Top Banner
i J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR SUSUNAN REDAKSI Pelindung dan Penasehat Dr. Ibnu Khaldun, M.Si. Ketua STKIP Taman Siswa Bima Penganggung Jawab Mulyadi, M.Pd. Ketua Prodi PGSD STKIP Taman Siswa Bima Ketua Penyunting Mariamah, M.Pd. Muh. Rizalul Akbar M.Pd Ratnah, M.Pd Penyunting Ahli (Mitra Bestari) Prof. Juraid Prof. Burhan Caber Magenda Dr. Muslim Dr. Firmansyah, M.Si Alamat Redaksi Redaksi Jurnal PGSD STKIP Taman Siswa Bima Jln. Lintas Bima Tente Palibelo. Tlp (0374) 42891 Email: [email protected] Jurnal Inovasi Pendidikan Dasar (JIPENDA) di Program studi PGSD STKIP Taman Siswa Bima, terbit 2 kali setahun dengan edisi November April dan Mei -Oktober. Sebagai media informasi, pemikiran dan hasil penelitian yang berkaitan dengan pendidikan terutama pendidikan Sekolah Dasar
491

J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

Oct 20, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

i

J I P E N D A

JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

SUSUNAN REDAKSI

Pelindung dan Penasehat

Dr. Ibnu Khaldun, M.Si. Ketua STKIP Taman Siswa Bima

Penganggung Jawab

Mulyadi, M.Pd. Ketua Prodi PGSD STKIP Taman Siswa Bima

Ketua Penyunting

Mariamah, M.Pd. Muh. Rizalul

Akbar M.Pd Ratnah, M.Pd

Penyunting Ahli (Mitra Bestari)

Prof. Juraid Prof. Burhan Caber

Magenda

Dr. Muslim

Dr. Firmansyah, M.Si

Alamat Redaksi

Redaksi Jurnal PGSD STKIP Taman

Siswa Bima

Jln. Lintas Bima – Tente Palibelo. Tlp

(0374) 42891 Email:

[email protected]

Jurnal Inovasi Pendidikan Dasar (JIPENDA) di Program studi PGSD

STKIP Taman Siswa Bima, terbit 2 kali setahun dengan edisi

November – April dan Mei -Oktober. Sebagai media informasi,

pemikiran dan hasil penelitian yang berkaitan dengan pendidikan

terutama pendidikan Sekolah Dasar

Page 2: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

ii

JURNAL PENDIDIKAN

Volume 1 No 1, September – Pebruari 2016

ISSN : 2541-6510

DAFTAR ISI

Keefektifan Pendekatan Contextual Teaching And Learning

Setting Kooperatif Tipe TPS Terhadap Minat Dan Prestasi

Belajar .................................................................................................. 1

Abd. Haris & Arif Rahman

Penerapan Pendekatan Pengulangan Auditori Kemampuan

Berpikir (PAKB) Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan

Prestasi Belajar Siswa ........................................................................ 17

Arif Rahman

Penggunaan Alat Peraga Gambar Untuk Meningkatkan

Prestasi Belajar Siswa Kelas V DI SDN 10 SILA Pada Mata

Pelajaran IPS Tahun Ajaran 2016/2017 ............................................. 34

Ismail

Ide Pembaharuan Hubungan Agama Dengan Tradisi Dalam

Novel Sang Pencerah Karya Akmal Nasery Basral Tinjauan

Antropologis. ...................................................................................... 45

Muh. Rijalul Akbar.

Penerapan Pembelajaran Kooperatif Teknik Make-A-

Match Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Prestasi Belajar

Fisika Siswa Kelas VIII Semester II SMP Negeri 1 Lingsar

Tahun Pelajaran 2009/2010 ............................................................... 58 Eman Firmansyah

Penggunaan Alat Peraga Gambar Untuk Meningkatkan

Prestasi Belajar Siswa Kelas V di SDN INPRES Tambe Pada

Mata Pelajaran IPS Tahun Ajaran 2016/2017 .................................... 72

Syahrir.

Penerapan Metode Driil Untuk Meningkatkan Prestasi

Belajar IPS Siswa Kelas IV SDN Donggo Bolo Tahun

Pelajaran 2016. .................................................................................... 81

Fatmah & Syafruddin

Page 3: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

iii

Peran Pengawasan Orang Tua Untuk Mengurangi

Penyimpangan Perilaku Anak Remaja .............................................. 94

Mariamah & Yema Susanti

Refusal and Politeness Strategies in School Community of

Practice.”........................................................................................... 100

Julaiha, M.Pd

Penggunaan Alat Peraga Gambar Untuk Meningkatkan

Prestasi Belajar Siswa Kelas V di SDN ROI Pada Mata

Pelajaran IPS Tahun Ajaran 2016/2017 .......................................... 123

Taufiqurrahman.

Model Pembelajaran Berbasis Penemuan(Discovery

Learning) Sebagai Salah Satu Bentuk Implementasi dalam

Isu Pembelajaran Sastra SD ............................................................ 134

Kurniawan

Analisis Kesulitan Guru Kelas Bawah Dalam Menerapkan

Pembelajaran Tematik di Sekolah Dasar Negeri Sondosia

Tahun Pelajaran 2015/2016 ............................................................. 147

Arif Rahman Hakim

Penggunaan Alat Peraga Gambar Untuk Meningkatkan

Prestasi Belajar Siswa Kelas V di SDN Belo Pada Mata

Pelajaran IPS Tahun Ajaran 2016/2017 .......................................... 160

Siti Maemunah

Metode Pembelajaran Imajinatif Dalam Meningkatkan

Prestasi Belajar Mengarang Bahasa Indonesia Pada Siswa

Kelas V SDN 8 SAPE Tahun Pelajaran 2009/2010. ....................... 172

Faridah

Upaya Meningkatan Hasil Belajar Pai Dalam Materi Asmaul

Husna Melalui Metode Index Card Match Siswa Kelas II

SDN Parado Kecamatan Parado Kabupaten Bima Tahun

Pelajaran 2013/2014. ....................................................................... 181

Fatimah.

Meningkatkan Kedisiplinan Siswa Kelas XII IPS di SMAN 1

Woha Kabupaten Bima Melalui Layanan Informasi Tahun

Pelajaran 2010/2011. ....................................................................... 192

Iin Samindara.

Page 4: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

iv

Meningkatkatkan prestasi Belajar Mata Pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan (PKN) Melalui Metode Resitasi Dan

Diskusi Siswa Kelas VI SDN INPRES Natu Kecamatan Sape

Kab. Bima Tahun Pelajaran 2010/2011 .......................................... 204

M. Amin

Upaya Meningkatkan Pemahaman Terhadap Politik Luar

Negeri Indonesia yang Bebas dan Aktif dengan

Menggunakan Media Gambar Sebagai Sumber Belajar Pada

Siswa Kelas VI SDN SDN Kuta Kecamatan Parado

Kabupaten Bima Tahun Pelajaran 2012/2013 ................................ 216

Muhammad Jafar

Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan Agama

Islam Dengan Menerapkan Model Pengajaran Kontekstual

Berbasis Masalah Pada Siswa Kelas IV SDN 8 SAPE Tahun

Pelajaran 2014/2015 ......................................................................... 230

Muhammad

Penggunaan Model Pembelajaran Konstruktivisme Untuk

Meningkatkan Prestasi Belajar Dan Aktivitas Siswa Di

SMAN 1 Palibelo Kabupaten Bima Tahun Ajaran 2009/2010 ....... 241

Siti Nurhasanah

Meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam

Dengan Menerapkan Model Pengajaran Tuntas Pada Siswa

Kelas IV SD Negeri Parado Kabupaten Bima Tahun

Pelajaran 2012/2013. ........................................................................ 252

ST. Hasnah.

Upaya Meningkatkan Aktivitas Dan Prestasi Belajar Siswa

Melalui Penerapan Model Pembelajaran Examples Non

Examples Pada Pembelajaran Pkn Kompetensi Dasar

Pengaruh Globalisasi di Lingkungannya di Kelas IV

Semester II SDN Kanca Tahun Pelajaran 2010/2011. .................... 264

ST. Nurmah.

Meningkatkan Kemampuan Berbicara Dan Mendengar Anak

Kelompok B TK Bina Tunas Kambilo Kecamatan Wawo

Kabupaten Bima Melalui Kegiatan Menceritakan

Pengalaman Sederhana Dengan Urut Menggunakan Metode

Bercakap-Cakap Tahun Pelajaran 2010/2011 .................................. 274

Suharti

Page 5: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

v

Upaya meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Kelas VI SDN

2 Bolo Pada Mata Pelajaran IPA Melalui penerapan Model

Pembelajaran Quantum Teaching Tahun Pelajaran

2010/2011. ....................................................................................... 283

Siti Fatimah

Efektifitas Layanan Bimbingan Kelompok Untuk

Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa Kelas IX SMP Negeri

1 Palibelokabupaten Bima Tahun Pelajaran 2013/2014 .................. 292

Siti Sarah

Penggunaan Media Gambar Untuk Meningkatkan Prestasi

Belajar Matematika Siswa Kelas VI SDN INPRES 02 Parado

Kecamatan Parado Kabupaten Bima Tahun Pelajaran

2011/2012 ........................................................................................ 304

Arsad

Meningkatkan Kecepatan Efektif Membaca (Kem) Dengan

Menggunakan Metode Klos Siswa Kelas XII IPA SMA

Negeri 1 Palibelo Kabupaten Bima Tahun Pelajaran

2012/2013. ........................................................................................ 316

Dewi Kurniati

Korelasi Antara Kecepatan Lari 100 Meter dengan Prestasi

Lompat Jauh pada Siswa Putra Kelas VII SMPN 8 Langgudu

Satu Atap Kabupaten Bima Tahun Pelajaran 2010/2011. ............... 328

Kisman

Peningkatan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam

dengan Diterapkannya Metode Demonstrasi Pada Siswa

Kelas V SDN 1 Cenggu Kecamatan Belo Kabupaten Bima

Tahun pelajaran 2010/2011. ............................................................ 339

Hadijah Ibrahim

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Pada Mata

Pelajaran IPS Geografi Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar

Siswa Kelas VШ SMP Negeri 1 Belo Kabupaten Bima

Tahun Pelajaran 2009/2010. ........................................................... 352

Husni

Page 6: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

vi

Penerapan Pendekatan SPIKK (Siswa Berpikir Kritis Dan

Kreatif) Pada Pembelajaran Pknmateri Pembelajaran Budaya

Indonesia Yang Pernah Ditampilkan Dalam Misi

Kebudayaan Internasional Dapat Meningkatkan Aktivitas

Dan Prestasi Belajar Siswa Kelas IV SDN INPRES

Paradowane Tahun Pelajaran 2010/2011 ......................................... 361

Kasianto

Peningkatan Hasil Belajar PKN Dengan Implementasi Model

Pakem Dilengkapi Tugas Terstruktur Dan Pemanfaatan

Benda-Benda Sekitar Pada Siswa Kelas V Semester II

Sekolah Dasar Negeri Parado Wane Kecamatan Parado

Kabupaten Bima Tahun Pelajaran 2010/2011. ................................ 371

Rita Handawati

Penerapan Pendekatan Kontekstual Berbasis

Learningcommunitypada Pembelajaran IPA Materi Materi

Bumi Dan Langit Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

Kelas IV Semester II SDN 1 Teke Kabupaten Bima Tahun

Pelajaran 2010/2011. ........................................................................ 380

Siti Halimah

Penerapan Pendekatan Matematika Realistik (Pmr) Dalam

Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan Untuk Meningkatkan

Prestasi Belajar Siswa Kelas V SDN 2 Kambilotahun

Pelajaran 2011/2012 .......................................................................... 390

H. Kartono S.Pd

Penerapan Kombinasi Metode Kelompok Dan Metode

Pemberian Tugas Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar

Bahasa Indonesia Siswa Kelas X di SMAN 1 Woha Tahun

Pelajaran 2011/2012 .......................................................................... 396

Siti Hadijah, S.Pd

Penerapan Model Pembelajaran Tipe Jigsaw Dalam

Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada Kelas X SMAN

1 Woha Tahun Pelajaran 2011/2012 ................................................. 400

Dra. Hj. Wartina

Penggunaan Media Pembelajaran Untuk Meningkatkan

Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas V SDN Sowa Soromandi

Tahun Pelajaran 2013........................................................................ 405

Yasin

Page 7: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

vii

Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team

Achivement Division (STAD) Dalam Meningkatkan Prestasi

Belajar Siswa Kelas XII-C Pada Mata Pelajaran IPS Sejarah

Di SMA Negeri 1 Palibelo Bima Tahun Pelajaran

2015/2016” ....................................................................................... 413

Drs. Yusuf

Penerapan Metode Inquiri Untuk Meningatkan Aktivitas Dan

Prestasi Belajara Siswa Pada Pelajaran Kimia Siswa Kelas

XII-C SMA Negeri 1 Palibelo Bima Tahun Pelajaran

2015/2016 ......................................................................................... 419

Masni, S.Pd

Efektivitas Pembelajaran Materi Pelajaran Bangun Datar

Dengan Metode Stad Dan Alat Bantu MBDW Pada

Peserta Didik Kelas V Sdn Inpres Bontokape,

Kecamatan Woha Kabupaten Bima Tahun 2014 ..................... 425 Yasin Idris, S.Pd

Penggunaan Pembelajaran Kerja Kelompok Untuk

Meningkatkan Prestasi Belajar Bahas Inggris Siswa Kelas XI

SMA 1 Palibelo Tahun Pelajaran 2010/2011 ................................... 433

Ilham S. Pd

Metode Pembelajaran Imajinatif Dalam Meningkatkan

Prestasi Belajar Mengarang Bahasa Indonesia Pada Siswa

Kelas V SDN 05 Sila Tahun Pelajaran 2009/2010. .......................... 440

Nurjannah.

Meningkatkan Kemampuan Menghitung Luas Bangun Ruang

Melalui Benda Konkret Sekitar Siswa Kelas VI SDN

INPRES 1 Maria Kabupaten Bima. .................................................. 446

Rosdiana Ahmad. SPd

Peningkatan Ranah Kognitif Dan Afektif Peserta Didik Kelas

XII IPS 1 SMAN 1 Belo Kabupaten Bima Pada Mata

Pelajaran Sejarah Melalui Pendekatan Contextual Teaching

And Learning (CTL) dengan Model PASA (Pictures and

Student Active). ................................................................................ 453

Siti Sarah.2012.

Pengembangan Sistem Pembelajaran Instruksional

Modelbanathy .................................................................................. 459

Mulyadi

Page 8: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

viii

Penggunaan Media Pembelajaran Untuk Meningkatkan

Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas V SDN O’O Donggo tahun

Pelajaran 2013 .................................................................................. 476

H. Matru, S.Pd

Page 9: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

1

KEEFEKTIFAN PENDEKATA

CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING SETTING

KOOPERATIF TIPE TPS TERHADAP MINAT DAN PRESTASI

BELAJAR

Abd. Haris1)

, Arif Rahman2)

1Prodi PGSD, STKIP TSB,

2Prodi PTI, STKIP TSB

[email protected],

[email protected]

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan keefektifan

pendekatan contextual teaching and learning (CTL) dengan setting

kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) terhadap prestasi belajar dan minat

siswa terhadap matematika. Populasi penelitian adalah siswa kelas VII SMP

Negeri 1 Unter Iwes Sumbawa yang terdiri dari 6 kelas. Sampel penelitian

diambil secara acak yang terdiri dari dua kelas yaitu kelas VII.3 dan VII.4.

Kelas VII.3 belajar dengan pendekatan CTL dengan setting kooperatif

tipe TPS dan kelas VII.4 sebagai kelompok kontrol diberikan pendekatan

konvensional. Data penelitian dianalisis dengan uji One sample t test, uji

T2 hoteling’s pada signifikansi 5% dan uji Independent t test.

Berdasarkan analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa: (1) pendekatan

CTL dengan setting kooperatif tipe TPS dan pembelajaran konvensional

efektif ditinjau dari prestasi belajar dan minat siswa terhadap matematika,

dan (2) pendekatan CTL dengan setting kooperatif tipe TPS lebih efektif

dibandingkan pembelajaran konvensional terhadap prestasi belajar siswa dan

minat siswa terhadap matematika.

Kata Kunci: contextual teaching and learning, kooperatif tipe TPS, minat, prestasi belajar.

Abstract

The purpose of this study was to describe the effectiveness of

contextual approach to teaching and learning (CTL) by setting cooperative

Think Pair Share (TPS) type to the learning achievement and interest of the

students towards mathematics. The study population was the seventh grade

students of SMP Negeri 1 Unter Iwes Sumbawa which consists of 6 classes.

as research samples is drawn at random consist of two classes, class VII.3

and VII.4. VII.3 classroom learning with cooperative approach CTL by

setting TPS type and class VII.4 as control group was given conventional

approaches. The research data were analyzed by One sample t test, T2

Hoteling’s at the significance level of 5% and Independent t test. Based on

the analysis showed that: (1) CTL approach to setting the of cooperative TPS

Page 10: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

2

type and conventional learning effective in terms of learning achievement

and interest in students towards mathematics, and (2) CTL approach to

setting the of cooperative TPS type is more effective than conventional

learning of learning achievement students and students' interest towards

mathematics.

Keywords: contextual teaching and learning, cooperative TPS

type, interest, learning achievement

Pendahualuan

Matematika merupakan

bagian dari ilmu pengetahuan yang

aspek terapan maupun

penalarannya banyak

dimanfaatkan di berbagai bidang

terutama teknologi. Dalam

lampiran penjelasan Peraturan

Menteri Pendidikan Nasional

Nomor 22 Tahun 2006 tentang

standar kompetensi dan

kompetensi dasar mata pelajaran

matematika disebutkan bahwa

perkembangan pesat di bidang

teknologi informasi dan

komunikasi dewasa ini dilandasi

oleh perkembangan matematika di

bidang teori bilangan, aljabar,

analisis, teori peluang, dan

matematika diskrit. Selain itu,

dalam Principles and Standards

for School Mathematics (NCTM,

2000: 66) juga disebutkan bahwa

“mathematics is used in science,

the social sciences, medicine, and

commerce”. Penyataan tersebut

mengungkapkan bahwa

matematika digunakan dalam ilmu

pengetahuan, pengetahuan sosial,

ilmu kedokteran, dan perdagangan.

Uraian di atas menggambarkan

bahwa matematika merupakan

ilmu pengetahuan yang bermanfaat

bagi kehidupan sehingga

matematika penting untuk

dipelajari.

Menurut jabaran Peraturan

Menteri Pendidikan Nasional

Nomor 22 Tahun 2006,

pembelajaran matematika

bertujuan agar siswa memiliki

kemampuan sebagai berikut. 1.

Memahami konsep matematika,

menjelaskan keterkaitan

antarkonsep dan mengaplikasikan

konsep atau algoritma, secara

luwes, akurat, efisien, dan tepat,

dalam pemecahan masalah; 2.

Menggunakan penalaran pada pola

dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat

generalisasi, menyusun bukti, atau

menjelaskan gagasan dan

pernyataan matematika; 3.

Memecahkan masalah yang

meliputi kemampuan memahami

masalah, merancang model

matematika, menyelesaikan model

dan menafsirkan solusi yang

diperoleh; 4. Mengkomunikasikan

gagasan dengan simbol, tabel,

diagram, atau media lain untuk

memperjelas keadaan atau

masalah; 5. Memiliki sikap

menghargai kegunaan matematika

Page 11: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

3

dalam kehidupan, yaitu memiliki

rasa ingin tahu, perhatian, dan

minat dalam mempelajari

matematika, serta sikap ulet dan

percaya diri dalam pemecahan

masalah. 4 Tujuan pembelajaran

matematika poin pertama sampai

ketiga secara garis besar mengacu

pada prestasi belajar matematika.

Melihat fakta-fakta yang

masih jauh dari harapan, kita

sebagai calon pendidik tentu harus

melakukan upaya-upaya untuk

memperbaiki sistem pembelajaran

matematika di Indonesia yang

masih belum optimal. Padahal

selain permasalahan dari ranah

kognitif seperti yang baru saja

dipaparkan di atas, juga perlu

diperhatikan permasalahan dari

segi psikis atau afektif. Sebab

tidak sedikit pula siswa yang

memiliki masalah dari segi psikis

atau afektif. Hal ini seperti yang

diungkapkan oleh Widjajanti

(2010: 111) bahwa “salah satu

faktor penyebab rendahnya

prestasi belajar siswa dalam

matematika adalah masih banyak

siswa yang meyakini matematika

sebagai pelajaran yang sulit dan

sangat abstrak. Hal ini perlu

mendapat perhatian khusus dari

para guru. Sebab gurulah yang

memegang peran utama dalam

memfasilitasi siswa agar siswa

mampu mengubah pandangan

siswa tentang mata pelajaran

matematika yang dianggap sulit

dan tidak dekat dengan dunia

siswa menjadi matematika yang

menyenangkan dan penuh makna.

Untuk itu, guru perlu menciptakan

suasana belajar yang dapat

memfasilitasi siswa untuk lebih

leluasa dan tidak canggung dalam

berinteraksi dengan teman maupun

gurunya.

Agar proses pembelajaran

dapat memenuhi kriteria-kriteria

yang dipaparkan di atas, maka

diperlukan suatu kondisi yang

memungkinkan siswa aktif, lebih

bebas mengemukakan pendapat,

saling membantu, dan bekerja

sama dengan teman sebaya dalam

menyelesaikan masalah untuk

memperoleh pengetahuan baru.

Hal ini sesuai dengan pernyataan

NCTM (2000: 61) bahwa “to

support classroom discourse

effectively, teachers must build a

community in which students will

feel free to express their ideas.”

Selain pendapat di atas, Slavin

(2011: 3) menyatakan bahwa agar

siswa benar-benar memahami dan

sanggup menerapkan pengetahuan,

mereka harus berupaya

menyelesaikan masalah,

menemukan sendiri sesuatu, dan

bergumul dengan gagasan. Lebih

lanjut Slavin (2011: 3)

menjelaskan bahwa tugas

pendidikan bukanlah menuang

informasi ke dalam kepala siswa,

tetapi melibatkan pikiran siswa

dengan konsep-konsep yang

ampuh dan bermanfaat.

Hasil TIMSS dan PISA

yang rendah tersebut tentunya

disebabkan oleh banyak faktor.

Page 12: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

4

Salah satu faktor penyebabnya

seperti yang tercantum dalam

Program BERMUTU Kemdiknas

(2011: 1-2) antara lain adalah

karena siswa Indonesia pada

umumnya kurang terlatih dalam

menyelesaikan soal-soal dengan

karakteristik seperti soal-soal pada

TIMSS dan PISA. Hal itu

setidaknya dapat dicermati dari

contoh-contoh instrumen penilaian

hasil belajar yang didesain oleh

para guru matematika SMP

(Sekolah Menengah Pertama) di

Indonesia dalam Model

Pengembangan Silabus yang

diterbitkan oleh BSNP (Badan

Standar Nasional Pendidikan) pada

tahun 2007. Silabus yang disusun

pada umumnya menyajikan

instrumen penilaian hasil belajar

yang substansinya kurang

dikaitkan dengan konteks

kehidupan yang dihadapi siswa

dan kurang memfasilitasi siswa

dalam mengungkapkan proses

berpikir dan berargumentasi.

Padahal karakteristik soal TIMSS

fokus pada tiga domain yaitu

pengetahuan, penerapan, dan

penalaran, sedangkan fokus soal

PISA adalah literasi yang

menekankan pada keterampilan

dan kompetensi siswa yang

diperoleh dari sekolah dan dapat

digunakan pada kehidupan sehari-

hari dalam berbagai situasi.

Melihat fakta-fakta yang

masih jauh dari harapan, kita

sebagai calon pendidik tentu harus

melakukan upaya-upaya untuk

memperbaiki sistem pembelajaran

matematika di Indonesia yang

masih belum optimal. Padahal

selain permasalahan dari ranah

kognitif seperti yang baru saja

dipaparkan di atas, juga perlu

diperhatikan permasalahan dari

segi psikis atau afektif. Sebab

tidak sedikit pula siswa yang

memiliki masalah dari segi psikis

atau afektif. Hal ini seperti yang

diungkapkan oleh Widjajanti

(2010: 111) bahwa “salah satu

faktor penyebab rendahnya

prestasi belajar siswa dalam

matematika adalah masih banyak

siswa yang meyakini matematika

sebagai pelajaran yang sulit dan

sangat abstrak. Akibatnya,

sebagian besar siswa tidak cukup

antusias dan minat dalam belajar

matematika rendah. Ditegaskan

oleh Slameto (2010: 57), minat

memiliki pengaruh besar terhadap

prestasi belajar siswa.

Berdasarkan wawancara

yang dilakukan dengan guru

matematika SMPN 1 Unter Iwes

Sumbawa diperoleh bahwa

karakteristik siswa kelas VII

memiliki minat yang rendah.

Selain itu, siswa kelas VII

memiliki kemampuan kognitif atau

daya serap yang rendah pada mata

pelajaran matematika.

Diungkapkan pula, kemauwan

siswa untuk mengerjakan soal-soal

latihan sangat rendah, bahkan pada

suatu kelas, ada siswa yang tidak

mengerjakan PR matematika yang

telah diberikan guru, bahkan ada

Page 13: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

5

siswa yang tertidur ketika

pembelajaran matematika di kelas.

Ketika pemebalajaran matematika

selalu ada siswa yang minta izin

kebelakang dan tidak kembali lagi,

beberapa siswa sering tidak

membawa buku matematikanya

sendiri, hal ini menujukan minat

siswa terhadap matematika masih

rendah sehingga menyebabkan

perestasi belajar siswa rendah.

Popham (1995: 179) mengatakan

perlunya guru memberikan

perhatian penuh supaya bisa

mempengaruhi sikap, minat, dan

nilai siswanya.

Guru dapat memfasilitasi

proses ini dengan menggunakan

cara-cara mengajar yang

menjadikan informasi bermakna

bagi siswa. Kondisi yang

memungkinkan munculnya hal-hal

tersebut dalam pembelajaran

adalah belajar dalam kelompok-

kelompok kecil yang disebut

pembelajaran kooperatif serta

mendekatkan matematika dengan

kehidupan siswa itu sendiri.

Metode pembelajaran yang sesuai

dengan karakteristik tersebut salah

satunya adalah metode

pembelajaran kontekstual ber-

setting kooperatif. Salah satu

keuntungan dari pembelajaran

kooperatif adalah siswa dapat

memperdalam pemahamannya saat

mereka berdiskusi dan bertukar ide

dengan anggota tim. Johnson

(2011: 164) mengungkapkan

bahwa kerjasama dapat

menghilangkan hambatan mental

akibat terbatasnya pengalaman dan

cara pandang yang sempit. Dengan

bekerja sama untuk mencapai

sebuah tujuan bersama, maka

siswa juga dapat mengembangkan

kemampuan komunikasi

matematisnya karena siswa

dituntut untuk mampu

menjelaskan ide-idenya baik

secara lisan maupun tertulis.

Pembelajaran kooperatif

memiliki beberapa tipe, salah satu

tipe model pembelajaran

kooperatif yang merangsang

aktivitas siswa untuk berfikir dan

mendiskusikan hasil pemikirannya

dengan teman, dan juga

merangsang keberanian siswa

untuk mengemukakan

pendapatnya di depan kelas adalah

model pembelajaran kooperatif

tipe TPS (Think Pair Share).

Pembelajaran Think-Pair-Share

memiliki prosedur yang diterapkan

secara eksplisit untuk memberikan

siswa waktu lebih banyak untuk

berfikir, menjawab dan saling

membantu satu sama lain. Dalam

strategi ini guru hanya berperan

sebagai fasilitator sehingga guru

menyajikan satu materi dalam

waktu pembahasan yang relatif

singkat. Setelah itu giliran siswa

untuk memikirkan secara

mendalam tentang apa yang telah

dijelaskan. Oleh karenanya peneliti

akan mengkolaborasikan metode

pembelajaran kontekstual dengan

setting kooperatif tipe TPS. Hal ini

dilakukan sesuai dengan amanah

yang tercantum dalam lampiran

Page 14: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

6

Permendiknas No. 22 Tahun 2006

yang menyatakan bahwa “dalam

setiap kesempatan, pembelajaran

matematika hendaknya dimulai

dengan pengenalan masalah yang

sesuai dengan situasi (contextual

problem). Dengan 10 mengajukan

masalah kontekstual, peserta didik

secara bertahap dibimbing untuk

menguasai konsep matematika.”

Inilah yang kemudian kita kenal

sebagai Contextual Teaching and

Learning (CTL).

Pembelajaran kontekstual

(Contextual Teaching and

Learning) merupakan konsep

belajar yang membantu guru

mengaitkan antara materi yang

diajarkannya dengan situasi dunia

nyata siswa dan mendorong siswa

membuat hubungan antara

pengetahuan yang dimilikinya

dengan penerapannya dalam

kehidupan mereka. Menurut Berns

& Erickson (2001: 2)

mendefinisikan pembelajaran

kontekstual suatu proses

pembelajaran yang bertujuan

untuk membantu siswa memahami

materi pelajaran yang sedang

mereka pelajari dengan

mengaitkan pokok materi

pelajaran dengan penerapannya

dalam situasi dunia nyata dan

memotivasi siswa untuk

menghubungkan pengetahuan

dengan penerapannya dalam

kehidupan mereka sebagai anggota

keluarga, warga negara, dan

pekerja, serta terlibat dalam kerja

keras yang memerlukan

pembelajaran. Dengan konsep itu,

hasil pembelajaran diharapkan

lebih bermakna bagi siswa. Proses

pembelajaran berlangsung alamiah

dalam bentuk kegiatan siswa

bekerja dan mengalami, bukan

transfer pengetahuan dari guru ke

siswa. Pembelajaran kontekstual

adalah sebuah pembelajaran yang

dikembangkan dengan tujuan agar

pembelajaran berjalan lebih

produktif dan bermakna.

Menurut Johnson (2011:

14) CTL adalah sebuah sistem

belajar yang didasarkan pada

filosofi bahwa siswa mampu

menyerap pelajaran apabila

mereka menangkap makna dalam

materi akademis yang mereka

terima, dan mereka menangkap

makna dalam tugas-tugas sekolah

jika mereka bisa mengaitkan

informasi dengan pengetahuan dan

pengalaman yang sudah mereka

miliki sebelumnya. Secara lebih

detil Johnson (2011: 67)

menjelaskan bahwa sistem CTL

adalah sebuah proses pendidikan

yang bertujuan menolong para

siswa melihat makna di dalam

materi akademik yang mereka

pelajari dengan cara

menghubungkan subjek-subjek

akademik dengan konteks dalam

kehidupan keseharian mereka,

yaitu dengan konteks keadaan

pribadi, sosial, dan budaya

mereka.

Untuk menerapkan CTL

terdapat tujuh strategi yang mesti

ditempuh. Ketujuh strategi ini

Page 15: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

7

sama pentingnya dan mesti

ditempuh secara proporsional dan

rasional. Ketujuh strategi tersebut

oleh Johnson (2011: 21-23)

dijelaskan sebagai berikut. 1.

Pertama, pembelajaran berbasis

masalah. Dengan memunculkan

masalah yang dihadapi bersama,

siswa ditantang berpikir kritis

untuk memecahkannya. Masalah

seperti ini membawa makna

personal dan sosial bagi siswa, 2.

Kedua, menggunakan konteks

yang beragam. Makna itu ada di

manamana dalam kontkes fisik dan

sosial. Selama ini ada yang keliru

menganggap bahwa makna

(pengetahuan) adalah yang tersaji

dalam materi ajar atau buku teks

saja. Dalam CTL, guru

membermaknakan beragam

konteks (sekolah, keluarga,

masyarakat, tempat kerja, dan

sebagainya), sehingga makna

(pengetahuan) yang diperoleh

siswa menjadi semakin

berkualitas, 3. Ketiga,

mempertimbangkan kebhinekaan

siswa. Dalam CTL, guru

mengayomi individu dan meyakini

bahwa perbedaan individual dan

sosial seyogiayanya

dibermaknakan menjadi mesin

penggerak untuk belajar saling

menghormati dan membangun

toleransi demi terwujudnya

keterampilan interpersonal, 4.

Keempat, memberdayakan siswa

untuk belajar sendiri. Setiap

manusia mesti menjadi pembelajar

aktif sepanjang hayat. Jadi,

pendidikan formal merupakan

sarana bagi siswa untuk menguasai

cara belajar untuk belajar mandiri

di kemudian hari. Untuk itu,

mereka mesti dilatih berpikir kritis

dan kreatif dalam mencari dan

menganalisis informasi dengan

sedikit bantuan atau malah secara

mandiri, 5. Kelima, belajar melalui

kolaborasi. Siswa seyogianya

dibiasakan saling belajar dari dan

dalam kelompok untuk berbagi

pengetahuan dan menentukan

fokus belajar. Dalam setiap

kolaborasi selalu ada siswa yang

menonjol dibandingkan dengan

koleganya. Siswa ini dapat

dijadikan fasilitator dalam

kelompoknya. Apabila komunitas

belajar sudah terbina sedemikian

rupa di sekolah, guru tentu akan

lebih berperan sebagai pelatih,

fasilitator, dan mentor, 6. Keenam,

menggunakan penilaian autentik.

Sebab kontekstual hampir berarti

individual, yakni mengakui adanya

kekhasan sekaligus keluasan

dalam pembelajaran, materi ajar,

dan prestasi pencapaian siswa.

Materi bahasa yang autentik

meliputi koran, program radio dan

televisi, website, dan sebagainya.

Penilaian autentik menunjukkan

bahwa belajar telah berlangsung

secara terpadu dan kontekstual,

dan memberi kesempatan kepada

siswa untuk maju terus sesuai

dengan potensi yang dimilikinya,

dan 7. Ketujuh, mengejar standar

tinggi. Standar unggul sering

dipersepsi sebagai jaminan untuk

Page 16: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

8

mendapat pekerjaan, atau minimal

membuat siswa merasa percaya

diri untuk menentukan pilihan

masa depan.

Menurut Arends & Kilcher

(2010: 316), bahwa dalam Think-

Pair-Share, guru mengajukan

sebuah pertanyaan, kemudia tiap

siswa berpikir (dan mengingat)

tentang jawabannya. Setiap siswa

kemudian berpasangan dengan

siswa lainnya untuk berbagi

jawaban. Selanjutnya, guru

menyebut salah satu siswa atau

pasangan untuk berbagi dengan

kelompok yang lebih besar.

Metode ini memberi kesempatan

kepada siswa untuk berfikir sendiri

terlebih dahulu sebelum

bekerjasama dengan pasangannya

dan berbagi ide. Maksud dari

berbagi ide adalah setiap siswa

saling memberikan ide atau

informasi yang mereka ketahui

tentang masalah yang diberikan

untuk memperoleh kesepakatan

terkait pemecahana suatu masalah.

Menurut Kinzie &

Markovchick (2005: 1)

menjelaskan bahwa Think-Pair-

Share merupakan strategi yang

dirancang untuk mendorong

keterlibatan siswa. Tahap pertama,

siswa mendengarkan pertanyaan

guru. Kemudiak memikirkan

sebuah jawabannya. Mereka

berpasangan dengan seorang siswa

lainnya dan mendiskusikan

jawaban mereka. Terakhir, mereka

diminta untuk menjelaskan/berbagi

jawaban dengan kelompok lain.

Pada umunya tiap tahap diten

tukan waktunya.

Menurut Ledlow (2001: 1),

Think-Pair-Share adalah strategi

berisiko rendah untuk membuat

banyak siswa secara aktif terlibat

dalam kelas dari berbagai ukuran.

Prosedurnya sederhana: setelah

mengajukan pertanyaan, guru

menyampaikan kepada siswa

untuk berpikir tentang jawabannya

dengan diam atau tanpa bertanya

pada teman. Sebagai variasi,

siswa dapat diarahkan untuk

menulis jawaban masing-masing,

hal ini tentu tergantung pada

kompleksitas dari pertanyaan dan

jumlah waktu, untuk kegiatan ini

idealnya diberikan waktu dari 10

detik sampai lima menit untuk

bekerja secara individual.

Kemudian minta para siswa untuk

berpasangan dengan pasangannya

untuk membandingkan atau

mendiskusikan tanggapan mereka.

terakhir, guru memanggil secara

acak beberapa siswa untuk

meringkas diskusi mereka atau

memberi jawaban mereka.

Terkait dengan tahapan-

tahapan dalam penerapan think-

pair-share dalam kelas, Arends &

Kilcher (2010: 247) menjelaskan,

“TPS consists of three steps:

thinking, pairing, sharing”.Dari

penjelasan di atas dapat dipahami

bahwa Think-Pair-Share terdiri

dari tiga tahap:

1). Think: pada tahap ini, guru

mengajukan sebuah pertanyaan

atau isu dan meminta setiap siswa

Page 17: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

9

mempergunakan waktu beberapa

menit untuk memikirkan jawaban

mereka secara mandiri untuk

beberapa saat,

2). Pair: pada bagian ini, siswa

diminta untuk berpasangan dengan

siswa lain dan meminta

mendiskusikan apa yang telah

dipikirkan pada tahap pertama. 4–

5 menit adalah waktu normal yang

diberikan untuk tahap ini.

Interaksi yang diharapkan adalah

siswa dapat berbagi jawaban dari

pertanyaan atau ide bila persoalan

telah diidentifikasi,

3). Share: sepasang siswa

kemudian diminta untuk berbagi

dan mereka mendiskusikannya

dengan seluruh siswa dalam kelas.

Mereka diminta tidak hanya

mendiskusikan isinya tetapi juga

tentang cara mereka

memikirkannya.

Pembelajaran kontekstual

merupakan suatu konsep belajar

yang membantu guru mengaitkan

antara materi yang diajarkannya

dengan situasi dunia nyata siswa

dan mendorong siswa membuat

hubungan antara pengetahuan

yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan

mereka. Pembelajaran kontekstual

memiliki lima konsep dasar yang

bersifat operasional yaitu relating,

experiencing, cooperating,

applying, dan transferring.

Pembelajaran kontekstual dengan

kelima konsep dasarnya tersebut

akan diaplikasikan melalui setting

pembelajaran kooperatif tipe TPS.

Pembelajaran kontekstual dengan

setting kooperatif tipe TPS yang

akan diterapkan pada penelitian

ini, secara garis besar meliputi

langkah-langkah sebagai berikut.

1) Siswa diinformasikan tentang

tujuan pembelajaran dan

dimotivasi dengan memberikan

contoh/model kegunaan materi

pembelajaran dalam kehidupan.

(relating). 2) Dengan tanya jawab,

guru mengeksplorasi pengetahuan

awal siswa dan mengembangkan

rasa keingintahuan siswa tentang

konsep yang akan dipelajari.

Selanjutnya siswa diberi

kesempatan beberapa menit untuk

mengeksplorasi pengetahuan

awalnya dengan menelaah LKS

secara individu sebelum bekerja

dalam berkelompok (kegiatan

explore dalam experiencing) 3)

Siswa dibagi ke dalam beberapa

kelompok yang terdiri atas 4 orang

yang sebelumnya telah ditentukan

oleh guru. Selanjutnya siswa

berdiskusi dalam kelompok

dengan menggunakan aturan

pembelajaran kooperatif tipe TPS,

sementara itu guru mengawasi dan

membimbing kelompok-kelompok

yang mengalami kesulitan. 4)

Siswa mengerjakan lembar

kegiatan siswa (LKS) dalam

kelompok. LKS yang diberikan

memuat masalah-masalah

kontekstual dan siswa

mengonstruk pemahaman

konsepnya sendiri melalui

penemuan terbimbing (kegiatan

discovery dalam experiencing). 5)

Dalam kegiatan diskusi, siswa

menghubungkan pengetahuan

Page 18: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

10

yang dimiliki untuk membangun

konsep yang baru (transferring).

6) Siswa mengerjakan latihan soal

yang terdapat dalam LKS dengan

menerapkan konsep yang

diperoleh masih secara

berkelompok (applying). 7)

Beberapa perwakilan kelompok

mempresentasikan hasil diskusinya

sementara kelompok yang lain

dapat mengajukan tanggapan atau

pertanyaan. 8) Guru mengevaluasi

hasil belajar individu dengan

memberikan PR atau quiz pada

setiap siswa.

Berdasarkan uraian diatas,

penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui pengaruh pendekatan

contextual teaching and learning

dengan setting kooperatif tipe TPS

terhadap minat dan prestasi

belajar matematika siswa SMP.

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah

kuasi eksperimen (eksperimen

semu). Penelitian kuasi ekperimen

seperti penelitian eksperimen,

hanya saja partisipan (sampel

penelitian) tidak dipilih secara

acak dalam perlakuan. Desain

yang digunakan dalam penelitian

quasi-eksperimen ini adalah

pretestposttest with nonequivalent

groups. Desain ini menggunakan

dua kelompok partisipan yaitu

kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol. Kelompok

eksperimen diberi treatment

berupa pendekatan CTL dengan

setting kooperatif tipe TPS dan

pada kelompok kontrol tidak diberi

perlakuan (tetap menggunakan

pendekatan konvensional).

Selanjutnya, kedua kelompok dites

terhadap variabel dependen.

Desain ini oleh Mertler & Charles

(2005: 324)

Penelitian ini dilaksanakan

di SMP Negeri 1 Unter Iwes

Sumbawa tahun pelajaran

2012/2013, dari bulan Maret

sampai dengan bulan Mei 2013.

Populasi dari penelitian adalah

seluruh siswa kelas VII di SMP

Negeri 1 Unter Iwes Sumbawa,

Tahun Pelajaran 2012/2013. Siswa

dalam enam kelas. Dalam

penelitian ini Sampel diambil

secara acak dua kelas dari enam

kelas yang ada, sehingga

diperoleh kelas VII.3 dan VII.4.

Selanjutnya secara acak terpilih

kelas VII.3 sebagai kelompok

eksperimen dan kelas VII.4

sebagai kelompok kontrol.

Variabel dalam penelitian ini

ada dua macam yaitu variabel

bebas (independen) dan variabel

terikat (dependen). Adapun

variabel bebasnya adalah

pendekatan contextual teaching

and learning dengan setting

kooperatif tipe TPS, yang menjadi

variabel terikat adalah prestasi

belajar siswa. Instrumen yang

digunakan dalam penelitian ini

adalah tes prestasi belajar berupa

soal pilihan ganda dan essay.

Pemberian tes soal pilihan ganda

dan essay tersebut diberikan pada

Page 19: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

11

awal (pretest) dan akhir

pembelajaran (posttest). Skor yang

diperoleh selanjutnya dikonversi

sehingga menjadi nilai dengan

rentang antara 0 sampai dengan

100. Skor tersebut kemudian

digolongkan dalam kriteria

berdasarkan Kriteria Ketuntasan

Minimal (KKM) yang

ditetapkan oleh sekolah untuk

mata pelajaran matematika yaitu

65. Nilai KKM ini digunakan

untuk menentukan persentase

banyak siswa yang mencapai

kriteria ketuntasan.

Teknik Analisis Data

Untuk mengetahui pengaruh

pembelajaran dengan masing-

masing sumber belajar terhadap

prestasi belajar dan minat terhadap

matematika digunakan uji statistik

one sample t test dengan bantuan

SPSS 16 for windows. Kriteria

data berdistribusi normal jika nilai

probabilitas lebih besar dari 0,05.

Untuk mengetahui perbedaan

kondisi awal dan akhir dari kedua

kelas eksperimen terhadap prestasi

belajar siswa dan minat terhadap

matematika digunakan uji statistik

Uji MANOVA (Hotelling Trace

(T2)). Uji asumsi yang harus

dipenuhi adalah uji homogenitas

dan uji normalitas terhadap hasil

pretest dan posttest prestasi

belajar siswa dan minat awal, dan

minat awal akhir, pada kedua

kelompok. Uji homogenitas

menggunakan Box’s-M Test

dengan keriteria data homogen

jika nilai probabilitas lebih besar

dari 0,05 dan uji normalitas

menggunakan jarak mahalanobis

dengan kriteria data berdistribusi

normal dengan melihat Scatter

plot antara antara setiap

pengamatan dengan vektor rata-

rata setelah diurutkan, dengan

) jika persentase

diagonal terurut mendekati 50%.

Untuk mengetahui apakah

pendekatan contextual teaching

and learning dengan setting

kooperatif tipe TPS efektif dari

pembelajaran konvensional

terhadap prestasi belajar dan minat

siswa terhadap matematika,

digunakan statistik uji univariat

(independent samples t test)

menggunakan bantuan SPSS 16

for windows.

Hasil Penelitian dan

Pembahasan

Untuk memberikan gambaran

kondisi awal dan akhir prestasi

belajar matematika siswa, berikut

ini disajikan data hasil tes prestasi

belajar siswa (pretest dan

posttest).

Tabel 1. Hasil Pretest dan Posttest

Prestasi Belajar Siswa Kontekstual

Seting TPS Konvensional

Pre

Test

Post

Test

Pre

Test Post Test

Page 20: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

12

Rata-

rata 24,64 78,91 23,18 72,88

Standar

Deviasi 4,96 7,55 4,94 10,09

Maksim

um 33,96 94,34 33,96 94,34

Mininim

u 13,21 62,26 15,09 43,40

Ketunta

san 94,12% 88,57%

Dapat disimpulkan bahwa

ada peningkatan prestasi belajar

matematika pada kedua kelas, dan

menunjukkan bahwa rata-rata

prestasi belajar siswa yang

mengikuti proses pembelajaran

dengan pendekatan contextual

teaching and learning dengan

setting kooperatif tipe TPS lebih

baik dibandingkan dengan

pembelajaran konvensional.

Tabel 2. Hasil Angket Minat Siswa

Terhadap Matematika Kontekstual

Seting TPS Konvensional

Pre

Test

Post

Test

Pre

Test

Post

Test

Rata-rata 114,0

3

121 109,91 113,14

Standar

Deviasi

11,37 12,51 8,98 10,72

Maksimu

m

130 143 126 133

Minimum 94 96 94 93

Berdasarkan hasil analisis

statistik deskriptif pada Tabel 2 di

atas menunjukkan bahwa pada

kelompok pendekatan contextual

teaching and learning dengan

setting kooperatif tipe TPS,

terdapat peningkatan skor minat

terhadap matematika siswa

sebelum perlakuan dengan setelah

perlakuan yaitu sebesar 6,03, pada

kelompok pembelajaran

konvensional terdapat peningkatan

sebesar 3,23. Menunjukkan bahwa

rata-rata minat siswa terhadap

matematika yang mengikuti

proses pembelajaran dengan

pendekatan contextual teaching

and learning dengan setting

kooperatif tipe TPS lebih baik

dibandingkan dengan

pembelajaran konvensional.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi

Minat Siswa Terhadap

Matematika.

Kriteria

Kontekstual

Seting TPS Konvensional

Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah

F % F % F % F %

Sangat

Tinggi

14 41,77 17 50,00 5 14,29 10 28,57

Tinggi 14 41,77 15 44,12 23 65,71 19 54,29

Sedang 6 17,65 2 5,88 7 20,00 6 17,14

Rendah 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00

Sangat

Rendah

0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00

Berdasarkan Tabel 3 di atas,

dapat diketahui bahwa pada

kelompok pendekatan contextual

teaching and learning dengan

setting kooperatif tipe TPS setelah

perlakuan secara kumulatif

94,12% siswa memiliki kategori

minat terhadap matematika yang

sangat tnggi, sedangkan sebelum

perlakuan secara kumulatif hanya

83,54%, sehingga dapat dikatakan

terdapat peningkatan sikap siswa

terhadap matematika sebesar

10,58%. Pada kelompok

Page 21: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

13

kooperatif tipe GI sebesar 83,86%

siswa yang memiliki kriteria sikap

terhadap matematika yang tinggi

dan sangat tinggi, sedangkan

sebelum perlakuan secara

kumulatif hanya 80,00% siswa,

sehingga dapat dikatakan terdapat

peningkatan sikap siswa terhadap

matematika sebesar 3,86%.

Pengujian hipotesis

menggunakan one sample t test

dapat dilakukan jika asumsi

normalitas terpenuhi. Berdasarkan

hasil uji normalitas menggunakan

uji kolmogorov smirnov, diperoleh

hasil sebagai berikut:

Hasil menunjukkan bahwa

semua nilai probabilitas lebih

besar dari 0,05. Hal ini berarti

semua data berdistribusi normal.

Oleh karena data berdistribusi

normal, maka uji one sample t test

dapat dilakukan. Adapun hasil uji

one sample t test sebagai berikut.

Tabel 5. Hasil Uji Keefektifan

Kontekstual Seting TPS dan

Konvensional

Kel

om

pok

Varia

bel sd

D

f

Sig

.

Ko

nte

kst

ual

Seti

ng

TP

S

Prestasi

belajar 78,91 7,55 34 0,00

Minat 121,65 12,5

1 34 0,00

Ko

nve

nsi

ona

l

Kompet

ensi 72,88

10,0

9 35 0,00

Minat 113,14 10,7

2 35 0,00

Dari rangkuman hasil

analisis menggunakan SPSS 16 for

windows pada Tabel 5 di atas

menunjukan bahwa nilai

probabilitas lebih kecil dari 0,05,

sehingga dapat disimpulkan

bahwa pendekatan contextual

teaching and learning dengan

setting kooperatif tipe TPS efektif

terhadap prestasi belajar dan minat

siswa terhadap matematika.

Adapun hasil uji keefektifan

pembelajaran konvensional

terhadap prestasi belajar dan minat

siswa terhadap matematika.

Dengan nilai probabilitas lebih

kecil dari 0,05, sehingga dapat

disimpulkan bahwa pembelajaran

konvensional efektif terhadap

prestasi belajar dan minat siswa

terhadap matematika.

Untuk membandingkan

keefektifan pendekatan contextual

teaching and learning dengan

setting kooperatif tipe TPS

terhadap prestasi belajar dan minat

siswa terhadap matematika dengan

pembelajaran konvensional

digunakan uji univariat

(independent samples t test).

Sebelum menggunakan

independent samples t test terlebih

dahulu dilakukan uji perbedaan

rata-rata terhadap data skor

sebelum perlakuan menggunakan

uji MANOVA kriteria

T2Hotelling’s. Jika hasilnya

menyimpulkan bahwa kedua kelas

tidak berbeda, maka data skor

yang dianalisis untuk

membandingkan keefektifan

pembelajaran dengan masing-

masing sumber belajar adalah data

Page 22: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

14

skor setelah perlakuan.

Selanjutnya, uji multivariat

T2Hotelling dapat dilakukan jika

uji asumsi terpenuhi. Adapun uji

asumsi yang harus dipenuhi adalah

uji homogenitas dan uji

normalitas.

Uji homogenitas dilakakukan

terhadap data skor yang diperoleh

sebelum perlakuan dan setelah

perlakuan menggunakan uji Box’s

M, nilai probabilitas lebih besar

dari 0,05 maka disimpulkan

bahwa matriks varians kovarians

kedua populasi homogen.

Sedangkan uji normalitas terhadap

data sebelum dan setelah

perlakuan yang digunakan adalah

uji normalitas multivariat dengan

jarak mahalanobis, diperoleh hasil

sebagai berikut:

Tabel 7. Hasil Uji Normalitas

Menggunakan Jarak Mahalanobis

Kelompok

Variabel

Mahalano

bis

%

diagonal

< Chi(0,5;2)

Sebelu

m

Perlak

uan

Kontekst

ual

Seting

TPS

Prestasi

Belajar 58,82%

Minat

Konvensi

onal

Prestasi

Belajar 42,85%

Minat

Setelah

Perlak

uan

Kontekst

ual

Seting

TPS

Prestasi

Belajar 52,78%

Minat

Konvensi

onal

Prestasi

Belajar 48,57%

Minat

Tabel 7 di atas menunjukkan

hasil uji normalitas data sebelum

dan setelah perlakuan pada

kelompok pendekatan contextual

teaching and learning dengan

setting kooperatif tipe TPS dan

kelompok konvensional

menggunakan uji normalitas

multivariat dengan pendekatan

mahalanobi dengan persentase

nilai range yang tidak jauh dari

50% maka dapat disimpulkan

bahwa data berdistribusi normal

multivariat. Berdasarkan kriteria

tersebut disimpulkan bahwa data

berdistribusi normal. Uji asumsi

data skor sebelum dan setelah

perlakuan terpenuhi, maka

dilanjutkan uji hipotesis

multivariat. Berikut ini disajikan

hasil uji hipotesis menggunakan T2

Hotelling’s

Tabel 8. Hasil Uji Hipotesis

Menggunakan T2 Hotelling’s

Kondisi Value F Sig.

Awal 0,78 1,685 0,179

Akhir 0,203 4,398 0,007

Dapat disimpulkan bahwa

prestasi belajar siswa dan minat

siswa terhadap matematika kelas

VII.3 sebelum perlakuan tidak

berbeda dengan prestasi belajar

siswa dan minat siswa terhadap

matematika kelas VII.4.

Sedangkan uji Hotelling Trace (T2)

terhadap data skor setelah

pelakuan diperoleh nilai

probabilitas lebih kecil dari 0,05,

maka dapat disimpulkan bahwa

Page 23: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

15

terdapat perbedaan keefektifan

pendekatan contextual teaching

and learning dengan setting

kooperatif tipe TPS dan

pembelajaran konvensional

terhadap prestasi belajar dan minat

siswa terhadap matematika.

Untuk mengetahui

pembelajaran dengan sumber

belajar mana yang lebih efektif

dilakukan uji univariat

(independent samples t test).

Sebelum melakukan uji hipotesis

menggunakan Independent

samples t test, terlebih dahulu

dilakukan uji homogenitas dan uji

normalitas.

Hasil uji homogenitas

terhadap data skor prestasi belajar

dan minat siswa terhadap

matematika (akhir) menggunakan

levene test diperoleh nilai

probabilitas lebih besar dari 0,05.

Berdasarkan hasil tersebut, maka

dapat disimpulkan bahwa varians

kedua populasi sama dan data

berdistribusi normal.

Oleh karena data skor

homogen dan berdistribusi normal,

maka uji hipotesis menggunakan

independent samples t test dapat

dilakukan

Hasil uji perbandingan

keefektifan pembelajaran, dengan

nilai probabilitas lebih kecil dari

0,05, sehingga dapat disimpulkan

bahwa pendekatan contextual

teaching and learning dengan

setting kooperatif tipe TPS lebih

efektif dari pada pembelajaran

konvensional terhadap minat dan

prestasi belajar.

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis

data dan pembahasan, maka

disimpulkan beberapa hal sebagai

berikut: (1) Pendekatan contextual

teaching and learning dengan

setting kooperatif tipe TPS efektif

terhadap prestasi dan minat siswa

terhadap matematika, (2)

Pembelajaran dengan

konvensional efektif terhadap

prestasi belajar dan minat siswa

terhadap matematika, dan (3)

Pendekatan contextual teaching

and learning dengan setting

kooperatif tipe TPS lebih efektif

dibandingkan Pembelajaran

dengan konvensional efektif

terhadap prestasi belajar dan minat

siswa terhadap matematika.

Daftar Pustaka

Arends, R.I & Kilcher, A. (2010).

Teaching for student learning

“becoming an accumplhised

teacher”. Madision Avenue:

Routladge.

Berns, R.G. & Erickson, P.M.

(2001). Contextual teaching

and learning:

preparing students for the new

economy. Georgia: The

Departemet of Mathematis

Education. Diambil pada

tanggal 16 Oktober 2011, dari

Page 24: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

16

http://www.cord.org/uploadedfi

les/NCCTE_Highlight05Contex

tualTeachingLearning.pdf.

Depdiknas. (2006). Peraturan

Menteri Pendidikan Nasional

RI Nomor 22, Tahun

2006, tentang Standar Isi.

Johnson, E.B. (2011). Contextual

teaching & learning

menjadikan kegiatan

belajar-mengajar

mengasyikkan dan bermakna

(Terjemahan Ibnu Setiawan).

Thousand Oaks, CA: Corwin

Press, Inc. (Buku asli

diterbitkan tahun 2002).

Kemdiknas. (2011). Instrumen

penilaian hasil belajar

matematika SMP: belajar

dari PISA dan TIMSS.

Yogyakarta: PROGRAM

BERMUTU (Better

Education through Reformed

Management and Universal

Teacher

Upgrading). Diambil pada

tanggal 20 September 2012,

dari www.p4tkmatematika.org.

Kenzie, C., & Marchovick, K.

(2005). Cooperative learning

structures: A description of

some of the most commonly

used structures. Diambil

tanggal 9 Januari 2013, dari

www.mainesupportnetwork.org

Ledlow, S. (2001). Using Think-

Pair-Share in the College

Classroom. Diambil tanggal 9

Januari 2013, dari

http://clte.asu.edu/active/usingt

ps.pdf

Mertler, A.C. & Charles, C.M.

(2005). Introduction to

educational research (5th

ed.). Boston, MA: Pearson

Education, Inc.

National Council of Teachers of

Mathematics (NCTM). (1989).

Curriculum and

evaluation standards for school

mathematics. Reston, VA: The

National Council of Teachers of

Mathematics.

National Council of Teachers of

Mathematics (NCTM). (2000).

Principles and

standards for school

mathematics. Reston, VA:

NCTM.

Popham, W. J. (1995). Classroom

assessment: what teachers need

to know. Boston: Allyn and

Bacon.

Slavin, R.E. (2008). Cooperative

learning teori, riset, dan

praktik. (Penerjemah Narulita

Yusron). London: Allyn and

Bacon. (Buku asli diterbitkan

tahun 2005).

Slavin, R.E. (2011). Psikologi

pendidikan teori dan praktik

edisi kesembilan jilid

2. (Penerjemah Marianto

Samosir). Upper Saddle River,

NJ: Pearson Education, Inc.

Page 25: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

17

PENERAPAN PENDEKATAN PENGULANGAN AUDITORI

KEMAMPUAN BERPIKIR (PAKB) UNTUK MENINGKATKAN

AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA

Arif Rahman

Program Studi Pendidikan Matematika, STKIP Taman Siswa Bima

Email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan pendekatan

Pengulangan Auditori Kemampuan Berpikir (PAKB) untuk menigkatkan

aktivitas dan prestasi belajar siswa pada materi logika matematika di kelas X-

3 SMAN 8 Mataram tahun pelajaran 2012/2013. Jenis penelitian ini adalah

penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam 2 siklus. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa rata-rata skor aktivitas siswa pada siklus I adalah 10,49

dengan kategori kurang aktif, sedangkan hasil analisis prestasi belajar siswa

diperoleh nilai rata-rata kelas 62,87 dengan ketuntasan klasikal 56,25%. Dari

hasil yang diperoleh pada siklus I dapat dikatakan bahwa penelitian ini belum

mencapai indikator kerja, sehingga penelitian dilanjutkan pada siklus II.

Tindakan yang dilakukan pada sklus II adalah perbaikan dari kekurangan-

kekurangan pada siklus I. Setelah dilakukan perbaikan diperoleh skor rata-

rata aktivitas siswa 16,35 dengan kategori sangat aktif, sedangan hasil

analisis prestasi belajar siswa diperoleh nilai rata-rata kelas 76,8 dengan

ketuntasan klasikal 87,5%. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari siklus I dan

II, dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan Pengulangan Auditori

Kemampuan Berpikir (PAKB) dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi

belajar siswa pada materi logika matematika di kelas X-3 SMAN 8 Mataram

tahun pelajaran 2012/2013.

Kata kunci: Pengulangan Auditori Kemampuan Berpikir, Aktivitas, dan

Prestasi.

PENDAHULUAN

Matematika memiliki

karakteristik sebagai suatu cabang

ilmu yang objek kajiannya bersifat

abstrak serta berkaitan dengan pola

berpikir. Matematika bukan hanya

sekumpulan rumus atau kegiatan

berhitung, melainkan matematika

juga merupakan suatu ilmu yang

memiliki objek kajian berupa ide-

ide, gagasan-gagasan serta konsep

yang abstrak serta memuat proses

yang terstruktur dan logis dengan

menggunakan istilah-istilah dan

simbol-simbol khusus. Dengan

karakteristik seperti ini, suatu

konsep matematika harus

dikenalkan kepada siswa melalui

serangkaian proses berpikir, dan

bukan dikenalkan sebagai suatu

produk jadi.

Berdasarkan hasil observasi

awal pada tanggal 5 sampai dengan

7 Desember 2012 di SMAN 8

Mataram terdapat beberapa

permasalahan yang peneliti

Page 26: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

18

temukan, diantaranya keaktifan

siswa dalam proses belajar mengajar

masih rendah, seperti bertanya,

mengajukan pendapat ataupun

berdiskusi dengan temannya tentang

pelajaran yang sedang dipelajari.

Sebagian besar siswa menganggap

mata pelajaran matematika adalah

pelajaran yang sulit sehingga

mereka cenderung merasa pesimis

sebelum belajar. Lain daripada itu,

peran guru sangat dominan dan

siswa kurang dilibatkan dalam

kegiatan belajar mengajar, sehingga

siswa lebih banyak pasif dalam

menerima materi yang disampaikan,

siswa hanya duduk, mendengarkan,

mencatat, dan menghafal rumus

tanpa melakukan aktivitas

pembelajaran yang aktif.

Permasalahan-permasalahan ini

mengakibatkan rendahnya prestasi

belajar matematika di SMAN 8

Mataram.

Hal ini dapat dilihat dari data

nilai rata-rata MID semester I siswa

kelas X tahun pelajaran 2012/2013

dan Presentase ketuntasan belajar

siswa kelas X-3 SMAN 8 Mataram

tahun pelajaran 2011/2012. Untuk

lebih jelasnya perhatikan tabel 1 dan

tabel 2 berikut.

Page 27: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

19

Tabel 1. Data nilai rata-rata MID semester I siswa kelas X SMAN 8 Mataram

tahun pelajaran 2012/2013

No. Kelas Jumlah Siswa Nilai Rata- rata Ketuntasan

Klasikal

1. X-1 29 65,92 79%

2. X-2 32 62,18 63% 3. X-3 32 59,83 56%

(Sumber : Data nilai rata-rata MID semester I siswa kelas X SMAN 8

Mataram tahun pelajaran 2012/2013)

Tabel 2. Presentase ketuntasan belajar siswa kelas X-3 tahun pelajaran

2011/2012

No. Materi Pokok Nilai Rata- rata KKM

1. Logika Matematika 56,70 65

2. Trigonometri 64,33 65

3. Ruang Dimensi Tiga 65,92 65

(Sumber : Arsip guru matematika kelas X-3)

Dari tabel 1. menunjukkan

bahwa prestasi belajar matematika

yang dicapai siswa kelas X-3

masih rendah. Oleh karena itu,

pembelajaran matematika di kelas

X-3 perlu diperbaiki guna

meningkatkan motivasi, aktivitas,

pemahaman dan prestasi belajar

siswa. Pada tabel 2. terlihat bahwa

nilai rata-rata siswa kelas X-3 pada

materi logika matematika masih

rendah dan berada di bawah KKM

yang telah ditetapkan oleh sekolah

yaitu 65. Sehingga perlu dilakukan

penelitian di kelas X-3 pada materi

logika matematika untuk

meningkatkan aktivitas dan

prestasi belajar siswa.

Penggunaan pendekatan pembelajaran yang tidak

melibatkan siswa secara penuh

dalam kegiatan belajar mengajar

sangat mempengaruhi aktivitas

dan prestasi belajar siswa kelas X-

3 SMAN 8 Mataram. Menurut

Slameto (2010) pendekatan yang

diterapkan guru mempengaruhi

belajar siswa. Pendekatan

pembelajaran yang kurang baik

akan mempengaruhi cara belajar

siswa yang tidak baik pula. Oleh

karena itu, perlu diterapkan

pendekatan pembelajaran yang

dapat merangsang siswa agar aktif

dalam pembelajaran dengan

memanfaatkan semua indra yang

dimiliki, sehingga prestasi belajar

siswa meningkat.

Salah satu pendekatan

pembelajaran yang dapat

merangsang siswa agar aktif dalam

proses pembelajaran adalah

pendekatan Pengulangan Auditori Kemampuan Berpikir (PAKB).

Pendekatan Pengulangan Auditori

Kemampuan Berpikir (PAKB)

merupakan salah satu pendekatan

konstruktivis yang menekankan

Page 28: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

20

pada proses berpikir siswa,

kenyamanan siswa, serta

teraktualisasinya potensi-potensi

pikiran siswa dalam proses

pembelajaran. Pengulangan

Auditori Kemampuan Berpikir

merupakan komponen dari

pendekatan pembelajaran tersebut.

Auditori yang bermakna bahwa

belajar haruslah dengan melalui

mendengarkan, menyimak,

berbicara, presentasi, argumentasi,

mengemukakan pendapat, dan

menanggapi, Kemampuan Berpikir

yang bermakna bahwa belajar

haruslah menggunakan

kemampuan berpikir (minds-on),

belajar haruslah dengan

konsentrasi pikiran dan berlatih

menggunakannya melalui bernalar,

menyelidiki, mengidentifikasi,

menemukan, mencipta,

mengkonstruksi, memecahkan

masalah, dan menerapkan, dan

Pengulangan bermakna

pendalaman, perluasan,

pemantapan dengan cara siswa

dilatih melalui pemberian tugas

atau quis.

Sebagai pendekatan

pembelajaran kontruktivistik,

Pengulangan Auditori

Kemampuan Berpikir (PAKB)

menempatkan siswa sebagai pusat

perhatian utama dalam kegiatan

pembelajaran melalui tahapan-

tahapannya, siswa diberikan

kesempatan secara aktif dan terus

menerus membangun sendiri

pengetahuannya secara personal

maupun sosial sehingga terjadi

perubahan konsep menjadi lebih

rinci dan lengkap.

Penelitian ini didukung

oleh beberapa penelitian

sebelumnya, yaitu: Ni Wayan

Switrayni (2011) yang berjudul

“Penerapan Pendekatan

Pembelajaran Pengulangan

Auditori Kemampuan Berpikir

(PAKB) untuk Meningkatkan

Aktivitas dan Prestasi Belajar

Matematika Siswa pada Materi

Peluang Di Kelas XI-AK1 SMKN

1 Mataram Tahun Pelajaran

2010/2011”. Penelitian ini

menunjukkan bahwa penerapan

pendekatan pembelajaran

Pengulangan Auditori

Kemampuan Berpikir (PAKB)

dapat meningkatkan aktivitas dan

prestasi belajar matematika siswa

pada materi peluang di kelas XI-

AK1 SMKN 1 Mataram tahun

pelajaran 2010/2011. Dwi

Trisnawati (2012) yang berjudul

“Pengaruh Pendekatan

Pembelajaran AIR (Auditori

Intellectually Repetition) pada

materi pokok Lingkaran terhadap

Prestasi Belajar Siswa Tahun

Pelajaran 2011/2012”. Penelitian

ini menunjukkan bahwa

Pembelajaran AIR (Auditori

Intellectually Repetition)

berpengaruh terhadap prestasi

belajar siswa kelas VIII SMP

Negeri 18 Mataram Tahun

Pelajaran 2011/2012.

Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui bagaimana

penerapan pendekatan

Pengulangan Auditori

Kemampuan Berpikir (PAKB)

untuk menigkatkan aktivitas dan

prestasi belajar siswa pada materi

logika matematika di kelas X-3

Page 29: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

21

SMAN 8 Mataram Tahun Pelajaran 2012/2013.

METODE PENELITIAN

Adapun jenis penelitian ini

adalah Penelitian Tindakan Kelas

(PTK). Penelitian tindakan kelas

adalah suatu penelitian tindakan

(action research) yang dilakukan

oleh guru yang sekaligus sebagai

peneliti di kelasnya atau bersama-

sama dengan orang lain

(kolaborasi) dengan jalan

merancang, melaksanakan,

mengamati, dan merefleksikan

tindakan secara kolaboratif dan

partisipatif yang bertujuan untuk

memperbaiki atau meningkatkan

mutu (kualitas) proses

pembelajaran di kelasnya melalui

suatu tindakan (treatment) tertentu

dalam suatu siklus (Kusnandar,

2010: 45).

Penelitian ini dirancang

dan dilaksanakan dalam 2 siklus.

Setiap siklus penelitian tindakan

kelas terdiri dari masing-masing 4

tahapan yaitu perencanaan,

pelaksanaan tindakan, pengamatan

dan refleksi. Adapun rancangan

tersebut dapat dilihat pada gambar

1. berikut:

Gambar 1. Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Modifikasi (Arikunto, 2008: 16)

Dari gambar 1, dapat

dijelaskan bahwa pada setiap

siklus ada empat tahapan yaitu

perencanaan, pelaksanaan,

dibarengi dengan mengamati

aktivitas siswa dan guru dalam

proses belajar mengajar, dan

refleksi. Setelah diterapkan apa

Perencanaan

SIKLUS I Pelaksanaan Refleksi

Pengamatan

Perencanaan

Refleksi Pelaksanaan SIKLUS II

Pengamatan

Siklus Selanjutnya

LAPORAN

Page 30: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

22

yang telah direncanakan dalam

tiga kali pertemuan, akan

dilakukan evaluasi dan merefleksi

hasil evaluasi sebagai dasar untuk

melanjutkan penelitian ke siklus

selanjutnya apabila hasilnya tidak

mencapai indikator kerja. Dan

sebaliknya, apabila hasil refleksi

mencapai indikator kerja maka

dilanjutkan ke pembuatan laporan.

Instrumen penelitian terdiri

atas tes prestasi belajar siswa pada

materi logika matematika, lembar

observasi, dan dokumentasi.

Sumber data dalam penelitian ini

adalah siswa kelas X-3 semester II

di SMAN 8 Mataram tahun

pelajaran 2012/2013. Teknik

pengumpulan data menggunakan

dokumentasi, lembar observasi, dan

metode tes. Data aktivitas belajar

siswa dan guru diambil pada saat

tindakan kelas dengan

menggunakan lembar observasi.

Data prestasi belajar siswa diambil

dengan memberikan tes evaluasi

pada setiap akhir siklus.

Untuk menentukan

kategori aktivitas belajar siswa

setiap siklus menggunakan kriteria

seperti pada tabel berikut.

Tabel 3. Kriteria untuk menentukan kategori aktivitas belajar siswa

Interval Interval Skor Kategori

Mi + 1,5 SDi < A Mi + 3,0 SDi

Mi + 0,0 SDi < A Mi + 1,5 SDi

Mi - 1,5 SDi < A Mi + 0,0 SDi

Mi - 3,0 SDi < A Mi - 1,5 SDi

16,25 < A 20,00

12,50 < A 16,25

8,75 < A 12,50

5,00 A 8,75

Sangat aktif

Aktif

Kurang aktif

Tidak aktif

Keterangan: A = skor aktivitas belajar siswa

Nurkencana (1990: 89)

Untuk menghitung skor

rata-rata hasil tes tiap siklus, dapat

dihitung dengan menggunakan

rumus sebagai berikut.

n

x

x

n

i

i 1

Keterangan:

x = rata-rata nilai siswa n = banyaknya siswa yang

hadir

xi = skor yang diperoleh

siswa ke-i, i = 1, 2 ,3.... n

Untuk mengetahui

ketuntasan belajar siswa secara

klasikal dianalisis dengan

menggunakan rumus sebagai

berikut.

KB = P

N 100 %

Keterangan:

KB = Persentase

Ketuntasan Belajar

P = Banyaknya siswa

yang memperoleh nilai ≥ 65

N = Banyaknya siswa

yang mengikuti tes

Ketuntasan belajar secara individu

dikatakan tuntas apabila siswa

memperoleh nilai ≥ 65.

Page 31: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

23

Dalam penelitian ini,

indikator keberhasilan yang

hendak dicapai meliputi: (1)

Kriteria dari aktivitas belajar siswa

minimal berkategori aktif dan

mengalami peningkatan nilai rata-

rata skor untuk setiap siklusnya.

(2) Prestasi belajar siswa

dikatakan meningkat apabila nilai

rata-rata siswa ≥ 65 dan siswa

tuntas secara klasikal atau minimal

85% dari seluruh siswa

memperoleh skor ≥ 65.

HASIL PENELITIAN

Penelitian Tindakan Kelas

(PTK) ini dilakukan untuk

memperbaiki kualitas

pembelajaran matematika di kelas

X-3 SMAN 8 Mataram pada

materi logika matematika.

Penelitian ini terdiri dari dua

siklus, dimulai dari tanggal 25

Februari sampai dengan 25 Maret

2013. Objek penelitian ini adalah

siswa kelas X-3 SMAN 8 Mataram

tahun pelajaran 2012/2013 yakni

sebanyak 32 siswa yang terdiri

dari 16 siswa laki-laki dan 16

siswa perempuan. Dalam

penelitian ini diterapkan

pendekatan Pengulangan Auditori

Kemampuan Berpikir (PAKB)

pada materi logika matematika

sebagai upaya untuk meningkatkan

aktivitas dan prestasi belajar

matematika siswa kelas X-3

SMAN 8 Mataram. Adapun

rincian pelaksanaan dan hasil

setiap siklus diuraikan sebagai

berikut.

1. Siklus I

Penerapan pendekatan

Pengulangan Auditori

Kemampuan Berpikir (PAKB)

pada siklus I dilaksanakan

dalam 3 pertemuan. Materi

yang dibahas pada siklus I

meliputi:

a. Pernyataan dan Ingkaran

Pernyataan

b. Disjungsi dan Konjungsi

c. Implikasi dan Biimplikasi

Kegiatan yang dilaksanakan

pada siklus I terdiri dari:

a. Tahap Persiapan

Pada tahap ini

terdapat beberapa

persiapan yang dilakukan

sebelum melaksanakan

kegiatan siklus I sebagai

berikut.

1) Menyiapkan Rencana

Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP)

yang berorientasi pada

pendekatan

Pengulangan Auditori

Kemampuan Berpikir

(PAKB)

2) Menyiapkan skenario

pembelajaran

3) Menyiapkan lembar

observasi aktivitas

belajar siswa dan guru

4) Menyiapkan Lembar

Kerja Siswa (LKS)

5) Menyiapkan kisi-kisi

soal evaluasi siklus I

6) Menyiapkan soal-soal

evaluasi siklus I

7) Menyiapkan pedoman

penskoran evaluasi

siklus I

b. Tahap pelaksanaan

Pelaksanaan tindakan kelas

pada siklus I sebanyak empat kali

pertemuan. Pertemuan 1

Page 32: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

24

dilaksanakan pada tanggal 25

Februari 2013, pertemuan 2

dilaksanakan pada tanggal 2 Maret

2013, pertemuan 3 pada tanggal 2

Maret 2013, dan pertemuan 4 pada

tanggal 9 Maret 2013 untuk

evaluasi. Adapun pada awal

pembelajaran guru

mensosialisasikan tentang model

pembelajaran pengulangan

auditori kemampuan berpikir,

membagikan siswa ke dalam

kelompok yang beranggotakan 5-6

orang, menyampaikan tujuan

pembelajaran, dan memotivasi

siswa dengan mengaitkan materi

yang akan dipelajari. Aktivitas

siswa dalam proses pembelajaran

masih kurang aktif, karena masih

banyak siswa yang belum bisa

bekerja sama dengan anggota

kelompoknya dan belum bisa

membuat kesimpulan yang benar

dari hasil diskusinya, interaksi

siswa dengan siswa masih kurang,

dimana siswa masih malu untuk

bertanya kepada kelompok lain

yang mempresentasikan hasil

diskusi kelompoknya. Selain itu,

beberapa siswa juga kurang

memperhatikan temannya yang

menyampaikan hasil diskusi

kelompoknya. Namun, ada

beberapa siswa yang dengan

sungguh-sungguh melakukan

diskusi bersama kelompoknya.

Setelah menyelesaikan LKS, guru

meminta perwakilan kelompok

untuk menjelaskan hasil diskusi

kelompok sedangkan siswa yang

lain memberi tanggapan.

Salah seorang siswi (Mia

Audina) menanggapi dan berbeda

pendapat dengan apa yang

dipresentasikan oleh kelompok 3

yang menyatakan bahwa nilai

kebenaran dari biimplikasi “6

habis dibagi 3 jika dan hanya jika

6 bilangan ganjil” adalah bernilai

benar. Sedangkan Mia Audina

berpendapat bahwa nilai

kebenaran dari biimplikasi tersebut

adalah bernilai salah. Sehingga

dalam hal ini guru mengklarifikasi

bahwa jawaban yang benar adalah

bernilai salah, karena berdasarkan

tabel kebenaran biimplikasi jika p

bernilai benar dan q bernilai salah

maka p biimplikasi q bernilai

salah. Setelah selesai diskusi guru

dan siswa membuat kesimpulan

dan memberi kesempatan pada

siswa untuk mencatat jawaban

yang benar.

Di akhir pertemuan guru

memberi tugas dan

menginformasikan materi untuk

pertemuan selanjutnya. Pada akhir

pertemuan siklus I, guru meminta

siswa untuk mempelajari materi

yang telah diajarkan karena

pertemuan selanjutnya akan

diadakan evaluasi siklus I selama 2

jam pelajaran (2x45 menit) pada

tanggal 9 Maret 2013.

c. Tahap Observasi

1) Hasil Observasi

Aktivitas Siswa

Ringkasan hasil

observasi aktivitas

siswa siklus I dapat

dilihat pada tabel

berikut.

Tabel 4. Ringkasan Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I

Page 33: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

25

No. Indikator

Skor Indikator

Pert. 1 Pert. 2 Pert. 3

1 Kesiapan siswa menerima materi pelajaran

2 2,33 2,66

2 Kegiatan Auditori dalam pembelajaran

1,66 2 2,33

3 Kegiatan Kemampuan Berpikir dalam pembelajaran

1,75 2,25 2,5

4 Kegiatan Pengulangan dalam pembelajaran

2 2,33 2,66

5 Partisipasi siswa dalam menutup pembelajaran

1,5 1,5 2

Jumlah skor seluruh indikator 8,91 10,41 12,15

Kategori aktivitas Kurang

Aktif Kurang

Aktif Kurang

Aktif

Dari hasil observasi

aktivitas belajar siswa, diperoleh

bahwa skor aktivitas belajar siswa

mengalami peningkatan dari

pertemuan 1 ke pertemuan 2 dan

pertemuan 2 ke pertemuan 3. Pada

pertemuan 1 skor aktivitas belajar

siswa 8,91 dan berkategori kurang

aktif, pada pertemuan 2 skor

aktivitas belajar siswa 10,41 dan

berkategori kurang aktif,

sedangkan pertemuan 3 skor

aktivitas belajar siswa 12,15 tetapi

masih berkategori kurang aktif.

Sehingga perlu dilakukan

perbaikan untuk mencapai

indikator aktivitas belajar siswa.

2) Hasil Observasi Aktivitas Guru

Ringkasan hasil observasi aktivitas

guru siklus I dapat dilihat pada

tabel berikut.

Tabel 5. Ringkasan Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus I

No. Indikator Penilaian

Pert. 1 Pert. 2 Pert. 3

1 Kesiapan dalam pembelajaran Sangat Baik

Sangat Baik

Sangat Baik

2 Membimbing siswa dalam kegiatan Auditori pada saat pembelajaran

Sangat Baik

Sangat Baik

Sangat Baik

3 Membimbing siswa dalam kegiatan Kemampuan Berpikir pada saat pembelajaran

Sangat Baik

Sangat Baik

Sangat Baik

4 Membimbing siswa dalam kegiatan Pengulangan pada saat pembelajaran

Sangat Baik

Sangat Baik

Sangat Baik

Page 34: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

26

5 Menutup pembelajaran Sangat Baik

Sangat Baik

Sangat Baik

Berdasarkan lembar observasi

aktivitas guru pada siklus I,

komentar observer sebagai berikut:

a) Guru masih menunggu siswa

yang telat masuk kelas untuk

memulai pembelajaran

b) Guru kurang/ belum merata

memberikan bimbingan

kepada kelompok yang

mengalami kesulitan selama

diskusi

c) Guru kurang memperhatikan

siswa yang ribut dan

berdiskusi dengan kelompok

lain.

d. Tahap Evaluasi

Evaluasi dilaksanakan pada

tanggal 9 Maret 2013. Evaluasi ini

dilakukan untuk memperoleh data

prestasi belajar siswa pada siklus I

dengan cara pemberian tes yang

berbentuk essay sebanyak 5 butir

soal yang dilaksanakan selama 2

jam pelajaran (2x45 menit).

Adapun hasil evaluasi pada siklus

I adalah sebagai berikut.

Tabel 6. Hasil evaluasi siklus I

Nilai terendah 39

Nilai tertinggi 88

Nilai rata-rata 62,87

Jumlah siswa yang

ikut tes 32

Jumlah siswa yang

tuntas 18

Persentasi ketuntasan 56,25%

Pada Tabel 6. terlihat bahwa

nilai rata-rata pada siklus I adalah

62,87 dengan nilai tertinggi 88 dan

nilai terendah 39. Banyak siswa

yang memperoleh nilai 65

adalah 18 orang (56,25%) dari 32

siswa. Sedangkan yang

memperoleh nilai < 65 ada 14

orang. Berdasarkan data tersebut,

rata-rata nilai siswa diperoleh

yaitu < 65, dengan demikian

dikatakan bahwa belum mencapai

indikator kerja yang telah

ditetapkan yaitu rata-rata nilai

siswa harus 65 dan persentase

ketuntasan belajar 85% . Untuk

itu, maka penelitian dilanjutkan ke

siklus berikutnya yaitu ke siklus II.

e. Tahap Refleksi

Dari hasil yang diperoleh

pada siklus I, aktivitas siswa masih

berkategori kurang aktif dan nilai

rata-rata 62,87 dengan ketuntasan

klasikal 56,25% sehingga belum

mencapai indikator kerja yang

ditetapkan. Oleh karena itu,

penelitian ini akan dilanjutkan ke

siklus II. Namun, pada dasarnya

pembelajaran pada siklus I ini

sudah berjalan dengan baik hal ini

dapat dilihat dari skor aktivitas

siswa yang mengalami peningkat

tiap pertemuan dan pelaksanaan

pembelajaran oleh guru

berkategori sangat baik. Walaupun

demikian peneliti memandang

perlu untuk melakukan

penyempurnaan-penyempurnaan

agar hasil yang diperoleh lebih

baik lagi. Adapun langkah-langkah

perbaikan yang dilakukan adalah

sebagai sebagai berikut:

1) Guru menghimbau

siswa agar masuk kelas

tepat waktu.

