuk menanamkan
kebiasaan-kebiasaan tertentu,
untuk memperoleh suatu
ketuntasan, ketangkasan,
ketepatan, kesempatan dan
keterampilan.
Menurut Subari (1994:
83-84). Bahwa ada beberapa
prinsip dasar yang harus
diperhatikan dalam
menggunakan metode drill
antara lain yaitu:
1. Drill/latihan hanya untuk
bahan yang berisi
otomatis.
2. Latihan harus memiliki
arti dalam rangka yang
lebih luas
3. Latihan itu pertama-tama
harus ditekankan pada
diagnosa
4. Masa berlatih harus relatif
singkat, tetapi harus sering
diadakan.
5. Masa berlatih harus
menarik, gembira dan
menyenangkan.
6. Proses latihan dan
kebutuhan harus
disesuaikan dengan
tingkat kemampuan siswa
Jadi sebelum
menggunakan metode
drill/latihan, guru harus betul-
betul mempertimbangkan
segala sesuatu yang
Page 91
83
menunjang terlaksananya
metode drill/latihan tersebut.
Dengan metode drill
ini pengetahuan anak bisa
segar setiap saat. Karena
latihan akan membangkitkan
semangat mereka untuk
senantiasa mengingat apa
yang telah diterimanya, baik
itu yang menyangkut
kecakapan motorik, atau
menyangkut keterampilan
mental berupa berhitung
(Mustaqim, 2004: 81).
a. Tujuan Menggunakan
Metode Drill
Menurut Roestiyah
(1998: 125) bahwa tehnik
mengajar dengan menggunaka
metode drill biasanya
digunakan untuk beberapa
tujuan yaitu agar siswa:
1. Memiliki keterampilan
motoris/gerak, seperti
menghafal kata-kata,
menulis, mempergunakan
suatu alat/ membuat suatu
benda.
2. Mengembangkan
kecakapan intelek, seperti
mengalikan, membagi,
menjumlahkan,
mengurangi, menarik akar
dalam hitung
mencongkak, mengenal
benda/ bentuk dalam
pelajaran matematika,
ilmu pasti, ilmu kimia,
tanda baca dan lain
sebagainya.
3. Memiliki kemampuan
menghubungkan antara
sesuatu keadaan dengan
hal lain, seperti hubungan
sebab akibat
Dengan demikian
dapat dilihat bahwa metode
drill/latihan biasanya
digunakan pada pelajaran-
pelajaran yang bersifat
motorik seperti pelajaran baca
tulis, dan keterampilan serta
pelajaran-pelajaran yang
bersifat mental dalam arti
melatih kecakapan berpikir
anak dan juga untuk
meningkatkan kecerdasan dan
ketangkasan anak serta
memperkuat daya ingat para
murid. Dan perlu juga
diperhatikan bahwa dalam
situasi bagaimana metode
drill/latihan sebaiknya
digunakan dan bagaiamana
caranya.
b. Langkah-langkah
pelaksanaan metode drill
Adapun langkah-
langkah yang harus
diperhatikan oleh guru untuk
keberhasilan dalam
pelaksanaan latihan adalah
sebagai berikut:
1) Gunakan latihan hanya
untuk pelajaran atau
tindakan yang dilakukan
secara otomatis.
2) Guru harus memilih
latihan yang mempunyai
arti luas.
3) Didalam latihan
pendahuluan instruktur
harus lebih menekankan
pada diagnosa, karena
latihan permulaan itu kita
Page 92
84
belum bisa mengharapkan
siswa dapat menghasilkan
keterampilan yang
sempurna
4) Perlu mengutamakan
ketepatan agar siswa
melakukan latihan secara
tepat.
5) Guru memperhitungkan
waktu/masa latihan yang
singkat saja agar tidak
meletihkan dan
membosankan, tetapi
sering dilakukan pada
kesempatan yang lain.
6) Guru dan siswa perlu
memikirkan dan
mengutamakan proses-
proses yang pokok atau
inti.
7) Instruktur perlu
memperhatikan individual
siswa sehingga
kemampuan dan
kebutuhan siswa masing-
masing tersalurkan atau
dikembangkan.
c. Kelebihan dan kelemahan
Metode Drill
Menurut (Djamarah
dkk, 2006 : 96) bahwa
kelebihan Metode Drill antara
lain:
1) Untuk memperoleh
kecakapan motorik,
seperti menulis,
melafalkan huruf, kata-
kata atau kalimat.
2) Untuk memperoleh
kecakapan mental seperti
dalam perkalian,
menjumlahkan,
pengurangan, pembagian,
tanda-tanda (symbol), dan
sebagainya.
3) Untuk memperoleh
kecakapan dalam bentuk
asosiasi yang dibuat,
seperti hubungan huruf-
huruf dalam ejaan,
penggunaan simbol,
membaca peta dan
sebagainya.
4) Pembentukan kebiasaan
yang dilakukan dan
menambah ketepatan serta
kecepatan
pelaksanaannya.
5) Pemanfaataan kebiasaan-
kebiasaan yang tidak
memerlukan konsentrasi
dalam pelaksanaannya.
6) Pembentukan kebiasaan-
kebiasaan membuat
gerakan-gerakan yang
kompleks, rumit menjadi
otomatis.
Sedangkan kelemahan metode
drill adalah sebagai berikut:
a. Kadang-kadang latihan
yang dilaksanakan secara
berulang-ulang
merupakan hal yang
monoton, mudah
membosankan.
b. Membentuk kebiasaan
yang kaku, karena bersifat
otomatis.
Menurut Djajadisastra
(1981: 24), kelebihan dan
kelemahan metode driil
adalah :
1. Kelebihan Metode Drill
a. Bahan pelajaran yang
diberikan dalam
suasana yang
Page 93
85
sungguh-sungguh
(serius) akan lebih
kokoh tertanam dalam
daya ingat murid
karena seluruh pikiran,
perasaan dan
kesemuanya
dikonsentrasikan
kepada pelajaran yang
sudah dilatihkan.
b. Adanya pengawasan,
bimbingan dan koreksi
yang serta langsung
dari guru, melainkan
murid untuk
melakukan perbaikan
masalah pada saat itu
juga.
c. Suatu sukses akan
memperkuat asosiasi
sedangkan suatu
kegagalan akan
melemahkan atau
menghapuskan suatu
asosiasi, dengan kata
lain murid yang
mengetahui bahwa
respon yang
diberikannya itu
benar, akan sgera
mengingat baik-baik
respon tersebut.
d. Pengetahuan siap atau
keterampilan siap
yang terbentuk,
sewaktu-waktu dapat
dipergunakan dalam
keperlun sehari-hari,
baik untuk keperluan
studi maupun bagi
bekal hidup kelak di
masyarakat.
2. Kelemahan Metode Drill
a. Latihan yang
dilakukan di bawah
pengawasan yang
ketat dan dalam
suasana yang serius
mudah sekali
menimbulkan
kebosanan dan
kejengkelan.
b. Latihan yang
terlampau berat dapat
menimbulkan
perasaaan benci dalam
diri murid, baik
terhadap mata
pelajaran maupun
terhadap gurunya.
c. Latihan yang
diberikan dapat
membentuk suatu
kebiasaan yang kaku.
Berdasarkan
kelemahan-kelemahan
tersebut di atas, bukan berarti
metode drill tidak layak
digunakan karena pada
dasarnya semua metode
dalam mengajar mempunyai
kelebihan dan kelemahan.
Oleh sebab itu, diharapkan
agar metode yang digunakan
disesuaikan dengan tujuan,
waktu, tempat, dan alat-alat
yang tersedia, jenis kegiatan
minat serta perhatian murid
dan lain-lain.
2. Prestasi Belajar
Menurut Djamarah (1994:
23) bahwa prestasi belajar adalah
hasil yang diperoleh berupa kesan-
kesan yang mengakibatkan
perubahan dalam individu sebagai
hasil dari aktivitas dalam belajar.
Page 94
86
Sedangkan ahli lain mengatakan:
prestasi belajar adalah kemampuan
maksimal yang telah dicapai dalam
suatu usaha yang menghasilkan
pengetahuan atau nilai kecakapan
(Nasution, 1994: 34)
Menurut Rober & Chair
(2009: 9), “student achievement is
the status of subject-matter
knowledge, understandings, and
skills at one point in time most
commonly used measure of student
achievement is a standardized
test”. Maksud dari pernyataan
bahwa prestasi siswa adalah status
pengetahuan, pemahaman, dan
keterampilan terhadap materi yang
telah dicapai siswa pada waktu
yang ditentukan. Untuk mengukur
prestasi yang paling umum
digunakan adalah tes standar.
Lebih lanjut pendapat
Rober & Chair (2009: 38), bahwa
prestasi adalah cara yang lebih
mudah untuk memperkirakan hasil
yang diharapkan dari setiap siswa
ketika kita ingin mengukur diahir
waktu tertentu untuk setiap
individu siswa. Nilai siswa saling
berkaitan dari waktu ke waktu.
Menurut H.C
Witherington dan Lee J. Crombach
Bapensi dalam Mustaqim (2004:
69) menyatakan bahwa Faktor-
faktor serta kondisi-kondisi yang
mendorong prestasi belajar adalah
1. Situasi belajar (kesehatan
jasmani, keadaan psikis,
pengalaman dasar)
2. penguasaan alat-alat
intelektual
3. Latihan-latihan yang
berpencar
4. Penggunaan Unit-unit yang
berarti
5. Latihan yang aktif.
6. Kebaikan bentuk dan sistem
7. Efek penghargaan (Reward)
dan hukuman
8. Tindakan-tindakan
paedagogis
9. Kapasitas Dasar
Dari pendapat beberapa
ahli di atas, maka dalam hal ini
penulis dapat mengambil
kesimpulan bahwa prestasi belajar
adalah hasil yang dicapai siswa
yang berupa skor setelah
mempelajari suatu materi yang
diukur melalui tes/evaluasi,
prestasi belajar banyak
dipengaruhi oleh beberapa faktor.
METODE PENELITIAN
Jenis dan Desain Penelitian
Adapun jenis penelitian
ini adalah Penelitian Tindakan Kelas
(Clasroom Action Research). Secara
singkat Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) adalah suatu pencermatan
terhadap kegiatan belajar berupa
sebuah tindakan, yang sengaja
dimunculkan dan terjadi dalam
sebuah kelas secara bersama
(Suharsimi, 2007:45)
Berdasarkan pendapat ahli
di atas dapat disimpulkan bahwa
Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
berfokus pada kelas atau pada proses
belajar mengajar yang terjadi di
kelas, dengan menggunakan metode
driil sehingga dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa kelas IV di
Page 95
87
SDN Donggo Bolo tahun pelajaran
2016.
Kehadiran Dan Peran Peneliti
Di Lapangan
Dalam penelitian Ini
kehadiran dan peran peneliti
selain sebagai guru sekaligus
menjadi peneliti yang
mengajarkan langsung materi
penelitian dengan menggunakan
metode driil. Sedangakn yang
menjadi observer adalah teman
sejawat.
Tempat dan Waktu Penelitian
a. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan
dilaksanakan di SDN
Donggo Bolo tahun pelajaran
2016.
b. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan
dilaksanakan selama 4
minggu terhitung mulai bulan
Juni sampai dengan bulan Juli
Tahun Pelajaran 2016.
Subjek Penelitian
Penelitian ini
dilaksanakan di SDN Donggo
Bolo di kelas IV tahun pelajaran
2016.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat
pada waktu peneliti menggunakan
suatu metode (Suharsimi, 1998:47).
Adapun instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah :
a. Tes Evaluasi
Tes merupakan serentetan pertanyaan
atau latihan yang digunakan untuk
mengukur keterampilan,
pengetahuan, intelegensi,
kemampuan yang dimiliki individu.
Instrumen tes digunakan peneliti
dalam skripsi ini adalah untuk
mengukur pemahaman siswa yang
terdiri dari soal esay yang berisikan
soal-soal yang berkaitan dengan
materi yang diajarkan. Dalam
penelitian ini jenis tes yang
digunakan adalah bentuk esay terdiri
soal esay untuk siklus satu dan dua.
Instrumen ini disusun berpedoman
pada kurikulum dan buku pelajaran
IPS IV di SDN Donggo Bolo.
b. Lembar observasi
Lembar observasi berisi tentang
keterlaksanaan proses pembelajaran
dan instrumen tes hasil belajar.
Lembar observasi keterlaksanaan
proses pembelajaran yang
dikembangkan dari Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
yang telah disusun oleh peneliti, yang
berisi detail siklus (langkah-langkah
proses pembelajaran)
Rancangan Penelitian
Rancangan dalam penelitian ini
mengacu pada model siklus. Tujuan
menggunakan model ini adalah
apabila pada awal pelaksanaan
tindakan ditemukan adanya
kekurangan, maka tindakan perbaikan
dapat dilakukan pada tindakan
selanjutnya sampai pada target yang
diinginkan tercapai. Pada masing-
masing siklus terdiri dari tahap
perencanaan, pelaksanaan tindakan,
observasi, dan refleksi.
a. Perencanaan
Peneliti sebagai guru,
merumuskan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP)
dan hal-hal lain yang diperlukan
dalam rangka melaksanakan
Page 96
88
tindakan. Guru melaksanakan
pembelajaran mengacu pada
esensi tindakan dan rencana
pelaksanaan pembelajaran yang
telah disusun.
b. Pelaksanaan
Guru melaksanakan pembelajaran
sesuai dengan perangkat
pembelajaran yang telah sisusun
dengan baik, dalam hal ini adalah
rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) dengan metode driil.
c. Observasi
Dalam penelitian ini yang menjadi
sebagai observator yaitu dibantu oleh
guru lain/teman sejawat untuk
mengamati pelaksanaan pembelajaran
yang dilakukan. Obsever melakukan
pengamatan terhadap aktivitas siswa
da guru/peneliti sesuai dengan
rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) menggunakan driil.
d. Refleksi
Peneliti merefleksi hasil observasi
setiap pertemuan pada masing-
masing siklus. Peneliti mengadakan
refleksi setelah dilakukan
pembelajaran setiap akhir siklus.
Refleksi ini bertujuan untuk
menemukan kekurangan yang
kemudian dijadikan sebagai dasar
penyusunan tindakan pada siklus
selanjutnya
Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam
penelitian tindakan kelas ini meliputi:
data prestasi belajar, data observasi
aktivitas siswa dan guru dalam proses
pembelajaran.
Cara pengambilan data dalam
penelitian ini adalah :
1) Data mengenai
ketuntasan/prestasi belajar siswa
diperoleh dengan cara
memberikan tes pada siswa
setiap akhir siklus
2) Data tentang aktivitas
pembelajaran dan keterlaksanaan
proses belajar mengajar diambil
dengan lembar observasi yang
dilakukan pada tiap siklus.
Teknik Analisis Data
Pengelolaan data
merupakan satu langkah yang
sangat penting dalam kegiatan
penelitian bila kesimpulan yang
akan diteliti dapat dipertanggung
jawabkan data yang di analisis
oleh peneliti adalah :
Data prestasi belajar siswa
dengan mencari Kriteria
Ketuntasan Minimal
1) Ketuntasan individu
Setiap siswa dalam
proses belajar mengajar
dikatakan tuntas apabila
memperoleh nilai 70
karena nilai ketuntasan
minimal di SDN Donggo
Bolo yakni 70
2) Ketuntasan klasikal
Ketuntasan klasikal
dikatakan telah dicapai
apabila target pencapaian
ideal 85 % dari jumlah
siswa dalam kelas.
%1001 xn
nKK
Keterangan : KK =
Ketuntasan
Klasikal
Page 97
89
n1 = Jumlah siswa yang
memperoleh nilai 70
n = Jumlah siswa yang
ikut tes (banyaknya
siswa)
(Nurkencana, 2003)
c. Data Aktivitas belajar
Data Aktivitas Siswa dan guru
Setiap prilaku siswa dan guru
pada penelitian ini, penilaian
keterlaksanaan dengan pilihana
ya dan tidak. Analisis
menggunakan rumus persentase:
P = (indikator yang terlaksana/
indikator keseluruhan) x 100%
Indikator Keberhasilan
Dalam penelitian ini yang
menjadi indikator keberhasilan
untuk aspek prestasi belajar siswa
apabila Ketuntasan Klasikal (KK)
yang harus dicapai minimal 85%
siswa yang memperoleh nilain ≥
70. Untuk aspek aktifitas guru
dan siswa minimal berkategori
aktif.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini
telah diaplikasikan pada obyek yang
telah ditentukan yaitu siswa kelas IV
SDN Donggo Bolo tahun pelajaran
2016/2017, Penelitian yang
direncanakan dalam dua siklus telah
dilaksanakan dan hasilnya adalah
sebagai berikut:
Siklus I
Sebelum proses belajar dimulai pada
siklus I, peneliti telah mempersiapkan
perangkat pembelajaran yang terdiri
dari rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP), lembar
observasi, soal evaluasi untuk
mendukung kelancaran proses
pembelajaran.
Adapun materi yang dibahas
pada siklus ini adalah kegiatan
ekonomi masyarakat setempat.
Pelaksanaan tindakan
Proses belajar mengajar pada siklus I
dilaksanakan mengacu pada RPP
yang telah disusun.
1) Hasil Observasi
Proses observasi aktivitas peneliti
dalam mengajara dilaksanakan oleh
teman sejawat selama berlangsung
proses belajar mengajar dengan
mengisi lembar observasi yang telah
disiapkan. Sedangkan untuk
observasi aktivitas siswa
dilaksanakan oleh teman sejawat
juga. Ringkasan data hasil observasi
tersebut dapat dilihat berikut ini :
a) Observasi untuk aktivitas siswa
Hasil observasi aktifitas siswa
dapat diketahui dari lembar
observasi yang didiisi oleh
pengamat yaitu 93 %
keterlaksanaannya
b) Observasi untuk aktivitas Guru
Hasil observasi aktifitas Guru
terkait keterlaksanaan dari RPP
yang telah dibuat dapat
diketahui dari lembar observasi
yang didiisi oleh pengamat
yaitu 93 % keterlaksanaannya
2) Hasil Evaluasi
Adapun hasil evaluasi yang diperoleh
pada siklus I untuk prestasi IPS
siswa sebagai berikut:
Jumlah siswa yang tuntas: 18
Page 98
90
Jumlah siswa yang tidak tuntas : 4
Jumlah siswa yang ikut tes: 22
Ketuntasan klasikal: 77 %
Berdasarkan indikator ketuntasan
yang ditetapkan yaitu ≥ 85 %, maka
pada hasil evaluasi siklus tersebut
belum mencapai standar ketuntasan
untuk prestasi IPS siswa, hal ini
diakibatkan karena masih ada siswa
yang masih mendapat nilai 70
kebawah untuk skala 100 dan 7 untuk
skala 10. Sehingga sebelum
melanjutkan pembelajaran ke siklus
berikutnya dilakukan upaya
perbaikan dan penyempurnaan
terlebih dahulu dengan melakukan
diskusi dengan siswa yang mendapat
nilai kurang dari 70 dengan
memberikan saran-saran seperti: 1)
sepulang dari sekolah usahakan
belajar kembali materi yang dipelajari
dikelas, dan 2) mengerjakan latihan
dengan serius serta 3) jika belum
paham dengan materi, anak-anak
harus berani bertanya.
3) Refleksi
Melihat hasil yang diperoleh
dari proses belajar mengajar sampai
hasil evaluasi pada siklus I, masih
belum mencapai hasil yang
diharapkan. Hal ini ditunjukan oleh
data observasi aktivitas siswa.
Diantaranya adalah, kesiapan siswa
untuk menerima pelajaran masih
sangat kurang.
Berdasarkan hasil evaluasi
menunjukan belum tercapainya hasil
yang memuaskan. Dapat dilihat dari
ketuntasan belajar siswa untuk
prestasi IPS siswa hanya mencapai
77 % dari standar ketuntasan ≥ 85%.
Untuk merespon komentar
Observer dalam hal ini adalah teman
sejawat, peneliti melakukan umpan
balik kepada observer tentang apa
yang perlu diperbaiki agar pada
siklus selanjutnya dapat meningkat.
Masukan dari Observer tersebut
antara lain: Berusaha mengarahkan
siswa untuk mengerjakan tugas
rumah agar dikumpulkan pada
pertemuan berikutnya, agar ada
persiapan dari rumah.
Siklus II
Siklus II dilaksanakan dengan
melanjutkan pengajaran materi
kegiatan ekonomi masyarakat.
1) Pelaksanaan tindakan
Proses belajar mengajar pada
siklus II dilaksanakan dengan
mengacu pada RPP yang telah
disusun.
2) Hasil Observasi
Proses observasi aktivitas
siswa dilaksanakan oleh teman
sejawat selama berlangsung
proses belajar mengajar dengan
mengisi lembar observasi yang
telah disiapkan. Ringkasan data
hasil observasi tersebut dapat
dilihat berikut ini :
a. Observasi untuk aktivitas
siswa
Hasil observasi aktifitas siswa
dapat diketahui dari lembar
observasi yang didiisi oleh
pengamat yaitu 100 %
keterlaksanaannya
b. Observasi untuk aktivitas
Guru
Hasil observasi aktifitas Guru
terkait keterlaksanaan dari
Page 99
91
RPP yang telah dibuat dapat
diketahui dari lembar
observasi yang didiisi oleh
pengamat yaitu 100 %
keterlaksanaannya
3) Hasil Evaluasi
Adapun hasil evaluasi yang
diperoleh pada siklus II dapat dilihat
pada lampiran. Secara ringkas
hasilnya sebagai berikut:
Jumlah siswa yang tuntas : 22
siswa
Jumlah siswa yang belum tuntas: 0
siswa
Jumlah siswa yang ikut tes : 22
siswa
Ketuntasan klasikal : 100 %
Data tersebut diatas
menunjukan bahwa pada siklus II
sudah mencapai standar ketuntasan
klasikal yaitu 100 %. Persentase
ketuntasannya menunjkan
peningkatan dari siklus sebelumnya.
Karena pada siklus II ketuntasan
klasikalnya telah mencapai ≥85%,
maka tidak perlu untuk melanjutkan
ke siklus berikutnya.
Pembahasan
Penelitian tindakan kelas ini
dilakukan dalam dua siklus dengan
menggunakan alat peraga.
Berdasarkan hasil analisis tindakan
dan hasil evaluasi pada siklus I
diketahui bahwa ketuntasan belajar
belum mencapai seperti yang
diharapkan. Hal ini ditunjukan oleh
hasil evaluasinya yaitu persentase
ketuntasannya adalah 77 %, sehingga
sebelum melanjutkan pembelajaran
ke siklus berikutnya dilakukan upaya
perbaikan dan penyempurnaan
terlebih dahulu dengan melakukan
diskusi dan membimbing siswa yang
mendapat nilai kurang dari 70 dengan
bimbingan secara khusus atau
individual. Adapun hasilnya adalah
dengan lebih termotivasi dan
antusiasnya siswa dalam bertanya
baik kepada temannya maupun
kepada guru. Dan juga dapat terlihat
pada saat siswa mengerjakan soal-
soal latihan setelah berdiskusi dan
diberikan bimbingan.
Setelah dilakukan tindakan
pada siklus II yang mengacu pada
perbaikan tindakan dari siklus I
diperoleh hasil yang lebih baik. Ini
ditunjukan dari hasil evaluasi akhir
siklus dimana persentase ketuntasan
klasikal adalah 100 %. Hal ini berarti
tindakan pada siklus II sudah
mencapai standar ketuntasan klasikal
85 %. Dengan demikian tidak perlu
untuk melakukan siklus selanjutnya.
Dari proses tindakan dan hasil
yang diperoleh dari siklus I, maka
untuk siklus II menunjukan hasil
yang lebih baik dari siklus
sebelumnya. Berarti penunggunaan
alat peraga dapat meningkatkan
prestasi belajar IPS siswa. Dan
terbukti apa yang disampaikan oleh
(Mustaqim, 2004: 81) dengan metode
drill ini pengetahuan anak bisa segar
setiap saat. Karena latihan akan
membangkitkan semangat mereka
untuk senantiasa mengingat apa yang
telah diterimanya, baik itu yang
menyangkut kecakapan motorik, atau
menyangkut keterampilan mental
berupa berhitung
KESIMPULAN
Proses tindakan dan hasil evaluasi
dari penelitian telah diperoleh, maka
Page 100
92
dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Penerapan penggunaan alat
peraga dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa kelas IV
SDN Donggo Bolo.
2. Prestasi belajar IPS siswa
tersebut ditunjukan oleh
aktivitas siswa dalam kelas
dan hasil evaluasi tiap akhir
siklus. Pada siklus I,
persentase ketuntasan sebesar
77 % dan pada siklus II
dengan persentase ketuntasan
100 %.
3. Aktivitas guru dan siswa
meningkat dari siklus I ke
siklus II.
DAFTAR PUSTAKA
Anitah, Sri. 2009. Teknologi
Pembelajaran. Surakarta : Yuma
Pustaka.
Asmawat. (2008). Penerapan metode
latihan dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa kelas VII
d SMPN 1 Mataram tahun
ajaran 2007/2008.
Achsanuddin. Dkk. (1990). Didaktik
Metodik Suatu Pengantar .
Mataram. IAIN Sunan Ampel
Fakultas Tarbiyah Mataram.
Barth, J.L. (1990). Method of
instruction in social studies
education. Third edition.
Boston: university press of
America. inc
Brown, H.D. (2000). Principle of
language and teaching. New
York: By Addison Wesley
longman, inc
Depdiknas. (2006). Undang-Undang
RI Nomor 20, tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan
Nasional
Depdiknas. (2007). Peraturan
menteri pendidikan nasional
republik indonesia nomor 41,
tahun 2007 tentang standar
proses untuk satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah.
Dick, W., Carey, L., James. O., &
Carey, C. (2001). The
systematic design of instruction
. Newyork: Addison-weley
educational publisher inc.
Djajadisastra.(1981). Metode-Metode
Mengajar. Bandung,
angkasa.
Djamarah dan Zain Aswan. (2006).
Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta, Rineka Cipta
Djemari Mardapi. (2008). Teknik
penyusunan instrumen tes dan
nontes. Yogyakarta: Mitra
Cendikia Press
Hamalik, Omar. (2004). Psikologi
Belajar dan Mengajar.
Bandung : Sinar Baru
Algensindo
Djamarah. (1994). Prestasi Belajar
dan Kompetensi Guru.
Surabaya. Usaha Nasional
Page 101
93
. (2006). Prestasi Belajar
dan Kompetensi Guru. Surabaya.
Usaha Nasional
Jerolimek, S., & McTargaart, R.
(1990). The action research
planner. Victoria: deakin
university
Joyce, B., & Weil, M. (2.
M04).Models of
teaching. Boston: Allyn
and Bacon.
Mustaqiem. (2004). Psikologi
Pendidikan. Yogyakarta.
Pustaka Pelajar bekerja sama
dengan Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo Semarang.
Robert, L. & Chair, L. (2009).
Student learning, student
achievement: how do teachers
measure up?. American:
National board for professional
teaching standars (NBPTS).
Roestiyah. (1998). Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta. Rineka
Cipt
Subari. (1994). Supervisi Pendidikan.
Jakarta. Bumi Aksara.
Suharsimi. (2007). Penelitian
Tindakan Kelas. Jakarta.
Bumi aksara
------------- (1998). Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta. Rineka Cipta
------------- (2006). Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta. Rineka Cipta
Widdiharto, Rahmadi, (2004). Model-
Model Pembelajaran
Matematika SMP. Masalah
Diklat
Instruktur/Pengembangan
matematika SMP Jenjang
Dasar. 10-23 Oktober 2004 di
Pusat Pengembangan Penataran
Guru (PPPG) Matematika
Yogyakarta, yang
diselenggarakan oleh Direktorat
Jendral pendidikan Dasar dan
Menengah Departemen
Pendidikan Nasional.
Page 102
94
PERAN PENGAWASAN ORANG TUA UNTUK MENGURANGI
PENYIMPANGAN PERILAKU ANAK REMAJA
Mariamah1 & Yema Susanti
2
Dosen STKIP Taman Siswa1 & Mahasiswa PGSD STKIP Taman Siswa
[email protected]
Absrak
Pengawasan orang tua sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak. Orang tua yang memahami peran mereka sebagai
orang tua tentu akan mendidik dan menjaga anaknya agar tidak melakukan
hal-hal yang menyimpang yang dapat merusak masa depan anak. Orang tua
memiliki peran dan tanggung jawab sebagai fenanam fondasi awal
pembentukan jiwa dan karakter anak. Adapun tujuan dari karya tulis ini
adalah: 1) Untuk memberikan pengetahuan kepada para orang tua tentang
peran mereka sebagai orang tua yang sebenarnya. 2) Untuk mengembangkan
kebiasaan dan perilaku para remaja yang sesuai dengan karakter anak
bangsa yang bermoral dan berbudi luhur, 3) Untuk menanamkan jiwa
kepemimpinan dan tanggung jawab kepada anak bangsa sebagai generasi
penerus bangsa. Pentingnya orang tua untuk tahu akan manfaat mendidik
anak melalui sosialisasi, diharapkan dapat membantu sang anak dalam
menentukan bagaimana dan kemana arah tujuan hidup sang anak kelak.
Maka dari itu penting bagi orang tua untuk mengawasi apa saja kegiatan
anak di dalam rumah maupun diluar rumah supaya tidak melakukan perilaku
yang menyimpang yang dapat merusak masa depan anak, selain itu orang
tua harus membimbimg sang anak dalam menentukan jati diri, bakat dan
kemampuan baik dari sisi akademis dan non-akademis juga menentukan
lembaga pendidikan mana yang tepat untuk dienyam oleh sang anak sebagai
bekal dikehidupannya.
Kata kunci. Pengawasan, orang tua, penyimpangan perilaku
Abstract
Parental supervision is very influential on the growth and development of the
children. Parents who understand their role asparents would educate and
protect the children from doing a deviation which can damage the children’s
future. Parents have role and responsibility as initial character formation and
foundation for the children. The aim of this scientific paper are: 1) to give
knowledge for the parents about their role as parents, 2) to develop habit and
behavior of adolescents in accordance with the character of the nation, 3) to
embed leadership and responsibilitycharacter for the young as future
Page 103
95
generation of the country. The important for parents to know the benefit of
educating children through socialization is expected to assist the children in
determining how and where the direction of their future goals. Therefore, it is
important for parents to supervise activities of the children inside and outside
of the house to prevent the deviant behavior that can damage the future of the
children. Besides, parents should guide the children in determining their
identity, talent and ability both in academic and non-academic and
determining an appropriate school institution as provision for the children’s
future.
Key Word: character building, parents, deviant behavior
Pendahuluan
Peran keluarga terutama orang
tua sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan
anak. keluarga merupakan
lingkungan pendidikan pertama
yang diperoleh anak sebelum
mereka masuk kedalam lingkungan
sekolah dan masyarakat, dimana
orang tualah menjadi guru pertama
mereka yang menjadi contoh
kongkrit bagi mereka. Apabila
orang tua yang mendidikan dan
mengajarkan anaknya dengan cara
yang baik dan benar maka karakter
anak akan terbentuk secara baik
juga. Akan tatapi pada kenyataan
sekarang banyak orang tua yang
tidak tahuperan mereka sebagai
orang tua, mereka tidak
memperhatikan anak-anak mereka,
mereka berfikir pendidikaan
disekolah sudah cukup untuk si
anak padahal keluargalah dan peran
merekalah yang harus lebih
dominan daripada disekolah.
Anak-anak yang masuk pada
usia 12-21 tahun dinamakanmasa-
masa remaja (pubertas) pada masa
ini sering dikatakan masa-masa
paling rawan bagi anak karena pada
masa remaja rasa ingin tahu dan
rasa ingin mencoba anak terhadap
sesuatu hal yang baru sangatlah
besar tanpa mereka memikirkan
dampak dari apa yang mereka
lakukan. Pengaruh lingkungan
tempat tinggal dan teman bermain
anak sangat menentukan pola
pergaulan anak.Apalagi sekarang
banyak geng-geng atau kelompok-
kelompok yang memberikan
pengaruh negatif bagi
anak,kemajuan teknologi dimana
anak-anak dapat mengakses apa saja
yang mereka inginkan yang
memberikan nilai positif maupun
negatif kepada mereka. Maka dari
itu pengawasan orang tua terhadap
anak haruslah lebih besar dan
ketat,orang tua tidak boleh
melepaskan secara bebas anaknya
dalam lingkungan bermain tanpa
mengetahui siapa teman bermainnya
dan apa yang mereka lakukan ketika
berada diluar rumah. Berbagai
kejadian negatif yang terjadi akibat
kurangnya kontrol orang tua, seperti
hamil diluar nikah, narkoba, miras,
geng motor, geng begal, perjudian,
dan masih banyak kejadian-kejadian
lain yang terjadi diberbagai daerah.
Kejadian-kejadian tersebut dapat
dilihat di TV, Radio, Koran dan
Page 104
96
secara langsung didepan mata kita
kejadian yang terjadi di lingkungan
masyarakat tempat tinggal. Data
yang penulis peroleh di kecamatan
Palibelo kabupaten Bima yang
terdiri dari beberapa desa, disetiap
desa ± terdapat 15-20 (orang
remaja) hamil diluar nikah, anak-
anak terlibat dalam tawuran. Desa
padolo dan talabiu merupakan desa
yang rawan konflik (Lukman,
S.Pd/27/09/2016).
Kejadian-kejadian ini
merupakan salah satu akibat dari
kurangnya peran orang tua. Supaya
terhidar dari berbagai hal yang
dapat merusak moral anak serta
merugikan anak. Inilah mengapa
saya tertarik mengangkat topik ini
sebagai karya ilmiah sederhana
yang akan saya tulis
Tujuan dan manfaat 1. Untuk memberikan
pengetahuan kepada para
orang tua tentang peran
mereka sebagai orang tua
yang sebenarnya.
2. Untuk Mengembangkan
kebiasaan dan perilaku
para remaja yang sesuai
dengan karakter anak
bangsa yang bermoral dan
berbudi luhur
3. Untuk Menanamkan jiwa
kepemimpinan dan
tanggung jawab kepada
anak bangsa sebagai
generasi penerus bangsa.
Metode 1. Mengamati kondisi di
lapangan
2. Membaca dan mengkaji
berbagai referensi
PEMBAHASAN
1. Definisi Remaja Remaja adalah masa
peralihan yang dialami setiap
individu baik perempuan
maupun laki-laki yang dimana
maksud dari peralihan itu ialah
pergantian dari masa anak-anak
menuju ke masa dewasa. Kalau
berbicara tentang remaja pasti
tidak terlepas dari pergaulan.
Pergaulan itu sendiri adalah
proses interaksi yang dilakukan
oleh individu dengan individu
maupun individu dengan
kelompok.Seperti yang
dikemukakan oleh Aristoteles
bahwa manusia sebagai
makhluk social(zoon politicon)
yang artinya manusia sebagai
makhluk social yang tidak
terlepas dari kebersamaan
dengan manusia lain. Interaksi
dengan individu maupun
kelompok pasti memberikan
nilai positif dan
negatifnya.Apabila tidak ada
pengawasan yang baik dari
pihak orang tua terhadap
seorang anak tidak jarang para
anak remaja melakukan hal-hal
yang menyimpang yang
merusak pribadi anak itu sendiri.
Penyuluhan yang
dilakukan kepada para orang tua
bertujuan supaya para orang tua
memahami peran mereka
sebagai orang tua. Orang tua
memiliki peran dan tanggung
jawab sebagai penanam fondasi
Page 105
97
awal pembentukan jiwa dan
karakter anak, sementara
sekolah sebagai lembaga
pendidikan formal adalah mitra
mereka. Pentingnya orang tua
untuk tahu akan manfaat
mendidik anak melalui sistem
smart parenting, diharapkan
dapat membantu sang anak
dalam menentukan bagaimana
dan ke mana arah tujuan hidup
sang anak kelak serta
menjauhkan anak-anak kepada
perilaku yang menyimpang yang
dapat merusak masa depan anak.
Maka dari itu penting bagi orang
tua untuk membimbimg sang
anak dalam menentukan jati diri,
bakat dan kemampuan baik dari
sisi akademis dan non-akademis
juga menentukan lembaga
pendidikan mana yang tepat
untuk dienyam oleh sang anak
sebagai bekal dikehidupannya
kelak.
2. Faktor yang menyebabkan
timbulnya pola perilaku
menyimpang pada
anakremaja Dari pengamatan yang
saya lakukan penyebab pola
perilaku para remaja yang
menyimpang adalah:
1. Faktor Keluarga
Faktor keluarga
terutama orang tua, orang
tua yang tidak
memperdulikan dan
memperhatikan aktivitas
anaknya baik didalam rumah
ataupun diluar rumah anak-
anaknya cenderung
melakukan sesuatu sesuka
hatinya dan tidak
memikirkan apa akibat dari
yang mereka lakukan.
Apalagi anak yang berasal
dari keluarga broken home
yang dimana tidak
mendapatkan perhatian sama
sekali dari orang tuanya
biasanya mereka tinggal
dengan nenek atau keluarga
dari pihak ayah ataupun ibu.
2. Kemajuan Teknologi
Kemajuan
teknologi, seperti yang kita
lihat pada zaman sekarang
teknologi sudah berkembang
pesat contohnya internet.
Meskipun internet memiliki
nilai positifnya tapi tidak
sedikit memberikan nilai
negatif pada anak,yang
dimana anak-anak bisa
mengakses berbagai situs
yang tidak baik bagi
mereka.contoh pada suatu
ketika ada seorang anak
yang masih remaja pergi
kewarnet dan membuka
situs-situs porno dan dia
juga mengajak anak dibawah
umurnya untuk menonton
sesuatu yang tidak
sewajarnya itu.Sehingga
perilaku anak tersebut
didalam lingkungannya
menjadi tidak baik tidak
sedikit anak yang putus
sekolah akibat
mempraktekkan apa yang
mereka tonton. Itu semua
akibat kurangnya
pengawasan orang tua
terhadap kegiatan anaknya.
3. Lingkungan Bermain
Page 106
98
Teman bermain
anak (remaja), para orang
tua apabila tidak mengawasi
siapa saja teman bermain
anak tidak sedikit anak yang
terpengaruh dengan
pergaulan temannya yang
tidak bagus apalagi sekarang
banyak geng-geng yang
tidak baik yang
mempengaruhi para remaja
untuk masuk kedalam geng
mereka.meskipun ada nilai
positifnya dengan adanya
kelompok/geng tersebut
seperti solidaritasnya tinggi
tapi banyak juga sisi
negatifnya,dimana anak
tersebut diajarkan untuk
berbuat anarkis, tidak takut
melawan orang tua,
melakukan sesuatu sesuka
mereka dan tidak
menghormati orang yang
lebih tua. Sehingga pola
perilaku anak menjadi rusak
akibat adanya geng-geng
yang tidak baik itu.para
orang tua harus lebih
memperhatikan perilaku
anaknya terutama teman
bermain anak supaya tidak
terpengaruh oleh oknum
yang tidak baik
Dampak yang ditimbulkan
akibat pola perilaku yang
menyimpang 1. Anak berperilaku sesuka
hatinya contohnya anarkis
2. Anak tidak memiliki sikap
yang santun terhadap orang
lain
3. Sikap individualisme anak
tinggi
4. Tidak menghargai sesuatu
5. Banyak terjadi pemberontan
yang dilakukan anak
terhadap orang tuanya
6. Perubahan gaya hidup,
mulai dari nilai-nilai agama,
social dan budaya
7. Jati diri bangsa Indonesia
luntur
Upaya meminimalisir
terjadinya pola perilaku
menyimpang pada remaja 1. Bagi para orang tua,
sebaiknya mulai sekarang
belajar bagaimana mengasuh
anak yang baik dan benar
dengan cara mengikuti
parenting education
2. Bagi para orang tua
sebaiknya jangan terlalu
memberikan kebebasan
kepada anaknya
3. Lebih memperhatikan anak
dan mendampingi anak
dalam situasi apapun
4. Mengutamakan waktu
bersama dengan keluarga
walaupun jam kerja padat
Dari 4 poin yang menjadi
tugas orang tua di atas, tentu
para orang tua sangat perlu
untuk dibekali pengetahun
tentang penanaman
pendidikan karakter pada
anak, dan pengetahuan
tentang pendidikan karakter
itu sendiri
Kesimpulan
Pengawasan orang tua
sangat penting bagi para anak
apalagi anak yang masih berada
Page 107
99
dimasa-masa remaja dimana
mereka masih mencari jati diri
mereka. Anak pada masa ini
masih sangat labil sehingga
sangat mudah dipengaaruhi oleh
lingkungan buruk disekitarnya,
apabila orang tua tidak
memperhatikan pola perilaku
anak didalam rumah ataupun
diluar rumah maka anak tersebut
bisa terjerumus kedalam
lingkungan yang buruk yang
dapat merugikan masa depan
anak itu sendiri. Apalagi zaman
sekarang teknologi sudah
berkembang pesat dimana untuk
mengakses berbagai situs
sangatlah mudahtidak sedikit
anak yang membuka situs-situs
yang tidak seharusnya mereka
buka dan juga banyaknya
kelompok-kelompok tertentu
dalam masyarakat yang
sebagian kelompok memberikan
pengaruh buruk terhadap para
anak remaja. Jadi para orang tua
haruslah menjaga dan
mengawasi buah hatinya supaya
tidak terjerumus ke dalam
lingkungan yang buruk yang
dapat merugikan masa depan
anak.
Penyuluhan yang telah
dilakukan semoga dapat
membantu para orang tua untuk
mengawasi dan mendidik
anaknya supaya tidak
melakukan perbuatan yang
menyimpang.
DAFTAR PUSTAKA
Fadjaray, Suhadi. 2012.
Character Building Strategies
Bercocok Tanam Karakter di Kebun
Sanubari Anak. Jakarta: Rahmat
Media Press (RAHMA PRESS).
Page 108
100
“Refusal and Politeness Strategies
in School Community of Practice.”
Julaiha, M.Pd
English LecturerDepartement – STKIP Taman SiswaBima
[email protected]
Abstract
Adopting Community of Practice (CofP) framework, this paper investigates
the realization of refusal and politeness strategies in SMA Negeri 1 Kilo
‘culture’ in Dompu. Through three weeks of recording and observation of
participants’ daily communication, the findings revealedboth direct and
indirect refusalswere employed in the community. The negotiations of FTAs
between CofP members weremore complex and unique, via both positive and
negative politeness strategies.They constructed a unique communicative style
in expressingrefusals and negotiating FTAs indicating intimacy and solidarity
between them which may give raise to a polite behavior. More importantly,
the negotiation of the membership in the community of practice or in-group
membership determined this unique communicative style.
Keywords: Refusals, politeness strategy, face threatening acts, community of
practice, communicative style, polite behavior.
1. INTRODUCTION
Research on speech act over
decades has encompassed a wide
range of types of speech act. From
an initial focus on directives (e.g.
Ervin-Tripp, 1976; Brown and
Levinson, 1978; Bellinger and
Gleason, 1982), researchers has
also examined positively affective
speech acts, such as compliments
and apologies (eg. Olshtain and
Cohen, 1983; Holmes, 1986;
Herbert, 1989; Baresova, 2008,
Ogiermann, 2009; Aloia, 2009) as
well as some more negatively
affective acts, such as
disagreements and refusals (eg.
Blum-Kulka et al., 2002;
Georgakopolou, 2001; Scott, 2002;
Daly, et al., 2003; Phuong, 2006;
Brasdefer, 2008). They have given
much insightful information how
speech acts are expressed in
particular social and cultural
context. This research in turn tries
to contribute to the next group:
refusals in a certain social context
of speech community, that is, in a
community of practice (Wenger,
2000).
The reason underlies the
choice of Community
ofPractice(CofP) as the subject of
study is made based on the fact
that commonly researches on
refusals world-wide are still less of
authentic data, especially in a
workplace context. Instead, most
of the data which has been
collected to illustrate the ways in
Page 109
101
which people express this speech
act encompassed written data that
has been elicited using some
variant of the discourse completion
task (DCT), as popularized by
Blum-Kulka et al. (1989) over
university students and staffs (eg.
Brasdefer, 2008; Wannaruk, 2008;
Champillo, et al., 2009; Shattar, et
al., 2009; and Al-Shboul, et al.,
2012).
By the same token, some
researches in Indonesian context
also applied similar methodsand
samples (eg. Amarien, 1997; Aziz,
2000; Wijayanto, 2013). Only few
natural studiesto certain speech
community this fieldfound, such as
Rahmayani (2006) who analyzed
forms, functions, and factors
determining refusals over
participants in Malang and that by
Hadiati (2011) who investigated
the realization of politeness
strategies on children’s refusal in
Purwokerto. While, one of the
specific investigations of refusals
on Communities of Practice
framework was conducted by
Daly, et al. (2003) who observed
the realization of complaints,
whinges, and refusal between
members of community of practice
in factory floor in New Zeeland.
Advocating Daly, et al. (2003)
this research adopt similar
framework toobtain the authentic
data of refusal between members
of this CofPwhen they engage in
their normal everyday interaction,
formal and informally. The CofP
in this study isa school ‘culture’ in
Dompu community in West Nusa
Tenggara, which is refusal the
teachers and the staffs of SMA
Negeri 1 Kilo produce.Therefore,
this study aims to investigate:a)
the refusal strategies the
CofPmembers use; b) the
politeness strategies these
members of Community of
Practice employ in expressing
refusals;and c) the patterns of
refusals expressed by those
members of Community of
Practice.
Daly et al (2003)
followingLakoff (2001)suggested
that ‘‘[t]hrough concentration on a
particular speech act located in a
specific cultural and societal time
and place, we can come to
understand a great deal about who
we are, what we want, and the
rules and assumptions that bind us
together as a society.’’ Hopefully,
this study is sufficient enough to
examine refusals strategies and its
patterns that are expressed and
interpreted in this particular socio-
cultural setting. In particular, it
will clarify the complexity of what
is considered as appropriate or
polite behavior in different
communities of practice and,
thus,provides a specific example
affirming Lakoff’s point
2. REVIEW OF
LITERATURE
2.1. Face, Politeness, and
Refusals inSpeech Act
Theory
The common constraints on
communication include not only
ways of presenting “self” but also
the ways in which we give face to
others. Brown and Levinson
Page 110
102
(1978) suggested a well-known
conceptual framework of ‘face’ derived from Goffman’s (1976) as
“the public self-image that every
member [of a society] wants to
claim for himself” (cited in Felix-
Brasdefer, 2008: 17). Felix-
Brasdefer (2008) then,
followingGoffman(1967), defines
face as “the positive social value a
person effectively claims for
himself by the line others assume
he has taken during a particular
contact. Face is an image of self
delineated in terms of approved
social attributes…” . The line a
person assumes during social
interaction refers to patterns of
verbal and nonverbal behavior by
which interlocutors negotiate their
own views of the situation as well
as an evaluation of the
participants’ point of view. Felix-
Brasdefer (2008) explains good
face as being in line with the social
behavior of the situation, whereas
a person is said to be in wrong face
“when information is brought forth
in some way about his social worth
which cannot be integrated.” In
other words, people may be
considered out of face when they
fall out of line during social
interaction and do not follow the
social behavior expected in a
specific situation.
Thus, face is the
conceptualization we make of our
‘self’ when actively interacting
with others through verbal or non-
verbal interaction in the flow of
conversation. Face is manifested
through the evaluations we make
of ourselves through social
interaction.
Face deals with two aspects of
people’s want: a) the desires of
individual (hearer) to be liked and
appreciated or approved (positive
face), such, seeking agreement or
compliment, solidarity, and
reciprocity; and b) the desires or
the right to non-disturbance
(negative face), such as, being
indirect, being apologetic.
In daily communication, face
is something that is emotionally
invested, and that can be lost,
maintained, or enhanced and must
be constantly attended to in an
interaction with language (Brown
and Levinson 1978). The efforts
in gaining, negotiating and
maintaining face is refer to
Goffman’s (1967) “facework” as
cited in Soepriatmadji (2010). It
implies the notions that people
have to make sure that in the
efforts to keep their own face, they
do not in any way damage the
others’ face, unless they may give
threats to another individual’s self-
image, or create a “face-
threatening act” (FTA). Such
FTAblocks the freedom ofactions
(negative face), and the wish that
one’s wants be approved by others
(positiveface) – by either the
speaker, or the addressee, or both.
Speech act such as requests
potentially threatenthe addressee’s
face because they may limit the
addressee’s freedom to
actaccording to his/her will.
Felix-Brasdefer reviewed that
the basic premise of Brown and
Page 111
103
Levinson’s (1987) Politeness
Theory is that many speech acts
are intrinsically threatening to
face. Accordingly, refusal may
threaten the addressee’spositive
face because they may imply that
what the speaker say might not
expected by the hearer. In an
attempt to avoid FTAs in
expressing refusal, interlocutors
may use specific strategies to
minimizethe threat according to a
rational assessment of the face risk
to participants.Further, the
assessment of the seriousness of an
act involves three independent
factors that are culture-sensitive:
the social distance (D) and social
power (P) between a speaker and a
hearer, and the absolute ranking
(R) of impositions in a particular
culture:
1. Social Distance (D) between
the speaker and the hearer; in
effect, the degree of
familiarity or solidarity they
share (a symmetric relation);
2. Relative Power (P) of the
speaker with respect to the
hearer; in effect, the degree to
which the speaker can impose
his/her will on the hearer (an
asymmetric relation); and
3. Absolute Ranking (R) of
impositions in the culture in
terms of the expenditure of
goods and/or services by the
hearer, the right of the speaker
to perform the act, and the
degree to which the hearer
welcomes the imposition.
The authors suggest that the
seriousness for a FTA may be
calculated using the following
formula:
Wx = D(S,H) + P(H,S) + Rx.
According to this formula, Wx
represents a value that measures
the weightiness of a FTA, D(S,H)
measures the degree of social
distance between the speaker and
hearer, P(H,S) measures the value
of power that a hearer has over a
speaker, and Rx is the value that
measures the degree of imposition
of a FTA in a particular culture.
Therefore, according to
Politeness Theory, the attempts
could be done by constructing a
refusal which includes linguistic
elements addressing the positive
face needs of the requester
(Besson et al., 1998) or a“face-
saving maneuvers,” (Gass& Houck
1999) (cited in Felix-Bresdefer,
2008: 43).
Brown and Levinson (1987)as
cited in Felix-Brasdefer (2008:
17)claimed a universal model of
linguistic politeness that politeness
is realized linguistically by means
of various strategies across
cultures.Politeness Theory
suggests that in order to ameliorate
the impact of an FTA which
threatens the negative face of the
addressee or hearer, the speaker
will make use of such negative
politeness strategies as being
indirect, adopting hedging devices,
or apologizing. Positive politeness
strategies, on the other hand,
emphasize friendliness towards
and solidarity with the speaker,
and these are used more generally
(i.e., in response to both positive
and negative FTAs). Brown and
Page 112
104
Levinson (1987) suggest a number
of forms of positive politeness,
including the use of in-group
identity markers, address forms,
jargon and slang. This study,
therefore, attempts to find out
whether these strategies do exist
and applied in the school
community of practice or do not.
2.2. Speech Act of Refusals
Daly, et al (2003) following
Kline and Floyd (1990) define a
refusal as ‘‘an attempt to bring
about behavioral change by
encouraging the other to withdraw
his/her request’’, and essentially
indicating ‘‘opposition to granting
a request’’. Refusal represents one
type of dispreferred response that
often occurs as second pair parts in
conversation and, without doubt,
then, is highly face-threatening
affective speech act because it
involves the rejection of a request
which the communicator felt was
legitimate to make (Searle, 1977 as
cited in Daly, et al., 2003). It
reflects unwillingness to obey
someone’s request, invitation or
offer. In this case, the refuser is
thus in position between resisting
an undesirable request and
supporting the requester’s self
image.
In a more extreme way,
refusal means the speech act of
saying “no” (Wierzbicka 1987:
94), expressingthe addressee‟s
non-acceptance, declining of or
disagreeing with a request,
invitation, suggestion or offer.
Inother words, “refusing means,
essentially, saying „no, I will not
do it‟ in response to someone
else‟s utterance, in which he has
conveyed to us that he wants us to
do something and that he expects
us to do it” (ibid.).While, Felix-
Brasdefer (2008) argues that as a
reactive speech act, a refusal
functions as a response to an
initiating act and is considered a
speech act by which a speaker
“[fails] to engage in an action
proposed by the interlocutor” (p.
41).
From a sociolinguistic
perspective, refusals are important
because they are sensitive to social
factors such as gender, age, level
of education, power, social
distance, and because what is
considered appropriate refusal
behavior varies across cultures.
Phuong (2006) following
Leech (1983) and Brown and
Levinson (1987) reviewed
thatSocial distance is one of the
factors that determines politeness
behaviors. The notion of social
distance refers to the consideration
of “the roles people are taking in
relation to one another in a
particular situation as well as how
well they know each other” (p.16),
which means the degree of
intimacy between interlocutors.
Brown and Levinson (1987)
claimed that politeness increases
with social distance. On the other
hand, he mentioned that there is
very little solidarity establishing
speech behavior among strangers
and intimates because of the
relative existing familiarity of their
relationship, whereas the
Page 113
105
negotiation of relationships is
more likely to happen among
friends.Amerien (1997) found that
Indonesia Speaker Speaking
English tend to refuse directly to a
request. This indicates that they
intended to produce a direct
illocutionary act that is a direct
refusal. The familiarity and the
equality of social background, as
pointed out above, lead them to
initiate their refusal utterances in
this way.
While, the role of social
status in communication involves
the ability to recognize each
other‟s social position (Leech
1983; Brown and Levinson 1987;
Holmes 1995). Holmes (1995)
claimed that people with high
social status are more prone to
receive deferential behavior,
including linguistic deference and
negative politeness. Thus those
with lowersocial status are inclined
to avoid offending those with
higher status and show more
respectto them. By the same token,
Hassani (2011) found that Persian
show differences to those with
high social status by expressing
indirect strategy for refusing.
Gender and speech
behaviour are also seen as two
interwoven, interrelated variables
(Lakoff 1975; Tannen 1990; Boxer
1993; Holmes 1995). In other
words, speech behaviours depend
on the gender relationship between
interlocutors. Thus refusing people
of either the same or the opposite
gender requires different linguistic
patterns.Specifically, Lakoff
(1973) as cited in Wofson (1989)
identified different form of man
and women speech. Lakoff pointed
out six major characteristic of
what she called women‟s speech:
1. Lexical choice: there some
words which are almost
exclusively used by women
such as the less common color
terms: mauve and chartreuse
or empty adjectives such as
divine and cute as the contrast
to men’s adjectives such as
great and terrific.
2. Question intonation in
statement: women show non
assertive behavior by using
question intonation in
conjunction with declarative
sentences. For example ‘When
the dinner will be ready?’ 3. Hedges: women are frequently
use tag question and hedges,
for example: ‘He is a nice guy,
isn’t he?’ 4. Emphatic modifiers and
intonational pronunciation:
women use more frequent
modifiers such as so, much,
and very than men do to
emphasize their utterances.
5. Hypercorrect grammar and
pronunciation: women tend to
use more formal syntax than
men, to use forms of
pronunciation which are
closer to prestige norm, and
speakmore formally than men
do in similar situation.
6. Superpolite forms: women are
said to frame request and
other kinds of utterances with
excessive polite forms such as
‘Would you please open the
door, if you don’t mind.”
Page 114
106
In terms of pragmatics,
requests and refusals are automatic
sequences in the structureof the
conversation which are called
“adjacency pairs”. Following
Schegloff and Sacks (1973)
Phuong (2006) termed “Adjacency
pairs” for certain consecutive
speech turns that are closely
related. They can be described as
automatic sequences consisting of
a first part and a second part
produced by two successive
speakers such that the second
utterance is identified as related to
the first as an expected follow-up.
Having uttered the first part, the
speaker immediately expects
his/her conversational partner to
produce a second part of the same
pair (p. 16).
Managing adjacency pairs
successfully is part of
“conversational competence”. On
the adjacency pair of request-
refusal, refusing a request as
discussed previously is an FTA
and therefore requires special
attention from the speakers so that
the message can be conveyed in a
socially acceptable manner.What
we should realize is that refusals
are complex speech acts that
require not only long sequences of
negotiation and cooperative
achievements, but also “face-
saving maneuvers to accommodate
the noncompliant nature of the
act” (Felix-Brasdefer 2008: 43). In
fact, in everyday life, it is not easy
to refuse. If we give a flat refusal,
it may be interpreted as more than
just the refusal itself. In contrast, it
can create a feeling of discomfort
in both the speaker and the hearer.
Thus, this FTA leads to a tendency
on the part of the speakers to make
use of certain strategies such as
indirectness and polite expressions
in order to avoid conflict (Brown
and Levinson 1987).
For this reason, Felix-
Bresdefer (2008) suggested that
refusal must be negotiated in
social interaction. Accordingly, the
choice of a direct or indirect
refusal and the appropriate degree
of politeness employed will
depend on the relationship
between the participants.
Thus, from a pragmatic
perspective, the negotiation of a
refusal may involve frequent
attempts at directness or
indirectness and politeness or
impoliteness that are appropriate to
the situation and may vary
according to the social values of a
particular culture. During the
course of social interaction, a
speaker performing a refusal may
resort to a wide range of linguistic
and non-linguistic expressions or
strategies in order to communicate
a refusal appropriately and
according to theexpected norms of
interaction of a given culture.
Some of these expressions are then
established or conventionalized as
common patterns or ways of
speaking between participants in
certain context or culture, let say
in members of school community
of practice.
Page 115
107
2.3. Communities of Practice
This study tries to capture
how are the realizations of refusals
in a community of practice (CofP)
in Indonesian culture context, that
is, a school institution. According
to Wenger (2000), communities of
Practice refer to “groups of people
who share a concern or a passion
for something they do and learn
how to do it better as they interact
regularly.” The essence of this
framework in sociolinguistics is
that it focuses on the practice or
activities which indicating them
belong to the group, and the extent
to which they belong. It also takes
account of the way of speaking,
attitudes, beliefs, values and social
relations which underlie their
practice, and provides a
framework for examining the ways
in which individuals construct
roles and relationships within the
parameters established as
acceptable by the group. The CofP
is thus a rich locus for the study of
situated language use, of language
change, and of the very process of
conventionalization that underlies
both. More importantly, two
conditions of a community of
practice are crucial in the
conventionalization of meaning
are shared experience over time,
and a commitment to shared
understanding (Eckert, 2006).
Therefore, it will determine how
the members of the CofP construct
and interpret such refusal in their
linguistic repertoire and their
communications. The linguistic
manifestations of a shared
repertoire provide a basis for
describing how a distinctive
workplace ‘‘culture’’ is constructed
through interaction. In sum,
Wenger (2000) identifies three
criteria features of a CofP: (a)
mutual engagement; (b) a joint
negotiated enterprise; and (c) a
shared repertoire of negotiable
resources accumulated over time.
Daly et al (2003) argued that
over time workplace communities
construct a unique set of discursive
practices from the resources
available to them, compatible with
other aspects of the way they work
together. These shared practices,
and the ways in which individuals
conform to or challenge the
group’s norms, contribute to the
construction of a particular
community of practice.
3. Data Collection
As the main aims of this
ethnographic study, the data are
obtainedfrom the authentic daily
communication between members
of community of practice in SMA
Negeri 1 Kilo. They include the
interaction between office staffs,
teachers, and office staff and
teacher. There were ten office
staffs, eight males and two females
and twenty two teachers comprise
of fifteen males and females are
the rests. Some trained
participantswere administered to
collect the data from the site
(school) of their everyday
interactions: one office staff and
two teachers. Initially, they
observed the interactions and took
Page 116
108
some notes and also recorded the
occurring of refusals as
opportunities arose using recorder
device from their own mobile
phones. Later, such relevant
contextual information was
collected in follow-up interviews
with participants (Daly et al,
2003). As part of the community
of practice, researcher also
involved as participant observer.
All of the participants are
Bimanese speakers with different
socio-cultural backgrounds that are
from different ethnicity in Dompu
and Bima Regency. They,
however,had worked together for
years and had developed a kind of
group memberships with a strong
sense of group identity as one big
family. Accordingly, they had
developed their own colloquial
repertoire in their daily
interactions. Thus, most of
theirinformal communication was
in Bimanese.
The data obtained were
annotated with detailed contextual
notes providing information on
location, type of talk (e.g. work
talk, social talk), topic, tone, brief
summaries of the speech event
(e.g. Bahtiar refilled the marker
ink), speech act labels (e.g. direct
complaint, instruction) and
participant information (a 46 years
old senior Geographic teacher).
This coding system allowed for
rapid searches through the data for
salient examples of specified
situational variables or speech
events/acts.
4. DATA ANALYSIS
As LeCompte and Preissle
(1993) suggest that ethnographic
approaches are concerned more
with description rather than
prediction, induction rather than
deduction, generation rather than
verification of theory, construction
rather than enumeration, and
subjectivities rather than objective
knowledge (Cohen, et al., 2007:
188). Thus, the focus on the
analysis of this study is the
description of the occurring
phenomena.
While there was a
considerable amount of data at the
storage, this study prefer to focus
on a small set of prototypical
examples representing the whole
sample of the speech acts in
question so as to explore the
situational and interpersonal
factors that shaped interactions
within this school culture. Thus, in
the following discussion this paper
examinesonly some sequences of
refusals appearance in different
strategies. The participants, topics,
and interactions selected for
exemplification are representative
of those found in the larger
samples.
4.1. Direct refusal
Direct refusals refer to Brown
and Levinson’s (1987) ‘bald on-
record strategy’ with respect to the
precision clarity of the
communicative intention. In this
study, the directness continuum is
comprised of strategies that
convey an explicit message of the
refusal response. A direct refusal
Page 117
109
was often realized by means of a
flat ‘no’ (Felix-Brasdefer, 2008), as
in example 1 and 2.
Example 1 is an instance of a
direct refusal where the speaker,
Landa, announcesofficial
information, but in casual way.
The addressee, Samsudin, clearly
deniesthespeaker’s request, even
complaining itthat he has been
asked the same stuff several times
before, but donot have any
significant feedback from the
leader or the supervisors.
Example 1.
Context:All teachers were in
the meeting room setting after
briefing with the supervisors.
Landa (vice principle for
curriculum) aged 45-50
announcing aninformation to the
teachers. Samsudin alias Papi,
aged 50-55, is a senior Geographic
teacher. Rusamsuriadin alias
Jabrik, aged 40-45, teaching PKn
(Pancasila and Citizenship).
(1) Landa : Bapak,
ibusekalian,
pokoknyasayatida
kmau tau,
hariSenen
(2) depan,
semuaadministrasi
guru
sudahsayaterimada
lambentuk
(3) soft copy.
(4) Pentingini.
RingareJabrikrau?
5) TerutamaPapiini.
Ainamacam-
macamlaboanaSud
ie!
(Attention, please!
I must have your
administration in
soft copy next
Monday. No more
excuse. This is
urgent. Do you see
it, Jabrik?Please,
special attention to
Papi. Don’t ever
try! I’m seriously
warning you,
Sudi!)
(6) Samsudin : Watiwauku,
Landaraue.
Indojawaralao
kina kaboronami
(7) sandakeraaire.
Kampoibiayanami
.
(8) TahopuwelikaiDji
Sam Soenamini.
Bunejarik?
(I will not do it,
Landa. What we
have been done so
far did not make
any change. It’s
just wasting our
money. It is better
to spend it for
some Dji Sam Soe
(brand of
cigarettes). What
do you think about
it, Jabrik?)
(9) Rusamsuriadin : Iyo
romoPapie.
(Absolutely, Papi)
(10) Landa : E! Nee
pecatbaanamena?
(Hi! Do you want
to get hired?)
Page 118
110
(11) Samsudin : Alae. De
tokukepala ma
akedambe.
Hahaha…
(What a tempered
Principal we have
[laugh])
It is seen that Samsudin
(Papi)is directly refusing and
complaining the speaker’s request
to accomplish and submit his
work. He complains the new
policy to submit his works in soft
copy, because he knows that he
cannot operate a computer. It
means that he has to spend much
money to type it at the rental.
Rather than spent money for it, he
thinks it prefer for buying some
cigarettes. On the other hand,
Rusamsuriadin (Jabrik)is also in
line with Papi’s idea.
It is clear that Papi’s direct
refusal and complaint (line 6 to 8)
can be classified as a face
threatening act and soone might
expect, according to Politeness
Theory, that he would use some
kind oflinguistic politeness
strategy to mitigate the impact of
his refusal.In fact, ratherthan
reducing the strength of his
refusal, thusapparently
intensifying the value of his FTA
through his challenge by preferring
doing something else. So although
Papi is clearly refusing and
complaining to Landa, he does not
use conventional linguistic
politenessstrategies to redress the
implied threat to Landa’s positive
face. Landa does not accept Papi’s
complaint or offer to rectify it. He
argues back and challenges or
threatsPapi’s position as vice
principal for human relationship
department (line 10). Landa also
threats to hire his friends from
their structural position in the
school for some disobedience
although actually he is not in the
authority to doing so (he was
pretending to be the principal). It
is common, however, for them to
pretend being the big boss in
jocular situation to rapport
solidarity. Further,
Papiaccommodates Landa’s joke
as being the boss explicitly
through his sentence (line 11).
Thiskind of interactive style
represents an in-group
communicative style of several
teachers.
The interactive style and
discourse of this group was quite
distinctive within the school. They
used to use particular verbal
humor, jocular abuse and practical
jokes. They contributed to
characterize this unique group
culture, and generally helped to
create positive relationships
between them. Group members
used a vulgar communicative
style, characterizedby uninhibited
swearing and friendly insult and
also they were constantly joking
around. Observation indicated that
thesestrategies serving as markers
of solidarity in team interactions.
Uniquely,they served alongside
other more conventional positive
politeness strategiessuch as the use
of nicknames, address forms such
as Ana, Papi, Sudi, Mas, Lish,
Emo or Jabrik, etc., in-group talk
Page 119
111
and chatting or gossip. From other
data, they indicated that the group
interactive style played roles to
constructan orientation or
reputation to the group, to
reinforce solidarity, and thus in a
particular way might be interpreted
as forms of positive politeness. For
example, in Bimanese addressing
system, it is impolite for a younger
speaker to address the older person
with his/her true or full name or
without any title, kinship, or nick
name (alias) as Landa did in line 5
with’Sudi’. Instead, the appropriate
form to address Samsudin could be
‘Pak Sam’, ‘Pak Sedo’ or ‘Sedo’. Conversely, it seems awkward
even ridiculous in normal context
for older person to address the
interlocutor in such way. In fact,
those address terms are employed
frequently in this group
culture.The next example of
indirect refusal also contributes to
positive politeness strategy.
Example 2. Direct refusal in an in-
group talking
Context: In the teachers’ room setting.Landa, aged 45-50,is
asking Mukhlish, an Islamic
religion education teacher aged 40-
45, to go fishing.
(1) Landa : E, Lish!
talaonggawi do
sorimbujupeasi.
Nahulabo Mas nee
laopeare.
(Hi, Lish! How
about going
fishing to
Mbujuriver
tonight? I and Mas
(Syarif) have
planned to go.)
(2) Mukhlish :
Kangencewekiom
bainatuamue. Dou
madisakupae.
(3)
Wedimparai
wiipakimtasipeare
ni. Ore hencan ta
sori aka Pae
(4) muneesi bade.
Sodijapu la
Lishakeku.
(Don’t be so
arrogant,bitch! I
don’t believe you
are brave enough
to go there. It
might be you
abandoning your
fishing stuffs in
fear. Too many
ghosts there. You
should have asked
me before
planning to go
there.)
(5) Landa : Nggahicou?
(Whom saying
that?)
(6) Mukhlish :
NdedeNcaupangga
hidouMbujuni.
(People there
saying so.)
(7) Landa : Ede. Au
waraMaskelabond
ai. Ti imbimudisa
la Sari nggomiro?
(We have Mas
(Syarif) with us.
He is brave. Don’t you trust him?)
Page 120
112
(8) Mukhlish : Iyo romo la Sari,
palaitaedekununtu
rePae.
(I believe Syarif,
but I doubt you.)
(9) Landa : Iyo
laowaupupeare,
lakoRoie!
(So, you must
fucking go
tonight!)
(10) Mukhlish :
Tiwaurompakue.T
icauba la Lishhidi
bona bonandede.
Luuba
(11) akalaonggawi do
be kombi
lirinakaro.
(Absolutely no,I
will not. No way
for Lish to go to
such bad fishing
spot like that. It is
too far away.)
In this example, Mukhlish, is
directly denying Landa‟s offer to
go fishing with him very strongly
in a very rude way (line 10 to 11)
by using strong intensifier
‘rompaku’. He feels hesitate to go
because of his fear of ghost and
the distance is too far
away.Expletives he uses do not
really indicate his strong hesitation
or unwillingness to comply the
request, rather just his
communicative style.
The sample reveals that both
interactants employed a positive
politeness strategy through a
vulgar communicative style
comprising uninhibited swearing
and friendly insult. The fact shows
none of them is getting offended.
Mukhlish, for example,not only
refusing strongly, but also
insulting and ridiculing Landa
frequently for his plan (line 2 to 4,
10 to 11), but it does not seem as
an FTA to Landa. Conversely,
Landa also uses friendly swearing
when insisting Mukhlish to come
with him (line 9) with „LakoRoie‟
(dog from Roi). In normal
communication, this bald on
record strategy will threat the
hearer‟s face. In Dompu
community culture, it is forbidden
or „watipehe‟ (taboo)to swear or
insult in that ways. They are
perceived as tabooed behavior to
act out.
4.2. Indirect refusal
According to Gudykunst and
Ting-Toomey (1988) as cited in
Felix-Brasdefer (2008) thatthe
indirect verbal style “refers to
verbal messages that camouflage
and concealspeakers‟ true
intentions in terms of their wants,
needs, and goals in the
discoursesituation” (p: 75). In the
current study, the indirectness
continuum was comprisedof
several different strategies often
employed to express relational
work. These strategies and
examples are included below.
4.2.1. Apology
According to Leech, apologies
“express regret for some offence
committed bys[peaker] against
h[earer] – and there is no
implication that s[peaker] has
Page 121
113
benefited from the offence” (cf.
Felix-Brasdefer, 2008:75). In the
case of refusals, employing
apologies or asking for forgiveness
function as indirect refusals that
may be considered manifestations
of relational work and expressions
that may be open for polite
interpretation. In the current study,
this strategy is represented in
Examples 3.
Example 3. Apology
Context: in the office room setting.
Julkhair, aged 38-40, an
administration staff, is refusing
Dewi‟s request, an administrative
staff aged 45-48, to repair a
computer
(1) Dewi : Kirimaimuarie.
Awiwaunangenab
anaminggomire.
(Thanks God.
Finally, you come.
We have been
waiting you since
yesterday)
(2) Julkhair :
Aida...waraneennd
akeske.
(I guess there
might be
something if you
complimented me
like this)
(3) Dewi : Komputer ma da
rearie au wali
kombi iuna.
(4) Nee print
daftarhadiredejam
pa.
(The computer
on the north is
broken again. We
need it to print out
the students’ attendant list)
(5) Julkhair : Podajaro?
(Is it really for
that reason?)
(6) Dewi : Bade lalompani.
(You know it
better)
(7) Julkhair :
Mbotokangamputa
DaeDewie.
Nggaradeilirimaim
paa game
(8)
kaisiakasone
desitahopurandend
ena.
(9) Maki
jaadekuinstalulangre.
(I’m really sorry,
Mrs. Dewi. If the
principal used it
only for
playing game, it’s
better to leave it
broken. I’m tired
reinstalling it.)
(10) Dewi : Ainakandedearie.
Kokipura.
Beralaokaina.
(11)
Watisingaw
anggeenakatahom
akentore,
(12) cicitaupura da
gudangre.
Tiwauku repo
nahurausi.
(Don’t be like that.
Please repair it
whatever happens
next. If he doesn’t want to have it
Page 122
114
repaired next time,
just dispose it in
the storage. I don’t want that stuff
bothers me.)
In this example, the
addressee, Julkhair felt hesitate to
repair the computer again and
again because he knew that it is
broken many times because of non
official works, rather mostly for
playing game. His apology (line 7)
implies that he is not actually
denying Dewi‟s request, rather an
explanation ora complaint
reflecting his personal sentiment or
hesitant to the boss who usually
plays game anda demand for the
boss responsibility to have it
repaired with the office budget
(line 7-9).
Nevertheless, through his
apology for his refusal request,
Julkhair was trying to save Dewi‟s
negative face and emphasize
avoidance of imposition on the
hearer. Negative politeness
strategies presume that the speaker
will be imposing on the listener
and there is a higher potential for
awkwardness or embarrassment
than in bald on record strategies
and positive politeness strategies.
Another example of how
refusals are expressed occurs not
only once, but negotiated several
times in a different turns with
different strategies between
participants. Example 4 illustrates
how the negotiation occurs.
4.2.2. Providing Explanation
When this strategy is used,
the respondent indirectly refuses a
request, offer, or suggestion by
providing explanations. The
account employed to express a
refusal may be specific or general
that provides information that
indirectly mitigates the refusal. It
clarifies why the individual cannot
comply with a request, on offer, or
a suggestion. This strategy appears
in the following sample.
Example 4: Apology and
Reason/Explanation
Context: in the office room setting.
A teacher, Ishaka, aged 45-48 with
two office staffs, Adiansyah, aged
50-55, and Dewi, aged 45-48.
(1) Ishaka : DodojakuMada
map edesabua Aba
Adi!
(2) Nee lama
kaitandatangansur
atanadohomuke...
(Excuse me,
may I ask that file
folder, please? I
need it for
holding these
students files for
Boss’s signature.)
(3) Adiansyah : Alae.
Mbotokangamputa
, Pae.
Tiduwaramantaru.
(4) Kombi kani map
daftarhadirakeni.
Madamakalosawa
u.
(Oh, I’m really
sorry, sir. None is
empty. How if you
Page 123
115
use this attendant
list folder. Let me
take the attendant
list out first.)
(5) Ishaka :
Caunanggaranden
desi. Waa
kandakelalopa.
(Oh, don’t bother
if so. I will take it
just like this.)
(6) Adiansyah : Ainani.
tangenawaupu.
(Oh, no. not really.
Please, wait a
moment!)
(7) Ishaka :
Coopura...dualelaj
ampake.
(It is OK. It just
two pages.)
(8) Dewi : Takanilalopa
map
pakHesokompemu
edere. Au pita
tassiare.
(You may use Pa
Heso’s folder next
to you.it is under
is bag.)
(9) Ishaka : Iyo
romopalaDaeDewi
e..watiedawaliakar
awaunare.
(10)
Tiwaralalodi
neemuakesi.
(Oh, yes, I think
so, Mrs. Dawi. I
didn’t see it. It is
perfect I think.)
(11) Dewi :
Baneemukarepow
eki pa Hekoe,
kaupurakera Pa
Syarifarake.
(12) Samampalaokaina.
(Don’t you bother
yourself for the
boss’s signature,
just ask Pa Syarif
to do that. It
doesn’t make any
difference.)
(13) Ishaka : Ba
warajandaikasona
ke. Tibunena.
Ncihincaowara
nee nunturausatoi,
hehehe...
(I think it’s OK,
because the Boss
is here also.
Moreover, I have
something totalk
with him [laugh].)
(14) Dewi :
Naebisnisngahaba
balatuae! Indo
aujaede.
(15) Ica kaisiwe,
duakaisiwe.
Edempareni.
(What a big
business do you
have, old man! I
think that’s all
about girls.)
(16) Ishaka : Hehe.
Ainangoadoue.
([Laugh] Please,
don’t tell
anybody!)
(17) Dewi :
Ederanuntumnami
akesi.
Page 124
116
(Do not hope too
much to us. I will
tell everybody)
The sample shows that
refusals appear several times in
different turns between speakers.
The first is realized in form of
apology by Adiansyah (line 3)
when he failed to fulfill Ishaka‟s
request to give an empty folder. In
the next turn, Ishaka refused
Adiansyah‟s offer and request by
giving logical reason or
explanation (line 5 and 7). Similar
strategy he employed when
denying Dewi‟s suggestion to have
Syarif signing the files (line 13).
Ishaka tried to explain that it is
necessary for him to meet the boss,
rather than merely obtaining his
signatures. In other words, signing
the file is merely a reason for him
to have a talk with the boss of their
business.
In both Adiansyah and
Ishaka‟s refusal, they employed a
negative politeness strategy to
redress the impact of their
refusal.Whereas, in another turn,
Dewi refuses directly to comply
Ishaka‟s request (line 17), even she
threats him to reveal about his
secret. Dewi employed a positive
politeness strategy by his threat
because the fact shows that Dewi
and Ishaka know each other well.
It is reflected in her friendly
swearing (line 14) and her threat
(line 17). This communicative
style is used to rapport solidarity
and friendliness as well as
reinforcing their reputation. In
fact, they sharedand keptthe same
information or secret of each other.
4.2.3. Indefinite reply/Mitigated
refusal
By using an indefinite reply
to refuse a request or a suggestion,
thespeaker‟s intentional message
remains vague, uncertain, or
undecided. In addition,an
indefinite reply often shows
uncertainty on the part of the
refuser andthe outcome of the
interaction is left open or
indefinite, as shown in the
example 5.
Example 5. Indefinite reply
Context: in the teachers’ room
setting. Bahtiar, a Sociology
teacher, aged 37-40, is entering the
teachers’ room for refilling his
board marker ink. Nurlailah,
teaching Economy, aged 35, has
been reading in the room.
(1) Bahtiar (BT): Bekutinta ta
akeredoho?
(Anybody knows
where the ink is?)
(2) Nurlailah : Dei
laciPapireambina.
Ta henggatiosi.
(3)
Ndadilaomu
eseDikpora pea,
Pa BT?
(May be in Papi’s
drawer. Please,
have a look. Will
you go to Dikpora
today, Pa BT?)
(4) Bahtiar : (approaching the
Papi’s desk)
Page 125
117
Laoni. Pea jam
istirahatlalo
(5) ambina. Karuuwau
IPS 3.
( Yes, I will. May
be on the break
time. I still have
class in the next
period at IPS3.)
(6) Nurlailah : Ta
kambekewealaloja
kartu NUPTK.
Waurelosaka.
(Would you mind,
asking my
NUPTK card? It
has already
issued.)
(7) Bahtiar : Kedeekupeare.
Kombi
watiputanturongga
eseraukunahuke.
(8) Nee sai aka
Panwaslurausi.
(Let see later. I’m
not sure if I will
be there too. I plan
to drop in to
Panwaslu also.)
The data shows that Bahtiar
expressed his refusal in
uncertainty. He cannot definitely
promise to comply or refuses it.
Instead, he gave some reasons
which actually indicating his
hesitant to comply Nurlailah‟s
request (line 7-8). In this case, the
speaker employed a negative
politeness strategy by „white lies‟
toameliorate the impact of his
refusal. Commonly, data in the
disposal indicates that „white lies‟
are used to refuse a request, an
offer, or an invitation that
potentially hard to comply by the
hearers. As the in Bahtiar‟s
strategy, he felt hard to fulfill
Nurlailah‟s request because he
knew how the process it would be.
It might spend his time and energy
and he didi not want to bother
himself by granting the request.
The fact obtained through
interview with both participants
revealed that previously Nurlailah
had been told ifBT had no other
destination to go, but Dikpora
office. On the other side, Bahtiar
admitted that he was lying and
have made a fake story to avoid
granting the request.
4.2.4. Wish
This strategy communicates
the participant‟s desire or wish to
accept an invitation,a request, or a
suggestion. It is often employed as
a polite refusal response tosoften
the negative effects of a direct
refusal.
Sample 6. Wish.
Context: Landa was
refusingNining‟s offer, an
Economic teacher aged 36-39, to
go to Dompu using a car.
(1) Nining : Bunesilaona, Pa
Lend?
Ndandilaokaioto
la Jabrikndairo?
(So, how is your
decision? Will you
join us
usigJabrik’s car?
(2) Landa : Alae...de
carupainadambe.
Page 126
118
Santesantelalopain
a.
(3)
Caruwaanaedekusihsiaka.
Pala nahumawusih Ina La Morin.
(Wow! What a
good idea. We may
have some trip
around. I like the
way he drives. But,
you know, I have a
carsick, Ina La
Morin.)
(4) Nining : Ede... doho ta
tutannibos.
(You may have
the front seat)
(5) Landa :
Aih...Tiwaumkabu
ne-
bunesinahukeNini
nge, ntumapa.
(6) Kulaompakai
motor.
(Ough...it doesn’t make any sense to
me. It can’t overcome my
carsick. I’ll prefer
ride a motorcycle)
(7) Nining : Madepura,
Landae.
Bunekuloantauraw
arandakesi
Modena.
(Go to hell,
Landa. You can
not be a rich man
if you keep having
carsick like this.)
It is clear that Landa
expressed his wish to go using the
car. He also complimented or in
line with Nining‟s idea by giving
good supporting rationales such as
have the opportunity to have some
trip around after and the capability
of the driver (line 2-3). On the
same time, he trieddto states his
position that he has a carsick
problem (line 3, 5-6). Trough this
reason/explanation they could
achieve a mutual understanding of
the reality being faced and, thus,
Landa could smoothly expressing
his refusal.
Based on the data, speaker
employedpositive politeness
strategy that was exaggerating
interest in hearer and his own
interests through his wish.Another
fact is that they are close enough
indicated by the way Landa
addresses Nining (Ina la Morin
[Morin‟s mother]) and Nining‟s
jocular abuse and friendly insult
by swearing and wishing
misfortune to Landa (line 7). Thus,
this communicative style again
serves as intimacy or solidarity
marker between them.
4.2.5. Mitigated refusal and
Promise to comply
Mitigated refusals are
expressions which are internally
modified by hedges that decrease
the negative effects that a direct
refusal might have had on the
interlocutor. While in a promise to
comply, the refuser does not want
to make any commitment to accept
a request, or a suggestion,
although at some point in the
future she/he may try to do so.
This kind of strategy is seen in the
next sample.
Page 127
119
Sample 7. Mitigated refusal and
Promise to comply
Context: the setting is at the
bench on the corridor before
leaving hours, the principal was
approaching to have some talk
with other teachers.
(1) Syarif : Ede bona
dohokamanapak
Lend.
Paiwaratoijaobuku
.
(What a bad
chatting we have,
Pa Lend. It would
be nice if we have
some cigars.)
(2) Landa : Iyokupainani.
Mpurna,
Boslalompaakesi.
(I think so. It
would be nice if
Boss buy us
some.)
(3) Principal :Iyojakamanae.
Modampapeare.
KoneSayarauwung
amangonke.
(4) (I think so. Don’t worry. I will buy
you some cigars
later. I’m broke
too right now)
The data show that the
principal‟s promise (line 3) is a
refusal to Landa and Syarif‟s
request to buy some cigarettes
(line 1 and 2). He promised to
comply it later because at that time
he was in debt also. He used this
positive politeness strategy (to
promise) to accommodate the
requester positive face need, to
make the hearer or requester feels
good about himself. Previously, he
tried to mitigate the impact of his
refusal by the hedges
„Iyojakamane’ (I think so)‟ (line 3)
indicating his agreement with the
hearers and the situation on the
ongoing discourse. A similar way
Landaemployedto refuse Syarif‟s
imperative request, showing
agreement to the current situation:
in broke and no cigars. These are
successful strategies in having a
mutual understanding, saving and
supporting face needs between
speaker and hearer.
5. DISCUSSION
5.1. Refusal strategies
The analysis demonstrates that
the way refusals are expressed
within the participants comprises
of two major categories. The first
is direct strategy encompasses a
flat ‘no’ such as, ‘watiwauku’ or
‘tiwaurompaku’ (No, I will not)
and indirect comprises a
continuum of strategies such as,
apology, mitigated refusal, wish,
indefinite reply,
reason/explanation, and a promise
to comply. These strategies are
negotiated on the ongoing
discourse in different turns. It is
seen that some different strategies
may employed in a single speech
act directly or indirectly. Mostly,
indirectness represents the
politeness strategies in Bimanese
culture in general, while direct
strategy is employed mostly within
highly intimated group members in
the school culture and in some
Page 128
120
extent may give rise to a polite
interpretation.
5.2. Negotiating Face Threatening
Acts
The analysis indicates that
how refusals are expressedwithin
the participants with a close
relationship is very different from
the ways they are expressedwith
non-group members, and very
different from the ways in which
previousresearch through
simulated methods in more middle
class contexts suggests. Between
group members, the negatively
affective speech acts are typically
expressed in very direct, even
obviously confrontational ways,
without elaboration or mitigation,
and they arefrequently reinforced
by the use of vulgar swearing and
inappropriate addressing term. In
addition, the way refusal is
expressed to individuals with
distant relationship tends to be
longer and more indirect.
Because the focus of the study
is on communication between
group members who have work
together for years, the membership
is then as the essential factor
determining how such refusal is
constructed, negotiated and
interpreted. The data reveals,
therefore, that the group members
with different ages and sexes treat
each other as close friends.They
employed unique communicative
style, commonly coarse language:
jocular abuse,insults and friendly
swearing, and address terms; and
frequently using directand
provoking pragmatic strategies
during the discourse rather than
conventional refusals strategies,
such as being indirect.They
employed different communicative
style, however, to those who are
not the members, commonly
negative politeness strategies.
Another point, unlike DCTs
data, the study shows that natural
face-to-face spoken interaction
ofrefusals are commonly unique,
even complex, which involve long
negotiations of refusalsin different
turns (direct or indirectly) and
various face saving strategies (bald
on record, positive and negative
politeness) in a single speech act.
CONCLUSION
Speech act, especially refusal
as well as politeness are complex
concepts and ones which are
culture specific. Therefore, how to
behave appropriately according to
the context or culture, of course,
needs a big effort to understand the
cultural norms and values of the
community of practice involved.
Appropriate ways of
understanding and expressing such
FTA speech act and attenuating
FTAs demand us to
closelyinvestigating and analyzing
the participants in a careful
ethnographic observation and
analysis of casual everyday
patterns of interaction in their
usual „culture‟ contexts.
As Lakoff (2001) points out,
the detailed analysis of the way
language is used in aparticular
socio-cultural setting provides
important insights into the
complexity ofwhat is considered
„„polite‟‟ behavior in different
Page 129
121
communities of practice. In
thispaper has been illustrated this
point by focusing on one particular
socio-pragmaticstrategy, that is,
the use of common as well as
unique communicative styles by
members of a community of
practice.
BIBLIOGRAPHY
Al-Shboul, et al.. 2012. An
Intercultural Study of
Refusal Strategies in English
between Jordanian EFL and
Malay ESL Postgraduate
Students. 3L: TheSoutheast
Asian Journal of English
Language Studies – Vol
18(3): 29 – 39
Amarien, Novy. 1997.
Interlanguage Pragmatics: A
Study of the Refusal
Strategies of Indonesian
Speakers Speaking English
TEFLIN Journal: A
publication on the teaching
and learning of English, Vol
8, No 1 (1997)
Aziz, Aminudin. 2000. Indonesian
speech act realisation in
face-threatening situations.
Monash University
Linguistics Papers 2000.
Vol. 2 No. 2
Brown, P., & Levinson, S. C.
(1987). Politeness: Some
Universals in Language
Usage. Cambridge:
Cambridge University Press.
Campilo, Salazar P, et al. 2009.
Refusals Strategi: AProposal
from a Sociopragmatic
Approach. Revista
Electronica de
LinguisticaAplicada. 2009.
No 8 p:139-150
Cohen, Luis. et al.. Research
Method in Education. Sixth
Edition. New York:
Routledge.
Daly, Nicola, et al.. 2003.
Expletives as solidarity
signals in FTAs on the
factory floor. Journal of
Pragmatics 36 (2004) 945–964
Eckert, Penelope. 2006.
Communities of Practice.
Encyclopedia of language
and linguistics. Elsevier.
Felix-Brasdefer. 2008. The
Politeness in Mexico and the
United States. Philadelphia:
John Benjamins B.V.
Hadiati, 2011. Realization of
Politeness Strategies in
Children’s Refusal.
http://chusnihadiati.wordpres
s.com/2011/01/17/the-
realization-of-politenesss-
strategies-in-childrens-
refusal/. Accessed on
Thursday 16/01/14 (15:30)
Lisa Vilkki, Politeness, Face and
Facework: Current Issues
Lin, Huey Hannah. 2005.
Contextualizing Linguistic
Politeness in Chinese: A
Socio-pragmatic Approach
WITH Examples from
Persuasive Sales Talk in
Taiwan Mandarin. A
Doctoral Dissertation. The
Ohio State University
Phuong, Nguyen Thi Minh. 2006.
Cross-Cultural Pragmatics:
Refusals of Requests by
Australian Native Speakers
Page 130
122
of English and Vietnamese
Learners of English. An MA
Degree Dissertation. The
University of Queensland
Searle, John R. 1969. Speech Acts:
An Essay in the Philosophy
of Language. Cambridge:
Cambridge University Press.
Shattar, et al.. 2011. Refusal
Strategies in English By
Malay University Students.
GEMA Online™ Journal of
Language Studies Volume
11(3) September 2011
Soepriatmadji, Liliek. 2010.
Recognizing Speech Acts of
Refusals.
DinamikaBahasa&IlmuBuda
ya, Vol.4, No.1, Januari
2010: 52-68
Syarifuddin. 2005. Coarse
Language and Its Socio-
cultural Meanings in Dompu
Community. AThesis.
Mataram University.
Tanck, S. (2003). Speech acts sets
of refusals and complaint: A
Comparison of Native and
Non-native English
Speakers’ Production. TESL
Second Language
Acquisition,1-22.
Wagner, Lisa C. 2012. Positive-
and Negative-Politeness
Strategies: Apologizing in
the Speech Community of
Cuernavaca, Mexico.
www.uri.edu: August 15th,
2012
Wannaruk, Anchalee. 2008.
Pragmatic Transfer in Thai
EFL Refusals. RELC Vol
39(3) 318-337
Wenger, Etienne. 2000.
Communities of Practice and
Social Learning Systems.
Organization Articles
Volume 7(2): 225–246
Wierzbicka, Anna. 1985. A
semantic metalanguage for a
crosscultural comparison of
speech act and speech
genres. Lang. Soc. 14, 491-
514.
Wolfson, Nesa. 1989.
Perspectives:
Sociolinguistics and TESOL.
New York: Newbury House
Publishers.
Yusra, Kamaludin. 2012.
Language and Social
Solidarity: A New Horizon in
The Study of Language and
Social Solidarity.Mataram
Lombok: LembagaCerdas Pr
Page 131
123
PENGGUNAAN ALAT PERAGA GAMBAR UNTUK
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS V DI SDN
ROI PADA MATA PELAJARAN IPS TAHUN AJARAN 2016/2017
TAUFIQURRAHMAN.
GURU SDN ROI
ABSTRAK
Kenyataan yang terjadi di SD Negeri Roi bahwa: 1) siswa
kurang aktif dalam belajar, 2) masih ada siswa yang terlihat ribut, 3)
prestasi belajar masih sangat rendah. Untuk mengatasi masalah tersebut,
pemilihan model pembelajaran atau penentuan strategi dalam
pembelajaran menjadi hal yang sangat diperhatikan agar masalah-
masalah empiris yang ditemukan dapat diminimalisir. Penelitian ini
bertujuan tujuan “Untuk mengetahui penggunaan alat peraga gambar
dalam meningkatkan prestasi belajar siswa kelas V di SDN Roi pada
mata pelajaran IPS tahun ajaran 2016/2017”. Jenis penelitian ini adalah
penelitian tindakan kelas dengan rancangan penelitian yang terdiri dari
perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Subyek penelitian
adalah siswa kelas V di SDN Roi. Instrumen yang digunakan ada dua
yaitu instrumen tes untuk mengukur prestasi belajar siswa dan lembar
observasi aktivitas siswa dan guru. Adapun hasil penelitian ini bahwa
Prestasi belajar IPS siswa Pada siklus I, persentase ketuntasan sebesar
62,5 % dan pada siklus II dengan persentase ketuntasan 100 %. Aktivitas
guru dan siswa meningkat dari siklus I ke siklus II. Dari hasil tersebut
dapat disimpulkan bahwa penggunaan media pembelajaran dapat
meningkatkan prestasi belajar IPS Siswa Kelas V di SDN Roi Tahun
Pelajaran 2016
Kata Kunci: media/alat peraga gambar, prestasi belajar
Page 132
124
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah
satu aspek kehidupan yang sangat
erat kaitannya dengan kehidupan
manusia karena pendidikan
merupakan salah satu pilar yang
mempunyai peranan penting dalam
menciptakan manusia yang
berkualitas. tujuan pendidikan
nasional adalah untuk
berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab
(Depdiknas, 2011)
Agar seluruh potensi yang
dimiliki siswa dapat berkembang
dengan baik, maka dibutuhkan
pula proses pembelajaran yang
berkualitas. Kenyataan yang terjadi
di SD Negeri Roi bahwa: 1) siswa
kurang aktif dalam belajar, 2)
masih ada siswa yang terlihat ribut,
3) prestasi belajar masih sangat
rendah. Untuk mengatasi masalah
tersebut, pemilihan model
pembelajaran atau penentuan
strategi dalam pembelajaran
menjadi hal yang sangat
diperhatikan agar masalah-masalah
empiris yang ditemukan dapat
diminimalisir
Pembelajaran yang dipilih
dalam penelitian ini adalah
pembelajaran dengan
menggunakan alat peraga gambar.
Beberapa manfaat dari alat peraga
dalam proses pembelajaran, yaitu
: Dapat meningkatkan minat
anak, , anak akan lebih berhasil
belajarnya bila banyak melibatkan
alat inderanya, sangat menarik
minat siswa dalam belajar,
mendorong siswa untuk belajar
bertanya dan berdiskusi,
menghemat waktu belajar.
(Ruseffendi, 1994:240; Gunawan
dkk, 1996:37)
Berdasarkan latar belakang
masalah di atas maka peneliti
merasa sangat perlu untuk
melakukan penelitian tindakan
dengan judul penggunaan alat
peraga gambar untuk
meningkatkan prestasi belajar
siswa kelas V di SDN Roi pada
mata pelajaran IPS tahun ajaran
2016/2017.
Kajian Teori
Alat peraga
Banyak pendapat yang
mengemukakan arti alat peraga,
diantaranya yaitu :
Alat peraga adalah media
pengajaran yang mengandung atau
membawakan konsep-konsep yang
dipelajari.
Alat peraga adalah media
pengajaran yang mengandung atau
membawakan cirri-ciri dari konsep
yang dipelajari.
Alat peraga merupakan benda real,
gambar atau diagram
Alat peraga adalah “alat-alat yang
dipergunakan oleh guru ketika
mengajar untuk memperjelas materi
pelajaran dan mencegah terjadinya
Page 133
125
verbalisme pada siswa”. (Nurmala,
2008: 8))
Dengan alat peraga tersebut,
siswa dapat melihat langsung
bagaimana keteraturan serta pola
yang terdapat dalam benda yang
diperhatikannya. Maka dari
beberapa pendapat di atas
pembahasan dalam penyampaian
pengajaran melalui alat peraga,
siswa mendapat kesempatan untuk
melihat secara langsung yang
terdapat pada benda atau objek yang
dipelajari.
Supaya anak-anak lebih
besar minatnya. Supaya anak-anak
dibantu pemahamannya sehingga
lebih mengerti dan lebih besar daya
ingatnya. Supaya anak-anak dapat
melihat hubungan antara ilmu yang
dipelajarinya dengan alam sekitar
dan masyarakat. Dan dengan alat
peraga dapat menumbuhkan
kegairahan belajar. Dapat
meningkatkan aktivitas dan
kreatifitas. Efisiensi waktu dan
efisiensi motivasi dalam proses
belajar mengajar. Penggunaan alat
peraga dalam proses pembelajaran
bukan merupakan fungsi tambahan
tetapi mempunyai fungsi tersendiri,
sebagai alat bantu untuk
mewujudkan situasi pembelajaran
yang efektif. Penggunaan alat
peraga merupakan bagian yang
integral dari keseluruhan situasi
mengajar. Ini berarti bahwa alat
peraga merupakan salah satu unsur
yang harus dikembangkan guru.
(Ruseffendi,1997:104)
Penggunaan alat peraga
dalam pengajaran lebih diutamakan
untuk mempertinggi mutu
pembelajaran. Dengan perkataan
lain dengan menggunakan alat
peraga, hasil belajar yang dicapai
akan tahan lama diingat siswa,
sehingga pembelajaran mempunyai
nilai tinggi. (Dirjen Dikdasmen,
No.024/c/kep/R.1994)
Sedangkan beberapa
manfaat dari alat peraga dalam
proses pembelajaran, yaitu : Dapat
meningkatkan minat anak,
membantu tilik ruang, supaya dapat
melihat antara ilmu yang dipelajari
dengan lingkungan alam sekitar,
anak akan lebih berhasil belajarnya
bila banyak melibatkan alat
inderanya, sangat menarik minat
siswa dalam belajar, mendorong
siswa untuk belajar bertanya dan
berdiskusi, menghemat waktu
belajar. (Ruseffendi, 1994:240;
Gunawan dkk, 1996:37)
Dengan demikian
penggunaan alat peraga dalam
proses pembelajaran akan lebih
kondusif, efektif dan efisien. Siswa
akan termotivasi untuk belajar,
karena mereka tertarik dan mengerti
atas pelajaran yang diterimanya.
Dalam proses pembelajaran,
seorang pendidik dalam
menyampaikan materi pelajaran
hendaknya dapat memilih alat
peraga yang tepat sesuai dengan
konsep pembelajaran yang akan
disampaikan.
Untuk membantu proses
pelaksanaan proses pembelajaran di
Page 134
126
kelas, alat peraga dapat menunjang
keberhasilan pembelajaran.
Beberapa alat peraga yang dapat
digunakan di sekolah dasar dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Media audatif; yaitu media yang
hanya mengandalkan
kemampuan suara saja, seperti
radio, cassette recorder, piringan
audio. Media ini tidak cocok
untuk orang tuli atau mempunyai
kelainan dalam pendengaran.
b. Media visual; yaitu media yang
hanya mengandalkan indra
penglihatan. Media visual ini ada
yang menampilkan gambar diam
seperti film strip (film rangkai),
slides (film bingkai) foto,
gambar atau lukisan, cetakan.
Ada pula media visual yang
menampilkan gambar atau
simbol yang bergerak seperti
film bisu, film kartun.
c. Media audio-visual; yaitu media
yang mempunyai unsur suara dan
unsure gambar. Jenis media ini
mempunyai kemampuan yang
lebih baik karena meliputi kedua
jenis media yang pertama dan
kedua. Media ini dibagi lagi ke
dalam (a) audio-visual diam,
yaitu media yang menampilkan
suara dan gambar diam seperti
film bingkai suara (sound slides),
film rangkai suara, cetak suara,
dan (b) audio-visual gerak, yaitu
media yang dapat menampilkan
unsur suara dan gambar yang
bergerak seperti film suara dan
video-cassette. Jadi dalam
penelitian ini alat peraga yang
digunakan adalah alat peraga
gambar yang termasuk dalam
media visual
Prestasi Belajar
Prestasi adalah “hasil dari
suatu kegiatan yang telah
dikerjakan, diciptakan, baik secara
individual maupun kelompok”
(Djamarah, 1994:19). Sedangkan
menurut WJS. Poerwadarminta
dalan Djamarah (1994:21)
berpendapat bahwa prestasi adalah
“hasil yang telah dicapai/dilakukan,
dikerjakan dan sebaginya”.
Sedangkan menurut Kohar Prestasi
adalah “apa yang dapat diciptakan,
hasil pekerjaan, hasil yang
menyenangkan hati yang diperoleh
dengan keuletan kerja” (Djamarah,
1994:20).
Berdasarkan beberapa
pendapat para ahli di atas dapat
peneliti simpulkan bahwa yang
dimaksud dengan prestasi belajar
yaitu penilaian pendidikan tentang
kemajuan siswa dalam segala hal
yang dipelajari di sekolah yang
menyangkut pengetahuan,
kecakapan atau keterampilan yang
dinyatakan sesudah hasil penilaian.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian ini
adalah Penelitian Tindakan Kelas
(Clasroom Action Research). Secara
singkat Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) adalah suatu pencermatan
terhadap kegiatan belajar berupa
sebuah tindakan, yang sengaja
dimunculkan dan terjadi dalam
Page 135
127
sebuah kelas secara bersama
(Suharsimi, 2007:45)
Berdasarkan pendapat ahli di
atas dapat disimpulkan bahwa
Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
berfokus pada kelas atau pada
proses belajar mengajar yang terjadi
di kelas, dengan menggunakan alat
peraga gambar sehingga dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa
kelas V di SDN Roi
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di
kelas V SDN Roi tahun pelajaran
2016. Penelitian ini akan
dilaksanakan selama 3 minggu
terhitung mulai bulan Juni sampai
dengan bulan Juli pada semester II
Tahun Pelajaran 2016.
Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di
SDN Roi di kelas V tahun
pelajaran 2016. Dengan jumlah
siswa 24 orang.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat
pada waktu peneliti menggunakan
suatu metode (Suharsimi, 1998:47).
Adapun instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah :
a. Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran
Rencana pelaksanaan
pembelajaran biasanya
lebih efektif dan efisien
dalam menyampaikan
materi yang akan
disampaikan di dalam kelas
dimana rencana ini berisi
gambaran global dari
materi yang akan
disampaikan
b. Tes Evaluasi
Tes merupakan serentetan
pertanyaan atau latihan yang
digunakan untuk mengukur
keterampilan, pengetahuan,
intelegensi, kemampuan yang
dimiliki individu atau kelompok
(Suharsimi Arikunto, 2002).
Instrumen tes digunakan
peneliti dalam skripsi ini adalah
untuk mengukur pemahaman siswa
yang terdiri dari soal esay yang
berisikan soal-soal yang berkaitan
dengan materi yang diajarkan.
Dalam penelitian ini jenis tes yang
digunakan adalah bentuk essay
terdiri dari 5 nomor soal yang
diambil dari berbagai buku paket.
Instrumen ini disusun berpedoman
pada kurikulum dan buku pelajaran
IPS V.
c. Lembar observasi
Lembar observasi berisi tentang
keterlaksanaan proses pembelajaran
dan instrumen tes hasil belajar.
Lembar observasi keterlaksanaan
proses pembelajaran yang
dikembangkan dari Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
yang telah disusun oleh peneliti,
yang berisi detail siklus (langkah-
langkah proses pembelajaran)
Rencana Tindakan
Rancangan dalam penelitian ini
mengacu pada model spiral atau
siklus menurut Kemmis & Mc
Taggart (Mc Taggar, 1991: 32).
Tujuan menggunakan model ini
adalah apabila pada awal
Page 136
128
pelaksanaan tindakan ditemukan
adanya kekurangan, maka tindakan
perbaikan dapat dilakukan pada
tindakan selanjutnya sampai pada
target yang diinginkan tercapai.
Pada masing-masing siklus terdiri
dari tahap perencanaan, pelaksanaan
tindakan, observasi, dan refleksi.
Mengacu pada model Kemmis
dan Mc. Taggart di atas, maka
langkah-langkah penelitian tindakan
kelas (PTK) dengan empat tahap
yaitu :
a. Perencanaan
Peneliti sebagai guru,
merumuskan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dan hal-hal lain
yang diperlukan dalam rangka
melaksanakan tindakan. Guru
melaksanakan pembelajaran
mengacu pada esensi tindakan dan
rencana pelaksanaan pembelajaran
yang telah disusun.
b. Pelaksanaan
Guru melaksanakan
pembelajaran sesuai dengan
perangkat pembelajaran yang telah
sisusun dengan baik, dalam hal ini
adalah rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dengan
penggunaan alat peraga gambar.
c. Observasi
Dalam penelitian ini yang
menjadi sebagai observator yaitu
dibantu oleh guru lain/teman
sejawat untuk mengamati
pelaksanaan pembelajaran yang
dilakukan. Obsever melakukan
pengamatan terhadap aktivitas siswa
da guru/peneliti sesuai dengan
(RPP)
Refleksi
Peneliti merefleksi hasil
observasi setiap pertemuan pada
masing-masing siklus. Peneliti
mengadakan refleksi setelah
dilakukan pembelajaran setiap akhir
siklus. Refleksi ini bertujuan untuk
menemukan kekurangan yang
kemudian dijadikan sebagai dasar
penyusunan tindakan pada siklus
selanjutnya
Prosedur Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam
penelitian tindakan kelas ini
meliputi: data keaktifan belajar, data
observasi dan data dokumentasi
aktivitas siswa dan guru dalam
proses pembelajaran.
Cara pengambilan data
dalam penelitian ini
adalah :
1) Data mengenai
ketuntasan/prestasi
belajar siswa diperoleh
dengan cara memberikan
tes pada siswa setiap
akhir siklus
2) Data tentang aktivitas
pembelajaran dan
keterlaksanaan proses
belajar mengajar diambil
dengan lembar observasi
yang dilakukan pada tiap
siklus.
Teknik Analisis Data
Pengelolaan data
merupakan satu langkah yang
sangat penting dalam kegiatan
penelitian bila kesimpulan yang
akan diteliti dapat
dipertanggung jawabkan data
yang di analisis oleh peneliti
adalah :
Page 137
129
a. Data prestasi belajar siswa
dengan mencari Kriteria
Ketuntasan Minimal
1) Ketuntasan individu
Setiap siswa dalam
proses belajar mengajar
dikatakan tuntas apabila
memperoleh nilai ≥ KKM
2) Ketuntasan klasikal
Ketuntasan klasikal
dikatakan telah dicapai
apabila target pencapaian
ideal 85 % dari jumlah
siswa dalam kelas.
%1001 xn
nKK
Keterangan : KK =
Ketuntasan
Klasikal
n1 = Jumlah siswa yang
memperoleh nilai ≥
KKM
n = Jumlah siswa yang
ikut tes (banyaknya
siswa)
(Nurkencana, 2003)
b. Data Aktivitas belajar
1) Data Aktivitas Siswa dan
guru
Setiap prilaku siswa
dan guru pada penelitian
ini, penilaian
keterlaksanaan dengan
pilihana ya dan tidak.
Analisis menggunakan
rumus persentase:
P = (indikator yang
terlaksana/ indikator
keseluruhan) x 100%
Indikator Keberhasilan
Dalam penelitian ini yang menjadi
indikator keberhasilan untuk aspek
prestasi belajar siswa apabila
Ketuntasan Klasikal (KK) yang
harus dicapai minimal 85%. Untuk
aspek aktifitas
Hasil Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini
telah diaplikasikan pada obyek yang
telah ditentukan yaitu siswa kelas V
SDN Roi tahun pelajaran
2012/2013, Penelitian yang
direncanakan dalam dua siklus telah
dilaksanakan dan hasilnya adalah
sebagai berikut:
Siklus I
Sebelum proses belajar
dimulai pada siklus I, peneliti telah
mempersiapkan perangkat
pembelajaran yang terdiri dari
rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP), lembar observasi, soal
evaluasi untuk mendukung
kelancaran proses pembelajaran.
1) Pelaksanaan tindakan
Proses belajar mengajar
pada siklus I dilaksanakan mengacu
pada RPP yang telah disusun.
2) Hasil Observasi
Proses observasi aktivitas
peneliti dalam mengajara
dilaksanakan oleh teman sejawat
selama berlangsung proses belajar
mengajar dengan mengisi lembar
observasi yang telah disiapkan.
Sedangkan untuk observasi aktivitas
siswa dilaksanakan oleh teman
sejawat juga. Ringkasan data hasil
observasi tersebut dapat dilihat pada
lampiran
3) Hasil Evaluasi
Page 138
130
Adapun hasil evaluasi yang
diperoleh pada siklus I untuk
prestasi IPS siswa sebagai berikut:
Jumlah siswa yang tuntas: 15
Jumlah siswa yang tidak tuntas : 9
Jumlah siswa yang ikut tes: 24
Ketuntasan klasikal: 62,5 %
Berdasarkan indikator
ketuntasan yang ditetapkan yaitu ≥
85 %, maka pada hasil evaluasi
siklus tersebut belum mencapai
standar ketuntasan untuk prestasi
IPS siswa, hal ini diakibatkan
karena masih ada siswa yang masih
mendapat nilai 70 kebawah.
Sehingga sebelum melanjutkan
pembelajaran ke siklus berikutnya
dilakukan upaya perbaikan dan
penyempurnaan terlebih dahulu
dengan melakukan diskusi dengan
siswa yang mendapat nilai kurang
dari 70 dengan memberikan saran-
saran seperti: 1) sepulang dari
sekolah usahakan belajar kembali
materi yang dipelajari dikelas, dan
2) mengerjakan latihan dengan
serius serta 3) jika belum paham
dengan materi, anak-anak harus
berani bertanya.
4) Refleksi
Melihat hasil yang diperoleh
dari proses belajar mengajar sampai
hasil evaluasi pada siklus I, masih
belum mencapai hasil yang
diharapkan. Hal ini ditunjukan oleh
data observasi aktivitas siswa.
Diantaranya adalah, kesiapan siswa
untuk menerima pelajaran masih
sangat kurang.
Berdasarkan hasil evaluasi
menunjukan belum tercapainya
hasil yang memuaskan. Dapat
dilihat dari ketuntasan belajar siswa
untuk prestasi IPS siswa hanya
mencapai 62,5 % dari standar
ketuntasan ≥ 85%.
Untuk merespon komentar
Observer dalam hal ini adalah
teman sejawat, peneliti melakukan
umpan balik kepada observer
tentang apa yang perlu diperbaiki
agar pada siklus selanjutnya dapat
meningkat. Masukan dari Observer
tersebut antara lain: Berusaha
mengarahkan siswa untuk
mengerjakan tugas rumah agar
dikumpulkan pada pertemuan
berikutnya, agar ada persiapan dari
rumah.
Siklus II
Siklus II dilaksanakan
dengan melanjutkan pengajaran
materi kegiatan ekonomi
masyarakat.
1) Pelaksanaan tindakan
Proses belajar mengajar
pada siklus II dilaksanakan dengan
mengacu pada RPP yang telah
disusun.
2) Hasil Observasi
Proses observasi aktivitas
siswa dilaksanakan oleh teman
sejawat selama berlangsung proses
belajar mengajar dengan mengisi
lembar observasi yang telah
disiapkan. Ringkasan data hasil
observasi tersebut dapat dilihat pada
lampiran
3) Hasil Evaluasi
Adapun hasil evaluasi yang
diperoleh pada siklus II dapat dilihat
Page 139
131
pada lampiran. Secara ringkas
hasilnya sebagai berikut:
Jumlah siswa yang tuntas : 24
siswa
Jumlah siswa yang belum tuntas: 0
siswa
Jumlah siswa yang ikut tes : 24
siswa
Ketuntasan klasikal : 100
%
Data tersebut diatas
menunjukan bahwa pada siklus II
sudah mencapai standar ketuntasan
klasikal yaitu 100 %. Persentase
ketuntasannya menunjkan
peningkatan dari siklus sebelumnya.
Karena pada siklus II ketuntasan
klasikalnya telah mencapai ≥85%,
maka tidak perlu untuk melanjutkan
ke siklus berikutnya.
Pembahasan
Penelitian tindakan kelas ini
dilakukan dalam dua siklus dengan
menggunakan alat peraga.
Berdasarkan hasil analisis tindakan
dan hasil evaluasi pada siklus I
diketahui bahwa ketuntasan belajar
belum mencapai seperti yang
diharapkan. Hal ini ditunjukan oleh
hasil evaluasinya yaitu persentase
ketuntasannya adalah 62,5 %,
sehingga sebelum melanjutkan
pembelajaran ke siklus berikutnya
dilakukan upaya perbaikan dan
penyempurnaan terlebih dahulu
dengan melakukan diskusi dan
membimbing siswa yang mendapat
nilai kurang dari 70 dengan
bimbingan secara khusus atau
individual. Adapun hasilnya adalah
dengan lebih termotivasi dan
antusiasnya siswa dalam bertanya
baik kepada temannya maupun
kepada guru. Dan juga dapat terlihat
pada saat siswa mengerjakan soal-
soal latihan setelah berdiskusi dan
diberikan bimbingan.
Setelah dilakukan tindakan
pada siklus II yang mengacu pada
perbaikan tindakan dari siklus I
diperoleh hasil yang lebih baik. Ini
ditunjukan dari hasil evaluasi akhir
siklus dimana persentase ketuntasan
klasikal adalah 100 %. Hal ini
berarti tindakan pada siklus II sudah
mencapai standar ketuntasan
klasikal 85 %. Dengan demikian
tidak perlu untuk melakukan siklus
selanjutnya.
Dari proses tindakan dan
hasil yang diperoleh dari siklus I,
maka untuk siklus II menunjukan
hasil yang lebih baik dari siklus
sebelumnya. Berarti penunggunaan
alat peraga dapat meningkatkan
prestasi belajar IPS siswa. Dan
terbukti apa yang disampaikan oleh
Russeffendi dengan alat peraga
dapat menumbuhkan kegairahan
belajar. Dapat meningkatkan
aktivitas dan kreatifitas. Efisiensi
waktu dan efisiensi motivasi dalam
proses belajar mengajar.
Penggunaan alat peraga dalam
proses pembelajaran bukan
merupakan fungsi tambahan tetapi
mempunyai fungsi tersendiri,
sebagai alat bantu untuk
mewujudkan situasi pembelajaran
yang efektif. Penggunaan alat
peraga merupakan bagian yang
integral dari keseluruhan situasi
mengajar. Ini berarti bahwa alat
peraga merupakan salah satu unsur
yang harus dikembangkan guru.
Page 140
132
(Ruseffendi,1997:104). Setelah
melakukan penelitian tersebut
peneliti melihat suasana kelas lebih
hidup karena partisipasi siswa
dalam proses belajar mengajar
sangat aktif.
Simpulan
Proses tindakan dan hasil
evaluasi dari penelitian telah
diperoleh, maka dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Penerapan penggunaan alat
peraga dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa kelas
V SDN Roi.
2. Prestasi belajar IPS siswa
tersebut ditunjukan oleh
aktivitas siswa dalam kelas
dan hasil evaluasi tiap akhir
siklus. Pada siklus I,
persentase ketuntasan
sebesar 62,5 % dan pada
siklus II dengan persentase
ketuntasan 100 %.
3. Aktivitas guru dan siswa
meningkat dari siklus I ke
siklus II.
DAFTAR PUSTAKA
Arief Sardiman. S. 1986. Media
Pendidikan, Pengertian,
Pengembangan dan
Pemanfaatannya, Jakarta :
Rajawali
Aqib, 2003. Pendidikan Guru
Berdasarkan Pendekatan
Kompetensi, Jakarta : PT.
Bumi Aksara
Djamarah, Saiful, Bahri, 1994.
Prestasi Belajar dan
Kompetensi Guru, Usaha
Nasional : Surabaya-
Indonesia
Depdiknas, 1997. Efektivitas
pembelajaran biologi di SMP,
Jakarta : Rineka Cipta
Dimyati dan Mudjiono, 2006.
Efektivitas pembelajaran pada
SMP, Jakarta : Rineka Cipta
_______, 1980. Media Pendidikan,
Bandung : Citra Aditya
Lexi J. Moleong, 2006. Metodelogi
Penelitian Kualitatif.
Bandung : Remaja
Rosdakarya
Muhibbin, Syah, 2007. Psikologi
Belajar, PT. Rajagrafindo
Persada:Jakarta
Nurkencana, 1990. Evaluasi Hasil
Belajar, Surabaya : Usaha
Nasional
________, 2003. Evaluasi Hasil
Belajar, Surabaya : Usaha
Nasional
Nurbatni, 2005. Media Pendidikan,
Bandung : Citra Aditya
Nur, Muhammad. 2002. Pengantar
pada Pengelolaan Kelas,
Surabaya : Unesa Press
Nasution, 1982. Didaktik Azas-azas
Mengajar, Bandung
Hamalik, Oemar. 1994. Media
Pendidikan, Bandung :
Citra Aditya
Purwanto, 1984. Belajar dan
Pembelajaran, Bandung
Page 141
133
Poerwarminta, 1984. Efektifitas
Penggunaan Media di SD,
Bandung : Citra Aditya
Riyanto, 1996. Metodologi
Penelitian Pendidikan,
Surabaya : SIC
Sudjana, Nana, 2004. Dasar-Dasar
Proses Belajar Mengajar,
Bandung : Sinar Baru
Algensindo
Slameto, 2003. Belajar dan Faktor-
faktor yang
Mempengaruhinya, PT.