Page 35: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

27

2) Guru lebih memancing

siswa untuk

mengajukan pertanyaan

dan menanggapi

pertanyaan dari siswa

lain.

3) Guru tidak lagi

menunggu siswa yang

telat masuk kelas.

4) Guru mempedomani

alokasi waktu yang

sudah ditetapkan pada

Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran.

5) Guru tidak terburu-

buru dalam menutup

pembelajaran.

6) Guru memberikan

bimbingan secara lebih

merata kepada setiap

kelompok yang

mengalami kesulitan

selama diskusi.

7) Guru memberikan

penguatan pada setiap

hasil diskusi.

2. Siklus II

Kegiatan pembelajaran

pada siklus II ini hampir sama

dengan siklus I hanya saja pada

siklus II ini dilakukan

penyempurnaan terhadap hal-hal

yang dirasa belum maksimal pada

pelaksanaan tindakan siklus I.

Pembelajaran pada siklus II ini

dilaksanakan dalam tiga kali

pertemuan dimana tiap pertemuan

masing-masing mempunyai

alokasi 2x45 menit. Materi yang

dibahas pada siklus II meliputi:

a. Konvers, Invers,

Kontraposisi, dan Ingkaran

pernyataan majemuk

b. Pernyataan Majemuk

c. Penarikan Kesimpulan

Kegiatan yang dilaksanakan pada

siklus II terdiri dari:

a. Tahap Persiapan

Pada tahap ini terdapat

beberapa persiapan yang

dilakukan sebelum

melaksanakan kegiatan

siklus II sebagai berikut:

1) Menyiapkan Rencana

Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP)

yang berorientasi pada

pendekatan

pembelajaran

Pengulangan Auditori

Kemampuan Berpikir

(PAKB)

2) Menyiapkan skenario

pembelajaran

3) Menyiapkan lembar

observasi aktivitas

siswa dan guru

4) Menyiapkan Lembar

Kerja Siswa (LKS)

5) Menyiapkan kisi-kisi

soal evaluasi siklus II

6) Menyiapkan soal- soal

evaluasi siklus II

7) Menyiapkan pedoman

penskoran evaluasi

siklus II

b. Tahap Pelaksanaan

Pelaksanaan tindakan kelas

pada siklus II sebanyak empat kali

pertemuan. Pertemuan 1

dilaksanakan pada tanggal 16

Maret 2013, pertemuan 2

dilaksanakan pada tanggal 18

Maret 2013, pertemuan 3 pada

tanggal 23 Maret 2013, dan

pertemuan 4 pada tanggal 25

Maret 2013 untuk evaluasi.

Page 36: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

28

Aktivitas siswa pada siklus II

mengalami peningkatan. Hal ini

tidak terlepas dari upaya yang

telah dilakukan oleh guru dalam

memotivasi dan memberikan

pengertian kepada siswa agar

bersikap tenang serta tertib dalam

melaksanakan kegiatan

pembelajaran dalam kelas.

Dalam kegiatan Auditori,

aktivitas siswa sudah sangat baik,

karena siswa selalu

memperhatikan arahan yang

diberikan oleh guru. Saat

kelompok lain mempresentasikan

hasil diskusinya, siswa berani

memberikan tanggapan dan

pertanyaan terhadap materi yang

belum dipahami. Hal ini

ditunjukkan oleh siswa pada

pembahasan LKS siklus II

pertemuan 2 pada soal nomor 3.

Salah seorang siswa (M. Rizqi)

menanggapi dan berbeda pendapat

dengan apa yang dipresentasikan

oleh kelompok 5 yang menyatakan

bahwa ingkaran dari “semua

manusia akan mati” adalah semua

manusia tidak akan mati dan

bernilai salah. Sedangkan M. Rizqi

berpendapat bahwa ingkarannya

adalah beberapa manusia akan

mati dan bernilai salah. Sehingga

dalam hal ini guru mengklarifikasi

bahwa kedua jawaban itu sama-

sama benar. Dalam kegiatan

Kemampuan Berpikir

(Intelektual), siswa berkonsentrasi

mengerjakan LKS dengan

melakukan diskusi dalam

kelompoknya masing-masing.

Dalam kegiatan Pengulangan,

siswa mengerjakan soal latihan.

Pada saat guru menawarkan pada

siswa untuk menuliskan jawaban

di papan tulis, siswa maju tanpa

ditunjuk oleh guru. Sebelum

menuliskan jawaban di papan tulis,

siswa melakukan konsultasi

kepada guru terlebih dahulu. Hal

ini mereka lakukan agar mereka

percaya diri dalam menyampaikan

jawaban di depan teman-teman

yang lain. Selain itu, jawaban yang

diberikan akan dibahas secara

bersama-sama. Guru memberikan

penghargaan kepada siswa yang

dapat menyelesaikan soal dengan

baik.

Pada akhir pertemuan guru

membimbing siswa dalam

memberikan kesimpulan dan

meminta siswa untuk mempelajari

materi yang telah diajarkan karena

pada pertemuan selanjutnya akan

diadakan evaluasi siklus II selama

2 jam pelajaran (2x45 menit) pada

hari senin, tanggal 25 Maret 2013,

pukul 13.00 Wita. Siswa tampak

bersemangat dalam merespon

permintaan guru.

c. Tahap Observasi

1) Hasil Observasi

Aktivitas Siswa

Ringkasan hasil

observasi aktivitas

siswa siklus II dapat

dilihat pada tabel

berikut.

Tabel 7. Ringkasan Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II

No. Indikator

Skor Indikator

Pert. 1 Pert. 2 Pert. 3

Page 37: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

29

1 Kesiapan siswa menerima materi pelajaran

3 3,33 3,66

2 Kegiatan Auditori dalam pembelajaran

3 3 3,33

3 Kegiatan Kemampuan Berpikir dalam pembelajaran

3,25 3,5 4

4 Kegiatan Pengulangan dalam pembelajaran

3 3,33 3,66

5 Partisipasi siswa dalam menutup pembelajaran

2,5 3 3,5

Jumlah skor seluruh indikator 14,75 16,16 18,15

Kategori aktivitas Aktif Aktif Sangat Aktif

Dari tabel 7. menunjukkan

bahwa skor aktivitas siswa

mengalami peningkatan yang

signifikan dibandingkan dengan

pertemuan pada siklus

sebelumnya. Pada siklus II

pertemuan 1 skor aktivitas belajar

siswa 14,75 dan berkategori aktif,

pada pertemuan 2 skor aktivitas

belajar siswa 16,16 berkategori

aktif, dan pertemuan 3 skor

aktivitas belajar siswa 18,15 dan

berkategori sangat aktif. Sehingga

dapat dikatakan bahwa pada siklus

II aktivitas belajar siswa sudah

mencapai indikator kerja yang

ditetapkan dalam penelitian ini.

2) Hasil Observasi Aktivitas

Guru Ringkasan hasil

observasi aktivitas guru siklus

II dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 8. Ringkasan Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus II

No. Indikator Penilaian

Pert. 1 Pert. 2 Pert. 3

1 Kesiapan dalam pembelajaran Sangat Baik

Sangat Baik

Sangat Baik

2 Membimbing siswa dalam kegiatan Auditori pada saat pembelajaran

Sangat Baik

Sangat Baik

Sangat Baik

3 Membimbing siswa dalam kegiatan Kemampuan Berpikir pada saat pembelajaran

Sangat Baik

Sangat Baik

Sangat Baik

4 Membimbing siswa dalam kegiatan Pengulangan pada saat pembelajaran

Sangat Baik

Sangat Baik

Sangat Baik

5 Menutup pembelajaran Sangat Baik

Sangat Baik

Sangat Baik

Page 38: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

30

Berdasarkan lembar observasi

aktivitas guru pada siklus II,

komentar observer sebagai berikut:

a) Guru kurang

memperhatikan waktu yang

diberikan kepada siswa

untuk menyalin jawaban

yang benar

b) Guru sudah melaksanakan

pembelajaran dengan baik

c) Guru telah melaksanakan

pembelajaran sesuai

deskriptor dengan sangat

baik

d. Tahap Evaluasi

Evaluasi ini

dilakukan untuk

mengetahui prestasi belajar

siswa pada siklus II.

Adapun hasil evaluasi pada

siklus II dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 9. Hasil evaluasi

siklus II

Nilai terendah 41

Nilai tertinggi 100

Nilai rata-rata 76,8

Jumlah siswa yang

ikut tes

32

Jumlah siswa yang

tuntas

28

Persentasi

ketuntasan

87,5%

Pada Tabel 9.

terlihat bahwa nilai rata-

rata pada siklus II adalah

76,8 dengan nilai tertinggi

100 dan nilai terendah 41.

Banyak siswa yang

memperoleh nilai 65

adalah 28 orang (87,5%)

dari 32 siswa yang hadir

pada saat evaluasi siklus II.

Sedangkan yang

memperoleh nilai < 65 ada

4 orang. Berdasarkan

kriteria indikator kerja

yang telah ditetapkan

diperoleh yaitu nilai rata-

rata siswa > 65 dan

ketuntasan klasikal 85%.

Dengan demikian

penelitian ini sudah

mencapai indikator kerja

yang telah ditetapkan,

sehingga penelitian

dihentikan dan dilanjutkan

ke pembuatan laporan.

e. Tahap Refleksi

Pada akhir siklus II,

indikator kerja dari

penelitian telah tercapai.

Dari hasil yang diperoleh

pada siklus II, aktivitas

siswa berkategori sangat

aktif dengan skor 18,15,

nilai rata-rata hasil evaluasi

76,8 dan ketuntasan belajar

secara klasikal 87,5%.

Hasil ini telah mencapai

indikator kerja yang

ditetapkan. Oleh karena itu,

penelitian ini dihentikan

hingga siklus II.

Penelitian tindakan

kelas ini dilaksanakan pada

materi logika matematika

dengan menerapkan

pendekatan Pengulangan

Auditori Kemampuan

Berpikir (PAKB). Adapun

ringkasan hasil penelitian

sebagai berikut.

Page 39: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

31

Tabel 10. Ringkasan Hasil

Penelitian

Sik

lus

Per

t.

Ke

-

Nilai

rata-rata

Ketun

tasan

Klasi

kal

Aktivitas Belajar

Skor

Aktivitas

Kategori

I

1

62,87 56,2

5%

8,91 Kurang

Aktif

2 10,41 Kurang

Aktif

3 12,15 Kurang

Aktif

II

1

76,8 87,5

%

14,75 Aktif

2 16,16 Aktif

3 18,15 Sangat

Aktif

Berdasarkan Tabel 10.

terlihat bahwa pada siklus I

pertemuan 1 skor aktivitas belajar

siswa adalah 8,91 berkategori

kurang aktif, pertemuan 2 aktivitas

belajar siswa adalah 10,41

berkategori kurang aktif dan pada

pertemuan 3 skor aktivitas belajar

siswa adalah 12,15 yaitu masih

berkategori kurang aktif. Pada

siklus II pertemuan 1 tampak

bahwa terjadi peningkatan skor

aktivitas siswa menjadi 14,75

berkategori aktif. Begitu pula pada

pertemuan 2, skor aktivitas siswa

terus meningkat sampai akhirnya

mencapai kategori sangat aktif

pada pertemuan 3. Data tersebut

menunjukkan bahwa penerapan

pendekatan PAKB dapat

meningkatkan aktivitas belajar

siswa.

PEMBAHASAN

Penerapan pendekatan

PAKB tidak dapat langsung

meningkatkan aktivitas belajar

siswa pada siklus I, hal ini

disebabkan karena siswa masih

beradaptasi dengan pembelajaran

yang berbeda dari pembelajaran

yang biasa mereka hadapi

sebelumnya. Bersamaan dengan

hal tersebut, kesiapan siswa dalam

memulai pembelajaran masih

rendah. Sebagian besar siswa

terlambat masuk kelas. Selain itu,

pada setiap tahap pembelajaran

hanya siswa yang pintar saja yang

terlihat aktif. Hal ini diatasi guru

dengan terus memberikan motivasi

dan bimbingan agar siswa terlibat

secara aktif dalam pembelajaran

sehingga pada pertemuan

selanjutnya aktivitas siswa dapat

meningkat.

Pembelajaran pada materi

logika matematika dengan

menggunakan pendekatan PAKB

memberikan kesempatan kepada

siswa untuk memaksimalkan

semua alat indra yang dimiliki

dalam proses pembelajaran,

sehingga siswa dilibatkan secara

aktif. Dengan demikian kegiatan

pembelajaran berpusat pada siswa

sehingga siswa lebih memahami

tentang apa yang dikerjakan dan

konsep yang ditemukan akan lebih

lama melekat di otak siswa. Hal ini

berkaitan erat dengan prinsip

Pengulangan Auditori

Kemampuan Berpikir (PAKB)

yang menempatkan siswa sebagai

Page 40: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

32

pusat perhatian utama dalam

kegiatan pembelajaran melalui

tahapan-tahapannya, siswa

diberikan kesempatan secara aktif

dan terus menerus membangun

sendiri pengetahuannya secara

personal maupun sosial sehingga

terjadi perubahan konsep menjadi

lebih rinci dan lengkap. Dalam

membangun sendiri

pengetahuannya dapat dilakukan

melalui proses penemuan dan

pemecahan masalah.

Selain aktivitas siswa

menjadi meningkat, prestasi

belajar siswa juga mengalami

peningkatan. Berdasarklan hasil

penelitian, tampak bahwa prestasi

belajar siswa mengalami

peningkatan tiap siklus. Pada

siklus I, rata-rata nilai siswa 62,87

dengan ketuntasan belajar secara

klasikal 56,25%. Selanjutnya pada

siklus II rata-rata nilai siswa

meningkat menjadi 76,8 dengan

ketuntasan klasikal 87,5%. Data

tersebut menunjukkan bahwa

prestasi belajar siswa terus

mengalami peningkatan dan pada

siklus II indikator kerja dalam

penelitian ini tercapai, sehingga

penelitian dihentikan dan

dilanjutkan ke pembuatan laporan

sebagai hasil penelitian.

Berdasarkan data hasil penelitian,

maka penerapan pendekatan

Pengulangan Auditori

Kemampuan Berpikir (PAKB)

dapat meningkatkan aktivitas dan

prestasi belajar siswa pada materi

logika matematika di kelas X-3

SMAN 8 Mataram tahun pelajaran

2012/2013.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil

penelitian yang diperoleh, dapat

disimpulkan bahwa “penerapan

pendekatan Pengulangan Auditori

Kemampuan Berpikir (PAKB)

dapat meningkatkan aktivitas dan

prestasi belajar siswa pada materi

logika matematika di kelas X-3

SMAN 8 Mataram tahun pelajaran

2012/2013”. Dengan data aktivitas

siswa pada siklus I diperoleh rata-

rata skor 10,49 dan berkategori

kurang aktif, pada siklus II

diperoleh rata-rata skor 16,35

dengan kategori sangat aktif.

Sedangkan Prestasi belajar siswa

pada siklus I diperoleh ketuntasan

klasikal 56,25% dengan nilai rata-

rata kelas 62,87, pada siklus II

diperoleh ketuntasan klasikal

87,5% dengan nilai rata-rata kelas

76,8.

DAFTAR PUSTAKA

Dwi Trisnawati. 2012. Pengaruh

pendekatan pembelajaran

AIR (Auditory

Intellectually Repetition)

pada materi pokok

lingkaran terhadap

prestasi belajar siswa kelas

VIII SMP Negeri 18

Mataram Tahun Pelajaran

2011/2012. Skripsi tidak

diterbitkan. Mataram :

FPMIPA IKIP Mataram.

Ni Wayan Switrayni. 2011.

Penerapan Pendekatan

Page 41: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

33

Pembelajaran

Pengulangan Auditori

Kemampuan Berpikir

(PAKB) untuk

Meningkatkan Aktivitas

dan Prestasi Belajar

Matematika Siswa pada

Materi Peluang di Kelas

XI-AK1 SMKN 1 Mataram

Tahun Pelajaran

2010/2011. Skripsi tidak

diterbitkan. Mataram:

FKIP UNRAM.

Kusnandar. 2010. Langkah Mudah

Penelitian Tindakan Kelas

Sebagai Pengembangan

Profesi Guru. Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Nurkencana. 1990. Evaluasi Hasil

Belajar. Surabaya: Usaha

Nasional.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor

yang Mempengaruhinya.

Jakarta: Rineka Cipta.

Suharsimi Arikunto, dkk. 2008.

Penelitian Tindakan Kelas.

Jakarta: Bumi Aksara.

Page 42: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

34

PENGGUNAAN ALAT PERAGA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN

PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS V DI SDN 10 SILA PADA MATA

PELAJARAN IPS TAHUN AJARAN 2016/2017

ISMAIL

GURU SDN 10 SILA

ABSTRAK

Kenyataan yang terjadi di SD Negeri 10 Sila bahwa: 1) siswa

kurang aktif dalam belajar, 2) masih ada siswa yang terlihat ribut, 3)

prestasi belajar masih sangat rendah dan 4) penggunaan bahasa siswa

yang kurang bagus. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemilihan model

pembelajaran atau penentuan strategi dalam pembelajaran menjadi hal

yang sangat diperhatikan agar masalah-masalah empiris yang

ditemukan dapat diminimalisir. Penelitian ini bertujuan tujuan “Untuk

mengetahui penggunaan alat peraga gambar dalam meningkatkan

prestasi belajar siswa kelas V di SDN 10 Sila pada mata pelajaran IPS

tahun ajaran 2016/2017”. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan

kelas dengan rancangan penelitian yang terdiri dari perencanaan,

pelaksanaan, observasi dan refleksi. Subyek penelitian adalah siswa

kelas V di SDN 10 Sila. Instrumen yang digunakan ada dua yaitu

instrumen tes untuk mengukur prestasi belajar siswa dan lembar

observasi aktivitas siswa dan guru. Adapun hasil penelitian ini bahwa

Prestasi belajar IPS siswa Pada siklus I, persentase ketuntasan sebesar 64

% dan pada siklus II dengan persentase ketuntasan 96 %. Aktivitas guru

dan siswa meningkat dari siklus I ke siklus II. Dari hasil tersebut dapat

disimpulkan bahwa penggunaan media pembelajaran dapat

meningkatkan prestasi belajar IPS Siswa Kelas V di SDN 10 Sila Tahun

Pelajaran 2016

Kata Kunci: media/alat peraga gambar, prestasi belajar

Latar Belakang

Pendidikan merupakan

salah satu aspek kehidupan yang

sangat erat kaitannya dengan

kehidupan manusia karena

pendidikan merupakan salah satu

pilar yang mempunyai peranan

penting dalam menciptakan

manusia yang berkualitas. tujuan

pendidikan nasional adalah untuk

berkembangnya potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi

warga negara yang demokratis

serta bertanggung jawab

(Depdiknas, 2011)

Agar seluruh potensi yang

dimiliki siswa dapat

Page 43: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

35

berkembang dengan baik, maka

dibutuhkan pula proses

pembelajaran yang berkualitas.

Kenyataan yang terjadi di SD

Negeri 10 Sila bahwa: 1) siswa

kurang aktif dalam belajar, 2)

masih ada siswa yang terlihat

ribut, 3) prestasi belajar masih

sangat rendah dan 4) penggunaan

bahasa siswa yang kurang bagus.

Untuk mengatasi masalah tersebut,

pemilihan model pembelajaran

atau penentuan strategi dalam

pembelajaran menjadi hal

yang sangat diperhatikan agar

masalah-masalah empiris yang

ditemukan dapat diminimalisir

Pembelajaran yang dipilih

dalam penelitian ini adalah

pembelajaran dengan

menggunakan alat peraga gambar.

Beberapa manfaat dari alat peraga

dalam proses pembelajaran, yaitu

: Dapat meningkatkan minat

anak, , anak akan lebih berhasil

belajarnya bila banyak melibatkan

alat inderanya, sangat menarik

minat siswa dalam belajar,

mendorong siswa untuk belajar

bertanya dan berdiskusi,

menghemat waktu belajar.

(Ruseffendi, 1994:240; Gunawan

dkk, 1996:37)

Berdasarkan latar belakang

masalah di atas maka peneliti

merasa sangat perlu untuk

melakukan penelitian tindakan

dengan judul penggunaan alat

peraga gambar untuk

meningkatkan prestasi belajar

siswa kelas V di SDN 10 Sila

pada mata pelajaran IPS tahun

ajaran 2016/2017.

Kajian Teori

Alat peraga

Banyak pendapat yang

mengemukakan arti alat peraga,

diantaranya yaitu :

Alat peraga adalah media

pengajaran yang mengandung atau

membawakan konsep-konsep yang

dipelajari. Alat peraga adalah

media pengajaran yang

mengandung atau membawakan

cirri-ciri dari konsep yang

dipelajari. Alat peraga merupakan

benda real , gambar atau diagram.

Alat peraga adalah “alat-alat yang

dipergunakan oleh guru ketika

mengajar untuk memperjelas

materi pelajaran dan mencegah

terjadinya verbalisme pada siswa”.

(Nurmala, 2008: 8))

Dengan alat peraga tersebut,

siswa dapat melihat langsung

bagaimana keteraturan serta pola

yang terdapat dalam benda yang

diperhatikannya. Maka dari

beberapa pendapat di atas

pembahasan dalam penyampaian

pengajaran melalui alat peraga,

siswa mendapat kesempatan untuk

melihat secara langsung yang

terdapat pada benda atau objek

yang dipelajari.

Page 44: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

36

Supaya anak-anak lebih

besar minatnya. Supaya anak-anak

dibantu pemahamannya sehingga

lebih mengerti dan lebih besar

daya ingatnya. Supaya anak-anak

dapat melihat hubungan antara

ilmu yang dipelajarinya dengan

alam sekitar dan masyarakat. Dan

dengan alat peraga dapat

menumbuhkan kegairahan belajar.

Dapat meningkatkan aktivitas dan

kreatifitas. Efisiensi waktu dan

efisiensi motivasi dalam proses

belajar mengajar. Penggunaan alat

peraga dalam proses pembelajaran

bukan merupakan fungsi tambahan

tetapi mempunyai fungsi

tersendiri, sebagai alat bantu untuk

mewujudkan situasi pembelajaran

yang efektif. Penggunaan alat

peraga merupakan bagian yang

integral dari keseluruhan situasi

mengajar. Ini berarti bahwa alat

peraga merupakan salah satu unsur

yang harus dikembangkan guru.

(Ruseffendi,1997:104)

Penggunaan alat peraga

dalam pengajaran lebih

diutamakan untuk mempertinggi

mutu pembelajaran. Dengan

perkataan lain dengan

menggunakan alat peraga, hasil

belajar yang dicapai akan tahan

lama diingat siswa, sehingga

pembelajaran mempunyai nilai

tinggi. (Dirjen Dikdasmen,

No.024/c/kep/R.1994)

Sedangkan beberapa

manfaat dari alat peraga dalam

proses pembelajaran, yaitu :

Dapat meningkatkan minat anak,

membantu tilik ruang, supaya

dapat melihat antara ilmu yang

dipelajari dengan lingkungan alam

sekitar, anak akan lebih berhasil

belajarnya bila banyak melibatkan

alat inderanya, sangat menarik

minat siswa dalam belajar,

mendorong siswa untuk belajar

bertanya dan berdiskusi,

menghemat waktu belajar.

(Ruseffendi, 1994:240; Gunawan

dkk, 1996:37)

Dengan demikian

penggunaan alat peraga dalam

proses pembelajaran akan lebih

kondusif, efektif dan efisien.

Siswa akan termotivasi untuk

belajar, karena mereka tertarik dan

mengerti atas pelajaran yang

diterimanya. Dalam proses

pembelajaran, seorang pendidik

dalam menyampaikan materi

pelajaran hendaknya dapat

memilih alat peraga yang tepat

sesuai dengan konsep

pembelajaran yang akan

disampaikan.

Untuk membantu proses

pelaksanaan proses pembelajaran

di kelas, alat peraga dapat

menunjang keberhasilan

pembelajaran. Beberapa alat

peraga yang dapat digunakan di

sekolah dasar dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Media audatif; yaitu media yang

hanya mengandalkan

Page 45: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

37

kemampuan suara saja, seperti

radio, cassette recorder,

piringan audio. Media ini tidak

cocok untuk orang tuli atau

mempunyai kelainan dalam

pendengaran.

b. Media visual; yaitu media yang

hanya mengandalkan indra

penglihatan. Media visual ini

ada yang menampilkan gambar

diam seperti film strip (film

rangkai), slides (film bingkai)

foto, gambar atau lukisan,

cetakan. Ada pula media visual

yang menampilkan gambar atau

simbol yang bergerak seperti

film bisu, film kartun.

c. Media audio-visual; yaitu media

yang mempunyai unsur suara

dan unsure gambar. Jenis media

ini mempunyai kemampuan

yang lebih baik karena meliputi

kedua jenis media yang pertama

dan kedua. Media ini dibagi

lagi ke dalam (a) audio-visual

diam, yaitu media yang

menampilkan suara dan gambar

diam seperti film bingkai suara

(sound slides), film rangkai

suara, cetak suara, dan (b)

audio-visual gerak, yaitu media

yang dapat menampilkan unsur

suara dan gambar yang

bergerak seperti film suara dan

video-cassette

Jadi dalam penelitian ini alat

peraga yang digunakan adalah alat

peraga gambar yang termasuk

dalam media visual

Prestasi Belajar

Prestasi adalah “hasil dari

suatu kegiatan yang telah

dikerjakan, diciptakan, baik secara

individual maupun kelompok”

(Djamarah, 1994:19). Sedangkan

menurut WJS. Poerwadarminta

dalan Djamarah (1994:21)

berpendapat bahwa prestasi adalah

“hasil yang telah

dicapai/dilakukan, dikerjakan dan

sebaginya”. Sedangkan menurut

Kohar Prestasi adalah “apa yang

dapat diciptakan, hasil pekerjaan,

hasil yang menyenangkan hati

yang diperoleh dengan keuletan

kerja” (Djamarah, 1994:20).

Berdasarkan beberapa

pendapat para ahli di atas dapat

peneliti simpulkan bahwa yang

dimaksud dengan prestasi belajar

yaitu penilaian pendidikan tentang

kemajuan siswa dalam segala hal

yang dipelajari di sekolah yang

menyangkut pengetahuan,

kecakapan atau keterampilan yang

dinyatakan sesudah hasil

penilaian.

Hipotesis

Adapun hipotesis dalam penelitian

ini adalah: bahwa “penggunaan

alat peraga gambar dapat

meningkatkan prestasi belajar

siswa kelas V di SDN 10 Sila pada

mata pelajaran IPS tahun ajaran

2016/2017

Page 46: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

38

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian ini

adalah Penelitian Tindakan Kelas

(Clasroom Action Research).

Secara singkat Penelitian Tindakan

Kelas (PTK) adalah suatu

pencermatan terhadap kegiatan

belajar berupa sebuah tindakan,

yang sengaja dimunculkan dan

terjadi dalam sebuah kelas secara

bersama (Suharsimi, 2007:45)

Berdasarkan pendapat ahli di

atas dapat disimpulkan bahwa

Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

berfokus pada kelas atau pada

proses belajar mengajar yang

terjadi di kelas, dengan

menggunakan alat peraga gambar

sehingga dapat meningkatkan

prestasi belajar siswa kelas V di

SDN 10 Sila

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan

dilaksanakan di kelas V SDN 10

Sila tahun pelajaran 2016.

Penelitian ini akan dilaksanakan

selama 3 minggu terhitung mulai

bulan Juni sampai dengan bulan

Juli pada semester II Tahun

Pelajaran 2016.

Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di

SDN 10 Sila di kelas V tahun

pelajaran 2016. Dengan jumlah

siswa 25 orang.

Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah

alat pada waktu peneliti

menggunakan suatu metode

(Suharsimi, 1998:47). Adapun

instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini adalah :

a. Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran

Rencana

pelaksanaan pembelajaran

biasanya lebih efektif dan

efisien dalam

menyampaikan materi

yang akan disampaikan di

dalam kelas dimana

rencana ini berisi

gambaran global dari

materi yang akan

disampaikan

b. Tes Evaluasi

Tes merupakan

serentetan pertanyaan atau

latihan yang digunakan

untuk mengukur

keterampilan,

pengetahuan, intelegensi,

kemampuan yang dimiliki

individu atau kelompok

(Suharsimi Arikunto,

2002).

Instrumen tes digunakan

peneliti dalam skripsi ini adalah

untuk mengukur pemahaman

siswa yang terdiri dari soal esay

yang berisikan soal-soal yang

berkaitan dengan materi yang

diajarkan. Dalam penelitian ini

jenis tes yang digunakan adalah

Page 47: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

39

bentuk essay terdiri dari 5 nomor

soal yang diambil dari berbagai

buku paket. Instrumen ini disusun

berpedoman pada kurikulum dan

buku pelajaran IPS V.

c. Lembar observasi

Lembar observasi berisi

tentang keterlaksanaan proses

pembelajaran dan instrumen tes

hasil belajar. Lembar observasi

keterlaksanaan proses

pembelajaran yang dikembangkan

dari Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) yang telah

disusun oleh peneliti, yang berisi

detail siklus (langkah-langkah

proses pembelajaran)

Teknik Analisis Data

Pengelolaan data

merupakan satu langkah yang

sangat penting dalam kegiatan

penelitian bila kesimpulan yang

akan diteliti dapat dipertanggung

jawabkan data yang di analisis

oleh peneliti adalah :

Data prestasi belajar siswa

dengan mencari Kriteria

Ketuntasan Minimal

1) Ketuntasan individu

Setiap siswa dalam

proses belajar mengajar

dikatakan tuntas apabila

memperoleh nilai ≥ KKM

2) Ketuntasan klasikal

Ketuntasan klasikal

dikatakan telah dicapai apabila

target pencapaian ideal 85 %

dari jumlah siswa dalam kelas.

%1001 xn

nKK

Keterangan : KK = Ketuntasan

Klasikal

n1 = Jumlah siswa yang

memperoleh nilai ≥ KKM

n = Jumlah siswa

yang ikut tes

(banyaknya siswa)

(Nurkencana, 2003)

Data Aktivitas belajar

Data Aktivitas Siswa dan guru

Setiap prilaku siswa dan

guru pada penelitian ini, penilaian

keterlaksanaan dengan pilihana ya

dan tidak. Analisis menggunakan

rumus persentase:

P = (indikator yang terlaksana/

indikator keseluruhan) x 100%

Indikator Keberhasilan

Dalam penelitian ini yang menjadi

indikator keberhasilan untuk aspek

prestasi belajar siswa apabila

Ketuntasan Klasikal (KK) yang

harus dicapai minimal 85%. Untuk

aspek aktifitas guru dan siswa

minimal berkategori aktif.

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini

telah diaplikasikan pada obyek

yang telah ditentukan yaitu siswa

kelas V SDN 10 Sila tahun

pelajaran 2016/2017, Penelitian

yang direncanakan dalam dua

Page 48: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

40

siklus telah dilaksanakan dan

hasilnya adalah sebagai berikut:

a. Siklus I

Sebelum proses belajar dimulai

pada siklus I, peneliti telah

mempersiapkan perangkat

pembelajaran yang terdiri dari

rencana pelaksanaan pembelajaran

(RPP), lembar observasi, soal

evaluasi untuk mendukung

kelancaran proses pembelajaran.

Adapun materi yang dibahas

pada siklus ini adalah kegiatan

ekonomi masyarakat setempat.

1) Pelaksanaan tindakan

Proses belajar

mengajar pada siklus I

dilaksanakan mengacu pada

RPP yang telah disusun.

2) Hasil Observasi

Proses observasi

aktivitas peneliti dalam

mengajara dilaksanakan oleh

teman sejawat selama

berlangsung proses belajar

mengajar dengan mengisi

lembar observasi yang telah

disiapkan. Sedangkan untuk

observasi aktivitas siswa

dilaksanakan oleh teman

sejawat juga. Ringkasan data

hasil observasi tersebut dapat

dilihat berikut ini :

a) Observasi untuk aktivitas

siswa

Hasil observasi aktifitas

siswa dapat diketahui dari

lembar observasi yang

didiisi oleh pengamat yaitu

55 % keterlaksanaannya

b) Observasi untuk aktivitas

Guru

Hasil observasi aktifitas

Guru terkait keterlaksanaan

dari RPP yang telah dibuat

dapat diketahui dari lembar

observasi yang didiisi oleh

pengamat yaitu 55 %

keterlaksanaannya

3) Hasil Evaluasi

Adapun hasil evaluasi

yang diperoleh pada siklus I

untuk prestasi IPS siswa

sebagai berikut:

a. Jumlah siswa yang tuntas:

16

b. Jumlah siswa yang tidak

tuntas : 9

c. Jumlah siswa yang ikut

tes: 25

d. Ketuntasan klasikal: 64

%

Berdasarkan indikator

ketuntasan yang ditetapkan yaitu ≥

85 %, maka pada hasil evaluasi

siklus tersebut belum mencapai

standar ketuntasan untuk prestasi

IPS siswa, hal ini diakibatkan

karena masih ada siswa yang

masih mendapat nilai 70 kebawah.

Sehingga sebelum melanjutkan

pembelajaran ke siklus berikutnya

dilakukan upaya perbaikan dan

penyempurnaan terlebih dahulu

dengan melakukan diskusi dengan

siswa yang mendapat nilai kurang

Page 49: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

41

dari 70 dengan memberikan saran-

saran seperti: 1) sepulang dari

sekolah usahakan belajar kembali

materi yang dipelajari dikelas, dan

2) mengerjakan latihan dengan

serius serta 3) jika belum paham

dengan materi, anak-anak harus

berani bertanya.

4) Refleksi

Melihat hasil yang diperoleh dari

proses belajar mengajar sampai

hasil evaluasi pada siklus I, masih

belum mencapai hasil yang

diharapkan. Hal ini ditunjukan

oleh data observasi aktivitas siswa.

Diantaranya adalah, kesiapan

siswa untuk menerima pelajaran

masih sangat kurang.

Berdasarkan hasil evaluasi

menunjukan belum tercapainya

hasil yang memuaskan. Dapat

dilihat dari ketuntasan belajar

siswa untuk prestasi IPS siswa

hanya mencapai 64 % dari standar

ketuntasan ≥ 85%.

b. Siklus II

Siklus II dilaksanakan dengan

melanjutkan pengajaran materi

kegiatan ekonomi masyarakat.

1) Pelaksanaan tindakan

Proses belajar mengajar

pada siklus II dilaksanakan

dengan mengacu pada RPP

yang telah disusun.

2) Hasil Observasi

Proses observasi

aktivitas siswa dilaksanakan

oleh teman sejawat selama

berlangsung proses belajar

mengajar dengan mengisi

lembar observasi yang telah

disiapkan. Ringkasan data hasil

observasi tersebut dapat dilihat

berikut ini :

a. Observasi untuk aktivitas

siswa

Hasil observasi aktifitas

siswa dapat diketahui dari

lembar observasi yang

didiisi oleh pengamat yaitu

88 % keterlaksanaannya

b. Observasi untuk aktivitas

Guru

Hasil observasi aktifitas

Guru terkait keterlaksanaan

dari RPP yang telah dibuat

dapat diketahui dari lembar

observasi yang didiisi oleh

pengamat yaitu 88 %

keterlaksanaannya

3) Hasil Evaluasi

Adapun hasil evaluasi

yang diperoleh pada siklus II

dapat dilihat pada lampiran.

Secara ringkas hasilnya sebagai

berikut:

a. Jumlah siswa yang tuntas

: 23 siswa

b. Jumlah siswa yang belum

tuntas : 1 siswa

c. Jumlah siswa yang ikut tes

: 24 siswa

d. Ketuntasan klasikal

: 96 %

Page 50: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

42

Data tersebut diatas

menunjukan bahwa pada siklus II

sudah mencapai standar ketuntasan

klasikal yaitu 96 %. Persentase

ketuntasannya menunjkan

peningkatan dari siklus

sebelumnya. Karena pada siklus II

ketuntasan klasikalnya telah

mencapai ≥85%, maka tidak perlu

untuk melanjutkan ke siklus

berikutnya.

Pembahasan

Penelitian tindakan kelas

ini dilakukan dalam dua siklus

dengan menggunakan alat peraga.

Berdasarkan hasil analisis tindakan

dan hasil evaluasi pada siklus I

diketahui bahwa ketuntasan belajar

belum mencapai seperti yang

diharapkan. Hal ini ditunjukan

oleh hasil evaluasinya yaitu

persentase ketuntasannya adalah

64 %, sehingga sebelum

melanjutkan pembelajaran ke

siklus berikutnya dilakukan upaya

perbaikan dan penyempurnaan

terlebih dahulu dengan melakukan

diskusi dan membimbing siswa

yang mendapat nilai kurang dari

70 dengan bimbingan secara

khusus atau individual. Adapun

hasilnya adalah dengan lebih

termotivasi dan antusiasnya siswa

dalam bertanya baik kepada

temannya maupun kepada guru.

Dan juga dapat terlihat pada saat

siswa mengerjakan soal-soal

latihan setelah berdiskusi dan

diberikan bimbingan.

Setelah dilakukan tindakan

pada siklus II yang mengacu pada

perbaikan tindakan dari siklus I

diperoleh hasil yang lebih baik. Ini

ditunjukan dari hasil evaluasi akhir

siklus dimana persentase

ketuntasan klasikal adalah 96 %.

Hal ini berarti tindakan pada siklus

II sudah mencapai standar

ketuntasan klasikal 85 %. Dengan

demikian tidak perlu untuk

melakukan siklus selanjutnya.

Dari proses tindakan dan

hasil yang diperoleh dari siklus I,

maka untuk siklus II menunjukan

hasil yang lebih baik dari siklus

sebelumnya. Berarti

penunggunaan alat peraga dapat

meningkatkan prestasi belajar

IPS siswa. Dan terbukti apa yang

disampaikan oleh Russeffendi

dengan alat peraga dapat

menumbuhkan kegairahan belajar.

Dapat meningkatkan aktivitas dan

kreatifitas. Efisiensi waktu dan

efisiensi motivasi dalam proses

belajar mengajar. Penggunaan alat

peraga dalam proses pembelajaran

bukan merupakan fungsi tambahan

tetapi mempunyai fungsi

tersendiri, sebagai alat bantu untuk

mewujudkan situasi pembelajaran

yang efektif. Penggunaan alat

peraga merupakan bagian yang

integral dari keseluruhan situasi

mengajar. Ini berarti bahwa alat

peraga merupakan salah satu unsur

yang harus dikembangkan guru.

(Ruseffendi,1997:104). Setelah

melakukan penelitian tersebut

Page 51: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

43

peneliti melihat suasana kelas

lebih hidup karena partisipasi

siswa dalam proses belajar

mengajar sangat aktif.

SIMPULAN

Proses tindakan dan hasil evaluasi

dari penelitian telah diperoleh,

maka dapat disimpulkan beberapa

hal sebagai berikut:

1. Penerapan penggunaan alat

peraga dapat meningkatkan

prestasi belajar siswa kelas

V SDN 10 Sila.

2. Prestasi belajar IPS siswa

tersebut ditunjukan oleh

aktivitas siswa dalam kelas

dan hasil evaluasi tiap

akhir siklus. Pada siklus I,

persentase ketuntasan

sebesar 64 % dan pada

siklus II dengan persentase

ketuntasan 96 %.

3. Aktivitas guru dan siswa

meningkat dari siklus I ke

siklus II.

DAFTAR PUSTAKA

Arief Sardiman. S. 1986. Media

Pendidikan, Pengertian,

Pengembangan dan

Pemanfaatannya,

Jakarta : Rajawali

Aqib, 2003. Pendidikan Guru

Berdasarkan

Pendekatan Kompetensi,

Jakarta : PT. Bumi

Aksara

Djamarah, Saiful, Bahri, 1994.

Prestasi Belajar dan

Kompetensi Guru,

Usaha Nasional :

Surabaya- Indonesia

Depdiknas, 1997. Efektivitas

pembelajaran biologi di

SMP, Jakarta : Rineka

Cipta

Dimyati dan Mudjiono, 2006.

Efektivitas

pembelajaran pada

SMP, Jakarta : Rineka

Cipta

_______, 1980. Media Pendidikan,

Bandung : Citra Aditya

Lexi J. Moleong, 2006.

Metodelogi Penelitian

Kualitatif. Bandung :

Remaja Rosdakarya

Muhibbin, Syah, 2007. Psikologi

Belajar, PT. Rajagrafindo

Persada:Jakarta

Nurkencana, 1990. Evaluasi Hasil

Belajar, Surabaya :

Usaha Nasional

________, 2003. Evaluasi Hasil

Belajar, Surabaya :

Usaha Nasional

Nurbatni, 2005. Media

Pendidikan, Bandung :

Citra Aditya

Page 52: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

44

Nur, Muhammad. 2002.

Pengantar pada

Pengelolaan Kelas,

Surabaya : Unesa Press

Nasution, 1982. Didaktik Azas-

azas Mengajar, Bandung

Hamalik, Oemar. 1994. Media

Pendidikan, Bandung :

Citra Aditya

Purwanto, 1984. Belajar dan

Pembelajaran, Bandung

Poerwarminta, 1984. Efektifitas

Penggunaan Media di

SD, Bandung : Citra

Aditya

Riyanto, 1996. Metodologi

Penelitian Pendidikan,

Surabaya : SIC

Sudjana, Nana, 2004. Dasar-

Dasar Proses Belajar

Mengajar, Bandung :

Sinar Baru Algensindo

Slameto, 2003. Belajar dan

Faktor-faktor yang

Mempengaruhinya, PT.

Rineka Cipta:Jakarta

_______, 1995. Belajar dan

Faktor-faktor yang

Mempengaruhinya, PT.

Rineka Cipta:Jakarta

Suyanto, 1997. Pedoman

Pelaksanaan Penelitian

Tindakan Kelas 1-III, DI

IKIP:Yogyakarta

Subroto, 1977. Belajar Tuntas

pada mata pelajaran

IPA, Jakarta : PT.

Rajagrafindo Persada

Suharsimi, Arikunto, 2007.

Penelitian Tindakan

Kelas, Bumi

Aksara:Jakarta

______,2002. Prosedur

Penelitian Suatu

Pendekatan Praktek,

Rineka Cipta:Jakarta

_______,2006. Prosedur

Penelitian Suatu

Pendekatan Praktek,

Rineka Cipta:Jakarta

_______,1998. Prosedur

Penelitian Suatu

Pendekatan Praktek,

Rineka Cipta:Jakarta

Undang-Undang No. 20, 2006.

Sistem Pendidikan

Nasional, Jakarta :

Depdiknas

Page 53: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

45

IDE PEMBAHARUAN HUBUNGAN AGAMA DENGAN TRADISI DALAM NOVEL SANG PENCERAH KARYA AKMAL NASERY

BASRAL TINJAUAN ANTROPOLOGIS.

MUH. RIJALUL AKBAR.

DOSEN STKIP TAMAN SISWA BIMA

ABSTRAK

Penelitian tentang “Ide Pembaharuan Hubungan Agama dengan

Tradisi dalam Novel Sang Pencerah Karya Akmal Nasery Basral Tinjauan

Antropologis” ini berusaha untuk menemukan bentuk-bentuk dari ide

pembaharuan hubungan agama dengan tradisi. Pemilihan novel Sang

Pencerah karya Akmal Nasery Basral ini didasarkan pada pemikiran bahwa

novel tersebut membahas tentang pembauran antara agama dan tradisi yang

terjadi dalam kehidupan masyarakat, dan kemudian direkam dalam karya

tulis berupa karya sastra yaitu novel. Permasalahan yang dikaji dalam

penelitian ini adalah bentuk-bentuk dari hubungan antara agama dan tradisi.

Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa hal-hal tersebut memiliki peran

cukup penting yang digunakan untuk mengetahui bentuk-bentuk hubungan

agama dan tradisi dalam karya sastra. Adapun teori yang digunakan dalam

penelitian ini adalah teori kebudayaan (antropologi) yang dikemukakan oleh

Koentjaraningrat yang lebih dikenal dengan tiga wujud kebudayaan (ide,

aktivitas, dan benda). Metode yang digunakan dalam penelitian adalah

deskriptif kualitatif dengan pendekatan antropologis. Adapun sumber datanya

adalah novel yang berjudul Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral.

Wujud datanya berupa beberapa kalimat dan kutipan-kutipan dalam novel

yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Pengumpulan data dalam

penelitian ini menggunakan teknik tekstual (pustaka) dan penganalisisannya

menggunakan teknik deskriptif (mendeskripsikan kalimat/kutipan yang

berkaitan dengan hubungan antara agama dan tradisi). Berdasarkan hasil

penelitian dapat disimpulkan bahwa ide pembaharuan hubungan agama

dengan tradisi memiliki berbagai bentuk di antaranya; (1) wujud kebudayaan

sebagai kompleks dari ide, (2) kompleks aktivitas serta tindakan berpola

masyarakat, dan (3) benda-benda hasil karya manusia dalam novel Sang

Pencerah karya Akmal Nasery Basral kurang harmonis ketika ide

pembaharuan yang diajarkan oleh Kiai Dahlan menyinggung ide-ide dalam

beragama yang telah menjadi tradisi dan budaya dalam masyarakat. Hal ini

menimbulkan ketegangan dalam masyarakat, sehingga fungsi agama sebagai

pemersatu masyarakat dan penentram jiwa tidak berjalan dengan baik.

Kata Kunci: Ide Pembaharuan, Hubungan agama dengan tradisi,

Antropologi

Page 54: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

46

Latar Belakang

Karya sastra membicarakan

manusia dengan segala

kompleksitas persoalan hidupnya,

maka antara karya sastra dengan

manusia memiliki hubungan yang

tidak dapat dipisahkan. Sebagai

hasil imajinatif, sastra berfungsi

sebagai hiburan yang

menyenangkan, juga berguna untuk

menambah pengalaman lebih bagi

para pembaca atau penikmatnya.

Budaya mencakup seluruh

kegiatan masyarakat, dalam

berkegiatan/aktivitasnya, kadang

manusia tidak dapat membedakan

atau memisahkan unsur-unsur

kebudayaan yang satu dan lainnya,

khususnya kepercayaan dan adat

istiadat (tradisi). Kamus Bahasa

Indonesia (2008: 11 dan 1084)

mengartikan adat istiadat sebagai

segala aturan (tindakan dan

sebagainya) yang sudah menjadi

kebiasaan secara turun-temurun.

Sedangkan kepercayaan adalah

anggapan atau keyakinan bahwa

sesuatu yang dipercayai itu benar-

benar atau nyata, atau sebutan bagi

sistem religi di Indonesia yang tidak

termasuk salah satu dari kelima

agama yang resmi.

Novel Sang Pencerah karya

Akmal Nasery Basral ini

menggambarkan tentang bagaimana

pembauran antara agama dan tradisi

yang terjadi di masyarakat Kuaman

Jogja Jawa Tengah yang tergambar

dalam konflik di dalam diri tokoh

utama (K.H. Ahmad Dahlan) dan

antartokoh.

LANDASAN TEORI

Pengertian Novel

Novel adalah suatu cerita

yang bersal dari hasil imajinasi

pengarang dengan panjang tertentu

yang didalamnya terdapat unsur-

unsur pembangun minimal seperti

tokoh, latar dan alur. Menurut

(Sugiarti, 2001: 114-115) kata

“novel” berasal dari kata “novellus”

yang diturunkan dari kata “novies”

yang berarti baru. Novel adalah

suatu cerita prosa fiktif dengan

panjang tertentu, yang melukiskan

para tokoh, gerak serta adegan

kehidupan nyata yang representatif

dalam suatu alur atau keadaan yang

agak kacau atau kusut.

Unsur-unsur Pembentuk Novel

Unsur-unsur pembentuk

karya sastra terdiri dari dua unsur

utama yaitu unsur yang membentuk

karya sastra dari dalam karya itu

sendiri, unsur ini biasa disebut

dengan unsur instrinsik yang terdiri

dari tema, latar/setting, tokoh dan

penokohan, alur, sudut pandang,

dan gaya. Unsur utama pembentuk

karya sastra selanjutnya adalah

unsur ekstrinsik. Disebut ekstrinsik

karena unsur ini adalah unsur yang

membentuk karya sastra dari luar

karya sastra itu sendiri. Biasanya

unsur ini berperan penting dalam

proses penciptaan sebuah karya

sastra (keadaan sosial dan budaya).

Pengertian Budaya

Kebudayaan menguak hal-hal

yang berhubungan antara manusia

dan lingkungannnya, dapat berupa

sistem kepercayaan, sistem

sosialisasi antarmasyarakat,

benda/alat sebagai penopang

aktivitas masyarakat. Kebudayaan

tidak akan pernah lepas dari

kehidupan manusia, selama manusia

Page 55: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

47

masih ada, maka budayapun tetap

ada. Budaya adalah ciptaan manusia

dan manusia adalah hasil dari

budaya.

Wujud Kebudayaan

Kebuadayaan memiliki cakupan

yang sangat luas ini tentunya harus

dibagi atau dipisah dalam beberapa

wujud, untuk memudahkan kita

dalam memahami budaya itu

sendiri. Koentjaraningrat (2009:

150) mengatakan bahwa

kebudayaan itu ada tiga wujudnya,

yaitu:

1) Wujud kebudayaan sebagai

kompleks dari ide-ide,

gagasan, nilai-nilai, norma-

norma, peraturan, dan

sebagainya.

2) Wujud kebudayaan sebagai

suatu kompleks aktivitas

serta tindakan berpola dari

manusia dalam masyarakat.

3) Wujud kebudayaan sebagai

benda-benda hasil karya

manusia.

Unsur-unsur Kebudayaan

Setiap budaya tentunya

memiliki unsur yang sama seperti

yang dikenal dalam ilmu Antrpologi

dengan unsur universal budaya.

Seperti yang dikemukakan oleh

Koentjaraningrat (dalam Prasetya,

2009: 32-33), dia berpendapat

bahwa tujuh unsur kebudayaan yang

dapat ditemukan pada semua bangsa

di dunia. Adapun unsur kebudayaan

yang bersifat universal yang dapat

kita sebut sebagai isi pokok tiap

kebudayaan di dunia ini, ialah: (1)

Peralatan dan perlengkapan hidup

manusia sehari-hari misalnya:

pakaian, perumahan, alat rumah

tangga, senjata, dan sebagainya. (2)

Sistem mata pencaharian dan sistem

ekonomi. Msialnya: pertanian,

peternakan, sistem produksi. (3)

Sistem kemasyarakatan, misalnya:

kekerabatan, sistem perkawinan,

sistem warisan. (4) Bahasa sebagai

media komunikasi, baik lisan

maupun tertulis. (5) Ilmu

pengetahuan. (6) Kesenian,

misalnya: seni suara, seni rupa, seni

gerak. (7) Sistem religi.

Pranata Sosial

Dalam hidup bermasyarakat,

mausia setiap hari melakukan

berbagai tindakan interaksi yang

berpola, baik yang dianut resmi

maupun tidak resmi. Pranata adalah

suatu sistem aturan-aturan yang

menata serangkain tindakan berpola

mantap guna memenuhi suatau

keperluan yang khusus dalam

kehidupan masyarakat

(Koentjaraningrat, 2011: 133).

Pranata sosial ini adalah bagian dari

wujud kebudayaan yang berupa

aktivitas-aktivitas berpola dari

suatau masyarakat. Aktivitas

berpola ini diatur dalam sebuah

system yang berupa adat istiadat.

Adat Istiadat

Adat-istiadat adalah bagian dari

unsur kebudayaan yang menjadi

pedoman hidup manusia dalam

bermasyarakat. Secara etimologis

adat-istiadat terdiri dari dua kata

yaitu adat dan istiadat, dalam

pengertian KBI (2008: 11) adat

berarti aturan (perbuatan dan

sebagainya) yang lazim diturut atau

Page 56: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

48

dilakukan sejak dahulu kala atau

kebiasaan; cara (kelakuan dan

sebagainya) yang sudah menjadi

kebiasaan sedangkan istiadat adalah

segala aturan (tindakan dan

sebagainya) yang sudah menjadi

kebiasaan secara turun-temurun.

Pengertian Agama

Agama adalah hal yang unik,

agama adalah hal pertama yang

dibawa oleh manusia di dunia dan

menjadi hal terakhir yang dibawa

ketika manusia meninggal dan

agama akan tetap tumbuh dan

berkembang selama manusia masih

ada.

Unsur-unsur Agama

Berdasarkan teori asal mula

agama dari bentuk-bentuk yang ada

dimuka bumi ini, paling tidak

terdapat lima unsur dasar agama,

yaitu (1) emosi

keagamaan/agamaous

emotion/getaran jiwa yang

menyebabkan manusia menjalankan

kelakuan keagamaan; (2) sistem

kepercayaan/believe system atau

bayang-bayang manusia tentang

bentuk dunia, alam, alam gaib,

hidup, mati, dsb; (3) sistem upacara

keagamaan yang bertujuan mencari

hubungan dengan dunia gaib

berdasarkan atas sistem

kepercayaan; (4) peralatan dan

perlengkapan upacara; (5)

kelompok keagamaan/religous

community atau kesatuan-kesatuan

sosial yang mengekpresikan dan

mengaktifkan agama beserta sistem

upacara-upacara keagamaannya

(Pujileksono, 2009: 66-67).

METODOLOGI PENELITIAN

Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah

pendekatan antropologis. Lahirnya

pendekatan antropologis, didasarkan

atas kenyataan, pertama, adanya

hubungan antara ilmu antropologi

dengan bahasa. Kedua, dikaitkan

dengan tradisi lisan, baik

antropologi maupun sastra sama-

sama mempermasalahkannya

sebagai objek yang penting.

Pendekatan antropologis bukanlah

aspek antropologi „dalam‟ sastra

melainkan antropologi „dari‟ sastra.

(Ratna, 2011b: 64).

Metode Penelitian

Metode yang digunakan

dalam penelitian ini adalah

deskriptif kualitatif. Deskripsi

kualitatif adalah metode yang secara

keseluruhan memanfaatkan cara-

cara penafsiran dengan

menyajikannya dalam bentuk

deskripsi, kualitas penafsiran dalam

metode kualitatif dibatasi oleh

hakikat fakta-fakta sosial. Metode

kualitatif memberikan perhatian

terhadap data alamiah, data dalam

hubungannya dengan konteks

keberadaannya (Ratna, 2009: 46-

47).

Sumber Data

Sumber data dalam

penelitian ini berupa tulisan berupa

penggalan kalimat dalam bentuk

novel yang berjudul Sang Pencerah

karya Akmal Nasery Basral yang

diterbitkan oleh Mizan Pustaka (PT

Mizan Publika), cetakan kedua (Juni

Page 57: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

49

2010), tebal buku 461 halaman

dengan sampul berawarna kuning

keemasan dan terdapat foto Lukman

Sardi yang memegang biola sebagai

ilustrasi dari Kiai Haji Ahmad

Dahlan.

Data

Data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah kutipan yang

berakitan dengan masalah yang

diteliti, dimana dalam penelitian ini

adalah tentang hubungan agama dan

tradisi. Kutipan-kutipan tersebut

berupa beberapa kalimat baik yang

berupa dialog atau gambaran dari

tokoh yang terdapat dalam novel

Sang Pencerah. Data-data tersebut

dijabarkan dalam bentuk tabel

korpus data yang memuat nomor

data, data, kode data, deskripsi dan

interpretasi. Data-data tersebut

kemudian dideskripsikan

selanjutnya akan dianalisis dengan

menggunakan teori yang telah

terdapat dalam landasan teori.

Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat pada

waktu peneliti menggunakan suatu

metode (Arikunto, 1992: 121).

Instrumen yang digunakan dalam

penelitian yang berjudul Ide

Pembaharuan Hubungan Agama

dengan Tradisi dalam Novel Sang

Pencerah Karya Akmal Nasery

Basral Tinjauan Antropologis ini

menggunakan tabel kisi-kisi

penyajian data yang berisi nomor,

data, kode data, deskripsi, dan

interpretasi pada kutipan-kutipan

teks yang dibutuhkan.

Teknik Penelitian

Sesuai dengan metode

penelitian yang telah ditentukan

maka digunakan sebuah teknik

penelitian. Teknik penelitian adalah

cara yang digunakan peniliti untuk

melakukan penelitian, sehingga

dapat mengolah data yang telah

ditemukan. Adapun teknik

penelitian yang digunakan yakni:

teknik pengumpulan data dan

pengolahan data.

a. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan

dalam penelitian ini adalah teknik

dokumentasi. Dokumentasi, dari

asal katanya dokumen, yang artinya

barang-barang tertulis. Di dalam

melaksanakan metode dokumentasi,

peneliti menyelidiki benda-benda

tertulis seperti buku-buku, majalah,

dokumen, peraturan-peraturan,

notulen rapat, catatan harian dan

sebaginya (Arikunto, 1992: 131).

Dalam hal ini benda tertulis yang

dikaji oleh peneliti adalah Novel

Sang Pencerah karya Akmal Nasery

Basral.

Adapun teknik pengumpulan

data dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1) Membaca novel Sang

Pencerah Karya Akmal

Nasery Basral yang

digunakan sebagai data

primer, atau objek dalam

penelitian ini secara

berulang-ulang untuk

menghindari penafsiran

yang tidak sesuai dengan

topik yang akan diteliti.

2) Mengidentifikasi isi novel

yang terdapat dalam karya

Page 58: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

50

sastra yang berkaitan dengan

ide pembaharuan hubungan

agama dengan tradisi.

3) Mengklasifikasi pernyataan

tentang ide pembaharuan

hubungan agama dengan

tradisi sesuai dengan

rumusan masalah yang telah

ditentukan

4) Memasukkan data ke dalam

korpus data.

5) Mendeskripsikan data yang

telah ditemukan pada saat

membaca dan

mengidentifikasi isi novel.

b. Teknik Pengolahan Data

Setelah data terkumpul,

maka langkah selanjutnya dalah

mengolah data. Pengolahan data

dalam penelitian ini menggunakan

teknik deskriptif kualitatif. Dalam

hal ini, peneliti mendeskripsikan

data-data yang telah terkumpul,

dimana data-data ini berupa

penggalan-penggalan beberapa

kalimat baik yang berupa dialog

atau gambaran dari tokoh yang

terdapat dalam novel Sang

Pencerah Karya Akmal Nasery

Basral.

Adapun langkah-langkah

pengolahan data dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1) Perbandingan Antardata

Data-data yang telah

diperoleh melalui pembacaan

secara cermat dan teliti

dicatat dalam kartu data.

Data tentang ide

pembaharuan hubungan

agama dan tradisi dalam

novel Sang Pencerah baik

yang berupa wujud

kebudayaan dalam bentuk

ide-ide, aktivitas, maupun

benda dibandingkan.

Perbandingan ini dilakukan

untuk mengelompokkan

data-data tersebut sesuai

dengan permasalahan yang

telah ditentukan.

2) Kategorisasi

Data-data yang telah

dibandingkan kemudian

dikelompokkan berdasarkan

jenisnya. Data mengenai

wujud kebudayaan sebagai

suatu kompleks dari ide-ide,

dipisahkan dari data-data

yang berupa wujud

kebudayaan sebagai suatu

kompleks aktivitas serta

tindakan, dan selanjutnya

dipisahkan pula dengan data

yang berupa wujud

kebudayaan sebagai benda-

benda hasil karya manusia

yang terdapat dalam novel

Sang Pencerah.

3) Korpus Data dan Kodifikasi

Data-data yang telah

dikelompokkan kemudian

dimasukkan ke dalam tabel

disertai dengan penggunaan

angka untuk memperjelas

deskripsi yang ada.

Sedangkan kodifikasi atau

pengodean yaitu data-data

yang telah terkumpul dan

diklasifikasikan kemudian

diberi kode agar lebih mudah

membedakan antara data-

data yang berupa suatu

kompleks dari ide-ide, data

yang berupa wujud

kebudayaan sebagai suatu

kompleks aktivitas serta

Page 59: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

51

tindakan, dan data yang

berupa wujud kebudayaan

sebagai benda-benda hasil

karya manusia kebudayaan

sebagai yang terdapat dalam

novel Sang Pencerah.

4) Deskripsi dan Interpretasi

Data

Data-data yang telah

diklasifikasikan sesuai

dengan jenisnya masing-

masing, kemudian memasuki

tahap deskripsi untuk

menemukan jawaban dari

setiap permasalahan dalam

penelitian. Setelah dilakukan

tahap deskripsi, data-data

yang ada kemudian

dilanjutkan dengan tahap

interpretasi. Yaitu tahap

dimana peneliti berusaha

untuk menemukan jawaban

dari setiap rumusan masalah

dengan menggunakan toeri-

teori yang telah terdapat pada

landasan teori.

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian

merupakan langkah-langkah yang

ditempuh peneliti dalam melakukan

penelitian dari awal hingga

penelitian benar-benar selesai.

Langkah-langkah yang ditempuh

peneliti dalam penelitian ini sebagai

berikut:

1) Tahap Persiapan

a. Penentuan judul

penelitian.

b. Konsultasi judul

penelitian.

c. Studi kepustakaan.

d. Konsultasi rancangan

penelitian.

2) Tahap Pelaksanaan

a. Membaca teks novel

secara berulang-

ulang.

b. Mengidentifikasi

bagian kalimat yang

terdapat dalam teks

novel yang berkaitan

dengan ide

pembaharuan

hubungan agama

dengan tradisi.

c. Menginterpretasikan

data.

3) Tahap Penyelesaian

a. Menyusun naskah

laporan.

b. Revisi laporan.

c. Menyusun laporan.

d. Ujian

pertanggungjawaban.

HASIL PENELITIAN

1. Ide Pembaharuan Hubungan

Agama dengan Tradisi dalam

Wujud Kebudayaan Sebagai

Kompleks dari Ide dalam

Novel Sang Pencerah Karya

Akmal Nasery Basral dengan

Tinjauan Antropologis.

Berdasarkan analisis data,

ditemukan bahwa bentuk-bentuk

dari wujud kebudayaan sebagai

kompleks dari ide dalam novel

Sang Pencerah terdiri dari dua

puluh tujuh data. Masing-

masing data terdiri dari empat

belas data tentang masalah

hakikat dari kedudukan manusia

dalam ruang dan waktu (MW).

Dua belas data tentang masalah

Page 60: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

52

hakikat dari hubungan manusia

dengan alam sekitarnya (MA),

dan 1 data tentang masalah

hakikat dari hubungan manusia

dengan sesamanya (MM).

Pembahasan

Hubungan agama dan tradisi

dalam wujud kebudayaan sebagai

kompleks dari ide dalam novel Sang

Pencerah karya Akmal Nasery

Basral kurang harmonis ketika ide-

ide baru dalam beragama yang

diajarkan oleh Kiai Dahlan

menyinggung ide-ide dalam

beragama yang telah menjadi tradisi

dan budaya dalam masyarakat, hal

ini disebabkan karena setiap

manusia yang hidup dalam

lingkungan sosial sejak kecil telah

diresapi dengan nilai budaya yang

hidup dalam masyarakat sehingga

konsep-konsep itu sejak lama telah

berakar dalam alam jiwa mereka.

Itulah sebabnya nilai-nilai budaya

dalam suatu kebudyaan tidak dapat

diganti dengan nilai-nilai budaya

yang lain dalam waktu singkat,

dengan cara mendiskusikannya

secara rasional (Koentjaraningrat,

2009:153). Sehingga fungsi agama

sebagai pemersatu masyarakat dan

penentram jiwa tidak berjalan

dengan baik.

Hubungan agama dan tradisi

dalam hal ini menimbulkan

ketegangan, sebab pola-pola dalam

struktur kelompok sosial telah

diubah dan diganti oleh Kiai Dahlan

dengan pola-pola baru yang berasal

dari luar budaya masyarakat

Kauman, sehingga pola-pola baru

tersebut akan menimbulkan struktur

baru yang pada akhirnya juga

bertujuan untuk mencapai keadaan

yang stabil (di kemudian hari)

(Soekanto, 2010: 146).

2. Ide Pembaharuan Hubungan

Agama dengan Tradisi dalam

Wujud Kebudayaan Sebagai

Kompleks Aktivitas Serta

Tindakan Berpola

Masyarakat dalam Novel Sang

Pencerah Karya Akmal

Nasery Basral dengan

Tinjauan Antropologis.

Berdasarkan analisis data,

ditemukan bahwa bentuk-bentuk

dari wujud kebudayaan sebagai

sebagai kompleks aktivitas serta

tindakan berpola masyarakat dalam

novel ini berjumlah lima belas dan

terdiri dari berbagai bentuk

aktivitas, di antaranya 10 aktivitas

yang berkaitan dengan pranata

keagamaan (PA), 4 aktivitas yang

berkaitan dengan pranata politik

(PP), dan 1 aktivitas yang berkaitan

dengan pranata pendidikan (PPe).

Pembahasan

Hubungan agama dan tradisi

dalam wujud kebudayaan sebagai

kompleks aktivitas serta tindakan

berpola masyarakat dalam novel

Sang Pencerah karya Akmal Nasery

Basral kurang harmonis ketika

aktivitas-aktivitas baru dalam

beragama yang diperkenalkan dan

diajarkan oleh Kiai Dahlan

menyinggung aktivitas dalam

beragama yang telah menjadi tradisi

dan budaya dalam masyarakat, hal

ini disebabkan karena setiap

manusia yang hidup dalam

Page 61: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

53

lingkungan sosial sejak kecil telah

diresapi dengan nilai budaya yang

hidup dalam masyarakat sehingga

konsep-konsep itu sejak lama telah

berakar dalam alam jiwa mereka.

Itulah sebabnya nilai-nilai budaya

dalam suatu kebudyaan tidak dapat

diganti dengan nilai-nilai budaya

yang lain dalam waktu singkat,

dengan cara mendiskusikannya

secara rasional (Koentjaraningrat,

2009:153). Sehingga fungsi agama

sebagai pemersatu masyarakat dan

penentram jiwa tidak berjalan

dengan baik.

Hubungan agama dan tradisi

dalam hal ini menimbulkan

ketegangan, sebab pola-pola dalam

struktur kelompok sosial telah

diubah dan diganti oleh Kiai Dahlan

dengan pola-pola baru yang berasal

dari luar budaya masyarakat

Kauman, sehingga pola-pola baru

tersebut akan menimbulkan struktur

baru yang pada akhirnya juga

bertujuan untuk mencapai keadaan

yang stabil (di kemudian hari)

(Soekanto, 2010: 146).

3. Ide Pembaharuan Hubungan

Agama dan Tradisi dalam

Wujud Kebudayaan Sebagai

Benda-benda Hasil Karya

Manusia dalam Novel Sang

Pencerah Karya Akmal

Nasery Basral dengan

Tinjauan Antropologis.

Berdasarkan analisis data,

ditemukan bahwa bentuk-bentuk

dari wujud kebudayaan sebagai

benda-benda hasil karya

manusia dalam novel ini

berjumlah lima belas dan terdiri

dari berbagai bentuk, di

antaranya 4 tempat ibadah atau

upacara, 5 alat bantu atau benda

dalam berdakwah, 4 alat atau

benda pelengkap dalam upacara,

dan 2 alat bantu dalam

beribadah.

Pembahasan

Hubungan agama dan

tradisi dalam wujud kebudayaan

sebagai benda-benda hasil karya

manusia dalam novel Sang

Pencerah karya Akmal Nasery

Basral kurang harmonis,karena

masyarakat mencampurbaurkan

agama dan tradisi, dalam hal ini

benda–benda budaya yang

berasal dari tradisi lebih sering

digunakan dan dipercaya oleh

masyarakat Kauman dibanding

benda-benda baru yang

diajarkan agama ,diperkenalkan,

dan diperjuangkan oleh Kiai

Dahlan. Masyarakat Kauman

tidak ingin mengganti benda-

benda yang telah digunakan

sebelumnya dengan benda-

benda yang berasal dari Kitab

Suci yang diperkenalkan dan

diperjuangkan oleh Kiai Dahlan,

sebab benda-benda yang

digunakan oleh masyarakat telah

memiliki makna tersendiri bagi

mayarakat Kauman, selain itu

masyarakat merasa suatu

upacara tidak dapat

dilaksanakan dan bahkan

dipandang tidak syah, apabila

perlatan/perlengkapan yang

menyertai upacara belum

tersedia atau digantikan

(Pujileksono, 2009: 70).

Sehingga fungsi agama sebagai

Page 62: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

54

pemersatu masyarakat dan

penentram jiwa tidak berjalan

dengan baik.

Hubungan agama dan

tradisi dalam hal ini

menimbulkan ketegangan, sebab

pola-pola dalam struktur

kelompok sosial telah diubah

dan diganti oleh Kiai Dahlan

dengan pola-pola baru yang

berasal dari luar budaya

masyarakat Kauman, sehingga

pola-pola baru tersebut akan

menimbulkan struktur baru yang

pada akhirnya juga bertujuan

untuk mencapai keadaan yang

stabil (di kemudian hari)

(Soekanto, 2010: 146).

PENUTUP

Sebagaimana rumusan

masalah dan tujuan penelitian yang

telah ditetapkan, maka pembahasan

hubungan agama dan tardisi dalam

novel Sang Pencerah karya Akmal

Nasery Basral tinjauan antropologis

dapat disimpulkan menjadi tiga hal,

yakni hubungan agama dan tradisi

yang berwujud kebudayaan sebagai

benda-benda hasil karya manusia,

kebudayaan sebagai kompleks

aktivitas serta tindakan berpola

masyarakat, dan kebudayaan

sebagai kompleks dari ide

sebagaimana yang dikemukakan

oleh Koentjaraningrat.

5.1.1 Ide pembaharuan

hubungan agama dengan

tradisi dalam novel Sang

Pencerah karya Akmal

Nasery Basral ditinjau

dari wujud kebudayaan

sebagai kompleks dari ide.

Berdasarkan analisis data,

ditemukan bahwa bentuk-bentuk

dari wujud kebudayaan sebagai

kompleks dari ide dalam novel Sang

Pencerah terdiri dari dua puluh

tujuh data. Masing-masing data

terdiri dari empat belas data tentang

masalah hakikat dari kedudukan

manusia dalam ruang dan waktu

(MW). Dua belas data tentang

masalah hakikat dari hubungan

manusia dengan alam sekitarnya

(MA), dan 1 data tentang masalah

hakikat dari hubungan manusia

dengan sesamanya (MM).

Bentuk-bentuk ide dalam

penelitian ini diantaranya berupa

masalah hakikat dari hubungan

manusia dengan alam sekitarnya

(MA), hal ini berkaitan dengan

konsep-konsep dasar diadakannya

suatu ibadah atau upacara

keagamaan. Masalah hakikat dari

kedudukan manusia dalam ruang

dan waktu (MW), hal ini berakitan

dengan konsep dasar masih

berlakunya suatu tradisi atau

upacara dalam masyarakat. Dan

masalah hakikat dari hubungan

manusia dengan sesamanya (MM),

hal ini berkaitan dengan konsep

dasar dalam hubungan atau

kedudukan antara manusia satu dan

lainnya. Masalah-masalah dari

hakikat dan kedudukan tersebut

selalu dikaitkan dan berhubungan

dengan pola kehidupan masyarakat

setempat, baik dari segi pola pikir

maupun dari segi kepercayaan atau

keyakinan.

Page 63: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

55

Ide Pembaharuan hubungan

agama dengan tradisi dalam wujud

kebudayaan sebagai kompleks dari

ide dalam novel Sang Pencerah

karya Akmal Nasery Basral kurang

harmonis ketika ide-ide baru dalam

beragama yang diajarkan oleh Kiai

Dahlan menyinggung ide-ide dalam

beragama yang telah menjadi tradisi

dan budaya dalam masyarakat. Hal

ini menimbulkan ketegangan dalam

masyarakat, sehingga fungsi agama

sebagai pemersatu masyarakat dan

penentram jiwa tidak berjalan

dengan baik.

5.1.2 Ide pembaharuan

hubungan agama dengan

tradisi dalam novel Sang

Pencerah karya Akmal

Nasery Basral ditinjau

dari wujud kebudayaan

sebagai kompleks aktivitas

serta tindakan berpola

masyarakat.

Berdasarkan analisis data,

ditemukan bahwa bentuk-bentuk

dari wujud kebudayaan sebagai

kompleks aktivitas serta tindakan

berpola masyarakat dalam novel ini

berjumlah lima belas dan terdiri dari

berbagai bentuk aktivitas,

diantaranya 10 aktivitas yang

berkaitan dengan pranata

keagamaan (PA), 4 aktivitas yang

berkaitan dengan pranata politik

(PP), dan 1 aktivitas yang berkaitan

dengan pranata pendidikan (PPe).

Aktivitas-ativitas ini diantaranya

berupa pranta politik (menghormati

Sri Sultan Hamengkubuwono dan

kiai), pranta keagamaan (tata cara

penyembahan atau upacara

keagamaan), dan pranata

pendidikan (cara mengajar).

Pranata-pranta tersebut selalu

dikaitkan dan berhubungan dengan

pola kehidupan masyarakat

setempat, baik dari segi

kepercayaan maupun tata cara

dalam melakukan ibadah/upacara.

Ide Pembaharuan hubungan

agama dengan tradisi dalam wujud

kebudayaan sebagai kompleks

aktivitas serta tindakan berpola

masyarakat dalam novel Sang

Pencerah karya Akmal Nasery

Basral kurang harmonis ketika

aktivitas-aktivitas baru dalam

beragama yang diperkenalkan dan

diajarkan oleh Kiai Dahlan

menyinggung aktivitas dalam

beragama yang telah menjadi tradisi

dan budaya dalam masyarakat. Hal

ini menimbulkan ketegangan dalam

lingkungan masyarakat, sehingga

fungsi agama sebagai pemersatu

masyarakat dan penentram jiwa

tidak berjalan dengan baik.

5.1.3 Ide pembaharuan

hubungan agama dengan

tradisi dalam novel Sang

Pencerah karya Akmal

Nasery Basral ditinjau

dari wujud kebudayaan

sebagai benda-benda hasil

karya manusia.

Berdasarkan analisis data,

ditemukan bahwa bentuk-bentuk

dari wujud kebudayaan sebagai

benda-benda hasil karya manusia

dalam novel ini berjumlah enam

belas dan terdiri dari berbagai

bentuk, diantaranya 4 tempat ibadah

Page 64: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

56

atau upacara, 6 alat bantu atau

benda dalam berdakwah, 4 alat atau

benda pelengkap dalam upacara,

dan 2 alat bantu dalam beribadah.

Ide Pembaharuan hubungan

agama dengan tradisi dalam wujud

kebudayaan sebagai benda-benda

hasil karya manusia dalam novel

Sang Pencerah karya Akmal Nasery

Basral kurang harmonis,karena

masyarakat mencampurbaurkan

agama dan tradisi, dalam hal ini

benda–benda budaya yang berasal

dari tradisi lebih sering digunakan

dan dipercaya oleh masyarakat

Kauman dibanding benda-benda

baru yang diajarkan agama

,diperkenalkan, dan diperjuangkan

oleh Kiai Dahlan. Masyarakat

Kauman tidak ingin mengganti

benda-benda yang telah digunakan

sebelumnya dengan benda-benda

yang berasal dari Kitab Suci yang

diperkenalkan dan diperjuangkan

oleh Kiai Dahlan. Karena

masyarakat menganggap jika tidak

menggunakan benda-benda yang

diajarkan oleh tradisi, maka suatu

upcara dianggap tidak syah. Hal ini

menimbulkan ketegangan dalm

lingkungan masyarakat, sehingga

fungsi agama sebagai pemersatu

masyarakat dan penentram jiwa

tidak berjalan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 2011. Pengantar

Apresiasi Karya Sastra. Bandung:

Sinar Baru

Algensindo.

Anshari, Endang Saifuddin. 1992.

Kuliah al-Islam: Pendidikan Agama

Islam di

Perguruan Tinggi. Jakarta:

CV Rajawali.

Arikunto, Suharsimi. 1992.

Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Praktik. Jakarta:

Rineka Cipta.

Azra, Azyumardi, dkk. 2002.

Pendidikan Agama Islam pada

Perguruan Tinggi

Umum. Jakarta: Departemen

Agama RI.

______________. 2008. Kamus

Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat

Bahasa.

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar

Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka

Cipta.

Koentjaraningrat. 2011. Pengantar

Ilmu Antropologi I. Jakarta: Rineka

Cipta.

Prasetya, Joko Tri. 2009. Ilmu

Budaya Dasar. Jakarta: PT. Rineka

Cipta.

Pujileksono, Sugeng. 2009.

Pengantar Antropologi.

Malang: UMM Press.

Ratna, Nyoman Kutha. 2011a.

Penelitian Sastra: Teori, Metode,

dan Teknik.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ratna, Nyoman Kutha. 2011b.

Antropologi Sastra: Peranan

Unsur-unsur

Page 65: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

57

Kebudayaan dalam Proses

Kreatif. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Schraf , Betty R. 1995. Kajian

Sosial Agama. Yogyakarta: PT.

Tiara Wacana Yogya.

Setiadi, Elly M. & Hakam (Ed.).

2012. Ilmu Sosial & Budaya Dasar.

Jakarta:

Kencana Prenada Media

Group.

Soekanto, Soerjono. 2010. Sosiologi

Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali

Pers.

Sugiarti. 2001. Pengetahuan dan

Kajian Prosa Fiksi. Malang:

Program Studi

Pendidikan Bahasa, Sastra

Indonesia, dan Daerah.

Tarigan, Henry Guntur. 1986.

Prinsip-prinsip Dasar

Sastra. Bandung: Angkasa.

Wellek, Rene dan Austrin Warren.

1990. Teori Kesusastraan

(Edisi Terjemahan oleh

Melani Budianta). Jakarta:

Gramedia.

Page 66: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

58

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK MAKE-A-

MATCH UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI

BELAJAR FISIKA SISWA KELAS VIII SEMESTER II SMP NEGERI

1 LINGSAR TAHUN PELAJARAN 2009/2010

EMAN FIRMANSYAH

DOSEN STKIP TAMAN SISWA

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan meningkatkan aktivitas belajar dan prestasi

belajar fisika siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Lingsar Lombok Barat pada

pokok bahasan getaran dan gelombang dengan penerapan pembelajaran

kooperatif menggunakan teknik make a match. Jenis penelitin ini adalah

penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam dua siklus. Masing-masing

siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi,

evaluasi dan refleksi. Data aktivitas belajar siswa diperoleh dengan cara

observasi sedangkan data prestasi belajar siswa diperoleh dari pemberian tes

objektif pada tiap akhir siklus. Penerapan pembelajaran kooperatif

menggunakan teknik make a match pada penelitian ini dikatakan tuntas

apabila 85 % siswa mencapai prestasi belajar ≥ 65, sedangkan aktivitas

belajar siswa minimal berkategori aktif. Hasil penelitian menunjukkan

adanya peningkatan aktivitas belajar siswa setiap siklusnya, yakni pada siklus

I berkategori aktif menjadi sangat aktif pada siklus II. Sedangkan untuk

prestasi belajar siswa terlihat dari nilai ketuntasan klasikal yang mengalami

peningkatan pada setiap siklusnya, masing-masing mempunyai nilai sebesar

73,33 % pada siklus I dan 89,65 % pada siklus II. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif dengan teknik make-

a-match telah berhasil terlaksana dalam upaya meningkatkan aktivitas belajar

dan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan getaran dan gelombang.

Kata kunci : Pembelajaran kooperatif, make-a-match, aktivitas belajar,

prestasi belajar

This research aims to increase the activity of learning and learning

achievement of eighth grade physics student SMP Negeri 1 Lingsar West

Lombok on the subject of vibrations and waves with the implementation of

cooperative learning techniques make a match. This research type is a

classroom action research conducted in two cycles. Each cycle consists of the

planning phase, implementation of action, observation, evaluation and

reflection. Student activity data obtained by observation while student

achievement data obtained from the provision of objective tests on each end

of the cycle. The implementation of cooperative learning techniques in the

Page 67: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

59

study make a match is said to be complete when 85% of students achieve

learning achievement ≥ 65, while the students' learning activities categorized

least active. The results showed an increase in students' learning activities of

each cycle, namely in the first cycle is active categorized into very active on

the second cycle. As for student achievement can be seen from the value of

classical thoroughness that has increased in each cycle, each having a value

of 73.33% in cycle I and 89.65% in cycle II. It can be concluded that the

implementation of cooperative learning technique with the make-a-match has

been successfully implemented in an effort to increase the activity of learning

and student achievement on the subject of vibrations and waves.

Key Words : Cooperative Learning, Make-A-Match, Learning Activity ,

Learning Achievement

PENDAHULUAN

Observasi awal di SMPN 1

Lingsar menunjukkan bahwa

dalam pembelajaran fisika, guru

masih kurang inovatif dan kreatif

dalam mencari dan menemukan

metode pembelajaran yang dapat

merangsang motivasi belajar

siswa. Metode yang digunakan

oleh guru dalam proses belajar

mengajar di kelas hanya

menerapkan strategi pembelajaran

ekspositoris yaitu salah satu

strategi pembelajaran di dalam

kelas dimana dalam proses

pembelajaran didominasi oleh

guru atau guru lebih berperan aktif

dalam proses pembelajaran,

sedangkan siswa hanya

mendengarkan dan mencatat.

Selain itu interaksi antara siswa

yang satu dengan siswa yang lain

masih kurang kondusif dan tidak

ada inisiatif dari siswa yang lain

untuk menanyakan hal-hal yang

belum dipahami kepada guru .

Siswa masih bersifat pasif, sering

hanya mendengar penjelasan dari

guru dan tidak mempersiapkan diri

dengan baik sebelum pembelajaran

dimulai. Disamping itu kegiatan

belajar mengajar di kelas belum

melibatkan seluruh siswa dan

bahkan hanya melibatkan siswa

tertentu yang aktif belajar. Apabila

interaksi antara siswa dengan guru

dan antara siswa dengan siswa

belum berlangsung secara

demokratis, maka suasana seperti

ini sangat sulit untuk dapat

mencapai keberhasilan

pembelajaran.

Berdasarkan hasil observasi

awal dan wawancara dengan guru

fisika kelas VII SMP Negeri 1

Lingsar bahwa prestasi belajar

masih rendah. Hal tersebut dapat

dilihat pada tebel berikut :

Tabel 1.1 : Nilai MID kelas VII

semester I tahun ajaran 2008/2009

No. Kelas Jumlah

Siswa

Nilai

Rata-

rata

1. VIIII 39 56,37

2. VIIIII 40 48,72

Tabel 1.2 : Nilai rata-rata pokok

Page 68: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

60

bahasan fisika kelas VIII B

semester I tahun pelajaran

2008/2009.

No. Pokok

Bahasan

Nilai

Rata-rata

1. Gaya dan

Hukum

Newton

60,67

2. Usaha dan

Energi

50,53

3. Pesawat

Sederhana

54,00

4. Tekanan 50,37

Tabel 1.3 : Nilai rata-rata pokok

bahasan fisika kelas VIII B

semester II tahun pelajaran

2008/2009

(Sumber: Data Bagian Tata Usaha

SMPN 1 Lingsar tahun 2008 )

Ditinjau dari KKM (Kriteria

Ketuntasan Minimum) untuk mata

pelajaran fisika di SMPN 1

Lingsar yaitu 55, maka untuk kelas

VIIII dapat dikatakan memenuhi

standar ketuntasan klasikal

sedangkan untuk kelas VIIIII

belum memenuhi standar. Dalam

hal ini terdapat permasalahan

karena nilai ketuntasan kelas VIIII

masih di kategorikan rendah

karena nilainya hanya 2,5 % dari

nilai KKM, sedangkan untuk kelas

VIIIII belum mencapai standar

ketuntasan minimum .

Getaran dan gelombang

merupakan salah satu materi

pokok yang di ajarkan di kelas

VIII semester II. Berdasarkan hasil

wawancara yang dilakukan dengan

guru fisika bahwa materi tersebut

merupakan pokok bahasan yang

dianggap sulit dimengerti dan

dipahami oleh siswa. Hal tersebut

terlihat dari nilai rata-rata untuk

tiap-tiap pokok bahasan fisika

kelas VIII SMPN 1 Lingsar pada

tahun ajaran 2008/2009 seperti

yang terlihat pada tabel 1.2 dan

tabel 1.3. Berdasarkan data pada

tabel tersebut dapat dikatakan

bahwa nilai rata-rata pada

semester II mengalami penurunan

sebesar 15% dari semester I.

Untuk mengatasi masalah

tersebut maka perlu adanya suatu

tindakan yang sesuai dengan

kondisi tersebut dalam upaya

membantu siswa secara sistematis

agar prestasi belajar siswa

diharapkan dapat ditingkatkan

secara optimal.

Pada penelitian ini akan

diimplementasikan pembelajaran

kooperatif teknik make-a-match

untuk menyelesaikan masalah

pembelajaran di SMP Negeri 1

Lingsar pada materi getaran dan

gelombang, karena berdasarkan

informasi dari guru fisika di SMP

Negeri 1 Lingsar bahwa sebagian

besar siswa jika dibagi ke dalam

kelompok kerja oleh guru yang

mengajar, terkadang siswa tidak

ingin berpasangan dengan siswa

lain yang telah dibagikan oleh

gurunya. Oleh sebab itu,

No. Pokok Bahasan Nilai rata-

rata

1. Getaran dan

Gelombang

40,05

2. Bunyi 42,20

3. Cahaya 48,72

4. Alat Optik 52,16

Page 69: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

61

digunakan pembelajaran

kooperatif teknik make-a-match.

Pembelajaran kooperatif teknik

make-a-match yaitu suatu cara

belajar yang memberi kesempatan

kepada siswa untuk mencari

pasangan sambil belajar mengenai

sesuatu konsep atau topik dalam

suasana yang menyenangkan (Lie,

2008:55). Menurut Isjoni (2007 :

77) teknik make-a-match

merupakan salah satu teknik dalam

pembelajaran kooperatif untuk

dapat mengaktifkan siswa dalam

proses belajar mengajar serta dapat

meningkatkan prestasi belajar

siswa.

Pembelajaran Kooperatif

Teknik Make-a-match

Pembelajaran kooperatif

teknik make-a-match memberikan

kesempatan kepada siswa untuk

memilih pasangan yang akan

menjadi anggota dalam

kelompoknya dengan cara siswa

mencari pasangan yang

mempunyai kartu yang cocok

dengan kartunya.

Pembelajaran kooperatif

dengan mencari pasangan adalah

pembelajaran kooperatif yang

memberikan kesempatan kepada

siswa untuk mencari pasangan

sambil belajar mengenai suatu

konsep atau topik dalam suasana

yang menyenangkan (Lie, 2002

:55). Pembelajaran dengan

mencari pasangan memberi

kesempatan kepada siswa untuk

bekerja sama dengan orang lain.

Serta untuk meningkatkan rasa

tanggung jawab terhadap

pembelajaran sendiri dan juga

pembelajaran orang lain. Ciri-ciri

pembelajaran kooperatif teknik

make-a-match menurut Ibrahim

(2000 : 6) adalah : a. Siswa bekerja dalam pasangan

secara kerjasama dalam menuntaskan materi belajarnya.

b. Pasangan dibentuk sesuai

dengan kartu yang cocok

dengan kartu yang didapat oleh

masing-masing siswa.

c. Bila mana mungkin, anggota

kelompok berasal dari ras,

budaya, suku, jenis kelamin

berbeda.

d. Penghargaan lebih berorientasi

pada pasangan ketimbang

individu.

Manfaat pembelajaran kooperatif

teknik make-a-match menurut

Ibrahim (2000 : 18) adalah : a. Meningkatkan pencurahan waktu

pada tugas.

b. Rasa harga diri menjadi lebih

tinggi. c. Penerimaan terhadap perbedaan

individu menjadi lebih besar. d. Perilaku mengganggu menjadi

lebih kecil.

e. Sikap apatis kurang.

f. Pemahaman yang lebih

mendalam.

g. Motivasi lebih besar dan retensi

lebih lama.

h. Hasil belajar lebih tinggi.

i. Meningkatkan kebaikan budi,

pekerti dan toleransi.

Adapun langkah - langkah

penerapan pembelajaran

kooperatif teknik make-a-match

adalah sebagai berikut

(http://tarmizi.wordpress.com) :

Page 70: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

62

a. Guru menyiapkan beberapa

kartu yang berisi beberapa

konsep atau topik yang cocok

untuk sesi review, satu bagian

kartu soal dan bagian lainnya

kartu jawaban.

b. Setiap siswa mendapatkan

sebuah kartu yang bertuliskan

soal/jawaban.

c. Tiap siswa memikirkan

jawaban/soal dari kartu yang

dipegang.

d. Setiap siswa mencari pasangan

kartu yang cocok dengan

kartunya. Misalnya: pemegang

kartu yang bertuliskan nama

tumbuhan dalam bahasa

Indonesia akan berpasangan

dengan nama tumbuhan dalam

bahasa latin (ilmiah).

e. Setiap siswa yang dapat

mencocokkan kartunya sebelum

batas waktu diberi poin.

f. Jika siswa tidak dapat

mencocokkan kartunya dengan

kartu temannya (tidak dapat

menemukan kartu soal atau

kartu jawaban) akan

mendapatkan hukuman, yang

telah disepakati bersama.

g. Setelah satu babak, kartu

dikocok lagi agar tiap siswa

mendapat kartu yang berbeda

dari sebelumnya, demikian

seterusnya.

h. Siswa juga bisa bergabung

dengan 2 atau 3 siswa lainnya

yang memegang kartu yang

cocok.

i. Guru bersama-sama dengan

siswa membuat kesimpulan

terhadap materi pelajaran.

Pembelajaran kooperatif

dengan mencari pasangan (make-

a-match) memiliki kelebihan dan

kelemahan. Dalam

"http://tarmizi.wordpress.com"

(2008) menyatakan bahwa

kelebihan dari pembelajaran

kooperatif teknik make-a-match,

yaitu :

a. Siswa mencari pasangan sambil

belajar mengenai suatu konsep

atau topik dalam suasana yang

menyenangkan.

b. Melatih untuk ketelitian,

kecermatan dan ketepatan serta

kecepatan untuk dapat

memperoleh pasangan.

Selain kelebihan, ternyata

pembelajaran kooperatif teknik

make-a-match memiliki

kekurangan, yaitu :

a. Waktu yang cepat sehingga

membuat sebagian siswa tidak

bisa menyelesaikan aturan

permainan

b. Kurang konsentrasi karena tiap

siswa bersaing untuk menjadi

yang tercepat sehingga ada

sebagian siswa yang kurang

konsentrasi dalam

menyelesaikan aturan

permainan.

Prestasi Belajar

Belajar adalah suatu usaha

atau kegiatan yang bertujuan

mengadakan perubahan di dalam

diri seseorang, mencakup

perubahan tingkah laku, sikap,

kebiasaan, ilmu pengetahuan,

keterampilan, dan sebagainya

(Dalyono, 2005 : 49). Menurut

Djamarah (1997 : 23) “ prestasi

belajar adalah hasil yang diperoleh

Page 71: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

63

berupa kesan-kesan yang

mengakibatkan perubahan dalam

diri individu sebagai hasil dari

aktivitas dalam belajar.”

Sedangkan Muslihan (dalam

Dirawat, 2007 : 21) menjelaskan

bahwa prestasi belajar ditentukan

pada apa yang telah dicapai siswa

setelah berakhirnya suatu tahap

belajar mengajar dalam jangka

waktu tertentu. Prestasi belajar

adalah salah satu tujuan yang

hendak dicapai dalam proses

belajar. Proses belajar dalam diri

siswa dapat dikatakan baik apabila

dalam diri siswa terjadi perubahan

dalam aspek kognitif, afektif, dan

psikomotor.

Dari beberapa pendapat

diatas, dapat disimpulkan bahwa

prestasi belajar adalah hasil yang

dicapai oleh siswa setelah

mengikuti proses belajar mengajar

dalam jangka waktu tertentu yang

dinyatakan dalam bentuk angka

atau nilai. Selain itu, dengan

mengetahui prestasi belajar siswa,

guru dapat menentukan kedudukan

siswa dalam kelas apakah ia

pandai, sedang atau kurang.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Prestasi Belajar

Faktor-faktor yang

mempengaruhi prestasi belajar

siswa tidak terlepas dari faktor-

faktor yang mempengaruhi belajar

siswa itu sendiri. Menurut

Widodo,dkk (2003:138) ada dua

faktor yang mempengaruhi

prestasi belajar,yaitu:

Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang

mempengaruhi prestasi belajar

yang berasal dari dalam. Yang

tergolong faktor internal adalah :

a. Faktor Jasmaniah (fisiologi)

baik yang bersifat bawaan

maupun yang diperoleh. Yang

termasuk faktor ini misalnya

penglihatan, pendengaran,

struktur tubuh, dan sebagainya.

b. Faktor psikologis baik yang

bersifat

c. Faktor budaya seperti adat

istiadat, ilmu pengetahuan,

teknologi, kesenian.

d. Faktor lingkungan fisik seperti

fasilitas rumah, fasilitas belajar,

iklim.

e. Faktor lingkungan spiritual atau

keamanan.

Aktivitas Belajar Siswa

Belajar merupakan

kegiatan sehari-hari siswa.

Kegiatan belajar tersebut ada yang

dilakukan di sekolah, di rumah,

dan di tempat lain seperti museum,

perpustakaan, kebun binatang,

sawah, sungai, atau hutan.

Kegiatan belajar dapat dirancang

oleh guru dan dapat juga dirancang

oleh siswa sendiri. Pengetahuan

tentang “belajar karena ditugasi”

dan “belajar karena motivasi

sendiri” sangat penting untuk

diperhatikan, karena

mempengaruhi tingkat aktivitas

siswa dalam pembelajaran.

Dalam interaksi belajar

mengajar, proses belajar yang

dilakukan oleh siswa merupakan

kunci keberhasilan belajar. Proses

belajar ini dipengaruhi oleh sikap,

motivasi, dan konsentrasi belajar.

Seseorang yang mempunyai

motivasi belajar yang tinggi,

Page 72: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

64

cenderung mempunyai aktivitas

belajar yang tinggi pula. Motivasi

sebagai daya penggerak dalam diri

siswa untuk belajar lebih giat guna

mencapai hasil belajar yang

memberikan kepuasan pribadi.

“ Aktivitas siswa selama

proses pembelajaran merupakan

salah satu indikator adanya

keinginan untuk belajar. Aktivitas

ini mencakup aktivitas mental,

intelektual, emosional, sosial, dan

motorik” (Sudjana, 1991: 98).

Dalam pembelajaran kooperatif

dengan teknik make-a-match,

indikator atau deskriptor aktivitas

siswa yang digunakan yaitu

kesiapan siswa menerima materi

pelajaran, antusiasme siswa saat

pembagian kelompok, antusiasme

siswa dalam mengikuti

pembelajaran, interaksi siswa

dengan guru, aktivitas siswa dalam

kegiatan kelompok, kerjasama

kelompok dalam kegiatan diskusi

serta kemampuan siswa dalam

menyimpulkan hasil belajar

(Depdiknas, 2008 : 4-17).

Hipotesis Tindakan

Berdasarkan paparan di atas maka

dapat diajukan hipotesis tindakan

sebagai berikut :

1. Dengan mengoptimalkan

penggunaan model

pembelajaran kooperatif

teknik make-a-match dalam

proses pembelajaran diduga

terdapat peningkatan aktivitas

siswa kelas VIII / II SMPN 1

Lingsar tahun pelajaran

2009/2010 dalam belajar

fisika pada pokok bahasan

getaran dan gelombang

2. Prestasi belajar siswa kelas

VIII / II SMPN 1 Lingsar

tahun pelajaran 2009/2010

dalam belajar fisika pada

pokok bahasan getaran dan

gelombang diduga dapat

meningkat dengan

penggunaan model

pembelajaran kooperatif

teknik make-a-match dalam

proses pembelajaran .

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini

adalah Penelitian Tindakan

Kelas. Menurut Wallace

(dalam Kunandar, 2008:44)

mengemukakan bahwa “

Penelitian tindakan kelas

dilakukan dengan

mengumpulkan data atau

informasi secara sistematis

tentang praktik keseharian dan

menganalisisnya untuk dapat

membuat keputusan-keputusan

tentang praktik yang

seharusnya dilakukan di masa

mendatang.”

Subyek dan Obyek Penelitian

Subyek penelitian ini

adalah siswa kelas VIIIII SMP

Negeri 1 Lingsar tahun ajaran

2009/2010 yang terdiri dari 32

siswa dengan komposisi 17 siswa

laki-laki dan 15 siswi perempuan .

Sedangkan obyek penelitian ini

adalah : 1). aktivitas belajar, 2).

prestasi belajar terhadap

pembelajaran kooperatif teknik

make-a-match pada pokok bahasan

getaran dan gelombang.

Page 73: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

65

Faktor yang Diselidiki

Untuk mampu menjawab

permasalahan di atas, ada beberapa

faktor yang ingin diselidiki, yaitu:

Faktor siswa, yaitu melihat

peningkatan aktivitas dan prestasi

belajar fisika siswa kelas VIII B

SMP Negeri 1 Lingsar pada pokok

bahasan getaran dan

gelombangmelalui penerapan

pembelajaran kooperatif teknik

make-a-match.

Faktor guru, yaitu melihat

kegiatan guru selama

pembelajaran di kelas menerapkan

pembelajaran kooperatif teknik

make-a-match pada pokok bahasan

getaran dan gelombang apakah

sesuai dengan skenario

pembelajaran yang dibuat.

Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini instrumen

penelitian yang digunakan adalah

tes belajar. Test adalah serentetan

pertanyaan atau latihan yang

digunakan untuk mengukur

keterampilan, pengetahuan

intelegensi dan kemampuan yang

dimiliki individu. Tes yang

digunakan adalah test objektif

yaitu tes yang terdiri dari item-

item yang dapat dijawab dengan

memilih salah satu alternatif yang

benar dari sejumlah alternatif yang

disediakan.

Penyusunan test dilakukan

oleh peneliti untuk mengetahui

apakah butir soal yang diberikan

dapat dikatakan baik atau tidak,

maka perlu dilakukan analisis butir

soal.

Teknik Analisis Data

Data Prestasi Belajar

Data tentang prestasi belajar siswa

dianalisis secara deskriptif

kualitatif. Sedangkan kualifikasi

prestasi belajar siswa diperoleh

dengan pedoman konversi seperti

tabel 3.3 berikut :

Tabel 3.3 : Pedoman Konversi

Skor Prestasi Belajar Siswa

NO. SKOR KATEGORI

1. 85-100 Sangat Baik

2. 70-84 Baik

3. 55-69 Cukup

4. 40-54 Kurang

5. 0-39 Sangat

Kurang

(Depdikbud, 1995:18)

Untuk mengetahui adanya

peningkatan prestasi belajar siswa

pada pembelajaran Getaran dan

gelombangyang dicapai pada tiap

siklus, digunakan rumus sebagai

berikut :

Menentukan rata-rata

Menentukan ketuntasan

individual

Setiap siswa dalam proses belajar

mengajar dikatakan tuntas secara

individu terhadap materi pelajaran

yang disajikan apabila siswa

mampu memperoleh nilai ≥ 65

(Depdikbud, 1995:20).

Menghitung ketuntasan

klasikal

KK =

x 100 %

(Depdikbud, 1995:21)

Dengan KK menyatakan

ketuntasan klasikal, X menyatakan

jumlah siswa yang memperoleh

nilai ≥ 65, dan N menyatakan

Page 74: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

66

jumlah siswa sesuai dengan

petunjuk teknik penilaian. Kelas

dikatakan tuntas secara klasikal

terhadap materi pelajaran yang

disajikan jika ketuntasan klasikal

mencapai 85 %.

Aktivitas Siswa

Aktivitas siswa dapat

diketahui melalui observasi

terhadap perilaku siswa selama

mengikuti pembelajaran dengan

lembar observasi terdiri dari 7

indikator, tiap indikator terdiri dari

3 deskriptor.Data aktivitas siswa

dianalisis dengan cara berikut :

a. Menentukan skor untuk

tiap deskriptor aktivitas

siswa pada penelitian ini

penilaiannya mengikuti

aturan berikut : skor 3

diberikan jika X > 75 %,

skor 2 diberikan jika 50 %

< X ≤ 75 %, skor 1

diberikan jika 25 % < X

≤50 %, skor 0 diberikan

jika X ≤ 25 %. Dimana X

adalah jumlah siswa dalam

kelas yang aktif melakukan

kegiatan diskusi

berdasarkan deskriptor.

b. Menentukan rata-rata skor

tiap indikator dilakukan

dengan cara menjumlahkan

semua skor pada tiap

deskriptor dari indikator

tersebut kemudian dibagi

dengan banyaknya

deskriptor pada indikator

tersebut. c. Data aktivitas siswa

dianalisis secara deskriptif

kualitatif dengan

menggunakan skor skala 1-

5, sehingga diperoleh skor

maksimal ideal (SMI)

adalah skor maksimalnya 3

dikalikan dengan jumlah

item aktivitas siswa yang

dinilai.

Kualifikasi belajar siswa

ditentukan berdasarkan pedoman

konversi seperti pada tabel 3.4

berikut :

Tabel 3.4 : Pedoman Konversi

Penilaian Skala 1-5 Aktivitas

Belajar

Siswa SKOR KUALIFIKASI

MI + 1,5 SDI ≤ Sangat Aktif

MI + 0,5 SDI ≤ < MI

+ 1,5 SDI

Aktif

MI - 0,5 SDI ≤ < MI + 0,5 SDI

Cukup Aktif

MI - 1,5 SDI ≤ < MI -

0,5 SDI

Kurang Aktif

< MI - 1,5 SDI Sangat Kurang

skor tAktif

(Nurkancana & Sunartana,

1992:103)

erendah ideal)

Berdasarkan pedoman observasi

yang digunakan, diperoleh skor

tertinggi 21 dan skor terendah 0.

Dengan demikian didapatkan MI

dan SDI sebagai berikut :

MI =

(21 + 0) = 10,5

SDI =

(21 - 0) = 3,5

Dengan mendistribusikan nilai MI

dan SDI, maka dibuat pedoman

konversi kualifikasi aktivitas

belajar siswa pada tabel 3.5

menjadi seperti pada tabel 3.5

berikut :

Tabel 3.5 : Konversi Skor

Aktivitas Belajar Siswa SKOR KUALIFIKASI

15,75 ≤ Sangat Aktif

12,25 ≤ < 15,57 Aktif

8,75 ≤ < 12,25 Cukup Aktif

Page 75: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

67

5,25 ≤ < 8,75 Kurang Aktif

< 5,25 Sangat Kurang Aktif

dapat dihitung dengan

menggunakan rumus :

Keterangan :

= skor rata-rata

aktivitas siswa

∑ = Jumlah seluruh

skor

N = Jumlah siswa

(Arikunto, 2007:71)

Skor rata-rata ( ) yang diperoleh

dari perhitungan dibandingkan

dengan skor penggolongan yang

telah ditetapkan. Dengan demikian

dapat ditentukan aktivitas belajar

siswa selama proses belajar

mengajar. Kelas dikatakan

memiliki aktivitas baik jika hasil

analisis diperoleh aktivitas siswa

minimal aktif.

a. Data Aktivitas Guru

Data tentang aktivitas

mengajar guru dianalisis secara

kualitatif. Data yang diperoleh dari

hasil observasi dianalisis dengan

cara mengidentifikasi kesalahan

dan kekurangan dari aspek-aspek

yang belum nampak kemudian

menganalisis penyebab

kekurangan dan merefleksi diri

untuk melakukan persiapan

menyusun tindakan.

a. Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan

penelitian ini adalah:

1. Aktivitas belajar siswa

minimal berkategori aktif

dan mengalami

peningkatan rata-rata skor

pada tiap siklusnya.

2. Dengan ketuntasan belajar

siswa sebesar 85 % dari

siswa di kelas yang

memperoleh nilai sebesar ≥

65 % pada saat evaluasi.

Dengan demikian penerapan

pembelajaran kooperatif teknik

make-a-match pada penelitian ini

dikatakan berhasil apabila 85 %

siswa mencapai prestasi belajar≥

65 %, sedangkan aktivitas belajar

siswa berkategori aktif yaitu

berada pada konversi nilai 12,25 ≤

< 15,57.

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Siklus I

Dari hasil penelitian yang

telah dilakukan, diperoleh data-

data seperti berikut ini:

a. Hasil Observasi Kegiatan Guru

Aktivitas kegiatan guru

selama pembelajaran berlangsung

dapat diketahui dari lembar

observasi aktivitas guru (lampiran

17) yang dilakukan oleh observer.

b. Hasil Observasi Aktivitas

Siswa

Aktivitas siswa selama

pembelajaran berlangsung dapat

diketahui dari lembar observasi

aktivitas siswa (lampiran 19) yang

dilakukan oleh observer.

Setelah dilakukan

observasi baik terhadap aktivitas

guru maupun aktivitas guru,

dilanjutkan dengan melakukan

evaluasi. Evaluasi dilaksanakan

pada tiap akhir siklus, yaitu pada

pertemuan kedua. Guru

Page 76: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

68

memberikan soal evaluasi

(lampiran 14) dalam bentuk

pilihan ganda. Data hasil evaluasi

siklus I, dapat dilihat pada tabel :

Tabel 4.1 : Ringkasan Hasil

Evaluasi pada Siklus I

Nilai Tertinggi 90

Nilai Terendah 40

Jumlah Nilai 2120

Rata-Rata Kelas 70,66

Jumlah Siswa 30

Ketuntasan Klasikal 73,33 %

Siklus II

Hasil Observasi Aktivitas Guru

Pada siklus II, guru sudah

berusaha melaksanakan kegiatan

pembelajaran dengan

memperhatikan perbaikan-

perbaikan pada siklus sebelumnya.

Kegiatan guru sudah terlaksana

dengan baik. Hal ini terlihat dari

hasil observasi siklus II yang

menunjukkan bahwa semua

indikator mengajar telah nampak.

Aktivitas kegiatan guru selama

pembelajaran berlangsung dapat

diketahui dari lembar observasi

aktivitas guru (lampiran 30) yang

dilakukan oleh observer.

a. Hasil Observasi Aktivitas

Siswa

Aktivitas siswa selama

pembelajaran berlangsung dapat

diketahui dari lembar observasi

(lampiran 31) yang dilakukan oleh

observer. Berdasarkan hasil

observasi, terlihat bahwa skor

aktivitas siswa siklus II adalah

17,00 dengan kategori sangat aktif.

Dengan demikian aktivitas belajar

siswa pada siklus Iberbeda dengan

siklus II yang berkategori sangat

aktif, sehingga tingkat keaktifan

siswa mengalami peningkatan.

VI = Kerjasama kelompok

dalam kegiatan diskusi

VII = Kemampuan siswa

dalam menyimpulkan hasil belajar

Setelah dilakukan observasi baik

terhadap aktivitas guru maupun

aktivitas guru, dilanjutkan dengan

melakukan evaluasi. Evaluasi

dilaksanakan pada tiap akhir

siklus, yaitu pada pertemuan

kedua. Guru memberikan soal

evaluasi (lampiran 27) dalam

bentuk pilihan ganda . Data hasil

evaluasi siklus II, dapat dilihat

pada tabel :

Tabel 4.2 : Ringkasan Hasil

Evaluasi Siklus II

Nilai Tertinggi 100

Nilai Terendah 50

Jumlah Nilai 20350

Rata-Rata Kelas 80,04

Jumlah Siswa 29

Ketuntasan Klasikal 89,65 %

Dari tabel di atas, dapat dilihat

bahwa nilai nilai ketuntasan kelas

telah melebihi standar ketuntasan

klasikal sesuai dengan indikator

keberhasilan, yaitu prestasi siswa

dikatakan telah tercapai apabila

ketuntasan klasikal sebesar 85 %

dengan tiap siswa memperoleh

nilai ≥65. Adapun nilai ketuntasan

klasikal pada siklus IIsebesar

89,65 %. Pada siklus II mengalami

peningkatan prestasi belajar siswa

secara signifikan dari siklus I.

Berdasarkan hasil

observasi dan hasil evaluasi

menunjukkan bahwa indikator

Page 77: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

69

kerja sudah tercapai. Hal ini

terlihat dari aktivitas belajar siswa

pada siklus II berkategori sangat

aktif dan ketuntasan kelas telah

melebihi standar yang ditetapkan

yaitu ketuntasan klasikal sebesar

85 % dengan nilai tiap siswa ≥ 65.

Dengan demikian penelitian ini

dikatakan telah berhasil mencapai

indikator kerja yang dilakukan

selama II siklus. Hasil penelitian

pada kedua siklus dapat dilihat

pada tabel berikut :

Tabel 4.3 : Ringkasan Hasil

Observasi Aktivitas Dan Hasil

Evaluasi Belajar Siswa Pada

Dua Siklus

Sikl

us

Aktivitas

Belajar Prestasi Belajar

Rat

a-rata

Skor

Kateg

ori

Nilai

Terend

ah

Nilai

Tertin

ggi

Nilai

Rata-

rata

kelas

Ketunta

san

klasikal

I 13,6

7 Aktif 40 90 70,66 73,33 %

II 17,0

0

Sanga

t Aktif 50 100 80,04 89,65 %

Pembahasan

Penelitian tindakan kelas ini

dilakukan sebagai upaya untuk

meningkatkan prestasi dan

aktivitas belajar pada pokok

bahasan getaran dan

gelombangpada siswa kelas VIIIII

SMP Negeri 1 Lingsar dengan

menerapkan pembelajaran

kooperatif teknik make-a-match.

Penelitian ini dilakukan dalam 2

siklus. Hasil penelitian siklus I

menunjukkan bahwa rentang nilai

terendah dan tertinggi cukup jauh,

karena ada siswa yang memiliki

kemampuan rendah. Nilai rata-rata

kelas 70,66 ; nilai ketuntasan

klasikal sebesar 73,33 %,

sedangkan skor aktivitas siswa

adalah 13,67 dengan kategori

aktif.

Berdasarkan hasil observasi

aktivitas belajar siswa dan

aktivitas guru, nampak bahwa

terdapat kekurangan-kekurangan

pada tiap siklusnya. Adapun

kekurangan yang terjadi pada

siklus I untuk aktivitas guru, yaitu

: guru tidak mengaitkan materi

yang akan dibahas dengan materi

sebelumnya dan tidak

menyampaikan beberapa konsep

penting untuk menunjang kegiatan

diskusi, kurangnya pemberian

motivasi dan kepada siswa agar

lebih aktif berdiskusi dengan

kelompoknya, kurang merata

dalam memberikan bimbingan

pada saat diskusi kelompok,kurang

merata dalam memberikan

bimbingan pada saat siswa

mengerjakan tugas-tugas yang

diberikan, kurangnya pemberian

gambaran yang jelas tentang tugas

kelompok, tidak memamerkan

hasil karya siswa karena

keterbatasan wakt,. Selain itu, guru

masih kesulitan pada saat diskusi

kelas, karena diskusi kelas belum

berjalan sesuai dengan prosedur.

Hal tersebut disebabkan para siswa

belum memahami tentang proses

diskusi kelas karena pada siklus.

Selain itu, guru tidak

menginformasikan tentang alat-

alat yang harus dipersiapkan pada

pertemuan berikutnya, karena alat

dan bahan untuk pelajaran telah

disiapkan oleh guru.

Pada siklus II, terjadi

peningkatan aktivitas dan prestasi

belajar siswa dengan perolehan

Page 78: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

70

skor aktivitas belajar siswa 17,00

yang berkategori sangat aktif.

Sedangkan prestasi belajar siswa

yang dilihat dari nilai ketuntasan

klasikal juga mengalami

peningkatan yaitu sebesar 89,65

%. Dalam hal ini nilai ketuntasan

klasikal telah melebihi standar

nilai ketuntasan klasikal yang

ditetapkan dalam indikator

keberhasilan. Oleh sebab itu,

penelitian dihentikan pada siklus II

karena indikator keberhasilan telah

tercapai, dimana aktivitas siswa

berkategori aktif, nilai prestasi

belajar siswa mengalami

peningkatan dan telah melebihi

standar nilai ketuntasan klasikal

yang telah ditetapkan pada

indikator keberhasilan. Pada siklus

II kendala-kendala yang dihadapi

dapat diatasi.

Berdasarkan hasil penelitian

dan pembahasan di atas terlihat

bahwa aktivitas dan prestasi

belajar siswa kelas VIIIII

mengalami peningkatan tiap

siklusnya. Dengan demikian,

penerapan pembelajaran

kooperatif teknik make-a-match

dalam pembelajaran fisika pokok

bahasan Getaran dan

gelombangdapat meningkatkan

aktivitas dan prestasi belajar siswa

kelas VIIIII SMP Negeri 1 Lingsar

tahun ajaran 2009/2010.

Pada penerapan metode

make-a-match, peneliti

memperoleh beberapa temuan

bahwa metode make- a- match

dapat memupuk kerja sama siswa

dalam menyelesaikan tugas

kelompok yang diberikan serta

mencari anggota kelompok dengan

mencocokkan kartu yang yang ada

di tangan mereka, proses

pembelajaran lebih menarik dan

nampak sebagian besar siswa lebih

antusias mengikuti proses

pembelajaran, dan keaktifan siswa

tampak sekali pada saat siswa

mencari pasangan kartunya

masing-masing. Hal ini merupakan

suatu ciri dari pembelajaran

kooperatif seperti yang dikemukan

oleh Lie (2002:18-19) bahwa,

pembelajaran kooperatif ialah

pembelajaran yang

menitikberatkan pada gotong

royong dan kerja sama kelompok.

Tujuan utama dari PTK

(penelitian tindakan kelas) adalah

untuk meningkatkan/memperbaiki

praktek-praktek pendidikan dan

pengajaran. Perbaikan ini dapat

dilihat dari peningkatan aktivitas

dan prestasi belajar siswa. Hasil

penelitian yang telah dilakukan

ternyata penerapan pembelajaran

kooperatif make-a-match telah

dapat meningkatkan aktivitas dan

prestasi belajar siswa kelas VIIIII

SMP Negeri 1 Lingsar.

Pembelajaran kooperatif teknik

make-a-match ternyata dapat

meningkatkan aktivitas dan

prestasi belajar siswa. Hal ini

disebabkan karena siswa akan

lebih aktif tergabung dalam

pembelajaran dan mereka akan

lebih aktif berpartisipasi dan

berdiskusi dengan anggota

kelompoknya.

Page 79: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

71

SIMPULAN Penerapan pembelajaran

kooperatif teknik make-a-match

telah berhasil terlaksana dalam

upaya meningkatkan aktivitas

belajar siswa pada pokok bahasan

Getaran dan gelombangsiswa

kelas VIIIII semester II SMP

Negeri 1 Lingsar tahun ajaran

2009/2010

Prestasi belajar siswa telah

mengalami peningkatan terhadap

penerapan pembelajaran

kooperatif teknik make-a-match

pada pokok bahasan Getaran dan

gelombangkelas VIIIII semester II

SMP Negeri 1 Lingsar tahun

ajaran 2009/2010. Hal ini terlihat

dari adanya peningkatan nilai

ketuntasan klasikal untuk siklus I,

siklus II berturut-turut sebesar

73,33 % ; 89,65 %.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto,Suharsimi. 2001.

Dasar-Dasar Evaluasi

Pendidikan. Jakarta : Bina

Aksara.

Dalyono,Drs.M.. 2005. Psikologi

Pendidikan. Jakarta : Rineka

Cipta.

Depdikbud. 1995. Garis-Garis

Besar Program Pengajaran

(GBPP). Suplemen 1999 .

Jakarta : Depdikbud.

Depdiknas direktorat jenderal

manajemen pendidikan dasar

dan menengah direktorat

pembinaan sekolah

menengah atas. 2008.

Rancangan Penilaian Proses

Belajar. Jakarta : Depdiknas.

Dirawat,H..1993. Sistem

Pembinaan Profesionalisme

dan Cara Belajar Siswa

Aktif. Jakarta : Grasindo

Widiaksara.

Djamarah,S.B.1997. Prestasi

Belajar dan Kompetensi

Guru.Surabaya : Usaha

Nasional.

Ibrahim, M,F. Rahmawati.M.

Nur, Ismono,2001.

Pembelajaran Kooperatif.

Surabaya: UNESA-University

Press.

Isjoni. 2007. Cooperative

Learning. Pekanbaru: Alfabeta.

Kunandar,S.Pd.,M.Si..2008.Langk

ah Mudah Penelitian Tindakan

Kelas Sebagai Pengembangan

Profesi Guru.Jakarta :

Rajagrafindo Persada.

Lie,Anita. 2007. Metode

Pembelajaran Gotong Royong.

Surabaya : Universitas Kristen

Petra Surabaya.

Lie, Anita. 2008. Cooperative

Learning. Jakarta : Gramedia.

Nurhadi dan A.G. Senduk, 2003.

Pembelajaran Kontekstual dan

Penerapannya Dalam KBK.

Surabaya : Universitas Negeri

Malang

Page 80: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

72

PENGGUNAAN ALAT PERAGA GAMBAR UNTUK

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS V DI SDN

INPRES TAMBE PADA MATA PELAJARAN IPS TAHUN AJARAN

2016/2017

SYAHRIR.

Guru SDN Inpres Tambe

ABSTRAK

Kenyataan yang terjadi di SD Negeri Inpres Tambe bahwa: 1)

siswa kurang aktif dalam belajar, 2) masih ada siswa yang terlihat ribut,

3) prestasi belajar masih sangat rendah dan 4) penggunaan bahasa siswa

yang kurang bagus. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemilihan model

pembelajaran atau penentuan strategi dalam pembelajaran menjadi hal

yang sangat diperhatikan agar masalah-masalah empiris yang

ditemukan dapat diminimalisir. Penelitian ini bertujuan tujuan “Untuk

mengetahui penggunaan alat peraga gambar dalam meningkatkan

prestasi belajar siswa kelas V di SDN 10 Sila pada mata pelajaran IPS

tahun ajaran 2016/2017”. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan

kelas dengan rancangan penelitian yang terdiri dari perencanaan,

pelaksanaan, observasi dan refleksi. Subyek penelitian adalah siswa

kelas V di SDN Inpres Tambe. Instrumen yang digunakan ada dua yaitu

instrumen tes untuk mengukur prestasi belajar siswa dan lembar

observasi aktivitas siswa dan guru. Adapun hasil penelitian ini bahwa

Prestasi belajar IPS siswa Pada siklus I, persentase ketuntasan sebesar 54

% dan pada siklus II dengan persentase ketuntasan 100 %. Aktivitas guru

dan siswa meningkat dari siklus I ke siklus II. Dari hasil tersebut dapat

disimpulkan bahwa penggunaan media pembelajaran dapat

meningkatkan prestasi belajar IPS Siswa Kelas V di SDN Inpres Tambe

Tahun Pelajaran 2016

Kata Kunci: alat peraga gambar, prestasi belajar

Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah

satu aspek kehidupan yang sangat

erat kaitannya dengan kehidupan

manusia karena pendidikan

merupakan salah satu pilar yang

mempunyai peranan penting dalam

menciptakan manusia yang

berkualitas. tujuan pendidikan

nasional adalah untuk

berkembangnya potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri, dan menjadi warga

negara yang demokratis serta

bertanggung jawab (Depdiknas,

2011)

Agar seluruh potensi yang

dimiliki siswa dapat berkembang

dengan baik, maka dibutuhkan

Page 81: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

73

pula proses pembelajaran yang

berkualitas. Kenyataan yang terjadi

di SD Negeri Inpres Tambe bahwa:

1) siswa kurang aktif dalam belajar,

2) masih ada siswa yang terlihat

ribut, 3) prestasi belajar masih

sangat rendah. Untuk mengatasi

masalah tersebut, pemilihan model

pembelajaran atau penentuan

strategi dalam pembelajaran

menjadi hal yang sangat

diperhatikan agar masalah-masalah

empiris yang ditemukan dapat

diminimalisir

Pembelajaran yang dipilih

dalam penelitian ini adalah

pembelajaran dengan menggunakan

alat peraga gambar. Beberapa

manfaat dari alat peraga dalam

proses pembelajaran, yaitu : Dapat

meningkatkan minat anak, , anak

akan lebih berhasil belajarnya bila

banyak melibatkan alat inderanya,

sangat menarik minat siswa dalam

belajar, mendorong siswa untuk

belajar bertanya dan berdiskusi,

menghemat waktu belajar.

(Ruseffendi, 1994:240; Gunawan

dkk, 1996:37)

KAJIAN TEORI

Alat peraga

Banyak pendapat yang

mengemukakan arti alat peraga,

diantaranya yaitu :

Alat peraga adalah media pengajaran

yang mengandung atau

membawakan konsep-konsep

yang dipelajari.

Alat peraga adalah media pengajaran

yang mengandung atau

membawakan cirri-ciri dari

konsep yang dipelajari.

Alat peraga merupakan benda real ,

gambar atau diagram

Alat peraga adalah “alat-alat yang

dipergunakan oleh guru ketika

mengajar untuk memperjelas

materi pelajaran dan mencegah

terjadinya verbalisme pada

siswa”. (Nurmala, 2008: 8))

Dengan alat peraga tersebut,

siswa dapat melihat langsung

bagaimana keteraturan serta pola

yang terdapat dalam benda yang

diperhatikannya. Maka dari beberapa

pendapat di atas pembahasan dalam

penyampaian pengajaran melalui alat

peraga, siswa mendapat kesempatan

untuk melihat secara langsung yang

terdapat pada benda atau objek yang

dipelajari.

Supaya anak-anak lebih besar

minatnya. Supaya anak-anak dibantu

pemahamannya sehingga lebih

mengerti dan lebih besar daya

ingatnya. Supaya anak-anak dapat

melihat hubungan antara ilmu yang

dipelajarinya dengan alam sekitar

dan masyarakat. Dan dengan alat

peraga dapat menumbuhkan

kegairahan belajar. Dapat

meningkatkan aktivitas dan

kreatifitas. Efisiensi waktu dan

efisiensi motivasi dalam proses

belajar mengajar. Penggunaan alat

peraga dalam proses pembelajaran

bukan merupakan fungsi tambahan

tetapi mempunyai fungsi tersendiri,

sebagai alat bantu untuk

mewujudkan situasi pembelajaran

Page 82: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

74

yang efektif. Penggunaan alat peraga

merupakan bagian yang integral dari

keseluruhan situasi mengajar. Ini

berarti bahwa alat peraga merupakan

salah satu unsur yang harus

dikembangkan guru.

(Ruseffendi,1997:104)

Penggunaan alat peraga

dalam pengajaran lebih diutamakan

untuk mempertinggi mutu

pembelajaran. Dengan perkataan lain

dengan menggunakan alat peraga,

hasil belajar yang dicapai akan tahan

lama diingat siswa, sehingga

pembelajaran mempunyai nilai

tinggi. (Dirjen Dikdasmen,

No.024/c/kep/R.1994)

Sedangkan beberapa manfaat

dari alat peraga dalam proses

pembelajaran, yaitu : Dapat

meningkatkan minat anak,

membantu tilik ruang, supaya dapat

melihat antara ilmu yang dipelajari

dengan lingkungan alam sekitar,

anak akan lebih berhasil belajarnya

bila banyak melibatkan alat

inderanya, sangat menarik minat

siswa dalam belajar, mendorong

siswa untuk belajar bertanya dan

berdiskusi, menghemat waktu

belajar. (Ruseffendi, 1994:240;

Gunawan dkk, 1996:37)

Dengan demikian

penggunaan alat peraga dalam proses

pembelajaran akan lebih kondusif,

efektif dan efisien. Siswa akan

termotivasi untuk belajar, karena

mereka tertarik dan mengerti atas

pelajaran yang diterimanya. Dalam

proses pembelajaran, seorang

pendidik dalam menyampaikan

materi pelajaran hendaknya dapat

memilih alat peraga yang tepat

sesuai dengan konsep pembelajaran

yang akan disampaikan.

Untuk membantu proses

pelaksanaan proses pembelajaran di

kelas, alat peraga dapat menunjang

keberhasilan pembelajaran. Beberapa

alat peraga yang dapat digunakan di

sekolah dasar dapat diklasifikasikan

sebagai berikut :

a. Media audatif; yaitu media yang

hanya mengandalkan kemampuan

suara saja, seperti radio, cassette

recorder, piringan audio. Media

ini tidak cocok untuk orang tuli

atau mempunyai kelainan dalam

pendengaran.

b. Media visual; yaitu media yang

hanya mengandalkan indra

penglihatan. Media visual ini ada

yang menampilkan gambar diam

seperti film strip (film rangkai),

slides (film bingkai) foto, gambar

atau lukisan, cetakan. Ada pula

media visual yang menampilkan

gambar atau simbol yang

bergerak seperti film bisu, film

kartun.

c. Media audio-visual; yaitu media

yang mempunyai unsur suara dan

unsure gambar. Jenis media ini

mempunyai kemampuan yang

lebih baik karena meliputi kedua

jenis media yang pertama dan

kedua. Media ini dibagi lagi ke

dalam (a) audio-visual diam, yaitu

media yang menampilkan suara

dan gambar diam seperti film

bingkai suara (sound slides), film

rangkai suara, cetak suara, dan (b)

Page 83: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

75

audio-visual gerak, yaitu media

yang dapat menampilkan unsur

suara dan gambar yang bergerak

seperti film suara dan video-

cassette

Jadi dalam penelitian ini alat peraga

yang digunakan adalah alat peraga

gambar yang termasuk dalam media

visual

Prestasi Belajar

Prestasi adalah “hasil dari suatu

kegiatan yang telah dikerjakan,

diciptakan, baik secara individual

maupun kelompok” (Djamarah,

1994:19). Sedangkan menurut WJS.

Poerwadarminta dalan Djamarah

(1994:21) berpendapat bahwa

prestasi adalah “hasil yang telah

dicapai/dilakukan, dikerjakan dan

sebaginya”. Sedangkan menurut

Kohar Prestasi adalah “apa yang

dapat diciptakan, hasil pekerjaan,

hasil yang menyenangkan hati yang

diperoleh dengan keuletan kerja”

(Djamarah, 1994:20).

Berdasarkan beberapa

pendapat para ahli di atas dapat

peneliti simpulkan bahwa yang

dimaksud dengan prestasi belajar

yaitu penilaian pendidikan tentang

kemajuan siswa dalam segala hal

yang dipelajari di sekolah yang

menyangkut pengetahuan, kecakapan

atau keterampilan yang dinyatakan

sesudah hasil penilaian.

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian ini

adalah Penelitian Tindakan Kelas

(Clasroom Action Research). Secara

singkat Penelitian Tindakan Kelas

(PTK) adalah suatu pencermatan

terhadap kegiatan belajar berupa

sebuah tindakan, yang sengaja

dimunculkan dan terjadi dalam

sebuah kelas secara bersama

(Suharsimi, 2007:45) Berdasarkan

pendapat ahli di atas dapat

disimpulkan bahwa Penelitian

Tindakan Kelas (PTK) berfokus

pada kelas atau pada proses belajar

mengajar yang terjadi di kelas,

dengan menggunakan alat peraga

gambar sehingga dapat

meningkatkan prestasi belajar siswa

kelas V di SDN Inpres Tambe

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan

di kelas V SDN Inpres Tambe tahun

pelajaran 2016. Penelitian ini akan

dilaksanakan selama 3 minggu

terhitung mulai bulan Juni sampai

dengan bulan Juli pada semester II

Tahun Pelajaran 2016.

Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SDN

Inpres Tambe di kelas V tahun

pelajaran 2016. Dengan jumlah

siswa orang.

Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat

pada waktu peneliti menggunakan

suatu metode (Suharsimi, 1998:47).

Adapun instrumen yang digunakan

dalam penelitian ini adalah :

a. Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran

b. Tes Evaluasi

c. Lembar observasi

Rencana Tindakan

Rancangan dalam penelitian

ini mengacu pada model spiral atau

Page 84: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

76

siklus menurut Kemmis & Mc

Taggart (Mc Taggar, 1991: 32).

Tujuan menggunakan model ini

adalah apabila pada awal

pelaksanaan tindakan ditemukan

adanya kekurangan, maka tindakan

perbaikan dapat dilakukan pada

tindakan selanjutnya sampai pada

target yang diinginkan tercapai. Pada

masing-masing siklus terdiri dari

tahap perencanaan, pelaksanaan

tindakan, observasi, dan refleksi.

Mengacu pada model Kemmis dan

Mc. Taggart di atas, maka langkah-

langkah penelitian tindakan kelas

(PTK) dengan empat tahap yaitu :

a. Perencanaan

b. Pelaksanaan

c. Observasi & evaluasi

d. Refleksi

Prosedur Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam

penelitian tindakan kelas ini

meliputi: data keaktifan belajar, data

observasi dan data dokumentasi

aktivitas siswa dan guru dalam

proses pembelajaran

Cara pengambilan data dalam

penelitian ini adalah :

1) Data mengenai

ketuntasan/prestasi belajar siswa

diperoleh dengan cara

memberikan tes pada siswa

setiap akhir siklus

2) Data tentang aktivitas

pembelajaran dan

keterlaksanaan proses belajar

mengajar diambil dengan lembar

observasi yang dilakukan pada

tiap siklus.

Teknik Analisis Data

1. Data prestasi belajar siswa

dengan mencari Kriteria

Ketuntasan Minimal

1) Ketuntasan individu

Setiap siswa dalam proses

belajar mengajar dikatakan

tuntas apabila memperoleh

nilai ≥ KKM

2) Ketuntasan klasikal

Ketuntasan klasikal

dikatakan telah dicapai apabila

target pencapaian ideal 85 %

dari jumlah siswa dalam kelas.

%1001 xn

nKK

Keterangan : KK =

Ketuntasan

Klasikal

n1 = Jumlah siswa yang

memperoleh nilai ≥

KKM

n = Jumlah siswa yang

ikut tes (banyaknya

siswa)

(Nurkencana, 2003)

2. Data Aktivitas belajar

1) Data Aktivitas Siswa dan

guru

Setiap prilaku siswa

dan guru pada penelitian

ini, penilaian

keterlaksanaan dengan

pilihana ya dan tidak.

Analisis menggunakan

rumus persentase:

Page 85: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

77

P = (indikator yang

terlaksana/ indikator

keseluruhan) x 100%

Indikator Keberhasilan

Dalam penelitian ini yang menjadi

indikator keberhasilan untuk aspek

prestasi belajar siswa apabila

Ketuntasan Klasikal (KK) yang

harus dicapai minimal 85%. Untuk

aspek aktifitas guru dan siswa

minimal

Hasil Penelitian

Siklus I

1) Pelaksanaan tindakan

Proses belajar mengajar pada siklus I

dilaksanakan mengacu pada RPP

yang telah disusun.

2) Hasil Observasi

Proses observasi aktivitas

peneliti dalam mengajara

dilaksanakan oleh teman sejawat

selama berlangsung proses

belajar mengajar dengan

mengisi lembar observasi yang

telah disiapkan. Sedangkan

untuk observasi aktivitas siswa

dilaksanakan oleh teman sejawat

juga. Ringkasan data hasil

observasi tersebut dapat dilihat

berikut ini :

a) Observasi untuk aktivitas

siswa

Aktivitas siswa berdasarkan

hasil pengamatan diketahui

bahwa persentase keaktifan

siswa sebesar 66%.

b) Observasi untuk aktivitas

Guru

Aktivitas guru berdasarkan

hasil pengamatan diketahui

bahwa persentase keaktifan

guru sebesar 88 %.

3) Hasil Evaluasi

Adapun hasil evaluasi

yang diperoleh pada siklus I

untuk prestasi IPS siswa

sebagai berikut:

a. Jumlah siswa yang tuntas: 12

b. Jumlah siswa yang tidak

tuntas : 10

c. Jumlah siswa yang ikut tes:

22

d. Ketuntasan klasikal: 54 %

Berdasarkan indikator

ketuntasan yang ditetapkan yaitu ≥

85 %, maka pada hasil evaluasi

siklus tersebut belum mencapai

standar ketuntasan untuk prestasi

IPS siswa, hal ini diakibatkan karena

masih ada siswa yang masih

mendapat nilai 75 kebawah.

Sehingga sebelum melanjutkan

pembelajaran ke siklus berikutnya

dilakukan upaya perbaikan dan

penyempurnaan terlebih dahulu

dengan melakukan diskusi dengan

siswa yang mendapat nilai kurang

dari 75 dengan memberikan saran-

saran seperti: 1) sepulang dari

sekolah usahakan belajar kembali

materi yang dipelajari dikelas, dan 2)

mengerjakan latihan dengan serius

serta 3) jika belum paham dengan

materi, anak-anak harus berani

bertanya.

4) Refleksi

Melihat hasil yang diperoleh

dari proses belajar mengajar sampai

hasil evaluasi pada siklus I, masih

belum mencapai hasil yang

diharapkan. Hal ini ditunjukan oleh

data observasi aktivitas siswa.

Diantaranya adalah, kesiapan siswa

Page 86: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

78

untuk menerima pelajaran masih

sangat kurang.

Berdasarkan hasil evaluasi

menunjukan belum tercapainya hasil

yang memuaskan. Dapat dilihat dari

ketuntasan belajar siswa untuk

prestasi IPS siswa hanya mencapai

54 % dari standar ketuntasan ≥ 85%.

Untuk merespon komentar

Observer dalam hal ini adalah teman

sejawat, peneliti melakukan umpan

balik kepada observer tentang apa

yang perlu diperbaiki agar pada

siklus selanjutnya dapat meningkat.

Masukan dari Observer tersebut

antara lain: Berusaha mengarahkan

siswa untuk mengerjakan tugas

rumah agar dikumpulkan pada

pertemuan berikutnya, agar ada

persiapan dari rumah.

Siklus II

Siklus II dilaksanakan dengan

melanjutkan pengajaran materi

kegiatan ekonomi masyarakat.

1) Pelaksanaan tindakan

Proses belajar mengajar pada siklus

II dilaksanakan dengan mengacu

pada RPP yang telah disusun.

2) Hasil Observasi

Proses observasi aktivitas siswa

dilaksanakan oleh teman sejawat

selama berlangsung proses belajar

mengajar dengan mengisi lembar

observasi yang telah disiapkan.

Ringkasan data hasil observasi

tersebut dapat dilihat berikut ini :

a) Observasi untuk aktivitas siswa

Aktivitas siswa berdasarkan

hasil pengamatan diketahui bahwa

persentase keaktifan siswa sebesar

100%.

b) Observasi untuk aktivitas Guru

Aktivitas guru berdasarkan

hasil pengamatan diketahui bahwa

persentase keaktifan guru sebesar

100%.

3) Hasil Evaluasi

Adapun hasil evaluasi yang

diperoleh pada siklus II dapat dilihat

pada lampiran. Secara ringkas

hasilnya sebagai berikut:

a. Jumlah siswa yang tuntas

: 20 siswa

b. Jumlah siswa yang belum

tuntas : 2 siswa

c. Jumlah siswa yang ikut tes

: 22 siswa

d. Ketuntasan klasikal

: 90 %

Data tersebut diatas

menunjukan bahwa pada siklus II

sudah mencapai standar ketuntasan

klasikal yaitu 90 %. Persentase

ketuntasannya menunjkan

peningkatan dari siklus sebelumnya.

Karena pada siklus II ketuntasan

klasikalnya telah mencapai ≥85%,

maka tidak perlu untuk melanjutkan

ke siklus berikutnya.

Pembahasan

Penelitian tindakan kelas ini

dilakukan dalam dua siklus dengan

menggunakan alat peraga.

Berdasarkan hasil analisis tindakan

dan hasil evaluasi pada siklus I

diketahui bahwa ketuntasan belajar

belum mencapai seperti yang

diharapkan. Hal ini ditunjukan oleh

hasil evaluasinya yaitu persentase

ketuntasannya adalah 54 %, sehingga

sebelum melanjutkan pembelajaran

ke siklus berikutnya dilakukan upaya

perbaikan dan penyempurnaan

Page 87: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

79

terlebih dahulu dengan melakukan

diskusi dan membimbing siswa yang

mendapat nilai kurang dari 75

dengan bimbingan secara khusus

atau individual. Adapun hasilnya

adalah dengan lebih termotivasi dan

antusiasnya siswa dalam bertanya

baik kepada temannya maupun

kepada guru. Dan juga dapat terlihat

pada saat siswa mengerjakan soal-

soal latihan setelah berdiskusi dan

diberikan bimbingan.

Setelah dilakukan tindakan

pada siklus II yang mengacu pada

perbaikan tindakan dari siklus I

diperoleh hasil yang lebih baik. Ini

ditunjukan dari hasil evaluasi akhir

siklus dimana persentase ketuntasan

klasikal adalah 90 %. Hal ini berarti

tindakan pada siklus II sudah

mencapai standar ketuntasan klasikal

85 %. Dengan demikian tidak perlu

untuk melakukan siklus selanjutnya.

Dari proses tindakan dan

hasil yang diperoleh dari siklus I,

maka untuk siklus II menunjukan

hasil yang lebih baik dari siklus

sebelumnya. Berarti penunggunaan

alat peraga dapat meningkatkan

prestasi belajar IPS siswa. Dan

terbukti apa yang disampaikan oleh

Russeffendi dengan alat peraga dapat

menumbuhkan kegairahan belajar.

Dapat meningkatkan aktivitas dan

kreatifitas. Efisiensi waktu dan

efisiensi motivasi dalam proses

belajar mengajar. Penggunaan alat

peraga dalam proses pembelajaran

bukan merupakan fungsi tambahan

tetapi mempunyai fungsi tersendiri,

sebagai alat bantu untuk

mewujudkan situasi pembelajaran

yang efektif. Penggunaan alat peraga

merupakan bagian yang integral dari

keseluruhan situasi mengajar. Ini

berarti bahwa alat peraga merupakan

salah satu unsur yang harus

dikembangkan guru.

(Ruseffendi,1997:104). Setelah

melakukan penelitian tersebut

peneliti melihat suasana kelas lebih

hidup karena partisipasi siswa dalam

proses belajar mengajar sangat aktif.

Simpulan

Proses tindakan dan hasil

evaluasi dari penelitian telah

diperoleh, maka dapat disimpulkan

beberapa hal sebagai berikut:

1. Penerapan penggunaan alat

peraga dapat meningkatkan

prestasi belajar siswa kelas V

SDN Inpres Tambe.

2. Prestasi belajar IPS siswa

tersebut ditunjukan oleh

aktivitas siswa dalam kelas

dan hasil evaluasi tiap akhir

siklus. Pada siklus I,

persentase ketuntasan sebesar

54 % dan pada siklus II

dengan persentase ketuntasan

90 %.

3. Aktivitas guru dan siswa

meningkat dari siklus I ke

siklus II.

DAFTAR RUJUKAN

Arend, R. 1997. Classroom

Instructional Management. New

York: The Mc Graw – Hill

Company.

Joyce, B.R. & Weil, M. 1980.Models of

Teaching. Englewood Cliffs, New

Jersey: Prentice Hall Inc.

Mawardi, Imam. 2012.

Pengembangan Model

Pembelajaran Untuk

Page 88: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

80

Meningkatkan Life Skills

Peserta Didik. Disertasi UPI

Bandung: Tidak

dipublikasikan.

Miller, J.P. & Seller, W.

1985.Curriculum: Perspective

& Practice. New York:

Longman.

Rusman. 2008. Manajemen

Kurikulum: Seri Manajemen

Sekolah Bermutu. Bandung:

Mulia Mandiri Press.

Sagala, Saiful. 2005. Konsep dan

Makna Pembelajaran.

Bandung: Al-fabeta.

Santoso, Djoko.Tanpa Tahun. Materi

Kuliah Desain Pembelajaran.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2004.

Kurikulum dan Pembelajaran

Kompetensi. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Susilana, R., dkk. 2006. Kurikulum

dan Pembelajaran. Ed. 2.

Bandung: Jurusan Kutekpen

FIP UPI.

Syahdan. 2006. Materi Perkuliahan

Magister Manajemen

Pendidikan: Disain

Pembelajaran. Mataram: FKIP

Unram.

Zamroni. 2000. Paradigma

Pendidikan Masa Depan.

Yogyakarta: Bigraf Publishing.

Zuchdi, D. 2008. Humanisasi

Pendidikan: Menemukan

Kembali Pendidikan yang

Manusiawi. Jakarta: Bumi

Aksara.

Page 89: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

81

PENERAPAN METODE DRIIL UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI

BELAJAR IPS SISWA KELAS IV SDN DONGGO BOLO TAHUN

PELAJARAN 2016.

FATMAH1 & SYAFRUDDIN

2

SDN DONGGOBOLO1 & STKIP TAMAN SISWABIMA

2

ABSTRAK

Permasalahan di SDN Donggo Bolo, antara lain: 1) masih ada

siswa yang ribut saat proses belajar mngajar, 2) masih banyak siswa yang

belum mencapai nilai ketuntasan disetiap pemberian MID, dan quis, 3)

daya ingat siswa terhadap materi yang disampaikan tidak bertahan lama,

4) siswa kurang aktif dalam pembelajaran. Dengan melihat permasalahan

di atas, maka perlu diupayakan suatu strategi pembelajaran dengan

melakukan tindakan yang dapat melibatkan siswa untuk lebih aktif dalam

proses pembelajaran. Pembelajaran yang sesuai dengan keadaan tersebut

adalah pembelajaran dengan metode drill/latihan. Metode drill adalah

suatu metode dalam pendidikan dan pengajaran dengan jalan memilih

anak-anak terhadap bahan pelajaran yang sudah. Di SDN Donggo Bolo

Juga belum pernah diterapkan metode driil pada mata pelajaran IPS.

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatkan

Prestasi Belajar IPS dengan penerapan metode drill Pada Siswa Kelas IV

SDN Donggo Bolo, Tahun Pelajaran 2016. Jenis penelitian ini adalah

penelitian tindakan kelas dengan rancangan penelitian yang terdiri dari

perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Subyek penelitian

adalah siswa kelas V di SDN Donggo Bolo. Instrumen yang digunakan

ada dua yaitu instrumen tes untuk mengukur prestasi belajar siswa dan

lembar observasi aktivitas siswa dan guru. Adapun hasil penelitian ini

bahwa Prestasi belajar IPS siswa Pada siklus I, persentase ketuntasan

sebesar 77 % dan pada siklus II dengan persentase ketuntasan 100 %.

Aktivitas guru dan siswa meningkat dari siklus I ke siklus II.

Kata Kunci: driil, prestasi belajar

Latar Belakang

Berdasarkan

pengamatan serta pengalaman

peneliti selama mengajar di SDN

Donggo Bolo, menemukan bebera

hal antara lain: 1) masih ada

siswa yang ribut saat proses

belajar mngajar, 2) masih banyak

siswa yang belum mencapai nilai

ketuntasan disetiap pemberian

MID, dan quis, 3) daya ingat

siswa terhadap materi yang

disampaikan tidak bertahan lama,

Page 90: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

82

4) siswa kurang aktif dalam

pembelajaran

Dengan melihat

permasalahan di atas, maka perlu

diupayakan suatu strategi

pembelajaran dengan melakukan

tindakan yang dapat melibatkan

siswa untuk lebih aktif dalam

proses pembelajaran.

Pembelajaran yang sesuai dengan

keadaan tersebut adalah

pembelajaran dengan metode

drill/latihan. Metode drill adalah

suatu metode dalam pendidikan

dan pengajaran dengan jalan

memilih anak-anak terhadap

bahan pelajaran yang sudah

diberikan (Achsanuddin Dkk,

1990: 56). Di SDN Donggo Bolo

Juga belum pernah diterapkan

metode driil pada mata pelajaran

IPS

1. Pengertian Metode Drill

Sri Anitah (2009:118)

metode drill atau latihan

adalah suatu cara mengajar

dengan memberikan latihan

terhadap apa yang telah

dipelajari peserta didik

sehingga memperoleh suatu

ketrampilan tertentu

Metode drill adalah

suatu cara mengajar dimana

siswa melaksanakan kegiatan-

kegiatan latihan, agar siswa

memiliki ketangkasan atau

keterampilan yang lebih

tinggi dari apa yang telah

dipelajari (Roestiyah, 1998 :

25).

Sedangkan Djamarah,

(2006: 95) mengatakan bahwa

“Metode drill merupakan

suatu cara mengajar yang baik

untuk menanamkan

kebiasaan-kebiasaan tertentu,

untuk memperoleh suatu

ketuntasan, ketangkasan,

ketepatan, kesempatan dan

keterampilan.

Menurut Subari (1994:

83-84). Bahwa ada beberapa

prinsip dasar yang harus

diperhatikan dalam

menggunakan metode drill

antara lain yaitu:

1. Drill/latihan hanya untuk

bahan yang berisi

otomatis.

2. Latihan harus memiliki

arti dalam rangka yang

lebih luas

3. Latihan itu pertama-tama

harus ditekankan pada

diagnosa

4. Masa berlatih harus relatif

singkat, tetapi harus sering

diadakan.

5. Masa berlatih harus

menarik, gembira dan

menyenangkan.

6. Proses latihan dan

kebutuhan harus

disesuaikan dengan

tingkat kemampuan siswa

Jadi sebelum

menggunakan metode

drill/latihan, guru harus betul-

betul mempertimbangkan

segala sesuatu yang

Page 91: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

83

menunjang terlaksananya

metode drill/latihan tersebut.

Dengan metode drill

ini pengetahuan anak bisa

segar setiap saat. Karena

latihan akan membangkitkan

semangat mereka untuk

senantiasa mengingat apa

yang telah diterimanya, baik

itu yang menyangkut

kecakapan motorik, atau

menyangkut keterampilan

mental berupa berhitung

(Mustaqim, 2004: 81).

a. Tujuan Menggunakan

Metode Drill

Menurut Roestiyah

(1998: 125) bahwa tehnik

mengajar dengan menggunaka

metode drill biasanya

digunakan untuk beberapa

tujuan yaitu agar siswa:

1. Memiliki keterampilan

motoris/gerak, seperti

menghafal kata-kata,

menulis, mempergunakan

suatu alat/ membuat suatu

benda.

2. Mengembangkan

kecakapan intelek, seperti

mengalikan, membagi,

menjumlahkan,

mengurangi, menarik akar

dalam hitung

mencongkak, mengenal

benda/ bentuk dalam

pelajaran matematika,

ilmu pasti, ilmu kimia,

tanda baca dan lain

sebagainya.

3. Memiliki kemampuan

menghubungkan antara

sesuatu keadaan dengan

hal lain, seperti hubungan

sebab akibat

Dengan demikian

dapat dilihat bahwa metode

drill/latihan biasanya

digunakan pada pelajaran-

pelajaran yang bersifat

motorik seperti pelajaran baca

tulis, dan keterampilan serta

pelajaran-pelajaran yang

bersifat mental dalam arti

melatih kecakapan berpikir

anak dan juga untuk

meningkatkan kecerdasan dan

ketangkasan anak serta

memperkuat daya ingat para

murid. Dan perlu juga

diperhatikan bahwa dalam

situasi bagaimana metode

drill/latihan sebaiknya

digunakan dan bagaiamana

caranya.

b. Langkah-langkah

pelaksanaan metode drill

Adapun langkah-

langkah yang harus

diperhatikan oleh guru untuk

keberhasilan dalam

pelaksanaan latihan adalah

sebagai berikut:

1) Gunakan latihan hanya

untuk pelajaran atau

tindakan yang dilakukan

secara otomatis.

2) Guru harus memilih

latihan yang mempunyai

arti luas.

3) Didalam latihan

pendahuluan instruktur

harus lebih menekankan

pada diagnosa, karena

latihan permulaan itu kita

Page 92: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

84

belum bisa mengharapkan

siswa dapat menghasilkan

keterampilan yang

sempurna

4) Perlu mengutamakan

ketepatan agar siswa

melakukan latihan secara

tepat.

5) Guru memperhitungkan

waktu/masa latihan yang

singkat saja agar tidak

meletihkan dan

membosankan, tetapi

sering dilakukan pada

kesempatan yang lain.

6) Guru dan siswa perlu

memikirkan dan

mengutamakan proses-

proses yang pokok atau

inti.

7) Instruktur perlu

memperhatikan individual

siswa sehingga

kemampuan dan

kebutuhan siswa masing-

masing tersalurkan atau

dikembangkan.

c. Kelebihan dan kelemahan

Metode Drill

Menurut (Djamarah

dkk, 2006 : 96) bahwa

kelebihan Metode Drill antara

lain:

1) Untuk memperoleh

kecakapan motorik,

seperti menulis,

melafalkan huruf, kata-

kata atau kalimat.

2) Untuk memperoleh

kecakapan mental seperti

dalam perkalian,

menjumlahkan,

pengurangan, pembagian,

tanda-tanda (symbol), dan

sebagainya.

3) Untuk memperoleh

kecakapan dalam bentuk

asosiasi yang dibuat,

seperti hubungan huruf-

huruf dalam ejaan,

penggunaan simbol,

membaca peta dan

sebagainya.

4) Pembentukan kebiasaan

yang dilakukan dan

menambah ketepatan serta

kecepatan

pelaksanaannya.

5) Pemanfaataan kebiasaan-

kebiasaan yang tidak

memerlukan konsentrasi

dalam pelaksanaannya.

6) Pembentukan kebiasaan-

kebiasaan membuat

gerakan-gerakan yang

kompleks, rumit menjadi

otomatis.

Sedangkan kelemahan metode

drill adalah sebagai berikut:

a. Kadang-kadang latihan

yang dilaksanakan secara

berulang-ulang

merupakan hal yang

monoton, mudah

membosankan.

b. Membentuk kebiasaan

yang kaku, karena bersifat

otomatis.

Menurut Djajadisastra

(1981: 24), kelebihan dan

kelemahan metode driil

adalah :

1. Kelebihan Metode Drill

a. Bahan pelajaran yang

diberikan dalam

suasana yang

Page 93: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

85

sungguh-sungguh

(serius) akan lebih

kokoh tertanam dalam

daya ingat murid

karena seluruh pikiran,

perasaan dan

kesemuanya

dikonsentrasikan

kepada pelajaran yang

sudah dilatihkan.

b. Adanya pengawasan,

bimbingan dan koreksi

yang serta langsung

dari guru, melainkan

murid untuk

melakukan perbaikan

masalah pada saat itu

juga.

c. Suatu sukses akan

memperkuat asosiasi

sedangkan suatu

kegagalan akan

melemahkan atau

menghapuskan suatu

asosiasi, dengan kata

lain murid yang

mengetahui bahwa

respon yang

diberikannya itu

benar, akan sgera

mengingat baik-baik

respon tersebut.

d. Pengetahuan siap atau

keterampilan siap

yang terbentuk,

sewaktu-waktu dapat

dipergunakan dalam

keperlun sehari-hari,

baik untuk keperluan

studi maupun bagi

bekal hidup kelak di

masyarakat.

2. Kelemahan Metode Drill

a. Latihan yang

dilakukan di bawah

pengawasan yang

ketat dan dalam

suasana yang serius

mudah sekali

menimbulkan

kebosanan dan

kejengkelan.

b. Latihan yang

terlampau berat dapat

menimbulkan

perasaaan benci dalam

diri murid, baik

terhadap mata

pelajaran maupun

terhadap gurunya.

c. Latihan yang

diberikan dapat

membentuk suatu

kebiasaan yang kaku.

Berdasarkan

kelemahan-kelemahan

tersebut di atas, bukan berarti

metode drill tidak layak

digunakan karena pada

dasarnya semua metode

dalam mengajar mempunyai

kelebihan dan kelemahan.

Oleh sebab itu, diharapkan

agar metode yang digunakan

disesuaikan dengan tujuan,

waktu, tempat, dan alat-alat

yang tersedia, jenis kegiatan

minat serta perhatian murid

dan lain-lain.

2. Prestasi Belajar

Menurut Djamarah (1994:

23) bahwa prestasi belajar adalah

hasil yang diperoleh berupa kesan-

kesan yang mengakibatkan

perubahan dalam individu sebagai

hasil dari aktivitas dalam belajar.

Page 94: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

86

Sedangkan ahli lain mengatakan:

prestasi belajar adalah kemampuan

maksimal yang telah dicapai dalam

suatu usaha yang menghasilkan

pengetahuan atau nilai kecakapan

(Nasution, 1994: 34)

Menurut Rober & Chair

(2009: 9), “student achievement is

the status of subject-matter

knowledge, understandings, and

skills at one point in time most

commonly used measure of student

achievement is a standardized

test”. Maksud dari pernyataan

bahwa prestasi siswa adalah status

pengetahuan, pemahaman, dan

keterampilan terhadap materi yang

telah dicapai siswa pada waktu

yang ditentukan. Untuk mengukur

prestasi yang paling umum

digunakan adalah tes standar.

Lebih lanjut pendapat

Rober & Chair (2009: 38), bahwa

prestasi adalah cara yang lebih

mudah untuk memperkirakan hasil

yang diharapkan dari setiap siswa

ketika kita ingin mengukur diahir

waktu tertentu untuk setiap

individu siswa. Nilai siswa saling

berkaitan dari waktu ke waktu.

Menurut H.C

Witherington dan Lee J. Crombach

Bapensi dalam Mustaqim (2004:

69) menyatakan bahwa Faktor-

faktor serta kondisi-kondisi yang

mendorong prestasi belajar adalah

1. Situasi belajar (kesehatan

jasmani, keadaan psikis,

pengalaman dasar)

2. penguasaan alat-alat

intelektual

3. Latihan-latihan yang

berpencar

4. Penggunaan Unit-unit yang

berarti

5. Latihan yang aktif.

6. Kebaikan bentuk dan sistem

7. Efek penghargaan (Reward)

dan hukuman

8. Tindakan-tindakan

paedagogis

9. Kapasitas Dasar

Dari pendapat beberapa

ahli di atas, maka dalam hal ini

penulis dapat mengambil

kesimpulan bahwa prestasi belajar

adalah hasil yang dicapai siswa

yang berupa skor setelah

mempelajari suatu materi yang

diukur melalui tes/evaluasi,

prestasi belajar banyak

dipengaruhi oleh beberapa faktor.

METODE PENELITIAN

Jenis dan Desain Penelitian

Adapun jenis penelitian

ini adalah Penelitian Tindakan Kelas

(Clasroom Action Research). Secara

singkat Penelitian Tindakan Kelas

(PTK) adalah suatu pencermatan

terhadap kegiatan belajar berupa

sebuah tindakan, yang sengaja

dimunculkan dan terjadi dalam

sebuah kelas secara bersama

(Suharsimi, 2007:45)

Berdasarkan pendapat ahli

di atas dapat disimpulkan bahwa

Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

berfokus pada kelas atau pada proses

belajar mengajar yang terjadi di

kelas, dengan menggunakan metode

driil sehingga dapat meningkatkan

prestasi belajar siswa kelas IV di

Page 95: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

87

SDN Donggo Bolo tahun pelajaran

2016.

Kehadiran Dan Peran Peneliti

Di Lapangan

Dalam penelitian Ini

kehadiran dan peran peneliti

selain sebagai guru sekaligus

menjadi peneliti yang

mengajarkan langsung materi

penelitian dengan menggunakan

metode driil. Sedangakn yang

menjadi observer adalah teman

sejawat.

Tempat dan Waktu Penelitian

a. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan

dilaksanakan di SDN

Donggo Bolo tahun pelajaran

2016.

b. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan

dilaksanakan selama 4

minggu terhitung mulai bulan

Juni sampai dengan bulan Juli

Tahun Pelajaran 2016.

Subjek Penelitian

Penelitian ini

dilaksanakan di SDN Donggo

Bolo di kelas IV tahun pelajaran

2016.

Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat

pada waktu peneliti menggunakan

suatu metode (Suharsimi, 1998:47).

Adapun instrumen yang digunakan

dalam penelitian ini adalah :

a. Tes Evaluasi

Tes merupakan serentetan pertanyaan

atau latihan yang digunakan untuk

mengukur keterampilan,

pengetahuan, intelegensi,

kemampuan yang dimiliki individu.

Instrumen tes digunakan peneliti

dalam skripsi ini adalah untuk

mengukur pemahaman siswa yang

terdiri dari soal esay yang berisikan

soal-soal yang berkaitan dengan

materi yang diajarkan. Dalam

penelitian ini jenis tes yang

digunakan adalah bentuk esay terdiri

soal esay untuk siklus satu dan dua.

Instrumen ini disusun berpedoman

pada kurikulum dan buku pelajaran

IPS IV di SDN Donggo Bolo.

b. Lembar observasi

Lembar observasi berisi tentang

keterlaksanaan proses pembelajaran

dan instrumen tes hasil belajar.

Lembar observasi keterlaksanaan

proses pembelajaran yang

dikembangkan dari Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

yang telah disusun oleh peneliti, yang

berisi detail siklus (langkah-langkah

proses pembelajaran)

Rancangan Penelitian

Rancangan dalam penelitian ini

mengacu pada model siklus. Tujuan

menggunakan model ini adalah

apabila pada awal pelaksanaan

tindakan ditemukan adanya

kekurangan, maka tindakan perbaikan

dapat dilakukan pada tindakan

selanjutnya sampai pada target yang

diinginkan tercapai. Pada masing-

masing siklus terdiri dari tahap

perencanaan, pelaksanaan tindakan,

observasi, dan refleksi.

a. Perencanaan

Peneliti sebagai guru,

merumuskan rencana

pelaksanaan pembelajaran (RPP)

dan hal-hal lain yang diperlukan

dalam rangka melaksanakan

Page 96: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

88

tindakan. Guru melaksanakan

pembelajaran mengacu pada

esensi tindakan dan rencana

pelaksanaan pembelajaran yang

telah disusun.

b. Pelaksanaan

Guru melaksanakan pembelajaran

sesuai dengan perangkat

pembelajaran yang telah sisusun

dengan baik, dalam hal ini adalah

rencana pelaksanaan pembelajaran

(RPP) dengan metode driil.

c. Observasi

Dalam penelitian ini yang menjadi

sebagai observator yaitu dibantu oleh

guru lain/teman sejawat untuk

mengamati pelaksanaan pembelajaran

yang dilakukan. Obsever melakukan

pengamatan terhadap aktivitas siswa

da guru/peneliti sesuai dengan

rencana pelaksanaan pembelajaran

(RPP) menggunakan driil.

d. Refleksi

Peneliti merefleksi hasil observasi

setiap pertemuan pada masing-

masing siklus. Peneliti mengadakan

refleksi setelah dilakukan

pembelajaran setiap akhir siklus.

Refleksi ini bertujuan untuk

menemukan kekurangan yang

kemudian dijadikan sebagai dasar

penyusunan tindakan pada siklus

selanjutnya

Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam

penelitian tindakan kelas ini meliputi:

data prestasi belajar, data observasi

aktivitas siswa dan guru dalam proses

pembelajaran.

Cara pengambilan data dalam

penelitian ini adalah :

1) Data mengenai

ketuntasan/prestasi belajar siswa

diperoleh dengan cara

memberikan tes pada siswa

setiap akhir siklus

2) Data tentang aktivitas

pembelajaran dan keterlaksanaan

proses belajar mengajar diambil

dengan lembar observasi yang

dilakukan pada tiap siklus.

Teknik Analisis Data

Pengelolaan data

merupakan satu langkah yang

sangat penting dalam kegiatan

penelitian bila kesimpulan yang

akan diteliti dapat dipertanggung

jawabkan data yang di analisis

oleh peneliti adalah :

Data prestasi belajar siswa

dengan mencari Kriteria

Ketuntasan Minimal

1) Ketuntasan individu

Setiap siswa dalam

proses belajar mengajar

dikatakan tuntas apabila

memperoleh nilai 70

karena nilai ketuntasan

minimal di SDN Donggo

Bolo yakni 70

2) Ketuntasan klasikal

Ketuntasan klasikal

dikatakan telah dicapai

apabila target pencapaian

ideal 85 % dari jumlah

siswa dalam kelas.

%1001 xn

nKK

Keterangan : KK =

Ketuntasan

Klasikal

Page 97: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

89

n1 = Jumlah siswa yang

memperoleh nilai 70

n = Jumlah siswa yang

ikut tes (banyaknya

siswa)

(Nurkencana, 2003)

c. Data Aktivitas belajar

Data Aktivitas Siswa dan guru

Setiap prilaku siswa dan guru

pada penelitian ini, penilaian

keterlaksanaan dengan pilihana

ya dan tidak. Analisis

menggunakan rumus persentase:

P = (indikator yang terlaksana/

indikator keseluruhan) x 100%

Indikator Keberhasilan

Dalam penelitian ini yang

menjadi indikator keberhasilan

untuk aspek prestasi belajar siswa

apabila Ketuntasan Klasikal (KK)

yang harus dicapai minimal 85%

siswa yang memperoleh nilain ≥

70. Untuk aspek aktifitas guru

dan siswa minimal berkategori

aktif.

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini

telah diaplikasikan pada obyek yang

telah ditentukan yaitu siswa kelas IV

SDN Donggo Bolo tahun pelajaran

2016/2017, Penelitian yang

direncanakan dalam dua siklus telah

dilaksanakan dan hasilnya adalah

sebagai berikut:

Siklus I

Sebelum proses belajar dimulai pada

siklus I, peneliti telah mempersiapkan

perangkat pembelajaran yang terdiri

dari rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP), lembar

observasi, soal evaluasi untuk

mendukung kelancaran proses

pembelajaran.

Adapun materi yang dibahas

pada siklus ini adalah kegiatan

ekonomi masyarakat setempat.

Pelaksanaan tindakan

Proses belajar mengajar pada siklus I

dilaksanakan mengacu pada RPP

yang telah disusun.