Rineka Cipta:Jakarta
Page 142
134
Model Pembelajaran Berbasis Penemuan(Discovery Learning)
Sebagai Salah Satu Bentuk Implementasi dalam IsuPembelajaran Sastra
SD
Kurniawan
STKIP Taman Siswa Bima
[email protected]
Abstrak
Karya sastra muncul dan berkembang dalam kehidupan manusia semenjak
dulu sehingga perlu dimanfaatkan secara luas. Ranah pendidikan perlu
didorong untuk memanfaatkannya agar memahami unsur kreatif tersebut.
Kehadiran Kurikulum 2013 di SD menjadi strategis pemanfaatan dalam
membelajarkan karya sastraberupa teks cerita rakyat sejak dini. Untuk dapat
memahami teks cerita rakyat, maka salah satu model yang dapat digunakan
berupa Pembelajaran Berbasis Penemuan (MPBP). Model ini mempermudah
pemahaman siswa SD pada karya sastra, dapat dihayati dan membantu
pembentukan karakter.
Kata kunci: model, implementasi, sastra SD
PENDAHULUAN
Karya sastra merupakan
ekspresi imajinasi
penciptanya.Walaupun imajiner,
namun dapat memberikan model
dalam menuntun caraberperilaku
karena adanya nilai serta etika.
Tuntunan tersebut merupakan
pedoman agar mengilhami
munculnya insan yang berbudi
luhur.Hal itulah yang ingin digapai
melalui keterlibatan karya sastra
dalam pembelajaran di sekolah.
Kehadiran Kurikulum 2013
yang digadang-gadang sebagai
penyempurnaan dalam rangka
mengantisipasi berbagai perubahan
dan tuntutan globalisasi masih
belum memberikan ekspetasi yang
memuaskan terhadap keterlibatan
karya sastra.Hal itu dapat dicermati
dengan tidak diberikan ruang
pembelajaran sastra secara luas atau
menjadi mata
pelajarantersendiri.Adapun yang
terjadi, muatan materi pembelajaran
sastra tetap terangkum dalam mata
pelajaran Bahasa Indonesia. Oleh
karena demikian, keluhan dan
kritikan tentang kurang
dieksplorasinya karya sastra sering
diperbincangkan oleh berbagai
pihak.Padahal kepatutan materi
sastra dalam pembelajaran memiliki
kaitan erat dengan aspek karakter
humanistis—memanusiakan
manusia.Namun, perihal yang
terjadi pada Kurikulum 2013 lebih
menekankan pada pembentukan
sikap ilmiah.
Mungkin peran sastra dalam
pembentukan karakter tinggalah
harapan, kenyataan menunjukkan
bahwa selama ini peran karya sastra
dalam pembelajaran di sekolah
tidak pernah dimaksimalkan.
Page 143
135
Perihal yang diamati terhadapi segi
kebijakan pemerintah, kompetensi
guru, minat siswa, maupun model
pembelajaran yang digunakan. Oleh
karena demikian, pembelajaran
apresiasi karya sastra begitu
monoton dan akhirnya
membosankan. Hal tersebut
bertolak belakang dengan defenisi
apresiasi sastra, seperti yang
dikemukakan oleh para pakar yang
terangkum pada Supanti (2012),
misalnya: 1) apresiasi sastra adalah
kegiatan menggauli cipta sastra
dengan sungguh-sungguh sehingga
timbul pengertian, penghargaan,
kepekaan pikiran kritis, dan
kepekaan perasaan yang baik
terhadap karya sastra (Effendi),2)
apresiasi sastra adalah penaksiran
kualitas karya sastra serta
pemberian nilai yang wajar
kepadanya berdasarkan pengamatan
dan pengalaman yang sadar dan
kritis (Tarigan),3)apresiasi ialah
proses (kegiatan) pengindahan,
penikmatan, penjiwaan, dan
penghayatan karya sastra secara
individual, subjektif, rohaniah dan
budiah, khusuk dan kafah, dan
intensif dan total supaya
memperoleh sesuatu daripadanya
sehingga tumbuh, berkembang, dan
terpiara kepedulian, kepekaan,
ketajaman, kecintaan, dan
keterlibatan terhadap karya sastra
(Saryono).
Berbagai defenisi tersebut
menunjukkan bahwa kegiatan
apresiasi karya sastra merupakan
kegiatan membaca serta meresepsi
(memberikan tanggapan) karya
sastra.Dengan demikian, semua
pihak yang terlibat dalam dunia
pendidikan harus mawas diri. Salah
satu caradengan mengubah model
pembelajaran agar mewujudkan
kegiatan apresiasi sastra sesuai
dengan konsep yang sebenarnya.
Perihal yang dapat dilakukan
dengan merancang model
pembelajaran apresiasi sastra yang
lebih menarik, agar membangkitkan
rasa ingin tahu, mendorong
keaktifan, meningkatkan kreativitas,
dan sebagainya.
Situasi yang terjadi perlu
dicermati secara saksama, harus ada
upaya dilakukan agar kehadiran
karya sastra dapat memberikan
pencerahan kemanusiaan.Berawal
dari kegiatan apresiasi sastra
melalui membaca, maka siswa
diharapkan dapat memahami,
menafsirkan, menghayati, dan
menikmati sehingga mampu
memberikan manfaat.Beberapa
manfaat yang dapat diperoleh dari
proses membaca sastra
berupapeningkatan wawasan, halus
budi pekertinya, meningkatkan
pengetahuan berbahasanya, dan
sebagainya.Oleh karena itu, betapa
perlunya memaksimalkan peran
karya sastra dalam pembelajaran
Bahasa Indonesia pada Kurikulum
2013.Adapun langkah nyata
untukmewujudkan hal tersebut
melalui penggunaanmodel
pembelajaran yang tepat–dapat
menyenangkan bagi siswa.Dengan
demikian, dalam rangka
mengoptimalkan apresiasi karya
sastramaka menarik untuk
dirancang percobaan penerapan
apresiasi teks cerita rakyat di SD
kelas V semester II melaluiModel
Pembelajaran Berbasis Penemuan.
Page 144
136
PEMBAHASAN
A. Landasan Berpikir
1. Model Pembelajaran
Berbasis Penemuan
Untuk dapat
disesuaikan dengan
Kurikulum 2013 yang
menggunakan pendekatan
scientific. Apresiasi teks
cerpen di SDkelas V
semester II dianggap tepat
menggunakan model
pembelajaran berbasis
penemuan. Discovery
learning berusaha
mengalihkan kegiatan
belajar-mengajar dari situasi
yang didominasi guru ke
situasi yang melibatkan
siswa, salah satu caranya
melalui bentuk diskusi.Hal
ini menunjukkan belajar
penemuan menuntut peserta
didik harus aktif dalam
kegiatan pembelajaran di
kelas sehingga sangat
menuntut proses mental bagi
siswa untuk
mengasimilasikan suatu
konsep serta prinsip.
Sedangkan Bruner (dalam
Dahar, 2005:43)memandang
bahwa suatu konsep atau
kategorisasi memiliki lima
unsur, dan siswa dikatakan
memahami suatu konsep
apabila mengetahui semua
unsur dari konsep itu,
meliputi: 1) nama, 2)
contoh-contoh baik yang
positif maupun yang negatif;
3) karakteristik, baik yang
pokok maupun tidak; 4)
rentangan karakteristik; 5)
kaidah. Hal tersebut dapat
dicapai melalui proses
mengamati, menjelaskan,
mengelompokkan, membuat
kesimpulan, dan sebagainya
terhadap proses rancangan
yang dilakukan.
Selain itu, proses
penemuan merupakan
kegiatan inti dari CTL,
melalui upaya menemukan
akan memberikan penegasan
bahwa pengetahuan dan
keterampilan serta
kemampuan-kemampuan
lain yang diperlukan bukan
merupakan hasil dari
mengingat seperangkat
fakta-fakta, tetapi
merupakan hasil temuan
sendiri. Kegiatan
pembelajaran yang
mengarah pada upaya
menemukan, telah lama
diperkenalkan pula dalam
pembelajaran inquiry and
discovery (Rusman, 2012:
194).
Dengan demikian,
belajar penemuan
menempatkan guru sebagai
fasilitator–membimbing
siswa ketika diperlukan.
Upaya yang dilakukan untuk
mendorong siswa untuk
berfikir tentang bahan materi
yang telah disediakan dalam
bentuk setengah jadi.Oleh
karena siswa dihadapkan
pada situasi secara bebas
menyelidiki dan menarik
kesimpulan–hendaknya
dianjurkan pula menerka,
intuisi, maupun mencoba-
Page 145
137
coba (trial and error).
Seberapa jauh siswa perlu
diberikan bimbingan akan
bergantung pada
kemampuan memahami
materi yang sedang
dipelajari. Peran guru hanya
bertindak sebagai penunjuk
jalan untuk membantu siswa
agar mempergunakan ide,
konsep, dan keterampilan
yang telah dipelajari
sebelumnya terhadap
pemerolehan pengetahuan
yang baru. Namun yang
perlu diingat oleh guru
bahwa pengajuan pertanyaan
yang tepat akan merangsang
kreativitas siswa untuk
membantu siswa dalam
―menemukan‖ pengetahuan
baru tersebut.
2. Cerita Rakyat
Keberadaan cerita
rakyat sebagai ekspresi
budaya dari suatu
masyarakat yang awalnya
disampaikan secara lisan
berhubungan erat dengan
berbagai aspek kebudayaan
dan nilai-nilai sosial yang
ada. Seperti uraian
KBBI,bahwa cerita rakyat
sebagai kisah zaman dahulu
yg hidup di kalangan rakyat
dan diwariskan secara
lisan.Badudu (1982: 7)
menyatakan bahwa cerita
dapat menjurus dan berpusat
pada suatu peristiwa yang
menumbuhkan peristiwa itu
sendiri.Dahulu, cerita rakyat
diwariskan secara turun-
temurun dari satu generasi
ke generasi berikutnya
secara lisan (Hutomo, 1991:
4).Seiring perkembangan
zaman, cerita rakyat yang
disampaikan secara lisan
telah dituangkan dalam
bentuk tulis sehingga
masyarakat luas dapat
membaca kisah dari
kebudayaan yang ada di
wilayah tertentu
Dalam
perkembangannya, cerita
rakyat dipahami sebagai
salah satu bentuk (genre)
foklor. Foklor itu sendiri
adalah sebagian kebudayaan
suatu kolektif yang tersebar
dan diwariskan turun-
temurun di antara kolektif
macam apa saja, secara
tradisional dalam versi yang
berbeda, baik dalam bentuk
lisan maupun contoh yang
disertai gerak isyarat atau
alat pembantu pengingat
(James Danandjaja, 1997:
2). Hal ini menandakan
peran cerita rakyat dalam
membantu pembentukan
karakter karena syarat nilai-
nilai leluhur yang baik.
Cerita rakyat yang
diubah dalam sebuah teks
dapat memenuhi aturan
sebagai berikut: 1) teks
cukup pendek sehingga
dapat dibaca habis dalam
sekali duduk, 2) membuat
efek yang tunggal dan unik,
3) alurnya harus ketat dan
padat, 4) harus tampak
sungguhan, dan 5) harus
memberi kesan yang tuntas.
Page 146
138
Deskripsi tersebut dapat
dirumuskan dalam
pandangan
Diponegoroketika
menyampaikan makalah
yang berjudul ‗Penguatan
Model Pembelajaran Bahasa
dan Sastra‘.
Berdasarkan
pendapat beberapa ahli,
dapat dinyatakan bahwa
cerita rakyat sebagai karya
sastrayang menggambarkan
suatu peristiwa yang
mengandung pesan dan
dihubungkan dengan realita
dalam bungkusan imajinasi,
serta dapat dipahami oleh
pembaca.Proses pembacaan
dapat menghasilkan
pengalaman batin dalam
menikmati nilai dan etika
yang terdapat di
dalamnya.Oleh kisah yang
disampaikan merupakan
rangkaian kehidupan yang
ada dan dirasakan dalam
kehidupan yang dijalani.
B. Prosedur Penerapan Teks
Cerita Rakyat dalam
Pelaksanaan Model
Pembelajaran Berbasis
Penemuan
Ada beberapa hal yang
harus diperhatikan
dalammerancang pelaksanaan
Model Pembelajaran Berbasis
Penemuandengan teks cerita
rakyat sebagai materi
pembelajaran.Secara umum
dapat mengacu pada pandangan
Syah (1996) dalam bukunya
Psikologi Pendidikan Suatu
Pendekatan Baru.Adapun
bentuk adaptasi yang
dilakukan, sebagai berikut.
1. Persiapan
a. Menentukan tujuan
pembelajaran yang
mengacu pada teks
cerita rakyat
b. Melakukan identifikasi
karakteristik siswa
(kemampuan awal,
minat, gaya belajar,
dan sebagainya)
c. Memilih materi serta
topik yang harus
dipelajari dengan
mempertimbangkan
teks cerita rakyat yang
sesuai dengan tingkat
kognisi peserta didik.
d. Mengembangkan bahan
belajar yang memiliki
ilustrasi yang sama
dengan teks cerita
rakyat yang dipelajari
sehingga akan
menghasilkan pola
induktif untuk
menguraikannya
e. Mengatur topik
pembahasan teks cerita
rakyat yang dipelaji
dari yang sederhana ke
kompleks, konkret ke
abstrak, atau dari tahap
enaktif, ikonik sampai
ke simbolik
f. Melakukan penilaian
proses dan hasil belajar
peserta didik terhadap
penguasaan teks cerita
rakyat yang dipelajari.
2. Pelaksanaan
Page 147
139
a. Stimulation
(stimulasi/pemberian
rangsangan)
Sebagai tahapan awal
dalam membantu
peserta didik agar
tertarik untuk
mengadakan
penyelidikan terhadap
teks cerita rakyat yang
materi
pembelajaran.Oleh
karena itu, perlunya
seorang guru
mengajukan pertanyaan
yang menstimulus
tentang cerita rakyat
yang pernah
dibaca.Dengan
demikian, tahap
stimulasi tersebut dapat
berfungsi menyediakan
kondisi interaksi
belajar yang mampu
membantu serta
mengembangkan
pemahaman siswa
dalam mengeksplorasi
teks cerita rakyat(bahan
pembelajaran) yang
disediakan oleh guru.
b. Problem
statement(pernyataan/i
dentifikasi masalah)
Pada tahap ini, guru
memberi kesempatan
kepada siswa untuk
mengidentifikasi
berbagai masalah
dalam teks cerita rakyat
sebagai materi
pelajaran.Pada
prosesnya
beberapatemuan dalam
teks cerita rakyat akan
dipilih serta
dirumuskan dalam
bentuk hipotesis.
c. Data
collection(pengumpula
n data)
Saat proses eksplorasi
berlangsung, maka
guru mengajak siswa
untuk menguji
kebenaran hipotesis.
Untuk mendapatkan
jawabanterhadap hipote
sis, maka peserta didik
diberi kesempatan
untuk mengumpulkan
(collection) berbagai
informasi yang terkait
masalah yang menjadi
hipotesis sehingga
perlu membaca
kembali secara intensif
teks cerita rakyat yang
disajikan oleh guru.
d. Data
processing(pengolahan
data)
Kegiatan pengolahan
data merupakan proses
lanjutan
setelahinformasi yang
diperoleh para peserta
didikmelalui membaca
secara intensif teks
cerita rakyat.
Selanjutnya informasi
diolah, diacak,
diklasifikasikan, serta
ditabulasi agar mudah
dipahami sesuai
informasi yang
dimaksud sehingga
menghasilkan tafsiran
Page 148
140
yang paling mendekati
hipotesis.
e. Verification
(pembuktian)
Sebelum menentukan
jawaban yang
sesungguhnya terhadap
masalah yang menjadi
hipotesis.Peserta didik
terlebih dahulu
melakukan
pemeriksaan secara
cermat.Hal tersebut
dilakukan untuk
mencocokan
pembuktian benar atau
tidaknya hipotesis yang
telah dibuat
berdasarkan identifikasi
masalah.Jika itu
memungkinkan akan
menghasilkan temuan
alternatif terhadap
hipotesis yang dibuat.
Dengan demikian,
proses pembuktian
melalui cara
mencocokan dapat
memberi kesempatan
para peserta didik
untuk menemukan
suatu konsep, prinsip,
aturan ataupun
pemahaman melalui
pemodelan (contoh)
yangdijumpai dalam
teks cerita rakyat.
f. Generalization
(menarik
kesimpulan/generalisas
i)
Tahapanakhir
tentumenarik
kesimpulan dan dapat
menjadi prinsip umum
yang berlaku terhadap
semua masalah yang
sejenis.Hal itu
diperoleh berdasarkan
hasil verifikasi
sehingga merumuskan
prinsip dasar
generalisasi.
3. Penilaian pada Model
Pembelajaran Penemuan
(Discovery Learning)
Dalam Model
Pembelajaran Discovery
Learning, penilaian dapat
dilakukan melalui dua cara.
Pertama
menekankanproses dan
kedua memantau hasil
belajar dengan
menggunakan tes maupun
nontes. Penilaian yang
dilakukan dapat dilihat dari
kognitif, proses, sikap, atau
penilaian hasil kerja
siswa.Jika bentuk
penilaiannya berupa
penilaian kognitif, maka
dalam model pembelajaran
Discovery Learningdapat
menggunakan tes tertulis.
Namun, apabila bentuk
penilaiannya menggunakan
penilaian proses, sikap,
atau penilaian hasil kerja
siswa maka pelaksanaan
penilaian dapat dilakukan
dengan pengamatan.
C. Penerapan Teks Cerita
Rakyat dalam Model
Pembelajaran Penemuan
(Discovery Learning)
Rancangan model
pembelajaran yang tepat, tentu
Page 149
141
akan membantu keberhasilan
materi pembelajaran.
Penggunaan Model
Pembelajaran Penemuan
(Discovery Learning) di SD
kelas V semester II, diharapkan
dapat mengapresiasi karya
sastra (cerita rakyat).Adapun
rancangan materi teks cerita
rakyat menggunakan model
pembelajaran penemuan untuk
menunjang keberhasilan belajar
peserta didik di SD, sebagai
berikut.
1
.
Kompet
ensi Inti
: 3
.
Memaham
i
pengetahu
an faktual
dengan
cara
mengamat
i
[mendeng
ar,
melihat,
membaca]
dan
menanya
berdasarka
n rasa
ingin tahu
tentang
dirinya,
makhluk
ciptaan
Tuhan dan
kegiatanny
a, dan
benda-
benda
yang
dijumpain
ya di
rumah,
sekolah
2
.
4
.
Menyajika
n
pengetahu
an faktual
dalam
bahasa
yang jelas
dan logis
dan
sistematis,
dalam
karya yang
estetis
dalam
gerakan
yang
mencermi
nkan anak
sehat, dan
dalam
tindakan
yang
mencermi
nkan
perilaku
anak
beriman
dan
berakhlak
mulia
3
.
Kompet
ensi
: 2
.
Mendenga
rkan karya
Page 150
142
Dasar sastra
(pantun
anak-anak
atau cerita
rakyat)
dan
mengungk
apkan
kembali
isinya
secara
tertulis
4
.
Topik : Bangga
sebagai
bangsa
Indonesia
5
.
Subtopik : Cerita rakyat
6
.
Tujuan
Pembela
jaran
: 1). Peserta
didik
dapat
menentu
kan
struktur
isi cerita
rakyat (1)
judul, (2)
perkenala
n, (3)
memperk
enalkan
siapa
para
pelaku,
apa yang
dialami
pelaku
dan
dimana
terjadiny
a
peristiwa,
(3)
komplika
si,
konflik
muncul
dan para
pelaku
mulai
bereaksi
terhadap
konflik,
kemudia
n konflik
meningk
at, (4)
klimaks,
konflik
mencapai
puncakny
a, (5)
penyeles
aian,
konflik
terpecahk
an dan
menemu
kan
penyeles
aiannya
dan (6)
amanat/p
esan
moral
Page 151
143
tersurat/t
ersirat
teks
cerita
rakyat
setelah
diberi
kesempat
an
mencerm
atinya.
2). Peserta
didik
dapat
menjelas
kan unsur
kebahasa
an (kata-
kata sifat
untuk
mendeskr
ipsikan
pelaku,
penampil
an fisik
atau
kepribadi
annya,
kata-kata
keteranga
n untuk
mengga
mbarkan
latar
(waktu,
tempat,
dan
suasana)
dan kata
kerja
yang
menunju
kkan
peristiwa
-
peristiwa
yang
dialami
para
pelaku
teks
cerita
cerita
rakyat
setelah
diberi
kesempat
an
membaca
.
7
.
Alokasi
Waktu
: Satu kali
pertemuan (2
x 35)
8
.
Tahap
Pembela
jaran
:
1) Stimulation
(simullasi/pemberian
rangsangan)
Peserta didik
mengingat
kembali tentang
cerita rakyat yang
pernah dibaca.
Peserta didik
menyebutkan
judul-judul cerita
Page 152
144
rakyat yang
pernah dibaca.
2) Problem statement
(pertanyaan/identifika
si masalah)
Peserta didik
dengan atau tanpa
bantuan guru
menanya tentang
struktur isi cerita
rakyat.
Peserta didk
dengan atau tanpa
bantuan guru
menanya tentang
hal-hal yang
berkaitan dengan
ciri-ciri bahasa.
3) Data collection
(pengumpulan data)
Peserta didik
mendiskusikan
struktur isi teks
cerita rakyat
(judul, tokoh dan
penokohan, latar,
konflik, klimaks,
penyelesaian
masalah
(antiklimaks), dan
amanat).
Peserta didik
mendiskusikan
ciri bahasa teks
cerita rakyat.
Peserta didik
menjawab atau
mengajukan
pertanyaan terkait
dengan isi teks
cerita rakyat
(pertanyaan literal,
inverensial,
integratif, dan
kritis).
4) Data processing
(pengolahan data)
Peserta didik
menuliskan
struktur isi cerita
rakyat (1) judul,
(2) perkenalan, (3)
memperkenalkan
siapa para pelaku,
apa yang dialami
pelaku dan dimana
terjadinya
peristiwa, (3)
komplikasi,
konflik muncul
dan para pelaku
mulai bereaksi
terhadap konflik,
kemudian konflik
meningkat, (4)
klimaks, konflik
mencapai
puncaknya, (5)
penyelesaian,
konflik
terpecahkan dan
menemukan
penyelesaiannya
dan (6)
amanat/pesan
moral
tersurat/tersirat
teks cerpen setelah
diberi kesempatan
mencermatinya.
Peserta didik
dapat menjelaskan
unsur kebahasaan
(kata-kata sifat)
untuk
mendeskripsikan
pelaku,
Page 153
145
penampilan fisik
atau
kepribadiannya,
kata-kata
keterangan untuk
menggambarkan
latar
(waktu,tempat,
dan suasana) dan
kata kerja yang
menunjukkan
peristiwa-
peristiwa yang
dialami para
pelaku teks cerita
rakyat setelah
diberi kesempatan
membaca.
5) Verification
(pembuktian)
Peserta didik
mempresentasikan
hasil pekerjaan
tentang struktur isi
cerita rakyat dan
unsur kebahasaan.
Peserta didik
menanggapi hasil
presentasi
kelompok lain.
6) Generalization
(menarik
kesimpulan/generalisa
si)
Peserta didik
memperbaiki dan
melengkapi hasil
kerja
kelompoknya.
Peserta didik
dengan atau tanpa
bantuan guru
dapat
menyimpulkan
struktur isi cerita
rakyat dan unsur
kebahasaan.
PENUTUP
Tujuan penggunaan Model
Pembelajaran Berbasis Penemuan
(Discovery Learning) dalam
mengapresiasi karya sastra (teks
cerita rakyat) sebagai materi
pembelajaran untuk meningkatkan
sensitifan peserta didik terhadap
kehidupan yang dijalani. Upaya
yang dilakukan melalui penerapan
di tingkat SD kelas V semester II.
Pencapaian yang optimal agar dapat
menunjang keberhasilan belajar
peserta didik perlu dilakukan mulai
dari persiapan, pelaksanaan, dan
sampai pada
penilaian.Penerapanmodelpembelaj
aran tersebut dilaksankan melalui
beberapa tahapan pembelajaran,
seperti: 1) stimulation
(simullasi/pemberian rangsangan,
2)problem statement
(pertanyaan/identifikasi masalah),
3)data collection (pengumpulan
data), 4) data processing
(pengolahan data), 5) verification
(pembuktian), dan 6)generalization
(menarik kesimpulan/generalisasi).
Kegiatan pembelajaran yang
menerapkanModel Pembelajaran
Berbasis Penemuan dalam apresiasi
sastra teks cerita rakyat diharapkan
peserta didik dapat memahami,
menafsirkan, menghayati, dan
menikmati, sehingga mampu
meningkatan wawasan, halus budi
pekertinya, dan meningkatkan
pengetahuan berbahasanya. Peluang
itu dapat ditindaklanjuti melalui
keberadaan Kurikulum 2013 yang
Page 154
146
berbasis teks. Dapat dinyatakan
bahwa pemanfaatan secara luas teks
cerita rakyat untuk membantu
pembelajaran yang dilakukan di
sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Model
Pembelajaran Penemuan
(Discovery Learning)dalam
Implementasi Kurikulum
2013(http://penelitiantindaka
nkelas.blogspot.com/),
diakses 5 November 2014
pukul 14.35 Wita.
Badudu, J.S. 1982. Sari
Kesusastraan Indonesia.
Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Dahar, R.W. 1991. Teori-Teori
Belajar. Penerbit Erlangga,
Jakarta.
Danandjaja. 1986. Folklor
Indonesia: Ilmu Gosip,
Dongeng, dan Lain-lain.
Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Diponegoro. 2014.―Materi
Penguatan Model
Pembelajaran Bahasa dan
Sastra‖. Mataram: Kantor
Bahasa Provinsi NTB.
Hutomo, S.S. 1991. Mutiara yang
Terlupakan: Pengantar
Studi Sastra Lisan.
Surabaya: HISKI.
Rusman. 2012. Model-model
Pembelajaran
(Mengembangkan
Profesionalisme Guru).
Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.
Supandai, Main. 2012. Strategi
Pembelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia.Jakarta:
Yuma Pustaka.
Syah, M. 1996. Psikologi
Pendidikan Suatu
Pendekatan Baru. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Wahab, Abdul. 1991. Isu Linguistik
Pengajaran Bahasa dan
Sastra.Surabaya: Airlangga
University Press.
Page 155
147
ANALISIS KESULITAN GURU KELAS BAWAH
DALAM MENERAPKAN PEMBELAJARAN TEMATIK
DI SEKOLAH DASAR NEGERI SONDOSIA
TAHUN PELAJARAN 2015/2016
Arif Rahman Hakim
STKIP Taman Siswa Bima
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui serta mendeskripsikan kesulitan
yang dialami guru kelas bawah dalam menerapkan pembelajaran tematik.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Subjek penelitian adalah guru
kelas bawah yaitu guru kelas satu, dua dan tiga SD Negeri Sondosia
Kecamatan Bolo Kabupaten Bima. Teknik pengumpulan data dilakukan
melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data
dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan pengumpulan data, reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa
pelaksanaan pembelajaran di kelas bawah SD Negeri Sondosia belum
menerapkan pembelajaran tematik. Hal tersebut dikarenakan kurangnya
pemahaman guru terhadap pembelajaran tematik sehingga guru mengalami
kesulitan dalam menerapkan pembelajaran tematik. Kesulitan yang dialami
guru-guru tersebut beragam seperti kesulitan dalam memetakan SK, KD, dan
indikator dengan tema, RPP, silabus, pengembangan jaringan tema, soal
evaluasi, media, cara mengajar serta pemahaman siswa terhadap
pembelajaran tematik. Hal tersebut terjadi karena kurangnya sosialisasi
pemerintah tentang pembelajaran tematik; sarana prasarana pembelajaran
tematik sangat tidak memadai karena belum adanya buku tematik, jadwal
tematik, soal tes tematik, dan rapor tematik dan juga kurangnya kreatifitas
guru dalam menggunakan metode pembelajaran dan membuat media
pembelajaran tematik.
Kata kunci: guru kelas bawah, pembelajaran tematik
Page 156
148
A. Pendahuluan Peserta didik yang berada
pada sekolah dasar kelas satu, dua,
dan tiga berada pada rentangan
usia dini. Pada usia tersebut
seluruh aspek perkembangan
kecerdasan seperti IQ, EQ, dan SQ
tumbuh dan berkembang sangat
luar biasa. Pada umumnya tingkat
perkembangan masih melihat
segala sesuatu sebagai satu
keutuhan (holistik) serta mampu
memahami hubungan antara
konsep secara sederhana. Proses
pembelajaran masih bergantung
kepada objek-objek konkrit dan
pengalaman yang dialami secara
langsung.
Saat ini, pelaksanaan
kegiatan pembelajaran di SD kelas
I–III untuk setiap mata pelajaran
dilakukan secara terpisah,
misalnya IPA 2 jam pelajaran, IPS
2 jam pelajaran, dan Bahasa
Indonesia 2 jam pelajaran. Dalam
pelaksanaan kegiatannya
dilakukan secara murni
matapelajaran yaitu hanya
mempelajari standar kompetensi
dan kompetensi dasar yang
berhubungan dengan mata
pelajaran itu. Sesuai dengan
tahapan perkembangan anak yang
masih melihat segala sesuatu
sebagai suatu keutuhan (holistic),
pembelajaran yang menyajikan
mata pelajaran secara terpisah
akan menyebabkan kurang
mengembangkan anak untuk
berpikir holistik dan membuat
kesulitan bagi peserta didik.
Selain itu, dengan
pelaksanaan pembelajaran yang
terpisah, muncul permasalahan
pada kelas rendah (I-III) antara
lain adalah tingginya angka
mengulang kelas dan putus
sekolah. Angka mengulang kelas
dan angka putus sekolah peserta
didik kelas I SD jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan kelas yang
lain. Data tahun 2014/2015
memperlihatkan bahwa angka
mengulang kelas satu sebesar
11,6% sementara pada kelas dua
7,51%, kelas tiga 6,13%, kelas
empat 4,64%, kelas lima 3,1%,
dan kelas enam 0,37%. Pada tahun
yang sama angka putus sekolah
kelas satu sebesar 4,22%, masih
jauh lebih tinggi jika dibandingkan
dengan kelas dua 0,83%, kelas tiga
2,27%, kelas empat 2,71%, kelas
lima 3,79%, dan kelas enam
1,78%. Angka nasional tersebut
semakin memprihatinkan jika
dilihat dari data di masing-masing
propinsi terutama yang hanya
memiliki sedikit taman Kanak-
kanak. Hal itu terjadi terutama di
daerah terpencil. Pada saat ini
hanya sedikit peserta didik kelas
satu sekolah dasar yang mengikuti
pendidikan prasekolah
sebelumnya.
Permasalahan tersebut
menunjukkan bahwa kesiapan
sekolah sebagian besar peserta
didik kelas awal sekolah dasar di
Indonesia cukup rendah.
Sementara itu, hasil penelitian
menunjukkan bahwa peserta didik
yang telah masuk Taman Kanak-
Kanak memiliki kesiapan
bersekolah lebih baik
dibandingkan dengan peserta didik
yang tidak mengikuti pendidikan
Page 157
149
Taman Kanak-Kanak. Selain itu,
perbedaan pendekatan, model, dan
prinsip – prinsip pembelajaran
antara kelas satu dan dua sekolah
dasar dengan pendidikan
prasekolah dapat juga
menyebabkan peserta didik yang
telah mengikuti pendidikan pra-
sekolahpun dapat saja mengulang
kelas atau bahkan putus sekolah.
Atas dasar pemikiran di
atas dan dalam rangka
implementasi Standar Isi yang
termuat dalam Standar Nasional
Pendidikan, maka pembelajaran
pada kelas awal sekolah dasar
yakni kelas satu, dua, dan tiga
lebih sesuai jika dikelola dalam
pembelajaran terpadu melalui
pendekatan pembelajaran tematik.
Untuk memberikan gambaran
tentang pembelajaran tematik yang
dapat menjadi acuan dan contoh
konkret, disiapkan model
pelaksanaan pembelajaran tematik
untuk SD/MI kelas I hingga kelas
III.
Berdasarkan penjelasan di
atas, sudah jelas bahwa
pembelajaran tematik memang
cocok dilaksanakan di kelas bawah
untuk sekolah dasar dan
diwajibkan oleh Pemerintah, tetapi
untuk pelaksanaannya belum
terealisasikan. Berdasarkan hal
tersebut juga, peneliti memilih
SDN Sondosia sebagai subyek
penelitian ini karena berdasarkan
hasil wawancara yang dilakukan
peneliti dengan kepala sekolah
SDN Sondosia menyebutkan
bahwa pembelajaran tematik
sangatlah sulit dilaksanakan oleh
guru kelas awal di SDN Sondosia.
Mereka masih merasa kesulitan
baik dari perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi
pembelajaran. Oleh karena itu
peneliti ingin megetahui kesulitan
apa yang dialami guru dalam
pembelajaran tematik.
B. Kajian Pustaka
Pengertian Pembelajaran
Tematik
Sesuai dengan tahapan
perkembangan anak, karakteristik
cara anak belajar, konsep belajar
dan pembelajaran bermakna, maka
kegiatan pembelajaran bagi anak
kelas awal SD sebaiknya
dilakukan dengan Pembelajaran
tematik. Pembelajaan tematik
adalah pembelajaran tepadu yang
menggunakan tema untuk
mengaitkan beberapa mata
pelajaran sehingga dapat
memberikan pengalaman
bermakna kepada siswa. Tema
adalah pokok pikiran atau gagasan
pokok yang menjadi pokok
pembicaraan (Poerwadarminta,
1983).
Dengan tema diharapkan
akan memberikan banyak
keuntungan, di antaranya:
1) Siswa mudah memusatkan
perhatian pada suatu tema
tertentu,
2) Siswa mampu mempelajari
pengetahuan dan
mengembangkan berbagai
kompetensi dasar antar
matapelajaran dalam tema
yang sama;
3) Pemahaman terhadap materi
pelajaran lebih mendalam dan
berkesan;
Page 158
150
4) Kompetensi dasar dapat
dikembangkan lebih baik
dengan mengkaitkan
matapelajaran lain dengan
pengalaman pribadi siswa;
5) Siswa mampu lebih merasakan
manfaat dan makna belajar
karena materi disajikan dalam
konteks tema yang jelas;
6) Siswa lebih bergairah belajar
karena dapat berkomunikasi
dalam situasi nyata, untuk
mengembangkan suatu
kemampuan dalam satu mata
pelajaran sekaligus
mempelajari matapelajaran
lain;
7) Guru dapat menghemat waktu
karena mata pelajaran yang
disajikan secara tematik dapat
dipersiapkan sekaligus dan
diberikan dalam dua atau tiga
pertemuan, waktu selebihnya
dapat digunakan untuk
kegiatan remedial,
pemantapan, atau pengayaan.
Arti Penting Pembelajaran
Tematik
Pembelajaran tematik lebih
menekankan pada keterlibatan
siswa dalam proses belajar secara
aktif dalam proses pembelajaran,
sehingga siswa dapat memperoleh
pengalaman langsung dan terlatih
untuk dapat menemukan sendiri
berbagai pengetahuan yang
dipelajarinya. Melalui pengalaman
langsung siswa akan memahami
konsep-konsep yang mereka
pelajari dan menghubungkannya
dengan konsep lain yang telah
dipahaminya. Teori pembelajaran
ini dimotori para tokoh Psikologi
Gestalt, termasuk Piaget yang
menekankan bahwa pembelajaran
haruslah bermakna dan
berorientasi pada kebutuhan dan
perkembangan anak.
Pembelajaran tematik lebih
menekankan pada penerapan
konsep belajar sambil melakukan
sesuatu (learning by doing). Oleh
karena itu, guru perlu mengemas
atau merancang pengalaman
belajar yang akan mempengaruhi
kebermaknaan belajar siswa.
Pengalaman belajar yang
menunjukkan kaitan unsur-unsur
konseptual menjadikan proses
pembelajaran lebih efektif. Kaitan
konseptual antar mata pelajaran
yang dipelajari akan membentuk
skema, sehingga siswa akan
memperoleh keutuhan dan
kebulatan pengetahuan. Selain itu,
dengan penerapan pembelajaran
tematik di sekolah dasar akan
sangat membantu siswa, karena
sesuai dengan tahap
perkembangannya siswa yang
masih melihat segala sesuatu
sebagai satu keutuhan (holistik).
Beberapa ciri khas dari
pembelajaran tematik antara lain:
1) Pengalaman dan kegiatanbelajar
sangat relevan dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan
anak usia sekolah dasar; 2)
Kegiatan-kegiatan yang dipilih
dalam pelaksanaan pembelajaran
tematik bertolak dari minat dan
kebutuhan siswa; 3) Kegiatan
belajar akan lebih bermakna dan
berkesan bagi siswa sehingga hasil
belajar dapat bertahan lebih lama;
4) Membantu mengembangkan
keterampilan berpikir siswa; 5)
Page 159
151
Menyajikan kegiatan belajar yang
bersifat pragmatis sesuai dengan
permasalahan yang sering ditemui
siswa dalam lingkungannya; dan
6) Mengembangkan keterampilan
sosial siswa, seperti kerjasama,
toleransi, komunikasi, dan tanggap
terhadap gagasan orang lain.
Dengan pelaksanaan
pembelajaran dengan
memanfaatkan tema ini, akan
diperoleh beberapa manfaat yaitu:
1) Dengan menggabungkan
beberapa kompetensi dasar dan
indikator serta isi mata pelajaran
akan terjadi penghematan, karena
tumpang tindih materi dapat
dikurangi bahkan dihilangkan, 2)
Siswa mampu melihat hubungan-
hubungan yang bermakna sebab
isi/materi pembelajaran lebih
berperan sebagai sarana atau alat,
bukan tujuan akhir, 3)
Pembelajaran menjadi utuh
sehingga siswa akan mendapat
pengertian mengenai proses dan
materi yang tidak terpecah-pecah.
4) Dengan adanya pemaduan antar
mata pelajaran maka penguasaan
konsep akan semakin baik dan
meningkat.
Karakteristik Pembelajaran
Tematik Sebagai suatu model
pembelajaran di sekolah dasar,
pembelajaran tematik memiliki
karakteristik-karakteristik sebagai
berikut:
1. Berpusat pada siswa
Pembelajaran tematik berpusat
pada siswa (student centered),
hal ini sesuai dengan
pendekatan belajar modern
yang lebih banyak
menempatkan siswa sebagai
subjek belajar sedangkan guru
lebih banyak berperan sebagai
fasilitator yaitu memberikan
kemudahan-kemudahan kepada
siswa untuk melakukan
aktivitas belajar.
2. Memberikan pengalaman
langsung
Pembelajaran tematik dapat
memberikan pengalaman
langsung kepada siswa (direct
experiences). Dengan
pengalaman langsung ini, siswa
dihadapkan pada sesuatu yang
nyata (konkrit) sebagai dasar
untuk memahami hal-hal yang
lebih abstrak.
3. Pemisahan matapelajaran tidak
begitu jelas
Dalam pembelajaran tematik
pemisahan antar mata pelajaran
menjadi tidak begitu jelas.
Fokus pembelajaran diarahkan
kepada pembahasan tema-tema
yang paling dekat berkaitan
dengan kehidupan siswa.
4. Menyajikan konsep dari
berbagai matapelajaran
Pembelajaran tematik
menyajikan konsep-konsep dari
berbagai mata pelajaran dalam
suatu proses pembelajaran.
Dengan demikian, Siswa
mampu memahami konsep-
konsep tersebut secara utuh. Hal
ini diperlukan untuk membantu
siswa dalam memecahkan
masalah-masalah yang dihadapi
dalam kehidupan sehari-hari.
5. Bersifat fleksibel
Page 160
152
Pembelajaran tematik bersifat
luwes (fleksibel) dimana guru
dapat mengaitkan bahan ajar
dari satu mata pelajaran dengan
mata pelajaran yang lainnya,
bahkan mengaitkannya dengan
kehidupan siswa dan keadaan
lingkungan dimana sekolah dan
siswa berada.
6. Hasil pembelajaran sesuai
dengan minat dan kebutuhan siswa
Siswa diberi kesempatan untuk
mengoptimalkan potensi yang
dimilikinya sesuai dengan minat
dan kebutuhannya.
7. Menggunakan prinsip belajar
sambil bermain dan menyenangkan
Tahap Persiapan Pelaksanaan
Pembelajaran Tematik
Dalam pelaksanaan
pembelajaran tematik, perlu
dilakukan beberapa hal yang
meliputi tahap perencanaan yang
mencakup kegiatan pemetaan
kompetensi dasar, pengembangan
jaringan tema, pengembangan
silabus dan penyusunan rencana
pelaksanaan pembelajaran.
1. Pemetaan Kompetensi Dasar
Kegiatan pemetaan ini
dilakukan untuk memperoleh
gambaran secara menyeluruh
dan utuh semua standar
kompetensi, kompetensi dasar
dan indikator dari berbagai
mata pelajaran yang dipadukan
dalam tema yang dipilih.
Kegiatan yang dilakukan
adalah:
a. Penjabaran Standar
Kompetensi dan
Kompetensi Dasar ke
dalam indikator
Melakukan kegiatan
penjabaran standar
kompetensi dan kompetensi
dasar dari setiap mata
pelajaran ke dalam
indikator. Dalam
mengembangkan indikator
perlu memperhatikan hal-
hal sebagai berikut: 1)
Indikator dikembangkan
sesuai dengan karakteristik
peserta didik, 2) Indikator
dikembangkan sesuai
dengan karakteristik mata
pelajaran, 3) Dirumuskan
dalam kata kerja operasional
yang terukur dan/atau dapat
diamati.
b. Menentukan tema
Dalam menentukan
tema dapat dilakukan dengan
dua cara yakni: Cara
pertama, mempelajari
standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang
terdapat dalam masing-
masing mata pelajaran,
dilanjutkan dengan
menentukan tema yang
sesuai. Cara kedua,
menetapkan terlebih dahulu
tema-tema pengikat
keterpaduan, untuk
menentukan tema tersebut,
guru dapat bekerjasama
dengan peserta didik
sehingga sesuai dengan
minat dan kebutuhan anak.
Dalam menetapkan
tema perlu memperhatikan
beberapa prinsip yaitu: 1)
Memperhatikan lingkungan
Page 161
153
yang terdekat dengan siswa,
2) Dari yang termudah
menuju yang sulit, 3) Dari
yang sederhana menuju yang
kompleks, 4) Dari yang
konkret menuju ke yang
abstrak., 5) Tema yang
dipilih harus memungkinkan
terjadinya proses berpikir
pada diri siswa, 6) Ruang
lingkup tema disesuaikan
dengan usia dan
perkembangan siswa,
termasuk minat, kebutuhan,
dan kemampuannya
Lakukan identifikasi
dan analisis untuk setiap
Standar Kompetensi,
Kompetensi Dasar dan
indikator yang cocok untuk
setiap tema sehingga semua
standar kompetensi,
kompetensi dasar dan
indikator terbagi habis.
2. Menetapkan Jaringan Tema
Buatlah jaringan tema
yaitu menghubungkan
kompetensi dasar dan indikator
dengan tema pemersatu.
Dengan jaringan tema tersebut
akan terlihat kaitan antara tema,
kompetensi dasar dan indikator
dari setiap mata pelajaran.
Jaringan tema ini dapat
dikembangkan sesuai dengan
alokasi waktu setiap tema.
3. Penyusunan Silabus
Hasil seluruh proses
yang telah dilakukan pada
tahap-tahap sebelumnya
dijadikan dasar dalam
penyusunan silabus. Komponen
silabus terdiri dari standar
kompetensi, kompetensi dasar,
indikator, pengalaman belajar,
alat/sumber, dan penilaian.
4. Penyusunan Rencana
Pembelajaran
Untuk keperluan
pelaksanaan pembelajaran guru
perlu menyusun rencana
pelaksanaan pembelajaran.
Rencana pembelajaran ini
merupakan realisasi dari
pengalaman belajar siswa yang
telah ditetapkan dalam silabus
pembelajaran. Komponen
rencana pembelajaran tematik
meliputi:
a. Identitas mata pelajaran
(nama mata pelajaran yang
akan dipadukan, kelas,
semester, dan
waktu/banyaknya jam
pertemuan yang
dialokasikan).
b. Kompetensi dasar dan
indikator yang akan
dilaksanakan.
c. Materi pokok beserta
uraiannya yang perlu
dipelajari siswa dalam
rangka mencapai kompetensi
dasar dan indikator.
d. Strategi pembelajaran
(kegiatan pembelajaran
secara konkret yang harus
dilakukan siswa dalam
berinteraksi dengan materi
pembelajaran dan sumber
belajar untuk menguasai
kompetensi dasar dan
indikator, kegiatan ini
tertuang dalam kegiatan
Page 162
154
pembukaan, inti dan
penutup).
e. Alat dan media yang
digunakan untuk
memperlancar pencapaian
kompetensi dasar, serta
sumber bahan yang
digunakan dalam kegiatan
pembelajaran tematik sesuai
dengan kompetensi dasar
yang harus dikuasai.
f. Penilaian dan tindak lanjut
(prosedur dan instrumen
yang akan digunakan untuk
menilai pencapaian belajar
peserta didik serta tindak
lanjut hasil penilaian).
C. Metode Penelitian Metode yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu metode
deskriptif kualitatif, dimana yang
menjadi subyek dalam penelitian
ini adalah guru kelas bawah yaitu
guru kelas satu, dua dan tiga SDN
Sondosia yang berjumlah tiga
orang. Sedangkan objek penelitian
ini adalah kesulitan yang dialami
guru kelas bawah yaitu guru kelas
I, II, dan III SDN Sondosia dalam
menerapkan pembelajaran tematik.
Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini berupa angket yang
berisi daftar pertanyaan terkait
pembelajaran tematik dan
pedoman observasi. Dalam
penelitian ini, peneliti berperan
sebagai key instrument artinya
peneliti sendiri menyusun
pertanyaan di lapangan,
dikembangkan di lapangan sesuai
dengan fenomena yang nampak
saat itu. (Rubiyanto. 2009:68).
Teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Wawancara
Wawancara pada
penelitian ini dilakukan dengan
kepala sekolah dan guru kelas
bawah yaitu guru kelas I, II dan
III SDN Sondosia Kecamatan
Bolo Kabupaten Bima terkait
pelaksanaan pembelajaran
tematik.
2. Observasi
Observasi adalah cara
mengumpulkan data dengan
jalan mengamati langsung
terhadap objek yang diteliti
(Rubiyanto. 2009: 75). Pada
penelitian ini peneliti
melakukan observasi pada
kegiatan pembelajaran pada
kelas bawah di SDN Sondosia.
3. Dokumentasi
Dalam penelitian ini
peneliti mendokumentasikan
data-data sekolah yang
dianggap penting dan sesuai
dengan kebutuhan penelitian.
Dokumen yang dikumpulkan
yaitu profil sekolah,
administrasi sekolah, data
inventaris kelas bawah, RPP
dan silabus kelas bawah, soal
evaluasi kelas bawah, format
rapor kelas bawah, foto
kegiatan pembelajaran kelas
bawah SDN Sondosia.
Analisis data dalam
penelitian ini menggunakan teknik
analisis interaktif yang bertujuan
untuk mengetahui kesulitan yang
dialami guru kelas bawah dalam
menerapkan pembelajaran tematik
Page 163
155
dan penjabarannya sebagai
berikut:
1. Data Collection (Pengumpulan
Data)
Pengumpulan data adalah
mengumpulkan data di lokasi
studi dengan melakukan
wawancara mendalam,
observasi dan mencatat
dokumen dengan menentukan
strategi pengumpulan data yang
dipandang tepat dan untuk
menentukan fokus serta
pendalaman data pada proses
pengumpulan data berikutnya.
Pengumpulan data pada
penelitian ini adalah
pengumpulan data tentang
kesulitan guru kelas bawah
dalam menerapkan
pembelajaran tematik di SDN
Sondosia melalui proses
wawancara yang mendalam,
observasi terhadap
pembelajaran kelas bawah dan
mencatat dokumen penting
tentang pembelajaran tematik.
2. Data Reduction (Reduksi Data)
Mereduksi data adalah
merangkum, memilah hal-hal
yang pokok, memfokuskan
pada hal-hal yang penting,
dicari tema dan polanya dan
membuang yang tidak perlu.
Dalam reduksi data ini yang
direduksi adalah informasi yang
diperoleh dari proses
wawancara dengan Kepala
Sekolah dan guru kelas bawah
SDN Sondosia, Silabus dan
RPP, observasi pembelajaran..
3. Data Display (Penyajian Data)
Penyajian data dilakukan
dalam bentuk uraian singkat,
bagan, hubungan antar kategori,
flowchart, dan sejenisnya.
Dalam penelitian ini penyajian
data dilakukan dalam bentuk
uraian singkat dan teks naratif
mengenai kesulitan guru dalam
menerapkan pembelajaran
tematik, faktor penyebabnya
dan solusi pemecahan
permasalahan.
4. Conclusion
Drawing/verification
Kesimpulan pada
penelitian kualitatif dapat
bersifat kredibel apabila
ditemukan bukti-bukti yang
valid dan konsisten saat peneliti
kembali ke lapangan kembali
mengumpulkan data.
D. Hasil Penelitian dan
Pembahasan
1. Hasil Wawancara dengan
Guru Kelas Bawah
Dari hasil wawancara
guru kelas bawah yaitu guru
kelas I, II dan III SDN Sondosia
tentang kesulitan yang dialami
dalam menerapkan
pembelajaran tematik maka
dapat disimpulkan sebagai
berikut:
a. Guru kelas I, II dan III
sebelumnya sudah familiar
dengan istilah tematik, hanya
saja ketiganya belum
mengetahui tentang
komponen-komponen yang
terdapat dalam pembelajaran
tematik.
b. Ada perbedaan persepsi guru
kelas bawah SDN Sondosia
mengenai pembelajaran
tematik. Presepsi guru kelas I
Page 164
156
dan II mengenai
pembelajaran tematik adalah
tidak setuju karena tidak
terfokus pada suatu materi
pelajaran sedangkan guru
kelas III menganggap
pembelajaran tematik adalah
pembelajaran yang bagus,
menyenangkan dan menarik
bagi anak karena memang
tidak terfokus hanya satu
pelajaran namun saling
berkaitan, menggabungkan
beberapa mata pelajaran
dalam satu tema dan banyak
berhubungan dengan alam
lingkungan anak sendiri.
c. Guru kelas bawah di SDN
Sondosia sudah pernah
mempraktekan pembelajaran
tematik di dalam kelas tetapi
tidak berlangsung lama
karena masih kurangnya
pemahaman terhadap
pembelajaran tematik.
d. Kesulitan guru dalam
pembelajaran tematik pada
guru kelas I dan II adalah
hampir semua komponen
dalam pembelajaran tematik
seperti pemetaan SK, KD
dan indikator, penentuan
tema, pengembangan
jaringan tema, penyusunan
silabus, RPP, soal evaluasi,
media, cara mengajar,
pemahaman siswa dengan
pembelajaran tematik.
Sedangkan untuk guru kelas
III kesulitan dalam membuat
soal evaluasi yang mudah
dipahami oleh siswa serta
media pembelajaran tematik.
e. Faktor penyebab
permasalahan tersebut adalah
1) Kurangnya sosialisasi
pemerintah tentang
pembelajaran tematik.
Menurut guru kelas bawah di
SDN Sondosia, sosialisasi
dari pemerintah mengenai
pembelajaran tematik pada
saat sekarang ini dirasakan
sangat kurang dan tidak
merata. Hal ini dapat terlihat
dari sistem penataran.
Pemerintah hanya menunjuk
satu orang guru untuk
mewakili guru se-kecamatan.
Terkadang guru yang
ditunjuk juga monoton hanya
berpusat pada satu orang
saja. Jadi, tidak ada
kesempatan untuk guru lain
mendapat pengalaman
penataran. Masalah
terbesarnya adalah guru yang
menjadi perwakilan tersebut
sering tidak paham dengan
ilmu yang telah di berikan
saat penataran. Padahal guru
tersebut harus dapat
menyampaikan ilmu yang
diterima saat penataran
kepada seluruh guru se-
kecamatan. Tambah lagi
dengan berbagai alasan sang
guru untuk tidak sempat
menyampaikan ilmu
penataran karena kesibukan
pribadi. Hal itu membuat
guru lupa akan ilmu yang
telah diterimanya saat
penataran. Berbeda dengan
penataran jaman dahulu,
dirasakan lebih merata.
Pemerintah menunjuk guru
Page 165
157
secara bergilir untuk ditatar.
Pemerintah menunjuk
minimal dua orang guru
dalam satu sekolah untuk
penataran dalam kurung
waktu sekitar seminggu dan
ditatar oleh ahli atau tutor
nya secara langsung.
Kemudian beberapa bulan
kemudian dipanggil lagi
pasangan guru yang belum
ditatar. Pelatihannya sangat
mendetail sebagai contoh
pelatihan membuat SP kalau
sekarang disebut RPP, tutor
akan secara langsung
membina para guru dan
mengecek satu persatu.
Penataran pada saat sekarang
lebih banyak teori dengan
pemberian seabrak materi
dan guru secara mandiri
harus mempelajarai sendiri.
Hal tersebut membuat guru
tidak mampu memahami
tentang materi. 2) Sarana
prasarana pembelajaran
tematik sangat tidak
memadai yakni belum
adanya buku tematik, jadwal
tematik, soal tes tematik, dan
rapot tematik. 3) Kurangnya
kreatifitas guru dalam
membuat media
pembelajaran. 4) Terbatasnya
dana dalam pembuatan
media. 5) Kurangnya usaha
dan kesadaran diri guru kelas
bawah untuk berkembang,
terutama dalam hal mencari
atau menggali dan
mengumpulkan informasi
mengenai pembelajaran
tematik. 6) Kurangnya
pelaksanaan kegiatan
pelatihan-pelatihan seperti
studi banding untuk
meningkatkan kompetensi
guru.
f. Usaha yang telah dilakukan
guru kelas bawah dan
sekolah untuk mengatasi
permasalahan tersebut adalah
1) Menghubungkan mata
pelajaran di buku pegangan
yang masih mata pelajaran.
Hal ini dirasa berat oleh guru
kelas bawah karena setiap
kali mengajar setidaknya
mereka harus membawa
minimal 5 buku
matapelajaran. 2) Melakukan
diskusi dengan guru kelas
bawah di sekolah lain terkait
pembelajaran tematik, 3)
Sekolah sudah mengusulkan
ke pengawas untuk meminta
buku pedoman pembelajaran
tematik namun jawabannya
menunggu dari pemerintah
pusat.
Menurut guru kelas bawah di
SDN Sondosia, tidak terlalu
banyak yang bisa dilakukan
untuk mengatasi
permasalahan tersebut
mengingat semuanya serba
terbatas baik dari segi
informasi, dana maupun
sarana dan prasarana yang
ada.
2. Hasil Observasi Pembelajaran
di Kelas Bawah
Dari hasil observasi
pembelajaran yang telah
dilakukan pada kelas bawah
SDN Sondosia maka dapat
Page 166
158
disimpulkan sebagai berikut:
Pembelajaran di kelas bawah
SDN Sondosia belum
menerapkan pembelajaran
tematik. Ada beberapa alasan
mengapa pembelajaran belum
dikatakan tematik, yang utama
adalah karena dalam
menyampaikan materi pelajaran
guru masih menggunakan mata
pelajaran dan jadwalnya juga
masih mata pelajaran. Metode
yang digunakan guru masih
konvensional yaitu ceramah dan
penugasan sehingga membuat
pembelajaran tidak menarik
karena guru tidak membuat
media.
E. Kesimpulan
Dari hasil di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Pelaksanaan pembelajaran di
kelas bawah SDN Sondosia
belum menerapkan
pembelajaran tematik.
2. Kesulitan guru dalam
pembelajaran tematik pada guru
kelas I dan II adalah hampir
semua komponen dalam
pembelajaran tematik seperti
pemetaan SK, KD dan
indikator, penentuan tema,
pengembangan jaringan tema,
penyusunan silabus, RPP, soal
evaluasi, media, cara mengajar,
pemahaman siswa dengan
pembelajaran tematik.
Sedangkan untuk guru kelas III
kesulitan dalam membuat soal
evaluasi yang mudah dipahami
oleh siswa serta media
pembelajaran tematik.
3. Faktor penyebab kesulitan yang
dialami guru kelas bawah dalam
menerapkan pembelajaran
tematik di SDN Sondosia: a)
Kurangnya sosialisasi
pemerintah tentang
pembelajaran tematik. b) Sarana
prasarana pembelajaran tematik
sangat tidak memadai yakni
belum adanya buku tematik,
jadwal tematik, soal tes tematik,
dan rapot tematik. c) Kurangnya
kreatifitas guru dalam membuat
media pembelajaran. 4)
Terbatasnya dana dalam
pembuatan media. 5)
Kurangnya usaha dan kesadaran
diri guru kelas bawah untuk
berkembang, terutama dalam
hal mencari atau menggali dan
mengumpulkan informasi
mengenai pembelajaran
tematik. 6) Kurangnya
pelaksanaan kegiatan pelatihan-
pelatihan seperti studi banding
untuk meningkatkan
kompetensi guru.
4. Menurut guru kelas bawah di
SDN Sondosia, tidak terlalu
banyak yang bisa dilakukan
untuk mengatasi permasalahan
tersebut mengingat semuanya
serba terbatas baik dari segi
informasi, dana maupun sarana
dan prasarana yang ada.
F. Daftar Pustaka Fogarty, Robin. 1991. How to
Integrated the Curricula.
Palatine, Illionis: IRI/Skylight
Publishing, Inc
Hermawan, H.A. 2006.
Pengembangan Model
Pembelajaran Tematik di
Kelas Awal Sekolah Dasar.
Page 167
159
Fakultas Ilmu Pendidikan,
Universitas Pendidikan
Indonesia. Bandung
Nisa’, Khoirotun. 2013. Analisis
kesulitan yang dialami Guru
Kelas Bawah Dalam
Menerapkan Pembelajaran
Tematik di SD Negeri
Wonotunggal 03 Batang.
Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Resmini, Novi. 1991. Penentuan
Unit Tema dalam
Pembelajaran Terpadu. IKIP
Malang
Rubiyanto, Rubino. 2009. Metode
Penelitian Pendidikan.
Surakarta: Program Studi
PGSD FKIP Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Rusman. 2012. Model-Model
Pembelajaran
Mengembangkan
Profesionalisme Guru Edisi
Kedua. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
_______2003. Implementasi
Pembelajaran Terpadu di
Sekolah Dasar Kelas Rendah
Berdasarkan Kurikulum
Berbasis Kompetensi.
Makalah dalam Pelatihan
Manajemen Kelas dan
Pembelajaran Terpadu bagi
Guru PD, TK dan Guru SD
Kelas Rendah di Lingkungan
Yayasan Pendidikan Salman
Alfarisi. Bandung
Sugiono. 2012. Metode Penelitian
Pendidikan Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D. Bandung: Alfabeta.
Sukmadinata, Nana Syaodih.
2009. Metode Penelitian
Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi
Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Tim Pengembang PGSD. 1997.
Pembelajaran Terpadu D-II
dan S-II Pendidikan Dasar.
Ditjen Dikti, Bagian Proyek
Pengembangan Pendidikan
Guru Sekolah Dasar. Jakarta
Widodo, Ari dkk. 2008.
Pendidikan IPA di SD.
Bandung: UPI PRESS.
Page 168
160
PENGGUNAAN ALAT PERAGA GAMBAR UNTUK
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS V DI
SDN BELO PADA MATA PELAJARAN IPS TAHUN AJARAN
2016/2017
Siti Maemunah
Guru TK Pembina Palibelo
ABSTRAK
Kenyataan yang terjadi di SD Negeri Belo Sila bahwa: 1) siswa
kurang aktif dalam belajar, 2) masih ada siswa yang terlihat ribut, 3)
prestasi belajar masih sangat rendah. Untuk mengatasi masalah tersebut,
pemilihan model pembelajaran atau penentuan strategi dalam
pembelajaran menjadi hal yang sangat diperhatikan agar masalah-
masalah empiris yang ditemukan dapat diminimalisir. Penelitian ini
bertujuan tujuan “Untuk mengetahui penggunaan alat peraga gambar
dalam meningkatkan prestasi belajar siswa kelas V di SDN Belo pada
mata pelajaran IPS tahun ajaran 2016/2017”. Jenis penelitian ini adalah
penelitian tindakan kelas dengan rancangan penelitian yang terdiri dari
perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Subyek penelitian
adalah siswa kelas V di SDN Belo. Instrumen yang digunakan ada dua
yaitu instrumen tes untuk mengukur prestasi belajar siswa dan lembar
observasi aktivitas siswa dan guru. Adapun hasil penelitian ini bahwa
Prestasi belajar IPS siswa Pada siklus I, persentase ketuntasan sebesar 55
% dan pada siklus II dengan persentase ketuntasan 95 %. Aktivitas guru
dan siswa meningkat dari siklus I ke siklus II. Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa penggunaan media pembelajaran dapat
meningkatkan prestasi belajar IPS Siswa Kelas V di SDN Belo Tahun
Pelajaran 2016
Kata Kunci: media/alat peraga gambar, prestasi belajar
Page 169
161
Latar Belakang
Pendidikan merupakan
salah satu aspek kehidupan yang
sangat erat kaitannya dengan
kehidupan manusia karena
pendidikan merupakan salah satu
pilar yang mempunyai peranan
penting dalam menciptakan
manusia yang berkualitas. tujuan
pendidikan nasional adalah untuk
berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab
(Depdiknas, 2011)
Agar seluruh potensi yang
dimiliki siswa dapat
berkembang dengan baik, maka
dibutuhkan pula proses
pembelajaran yang berkualitas.
Kenyataan yang terjadi di SD
Negeri Belo bahwa: 1) siswa
kurang aktif dalam belajar, 2)
masih ada siswa yang terlihat
ribut, 3) prestasi belajar masih
sangat rendah. Untuk mengatasi
masalah tersebut, pemilihan model
pembelajaran atau penentuan
strategi dalam pembelajaran
menjadi hal yang sangat
diperhatikan agar masalah-
masalah empiris yang ditemukan
dapat diminimalisir
Pembelajaran yang dipilih
dalam penelitian ini adalah
pembelajaran dengan
menggunakan alat peraga gambar.
Beberapa manfaat dari alat peraga
dalam proses pembelajaran, yaitu
: Dapat meningkatkan minat
anak, , anak akan lebih berhasil
belajarnya bila banyak melibatkan
alat inderanya, sangat menarik
minat siswa dalam belajar,
mendorong siswa untuk belajar
bertanya dan berdiskusi,
menghemat waktu belajar.
(Ruseffendi, 1994:240; Gunawan
dkk, 1996:37)
Berdasarkan latar belakang
masalah di atas maka peneliti
merasa sangat perlu untuk
melakukan penelitian tindakan
dengan judul penggunaan alat
peraga gambar untuk
meningkatkan prestasi belajar
siswa kelas V di SDN Belo pada
mata pelajaran IPS tahun ajaran
2016/2017.
Alat peraga
Banyak pendapat yang
mengemukakan arti alat peraga,
diantaranya yaitu :
Alat peraga adalah media
pengajaran yang mengandung atau
membawakan konsep-konsep yang
dipelajari.
Alat peraga adalah media
pengajaran yang mengandung atau
membawakan cirri-ciri dari konsep
yang dipelajari.
Page 170
162
Alat peraga merupakan benda real
, gambar atau diagram
Alat peraga adalah “alat-alat yang
dipergunakan oleh guru ketika
mengajar untuk memperjelas
materi pelajaran dan mencegah
terjadinya verbalisme pada siswa”.
(Nurmala, 2008: 8))
Dengan alat peraga
tersebut, siswa dapat melihat
langsung bagaimana keteraturan
serta pola yang terdapat dalam
benda yang diperhatikannya. Maka
dari beberapa pendapat di atas
pembahasan dalam penyampaian
pengajaran melalui alat peraga,
siswa mendapat kesempatan untuk
melihat secara langsung yang
terdapat pada benda atau objek
yang dipelajari.
Supaya anak-anak lebih
besar minatnya. Supaya anak-anak
dibantu pemahamannya sehingga
lebih mengerti dan lebih besar
daya ingatnya. Supaya anak-anak
dapat melihat hubungan antara
ilmu yang dipelajarinya dengan
alam sekitar dan masyarakat. Dan
dengan alat peraga dapat
menumbuhkan kegairahan belajar.
Dapat meningkatkan aktivitas dan
kreatifitas. Efisiensi waktu dan
efisiensi motivasi dalam proses
belajar mengajar. Penggunaan alat
peraga dalam proses pembelajaran
bukan merupakan fungsi tambahan
tetapi mempunyai fungsi
tersendiri, sebagai alat bantu untuk
mewujudkan situasi pembelajaran
yang efektif. Penggunaan alat
peraga merupakan bagian yang
integral dari keseluruhan situasi
mengajar. Ini berarti bahwa alat
peraga merupakan salah satu unsur
yang harus dikembangkan guru.
(Ruseffendi,1997:104)
Penggunaan alat peraga
dalam pengajaran lebih
diutamakan untuk mempertinggi
mutu pembelajaran. Dengan
perkataan lain dengan
menggunakan alat peraga, hasil
belajar yang dicapai akan tahan
lama diingat siswa, sehingga
pembelajaran mempunyai nilai
tinggi. (Dirjen Dikdasmen,
No.024/c/kep/R.1994)
Sedangkan beberapa
manfaat dari alat peraga dalam
proses pembelajaran, yaitu :
Dapat meningkatkan minat anak,
membantu tilik ruang, supaya
dapat melihat antara ilmu yang
dipelajari dengan lingkungan alam
sekitar, anak akan lebih berhasil
belajarnya bila banyak melibatkan
alat inderanya, sangat menarik
minat siswa dalam belajar,
mendorong siswa untuk belajar
bertanya dan berdiskusi,
menghemat waktu belajar.
(Ruseffendi, 1994:240; Gunawan
dkk, 1996:37)
Dengan demikian
penggunaan alat peraga dalam
proses pembelajaran akan lebih
Page 171
163
kondusif, efektif dan efisien. Siswa
akan termotivasi untuk belajar,
karena mereka tertarik dan
mengerti atas pelajaran yang
diterimanya. Dalam proses
pembelajaran, seorang pendidik
dalam menyampaikan materi
pelajaran hendaknya dapat
memilih alat peraga yang tepat
sesuai dengan konsep
pembelajaran yang akan
disampaikan.
Untuk membantu proses
pelaksanaan proses pembelajaran
di kelas, alat peraga dapat
menunjang keberhasilan
pembelajaran. Beberapa alat
peraga yang dapat digunakan di
sekolah dasar dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Media audatif; yaitu media yang
hanya mengandalkan
kemampuan suara saja, seperti
radio, cassette recorder,
piringan audio. Media ini tidak
cocok untuk orang tuli atau
mempunyai kelainan dalam
pendengaran.
b. Media visual; yaitu media yang
hanya mengandalkan indra
penglihatan. Media visual ini
ada yang menampilkan gambar
diam seperti film strip (film
rangkai), slides (film bingkai)
foto, gambar atau lukisan,
cetakan. Ada pula media visual
yang menampilkan gambar atau
simbol yang bergerak seperti
film bisu, film kartun.
c. Media audio-visual; yaitu media
yang mempunyai unsur suara
dan unsure gambar. Jenis media
ini mempunyai kemampuan
yang lebih baik karena meliputi
kedua jenis media yang pertama
dan kedua. Media ini dibagi
lagi ke dalam (a) audio-visual
diam, yaitu media yang
menampilkan suara dan gambar
diam seperti film bingkai suara
(sound slides), film rangkai
suara, cetak suara, dan (b)
audio-visual gerak, yaitu media
yang dapat menampilkan unsur
suara dan gambar yang
bergerak seperti film suara dan
video-cassette
Jadi dalam penelitian ini alat
peraga yang digunakan adalah alat
peraga gambar yang termasuk
dalam media visual
Prestasi Belajar
Prestasi adalah “hasil dari
suatu kegiatan yang telah
dikerjakan, diciptakan, baik
secara individual maupun
kelompok” (Djamarah, 1994:19).
Sedangkan menurut WJS.
Poerwadarminta dalan Djamarah
(1994:21) berpendapat bahwa
prestasi adalah “hasil yang telah
dicapai/dilakukan, dikerjakan dan
sebaginya”. Sedangkan menurut
Kohar Prestasi adalah “apa yang
dapat diciptakan, hasil pekerjaan,
Page 172
164
hasil yang menyenangkan hati
yang diperoleh dengan keuletan
kerja” (Djamarah, 1994:20).
Berdasarkan beberapa
pendapat para ahli di atas dapat
peneliti simpulkan bahwa yang
dimaksud dengan prestasi belajar
yaitu penilaian pendidikan
tentang kemajuan siswa dalam
segala hal yang dipelajari di
sekolah yang menyangkut
pengetahuan, kecakapan atau
keterampilan yang dinyatakan
sesudah hasil penilaian.
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian
ini adalah Penelitian
Tindakan Kelas (Clasroom
Action Research). Secara
singkat Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) adalah suatu
pencermatan terhadap
kegiatan belajar berupa
sebuah tindakan, yang
sengaja dimunculkan dan
terjadi dalam sebuah kelas
secara bersama (Suharsimi,
2007:45)
Berdasarkan pendapat
ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) berfokus pada
kelas atau pada proses belajar
mengajar yang terjadi di
kelas, dengan menggunakan
alat peraga gambar sehingga
dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa kelas V di SDN
Inpres Ntonggu
B. Tempat dan Waktu
Penelitian
Penelitian ini akan
dilaksanakan di kelas V SDN Belo
tahun pelajaran 2016. mPenelitian
ini akan dilaksanakan selama 3
minggu terhitung mulai bulan Juni
sampai dengan bulan Juli pada
semester II Tahun Pelajaran 2016.
C. Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di
SDN Belo di kelas V tahun
pelajaran 2016. Dengan jumlah
siswa orang.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian
adalah alat pada waktu
peneliti menggunakan suatu
metode (Suharsimi,
1998:47). Adapun instrumen
yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :
a. Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran
Rencana
pelaksanaan pembelajaran
biasanya lebih efektif dan
efisien dalam
menyampaikan materi
yang akan disampaikan di
dalam kelas dimana
rencana ini berisi
gambaran global dari
materi yang akan
disampaikan
Page 173
165
b. Tes Evaluasi
Instrumen tes digunakan
peneliti dalam skripsi ini adalah
untuk mengukur pemahaman
siswa yang terdiri dari soal esay
yang berisikan soal-soal yang
berkaitan dengan materi yang
diajarkan. Dalam penelitian ini
jenis tes yang digunakan adalah
bentuk essay terdiri dari 5 nomor
soal yang diambil dari berbagai
buku paket. Instrumen ini disusun
berpedoman pada kurikulum dan
buku pelajaran IPS V.
c. Lembar observasi
Lembar observasi berisi
tentang keterlaksanaan proses
pembelajaran dan instrumen tes
hasil belajar. Lembar observasi
keterlaksanaan proses
pembelajaran yang dikembangkan
dari Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang telah
disusun oleh peneliti, yang berisi
detail siklus (langkah-langkah
proses pembelajaran)
E. Rencana Tindakan
Rancangan dalam
penelitian ini mengacu pada model
spiral atau siklus menurut Kemmis
& Mc Taggart (Mc Taggar, 1991:
32). Tujuan menggunakan model
ini adalah apabila pada awal
pelaksanaan tindakan ditemukan
adanya kekurangan, maka tindakan
perbaikan dapat dilakukan pada
tindakan selanjutnya sampai pada
target yang diinginkan tercapai.
Pada masing-masing siklus terdiri
dari tahap perencanaan,
pelaksanaan tindakan, observasi,
dan refleksi.
Mengacu pada model
Kemmis dan Mc. Taggart di atas,
maka langkah-langkah penelitian
tindakan kelas (PTK) dengan
empat tahap yaitu :
a. Perencanaan
Peneliti sebagai guru,
merumuskan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dan hal-hal
lain yang diperlukan dalam rangka
melaksanakan tindakan. Guru
melaksanakan pembelajaran
mengacu pada esensi tindakan dan
rencana pelaksanaan pembelajaran
yang telah disusun.
b. Pelaksanaan
Guru melaksanakan
pembelajaran sesuai dengan
perangkat pembelajaran yang telah
sisusun dengan baik, dalam hal ini
adalah rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dengan
penggunaan alat peraga gambar.
c. Observasi
Dalam penelitian ini yang
menjadi sebagai observator yaitu
dibantu oleh guru lain/teman
sejawat untuk mengamati
pelaksanaan pembelajaran yang
dilakukan. Obsever melakukan
pengamatan terhadap aktivitas
siswa da guru/peneliti sesuai
dengan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP)
d. Refleksi
Page 174
166
Peneliti merefleksi hasil
observasi setiap pertemuan pada
masing-masing siklus. Peneliti
mengadakan refleksi setelah
dilakukan pembelajaran setiap
akhir siklus. Refleksi ini bertujuan
untuk menemukan kekurangan
yang kemudian dijadikan sebagai
dasar penyusunan tindakan pada
siklus selanjutnya
F. Prosedur Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan
dalam penelitian tindakan kelas ini
meliputi: data keaktifan belajar,
data observasi dan data
dokumentasi aktivitas siswa dan
guru dalam proses pembelajaran.
Data mengenai ketuntasan/prestasi
belajar siswa diperoleh dengan
cara memberikan tes pada siswa
setiap akhir siklus. Data tentang
aktivitas pembelajaran dan
keterlaksanaan proses belajar
mengajar diambil dengan lembar
observasi yang dilakukan pada tiap
siklus.
G. Teknik Analisis Data
Pengelolaan data
merupakan satu langkah yang
sangat penting dalam kegiatan
penelitian bila kesimpulan yang
akan diteliti dapat dipertanggung
jawabkan data yang di analisis
oleh peneliti adalah :
a. Data prestasi belajar siswa
1) Ketuntasan individu
Setiap siswa dalam
proses belajar mengajar
dikatakan tuntas apabila
memperoleh nilai ≥
KKM
2) Ketuntasan klasikal
Ketuntasan klasikal
dikatakan telah dicapai
apabila target
pencapaian ideal 85
% dari jumlah siswa
dalam kelas.
%1001 xn
nKK
Keterangan : KK =
Ketuntasan
Klasikal
n1 = Jumlah siswa
yang memperoleh
nilai ≥ KKM
n = Jumlah siswa
yang ikut tes
(banyaknya siswa)
(Nurkencana, 2003)
b. Data Aktivitas belajar
1) Data Aktivitas Siswa
dan guru
Setiap prilaku siswa
dan guru pada
penelitian ini, penilaian
keterlaksanaan dengan
pilihana ya dan tidak.
Analisis menggunakan
rumus persentase:
P = (indikator yang
terlaksana/ indikator
keseluruhan) x 100%
Page 175
167
H. Indikator Keberhasilan
Dalam penelitian ini yang
menjadi indikator keberhasilan
untuk aspek prestasi belajar
siswa apabila Ketuntasan
Klasikal (KK) yang harus
dicapai minimal 85%. Untuk
aspek aktifitas guru
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini telah
diaplikasikan pada obyek yang
telah ditentukan yaitu siswa kelas
V SDN Belo tahun pelajaran 2016,
Penelitian yang direncanakan
dalam dua siklus telah
dilaksanakan dan hasilnya adalah
sebagai berikut:
a. Siklus I
Sebelum proses belajar dimulai
pada siklus I, peneliti telah
mempersiapkan perangkat
pembelajaran yang terdiri dari
rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP), lembar observasi, soal
evaluasi untuk mendukung
kelancaran proses pembelajaran.
1) Pelaksanaan tindakan
Proses belajar mengajar pada
siklus I dilaksanakan
mengacu pada RPP yang telah
disusun.
2) Hasil Observasi
Proses observasi aktivitas
peneliti dalam mengajara
dilaksanakan oleh teman
sejawat selama berlangsung
proses belajar mengajar
dengan mengisi lembar
observasi yang telah
disiapkan. Sedangkan untuk
observasi aktivitas siswa
dilaksanakan oleh teman
sejawat juga. Ringkasan data
hasil observasi tersebut dapat
dilihat pada lampiran
3) Hasil Evaluasi
Adapun hasil evaluasi yang
diperoleh pada siklus I untuk
prestasi IPS siswa sebagai
berikut:
Jumlah siswa yang tuntas: 11
Jumlah siswa yang tidak tuntas :
19
Jumlah siswa yang ikut tes: 20
Ketuntasan klasikal: 55 %
Berdasarkan indikator
ketuntasan yang ditetapkan yaitu ≥
85 %, maka pada hasil evaluasi
siklus tersebut belum mencapai
standar ketuntasan untuk prestasi
IPS siswa, hal ini diakibatkan
karena masih ada siswa yang
masih mendapat nilai 70 kebawah.
Sehingga sebelum melanjutkan
pembelajaran ke siklus berikutnya
dilakukan upaya perbaikan dan
penyempurnaan terlebih dahulu
dengan melakukan diskusi dengan
siswa yang mendapat nilai kurang
dari 70 dengan memberikan saran-
saran seperti: 1) sepulang dari
sekolah usahakan belajar kembali
materi yang dipelajari dikelas, dan
2) mengerjakan latihan dengan
serius serta 3) jika belum paham
Page 176
168
dengan materi, anak-anak harus
berani bertanya.
4) Refleksi
Melihat hasil yang diperoleh dari
proses belajar mengajar sampai
hasil evaluasi pada siklus I, masih
belum mencapai hasil yang
diharapkan. Hal ini ditunjukan
oleh data observasi aktivitas siswa.
Diantaranya adalah, kesiapan
siswa untuk menerima pelajaran
masih sangat kurang.
Berdasarkan hasil evaluasi
menunjukan belum tercapainya
hasil yang memuaskan. Dapat
dilihat dari ketuntasan belajar
siswa untuk prestasi IPS siswa
hanya mencapai 55 % dari standar
ketuntasan ≥ 85%.
Untuk merespon komentar
Observer dalam hal ini adalah
teman sejawat, peneliti melakukan
umpan balik kepada observer
tentang apa yang perlu diperbaiki
agar pada siklus selanjutnya dapat
meningkat. Masukan dari Observer
tersebut antara lain: Berusaha
mengarahkan siswa untuk
mengerjakan tugas rumah agar
dikumpulkan pada pertemuan
berikutnya, agar ada persiapan dari
rumah.
b. Siklus II
Siklus II dilaksanakan dengan
melanjutkan pengajaran materi
kegiatan ekonomi masyarakat.
1) Pelaksanaan tindakan
Proses belajar mengajar pada
siklus II dilaksanakan dengan
mengacu pada RPP yang telah
disusun.
2) Hasil Observasi
Proses observasi aktivitas siswa
dilaksanakan oleh teman
sejawat selama berlangsung
proses belajar mengajar dengan
mengisi lembar observasi yang
telah disiapkan. Ringkasan data
hasil observasi tersebut dapat
dilihat pada lampiran
3) Hasil Evaluasi
Adapun hasil evaluasi yang
diperoleh pada siklus II dapat
dilihat pada lampiran. Secara
ringkas hasilnya sebagai
berikut:
Jumlah siswa yang tuntas
: 19 siswa
Jumlah siswa yang belum tuntas
: 1 siswa
Jumlah siswa yang ikut tes : 26
siswa
Ketuntasan klasikal : 95
%
Data tersebut diatas
menunjukan bahwa pada siklus II
sudah mencapai standar ketuntasan
klasikal yaitu 95 %. Persentase
ketuntasannya menunjkan
peningkatan dari siklus
sebelumnya. Karena pada siklus II
ketuntasan klasikalnya telah
mencapai ≥85%, maka tidak perlu
untuk melanjutkan ke siklus
berikutnya.
Page 177
169
Pembahasan
Penelitian tindakan kelas
ini dilakukan dalam dua siklus
dengan menggunakan alat peraga.
Berdasarkan hasil analisis tindakan
dan hasil evaluasi pada siklus I
diketahui bahwa ketuntasan belajar
belum mencapai seperti yang
diharapkan. Hal ini ditunjukan
oleh hasil evaluasinya yaitu
persentase ketuntasannya adalah
55 %, sehingga sebelum
melanjutkan pembelajaran ke
siklus berikutnya dilakukan upaya
perbaikan dan penyempurnaan
terlebih dahulu dengan melakukan
diskusi dan membimbing siswa
yang mendapat nilai kurang dari
70 dengan bimbingan secara
khusus atau individual. Adapun
hasilnya adalah dengan lebih
termotivasi dan antusiasnya siswa
dalam bertanya baik kepada
temannya maupun kepada guru.
Dan juga dapat terlihat pada saat
siswa mengerjakan soal-soal
latihan setelah berdiskusi dan
diberikan bimbingan.
Setelah dilakukan tindakan
pada siklus II yang mengacu pada
perbaikan tindakan dari siklus I
diperoleh hasil yang lebih baik. Ini
ditunjukan dari hasil evaluasi akhir
siklus dimana persentase
ketuntasan klasikal adalah 95 %.
Hal ini berarti tindakan pada siklus
II sudah mencapai standar
ketuntasan klasikal 85 %. Dengan
demikian tidak perlu untuk
melakukan siklus selanjutnya.
Dari proses tindakan dan
hasil yang diperoleh dari siklus I,
maka untuk siklus II menunjukan
hasil yang lebih baik dari siklus
sebelumnya. Berarti
penunggunaan alat peraga dapat
meningkatkan prestasi belajar
IPS siswa. Dan terbukti apa yang
disampaikan oleh Russeffendi
dengan alat peraga dapat
menumbuhkan kegairahan belajar.
Dapat meningkatkan aktivitas dan
kreatifitas. Efisiensi waktu dan
efisiensi motivasi dalam proses
belajar mengajar. Penggunaan alat
peraga dalam proses pembelajaran
bukan merupakan fungsi tambahan
tetapi mempunyai fungsi
tersendiri, sebagai alat bantu untuk
mewujudkan situasi pembelajaran
yang efektif. Penggunaan alat
peraga merupakan bagian yang
integral dari keseluruhan situasi
mengajar. Ini berarti bahwa alat
peraga merupakan salah satu unsur
yang harus dikembangkan guru.
(Ruseffendi,1997:104). Setelah
melakukan penelitian tersebut
peneliti melihat suasana kelas
lebih hidup karena partisipasi
siswa dalam proses belajar
mengajar sangat aktif.
Simpulan
Proses tindakan dan
hasil evaluasi dari penelitian
telah diperoleh, maka dapat
disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut:
Page 178
170
1. Penerapan penggunaan alat
peraga dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa kelas
V SDN Belo
2. Prestasi belajar IPS siswa
tersebut ditunjukan oleh
aktivitas siswa dalam kelas
dan hasil evaluasi tiap
akhir siklus. Pada siklus I,
persentase ketuntasan
sebesar 55 % dan pada
siklus II dengan persentase
ketuntasan 95 %.
DAFTAR PUSTAKA
Arief Sardiman. S. 1986. Media
Pendidikan, Pengertian,
Pengembangan dan
Pemanfaatannya, Jakarta :
Rajawali
Aqib, 2003. Pendidikan Guru
Berdasarkan Pendekatan
Kompetensi, Jakarta : PT.
Bumi Aksara
Djamarah, Saiful, Bahri, 1994.
Prestasi Belajar dan
Kompetensi Guru, Usaha
Nasional : Surabaya-
Indonesia
Depdiknas, 1997. Efektivitas
pembelajaran biologi di
SMP, Jakarta : Rineka Cipta
Dimyati dan Mudjiono, 2006.
Efektivitas pembelajaran
pada SMP, Jakarta : Rineka
Cipta
_______, 1980. Media
Pendidikan, Bandung : Citra
Aditya
Lexi J. Moleong, 2006.
Metodelogi Penelitian
Kualitatif. Bandung :
Remaja Rosdakarya
Muhibbin, Syah, 2007. Psikologi
Belajar, PT. Rajagrafindo
Persada:Jakarta
Nurkencana, 1990. Evaluasi Hasil
Belajar, Surabaya : Usaha
Nasional
________, 2003. Evaluasi Hasil
Belajar, Surabaya : Usaha
Nasional
Nurbatni, 2005. Media
Pendidikan, Bandung : Citra
Aditya
Nur, Muhammad. 2002.
Pengantar pada
Pengelolaan Kelas,
Surabaya : Unesa Press
Nasution, 1982. Didaktik Azas-
azas Mengajar, Bandung
Hamalik, Oemar. 1994. Media
Pendidikan, Bandung : Citra
Aditya
Purwanto, 1984. Belajar dan
Pembelajaran, Bandung
Poerwarminta, 1984. Efektifitas
Penggunaan Media di
Page 179
171
SD, Bandung : Citra
Aditya
Riyanto, 1996. Metodologi
Penelitian Pendidikan,
Surabaya : SIC
Sudjana, Nana, 2004. Dasar-
Dasar Proses Belajar
Mengajar, Bandung :
Sinar Baru Algensindo
Slameto, 2003. Belajar dan
Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya, PT.
Rineka Cipta:Jakarta
_______, 1995. Belajar dan
Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya, PT.
Rineka Cipta:Jakarta
Suyanto, 1997. Pedoman
Pelaksanaan Penelitian
Tindakan Kelas 1-III, DI
IKIP:Yogyakarta
Subroto, 1977. Belajar Tuntas
pada mata pelajaran IPA,
Jakarta : PT. Rajagrafindo
Persada
Suharsimi, Arikunto, 2007.
Penelitian Tindakan
Kelas, Bumi
Aksara:Jakarta
______,2002. Prosedur
Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek,
Rineka Cipta:Jakarta
_______,2006. Prosedur
Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek,
Rineka Cipta:Jakarta
_______,1998. Prosedur
Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek,
Rineka Cipta:Jakarta
Undang-Undang No. 20, 2006.
Sistem Pendidikan
Nasional, Jakarta :
Depdiknas
Rusman. 2008. Manajemen
Kurikulum: Seri
Manajemen Sekolah
Bermutu. Bandung: Mulia
Mandiri Press.
Sagala, Saiful. 2005. Konsep
dan Makna
Pembelajaran. Bandung:
Al-fabeta.
Santoso, Djoko.Tanpa Tahun.
Materi Kuliah Desain
Pembelajaran.
Sukmadinata, Nana Syaodih.
2004. Kurikulum dan
Pembelajaran
Kompetensi. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Susilana, R., dkk. 2006.
Kurikulum dan
Pembelajaran. Ed. 2.
Bandung: Jurusan
Kutekpen
FIP UPI.
Syahdan. 2006. Materi
Perkuliahan Magister
Manajemen Pendidikan:
Disain Pembelajaran.
Mataram: FKIP Unram.
Page 180
172
METODE PEMBELAJARAN IMAJINATIF DALAM
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MENGARANG BAHASA
INDONESIA PADA SISWA KELAS V SDN 8 SAPE TAHUN
PELAJARAN 2009/2010.
Faridah
GURU KELAS V SD NEGERI 8 SAPE
ABSTRAK
Kata kunci: mengarang bahasa indonesia, metode pembelajaran imajinatif
Penelitian ini berdasarkan permasalahan, (a) Seberapa jauh
peningkatan prestasi belajar siswa dengan diterapkannya metode
pembelajaran imajinatif dalam belajar bahasa Indonesia pada siswa Kelas V
SDN 8 Sape Tahun Pelajaran 2009/2010? (b) Bagaimanakah pengaruh
metode pembelajaran imajinatif terhadap motivasi belajar bahasa Indonesia
pada siswa Kelas V SDN 8 Sape Tahun Pelajaran 2009/2010?
Tujuan penelitian tindakan ini adalah: (a) Mengetahui peningkatan
prestasi belajar siswa setelah diterapkannya metode pembelajaran imajinatif
pada siswa Kelas V SDN 8 Sape Tahun Pelajaran 2009/2010. (b) Mengetahui
pengaruh motivasi belajar siswa setelah diterapkan metode pembelajaran
imajinatif dalam belajar bahasa Indonesia pada siswa Kelas V SDN 8 Sape
Tahun Pelajaran 2009/2010.
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research)
sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu:
rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian
ini adalah siswa SDN 8 Sape. Data yang diperoleh berupa hasil tes tanya
jawab, lembar observasi kegiatan belajar mengajar.
Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami
peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (70,73%), siklus II
(80,50%), siklus III (90,24%).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah merode pembelajaran imajinatif
dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar Siswa SDN 8 Sape, serta
model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif
pembelajaran mengarang bahasa Indonesia.
A. Latar Belakang
Di dalam pengajaran
Bahasa Indonesia, ada tiga aspek
yang perlu diperhatikan, yaitu
aspek pengetahuan/kompetensi,
skill dan sikap. Ketiga aspek itu
berturut-turut menyangkut ilmu
pengetahuan, perasaan, dan
keterampilan atau kegiatan
berbahasa. Ketiga aspek tersebut
harus berimbang agar tujun
pengajaran bahasa yang
sebenarnya dapat dicapai. Kalau
Page 181
173
pengajaran bahasa terlalu banyak
mengotak-atik segi gramatikal
saja (teori), murid akan tahu
tentang aturan bahasa, tetapi
belum tentu dia dapat
menerapkannya dalam tuturan
maupun tulisan dengan baik.
Bahasa Indonesia erat
kaitannya dengan guru bahasa
Indonesia, yakni orang-orang
yang tugasnya setiap hari
membina pelajaran bahasa
Indonesia. Dia adalah orang yang
merasa bertanggung jawab akan
perkembangan bahasa Indonesia.
Dia juga yang akan selalu
dituding oleh masyarakat bila
hasil pengajaran bahasa Indonesia
di sekolah tidak memuaskan.
Berhasil atau tidaknya pengajaran
bahasa Indonesia memang di
antaranya ditentukan oleh faktor
guru, disamping faktor-faktor
lainnya, seperti faktor murid,
metode pembelajaran, kurikulum
(termasuk silabus), bahan
pengajaran dan buku, serta yang
tidak kalah pentingnya ialah
perpustakaan sekolah dengan
disertai pengelolaan yang
memadai.
Sekolah kita pada
umumnya agak mengabaikan
pelajaran mengarang. Ada
beberapa faktor penyebabnya
yaitu, (1) sistem ujian yang
biasanya menjabarkan soal-soal
yang sebagian besar besifat
teoritis, (2) kelas yang terlalu
besar dengan jumlah murid
berkisar antara empat puluh
sampai lima puluh orang.
Materi ujian yang bersifat
teoritis dapat menimbulkan
motivasi guru bahasa
mengajarkan materi mengarang
hanya untuk dapat menjawab
soal-soal ujian, sementara aspek
keterampilan diabaikan.
Sedangkan dengan kelas yang
besar konsekuensi biasanya guru
enggan memberikan pelajaran
mengarang, karena ia harus
memeriksa karangan murid-
muridnya yang berjumlah
mencapai empat puluh sampai
lima puluh lembar, kadang hal itu
masih harus berhadapan dengan
tulisan-tulisan siswa yang
notabene sulit dibaca. Belum lagi
ia harus mengajar lebih dari satu
kelas atau mengajar di sekolah
lain, berarti yang harus diperiksa
empat puluh kali sekian lembar
karangan. Oleh karena itu, tidak
jarang guru yang menyuruh
muridnya mengarang hanya
sebulah sekali atau bahkan
sampai berbulan-bulan.
Disamping hal-hal
tersebut, ada asumsi sebagian
guru yang menganggap tugas
mengarang yang diberikan
kepada siswa terlalu
memberatkan atau tugas itu
terlalu berat untuk siswa,
sehingga ia merasa kasihan
memberikan beban berat tersebut
kepada siswanya. Ia terlalu
pesimis dengan kemampuan
muridnya. Asumsi tersebut tidak
bisa dibenarkan, karena justru
dengan seringnya latihan-latihan
yang diberikan akan membuat
siswa terbiasa dengan hal itu. Kita
tahu baha ketermpilan berbahasa
akan dapat dicapai dengan baik
bila dibiasakan. Kalau guru selalu
Page 182
174
dihantui oleh perasaan ini dan itu,
bagaimana muridnya akan
terbiasa menggunakan bahasa
dengan sebaik-baiknya?
Berdasarkan paparan
tersebut, maka dalam penelitian
ini diberi judul “Metode
Pembelajaran Imajinatif dalam
Meningkatkan Prestasi Belajar
Mengarang Bahasa Indonesia
Pada Siswa Kelas V SDN 8 Sape
Tahun Pelajaran 2009/2010”.
B. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan
permasalahan di atas,
penelitian ini bertujuan untuk:
1. Ingin mengetahui peningkatan
prestasi belajar siswa setelah
diterapkannya metode
pembelajaran imajinatif pada
siswa Kelas V SDN 8 Sape
Tahun Pelajaran 2009/2010.
2. Ingin mengetahui motivasi
belajar siswa setelah
diterapkan metode
pembelajaran imajinatif dalam
belajar bahasa Indonesia pada
siswa Kelas V SDN 8 Sape
Tahun Pelajaran 2009/2010.
KAJIAN PUSTAKA
A. Strategi Kognitif
Penilaian takosonomi B.S.
Bloom (dalam Yamin, 2005:2)
tentang ranah kognitif terbagi
dalam tiga kelompok, kelompok
pengetahuan rendah, menengah
dan tinggi. Aplikasi pada tingkat
sekolah lanjutan sudah dimulai
pengemblengan secara matang
pada masing-masing tingkat,
misalnya siswa kelas I SLTP
mereka telah memiliki
kemampuan pengetahuan dan
merupakan tujuan tersebut, siswa-
siswa harus mampu
memindahkan pengetahuan ke
dalam dirinya dan merupakan
transfer of knowledge, maka hal
demikian dapat disebut strategi
kognitif.
Kemampuan kognisi
tertinggi menurut Gagne (dalam
Yamin, 2005:2) adalah strategi
kognisi, atau analisis, sintesis dan
evaluasi juga kemampuan kognisi
tertinggi menurut Bloom. Strategi
kognitif ini dapat dipelajari oleh
siswa-siswa dengan guru,
kemampuan ini lebih banyak
mengajak siswa berpikir dengan
memberi bahan atau materi
pelajaran yang mana siswa dapat
memecahkannya, baik di dalam
kelas maupun di dalam kehidupan
sehari-hari di luar sekolah. Guru
yang berhasil memberi materi
terhadap siswa adalah guru yang
mampu mengembangkan
kemampuan berpikir siswanya.
Strategi kognitif (Gagne,
1974) (dalam Yamin, 2005:5)
adalah kemampuan internal
seseorang untuk berpikir,
memecahkan masalah, dan
mengambil keputusan.
Kemampuan strategi kognitif
menyebabkan proses berpikir
unik di dalam menganalisis,
memecahkan masalah, dan di
dalam mengambil keputusan.
Kemampuan dan keunikan
berpikir tersebut sebagai
executive control, atau disebut
dengan control tingkat tinggi,
yaitu analisis yang tajam, tepat
dan akurat. Hal ini dapat kita lihat
dalam kehidupan dunia politik
Indonesia kini, mereka yang
Page 183
175
memiliki kemampuan kognisi
yang tinggi sebegitu mudah
memecahkan masalah akan tetapi
begitu mudah pula membalik
fakta, konsep, dan prinsip atas
kepentingan politik yang mereka
dukung, demikian sebaliknya
kemampuan kognisi rendah
mereka tiada pernah mengambil
terobosan hanya pak turut saja.
B. Pengertian Kalimat Langsung
dan Tak Langsung
Kalimat langsung yaitu
kalimat berita yang memuat
peristiwa atau kejadian dan
sumber lain yang langsung ditiru,
dikutip, atau mengulang kembali
ujaran dan sumber tersebut.
Kalimat tidak langsung yaitu
kalimat berita yang memuat
peristiwa atau kejadian dan
sumber lain, yang kemudian
diubah susunannya oleh penutur.
Artinya, tidak menirukan sumber
itu (Ambary, dkk. 1999:56).
C. Metode Pembelajaran
Imajinatif
1. Uraian Singkat
Melalui imaji visual,
siswa dapat menciptakan
gagasan mereka sendiri. Imaji
cukup efektif sebagai
suplemen kreatif dalam proses
belajar bersama. Cara ini juga
bisa berfungsi sebagai papan
loncat menuju proyek atau
tugas independen yang pada
awalnya mungkin tampak
membuat siswa kewalahan.
2. Prosedur
a. Perkenalkan topik yang
akan dibahas. Jelaskan
kepada siswa bahwa mata
pelajaran ini menuntut
kreativitas dan bahwa
penggunaan imaji visual
dapat membantu upaya
mereka.
b. Perintahkan siswa untuk
menutup mata.
Perkenalkan latihan
relaksasi yang akan
membersihkan pikiran-
pikiran yang ada sekarang
dari benar siswa. Gunakan
musik latar, lampu
temaran, dan pernafasan
untuk bisa mencapai hasil.
c. Lakukan latihan
pemanasan untuk
membukan “mata batin”
mereka. Perintahkan
siswa, dengan mata
mereka tertutup, untuk
berupaya menggambarkan
apa yang terlihat dan apa
yang terdengar, misalnya
ruang tidur mereka, lampu
lalulintas sewaktu berubah
warna, dan rintik hujan.
d. Ketika para siswa merasa
rileks dan terpanaskan
(setelah latihan
pemanasan),
e. Sewaktu menggambarkan
imajinya, berikan selang
waktu hening secara
regular agar siswa dapat
membangun imaji visual
mereka sendiri. Buatlah
pertanyaan yang
mendorong penggunaan
semua indera,
f. Akhiri pengarahan imaji
dan instruksikan siswa
untuk mengingat imaji
Page 184
176
mereka. Akhiri latihan itu
dengan perlahan.
g. Perintahkan siswa untuk
membentuk kelompok-
kelompok kecil dan
berbagi pengalaman imaji
mereka. Perintahkan
mereka untuk menjelaskan
imaji mereka satu sama
lain dengan menggunaan
sebanyak mungkin
penginderaan. Atau
perintahkan mereka
imajinasikan.
3. Variasi
a. Setelah siswa mengingat
kembali bagaimana
mereka akan bertindak
dalam situasi tertentu,
perintahkan mereka untuk
merencanakan bagaimana
mereka akan benar-benar
bertindak berdasarkan apa
yang mereka pikirkan.
b. Lakukan latihan imaji di
mana siswa mengalami
kegagalan. Selanjutnya
perintahkan mereka untuk
membayangkan atau
mengimajinasikan sebuah
keberhasilan.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini mengacu pada
perbaikan pembelajaran yang
berkesinambungan. Kemmis dan
Taggart (1988:14) (dalam Arikunto,
2002: 83), menyatakan bahwa model
penelitian tindakan adalah berbentuk
spiral. Tahapan penelitian tindakan
pada suatu siklus meliputi
perencanaan atau pelaksanaan
observasi dan refleksi. Siklus ini
berlanjut dan akan dihentikan jika
sesuai dengan kebutuhan dan dirasa
sudah cukup.
Alur penelitian:
1. Rancangan/rencana awal,
sebelum mengadakan
penelitian peneliti menyusun
rumusan masalah, tujuan dan
membuat rencana tindakan,
termasuk di dalamnya
instrument penelitian dan
perangkat pembelajaran.
2. Kegiatan dan pengamatan,
meliputi tindakan yang
dilakukan oleh peneliti
sebagai upaya membangun
pemahaman konsep siswa
serta mengamati hasil atau
dampak dari diterapkannya
metode pengajaran berbasis
tugas proyek.
3. Refleksi, peneliti mengkaji,
melihat dan
mempertimbangkan hasil atau
dampak dari tindakan yang
dilakukan berdasarkan lembar
pengamatan yang diisi oleh
pengamat.
4. Rancangan/rencana yang
direfisi, berdasarkan hasil
refleksi dari pengamat
membuat rangcangan yang
direfisi untuk dilaksanakan
pada siklus berikutnya.
Observasi dibagi dalam
tiga putaran, yaitu putaran 1, 2,
dan 3, dimana masing putaran
dikenai perlakuan yang sama
(alur kegiatan yang sama) dan
membahasa satu sub pokok
bahasan yang diakhiri dengan tes
formatif di akhir masing putaran.
Dibuat dalam tiga putaran
dimaksudkan untuk memperbaiki
Page 185
177
sistem pengajaran yang telah
dilaksanakan
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian
adalah tempat yang digunakan
dalam melakukan penelitian
untuk memperoleh data yang
diinginkan. Penelitian ini
bertempat di SDN 8 Sape
Kecamatan Sape Kabupaten
Bima tahun Pelajaran
2009/2010.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian
adalah waktu berlangsungnya
penelitian atau saat penelitian
ini dilangsungkan. Penelitian
ini dilaksanakan pada bulan
Maret semester genap tahun
pelajaran 2009/2010.
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah
siswa-siswi Kelas V SDN 8 Sape
tahun Pelajaran 2009/2010 pokok
bahasan mengarang.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen yang
digunakan dalam penelitian
ini terdiri dari:
1. Silabus
Yaitu seperangkat
rencana dan pengaturan
tentang kegiatan pembelajaran
pengelolahan kelas, serta
penilaian hasil belajar.
2. Rencana Pelajaran (RP)
Yaitu merupakan
perangkat pembelajaran yang
digunakan sebagai pedoman
guru dalam mengajar dan
disusun untuk tiap putaran.
Masing-masing RP berisi
kompetensi dasar, indikator
pencapaian hasil belajar,
tujuan pembelajaran khusus,
dan kegiatan belajar
mengajar.
3. Tugas mengarang
Tes ini disusun
berdasarkan tujuan
pembelajaran yang akan
dicapai, digunakan untuk
mengukur kemampuan
pemahaman kalimat langsung
dan tidak langsung pada
pokok bahasan mengarang.
D. Analisis Data
Untuk ketuntasan belajar
ada dua kategori ketuntasan
belajar yaitu secara perorangan
dan secara klasikal. Berdasarkan
petunju pelaksanaan belajar
mengajar kurikulum 1994
(Depdikbud, 1994), yaitu seorang
siswa telah tuntas belajar bila
telah mencapai skor 65% atau
nilai 65, dan kelas disebut tuntas
belajar bila di kelas tersebut
terdapat 85% yang telah
mencapai daya serap lebih dari
atau sama dengan 65%. Untuk
menghitung persentase ketuntasan
belajar digunakan rumus sebagai
berikut:
%100...
xSiswa
belajartuntasyangSiswaP
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
A. Analisis Data Penelitian
Persiklus
1. Siklus I
a. Tahap Perencanaan
b. Tahap Kegiatan dan
Pelaksanaan
Page 186
178
Adapun data hasil penelitian pada siklus I adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.1 Hasil Tugas Mengarang Siswa Pada Siklus I No. Kategori Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Benar semua
Benar sebagian
Salah semua
Tanpa percakapan
16
13
6
6
39,02%
31,71%
14,63%
14,63%
c. Refleksi
Dalam
pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar diperoleh
informasi dari hasil
pengamatan sebagai
berikut:
1) Guru kurang baik
dalam memotivasi
siswa dan dalam
menyampaikan tujuan
pembelajaran
2) Guru kurang baik
dalam pengelolaan
waktu
3) Siswa kurang begitu
antusias selama
pembelajaran
berlangsung
2. Siklus II
a. Tahap perencanaan
Pada tahap ini
peneliti mempersiapkan
perangkat pembelajaran
yang terdiri dari rencana
pelajaran 2, tugas
mengarang II dan alat-alat
pengajaran yang
mendukung. Selain itu
juga dipersiapkan lembar
observasi pengelolaan
belajar aktif dan lembar
observasi guru dan siswa.
b. Tahap kegiatan dan
pelaksanaan
Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai
berikut.
Tabel 4.2. Hasil Tugas Mengarang Siswa Pada Siklus II No. Kategori Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Benar semua
Benar sebagian
Salah semua
Tanpa percakapan
18
15
4
4
43,92%
36,58%
9,75%
9,75%
c. Refleksi
Dalam
pelaksanaan kegiatan
belajar diperoleh
informasi dari hasil
pengamatan sebagai
berikut:
1) Memotivasi siswa
2) Membimbing siswa
merumuskan
kesimpulan/menem
ukan konsep
3) Pengelolaan waktu
3. Siklus III
a. Tahap Perencanaan
Page 187
179
b. Tahap kegiatan dan pengamatan
Adapun data hasil penelitian pada siklus III adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.3. Hasil Tugas Mengarang Siswa Pada Siklus III No. Kategori Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Benar semua
Benar sebagian
Salah semua
Tanpa percakapan
21
16
4
-
51,22%
39,02%
9,76%
-
c. Refleksi
Pada tahap ini
akah dikaji apa yang
telah terlaksana dengan
baik maupun yang masih
kurang baik dalam
proses belajar mengajar
dengan penerapan
belajar aktif.
.
B. Pembahasan
1. Ketuntasan Hasil belajar
Siswa
Melalui hasil
peneilitian ini menunjukkan
bahwa cara belajar aktif
model pengajaran imajinatif
memiliki dampak positif
dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa. Hal
ini dapat dilihat dari
semakin mantapnya
pemahaman siswa terhadap
materi yang disampaikan
guru (ketuntasan belajar
meningkat dari sklus I, II,
dan III) yaitu masing-masing
70,73%, 80,50%, dan
90,24%. Pada siklus III
ketuntasan belajar siswa
secara klasikal telah
tercapai.
2. Kemampuan Guru dalam
Mengelola Pembelajaran
Berdasarkan analisis
data, diperoleh aktivitas
siswa dalam proses belajar
aktif dalam setiap siklus
mengalami peningkatan. Hal
ini berdampak positif
terhadap prestasi belajar
siswa yaitu dapat
ditunjukkan dengan
meningkatnya nilai rata-rata
siswa pada setiap siklus
yang terus mengalami
peningkatan.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil kegiatan
pembelajaran yang telah
dilakukan selama tiga siklus,
dan berdasarkan seluruh
pembahasan serta analisis yang
telah dilakukan dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Pembelajaran dengan cara
belajar aktif model
pengajaran imajinatif
memiliki dampak positif
dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa yang
ditandai dengan peningkatan
ketuntasan belajar siswa
dalam setiap siklus, yaitu
siklus I (70,73%), siklus II
(80,50%), siklus III
(90,24%).
Page 188
180
2. Penerapan cara belajar aktif
model pengajaran imajinatif
mempunyai pengaruh
positif, yaitu dapat
meningkatkan motivasi
belajar siswa yang
ditunjukan dengan rata-rata
jawaban siswa yang
menyatakan bahwa siswa
tertarik dan berminat dengan
model belajar aktif sehingga
mereka menjadi termotivasi
untuk belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Ambary, Abdullah, dkk. 1999.
Penuntun Terampil berbahasa
Indonesia dan Petunjuk Guru.
Bandung: Trigenda Karya.
Arikunto, Suharsimi, 2002.
Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek. Jakarta:
PT Rineksa Cipta.
Badudu, J.S. 1988. Cakrawala
Bahasa Indonesia. Inilah
Bahasa Indonesia yang Benar.
Jakarta: Gramedia.
Hadi, Sutrisno. 1984. Metodologi
Research. Jilid I. Yogyakarta:
Fakultas Psikologi UGM.
Harisiati, Titik. 1999. Penelitian
Tindakan Sebagai Aplikasi
Metode Ilmiah dan
Pemecahan Masalah
Pembelajaran Bahasa. Dalam
Seminar FPBS IKIP Malang.
Mariskan, A. 1982. Ikthisar Bahasa
Indonesia untuk SMP.
Jakarta.Edumedia
Melvin. L. Silberman. 2007. Active
Learning. 101 Cara Belajar
Siswa Aktif. Bandung: Nuansa
dan Nusamedia.
Mukhlis, Abdul. (Ed). 2003.
Penelitian Tindakan Kelas.
Makalah Panitian Pelatihan
Penulisan Karya Ilmiah untuk
Guru-guru se-Kabupaten
Tuban.
Nurkancana, Wayan. 1986. Evalusi
Pendidikan. Surabaya: Usaha
Nasional.
Poerwadarminta, WJS. 1979. ABC
Karang Mengarang.
Yokyakarta. UP.
Poerwadarminta. W.J.S. 1987.
Kamus Umum Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005.
Metodologi Penelitian
Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Sumardi & Nur Anggraeni. 2005.
Terampil Berbahasa
Indonesia Untuk SMP.
Jakarta: Erlangga.
Page 189
181
UPAYA MENINGKATAN HASIL BELAJAR PAI DALAM MATERI
ASMAUL HUSNA MELALUI METODE INDEX CARD
MATCH SISWAKELAS II SDN PARADO KECAMATAN
PARADO KABUPATEN BIMA TAHUN PELAJARAN
2013/2014.
FATIMAH.
GURU SDN PARADO
ABSTRAK
Kata kunci: Meningkatkan, Hasil Belajar, Asmaul Husna, Metode index
card match
Penelitian ini dilatar belakangi adanya siswa yang masih kesulitan dalam
menghapal nama-nama ALLAH dalam Asmaul husna, siswa kurang terlibat
aktif siswa dalam proses pembelajaran, dan masih rendahnya nilai rata-rata
siswa dalam mengusai materi asmaul husna ini.
Adapun penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan pada
kelas II SDN Teluk Pinang yang berjumlah 5 orang terbagi pada 3 orang laki-
laki dan 2 orang perempuan. Teknik dan alat pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah tes, observasi dan diskusi yang dilakukan dalam 2
siklus.
Temuan penelitian yakni pertama, penerapan metode index card match
dimana siswa mencari pasangan nama Asmaul Husna dan artinya, yang
kemudian mengisi LKS dan mempersentasikan temuannya ke depan kelas.
Kedua, metode index card match dapat meningkatkan hasil belajar siswa
dalam materi asmaul Husna, hal ini dapat dilihat pada : a. Siklus I rata-rata
6,6 pada pertemuan pertama dan rata-rata 6,8 pada pertemuan kedua,
kemudian dilanjutkan ke siklus II rata-rata 8,4 pada pertemuan pertama dan
9,6 pada pertemuan kedua. Sehingga rata–rata semua pertemuan adalah
78,50, dengan demikian rata-rata hasil belajar persiklus terlihat
kecenderungan meningkat, dimana pada siklus I ke siklus II peningkatan
sebesar 2,3. b. Berdasarkan pada hasil observasi memperlihatkan bahwa
terjadi peningkatan aktivitas siwa pada siklus I sudah mendapatkan hasil
yang baik, maka siklus I adalah 93,33 pada pertemuan pertama dan 97,78
pada pertemuan kedua. Pada siklus II pertemuan pertama sebesar 97,78 dan
pada pertemuan kedua mancapai 100%.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Guru yang profesional
tentu memiliki kompetensi
dalam bidangnya. Disamping
memiliki kompetensi
profesional yang berarti
menguasai bidang yang
Page 190
182
diampunya, guru harus memiliki
kompetensi pedagogik yaitu
menguasai metodik
pembelajaran baik penguasaan
kurikulum, merancang proses
pembelajaran, melaksanakan
proses pembelajaran,
mengadakan evaluasi dan
analisa pembelajaran serta
melaksanakan program tindak
lanjut. Disamping itu guru
dituntut memiliki kompetensi
kepribadian dan kompetensi
sosial. Tentunya guru harus
memiliki kemampuan
berkomunikasi dengan baik
terhadap lingkungannya.
Guru mencapai kualitas
peserta didik dilihat dari potensi
seperti yang dinyatakan di atas
titik tolaknya tidak lain adalah
kegiatan pembelajaran yang
dilakukan oleh guru beserta para
siswanya sebagai subyek
belajar. Sebagaimana yang
dinyatakan dalam Undang-
Undang Sistem Pendidikan
Nasional (UUSPN) No.20 tahun
2003 yaitu bahwa pembelajaran
adalah proses interaksi peserta
didik dengan pendidikan dan
sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar.
Karenanya proses
pembelajaran yang dimotori
oleh guru haruslah direncanakan
dan dilaksanakan secara mantap
sehingga dapat mencapai tujuan
dan hasil belajar secara
maksimal.
Berdasarkan pengalaman,
nilai rata-rata pembelajaran
materi Asmaul Husna masih
rendah. Dari rata-rata nilai yang
diperoleh tersebut sudah
sepatutnya menjadi perhatian
bersama, mengingat Asmaul
Husna adalah mengenai sifat
wajib dari Allah yang
merupakan hal penting yang
harus dipahami anak. Nilai yang
didapatkan tersebut hanya bukan
hanya bersifat kognitif, namun
nilai yang diharapkan tergambar
dalam sikap afektif anak.Nilai
yang tinggi di barengi dengan
sikap dan perilaku yang baik
dalam kehidupan merupakan
harapan bersama.
Guru yang baik adalah
guru yang mampu memilih dan
menggunakan metode,strategi
dan media yang tepat dalam
pembelajaran. Kenyataan
dilapangan, kendala utama
dalam menentukan penggunaan
metode, seringkali kurang pas
dengan yang dalam tujuan
instruksional. Metode ceramah
seringkali menjadi bahan
andalan. Padahal berbagai
metode lain masih ada yang
lebih tepat sesuai dengan tujuan
instruksional.
Metode Index Card Match
adalah mencari jodoh kartu
tanya jawab yang dilakukan
secara berpasangan. Metode
pembelajaran Index card match
merupakan metode
pembelajaran yang menuntut
siswa untuk bekerja sama dan
dapat meningkatkan rasa
tanggung jawab siswa atas apa
yang dipelajari dengan cara
yang menyenangkan. Siswa
saling bekerja sama dan saling
membantu untuk menyelesaikan
Page 191
183
pertanyaan dan melemparkan
pertanyaan kepada pasangan
lain. Kegiatan belajar bersama
ini dapat membantu memacu
belajar aktif dan kemampuan
untuk mengajar melalui kegiatan
kerjasama kelompok kecil yang
memungkinkan untuk
memperoleh pemahaman dan
penguasaan materi.
B. Hipotesis Tindakan
Dengan diterapkannya
metode index card match dapat
meningkatkan hasil belajar
siswa kelas II dalam membaca
Asmaul Husna di SDN Parado
C. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui cara kerja
metode index card match
dapat meningkatkan hasil
belajar siswa dalam
membaca Asmaul Husna
b. Untuk mengetahui
peningkatan nilai rata-rata
dalam hasil belajar dalam
membaca Asmaul Husna
melalui metode index card
match kelas II SDN Parado .
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Hasil Belajar PAI
Bloom seperti yang dikutip
Anita Woolfolk mengklasifikasikan
hasil belajar dalam tiga ranah yaitu
ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Ranah kognitif
terbagi dalam 6 tingkatan yaitu
ingatan, pemahaman, aplikasi,
analisis, evaluasi, dan kreativitas.
Ranah afektif terbagi menjadi 5
tingkatan yaitu penerimaan,
penanggapan, penghargaan,
pengorganisasian, dan penjatidirian.
Ranah psikomotorik terbagi menjadi
4 tingkatan yaitu peniruan,
manipulasi, artikulasi, dan
pengalamiahan.
Sedangkan Anderson telah
merevisi ketiga ranah dari Bloom
tersebut ke dalam 4 (empat) domain
pengetahuan, yakni fakta, konsep,
prosedur, dan meta-kognitif. Dalam
Garis-Garis Besar Program
Pembelajaran (GBPP) Pendidikan
Agama Islam di sekolah umum,
dijelaskan bahwa pendidikan
Agama Islam adalah usaha sadar
untuk menyiapkan siswa dalam
meyakini, memahami, menghayati,
dan mengamalkan agama Islam
melalui kegiatan bimbingan,
pembelajaran, atau latihan dengan
memperhatikan tuntutan untuk
menghormati agama lain dalam
hubungan kerukunan antar umat
beragama dalam masyarakat untuk
mewujudkan persatuan nasional.
2. Pengertian Asmaul Husna
Asmaul Husna adalah
sesuatu yang sangat penting.