1) Hasil Observasi

Proses observasi aktivitas peneliti

dalam mengajara dilaksanakan oleh

teman sejawat selama berlangsung

proses belajar mengajar dengan

mengisi lembar observasi yang telah

disiapkan. Sedangkan untuk

observasi aktivitas siswa

dilaksanakan oleh teman sejawat

juga. Ringkasan data hasil observasi

tersebut dapat dilihat berikut ini :

a) Observasi untuk aktivitas siswa

Hasil observasi aktifitas siswa

dapat diketahui dari lembar

observasi yang didiisi oleh

pengamat yaitu 93 %

keterlaksanaannya

b) Observasi untuk aktivitas Guru

Hasil observasi aktifitas Guru

terkait keterlaksanaan dari RPP

yang telah dibuat dapat

diketahui dari lembar observasi

yang didiisi oleh pengamat

yaitu 93 % keterlaksanaannya

2) Hasil Evaluasi

Adapun hasil evaluasi yang diperoleh

pada siklus I untuk prestasi IPS

siswa sebagai berikut:

Jumlah siswa yang tuntas: 18

Page 98: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

90

Jumlah siswa yang tidak tuntas : 4

Jumlah siswa yang ikut tes: 22

Ketuntasan klasikal: 77 %

Berdasarkan indikator ketuntasan

yang ditetapkan yaitu ≥ 85 %, maka

pada hasil evaluasi siklus tersebut

belum mencapai standar ketuntasan

untuk prestasi IPS siswa, hal ini

diakibatkan karena masih ada siswa

yang masih mendapat nilai 70

kebawah untuk skala 100 dan 7 untuk

skala 10. Sehingga sebelum

melanjutkan pembelajaran ke siklus

berikutnya dilakukan upaya

perbaikan dan penyempurnaan

terlebih dahulu dengan melakukan

diskusi dengan siswa yang mendapat

nilai kurang dari 70 dengan

memberikan saran-saran seperti: 1)

sepulang dari sekolah usahakan

belajar kembali materi yang dipelajari

dikelas, dan 2) mengerjakan latihan

dengan serius serta 3) jika belum

paham dengan materi, anak-anak

harus berani bertanya.

3) Refleksi

Melihat hasil yang diperoleh

dari proses belajar mengajar sampai

hasil evaluasi pada siklus I, masih

belum mencapai hasil yang

diharapkan. Hal ini ditunjukan oleh

data observasi aktivitas siswa.

Diantaranya adalah, kesiapan siswa

untuk menerima pelajaran masih

sangat kurang.

Berdasarkan hasil evaluasi

menunjukan belum tercapainya hasil

yang memuaskan. Dapat dilihat dari

ketuntasan belajar siswa untuk

prestasi IPS siswa hanya mencapai

77 % dari standar ketuntasan ≥ 85%.

Untuk merespon komentar

Observer dalam hal ini adalah teman

sejawat, peneliti melakukan umpan

balik kepada observer tentang apa

yang perlu diperbaiki agar pada

siklus selanjutnya dapat meningkat.

Masukan dari Observer tersebut

antara lain: Berusaha mengarahkan

siswa untuk mengerjakan tugas

rumah agar dikumpulkan pada

pertemuan berikutnya, agar ada

persiapan dari rumah.

Siklus II

Siklus II dilaksanakan dengan

melanjutkan pengajaran materi

kegiatan ekonomi masyarakat.

1) Pelaksanaan tindakan

Proses belajar mengajar pada

siklus II dilaksanakan dengan

mengacu pada RPP yang telah

disusun.

2) Hasil Observasi

Proses observasi aktivitas

siswa dilaksanakan oleh teman

sejawat selama berlangsung

proses belajar mengajar dengan

mengisi lembar observasi yang

telah disiapkan. Ringkasan data

hasil observasi tersebut dapat

dilihat berikut ini :

a. Observasi untuk aktivitas

siswa

Hasil observasi aktifitas siswa

dapat diketahui dari lembar

observasi yang didiisi oleh

pengamat yaitu 100 %

keterlaksanaannya

b. Observasi untuk aktivitas

Guru

Hasil observasi aktifitas Guru

terkait keterlaksanaan dari

Page 99: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

91

RPP yang telah dibuat dapat

diketahui dari lembar

observasi yang didiisi oleh

pengamat yaitu 100 %

keterlaksanaannya

3) Hasil Evaluasi

Adapun hasil evaluasi yang

diperoleh pada siklus II dapat dilihat

pada lampiran. Secara ringkas

hasilnya sebagai berikut:

Jumlah siswa yang tuntas : 22

siswa

Jumlah siswa yang belum tuntas: 0

siswa

Jumlah siswa yang ikut tes : 22

siswa

Ketuntasan klasikal : 100 %

Data tersebut diatas

menunjukan bahwa pada siklus II

sudah mencapai standar ketuntasan

klasikal yaitu 100 %. Persentase

ketuntasannya menunjkan

peningkatan dari siklus sebelumnya.

Karena pada siklus II ketuntasan

klasikalnya telah mencapai ≥85%,

maka tidak perlu untuk melanjutkan

ke siklus berikutnya.

Pembahasan

Penelitian tindakan kelas ini

dilakukan dalam dua siklus dengan

menggunakan alat peraga.

Berdasarkan hasil analisis tindakan

dan hasil evaluasi pada siklus I

diketahui bahwa ketuntasan belajar

belum mencapai seperti yang

diharapkan. Hal ini ditunjukan oleh

hasil evaluasinya yaitu persentase

ketuntasannya adalah 77 %, sehingga

sebelum melanjutkan pembelajaran

ke siklus berikutnya dilakukan upaya

perbaikan dan penyempurnaan

terlebih dahulu dengan melakukan

diskusi dan membimbing siswa yang

mendapat nilai kurang dari 70 dengan

bimbingan secara khusus atau

individual. Adapun hasilnya adalah

dengan lebih termotivasi dan

antusiasnya siswa dalam bertanya

baik kepada temannya maupun

kepada guru. Dan juga dapat terlihat

pada saat siswa mengerjakan soal-

soal latihan setelah berdiskusi dan

diberikan bimbingan.

Setelah dilakukan tindakan

pada siklus II yang mengacu pada

perbaikan tindakan dari siklus I

diperoleh hasil yang lebih baik. Ini

ditunjukan dari hasil evaluasi akhir

siklus dimana persentase ketuntasan

klasikal adalah 100 %. Hal ini berarti

tindakan pada siklus II sudah

mencapai standar ketuntasan klasikal

85 %. Dengan demikian tidak perlu

untuk melakukan siklus selanjutnya.

Dari proses tindakan dan hasil

yang diperoleh dari siklus I, maka

untuk siklus II menunjukan hasil

yang lebih baik dari siklus

sebelumnya. Berarti penunggunaan

alat peraga dapat meningkatkan

prestasi belajar IPS siswa. Dan

terbukti apa yang disampaikan oleh

(Mustaqim, 2004: 81) dengan metode

drill ini pengetahuan anak bisa segar

setiap saat. Karena latihan akan

membangkitkan semangat mereka

untuk senantiasa mengingat apa yang

telah diterimanya, baik itu yang

menyangkut kecakapan motorik, atau

menyangkut keterampilan mental

berupa berhitung

KESIMPULAN

Proses tindakan dan hasil evaluasi

dari penelitian telah diperoleh, maka

Page 100: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

92

dapat disimpulkan beberapa hal

sebagai berikut:

1. Penerapan penggunaan alat

peraga dapat meningkatkan

prestasi belajar siswa kelas IV

SDN Donggo Bolo.

2. Prestasi belajar IPS siswa

tersebut ditunjukan oleh

aktivitas siswa dalam kelas

dan hasil evaluasi tiap akhir

siklus. Pada siklus I,

persentase ketuntasan sebesar

77 % dan pada siklus II

dengan persentase ketuntasan

100 %.

3. Aktivitas guru dan siswa

meningkat dari siklus I ke

siklus II.

DAFTAR PUSTAKA

Anitah, Sri. 2009. Teknologi

Pembelajaran. Surakarta : Yuma

Pustaka.

Asmawat. (2008). Penerapan metode

latihan dalam meningkatkan

prestasi belajar siswa kelas VII

d SMPN 1 Mataram tahun

ajaran 2007/2008.

Achsanuddin. Dkk. (1990). Didaktik

Metodik Suatu Pengantar .

Mataram. IAIN Sunan Ampel

Fakultas Tarbiyah Mataram.

Barth, J.L. (1990). Method of

instruction in social studies

education. Third edition.

Boston: university press of

America. inc

Brown, H.D. (2000). Principle of

language and teaching. New

York: By Addison Wesley

longman, inc

Depdiknas. (2006). Undang-Undang

RI Nomor 20, tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan

Nasional

Depdiknas. (2007). Peraturan

menteri pendidikan nasional

republik indonesia nomor 41,

tahun 2007 tentang standar

proses untuk satuan Pendidikan

Dasar dan Menengah.

Dick, W., Carey, L., James. O., &

Carey, C. (2001). The

systematic design of instruction

. Newyork: Addison-weley

educational publisher inc.

Djajadisastra.(1981). Metode-Metode

Mengajar. Bandung,

angkasa.

Djamarah dan Zain Aswan. (2006).

Strategi Belajar Mengajar.

Jakarta, Rineka Cipta

Djemari Mardapi. (2008). Teknik

penyusunan instrumen tes dan

nontes. Yogyakarta: Mitra

Cendikia Press

Hamalik, Omar. (2004). Psikologi

Belajar dan Mengajar.

Bandung : Sinar Baru

Algensindo

Djamarah. (1994). Prestasi Belajar

dan Kompetensi Guru.

Surabaya. Usaha Nasional

Page 101: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

93

. (2006). Prestasi Belajar

dan Kompetensi Guru. Surabaya.

Usaha Nasional

Jerolimek, S., & McTargaart, R.

(1990). The action research

planner. Victoria: deakin

university

Joyce, B., & Weil, M. (2.

M04).Models of

teaching. Boston: Allyn

and Bacon.

Mustaqiem. (2004). Psikologi

Pendidikan. Yogyakarta.

Pustaka Pelajar bekerja sama

dengan Fakultas Tarbiyah IAIN

Walisongo Semarang.

Robert, L. & Chair, L. (2009).

Student learning, student

achievement: how do teachers

measure up?. American:

National board for professional

teaching standars (NBPTS).

Roestiyah. (1998). Strategi Belajar

Mengajar. Jakarta. Rineka

Cipt

Subari. (1994). Supervisi Pendidikan.

Jakarta. Bumi Aksara.

Suharsimi. (2007). Penelitian

Tindakan Kelas. Jakarta.

Bumi aksara

------------- (1998). Prosedur

Penelitian Suatu Pendekatan

Praktek. Jakarta. Rineka Cipta

------------- (2006). Prosedur

Penelitian Suatu Pendekatan

Praktek. Jakarta. Rineka Cipta

Widdiharto, Rahmadi, (2004). Model-

Model Pembelajaran

Matematika SMP. Masalah

Diklat

Instruktur/Pengembangan

matematika SMP Jenjang

Dasar. 10-23 Oktober 2004 di

Pusat Pengembangan Penataran

Guru (PPPG) Matematika

Yogyakarta, yang

diselenggarakan oleh Direktorat

Jendral pendidikan Dasar dan

Menengah Departemen

Pendidikan Nasional.

Page 102: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

94

PERAN PENGAWASAN ORANG TUA UNTUK MENGURANGI

PENYIMPANGAN PERILAKU ANAK REMAJA

Mariamah1 & Yema Susanti

2

Dosen STKIP Taman Siswa1 & Mahasiswa PGSD STKIP Taman Siswa

[email protected]

Absrak

Pengawasan orang tua sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan

perkembangan anak. Orang tua yang memahami peran mereka sebagai

orang tua tentu akan mendidik dan menjaga anaknya agar tidak melakukan

hal-hal yang menyimpang yang dapat merusak masa depan anak. Orang tua

memiliki peran dan tanggung jawab sebagai fenanam fondasi awal

pembentukan jiwa dan karakter anak. Adapun tujuan dari karya tulis ini

adalah: 1) Untuk memberikan pengetahuan kepada para orang tua tentang

peran mereka sebagai orang tua yang sebenarnya. 2) Untuk mengembangkan

kebiasaan dan perilaku para remaja yang sesuai dengan karakter anak

bangsa yang bermoral dan berbudi luhur, 3) Untuk menanamkan jiwa

kepemimpinan dan tanggung jawab kepada anak bangsa sebagai generasi

penerus bangsa. Pentingnya orang tua untuk tahu akan manfaat mendidik

anak melalui sosialisasi, diharapkan dapat membantu sang anak dalam

menentukan bagaimana dan kemana arah tujuan hidup sang anak kelak.

Maka dari itu penting bagi orang tua untuk mengawasi apa saja kegiatan

anak di dalam rumah maupun diluar rumah supaya tidak melakukan perilaku

yang menyimpang yang dapat merusak masa depan anak, selain itu orang

tua harus membimbimg sang anak dalam menentukan jati diri, bakat dan

kemampuan baik dari sisi akademis dan non-akademis juga menentukan

lembaga pendidikan mana yang tepat untuk dienyam oleh sang anak sebagai

bekal dikehidupannya.

Kata kunci. Pengawasan, orang tua, penyimpangan perilaku

Abstract

Parental supervision is very influential on the growth and development of the

children. Parents who understand their role asparents would educate and

protect the children from doing a deviation which can damage the children’s

future. Parents have role and responsibility as initial character formation and

foundation for the children. The aim of this scientific paper are: 1) to give

knowledge for the parents about their role as parents, 2) to develop habit and

behavior of adolescents in accordance with the character of the nation, 3) to

embed leadership and responsibilitycharacter for the young as future

Page 103: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

95

generation of the country. The important for parents to know the benefit of

educating children through socialization is expected to assist the children in

determining how and where the direction of their future goals. Therefore, it is

important for parents to supervise activities of the children inside and outside

of the house to prevent the deviant behavior that can damage the future of the

children. Besides, parents should guide the children in determining their

identity, talent and ability both in academic and non-academic and

determining an appropriate school institution as provision for the children’s

future.

Key Word: character building, parents, deviant behavior

Pendahuluan

Peran keluarga terutama orang

tua sangat berpengaruh terhadap

pertumbuhan dan perkembangan

anak. keluarga merupakan

lingkungan pendidikan pertama

yang diperoleh anak sebelum

mereka masuk kedalam lingkungan

sekolah dan masyarakat, dimana

orang tualah menjadi guru pertama

mereka yang menjadi contoh

kongkrit bagi mereka. Apabila

orang tua yang mendidikan dan

mengajarkan anaknya dengan cara

yang baik dan benar maka karakter

anak akan terbentuk secara baik

juga. Akan tatapi pada kenyataan

sekarang banyak orang tua yang

tidak tahuperan mereka sebagai

orang tua, mereka tidak

memperhatikan anak-anak mereka,

mereka berfikir pendidikaan

disekolah sudah cukup untuk si

anak padahal keluargalah dan peran

merekalah yang harus lebih

dominan daripada disekolah.

Anak-anak yang masuk pada

usia 12-21 tahun dinamakanmasa-

masa remaja (pubertas) pada masa

ini sering dikatakan masa-masa

paling rawan bagi anak karena pada

masa remaja rasa ingin tahu dan

rasa ingin mencoba anak terhadap

sesuatu hal yang baru sangatlah

besar tanpa mereka memikirkan

dampak dari apa yang mereka

lakukan. Pengaruh lingkungan

tempat tinggal dan teman bermain

anak sangat menentukan pola

pergaulan anak.Apalagi sekarang

banyak geng-geng atau kelompok-

kelompok yang memberikan

pengaruh negatif bagi

anak,kemajuan teknologi dimana

anak-anak dapat mengakses apa saja

yang mereka inginkan yang

memberikan nilai positif maupun

negatif kepada mereka. Maka dari

itu pengawasan orang tua terhadap

anak haruslah lebih besar dan

ketat,orang tua tidak boleh

melepaskan secara bebas anaknya

dalam lingkungan bermain tanpa

mengetahui siapa teman bermainnya

dan apa yang mereka lakukan ketika

berada diluar rumah. Berbagai

kejadian negatif yang terjadi akibat

kurangnya kontrol orang tua, seperti

hamil diluar nikah, narkoba, miras,

geng motor, geng begal, perjudian,

dan masih banyak kejadian-kejadian

lain yang terjadi diberbagai daerah.

Kejadian-kejadian tersebut dapat

dilihat di TV, Radio, Koran dan

Page 104: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

96

secara langsung didepan mata kita

kejadian yang terjadi di lingkungan

masyarakat tempat tinggal. Data

yang penulis peroleh di kecamatan

Palibelo kabupaten Bima yang

terdiri dari beberapa desa, disetiap

desa ± terdapat 15-20 (orang

remaja) hamil diluar nikah, anak-

anak terlibat dalam tawuran. Desa

padolo dan talabiu merupakan desa

yang rawan konflik (Lukman,

S.Pd/27/09/2016).

Kejadian-kejadian ini

merupakan salah satu akibat dari

kurangnya peran orang tua. Supaya

terhidar dari berbagai hal yang

dapat merusak moral anak serta

merugikan anak. Inilah mengapa

saya tertarik mengangkat topik ini

sebagai karya ilmiah sederhana

yang akan saya tulis

Tujuan dan manfaat 1. Untuk memberikan

pengetahuan kepada para

orang tua tentang peran

mereka sebagai orang tua

yang sebenarnya.

2. Untuk Mengembangkan

kebiasaan dan perilaku

para remaja yang sesuai

dengan karakter anak

bangsa yang bermoral dan

berbudi luhur

3. Untuk Menanamkan jiwa

kepemimpinan dan

tanggung jawab kepada

anak bangsa sebagai

generasi penerus bangsa.

Metode 1. Mengamati kondisi di

lapangan

2. Membaca dan mengkaji

berbagai referensi

PEMBAHASAN

1. Definisi Remaja Remaja adalah masa

peralihan yang dialami setiap

individu baik perempuan

maupun laki-laki yang dimana

maksud dari peralihan itu ialah

pergantian dari masa anak-anak

menuju ke masa dewasa. Kalau

berbicara tentang remaja pasti

tidak terlepas dari pergaulan.

Pergaulan itu sendiri adalah

proses interaksi yang dilakukan

oleh individu dengan individu

maupun individu dengan

kelompok.Seperti yang

dikemukakan oleh Aristoteles

bahwa manusia sebagai

makhluk social(zoon politicon)

yang artinya manusia sebagai

makhluk social yang tidak

terlepas dari kebersamaan

dengan manusia lain. Interaksi

dengan individu maupun

kelompok pasti memberikan

nilai positif dan

negatifnya.Apabila tidak ada

pengawasan yang baik dari

pihak orang tua terhadap

seorang anak tidak jarang para

anak remaja melakukan hal-hal

yang menyimpang yang

merusak pribadi anak itu sendiri.

Penyuluhan yang

dilakukan kepada para orang tua

bertujuan supaya para orang tua

memahami peran mereka

sebagai orang tua. Orang tua

memiliki peran dan tanggung

jawab sebagai penanam fondasi

Page 105: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

97

awal pembentukan jiwa dan

karakter anak, sementara

sekolah sebagai lembaga

pendidikan formal adalah mitra

mereka. Pentingnya orang tua

untuk tahu akan manfaat

mendidik anak melalui sistem

smart parenting, diharapkan

dapat membantu sang anak

dalam menentukan bagaimana

dan ke mana arah tujuan hidup

sang anak kelak serta

menjauhkan anak-anak kepada

perilaku yang menyimpang yang

dapat merusak masa depan anak.

Maka dari itu penting bagi orang

tua untuk membimbimg sang

anak dalam menentukan jati diri,

bakat dan kemampuan baik dari

sisi akademis dan non-akademis

juga menentukan lembaga

pendidikan mana yang tepat

untuk dienyam oleh sang anak

sebagai bekal dikehidupannya

kelak.

2. Faktor yang menyebabkan

timbulnya pola perilaku

menyimpang pada

anakremaja Dari pengamatan yang

saya lakukan penyebab pola

perilaku para remaja yang

menyimpang adalah:

1. Faktor Keluarga

Faktor keluarga

terutama orang tua, orang

tua yang tidak

memperdulikan dan

memperhatikan aktivitas

anaknya baik didalam rumah

ataupun diluar rumah anak-

anaknya cenderung

melakukan sesuatu sesuka

hatinya dan tidak

memikirkan apa akibat dari

yang mereka lakukan.

Apalagi anak yang berasal

dari keluarga broken home

yang dimana tidak

mendapatkan perhatian sama

sekali dari orang tuanya

biasanya mereka tinggal

dengan nenek atau keluarga

dari pihak ayah ataupun ibu.

2. Kemajuan Teknologi

Kemajuan

teknologi, seperti yang kita

lihat pada zaman sekarang

teknologi sudah berkembang

pesat contohnya internet.

Meskipun internet memiliki

nilai positifnya tapi tidak

sedikit memberikan nilai

negatif pada anak,yang

dimana anak-anak bisa

mengakses berbagai situs

yang tidak baik bagi

mereka.contoh pada suatu

ketika ada seorang anak

yang masih remaja pergi

kewarnet dan membuka

situs-situs porno dan dia

juga mengajak anak dibawah

umurnya untuk menonton

sesuatu yang tidak

sewajarnya itu.Sehingga

perilaku anak tersebut

didalam lingkungannya

menjadi tidak baik tidak

sedikit anak yang putus

sekolah akibat

mempraktekkan apa yang

mereka tonton. Itu semua

akibat kurangnya

pengawasan orang tua

terhadap kegiatan anaknya.

3. Lingkungan Bermain

Page 106: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

98

Teman bermain

anak (remaja), para orang

tua apabila tidak mengawasi

siapa saja teman bermain

anak tidak sedikit anak yang

terpengaruh dengan

pergaulan temannya yang

tidak bagus apalagi sekarang

banyak geng-geng yang

tidak baik yang

mempengaruhi para remaja

untuk masuk kedalam geng

mereka.meskipun ada nilai

positifnya dengan adanya

kelompok/geng tersebut

seperti solidaritasnya tinggi

tapi banyak juga sisi

negatifnya,dimana anak

tersebut diajarkan untuk

berbuat anarkis, tidak takut

melawan orang tua,

melakukan sesuatu sesuka

mereka dan tidak

menghormati orang yang

lebih tua. Sehingga pola

perilaku anak menjadi rusak

akibat adanya geng-geng

yang tidak baik itu.para

orang tua harus lebih

memperhatikan perilaku

anaknya terutama teman

bermain anak supaya tidak

terpengaruh oleh oknum

yang tidak baik

Dampak yang ditimbulkan

akibat pola perilaku yang

menyimpang 1. Anak berperilaku sesuka

hatinya contohnya anarkis

2. Anak tidak memiliki sikap

yang santun terhadap orang

lain

3. Sikap individualisme anak

tinggi

4. Tidak menghargai sesuatu

5. Banyak terjadi pemberontan

yang dilakukan anak

terhadap orang tuanya

6. Perubahan gaya hidup,

mulai dari nilai-nilai agama,

social dan budaya

7. Jati diri bangsa Indonesia

luntur

Upaya meminimalisir

terjadinya pola perilaku

menyimpang pada remaja 1. Bagi para orang tua,

sebaiknya mulai sekarang

belajar bagaimana mengasuh

anak yang baik dan benar

dengan cara mengikuti

parenting education

2. Bagi para orang tua

sebaiknya jangan terlalu

memberikan kebebasan

kepada anaknya

3. Lebih memperhatikan anak

dan mendampingi anak

dalam situasi apapun

4. Mengutamakan waktu

bersama dengan keluarga

walaupun jam kerja padat

Dari 4 poin yang menjadi

tugas orang tua di atas, tentu

para orang tua sangat perlu

untuk dibekali pengetahun

tentang penanaman

pendidikan karakter pada

anak, dan pengetahuan

tentang pendidikan karakter

itu sendiri

Kesimpulan

Pengawasan orang tua

sangat penting bagi para anak

apalagi anak yang masih berada

Page 107: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

99

dimasa-masa remaja dimana

mereka masih mencari jati diri

mereka. Anak pada masa ini

masih sangat labil sehingga

sangat mudah dipengaaruhi oleh

lingkungan buruk disekitarnya,

apabila orang tua tidak

memperhatikan pola perilaku

anak didalam rumah ataupun

diluar rumah maka anak tersebut

bisa terjerumus kedalam

lingkungan yang buruk yang

dapat merugikan masa depan

anak itu sendiri. Apalagi zaman

sekarang teknologi sudah

berkembang pesat dimana untuk

mengakses berbagai situs

sangatlah mudahtidak sedikit

anak yang membuka situs-situs

yang tidak seharusnya mereka

buka dan juga banyaknya

kelompok-kelompok tertentu

dalam masyarakat yang

sebagian kelompok memberikan

pengaruh buruk terhadap para

anak remaja. Jadi para orang tua

haruslah menjaga dan

mengawasi buah hatinya supaya

tidak terjerumus ke dalam

lingkungan yang buruk yang

dapat merugikan masa depan

anak.

Penyuluhan yang telah

dilakukan semoga dapat

membantu para orang tua untuk

mengawasi dan mendidik

anaknya supaya tidak

melakukan perbuatan yang

menyimpang.

DAFTAR PUSTAKA

Fadjaray, Suhadi. 2012.

Character Building Strategies

Bercocok Tanam Karakter di Kebun

Sanubari Anak. Jakarta: Rahmat

Media Press (RAHMA PRESS).

Page 108: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

100

“Refusal and Politeness Strategies

in School Community of Practice.”

Julaiha, M.Pd

English LecturerDepartement – STKIP Taman SiswaBima

[email protected]

Abstract

Adopting Community of Practice (CofP) framework, this paper investigates

the realization of refusal and politeness strategies in SMA Negeri 1 Kilo

‘culture’ in Dompu. Through three weeks of recording and observation of

participants’ daily communication, the findings revealedboth direct and

indirect refusalswere employed in the community. The negotiations of FTAs

between CofP members weremore complex and unique, via both positive and

negative politeness strategies.They constructed a unique communicative style

in expressingrefusals and negotiating FTAs indicating intimacy and solidarity

between them which may give raise to a polite behavior. More importantly,

the negotiation of the membership in the community of practice or in-group

membership determined this unique communicative style.

Keywords: Refusals, politeness strategy, face threatening acts, community of

practice, communicative style, polite behavior.

1. INTRODUCTION

Research on speech act over

decades has encompassed a wide

range of types of speech act. From

an initial focus on directives (e.g.

Ervin-Tripp, 1976; Brown and

Levinson, 1978; Bellinger and

Gleason, 1982), researchers has

also examined positively affective

speech acts, such as compliments

and apologies (eg. Olshtain and

Cohen, 1983; Holmes, 1986;

Herbert, 1989; Baresova, 2008,

Ogiermann, 2009; Aloia, 2009) as

well as some more negatively

affective acts, such as

disagreements and refusals (eg.

Blum-Kulka et al., 2002;

Georgakopolou, 2001; Scott, 2002;

Daly, et al., 2003; Phuong, 2006;

Brasdefer, 2008). They have given

much insightful information how

speech acts are expressed in

particular social and cultural

context. This research in turn tries

to contribute to the next group:

refusals in a certain social context

of speech community, that is, in a

community of practice (Wenger,

2000).

The reason underlies the

choice of Community

ofPractice(CofP) as the subject of

study is made based on the fact

that commonly researches on

refusals world-wide are still less of

authentic data, especially in a

workplace context. Instead, most

of the data which has been

collected to illustrate the ways in

Page 109: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

101

which people express this speech

act encompassed written data that

has been elicited using some

variant of the discourse completion

task (DCT), as popularized by

Blum-Kulka et al. (1989) over

university students and staffs (eg.

Brasdefer, 2008; Wannaruk, 2008;

Champillo, et al., 2009; Shattar, et

al., 2009; and Al-Shboul, et al.,

2012).

By the same token, some

researches in Indonesian context

also applied similar methodsand

samples (eg. Amarien, 1997; Aziz,

2000; Wijayanto, 2013). Only few

natural studiesto certain speech

community this fieldfound, such as

Rahmayani (2006) who analyzed

forms, functions, and factors

determining refusals over

participants in Malang and that by

Hadiati (2011) who investigated

the realization of politeness

strategies on children’s refusal in

Purwokerto. While, one of the

specific investigations of refusals

on Communities of Practice

framework was conducted by

Daly, et al. (2003) who observed

the realization of complaints,

whinges, and refusal between

members of community of practice

in factory floor in New Zeeland.

Advocating Daly, et al. (2003)

this research adopt similar

framework toobtain the authentic

data of refusal between members

of this CofPwhen they engage in

their normal everyday interaction,

formal and informally. The CofP

in this study isa school ‘culture’ in

Dompu community in West Nusa

Tenggara, which is refusal the

teachers and the staffs of SMA

Negeri 1 Kilo produce.Therefore,

this study aims to investigate:a)

the refusal strategies the

CofPmembers use; b) the

politeness strategies these

members of Community of

Practice employ in expressing

refusals;and c) the patterns of

refusals expressed by those

members of Community of

Practice.

Daly et al (2003)

followingLakoff (2001)suggested

that ‘‘[t]hrough concentration on a

particular speech act located in a

specific cultural and societal time

and place, we can come to

understand a great deal about who

we are, what we want, and the

rules and assumptions that bind us

together as a society.’’ Hopefully,

this study is sufficient enough to

examine refusals strategies and its

patterns that are expressed and

interpreted in this particular socio-

cultural setting. In particular, it

will clarify the complexity of what

is considered as appropriate or

polite behavior in different

communities of practice and,

thus,provides a specific example

affirming Lakoff’s point

2. REVIEW OF

LITERATURE

2.1. Face, Politeness, and

Refusals inSpeech Act

Theory

The common constraints on

communication include not only

ways of presenting “self” but also

the ways in which we give face to

others. Brown and Levinson

Page 110: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

102

(1978) suggested a well-known

conceptual framework of ‘face’ derived from Goffman’s (1976) as

“the public self-image that every

member [of a society] wants to

claim for himself” (cited in Felix-

Brasdefer, 2008: 17). Felix-

Brasdefer (2008) then,

followingGoffman(1967), defines

face as “the positive social value a

person effectively claims for

himself by the line others assume

he has taken during a particular

contact. Face is an image of self

delineated in terms of approved

social attributes…” . The line a

person assumes during social

interaction refers to patterns of

verbal and nonverbal behavior by

which interlocutors negotiate their

own views of the situation as well

as an evaluation of the

participants’ point of view. Felix-

Brasdefer (2008) explains good

face as being in line with the social

behavior of the situation, whereas

a person is said to be in wrong face

“when information is brought forth

in some way about his social worth

which cannot be integrated.” In

other words, people may be

considered out of face when they

fall out of line during social

interaction and do not follow the

social behavior expected in a

specific situation.

Thus, face is the

conceptualization we make of our

‘self’ when actively interacting

with others through verbal or non-

verbal interaction in the flow of

conversation. Face is manifested

through the evaluations we make

of ourselves through social

interaction.

Face deals with two aspects of

people’s want: a) the desires of

individual (hearer) to be liked and

appreciated or approved (positive

face), such, seeking agreement or

compliment, solidarity, and

reciprocity; and b) the desires or

the right to non-disturbance

(negative face), such as, being

indirect, being apologetic.

In daily communication, face

is something that is emotionally

invested, and that can be lost,

maintained, or enhanced and must

be constantly attended to in an

interaction with language (Brown

and Levinson 1978). The efforts

in gaining, negotiating and

maintaining face is refer to

Goffman’s (1967) “facework” as

cited in Soepriatmadji (2010). It

implies the notions that people

have to make sure that in the

efforts to keep their own face, they

do not in any way damage the

others’ face, unless they may give

threats to another individual’s self-

image, or create a “face-

threatening act” (FTA). Such

FTAblocks the freedom ofactions

(negative face), and the wish that

one’s wants be approved by others

(positiveface) – by either the

speaker, or the addressee, or both.

Speech act such as requests

potentially threatenthe addressee’s

face because they may limit the

addressee’s freedom to

actaccording to his/her will.

Felix-Brasdefer reviewed that

the basic premise of Brown and

Page 111: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

103

Levinson’s (1987) Politeness

Theory is that many speech acts

are intrinsically threatening to

face. Accordingly, refusal may

threaten the addressee’spositive

face because they may imply that

what the speaker say might not

expected by the hearer. In an

attempt to avoid FTAs in

expressing refusal, interlocutors

may use specific strategies to

minimizethe threat according to a

rational assessment of the face risk

to participants.Further, the

assessment of the seriousness of an

act involves three independent

factors that are culture-sensitive:

the social distance (D) and social

power (P) between a speaker and a

hearer, and the absolute ranking

(R) of impositions in a particular

culture:

1. Social Distance (D) between

the speaker and the hearer; in

effect, the degree of

familiarity or solidarity they

share (a symmetric relation);

2. Relative Power (P) of the

speaker with respect to the

hearer; in effect, the degree to

which the speaker can impose

his/her will on the hearer (an

asymmetric relation); and

3. Absolute Ranking (R) of

impositions in the culture in

terms of the expenditure of

goods and/or services by the

hearer, the right of the speaker

to perform the act, and the

degree to which the hearer

welcomes the imposition.

The authors suggest that the

seriousness for a FTA may be

calculated using the following

formula:

Wx = D(S,H) + P(H,S) + Rx.

According to this formula, Wx

represents a value that measures

the weightiness of a FTA, D(S,H)

measures the degree of social

distance between the speaker and

hearer, P(H,S) measures the value

of power that a hearer has over a

speaker, and Rx is the value that

measures the degree of imposition

of a FTA in a particular culture.

Therefore, according to

Politeness Theory, the attempts

could be done by constructing a

refusal which includes linguistic

elements addressing the positive

face needs of the requester

(Besson et al., 1998) or a“face-

saving maneuvers,” (Gass& Houck

1999) (cited in Felix-Bresdefer,

2008: 43).

Brown and Levinson (1987)as

cited in Felix-Brasdefer (2008:

17)claimed a universal model of

linguistic politeness that politeness

is realized linguistically by means

of various strategies across

cultures.Politeness Theory

suggests that in order to ameliorate

the impact of an FTA which

threatens the negative face of the

addressee or hearer, the speaker

will make use of such negative

politeness strategies as being

indirect, adopting hedging devices,

or apologizing. Positive politeness

strategies, on the other hand,

emphasize friendliness towards

and solidarity with the speaker,

and these are used more generally

(i.e., in response to both positive

and negative FTAs). Brown and

Page 112: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

104

Levinson (1987) suggest a number

of forms of positive politeness,

including the use of in-group

identity markers, address forms,

jargon and slang. This study,

therefore, attempts to find out

whether these strategies do exist

and applied in the school

community of practice or do not.

2.2. Speech Act of Refusals

Daly, et al (2003) following

Kline and Floyd (1990) define a

refusal as ‘‘an attempt to bring

about behavioral change by

encouraging the other to withdraw

his/her request’’, and essentially

indicating ‘‘opposition to granting

a request’’. Refusal represents one

type of dispreferred response that

often occurs as second pair parts in

conversation and, without doubt,

then, is highly face-threatening

affective speech act because it

involves the rejection of a request

which the communicator felt was

legitimate to make (Searle, 1977 as

cited in Daly, et al., 2003). It

reflects unwillingness to obey

someone’s request, invitation or

offer. In this case, the refuser is

thus in position between resisting

an undesirable request and

supporting the requester’s self

image.

In a more extreme way,

refusal means the speech act of

saying “no” (Wierzbicka 1987:

94), expressingthe addressee‟s

non-acceptance, declining of or

disagreeing with a request,

invitation, suggestion or offer.

Inother words, “refusing means,

essentially, saying „no, I will not

do it‟ in response to someone

else‟s utterance, in which he has

conveyed to us that he wants us to

do something and that he expects

us to do it” (ibid.).While, Felix-

Brasdefer (2008) argues that as a

reactive speech act, a refusal

functions as a response to an

initiating act and is considered a

speech act by which a speaker

“[fails] to engage in an action

proposed by the interlocutor” (p.

41).

From a sociolinguistic

perspective, refusals are important

because they are sensitive to social

factors such as gender, age, level

of education, power, social

distance, and because what is

considered appropriate refusal

behavior varies across cultures.

Phuong (2006) following

Leech (1983) and Brown and

Levinson (1987) reviewed

thatSocial distance is one of the

factors that determines politeness

behaviors. The notion of social

distance refers to the consideration

of “the roles people are taking in

relation to one another in a

particular situation as well as how

well they know each other” (p.16),

which means the degree of

intimacy between interlocutors.

Brown and Levinson (1987)

claimed that politeness increases

with social distance. On the other

hand, he mentioned that there is

very little solidarity establishing

speech behavior among strangers

and intimates because of the

relative existing familiarity of their

relationship, whereas the

Page 113: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

105

negotiation of relationships is

more likely to happen among

friends.Amerien (1997) found that

Indonesia Speaker Speaking

English tend to refuse directly to a

request. This indicates that they

intended to produce a direct

illocutionary act that is a direct

refusal. The familiarity and the

equality of social background, as

pointed out above, lead them to

initiate their refusal utterances in

this way.

While, the role of social

status in communication involves

the ability to recognize each

other‟s social position (Leech

1983; Brown and Levinson 1987;

Holmes 1995). Holmes (1995)

claimed that people with high

social status are more prone to

receive deferential behavior,

including linguistic deference and

negative politeness. Thus those

with lowersocial status are inclined

to avoid offending those with

higher status and show more

respectto them. By the same token,

Hassani (2011) found that Persian

show differences to those with

high social status by expressing

indirect strategy for refusing.

Gender and speech

behaviour are also seen as two

interwoven, interrelated variables

(Lakoff 1975; Tannen 1990; Boxer

1993; Holmes 1995). In other

words, speech behaviours depend

on the gender relationship between

interlocutors. Thus refusing people

of either the same or the opposite

gender requires different linguistic

patterns.Specifically, Lakoff

(1973) as cited in Wofson (1989)

identified different form of man

and women speech. Lakoff pointed

out six major characteristic of

what she called women‟s speech:

1. Lexical choice: there some

words which are almost

exclusively used by women

such as the less common color

terms: mauve and chartreuse

or empty adjectives such as

divine and cute as the contrast

to men’s adjectives such as

great and terrific.

2. Question intonation in

statement: women show non

assertive behavior by using

question intonation in

conjunction with declarative

sentences. For example ‘When

the dinner will be ready?’ 3. Hedges: women are frequently

use tag question and hedges,

for example: ‘He is a nice guy,

isn’t he?’ 4. Emphatic modifiers and

intonational pronunciation:

women use more frequent

modifiers such as so, much,

and very than men do to

emphasize their utterances.

5. Hypercorrect grammar and

pronunciation: women tend to

use more formal syntax than

men, to use forms of

pronunciation which are

closer to prestige norm, and

speakmore formally than men

do in similar situation.

6. Superpolite forms: women are

said to frame request and

other kinds of utterances with

excessive polite forms such as

‘Would you please open the

door, if you don’t mind.”

Page 114: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

106

In terms of pragmatics,

requests and refusals are automatic

sequences in the structureof the

conversation which are called

“adjacency pairs”. Following

Schegloff and Sacks (1973)

Phuong (2006) termed “Adjacency

pairs” for certain consecutive

speech turns that are closely

related. They can be described as

automatic sequences consisting of

a first part and a second part

produced by two successive

speakers such that the second

utterance is identified as related to

the first as an expected follow-up.

Having uttered the first part, the

speaker immediately expects

his/her conversational partner to

produce a second part of the same

pair (p. 16).

Managing adjacency pairs

successfully is part of

“conversational competence”. On

the adjacency pair of request-

refusal, refusing a request as

discussed previously is an FTA

and therefore requires special

attention from the speakers so that

the message can be conveyed in a

socially acceptable manner.What

we should realize is that refusals

are complex speech acts that

require not only long sequences of

negotiation and cooperative

achievements, but also “face-

saving maneuvers to accommodate

the noncompliant nature of the

act” (Felix-Brasdefer 2008: 43). In

fact, in everyday life, it is not easy

to refuse. If we give a flat refusal,

it may be interpreted as more than

just the refusal itself. In contrast, it

can create a feeling of discomfort

in both the speaker and the hearer.

Thus, this FTA leads to a tendency

on the part of the speakers to make

use of certain strategies such as

indirectness and polite expressions

in order to avoid conflict (Brown

and Levinson 1987).

For this reason, Felix-

Bresdefer (2008) suggested that

refusal must be negotiated in

social interaction. Accordingly, the

choice of a direct or indirect

refusal and the appropriate degree

of politeness employed will

depend on the relationship

between the participants.

Thus, from a pragmatic

perspective, the negotiation of a

refusal may involve frequent

attempts at directness or

indirectness and politeness or

impoliteness that are appropriate to

the situation and may vary

according to the social values of a

particular culture. During the

course of social interaction, a

speaker performing a refusal may

resort to a wide range of linguistic

and non-linguistic expressions or

strategies in order to communicate

a refusal appropriately and

according to theexpected norms of

interaction of a given culture.

Some of these expressions are then

established or conventionalized as

common patterns or ways of

speaking between participants in

certain context or culture, let say

in members of school community

of practice.

Page 115: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

107

2.3. Communities of Practice

This study tries to capture

how are the realizations of refusals

in a community of practice (CofP)

in Indonesian culture context, that

is, a school institution. According

to Wenger (2000), communities of

Practice refer to “groups of people

who share a concern or a passion

for something they do and learn

how to do it better as they interact

regularly.” The essence of this

framework in sociolinguistics is

that it focuses on the practice or

activities which indicating them

belong to the group, and the extent

to which they belong. It also takes

account of the way of speaking,

attitudes, beliefs, values and social

relations which underlie their

practice, and provides a

framework for examining the ways

in which individuals construct

roles and relationships within the

parameters established as

acceptable by the group. The CofP

is thus a rich locus for the study of

situated language use, of language

change, and of the very process of

conventionalization that underlies

both. More importantly, two

conditions of a community of

practice are crucial in the

conventionalization of meaning

are shared experience over time,

and a commitment to shared

understanding (Eckert, 2006).

Therefore, it will determine how

the members of the CofP construct

and interpret such refusal in their

linguistic repertoire and their

communications. The linguistic

manifestations of a shared

repertoire provide a basis for

describing how a distinctive

workplace ‘‘culture’’ is constructed

through interaction. In sum,

Wenger (2000) identifies three

criteria features of a CofP: (a)

mutual engagement; (b) a joint

negotiated enterprise; and (c) a

shared repertoire of negotiable

resources accumulated over time.

Daly et al (2003) argued that

over time workplace communities

construct a unique set of discursive

practices from the resources

available to them, compatible with

other aspects of the way they work

together. These shared practices,

and the ways in which individuals

conform to or challenge the

group’s norms, contribute to the

construction of a particular

community of practice.

3. Data Collection

As the main aims of this

ethnographic study, the data are

obtainedfrom the authentic daily

communication between members

of community of practice in SMA

Negeri 1 Kilo. They include the

interaction between office staffs,

teachers, and office staff and

teacher. There were ten office

staffs, eight males and two females

and twenty two teachers comprise

of fifteen males and females are

the rests. Some trained

participantswere administered to

collect the data from the site

(school) of their everyday

interactions: one office staff and

two teachers. Initially, they

observed the interactions and took

Page 116: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

108

some notes and also recorded the

occurring of refusals as

opportunities arose using recorder

device from their own mobile

phones. Later, such relevant

contextual information was

collected in follow-up interviews

with participants (Daly et al,

2003). As part of the community

of practice, researcher also

involved as participant observer.

All of the participants are

Bimanese speakers with different

socio-cultural backgrounds that are

from different ethnicity in Dompu

and Bima Regency. They,

however,had worked together for

years and had developed a kind of

group memberships with a strong

sense of group identity as one big

family. Accordingly, they had

developed their own colloquial

repertoire in their daily

interactions. Thus, most of

theirinformal communication was

in Bimanese.

The data obtained were

annotated with detailed contextual

notes providing information on

location, type of talk (e.g. work

talk, social talk), topic, tone, brief

summaries of the speech event

(e.g. Bahtiar refilled the marker

ink), speech act labels (e.g. direct

complaint, instruction) and

participant information (a 46 years

old senior Geographic teacher).

This coding system allowed for

rapid searches through the data for

salient examples of specified

situational variables or speech

events/acts.

4. DATA ANALYSIS

As LeCompte and Preissle

(1993) suggest that ethnographic

approaches are concerned more

with description rather than

prediction, induction rather than

deduction, generation rather than

verification of theory, construction

rather than enumeration, and

subjectivities rather than objective

knowledge (Cohen, et al., 2007:

188). Thus, the focus on the

analysis of this study is the

description of the occurring

phenomena.

While there was a

considerable amount of data at the

storage, this study prefer to focus

on a small set of prototypical

examples representing the whole

sample of the speech acts in

question so as to explore the

situational and interpersonal

factors that shaped interactions

within this school culture. Thus, in

the following discussion this paper

examinesonly some sequences of

refusals appearance in different

strategies. The participants, topics,

and interactions selected for

exemplification are representative

of those found in the larger

samples.

4.1. Direct refusal

Direct refusals refer to Brown

and Levinson’s (1987) ‘bald on-

record strategy’ with respect to the

precision clarity of the

communicative intention. In this

study, the directness continuum is

comprised of strategies that

convey an explicit message of the

refusal response. A direct refusal

Page 117: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

109

was often realized by means of a

flat ‘no’ (Felix-Brasdefer, 2008), as

in example 1 and 2.

Example 1 is an instance of a

direct refusal where the speaker,

Landa, announcesofficial

information, but in casual way.

The addressee, Samsudin, clearly

deniesthespeaker’s request, even

complaining itthat he has been

asked the same stuff several times

before, but donot have any

significant feedback from the

leader or the supervisors.

Example 1.

Context:All teachers were in

the meeting room setting after

briefing with the supervisors.

Landa (vice principle for

curriculum) aged 45-50

announcing aninformation to the

teachers. Samsudin alias Papi,

aged 50-55, is a senior Geographic

teacher. Rusamsuriadin alias

Jabrik, aged 40-45, teaching PKn

(Pancasila and Citizenship).

(1) Landa : Bapak,

ibusekalian,

pokoknyasayatida

kmau tau,

hariSenen

(2) depan,

semuaadministrasi

guru

sudahsayaterimada

lambentuk

(3) soft copy.

(4) Pentingini.

RingareJabrikrau?

5) TerutamaPapiini.

Ainamacam-

macamlaboanaSud

ie!

(Attention, please!

I must have your

administration in

soft copy next

Monday. No more

excuse. This is

urgent. Do you see

it, Jabrik?Please,

special attention to

Papi. Don’t ever

try! I’m seriously

warning you,

Sudi!)

(6) Samsudin : Watiwauku,

Landaraue.

Indojawaralao

kina kaboronami

(7) sandakeraaire.

Kampoibiayanami

.

(8) TahopuwelikaiDji

Sam Soenamini.

Bunejarik?

(I will not do it,

Landa. What we

have been done so

far did not make

any change. It’s

just wasting our

money. It is better

to spend it for

some Dji Sam Soe

(brand of

cigarettes). What

do you think about

it, Jabrik?)

(9) Rusamsuriadin : Iyo

romoPapie.

(Absolutely, Papi)

(10) Landa : E! Nee

pecatbaanamena?

(Hi! Do you want

to get hired?)

Page 118: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

110

(11) Samsudin : Alae. De

tokukepala ma

akedambe.

Hahaha…

(What a tempered

Principal we have

[laugh])

It is seen that Samsudin

(Papi)is directly refusing and

complaining the speaker’s request

to accomplish and submit his

work. He complains the new

policy to submit his works in soft

copy, because he knows that he

cannot operate a computer. It

means that he has to spend much

money to type it at the rental.

Rather than spent money for it, he

thinks it prefer for buying some

cigarettes. On the other hand,

Rusamsuriadin (Jabrik)is also in

line with Papi’s idea.

It is clear that Papi’s direct

refusal and complaint (line 6 to 8)

can be classified as a face

threatening act and soone might

expect, according to Politeness

Theory, that he would use some

kind oflinguistic politeness

strategy to mitigate the impact of

his refusal.In fact, ratherthan

reducing the strength of his

refusal, thusapparently

intensifying the value of his FTA

through his challenge by preferring

doing something else. So although

Papi is clearly refusing and

complaining to Landa, he does not

use conventional linguistic

politenessstrategies to redress the

implied threat to Landa’s positive

face. Landa does not accept Papi’s

complaint or offer to rectify it. He

argues back and challenges or

threatsPapi’s position as vice

principal for human relationship

department (line 10). Landa also

threats to hire his friends from

their structural position in the

school for some disobedience

although actually he is not in the

authority to doing so (he was

pretending to be the principal). It

is common, however, for them to

pretend being the big boss in

jocular situation to rapport

solidarity. Further,

Papiaccommodates Landa’s joke

as being the boss explicitly

through his sentence (line 11).

Thiskind of interactive style

represents an in-group

communicative style of several

teachers.

The interactive style and

discourse of this group was quite

distinctive within the school. They

used to use particular verbal

humor, jocular abuse and practical

jokes. They contributed to

characterize this unique group

culture, and generally helped to

create positive relationships

between them. Group members

used a vulgar communicative

style, characterizedby uninhibited

swearing and friendly insult and

also they were constantly joking

around. Observation indicated that

thesestrategies serving as markers

of solidarity in team interactions.

Uniquely,they served alongside

other more conventional positive

politeness strategiessuch as the use

of nicknames, address forms such

as Ana, Papi, Sudi, Mas, Lish,

Emo or Jabrik, etc., in-group talk

Page 119: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

111

and chatting or gossip. From other

data, they indicated that the group

interactive style played roles to

constructan orientation or

reputation to the group, to

reinforce solidarity, and thus in a

particular way might be interpreted

as forms of positive politeness. For

example, in Bimanese addressing

system, it is impolite for a younger

speaker to address the older person

with his/her true or full name or

without any title, kinship, or nick

name (alias) as Landa did in line 5

with’Sudi’. Instead, the appropriate

form to address Samsudin could be

‘Pak Sam’, ‘Pak Sedo’ or ‘Sedo’. Conversely, it seems awkward

even ridiculous in normal context

for older person to address the

interlocutor in such way. In fact,

those address terms are employed

frequently in this group

culture.The next example of

indirect refusal also contributes to

positive politeness strategy.

Example 2. Direct refusal in an in-

group talking

Context: In the teachers’ room setting.Landa, aged 45-50,is

asking Mukhlish, an Islamic

religion education teacher aged 40-

45, to go fishing.

(1) Landa : E, Lish!

talaonggawi do

sorimbujupeasi.

Nahulabo Mas nee

laopeare.

(Hi, Lish! How

about going

fishing to

Mbujuriver

tonight? I and Mas

(Syarif) have

planned to go.)

(2) Mukhlish :

Kangencewekiom

bainatuamue. Dou

madisakupae.

(3)

Wedimparai

wiipakimtasipeare

ni. Ore hencan ta

sori aka Pae

(4) muneesi bade.

Sodijapu la

Lishakeku.

(Don’t be so

arrogant,bitch! I

don’t believe you

are brave enough

to go there. It

might be you

abandoning your

fishing stuffs in

fear. Too many

ghosts there. You

should have asked

me before

planning to go

there.)

(5) Landa : Nggahicou?

(Whom saying

that?)

(6) Mukhlish :

NdedeNcaupangga

hidouMbujuni.

(People there

saying so.)

(7) Landa : Ede. Au

waraMaskelabond

ai. Ti imbimudisa

la Sari nggomiro?

(We have Mas

(Syarif) with us.

He is brave. Don’t you trust him?)

Page 120: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

112

(8) Mukhlish : Iyo romo la Sari,

palaitaedekununtu

rePae.

(I believe Syarif,

but I doubt you.)

(9) Landa : Iyo

laowaupupeare,

lakoRoie!

(So, you must

fucking go

tonight!)

(10) Mukhlish :

Tiwaurompakue.T

icauba la Lishhidi

bona bonandede.

Luuba

(11) akalaonggawi do

be kombi

lirinakaro.

(Absolutely no,I

will not. No way

for Lish to go to

such bad fishing

spot like that. It is

too far away.)

In this example, Mukhlish, is

directly denying Landa‟s offer to

go fishing with him very strongly

in a very rude way (line 10 to 11)

by using strong intensifier

‘rompaku’. He feels hesitate to go

because of his fear of ghost and

the distance is too far

away.Expletives he uses do not

really indicate his strong hesitation

or unwillingness to comply the

request, rather just his

communicative style.

The sample reveals that both

interactants employed a positive

politeness strategy through a

vulgar communicative style

comprising uninhibited swearing

and friendly insult. The fact shows

none of them is getting offended.

Mukhlish, for example,not only

refusing strongly, but also

insulting and ridiculing Landa

frequently for his plan (line 2 to 4,

10 to 11), but it does not seem as

an FTA to Landa. Conversely,

Landa also uses friendly swearing

when insisting Mukhlish to come

with him (line 9) with „LakoRoie‟

(dog from Roi). In normal

communication, this bald on

record strategy will threat the

hearer‟s face. In Dompu

community culture, it is forbidden

or „watipehe‟ (taboo)to swear or

insult in that ways. They are

perceived as tabooed behavior to

act out.

4.2. Indirect refusal

According to Gudykunst and

Ting-Toomey (1988) as cited in

Felix-Brasdefer (2008) thatthe

indirect verbal style “refers to

verbal messages that camouflage

and concealspeakers‟ true

intentions in terms of their wants,

needs, and goals in the

discoursesituation” (p: 75). In the

current study, the indirectness

continuum was comprisedof

several different strategies often

employed to express relational

work. These strategies and

examples are included below.

4.2.1. Apology

According to Leech, apologies

“express regret for some offence

committed bys[peaker] against

h[earer] – and there is no

implication that s[peaker] has

Page 121: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

113

benefited from the offence” (cf.

Felix-Brasdefer, 2008:75). In the

case of refusals, employing

apologies or asking for forgiveness

function as indirect refusals that

may be considered manifestations

of relational work and expressions

that may be open for polite

interpretation. In the current study,

this strategy is represented in

Examples 3.

Example 3. Apology

Context: in the office room setting.

Julkhair, aged 38-40, an

administration staff, is refusing

Dewi‟s request, an administrative

staff aged 45-48, to repair a

computer

(1) Dewi : Kirimaimuarie.

Awiwaunangenab

anaminggomire.

(Thanks God.

Finally, you come.

We have been

waiting you since

yesterday)

(2) Julkhair :

Aida...waraneennd

akeske.

(I guess there

might be

something if you

complimented me

like this)

(3) Dewi : Komputer ma da

rearie au wali

kombi iuna.

(4) Nee print

daftarhadiredejam

pa.

(The computer

on the north is

broken again. We

need it to print out

the students’ attendant list)

(5) Julkhair : Podajaro?

(Is it really for

that reason?)

(6) Dewi : Bade lalompani.

(You know it

better)

(7) Julkhair :

Mbotokangamputa

DaeDewie.

Nggaradeilirimaim

paa game

(8)

kaisiakasone

desitahopurandend

ena.

(9) Maki

jaadekuinstalulangre.

(I’m really sorry,

Mrs. Dewi. If the

principal used it

only for

playing game, it’s

better to leave it

broken. I’m tired

reinstalling it.)

(10) Dewi : Ainakandedearie.

Kokipura.

Beralaokaina.

(11)

Watisingaw

anggeenakatahom

akentore,

(12) cicitaupura da

gudangre.

Tiwauku repo

nahurausi.

(Don’t be like that.

Please repair it

whatever happens

next. If he doesn’t want to have it

Page 122: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

114

repaired next time,

just dispose it in

the storage. I don’t want that stuff

bothers me.)

In this example, the

addressee, Julkhair felt hesitate to

repair the computer again and

again because he knew that it is

broken many times because of non

official works, rather mostly for

playing game. His apology (line 7)

implies that he is not actually

denying Dewi‟s request, rather an

explanation ora complaint

reflecting his personal sentiment or

hesitant to the boss who usually

plays game anda demand for the

boss responsibility to have it

repaired with the office budget

(line 7-9).

Nevertheless, through his

apology for his refusal request,

Julkhair was trying to save Dewi‟s

negative face and emphasize

avoidance of imposition on the

hearer. Negative politeness

strategies presume that the speaker

will be imposing on the listener

and there is a higher potential for

awkwardness or embarrassment

than in bald on record strategies

and positive politeness strategies.

Another example of how

refusals are expressed occurs not

only once, but negotiated several

times in a different turns with

different strategies between

participants. Example 4 illustrates

how the negotiation occurs.

4.2.2. Providing Explanation

When this strategy is used,

the respondent indirectly refuses a

request, offer, or suggestion by

providing explanations. The

account employed to express a

refusal may be specific or general

that provides information that

indirectly mitigates the refusal. It

clarifies why the individual cannot

comply with a request, on offer, or

a suggestion. This strategy appears

in the following sample.

Example 4: Apology and

Reason/Explanation

Context: in the office room setting.

A teacher, Ishaka, aged 45-48 with

two office staffs, Adiansyah, aged

50-55, and Dewi, aged 45-48.

(1) Ishaka : DodojakuMada

map edesabua Aba

Adi!

(2) Nee lama

kaitandatangansur

atanadohomuke...

(Excuse me,

may I ask that file

folder, please? I

need it for

holding these

students files for

Boss’s signature.)

(3) Adiansyah : Alae.

Mbotokangamputa

, Pae.

Tiduwaramantaru.

(4) Kombi kani map

daftarhadirakeni.

Madamakalosawa

u.

(Oh, I’m really

sorry, sir. None is

empty. How if you

Page 123: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

115

use this attendant

list folder. Let me

take the attendant

list out first.)

(5) Ishaka :

Caunanggaranden

desi. Waa

kandakelalopa.

(Oh, don’t bother

if so. I will take it

just like this.)

(6) Adiansyah : Ainani.

tangenawaupu.

(Oh, no. not really.

Please, wait a

moment!)

(7) Ishaka :

Coopura...dualelaj

ampake.

(It is OK. It just

two pages.)

(8) Dewi : Takanilalopa

map

pakHesokompemu

edere. Au pita

tassiare.

(You may use Pa

Heso’s folder next

to you.it is under

is bag.)

(9) Ishaka : Iyo

romopalaDaeDewi

e..watiedawaliakar

awaunare.

(10)

Tiwaralalodi

neemuakesi.

(Oh, yes, I think

so, Mrs. Dawi. I

didn’t see it. It is

perfect I think.)

(11) Dewi :

Baneemukarepow

eki pa Hekoe,

kaupurakera Pa

Syarifarake.

(12) Samampalaokaina.

(Don’t you bother

yourself for the

boss’s signature,

just ask Pa Syarif

to do that. It

doesn’t make any

difference.)

(13) Ishaka : Ba

warajandaikasona

ke. Tibunena.

Ncihincaowara

nee nunturausatoi,

hehehe...

(I think it’s OK,

because the Boss

is here also.

Moreover, I have

something totalk

with him [laugh].)

(14) Dewi :

Naebisnisngahaba

balatuae! Indo

aujaede.

(15) Ica kaisiwe,

duakaisiwe.

Edempareni.

(What a big

business do you

have, old man! I

think that’s all

about girls.)

(16) Ishaka : Hehe.

Ainangoadoue.

([Laugh] Please,

don’t tell

anybody!)

(17) Dewi :

Ederanuntumnami

akesi.

Page 124: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

116

(Do not hope too

much to us. I will

tell everybody)

The sample shows that

refusals appear several times in

different turns between speakers.

The first is realized in form of

apology by Adiansyah (line 3)

when he failed to fulfill Ishaka‟s

request to give an empty folder. In

the next turn, Ishaka refused

Adiansyah‟s offer and request by

giving logical reason or

explanation (line 5 and 7). Similar

strategy he employed when

denying Dewi‟s suggestion to have

Syarif signing the files (line 13).

Ishaka tried to explain that it is

necessary for him to meet the boss,

rather than merely obtaining his

signatures. In other words, signing

the file is merely a reason for him

to have a talk with the boss of their

business.

In both Adiansyah and

Ishaka‟s refusal, they employed a

negative politeness strategy to

redress the impact of their

refusal.Whereas, in another turn,

Dewi refuses directly to comply

Ishaka‟s request (line 17), even she

threats him to reveal about his

secret. Dewi employed a positive

politeness strategy by his threat

because the fact shows that Dewi

and Ishaka know each other well.

It is reflected in her friendly

swearing (line 14) and her threat

(line 17). This communicative

style is used to rapport solidarity

and friendliness as well as

reinforcing their reputation. In

fact, they sharedand keptthe same

information or secret of each other.

4.2.3. Indefinite reply/Mitigated

refusal

By using an indefinite reply

to refuse a request or a suggestion,

thespeaker‟s intentional message

remains vague, uncertain, or

undecided. In addition,an

indefinite reply often shows

uncertainty on the part of the

refuser andthe outcome of the

interaction is left open or

indefinite, as shown in the

example 5.

Example 5. Indefinite reply

Context: in the teachers’ room

setting. Bahtiar, a Sociology

teacher, aged 37-40, is entering the

teachers’ room for refilling his

board marker ink. Nurlailah,

teaching Economy, aged 35, has

been reading in the room.

(1) Bahtiar (BT): Bekutinta ta

akeredoho?

(Anybody knows

where the ink is?)

(2) Nurlailah : Dei

laciPapireambina.

Ta henggatiosi.

(3)

Ndadilaomu

eseDikpora pea,

Pa BT?

(May be in Papi’s

drawer. Please,

have a look. Will

you go to Dikpora

today, Pa BT?)

(4) Bahtiar : (approaching the

Papi’s desk)

Page 125: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

117

Laoni. Pea jam

istirahatlalo

(5) ambina. Karuuwau

IPS 3.

( Yes, I will. May

be on the break

time. I still have

class in the next

period at IPS3.)

(6) Nurlailah : Ta

kambekewealaloja

kartu NUPTK.

Waurelosaka.

(Would you mind,

asking my

NUPTK card? It

has already

issued.)

(7) Bahtiar : Kedeekupeare.

Kombi

watiputanturongga

eseraukunahuke.

(8) Nee sai aka

Panwaslurausi.

(Let see later. I’m

not sure if I will

be there too. I plan

to drop in to

Panwaslu also.)

The data shows that Bahtiar

expressed his refusal in

uncertainty. He cannot definitely

promise to comply or refuses it.

Instead, he gave some reasons

which actually indicating his

hesitant to comply Nurlailah‟s

request (line 7-8). In this case, the

speaker employed a negative

politeness strategy by „white lies‟

toameliorate the impact of his

refusal. Commonly, data in the

disposal indicates that „white lies‟

are used to refuse a request, an

offer, or an invitation that

potentially hard to comply by the

hearers. As the in Bahtiar‟s

strategy, he felt hard to fulfill

Nurlailah‟s request because he

knew how the process it would be.

It might spend his time and energy

and he didi not want to bother

himself by granting the request.

The fact obtained through

interview with both participants

revealed that previously Nurlailah

had been told ifBT had no other

destination to go, but Dikpora

office. On the other side, Bahtiar

admitted that he was lying and

have made a fake story to avoid

granting the request.

4.2.4. Wish

This strategy communicates

the participant‟s desire or wish to

accept an invitation,a request, or a

suggestion. It is often employed as

a polite refusal response tosoften

the negative effects of a direct

refusal.

Sample 6. Wish.

Context: Landa was

refusingNining‟s offer, an

Economic teacher aged 36-39, to

go to Dompu using a car.

(1) Nining : Bunesilaona, Pa

Lend?

Ndandilaokaioto

la Jabrikndairo?

(So, how is your

decision? Will you

join us

usigJabrik’s car?

(2) Landa : Alae...de

carupainadambe.

Page 126: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

118

Santesantelalopain

a.

(3)

Caruwaanaedekusihsiaka.

Pala nahumawusih Ina La Morin.

(Wow! What a

good idea. We may

have some trip

around. I like the

way he drives. But,

you know, I have a

carsick, Ina La

Morin.)

(4) Nining : Ede... doho ta

tutannibos.

(You may have

the front seat)

(5) Landa :

Aih...Tiwaumkabu

ne-

bunesinahukeNini

nge, ntumapa.

(6) Kulaompakai

motor.

(Ough...it doesn’t make any sense to

me. It can’t overcome my

carsick. I’ll prefer

ride a motorcycle)

(7) Nining : Madepura,

Landae.

Bunekuloantauraw

arandakesi

Modena.

(Go to hell,

Landa. You can

not be a rich man

if you keep having

carsick like this.)

It is clear that Landa

expressed his wish to go using the

car. He also complimented or in

line with Nining‟s idea by giving

good supporting rationales such as

have the opportunity to have some

trip around after and the capability

of the driver (line 2-3). On the

same time, he trieddto states his

position that he has a carsick

problem (line 3, 5-6). Trough this

reason/explanation they could

achieve a mutual understanding of

the reality being faced and, thus,

Landa could smoothly expressing

his refusal.

Based on the data, speaker

employedpositive politeness

strategy that was exaggerating

interest in hearer and his own

interests through his wish.Another

fact is that they are close enough

indicated by the way Landa

addresses Nining (Ina la Morin

[Morin‟s mother]) and Nining‟s

jocular abuse and friendly insult

by swearing and wishing

misfortune to Landa (line 7). Thus,

this communicative style again

serves as intimacy or solidarity

marker between them.

4.2.5. Mitigated refusal and

Promise to comply

Mitigated refusals are

expressions which are internally

modified by hedges that decrease

the negative effects that a direct

refusal might have had on the

interlocutor. While in a promise to

comply, the refuser does not want

to make any commitment to accept

a request, or a suggestion,

although at some point in the

future she/he may try to do so.

This kind of strategy is seen in the

next sample.

Page 127: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

119

Sample 7. Mitigated refusal and

Promise to comply

Context: the setting is at the

bench on the corridor before

leaving hours, the principal was

approaching to have some talk

with other teachers.

(1) Syarif : Ede bona

dohokamanapak

Lend.

Paiwaratoijaobuku

.

(What a bad

chatting we have,

Pa Lend. It would

be nice if we have

some cigars.)

(2) Landa : Iyokupainani.

Mpurna,

Boslalompaakesi.

(I think so. It

would be nice if

Boss buy us

some.)

(3) Principal :Iyojakamanae.

Modampapeare.

KoneSayarauwung

amangonke.

(4) (I think so. Don’t worry. I will buy

you some cigars

later. I’m broke

too right now)

The data show that the

principal‟s promise (line 3) is a

refusal to Landa and Syarif‟s

request to buy some cigarettes

(line 1 and 2). He promised to

comply it later because at that time

he was in debt also. He used this

positive politeness strategy (to

promise) to accommodate the

requester positive face need, to

make the hearer or requester feels

good about himself. Previously, he

tried to mitigate the impact of his

refusal by the hedges

„Iyojakamane’ (I think so)‟ (line 3)

indicating his agreement with the

hearers and the situation on the

ongoing discourse. A similar way

Landaemployedto refuse Syarif‟s

imperative request, showing

agreement to the current situation:

in broke and no cigars. These are

successful strategies in having a

mutual understanding, saving and

supporting face needs between

speaker and hearer.

5. DISCUSSION

5.1. Refusal strategies

The analysis demonstrates that

the way refusals are expressed

within the participants comprises

of two major categories. The first

is direct strategy encompasses a

flat ‘no’ such as, ‘watiwauku’ or

‘tiwaurompaku’ (No, I will not)

and indirect comprises a

continuum of strategies such as,

apology, mitigated refusal, wish,

indefinite reply,

reason/explanation, and a promise

to comply. These strategies are

negotiated on the ongoing

discourse in different turns. It is

seen that some different strategies

may employed in a single speech

act directly or indirectly. Mostly,

indirectness represents the

politeness strategies in Bimanese

culture in general, while direct

strategy is employed mostly within

highly intimated group members in

the school culture and in some

Page 128: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

120

extent may give rise to a polite

interpretation.

5.2. Negotiating Face Threatening

Acts

The analysis indicates that

how refusals are expressedwithin

the participants with a close

relationship is very different from

the ways they are expressedwith

non-group members, and very

different from the ways in which

previousresearch through

simulated methods in more middle

class contexts suggests. Between

group members, the negatively

affective speech acts are typically

expressed in very direct, even

obviously confrontational ways,

without elaboration or mitigation,

and they arefrequently reinforced

by the use of vulgar swearing and

inappropriate addressing term. In

addition, the way refusal is

expressed to individuals with

distant relationship tends to be

longer and more indirect.

Because the focus of the study

is on communication between

group members who have work

together for years, the membership

is then as the essential factor

determining how such refusal is

constructed, negotiated and

interpreted. The data reveals,

therefore, that the group members

with different ages and sexes treat

each other as close friends.They

employed unique communicative

style, commonly coarse language:

jocular abuse,insults and friendly

swearing, and address terms; and

frequently using directand

provoking pragmatic strategies

during the discourse rather than

conventional refusals strategies,

such as being indirect.They

employed different communicative

style, however, to those who are

not the members, commonly

negative politeness strategies.

Another point, unlike DCTs

data, the study shows that natural

face-to-face spoken interaction

ofrefusals are commonly unique,

even complex, which involve long

negotiations of refusalsin different

turns (direct or indirectly) and

various face saving strategies (bald

on record, positive and negative

politeness) in a single speech act.

CONCLUSION

Speech act, especially refusal

as well as politeness are complex

concepts and ones which are

culture specific. Therefore, how to

behave appropriately according to

the context or culture, of course,

needs a big effort to understand the

cultural norms and values of the

community of practice involved.

Appropriate ways of

understanding and expressing such

FTA speech act and attenuating

FTAs demand us to

closelyinvestigating and analyzing

the participants in a careful

ethnographic observation and

analysis of casual everyday

patterns of interaction in their

usual „culture‟ contexts.

As Lakoff (2001) points out,

the detailed analysis of the way

language is used in aparticular

socio-cultural setting provides

important insights into the

complexity ofwhat is considered

„„polite‟‟ behavior in different

Page 129: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

121

communities of practice. In

thispaper has been illustrated this

point by focusing on one particular

socio-pragmaticstrategy, that is,

the use of common as well as

unique communicative styles by

members of a community of

practice.

BIBLIOGRAPHY

Al-Shboul, et al.. 2012. An

Intercultural Study of

Refusal Strategies in English

between Jordanian EFL and

Malay ESL Postgraduate

Students. 3L: TheSoutheast

Asian Journal of English

Language Studies – Vol

18(3): 29 – 39

Amarien, Novy. 1997.

Interlanguage Pragmatics: A

Study of the Refusal

Strategies of Indonesian

Speakers Speaking English

TEFLIN Journal: A

publication on the teaching

and learning of English, Vol

8, No 1 (1997)

Aziz, Aminudin. 2000. Indonesian

speech act realisation in

face-threatening situations.

Monash University

Linguistics Papers 2000.

Vol. 2 No. 2

Brown, P., & Levinson, S. C.

(1987). Politeness: Some

Universals in Language

Usage. Cambridge:

Cambridge University Press.

Campilo, Salazar P, et al. 2009.

Refusals Strategi: AProposal

from a Sociopragmatic

Approach. Revista

Electronica de

LinguisticaAplicada. 2009.

No 8 p:139-150

Cohen, Luis. et al.. Research

Method in Education. Sixth

Edition. New York:

Routledge.

Daly, Nicola, et al.. 2003.

Expletives as solidarity

signals in FTAs on the

factory floor. Journal of

Pragmatics 36 (2004) 945–964

Eckert, Penelope. 2006.

Communities of Practice.

Encyclopedia of language

and linguistics. Elsevier.

Felix-Brasdefer. 2008. The

Politeness in Mexico and the

United States. Philadelphia:

John Benjamins B.V.

Hadiati, 2011. Realization of

Politeness Strategies in

Children’s Refusal.

http://chusnihadiati.wordpres

s.com/2011/01/17/the-

realization-of-politenesss-

strategies-in-childrens-

refusal/. Accessed on

Thursday 16/01/14 (15:30)

Lisa Vilkki, Politeness, Face and

Facework: Current Issues

Lin, Huey Hannah. 2005.

Contextualizing Linguistic

Politeness in Chinese: A

Socio-pragmatic Approach

WITH Examples from

Persuasive Sales Talk in

Taiwan Mandarin. A

Doctoral Dissertation. The

Ohio State University

Phuong, Nguyen Thi Minh. 2006.

Cross-Cultural Pragmatics:

Refusals of Requests by

Australian Native Speakers

Page 130: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

122

of English and Vietnamese

Learners of English. An MA

Degree Dissertation. The

University of Queensland

Searle, John R. 1969. Speech Acts:

An Essay in the Philosophy

of Language. Cambridge:

Cambridge University Press.

Shattar, et al.. 2011. Refusal

Strategies in English By

Malay University Students.

GEMA Online™ Journal of

Language Studies Volume

11(3) September 2011

Soepriatmadji, Liliek. 2010.

Recognizing Speech Acts of

Refusals.

DinamikaBahasa&IlmuBuda

ya, Vol.4, No.1, Januari

2010: 52-68

Syarifuddin. 2005. Coarse

Language and Its Socio-

cultural Meanings in Dompu

Community. AThesis.

Mataram University.

Tanck, S. (2003). Speech acts sets

of refusals and complaint: A

Comparison of Native and

Non-native English

Speakers’ Production. TESL

Second Language

Acquisition,1-22.

Wagner, Lisa C. 2012. Positive-

and Negative-Politeness

Strategies: Apologizing in

the Speech Community of

Cuernavaca, Mexico.

www.uri.edu: August 15th,

2012

Wannaruk, Anchalee. 2008.

Pragmatic Transfer in Thai

EFL Refusals. RELC Vol

39(3) 318-337

Wenger, Etienne. 2000.

Communities of Practice and

Social Learning Systems.

Organization Articles

Volume 7(2): 225–246

Wierzbicka, Anna. 1985. A

semantic metalanguage for a

crosscultural comparison of

speech act and speech

genres. Lang. Soc. 14, 491-

514.

Wolfson, Nesa. 1989.

Perspectives:

Sociolinguistics and TESOL.

New York: Newbury House

Publishers.

Yusra, Kamaludin. 2012.

Language and Social

Solidarity: A New Horizon in

The Study of Language and

Social Solidarity.Mataram

Lombok: LembagaCerdas Pr

Page 131: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

123

PENGGUNAAN ALAT PERAGA GAMBAR UNTUK

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS V DI SDN

ROI PADA MATA PELAJARAN IPS TAHUN AJARAN 2016/2017

TAUFIQURRAHMAN.

GURU SDN ROI

ABSTRAK

Kenyataan yang terjadi di SD Negeri Roi bahwa: 1) siswa

kurang aktif dalam belajar, 2) masih ada siswa yang terlihat ribut, 3)

prestasi belajar masih sangat rendah. Untuk mengatasi masalah tersebut,

pemilihan model pembelajaran atau penentuan strategi dalam

pembelajaran menjadi hal yang sangat diperhatikan agar masalah-

masalah empiris yang ditemukan dapat diminimalisir. Penelitian ini

bertujuan tujuan “Untuk mengetahui penggunaan alat peraga gambar

dalam meningkatkan prestasi belajar siswa kelas V di SDN Roi pada

mata pelajaran IPS tahun ajaran 2016/2017”. Jenis penelitian ini adalah

penelitian tindakan kelas dengan rancangan penelitian yang terdiri dari

perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Subyek penelitian

adalah siswa kelas V di SDN Roi. Instrumen yang digunakan ada dua

yaitu instrumen tes untuk mengukur prestasi belajar siswa dan lembar

observasi aktivitas siswa dan guru. Adapun hasil penelitian ini bahwa

Prestasi belajar IPS siswa Pada siklus I, persentase ketuntasan sebesar

62,5 % dan pada siklus II dengan persentase ketuntasan 100 %. Aktivitas

guru dan siswa meningkat dari siklus I ke siklus II. Dari hasil tersebut

dapat disimpulkan bahwa penggunaan media pembelajaran dapat

meningkatkan prestasi belajar IPS Siswa Kelas V di SDN Roi Tahun

Pelajaran 2016

Kata Kunci: media/alat peraga gambar, prestasi belajar

Page 132: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

124

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan salah

satu aspek kehidupan yang sangat

erat kaitannya dengan kehidupan

manusia karena pendidikan

merupakan salah satu pilar yang

mempunyai peranan penting dalam

menciptakan manusia yang

berkualitas. tujuan pendidikan

nasional adalah untuk

berkembangnya potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi

warga negara yang demokratis

serta bertanggung jawab

(Depdiknas, 2011)

Agar seluruh potensi yang

dimiliki siswa dapat berkembang

dengan baik, maka dibutuhkan

pula proses pembelajaran yang

berkualitas. Kenyataan yang terjadi

di SD Negeri Roi bahwa: 1) siswa

kurang aktif dalam belajar, 2)

masih ada siswa yang terlihat ribut,

3) prestasi belajar masih sangat

rendah. Untuk mengatasi masalah

tersebut, pemilihan model

pembelajaran atau penentuan

strategi dalam pembelajaran

menjadi hal yang sangat

diperhatikan agar masalah-masalah

empiris yang ditemukan dapat

diminimalisir

Pembelajaran yang dipilih

dalam penelitian ini adalah

pembelajaran dengan

menggunakan alat peraga gambar.

Beberapa manfaat dari alat peraga

dalam proses pembelajaran, yaitu

: Dapat meningkatkan minat

anak, , anak akan lebih berhasil

belajarnya bila banyak melibatkan

alat inderanya, sangat menarik

minat siswa dalam belajar,

mendorong siswa untuk belajar

bertanya dan berdiskusi,

menghemat waktu belajar.

(Ruseffendi, 1994:240; Gunawan

dkk, 1996:37)

Berdasarkan latar belakang

masalah di atas maka peneliti

merasa sangat perlu untuk

melakukan penelitian tindakan

dengan judul penggunaan alat

peraga gambar untuk

meningkatkan prestasi belajar

siswa kelas V di SDN Roi pada

mata pelajaran IPS tahun ajaran

2016/2017.

Kajian Teori

Alat peraga

Banyak pendapat yang

mengemukakan arti alat peraga,

diantaranya yaitu :

Alat peraga adalah media

pengajaran yang mengandung atau

membawakan konsep-konsep yang

dipelajari.

Alat peraga adalah media

pengajaran yang mengandung atau

membawakan cirri-ciri dari konsep

yang dipelajari.

Alat peraga merupakan benda real,

gambar atau diagram

Alat peraga adalah “alat-alat yang

dipergunakan oleh guru ketika

mengajar untuk memperjelas materi

pelajaran dan mencegah terjadinya

Page 133: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

125

verbalisme pada siswa”. (Nurmala,

2008: 8))

Dengan alat peraga tersebut,

siswa dapat melihat langsung

bagaimana keteraturan serta pola

yang terdapat dalam benda yang

diperhatikannya. Maka dari

beberapa pendapat di atas

pembahasan dalam penyampaian

pengajaran melalui alat peraga,

siswa mendapat kesempatan untuk

melihat secara langsung yang

terdapat pada benda atau objek yang

dipelajari.

Supaya anak-anak lebih

besar minatnya. Supaya anak-anak

dibantu pemahamannya sehingga

lebih mengerti dan lebih besar daya

ingatnya. Supaya anak-anak dapat

melihat hubungan antara ilmu yang

dipelajarinya dengan alam sekitar

dan masyarakat. Dan dengan alat

peraga dapat menumbuhkan

kegairahan belajar. Dapat

meningkatkan aktivitas dan

kreatifitas. Efisiensi waktu dan

efisiensi motivasi dalam proses

belajar mengajar. Penggunaan alat

peraga dalam proses pembelajaran

bukan merupakan fungsi tambahan

tetapi mempunyai fungsi tersendiri,

sebagai alat bantu untuk

mewujudkan situasi pembelajaran

yang efektif. Penggunaan alat

peraga merupakan bagian yang

integral dari keseluruhan situasi

mengajar. Ini berarti bahwa alat

peraga merupakan salah satu unsur

yang harus dikembangkan guru.

(Ruseffendi,1997:104)

Penggunaan alat peraga

dalam pengajaran lebih diutamakan

untuk mempertinggi mutu

pembelajaran. Dengan perkataan

lain dengan menggunakan alat

peraga, hasil belajar yang dicapai

akan tahan lama diingat siswa,

sehingga pembelajaran mempunyai

nilai tinggi. (Dirjen Dikdasmen,

No.024/c/kep/R.1994)

Sedangkan beberapa

manfaat dari alat peraga dalam

proses pembelajaran, yaitu : Dapat

meningkatkan minat anak,

membantu tilik ruang, supaya dapat

melihat antara ilmu yang dipelajari

dengan lingkungan alam sekitar,

anak akan lebih berhasil belajarnya

bila banyak melibatkan alat

inderanya, sangat menarik minat

siswa dalam belajar, mendorong

siswa untuk belajar bertanya dan

berdiskusi, menghemat waktu

belajar. (Ruseffendi, 1994:240;

Gunawan dkk, 1996:37)

Dengan demikian

penggunaan alat peraga dalam

proses pembelajaran akan lebih

kondusif, efektif dan efisien. Siswa

akan termotivasi untuk belajar,

karena mereka tertarik dan mengerti

atas pelajaran yang diterimanya.

Dalam proses pembelajaran,

seorang pendidik dalam

menyampaikan materi pelajaran

hendaknya dapat memilih alat

peraga yang tepat sesuai dengan

konsep pembelajaran yang akan

disampaikan.

Untuk membantu proses

pelaksanaan proses pembelajaran di

Page 134: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

126

kelas, alat peraga dapat menunjang

keberhasilan pembelajaran.