Pendidikan Asmaul Husna perlu
diberikan sejak dini termasuk
tingkat anak sekolah dasar.
Pemahaman tentang materi Asmaul
Husna yang baik, di harapkan
menjadi acuan dalam menerapkan
membaca Asmaul Husna. Asmaul
Husna dijelaskan dalam Al-qur‟an,
yaitu pada ayat-ayat sebagai
berikut:
1. Surat Thaahaa ayat 8
“
Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang
berhak disembah) melainkan Dia.
Dia mempunyai al asmaaul husna
Page 192
184
(nama-nama yang baik)”, [QS.
THAHA 20:8]
Ayat tersebut merupakan berita
tentang adanya Asmaul Husna.
2. Surat Al A‟raaf ayat 180
“Hanya milik Allah asmaa-ul husna,
maka bermohonlah kepada-Nya
dengan menyebut asmaa-ul husna itu
dan tinggalkanlah orang-orang yang
menyimpang dari kebenaran dalam
(menyebut) nama-nama-Nya. Nanti
mereka akan mendapat balasan
terhadap apa yang telah mereka
kerjakan”. [QS. Al A‟raaf ayat 180].
Tujuan membaca Asmaul Husna
adalah untuk mendekatkan diri
kepada Allah. Asmaul Husna
merupakan do‟a yang efektif karena
mudah dibaca, pendek , ringan
namun lengkap, menyeluruh,
menyangkut urusan dunia akhirat,
serta memperoleh jaminan surga.
Pengertian dan Langkah-langkah
Metode index card match Metode Index card match
Menurut Marwan, Bona adalah
Metode pemecahan masalah yang
digunakan dalam meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar siswa.
Metode pembelajaran Index card
match dapat memupuk kerja sama
siswa dalam menjawab pertanyaan
dengan mencocokkan kartu indeks
yang ada di tangan mereka. Proses
pembelajaran ini lebih menarik
karena siswa mencari pasangan
sambil belajar mengenai suatu konsep
atau topik dalam suasana yang
menyenangkan.
Dalam metode ini siswa
harus mengerjakan banyak
tugas. Mereka harus
menggunakan otak, mengkaji
gagasan, memecahkan masalah,
dan menerapkan apa yang
mereka pelajari. Belajar juga
harus gesit, menyenangkan,
bersemangat dan penuh gairah.
Siswa bahkan sering
meninggalkan tempat duduk
mereka, bergerak leluasa dan
berfikir keras. Dengan demikian
metode ini membuat siswa
terbiasa aktif mengikuti
pembelajaran sehingga aktivitas
siswa meningkat. Metode
pembelajaran Index card match
dapat melatih pola pikir siswa
karena dengan metode ini siswa
dilatih kecepatan berpikirnya
dalam mempelajari suatu konsep
atau topik melalui pencarian
kartu jawaban atau kartu soal,
setiap siswa pasti mendapat
pasangan kartu yang cocok lalu
mendiskusikan hasil pencarian
pasangan kartu yang sudah
dicocokkan oleh siswa bersama
pasangannya dan siswa lainnya.
Dengan mendiskusikan bersama
pasangannya maka siswa akan
lebih mengerti dengan konsep
materi yang sedang dipelajari.
Karena pembelajaran ini
dilakukan dalam suasana yang
menyenangkan, maka
diharapkan dapat meningkatkan
semangat dan aktivitas siswa
dalam belajar siswa dalam
kegiatan belajar.
Page 193
185
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
1. Pendekatan penelitian
Penelitian ini
menggunakan pendekatan
kualitatif dengan model
penelitian tindakan kelas.
Secara garis besar
Penelitian Tindakan Kelas
terdapat 4 tahapan yang
lazim dilalui:
a. Menyusun rancangan
tindakan
(planning/perencanaan)
b. Pelaksanaan Tindakan
(acting)
c. Pengamatan (observing)
d. Refleksi (reflecting)
B. Subjek penelitian Subjek penelitian adalah
siswa kelas II SDN Parado
Tahun pelajaran 2013/2014
yang berjumlah 5 orang siswa,
terdiri dari 3 orang siswa laki-
laki dan 2 orang siswa
perempuan.
C. Data dan Teknik
Pengumpulan Data
1. Sumber data
Dalam penelitian ini,
data diperoleh dari guru
mata pelajaran PAI dan
siswa kelas II SDN Parado
pada semester I tahun
pelajaran 2013/ 2014
2. Jenis data
Jenis data yang
dikumpulkan dalam
penelitian ini berupa data
kualitatif dan kuantitatif.
1) Data kualitatif
Berupa observasi
terhadap aktivitas belajar
siswa dalam
menyelesaikan tugas
kelompok dan aktivitas
pembelajaran yang
dilakukan oleh guru PAI
selama 2x35 menit
terhadap tahapan-
tahapan mengajar.
2) Data kuantitatif
Berupa nilai hasil
belajar yang diperoleh
siswa yang terdiri dari
nilai tes akhir dan tes
formatif.
3. Teknik pengambilan data
a. Observasi
Terhadap aktivitas
belajar siswa
menyelesaikan tugas
yang dilakukan
dengan metode index
card match
Kegiatan
pembelajaran yang
dilakukan oleh guru
selama mengajar
dengan waktu 2x35
menit. Untuk ini
dilakukan oleh teman
sejawat (guru
sejawat)
b. Test
Mendapatkan data
hasil belajar. Tes
dilakukan terhadap siswa
pada setiap siklus. Soal
tes dibuat sesuai materi
yang diajarkan pada tiap
pertemuan.
D. Skenario Pembelajaran
a. Menyusun rancangan
tindakan (planning/
perencanaan)
Page 194
186
Dalam tahap ini
peneliti melakukan membuat
rencana pembalajaran dan
menyusun evaluasi untuk
menilai hasil belajar siswa.
b. Pelaksanaan Tindakan
(acting)
Tahap ini merupakan
implementasi atau
penerapan isi rancangan,
yaitu mengenakan tindakan
di kelas yang telah
direncanakan di skenario.
c. Pengamatan (observing)
Pengamatan adalah
kegiatan pengamatan yang
dilakukan oleh pengamat.
Dalam tahap ini, guru
melakukan observasi
terhadap kegiatan siswa
dalam kerja kelompok dan
menyelesaikan soal.
d. Refleksi (reflecting)
Merupakan kegiatan
menganalisis hasil yang di
capai pada tahap observasi
dan tahap evaluasi guna
melakukan kegiatan
tindakan kelas berikutnya.
E. Cara pengambilan data
Data hasil belajar diambil
dari tes akhir pada siswa,
dilaksanakan setiap akhir
pertemuan dan akhir siklus.
Untuk mendapatkan nilai rata-
rata dihitung menggunakan
rumus :
Rata-rata = ∑
Keterangan:
X = Nilai yang diperoleh
siswa
N = Jumlah siswa
Hasil kinerja siswa, aktivitas
siswa dalam KBM ditafsirkan
ke dalam kalimat kualitatif
yakni:
76%-100% = baik
56%-75% = sedang
40%-55% = kurang
F. Indikator kinerja
Ukuran yang dijadikan
sebagai indikator keberhasilan
dalam penelitian ini adalah
apabila 80% siswa berhasil
memperoleh nilai minimal rata-
rata 70, sesuai dengan standar
ketuntasan KTSP, maka
dianggap berhasil.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1) Siklus I PTK pertemuan
pertama
Hasil pengamatan atau observasi
dari teman sejawat dalam kegiatan
belajar mengajar (KBM) 2 X 35
menit yang sudah direcanakan
(instrument terlampir) pada
pertemuan pertama dan Berdasarkan
data observasi tersebut di atas dapat
dipersentasikan sebagai berikut :
Aktivitas siswa dalam pembelajaran
dengan menggunakan metode index
card match dapat dipresentasikan
Page 195
187
bahwa aktivitas siswa dalam KBM
sebagi berikut :
Dari hasil persentasi tersebut diatas
dapat disimpulkan bahwa ktifitas
siswa dalam mengajar cukup aktif,
walaupun masih ada siswa yang
belum paham cara mecari pasangan,
malu-malu duduk berpasangan dan
tidak berani mempresentasikan
bacaanpada kartu. Hal lain sudah
dipahami siswa sehingga mudah
melekasanakan kegiatan
pembelajaran.
Berdasarkan hasil tes belajar
yang dilaksanakan pada akhir
proses pembelajaran pertemuan
pertama siklus I (instrument
terlampir) dapat dilihat bahwa rata-
rata hasil tes formatif hasil tes siswa
adalah 66,00 hal ini berarti
persyaratan ketuntasan belajar yang
ditetapkan pada mata pelajaran PAI
yaitu 70,00 tidak tercapai.
Ketidaktuntasan ini perlu dianalisis
dari perbagian asmaul husna yang
ditulis maupun dihafal. Berikut
tabel yang memberi gambaran
kemampuan siswa menulis dan
menghafal asmaul husna yang
ditentukan.
2) Siklus I PTK pertemuan
kedua
Hasil pengamatan atau
observasi dari teman sejawat dalam
kegiatan belajar mengajar (KBM) 2
X 35 menit yang sudah direcanakan
(instrument terlampir) pada
pertemuan kedua dan berdasarkan
data observasi tersebut di atas dapat
dipersentasikan sebagai berikut :
Dari persentasi tersebut
diatas dapat disimpulkan proses
kegiatan belajar mengajar yang
dilakukan guru meningkat baik,
sesuai dengan apa yang
direncanakan sebelumnya, masih
ada 2 aspek yang perlu ditingkatkan
yaitu memberikan PR sebagai bahan
Pengayaan. Walaupun demikian
data observasi yang ada pada tabel
secara keseluruhan menunjukkan
bahwa proses belajar mengajar
berlangsung secara lancar, kondusif,
dan tujuan pembelajaran tercapai.
Hal ini menunjukkan kemampuan
guru mengajar sangat baik.
Observasi siswa dalam
kegiatan Belajar Mengajar (KBM).
Aktivitas siswa dalam pembelajaran
pada pertemua kedua dengan
menggunakan metode index card
match dapat dipresentasikan bahwa
aktivitas siswa dalam KBM sebagi
berikut :
Page 196
188
Dari hasil persentasi tersebut
diatas dapat disimpulkan bahwa
ktifitas siswa dalam mengajar cukup
aktif, walaupun masih ada siswa
yang belum paham cara mecari
pasangan, malu-malu duduk
berpasangan dan tidak berani
mempresentasikan bacaan pada
kartu. Hal lain sudah dipahami
siswa sehingga mudah
melekasanakan kegiatan
pembelajaran.
Berdasarkan hasil tes belajar
yang dilaksanakan pada akhir
proses pembelajaran pertemuan
kedua siklus I (instrument
terlampir) dapat dilihat bahwa rata-
hasil tes siswa adalah 68,00. Hal ini
menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan hasil belajar siswa dari
66 % ke 68 %.Hal ini berarti Masih
ada siswa yang tidak tuntas dan
masih ada soal yang belum tuntas
yaitu dalam menulis asmaul husna
(soal no 1). Ketidaktuntasan ini
perlu dianalisis dari perbagian
asmaul husna yang ditulis maupun
dihafal. Berikut tabel yang memberi
gambaran kemampuan siswa
menulis dan menghafal asmaul
husna yang ditentukan.
Siklus II PTK pertemuan pertama
Observasi Kegiatan Pembelajaran
Hasil pengamatan atau observasi
dari teman sejawat dalam kegiatan
belajar mengajar (KBM) 2 X 35
menit yang sudah direcanakan
(instrument terlampir) pada
pertemuan pertama dan Berdasarkan
data observasi tersebut di atas dapat
dipersentasikan sebagai berikut :
Dari persentasi tersebut
diatas dapat disimpulkan proses
kegiatan belajar mengajar yang
dilakukan guru meningkat baik,
sesuai dengan apa yang
direncanakan sebelumnya, masih
ada 1 aspek yang perlu ditingkatkan
yaitu mengaitkan materi dengan
pengetahuan lain yang relevan
dengan realitas kehidupan.
Walaupun demikian data observasi
yang ada pada tabel secara
keseluruhan menunjukkan bahwa
proses belajar mengajar berlangsung
secara lancar, kondusif, dan tujuan
pembelajaran tercapai. Hal ini
menunjukkan kemampuan guru
mengajar sangat baik.
Observasi siswa dalam kegiatan
Belajar Mengajar (KBM)
Aktivitas siswa dalam
pembelajaran dengan menggunakan
metode index card match dapat
dipresentasikan bahwa aktivitas
siswa dalam KBM sebagi berikut :
Dari hasil persentasi tersebut
diatas dapat disimpulkan bahwa
ktifitas siswa dalam mengajar cukup
aktif, walaupun masih ada siswa
yang belum paham cara mecari
pasangan, malu-malu duduk
berpasangan dan tidak berani
mempresentasikan bacaan pada
Page 197
189
kartu. Hal lain sudah dipahami
siswa sehingga mudah
melekasanakan kegiatan
pembelajaran.
Tes hasil belajar siswa dengan
metode index card match
Berdasarkan hasil tes belajar
yang dilaksanakan pada akhir
proses pembelajaran pertemuan
pertama siklus II (instrument
terlampir) dapat dilihat bahwa rata-
rata hasil tes formatif hasil tes siswa
adalah 84,00 hal ini berarti
persyaratan ketuntasan belajar yang
ditetapkan pada mata pelajaran PAI
yaitu 70,00 tercapai. Hal ini
menunjukkan bahwa penerapan
metode index card match efektif
meningkatkan hasil belajar siswa
mengingat bahwa pada siklus
sebelumnya hasil pembelajaran
adalah 68 %.
Siklus II PTK pertemuan kedua
Observasi Kegiatan Pembelajaran
Hasil pengamatan atau observasi
dari teman sejawat dalam kegiatan
belajar mengajar (KBM) 2 X 35
menit yang sudah direcanakan
(instrument terlampir) pada Siklus
II pertemuan kedua dan berdasarkan
data observasi tersebut di atas dapat
dipersentasikan sebagai berikut :
Dari persentasi tersebut diatas dapat
disimpulkan proses kegiatan belajar
mengajar yang dilakukan guru
meningkat sangat baik, sesuai
dengan apa yang direncanakan
sebelumnya. Data observasi yang
ada pada tabel secara keseluruhan
menunjukkan bahwa proses belajar
mengajar berlangsung secara lancar,
kondusif, dan tujuan pembelajaran
tercapai. Hal ini menunjukkan
kemampuan guru mengajar sangat
baik.
Observasi siswa dalam kegiatan
Belajar Mengajar (KBM)
Aktivitas siswa dalam
pembelajaran pada pertemua kedua
dengan menggunakan metode
index card match dapat
dipresentasikan bahwa aktivitas
siswa dalam KBM sebagi berikut :
Dari hasil persentasi tersebut diatas
dapat disimpulkan bahwa aktifitas
siswa meningkat sangat baik. Hal
lain sudah dipahami siswa sehingga
mudah melakasnakan kegiatan
pembelajaran.
Tes hasil belajar siswa dengan
metode index card match
Berdasarkan hasil tes belajar yang
dilaksanakan pada akhir proses
pembelajaran pertemuan kedua
siklus I (instrument terlampir) dapat
dilihat bahwa nilai 96,00 serta
murid dan siswanya semua tuntas
penulis merasa tujuan telah tercapai
B. Pembahasan
Dari temuan yang diperoleh
melalui kegiatan belajar
mengajar yang dilaksanakan 2
siklus malalui observasi aktifitas
Page 198
190
siswa dalam KBM, penilaian
formatif, maka dapat dinyatakan
bahwa pembelajaran dengan
metode index card match efektif
dalam materi Asmaul Husna.
Hal ini dapat dilihat dari :
1. Kegiatan belajar mengajar
dengan metode index card match
di kelas II SDN Parado
sebagaimana direncanakan guru
sebelumnya berlangsung baik.
Hal ini dapat dilihat dari
persentasi hasil observasi teman
sejawat terhadap kegiatan
pembelajaran yang dilakukan
oleh peneliti yaitu siklus I
pertemuan pertama adalah 92,31,
pertemuan kedua adalah 96,15
dan siklus II pertemuan pertama
adalah 96,15, pertemuan kedua
adalah 100 %.
2. Dalam kegiatan pembelajaran
mulai dari siklus I sampai siklus
II terlihat aktivitas siswa yang
sangat baik, hal ini sesuai dengan
persentasi hasil observasi teman
sejawat terhadap aktivitas siswa
dalam kegiatan belajar mengajar
yaitu siklus I pertemuan pertama
adalah 93,33 dan 97,78 pada
pertemuan kedua. Pada siklus II
pertemuan pertama sebesar 97,78
dan pada pertemuan kedua
mancapai 100%.
Adanya latihan LKS dan siswa
mempersentasikan hasil nya di
depan kelas memberikan
kesempatan kepada guru untuk
mengetahui penerimaan siswa
terhadap materi ajar dan
kesalahan pemahaman siswa
dapat dikontrol supaya menjadi
lebih baik dan benar.
3. Tindakan kelas dengan
menggunakan metode index card
match dapat dinyatakan berhasil
dengan indikator ada nya
peningkatan nilai rata-rata diatas
70,00 yaitu 78,50. Siklus I
pertemuan pertama adalah 66 ,00
pertemuan kedua adalah 68,00
dan siklus II pertemuan pertama
adalah 84 % dan pertemuan
kedua adalah 96 %, dengan
demikian terjadi peningkatan
nilai rata-rata hasil tes formatif
dari siklus I dan II.
PENUTUP
Berdasarkan uraian pada penyajian
data di atas, dapat dikemukakan
simpulan sebagai berikut :
1) Siklus I rata-rata 6,6 pada
pertemuan pertama dan rata-rata
6,8 pada pertemuan kedua,
kemudian dilanjutkan ke siklus II
rata-rata 8,4 pada pertemuan
pertama dan 9,6 pada pertemuan
kedua. Sehingga rata–rata semua
pertemuan adalah 7,85, dengan
demikian rata-rata hasil belajar
persiklus terlihat kecenderungan
meningkat, dimana pada siklus I
ke siklus II peningkatan sebesar
2,3.
2) Berdasarkan pada hasil observasi
memperlihatkan bahwa terjadi
peningkatan aktivitas siwa pada
siklus I sudah mendapatkan hasil
yang baik, maka siklus I adalah
93,33 pada pertemuan pertama
dan 97,78 pada pertemuan kedua.
Pada siklus II pertemuan pertama
sebesar 97,78 dan pada
pertemuan kedua mancapai
100%.
Page 199
191
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 1998. Prosedur
Penelitian. Rineka Cipta,
Jakarta
Bahtiar, Hafidz. 1999. Risalah Do’a
Mujarab. Surabaya: Apollo
cahayapurnama.com › Zikrullah
diakses tanggal 28 Mei 2013
Departemen Agama RI. 1995.
Pendidikan Agama Islam.
Jakarta
Depdikbud RI Kamus Besar Bahasa
Indonesia ; Jakarta ; Balai
Pustaka 1989
Hermawan, Heris. 2012. Filsafat
Pendidikan Islam.Direktorat
Jenderal Pendidikan Islam:
Kementrian agama RI
Karman, Supiana. 2003. Materi
Pendidikan Agama Islam.
Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Maksum, H. 2004. Khazanah
Akhlak Mahmudah dalam
Pendidikan Agama Islam.
Solo. PT Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri
Maksum, M.A. 2006. Khazanah
Pendidikan Agama Islam.
Solo. PT Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri
Razak, Nasrudin. 1993. Dienul
Islam. Bandung: Al Ma‟arif.
Rifa‟I, NH. 2000. Tata Cara Salat.
Jombang: Lintas Media.
Zakiah Darajat Metodek Khusus
Pengajaran Agama Islam
Jakarta Bumi Aksara 2004
Page 200
192
MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SISWA KELAS XII IPS DI
SMAN 1 WOHA KABUPATEN BIMA MELALUI LAYANAN
INFORMASI TAHUN PELAJARAN 2010/2011.
IIN SAMINDARA.
GURU SMA NEGERI 1 WOHA
ABSTRAK
Kata Kunci : Kedisiplinan Siswa, Layanan Informasi
Penelitian ini bertujuan meningkatkan kedisiplinan siswa kelaas XII
IPS di SMAN 1 Woha Kabupaten Bima tahun pelajaran 2010/2011 melalui
penerapan layanan informasi. Jenis penelitin ini adalah penelitian tindakan
kelas yang dilakukan dalam dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari
tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi dan refleksi.
Data aktivitas belajar siswa diperoleh dengan cara observasi sedangkan data
prestasi belajar siswa diperoleh dari pemberian tes objektif pada tiap akhir
siklus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian layanan informasi
yang dapat meningkatkan pemahaman kedisiplinan paad siswa Kelas XII IPS
SMAN 1 Woha Kabupaten Bima tahun pelajaran 2010/2011. Pada siklus
tindakan I sebelum dilakukan tindakan, pemahaman tentang kedisiplinan
siswa di lingkungan sekolah rata-rata 50,88% termasuk kategori kurang dan
meningkat setelah dilakukan layanan informasi menjadi rata-rata 73,35
dengan kategori baik. Sedangkan pada siklus tindakan II pemahaman tentang
kedisiplinan siswa di lingkungan sekolah rata-rata 66,15 termasuk kategori
cukup dan meningkat setelah dilakukan layanan informasi menjadi rata-rata
84,5 dengan kategori sangat baik. Aktivitas siswa dalam layanan informasi
yang dapat meningkatkan pemahaamn kedisiplinan pada siswa Kelas XII IPS
SMAN 1 Woha Kabupaten Bima tahun pelajaarn 2010/2011. Hal ini
ditunjukkan dengan siswa aktif dan merasa senang mengikuti kegiatan
layanan informasi berlangsung di kelas. Siswa aktif dalam mencermati materi
layanan informasi, melakukan pencatatan, bekerja sama, berdiskusi untuk
memahami konsep kedisiplinan yang dipelajarinya.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pelanggaran-pelanggaran
terhadap tata tertib di sekolah
sering terjadi karena kurangnya
kesadaran siswa untuk
berperilaku disiplin. Hal ini
diperkuat oleh kurangnya
pemberian penjelasan dan
penanaman sikap disiplin siswa
secara kontinue dan
berkesinambungan. Kenyaatn
di sekolah menunjukkan bahwa
Page 201
193
pelanggaran terhadap disiplin
hanya mendapat respon melalui
punishment (hukuman) balikan
dari penjelasan pada siswa
untuk menumbuhkan kesadaran
masih jarang dilakukan di
sekolah. Di samping itu petugas
khusus kedisiplinan di sekolah
belum ada. Konselor yang
seharusnya bertugas sebagai
pembimbing dan membantu
siswa merangkap sebagai
petugas tata tertib. Hal inilah
yang kemudian menimbulkan
persepsi siswa terhadap konselor
sekolah sebagai “Polisi
Sekolah” padahal tugas dan
peran konselor sebagai
pembimbing dan membantu.
Kenyataan di lapangan
menunjukkan bahwa program
BK banyak difokuskan pada
layanan bimbingan lainnya,
seperti bimbingan pribadi dan
sosial belum mebdapat prioritas
dan penanganan yang istensif
layanan yang diberikan konselor
kepada individu akan lebih tepat
berdasarkan pemahaman yang
tepat terhadap individu
(Munandir 1996).
Untuk menyelesaikan
permasalahan yang terkait
dengan kedisplinan satu dari
beberapa layanan bimbingan
yang dapat diberikan adalah
layanan informasi. Layanan
informasi merupakan
merupakan layanan yang
memungkinkan siswa menerima
dan memahami berbagai
informasi tentang kedisiplinan
(KBK, 2003).
Berdasarkan uraian di atas,
peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tindakan
kelas dengan judul
“Meningkatkan Kedisiplinan
Siswa Kelas XII IPS di SMAN
1 Woha Kabupaten Bima
Melalui Layanan Informasi
tahun pelajaran 2010/2011”.
B. TUJUAN PENELITIAN
Terkait dengan rumusan
masalah di atas, maka tujuan
penelitian yang ingin dicapai
sebagai berikut :
1. Mengetahui tingkat
kedisiplinan Kelas XII IPS
SMAN 1 Woha Kabupaten
Bima tahun pelajaran
2010/2011.
2. Mengetahui tingkat
kedisiplinan siswa Kelas XII
IPS yang telah memperoleh
layanan informasi kedisiplinan
di SMAN 1 Woha Kabupaten
Bima tahun pelajaran
2010/2011.
3. Mengetahui apakah dengan
pemberian layanan informasi
tentang kedisiplinan dapat
meningkatkan kedisiplinan
siswa XII IPS A SMAN 1
Woha Kabupaten Bima tahun
pelajaran 2010/2011.
KAJIAN PUSTAKA
A. LAYANAN INFORMASI
Program BK di sekolah
menyajikan seperangkat
kegiatan layanan bimbingan.
Layanan bimbingan
dilakasanakan untuk membantu
siswa mengembangkan potensi
yang dimiliki secara optimal dan
mampu menjadi pribadi yang
Page 202
194
mandiri dan bertanggung jawab
terhadap kehidupannya sendiri.
Dalam usaha membantuk
siswa sering kali siswa
memerlukan berbagai informasi
mengenai lingkungan sekolah
maupun masyarakat secara luas.
Agar siswa memperoleh
informasi yang diingingkan
maka konselor harus
menyesuaikan pemberian
layanan informasi sesuai dengan
kebutuhan siswa. Layanan
informasi merupakan
penyampaian bahan-bahan
informasi kepada siswa dengan
berbagai metode yang
bermanfaat sebagai bahan untuk
membuat perencanaan dan
pengambilan keputusan
pendidikan, karir dan rencana
keputusan lainnya.
1. Pengertian layanan
informasi
Layanan informasi
adalah suatu kegiatan
pemberian berbagai
informasi kepada pihak yang
berkaitan dengan BK di
sekolah tempay konselor
bekerja (Widodo, 1991).
Layanan informasi
merupakan layanan yang
memungkinkan siswa
menerima dan memahami
berbagai informasi (seperti
informasi belajar, pergaulan,
karir/jabatan, pendidikan
lanjutan). (KBK, 2003).
Dari beberapa
pengertian tersebut di atas,
dapat disimpulkan bahwa
layanan informasi adalah
pemberian berbagai
informasi kepada pihak yang
terkait dengan BK,
khususnya siswa.
2. Tujuan Layanan Informasi
1) Membantu siswa
memahami diri dan
lingkungannya.
2) Membantu siswa
mengembangkan
wawasan dan menyusun
rencana masa depan.
3) Membantu siswa
mempersiapkan diri
dalam rangka mencapai
cita-cita.
4) Membantu siswa untuk
memperoleh dan
menyaring informasi
yang diperlukan.
3. Sasaran layanan informasi
Sasaran utama pemberian
layanan informasi adalah
siswa. Pihak lain sepanjang
berkaitan dengan
kepentingan siswa dalam
kerangka bimbingan di
sekolah juga dapat menjadi
sasaran layanan, misalnya :
kep sek, guru, orang tua,
lembaga pendidikan lanjutan
dan ahli yang menerima
referal semua layanan
informasi dilaksanakan
dengan tetap mengacu pada
kepentingan siswa agar
dapat berkembang secara
optimal (Widodo, 1991).
4. Prosedur Pemberian
Informasi
Apabila konselor ingin
melaksanakan layanan
pemberian informasi, maka
minimal menempuh
Page 203
195
langkah-langkah sebagai
berikut ;
a. Merumuskan masalah /
kebutuhan / kepentingan
siswa yang melatar
belakangi layanan
informasi tersebut.
b. Menemukan masalah.
c. Menentukan siklus
pemberian informas
d. Menentukan tujan.
e. Menentukan jenis
informasi yang akan
disampaikan.
f. Menentukan sumber
darimana informasi
diperoleh.
g. Menentukan media yang
digunakan.
h. Menentukan banyaknya
kegiatan.
i. Menentukan
personil/pelaksanaan,
jadwal / anggaran biaya
terutama pemberian
informasi yang berskala
besar.
j. Menuangkan informasi
yang melibatkan
lembaga di luar sekolah.
k. Mengkonsultasikan
proposal kepada kepala
sekolah.
l. Membuat persiapan
teknis.
m. Pelaksanaan dan
evaluasi.
B. KEDISIPLINAN
Disiplin dapat diartikan
sebagai latihan batin dan watak
yang erat kaitannya dengan
sikap mental individu dalam
pembentukan sikap dan perilaku
(Tasmara, 2001) sedang
Darmadi Harjo (1992)
menyatakan, disiplin untuk
mematuhi semua ketentuan dan
norma yang berlaku dalam
menunaikan tugas dan tanggung
jawab.
Senada dengan pendapat
di atas Refianto (1985)
sesesorang atau sekelompok
orang yang senantiasa
berkehendak mengikuti atau
mematuhi keputusan yang telah
ditetapkan sedangkan Bernhardt
(1969) menyatakan bahwa
disiplin adalah kepatuhan yang
terjadi karena adanya pengaruh
faktor eksternal yang berupa
tekanan dari lingkungan atau
kelompok.
Berdasarkan beberapa
pengertian tersebut di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa
disiplim adalah sikap mental
individu baik secara sukarela
atau paksaan, untuk mematuhi
tata tertib yang telah disepakati
oleh semua pihak yang terkait.
Siswa yang tidak disiplim
dikatakan sebagai siswa yang
mengalami penyimpangan
perilaku, dan setiap pelanggaran
disiplin tergolong pada
penyimpangan perilaku.
Gordon (1976) menjelaskan
bahwa perilaku bermasalah
menyangkut pelanggaran tata
tertib sekolah, yaitu :
a. Pelanggaran disiplin di
kelas, misalnya : bereaksi
sebagai tanda ketidakpuasan,
tidak memperhatikan,
mengalihkan perhatian
orang lain, membuat
kerusakan, berbicara kotor,
Page 204
196
berbuat cabul dan
menyerang.
b. Pelanggaran disiplin di luar
sekolah, tetapi masih di
lingkungan sekolah,
misalnya : berkelahi, suka
merusak, merokok,
berpakaian tak pantas,
berjudi, dll.
c. Membolos
d. Terlambat masuk sekolah.
Kerajinan / disiplin
mencakup kehadiran setiap mata
pelajaran, menyerahkan tugas
tepat waktu, membaca buku dan
sejenisnya. (Depdiknas, 2003).
Disiplin juga meliputi hal-hal
berikut :
(1). Belajar dan bekerja secara
tertib dan teratur serta
bertanggung jawab, (2)
mematuhi segala peraturan di
lingkungan sekolah dalam
pergaulan sesama teman
(wirataputra).
Dari pendapat-pendapat di
atas dapat diartikan bahwa
kedisiplinan siswa adalah
sebagai berikut :
1. Latihan batin dan watak
untuk sikap mental dan
pembentukan sikap dan
perilaku.
2. Mematuhi semua ketertiban
dan norma yang berlaku.
3. Kehadiran di setiap mata
pelajaran.
4. Menyerahkan tugas tepat
waktu.
5. Membaca buku.
6. Belajar secara tertib dan
teratur.
7. Tidak melakukan
pelanggaran disiplin di
kelas.
8. Tidak melakukan
pelanggaran disiplin di luar
kelas.
9. Tidak membolos.
10. Tidak terlambat.
METODE PENELITIAN
Penelitian tindakan
dalam bidang pendidikan yang
dilaksanakan dalam kawasan
kelas dengan tujuan
memeperbaiki dan
meningkatkan kualitas
pembelajaran merupakan
penelitian tindakan kelas.
Penelitian tindakan kelas
in menggunakan model
penelitian lewin (1990). Lewin
berpendapat, bahwa cara terbaik
untuk memajukan orang adalah
dengan melibatkan mereka
dalam penelitian mereka sendiri
dan yang ada dalam kehidupahn
mereka, lewin menekankan
pentingnya kolaborasi dan
partisipasi yang bersifat
demokratis.
Penelitian tindakan
adalah penelitian yang
merupakan suatu rangkaian
langkah-langkah (a spiral of
steps) setiap langkah terdiri dari
4 tahap.
A. RANCANGAN PENELITIAN
Dalam rancangan
penelitian tindakan kelas ini
menggunakan model Penelitian
Lewin (1990), yaitu sebagai
berikut :
1. Tahap Perencanaan
Tindakan
Page 205
197
Disusun berdasarkan
permasalahan yang ada,
yang diuji secara empirik
sehingga perubahan yang
diharapkan dapat
mengidentifikasikan aspek
dan hasil pembelajaran
sekaligus mengungkap
faktor pendukung dan
penghambat pelaksanaan
tindakan.
2. Tahap Pelaksanaan
Tindakan
Penelitian tindakan kelas
dilaksanakan berdasarkan
pertimbangan teoritik dan
empirik agar hasil yang
diperoleh berupa
peningkatan kinerja dan
hasil program optimal.
Pelaksana Penelitian ini
adalah konselor dab dapar
berkolaborasi dengan pihak
lain.
3. Tahap Observasi
Pengamatan dalam
penelitian tindalan kelas
adalah pengumpulan data
yang berupa proses
perubahan kinerja
pembelajaran.
4. Tahap Refleksi
Refleksi merupakan
kegiatan menganalisis,
interpretasi dan eksplarasi
(penjelasan) terhadap semua
informasi yang diperoleh
dari pelaksana tindakan.
B. SUBYEK PENELITIAN
Subyek penelitian
tindakan kelas ini diperoleh
melalui penentuan populasi dan
sampel. Di bagian populasi
akan dibahas mengenai
poertimbangan pengambilan
subyek penelitian yang
dijadikan populasi. Sedangkan
dalam penentuan sampel,
dilakukan dengan teknik
porposive sampling secara detail
dijabarkan sebagai berikut :
1. Populasi
Populasi adalah
keseluruhan dari obyek
penelitian baik berupa
karateristik niali-nilai, yang
nantinya akan dikenal
generalisasi (Winarsunu,
2002). Populasi yang
dijadikan subyek penelitian
adalah siswa SMAN 1 Woha
Kabupaten Bima Kelas XII
IPS.
Penentuan populasi
dikhususkan bagi siswa
kelas XII IPS telah mampu
mengaktualisasikan dan
merefleksikan tingkah laku
dalam kehidupan sekolah.
Dari segi keruangan dan
tempat, siswa XII IPS
merupakan tingkatan paling
atas untuk Sekolah
Menengah Atas, dengan
demikian akan
memperngaruhi kondisi
psikologis yang membentuk
perasaan superior yang
timbul mengakibatkan
perilaku yang lebih dari
yang lain, seperti perilaku
yang menentang tata tertib.
Populasi dapat dilihat pada
tabel 1.1.
2. Sampel adalah bagian kecil
individu dari suatu populasi yang
dapat mempresentasikan populasi
Page 206
198
(Sugianto, 2004) panrikan sampel
dilakukan dengan teknik purpusive
sampling.
Dasar pemikirannya adalah
sampel ditarik dengan sengaja sebab
alasan-alasan tertentu (Surakhmad,
1982).
Pengambilan populasi dan
sampel secara terinci dapat dilihat
dalam tabel 1.1 berikut ini :
Tabel 1.1 Populasi dan Sampel
Penelitian POPULASI JUMLAH SAMPEL JUMLAH
SMAN 1 Woha
Kabupaten Bima
Kelas XII IPS
335
Siswa
Kelas
XII A
42
Siswa
C. TEKNIK PENGUMPULAN
DATA
Pengumpulan data
penelitian dilakukan dengan
memberikan angket kedisiplinan
pada siswa sebelum dan sesudah
layanan informasi kedisiplinan
diberkan.
D. ANALISIS DATA
Data kuanitatif yang
diperoleh dianalisis dengan
perhitungan skor yang ditunjukkan
dari hasil jawaban siswa pada
angket kedisiplinan siswa. Hasil
jawaban sebelum diberikan layanan
informasi kedisiplinan
dibandingkan dengan hasil jawaban
setelah layanan informasi tentang
kedisiplinan diberikan.
HASIL PENELITIAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Evaluasi Layanan Informasi
dan Hasil Observasi Siklus
Tindakan I
Evaluasi Layanan Informasi
Siklus Tindakan I dilaksanakan
dengan cara menyebarkan angket.
Pada pelaksanaan penyebaran
angket jumlah siswa yang hadir
pada pertemuan kedua sebanyak
40 orang. Adapun hasil angket
siswa sebelum dan sesudah
tindakan secara lengkap terlampir,
angket yang telah disebarkan
sebelum diberikan layanan
informasi dianalisis diperoleh rata-
rata 50,88 yang berkategori
kurang. Dengan berpedoman pada
Tabel 3.1 hasilnya tampak pada
Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Angket Sebelum
Tindakan I
No Kriteria
Pemahaman
Kedisiplinan
Jumlah Persentase
1 Sangat baik 0 0%
2 Baik 7 18%
3 Cukup 12 30%
4 Kurang 18 45%
5 Sangat
Kurang
3 8%
Jumlah 40 100%
Dari tabel di atas dapat
dijelaskan pemahaman kedisiplinan
siswa Kelas XII IPS SMAN 1 Woha
Kabupaten Bima paling banyak 18
anak (45%) kurang memahami
kedisiplinan dalam mentaati tata
tertib sekolah. Sedangkan secara
berurutan yang berkategori cukup
sebanyak 12 anak (30%), baik 7
anak (18%) dan sangat kurang
sebanyak 3 anak (8).
Sedangkan hasil angket
setelah diberikan layanan informasi
rata-rata nilai sebesar 73,35
Page 207
199
termasuk kategori baik. Dari jumlah
siswa yang telah diberi layanan
informasi sebarannya seperti tabel
berikut: No Kriteria
Pemahaman
Kedisiplinan
Jumlah Persentase
1 Sangat baik 9 23%
2 Baik 20 50%
3 Cukup 10 255
4 Kurang 1 3%
5 Sangat Kurang 0 0%
Jumlah 40 100%
Sesuai tabel di atas
dapat dijelaskan pemahaman
kedisiplinan siswa Kelas XII
IPS SMAN 1 Woha
Kabupaten Bima paling
banyak 20 anak (50%), baik
dan secara berurutan yang
berkategori cukup sebanyak
10 anak (25%), sangat baik
9 anak (23%) dan kurang
sebanyak 1 anak (3%).
Hasil observasi
selama proses pemberian
layanan informasi terhadap
aktivitas siswa pada siklus
tindakan I dapat diringkas
pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Taraf Keberhasilan Tindakan Ditinjau Dari Aspek Siswa
No Deskriptor Frekuensi Persentase Kategori
1 Keaktifan anak
berdiskusi dengan teman
dalam men-cermati
materi kedisiplinan
27
67,50%
Baik
2 Keaktifan anak
berdiskusi dengan teman
dalam tema yang
berkaitan dengan
kedisiplinan
23
57,50%
Cukup
3 Keaktifan siswa bertanya 22 55,00% Cukup
4 Keaktifan siswa
merespon pertanyaan
24
60,00%
Cukup
5 Mencatat konsep atau
hal-hal penting
secepatnya
28
70,00%
Baik
6 Memperhatikan
penjelasan yang
disampaikan teman pada
waktu pembahasan di
kelas
20
50,00%
Cukup
7 Memperhatikan
penjelasan yang
disampaikan Pem-
Page 208
200
bimbing pada waktu
pembahasan di kelas
29 72,50% Baik
Rata-rata 24,71 61,39% Baik
Dari tabel 4.3 di atas
dapat dijelaskan bahwa skor
hasil observasi pada layanan
informasi yang telah
berlangsung secara klasikal
dengan jumlah siswa sebesar
40, setiap indikator aktivitas
siswa rata-rata 61,79%.
Dengan melihat pedoman
taraf keberhasilan tindakan
seperti yang tecantum pada
tabel 3.1 maka keberhasilan
tindakan pada siklus
tindakan tahap I termasuk
kategori Baik.
B. HASIL PENELITIAN
SIKLUS TINDAKAN II
1. Evaluasi Layanan Informasi,
Hasil Obsrvasi dan Hasil
Wawancara Siklus Tindakan
Tahap II
a. Hasil Evaluasi
Pembelajaran
Evaluasi dilaksanakan
dalam bentuk pemberian
angket, selama tiga puluh
menit. Semua siswa hadir,
sehingga siswa yang mengisi
angket pada siklus tindakan
II sebanyak 40 orang. Hasil
lengkap nilai angket
terlampir. Adapun hasil
angket siswa sebelum
dilakukan layanan nampak
seperti tabel 4.3 setelah
dianalisis dengan kualifikasi
dengan 5 kategori.
Tabel 4.4 Hasil Angket
Sebelum Tindakan II No Kriteria
Pemahaman Kedisiplinan
Jumlah Persentase
1 Sangat Baik 0 0%
2 Baik 15 38%
3 Cukup 25 63%
4 Kurang 0 0%
5 Sangat
Kurang
0 0%
Jumlah 40 100%
Sesuai tabel 4.4 di atas dapat
dijelaskan pemahaman kedisiplinan
siswa Kelas XII IPS SMAN 1 Woha
Kabupaten Bima paling banyak 25
anak (63%), cukup dan paling
sedikit berkategori baik sebanyak
15 anak (38%). Jika dilihat dari nilai
rata-rata angket sebesar 66,15
berkategori cukup. Sedangkan hasil
angket setelah dilakukan layanan
informasi rata-rata siswa
mempunyai pemahaman bernilai
84,5 dengan kategori sangat baik.
Dari keempat puluh siswa banyak
24 anak (60%) berkategori sangat
baik dan sebanyak 14 anak (40%)
berkategori baik, seperti tabel
berikut.
Tabel 4.5 Hasil Angket
Sesudah Tindakan II No Kriteria
Pemahaman
Kedisiplinan
Jumlah Persentase
1 Sangat Baik 24 60%
2 Baik 16 40%
3 Cukup 0 0%
4 Kurang 0 0%
5 Sangat
Kurang
0 0%
Jumlah 40 100%
Page 209
201
b. Keberhasilan Tindakan
Ditinjau dari Aktivitas
Siswa
Hasil observasi terhadap
aspek aktivitas siswa selama
proses belajar mengajar pada
siklus tindakan II dapat
ditampilkan paad tabel 4.6.
Tabel 4.6 Taraf Keberhasilan Tindakan Ditinjau Dari Aspek Siswa
No Deskriptor Frekuensi Persentase Kategori
1 Keaktifan anak
berdiskusi dengan teman
dalam men-cermati
materi kedisiplinan
37
92,50%
Sangat
Baik
2 Keaktifan anak
berdiskusi dengan teman
dalam tema yang
berkaitan dengan
kedisiplinan
30
75,00%
Baik
3 Keaktifan siswa bertanya 28 70,00% Baik
4 Keaktifan siswa
merespon pertanyaan
31
77,50%
Baik
5 Mencatat konsep atau
hal-hal penting
secepatnya
38
95,00%
Sangat
Baik
6 Memperhatikan
penjelasan yang
disampaikan teman pada
waktu pembahasan di
kelas
32
80,00%
Sangat
Baik
7 Memperhatikan
penjelasan yang
disampaikan Pem-
bimbing pada waktu
pembahasan di kelas
37
92,50%
Sangat
Baik
Rata-rata 33,29 83,21% Sangat
Baik
Berdasarkan tabel 4.6 di atas dapat
dijelaskan bahwa skor hasil
observasi pada layanan informasi
yang telah berlangsung untuk
semua indikator aktivitas siswa
telah dilaksanakan, dari seluruh
siswa rata-rata 83% setiap
indikator siswa aktif. Hal ini
menunjukkan bahwa layanan
informasi yang peneliti
Page 210
202
laksanakan, aktivitas siswa optimal
kegiatannya. Dengan melihat
pedoman taraf keberhasilan
tindakan seperti yang tecantum
pada tabel 3.1 maka keberhasilan
tindakan pada siklus tindakan
tahap II termasuk kategori sangat
baik.
C. PEMBAHASAN HASIL
PENELITIAN
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa layanan
informasi dengan menggunakan
metode ceramah, tanya jawab dan
diskusi dapat membuat siswa
memahami semua tata tertib yang
berlaku di sekolah. Dengan
pemahaman tata tertib sekolah
siswa dapat berusaha untuk
menciptakan kondisi pembelajaran
di dalam kelas, menciptakan
kondisi lingkungan yang sehat,
demokratis di lingkungan sekolah
PENUTUP
Sesuai dengan hasil
pembahasan adalah sebagai
berikut:
1. Pemberian layanan informasi
yang dapat meningkatkan
pemahaman kedisiplinan paad
siswa Kelas XII IPS SMAN 1
Woha Kabupaten Bima tahun
pelajaran 2010/2011. Pada
siklus tindakan I sebelum
dilakukan tindakan,
pemahaman tentang
kedisiplinan siswa di
lingkungan sekolah rata-rata
50,88% termasuk kategori
kurang dan meningkat setelah
dilakukan layanan informasi
menjadi rata-rata 73,35 dengan
kategori baik. Sedangkan pada
siklus tindakan II pemahaman
tentang kedisiplinan siswa di
lingkungan sekolah rata-rata
66,15 termasuk kategori cukup
dan meningkat setelah
dilakukan layanan informasi
menjadi rata-rata 84,5 dengan
kategori sangat baik.
2. Aktivitas siswa dalam layanan
informasi yang dapat
meningkatkan pemahaamn
kedisiplinan pada siswa Kelas
XII IPS SMAN 1 Woha
Kabupaten Bima tahun
pelajaarn 2010/2011. Hal ini
ditunjukkan dengan siswa aktif
dan merasa senang mengikuti
kegiatan layanan informasi
berlangsung di kelas. Siswa
aktif dalam mencermati materi
layanan informasi, melakukan
pencatatan, bekerja sama,
berdiskusi untuk memahami
konsep kedisiplinan yang
dipelajarinya.
DAFTAR PUSTAKA
Depdikbud. 2003. Kurikulum
Berbasis Kompetensi.
Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan
Menengah Direktorat
Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama.
Gunarso, Singgih. 1987. Psikologi
Anak Bermasalah. Jakarta:
PT. BPK Gunung Mulia.
Hurlock, E.B. 1990. Psikologi
Perkembangan: Suatu
Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan (Edisi
Kelima). Jakarta: Erlangga.
Page 211
203
Indrafachrudi, S. 1989.
Administrasi Pendidikan.
Malang: ardi Manunggal
Jaya.
Moleong. 2000. Metodologi
Penelitian Kualitatif.
Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Munandir. 1996. Program
Bimbingan Karir di
Sekolah. Jakarta:
Depdikbud.
Poerwadarminto, W.J.S. 1985.
Kamus Umum Bahasa
Indonesia. Jakarta: PN
Balai Pustaka.
Singarimbun, M. dan Effendi, S.
1995. Metode penelitian
Survei. Jakarta: PT Pustaka
LP3ES Indonesia.
Surachmad, Winarno. 1989.
Pengantar Penelitian
Ilmiah. Bandung: Tarsito.
Tim Pelatih Proyek PGSM. 1999.
Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta: Depdikbud.
Wahab, Azis dan Winata, Udin S.
2002. Pendidikan
Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn).
Jakarta: Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka.
Widada. 1991. Layanan-layanan
Bimbingan dan Konseling
di Sekolah. Malang:
Depdikbud OPF IKIP
Malang.
Page 212
204
MENINGKATKATKAN PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) MELALUI METODE
RESITASI DAN DISKUSI SISWA KELAS VI SDN INPRES NATU
KECAMATAN SAPE KAB. BIMA TAHUN PELAJARAN 2010/2011
M. Amin
Guru SDN Inpres Natu
Abstrak
Kata Kunci : Prestasi Belajar PKn, Metode Resitasi dan Diskusi
Metode mengajar adalah cara yang dipergunakan guru dalam
mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran.
Oleh karena itu peranan metode mengajar sebagai alat untuk menciptakan
proses mengajar dan belajar. Dengan metode diskusi dan resitasi ini
diharapkan tumbuh berbagai kegiatan belajar siswa sehubungan dengan
kegiatan mengajar guru. Oleh karenanya metode mengajar yang baik
adalah metode yang dapat menumbuhkan kegiatan belajar siswa.
Dengan demikian tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut
: (1) Mengetahui bagaimana implementasi metode diskusi dan resitasi
dalam meningkatkan prestasi belajar siswa, (2) Mengetahui apakah dengan
adanya implementasi metode diskusi dan resitasi dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian
tindakan kelas dengan pengumpulan data menggunakan observasi dan
catatan lapangan, dan teknik analisis dengan melakukan reduksi data,
inferensi, tahap tindak lanjut dan pengambilan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan metode diskusi adalah salah satu
metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman siswa
terhadap suatu mata pelajaran. Keaktifan siswa dalam proses diskusi dapat
dirangsang melalui beberapa penghargaan seperti halnya memberikan nilai
tambahan bagi siswa yang aktif dalam proses diskusi. Hal ini terbukti
dengan kalencaran dalam belajar, menulis, menghafal, dan sebagainya.
Bahkan proses kegiatan belajar siswa dapat lebih efisien.
Sedangkan saran yang dapat diajukan kepada guru sebaiknya
metode diskusi dan resitasi secara kontinyu tetap diaplikasikan dalam
kegiatan khususnya untuk materi PKn untuk SD, mengingat metode
tersebut sangat relevan untuk menggembleng siswa agar mampu belajar
lebih rajin lagi walaupun tidak sekolah. Sebelum menerapkan suatu metode
pembelajaran baru, guru hendaknya dapat membaca situasi dan kondisi
siswa, karena suatu metode belum tentu sesuai untuk diterapkan di
lingkungan yang berbeda.
Page 213
205
A. Latar Belakang Masalah Mata pelajaran PKn
merupakan salah satu mata
pelajaran yang di dalamnya
mencakup pelajaran memahami,
menghayati, dan
mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Tetapi
dalam kenyataan yang ada di
lapangan mata pelajaran
pendidikan PKn dewasa ini
mutunya masih rentan karena
belum mencaai target yang
diinginkan secara memadai, hal
ini disebabkan oleh kesulitan
siswa dalam mamahami materi
yang sukar diterima. Selain itu
metode yang digunakan dalam
proses belajar mengajar masih
terpaku pada buku-buku
pelajaran.
Pada hakekatnya guru
sering menggunakan suatu
metode dalam pengajaran, yaitu
metode ceramah sehigga proses
belajar anak hanya sekedar
merekam informasi saja, hal
demikian mengakibatkan proses
belajar anak hanya bersifat
harfiah saja. Guru mendiktekan
semua informasi dan murid
memperhatikaan serta mencatat
yang pada akhirnya anak
membiasakan diri untuk tidak
kreatif dalam mengemukakan
ide-ide dan memecahkan
masalah yang efeknya akan
membawa anak dalam kehidupan
di masyarakat. Siswa kurang
dapat mengolah informasi
menjadi ide-ide baru, tetapi
hanya merekam dan
mengemukanan informasi yang
telah diterimanya.
Tujuan pengajaran di
sekolah hendaknya bersifat
komprehensif artinya bukan
hanya mengutamakan
pengetahuan, melainkan juga
pembentukan strategi belajar
mengajar yang memungkinkan
siswa menguasai suatu konsep,
memecahkan suatu masalah
melalui satu proses yang
memberi kesempatan kepada
siswa untuk berfikir, percaya
kepada diri sendiri dan berani
mengemukanan pendapatnya,
berlatih bersifat kritis dan positif,
serta mampu berinteraksi sosial.
Dengan kata lain, diskusi
kelompok merupakan slaah satu
strategi belajar mengajar yang
memungkinkan tercapainya
tujuan pengajaran komprehensif.
Di saat sekarang ini
sering kita jumpai para siswa
yang tidak punya kesiapan dalam
menghadapi kegiatan belajar
mengajar, terutama dalam hal
materi pelajaran yang akan
disampaikan, sehingga ketika di
dalam kelas siswa tidak tahu
materi yang akan dibahas, selain
itu masalah alokasi waktu yang
tidak mencukupi, sehingga
menyebabkan interaksi belajar
mengajar menjadi tidak efektif
dan efisien serta tidak sesuai
dengan tuntutan yang diharapkan
oleh kurikulum. Oleh karena itu
untuk mengatasi hal tersebut
diperlukan suatu cara agar
pelaksanaan belajar mengajar
dapat terlaksana secara efektif
yaitu dengan menerapkan atau
menggunakan metode resitasi
sebagai variasi dalam penyajian
Page 214
206
dalam pembelajaran mata
pelajaran PKn baik itu tugas
individual atau kelompok, rumah
atau sekolah, merupakan salah
satu metode dari beberapa
metode yang ada sebagai
langkah alternatif dalam rangka
mengefektifkan dan
mengefisienkan proses
pembelajaran.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan
perumusan masalah tersebut
maka tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai
berikut :
1. Mengetahui bagaimana
penerapan metode diskusi
dan resitasi dalam
meningkatkan prestasi
belajar siswa siswa kelas
VI SDN Inpres Natu
Kecamatan Sape
Kabupaten Bima tahun
pelajaran 2010/2011.
2. Mengetahui apakah dengan
adanya penerapan metode
diskusi dan resitasi dapat
meningkatkan prestasi
belajar siswa siswa kelas
VI SDN Inpres Natu
Kecamatan Sape
Kabupaten Bima tahun
pelajaran 2010/2011.
E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam
penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut : “Dengan
adanya metode diskusi dan
resitasi diduga dapat
meningkatkan prestasi belajar
siswa kelas VI SDN Inpres Natu
Kecamatan Sape Kabupaten
Bima tahun pelajaran 2010/2011
”.
KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan
Pendidikan merupakan
bagian integral dalam
pembangunan. Proses
pendidikan tidak dapat
dipisahkan dari proses
pembanguan itu sendiri.
Pembangunan diarahkan dan
bertujuan untuk
mengembangkan sumber daya
manusia yang berkualitas dan
sektor ekonomi, yang satu
dengan lainnya saling berkaitan
dan berlangsung dengan
berbarengan (Hamalik, 1999).
Tujuan pendidikan
adalah seperangkat hasil
pendidikan yang tercapai oleh
peserta didik setelah
diselenggarakannya kegiatan
pendidikan. Seluruh kegiatan
pendidikan, yakni bimbingan,
pengajaran, dan/atau latihan
diarahkan untuk mencapai tujuan
pendidikan. Dalam konteks ini,
tujuan pendidikan merupakan
suatu komponen sistem
pendidikan yang menempati
kedudukan dan fungsi sentral
(Hamalik, 1999).
Tujuan pendidikan
nasional seperti yang tercantum
dalam UU No. 2 Tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan
Nasional, maka tujuan
pendidikan adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu
manusia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang
Page 215
207
Maha Esa dan berbudi pekerti
luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani
dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan
dan kebangsaan (Bab II pasal 4).
B. Ruang Lingkup Guru secara
Umum
Sebagai pengajar atau
pendidik, guru merupakan salah
satu faktor penentu keberhasilan
setiap upaya pendidikan. Itulah
sebabnya, setiap adanya inovasi
pendidikan, khususnya dalam
kurikulum dan peningkatan
sumber daya manusia yang
dihasilkan dari upaya pendidikan
selalu bermuara pada faktor
guru. Hal ini menunjukkan
bahwa betapa eksisnya peran
guru dalam dunia pendidikan
(Usman, 1995).
Dalam melaksanakan
tugasnya, guru tidak berada
dalam lingkungan yang kosong,
ia merupakan bagian dari sebuah
mesin besar pendidikan nasional
dan karena itu terikat pada
rambu-rambu yang telah
ditetapkan secara nasional
mengenai apa yang mesti
dilakukannya.
a. bagi kemajuan hidup yang
nyata dari sesuatu
masyarakat atau individu.
C. Hakekat Belajar Mengajar
Belajar dan mengajar
merupakan dua konsep yang
tidak bisa dipisahkan satu sama
lain. Belajar menunjuk pada apa
yang harus dilakukan seseorang,
sebagai subyek yang menerima
pelajaran, sedangkan mengajar
menunjuk pada apa yang harus
dilakukan oleh guru sebagai
pengajar (Hamalik, 1999).
Dua konsep tersebut
menjadi terpadu dalam satu
kegiatan manakala terjadi
interaksi guru dengan siswa
maupun siswa dengan siswa
pada saaat pengajaran itu
berlangsung. Inilah makna
belajar dan mengajar sebagai
suatu proses. Interaksi guru –
siswa sebagai makna utama
proses pengajaran memegang
peranan penting untuk mencapai
tujuan pengajaran yang efektif.
D. Metode Diskusi
Menurut Nana
Sudjana, metode diskusi pada
dasarnya adalah tukar menukar
informasi, pendapat, dan unsur-
unsur pengalaman secara teratur
dengan maksud untuk mendapat
pengertian bersama yang lebih
jelas dan lebih teliti tentang
sesuatu, atau untuk
mempersiapkan dan
merampungkan keputusan
bersama.
Sedangkan menurut
Suryosubroto (1997 : 179)
metode diskusi adalah suatu cara
penyajian bahan pelajaran
dimana guru memberi
kesempatan kepada para siswa
(kelompok-kelompok siswa)
untuk mengadakan perbincangan
ilmiah guna mengumpulkan
pendapat, membuat kesimpulan
atau menyusun beberapa
alternatif pemecahan suatu
masalah.
Dari beberapa pendapat
di atas dapat disimpulkan bahwa
Page 216
208
metode diskusi adalah suatu
metode yang dilakukan oleh dua
orang atau lebih dengan saling
tukar pendapat atau ide,
pengalaman, untuk mencapai
suatu tujuan tertentu.
a. Pengertian Metode Resitasi
Yang dimaksud dengan
metode resitasi atau penugasan
adalah metode penyajian bahan
dimana guru memberikan tugas
tertentu agar siswa melakukan
kegiatan belajar, yang mana
kegiatan itu dapat dilakukan di
dalam kelas, di halaman sekolah,
di laboratorium, di perpustakaan,
di rumah ataupun dimana saja
asal tugas itu dapat diselesaikan.
Menurut Roestiyah
dikatakan bahwa resitasi adalah
suatu metode dengan cara
menyusun laporan sebagai hasil
dari apa yang dipelajari. Resitasi
(penugasan) dapat berupa
perintah kemudian siswa
mempelajari bersama teman atau
sendiri untuk menyusun laporan
atau resume kemudian keesokan
harinya hasil laporan
didiskusikan dengan seluruh
siswa di kelas.
a. Pengertian Prestasi Belajar
Adapun pengertian
prestasi menurut WJS.
Poerdaminta adalah hasil yang
telah dicapai (dilakukan,
dikerjakan, dan sebagainya) dan
menurut Mas’ud Khasan Abdul
Qohar, prestasi adalah apa yang
telah diciptakan, hasil pekerjaan,
hasil yang menyenangkan hati
yang diperoleh dengan keuletan
kerja. Sedangkan menurut
Nasrul Harahap, dkk memberi
batasan bahwa prestasi adalah
penilaian pendidikan tentang
perkembangan dan kemajuan
murid yang berkenaan dengan
penguasaan bahan pelajaran
yang disajikan kepada mereka
serta nilai yang terdapat dalam
kurikulum.
METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini
menggunakan rancangan
penelitian tindakan kelas (PTK)
dimana dalam penelitian ini
dilakukan dengan mengikuti alur :
refleksi awal, perencanaan,
pelaksanaan tindakan,
pengamatan, refleksi, dan
perancangan ulang.
B. Objek Tindakan
Penelitian tindakan kelas
ini difokuskan pada siswa kelas VI
SDN Inpres Natu IV Kecamatan
Sape Kabupaten Bima dengan
mengadakan latihan-latihan dalam
pembelajaran materi pemahaman
bacaan dalam pembelajaran mata
pelajaran PKn, yang mana hanya
dua jam pelajaran dalam satu
minggu dengan alokasi waktu 45
menit satu jam pelajaran. Jadi
materi PKn harus benar-benar
dikuasi oleh peserta didik sehingga
anak didik mampu mengamalkan
dalam kehidupan sehari-hari.
C. Rencana Tindakan
1. Perencanaan Tindakan
Dalam penelitian
tindakan kels ini akan dipakai
siklus yang dilakukan secara
barulang-ulang dan berkelanjutan,
sehingga diharapkan semakin lama
semakin menunjang hasil yang
akan dicapai.
2. Implementasi Tindakan
Page 217
209
3. Observasi dan Interpretasi
4. Analisis dan Refleksi
E. Siklus Penelitian
Siklus penelitian
tindakan kelas dipersiapkan untuk
empat kali pertemuan yang
semuanya dibentuk dalam skenario
pembelajaran untuk dua pokok
bahasan. Tindakan kelas ini
dimulai pada bulan Nopember
tahun 2007 sampai dengan bulan
Desember 2007..
F. Pembuatan Instrumen
Pada penelitian ini,
peneliti disini menjadi instrumen
utama yang dimaksudkan adalah
dimana peneliti menjadi
pengumpul data pada penelitian
tindakan kelas, peneliti disini
merupakan pengumpul data dan
yang sangat penting peneliti juga
menjadi perencana dan pelaksana
tindakan kelas yang nantinya akan
banyak terlibat langsung dengan
siswa di dalam proses penelitian.
Instrumen pendukung
lain yang dapat digunakan untuk
memperoleh data adalah lembar
observasi dan skala penilaian
terhadap siswa di dalam keaktifan
berdiskusi dan mengerjakan tugas.
H. Indikator Kinerja
Penelitian dilaksanakan
dengan metode diskusi. Siswa
diharapkan lebih aktif di dalam
proses pembelajaran serta dapat
lebih memahami bidang studi
tertentu, khususnya dalam materi
PKn dalam hal ini indikator yang
ditemukan selama peneliti
menerapkan metode diskusi ini
bahwa sebagian besar siswa
berantusias setiap diskusi
dilangsungkan, mereka mengikuti
dengan sungguh-sungguh karena
mereka semua berkeinginan untuk
dapat memahami permasalahan
yang didiskusikan secara otomatis
akan berpengaruh terhadap
prestasi belajar siswa di dalam
kelas
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
1. Siklus Pertama
a. Perencanaan
Untuk mengetahui
pemahaman siswa tentang
konsep bacaan, peneliti disini
melaksanakan ujian
pengetahuan konsep bacaan
kemudian
mengklasifikasikan menjadi
sangat menguasai,
menguasai, belum menguasai
dan tidak menguasai,
selanjutnya peneliti
menentukan kelompok
menjadi 6 kelompok.
b. Pelaksanaan
Pada siklus ini dilaksanakan
pada pertemuan pertama
tepatnya pada tanggal 24
Nopember 2007, apa yang
telah dilaksanakan berjalan
sesuai dengan yang
direncanakan yaitu mengkaji
penguasaan konsep Nilai-
nilai Pancasila sebagai dasar
negara dan ideologi negara
dan pengelompokan menjadi
6 kelompok.
c. Pengamatan
Pada siklus pertama ini
peneliti menguji tentang
pemahaman siswa tentang
konsep nilai-nilai Pancasila
sebagai dasar negara dan
Page 218
210
ideologi negara yang
hasilnya adalah masih
banyak siswa yang belum
menguasai konsep nilai-nilai
Pancasila sebagai dasar
negara dan ideologi negara
dengan baik dan benar. Pada
siklus ini juga telah
membentuk kelompok
menjadi 6 kelompok yang
mana setiap kelompoknya
ada seorang yang menguasai
konsep nilai-nilai Pancasila
sebagai dasar negara dan
ideologi negara.
a. Refleksi
Dari hasil pengamatan
peneliti disini ternyata
penguasaan siswa tentang
konsep nilai-nilai Pancasila
sebagai dasar negara dan
ideologi negara dapat
dikatakan relatif rendah yang
dimaksud disini masih
banyak sekali siswa yang
belum paham makna bacaan
sehingga langkah-langkah
yang harus dilakukan untuk
mengantisipasi adalah
membuat beberapa kelompok
dan dibuat tutor sebaya.
2. Siklus Kedua
a. Perencanaan
Melanjutkan siklus pertama,
disini akan melakukan
diskusi untuk
mempresentasikan tugas
tentang pemahaman nilai-
nilai Pancasila sebagai dasar
negara dan ideologi negara
yang ditentukan.
b. Pelaksanaan
Pada siklus ini dilaksanakan
pada tanggal 1 Desember
2007 apa yang telah
direncanakan pada hari itu
berjalan dengan lancar.
a. Pengamatan
Untuk siklus ini peneliti
dapat melakukan diskusi
hanya 3 kelompok, dalam
diskusi ini para siswa masih
kurang aktif dalam diskusi
yang telah berlangsung.
b. Refleksi
Dari hasil pengamatan
peneliti ternyata siswa
kurang aktif dalam diskusi
maka langkah yang bisa
diambil guru merangsang
siswa untuk bertanya.
Tabel 4.1. Penilaian Pemahaman Konsep Nilai-nilai Pancasila
NO NAMA LKS Keaktifan
1 Siti Nur Kholipah 77 70
2 Deri Nurfuad 60 70
3 Eva Nurhalimah 78 70
4 Elya Fitra Megawasinta 65 80
5 Erma Wahyuni 75 70
6 Ilham Rochmad .F 80 70
7 Khusniatul Munna 80 70
8 Khusnatul Maghfiroh 50 70
9 Luluk Amelina 48 70
10 Miftachul Af'idah 75 80
Page 219
211
11 M. Fariz Hidayatulloh 63 80
12 M. Rizki Aziz 78 70
13 Miftahul Rohmah 85 70
14 Niswatul Khotimah 68 70
15 Nursidikiyah 87 80
16 Septian Dwi Devinta .S 58 70
17 Teddi Bagus Setiawan 68 70
18 Wahyu Susanti 88 70
19 Mega Mijil Wipo 78 70
20 Yahya Dwi Kurnia 84 70
3
. Siklus Ketiga
a. Perencanaan
Pada siklus ini akan
melanjutkan diskusi yang
belum selesai pada konsep
Nila-nilai Pancasila sebagai
dasar negara dan ideologi
negara sekaligus melanjutkan
materi pemahaman isi dan
pemilihan kata dan ulangan
harian untuk konsep bacaan,
pada pertemuan selanjutnya
melakukan ulangan harian.
b. Pelaksanaan
Pada siklus ini dilaksanakan
dua kali pertemuan,
pertemuan pertama pada 8
Desember 2007, dan
pertemuan kedua pada
tanggal 15 Desember 2007.
c. Pengamatan
Pada siklus ini peneliti telah
menggunakan metode
diskusi melanjutkan konsep
Nilai-nilai Pancasila sebagai
dasar negara dan ideologi
negara dan melaksanakan
materi sikap positif terhadap
Pancasila dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Pada siklus ini dapat
dikatakan bahwa sudah mulai
aktif atau ikut serta dalam
diskusi yang sedang
berlangsung.
d. Reflkesi
Dari hasil pengamatan
peneliti ternyata siswa aktif
dalam diskusi dan sudah bisa
memahami konsep sikap
positif terhadap Pancasila
dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Disini dapat
dilihat dari ulangan harian
yang telah dilaksanakan.
Oleh karena itu, tidak
mustahil guru memberi nilai
tambahan pada siswa yang
aktif.
Tabel 4.2. Penilaian Materi Pemahaman Sikap Positif Terhadap Pancasila
NO NAMA UH I UH II LKS
1 Siti Nur Kholipah 90 80 70
2 Deri Nurfuad 78 90 78
3 Eva Nurhalimah 90 95 80
Page 220
212
4 Elya Fitra Megawasinta 88 85 75
5 Erma Wahyuni 82 84 70
6 Ilham Rochmad .F 91 96 80
7 Khusniatul Munna 92 100 78
8 Khusnatul Maghfiroh 82 80 70
9 Luluk Amelina 82 74 80
10 Miftachul Af'idah 97 85 80
11 M. Fariz Hidayatulloh 65 84 70
12 M. Rizki Aziz 77 80 70
13 Miftahul Rohmah 86 100 80
14 Niswatul Khotimah 93 82 70
15 Nursidikiyah 91 85 76
16 Septian Dwi Devinta .S 97 80 70
17 Teddi Bagus Setiawan 90 90 70
18 Wahyu Susanti 89 100 78
19 Mega Mijil Wipo 97 80 78
20 Yahya Dwi Kurnia 93 100 80
B.
Pembahasan
Mata pelajaran PKn
merupakan salah satu mata
pelajaran yang di dalamnya
mencakup pelajaran memahami,
menghayati, dan mengamalkannya
dalam kehidupan sehari-hari.
Tetapi dalam kenyataan yang ada
di lapangan mata peljaran PKn
dewasa ini mutunya masih rentan
karena belum mencapai target
yang diinginkan secara memadai.
Hal ini disebabkan oleh kesulitan
siswa dalam memahami materi
yang sukar diterima. Selain itu
metode yang digunakan dalam
proses belajar mengajar masih
terpaku pada buku-buku pelajaran.
Peneliti melakukan
penelitian dikhususkan pada
materi pelajaran PKn. Keadaan
dalam kelas ini pada awalnya
kurang dapat memahami materi
PKn dengan baik.
Dari fenomena itu guru
berinisiatif untuk
mengelompokkan siswa menjadi
beberapa kelompok untuk
berdiskusi, hal ini diharapkan
siswa dapat bekerja sama dengan
yang lain, dengan demikian akan
lebih mudah untuk memahami
materi pelajaran PKn.
Selain itu dengan
berdiskusi suasana kelas lebih
hidup sebab siswa mengarahkan
perhatian atau pikirannya kepada
masalah yang akan didiskusikan.
Dapat memunculkan kreativitas,
ide, prestasi kepribadian individu
seperti toleransi, demokrasi,
berpikir kritis, sistematis, sabar
dan sebagainya. Kesimpulan hasil
diskusi mudah dipahami siswa
karena mereka mengikuti proses
berfikir sebelum sampai pada
suatu kesimpulan.
Page 221
213
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah peneliti mengadakan
pengamatan terhadap penerapan
metode diskusi dan reitasi dalam
rangka meningkatkan prestasi
belajar siswa terhadap mata
pelajaran PKn, maka disini dapat
ditarik kesimpulan :
Metode diskusi adalah
salah satu metode yang
dapat digunakan untuk
meningkatkan pemahaman
siswa terhadap suatu mata
pelajaran.
Keaktifan siswa dalam
proses diskusi dapat
dirangsang melalui
beberapa penghargaan
seperti halnya memberikan
nilai tambahan bagi siswa
yang aktif dalam proses
diskusi.
Penugasan disini dapat
membantu siswa untuk
lebih bisa memahami,
menghayati mata pelajaran
PKn.
Penugasan juga mengukur
siswa dari ranah kognitif
dan afektifnya
Keberhasilan guru dalam
proses pembelajaran dapat
dilihat dari hasil yang
dicapai yang diraih siswa
serta semangat dan
perhatian siswa terhadap
suatu mata pelajaran.
Kendala yang sering
muncul di dalam proses
diskusi adalah pertanyaan
dan jawaban yang kurang
mengena, disini
dikarenakan peserta diskusi
kurang begitu memahami
materi yang dibahas.
Kendala yang sering
muncul dalam penugasan
siswa sering
mengumpulkan tugas tidak
tepat waktu dengan
berbagai alasan
DAFTAR PUSTAKA
-----------. 1989. Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta : Bina
Akksara.
Abdul Ghafur. 1980. Desain
Instruksional. Solo : Tiga
Serangkai.
Ardana, Wayan. 1980. Beberapa
Metode Statistik untuk
Keperlian Penelitian
Pendidikan. Malang :
Swadaya.
Arikunto, Suharsimi. 1993.
Manajemen Pengajaran
Secara Manusiawi.
Jakarta : Rineka Cipta.
------------. 1992. Dasar-dasar
Evaluasi Pendidikan.
Jakarta : Bumi Aksara.
------------. 1986. Dasar-dasar
Evaluasi Pendidikan.
Jakarta : Bumi Aksara.
------------. 1989. Penilaian
Program Pendidikan.
Proyek Pengembangan
LPTK Depdikbud. Ditjen
Dikti.
------------. 1998. Prosedur
Penelitian : Suatu
Pendekatan Praktek.
Jakarta : Bina Aksara.
Bahri Syaiful Djamara. 1994.
Prestasi Belajar dan
Page 222
214
Kompetensi Guru.
Surabaya : UN.
Combs, Arthur W.1984. The
Profesional Education of
Teachers. Allin and
Bacon, Inc, Boston.
Darajat Zakiyah. 2000. Guru dan
Anak Didik dalam
Interaktif Edukatif.
Jakarta : PT. Rineka
Cipta.
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. 1993.
Kurikulum SLTP 1994,
Landasan Program
Pengajaran Petunjuk
Pelaksanaan Kurikulum.
Jakarta.
Djamarah, Syaiful Bahri. 1994.
Guru dan Anak Didik
dalam Interaktif Edukatif.
Fakultas Tarbiyah IAIN
Antasari Banjarmasin.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002.
Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta : PT
Rineka Cipta.
Hadi, Sutrisno. 1981. Metodologi
Research. Yayasan
Penerbitan Fakultas
Psikologi Universitas
Gajah Mada. Yogyakarta.
Hamalik, Oemar. 1992. Psikologi
Belajar dan Mengajar.
Sinar Baru : Bandung.
-----------. 1999. Kurikulum dan
Pembelajaran. PT. Bumi
Aksara. Jakarta
Hasibuan JJ dan Moerdjiono.
1998. Proses Belajar
Mengajar. Bandung :
Remandja Karya.
Hasibuan JJ dan Sulthoni. 2004.
Kemampuan Dasar
Mengajar. Departemen
Pendidikan-Universitas
Negeri Malang Fakultas
Ilmu Pendidikan.
Margono. 1997. Metodologi
Penelitian Pendidikan.
Jakarta : PT. Rineka
Cipta
Mursell, James L. Successful
Teaching (terjemahan).
Bandung : Jemmars.
Roestiyah N.K. 1991. Strategi
Belajar Mengajar.
Jakarta : Bina Aksara
Sardiman, A.M. 1996. Interaksi
dan Motivasi Belajar
Mengajar. Jakarta : Bina
Aksara.
Slameto. 1988. Evaluasi
Pendidikan. Jakarta :
Bina Aksara.
Soekamto, Toeti. 1997. Teori
Belajar dan Model-model
Pembelajaran. Jakarta :
PAU-PPAI, Universitas
Terbuka.
Soeratno dan Arsyat, Lincolin.
1988. Metodologi
Penelitian untuk
Ekonomi dan Bisnis.
Yogyakarta : BPFE.
Sudjana, Nana. 1984. Dasar-dasar
Proses Belajar
Mengajar. Bandung :
Sinar BaruAlgensido.
Sunaryo. 1999. Strategi Belajar
Mengajar Ilmu
Pengetahuan Sosial.
Malang : IKIP.
Suryabrata, Sumadi. 1990.
Psikologi Pendidikan.
Yogyakarta : Andi
Offset.
Page 223
215
Suryosubroto. 1997. Proses
Belajar Mengajar di
Sekolah. Jakarta : PT
Rineka Cipta
Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi
Pendidikan, Suatu
Pendekatan Baru.
Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Syaiful, Bachri. 2000. Guru dan
Anak Didik dalam
Berinteraksi Edukatif.
Jakarta : PT Rineka Cipta
Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi
Guru Profesional.
Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Wasty Soemanto. 1987. Psikologi
Pendidikan. Jakarta : PT
Rineka Cipta
Wetherington H.C and W.H Walt
Burton. 1986. Teknik-
teknik Belajar dan
Mengajar (terjemahan).
Bandung : Jemmars.
Page 224
216
Upaya Meningkatkan Pemahaman Terhadap Politik Luar Negeri Indonesia
yang Bebas dan Aktif dengan Menggunakan Media Gambar Sebagai Sumber
Belajar Pada Siswa Kelas VI SDN SDN Kuta Kecamatan Parado Kabupaten
Bima Tahun Pelajaran 2012/2013
MUHAMMAD JAFAR
Guru SDN Kuta
Abstrak
Kata Kunci: Pkn, media gambar
Penelitian ini berdasarkan permasalahan : a) Bagaimanakah cara
meningkatkan pemahaman terhadap politik luar negeri Indonesia yang bebas
dan aktif pada siswa kelas VI SDN Kuta Kecamatan Parado Kabupaten Bima
tahun pelajaran 2012/2013 ? b) Apakah penggunaan media gambar mampu
meningkatkan pemahaman terhadap politik luar negeri Indonesia yang bebas
dan aktif pada siswa kelas VI SDN Kuta Kecamatan Parado Kabupaten Bima
tahun pelajaran 2012/2013 ?
Tujuan dari penelitian ini adalah : a) Mengetahui cara meningkatkan
pemahaman terhadap politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif pada
siswa kelas VI SDN Kuta Kecamatan Parado Kabupaten Bima . b)
Mengetahui apakah penggunaan media gambar mampu meningkatkan
pemahaman terhadap politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif pada
siswa kelas VI SDN Kuta Kecamatan Parado Kabupaten Bima .
Penelitian ini menggunakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
sebanyak tiga siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan,
kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah
siswa kelas VI SDN Kuta Kecamatan Parado Kabupaten Bima tahun
pelajaran 2012/2013 . Data yang diperoleh berupa data keaktifan siswa, data
aktifitas guru dan data penyebaran angket.
Dari hasil analisis data didapatkan bahwa pemahaman siswa terhadap
pembelajaran PKn mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus III
yaitu, siklus I (66,66% ), siklus II (83,33%), siklus III (91,66%).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah penggunaan media gambar
sebagai sumber belajar mampu meningkatkan pemahaman siswa kelas VI
SDN Kuta Kecamatan Parado Kabupaten Bima tahun pelajaran 2012/2013
terhadap pembelajaran PKn.
Page 225
217
A. Latar Belakang Masalah
Mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan
merupakan mata pelajaran yang
memfokuskan pada
pembentukan warganegara yang
memahami dan mampu
melaksanakan hak-hak
kewajibannya untuk menjadi
warganegara Indonesia yang
melaksanakan hak-hak
kewajibannya untuk menjadi
warganegara Indonesia yang
cerdas, terampil, dan
berkarakter yang diamanatkan
oleh Pancasila dan UUD 1945.
Tujuan dari mata
pelajaran ini adalah agar peserta
didik memiliki kemampuan
sebagai berikut: (1) Berpikir
secara kritis,rasional, dan kreatif
dalam menanggapi isu
kewarganegaraan, (2)
Berpartisipasi secara aktif dan
bertanggungjawab, dan
bertindak secara cerdas dalam
kegiatan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara serta
anti korupsi, (3) Berkembang
secara positif dan demokratis
untuk membentuk diri
berdasarkan karakter-karakter
masyarakat Indonesia agar dapat
hidup bersama dengan bangsa-
bangsa lainnya, dan (4)
Berinteraksi dengan bangsa-
bangsa lain dalam percaturan
dunia secara langsung atau tidak
langsung dengan memanfaatkan
teknologi informasi dan
komunikasi. (Badan Standar
Nasional Pendidikan. 2006:
21.22).
Untuk mencapai tujuan
dari mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan utamanya
dalam menjelaskan politik luar
negeri Indonesia yang bebas dan
aktif, perlu adanya kesiapan dari
peserta didik yang memiliki
motivasi serta minat belajar
yang tinggi, karena dengan
motivasi serta minat belajar
yang tinggi peserta didik akan
mampu melakukan aktivitas
belajar. Dengan kesiapan
peserta didik melakukan
aktivitas belajar, mereka akan
mampu menyerap dan
mengendapkan materi pelajaran
dengan baik. Hal ini sesuai
dengan yang diungkapkan oleh
Nur (2001: 3) bahwa siswa yang
bermotivasi dalam belajar
sesuatu akan menggunakan
proses kognitif yang lebih tinggi
dalam mempelajari materi itu,
sehingga siswa itu akan
menyerap dan mengendapkan
materi itu dengan lebih baik.
Selain itu juga
diperlukan kesiapan dari
pendidik yang dalam hal ini
adalah guru. Guru harus mampu
menyiapkan strategi
pembelajaran yang baik dan
sesuai dengan materi yang
disampaikannya serta yang tidak
kalah pentingnya adalah
menyiapkan media
pembelajaran. Karena dengan
media pembelajaran yang baik
akan memudahkan siswa
menangkap serta mengendapkan
materi pelajaran tersebut di
dalam memorinya.
Page 226
218
Namun kenyataan
dilapangan menunjukkan fakta
yang berlainan dengan harapan
penulis. Banyak guru yang
mengajar tanpa persiapan.
Media pembelajaranpun tak
pernah dipikirkan. Padahal
peran media dalam
pembelajaran sangat penting.
Dengan media, informasi dari
guru akan tersalurkan kepada
siswa. Karena media adalah
sesuatu yang
mengantar/meneruskan
informasi (pesan) antara sumber
(pemberi pesan) dan penerima
pesan. Media adalah segala
bentuk dan saluran yang dapat
digunakan dalam suatu proses
penyajian informasi (AECT
Task Force,1977:162) (dalam
Latuheru,1988:11).
Selain sebagai
penyampai informasi, media
juga berfungsi untuk
menghilangkan verbalisme
dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran yang tanpa
menggunakan media akan
terkesan verbal dan
mengambang. Siswa hanya tahu
atau mendengar apa yang
diucapkan oleh guru tanpa
mengetahui obyek sebenarnya.
Untuk menjelaskan
materi pembelajaran PKn
khususnya pada politik luar
negeri Indonesia yang bebas dan
aktif diperlukan suatu media
pembelajaran. Hal ini
dimaksudkan untuk
memperjelas materi yang
disampaikan guru. Media yang
dimaksud adalah gambar.
Dengan menggunakan gambar
atau foto siswa akan lebih cepat
menangkap materi yang
disampaikan oleh guru.
B. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan
permasalahan di atas, penelitian
ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui cara
meningkatkan pemahaman
terhadap politik luar negeri
Indonesia yang bebas dan
aktif pada siswa kelas VI
SDN Kuta Kecamatan
Parado Kabupaten Bima
Tahun Pelajaran 2012/2013.
2. Mengetahui apakah
penggunaan media gambar
mampu meningkatkan
pemahaman terhadap politik
luar negeri Indonesia yang
bebas dan aktif pada siswa
kelas VI SDN Kuta
Kecamatan Parado
Kabupaten Bima Tahun
Pelajaran 2012/2013.
KAJIAN PUSTAKA
A. Hakikat dan Tujuan
Pendidikan Kewarganegaraan
Hakikat Pendidikan
Kewarganegaraan adalah upaya
sadar dan terencana untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa
bagai warga Negara dengan
menumbuhkan jati diri dan moral
bangsa sebagai landasan
pelaksanaan hak dan kewajiban
dalam bela Negara, demi
kelangsungan kehidupan dan
kejayaan bangsa dan Negara.
Tujuan Pendidikan
Kewarganegaraan adalah
mewujudkan warganegara sadar
Page 227
219
bela negara berlandaskan
pemahaman politik kebangsaan,
dan kepekaan mengembangkan
jati diri dan moral bangsa dalam
perikehidupan bangsa.
Pendidikan
Kewarganegaraan pada dasarnya
mengajarkan kepada kita dan
memberi masukan yang positif
dari segi ilmu pengetahuan.
Dimana kita dapat mempelajari
berbagai hal, mulai dari suatu
individu hingga negara itu
sendiri dan status-status lainnya.
Pendidikan
Kewarganegaraan dapat
memberikan kita gambaran
tentang cita-cita, harapan, dan
lainnya yang kesemuanya tidak
hanya kita lihat dari satu sudut,
tetapi dari segi yang berbeda dan
pandangan serta pendapat yang
berbeda pula.
B. Media Pembelajaran
Pengertian media mengarah
pada sesuatu yang
mengantar/meneruskan informasi
(pesan) antara sumber (pemberi
pesan) dan penerima pesan. Media
adalah segala bentuk dan saluran
yang dapat digunakan dalam suatu
proses penyajian informasi (AECT
Task Force,1977:162) (dalam
Latuheru,1988:11). Robert Heinich
dkk (1985:6) mengemukakan
definisi medium sebagai sesuatu
yang membawa informasi antara
sumber (source) dan penerima
(receiver) informasi. Masih dari
sudut pandang yang sama, Kemp
dan Dayton (1985:3),
mengemukakan bahwa peran media
dalam proses komunikasi adalah
sebagai alat pengirim (transfer)
yang mentransmisikan pesan dari
pengirim (sander) kepada penerima
pesan atau informasi (receiver).
Pengembangan media
pembelajaran didasarkan pada 3
model pengembangan yaitu model
prosedural, model konseptual, dan
model teoritik. Model prosedural
merupakan model yang bersifat
deskriptif, yaitu menggariskan
langkah-langkah yang harus diikuti
untuk menghasilkan produk. Model
konseptual yaitu model yang
bersifat analitis yang memerikan
komponen-komponen produk yang
akan dikembangkan serta
keterkaitan antarkomponen.
Sedangkan model teoritik adalah
model yang menunjukkan hubungan
perubahan antar peristiwa.
Berdasarkan hal yang
dikemukan diatas, pengembangan
media berbantuan komputer
interaktif yang dikembangkan
mengikuti model prosedural dari
The ASSURE, dimana langkah yang
harus diikuti bersifat deskriptif yang
terdiri dari 6 langkah yaitu analisis
karakteristik siswa, penetapan
tujuan, pemilihan media dan materi,
pemanfaatan materi,
pengikutsertaan siswa untuk aktif
dalam pembelajaran, evaluasi/revisi.
Sedangkan model konseptual dari
pengembangan media berbantuan
komputer ini mengikuti teori belajar
behavior yang dikemukakan oleh
Gagne yaitu belajar yang dilakukan
manusia dapat diatur dan diubah
Page 228
220
untuk mengembangkan bentuk
kelakuan tertentu pada seseorang,
atau mempertinggi kemampuan,
atau mengubah kelakuannya
(Nasution, 1988: 131), sehingga
media pembelajaran yang
dikembangkan berdasar pada
“Programmed Instruction”.
Sehubungan dengan penggunaan
“Programmed Instruction”sebagai
konsep media yang dikembangkan,
maka teori belajar yang sesuai
dengan karakter dari “Programmed
Instruction” adalah teori belajar
asosiasi, menyatakan bahwa
hubungan antara stimulus dan
respon. Hubungan tersebut akan
semakin kuat apabila sering
diulangi dan respon yang benar
diberi pujian atau cara lain yang
memberikan rasa puas dan senang
(Nasution, 1988: 132).
D. Media Gambar (Charta)
Gambar sangat penting
digunakan dalam usaha
memperjelas pengertian pada
peserta didik, sehingga dengan
menggunakan gambar perserta didik
dapat lebih memperhatikan terhadap
benda-benda yang belum pernah
dilihatnya yang berkaitan dengan
pelajaran.
METODE PENELITIAN
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah
siswa kelas VI SDN Kuta
Kecamatan Parado Kabupaten Bima
Tahun Pelajaran 2012/2013 dengan
jumlah 12 siswa.
C. Variabel Penelitian
Pada bagian ini ditentukan
variabel-variabel penelitian yang
dijadikan titik-titik incar untuk
menjawab permasalahan yang
dihadapi. Variabel tersebut terdiri
dari (a) variabel input; yaitu siswa,
guru dan sumber belajar, (b)
variabel proses pelanggaran KBM;
interaksi belajar-mengajar, gaya
mengajar guru, implementasi
berbagai metode mengajar di kelas
dan cara belajar siswa, (c) Variabel
output rasa keingintahuan siswa,
kemampuan siswa mengaplikasikan
pengetahuan, sikap terhadap
pengalaman belajar yang telah
digelar, motivasi siswa, dan hasil
belajar siswa.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Teknik pengumpulan data observasi
terdiri dari dua macam. (1)
observasi terhadap siswa, (2)
observasi terhadap guru. Observasi
siswa dilakukan untuk memperoleh
data autentik terhadap peningkatan
kemampuan memahami politik luar
negeri Indonesia yang bebas dan
aktif pada saat mengikuti pelajaran,
sedangkan observasi guru dilakukan
oleh seorang kolaborator untuk
memperoleh data pelaksanaan
pembelajaran. Observasi guru juga
dimaksudkan untuk mengetahui
perkembangan pelaksanaan
pembelajaran, apakah sudah sesuai
atau belum dengan rencana yang
telah dipersiapkan. Observasi
dilakukan saat penelitian
berlangsung. Peneliti mengadakan
pengamatan secara langsung
terhadap perkembangan
kemampuan memahami politik luar
Page 229
221
negeri Indonesia yang bebas dan
aktif. Sedangkan observasi guru
dilakukan oleh kolaborator terhadap
pelaksanaan pembelajaran.
2. Tes Formatif
Pada akhir kegiatan pembelajaran,
dilakukan tes formatif siswa. Tes ini
bertujuan untuk mengetahui
peningkatan prestasi belajar siswa
setelah dilakukan penelitian dan
direncanakan dalam 3 siklus. Yaitu
tes formatif siklus I, tes formatif
siklus II dan tes formatif siklus III.
Tes formatif tersebut berisi
pertanyaan-pertanyaan seputar
politik luar negeri Indonesia yang
bebas dan aktif dan disusun dengan
menggunakan jenis tes obyektif /
pilihan ganda. Setelah lembar tes
diisi oleh siswa, selanjutnya peneliti
mengumpulkan data hasil tes
tersebut ke dalam tabel rekapitilasi
tes formatif siswa. Dari tabel
tersebut, akan diketahui apakah
kegiatan penelitian sudah
mengalami peningkatan dari
sebelum dilakukan penelitian.
E. Indikator Kinerja
1. Indikator Peningkatan
Kemampuan Memahami
Politik Luar Negeri
Indonesia.
Data siswa sebelum
dilakukan penelitian
menunjukkan kemampuan
memahami politik luar
negeri Indonesia hanya 35%.
Setelah dilakukan penelitian
diharapkan ada kenaikan
dalam memahami politik
luar negeri Indonesia tidak
kurang dari 80%. Apabila
dalam siklus I kegiatan
penelitian siswa mampu
mencapai angka persentase
tersebut, maka penelitian
dihentikan dan dianggap
berhasil. Namun penelitian
akan tetap dilanjutkan pada
siklus berikutnya bila
keberhasilan belum
mencapai angka yang telah
ditetapkan tersebut.
2. Indikator Aktivitas Guru
dalam Pembelajaran PKn
Peneliti menetapkan 70%
indikator perolehan kriteria
baik dalam lembar aktivitas
guru. Bila dalam penelitian
guru mampu mencapai
angka persentase tersebut,
aktifitas guru dalam
penelitian dianggap baik dan
berhasil.
3. Indikator Tes Formatif
Siswa
Tes ini disusun berdasarkan
kompetensi dasar yang ingin
dicapai, digunakan untuk
mengukur kemampuan
siswa dalam memahami
politik luar negeri Indonesia.
Tes formatif ini diberikan
setiap akhir kegiatan
penelitian dalam setiap
siklus. Bentuk soal yang
diberikan adalah pilihan
ganda (objektif).
Sebelumnya soal-soal ini
berjumlah 46 soal yang telah
diujicoba, kemudian penulis
mengadakan analisis butir
soal tes yang telah diuji
validitas dan reliabilitas
pada tiap soal. Analisis ini
digunakan untuk memilih
soal yang baik dan
Page 230
222
memenuhi syarat digunakan
untuk mengambil data.
F. Analisis Data
Untuk mengetahui
keefektifan kegiatan
pembelajaran dalam sebuah
penelitian perlu diadakan
analisa data. Dalam penelitian
ini digunakan teknik analisis
deskriptif kualitatif, yaitu suatu
teknik penelitian yang
menggambarkan kenyataan atau
fakta sesuai dengan data yang
diperoleh dengan tujuan untuk
mengetahui prestasi belajar
siswa juga untuk memperoleh
respon siswa terhadap kegiatan
pembelajaran serta aktivitas
siswa selama proses
pembelajaran.
Data yang akan
dianalisis dalam penelitian ini
terdiri dari data observasi
peningkatan kemampuan
memahami politik luar negeri
Indonesia, data aktivitas guru
dalam pembelajaran PKn dan
data hasil tes formatif siswa
dalam setiap siklus. Pengujian
data dilakukan dalam bentuk
persentase keberhasilan. Adapun
analisis data yang dibuat peneliti
adalah:
1. Analisis Data Observasi
Peningkatan Kemampuan
Memahami Politik Luar
Negeri Indonesia
Untuk melakukan observasi
peningkatan kemampuan
memahami politik luar
negeri Indonesia digunakan
lembar observasi
peningkatan kemampuan
memahami politik luar
negeri Indonesia. Lembar
observasi ini digunakan
untuk mengetahui tingkat
kemampuan siswa dalam
memahami politik luar
negeri Indonesia pada saat
mengikuti pelajaran. Dalam
kegiatan ini, rumus yang
digunakan adalah persentase
2. Analisis Data Observasi
Aktivitas Guru dalam
Pembelajaran PKn
Untuk menganalisis data
observasi aktivitas guru
digunakan rumus persentase
3. Analisis Tes Formatif Siswa
Untuk menganalisis tingkat
keberhasilan atau persentase
keberhasilan siswa setelah
proses belajar mengajar
dalam setiap siklus
dilakukan dengan cara
memberikan evaluasi berupa
soal tes tertulis pada setiap
akhir kegiatan pembelajaran.
Analisis ini dihitung dengan
menggunakan statistik
sederhana yaitu:
a. Untuk menilai ulangan atau tes
formatif
Peneliti melakukan penjumlahan
nilai yang diperoleh siswa, yang
selanjutnya dibagi dengan jumlah
siswa yang ada di kelas tersebut
sehingga diperoleh rata-rata tes
formatif dapat dirumuskan:
N
XX
b. Untuk ketuntasan belajar
Ada dua kategori ketuntasan belajar
yaitu secara perorangan dan secara
klasikal. yaitu seorang siswa telah
Page 231
223
tuntas belajar bila telah mencapai
skor 65% atau nilai 65, dan kelas
disebut tuntas belajar bila di kelas
tersebut terdapat 85% yang telah
mencapai daya serap lebih dari atau
sama dengan 65%. Untuk
menghitung persentase ketuntasan
belajar digunakan rumus sebagai
berikut:
%100...
xSiswa
belajartuntasyangSiswaP
c. Analisis Tes Formatif
Sebelum melakukan pengambilan
data dengan instrumen penelitian
berupa tes formatif,
G. Prosedur Penelitian
Sesuai dengan jenis
penelitian yang dipilih, yaitu
penelitian tindakan, maka
penelitian ini menggunakan
model penelitian tindakan dari
Kemmis dan Taggart (dalam
Sugiarti, 1997: 6), yaitu
berbentuk spiral dari sklus yang
satu ke siklus yang berikutnya.
Setiap siklus meliputi planning
(rencana), action (tindakan),
observation (pengamatan), dan
reflection (refleksi). Langkah
pada siklus berikutnya adalah
perencanaan yang sudah
direvisi, tindakan, pengamatan,
dan refleksi. Sebelum masuk
pada siklus 1 dilakukan tindakan
pendahuluan yang berupa
identifikasi permasalahan.
Siklus spiral dari tahap-tahap
penelitian tindakan kelas dapat
dilihat pada gambar berikut.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Siklus I
Rekapitulasi Lembar Observasi Keaktifan Siswa Pada Siklus I
No Kegiatan Jumlah/Persentase
B C K
1 Mengajukan pertanyaan 6/50,00% 3/25,00% 3/25,00%
2 Menjawab pertanyaan 4/33,33% 4/33,33% 3/25,00%
3 Menyimpulkan hasil pengamatan 5/41,66% 5/41,66% 2/16,66%
Hasil Tes Formatif Siswa Siklus I
No Nama Nilai
Keterangan
T TT
1 M. Rizal. B 50 √
2 Pipit. N 80 √
3 Versida 80 √
4 Eko Devi. K 70 √
5 Afinudin. M 70 √
6 Denis. K 80 √
Page 232
224
7 Dion. P 80 √
8 Aryl. U. S 80 √
9 Hadi. S 60 √
10 M. Ardiliwa 60 √
11 Yuliana. D 80 √
12 Dandi. R 50 √
Jumlah 840 8 4
Nilai rata-rata 70,00
B. Siklus II
Lembar Observasi Keaktifan Siswa Pada Siklus II
No Nama
Mengajukan
Pertanyaan
Menjawab
Pertanyaan
Menyimpulkan
Hasil Pengamatan
B C K B C K B C K
1 M. Rizal. B √ √ √
2 Pipit. N √ √ √
3 Versida √ √ √
4 Eko Devi. K √ √ √
5 Afinudin. M √ √ √ √
6 Denis. K √ √ √
7 Dion. P √ √ √
8 Aryl. U. S √ √ √
9 Hadi. S √ √ √
10 M. Ardiliwa √ √ √
11 Yuliana. D √ √ √
12 Dandi. R √ √
Jumlah 8 3 1 7 2 3 8 2 2
Persentase 66,66% 25,00% 8,33% 58,33% 16,66% 25,00% 66,66% 16,66% 16,66%
Rekapitulasi Lembar Observasi Keaktifan Siswa Pada Siklus II
No Kegiatan Jumlah/Persentase
B C K
1 Mengajukan pertanyaan 8/66,66% 3/25,00% 1/8,33%
2 Menjawab pertanyaan 7/58,33% 2/16,66% 3/25,00%
3 Menyimpulkan hasil pengamatan 8/66,66% 2/16,66% 2/16,66%
Page 233
225
Data Aktivitas Guru Siklus II
No Aktivitas Guru B C K
1. Menyiapkan sumber belajar √
2. Menggunakan sumber belajar √
3. Menjelaskan alat peraga √
4. Memberikan pertanyaan tentang alat
peraga √
5. Memberikan evaluasi √
6. Menyuruh siswa menjawab pertanyaan √
7. Memberikan umpan balik √
8. Memberikan penjelasan materi pelajaran √
9. Memotivasi siswa √
10. Menyampaikan tujuan pembelajaran √
11. Mengelola waktu
12. Menghubungkan dengan pelajaran
sebelumnya
√
13. Menyampaikan materi pelajaran √
14. Menjelaskan materi yang sulit √
Jumlah 7 3 3
Persentase 50,00% 21,42% 21,42%
No Nama Nilai Keterangan
T TT
1 M. Rizal. B 60 √
2 Pipit. N 90 √
3 Versida 90 √
4 Eko Devi. K 80 √
5 Afinudin. M 80 √
6 Denis. K 80 √
7 Dion. P 80 √
8 Aryl. U. S 80 √
9 Hadi. S 70 √
10 M. Ardiliwa 60 √
11 Yuliana. D 80 √
12 Dandi. R 70 √
Jumlah 920 10 2
Nilai rata-rata 76,66
Page 234
226
Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siklus II
No Uraian Hasil Siklus II
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
76,66
10
83,33
C. Siklus III
Lembar Observasi Keaktifan Siswa Pada Siklus III
No Nama
Mengajukan
Pertanyaan
Menjawab
Pertanyaan
Menyimpulkan
Hasil
Pengamatan
B C K B C K B C K
1 M. Rizal. B √ √ √
2 Pipit. N √ √ √
3 Versida √ √ √
4 Eko Devi. K √ √ √
5 Afinudin. M √ √ √
6 Denis. K √ √ √
7 Dion. P √ √ √
8 Aryl. U. S √ √ √
9 Hadi. S √ √ √
10 M. Ardiliwa √ √ √
11 Yuliana. D √ √ √
12 Dandi. R √ √ √
Jumlah 10 2 0 11 1 0 10 2 0
Persentase 83,33% 16,66% 0,00% 91,66% 8,33% 0,00% 83,33% 16,66% 0,00%
Rekapitulasi Lembar Observasi Keaktifan Siswa Pada Siklus III
No Kegiatan Jumlah/Persentase
B C K
1 Mengajukan pertanyaan 10/83,33% 2/16,66% 0/0,00%
2 Menjawab pertanyaan 11/91,66% 1/8,33% 0/0,00%
3 Menyimpulkan hasil pengamatan 10/83,33% 2/16,66% 0/0,00%
Data Aktivitas Guru Siklus III
No Aktivitas Guru B C K
1. Menyiapkan sumber belajar √
2. Menggunakan sumber belajar √
Page 235
227
3. Menjelaskan alat peraga √
4. Memberikan pertanyaan tentang alat peraga √
5. Memberikan evaluasi √
6. Menyuruh siswa menjawab pertanyaan √
7. Memberikan umpan balik √
8. Memberikan penjelasan materi pelajaran √
9. Memotivasi siswa √
10. Menyampaikan tujuan pembelajaran √
11. Mengelola waktu √
12. Menghubungkan dengan pelajaran
sebelumnya
√
13. Menyampaikan materi pelajaran √
14. Menjelaskan materi yang sulit √
Jumlah 11 2 1
Persentase 78,57% 14,28% 7,14%
Hasil Tes Formatif Siswa Siklus III
No Nama Nilai Keterangan
T TT
1 M. Rizal. B 60 √
2 Pipit. N 100 √
3 Versida 100 √
4 Eko Devi. K 90 √
5 Afinudin. M 80 √
6 Denis. K 90 √
7 Dion. P 90 √
8 Aryl. U. S 80 √
9 Hadi. S 80 √
10 M. Ardiliwa 70 √
11 Yuliana. D 80 √
12 Dandi. R 80 √
Jumlah 1.000 11 1
Nilai rata-rata 83,33
Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siklus III
No Uraian Hasil Siklus III
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
83,33
11
91,66
Page 236
228
D.
Pembahasan Antar Siklus
1. Peningkatan Kemampuan
Memahami Politik Luar Negeri
Indonesia
Berdasarkan data hasil penelitian
dapat dijelaskan adanya
peningkatan kemampuan siswa
dalam memahami politik luar
negeri Indonesia. Hal ini
dibuktikan dari hasil penelitian
dalam tabel pengamatan keaktifan
siswa dalam memahami politik
luar negeri Indonesia yang
menunjukkan adanya peningkatan
dari siklus I, II dan III, yaitu siklus
I sebesar 50,00%, 33,33%, dan
41,66%, siklus II sebesar 66,66%,
58,33% dan 66,66% dan siklus III
sebesar 83,33%, 91,66% dan
83,33%. Hasil penelitian ini
menunjukkan adanya peningkatan
siswa dalam memahami politik
luar negeri Indonesia.
2. Aktivitas Guru dalam
Pembelajaran PKn
Berdasarkan analisis data,
diperoleh aktivitas guru dalam
proses pembelajaran PKn telah
melaksanakan langkah-langkah
pembelajaran dengan baik. Hal ini
terlihat dari aktivitas guru yang
muncul di antaranya menyiapkan
sumber belajar, menggunakan
sumber belajar, menceritakan alat
peraga, memberikan pertanyaan
tentang alat peraga, memberikan
evaluasi, menyuruh siswa
menjawab pertanyaan ,
memberikan umpan balik,
memberikan penjelasan materi,
memotivasi siswa, menyampaikan
tujuan pembelajaran, mengelola
waktu, menghubungkan pelajaran
sebelumnya, menyampaikan
materi pelajaran, dan menjelaskan
materi yang sulit yang ditunjukkan
dengan persentase cukup besar.
Tes Formatif Siswa
Data tes formatif siswa
dalam setiap siklus selalu
menunjukkan adanya peningkatan.
Hal ini dapat dilihat dari hasil
belajar siswa dalam setiap
siklusnya, yaitu siklus I terdapat
66,66% siswa sudah tuntas belajar,
siklus II 83,33% siswa tuntas
belajar dan siklus III terdapat
91,66% siswa tuntas belajar. Dari
ketiga siklus tersebut dapat
disimpulkan adanya peningkatan
siswa dalam memahami politik
luar negeri Indonesia
PENUTUP
Dari hasil kegiatan
pembelajaran yang telah dilakukan
selama tiga siklus, dan
berdasarkan seluruh pembahasan
serta analisis yang telah dilakukan
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Media gambar sangat efektif
dan mampu meningkatkan
pemahaman siswa dalam
memahami politik luar negeri
Indonesia dalam pembelajaran
PKn. Hal ini dibuktikan dengan
adanya peningkatan keaktifan
siswa SDN Kuta Kabupaten
Bima Tahun Pelajaran
2012/2013 dalam proses
pembelajaran PKn yang
menunjukkan adanya
peningkatan dalam setiap
siklusnya. keaktifan siswa
Page 237
229
berdampak pula pada
peningkatan perolehan nilai tes
formatif siswa dalam setiap
siklus, yaitu siklus I (66,66%),
siklus II (83,33%), siklus III
(91,66%).
2. Penggunaan media yang tepat
mampu menarik minat dan
aktifitas siswa serta mampu
menghilangkan verbalisme
dalam pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1998.
Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineksa Cipta
Badan Standar Nasional
Pendidikan, 2006. Standar Isi.
Jakarta : BSNP
Combs. Arthur. W. 1984. The
Profesional Education of
Teachers. Allin and Bacon,
Inc. Boston.
Dahar, R.W. 1989. Teori-teori
Belajar. Jakarta: Erlangga.
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1994.
Petunjuk Pelaksanaan
Proses Belajar Mengajar,
Jakarta. Balai Pustaka.
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1992.
Ensiklopedia Indonesia
Jilid 1, 2, 3, 4, 5, dan 6.
Jakarta : Depdikbud.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2000.
Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineksa Cipta.
Enni Raharjo, dkk. 1996. Ilmu
Pengetahuan Alam untuk
SD. Jakarta : Depdikbud
Hamalik, Oemar. 1994. Media
Pendidikan. Bandung:
Citra Aditya Bakti.
Haryanto. 1994. Ilmu Pengetahuan
Alam Guru. Jakarta :
SEQIP
Ikhwan S.D, S. Pd dkk. 2006.
Fokus. Solo : CV
Sindhunata.
Kemmis, S. dan Mc. Taggart, R.
1988. The Action Research
Planner. Victoria Dearcin
University Press.
P. Ananta. S. Mia. 1994.
Pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam. Jakarta
: Kepala Cangkir.
U. Subagyo. 2006. Lembar
Kegiatan Siswa. Blitar :
TIM MGMP Sains
Yeni Hendriana, Darliana. 1998.
Petunjuk Guru Alam
Sekitar 1, 2, 3, dan 4.
Jakarta
Page 238
230
UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM DENGAN MENERAPKAN MODEL PENGAJARAN
KONTEKSTUAL BERBASIS MASALAH PADA SISWA KELAS IV
SDN 8 SAPE TAHUN PELAJARAN 2014/2015
Muhammad
Guru SDN 8 Sape
Abstrak
Kata Kunci: PAI, metode belajar aktif model pengajaran terarah
Ada kecenderungan dalam dunia pendidikan dewasa ini untuk
kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan
diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak
“mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya, bukan „mengetahui‟-nya.
Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil
dalam kompetisi „mengingat‟ jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali
anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangkan panjang.
Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah: (a)
Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar PAI dengan diterapkannya
metode belajar aktif model pengajaran terarah? (b) Bagaimanakah pengaruh
metode belajar aktif model pengajaran terarah terhadap motivasi belajar?
Tujuan dari penelitian ini adalah: (a) Ingin mengetahui peningkatan
prestasi belajar PAI setelah diterapkannya metode belajar aktif model
pengajaran terarah.(b) Ingin mengetahui pengaruh motivasi belajar PAI
setelah diterapkan metode belajar aktif model pengajaran terarah.
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research)
sebanyak tiga putaran. Setian putaran terdiri dari empat tahap yaitu:
rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian
ini adalah siswa kelas IV SDN 8 Sape kecamatan Sape kabupaten Bima. Data
yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar
mengajar.
Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami
peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (66,67%), siklus II
(77,78%), siklus III (88,89%).
Simpulan dari penelitian ini adalah metode belajar aktif model
pengajaran terarah dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar adalah
siswa kelas IV SDN 8 Sape kecamatan Sape kabupaten Bima, serta model
pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternative pembelajaran
PAI.
Page 239
231
A. Latar Belakang Masalah
Mengajar bukan semata
persoalan menceritakan. Belajar
bukanlah konsekuensi otomatis dari
perenungan informasi ke dalam
benak siswa. Belajar memerlukan
keterlibatan mental dan kerja siswa
sendiri. Penjelasan dan pemeragaan
semata tidak akan membuahkan
hasil belajar yang langgeng. Yang
bisa membuahkan hasil belajar yang
langgeng hanyalah kegiatan belajar
aktif.
Untuk bisa mempelajari
sesuatu dengan baik, kita perlu
mendengar, melihat, mengajukan
pertanyaan tentangnya, dan
membahasnya dengan orang lain.
Bukan Cuma itu, siswa perlu
“mengerjakannya”, yakni
menggambarkan sesuatu dengan
cara mereka sendiri, menunjukkan
contohnya, mencoba
mempraktekkan keterampilan, dan
mengerjakan tugas yang menuntut
pengetahuan yang telah atau harus
mereka dapatkan.
Setiap akan mengajar, guru
perlu membuat persiapan mengajar
dalam rangka melaksanakan
sebagian dari rencana bulanan dan
rencana tahunan. Dalam persiapan
itu sudah terkandung tentang, tujuan
mengajar, pokok yang akan
diajarkan, metode mengajar, bahan
pelajaran, alat peraga dan teknik
evaluasi yang digunakan. Karena itu
setiap guru harus memahami benar
tentang tujuan mengajar, secara
khusus memilih dan menentukan
metode mengajar sesuai dengan
tujuan yang hendak dicapai, cara
memilih, menentukan dan
menggunakan alat peraga, cara
membuat tes dan menggunakannya,
dan pengetahuan tentang alat-alat
evalasi.
Sementara itu teknologi
pembelajaran adalah salah satu dari
aspek tersebut yang cenderung
diabaikan oleh beberapa pelaku
pendidikan, terutama bagi mereka
yang menganggap bahwa sumber
daya manusia pendidikan, sarana
dan prasarana pendidikanlah yang
terpenting. Padahal kalau dikaji
lebih lanjut, setiap pembelajaran
pada semua tingkat pendidikan baik
formal maupun non formal apalagi
tingkat Sekolah Dasar, haruslah
berpusat pada kebutuhan
perkembangan anak sebagai calon
individu yang unik, sebagai
makhluk sosial, dan sebagai calon
manusia Indonesia.
Hal tersebut dapat dicapai
apabila dalam aktivitas belajar
mengajar, guru senantiasa
memanfaatkan teknologi
pembelajaran yang mengacu pada
pembelajaran struktural dalam
penyampaian materi dan mudah
diserap peserta didik atau siswa
berbeda.
Khususnya dalam
pembelajaran Pendidikan Agama
Islam , agar siswa dapat memahami
materi yang disampaikan guru
dengan baik, maka proses
pembelajaran kontektual, guru akan
memulai membuka pelajaran
dengan menyampaikan kata kunci,
tujuan yang ingin dicapai, baru
memaparkan isi dan diakhiri dengan
memberikan soal-soal kepada siswa.
Page 240
232
B. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan
permasalahan di atas, penelitian
ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui peningkatan
prestasi belajar PAI setelah
diterapkannya metode
belajar aktif model
pengajaran terarah pada
siswa Kelas IV SDN 8 Sape
Kabupaten Bima Tahun
Pelajaran 2014/2015.
2. Mengetahui pengaruh
motivasi belajar PAI setelah
diterapkan metode belajar
aktif model pengajaran
terarah pada siswa Kelas IV
SDN 8 Sape Kabupaten
Bima Tahun Pelajaran
2014/2015.
C. Definisi Operasional Variabel
Agar tidak terjadi salah
persepsi terhadap judul
penelitian ini, maka perlu
didefinisikan hal-hal sebagai
berikut:
1. Metode belajar aktif model
pengajaran terarah adalah:
Suatu bentuk pembelajaran
yang mengharuskan guru
mengajukan satu atau
beberapa pertanyaan untuk
melacak pengetahuan siwa
atau mengapatkan hipotesis
atau simpulan mereka.
2. Motivasi belajar adalah:
Merupakan daya penggerak
psikis dari dalam diri
seseorang untuk dapat
melakukan kegiatan belajar
dan menambah
keterampilan, pengalaman.
Motivasi mendorong dan
mengarah minat belajar
untuk tercapai suatu tujuan.
3. Prestasi belajar adalah:
Hasil belajar yang
dinyatakan dalam bentuk
nilai atau dalam bentuk skor,
setelah siswa mengikuti
pelajaran.
Gaya Belajar
Kalangan pendidik telah
menyadari bahwa peserta didik
memiliki bermacam cara
belajar. Sebagian siswa bisa
belajar dengan sangat baik
hanya dengan melihat orang lain
melakukannya. Biasanya,
mereka ini menyukai penyajian
informasi yang runtut. Mereka
lebih suka menuliskan apa yang
dikatakan guru. Selama
pelajaran, mereka biasanya
diam dan jarang terganggu oleh
kebisingan. Perserta didik visual
ini berbeda dengan peserta didik
auditori, yang biasanya tidak
sungkan-sungkan untuk
memperhatikan apa yang
dikerjakan oleh guru, dan
membuat catatan. Mereka
menggunakan kemampuan
untuk mendengar dan
mengingat. Selama pelajaran,
mereka mungkin banyak bicara
dan mudah teralihkan
perhatiannya oleh suara atau
kebisingan. Peserta didik
kinestetik belajar terutama
dengan terlibat langsung dalam
kegiatan. Mereka cenderung
impulsive, semau gue, dan
kurang sabaran. Selama
pelajaran, mereka mungkin saja
gelisah bila tidak bisa leluasa
bergerak dan mengerjakan
Page 241
233
sesuatu. Cara mereka belajar
boleh jadi tampak sembarangan
dan tidak karuan.
Tentu saja, hanya ada
sedikit siswa yang mutlak
memiliki satu jenis cara belajar.
Grinder (1991) menyatakan
bahwa dari setiap 30 siswa, 22
diantaranya rata-rata dapat
belajar dengan efektif selama
gurunya mengahadirkan
kegiatan belajar yang
berkombinasi antara visual,
auditori dan kinestik. Namun, 8
siswa siswanya sedemikan
menyukai salah satu bentuk
pengajaran dibanding dua
lainnya. Sehingga mereka mesti
berupaya keras untuk
memahami pelajaran bila tidak
ada kecermatan dalam
menyajikan pelajaran sesuai
dengan ara yang mereka sukai.
Guna memenuhi kebutuhan ini,
pengajaran harus bersifat
mulitsensori dan penuh dengan
variasi.
Kalangan pendidikan
juga mencermati adanya
perubahan cara belajar siswa.
Selama lima belas tahun
terakhir, Schroeder dan
koleganya (1993) telah
menerapkan indikator tipe
Myer-Briggs (MBTI) kepada
mahasiswa baru. MBTI
merupakan salah satu instrumen
yang paling banyak digunakan
dalam dunia pendidikan dan
untuk memahami fungsi
perbedaan individu dalam
proses belajar. Hasilnya
menunjukkan sekitar 60 persen
dari mahasiswa yang masuk
memiliki orientasi praktis
ketimbang teoritis terhadap
pembelajaran, dan persentase itu
bertambah setiap tahunnya.
Mahasiswa lebih suka terlibat
dalam pengalaman langsung dan
konkret daripada mempelajari
konsep-konsep dasar terlebih
dahulu dan baru kemudian
menerapkannya. Penelitain
MBTI lainnya, jelas Schroeder,
menunjukkan bahwa siswa
sekolah menengah lebih suka
kegiatan belajar yang benar-
benar aktif dari pada kegiatan
yang reflektif abstrak, dengan
rasio lima banding satu. Dari
semua ini, dia menyimpulkan
bahwa cara belajar dan
mengajar aktif sangat sesuai
dengan siswa masa kini. Agar
bisa efektif, guru harus
menggunakan yang berikut ini:
diskusi dan proyek kelompok
kecil, presentasi dan debat,
dalam kelas, latihan melalui
pengalaman, pengalaman
lapangan, simulasi, dan studi
kasus. Secara khusus Schroeder
menekankan bahwa siswa masa
kini “bisa beradaptasi dengan
baik terhadap kegiatan
kelompok dan belajar bersama.”
Sisi Sosial Proses Belajar
Karena siswa masa kini
menghadapi dunia di mana
terdapat pengetahuan yang luas,
perubahan pesat, dan
ketidakpastian, mereka bisa
mengalami kegelisahan dan
bersikap defensif. Abraham
Maslow mengajarkan kepada
kita bahwa manusia memiliki
dua kumpulan kekuatan atau
Page 242
234
kebutuhan yang satu berupaya
untuk tumbuh dan yang lain
condong kepada keamanan.