Beberapa alat peraga yang dapat

digunakan di sekolah dasar dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Media audatif; yaitu media yang

hanya mengandalkan

kemampuan suara saja, seperti

radio, cassette recorder, piringan

audio. Media ini tidak cocok

untuk orang tuli atau mempunyai

kelainan dalam pendengaran.

b. Media visual; yaitu media yang

hanya mengandalkan indra

penglihatan. Media visual ini ada

yang menampilkan gambar diam

seperti film strip (film rangkai),

slides (film bingkai) foto,

gambar atau lukisan, cetakan.

Ada pula media visual yang

menampilkan gambar atau

simbol yang bergerak seperti

film bisu, film kartun.

c. Media audio-visual; yaitu media

yang mempunyai unsur suara dan

unsure gambar. Jenis media ini

mempunyai kemampuan yang

lebih baik karena meliputi kedua

jenis media yang pertama dan

kedua. Media ini dibagi lagi ke

dalam (a) audio-visual diam,

yaitu media yang menampilkan

suara dan gambar diam seperti

film bingkai suara (sound slides),

film rangkai suara, cetak suara,

dan (b) audio-visual gerak, yaitu

media yang dapat menampilkan

unsur suara dan gambar yang

bergerak seperti film suara dan

video-cassette. Jadi dalam

penelitian ini alat peraga yang

digunakan adalah alat peraga

gambar yang termasuk dalam

media visual

Prestasi Belajar

Prestasi adalah “hasil dari

suatu kegiatan yang telah

dikerjakan, diciptakan, baik secara

individual maupun kelompok”

(Djamarah, 1994:19). Sedangkan

menurut WJS. Poerwadarminta

dalan Djamarah (1994:21)

berpendapat bahwa prestasi adalah

“hasil yang telah dicapai/dilakukan,

dikerjakan dan sebaginya”.

Sedangkan menurut Kohar Prestasi

adalah “apa yang dapat diciptakan,

hasil pekerjaan, hasil yang

menyenangkan hati yang diperoleh

dengan keuletan kerja” (Djamarah,

1994:20).

Berdasarkan beberapa

pendapat para ahli di atas dapat

peneliti simpulkan bahwa yang

dimaksud dengan prestasi belajar

yaitu penilaian pendidikan tentang

kemajuan siswa dalam segala hal

yang dipelajari di sekolah yang

menyangkut pengetahuan,

kecakapan atau keterampilan yang

dinyatakan sesudah hasil penilaian.

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian ini

adalah Penelitian Tindakan Kelas

(Clasroom Action Research). Secara

singkat Penelitian Tindakan Kelas

(PTK) adalah suatu pencermatan

terhadap kegiatan belajar berupa

sebuah tindakan, yang sengaja

dimunculkan dan terjadi dalam

Page 135: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

127

sebuah kelas secara bersama

(Suharsimi, 2007:45)

Berdasarkan pendapat ahli di

atas dapat disimpulkan bahwa

Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

berfokus pada kelas atau pada

proses belajar mengajar yang terjadi

di kelas, dengan menggunakan alat

peraga gambar sehingga dapat

meningkatkan prestasi belajar siswa

kelas V di SDN Roi

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di

kelas V SDN Roi tahun pelajaran

2016. Penelitian ini akan

dilaksanakan selama 3 minggu

terhitung mulai bulan Juni sampai

dengan bulan Juli pada semester II

Tahun Pelajaran 2016.

Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di

SDN Roi di kelas V tahun

pelajaran 2016. Dengan jumlah

siswa 24 orang.

Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat

pada waktu peneliti menggunakan

suatu metode (Suharsimi, 1998:47).

Adapun instrumen yang digunakan

dalam penelitian ini adalah :

a. Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran

Rencana pelaksanaan

pembelajaran biasanya

lebih efektif dan efisien

dalam menyampaikan

materi yang akan

disampaikan di dalam kelas

dimana rencana ini berisi

gambaran global dari

materi yang akan

disampaikan

b. Tes Evaluasi

Tes merupakan serentetan

pertanyaan atau latihan yang

digunakan untuk mengukur

keterampilan, pengetahuan,

intelegensi, kemampuan yang

dimiliki individu atau kelompok

(Suharsimi Arikunto, 2002).

Instrumen tes digunakan

peneliti dalam skripsi ini adalah

untuk mengukur pemahaman siswa

yang terdiri dari soal esay yang

berisikan soal-soal yang berkaitan

dengan materi yang diajarkan.

Dalam penelitian ini jenis tes yang

digunakan adalah bentuk essay

terdiri dari 5 nomor soal yang

diambil dari berbagai buku paket.

Instrumen ini disusun berpedoman

pada kurikulum dan buku pelajaran

IPS V.

c. Lembar observasi

Lembar observasi berisi tentang

keterlaksanaan proses pembelajaran

dan instrumen tes hasil belajar.

Lembar observasi keterlaksanaan

proses pembelajaran yang

dikembangkan dari Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

yang telah disusun oleh peneliti,

yang berisi detail siklus (langkah-

langkah proses pembelajaran)

Rencana Tindakan

Rancangan dalam penelitian ini

mengacu pada model spiral atau

siklus menurut Kemmis & Mc

Taggart (Mc Taggar, 1991: 32).

Tujuan menggunakan model ini

adalah apabila pada awal

Page 136: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

128

pelaksanaan tindakan ditemukan

adanya kekurangan, maka tindakan

perbaikan dapat dilakukan pada

tindakan selanjutnya sampai pada

target yang diinginkan tercapai.

Pada masing-masing siklus terdiri

dari tahap perencanaan, pelaksanaan

tindakan, observasi, dan refleksi.

Mengacu pada model Kemmis

dan Mc. Taggart di atas, maka

langkah-langkah penelitian tindakan

kelas (PTK) dengan empat tahap

yaitu :

a. Perencanaan

Peneliti sebagai guru,

merumuskan rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP) dan hal-hal lain

yang diperlukan dalam rangka

melaksanakan tindakan. Guru

melaksanakan pembelajaran

mengacu pada esensi tindakan dan

rencana pelaksanaan pembelajaran

yang telah disusun.

b. Pelaksanaan

Guru melaksanakan

pembelajaran sesuai dengan

perangkat pembelajaran yang telah

sisusun dengan baik, dalam hal ini

adalah rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP) dengan

penggunaan alat peraga gambar.

c. Observasi

Dalam penelitian ini yang

menjadi sebagai observator yaitu

dibantu oleh guru lain/teman

sejawat untuk mengamati

pelaksanaan pembelajaran yang

dilakukan. Obsever melakukan

pengamatan terhadap aktivitas siswa

da guru/peneliti sesuai dengan

(RPP)

Refleksi

Peneliti merefleksi hasil

observasi setiap pertemuan pada

masing-masing siklus. Peneliti

mengadakan refleksi setelah

dilakukan pembelajaran setiap akhir

siklus. Refleksi ini bertujuan untuk

menemukan kekurangan yang

kemudian dijadikan sebagai dasar

penyusunan tindakan pada siklus

selanjutnya

Prosedur Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam

penelitian tindakan kelas ini

meliputi: data keaktifan belajar, data

observasi dan data dokumentasi

aktivitas siswa dan guru dalam

proses pembelajaran.

Cara pengambilan data

dalam penelitian ini

adalah :

1) Data mengenai

ketuntasan/prestasi

belajar siswa diperoleh

dengan cara memberikan

tes pada siswa setiap

akhir siklus

2) Data tentang aktivitas

pembelajaran dan

keterlaksanaan proses

belajar mengajar diambil

dengan lembar observasi

yang dilakukan pada tiap

siklus.

Teknik Analisis Data

Pengelolaan data

merupakan satu langkah yang

sangat penting dalam kegiatan

penelitian bila kesimpulan yang

akan diteliti dapat

dipertanggung jawabkan data

yang di analisis oleh peneliti

adalah :

Page 137: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

129

a. Data prestasi belajar siswa

dengan mencari Kriteria

Ketuntasan Minimal

1) Ketuntasan individu

Setiap siswa dalam

proses belajar mengajar

dikatakan tuntas apabila

memperoleh nilai ≥ KKM

2) Ketuntasan klasikal

Ketuntasan klasikal

dikatakan telah dicapai

apabila target pencapaian

ideal 85 % dari jumlah

siswa dalam kelas.

%1001 xn

nKK

Keterangan : KK =

Ketuntasan

Klasikal

n1 = Jumlah siswa yang

memperoleh nilai ≥

KKM

n = Jumlah siswa yang

ikut tes (banyaknya

siswa)

(Nurkencana, 2003)

b. Data Aktivitas belajar

1) Data Aktivitas Siswa dan

guru

Setiap prilaku siswa

dan guru pada penelitian

ini, penilaian

keterlaksanaan dengan

pilihana ya dan tidak.

Analisis menggunakan

rumus persentase:

P = (indikator yang

terlaksana/ indikator

keseluruhan) x 100%

Indikator Keberhasilan

Dalam penelitian ini yang menjadi

indikator keberhasilan untuk aspek

prestasi belajar siswa apabila

Ketuntasan Klasikal (KK) yang

harus dicapai minimal 85%. Untuk

aspek aktifitas

Hasil Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini

telah diaplikasikan pada obyek yang

telah ditentukan yaitu siswa kelas V

SDN Roi tahun pelajaran

2012/2013, Penelitian yang

direncanakan dalam dua siklus telah

dilaksanakan dan hasilnya adalah

sebagai berikut:

Siklus I

Sebelum proses belajar

dimulai pada siklus I, peneliti telah

mempersiapkan perangkat

pembelajaran yang terdiri dari

rencana pelaksanaan pembelajaran

(RPP), lembar observasi, soal

evaluasi untuk mendukung

kelancaran proses pembelajaran.

1) Pelaksanaan tindakan

Proses belajar mengajar

pada siklus I dilaksanakan mengacu

pada RPP yang telah disusun.

2) Hasil Observasi

Proses observasi aktivitas

peneliti dalam mengajara

dilaksanakan oleh teman sejawat

selama berlangsung proses belajar

mengajar dengan mengisi lembar

observasi yang telah disiapkan.

Sedangkan untuk observasi aktivitas

siswa dilaksanakan oleh teman

sejawat juga. Ringkasan data hasil

observasi tersebut dapat dilihat pada

lampiran

3) Hasil Evaluasi

Page 138: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

130

Adapun hasil evaluasi yang

diperoleh pada siklus I untuk

prestasi IPS siswa sebagai berikut:

Jumlah siswa yang tuntas: 15

Jumlah siswa yang tidak tuntas : 9

Jumlah siswa yang ikut tes: 24

Ketuntasan klasikal: 62,5 %

Berdasarkan indikator

ketuntasan yang ditetapkan yaitu ≥

85 %, maka pada hasil evaluasi

siklus tersebut belum mencapai

standar ketuntasan untuk prestasi

IPS siswa, hal ini diakibatkan

karena masih ada siswa yang masih

mendapat nilai 70 kebawah.

Sehingga sebelum melanjutkan

pembelajaran ke siklus berikutnya

dilakukan upaya perbaikan dan

penyempurnaan terlebih dahulu

dengan melakukan diskusi dengan

siswa yang mendapat nilai kurang

dari 70 dengan memberikan saran-

saran seperti: 1) sepulang dari

sekolah usahakan belajar kembali

materi yang dipelajari dikelas, dan

2) mengerjakan latihan dengan

serius serta 3) jika belum paham

dengan materi, anak-anak harus

berani bertanya.

4) Refleksi

Melihat hasil yang diperoleh

dari proses belajar mengajar sampai

hasil evaluasi pada siklus I, masih

belum mencapai hasil yang

diharapkan. Hal ini ditunjukan oleh

data observasi aktivitas siswa.

Diantaranya adalah, kesiapan siswa

untuk menerima pelajaran masih

sangat kurang.

Berdasarkan hasil evaluasi

menunjukan belum tercapainya

hasil yang memuaskan. Dapat

dilihat dari ketuntasan belajar siswa

untuk prestasi IPS siswa hanya

mencapai 62,5 % dari standar

ketuntasan ≥ 85%.

Untuk merespon komentar

Observer dalam hal ini adalah

teman sejawat, peneliti melakukan

umpan balik kepada observer

tentang apa yang perlu diperbaiki

agar pada siklus selanjutnya dapat

meningkat. Masukan dari Observer

tersebut antara lain: Berusaha

mengarahkan siswa untuk

mengerjakan tugas rumah agar

dikumpulkan pada pertemuan

berikutnya, agar ada persiapan dari

rumah.

Siklus II

Siklus II dilaksanakan

dengan melanjutkan pengajaran

materi kegiatan ekonomi

masyarakat.

1) Pelaksanaan tindakan

Proses belajar mengajar

pada siklus II dilaksanakan dengan

mengacu pada RPP yang telah

disusun.

2) Hasil Observasi

Proses observasi aktivitas

siswa dilaksanakan oleh teman

sejawat selama berlangsung proses

belajar mengajar dengan mengisi

lembar observasi yang telah

disiapkan. Ringkasan data hasil

observasi tersebut dapat dilihat pada

lampiran

3) Hasil Evaluasi

Adapun hasil evaluasi yang

diperoleh pada siklus II dapat dilihat

Page 139: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

131

pada lampiran. Secara ringkas

hasilnya sebagai berikut:

Jumlah siswa yang tuntas : 24

siswa

Jumlah siswa yang belum tuntas: 0

siswa

Jumlah siswa yang ikut tes : 24

siswa

Ketuntasan klasikal : 100

%

Data tersebut diatas

menunjukan bahwa pada siklus II

sudah mencapai standar ketuntasan

klasikal yaitu 100 %. Persentase

ketuntasannya menunjkan

peningkatan dari siklus sebelumnya.

Karena pada siklus II ketuntasan

klasikalnya telah mencapai ≥85%,

maka tidak perlu untuk melanjutkan

ke siklus berikutnya.

Pembahasan

Penelitian tindakan kelas ini

dilakukan dalam dua siklus dengan

menggunakan alat peraga.

Berdasarkan hasil analisis tindakan

dan hasil evaluasi pada siklus I

diketahui bahwa ketuntasan belajar

belum mencapai seperti yang

diharapkan. Hal ini ditunjukan oleh

hasil evaluasinya yaitu persentase

ketuntasannya adalah 62,5 %,

sehingga sebelum melanjutkan

pembelajaran ke siklus berikutnya

dilakukan upaya perbaikan dan

penyempurnaan terlebih dahulu

dengan melakukan diskusi dan

membimbing siswa yang mendapat

nilai kurang dari 70 dengan

bimbingan secara khusus atau

individual. Adapun hasilnya adalah

dengan lebih termotivasi dan

antusiasnya siswa dalam bertanya

baik kepada temannya maupun

kepada guru. Dan juga dapat terlihat

pada saat siswa mengerjakan soal-

soal latihan setelah berdiskusi dan

diberikan bimbingan.

Setelah dilakukan tindakan

pada siklus II yang mengacu pada

perbaikan tindakan dari siklus I

diperoleh hasil yang lebih baik. Ini

ditunjukan dari hasil evaluasi akhir

siklus dimana persentase ketuntasan

klasikal adalah 100 %. Hal ini

berarti tindakan pada siklus II sudah

mencapai standar ketuntasan

klasikal 85 %. Dengan demikian

tidak perlu untuk melakukan siklus

selanjutnya.

Dari proses tindakan dan

hasil yang diperoleh dari siklus I,

maka untuk siklus II menunjukan

hasil yang lebih baik dari siklus

sebelumnya. Berarti penunggunaan

alat peraga dapat meningkatkan

prestasi belajar IPS siswa. Dan

terbukti apa yang disampaikan oleh

Russeffendi dengan alat peraga

dapat menumbuhkan kegairahan

belajar. Dapat meningkatkan

aktivitas dan kreatifitas. Efisiensi

waktu dan efisiensi motivasi dalam

proses belajar mengajar.

Penggunaan alat peraga dalam

proses pembelajaran bukan

merupakan fungsi tambahan tetapi

mempunyai fungsi tersendiri,

sebagai alat bantu untuk

mewujudkan situasi pembelajaran

yang efektif. Penggunaan alat

peraga merupakan bagian yang

integral dari keseluruhan situasi

mengajar. Ini berarti bahwa alat

peraga merupakan salah satu unsur

yang harus dikembangkan guru.

Page 140: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

132

(Ruseffendi,1997:104). Setelah

melakukan penelitian tersebut

peneliti melihat suasana kelas lebih

hidup karena partisipasi siswa

dalam proses belajar mengajar

sangat aktif.

Simpulan

Proses tindakan dan hasil

evaluasi dari penelitian telah

diperoleh, maka dapat disimpulkan

beberapa hal sebagai berikut:

1. Penerapan penggunaan alat

peraga dapat meningkatkan

prestasi belajar siswa kelas

V SDN Roi.

2. Prestasi belajar IPS siswa

tersebut ditunjukan oleh

aktivitas siswa dalam kelas

dan hasil evaluasi tiap akhir

siklus. Pada siklus I,

persentase ketuntasan

sebesar 62,5 % dan pada

siklus II dengan persentase

ketuntasan 100 %.

3. Aktivitas guru dan siswa

meningkat dari siklus I ke

siklus II.

DAFTAR PUSTAKA

Arief Sardiman. S. 1986. Media

Pendidikan, Pengertian,

Pengembangan dan

Pemanfaatannya, Jakarta :

Rajawali

Aqib, 2003. Pendidikan Guru

Berdasarkan Pendekatan

Kompetensi, Jakarta : PT.

Bumi Aksara

Djamarah, Saiful, Bahri, 1994.

Prestasi Belajar dan

Kompetensi Guru, Usaha

Nasional : Surabaya-

Indonesia

Depdiknas, 1997. Efektivitas

pembelajaran biologi di SMP,

Jakarta : Rineka Cipta

Dimyati dan Mudjiono, 2006.

Efektivitas pembelajaran pada

SMP, Jakarta : Rineka Cipta

_______, 1980. Media Pendidikan,

Bandung : Citra Aditya

Lexi J. Moleong, 2006. Metodelogi

Penelitian Kualitatif.

Bandung : Remaja

Rosdakarya

Muhibbin, Syah, 2007. Psikologi

Belajar, PT. Rajagrafindo

Persada:Jakarta

Nurkencana, 1990. Evaluasi Hasil

Belajar, Surabaya : Usaha

Nasional

________, 2003. Evaluasi Hasil

Belajar, Surabaya : Usaha

Nasional

Nurbatni, 2005. Media Pendidikan,

Bandung : Citra Aditya

Nur, Muhammad. 2002. Pengantar

pada Pengelolaan Kelas,

Surabaya : Unesa Press

Nasution, 1982. Didaktik Azas-azas

Mengajar, Bandung

Hamalik, Oemar. 1994. Media

Pendidikan, Bandung :

Citra Aditya

Purwanto, 1984. Belajar dan

Pembelajaran, Bandung

Page 141: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

133

Poerwarminta, 1984. Efektifitas

Penggunaan Media di SD,

Bandung : Citra Aditya

Riyanto, 1996. Metodologi

Penelitian Pendidikan,

Surabaya : SIC

Sudjana, Nana, 2004. Dasar-Dasar

Proses Belajar Mengajar,

Bandung : Sinar Baru

Algensindo

Slameto, 2003. Belajar dan Faktor-

faktor yang

Mempengaruhinya, PT.

Rineka Cipta:Jakarta

Page 142: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

134

Model Pembelajaran Berbasis Penemuan(Discovery Learning)

Sebagai Salah Satu Bentuk Implementasi dalam IsuPembelajaran Sastra

SD

Kurniawan

STKIP Taman Siswa Bima

[email protected]

Abstrak

Karya sastra muncul dan berkembang dalam kehidupan manusia semenjak

dulu sehingga perlu dimanfaatkan secara luas. Ranah pendidikan perlu

didorong untuk memanfaatkannya agar memahami unsur kreatif tersebut.

Kehadiran Kurikulum 2013 di SD menjadi strategis pemanfaatan dalam

membelajarkan karya sastraberupa teks cerita rakyat sejak dini. Untuk dapat

memahami teks cerita rakyat, maka salah satu model yang dapat digunakan

berupa Pembelajaran Berbasis Penemuan (MPBP). Model ini mempermudah

pemahaman siswa SD pada karya sastra, dapat dihayati dan membantu

pembentukan karakter.

Kata kunci: model, implementasi, sastra SD

PENDAHULUAN

Karya sastra merupakan

ekspresi imajinasi

penciptanya.Walaupun imajiner,

namun dapat memberikan model

dalam menuntun caraberperilaku

karena adanya nilai serta etika.

Tuntunan tersebut merupakan

pedoman agar mengilhami

munculnya insan yang berbudi

luhur.Hal itulah yang ingin digapai

melalui keterlibatan karya sastra

dalam pembelajaran di sekolah.

Kehadiran Kurikulum 2013

yang digadang-gadang sebagai

penyempurnaan dalam rangka

mengantisipasi berbagai perubahan

dan tuntutan globalisasi masih

belum memberikan ekspetasi yang

memuaskan terhadap keterlibatan

karya sastra.Hal itu dapat dicermati

dengan tidak diberikan ruang

pembelajaran sastra secara luas atau

menjadi mata

pelajarantersendiri.Adapun yang

terjadi, muatan materi pembelajaran

sastra tetap terangkum dalam mata

pelajaran Bahasa Indonesia. Oleh

karena demikian, keluhan dan

kritikan tentang kurang

dieksplorasinya karya sastra sering

diperbincangkan oleh berbagai

pihak.Padahal kepatutan materi

sastra dalam pembelajaran memiliki

kaitan erat dengan aspek karakter

humanistis—memanusiakan

manusia.Namun, perihal yang

terjadi pada Kurikulum 2013 lebih

menekankan pada pembentukan

sikap ilmiah.

Mungkin peran sastra dalam

pembentukan karakter tinggalah

harapan, kenyataan menunjukkan

bahwa selama ini peran karya sastra

dalam pembelajaran di sekolah

tidak pernah dimaksimalkan.

Page 143: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

135

Perihal yang diamati terhadapi segi

kebijakan pemerintah, kompetensi

guru, minat siswa, maupun model

pembelajaran yang digunakan. Oleh

karena demikian, pembelajaran

apresiasi karya sastra begitu

monoton dan akhirnya

membosankan. Hal tersebut

bertolak belakang dengan defenisi

apresiasi sastra, seperti yang

dikemukakan oleh para pakar yang

terangkum pada Supanti (2012),

misalnya: 1) apresiasi sastra adalah

kegiatan menggauli cipta sastra

dengan sungguh-sungguh sehingga

timbul pengertian, penghargaan,

kepekaan pikiran kritis, dan

kepekaan perasaan yang baik

terhadap karya sastra (Effendi),2)

apresiasi sastra adalah penaksiran

kualitas karya sastra serta

pemberian nilai yang wajar

kepadanya berdasarkan pengamatan

dan pengalaman yang sadar dan

kritis (Tarigan),3)apresiasi ialah

proses (kegiatan) pengindahan,

penikmatan, penjiwaan, dan

penghayatan karya sastra secara

individual, subjektif, rohaniah dan

budiah, khusuk dan kafah, dan

intensif dan total supaya

memperoleh sesuatu daripadanya

sehingga tumbuh, berkembang, dan

terpiara kepedulian, kepekaan,

ketajaman, kecintaan, dan

keterlibatan terhadap karya sastra

(Saryono).

Berbagai defenisi tersebut

menunjukkan bahwa kegiatan

apresiasi karya sastra merupakan

kegiatan membaca serta meresepsi

(memberikan tanggapan) karya

sastra.Dengan demikian, semua

pihak yang terlibat dalam dunia

pendidikan harus mawas diri. Salah

satu caradengan mengubah model

pembelajaran agar mewujudkan

kegiatan apresiasi sastra sesuai

dengan konsep yang sebenarnya.

Perihal yang dapat dilakukan

dengan merancang model

pembelajaran apresiasi sastra yang

lebih menarik, agar membangkitkan

rasa ingin tahu, mendorong

keaktifan, meningkatkan kreativitas,

dan sebagainya.

Situasi yang terjadi perlu

dicermati secara saksama, harus ada

upaya dilakukan agar kehadiran

karya sastra dapat memberikan

pencerahan kemanusiaan.Berawal

dari kegiatan apresiasi sastra

melalui membaca, maka siswa

diharapkan dapat memahami,

menafsirkan, menghayati, dan

menikmati sehingga mampu

memberikan manfaat.Beberapa

manfaat yang dapat diperoleh dari

proses membaca sastra

berupapeningkatan wawasan, halus

budi pekertinya, meningkatkan

pengetahuan berbahasanya, dan

sebagainya.Oleh karena itu, betapa

perlunya memaksimalkan peran

karya sastra dalam pembelajaran

Bahasa Indonesia pada Kurikulum

2013.Adapun langkah nyata

untukmewujudkan hal tersebut

melalui penggunaanmodel

pembelajaran yang tepat–dapat

menyenangkan bagi siswa.Dengan

demikian, dalam rangka

mengoptimalkan apresiasi karya

sastramaka menarik untuk

dirancang percobaan penerapan

apresiasi teks cerita rakyat di SD

kelas V semester II melaluiModel

Pembelajaran Berbasis Penemuan.

Page 144: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

136

PEMBAHASAN

A. Landasan Berpikir

1. Model Pembelajaran

Berbasis Penemuan

Untuk dapat

disesuaikan dengan

Kurikulum 2013 yang

menggunakan pendekatan

scientific. Apresiasi teks

cerpen di SDkelas V

semester II dianggap tepat

menggunakan model

pembelajaran berbasis

penemuan. Discovery

learning berusaha

mengalihkan kegiatan

belajar-mengajar dari situasi

yang didominasi guru ke

situasi yang melibatkan

siswa, salah satu caranya

melalui bentuk diskusi.Hal

ini menunjukkan belajar

penemuan menuntut peserta

didik harus aktif dalam

kegiatan pembelajaran di

kelas sehingga sangat

menuntut proses mental bagi

siswa untuk

mengasimilasikan suatu

konsep serta prinsip.

Sedangkan Bruner (dalam

Dahar, 2005:43)memandang

bahwa suatu konsep atau

kategorisasi memiliki lima

unsur, dan siswa dikatakan

memahami suatu konsep

apabila mengetahui semua

unsur dari konsep itu,

meliputi: 1) nama, 2)

contoh-contoh baik yang

positif maupun yang negatif;

3) karakteristik, baik yang

pokok maupun tidak; 4)

rentangan karakteristik; 5)

kaidah. Hal tersebut dapat

dicapai melalui proses

mengamati, menjelaskan,

mengelompokkan, membuat

kesimpulan, dan sebagainya

terhadap proses rancangan

yang dilakukan.

Selain itu, proses

penemuan merupakan

kegiatan inti dari CTL,

melalui upaya menemukan

akan memberikan penegasan

bahwa pengetahuan dan

keterampilan serta

kemampuan-kemampuan

lain yang diperlukan bukan

merupakan hasil dari

mengingat seperangkat

fakta-fakta, tetapi

merupakan hasil temuan

sendiri. Kegiatan

pembelajaran yang

mengarah pada upaya

menemukan, telah lama

diperkenalkan pula dalam

pembelajaran inquiry and

discovery (Rusman, 2012:

194).

Dengan demikian,

belajar penemuan

menempatkan guru sebagai

fasilitator–membimbing

siswa ketika diperlukan.

Upaya yang dilakukan untuk

mendorong siswa untuk

berfikir tentang bahan materi

yang telah disediakan dalam

bentuk setengah jadi.Oleh

karena siswa dihadapkan

pada situasi secara bebas

menyelidiki dan menarik

kesimpulan–hendaknya

dianjurkan pula menerka,

intuisi, maupun mencoba-

Page 145: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

137

coba (trial and error).

Seberapa jauh siswa perlu

diberikan bimbingan akan

bergantung pada

kemampuan memahami

materi yang sedang

dipelajari. Peran guru hanya

bertindak sebagai penunjuk

jalan untuk membantu siswa

agar mempergunakan ide,

konsep, dan keterampilan

yang telah dipelajari

sebelumnya terhadap

pemerolehan pengetahuan

yang baru. Namun yang

perlu diingat oleh guru

bahwa pengajuan pertanyaan

yang tepat akan merangsang

kreativitas siswa untuk

membantu siswa dalam

―menemukan‖ pengetahuan

baru tersebut.

2. Cerita Rakyat

Keberadaan cerita

rakyat sebagai ekspresi

budaya dari suatu

masyarakat yang awalnya

disampaikan secara lisan

berhubungan erat dengan

berbagai aspek kebudayaan

dan nilai-nilai sosial yang

ada. Seperti uraian

KBBI,bahwa cerita rakyat

sebagai kisah zaman dahulu

yg hidup di kalangan rakyat

dan diwariskan secara

lisan.Badudu (1982: 7)

menyatakan bahwa cerita

dapat menjurus dan berpusat

pada suatu peristiwa yang

menumbuhkan peristiwa itu

sendiri.Dahulu, cerita rakyat

diwariskan secara turun-

temurun dari satu generasi

ke generasi berikutnya

secara lisan (Hutomo, 1991:

4).Seiring perkembangan

zaman, cerita rakyat yang

disampaikan secara lisan

telah dituangkan dalam

bentuk tulis sehingga

masyarakat luas dapat

membaca kisah dari

kebudayaan yang ada di

wilayah tertentu

Dalam

perkembangannya, cerita

rakyat dipahami sebagai

salah satu bentuk (genre)

foklor. Foklor itu sendiri

adalah sebagian kebudayaan

suatu kolektif yang tersebar

dan diwariskan turun-

temurun di antara kolektif

macam apa saja, secara

tradisional dalam versi yang

berbeda, baik dalam bentuk

lisan maupun contoh yang

disertai gerak isyarat atau

alat pembantu pengingat

(James Danandjaja, 1997:

2). Hal ini menandakan

peran cerita rakyat dalam

membantu pembentukan

karakter karena syarat nilai-

nilai leluhur yang baik.

Cerita rakyat yang

diubah dalam sebuah teks

dapat memenuhi aturan

sebagai berikut: 1) teks

cukup pendek sehingga

dapat dibaca habis dalam

sekali duduk, 2) membuat

efek yang tunggal dan unik,

3) alurnya harus ketat dan

padat, 4) harus tampak

sungguhan, dan 5) harus

memberi kesan yang tuntas.

Page 146: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

138

Deskripsi tersebut dapat

dirumuskan dalam

pandangan

Diponegoroketika

menyampaikan makalah

yang berjudul ‗Penguatan

Model Pembelajaran Bahasa

dan Sastra‘.

Berdasarkan

pendapat beberapa ahli,

dapat dinyatakan bahwa

cerita rakyat sebagai karya

sastrayang menggambarkan

suatu peristiwa yang

mengandung pesan dan

dihubungkan dengan realita

dalam bungkusan imajinasi,

serta dapat dipahami oleh

pembaca.Proses pembacaan

dapat menghasilkan

pengalaman batin dalam

menikmati nilai dan etika

yang terdapat di

dalamnya.Oleh kisah yang

disampaikan merupakan

rangkaian kehidupan yang

ada dan dirasakan dalam

kehidupan yang dijalani.

B. Prosedur Penerapan Teks

Cerita Rakyat dalam

Pelaksanaan Model

Pembelajaran Berbasis

Penemuan

Ada beberapa hal yang

harus diperhatikan

dalammerancang pelaksanaan

Model Pembelajaran Berbasis

Penemuandengan teks cerita

rakyat sebagai materi

pembelajaran.Secara umum

dapat mengacu pada pandangan

Syah (1996) dalam bukunya

Psikologi Pendidikan Suatu

Pendekatan Baru.Adapun

bentuk adaptasi yang

dilakukan, sebagai berikut.

1. Persiapan

a. Menentukan tujuan

pembelajaran yang

mengacu pada teks

cerita rakyat

b. Melakukan identifikasi

karakteristik siswa

(kemampuan awal,

minat, gaya belajar,

dan sebagainya)

c. Memilih materi serta

topik yang harus

dipelajari dengan

mempertimbangkan

teks cerita rakyat yang

sesuai dengan tingkat

kognisi peserta didik.

d. Mengembangkan bahan

belajar yang memiliki

ilustrasi yang sama

dengan teks cerita

rakyat yang dipelajari

sehingga akan

menghasilkan pola

induktif untuk

menguraikannya

e. Mengatur topik

pembahasan teks cerita

rakyat yang dipelaji

dari yang sederhana ke

kompleks, konkret ke

abstrak, atau dari tahap

enaktif, ikonik sampai

ke simbolik

f. Melakukan penilaian

proses dan hasil belajar

peserta didik terhadap

penguasaan teks cerita

rakyat yang dipelajari.

2. Pelaksanaan

Page 147: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

139

a. Stimulation

(stimulasi/pemberian

rangsangan)

Sebagai tahapan awal

dalam membantu

peserta didik agar

tertarik untuk

mengadakan

penyelidikan terhadap

teks cerita rakyat yang

materi

pembelajaran.Oleh

karena itu, perlunya

seorang guru

mengajukan pertanyaan

yang menstimulus

tentang cerita rakyat

yang pernah

dibaca.Dengan

demikian, tahap

stimulasi tersebut dapat

berfungsi menyediakan

kondisi interaksi

belajar yang mampu

membantu serta

mengembangkan

pemahaman siswa

dalam mengeksplorasi

teks cerita rakyat(bahan

pembelajaran) yang

disediakan oleh guru.

b. Problem

statement(pernyataan/i

dentifikasi masalah)

Pada tahap ini, guru

memberi kesempatan

kepada siswa untuk

mengidentifikasi

berbagai masalah

dalam teks cerita rakyat

sebagai materi

pelajaran.Pada

prosesnya

beberapatemuan dalam

teks cerita rakyat akan

dipilih serta

dirumuskan dalam

bentuk hipotesis.

c. Data

collection(pengumpula

n data)

Saat proses eksplorasi

berlangsung, maka

guru mengajak siswa

untuk menguji

kebenaran hipotesis.

Untuk mendapatkan

jawabanterhadap hipote

sis, maka peserta didik

diberi kesempatan

untuk mengumpulkan

(collection) berbagai

informasi yang terkait

masalah yang menjadi

hipotesis sehingga

perlu membaca

kembali secara intensif

teks cerita rakyat yang

disajikan oleh guru.

d. Data

processing(pengolahan

data)

Kegiatan pengolahan

data merupakan proses

lanjutan

setelahinformasi yang

diperoleh para peserta

didikmelalui membaca

secara intensif teks

cerita rakyat.

Selanjutnya informasi

diolah, diacak,

diklasifikasikan, serta

ditabulasi agar mudah

dipahami sesuai

informasi yang

dimaksud sehingga

menghasilkan tafsiran

Page 148: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

140

yang paling mendekati

hipotesis.

e. Verification

(pembuktian)

Sebelum menentukan

jawaban yang

sesungguhnya terhadap

masalah yang menjadi

hipotesis.Peserta didik

terlebih dahulu

melakukan

pemeriksaan secara

cermat.Hal tersebut

dilakukan untuk

mencocokan

pembuktian benar atau

tidaknya hipotesis yang

telah dibuat

berdasarkan identifikasi

masalah.Jika itu

memungkinkan akan

menghasilkan temuan

alternatif terhadap

hipotesis yang dibuat.

Dengan demikian,

proses pembuktian

melalui cara

mencocokan dapat

memberi kesempatan

para peserta didik

untuk menemukan

suatu konsep, prinsip,

aturan ataupun

pemahaman melalui

pemodelan (contoh)

yangdijumpai dalam

teks cerita rakyat.

f. Generalization

(menarik

kesimpulan/generalisas

i)

Tahapanakhir

tentumenarik

kesimpulan dan dapat

menjadi prinsip umum

yang berlaku terhadap

semua masalah yang

sejenis.Hal itu

diperoleh berdasarkan

hasil verifikasi

sehingga merumuskan

prinsip dasar

generalisasi.

3. Penilaian pada Model

Pembelajaran Penemuan

(Discovery Learning)

Dalam Model

Pembelajaran Discovery

Learning, penilaian dapat

dilakukan melalui dua cara.

Pertama

menekankanproses dan

kedua memantau hasil

belajar dengan

menggunakan tes maupun

nontes. Penilaian yang

dilakukan dapat dilihat dari

kognitif, proses, sikap, atau

penilaian hasil kerja

siswa.Jika bentuk

penilaiannya berupa

penilaian kognitif, maka

dalam model pembelajaran

Discovery Learningdapat

menggunakan tes tertulis.

Namun, apabila bentuk

penilaiannya menggunakan

penilaian proses, sikap,

atau penilaian hasil kerja

siswa maka pelaksanaan

penilaian dapat dilakukan

dengan pengamatan.

C. Penerapan Teks Cerita

Rakyat dalam Model

Pembelajaran Penemuan

(Discovery Learning)

Rancangan model

pembelajaran yang tepat, tentu

Page 149: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

141

akan membantu keberhasilan

materi pembelajaran.

Penggunaan Model

Pembelajaran Penemuan

(Discovery Learning) di SD

kelas V semester II, diharapkan

dapat mengapresiasi karya

sastra (cerita rakyat).Adapun

rancangan materi teks cerita

rakyat menggunakan model

pembelajaran penemuan untuk

menunjang keberhasilan belajar

peserta didik di SD, sebagai

berikut.

1

.

Kompet

ensi Inti

: 3

.

Memaham

i

pengetahu

an faktual

dengan

cara

mengamat

i

[mendeng

ar,

melihat,

membaca]

dan

menanya

berdasarka

n rasa

ingin tahu

tentang

dirinya,

makhluk

ciptaan

Tuhan dan

kegiatanny

a, dan

benda-

benda

yang

dijumpain

ya di

rumah,

sekolah

2

.

4

.

Menyajika

n

pengetahu

an faktual

dalam

bahasa

yang jelas

dan logis

dan

sistematis,

dalam

karya yang

estetis

dalam

gerakan

yang

mencermi

nkan anak

sehat, dan

dalam

tindakan

yang

mencermi

nkan

perilaku

anak

beriman

dan

berakhlak

mulia

3

.

Kompet

ensi

: 2

.

Mendenga

rkan karya

Page 150: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

142

Dasar sastra

(pantun

anak-anak

atau cerita

rakyat)

dan

mengungk

apkan

kembali

isinya

secara

tertulis

4

.

Topik : Bangga

sebagai

bangsa

Indonesia

5

.

Subtopik : Cerita rakyat

6

.

Tujuan

Pembela

jaran

: 1). Peserta

didik

dapat

menentu

kan

struktur

isi cerita

rakyat (1)

judul, (2)

perkenala

n, (3)

memperk

enalkan

siapa

para

pelaku,

apa yang

dialami

pelaku

dan

dimana

terjadiny

a

peristiwa,

(3)

komplika

si,

konflik

muncul

dan para

pelaku

mulai

bereaksi

terhadap

konflik,

kemudia

n konflik

meningk

at, (4)

klimaks,

konflik

mencapai

puncakny

a, (5)

penyeles

aian,

konflik

terpecahk

an dan

menemu

kan

penyeles

aiannya

dan (6)

amanat/p

esan

moral

Page 151: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

143

tersurat/t

ersirat

teks

cerita

rakyat

setelah

diberi

kesempat

an

mencerm

atinya.

2). Peserta

didik

dapat

menjelas

kan unsur

kebahasa

an (kata-

kata sifat

untuk

mendeskr

ipsikan

pelaku,

penampil

an fisik

atau

kepribadi

annya,

kata-kata

keteranga

n untuk

mengga

mbarkan

latar

(waktu,

tempat,

dan

suasana)

dan kata

kerja

yang

menunju

kkan

peristiwa

-

peristiwa

yang

dialami

para

pelaku

teks

cerita

cerita

rakyat

setelah

diberi

kesempat

an

membaca

.

7

.

Alokasi

Waktu

: Satu kali

pertemuan (2

x 35)

8

.

Tahap

Pembela

jaran

:

1) Stimulation

(simullasi/pemberian

rangsangan)

Peserta didik

mengingat

kembali tentang

cerita rakyat yang

pernah dibaca.

Peserta didik

menyebutkan

judul-judul cerita

Page 152: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

144

rakyat yang

pernah dibaca.

2) Problem statement

(pertanyaan/identifika

si masalah)

Peserta didik

dengan atau tanpa

bantuan guru

menanya tentang

struktur isi cerita

rakyat.

Peserta didk

dengan atau tanpa

bantuan guru

menanya tentang

hal-hal yang

berkaitan dengan

ciri-ciri bahasa.

3) Data collection

(pengumpulan data)

Peserta didik

mendiskusikan

struktur isi teks

cerita rakyat

(judul, tokoh dan

penokohan, latar,

konflik, klimaks,

penyelesaian

masalah

(antiklimaks), dan

amanat).

Peserta didik

mendiskusikan

ciri bahasa teks

cerita rakyat.

Peserta didik

menjawab atau

mengajukan

pertanyaan terkait

dengan isi teks

cerita rakyat

(pertanyaan literal,

inverensial,

integratif, dan

kritis).

4) Data processing

(pengolahan data)

Peserta didik

menuliskan

struktur isi cerita

rakyat (1) judul,

(2) perkenalan, (3)

memperkenalkan

siapa para pelaku,

apa yang dialami

pelaku dan dimana

terjadinya

peristiwa, (3)

komplikasi,

konflik muncul

dan para pelaku

mulai bereaksi

terhadap konflik,

kemudian konflik

meningkat, (4)

klimaks, konflik

mencapai

puncaknya, (5)

penyelesaian,

konflik

terpecahkan dan

menemukan

penyelesaiannya

dan (6)

amanat/pesan

moral

tersurat/tersirat

teks cerpen setelah

diberi kesempatan

mencermatinya.

Peserta didik

dapat menjelaskan

unsur kebahasaan

(kata-kata sifat)

untuk

mendeskripsikan

pelaku,

Page 153: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

145

penampilan fisik

atau

kepribadiannya,

kata-kata

keterangan untuk

menggambarkan

latar

(waktu,tempat,

dan suasana) dan

kata kerja yang

menunjukkan

peristiwa-

peristiwa yang

dialami para

pelaku teks cerita

rakyat setelah

diberi kesempatan

membaca.

5) Verification

(pembuktian)

Peserta didik

mempresentasikan

hasil pekerjaan

tentang struktur isi

cerita rakyat dan

unsur kebahasaan.

Peserta didik

menanggapi hasil

presentasi

kelompok lain.

6) Generalization

(menarik

kesimpulan/generalisa

si)

Peserta didik

memperbaiki dan

melengkapi hasil

kerja

kelompoknya.

Peserta didik

dengan atau tanpa

bantuan guru

dapat

menyimpulkan

struktur isi cerita

rakyat dan unsur

kebahasaan.

PENUTUP

Tujuan penggunaan Model

Pembelajaran Berbasis Penemuan

(Discovery Learning) dalam

mengapresiasi karya sastra (teks

cerita rakyat) sebagai materi

pembelajaran untuk meningkatkan

sensitifan peserta didik terhadap

kehidupan yang dijalani. Upaya

yang dilakukan melalui penerapan

di tingkat SD kelas V semester II.

Pencapaian yang optimal agar dapat

menunjang keberhasilan belajar

peserta didik perlu dilakukan mulai

dari persiapan, pelaksanaan, dan

sampai pada

penilaian.Penerapanmodelpembelaj

aran tersebut dilaksankan melalui

beberapa tahapan pembelajaran,

seperti: 1) stimulation

(simullasi/pemberian rangsangan,

2)problem statement

(pertanyaan/identifikasi masalah),

3)data collection (pengumpulan

data), 4) data processing

(pengolahan data), 5) verification

(pembuktian), dan 6)generalization

(menarik kesimpulan/generalisasi).

Kegiatan pembelajaran yang

menerapkanModel Pembelajaran

Berbasis Penemuan dalam apresiasi

sastra teks cerita rakyat diharapkan

peserta didik dapat memahami,

menafsirkan, menghayati, dan

menikmati, sehingga mampu

meningkatan wawasan, halus budi

pekertinya, dan meningkatkan

pengetahuan berbahasanya. Peluang

itu dapat ditindaklanjuti melalui

keberadaan Kurikulum 2013 yang

Page 154: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

146

berbasis teks. Dapat dinyatakan

bahwa pemanfaatan secara luas teks

cerita rakyat untuk membantu

pembelajaran yang dilakukan di

sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Model

Pembelajaran Penemuan

(Discovery Learning)dalam

Implementasi Kurikulum

2013(http://penelitiantindaka

nkelas.blogspot.com/),

diakses 5 November 2014

pukul 14.35 Wita.

Badudu, J.S. 1982. Sari

Kesusastraan Indonesia.

Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama.

Dahar, R.W. 1991. Teori-Teori

Belajar. Penerbit Erlangga,

Jakarta.

Danandjaja. 1986. Folklor

Indonesia: Ilmu Gosip,

Dongeng, dan Lain-lain.

Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama.

Diponegoro. 2014.―Materi

Penguatan Model

Pembelajaran Bahasa dan

Sastra‖. Mataram: Kantor

Bahasa Provinsi NTB.

Hutomo, S.S. 1991. Mutiara yang

Terlupakan: Pengantar

Studi Sastra Lisan.

Surabaya: HISKI.

Rusman. 2012. Model-model

Pembelajaran

(Mengembangkan

Profesionalisme Guru).

Jakarta: PT. RajaGrafindo

Persada.

Supandai, Main. 2012. Strategi

Pembelajaran Bahasa dan

Sastra Indonesia.Jakarta:

Yuma Pustaka.

Syah, M. 1996. Psikologi

Pendidikan Suatu

Pendekatan Baru. Bandung:

PT Remaja Rosdakarya.

Wahab, Abdul. 1991. Isu Linguistik

Pengajaran Bahasa dan

Sastra.Surabaya: Airlangga

University Press.

Page 155: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

147

ANALISIS KESULITAN GURU KELAS BAWAH

DALAM MENERAPKAN PEMBELAJARAN TEMATIK

DI SEKOLAH DASAR NEGERI SONDOSIA

TAHUN PELAJARAN 2015/2016

Arif Rahman Hakim

STKIP Taman Siswa Bima

[email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui serta mendeskripsikan kesulitan

yang dialami guru kelas bawah dalam menerapkan pembelajaran tematik.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Subjek penelitian adalah guru

kelas bawah yaitu guru kelas satu, dua dan tiga SD Negeri Sondosia

Kecamatan Bolo Kabupaten Bima. Teknik pengumpulan data dilakukan

melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data

dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan pengumpulan data, reduksi data,

penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa

pelaksanaan pembelajaran di kelas bawah SD Negeri Sondosia belum

menerapkan pembelajaran tematik. Hal tersebut dikarenakan kurangnya

pemahaman guru terhadap pembelajaran tematik sehingga guru mengalami

kesulitan dalam menerapkan pembelajaran tematik. Kesulitan yang dialami

guru-guru tersebut beragam seperti kesulitan dalam memetakan SK, KD, dan

indikator dengan tema, RPP, silabus, pengembangan jaringan tema, soal

evaluasi, media, cara mengajar serta pemahaman siswa terhadap

pembelajaran tematik. Hal tersebut terjadi karena kurangnya sosialisasi

pemerintah tentang pembelajaran tematik; sarana prasarana pembelajaran

tematik sangat tidak memadai karena belum adanya buku tematik, jadwal

tematik, soal tes tematik, dan rapor tematik dan juga kurangnya kreatifitas

guru dalam menggunakan metode pembelajaran dan membuat media

pembelajaran tematik.

Kata kunci: guru kelas bawah, pembelajaran tematik

Page 156: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

148

A. Pendahuluan Peserta didik yang berada

pada sekolah dasar kelas satu, dua,

dan tiga berada pada rentangan

usia dini. Pada usia tersebut

seluruh aspek perkembangan

kecerdasan seperti IQ, EQ, dan SQ

tumbuh dan berkembang sangat

luar biasa. Pada umumnya tingkat

perkembangan masih melihat

segala sesuatu sebagai satu

keutuhan (holistik) serta mampu

memahami hubungan antara

konsep secara sederhana. Proses

pembelajaran masih bergantung

kepada objek-objek konkrit dan

pengalaman yang dialami secara

langsung.

Saat ini, pelaksanaan

kegiatan pembelajaran di SD kelas

I–III untuk setiap mata pelajaran

dilakukan secara terpisah,

misalnya IPA 2 jam pelajaran, IPS

2 jam pelajaran, dan Bahasa

Indonesia 2 jam pelajaran. Dalam

pelaksanaan kegiatannya

dilakukan secara murni

matapelajaran yaitu hanya

mempelajari standar kompetensi

dan kompetensi dasar yang

berhubungan dengan mata

pelajaran itu. Sesuai dengan

tahapan perkembangan anak yang

masih melihat segala sesuatu

sebagai suatu keutuhan (holistic),

pembelajaran yang menyajikan

mata pelajaran secara terpisah

akan menyebabkan kurang

mengembangkan anak untuk

berpikir holistik dan membuat

kesulitan bagi peserta didik.

Selain itu, dengan

pelaksanaan pembelajaran yang

terpisah, muncul permasalahan

pada kelas rendah (I-III) antara

lain adalah tingginya angka

mengulang kelas dan putus

sekolah. Angka mengulang kelas

dan angka putus sekolah peserta

didik kelas I SD jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan kelas yang

lain. Data tahun 2014/2015

memperlihatkan bahwa angka

mengulang kelas satu sebesar

11,6% sementara pada kelas dua

7,51%, kelas tiga 6,13%, kelas

empat 4,64%, kelas lima 3,1%,

dan kelas enam 0,37%. Pada tahun

yang sama angka putus sekolah

kelas satu sebesar 4,22%, masih

jauh lebih tinggi jika dibandingkan

dengan kelas dua 0,83%, kelas tiga

2,27%, kelas empat 2,71%, kelas

lima 3,79%, dan kelas enam

1,78%. Angka nasional tersebut

semakin memprihatinkan jika

dilihat dari data di masing-masing

propinsi terutama yang hanya

memiliki sedikit taman Kanak-

kanak. Hal itu terjadi terutama di

daerah terpencil. Pada saat ini

hanya sedikit peserta didik kelas

satu sekolah dasar yang mengikuti

pendidikan prasekolah

sebelumnya.

Permasalahan tersebut

menunjukkan bahwa kesiapan

sekolah sebagian besar peserta

didik kelas awal sekolah dasar di

Indonesia cukup rendah.

Sementara itu, hasil penelitian

menunjukkan bahwa peserta didik

yang telah masuk Taman Kanak-

Kanak memiliki kesiapan

bersekolah lebih baik

dibandingkan dengan peserta didik

yang tidak mengikuti pendidikan

Page 157: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

149

Taman Kanak-Kanak. Selain itu,

perbedaan pendekatan, model, dan

prinsip – prinsip pembelajaran

antara kelas satu dan dua sekolah

dasar dengan pendidikan

prasekolah dapat juga

menyebabkan peserta didik yang

telah mengikuti pendidikan pra-

sekolahpun dapat saja mengulang

kelas atau bahkan putus sekolah.

Atas dasar pemikiran di

atas dan dalam rangka

implementasi Standar Isi yang

termuat dalam Standar Nasional

Pendidikan, maka pembelajaran

pada kelas awal sekolah dasar

yakni kelas satu, dua, dan tiga

lebih sesuai jika dikelola dalam

pembelajaran terpadu melalui

pendekatan pembelajaran tematik.

Untuk memberikan gambaran

tentang pembelajaran tematik yang

dapat menjadi acuan dan contoh

konkret, disiapkan model

pelaksanaan pembelajaran tematik

untuk SD/MI kelas I hingga kelas

III.

Berdasarkan penjelasan di

atas, sudah jelas bahwa

pembelajaran tematik memang

cocok dilaksanakan di kelas bawah

untuk sekolah dasar dan

diwajibkan oleh Pemerintah, tetapi

untuk pelaksanaannya belum

terealisasikan. Berdasarkan hal

tersebut juga, peneliti memilih

SDN Sondosia sebagai subyek

penelitian ini karena berdasarkan

hasil wawancara yang dilakukan

peneliti dengan kepala sekolah

SDN Sondosia menyebutkan

bahwa pembelajaran tematik

sangatlah sulit dilaksanakan oleh

guru kelas awal di SDN Sondosia.

Mereka masih merasa kesulitan

baik dari perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi

pembelajaran. Oleh karena itu

peneliti ingin megetahui kesulitan

apa yang dialami guru dalam

pembelajaran tematik.

B. Kajian Pustaka

Pengertian Pembelajaran

Tematik

Sesuai dengan tahapan

perkembangan anak, karakteristik

cara anak belajar, konsep belajar

dan pembelajaran bermakna, maka

kegiatan pembelajaran bagi anak

kelas awal SD sebaiknya

dilakukan dengan Pembelajaran

tematik. Pembelajaan tematik

adalah pembelajaran tepadu yang

menggunakan tema untuk

mengaitkan beberapa mata

pelajaran sehingga dapat

memberikan pengalaman

bermakna kepada siswa. Tema

adalah pokok pikiran atau gagasan

pokok yang menjadi pokok

pembicaraan (Poerwadarminta,

1983).

Dengan tema diharapkan

akan memberikan banyak

keuntungan, di antaranya:

1) Siswa mudah memusatkan

perhatian pada suatu tema

tertentu,

2) Siswa mampu mempelajari

pengetahuan dan

mengembangkan berbagai

kompetensi dasar antar

matapelajaran dalam tema

yang sama;

3) Pemahaman terhadap materi

pelajaran lebih mendalam dan

berkesan;

Page 158: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

150

4) Kompetensi dasar dapat

dikembangkan lebih baik

dengan mengkaitkan

matapelajaran lain dengan

pengalaman pribadi siswa;

5) Siswa mampu lebih merasakan

manfaat dan makna belajar

karena materi disajikan dalam

konteks tema yang jelas;

6) Siswa lebih bergairah belajar

karena dapat berkomunikasi

dalam situasi nyata, untuk

mengembangkan suatu

kemampuan dalam satu mata

pelajaran sekaligus

mempelajari matapelajaran

lain;

7) Guru dapat menghemat waktu

karena mata pelajaran yang

disajikan secara tematik dapat

dipersiapkan sekaligus dan

diberikan dalam dua atau tiga

pertemuan, waktu selebihnya

dapat digunakan untuk

kegiatan remedial,

pemantapan, atau pengayaan.

Arti Penting Pembelajaran

Tematik

Pembelajaran tematik lebih

menekankan pada keterlibatan

siswa dalam proses belajar secara

aktif dalam proses pembelajaran,

sehingga siswa dapat memperoleh

pengalaman langsung dan terlatih

untuk dapat menemukan sendiri

berbagai pengetahuan yang

dipelajarinya. Melalui pengalaman

langsung siswa akan memahami

konsep-konsep yang mereka

pelajari dan menghubungkannya

dengan konsep lain yang telah

dipahaminya. Teori pembelajaran

ini dimotori para tokoh Psikologi

Gestalt, termasuk Piaget yang

menekankan bahwa pembelajaran

haruslah bermakna dan

berorientasi pada kebutuhan dan

perkembangan anak.

Pembelajaran tematik lebih

menekankan pada penerapan

konsep belajar sambil melakukan

sesuatu (learning by doing). Oleh

karena itu, guru perlu mengemas

atau merancang pengalaman

belajar yang akan mempengaruhi

kebermaknaan belajar siswa.

Pengalaman belajar yang

menunjukkan kaitan unsur-unsur

konseptual menjadikan proses

pembelajaran lebih efektif. Kaitan

konseptual antar mata pelajaran

yang dipelajari akan membentuk

skema, sehingga siswa akan

memperoleh keutuhan dan

kebulatan pengetahuan. Selain itu,

dengan penerapan pembelajaran

tematik di sekolah dasar akan

sangat membantu siswa, karena

sesuai dengan tahap

perkembangannya siswa yang

masih melihat segala sesuatu

sebagai satu keutuhan (holistik).

Beberapa ciri khas dari

pembelajaran tematik antara lain:

1) Pengalaman dan kegiatanbelajar

sangat relevan dengan tingkat

perkembangan dan kebutuhan

anak usia sekolah dasar; 2)

Kegiatan-kegiatan yang dipilih

dalam pelaksanaan pembelajaran

tematik bertolak dari minat dan

kebutuhan siswa; 3) Kegiatan

belajar akan lebih bermakna dan

berkesan bagi siswa sehingga hasil

belajar dapat bertahan lebih lama;

4) Membantu mengembangkan

keterampilan berpikir siswa; 5)

Page 159: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

151

Menyajikan kegiatan belajar yang

bersifat pragmatis sesuai dengan

permasalahan yang sering ditemui

siswa dalam lingkungannya; dan

6) Mengembangkan keterampilan

sosial siswa, seperti kerjasama,

toleransi, komunikasi, dan tanggap

terhadap gagasan orang lain.

Dengan pelaksanaan

pembelajaran dengan

memanfaatkan tema ini, akan

diperoleh beberapa manfaat yaitu:

1) Dengan menggabungkan

beberapa kompetensi dasar dan

indikator serta isi mata pelajaran

akan terjadi penghematan, karena

tumpang tindih materi dapat

dikurangi bahkan dihilangkan, 2)

Siswa mampu melihat hubungan-

hubungan yang bermakna sebab

isi/materi pembelajaran lebih

berperan sebagai sarana atau alat,

bukan tujuan akhir, 3)

Pembelajaran menjadi utuh

sehingga siswa akan mendapat

pengertian mengenai proses dan

materi yang tidak terpecah-pecah.

4) Dengan adanya pemaduan antar

mata pelajaran maka penguasaan

konsep akan semakin baik dan

meningkat.

Karakteristik Pembelajaran

Tematik Sebagai suatu model

pembelajaran di sekolah dasar,

pembelajaran tematik memiliki

karakteristik-karakteristik sebagai

berikut:

1. Berpusat pada siswa

Pembelajaran tematik berpusat

pada siswa (student centered),

hal ini sesuai dengan

pendekatan belajar modern

yang lebih banyak

menempatkan siswa sebagai

subjek belajar sedangkan guru

lebih banyak berperan sebagai

fasilitator yaitu memberikan

kemudahan-kemudahan kepada

siswa untuk melakukan

aktivitas belajar.

2. Memberikan pengalaman

langsung

Pembelajaran tematik dapat

memberikan pengalaman

langsung kepada siswa (direct

experiences). Dengan

pengalaman langsung ini, siswa

dihadapkan pada sesuatu yang

nyata (konkrit) sebagai dasar

untuk memahami hal-hal yang

lebih abstrak.

3. Pemisahan matapelajaran tidak

begitu jelas

Dalam pembelajaran tematik

pemisahan antar mata pelajaran

menjadi tidak begitu jelas.

Fokus pembelajaran diarahkan

kepada pembahasan tema-tema

yang paling dekat berkaitan

dengan kehidupan siswa.

4. Menyajikan konsep dari

berbagai matapelajaran

Pembelajaran tematik

menyajikan konsep-konsep dari

berbagai mata pelajaran dalam

suatu proses pembelajaran.

Dengan demikian, Siswa

mampu memahami konsep-

konsep tersebut secara utuh. Hal

ini diperlukan untuk membantu

siswa dalam memecahkan

masalah-masalah yang dihadapi

dalam kehidupan sehari-hari.

5. Bersifat fleksibel

Page 160: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

152

Pembelajaran tematik bersifat

luwes (fleksibel) dimana guru

dapat mengaitkan bahan ajar

dari satu mata pelajaran dengan

mata pelajaran yang lainnya,

bahkan mengaitkannya dengan

kehidupan siswa dan keadaan

lingkungan dimana sekolah dan

siswa berada.

6. Hasil pembelajaran sesuai

dengan minat dan kebutuhan siswa

Siswa diberi kesempatan untuk

mengoptimalkan potensi yang

dimilikinya sesuai dengan minat

dan kebutuhannya.

7. Menggunakan prinsip belajar

sambil bermain dan menyenangkan

Tahap Persiapan Pelaksanaan

Pembelajaran Tematik

Dalam pelaksanaan

pembelajaran tematik, perlu

dilakukan beberapa hal yang

meliputi tahap perencanaan yang

mencakup kegiatan pemetaan

kompetensi dasar, pengembangan

jaringan tema, pengembangan

silabus dan penyusunan rencana

pelaksanaan pembelajaran.

1. Pemetaan Kompetensi Dasar

Kegiatan pemetaan ini

dilakukan untuk memperoleh

gambaran secara menyeluruh

dan utuh semua standar

kompetensi, kompetensi dasar

dan indikator dari berbagai

mata pelajaran yang dipadukan

dalam tema yang dipilih.

Kegiatan yang dilakukan

adalah:

a. Penjabaran Standar

Kompetensi dan

Kompetensi Dasar ke

dalam indikator

Melakukan kegiatan

penjabaran standar

kompetensi dan kompetensi

dasar dari setiap mata

pelajaran ke dalam

indikator. Dalam

mengembangkan indikator

perlu memperhatikan hal-

hal sebagai berikut: 1)

Indikator dikembangkan

sesuai dengan karakteristik

peserta didik, 2) Indikator

dikembangkan sesuai

dengan karakteristik mata

pelajaran, 3) Dirumuskan

dalam kata kerja operasional

yang terukur dan/atau dapat

diamati.

b. Menentukan tema

Dalam menentukan

tema dapat dilakukan dengan

dua cara yakni: Cara

pertama, mempelajari

standar kompetensi dan

kompetensi dasar yang

terdapat dalam masing-

masing mata pelajaran,

dilanjutkan dengan

menentukan tema yang

sesuai. Cara kedua,

menetapkan terlebih dahulu

tema-tema pengikat

keterpaduan, untuk

menentukan tema tersebut,

guru dapat bekerjasama

dengan peserta didik

sehingga sesuai dengan

minat dan kebutuhan anak.

Dalam menetapkan

tema perlu memperhatikan

beberapa prinsip yaitu: 1)

Memperhatikan lingkungan

Page 161: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

153

yang terdekat dengan siswa,

2) Dari yang termudah

menuju yang sulit, 3) Dari

yang sederhana menuju yang

kompleks, 4) Dari yang

konkret menuju ke yang

abstrak., 5) Tema yang

dipilih harus memungkinkan

terjadinya proses berpikir

pada diri siswa, 6) Ruang

lingkup tema disesuaikan

dengan usia dan

perkembangan siswa,

termasuk minat, kebutuhan,

dan kemampuannya

Lakukan identifikasi

dan analisis untuk setiap

Standar Kompetensi,

Kompetensi Dasar dan

indikator yang cocok untuk

setiap tema sehingga semua

standar kompetensi,

kompetensi dasar dan

indikator terbagi habis.

2. Menetapkan Jaringan Tema

Buatlah jaringan tema

yaitu menghubungkan

kompetensi dasar dan indikator

dengan tema pemersatu.

Dengan jaringan tema tersebut

akan terlihat kaitan antara tema,

kompetensi dasar dan indikator

dari setiap mata pelajaran.

Jaringan tema ini dapat

dikembangkan sesuai dengan

alokasi waktu setiap tema.

3. Penyusunan Silabus

Hasil seluruh proses

yang telah dilakukan pada

tahap-tahap sebelumnya

dijadikan dasar dalam

penyusunan silabus. Komponen

silabus terdiri dari standar

kompetensi, kompetensi dasar,

indikator, pengalaman belajar,

alat/sumber, dan penilaian.

4. Penyusunan Rencana

Pembelajaran

Untuk keperluan

pelaksanaan pembelajaran guru

perlu menyusun rencana

pelaksanaan pembelajaran.

Rencana pembelajaran ini

merupakan realisasi dari

pengalaman belajar siswa yang

telah ditetapkan dalam silabus

pembelajaran. Komponen

rencana pembelajaran tematik

meliputi:

a. Identitas mata pelajaran

(nama mata pelajaran yang

akan dipadukan, kelas,

semester, dan

waktu/banyaknya jam

pertemuan yang

dialokasikan).

b. Kompetensi dasar dan

indikator yang akan

dilaksanakan.

c. Materi pokok beserta

uraiannya yang perlu

dipelajari siswa dalam

rangka mencapai kompetensi

dasar dan indikator.

d. Strategi pembelajaran

(kegiatan pembelajaran

secara konkret yang harus

dilakukan siswa dalam

berinteraksi dengan materi

pembelajaran dan sumber

belajar untuk menguasai

kompetensi dasar dan

indikator, kegiatan ini

tertuang dalam kegiatan

Page 162: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

154

pembukaan, inti dan

penutup).

e. Alat dan media yang

digunakan untuk

memperlancar pencapaian

kompetensi dasar, serta

sumber bahan yang

digunakan dalam kegiatan

pembelajaran tematik sesuai

dengan kompetensi dasar

yang harus dikuasai.

f. Penilaian dan tindak lanjut

(prosedur dan instrumen

yang akan digunakan untuk

menilai pencapaian belajar

peserta didik serta tindak

lanjut hasil penilaian).

C. Metode Penelitian Metode yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu metode

deskriptif kualitatif, dimana yang

menjadi subyek dalam penelitian

ini adalah guru kelas bawah yaitu

guru kelas satu, dua dan tiga SDN

Sondosia yang berjumlah tiga

orang. Sedangkan objek penelitian

ini adalah kesulitan yang dialami

guru kelas bawah yaitu guru kelas

I, II, dan III SDN Sondosia dalam

menerapkan pembelajaran tematik.

Instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini berupa angket yang

berisi daftar pertanyaan terkait

pembelajaran tematik dan

pedoman observasi. Dalam

penelitian ini, peneliti berperan

sebagai key instrument artinya

peneliti sendiri menyusun

pertanyaan di lapangan,

dikembangkan di lapangan sesuai

dengan fenomena yang nampak

saat itu. (Rubiyanto. 2009:68).

Teknik pengumpulan data

yang digunakan dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Wawancara

Wawancara pada

penelitian ini dilakukan dengan

kepala sekolah dan guru kelas

bawah yaitu guru kelas I, II dan

III SDN Sondosia Kecamatan

Bolo Kabupaten Bima terkait

pelaksanaan pembelajaran

tematik.

2. Observasi

Observasi adalah cara

mengumpulkan data dengan

jalan mengamati langsung

terhadap objek yang diteliti

(Rubiyanto. 2009: 75). Pada

penelitian ini peneliti

melakukan observasi pada

kegiatan pembelajaran pada

kelas bawah di SDN Sondosia.

3. Dokumentasi

Dalam penelitian ini

peneliti mendokumentasikan

data-data sekolah yang

dianggap penting dan sesuai

dengan kebutuhan penelitian.

Dokumen yang dikumpulkan

yaitu profil sekolah,

administrasi sekolah, data

inventaris kelas bawah, RPP

dan silabus kelas bawah, soal

evaluasi kelas bawah, format

rapor kelas bawah, foto

kegiatan pembelajaran kelas

bawah SDN Sondosia.

Analisis data dalam

penelitian ini menggunakan teknik

analisis interaktif yang bertujuan

untuk mengetahui kesulitan yang

dialami guru kelas bawah dalam

menerapkan pembelajaran tematik

Page 163: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

155

dan penjabarannya sebagai

berikut:

1. Data Collection (Pengumpulan

Data)

Pengumpulan data adalah

mengumpulkan data di lokasi

studi dengan melakukan

wawancara mendalam,

observasi dan mencatat

dokumen dengan menentukan

strategi pengumpulan data yang

dipandang tepat dan untuk

menentukan fokus serta

pendalaman data pada proses

pengumpulan data berikutnya.

Pengumpulan data pada

penelitian ini adalah

pengumpulan data tentang

kesulitan guru kelas bawah

dalam menerapkan

pembelajaran tematik di SDN

Sondosia melalui proses

wawancara yang mendalam,

observasi terhadap

pembelajaran kelas bawah dan

mencatat dokumen penting

tentang pembelajaran tematik.

2. Data Reduction (Reduksi Data)

Mereduksi data adalah

merangkum, memilah hal-hal

yang pokok, memfokuskan

pada hal-hal yang penting,

dicari tema dan polanya dan

membuang yang tidak perlu.

Dalam reduksi data ini yang

direduksi adalah informasi yang

diperoleh dari proses

wawancara dengan Kepala

Sekolah dan guru kelas bawah

SDN Sondosia, Silabus dan

RPP, observasi pembelajaran..

3. Data Display (Penyajian Data)

Penyajian data dilakukan

dalam bentuk uraian singkat,

bagan, hubungan antar kategori,

flowchart, dan sejenisnya.

Dalam penelitian ini penyajian

data dilakukan dalam bentuk

uraian singkat dan teks naratif

mengenai kesulitan guru dalam

menerapkan pembelajaran

tematik, faktor penyebabnya

dan solusi pemecahan

permasalahan.

4. Conclusion

Drawing/verification

Kesimpulan pada

penelitian kualitatif dapat

bersifat kredibel apabila

ditemukan bukti-bukti yang

valid dan konsisten saat peneliti

kembali ke lapangan kembali

mengumpulkan data.

D. Hasil Penelitian dan

Pembahasan

1. Hasil Wawancara dengan

Guru Kelas Bawah

Dari hasil wawancara

guru kelas bawah yaitu guru

kelas I, II dan III SDN Sondosia

tentang kesulitan yang dialami

dalam menerapkan

pembelajaran tematik maka

dapat disimpulkan sebagai

berikut:

a. Guru kelas I, II dan III

sebelumnya sudah familiar

dengan istilah tematik, hanya

saja ketiganya belum

mengetahui tentang

komponen-komponen yang

terdapat dalam pembelajaran

tematik.

b. Ada perbedaan persepsi guru

kelas bawah SDN Sondosia

mengenai pembelajaran

tematik. Presepsi guru kelas I

Page 164: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

156

dan II mengenai

pembelajaran tematik adalah

tidak setuju karena tidak

terfokus pada suatu materi

pelajaran sedangkan guru

kelas III menganggap

pembelajaran tematik adalah

pembelajaran yang bagus,

menyenangkan dan menarik

bagi anak karena memang

tidak terfokus hanya satu

pelajaran namun saling

berkaitan, menggabungkan

beberapa mata pelajaran

dalam satu tema dan banyak

berhubungan dengan alam

lingkungan anak sendiri.

c. Guru kelas bawah di SDN

Sondosia sudah pernah

mempraktekan pembelajaran

tematik di dalam kelas tetapi

tidak berlangsung lama

karena masih kurangnya

pemahaman terhadap

pembelajaran tematik.

d. Kesulitan guru dalam

pembelajaran tematik pada

guru kelas I dan II adalah

hampir semua komponen

dalam pembelajaran tematik

seperti pemetaan SK, KD

dan indikator, penentuan

tema, pengembangan

jaringan tema, penyusunan

silabus, RPP, soal evaluasi,

media, cara mengajar,

pemahaman siswa dengan

pembelajaran tematik.

Sedangkan untuk guru kelas

III kesulitan dalam membuat

soal evaluasi yang mudah

dipahami oleh siswa serta

media pembelajaran tematik.

e. Faktor penyebab

permasalahan tersebut adalah

1) Kurangnya sosialisasi

pemerintah tentang

pembelajaran tematik.

Menurut guru kelas bawah di

SDN Sondosia, sosialisasi

dari pemerintah mengenai

pembelajaran tematik pada

saat sekarang ini dirasakan

sangat kurang dan tidak

merata. Hal ini dapat terlihat

dari sistem penataran.

Pemerintah hanya menunjuk

satu orang guru untuk

mewakili guru se-kecamatan.

Terkadang guru yang

ditunjuk juga monoton hanya

berpusat pada satu orang

saja. Jadi, tidak ada

kesempatan untuk guru lain

mendapat pengalaman

penataran. Masalah

terbesarnya adalah guru yang

menjadi perwakilan tersebut

sering tidak paham dengan

ilmu yang telah di berikan

saat penataran. Padahal guru

tersebut harus dapat

menyampaikan ilmu yang

diterima saat penataran

kepada seluruh guru se-

kecamatan. Tambah lagi

dengan berbagai alasan sang

guru untuk tidak sempat

menyampaikan ilmu

penataran karena kesibukan

pribadi. Hal itu membuat

guru lupa akan ilmu yang

telah diterimanya saat

penataran. Berbeda dengan

penataran jaman dahulu,

dirasakan lebih merata.

Pemerintah menunjuk guru

Page 165: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

157

secara bergilir untuk ditatar.

Pemerintah menunjuk

minimal dua orang guru

dalam satu sekolah untuk

penataran dalam kurung

waktu sekitar seminggu dan

ditatar oleh ahli atau tutor

nya secara langsung.

Kemudian beberapa bulan

kemudian dipanggil lagi

pasangan guru yang belum

ditatar. Pelatihannya sangat

mendetail sebagai contoh

pelatihan membuat SP kalau

sekarang disebut RPP, tutor

akan secara langsung

membina para guru dan

mengecek satu persatu.

Penataran pada saat sekarang

lebih banyak teori dengan

pemberian seabrak materi

dan guru secara mandiri

harus mempelajarai sendiri.

Hal tersebut membuat guru

tidak mampu memahami

tentang materi. 2) Sarana

prasarana pembelajaran

tematik sangat tidak

memadai yakni belum

adanya buku tematik, jadwal

tematik, soal tes tematik, dan

rapot tematik. 3) Kurangnya

kreatifitas guru dalam

membuat media

pembelajaran. 4) Terbatasnya

dana dalam pembuatan

media. 5) Kurangnya usaha

dan kesadaran diri guru kelas

bawah untuk berkembang,

terutama dalam hal mencari

atau menggali dan

mengumpulkan informasi

mengenai pembelajaran

tematik. 6) Kurangnya

pelaksanaan kegiatan

pelatihan-pelatihan seperti

studi banding untuk

meningkatkan kompetensi

guru.

f. Usaha yang telah dilakukan

guru kelas bawah dan

sekolah untuk mengatasi

permasalahan tersebut adalah

1) Menghubungkan mata

pelajaran di buku pegangan

yang masih mata pelajaran.

Hal ini dirasa berat oleh guru

kelas bawah karena setiap

kali mengajar setidaknya

mereka harus membawa

minimal 5 buku

matapelajaran. 2) Melakukan

diskusi dengan guru kelas

bawah di sekolah lain terkait

pembelajaran tematik, 3)

Sekolah sudah mengusulkan

ke pengawas untuk meminta

buku pedoman pembelajaran

tematik namun jawabannya

menunggu dari pemerintah

pusat.

Menurut guru kelas bawah di

SDN Sondosia, tidak terlalu

banyak yang bisa dilakukan

untuk mengatasi

permasalahan tersebut

mengingat semuanya serba

terbatas baik dari segi

informasi, dana maupun

sarana dan prasarana yang

ada.

2. Hasil Observasi Pembelajaran

di Kelas Bawah

Dari hasil observasi

pembelajaran yang telah

dilakukan pada kelas bawah

SDN Sondosia maka dapat

Page 166: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

158

disimpulkan sebagai berikut:

Pembelajaran di kelas bawah

SDN Sondosia belum

menerapkan pembelajaran

tematik. Ada beberapa alasan

mengapa pembelajaran belum

dikatakan tematik, yang utama

adalah karena dalam

menyampaikan materi pelajaran

guru masih menggunakan mata

pelajaran dan jadwalnya juga

masih mata pelajaran. Metode

yang digunakan guru masih

konvensional yaitu ceramah dan

penugasan sehingga membuat

pembelajaran tidak menarik

karena guru tidak membuat

media.

E. Kesimpulan

Dari hasil di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa:

1. Pelaksanaan pembelajaran di

kelas bawah SDN Sondosia

belum menerapkan

pembelajaran tematik.

2. Kesulitan guru dalam

pembelajaran tematik pada guru

kelas I dan II adalah hampir

semua komponen dalam

pembelajaran tematik seperti

pemetaan SK, KD dan

indikator, penentuan tema,

pengembangan jaringan tema,

penyusunan silabus, RPP, soal

evaluasi, media, cara mengajar,

pemahaman siswa dengan

pembelajaran tematik.

Sedangkan untuk guru kelas III

kesulitan dalam membuat soal

evaluasi yang mudah dipahami

oleh siswa serta media

pembelajaran tematik.

3. Faktor penyebab kesulitan yang

dialami guru kelas bawah dalam

menerapkan pembelajaran

tematik di SDN Sondosia: a)

Kurangnya sosialisasi

pemerintah tentang

pembelajaran tematik. b) Sarana

prasarana pembelajaran tematik

sangat tidak memadai yakni

belum adanya buku tematik,

jadwal tematik, soal tes tematik,

dan rapot tematik. c) Kurangnya

kreatifitas guru dalam membuat

media pembelajaran. 4)

Terbatasnya dana dalam

pembuatan media. 5)

Kurangnya usaha dan kesadaran

diri guru kelas bawah untuk

berkembang, terutama dalam

hal mencari atau menggali dan

mengumpulkan informasi

mengenai pembelajaran

tematik. 6) Kurangnya

pelaksanaan kegiatan pelatihan-

pelatihan seperti studi banding

untuk meningkatkan

kompetensi guru.

4. Menurut guru kelas bawah di

SDN Sondosia, tidak terlalu

banyak yang bisa dilakukan

untuk mengatasi permasalahan

tersebut mengingat semuanya

serba terbatas baik dari segi

informasi, dana maupun sarana

dan prasarana yang ada.

F. Daftar Pustaka Fogarty, Robin. 1991. How to

Integrated the Curricula.

Palatine, Illionis: IRI/Skylight

Publishing, Inc

Hermawan, H.A. 2006.

Pengembangan Model

Pembelajaran Tematik di

Kelas Awal Sekolah Dasar.

Page 167: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

159

Fakultas Ilmu Pendidikan,

Universitas Pendidikan

Indonesia. Bandung

Nisa’, Khoirotun. 2013. Analisis

kesulitan yang dialami Guru

Kelas Bawah Dalam

Menerapkan Pembelajaran

Tematik di SD Negeri

Wonotunggal 03 Batang.

Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

Resmini, Novi. 1991. Penentuan

Unit Tema dalam

Pembelajaran Terpadu. IKIP

Malang

Rubiyanto, Rubino. 2009. Metode

Penelitian Pendidikan.

Surakarta: Program Studi

PGSD FKIP Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

Rusman. 2012. Model-Model

Pembelajaran

Mengembangkan

Profesionalisme Guru Edisi

Kedua. Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada.

_______2003. Implementasi

Pembelajaran Terpadu di

Sekolah Dasar Kelas Rendah

Berdasarkan Kurikulum

Berbasis Kompetensi.

Makalah dalam Pelatihan

Manajemen Kelas dan

Pembelajaran Terpadu bagi

Guru PD, TK dan Guru SD

Kelas Rendah di Lingkungan

Yayasan Pendidikan Salman

Alfarisi. Bandung

Sugiono. 2012. Metode Penelitian

Pendidikan Pendekatan

Kuantitatif, Kualitatif dan

R&D. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, Nana Syaodih.

2009. Metode Penelitian

Pendidikan. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya

Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi

Pendidikan. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya

Tim Pengembang PGSD. 1997.

Pembelajaran Terpadu D-II

dan S-II Pendidikan Dasar.

Ditjen Dikti, Bagian Proyek

Pengembangan Pendidikan

Guru Sekolah Dasar. Jakarta

Widodo, Ari dkk. 2008.

Pendidikan IPA di SD.

Bandung: UPI PRESS.

Page 168: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

160

PENGGUNAAN ALAT PERAGA GAMBAR UNTUK

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS V DI

SDN BELO PADA MATA PELAJARAN IPS TAHUN AJARAN

2016/2017

Siti Maemunah

Guru TK Pembina Palibelo

ABSTRAK

Kenyataan yang terjadi di SD Negeri Belo Sila bahwa: 1) siswa

kurang aktif dalam belajar, 2) masih ada siswa yang terlihat ribut, 3)

prestasi belajar masih sangat rendah. Untuk mengatasi masalah tersebut,

pemilihan model pembelajaran atau penentuan strategi dalam

pembelajaran menjadi hal yang sangat diperhatikan agar masalah-

masalah empiris yang ditemukan dapat diminimalisir. Penelitian ini

bertujuan tujuan “Untuk mengetahui penggunaan alat peraga gambar

dalam meningkatkan prestasi belajar siswa kelas V di SDN Belo pada

mata pelajaran IPS tahun ajaran 2016/2017”. Jenis penelitian ini adalah

penelitian tindakan kelas dengan rancangan penelitian yang terdiri dari

perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Subyek penelitian

adalah siswa kelas V di SDN Belo. Instrumen yang digunakan ada dua

yaitu instrumen tes untuk mengukur prestasi belajar siswa dan lembar

observasi aktivitas siswa dan guru. Adapun hasil penelitian ini bahwa

Prestasi belajar IPS siswa Pada siklus I, persentase ketuntasan sebesar 55

% dan pada siklus II dengan persentase ketuntasan 95 %. Aktivitas guru

dan siswa meningkat dari siklus I ke siklus II. Dari hasil tersebut dapat

disimpulkan bahwa penggunaan media pembelajaran dapat

meningkatkan prestasi belajar IPS Siswa Kelas V di SDN Belo Tahun

Pelajaran 2016

Kata Kunci: media/alat peraga gambar, prestasi belajar

Page 169: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

161

Latar Belakang

Pendidikan merupakan

salah satu aspek kehidupan yang

sangat erat kaitannya dengan

kehidupan manusia karena

pendidikan merupakan salah satu

pilar yang mempunyai peranan

penting dalam menciptakan

manusia yang berkualitas. tujuan

pendidikan nasional adalah untuk

berkembangnya potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi

warga negara yang demokratis

serta bertanggung jawab

(Depdiknas, 2011)

Agar seluruh potensi yang

dimiliki siswa dapat

berkembang dengan baik, maka

dibutuhkan pula proses

pembelajaran yang berkualitas.

Kenyataan yang terjadi di SD

Negeri Belo bahwa: 1) siswa

kurang aktif dalam belajar, 2)

masih ada siswa yang terlihat

ribut, 3) prestasi belajar masih

sangat rendah. Untuk mengatasi

masalah tersebut, pemilihan model

pembelajaran atau penentuan

strategi dalam pembelajaran

menjadi hal yang sangat

diperhatikan agar masalah-

masalah empiris yang ditemukan

dapat diminimalisir

Pembelajaran yang dipilih

dalam penelitian ini adalah

pembelajaran dengan

menggunakan alat peraga gambar.

Beberapa manfaat dari alat peraga

dalam proses pembelajaran, yaitu

: Dapat meningkatkan minat

anak, , anak akan lebih berhasil

belajarnya bila banyak melibatkan

alat inderanya, sangat menarik

minat siswa dalam belajar,

mendorong siswa untuk belajar

bertanya dan berdiskusi,

menghemat waktu belajar.

(Ruseffendi, 1994:240; Gunawan

dkk, 1996:37)

Berdasarkan latar belakang

masalah di atas maka peneliti

merasa sangat perlu untuk

melakukan penelitian tindakan

dengan judul penggunaan alat

peraga gambar untuk

meningkatkan prestasi belajar

siswa kelas V di SDN Belo pada

mata pelajaran IPS tahun ajaran

2016/2017.

Alat peraga

Banyak pendapat yang

mengemukakan arti alat peraga,

diantaranya yaitu :

Alat peraga adalah media

pengajaran yang mengandung atau

membawakan konsep-konsep yang

dipelajari.

Alat peraga adalah media

pengajaran yang mengandung atau

membawakan cirri-ciri dari konsep

yang dipelajari.

Page 170: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

162

Alat peraga merupakan benda real

, gambar atau diagram

Alat peraga adalah “alat-alat yang

dipergunakan oleh guru ketika

mengajar untuk memperjelas

materi pelajaran dan mencegah

terjadinya verbalisme pada siswa”.

(Nurmala, 2008: 8))

Dengan alat peraga

tersebut, siswa dapat melihat

langsung bagaimana keteraturan

serta pola yang terdapat dalam

benda yang diperhatikannya. Maka

dari beberapa pendapat di atas

pembahasan dalam penyampaian

pengajaran melalui alat peraga,

siswa mendapat kesempatan untuk

melihat secara langsung yang

terdapat pada benda atau objek

yang dipelajari.

Supaya anak-anak lebih

besar minatnya. Supaya anak-anak

dibantu pemahamannya sehingga

lebih mengerti dan lebih besar

daya ingatnya. Supaya anak-anak

dapat melihat hubungan antara

ilmu yang dipelajarinya dengan

alam sekitar dan masyarakat. Dan

dengan alat peraga dapat

menumbuhkan kegairahan belajar.

Dapat meningkatkan aktivitas dan

kreatifitas. Efisiensi waktu dan

efisiensi motivasi dalam proses

belajar mengajar. Penggunaan alat

peraga dalam proses pembelajaran

bukan merupakan fungsi tambahan

tetapi mempunyai fungsi

tersendiri, sebagai alat bantu untuk

mewujudkan situasi pembelajaran

yang efektif. Penggunaan alat

peraga merupakan bagian yang

integral dari keseluruhan situasi

mengajar. Ini berarti bahwa alat

peraga merupakan salah satu unsur

yang harus dikembangkan guru.

(Ruseffendi,1997:104)

Penggunaan alat peraga

dalam pengajaran lebih

diutamakan untuk mempertinggi

mutu pembelajaran. Dengan

perkataan lain dengan

menggunakan alat peraga, hasil

belajar yang dicapai akan tahan

lama diingat siswa, sehingga

pembelajaran mempunyai nilai

tinggi. (Dirjen Dikdasmen,

No.024/c/kep/R.1994)

Sedangkan beberapa

manfaat dari alat peraga dalam

proses pembelajaran, yaitu :

Dapat meningkatkan minat anak,

membantu tilik ruang, supaya

dapat melihat antara ilmu yang

dipelajari dengan lingkungan alam

sekitar, anak akan lebih berhasil

belajarnya bila banyak melibatkan

alat inderanya, sangat menarik

minat siswa dalam belajar,

mendorong siswa untuk belajar

bertanya dan berdiskusi,

menghemat waktu belajar.

(Ruseffendi, 1994:240; Gunawan

dkk, 1996:37)

Dengan demikian

penggunaan alat peraga dalam

proses pembelajaran akan lebih

Page 171: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

163

kondusif, efektif dan efisien. Siswa

akan termotivasi untuk belajar,

karena mereka tertarik dan

mengerti atas pelajaran yang

diterimanya. Dalam proses

pembelajaran, seorang pendidik

dalam menyampaikan materi

pelajaran hendaknya dapat

memilih alat peraga yang tepat

sesuai dengan konsep

pembelajaran yang akan

disampaikan.

Untuk membantu proses

pelaksanaan proses pembelajaran

di kelas, alat peraga dapat

menunjang keberhasilan

pembelajaran. Beberapa alat

peraga yang dapat digunakan di

sekolah dasar dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Media audatif; yaitu media yang

hanya mengandalkan

kemampuan suara saja, seperti

radio, cassette recorder,

piringan audio. Media ini tidak

cocok untuk orang tuli atau

mempunyai kelainan dalam

pendengaran.

b. Media visual; yaitu media yang

hanya mengandalkan indra

penglihatan. Media visual ini

ada yang menampilkan gambar

diam seperti film strip (film

rangkai), slides (film bingkai)

foto, gambar atau lukisan,

cetakan. Ada pula media visual

yang menampilkan gambar atau

simbol yang bergerak seperti

film bisu, film kartun.

c. Media audio-visual; yaitu media

yang mempunyai unsur suara

dan unsure gambar. Jenis media

ini mempunyai kemampuan

yang lebih baik karena meliputi

kedua jenis media yang pertama

dan kedua. Media ini dibagi

lagi ke dalam (a) audio-visual

diam, yaitu media yang

menampilkan suara dan gambar

diam seperti film bingkai suara

(sound slides), film rangkai

suara, cetak suara, dan (b)

audio-visual gerak, yaitu media

yang dapat menampilkan unsur

suara dan gambar yang

bergerak seperti film suara dan

video-cassette

Jadi dalam penelitian ini alat

peraga yang digunakan adalah alat

peraga gambar yang termasuk

dalam media visual

Prestasi Belajar

Prestasi adalah “hasil dari

suatu kegiatan yang telah

dikerjakan, diciptakan, baik

secara individual maupun

kelompok” (Djamarah, 1994:19).

Sedangkan menurut WJS.

Poerwadarminta dalan Djamarah

(1994:21) berpendapat bahwa

prestasi adalah “hasil yang telah

dicapai/dilakukan, dikerjakan dan

sebaginya”. Sedangkan menurut

Kohar Prestasi adalah “apa yang

dapat diciptakan, hasil pekerjaan,

Page 172: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

164

hasil yang menyenangkan hati

yang diperoleh dengan keuletan

kerja” (Djamarah, 1994:20).

Berdasarkan beberapa

pendapat para ahli di atas dapat

peneliti simpulkan bahwa yang

dimaksud dengan prestasi belajar

yaitu penilaian pendidikan

tentang kemajuan siswa dalam

segala hal yang dipelajari di

sekolah yang menyangkut

pengetahuan, kecakapan atau

keterampilan yang dinyatakan

sesudah hasil penilaian.

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian

ini adalah Penelitian

Tindakan Kelas (Clasroom

Action Research). Secara

singkat Penelitian Tindakan

Kelas (PTK) adalah suatu

pencermatan terhadap

kegiatan belajar berupa

sebuah tindakan, yang

sengaja dimunculkan dan

terjadi dalam sebuah kelas

secara bersama (Suharsimi,

2007:45)

Berdasarkan pendapat

ahli di atas dapat disimpulkan

bahwa Penelitian Tindakan

Kelas (PTK) berfokus pada

kelas atau pada proses belajar

mengajar yang terjadi di

kelas, dengan menggunakan

alat peraga gambar sehingga

dapat meningkatkan prestasi

belajar siswa kelas V di SDN

Inpres Ntonggu

B. Tempat dan Waktu

Penelitian

Penelitian ini akan

dilaksanakan di kelas V SDN Belo

tahun pelajaran 2016. mPenelitian

ini akan dilaksanakan selama 3

minggu terhitung mulai bulan Juni

sampai dengan bulan Juli pada

semester II Tahun Pelajaran 2016.

C. Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di

SDN Belo di kelas V tahun

pelajaran 2016. Dengan jumlah

siswa orang.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian

adalah alat pada waktu

peneliti menggunakan suatu

metode (Suharsimi,

1998:47). Adapun instrumen

yang digunakan dalam

penelitian ini adalah :

a. Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran

Rencana

pelaksanaan pembelajaran

biasanya lebih efektif dan

efisien dalam

menyampaikan materi

yang akan disampaikan di

dalam kelas dimana

rencana ini berisi

gambaran global dari

materi yang akan

disampaikan

Page 173: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

165

b. Tes Evaluasi

Instrumen tes digunakan

peneliti dalam skripsi ini adalah

untuk mengukur pemahaman

siswa yang terdiri dari soal esay

yang berisikan soal-soal yang

berkaitan dengan materi yang

diajarkan. Dalam penelitian ini

jenis tes yang digunakan adalah

bentuk essay terdiri dari 5 nomor

soal yang diambil dari berbagai

buku paket. Instrumen ini disusun

berpedoman pada kurikulum dan

buku pelajaran IPS V.

c. Lembar observasi

Lembar observasi berisi

tentang keterlaksanaan proses

pembelajaran dan instrumen tes

hasil belajar. Lembar observasi

keterlaksanaan proses

pembelajaran yang dikembangkan

dari Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) yang telah

disusun oleh peneliti, yang berisi

detail siklus (langkah-langkah

proses pembelajaran)

E. Rencana Tindakan

Rancangan dalam

penelitian ini mengacu pada model

spiral atau siklus menurut Kemmis

& Mc Taggart (Mc Taggar, 1991:

32). Tujuan menggunakan model

ini adalah apabila pada awal

pelaksanaan tindakan ditemukan

adanya kekurangan, maka tindakan

perbaikan dapat dilakukan pada

tindakan selanjutnya sampai pada

target yang diinginkan tercapai.

Pada masing-masing siklus terdiri

dari tahap perencanaan,

pelaksanaan tindakan, observasi,

dan refleksi.

Mengacu pada model

Kemmis dan Mc. Taggart di atas,

maka langkah-langkah penelitian

tindakan kelas (PTK) dengan

empat tahap yaitu :

a. Perencanaan

Peneliti sebagai guru,

merumuskan rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP) dan hal-hal

lain yang diperlukan dalam rangka

melaksanakan tindakan. Guru

melaksanakan pembelajaran

mengacu pada esensi tindakan dan

rencana pelaksanaan pembelajaran

yang telah disusun.

b. Pelaksanaan

Guru melaksanakan

pembelajaran sesuai dengan

perangkat pembelajaran yang telah

sisusun dengan baik, dalam hal ini

adalah rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP) dengan

penggunaan alat peraga gambar.

c. Observasi

Dalam penelitian ini yang

menjadi sebagai observator yaitu

dibantu oleh guru lain/teman

sejawat untuk mengamati

pelaksanaan pembelajaran yang

dilakukan. Obsever melakukan

pengamatan terhadap aktivitas

siswa da guru/peneliti sesuai

dengan rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP)

d. Refleksi

Page 174: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

166

Peneliti merefleksi hasil

observasi setiap pertemuan pada

masing-masing siklus. Peneliti

mengadakan refleksi setelah

dilakukan pembelajaran setiap

akhir siklus. Refleksi ini bertujuan

untuk menemukan kekurangan

yang kemudian dijadikan sebagai

dasar penyusunan tindakan pada

siklus selanjutnya

F. Prosedur Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan

dalam penelitian tindakan kelas ini

meliputi: data keaktifan belajar,

data observasi dan data

dokumentasi aktivitas siswa dan

guru dalam proses pembelajaran.

Data mengenai ketuntasan/prestasi

belajar siswa diperoleh dengan

cara memberikan tes pada siswa

setiap akhir siklus. Data tentang

aktivitas pembelajaran dan

keterlaksanaan proses belajar

mengajar diambil dengan lembar

observasi yang dilakukan pada tiap

siklus.

G. Teknik Analisis Data

Pengelolaan data

merupakan satu langkah yang

sangat penting dalam kegiatan

penelitian bila kesimpulan yang

akan diteliti dapat dipertanggung

jawabkan data yang di analisis

oleh peneliti adalah :

a. Data prestasi belajar siswa

1) Ketuntasan individu

Setiap siswa dalam

proses belajar mengajar

dikatakan tuntas apabila

memperoleh nilai ≥

KKM

2) Ketuntasan klasikal

Ketuntasan klasikal

dikatakan telah dicapai

apabila target

pencapaian ideal 85

% dari jumlah siswa

dalam kelas.

%1001 xn

nKK

Keterangan : KK =

Ketuntasan

Klasikal

n1 = Jumlah siswa

yang memperoleh

nilai ≥ KKM

n = Jumlah siswa

yang ikut tes

(banyaknya siswa)

(Nurkencana, 2003)

b. Data Aktivitas belajar

1) Data Aktivitas Siswa

dan guru

Setiap prilaku siswa

dan guru pada

penelitian ini, penilaian

keterlaksanaan dengan

pilihana ya dan tidak.

Analisis menggunakan

rumus persentase:

P = (indikator yang

terlaksana/ indikator

keseluruhan) x 100%

Page 175: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

167

H. Indikator Keberhasilan

Dalam penelitian ini yang

menjadi indikator keberhasilan

untuk aspek prestasi belajar

siswa apabila Ketuntasan

Klasikal (KK) yang harus

dicapai minimal 85%. Untuk

aspek aktifitas guru

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini telah

diaplikasikan pada obyek yang

telah ditentukan yaitu siswa kelas

V SDN Belo tahun pelajaran 2016,

Penelitian yang direncanakan

dalam dua siklus telah

dilaksanakan dan hasilnya adalah

sebagai berikut:

a. Siklus I

Sebelum proses belajar dimulai

pada siklus I, peneliti telah

mempersiapkan perangkat

pembelajaran yang terdiri dari

rencana pelaksanaan pembelajaran

(RPP), lembar observasi, soal

evaluasi untuk mendukung

kelancaran proses pembelajaran.

1) Pelaksanaan tindakan

Proses belajar mengajar pada

siklus I dilaksanakan

mengacu pada RPP yang telah

disusun.

2) Hasil Observasi

Proses observasi aktivitas

peneliti dalam mengajara

dilaksanakan oleh teman

sejawat selama berlangsung

proses belajar mengajar

dengan mengisi lembar

observasi yang telah

disiapkan. Sedangkan untuk

observasi aktivitas siswa

dilaksanakan oleh teman

sejawat juga. Ringkasan data

hasil observasi tersebut dapat

dilihat pada lampiran

3) Hasil Evaluasi

Adapun hasil evaluasi yang

diperoleh pada siklus I untuk

prestasi IPS siswa sebagai

berikut:

Jumlah siswa yang tuntas: 11

Jumlah siswa yang tidak tuntas :

19

Jumlah siswa yang ikut tes: 20

Ketuntasan klasikal: 55 %

Berdasarkan indikator

ketuntasan yang ditetapkan yaitu ≥

85 %, maka pada hasil evaluasi

siklus tersebut belum mencapai

standar ketuntasan untuk prestasi

IPS siswa, hal ini diakibatkan

karena masih ada siswa yang

masih mendapat nilai 70 kebawah.

Sehingga sebelum melanjutkan

pembelajaran ke siklus berikutnya

dilakukan upaya perbaikan dan

penyempurnaan terlebih dahulu

dengan melakukan diskusi dengan

siswa yang mendapat nilai kurang

dari 70 dengan memberikan saran-

saran seperti: 1) sepulang dari

sekolah usahakan belajar kembali

materi yang dipelajari dikelas, dan

2) mengerjakan latihan dengan

serius serta 3) jika belum paham

Page 176: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

168

dengan materi, anak-anak harus

berani bertanya.

4) Refleksi

Melihat hasil yang diperoleh dari

proses belajar mengajar sampai

hasil evaluasi pada siklus I, masih

belum mencapai hasil yang

diharapkan. Hal ini ditunjukan

oleh data observasi aktivitas siswa.

Diantaranya adalah, kesiapan

siswa untuk menerima pelajaran

masih sangat kurang.

Berdasarkan hasil evaluasi

menunjukan belum tercapainya

hasil yang memuaskan. Dapat

dilihat dari ketuntasan belajar

siswa untuk prestasi IPS siswa

hanya mencapai 55 % dari standar

ketuntasan ≥ 85%.

Untuk merespon komentar

Observer dalam hal ini adalah

teman sejawat, peneliti melakukan

umpan balik kepada observer

tentang apa yang perlu diperbaiki

agar pada siklus selanjutnya dapat

meningkat. Masukan dari Observer

tersebut antara lain: Berusaha

mengarahkan siswa untuk

mengerjakan tugas rumah agar

dikumpulkan pada pertemuan

berikutnya, agar ada persiapan dari

rumah.

b. Siklus II

Siklus II dilaksanakan dengan

melanjutkan pengajaran materi

kegiatan ekonomi masyarakat.

1) Pelaksanaan tindakan

Proses belajar mengajar pada

siklus II dilaksanakan dengan

mengacu pada RPP yang telah

disusun.

2) Hasil Observasi

Proses observasi aktivitas siswa

dilaksanakan oleh teman

sejawat selama berlangsung

proses belajar mengajar dengan

mengisi lembar observasi yang

telah disiapkan. Ringkasan data

hasil observasi tersebut dapat

dilihat pada lampiran

3) Hasil Evaluasi

Adapun hasil evaluasi yang

diperoleh pada siklus II dapat

dilihat pada lampiran. Secara

ringkas hasilnya sebagai

berikut:

Jumlah siswa yang tuntas

: 19 siswa

Jumlah siswa yang belum tuntas

: 1 siswa

Jumlah siswa yang ikut tes : 26

siswa

Ketuntasan klasikal : 95

%

Data tersebut diatas

menunjukan bahwa pada siklus II

sudah mencapai standar ketuntasan

klasikal yaitu 95 %. Persentase

ketuntasannya menunjkan

peningkatan dari siklus

sebelumnya. Karena pada siklus II

ketuntasan klasikalnya telah

mencapai ≥85%, maka tidak perlu

untuk melanjutkan ke siklus

berikutnya.

Page 177: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

169

Pembahasan

Penelitian tindakan kelas

ini dilakukan dalam dua siklus

dengan menggunakan alat peraga.

Berdasarkan hasil analisis tindakan

dan hasil evaluasi pada siklus I

diketahui bahwa ketuntasan belajar

belum mencapai seperti yang

diharapkan. Hal ini ditunjukan

oleh hasil evaluasinya yaitu

persentase ketuntasannya adalah

55 %, sehingga sebelum

melanjutkan pembelajaran ke

siklus berikutnya dilakukan upaya

perbaikan dan penyempurnaan

terlebih dahulu dengan melakukan

diskusi dan membimbing siswa

yang mendapat nilai kurang dari

70 dengan bimbingan secara

khusus atau individual. Adapun

hasilnya adalah dengan lebih

termotivasi dan antusiasnya siswa

dalam bertanya baik kepada

temannya maupun kepada guru.

Dan juga dapat terlihat pada saat

siswa mengerjakan soal-soal

latihan setelah berdiskusi dan

diberikan bimbingan.

Setelah dilakukan tindakan

pada siklus II yang mengacu pada

perbaikan tindakan dari siklus I

diperoleh hasil yang lebih baik. Ini

ditunjukan dari hasil evaluasi akhir

siklus dimana persentase

ketuntasan klasikal adalah 95 %.

Hal ini berarti tindakan pada siklus

II sudah mencapai standar

ketuntasan klasikal 85 %. Dengan

demikian tidak perlu untuk

melakukan siklus selanjutnya.

Dari proses tindakan dan

hasil yang diperoleh dari siklus I,

maka untuk siklus II menunjukan

hasil yang lebih baik dari siklus

sebelumnya. Berarti

penunggunaan alat peraga dapat

meningkatkan prestasi belajar

IPS siswa. Dan terbukti apa yang

disampaikan oleh Russeffendi

dengan alat peraga dapat

menumbuhkan kegairahan belajar.

Dapat meningkatkan aktivitas dan

kreatifitas. Efisiensi waktu dan

efisiensi motivasi dalam proses

belajar mengajar. Penggunaan alat

peraga dalam proses pembelajaran

bukan merupakan fungsi tambahan

tetapi mempunyai fungsi

tersendiri, sebagai alat bantu untuk

mewujudkan situasi pembelajaran

yang efektif. Penggunaan alat

peraga merupakan bagian yang

integral dari keseluruhan situasi

mengajar. Ini berarti bahwa alat

peraga merupakan salah satu unsur

yang harus dikembangkan guru.

(Ruseffendi,1997:104). Setelah

melakukan penelitian tersebut

peneliti melihat suasana kelas

lebih hidup karena partisipasi

siswa dalam proses belajar

mengajar sangat aktif.

Simpulan

Proses tindakan dan

hasil evaluasi dari penelitian

telah diperoleh, maka dapat

disimpulkan beberapa hal

sebagai berikut:

Page 178: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

170

1. Penerapan penggunaan alat

peraga dapat meningkatkan

prestasi belajar siswa kelas

V SDN Belo

2. Prestasi belajar IPS siswa

tersebut ditunjukan oleh

aktivitas siswa dalam kelas

dan hasil evaluasi tiap

akhir siklus. Pada siklus I,

persentase ketuntasan

sebesar 55 % dan pada

siklus II dengan persentase

ketuntasan 95 %.

DAFTAR PUSTAKA

Arief Sardiman. S. 1986. Media

Pendidikan, Pengertian,

Pengembangan dan

Pemanfaatannya, Jakarta :

Rajawali

Aqib, 2003. Pendidikan Guru

Berdasarkan Pendekatan

Kompetensi, Jakarta : PT.

Bumi Aksara

Djamarah, Saiful, Bahri, 1994.

Prestasi Belajar dan

Kompetensi Guru, Usaha

Nasional : Surabaya-

Indonesia

Depdiknas, 1997. Efektivitas

pembelajaran biologi di

SMP, Jakarta : Rineka Cipta

Dimyati dan Mudjiono, 2006.

Efektivitas pembelajaran

pada SMP, Jakarta : Rineka

Cipta

_______, 1980. Media

Pendidikan, Bandung : Citra

Aditya

Lexi J. Moleong, 2006.

Metodelogi Penelitian

Kualitatif. Bandung :

Remaja Rosdakarya

Muhibbin, Syah, 2007. Psikologi

Belajar, PT. Rajagrafindo

Persada:Jakarta

Nurkencana, 1990. Evaluasi Hasil

Belajar, Surabaya : Usaha

Nasional

________, 2003. Evaluasi Hasil

Belajar, Surabaya : Usaha

Nasional

Nurbatni, 2005. Media

Pendidikan, Bandung : Citra

Aditya

Nur, Muhammad. 2002.

Pengantar pada

Pengelolaan Kelas,

Surabaya : Unesa Press

Nasution, 1982. Didaktik Azas-

azas Mengajar, Bandung

Hamalik, Oemar. 1994. Media

Pendidikan, Bandung : Citra

Aditya

Purwanto, 1984. Belajar dan

Pembelajaran, Bandung

Poerwarminta, 1984. Efektifitas

Penggunaan Media di

Page 179: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

171

SD, Bandung : Citra

Aditya

Riyanto, 1996. Metodologi

Penelitian Pendidikan,

Surabaya : SIC

Sudjana, Nana, 2004. Dasar-

Dasar Proses Belajar

Mengajar, Bandung :

Sinar Baru Algensindo

Slameto, 2003. Belajar dan

Faktor-faktor yang

Mempengaruhinya, PT.

Rineka Cipta:Jakarta

_______, 1995. Belajar dan

Faktor-faktor yang

Mempengaruhinya, PT.

Rineka Cipta:Jakarta

Suyanto, 1997. Pedoman

Pelaksanaan Penelitian

Tindakan Kelas 1-III, DI

IKIP:Yogyakarta

Subroto, 1977. Belajar Tuntas

pada mata pelajaran IPA,

Jakarta : PT. Rajagrafindo

Persada

Suharsimi, Arikunto, 2007.

Penelitian Tindakan

Kelas, Bumi

Aksara:Jakarta

______,2002. Prosedur

Penelitian Suatu

Pendekatan Praktek,

Rineka Cipta:Jakarta

_______,2006. Prosedur

Penelitian Suatu

Pendekatan Praktek,

Rineka Cipta:Jakarta

_______,1998. Prosedur

Penelitian Suatu

Pendekatan Praktek,

Rineka Cipta:Jakarta

Undang-Undang No. 20, 2006.

Sistem Pendidikan

Nasional, Jakarta :

Depdiknas

Rusman. 2008. Manajemen

Kurikulum: Seri

Manajemen Sekolah

Bermutu. Bandung: Mulia

Mandiri Press.

Sagala, Saiful. 2005. Konsep

dan Makna

Pembelajaran. Bandung:

Al-fabeta.

Santoso, Djoko.Tanpa Tahun.

Materi Kuliah Desain

Pembelajaran.

Sukmadinata, Nana Syaodih.

2004. Kurikulum dan

Pembelajaran

Kompetensi. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Susilana, R., dkk. 2006.

Kurikulum dan

Pembelajaran. Ed. 2.

Bandung: Jurusan

Kutekpen

FIP UPI.

Syahdan. 2006. Materi

Perkuliahan Magister

Manajemen Pendidikan:

Disain Pembelajaran.

Mataram: FKIP Unram.

Page 180: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

172

METODE PEMBELAJARAN IMAJINATIF DALAM

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MENGARANG BAHASA

INDONESIA PADA SISWA KELAS V SDN 8 SAPE TAHUN

PELAJARAN 2009/2010.

Faridah

GURU KELAS V SD NEGERI 8 SAPE

ABSTRAK

Kata kunci: mengarang bahasa indonesia, metode pembelajaran imajinatif

Penelitian ini berdasarkan permasalahan, (a) Seberapa jauh

peningkatan prestasi belajar siswa dengan diterapkannya metode

pembelajaran imajinatif dalam belajar bahasa Indonesia pada siswa Kelas V

SDN 8 Sape Tahun Pelajaran 2009/2010? (b) Bagaimanakah pengaruh

metode pembelajaran imajinatif terhadap motivasi belajar bahasa Indonesia

pada siswa Kelas V SDN 8 Sape Tahun Pelajaran 2009/2010?

Tujuan penelitian tindakan ini adalah: (a) Mengetahui peningkatan

prestasi belajar siswa setelah diterapkannya metode pembelajaran imajinatif

pada siswa Kelas V SDN 8 Sape Tahun Pelajaran 2009/2010. (b) Mengetahui

pengaruh motivasi belajar siswa setelah diterapkan metode pembelajaran

imajinatif dalam belajar bahasa Indonesia pada siswa Kelas V SDN 8 Sape

Tahun Pelajaran 2009/2010.

Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research)

sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu:

rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian

ini adalah siswa SDN 8 Sape. Data yang diperoleh berupa hasil tes tanya

jawab, lembar observasi kegiatan belajar mengajar.

Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami

peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (70,73%), siklus II

(80,50%), siklus III (90,24%).

Kesimpulan dari penelitian ini adalah merode pembelajaran imajinatif

dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar Siswa SDN 8 Sape, serta

model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif

pembelajaran mengarang bahasa Indonesia.

A. Latar Belakang

Di dalam pengajaran

Bahasa Indonesia, ada tiga aspek

yang perlu diperhatikan, yaitu

aspek pengetahuan/kompetensi,

skill dan sikap. Ketiga aspek itu

berturut-turut menyangkut ilmu

pengetahuan, perasaan, dan

keterampilan atau kegiatan

berbahasa. Ketiga aspek tersebut

harus berimbang agar tujun

pengajaran bahasa yang

sebenarnya dapat dicapai. Kalau

Page 181: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

173

pengajaran bahasa terlalu banyak

mengotak-atik segi gramatikal

saja (teori), murid akan tahu

tentang aturan bahasa, tetapi

belum tentu dia dapat

menerapkannya dalam tuturan

maupun tulisan dengan baik.

Bahasa Indonesia erat

kaitannya dengan guru bahasa

Indonesia, yakni orang-orang

yang tugasnya setiap hari

membina pelajaran bahasa

Indonesia. Dia adalah orang yang

merasa bertanggung jawab akan

perkembangan bahasa Indonesia.

Dia juga yang akan selalu

dituding oleh masyarakat bila

hasil pengajaran bahasa Indonesia

di sekolah tidak memuaskan.

Berhasil atau tidaknya pengajaran

bahasa Indonesia memang di

antaranya ditentukan oleh faktor

guru, disamping faktor-faktor

lainnya, seperti faktor murid,

metode pembelajaran, kurikulum

(termasuk silabus), bahan

pengajaran dan buku, serta yang

tidak kalah pentingnya ialah

perpustakaan sekolah dengan

disertai pengelolaan yang

memadai.

Sekolah kita pada

umumnya agak mengabaikan

pelajaran mengarang. Ada

beberapa faktor penyebabnya

yaitu, (1) sistem ujian yang

biasanya menjabarkan soal-soal

yang sebagian besar besifat

teoritis, (2) kelas yang terlalu

besar dengan jumlah murid

berkisar antara empat puluh

sampai lima puluh orang.

Materi ujian yang bersifat

teoritis dapat menimbulkan

motivasi guru bahasa

mengajarkan materi mengarang

hanya untuk dapat menjawab

soal-soal ujian, sementara aspek

keterampilan diabaikan.

Sedangkan dengan kelas yang

besar konsekuensi biasanya guru

enggan memberikan pelajaran

mengarang, karena ia harus

memeriksa karangan murid-

muridnya yang berjumlah

mencapai empat puluh sampai

lima puluh lembar, kadang hal itu

masih harus berhadapan dengan

tulisan-tulisan siswa yang

notabene sulit dibaca. Belum lagi

ia harus mengajar lebih dari satu

kelas atau mengajar di sekolah

lain, berarti yang harus diperiksa

empat puluh kali sekian lembar

karangan. Oleh karena itu, tidak

jarang guru yang menyuruh

muridnya mengarang hanya

sebulah sekali atau bahkan

sampai berbulan-bulan.

Disamping hal-hal

tersebut, ada asumsi sebagian

guru yang menganggap tugas

mengarang yang diberikan

kepada siswa terlalu

memberatkan atau tugas itu

terlalu berat untuk siswa,

sehingga ia merasa kasihan

memberikan beban berat tersebut

kepada siswanya. Ia terlalu

pesimis dengan kemampuan

muridnya. Asumsi tersebut tidak

bisa dibenarkan, karena justru

dengan seringnya latihan-latihan

yang diberikan akan membuat

siswa terbiasa dengan hal itu. Kita

tahu baha ketermpilan berbahasa

akan dapat dicapai dengan baik

bila dibiasakan. Kalau guru selalu

Page 182: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

174

dihantui oleh perasaan ini dan itu,

bagaimana muridnya akan

terbiasa menggunakan bahasa

dengan sebaik-baiknya?

Berdasarkan paparan

tersebut, maka dalam penelitian

ini diberi judul “Metode

Pembelajaran Imajinatif dalam

Meningkatkan Prestasi Belajar

Mengarang Bahasa Indonesia

Pada Siswa Kelas V SDN 8 Sape

Tahun Pelajaran 2009/2010”.

B. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan

permasalahan di atas,

penelitian ini bertujuan untuk:

1. Ingin mengetahui peningkatan

prestasi belajar siswa setelah

diterapkannya metode

pembelajaran imajinatif pada

siswa Kelas V SDN 8 Sape

Tahun Pelajaran 2009/2010.

2. Ingin mengetahui motivasi

belajar siswa setelah

diterapkan metode

pembelajaran imajinatif dalam

belajar bahasa Indonesia pada

siswa Kelas V SDN 8 Sape

Tahun Pelajaran 2009/2010.

KAJIAN PUSTAKA

A. Strategi Kognitif

Penilaian takosonomi B.S.

Bloom (dalam Yamin, 2005:2)

tentang ranah kognitif terbagi

dalam tiga kelompok, kelompok

pengetahuan rendah, menengah

dan tinggi. Aplikasi pada tingkat

sekolah lanjutan sudah dimulai

pengemblengan secara matang

pada masing-masing tingkat,

misalnya siswa kelas I SLTP

mereka telah memiliki

kemampuan pengetahuan dan

merupakan tujuan tersebut, siswa-

siswa harus mampu

memindahkan pengetahuan ke

dalam dirinya dan merupakan

transfer of knowledge, maka hal

demikian dapat disebut strategi

kognitif.

Kemampuan kognisi

tertinggi menurut Gagne (dalam

Yamin, 2005:2) adalah strategi

kognisi, atau analisis, sintesis dan

evaluasi juga kemampuan kognisi

tertinggi menurut Bloom. Strategi

kognitif ini dapat dipelajari oleh

siswa-siswa dengan guru,

kemampuan ini lebih banyak

mengajak siswa berpikir dengan

memberi bahan atau materi

pelajaran yang mana siswa dapat

memecahkannya, baik di dalam

kelas maupun di dalam kehidupan

sehari-hari di luar sekolah. Guru

yang berhasil memberi materi

terhadap siswa adalah guru yang

mampu mengembangkan

kemampuan berpikir siswanya.

Strategi kognitif (Gagne,

1974) (dalam Yamin, 2005:5)

adalah kemampuan internal

seseorang untuk berpikir,

memecahkan masalah, dan

mengambil keputusan.

Kemampuan strategi kognitif

menyebabkan proses berpikir

unik di dalam menganalisis,

memecahkan masalah, dan di

dalam mengambil keputusan.

Kemampuan dan keunikan

berpikir tersebut sebagai

executive control, atau disebut

dengan control tingkat tinggi,

yaitu analisis yang tajam, tepat

dan akurat. Hal ini dapat kita lihat

dalam kehidupan dunia politik

Indonesia kini, mereka yang

Page 183: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

175

memiliki kemampuan kognisi

yang tinggi sebegitu mudah

memecahkan masalah akan tetapi

begitu mudah pula membalik

fakta, konsep, dan prinsip atas

kepentingan politik yang mereka

dukung, demikian sebaliknya

kemampuan kognisi rendah

mereka tiada pernah mengambil

terobosan hanya pak turut saja.

B. Pengertian Kalimat Langsung

dan Tak Langsung

Kalimat langsung yaitu

kalimat berita yang memuat

peristiwa atau kejadian dan

sumber lain yang langsung ditiru,

dikutip, atau mengulang kembali

ujaran dan sumber tersebut.

Kalimat tidak langsung yaitu

kalimat berita yang memuat

peristiwa atau kejadian dan

sumber lain, yang kemudian

diubah susunannya oleh penutur.

Artinya, tidak menirukan sumber

itu (Ambary, dkk. 1999:56).

C. Metode Pembelajaran

Imajinatif

1. Uraian Singkat

Melalui imaji visual,

siswa dapat menciptakan

gagasan mereka sendiri. Imaji

cukup efektif sebagai

suplemen kreatif dalam proses

belajar bersama. Cara ini juga

bisa berfungsi sebagai papan

loncat menuju proyek atau

tugas independen yang pada

awalnya mungkin tampak

membuat siswa kewalahan.

2. Prosedur

a. Perkenalkan topik yang

akan dibahas. Jelaskan

kepada siswa bahwa mata

pelajaran ini menuntut

kreativitas dan bahwa

penggunaan imaji visual

dapat membantu upaya

mereka.

b. Perintahkan siswa untuk

menutup mata.

Perkenalkan latihan

relaksasi yang akan

membersihkan pikiran-

pikiran yang ada sekarang

dari benar siswa. Gunakan

musik latar, lampu

temaran, dan pernafasan

untuk bisa mencapai hasil.

c. Lakukan latihan

pemanasan untuk

membukan “mata batin”

mereka. Perintahkan

siswa, dengan mata

mereka tertutup, untuk

berupaya menggambarkan

apa yang terlihat dan apa

yang terdengar, misalnya

ruang tidur mereka, lampu

lalulintas sewaktu berubah

warna, dan rintik hujan.

d. Ketika para siswa merasa

rileks dan terpanaskan

(setelah latihan

pemanasan),

e. Sewaktu menggambarkan

imajinya, berikan selang

waktu hening secara

regular agar siswa dapat

membangun imaji visual

mereka sendiri. Buatlah

pertanyaan yang

mendorong penggunaan

semua indera,

f. Akhiri pengarahan imaji

dan instruksikan siswa

untuk mengingat imaji

Page 184: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

176

mereka. Akhiri latihan itu

dengan perlahan.

g. Perintahkan siswa untuk

membentuk kelompok-

kelompok kecil dan

berbagi pengalaman imaji

mereka. Perintahkan

mereka untuk menjelaskan

imaji mereka satu sama

lain dengan menggunaan

sebanyak mungkin

penginderaan. Atau

perintahkan mereka

imajinasikan.

3. Variasi

a. Setelah siswa mengingat

kembali bagaimana

mereka akan bertindak

dalam situasi tertentu,

perintahkan mereka untuk

merencanakan bagaimana

mereka akan benar-benar

bertindak berdasarkan apa

yang mereka pikirkan.

b. Lakukan latihan imaji di

mana siswa mengalami

kegagalan. Selanjutnya

perintahkan mereka untuk

membayangkan atau

mengimajinasikan sebuah

keberhasilan.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini mengacu pada

perbaikan pembelajaran yang

berkesinambungan. Kemmis dan

Taggart (1988:14) (dalam Arikunto,

2002: 83), menyatakan bahwa model

penelitian tindakan adalah berbentuk

spiral. Tahapan penelitian tindakan

pada suatu siklus meliputi

perencanaan atau pelaksanaan

observasi dan refleksi. Siklus ini

berlanjut dan akan dihentikan jika

sesuai dengan kebutuhan dan dirasa

sudah cukup.

Alur penelitian:

1. Rancangan/rencana awal,

sebelum mengadakan

penelitian peneliti menyusun

rumusan masalah, tujuan dan

membuat rencana tindakan,

termasuk di dalamnya

instrument penelitian dan

perangkat pembelajaran.

2. Kegiatan dan pengamatan,

meliputi tindakan yang

dilakukan oleh peneliti

sebagai upaya membangun

pemahaman konsep siswa

serta mengamati hasil atau

dampak dari diterapkannya

metode pengajaran berbasis

tugas proyek.

3. Refleksi, peneliti mengkaji,

melihat dan

mempertimbangkan hasil atau

dampak dari tindakan yang

dilakukan berdasarkan lembar

pengamatan yang diisi oleh

pengamat.

4. Rancangan/rencana yang

direfisi, berdasarkan hasil

refleksi dari pengamat

membuat rangcangan yang

direfisi untuk dilaksanakan

pada siklus berikutnya.

Observasi dibagi dalam

tiga putaran, yaitu putaran 1, 2,

dan 3, dimana masing putaran

dikenai perlakuan yang sama

(alur kegiatan yang sama) dan

membahasa satu sub pokok

bahasan yang diakhiri dengan tes

formatif di akhir masing putaran.

Dibuat dalam tiga putaran

dimaksudkan untuk memperbaiki

Page 185: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

177

sistem pengajaran yang telah

dilaksanakan

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian

adalah tempat yang digunakan

dalam melakukan penelitian

untuk memperoleh data yang

diinginkan. Penelitian ini

bertempat di SDN 8 Sape

Kecamatan Sape Kabupaten

Bima tahun Pelajaran

2009/2010.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian

adalah waktu berlangsungnya

penelitian atau saat penelitian

ini dilangsungkan. Penelitian

ini dilaksanakan pada bulan

Maret semester genap tahun

pelajaran 2009/2010.

B. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah

siswa-siswi Kelas V SDN 8 Sape

tahun Pelajaran 2009/2010 pokok

bahasan mengarang.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen yang

digunakan dalam penelitian

ini terdiri dari:

1. Silabus

Yaitu seperangkat

rencana dan pengaturan

tentang kegiatan pembelajaran

pengelolahan kelas, serta

penilaian hasil belajar.

2. Rencana Pelajaran (RP)

Yaitu merupakan

perangkat pembelajaran yang

digunakan sebagai pedoman

guru dalam mengajar dan

disusun untuk tiap putaran.

Masing-masing RP berisi

kompetensi dasar, indikator

pencapaian hasil belajar,

tujuan pembelajaran khusus,

dan kegiatan belajar

mengajar.

3. Tugas mengarang

Tes ini disusun

berdasarkan tujuan

pembelajaran yang akan

dicapai, digunakan untuk

mengukur kemampuan

pemahaman kalimat langsung

dan tidak langsung pada

pokok bahasan mengarang.

D. Analisis Data

Untuk ketuntasan belajar

ada dua kategori ketuntasan

belajar yaitu secara perorangan

dan secara klasikal. Berdasarkan

petunju pelaksanaan belajar

mengajar kurikulum 1994

(Depdikbud, 1994), yaitu seorang

siswa telah tuntas belajar bila

telah mencapai skor 65% atau

nilai 65, dan kelas disebut tuntas

belajar bila di kelas tersebut

terdapat 85% yang telah

mencapai daya serap lebih dari

atau sama dengan 65%. Untuk

menghitung persentase ketuntasan

belajar digunakan rumus sebagai

berikut:

%100...

xSiswa

belajartuntasyangSiswaP

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

A. Analisis Data Penelitian

Persiklus

1. Siklus I

a. Tahap Perencanaan

b. Tahap Kegiatan dan

Pelaksanaan

Page 186: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

178

Adapun data hasil penelitian pada siklus I adalah sebagai

berikut:

Tabel 4.1 Hasil Tugas Mengarang Siswa Pada Siklus I No. Kategori Frekuensi Persentase

1

2

3

4

Benar semua

Benar sebagian

Salah semua

Tanpa percakapan

16

13

6

6

39,02%

31,71%

14,63%

14,63%

c. Refleksi

Dalam

pelaksanaan kegiatan

belajar mengajar diperoleh

informasi dari hasil

pengamatan sebagai

berikut:

1) Guru kurang baik

dalam memotivasi

siswa dan dalam

menyampaikan tujuan

pembelajaran

2) Guru kurang baik

dalam pengelolaan

waktu

3) Siswa kurang begitu

antusias selama

pembelajaran

berlangsung

2. Siklus II

a. Tahap perencanaan

Pada tahap ini

peneliti mempersiapkan

perangkat pembelajaran

yang terdiri dari rencana

pelajaran 2, tugas

mengarang II dan alat-alat

pengajaran yang

mendukung. Selain itu

juga dipersiapkan lembar

observasi pengelolaan

belajar aktif dan lembar

observasi guru dan siswa.

b. Tahap kegiatan dan

pelaksanaan

Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai

berikut.

Tabel 4.2. Hasil Tugas Mengarang Siswa Pada Siklus II No. Kategori Frekuensi Persentase

1

2

3

4

Benar semua

Benar sebagian

Salah semua

Tanpa percakapan

18

15

4

4

43,92%

36,58%

9,75%

9,75%

c. Refleksi

Dalam

pelaksanaan kegiatan

belajar diperoleh

informasi dari hasil

pengamatan sebagai

berikut:

1) Memotivasi siswa

2) Membimbing siswa

merumuskan

kesimpulan/menem

ukan konsep

3) Pengelolaan waktu

3. Siklus III

a. Tahap Perencanaan

Page 187: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

179

b. Tahap kegiatan dan pengamatan

Adapun data hasil penelitian pada siklus III adalah sebagai

berikut:

Tabel 4.3. Hasil Tugas Mengarang Siswa Pada Siklus III No. Kategori Frekuensi Persentase

1

2

3

4

Benar semua

Benar sebagian

Salah semua

Tanpa percakapan

21

16

4

-

51,22%

39,02%

9,76%

-

c. Refleksi

Pada tahap ini

akah dikaji apa yang

telah terlaksana dengan

baik maupun yang masih

kurang baik dalam

proses belajar mengajar

dengan penerapan

belajar aktif.

.

B. Pembahasan

1. Ketuntasan Hasil belajar

Siswa

Melalui hasil

peneilitian ini menunjukkan

bahwa cara belajar aktif

model pengajaran imajinatif

memiliki dampak positif

dalam meningkatkan

prestasi belajar siswa. Hal

ini dapat dilihat dari

semakin mantapnya

pemahaman siswa terhadap

materi yang disampaikan

guru (ketuntasan belajar

meningkat dari sklus I, II,

dan III) yaitu masing-masing

70,73%, 80,50%, dan

90,24%. Pada siklus III

ketuntasan belajar siswa

secara klasikal telah

tercapai.

2. Kemampuan Guru dalam

Mengelola Pembelajaran

Berdasarkan analisis

data, diperoleh aktivitas

siswa dalam proses belajar

aktif dalam setiap siklus

mengalami peningkatan. Hal

ini berdampak positif

terhadap prestasi belajar

siswa yaitu dapat

ditunjukkan dengan

meningkatnya nilai rata-rata

siswa pada setiap siklus

yang terus mengalami

peningkatan.

PENUTUP

Kesimpulan

Dari hasil kegiatan

pembelajaran yang telah

dilakukan selama tiga siklus,

dan berdasarkan seluruh

pembahasan serta analisis yang

telah dilakukan dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Pembelajaran dengan cara

belajar aktif model

pengajaran imajinatif

memiliki dampak positif

dalam meningkatkan

prestasi belajar siswa yang

ditandai dengan peningkatan

ketuntasan belajar siswa

dalam setiap siklus, yaitu

siklus I (70,73%), siklus II

(80,50%), siklus III

(90,24%).

Page 188: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

180

2. Penerapan cara belajar aktif

model pengajaran imajinatif

mempunyai pengaruh

positif, yaitu dapat

meningkatkan motivasi

belajar siswa yang

ditunjukan dengan rata-rata

jawaban siswa yang

menyatakan bahwa siswa

tertarik dan berminat dengan

model belajar aktif sehingga

mereka menjadi termotivasi

untuk belajar.

DAFTAR PUSTAKA

Ambary, Abdullah, dkk. 1999.

Penuntun Terampil berbahasa

Indonesia dan Petunjuk Guru.

Bandung: Trigenda Karya.

Arikunto, Suharsimi, 2002.

Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Praktek. Jakarta:

PT Rineksa Cipta.

Badudu, J.S. 1988. Cakrawala

Bahasa Indonesia. Inilah

Bahasa Indonesia yang Benar.

Jakarta: Gramedia.

Hadi, Sutrisno. 1984. Metodologi

Research. Jilid I. Yogyakarta:

Fakultas Psikologi UGM.

Harisiati, Titik. 1999. Penelitian

Tindakan Sebagai Aplikasi

Metode Ilmiah dan

Pemecahan Masalah

Pembelajaran Bahasa. Dalam

Seminar FPBS IKIP Malang.

Mariskan, A. 1982. Ikthisar Bahasa

Indonesia untuk SMP.

Jakarta.Edumedia

Melvin. L. Silberman. 2007. Active

Learning. 101 Cara Belajar

Siswa Aktif. Bandung: Nuansa

dan Nusamedia.

Mukhlis, Abdul. (Ed). 2003.

Penelitian Tindakan Kelas.

Makalah Panitian Pelatihan

Penulisan Karya Ilmiah untuk

Guru-guru se-Kabupaten

Tuban.

Nurkancana, Wayan. 1986. Evalusi

Pendidikan. Surabaya: Usaha

Nasional.

Poerwadarminta, WJS. 1979. ABC

Karang Mengarang.

Yokyakarta. UP.

Poerwadarminta. W.J.S. 1987.

Kamus Umum Bahasa

Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005.

Metodologi Penelitian

Pendidikan. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Sumardi & Nur Anggraeni. 2005.

Terampil Berbahasa

Indonesia Untuk SMP.

Jakarta: Erlangga.

Page 189: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

181

UPAYA MENINGKATAN HASIL BELAJAR PAI DALAM MATERI

ASMAUL HUSNA MELALUI METODE INDEX CARD

MATCH SISWAKELAS II SDN PARADO KECAMATAN

PARADO KABUPATEN BIMA TAHUN PELAJARAN

2013/2014.

FATIMAH.

GURU SDN PARADO

ABSTRAK

Kata kunci: Meningkatkan, Hasil Belajar, Asmaul Husna, Metode index

card match

Penelitian ini dilatar belakangi adanya siswa yang masih kesulitan dalam

menghapal nama-nama ALLAH dalam Asmaul husna, siswa kurang terlibat

aktif siswa dalam proses pembelajaran, dan masih rendahnya nilai rata-rata

siswa dalam mengusai materi asmaul husna ini.

Adapun penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan pada

kelas II SDN Teluk Pinang yang berjumlah 5 orang terbagi pada 3 orang laki-

laki dan 2 orang perempuan. Teknik dan alat pengumpulan data dalam

penelitian ini adalah tes, observasi dan diskusi yang dilakukan dalam 2

siklus.

Temuan penelitian yakni pertama, penerapan metode index card match

dimana siswa mencari pasangan nama Asmaul Husna dan artinya, yang

kemudian mengisi LKS dan mempersentasikan temuannya ke depan kelas.

Kedua, metode index card match dapat meningkatkan hasil belajar siswa

dalam materi asmaul Husna, hal ini dapat dilihat pada : a. Siklus I rata-rata

6,6 pada pertemuan pertama dan rata-rata 6,8 pada pertemuan kedua,

kemudian dilanjutkan ke siklus II rata-rata 8,4 pada pertemuan pertama dan

9,6 pada pertemuan kedua. Sehingga rata–rata semua pertemuan adalah

78,50, dengan demikian rata-rata hasil belajar persiklus terlihat

kecenderungan meningkat, dimana pada siklus I ke siklus II peningkatan

sebesar 2,3. b. Berdasarkan pada hasil observasi memperlihatkan bahwa

terjadi peningkatan aktivitas siwa pada siklus I sudah mendapatkan hasil

yang baik, maka siklus I adalah 93,33 pada pertemuan pertama dan 97,78

pada pertemuan kedua. Pada siklus II pertemuan pertama sebesar 97,78 dan

pada pertemuan kedua mancapai 100%.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Guru yang profesional

tentu memiliki kompetensi

dalam bidangnya. Disamping

memiliki kompetensi

profesional yang berarti

menguasai bidang yang

Page 190: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

182

diampunya, guru harus memiliki

kompetensi pedagogik yaitu

menguasai metodik

pembelajaran baik penguasaan

kurikulum, merancang proses

pembelajaran, melaksanakan

proses pembelajaran,

mengadakan evaluasi dan

analisa pembelajaran serta

melaksanakan program tindak

lanjut. Disamping itu guru

dituntut memiliki kompetensi

kepribadian dan kompetensi

sosial. Tentunya guru harus

memiliki kemampuan

berkomunikasi dengan baik

terhadap lingkungannya.

Guru mencapai kualitas

peserta didik dilihat dari potensi

seperti yang dinyatakan di atas

titik tolaknya tidak lain adalah

kegiatan pembelajaran yang

dilakukan oleh guru beserta para

siswanya sebagai subyek

belajar. Sebagaimana yang

dinyatakan dalam Undang-

Undang Sistem Pendidikan

Nasional (UUSPN) No.20 tahun

2003 yaitu bahwa pembelajaran

adalah proses interaksi peserta

didik dengan pendidikan dan

sumber belajar pada suatu

lingkungan belajar.

Karenanya proses

pembelajaran yang dimotori

oleh guru haruslah direncanakan

dan dilaksanakan secara mantap

sehingga dapat mencapai tujuan

dan hasil belajar secara

maksimal.

Berdasarkan pengalaman,

nilai rata-rata pembelajaran

materi Asmaul Husna masih

rendah. Dari rata-rata nilai yang

diperoleh tersebut sudah

sepatutnya menjadi perhatian

bersama, mengingat Asmaul

Husna adalah mengenai sifat

wajib dari Allah yang

merupakan hal penting yang

harus dipahami anak. Nilai yang

didapatkan tersebut hanya bukan

hanya bersifat kognitif, namun

nilai yang diharapkan tergambar

dalam sikap afektif anak.Nilai

yang tinggi di barengi dengan

sikap dan perilaku yang baik

dalam kehidupan merupakan

harapan bersama.

Guru yang baik adalah

guru yang mampu memilih dan

menggunakan metode,strategi

dan media yang tepat dalam

pembelajaran. Kenyataan

dilapangan, kendala utama

dalam menentukan penggunaan

metode, seringkali kurang pas

dengan yang dalam tujuan

instruksional. Metode ceramah

seringkali menjadi bahan

andalan. Padahal berbagai

metode lain masih ada yang

lebih tepat sesuai dengan tujuan

instruksional.

Metode Index Card Match

adalah mencari jodoh kartu

tanya jawab yang dilakukan

secara berpasangan. Metode

pembelajaran Index card match

merupakan metode

pembelajaran yang menuntut

siswa untuk bekerja sama dan

dapat meningkatkan rasa

tanggung jawab siswa atas apa

yang dipelajari dengan cara

yang menyenangkan. Siswa

saling bekerja sama dan saling

membantu untuk menyelesaikan

Page 191: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

183

pertanyaan dan melemparkan

pertanyaan kepada pasangan

lain. Kegiatan belajar bersama

ini dapat membantu memacu

belajar aktif dan kemampuan

untuk mengajar melalui kegiatan

kerjasama kelompok kecil yang

memungkinkan untuk

memperoleh pemahaman dan

penguasaan materi.

B. Hipotesis Tindakan

Dengan diterapkannya

metode index card match dapat

meningkatkan hasil belajar

siswa kelas II dalam membaca

Asmaul Husna di SDN Parado

C. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui cara kerja

metode index card match

dapat meningkatkan hasil

belajar siswa dalam

membaca Asmaul Husna

b. Untuk mengetahui

peningkatan nilai rata-rata

dalam hasil belajar dalam

membaca Asmaul Husna

melalui metode index card

match kelas II SDN Parado .

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Hasil Belajar PAI

Bloom seperti yang dikutip

Anita Woolfolk mengklasifikasikan

hasil belajar dalam tiga ranah yaitu

ranah kognitif, afektif, dan

psikomotorik. Ranah kognitif

terbagi dalam 6 tingkatan yaitu

ingatan, pemahaman, aplikasi,

analisis, evaluasi, dan kreativitas.

Ranah afektif terbagi menjadi 5

tingkatan yaitu penerimaan,

penanggapan, penghargaan,

pengorganisasian, dan penjatidirian.

Ranah psikomotorik terbagi menjadi

4 tingkatan yaitu peniruan,

manipulasi, artikulasi, dan

pengalamiahan.

Sedangkan Anderson telah

merevisi ketiga ranah dari Bloom

tersebut ke dalam 4 (empat) domain

pengetahuan, yakni fakta, konsep,

prosedur, dan meta-kognitif. Dalam

Garis-Garis Besar Program

Pembelajaran (GBPP) Pendidikan

Agama Islam di sekolah umum,

dijelaskan bahwa pendidikan

Agama Islam adalah usaha sadar

untuk menyiapkan siswa dalam

meyakini, memahami, menghayati,

dan mengamalkan agama Islam

melalui kegiatan bimbingan,

pembelajaran, atau latihan dengan

memperhatikan tuntutan untuk

menghormati agama lain dalam

hubungan kerukunan antar umat

beragama dalam masyarakat untuk

mewujudkan persatuan nasional.

2. Pengertian Asmaul Husna

Asmaul Husna adalah

sesuatu yang sangat penting.

Pendidikan Asmaul Husna perlu

diberikan sejak dini termasuk

tingkat anak sekolah dasar.

Pemahaman tentang materi Asmaul

Husna yang baik, di harapkan

menjadi acuan dalam menerapkan

membaca Asmaul Husna. Asmaul

Husna dijelaskan dalam Al-qur‟an,

yaitu pada ayat-ayat sebagai

berikut:

1. Surat Thaahaa ayat 8

Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang

berhak disembah) melainkan Dia.

Dia mempunyai al asmaaul husna

Page 192: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

184

(nama-nama yang baik)”, [QS.

THAHA 20:8]

Ayat tersebut merupakan berita

tentang adanya Asmaul Husna.

2. Surat Al A‟raaf ayat 180

“Hanya milik Allah asmaa-ul husna,

maka bermohonlah kepada-Nya

dengan menyebut asmaa-ul husna itu

dan tinggalkanlah orang-orang yang

menyimpang dari kebenaran dalam

(menyebut) nama-nama-Nya. Nanti

mereka akan mendapat balasan

terhadap apa yang telah mereka

kerjakan”. [QS. Al A‟raaf ayat 180].

Tujuan membaca Asmaul Husna

adalah untuk mendekatkan diri

kepada Allah. Asmaul Husna

merupakan do‟a yang efektif karena

mudah dibaca, pendek , ringan

namun lengkap, menyeluruh,

menyangkut urusan dunia akhirat,

serta memperoleh jaminan surga.

Pengertian dan Langkah-langkah

Metode index card match Metode Index card match

Menurut Marwan, Bona adalah

Metode pemecahan masalah yang

digunakan dalam meningkatkan

aktivitas dan hasil belajar siswa.

Metode pembelajaran Index card

match dapat memupuk kerja sama

siswa dalam menjawab pertanyaan

dengan mencocokkan kartu indeks

yang ada di tangan mereka. Proses

pembelajaran ini lebih menarik

karena siswa mencari pasangan

sambil belajar mengenai suatu konsep

atau topik dalam suasana yang

menyenangkan.

Dalam metode ini siswa

harus mengerjakan banyak

tugas. Mereka harus

menggunakan otak, mengkaji

gagasan, memecahkan masalah,

dan menerapkan apa yang

mereka pelajari. Belajar juga

harus gesit, menyenangkan,

bersemangat dan penuh gairah.

Siswa bahkan sering

meninggalkan tempat duduk

mereka, bergerak leluasa dan

berfikir keras. Dengan demikian

metode ini membuat siswa

terbiasa aktif mengikuti

pembelajaran sehingga aktivitas

siswa meningkat. Metode

pembelajaran Index card match

dapat melatih pola pikir siswa

karena dengan metode ini siswa

dilatih kecepatan berpikirnya

dalam mempelajari suatu konsep

atau topik melalui pencarian

kartu jawaban atau kartu soal,

setiap siswa pasti mendapat

pasangan kartu yang cocok lalu

mendiskusikan hasil pencarian

pasangan kartu yang sudah

dicocokkan oleh siswa bersama

pasangannya dan siswa lainnya.

Dengan mendiskusikan bersama

pasangannya maka siswa akan

lebih mengerti dengan konsep

materi yang sedang dipelajari.

Karena pembelajaran ini

dilakukan dalam suasana yang

menyenangkan, maka

diharapkan dapat meningkatkan

semangat dan aktivitas siswa

dalam belajar siswa dalam

kegiatan belajar.

Page 193: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

185

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

1. Pendekatan penelitian

Penelitian ini

menggunakan pendekatan

kualitatif dengan model

penelitian tindakan kelas.

Secara garis besar

Penelitian Tindakan Kelas

terdapat 4 tahapan yang

lazim dilalui:

a. Menyusun rancangan

tindakan

(planning/perencanaan)

b. Pelaksanaan Tindakan

(acting)

c. Pengamatan (observing)

d. Refleksi (reflecting)

B. Subjek penelitian Subjek penelitian adalah

siswa kelas II SDN Parado

Tahun pelajaran 2013/2014

yang berjumlah 5 orang siswa,

terdiri dari 3 orang siswa laki-

laki dan 2 orang siswa

perempuan.

C. Data dan Teknik

Pengumpulan Data

1. Sumber data

Dalam penelitian ini,

data diperoleh dari guru

mata pelajaran PAI dan

siswa kelas II SDN Parado

pada semester I tahun

pelajaran 2013/ 2014

2. Jenis data

Jenis data yang

dikumpulkan dalam

penelitian ini berupa data

kualitatif dan kuantitatif.

1) Data kualitatif

Berupa observasi

terhadap aktivitas belajar

siswa dalam

menyelesaikan tugas

kelompok dan aktivitas

pembelajaran yang

dilakukan oleh guru PAI

selama 2x35 menit

terhadap tahapan-

tahapan mengajar.

2) Data kuantitatif

Berupa nilai hasil

belajar yang diperoleh

siswa yang terdiri dari

nilai tes akhir dan tes

formatif.

3. Teknik pengambilan data

a. Observasi

Terhadap aktivitas

belajar siswa

menyelesaikan tugas

yang dilakukan

dengan metode index

card match

Kegiatan

pembelajaran yang

dilakukan oleh guru

selama mengajar

dengan waktu 2x35

menit. Untuk ini

dilakukan oleh teman

sejawat (guru

sejawat)

b. Test

Mendapatkan data

hasil belajar. Tes

dilakukan terhadap siswa

pada setiap siklus. Soal

tes dibuat sesuai materi

yang diajarkan pada tiap

pertemuan.

D. Skenario Pembelajaran

a. Menyusun rancangan

tindakan (planning/

perencanaan)

Page 194: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

186

Dalam tahap ini

peneliti melakukan membuat

rencana pembalajaran dan

menyusun evaluasi untuk

menilai hasil belajar siswa.

b. Pelaksanaan Tindakan

(acting)

Tahap ini merupakan

implementasi atau

penerapan isi rancangan,

yaitu mengenakan tindakan

di kelas yang telah

direncanakan di skenario.

c. Pengamatan (observing)

Pengamatan adalah

kegiatan pengamatan yang

dilakukan oleh pengamat.

Dalam tahap ini, guru

melakukan observasi

terhadap kegiatan siswa

dalam kerja kelompok dan

menyelesaikan soal.

d. Refleksi (reflecting)

Merupakan kegiatan

menganalisis hasil yang di

capai pada tahap observasi

dan tahap evaluasi guna

melakukan kegiatan

tindakan kelas berikutnya.

E. Cara pengambilan data

Data hasil belajar diambil

dari tes akhir pada siswa,

dilaksanakan setiap akhir

pertemuan dan akhir siklus.

Untuk mendapatkan nilai rata-

rata dihitung menggunakan

rumus :

Rata-rata = ∑

Keterangan:

X = Nilai yang diperoleh

siswa

N = Jumlah siswa

Hasil kinerja siswa, aktivitas

siswa dalam KBM ditafsirkan

ke dalam kalimat kualitatif

yakni:

76%-100% = baik

56%-75% = sedang

40%-55% = kurang

F. Indikator kinerja

Ukuran yang dijadikan

sebagai indikator keberhasilan

dalam penelitian ini adalah

apabila 80% siswa berhasil

memperoleh nilai minimal rata-

rata 70, sesuai dengan standar

ketuntasan KTSP, maka

dianggap berhasil.

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1) Siklus I PTK pertemuan

pertama

Hasil pengamatan atau observasi

dari teman sejawat dalam kegiatan

belajar mengajar (KBM) 2 X 35

menit yang sudah direcanakan

(instrument terlampir) pada

pertemuan pertama dan Berdasarkan

data observasi tersebut di atas dapat

dipersentasikan sebagai berikut :

Aktivitas siswa dalam pembelajaran

dengan menggunakan metode index

card match dapat dipresentasikan

Page 195: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

187

bahwa aktivitas siswa dalam KBM

sebagi berikut :

Dari hasil persentasi tersebut diatas

dapat disimpulkan bahwa ktifitas

siswa dalam mengajar cukup aktif,

walaupun masih ada siswa yang

belum paham cara mecari pasangan,

malu-malu duduk berpasangan dan

tidak berani mempresentasikan

bacaanpada kartu. Hal lain sudah

dipahami siswa sehingga mudah

melekasanakan kegiatan

pembelajaran.

Berdasarkan hasil tes belajar

yang dilaksanakan pada akhir

proses pembelajaran pertemuan

pertama siklus I (instrument

terlampir) dapat dilihat bahwa rata-

rata hasil tes formatif hasil tes siswa

adalah 66,00 hal ini berarti

persyaratan ketuntasan belajar yang

ditetapkan pada mata pelajaran PAI

yaitu 70,00 tidak tercapai.

Ketidaktuntasan ini perlu dianalisis

dari perbagian asmaul husna yang

ditulis maupun dihafal. Berikut

tabel yang memberi gambaran

kemampuan siswa menulis dan

menghafal asmaul husna yang

ditentukan.

2) Siklus I PTK pertemuan

kedua

Hasil pengamatan atau

observasi dari teman sejawat dalam

kegiatan belajar mengajar (KBM) 2

X 35 menit yang sudah direcanakan

(instrument terlampir) pada

pertemuan kedua dan berdasarkan

data observasi tersebut di atas dapat

dipersentasikan sebagai berikut :

Dari persentasi tersebut

diatas dapat disimpulkan proses

kegiatan belajar mengajar yang

dilakukan guru meningkat baik,

sesuai dengan apa yang

direncanakan sebelumnya, masih

ada 2 aspek yang perlu ditingkatkan

yaitu memberikan PR sebagai bahan

Pengayaan. Walaupun demikian

data observasi yang ada pada tabel

secara keseluruhan menunjukkan

bahwa proses belajar mengajar

berlangsung secara lancar, kondusif,

dan tujuan pembelajaran tercapai.

Hal ini menunjukkan kemampuan

guru mengajar sangat baik.

Observasi siswa dalam

kegiatan Belajar Mengajar (KBM).

Aktivitas siswa dalam pembelajaran

pada pertemua kedua dengan

menggunakan metode index card

match dapat dipresentasikan bahwa

aktivitas siswa dalam KBM sebagi

berikut :

Page 196: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

188

Dari hasil persentasi tersebut

diatas dapat disimpulkan bahwa

ktifitas siswa dalam mengajar cukup

aktif, walaupun masih ada siswa

yang belum paham cara mecari

pasangan, malu-malu duduk

berpasangan dan tidak berani

mempresentasikan bacaan pada

kartu. Hal lain sudah dipahami

siswa sehingga mudah

melekasanakan kegiatan

pembelajaran.

Berdasarkan hasil tes belajar

yang dilaksanakan pada akhir

proses pembelajaran pertemuan

kedua siklus I (instrument

terlampir) dapat dilihat bahwa rata-

hasil tes siswa adalah 68,00. Hal ini

menunjukkan bahwa terjadi

peningkatan hasil belajar siswa dari

66 % ke 68 %.Hal ini berarti Masih

ada siswa yang tidak tuntas dan

masih ada soal yang belum tuntas

yaitu dalam menulis asmaul husna

(soal no 1). Ketidaktuntasan ini

perlu dianalisis dari perbagian

asmaul husna yang ditulis maupun

dihafal. Berikut tabel yang memberi

gambaran kemampuan siswa

menulis dan menghafal asmaul

husna yang ditentukan.

Siklus II PTK pertemuan pertama

Observasi Kegiatan Pembelajaran

Hasil pengamatan atau observasi

dari teman sejawat dalam kegiatan

belajar mengajar (KBM) 2 X 35

menit yang sudah direcanakan

(instrument terlampir) pada

pertemuan pertama dan Berdasarkan

data observasi tersebut di atas dapat

dipersentasikan sebagai berikut :

Dari persentasi tersebut

diatas dapat disimpulkan proses

kegiatan belajar mengajar yang

dilakukan guru meningkat baik,

sesuai dengan apa yang

direncanakan sebelumnya, masih

ada 1 aspek yang perlu ditingkatkan

yaitu mengaitkan materi dengan

pengetahuan lain yang relevan

dengan realitas kehidupan.

Walaupun demikian data observasi

yang ada pada tabel secara

keseluruhan menunjukkan bahwa

proses belajar mengajar berlangsung

secara lancar, kondusif, dan tujuan

pembelajaran tercapai. Hal ini

menunjukkan kemampuan guru

mengajar sangat baik.

Observasi siswa dalam kegiatan

Belajar Mengajar (KBM)

Aktivitas siswa dalam

pembelajaran dengan menggunakan

metode index card match dapat

dipresentasikan bahwa aktivitas

siswa dalam KBM sebagi berikut :

Dari hasil persentasi tersebut

diatas dapat disimpulkan bahwa

ktifitas siswa dalam mengajar cukup

aktif, walaupun masih ada siswa

yang belum paham cara mecari

pasangan, malu-malu duduk

berpasangan dan tidak berani

mempresentasikan bacaan pada

Page 197: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

189

kartu. Hal lain sudah dipahami

siswa sehingga mudah

melekasanakan kegiatan

pembelajaran.

Tes hasil belajar siswa dengan

metode index card match

Berdasarkan hasil tes belajar

yang dilaksanakan pada akhir

proses pembelajaran pertemuan

pertama siklus II (instrument

terlampir) dapat dilihat bahwa rata-

rata hasil tes formatif hasil tes siswa

adalah 84,00 hal ini berarti

persyaratan ketuntasan belajar yang

ditetapkan pada mata pelajaran PAI

yaitu 70,00 tercapai. Hal ini

menunjukkan bahwa penerapan

metode index card match efektif

meningkatkan hasil belajar siswa

mengingat bahwa pada siklus

sebelumnya hasil pembelajaran

adalah 68 %.

Siklus II PTK pertemuan kedua

Observasi Kegiatan Pembelajaran

Hasil pengamatan atau observasi

dari teman sejawat dalam kegiatan

belajar mengajar (KBM) 2 X 35

menit yang sudah direcanakan

(instrument terlampir) pada Siklus

II pertemuan kedua dan berdasarkan

data observasi tersebut di atas dapat

dipersentasikan sebagai berikut :

Dari persentasi tersebut diatas dapat

disimpulkan proses kegiatan belajar

mengajar yang dilakukan guru

meningkat sangat baik, sesuai

dengan apa yang direncanakan

sebelumnya. Data observasi yang

ada pada tabel secara keseluruhan

menunjukkan bahwa proses belajar

mengajar berlangsung secara lancar,

kondusif, dan tujuan pembelajaran

tercapai. Hal ini menunjukkan

kemampuan guru mengajar sangat

baik.

Observasi siswa dalam kegiatan

Belajar Mengajar (KBM)

Aktivitas siswa dalam

pembelajaran pada pertemua kedua

dengan menggunakan metode

index card match dapat

dipresentasikan bahwa aktivitas

siswa dalam KBM sebagi berikut :

Dari hasil persentasi tersebut diatas

dapat disimpulkan bahwa aktifitas

siswa meningkat sangat baik. Hal

lain sudah dipahami siswa sehingga

mudah melakasnakan kegiatan

pembelajaran.

Tes hasil belajar siswa dengan

metode index card match

Berdasarkan hasil tes belajar yang

dilaksanakan pada akhir proses

pembelajaran pertemuan kedua

siklus I (instrument terlampir) dapat

dilihat bahwa nilai 96,00 serta

murid dan siswanya semua tuntas

penulis merasa tujuan telah tercapai

B. Pembahasan

Dari temuan yang diperoleh

melalui kegiatan belajar

mengajar yang dilaksanakan 2

siklus malalui observasi aktifitas

Page 198: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

190

siswa dalam KBM, penilaian

formatif, maka dapat dinyatakan

bahwa pembelajaran dengan

metode index card match efektif

dalam materi Asmaul Husna.

Hal ini dapat dilihat dari :

1. Kegiatan belajar mengajar

dengan metode index card match

di kelas II SDN Parado

sebagaimana direncanakan guru

sebelumnya berlangsung baik.

Hal ini dapat dilihat dari

persentasi hasil observasi teman

sejawat terhadap kegiatan

pembelajaran yang dilakukan

oleh peneliti yaitu siklus I

pertemuan pertama adalah 92,31,

pertemuan kedua adalah 96,15

dan siklus II pertemuan pertama

adalah 96,15, pertemuan kedua

adalah 100 %.

2. Dalam kegiatan pembelajaran

mulai dari siklus I sampai siklus

II terlihat aktivitas siswa yang

sangat baik, hal ini sesuai dengan

persentasi hasil observasi teman

sejawat terhadap aktivitas siswa

dalam kegiatan belajar mengajar

yaitu siklus I pertemuan pertama

adalah 93,33 dan 97,78 pada

pertemuan kedua. Pada siklus II

pertemuan pertama sebesar 97,78

dan pada pertemuan kedua

mancapai 100%.

Adanya latihan LKS dan siswa

mempersentasikan hasil nya di

depan kelas memberikan

kesempatan kepada guru untuk

mengetahui penerimaan siswa

terhadap materi ajar dan

kesalahan pemahaman siswa

dapat dikontrol supaya menjadi

lebih baik dan benar.

3. Tindakan kelas dengan

menggunakan metode index card

match dapat dinyatakan berhasil

dengan indikator ada nya

peningkatan nilai rata-rata diatas

70,00 yaitu 78,50. Siklus I

pertemuan pertama adalah 66 ,00

pertemuan kedua adalah 68,00

dan siklus II pertemuan pertama

adalah 84 % dan pertemuan

kedua adalah 96 %, dengan

demikian terjadi peningkatan

nilai rata-rata hasil tes formatif

dari siklus I dan II.

PENUTUP

Berdasarkan uraian pada penyajian

data di atas, dapat dikemukakan

simpulan sebagai berikut :

1) Siklus I rata-rata 6,6 pada

pertemuan pertama dan rata-rata

6,8 pada pertemuan kedua,

kemudian dilanjutkan ke siklus II

rata-rata 8,4 pada pertemuan

pertama dan 9,6 pada pertemuan

kedua. Sehingga rata–rata semua

pertemuan adalah 7,85, dengan

demikian rata-rata hasil belajar

persiklus terlihat kecenderungan

meningkat, dimana pada siklus I

ke siklus II peningkatan sebesar

2,3.

2) Berdasarkan pada hasil observasi

memperlihatkan bahwa terjadi

peningkatan aktivitas siwa pada

siklus I sudah mendapatkan hasil

yang baik, maka siklus I adalah

93,33 pada pertemuan pertama

dan 97,78 pada pertemuan kedua.

Pada siklus II pertemuan pertama

sebesar 97,78 dan pada

pertemuan kedua mancapai

100%.

Page 199: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

191

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 1998. Prosedur

Penelitian. Rineka Cipta,

Jakarta

Bahtiar, Hafidz. 1999. Risalah Do’a

Mujarab. Surabaya: Apollo

cahayapurnama.com › Zikrullah

diakses tanggal 28 Mei 2013

Departemen Agama RI. 1995.

Pendidikan Agama Islam.

Jakarta

Depdikbud RI Kamus Besar Bahasa

Indonesia ; Jakarta ; Balai

Pustaka 1989

Hermawan, Heris. 2012. Filsafat

Pendidikan Islam.Direktorat

Jenderal Pendidikan Islam:

Kementrian agama RI

Karman, Supiana. 2003. Materi

Pendidikan Agama Islam.

Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Maksum, H. 2004. Khazanah

Akhlak Mahmudah dalam

Pendidikan Agama Islam.

Solo. PT Tiga Serangkai

Pustaka Mandiri

Maksum, M.A. 2006. Khazanah

Pendidikan Agama Islam.

Solo. PT Tiga Serangkai

Pustaka Mandiri

Razak, Nasrudin. 1993. Dienul

Islam. Bandung: Al Ma‟arif.

Rifa‟I, NH. 2000. Tata Cara Salat.

Jombang: Lintas Media.

Zakiah Darajat Metodek Khusus

Pengajaran Agama Islam

Jakarta Bumi Aksara 2004

Page 200: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

192

MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SISWA KELAS XII IPS DI

SMAN 1 WOHA KABUPATEN BIMA MELALUI LAYANAN

INFORMASI TAHUN PELAJARAN 2010/2011.

IIN SAMINDARA.

GURU SMA NEGERI 1 WOHA

ABSTRAK

Kata Kunci : Kedisiplinan Siswa, Layanan Informasi

Penelitian ini bertujuan meningkatkan kedisiplinan siswa kelaas XII

IPS di SMAN 1 Woha Kabupaten Bima tahun pelajaran 2010/2011 melalui

penerapan layanan informasi. Jenis penelitin ini adalah penelitian tindakan

kelas yang dilakukan dalam dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari

tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi dan refleksi.

Data aktivitas belajar siswa diperoleh dengan cara observasi sedangkan data

prestasi belajar siswa diperoleh dari pemberian tes objektif pada tiap akhir

siklus.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian layanan informasi

yang dapat meningkatkan pemahaman kedisiplinan paad siswa Kelas XII IPS

SMAN 1 Woha Kabupaten Bima tahun pelajaran 2010/2011. Pada siklus

tindakan I sebelum dilakukan tindakan, pemahaman tentang kedisiplinan

siswa di lingkungan sekolah rata-rata 50,88% termasuk kategori kurang dan

meningkat setelah dilakukan layanan informasi menjadi rata-rata 73,35

dengan kategori baik. Sedangkan pada siklus tindakan II pemahaman tentang

kedisiplinan siswa di lingkungan sekolah rata-rata 66,15 termasuk kategori

cukup dan meningkat setelah dilakukan layanan informasi menjadi rata-rata

84,5 dengan kategori sangat baik. Aktivitas siswa dalam layanan informasi

yang dapat meningkatkan pemahaamn kedisiplinan pada siswa Kelas XII IPS

SMAN 1 Woha Kabupaten Bima tahun pelajaarn 2010/2011. Hal ini

ditunjukkan dengan siswa aktif dan merasa senang mengikuti kegiatan

layanan informasi berlangsung di kelas. Siswa aktif dalam mencermati materi

layanan informasi, melakukan pencatatan, bekerja sama, berdiskusi untuk

memahami konsep kedisiplinan yang dipelajarinya.

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pelanggaran-pelanggaran

terhadap tata tertib di sekolah

sering terjadi karena kurangnya

kesadaran siswa untuk

berperilaku disiplin. Hal ini

diperkuat oleh kurangnya

pemberian penjelasan dan

penanaman sikap disiplin siswa

secara kontinue dan

berkesinambungan. Kenyaatn

di sekolah menunjukkan bahwa

Page 201: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

193

pelanggaran terhadap disiplin

hanya mendapat respon melalui

punishment (hukuman) balikan

dari penjelasan pada siswa

untuk menumbuhkan kesadaran

masih jarang dilakukan di

sekolah. Di samping itu petugas

khusus kedisiplinan di sekolah

belum ada. Konselor yang

seharusnya bertugas sebagai

pembimbing dan membantu

siswa merangkap sebagai

petugas tata tertib. Hal inilah

yang kemudian menimbulkan

persepsi siswa terhadap konselor

sekolah sebagai “Polisi

Sekolah” padahal tugas dan

peran konselor sebagai

pembimbing dan membantu.

Kenyataan di lapangan

menunjukkan bahwa program

BK banyak difokuskan pada

layanan bimbingan lainnya,

seperti bimbingan pribadi dan

sosial belum mebdapat prioritas

dan penanganan yang istensif

layanan yang diberikan konselor

kepada individu akan lebih tepat

berdasarkan pemahaman yang

tepat terhadap individu

(Munandir 1996).

Untuk menyelesaikan

permasalahan yang terkait

dengan kedisplinan satu dari

beberapa layanan bimbingan

yang dapat diberikan adalah

layanan informasi. Layanan

informasi merupakan

merupakan layanan yang

memungkinkan siswa menerima

dan memahami berbagai

informasi tentang kedisiplinan

(KBK, 2003).

Berdasarkan uraian di atas,

peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tindakan

kelas dengan judul

“Meningkatkan Kedisiplinan

Siswa Kelas XII IPS di SMAN

1 Woha Kabupaten Bima

Melalui Layanan Informasi

tahun pelajaran 2010/2011”.

B. TUJUAN PENELITIAN

Terkait dengan rumusan

masalah di atas, maka tujuan

penelitian yang ingin dicapai

sebagai berikut :

1. Mengetahui tingkat

kedisiplinan Kelas XII IPS

SMAN 1 Woha Kabupaten

Bima tahun pelajaran

2010/2011.

2. Mengetahui tingkat

kedisiplinan siswa Kelas XII

IPS yang telah memperoleh

layanan informasi kedisiplinan

di SMAN 1 Woha Kabupaten

Bima tahun pelajaran

2010/2011.

3. Mengetahui apakah dengan

pemberian layanan informasi

tentang kedisiplinan dapat

meningkatkan kedisiplinan

siswa XII IPS A SMAN 1

Woha Kabupaten Bima tahun

pelajaran 2010/2011.

KAJIAN PUSTAKA

A. LAYANAN INFORMASI

Program BK di sekolah

menyajikan seperangkat

kegiatan layanan bimbingan.

Layanan bimbingan

dilakasanakan untuk membantu

siswa mengembangkan potensi

yang dimiliki secara optimal dan

mampu menjadi pribadi yang

Page 202: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

194

mandiri dan bertanggung jawab

terhadap kehidupannya sendiri.

Dalam usaha membantuk

siswa sering kali siswa

memerlukan berbagai informasi

mengenai lingkungan sekolah

maupun masyarakat secara luas.

Agar siswa memperoleh

informasi yang diingingkan

maka konselor harus

menyesuaikan pemberian

layanan informasi sesuai dengan

kebutuhan siswa. Layanan

informasi merupakan

penyampaian bahan-bahan

informasi kepada siswa dengan

berbagai metode yang

bermanfaat sebagai bahan untuk

membuat perencanaan dan

pengambilan keputusan

pendidikan, karir dan rencana

keputusan lainnya.

1. Pengertian layanan

informasi

Layanan informasi

adalah suatu kegiatan

pemberian berbagai

informasi kepada pihak yang

berkaitan dengan BK di

sekolah tempay konselor

bekerja (Widodo, 1991).