Orang yang dihadapkan pada
kedua kebutuhan ini akan
memiliki keamanan ketimbang
pertumbuhan. Kebutuhan akan
rasa aman harus dipenuhi
sebelum bisa sepenuhnya
kebutuhan untuk mencapai
sesuatu mengambil resiko, dan
menggali hal-hal baru.
Pertumbuhan berjalan dengan
langkah-langkah kecil, menurut
Maslow, dan “tiap langkah maju
hanya dimungkin akan bila ada
rasa aman, yang mana ini
merupakan langkah ke depan
dari suasana rumah yang aman
menuju wilayah yang belum
diketahui” (Maslow, 1968).
Salah satu cara utama
untuk mendapatkan rasa aman
adalah menjalin hubungan
dengan orang lain dan menjadi
bagian dari kelompok. Perasaan
saling memiliki ini
memungkinkan siswa untuk
menghadapi tantangan. Ketika
mereka belajar bersama teman,
bukannya sendirian, mereka
mendapatkan dukungan
emosional dan intelektual yang
memungkinkan mereka
melampaui ambang
pengetahuan dan keterampilan
mereka yang sekarang.
Jerome Bruner
membahas sisi sosial proses
belajar dalam buku klasiknya,
Toward a Theory of Instruction.
Dia menjelaskan tentang
“kebutuhan mendalam manusia
untuk merespon orang lain dan
untuk bekerjasama dengan
mereka guna mencapai tujuan,”
yang mana hal ini dia sebut
resiprositas (hubungan timbal
balik). Bruner berpendapat
bahwa resiprositas merupakan
sumber motivasi yang bisa
dimanfaatkan oleh guru sebagai
berikut, “Di mana dibutuhkan
tindakan bersama, dan di mana
resiprositas diperlukan bagi
kelompok untuk mencapai suatu
tujuan, disitulah terdapat proses
yang membawa individu ke
dalam pembelajaran
membimbingnya untuk
mendapatkan kemampuan yang
diperlukan dalam pembentukan
kelompok” (Bruner, 1966).
Konsep-konsepnya
Maslow dan Bruner melandasi
perkembangan metode belajar
kolaboratif yng sedemikian
popular dalam lingkup
pendidikan masa kini.
Menempatkan siswa dalam
kelompok dan memberi mereka
tugas yang menuntut untuk
bergantung satu sama lain
dalam mengerjakannya
merupakan cara yang bagus
untuk memanfaatkan kebutuhan
sosial siswa. Mereka menjadi
cenderung lebih telibat dalam
kegiatan belajar karena mereka
mengerjakannya bersama
teman-teman. Begitu terlibat,
mereka juga langsung memiliki
kebutuhan untuk membicarakan
apa yang mereka alami bersama
teman, yang mengarah kepada
hubungan-hubungan lebih
lanjut.
Page 243
235
Kegiatan belajar
bersama dapat membantu
memacu belajar aktif. Kegiatan
belajar dan mengajar di kelas
memang dapat menstimulasi
belajar aktif dengan cara
khusus. Apa yang didiskusikan
siswa dengan teman-temannya
dan apa yang diajarkan siswa
kepada teman-temannya
memungkinkan mereka untuk
memperoleh pemahaman dan
penguasaan materi pelajaran.
Metode belajar bersama yang
terbaik, semisal pelajaran
menyusun gambar (jigsaw),
memenuhi persyaratan ini.
Pemberian tugas yang berbeda
kepada siswa akan mendorong
mereka untuk tidak hanya
belajar bersama, namun juga
mengajarkan satu sama lain.
Pengajaran Terarah
1. Uraian Singkat
Dalam teknik ini, guru
mengajukan satu atau
beberapa pertanyaan untuk
melacak pengetahuan siswa
atau mendapatkan hipotesis
atau simpulan mereka dan
kemudian memilah-
milahnya menjadi sejumlah
kategori.metode pengajaran
terarah merupakan selingan
yang mengasyikan di sela-
sela cara pengajaran biasa.
Cara ini memungkinkan
guru untuk mengetahui apa
yang telah diketahui dan
dipahami oleh siswa sebelu
memaparkan apa yang guru
ajarkan. Metode ini sangat
berguna dalam mengajarkan
konsep-konsep abstrak.
2. Prosedur
a. Ajukan pertanyaan atau
serangkaian pertanyaan yang
menjajaki pemikiran siswa dan
pengetahuan yang mereka miliki.
Gunakan pertanyaan yang
memiliki beberapa kemungkinan
jawaban, semisal “Bagaimana
kamu menjelaskan seberapa
cerdanya seseorang?”
b. Berikan waktu yang cukup
kepada bagi siswa dalam
pasangan atau kelompok untuk
membahas jawaban mereka.
c. Perintahkan siswa untuk kembali
ke tempat masing-masing dan
catatlah pendapat mereka. Jika
memungkinkan, seleksi jawaban
mereka menjadi beberapa
kategori terpisah yang terkait
dengan kategori atau konsep
yang berbeda semisal
“kemampuan membuat mesin”
pada kategori kecerdasan
kinestetika-tubuh.
d. Sajikan poin-poin pembelajaran
utama yang ingin anda ajarkan.
Perintahkan siswa untuk
menjelaskan kesesuaian jawaban
mereka dengan poin-poin ini.
Catatlah gagasan yang memberi
informasi tambahan bagi poin
pembelajaran.
3. Variasi
a. Jangan memilah-milah jawaban
siswa menjadi daftar yang
terpisah. Sebagai gantinya,
buatlah satu daftar panjang dan
perintahkan mereka untuk
mengkategorikan gagasan
mereka terlebih dahulu sebelum
guru membandingkannya
dengan konsep yang ada di
pikiran anda.
Page 244
236
b. Mulailah pelajaran dengan tanpa
kategori yang sudah ada di benak
guru. Cermati bagaimana siswa
dan guru secara bersama-sama
bisa memilah-milah gagasan
mereka menjadi kategori yang
berguna.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan
penelitian tindakan (action
research), karena penelitian
dilakukan untuk memecahkan
masalah pembelajaran di kelas.
Penelitian ini juga termasuk
penelitian deskriptif, sebab
menggambarkan bagaimana suatu
teknik pembelajaran diterapkan dan
bagaimana hasil yang diinginkan
dapat dicapai.
B. Rancangan Penelitian
Menurut pengertiannya
penelitian tindakan adalah
penelitian tentang hal-hal yang
terjadi di masyarakat atau
sekelompok sasaran, dan hasilnya
langsung dapat dikenakan pada
masyarakat yang bersangkutan
(Arikunto, Suharsimi 2002:82). Ciri
atau karakteristik utama dalam
penelitian tindakan adalah adanya
partisipasi dan kontekstual berbasis
masalah antara peneliti dengan
anggota kelompok sasaran.
Penelitian tindakan adalah satu
strategi pemecahan masalah yang
memanfaatkan tindakan nyata
dalam bentuk proses pengembangan
inovatif yang dicoba sambil jalan
dalam mendeteksi dan memecahkan
masalah. Dalam prosesnya pihak-
pihak yang terlibat dalam kegiatan
tersebut dapat saling mendukung
satu sama lain.
C. Alat Pengumpul Data
Alat pengumpul data
dalam penelitian ini adalah tes
buatan guru yang fungsinya
adalah: (1) untuk menentukan
seberapa baik siswa telah
menguasai bahan pelajaran yang
diberikan dalam waktu tertentu,
(2) untuk menentukan apakah
suatu tujuan telah tercapai, dan
(3) untuk memperoleh suatu
nilai (Arikunto, Suharsimi,
2002:149). Sedangkan tujuan
dari tes adalah untuk
mengetahui ketuntasan belajar
siswa secara individual maupun
secara klasikal. Di samping itu
untuk mengetahui letak
kesalahan-kesalahan yang
dilakukan siswa sehingga dapat
dilihat dimana kelemahannya,
khususnya pada bagian mana
TPK yang belum tercapai.
Untuk memperkuat data yang
dikumpulkan maka juga
digunakan metode observasi
(pengamatan) yang dilakukan
oleh teman sejawat untuk
mengetahui dan merekam
aktivitas guru dan siswa dalam
proses belajar mengajar.
D. Analisis Data
Dalam rangka menyusun
dan mengolah data yang
terkumpul sehingga dapat
menghasilkan suatu kesimpulan
yang dapat
dipertanggungjawabkan, maka
digunakan analisis data
kuantitatif dan pada metode
Page 245
237
observasi digunakan data
kualitatif. Cara penghitungan
untuk mengetahui ketuntasan
belajar siswa dalam proses
belajar mengajar sebagai
berikut.
1. Merekapitulasi hasil tes
2. Menghitung jumlah skor
yang tercapai dan
prosentasenya untuk
masing-masing siswa
dengan menggunakan rumus
ketuntasan belajar seperti
yang terdapat dalam buku
petunjuk teknis penilaian
yaitu siswa dikatakan tuntas
secara individual jika
mendapatkan nilai minimal
65, sedangkan secara
klasikal dikatakan tuntas
belajar jika jumlah siswa
yang tuntas secara individu
mencapai 85% yang telah
mencapai daya serap lebih
dari sama dengan 65%.
3. Menganalisa hasil observasi
yang dilakukan oleh guru
sendiri selama kegiatan
belajar mengajar
berlangsung.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus I
No Uraian Hasil Siklus I
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
70,00
15
68,18
Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus II
No Uraian Hasil Siklus II
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
77,73
17
79,01
Hasil Formatif Siswa Pada Siklus III
No Uraian Hasil Siklus III
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
82,73
19
86,36
Pembahasan
1. Ketuntasan Hasil Belajar
Siswa
Melalui hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pembelajaran
model Kontekstual berbasis
masalah memiliki dampak positif
dalam meningkatkan prestasi
belajar siswa. Hal ini dapat dilihat
dari semakin mantapnya
pemahaman siswa terhadap materi
yang disampaikan guru
(ketuntasan belajar meningkat dari
Page 246
238
siklus I, II, dan III) yaitu masing-
masing 68,18%, 79,01%, dan
86,36%. Pada siklus III ketuntasan
belajar siswa secara klasikal telah
tercapai.
2. Kemampuan Guru dalam
Mengelola Pembelajaran
Berdasarkan analisis data,
diperoleh aktivitas siswa dalam
proses belajar mengajar dengan
menerapkan model pengajaran
kontekstual berbasis masalah
dalam setiap siklus mengalami
peningkatan. Hal ini berdampak
positif terhadap prestasi belajar
siswa yaitu dapat ditunjukkan
dengan meningkatnya nilai rata-
rata siswa pad setiap siklus yang
terus mengalami peningkatan.
3. Aktivitas Siswa Dalam
Pembelajaran
Berdasarkan analisis data,
diperoleh aktivitas siswa dalam
proses pembelajaran PAI pada
pokok bahasan kisah nabi Ibrahim
a.s, dan nabi Ismail a.s dengan
model pengajaran kontekstual
berbasis masalah yang paling
dominan adalah,
mendengarkan/memperhatikan
penjelasan guru, dan diskusi antar
siswa/antara siswa dengan guru.
Jadi dapat dikatakan bahwa
aktivitas siswa dapat dikategorikan
aktif.
Sedangkan untuk aktivitas
guru selama pembelajaran telah
melaksanakan langkah-langkah
kegiatan belajar mengajar dengan
menerapkan pengajaran
konstekstual model pengajaran
berbasis masalah dengan baik. Hal
ini terlihat dari aktivitas guru yang
muncul di antaranya aktivitas
membimbing dan mengamati
siswa dalam menemukan konsep,
menjelaskan materi yang sulit,
memberi umpan
balik/evaluasi/tanya jawab dimana
prosentase untuk aktivitas di atas
cukup besar.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil
penelitian yang telah
dipaparkan selama tiga siklus,
hasil seluruh pembahasan serta
analisis yang telah dilakukan
dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Model pengajaran kontekstual
berbasis masalah dapat
meningkatkan kualitas
pembelajaran PAI.
2. Pembelajaran model
Kontekstual berbasis masalah
memiliki dampak positif dalam
meningkatkan prestasi belajar
siswa kelas IV SDN 8 Sape
Kecamatan Sape Kabupaten
Bima Tahun Pelajaran
2014/2015 yang ditandai
dengan peningkatan ketuntasan
belajar siswa dalam setiap
siklus, yaitu siklus I (68,18%),
siklus II (79,01%), siklus III
(86,36%).
3. Model pengajaran kontekstual
berbasis masalah dapat
menjadikan siswa merasa
dirinya mendapat perhatian dan
kesempatan untuk
menyampaikan pendapat,
gagasan, ide dan pertanyaan.
4. Siswa dapat bekerja secara
mandiri maupun kelompok,
serta mampu
mempertanggungjawabkan
Page 247
239
segala tugas individu maupun
kelompok.
5. Penerapan pembelajaran model
Kontekstual berbasis masalah
mempunyai pengaruh positif,
yaitu dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. 1996. Guru
Dalam Proses Belajar
Mengajar. Bandung: Sinar
Baru Algesindon.
Arikunto, Suharsimi. 1993.
Manajemen Mengajar
Secara Manusiawi. Jakarta:
Rineksa Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-
dasar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2002.
Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineksa Cipta.
Azhar, Lalu Muhammad. 1993.
Proses Belajar Mengajar
Pendidikan. Jakarta: Usaha
Nasional.
Daroeso, Bambang. 1989. Dasar
dan Konsep Pendidikan
Moral Pancasila.
Semarang: Aneka Ilmu.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002.
Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineksa Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002.
Psikologi Belajar. Jakarta:
Rineksa Cipta.
Hadi, Sutrisno. 1982. Metodologi
Research, Jilid 1.
Yogyakarta: YP. Fak.
Psikologi UGM.
Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi
Belajar dan Mengajar.
Bandung: Sinar Baru
Algesindo.
Hasibuan K.K. dan Moerdjiono.
1998. Proses Belajar
Mengajar. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Margono. 1997. Metodologi
Penelitian Pendidikan.
Jakarta. Rineksa Cipta.
Masriyah. 1999. Analisis Butir
Tes. Surabaya: Universitas
Press.
Ngalim, Purwanto M. 1990.
Psikologi Pendidikan.
Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Nur, Moh. 2001. Pemotivasian
Siswa untuk Belajar.
Surabaya: University Press.
Univesitas Negeri
Surabaya.
Rustiyah, N.K. 1991. Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta:
Bina Aksara.
Sardiman, A.M. 1996. Interaksi
dan Motivasi Belajar
Page 248
240
Mengajar. Jakarta: Bina
Aksara.
Soekamto, Toeti. 1997. Teori
Belajar dan Model
Pembelajaran. Jakarta:
PAU-PPAI, Universitas
Terbuka.
Sukidin, dkk. 2002. Manajemen
Penelitian Tindakan Kelas.
Surabaya: Insan Cendekia.
Surakhmad, Winarno. 1990.
Metode Pengajaran
Nasional. Bandung:
Jemmars.
Suryosubroto, B. 1997. Proses
Belajar Mengajar di
Sekolah. Jakarta: PT.
Rineksa Cipta.
Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi
Pendidikan, Suatu
Pendekatan Baru.
Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi
Guru Profesional.
Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Page 249
241
PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME
UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR DAN AKTIVITAS
SISWA DI SMAN 1 PALIBELO KABUPATEN BIMA TAHUN AJARAN
2009/2010
SITI NURHASANAH.
GURU SMA NEGERI 1 PALIBELO
Abstrak
Kata Kunci: Pembelajaran konstruktivisme, aktivitas dan prestasi
belajar.
Dalam proses pembelajaran ada tujuan yang harus dicapai dengan tuntas,
akan tetapi, kemampuan siswa secara individual untuk mencapai ketuntasan
tersebut berbeda-beda. Dari data dokumentasi yang diperoleh bahwa nilai
fisika di SMAN 1 Palibelo Kabupaten Bima masih rendah, sebab siswa
kurang paham dengan materi yang diajarkan. Guru lebih banyak
menggunakan metode ceramah dan proses belajar mengajar berlangsung
monoton serta membosankan. Oleh karena itu diperlukan pembelajaran fisika
yang lebih bermakna dimana siswa dilibatkan secara aktif untuk
mengkonstruksi konsep dengan kemampuan yang dimilikinya. Pembelajaran
yang demikian dinamakan dengan model pembelajaran/pendekatan
konstruktivisme. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang
dilaksanakan dalam dua siklus dan masing-masing siklus terdiri dari
perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi, dan refleksi. Ada dua
jenis data yang digunakan yaitu data kualititatif yang berupa lembar
observasi dan data kuantitatif yang berupa hasil test. Untuk analisis data
digunakan pedoman ketuntasan belajar dimana siswa dikatakan tuntas secara
klasikal 85 % atau lebih dan secara individual apabila memperoleh nilai ≥ 61
sesuai dengan kurikulum KTSP. Hasil penelitian menunjukan adanya
peningkatan prestasi belajar siswa. Dari siklus I dan II, dimana pada siklus I
rata-rata prestasi belajar siswa 67,66 dengan ketuntasan klasikal 72,00 %
kemudian pada siklus II rata-rata prestasi belajar siswa 74,80 dengan
ketuntasan klasikal 92,00 %, sedangkan aktivitas siswa siklus I adalah 2,57
sehingga dapat digolongkan cukup aktif dan siklus II adalah 3,28 tergolong
aktif. Maka dengan menerapkan model pembelajaran konstuktivisme dapat
meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar fisika materi alat-alat optik pada
siswa kelas X IPA semester II di SMAN 1 Palibelo Kabupaten Bima Tahun
Pelajaran 2009/2010.
A. Latar Belakang
Peningkatan mutu
pendidikan merupakan prioritas
dalam penyelenggaraan
pendidikan. Melalui
Departemen Pendidikan
Page 250
242
Nasional Pemerintah telah
berupaya untuk meningkatkan
mutu pendidikan yang
berkualitas seperti
penyempurnaan kurikulum,
pengadaan bahan belajar,
peningkatan mutu guru dan
fasilitas belajar.
Dalam rangka
meningkatkan prestasi belajar
khususnya untuk memacu
penguasaan materi pelajaran di
jenjang SMA perlu adanya
penyempurnaan proses belajar
mengajar termasuk dalam
pelajaran fisika agar diperoleh
hasil yang lebih baik.
Keberhasilan dalam arti
tercapainya tujuan instruksional
sangat tergantung pada
kemampuan guru dalam rangka
mengelola proses belajar.
Dari hasil wawancara
dengan guru bidang studi
fisika siswa kelas X IPA
SMAN 1 Palibelo diperoleh
hasil observasi bahwa faktor
yang menjadi penyebab
rendahnya tingkat hasil belajar
siswa adalah kurangnya
pemahaman siswa terhadap
konsep materi yang diajarkan
oleh guru mata pelajaran
karena guru lebih banyak
menggunakan metode
ceramah, disamping itu,
proses belajar berlangsung
monoton, kurang menarik dan
membosankan sehingga
selama proses belajar
mengajar berlangsung banyak
siswa yang tidak
memperhatikan apa yang
dijelaskan oleh guru dan
terlihat tidak menyenangi
pelajaran fisika.
Data yang kami peroleh
dari nilai rata-rata ulangan
harian, ulangan tengah semester,
dan semester siswa di kelas X
IPA SMAN 1 Palibelo
Kabupaten Bima Tahun Ajaran
2008/2009.
Tabel 1.1. Distribusi nilai
rata-rata mata
pelajaran fisika
semester II siswa
kelas X SMAN 1
Palibelo
Kabupaten Bima
Tahun Ajaran
2007/2008 dan
2008/2009.
Kelas Nilai
kognitif
Nilai rata-rata
2007/2008 2008/2009
X
Ulangan
harian
60 59
UTS 60 59
Semester 60 57
Untuk mengantisipasi
masalah di atas, perlu dilakukan
inovasi pembelajaran yang dapat
membantu meningkatkan
pemahaman dan penalaran
siswa. Salah satu upaya yang
dapat ditempuh dengan cara
menerapkan strategi
pembelajaran yang lebih efektif
untuk pengajaran fisika.
Dari uraian
permasalahan di atas jelas
dibutuhkan sistem pembelajaran
fisika yang lebih baik dan
mampu meningkatkan prestasi
belajar siswa, juga
memperlihatkan perkembangan
siswa. Salah satu cara yang
Page 251
243
memungkinkan adalah dengan
mengembangkan model
pembelajaran konstruktivisme
yang diharapkan dapat
meningkatkan prestasi belajar
fisika. Dimana dalam
pembelajaran konstruktivisme
siswa dituntut untuk aktif dan
kreatif dalam mengembangkan
pengetahuan baik dilakukan
siswa secara individu maupun
secara kelompok. Untuk itu
peneliti melakukan penelitian
mengenai penerapan
pembelajaran konstruktivisme.
Mulyasa (2003)
menjelaskan bahwa pendekatan
konstruktivisme dan
pembelajaran merupakan proses
aktif dalam membuat sebuah
pengamatan menjadi masuk
akal, dan proses ini sangat
dipengaruhi oleh apa yang
sudah ada sebelumnya.
B. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui adanya
peningkatan prestasi belajar dan
aktivitas siswa dengan
menggunakan model
Pembelajaran Konstruktivisme
di Kelas X IPA Semester II
SMAN 1 Palibelo Tahun Ajaran
2009/2010.
C. Definisi Operasional
Untuk menghindari salah
penafsiran yang terkandung
dalam judul Penggunaan Model
Pembelajaran Konstruktivisme
Untuk Meningkatkan Prestasi
Belajar Dan Aktivitas Siswa Di
SMAN 1 Palibelo Kabupaten
Bima Tahun Ajaran 2009/2010.
Maka penulis memberikan
penjelasan secara singkat
sebagai berikut :
Konstruktivisme
Pendekatan
konstruktivisme yang dimaksud
adalah proses pembelajaran
yang menerangkan bagaimana
pengetahuan disusun dalam
pikiran manusia, siswa harus
mengkonstruksi pengetahuan
dibenak mereka sendiri dan guru
berfungsi sebagai fasilitator
dalam penyusunan pengetahuan
siswa.
Prestasi Belajar Fisika
Prestasi adalah hasil dari
suatu kegiatan yang telah
dikerjakan, baik secara individu
maupun kelompok. Prestasi
merupakan hasil nyata yang
telah didapatkan dalam usaha
yang dilakukan. Prestasi belajar
fisika adalah hasil yang dicapai
oleh siswa (individu) maupun
kelompok setelah melaksanakan
atau melakukan proses kegiatan
belajar fisika yang ditandai
dengan perubahan tingkah laku
yang baru berdasarkan
pengalaman dan latihan dan
dapat dilihat pada nilai latihan
pemberian tugas pada akhir
kegiatan pembelajaran pada
siswa kelas X IPA SMAN 1
Palibelo.
Aktivitas Siswa
Aktivitas siswa adalah
segala kegiatan jasmani maupun
rohani selama proses
pembelajaran berlangsung.
Aktivitas siswa selama proses
belajar mengajar merupakan
salah satu indikator adanya
keinginan siswa untuk belajar.
Page 252
244
KAJIAN PUSTAKA
Model Pembelajaran
Konstruktivisme
Pembelajaran kontekstual
(CTL) adalah konsep pembelajaran
yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan sehari-hari dengan
melibatkan tujuh komponen utama
pembelajaran efektif:
konstruktivisme, bertanya,
menemukan, masyarakat belajar,
permodelan, refleksi, penilaian
yang sebenarnya (Masnur, 2008).
Konstruktivisme adalah
salah satu filsafat yang menekankan
bahwa pengetahuan kita itu adalah
konstruksi (bentukan) kita sendiri.
Von Glesersfeld menegaskan bahwa
pengetahuan bukanlah suatu tiruan
dari kenyataan. Pengetahuan bukan
gambaran dari dunia kenyataan
yang ada. Tetapi pengetahuan selalu
merupakan akibat dari suatu
konstruksi kognitif kenyataan
melalui kegiatan seseorang.
(Sardiman, 2004).
Prestasi Belajar
Prestasi adalah hasil dari
suatu kegiatan yang telah
dikerjakan, diciptakan, yang
menyenangkan hati diperoleh
dengan jalan keuletan kerja, baik
secara individual maupun kelompok
dalam bidang kegiatan tertentu
(Djamarah, 1994). Prestasi belajar
adalah tingkat penguasaan yang
dicapai dan diperoleh oleh siswa
yang mengikuti program belajar-
mengajar sesuai tujuan yang
ditetapkan.
Aktivitas Siswa Dalam Belajar Aktivitas merupakan prinsip
atau asas yang sangat penting di
dalam interaksi belajar mengajar. Di
dalam aktivitas belajar ada bebarapa
prinsip yang berorientasi pada
pandangan ilmu jiwa, yakni
menurut pandangan ilmu jiwa lama
dan pandangan ilmu jiwa modern.
Menurut pandangan ilmu jiwa lama
aktivitas didomonasi oleh guru
sedangkan menurut pandangan ilmu
jiwa modern aktivitas didominasi
oleh siswa (Sardiman, 2004).
Hipotesis
Berdasarkan rumusan
masalah dan kajian pustaka di atas,
maka penulis mengajukan hipotesis
sebagai berikut : Hipotesis yaitu
suatu jawaban yang bersifat
sementara terhadap permasalahan
peneliti, sampai terbukti melalui
data yang terkumpul (Arikunto,
2006). Atas dasar pendapat tersebut,
maka hipotesis dalam penelitian ini
adalah Pembelajaran
konsntruktivisme diduga dapat
meningkatkan prestasi dan aktivitas
belajar siswa di SMAN 1 Palibelo
Tahun Ajaran 2009/2010.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian
yang digunakan adalah penelitian
tindakan kelas (PTK). Penelitian
tindakan kelas adalah penelitian
yang dilakukan oleh guru/peneliti di
dalam kelasnya sendiri melalui
refleksi diri, dengan tujuan untuk
memperbaiki kinerjanya sebagai
guru, sehingga hasil belajar siswa
Page 253
245
meningkat (Wardani, 2003). Metode
penelitian kelas ini menekankan
pada suatu kajian yang benar-benar
dari situasi alamiah kelas.
Rancangan Penelitian Rencana penelitian adalah
suatu cara untuk mencari jawaban
dari suatu rumusan masalah.
Rencana penelitian tergantung dari
gejala yang akan diteliti secara
khusus ataukah dengan cara yang
wajar (Arikunto, 2006).
Instrumen Pengumpulan Data
- Lembar Observasi
- Tes
Tes dalam penelitian ini digunakan
untuk mengetahui daya serap siswa
terhadap materi pelajaran. Tes ini
diberikan setelah proses belajar
mengajar berlangsung dengan
jumlah soal 20 soal pilihan ganda.
Dimana setiap siklus terdiri dari 10
soal..
Analisa Data
Data prestasi belajar siswa Untuk mengetahui ketuntasan
belajar siswa dianalisis dengan
rumus :
a. Ketuntasan individu
Ketuntasan individu yaitu
ketuntasan belajar setiap siswa
dalam proses belajar mengajar
yang dinyatakan tuntas secara
individu apabila siswa mampu
memperoleh nilai ≥ 61 sebagai
standar ketuntasan belajar
minimal yang ditetapkan oleh
sekolah tempat peneliti
melakukan penelitian.
b. Ketuntasan belajar klasikal
Ketuntasan belajar klasikal dengan
menggunakan rumus :
%100xZ
XKK
(3.5).
Keterangan :
KK = Ketuntasan klaksikal
X = Jumlah siswa yang
memperoleh nilai ≥ 61
Z = Jumlah siswa
Sesuai dengan petunjuk
penelitian di atas, kelas dapat
dinyatakan tuntas klasikal
apabila ketuntasan klasikal
mencapai 85 %. Analisis
kuantitatif dilakukan dengan
membandingkan ketuntasan yang
dicapai pada tiap-tiap siklus yaitu
siklus I dan II. (Nurkencana,
1990).
Data hasil observasi
Data aktivitas siswa
Data aktivitas belajar siswa
dianalisis dengan
cara sebagai berikut :
1. Menentukan skor yang
diperoleh
a. Skor 4 diberikan jika 3
deskriptor
nampak
b. Skor 3 diberikan jika 2
deskriptor
nampak
c. Skor 2 diberikan jika 1
deskriptor
nampak
d. Skor 1 diberikan jika tidak
ada deskriptor
nampak
2. Menentukan MI dan SDI
Mi = 2
1(skor tertinggi + skor
terendah)
Page 254
246
SDi =3
1 Mi
Keterangan :
Mi = Mean ideal
SDi = Standar deviasi ideal
Tabel 3.1. Kriteria Untuk
Aktivitas Belajar Siswa Interval Kategori
AS ≥ (Mi + 1,5 SDi)
Mi + 0,5 SDi ≤ AS < Mi + 1,5
SDi Mi - 0,5 SDi ≤ AS < Mi + 0,5
SDi
Mi - 0,5 SDi ≤ AS < Mi - 0,5 SDi AS < (Mi - 1,5 SDi)
Sangat aktif
Aktif
Cukup aktif Kurang aktif
Sangat kurang
aktif
Keterangan : AS = Aktifitas Siswa
Data aktivitas guru
Data aktivitas guru selama
pembelajaran berlangsung
dianalisis dengan cara sebagai
berikut :
1. Menentukan skor yang
diperoleh
a. Skor 4 diberikan jika 3
deskriptor nampak
b. Skor 3 diberikan jika 2
deskriptor nampak
c. Skor 2 diberikan jika 1
deskriptor nampak
d. Skor 1 diberikan jika tidak
ada deskriptor nampak
2. Menentukan MI dan SDI
Mi = 2
1(skor tertinggi + skor
terendah)
SDi =3
1 Mi
Keterangan :
Mi = Mean ideal
SDi = Standar deviasi ideal
Tabel 3.1. Kriteria Untuk
Aktivitas Belajar Siswa Interval Kategori
AS ≥ (Mi + 1,5 SDi)
Mi + 0,5 SDi ≤ AS < Mi + 1,5 SDi
Mi - 0,5 SDi ≤ AS < Mi + 0,5
SDi Mi - 0,5 SDi ≤ AS < Mi - 0,5 SDi
AS < (Mi - 1,5 SDi)
Sangat aktif
Aktif Cukup aktif
Kurang aktif
Sangat kurang aktif
Keterangan : AS = Aktifitas guru
Indikator kerja Indikator keberhasilan penelitian
tindakan kelas ini adalah sebagai
berikut :
1. Keberhasilan penelitian ini
dilihat dari adanya
peningkatan ketuntasan
belajar siswa pada tiap-tiap
siklus
2. Keberhasilan penelitian ini
dilihat dari adanya
peningkatan aktivitas belajar
siswa pada proses
pembelajaran dengan
pendekatan konstruktivisme
yang akan terlihat dari hasil
observasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data hasil evaluasi
Data lengkap tentang ketuntasan
belajar siswa siklus I dapat dilihat
pada tabel dibawah ini :
Page 255
247
Tabel 4.1. Data hasil evaluasi siklus I
Jumlah
siswa
Jumlah siswa yang
tuntas
Jumlah siswa
yang tidak tuntas
Presentase
ketuntasan
25 18 7 72,00 %
Berdasarkan tabel diatas
dapat diketahui bahwa jumlah
siswa yang mengikuti evaluasi
sebanyak 25 orang. Hasil evaluasi
siklus I menunjukan bahwa
persentase siswa yang mendapat
nilai minimal 61 atau yang telah
tuntas belajar adalah 72,00 %
kurang dari 75 %. Karena
ketuntasan klasikal tercapai
apabila banyaknya siswa yang
tuntas ≥ 85 %, maka pada siklus
I ini belum tercapai ketuntasan
klasikal. Hasil penelitian ini juga
menunjukan bahwa terdapat 7
siswa yang kurang mampu
menyerap materi (tidak tuntas).
Oleh karena itu perlu dilakukan
perbaikan pada siklus
berikutnya yaitu siklus II.
Data penelitian siklus II
Data hasil evaluasi
Data tentang hasil evaluasi
belajar siswa pada siklus II ini
mengalami peningkatan dari hasil
evaluasi siklus I. Data hasil
evaluasi belajar siswa siklus II
dapat dilihat pada tabel dibawah
ini.
Tabel 4.2. Data hasil evaluasi siklus II
Jumlah siswa Jumlah siswa
yang tuntas
Jumlah siswa
yang tidak tuntas
Presentase
ketuntasan
25 23 2 92,00 %
Hasil evaluasi belajar siswa
pada siklus II ternyata mengalami
peningkatan dari 72,00 %
meningkat menjadi 92,00 % dan
hasilnya lebih dari indikator
ketuntasan klasikal.
Pembahasan
Penelitian ini dilaksanakan
sesuai dengan prosedur penelitian
tindakan kelas (PTK) yang telah
ditetapkan diawal dengan tahap-
tahap berikut : perencanaan,
pelaksanaan tindakan, observasi,
evaluasi dan refleksi.
Dari hasil analisis data pada
setiap siklus terlihat bahwa
penggunaan model pembelajaran
konstruktivisme dapat
meningkatkan prestasi belajar
fisika siswa kelas X IPA semester
II tahun ajaran 2009/2010 pada
materi alat-alat optik.
Peningkatan hasil belajar
pada materi alat-alat optik ini bisa
disebabkan model pembelajaran
konstrutivisme dapat merangsang
Page 256
248
rasa ingin tahu siswa untuk
belajar. Melalui model
pembelajaran konstruktivisme ini
siswa diberikan kesempatan untuk
mengemukakan pengetahuan
awalnya dengan menjawab
serangkaian pertanyaan yang
diberikan oleh peneliti sehingga
dapat membantu siswa untuk
memusatkan perhatiannya pada
hal-hal terpenting.
Pada refleksi siklus I belum
tercapai ketuntasan karena siswa
masih bingung dengan model
pembelajaran yang digunakan
karena terutama pada pertemuan
pertama. Selain itu juga masih
belum terlihat kerja sama dalam
kelompok yaitu ada beberapa
siswa yang hanya mengandalkan
hasil kegiatan temannya dan ada
kecenderungan siswa yang pintar
tidak mau membantu temannya
tentang bagaimana proses dari
hasil kegiatan itu didapatkan tetapi
langsung memberikan kesimpulan
yang didapatkan untuk dicontek
teman dalam kelompoknya tanpa
melibatkan proses diskusi. Namun
rasa ingin tahu siswa sudah
terpancing dengan munculnya
pertanyaan-pertanyaan siswa
seputar kegiatan apa yang
dilakukan saat itu dan siswa sudah
bisa menuliskan simpulan dari
kegiatan yang dilakukan walaupun
belum sempurna. Untuk itu
peranan guru dalam
mengorganisasikan aktivitas-
aktivitas belajar siswa perlu
dioptimalkan, guru harus berupaya
meningkatkan keterlibatan siswa
dengan melakukan bimbingan-
bimbingan secara individual
maupun berkelompok serta
membangkitkan respon siswa
dalam proses pembelajaran. Di
samping itu, pembelajaran harus
berorientasi pada pelaksanaan
tugas-tugas belajar ditekankan
pada pemecahan masalah. Oleh
karena itu perlu ada perbaikan dan
penyempurnaan pada siklus
berikutnya.
Dengan mengacu pada
pengalaman siklus I maka
dilaksanakan tindakan untuk
suklus II, Proses pembelajaran
pada siklus II melalui
pembelajaran konstruktivisme
terlaksana lebih baik dari
sebelumnya. Namun hasil
observasi proses pembelajaran
masih menunjukan kekurangan
dan kelemahan, sehingga harus
lebih maksimal dalam
membimbing siswa yang
membutuhkan bimbingan dan
arahan baik secara berkelompok
maupun secara individual.
Berdasarkan hasil analisis
data tiap-tiap siklus, terlihat bahwa
dari siklus I ke siklus II
mengalami peningkatan. Pada
siklus I, menunjukan bahwa nilai
rata-rata siswa sebesar 67,60
dengan persentase ketuntasan
belajar sebesar 72,00 %. Ini
berarti ketuntasan belajar siswa
belum tercapai sesuai dengan
ketuntasan belajar menurut standar
yang ditetapkan. Hal ini
disebabkan oleh kurangnya
kesiapan siswa dalam mengikuti
proses pembelajaran dengan
penerapan model pembelajaran
konstruktivisme sehingga tingkat
penyerapan siswa terhadap materi
Page 257
249
yang diberikan belum optimal,
akibatnya keaktifan siswa dalam
belajar tidak tercapai.
Sedangkan pada siklus II
penerapan model pembelajaran
konstruktivisme sudah berjalan
dengan baik. Pada siklus ini
ditekankan pada pemberian latihan
soal yang lebih bervariasi,
sehingga proses
mengkonstruksikan dan
menemukan pada siswa lebih
optimal lagi. Disamping itu juga,
pemberian tugas dan interaksi
siswa antar anggota kelompok
dalam mengerjakan soal yang
diperoleh dari siklus ini
mengalami peningkatan dengan
persentase ketuntasan belajar
mencapai 92,00 %.
Selain itu dari hasil
observasi diketahui bahwa melalui
kegiatan yang dilakukan, siswa
dilatih untuk mencari dan
menemukan sendiri. Dengan
menemukan sendiri maka akan
membuat siswa lebih percaya diri
atas kebenaran dan simpulan
berdasarkan hasil kegiatannya.
Disamping dengan belajar dan
menemukan sendiri mampu
meningkatkan kegairahan siswa
dalam belajar, karena siswa
diberikan kesempatan untuk
berkembang dan maju berdasarkan
kemampuan masing-masing.
Dengan model pembelajaran
tersebut siswa memiliki
kesempatan untuk melakukan
interaksi antar siswa, saling
bertukar pengalaman dan
informasi dalam kegiatan diskusi
sehingga merangsang kreativitas
anak dalam bentuk ide, gagasan
atau terobosan baru dalam
memecahkan suatu masalah
sekaligus sikap menghargai
pendapat orang lain. Akibatnya
prestasi belajar siswa kelas X IPA
semester II SMAN 1 Palibelo
dapat ditingkatkan dengan
diterapkannya model
pembelajaran konstruktivisme di
kelas tersebut.
PENUTUP
1. Penerapan model
konstruktivisme ternyata
mampu meningkatkan
prestasi belajar siswa kelas
X IPA semester II SMAN
1 Palibelo tahun ajaran
2009/2010 pada materi
alat-alat optik. Peningkatan
ini dapat dilihat dari
perolehan nilai rata-rata
belajar siswa pada siklus I
sebesar 67,60 dan nilai
rata-rata siswa pada siklus
II sebesar 74,80 sedangkan
ketuntasan belajar pada
siklus I sebesar 72,00 %
dan siklus II sebesar 92,00
%.
2. Penerapan model
pembelajaran
konstruktivisme dalam
pelajaran fisika pada materi
alat-alat optik dapat
mengaktifkan siswa
SMAN 1 Palibelo, hal ini
dapat dilihat dari nilai rata-
rata skor aktivitas siswa
pada siklus I adalah 2,57
tergolong cukup aktif, dan
pada siklus II adalah 3,28
tergolong aktif mengacu
Page 258
250
kepada tabel lampiran
aktivitas belajar siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Adhar. 2009. Penerapan
pendekatan
konstruktivisme dalam
meningkatkan
pemahaman konsep
segitiga pada siswa kelas
VII MTs Mumba’ul Khair
Bertais Tahun Ajaran
2008/2009.
Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-
dasar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara.
................................. 2006.
Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta.
................................ 2009. Dasar-
dasar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Djamarah. 1994. Prestasi Belajar
dan Kompetensi Guru.
Surabaya: Usaha
Nasional.
................ 2008. Psikologi
Belajar Edisi 2. Jakarta:
Rineka Cipta.
http://penelitiantindakankelas.blog
spot.com/2009/03/pemilih
an-metodeb mengajar-
dan -prestasi.html.
Diakses tanggal 1
November 2009.
http:/one.indoskripsi.com/node/81
29/konstruktivisme.html.
Diakses tanggal 1
November 2009
Masnur. 2008. Pembelajaran
Berbasis Kompetensi dan
Kontekstual. Jakarta: PT.
Bumi Aksara.
Mulyasa, E. 2004. Kurikulum
Berbasis Kompetensi.
Jakarta: Remaja Rosdakarya.
Sudjana. 2002. Dasar-Dasar
Belajar Mengajar. Bandung:
Sinar Bumi Algesindo.
Nurkencana. 1990. Evaluasi
Pendidikan. Surabaya: Usaha
Nasional.
Sardiman, A.M. 2004. Interaksi
dan Motivasi Belajar.
Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Senduk, A.G. 2004. Pembelajaran
Kontekstual (CTL) dan
Penerapan Dalam KBK.
Malang: Universitas
Negeri Malang.
Subagya, Hari. 2007. Sains Fisika
1 SMA/MA. Jakarta: Bumi
Aksara.
Sumarsono. 2009. Fisika Untuk
SMA/MA Kelas X IPA.
Jakarta: Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan
Nasional.
Trianto. 2007. Model-Model
Pembelajaran Inovatif
Page 259
251
Berorientasi
Konstruktivis. Jakarta:
Prestasi pustaka Publiser.
Wardani, dkk. 2008. Penelitian
Tindakan Kelas. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Page 260
252
Meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Dengan
Menerapkan Model Pengajaran Tuntas Pada Siswa Kelas IV SD Negeri
Parado Kabupaten Bima Tahun Pelajaran 2012/2013.
ST. Hasnah.
Guru SD Negeri Parado
Abstrak
Kata Kunci: Pendidikan Agama Islam, model pembelajaran tuntas
Tujuan penelitian tindakan ini adalah: (a) Ingin mengetahui
bagaimanakah peningkatan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam setelah
diterapkannya model pembelajaran tuntas. (b) Ingin mengetahui pengaruh
model pembelajaran tuntas dalam meningkatkan prestasi dan motivasi belajar
terhadap materi pelajaran Pendidikan Agama Islam.
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research)
sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu:
rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian
ini adalah siswa Kelas IV SD Negeri Parado Kabupaten Bima Tahun
Pelajaran 2012/2013. Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar
observasi kegiatan belajar mengajar.
Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami
peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (66,67%), siklus II
(75,56%), siklus III (86,67%). Kesimpulan dari penelitian ini adalah model
pembelajaran tuntas dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar
Siswa SD Negeri Parado Kabupaten Bima Tahun Pelajaran 2012/2013,
serta model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif
pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
A. Latar Belakang Masalah
Teknik penyajian pelajaran
adalah suatu pengetahuan tentang
cara-cara mengajar yang
dipergunakan oleh guru atau
instrukstur. Pengertian lain ialah
sebagai teknik penyajian yang
dikuasai oleh guru untuk mengajar
atau menyajikan bahan pelajaran
kepada siswa di dalam kelas, agar
pelajaran tersebut dapat ditangkap,
dipahami dan digunakan oleh
siswa dengan baik. Di dalam
kenyataan cara atau metode
mengajar atau teknik penyajian
yang digunakan guru untuk
menyampaikan informasi atau
massage lisan kepada siswa
berbeda dengan cara yang
ditempuh untuk memantapkan
siswa dalam menguasai
pengetahuan, keterampilan serta
sikap. Metode yang digunakan
untuk memotivasi siswa agar
mampu menggunakan
pengetahuannya untuk
Page 261
253
memecahkan suatu masalah yang
dihadapi ataupun untuk menjawab
suatu pertanyaan akan berbeda
dengan metode yang diguanakan
untuk tujuan agar siswa mampu
berpikir dan mengemukakan
pendapatnya sendiri di dalam
menghadapi segala persoalan.
Kita mengenal bermacam-
macam teknik penyajian dari yang
tradisional, yang digunakan sejak
dahulu kala, tetapi juga yang
modern, yang digunakan baru
akhir-akhir ini saja.
Perkembangan selanjutnya
para ahli masih tersu mengadakan
penelitian dan eksperimen agar
dapat menemukan teknik
penyajian yang dipandang paling
efektif untuk pelajaran tertentu.
apakah hal itu akan terjawab, kita
serahkan pada hasil penelitian para
ahli tersebut.
Dari bermacam-macam
teknik mengajar itu, ada yang
menekankan peranan guru yang
utama dalam pelaksanaan
penyajian, tetapi ada pula yang
menekankan pada media hasil
teknologi meoderen seperti
televise, radio, kasset, video-tape,
film, head-projector, mesin-belajar
dan lain-lain, bahkan telah
menggukanan bantuan satelit. Ada
pula teknik penyajian yang hanya
digunakan untuk sejumlah siswa
yang terbatas, tetapi ada pula yang
digunakan untuk sejumlah siswa
yang tidak terbatas.
Metode mengajar yang guru
gunakan dalam setiap kali
pertemuan kelas bukanlah asal
pakai, tetapi setelah melalui
seleksi yang berkesesuaian dengan
perumuan tujuan intruksional
khusus. Sebab dalam kegiaatan
belajar mengajar, mengajar bukan
semata persoalan menceritakan.
Belajar bukanlah konsekuensi
otomatis dari perenungan
informasi ke dalam benak siswa.
Belajar memerlukan keterlibatan
mental dan kerja siswa sendiri.
Penjelasan dan pemeragaan semata
tidak akan membuahkan hasil
belajar yang langgeng. Yang bisa
membuahkan hasil belajar yang
langgeng hanyalah kegiatan
belajar aktif.
Agar belajar menjadi aktif
siswa harus mengerjakan banyak
sekali tugas. Mereka harus
menggunakan otak, mengkaji
gagasan, memecahkan masalah,
dan menerapkan apa yang mereka
pelajari. Belajar aktif harus gesit,
menyenangkan, bersemangat dan
penuh gairah. Siswa bahkan sering
meninggalkan tempat duduk
mereka, bergerak leluasa dan
berfikir keras (moving about dan
thinking aloud)
Untuk bisa mempelajari
sesuatu dengan baik, kita perlu
mendengar, melihat, mengajukan
pertanyaan tentangnya, dan
membahasnya dengan orang lain.
Bukan Cuma itu, siswa perlu
“mengerjakannya”, yakni
menggambarkan sesuatu dengan
cara mereka sendiri, menunjukkan
contohnya, mencoba
mempraktekkan keterampilan, dan
mengerjakan tugas yang menuntut
pengetahuan yang telah atau harus
mereka dapatkan.
Page 262
254
KAJIAN PUSTAKA
Prestasi Belajar
Pengertian belajar sudah
banyak dikemukakan dalam
kepustakaan. Yang dimaksud
belajar yaitu perbuatan murid
dalam bidang material, formal
serta fungsional pada umumnya
dan bidang intelektual pada
khususnya. Jadi belajar merupakan
hal yang pokok. Belajar
merupakan suatu perubahan pada
sikap dan tingkah laku yang lebih
baik, tetapi kemungkinan
mengarah pada tingkah laku yang
lebih buruk. Prestasi adalah hasil
yang telah dicapai oleh karena itu
semua individu dengan adanya
belajar hasilnya dapat dicapai.
Setiap individu belajar
menginginkan hasil yang yang
sebaik mungkin. Oleh karena itu
setiap individu harus belajar
dengan sebaik-baiknya supaya
prestasinya berhasil dengan baik.
Sedang pengertian prestasi juga
ada yang mengatakan prestasi
adalah kemampuan. Kemampuan
di sini berarti yan dimampui
individu dalam mengerjakan
sesuatu.
Movitasi Belajar
Istilah motivasi menunjuk
kepada semua gejala yang
tekandung dalam stimulasi
tindakaan ke arah tujuan tertentu
di mana sebelumnya tidak ada
gerakan menuju ke arah tujuan
tersebut. Motivasi dapat berupa
dorongan-dorongan dasar atau
internal dan insentif di luar diri
individu atau hadiah. Sebagai
suatu masalah di dalam kelas,
motivasi adalah proses
membangkitkan, mempertahankan,
dan mengontrol minat-minat.
Model Pembelajaran Tuntas
Belajar tuntas merupakan
model pembelajaran yang dapat
dilaksanakan di dalam kelas,
dengan asumsi bahwa di dalam
kondisi yang tepat semua peserta
didik akan mampu belajar dengan
baik dan memperoleh hasil belajar
secara maksimal terhadap seluruh
bahan yang dipelajari (Ramayulis,
2005:193). Berdasarkan uraian di
atas, maka model belajar tuntas
akan terlaksana apabila, (1) siswa
menguasai semua bahan pelajaran
yang disajikan secara penuh, (2)
bahan pengajaran dibetulkan
secara sistematis.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan
penelitian tindakan (action
research), karena penelitian
dilakukan untuk memecahkan
masalah pembelajaran di kelas.
Penelitian ini juga termasuk
penelitian deskriptif, sebab
menggambarkan bagaimana suatu
teknik pembelajaran diterapkan
dan bagaimana hasil yang
diinginkan dapat dicapai.
Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian adalah
tempat yang digunakan dalam
melakukan penelitian untuk
memperoleh data yang diinginkan.
Penelitian ini bertempat di SD
Negeri Parado Kecamatan Parado
Kabupaten Bima Tahun Pelajaran
2012/2013. Waktu penelitian
adalah waktu berlangsungnya
penelitian atau saat penelitian ini
Page 263
255
dilangsungkan. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan April
semester genap 2012/2013.
Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah
siswa-siswi Kelas IV SD Negeri
Parado Kabupaten Bima Tahun
Pelajaran 2012/2013 pada pokok
bahasan kisah-kisah Nabi.
Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari:
1. Silabus
2. Rencana Pelajaran (RP)
3. Lembar Observasi
Kegiatan Belajar Mengajar
a. Lembar observasi
pengelolaan model
pembelajaran tuntas,
untuk mengamati
kemampuan guru
dalam mengelola
pembelajaran.
b. Lembar observasi
aktivitas siswa dan
guru, untuk mengamati
aktivitas siswa dan
guru selama proses
pembelajaran.
4 Tes formatif
Tes ini disusun berdasarkan
tujuan pembelajaran yang akan
dicapai, digunakan untuk
mengukur kemampuan
pemahaman konsep Pendidikan
Agama Islam transaksi keuangan.
Tes formatif ini diberikan setiap
akhir putaran. Bentuk soal yang
diberikan adalah pilihan ganda
(objektif). Sebelumnya soal-soal
ini berjumlah 46 soal yang telah
diujicoba, kemudian penulis
mengadakan analisis butir soal tes
yang telah diuji validitas dan
reliabilitas pada tiap soal.
Teknik Analisis Data
1. Untuk menilai ulangan atau tes
formatif
Peneliti melakukan
penjumlahan nilai yang diperoleh
siswa, yang selanjutnya dibagi
dengan jumlah siswa yang ada di
kelas tersebut sehingga diperoleh
rata-rata tes formatif dapat
dirumuskan:
N
XX
X Nilai rata-rata
Σ X = Jumlah semua nilai siswa
Σ N = Jumlah siswa
2. Untuk ketuntasan belajar
Ada dua kategori ketuntasan
belajar yaitu secara perorangan
dan secara klasikal. Berdasarkan
petunjuk pelaksanaan belajar
mengajar kurikulum 1994
(Depdikbud, 1994), yaitu seorang
siswa telah tuntas belajar bila telah
mencapai skor 65% atau nilai 65,
dan kelas disebut tuntas belajar
bila di kelas tersebut terdapat 85%
yang telah mencapai daya serap
lebih dari atau sama dengan 65%.
Untuk menghitung persentase
ketuntasan belajar digunakan
rumus sebagai berikut:
%100...
xSiswa
belajartuntasyangSiswaP
3. Untuk lembar observasi
a. Lembar observasi pengelolaan
model pembelajaran tuntas.
Untuk menghitung lembar
observasi pengelolaan model
Page 264
256
pembelajaran tuntas digunakan
rumus sebagai berikut:
2
21 PPX
Dimana: P1 = pengamat 1 dan P2 =
pengamat 2
b. Lembar observasi aktivitas guru
dan siswa
Untuk menghitung lembar
observasi aktivitas guru dan
siswa digunakan rumus sebagai
berikut:
%100% xX
X
dengan
2.
tan.. 21 PP
pengamatjumlah
pengamahasiljumlahX
Dimana: % = Persentase
pengamatan
X = Rata-rata
X = Jumlah rata-rata
P1 = Pengamat 1
P2 = Pengamat 2
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
A. Analisis Data Penelitian
Persiklus
1. Siklus I
Pada akhir proses belajar
mengajar siswa diberi tes formatif
I dengan tujuan untuk mengetahui
tingkat keberhasilan siswa dalam
proses belajar mengajar yang telah
dilakukan. Adapun data hasil
penelitian pada siklus I adalah
sebagai berikut:
No Aspek yang diamati
Penilaian Rat
a-
rata P1 P2
I
Pengamatan KBM
A. Pendahuluan
1. Memotivasi siswa
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran
2
2
2
2
2
2
B. Kegiatan Inti
1. Mendiskusikan langkah-langkah kegiatan bersama
siswa
2. Membimbing siswa melakukan kegiatan
3. Membimbing siswa mendiskusikan hasil kegiatan
dalam kelompok
4. Memberikan kesempatan pada siswa untuk
mempresentasikan hasil penyelidikan
5. Membimbing siswa merumuskan
kesimpulan/menemukan konsep
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
C. Penutup
1. Membimbing siswa membuat rangkuman
2. Memberikan evaluasi
3
3
3
3
3
3
II Pengelolaan Waktu 2 2 2
III
Antusiasme Kelas
1. Siswa Antusias
2. Guru Antusias
2
3
2
3
2
3
Jumlah 32 32 32
Berdasarkan tabel di atas
aspek-aspek yang mendapatkan
kriteria kurang baik adalah
memotivasi siswa, menyampaikan
Page 265
257
tujuan pembelajaran, pengelolaan
waktu, dan siswa antusias.
Keempat aspek yang mendapat
penilaian kurang baik di atas,
merupakan suatu kelemahan yang
terjadi pada siklus I. Dan akan
dijadikan bahan kajian untuk
refleksi dan revisi yang akan
dilakukan pada siklus II. Hasil
observasi berikutnya adalah
aktivitas guru dan siswa seperti
pada tabel berikut.
No Aktivitas Guru yang diamati Persentas
e
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Menyampaikan tujuan
Memotivasi siswa/merumuskan masalah
Mengkaitkan dengan pelajaran berikutnya
Menyampaikan materi/langkah-langkah/strategi
Menjelaskan materi yang sulit
Membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan konsep
Meminta siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil kegiatan
Memberikan umpan balik
Membimbing siswa merangkum pelajaran
7,81
7,81
7,81
9,38
12,50
20,31
9,38
17,19
7,81
No Aktivitas Siswa yang diamati Persentas
e
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru
Membaca buku siswa
Bekerja dengan sesama siswa
Diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru
Menyajikan hasil pembelajaran
Mengajukan/menanggapi pertanyaan/ide
Menulis yang relevan dengan KBM
Merangkum pembelajaran
Mengerjakan tes evaluasi
21,09
10,74
17,58
13,48
5,86
7,81
8,40
6,64
8,40
Pada siklus I, secara garis
besar kegiatan belajar mengajar
dengan model pembelajaran tuntas
sudah dilaksanakan dengan baik,
walaupun peran guru masih cukup
dominan untuk memberikan
penjelasan dan arahan karena
model tersebut masih dirasakan
baru oleh siswa. Berikutnya adalah
rekapitulasi hasil tes formatif
siswa seperti terlihat pada tabel
berikut.
No Uraian Hasil Siklus I
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
68,22
30
66,67
c. Refleksi
Dalam pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar diperoleh
informasi dari hasil pengamatan
sebagai berikut:
1) Guru kurang maksimal dalam
memotivasi siswa dan dalam
menyampaikan tujuan
pembelajaran
2) Guru kurang maksimal dalam
pengelolaan waktu
Page 266
258
3) Siswa kurang aktif selama
pembelajaran berlangsung
d. Refisi
Pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar pada siklus I ini
masih terdapat kekurangan,
sehingga perlu adanya revisi
untuk dilakukan pada siklus
berikutnya.
1) Guru perlu lebih terampil dalam
memotivasi siswa dan lebih
jelas dalam menyampaikan
tujuan pembelajaran. Dimana
siswa diajak untuk terlibat
langsung dalam setiap kegiatan
yang akan dilakukan.
2) Guru perlu mendistribusikan
waktu secara baik dengan
menambahkan informasi-
informasi yang dirasa perlu dan
memberi catatan
3) Guru harus lebih terampil dan
bersemangat dalam memotivasi
siswa sehingga siswa bisa lebih
antusias.
2. Siklus II
Adapun data hasil penelitian
pada siklus II adalah sebagai
berikut:
No Aspek yang diamati Penilaian Rata
-rata P1 P2
I
Pengamatan KBM
A. Pendahuluan
1. Memotivasi siswa
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran
3
3
3
4
3
3,5
B. Kegiatan Inti
1. Mendiskusikan langkah-langkah kegiatan
bersama siswa
2. Membimbing siswa melakukan kegiatan
3. Membimbing siswa mendiskusikan hasil
kegiatan dalam kelompok
4. Memberikan kesempatan pada siswa untuk
mempresentasikan hasil peneyelidikan
5. Membimbing siswa merumuskan
kesimpulan/menemukan konsep
3
4
4
4
3
4
4
4
4
3
3,5
4
4
4
3
C. Penutup
1. Membimbing siswa membuat rangkuman
2. Memberikan evaluasi
3
4
4
4
3,5
4
II Pengelolaan Waktu 3 3 3
III
Antusiasme Kelas
1. Siswa Antusias
2. Guru Antusias
4
4
3
4
3,5
4
Jumlah 41 43 42
Berikut disajikan hasil
observasi aktivitas guru dan siswa: No Aktivitas Guru yang diamati Persentase
1
2
3
4
5
6
Menyampaikan tujuan
Memotivasi siswa/merumuskan masalah
Mengkaitkan dengan pelajaran berikutnya
Menyampaikan materi/langkah-langkah/strategi
Menjelaskan materi yang sulit
Membimbing dan mengamati siswa dalam menentukan konsep
71,81
6,25
6,25
9,18
14,06
23,34
Page 267
259
7
8
9
Meminta siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil kegiatan
Memberikan umpan balik
Membimbing siswa merangkum pelajaran
10,93
15,63
6,25
No Aktivitas Siswa yang diamati Persentase
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru
Membaca buku siswa
Bekerja dengan sesama siswa
Diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru
Menyajikanhasil pembelajaran
Mengajukan/menanggapi pertanyaan/ide
Menulis yang relevan dengan KBM
Merangkum pembelajaran
Mengerjakan tes evaluasi/latihan
12,11
13,67
19,53
14,06
7,42
9,38
8,20
9,38
6,25
Berikutnya adalah
rekapitulasi hasil tes formatif
siswa terlihat pada tabel berikut. No Uraian Hasil Siklus II
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
74,67
34
75,56
c. Refleksi
Dalam pelaksanaan
kegiatan belajar diperoleh
informasi dari hasil pengamatan
sebagai berikut:
1) Memotivasi siswa
2) Membimbing siswa
merumuskan
kesimpulan/menemukan
konsep
3) Pengelolaan waktu
d. Revisi Rancangan
Pelaksanaan kegiatan
belajar pada siklus II ini masih
terdapat kekurangan-
kekurangan. Maka perlu adanya
revisi untuk dilaksanakan pada
siklus II antara lain:
1) Guru dalam memotivasi siswa
hendaknya dapat membuat
siswa lebih termotivasi selama
proses belajar mengajar
berlangsung.
2) Guru harus lebih dekat dengan
siswa sehingga tidak ada
perasaan takut dalam diri siswa
baik untuk mengemukakan
pendapat atau bertanya.
3) Guru harus lebih sabar dalam
membimbing siswa
merumuskan
kesimpulan/menemukan
konsep.
4) Guru harus mendistribusikan
waktu secara baik sehingga
kegiatan pembelajaran dapat
berjalan sesuai dengan yang
diharapkan.
5) Guru sebaiknya menambah
lebih banyak contoh soal dan
memberi soal-soal latihan pada
siswa untuk dikerjakan pada
setiap kegiatan belajar
mengajar.
3. Siklus III
Adapun data hasil penelitian
pada siklus III adalah sebagai
berikut:
Page 268
260
No Aspek yang diamati Penilaian Rata
-rata P1 P2
I
Pengamatan KBM
A. Pendahuluan
1. Memotivasi siswa
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran
3
4
3
4
3
4
B. Kegiatan Inti
1. Mendiskusikan langkah-langkah kegiatan bersama
siswa
2. Membimbing siswa melakukan kegiatan
3. Membimbing siswa mendiskusikan hasil kegiatan
dalam kelompok
4. Memberikan kesempatan pada siswa untuk
mempresentasikan hasil peneyelidikan
5. Membimbing siswa merumuskan
kesimpulan/menemukan konsep
4
4
4
4
3
4
4
4
3
3
4
4
4
3,5
3
C. Penutup
1. Membimbing siswa membuat rangkuman
2. Memberikan evaluasi
4
4
4
4
4
4
II Pengelolaan Waktu 3 3 3
III
Antusiasme Kelas
1. Siswa Antusias
2. Guru Antusias
4
4
4
4
4
4
Jumlah 45 44 44,5
Penyempurnaan aspek-
aspek diatas dalam menerapkan
model pembelajaran tuntas
diharapkan dapat berhasil
semaksimal mungkin.
No Aktivitas Guru yang diamati Persentase
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Menyampaikan tujuan
Memotivasi siswa/merumuskan masalah
Mengkaitkan dengan pelajaran berikutnya
Menyampaikan materi/langkah-langkah/strategi
Menjelaskan materi yang sulit
Membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan konsep
Meminta siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil kegiatan
Memberikan umpan balik
Membimbing siswa merangkum pelajaran
7,81
6,25
10,94
17,19
10,94
20,31
6,25
14,06
6,25
No Aktivitas Siswa yang diamati Persentase
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru
Membaca buku siswa
Bekerja dengan sesama siswa
Diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru
Menyajikanhasil pembelajaran
Mengajukan/menanggapi pertanyaan/ide
Menulis yang relevan dengan KBM
Merangkum pembelajaran
Mengerjakan tes evaluasi/latihan
12,50
19,53
13,87
19,14
7,24
5,86
7,03
7,81
6,84
Page 269
261
No Uraian Hasil Siklus III
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
79,78
39
86,67
c. Refleksi
Pada tahap ini akah dikaji apa
yang telah terlaksana dengan
baik maupun yang masih kurang
baik dalam proses belajar
mengajar dengan menerapan
model pembelajaran tuntas. Dari
data-data yang telah diperoleh
dapat duraikan sebagai berikut:
1) Selama proses belajar mengajar
guru telah melaksanakan semua
pembelajaran dengan baik.
Meskipun ada beberapa aspek
yang belum sempurna, tetapi
persentase pelaksanaannya untuk
masing-masing aspek cukup
besar.
2) Berdasarkan data hasil
pengamatan diketahui bahwa
siswa aktif selama proses belajar
berlangsung.
3) Kekurangan pada siklus-siklus
sebelumnya sudah mengalami
perbaikan dan peningkatan
sehingga menjadi lebih baik.
4) Hasil belajar siswsa pada siklus
III mencapai ketuntasan.
d. Revisi Pelaksanaan
Pada siklus III guru telah
menerapkan model pembelajaran
tuntas dengan baik dan dilihat
dari aktivitas siswa serta hasil
belajar siswa pelaksanaan proses
belajar mengajar sudah berjalan
dengan baik. Maka tidak
diperlukan revisi terlalu banyak,
tetapi yang perlu diperhatikan
untuk tindakan selanjutnya
adalah memaksimalkan dan
mempertahankan apa yang telah
ada dengan tujuan agar pada
pelaksanaan proses belajar
mengajar selanjutnya penerapan
model pembelajaran tuntas dapat
meningkatkan proses belajar
mengajar sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai.
Pembahasan 1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa
Melalui hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa model
pembelajaran tuntas memiliki
dampak positif dalam
meningkatkan prestasi belajar
siswa. Hal ini dapat dilihat dari
semakin mantapnya pemahaman
siswa terhadap materi yang
disampaikan guru (ketuntasan
belajar meningkat dari siklus I,
II, dan III) yaitu masing-masing
66,67%, 75,56%, dan 86,67%.
Pada siklus III ketuntasan belajar
siswa secara klasikal telah
tercapai.
2. Kemampuan Guru dalam
Mengelola Pembelajaran
Berdasarkan analisis data,
diperoleh aktivitas siswa dalam
proses belajar mengajar dengan
menerapkan model pembelajaran
tuntas dalam setiap siklus
mengalami peningkatan. Hal ini
berdampak positif terhadap
prestasi belajar siswa yaitu dapat
ditunjukkan dengan
meningkatnya nilai rata-rata
Page 270
262
siswa pada setiap siklus yang
terus mengalami peningkatan.
3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam
Pembelajaran
Berdasarkan analisis data,
diperoleh aktivitas siswa dalam
proses pembelajaran Pendidikan
Agama Islam pada pada pokok
bahasan kisah-kisah Nabi dengan
model pembelajaran tuntas yang
paling dominan adalah bekerja
dengan sesama siswa,
mendengarkan/memperhatikan
penjelasan guru, dan diskusi
antar siswa/antara siswa dengan
guru. Jadi dapat dikatakan bahwa
aktivitas siswa dapat
dikategorikan aktif.
Sedangkan untuk aktivitas
guru selama pembelajaran telah
melaksanakan langkah-langkah
kegiatan belajar mengajar
dengan menerapkan model
pembelajaran tuntas dengan baik.
Hal ini terlihat dari aktivitas guru
yang muncul di antaranya
aktivitas membimbing dan
mengamati siswa dalam
menemukan konsep,
menjelaskan materi yang sulit,
memberi umpan
balik/evaluasi/tanya jawab
dimana prosentase untuk
aktivitas di atas cukup besar.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan dari tujuan
penelitian tindakan kelas (action
research) untuk meningkatkan
mutu pembelajaran yang terjadi
di kelas, serta berdasarkan hasil
penelitian yang telah dipaparkan
selama tiga siklus, hasil seluruh
pembahasan serta analisis yang
telah dilakukan dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Model pembelajaran tuntas dapat
meningkatkan kualitas
pembelajaran Pendidikan Agama
Islam siswa kelas IV SDN
Parado Kabupaten Bima tahun
pelajaran 2012/2013, hal ini
terlihat dengan ditandai dengan
peningkatan ketuntasan belajar
siswa dalam setiap siklus, yaitu
siklus I (66,67%), siklus II
(75,56%), siklus III (86,67%).
2. Model pembelajaran tuntas dapat
menjadikan siswa merasa dirinya
mendapat perhatian dan
kesempatan untuk
menyampaikan pendapat,
gagasan, ide dan pertanyaan,
siswa dapat bekerja secara
mandiri maupun kelompok dan
mampu
mempertangungjawabkan segala
tugas individu maupun
kelompok, serta penerapan
model pembelajaran tuntas
mempunyai pengaruh positif,
yaitu dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002. Dasar-
Dasar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2002.
Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek.
Jakarta:Rineksa Cipta.
Combs. Arthur. W. 1984. The
Profesional Education of
Teachers. Allin and Bacon,
Inc. Boston.
Page 271
263
Dahar, R.W. 1989. Teori-teori
Belajar. Jakarta: Erlangga.
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1994. Petunjuk
Pelaksanaan Proses Belajar
Mengajar, Jakarta. Balai
Pustaka.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002.
Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineksa Cipta.
Djamarah. Syaiful Bahri. 2000.
Psikologi Belajar. Jakarta:
Rineksa Cipta.
Hamalik, Oemar. 1994. Metode
Pendidikan. Bandung: Citra
Aditya Bakti.
Hamalik,Oemar. 2000. Psikologi
Belajar dan Mengajar.
Bandung: Sinar Baru
Algesindo.
Kemmis, S. dan Mc. Taggart, R.
1988. The Action Research
Planner. Victoria Dearcin
University Press.
Margono. 1997. Metodologi
Penelitian Pendidikan.
Jakarta: Rineksa Cipta.
Ngalim, Purwanto M. 1990.
Psikologi Pendidikan.
Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nur, Moh. 2001. Pemotivasian
Siswa untuk Belajar.
Surabaya. University Press.
Universitas Negeri
Surabaya.
Poerwodarminto. 1991. Kamus
Umum Bahasa Indonesia.
Jakarta: Bina Ilmu.
Purwanto, N. 1988. Prinsip-prinsip
dan Teknis Evaluasi
Pengajaran. Bandung:
Remaja Rosda Karya.
Rustiyah, N.K. 1991. Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta:
Bina Aksara.
Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan
Motivasi Belajar Mengajar.
Jakarta: Bina Aksara.
Sukidin, dkk. 2002. Manajemen
Penelitian Tindakan Kelas.
Surabaya: Insan Cendekia.
Suryosubroto, B. 1997. Proses
Belajar Mengajar di
Sekolah. Jakarta: Rineksa
Cipta.
Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi
Pendidikan, Suatu
Pendekatan Baru. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Page 272
264
UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR
SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN
EXAMPLES NON EXAMPLES PADA PEMBELAJARAN PKN
KOMPETENSI DASAR PENGARUH GLOBALISASI DI
LINGKUNGANNYA DI KELAS IV SEMESTER II SDN
KANCA TAHUN PELAJARAN 2010/2011.
ST. Nurmah.
Guru SDN Kanca
Abstrak
Penelitian ini bertujuan meningkatkan aktivitas belajar dan prestasi
belajar PKn siswa kelas IV SD Negeri Kanca Kecamatan Parado Kabupaten
Bima kompetensi dasar pengaruh globalisasi dilingkungannya di Kelas IV
Semester IISDN Kanca Tahun Pelajaran 2010/2011dengan penerapan model
pembelajaranExamples Non Examples. Jenis penelitin ini adalah penelitian
tindakan kelas yang dilakukan dalam dua siklus.Masing-masing siklus terdiri
dari tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi dan
refleksi. Data aktivitas belajar siswa diperoleh dengan cara observasi
sedangkan data prestasi belajar siswa diperoleh dari pemberian tes objektif
pada tiap akhir siklus. Penerapan model pembelajaranExamples Non
Examplespada penelitian ini dikatakan tuntas apabila 80 % siswa mencapai
prestasi belajar ≥ 70, sedangkan aktivitas belajar siswa minimal berkategori
aktif.Hasil penelitian menunjukkan jumlah yang mendapat nilai 70 ke atas
pada siklus I ada 15 siswa bertambah menjadi 23 siswa pada siklus II. Nilai
rata-rata 69,96 pada siklus I menjadi 77,72 pada siklus II. Persentase
ketuntasan belajar siswa dari 55,56% pada siklus I meningkat menjadi
85,19% pada siklus II atau naik sebesar 29,63%. Dengan demikian upaya
yang dilakukan guru untuk meningkatkan hasil belajar yang optimal melalui
penerapan model pembelajaran Examples Non Examples dan disertai alat
peraga gambar benar-benar dapat dirasakan oleh siswa, Siswa belajar lebih
aktif sehingga daya kreatif siswa lebih berkembang, di samping itu prestasi
belajar siswa dapat meningkat. Dengan demikian perbaikan pembelajaran
melalui penelitian tindakan kelas ini kesalahan dalam proses pembelajaran
cepat dianalisis dan diperbaiki sehingga kesalahan tidak akan berlanjut.
Kata Kunci: Prestasi dan aktivitas belajar PKn, model pembelajaran
Examples Non Example
Page 273
265
PENDAHULUAN
Menurut pandangan
konstruktivis dalam proses
pembelajaran PKn seyogyanya
disediakan serangkaian
pengalaman berupa kegiatan nyata
yang rasional atau dapat
dimengerti siswa dan
memungkinkan terjadinya
interaksi sosial. Saat proses
pembelajaran berlangsung siswa
harus terlibat secara langsung
dalam kegiatan nyata. Siswa diberi
kesempatan memperoleh
pengalaman langsung dengan
objek dan interaksi sosial dalam
kelompoknya saat mencocokkan
konsepsi awal dengan konsep yang
disepakati ilmuwan.
Proses pembelajaran
pelajaran PKn di sekolah dasar
dilaksanakan tergantung pada
kondisi sekolahnya, baik
metodenya atau media
pembelajarannya. Secara umum
pembelajaran PKn masih
disampaikan secara konvensional
dalam artian ceramah dan tanya
jawab. Peranan guru lebih
dominan sebagai penceramah
bukan sebagai fasilitator dalam
proses pembelajaran dan siswa
menerima konsep-konsep PKn
secara abstrak, hanya sedikit yang
menggunakan metode eksperimen
atau demontrasi. Hal itu terkendala
pada ketersediaan media
pembelajaran, apalagi SD di
daerah desa guru hanya
mengandalkan sepenuhnya pada
buku paket yang bersumber dari
dinas pendidikan nasional atau
departemen pendidikan
kebudayaan atau buku teks lain.
Kedudukan media belajar
dalam pembelajaran cukup
menentukan, sebab meskipun
seorang guru dalam melaksanakan
proses pembelajaran telah
menguasai materi dengan baik dan
sudah menggunakan metode yang
tepat, tetapi jika tidak
memanfaatkan alat peraga, terlebih
lagi untuk SD, maka tujuan
pembelajaran tidak dapat dicapai
secara optimal.
Disamping itu
Pembelajaran dapat dikatakan
berhasil jika dalam proses
pembelajaran tersebut memenuhi
target penelitian yang maksimal
yaitu dengan hasil penelitian yang
baik sehingga nantinya dapat
mendukung siswa dalam mencapai
prestasi yang baik. Pada
pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) dengan
kompetensi dasar pengaruh
globalisasi di lingkungannya, pada
siswa kelas IV di SDN Kanca
Kecamatan Parado Kabupaten
Bima – NTB prestasinya rendah.
Setelah diadakan ulangan
ada 8 orang dari 29 siswa kelas IV
yang mencapai tingkat penguasaan
materi (mendapat nilai 70 keatas)
hanya 27,58 % yang mengalami
belajar tuntas. Sedangkan 21 siswa
(72,41%) mendapat nilai 70
kebawah atau belum mengalami
belajar tuntas.
Dari data tersebut
menunjukkan bahwa dalam
pembelajaran PKn dikatakan
belum berhasil karena banyak
siswa yang belum tuntas dalam
pembelajaran, sehingga
Page 274
266
pembelajaran ini dianggap masih
jauh dari harapan.
KAJIAN PUSTAKA
Teori Belajar Dan Pembelajaran
Andi Mappiare (1982:62) mengemukakan“Minat
adalah suatu perangkat mental
yang terdiri dari suatu campuran
dari perasaan, harapan, pendirian,
prasangka rasa takut, atau
kecenderungan-kecenderungan
lain yang mengarahkan individu
kepada suatu pilihan tertentu.”
Dengan demikian, jika seorang
pendidik tidak menghiraukan
minat anak didiknya, besar
kemungkinan proses pendidikan
itu tidak akan berjalan dengan
lancar, sebab tidak sesuai dengan
harapan, pendirian, perasaan, atau
kecenderungan-kecenderungan
anak didik.
Jones, dalam Djumhur
dan M. Surya (1975 : 10 )
menyatakan bahwa :
Bimbingan adalah
bantuan yang diberikan kepada
individu-individu dalam
menentukan pilihan-pilihan dan
mengadakan berbagai penyesuaian
dengan
Mortensen & Scmuller,
dalam Prayitno dan E. Amti (1994
:94) Bimbingan juga dapat
diartikan sebagai bagian dari
keseluruhan pendidikan yang
membantu menyediakan
kesempatan-kesempatan pribadi
dan layanan staf ahli dengan cara
mana, setiap individu dapat
mengembangkan kemampuan-
kemampuan dan kesanggupannya
sepenuhnya sesuai dengan ide-ide
demokrasi.
Hasil Belajar PKn (Pendidikan
Kewarganegaraan)
Mata Pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan,
biasa disingkat PKn, adalah istilah
yang digunakan untuk
menggambarkan penulisan dengan
cakupan yang luas dalam berbagai
lapangan meliputi perilaku dan
interaksi manusia di masa kini dan
masa lalu. PKn tidak memusatkan
diri pada satu topik secara
mendalam melainkan memberikan
tinjauan yang luas terhadap
masyarakat.
Pendidikan
Kewarganegaraanmerupakan salah
satu mata pelajaran yang diberikan
mulai dari SD/MI/SDLB sampai
SMP/MTs/SMPLB. PKn
mengkaji seperangkat peristiwa,
fakta, konsep, dan generalisasi
yang berkaitan dengan isu sosial.
Pada jenjang SD/MI. Melalui mata
pelajaran PKn, peserta didik
diarahkanuntuk dapat menjadi
warga negara Indonesia yang
demokratis, dan bertanggung
jawab, serta warga dunia yang
cinta damai.
Di masa yang akan datang
peserta didik akan menghadapi
tantangan berat karena kehidupan
masyarakat global selalu
mengalami perubahan setiap saat.
Oleh karena itu mata pelajaran
PKn dirancang untuk
mengembangkan pengetahuan,
pemahaman, dan kemampuan
analisis terhadap kondisi sosial
masyarakat dalam memasuki
kehidupan bermasyarakat yang
Page 275
267
dinamis.
Mata pelajaran PKn
disusun secara sistematis,
komprehensif, dan terpadu dalam
proses pembelajaran menuju
kedewasaan dan keberhasilan
dalam kehidupan di masyarakat.
Dengan pendekatan tersebut
diharapkan peserta didik akan
memperoleh pemahaman yang
lebih luas dan mendalam pada
bidang ilmu yang berkaitan.
Karena sifatnya yang berupa
penyederhanaan dari ilmu-ilmu
sosial, di Indonesia PKn dijadikan
sebagai mata pelajaran untuk siswa
sekolah dasar (SD), dan sekolah
menengah tingkat pertama
(SMP/SLTP sampai tingkat di
atasnya, mulai dari sekolah
menengah tingkat atas
(SMA/SMU) dan perguruan tinggi.
METODE PENELITIAN
Tempat Pelaksanaan
Perbaikan pembelajaran
Pendidikan Kewarganrgaraan
(PKn) dilaksanakan di kelas IV
semester IISDN Kanca Kecamatan
Parado Kabupaten Bima – NTB.
Subjek yang diteliti adalah siswa
kelas IV SDN Kanca Kecamatan
Parado Kabupaten Bima – NTB
yang berjumlah 29 orang. Terdiri
dari 15 laki-laki dan 14
perempuan.
DESKRPKNI PERSIKLUS
1. Siklus I
Penelitian tindakan kelas ini
dilaksanakan dalam dua siklus,
setiap siklus terdiri dari
kegiatan, perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan, dan
refleksi.
Adapun uraian kegiatannya adalah
sebagai berikut :
Rencana Perbaikan
1. Pada tahap ini peneliti bekerja
sama dengan teman sejawat
sebagai pengamat dan
bimbingan dari dosen
pembimbing
2. Merencanakan kegiatan
pembelajaran yang
menitikberatkan pada
penerapan model pembelajaran
Examples Non Examples
3. Mempersiapkan bahan-bahan
yang diperlukan kegiatan
monitoring, lembar pengamatan
siswa dan guru
4. Membuat alat bantu mengajar
5. Menyusun rencana perbaikan
pembelajaran siklus I
6. Setelah RPP siklus I disetujui
oleh dosen pembimbing,
peneliti minta izin kepada
Kepala Sekolah untuk
melaksanakan perbaikan
pembelajaran
Pelaksanaan
Langkah-langkah umum yang
ditempuh dalam pelaksanaan
perbaikan pembelajaran PKn
materi pengaruh globalisasi di
lingkungannya adalah kegiatan
awal, kegiatan inti, dan
kegiatan akhir.
Pengamatan / Observasi
1. Hasil pngamatan terhadap guru
diperoleh temuan-temuan
antara lain :
a. Guru memberikan motivasi dan
apersepsi pada siswa pada
kegiatan awal pembelajaran
b. Guru belum maksimal dalam
mengungkap pengetahuan awal
Page 276
268
siswas tentang konsep pengaruh
globalisasi di lingkungannya
c. Guru mengajukan pertanyaan
belum merata kepada semua
siswa
2. Pengamatan terhadap siswa
diperoleh temuan-temuan
antara lain :
a. Masih ada sebagaian siswa
yang tidak berani untuk
bertanya dan menjawab
pertanyaan
b. Masih ada siswa yang belum
memahami materi pelajaran
c. Masih banyak siswa yang
kesulitan dalam menyelesaikan
tugas
Refleksi
Pada tahap ini peneliti meminta
bantuan saran dari pengamat
dan bimbingan dari supervesor
diperoleh refleksi sebagai
berikut :
1. Pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan guru masih sulit
dipahami siswa
2. Guru kurang dapat menyusun
kalimat yang mudah di fahami
siswa
3. Guru kurang memberi
penguatan sebagai motivasi
kepada siswa yang tidak berani
menjawab pertanyaan guru
4. Guru dalam menggunakan alat
peraga kurang optimal
5. Hasil ketuntasan yang dicapai
55,56% dengan nilai rata-rata
70,44
2. Siklus II
Berdasarkan hasil refleksi siklus I,
disusunlah rencana perbaikan
pembelajaran berupa prosedur
kerja dilaksanakan di kelas terdiri
dari perencanaan, pelaksanaan,
pengamatan, dan refleksi
Indikator Keberhasilan
Penggunaan alat peraga
gambar dan metode diskusi
kelompok dikatakan efektif
untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran PKn, jika:
a. Hasil Belajar Siswa
1) Rata-rata kelas sekurang-
kurangnya 70
2) Persentase tuntas klasikal
sekurang-kurangnya 80%
(minimal 80% siswa yang
memperoleh skor ≥ 70)
b. Aktivitas Belajar Siswa
Nilai aktivitas belajar minimal
B
Adapun rentangan penilaian
aktivitas belajar siswa
didasarkan pada:
Nilai Angka Nilai Huruf
81 – 100 A
71 – 80 B
61 – 70 C
51 – 60 D
0 – 50 E
HASIL PERBAIKANDAN
PEMBAHASAN
DESKRPKNI PER SIKLUS
Dari hasil catatan dan
temuan observasi data-data yang
menjadi fokus perbaikan yang
dihimpun pengamat selama
perbaikan pembelajaran dapat
penulis paparkan sebagai berikut :
lembaga-lembaga dalam susunan
pemerintah kabupaten, kota, dan
provinsi
Pra siklus
Proses pembelajaran PKn
materi pengaruh globalisassi di
linkungannya di kelas IV SDN
Page 277
269
Kanca Kec. Kedungwuni Kab.
Pekalongan diperoleh hasil dari 27
siswa (karena 2 orang siswa tidak
hadir) yang mendapat nilai 70 ke
atas ada 7 siswa (25,92 %) tuntas
belajar dan sisanya 20 siswa
(74,08%) mendapat nilai di bawah
70 (belum tuntas).
Tabel1. Tabel frekuensi nilai rata-rata kelas sebelum siklus
No Nilai F xi fx
Ket
1 45 – 50 2 47,5 95 2 orang tidak
hadir 2 51 – 56 2 53,5 107
3 57 – 62 14 59,5 833
4 63 – 68 2 65,5 131
5 69 – 74 3 71,5 214,5
6 75 - 80 3 77,5 232,5
7 81 - 86 1 83,5 83,5
Jumlah 27 1696,5
Nilai rata-rata kelas 62,83
Dari hasil diskusi dengan
teman sejawat tentang proses
pembelajaran yang berlangsung
memperoleh masukan untuk
melakukan perbaikan
pembelajaran siklus I. Selanjutnya
penulis berkonsultasi dengan
pembimbing untuk mengungkap
dan memperjelas masalah, selalu
mencari alternatif pemecahannya
atas masukan dari teman sejawab
dan saran pembimbing penulis
merencanakan pembelajaran siklus
I.
Siklus I
Pembelajaran siklus I
penulis menitikberatkan pada
penggunaan metode pembelajaran
tanya jawab bervariatif yang
dipadu dengan media gambar
globalisasi dilingkungannya.
Pada awal pembelajaran
guru memberi apersepsi dan
motivasi dengan tujuan untuk
menarik belajar siswa dan lebih
fokus dalam mengikuti proses
pembelajaran.Setelah dilakukan
perbaikan pembelajaran diperoleh
data nilai hasil belajar siswa yang
disajikan dalam bentuk tabel
maupun grafik.
Tabel 2. Tabel frekuensi nilai rata-rata kelas siklus I
No Nilai F X fx
Ket
1 52 – 58 2 55 110 2 orang siswa tidak
hadir 2 59 – 65 10 62 620
3 66 – 72 8 69 552
4 73 – 79 2 76 152
5 80 – 86 2 83 166
6 87 – 93 3 90 270
Jumlah 27 1870
Nilai rata-rata kelas 69,26
Page 278
270
Tabel 3. Tabel Perolehan Nilai PKn Siklus I
1. No 2. Rentang Nilai 3. Jumlah
Siswa
4. Ket
5. 1 6. 41 – 50 7. - 8. 2
oran
g
sisw
a
tidak
hadi
r
9. 2 10. 51 – 60 11. 6
12. 3 13. 61 – 70 14. 6
15. 4 16. 71 – 80 17. 10
18. 5 19. 81 – 90 20. 2
21. 6 22. 91 – 100 23. 3
24. 25. Jumlah 26. 27
27. 28. Ketuntasan
Klasikal
29. 55,56
%
Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa
pembelajaran siklus cukup
efektif hal ini terbukti :
1. Persentase ketuntasan belajar
dari 7 siswa (25,92%) sebelum
siklus naik menjadi 15 siswa
(55,56 %) pada siklus 1
2. Nilai rata-rata kelas dari 62,83
sebelum siklus naik menjadi
69,26 pada siklus I
Dari tabel diatas dapat
diketahui bahwa hasil
pembelajaran siklus I belum
sesuai dengan hasil yang
diharapkan, maka penulis
melaksanakan perbaikan
pembelajaran siklus II
Siklus II
Hasil diskusi dengan teman
sejawat maka penulis
mengadakan pembelajaran
siklus II
Pada pembelajaran siklus II
penulis menitikberatkan pada
metode pembelajaran tanya
jawab bervariatif disertai
penggunaan alat peraga.
Hasil Perbaikan Pembelajaran
Siklus II
Setelah dilakukan perbaikan
pembelajaran siklus II,
diperoleh data nilai hasil belajar
siswa yang disajikan dalam
bentuk tabel maupun grafik
seperti di bawah ini :
Tabel 4. Tabel frekuensi nilai rata-rata kelas siklusII
No Nilai F X fx
Ket
1 52 – 59 1 55,5 55,5 2
orang
tidak
hadir
2 60 – 67 3 63,5 190,5
3 68 – 75 7 71,5 500,5
4 76 – 83 11 79,5 874,5
5 84 – 91 - 87,5 -
6 92 - 99 5 95,5 477,5
Jumlah 27 2098,5
Nilai rata-rata kelas 77,72
Page 279
271
Tabel 5. Tabel Perolehan Nilai PKn Siklus II
No Nilai Jumlah siswa Ket
1 41 - 50 - 2 orang tidak
hadir 2 51 - 60 1
3 61 - 70 3
4 71 - 80 11
5 81 - 90 7
6 91 - 100 5
Jumlah 27
Ketuntasan
Klasikal
85,19 %
Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa
pembelajaran siklus II sudah
berhasil dan dapat
meningkatkan hasil belajar
siswa.
Hal ini dapat penulis paparkan
sebagai berikut :
1. Persentase ketuntasan belajar
siswa dari 15 siswa (55,56%)
pada siklus I naik menjadi 23
siswa (85,19%) pada siklus II
2. Nilai rata-rata kelas dari 69,26
pada siklus I menjadi 77,72
pada siklus II
Jumlah
Siswa
Nilai Rata-rata Tes Keterangan
Pra Siklus Siklus I Siklus II
27 62,83 69,26 77,72 Tuntas
Pembahasan dari Setiap Siklus
Sebelum siklus penguasaan
siswa terhadap materi pelajaran
masih rendah, hal ini dapat dilihat
dari nilai tes formatif siswa yaitu
dari 27 siswa (karena 2 orang siswa
tidak hadir) yang mendapat nilai 70
keatas hanya 7 siswa, ketuntasannya
25,92 % dengan rata-rata kelas
62,83
Proses pembelajaran yang
dilakukan sebelum diadakan
perbaikan pembelajaran, penjelasan
guru masih banyak menggunakan
metode ceramah dan aktifitas siswa
dalam pembelajaran kurang
Siklus I
Upaya perbaikan
pembelajaran PKn siklus I yang
dilakukan guru untuk mengatasi
masalah siswa adalah melalui
penerapan model pembelajaran
Examples Non Examples.
Upaya perbaikan
pembelajaran yang dilakukan
penulis pada siklus I dari hasil tes
formatif siswa menunjukkan adanya
peningkatan. Hal ini dapat dilihat
dari nilai rata-rata sebelum siklus
62,83 meningkat menjadi 69,26
dengan ketuntasan belajar dari 7
siswa (25,92%) bertambah menjadi
15 siswa (55,56%)
Siklus II
Upaya perbaikan
pembelajaran pada siklus II
ditekankan pada aktifitas guru dan
siswa dalam pembelajaran melalui
Page 280
272
penerapan model pembelajaran
Examples Non Examples yang
dimantapkan dengan memperbanyak
Tanya jawab dan penguatan konsep.
Sejalan dengan ini, menurut
Nasution, N. Budiastra, K. dkk
(1998) “tanya jawab dapat
membantu timbulnya perhatian
murid pada pelajaran”.
Metode tanya jawab
bervariatif sebagai sarana untuk
meningkatkan hasil belajar siswa
karena dengan metode tanya jawab
akan membuat anak menjadi senang,
tertarik dan bersikap positif terhadap
pembelajaran.
Dari tes formatif siklus II,
jumlah yang mendapat nilai 70 ke
atas pada siklus I ada 15 siswa
bertambah menjadi 23 siswa pada
siklus II. Nilai rata-rata 69,26
pada siklus I menjadi 77,72 pada
siklus II. Persentase ketuntasan
belajar siswa dari 55,56% pada
siklus I meningkat menjadi 85,19%
pada siklus II atau naik sebesar
29,63 %
Dengan demikian upaya yang
dilakukan guru untuk meningkatkan
hasil belajar yang optimal melalui
penerapan model pembelajaran
Examples Non Examples dan
disertai alat peraga gambar benar-
benar dapat dirasakan oleh siswa..
KESIMPULAN DAN SARAN Dari keseluruhan hasil perbaikan,
maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Kegiatan perbaikan pembelajaran
dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa. Hal ini dapat
tercapai karena usaha guru selalu
memperbaiki pembelajaran.
Langkah yang ditempuh antara
lain memilih model
pembelajaran yang tepat dan
menggunakannya secara optimal
serta penggunaan alat peraga
yang menarik.
2. Dari tes formatif siklus II, jumlah
yang mendapat nilai 70 ke atas
pada siklus I ada 15 siswa
bertambah menjadi 23 siswa pada
siklus II.Nilai rata-rata 69,26
pada siklus I menjadi 77,72 pada
siklus II. Persentase ketuntasan
belajar siswa dari 55,56% pada
siklus I meningkat menjadi
85,19% pada siklus II atau naik
sebesar 29,63 %
3. Dengan menggunakan model
pembelajaran yang tepat dan
menggunakan alat peraga yang
menarik dapat memperjelas
pemahaman siswa tentang materi
sehingga hasil prestasi siswa
dapat meningkat.
4. Tujuan guru melaksanakan
kegiatan perbaikan pembelajaran
adalah dalam rangka membantu
siswa yang mengalami kesulitan
dalam memahami materi
lembaga-lembaga dalam susunan
pemerintah kabupaten, kota, dan
provinsi agar mencapai hasil
belajar yang lebih baik. Bagi
guru sendiri kegiatan perbaikan
juga dalam rangka meningkatkan
profesionalisme dalam
melaksanakan tugasnya. Dengan
kegiatan perbaikan ternyata dapat
meningkatkan hasil prestasi siswa
pada materi lembaga-lembaga
dalam susunan pemerintah
kabupaten, kota, dan provinsi.
Hasil evaluasi dari siklus ke
siklus ternyata selalu meningkat.
Page 281
273
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur
Penelitian: Suatu
Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Arsyad Azhar. 2003. Media
Pembelajaran. Jakarta :
PT. Raja Cerapindi
Persada.
Depdiknas. Dirjen Dikdasmen
Direktorat Pendidikan
Lanjutan Pertama. 2005.
Hakekat Sains. Jakarta
Depdiknas. Dirjen Dikdasmen
Direktorat Pendidikan
Lanjutan Pertama. 2005.
Media Pembelajaran.
Jakarta
Djamrah, Syaiful Bahri. 1994.
Prestasi Belajar dan
Kompetensi
Guru.Surabaya : Usaha
Nasional.
Djamrah, Syaiful Bahri, dan Aswan
Zain. 2002. Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta
: Rineka Cipta
Nono Sutarno, 2006. Materi dan
Pembelajaran IPA SD.
Jakarta : Universitas
Terbuka Pasaribu dan B.
Simandjuntak. 1982,
Proses Belajar
Mengajar.Jakarta : Rasito.
Roestiyah. 1991. Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta :
Rineka Cipta
Raven. 1002 Fakta dan Data
(Elexmedia). Atlas
Anatomi
Sardiman A.M, 1990. Interaksi dan
Motivasi Belajar
Mengajar.Jakarta :
Rajawali Pers
Susilo Herawati, 1999, PetaKonsep,
Alat Pembelajaran Yang
penting Untuk
Pembelajaran Sains Dengan
Filosofi Konstruktivisme,
Malang
Sumiati. 2008. Metode
Pembelajaran. Banduing:
Wacana Prima.
Suryosubroto.
2002. Proses Belajar Mengajar di
Sekolah. Jakarta: Rineka
Cipta.
Sutikno, M. S., 2008. Belajar dan
Pembelajaran. Bandung:
Prospect. Syah,
Muhibbin. 2006. Psikologi Belajar.
Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
_________. 2008. Psikologi
Pendidikan dengan
Pendekatan Baru.
Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Tafsir, Ahmad. 2008, Metodologi
Pengajaran Agama Islam.
Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Page 282
274
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA DAN
MENDENGAR ANAK KELOMPOK B TK BINA TUNAS KAMBILO
KECAMATAN WAWO KABUPATEN BIMA MELALUI KEGIATAN
MENCERITAKAN PENGALAMAN SEDERHANA DENGAN URUT
MENGGUNAKAN METODE BERCAKAP-CAKAP
TAHUN PELAJARAN 2010/2011
SUHARTI
GURU TK BINA TUNAS KAMBILO
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan Kemampuan Berbicara dan Mendengar Anak
Kelompok B TK Bina Tunas Kambilo Kecamatan Wawo Kabupaten Bima
Tahun Pelajaran 2010/2011 Melalui Kegiatan Menceritakan Pengalaman
Sederhana dengan Urut Menggunakan Metode Bercakap-Cakap. Jenis
penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam
duasiklus. Masing-masing siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan
tindakan, observasi, evaluasi dan refleksi. Hasi lpenelitian menunjukkan
kemampuan berbicara dan mendengar anak dengan menggunakan metode
bercakap-cakap mengalami peningkatan. Pada siklus I, anak yang mendapat
kategori tinggi pada pertemuan siklus I adalah 40,00 %, kategori cukup
46,67%, dan kategori rendah 13,33%. Pada siklus II terlihat terjadi
peningkatan yaitu anak yang mendapat kategori tinggi 66,67%, kategori
cukup 33,33%, dan kategori rendah 0%. Aktivitas guru terjadi peningkatan.
Pada siklus I memperoleh 16 poin untuk kategori baik atau 66,67% dan pada
siklus II menjadi 22 poin pada kategori sangat baik atau 91,67%. terjadi
peningkatan sebesar 25%. Aktivitas anak mengalami peningkatan yaitu pada
siklus I memperoleh persentase 68,88% dan meningkat menjadi 82,22%
pada siklus II. Terjadi peningkatan 13,34%. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa Kegiatan Menceritakan Pengalaman Sederhana dengan
Urut Menggunakan Metode Bercakap-Cakap telah berhasil terlaksana dalam
upaya Meningkatkan Kemampuan Berbicara dan Mendengar Anak
Kelompok B TK Bina Tunas Kambilo Kecamatan Wawo Kabupaten Bima
Tahun Pelajaran 2010/2011.
Kata kunci: kemampuan berbicara dan mendengar, kegiatan
menceritakan pengalaman, metode bercakap-cakap.
Page 283
275
PENDAHULUAN
Tujuan Pendidikan Taman
Kanak-Kanak menurut Undang-
Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 pasal 28
ayat 3 adalah membantu anak
didik dalam mengembangkan
berbagai potensi baik secara psikis
maupun fisik yang meliputi
pengembangan moral, nilai, sosial,
emosional, kognitif, bahasa,
motorik, kemandirian dan seni
untuk dipersiapkan memasuki
Pendidikan dasar.
Tujuan program kegiatan
belajar TK adalah membantu
meletakkan dasar ke arah
perkembangan sikap, pengetahuan
keterampilan, dan daya cipta anak
didik untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan dan
pertumbuhan serta perkembangan
selanjutnya. Sedangkan ruang
lingkup program kegiatan belajar
TK meliputi pembentukan perilaku
melalui pembiasaan dalam
pengembangan moral Pancasila,
agama, disiplin, perasaan/emosi,
dan kemampuan bermasyarakat,
serta pengembangan kemampuan
dasar melalui kegiatan yang
dipersiapkan oleh guru meliputi
pengembangan kemampuan
berbahasa, daya pikir, daya cipta,
keterampilan, dan jasmani.
Pada anak usia TK (4-6
tahun), kemampuan berbahasa
yang paling umum dan efektif
dilakukan adalah kemampuan
berbicara. Hal ini selaras dengan
karakteristik umum kemampuan
bahasa anak pada usia tersebut.
Karakteristik ini meliputi
kemampuan anak untuk dapat
berbicara dengan baik,
melaksanakan tiga perintah lisan
secara berurutan dengan benar,
mendengarkan dan menceritakan
kembali cerita sederhana dengan
urutan yang mudah dipahami,
menyebutkan nama, jenis kelamin
dan umurnya, menggunakan kata
sambung seperti: dan, karena,
tetapi; menggunakan kata tanya
seperti bagaimana, apa, mengapa,
kapan; membandingkan dua hal;
memahami konsep timbal balik;
menyusun kalimat; mengucapkan
lebih dari tiga kalimat, dan
mengenal tulisan sederhana.
Anak prasekolah biasanya
telah mampu mengembangkan
keterampilan bicara melalui
percakapan yang dapat memikat
orang lain. Mereka dapat
menggunakan bahasa dengan
berbagai cara seperti bertanya,
berdialog, dan menyanyi. Sejak
usia dua tahun anak sangat
berminat untuk menyebut nama
benda. Minat tersebut terus
berlangsung sehingga dapat
menambah perbendaharaan kata.
Idealnya, kelompok B
sudah memenuhi kriteria mampu
berbahasa seperti paparan di atas.
Kenyataannya, dalam kegiatan
pembelajaran pengembangan
berbahasa, prestasi belajar anak
tergolong rendah. Hal tersebut
bisa diamati berdasarkan gejala-
gejala berikut: (a) Anak kurang
lancar berbicara (b) Anak masih
malu-malu mengungkapkan
perasaannya secara lisan (c)
Sebagian anak bersikap pasif
ketika diminta ikut terlibat dalam
kegiatan berbicara dan, (d) Anak
Page 284
276
kurang mampu menyambung
pembicaraan karena keterbatasan
kosa kata
KAJIAN TEORITIS
A. Metode Bercakap-Cakap
1. Pengertian Metode
Bercakap-Cakap
Metode bercakap-cakap
dapat berarti komunikasi lisan
antara anak dan guru atau antara
anak dengan anak melalui kegiatan
monolog dan dialog. Kegiatan
monolog dilaksanakan di kelas
dengan cara anak berdiri dan
berbicara di depan kelas atau di
tempat duduknya, mengungkapkan
segala sesuatu yang diketahui,
dimiliki dan dialami, atau
menyatakan perasaan tentang
sesuatu yang memberikan
pengalaman yang menyenangkan
atau tidak menyenangkan, atau
menyatakan keinginan untuk
memiliki atau bertindak sesuatu.
Kegiatan dialog berbentuk
percakapan yang dilakukan dua
orang atau lebih yang masing-
masing mendapat kesempatan
untuk berbicara secara bergantian
(Moeslihatoen, 1999: 92).
Dalam buku
“Metode Pengajaran di TK”
dijelaskan bahwa bercakap-cakap
berarti saling mengomunikasikan
pikiran dan perasaan secara verbal
atau mewujudkan kemampuan
bahasa reseptif dan ekspresif
(Hilderbrand, 1986: 2, dalam
Moeslihatoen, 1999: 26).
Bercakap-
cakap juga diartikan sebagai suatu
cara penyampaian bahan
pengembangan yang dilakukan
melalui bercakap-cakap dalam
bentuk tanya jawab antara anak
dengan guru dan anak dengan anak
(Depdikbud, 1998: 22).
Dari uraian
di atas dapat disimpulkan bahwa
metode bercakap-cakap adalah
suatu cara penyampaian bahan
pengembangan bahasa yang
dilaksanakan melalui bercakap-
cakap dalam bentuk tanya jawab
antara anak dengan guru atau anak
dengan anak, yang
dikomunikasikan secara lisan dan
merupakan salah satu bentuk
komunikasi antarpribadi. Antara
satu dengan lainnya saling
mengomunikasikan pikiran dan
perasaan secara verbal atau
kemampuan mewujudkan bahasa
yang reseptif dan ekspresif dalam
suatu dialog yang terjadi dalam
suatu situasi.
METODOLOGI
Lokasi Penelitian
Penelitian ini
dilaksanakan di TK Bina Tunas
Kambilo Kecamatan Wawo
Kabupaten Bima. Waktu penelitian
pada Tahun Pelajaran 2010/2011
dan dilaksanakan selama 2 (dua)
bulan yaitu dari bulan September-
Oktober 2010. Tindakan dilakukan
pada anak kelompok B yang
berjumlah 15 orang. Kegiatan
berlangsung dalam 2 siklus. Siklus
I dilaksanakan dari tanggal 20
September s.d. 24 September
2010, sedangkan siklus II
dilaksanakan dari tanggal 27
September s.d. 01 Oktober 2010.
Tema yang dipilih adalah
“Keluargaku”. Kegiatan belajar di
Taman Kanak-Kanak Pertiwi
Page 285
277
Bengkalis dimulai pukul 08.00
WIB sampai pukul 10.45 WIB.
Deskripsi Per Siklus
1. Siklus I
Siklus I dilaksanakan
sesuai dengan jadwal yang
ditentukan dengan
perencanaan sebagai berikut:
a. Kegiatan Perencanaan
b. Langkah-langkah
perbaikan
c. Tahap Observasi
2. Siklus II
a. Kegiatan Perencanaan
b. Langkah-Langkah
Perbaikan
c. Tahap Observasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyajian Data Penelitian
Data setelah tindakan
diperoleh melalui penelitian yang
dilakukan selama 2 (dua) bulan,
dengan proses tindakan selama dua
siklus. Setiap siklus dilaksanakan
lima kali pertemuan dan dilakukan
evaluasi untuk mengetahui tingkat
keberhasilan pembelajaran
menggunakan metode bercakap-
cakap. Data disajikan persiklus
disesuaikan dengan skenario
pembelajaran sebagai berikut:
1. Hasil kemampuan
berbicara dan mendengar
siklus I
Rekapitulasi hasil
kemampuan anak selama
lima kali pertemuan yang
dilaksanakan dari tanggal
20 s.d 24 September
dengan hasil sebagai
berikut:
Kla
si
fik
as i
Nil
ai Pertemuan Ket
I II III IV V
Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % Jlh %
Tinggi ● 2 13,33 3 20,00 4 26,67 4 26,67 5 33,33 Naik
Cukup √ 4 26,67 3 20,00 6 40,00 5 33,33 5 33,33 Naik
Rendah ○ 9 60,00 9 60,00 5 33,33 6 40,00 5 33,33 Mnrn
Jumlah 15 15 100 15 100 15 100 15 100 15
Berdasarkan hasil kemampuan
berbahasa anak pada siklus I dapat
dijelaskan terjadi peningkatan
pada setiap pertemuan. Pada
pertemuan I yang mendapat nilai
tinggi sebesar 13,33%, pertemuan
II sebesar 20,00%, pertemuan III
26,67%, pertemuan IV 26,67,
sedangkan pada pertemuan V
menjadi 33,33%.
2. Hasil kemampuan berbicara dan
mendengar anak silkus II
Rekapitulasi hasil kemampuan
anak selama lima kali pertemuan
yang dilaksanakan pada tanggal
27 September s.d 01 Oktober
2010 dengan hasil sebagai berikut:
Kla
si
fik
as i
Nil
ai Pertemuan Ket
I II III IV V
Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % Jlh %
Tinggi ● 3 20,00 6 40,00 6 40,00 6 40,00 8 53,33 Naik
Cukup √ 6 40,00 4 26,67 5 33,33 3 20,00 6 40,00 Naik
Rendah ○ 6 40,00 5 33,33 4 26,67 6 40,00 1 6,67 Mnrn
Jumlah 15 15 100 15 100 15 100 15 100 15
Page 286
278
Berdasarkan rekapitulasi
hasil kemampuan pengembangan
berbahasa anak pada siklus II
dapat dijelaskan sebagai berikut:
untuk klasifikasi nilai tinggi pada
pertemuan I sebesar 20,00%, pada
pertemuan II naik menjadi
40,00%, pertemuan III dan IV
sebesar 40,00%, dan pada
pertemuan V meningkat menjadi
53,33%.
Pembahasan Data Penelitian
1. Pembahasan Data Aktivitas
Guru Siklus I
Berdasarkan hasil penilaian
obsever, aktivitas guru dalam
penelitian ini dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Klasifikasi yang ditetapkan ada
tiga, yaitu: 1) sangat baik, 2)
baik, dan 3) cukup.
b. Jumlah butir aktivitas yang
diamati sebanyak 6 (enam),
skor penilaian tertinggi 4, skor
penilaian terendah 1. Skor
maksimal ideal adalah = 6 x 4 =
24, skor minimal ideal adalah =
6 x 1 = 6. Interval = 24 – 6 = 6
3
Klasifikasi Interval
skor
Frekuensi
(F)
Persentase
(%)
Sangat Baik 20-24
Baik 13-19 16 66,67
Cukup 6-12
Jumlah 16 66,67
Dari data skor aktivitas
guru yang diperoleh pada siklus I
adalah 16, kesimpulan yang dapat
diambil adalah bahwa aktivitas
guru dalam menggunakan metode
bercakap-cakap tergolong pada
kategori baik dengan perolehan
persentase 66,67.
Berdasarkan pengamatan
yang dilakukan, aktivitas guru
harus ditingkatkan pada siklus
berikutnya karena ada aktivitas
guru yang kurang jelas yaitu guru
memberikan giliran satu persatu
bercerita di depan dan guru
membimbing anak dalam
menceritakan pengalaman.
2. Pembahasan Data Aktivitas
Anak Siklus I
Berdasarkan penyajian data
aktivitas anak pada siklus I,
pembahasan yang dikemukakan
adalah sebagai berikut:
a. Klasifikasi yang ditetapkan
ada tiga, yaitu: 1) Sangat Baik
(SB), 2) Cukup (C), dan
Belum Baik (BB).
b. Jumlah butir aktivitas adalah
6, skor penilaian tertinggi
adalah 1, skor penilaian
terendah adalah 0. Jadi skor
maksimal ideal = 6 x 1
= 6, skor minimal ideal = 6 x 0 =
0, jadi interval = 6-0 = 2
3 Klasifikasi Interval
Skor
Frekuensi Persentase
Sangat
Baik 5-6 6 40,00
Cukup 3-4 7 46,67
Belum
Baik 0-2 2 13,33
Jumlah 15 100
Berdasarkan tabel di atas
dapat disimpulkan bahwa jumlah
anak yang sudah melakukan
aktivitas belajar dalam kategori
sangat baik mencapai 40,00% atau
6 orang dari 15 anak. Dari jumlah
ini ternyata yang sudah melakukan
seluruh aktivitas belajar hanya 3
orang sedangkan 3 orang anak
baru melaksanakan 5 aktivitas
Page 287
279
belajar. Aktivitas belajar
berkategori cukup berjumlah
46,67% atau 7 orang anak dari 15
orang, yaitu baru melaksanakan 3
sampai 4 aktivitas belajar.
Sedangkan yang melakukan nol
sampai dua aktivitas belajar adalah
13,33% atau 2 anak dari 15 anak .
Dengan demikian masih banyak
siswa yang belum melaksanakan
aktivitas belajar siswa dengan baik
dalam pelaksanaan pengajaran
yang dilakukan guru dengan
metode bercakap-cakap. Hal ini
ditunjukkan dengan tabel frekuensi
aktivitas belajar anak seperti
berikut:
No Aktivitas Belajar
Jumlah Siswa
yang
melakukan
Persentase
(%) yang
melakukan
1 Anak memperhatikan
petunjuk guru
15 100
2 Anak menceritakan
pengalaman
6 40
3 Anak maju ke depan kelas
11 73
4 Anak berani berbicara 7 47
5 Anak lancar berbicara 13 87
6 Anak menunjukkan minat
untuk berbicara
10 67
Jumlah 62 314
Rata-Rata 68,88
Berdasarkan tabel di atas,
aktivitas yang banyak dilakukan
anak adalah memperhatikan
petunjuk guru. Aktivitas yang
paling rendah adalah anak
menceritakan pengalaman.
Sedangkan aktivitas lain yang
berhubungan dengan kemampuan
berbicara masih ada beberapa
orang yang belum melakukan.
Dengan demikian perlu
diperbaiki aktivitas belajar anak
pada siklus I agar dapat memenuhi
kiteria keberhasilan dalam
perbaikan pembelajaran ini.
3. Pembahasan Data Aktivitas
Guru Siklus II
Berdasarkan data lembaran
aktivitas guru, dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Klasifikasi yang ditetapkan
adalah 3 klasifikasi, yaitu: 1)
Sangat Baik, 2) Baik, dan 3)
cukup
b. Jumlah butir aktivitas 6
(enam), skor penilaian
tertinggi 4, skor penilaian
terendah 1. Skor maksimal
ideal adalah = 6 x 4 = 24, skor
minimal ideal adalah = 6 x 1 =
6. Interval = 24 – 6 = 6
Page 288
280
Klasifikasi Interval
skor Frekuensi
(F) Persentase
(%)
Sangat
Baik 20-24 22 91,67
Baik 13-19
Cukup 6-12
Jumlah 22 91,67
Dari data skor aktivitas
guru yang diperoleh dari hasil
penelitian pada siklus II adalah 22,
kesimpulan yang dapat diambil
adalah bahwa aktivitas guru dalam
melaksanakan kegiatan
pembelajaran dengan metode
bercakap-cakap tergolong dalam
klasifikasi sangat baik dengan
perolehan persentase 91,67%.
4. Pembahasan Data Aktivitas Anak
Siklus II
Berdasarkan penyajian data
aktivitas anak siklus II dapat
dibahas dan dianalisis sebagai
berikut:
a. Klasifikasi yang ditetapkan
adalah tiga, yaitu 1) Sangat
Baik (SB), 2) Cukup (C), dan
Belum Baik (BB).
b. Jumlah butir aktivitas adalah
6, skor penilaian tertinggi
adalah 1, skor penilaian
terendah adalah 0. Jadi skor
maksimal ideal = 6 x 1 = 6,
skor minimal ideal = 6 x 0 =
0, jadi interval = 6-0 = 2
Klasifik
asi
Interv
al
Skor
Frekue
nsi
Persenta
se
Sangat Baik
5-6 10 66,67
Cukup 3-4 5 33,33
Belum
Baik
0-2 0 0
Jumlah 15 100
Berdasarkan tabel di atas
dapat disimpulkan bahwa jumlah
anak yang sudah melakukan
aktivitas belajar dalam kategori
sangat baik mencapai 66,67% atau
10 orang dari 15 anak. Dari jumlah
ini ternyata yang sudah melakukan
seluruh aktivitas belajar berjumlah
6 orang sedangkan 4 anak
melaksanakan 5 aktivitas belajar.
Aktivitas belajar berkategori
cukup berjumlah 33,33% atau
sebanyak 5 orang dari 15 orang
anak, yaitu melaksanakan 3
sampai 4 aktivitas belajar.
Sedangkan yang melakukan nol
sampai dua aktivitas belajar adalah
0%, artinya dari 15 anak yang
mengikuti aktivitas belajar, yang
tidak mengikuti jumlahnya tidak
ada. Dengan demikian terjadi
peningkatan aktivitas belajar anak
dengan metode bercakap-cakap.
Hal ini ditunjukkan dengan tabel
frekuensi aktivitas belajar anak
seperti berikut:
No Aktivitas Belajar
Jumlah Siswa
yang
melakukan
Persentase
(%) yang
melakukan
1 Anak memperhatikan
petunjuk guru
15 100
2 Anak menceritakan gambar 12 80
Page 289
281
yang dipajang
3 Anak berani berbicara
12 80
4 Anak tampil bercerita di
depan kelas 9 60
5 Anak menunjukkan minat
dalam belajar 15 100
6 Anak lancar berbicara 11 73
Jumlah 74 493
Rata-Rata 82,22
Berdasarkan tabel di atas,
aktivitas yang banyak dilakukan
anak adalah memperhatikan
petunjuk guru dan menunjukkan
minat belajar. Dengan demikian
tidak perlu dilakukan perbaikan
pada siklus berikutnya karena
aktivitas belajar anak sudah
mengalami peningkatan.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan data hasil
belajar dan diskusi dengan
observer, dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Kemampuan berbicara dan
mendengar anak dengan
menggunakan metode
bercakap-cakap mengalami
peningkatan. Pada siklus I, anak
yang mendapat kategori tinggi
pada pertemuan siklus I adalah
40,00 %, kategori cukup
46,67%, dan kategori rendah
13,33%. Pada siklus II terlihat
terjadi peningkatan yaitu anak
yang mendapat kategori tinggi
66,67%, kategori cukup
33,33%, dan kategori rendah
0%.
2. Aktivitas guru terjadi
peningkatan. Pada siklus I
memperoleh 16 poin untuk
kategori baik atau 66,67% dan
pada siklus II menjadi 22 poin
pada kategori sangat baik atau
91,67%. terjadi peningkatan
sebesar 25%.
3. Aktivitas anak mengalami
peningkatan yaitu pada siklus I
memperoleh persentase 68,88%
dan meningkat menjadi
82,22% pada siklus II. Terjadi
peningkatan 13,34%.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. (2003).
Psikolinguistik; Kajian Teoretik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Depdikbud. (1994). Garis-Garis
Besar Program Kegiatan Belajar
di TK.
Dhieni, Nurbiana. (2005). Metode
Pengembangan Bahasa.
Jakarta: Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka.
Faizah, Hasnah. (2008).
Psikolinguistik.
Page 290
282
Pekanbaru: Cendekia
Insani.
Masitoh, dkk. (2005). Strategi
Pembelajaran TK.
Jakarta: Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka.
Moeslihatoen. (1999). Metode
Pengajaran di TK.
Jakarta: Rineka Cipta.
Page 291
283
UPAYAMENINGKATKANMOTIVASIBELAJARSISWAKELAS VI
SDN 2 BOLO PADA MATA PELAJARAN IPA
MELALUIPENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM
TEACHING TAHUN PELAJARAN 2010/2011.
SITI FATIMAH
Guru SDN 2 Bolo
Abstrak
Kata Kunci: Meningkatkan, MotivasiBelajar IPA, Model Pembelajaran
Quantum Teaching
Penelitian ini bertujuan meningkatkan motivasi belajar siswa Kelas VI SDN
2 Bolo Kecamatan Madapanggapada Mata Pelajaran IPA melalui penerapan
model pembelajaran Quantum Teaching tahun pelajaran 2010/2011. Jenis
peneliti ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam dua
siklus.Masing-masing siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan
tindakan, observasi, evaluasi dan refleksi. Data aktivitas belajar siswa
diperoleh dengan cara observasi sedangkan data prestasi belajar siswa
diperoleh dari pemberian tes objektif pada tiap akhir siklus. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Quantum Teaching
dapat meningkatkan motivasi siswa dalam proses pembelajaran pada mata
pelajaran IPA di kelas VI SDN 2 Bolo hingga mencapai 80%. Dan
penerapan model pembelajaran Quantum Teaching dapat meningkatkan hasil
belajar siswa dalam proses pembelajaran pada mata pelajaran IPA di kelas VI
SDN 2 Bolo hingga mencapai 85%.
PENDAHULUAN
Sudah diketahui bersama
bahwa nilai ketuntasan belajar siswa
secara perseorangan adalah
penguasaan minimal 75% dari
pokok bahasan. Oleh karena itu guru
senantiasa berusaha untuk
membimbing seluruh siswanya agar
mereka paling tidak mencapai batas
minimal ketuntasan belajar tersebut,
untuk itu tugas guru bukan hanya
sebagai “pemegang jabatan”
melainkan juga harus menjadi guru
yang “profesional”.
Dalam kegiatan belajar
mengajar, tugas utama guru adalah
mendidik, mengajar dan melatih
siswa. Agar mampu melaksanakan
tugas tersebut dengan baik, guru
harus menguasai berbagai
keterampilan. Salah satu
kemampuan yang harus dikuasai
guru adalah mengembangkan diri
guru secara profesional. Ini berarti
guru tidak hanya dituntut menguasai
materi pelajaran atau mampu
menyajikan secara tepat, tetapi juga
dituntut mampu melihat / menilai
kenerjanya sendiri. Kemampuan ini
Page 292
284
berkaitan dengan penelitian yang
ruang lingkupnya berada di seputar
kelasnya sendiri.
Tingginya persaingan pada
saat ini menuntut setiap individu
agar memiliki kemampuan dalam
bersaing. Manusia yang berkualitas
dapat dilihat dari segi pendidikan,
kualitas guru sebagai pendidik
haruslah dilakukan dalam kontek
peningkatan pengetahuan dan
keterampilan melalui metode
pengajaran yang efektif dan efisien
serta mengikuti perkembangan
jaman. Karena pada hakekatnya
pembelajaran merupakan proses
interaksi antara peserta didik dengan
guru sebagai pengajar. Sebagai salah
satu faktor pendukung majunya
suatu bangsa, guru dituntut untuk
dapat meningkatkan mutu
pendidikan karena keberhasilan
dalam pembelajaran yang dicapai
dapat diukur melalui penilaian hasil
belajar.
Berdasarkan pengalaman
penulis selama mengajar di SDN 2
Bolo, pada saat mengajar IPA
motivasi belajar siswa sangat
kurang, metode yang digunakan
guru masih tradisional, media yang
digunakan juga masih seadanya saja,
pendekatan pembelajaran belum
inovatif, kurangnya fasilitas belajar,
kondisi kelas yang kurang kondusif,
sehingga belum bisa menghasilkan
nilai yang diinginkan pada saat
diadakan penilaian. Maka penulis
akan melaksanakan perbaikan
pembelajaran melalui penelitian
tindakan kelas dengan judul “Upaya
meningkatkan Motivasi Belajar
Siswa Kelas VISDN 2 Bolo Pada
Mata Pelajaran IPA Melalui
Penerapan Model Pembelajaran
Quantum Teaching tahun pelajaran
2010/2011”.
KAJIAN PUSTAKA
Hakekat Pembelajaran IPA
Pada hakekatnya pendidikan
merupakan usaha sadar yang
dilakukan seseorang terhadap orang
lain agar orang lain memiliki
pengetahuan dan keterampilan.
Dalam proses pendidikan selalu
terjadi perubahan tingkah laku,
bukan hanya perubahan dari tidak
tahu menjadi tahu, tetapi lebih dari
itu perubahan yang diharapkan
meliputi aspek-aspek pendidikan
seperti aspek kognetif, afektif dan
psikomotor.
IPA adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari
gejala alam, baik yang menyangkut
makhluk hidup ataupun benda tak
hidup. Pada prinsipnya IPA
diajarkan untuk membekali siswa
agar mempunyai pengetahuan
(mengetahui berbagai cara) dan
keterampilan (cara mengerjakan)
yang dapat membantu siswa untuk
memahami gejala alam secara
mendalam.
Model Pembelajaran “Quantum
Teaching”
Quantum Teaching
diperkenalkan oleh Georgi Lazanov,
pendidik asal Bulgaria. Quantum
Teaching dimulai di SuperCamp,
sebuah program percepatan
Quantum Learning yang ditawarkan
Learning forum, yaitu sebuah
perusahaan pendidikan internasional
yang menekankan perkembangan
keterampilan pribadi. Dalam
program tersebut siswa-siswa mulai
Page 293
285
sembilan hingga dua puluh empat
tahun memperoleh kiat-kiat yang
membantu mereka dalam mencatat,
menghafal, dan membina hubungan.
Hasilnya menunjukkan bahwa
murid-murid yang mengikuti
SuperCamp mendapatkan nilai yang
lebih baik, lebih banyak
berpartisipasi dan merasa lebih
bangga akan diri mereka sendiri.
(DePorter, dkk, Quantum Teaching,
Mempraktikkan Quantum Learning
di Ruang-Ruang Kelas, Bandung:
Kaifa, 2005, hal 4).
Kata Quantum sendiri dapat
dipahami sebagai “interaksi yang
mengubah energi menjadi pancaran
cahaya”. Dalam konteks belajar
Quantum dapat dimaknai sebagai
interaksi yang terjadi dalam proses
belajar yang dapat mengubah
berbagai potensi yang ada dalam diri
siswa menjadi cahaya (hal-hal baru).
DePorter mengartikan Quantum
adalah : pengubahan belajar yang
meriah dengan segala nuansanya.
Quantum Teaching terfokus pada
hubungan dinamis dalam
lingkungan kelas. Quantum
Teaching menawarkan cara-cara
baru untuk memaksimalkan dampak
usaha guru melalui perkembangan
hubungan, perubahan belajar dan
penyampaian kurikulum.(3)
Interaksi ini mencakup
unsur-unsur belajar aktif yang ada
pada siswa dan lingkungannya,
sehingga dapat mempengaruhi
kesuksesan siswa.
Interaksi ini mengubah berbagai
potensi (kemampuan) dan bakat
alamiah siswa menjadi cahaya yang
akan bermanfaat bagi mereka
sendiri dan orang lain. Menyusun
bahan pelajaran yang sesuai
kebutuhan siswa. Upaya ini
merupakan salah satu cara efektif
penyajian pembelajaran serta dapat
meningkatkan keterlibatan aktif
siswa.
Peran dan Azas Utama Quantum
Teaching.
DePorter mengemukakan
bahwa guru sangat berpengaruh
dalam menentukan kesuksesan
siswa. Guru adalah faktor penting
dalam lingkungan belajar dan
kehidupan siswa. Jadi peran guru
bukan hanya sekedar pemberi ilmu
pengetahuan tapi guru adalah rekan
belajar, pembimbing, fasilitator
yang mampu mengubah kesuksesan
siswa. Dengan menerapkan model
pembelajaran Quantum Teaching
diharapkan guru dapat
meningkatkan kemampuan dan
prestasi belajar siswa yang
maksimal.
Azas utama Quantum
Teaching adalah “bawalah dunia
mereka ke dunia kita, dan antarkan
dunia kita ke dunia mereka”. Motto
ini mengingatkan kita pada
pentingnya memasuki dunia siswa
sebagai langkah pertama. Seorang
guru dituntut untuk mengenali dunia
siswa, dimulai dari peristiwa,
pikiran, dan perasaan yang diperoleh
dari kehidupan nyata siswa tentang
hubungan sosial, seni, rekreasi, atau
pengetahuan mereka.
Seorang guru harus mampu
menjembatani jurang yang ada
antara dunia guru dan dunia siswa.
Hal ini akan memudahkan guru
dalam membangun jalinan karena
guru telah diberi ijin untuk
memasuki dunia siswa, yaitu dengan
Page 294
286
cara mengaitkan apa yang kita
ajarkan dengan sebuah peristiwa,
pikiran atau perasaan yang diperoleh
dari kehidupan dan lingkungan
siswa sehari-hari.
Setelah kaitan itu terbentuk,
maka guru dengan leluasa dapat
membawa siswa ke dalam dunianya
dengan memberi pemahaman
tentang isi materi yang ia alami. Di
sinilah kosa kata baru, rumus,
penyelesaian, dan lain-lain diberikan
secara tuntas. Akhirnya dengan
pengertian yang lebih luas dan
penguasaan yang lebih mendalam,
maka siswa dapat merasakan apa
yang mereka pelajari ke dalam dunia
mereka dan menerapkannya pada
situasi yang baru. Pada kesempatan
ini bukan hanya siswa yang
mendapat pengetahuan baru, tetapi
pengetahuan guru juga akan meluas
dengan mendapatkan masukan-
masukan dari siswanya.
Prinsip-prinsip Quantum
Teaching
Rancangan adalah
penciptaan kegiatan belajar yang
terarah dengan memperhatikan
unsur-unsur penting yang mampu
menumbuhkan minat siswa,
mendalami makna dan memperbaiki
proses tukar menukar informasi.
Kerangka rancangan belajar
Quantum Teaching dikenal dengan
istilah “TANDUR”. Dalam proses
belajar mengajar “TANDUR” dapat
dirumuskan sebagai berikut:
a) Tumbuhkan: guru
menumbuhkan minat belajar
siswa dengan memuaskan
“Apa manfaat bagiku”
(AMBAK), yaitu menyadari
adanya manfaat mempelajari
suatu konsep bagi siswa.
Karena dengan menyertakan
mereka dalam
memanfaatkan pengalaman
mereka. Untuk itu, guru
menjelaskan tujuan
pembelajaran dan manfaat
bagi siswa.
b) Alami : guru mengaitkan
pelajaran dengan
pengalaman pribadi siswa
untuk menyelesaikan suatu
permasalahan dengan
memanfaatkan lingkungan
sekitar. Karena dengan
memanfaatkan apa yang
dialami siswa akan
memudahkan proses belajar.
c) Namai : setelah siswa
mengalami proses belajar
sampai siswa menemukan
dan menyelesaikan suatu
permasalahan maka siswa
dan dibantu guru bersama-
sama menamai temuan
tersebut apakah konsep,
simbol, definisi, rumus, dalil
atau teori baru.
d) Demontrasikan : guru
memberikan kesempatan
kepada siswa untuk
memperlihatkan bahwa
mereka bisa menyelesaikan
masalah-masalah baru yang
mirip dengan masalah yang
telah dialaminya.
e) Ulangi : melalui tanya jawab
atau dengan menyelesaikan
satu permasalahan baru, guru
menggiring siswa untuk
dapat mengulangi materi
yang telah dibahas. Kegiatan
ini bisa menjadi umpan balik
Page 295
287
bagi guru untuk mengatahui
kemajuan siswa.
f) Rayakan : setiap hasil yang
telah dikerjakan siswa
menuntut adanya pengakuan
dan penghargaan baik berupa
pujian atau hadiah bagi
siswa yang berprestasi dan
memberikan semangat bagi
siswa yang kurang aktif. Ini
merupakan suatu motivasi
bagi siswa untuk
mencobanya berulang-ulang.
METODOLOGI PENELITIAN
Subjek penelitian
Subjek penelitian ini adalah
siswa kelas VISDN 2 Bolo
Kecamatan Madapangga Kabupaten
Bima, jumlah siswa sebanyak 5
orang.
Dalam penelitian ini penulis
mengambil lokasi di SDN 2 Bolo
Kecamatan Madapangga Kabupaten
Bima dengan pertimbangan karena
penulis bekerja pada sekolah
tersebut, sehingga mudah dalam
mencari data serta memiliki peluang
waktu yang cukup leluasa dan
subjek penelitian yang sangat sesuai
dengan profesi penulis.
Waktu penelitian
Dengan beberapa
pertimbangan dan alasan penulis
menentukan waktu penelitian
selama 2 bulan, yaitu mulai bulan
Januari hingga Pebruari 2011.
Waktu dari perencanaan sampai
penulisan laporan hasil penelitian
tersebut dilaksanakan pada semester
2 tahun pelajaran 2010/2011.
Waktu untuk melaksanakan
tindakan adalah dua minggu, yaitu
minggu pertama hingga kedua bulan
Pebruari 2011, mencakup tindakan
pada siklus 1 dan siklus 2.
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian tindakan
ini terdiri dari dua kali putaran,
setiap putaran dilaksanakan
berdasarkan rencana pembelajaran.
Rencana pembelajaran disusun
berdasarkan hasil refleksi suatu
tindakan yang dilaksanakan.
Sebelum melaksanakan
tindakan tersebut, peneliti terlebih
dahulu melaksanakan observasi
awal dan tes kompetensi siswa
tentang materi yang telah diajarkan,
observasi dilaksanakan untuk
mengetahui situasi pembelajaran.
Untuk mengetahui aktifitas
guru dan siswa, peneliti mengamati
aktifitas penting berupa contoh
dengan menggunakan cacatan
lapangan. Untuk mengetahui tingkat
pemahaman siswa, peneliti
memberikan tes hasil belajar setiap
selesai suatu proses pembelajaran
dilaksanakan.
Berdasarkan refleksi awal
peneliti dan guru mitra
melaksanakan penelitian tindakan
kelas dengan prosedur : 1).
Perencanaan, 2). Pelaksanaan, 3).
Pengamatan/Observasi, 4). Refleksi.
1. Pelaksanaan Siklus I
a. Tahap Perencanaan
Merumuskan langkah-
langkah tindakan yang akan
dilaksanakan pada siklus I
b. Tahap Pelaksanaan Tindakan
c. Observasi
d. Tahap Refleksi
Pada tahap ini guru
pelaksana penetilian dan guru
pengamat mengadakan refleksi
Page 296
288
untuk perbaikan dan menentukan
langkah selanjutnya pada siklus 2
Teknin Analisis Data
Data yang diperoleh
dianalisis dan dideskripsikan sesuai
permasalahan yang ada dalam
bentuk laporan hasil penelitian.
Rancangan pembelajaran dan
pemberian tugas dilakukan validasi
oleh teman sejawat dan kepala
sekolah.
Untuk motivasi siswa dalam
pembelajaran dilakukan observasi
dan disajikan dalam bentuk data
kualitatif. Untuk hasil belajar siswa
disajikan dalam bentuk data
kuantitatif.
Untuk menghitung tingkat
ketuntasan belajar siswa peneliti
menggunakan analisis statistik
deskreptif, mencari tingkat
ketuntasan belajar setiap individu
siswa dan nilai rata-rata dan
presentasi keberhasilan secara
keseluruhan dengan :
1. Tingkat Pencapaian
Individu :
Keterangan :
S = nilai siswa secara
individu
n = Total jawaban benar
N = jumlah item soal
2. Tingkat Pencapaian
Keseluruhan :
Keterangan :
Pk = tingkat pencapaian
kelas
Ts = Total score kelas
Sk = score maksimal
kelas
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Analisis Data persiklus
Data penelitian yang
diperoleh dari hasil pengamatan
terhadap motivasi siswa dalam
proses pembelajaran pada siklus I
adalah sebagai berikut dalam tabel
berikut
NO Aspek yang diobservasi Kemunculan
Keterangan Ada Tidak
1. Siswa aktif memperhatikan penjelasan
guru V
Tingkat
kemunculan
motivasi
siswa
mencapai
40%
2. Siswa aktif dalam bertanya V
3. Siswa aktif dalam menjawab
pertanyaan V
4. Siswa aktif dalam memberikan
tanggapan pada permasalahan V
5. Siswa aktif dalam menjalankan tugas-
tugasnya V
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa motivasi siswa dalam mengikuti
proses pembelajaran hanya mencapai 40%.
Page 297
289
Data penelitian yang diperoleh dari tes hasil belajar siswa pada siklus I
adalah sebagai berikut dalam tabel berikut
NO NAMA SISWA
HASIL BELAJAR
KETERANGAN PRE TES
POST
TES
1. IN 40 50 50%
2. HEL 45 70 70%
3. NUR 35 40 40%
4. TAM 35 40 40%
5. LIA 45 50 50%
Dari tabel di atas dapat
dilihat bahwa hasil belajar siswa
pada post tes dalam mengikuti
proses pembelajaran hanya
mencapai 50%.
Dari dua tabel diatas
menunjukkan bahwa baik motivasi
belajar siswa naupun hasil belajar
siswa pada post tes masih sangat
rendah yaitu untuk motivasi hanya
muncul 40% dan tes hasil belajar
baru mencapai 50%. Dapat
disimpulkan bahwa proses
tindakan pada siklus I belum
mencapai hasil yang memuaskan.
Setelah peneliti dan pengamat
melakukan diskusi maka
diputuskan untuk melaksanakan
perbaikan pembelajaran pada
siklus II.
Setelah dilaksanakan
tindakan pada siklus II maka
diperoleh hasil sebagai berikut :
Data penelitian yang
diperoleh dari hasil pengamatan
terhadap motivasi siswa dalam
proses pembelajaran pada siklus II
adalah sebagai berikut dalam tabel.
Tabel 4.3
NO Aspek yang diobservasi Kemunculan
Keterangan Ada Tidak
1. Siswa aktif memperhatikan penjelasan
guru V
Tingkat
kemunculan
motivasi siswa
mencapai 80% 2. Siswa aktif dalam bertanya V
3. Siswa aktif dalam menjawab
pertanyaan V
4. Siswa aktif dalam memberikan
tanggapan pada permasalahan V
5. Siswa aktif dalam menjalankan tugas-
tugasnya V
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa motivasi siswa dalam mengikuti
proses pembelajaran hanya mencapai 80%.
Data penelitian yang diperoleh dari tes hasil belajar siswa pada siklus
IIadalah sebagai berikut dalam tabel
Page 298
290
NO NAMA SISWA
HASIL BELAJAR
KETERANGAN PRE
TES
POST
TES
1. IN 50 85 85%
2. HEL 70 90 90%
3. NUR 40 85 85%
4. TAM 40 80 80%
5. LIA 50 85 85%
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa hasil belajar siswa pada post tes
dalam
mengikuti proses
pembelajaran telah mencapai
85%.
Dari data dua tabel pada
siklus II di atas telah tergambar
adanya kemajuan yang siknifikan
yakni motivasi siswa telah
mencapai 80% dan hasil belajar
siswa telah mencapai 85%.
Dengan demikian berarti
dapat digambarkan bahwa
penerapan model pembelajaran
Quantum Teaching telah mampu
meningkatkan motivasi dan hasil
belajar siswa. Sedangkan
kelemahan-kelemahannya dapat
digambarkan bahwa belum semua
siswa dapat meningkatkan
motivasi dan hasil belajar mereka.
Untuk menggambarkan
hasil perbaikan pembelajaran
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.5
Tabel kemajuan motivasi siswa :
NO Aspek yang diobservasi
Siklus I Siklus II
Ada Tidak Ada Tid
ak
1. Siswa aktif memperhatikan penjelasan guru V V
2. Siswa aktif dalam bertanya V V
3. Siswa aktif dalam menjawab pertanyaan V V
4. Siswa aktif dalam memberikan tanggapan pada
permasalahan V V
5. Siswa aktif dalam menjalankan tugas-tugasnya V V
Tabel kemajuan hasil belajar siswa :
NO Nama siswa
Siklus I Siklus II
Pre tes Post tes Pre
tes Post tes
1. IN 40 50 50 85
2. HEL 45 70 70 90
3. NUR 35 40 40 85
4. TAM 35 40 40 80
5. LIA 45 50 50 85
Jumlah total skor 200 250 260 425
Skor maksimum individu 100 100 100 100
Skor maksimal kelas 500 500 500 500
Page 299
291
Analisis data diskriptip kuantitatif :
1. Pencapaian hasil belajar sebelum diberikan tindakan.
2. Pencapaian hasil belajar setelah diberikan tindakan siklus I.
3. Pencapaian hasil belajar setelah diberikan tindakan siklus II.
Pembahasan
Dari hasil analisis hasil
penelitian persiklus tersebut
dapat dianalisis bahwa :
1. Terjadi peningkatan persentasi
hasil belajar setelah melakukan
tindakan siklus I, dari 40%
menjadi 50% yaitu sebesar
10%. Dengan demikian
pemberian tindakan pada siklus
I dapat meningkatkan hasil
belajar siswa namun belum
memuaskan.
2. Terjadi peningkatan persentasi
hasil belajar yang signifikan
setelah pemberian tindakan
pada siklus II, dari 50%
menjadi 85% atau mengalami
kenaikan 35%. Dengan
demikian pemberian tindakan
pada siklus II dengan penerapan
model pembelajaran Quantum
Teaching mampu
membangkitkan motivasi
belajar siswa dan meningkatkan
hasil belajar siswa.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Penerapan model pembelajaran
Quantum Teaching dapat
meningkatkan motivasi siswa
dalam proses pembelajaran
pada mata pelajaran IPA di
kelas VISDN 2 Bolo hingga
mencapai 80%.
2. Penerapan model pembelajaran
Quantum Teaching dapat
meningkatkan hasil belajar
siswa dalam proses
pembelajaran pada mata
pelajaran IPA di kelas VISDN 2
Bolo hingga mencapai 85%.
DAFTAR PUSTAKA
DePorter dkk, 2005. Quantum
Teaching, Mempraktikkan
Quantum Learning di
Ruang- ruang Kelas,
Bandung: Kaifa,
IGAK Wardani dkk, 2007.
Penelitian Tindakan Kelas,
Jakarta, UT.
Udin S. Winataputra, dkk. 2007.
Teori Belajar dan Pembelajaran,
halaman 1.5.
Jakarta, UT.
Page 300
292
EFEKTIFITAS LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK
MENINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI SISWA KELAS IX SMP
NEGERI 1 PALIBELOKABUPATEN BIMA
TAHUN PELAJARAN 2013/2014
Siti Sarah
Guru SMP Negeri 1 Palibelo
Abstrak
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui
secara empiris kepercayaan diri siswa sebelum dan sesudah diberi layanan
bimbingan kelompok dan mengetahui efektifitas layanan bimbingan
kelompok untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa kelas IXSMP Negeri 1
palibeloKabupaten BimaTahun Pelajaran 2013/2014. Jenis Penelitian ini
adalah penelitian eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
siswa kelas IXSMP Negeri 1 palibeloKabupaten BimaTahun Pelajaran
2013/2014 yang berjumlah 156 siswa. Sampel dalam penelitian ini sebanyak
15 siswa yang diambil dengan menggunakan teknik Purpossive Sampling.
Variabel dalam penelitian ini yaitu bimbingan kelompok sebagai variabel
bebas dan kepercayaan diri siswa sebagai variabel terikat. Metode
pengumpulan data dengan menggunakan skala psikologis dan alatnya adalah
skala kepercayaan diri. Uji Validitas data menggunakan rumus product
moment sedangkan uji reliabilitasnya menggunakan rumus alpha. Analisis
data yang digunakan untuk membuktikan hipotesis adalah Uji Wilcoxon,
karena datanya berskala ordinal (berjenjang) dan tidak harus berdistribusi
normal. Dari perhitungan diperoleh deskripsi tingkat kepercayaan diri siswa
sebelum mendapat layanan bimbingan kelompok memiliki skor rata-rata
271,1 dan setelah mendapat layanan bmbingan kelompok memiliki skor
358,6. Jadi ada peningkatan sebesar 87,5. Dari hasil perhitungan Uji
Wilcoxon diperoleh data nilai Zhitung=4,10, sedang nilai Ztabel=1,96. Jadi
nilai Zhitung >Ztabel. Hal ini berarti bahwa layanan bimbingan kelompok
efektif untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa kelas IXSMP Negeri 1
palibeloKabupaten BimaTahun Pelajaran 2013/2014.
Oleh karena itu, dari hasil penelitian ini diharapkan guru pembimbing
di SMP Negeri 1 palibeloKabupaten Bima dapat melaksanakan kegiatan
layanan bimbingan kelompok secara efektif untuk meningkatkan dan
mengembangkan kepercayaan diri siswa secara optimal. Dan hendaknya para
siswa dapat lebih memanfaatkan layanan bimbingan kelompok agar siswa
agar dapat meningkatkan kepercayaan dirinya.
PENDAHULUAN
Peserta didik (siswa) yang
masih duduk di bangku kelas IX
SMP dari segi usia tergolong usia
remaja awal (14-15 tahun).
Menurut Endah (2003:5)
Page 301
293
menyatakan bahwa: “masa remaja
adalah masa pencarian jati diri
berlangsung dan aspek
kepercayaan diri merupakan aspek
yang berpengaruh dalam
pembentukan kepribadian siswa”.
Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa kepercayaan diri
merupakan faktor yang dapat
menentukan sukses tidaknya siswa
dalam meraih cita-cita atau tujuan
hidup. Kepercayaan diri
merupakan kunci sukses yang
dapat membantu individu (siswa)
dalam membuka pintu
kebahagiaan dan faktor penting
yang menimbulkan perbedaan
besar antara sukses dan gagal. Hal
ini dapat diartikan bahwa siswa
yang memilik kepercayaan diri
akan sukses (beruntung),
sedangkan yang tidak memiliki
kepercayaan diri akan gagal (rugi).
Jadi kepercayaan diri merupakan
keharusan bagi setiap siswa.
Setiap siswa membutuhkan
kepercayaan diri agar kesuksesan
dalam bidang apapun dapat
tercapai.
Fenomena yang terjadi di
lapangan (SMP Negeri 1 palibelo)
yang diperoleh dari hasil
observasi dan wawancara
dengan guru pembimbing
diperoleh data bahwa ada sekitar 9
siswa yang menunjukan gejala
kurang memiliki kepercayaan diri.
Hal ini ditunjukan oleh gejala-
gejala yang tampak pada tingkah
laku siswa, antara lain siswa
mengeluh pada saat guru memberi
informasi tentang jadwal tes
ulangan dalam waktu dekat, siswa
tidak berani menatap teman-
temannya ketika tampil di depan
kelas, tidak berani menyatakan
pendapat ketika guru memberikan
kesempatan untuk menyampaikan
pendapat, siswa membuat
contekan untuk dibuka pada saat
ulangan, dalam proses belajar
mengajar siswa sering melamun
tidak memperhatikan materi
pelajaran yang disampaikan oleh
guru.
Dari gejala-gejala kurang
memiliki kepercayaan diri yang
tampak pada tingkah laku siswa
tersebut, tidak semua gejala
ditunjukan oleh setiap siswa. Dari
9 siswa tersebut dapat diuraikan,
antara lain ada 4 siswa yang
berdasarkan informasi dari guru
mata pelajaran tidak berani
bertanya dan menyatakan
pendapatnya ketika guru
memberikan kesempatan untuk
menyampaikan pendapat, grogi
pada saat tampil di depan kelas,
tetapi tidak pernah mencontek
pada saat tes ulangan berlangsung;
ada 3 siswa berani bertanya dan
mengungkapkan pendapatnya
ketika guru memberikan
kesempatan untuk bertanya, tidak
mengeluh pada saat guru
menyampaikan informasi tentang
jadwal tes dalam waktu dekat,
tetapi menyontek pada saat
ulangan; dan berdasarkan
informasi dari guru mata pelajaran,
ada 2 siswa yang sering melamun
dan tidak memperhatikan materi
pelajaran yang disampaikan oleh
guru. Selain itu, berdasarkan
informasi dari guru pembimbing,
kepala sekolah dan salah satu guru
mata pelajaran bahwa tedapat
Page 302
294
salah seorang siswa yang
sebenarnya tergolong siswa yang
cukup berprestasidalam mata
pelajaran fisika, tetapi siswa
tersebut kurang memiliki
kepercayaan diri yang tinggi.
Namun, berkat semangat dan
motivasi dari kepala sekolah, guru
pembimbing, guru mata pelajaran
dan juga orang tua siswa tersebut
pada akhirnya bisa mengikuti
kegiatan lomba olimpiade fisika.
LANDASAN TEOR
Pengertian Kepercayaan Diri
Dalam penelitian ini
terdapat beberapa definisi tentang
kepercayaan diri yang diambil dari
referensi. Definisi tentang
kepercayaan diri berbeda-beda
antara pendapat yang satu dengan
pendapat yang lain. Akan tetapi,
hal itu dapat dihubungkan
sehingga diperoleh definisi
gabungan yang saling berkaitan.
Kepercayaan diri
merupakan keyakinan seseorang
terhadap segala aspek kelebihan
yang dimilikinya dan keyakinan
tersebut membuatnya merasa
mampu untuk bisa mencapai
berbagai tujuan di dalam
hidupnya. Hakim (2005:6). Siswa
yang percaya diri akan merasa
optimis di dalam melakukan
semua aktifitasnya, serta
mempunyai tujuan hidup yang
realistik.
Menurut Benson dalam
Proctor (2000:3-9) kepercayaan
diri adalah: “keyakinan-keyakinan
religius dan filosofis seseorang
yang paling dalam terhadap
pandangan luar yaitu yakin jiwa
dan raga terhadap pandangan
luar”. Epictetus dalam Benson
(2000 : 3) mengatakan bahwa:
“manusia sebenarnya tidak
digusarkan oleh benda-benda yang
ada di sekitarnya, melainkan oleh
pendapatnya sendiri terhadap
benda-benda tersebut”.
Berdasarkan beberapa
pengertian tersebut, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa
kepercayaan diri adalah keyakinan
seseorang terhadap kemampuan
dirinya sendiri baik yang bersifat
lahir maupun batin dalam
menghadapi tantangan hidup
apapun, kapanpun dan di manapun
dengan melakukan suatu tindakan
berbuat sesuatu untuk mencapai
berbagai tujuan realistik dalam
hidupnya.
Jenis-jenis Kepercayaan Diri
Menurut Angelis (2003:58)
ada tiga jenis kepercayaan diri,
yaitu: kepercayaan diri tingkah
laku, emosional dan spiritual.
a. Kepercayaan Diri Tingkah
Laku
Yang berkenaan dengan tingkah
laku adalah kepercayaan .diri
untuk mampu bertindak dan
menyelesaikan tugas-tugas,
baik tugas- tugas yang paling
sederhana hingga yang
bernuansa cita-cita untuk
meraih sesuatu.
b. Kepercayaan Diri Emosional
Yang berkenaan dengan emosi
adalah kepercayaan diri untuk
yakin dan mampu menguasai
segenap sisi emosi.
Dari jenis-jenis
kepercayaan diri yang tersebut di
atas, dalam penelitian ini peneliti
Page 303
295
menyederhanakan menjadi dua
jenis kepercayaan diri yaitu
sebagai berikut:
a. Kepercayaan diri batin, yang
meliputi kepercayaan diri
emosional dan spiritual
b. Kepercayaan diri lahir, yang
meliputi kepercayaan diri
tingkah laku.
METODE PENELITIA
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah
penelitian eksperimen. Penelitian
eksperimen merupakan penelitian
yang dilakukan dengan melakukan
manipulasi yang bertujuan untuk
mengetahui akibat manipulasi
terhadap perilaku individu yang
diamati (Latipun, 2004:8).
Manipulasi yang dilakukan berupa
tindakan tertentu kepada kelompok
dan setelah itu dilihat
pengaruhnya. Eksperimen ini
dilakukan untuk mengetahui efek
yang ditimbulkan dari suatu
perlakuan yang diberikan secara
sengaja oleh peneliti.
Populasi, Sampel dan teknik
Sampling
Populasi
Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh siswa kelas
IXSMP Negeri 1
palibeloKabupaten BimaTahun
Pelajaran 2013/2014 yang
berjumlah 156 siswa,
Sampel dan Teknik Sampling
Teknik pengambilan
sampel dalam penelitian ini
menggunakan teknik Purposive
sampling, karena sampel yang
akan diambil adalah siswa yang
memiliki kepercayaan diri yang
lebih rendah dari siswa yang lqin
yang terdapat dalam populasi.
Purposive sampling merupakan
teknik pengambilan sampel suatu
teknik pengambilan sample yang
mempunyai tujuan, yaitu untuk
menambil siswa yang kepercayaan
dirinya lebih rendah dari siswa
yang lain. Dalam penelitian ini
diambil sampel sebanyak 15 siswa
yang kepercayaan dirinya lebih
rendah dari siswa yang lain
berdasarkan hasil tes skala
kepercayaan diri.
Metode Analisis Data
Metode analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah metode statistik non
parametrik, dengan menggunakan
Uji Wilcoxon, karena mengacu
pada variabel data yang ada dalam
penelitian ini adalah variabel
ordinal, selain itu uji wilcoxon
tidak menerapkan syarat-syarat
mengenai parameter-parameter
populasi yang merupakan induk
sampel penelitian. Uji wilcoxon
juga tidak dilandasi persyaratan
data harus berdistribusi normal.
Jadi penelitian ini, teknik analisis
datanya menggunakan Uji
Wilcoxon yaitu dengan mencari
perbedaan mean pre-test dan pos-
test, dengan menggunakan rumus:
T - μT
T - n(n + 1)
z = = 4
σ T n(n + 1)(2n + 1)
24
Keterangan :
n = jumlah sampel
T = jumlah jenjang yang
kecil
Page 304
296
μ T
= n(n +1)
4
σT =
n(n +1)(2n +1)
24
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Sesuai dengan tujuan dari
penelitian ini, seperti yang terdapat
dalam Bab I yaitu untuk
mengetahui :1) Kepercayaan diri
siswa sebelum mendapat layanan
bimbingan kelompok, 2)
Kepercayaan diri siswa setelah
mendapat layanan bimbingan
kelompok ompok, 3) Efektifas
pelaksanaan layanan bimbingan
kelompok untuk meningkatkan
kepercayaan diri siswa. Maka akan
dipaparkan hasil penelitian ini
berdasarkan tujuan di atas,
menurut kriteria penilaian
kepercayaan diri siswa yang telah
dibuat pada tabel di bawah ini:
Kriteria Penilaian Kepercayaan
Diri Siswa
Interval % Kriteria
84– 100 ST(Sangat Tinggi)
69 – 83 T(Tinggi)
54 – 68 S(Sedang)
39 – 53 R(Rendah)
23 – 38 SR(Sangat Rendah)
1. Deskripsi kepercayaan diri
siswa sebelum mendapatkan
layanan bimbingan
kelompok.
Secara umum kepercayaan
diri siswa sebelum diberi layanan
bimbingan kolompok adalah
sebagai berikut:
Tabel 2
Rekapitulasi Kepercayaan Diri Siswa Sebelum Mendapat Layanan
Bimbingan Kelompok
Kategori Kepercayaan Jumlah Sampel Persentase
Diri
Sedang (S) 13 86,67 %
Rendah (R) 2 13,33%
Sangat Rendah (SR) 0
Skor rata- Rata 271,1
Berdasarkan tabel 2, secara
umum tampak bahwa kepercayaan
diri siswa kelas IXSMP N 3
Palibelo sebelum mendapatkan
layanan bimbingan kelompok
(hasil-pre-test) sebagian besar
berada pada kategori sedang (S).
Dari hasil pre-test yang sudah
dilakukan dapat digambarkan
bahwa 13 dari 15 sampel atau
86,67% mendapat kategori sedang
dengan skor antara 251 – 295
Page 305
297
(Responden 1/R-01 mempunyai
skor 295, R-02 mempunyai skor
293, R-03 mempunyai skor 283,
R-04 mempunyai skor 284, R-05
mempunyai skor 283, R-06
mempunyai skor 282, R-07
mempunyai skor 281, R-08
mempunyai skor 278, R-09
mempunyai skor 276, R-10
mempunyai skor 275, R-11
mempunyai skor 273, R-12
mempunyai 259, dan R-13
mempunyai skor 251). Sedangkan
2 sampel lainnya (13,33%)
mendapat kategori rendah dengan
skor 234 dan 229 (R-14 dan R-15).
Secara keseluruhan skor rata – rata
kepercayaan diri siswa sebelum
mendapat layanan bimbingan
kelompok adalah 271,7 dengan
kategori sedang (S).Deskripsi
persubvariabel kepercayaan diri
siswa sebelum mendapat layanan
bimbingan kelompok dapat dilihat
pada tabel di bawah ini
Rekapitulasi Hasil Analisis Deskriptif (Pre-Test)
Per-Subvariabel Kepercayaan Diri Siswa
Sub Variabel
Skor
rata-rata
Persentase
(%) Kategori
Bertindak 16,7 66,7 Sedang (S)
Menyelesikan tugas 21,1 60,2 Sedang (S)
Komunikasi 30,1 60,3 Sedang (S)
Ketegasan 23,3 58,2 Sedang (S)
Penampilan 22,8 57,0 Sedang (S)
Pengendalian Perasaan 27,7 61,5 Sedang (S)
Menguasai segenap sisi 22,4 56,0 Sedang (S)
emosi
Keimanan 41,1 58,7 Sedang (S)
Cinta diri 15,1 60,3 Sedang (S)
Pemahaman diri 17,3 57,6 Sedang (S)
Tujuan yang jelas 17,5 58,4 Sedang (S)
Berpikir positif 16,8 56,0 Sedang (S)
Skor rata-rata 271,1 59,1 Sedang (S)
Berdasarkan tabel 3, tampak
bahwa dari 12 sub variabel yang
ada semuanya berada pada
kategori sedang (S) dengan
skor rata – rata antara 15,1 – 41,1.
Hal ini dimaksudkan bahwa
sebelumnya siswa belum bisa
bertindak sepenuhnya dalam
menyelesaikan tugas, komunikasi
kurang efektif, kurang memiliki
ketegasan, dalam berpenampilan
cenderung segenap sisi emosi,
kurangnya keyakinan (keimanan)
akan adanya takdir dari sang
pencipta, kurang mencintai diri
sendiri, pemahaman diri yang
Page 306
298
kurang, ragu dalam menentukan
tujuan hidup, dan masih
memandang negatif terhadap diri
sendiri.
2. Deskripsi kepercayaan diri
siswa setelah mendapatkan
layanan bimbingan
kelompok.
Secara umum kepercayaan
diri siswa setelah diberi layanan
bimbingan kolompok dapat di lihat
dalam tabel berikut:
Rekapitulasi Kepercayaan Diri Siswa
Setelah Mendapat Layanan Bimbingan Kelompok
Kategori Kepercayaan Diri Jumlah Sampel Persentase
Sangat Tinggi (ST) 4 26,67 %
Tinggi (T) 8 53,33 %
Sedang (S) 3 20,00 %
Skor rata-rata 358,6
Berdasarkan tabel 4,
tampak bahwa setelah mendapat
layanan bimbingan kelompok
kecenderungan kepercayaan diri
siswa kelas IXSMP N 3 Palibelo
mengalami peningkatan dimana 4
siswa (26,67%) mendapat kategori
Sangat Tinggi (ST)dengan skor
rata-rata 392 – 441. Sedang 8
siswa yang lain mendapat kategori
Tinggi (T) dengan skor rata-rata
329 – 362. Secara umum skor rata-
rata kepercayaan diri siswa setelah
mendapat layanan Bimbingan
Kelompok adalah 358,6 dengan
kategori Tinggi (T), berarti ada
peningkatan sebesar 87,5.
Deskripsi per-sub variabel
kepercayaan diri siswa setelah
mendapat layanan bimbingan
kelompok dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.
Rekapitulasi Hasil Analisis Deskriptif (Post-Test)
Per-Subvariabel Kepercayaan Diri Siswa
Sub Variabel
Skor rata-
rata Persentase (%) Kategori
Bertindak 21,0 84,0
Sangat Tinggi
(ST)
Menyelesaikan tugas 27,5 78,5 Tinggi (T)
Komunikasi 37,1 74,1 Tinggi (T)
Ketegasan 31,6 79,0 Tinggi (T)
Penampilan 31,3 78,3 Tinggi (T)
Pengendalian Perasaan 35,9 79,9 Tinggi (T)
Menguasai segenap sisi 29,5 73,7 Tinggi (T)
emosi
Keimanan 56,9 81,3 Tinggi (T)
Page 307
299
Cinta diri 19,5 77,9 Tinggi (T)
Pemahaman diri 24,3 80,9 Tinggi (T)
Tujuan yang jelas 22,7 75,8 Tinggi (T)
Berpikir positif 21,3 71,1 Tinggi (T)
Skor rata-rata 358,6 78,0 Tinggi (T)
Berdasarkan tabel 5,
tampak bahwa dari 12 sub –
variabel yang ada 1 diantaranya
berada ada kategori Sangat Tinggi
(ST) dengan skor rata-rata adalah
21,0. Sedang 11 indikator
mendapat kategori Tinggi (T) yang
skor rata – rata masing – masing
adalah : 27,5 ; 37,1; 31,6; 31,3;
35,9; 29,5; 56,9; 19,5; 24,3; 22,7;
dan 21,3. Hal ini bisa
dimaksudkan bahwa setelah diberi
layanan bimbingan kelompok
siswa mampu bertindak
sepenuhnya atau dengan kata lain
mampu membuat rencana dan
mengambil keputusan, mampu
menyelesaikan tugas, mampu
berkomunikasi secara efektif, bisa
bertindak tegas, penampilan yang
mampu memimpin, mampu
mengendalikan perasaan, mampu
menguasai segenap sisi emosi,
keimanan yang tinggi, mampu
mencintai dirinya sendiri, mampu
memahami diri sendiri, memiliki
tujuan yang jelas, dan mampu
berikir positif.
3. Deskripsi keefektifan
pelaksanaan layanan
bimbingan kelompok untuk
meningkatkan kepercayaan
diri siswa
Rekapitulasi Keercayaan Diri Siswa Pre test dan Post test
Kategori Pre – test Kategori Post – test
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Sampel Sampel
Sedang (S) 13 86,67 % Sangat Tinggi (ST) 4 26,67 %
Rendah (R) 2 13,33 % Tinggi (T) 8 53,33 %
Sangat Rendah
(SR) 0 0 % Sedang (S) 3 20,00 %
Skor rata-rata
271,
1 Skor rata- rata 358,6
Berdasarkan tabel 6,
deskripsi keefektifan pelaksanaan
layanan bimbingan kelompok
untuk meningkatkan kepercayaan
diri siswa kelas IXSMP N 3
Palibelo dapat digambarkan dari
perbandingan hasil pre-test dan
post-testnya, dimana bisa dilihat
bahwa adanya peningkatan skor
rata-rata yang didapat yaitu dari
271,1 menjadi 358,6. Ini
menunjukkan adanya peningkatan
Page 308
300
kepercayaan diri siswa kelas
IXSMP N 3 Palibelo setelah
mendapat layanan bimbingan
kelompok sebesar 87,5.
Sedangkan rekapitulasi
per-subvariabel siswa sebelum
dengan setelah mendapat layanan
bimbingan kelompok dapat dilihat
pada tabel di bawah ini
Rekapitulasi Hasil Analisis Deskriptif Pre-test dan Post-test
Sub Variabel Pre-Test Post- Test
Skor Persen Kategori Skor Persen Kategori
rata-rata tase rata-rata tase
Bertindak 16,7 66,7% Sedang (S) 21,0 84,0% Sangat Tinggi (T)
Menyelesikan tugas 21,1 60,2% Sedang (S) 27,5 78,5% Tinggi (T)
Komunikasi 30,1 60,3% Sedang (S) 37,1 74,1% Tinggi (T)
Ketegasan 23,3 58,2% Sedang (S) 31,6 79,0% Tinggi (T)
Penampilan 22,8 57,0% Sedang (S) 31,3 78,3% Tinggi (T)
Pengendalian 27,7 61,5% Sedang (S) 35,9 79,9% Tinggi (T)
Perasaan
Menguasai segenap 22,4 56,0% Sedang (S) 29,5 73,7% Tinggi (T)
sisi emosi
Keimanan 41,1 58,7% Sedang (S) 56,9 81,3% Tinggi (T)
Cinta diri 15,1 60,3% Sedang (S) 19,5 77,9% Tinggi (T)
Pemahaman diri 17,3 57,6% Sedang (S) 24,3 80,9% Tinggi (T)
Tujuan yang jelas 17,5 58,4% Sedang (S) 22,7 75,8% Tinggi (T)
Berpikir positif 16,8 56,0% Sedang (S) 21,3 71,1% Tinggi (T)
Skor rata-rata 271,1 59,1% Sedang (S) 358,6 78,0% Tinggi (T)
Berdasarkan tabel 7 di atas
tampak bahwa sebelum mendapat
layanan bimbingan kelompok
kelompok rata-rata kepercayaan diri
siswa berada pada kategori sedang
dengan skor rata-rata sebesar 271,1
dengan prosentase 59,1% namun
setelah mendapat layanan
bimbingan kelompok skor
kepercayaan diri siswa menjadi
358,6 dengan prosentase sebesar
78,0%.
Berdasarkan hasil pre test
dan pos test tersebut menunjukan
bahwa kepercayaan diri siswa
sebelum mendapat layanan
bimbingan kelompok rata-rata
kepercayaan diri siswa dalam
kategori sedang, tetapi setelah
mendapat layanan bimbingan
kelompok rata-rata kepercayan diri
siswa meningkat yaitu dalam
kategori tinggi.
Diperoleh Zhitung sebesar
4,10, sedangkan apabila dilihat dari
Ztabel dengan taraf signifikansi 5%
dan N = 15 didapat Ztabel sebesar
1,96. Jadi di sini nilai Zhitung> Ztabel,
sehingga bisa dikatakan bahwa ada
perbedaan antara kepercayaan diri
sebelum mendapatkan layanan
dengan sesudah mendapatkan
layanan bimbingan kelompok.
Dengan demikian bahwa
hipotesis pada Bab II yang
menyatakan “Layanan Bimbingan
Page 309
301
Kelompok Efektif Untuk
Meningkatkan Kepercayaan diri
siswa kelas IXSMP Negeri 1
palibeloTahun Pelajaran 2013/2014”
diterima.
Pembahasan Penelitian
Hasil perhitungan tes skala
kepercayaan diri menunjukan bahwa
kepercayaan diri siswa tergolong
sedang, tetapi hasil pengamatan
awal (studi pendahuluan)
menunjukan bahwa kepercayaan diri
siswa termasuk kurang, ini
mengindikasikan bahwa
kepercayaan diri pada siswa tidak
selalu sama, pada saat tertentu siswa
merasa PD atau mungkin tidak, ada
situasi dimana siswa merasa PD dan
situasi di mana siswa tidak
merasa demikian.
Seperti yang dikemukakan
oleh Angelis (2003:13) bahwa: “rasa
percaya diri itu tidak bisa disama-
ratakan dari satu aktifitas ke aktifitas
lainnya”.
Berdasarkan analisis data
menunjukkan bahwa ada
perbedaan rata– rata tingkat
kepercayaan diri siswa pada kelas
IXSMP Negeri 1 palibeloTahun
Pelajaran 2013/2014 setelah
mendapat layanan bimbingan
kelompok, lebih tinggi dibanding
sebelum mendapatkan layanan
bimbingan kelompok. Kepercayaan
diri pada individu tidak
selalu sama, pada saat tertentu
individu merasa yakin atau mungkin
tidak, ada situasi dimana bahwa:
“rasa percaya diri itu tidak bisa
disama-ratakan dari satu aktifitas ke
aktifitas lainnya”.
Sebelum adanya layanan
bimbingan kelompok (pre-test),
siswa mempunyai skor rata – rata
tingkat kepercayaan dirinya sebesar
27,1 atau berada pada kategori
Sedang (S). Ini menunjukkan bahwa
karakteristik sikap percaya diri yang
dimiliki siswa sudah cukup bagus
namun masih bisa ditingkatkan.
Setelah adanya layanan bimbingan
kelompok dengan teknik diskusi
kelompok mempunyai skor rata –
rata tingkat percaya diri siswa
sebesar 358,6 atau berada pada
kategori Tinggi (T). Ini
mengindikasikan sudah ada
peningkatan dalam karakteristik
kepercayaan diri yang dimiliki siswa
terbukti setelah adanya layanan
bimbingan kelompok skor rata –
ratanya meningkat.
Dengan adanya layanan
bimbingan kelompok tersebut
ternyata mampu meningkatkan skor
rata – rata sikap kepercayaan diri
siswa sebesar 87,5. Dengan diri
siswa sebelum mendapat layanan
bimbingan kelompok dengan
sesudah mendapat layanan
bimbingan kelompok adalah
berbeda dan mengalami peningkatan
yang signifikan.
Layanan bimbingan kelompok
efektif untuk meningkatkan
kepercayaan diri siswa. Karena
dalam pelaksanaan kegiatan
bimbingan kelompok siswa sebagai
anggota kelompok akan bersama-
sama menciptakan dinamika
kelompok yang dapat dijadikan
sebagai tempatuntuk dapat
mengembangkan kepercayaan diri.
Angota kelompok akan mempunyai
hak yang sama untuk melatih diri
dalam mengeluarkan pendapat,
pikiran serta gagasan yang dimiliki
Page 310
302
untuk membahas suatu topik
permasalahan, juga bisa untuk
melatihkemampuan siswa baik
kemampuan untuk berani
mengungkapkan pendapat dalam
forum maupununtuk melatih siswa
belajar berinteraksi sosial dalam
kelompok.Bimbingan kelompok
adalah bantuan yang diberikan
kepada individu yang bermasalah
dengan memanfaatkan kelompok
dandinamikanya. Menurut
Prayitno (1995:108-109)
menjelaskan bahwa :
“Bimbingan kelompok dapat
diartikan secara sederhana dan
secara luas serta mendalam, secara
sederhana sebagai suatu kegiatan
yang bertujuan untuk mencapai
perkembangan pribadi, pembahasan
masalah, topik umum. Secara luas
dan mendalam selain bertujuan
untuk mencapai perkembangan
pribadi dan pembahasan masalah-
masalah yang bermanfaat bagi
anggota kelompok yang berjumlah
10-15 orang siswa. Juga para
anggota harus aktif membahas
permasalahan atau topik umum
tersebut, berpartisipasi aktif dalam
dinamika dan interaksi sosial dalam
kelompok”
Layanan bimbingan kelompok
efektif meningkatkan kepercayaan
diri siswa. Karena di dalam
pelaksanaan bimbingan bertujuan
untuk memecahkan masalah tetapi
juga untuk mencerahkan persoalan
serta untuk pengembangan pribadi.
Diskusi dalam bimbingan kelompok
bertujuan untuk pengembangan
pribadi, pengembangan pribadi
tersebut diantaranya adalah
mengembangkan pengertian
terhadap diri sendiri dan orang lain,
mengembangkan kesadaran tentang
diri dan orang lain, serta
mengembangkan pandangan baru
tentang hubungan antara
manusia(Dynkmeyer dan Munro
dalam Romlah, 2001:89). Apabila
tujuan tersebut tercapai, maka dapat
meningkatkan kepercayaan diri
siswa. Hal tersebut juga relevan
dengan pendapat Lindenfield
(1997:15) yang menyatakan bahwa
“untuk mengembangkan
kepercayaan diri, individu
perlu menjalin hubungan baik
dengan siapapun. Bergaul
dengan orang lain akan
mendapat umpan balik yang
jujur dan membangun, baik
mereka berhasil maupun
kurang berhasil”
Berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa siswa yang
sebelum mengikuti bimbingan
kelompok memiliki tingkat
kepercayaan diri dalam kategori
sedang, misalnya siswa masih malu-
malu mengemukakan pendapat,
usul, saran di depan umum, malu
pada siswa lain yang beda jenis,
tidak berani mengambil keputusan,
setelah selesai mengikuti bimbingan
kelompok kepercayaan dirinya
mengalami peningkatan dan
tergolong dalam kategori Tinggi (T),
misalnya menjadi berani
mengemukakan pendapat, usul dan
saran di depan umum, tidak salah
tingkah ketika menghadapi lawan
jenis serta lebih berani mengambil
keputusan dan sebagainya, sehingga
dengan bimbingan kelompok dapat
membawa dampak yang positif bagi
Page 311
303
siswa dan dapat meningkatkan
kepercayaan diri pada siswa.
PENUTUP
1. Sebanyak 15 siswa anggota
bimbingan kelompok sebelum
mendapat layanan bimbingan
kelompok menunjukkan bahwa
sebagian besar berada pada
kategori Sedang (S), baik ditinjau
dari kepercayaan diri lahir
maupun batin.
2. Setelah mendapat layanan
bimbingan kelompok
kepercayaan diri siswa meningkat
pada kategori Tinggi (T), baik
ditinjau dari kepercayaan diri
lahir maupun batin yang berarti
ada peningkatan kepercayaan diri
yang signifikan.
3. Layanan bimbingan kelompok
efektif untuk meningkatkan
kepercayaan diri siswa kelas
IXSMP Negeri 1 palibeloTahun
Pelajaran 2013/2014 hal tersebut
dapat dibuktikan dengan hasil uji
wilcoxon yaitu Zhitung 4,10
lebih besar dari Ztabel 1,96
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002.
Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek. Jakarta
: PT Rineka Cipta.
Angelis, Barbara De. 2003.
Confidence (Percaya Diri),
Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.
Azwar, Saifuddin. 2000. Metode
Penelitian. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
______________. 2004.
Penyusunan Skala Psikologi.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
El Quussy, Abdul Azis (Alih Bahasa
Zakiyah Daradjad). 1991.
Pokok-PokokKesehatan
Jiwa-Mental. Jakarta : Bulan
Bintang.
Fitrianingsih, Endah. Pengaruh
keaktifan pengurus OSIS
terhadapKepercayaan Diri
(Studi terhadap Pengurus
OSIS SMU Negeri Kutasari
Tahun Pelajaran
2002/2003). Skripsi. Tidak
Diterbitkan.
Gazda, GM. 1984. Group
Counseling Developmental
Approach. Boston : Allyn
and Bacon, Inc.
Hadi, Sutrisno. 1991. Statistik Jilid
Hakim, Thursan. 2005. Mengatasi
Rasa Tidak Percaya Diri.
Jakarta : Puspa Swara.
Hendarno, Eddy Dkk. 2003.
Bimbingan dan Konseling di
Sekolah. Semarang : Bina
Putra.
Herbert Benson dan William Proctor
(Alih Bahasa Wulan Lukita
Dewi). 2000.
Mengoptimalkan
Kepercayaan Diri. Jakarta:
Handal Niaga.
Jannah, Izzatul. 2003. Everyday Is
PEDE Seri Pengembangan
Pribadi Remaja.Surakarta:
Era Eureka.
Kuswanto. 2001. Penelitian Tentang
Kepercayaan Diri Antara
Siswa yangDiberi Dan Tidak
Diberi Layanan Bimbingan
Kelompok dalam Bidang
Binbingan Pribadi. Skripsi.
Tidak Diterbitkan.
Page 312
304
PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN
PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VI SDN
INPRES 02 PARADO KECAMATAN PARADO KABUPATEN BIMA
TAHUN PELAJARAN 2011/2012
ARSAD
Guru SDN Inpres 02 Parado
Kata Kunci: Pembelajaran Matematika, Penggunaan Media Gambar
Penelitian ini bertujuan meningkatkan hasil belajar siswa Kelas VI SDN
Inpres 02 Parado Kecamatan Parado Kabupaten Bima Tahun Pelajaran
2011/2012 Pada Pembelajaran Matematika dengan penggunaan Media
Gambar. Jenis penelitin ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan
dalam dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari tahap perencanaan,
pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi dan refleksi. Data aktivitas belajar
siswa diperoleh dengan cara observasi sedangkan data prestasi belajar siswa
diperoleh dari pemberian tes objektif pada tiap akhir siklus. Penggunaan
media gambar pada penelitian ini dikatakan tuntas apabila 85 % siswa
mencapai prestasi belajar ≥ 65, sedangkan aktivitas belajar siswa minimal
berkategori aktif. Hasil penelitian menunjukan melalui penggunaan media
gambar telah terjadi peningkatan prestasi belajar matematika siswa kelas VI
SDN Inpres 02 Parado , Kecamatan Parado, Kabupaten Bima sebagai berikut:
pada pra siklus ketuntasan klasikal 17,4 %, meningkat pada siklus I menjadi
56,52 %, pada siklus II menjadi 69,57 dan menjadi 100 % pada siklus III.
Penggunaan media gambar pada pembelajaran matematika berdampak positif
terhadap peningkatan aktivitas siswa selama kelas VI SDN Inpres 02 Parado ,
Kecamatan Parado, Kabupaten Bima selama pembelajaran.
PENDAHULUAN
Berdasarkan pengamatan,
pelaksanaan pembelajaran di kelas
VI SDN Inpres 02 Parado , ketika
pelaksanaan pembelajaran
matematika berlangsung, siswa
kurang bergairah, malas, dan
berdiam diri. Dalam beberapa
tatap muka pembelajaran di kelas,
ketika guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk
bertanya, tidak ada respon sama
sekali. Hal inilah yang
menyebabkan kelas menjadi pasif,
jika keadaan seperti itu dibiarkan,
maka kegiatan pembelajaran akan
terganggu, dan usaha guru dalam
mengelola kelas yang aktif dan
kreatif sekaligus menyenangkan
tidak akan berhasil.
Memperhatikan kondisi
siswa dan kelas seperti tersebut di
atas, kami selaku peneliti dan guru
berusaha mencari solusi yang tepat
dalam pengelolaan pembelajaran,
yaitu dengan jalan menggunakan
alat bantu mengajar yang dapat
Page 313
305
mendorong siswa untuk lebih
bergairah dan kreatif.
Masalah-masalah tersebut
di atas, setelah peneliti
menganalisis kelengkapan guru
dalam mengajar, rencana
pelaksanaan pembelajaran sudah
dibuat guru dengan benar, metode
yang digunakan sudah sesuai,
pengelolaan kelas sudah
bervariasi, namun masih ada
kekurangan pada kelengkapan alat
bantu mengajar yaitu media
pembelajaran. Bahkan nilai rata-
rata ulangan harian siswa masih
dibawah standar ketuntasan
minimal.
Setelah memperhatikan
identifikasi masalah, peneliti
mengambil solusi yang tepat untuk
mengatasi masalah-masalah
tersebut yaitu mengangkat salah
satu media pembelajaran yang
berupa media gambar untuk
meningkatkan prestasi belajar
matematika siswa kelas VI SDN
Inpres 02 Parado , Kecamatan
Parado, Kabupaten Bima. Dengan
bantuan media gambar, foto, atau
media lainnya, diharapkan siswa
dapat lebih termotivasi dan lebih
mudah dalam memahami
matematika. Penggunaan media
gambar dalam pembelajaran
matematika sangat diperlukan,
karena siswa Sekolah Dasar dalam
mempelajari matematika masih
dalam taraf perkembangan
kognitif, dan abstrak.
KAJIAN PUSTAKA
Pengertian Dan Perkembangan
Penggunaan Media
Pembelajaran
S. Gerlach dan P. Ely,
dalam bukunya , Teaching and
Media (1971), mengartikan
media intruksional dalam arti luas
dan sempit. Media dalam arti luas
adalah orang, materi, atau kejadian
yang dapat menciptakan kondisi
sehingga memungkinkan peserta
didik dapat memperoleh
pengetahuan, ketrampilan atau
sikap yang baru. Dalam Pengertian
ini, guru, buku, dan lingkungan
sekolah merupakan media.
Sedangkan dalam arti sempit, yang
dimaksud media adalah grafik,
potret, gambar, alat-alat mekanik
dan elktronik yang dipergunakan
untuk menangkap, memproses,
serta menyampaikan informasi
visual ataupun verbal.
Apapun batasan yang
diberikan di atas, ada persamaan-
persamaan diantaranya yaitu
bahwa media adalah segala
sesuatu yang dapat digunakan
untuk menyalurkan pesan dari
pengirim (guru) ke penerima
(siswa) sehingga dapat
merangsang pikiran, perasaan dan
minat serta perhatian siswa
sedemikian rupa sehingga proses
pembelajaran terjadi.
Pengajaran
(instruksional) sebagai suatu
system terdiri dari berbagai
komponen antra lain tujuan
instruksional, bahan pengajaran,
kegiatan belajar-mengajar, sumber
dan media, dan evaluasi. Sebagai
salah satu komponen pengajaran,
media memiliki kedudukan dan
peran yang sangat penting. S.
Gerlach dean P. Ely (dalam
Ibrahim, 1982:7) menyatakan
Page 314
306
bahwa “Instructional media play a
key role in the design and use of
systematic instruction” (Media
instruksional memainkan peran
penting dalam disain dan
penggunaan pengajaran yang
sistematis).
Lebih dari itu,
hakikat dari belajar adalah usaha
melakukan perubahan tingkah laku
bagi pembelajar, baik perubahan
pada aspek pengetahuan,
ketrampilan, maupun sikap/nilai.
Seorang peserta didik akan dapat
memperoleh
pemahaman/pengetahuan dengan
cara mengolah rangsangan dari
luar yang ditanggapi oleh
inderanya, baik indera penglihatan,
pendengaran, maupun indera
lainnya. Semakin tanggap
seseorang tentang suatu obyek,
orang atau kejadian, semakin baik
pula proses pembentukan
pengetahuan/pemahaman yang
dialami.
Pada konteks inilah
media memainkan perannya
dengan membantu dan
memfasilitasi peserta didik lebih
mudah memahami dan mengolah
apa yang diterimanya.
Pemanfaatan media pembelajaran
dalam proses belajar mengajar
dapat membantu menjadikan
pengalaman belajar lebih jelas.
Edgar Dale (dalam Lattuheru,
1982:23) menyebutkan beberapa
manfaat media pembelajaran
dalam proses belajar mengajar,
sebagai berikut; (1) Perhatian anak
terhadap materi tinggi;(2) Anak
didik mendapatkan pengalaman
konkret; (3) Mendorong anak
untuk belajar secara mandiri; (4)
Hasil yang dipelajari atau
diperoleh anak didik sulit
dilupakan.
Sebagai alat untuk
kegiatan pembelajaran, media
selalu memfasilitasi tugas
pembelajaran yang terstruktur
maupun maupun yang non
terstruktur bagi peserta didik.
Dalam hal-hal tentu media dapat
mewakili guru menyampaikan
informasi secara lebih teliti, jelas
dan menarik. Fungsi tersebut dapat
dilaksanakannya dengan baik
walau tanpa kehadiran guru secara
fisik.
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
dapun penelitian tindakan
dalam peneltitian ini adalah cara
yang dilakukan penetiti berangkat
dari wawancara dan observasi
terhadap kelemahan dalam proses
belajar mengajar guru, kemudian
di identifikasi berdasarkan kreteria
tertentu dan di refleksikan dalam
suatu tindakan (dalam hal ini
adalah penerapan metode
penemuan) yang dimaksudkan
untuk memperbaiki proses belajar
mengajar guru yang bersangkutan
dan hasilnya dapat dilihat pada
kemampuan guru dan penguasaan
konsep siswa. Proses yang
demikian disebutkan sebagai hasil
“self-reflective” atau “self-
evaluation” guru (peneliti).
Tempat dan Subyek Penelitian Tempat penelitian di
laksanakan di SDN Inpres 02
Parado , Kecamatan Parado,
Kabupaten Bima. Lokasi sekolah
berdekatan dengan Perkantoran,
Page 315
307
Sekolah menengah di tengah kota
kecil. Dari kota Kecamatan
berjarak 1.000 meter. Latar
belakang siswa sebagian besar
berasal dari keluarga pedagang,
wiraswasta dan pegawai.
Adapun yang menjadi
subyek penelitian adalah siswa
kelas VI sebanyak 23 siswa
berasal dari SDN Inpres 02 Parado
, Kecamatan Parado, Kabupaten
Bima.
Rancangan Pelaksanaan
Penelitian
a) Siklus I
1) Sasaran penelitian adalah siswa
kelas VI SDN Inpres 02 Parado
sejumlah 23 siswa, dengan
materi bahasan mata
pembelajaran matematika
“Pengukuran menurunkan
rumus luas berbagai bangun
datar” melalui penggunan
media gambar
2) Dari refleksi awal peneliti
bersama praktisi guru
merumuskan permasalahan
secara operasional dalam hal ini
bagaimana mengajar
matematika dengan
menggunakan media gambar.
3) Merumuskan rancangan
penelitian tindakan yang di
dalamnya terdiri dari :
mendesain rancangan
pembelajaran dengan
menggunakan media
gambar, dan menetapkan
indikator-indikator dengan
alokasi waktu yang sudah
direncanakan
menyusun skenario, setting,
langkah-langkah
pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar
Merencanakan dan
menyusun rencana
pelaksanaan pembelajaran
lembar kerja, instrumen
penelitian, angket, dan
evaluasi belajar
Mempersiapkan dan
menyusun metode
pengumpulan dan
pengolahan data melalui
pelaksanaan pembelajaran
pedoman wawancara, lembar
observasi, analisis
dokumenter, dan lembar
evaluasi, dan LKS
Teknih Analisis Data
Dari sejumlah siswa yang
aktif kemudian dihitung tingkat
prosentase dengan rumus:
jumlah siswa yang aktif x 100 %
jumlah siswa keseluruhan
Instrumen tes ini diberikan
dalam siklus I hingga siklus ke III,
dan kemudian diukur tingkat
ketuntasan belajar siswa.
Ketuntasan belajar individu
dinyatakan tuntas apabila tingkat
persentase ketuntasan minimal
mencapai 65 %, sedangkan untuk
tingkat klasikal minimal mencapai
75 % (Depdikbud, 2003).
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Untuk mengetahui hasil
dari tindakaan kelas, di bawah ini
akan dipaparkan beberapa data
hasil penelitian berikut
pembahasan atau interpretasinya.
Dalam hal ini data-data yang akan
disajikan meliputi data hasil
pelaksanaan tindakan kelas dan
data-data hasil belajar siswa yang
Page 316
308
diperoleh baik sebelum ataupun
sesudah diberikan tindakan kelas
a. Deskripsi Pelaksanaan
Tindakan
Pelaksanaan Siklus I
Berdasarkan hasil
pengamatan yang diperoleh dari
observasi awal, peneliti memberi
tindakan I siklus I yang
dilaksanakan pada hari Selasa, dan
Rabu, tanggal 7, dan 8 Maret
2012 dalam kegiatan ini dibagi
menjadi beberapa tahapan sebagai
berikut :
1) Mengadakan refleksi pada
kegiatan pra tindakan
2) Merencanakan ulang Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran
3) Melaksanakan kegiatan
pembelajaran dengan
menggunakan media
gambar
4) Mengerjakan LKS materi “
Pengukuran menurunkan
rumus luas berbagai bangun
datar, persegi panjang “
secara berkelompok
5) Menyusun ulangan formatif II
Adapun hal-hal yang perlu
diperhatikan dan ditingkatkan
selanjutnya pada tindakan II
adalah :
1) Guru harus lebih menguasai
cara penyampaian materi dan
pengelolaan kelas ketika
membahas tentang pengukluran
menurunkan rumus luas
berbagai bangun datar, persegi
panjang dengan menggunakan
media gambar siswa lebih
tertarik, termotivasi, , lebih
seksama memperhatikan
penjelasan guru dengan media
gambar yang telah
dipersiapkan oleh guru
(peneliti), sehingga dicapai
pembelajaran yang efektif dan
hasil belajar yang optimal.
2) Guru harus memacu semangat
siswa untuk aktif
menyelesaikan masalah yang
terdapat di LKS dan
menumbuhkan rasa ingin
bertanya kepada guru untuk
meminta bimbingan dan
penjelasan lagi bila tidak
mengerti.
3) Guru harus memberikan
perhatian secara menyeluruh
kepada setiap anak terutama
yang memiliki kemampuan
lebih rendah.
4) Guru harus memberikan arahan
dan bimbingan dengan lebih
menekankan cara mencari luas
berbagai bangun datar, persegi
panjang, dengan alat bantu
media gambar
5) Guru harus tetap memotivasi
siswa dan memberikan bantuan
jika diperlukan, terutama siswa
yang memiliki kemampuan
rendah dalam memahami
masalah pada LKS.
6) Sebelum melakukan tindakan
selanjutnya (tindakan II),
peneliti terlebih dahulu
menyampaikan kesimpulan
yang diputuskan berdasarkan
pengamatan yang telah
dilakukan.
Adapun hasil kegiatan siswa
pada siklus I dapat dilihat pada
tabel 4.3 seperti dibawah ini
Page 317
309
Tabel 4.3
Data Hasil Observasi Kegiatan Siswa Siklus I
Sesudah Diadakan Tindakan
No
Kreteria yang dinilai Prosentase
1 Perhatian dan ketertarikan siswa 65.75
2 Motivasi/minat belajar 60.35
3 Keaktifan siswa dalam mengerjakan tugas 65.25
4 Efektivitas belajar siswa 64.25
5 Penggunaan waktu dalam menyelesaikan
tugas
65.70
Jumlah
321.3
Skore Rata- Rata
64,26
Pada pertemuan berikutnya, tindakan II Siklus I dilaksanakan pada hari
Kamis , 9 Maret 2012 siswa diberi soal tes formatif 2, dan hasilnya dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.4
Hasil Ulangan Formatif 2 Siklus I
Materi Pengukuran menurunkan rumus luas bangun-bangun datar, persegi
panjang
No Aktivitas Siswa
Jumlah siswa
yang tuntas Prosentase
1 Siswa yang tuntas 13 56,52 %
2. Siswa yang tidak tuntas 10 43,48 %
Jumlah 23 100 %
Pelaksanaan Siklus II
Pada Tindakan I siklus II
yang dilaksnakan pada hari Selasa
dan Rabu, tanggal 14, dan 15
Maret 2012 diharapkan berjalan
dengan lebih baik dibandingkan
dengan hasil yang dicapai pada
tindakan sebelumnya . Untuk itu
tindakan I Siklus II disusun
dengan mempertahankan yang
telah dianggap baik pada tindakan
Siklus I dan melakukan hal-hal
yang perlu diperbaiki dan
ditingkatkan.Adapun pada
tindakan I Siklus II dapat
direfleksikan sebagai berikut:
a) Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran di awal
pertemuan.
b) Penentuan dan pemberian
model-model latihan disusun
sebelum melakukan proses
Page 318
310
pembelajaran. Hal ini
dilakukan untuk
meningkatkan efisiensi waktu
agar tidak banyak terbuang.
c) Guru memberikan LKS
kepada setiap siswa yang
berisi masalah yang berkaitan
dengan cara mengukur
volume balok, prisma tegak
segi tiga, limas, tabung, dan
kerucut dengan
memanfaatkan mdia gambar
d) Sebagian siswa
menyelesaikan masalah
dengan sesekali
mengkonsultasikan proses
pengukuran volume kepada
guru.
e) Empat orang siswa diminta
secara acak untuk dengan
sukarela mempresentasikan
pemecahan masalah yang
diberikan padanya sekaligus
menunjukan proses atau cara
pengukuran volume bangun
ruang yang dimilikinya
sementara hasil pemecahan
siswa lainnya diminta
dikumpulkan untuk dikoreksi
sendiri oleh guru karena
keterbatasan waktu).
f) Berdasarkan hasil pekerjaan
dan presentasi siswa yang
maju ke depan guru dan
teman-temanya tersebut, guru
membimbing siswa untuk
menyimpulkan penyelesaian
masalah yang diberikan
dengan perhatian menyeluruh.
g) Siswa diberikan tes akhir
Siklus II tindakan II
Berdasarkan observasi pada
tindakan I Siklus II hasil
pembelajaran siswa dapat
dilihat pada tabel 4.5 berikut
ini
Tabel 4.5
Hasil Observasi Kegiatan Siswa Pada Siklus II
Sesudah Tindakan
No
Kreteria yang dinilai
Prosentase
1 Perhatian dan ketertarikan siswa 70.70
2 Motivasi/minat belajar 65.85
3 Keaktifan siswa dalam mengerjakan tugas 70.75
4 Efektivitas belajar siswa 68.95
5 Penggunaan waktu dalam menyelesaikan
tugas
75.80
Jumlah
352.05
Skore Rata- Rata
70,41
Page 319
311
Pada pertemuan berikutnya, tindakan II Siklus II dilaksanakan pada hari
Kamis, 16 Maret 2012 siswa diberi soal tes formatif 3, dan hasilnya dapat
dilihat pada tabel 4.6 berikut :
Tabel 4.6
Hasil Ulangan Formatif 3 Siklus II
Materi Pengukuran menurunkan volume berbagai bangun ruang
No Aktivitas Siswa
Jumlah siswa
yang tuntas Prosentase
1 Siswa yang tuntas 16 69,57 %
2. Siswa yang tidak tuntas 7 30,43 %
Jumlah 23 100 %
Setelah diadakan tindakan
II pada Siklus II, hasil Ulangan
siswa Materi Pengukuran
menurunkan rumus volume
berbagai bangun ruang, hasilnya
ada peningkatan yang berarti yaitu
nilai rata-rata kelas 72,26. Dari
hasil tersebut sekitar 69, 57 %
telah mengalami ketuntasan secara
klasikal dan masih jauh sekali dari
standar ketuntasan baku, oleh
sebab itu masih perlu ditingkatkan
pada siklus III, mengingat masih
di bawah standar ketuntasan
minimal
Pelaksanaan Siklus III
Kekurangan-kekurangan
yang ada pada Siklus I dan II
tindakan I, dan II dibahas oleh
peneliti untuk mencari jalan
keluarnya. Pada pertemuan
pertama siklus III, guru sudah bisa
menguasai situasi kelas yang
berbeda dari biasanya dalam artian
guru sudah mengefektivitaskan
pengelolaan proses belajar
mengajar, sedangkan pada
pembelajaran ini seharusnya
respon dan daya tangkap siswa
lebih bisa diarahkan untuk
menentukan perolehan hasil
pembelajaran yang optimal. Pada
siklus I, dan II siswa sudah
nampak aktif. Hal ini disebabkan
karena siswa sudah terbiasa
memahami konsep dengan efisien,
Untuik itu pada siklus III yang
merupakan siklus terakhir tindakan
kelas perlu dioptimalkan dalam
pengelolaan kelas.
Pada Siklus III tindakan
I, yang dilaksanakan pada hari
Selasa, dan Rabu, tanggal 21, dan
22 Maret 2012, kegiatan
pembelajaran sama dengan
pelaksanaan pada Siklus I, dan II,
namun lebih dioptimalkan agar
hasilnya lebih meningkat.
Adapun hasil
pembelajaran pada siklus III
tindakan I, hasilnya dapat dilihat
pada tabel 4.7 berikut ini
Page 320
312
Tabel 4.7
Hasil Observasi Kegiatan Siswa Pada Siklus III
Sesudah Tindakan
No
Kreteria yang dinilai
Prosentase
1 Perhatian dan ketertarikan siswa 80.15
2 Motivasi/minat belajar 75.45
3 Keaktifan siswa dalam mengerjakan tugas 75.25
4 Efektivitas belajar siswa 72.80
5 Penggunaan waktu dalam menyelesaikan
tugas
80.15
Jumlah
383.8
Skore Rata- Rata
76,76
Dari hasil pengamatan
pada siklus III tindakan I dapat
diketahui bahwa Skore rata-rata
belajar siswa ada kenaikan,
hasilnya sudah mencapai 76,76
%, karena keterbatasan waktu dan
biaya, maka pelaksanaan tindakan
pada siklus III ini, tidak
dilanjutkan lagi pada siklus
berikutnya, mengingat hasilnya
sudah melebihi standar ketuntasan
minimal.
Pada pertemuan
berikutnya, tindakan II Siklus III
dilaksanakan pada hari Kamis, 23
Maret 2012 siswa diberi soal tes
formatif 4, dan hasilnya dapat
dilihat pada tabel 4.8 berikut :
Tabel
4.8
Hasil Ulangan Formatif 4 Siklus III
Materi Menerapkan Rumus Luas, dan Volume pada bangun datar, dan ruang
dalam pemecahan masalah
No Aktivitas Siswa
Jumlah siswa
yang tuntas Prosentase
1 Siswa yang tuntas 23 100 %
Page 321
313
2. Siswa yang tidak tuntas 0 0 %
Jumlah 23 100 %
Pada siklus III tindakan
II,setelah siswa diberi ulangan
formatif 4, dengan materi
menerapkan rumus luas dan
volume dalam pemecahan
masalah, hasilnya sudah
menunjukkan peningkatan yang
signifikan di atas ketuntasan
standar minimal yaitu mencapai
nilai rata-rata kelas sebesar 77,57,
dan pada siklus III telah dicapai
ketuntasan klasikal sebesar 100 %
oleh sebab itu siklus tidak dapat
dilanjutkan lagi.
Pembahasan Hasil Penelitian
Pada penelitian ini
ternyata penggunaan media
gambar bangun datar dan ruang
dapat meningkatkan efektivitas
pembelajaran sekaligus hasil
belajar siswa pada mata pelajaran
matematika kelas VI dengan
materi “ Pengukuran luas bangun
datar dan volume bangun ruang”
di SDN Lebvakadi I, Kecamatan
Sugio , Kabupaten Lamongan
yang telah diberi tindakan.
Peningkatan prestasi belajar siswa
tidak lepas dari pengaruh metode
pembelajaran. Dengan prestasi
belajar yang meningkat, maka hal
ini merupakan salah satu usaha
keberhasilan pembelajaran.
Dengan kata lain, peningkatan
efektivitas pembelajaran dan hasil
belajar siswa, tidak terlepas dari
usaha guru dalam pengelolaan
kelas yang di lengkapi dengan
media gambar sebagai sarana
komunikasi pembelajaran
matematiuka.
Hal ini sesuai dengan
Degeng ( 1989; 150) , yang
menyebutkan bahwa strategi
penyampaian tidaklah lengkap
tanpa melalui tiga dimensian
tentang pengaruh yang dapat
diberikan oleh suatu media pada
kegiatan belajar siswa.
Pembelajaran dengan pemanfaatan
media siswa cenderung tertarik
dan kemudian cenderung
meningkatkan motivasi belajar
dan mempertinggi kualitas ( daya
tangkap ) dalam kegiatan belajar
mengajar.
Faktor-faktor lain yang
mempengaruhi peningkatan
belajar siswa seperti proses belajar
mengajar dengan skenario yang
bagus, hal ini membawa suasana
yang baru, sehingga siswa tidak
cepat bosan dalam menerima
materi pelajaran, dan siswa tertarik
dan antusias mengikuti kegiatan
pembelajaran sehingga dapat
dengan mudah mengikuti dan
memahami materi dan konsep
yang diberikan. Di samping itu
motivasi yang mengarah pada
peningkatan prestasi belajar juga
ditentukan oleh faktor sarana
pengajaran dan media
pembelajaran yang disediakan dan
dipersiapkan oleh guru. Keadaan
seperti ini membuat siswa ingin
terus belajar tanpa ada rasa bosan
dan jenuh dalam menerima
Page 322
314
pelajaran, yang selanjutnya akan
meningkatkan prestasi belajar.
Selain itu guru harus
memahami bahwa didapatkannya
sikap ilmiah didahului dengan
sikap percaya diri. terbuka dan
tidak skeptis. Karena itu
pembimbingan masih diperlukan
pada siswa secara keseluruhan
untuk bisa menyelesaikan masalah
(mengerjakan soal pengukuran
luas, dan volume). Karena hal itu
nampaknya sangat diperlukan
terutama dalam mengantisipasi
timbulnya rasa putus asa dan
enggan dalam menyelesaikan
permasalahan yang diberikan
akibat keterbatasan dan
kebingungan dalam menangkap
konsep yang disampaikan guru .
Siswa menyelesaikan tiap
masalah pengukuran luas, volume
yang diberikan dengan senang hati
karena merasa telah paham dengan
penjelasan guru sebelumnya
melalui bantuan penggunaan
media gambar sesuai dengan
langkah-langkah pengukuran luas,
volume sesuai yang ditunjukkan
oleh guru. Hal ini mencerminkan
siswa antisius karena merasa lebih
mudah memahami konsep
pengukuran luas, volume melalui
sarana pembelajaran media
gambar dengan derajat ketelitian
yang memadai.
Kemampuan
meyelesaikan soal yang diberikan
guru sangat jauh berbeda, ketika
siswa diberi masalah tentang
konsep pengukuran luas, volume,
tanpa didahului pemberian konsep
tersebut secara mewadahi dengan
bantuan media gambar. Hal ini
ditunjukkan dengan perbandingan
hasil tes sebelum dan sesudah
tindakan.pembelajaran kelas
dengan menggunakan sarana
pembelajaran matematika yang
berupa media gambar bangun
datar dan ruang, serta
keterampilan proses pengukuran
luas, volum yang ditunjukkan
sebagian siswa setelah dilakukan
tindakan kelas yang sama. Hal ini
juga menunjukkan kemampuan
kognitif tingkat tinggi yang telah
dikuasai siswa setelah diberi
tindakan tersebut.
PENUTUP
1. Melalui penggunaan media
gambar telah terjadi
peningkatan prestasi belajar
matematika siswa kelas VI
SDN Inpres 02 Parado ,
Kecamatan Parado, Kabupaten
Bima sebagai berikut: pada pra
siklus ketuntasan klasikal 17,
%, meningkat pada siklus I
menjadi 56,52 %, pada siklus II
menjadi 69,57 dan menjadi 100
% pada siklus III.
2. Penggunaan media gambar
pada pembelajaran matematika
berdampak positif terhadap
peningkatan aktivitas siswa
selama kelas VI SDN Inpres 02
Parado , Kecamatan Parado,
Kabupaten Bima selama
pembelajaran
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Ambo Enre, 1984.
Pendidikan Konselor
Bersarkan Kompetensi.
Jakarta, Depdikbud.
AECT, 1997 Definisi Teknologi
Pendidikan Satuan Tugas
Page 323
315
Definisi
Terminologi, AECT,
Terjemahan oleh Yusuf
Hadi Miarsdo, 1986.
Jakarta Rajawali .
Alifandie , Imansyah, 1984.
Dikdaktik Metodik Pendidikan
Umum. Surabaya, Usaha
Nasion.
Arikunto, Suharsimi, 1992.
Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek..
Jakarta, Bina
Aksara.
Daryanto, Moh , 2001.
Administrasi Pendidikan Jakarta,
Mutiara.
Degeng, I.N.S, 1989. Ilmu
Pengajaran, Taksonomi Variabel .
Jakarta Depdikbud,
Dirjen Dikti, P2LPTK
Dirjen Dikdasmen, 1997/1998.
Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan
Belajar Mengajar
Kelas VI Sekolah Dasar.
Direktorat Pendidikan Dasar ,
Jakarta, Depdikbud.
Hamalik, Oemar , 1980. Metode
Belajar, dan Kesulitan-kesulitan
Belajar , Jakarta, Transito.
Hudoyo, Herman. 1990. Metode
Pengajaran Matematika. Malang :
Penerbit IKIP Malang.
Page 324
316
MENINGKATKAN KECEPATAN EFEKTIF MEMBACA (KEM)
DENGAN MENGGUNAKAN METODE KLOS SISWA KELAS XII
IPA SMA NEGERI
1 PALIBELO KABUPATEN BIMA TAHUN PELAJARAN 2012/2013.
Dewi Kurniati
Guru SMA Negeri 1 Palibelo
Abstrak
Kata-kata kunci : Bahasa Indonesia, Kecepatan Efektif Membaca
(KEM), dan Metode Klos
Tujuan penelitian tindakan kelas ini yaitu untuk meningkatkan
Kecepatan Efektif Membaca (KEM) dengan menggunakan metode klos siswa
kelas XII IPA SMA Negeri 1 Palibelo Kabupaten Bima Tahun Pelajaran
2012/2013
Penelitian tindakan kelas ini mengambil setting di XII IPA 1 SMA
Negeri 1 Palibelo Kabupaten Bima Tahun Pelajaran 2012/2013 dengan
jumlah siswa 40 siswa. Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan melalui tiga
siklus. Sebelum siklus I dilaksanakan perlu adanya pra tindakan yaitu
identifikasi tentang metode klos dan Kecepatan Efektif Membaca (KEM),
kemudian dilaksanakan siklus I sebagai penerapan metode klos, siklus II
sebagai implementasi pelaksanaan metode klos, dan siklus III sebagai tahap
pemantapan. Teknik analisis data menggunakan analisis kualitatif yaitu
digunakan terhadap data kualitatif yang diperoleh dari hasil pengamatan
siswa dan guru selama berlangsungnya pembelajaran di kelas, dan analisis
kuantitatif yang digunakan terhadap hasil tes Kecepatan Efektif Membaca
(KEM) siswa dengan menggunakan metode klos.
Hasil penelitian pada siklus I tingkat keterbacaannya masih rendah,
karena kecepatan efektif membaca rata-rata 87 kpm dengan tingkat
Independen 18 %, tingkat Instruktional 38 % dan pada frustasi 44 %.Pada
siklus II hasil penelitian mengalami perubahan positif yaitu kecepatan efektif
membaca rata-rata 150 kpm dengan tingkat Independen 78 %, tingkat
Instruksional 18 %, dan tingkat frustasi 4 %. Hasil penelitian pada siklus III
mengalami pemantapan yaitu rata-rata Kecepatan Efektif Membaca (KEM)
210 kpm dengan tingkat independen 100 %.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa aktivitas pembelajaran membaca
cepat dengan menggunakan metode klos dapat meningkatkan Kecepatan
Efektif Membaca (KEM) siswa.
Page 325
317
PENDAHULUAN
Berdasarkan pengalaman
peneliti pembelajaran membaca
baik yang dialami sendiri maupun
yang diketahui selama ini, model
pembelajarannya selalu mengacu
pada apa yang ada pada buku
paket. Teknik pengajaran
membaca yang ada umumnya
membaca pemahaman. Banyak
teknik pengajaran yang selama ini
tidak dipergunakan untuk melatih
keterampilan membaca. Teknik-
teknik itu antara lain teknik uji
rumpang. Kenyataan yang terjadi
di samping kemampuan dan
keterampilan yang kurang pada
siswa, pengajaran membaca selalu
mengacu pada teknik yang ada
pada buku tersebut. Dengan
demikian para siswa beranggapan
pengajaran membaca tujuannya
semata-mata menjawab
pertanyaan, mencari kata istilah
yang sulit dan lain-lain. Hal ini
dihadapi para siswa dengan proses
yang amat lain.
Perihal lain yang selalu
muncul pada pembelajaran
membaca yaitu guru Bahasa
Indonesia pada umumnya hanya
mengutamakan penyelesaian target
materi dalam kurikulum yang
orientasinya mengacu pada usaha
meningkatkan kemampuan siswa
dalam mengerjakan soal-soal,
walaupun hal ini tidak selalu benar
sebab soal-soal sering kurang
mengacu pada keterampilan
berbahasa baik keterampilan
menyimak, berbicara,membaca,
maupun menulis.
Faktor lain yang tidak kalah
pentingnya adalah kurangnya guru
Bahasa Indonesia memahami dan
menguasai teknik pengajaran
membaca. Belum lagi memilih
bahan bacaan yang seharusnya
dalam pengajaran membaca guru
dituntut mampu memilih bahan
bacaan yang sesuai dengan tujuan
dan tingkat perkembangan siswa,
kompetensi siswa, minat dan
tingkat kecakapan baca.
Peneliti berusaha
mengungkap kecepatan efektif
membaca ( KEM ) siswa, karena
penulis sangat prihatin dengan
KEM siswa di negara kita. Kalau
di negara-negara maju seperti
Amerika, seorang setara SMA di
negara kita (Senior High School)
dalam keadaan normal sudah
memiliki kecepatan membaca
minimal kurang lebih 250 kata
permenit, dengan pemahaman isi
bacaan minimal 70 %. Jika
dihitung kecepatan efektif
membacanya (KEM) = 250 kpm x
70 % = 175 kpm.
(Harjasujana,200:88). Kalau di
Amerika siswa setingkat SMA
memiliki KEM terendah ± 175
kpm, maka di Indonesia masih
tidak sedikit siswa SMA KEM
tertinggi ± 175 kpm. Dari
pengalaman peneliti
membelajarkan siswa Kelas XII
IPA SMA Negeri 1 Palibelo
Kabupaten Bima, ternyata hal
tersebut di atas juga terjadi.
Dengan KEM ± 175 kpm, lalu
bagaimana bisa menguasai Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi yang
Page 326
318
diharapkan melalui berbagai media
cetak dalam waktu yang relatif
singkat.
Berdasarkan uraian singkat
di atas, peneliti mengambil
tindakan, yaitu “Meningkatkan
Kecepatan Efektif Membaca
Dengan Menggunakan Metode
Klos Siswa Kelas XII IPA SMA
Negeri 1 Palibelo Kabupaten
Bima”.
LANDASAN TEORI
Keterampilan membaca
sebagai salah satu aspek dari
empat aspek keterampilan
berbahasa biasanya tanggung
jawabnya diserahkan pada guru
bahasa Indonesia. Hal itu perlu
diluruskan kalau ada anggapan
demikian. Setiap guru dalam mata
pelajaran apa pun harus turut
bertanggung jawab atas
kemampuan para siswanya, sebab
faktor sangat dominan untuk
menentukan keberhasilan belajar
belajar siswa adalah kemauan dan
kemampuan membaca yang
dimiliki oleh siswa itu sendiri.
Setiap keterampilan yang
dimiliki oleh siswa itu erat sekali
hubungannya dengan keterampilan
lainnya dengan beraneka ragam.
Dalam memperoleh keterampilan
berbahasa, biasanya melalui suatu
hubungan urutan yang teratur,
mulai lingkungan keluarga
sebelum masuk sekolah anak
belajar menyimak dan berbicara,
setelah sekolah baru belajar
membaca dan menulis.
Dari jaman ke jaman
model membaca selalu
dipengaruhi perkembangan
peradaban manusia dan ilmu
pengetahuan. Pada antara tahun
1950 an dan tahun 1960 an model
membaca dipengaruhi definisi dan
penjelasan membaca, pada tahun
1970 an timbul model-model dan
teori membaca yang bertitik tolak
dari pandangan ahli psikologi
perkembangan, psikologi kognitif,
proses informasi psikolinguistik,
sedangan tahun 1980 an proses
membaca dipengaruhi psikologi
eksperimental.
Membaca merupakan suatu
keterampilan yang pemilikan
keterampilannya memerlukan
suatu latihan yang intensif, dan
berkesinambungan (Akhmad
Slamet Harjasujana,1997:103).
Aktivitas dan tugas membaca
merupakan hal yang sangat
penting dalam dunia pendidikan
karena kegiatan ini akan
menentukan kualitas dan
keberhasilan seorang siswa
sebagai peserta didik dalam
studinya. Seorang guru di sekolah
hendaknya dapat memberi
motivasi siswa dalam dua segi,
yakni kemampuan membaca. Hal
ini seorang guru bahasa Indonesia
perlu memilih suatu metode yang
tepat untuk mencapai tujuan
seperti yang tercantum dalam
kurikulum SMA.
Agar dapat tercapai tujuan
pembelajaran tersebut guru harus
dapat menentukan metode yang
dianggap lebih mudah
pelaksanaannya dari metode atau
Page 327
319
alat lain misalnya dengan
menggunakan metode klos.
Menurut Subyakto
(1988:148), Membaca dengan
cepat cenderung berpikir bahwa
hanya seorang pembaca cepatlah
seorang pembaca yang efektif dan
efisien. Dengan demikian seorang
pelajar yang membaca dengan
lambat tidak dapat menyelesaikan
tugasnya pada waktu yang
ditentukan
Kecepatan Efektif Membaca
(KEM)
Kecepatan Efektif
Membaca (KEM) sebuah istilah
untuk mencerminkan kemampuan
membaca yang sesungguhnya
yang dicapai oleh pembaca. Dua
unsur penyokong kegiatan/proses
membaca, yakni unsur visual
(kemampuan gerak motoris mata
dalam melihat dan
mengidentifikasi lambang-
lambang grafis) dan unsur kognisi
(kemampuan otak dalam mencerna
dan memahami lambang-lambang
grafis) sudah terliput dalam rumus
KEM. Oleh karena itu KEM dapat
ditentukan dengan jalan
memperkalikan kecepatan rata-rata
baca dengan prosentase
pemahaman isi bacaan
(Harjasujana, 2000:109).
Untuk mencapai KEM
yang tinggi diperlukan pelatihan
dan pembiasaan. KEM seseorang
dapat dibina dan ditingkatkan
melalui proses berlatih. Ada dua
faktor utama yang diduga sebagai
faktor yang mempengaruhi KEM,
yakni faktor dalam (internal)
dengan faktor luar (eksternal).
Yang dimaksud dengan faktor
dalam adalah faktor yang berada di
dalam diri pembaca itu sendiri,
yaitu : intelegensi, minat, dan
motivasi, sikap baca, kompetensi
kebahasaan, tujuan baca, dll. Yang
dimaksud faktor luar adalah
faktor-faktor yang berada di luar
pembaca. Faktor ini dapat
dibedakan ke dalam dua hal, yakni
faktor-faktor yang berkenaan
dengan bacaan (keterbacaan dan
organisasi bacaan) dan sifat-sifat
lingkungan baca (guru, fasilitas,
model pembelajaran, metode
membaca, dll) (Harjasujana,
2000:110).
Berdasarkan hasil studi
para ahli di Amerika, kecepatan
yang memadai untuk siswa tingkat
akhir Sekolah Dasar kurang lebih
200 kpm, siswa tingkat Lanjutan
Pertama antara 200-250 kpm,
siswa tingkat Sekolah Lanjutan
Atas antara 250-325 kpm, dan
tingkat mahasiswa antara 325-400
kpm. Dengan pemahaman isi
bacaan minimal 70%. Dengan
uraian tersebut dapat
dikelompokkan Kecepatan Efektif
Membaca (KEM) masing-masing
jenjang yaitu tingkat SD = 200x
70% = 140 kpm, tingkat
SMTP/SMP = 200 x 70% sampai
dengan 250 x 70% = 140-175
kpm, tingkat SMTA/SMA = 250 x
70% sampai dengan 350 x 70% =
175-245 kpm, dan tingkat
Perguruan Tinggi 350 x 70%
sampai dengan 400 x 70% = 245-
Page 328
320
280 kpm. (Harjasujana,200:108-
109).
Metode Klos
Pengertian Metode Klos
Klos berasal dari kata
“CLOZURE” yaitu suatu istilah
dari ilmu jiwa Gestalt. Hal ini
seperti yang dikemukakan Wilson
Taylor yang dikutip oleh
Kamidjan, bahwa: Konsep teknik
klos ini menjelaskan tentang
kecenderungan orang untuk
menyempurnakan suatu pola yang
tidak lengkap menjadi suatu
kesatuan yang utuh. (
Kamidjan, 1996:66 ).
Berdasarkan pendapat di
atas, dalam teknik klos pembaca
diminta untuk memahami wacana
yang tidak lengkap, karena bagian
tertentu telah dihilangkan akan
tetapi pemahaman pembaca tetap
sempurna.
Bagian - bagian kata yang
dihilangkan itu biasanya disebut
kata ke – an. Kata ke – an itu
diganti dengan tanda garis
mendatar atau tanda titik-titik,
karena kata ke – an bisa berupa
kata benda, kata kerja, kata
penghubung, dan kata lain yang
dianggap penting. Tugas pembaca
ialah mengisi bagian-bagian yang
kosong itu sama dengan wacana
aslinya.
Manfaat Metode Klos
Metode Klos menurut
Heilman, Hittleman, dan Bartmuth
(dalam Sujana,1987:144)
menyatakan bahwa, teknik klos ini
bukan sekedar bermanfaat untuk
mengukur tingkat keterbacaan
wacana, melainkan juga mengukur
tingkat keterpahaman
pembacanya. Melalui teknik ini
kita akan mengetahui
perkembangan konsep,
pemahaman, pemahaman, dan
pengetahuan linguistik siswa. Hal
ini sangat berguna untuk
menentukan tingkat instruksional
yang tepat murid-muridnya.
Berdasarkan pendapat di
atas, penulis dapat menyimpulkan
beberapa manfaat dari metode klos
ini yaitu dapat mengetahui
tingkat keterbacaan sebuah
wacana, tingkat keterbacaan siswa,
dan latar belakang pengalaman
yang berupa minat, dan
kemampuan bahasa siswa.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian
tindakan, yaitu peneliti berusaha
untuk menerapkan suatu tindakan
sebagai upaya perbaikan untuk
mengatasi masalah yang
ditemukan. Karena penelitian
dilaksanakan dengan setting kelas,
maka disebut penelitian tindakan
kelas (Classroom Action
Research)
Teknik Analisis Data
Dalam penelitian tindakan
kelas ini menggunakan dua teknik
analisis data dengan
memperhatikan jenis data yang
dikumpulkan, yaitu analisis
kualitatif dan analisis kuantitatif.
Analisis kualitatif terhadap data
kualitatif yang diperoleh dari hasil
pengamatan siswa dan guru
Page 329
321
selama berlangsungnya
pembelajaran di kelas. Sedangkan
analisis kuantitatif digunakan
terhadap hasil tes Kecepatan
Efektif Membaca (KEM) siswa
dengan menggunakan Metode
Klos.
Rumus yang dipakai untuk
mengetahui Kecepatan Efektif
Membaca adalah sebagai berikut :
Wm
K Wm
K x
SI
B = Kpm
60:Wd
K x
SI
B = Kpm
Wm
K (60) x
SI
B = Kpm
Keterangan :
K = Jumlah kata yang
dibaca
Wm = Waktu tempuh baca
dalam satuan menit
Wd = Waktu tempuh dalam
satuan detik
B = Skor bobot perolehan
tes yang dijawab dengan benar
SI = Skor ideal atau skor
maksimal
Kpm = Kata per menit
Siswa dikatakan berhasil
membaca (tuntas) kalau kecepatan
membaca minimal 250 kpm dan
kemampuan memahami bacaan
minimal 70%, itu berarti siswa
dikatakan berhasil membaca
(tuntas) atau sesuai dengan KKM
(Kriteria Ketuntasan Minimal)
yaitu jika kecepatan efektif
membaca (KEM) minimal 175
kpm.
Hal itu didasarkan pada
pendapat Harjasujana yang
mangatakan bahwa, KEM minimal
untuk klasifikasi pembaca adalah :
SD (140 kpm), SLTP (140-175
kpm), SLTA (175-245 kpm), dan
Perguruan Tinggi (245-280 kpm).
(Harjasujana,2000:110)
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
a. Siklus I
Observasi dan Evaluasi
Pembelajaran membaca
cepat dengan menggunakan
metode klos ini, siswa sangat
antusias. Pada awal siswa dengan
senang membentuk kelompok
dengan setting yang sederhana
tetapi menarik yaitu setiap siswa
berpasangan yang saling
berhadapan yaitu antara siswa
nomor absen ganjil dengan siswa
nomor absen genap.
Sejumlah 40 siswa dari
data aktivitas siswa dalam
pembelajaran membaca dan
sekaligus sebagai penerapan
pengelolaan pembelajaran secara
kelompok maupun individu dapat
diperoleh rincian tingkat
keterbacaan siswa dalam membaca
cepat dengan menggunakan
metode klos sebagai berikut :
jumlah kata dalam wacana ± 630
kata. Sebagai alat ukur permenit
standarnya 250-350 kata. Setelah
ditetapkan 2 menit waktu baca,
kenyataan di kelas belum mau
Page 330
322
berhenti, sehingga terjadi
penambahan waktu menjadi 3
menit. Dengan demikian fungsi
alat ukur berubah menjadi alat ajar
yaitu per menit antara 150 sampai
200 kata.
Berdasarkan laporan
pengamat ketika mengobservasi
aktivitas guru/peneliti pada saat
berlangsungnya pembelajaran,
pada bagian awal terlihat bahwa
guru/peneliti sudah menjelaskan
tujuan pembelajaran, dan juga
telah memotivasi siswa agar bisa
meningkatkan KEM siswa. Ketika
siswa membentuk kelompok baik
kelompok responden maupun
kelompok pengamat, guru juga
membantu. Pemodelan metode
klos untuk meningkatkan KEM
sangat kelihatan. Penilaian yang
dilakukan selalu dikondisikan
mengacu pada kriteria klos
maupun KEM. Diskusi untuk
mengetahui kendala-kendala KEM
dilaksanakan sebagai acuan
refleksi pada siklus berikutnya.
Dapat dijabarkan hasil uji
kemampuan isian rumpang
yaitu:(1) Tingkat Independen 7
siswa = 17,5 %, (2) Tingkat
Instruksional 15 siswa = 37,5 %,
(3) Tingkat Frustasi 18 siswa = 45
%. Kecepatan Efektif Membaca
(KEM) siswa yang tuntas atau
sesuai dengan Kriteria Ketuntasan
Minimal yaitu 175 kata per menit
ke atas adalah 0 siswa Siswa yang
tidak tuntas atau kurang dari 175
kata permenit ke atas adalah 40
siswa Siswa yang KEMnya
tertinggi 170 kpm, KEM terendah
= 30 kpm, dan KEM rata-rata 87
kpm (terdapat dalam lampiran 1).
Pada diskusi kelompok
telah terekam masalah yang
dihadapi siswa pada saat membaca
cepat, yaitu masalah tingkat
pengetahuan bahasa 80 % atau 32
siswa, masalah kemampuan
kognitif 80 % atau 32 siswa, dan
masalah pengalaman membaca 90
% atau 36 siswa. (terdapat dalam
lampiran 2)
Analisis dan Refleksi
Dari masalah yang
dihadapi siswa selama membaca
dengan menggunakan metode
klos, maka dapat direfleksikan
sebagai berikut :
a. Siswa perlu meningkatkan
pengetahuan bahasa Indonesia
dengan jalan sering membaca
Kamus Bahasa Indonesia, dan
tentang teori kebahasaan.
b. Siswa perlu meningkatkan
kemapuan kognitif dengan jalan
meningkatkan daya nalar dan
kepekaaan untuk mengerti dan
memahami isi/pesan yang
terkandung dalam suatu bacaan
yang seefisien mungkin
c. Siswa harus sering membaca
untuk meningkatkan
pengalaman membaca. Orang
yang sering membaca jauh
berbeda KEMnya dengan orang
yang jarang membaca.
d. Guru/peneliti perlu
memproduksi wacana yang
dominan dan menghindari
wacana yang terpinggirkan
yaitu : wacana yang berfungsi
membentuk dan
Page 331
323
mengkondisikan wacana aktual.
Wacana dominan memberikan
arahan bagaimana suatu objek
harus dibaca dan dipahami.
Wacana yang dominan
memberikan daya tarik
tersendiri bagi pembaca,
sehingga siswa sangat senang
ketika membaca karena sesuatu
yang baru.
Berdasarkan temuan hasil
refleksi di atas dilakukan
perbaikan untuk perencanaan
siklus berikutnya.
b. Siklus II
Observasi dan Evaluasi
Pada observasi dan
evaluasi di siklus II ini kegiatan
pembelajaran sangat kondusif.
Guru menerapkan pembelajaran
berpusat pada siswa, sehingga
kondisi kelas sangat bermakna dan
menyenangkan. Sejalan dengan itu
penilaian yang diterapkan adalah
penilaian proses yaitu ketika siswa
menerapkan metode klos untuk
meningkatkan KEM.
Hasil uji kemampuan isian
rumpang pada tingkat indipenden
sebanyak 31 orang atau 77,5 %,
pada tingkat instrusional sebanyak
7 orang atau 17,5 % dan pada
tingkat frustasi/gagal sebanyak 2
orang atau 5 %. Hal ini banyak
mengalami peningkatan apabila
dibandingkan dengan siklus I.
Kecepatan Efektif Membaca
(KEM) siswa pada penelitian ini
terekam sebagai berikut : (1) KEM
siswa yang tuntas sesuai dengan
kriteria ketuntasan minimal
(KEM=175 kpm ke atas) adalah 18
siswa atau 45 %, yang tidak tuntas
22 siswa atau 55 %. Hal ini pun
mengalami kenaikan apabila
dibandingkan dengan siklus I.
Pada siklus II ini KEM tertinggi
217 kpm, terendah 70 kpm, dan
rata-rata 150 kpm.
Pada diskusi kelompok
terekam permasalahan mulai
terpecahkan. Permasalahan yang
dikelompokkan menjadi 3
klasifikasi yaitu tingkat
pengetahuan bahasa, tingkat
kemampuan kognitif, dan
klasifikasi pengalaman membaca
mulai menurun dengan jalan
keluar yang sudah diterapkan.
Pada tingkat pengetahuan bahasa
siswa yang mengalami kendala di
bidang itu hanya 12 siswa atau 30
%, dan di bidang kemampuan
kognitif 16 siswa atau 40 %, dan
pada pengalaman membaca 19
orang atau 47,5 %.
Analisis dan Refleksi
Permasalahan siswa yang
sudah ada jalan keluarnya sebagai
pelaksanaan refleksi perlu
diteruskan, mengingat hasilnya
sangat membanggakan terutama
siswa diharapkan terus
mengembangkan pengalaman
membaca dengan cara sering
membaca untuk melatih Kecepatan
Efektif Membaca (KEM)
c. Siklus III
Observasi dan Evaluasi
Pada siklus III kendala-
kendala KEM telah terpecahkan
baik kendala pengetahuan bahasa,
kemampuan kognitif, maupun
Page 332
324
kendala pengalaman membaca.
(terdapat dalam lampiran 2) .
Dari hasil observasi siswa
teman sebaya, maupun dari
pengamat (guru mata pelajaran
sejenis) bahwa hasil uji
kemampuan isian rumpang yaitu :
(1) tingkat independen = 40 siswa
atau 100 %, (2) tingkat
instruksional = 0 siswa atau 0 %,
dan (3) tingkat frustasi/gagal = 0
siswa atau 0 %. Hasil observasi
juga terekam Kecepatan Efektif
Membaca (KEM) siswa yang
tuntas atau 175 kpm ke atas
sebanyak 40 orang atau 100 %,
KEM tertinggi 250 kpm, KEM
terendah 156 kpm, dan rata-rata
210 kpm. (terdapat dalam lampiran
1)
Analisis dan Refleksi
Di akhir siklus ini
guru/peneliti memberikan angket
kepada siswa tentang pelaksanaan
pembelajaran, ternyata siswa
menyambut positif pelaksanaan
pembelajaran tersebut. Pada proses
pembelajaran 100 % siswa
menjawab ya pada point mudah
diterima ketika menjelaskan
metode klos untuk meningkatkan
KEM, 100 % menjawab ya pada
point memberi kesempatan anda
untuk bertanya tentang metode
klos dan KEM, 50 % menjawab ya
pada pernyataan membantu anda
ketika membentuk kelompok
responden dan kelompok
pengamat, sebaliknya kelompok
pengamat menjadi kelompok
responden, 100 % siswa menjawab
ya pada pernyataan
mengkondisikan anda untuk
melaksanakan pemodelan metode
klos untuk meningkatkan KEM,
100 % siswa menjawab ya pada
pernyataan anda diajak berdiskusi
tentang kendala-kendala KEM,
dan 100 % siswa menjawab ya
pada pernyataan anda diajak
berdiskusi tentang kelebihan dan
kelemahan metode klos. Pada
penilaian 100 % siswa menjawab
ya pada pernyataan anda diberi
kesempatan sebagai pengamat
untuk menilai teman sendiri, dan
100 % menjawab ya pada
pernyataan bahawa penilaian
didasarkan pada kriteria klos dan
kriteria KEM. Hasil pembelajaran
90 % siswa menjawab ya pada
pernyataan anda sangat senang
dengan model pembelajaran
metode klos untuk meningkatkan
KEM, dan 100% siswa menjawab
ya pada pernyataan dan KEM
bertambah ketika menggunakan
metode klos. (terdapat dalam
lampiran 3). Dengan demikian
pelaksanaan pembelajaran sampai
dengan siklus III mengalami
keberhasilan.
Pembahasan Hasil Penelitian
Pada proses pembelajaran
guru harus pandai-pandai memilih
model pembelajaran. Pembelajaran
bahasa Indonesia harus bisa
menerapkan keterampilan
berbahasa. Ada 4 aspek
keterampilan berbahasa yaitu
menyimak, berbicara, dan menulis
baik itu tentang kebahasaan
maupun kesastraan.
Page 333
325
Membaca merupakan
bagian penting dari 4 aspek
keterampilan berbahasa. Membaca
banyak ragamnya termasuk
membaca cepat. Tidak sedikit
siswa Kecepatan Efektif Membaca
(KEM)nya di bawah 175 kpm,
namun dengan menggunakan
metode klos untuk meningkatkan
KEM siswa. Pada penelitian
tindakan kelas (PTK) ini pada
siklus ke III ternyata semua siswa
KEMnya 175 kpm ke atas.
Menurut Kamidjan (1996:68)
metode klos dapat dipakai untuk
mengukur tingkat keterbacaan
sebuah wacana yaitu (a) dapat
dipakai untuk menguji tingkat
kesukaran dan tingkat kemudahan
suatu wacana, (b) dapat
mengklasifikasikan pembaca
menjadi 3 kelompok, yaitu :
independen (tingkat bebas),
instruksional (tingkat pengajaran),
dan frustasi (gagal), (c) serta untuk
mengetahui kelayakan wacana
sesuai dengan kemampuan siswa
(Kamidjan,1996:68).
Sejalan dengan itu beliau
juga mengatakan teknik klos juga
dapat dipakai untuk melatih
keterampilan dan kemampuan
membaca. Yang diperhatikan
dalam melatih keterampilan dan
kemampuan baca ialah : (a) dalam
menggunakan isyarat sintaksis, (b)
dalam menggunakan isyarat
semantik, (c) dalam menggunakan
isyarat skematis, (d) dalam
menggunakan jumlah kosakata, (e)
dalam melatih daya nalar
pembaca, serta (f) dalam melatih
pemahaman bacaan
(Kamidjan,1996:69).
Kegiatan awal
pembelajaran pada pra tindakan
terlihat semua siswa tertarik
penjelasan guru tentang
model/teknik klos dan penjelasan
KEM (Kecepatan Efektif
Membaca) seseorang, bahkan pada
saat berdiskusi tentang metode
tersebut siswa sangat antusias
bertanya dan memberikan
komentar maupun pendapat. Hal
ini sangat relevan apabila metode
klos digunakan untuk
meningkatkan KEM, karena siswa
ada kepedulian. Itu berarti
pembelajaran yang bermakna dan
menyenangkan telah terbentuk,
dan sangat baik untuk memulai
tindakan baik siklus I maupun
siklus-siklus berikutnya.
Pelaksanaan refleksi
dengan jalan diksusi kelompok
maupun diskusi kelas telah teruji
bahwa kendala-kendala KEM
harus segera diatasi agar KEM
siswa meningkat. Menurut
Harjasujana (2000:90) Kendala-
kendala KEM meliputi : lemahnya
pengetahuan bahasa, kurangnya
kemampuan kognitif, dan
pengalaman membaca yang
memprihatinkan. Masalah
pengetahuan bahasa jalan
keluarnya siswa diharapkan sering
membaca kamus bahasa Indonesia,
dan untuk kemampuan kognitif,
siswa diharapkaan meningkatkan
daya nalar dan kepekaan untuk
mempermudah memahami
isi/pesan yang terkandung dan
Page 334
326
yang terakhir yaitu pada kendala
pengalaman membaca diharapkan
siswa sering membaca karena
seseorang yang sering membaca
KEMnya jauh berbeda dengan
orang yang jarang membaca. Itu
berarti bahwa untuk mencapai
tujuan perlu melihat sebab, kalau
sudah tahu sebab, baru melangkah
mencari jalan keluar.
PENUTUP
a. Kemampuan kecepatan
membaca siswa rendah karena
teknik pembelajaran membaca
yang selama ini tidak di
arahkan untuk melatih
keterampilan membaca, dan
model pembelajarannya selalu
mengacu pada buku yang ada,
sehingga para siswa
beranggapan pengajaran
membaca tujuannya semata-
mata menjawab pertanyaan,
mencari kata/istilah yang sulit
dan lain-lain. Hal ini dihadapi
siswa dengan proses yang amat
lamban.
b. Metode klos dapat dipakai
untuk mengukur tingkat
keterbacaan sebuah wacana
yaitu dapat dipakai untuk
menguji tingkat kesukaran dan
tingkat kemudahan suatu
wacana, serta dapat
mengklasifikasi pembaca
menjadi 3 kelompok yaitu :
independen (tingkat bebas),
instruksional (tingkat
pengajaran), dan frustasi
(gagal). Di samping itu metode
klos juga bisa digunakan untuk
mengetahui kelayakan wacana
sesuai dengan kemampuan
siswa, dan dapat pula dipakai
untuk melatih keterampilan dan
kemampuan baca.
c. Hasil analisis data
menunjukkan bahwa aktivitas
pembelajaran membaca cepat
dengan menggunakan metode
klos dapat meningkatkan
Kecepatan Efektif Membaca
(KEM) siswa.
d. Kecepatan Efektif Membaca
(KEM) merupakan perpaduan
antara kecepatan membaca
dengan kemampuan memahami
bacaan.
e. Kecepatan Efektif Membaca
(KEM) dipengaruhi oleh faktor
tingkat pengetahuan bahasa,
pengetahuan kognitif, dan
pengalaman membaca siswa.
Kendala pada tingkat
pengetahuan bahasa
pemecahannya dengan jalan
sering membaca kamus bahasa
Indonesia dan teori kebahasaan
sedangkan kendala pada
pengetahuan kognitif
pemecahannya dengan jalan
meningkatkan daya nalar dan
kepekaan untuk mengerti dan
memahami isi/pesan yang
terkandung dalam suatu bacaan
yang seefisien mungkin. Pada
kendala pengalaman membaca
pemecahannya siswa harus
sering membaca karena orang
yang sering membaca KEMnya
jauh berbeda dengan orang
yang jarang membaca.
Page 335
327
DAFTAR PUSTAKA
Depdikbud, 1999. Penelitian
Tindakan. Jakarta :
Direktorat Jendral
Pendidikan Dasar dan
Menengah, Direktorat
Menengah Umum.
Eriyanto.2003. Analisis Wacana.
Yogyakarta : LKIS
Harjosujono, Akhmad Slamet,
1996. Membaca 2. Jakarta :
Depdikbud Direktorat
Jendral Pendidikan Dasar
dan Menengah, Direktorat
Menengah Umum. Bagian
Proyek Penataran Baru
SLTP Setara D.III
Kasmidjan, Drs. 1996. Teori
Membaca. Surabaya :
Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia
Fakultas Pendidikan
Bahasa dan Seni.
Poerwodarminto, WJS., 1994,
Bahasa Indonesia untuk
Karang Mengarang.
Yogya : UP. Indonesia
Soedarso, 2000, Speed Reading
Sistem Membaca Cepat
dan Efektif. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama.
Subyakto, Sri Utari, Dr.1988,
Metodologi Pengajaran
Bahasa. Jakarta :
Depdikbud Direktorat
Jenderal Pendidikan
Tinggi, Proyek
Pengembangan Lembaga
Pendidikan Tenaga
Kependidikan
Suranto, Basowi, Sukidin.2002.
Manajemen Penelitian
Tindakan Kelas. Insan
Cendekia
Page 336
328
Korelasi Antara Kecepatan Lari 100 Meter dengan Prestasi Lompat Jauh
pada Siswa Putra Kelas VII SMPN 8 Langgudu Satu Atap Kabupaten Bima
Tahun Pelajaran 2010/2011.
KISMAN.2011.
Guru SMPN 8 Langgudu
Abstrak
Kata Kunci : Studi Korelasi Kecepatan Lari 100 Meter, Prestasi Lompat
Jauh
Menurut Tamsir Riyadi (1982) agar seseorang mendapatkan prestasi yang
maksimal dalam nomer lompat jauh harus menguasai beberapa teknik dasar
seperti cara melakukan awalan, bertumpu, melayang di udara dan cara
melakukan pendaratan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi
antara kecepatan lari 100 Meter dengan prestasi lompat jauh pada sisiwa
putra kelas VII SMPN 8 Langgudu Satu Atap Tahun Pelajaran 2010/2011.
Dari hasil analisis data dengan menggunakan teknik statistik korelasi Product
Moment diperoleh nilai hitung r-Hitung sebesar 0,766 sedangkan besarnya
nilai r-Tabel dengan jumlah sampel 37 pada tarap Signifikansi 5% adalah
0,325. Berdasarkan hasil analisis data tersebut disimpulkan bahwa ”adakah
korelasi antara kecepatan lari 100 Meter dengan prestasi lompat jauh pada
Sisiwa Putra Kelas SMPN 8 Langgudu Satu Atap Tahun Pelajaran
2010/2011.
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
Dalam proses
pembelajaran pendidikan jasmani
guru harus dapat mengajarkan
berbagai keterampilan gerak dasar,
teknik dan strategi bermain atau
olahraga, internalisasi nilai-nilai
sportifitas, jujur dan kerjasama,
dari pembiasaan hidup sehat.