Layanan informasi

merupakan layanan yang

memungkinkan siswa

menerima dan memahami

berbagai informasi (seperti

informasi belajar, pergaulan,

karir/jabatan, pendidikan

lanjutan). (KBK, 2003).

Dari beberapa

pengertian tersebut di atas,

dapat disimpulkan bahwa

layanan informasi adalah

pemberian berbagai

informasi kepada pihak yang

terkait dengan BK,

khususnya siswa.

2. Tujuan Layanan Informasi

1) Membantu siswa

memahami diri dan

lingkungannya.

2) Membantu siswa

mengembangkan

wawasan dan menyusun

rencana masa depan.

3) Membantu siswa

mempersiapkan diri

dalam rangka mencapai

cita-cita.

4) Membantu siswa untuk

memperoleh dan

menyaring informasi

yang diperlukan.

3. Sasaran layanan informasi

Sasaran utama pemberian

layanan informasi adalah

siswa. Pihak lain sepanjang

berkaitan dengan

kepentingan siswa dalam

kerangka bimbingan di

sekolah juga dapat menjadi

sasaran layanan, misalnya :

kep sek, guru, orang tua,

lembaga pendidikan lanjutan

dan ahli yang menerima

referal semua layanan

informasi dilaksanakan

dengan tetap mengacu pada

kepentingan siswa agar

dapat berkembang secara

optimal (Widodo, 1991).

4. Prosedur Pemberian

Informasi

Apabila konselor ingin

melaksanakan layanan

pemberian informasi, maka

minimal menempuh

Page 203: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

195

langkah-langkah sebagai

berikut ;

a. Merumuskan masalah /

kebutuhan / kepentingan

siswa yang melatar

belakangi layanan

informasi tersebut.

b. Menemukan masalah.

c. Menentukan siklus

pemberian informas

d. Menentukan tujan.

e. Menentukan jenis

informasi yang akan

disampaikan.

f. Menentukan sumber

darimana informasi

diperoleh.

g. Menentukan media yang

digunakan.

h. Menentukan banyaknya

kegiatan.

i. Menentukan

personil/pelaksanaan,

jadwal / anggaran biaya

terutama pemberian

informasi yang berskala

besar.

j. Menuangkan informasi

yang melibatkan

lembaga di luar sekolah.

k. Mengkonsultasikan

proposal kepada kepala

sekolah.

l. Membuat persiapan

teknis.

m. Pelaksanaan dan

evaluasi.

B. KEDISIPLINAN

Disiplin dapat diartikan

sebagai latihan batin dan watak

yang erat kaitannya dengan

sikap mental individu dalam

pembentukan sikap dan perilaku

(Tasmara, 2001) sedang

Darmadi Harjo (1992)

menyatakan, disiplin untuk

mematuhi semua ketentuan dan

norma yang berlaku dalam

menunaikan tugas dan tanggung

jawab.

Senada dengan pendapat

di atas Refianto (1985)

sesesorang atau sekelompok

orang yang senantiasa

berkehendak mengikuti atau

mematuhi keputusan yang telah

ditetapkan sedangkan Bernhardt

(1969) menyatakan bahwa

disiplin adalah kepatuhan yang

terjadi karena adanya pengaruh

faktor eksternal yang berupa

tekanan dari lingkungan atau

kelompok.

Berdasarkan beberapa

pengertian tersebut di atas, maka

dapat disimpulkan bahwa

disiplim adalah sikap mental

individu baik secara sukarela

atau paksaan, untuk mematuhi

tata tertib yang telah disepakati

oleh semua pihak yang terkait.

Siswa yang tidak disiplim

dikatakan sebagai siswa yang

mengalami penyimpangan

perilaku, dan setiap pelanggaran

disiplin tergolong pada

penyimpangan perilaku.

Gordon (1976) menjelaskan

bahwa perilaku bermasalah

menyangkut pelanggaran tata

tertib sekolah, yaitu :

a. Pelanggaran disiplin di

kelas, misalnya : bereaksi

sebagai tanda ketidakpuasan,

tidak memperhatikan,

mengalihkan perhatian

orang lain, membuat

kerusakan, berbicara kotor,

Page 204: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

196

berbuat cabul dan

menyerang.

b. Pelanggaran disiplin di luar

sekolah, tetapi masih di

lingkungan sekolah,

misalnya : berkelahi, suka

merusak, merokok,

berpakaian tak pantas,

berjudi, dll.

c. Membolos

d. Terlambat masuk sekolah.

Kerajinan / disiplin

mencakup kehadiran setiap mata

pelajaran, menyerahkan tugas

tepat waktu, membaca buku dan

sejenisnya. (Depdiknas, 2003).

Disiplin juga meliputi hal-hal

berikut :

(1). Belajar dan bekerja secara

tertib dan teratur serta

bertanggung jawab, (2)

mematuhi segala peraturan di

lingkungan sekolah dalam

pergaulan sesama teman

(wirataputra).

Dari pendapat-pendapat di

atas dapat diartikan bahwa

kedisiplinan siswa adalah

sebagai berikut :

1. Latihan batin dan watak

untuk sikap mental dan

pembentukan sikap dan

perilaku.

2. Mematuhi semua ketertiban

dan norma yang berlaku.

3. Kehadiran di setiap mata

pelajaran.

4. Menyerahkan tugas tepat

waktu.

5. Membaca buku.

6. Belajar secara tertib dan

teratur.

7. Tidak melakukan

pelanggaran disiplin di

kelas.

8. Tidak melakukan

pelanggaran disiplin di luar

kelas.

9. Tidak membolos.

10. Tidak terlambat.

METODE PENELITIAN

Penelitian tindakan

dalam bidang pendidikan yang

dilaksanakan dalam kawasan

kelas dengan tujuan

memeperbaiki dan

meningkatkan kualitas

pembelajaran merupakan

penelitian tindakan kelas.

Penelitian tindakan kelas

in menggunakan model

penelitian lewin (1990). Lewin

berpendapat, bahwa cara terbaik

untuk memajukan orang adalah

dengan melibatkan mereka

dalam penelitian mereka sendiri

dan yang ada dalam kehidupahn

mereka, lewin menekankan

pentingnya kolaborasi dan

partisipasi yang bersifat

demokratis.

Penelitian tindakan

adalah penelitian yang

merupakan suatu rangkaian

langkah-langkah (a spiral of

steps) setiap langkah terdiri dari

4 tahap.

A. RANCANGAN PENELITIAN

Dalam rancangan

penelitian tindakan kelas ini

menggunakan model Penelitian

Lewin (1990), yaitu sebagai

berikut :

1. Tahap Perencanaan

Tindakan

Page 205: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

197

Disusun berdasarkan

permasalahan yang ada,

yang diuji secara empirik

sehingga perubahan yang

diharapkan dapat

mengidentifikasikan aspek

dan hasil pembelajaran

sekaligus mengungkap

faktor pendukung dan

penghambat pelaksanaan

tindakan.

2. Tahap Pelaksanaan

Tindakan

Penelitian tindakan kelas

dilaksanakan berdasarkan

pertimbangan teoritik dan

empirik agar hasil yang

diperoleh berupa

peningkatan kinerja dan

hasil program optimal.

Pelaksana Penelitian ini

adalah konselor dab dapar

berkolaborasi dengan pihak

lain.

3. Tahap Observasi

Pengamatan dalam

penelitian tindalan kelas

adalah pengumpulan data

yang berupa proses

perubahan kinerja

pembelajaran.

4. Tahap Refleksi

Refleksi merupakan

kegiatan menganalisis,

interpretasi dan eksplarasi

(penjelasan) terhadap semua

informasi yang diperoleh

dari pelaksana tindakan.

B. SUBYEK PENELITIAN

Subyek penelitian

tindakan kelas ini diperoleh

melalui penentuan populasi dan

sampel. Di bagian populasi

akan dibahas mengenai

poertimbangan pengambilan

subyek penelitian yang

dijadikan populasi. Sedangkan

dalam penentuan sampel,

dilakukan dengan teknik

porposive sampling secara detail

dijabarkan sebagai berikut :

1. Populasi

Populasi adalah

keseluruhan dari obyek

penelitian baik berupa

karateristik niali-nilai, yang

nantinya akan dikenal

generalisasi (Winarsunu,

2002). Populasi yang

dijadikan subyek penelitian

adalah siswa SMAN 1 Woha

Kabupaten Bima Kelas XII

IPS.

Penentuan populasi

dikhususkan bagi siswa

kelas XII IPS telah mampu

mengaktualisasikan dan

merefleksikan tingkah laku

dalam kehidupan sekolah.

Dari segi keruangan dan

tempat, siswa XII IPS

merupakan tingkatan paling

atas untuk Sekolah

Menengah Atas, dengan

demikian akan

memperngaruhi kondisi

psikologis yang membentuk

perasaan superior yang

timbul mengakibatkan

perilaku yang lebih dari

yang lain, seperti perilaku

yang menentang tata tertib.

Populasi dapat dilihat pada

tabel 1.1.

2. Sampel adalah bagian kecil

individu dari suatu populasi yang

dapat mempresentasikan populasi

Page 206: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

198

(Sugianto, 2004) panrikan sampel

dilakukan dengan teknik purpusive

sampling.

Dasar pemikirannya adalah

sampel ditarik dengan sengaja sebab

alasan-alasan tertentu (Surakhmad,

1982).

Pengambilan populasi dan

sampel secara terinci dapat dilihat

dalam tabel 1.1 berikut ini :

Tabel 1.1 Populasi dan Sampel

Penelitian POPULASI JUMLAH SAMPEL JUMLAH

SMAN 1 Woha

Kabupaten Bima

Kelas XII IPS

335

Siswa

Kelas

XII A

42

Siswa

C. TEKNIK PENGUMPULAN

DATA

Pengumpulan data

penelitian dilakukan dengan

memberikan angket kedisiplinan

pada siswa sebelum dan sesudah

layanan informasi kedisiplinan

diberkan.

D. ANALISIS DATA

Data kuanitatif yang

diperoleh dianalisis dengan

perhitungan skor yang ditunjukkan

dari hasil jawaban siswa pada

angket kedisiplinan siswa. Hasil

jawaban sebelum diberikan layanan

informasi kedisiplinan

dibandingkan dengan hasil jawaban

setelah layanan informasi tentang

kedisiplinan diberikan.

HASIL PENELITIAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Evaluasi Layanan Informasi

dan Hasil Observasi Siklus

Tindakan I

Evaluasi Layanan Informasi

Siklus Tindakan I dilaksanakan

dengan cara menyebarkan angket.

Pada pelaksanaan penyebaran

angket jumlah siswa yang hadir

pada pertemuan kedua sebanyak

40 orang. Adapun hasil angket

siswa sebelum dan sesudah

tindakan secara lengkap terlampir,

angket yang telah disebarkan

sebelum diberikan layanan

informasi dianalisis diperoleh rata-

rata 50,88 yang berkategori

kurang. Dengan berpedoman pada

Tabel 3.1 hasilnya tampak pada

Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil Angket Sebelum

Tindakan I

No Kriteria

Pemahaman

Kedisiplinan

Jumlah Persentase

1 Sangat baik 0 0%

2 Baik 7 18%

3 Cukup 12 30%

4 Kurang 18 45%

5 Sangat

Kurang

3 8%

Jumlah 40 100%

Dari tabel di atas dapat

dijelaskan pemahaman kedisiplinan

siswa Kelas XII IPS SMAN 1 Woha

Kabupaten Bima paling banyak 18

anak (45%) kurang memahami

kedisiplinan dalam mentaati tata

tertib sekolah. Sedangkan secara

berurutan yang berkategori cukup

sebanyak 12 anak (30%), baik 7

anak (18%) dan sangat kurang

sebanyak 3 anak (8).

Sedangkan hasil angket

setelah diberikan layanan informasi

rata-rata nilai sebesar 73,35

Page 207: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

199

termasuk kategori baik. Dari jumlah

siswa yang telah diberi layanan

informasi sebarannya seperti tabel

berikut: No Kriteria

Pemahaman

Kedisiplinan

Jumlah Persentase

1 Sangat baik 9 23%

2 Baik 20 50%

3 Cukup 10 255

4 Kurang 1 3%

5 Sangat Kurang 0 0%

Jumlah 40 100%

Sesuai tabel di atas

dapat dijelaskan pemahaman

kedisiplinan siswa Kelas XII

IPS SMAN 1 Woha

Kabupaten Bima paling

banyak 20 anak (50%), baik

dan secara berurutan yang

berkategori cukup sebanyak

10 anak (25%), sangat baik

9 anak (23%) dan kurang

sebanyak 1 anak (3%).

Hasil observasi

selama proses pemberian

layanan informasi terhadap

aktivitas siswa pada siklus

tindakan I dapat diringkas

pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Taraf Keberhasilan Tindakan Ditinjau Dari Aspek Siswa

No Deskriptor Frekuensi Persentase Kategori

1 Keaktifan anak

berdiskusi dengan teman

dalam men-cermati

materi kedisiplinan

27

67,50%

Baik

2 Keaktifan anak

berdiskusi dengan teman

dalam tema yang

berkaitan dengan

kedisiplinan

23

57,50%

Cukup

3 Keaktifan siswa bertanya 22 55,00% Cukup

4 Keaktifan siswa

merespon pertanyaan

24

60,00%

Cukup

5 Mencatat konsep atau

hal-hal penting

secepatnya

28

70,00%

Baik

6 Memperhatikan

penjelasan yang

disampaikan teman pada

waktu pembahasan di

kelas

20

50,00%

Cukup

7 Memperhatikan

penjelasan yang

disampaikan Pem-

Page 208: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

200

bimbing pada waktu

pembahasan di kelas

29 72,50% Baik

Rata-rata 24,71 61,39% Baik

Dari tabel 4.3 di atas

dapat dijelaskan bahwa skor

hasil observasi pada layanan

informasi yang telah

berlangsung secara klasikal

dengan jumlah siswa sebesar

40, setiap indikator aktivitas

siswa rata-rata 61,79%.

Dengan melihat pedoman

taraf keberhasilan tindakan

seperti yang tecantum pada

tabel 3.1 maka keberhasilan

tindakan pada siklus

tindakan tahap I termasuk

kategori Baik.

B. HASIL PENELITIAN

SIKLUS TINDAKAN II

1. Evaluasi Layanan Informasi,

Hasil Obsrvasi dan Hasil

Wawancara Siklus Tindakan

Tahap II

a. Hasil Evaluasi

Pembelajaran

Evaluasi dilaksanakan

dalam bentuk pemberian

angket, selama tiga puluh

menit. Semua siswa hadir,

sehingga siswa yang mengisi

angket pada siklus tindakan

II sebanyak 40 orang. Hasil

lengkap nilai angket

terlampir. Adapun hasil

angket siswa sebelum

dilakukan layanan nampak

seperti tabel 4.3 setelah

dianalisis dengan kualifikasi

dengan 5 kategori.

Tabel 4.4 Hasil Angket

Sebelum Tindakan II No Kriteria

Pemahaman Kedisiplinan

Jumlah Persentase

1 Sangat Baik 0 0%

2 Baik 15 38%

3 Cukup 25 63%

4 Kurang 0 0%

5 Sangat

Kurang

0 0%

Jumlah 40 100%

Sesuai tabel 4.4 di atas dapat

dijelaskan pemahaman kedisiplinan

siswa Kelas XII IPS SMAN 1 Woha

Kabupaten Bima paling banyak 25

anak (63%), cukup dan paling

sedikit berkategori baik sebanyak

15 anak (38%). Jika dilihat dari nilai

rata-rata angket sebesar 66,15

berkategori cukup. Sedangkan hasil

angket setelah dilakukan layanan

informasi rata-rata siswa

mempunyai pemahaman bernilai

84,5 dengan kategori sangat baik.

Dari keempat puluh siswa banyak

24 anak (60%) berkategori sangat

baik dan sebanyak 14 anak (40%)

berkategori baik, seperti tabel

berikut.

Tabel 4.5 Hasil Angket

Sesudah Tindakan II No Kriteria

Pemahaman

Kedisiplinan

Jumlah Persentase

1 Sangat Baik 24 60%

2 Baik 16 40%

3 Cukup 0 0%

4 Kurang 0 0%

5 Sangat

Kurang

0 0%

Jumlah 40 100%

Page 209: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

201

b. Keberhasilan Tindakan

Ditinjau dari Aktivitas

Siswa

Hasil observasi terhadap

aspek aktivitas siswa selama

proses belajar mengajar pada

siklus tindakan II dapat

ditampilkan paad tabel 4.6.

Tabel 4.6 Taraf Keberhasilan Tindakan Ditinjau Dari Aspek Siswa

No Deskriptor Frekuensi Persentase Kategori

1 Keaktifan anak

berdiskusi dengan teman

dalam men-cermati

materi kedisiplinan

37

92,50%

Sangat

Baik

2 Keaktifan anak

berdiskusi dengan teman

dalam tema yang

berkaitan dengan

kedisiplinan

30

75,00%

Baik

3 Keaktifan siswa bertanya 28 70,00% Baik

4 Keaktifan siswa

merespon pertanyaan

31

77,50%

Baik

5 Mencatat konsep atau

hal-hal penting

secepatnya

38

95,00%

Sangat

Baik

6 Memperhatikan

penjelasan yang

disampaikan teman pada

waktu pembahasan di

kelas

32

80,00%

Sangat

Baik

7 Memperhatikan

penjelasan yang

disampaikan Pem-

bimbing pada waktu

pembahasan di kelas

37

92,50%

Sangat

Baik

Rata-rata 33,29 83,21% Sangat

Baik

Berdasarkan tabel 4.6 di atas dapat

dijelaskan bahwa skor hasil

observasi pada layanan informasi

yang telah berlangsung untuk

semua indikator aktivitas siswa

telah dilaksanakan, dari seluruh

siswa rata-rata 83% setiap

indikator siswa aktif. Hal ini

menunjukkan bahwa layanan

informasi yang peneliti

Page 210: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

202

laksanakan, aktivitas siswa optimal

kegiatannya. Dengan melihat

pedoman taraf keberhasilan

tindakan seperti yang tecantum

pada tabel 3.1 maka keberhasilan

tindakan pada siklus tindakan

tahap II termasuk kategori sangat

baik.

C. PEMBAHASAN HASIL

PENELITIAN

Hasil penelitian

menunjukkan bahwa layanan

informasi dengan menggunakan

metode ceramah, tanya jawab dan

diskusi dapat membuat siswa

memahami semua tata tertib yang

berlaku di sekolah. Dengan

pemahaman tata tertib sekolah

siswa dapat berusaha untuk

menciptakan kondisi pembelajaran

di dalam kelas, menciptakan

kondisi lingkungan yang sehat,

demokratis di lingkungan sekolah

PENUTUP

Sesuai dengan hasil

pembahasan adalah sebagai

berikut:

1. Pemberian layanan informasi

yang dapat meningkatkan

pemahaman kedisiplinan paad

siswa Kelas XII IPS SMAN 1

Woha Kabupaten Bima tahun

pelajaran 2010/2011. Pada

siklus tindakan I sebelum

dilakukan tindakan,

pemahaman tentang

kedisiplinan siswa di

lingkungan sekolah rata-rata

50,88% termasuk kategori

kurang dan meningkat setelah

dilakukan layanan informasi

menjadi rata-rata 73,35 dengan

kategori baik. Sedangkan pada

siklus tindakan II pemahaman

tentang kedisiplinan siswa di

lingkungan sekolah rata-rata

66,15 termasuk kategori cukup

dan meningkat setelah

dilakukan layanan informasi

menjadi rata-rata 84,5 dengan

kategori sangat baik.

2. Aktivitas siswa dalam layanan

informasi yang dapat

meningkatkan pemahaamn

kedisiplinan pada siswa Kelas

XII IPS SMAN 1 Woha

Kabupaten Bima tahun

pelajaarn 2010/2011. Hal ini

ditunjukkan dengan siswa aktif

dan merasa senang mengikuti

kegiatan layanan informasi

berlangsung di kelas. Siswa

aktif dalam mencermati materi

layanan informasi, melakukan

pencatatan, bekerja sama,

berdiskusi untuk memahami

konsep kedisiplinan yang

dipelajarinya.

DAFTAR PUSTAKA

Depdikbud. 2003. Kurikulum

Berbasis Kompetensi.

Jakarta: Direktorat Jenderal

Pendidikan Dasar dan

Menengah Direktorat

Sekolah Lanjutan Tingkat

Pertama.

Gunarso, Singgih. 1987. Psikologi

Anak Bermasalah. Jakarta:

PT. BPK Gunung Mulia.

Hurlock, E.B. 1990. Psikologi

Perkembangan: Suatu

Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan (Edisi

Kelima). Jakarta: Erlangga.

Page 211: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

203

Indrafachrudi, S. 1989.

Administrasi Pendidikan.

Malang: ardi Manunggal

Jaya.

Moleong. 2000. Metodologi

Penelitian Kualitatif.

Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Munandir. 1996. Program

Bimbingan Karir di

Sekolah. Jakarta:

Depdikbud.

Poerwadarminto, W.J.S. 1985.

Kamus Umum Bahasa

Indonesia. Jakarta: PN

Balai Pustaka.

Singarimbun, M. dan Effendi, S.

1995. Metode penelitian

Survei. Jakarta: PT Pustaka

LP3ES Indonesia.

Surachmad, Winarno. 1989.

Pengantar Penelitian

Ilmiah. Bandung: Tarsito.

Tim Pelatih Proyek PGSM. 1999.

Penelitian Tindakan Kelas.

Jakarta: Depdikbud.

Wahab, Azis dan Winata, Udin S.

2002. Pendidikan

Pancasila dan

Kewarganegaraan (PPKn).

Jakarta: Pusat Penerbitan

Universitas Terbuka.

Widada. 1991. Layanan-layanan

Bimbingan dan Konseling

di Sekolah. Malang:

Depdikbud OPF IKIP

Malang.

Page 212: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

204

MENINGKATKATKAN PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) MELALUI METODE

RESITASI DAN DISKUSI SISWA KELAS VI SDN INPRES NATU

KECAMATAN SAPE KAB. BIMA TAHUN PELAJARAN 2010/2011

M. Amin

Guru SDN Inpres Natu

Abstrak

Kata Kunci : Prestasi Belajar PKn, Metode Resitasi dan Diskusi

Metode mengajar adalah cara yang dipergunakan guru dalam

mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran.

Oleh karena itu peranan metode mengajar sebagai alat untuk menciptakan

proses mengajar dan belajar. Dengan metode diskusi dan resitasi ini

diharapkan tumbuh berbagai kegiatan belajar siswa sehubungan dengan

kegiatan mengajar guru. Oleh karenanya metode mengajar yang baik

adalah metode yang dapat menumbuhkan kegiatan belajar siswa.

Dengan demikian tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut

: (1) Mengetahui bagaimana implementasi metode diskusi dan resitasi

dalam meningkatkan prestasi belajar siswa, (2) Mengetahui apakah dengan

adanya implementasi metode diskusi dan resitasi dapat meningkatkan

prestasi belajar siswa. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian

tindakan kelas dengan pengumpulan data menggunakan observasi dan

catatan lapangan, dan teknik analisis dengan melakukan reduksi data,

inferensi, tahap tindak lanjut dan pengambilan kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan metode diskusi adalah salah satu

metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman siswa

terhadap suatu mata pelajaran. Keaktifan siswa dalam proses diskusi dapat

dirangsang melalui beberapa penghargaan seperti halnya memberikan nilai

tambahan bagi siswa yang aktif dalam proses diskusi. Hal ini terbukti

dengan kalencaran dalam belajar, menulis, menghafal, dan sebagainya.

Bahkan proses kegiatan belajar siswa dapat lebih efisien.

Sedangkan saran yang dapat diajukan kepada guru sebaiknya

metode diskusi dan resitasi secara kontinyu tetap diaplikasikan dalam

kegiatan khususnya untuk materi PKn untuk SD, mengingat metode

tersebut sangat relevan untuk menggembleng siswa agar mampu belajar

lebih rajin lagi walaupun tidak sekolah. Sebelum menerapkan suatu metode

pembelajaran baru, guru hendaknya dapat membaca situasi dan kondisi

siswa, karena suatu metode belum tentu sesuai untuk diterapkan di

lingkungan yang berbeda.

Page 213: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

205

A. Latar Belakang Masalah Mata pelajaran PKn

merupakan salah satu mata

pelajaran yang di dalamnya

mencakup pelajaran memahami,

menghayati, dan

mengamalkannya dalam

kehidupan sehari-hari. Tetapi

dalam kenyataan yang ada di

lapangan mata pelajaran

pendidikan PKn dewasa ini

mutunya masih rentan karena

belum mencaai target yang

diinginkan secara memadai, hal

ini disebabkan oleh kesulitan

siswa dalam mamahami materi

yang sukar diterima. Selain itu

metode yang digunakan dalam

proses belajar mengajar masih

terpaku pada buku-buku

pelajaran.

Pada hakekatnya guru

sering menggunakan suatu

metode dalam pengajaran, yaitu

metode ceramah sehigga proses

belajar anak hanya sekedar

merekam informasi saja, hal

demikian mengakibatkan proses

belajar anak hanya bersifat

harfiah saja. Guru mendiktekan

semua informasi dan murid

memperhatikaan serta mencatat

yang pada akhirnya anak

membiasakan diri untuk tidak

kreatif dalam mengemukakan

ide-ide dan memecahkan

masalah yang efeknya akan

membawa anak dalam kehidupan

di masyarakat. Siswa kurang

dapat mengolah informasi

menjadi ide-ide baru, tetapi

hanya merekam dan

mengemukanan informasi yang

telah diterimanya.

Tujuan pengajaran di

sekolah hendaknya bersifat

komprehensif artinya bukan

hanya mengutamakan

pengetahuan, melainkan juga

pembentukan strategi belajar

mengajar yang memungkinkan

siswa menguasai suatu konsep,

memecahkan suatu masalah

melalui satu proses yang

memberi kesempatan kepada

siswa untuk berfikir, percaya

kepada diri sendiri dan berani

mengemukanan pendapatnya,

berlatih bersifat kritis dan positif,

serta mampu berinteraksi sosial.

Dengan kata lain, diskusi

kelompok merupakan slaah satu

strategi belajar mengajar yang

memungkinkan tercapainya

tujuan pengajaran komprehensif.

Di saat sekarang ini

sering kita jumpai para siswa

yang tidak punya kesiapan dalam

menghadapi kegiatan belajar

mengajar, terutama dalam hal

materi pelajaran yang akan

disampaikan, sehingga ketika di

dalam kelas siswa tidak tahu

materi yang akan dibahas, selain

itu masalah alokasi waktu yang

tidak mencukupi, sehingga

menyebabkan interaksi belajar

mengajar menjadi tidak efektif

dan efisien serta tidak sesuai

dengan tuntutan yang diharapkan

oleh kurikulum. Oleh karena itu

untuk mengatasi hal tersebut

diperlukan suatu cara agar

pelaksanaan belajar mengajar

dapat terlaksana secara efektif

yaitu dengan menerapkan atau

menggunakan metode resitasi

sebagai variasi dalam penyajian

Page 214: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

206

dalam pembelajaran mata

pelajaran PKn baik itu tugas

individual atau kelompok, rumah

atau sekolah, merupakan salah

satu metode dari beberapa

metode yang ada sebagai

langkah alternatif dalam rangka

mengefektifkan dan

mengefisienkan proses

pembelajaran.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan

perumusan masalah tersebut

maka tujuan yang hendak

dicapai dalam penelitian ini

dapat dirumuskan sebagai

berikut :

1. Mengetahui bagaimana

penerapan metode diskusi

dan resitasi dalam

meningkatkan prestasi

belajar siswa siswa kelas

VI SDN Inpres Natu

Kecamatan Sape

Kabupaten Bima tahun

pelajaran 2010/2011.

2. Mengetahui apakah dengan

adanya penerapan metode

diskusi dan resitasi dapat

meningkatkan prestasi

belajar siswa siswa kelas

VI SDN Inpres Natu

Kecamatan Sape

Kabupaten Bima tahun

pelajaran 2010/2011.

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam

penelitian ini dirumuskan

sebagai berikut : “Dengan

adanya metode diskusi dan

resitasi diduga dapat

meningkatkan prestasi belajar

siswa kelas VI SDN Inpres Natu

Kecamatan Sape Kabupaten

Bima tahun pelajaran 2010/2011

”.

KAJIAN PUSTAKA

A. Pendidikan

Pendidikan merupakan

bagian integral dalam

pembangunan. Proses

pendidikan tidak dapat

dipisahkan dari proses

pembanguan itu sendiri.

Pembangunan diarahkan dan

bertujuan untuk

mengembangkan sumber daya

manusia yang berkualitas dan

sektor ekonomi, yang satu

dengan lainnya saling berkaitan

dan berlangsung dengan

berbarengan (Hamalik, 1999).

Tujuan pendidikan

adalah seperangkat hasil

pendidikan yang tercapai oleh

peserta didik setelah

diselenggarakannya kegiatan

pendidikan. Seluruh kegiatan

pendidikan, yakni bimbingan,

pengajaran, dan/atau latihan

diarahkan untuk mencapai tujuan

pendidikan. Dalam konteks ini,

tujuan pendidikan merupakan

suatu komponen sistem

pendidikan yang menempati

kedudukan dan fungsi sentral

(Hamalik, 1999).

Tujuan pendidikan

nasional seperti yang tercantum

dalam UU No. 2 Tahun 1989

tentang Sistem Pendidikan

Nasional, maka tujuan

pendidikan adalah mencerdaskan

kehidupan bangsa dan

mengembangkan manusia

Indonesia seutuhnya, yaitu

manusia yang beriman dan

bertaqwa terhadap Tuhan Yang

Page 215: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

207

Maha Esa dan berbudi pekerti

luhur, memiliki pengetahuan dan

keterampilan, kesehatan jasmani

dan rohani, kepribadian yang

mantap dan mandiri serta rasa

tanggung jawab kemasyarakatan

dan kebangsaan (Bab II pasal 4).

B. Ruang Lingkup Guru secara

Umum

Sebagai pengajar atau

pendidik, guru merupakan salah

satu faktor penentu keberhasilan

setiap upaya pendidikan. Itulah

sebabnya, setiap adanya inovasi

pendidikan, khususnya dalam

kurikulum dan peningkatan

sumber daya manusia yang

dihasilkan dari upaya pendidikan

selalu bermuara pada faktor

guru. Hal ini menunjukkan

bahwa betapa eksisnya peran

guru dalam dunia pendidikan

(Usman, 1995).

Dalam melaksanakan

tugasnya, guru tidak berada

dalam lingkungan yang kosong,

ia merupakan bagian dari sebuah

mesin besar pendidikan nasional

dan karena itu terikat pada

rambu-rambu yang telah

ditetapkan secara nasional

mengenai apa yang mesti

dilakukannya.

a. bagi kemajuan hidup yang

nyata dari sesuatu

masyarakat atau individu.

C. Hakekat Belajar Mengajar

Belajar dan mengajar

merupakan dua konsep yang

tidak bisa dipisahkan satu sama

lain. Belajar menunjuk pada apa

yang harus dilakukan seseorang,

sebagai subyek yang menerima

pelajaran, sedangkan mengajar

menunjuk pada apa yang harus

dilakukan oleh guru sebagai

pengajar (Hamalik, 1999).

Dua konsep tersebut

menjadi terpadu dalam satu

kegiatan manakala terjadi

interaksi guru dengan siswa

maupun siswa dengan siswa

pada saaat pengajaran itu

berlangsung. Inilah makna

belajar dan mengajar sebagai

suatu proses. Interaksi guru –

siswa sebagai makna utama

proses pengajaran memegang

peranan penting untuk mencapai

tujuan pengajaran yang efektif.

D. Metode Diskusi

Menurut Nana

Sudjana, metode diskusi pada

dasarnya adalah tukar menukar

informasi, pendapat, dan unsur-

unsur pengalaman secara teratur

dengan maksud untuk mendapat

pengertian bersama yang lebih

jelas dan lebih teliti tentang

sesuatu, atau untuk

mempersiapkan dan

merampungkan keputusan

bersama.

Sedangkan menurut

Suryosubroto (1997 : 179)

metode diskusi adalah suatu cara

penyajian bahan pelajaran

dimana guru memberi

kesempatan kepada para siswa

(kelompok-kelompok siswa)

untuk mengadakan perbincangan

ilmiah guna mengumpulkan

pendapat, membuat kesimpulan

atau menyusun beberapa

alternatif pemecahan suatu

masalah.

Dari beberapa pendapat

di atas dapat disimpulkan bahwa

Page 216: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

208

metode diskusi adalah suatu

metode yang dilakukan oleh dua

orang atau lebih dengan saling

tukar pendapat atau ide,

pengalaman, untuk mencapai

suatu tujuan tertentu.

a. Pengertian Metode Resitasi

Yang dimaksud dengan

metode resitasi atau penugasan

adalah metode penyajian bahan

dimana guru memberikan tugas

tertentu agar siswa melakukan

kegiatan belajar, yang mana

kegiatan itu dapat dilakukan di

dalam kelas, di halaman sekolah,

di laboratorium, di perpustakaan,

di rumah ataupun dimana saja

asal tugas itu dapat diselesaikan.

Menurut Roestiyah

dikatakan bahwa resitasi adalah

suatu metode dengan cara

menyusun laporan sebagai hasil

dari apa yang dipelajari. Resitasi

(penugasan) dapat berupa

perintah kemudian siswa

mempelajari bersama teman atau

sendiri untuk menyusun laporan

atau resume kemudian keesokan

harinya hasil laporan

didiskusikan dengan seluruh

siswa di kelas.

a. Pengertian Prestasi Belajar

Adapun pengertian

prestasi menurut WJS.

Poerdaminta adalah hasil yang

telah dicapai (dilakukan,

dikerjakan, dan sebagainya) dan

menurut Mas’ud Khasan Abdul

Qohar, prestasi adalah apa yang

telah diciptakan, hasil pekerjaan,

hasil yang menyenangkan hati

yang diperoleh dengan keuletan

kerja. Sedangkan menurut

Nasrul Harahap, dkk memberi

batasan bahwa prestasi adalah

penilaian pendidikan tentang

perkembangan dan kemajuan

murid yang berkenaan dengan

penguasaan bahan pelajaran

yang disajikan kepada mereka

serta nilai yang terdapat dalam

kurikulum.

METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini

menggunakan rancangan

penelitian tindakan kelas (PTK)

dimana dalam penelitian ini

dilakukan dengan mengikuti alur :

refleksi awal, perencanaan,

pelaksanaan tindakan,

pengamatan, refleksi, dan

perancangan ulang.

B. Objek Tindakan

Penelitian tindakan kelas

ini difokuskan pada siswa kelas VI

SDN Inpres Natu IV Kecamatan

Sape Kabupaten Bima dengan

mengadakan latihan-latihan dalam

pembelajaran materi pemahaman

bacaan dalam pembelajaran mata

pelajaran PKn, yang mana hanya

dua jam pelajaran dalam satu

minggu dengan alokasi waktu 45

menit satu jam pelajaran. Jadi

materi PKn harus benar-benar

dikuasi oleh peserta didik sehingga

anak didik mampu mengamalkan

dalam kehidupan sehari-hari.

C. Rencana Tindakan

1. Perencanaan Tindakan

Dalam penelitian

tindakan kels ini akan dipakai

siklus yang dilakukan secara

barulang-ulang dan berkelanjutan,

sehingga diharapkan semakin lama

semakin menunjang hasil yang

akan dicapai.

2. Implementasi Tindakan

Page 217: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

209

3. Observasi dan Interpretasi

4. Analisis dan Refleksi

E. Siklus Penelitian

Siklus penelitian

tindakan kelas dipersiapkan untuk

empat kali pertemuan yang

semuanya dibentuk dalam skenario

pembelajaran untuk dua pokok

bahasan. Tindakan kelas ini

dimulai pada bulan Nopember

tahun 2007 sampai dengan bulan

Desember 2007..

F. Pembuatan Instrumen

Pada penelitian ini,

peneliti disini menjadi instrumen

utama yang dimaksudkan adalah

dimana peneliti menjadi

pengumpul data pada penelitian

tindakan kelas, peneliti disini

merupakan pengumpul data dan

yang sangat penting peneliti juga

menjadi perencana dan pelaksana

tindakan kelas yang nantinya akan

banyak terlibat langsung dengan

siswa di dalam proses penelitian.

Instrumen pendukung

lain yang dapat digunakan untuk

memperoleh data adalah lembar

observasi dan skala penilaian

terhadap siswa di dalam keaktifan

berdiskusi dan mengerjakan tugas.

H. Indikator Kinerja

Penelitian dilaksanakan

dengan metode diskusi. Siswa

diharapkan lebih aktif di dalam

proses pembelajaran serta dapat

lebih memahami bidang studi

tertentu, khususnya dalam materi

PKn dalam hal ini indikator yang

ditemukan selama peneliti

menerapkan metode diskusi ini

bahwa sebagian besar siswa

berantusias setiap diskusi

dilangsungkan, mereka mengikuti

dengan sungguh-sungguh karena

mereka semua berkeinginan untuk

dapat memahami permasalahan

yang didiskusikan secara otomatis

akan berpengaruh terhadap

prestasi belajar siswa di dalam

kelas

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

1. Siklus Pertama

a. Perencanaan

Untuk mengetahui

pemahaman siswa tentang

konsep bacaan, peneliti disini

melaksanakan ujian

pengetahuan konsep bacaan

kemudian

mengklasifikasikan menjadi

sangat menguasai,

menguasai, belum menguasai

dan tidak menguasai,

selanjutnya peneliti

menentukan kelompok

menjadi 6 kelompok.

b. Pelaksanaan

Pada siklus ini dilaksanakan

pada pertemuan pertama

tepatnya pada tanggal 24

Nopember 2007, apa yang

telah dilaksanakan berjalan

sesuai dengan yang

direncanakan yaitu mengkaji

penguasaan konsep Nilai-

nilai Pancasila sebagai dasar

negara dan ideologi negara

dan pengelompokan menjadi

6 kelompok.

c. Pengamatan

Pada siklus pertama ini

peneliti menguji tentang

pemahaman siswa tentang

konsep nilai-nilai Pancasila

sebagai dasar negara dan

Page 218: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

210

ideologi negara yang

hasilnya adalah masih

banyak siswa yang belum

menguasai konsep nilai-nilai

Pancasila sebagai dasar

negara dan ideologi negara

dengan baik dan benar. Pada

siklus ini juga telah

membentuk kelompok

menjadi 6 kelompok yang

mana setiap kelompoknya

ada seorang yang menguasai

konsep nilai-nilai Pancasila

sebagai dasar negara dan

ideologi negara.

a. Refleksi

Dari hasil pengamatan

peneliti disini ternyata

penguasaan siswa tentang

konsep nilai-nilai Pancasila

sebagai dasar negara dan

ideologi negara dapat

dikatakan relatif rendah yang

dimaksud disini masih

banyak sekali siswa yang

belum paham makna bacaan

sehingga langkah-langkah

yang harus dilakukan untuk

mengantisipasi adalah

membuat beberapa kelompok

dan dibuat tutor sebaya.

2. Siklus Kedua

a. Perencanaan

Melanjutkan siklus pertama,

disini akan melakukan

diskusi untuk

mempresentasikan tugas

tentang pemahaman nilai-

nilai Pancasila sebagai dasar

negara dan ideologi negara

yang ditentukan.

b. Pelaksanaan

Pada siklus ini dilaksanakan

pada tanggal 1 Desember

2007 apa yang telah

direncanakan pada hari itu

berjalan dengan lancar.

a. Pengamatan

Untuk siklus ini peneliti

dapat melakukan diskusi

hanya 3 kelompok, dalam

diskusi ini para siswa masih

kurang aktif dalam diskusi

yang telah berlangsung.

b. Refleksi

Dari hasil pengamatan

peneliti ternyata siswa

kurang aktif dalam diskusi

maka langkah yang bisa

diambil guru merangsang

siswa untuk bertanya.

Tabel 4.1. Penilaian Pemahaman Konsep Nilai-nilai Pancasila

NO NAMA LKS Keaktifan

1 Siti Nur Kholipah 77 70

2 Deri Nurfuad 60 70

3 Eva Nurhalimah 78 70

4 Elya Fitra Megawasinta 65 80

5 Erma Wahyuni 75 70

6 Ilham Rochmad .F 80 70

7 Khusniatul Munna 80 70

8 Khusnatul Maghfiroh 50 70

9 Luluk Amelina 48 70

10 Miftachul Af'idah 75 80

Page 219: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

211

11 M. Fariz Hidayatulloh 63 80

12 M. Rizki Aziz 78 70

13 Miftahul Rohmah 85 70

14 Niswatul Khotimah 68 70

15 Nursidikiyah 87 80

16 Septian Dwi Devinta .S 58 70

17 Teddi Bagus Setiawan 68 70

18 Wahyu Susanti 88 70

19 Mega Mijil Wipo 78 70

20 Yahya Dwi Kurnia 84 70

3

. Siklus Ketiga

a. Perencanaan

Pada siklus ini akan

melanjutkan diskusi yang

belum selesai pada konsep

Nila-nilai Pancasila sebagai

dasar negara dan ideologi

negara sekaligus melanjutkan

materi pemahaman isi dan

pemilihan kata dan ulangan

harian untuk konsep bacaan,

pada pertemuan selanjutnya

melakukan ulangan harian.

b. Pelaksanaan

Pada siklus ini dilaksanakan

dua kali pertemuan,

pertemuan pertama pada 8

Desember 2007, dan

pertemuan kedua pada

tanggal 15 Desember 2007.

c. Pengamatan

Pada siklus ini peneliti telah

menggunakan metode

diskusi melanjutkan konsep

Nilai-nilai Pancasila sebagai

dasar negara dan ideologi

negara dan melaksanakan

materi sikap positif terhadap

Pancasila dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara.

Pada siklus ini dapat

dikatakan bahwa sudah mulai

aktif atau ikut serta dalam

diskusi yang sedang

berlangsung.

d. Reflkesi

Dari hasil pengamatan

peneliti ternyata siswa aktif

dalam diskusi dan sudah bisa

memahami konsep sikap

positif terhadap Pancasila

dalam kehidupan berbangsa

dan bernegara. Disini dapat

dilihat dari ulangan harian

yang telah dilaksanakan.

Oleh karena itu, tidak

mustahil guru memberi nilai

tambahan pada siswa yang

aktif.

Tabel 4.2. Penilaian Materi Pemahaman Sikap Positif Terhadap Pancasila

NO NAMA UH I UH II LKS

1 Siti Nur Kholipah 90 80 70

2 Deri Nurfuad 78 90 78

3 Eva Nurhalimah 90 95 80

Page 220: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

212

4 Elya Fitra Megawasinta 88 85 75

5 Erma Wahyuni 82 84 70

6 Ilham Rochmad .F 91 96 80

7 Khusniatul Munna 92 100 78

8 Khusnatul Maghfiroh 82 80 70

9 Luluk Amelina 82 74 80

10 Miftachul Af'idah 97 85 80

11 M. Fariz Hidayatulloh 65 84 70

12 M. Rizki Aziz 77 80 70

13 Miftahul Rohmah 86 100 80

14 Niswatul Khotimah 93 82 70

15 Nursidikiyah 91 85 76

16 Septian Dwi Devinta .S 97 80 70

17 Teddi Bagus Setiawan 90 90 70

18 Wahyu Susanti 89 100 78

19 Mega Mijil Wipo 97 80 78

20 Yahya Dwi Kurnia 93 100 80

B.

Pembahasan

Mata pelajaran PKn

merupakan salah satu mata

pelajaran yang di dalamnya

mencakup pelajaran memahami,

menghayati, dan mengamalkannya

dalam kehidupan sehari-hari.

Tetapi dalam kenyataan yang ada

di lapangan mata peljaran PKn

dewasa ini mutunya masih rentan

karena belum mencapai target

yang diinginkan secara memadai.

Hal ini disebabkan oleh kesulitan

siswa dalam memahami materi

yang sukar diterima. Selain itu

metode yang digunakan dalam

proses belajar mengajar masih

terpaku pada buku-buku pelajaran.

Peneliti melakukan

penelitian dikhususkan pada

materi pelajaran PKn. Keadaan

dalam kelas ini pada awalnya

kurang dapat memahami materi

PKn dengan baik.

Dari fenomena itu guru

berinisiatif untuk

mengelompokkan siswa menjadi

beberapa kelompok untuk

berdiskusi, hal ini diharapkan

siswa dapat bekerja sama dengan

yang lain, dengan demikian akan

lebih mudah untuk memahami

materi pelajaran PKn.

Selain itu dengan

berdiskusi suasana kelas lebih

hidup sebab siswa mengarahkan

perhatian atau pikirannya kepada

masalah yang akan didiskusikan.

Dapat memunculkan kreativitas,

ide, prestasi kepribadian individu

seperti toleransi, demokrasi,

berpikir kritis, sistematis, sabar

dan sebagainya. Kesimpulan hasil

diskusi mudah dipahami siswa

karena mereka mengikuti proses

berfikir sebelum sampai pada

suatu kesimpulan.

Page 221: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

213

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah peneliti mengadakan

pengamatan terhadap penerapan

metode diskusi dan reitasi dalam

rangka meningkatkan prestasi

belajar siswa terhadap mata

pelajaran PKn, maka disini dapat

ditarik kesimpulan :

Metode diskusi adalah

salah satu metode yang

dapat digunakan untuk

meningkatkan pemahaman

siswa terhadap suatu mata

pelajaran.

Keaktifan siswa dalam

proses diskusi dapat

dirangsang melalui

beberapa penghargaan

seperti halnya memberikan

nilai tambahan bagi siswa

yang aktif dalam proses

diskusi.

Penugasan disini dapat

membantu siswa untuk

lebih bisa memahami,

menghayati mata pelajaran

PKn.

Penugasan juga mengukur

siswa dari ranah kognitif

dan afektifnya

Keberhasilan guru dalam

proses pembelajaran dapat

dilihat dari hasil yang

dicapai yang diraih siswa

serta semangat dan

perhatian siswa terhadap

suatu mata pelajaran.

Kendala yang sering

muncul di dalam proses

diskusi adalah pertanyaan

dan jawaban yang kurang

mengena, disini

dikarenakan peserta diskusi

kurang begitu memahami

materi yang dibahas.

Kendala yang sering

muncul dalam penugasan

siswa sering

mengumpulkan tugas tidak

tepat waktu dengan

berbagai alasan

DAFTAR PUSTAKA

-----------. 1989. Strategi Belajar

Mengajar. Jakarta : Bina

Akksara.

Abdul Ghafur. 1980. Desain

Instruksional. Solo : Tiga

Serangkai.

Ardana, Wayan. 1980. Beberapa

Metode Statistik untuk

Keperlian Penelitian

Pendidikan. Malang :

Swadaya.

Arikunto, Suharsimi. 1993.

Manajemen Pengajaran

Secara Manusiawi.

Jakarta : Rineka Cipta.

------------. 1992. Dasar-dasar

Evaluasi Pendidikan.

Jakarta : Bumi Aksara.

------------. 1986. Dasar-dasar

Evaluasi Pendidikan.

Jakarta : Bumi Aksara.

------------. 1989. Penilaian

Program Pendidikan.

Proyek Pengembangan

LPTK Depdikbud. Ditjen

Dikti.

------------. 1998. Prosedur

Penelitian : Suatu

Pendekatan Praktek.

Jakarta : Bina Aksara.

Bahri Syaiful Djamara. 1994.

Prestasi Belajar dan

Page 222: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

214

Kompetensi Guru.

Surabaya : UN.

Combs, Arthur W.1984. The

Profesional Education of

Teachers. Allin and

Bacon, Inc, Boston.

Darajat Zakiyah. 2000. Guru dan

Anak Didik dalam

Interaktif Edukatif.

Jakarta : PT. Rineka

Cipta.

Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan. 1993.

Kurikulum SLTP 1994,

Landasan Program

Pengajaran Petunjuk

Pelaksanaan Kurikulum.

Jakarta.

Djamarah, Syaiful Bahri. 1994.

Guru dan Anak Didik

dalam Interaktif Edukatif.

Fakultas Tarbiyah IAIN

Antasari Banjarmasin.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002.

Strategi Belajar

Mengajar. Jakarta : PT

Rineka Cipta.

Hadi, Sutrisno. 1981. Metodologi

Research. Yayasan

Penerbitan Fakultas

Psikologi Universitas

Gajah Mada. Yogyakarta.

Hamalik, Oemar. 1992. Psikologi

Belajar dan Mengajar.

Sinar Baru : Bandung.

-----------. 1999. Kurikulum dan

Pembelajaran. PT. Bumi

Aksara. Jakarta

Hasibuan JJ dan Moerdjiono.

1998. Proses Belajar

Mengajar. Bandung :

Remandja Karya.

Hasibuan JJ dan Sulthoni. 2004.

Kemampuan Dasar

Mengajar. Departemen

Pendidikan-Universitas

Negeri Malang Fakultas

Ilmu Pendidikan.

Margono. 1997. Metodologi

Penelitian Pendidikan.

Jakarta : PT. Rineka

Cipta

Mursell, James L. Successful

Teaching (terjemahan).

Bandung : Jemmars.

Roestiyah N.K. 1991. Strategi

Belajar Mengajar.

Jakarta : Bina Aksara

Sardiman, A.M. 1996. Interaksi

dan Motivasi Belajar

Mengajar. Jakarta : Bina

Aksara.

Slameto. 1988. Evaluasi

Pendidikan. Jakarta :

Bina Aksara.

Soekamto, Toeti. 1997. Teori

Belajar dan Model-model

Pembelajaran. Jakarta :

PAU-PPAI, Universitas

Terbuka.

Soeratno dan Arsyat, Lincolin.

1988. Metodologi

Penelitian untuk

Ekonomi dan Bisnis.

Yogyakarta : BPFE.

Sudjana, Nana. 1984. Dasar-dasar

Proses Belajar

Mengajar. Bandung :

Sinar BaruAlgensido.

Sunaryo. 1999. Strategi Belajar

Mengajar Ilmu

Pengetahuan Sosial.

Malang : IKIP.

Suryabrata, Sumadi. 1990.

Psikologi Pendidikan.

Yogyakarta : Andi

Offset.

Page 223: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

215

Suryosubroto. 1997. Proses

Belajar Mengajar di

Sekolah. Jakarta : PT

Rineka Cipta

Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi

Pendidikan, Suatu

Pendekatan Baru.

Bandung : Remaja

Rosdakarya.

Syaiful, Bachri. 2000. Guru dan

Anak Didik dalam

Berinteraksi Edukatif.

Jakarta : PT Rineka Cipta

Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi

Guru Profesional.

Bandung : PT Remaja

Rosdakarya.

Wasty Soemanto. 1987. Psikologi

Pendidikan. Jakarta : PT

Rineka Cipta

Wetherington H.C and W.H Walt

Burton. 1986. Teknik-

teknik Belajar dan

Mengajar (terjemahan).

Bandung : Jemmars.

Page 224: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

216

Upaya Meningkatkan Pemahaman Terhadap Politik Luar Negeri Indonesia

yang Bebas dan Aktif dengan Menggunakan Media Gambar Sebagai Sumber

Belajar Pada Siswa Kelas VI SDN SDN Kuta Kecamatan Parado Kabupaten

Bima Tahun Pelajaran 2012/2013

MUHAMMAD JAFAR

Guru SDN Kuta

Abstrak

Kata Kunci: Pkn, media gambar

Penelitian ini berdasarkan permasalahan : a) Bagaimanakah cara

meningkatkan pemahaman terhadap politik luar negeri Indonesia yang bebas

dan aktif pada siswa kelas VI SDN Kuta Kecamatan Parado Kabupaten Bima

tahun pelajaran 2012/2013 ? b) Apakah penggunaan media gambar mampu

meningkatkan pemahaman terhadap politik luar negeri Indonesia yang bebas

dan aktif pada siswa kelas VI SDN Kuta Kecamatan Parado Kabupaten Bima

tahun pelajaran 2012/2013 ?

Tujuan dari penelitian ini adalah : a) Mengetahui cara meningkatkan

pemahaman terhadap politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif pada

siswa kelas VI SDN Kuta Kecamatan Parado Kabupaten Bima . b)

Mengetahui apakah penggunaan media gambar mampu meningkatkan

pemahaman terhadap politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif pada

siswa kelas VI SDN Kuta Kecamatan Parado Kabupaten Bima .

Penelitian ini menggunakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

sebanyak tiga siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan,

kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah

siswa kelas VI SDN Kuta Kecamatan Parado Kabupaten Bima tahun

pelajaran 2012/2013 . Data yang diperoleh berupa data keaktifan siswa, data

aktifitas guru dan data penyebaran angket.

Dari hasil analisis data didapatkan bahwa pemahaman siswa terhadap

pembelajaran PKn mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus III

yaitu, siklus I (66,66% ), siklus II (83,33%), siklus III (91,66%).

Kesimpulan dari penelitian ini adalah penggunaan media gambar

sebagai sumber belajar mampu meningkatkan pemahaman siswa kelas VI

SDN Kuta Kecamatan Parado Kabupaten Bima tahun pelajaran 2012/2013

terhadap pembelajaran PKn.

Page 225: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

217

A. Latar Belakang Masalah

Mata pelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan

merupakan mata pelajaran yang

memfokuskan pada

pembentukan warganegara yang

memahami dan mampu

melaksanakan hak-hak

kewajibannya untuk menjadi

warganegara Indonesia yang

melaksanakan hak-hak

kewajibannya untuk menjadi

warganegara Indonesia yang

cerdas, terampil, dan

berkarakter yang diamanatkan

oleh Pancasila dan UUD 1945.

Tujuan dari mata

pelajaran ini adalah agar peserta

didik memiliki kemampuan

sebagai berikut: (1) Berpikir

secara kritis,rasional, dan kreatif

dalam menanggapi isu

kewarganegaraan, (2)

Berpartisipasi secara aktif dan

bertanggungjawab, dan

bertindak secara cerdas dalam

kegiatan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara serta

anti korupsi, (3) Berkembang

secara positif dan demokratis

untuk membentuk diri

berdasarkan karakter-karakter

masyarakat Indonesia agar dapat

hidup bersama dengan bangsa-

bangsa lainnya, dan (4)

Berinteraksi dengan bangsa-

bangsa lain dalam percaturan

dunia secara langsung atau tidak

langsung dengan memanfaatkan

teknologi informasi dan

komunikasi. (Badan Standar

Nasional Pendidikan. 2006:

21.22).

Untuk mencapai tujuan

dari mata pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan utamanya

dalam menjelaskan politik luar

negeri Indonesia yang bebas dan

aktif, perlu adanya kesiapan dari

peserta didik yang memiliki

motivasi serta minat belajar

yang tinggi, karena dengan

motivasi serta minat belajar

yang tinggi peserta didik akan

mampu melakukan aktivitas

belajar. Dengan kesiapan

peserta didik melakukan

aktivitas belajar, mereka akan

mampu menyerap dan

mengendapkan materi pelajaran

dengan baik. Hal ini sesuai

dengan yang diungkapkan oleh

Nur (2001: 3) bahwa siswa yang

bermotivasi dalam belajar

sesuatu akan menggunakan

proses kognitif yang lebih tinggi

dalam mempelajari materi itu,

sehingga siswa itu akan

menyerap dan mengendapkan

materi itu dengan lebih baik.

Selain itu juga

diperlukan kesiapan dari

pendidik yang dalam hal ini

adalah guru. Guru harus mampu

menyiapkan strategi

pembelajaran yang baik dan

sesuai dengan materi yang

disampaikannya serta yang tidak

kalah pentingnya adalah

menyiapkan media

pembelajaran. Karena dengan

media pembelajaran yang baik

akan memudahkan siswa

menangkap serta mengendapkan

materi pelajaran tersebut di

dalam memorinya.

Page 226: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

218

Namun kenyataan

dilapangan menunjukkan fakta

yang berlainan dengan harapan

penulis. Banyak guru yang

mengajar tanpa persiapan.

Media pembelajaranpun tak

pernah dipikirkan. Padahal

peran media dalam

pembelajaran sangat penting.

Dengan media, informasi dari

guru akan tersalurkan kepada

siswa. Karena media adalah

sesuatu yang

mengantar/meneruskan

informasi (pesan) antara sumber

(pemberi pesan) dan penerima

pesan. Media adalah segala

bentuk dan saluran yang dapat

digunakan dalam suatu proses

penyajian informasi (AECT

Task Force,1977:162) (dalam

Latuheru,1988:11).

Selain sebagai

penyampai informasi, media

juga berfungsi untuk

menghilangkan verbalisme

dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran yang tanpa

menggunakan media akan

terkesan verbal dan

mengambang. Siswa hanya tahu

atau mendengar apa yang

diucapkan oleh guru tanpa

mengetahui obyek sebenarnya.

Untuk menjelaskan

materi pembelajaran PKn

khususnya pada politik luar

negeri Indonesia yang bebas dan

aktif diperlukan suatu media

pembelajaran. Hal ini

dimaksudkan untuk

memperjelas materi yang

disampaikan guru. Media yang

dimaksud adalah gambar.

Dengan menggunakan gambar

atau foto siswa akan lebih cepat

menangkap materi yang

disampaikan oleh guru.

B. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan

permasalahan di atas, penelitian

ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui cara

meningkatkan pemahaman

terhadap politik luar negeri

Indonesia yang bebas dan

aktif pada siswa kelas VI

SDN Kuta Kecamatan

Parado Kabupaten Bima

Tahun Pelajaran 2012/2013.

2. Mengetahui apakah

penggunaan media gambar

mampu meningkatkan

pemahaman terhadap politik

luar negeri Indonesia yang

bebas dan aktif pada siswa

kelas VI SDN Kuta

Kecamatan Parado

Kabupaten Bima Tahun

Pelajaran 2012/2013.

KAJIAN PUSTAKA

A. Hakikat dan Tujuan

Pendidikan Kewarganegaraan

Hakikat Pendidikan

Kewarganegaraan adalah upaya

sadar dan terencana untuk

mencerdaskan kehidupan bangsa

bagai warga Negara dengan

menumbuhkan jati diri dan moral

bangsa sebagai landasan

pelaksanaan hak dan kewajiban

dalam bela Negara, demi

kelangsungan kehidupan dan

kejayaan bangsa dan Negara.

Tujuan Pendidikan

Kewarganegaraan adalah

mewujudkan warganegara sadar

Page 227: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

219

bela negara berlandaskan

pemahaman politik kebangsaan,

dan kepekaan mengembangkan

jati diri dan moral bangsa dalam

perikehidupan bangsa.

Pendidikan

Kewarganegaraan pada dasarnya

mengajarkan kepada kita dan

memberi masukan yang positif

dari segi ilmu pengetahuan.

Dimana kita dapat mempelajari

berbagai hal, mulai dari suatu

individu hingga negara itu

sendiri dan status-status lainnya.

Pendidikan

Kewarganegaraan dapat

memberikan kita gambaran

tentang cita-cita, harapan, dan

lainnya yang kesemuanya tidak

hanya kita lihat dari satu sudut,

tetapi dari segi yang berbeda dan

pandangan serta pendapat yang

berbeda pula.

B. Media Pembelajaran

Pengertian media mengarah

pada sesuatu yang

mengantar/meneruskan informasi

(pesan) antara sumber (pemberi

pesan) dan penerima pesan. Media

adalah segala bentuk dan saluran

yang dapat digunakan dalam suatu

proses penyajian informasi (AECT

Task Force,1977:162) (dalam

Latuheru,1988:11). Robert Heinich

dkk (1985:6) mengemukakan

definisi medium sebagai sesuatu

yang membawa informasi antara

sumber (source) dan penerima

(receiver) informasi. Masih dari

sudut pandang yang sama, Kemp

dan Dayton (1985:3),

mengemukakan bahwa peran media

dalam proses komunikasi adalah

sebagai alat pengirim (transfer)

yang mentransmisikan pesan dari

pengirim (sander) kepada penerima

pesan atau informasi (receiver).

Pengembangan media

pembelajaran didasarkan pada 3

model pengembangan yaitu model

prosedural, model konseptual, dan

model teoritik. Model prosedural

merupakan model yang bersifat

deskriptif, yaitu menggariskan

langkah-langkah yang harus diikuti

untuk menghasilkan produk. Model

konseptual yaitu model yang

bersifat analitis yang memerikan

komponen-komponen produk yang

akan dikembangkan serta

keterkaitan antarkomponen.

Sedangkan model teoritik adalah

model yang menunjukkan hubungan

perubahan antar peristiwa.

Berdasarkan hal yang

dikemukan diatas, pengembangan

media berbantuan komputer

interaktif yang dikembangkan

mengikuti model prosedural dari

The ASSURE, dimana langkah yang

harus diikuti bersifat deskriptif yang

terdiri dari 6 langkah yaitu analisis

karakteristik siswa, penetapan

tujuan, pemilihan media dan materi,

pemanfaatan materi,

pengikutsertaan siswa untuk aktif

dalam pembelajaran, evaluasi/revisi.

Sedangkan model konseptual dari

pengembangan media berbantuan

komputer ini mengikuti teori belajar

behavior yang dikemukakan oleh

Gagne yaitu belajar yang dilakukan

manusia dapat diatur dan diubah

Page 228: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

220

untuk mengembangkan bentuk

kelakuan tertentu pada seseorang,

atau mempertinggi kemampuan,

atau mengubah kelakuannya

(Nasution, 1988: 131), sehingga

media pembelajaran yang

dikembangkan berdasar pada

“Programmed Instruction”.

Sehubungan dengan penggunaan

“Programmed Instruction”sebagai

konsep media yang dikembangkan,

maka teori belajar yang sesuai

dengan karakter dari “Programmed

Instruction” adalah teori belajar

asosiasi, menyatakan bahwa

hubungan antara stimulus dan

respon. Hubungan tersebut akan

semakin kuat apabila sering

diulangi dan respon yang benar

diberi pujian atau cara lain yang

memberikan rasa puas dan senang

(Nasution, 1988: 132).

D. Media Gambar (Charta)

Gambar sangat penting

digunakan dalam usaha

memperjelas pengertian pada

peserta didik, sehingga dengan

menggunakan gambar perserta didik

dapat lebih memperhatikan terhadap

benda-benda yang belum pernah

dilihatnya yang berkaitan dengan

pelajaran.

METODE PENELITIAN

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah

siswa kelas VI SDN Kuta

Kecamatan Parado Kabupaten Bima

Tahun Pelajaran 2012/2013 dengan

jumlah 12 siswa.

C. Variabel Penelitian

Pada bagian ini ditentukan

variabel-variabel penelitian yang

dijadikan titik-titik incar untuk

menjawab permasalahan yang

dihadapi. Variabel tersebut terdiri

dari (a) variabel input; yaitu siswa,

guru dan sumber belajar, (b)

variabel proses pelanggaran KBM;

interaksi belajar-mengajar, gaya

mengajar guru, implementasi

berbagai metode mengajar di kelas

dan cara belajar siswa, (c) Variabel

output rasa keingintahuan siswa,

kemampuan siswa mengaplikasikan

pengetahuan, sikap terhadap

pengalaman belajar yang telah

digelar, motivasi siswa, dan hasil

belajar siswa.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi

Teknik pengumpulan data observasi

terdiri dari dua macam. (1)

observasi terhadap siswa, (2)

observasi terhadap guru. Observasi

siswa dilakukan untuk memperoleh

data autentik terhadap peningkatan

kemampuan memahami politik luar

negeri Indonesia yang bebas dan

aktif pada saat mengikuti pelajaran,

sedangkan observasi guru dilakukan

oleh seorang kolaborator untuk

memperoleh data pelaksanaan

pembelajaran. Observasi guru juga

dimaksudkan untuk mengetahui

perkembangan pelaksanaan

pembelajaran, apakah sudah sesuai

atau belum dengan rencana yang

telah dipersiapkan. Observasi

dilakukan saat penelitian

berlangsung. Peneliti mengadakan

pengamatan secara langsung

terhadap perkembangan

kemampuan memahami politik luar

Page 229: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

221

negeri Indonesia yang bebas dan

aktif. Sedangkan observasi guru

dilakukan oleh kolaborator terhadap

pelaksanaan pembelajaran.

2. Tes Formatif

Pada akhir kegiatan pembelajaran,

dilakukan tes formatif siswa. Tes ini

bertujuan untuk mengetahui

peningkatan prestasi belajar siswa

setelah dilakukan penelitian dan

direncanakan dalam 3 siklus. Yaitu

tes formatif siklus I, tes formatif

siklus II dan tes formatif siklus III.

Tes formatif tersebut berisi

pertanyaan-pertanyaan seputar

politik luar negeri Indonesia yang

bebas dan aktif dan disusun dengan

menggunakan jenis tes obyektif /

pilihan ganda. Setelah lembar tes

diisi oleh siswa, selanjutnya peneliti

mengumpulkan data hasil tes

tersebut ke dalam tabel rekapitilasi

tes formatif siswa. Dari tabel

tersebut, akan diketahui apakah

kegiatan penelitian sudah

mengalami peningkatan dari

sebelum dilakukan penelitian.

E. Indikator Kinerja

1. Indikator Peningkatan

Kemampuan Memahami

Politik Luar Negeri

Indonesia.

Data siswa sebelum

dilakukan penelitian

menunjukkan kemampuan

memahami politik luar

negeri Indonesia hanya 35%.

Setelah dilakukan penelitian

diharapkan ada kenaikan

dalam memahami politik

luar negeri Indonesia tidak

kurang dari 80%. Apabila

dalam siklus I kegiatan

penelitian siswa mampu

mencapai angka persentase

tersebut, maka penelitian

dihentikan dan dianggap

berhasil. Namun penelitian

akan tetap dilanjutkan pada

siklus berikutnya bila

keberhasilan belum

mencapai angka yang telah

ditetapkan tersebut.

2. Indikator Aktivitas Guru

dalam Pembelajaran PKn

Peneliti menetapkan 70%

indikator perolehan kriteria

baik dalam lembar aktivitas

guru. Bila dalam penelitian

guru mampu mencapai

angka persentase tersebut,

aktifitas guru dalam

penelitian dianggap baik dan

berhasil.

3. Indikator Tes Formatif

Siswa

Tes ini disusun berdasarkan

kompetensi dasar yang ingin

dicapai, digunakan untuk

mengukur kemampuan

siswa dalam memahami

politik luar negeri Indonesia.

Tes formatif ini diberikan

setiap akhir kegiatan

penelitian dalam setiap

siklus. Bentuk soal yang

diberikan adalah pilihan

ganda (objektif).

Sebelumnya soal-soal ini

berjumlah 46 soal yang telah

diujicoba, kemudian penulis

mengadakan analisis butir

soal tes yang telah diuji

validitas dan reliabilitas

pada tiap soal. Analisis ini

digunakan untuk memilih

soal yang baik dan

Page 230: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

222

memenuhi syarat digunakan

untuk mengambil data.

F. Analisis Data

Untuk mengetahui

keefektifan kegiatan

pembelajaran dalam sebuah

penelitian perlu diadakan

analisa data. Dalam penelitian

ini digunakan teknik analisis

deskriptif kualitatif, yaitu suatu

teknik penelitian yang

menggambarkan kenyataan atau

fakta sesuai dengan data yang

diperoleh dengan tujuan untuk

mengetahui prestasi belajar

siswa juga untuk memperoleh

respon siswa terhadap kegiatan

pembelajaran serta aktivitas

siswa selama proses

pembelajaran.

Data yang akan

dianalisis dalam penelitian ini

terdiri dari data observasi

peningkatan kemampuan

memahami politik luar negeri

Indonesia, data aktivitas guru

dalam pembelajaran PKn dan

data hasil tes formatif siswa

dalam setiap siklus. Pengujian

data dilakukan dalam bentuk

persentase keberhasilan. Adapun

analisis data yang dibuat peneliti

adalah:

1. Analisis Data Observasi

Peningkatan Kemampuan

Memahami Politik Luar

Negeri Indonesia

Untuk melakukan observasi

peningkatan kemampuan

memahami politik luar

negeri Indonesia digunakan

lembar observasi

peningkatan kemampuan

memahami politik luar

negeri Indonesia. Lembar

observasi ini digunakan

untuk mengetahui tingkat

kemampuan siswa dalam

memahami politik luar

negeri Indonesia pada saat

mengikuti pelajaran. Dalam

kegiatan ini, rumus yang

digunakan adalah persentase

2. Analisis Data Observasi

Aktivitas Guru dalam

Pembelajaran PKn

Untuk menganalisis data

observasi aktivitas guru

digunakan rumus persentase

3. Analisis Tes Formatif Siswa

Untuk menganalisis tingkat

keberhasilan atau persentase

keberhasilan siswa setelah

proses belajar mengajar

dalam setiap siklus

dilakukan dengan cara

memberikan evaluasi berupa

soal tes tertulis pada setiap

akhir kegiatan pembelajaran.

Analisis ini dihitung dengan

menggunakan statistik

sederhana yaitu:

a. Untuk menilai ulangan atau tes

formatif

Peneliti melakukan penjumlahan

nilai yang diperoleh siswa, yang

selanjutnya dibagi dengan jumlah

siswa yang ada di kelas tersebut

sehingga diperoleh rata-rata tes

formatif dapat dirumuskan:

N

XX

b. Untuk ketuntasan belajar

Ada dua kategori ketuntasan belajar

yaitu secara perorangan dan secara

klasikal. yaitu seorang siswa telah

Page 231: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

223

tuntas belajar bila telah mencapai

skor 65% atau nilai 65, dan kelas

disebut tuntas belajar bila di kelas

tersebut terdapat 85% yang telah

mencapai daya serap lebih dari atau

sama dengan 65%. Untuk

menghitung persentase ketuntasan

belajar digunakan rumus sebagai

berikut:

%100...

xSiswa

belajartuntasyangSiswaP

c. Analisis Tes Formatif

Sebelum melakukan pengambilan

data dengan instrumen penelitian

berupa tes formatif,

G. Prosedur Penelitian

Sesuai dengan jenis

penelitian yang dipilih, yaitu

penelitian tindakan, maka

penelitian ini menggunakan

model penelitian tindakan dari

Kemmis dan Taggart (dalam

Sugiarti, 1997: 6), yaitu

berbentuk spiral dari sklus yang

satu ke siklus yang berikutnya.

Setiap siklus meliputi planning

(rencana), action (tindakan),

observation (pengamatan), dan

reflection (refleksi). Langkah

pada siklus berikutnya adalah

perencanaan yang sudah

direvisi, tindakan, pengamatan,

dan refleksi. Sebelum masuk

pada siklus 1 dilakukan tindakan

pendahuluan yang berupa

identifikasi permasalahan.

Siklus spiral dari tahap-tahap

penelitian tindakan kelas dapat

dilihat pada gambar berikut.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Siklus I

Rekapitulasi Lembar Observasi Keaktifan Siswa Pada Siklus I

No Kegiatan Jumlah/Persentase

B C K

1 Mengajukan pertanyaan 6/50,00% 3/25,00% 3/25,00%

2 Menjawab pertanyaan 4/33,33% 4/33,33% 3/25,00%

3 Menyimpulkan hasil pengamatan 5/41,66% 5/41,66% 2/16,66%

Hasil Tes Formatif Siswa Siklus I

No Nama Nilai

Keterangan

T TT

1 M. Rizal. B 50 √

2 Pipit. N 80 √

3 Versida 80 √

4 Eko Devi. K 70 √

5 Afinudin. M 70 √

6 Denis. K 80 √

Page 232: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

224

7 Dion. P 80 √

8 Aryl. U. S 80 √

9 Hadi. S 60 √

10 M. Ardiliwa 60 √

11 Yuliana. D 80 √

12 Dandi. R 50 √

Jumlah 840 8 4

Nilai rata-rata 70,00

B. Siklus II

Lembar Observasi Keaktifan Siswa Pada Siklus II

No Nama

Mengajukan

Pertanyaan

Menjawab

Pertanyaan

Menyimpulkan

Hasil Pengamatan

B C K B C K B C K

1 M. Rizal. B √ √ √

2 Pipit. N √ √ √

3 Versida √ √ √

4 Eko Devi. K √ √ √

5 Afinudin. M √ √ √ √

6 Denis. K √ √ √

7 Dion. P √ √ √

8 Aryl. U. S √ √ √

9 Hadi. S √ √ √

10 M. Ardiliwa √ √ √

11 Yuliana. D √ √ √

12 Dandi. R √ √

Jumlah 8 3 1 7 2 3 8 2 2

Persentase 66,66% 25,00% 8,33% 58,33% 16,66% 25,00% 66,66% 16,66% 16,66%

Rekapitulasi Lembar Observasi Keaktifan Siswa Pada Siklus II

No Kegiatan Jumlah/Persentase

B C K

1 Mengajukan pertanyaan 8/66,66% 3/25,00% 1/8,33%

2 Menjawab pertanyaan 7/58,33% 2/16,66% 3/25,00%

3 Menyimpulkan hasil pengamatan 8/66,66% 2/16,66% 2/16,66%

Page 233: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

225

Data Aktivitas Guru Siklus II

No Aktivitas Guru B C K

1. Menyiapkan sumber belajar √

2. Menggunakan sumber belajar √

3. Menjelaskan alat peraga √

4. Memberikan pertanyaan tentang alat

peraga √

5. Memberikan evaluasi √

6. Menyuruh siswa menjawab pertanyaan √

7. Memberikan umpan balik √

8. Memberikan penjelasan materi pelajaran √

9. Memotivasi siswa √

10. Menyampaikan tujuan pembelajaran √

11. Mengelola waktu

12. Menghubungkan dengan pelajaran

sebelumnya

13. Menyampaikan materi pelajaran √

14. Menjelaskan materi yang sulit √

Jumlah 7 3 3

Persentase 50,00% 21,42% 21,42%

No Nama Nilai Keterangan

T TT

1 M. Rizal. B 60 √

2 Pipit. N 90 √

3 Versida 90 √

4 Eko Devi. K 80 √

5 Afinudin. M 80 √

6 Denis. K 80 √

7 Dion. P 80 √

8 Aryl. U. S 80 √

9 Hadi. S 70 √

10 M. Ardiliwa 60 √

11 Yuliana. D 80 √

12 Dandi. R 70 √

Jumlah 920 10 2

Nilai rata-rata 76,66

Page 234: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

226

Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siklus II

No Uraian Hasil Siklus II

1

2

3

Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar

Persentase ketuntasan belajar

76,66

10

83,33

C. Siklus III

Lembar Observasi Keaktifan Siswa Pada Siklus III

No Nama

Mengajukan

Pertanyaan

Menjawab

Pertanyaan

Menyimpulkan

Hasil

Pengamatan

B C K B C K B C K

1 M. Rizal. B √ √ √

2 Pipit. N √ √ √

3 Versida √ √ √

4 Eko Devi. K √ √ √

5 Afinudin. M √ √ √

6 Denis. K √ √ √

7 Dion. P √ √ √

8 Aryl. U. S √ √ √

9 Hadi. S √ √ √

10 M. Ardiliwa √ √ √

11 Yuliana. D √ √ √

12 Dandi. R √ √ √

Jumlah 10 2 0 11 1 0 10 2 0

Persentase 83,33% 16,66% 0,00% 91,66% 8,33% 0,00% 83,33% 16,66% 0,00%

Rekapitulasi Lembar Observasi Keaktifan Siswa Pada Siklus III

No Kegiatan Jumlah/Persentase

B C K

1 Mengajukan pertanyaan 10/83,33% 2/16,66% 0/0,00%

2 Menjawab pertanyaan 11/91,66% 1/8,33% 0/0,00%

3 Menyimpulkan hasil pengamatan 10/83,33% 2/16,66% 0/0,00%

Data Aktivitas Guru Siklus III

No Aktivitas Guru B C K

1. Menyiapkan sumber belajar √

2. Menggunakan sumber belajar √

Page 235: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

227

3. Menjelaskan alat peraga √

4. Memberikan pertanyaan tentang alat peraga √

5. Memberikan evaluasi √

6. Menyuruh siswa menjawab pertanyaan √

7. Memberikan umpan balik √

8. Memberikan penjelasan materi pelajaran √

9. Memotivasi siswa √

10. Menyampaikan tujuan pembelajaran √

11. Mengelola waktu √

12. Menghubungkan dengan pelajaran

sebelumnya

13. Menyampaikan materi pelajaran √

14. Menjelaskan materi yang sulit √

Jumlah 11 2 1

Persentase 78,57% 14,28% 7,14%

Hasil Tes Formatif Siswa Siklus III

No Nama Nilai Keterangan

T TT

1 M. Rizal. B 60 √

2 Pipit. N 100 √

3 Versida 100 √

4 Eko Devi. K 90 √

5 Afinudin. M 80 √

6 Denis. K 90 √

7 Dion. P 90 √

8 Aryl. U. S 80 √

9 Hadi. S 80 √

10 M. Ardiliwa 70 √

11 Yuliana. D 80 √

12 Dandi. R 80 √

Jumlah 1.000 11 1

Nilai rata-rata 83,33

Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siklus III

No Uraian Hasil Siklus III

1

2

3

Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar

Persentase ketuntasan belajar

83,33

11

91,66

Page 236: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

228

D.

Pembahasan Antar Siklus

1. Peningkatan Kemampuan

Memahami Politik Luar Negeri

Indonesia

Berdasarkan data hasil penelitian

dapat dijelaskan adanya

peningkatan kemampuan siswa

dalam memahami politik luar

negeri Indonesia. Hal ini

dibuktikan dari hasil penelitian

dalam tabel pengamatan keaktifan

siswa dalam memahami politik

luar negeri Indonesia yang

menunjukkan adanya peningkatan

dari siklus I, II dan III, yaitu siklus

I sebesar 50,00%, 33,33%, dan

41,66%, siklus II sebesar 66,66%,

58,33% dan 66,66% dan siklus III

sebesar 83,33%, 91,66% dan

83,33%. Hasil penelitian ini

menunjukkan adanya peningkatan

siswa dalam memahami politik

luar negeri Indonesia.

2. Aktivitas Guru dalam

Pembelajaran PKn

Berdasarkan analisis data,

diperoleh aktivitas guru dalam

proses pembelajaran PKn telah

melaksanakan langkah-langkah

pembelajaran dengan baik. Hal ini

terlihat dari aktivitas guru yang

muncul di antaranya menyiapkan

sumber belajar, menggunakan

sumber belajar, menceritakan alat

peraga, memberikan pertanyaan

tentang alat peraga, memberikan

evaluasi, menyuruh siswa

menjawab pertanyaan ,

memberikan umpan balik,

memberikan penjelasan materi,

memotivasi siswa, menyampaikan

tujuan pembelajaran, mengelola

waktu, menghubungkan pelajaran

sebelumnya, menyampaikan

materi pelajaran, dan menjelaskan

materi yang sulit yang ditunjukkan

dengan persentase cukup besar.

Tes Formatif Siswa

Data tes formatif siswa

dalam setiap siklus selalu

menunjukkan adanya peningkatan.

Hal ini dapat dilihat dari hasil

belajar siswa dalam setiap

siklusnya, yaitu siklus I terdapat

66,66% siswa sudah tuntas belajar,

siklus II 83,33% siswa tuntas

belajar dan siklus III terdapat

91,66% siswa tuntas belajar. Dari

ketiga siklus tersebut dapat

disimpulkan adanya peningkatan

siswa dalam memahami politik

luar negeri Indonesia

PENUTUP

Dari hasil kegiatan

pembelajaran yang telah dilakukan

selama tiga siklus, dan

berdasarkan seluruh pembahasan

serta analisis yang telah dilakukan

dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Media gambar sangat efektif

dan mampu meningkatkan

pemahaman siswa dalam

memahami politik luar negeri

Indonesia dalam pembelajaran

PKn. Hal ini dibuktikan dengan

adanya peningkatan keaktifan

siswa SDN Kuta Kabupaten

Bima Tahun Pelajaran

2012/2013 dalam proses

pembelajaran PKn yang

menunjukkan adanya

peningkatan dalam setiap

siklusnya. keaktifan siswa

Page 237: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

229

berdampak pula pada

peningkatan perolehan nilai tes

formatif siswa dalam setiap

siklus, yaitu siklus I (66,66%),

siklus II (83,33%), siklus III

(91,66%).

2. Penggunaan media yang tepat

mampu menarik minat dan

aktifitas siswa serta mampu

menghilangkan verbalisme

dalam pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1998.

Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Praktek.

Jakarta: Rineksa Cipta

Badan Standar Nasional

Pendidikan, 2006. Standar Isi.

Jakarta : BSNP

Combs. Arthur. W. 1984. The

Profesional Education of

Teachers. Allin and Bacon,

Inc. Boston.

Dahar, R.W. 1989. Teori-teori

Belajar. Jakarta: Erlangga.

Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, 1994.

Petunjuk Pelaksanaan

Proses Belajar Mengajar,

Jakarta. Balai Pustaka.

Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, 1992.

Ensiklopedia Indonesia

Jilid 1, 2, 3, 4, 5, dan 6.

Jakarta : Depdikbud.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2000.

Strategi Belajar Mengajar.

Jakarta: Rineksa Cipta.

Enni Raharjo, dkk. 1996. Ilmu

Pengetahuan Alam untuk

SD. Jakarta : Depdikbud

Hamalik, Oemar. 1994. Media

Pendidikan. Bandung:

Citra Aditya Bakti.

Haryanto. 1994. Ilmu Pengetahuan

Alam Guru. Jakarta :

SEQIP

Ikhwan S.D, S. Pd dkk. 2006.