Pelaksanaanya bukan melalui
pengajaran konvesional di dalam
kelas yang bersifat kajian teoritis,
namun melibatkan unsur fisik
mental, intelektua, emosional dan
sosial. Aktivitas yang di berikan
dalam pengajaran harus
mendapatkan sentuhan metodik-
metodik, sehingga aktivitas yang
dilakukan dapat mencapai tujuan
pengajaran.
Sesuai dengan
karakteristik siswa SMP, usia 12-
16 tahun kebanyakan
dari mereka cenderung
masih suka bermain. Untuk itu
guru harus mampu
mengembangkan pembelajaran
yang efektif, di samping harus
memahami dan
memperhatikan karakteristik
dan kebutuhan siswa. Pada masa
usia tersebut seluruh aspek
perkembangan manusia baik itu
kognitif, psikomotorik dan afektif
mengalami perubahan. Perubahan
yang paling mencolok adalah
Page 337
329
pertumbuhan dan perkembangan
fisik dan psikologis. Selain itu
guru hendaknya dituntut untuk
meningkatkan prestasi anak didik
terutama dalam cabang olahraga
atletik khususnya nomor lari
kecepatan 100 meter, atau lari
jarak pendek (sprint).
Agar dapat meningkatkan
kecepatan lari 100 meter, maka
peserta didik harus mengetahui
unsur-unsur atau faktor-faktor
yang dapat memberikan
konstribusi bagi peningkatan
kecepatan lari 100 meter tersebut
antara lain: kecepatan, daya ledak
otot, kekuatan, koordinasi gerakan,
kelenturan, kelincahan dan
stamina.
Tujuan penelitan Tujuan penelitan ini
adalah “untuk mengetahui
korelasi antara kecepatan
lari 100 meter dengan prestasi
lompat jauh pada Siswa Putra
kelas VII SMPN 1
Sape Tahun Pelajaran
2010/2011.
KAJIAN PUSTAKA Teknik Kecepatan Lari 100 m
Lari jarak pendek (Sprint)
adalah semua jenis lari yang
menempuh jarak
400 m ke bawah (Tamsir
Riyadi, 1982), ahli lain
menyebutkan bahwa lari jarak
pendek sebagai salah satu
cabang lomba mencakup semua
jarak hingga
400 m (Carr, Gerry A. 1997).
Adapun Saripudin Aip, (1997)
menjelaskan bahwa lari 100 m
adalah suatu lari dimana si atlit
menempuh suatu jarak
dengan kecepatan maksimal.
Pandangan tentang lari
jarak pendek (sprin) dari
beberapa pakar di atas secara
substansional memahami lari
100 m sebagai suatu aktivitas
fisik (berlari) yang
dilaksanakan dengan
menggunakan kecepatan tinggi
tentu saja agar seorang atlit
dapat berlari dengan kekuatan
dan kecepatan yang maksimal,
atlit tersebut tidak bisa hanya
mengandalkan bakat atau
panjang tungkai yang
dimilikinya. Akan tetapi
seorang atlit butuh waktu yang
cukup panjang untuk
berkonsentrasi dan melatih diri.
Dalam berlatih itupun seorang
atlit tidak bisa hanya
berkonsentrasi pada satu jenis
kondisi saja, akan tetapi harus
memperhatikan beberapa faktor
yang memungkinkan kecepatan
tersebut dapat tercapai. Tamsir
Riyadi (1982) dalam hal ini
mengemukakan beberapa faktor
penting yang perlu
mendapatkan perhatian untuk
dilatih, sehingga nantinya atlit
mampu berlari dengan
kemampuan maksimal antara
lain: speed (Kecepatan), Power
(Daya Ledak Otot), Strength
(Kekuatan), Coordination
(Koordinasi Gerakan),
Flexibility (Kelenturan), Agility
(Kelincahan) dan stamina.
Selain memperhatikan
beberapa faktor di atas, agar
dapat menempuh jarak tersebut
dengan secepat-cepatnya, maka
dalam lari jarak pendek perlu
Page 338
330
juga memperhatikan empat hal
antara lain: starting positon
yaitu sikap atau posisi pelari
pada saat melakukan start,
starting action yaitu gerakan
saat meninggalkan garis start
setelah aba-aba “ya atau bunyi
pistol” sampai 6 hingga 9
langkah dari garis start,
sprinting action yaitu gerakan
atau teknik lari cepat, finishing
action yaitu gerakan atau cara
melewati garis finish
Teknik Lompat Jauh Lompat jauh merupakan
bagian dari nomor lompat pada
olahraga atletik.
Tujuan dari lompat jauh adalah
melompat untuk mencapai hasil
lompatan yang
sejauh-jauhnya. Untuk
mencapai hasil lompatan yang
maksimal di perlukan suatu
penguasaan teknik lompatan
serta peraturan. (Carr, Gerry A.
1997).
Adapun Tamsir Riyadi
(1982) menjelaskan bahwa
dalam lompat jauh ada 3 (tiga)
gaya yaitu gaya jongkok, gaya
tegak (sneper), dan gaya jalan
di udara. Adapun yang
menyebabkan adanya
perbedaan dari ketiga gaya
tersebut sebenarnya hanya
terletak pada saat melayang di
udara. Jadi mengenai awalan,
tumpuan dan cara melakukan
pendaratan dari ketiga gaya
tersebut pada prinsipnya sama.
Sedangkan unsur-unsur
yang berpengaruh terhadap
kemampuan seseorang dalam
melakukan lompat jauh, pada
dasarnya sama dengan unsur-
unsur yang terdapat pada nomor
lompat yang lain meliputi daya
ledak (terutama kaki),
kecepatan lari, kelentukan,
koordinasi, keseimbangan dan
lain-lain (Carr, Gerry A. 1997).
METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian
adalah suatu pendekatan yang
digunakan dalam suatu
penelitian. Adapun rancangan
atau prosedur pelaksanaan
penelitian ini dilakukan dengan
cara sebagai berikut: Memilih
subjek penelitian dari Siswa
Putra Kelas VII SMPN 8
Langgudu Satu Atap Kabupaten
Bima Tahun Pelajaran
2010/2011, sebanyak 25%.
Karena penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui korelasi
antara kecepatan lari 100 meter
dengan prestasi lompat jauh,
maka kecepatan lari 100 meter
dijadikan sebagai variabel
bebas, sedangkan prestasi
lompat jauh sebagai variabel
terikat. Masing data diperoleh
dengan cara sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui kecepatan
lari 100 meter dilakukan tes
lari 100 meter
2. Untuk mengetahui prestasi
lompat jauh dilakukan tes
lompat jauh
Adapun rancangan penelitian
ini dapat digambarkan sebagai
berikut :
Variabel
Bebas
Variabel
Terikat
Kecepatan lari
100 meter (X)
Prestasi lompat
jauh (Y)
Page 339
331
Analisis data dapat
dilakukan dengan cara
menghitung korelasi dari skor
hasil tes lompat jauh (Variabel
terikat) dengan menggunakan
statistik korelasi product
momont.
Adapun jumlah sampel
yang akan diambil dari sub-sub
populasi atau sub-sub kelas
sebanyak 25% dari jumlah
siswa putra per kelas.
Kemudian dalam menentukan
anggota sampel menggunakan
metode random sampling
dengan cara undian.
C. Instrumen Penelitian
Suatu metode tidak akan
memenuhi fungsi yang efektif
bila instrumen yang menjadi
alat dari metode itu tidak valid,
karena untuk mendapat data
diperlukan instrumen,
instrumen yang digunakan
untuk memperoleh data-data
tentang prestasi lompat jauh
sebagai variabel terkait
dilakukan dengan tes lompat
jauh.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Metode Tes Perbuatan
2. Metode Observasi
Observasi merupakan
teknik pengumpulan data,
dimana peneliti melakukan
pengamatan secara langsung
ke objek penelitian untuk
melihat dari dekat kegiatan
yang dilakukan (Riduwan,
2004). Penggunaan metode
observasi dalam penelitian
ini bertujuan untuk :
a. Mengamati cara
melakukan lari 100 meter
dan mencatat
b. hasilnya. Mengamati cara
melakukan lompat jauh
dan mencatat hasilnya
Dalam mencatat hasil
(prestasi) dari setiap gerakan
tersebut perlu diperhatikan
benar tidaknya teknik
gerakan yang dilakukan oleh
masing-masing subjek.
E. Teknik Analisa Data
Penggunaan statistik
sebagai metode analisa data
dalam penelitian ini, dilakukan
dengan teknik “korelasi product
moment” dengan rumus sebagai
berikut :
22
1
2
1
.
yyNxN
vxxvN
HASIL PENELITAN DAN
PEMBAHASAN
Adapun data-data ahasil tes
kecepatan lari 100 meter dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 6 : Data-data Hasil Tes Kecepatan Lari 100 Meter
No Nama Subyek Prestasi Lari Prestasi
Tercepat I II III
1 2 3 4 5 6
1
2
3
4
5
Alimudin
Andi Aryanto
Andriansyah
Arqam Rizaldy
Bayu Siswantara
17.19
17.01
16.58
15.82
16.20
17.20
17.40
16.41
16.29
16.25
17.48
17.90
16.38
16.43
16.50
17.19
17.01
16.38
15.82
16.20
Page 340
332
6
7
8
9
10
11
1
Dede Irawan
Aan Syahrullah
Amirullah
Arif Rahman
Arjunsyah
Haryadin
2
16.17
17.15
16.03
17.59
17.21
17.18
3
16.21
17.29
16.09
17.44
17.29
17.24
4
16.18
17.43
16.12
17.56
17.29
17.38
5
16.17
17.15
16.03
17.44
17.21
17.18
6
12
13
14
15
16 17
18
19
20 21
22 23
24
25
26
27
28
29 30
31
32
33
34 35
36
37
Adi Haryanto
Ajai Bin Sabil
Asraruddin
Fahman
Hartono Adi Febriansyah Putra
Ardiansyah
Aris Munandar
Didi Supriadin Jaya Budi Setiawan
Aan Taufik Saputra
Agus Purnawarman
Agus Wahyudin
Ardiansyah Aco
Iskandar
Haerul Rizal
Hardin
Indra Arif Hidayat
Indrawan Muhamad Abdul Hakim
Aji Aris Munandar
Dedi Mulyaddin
Junaidin Muh. Yaser Al Bimawi
Mujahidin
Syahrul Gunawan
17.49
16.62
17.00
16.55
16.15 17.18
16.62
17.18
17.05 17.52
16.41 17.05
16.04
16.11
15.94
17.18
16.08
17.41
16.94 17.18
17.21
16.42
16.20 17.25
17.05
17.59
17.32
16.64
17.07
16.05
16.00 17.38
16.60
17.28
17.20 17.41
16.49 17.18
16.11
16.11
16.70
17.20
16.12
17.27
16.71 17.30
17.49
16.61
16.15 17.35
16.53
17.57
17.53
16.61
17.15
16.80
16.20 17.35
16.70
17.48
17.11 17.59
16.15 17.38
16.40
16.15
16.90
17.20
16.20
17.35
16.76 17.38
17.27
17.42
16.59 17.52
17.20
17.63
17.32
16.61
17.00
16.05
16.00 17.18
16.60
17.18
17.05 17.41
16.15 17.05
17.04
16.11
15.94
17.18
16.08
17.27
16.71 17.18
17.21
16.42
16.15 17.25
16.53
17.52
2. Pelaksanaan tes lompat jauh Tabel 7 : Data-Data Hasil Tes
Lompat Jauh
No Nama Subyek
Prestasi Lompat Prestasi
Terjauh/Terbai
k I II III
1 2 3 4 5 6
Page 341
333
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16 17
18
19
20 21
Alimudin
Andi Aryanto
Andriansyah
Arqam Rizaldy
Bayu Siswantara
Dede Irawan
Aan Syahrullah
Amirullah
Arif Rahman
Arjunsyah
Haryadin
Adi Haryanto
Ajai Bin Sabil
Asraruddin
Fahman
Hartono Adi Febriansyah Putra
Ardiansyah
Aris Munandar
Didi Supriadin Jaya Budi Setiawan
3.57
3.78
3.67
4.02
3.80
3.80
3.70
4.00
3.00
3.70
3.40
3.70
4.00
3.80
4.10
3.60 3.42
4.07
3.70
3.30 3.80
3.60
3.90
3.98
4.20
3.79
3.70
3.40
3.90
3.15
3.67
3.55
3.70
3.85
3.63
3.85
3.92 3.71
4.10
3.58
3.74 3.50
3.42
3.82
3.96
4.18
3.75
3.75
3.52
4.00
3.35
3.69
3.60
3.65
3.70
3.70
4.05
3.86 3.68
4.15
3.60
3.71 3.45
3.60
3.90
3.98
4.20
3.80
3.80
3.70
4.00
3.35
3.70
3.60
3.70
4.00
3.80
4.10
3.92 3.71
4.15
3.60
3.74 3.50
22 23
24
25
26
27
28
29 30
31
32
33
34
35
36
37
Aan Taufik Saputra
Agus Purnawarman
Agus Wahyudin
Ardiansyah Aco
Iskandar
Haerul Rizal
Hardin
Indra Arif Hidayat
Indrawan Muhamad Abdul Hakim
Aji Aris Munandar
Dedi Mulyaddin
Junaidin Muh. Yaser Al Bimawi
Mujahidin
Syahrul Gunawan
4.10
3.40
4.00
4.15
3.40
4.30
3.70
4.00
3.60 3.60
4.00
3.94
3.69 3.74
3.30
3.30
3.70
3.85
3.50
4.00
4.10
3.70
4.10
3.40
3.90 3.40
3.67
3.94
3.87 3.56
3.66
3.30
3.74
4.00
3.47
3.90
4.14
3.30
4.32
3.56
3.98 3.55
3.70
3.97
3.85 3.65
3.69
3.24
3.80
4.10
3.50
4.00
4.15
3.70
4.32
3.70
4.00 3.94
3.70
4.00
3.94 3.69
3.74
3.30
Depdikbud sehingga data-data di atas memiliki arti dan kegunaan. Adapun
nilai prestasi lari 100 meter dan nilai prestasi lompat jauh dapat dilihat pada
tabel berikut ;
Page 342
334
Tabel 7: Data-Data Nilai Prestasi lari 100 Meter dan Nilai Prestasi Lompat
Jauh
No Nama Subyek Lari 100 Meter Lompat Jauh
Prestasi Nilai Prestasi Nilai
1 2 3 4 5 6
1
2
3
4
5
6
7
Alimudin
Andi Aryanto
Andriansyah
Arqam Rizaldy
Bayu Siswantara
Dedi Irawan
Aan Syahrullah
17.19 dtk
17.01 dtk
16.38 dtk
15.82 dtk
16.20 dtk
16.17Dtk
17.15 dtk
62
72
109
164
127
127
62
3.60 m
3.90 m
3.98 m
4.20 m
3.80 m
3.80 m
3.70 m
84
118
128
154
105
105
95
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30 31
32
33
34
35
36
37
Amirullah
Arif Rahman
Arjunsyah
Haryadin
Adi Haryanto
Ajai Bin Sabil
Asraruddin
Fahman
Hartono
Adi Febriansyah Putra
Ardiansyah
Aris Munandar
Didi Supriadin
Jaya Budi Setiawan
Aan Taufik Saputra
Agus Purnawarma
Agus Wahyudin
Ardiansyah Aco
Iskandar
Haerul Rizal
Hardin
Indra Arif Hidayat
Indrawan Muhamad Abdul Hakim
Aji Aris Munandar
Dedi Mulyaddin
Junaidin
Muh. Yaser Al
Bimawi
Mujahidin
Syahrul Gunawan
16.03 dtk
17.44 dtk
17.21 dtk
17.18 dtk
17.32 dtk
16.16 dtk
17.00 dtk
16.05 dtk
16.00 dtk
17.18 dtk
16.60 dtk
17.18 dtk
17.05 dtk
17.41 dtk
16.41 dtk
17.05 dtk 17.04 dtk 16.11dtk
15.94 dtk
17.18 dtk
16.08 dtk
17.27 dtk
16.71dtk
17.18 dtk
17.21 dtk
16.42 dtk
16.15 dtk
17.25 dtk
16.53 dtk
17.56 dtk
146
50
62
62
56
94
72
137
146
62
94
62
72
51
109
72
72
137
155
72
137
56
88
62
62
109
127
56
101
40
4.00 m
3.35 m
3.70 m
3.60 m
3.70 m
4.00 m
3.80 m
4.10 m
3.92 m
3.71 m
4.15 m
3.60 m
3.74 m
3.50 m
3.80 m
4.10 m
3.50 m
4.00 m
4.15 m
3.70 m
4.32 m
3.70 m
4.00 m
3.60 m
3.70 m
4.00 m
3.94 m
3.69 m
3.74 m
3.30 m
130
60
95
84
95
130
105
142
120
96
147
84
99
74
105
14
74
130
147
95
169
95
130
84
95
130
122
93
99
56
Page 343
335
Pengujian Hipotesis
Tabel 8 Tabel Kerja Korelasi Product moment
No
Subyek X Y X
2 Y
2 XY
1 2 3 4 5 6
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
1
62
72
109
164
127
127
62
146
50
62
62
2
84
118
128
154
105
105
95
130
60
95
84
3
3844
5184
11881
26896
16129
16129
3844
21316
2500
3844
3844
4
7056
13924
16384
23716
11025
11025
9025
16900
3600
9025
7056
5
5208
8496
13952
25256
13335
13335
5890
18980
3000
5890
5208
6
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
56
94
72
137
146
62
94
62
72
51
109
72
72
137
155
72
137
56
88
62
62
109
127
56
101
40
95
130
105
142
120
96
147
84
99
74
105
142
74
130
147
95
169
95
130
84
95
130
122
93
99
56
3136
8836
5184
18769
21316
3844
8836
3844
5184
2601
11881
5184
5184
18769
24025
5184
18769
3136
7744
3844
3844
11881
16129
3136
10201
1600
9025
16900
11025
20164
14400
9216
21609
7056
9801
5476
11025
20164
5476
16900
21609
9025
28561
9025
16900
7056
9025
16900
14884
8649
9801
3136
5320
12220
7560
19454
17520
5952
13818
5208
7128
3774
11445
10224
5328
17810
22785
6840
23153
5320
11440
5208
5890
14170
15494
5208
9999
2240
Page 344
336
N = 37 =3344 =4016 2 = 347472 2 =461544 =389058
Berdasarkan tabel kerja korelasi product moment di atas diperoleh
nilai-nilai sebagai berikut:
37
389058
4016
3344
N
461544
347472
2
2
Y
X
3. Memasukkan data ke dalam rumus (analisis data)
16128256170771281118233612856464
1342950414395146
)4016(46154437)3344(34747237
)4016()3344(38905837
22
2222
xy
xy
xy
r
xx
xr
YYNxxN
YxXYNr
766,0
257,1260370
965642
1588533184
965642
9488721674128
965642
xy
xy
xy
xy
r
r
r
r
4.
Menguji nilai korelasi product
moment (nilai r)
Dari hasil analisis data
dengan menggunakan rumus
korelasi product moment
diperoleh nilai koefesien
korelasi product moment
(rhitung ) sebesar 0,766
sedangkan besarnya (rtabel )
dengan jumlah sampel N =
37 pada taraf signifikansi 5
% adalah 0,325
5. Menarik kesimpulan
Dari hasil uji korelasi
product moment diperoleh
nilai sebesar
0,766 dengan jumlah sampel
N = 37 pada taraf
signifikansi 5 % ternyata
besarnya angka batas
penolakan hipotesis nol yang
dinyatakan dalam tabel
product moment “r” adalah
0,325
Kenyataan ini menunjukkan
bahwa “r” yang diperoleh
dari hasil analisis data
sebesar 0,766 berada diatas
Page 345
337
angka batas penolakan
hipotesis nol yang besarnya
0,325 (nilai rhitung = 0,766 >
rtabel = 0,325) maka dapat
disimpulkan bahwa : “Ada
korelasi antara kecepatan lari
100 meter dengan prestasi
lompat jauh pada siswa kelas
VII putra SMPN 8 Langgudu
Satu Atap Kabupaten Bima
tahun pelajaran 2010/2011.
CPembahasan
Mengingat hasil
penelitian ini menunjukkan
adanya korelasi antara
kecepatan lari 100 meter
dengan prestasi lompat jauh
pada siswa putra kelas VII
SMPN 8 Langgudu Satu Atap
Kabupaten Bima tahun
pelajaran 2010/2011, dengan
kata lain bahwa semakin
cepatan seseorang berlari maka
semakin baik juga prestasi
yang diraih pada lompat jauh.
Hasil penelitian ini
dapat dipertegas dengan kajian
teori bahwa di dalam nomor
lompat jauh ada beberapa
aspek yang mempengaruhi
kemampuan seseorang dalam
melakukan lompatan untuk
mendapatkan prestasi
maksimal yaitu kecepatan,
penggunaan gaya dan daya
ledak. Kecepatan dan
percepatan lari sangat
diperlukan untuk melakukan
tumpuan, tanpa menggunakan
kecepatan yang tinggi akan
sulit untuk mendapatkan
prestasi yang maksimal karena
kecepatan yang tinggi sangat
dibutuhkan oleh sesorang
dalam rangka mendapatkan
kekuatan dan daya ledak
maksimal untuk melakukan
tumpuan dan selanjutnya
melakukan lompatan.
Dari uraian di atas
dapat dikatakan bahwa
semakin cepat kemampuan lari
sprint seseorang maka prestasi
lompat jauhnya akan semakin
baik karena dengan kecepatan
lari yang tinggi seseorang akan
memiliki kekuatan dan daya
ledak untuk melakukan
tumpuan sehingga akan
menghasilkan lompatan yang
jauh, demikian juga
sebaliknya. Berdasarkan hasil
penelitian ini berarti ada
kemungkinan seorang atlit lari
sprint 100 meter dapat menjadi
atlit lompat jauh.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan analisa data yang
telah dilakukan dengan
menggunakan analisis statistik
korelasi product moment diperoleh
hasil rhitung 0,766 sedangkan rtabel
dengan jumlah sampel N = 37
pada taraf signifikansi 5 % adalah
0,325 jadi rhitung > rtabel. Dengan
demikian hipotesis nol (Ho)
ditolak, dan hipotesis alternatif
(Ha) yang berbunyi “Ada korelasi
antara kecepatan lari 100 meter
dengan prestasi lompat jauh pada
siswa putra kelas VII SMPN 8
Langgudu Satu Atap Kabupaten
Bima tahun pelajaran 2010/2011,
di terima. Dari hasil analisis
statistik yang telah diuraikan di
atas, maka dapat ditarik
kesimpulan yaitu “Ada korelasi
antara kecepatan lari 100 meter
Page 346
338
dengan prestasi lompat jauh pada
siswa putra kelas VII SMPN 8
Langgudu Satu Atap Kabupaten
Bima tahun pelajaran 2010/2011.
Artinya semakin baik kecepatan
lari 100 meter siswa maka semakin
baik pula prestasi siswa pada
nomor lompat jauh demikian juga
sebaliknya, semakin tidak baik
kecepatan lari 100 meter siswa
maka semakin tidak baik pula
prestasi siswa pada nomor lompat
jauh.
DAFTAR PUSTAKA
Amir D. Indra K, 1997, Menyusun
soal-soal Tes, Lembaga
Pendidikan
IKIP Malang.
Carr, Gerry A. 1997. Atletik untuk
Sekolah. Jakarta PT. Raja
Grafindo Persada.
I.B. Netra. 1974. Statisktik
Infrensial. Surabaya: Usaha
Nasional.
K. Arief, Khori. 1987 Kamus
Bahasa Bahasa Inggris. Surabaya
Mekar
Nur Kencana. 1983. Pengukurn
dan Penilaian Hasil
Belajar. Singaraja
Universitas Udayana.
PASI. 1993, Pedoman dasar
melatih Atletik, Jakarta:
Program Pendidikan &
Sistem Sertifikasi Pelatih
Atletik PASI.
Poerwadarminta. 1976. Kamus
Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta Balai Pustaka
Riyadi, Tamsir. 1982. Petunjuk
Atletik. Yogyakarta IKIP
Yogyakarta.
Riduwan. 2004. metode Riset.
Jakarta : Rineka Cipta.
Rud Midgley, cs. Buku terpilih
dan berharga, Ensiklopedi
Olahraga
Syarifuddin, Aip. 1997 . Panduan
Guru Pendidikan Jasmani
dan Kesehata,. Jakarta:
CV. Grasindo.
Sudjana. 2001, Teknik Analisis
Regresi dan korelasi,
Tarsito,Bandung.
Sutrisno, Hadi. 1980. Metodologi
Research. Yogyakarta:
Yaspen. UGM. Yogyakarta
Sugiyono. 2006 Statistik dan
Penelitian. Bandung CV.
Alfabeta.
Suharsimi, Arikunto. 2002.
Prosedur Penelitian.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Surachmat , Winarno. 1988.
Metodologi Pengajaran
Nasional. Bandung Tarsito.
Page 347
339
Peningkatan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam dengan Diterapkannya
Metode Demonstrasi Pada Siswa Kelas V SDN 1 Cenggu Kecamatan Belo
Kabupaten Bima Tahun pelajaran 2010/2011.
HADIJAH IBRAHIM, 2010,
Guru SDN 1 Cenggu
Kata Kunci: pembelajaran pai, metode demonstrasi
Titik sentral yang harus dicapai oleh setiap kegiatan belajar mengajar
adalah tercapainya tujuan pengajaran. Apa pun yang termasuk perangkat
program pengajaran dituntut secara mutlak untuk menunjang tercapainya
tujuan. Guru tidak dibenarkan mengajar dengan kemalasan. Anak didik pun
diwajibkan mempunyai kreativitas yang tinggi dalam belajar, bukan selalu
menanti perintah guru. Kedua unsur manusiawi ini juga beraktivitas tidak
lain karena ingin mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Penelitian ini berdasarkan permasalahan: (a) Baagimanakah
peningkatan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam dengan diterapkannya
metode demonstrasi? (b) Bagaimanakah pengaruh metode demonstrasi
terhadap motivasi belajar Pendidikan Agama Islam?
Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah: (a) Ingin mengetahui
peningkatan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam setelah diterapkannya
metode demonstrasi, (b) Ingin mengetahui pengaruh motivasi belajar
Pendidikan Agama Islam setelah diterapkan metode demonstrasi.
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research)
sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu:
rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian
ini adalah siswa Kelas V SDN 1 Cenggu Kecamatan Belo Kabupaten Bima.
Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan
belajar mengajar.
Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami
peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (65,85%), siklus II
(78,00%), siklus III 87,80%).
Simpulan dari penelitian ini adalah metode pengajaran kontekstual
model pengajaran berbasis masalah dapat berpengaruh positif terhadap
prestasi dan motivasi belajar Siswa SDN 1 Cenggu Kecamatan Belo
Kabupaten Bima, serta model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai
salah satu alternative pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Semua manusia di dalam
hidupnya di dunia ini, selalu
membutuhkan adanya suatu
pegangan hidup yang disebut
Agama. Mereka merasakan bahwa
dalam jiwanya ada suatu perasaan
yang mengakui adanya Dzat Yang
Maha Kuasa, tempat mereka
Page 348
340
berlindung dan tempat mereka
memohon pertolongan-Nya. Hal
semacam ini terjadi pada
masyarakat yang masih primitive
maupun pada masayarakat yang
sudah modern. Merka akan merasa
tenang dan tenteram hatinya kalau
mereka dapat mendekat dan
mengabdikan diri kepeda Dzat
Yang Maha Kuasa. Hal semacam
ini memang sesuai dengan firman
Allah dalam Surat Ar-Rad ayat 28,
yang artinya, “Ketahuilah, bahwa
hanya dengan ingat kepada Allah,
hati akan menjadi tenteram.”
Karena itu manusia kan
selalu berusaha untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan,
hanya saja cara mereka
mengabdi dan mendekatkn diri
kepada Tuhan itu berbeda sesuai
denagn agama yang dianutnya.
Itulah sebabnya, bagi orang
Muslim diperlukan adanya
Pendidikan Agama Islam, agar
dapat mengarahkan fitroh
mereka tersebut kearah yang
benar, sehingga mereka akan
dapat mengabdi dan beribadah
sesuai dengan ajaran Islam.
Tanpa adanya Pendidikan
Agama dari satu generasi ke
generasi berikutnya, maka orang
akan semakin jauh dari Agama
yang benar.
Tujuan dari Pendidikan
Agama adalah untuk
membimbing anak agar mereka
menjadi orang Muslim sejati,
beriman teguh, beramal sholeh
dan berakhlak mulia serta
berguna bagi masyarakat,
Agama dan Negara, (Euharini,
dkk. 1977:25).
Tujuan pendidikan
Agama tersebut adalah
merupakan tujuan yang hendak
dicapai oelh setiap orang yang
melaksanakan pendidikan
Agama. Karena itu dalam
mendidikan agam yang perlu
ditanamkan terlebih dahuilu
adalah keimanan yang teguh,
sebab dengan adanya keimanan
yang teguh itu maka akan
menghasilakn ketaatan
menjalankan kewajiban agama.
Titik sentral yang harus
dicapai oleh setiap kegiatan
belajar mengajar adalah
tercapainya tujuan pengajaran.
Apa pun yang termasuk
perangkat program pengajaran
dituntut secara mutlak untuk
menunjang tercapainya tujuan.
Guru tidak dibenarkan mengajar
dengan kemalasan. Anak didik
pun diwajibkan mempunyai
kreativitas yang tinggi dalam
belajar, bukan selalu menanti
perintah guru. Kedua unsur
manusiawi ini juga beraktivitas
tidak lain karena ingin mencapai
tujuan secara efektif dan efisien.
Dengan memperhatikan
gejala-gejala tersebut diatas
maka timbul pertanyaan dalam
benak penulis sejauh manakah
keberhasilan pengajaran
Pendidikan Agama Islam selama
ini? Padalah sering digembar-
gemborkan sebagai bangsa
Indonesia kita harus atau wajib
mengamalkan Pancasila sebagai
pedoman hidup dalam
berbangsa dan bernegara. Tatapi
kenyataannya masih banyak
terdapat penyimpangan-
Page 349
341
penyimpangan dan
pengkhianatan terhadap nilai-
nilai luhur yang terkandung
dalam Pancasila. Bahwa ada
beberapa faktor yang menjadi
penyebabnya. Diantaranya
faktor tesebut adalah strategi
pembelajaran yang kurang
mengena terhadap terhadap
pelajaran Pendidikan Agama
Islam dalam meningkatkan
pemahaman siswa terhadap
pelajaran Pendidikan Agama
Islam.
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan
permasalahan di atas, penelitian
ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui peningkatan
prestasi belajar Pendidikan
Agama Islam setelah
diterapkannya metode
demonstrasi pada siswa
Kelas V SDN 1 Cenggu
Kecamatan Belo Kabupaten
Bima tahun pelajaran
2010/2011.
2. Mengetahui pengaruh
motivasi belajar Pendidikan
Agama Islam setelah
diterapkan metode
demonstrasi pada siswa
Kelas V SDN 1 Cenggu
Kecamatan Belo Kabupaten
Bima tahun pelajaran
2010/2011.
3. Menyempurnakan
pelaksanaan pembelajaran
Pendidikan Agama Islam
dalam meningkatkan
prestasi belajar pada siswa
Kelas V SDN 1 Cenggu
Kecamatan Belo Kabupaten
Bima tahun pelajaran
2010/2011.
KAJIAN PUSTAKA
Motivasi Belajar
Pengajaran tradisional
menitik beratkan pada metode
imposisi, yakni pengajaran dengan
cara menuangkan hal-hal yang
dianggap penting oleh guru bagi
murid (Hamalik, Oemar: 2001:157).
Cara ini tidak mempertimbangkan
apakah bahan pelajaran yang
diberikan itu sesuai atau tidak
dengan kesanggupan, kebutuhan,
minat, dan tingkat kesanggupan,
serta pemahaman murid. Tidak pula
diperhatikan apakah bahan-bahan
yang diberikan itu didasarkan atas
motif-motif dan tujuan yang ada
pada murid.
Motif adalah daya dalam
diri seseorang yang mendorongnya
untuk melakukan sesuatu, atau
keadaan seseorang atau organisme
yang menyebabkan kesiapannya
untuk memulai serangkaian tingkah
laku atau perbuatan. Sedangkan
motivasi adalah suatu proses untuk
menggiatkan motif-motif menjadi
perbuatan atau tingkah laku untuk
memenuhi kebutuhan dan mencapai
tujuan, atau keadaan dan kesiapan
dalam diri individu yang
mendorong tingkah lakunya untuk
berbuat sesuatu dalam mencapai
tujuan tertentu (Usman, 2000: 28).
Sedangkan menurut
Djamarah (2002: 114) motivasi
adalah suatu pendorong yang
mengubah energi dalam diri
seseorang kedalam bentuk aktivitas
nyata untuk mencapai tujuan
tertentu. Dalam proses belajar,
Page 350
342
motivasi sangat diperlukan sebab
seseorang yang tidak mempunyai
motivasi dalam belajar tidak akan
mungkin melakukan aktivitas
belajar. Hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Nur (2001: 3)
bahwa siswa yang termotivasi
dalam belajar sesuatu akan
menggunakan proses kognitif yang
lebih tinggi dalam mempelajari
materi itu, sehingga siswa itu akan
menyerap dan mengendapkan
materi itu dengan lebih baik.
Metode Demonstrasi Istilah demonstrasi dalam
pengajaran dipakai untuk
menggambarkan suatu cara
mengajar yang pada umumnya
penjelasan verbal dengan suatu
kerja fisik atau pengoperasioan
peralatan baran gatau benda. Kerja
fisik itu telah dilakukan atau
peralatan itu telah dicoba lebih
dahulu sebelum didemonstrasikan.
Orang yang mengdemosntasikan
(guru, peserta didik, atau orang luar)
mempertunjukkan sambil
menjelaskan tentang sesuatu yang
didemonstrasikan (Ramayulis,
244:2004).
Dalam mengajarkan
praktek-praktek agama, Nabi
Muhammad sebagai pendidik agung
banyak mempergunakan metode ini.
Seperti mengajarkan cara wudhu’,
shalat, haji dan sebagainya.
Dalam suatu hadist pernah
Nabi menerangkan kepada umatnya;
sabda Rasulullah SAW:
“Sembahyanglah kamu
sebagaimana kamu lihat aku
sembahyang” (H.R. Bukhari). Bila
kita perhatikan hadist tersebut,
nyatalah bahwa cara-cara
sembahyang tersebut pernah
dipraktekkan dan didemonstrasikan
oleh Nabi Muhammad SAW.
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan
penelitian tindakan (action
research), karena penelitian
dilakukan untuk memecahkan
masalah pembelajaran di kelas.
Penelitian ini juga termasuk
penelitian deskriptif, sebab
menggambarkan bagaimana suatu
teknik pembelajaran diterapkan dan
bagaimana hasil yang diinginkan
dapat dicapai.
Sesuai dengan jenis
penelitian yang dipilih, yaitu
penelitian tindakan, maka
penelitian ini menggunakan
model penelitian tindakan dari
Kemmis dan Taggart (dalam
Arikunto, Suharisimi, 2002: 83),
yaitu berbentuk spiral dari
siklus yang satu ke siklus yang
berikutnya. Setiap siklus
meliputi planning (rencana),
action (tindakan), observation
(pengamatan), dan reflection
(refleksi). Langkah pada siklus
berikutnya adalah perncanaan
yang sudah direvisi, tindakan,
pengamatan, dan refleksi.
Sebelum masuk pada siklus 1
dilakukan tindakan pendahuluan
yang berupa identifikasi
permasalahan.
Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian
adalah tempat yang
digunakan dalam melakukan
penelitian untuk
memperoleh data yang
diinginkan. Penelitian ini
Page 351
343
bertempat di SDN 1 Cenggu
Kecamatan Belo Kabupaten
Bima tahun pelajaran
2010/2011.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian
adalah waktu
berlangsungnya penelitian
atau saat penelitian ini
dilangsungkan. Penelitian
ini dilaksanakan pada bulan
November semester ganjil
2010/2010.
Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah
siswa-siswi Kelas V SDN 1
Cenggu Kecamatan Belo
Kabupaten Bima tahun
pelajaran 2010/2011 pada pokok
bahasan sholat.
Analisis Data
Dalam rangka menyusun
dan mengolah data yang
terkumpul sehingga dapat
mengahsilkan suatu kesimpulan
yang dapat
dipertanggungjawabkan, maka
digunakan analisis data
kuantitatif dan pada metode
observasi digunakan data
kualitatif. Car perhitungan untuk
mengetahui ketuntasan belajar
siswa dalam proses belajar
mengajar sebagai berikut:
1. Merekapitulasi hasil tes.
2. Menghitung jumlah skor
yang tercapai dan
prosentasenya untuk
masing-masing siswa
dengan menggunakan rumus
ketuntasan belajar seperti
yang terdapat dalam buku
petunjuk teknis penilaian
yaitu siswa dikatakan tuntas
secara individual jika
mendapatkan nilai minimal
65, sedangkan secara
klasikal dikatakan tuntas
belajar jika jumlah siswa
yang tuntas secara individu
mencapai 85% yang telah
mencapai daya serap lebih
dari sama dengan 65%.
3. Menganalisis hasil observasi
yang dilakukan oleh teman
sejawat pada aktivitas guru
dan siswa selama kegiatan
belajar mengajar
berlangsung.
Instrumen Penelitian
Alat pengumpul data
dalam penelitian ini adalah tes
buatan guru yang fungsinya
adalah: (1) Untuk menentukan
seberapa baik siswa telah
menguasai bahan pelajaran yang
diberikan dalam waktu tertentu;
(2) Untuk menentukan apakah
suatau tujuan telah tercapai; dan
(3) Untuk memperoleh suatu
nilai (Arikunto, 2002:149).
Sedangkan tujuan dari tes
adalah untuk mengetahui
ketuntasan belajar siswa secara
individual maupun secara
klasikal. Disamping itu untuk
mengetahui letak kesalahan-
kesalahan yang dilakukan siswa
sehingga dapat dilihat dimana
kelemahannya, khususnya pada
bagian mana TPK yang belum
tercapai. Untuk memperkuat
data yang dikumpulkan maka
juga digunakan metode
observasi (pengamatan) yang
dilakukan oleh teman sejawat
untuk mengetahui dan merekam
Page 352
344
aktivitas guru dan siswa dalam
proses belajar mengajar.
A. Analisis Data
1. Untuk menilai ulangan atau
tes formatif
Peneliti melakukan
penjumlahan nilai yang
diperoleh siswa, yang
selanjutnya dibagi dengan
jumlah siswa yang ada di
kelas tersebut sehingga
diperoleh rata-rata tes
formatif dapat dirumuskan:
N
XX
Dengan : X =
Nilai rata-rata
Σ X =
Jumlah semua nilai siswa
Σ N =
Jumlah siswa
2. Untuk ketuntasan belajar
Ada dua kategori
ketuntasan belajar yaitu
secara perorangan dan
secara klasikal. Berdasarkan
petunjuk pelaksanaan belajar
mengajar kurikulum 1994
(Depdikbud, 1994), yaitu
seorang siswa telah tuntas
belajar bila telah mencapai
skor 65% atau nilai 65, dan
kelas disebut tuntas belajar
bila di kelas tersebut
terdapat 85% yang telah
mencapai daya serap lebih
dari atau sama dengan 65%.
Untuk menghitung
persentase ketuntasan
belajar digunakan rumus
sebagai berikut:
%100...
xSiswa
belajartuntasyangSiswaP
3. Untuk lembar observasi
a. Lembar observasi
pengelolaan cara belajar
aktif model group close.
Untuk menghitung
lembar observasi
pengelolaan cara belajar
aktif model group close
digunakan rumus
sebagai berikut:
2
21 PPX
Dimana: P1 = pengamat
1 dan P2 = pengamat 2
b. Lembar observasi
aktivitas guru dan siswa
Untuk menghitung lembar
observasi aktivitas guru
dan siswa digunakan
rumus sebagai berikut:
%100% xX
X
dengan
2.
tan.. 21 PP
pengamatjumlah
pengamahasiljumlahX
Dimana: % = Persentase
pengamatan
X = Rata-rata
X = Jumlah rata-rata
P1 = Pengamat 1
P2 = Pengamat 2
Page 353
345
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
A. Hubungan Metode
Demonstrasi dengan
Ketuntasan Belajar
Suatu pokok bahasan
atau sub pokok bahasan
dianggap tuntas secara klasikal
jika siswa yang mendapat nilai
65 lebih dari atau sama dengan
85%, sedangkan seorang siswa
dinyatakan tuntas belajar pada
pokok bahasan atau sub pokok
bahasan tertentu jika mendapat
nilai minimal 65.
1. Siklus I
Tabel 4.2. Pengelolan Pembelajaran Pada Siklus I
No Aspek yang diamati
Penilaian Rat
a-
rata P1 P2
I
Pengamatan KBM
A. Pendahuluan
1. Memotivasi siswa
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran
2
2
2
2
2
2
B. Kegiatan Inti
1. Mendiskusikan langkah-langkah kegiatan bersama
siswa
2. Membimbing siswa melakukan kegiatan
3. Membimbing siswa mendiskusikan hasil kegiatan
dalam kelompok
4. Memberikan kesempatan pada siswa untuk
mempresentasikan hasil kegiatan belajar mengajar
5. Membimbing siswa merumuskan
kesimpulan/menemukan konsep
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
C. Penutup
1. Membimbing siswa membuat rangkuman
2. Memberikan evaluasi
3
3
3
3
3
3
II Pengelolaan Waktu 2 2 2
III
Antusiasme Kelas
1. Siswa Antusias
2. Guru Antusias
2
3
2
3
2
3
Jumlah 32 32 32
Keterangan : Nilai : Kriteria
1 : Tidak Baik
2 : Kurang Baik
3 : Cukup Baik
4 : Baik
Hasil observasi berikutnya adalah aktivitas guru dan siswa
seperti pada tabel berikut.
Tabel 4.3. Aktivitas Guru Dan Siswa Pada Siklus I No Aktivitas Guru yang diamati Persent
ase
1
2
3
4
Menyampaikan tujuan
Memotivasi siswa/merumuskan masalah
Mengkaitkan dengan pelajaran berikutnya
Menyampaikan materi/langkah-langkah/strategi
5,0
8,3
8,3
6,7
Page 354
346
5
6
7
8
9
Menjelaskan materi yang sulit
Membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan konsep
Meminta siswa memikirkan untuk lebih memahami materi
pelajaran
Memberikan umpan balik
Membimbing siswa merangkum pelajaran
13,3
21,7
10,0
18,3
8,3
No Aktivitas Siswa yang diamati Persent
ase
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru
Membaca buku siswa
Bekerja dengan sesama teman sebangku
Diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru
Menyajikan hasil pembelajaran
Mengajukan/menanggapi pertanyaan/ide
Menulis yang relevan dengan KBM
Merangkum pembelajaran
Mengerjakan tes evaluasi
22,5
11,5
18,7
14,4
2,9
5,2
8,9
6,9
8,9
Berikutnya adalah rekapitulasi hasil tes formatif siswa seperti
terlihat pada tabel berikut.
Tabel 4.4. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus I No Uraian Hasil Siklus I
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
70,49
27
65,85
2. Siklus II
Tabel 4.5. Pengelolaan Pembelajaran Pada Siklus II
No Aspek yang diamati Penilaian Rata
-rata P1 P2
I
Pengamatan KBM
A. Pendahuluan
1. Memotivasi siswa
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran
3
3
3
4
3
3,5
B. Kegiatan Inti
1. Mendiskusikan langkah-langkah kegiatan
bersama siswa
2. Membimbing siswa melakukan kegiatan
3. Membimbing siswa mendiskusikan hasil
kegiatan dalam kelompok
4. Memberikan kesempatan pada siswa untuk
mempresentasikan hasil peneyelidikan
5. Membimbing siswa merumuskan
kesimpulan/menemukan konsep
3
4
4
4
3
4
4
4
4
3
3,5
4
4
4
3
C. Penutup
1. Membimbing siswa membuat rangkuman
2. Memberikan evaluasi
3
4
4
4
3,5
4
II Pengelolaan Waktu 3 3 2
III
Antusiasme Kelas
1. Siswa Antusias
2. Guru Antusias
4
4
3
4
3,5
4
Page 355
347
Jumlah 41 43 42
Keterangan : Nilai : Kriteria
1 : Tidak Baik
2 : Kurang Baik
3 : Cukup Baik
4 : Baik
Tabel 4.6. Aktivitas Guru Dan Siswa Pada Siklus II No Aktivitas Guru yang diamati Persentas
e
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Menyampaikan tujuan
Memotivasi siswa/merumuskan masalah
Mengkaitkan dengan pelajaran berikutnya
Menyampaikan materi/langkah-langkah/strategi
Menjelaskan materi yang sulit
Membimbing dan mengamati siswa dalam menentukan konsep
Meminta siswa memikirkan untuk lebih memahami materi
pelajaran
Memberikan umpan balik
Membimbing siswa merangkum pelajaran
6,7
6,7
6,7
11,7
11,7
25,0
8,2
16,6
6,7
No Aktivitas Siswa yang diamati Persentas
e
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru
Membaca buku siswa
Bekerja dengan sesama teman sebangku
Diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru
Menyajikanhasil pembelajaran
Mengajukan/menanggapi pertanyaan/ide
Menulis yang relevan dengan KBM
Merangkum pembelajaran
Mengerjakan tes evaluasi/latihan
17,9
12,1
21,0
13,8
4,6
5,4
7,7
6,7
10,8
Berikutnya adalah rekapitulasi hasil tes formatif siswa terlihat
pada tabel berikut.
Tabel 4.7. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus II No Uraian Hasil Siklus II
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
73,90
32
78,00
3. Siklus III
Adapun data hasil penelitian pada siklus III adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.8. Pengelolaan Pembelajaran Pada Siklus III
No Aspek yang diamati
Penilaian R
at
a-
ra
P1 P2
Page 356
348
ta
I
Pengamatan KBM
A. Pendahuluan
1. Memotivasi siswa
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran
3
4
3
4
3
4
B. Kegiatan Inti
1. Mendiskusikan langkah-langkah kegiatan bersama
siswa
2. Membimbing siswa melakukan kegiatan
3. Membimbing siswa mendiskusikan hasil kegiatan
dalam kelompok
4. Memberikan kesempatan pada siswa untuk
mempresentasikan hasil peneyelidikan
5. Membimbing siswa merumuskan
kesimpulan/menemukan konsep
4
4
4
4
3
4
4
4
3
3
4
4
4
3,
5
3
C. Penutup
1. Membimbing siswa membuat rangkuman
2. Memberikan evaluasi
4
4
4
4
4
4
II Pengelolaan Waktu 3 3 3
III
Antusiasme Kelas
1. Siswa Antusias
2. Guru Antusias
4
4
4
4
4
4
Jumlah 45 44 44
,5
Keterangan : Nilai : Kriteria
1 : Tidak Baik
2 : Kurang Baik
3 : Cukup Baik
4 : Baik
Penyempurnaan aspek-aspek diatas dalam menerapkan metode
demonstrasi diharapkan dapat berhasil semaksimal mungkin.
Tabel 4.9. Aktivitas Guru dan Siswa Pada Siklus III No Aktivitas Guru yang diamati Persent
ase
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Menyampaikan tujuan
Memotivasi siswa/merumuskan masalah
Mengkaitkan dengan pelajaran berikutnya
Menyampaikan materi/langkah-langkah/strategi
Menjelaskan materi yang sulit
Membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan konsep
Meminta siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil kegiatan
Memberikan umpan balik
Membimbing siswa merangkum pelajaran
6,7
6,7
10,7
13,3
10,0
22,6
10,0
11,7
10,0
No Aktivitas Siswa yang diamati Persent
ase
1
2
3
4
Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru
Membaca buku siswa
Bekerja dengan sesama teman sebangku
Diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru
20,8
13,1
22,1
15,0
Page 357
349
5
6
7
8
9
Menyajikanhasil pembelajaran
Mengajukan/menanggapi pertanyaan/ide
Menulis yang relevan dengan KBM
Merangkum pembelajaran
Mengerjakan tes evaluasi/latihan
2,9
4,2
6,1
7,3
8,5
Berikutnya adalah rekapitulasai hasil tes formatif siswa seperti
terlihat pada tabel berikut.
Tabel 4.10. Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus III No Uraian Hasil Siklus III
1
2
3
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
77,80
36
87,80
Pembahasan
1. Ketuntasan Hasil belajar
Siswa
Melalui hasil
penelitian ini menunjukkan
bahwa metode demonstrasi
memiliki dampak positif
dalam meningkatkan prestasi
belajar siswa. Hal ini dapat
dilihat dari semakin
mantapnya pemahaman siswa
terhadap materi yang
disampaikan guru (ketuntasan
belajar meningkat dari siklus
I, II, dan III) yaitu masing-
masing 65,85%, 78,00%, dan
87,80%. Pada siklus III
ketuntasan belajar siswa
secara klasikal telah tercapai.
2. Kemampuan Guru dalam
Mengelola Pembelajaran
Berdasarkan analisis
data, diperoleh aktivitas siswa
dalam proses belajar mengajar
dengan menerapkan metode
demonstrasi dalam setiap
siklus mengalami
peningkatan. Hal ini
berdampak positif terhadap
prestasi belajar siswa yaitu
dapat ditunjukkan dengan
meningkatnya nilai rata-rata
siswa pada setiap siklus yang
terus mengalami peningkatan.
3. Aktivitas Guru dan Siswa
Dalam Pembelajaran
Berdasarkan analisis
data, diperoleh aktivitas siswa
dalam proses pembelajaran
Pendidikan Agama Islam pada
pada pokok bahasan sholat
dengan metode demonstrasi
yang paling dominan adalah
Bekerja dengan sesama teman
sebangku,
mendengarkan/memperhatika
n penjelasan guru, dan diskusi
antar siswa/antara siswa
dengan guru. Jadi dapat
dikatakan bahwa aktivitas
siswa dapat dikategorikan
aktif.
Sedangkan untuk
aktivitas guru selama
pembelajaran telah
melaksanakan langkah-
langkah kegiatan belajar
mengajar dengan menerapkan
metode demonstrasi dengan
baik. Hal ini terlihat dari
aktivitas guru yang muncul di
antaranya aktivitas
Page 358
350
membimbing dan mengamati
siswa dalam menemukan
konsep, menjelaskan materi
yang sulit, memberi umpan
balik/evaluasi/tanya jawab
dimana prosentase untuk
aktivitas di atas cukup besar.
SIMPULAN
1. Metode demonstrasi memiliki
dampak positif dalam
meningkatkan prestasi belajar
siswa yang ditandai dengan
peningkatan ketuntasan belajar
siswa dalam setiap siklus, yaitu
siklus I (65,85%), siklus II
(78,00%), siklus III (87,80%).
2. Metode demonstrasi dapat
menjadikan siswa merasa dirinya
mendapat perhatian dan
kesempatan untuk menyampaikan
pendapat, gagasan, ide dan
pertanyaan.
3. Penerapan metode demonstrasi
mempunyai pengaruh positif, yaitu
dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam
Proses Belajar Mengajar.
Bandung: Sinar Baru
Algesindon.
Arikunto,. 1993. Manajemen
Mengajar Secara Manusiawi.
Jakarta: Rineksa Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-
dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta: Rineksa
Cipta.
Azhar, Lalu Muhammad. 1993.
Proses Belajar Mengajar
Pendidikan. Jakarta: Usaha
Nasional
Daroeso, Bambang. 1989. Dasar dan
Konsep Pendidikan Moral
Pancasila. Semarang: Aneka
Ilmu.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002.
Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
Rineksa Cipta.
Djamarah. Syaiful Bahri. 2002.
Psikologi Belajar. Jakarta: Rineksa
Cipta.
Hadi, Sutrisno. 1982. Metodologi
Research, Jilid 1. Yogyakarta:
YP. Fak. Psikologi UGM.
Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi
Belajar dan Mengajar.
Bandung: Sinar Baru
Algesindo.
Hasibuan. J.J. dan Moerdjiono. 1998.
Proses Belajar Mengajar.
Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Margono. 1997. Metodologi
Penelitian Pendidikan. Jakarta.
Rineksa Cipta.
Masriyah. 1999. Analisis Butir Tes.
Surabaya: Universitas
Press.
Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi
Pendidikan. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Page 359
351
Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa
untuk Belajar. Surabaya.
University Press. Universitas
Negeri Surabaya.
Ramayulis, 2004. Metodologi
Pendidikan Agama Islam.
Jakarta: Kalam Mulia
Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.
Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan
Motivasi Belajar Mengajar.
Jakarta: Bina Aksara.
Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar
dan Model Pembelajaran.
Jakarta: PAU-PPAI,
Universitas Terbuka.
Sukidin, dkk. 2002. Manajemen
Penelitian Tindakan Kelas.
Surabaya: Insan Cendekia.
Surakhmad, Winarno. 1990. Metode
Pengajaran Nasional. Bandung:
Jemmars.
Suryosubroto, B. 1997. Proses
Belajar Mengajar di Sekolah.
Jakarta: PT. Rineksa Cipta.
Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi
Pendidikan, Suatu
Pendekatan Baru. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi
Guru Profesional. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Page 360
352
ABSTRAK
HUSNI. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Pada Mata
Pelajaran IPS Geografi Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa
Kelas VШ SMP Negeri 1 Belo Kabupaten Bima Tahun Pelajaran
2009/2010.
Kata Kunci:Prestasi Belajar IPS, Model Pembelajaran Kooperatif
Penelitian ini bertujuan meningkatkan aktivitas belajar dan prestasi belajar
IPS Geografi siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Belo Kabupaten Bima tahun
pelajaran 2009/2010 dengan penerapan pembelajaran kooperatif. Jenis
penelitin ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam dua
siklus. Masing-masing siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan
tindakan, observasi, evaluasi dan refleksi. Data aktivitas belajar siswa
diperoleh dengan cara observasi sedangkan data prestasi belajar siswa
diperoleh dari pemberian tes objektif pada tiap akhir siklus. Hasil penelitian
menunjukkan Penerapan pembelajaran kooperatif telah berhasil terlaksana
dalam upaya meningkatkan aktivitas belajar IPS Geografi siswa kelas VIII
semester II SMP Negeri 1 Belo Kabupaten Bima tahun pelajaran 2009/2010.
Hal ini terlihat dari adanya peningkatan nilai rata-rata aktivitas belajar yaitu
untuk siklus I, siklus II berturut-turut sebesar 0,46 (kategori cukup aktif) ;
0,62 (kategori aktif). Prestasi belajar siswa telah mengalami peningkatan
terhadap penerapan pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran IPS
Geografi siswa kelas VIII semester II SMP Negeri 1 Belo Kabupaten Bima
tahun pelajaran 2009/2010. Hal ini terlihat dari adanya peningkatan nilai
ketuntasan klasikal untuk siklus I, siklus II berturut-turut sebesar 85 % ; 90
%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran
kooperatif telah berhasil terlaksana dalam upaya meningkatkan aktivitas
belajar dan prestasi belajar IPS Geografi siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Belo
Kabupaten Bima tahun pelajaran 2009/2010.
Page 361
353
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berdasarkan observasi
penulis bahwa proses
pembelajaran geografi di SMPN 1
Belo Kabupaten Bima, umumnya
masih menggunakan pola
pendekatan yang bersifat klasikal,
guru lebih mendominasi proses
pembelajaran dengan metode
ceramah, latihan menjawab soal –
soal. Sedangkan siswa hanya
duduk mendengarkan, mencatat,
menghapal dan mengerjakan
latihan soal secara individu
ditempat duduknya masing-
masing. Adapun nilai KKM adalah
6,5 dan nilai klasikal 70 %
rendahnya prestasi siswa dalam
memahami pelajaran geografi di
SMPN 1 Belo Kabupaten Bima
sudah lama menjadi bahan diskusi
dan pembicaraan guru dan kepala
sekolah. Penyajian materi
pelajaran geografi seperti pola di
atas dapat menimbulkan gejala
kejenuhan dan membosankan bagi
siswa. Jika persentasi ketuntasan
belajar siswa mencapai 85% maka
pembelajaran secara klasikal dapat
dikatakan tuntas. Untuk itu
diperlukan suatu strategi sebagai
upaya guru dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa yaitu
dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif sehingga
siswa akan merasakan
pembelajaran geografi sangat
bermanfaat bagi dirinya, terhindar
dari rasa kejenuhan dan kebosanan
serta diharapkan mudah
memahami konsep dengan melalui
pengalaman bukan menghafal.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan
penelitian ini adalah untuk
mengetahui tingkat
keberhasilan siswa dalam
belajar dengan diterapkan
model pembelajaran kooperatif
pada pelajaran geografi untuk
meningkatkan prestasi belajar
siswa kelas VШ semester
genap SMPN 1 Belo
Kabupaten Bima tahun
pelajaran 2009/2010.
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Pembelajaran
Kooperatif
Merupakan pembelajaran
yang secara sadar dan sengaja
mengembangkan interaksi yang
saling asuh antar siswa untuk
menghindari ketersinggungan dan
kesalahpahaman yang dapat
menimbulkan permusuhan
Iskandar, (2009:126). Sedangkan
menurut Salvin (dalam Iskandar
2009:126) pembelajaran
konstruktivies dalam pengajaran
menerapkan metode pembelajaran
kooperatif secara ekstensif atas
dasar teori bahwa siswa akan lebih
mudah menemukan dan
memahami konsep–konsep yang
sulit apabila mereka saling
mendiskusikan konsep - konsep
tersebut.
Model pembelajaran
kooperatif dikembangkan untuk
mencapai hasil belajar akademik.
Model pembelajaran kooperatif
juga efektif untuk
mengembangkan ketermpilan
siswa. Para pengembang model ini
telah menunjukkan bahwa model
struktur penghargaan kooperatif
Page 362
354
telah dapat meningkatkan
penilaian siswa pada belajar
akademik dan perubahan norma
yang berhubungan dengan hasil
belajar. Selain mengubah norma
yang berhubungan dengan hasil
belajar, pembelajaran kooperatif
dapat memberi keuntungan baik
pada siswa kelompok bawah
maupun kelompok atas yang
bekerja sama menyelesaikan
tugas-tugas akademik Ismono
(2001:7).
Tujuan penting yang lain
dari pembelajaran kooperatif
adalah untuk mengajarkan kepada
siswa keterampilan bekerja sama
dan kolaborasi. Keterampilan ini
amat penting didalam masyarakat
dimana banyak kerja orang dewasa
yang sebagian besar dilakukan
dalam organisasi yang saling
bergantung satu sama lain dan
dimana masyarakat secara budaya
semakin beragam Ismono
(2001:7).
Prestasi Belajar
Kemampuan intelektual
siswa sangat menentukan
kemampuan siswa dalam
memperoleh prestasi. Untuk
mengetahui berhasil tidaknya
seseorang dalam belajar maka
perlu dilakukan suatu evaluasi,
tujuannya untuk mengetahui
prestasi yang diperoleh siswa
setelah proses belajar mengajar
berlangsung. Prestasi belajar
dibidang pendidikan adalah hasil
dari pengukuran terhadap peserta
didik yang meliputi faktor
kognitif, afektif dan psikomotor
setelah mengikuti proses
pembelajaran yang diukur dengan
menggunakan instrumen tes atau
instrumen yang relevan. Jadi
prestasi belajar adalah hasil
pengukuran dari penilaian usaha
belajar yang dinyatakan dalam
bentuk simbul, huruf maupun
kalimat yang menceritakan hasil
yang sudah dicapai oleh setiap
anak pada periode tertentu.
Prestasi belajar adalah sebuah
kalimat yang terdiri dari dua kata
yakni prestasi dan belajar. Prestasi
adalah hasil dari suatu kegiatan
yang telah dikerjakan, diciptakan
baik secara individual maupun
kelompok. Sedangkan belajar
adalah : “Suatu aktifitas yang
dilakukan secara sadar untuk
mendapatkan sejumlah kesan dari
bahan yang dipelajari. Hasil dari
aktifitas belajar terjadilah
perubahan dalam diri individu.
Dari pengertian prestasi dan hasil
belajar tersebut, maka prestasi
belajar adalah ”Hasil yang
diperoleh berupa kesan-kesan yang
mengakibatkan perubahan dalam
diri individu (Djamarah, 1994 :
19).
Hipótesis Tindakan
Adapun hipotesis dalam
penelitian tindakan kelas ini adalah
dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif secara
baik dan optimal prestasi belajar
geografi meningkat khususnya
pada siswa kelas VШ A di SMPN
1 Belo Kabupaten Bima tahun
pelajaran 2009/2010 tahun
pelajaran 2009/2010.
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian
dalam penelitian tindakan kelas
Page 363
355
dapat dikelompokkan
menjadi (dua) siklus, di mana
terdapat 4 (empat) macam dalam
tiap siklus yaitu sebagai berikut:
1. Perencanaan
2. Pelaksanaan
3. Pengamatan (Observasi)
4. Refleksi
Subjek Penelitian Tabel. 3.1 Data Siswa Kelas VIII SMPN 1 Belo Kabupaten Bima
No. Isi Tabel
Tahun Tabel Kelas Laki - Laki Perempuan Jumlah
1. VIII.A 10 10 20 2009/2010
2. VIII.B 4 17 21 2009/2010
3. VIII.C 15 5 20 2009/2010
(Sumber : Data Siswa SMPN 1 Belo Kabupaten Bima)
Berdasarkan tabel diatas
maka yang menjadi subjek
penelitian ini adalah seluruh
kelas VIII A yang berjumlah
20 siswa dengan komposisi 10
anak perempuan dan 10 anak
laki - laki. Penelitian ini akan
dilaksanakan di SMPN 1 Belo
Kabupaten Bima khususnya
kelas VIII A mulai bulan Mei –
Juni 2010.
Teknik Pengumpulan Data Dalam mengumpulkan
data ini penelitian
menggunakan metode atau cara
sebagai berikut:
1. Tes
2. Observasi
Analisis Data Untuk analisis data yang
telah diperoleh dari hasil
penelitian kelas ini adalah
sebagai berikut:
1. Ketuntasan Individu
Ketentuan belajar secara
individu dikatakan tuntas
apabila siswa memperoleh
nilai ≥ 65
2. Ketuntasan klasikal
X
KK= ─ x 100 %
Z
Keterangan :
KK = Ketuntasan klasikal
X = Banyaknya siswa
yang memperoleh nilai ≥
65
Z = Banyaknya siswa
yang ikut tes
Kelas dikatakan tuntas
secara klasikal tehadap
materi pelajaran yang
diajarkan jika ketuntasan
klasikal mencapai 85% .
3. Untuk menghitung nilai
rata-rata kelas dipergunakan
persamaan :
∑X
R =
N
Keterangan :
R = Nilai rata-rata kelas
∑x = Jumlah nilai yang
diperoleh siswa
N = Banyak siswa yang
ikut tes
4. Indikator keberhasilan
penelitian tindakan kelas
adalah tercapainya
ketuntaan belajar dengan
rumus sebagai berikut :
n
Page 364
356
KB = ─ 100 %
N
Keterangan :
KB = Ketuntasan belajar
N = Jumlah seluruh siswa
yang mengikuti tes
n = Jumlah seluruh siswa
yang memperoleh nilai 65
keatas
5. Data aktivitas siswa
Data aktivitas belajar siswa
dianalisis dengan cara
sebagai berikut :
a. Menentukan skor yang
diperoleh siswa
b. Menghitung rata-rata
aktivitas belajar siswa
dengan rumus
total skor
a =
ni
Keterangan :
Total skor = Jumlah
skor seluruh siswa
a = Rata –rata seluruh
siswa
b = Banyaknya siswa
i = Banyak item
c. Menentukan Mi dan SDi
dengan rumus :
1
Mi = ─ (skor
tertinggi + skor
terendah)
2
1
SDi = ─
3
Berdasarkan skor standar maka kriteria untuk menentukan aktivitas
belajar siswa.
Tabel 3.2 Pedoman aktivitas siswa
Interval Nilai Kriteria
a ≥ Mi + 1.5 SDi
Mi + 0.5 SDi ≤ a < Mi + 1.5 SDi
a ≥ 0.76
0.58 ≤ a < 0.76
Sangat Aktif
Mi – 0.5 SDi ≤ a < Mi + 0.5 SDi 0.42 ≤ a < 0.58 Cukup Aktif
Mi – 1.5 SDi ≤ a < Mi – 1.5 SDi 0.25 ≤ a < 0.42 Kurang Aktif
a < Mi – 1.5 SDi a ≤ 0.25 Sangat Kurang Aktif
Untuk data aktivitas siswa dikatakan berhasil apabila rata – rata skor aktivitas
siswa minimal berkategori cukup aktif.
Page 365
357
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Siklus Pertama
Data Hasil Observasi
Berdasarkan rekafitulasi hasil obervasi aktivitas pada siklus I diperoleh data
terlihat pada tabel 4 di bawah ini:
No Nama Siswa Skor Nilai Skor
Akhir 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Anggi Rizki M 3 4 3 2 3 2 3 4 3 27
2 Beti Sukaisi 4 4 3 3 4 3 3 3 2 29
3 Dewi Ramdani 3 2 2 3 3 1 2 4 3 23
4 Edi Ramli 3 3 3 4 3 2 3 3 2 26
5 Fitrianti 4 3 4 4 3 3 3 4 3 27
6 Gusti Wijaya 4 3 4 3 4 3 3 2 3 29
7 Hendra Saputra 3 4 3 3 4 3 4 3 3 30
8 Hemdrian Ananda 3 2 4 3 2 1 3 2 3 23
9 Herlina Puli L 2 3 3 2 4 1 2 3 2 22
10 Hermini 4 3 3 4 3 3 3 2 3 28
11 Iki Oktaviana 4 3 4 4 3 4 3 3 3 31
12 Leni Marlina 3 2 3 3 3 2 3 3 1 23
13 Muslimin 4 3 4 4 3 4 3 3 2 30
14 Ria Irawan 3 2 3 3 4 3 4 3 3 28
15 Risa Irmayanti 2 3 1 3 2 3 3 2 3 22
16 Rudi Hartono 2 1 2 3 3 2 3 3 3 22
17 Tomi Saputra 3 2 3 3 3 4 3 3 2 26
18 Pipi Putri Andini 4 3 2 2 3 3 4 3 3 27
19 Wahyudi 2 1 3 2 2 3 3 2 3 21
20 Yandi Sopian 3 3 2 3 2 3 4 3 3 26
Jumlah Skor 63 54 59 61 61 53 66 58 53 520
Rata-Rata 2,88
Dari tabel di atas dapat
terlihat bahwa hasil rata-rata setiap
aktifitas siswa pada siklus I adalah
2,88. Nilai ini pada interval 2≤
2,88≤3. Berdasarkan kriteria
pengelolahan aktifitas siswa yang
di tetapkan, maka diperoleh rata-
rata aktifitas siswa untuk setiap
aktifitas dalam belajar siklus I
tergolong cukup aktif.
Setelah menganalisis hasil belajar
siswa pada siklus I diperoleh hasil
seperti terlihat pada tabel 4.2
berikut:
Tabel 4.2 Hasil evaluasi (LKS)
siklus I Nilai rata – rata 15,5
Nilai tertinggi 100
Nilai terendah 45
Jumlah siswa yang hadir 20
Jumlah siswa yang tidak hadir -
Jumlah siswa yang tuntas 17
Jumlah siswa yang tidak tuntas 3
Prosentase ketuntasan 85
Page 366
358
Siklus Kedua
Data Hasil Observasi
Berdasarkan rekapitulasi hasil observasi aktivitas siswa pada siklus II
diperoleh data yang terlihat pada tabel 4.3 di bawah ini :
Tabel 4.3 Rekapitulasi hasil observasi aktivitas siswa siklus II
No Nama Siswa Skor Nilai Skor
Akhir 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Anggi Rizki M 4 3 2 3 2 2 3 4 2 25
2 Beti Sukaisi 3 4 3 3 4 3 4 4 3 31
3 Dewi Ramdani 4 2 2 3 3 2 2 4 3 25
4 Edi Ramli 4 3 3 4 3 3 3 4 2 28
5 Fitrianti 4 3 3 3 3 3 4 4 3 30
6 Gusti Wijaya 4 3 4 3 4 3 3 4 3 31
7 Hendra Saputra 3 2 4 3 4 3 3 4 4 30
8 Hemdrian Ananda 3 2 4 2 3 2 4 3 2 25
9 Herlina Puli L 3 2 3 3 4 3 2 3 2 24
10 Hermini 4 3 3 3 3 4 4 2 3 29
11 Iki Oktaviana 4 3 4 4 3 2 3 3 2 30
12 Leni Marlina 3 2 4 3 3 4 3 1 3 22
13 Muslimin 4 3 2 3 4 3 4 3 3 32
14 Ria Irawan 3 4 4 4 4 3 3 4 3 31
15 Risa Irmayanti 3 2 3 3 3 3 3 4 3 26
16 Rudi Hartono 3 4 3 2 3 3 4 2 3 27
17 Tomi Saputra 4 3 3 4 2 3 3 3 3 28
18 Pipi Putri Andini 4 3 4 4 3 3 2 3 3 29
19 Wahyudi 3 3 3 4 3 3 3 4 3 29
20 Yandi Sopian 2 1 3 2 2 3 3 2 3 21
Jumlah Skor 69 55 63 63 63 56 63 65 56 553
Rata-Rata 3,07
Page 367
359
Setelah menganalisis hasil evaluasi
belajar siklus ke II diperoleh hail
seperti pada tabel 4.4 di bawah ini
:
Tabel 4.4 Hasil evaluasi (LKS)
siklus II Nilai rata – rata 15.95
Nilai tertinggi 100
Nilai terendah 55
Jumlah siswa yang hadir 20
Jumlah siswa yang tidak hadir -
Jumlah siswa yang tuntas 18
Jumlah siswa yang tidak tuntas 2
Prosentase ketuntasan 90
Tabel 4.5 Ringkasan hasil data
penelitian
Siklus
Rata – rata
prestasi
siswa
Ketercapaian
Aktifitas
Skor Kategori
I II
15,5 15.95
85 90
2,88 3,07
Cukup aktif
Sangat Aktif
Pembahasan
Berdasarkan analisa data
dari siklus ke siklus, hasil
penelitian observasi kegiatan guru
mengajar dan penilian observasi
kegiatan siswa belajar dengan
menggunakan model pembelajaran
kooperatif prestasi belajar geografi
siswa semakin meningkat.
Pada siklus I aktivitas
siswa tergolong cukup aktif. Hal
ini disebabkan karena siswa belum
terbiasa dengan metode yang
diterapkan oleh guru sehingga
siswa banyak diam dan menunggu
temanya. Berdasarkan analisis
hasil belajar pada siklus I nilai rata
- rata adalah 15,5 sedangkan
jumlah prosentasi ketuntasan
secara klasikal adalah 85%.
Pada siklus II aktivitas
belajar siswa tergolong aktif
sehingga bisa dikatakan bahwa
terjadi peningkatan aktivitas siswa
dari siklus sebelumnya.namun
untuk siklus I mengalami
peningkatan skor dari 0,46
menjadi 0,62.Dari hasil evaluasi
pada siklus II diperoleh rata - rata
skor kelas sebesar 15,95 dan nilai
klasikalnya adalah 90% sehingga
dari hasil yang diperoleh
menunjukkan indikator yang telah
tercapai. Karena indikator dalam
penelitian ini yang diperoleh 90%
lebih besar dari 85%, maka tujuan
dalam penelitian ini tercapai.
Berdasarkan hasil tersebut maka
pelaksanaan penelitian ini
dihentikan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan analisis data serta
pembahasan hasil penelitian
yang telah dilakukan, maka
dapat disimpulkan bahwa :
1. Penerapan pembelajaran
kooperatif telah berhasil
terlaksana dalam upaya
meningkatkan aktivitas
belajar IPS Geografi siswa
kelas VIII semester II SMP
Negeri 1 Belo Kabupaten
Bima tahun pelajaran
2009/2010. Hal ini terlihat
dari adanya peningkatan
nilai rata-rata aktivitas
belajar yaitu untuk siklus I,
siklus II berturut-turut
sebesar 0,46 (kategori
cukup aktif) ; 0,62
(kategori aktif).
2. Prestasi belajar siswa telah
mengalami peningkatan
terhadap penerapan
pembelajaran kooperatif
pada mata pelajaran IPS
Geografi siswa kelas VIII
semester II SMP Negeri 1
Page 368
360
Belo Kabupaten Bima
tahun pelajaran 2009/2010.
Hal ini terlihat dari adanya
peningkatan nilai
ketuntasan klasikal untuk
siklus I, siklus II berturut-
turut sebesar 85 % ; 90 %.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (1998). Prosedur
Penelitian, Suatu Pendekatan
Praktek. Yogyakarta:
Rineka Cipta.
Departemen Pendidikan Nasional.
(2002a). Pendekatan
Kontekstual. Depdiknas:
Direktorat PLP.
Departemen Pendidikan Nasional.
(2002b). Kegiatan Belajar
Mengajar. Jakarta: Puskur.
Departemen Pendidikan Nasional.
(2003). Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah, Pembelajaran dan
pengajaran Kontekstual.
Depdiknas: Direktorat PLP
Muhadjir, N. (1996). Metodologi
Penelitian Kualitatif.
Yogyakarta: Rake Sarasin.
Munir,B.(2001). Dinamika
Kelompok. Jakarta:
Universitas Sriwijaya.
Nurgiyantoro, B. (2001). Penilaian
dalam Pengajaran Bahasa
dan Sastra. Yogyakarta:
BPFE.
Wardani, (2002), Penelitian
Tindakan Kelas, Jakarta:
Universitas Terbuka
Page 369
361
PENERAPAN PENDEKATAN SPIKK (SISWA BERPIKIR KRITIS DAN
KREATIF) PADA PEMBELAJARAN PKNMATERI PEMBELAJARAN
BUDAYA INDONESIA YANG PERNAH DITAMPILKAN DALAM MISI
KEBUDAYAAN INTERNASIONAL DAPAT MENINGKATKAN
AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS IV SDN
INPRES PARADOWANE TAHUN PELAJARAN 2010/2011
KASIANTO
GURU SDN INPRES PARADO WANE
Kata Kunci: pembelajaran PKn,Pendekatan Spikk (Siswa Berpikir Kritis
Dan Kreatif)
Penelitian ini bertujuan meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa
siswa kelas IV SDN Inpres Paradowane Tahun Pelajaran 2010/2011 semester
ISDN Inpres Paradowane Kabupaten Bima Pada Pembelajaran PKn materi
pembelajaran budaya indonesia yang pernah ditampilkan dalam misi
kebudayaan internasional dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar
Bumi dan dengan penerapan Pendekatan Spikk (Siswa Berpikir Kritis Dan
Kreatif).Jenis penelitin ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan
dalam dua siklus.Masing-masing siklus terdiri dari tahap perencanaan,
pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi dan refleksi. Data aktivitas belajar
siswa diperoleh dengan cara observasi sedangkan data prestasi belajar siswa
diperoleh dari pemberian tes objektif pada tiap akhir siklus. Hasil penelitian
menunjukan bahwa kegiatan perbaikan pembelajaran dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa. Hal ini dapat tercapai karena usaha guru selalu
memperbaiki pembelajaran. Langkah yang ditempuh antara lain memilih
model pembelajaran yang tepat dan menggunakannya secara optimal.dengan
yang menerapkan pendekatan (SPIKK atau siswa berpikir kritis dan kreatif )
dapat meningkatkan aktivitas, dan prestasi belajar siswa pada pembelajaran
PKn materi pembelajaran jenis budaya indonesia dalam misi kebudayaan
internasional kelas IV semester I SDN Inpres Paradowane Tahun Pelajaran
2010/2011. Hal ini dapat ditunjukkan dengan nilai rata-rata kelas tes formatif
dan persentase tuntas belajar klasikal pada siklus I dan II berturut-turut 71,8;
79,13 dan 76 %; 96 %. Kategori aktivitas siswa pada siklus I berkategori
cukup dan pada siklus II terdapat peningkatan menjadi berkategori aktif.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berdasarkan pengamatan
peneliti di SDN Inpres
Paradowane bahwa permasalahan
yang dihadapi dalam pada
pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) materi
Pembelajaran Budaya Indonesia
Yang Pernah Ditampilkan Dalam
Page 370
362
Misi Kebudayaan Internasional,
pada siswa kelas IV Semester I di
SDN Inpres
ParadowaneKecamatan Parado
Kabupaten Bima – NTB
prestasinya rendah.
Setelah diadakan ulangan
ada 6 orang dari 25 siswa kelas IV
yang mencapai tingkat penguasaan
materi (mendapat nilai 70 keatas)
yang mengalami belajar tuntas.
Sedangkan 19 siswa mendapat
nilai 70 kebawah atau belum
mengalami belajar tuntas.
Dari data tersebut
menunjukkan bahwa dalam
pembelajaran PKn dikatakan
belum berhasil karena banyak
siswa yang belum tuntas dalam
pembelajaran, sehingga
pembelajaran ini dianggap masih
jauh dari harapan. Berdasarkan
diskusi dengan teman sejawat
terhadap pembelajaran yang telah
dilaksanakan pada pra siklus
teridentifikasi beberapa hal yang
dapat menyebabkan
ketidakberhasilan dalam
pembelajaran : Rendahnya
penguasaan siswa terhadap materi
pelajaran PKN, Minat dan
motivasi belajar siswa kurang,
Siswa tidak mau bertanya, Ssiswa
banyak yang pasif
Tujuan Perbaikan Pembelajaran
1. Secara umum tujuan
perbaikan pembelajaran
melalui Penelitian Tindakan
Kelas adalah :
Sesuai dengan rumusan
masalah di atas maka tujuan
penelitian ini Meningkatkan
prestasi belajar siswa pada
mata pelajaran PKnmateri
pembelajaran budaya
indonesia yang pernah
ditampilkan dalam misi
kebudayaan internasional
melalui penerapan
pendekatan SPIKK (Siswa
Berpikir Kritis dan Kreatif)
pada siswa kelas IV semester
I SDN Inpres Paradowane
tahun pelajaran 2010/2011.
2. Secara khusus tujuan
dilaksanakannya perbaikan
pembelajaran melalui
Penelitian Tindakan Kelas
adalah :
Mendeskripsikan
penerapan pendekatan SPIKK
(Siswa Berpikir Kritis dan Kreatif)
untuk meningkatkan aktivitas dan
prestasi belajar siswa pada
pembelajaran PKn materi
pembelajaran budaya indonesia
yang pernah ditampilkan dalam
misi kebudayaan internasional
Mengetahui dampak
dampak penerapan pendekatan
SPIKK (Siswa Berpikir Kritis dan
Kreatif)untuk meningkatkan
aktivitas dan prestasi belajar siswa
pada pembelajaran PKn materi
pembelajaran budaya indonesia
yang pernah ditampilkan dalam
misi kebudayaan internasional
LANDASAN TEORI
Hasil Belajar PKn
Mata Pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan, biasa disingkat
PKn, adalah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan
penulisan dengan cakupan yang
luas dalam berbagai lapangan
meliputi perilaku dan interaksi
manusia di masa kini dan masa
lalu. PKn tidak memusatkan diri
Page 371
363
pada satu topik secara mendalam
melainkan memberikan tinjauan
yang luas terhadap masyarakat.
Pendidikan
Kewarganegaraanmerupakan salah
satu mata pelajaran yang diberikan
mulai dari SD/MI/SDLB sampai
SMP/MTs/SMPLB. PKn mengkaji
seperangkat peristiwa, fakta,
konsep, dan generalisasi yang
berkaitan dengan isu sosial. Pada
jenjang SD/MI. Melalui mata
pelajaran PKn, peserta didik
diarahkanuntuk dapat menjadi
warga negara Indonesia yang
demokratis, dan bertanggung
jawab, serta warga dunia yang
cinta damai.
Model Pembelajaran Kolaboratif Model pembelajaran
kolaboratif merupakan model
pembelajaran yang Mengatifkan
para siswa belajar dalam
kelompok-kelompok kecil,
kelompok saling belajar dan
membelajarkan untuk mencapai
tujuan bersama
(http://www.pembelajaran-
kolaborasi.web.id).
Menurut Panitz (dalam
Reynolds, 2008) pembelajaran
kolaboratif adalah sebagai
filsafat tanggung jawab pribadi
dan sikap saling menghormati
sesama, dimana siswa
bertanggung jawab atas belajar
mereka sendiri dan berusaha
menemukan informasi untuk
menjawab pertanyaan yang
dihadapkan kepada mereka dan
guru disini bertindak sebagai
fasilitator. Pembelajaran ini
menempatkan siswa dalam
kelompok kecil dan memberinya
tugas dimana mereka saling
bergantung satu dengan lainnya
untuk menyelesaikan tugas atau
pekerjaan kelompok.
Pola belajar kelompok
dengan cara kerja sama antar
siswa, selain dapat mendorong
timbulnya gagasan yang lebih
bermutu juga dapat
meningkatkan kreativitas siswa,
serta merupakan nilai sosial
bangsa Indonesia yang perlu
dipertahankan. Apabila individu-
individu ini bekerja sama untuk
mencapai tujuan bersama,
ketergantungan timbal balik
(mutual dalam system) atau
salingketergantungan antara
mereka akan memotivasi mereka
untuk bekerja lebih keras demi
keberhasilan mereka secara bersama-
sama (Suderadjat, 2004)
Pendekatan Siswa Berpikir
Kritis dan Kreatif
Pendekatan SPIKK
merupakan akronim dari Siswa
Berpikr Kritis dan Kreatif.
Berpikir kritis adalah berfikir
refleksi yang beralasan dan di
arahkan untuk menentukan apa
yang dapat dipercaya atau
diperbuat. Pemikir kritis berusaha
untuk menyadari penyimpangan-
penyimpangan pemikirannya agar
menjadi obyektif dan logis.
Berpikir kritis digunakan untuk
memperjelas atau mengklarifikasi
fakta atau informasi.
Keterampilan-keterampilan
berpikir seperti menganalisis dan
mensintesis merupakan
keterampilan berpikir kritis
(Darliana, 2000).
Page 372
364
Berpikir ktitis adalah
berpikir berdasarkan pengetahuan
yang sesuai dan dapat dipercaya,
atau cara berpikir yang beralasan,
dapat digambarkan, bertanggung
jawab dan mahir. Dalam
pengertian ini seorang dikatakan
berpikir kritis bila menanyakan
suatu hal dan mencari informasi
dengan tepat. Kemudian informasi
tersebut digunakan untuk
menyelesaikan masalah dan
mengelolanya secara logis, efisien,
dan kreatif, sehingga dapat
membuat kesimpulan yang dapat
diterima oleh akal. Selanjutnya
informasi tersebut digunakan
untuk memecahkan masalah yang
di hadapi dengan tepat berdasarkan
analisis informasi dan pengetahuan
yang di milikinya. Seseorang yang
berpikiran kritis memiliki karakter
khusus yang dapat di identifikasi
dengan melihat bagaimana
seseorang tersebut dalam
menyikapi sebuah masalah,
informasi atau argumen.
Aktivitas Belajar
Aktivitas siswa selama
proses pembelajaran merupakan
salah satu indikator adanya
keinginan untuk belajar. Aktivitas
ini mencakup aktivitas mental,
intelektual, emosional, sosial, dan
motorik (Sudjana, 1991).
Menurut Hamalik (2003)
aktivitas belajar merupakan
suatu kegiatan siswa untuk
memperolehpengetahuan,
pemahaman dan aspek-aspek
tingkah laku lainnyaserta
mangembangkan keterampilan
yang bermakna untuk hidup
bermasyarakat. Sementara itu
Sardiman (2003) menyatakan
bahwa tidak ada belajar kalau
tidak ada aktivitas. Itulah
sebabnya aktivitas merupakan
prinsip atau asas yang sangat
penting di dalam interaksi belajar
mengajar.
Jadi aktivitas belajar
adalah merupakan suatu kegiatan
siswa untuk memperoleh
pengetahuan, pemahaman dan
aspek-aspek tingkah laku lainnya
serta mengembangkan
keterampilan yang bermakna
untuk hidup bermasyarakat.
Prestasi Belajar
Slameto (2003)
menyatakan bahwa prestasi
belajar merupakan suatu
perubahan yang dicapai oleh
seseorang setelah mengalami
proses belajar. Perubahan itu
meliputi perubahan tingkah laku
secara menyeluruh dalam sikap,
keterampilan dan pengetahuan.
Prestasi belajaradalah
hasil yang diperoleh berupa
kesan-kesan yang mengakibatkan
perubahan dalam diri individu
sebagai hasil dari aktivitas
dalambelajar. Selain itu prestasi
belajar juga diartikan sebagai
hasil penilaian pendidikan
tentang kemajuan siswa setelah
melakukan aktivitas belajar
(Djamarah, 1994).
Ini berarti prestasi belajar
tidak akan bisa diketahui tanpa
dilakukan penilaian atas hasil
aktivitas belajar siswa. Fungsi
prestasi belajar bukan saja
untuk mengetahui sejauh mana
kemajuan siswa setelah
menyelesaikan suatu aktivitas,
Page 373
365
tetapi yang lebih penting adalah
sebagai alat untuk memotivasi
setiap siswa agar lebih giat belajar,
baik secara individu maupun
kelompok.
METODE PENELITIAN
Subyek Penelitian
Proses pelaksanaan dan perbaikan
pembelajaran dilaksanakan di
SDN Inpres
ParadowaneKecamatan
ParadoKabupaten Bima NTB pada
tanggal 1 dan 6Nopember 2010.
Jadwal pelaksanaan perbaikan
pembelajaran untuk
setiappertemuan adalah sebagai
berikut :
1) Tanggal 1Nopember2010
perbaikan pembelajaran siklus
I, waktu 2 × 35 menit.
2) Tanggal 6Nopember perbaikan
pembelajaran siklus II, waktu 2
x 35 menit.
Analisis bahan Pelajaran
Sebelum menerapkan
Pendekatan SPIKK, terlebih
dahulu guru harus menganalisis
konsep secara lengkap agar semua
informasi yang dikembangkan
dalam analisis tersebut dapat di
komunikasikan dengan baik
kepada siswa. Dengan
menganalisis konsep, akan
membantu guru untuk mengetahui
apa yang harus diajarkan dan
masalah apa yang mungkin akan
muncul. Suatu konsep di analisis
dengan cara menentukan atribut
dan aturan yang merupakan
sistematika berpikir khusus yang
terkandung di dalam konsep
tersebut.
Pemilihan Alat Bantu Mengajar
Alat bantu mengajar yang
dapat digunakan dalam
pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan SPIKK
dapat berupa model, gambar,
diagram, lingkungan, charta atau
bacaan-bacaan/artikel.
Penyusunan LPP (Lembar
pertanyaan Pokok)
LPP (Lembar pertanyaan
pokok) merupakan lembar catatan
guru yang berisikan pertanyaan-
pertanyaan yang sudah di rancang
untuk membantu siswa
membentuk pengetahuannya.
Penyusunan LPP harus mengukuti
pola pembelajaran yang
digunakan.
HASIL PERBAIKAN DAN
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian yang
telah dilakukan, diperoleh data-
data seperti berikut ini:
Aktivitas siswa selama
pembelajaran berlangsung dapat
diketahui dari lembar observasi
aktivitas siswa (lampiran) yang
dilakukan oleh pengamat atau
teman sejawat. Pada setiap siklus,
penulis mengadakan suatu
observasi sederhana untuk melihat
tingkat motivasi dan keaktifan
siswa terhadap proses
pembelajaran.
Berikut keadaan tingkat motVasi dan keaktifan siswa terhadap proses
pembelajaran
Page 374
366
No
Nama Siswa
Sebelum
Perbaikan
Pada Saat Perbaikan
Ket
Siklus I Siklus II
1 Anwar Mustamin + ++ ++
- = Kurang
+ = Cukup
++ = Baik
2 Mahfud Sulaiman - - +
3 Rahmadin M. Jakir + ++ ++
4 Febi Irawan - + ++
5 Irwan M. Nor ++ + ++
6 Muh. Asegaf - + ++
7 Ardiansyah Ismail - + +
8 Ardin Aprianto - - ++
9 Apriyansyah + - +
10 Muh. Hafiz. R - +- ++
11 Mardansyah Mt - + +
12 Nining Anggriani - +- ++
13 Nurlailah - + ++
14 Putri Dewi Yanti - - +
15 Putry Khusnul Amalia - + ++
16 Sulaiman T + + ++
17 Uswatun Hasanah - - +
18 Mardiansyah - + +
19 Dimas Bimantoro - + ++
20 Muh. Adem Fariant ++ + +
21 Dirham Darmawan F + + ++
22 Suryati + + +
23 Rasidin M. Yunus + + +
24 Syafruddin - + ++
25 Ardiansyah Buhari + - +
Rata - Rata
-
(Kurang)
+
(Cukup)
++
(Baik)
Data di atas menunjukkan adanya peningkatan nilai motivasi dan
keaktifan siswa sejak sebelum perbaikan, siklus pertama, hingga siklus
kedua.
Hasil Belajar Siswa
Page 375
367
Tabel 4.2 Daftar Nilai Tes Akhir Pembelajaran PKn
No.
Nama Siswa
Sebelum
Perbaik
an
Ket
Pada Saat Perbaikan
Siklus
I Ket Siklus II Ket
1 Anwar Mustamin 50 Belum Tuntas 60 Belum Tuntas 60
Belum
Tuntas
2 Mahfud Sulaiman 55 Belum Tuntas 90 Tuntas 80 Tuntas
3 Rahmadin M. Jakir 85 Tuntas 70 Tuntas 100 Tuntas
4 Febi Irawan 55 Belum Tuntas 50 Belum Tuntas 70 Tuntas
5 Irwan M. Nor 65 Tuntas 70 Tuntas 80 Tuntas
6 Muh. Asegaf 75 Tuntas 80 Tuntas 85 Tuntas
7 Ardiansyah Ismail 65 Tuntas 75 Tuntas 85 Tuntas
8 Ardin Aprianto 30 Belum Tuntas 50 Belum Tuntas 60
Belum
Tuntas
9 Apriyansyah 45 Belum Tuntas 75 Tuntas 75 Tuntas
10 Muh. Hafiz. R 65 Tuntas 70 Tuntas 80 Tuntas
11 Mardansyah Mt 45 BelumTuntas 60 BelumTuntas 75 Tuntas
12 Nining Anggriani 65 Tuntas 75 Tuntas 80 Tuntas
13 Nurlailah 75 Tuntas 75 Tuntas 85 Tuntas
14 Putri Dewi Yanti 80 Tuntas 85 Tuntas 90 Tuntas
15 Putry Khusnul Amalia 50 Belum Tuntas 70 Tuntas 75 Tuntas
16 Sulaiman T 75 Tuntas 75 Tuntas 85 Tuntas
17 Uswatun Hasanah 60 BelumTuntas 80 Tuntas 85 Tuntas
18 Mardiansyah 50 Belum Tuntas 60 Belum Tuntas 85 Tuntas
19 Dimas Bimantoro 65 Tuntas 70 Tuntas 80 Tuntas
20 Muh. Adem Fariant 65 Tuntas 70 Tuntas 75 Tuntas
21 Dirham Darmawan F 65 Tuntas 70 Tuntas 80 Tuntas
22 Suryati 50 Belum Tuntas 60 Belum Tuntas 70 Tuntas
23 Rasidin M. Yunus 65 Tuntas 80 Tuntas 85 Tuntas
24 Syafruddin 65 Tuntas 70 Tuntas 75 Tuntas
25 Ardiansyah Buhari 65 Tuntas 75 Tuntas 80 Tuntas
Jumlah 1610 1795 1820
Rata-Rata 64,4 71,8 79,13
Jumlah siswa yang tuntas 16 19 24
Jumlah siswa yang belum tuntas 9 6 1
Ketuntasan Klasikal 64% 76% 96%
Kriteria
Belum Tuntas secara Klasikal
Belum Tuntas secara Klasikal
Sudah Tuntas secara Klasikal
Page 376
368
Hasil penelitian pada kedua siklus dapat dilihat pada tabel berikut
Proses
Pembelajaran
Tingkat
Aktiviats
Belajar
Siswa
dan
Aktivitas
Guru
Prestasi Belajar
Kategori Nilai
Terendah
Nilai
Tertinggi
Nilai
Rata-
rata
kelas
Ketuntasan
klasikal
Sebelum
Perbaikan Kurang 45 85 64,4 64 %
Siklus I
Cukup 50 90 71,8 76 %
Siklus II
Baik 60 100 79,13 96 %
Pembahasan
Siswa memiliki
masalah dalam hal minat dan
perhatian dalam belajar PKn
karena sistem pembelajaran yang
konvensional dan kurang
maksimalnya dalam pemilihian
metode yang sesuai dan menarik.
Untuk mengatasi masalah tersebut,
penulis melakukan upaya
perbaikan dengan menggunakan
metode diskusi. Upaya ini
dilakukan dalam dua siklus
bersama teman sejawat yang
berperan sebagai observer.
Pendekatan yang dilakukan ialah
pada materi jenis budaya indonesia
dalam misi kebudayaan
internasional, yang dalam
pelaksanaannya penulis berusaha
menerapkan pendekatan (SPIKK
atau siswa berpikir kritis dan
kreatif) guna meningkatkan minat
dan keaktifan siswa, hingga dapat
diperoleh hasil belajar yang
maksimal.
Nilai rata-rata
yang dicapai oleh siswa pada
setiap akhir pembelajaran terus
meningkat secara signifikan sejak
sebelum proses perbaikan hingga
akhir siklus kedua. Ini
tergambarkan dengan peningkatan
rata-rata nilai hasil belajar yang
dicapai 64,4 dimana presentasi
ketuntasan klasikal 67 % pada
siklus pertama dan 79,13dimana
presentasi ketuntasan klasikal 96
% pada siklus kedua siswa berhasil
mencapai hasil belajar yang cukup
memuaskan. Artinya, ketuntasan
belajar telah tercapai.
Page 377
369
KESIMPULAN Dari keseluruhan hasil perbaikan,
maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Kegiatan perbaikan
pembelajaran dapat
meningkatkan prestasi belajar
siswa. Hal ini dapat tercapai
karena usaha guru selalu
memperbaiki pembelajaran.
Langkah yang ditempuh
antara lain memilih model
pembelajaran yang tepat dan
menggunakannya secara
optimal.
2. dengan yang menerapkan
pendekatan (SPIKKatau siswa
berpikir kritis dan kreatif )
dapat meningkatkan aktivitas,
dan prestasi belajar siswa pada
pembelajaran PKnmateri
pembelajaran jenis budaya
indonesia dalam misi
kebudayaan internasional
kelas IV semester I SDN
Inpres Paradowane Tahun
Pelajaran 2010/2011.
3. Hal ini dapat ditunjukkan
dengan nilai rata-rata kelas tes
formatif dan persentase tuntas
belajar klasikal pada siklus I
dan II berturut-turut 71,8;
79,13 dan 76 %; 96 %.
Kategori aktivitas siswa pada
siklus I berkategoricukupdan
pada siklus II terdapat
peningkatan menjadi
berkategori aktif
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006.
Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2007. Dasar-
Dasar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Djamarah, Syaiful Bahri. 1994.
Prestasi Belajar dan
Kompetensi Guru.
Surabaya: Usaha
Nasional.
Dalyono,Drs.M.. 2005. Psikologi
Pendidikan. Jakarta :
Rineka Cipta.
Darliana, Drs. 2000. Pendekatan
SPIKK Bandung:
Departemen Pendidikan
Dan Kebudayaan.
Djamarah, S.B. 1994. Prestasi
Belajar Dan Kompetensi
Guru. Surabaya: Usaha
Nasioanal.
Dimyati dan Mudjiono. 2006.
Belajar dan
pembelajaran. Jakarta:
Rineka cipta
Hamalik, Oemar. 2003.
Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi
Aksara.
Gunawan, Adi W. 2007. Genius
Learning Strategy.
Jakarta. Gramedia
Pustaka.
Hamalik, Oemar. 2008. Proses
Belajar Mengajar. Jakarta.
Bumi Aksara.
Hamalik, Oemar.2001.Pendekatan
Baru Strategi Belajar
Mengajar Berdasarkan
CBSA. Bandung : Sinar
Baru.
Karhami, S. Karim A.
1998.Panduan
Pembelajaran Fisika
Page 378
370
SLTP. Jakarta:
Departemen Pendidikan
Dan Kebudayaan.
Notoatmodjo, Soedikdjo. 2003.
Pendidikan dan Perilaku
Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Raynolds, David. 2008. Effective
Teaching. Yogyakarta:
Pustaka Belajar.
Sagala, Saiful. 2005. Konsep Dan
Makna Pembelajaran.
Bandung: Alfabeta.
Sardiman. 2007. Interaksi dan
Motivasi Belajar
Mengajar. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Slameto. 2003.Belajar dan Faktor-
Faktor Yang
Mempengaruhinya.
Jakarta: Rineka Cipta.
Suderadjat, Hari. 2004.
Implementasi Kurikulum
Berbasis Kompetensi.
Bandung: CV Cipta
Cekas Grafika.
Sari, Bheta, N. 2004, 9 Oktober.
Sistem Pembelajaran
KBK terhadap Motivasi
belajar Para peserta
Didik Pada Bidang Studi
Fisika. Artikel.us.art.05-
57.html.
Slameto. 2003. Belajar dan
Faktor-faktor Yang
Mempengaruhinya.
Jakarta: Rineka Cipta.
Sugiyono, dkk. Petunjuk Guru
Fisika SLTP. Bandung:
Transito.
Suharno, 2004. Buletin:
pendidikan fisika dalam
menyongsong pasar
bebas. Bandung: Pusat
Pengembangan penataran
guru tertulis Bandung.
Sudjana, Nana. 2001. Statistik
Pendidikan. Bandung:
Tarsito.
Sumaji. 1998. Pendidikan Sains
Yang Humanisik.
Yogyakarta: Kanisisus
Syah, Muhibbin. 2005. Psikologi
Belajar. Jakarta: Rajawali
Pers.
Winataputra, Udin S. 2005.
Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta:
Universitas
Terbuka _________. 2007.
Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta:
Universitas Terbuka
Tilaar, 2002. Membenahi
pendidikan Nasional.
Jakarta: Rineka Cipta.
Usman. 2000. Menjadi Guru
Profesional. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
.(http;/elearning.unej.ac.id/courses/
DOLLIS/document/BERP
IKIR_KRITIS.pdf?cidreq
=DOLLIS crtical,
November 2009)
(htpp:/puslit.petra.ac.id/jou
rnals/interior/.november 2009)
Page 379
371
PENINGKATAN HASIL BELAJAR PKN DENGAN IMPLEMENTASI
MODEL PAKEM DILENGKAPI TUGAS TERSTRUKTUR DAN
PEMANFAATAN BENDA-BENDA SEKITAR PADA SISWA KELAS V
SEMESTER II SEKOLAH DASAR NEGERI PARADO WANE
KECAMATAN PARADO KABUPATEN BIMA TAHUN PELAJARAN
2010/2011.
RITA HANDAWATI
GURU SDN PARADO WANE
Abstrak
Kata Kunci: pembelajaran PKn,Model PAKEM Dilengkapi Tugas
Terstruktur Dan Pemanfaatan Benda-Benda Sekitar
Penelitian ini bertujuan meningkatkan hasil belajar siswa Kelas V
Semester II Sekolah Dasar Negeri Parado Wane Kabupaten Bima Pada
Pembelajaran PKn materi Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) dengan Model PAKEM Dilengkapi Tugas Terstruktur Dan
Pemanfaatan Benda-Benda Sekitar.. Jenis penelitin ini adalah penelitian
tindakan kelas yang dilakukan dalam dua siklus. Masing-masing siklus terdiri
dari tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi dan
refleksi. Data aktivitas belajar siswa diperoleh dengan cara observasi
sedangkan data Hasil penelitian menunjukan bahwa penelitian tindakan kelas
telah menciptakan perubahan kearah positif, perubahan itu meliputi
perubahan pada siswa dan perubahan pada guru. yang dilakukan di Kelas
VSekolah Dasar Negeri Parado Wane Kecamatan Parado Kabupaten Bima
NTB dapat disimpulkan bahwa Kegiatan perbaikan pembelajaran dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat tercapai karena usaha guru
selalu memperbaiki pembelajaran. Langkah yang ditempuh antara lain
memilih model pembelajaran yang tepat dan menggunakannya secara
optimal serta penggunaan alat peraga yang menarik.Pelaksanaan perbaikan
pembelajaran PKn pada siklus I belum memuaskan karena siswa yang
memperoleh nilai > 75 sebanyak 24 siswa, prosentase 75 %, sehingga
masih ada 8 siswa yang memperoleh nilai < 75, prosentase 25 %.
Sedangkan Pelaksanaan perbaikan pembelajaran PKn pada siklus II telah
berhasil karena siswa yang memperoleh nilai > 75 sebanyak 30 siswa,
prosentase 93,75 %, sehingga hanya ada 2 siswa yang memperoleh nilai < 75,
prosentase 6,25 %.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mata pelajaran PKn di
SMP merupakan pengembangan
dan pendalaman materi pelajaran
PKndi sekolah dasar untuk
mempelajari perilaku benda dan
energi serta keterkaitan antara
Page 380
372
konsep dan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari. Seperti
yang diketahui pada saat sekarang
ini pencapaian tujuan pengajaran
PKnbelum berhasil dengan baik di
sebabkan karena adanya berbagai
hambatan berupa : GBPP yang
padat dengan bahan pelajaran yang
harus di ajarkan sedangkan waktu
untuk mengajarkan semua
pelajaran itu relatif sedikit, jumlah
siswa yang di tangani guru banyak,
siswa dari setiap kelas dari setiap
sekolah mencapai 40 sampai
dengan 50 orang. Kemudian
banyak sekolah yang kurang
memiliki alat-alat percobaan
khususnya PKn (Darliana, 2000).
Oleh karena itu,
pembelajaran PKn, memerlukan
suatu cara pembelajaran siswa
yang dapat mengatasi semua
hambatan tersebut.Karakteristik
PKnyang sedemikian rupa,
membuat belajar PKnmerupakan
kegiatan mental yang tinggi.
Pemahaman suatu teorema, dalil,
sifat, ataudefinisi
dalamPKnmemerlukan waktu
yang relatif lama dan
memerlukanketekunan dan
kesungguhan. Karakteristik
PKntersebut juga menyebabkan
PKnmerupakan pelajaran yang
sulit dipahami, membosankan,
atau dengan kata lain
PKnmerupakan pelajaran yang
menjadi momokbagi siswa.
Dalam rangka perbaikan
sistem pendidikan termasuk
pembaharuankurikulum, berbagai
pihak melakukan kajian atau
analisis serta melihat
perlunyapenerapan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP)
Pada tahun pelajaran
2008/2009, pada Sekolah Dasar
Negeri Parado WaneKecamatan
ParadoKabupaten Bima terdapat 9
dari 188 siswa yang nilai PKn
kurang dari 4,01 sehingga siswa
tidak lulus Ujian Nasional untuk
mata pelajaran PKn. Pada tahun
pelajaran 2009/2010 terdapat 7
dari 172 siswa yang tidak lulus
Ujian Nasional karena nilai
PKnnya kurang dari 4,26. Hal ini
merupakan masalah yang harus
dijawab oleh guru PKn.
Berdasarkan pengalaman
personal penulis sebagai guru
Kelas VSekolah Dasar Negeri
Parado Wane pada tahun pelajaran
2010/2011hasil belajarPKn pada
materi Keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) yaitu
sebesar 70%. Padahal materi
Permasalahan sosial merupakan
materi yang selalu diujikan dalam
Ujian Akhir Nasional, dan
merupakan dasar untuk
mempelajari materi –materi yang
diajarkan di kelas V, Mengingat
hal tersebut hasil belajar siswa
pada materi sumber daya alam
harus ditingkatkan, dengan
harapan semua siswa dapat
menjawab soal Ujian Akhir
Nasional yang berkaitan dengan
materi Permasalahan sosial dan
materi – materi lain dengan benar.
Tujuan Perbaikan Pembelajaran
Tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah untuk
meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar mata pelajaran PKn
Page 381
373
siswaSekolah Dasar Negeri Parado
Wanetahun pelajaran 2010/2011
melalui implementasi model
PAKEM dilengkapi tugas
terstruktur dan pemanfaatan
benda-benda sekitar.
Landasan Teori
Tuntas belajar artinya
perubahan tingkah laku serta
kepandaian yang diperoleh siswa
secara menyeluruh/sempurna
setelah proses belajar. Dalam
(Nasution, 2003:36) menyatakan
bahwa tujuan proses belajar
mengajar secara ideal adalah agar
bahan yang dipelajari dikuasai
sepenuhnya oleh siswa. Dalam
(DepDikNas, 2007, hal :19),
disebutkan bahwa ketuntasan
belajar adalah tingkat ketercapaian
suatu kompetensisetelah peserta
didik mengikuti kegiatan
pembelajaran. Dalam penegasan
istilah dalam judul dijelaskan,
bahwa dalam penelitian ini tuntas
belajar hasil belajar siswa.
Hasil belajar
Hasil belajar yaitu
perolehan setelah proses belajar.
Dalam penelitian ini, yang
dimaksudkan adalah perolehan
nilai tes siswa. Penguasaan siswa
terhadap materi yang telah
diajarkan dapat dilihat dari
pencapaian nilai tes yang
dilaksanakan pada akhir
pembelajaran. Dalam (Dymyati
dan Mudjiono, 2002, hal :257),
menyatakan bahwa pada penggal
proses belajar, dilakukan tes hasil
belajar. Jenis tes yang digunakan
sebagai tes lesan atau tertulis. Tes
tertulis terdiri dari tes obyektif dan
tes uraian atau essay.
Model PAKEM
Inti dari PAKEM adalah
kerja sama kelompok dan kegiatan
siswa yang dilakukan harus
menantang siswa untuk
mengembangkan berbagai
kompetensi seperti berpikir kreatif,
mengungkapkan pikiran, dan
memecahkan masalah secara
mandiri. Siswa duduk
berkelompok dalam rangka
memudahkan interaksi antar siswa.
Siswa dapat mendiskusikan
masalah, dan membandingkan
hasil kerjanya. Dua hal tersebut
sangat penting untuk
mengembangkan berbagai
ketrampilan. Namun demikian
tugas secara individu tetap harus
diperhatikan, karena dalam
Kurikulum Berbasis Kompetensi
tugas utama guru adalah
mengembangkan potensi setiap
siswa. Setiap anak perlu
mengembangkan ketrampilan atau
memecahkan masalah secara
mandiri.
METODE PENELITIAN
Subyek Penelitian
Perbaikan pembelajaran
Pendidikan Kewarganrgaraan
(PKn) dilaksanakan di Kelas
Vsemester IISekolah Dasar Negeri
Parado WaneKecamatan Parado
Kabupaten Bima – NTB.
Pelaksanaan perbaikan
dalam 2 siklus
Tabel 1. Jadwal
pelaksanaan sebagai berikut :
No Ma
ta Pelajaran Waktu
1. PKn Siklus I, Rabu, 25
Mei 2011
Page 382
374
2. PKn Siklus II, Kamis, 26 Mei 2011
Subjek yang diteliti adalah
siswa Kelas VSekolah Dasar
Negeri Parado WaneKecamatan
Parado Kabupaten Bima – NTB
yang berjumlah 25 orang.
Penelitian tindakan kelas
memiliki tahap-tahap sebagai
berikut (berdasarkan data dalam
http://www.scribd.com/doc ) :
1. Tahap Perencanaan
2. Pelaksanaan Tindakan
3. Tahap Observasi dan
Evaluasi
4. Tahap Refleksi
Hasil yang diperoleh pada
tahap observasi dan evaluasi
dikumpulkan dan dianalisa pada
tahap ini. Dari hasil observasi dan
evaluasi pada siklus I guru
mengidentifikasi kesalahan dan
kekurangan, menganalisis
penyebab kekurangan dan
merefleksi diri untuk melakukan
persiapan menyusun tindakan
perbaikan untuk melaksananakan
siklus II. Tindakan yang sama juga
dilakukan untuk siklus II-III dan
selanjutnya.
Indikator Keberhasilan
Berdasarkan latar belakang
masalah, yaitu ketuntasan belajar
pada proses pembelajaran
PKnpada siswa Kelas VSekolah
Dasar Negeri Parado Wanetahun
pelajaran 2009/2010 belum
optimal. Keaktifan siswa baru
75%, keterampilan proses siswa
70%, dan hasil belajar siswa 70%.
Mengingat hal tersebut maka
ditetapkan indikator keberhasilan
dalam penelitian ini adalah :“
Dengan ketuntasan belajar siswa
sebesar 85 % dari siswa di kelas
yang memperoleh nilai hasil
belajar sebesar ≥ 65 % pada saat
evaluasi ” .
Dengan demikian
penerapan model PAKEM
dilengkapi tugas terstruktur dan
pemanfaatan benda-benda sekitar
pada penelitian ini dikatakan
berhasil apabila 85 % siswa
mencapai hasil belajar ≥ 65 %.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Siklus I
a. Hasil Belajar Siswa
Pelaksanaan perbaikan
pembelajaran pada siklus I
belum memuaskan karena siswa
yang memperoleh nilai > 75
sebanyak 24 siswa, prosentase
75 %, sehingga masih ada 8
siswa yang memperoleh nilai <
75, prosentase 25 %.
Page 383
375
Tabel hasil tes formatif perbaikan pembelajaran
PKnsiklus I
Tabel Rekapitulasi Perkembangan Hasil Belajar PKn Siklus I
b.
c. Aktivitas Belajar Siswa
Tabel kualitas pelaksanaan aktivitas perbaikan pembelajaran
PKnsiklus I
Siklus II
a. Hasil Belajar Siswa
Pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada siklus II
telah berhasil karena siswa yang memperoleh nilai > 75
sebanyak 30 siswa, prosentase 93,75 %, sehingga hanya ada 2
siswa yang memperoleh nilai < 75, prosentase 6,25 %.
Tabel hasil tes formatif perbaikan pembelajaranPKn
siklus II
Page 384
376
Tabel Rekapitulasi Perkembangan Hasil Belajar PKn Siklus II
b. Aktivitas Belajar Siswa
Tabel kualitas pelaksanaan aktivitas perbaikan
pembelajaran PKnsiklus II
Pembahasan dari Setiap Siklus
Penelitian ini dilaksanakan
sesuai dengan prosedur Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) yang telah
ditetapkan di awal dengan tahap-
tahap berikut: perencanaan,
pelaksanaan tindakan, observasi,
evaluasi dan refleksi.
Berdasarkan hasil
penelitian, observasi proses belajar
mengajar menunjukkan
kekurangan-kekurangan yang telah
terjadi pada siklus I antara lain
aktivitas siswa masih kurang
dalam pembelajaran di kelas,
diskusi belum efektif dan siswa
kurang dalam proses belajar-
mengajar yang diperoleh tidak
maksimal.
Hasil refleksi siklus I
mengisyaratkan perbaikan
tindakan selanjutnya antara lain
bahwa peranan guru dalam
mengorganisasikan aktivitas-
Page 385
377
aktivitas belajar siswa perlu
dioptimalkan, guru harus berupaya
meningkatkan siswa dalam
melakukan bimbingan-bimbingan
secara individual maupun
berkelompok serta membangkitkan
respon siswa dalam proses
pembelajaran. Dismping itu,
pembelajaran harus berorientasi
pada pelaksanaan tugas-tugas
belajar ditekankan pada
pemecahan masalah. Berdasarkan
uraian di atas, perlakuan siklus I
belum memenuhi kriteria
keberhasilan penelitian yang
ditetapkan sehingga sebelum
peneliti lanjut ke siklus berikutnya,
perlu ada perbaikkan dan
penyempurnaan pada siklus I.
Dengan mengacu pada
pengalaman siklus I, maka
dilakukan tindakan untuk siklus II.
Proses pembelajaran pada siklus II
terlaksana lebih baik dari
sebelumnya. Hasil evaluasi siklus
II sudah mencapai ketuntasan
klasikal. Namun hasil observasi
proses pembelajaran masih
menunjukkan kekurangan dan
kelemahan, sehingga harus lebih
maksimal dalam membimbing
siswa yang membutuhkan
bimbingan dan arahan baik secara
kelompok maupun secara
individual.
Berdasarkan hasil analisis
data tiap-tiap sklus, terlihat bahwa
dari siklus I ke siklus II mengalami
peningkatan.Pelaksanaan
perbaikan pembelajaran PKn
pada siklus I belum memuaskan
karena siswa yang memperoleh
nilai > 75 sebanyak 24 siswa,
prosentase 75 %, sehingga masih
ada 8 siswa yang memperoleh
nilai < 75, prosentase 25 %.
Sedangkan Pelaksanaan perbaikan
pembelajaran PKn pada siklus II
telah berhasil karena siswa yang
memperoleh nilai > 75 sebanyak
30 siswa, prosentase 93,75 %,
sehingga hanya ada 2 siswa yang
memperoleh nilai < 75, prosentase
6,25 %.
Dengan penerapan Model
PAKEM Dilengkapi Tugas
Terstruktur Dan Pemanfaatan
Benda-Benda Sekitar yang
memberikan kesempatan pada
siswa untuk saling berbagi gagasan
dan pengalaman serta bekerjasama
sebagai sebuah kelompok dalam
memecahkan suatu permasalahan,
dan dari data hasil penelitian yang
diperoleh menunjukkan adanya
peningkatan aktivitas dan hasil
belajar PKn materi Materi
Keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI)
Semester II Sekolah Dasar Negeri
Parado Wane tahun pelajaran
2010/2011. Ini menujukkan bahwa
Model PAKEM Dilengkapi Tugas
Terstruktur Dan Pemanfaatan
Benda-Benda Sekitar dapat
memberi pengaruh bagi keaktivan
dan hasil belajar PKnsiswa.
KESIMPULAN
Dari keseluruhan hasil perbaikan,
maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Kegiatan perbaikan pembelajaran
dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa. Hal ini dapat
tercapai karena usaha guru selalu
memperbaiki pembelajaran.
Langkah yang ditempuh antara
lain memilih model pembelajaran
yang tepat dan menggunakannya
Page 386
378
secara optimal serta penggunaan
alat peraga yang menarik.
2. Pelaksanaan perbaikan
pembelajaran PKn pada siklus I
belum memuaskan karena siswa
yang memperoleh nilai > 75
sebanyak 24 siswa, prosentase
75 %, sehingga masih ada 8
siswa yang memperoleh nilai <
75, prosentase 25 %. Sedangkan
Pelaksanaan perbaikan
pembelajaran PKn pada siklus II
telah berhasil karena siswa yang
memperoleh nilai > 75 sebanyak
30 siswa, prosentase 93,75 %,
sehingga hanya ada 2 siswa yang
memperoleh nilai < 75, prosentase
6,25 %.
3. Dengan menggunakan model
pembelajaran yang tepat dan
menggunakan alat peraga yang
menarik dapat memperjelas
pemahaman siswa tentang materi
sehingga hasil prestasi siswa dapat
meningkat.
4. Tujuan guru melaksanakan
kegiatan perbaikan pembelajaran
adalah dalam rangka membantu
siswa yang mengalami kesulitan
dalam memahami materi Keutuhan
Negara kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Bagi guru
sendiri kegiatan perbaikan juga
dalam rangka meningkatkan
profesionalisme dalam
melaksanakan tugasnya.Dengan
kegiatan perbaikan ternyata dapat
meningkatkan hasil prestasi siswa
pada materi lembaga-lembaga
dalam susunan pemerintah
kabupaten, kota, dan provinsi.
Hasil evaluasi dari siklus ke siklus
ternyata selalu meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S.2006. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Depdiknas. 2002. Petunjuk
Pelaksanaan Proses
Pembelajaran. Jakarta: Ditjen
Dikdasmen.
Djamarah. 2002. Sistem Belajar
Dan Kompetensi Guru.
Surabaya: Usaha Nasional.
…………, 2008.Psikologi Belajar.
Jakarta: Rineka Cipta
Fauzan. 2002. Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Hanafiah. 2009. Konsep Strategi
Pembelajaran. Bandung:
Resika Aditama.
Masnur. 2002. Pembelajaran
Berbasis Kompetensi Dan
Kontekstual. Jakarta : PT.
Bumi Aksara.
Sanjaya. 2002. Pembelajaran
Dalam Implementasi
Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta : Kenca
Media Group.
Sardiman. 2010. Interaksi dan
Motivasi Belajar Mengajar.
Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada.
Slameto. 2003. Belajar Dan
Faktor-Faktor Yang
Page 387
379
Mempengaruhinya. Jakarta :
PT. Rineka Cipta.
Trianto. 2007. Model-model
pembelajaran inovatif
berorientasi konstruktivistik.
Jakarta: Prestasi Pustaka
Sugiyono. 2004. Statistik
Nonparametris. Bandung : CV.
Alfebeta.
Zainal. 2003. Profesionalisme
Guru Dalam Pembelajaran.
Surabaya : Insan Cendekia.
Page 388
380
PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL BERBASIS
LEARNINGCOMMUNITYPADA PEMBELAJARAN IPA MATERI
MATERI BUMI DAN LANGIT UNTUK MENINGKATKAN HASIL
BELAJAR SISWA KELAS IV SEMESTER II SDN 1 TEKE KABUPATEN
BIMA TAHUN PELAJARAN 2010/2011.
SITI HALIMAH
GURU SDN 1 TEKE
ABSTRAK
Kata Kunci: pembelajaran IPA,Penerapan Pendekatan Kontekstual Berbasis
Learning Community
Penelitian ini bertujuan meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV
Semester II SDN 1 Teke Kabupaten Bima Pada Pembelajaran IPA materi
Bumi dan dengan penerapan Pendekatan Kontekstual Berbasis Learning
Community. Jenis penelitin ini adalah penelitian tindakan kelas yang
dilakukan dalam dua siklus.Masing-masing siklus terdiri dari tahap
perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi dan refleksi. Data
aktivitas belajar siswa diperoleh dengan cara observasi sedangkan data
prestasi belajar siswa diperoleh dari pemberian tes objektif pada tiap akhir
siklus. Penerapan Pendekatan Kontekstual Berbasis Learning
Communitypada penelitian ini dikatakan tuntas apabila 85 % siswa mencapai
prestasi belajar ≥ 65, sedangkan aktivitas belajar siswa minimal berkategori
aktif. Hasil penelitian menunjukan bahwa penelitian tindakan kelas telah
menciptakan perubahan kearah positif, perubahan itu meliputi perubahan
pada siswa dan perubahan pada guru. yang dilakukan di kelas IV SDN 1
Teke Kecamatan Palibelo Kabupaten Bima NTB dapat disimpulkan bahwa
dengan yang menerapkan model pembelajaran learning community, dapat
meningkatkan aktivitas, danhasil belajar siswa pada pembelajaran IPA materi
bumi dan langit perubahan IV semester II tahun pelajaran 2010/2011. Hal ini
dapat ditunjukkan pada .Pada evaluasi pembelajaran siklus I diperoleh
data siswa mendapat nilai < 75 ada 9 siswa atau sekitar 28,12 % dari
32 siswa, sedangkan yang mendapat nilai > 75 ada 23 siswa atau
sekitar 71,88 %, sedangkan pada evaluasi pembelajaran siklus II
diperoleh data siswa mendapat nilai < 75 ada 3 siswa atau sekitar
9,38 % dari 32 siswa, sedangkan yang mendapat nilai > 75 ada 29 siswa
atau sekitar 90,62 %
PENDAHULUAN
Latar Belakang
SDN 1 TekeKecamatan
Palibelo Kabupaten Bima
kemampuan belajar siswa pada
umumnya masih rendah. Hal
tersebut dikarenakan tidak
banyak darisiswa yang memiliki
Page 389
381
minat belajar. Semangat belajar
yang muncul antara satu siswa
dengan siswa yang lainnya
berbeda-beda tergantung pada
pengaruh lingkungan
masyarakatnya. Siswa SDN 1
Teke misalnya, yang notabene
berada di kawasan pertanian
sebagai petani, di mana para
orangtua jarang punya waktu
untuk melatih kembali anak-
anaknya belajar di rumah. Ayah
bertani, sedangkan Ibu membantu
mencari nafkah dengan membuat
ikan asin, terasi, ataupun ikan
pilet. Anak-anak ini kurang
mendapat perhatian kedua orang
tuanya sehingga bersikap
semaunya sendiri, sehingga
terkesan nakal dan bandel.
Kedua, kondisi ekonomi
menyebabkan siswa tidak cukup
gizi yang akan menyuplai energi
daya serap pelajaran yang
diajarkan oleh gurunya. Ketiga,
keterbatasan kapasitas pemahaman
siswa SD yang minim sesuai
dengan usianya yang tergolong
kanak-kanak, sehingga metode
ceramah saja tidak cukup untuk
membuka cakrawala pengetahuan
mereka. Permasalahan tersebut
telah peneliti temukan dan amati
saat bekerja di SDN 1 Teke
Kabupaten Bima. Hal ini
berpengaruh pada hasil
pembelajaran dan evaluasi akhir
pembelajaran diperoleh data
sebagai berikut : Siswa mendapat
nilai < 75 ada 20 siswa atau
sekitar 62,5 % dari 32 siswa,
sedangkan yang mendapat nilai >
75 ada 12 siswa atau sekitar 37,5
%.Melihat hasil evaluasi itu
peneliti berusaha merefleksi diri
tentang mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam ( IPA )
dengan kompetensi dasar
”Sumber Daya Alam.” Usaha
refleksi diri dengan cara
mengadakan Penelitian Tindakan
Kelas( PTK) bertujuan untuk
meningkatkan hasil belajar siswa.
Penulis mempunyai
pengalaman proses pembelajaran
yang kurang efektif di
kelasIVSDN 1 Teke pada Mata
Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
semester II tahun pelajaran
2009/2010 tentang materi “Bumi
dan Langit“. Setelah diadakan
evaluasi akhir pembelajaran
ternyata dari 32 siswa yang
mendapat nilai 55 ada 8 siswa,
persentase 25 %; mendapat nilai
60 ada 3 anak, persentase 9,38
%; mendapat nilai 65 ada 4 anak,
persentase 12,5 %; mendapat nilai
70 ada 5 anak, persentase 15,62
%; mendapat nilai 75 ada 6 anak,
persentase 18,75 %, mendapat
nilai 80 ada 4 anak, persentase
12,5 %. dan mendapat nilai 85
ada 2 anak, persentase 6,25 %.
Nilai rata-rata kelas 6,78 di bawah
KKM 75. Melihat hasil evaluasi
itu tentu ada beberapa faktor
kegagalan dalam proses
pembelajaran sehingga perolehan
nilai siswa rendah.
Tujuan Perbaikan Pembelajaran
Tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah untuk
meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar mata pelajaran IPA siswa
kelas IV Semester II SDN 1 Teke
tahun pelajaran 2010/2011 melalui
Page 390
382
penerapan pendekatan kontekstual
berbasis learning community.
KAJIAN PUSTAKA
Hakikat Pembelajaran
Kontekstual
Pembelajaran kontekstual
adalah konsep pembelajaran yang
membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari dengan melibatkan
tujuh komponen utama
pembelajaran efektif:
konstruktivisme (Contructivisme);
bertanya (Questioning);
menemukan (Inguiry); masyarakat
belajar (Learning Community);
permodelan (Modeling); penilaian
yang sebenarnya (Autentic
Assessment) (Masnur, 2008).
Pendekatan kontekstual
adalah konsep pembelajaran yang
membantu guru untuk mengaitkan
antara materi ajar dengan situasi
dunia nyata siswa, yang dapat
mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan
yang dipelajari dengan
penerapannya dalam kehidupan
para siswa sebagai anggota
keluarga dan masyarakat
(Surdiman, 2006).
Selanjutnya Hanafiah
(2009) menyatakan bahwa
Contextual Teaching Learning
merupakan suatu proses
pembelajaran holistic yang
bertujuan untuk membelajarkan
peserta didik dalam memahami
bahan ajar secara bermakna
(meaningfull) yang dikaitkan
dengan konteks kehidupan nyata,
baik berkaitan dengan lingkungan
pribadi, agama, sosial, ekonomi,
maupun cultural.
Pengertian Hasil Belajar
Secara tegas Gani dalam
Fauzal (2002) menyatakan bahwa
tidak dapat disangkal lagi bahwa
hasil belajar adalah hasil belajar
seseoarang yang mencerminkan
tiga aspek yaitu: kognitif, afektif
dan psikomotor. Jadi indikatornya
adalah kemampuan siswa dalam
memecahkan suatu masalah.
Adi Nugroho dalam
Fauzal (2002) menyatakan bahwa
hasil belajar adalah hal yang tlah
dicapai atau dilaksanakan oleh
manusia sebagai hasil kegiatan
belajar. Hasil belajar adalah hasil
dari kegiatan yang telah
dikerjakan, diciptakan baik secara
individu maupun secara kelompok.
Jadi hasil belajar adalah
segala usaha yang menunjukkan
manusia pada suatu proses
perubahan yang dinyatakan dalam
suatu penguasaan, penggunaan dan
penelitian terhadap sikap dan nilai
pengetahuan kecakapan dasar
dalam berbagai bidang studi atau
lebih luas dalam berbagai aspek
kehidupan.
METODE PENELITIAN
Perbaikan pembelajaran
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
dilaksanakan di kelas IV semester
IISDN 1 TekeKecamatan Palibelo
Kabupaten Bima – NTB.
Pelaksanaan perbaikan dalam 2
siklus
Page 391
383
Tabel 1. Jadwal
pelaksanaan sebagai berikut : No Mata Pelajaran Waktu
1. Ilmu Pengetahuan Alam Siklus I , Rabu, 18 Mei 2011
2. Ilmu Pengetahuan Alam Siklus II, Kamis, 19 Mei 2011
Subjek yang diteliti adalah
siswa kelas IV SDN 1
TekeKecamatan Palibelo
Kabupaten Bima – NTB yang
berjumlah 32 orang.
DESKRIPSI PERSIKLUS
Rencana penelitian adalah
suatu cara untuk mencari jawaban
dari rumusan masalah. Rencana
penelitian tergantung dari gejala
yang akan diteliti secara khusus
ataukah dengan cara yang wajar
(Arikunto, 2006).
1. Tahap Siklus Kedua
Tahap
pelaksanaan siklus II
sama dengan siklus I,
namun perbedaannya
terletak pada materi
yang digunakan.
Pelaksanaan siklus II
dilaksanakan apabila
siklus I tidak mencapai
ketuntasan secara
klasikal.
Sumber Data Dan Cara
Pengambilan Data
Cara pengumpulan
data dalam penelitian ini
diperoleh dengan cara
observasi dan tes hasil
belajar.
1. Observasi
2. Tes
Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan penelitian
tindakan kelas ini adalah sebagai
berikut :
1. Keberhasilan penelitian ini
dilihat dari adanya
peningkatan ketuntasan
belajar siswa pada tiap-tiap
siklus
2. Keberhasilan penelitian ini
dilihat dari adanya
peningkatan aktivitas belajar
siswa pada proses
pembelajaran dengan
pendekatan learning
community yang akan
terlihat dari hasil observasi.
HASIL PERBAIKANDAN
PEMBAHASAN
Siklus I
Hasil tes formatif
perbaikan pembelajaran IPA
disajikan dalam Tabel berikut :
Page 392
384
Peningkatan persentase ketuntasan
hasil belajar dari pra-siklus ke
siklus I dapat dilihat dalam Tabel
berikut ini :
Tabel Rekapitulasi
Perkembangan
Hasil Belajar dari
pra siklus ke siklus
I.
Aktivitas Belajar Siswa
Tabel kualitas pelaksanaan aktivitas perbaikan pembelajaran IPA
siklus I
Page 393
385
Siklus II
Hasil tes formatif perbaikan pembelajaran IPA disajikan dalam Tabel
berikut :
Perkembangan persentase ketuntasan belajar dari siklus
I ke siklus II dapat dilihat dalam Tabel berikut ini:
Page 394
386
a. Aktivitas Belajar Siswa
Tabel kualitas pelaksanaan aktivitas perbaikan
pembelajaran IPA siklus II
Pembahasan dari Setiap Siklus
Penelitian ini
dilaksanakan sesuai dengan
prosedur Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) yang telah ditetapkan
di awal dengan tahap-tahap
berikut: perencanaan, pelaksanaan
tindakan, observasi, evaluasi dan
refleksi.
Berdasarkan hasil
penelitian, observasi proses belajar
mengajar menunjukkan
kekurangan-kekurangan yang telah
terjadi pada siklus I antara lain
aktivitas siswa masih kurang
dalam pembelajaran di kelas,
diskusi belum efektif dan siswa
kurang dalam proses belajar-
mengajar yang diperoleh tidak
maksimal.
Hasil refleksi siklus I
mengisyaratkan perbaikan
tindakan selanjutnya antara lain
bahwa peranan guru dalam
mengorganisasikan aktivitas-
aktivitas belajar siswa perlu
dioptimalkan, guru harus berupaya
meningkatkan siswa dalam
melakukan bimbingan-bimbingan
secara individual maupun
berkelompok serta membangkitkan
respon siswa dalam proses
pembelajaran. Dismping itu,
pembelajaran harus berorientasi
pada pelaksanaan tugas-tugas
belajar ditekankan pada
pemecahan masalah. Berdasarkan
Page 395
387
uraian di atas, perlakuan siklus I
belum memenuhi kriteria
keberhasilan penelitian yang
ditetapkan sehingga sebelum
peneliti lanjut ke siklus berikutnya,
perlu ada perbaikkan dan
penyempurnaan pada siklus I.
Dengan mengacu pada
pengalaman siklus I, maka
dilakukan tindakan untuk siklus II.
Proses pembelajaran pada siklus II
terlaksana lebih baik dari
sebelumnya. Hasil evaluasi siklus
II sudah mencapai ketuntasan
klasikal. Namun hasil observasi
proses pembelajaran masih
menunjukkan kekurangan dan
kelemahan, sehingga harus lebih
maksimal dalam membimbing
siswa yang membutuhkan
bimbingan dan arahan baik secara
kelompok maupun secara
individual.
Berdasarkan hasil analisis
data tiap-tiap sklus, terlihat bahwa
dari siklus I ke siklus II mengalami
peningkatan. Hasil belajar siswa
terlihat meningkat dari hasil
belajar prasiklus dibandingkan
dengan hasil belajar perbaikan
pembelajaran siklus I .Pada
evaluasi pembelajaran pra siklus
diperoleh data siswa mendapat
nilai < 75 ada 20 siswa atau
sekitar 62,5 % dari 32 siswa,
sedangkan yang mendapat nilai
> 75 ada 12 siswa atau sekitar
37,5 %, sedangkan pada evaluasi
pembelajaran siklus I diperoleh
data siswa mendapat nilai < 75
ada 9 siswa atau sekitar 28,12
% dari 32 siswa, sedangkan
yang mendapat nilai > 75 ada
23 siswa atau sekitar 71,88 %.
Sedangkan Hasil belajar siswa
terlihat meningkat dari hasil
belajar siklus I dibandingkan
dengan hasil belajar perbaikan
pembelajaran siklus II .Pada
evaluasi pembelajaran siklus I
diperoleh data siswa mendapat
nilai < 75 ada 9 siswa atau
sekitar 28,12 % dari 32 siswa,
sedangkan yang mendapat nilai >
75 ada 23 siswa atau sekitar
71,88 %, sedangkan pada
evaluasi pembelajaran siklus II
diperoleh data siswa mendapat
nilai < 75 ada 3 siswa atau
sekitar 9,38 % dari 32 siswa,
sedangkan yang mendapat nilai >
75 ada 29 siswa atau sekitar 90,62
%. Ini berarti ketuntasan belajar
siswa belum tercapai sesuai
dengan ketuntasan belajar menurut
standar yang ditetapkan. Hal ini
disebabkan oleh kurangnya
persiapan siswa dalam mengikuti
proses pembelajaran. Dengan
penerapan model pembelajaran
Learning Community sehingga
tingkat penyerapan siswa terhadap
materi yang diberikan belum
optimal, akibat keaktifan dalam
belajar tidak tercapai.
Pada siklus II guru
berupaya meningkatkan
keterlibatan siswa dan
membangkitkan respon siswa
dalam proses pembelajaran. Dari
hasil analisis data diperoleh bahwa
ketuntasan belajar siswa
mengalami peningkatan.
Dengan penerapan model
pembelajaran Learning
Community yang memberikan
kesempatan pada siswa untuk
saling berbagi gagasan dan
Page 396
388
pengalaman serta bekerjasama
sebagai sebuah kelompok dalam
memecahkan suatu permasalahan.
Dan dari data hasil penelitian yang
diperoleh menunjukkan adanya
peningkatan aktivitas dan hasil
belajar IPAmateri bumi dan langit
pada siswa kelas IV Semester II
SDN 1 Teke tahun pelajaran
2010/2011. Ini menujukkan bahwa
model pembelajaran learning
community dapat memberi
pengaruh bagi keaktivan dan hasil
belajar IPA siswa.
KESIMPULAN Dari keseluruhan hasil perbaikan,
maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Bahwa penelitian tindakan
kelas telah menciptakan
perubahan kearah positif,
perubahan itu meliputi
perubahan pada siswa dan
perubahan pada guru. yang
dilakukan di kelas IV SDN 1
TekeKecamatan Palibelo
Kabupaten Bima NTB dapat
disimpulkan bahwa dengan
yang menerapkan model
pembelajaran learning
community, dapat
meningkatkan aktivitas,
danhasil belajar siswa pada
pembelajaran IPA materi
bumi dan langit perubahan
IV semester IItahun
pelajaran 2010/2011.
2. Hal ini dapat ditunjukkan
pada .Pada evaluasi
pembelajaran siklus I
diperoleh data siswa
mendapat nilai < 75 ada
9 siswa atau sekitar 28,12
% dari 32 siswa,
sedangkan yang mendapat
nilai > 75 ada 23 siswa
atau sekitar 71,88 %,
sedangkan pada evaluasi
pembelajaran siklus II
diperoleh data siswa
mendapat nilai < 75 ada
3 siswa atau sekitar 9,38
% dari 32 siswa,
sedangkan yang mendapat
nilai > 75 ada 29 siswa atau
sekitar 90,62 %
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S.2006. Prosedur
Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
................, S. 2007. Dasar-dasar
Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
................, S. 2007. Penelitian
Tindakan Kelas. Jakarta:
PT. Bumi Aksara.
Depdiknas. 2002. Petunjuk
Pelaksanaan Proses
Pembelajaran. Jakarta:
Ditjen Dikdasmen.
Djamarah. 2002. Sistem Belajar
Dan Kompetensi Guru.
Surabaya: Usaha Nasional.
…………, 2008.Psikologi Belajar.
Jakarta: Rineka Cipta
Page 397
389
Fauzan. 2002. Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Hanafiah. 2009. Konsep Strategi
Pembelajaran. Bandung:
Resika Aditama.
Masnur. 2002. Pembelajaran
Berbasis Kompetensi Dan
Kontekstual. Jakarta : PT.
Bumi Aksara.
Sanjaya. 2002. Pembelajaran
Dalam Implementasi
Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta : Kenca
Media Group.
Sardiman. 2010. Interaksi dan
Motivasi Belajar Mengajar.
Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada.
Slameto. 2003. Belajar Dan
Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhinya. Jakarta
: PT. Rineka Cipta.
Trianto. 2007. Model-model
pembelajaran inovatif
berorientasi
konstruktivistik. Jakarta:
Prestasi Pustaka
Sugiyono. 2004. Statistik
Nonparametris. Bandung :
CV. Alfebeta.
Zainal. 2003. Profesionalisme
Guru Dalam Pembelajaran.
Surabaya : Insan Cendekia.
Page 398
390
PENERAPAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)
DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN UNTUK
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS V
SDN 2 KAMBILOTAHUN PELAJARAN 2011/2012
H. Kartono S.Pd,
SD SDN 2 Kambilo Guru Kelas
Abstrak
Kata kunci: PMR, prestasi belajar
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan pendekatan
matematika realistik (pmr) dalam menyelesaikan soal cerita pecahan dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa kelas v SDN 2 Kambilo tahun pelajaran
2011/2012. Jenis penelitian adalah penelitian PTK. Dari hasil penelitian dan
pembahasan dapat disimpulkan bahwa penerapan Pendekatan Matematika
Realistik (PMR) dalam menyelesaikan soal cerita pecahan dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa, hal ini ditunjukkan dengan adanya
peningkatan persentase ketuntasan belajar klasikal tiap-tiap siklus dimana
pada siklus I dengan nilai rata-rata sebesar 69,09, sedangkan persentase
ketuntasan sebesar 84,37 dengan kategori “baik”. Sedangkan pada siklus II
meningkat dengan nilai rata-rata sebesar 77,03 dengan persentase ketuntasan
sebesar 93,75 dengan kategori “Baik sekali”. Ini berarti telah mencapai target
ideal 85% dari jumlah siswa dalam kelas mengalami peningkatan prestasi.
Jumlah siswa yang tuntas secara individual sebanyak 30 orang dari 32 orang
siswa. Selain itu, pendekatan matematika realistik juga dapat melibatkan
siswa secara aktif ini dapat dilihat dari peningkatan nilai skor rata-rata
aktivitas siswa dari siklus I ke siklus II yaitu dari 5,33 menjadi 7,33 yang
dikategorikan “lebih aktif” dari setiap pertemuan dalam mengerjakan
pekerjaannya masing-masing, mengolah informasi, menyimpulkan materi
yang telah dijelaskan.
PENDAHULUAN
Setelah melakukan
penganalisian pada siswa kelas V
SDN 2 KAMBILO bahwa salah
satu faktor penyebab rendahnya
prestasi belajar siswa dalam
menyelesaikan soal cerita sebagian
besar pendekatan yang digunakan
masih bersifat mekanistik. Selama
ini proses belajar mengajar
didominasi dengan diskusi,
penugasan dan latihan sehingga
dalam waktu yang relatif singkat
guru dapat menyelesaikan bahan
pelajaran, kenyataan ini diperkuat
oleh alasan guru yaitu mengejar
target kurikulum, hal yang
demikian merupakan faktor yang
menjadikan matematika termasuk
pelajaran yang asing yang
akhirnya kurang diminati.
Page 399
391
Rendahnya prestasi siswa dapat
juga disebabkan karena dalam
pengajaran matematika,
penyampaian guru cenderung
bersifat monoton, hampir tanpa
variasi kreatif, kalau saja siswa
ditanya, ada saja alasan yang
mereka kemukakan, seperti
matematika sulit, tidak mampu
menjawab, takut disuruh ke depan
dan sebagainya
Senada dengan pendapat di
atas, kurangnya latihan siswa
untuk menyelesaikan soal cerita
pecahan mengakibatkan siswa
kelas V SDN 2 KAMBILO kurang
terampil dalam menyelesakan soal
cerita. Penyebab lainnya
dimungkinkan karena adanya guru
yang beranggapan bahwa soal
cerita matematika merupakan soal-
soal penerapan tingkat tinggi,
sehingga soal cerita matematika
(pecahan) tidak dikembangkan
dalam proses pembelajaran dari
awal pengembangan konsep
(Winarno, 2003:1).
Hipotesis Dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut
:”Penerapan Pendekatan
Matematika Realistik (PMR) dapat
meningkatkan prestasi belajar
siswa kelas VSDN 2
KAMBILOdalam menyelesaikan
soal cerita pecahan Tahun
Pelajaran 2011/2012”
KAJIAN PUSTAKA
Pengertian Matematika
Realistik
Matematika Realistik
(MR) adalah matematika yang
disajikan sebagai suatu proses
kegiatan manusia, bukan sebagai
produk jadi. Bahan pelajaran yang
disajikan melalui bahan cerita
yang sesuai dengan lingkungan
siswa (kontekstual) (Zigma Edisi,
14, 12 Oktober 2007)
Sedangkan pendapat lain
mengatakan bahwa Realistic
Mathematics Education (PMR)
merupakan teori belajar mengajar
dalam pendidikan matematika.
Teori PMR pertama kali
diperkenalkan dan dikembangkan
di Belanda pada tahun 1970 oleh
Institut Freudenthal. Teori ini
mengacu pada pendapat
Freudenthal yang mengatakan
bahwa matematika harus dikaitkan
dengan realita dan matematika
merupakan aktivitas manusia. Ini
berarti matematika harus dekat
dengan anak dan relevan dengan
kehidupan nyata sehari-hari.
Matematika sebagai aktivitas
manusia berarti manusia harus
diberikan kesempatan untuk
menemukan kembali ide dan
konsep matematika dengan
bimbingan orang dewasa
(Gravemeijer, 1994). Upaya ini
dilakukan melalui penjelajahan
berbagai situasi dan persoalan-
persoalan “realistik”. Realistik
dalam hal ini dimaksudkan tidak
mengacu pada realitas tetapi pada
sesuatu yang dapat dibayangkan
oleh siswa (Slettenhaar, 2000).
Page 400
392
Prinsip penemuan kembali dapat
diinspirasi oleh prosedur-prosedur
pemecahan informal, sedangkan
proses penemuan kembali
menggunakan konsep
matematisasi. (http/darsusianto-
blogspot. Com
2007/08/matematika
realistik/html)
Pengertian Prestasi Belajar
Matematika
Prestasi adalah hasil dari
suatu kegiatan yang telah
dikerjakan, diciptakan baik secara
individu maupun secara kelompok
(Djamarah, 1994:19). Sedangkan
menurut Mas’ud Hasan Abdul
Qohar dalam Djamarah (1994 : 20-
21) bahwa prestasi adalah apa
yang telah dapat diciptakan, hasil
pekerjaan, hasil yang
menyenangkan hati yang diperoleh
dengan jalan keuletan kerja.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang
digunakan peneliti dalam
penelitian ini adalah Penelitian
Tindakan Kelas (Clasroom Action
Research).
Dalam penelitian ini
menggunakan rancangan/desain
berupa tes essay yang berisi soal-
soal tentang soal-soal yang
berbentuk bilangan pecahan yang
diambil dari buku paket
matematika untuk Kelas V SD
serta soal-soal essay
pengembangan dari guru. Prosedur
penelitian tindakan kelas ini akan
dilakukan dengan beberapa siklus
kegiatan dengan indikatornya
adalah tercapainya ketuntasan
penelitian ini direncanakan 2
siklus di mana siklus terdiri atas
tahap perencanaan, tahap
pelaksanaan, tahap observasi,
tahap evaluasi dan tahap refleksi.
Instrumen Penelitian
1) Lembar observasi
2) Tes hasil belajar
Analisis Data
Pengelolaan data
merupakan satu langkah yang
sangat penting dalam kegiatan
penelitian bila kesimpulan
yang akan diteliti dapat
dipertanggung jawabkan data
yang di analisis oleh peneliti
adalah :
1. Ketuntansan individu
Setiap siswa dalam proses
belajar mengajar
dikatakan tuntas apabila
siswa memperoleh nilai
65
2. Ketuntasan klasikal
Ketuntasan klasikal
dikatakan telah dicapai
apabila target pencapaian
ideal 85 % dari jumlah
siswa dalam kelas.
%1001 xn
nkk
Keterangan : kk =
ketuntasan klasik
n1 =
Jumlah siswa yang
memperoleh nilai 65
n = jumlah
siswa yang ikut tes
(banyaknya siswa)
Sedangkan untuk
mengetahui peningkatan
prestasi belajar siswa, hasil
Page 401
393
belajar dianalisis secara
objektif yaitu dengan
menentukan nilai rata-rata
dengan rumus :
Me = n
X I
Keterangan : Me = Mean
(rata-rata)
= Epsilon
(baca jumlah)
Xi = Nilai
yang diperoleh
masing-masing
siswa
n =
Banyaknya siswa
(Sugiyono,
2006 : 43)
Indikator Penelitian
Yang menjadi indikator
dari keberhasilan penelitian ini
dapat dilihat dari peningkatkan
prestasi belajar siswa kelas VSDN
5 Mataram. Prestasi belajar
dikatakan meningkat apabila nilai
rata-rata dari siklus ke siklus
mengalami peningkatan atau
minimal 75 setelah diterapkannya
Pendekatan Matematika Realistik
(PMR).
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Adapun hasil yang diperoleh dari
observasi terhadap guru terekam
dalam tabel berikut :
Penilaian Siklus I Rata-Rata
Kategori
Pertemuan I Pertem
uan II
24 25 24.5 Baik
Data Hasil Evaluasi Belajar Siswa
Siklus I SDN 2 KAMBILOTahun
Pelajaran 2011/2012
Banyak Siswa
Skor Total
Nilai Rata-
Rata
Banyak Siswa
Yang
Tuntas
Persentase Ketuntasan
32 2211 69.09 27 84,37%
Data Siklus II
Data Hasil Observasi Aktivitas
Guru Siklus II SDN 2
KAMBILOTahun Pelajaran
207/2008
Penilaian Siklus II
Rata-
Rata Kategori Pertemuan
I Pertemuan
II
25 26 25.5 Sangat
baik
Data Hasil Evaluasi Belajar Siswa
Siklus II SDN 2 KAMBILOTahun
Pelajaran 2011/2012
Banyak Siswa
Skor Total
Nilai
Rata-
Rata
Banyak
Siswa Yang
Tuntas
Persentase Ketuntasan
32 2455 77,03 30 93,75%
Pembahasan
Dengan memberikan
perbaikan dan remedial yang
dilakukan pada proses
pembelajaran siklus I, maka nilai
rata-rata siswa pada siklus II
mencapai 77,03 dan ketuntasan
belajar klasikal sebesar 95 %
dengan kategori aktivitas belajar
siswa “sangat aktif”. Berdasarkan
hasil ini, maka ketuntasan belajar
secara klasikal telah tercapai,
walaupun hasil yang diperoleh
sudah mencapai ketuntasan belajar
yang diharapkan penelitian akan
terus dilakukan demi terwujudnya
Page 402
394
peningkatan kualitas pembelajaran
dan profesionalisme guru yang
semakin baik sehingga pada
akhirnya kualitas pendidikan
khususnya matematika semakin
meningkat.
Hal ini sesuai dengan
teori yang mengatakan bahwa bila
anak belajar matematika terpisah
dari pengalaman mereka sehari-
hari maka akan cepat lupa dan
tidak dapat mengaplikasikan
matematika. Guru dalam
pembelajarannya di kelas tidak
mengaitkan dengan skema yang
telah dimiliki oleh siswa dan siswa
kurang diberikan kesempata untuk
menemukan kembali dan
mengkonstruksikan sendiri ide-ide
matematika. Mengaitkan
pengalaman kehidupan nyata anak
dengan ide-ide matematika dalam
pembelajaran di kelas penting
dilakukan agar pembelajaran
bermakna (Soedjaji, dkk, 2000
dalam
hhtp/darsusianto.blogspot.com/20
07/08/matematika-realistik/html).
Sedangkan pendapat lain
mengatakan pembelajaran MR
memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menemukan kembali
dan mengkonstuksi konsep-konsep
matematika berdasarkan pada
masalah realistik yang diberikan
oleh guru. Situasi realistik dalam
masalah memungkinkan siswa
menggunakan cara-cara informal
untuk menyelesaikan masalah.
Cara-cara informal siswa yang
merupakan produksi siswa
memegang peranan penting dalam
penemuan kembali dan
mengkonstruksikan konsep. Hal
ini berarti informasi yang
diberikan kepada siswa telah
dikaitkan dengan skema (jaringan
representasi) anak. Melalui
interaksi kelas keterkaitan skema
anak akan menjadi lebih kuat
sehingga pengertian siswa tentang
konsep yang mereka konstruksi
sendiri menjadi kuat.
Dengan demikian,
pembelajaran MR akan
mempunyai kontribusi yang sangat
tinggi dengan pengertian siswa.
Sedangkan guru hanya sebagai
fasilitator dan motivator, sehingga
memerlukan paradigma yang
berbeda tentang bagaimana siswa
belajar, bagaimana guru mengajar,
dan apa yang dipelajari oleh siswa
dengan paradigma pembelajaran
matematika selama ini. Karena itu,
perubahan persepsi guru tentang
mengajar perlu dilakukan bila
ingin mengimplementasikan
pembelajaran matematika realistik.
Hal di atas sesuai dengan
keutamaan pembelajaran dengan
masalah yang mendasar dalam
pendidikan di Indonesia adalah
masih rendahnya prestasi siswa
dalam belajar matematika.
Beberapa laporan menyebutkan
faktor penyebabnya, antara lain
kurangnya kualitas materi
pembelajaran, matode pengajaran
yang mekanistik serta buruknya
sistem penilaian. Salah satu
pendekatan yang menjanjikan
dapat mengurangi masalah
tersebut adalah Matematika
Realistik (MR) di Indonesia
dikenel dengan istilah Pendidikan
Matematika Realistik Indonesia
(PMRI).
Page 403
395
Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan
pembahasan dapat disimpulkan
bahwa penerapan Pendekatan
Matematika Realistik (PMR)
dalam menyelesaikan soal cerita
pecahan dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa, hal ini
ditunjukkan dengan adanya
peningkatan persentase ketuntasan
belajar klasikal tiap-tiap siklus
dimana pada siklus I dengan nilai
rata-rata sebesar 69,09, sedangkan
persentase ketuntasan sebesar
84,37 dengan kategori “baik”.
Sedangkan pada siklus II
meningkat dengan nilai rata-rata
sebesar 77,03 dengan persentase
ketuntasan sebesar 93,75 dengan
kategori “Baik sekali”. Ini berarti
telah mencapai target ideal 85%
dari jumlah siswa dalam kelas
mengalami peningkatan prestasi.
Jumlah siswa yang tuntas secara
individual sebanyak 30 orang dari
32 orang siswa. Selain itu,
pendekatan matematika realistik
juga dapat melibatkan siswa secara
aktif ini dapat dilihat dari
peningkatan nilai skor rata-rata
aktivitas siswa dari siklus I ke
siklus II yaitu dari 5,33 menjadi
7,33 yang dikategorikan “lebih
aktif” dari setiap pertemuan dalam
mengerjakan pekerjaannya
masing-masing, mengolah
informasi, menyimpulkan materi
yang telah dijelaskan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, tt. Pendekatan
Pembelajaran Matematika,
Jakarta:Rineka Cipta
Aqib, Zaenal, 2006. Penelitian
Tindakan Kelas, CV.Yrama
Widya:Bandung
Buletin Zigma Edisi 10, 27 Juni
2007, Utama“Pendidikan
Matematika Realistik
Menjadikan Pelajaran
Matematika Lebih Bermakna
Bagi Siswa”, Div. Riset
HMJ. Tadris Matematika
IAIN Mataram Periode
2006-2007
Buletin Zigma Edisi 14, 12
Oktober 2007, Berita
“Serabi dan Matematika”,
Div. Riset HMJ. Tadris
Matematika IAIN Mataram
Periode 2006-2007
Debdiknas, 2006. Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP), Tingkat Pendidikan
Dasar Untuk Kelas V,
Komisi Gugus IV
Kecamatan
Mataram:Mataram
Diknas, 2003. Penelitian
Tindakan Kelas,
Diknas:Jakarta
Page 404
396
PENERAPAN KOMBINASI METODE KELOMPOK DAN METODE
PEMBERIAN TUGAS DALAM MENINGKATKAN PRESTASI
BELAJAR BAHASA INDONESIA SISWA KELAS X DI SMAN 1
WOHA TAHUN PELAJARAN 2011/2012
Siti Hadijah, S.Pd
Guuru Bahasa Indonesia Kelas X, SMAN 1 Woha
ABSTRAK
Kata kunci: metode kelompok, pemberian tugas, prestasi belajar
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui peningkatan prestasi
belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia melalui metode
kelompok dan pemberian tugas. Jenis penelitian adalah PTK. Berdasarkan
hasil penelitian dan dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa
Penggunaan metode kelompok dan pemberian tugas dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa kelas X di SMAN 1 Woha, hal ini dapat dilihat dari
hasil evaluasi belajar siswa siklus I mencapai 63% siswa tidak tuntas secara
klasikal, sedangkan pada siklus II setelah digunakannya kombinasi metode
kelompok dengan metode penugasan meningkat menjadi 92,00% serta
menuntaskan belajar siswa kelas X di SMAN 1 Woha tahun ajaran
2011/2012
PENDAHULUAN
“Pembelajaran adalah
upaya untuk menciptakan iklim
dan pelayanan terhadap
kemampuan, potensi, minat, bakat
dan kebutuhan peserta didik yang
beragam agar terjadi interaksi
optimal antara guru dengan siswa
serta antara siswa dengan siswa.
“Dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional No. 6 tahun
2006 juga ditegaskan bahwa tujuan
pendidikan nasional adalah
meletakkan dasar kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.”
Proses kegiatan belajar
merupakan inti dari proses
pendidikan dengan serangkaian
perbuatan guru dan siswa atas
dasar hubungan timbal balik yang
berlangsung dalam situasi idukatif
untuk mencapai suatu tujuan
tertentu.
KAJIAN PUSTAKA
Pengertian metode pemberian
tugas Metode pemberian tugas
merupakan metode yang di
kembangkan dalam rangka
mengatasi tidak terjangkaunya
keseluruhan bahan suatu bahan
mata pelajaran sebagai akibat dari
sedikitnya waktu yang tersedia di
sekolah, sementara bahan
pelajaran yang harus di selesaikan
sangat padat. Sering setelah
Page 405
397
sampai pada akhir suatu periode
tertentu, seperti akhir semester.
Akan tetapi bukan berarti metode
ini identik dengan pekerjaan
rumah, tetapi bisa dilaksanakan di
luar rumah seperti di sekolah,
diperpustakaan, dilaboratorium,
dan di tempat-tempat lain di luar
jam pelajaran.
Bermacam-macam definisi
yang dikemukakan oleh para ahli
tentang metode pemberian tugas,
namun definisi-definisi yang di
kemukakan itu tidak jauh berbeda.
Perbedaan hanya terletak pada
waktu siswa mengerjakan tugas.
Sebagian mereka berpendapat
bahwa tugas yang di berikan di
luar jam pelajaran dan sebagian
yang lain mengatakan tugas itu
tidak hanya dikerjakan di luar jam
pelajaran tetapi juga pada saat jam
pelajaran sedang berlangsung.
METODE PENELITIAN
Instrumen
1. Pedoman Dokumentasi
2. Pedoman Interview
(Wawa
ncara)
3. Tes
Pelaksanaan Tindakan
Dalam pelaksanakan
penelitian tindakan kelas (PTK)
perlu diperhatikan hal-hal berukut:
“PTK tidak menggangu proses
pembelajaran, harus dipersiapkan
dengan rinci dan matang, tindakan
harus konsisten dengan rancangan,
masalh benar-benar ada dan
dihadapi oleh guru , adanya
kemauan dan kemampuan untuk
berubah menjadi sangat penting.
Penelitian tindakan kelas ini
dilaksanakan dalam bentuk siklus
berulang-ulang didalamnya
terdapat empat tahapan utama
kegiatan, yaitu perencanaan,
tindakan, pengamatan, dan refleksi
yang dapat digambarkan sebagai
berikut
Analisis Data a. Ketuntasan Belajar Siswa
Seorang siswa
dikatakan tuntas secara
individual terhadap prestasi
pembelajaran yang disajikan
apabila nilai siswa ≥ 6,5.
b. Ketuntasan Klasikal Siswa
Ketuntasan klasikal
dikatakan telah dicapai apabila
target pencapaian ideal ≥ 85%
dari jumlah siswa dalam kelas.
KK = n
n1 x 100%
Ket :
KK = Ketuntasan klasikal
n1 = Jumlah siswa yang
mendapat nilai > 6.5
n = Jumlah siswa yang ikut
tes
P = n x100%
Sesuai dengan petunjuk
teknik penilaian kelas dikatakan
tuntas secara klasikal terhadap
prestasi pembelajaran yang
disajikan apabila persentase
ketuntasan klasikal ≥ 85% dengan
nilai siswa minimal 6,5.
Indikator Penelitian Indikator keberhasilan
penelitian tindakan kelas ini adalah
meningkatnya prestasi belajar
siswa kelas X di SMAN 1 Woha.
Peningkatan prestasi belajar siswa
tersebut dapat dilihat apabila
persentasi ketuntasan klasikal ≥
Page 406
398
85% dan nilai rata-rata siswa
adalah ≥ 6,5.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
1. Data Siklus I
Data hasil evaluasi
N = 25
X = 1595
R = X = 1595 = 63,8
N 25
Analisis di atas menunjukkan
prestasi belajar siswa pada siklus I
denngan melihat bahwa nilai tara-
rata siswa sebelum diberikan
tindakan adalah 5,8 < 69,6 yang
merupakan nilai rata-rata setelah
diberikan tindakan pada siklus I.
sedangkan untuk prosentase
ketuntasan dapat doperoleh
sebagai berikut :
N = 25
n = 17
P = n x 100%
N
P = 17 x 100% = 68 %
25
Data Siklus II
Nilai rata-rata siswa yang
dievaluasi, sebagai berikut :
N = 25
X = 1885
R = X = 1885 = 75,4
N 25
Analisis di atas menunjukkan
peningkatan prestasi belajar
Sedangkan untuk prosentase
ketuntasan dapat diperoleh sebagai
berikut :
N = 25
n = 23
P =
P= 23 x 100% = 92,00%
25
Dari analisis di atas diperoleh
prosentase ketuntasan klasikal
adalah 92,00 %, sedangkan
ketuntasan ini menurut target yang
telah ditetapkan oleh kurikulum
1994 telah mencapai taraf
ketuntasan belajar secara klasikal,
yaitu minimal 85% dari siswa
yang mendapat nilai minimal 65.
Dengan demikian melihat
prosentase ketuntasan belajar
siswa lebih dari 85 % yang tuntas,
maka pembelajaran pada siklus II
ini dapat dikatakan tuntas secara
klasikal.
Pembahasan
Sebagai mana telah
dijelaskan bahwa salah satu
komponen pengajaran yang sangat
mendukung keberhasilan seorang
guru di dalam mengajar adalah
kemampuan dalam memilih dan
menerapkan metode yang baik.
Pemilihan metode yang baik
sangat dipengaruhi oleh
pengetahuan yang dimiliki oleh
seorang guru. Hal ini sesuai
dengan pendapatnya ahli yang
mengatakan bahwa “Kepribadin,
pengetahuan dan kedekatan
seorang guru sangat menentukan
metode yang akan digunakan
(Ahmadi, 1985:107)”.
Karena itu, guru selalu
dituntut untuk lebih aktif dan
kreatif di dalam memilih dan
menggunakan metode mengajar.
Salah satu cara yang dapat
dilakukan oleh guru dalam
menciptakan metode yang baik
yakni dengan melakukan
pengombinasian terhadap beberapa
Page 407
399
metode di dalam menyampaikan
suatu materi pelajaran.
Dengan demikian
penggunaan beberapa metode
secara bersama-sama akan dapat
saling melengkapi antara metode-
metode tersebut sehingga
melahirkan metode yang lebih
baik. Sudjana, (1989: 69) juga
menegaskan bahwa dalam praktek
mengajar, metode yang baik
digunakan adalah metode
mengajar yangbervariasi atau
kombinasi dari beberapa metode
mengajar, seperti pertanyaan
tertentu dapat saja menggunakan
lebih dari satu pertanyaan“. Dari
hasil penelitian ini menghasilkan
beberapa bentuk atau model
pembelajaran yang dapat
digunakan dalam pembelajaran
dengan menggunakan kombinasi
metode kelompok dan penugasan
terutama kemampuan dalam
menyelesaikan berbagai bentuk
soal sistem persamaan linier.
Peneliti menyimpulkan bahwa
penerapan beberapa metode secara
bersamaan pada suatu waktu akan
melahirkan metode yang baik dan
di dalam melakukan
pengkombinasian terhadap
metode-metode tersebut tidak bisa
lepas dari pengetahuan yang
dimiliki oleh guru yang
bersangkutan.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil
penelitian dan dan pembahasan,
maka dapat disimpulkan bahwa
Penggunaan metode kelompok dan
pemberian tugas dapat
meningkatkan prestasi belajar
siswa kelas X di SMAN 1 Woha,
hal ini dapat dilihat dari hasil
evaluasi belajar siswa siklus I
mencapai 63% siswa tidak tuntas
secara klasikal, sedangkan pada
siklus II setelah digunakannya
kombinasi metode kelompok
dengan metode penugasan
meningkat menjadi 92,00% serta
menuntaskan belajar siswa kelas X
di SMAN 1 Woha tahun ajaran
2011/2012
Daftar Pustaka
Abu Ahmadi, Strategi Belajar
Mengajar (Bandung:
Pustaka Setia,2005), h. 63.
Etika Solehatun, Cooperative
Learning (Jakarta: Bumi
Aksara, 2008), h. 4
Oemar Hamalik, Psikologi belajar
dan Mengajar (Bandung:
Sinar baru
Algensindo,2002),h.121.
Isjoni, Cooperative Learning
(Bandung: Alfabeta,2007), h.
17.
Page 408
400
Penerapan Model Pembelajaran Tipe Jigsaw Dalam Meningkatkan
Prestasi Belajar Siswa Pada Kelas X SMAN 1 Woha Tahun Pelajaran
2011/2012
Dra. Hj. Wartina
Guru Bahasa Indonesian SMAN 1 WOHA
Abstrak
Kata kunci: jigsaw, prestasi belajar
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui Penerapan Model
Pembelajaran Tipe Jigsaw Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada
Kelas X SMAN 1 Woha Tahun Pelajaran 2011/2012. Jenis penelitian adalah
penelitian eksperimen. Populasinya adalah siswa kelas X. Instrumen yang
digunakan adalah tes dan lembar observasi. Pengujian hipotesis
menggunakaan uji-t. Hasil penelitian bahwa peningkatnya prestasi belajar
Bahasa Indonesia berdasarkan hasil analisis data yang menunjukkan bahwa t
hitung = 2,863 > t-tabel = 1,6645 pada taraf signifikan 5%. Hal ini berarti
"Penerapan Model Pembelajaran Koperatif tipe jigsaw Dapat Meningkatkan
Prestasi Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas X SMAN 1 WOHA Tahun
Pelajaran 2011/2012" di terima.
PENDAHULUAN
Berdasarkan hasil
observasi di kelas X SMAN 1
Woha, bahwa proses pembelajaran
Bahasa Indonesia masih berpusat
pada guru dengan pengajaran
bersifat verbal, pengajaran yang
otoriter serta kurangnya variasi
dalam proses belajar mengajar
Bahasa Indonesia, ditambah lagi
penekanan berlebihan pada
prestasi individu. Lebih lanjut,
dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia siswa tampak pasif, dan
merasa bosan karena siswa hanya
menerima apa yang diberikan oleh
guru, bahkan siswa menjadi takut
atau fobia terhadap pelajaran
Bahasa Indonesia.
Dalam pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw siswa akan
termotivasi dan merasa
bertanggung jawab atas materi
yang telah dipelajari karena siswa
yang bersangkutan harus
menyampaikannya kepada
temannya yang lain. Disamping itu
nilai siswa menjadi kontribusi nilai
kelompok, hal ini dapat
memotivasi siswa untuk
memberikan sumbangsih berupa
nilai yang tinggi kepada
kelompoknya, sehingga secara
tidak langsung akan meningkatkan
prestasi belajar siswa.
Tinjauan Teoritis
Prestasi belajar adalah hasil
yang diperoleh berupa kesan-kesan
yang mengakibatkan perubahan
Page 409
401
dalam diri individu sebagai hasil
dari aktivitas dalam belajar
(Djamarah, 1994 : 23). Slameto
(2003 : 10) menyatakan bahwa
prestasi belajar merupakan suatu
perubahan yang dicapai seseorang
setelah mengikuti proses belajar.
Perubahan ini meliputi perubahan
tingkah laku secara menyeluruh
dalam sikap, keterampilan dan
pengetahuan.
Pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw merupakan model
pembelajaran dimana siswa-siswa
bekerja dalam kelompok-
kelompok kecil yang terdiri dari 4-
6 orang siswa yang heterogen.
Siswa-siswa di berikan tugas
beberapa sub pokok atau beberapa
unit lain untuk dibaca dan
diberikan lembaran kerja yang
terdiri dari topic-topik yang
berbeda untuk masing-masing
anggota kelompok yang
difokuskan untuk dibaca. Ketika
setiap orang selesai membaca,
siswa-siswa dari kelompok yang
berbeda dengan topic yang sama
dipertemukan dalam suatu
kelompok yang disebut “kelompok
ahli” untuk mendiskusikan
topiknya.
METODE PENELITIAN
Pendekatan yang
digunakan pada penelitian ini
adalah pendekatan kuantitatif yaitu
suatu pendekatan yang digunakan
untuk mendapatkan data berupa
nilai atau angka.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan
di SMAN 1 WOHA pada siswa
kelas X semester II Tahun
Pelajaran 2011/2012.
Desain Rancangan Penelitian
Desain Rancangan
penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah desain
eksperimen, dimana melalui suatu
eksperimen peneliti ingin meneliti
pengaruh variabel tertentu
terhadap suatu kelompok dalam
kondisi yang dikontrol.
Pada kasus ini diambil
dua kelas, satu kelas sebagai kelas
eksperimen, yaitu kelas di mana
pada kegiatan pembelajaran
digunakan model pembelajaran
Jigsaw, sedangkan satu kelas
lainnya sebagai kelas kontrol yaitu
kelas yang diajar dengan metode
ceramah.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian
adalah alat atau fasilitas yang
digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data agar
pekerjaannya lebih mudah dan
hasilnya lebih baik dalam arti lebih
cermat, lengkap dan sistematis
sehingga lebih mudah diolah
(Arikunto, 2006 :160). Instrumen
yang digunakan pada penelitian ini
adalah instrumen tes. Untuk
menguji apakah suatu instrumen
itu dapat dikatakan valid atau
tidak, maka perlu diadakan
beberapa pengujian diantaranya:
a. Uji Validitas
b. Uji Reliabilitas
Teknik Analisa Data Setelah selesai dilaksanakan
eksperimen maka hasil kedua
kelompok diolah dengan
membandingkan kedua mean.
Untuk sampel random bebas,
pengujian perbedaan mean
Page 410
402
dihitung dengan rumus t-test
sebagai berikut :
YXYX
YX
NNNN
YX
MMt
11
2
22
Dimana :
M = Nilai rata-rata hasil
perkelompok
N = Banyaknya subjek
x = Deviasi setiap nilai x1
dan x2
y = Deviasi setiap nilai y1
dan y2
Dimana hipotesa ditolak jika t hitung
≤ t tabel dan hipotesa diterima jika t
hitung > t tabel (Sugiyono, 2006).
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Hasil Uji Homogenitas
Uji homogenitas varians
populasi dengan menggunakan
hasil Ujian post test (sudah
divalidasi) pada kelas eksperimen
yaitu 60,982 dan pada kelas
kontrolnya yaitu 123,140.
berdasarkan hasil perhitungan uji F
hitung sebesar 2,019. Harga F
hitung ini lebih besar dari daftar
distribusi F tabel dengan derajat
kebebasan 2 dan taraf nyata 0,05
yaitu 1,71 Karena F hitung > F
tabel maka populasi dikatakan
tidak homogen
Pengujian Hipotesis Langkah selanjutnya
adalah pengujian hipotesis dengan
menggunakan statistik uji-t pada
taraf signifikan 5%. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui
apakah hipotesis yang diajukan
diterima atau ditolak.
Berdasarkan hasil
perhitungan uji homogenitas
varians, diketahui bahwa varians
untuk kelas eksperimen sebesar
60,982 dan varians untuk kelas
kontrol sebesar 123,140, karena
varians untuk kelas eksperimen
lebih kecil dibandingkan dengan
varians pada kelas kontrol maka
uji homogenitas selanjutnya
dengan menggunakan rumus F dan
diperoleh harga F hitung adalah
2,019 dan harga F-tabel adalah
1,71. Dari data perhitungan
homogenitas diketahui F-hitung >
F- tabel maka sampel tidak
homogen. Dimana jumlah sampel
kelas eksperimen 40 dan jumlah
sampel untuk kelas kontrol 38
maka digunakan rumus separated
varians untuk menguji hipotesis.
Dari perhitungan statistik
Uji-, diperoleh t-hitung sebesar
5,863 sedangkan nilai t-tabel pada
dk = n1+n2-2 dengan uji satu pihak
diperoleh t-tabel sebesar 1,6645.
Berdasarkan hasil perhitungan di
atas, berarti bahwa ada perbedaan
yang signifikan antara prestasi
belajar siswa kelas eksperimen
dengan kelas kontrol maka
hipotesis yang berbunyi "
Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Jigsaw Dapat
Meningkatkan Prestasi Belajar
Siswa Kelas X SMAN 1 WOHA
Tahun Pelajaran 2011/2012"di
terima.
Pembahasan Hal ini dapat dilihat dari
ketuntasan klasikal siswa yang
Page 411
403
mengalami peningkatan. Pada
tahun ajaran 2011/2012 ketuntasan
klasikal siswa di SMAN 1 Woha
sebesar 35,92% untuk kelas X D
(kelas eksperimen) dan 53,25%
untuk kelas XB (kelas kontrol).
Sedangkan pada tahun ajaran
2011/2012 ketuntasan klasikal
siswa kelas XB (kelas kontrol)
sebesar 28,94% lebih kecil dari
kelas XD (kelas eksperimen)
sebesar 97,5%.
Meningkatnya prestasi
belajar Bahasa Indonesia tersebut
diperkuat oleh hasil analisis data
yang menunjukkan bahwa t hitung
= 2,863 > t-tabel = 1,6645 pada
taraf signifikan 5%. Hal ini berarti
"Penerapan Model Pembelajaran
Koperatif tipe jigsaw Dapat
Meningkatkan Prestasi Belajar
Bahasa Indonesia Siswa Kelas X
SMAN 1 WOHA Tahun Pelajaran
2011/2012" di terima.
Selain itu suasana antara
kelas eksperimen dengan kelas
kontrol sangat jauh berbeda, pada
kelas eksperimen mayoritas
siswanya sangat aktif baik dari
segi bertanya atau mengerjakan
soal-soal latihan ke depan, mereka
yang sebelumnya kurang
menguasai materi pelajaran sudah
memiliki rasa percaya diri dan
semangat dalam belajar, hal ini
disebabkan oleh penerapan model
pembelajaran tipe Jigsaw yang
diterapkan pada kelas tersebut.
Berbeda halnya dengan kondisi di
kelas kontrol, tidak terlihat adanya
perubahan pola pembelajaran dari
awal pertemuan sampai akhir
pertemuan, hanya beberapa orang
siswa yang aktif dan yang lainnya
lebih banyak diam sehingga
mereka yang sudah menguasai
materi pelajaran tidak mengalami
perubahan, begitu juga mereka
yang belum menguasai materi
pelajaran tidak mengalami
peningkatan prestasi. Dengan
demikian jelaslah bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw yang diterapkan peneliti
dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa.
PENUTUP
Berdasarkan hasil
penelitian dan hasil analisis
data yang dilakukan, maka
peneliti dapat menarik
kesimpulan yaitu ada
peningkatan prestasi belajar
siswa kelas X SMAN 1 Woha
tahun pelajaran 2011/2012
setelah diterapkannya model
pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Drs.H. Abu dan Drs.
Joko Tri Prasetya. 1997.
strategi belajar mengajar
(SBM). Bandung : Pustaka
Setia
Arikunto, Suharsimi. 2006.
Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Jakarta.
Rineka cipta.
Djamarah. 2006. Strategi Dalam
Belajar Mengajar. Rineka
Cipta: Jakarta
Page 412
404
Firman dan Liliasari. 1997.
Bahasa Indonesia 1.
Depdikbud
Hamalik. 2002. Proses Belajar
Mengajar. PT Bina Aksara:
Jakarta
Ibrahim, M. 2000. Pembelajaran
Kooperatif. Surabaya:
Universitas Surabaya
Ibrahim dan Syaodiah. 2003.
Perencanaan Pembelajaran.
Remaja Karya: Jakarta
Lie. 1999. Cooferatif Learning.
Raja Grafindo: Jakarta
Nur. 2000. Pembelajaran
Kooperatif. Unesa
University Press: Surabaya
Nurkancana. 1990. Evaluasi Hasil
Belajar. Surabaya: Usaha
Nasional.
Purba, M. 2006. Bahasa Indonesia
Untuk SMA Kelas X. Jakarta
: Erlangga.
Roistiyah. 2001. Strategi belajar
mengajar. Rineka Cipta.
Jakarta
Slameto. 2003. Belajar Dan
Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhinya. Rineka
Cipta: Jakarta.
Slavin. 2008. Cooperative
Learning. Nusa media:
Bandung.
Sudjana. 1992. Penelitian Dan
Penilaian Pendidikan.
Jakarta: Sinar Baru.
Sugiyono. 2006. Metode
Penelitian Administrasi.
Alfabeta: Bandung
Page 413
405
PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN UNTUK
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPS SISWA KELAS V SDN
SOWA SOROMANDI TAHUN PELAJARAN 2013
Yasin
Guru PKN SDN SOWA Soromandi
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Penggunaan Media
Pembelajaran dapat Meningkatkan Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas V SDN
Sowa Soromandi Tahun Pelajaran 2013. Jenis penelitian ini adalah penelitian
tindakan kelas dengan rancangan penelitian yang terdiri dari perencanaan,
pelaksanaan, observasi dan refleksi. Subyek penelitian adalah siswa kelas V
di SD Negeri Sowa Soromandi. Instrumen yang digunakan ada dua yaitu
instrumen tes untuk mengukur prestasi belajar siswa dan lembar observasi
aktivitas siswa dan guru.
Adapun hasil penelitian ini bahwa prestasi IPS siswa pada siklus I
dengan persentase ketuntasan klasikal sebesar 77,4 % dan pada siklus II
dengan persentase ketuntasan klasikal sebesar 96,8 %. Aktivitas siswa dan
guru dari hasil analisis observasi yang menunjukan peningkatan dari siklus I
ke siklus II. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan media
pembelajaran dapat meningkatkan prestasi belajar IPS Siswa Kelas V SDN
Sowa Soromandi Tahun Pelajaran 2013
Kata Kunci: media/alat peraga gambar, prestasi belajar
PENDAHULUAN
Berdasarkan pengamatan
peneliti selama mengajar di SDN
Sowa Soromandi menemukan
beberapa masalah antara lain:
siswa dalam proses pembelajaran
belum terlalu aktif, penggunaa
media/alat peraga oleh guru masih
kurang, prestasi belajar siswa yang
masih rendah, dilihat dari hasil
MID dan UAS yang masih banyak
dibawah KKM (70), cara mengajar
guru yang belum bervariasi.
Dari masalah-masalah
yang ditemukan di atas, untuk itu
sudah sepatutnya hal ini
mendapatkan perhatian yang
serius. Salah satu upaya yang
dilakukan adalah memanfaatkan
atau menggunakan media yang
mampu mengaktifkan siswa agar
tidak terlihat pasif dalam kegiatan
belajar serta melatih siswa untuk
banyak belajar sendiri sehingga
berimplikasi pada peningkatan
prestasi belajar siswa.
Hal lain yang peneliti
temukan adalah: para siswa rajin
masuk mengikuti pelajaran. Jika
para siswa ini rajin, maka jika
diditata dengan baik dan
pembelajaranya menggunakan
media yang banyak memberikan
manfaat maka dapat terjadi
Page 414
406
peningkatan motivasi dan
menuntaskan belajar siswa
terhadap materi pembelajaran yang
diajarkan oleh guru.
Pemanfaatan media
diharapkan siswa dapat
menunjukkan secara jelas tentang
konsep dan dapat merangsang
siswa untuk lebih berperan aktif
dalam proses belajar mengajar.
Materi IPS di SDN masih ada
yang bersifat kompleks, cenderung
abstrak dan begitu dekat dengan
kehidupan siswa, menuntut
gambaran yang kongkrit serta
pengalaman langsung melalui
pengamatan, penguraian dan
penggolongan objek dengan
memaksimalkan seluruh indera
yang ada, baik indera penglihatan,
pendengaran, maupun peraba
(Hamalik, 1994: 56).
Untuk memperoleh
gambaran yang kongkrit serta
pengalaman langsung diperlukan
alat peraga yang berfungsi untuk
membantu mengkonkretkan
pengalaman atau pengertian dalam
proses belajar mengajar. Peragaan
adalah mewujudkan bahan yang
diajarkan secara nyata baik dalam
bentuk asli maupun tiruan
sehingga siswa lebih memahami
apa yang disampaikan guru
(Nurbatni, 2005: 5)
Dalam peragaan, guru
menggunakan alat yang dapat
membantu mempelajari bahan
yang disampaikan. Alat-alat yang
digunakan dalam peragaan ini
disebut alat peraga. Istilah alat
peraga dewasa ini disebut sebagai
media pendidikan, ada pula yang
menyebutnya sebagai Audio Visual
Aids (AVA) atau alat bantu
pandang dengar.
Gagne dalam Nurbatni
(2005: 23) menyatakan bahwa
media atau alat peraga adalah
segala bentuk alat fisik yang dapat
menyajikan pesan serta
merangsang siswa untuk belajar.
Di dalam penulisan ini penulis
memakai istilah alat peraga,
karena seperti yang ditulis oleh
Hamalik (1994: 59) bahwa media
pendidikan identik dengan
pengertian keperagaan yang
berasal dari kata raga artinya suatu
benda yang dapat diraba, dilihat,
didengar dan yang dapat diamati
melalui panca indera.
Jika dikaitkan dengan
pengalaman yang diperoleh siswa
yang belajar dengan menggunakan
alat peraga memperoleh
pengalaman yang riil. Proses
penerimaan siswa terhadap
pelajaran akan lebih berkesan
secara mendalam, sehingga
membentuk pengertian yang baik
dan sempurna. Belajar dengan alat
peraga merupakan alat bantu yang
efektif dalam mengikutsertakan
berbagai indera dalam belajar
mengajar (Nurbatni, 2005: 23).
Berdasarkan pendapat di
atas penulis dapat menyimpulkan
bahwa pada prinsipnya alat peraga
adalah segala sesuatu yang dapat
menyalurkan atau menyampaikan
pesan, khususnya antara guru dan
siswa, dapat memberikan
pengalaman kongkret, serta
mempertinggi prestasi belajar
siswa dalam menerima pesan atau
informasi pelajaran sehingga
proses penyampaian dan
Page 415
407
penerimaan pesan dalam proses
belajar mengajar dapat terjadi
dengan baik.
Prestasi adalah hasil dari
suatu kegiatan yang telah
dikerjakan, diciptakan baik secara
individu maupun secara kelompok
(Djamarah, 1994: 15). Sedangkan
menurut Mas’ud Hasan dalam
Djamarah (1994: 16) bahwa
prestasi adalah apa yang telah
dapat diciptakan, hasil pekerjaan,
hasil yang menyenangkan hati
yang diperoleh dengan jalan
keuletan kerja.
Menurut Nurkencana
(1990: 25) prestasi belajar adalah
hasil yang telah dicapai atau
diperoleh anak berupa nilai mata
pelajaran. Ditambahkan bahwa
prestasi belajar merupakan hasil
yang mengakibatkan perubahan
dalam diri individu sebagai hasil
dari aktivitas dalam belajar.
METODE PENELITIAN
Adapun jenis penelitian
ini adalah Penelitian Tindakan
Kelas (Clasroom Action
Research). Secara singkat
Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
adalah suatu pencermatan terhadap
kegiatan belajar berupa sebuah
tindakan, yang sengaja
dimunculkan dan terjadi dalam
sebuah kelas secara bersama
(Suharsimi, 2007:45)
Berdasarkan pendapat
ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) berfokus pada kelas atau
pada proses belajar mengajar yang
terjadi di kelas, dengan
menggunakan media sehingga
dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa kelas V di SDN
Sowa Soromandi tahun pelajaran
2013.
Rancangan dalam
penelitian ini mengacu pada model
spiral atau siklus menurut Kemmis
& Mc Taggart (Mc Taggar, 1991:
32). Tujuan menggunakan model
ini adalah apabila pada awal
pelaksanaan tindakan ditemukan
adanya kekurangan, maka
tindakan perbaikan dapat
dilakukan pada tindakan
selanjutnya sampai pada target
yang diinginkan tercapai. Adapun instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
: a. Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran
b. Tes Evaluasi
c. Lembar observasi
Analisis Data
Pengelolaan data
merupakan satu langkah yang
sangat penting dalam kegiatan
penelitian bila kesimpulan yang
akan diteliti dapat dipertanggung
jawabkan data yang di analisis
oleh peneliti adalah :
1) Ketuntasan individu
Setiap siswa dalam proses belajar
mengajar dikatakan tuntas
apabila memperoleh nilai 70
Nilai ketuntasan minimal
sebesar 70 dipilih karena sesuai
dengan kemampuan individu
2) Ketuntasan klasikal
Ketuntasan klasikal dikatakan
telah dicapai apabila target
pencapaian ideal 85 % dari
jumlah siswa dalam kelas.
Page 416
408
%1001 xn
nKK
Keterangan : KK = Ketuntasan
Klasikal
n1 = Jumlah siswa yang
memperoleh nilai 70
n = Jumlah siswa yang ikut tes
(banyaknya siswa)
(Nurkencana, 2003)
3) Data Aktivitas Guru
Kriteria untuk menentukan
aktifitas guru sebagai berikut :
Tabel 3.1 : Pedoman Skor
Standar
Aktivitas Guru A > MI + 1,5 SDI Sangat aktif
MI + 0,5 SDI < A < MI
+ 1,5 SDI
Aktif
MI – 1,5 SDI < A < MI
+ 0, 5 SDI
Cukup aktif
MI – 1,5 SDI < A < MI
– 0,5 SDI
Kurang aktif
A < MI – 1,5 SDI Sangat kurang
aktif
Menentukan MI (mean
ideal) dan SDI (standar
deviasi)
MI = ½ x (skor tertinggi +
skor terendah)
SDI = 1/6 x (skor tertinggi
+ skor terendah)
(Nurkencana, 1990)
4) Data aktivitas belajar
siswa
Skor maksimal
ideal (SMI) merupakan
skor tertinggi aktivitas
siswa yang didapat
apabila semua
deskriptor yang diamati
nampak yaitu skor 4
untuk menilai kategori
aktivitas siswa,
ditentukan terlebih
dahulu MI dan SDI.
HASIL PENELITIAN
Siklus I
a) Observasi untuk aktivitas siswa
Tabel 3.
Hasil Observasi aktivitas siswa siklus I
Aspek yang Diobservasi Skor
A. Kesiapan siswa dalam menerima pelajaran 3
B. Antusias siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran 2
C. Respon dalam pembelajaran 3
Jumlah 8
b) Observasi untuk aktivitas Guru
Tabel 4.
Hasil Observasi aktivitas Guru siklus I
Aspek yang diobservasi Skor
A.1 Membangkitkan minat dan motivasi siswa dalam 3
Page 417
409
belajar
B.1 Penyampaian materi kepada siswa 2
B.2 Pendampingan siswa selama proses belajar
mengajar berlangsung
2
C. Penutup 3
Jumlah 10
1) Hasil Evaluasi
Adapun hasil evaluasi yang diperoleh pada siklus I
untuk prestasi belajar IPS siswa sebagai berikut:
a. Jumlah siswa yang tuntas: 24
b. Jumlah siswa yang tidak tuntas : 7
c. Jumlah siswa yang ikut tes: 31
d. Ketuntasan klasikal: 77,4 %
2) Refleksi
Berusaha mengarahkan siswa untuk mengerjakan tugas
rumah agar dikumpulkan pada pertemuan berikutnya, agar ada
persiapan dari rumah.
a. Siklus II
a) Observasi untuk aktivitas siswa
Tabel 5.
Hasil Observasi aktivitas siswa siklus II
Aspek yang Diobservasi Skor
A. Kesiapan siswa dalam menerima pelajaran 4
B. Antusias siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran 4
C. Respon dalam pembelajaran 4
Jumlah 16
c) Observasi untuk aktivitas Guru
Tabel 6.
Hasil Observasi aktivitas Guru siklus II
Aspek yang diobservasi Skor
A.1 Membangkitkan minat dan motivasi siswa dalam
belajar
4
B.1 Penyampaian materi 4
B.2 Pendampingan siswa selama proses belajar
mengajar berlangsung
4
C. Penutup 4
Page 418
410
Jumlah 16
Kategori aktif
1) Hasil Evaluasi
Adapun hasil evaluasi yang diperoleh pada siklus II
dapat dilihat pada lampiran. Secara ringkas hasilnya sebagai
berikut:
a. Jumlah siswa yang tuntas : 30 siswa
b. Jumlah siswa yang belum tuntas : 1 siswa
c. Jumlah siswa yang ikut tes : 30 siswa
d. Ketuntasan klasikal : 96,8 %
PEMBAHASAN
Penelitian tindakan kelas
ini dilakukan dalam dua siklus
dengan menggunakan media
gambar. Berdasarkan hasil analisis
tindakan dan hasil evaluasi pada
siklus I diketahui bahwa
ketuntasan belajar belum mencapai
seperti yang diharapkan. Hal ini
ditunjukan oleh hasil evaluasinya
yaitu persentase ketuntasannya
adalah 77,4 %, sehingga sebelum
melanjutkan pembelajaran ke
siklus berikutnya dilakukan upaya
perbaikan dan penyempurnaan
terlebih dahulu dengan melakukan
diskusi dan membimbing siswa
yang mendapat nilai kurang dari
70 dengan bimbingan secara
khusus atau individual. Adapun
hasilnya adalah dengan lebih
termotivasi dan antusiasnya siswa
dalam bertanya baik kepada
temannya maupun kepada guru.
Dan juga dapat terlihat pada saat
siswa mengerjakan soal-soal
latihan setelah berdiskusi dan
diberikan bimbingan.
Tindakan yang akan
dilakukan untuk memperbaiki
kekurangan yang ada pada siklus I
yaitu: berusaha mengarahkan
siswa untuk mengerjakan tugas
rumah agar dikumpulkan pada
pertemuan berikutnya.
Setelah dilakukan
tindakan pada siklus II yang
mengacu pada perbaikan tindakan
dari siklus I diperoleh hasil yang
lebih baik. Ini ditunjukan dari hasil
evaluasi akhir siklus dimana
persentase ketuntasan klasikal
adalah 96,8 %. Hal ini berarti
tindakan pada siklus II sudah
mencapai standar ketuntasan
klasikal 85 %. Dengan demikian
tidak perlu untuk melakukan siklus
selanjutnya.
Dari proses tindakan dan
hasil yang diperoleh dari siklus I,
maka untuk siklus II menunjukan
hasil yang lebih baik dari siklus
sebelumnya. Berarti pembelajaran
dengan menggunakan media
gambar dapat meningkatkan
prestasi belajar IPS siswa.
Karena siswa sangat tertarik
dengan gambar yang ditampilkan
sehingga daya ingat dan daya
serap mereka terhadap materi yang
diajarkan akan lebih cepat baik
Setelah melakukan
penelitian tersebut peneliti melihat
suasana kelas lebih hidup karena
Page 419
411
partisipasi siswa dalam proses
belajar mengajar sangat aktif.
SIMPULAN
Proses tindakan dan
hasil evaluasi dari penelitian
telah diperoleh, maka dapat
disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Penerapan pembelajaran
dengan menggunakan
media gambar dapat
meningkatkan prestasi
belajar IPS siswa kelas V
SDN Sowa Soromandi
tahun pelajaran 2013.
2. Prestasi belajar IPS siswa
tersebut ditunjukan oleh
aktivitas siswa dalam kelas
dan hasil evaluasi tiap
akhir siklus. Pada siklus I,
persentase ketuntasan
sebesar 77,4 % dan pada
siklus II dengan persentase
ketuntasan 96,8 %.
3. Aktivitas guru dan siswa
meningkat dari siklus I ke
siklus II.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Saparudin Saleh. (2012).
Penggunaan alat peraga
untuk meningkatkan hasil
belajar IPA.penelitian PTK.
Universitas Pendidikan
Indonesia
Aqib. (2003). Pendidikan Guru
Berdasarkan Pendekatan
Kompetensi, Jakarta : PT.
Bumi Aksara
Barth, J.L. (1990). Method of
instruction in social studies
education. Third edition.
Boston: university press of
America. inc
Brown, H.D. (2000). Principle of
language and teaching. New
York: By Addison Wesley
longman, inc
Depdiknas. (2006). Undang-
Undang RI Nomor 20, tahun
2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional
Depdiknas. (1997). Efektivitas
pembelajaran biologi di
SMP, Jakarta : Rineka
Cipta
Dick, W., Carey, L., James. O., &
Carey, C. (2001). The
systematic design of
instruction . Newyork:
Addison-weley educational
publisher inc.
Djamarah, Saiful, Bahri, 1994.
Prestasi Belajar dan
Kompetensi Guru, Surabaya:
Usaha Nasional
Dimyati dan Mudjiono. (2006).
Efektivitas pembelajaran
pada SMP, Jakarta :
Rineka Cipta
_______(1980). Media
Pendidikan, Bandung :
Citra Aditya
Page 420
412
Hamalik, Oemar. (1994). Media
Pendidikan, Bandung :
Citra Aditya
http://www.sarjanaku.com/2011/0
3/pengertian-alat-peraga.html.
Jerolimek, S., & McTargaart, R.
(1990). The action research
planner. Victoria: deakin
university
Joyce, B., & Weil, M. (2004).
Models of teaching.
Boston: Allyn and
Bacon.
Lexi J. Moleong, (2006).
Metodelogi Penelitian
Kualitatif. Bandung : Remaja
Rosdakarya
Muhibbin, Syah, (2007). Psikologi
Belajar. :Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada
Nurbatni, (2005). Media
Pendidikan, Bandung :
Citra Aditya
Nurkencana, (1990). Evaluasi
Hasil Belajar, Surabaya :
Usaha Nasional
________, (2003). Evaluasi Hasil
Belajar, Surabaya :
Usaha Nasional
Riyanto, (1996). Metodologi
Penelitian Pendidikan,
Surabaya : SIC
Sudjana, Nana, (2004). Dasar-
Dasar Proses Belajar
Mengajar, Bandung : Sinar
Baru Algensindo
Siti Arum Gita Nurmala. (2008).
Penggunaan Alat Peraga
Gambar Untuk
Meningkatkan Minat Belajar
Membaca yang diakses pada
taggal 2 maret di
http://id.shvoong.com/social-
sciences/education/2335003-
alat-peraga-sebagai-media-
pendidikan/#ixzz2NTOIXXi
1
Slameto, (2003). Belajar dan
Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya. :Jakarta:
PT. Rineka Cipta
_______, (1995). Belajar dan
Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya. Jakarta:
PT. Rineka
Page 421
413
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT
TEAM ACHIVEMENT DIVISION (STAD) DALAM
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XII-C
PADA MATA PELAJARAN IPA DI SMA NEGERI 1 PALIBELO
BIMA TAHUN PELAJARAN 2015/2016”
Drs. Yusuf
Guru IPS SMA Negeri 1 Palibelo Bima
ABSTRAK
Kata kunci: STAD, Prestasi Belajar IPA.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan
pembelajaran kooperatif tipe student team achivement division (STAD)
dalam meningkatkan prestasi belajar siswa kelas XII-c pada mata pelajaran
IPA di SMA Negeri 1 palibelo Bima Tahun Pelajaran 2015/2016”. Jenis
penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan rancangan penelitian
yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Subyek
penelitian adalah siswa KelasXII SMA Negeri 1 Palibelo Bima. Instrumen
yang digunakan ada dua yaitu instrumen tes untuk mengukur prestasi belajar
siswa dan lembar observasi aktivitas siswa dan guru.
Adapun hasil penelitian ini bahwa prestasi IPA siswa pada siklus I
dengan nilai rata-rata sebesar sebesar 71,29 dan pada siklus II dengan nilai
rata-rata sebesar 77, 42. Aktivitas siswa dan guru dari hasil analisis observasi
yang menunjukan peningkatan dari siklus I ke siklus II. Dari hasil tersebut
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran student team achivement division
(STAD) dapat meningkatkan prestasi belajar IPA siswa Kelas XII SMA
Negeri 1 Palibelo Bima tahun pelajaran 2015/2016.
PENDAHULUAN
Berdasarkan data tentang
prestasi belajar siswa di SMA
Negeri 1 Palibelo Bima tampak
bahwa nilai rata-rata siswa pada
mata pelajaran IPA 6,3 ini berarti
siswa belum tuntas karena banyak
siswa yang belum mendapatkan
nilai di atas 6,5 terutama siswa
kelas XII IPA.
Dari hasil wawancara
dengan salah satu guru SMA
Negeri 1 Palibelo Bima (Mahsun,
S.Pd) penulis memperoleh
informasi bahwa selama ini dalam
menyampaikan materi guru
banyak menerapkan metode yang
membuat siswa kurang aktif dalam
kelas seperti metode ceramah.
Selain itu juga siswa SMA Negeri
1 Palibelo Bima pada umumnya
belum memiliki intraksi belajar
yang bersifat kooperatif, artinya
belum belajar secara bersama-
sama dalam suatu kelompok,
setiap individu memiliki
kemampuan yang berbeda satu
sama lain. Contoh yang sangat
Page 422
414
nampak dari siswa yang pintar,
dimana mereka tidak mau
membimbing maupun memberikan
penjelasan kepada temannya yang
pengetahuannya kurang (Mahsun,
S.Pd, guru IPA SMA Negeri 1
Palibelo Bima Wawancara,
Tanggal 10 Januari 2015).
Berdasarkan hasil
wawancara dari dengan guru yang
lain dikelas XII SMA Negeri 1
Palibelo Bima, bahwa minat dan
perhatian siswa mengikuti
kegiatan pembelajaran IPA masih
kurang.
KAJIAN PUSTAKA
Pembelajaran Model Kooperatif
Tipe Student Team Achievement
Division (STAD) Pembelajaran model
koooperatif tipe STAD
merupakan” salah satu
pembelajaran kooperatif yang
diterapkan untuk menghadapi
kemampuan siswa yang heterogen.
Dimana model ini dipandang
sebagai metode yang paling
sederhana dan langsung dari
pendekatan pembelajaran
kooperatif. Metode ini paling awal
ditemukan dan dikembangkan oleh
para peneliti pendidikan di John
Hopkins Universitas Amerika
Serikat dengan menyediakan suatu
bentuk belajar kooperatif. Di
dalamnya siswa diberi kesempatan
untuk melakukan kolaborasi dan
elaborasi dengan teman sebaya
dalam bentuk diskusi kelompok
untuk memecahkan suatu
permasalahan” (Arindawati, 2004:
83 - 84). Dalam model
pembelajaran ini, masing-masing
kelompok beranggotakan 4 – 5
orang yang dibentuk dari anggota
yang heterogen terdiri dari laki-
laki dan perempuan yang berasal
dari berbagai suku, yang memiliki
kemampuan tinggi, sedang dan
rendah.
Prestasi Belajar
Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi adalah “hasil dari
suatu kegiatan yang telah
dikerjakan, diciptakan, baik secara
individual maupun kelompok”
(Djamarah, 1994:19). Sedangkan
menurut WJS. Poerwadarminta
dalan Djamarah (1994:21)
berpendapat bahwa prestasi adalah
“hasil yang telah
dicapai/dilakukan, dikerjakan dan
sebaginya”. Sedangkan menurut
Kohar Prestasi adalah “apa yang
dapat diciptakan, hasil pekerjaan,
hasil yang menyenangkan hati
yang diperoleh dengan keuletan
kerja” (Djamarah, 1994:20).
METODE PENELITIAN
Pelaksanaan Tindakan
Penelitian tindakan kelas
ini dilaksanakan dalam bentuk
siklus berulang-ulang di dalamnya
terdapat empat tahapan utama
kegiatan, yaitu perencanaan,
tindakan, pengamatan, dan refleksi
yang dapat digambarkan sebagai
berikut:
Teknik Analisis Data
Data Tes Hasil Belajar
a. Ketuntasan individu yaitu
setiap siswa dalam proses
belajar mengajar dikatakan
tuntas secara individu terhadap
materi pelajaran yang diberikan
jika siswa mampu memperoleh
nilai 65.
Page 423
415
b. Ketuntasan klasikal
Ketuntasan klasikal dikatakan
telah dicapai apabila target
pencapaian ideal ≥ 85% dari
jumlah siswa dalam kelas.
Kk = n
n1 x 100%
Ket :
Kk = Ketuntasan klasikal
n1 = Jumlah siswa yang
mendapat nilai >
6.5
n = Jumlah siswa yang
ikut tes
Sedangkan untuk mengetahui
peningkatan prestasi belajar
siswa, hasil belajar dianalisis
secara objektif yaitu dengan
menentukan nilai rata-rata
dengan rumus :
Me = n
X I
Keterangan : Me = Mean (rata-
rata)
= Epsilon
(baca jumlah)
Xi = Nilai yang
diperoleh
masing-masing
siswa
n = Banyaknya
siswa (Sugiyono,
2006 : 43)
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Data Siklus I
Observasi
1) Hasil Observasi Aktivitas
Siswa
Hasil observasi aktivitas siswa
secara rinci tentang aktivitas
belajar siswa dapat dilihat
dibawa sebagai berikut
a) Sebagian siswa masih ada
yang tidak serius dalam
mengikuti pelajaran dan
malu bertanya sama teman
sekelompoknya maupun
kepada guru.
b) Pada saat diskusi masih ada
sebagian siswa yang tidak
menanggapi dengan baik
apa yang dijelaskan oleh
guru dan teman-temanya
2) Hasil Observasi Aktivitas Guru
Hasil observasi diperoleh dari
pengamatan yang diperoleh
oleh guru sejawat
(pendamping) dengan mengisi
lembar observasi yang telah
dipersiapkan oleh peneliti yang
bertujuan untuk melihat
jalannya proses belajar
mengajar dalam kelas. Adapun
hasil yang diperoleh dari
observasi terhadap guru
terekam dalam tabel berikut : Penilaian Siklus I
Rata-
Rata Kategori Pertemuan I Pertemuan
II
24 25 24.5 Aktif
Hasil Evaluasi
Melalui analisis evaluasi
belajar nilai rata-rata siswa dan
ketuntasan belajar siswa dapat
dilihat pada tabel berikut :
Banyak
Siswa
Skor
Total
Nilai
Rata-
Rata
Banyak
Siswa
Yang
Tuntas
Persentase
Ketuntasan
31 2210 71,29 24 77, 42%
Page 424
416
Refleksi
Persentase ketuntasan
belajar mengajar 77,42 %, ini
menunjukkan bahwa ketuntasan
dilihat dari hasil evaluasi pada
siklus I masih belum mencapai
hasil yang diharapkan. Adapun
kekurangan-kekurangan yang
ditemukan pada siklus ini akan
diperbaiki pada siklus kedua
diantaranya:
1) Guru masih terfokus pada
kelompok-kelompok tertentu
dan kelompok yang lain masih
bersifat kurang aktif
2) Guru masih kurang dalam
memberikan motivasi kepada
siswa yang kurang aktif untuk
berani maju mengerjakan tugas
di depan kelas
Data Siklus II
Observasi
1) Hasil Observasi Aktivitas
Siswa
Hasil observasi
diperoleh dari pengamatan yang
dilakukan oleh guru sejawat
(pendamping) dengan mengisi
lembar observasi yang telah
dipersiapkan oleh peneliti yang
bertujuan untuk melihat
jalannya proses belajar
mengajar. Observasi terhadap
aktivitas siswa dilakukan
dengan mengamati prilaku
siswa pada saat proses belajar
mengajar berlangsung yang
diamati oleh peneliti (guru)
sendiri, diskusi dalam
kelompoknya dan dalam
mengerjakan lembar kerja
siswa (LKS). Semua diskriptor
(aspek yang nampak) diberi
tanda rumput pada tiap kolom
yang telah disediakan sesuai
dengan petunjuk yang ada.
2) Hasil Observasi Aktivitas
Guru
Adapun hasil Observasi
Aktivitas Guru yang diperoleh
terangkum pada tabel di bawah ini.
Penilaian Siklus II Rata-
Rata Kategori Pertemuan
I
Pertemuan
II
25 26 25.5 Aktif
Evaluasi
Melalui analisis evaluasi
belajar nilai rata-rata siswa dan
ketuntasan belajar siswa dapat
dilihat pada tabel berikut:
Banyak Siswa
Skor Total
Nilai
Rata-Rata
Banyak
Siswa Yang
Tuntas
Persentase Ketuntasan
31 2370 76,45 29 93,55%
Refleksi
Dilihat dari hasil yang
diperoleh pada siklus II dikatakan
telah tuntas karena telah mencapai
ketuntasan belajar yang
diharapkan menurut kurikulum
yaitu 85% (Nurkencana dalam
Slavin Kurnia, 2006 : 37). Dengan
demikian pembelajaran dengan
menerapkan pembelajaran
kooperatif Tipe Student Team
Achivement Division (STAD) lebih
efektif digunakan dalam
meningkatkan prestasi belajar
siswa pada mata pelajaran IPA.
Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis
data tiap-tiap siklus, terlihat bahwa
hasil dari siklus ke siklus
mengalami peningkatan. Pada
siklus I, menunjukkan bahwa nilai
rata-rata siswa sebesar 71,29
Page 425
417
dengan prosentase ketuntasan
77,42 %. Ini berarti ketuntasan
belajar siswa belum tercapai sesuai
dengan ketuntasan belajar menurut
standar yang telah ditetapkan. Hal
ini disebabkan oleh kurangnya
kesiapan siswa dalam mengikuti
proses pembelajaran dengan
penerapan pembelajaran
kooperatif tipe Student Team
Achivement Division (STAD),
yang dikarenakan model
pembelajaran ini merupakan
model pembelajaran yang cukup
dikenal oleh para guru dan siswa,
perhatian siswa dalam kegiatan
pembelajaran belum terfokus, saat
diskusi masih banyak siswa yang
belum mau menanggapi pendapat
dari temannya, dan siswa belum
bisa membuat kesimpulan dari
hasil diskusi, sehingga tingkat
penyerapan siswa terhadap materi
yang diberikan belum optimal,
akibatnya keaktifan dalam belajar
tidak tercapai.
Berdasarkan hasil analisis
pada siklus II menunjukkan bahwa
nilai rata-rata sebesar 76,45
dengan prosentase ketuntasan
belajar siswa sebesar 93,55%. Ini
berarti ketuntasan belajar siswa
telah sesuai dengan ketuntasan
yang telah ditetapkan. Hal ini
disebabkan karena persiapan siswa
dalam mengikuti proses
pembelajaran koopertaif tipe
Student Team Achivement Division
(STAD) sudah sangat baik,
suasana pembelajaran berjalan
dengan baik, perhatian siswa
sudah mulai terfokus, saat diskusi
siswa sudah banyak yang mau
menanggapi pendapat dari
temannya dan siswa sudah mulai
bisa membuat kesimpulan dari
hasil diskusi. Karena tujuan dari
penelitian sudah tercapai dan
kegiatan pembelajaran sesuai
dengan rencana dan harapan, maka
siklus penelitian diakhiri.
Hal ini menunjukkan
bahwa penerapan model kooperatif
tipe Student Team Achivement
Division (STAD) dalam
pembelajaran IPS Ekonomi dapat
meningkatkan prestasi belajar
siswa kelas XII IPA SMA Negeri
1 Palibelo Biam Tahun Pelajaran
2015/2016.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan
pembahasan dapat disimpulkan
bahwa penerapan pembelajaran
kooperatif tipe STAD dapat
meningkatkan prestasi belajar
siswa pada mata pelajaran IPS
Ekonomi
Daftar pustaka
Arends, R.I. (2008). Learning to
teach. (terjemahan Herlly
Prajitno S & Sri Mulyantini
S). New York: McGraw Hill
Companies. (buku asli
diterbitkan tahun 2007).
Arindawati. (2004). Beberapa
Alternatif Pembelajaran di
Sekolah Dasar. Jakarta :
Rineka Cipta
Aqib, Zaenal. (2006). Penelitian
Tindakan Kelas, CV.Yrama
Widya:Bandung
Page 426
418
Doston, J.M. (winter 2001).
Cooperative learning
structures can increase
student achievement: Kagan
online magazine. 4, Artikel
diambil pada tanggal 15 juli
2011. Dari
http://www.kagan.online.ma
gazine/files/rcd/BE018766/P
IG12.pdf
Barth, J.L. (1990). Method of
instruction in social studies
education. Third edition.
Boston: university press of
America. inc
Depdiknas .(2006). Undang-
Undang RI Nomor 20, tahun
2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasinal
Djamarah, Syaiful Bahri. (1994).
Prestasi Belajar dan
Kompetensi Guru.
Surabaya : Usaha Nasional
(2002). Psikologi Belajar.
Jakarta : Rineka Cipta
Hadi, Sutrisno (1990). Metodologi
Penelitian, Jakarta : Rineka
Cipta
Herlina. (2008). Binti Marthin,
penelitiannya yang berjudul
Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif
Tipe Stad Untuk
Meningkatkan Prestasi
Belajar Siswa Kelas VII-G
SMPN 07 Malang
Ibnu, Hizam, M.Pd. (2007). Artikel
Pembelajaran Kooperatif
Metode Jigsaw. Mataram
Ibrahim M. (2000). Pembelajaran
Kooperatif. Surabaya :
Universitas Surabaya
Isjoni. (2007). Cooperatif
Learning, Bandung : Alfabeta
Page 427
419
PENERAPAN METODE INQUIRI UNTUK MENINGATKAN
AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJARA SISWA PADA
PELAJARAN KIMIA SISWA KELAS XII- C SMA NEGERI 1
PALIBELO BIMA TAHUN PELAJARAN 2015/2016
Masni, S.Pd
Guru SMA Negeri 1 Palibelo
Abstrak
Kata kunci: Metode Inquiri, Aktivitas, dan prestasi belajar
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan metode
inquiri untuk meningatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa pada
pelajaran kimia siswa kelas XII- C SMA Negeri 1 Palibelo bima Tahun
Pelajaran 2015/2016
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan rancangan
penelitian yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.
Subyek penelitian adalah siswa Kelas XII SMA Negeri 1 Palibelo Bima.
Instrumen yang digunakan ada dua yaitu instrumen tes untuk mengukur
prestasi belajar siswa dan lembar observasi aktivitas siswa dan guru.
Adapun hasil penelitian ini bahwa prestasi IPA siswa pada siklus I dengan
persentase ketuntasan klasikal sebesar 78,94% dan pada siklus II dengan
persentase ketuntasan klasikal sebesar 94,74%. Hasil analisis lembar
observasi aktifitas siswa dari siklus I dengan jumlah 24 sedangkan pada
siklus II menjadi 26 dengan kategori “aktif”. Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa penerapan metode inquiri dapat meningatkan aktivitas
dan prestasi belajar siswa pada pelajaran kimia siswa kelas XII- C SMA
Negeri 1 Palibelo bima Tahun Pelajaran 2015/2016
PENDAHULUAN
Berdasarkan hasil
observasi awal dan wawancara
dengan guru mata pelajaran Kimia
Nurlaela, S.Pd (guru kelas XII.C
SMA Negeri 1 Palibelo Bima),
mengatakan bahwa guru masih
menerapkan metode pembelajaran
konvensional/klasikal.
Pembelajaran konvensional adalah
pembelajaran yang dilaksanakan
pada sekelas murid secara
langsung, dalam pembelajaran ini
siswa cendrung bersikap pasif dan
reseptif, sedangkan guru cendrung
berperan dominan (Soenarwan :
25-27). Di sisi lain guru masih
banyak menggunakan metode
belajar yang belum mengaktifkan
siswa secara penuh, salah satunya
adalah metode ceramah.
Nilai rata-rata siswa masih
sangat rendah. Untuk itu sudah
sepatutnya hal ini mendapatkan
perhatian yang serius. Salah satu
Page 428
420
upaya yang dilakukan adalah
mencari metode mengajar yang
mampu mengajak siswa lebih aktif
dalam kegiatan belajar serta
melatih siswa untuk banyak
belajar sendiri.
Pembelajaran dengan
inquiri memberikan manfaat
bahwa siswa belajar lebih aktif
karena ada proses penemuan,
siswa memahami degan benar isi
pelajaran karena di sini siswa
mengalami langsung. Di sisi lain
siswa merasa puas, jika suatu hal
dapat ditemukan ia terdorong
untuk menemukan lagi dan siswa
dapat menyampaikan sesuatu yang
diperoleh dengan konteks.
KAJIAN PUSTAKA
Prestasi Belajar
Prestasi adalah hasil dari
suatu kegiatan yang telah
dikerjakan, diciptakan baik secara
individu maupun secara kelompok
(Djamarah, 1994). Sedangkan
menurut Mas’ud Hasan Abdul
Qohar dalam Djamarah (1994)
bahwa prestasi adalah apa yang
telah dapat diciptakan, hasil
pekerjaan, hasil yang
menyenangkan hati yang diperoleh
dengan jalan keuletan kerja.
prestasi belajar kimia yang
dimaksud dalam penelitian ini
adalah prestasi belajar yang diraih
atau dicapai oleh seorang siswa
setelah mengalami atau melakukan
kegiatan belajar dengan
menggunakan metode inquiri pada
waktu yang telah ditentukan.
Pengertian Metode Inquiri
Menurut (Ahmadi, 2005 :
52) bahwa metode inquiri adalah
metode pembelajaran dimana
siswa dituntut untuk lebih aktif
dalam proses penemuan,
penempatan siswa lebih banyak
belajar sendiri serta
mengembangkan keaktifan dalam
memecahkan masalah
Berdasarkan pendapat
para ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa metode inquiri dalam
penelitian ini adalahsuatu teknik
instruksional dalam proses belajar
mengajar siswa diharapkan pada
suatu masalah, dan tujuan utama
menggunakan metode inquiri
adalah membantu siswa dalam
mengembangkan keterampilan
penemuan ilmiah.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di
kelas XII. C SMA Negeri 1
Palibelo Bima . Penelitian ini telah
dilaksanakan pada semester II
Tahun Pelajaran 2015/2016
Teknih Analisis Data
Ketuntansan individu
Setiap siswa dalam proses
belajar mengajar dikatakan
tuntas apabila memperoleh nilai
6,5. Nilai ketuntasan minimal
sebesar 6,5 dipilih karena
sesuai dengan kemampuan
individu
Page 429
421
Ketuntasan klasikal
Ketuntasan klasikal dikatakan
telah dicapai apabila target
pencapaian ideal 85 % dari
jumlah siswa dalam kelas.
%1001 xn
nkk
kk = ketuntasan klasik
n1 =Jumlah siswa yang
memperoleh nilai 65
n = Jumlah siswa yang ikut tes
Data Aktivitas Pembelajaran
Kriteria untuk menentukan
aktifitas siswa dan guru sebagai
berikut : A > MI + 1,5 SDI Sangat aktif
MI + 0,5 SDI < A < MI + 1,5
SDI
Aktif
MI – 1,5 SDI < A < MI + 0, 5 SDI
Cukup aktif
MI – 1,5 SDI < A < MI – 0,5
SDI
Kurang aktif
A < MI – 1,5 SDI Sangat kurang aktif
Menentukan MI dan SDI
MI = ½ x (skor tertinggi + skor
terendah)
SDI = 1/6 x (skor tertinggi + skor
terendah)
Keterangan : MI = Mean
ideal
SDI = Standar
deviasi ideal
Hasil Penelitian Siklus I
Perencanaan/Persiapan
Pada tahap ini dilakukan
beberapa perencanaan/persiapan
yang meliputi pembuatan :
Skenario pembelajaran, Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran),
Lembar kerja siswa, Soal-soal
evaluas, Pedoman observasi
kegiatan Guru dan, Pedoman
observasi kegiatan siswa.
Pelaksanaan Proses belajar mengajar
pada siklus I dilaksanakan sesuai
dengan jadwal mata pelajaran
kimia di sekolah yang
bersangkutan dan dilaksanakan
dalam dua kali pertemuan yaitu
pada hari Selasa, Kamis dan sabtu
tanggal 10, 12, dan 14 Februari
2015.
Observasi
1) Hasil aktivitas belajar siswa
Berdasarkan hasil analisis lembar
observasi aktifitas belajar siswa
diperoleh data sebagai berikut
Analisis Hasil Jumlah Kategori
Skor tertinggi 28
Aktif
Skor terendah 7
Mean Ideal (MI) 17,5
Standar Deviasi Ideal (SDI) 5,8
Jumlah skor aktifitas belajar 24
Inteval 20,24 <
A < 26,25
2) Hasil Observasi Aktivitas
Guru
Berdasarkan hasil analisis lembar
observasi aktifitas guru diperoleh
data sebagai berikut Analisis Hasil Jumlah Kategori
Skor tertinggi 28
Cukup Aktif
Skor terendah 7
Mean Ideal (MI) 17,5
Standar Deviasi Ideal (SDI) 5,8
Jumlah skor aktifitas belajar 20
Inteval 14,60
< A <
20,40
Hasil Evaluasi Banyak Siswa
Skor Total
Nilai Rata-
Rata
Banyak Siswa
Yang
Tuntas
Persentase Ketuntasan
38 2715 71,45 30 78,94%
Page 430
422
Refleksi
Persentase ketuntasan
belajar mengajar 78,94%, ini
menunjukkan bahwa ketuntasan
dilihat dari hasil evaluasi pada
siklus I masih belum mencapai
hasil yang diharapkan. Adapun
kekurangan-kekurangan yang
ditemukan pada siklus ini akan
diperbaiki pada siklus kedua
diantaranya: 1) Guru masih
terfokus pada kelompok-kelompok
tertentu dan kelompok yang lain
masih bersifat kurang aktif , 2)
Guru masih kurang dalam
memberikan motivasi kepada
siswa yang kurang aktif untuk
berani maju mengerjakan tugas di
depan kelas
Data Siklus II
Observasi aktivitas siswa Analisis Hasil Jumlah Kategori
Skor tertinggi 28
Aktif
Skor terendah 7
Mean Ideal (MI) 17,5
Standar Deviasi Ideal (SDI)
5,8
Jumlah skor aktifitas
belajar
26
Inteval 20,24 < A < 26,25
Evaluasi
Data Hasil Evaluasi Belajar
Siswa Siklus II SMA Negeri 1
Palibelo Bima Tahun Ajaran
2015/2016
Banyak
Siswa
Skor
Total
Nilai Rata-
Rata
Banyak
Siswa
Yang Tuntas
Persentase
Ketuntasan
38 3075 80,92 36 94,74 %
Refleksi
Dilihat dari hasil yang
diperoleh pada siklus II dikatakan
telah tuntas karena telah mencapai
ketuntasan belajar yang
diharapkan menurut kurikulum
yaitu 85% (Nurkencana dalam
Slavin Kurnia, 2006 : 37).
Dengan demikian
pembelajaran dengan menerapkan
metode inquiri lebih efektif
digunakan dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa pada sup
pokok bahasan himpunan bagian
siswa kelas VII.C SMA Negeri 1
Palibelo Bima .
Pembahasan Berdasarkan hasil analisis
data tiap-tiap siklus, terlihat bahwa
hasil dari siklus ke siklus
mengalami peningkatan. Pada
siklus I, menunjukkan bahwa nilai
rata-rata siswa sebesar 71,45
dengan prosentase ketuntasan
78,94%. Ini berarti ketuntasan
belajar siswa belum tercapai sesuai
dengan ketuntasan belajar menurut
standar yang telah ditetapkan. Hal
ini disebabkan oleh kurangnya
kesiapan siswa dalam mengikuti
proses pembelajaran dengan
menerapakan metode inquiri, yang
dikarenakan metode pembelajaran
ini merupakan metode
pembelajaran yang cukup dikenal
oleh para guru dan siswa,
perhatian siswa dalam kegiatan
pembelajaran belum terfokus, saat
diskusi masih banyak siswa yang
belum mau menanggapi pendapat
dari temannya, dan siswa belum
bisa membuat kesimpulan dari
hasil diskusi, sehingga tingkat
Page 431
423
penyerapan siswa terhadap materi
yang diberikan belum optimal,
akibatnya keaktifan dalam belajar
tidak tercapai.
Berdasarkan hal tersebut
maka tidak mampunya siswa
menjawab soal dikarenakan siswa
belum menyerap konsep yang
telah diajarkan. Untuk mengatasi
banyaknya kekurangan–
kekurangan selama pelaksanaan
siklus I guru melakukan
perbaikan-perbaikan dalam
pembelajaran pada siswa
berikutnya dan meningkatkan hal-
hal yang dianggap kurang. Untuk
itu guru berupaya meningkatkan
ketertiban siswa dan
membangkitkan respon siswa
dalam proses pembelajaran sesuai
dengan refleksi pada siklus I,
maka pada siklus II dilakukan
tindakan yang merupakan
penyempurnaan dan perbaikan
terhadap kekurangan-kekurangan
yang muncul pada siklus I.
Berdasarkan hasil analisis
pada siklus II menunjukkan bahwa
nilai rata-rata sebesar 80,92
dengan prosentase ketuntasan
belajar siswa sebesar 94,74%. Ini
berarti ketuntasan belajar siswa
telah sesuai dengan ketuntasan
yang telah ditetapkan. Hal ini
disebabkan karena persiapan siswa
dalam mengikuti proses
pembelajaran dengan
menggunakan metode inquiri
sudah sangat baik, suasana
pembelajaran berjalan dengan
baik, perhatian siswa sudah mulai
terfokus, saat diskusi siswa sudah
banyak yang mau menanggapi
pendapat dari temannya dan siswa
sudah mulai bisa membuat
kesimpulan dari hasil diskusi.
Karena tujuan dari penelitian
sudah tercapai dan kegiatan
pembelajaran sesuai dengan
rencana dan harapan, maka siklus
penelitian diakhiri.
Berdasarkan pembahasan
di atas dapat di simpulkan bahwa
penerapan metode inquiri untuk
aeningatkan aktivitas dan prestasi
belajar siswa pada pelajaran
kimia siswa kelas XII- C SMA
Negeri 1 Palibelo Bima Tahun
Pelajaran 2015/2016
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil
penelitian dan pembahasan, maka
dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1. Penerapan metode inquiri pada
sub pokok bahasan himpunan
bagian dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa hal ini
dapat dilihat dari hasil evaluasi
belajar siswa dari siklus I
mencapai 78,94% siswa tuntas
secara klasikal, sedangkan pada
siklus ke II meningkat menjadi
94,74% serta menuntaskan
belajar siswa kelas XII.C SMP
Negeri 1 Palibelo Bima tahun
ajaran 2015/2016
2. Penerapan metode inquiri pada
konsep himpunan sub pokok
bahasan himpunan bagian dapat
meningkatkan aktifitas belajar
siswa khususnya kelas XII.C
SMA Negeri 1 Palibelo
Bima tahun ajaran
2015/20q6 hal ini dapat
Page 432
424
dibuktikan dengan hasil analisis
lembar observasi aktifitas siswa
dari siklus I dengan jumlah 24
sedangkan pada siklus II
menjadi 26 dengan kategori
“aktif”
Daftar Pustaka
Page 433
425
EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATERI PELAJARAN
BANGUN DATAR DENGAN METODE STAD DAN ALAT
BANTU MBDW PADA PESERTA DIDIK KELAS V SDN
INPRES BONTOKAPE, KECAMATAN WOHA KABUPATEN
BIMA
TAHUN 2014
Oleh: Yasin Idris, S.Pd
(Guru SDN Inpres Bontokape)
ABSTRAK
Penelitian ini dilandasi kenyataan bahwa kemampuan pemahaman
konsep bangun datar, peserta didik kelas V SDN Inpres Bontokape masih
rendah. Peserta didik merasa kurang menarik terhadap materi yang disajikan
guru. Masalahnya adalah (1) apakah pembelajaran dengan metode STAD
dengan alat bantu MBDW menyenangkan? (2) Bagaimanakah efektivitas
pembelajaran dengan metode STAD dengan alat bantu MBDW pada materi
bangun datar? Tujuan penelitian ini adalah menggambarkan metode STAD
dengan alat bantu MBDW menyenangkan, dan mendeskripsikan efektivitas
metode STAD dengan alat bantu MBDW dalam pembelajaran bangun datar.
Permasalahannya terpecahkan dengan teori pembelajaran motede
STAD dan konsep bangun datar. Metode penelitian dengan deskreptif
kualitatif. Teknik pengumpulan data melalui pengamatan dan tes.
Hasil yang diperoleh dari pembelajaran dengan metode STAD dengan
alat bantu MBDW menyenangkan. Ketuntasan belajar dapat dicapai 100%.
Suasana kelas hidup. Kompetisi antarkelompok belajar terjadi sangat tinggi.
Pengelolaan kelas mudah. Guru dapat memfokuskan diri dalam membantu
peserta didik yang belum mampu. Dengan demikian pembelajaran dengan
metode STAD dan peraga MBDW materi pelajaran bangun datar efektif dan
menyenangkan.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penelitian ini dilatarbelakangi
kenyataan bahwa penguasaan
konsep bangun datar pada peserta
didik SDN Inpres Bontokape
Kecamatan Woha Kabupaten Bima
masih rendah. Peserta didik kurang
tertarik terhadap pembelajaran
dengan materi tersebut. Usaha
mengatasi kondisi yang ada, guru
dalam menyampaikan materi
pembelajaran memilih metode
STAD (Student Teams Achievement
Divisions) dan peraga MBDW
(Model Bangun Datar Warna-
warni). Dengan usaha tersebut,
pembelajaran dengan materi
pelajaran bangun datar efektif dan
menarik.
Page 434
426
B. Rumusan Masalah
Masalahnya ada 2 hal, yakni:
1. Apakah pembelajaran
dengan metode STAD dan
alat bantu MBDW
menyenangkan?
2. Apakah pembelajaran
dengan metode STAD dan
alat bantu MBDW efektif?
C. Tujuan
Penelitian ini bertujuan:
1. Mendeskripsikan proses
pembelajaran bahwa dengan
metode STAD dan alat bantu
MBDW menyenangkan.
2. Mendeskripsikan efektivitas
pembelajaran dengan metode
STAD dan alat bantu
MBDW.
D. Manfaat
Manfaat diadakannya penelitian,
sebagai berikut:
1. Bagi guru
a. Sebagai bahan perbaikan
pembelajaran yang
dikelolanya, sehingga proses
dan hasil dari pembelajaran
mengalami peningkatan.
b. Sebagai wahana dalam
peningkatan profesionalitas
guru karena mampu menilai
dan memperbaiki
pembelajaran yang
dikelolanya.
c. Sebagai wahana
penumbuhan rasa percaya
diri bagi guru.
2. Bagi peserta didik
a. Peserta didik meningkatkan
prestasi belajarnya.
b. Peserta didik dapat mengikuti
pembelajaran yang menarik.
3. Bagi sekolah
a. Memiliki guru yang profesional
dalam mengelola pembelajaran di
depan kelas.
b. Sekolah dapat berkembang sesuai
dengan tuntutan zaman.
BAB II KAJIAN TEORETIS,
KERANGKA BERPIKIR DAN
HIPOTESIS
A. Kajian Teori
1. Bangun Datar
Teori tentang bangun datar
dikemukakan oleh beberapa ahli.
Bangun datar memiliki sisi, sudut,
dan diagonal/garis tengah. Menurut
Julius Hambali dkk, secara ringkas
disajikan sebagai berikut :
a. Segiempat
Bangun datar segiempat: persegi,
persegi panjang, jajargenjang,
belah ketupat, layang-layang, dan
trapesium. Masing-masing
bangun datar memiliki sifat-sifat
yang khusus.
b. Segitiga
Bangun datar segitiga: segitiga
sama sisi, segitiga sama kaki,
segitiga lancip, segitiga tumpul,
dan segitiga sembarang.
c. Lingkaran
Bangun datar lingkaran
merupakan bangun yang hanya
memiliki satu sisi, mempunyai
satu titik pusat, dan memiliki
garis tengah yang panjangnya
dua kali jari-jari.
2. Pembelajaran Bangun Datar
Metode STAD sesuai untuk
pennyampaian materi pelajaran
bangun datar. Metode STAD
merupakan pengembangan dari
metoe kerja kelompok dan
Page 435
427
diskusi dengan fokus kegiatan
adanya kompetisi tim dan
kompetisi individu.
3. Alat Bantu Pembelajaran
Alat bantu Yang digunakan yaitu
MBDW (Model Bangun Datar
Warna-wari). MBDW merupakan
model bangun datar dengan
memberi warna-warni pada
bagian-bagian yang memiliki
ciri/sifat khusus. Dengan MBDW
diharap peserta didik dapat
menemukan sendiri sifat-sifat
bangun datar.
B. Kerangka Berpikir
Pembelajarn bangun datar
sebaiknya dengan menggunakan
alat bantu model bangun datar.
Alat bantu model bangun datar
warna-warni merupakan bentuk
bangun datar dengan memberi
warna-warna yang berbeda pada
bagian-bagian bangun datar
yang memiliki karakter khusus.
Peraga bangun datar warna-
warni merupakan upaya
mengarahkan peserta didik
untuk berpikir konkrit. Belajar
secara konkrit lebih
menyenangkan, mengaktifkan,
dan mudah dipahami.
C. Hipotesis
Hipotesis penelitian tindakan
ini, sebagai berikut,
1. Pembelajaran materi
pelajaran bangun datar
dengan alat bantu MBDW
(Model Bangun Datar
Warna-warni)
menyenangkan.
2. Proses pembelajaran metode
STAD dengan alat bantu
model bangun datar warna-
warni efektif.
BAB III PELAKSANAAN
TINDAKAN
A. Seting Penelitian
Tempat penelitian di SDN
Inpres Bontokape, Kecamatan
Bolo, Kabupaten Bima dimulai
bulan Desember 2014 – Februari
2015.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian peserta didik
kelas V SDN Inpres Bontokape
berjumlah 38 orang peserta
didik tahun pelajaran
2014/2015.
C. Sumber Data
Hasil tes dan hasil pengamatan
siklus I dan siklus II.
D. Indikator kinerja
Pembelajaran dianggap efektif
jika telah memenuhi ketuntasan
individual 65% dan ketuntasan
klasikal 75%. Diharapkan hasil
meningkat pada tes siklus ke II
menjadi 80% secara klasikal.
E. Instrumen
Alat bantu MBDW, lembar
pengamatan, dan lembar
evaluasi.
Page 436
428
F. Tindakan
Siklus 1
1. Perencanaan
a. Pedoman Guru
1) menentukan kompetensi
dasar
2) merencanakan
metode/pendekatan
3) menentukan kelompok
diskusi
4) menyusun skenario
pembelajaran
5) menyiapkan sumber
materi
6) menyusun LKS
7) menyusun lembar
observasi
8) menyusun perencanaan
pemantauan individual
maupun kelompok
9) menyusun soal evaluasi
b. Pedoman Peserta
didik
1) memperhatikan pejelasan
guru tentang cara kerja
peserta didik
2) mengerjakan LKS secara
berkelompok sesuai
petunjuk
3) melaporkan hasil
diskusi/kerja kelompok
4) mengerjakan soal evaluasi
2. Tindakan
Melaksanakan tindakan
sesuai dengan skenario
pembelajaran.
3. Pengamatan
a. Pengamatan proses
pembelajaran secara
kolaborator dengan lembar
observasi
b. Menilai hasil pembelajaran
materi sifat-sifat bangun datar
dengan soal tes yang telah
disediakan.
4. Refleksi
a. Mengevaluasi tindakan
siklus I
b. Mendiskusikan hasil evaluasi
siklus I dengan kolaborator
c. Memperbaiki pelaksanaan
untuk siklus berikutnya.
Siklus II Seperti siklus I dengan
perbaikan-perbaikan seperlunya
dan menyimpulkan hasil
pelaksanaan siklus I dan siklus
II
G. Analisis Data
Data dianalisis dengan cara
deskriptif kualitatif.
BAB IV HASIL PENELITIAN
DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Siklus I
Hasil Pengamatan
Tabel Data Hasil Pengamatan Proses Pembelajaran siklus 1
No Aspek Pengamatan
Peng
amat Jml R
1 2 3
Page 437
429
1
Keaktifan dan ketertarikan
peserta didik dalam
mengikuti proses
pembelajaran
1
6
1
6
1
5 47
15,6
7
Berdasarkan data tersebut dapat ditunjukkan persentase hasil
pengamatan sebesar 78,33% dengan kriteria sangat baik.
Hasil Evaluasi
Tabel Rentang Hasil Evaluasi Pembelajaran Siklus I
No Rentang Nilai Jumlah Persentase Kriteria
1 < 65 2 5,26% Tidak tuntas
2 65 – 74 9 23,68% Tuntas
3 75 – 84 17 44,74% Tuntas
4 ≥ 85 10 26,32% Tuntas
Jumlah 38 100%
Rata-rata
81,58%
Tingkat perbandingan perolehan hasil evaluasi masing-masing rentang,
lebih jelas disajikan gambar berikut.
Gambar Diagram Perbandingan Hasil Evaluasi Siklus I
2. Siklus II
Hasil Pengamatan
Tabel Data Hasil Pengamatan Proses Pembelajaran siklus 2
No Aspek Pengamatan Pengamat
Jml R 1 2 3
5,26% 44,74%
26,32% 23,68
%
Page 438
430
1
Keaktifan dan ketertarikan
peserta didik dalam mengikuti
proses pembelajaran
18 18 17 53 17,67
Berdasarkan data tersebut dapat ditunjukkan persentase hasil
pengamatan setelah direkapitulasi dari tiga pengamat, sebesar 88,33%
dengan kriteria sangat baik.
Hasil Evaluasi
Tabel 7. Rentang Hasil Evaluasi Pembelajaran Siklus 2
No Rentang Nilai Jumlah Persentase Kriteria
1 < 65 1 2,63% Tidak tuntas
2 65 – 74 6 15,79% Tuntas
3 75 – 84 15 39,47% Tuntas
4 ≥ 85 16 42,11% Tuntas
Jumlah 38 100%
Rata-rata
86,32%
Tingkat perbandingan perolehan hasil evaluasi masing-masing rentang,
lebih jelas ditunjukkan gambar berikut ini.
Gambar 2. Diagram Perbandingan Hasil Evaluasi Siklus II
2,63% 15,79%
42,11% 39,47%
Page 439
431
B. Pembahasan
Siklus 1
Perencanaan
Pada siklus 1 guru memberi
penegasan tentang konsep bangun
datar, bahwa bangun datar terdiri
atas sisi, sudut, dan diagonal.
Metode pembelajaran adalah STAD,
untuk itu peserta didik dalam proses
pembelajaran secara berkelompok.
Masing-masing kelompok
berkerjasama dengan bersungguh-
sungguh. Setiap kelompok
bertanggung jawab terhadap
anggota kelompoknya. Kelompok-
kelompok belajar tersebut bersaing,
baik secara individual maupun
secara kelompok.
Tindakan
Peserta didik belajar berdasarkan
lembar kerja siswa (LKS).
Berdasarkan LKS tersebut Peserta
didik belajar memecahkan masalah
dengan alat bantu MBDW. Dengan
waktu yang telah ditentukan,
peserta didik melaporkan hasil kerja
kelompoknya. Setiap anggota,
mempunya tanggung jawab yang
sama untuk melaporkan hasil kerja
kelompoknya. Dengan demikian,
masing-masing kelompok memiliki
tanggung jawab terhadap
anggotanya agar mampu
memecahkan masalah dalam
diskusi, agar kelompok belajarnya
dapat unggul dalam persaingan.
Pada akhir pertemuan, peserta didik
secara individu mengerjakan
evaluasi.
Pengamatan
Berdasarkan pengamatan guru
secara kolaborator, tampak bahwa
peserta didik yang bodoh cenderung
pasif dan peserta didik yang pintar
cenderung mendominasi kelompok
diskusi. Secara keseluruhan, skor
pengamatan dapat dijelaskan bahwa
kesungguhan dan keaktifan masing-
masing skor 9, keceriaan dan
kompetisi antarkelompok dengan
skor 10, dan kerja sama
memperoleh skor terendah, yakni 8,
sehingga diperoleh jumlah skor 46
dengan rata-rata skor 15,33.
Persentase ketertarikan peserta didik
dalam mengikuti proses
pembelajaran 78,33%, dengan
demikian kriteria proses
pembelajaran amat baik.
Hasil evaluasi pada akhir proses
pembelajaran diperoleh data bahwa
dari 38 peserta didik, ada 2 anak
dinyatakan belum tuntas, 36 anak
dinyatakan telah tuntas. Peserta
didik yang memperoleh nilai lebih
dari 85 ada 10 anak. Secara klasikal,
tingkat ketuntasan minimal yang
telah ditentukan 75% telah dapat
dicapai, yakni 81,58%.
Refleksi
Refleksi dilakukan oleh guru
dengan kolaborator, yakni
menyepakati adanya pendampingan
kelompok-kelompok diskusi yang di
dalamnya terdapat peserta didik
yang masih belum mampu secara
aktif mengikuti proses
pembelajaran. Serta adanya kontrol
individu selama proses
pembelajaran berjalan.
Siklus 2
Pelaksanaan pembelajaran pada
siklus 2 merupakan kelanjutan dari
Page 440
432
siklus 1, dengan pemberian
motivasi: pemberian penghargaan,
hadiah dan sebagainya, ternyata
hasilnya mengalami peningkatan,
dengan pencapaian rata-rata
pengamatan proses 88,33% dan
hasil evaluasi 86,32%.
BAB V PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan perolehan hasil
pengamatan dan hasil evaluasi
siklus 1 dan siklus 2 dapat
dikemukakan bahwa,
1. Proses pembelajaran dengan
metode STAD dan alat bantu
MBDW ternyata
menyenangkan. Keaktifan
peserta didik ditunjukkan
dengan skor nilai pengamatan
78,33% dan 88,33% kriteria
amat baik.
2. Dengan metode STAD dan alat
bantu belajar MBDW efektivitas
pembelajaran tinggi, indikator
kerja yang diharapkan dapat
dipenuhi, rata-rata perolehan
nilai dari siklus 1 dan siklus 2
berturut-turut mengalami
peningkatan yaitu ari 81,58%
meningkat menjadi 86, 32%,
secara individual tingga 1 orang
anak yang belum tuntas, secara
klasikal telah dinyatakan tuntas
dengan indikator kerja 80%.
B. Saran
Metode STAD dengan alat bantu
MBDW efektif membantu
peserta didik dalam
memecahkan masalah
pembelajaran Matematika. Akan
tetapi, sering terjadi monopoli
dari salah satu peserta didik
pada kelompok belajar. Untuk
menghindari hal tersebut
disarankan
3. Masing-masing kelompok
hendaknya tidak hanya 1
alat bantu MBDW,
4. Mengingat pembuatan alat
bantu MBDW membutuhkan
biaya, hendaknya ada
anggaran dana dari sekolah,
5. Pembelajaran dengan alat
bantu serupa hendaknya
perlu dikembangkan pada
mata pelajaran yang lain.
Page 441
433
PENGGUNAAN PEMBELAJARAN KERJA KELOMPOK UNTUK
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR
BAHAS INGGRIS SISWA KELAS
XI SMA 1 PALIBELO TAHUN PELAJARAN 2010/2011
Ilham S. Pd
GURU SMA 1 PALIBELO
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar
siswa pada mata pelajaran bahasa Inggris dengan menggunakan pengajaran
kerja kelompok. Jenis penlitian adalah penelitian deskriptif. Populasinya
adalah siswa SMA Negeri 1 Palibelo. Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan dapat peneliti simpulkan bahwa : Metode belajar kelompok
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada materi pembelajaran Bahasa
Inggris siswa kelas XI SMAN 1 Palibelo
PENDAHULUAN
Berbicara tentang
profesional guru sangat
komprehensif. Profesi guru harus
dilihat dari kemampuan menguasai
kurikulum, materi pembelajaran,
teknik dan metode pembelajaran,
kemampuan mengelola kelas,
sikap komitmen pada tugas, harus
dapat menjaga kode etik profesi, di
sekolah ia harus menjadi "manusia
model" yang akan ditiru siswanya,
di masyarakat menjadi tauladan.
Guru dinyatakan profesional, yaitu
: Pertama, memiliki komitmen
pada siswa dan proses belajarnya.
Kedua, secara mendalam
menguasai bahan ajar dan cara
mengajarkan. Ketiga, bertanggung
jawab memantau kemampuan
belajar siswa melalui berbagai
teknik evaluasi. Keempat, mampu
berpikir sistematis dalam
melakukan tugas dan kelima,
seyogianya menjadi bagian dari
masyarakat belajar di lingkungan
profesinya”( Ruspendi, 2004).
Guru juga dituntut untuk
mereformasi pendidikan,
bagaimana memanfaatkan
semaksimal mungkin sumber-
sumber belajar di luar sekolah,
perombakan struktural hubungan
antara guru dan murid, seperti
layaknya hubungan pertemanan,
penggunaan teknologi modern dan
penguasaan iptek, kerja sama
dengan teman sejawat antar
sekolah, serta kerja sama dengan
komunitas lingkungannya
(Ruspendi: 2004).
Guru sekarang, harus
menguasai kemampuan akademik,
pedagogik, sosial dan budaya,
teknologi informasi, mampu
berpikir kritis, mengikuti dan
tanggap terhadap setiap perubahan
serta mampu menyelesaikan
masalah. Guru tidak hanya datang
Page 442
434
ke sekolah melulu untuk mengajar
saja sebagai tugas rutinitas dan
kemampuan untuk mengelola
kelas saja juga tidak cukup lagi.
Tetapi, guru diharapkan dapat
menjadi pemimpin dan sebagai
agen perubahan yang mampu
mempersiapkan anak didik agar
siap menghadapi tantangan
perubahan global dan era
informasi di luar sekolah (Naniek
Satijadi: 2004).
Guru akan berhadapan
dengan persoalan yang serius yaitu
sekolah akan berubah dari format
kelas menjadi selolah bersama
dalam satu kota, sekolah bersama
dalam satu negara, bahkan
bersama di dunia atau sekolah
global. Maka, dapat dikatakan
dengan kemajuan teknologi
informasi, sekolah bersama yang
diikuti oleh siswa dalam jumlah
besar tersebut dapat terlaksana.
Indikator ini, terbukti dengan
kemajuan teknologi informasi
dewasa ini sudah mampu meraih
semua titik yang terpencil
sekalipun dan masyarakat mulai
belajar serta mendapatkan
informasi dan ilmu dari berbagai
sumber seperti radio, televisi,
komputer internet, media masa dan
media yang lain. Sekolah sebagai
institusi pendidikan mungkin akan
tergeser perannya dan sudah tidak
menjadi sumber informasi satu-
satunya, bahkan bukan lagi
menjadi pencetus sumber
informasi yang mutakhir.
Kemampuan-kemampuan
yang selama ini harus dikuasai
guru juga akan lebih dituntut
aktualisasinya. Misalnya saja,
kemampuannya dalam
merencanakan pembelajaran dan
merumuskan tujuan, mengelola
kegiatan individu, menggunakan
multi metoda, dan memanfaatkan
media, berkomunikasi interaktif
dengan baik, memotivasi dan
memberikan respons, melibatkan
siswa dalam aktivitas,
mengadakan penyesuaian dengan
kondisi siswa, melaksanakan dan
mengelola pembelajaran,
menguasai materi pelajaran,
memperbaiki dan mengevaluasi
pembelajaran, memberikan
bimbingan, berinteraksi dengan
sejawat dan bertanggungjawab
kepada konstituen serta, mampu
melaksanakan penelitian
(Purwanto, 2004).
KAJIAN PUSTAKA
Metode Pembelajaran
Kelompok
Kelompok merupakan
salah satu pembelajaran dimana
siswa belajar dalam kelompok-
kelompok kecil yang memiliki
kemampuan yang berbeda
(Anonim, 2004:11). Sedangkan
menurut Ibrahim, dkk (2000: 5-6)
pembelajaran kelompok
merupakan pembelajaran yang
dicirikan oleh struktur tugas,
tujuan, dan penghargaan
kelompok. Siswa bekerja dalam
situasi pembelajaran kelompok
didorong atau dikehendaki untuk
bekerjasama pada suatu tugas dan
mereka harus mengkoordinasi
usahanya menyelesaikan tugasnya.
Menurut Ibrahim, dkk
(2000: 6) model pembelajaran
kooperatif biasanya memiliki
unsur-unsur sebagai berikut:
Page 443
435
1. Para siswa harus memiliki
persepsi bahwa mereka sehidup
dan sepenanggungan bersama.
2. Para siswa memiliki rasa
tanggung jawab terhadap diri
sendiri dalam mempelajari
materi yang dihadapi.
3. Para siswa harus berpandangan
bahwa mereka memilki tujuan
yang sama.
4. Para siswa harus berbagi tugas
dan tanggung jawab yang sama
besarnya dengan anggota
kelompok lain.
5. Para siswa akan diberikan suatu
penghargaan yang akan ikut
berpengaruh terhadap evaluasi
seluruh anggota kelompok.
Sedangkan menurut Roger
dan David Johnson dalam Lie
(2007: 31-35) mengatakan bahwa
dalam pembelajaran kooperatif
terdapat lima unsur pembelajaran
yang harus diterapkan, yaitu:
a. Saling ketergantungan positif
b. Tanggung jawab perseorangan
c. Tatap muka
d. Komunikasi antar anggota
e. Evaluasi proses kelompok
Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi adalah hasil dari
suatu kegiatan yang telah
dikerjakan, diciptakan baik secara
individu maupun secara kelompok
(Djamarah, 1994). Sedangkan
menurut Mas’ud Hasan Abdul
Qohar dalam Djamarah (1994)
bahwa prestasi adalah apa yang
telah dapat diciptakan, hasil
pekerjaan, hasil yang
menyenangkan hati yang diperoleh
dengan jalan keuletan kerja.
Dari pengertian yang
dikemukakan tersebut di atas, jelas
terlihat perbedaan pada kata-kata
tertentu sebagai penekanan, namun
intinya sama yaitu hasil yang
dicapai dari suatu kegiatan. Untuk
itu, dapat dipahami bahwa prestasi
adalah hasil dari suatu kegiatan
yang telah dikerjakan, diciptakan,
yang menyenangkan hati, yang
diperoleh dengan jalan keuletan
kerja, baik secara individual
maupun secara kelompok dalam
bidang kegiatan tertentu.
METODE PENELITIAN
Populasi dan Teknik Sampling
Populasi adalah
keseluruhan dari subjek penelitian.
Berdasarkan pendapat tersebut
dapat disimpulkan bahwa populasi
(keseluruhan objek yang diteliti)
pada penelitian ini adalah siswa-
siswi SMAN 1 Palibelo.
Sedangkan sampel
(sebagian dari objek yang diteliti)
adalah siswa-siswi kelas XI.
Berdasarkan hasil survei populasi
siwa SMAN 1 Palibelo berjumlah
96 orang seluruhnya.
Teknik Analisis Data
Analisis data adalah
mengelompokkan, membuat suatu
urutan, memanipulasi serta
menyingkatkan data sehingga
mudah untuk dibaca (Nazir, 1983 :
358). Sedangkan pendapat lain
mengatakan bahwa analisis data
hasil penelitian dapat dibedakan
menjadi dua bagian secara garis
besar yaitu analisis kualitatif dan
analisis kuantitatif. Perbedaan ini
tergandung pada jumlah dan sifat
data yang dikumpulkan. Jika data
Page 444
436
yang diperoleh hanya sedikit dan
bersifat uraian yang tidak bisa
diubah ke dalam bentuk angka-
angka, maka analisinya tentu
menggunakan analisis kualitatif
(Supardi, 2006 : 109).
Berdasarkan definisi
tersebut, analisis data dapat
dikatakan sebagai suatu cara untuk
mengolah dan memaparkan data
secara terorganisir dan sistimatis.
Adapun analisis data yang
digunakan adalah analisis induktif
dan deduktif.
Analisis induktif artinya
dengan menguraikan peristiwa-
peristiwa atau data-data yang
bersifat khusus untuk kemudian
mengumpulkannya dengan bersifat
general. Sedangkan analisis
deduktif artinya menguraikan
peristiwa yang bersifat umum
untuk kemudian
mengumpulkannya dengan sifat
khusus (Moleong, 2003 : 56)
Analisis induktif ini
digunakan karena berdasarkan
alasan-alasan sebagai berikut:
a. Prosedur induktif lebih banyak
menemukan kenyataan-
kenyataan ganda sebagaimana
yang terdapat dalam data
b. Analisis indutif lebih dapat
memuat hubungan peneliti
dengan responden menjadi
ekplisit dapat dikenal dan
diakontabel
c. Analisis demikian lebih dapat
menguraikan data secara penuh
dan dapat memuat keputusan
tentang ada tidaknya latar yang
lainnya
d. Analisis induktif leibh dapat
menemukan pengaruh yang
mempertajam hubungan
(Moleong, 1998 : 5).
Jadi, analisis data
merupakan langkah lanjutan dari
kegiatan pengumpulan data. Data
yang terkumpul diolah dan
dianalisis dengan maksud agar
data itu mempunyai arti dan
mampu memberikan keterangan
tentang populasi cermat sehingga
mendapatkan suatu kesimpulan
tentang obyek-obyek penelitian
yang baik.
HASIL PENELITIAN
Metode belajar kelompok dalam
meningkatkan prestasi belajar
siswa pada materi pembelajaran
Bahasa Inggris siswa kelas XI
SMAN 1 Palibelo
Metode belajar kelompok
seperti yang telah dijelaskan pada
bab telaah pustaka dikatakan
bahwa belajar kelompok atau
belajar beregu merupakan salah
satu sistem mengajar yang
tergolong baru. Pembaharuan ini
tidak hanya terletak pada
pelaksanaan pengajaran oleh
sekelompok guru yang disesuaikan
dengan tingkat kemampuan belajar
dan perbedaan individual siswa,
tetapi juga dalam bidang
pengorganisasian dan
pengadministrasiannya.
Berdasarkan hasil
observasi peneliti di SMAN 1
Palibelo memang sedang
maraknya pembelajaran kelompok
dimulai dari kelas XI sampai
dengan kelas IX karena para guru
beranggapan bahwa belajar
kelompok tersebut sangat
Page 445
437
membantu siswa yang kurang
dalam belajar (guru Bahasa Inggris
kelas XII. SMAN 1 Palibelo,
wawancara tanggal 26 Maret
2011)
Dari pengalaman yang
diperoleh peneliti di lapangan
selama melakukan penelitian,
dengan pembelajaran kelompok
dalam pembelajaran Bahasa
Inggris dapat melibatkan siswa
berperan aktif dan melibatkan
segenap kemampuan yang dimiliki
siswa sehingga dapat
meningkatkan prestasi belajar
siswa.
Sesuai dengan hasil
wawancara peneliti dengan
beberapa guru Bahasa Inggris di
SMAN 1 Palibelo, bahwa rata-rata
nilai pelajaran Bahasa Inggris
siswa-siswi di sekolah ini
meningkat, itu terbukti dengan
nilai Bahasa Inggris mereka di
rapot. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel di bawah ini :
No Kelas
Sebelum
menggunakan
pembelajaran kelompok
Setelah
menggunakan
pembelajaran kelompok
1
2
3
Kelas VII
Kelas VIII
Kelas IX
6,7
7,5
7,0
S
Sumber Data : Dokumentasi,
daftar nilai raport siswa SMAN 1
Palibelo Tahun Pelajaran
2010/2011, di kutip tanggal 27
Maret 2011
Selain itu sikap keseharian
para siswa di sekolah sangat sopan
terutama kepada bapak/ibu guru,
mereka juga disiplin, bahkan
setiap bertemu dengan semua guru
setiap siswa selalu mengucapkan
salam, dan pada saat belajar di
luar kelas dengan kelompok
masing-masing selalu berdiskusi
dengan baik dan dapat
memecahkan permasalahan yang
terkait dengan materi yang telah
diajarkan (Observasi, tanggal 27
Maret 2011).
Sedangkan Bukran juga
menegaskan bahwa dengan adanya
IPS Bahasa Inggris siswa-siswi
dapat menerapkan sebagian dari
materi yang telah kami ajarkan
seperti rajin menabung, berbelanja
tidak terlalu keseringan, rajin
membeli buku dan lain-lain (guru
Bahasa Inggris Kelas XI,
Wawancara, tanggal 27 Maret
2011
Berapa hasil wawancara
terbuka dengan wali kelas XI
mengatakan bahwa perbedaan
siswa-siswa yang belajar secara
pribadi dan kelompok itu ada
sekali perbedaanya seperti anak
yang belajar sendiri kadang-
kadang kebingungan dengan
materi yang telah dijelaskan dan
tidak berani bertanya sedangkan
yang belajar kelompok mereka
langsung mendiskusikannya
dengan teman kelompok masing-
masing (GURU SMAN 1 Palibelo,
wawancara, tanggal 27 Maret
2011)
Berdasarkan hasil
wawancara tersebut dapat
dipahami bahwa pendidikan
Bahasa Inggris di SMAN 1
Palibelo dengan menggunakan
metode kerja kelompok dapat
meningkatkan prestasi belajar
siswa terutama pada materi sistem
Bahasa Inggris karena berdasarkan
Page 446
438
hasil wawancara dan observasi
kebanyakan siswa memiliki nilai
rata-rata meningkat.
PEMBAHASAN
Metode Belajar Kelompok
Dapat Meningkatkan Prestasi
Belajar Siswa Pada Materi
Pembelajaran Bahasa Inggris
Siswa Kelas XI SMAN 1 Palibelo
Metode belajar kelompok
di SMAN 1 Palibelo sangat efektif
ini terbukti dari beberapa hasil
yang telah diperoleh oleh guru
Bahasa Inggris di SMAN 1
Palibelo khususnya kelas XI
mengalami peningkatakan nilai
setelah melakukan evaluasi.
Akhir dari proses belajar
mengajar yaitu proses evaluasi
atau penilaian. Evaluasi
merupakan proses sederhana
memberikan atau menetapkan
nilai kepada sejumlah tujuan,
kegiatan keputusan, unjuk kerja,
proses, orang, objek yang lain
(Davies dalam Dimiyati dan
Mudjiono, 2006 : 190-191)
Setiap orang yang
melakukan suatu kegiatan akan
selalu ingin tahu hasil dari
kegiatan yang dilakukannya.
Sering kali orang yang melakukan
kegiatan, berkeinginan mengetahui
baik atau buruknya kegiatan yang
sudah dilakukannya. Siswa dan
guru merupakan orang-orang yang
terlibat dalam kegiatan
pembelajaran, tentu mereka juga
berkeinginan mengetahui proses
dan hasil kegiatan pembelajaran
yang dilakukan. Untuk
menyediakan informasi tentang
baik atau buruknya proses dan
hasil kegiatan pembelajaran, maka
seorang guru harus
menyelenggarakan evaluasi.
Sedangkan dari hasil
observasi ketika peneliti di
lapangan setiap siswa ketika
belajar Bahasa Inggris selalu
mendengarkan dan memperhatikan
setiap yang menjadi teguran dari
guru dalam kelas maupun di luar
kelas baik ketika jam masuk kelas
maupun ke luar kelas seperti jam
istirahat, shalat berjamaah, dan
jam pulang sekolah.
Hal tersebut dapat menjadi
motivasi bagi siswa dalam
meningkatkan prestasi belajar
karena dilihat dari hasil evaluasi
setelah beberapa pertemuan dalam
setiap pembelajaran. Dari hasil
evaluasi tersebut dapat diketahui
ada peningkatan prestasi belajar.
Prestasi belajar tersebut
mengalami peningkatan misalnya
dari segi cara belajar dalam kelas
salah satunya pada saat diskusi
kelompok, berani mengeluarkan
pendapat pada saat diskusi,
mencoba untuk bertanya kepada
guru, peningkatan kedisiplinan
dalam kelas dan menghargai guru
dalam kelas ketika proses belajar
mengajar berlangsung.
Sesuai dengan paparan di
atas, begitu juga yang dilakukan
oleh guru Bahasa Inggris, mereka
melakukan evaluasi untuk
mengetahui baik atau buruknya
proses dan hasil belajar mengajar.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil
penelitian dan pembahasan dapat
peneliti simpulkan bahwa :
Page 447
439
Metode belajar kelompok dapat
meningkatkan prestasi belajar
siswa pada materi pembelajaran
Bahasa Inggris siswa kelas XI
SMAN 1 Palibelo
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006.
Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta : Rineka
Cipta.
Ahmadi Abu, Drs. 2005. Strategi
Belajar Mengajar,
Bandung : Pustaka Setia
Ibrahim M, 2000. Pembelajaran
Kooperatif. Surabaya :
Universitas Surabaya
Kardiman, Drs dkk. 2006. Bahasa
Inggris dunia kesehatan
Kita, Yudistira
Lie, Anita, 2007. Cooperatif
Learning. Jakarta : PT
Raja Grasindo
Margono, 2005. Metode Penelitian
Pendidikan. Jakarta :
Rineka Cipta.
Moleong, Lexy, 2002. Metodelogi
Penelitian Kualitatif.
Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Nazir, Muh, 1983. Metode
Penelitian. Jakarta :
Ghalia Indonesia.
Sudiana, S.Pd. 2005. Pengetahuan
Ilmu Pengetahuan Sosial,
Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
Sudjana, Nana. 1989. Dasar-dasar
Proses Belajar
Mengajar. Bandung :
Sinar Baru Algensido
Offset.
Syah, Muhibbin, 1997. Psikologi
Belajar. Jakarta : PT.
Raja Grapindo
Persada.
Slameto. 2003. Belajar dan
Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhinya.
Jakarta : Rineka Cipta
Supardi, M.Pd. 2006. Metodologi
Penelitian. Mataram :
Yayasan Cerdas Press
Page 448
440
METODE PEMBELAJARAN IMAJINATIF DALAM
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MENGARANG BAHASA
INDONESIA PADA SISWA KELAS V SDN 05 SILA TAHUN
PELAJARAN 2009/2010.
NURJANNAH.
Guru SDN 05 Sila
Abstrak
Kata kunci: mengarang bahasa indonesia, metode pembelajaran
imajinatif
Penelitian berdasarkan permasalahan, (a) Seberapa jauh peningkatan
prestasi belajar siswa dengan diterapkannya metode pembelajaran imajinatif
dalam belajar bahasa Indonesia pada siswa Kelas V SDN 05 Sila Tahun
Pelajaran 2009/2010? (b) Bagaimanakah pengaruh metode pembelajaran
imajinatif terhadap motivasi belajar bahasa Indonesia pada siswa Kelas V
SDN 05 Sila Tahun Pelajaran 2009/2010?
Tujuan penelitian tindakan ini adalah: (a) Mengetahui peningkatan
prestasi belajar siswa setelah diterapkannya metode pembelajaran imajinatif
pada siswa Kelas V SDN 05 Sila Tahun Pelajaran 2009/2010. (b) Mengetahui
pengaruh motivasi belajar siswa setelah diterapkan metode pembelajaran
imajinatif dalam belajar bahasa Indonesia pada siswa Kelas V SDN 05 Sila
Tahun Pelajaran 2009/2010.
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research)
sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu:
rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian
ini adalah siswa SDN 05 Sila. Data yang diperoleh berupa hasil tes tanya
jawab, lembar observasi kegiatan belajar mengajar.
Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami
peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (70,73%), siklus II
(80,50%), siklus III (90,24%).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah merode pembelajaran imajinatif
dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar Siswa SDN 05 Sila, serta
model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif
pembelajaran mengarang bahasa Indonesia.
PENDAHULUAN
Pelajaran mengarang
sebenarnya sangat penting
diberikan kepada murid untuk
melatih menggunakan bahasa
secara aktif. Di samping itu,
pengajaran mengarang di
dalamnya secara otomatis
mencakup banyak unsur
kebahsaan termasuk kosa kata dan
keterampilan penggunaan bahasa
Page 449
441
itu sendiri dalam bentuk bahasa
tulis. Akan tetapi dalam hal ini
guru bahasa Indonesia dihadapkan
pada dua masalah yang sangat
dilematis. Di satu sisi guru bahasa
harus dapat menyelesaikan target
kurikulum yang harus dicapai
dalam kurun waktu yang telah
ditentukan. Sementara di sisi lain
porsi waktu yang disediakan untuk
pelajaran mengarang relatif
terbatas, padahal untuk pelajaran
mengarang seharusnya dibutuhkan
waktu yang cukup panjang, karena
diperlukan latihan-latihan yang
cukup untuk memberikan siswa
dalam karang-mengarang. Dari
dua persoalan tersebut kiranya
dibutuhkan kreaivitas guru untuk
mengatur sedemikian rupa
sehingga materi pelajaran
mengarang dapat diberikan
semaksimal mungkin dengan tidak
mengesampingkan materi yang
lain.
Sekolah kita pada
umumnya agak mengabaikan
pelajaran mengarang. Ada
beberapa faktor penyebabnya
yaitu, (1) sistem ujian yang
biasanya menjabarkan soal-soal
yang sebagian besar besifat
teoritis, (2) kelas yang terlalu
besar dengan jumlah murid
berkisar antara empat puluh
sampai lima puluh orang.
Materi ujian yang bersifat
teoritis dapat menimbulkan
motivasi guru bahasa mengajarkan
materi mengarang hanya untuk
dapat menjawab soal-soal ujian,
sementara aspek keterampilan
diabaikan. Sedangkan dengan
kelas yang besar konsekuensi
biasanya guru enggan memberikan
pelajaran mengarang, karena ia
harus memeriksa karangan murid-
muridnya yang berjumlah
mencapai empat puluh sampai
lima puluh lembar, kadang hal itu
masih harus berhadapan dengan
tulisan-tulisan siswa yang
notabene sulit dibaca. Belum lagi
ia harus mengajar lebih dari satu
kelas atau mengajar di sekolah
lain, berarti yang harus diperiksa
empat puluh kali sekian lembar
karangan. Oleh karena itu, tidak
jarang guru yang menyuruh
muridnya mengarang hanya
sebulah sekali atau bahkan sampai
berbulan-bulan.
Disamping hal-hal
tersebut, ada asumsi sebagian guru
yang menganggap tugas
mengarang yang diberikan kepada
siswa terlalu memberatkan atau
tugas itu terlalu berat untuk siswa,
sehingga ia merasa kasihan
memberikan beban berat tersebut
kepada siswanya. Ia terlalu
pesimis dengan kemampuan
muridnya. Asumsi tersebut tidak
bisa dibenarkan, karena justru
dengan seringnya latihan-latihan
yang diberikan akan membuat
siswa terbiasa dengan hal itu. Kita
tahu baha ketermpilan berbahasa
akan dapat dicapai dengan baik
bila dibiasakan. Kalau guru selalu
dihantui oleh perasaan ini dan itu,
bagaimana muridnya akan terbiasa
menggunakan bahasa dengan
sebaik-baiknya?
KAJIAN PUSTAKA
Strategi Kognitif
Strategi kognitif (Gagne,
1974) (dalam Yamin, 2005:5)
Page 450
442
adalah kemampuan internal
seseorang untuk berpikir,
memecahkan masalah, dan
mengambil keputusan.
Kemampuan strategi kognitif
menyebabkan proses berpikir unik
di dalam menganalisis,
memecahkan masalah, dan di
dalam mengambil keputusan.
Kemampuan dan keunikan
berpikir tersebut sebagai executive
control, atau disebut dengan
control tingkat tinggi, yaitu
analisis yang tajam, tepat dan
akurat. Hal ini dapat kita lihat
dalam kehidupan dunia politik
Indonesia kini, mereka yang
memiliki kemampuan kognisi
yang tinggi sebegitu mudah
memecahkan masalah akan tetapi
begitu mudah pula membalik
fakta, konsep, dan prinsip atas
kepentingan politik yang mereka
dukung, demikian sebaliknya
kemampuan kognisi rendah
mereka tiada pernah mengambil
terobosan hanya pak turut saja.
Demikian pula dengan
Bell-Gredler (1986) (dalam
Yamin, 2005:5), menyebutkan
strategi kognisi sebagai suatu
proses berpikir induktif, yaitu
membuat generalisasi dari fakta,
konsep, dan prinsip tidak berkaitan
dengan ilmu yang dimiliki
seseorang, melainkan suatu
kemampuan berpikir internal yang
dimiliki seseorang dan dapat
diterapkan dalam bebagai bidang
ilmu yang dimiliki seseorang.
Namum latar belakang pendidikan
formal sangat mempengaruhi
dalam keterampilan berpikir
seseorang, karena mereka telah
dibekali dengan analisis, sintesis,
dan evaluasi. Dengan kemampuan
berpikir ini siswa-siswa dapat
hidup mandiri, dan membambil
keputusan menganalisis,
memecahkan masalah, dan
mengambil keputusan dari
fenomena-fenomena di sekitar
mereka.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan
penelitian tindakan (action
research), karena penelitian
dilakukan untuk memecahkan
masalah pembelajaran di kelas.
Penelitian ini juga termasuk
penelitian deskriptif, sebab
menggambarkan bagaimana suatu
teknik pembelajaran diterapkan
dan bagaimana hasil yang
diinginkan dapat dicapai.
Sesuai dengan jenis
penelitian yang dipilih, yaitu
penelitian tindakan, maka
penelitian ini menggunakan model
penelitian tindakan dari Kemmis
dan Taggart (dalam Arikunto,
2002: 83), yaitu berbentuk spiral
dari siklus yang satu ke siklus
yang berikutnya. Setiap siklus
meliputi planning (rencana),
action (tindakan), observation
(pengamatan), dan reflection
(refleksi). Langkah pada siklus
berikutnya adalah perncanaan
yang sudah direfisi, tindakan,
pengamatan, dan refleksi. Sebelum
masuk pada siklus 1 dilakukan
tindakan pendahuluan yang berupa
identifikasi permasalahan.
Tempat penelitian adalah
tempat yang digunakan dalam
Page 451
443
melakukan penelitian untuk
memperoleh data yang diinginkan.
Penelitian ini bertempat di SDN 05
Sila Kecamatan Bolo Kabupaten
Bima tahun Pelajaran 2009/2010.
Waktu penelitian adalah waktu
berlangsungnya penelitian atau
saat penelitian ini dilangsungkan.
Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Maret semester genap tahun
pelajaran 2009/2010. Subyek
penelitian adalah siswa-siswi
Kelas V SDN 05 Sila tahun
Pelajaran 2009/2010 pokok
bahasan mengarang.
Instrumen Penelitian
1. Silabus
2. Rencana Pelajaran (RP)
3. Tugas mengarang
Analisis Data
Untuk ketuntasan belajar
ada dua kategori ketuntasan
belajar yaitu secara perorangan
dan secara klasikal. Berdasarkan
petunju pelaksanaan belajar
mengajar kurikulum 1994
(Depdikbud, 1994), yaitu seorang
siswa telah tuntas belajar bila telah
mencapai skor 65% atau nilai 65,
dan kelas disebut tuntas belajar
bila di kelas tersebut terdapat 85%
yang telah mencapai daya serap
lebih dari atau sama dengan 65%.
Untuk menghitung persentase
ketuntasan belajar digunakan
rumus sebagai berikut:
%100...
xSiswa
belajartuntasyangSiswaP
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
1. Siklus I
Adapun data
hasil penelitian pada
siklus I adalah sebagai
berikut: No. Kategori Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Benar semua
Benar sebagian
Salah semua
Tanpa percakapan
16
13
6
6
39,02%
31,71%
14,63%
14,63%
Refleksi
Dalam pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar diperoleh
informasi dari hasil pengamatan
sebagai berikut:
1) Guru kurang baik dalam
memotivasi siswa dan dalam
menyampaikan tujuan
pembelajaran
2) Guru kurang baik dalam
pengelolaan waktu
3) Siswa kurang begitu antusias
selama pembelajaran
berlangsung
2. Siklus II
Adapun data hasil
penelitian pada siklus II adalah
sebagai berikut No. Kategori Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Benar semua
Benar sebagian
Salah semua
Tanpa percakapan
18
15
4
4
43,92%
36,58%
9,75%
9,75%
Tingkat keberhasilan pada
siklus I adalah 43,92% + 36,58% =
80,50%. Siswa yang membuat
karangan tanpa percakapan
sebanyak 4 siswa dan yang
membuat karangan dengan
percakapan tapi salah cara
Page 452
444
membuat kutipannya sebanyak 4
orang. Hasil ini menunjukkan
bahwa ketuntasan belajar
mencapai 80,50% atau ada 33
siswa yang tuntas belajar. Hasil ini
menunjukkan bahwa pada siklus II
ini ketuntasan belajar secara
klasikal telah mengalami
peningkatan sedikit lebih baik dari
siklus I. Adanya peningkatan hasil
belajar siswa ini karena setelah
guru menginformasikan bahwa
setiap akhir pelajaran akan selalu
diadakan tes sehingga pada
pertemuan berikutnya siswa lebih
termotivasi untuk belajar. Selain
itu siswa juga sudah mulai
mengerti apa yang dimaksudkan
dan dinginkan guru dengan
menerapkan model belajar aktif.
3. Siklus III
Adapun data hasil
penelitian pada siklus III adalah
sebagai berikut:
No. Kategori Frek
uensi
Persentase
1
2
3
4
Benar semua
Benar sebagian
Salah semua
Tanpa percakapan
21
16
4
-
51,22%
39,02%
9,76%
-
Pembahasan
1. Ketuntasan Hasil belajar
Siswa
Melalui hasil
peneilitian ini
menunjukkan bahwa cara
belajar aktif model
pengajaran imajinatif
memiliki dampak positif
dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa. Hal
ini dapat dilihat dari
semakin mantapnya
pemahaman siswa terhadap
materi yang disampaikan
guru (ketuntasan belajar
meningkat dari sklus I, II,
dan III) yaitu masing-
masing 70,73%, 80,50%,
dan 90,24%. Pada siklus III
ketuntasan belajar siswa
secara klasikal telah
tercapai.
2. Kemampuan Guru dalam
Mengelola Pembelajaran
Berdasarkan
analisis data, diperoleh
aktivitas siswa dalam
proses belajar aktif dalam
setiap siklus mengalami
peningkatan. Hal ini
berdampak positif terhadap
prestasi belajar siswa yaitu
dapat ditunjukkan dengan
meningkatnya nilai rata-
rata siswa pada setiap
siklus yang terus
mengalami peningkatan.
PENUTUP
1. Pembelajaran dengan cara
belajar aktif model
pengajaran imajinatif
memiliki dampak positif
dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa yang
ditandai dengan
peningkatan ketuntasan
belajar siswa dalam setiap
siklus, yaitu siklus I
(70,73%), siklus II
(80,50%), siklus III
(90,24%).
2. Penerapan cara belajar
aktif model pengajaran
imajinatif mempunyai
Page 453
445
pengaruh positif, yaitu
dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa yang
ditunjukan dengan rata-rata
jawaban siswa yang
menyatakan bahwa siswa
tertarik dan berminat
dengan model belajar aktif
sehingga mereka menjadi
termotivasi untuk belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Ambary, Abdullah, dkk. 1999.
Penuntun Terampil
berbahasa Indonesia dan
Petunjuk Guru. Bandung:
Trigenda Karya.
Arikunto, Suharsimi, 2002.
Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek. Jakarta:
PT Rineksa Cipta.
Badudu, J.S. 1988. Cakrawala
Bahasa Indonesia. Inilah
Bahasa Indonesia yang
Benar. Jakarta: Gramedia.
Hadi, Sutrisno. 1984. Metodologi
Research. Jilid I.
Yogyakarta: Fakultas
Psikologi UGM.
Harisiati, Titik. 1999. Penelitian
Tindakan Sebagai Aplikasi
Metode Ilmiah dan
Pemecahan Masalah
Pembelajaran Bahasa.
Dalam Seminar FPBS IKIP
Malang.
Mariskan, A. 1982. Ikthisar
Bahasa Indonesia untuk
SMP. Jakarta.Edumedia
Melvin. L. Silberman. 2007.
Active Learning. 101 Cara
Belajar Siswa Aktif.
Bandung: Nuansa dan
Nusamedia.
Mukhlis, Abdul. (Ed). 2003.
Penelitian Tindakan Kelas.
Makalah Panitian Pelatihan
Penulisan Karya Ilmiah
untuk Guru-guru se-
Kabupaten Tuban.
Nurkancana, Wayan. 1986.
Evalusi Pendidikan.
Surabaya: Usaha Nasional.
Poerwadarminta, WJS. 1979. ABC
Karang Mengarang.
Yokyakarta. UP.
Poerwadarminta. W.J.S. 1987.
Kamus Umum Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Sukmadinata, Nana Syaodih.
2005. Metodologi Penelitian
Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Sumardi & Nur Anggraeni. 2005.
Terampil Berbahasa
Indonesia Untuk SMP.
Jakarta: Erlangga.
Page 454
446
MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGHITUNG LUAS BANGUN
RUANG MELALUI BENDA KONKRET SEKITAR SISWA KELAS VI
SDN INPRES 1 MARIA KABUPATEN BIMA.
ROSDIANA AHMAD. SPd
GURU SDN INPRES MARIA
ABSTRAK
Kata Kunci : Kemampuan Menghitung Luas, Bangun Ruang, Benda
Konkret.
Penelitian ini menggambarkan peningkatan kemampuan
menghitung luas permukaan bangun ruang. Kegiatan yang dilaksanakan
memanfaatkan benda-benda konkret sekitar siswa, dalam proses
pembelajaran. Selain itu mengidentifikasi kesulitan siswa untuk pemecahan
masalah. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan penelitian tindakan kelas
di kelas VI SDN Inpres 1 Maria Kabupaten Bima. Data dari penelitian ini
diperoleh dengan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Dalam
pelaksanaannya penelitian ini melibatkan teman lain sebagai pengamat dan
berkolaborasi dengan teman sejawat lainnya. Pelaksanaan kegiatan penelitian
dilakukan dengan tiga siklus tindakan dan fokus yang berbeda. Siklus (1)
dititik beratkan pada peningkatan kemampuan menghitung luas permukaan
kubus, (2) peningkatan kemampuan menghitung luas permukaan balok, (3)
keterampilan menghitung luas permukaan bangun ruang dengan bermain.
Setiap siklus terdiri dari tahapan-tahapan: perencanaan, pemberian tindakan,
melakukan observasi, pembuatan analisis dan refleksi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Dengan melalui benda-
benda konkret sekitar siswa kemampuan siswa dalam berinteraksi dapat
ditingkatkan sehingga suasana kelas hidup. (2) Kegiatan pembelajaran yang
memberi kebebasan siswa untuk memanipulasi sumber belajar yakni dengan
benda-benda konkret dapat meningkatkan kemampuan mengukur panjang
dan menghitung luas permukaan bangun ruang, serta anak lebih aktif, kreatif.
(3) Kegiatan pembelajaran dengan melalui benda-benda konkret sekitar siswa
sesuai dengan karakter pembelajaran matematika, dan sesuai dengan kesiapan
daya pikir anak sehingga kemampuan menghitung luas permukaan kubus dan
balok dapat ditingkatkan.
PENDAHULUAN
Dengan matematika
diharapkan dapat membentuk pola
pikir orang yang mempelajarinya
menjadi pola pikir matematis yang
sistematis, logis, kritis dengan
penuh kecermatan namun
sayangnya, pengembangan sistem
atau model pembelajaran
matematika tidak sejalan dengan
perkembangan berpikir anak
terutama pada anak-anak usia SD.
Page 455
447
Apa yang dianggap logis dan jelas
oleh para guru dan apa yang dapat
diterima oleh orang yang berhasil
mempelajarinya, merupakan hal
yang tidak masuk akal dan
membingungkan bagi anak-anak.
Kenyataan ini dapat
ditemukan setelah peneliti
mengadakan diskusi dengan para
guru SDN Inpres 1 Maria
Kecamatan Wawo Kabupaten
Bima. Bahwa pada umumnya
anak-anak mengalami kesulitan
dalam mata pelajaran matematika.
Terutama menghitung luas
permukaan bangun ruang.
Matematika bagi anak SD
berguna untuk kepentingan hidup
dalam lingkungannya, untuk
mengembangkan pola pikirnya dan
banyak yang dijumpai di
lingkungan siswa sebagai sumber
belajar, sebagai contoh “bentuk-
bentuk dan ukuran bangun ruang
bekas bungkus barang. Hal ini
sesuai prinsip pembelajaran
memanfaatkan lingkungan siswa
sebagai sumber belajar.
KAJIAN PUSTAKA
Strategi Pembelajaran
Matematika SD
Dalam pelaksanaan
kegiatan pembelajaran matematika
pemecahan masalah, merupakan
fokus kegiatan (Diknas,2004:78).
Sedangkan definisi pembelajaran
adalah sebagai upaya untuk
membelajarkan siswa (Degeng,
1997:7). Dengan pengertian di atas
bahwa pembelajaran dapat
diartikan sebagai, suatu kegiatan
yang mermberikan fasilitas belajar
yang baik sehingga terjadi proses
belajar (Harmini,2005:3).
Sehingga strategi pembelajaran
merupakan kegiatan yang dipilih
oleh guru dalam proses
pembelajaran yang dapat
memberikan fasilitas belajar
sehingga memperlancar tujuan
belajar matematika (Hudoyo
dalam Harmini, 2004:9).
Peranan Media dalam
Pembelajaran Matematika
Tiap anak didik
memiliki kemampuan indera
yang berbeda atau tidak sama.
Maka peranan media dalam
model pembelajaran sangat
diperlukan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Oemar
Hamalik (1986 : 15)
dinyatakan bahwa media
sebagai alat komunikasi guna
lebih mengefektifkan kegiatan
belajar mengajar.
Menurut Encyclopedia
of Educational Research dalam
Oemar Hamalik (1980:27)
bahwa manfaat media
pendidikan diantaranya: (1)
Meletakkan dasar-dasar yang
Konkret untuk berpikir dan
oleh karena itu mengulangi
verbalisme. (2) Memperbesar
perhatian para siswa. (3)
Memberikan pengalaman yang
nyata menimbulkan kegiatan
berusaha sendiri di kalangan
siswa.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah
penelitian tindakan kelas
(PTK), karena ingin
menerapkan pembelajaran
Page 456
448
untuk meningkatkan
kemampuan menghitung luas
bangun ruang di kelas VI SDN
Inpres 1 Maria Kabupaten
Bima.
Lokasi Penelitian
Penelitian tindakan
kelas ini dilakukan di kelas VI
SDN Inpres 1 Maria. SDN
Inpres 1 Maria berada di
pedesaan letaknya sebelah
Desa Maria , jaraknya 4 km
dari pusat Kecamatan Wawo.
Keadaan masyarakat
lingkungan masih kental
suasana pedesaan sedangkan
keadaan sekolah yang
berhubungan yang
berhubungan dengan bangun
fisik gedungnya sangat bagus
karena baru direhab. Tetapi
sarana pembelajaran sangat
kurang, apalagi media
pembelajaran mata pelajaran
matematika.
1. Tindakan Siklus Pertama
Kegiatan tindakan
siklus pertama ini
dilakukan dengan mengacu
hasil diskusi pada tahap pra
tindakan. Berdasarkan
kesepakatan dengan Mitra
Peneliti ditentukanlah
pembelajaran matematika
dengan topik : Melakukan
Pengukuran Luas Bangun
Ruang dilaksanakan
tanggal 19 Oktober 2011
jam ke 1 – 2. selanjutnya
dilakukan perencanaan
hingga penerapan tindakan
pertama dan refleksi.
Fokus tahap ini suasana
kelas dengan model
pembelajaran melalui
benda konkret sekitar siswa
khususnya kubus.
2. Tindakan Siklus Kedua
Dengan mengacu
hasil diskusi pada tindakan
I, Peneliti dan Mitra
Peneliti bersama-sama
merancang dan
melaksanakan serta
merefleksi pelaksanaan
tindakan. Topik yang
disepakati pada siklus
kedua ini adalah tindakan
di fokuskan pada
meningkatkan partisipasi
siswa dalam proses
pembelajaran dengan
benda-benda konkret
sekitar siswa khususnya
berbentuk balok.
3. Tindakan Siklus Ketiga
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
1. Siklus I
Berdasarkan
kenyataan dari
pembelajaran pada
tindakan siklus I dapat
diperoleh hasil temuan
sebagai berikut :
Pada awal pembelajaran
siswa keadaan senang hal
ini antusias dengan ikut
bernyanyi. Semua siswa
dengan ikut bernyanyi,
semua siswa giat aktif dan
mengukur panjang masing-
masing persegi. Dalam
menyusun jaring-jaring
kubus tampak anak lebih
leluasa untuk membuat
model jaring-jaring kubus.
Page 457
449
Dalam menyimpulkan,
siswa tidak mengalami
kesulitan. Sedangkan hasil
kemampuan menghitung
luas kubus yang mendapat
nilai 70 keatas 12 siswa =
70,6 % sedangkan yang
kurang dari 70 sebanyak 5
siswa = 29,4 %.
2. Siklus II
Pada siklus ke II ini
perolehan nilai diatas 70
sebanyak 14 siswa sebesar
82,4 % dan 3 siswa mendapat
nilai kurang dari 70 sebesar
17,6 %.
3. Siklus III
Hasil
kemampuan hitung
yang memperoleh nilai
diatas 70 sebanyak 17
siswa sebesar 100 %.
B. Pembahasan
Berdasarkan
pelaksanaan tindakan dan
temuan yang dipaparkan dalam
bab IV, yang mengacu pada
penelitian. Secara berurutan
hal-hal yang dibahas meliputi :
gambaran suasana kelas model
pembelajaran dengan
menggunakan benda-benda
konkret sekitar siswa
khususnya pada kubus,
gambaran partisipasi siswa
dalam proses pembelajaran
dengan menggunakan benda
konkret khususnya pada balok,
Gambaran peningkatan
kemampuan siswa menghitung
luas permukaan bangun ruang
benda-benda konkret sekitar
siswa secara berpasangan,
individu sambil bermain.
1. Gambaran Suasana
Model Pembelajaran
dengan Menggunakan
Benda Konkret Sekitar
Siswa Khususnya Kubus.
Berdasarkan hasil
observasi selama
berlangsungnya kegiatan
pembelajaran kelas VI di
SDN Inpres 1 Maria,
terlihat dari kegiatan-
kegiatan yang di lakukan
siswa, aktivitas dan
motivasi siswa meningkat,
anak lebih senang apalagi
sewaktu memegang benda-
benda konkret, sambil
bernyanyi-nyanyi
menggembirakan,
perhatiannya lebih besar,
hal ini sesuai dengan
Encyclopedia at
Educational Research
dalam Oemar Hamalik
(1980:27). Kenyataannya
dengan memanfaatkan
benda konkret sekitar
siswa seperti bekas
bungkus barang yang
terbuat dari karton menjadi
menarik perhatian anak
pada tingkat yang tinggi,
menyajikan pengalaman
hasil yang mendorong anak
lebih mandiri, kenyataan
ini sesuai pendapat
Djamarah (1997,128-219).
Dengan penuh
motivasi dan perhatian
terhadap benda konkret
siswa lebih mudah dalam
memahami konsep-konsep.
Sehingga bila guru
melaksanakan model
Page 458
450
pembelajaran dimulai
benda konkret , ke semi
konkret. Observasi, sesuai
dengan pendapat Karso
(2005:2-16).
Di samping itu
dengan benda-benda
konkret siswa lebih dapat
mengembangkan
kemampuannya
berkomunikasi dengan
menggunakan simbol-
simbol serta ketajaman
pemahaman membantu
memperjelas masalah
depdikbud (1993).
Suasana kelas VI
SDN Inpres 1 Maria pada
waktu pembelajaran
menjadi hidup, anak lebih
aktif kreatif dan
mengasyikkan dengan
benda-benda konkret yang
mereka kenal hal ini sesuai
dengan pendapat
Karso(2005:2-17).
Kenyataan hasil
kemampuan menghitung
luas dapat meningkat
sesuai dengan tujuan yang
ditentukan, karena dibantu
benda-benda konkret
sebagai sarana belajar
siswa seiring dengan
pendapat Hudoyo dalam
Harmini (2004:9).
2. Gambaran Partisipasi
Siswa dalam Proses
Pembelajaran dengan
Benda Konkret Sekitar
Siswa Khususnya Balok.
Dari hasil
observasi pada siklus ke II
ini bahwa siswa dapat
membedakan perbedaan
dari dua benda bangun
ruang yaitu kubus dan
balok, beserta ciri-cirinya,
anak lebih paham dan
mudah bila dihadapkan
dengan benda nyata, anak
lebih paham dan tidak
membingungkannya sesuai
dengan pendapat Karso
(2005:1-5). Di samping itu
siswa dapat leluasa
memanipulasi sumber
belajar yaitu benda konkret
dapat digunting,
dikelompokkan dan diberi
label sendiri, karena anak
leluasa memanipulasi
sumber belajar, anak lebih
bebas dan dengan benda
konkret tersebut mudah
memecahkan masalah
sesuai dengan depdikbud
(1993). Sedangkan karena
partisipasi aktif dalam
pembelajaran maka
menghitung luas
permukaan balok dapat
ditingkatkan.
3. Gambaran Peningkatan
Kemampuan Siswa
Menghitung Luas
Permukaan Bangun
Ruang dengan Benda
Konkret.
Berdasarkan observasi
dari kemampuan siswa
menghitung luas permukaan
dengan benda-benda konkret,
maka kelas dapat di
mandirikan secara
berpasangan dan individu.
Kenyataan hasilnya ada
Page 459
451
peningkatan yang berarti.
Benda-benda konkret dapat
dikombinasikan dengan
bermain cepat, tepat
menghitung luas sehingga
menjadikan anak termotivasi.
Anak lebih mudah
mengerjakan tugas, karena
sudah mendapat pengalaman
dari siklus I dan II. Dalam
siklus I dan II anak banyak
dihadapkan dengan benda
konkret, sedangkan pada siklus
III siswa lebih terampil
menggunakan hasil pemecahan
masalahnya. Kesiapan
intelektual anak diperlukan
karena masa anak-anak kelas
enam di tahap operasional
konkret (Jean Piaget dalam
Karso,2005:1-6). Hal ini sesuai
dengan tahapan proses belajar,
bahwa usia SD kelas VI berada
pada tahap belajar konsep
berhubungan dengan benda riil
atau mengalami peristiwa di
dunia sekitar, hal ini
didasarkan dari teori belajar
Breener dalam Karso (2005:1-
12). Kemampuan menghitung
luas permukaan bangun ruang
dapat ditingkatkan karena anak
dihadapkan oleh benda-benda
konkret sekitar siswa. Siswa
sudah mengenal bendanya,
dari benda tersebut dapat
diamati, di raba atau
mengukurnya, anak lebih
beruntung dikenalkan konsep
baru dan di perhatikan bahan
yang telah dipelajari
sebelumnya (Karso,2005:2-
16).
PENUTUP
1. Dengan melalui benda-benda
konkret sekitar siswa
kemampuan siswa dalam
berinteraksi dapat
ditingkatkan sehingga suasana
kelas hidup.
2. Kegiatan pembelajaran yang
memberi kebebasan siswa
untuk memanipulasi sumber
belajar yakni dengan benda-
benda konkret dapat
meningkatkan kemampuan
mengukur panjang dan
menghitung luas permukaan
bangun ruang, serta anak lebih
aktif, kreatif.
3. Kegiatan pembelajaran
dengan melalui benda-benda
konkret sekitar siswa sesuai
dengan karakter pembelajaran
matematika, dan sesuai
dengan kesiapan daya pikir
anak sehingga kemampuan
menghitung luas permukaan
kubus dan balok dapat
ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 2003. Penelitian
Tindakan Kelas, Jakarta :
Depdiknas
Depdiknas, 2004. Standar
Kompetensi Mata
Pelajaran kelas I s/d
VI. Jakarta :
Depdiknas.
Depdiknas, 2004. Kurikulum 2004
Pedoman
Page 460
452
Pengembangan
silabus, model
pembelajaran tematis
SD. Jakarta :
Depdiknas
Djamarah, 1997. Guru dan anak
didik dalam interaksi
edukatif. Jakarta : PT.
Rineka Cipta.
Depdikbud, 1993. Kurikulum
Pendidikan Dasar
GBPP Matematika.
Jakarta : Depdikbud.
Degeng, 1997. Strategi
Pembelajaran
Mengorganisasi isi
dengan model
elaborasi. Malang :
IKIP MALANG
Gpirayana, Michana dkk. 2001.
Sekoah Dasar Kajian
Teori dan Praktek
pendidikan. Malang.
UM
Hamalik Oemar, 1980. Media
Pendidikan. Bandung :
Alumni
Karso, 2005. Pendidikan
Matematika I. Jakarta :
Pusat Pendidikan UT
Page 461
453
PENINGKATAN RANAH KOGNITIF DAN AFEKTIF PESERTA DIDIK
KELAS XII IPS 1 SMAN 1 BELO KABUPATEN BIMA PADA MATA
PELAJARAN SEJARAH MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL
TEACHING AND LEARNING (CTL) DENGAN MODEL P A S A
(PICTURES AND STUDENT ACTIVE).
SITI SARAH.2012.
GURU SMAN 1 BELO
ABSTRAK
Kata Kunci : peningkatan ranah kognitif dan afektif, CTL, Picture and
Student Active
Dalam rangka meningkatkan pembelajaran sejarah serta
menghilangkan kesan bahwa pelajaran sejarah hanya bersifat hapalan saja,
maka perlu diupayakan metode yang dapat memotivasi untuk menuntaskan
materi dengan baik. Pengembangan kurikulum mengacu kepada siswa
sebagai pusat sumber belajar, sehingga dalam strategi pembelajaran sejarah
diharapkan siswa dapat menguasai konsep atau materi secara proporsional.
Pada penelitian ini dipergunakan pendekatan kualitatif dengan jenis
penelitian tindakan kelas (PTK). Tujuan yang utama dari penelitian ini adalah
mencoba melihat berbagai kemungkinan upaya peningkatan ranah kognitif
dan afektif peserta didik kelas XII IPS 1 SMAN 1 Belo Kabupaten Bima
pada mata pelajaran sejarah melalui pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL) dengan model P a S A (Pictures and Student Active). Riset
ini berlangsung pada semester II tahun pelajaran 2011/2012, dilakukan
dengan 2 siklus. Proses pembelajaran dengan pendekatan CTL melalui model
PaSA dilaksanakan dengan tahapan (1) pembagian kelompok kecil (2) siswa
mendeskripsikan gambar-gambar (3) menelaah dan menganalisis setiap
gambar (4) mendiskusikan gambar-gambar tersebut (5) melakukan presentasi
lisan (6) melaksanakan post tes berupa quiz dan soal-soal obyektif/subyektif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa hasil pembelajaran dengan model
PaSA dapat meningkatkan proses dan hasil belajar. Pada siklus 1 kelas XII
IPS 1 yang berjumlah 44 siswa yang tuntas belajar adalah 36 siswa ( 81.81 %
) sedangkan yang tidak tuntas 8 siswa ( 18.18 % ) pada siklus 2 terjadi
peningkatan yang signifikan yaitu siswa tuntas 100 %.
Perbaikan kualitas pendidikan dimulai dari perbaikan kualitas
pengajaran, tersedianya sarana dan prasarana yang memadai namun hal ini
juga harus ditunjang dengan kualitas siswa. Komponen dalam sistem ini
saling terkait dan terpadu mempengaruhi variabel-variabel peningkatan hasil
pembelajaran. Penelitan ini bertujuan mencari bentuk pendekatan proses
belajar mengajar dengan model pembelajaran tertentu yang sesuai dengan
karakteristik pelajaran sejarah di SMAN 1 Belo Kabupaten Bima.
Page 462
454
PENDAHULUAN
Perlu diuraikan kendala-
kendala umum dalam
pembelajaran sejarah yaitu; (1)
doktrin patent pembelajaran
sejarah sejak kita di bangku SD
sampai dengan SMA tidak terlepas
dari 4 W + 1 H ( why, when,
where, who dan how) (2) materi
masa lampau yang sangat luas
meliputi seluruh aspek kehidupan
penting manusia di dunia (3)
metode pembelajaran cenderung
didominasi oleh ceramah (4)
ketidakseimbangan jumlah jam
tatap muka dengan materi yang
ada (5) kurikulum yang selalu
berubah-ubah (6) siswa kurang
berminat membaca cerita sejarah
(7) tidak memadainya sumber-
sumber tertulis maupun tidak
tertulis (8) sejarah adalah ilmu
sosial selalu dipandang sebelah
mata sebagai mata pelajaran kelas
dua setelah eksakta. Kurangnya
minat siswa terhadap pembelajaran
sejarah dalam hal ini siswa SMAN
1 BELO KABUPATEN BIMA
salah satunya dilatarbelakangi oleh
faktor kurang kreatifnya guru, juga
tidak tersedianya sarana dan
prasarana pendukung. Dari data
evaluasi hasil ulangan semester
dan ujian blok semester I pada
mata pelajaran sejarah standar
ketuntasan adalah 70 kelas X,
kurang lebih 27.5% tidak tuntas (
Σ : 220 siswa ), kelas XI 30.5 %
tidak tuntas ( Σ : 230 siswa ) kelas
XII 36.2% tuntas ( Σ : 223 siswa )
ini berdampak pada kontinuitas
kualitas belajar siswa di SMAN 1
BELO KABUPATEN BIMA.
Hipotesis Tindakan
Proses dan hasil belajar
sejarah akan meningkatkan
ranah kognitif dan afektif
peserta didik kelas XII IPS 1
SMAN 1 Belo Kabupaten
Bima melalui pendekatan CTL
dengan model PaSA (Pictures
and Student Active) pada
konsep masyarakat pra sejarah
Indonesia
KAJIAN PUSTAKA
Pendekatan Pembelajaran
Kontekstual
Contexual Teaching
and Learning (CTL) adalah
pendekatan proses belajar
mengajar dalam rangka
mencari produktifitas
pembelajaran. Standarisasi
kurikulum sebagai acuan atau
rambu-rambu pembelajaran
harus dukembangkan dengan
strategi belajar yang baik
artinya CTL senantiasa
berkembang mengikuti trend
sistem pendidikan. Pendekatan
CTL adalah pendekatan
pembelajaran yang memiliki
tujuh (7) komponen yaitu : (1)
Constructivism, (2)
Questioning, (3) Inquiry (4)
Learning Community (5)
Modelling (6) Reflection) dan
Authentic Assessment
(Kasbollah, 2002).
Pendekatan di atas adalah
landasan membangun kerangka
berfikir, dimulai dari fakta,
data dan konsep. Siswa harus
mampu mengkonstruk
pikirannya melalui pengalaman
Page 463
455
ilmu dan pengamatan sosial
terutama kegiatan pemecahan
masalah. Siswa harus dapat
menemukan jawaban dari
setiap permasalahan dengan
kreatif, inovatif membangun
dirinya agar berguna bagi
orang lain disekitarnya,
seperangkat fakta, data dan
konsep dirangkai menjadi
kesatuan yang memiliki
makna.
Visualisasi dalam Proses Belajar
dan Pembelajaran Sejarah
Visual dalam seni rupa
berarti penglihatan (Art and
Design, 1995). Pandangan juga
dapat berarti melihat,
Visualisasi adalah upaya untuk
mendeskripsikan bias menjadi
nyata (Kuncoro, 2001)
menerjemahkan keadaan semu
menjadi suatu bentuk yang real,
nyata dan dapat dirasakan.
Penulis mencoba
menterjemahkan visualisasi
dalam proses belajar dan
pembelajaran sejarah
mengandung pengertian sebagai
bentuk cerita bergambar yang
dimanifestasikan pada sebuah
alur cerita dalam bentuk
rangkaian gambar bermakna
serta kronologis.
Fakta dan data sejarah
didapatkan dari berbagai nara
sumber baik primer yaitu saksi
hidup sejaman serta buku utama
yang dapat dijadikan proyeksi
sejarah (Kartodirdjo, 1993).
Sepengetahuan kita mulai dari
tingkat dasar (SD) sampai
tingkat atas (SMA) pelajaran
sejaraha jarang menampilkan
visualisasi yang kronologis
padahal yang utama dari
pembelajaran sejarah adalah
menampilkan seakurat mungkin
data dan fakta.
Konsep To Know How to
Know pada pembelajaran
sejarah akan lebih mampu
melalukan eksplanasi daripada
membatasi diri pada
pengungkapan bagaimana
sesuatu terjadi sebagai narasi
fiktif (Kuntowijoyo, 1994).
Suatu peristiwa harus dapat
digambarkan secara lebih
mendalam mengenai
bagaimana terjadinya, latar
belakang apa yang melandasi
lahirnya peristiwa tersebut.
Perkembangan ilmu sejarah di
Indonesia dipengaruhi oleh
nation building yang menuntut
rekontruksi sejarah secara
nasional dimana akan
mewujudkan kristalisasi
bangsa atau Indonesia-sentris
(Kuntowijoyo, 1994).
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
PTK atau
Classroom Action Research
adalah penelitian berbasis
kelas atau sekolah, dimana
dalam PTK terdapat tindakan
untuk perbaikan kegiatan
pembelajaran maupun
peningkatan mutu
pembelajaran di kelas
(Kasbollah, 1999). Desain
Page 464
456
penelitian menggunakan model
Kemmis dan M.C Taggart
(1989) yaitu (a) perencanaan
(b) tindakan (c) observasi dan
(d) refleksi.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di
kelas XII IPS 1 SMAN 1 BELO
KABUPATEN BIMA semester II
tahun pelajaran 2011/2012.
Peneliti bertugas sebagai guru
pengajar di kelas tersebut.
Penelitian berlangsung 2 bulan
(April-Mei 2012)
Instrumen Penelitian
Tes adalah alat penilaian
dengan pertanyaan-pertanyaan
yang diberikan kepada seseorang
dengan jawaban tertentu baik
dalam bentuk lisan, tulisan
maupun perbuatan (tindakan). Tes
sebagai alat ukur hasil belajar di
sekolah utamanya berkaitan
dengan sejauhmana siswa telah
menguasai materi sesuai dengan
harapan yang diinginkan. Tes di
kelas bagi siswa berhubungan erat
dengan aspek kognitif,
psikomotorik dan afektif.
Instrumen tes pada penelitian ini
disusun dalam 2 siklus berupa
ulangan harian yang masing-
masing siklus berjumlah 20 soal
obyektif.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
a. Siklus I (On Board Stories/
Gambar di Papan Tulis)
Prosentase
ketuntasan siklus 1
:
Jumlah siswa 44
Tuntas
: 36 siswa (
81.81 % )
Tidak Tuntas
: 8 siswa (
18.18 % )
b. Siklus 2 (Pictures Stories/
Cerita Bergambar)
Prosentase ketuntasan siklus 2 :
Jumlah siswa 44
Tuntas : 44
siswa ( 100 % )
Tidak Tuntas : 0 siswa (
0 % )
Pembahasan
Perbedaan pembelajaran
klasikal dengan pembelajaran
konstruktif terletak pada
dinamika kelas yang produktif.
Siswa menjadi lebih senang
dan terfokus pada pokok
bahasan. Model PaSA telah
terbukti meningkatkan
kemampuan berfikir, peka
terhadap analisis lingkungan
sekitar, mampu bekerjasama
dalam kelompok serta dapat
mengembangkan dasar-dasar
visual yang diterjemahkan ke
dalam rangkaian kronologis
cerita. Utamanya adalah
pelajaran sejarah yang syarat
akan peristiwa, fakta dan data
masa lampau.
Hasil evaluasi pada
siklus 1 belum maksimal
kemudian diperbaiki pada
siklus 2. Siswa diberikan
Page 465
457
pertanyaan secara langsung
berupa pertanyaan quiz dengan
tujuannya untuk mengetahui
hasil belajar secara langsung
dan untuk mengembangkan
metode pembelajaran yang
dapat mempengaruhi
peningkatan hasil belajar
siswa. Sementara pada siklus 2
juga siswa diberikan
pertanyaan quiz secara
langsung dan ternyata hasilnya
memuaskan karena adanya
peningkatan hasil belajar.
Dengan hasil yang signifikan
antara siklus 1 dan siklus 2,
peneliti di masa yang akan
datang akan mencoba
menggabungkan model-model
pembelajaran dengan
rangkaian model PaSA,
harapannya adalah mencari
titik temu yang vaid metode
pembelajaran yang paling
efektif untuk pelajaran sejarah.
Peneliti dengan
pendekatan CTL model PaSA
mencoba menghilangkan
dominasi guru sejarah sebagai
pusat transfer ilmu. Siswa
semakin kritis dan aktif,
sebagai ilustrasi pada siklus 2,
ketika mencoba
mendeskripsikan gambar
manusia purba yang
dihubungkan dengan hasil
budaya, setiap kelompok
memiliki argumen masing-
masing, saling
mempertahankan pendapatnya.
Pada pembahasan cerita
gambar sampai pada peralihan
jaman batu besar
(Megalithikum) ke jaman
logam, kelas semakin ramai
dengan berbagai argumen.
Model PaSA yang mengadopsi
model pembelajaran Picture on
Picture ternyata mampu
meningkatkan kualitas dan
kuantitas pembelajaran kelas
XII IPS 1 SMAN 1 Belo
Kabupaten Bima. Suatu saat
model ini diharapkan menjadi
Historical Comprehensif
Method Teaching and
Learning, sehingga siswa tetap
semangat dan tidak jenuh.
Hal yang perlu di garis
bawahi adalah dengan adanya
penelitian tindakan kelas maka
guru akan lebih inovatif,
memiliki kepedulian
pendidikan, memiliki semangat
membangun, memiliki daya
kreasi optimal dan yang lebih
penting lagi adalah kepada
proses peningkatkan kualitas
guru sebagai pendidik
profesional
PENUTUP
Hasil evaluasi menunjukan
peningkatan hasil pembelajaran
sejarah di kelas XII IPS 1 yaitu
evaluasi pada siklus 1 kelas XII
IPS 1 yang berjumlah 44 siswa
yang tuntas belajar adalah 36
siswa ( 81.81 % ) sedangkan yang
tidak tuntas 8 siswa ( 18.18 % )
sedangkan evaluasi pada siklus 2
tuntas 100%. Berarti melalui
pendekatan CTL dengan model
PaSA (Pictures and Student
Active) meningkatkan hasil belajar
ranah kognitif dan afektif
Page 466
458
DAFTAR PUSTAKA
----------.1988.Garis-garis Besar
Haluan Negara.
Jakarta:Sekretaris Negara
Hariyono.1998.Memahami
Sejarah dalam
Pembelajaran. Malang :
IKIP MALANG
Kemmis,S&MC Taggart R.1988.
The Action Research
Planner. Victoria : Deakin
University Press
Kartodirdjo.S.1993. Pendekatan
Ilmu Sosial dalam
Metodologi Sejarah. Jakarta
: PT.Gramedia
Kasbollah, Kasihani.1999.
Penelitian Tindakan Kelas
untuk Guru Sains. Malang :
RUT VI LIPI.
Moleong, L,J.1994. Metodologi
Penelitian Kuantitatif.
Bandung : PT Remaja
Rosdakarya
Notosusanto, N. 1985. Sejarah
Nasional Indonesia. Jakarta
: Balai Pustaka
Suryabrata, S.1992. Metodologi
Penelitian. Jakarta : CV
Rajawali
Page 467
459
PENGEMBANGAN SISTEM PEMBELAJARAN INSTRUKSIONAL
MODELBANATHY
Mulyadi [email protected]
Abstrak
Pembelajaran yang berkualitas memerlukan pengembangan berbagai model pembelajaran
yang tepat, sehingga pembelajaran menjadi efektif dan efisien. Guru sebagai ujung tombak
keberhasilan kegiatan pengajaran di sekolah yang terlibat langsung dalam merencanakan dan
melaksanakan kegiatan pembelajaran. Tugas guru bukan hanya sebagai Teacher centered,
tapi lebih kepada Children centered.
Dalam tulisan ini, penulis mencoba menyajikan tentang model pembelajaran, pengembangan
desain instruksional, dan pengembangan system pembelajaran instruksional model Banathy.
Tulisan ini sebagai tambahan referensibagi para pendidik dan tenaga kependidikan, serta
mahasiswa untuk dapat dijadikan acuan dalam mengembangkan berbagai model
pembelajaran serta untuk meningkatkan kompetensi dalam merancang berbagai model
pembelajaran.
I. PENDAHULUAN
Pelaksanaan pendidikan
disemua jenjang pendidikan
mengandung tantangan untuk
segera dijawab dengan perbaikan
mutu pendidikan dan usaha-usaha
antisipasi terhadap dampak yang
muncul.Tantangan-tantangan
tersebut menurut Mawardi (2012:2)
dapat dikelompokkan dalam dua
tantangan pokok, yaitu tantangan
eksternal (makro) dan tantangan
internal (mikro).Tantangan
eksternal (makro) berupa tantangan
yang sifatnya luas, yaitu
meningkatkan kualitas SDM dalam
mengahadapi percaturan dunia
global dengan segala manfaat,
problem dan tantangan yang
menyertainya.Sedangkan tantangan
internal (mikro) berupa tantangan
yang sifatnya terbatas, yaitu
berhubungan dengan pelaksanaan
pembelajaran yang dilakukan guru
dalam rangka meningkatkan
kualitas pembelajaran.
Beberapa kecenderungan
global yang perlu diantisipasi oleh
dunia pendidikan, menurut Zamroni
(2000:34-35), adalah: pertama,
cepatnya proses investasi dan re-
investasi yang terjadi didunia
industri, menyebabkan terjadinya
perubahan yang sangat cepat pula
pada kebutuhan dunia kerja.
Sedangkan praktik pendidikan
berubah sangat lambat, akibatnya
mismatch education and
employment cenderung semakin
membesar. Kedua, perkembangan
industri, komunikasi, dan informasi
yang semakin cepat akanmelahirkan
“knowledge worker” yang semakin
besar jumlahnya. Ketiga,
munculnya kecenderungan
bergesernya pola pendidikan dari
ide back to basic ke arah ide the
forward to future basics, yang
mengandalkan pada peningkatan
kemampuan TLC (how to think,
how to learn, and how to
create).How to think menekankan
pada pengembangan critical
thinking, how to learn menekankan
pada kemampuan untuk dapat
menguasai dan mengolah informasi,
dan how to create menekankan
pada pengembangan kemampuan
untuk dapat memecahkan berbagai
problem yang berbeda-beda.
Keempat, berkembang dan
meluasnya ide demokratisasi yang
Page 468
460
bersifat substansi, yang antara lain
dalam dunia pendidikan munculnya
tuntutan pelaksanaan school
basedmanagement dan site-specific
solution, sehingga memunculkan
berbagai bentuk praktik pendidikan
yang berbeda satu dengan yang
lain, yang kesemuanya menawarkan
pendidikan yang berkualitas.
Kelima, semua bangsa akan
menghadapi krisis demi krisis yang
tidak hanya dapat dianalisis dengan
metode sebab akibat yang
sederhana, tetapi memerlukan
analisis sistem yang saling
bergantungan.
Mengantisipasi tantangan
makro dan mikro sebagaimana
dijelaskan di atas, maka diperlukan
upaya seoptimal mungkin melalui
pembenahan kurikulum dan model
pembelajaran yang berkualitas bagi
pembentukan peserta didik yang
berkarakter. Pembentukan peserta
didik yang berkarakter dengan
menunjukkan karakter yang kuat,
ulet, mandiri, kreatif dan
bertanggungjawab, serta tidak
hanya terampil kerja tetapi terampil
hidup, tidak sekedar cerdas kerja
tetapi juga cerdas hidup.
Untuk membentuk peserta
didik yang berkarakter, guru bukan
lagi melakukan proses menanamkan
atau menyampaikan ilmu, tetapi
mengadakan proses mengatur
lingkungan dalam mengajar. Sebab,
1) siswa bukan orang dewasa dalam
bentuk mini tetapi mereka adalah
organisme yang sedang
berkembang yang membutuhkan
orang dewasa untuk memberikan
arahan dan bimbingan agar mereka
tumbuh dan berkembang dengan
optimal; 2) kemajuan ipteks
menyebabkan siswa tidak hanya
menghafal info, rumus-rumus tetapi
bagaimana mengunakan info dan
pengetahuan itu untuk mengasah
kemampuan berfikir; dan 3) proses
pendidikan bukan lagi memberikan
stimulus melainkan
mengembangkan potensi yang
dimiliki siswa. Siswa bukan obyek
tetap subyek belajar yang harus
mencari dan merekontruksi
pengetahuannya sendiri (dalam
Syahdan, 2006).
Ketiga hal di atas menuntut
perubahan makna dalam
mengajar.Berkaitan dengan hal
tersebut, dalam rangka
meningkatkan kualitas
pembelajaran, guru harus mampu
merancang kegiatan pembelajaran
yang dilakukannya dengan baik,
efektif, dan terarah. Salah satu
rujukan dalam merancang desain
pembelajaran adalah
pengembangan sistem pembelajaran
instruksional model Banathy.
II. PEMBAHASAN
A. Hakikat Model Pembelajaran
Model pada hakikatnya
merupakan visualisasi atau
kerangka konseptual yang
digunakan sebagai pedoman dalam
melaksanakan kegiatan. Sagala
(2005:175) berpendapat bahwa:
“Model dapat dipahami sebagai: (1)
suatu tipe atau desain; (2) suatu
deskripsi atau analogi yang
dipergunakan untuk membantu
proses visualisasi sesuatu yang
tidak dapat dengan langsung
diamati; (3) suatu sistem asumsi-
asumsi, data-data, dan informasi-
informasi yang dipakai untuk
menggambarkan secara matematis
suatu obyek atau peristiwa; (4)
suatu desain yang disederhanakan
dari suatu sistem kerja, suatu
terjemahan realitas yang
disederhanakan; (5) suatu deskripsi
dari suatu sistem yang mungkin
atau imajiner; dan (6) penyajian
Page 469
461
yang diperkecil agar dapat
menjelaskan dan menunjukkan sifat
bentuk aslinya.”
Dalam konteks
pembelajaran, sebagaimana
diungkapkan Sukmadinata
(2004:209), bahwa model
merupakan suatu desain yang
menggambarkan suatu proses,
rincian dan penciptaan lingkungan
belajar yang memungkinkan peserta
didik berinteraksi, sehingga terjadi
perubahan atau perkembangan pada
diri peserta didik. Sedangkan Joyce
& Weil (1980:1), menjelaskan
bahwa model pembelajaran adalah
suatu rencana atau pola yang dapat
digunakan untuk membentuk
kurikulum (rencana pembelajaran
jangka panjang), merancang bahan-
bahan pelajaran, dan membimbing
pembelajaran di kelas atau yang
lain. Model pembelajaran disusun
berdasarkan prinsip-prinsip
pembelajaran, teori-teori psikologis,
sosiologis, analisis sistem, atau
teori-teori lain yang mendukung
untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan.
Model pembelajaran juga mengacu
pada pendekatan pembelajaran yang
akan digunakan, termasuk
didalamnya tujuan-tujuan
pengajaran, tahap-tahap dalam
kegiatan pembelajaran, lingkungan
pembelajaran, dan pengelolaan
kelas (Arend, 1997:7). Model
pembelajaran yang berisi langkah-
langkah pembelajaran seringkali
pula di pandang sebagai sebuah
strategi pembelajaran yang
memiliki pengertian hampir sama
dengan model pembelajaran,
sebagaimana dikemukakan Sanjaya
(2009:126) bahwa strategi
pembelajaran dapat diartikan
sebagai perencanaan yang berisi
tentang rangkaian kegiatan yang
didesain untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu.
Model pembelajaran
memiliki ciri-ciri sebagaimana
dikemukakan Rusman (2008:150-
151) sebagai berikut: a)
berdasarkan teori pendidikan dan
teori belajar dari para ahli tertentu,
b) mempunyai misi dan tujuan
pendidikan tertentu, c) dapat
dijadikan pedoman untuk perbaikan
kegiatan belajar mengajar di kelas,
d) memiliki bagian-bagian model
(urutan langkah-langkah
pembelajaran (syntax), adanya
prinsip-prinsip reaksi, sistem social,
dan sistem pendukung), e) memiliki
dampak pembelajaran yang
meliputi; dampak pembelajaran,
yaitu hasil belajar yang dapat
diukur dan dampak pengiring, yaitu
hasil belajar jangka panjang, f)
membuat persiapan mengajar
dengan pedoman model
pembelajaran yang dipilihnya.
Model-model pembelajaran
dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa kelompok. Joyce dan Weil
(1980:14-28) mengklasifikasikan
menjadi empat kelompok besar,
yakni: (1) behavior modification,
(2) social interaction, (3) personal
source, dan (4) information
processing.
Di samping model-model
pembelajaran diatas, dalam
perencanaanya terdapat beberapa
model desain pembelajaran. Model
desain pembelajaran pada dasarnya
merupakan pengelolaan dan
pengembangan yang dilakukan
terhadap komponen-komponen
pembelajaran.Beberapa model
pengembangan pembelajaran
sebagaimana dikemukakan Susilana
dkk. (2006:144) antara lain: model
PPSI (Prosedur Pengembangan
Page 470
462
Sistem Instruksional), model Jerold
E. Kemp, Gerlack dan Elly,
Glesser, Bella H. Banathy, Rogers,
model CTL (Contextual Teaching
and Learning), dan lain-lainnya.
Pemilihan model
pembelajaran yang tepat akan
menentukan tingkat keberhasilan
belajar peserta didik, namun tidak
setiap model pembelajaran dapat
diterapkan begitu saja tanpa
mengindahkan beberapa faktor.
Sukmadinata (2004:151-154)
mengemukakan empat faktor yang
harus diperhatikan guru dalam
memilih model pembelajaran, yaitu
tujuan pembelajaran, karakteristik
mata pelajaran, kemampuan peserta
didik, dan kemampuan pendidik.
Sementara itu, faktor yang harus
menjadi pertimbangan dalam
mengidentifikasi pengalaman
belajar dan strategi mengajar
menurut Miller & Seller
(1985:227), yaitu tujuan
pembelajaran dan perkembangan
karakteristik peserta didik,
kemampuan guru, dan ketersediaan
sumber belajar. Dengan demikian,
dari kedua pendapat tersebut dapat
ditarik benang merah sebagai
faktor-faktor yang diperlukan guru
dalam memilih model
pembelajaran, yaitu tujuan
pembelajaran, karakteristik mata
pelajaran, karakteristik peserta
didik, kemampuan guru, dan
ketersediaan sumber dan sarana
belajar.
Tujuan pembelajaran
menjadi faktor yang sangat penting,
karena semua aspek pembelajaran
diarahkan untuk mencapai tujuan
pembelajaran, baik tujuan dalam
ranah kognitif, afektif, maupun
psikomotor.Karakteristik mata
pelajaran dapat dilihat dari jenis
materi. Materi yag berupa fakta
akan berbeda pembahasannya
dengan materi yang berupa konsep
atau prinsip, demikian juga akan
berbeda pula pada materi yang
memerlukan latihan keterampilan
tertentu. Karakteristik peserta didik
dapat dilihat dari kemampuan
peserta didik sesuai usia
perkembangannya, kebutuhan,
motivasi, dan keunikan gaya belajar
masing-masing peserta didik.
Penerapan suatu model harus
memperhatikan juga faktor
kemampuan guru, sebaik apapun
sebuah model pembelajaran tidak
akan berjalan efektif apabila guru
tidak mampu menguasai model
tersebut. Oleh karena itu guru
hendaknya menguasai model
pembelajaran yang akan digunakan,
baik secara teoritis maupun
terampil dalam melaksanakannya.
Demikian juga ketersediaan sumber
dan sarana belajar, buku-buku
referensi, media pembelajaran yang
tersedia, dan sarana belajar yang
lain, seperti ruang kelas dan lain-
lainnya harus disesuaikan dengan
kebutuhan belajar peserta didik,
sehingga model pembelajaran dapat
dilaksanakan dengan baik.
B. Pengembangan Desain
Instruksional
Dalam suatu siklus lengkap
kegiatan instruksional, letak
pengembangan instruksional berada
pada tahap pertama.Selanjutnya,
menyusul pelaksanaan kegiatan
instruksional sebagai tahap kedua,
dan evaluasi instruksional sebagai
tahap ketiga.
Penggunaan pendekatan
sistem dalam pengembangan
instruksional telah menghasilkan
berbagai desain.Tidak semua desain
itu serupa.Sebagian sesuai untuk
digunakan untuk memecahkan
masalah yang lebih luas, sebagian
Page 471
463
lagi sesuai untuk pemecahan
masalah yang lebih sempit, yaitu di
suatu lembaga yang mempunyai
kondisi khusus. Berikut ini
disampaikan lima desain
pendekatan sistem yang telah
digunakan, baik oleh pengarangnya
sendiri maupun oleh orang lain.
Perbandingan kelima desain ini
diturunkan dari karya Twelkel,
Urbach dan Buck (1971). Judul dan
pengarang kelima desain yang
tergolong sebagai pendahulu
tersebut tampak dalam daftar
berikut ini:
Page 472
464
Tabel 1: Daftar Lima Desain Pendekatan Sistem dalam Pendidikan
No Judul Pengarang Tahun
1 Teaching Research System Hamreus 1968
2
Michigan State University
Instructional System Development
Model
Barson 1967
3 System Aproach for Educational
(SAFE) Corrigan 1966
4 Project MINERVA Instructional
Systems Design Tracey 1967
5 Banathy Instructional
Development System Banathy 1968
Kelima desain pendekatan sistem dalam pengembangan instruksional di
atas selanjutnya dideskripsikan ke dalam masing-masing skema berikut ini.
1. Desain Teaching Research System
2. Instructional System Development Model
Page 473
465
3. System Approach For Education (SAFE)
4. Project MINERVA Instructional System Design
Page 474
466
5. The Banathy Model
Page 475
467
Kelima desain
pendekatan sistem tersebut dapat
dibandingkan dari segi penetapan
prosesnya. Tiga tahap yang akan
digunakan sebagai dasar
perbandingan adalah:
1. Tahap Pertama
Definisi masalah dan
organisasi yang meliputi:
a. Identifikasi Masalah:
Identifikasi masalah
merupakan proses
membandingkan keadaan
sekarang dengan keadaan
yang seharusnya. Hasilnya
akan menunjukkan
kesenjangan antara kedua
keadaan tersebut.
Kesenjangan itu disebut
kebutuhan (needs). Bila
kesenjangan kedua
keadaan tersebut besar,
kebutuhan itu perlu
diperhatikan atau
diselesaikan.Kebutuhan
yang besar dan ditetapkan
untuk diatasi itu disebut
masalah, sedangkan
kebutuhan yang lebih kecil
mungkin untuk sementara
atau seterusnya
diabaikan.Ia merupakan
kebutuhan yang tidak
dianggap sebagai masalah.
Hasil akhir dari
identifikasi masalah
adalah perumusan tujuan
umum.
b. Analisis Setting:Analisis
setting meliputi kegiatan
menentukan karakteristik
siswa dan sumber belajar
yang tersedia untuk
digunakan dalam
pemecahan masalah.
c. Organisasi Pengelolaan:
Kegiatan yang termasuk
organisasi pengelolaan
cukup luas yaitu meliputi:
1) Pendefinisian tugas dan
tanggung jawab yang
diperlukan.
2) Pembentukan jaringan
berkomunikasi untuk
mengorganisasikan
pengumpulan dan
pendistribusian
informasi kepada tim
pengembangan.
3) Pembentukan rencana
proyek dan prosedur
control.
2. Tahap Kedua
Analisis dan pengembangan
sistem, meliputi:
a. Identifikasi Tujuan: Tujuan
adalah apa yang dapat
dikerjakan oleh peserta
didik setelah
menyelesaikan proses
belajar. Tujuan ini harus
bermanfaat bagi peserta
didik. Ia berbentuk
perilaku yang dapat
diukur. Tujuan ini
kemudian diuraikan
menjadi tujuan-tujuan
khusus, yaitu tujuan yang
lebih rinci dan spesifik.
b. Penentuan Metode:
Penentuan metode dan
media instruksional sangat
penting untuk
memungkinkan peserta
didik mencapai tujuan
instruksional. Metode
yang diidentifikasi dapat
lebih dari satu atau
beberapa alternatif
metode, karena dalam uji
coba ada kemungkinan
metode yang digunakan
tidak efektif sehingga
perlu diganti dengan
metode lain.
Page 476
468
c. Penentuan Prototipe:
Pembuatan prototipe
merupakan permulaan
produksi untuk
menghasilkan barang yang
sesungguhnya. Di samping
itu, pada materi ini pula
dimulai pengembangan
desain evaluasi dan
permulaan review teknis
terhadap sistem tersebut
oleh para ahli serta
penyusunan tes yang akan
digunakan untuk
mengukur perilaku siswa,
baik sebelum maupun
setelah uji coba.
3. Tahap Ketiga
Evaluasi, meliputi:
a. Melaksanakan tes atau uji
coba prototipe: Uji coba
prototipe biasanya
mengambil bentuk-bentuk
di bawah ini:
1) Uji coba pengembangan
untuk melihat
komponen yang perlu
direvisi
2) Uji coba validasi untuk
melihat seberapa jauh
peserta didik mencapai
tujuan instruksional.
3) Uji coba lapangan
untuk menentukan
apakah pengajar dan
peserta didik lain dapat
menggunakan bahan-
bahan tersebut.
b. Menganalisis hasil uji
coba: Analisis hasil
melibatkan tiga jenis
kegiatan, yaitu: pertama,
tabulasi dan memproses
data evaluasi. Kedua,
menentukan hubungan
antara metode yang
digunakan, hasil yang
dicapai dan tujuan yang
ingin dicapai.Ketiga,
menafsirkan data. Kualitas
revisi yang akan dibuat
tergantung kepada
interpretasi ini.
c. Implementasi atau uji coba
ulang: Berdasarkan
interpretasi data hasil uji
coba, revisi dilakukan dari
revisi kecil sampai revisi
total. Akhirnya, keputusan
harus diambil untuk
mengakhiri uji coba ulang
dan kemudian
mengimplementasikan ke
dalam pembelajaran.
Bila diperhatikan, bahasa
yang digunakan kelima desain di
atas berbeda, tetapi maksudnya
sama. Perbandingan istilah yang
digunakan oleh kelima desain
tersebut tampak sebagai berikut:
Page 477
469
Tabel 2: Perbandingan Lima Desain Pendekatan Sistem dalam Pendidikan
MODEL KEGIATAN
Teaching Research System
Mendefinisikan masalah instruksional
Michigan State University Instructional
System Development Model
Menentukan tujuan pendidikan umum:
perguruan tinggi, fakultas, jurusan, mata
kuliah
System Approach For Education (SAFE)
1. Menilai kebutuhan
2. Menentukan tujuan misi
3. Menentukan persyaratan, penampilan
(performance) misi
4. Menetukan hambatan
5. Menentukan profil misi
6. Melakukan analisis fungsional
7. Melakukan analisis tugas
8. Melakukan analisis metode dan alat
9. Membuat keputusan kelayakan final
(terus atau berhenti)
Project MINERVA Mengumpulkan data pekerjaan
Banathy Maksud system
MODEL KEGIATAN
Teaching Research System
1. Mengidentifikasi tipe belajar
2. Menentukan kondisi belajar
3. Menentukan penyesuaian terhadap perbedaan
individual
4. Mengidentifikasi bentuk; kegiatan instruksional
MODEL KEGIATAN
Michigan State University
Instructional System
Development Model
1. Merencanakan strategi
2. Mengembangkan contoh pengajaran untuk isi
pelajaran tertentu
3. Memilih bentuk informasi yang representatif
4. Menentukan alat transmisi
MODEL KEGIATAN
System Approach For Education
(SAFE)
1. Memilih rencana pengelolaan dan pelaksanaan
yang mempunyai keefektifan biaya optimal.
2. Menganalisis alternatif dari segi keefektifan biaya
optimal
3. Menganalisis alternatif dari segi keefektifan dan
keuntungan biaya
4. Memilih pengelolaan atau rencana pelaksanaan
yang mempunyai efektifitas biaya yang paling
optimal
MODEL KEGIATAN
Project MINERVA Instructional
System Design
1. Memilih isi mata pelajaran
2. Memilih strategi instruksional
Page 478
470
MODEL KEGIATAN
Banathy
1. Menemukan tugas-tugas belajar
2. Mengidentifikasi dan karakterisasi tugas-tugas
belajar yang aktual
3. Menganalisis fungsi
4. Menganalisis komponen
5. Pendistribusian
6. Penjadwalan
Page 479
471
Mengikuti perbandingan
kelima desain pendekatan sistem
yang diterapkan dalam desain
instruksional mungkin ada orang
yang ingin memilih salah satu
dan menganggapnya sebagai
desain standar untuk semua
macam kegiatan
instruksional.Setiap desain itu
baik dan sesuai untuk kondisi
tertentu.Kondisi yang dimaksud
adalah besar-kecilnya atau
kompleks tidaknya suatu
lembaga pendidikan, ruang
lingkup tugas lembaga
pendidikan, serta kemampuan
pengelola.
Setiap desain itu
dimaksudkan untuk
menghasilkan suatu sistem
instruksional. Prosedur yang
mirip digunakan antara satu
dengan yang lain, tetapi mereka
menggunakan penjelasan urutan
dan bahasa yang tidak selalu
sama. Seorang pengembang
instruksional dapat memilih
salah satu diantaranya yang
dianggapnya sesuai, atau
mungkin pula
mengkombinasikan beberapa
diantaranya untuk menyusun
suatu model baru.
Selain kelima desain
yang telah diperbandingkan di
atas, ada pula desain
pengembangan instruksional
lain, yaitu:
1. Prosedur Pengembangan
Sistem Instruksional (PPSI)
yang diterbitkan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia (1975).
2. Systems Approach Model for
Designing Instruction
karangan Dick and Carey
(1985).
3. Instructional System Design,
karangan Gagne (1979).
4. AT & T Instructional
Development Model (1985).
C. Pengembangan Sistem
Pembelajaran Instruksional
Model Banathy
Model Banathy
dikembangkan pada tahun 1968
oleh Bela H. Banathy. Model
yang dikembangkannya ini
berorientasi pada hasil
pembelajaran, sedangkan
pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan sistem, yakni
pendekatan yang didasarkan
pada kenyataan bahwa kegiatan
belajar mengajar merupakan
suatu hal yang sangat kompleks,
terdiri atas banyak komponen
yang satu sama lain harus
bekerja sama secara baik untuk
mencapai hasil yang sebaik-
baiknya.
Bentuk pengembangan
sistem pembelajaran
instruksional model Banathy ini
sebagaimana dideskripsikan
dalam tabel berikut.
Page 480
472
Tabel 3: Pengembangan Sistem Pembelajaran Instruksional Model Banathy
No Jenis Kegiatan Bentuk Kegiatan
1
Identifikasi Tujuan: apa yang dapat
dikerjakan oleh peserta didik
setelah menyelesaikan proses
belajar
Analisis maksud dan tujuan
(maksud sistem)
2
Analisis setting: menentukan
karakteristik siswa dan sumber
belajar yang tersedia untuk
digunakan dalam pemecahan
masalah
1. Menilai kompetensi
masukan
2. Tes masukan
3
Metode/Strategi: cara yang
digunakan dalam kegiatan
instruksional
1. Menemukan tugas-tugas
belajar
2. Mengidentifikasi dan
karakterisasi tugas-tugas
belajar yang aktual
3. Menganalisis fungsi
4. Menganalisis komponen
5. Pendistribusian
6. Penjadwalan
4
Pembuatan Prototipe: pengem-
bangan desain evaluasi dan
permulaan review teknis terhadap
sistem serta penyusunan tes yang
akan digunakan untuk mengukur
perilaku siswa, baik sebelum
maupun setelah uji coba
Tes Acuan Patokan
5
Evaluasi: pelaksanaan uji coba
prototipe, analisis hasil dan
implementasi/penggunaannya
kembali
1. Latihan sistem
2. Tes system
6 Revisi: uji coba ulang Mengubah untuk memper-
baiki
Page 481
473
Model pengembangan
sistem pembelajaran ini
berorientasi pada tujuan
pembelajaran.Langkah-langkah
pengembangan sistem
pembelajaran terdiri dari 6 jenis
kegiatan.Model desain ini
bertitik tolak dari pendekatan
sistem (system approach), yang
mencakup enam komponen
(langkah) yang saling
berinterelasi dan berinteraksi
untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah
ditetapkan.
Pada langkah terakhir
para pengembang diharapkan
dapat melakukan perubahan dan
perbaikan sehingga tercipta suatu
desain yang diinginkan.Model
ini tampaknya hanya
diperuntukan bagi guru-guru di
sekolah, mereka cukup dengan
merumuskan tujuan
pembelajaran khusus dengan
mengacu pada tujuan
pembelajaran umum yang telah
disiapkan dalam sistem.
Komponen-komponen
tersebut menjadi dan merupakan
acuan dalam menetapkan
langkah-langkah pengembangan,
sebagai berikut:
1. Merumuskan tujuan
(formulate objectives)
2. Mengembangkan tes (develop
test)
3. Menganalisis tugas belajar
(analyzing learning task)
4. Mendesain sistem
pembelajaran (design system)
5. Melaksanakan kegiatan dan
mengetes hasil (implement
and test output)
6. Melakukan perubahan untuk
perbaikan (change to
improve)
Komponen-komponen/
langkah-langkah pengembangan
tersebut diuraikan lebih lanjut di
bawah ini.
1. Langkah Pertama:
Merumuskan Tujuan
Pada langkah ini pengembang
merumuskan tujuan
pembelajaran, yang
merupakan pernyataan
tentang hal-hal yang
diharapkan untuk dikerjakan,
diketahui, dirasakan, dan
sebagainya oleh peserta didik
atau siswa sebagai hasil
pengalaman belajarnya.
2. Langkah Kedua:
Mengembangkan Tes
Pada langkah ini
dikembangkan suatu tes
sebagai alat evaluasi, yang
digunakan untuk mengetahui
tingkat keberhasilan belajar,
atau ketercapaian tujuan
pembelajaran oleh peserta
didik/siswa.Penyusunan tes
berdasarkan tujuan
pembelajaran yang telah
dirumuskan pada langkah
sebelumnya.
3. Langkah Ketiga:
Menganalisis Tugas Belajar
Pada langkah ini dirumuskan
tugas-tugas yang harus
dilakukan oleh peserta
didik/siswa untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang
telah dirumuskan, yakni
perubahan tingkah laku yang
diharapkan.Pada langkah ini,
perilaku awal peserta
didik/siswa perlu dinilai dan
dianalisis.Berdasarkan
gambaran tentang perilaku
awal tersebut dapat dirancang
materi pelajaran dan tugas-
tugas belajar yang sesuai,
sehingga mereka tidak perlu
Page 482
474
mempelajari hal-hal yang
telah diketahui atau telah
dikuasai sebelumnya.
4. Langkah Keempat:
Mendesain Sistem
Pembelajaran
Pada langkah ini
dikembangkan berbagai
alternatif dan
mengidentifikasi kegiatan-
kegiatan pembelajaran, baik
yang harus dilakukan oleh
siswa/peserta didik maupun
kegiatan-kegiatan guru/tenaga
pengajar.Langkah ini
dikembangkan sedemikian
rupa yang menjamin agar
peserta didik melaksanakan
dan menguasai tugas-tugas
yang telah dianalisis pada
langkah 3.desain sistem juga
meliputi penentuan siswa
yang mempunyai potensi
paling baik untuk mencapai
tujuan pembelajaran, dan oleh
karena perlu disediakan
alternative kegiatan tertentu
yang cocok. Selain dari itu,
dalam desain system supaya
ditentukan waktu dan tempat
melakukan kegiatan-kegiatan
pembalajaran.
5. Langkah Kelima:
Melaksanakan Kegiatan dan
Mengetes Hasil
Sistem yang sudah didesain
selanjutnya dilaksanakan
dalam bentuk uji coba di
lapangan (sekolah) dan dites
hasilnya. Hal-hal yang telah
dilaksanakan dan dicapai oleh
peserta didik merupakan
output dari implementasi
sistem, yang harus dinilai
supaya dapat diketahui hingga
mereka dapat
mempertunjukan atau
menguasai tingkah laku
sebagaimana dirumuskan
dalam tujuan pembelajaran
6. Langkah Keenam:
Mengadakan Perbaikan
Pada langkah ini ditentukan
bahwa hasil-hasil yang
diperoleh dari evaluasi
digunakan sebagai umpan
balik bagi sistem keseluruhan
dan bagi komponen-
komponen sistem, yang pada
gilirannya menjadi dasar
untuk mengadakan perubahan
untuk perbaikan sistem
pembelajaran.
III. Penutup
Kendatipun enam
komponen tersebut tampaknya
sangat sederhana, namun untuk
mengembangkan rancangan
sistem pembelajaran model ini
memerlukan kemampuan
akademik yang cukup tinggi
serta pengalaman yang memadai
serta wawasan yang luas. Selain
itu, proses pengembangan suatu
sistem menuntut partisipasi
pihak-pihak terkait, seperti
kepala sekolah, administrator,
supervisor dan kelompok guru,
sehingga rancangan kurikulum
yang dihasilkan sesuai dengan
kebutuhan pendidikan di sekolah
dan dapat diterapkan dalam
sistem sekolah.
DAFTAR RUJUKAN
Arend, R. 1997. Classroom
Instructional Management. New
York: The Mc Graw – Hill
Company.
Joyce, B.R. & Weil, M. 1980.Models
of Teaching. Englewood Cliffs,
New Jersey: Prentice Hall Inc.
Mawardi, Imam. 2012.
Pengembangan Model
Page 483
475
Pembelajaran Untuk
Meningkatkan Life Skills
Peserta Didik. Disertasi UPI
Bandung: Tidak dipublikasikan.
Miller, J.P. & Seller, W.
1985.Curriculum: Perspective &
Practice. New York: Longman.
Rusman. 2008. Manajemen
Kurikulum: Seri Manajemen
Sekolah Bermutu. Bandung:
Mulia
Mandiri Press.
Sagala, Saiful. 2005. Konsep dan
Makna Pembelajaran. Bandung:
Al-fabeta.
Santoso, Djoko.Tanpa Tahun. Materi
Kuliah Desain Pembelajaran.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2004.
Kurikulum dan Pembelajaran
Kompetensi. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Susilana, R., dkk. 2006. Kurikulum
dan Pembelajaran. Ed. 2.
Bandung: Jurusan Kutekpen
FIP UPI.
Syahdan. 2006. Materi Perkuliahan
Magister Manajemen
Pendidikan: Disain
Pembelajaran.
Mataram: FKIP Unram.
Zamroni. 2000. Paradigma
Pendidikan Masa Depan.
Yogyakarta: Bigraf Publishing.
Zuchdi, D. 2008. Humanisasi
Pendidikan: Menemukan
Kembali Pendidikan yang
Manusiawi. Jakarta: Bumi Aksara.
Page 484
476
PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN UNTUK
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPS SISWA KELAS V SDN
O’O DONGGOTAHUN PELAJARAN 2013
H. Matru, S.Pd
Guru SDN O’O Donggo
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Penggunaan Media
Pembelajaran dapat Meningkatkan Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas V SDN
O’O DonggoTahun Pelajaran 2013. Jenis penelitian ini adalah penelitian
tindakan kelas dengan rancangan penelitian yang terdiri dari perencanaan,
pelaksanaan, observasi dan refleksi. Subyek penelitian adalah siswa kelas V
di SD Negeri Sowa Soromandi. Instrumen yang digunakan ada dua yaitu
instrumen tes untuk mengukur prestasi belajar siswa dan lembar observasi
aktivitas siswa dan guru.
Adapun hasil penelitian ini bahwa prestasi IPS siswa pada siklus I
dengan persentase ketuntasan klasikal sebesar 77,4 % dan pada siklus II
dengan persentase ketuntasan klasikal sebesar 96,8 %. Aktivitas siswa dan
guru dari hasil analisis observasi yang menunjukan peningkatan dari siklus I
ke siklus II. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan media
pembelajaran dapat meningkatkan prestasi belajar IPS Siswa Kelas V SDN
O’O DonggoTahun Pelajaran 2013
Kata Kunci: media/alat peraga gambar, prestasi belajar
PENDAHULUAN
Berdasarkan pengamatan
peneliti selama mengajar di SDN
O’O Donggo menemukan
beberapa masalah antara lain:
siswa dalam proses pembelajaran
belum terlalu aktif, penggunaa
media/alat peraga oleh guru masih
kurang, prestasi belajar siswa yang
masih rendah, dilihat dari hasil
MID dan UAS yang masih banyak
dibawah KKM (70), cara mengajar
guru yang belum bervariasi.
Dari masalah-masalah
yang ditemukan di atas, untuk itu
sudah sepatutnya hal ini
mendapatkan perhatian yang
serius. Salah satu upaya yang
dilakukan adalah memanfaatkan
atau menggunakan media yang
mampu mengaktifkan siswa agar
tidak terlihat pasif dalam kegiatan
belajar serta melatih siswa untuk
banyak belajar sendiri sehingga
berimplikasi pada peningkatan
prestasi belajar siswa.
Hal lain yang peneliti
temukan adalah: para siswa rajin
masuk mengikuti pelajaran. Jika
para siswa ini rajin, maka jika
diditata dengan baik dan
pembelajaranya menggunakan
Page 485
477
media yang banyak memberikan
manfaat maka dapat terjadi
peningkatan motivasi dan
menuntaskan belajar siswa
terhadap materi pembelajaran yang
diajarkan oleh guru.
Pemanfaatan media
diharapkan siswa dapat
menunjukkan secara jelas tentang
konsep dan dapat merangsang
siswa untuk lebih berperan aktif
dalam proses belajar mengajar.
Materi IPS di SDN masih ada
yang bersifat kompleks, cenderung
abstrak dan begitu dekat dengan
kehidupan siswa, menuntut
gambaran yang kongkrit serta
pengalaman langsung melalui
pengamatan, penguraian dan
penggolongan objek dengan
memaksimalkan seluruh indera
yang ada, baik indera penglihatan,
pendengaran, maupun peraba
(Hamalik, 1994: 56).
Untuk memperoleh
gambaran yang kongkrit serta
pengalaman langsung diperlukan
alat peraga yang berfungsi untuk
membantu mengkonkretkan
pengalaman atau pengertian dalam
proses belajar mengajar. Peragaan
adalah mewujudkan bahan yang
diajarkan secara nyata baik dalam
bentuk asli maupun tiruan
sehingga siswa lebih memahami
apa yang disampaikan guru
(Nurbatni, 2005: 5)
Dalam peragaan, guru
menggunakan alat yang dapat
membantu mempelajari bahan
yang disampaikan. Alat-alat yang
digunakan dalam peragaan ini
disebut alat peraga. Istilah alat
peraga dewasa ini disebut sebagai
media pendidikan, ada pula yang
menyebutnya sebagai Audio Visual
Aids (AVA) atau alat bantu
pandang dengar.
Gagne dalam Nurbatni
(2005: 23) menyatakan bahwa
media atau alat peraga adalah
segala bentuk alat fisik yang dapat
menyajikan pesan serta
merangsang siswa untuk belajar.
Di dalam penulisan ini penulis
memakai istilah alat peraga,
karena seperti yang ditulis oleh
Hamalik (1994: 59) bahwa media
pendidikan identik dengan
pengertian keperagaan yang
berasal dari kata raga artinya suatu
benda yang dapat diraba, dilihat,
didengar dan yang dapat diamati
melalui panca indera.
Jika dikaitkan dengan
pengalaman yang diperoleh siswa
yang belajar dengan menggunakan
alat peraga memperoleh
pengalaman yang riil. Proses
penerimaan siswa terhadap
pelajaran akan lebih berkesan
secara mendalam, sehingga
membentuk pengertian yang baik
dan sempurna. Belajar dengan alat
peraga merupakan alat bantu yang
efektif dalam mengikutsertakan
berbagai indera dalam belajar
mengajar (Nurbatni, 2005: 23).
Berdasarkan pendapat di
atas penulis dapat menyimpulkan
bahwa pada prinsipnya alat peraga
adalah segala sesuatu yang dapat
menyalurkan atau menyampaikan
pesan, khususnya antara guru dan
siswa, dapat memberikan
pengalaman kongkret, serta
mempertinggi prestasi belajar
siswa dalam menerima pesan atau
Page 486
478
informasi pelajaran sehingga
proses penyampaian dan
penerimaan pesan dalam proses
belajar mengajar dapat terjadi
dengan baik.
Prestasi adalah hasil dari
suatu kegiatan yang telah
dikerjakan, diciptakan baik secara
individu maupun secara kelompok
(Djamarah, 1994: 15). Sedangkan
menurut Mas’ud Hasan dalam
Djamarah (1994: 16) bahwa
prestasi adalah apa yang telah
dapat diciptakan, hasil pekerjaan,
hasil yang menyenangkan hati
yang diperoleh dengan jalan
keuletan kerja.
Menurut Nurkencana
(1990: 25) prestasi belajar adalah
hasil yang telah dicapai atau
diperoleh anak berupa nilai mata
pelajaran. Ditambahkan bahwa
prestasi belajar merupakan hasil
yang mengakibatkan perubahan
dalam diri individu sebagai hasil
dari aktivitas dalam belajar.
METODE PENELITIAN
Adapun jenis penelitian
ini adalah Penelitian Tindakan
Kelas (Clasroom Action
Research). Secara singkat
Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
adalah suatu pencermatan terhadap
kegiatan belajar berupa sebuah
tindakan, yang sengaja
dimunculkan dan terjadi dalam
sebuah kelas secara bersama
(Suharsimi, 2007:45)
Berdasarkan pendapat
ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) berfokus pada kelas atau
pada proses belajar mengajar yang
terjadi di kelas, dengan
menggunakan media sehingga
dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa kelas V di SDN O’O
Donggo tahun pelajaran 2013.
Rancangan dalam
penelitian ini mengacu pada model
spiral atau siklus menurut Kemmis
& Mc Taggart (Mc Taggar, 1991:
32). Tujuan menggunakan model
ini adalah apabila pada awal
pelaksanaan tindakan ditemukan
adanya kekurangan, maka
tindakan perbaikan dapat
dilakukan pada tindakan
selanjutnya sampai pada target
yang diinginkan tercapai. Adapun instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
: a. Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran
b. Tes Evaluasi
c. Lembar observasi
Analisis Data
Pengelolaan data
merupakan satu langkah yang
sangat penting dalam kegiatan
penelitian bila kesimpulan yang
akan diteliti dapat dipertanggung
jawabkan data yang di analisis
oleh peneliti adalah :
1) Ketuntasan individu
Setiap siswa dalam proses belajar
mengajar dikatakan tuntas
apabila memperoleh nilai 70
Nilai ketuntasan minimal
sebesar 70 dipilih karena sesuai
dengan kemampuan individu
2) Ketuntasan klasikal
Ketuntasan klasikal dikatakan
telah dicapai apabila target
Page 487
479
pencapaian ideal 85 % dari
jumlah siswa dalam kelas.
%1001 xn
nKK
Keterangan : KK = Ketuntasan
Klasikal
n1 = Jumlah siswa yang
memperoleh nilai 70
n = Jumlah siswa yang ikut tes
(banyaknya siswa)
(Nurkencana, 2003)
3) Data Aktivitas Guru
Kriteria untuk menentukan
aktifitas guru sebagai berikut :
Tabel 3.1 : Pedoman Skor
Standar
Aktivitas Guru A > MI + 1,5 SDI Sangat aktif
MI + 0,5 SDI < A < MI
+ 1,5 SDI
Aktif
MI – 1,5 SDI < A < MI
+ 0, 5 SDI
Cukup aktif
MI – 1,5 SDI < A < MI
– 0,5 SDI
Kurang aktif
A < MI – 1,5 SDI Sangat kurang
aktif
Menentukan MI (mean
ideal) dan SDI (standar
deviasi)
MI = ½ x (skor tertinggi +
skor terendah)
SDI = 1/6 x (skor tertinggi
+ skor terendah)
(Nurkencana, 1990)
4) Data aktivitas belajar
siswa
Skor maksimal
ideal (SMI) merupakan
skor tertinggi aktivitas
siswa yang didapat
apabila semua
deskriptor yang diamati
nampak yaitu skor 4
untuk menilai kategori
aktivitas siswa,
ditentukan terlebih
dahulu MI dan SDI.
HASIL PENELITIAN
Siklus I
a) Observasi untuk aktivitas siswa
Tabel 3.
Hasil Observasi aktivitas siswa siklus I
Aspek yang Diobservasi Skor
A. Kesiapan siswa dalam menerima pelajaran 3
B. Antusias siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran 2
C. Respon dalam pembelajaran 3
Jumlah 8
b) Observasi untuk aktivitas Guru
Tabel 4.
Hasil Observasi aktivitas Guru siklus I
Aspek yang diobservasi Skor
Page 488
480
A.1 Membangkitkan minat dan motivasi siswa dalam
belajar
3
B.1 Penyampaian materi kepada siswa 2
B.2 Pendampingan siswa selama proses belajar
mengajar berlangsung
2
C. Penutup 3
Jumlah 10
1) Hasil Evaluasi
Adapun hasil evaluasi yang diperoleh pada siklus I
untuk prestasi belajar IPS siswa sebagai berikut:
a. Jumlah siswa yang tuntas: 24
b. Jumlah siswa yang tidak tuntas : 7
c. Jumlah siswa yang ikut tes: 31
d. Ketuntasan klasikal: 77,4 %
2) Refleksi
Berusaha mengarahkan siswa untuk mengerjakan tugas
rumah agar dikumpulkan pada pertemuan berikutnya, agar ada
persiapan dari rumah.
a. Siklus II
a) Observasi untuk aktivitas siswa
Tabel 5.
Hasil Observasi aktivitas siswa siklus II
Aspek yang Diobservasi Skor
A. Kesiapan siswa dalam menerima pelajaran 4
B. Antusias siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran 4
C. Respon dalam pembelajaran 4
Jumlah 16
c) Observasi untuk aktivitas Guru
Tabel 6.
Hasil Observasi aktivitas Guru siklus II
Aspek yang diobservasi Skor
A.1 Membangkitkan minat dan motivasi siswa dalam
belajar
4
B.1 Penyampaian materi 4
B.2 Pendampingan siswa selama proses belajar
mengajar berlangsung
4
Page 489
481
C. Penutup 4
Jumlah 16
Kategori aktif
1) Hasil Evaluasi
Adapun hasil evaluasi yang diperoleh pada siklus II
dapat dilihat pada lampiran. Secara ringkas hasilnya sebagai
berikut:
a. Jumlah siswa yang tuntas : 30 siswa
b. Jumlah siswa yang belum tuntas : 1 siswa
c. Jumlah siswa yang ikut tes : 30 siswa
d. Ketuntasan klasikal : 96,8 %
PEMBAHASAN
Penelitian tindakan kelas
ini dilakukan dalam dua siklus
dengan menggunakan media
gambar. Berdasarkan hasil analisis
tindakan dan hasil evaluasi pada
siklus I diketahui bahwa
ketuntasan belajar belum mencapai
seperti yang diharapkan. Hal ini
ditunjukan oleh hasil evaluasinya
yaitu persentase ketuntasannya
adalah 77,4 %, sehingga sebelum
melanjutkan pembelajaran ke
siklus berikutnya dilakukan upaya
perbaikan dan penyempurnaan
terlebih dahulu dengan melakukan
diskusi dan membimbing siswa
yang mendapat nilai kurang dari
70 dengan bimbingan secara
khusus atau individual. Adapun
hasilnya adalah dengan lebih
termotivasi dan antusiasnya siswa
dalam bertanya baik kepada
temannya maupun kepada guru.
Dan juga dapat terlihat pada saat
siswa mengerjakan soal-soal
latihan setelah berdiskusi dan
diberikan bimbingan.
Tindakan yang akan
dilakukan untuk memperbaiki
kekurangan yang ada pada siklus I
yaitu: berusaha mengarahkan
siswa untuk mengerjakan tugas
rumah agar dikumpulkan pada
pertemuan berikutnya.
Setelah dilakukan
tindakan pada siklus II yang
mengacu pada perbaikan tindakan
dari siklus I diperoleh hasil yang
lebih baik. Ini ditunjukan dari hasil
evaluasi akhir siklus dimana
persentase ketuntasan klasikal
adalah 96,8 %. Hal ini berarti
tindakan pada siklus II sudah
mencapai standar ketuntasan
klasikal 85 %. Dengan demikian
tidak perlu untuk melakukan siklus
selanjutnya.
Dari proses tindakan dan
hasil yang diperoleh dari siklus I,
maka untuk siklus II menunjukan
hasil yang lebih baik dari siklus
sebelumnya. Berarti pembelajaran
dengan menggunakan media
gambar dapat meningkatkan
prestasi belajar IPS siswa.
Karena siswa sangat tertarik
dengan gambar yang ditampilkan
sehingga daya ingat dan daya
serap mereka terhadap materi yang
diajarkan akan lebih cepat baik
Page 490
482
Setelah melakukan
penelitian tersebut peneliti melihat
suasana kelas lebih hidup karena
partisipasi siswa dalam proses
belajar mengajar sangat aktif.
SIMPULAN
Proses tindakan dan
hasil evaluasi dari penelitian
telah diperoleh, maka dapat
disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Penerapan pembelajaran
dengan menggunakan
media gambar dapat
meningkatkan prestasi
belajar IPS siswa kelas V
SDN O’O Donggo tahun
pelajaran 2013.
2. Prestasi belajar IPS siswa
tersebut ditunjukan oleh
aktivitas siswa dalam kelas
dan hasil evaluasi tiap
akhir siklus. Pada siklus I,
persentase ketuntasan
sebesar 77,4 % dan pada
siklus II dengan persentase
ketuntasan 96,8 %.
3. Aktivitas guru dan siswa
meningkat dari siklus I ke
siklus II.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Saparudin Saleh. (2012).
Penggunaan alat peraga
untuk meningkatkan hasil
belajar IPA.penelitian PTK.
Universitas Pendidikan
Indonesia
Aqib. (2003). Pendidikan Guru
Berdasarkan Pendekatan
Kompetensi, Jakarta : PT.
Bumi Aksara
Barth, J.L. (1990). Method of
instruction in social studies
education. Third edition.
Boston: university press of
America. inc
Brown, H.D. (2000). Principle of
language and teaching. New
York: By Addison Wesley
longman, inc
Depdiknas. (2006). Undang-
Undang RI Nomor 20, tahun
2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional
Depdiknas. (1997). Efektivitas
pembelajaran biologi di
SMP, Jakarta : Rineka
Cipta
Dick, W., Carey, L., James. O., &
Carey, C. (2001). The
systematic design of
instruction . Newyork:
Addison-weley educational
publisher inc.
Djamarah, Saiful, Bahri, 1994.
Prestasi Belajar dan
Kompetensi Guru, Surabaya:
Usaha Nasional
Dimyati dan Mudjiono. (2006).
Efektivitas pembelajaran
pada SMP, Jakarta :
Rineka Cipta
_______(1980). Media
Pendidikan, Bandung :
Citra Aditya
Page 491
483
Hamalik, Oemar. (1994). Media
Pendidikan, Bandung :
Citra Aditya
http://www.sarjanaku.com/2011/0
3/pengertian-alat-peraga.html.
Jerolimek, S., & McTargaart, R.
(1990). The action research
planner. Victoria: deakin
university
Joyce, B., & Weil, M. (2004).
Models of teaching.
Boston: Allyn and
Bacon.
Lexi J. Moleong, (2006).
Metodelogi Penelitian
Kualitatif. Bandung : Remaja
Rosdakarya
Muhibbin, Syah, (2007). Psikologi
Belajar. :Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada
Nurbatni, (2005). Media
Pendidikan, Bandung :
Citra Aditya
Nurkencana, (1990). Evaluasi
Hasil Belajar, Surabaya :
Usaha Nasional
________, (2003). Evaluasi Hasil
Belajar, Surabaya :
Usaha Nasional
Riyanto, (1996). Metodologi
Penelitian Pendidikan,
Surabaya : SIC
Sudjana, Nana, (2004). Dasar-
Dasar Proses Belajar
Mengajar, Bandung : Sinar
Baru Algensindo
Siti Arum Gita Nurmala. (2008).
Penggunaan Alat Peraga
Gambar Untuk
Meningkatkan Minat Belajar
Membaca yang diakses pada
taggal 2 maret di
http://id.shvoong.com/social-
sciences/education/2335003-
alat-peraga-sebagai-media-
pendidikan/#ixzz2NTOIXXi
1
Slameto, (2003). Belajar dan
Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya. :Jakarta:
PT. Rineka Cipta
_______, (1995). Belajar dan
Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya. Jakarta:
PT. Rineka