Fokus. Solo : CV

Sindhunata.

Kemmis, S. dan Mc. Taggart, R.

1988. The Action Research

Planner. Victoria Dearcin

University Press.

P. Ananta. S. Mia. 1994.

Pelajaran Ilmu

Pengetahuan Alam. Jakarta

: Kepala Cangkir.

U. Subagyo. 2006. Lembar

Kegiatan Siswa. Blitar :

TIM MGMP Sains

Yeni Hendriana, Darliana. 1998.

Petunjuk Guru Alam

Sekitar 1, 2, 3, dan 4.

Jakarta

Page 238: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

230

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN

AGAMA ISLAM DENGAN MENERAPKAN MODEL PENGAJARAN

KONTEKSTUAL BERBASIS MASALAH PADA SISWA KELAS IV

SDN 8 SAPE TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Muhammad

Guru SDN 8 Sape

Abstrak

Kata Kunci: PAI, metode belajar aktif model pengajaran terarah

Ada kecenderungan dalam dunia pendidikan dewasa ini untuk

kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan

diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak

“mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya, bukan „mengetahui‟-nya.

Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil

dalam kompetisi „mengingat‟ jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali

anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangkan panjang.

Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah: (a)

Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar PAI dengan diterapkannya

metode belajar aktif model pengajaran terarah? (b) Bagaimanakah pengaruh

metode belajar aktif model pengajaran terarah terhadap motivasi belajar?

Tujuan dari penelitian ini adalah: (a) Ingin mengetahui peningkatan

prestasi belajar PAI setelah diterapkannya metode belajar aktif model

pengajaran terarah.(b) Ingin mengetahui pengaruh motivasi belajar PAI

setelah diterapkan metode belajar aktif model pengajaran terarah.

Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research)

sebanyak tiga putaran. Setian putaran terdiri dari empat tahap yaitu:

rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian

ini adalah siswa kelas IV SDN 8 Sape kecamatan Sape kabupaten Bima. Data

yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar

mengajar.

Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami

peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (66,67%), siklus II

(77,78%), siklus III (88,89%).

Simpulan dari penelitian ini adalah metode belajar aktif model

pengajaran terarah dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar adalah

siswa kelas IV SDN 8 Sape kecamatan Sape kabupaten Bima, serta model

pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternative pembelajaran

PAI.

Page 239: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

231

A. Latar Belakang Masalah

Mengajar bukan semata

persoalan menceritakan. Belajar

bukanlah konsekuensi otomatis dari

perenungan informasi ke dalam

benak siswa. Belajar memerlukan

keterlibatan mental dan kerja siswa

sendiri. Penjelasan dan pemeragaan

semata tidak akan membuahkan

hasil belajar yang langgeng. Yang

bisa membuahkan hasil belajar yang

langgeng hanyalah kegiatan belajar

aktif.

Untuk bisa mempelajari

sesuatu dengan baik, kita perlu

mendengar, melihat, mengajukan

pertanyaan tentangnya, dan

membahasnya dengan orang lain.

Bukan Cuma itu, siswa perlu

“mengerjakannya”, yakni

menggambarkan sesuatu dengan

cara mereka sendiri, menunjukkan

contohnya, mencoba

mempraktekkan keterampilan, dan

mengerjakan tugas yang menuntut

pengetahuan yang telah atau harus

mereka dapatkan.

Setiap akan mengajar, guru

perlu membuat persiapan mengajar

dalam rangka melaksanakan

sebagian dari rencana bulanan dan

rencana tahunan. Dalam persiapan

itu sudah terkandung tentang, tujuan

mengajar, pokok yang akan

diajarkan, metode mengajar, bahan

pelajaran, alat peraga dan teknik

evaluasi yang digunakan. Karena itu

setiap guru harus memahami benar

tentang tujuan mengajar, secara

khusus memilih dan menentukan

metode mengajar sesuai dengan

tujuan yang hendak dicapai, cara

memilih, menentukan dan

menggunakan alat peraga, cara

membuat tes dan menggunakannya,

dan pengetahuan tentang alat-alat

evalasi.

Sementara itu teknologi

pembelajaran adalah salah satu dari

aspek tersebut yang cenderung

diabaikan oleh beberapa pelaku

pendidikan, terutama bagi mereka

yang menganggap bahwa sumber

daya manusia pendidikan, sarana

dan prasarana pendidikanlah yang

terpenting. Padahal kalau dikaji

lebih lanjut, setiap pembelajaran

pada semua tingkat pendidikan baik

formal maupun non formal apalagi

tingkat Sekolah Dasar, haruslah

berpusat pada kebutuhan

perkembangan anak sebagai calon

individu yang unik, sebagai

makhluk sosial, dan sebagai calon

manusia Indonesia.

Hal tersebut dapat dicapai

apabila dalam aktivitas belajar

mengajar, guru senantiasa

memanfaatkan teknologi

pembelajaran yang mengacu pada

pembelajaran struktural dalam

penyampaian materi dan mudah

diserap peserta didik atau siswa

berbeda.

Khususnya dalam

pembelajaran Pendidikan Agama

Islam , agar siswa dapat memahami

materi yang disampaikan guru

dengan baik, maka proses

pembelajaran kontektual, guru akan

memulai membuka pelajaran

dengan menyampaikan kata kunci,

tujuan yang ingin dicapai, baru

memaparkan isi dan diakhiri dengan

memberikan soal-soal kepada siswa.

Page 240: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

232

B. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan

permasalahan di atas, penelitian

ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui peningkatan

prestasi belajar PAI setelah

diterapkannya metode

belajar aktif model

pengajaran terarah pada

siswa Kelas IV SDN 8 Sape

Kabupaten Bima Tahun

Pelajaran 2014/2015.

2. Mengetahui pengaruh

motivasi belajar PAI setelah

diterapkan metode belajar

aktif model pengajaran

terarah pada siswa Kelas IV

SDN 8 Sape Kabupaten

Bima Tahun Pelajaran

2014/2015.

C. Definisi Operasional Variabel

Agar tidak terjadi salah

persepsi terhadap judul

penelitian ini, maka perlu

didefinisikan hal-hal sebagai

berikut:

1. Metode belajar aktif model

pengajaran terarah adalah:

Suatu bentuk pembelajaran

yang mengharuskan guru

mengajukan satu atau

beberapa pertanyaan untuk

melacak pengetahuan siwa

atau mengapatkan hipotesis

atau simpulan mereka.

2. Motivasi belajar adalah:

Merupakan daya penggerak

psikis dari dalam diri

seseorang untuk dapat

melakukan kegiatan belajar

dan menambah

keterampilan, pengalaman.

Motivasi mendorong dan

mengarah minat belajar

untuk tercapai suatu tujuan.

3. Prestasi belajar adalah:

Hasil belajar yang

dinyatakan dalam bentuk

nilai atau dalam bentuk skor,

setelah siswa mengikuti

pelajaran.

Gaya Belajar

Kalangan pendidik telah

menyadari bahwa peserta didik

memiliki bermacam cara

belajar. Sebagian siswa bisa

belajar dengan sangat baik

hanya dengan melihat orang lain

melakukannya. Biasanya,

mereka ini menyukai penyajian

informasi yang runtut. Mereka

lebih suka menuliskan apa yang

dikatakan guru. Selama

pelajaran, mereka biasanya

diam dan jarang terganggu oleh

kebisingan. Perserta didik visual

ini berbeda dengan peserta didik

auditori, yang biasanya tidak

sungkan-sungkan untuk

memperhatikan apa yang

dikerjakan oleh guru, dan

membuat catatan. Mereka

menggunakan kemampuan

untuk mendengar dan

mengingat. Selama pelajaran,

mereka mungkin banyak bicara

dan mudah teralihkan

perhatiannya oleh suara atau

kebisingan. Peserta didik

kinestetik belajar terutama

dengan terlibat langsung dalam

kegiatan. Mereka cenderung

impulsive, semau gue, dan

kurang sabaran. Selama

pelajaran, mereka mungkin saja

gelisah bila tidak bisa leluasa

bergerak dan mengerjakan

Page 241: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

233

sesuatu. Cara mereka belajar

boleh jadi tampak sembarangan

dan tidak karuan.

Tentu saja, hanya ada

sedikit siswa yang mutlak

memiliki satu jenis cara belajar.

Grinder (1991) menyatakan

bahwa dari setiap 30 siswa, 22

diantaranya rata-rata dapat

belajar dengan efektif selama

gurunya mengahadirkan

kegiatan belajar yang

berkombinasi antara visual,

auditori dan kinestik. Namun, 8

siswa siswanya sedemikan

menyukai salah satu bentuk

pengajaran dibanding dua

lainnya. Sehingga mereka mesti

berupaya keras untuk

memahami pelajaran bila tidak

ada kecermatan dalam

menyajikan pelajaran sesuai

dengan ara yang mereka sukai.

Guna memenuhi kebutuhan ini,

pengajaran harus bersifat

mulitsensori dan penuh dengan

variasi.

Kalangan pendidikan

juga mencermati adanya

perubahan cara belajar siswa.

Selama lima belas tahun

terakhir, Schroeder dan

koleganya (1993) telah

menerapkan indikator tipe

Myer-Briggs (MBTI) kepada

mahasiswa baru. MBTI

merupakan salah satu instrumen

yang paling banyak digunakan

dalam dunia pendidikan dan

untuk memahami fungsi

perbedaan individu dalam

proses belajar. Hasilnya

menunjukkan sekitar 60 persen

dari mahasiswa yang masuk

memiliki orientasi praktis

ketimbang teoritis terhadap

pembelajaran, dan persentase itu

bertambah setiap tahunnya.

Mahasiswa lebih suka terlibat

dalam pengalaman langsung dan

konkret daripada mempelajari

konsep-konsep dasar terlebih

dahulu dan baru kemudian

menerapkannya. Penelitain

MBTI lainnya, jelas Schroeder,

menunjukkan bahwa siswa

sekolah menengah lebih suka

kegiatan belajar yang benar-

benar aktif dari pada kegiatan

yang reflektif abstrak, dengan

rasio lima banding satu. Dari

semua ini, dia menyimpulkan

bahwa cara belajar dan

mengajar aktif sangat sesuai

dengan siswa masa kini. Agar

bisa efektif, guru harus

menggunakan yang berikut ini:

diskusi dan proyek kelompok

kecil, presentasi dan debat,

dalam kelas, latihan melalui

pengalaman, pengalaman

lapangan, simulasi, dan studi

kasus. Secara khusus Schroeder

menekankan bahwa siswa masa

kini “bisa beradaptasi dengan

baik terhadap kegiatan

kelompok dan belajar bersama.”

Sisi Sosial Proses Belajar

Karena siswa masa kini

menghadapi dunia di mana

terdapat pengetahuan yang luas,

perubahan pesat, dan

ketidakpastian, mereka bisa

mengalami kegelisahan dan

bersikap defensif. Abraham

Maslow mengajarkan kepada

kita bahwa manusia memiliki

dua kumpulan kekuatan atau

Page 242: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

234

kebutuhan yang satu berupaya

untuk tumbuh dan yang lain

condong kepada keamanan.

Orang yang dihadapkan pada

kedua kebutuhan ini akan

memiliki keamanan ketimbang

pertumbuhan. Kebutuhan akan

rasa aman harus dipenuhi

sebelum bisa sepenuhnya

kebutuhan untuk mencapai

sesuatu mengambil resiko, dan

menggali hal-hal baru.

Pertumbuhan berjalan dengan

langkah-langkah kecil, menurut

Maslow, dan “tiap langkah maju

hanya dimungkin akan bila ada

rasa aman, yang mana ini

merupakan langkah ke depan

dari suasana rumah yang aman

menuju wilayah yang belum

diketahui” (Maslow, 1968).

Salah satu cara utama

untuk mendapatkan rasa aman

adalah menjalin hubungan

dengan orang lain dan menjadi

bagian dari kelompok. Perasaan

saling memiliki ini

memungkinkan siswa untuk

menghadapi tantangan. Ketika

mereka belajar bersama teman,

bukannya sendirian, mereka

mendapatkan dukungan

emosional dan intelektual yang

memungkinkan mereka

melampaui ambang

pengetahuan dan keterampilan

mereka yang sekarang.

Jerome Bruner

membahas sisi sosial proses

belajar dalam buku klasiknya,

Toward a Theory of Instruction.

Dia menjelaskan tentang

“kebutuhan mendalam manusia

untuk merespon orang lain dan

untuk bekerjasama dengan

mereka guna mencapai tujuan,”

yang mana hal ini dia sebut

resiprositas (hubungan timbal

balik). Bruner berpendapat

bahwa resiprositas merupakan

sumber motivasi yang bisa

dimanfaatkan oleh guru sebagai

berikut, “Di mana dibutuhkan

tindakan bersama, dan di mana

resiprositas diperlukan bagi

kelompok untuk mencapai suatu

tujuan, disitulah terdapat proses

yang membawa individu ke

dalam pembelajaran

membimbingnya untuk

mendapatkan kemampuan yang

diperlukan dalam pembentukan

kelompok” (Bruner, 1966).

Konsep-konsepnya

Maslow dan Bruner melandasi

perkembangan metode belajar

kolaboratif yng sedemikian

popular dalam lingkup

pendidikan masa kini.

Menempatkan siswa dalam

kelompok dan memberi mereka

tugas yang menuntut untuk

bergantung satu sama lain

dalam mengerjakannya

merupakan cara yang bagus

untuk memanfaatkan kebutuhan

sosial siswa. Mereka menjadi

cenderung lebih telibat dalam

kegiatan belajar karena mereka

mengerjakannya bersama

teman-teman. Begitu terlibat,

mereka juga langsung memiliki

kebutuhan untuk membicarakan

apa yang mereka alami bersama

teman, yang mengarah kepada

hubungan-hubungan lebih

lanjut.

Page 243: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

235

Kegiatan belajar

bersama dapat membantu

memacu belajar aktif. Kegiatan

belajar dan mengajar di kelas

memang dapat menstimulasi

belajar aktif dengan cara

khusus. Apa yang didiskusikan

siswa dengan teman-temannya

dan apa yang diajarkan siswa

kepada teman-temannya

memungkinkan mereka untuk

memperoleh pemahaman dan

penguasaan materi pelajaran.

Metode belajar bersama yang

terbaik, semisal pelajaran

menyusun gambar (jigsaw),

memenuhi persyaratan ini.

Pemberian tugas yang berbeda

kepada siswa akan mendorong

mereka untuk tidak hanya

belajar bersama, namun juga

mengajarkan satu sama lain.

Pengajaran Terarah

1. Uraian Singkat

Dalam teknik ini, guru

mengajukan satu atau

beberapa pertanyaan untuk

melacak pengetahuan siswa

atau mendapatkan hipotesis

atau simpulan mereka dan

kemudian memilah-

milahnya menjadi sejumlah

kategori.metode pengajaran

terarah merupakan selingan

yang mengasyikan di sela-

sela cara pengajaran biasa.

Cara ini memungkinkan

guru untuk mengetahui apa

yang telah diketahui dan

dipahami oleh siswa sebelu

memaparkan apa yang guru

ajarkan. Metode ini sangat

berguna dalam mengajarkan

konsep-konsep abstrak.

2. Prosedur

a. Ajukan pertanyaan atau

serangkaian pertanyaan yang

menjajaki pemikiran siswa dan

pengetahuan yang mereka miliki.

Gunakan pertanyaan yang

memiliki beberapa kemungkinan

jawaban, semisal “Bagaimana

kamu menjelaskan seberapa

cerdanya seseorang?”

b. Berikan waktu yang cukup

kepada bagi siswa dalam

pasangan atau kelompok untuk

membahas jawaban mereka.

c. Perintahkan siswa untuk kembali

ke tempat masing-masing dan

catatlah pendapat mereka. Jika

memungkinkan, seleksi jawaban

mereka menjadi beberapa

kategori terpisah yang terkait

dengan kategori atau konsep

yang berbeda semisal

“kemampuan membuat mesin”

pada kategori kecerdasan

kinestetika-tubuh.

d. Sajikan poin-poin pembelajaran

utama yang ingin anda ajarkan.

Perintahkan siswa untuk

menjelaskan kesesuaian jawaban

mereka dengan poin-poin ini.

Catatlah gagasan yang memberi

informasi tambahan bagi poin

pembelajaran.

3. Variasi

a. Jangan memilah-milah jawaban

siswa menjadi daftar yang

terpisah. Sebagai gantinya,

buatlah satu daftar panjang dan

perintahkan mereka untuk

mengkategorikan gagasan

mereka terlebih dahulu sebelum

guru membandingkannya

dengan konsep yang ada di

pikiran anda.

Page 244: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

236

b. Mulailah pelajaran dengan tanpa

kategori yang sudah ada di benak

guru. Cermati bagaimana siswa

dan guru secara bersama-sama

bisa memilah-milah gagasan

mereka menjadi kategori yang

berguna.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan

penelitian tindakan (action

research), karena penelitian

dilakukan untuk memecahkan

masalah pembelajaran di kelas.

Penelitian ini juga termasuk

penelitian deskriptif, sebab

menggambarkan bagaimana suatu

teknik pembelajaran diterapkan dan

bagaimana hasil yang diinginkan

dapat dicapai.

B. Rancangan Penelitian

Menurut pengertiannya

penelitian tindakan adalah

penelitian tentang hal-hal yang

terjadi di masyarakat atau

sekelompok sasaran, dan hasilnya

langsung dapat dikenakan pada

masyarakat yang bersangkutan

(Arikunto, Suharsimi 2002:82). Ciri

atau karakteristik utama dalam

penelitian tindakan adalah adanya

partisipasi dan kontekstual berbasis

masalah antara peneliti dengan

anggota kelompok sasaran.

Penelitian tindakan adalah satu

strategi pemecahan masalah yang

memanfaatkan tindakan nyata

dalam bentuk proses pengembangan

inovatif yang dicoba sambil jalan

dalam mendeteksi dan memecahkan

masalah. Dalam prosesnya pihak-

pihak yang terlibat dalam kegiatan

tersebut dapat saling mendukung

satu sama lain.

C. Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data

dalam penelitian ini adalah tes

buatan guru yang fungsinya

adalah: (1) untuk menentukan

seberapa baik siswa telah

menguasai bahan pelajaran yang

diberikan dalam waktu tertentu,

(2) untuk menentukan apakah

suatu tujuan telah tercapai, dan

(3) untuk memperoleh suatu

nilai (Arikunto, Suharsimi,

2002:149). Sedangkan tujuan

dari tes adalah untuk

mengetahui ketuntasan belajar

siswa secara individual maupun

secara klasikal. Di samping itu

untuk mengetahui letak

kesalahan-kesalahan yang

dilakukan siswa sehingga dapat

dilihat dimana kelemahannya,

khususnya pada bagian mana

TPK yang belum tercapai.

Untuk memperkuat data yang

dikumpulkan maka juga

digunakan metode observasi

(pengamatan) yang dilakukan

oleh teman sejawat untuk

mengetahui dan merekam

aktivitas guru dan siswa dalam

proses belajar mengajar.

D. Analisis Data

Dalam rangka menyusun

dan mengolah data yang

terkumpul sehingga dapat

menghasilkan suatu kesimpulan

yang dapat

dipertanggungjawabkan, maka

digunakan analisis data

kuantitatif dan pada metode

Page 245: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

237

observasi digunakan data

kualitatif. Cara penghitungan

untuk mengetahui ketuntasan

belajar siswa dalam proses

belajar mengajar sebagai

berikut.

1. Merekapitulasi hasil tes

2. Menghitung jumlah skor

yang tercapai dan

prosentasenya untuk

masing-masing siswa

dengan menggunakan rumus

ketuntasan belajar seperti

yang terdapat dalam buku

petunjuk teknis penilaian

yaitu siswa dikatakan tuntas

secara individual jika

mendapatkan nilai minimal

65, sedangkan secara

klasikal dikatakan tuntas

belajar jika jumlah siswa

yang tuntas secara individu

mencapai 85% yang telah

mencapai daya serap lebih

dari sama dengan 65%.

3. Menganalisa hasil observasi

yang dilakukan oleh guru

sendiri selama kegiatan

belajar mengajar

berlangsung.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus I

No Uraian Hasil Siklus I

1

2

3

Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar

Persentase ketuntasan belajar

70,00

15

68,18

Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus II

No Uraian Hasil Siklus II

1

2

3

Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar

Persentase ketuntasan belajar

77,73

17

79,01

Hasil Formatif Siswa Pada Siklus III

No Uraian Hasil Siklus III

1

2

3

Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar

Persentase ketuntasan belajar

82,73

19

86,36

Pembahasan

1. Ketuntasan Hasil Belajar

Siswa

Melalui hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa pembelajaran

model Kontekstual berbasis

masalah memiliki dampak positif

dalam meningkatkan prestasi

belajar siswa. Hal ini dapat dilihat

dari semakin mantapnya

pemahaman siswa terhadap materi

yang disampaikan guru

(ketuntasan belajar meningkat dari

Page 246: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

238

siklus I, II, dan III) yaitu masing-

masing 68,18%, 79,01%, dan

86,36%. Pada siklus III ketuntasan

belajar siswa secara klasikal telah

tercapai.

2. Kemampuan Guru dalam

Mengelola Pembelajaran

Berdasarkan analisis data,

diperoleh aktivitas siswa dalam

proses belajar mengajar dengan

menerapkan model pengajaran

kontekstual berbasis masalah

dalam setiap siklus mengalami

peningkatan. Hal ini berdampak

positif terhadap prestasi belajar

siswa yaitu dapat ditunjukkan

dengan meningkatnya nilai rata-

rata siswa pad setiap siklus yang

terus mengalami peningkatan.

3. Aktivitas Siswa Dalam

Pembelajaran

Berdasarkan analisis data,

diperoleh aktivitas siswa dalam

proses pembelajaran PAI pada

pokok bahasan kisah nabi Ibrahim

a.s, dan nabi Ismail a.s dengan

model pengajaran kontekstual

berbasis masalah yang paling

dominan adalah,

mendengarkan/memperhatikan

penjelasan guru, dan diskusi antar

siswa/antara siswa dengan guru.

Jadi dapat dikatakan bahwa

aktivitas siswa dapat dikategorikan

aktif.

Sedangkan untuk aktivitas

guru selama pembelajaran telah

melaksanakan langkah-langkah

kegiatan belajar mengajar dengan

menerapkan pengajaran

konstekstual model pengajaran

berbasis masalah dengan baik. Hal

ini terlihat dari aktivitas guru yang

muncul di antaranya aktivitas

membimbing dan mengamati

siswa dalam menemukan konsep,

menjelaskan materi yang sulit,

memberi umpan

balik/evaluasi/tanya jawab dimana

prosentase untuk aktivitas di atas

cukup besar.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil

penelitian yang telah

dipaparkan selama tiga siklus,

hasil seluruh pembahasan serta

analisis yang telah dilakukan

dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Model pengajaran kontekstual

berbasis masalah dapat

meningkatkan kualitas

pembelajaran PAI.

2. Pembelajaran model

Kontekstual berbasis masalah

memiliki dampak positif dalam

meningkatkan prestasi belajar

siswa kelas IV SDN 8 Sape

Kecamatan Sape Kabupaten

Bima Tahun Pelajaran

2014/2015 yang ditandai

dengan peningkatan ketuntasan

belajar siswa dalam setiap

siklus, yaitu siklus I (68,18%),

siklus II (79,01%), siklus III

(86,36%).

3. Model pengajaran kontekstual

berbasis masalah dapat

menjadikan siswa merasa

dirinya mendapat perhatian dan

kesempatan untuk

menyampaikan pendapat,

gagasan, ide dan pertanyaan.

4. Siswa dapat bekerja secara

mandiri maupun kelompok,

serta mampu

mempertanggungjawabkan

Page 247: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

239

segala tugas individu maupun

kelompok.

5. Penerapan pembelajaran model

Kontekstual berbasis masalah

mempunyai pengaruh positif,

yaitu dapat meningkatkan

motivasi belajar siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1996. Guru

Dalam Proses Belajar

Mengajar. Bandung: Sinar

Baru Algesindon.

Arikunto, Suharsimi. 1993.

Manajemen Mengajar

Secara Manusiawi. Jakarta:

Rineksa Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-

dasar Evaluasi Pendidikan.

Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 2002.

Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Praktek.

Jakarta: Rineksa Cipta.

Azhar, Lalu Muhammad. 1993.

Proses Belajar Mengajar

Pendidikan. Jakarta: Usaha

Nasional.

Daroeso, Bambang. 1989. Dasar

dan Konsep Pendidikan

Moral Pancasila.

Semarang: Aneka Ilmu.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002.

Strategi Belajar Mengajar.

Jakarta: Rineksa Cipta.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002.

Psikologi Belajar. Jakarta:

Rineksa Cipta.

Hadi, Sutrisno. 1982. Metodologi

Research, Jilid 1.

Yogyakarta: YP. Fak.

Psikologi UGM.

Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi

Belajar dan Mengajar.

Bandung: Sinar Baru

Algesindo.

Hasibuan K.K. dan Moerdjiono.

1998. Proses Belajar

Mengajar. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Margono. 1997. Metodologi

Penelitian Pendidikan.

Jakarta. Rineksa Cipta.

Masriyah. 1999. Analisis Butir

Tes. Surabaya: Universitas

Press.

Ngalim, Purwanto M. 1990.

Psikologi Pendidikan.

Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Nur, Moh. 2001. Pemotivasian

Siswa untuk Belajar.

Surabaya: University Press.

Univesitas Negeri

Surabaya.

Rustiyah, N.K. 1991. Strategi

Belajar Mengajar. Jakarta:

Bina Aksara.

Sardiman, A.M. 1996. Interaksi

dan Motivasi Belajar

Page 248: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

240

Mengajar. Jakarta: Bina

Aksara.

Soekamto, Toeti. 1997. Teori

Belajar dan Model

Pembelajaran. Jakarta:

PAU-PPAI, Universitas

Terbuka.

Sukidin, dkk. 2002. Manajemen

Penelitian Tindakan Kelas.

Surabaya: Insan Cendekia.

Surakhmad, Winarno. 1990.

Metode Pengajaran

Nasional. Bandung:

Jemmars.

Suryosubroto, B. 1997. Proses

Belajar Mengajar di

Sekolah. Jakarta: PT.

Rineksa Cipta.

Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi

Pendidikan, Suatu

Pendekatan Baru.

Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi

Guru Profesional.

Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Page 249: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

241

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME

UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR DAN AKTIVITAS

SISWA DI SMAN 1 PALIBELO KABUPATEN BIMA TAHUN AJARAN

2009/2010

SITI NURHASANAH.

GURU SMA NEGERI 1 PALIBELO

Abstrak

Kata Kunci: Pembelajaran konstruktivisme, aktivitas dan prestasi

belajar.

Dalam proses pembelajaran ada tujuan yang harus dicapai dengan tuntas,

akan tetapi, kemampuan siswa secara individual untuk mencapai ketuntasan

tersebut berbeda-beda. Dari data dokumentasi yang diperoleh bahwa nilai

fisika di SMAN 1 Palibelo Kabupaten Bima masih rendah, sebab siswa

kurang paham dengan materi yang diajarkan. Guru lebih banyak

menggunakan metode ceramah dan proses belajar mengajar berlangsung

monoton serta membosankan. Oleh karena itu diperlukan pembelajaran fisika

yang lebih bermakna dimana siswa dilibatkan secara aktif untuk

mengkonstruksi konsep dengan kemampuan yang dimilikinya. Pembelajaran

yang demikian dinamakan dengan model pembelajaran/pendekatan

konstruktivisme. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang

dilaksanakan dalam dua siklus dan masing-masing siklus terdiri dari

perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi, dan refleksi. Ada dua

jenis data yang digunakan yaitu data kualititatif yang berupa lembar

observasi dan data kuantitatif yang berupa hasil test. Untuk analisis data

digunakan pedoman ketuntasan belajar dimana siswa dikatakan tuntas secara

klasikal 85 % atau lebih dan secara individual apabila memperoleh nilai ≥ 61

sesuai dengan kurikulum KTSP. Hasil penelitian menunjukan adanya

peningkatan prestasi belajar siswa. Dari siklus I dan II, dimana pada siklus I

rata-rata prestasi belajar siswa 67,66 dengan ketuntasan klasikal 72,00 %

kemudian pada siklus II rata-rata prestasi belajar siswa 74,80 dengan

ketuntasan klasikal 92,00 %, sedangkan aktivitas siswa siklus I adalah 2,57

sehingga dapat digolongkan cukup aktif dan siklus II adalah 3,28 tergolong

aktif. Maka dengan menerapkan model pembelajaran konstuktivisme dapat

meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar fisika materi alat-alat optik pada

siswa kelas X IPA semester II di SMAN 1 Palibelo Kabupaten Bima Tahun

Pelajaran 2009/2010.

A. Latar Belakang

Peningkatan mutu

pendidikan merupakan prioritas

dalam penyelenggaraan

pendidikan. Melalui

Departemen Pendidikan

Page 250: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

242

Nasional Pemerintah telah

berupaya untuk meningkatkan

mutu pendidikan yang

berkualitas seperti

penyempurnaan kurikulum,

pengadaan bahan belajar,

peningkatan mutu guru dan

fasilitas belajar.

Dalam rangka

meningkatkan prestasi belajar

khususnya untuk memacu

penguasaan materi pelajaran di

jenjang SMA perlu adanya

penyempurnaan proses belajar

mengajar termasuk dalam

pelajaran fisika agar diperoleh

hasil yang lebih baik.

Keberhasilan dalam arti

tercapainya tujuan instruksional

sangat tergantung pada

kemampuan guru dalam rangka

mengelola proses belajar.

Dari hasil wawancara

dengan guru bidang studi

fisika siswa kelas X IPA

SMAN 1 Palibelo diperoleh

hasil observasi bahwa faktor

yang menjadi penyebab

rendahnya tingkat hasil belajar

siswa adalah kurangnya

pemahaman siswa terhadap

konsep materi yang diajarkan

oleh guru mata pelajaran

karena guru lebih banyak

menggunakan metode

ceramah, disamping itu,

proses belajar berlangsung

monoton, kurang menarik dan

membosankan sehingga

selama proses belajar

mengajar berlangsung banyak

siswa yang tidak

memperhatikan apa yang

dijelaskan oleh guru dan

terlihat tidak menyenangi

pelajaran fisika.

Data yang kami peroleh

dari nilai rata-rata ulangan

harian, ulangan tengah semester,

dan semester siswa di kelas X

IPA SMAN 1 Palibelo

Kabupaten Bima Tahun Ajaran

2008/2009.

Tabel 1.1. Distribusi nilai

rata-rata mata

pelajaran fisika

semester II siswa

kelas X SMAN 1

Palibelo

Kabupaten Bima

Tahun Ajaran

2007/2008 dan

2008/2009.

Kelas Nilai

kognitif

Nilai rata-rata

2007/2008 2008/2009

X

Ulangan

harian

60 59

UTS 60 59

Semester 60 57

Untuk mengantisipasi

masalah di atas, perlu dilakukan

inovasi pembelajaran yang dapat

membantu meningkatkan

pemahaman dan penalaran

siswa. Salah satu upaya yang

dapat ditempuh dengan cara

menerapkan strategi

pembelajaran yang lebih efektif

untuk pengajaran fisika.

Dari uraian

permasalahan di atas jelas

dibutuhkan sistem pembelajaran

fisika yang lebih baik dan

mampu meningkatkan prestasi

belajar siswa, juga

memperlihatkan perkembangan

siswa. Salah satu cara yang

Page 251: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

243

memungkinkan adalah dengan

mengembangkan model

pembelajaran konstruktivisme

yang diharapkan dapat

meningkatkan prestasi belajar

fisika. Dimana dalam

pembelajaran konstruktivisme

siswa dituntut untuk aktif dan

kreatif dalam mengembangkan

pengetahuan baik dilakukan

siswa secara individu maupun

secara kelompok. Untuk itu

peneliti melakukan penelitian

mengenai penerapan

pembelajaran konstruktivisme.

Mulyasa (2003)

menjelaskan bahwa pendekatan

konstruktivisme dan

pembelajaran merupakan proses

aktif dalam membuat sebuah

pengamatan menjadi masuk

akal, dan proses ini sangat

dipengaruhi oleh apa yang

sudah ada sebelumnya.

B. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui adanya

peningkatan prestasi belajar dan

aktivitas siswa dengan

menggunakan model

Pembelajaran Konstruktivisme

di Kelas X IPA Semester II

SMAN 1 Palibelo Tahun Ajaran

2009/2010.

C. Definisi Operasional

Untuk menghindari salah

penafsiran yang terkandung

dalam judul Penggunaan Model

Pembelajaran Konstruktivisme

Untuk Meningkatkan Prestasi

Belajar Dan Aktivitas Siswa Di

SMAN 1 Palibelo Kabupaten

Bima Tahun Ajaran 2009/2010.

Maka penulis memberikan

penjelasan secara singkat

sebagai berikut :

Konstruktivisme

Pendekatan

konstruktivisme yang dimaksud

adalah proses pembelajaran

yang menerangkan bagaimana

pengetahuan disusun dalam

pikiran manusia, siswa harus

mengkonstruksi pengetahuan

dibenak mereka sendiri dan guru

berfungsi sebagai fasilitator

dalam penyusunan pengetahuan

siswa.

Prestasi Belajar Fisika

Prestasi adalah hasil dari

suatu kegiatan yang telah

dikerjakan, baik secara individu

maupun kelompok. Prestasi

merupakan hasil nyata yang

telah didapatkan dalam usaha

yang dilakukan. Prestasi belajar

fisika adalah hasil yang dicapai

oleh siswa (individu) maupun

kelompok setelah melaksanakan

atau melakukan proses kegiatan

belajar fisika yang ditandai

dengan perubahan tingkah laku

yang baru berdasarkan

pengalaman dan latihan dan

dapat dilihat pada nilai latihan

pemberian tugas pada akhir

kegiatan pembelajaran pada

siswa kelas X IPA SMAN 1

Palibelo.

Aktivitas Siswa

Aktivitas siswa adalah

segala kegiatan jasmani maupun

rohani selama proses

pembelajaran berlangsung.

Aktivitas siswa selama proses

belajar mengajar merupakan

salah satu indikator adanya

keinginan siswa untuk belajar.

Page 252: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

244

KAJIAN PUSTAKA

Model Pembelajaran

Konstruktivisme

Pembelajaran kontekstual

(CTL) adalah konsep pembelajaran

yang membantu guru mengaitkan

antara materi yang diajarkan dengan

situasi dunia nyata siswa dan

mendorong siswa membuat

hubungan antara pengetahuan yang

dimilikinya dengan penerapannya

dalam kehidupan sehari-hari dengan

melibatkan tujuh komponen utama

pembelajaran efektif:

konstruktivisme, bertanya,

menemukan, masyarakat belajar,

permodelan, refleksi, penilaian

yang sebenarnya (Masnur, 2008).

Konstruktivisme adalah

salah satu filsafat yang menekankan

bahwa pengetahuan kita itu adalah

konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Von Glesersfeld menegaskan bahwa

pengetahuan bukanlah suatu tiruan

dari kenyataan. Pengetahuan bukan

gambaran dari dunia kenyataan

yang ada. Tetapi pengetahuan selalu

merupakan akibat dari suatu

konstruksi kognitif kenyataan

melalui kegiatan seseorang.

(Sardiman, 2004).

Prestasi Belajar

Prestasi adalah hasil dari

suatu kegiatan yang telah

dikerjakan, diciptakan, yang

menyenangkan hati diperoleh

dengan jalan keuletan kerja, baik

secara individual maupun kelompok

dalam bidang kegiatan tertentu

(Djamarah, 1994). Prestasi belajar

adalah tingkat penguasaan yang

dicapai dan diperoleh oleh siswa

yang mengikuti program belajar-

mengajar sesuai tujuan yang

ditetapkan.

Aktivitas Siswa Dalam Belajar Aktivitas merupakan prinsip

atau asas yang sangat penting di

dalam interaksi belajar mengajar. Di

dalam aktivitas belajar ada bebarapa

prinsip yang berorientasi pada

pandangan ilmu jiwa, yakni

menurut pandangan ilmu jiwa lama

dan pandangan ilmu jiwa modern.

Menurut pandangan ilmu jiwa lama

aktivitas didomonasi oleh guru

sedangkan menurut pandangan ilmu

jiwa modern aktivitas didominasi

oleh siswa (Sardiman, 2004).

Hipotesis

Berdasarkan rumusan

masalah dan kajian pustaka di atas,

maka penulis mengajukan hipotesis

sebagai berikut : Hipotesis yaitu

suatu jawaban yang bersifat

sementara terhadap permasalahan

peneliti, sampai terbukti melalui

data yang terkumpul (Arikunto,

2006). Atas dasar pendapat tersebut,

maka hipotesis dalam penelitian ini

adalah Pembelajaran

konsntruktivisme diduga dapat

meningkatkan prestasi dan aktivitas

belajar siswa di SMAN 1 Palibelo

Tahun Ajaran 2009/2010.

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian

yang digunakan adalah penelitian

tindakan kelas (PTK). Penelitian

tindakan kelas adalah penelitian

yang dilakukan oleh guru/peneliti di

dalam kelasnya sendiri melalui

refleksi diri, dengan tujuan untuk

memperbaiki kinerjanya sebagai

guru, sehingga hasil belajar siswa

Page 253: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

245

meningkat (Wardani, 2003). Metode

penelitian kelas ini menekankan

pada suatu kajian yang benar-benar

dari situasi alamiah kelas.

Rancangan Penelitian Rencana penelitian adalah

suatu cara untuk mencari jawaban

dari suatu rumusan masalah.

Rencana penelitian tergantung dari

gejala yang akan diteliti secara

khusus ataukah dengan cara yang

wajar (Arikunto, 2006).

Instrumen Pengumpulan Data

- Lembar Observasi

- Tes

Tes dalam penelitian ini digunakan

untuk mengetahui daya serap siswa

terhadap materi pelajaran. Tes ini

diberikan setelah proses belajar

mengajar berlangsung dengan

jumlah soal 20 soal pilihan ganda.

Dimana setiap siklus terdiri dari 10

soal..

Analisa Data

Data prestasi belajar siswa Untuk mengetahui ketuntasan

belajar siswa dianalisis dengan

rumus :

a. Ketuntasan individu

Ketuntasan individu yaitu

ketuntasan belajar setiap siswa

dalam proses belajar mengajar

yang dinyatakan tuntas secara

individu apabila siswa mampu

memperoleh nilai ≥ 61 sebagai

standar ketuntasan belajar

minimal yang ditetapkan oleh

sekolah tempat peneliti

melakukan penelitian.

b. Ketuntasan belajar klasikal

Ketuntasan belajar klasikal dengan

menggunakan rumus :

%100xZ

XKK

(3.5).

Keterangan :

KK = Ketuntasan klaksikal

X = Jumlah siswa yang

memperoleh nilai ≥ 61

Z = Jumlah siswa

Sesuai dengan petunjuk

penelitian di atas, kelas dapat

dinyatakan tuntas klasikal

apabila ketuntasan klasikal

mencapai 85 %. Analisis

kuantitatif dilakukan dengan

membandingkan ketuntasan yang

dicapai pada tiap-tiap siklus yaitu

siklus I dan II. (Nurkencana,

1990).

Data hasil observasi

Data aktivitas siswa

Data aktivitas belajar siswa

dianalisis dengan

cara sebagai berikut :

1. Menentukan skor yang

diperoleh

a. Skor 4 diberikan jika 3

deskriptor

nampak

b. Skor 3 diberikan jika 2

deskriptor

nampak

c. Skor 2 diberikan jika 1

deskriptor

nampak

d. Skor 1 diberikan jika tidak

ada deskriptor

nampak

2. Menentukan MI dan SDI

Mi = 2

1(skor tertinggi + skor

terendah)

Page 254: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

246

SDi =3

1 Mi

Keterangan :

Mi = Mean ideal

SDi = Standar deviasi ideal

Tabel 3.1. Kriteria Untuk

Aktivitas Belajar Siswa Interval Kategori

AS ≥ (Mi + 1,5 SDi)

Mi + 0,5 SDi ≤ AS < Mi + 1,5

SDi Mi - 0,5 SDi ≤ AS < Mi + 0,5

SDi

Mi - 0,5 SDi ≤ AS < Mi - 0,5 SDi AS < (Mi - 1,5 SDi)

Sangat aktif

Aktif

Cukup aktif Kurang aktif

Sangat kurang

aktif

Keterangan : AS = Aktifitas Siswa

Data aktivitas guru

Data aktivitas guru selama

pembelajaran berlangsung

dianalisis dengan cara sebagai

berikut :

1. Menentukan skor yang

diperoleh

a. Skor 4 diberikan jika 3

deskriptor nampak

b. Skor 3 diberikan jika 2

deskriptor nampak

c. Skor 2 diberikan jika 1

deskriptor nampak

d. Skor 1 diberikan jika tidak

ada deskriptor nampak

2. Menentukan MI dan SDI

Mi = 2

1(skor tertinggi + skor

terendah)

SDi =3

1 Mi

Keterangan :

Mi = Mean ideal

SDi = Standar deviasi ideal

Tabel 3.1. Kriteria Untuk

Aktivitas Belajar Siswa Interval Kategori

AS ≥ (Mi + 1,5 SDi)

Mi + 0,5 SDi ≤ AS < Mi + 1,5 SDi

Mi - 0,5 SDi ≤ AS < Mi + 0,5

SDi Mi - 0,5 SDi ≤ AS < Mi - 0,5 SDi

AS < (Mi - 1,5 SDi)

Sangat aktif

Aktif Cukup aktif

Kurang aktif

Sangat kurang aktif

Keterangan : AS = Aktifitas guru

Indikator kerja Indikator keberhasilan penelitian

tindakan kelas ini adalah sebagai

berikut :

1. Keberhasilan penelitian ini

dilihat dari adanya

peningkatan ketuntasan

belajar siswa pada tiap-tiap

siklus

2. Keberhasilan penelitian ini

dilihat dari adanya

peningkatan aktivitas belajar

siswa pada proses

pembelajaran dengan

pendekatan konstruktivisme

yang akan terlihat dari hasil

observasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data hasil evaluasi

Data lengkap tentang ketuntasan

belajar siswa siklus I dapat dilihat

pada tabel dibawah ini :

Page 255: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

247

Tabel 4.1. Data hasil evaluasi siklus I

Jumlah

siswa

Jumlah siswa yang

tuntas

Jumlah siswa

yang tidak tuntas

Presentase

ketuntasan

25 18 7 72,00 %

Berdasarkan tabel diatas

dapat diketahui bahwa jumlah

siswa yang mengikuti evaluasi

sebanyak 25 orang. Hasil evaluasi

siklus I menunjukan bahwa

persentase siswa yang mendapat

nilai minimal 61 atau yang telah

tuntas belajar adalah 72,00 %

kurang dari 75 %. Karena

ketuntasan klasikal tercapai

apabila banyaknya siswa yang

tuntas ≥ 85 %, maka pada siklus

I ini belum tercapai ketuntasan

klasikal. Hasil penelitian ini juga

menunjukan bahwa terdapat 7

siswa yang kurang mampu

menyerap materi (tidak tuntas).

Oleh karena itu perlu dilakukan

perbaikan pada siklus

berikutnya yaitu siklus II.

Data penelitian siklus II

Data hasil evaluasi

Data tentang hasil evaluasi

belajar siswa pada siklus II ini

mengalami peningkatan dari hasil

evaluasi siklus I. Data hasil

evaluasi belajar siswa siklus II

dapat dilihat pada tabel dibawah

ini.

Tabel 4.2. Data hasil evaluasi siklus II

Jumlah siswa Jumlah siswa

yang tuntas

Jumlah siswa

yang tidak tuntas

Presentase

ketuntasan

25 23 2 92,00 %

Hasil evaluasi belajar siswa

pada siklus II ternyata mengalami

peningkatan dari 72,00 %

meningkat menjadi 92,00 % dan

hasilnya lebih dari indikator

ketuntasan klasikal.

Pembahasan

Penelitian ini dilaksanakan

sesuai dengan prosedur penelitian

tindakan kelas (PTK) yang telah

ditetapkan diawal dengan tahap-

tahap berikut : perencanaan,

pelaksanaan tindakan, observasi,

evaluasi dan refleksi.

Dari hasil analisis data pada

setiap siklus terlihat bahwa

penggunaan model pembelajaran

konstruktivisme dapat

meningkatkan prestasi belajar

fisika siswa kelas X IPA semester

II tahun ajaran 2009/2010 pada

materi alat-alat optik.

Peningkatan hasil belajar

pada materi alat-alat optik ini bisa

disebabkan model pembelajaran

konstrutivisme dapat merangsang

Page 256: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

248

rasa ingin tahu siswa untuk

belajar. Melalui model

pembelajaran konstruktivisme ini

siswa diberikan kesempatan untuk

mengemukakan pengetahuan

awalnya dengan menjawab

serangkaian pertanyaan yang

diberikan oleh peneliti sehingga

dapat membantu siswa untuk

memusatkan perhatiannya pada

hal-hal terpenting.

Pada refleksi siklus I belum

tercapai ketuntasan karena siswa

masih bingung dengan model

pembelajaran yang digunakan

karena terutama pada pertemuan

pertama. Selain itu juga masih

belum terlihat kerja sama dalam

kelompok yaitu ada beberapa

siswa yang hanya mengandalkan

hasil kegiatan temannya dan ada

kecenderungan siswa yang pintar

tidak mau membantu temannya

tentang bagaimana proses dari

hasil kegiatan itu didapatkan tetapi

langsung memberikan kesimpulan

yang didapatkan untuk dicontek

teman dalam kelompoknya tanpa

melibatkan proses diskusi. Namun

rasa ingin tahu siswa sudah

terpancing dengan munculnya

pertanyaan-pertanyaan siswa

seputar kegiatan apa yang

dilakukan saat itu dan siswa sudah

bisa menuliskan simpulan dari

kegiatan yang dilakukan walaupun

belum sempurna. Untuk itu

peranan guru dalam

mengorganisasikan aktivitas-

aktivitas belajar siswa perlu

dioptimalkan, guru harus berupaya

meningkatkan keterlibatan siswa

dengan melakukan bimbingan-

bimbingan secara individual

maupun berkelompok serta

membangkitkan respon siswa

dalam proses pembelajaran. Di

samping itu, pembelajaran harus

berorientasi pada pelaksanaan

tugas-tugas belajar ditekankan

pada pemecahan masalah. Oleh

karena itu perlu ada perbaikan dan

penyempurnaan pada siklus

berikutnya.

Dengan mengacu pada

pengalaman siklus I maka

dilaksanakan tindakan untuk

suklus II, Proses pembelajaran

pada siklus II melalui

pembelajaran konstruktivisme

terlaksana lebih baik dari

sebelumnya. Namun hasil

observasi proses pembelajaran

masih menunjukan kekurangan

dan kelemahan, sehingga harus

lebih maksimal dalam

membimbing siswa yang

membutuhkan bimbingan dan

arahan baik secara berkelompok

maupun secara individual.

Berdasarkan hasil analisis

data tiap-tiap siklus, terlihat bahwa

dari siklus I ke siklus II

mengalami peningkatan. Pada

siklus I, menunjukan bahwa nilai

rata-rata siswa sebesar 67,60

dengan persentase ketuntasan

belajar sebesar 72,00 %. Ini

berarti ketuntasan belajar siswa

belum tercapai sesuai dengan

ketuntasan belajar menurut standar

yang ditetapkan. Hal ini

disebabkan oleh kurangnya

kesiapan siswa dalam mengikuti

proses pembelajaran dengan

penerapan model pembelajaran

konstruktivisme sehingga tingkat

penyerapan siswa terhadap materi

Page 257: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

249

yang diberikan belum optimal,

akibatnya keaktifan siswa dalam

belajar tidak tercapai.

Sedangkan pada siklus II

penerapan model pembelajaran

konstruktivisme sudah berjalan

dengan baik. Pada siklus ini

ditekankan pada pemberian latihan

soal yang lebih bervariasi,

sehingga proses

mengkonstruksikan dan

menemukan pada siswa lebih

optimal lagi. Disamping itu juga,

pemberian tugas dan interaksi

siswa antar anggota kelompok

dalam mengerjakan soal yang

diperoleh dari siklus ini

mengalami peningkatan dengan

persentase ketuntasan belajar

mencapai 92,00 %.

Selain itu dari hasil

observasi diketahui bahwa melalui

kegiatan yang dilakukan, siswa

dilatih untuk mencari dan

menemukan sendiri. Dengan

menemukan sendiri maka akan

membuat siswa lebih percaya diri

atas kebenaran dan simpulan

berdasarkan hasil kegiatannya.

Disamping dengan belajar dan

menemukan sendiri mampu

meningkatkan kegairahan siswa

dalam belajar, karena siswa

diberikan kesempatan untuk

berkembang dan maju berdasarkan

kemampuan masing-masing.

Dengan model pembelajaran

tersebut siswa memiliki

kesempatan untuk melakukan

interaksi antar siswa, saling

bertukar pengalaman dan

informasi dalam kegiatan diskusi

sehingga merangsang kreativitas

anak dalam bentuk ide, gagasan

atau terobosan baru dalam

memecahkan suatu masalah

sekaligus sikap menghargai

pendapat orang lain. Akibatnya

prestasi belajar siswa kelas X IPA

semester II SMAN 1 Palibelo

dapat ditingkatkan dengan

diterapkannya model

pembelajaran konstruktivisme di

kelas tersebut.

PENUTUP

1. Penerapan model

konstruktivisme ternyata

mampu meningkatkan

prestasi belajar siswa kelas

X IPA semester II SMAN

1 Palibelo tahun ajaran

2009/2010 pada materi

alat-alat optik. Peningkatan

ini dapat dilihat dari

perolehan nilai rata-rata

belajar siswa pada siklus I

sebesar 67,60 dan nilai

rata-rata siswa pada siklus

II sebesar 74,80 sedangkan

ketuntasan belajar pada

siklus I sebesar 72,00 %

dan siklus II sebesar 92,00

%.

2. Penerapan model

pembelajaran

konstruktivisme dalam

pelajaran fisika pada materi

alat-alat optik dapat

mengaktifkan siswa

SMAN 1 Palibelo, hal ini

dapat dilihat dari nilai rata-

rata skor aktivitas siswa

pada siklus I adalah 2,57

tergolong cukup aktif, dan

pada siklus II adalah 3,28

tergolong aktif mengacu

Page 258: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

250

kepada tabel lampiran

aktivitas belajar siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Adhar. 2009. Penerapan

pendekatan

konstruktivisme dalam

meningkatkan

pemahaman konsep

segitiga pada siswa kelas

VII MTs Mumba’ul Khair

Bertais Tahun Ajaran

2008/2009.

Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-

dasar Evaluasi

Pendidikan. Jakarta:

Bumi Aksara.

................................. 2006.

Prosedur Penelitian

Suatu Pendekatan

Praktek. Jakarta: Rineka

Cipta.

................................ 2009. Dasar-

dasar Evaluasi

Pendidikan. Jakarta:

Bumi Aksara.

Djamarah. 1994. Prestasi Belajar

dan Kompetensi Guru.

Surabaya: Usaha

Nasional.

................ 2008. Psikologi

Belajar Edisi 2. Jakarta:

Rineka Cipta.

http://penelitiantindakankelas.blog

spot.com/2009/03/pemilih

an-metodeb mengajar-

dan -prestasi.html.

Diakses tanggal 1

November 2009.

http:/one.indoskripsi.com/node/81

29/konstruktivisme.html.

Diakses tanggal 1

November 2009

Masnur. 2008. Pembelajaran

Berbasis Kompetensi dan

Kontekstual. Jakarta: PT.

Bumi Aksara.

Mulyasa, E. 2004. Kurikulum

Berbasis Kompetensi.

Jakarta: Remaja Rosdakarya.

Sudjana. 2002. Dasar-Dasar

Belajar Mengajar. Bandung:

Sinar Bumi Algesindo.

Nurkencana. 1990. Evaluasi

Pendidikan. Surabaya: Usaha

Nasional.

Sardiman, A.M. 2004. Interaksi

dan Motivasi Belajar.

Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada.

Senduk, A.G. 2004. Pembelajaran

Kontekstual (CTL) dan

Penerapan Dalam KBK.

Malang: Universitas

Negeri Malang.

Subagya, Hari. 2007. Sains Fisika

1 SMA/MA. Jakarta: Bumi

Aksara.

Sumarsono. 2009. Fisika Untuk

SMA/MA Kelas X IPA.

Jakarta: Pusat Perbukuan

Departemen Pendidikan

Nasional.

Trianto. 2007. Model-Model

Pembelajaran Inovatif

Page 259: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

251

Berorientasi

Konstruktivis. Jakarta:

Prestasi pustaka Publiser.

Wardani, dkk. 2008. Penelitian

Tindakan Kelas. Jakarta:

Universitas Terbuka.

Page 260: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

252

Meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Dengan

Menerapkan Model Pengajaran Tuntas Pada Siswa Kelas IV SD Negeri

Parado Kabupaten Bima Tahun Pelajaran 2012/2013.

ST. Hasnah.

Guru SD Negeri Parado

Abstrak

Kata Kunci: Pendidikan Agama Islam, model pembelajaran tuntas

Tujuan penelitian tindakan ini adalah: (a) Ingin mengetahui

bagaimanakah peningkatan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam setelah

diterapkannya model pembelajaran tuntas. (b) Ingin mengetahui pengaruh

model pembelajaran tuntas dalam meningkatkan prestasi dan motivasi belajar

terhadap materi pelajaran Pendidikan Agama Islam.

Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research)

sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu:

rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian

ini adalah siswa Kelas IV SD Negeri Parado Kabupaten Bima Tahun

Pelajaran 2012/2013. Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar

observasi kegiatan belajar mengajar.

Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami

peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (66,67%), siklus II

(75,56%), siklus III (86,67%). Kesimpulan dari penelitian ini adalah model

pembelajaran tuntas dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar

Siswa SD Negeri Parado Kabupaten Bima Tahun Pelajaran 2012/2013,

serta model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif

pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

A. Latar Belakang Masalah

Teknik penyajian pelajaran

adalah suatu pengetahuan tentang

cara-cara mengajar yang

dipergunakan oleh guru atau

instrukstur. Pengertian lain ialah

sebagai teknik penyajian yang

dikuasai oleh guru untuk mengajar

atau menyajikan bahan pelajaran

kepada siswa di dalam kelas, agar

pelajaran tersebut dapat ditangkap,

dipahami dan digunakan oleh

siswa dengan baik. Di dalam

kenyataan cara atau metode

mengajar atau teknik penyajian

yang digunakan guru untuk

menyampaikan informasi atau

massage lisan kepada siswa

berbeda dengan cara yang

ditempuh untuk memantapkan

siswa dalam menguasai

pengetahuan, keterampilan serta

sikap. Metode yang digunakan

untuk memotivasi siswa agar

mampu menggunakan

pengetahuannya untuk

Page 261: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

253

memecahkan suatu masalah yang

dihadapi ataupun untuk menjawab

suatu pertanyaan akan berbeda

dengan metode yang diguanakan

untuk tujuan agar siswa mampu

berpikir dan mengemukakan

pendapatnya sendiri di dalam

menghadapi segala persoalan.

Kita mengenal bermacam-

macam teknik penyajian dari yang

tradisional, yang digunakan sejak

dahulu kala, tetapi juga yang

modern, yang digunakan baru

akhir-akhir ini saja.

Perkembangan selanjutnya

para ahli masih tersu mengadakan

penelitian dan eksperimen agar

dapat menemukan teknik

penyajian yang dipandang paling

efektif untuk pelajaran tertentu.

apakah hal itu akan terjawab, kita

serahkan pada hasil penelitian para

ahli tersebut.

Dari bermacam-macam

teknik mengajar itu, ada yang

menekankan peranan guru yang

utama dalam pelaksanaan

penyajian, tetapi ada pula yang

menekankan pada media hasil

teknologi meoderen seperti

televise, radio, kasset, video-tape,

film, head-projector, mesin-belajar

dan lain-lain, bahkan telah

menggukanan bantuan satelit. Ada

pula teknik penyajian yang hanya

digunakan untuk sejumlah siswa

yang terbatas, tetapi ada pula yang

digunakan untuk sejumlah siswa

yang tidak terbatas.

Metode mengajar yang guru

gunakan dalam setiap kali

pertemuan kelas bukanlah asal

pakai, tetapi setelah melalui

seleksi yang berkesesuaian dengan

perumuan tujuan intruksional

khusus. Sebab dalam kegiaatan

belajar mengajar, mengajar bukan

semata persoalan menceritakan.

Belajar bukanlah konsekuensi

otomatis dari perenungan

informasi ke dalam benak siswa.

Belajar memerlukan keterlibatan

mental dan kerja siswa sendiri.

Penjelasan dan pemeragaan semata

tidak akan membuahkan hasil

belajar yang langgeng. Yang bisa

membuahkan hasil belajar yang

langgeng hanyalah kegiatan

belajar aktif.

Agar belajar menjadi aktif

siswa harus mengerjakan banyak

sekali tugas. Mereka harus

menggunakan otak, mengkaji

gagasan, memecahkan masalah,

dan menerapkan apa yang mereka

pelajari. Belajar aktif harus gesit,

menyenangkan, bersemangat dan

penuh gairah. Siswa bahkan sering

meninggalkan tempat duduk

mereka, bergerak leluasa dan

berfikir keras (moving about dan

thinking aloud)

Untuk bisa mempelajari

sesuatu dengan baik, kita perlu

mendengar, melihat, mengajukan

pertanyaan tentangnya, dan

membahasnya dengan orang lain.

Bukan Cuma itu, siswa perlu

“mengerjakannya”, yakni

menggambarkan sesuatu dengan

cara mereka sendiri, menunjukkan

contohnya, mencoba

mempraktekkan keterampilan, dan

mengerjakan tugas yang menuntut

pengetahuan yang telah atau harus

mereka dapatkan.

Page 262: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

254

KAJIAN PUSTAKA

Prestasi Belajar

Pengertian belajar sudah

banyak dikemukakan dalam

kepustakaan. Yang dimaksud

belajar yaitu perbuatan murid

dalam bidang material, formal

serta fungsional pada umumnya

dan bidang intelektual pada

khususnya. Jadi belajar merupakan

hal yang pokok. Belajar

merupakan suatu perubahan pada

sikap dan tingkah laku yang lebih

baik, tetapi kemungkinan

mengarah pada tingkah laku yang

lebih buruk. Prestasi adalah hasil

yang telah dicapai oleh karena itu

semua individu dengan adanya

belajar hasilnya dapat dicapai.

Setiap individu belajar

menginginkan hasil yang yang

sebaik mungkin. Oleh karena itu

setiap individu harus belajar

dengan sebaik-baiknya supaya

prestasinya berhasil dengan baik.

Sedang pengertian prestasi juga

ada yang mengatakan prestasi

adalah kemampuan. Kemampuan

di sini berarti yan dimampui

individu dalam mengerjakan

sesuatu.

Movitasi Belajar

Istilah motivasi menunjuk

kepada semua gejala yang

tekandung dalam stimulasi

tindakaan ke arah tujuan tertentu

di mana sebelumnya tidak ada

gerakan menuju ke arah tujuan

tersebut. Motivasi dapat berupa

dorongan-dorongan dasar atau

internal dan insentif di luar diri

individu atau hadiah. Sebagai

suatu masalah di dalam kelas,

motivasi adalah proses

membangkitkan, mempertahankan,

dan mengontrol minat-minat.

Model Pembelajaran Tuntas

Belajar tuntas merupakan

model pembelajaran yang dapat

dilaksanakan di dalam kelas,

dengan asumsi bahwa di dalam

kondisi yang tepat semua peserta

didik akan mampu belajar dengan

baik dan memperoleh hasil belajar

secara maksimal terhadap seluruh

bahan yang dipelajari (Ramayulis,

2005:193). Berdasarkan uraian di

atas, maka model belajar tuntas

akan terlaksana apabila, (1) siswa

menguasai semua bahan pelajaran

yang disajikan secara penuh, (2)

bahan pengajaran dibetulkan

secara sistematis.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan

penelitian tindakan (action

research), karena penelitian

dilakukan untuk memecahkan

masalah pembelajaran di kelas.

Penelitian ini juga termasuk

penelitian deskriptif, sebab

menggambarkan bagaimana suatu

teknik pembelajaran diterapkan

dan bagaimana hasil yang

diinginkan dapat dicapai.

Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian adalah

tempat yang digunakan dalam

melakukan penelitian untuk

memperoleh data yang diinginkan.

Penelitian ini bertempat di SD

Negeri Parado Kecamatan Parado

Kabupaten Bima Tahun Pelajaran

2012/2013. Waktu penelitian

adalah waktu berlangsungnya

penelitian atau saat penelitian ini

Page 263: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

255

dilangsungkan. Penelitian ini

dilaksanakan pada bulan April

semester genap 2012/2013.

Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah

siswa-siswi Kelas IV SD Negeri

Parado Kabupaten Bima Tahun

Pelajaran 2012/2013 pada pokok

bahasan kisah-kisah Nabi.

Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini terdiri dari:

1. Silabus

2. Rencana Pelajaran (RP)

3. Lembar Observasi

Kegiatan Belajar Mengajar

a. Lembar observasi

pengelolaan model

pembelajaran tuntas,

untuk mengamati

kemampuan guru

dalam mengelola

pembelajaran.

b. Lembar observasi

aktivitas siswa dan

guru, untuk mengamati

aktivitas siswa dan

guru selama proses

pembelajaran.

4 Tes formatif

Tes ini disusun berdasarkan

tujuan pembelajaran yang akan

dicapai, digunakan untuk

mengukur kemampuan

pemahaman konsep Pendidikan

Agama Islam transaksi keuangan.

Tes formatif ini diberikan setiap

akhir putaran. Bentuk soal yang

diberikan adalah pilihan ganda

(objektif). Sebelumnya soal-soal

ini berjumlah 46 soal yang telah

diujicoba, kemudian penulis

mengadakan analisis butir soal tes

yang telah diuji validitas dan

reliabilitas pada tiap soal.

Teknik Analisis Data

1. Untuk menilai ulangan atau tes

formatif

Peneliti melakukan

penjumlahan nilai yang diperoleh

siswa, yang selanjutnya dibagi

dengan jumlah siswa yang ada di

kelas tersebut sehingga diperoleh

rata-rata tes formatif dapat

dirumuskan:

N

XX

X Nilai rata-rata

Σ X = Jumlah semua nilai siswa

Σ N = Jumlah siswa

2. Untuk ketuntasan belajar

Ada dua kategori ketuntasan

belajar yaitu secara perorangan

dan secara klasikal. Berdasarkan

petunjuk pelaksanaan belajar

mengajar kurikulum 1994

(Depdikbud, 1994), yaitu seorang

siswa telah tuntas belajar bila telah

mencapai skor 65% atau nilai 65,

dan kelas disebut tuntas belajar

bila di kelas tersebut terdapat 85%

yang telah mencapai daya serap

lebih dari atau sama dengan 65%.

Untuk menghitung persentase

ketuntasan belajar digunakan

rumus sebagai berikut:

%100...

xSiswa

belajartuntasyangSiswaP

3. Untuk lembar observasi

a. Lembar observasi pengelolaan

model pembelajaran tuntas.

Untuk menghitung lembar

observasi pengelolaan model

Page 264: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

256

pembelajaran tuntas digunakan

rumus sebagai berikut:

2

21 PPX

Dimana: P1 = pengamat 1 dan P2 =

pengamat 2

b. Lembar observasi aktivitas guru

dan siswa

Untuk menghitung lembar

observasi aktivitas guru dan

siswa digunakan rumus sebagai

berikut:

%100% xX

X

dengan

2.

tan.. 21 PP

pengamatjumlah

pengamahasiljumlahX

Dimana: % = Persentase

pengamatan

X = Rata-rata

X = Jumlah rata-rata

P1 = Pengamat 1

P2 = Pengamat 2

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

A. Analisis Data Penelitian

Persiklus

1. Siklus I

Pada akhir proses belajar

mengajar siswa diberi tes formatif

I dengan tujuan untuk mengetahui

tingkat keberhasilan siswa dalam

proses belajar mengajar yang telah

dilakukan. Adapun data hasil

penelitian pada siklus I adalah

sebagai berikut:

No Aspek yang diamati

Penilaian Rat

a-

rata P1 P2

I

Pengamatan KBM

A. Pendahuluan

1. Memotivasi siswa

2. Menyampaikan tujuan pembelajaran

2

2

2

2

2

2

B. Kegiatan Inti

1. Mendiskusikan langkah-langkah kegiatan bersama

siswa

2. Membimbing siswa melakukan kegiatan

3. Membimbing siswa mendiskusikan hasil kegiatan

dalam kelompok

4. Memberikan kesempatan pada siswa untuk

mempresentasikan hasil penyelidikan

5. Membimbing siswa merumuskan

kesimpulan/menemukan konsep

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

C. Penutup

1. Membimbing siswa membuat rangkuman

2. Memberikan evaluasi

3

3

3

3

3

3

II Pengelolaan Waktu 2 2 2

III

Antusiasme Kelas

1. Siswa Antusias

2. Guru Antusias

2

3

2

3

2

3

Jumlah 32 32 32

Berdasarkan tabel di atas

aspek-aspek yang mendapatkan

kriteria kurang baik adalah

memotivasi siswa, menyampaikan

Page 265: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

257

tujuan pembelajaran, pengelolaan

waktu, dan siswa antusias.

Keempat aspek yang mendapat

penilaian kurang baik di atas,

merupakan suatu kelemahan yang

terjadi pada siklus I. Dan akan

dijadikan bahan kajian untuk

refleksi dan revisi yang akan

dilakukan pada siklus II. Hasil

observasi berikutnya adalah

aktivitas guru dan siswa seperti

pada tabel berikut.

No Aktivitas Guru yang diamati Persentas

e

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Menyampaikan tujuan

Memotivasi siswa/merumuskan masalah

Mengkaitkan dengan pelajaran berikutnya

Menyampaikan materi/langkah-langkah/strategi

Menjelaskan materi yang sulit

Membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan konsep

Meminta siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil kegiatan

Memberikan umpan balik

Membimbing siswa merangkum pelajaran

7,81

7,81

7,81

9,38

12,50

20,31

9,38

17,19

7,81

No Aktivitas Siswa yang diamati Persentas

e

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru

Membaca buku siswa

Bekerja dengan sesama siswa

Diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru

Menyajikan hasil pembelajaran

Mengajukan/menanggapi pertanyaan/ide

Menulis yang relevan dengan KBM

Merangkum pembelajaran

Mengerjakan tes evaluasi

21,09

10,74

17,58

13,48

5,86

7,81

8,40

6,64

8,40

Pada siklus I, secara garis

besar kegiatan belajar mengajar

dengan model pembelajaran tuntas

sudah dilaksanakan dengan baik,

walaupun peran guru masih cukup

dominan untuk memberikan

penjelasan dan arahan karena

model tersebut masih dirasakan

baru oleh siswa. Berikutnya adalah

rekapitulasi hasil tes formatif

siswa seperti terlihat pada tabel

berikut.

No Uraian Hasil Siklus I

1

2

3

Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar

Persentase ketuntasan belajar

68,22

30

66,67

c. Refleksi

Dalam pelaksanaan kegiatan

belajar mengajar diperoleh

informasi dari hasil pengamatan

sebagai berikut:

1) Guru kurang maksimal dalam

memotivasi siswa dan dalam

menyampaikan tujuan

pembelajaran

2) Guru kurang maksimal dalam

pengelolaan waktu

Page 266: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

258

3) Siswa kurang aktif selama

pembelajaran berlangsung

d. Refisi

Pelaksanaan kegiatan belajar

mengajar pada siklus I ini

masih terdapat kekurangan,

sehingga perlu adanya revisi

untuk dilakukan pada siklus

berikutnya.

1) Guru perlu lebih terampil dalam

memotivasi siswa dan lebih

jelas dalam menyampaikan

tujuan pembelajaran. Dimana

siswa diajak untuk terlibat

langsung dalam setiap kegiatan

yang akan dilakukan.

2) Guru perlu mendistribusikan

waktu secara baik dengan

menambahkan informasi-

informasi yang dirasa perlu dan

memberi catatan

3) Guru harus lebih terampil dan

bersemangat dalam memotivasi

siswa sehingga siswa bisa lebih

antusias.

2. Siklus II

Adapun data hasil penelitian

pada siklus II adalah sebagai

berikut:

No Aspek yang diamati Penilaian Rata

-rata P1 P2

I

Pengamatan KBM

A. Pendahuluan

1. Memotivasi siswa

2. Menyampaikan tujuan pembelajaran

3

3

3

4

3

3,5

B. Kegiatan Inti

1. Mendiskusikan langkah-langkah kegiatan

bersama siswa

2. Membimbing siswa melakukan kegiatan

3. Membimbing siswa mendiskusikan hasil

kegiatan dalam kelompok

4. Memberikan kesempatan pada siswa untuk

mempresentasikan hasil peneyelidikan

5. Membimbing siswa merumuskan

kesimpulan/menemukan konsep

3

4

4

4

3

4

4

4

4

3

3,5

4

4

4

3

C. Penutup

1. Membimbing siswa membuat rangkuman

2. Memberikan evaluasi

3

4

4

4

3,5

4

II Pengelolaan Waktu 3 3 3

III

Antusiasme Kelas

1. Siswa Antusias

2. Guru Antusias

4

4

3

4

3,5

4

Jumlah 41 43 42

Berikut disajikan hasil

observasi aktivitas guru dan siswa: No Aktivitas Guru yang diamati Persentase

1

2

3

4

5

6

Menyampaikan tujuan

Memotivasi siswa/merumuskan masalah

Mengkaitkan dengan pelajaran berikutnya

Menyampaikan materi/langkah-langkah/strategi

Menjelaskan materi yang sulit

Membimbing dan mengamati siswa dalam menentukan konsep

71,81

6,25

6,25

9,18

14,06

23,34

Page 267: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

259

7

8

9

Meminta siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil kegiatan

Memberikan umpan balik

Membimbing siswa merangkum pelajaran

10,93

15,63

6,25

No Aktivitas Siswa yang diamati Persentase

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru

Membaca buku siswa

Bekerja dengan sesama siswa

Diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru

Menyajikanhasil pembelajaran

Mengajukan/menanggapi pertanyaan/ide

Menulis yang relevan dengan KBM

Merangkum pembelajaran

Mengerjakan tes evaluasi/latihan

12,11

13,67

19,53

14,06

7,42

9,38

8,20

9,38

6,25

Berikutnya adalah

rekapitulasi hasil tes formatif

siswa terlihat pada tabel berikut. No Uraian Hasil Siklus II

1

2

3

Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar

Persentase ketuntasan belajar

74,67

34

75,56

c. Refleksi

Dalam pelaksanaan

kegiatan belajar diperoleh

informasi dari hasil pengamatan

sebagai berikut:

1) Memotivasi siswa

2) Membimbing siswa

merumuskan

kesimpulan/menemukan

konsep

3) Pengelolaan waktu

d. Revisi Rancangan

Pelaksanaan kegiatan

belajar pada siklus II ini masih

terdapat kekurangan-

kekurangan. Maka perlu adanya

revisi untuk dilaksanakan pada

siklus II antara lain:

1) Guru dalam memotivasi siswa

hendaknya dapat membuat

siswa lebih termotivasi selama

proses belajar mengajar

berlangsung.

2) Guru harus lebih dekat dengan

siswa sehingga tidak ada

perasaan takut dalam diri siswa

baik untuk mengemukakan

pendapat atau bertanya.

3) Guru harus lebih sabar dalam

membimbing siswa

merumuskan

kesimpulan/menemukan

konsep.

4) Guru harus mendistribusikan

waktu secara baik sehingga

kegiatan pembelajaran dapat

berjalan sesuai dengan yang

diharapkan.

5) Guru sebaiknya menambah

lebih banyak contoh soal dan

memberi soal-soal latihan pada

siswa untuk dikerjakan pada

setiap kegiatan belajar

mengajar.

3. Siklus III

Adapun data hasil penelitian

pada siklus III adalah sebagai

berikut:

Page 268: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

260

No Aspek yang diamati Penilaian Rata

-rata P1 P2

I

Pengamatan KBM

A. Pendahuluan

1. Memotivasi siswa

2. Menyampaikan tujuan pembelajaran

3

4

3

4

3

4

B. Kegiatan Inti

1. Mendiskusikan langkah-langkah kegiatan bersama

siswa

2. Membimbing siswa melakukan kegiatan

3. Membimbing siswa mendiskusikan hasil kegiatan

dalam kelompok

4. Memberikan kesempatan pada siswa untuk

mempresentasikan hasil peneyelidikan

5. Membimbing siswa merumuskan

kesimpulan/menemukan konsep

4

4

4

4

3

4

4

4

3

3

4

4

4

3,5

3

C. Penutup

1. Membimbing siswa membuat rangkuman

2. Memberikan evaluasi

4

4

4

4

4

4

II Pengelolaan Waktu 3 3 3

III

Antusiasme Kelas

1. Siswa Antusias

2. Guru Antusias

4

4

4

4

4

4

Jumlah 45 44 44,5

Penyempurnaan aspek-

aspek diatas dalam menerapkan

model pembelajaran tuntas

diharapkan dapat berhasil

semaksimal mungkin.

No Aktivitas Guru yang diamati Persentase

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Menyampaikan tujuan

Memotivasi siswa/merumuskan masalah

Mengkaitkan dengan pelajaran berikutnya

Menyampaikan materi/langkah-langkah/strategi

Menjelaskan materi yang sulit

Membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan konsep

Meminta siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil kegiatan

Memberikan umpan balik

Membimbing siswa merangkum pelajaran

7,81

6,25

10,94

17,19

10,94

20,31

6,25

14,06

6,25

No Aktivitas Siswa yang diamati Persentase

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru

Membaca buku siswa

Bekerja dengan sesama siswa

Diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru

Menyajikanhasil pembelajaran

Mengajukan/menanggapi pertanyaan/ide

Menulis yang relevan dengan KBM

Merangkum pembelajaran

Mengerjakan tes evaluasi/latihan

12,50

19,53

13,87

19,14

7,24

5,86

7,03

7,81

6,84

Page 269: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

261

No Uraian Hasil Siklus III

1

2

3

Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar

Persentase ketuntasan belajar

79,78

39

86,67

c. Refleksi

Pada tahap ini akah dikaji apa

yang telah terlaksana dengan

baik maupun yang masih kurang

baik dalam proses belajar

mengajar dengan menerapan

model pembelajaran tuntas. Dari

data-data yang telah diperoleh

dapat duraikan sebagai berikut:

1) Selama proses belajar mengajar

guru telah melaksanakan semua

pembelajaran dengan baik.

Meskipun ada beberapa aspek

yang belum sempurna, tetapi

persentase pelaksanaannya untuk

masing-masing aspek cukup

besar.

2) Berdasarkan data hasil

pengamatan diketahui bahwa

siswa aktif selama proses belajar

berlangsung.

3) Kekurangan pada siklus-siklus

sebelumnya sudah mengalami

perbaikan dan peningkatan

sehingga menjadi lebih baik.

4) Hasil belajar siswsa pada siklus

III mencapai ketuntasan.

d. Revisi Pelaksanaan

Pada siklus III guru telah

menerapkan model pembelajaran

tuntas dengan baik dan dilihat

dari aktivitas siswa serta hasil

belajar siswa pelaksanaan proses

belajar mengajar sudah berjalan

dengan baik. Maka tidak

diperlukan revisi terlalu banyak,

tetapi yang perlu diperhatikan

untuk tindakan selanjutnya

adalah memaksimalkan dan

mempertahankan apa yang telah

ada dengan tujuan agar pada

pelaksanaan proses belajar

mengajar selanjutnya penerapan

model pembelajaran tuntas dapat

meningkatkan proses belajar

mengajar sehingga tujuan

pembelajaran dapat tercapai.

Pembahasan 1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa

Melalui hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa model

pembelajaran tuntas memiliki

dampak positif dalam

meningkatkan prestasi belajar

siswa. Hal ini dapat dilihat dari

semakin mantapnya pemahaman

siswa terhadap materi yang

disampaikan guru (ketuntasan

belajar meningkat dari siklus I,

II, dan III) yaitu masing-masing

66,67%, 75,56%, dan 86,67%.

Pada siklus III ketuntasan belajar

siswa secara klasikal telah

tercapai.

2. Kemampuan Guru dalam

Mengelola Pembelajaran

Berdasarkan analisis data,

diperoleh aktivitas siswa dalam

proses belajar mengajar dengan

menerapkan model pembelajaran

tuntas dalam setiap siklus

mengalami peningkatan. Hal ini

berdampak positif terhadap

prestasi belajar siswa yaitu dapat

ditunjukkan dengan

meningkatnya nilai rata-rata

Page 270: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

262

siswa pada setiap siklus yang

terus mengalami peningkatan.

3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam

Pembelajaran

Berdasarkan analisis data,

diperoleh aktivitas siswa dalam

proses pembelajaran Pendidikan

Agama Islam pada pada pokok

bahasan kisah-kisah Nabi dengan

model pembelajaran tuntas yang

paling dominan adalah bekerja

dengan sesama siswa,

mendengarkan/memperhatikan

penjelasan guru, dan diskusi

antar siswa/antara siswa dengan

guru. Jadi dapat dikatakan bahwa

aktivitas siswa dapat

dikategorikan aktif.

Sedangkan untuk aktivitas

guru selama pembelajaran telah

melaksanakan langkah-langkah

kegiatan belajar mengajar

dengan menerapkan model

pembelajaran tuntas dengan baik.

Hal ini terlihat dari aktivitas guru

yang muncul di antaranya

aktivitas membimbing dan

mengamati siswa dalam

menemukan konsep,

menjelaskan materi yang sulit,

memberi umpan

balik/evaluasi/tanya jawab

dimana prosentase untuk

aktivitas di atas cukup besar.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan dari tujuan

penelitian tindakan kelas (action

research) untuk meningkatkan

mutu pembelajaran yang terjadi

di kelas, serta berdasarkan hasil

penelitian yang telah dipaparkan

selama tiga siklus, hasil seluruh

pembahasan serta analisis yang

telah dilakukan dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Model pembelajaran tuntas dapat

meningkatkan kualitas

pembelajaran Pendidikan Agama

Islam siswa kelas IV SDN

Parado Kabupaten Bima tahun

pelajaran 2012/2013, hal ini

terlihat dengan ditandai dengan

peningkatan ketuntasan belajar

siswa dalam setiap siklus, yaitu

siklus I (66,67%), siklus II

(75,56%), siklus III (86,67%).

2. Model pembelajaran tuntas dapat

menjadikan siswa merasa dirinya

mendapat perhatian dan

kesempatan untuk

menyampaikan pendapat,

gagasan, ide dan pertanyaan,

siswa dapat bekerja secara

mandiri maupun kelompok dan

mampu

mempertangungjawabkan segala

tugas individu maupun

kelompok, serta penerapan

model pembelajaran tuntas

mempunyai pengaruh positif,

yaitu dapat meningkatkan

motivasi belajar siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2002. Dasar-

Dasar Evaluasi Pendidikan.

Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 2002.

Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Praktek.

Jakarta:Rineksa Cipta.

Combs. Arthur. W. 1984. The

Profesional Education of

Teachers. Allin and Bacon,

Inc. Boston.

Page 271: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

263

Dahar, R.W. 1989. Teori-teori

Belajar. Jakarta: Erlangga.

Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, 1994. Petunjuk

Pelaksanaan Proses Belajar

Mengajar, Jakarta. Balai

Pustaka.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002.

Strategi Belajar Mengajar.

Jakarta: Rineksa Cipta.

Djamarah. Syaiful Bahri. 2000.

Psikologi Belajar. Jakarta:

Rineksa Cipta.

Hamalik, Oemar. 1994. Metode

Pendidikan. Bandung: Citra

Aditya Bakti.

Hamalik,Oemar. 2000. Psikologi

Belajar dan Mengajar.

Bandung: Sinar Baru

Algesindo.

Kemmis, S. dan Mc. Taggart, R.

1988. The Action Research

Planner. Victoria Dearcin

University Press.

Margono. 1997. Metodologi

Penelitian Pendidikan.

Jakarta: Rineksa Cipta.

Ngalim, Purwanto M. 1990.

Psikologi Pendidikan.

Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Nur, Moh. 2001. Pemotivasian

Siswa untuk Belajar.

Surabaya. University Press.

Universitas Negeri

Surabaya.

Poerwodarminto. 1991. Kamus

Umum Bahasa Indonesia.

Jakarta: Bina Ilmu.

Purwanto, N. 1988. Prinsip-prinsip

dan Teknis Evaluasi

Pengajaran. Bandung:

Remaja Rosda Karya.

Rustiyah, N.K. 1991. Strategi

Belajar Mengajar. Jakarta:

Bina Aksara.

Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan

Motivasi Belajar Mengajar.

Jakarta: Bina Aksara.

Sukidin, dkk. 2002. Manajemen

Penelitian Tindakan Kelas.

Surabaya: Insan Cendekia.

Suryosubroto, B. 1997. Proses

Belajar Mengajar di

Sekolah. Jakarta: Rineksa

Cipta.

Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi

Pendidikan, Suatu

Pendekatan Baru. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Page 272: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

264

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR

SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN

EXAMPLES NON EXAMPLES PADA PEMBELAJARAN PKN

KOMPETENSI DASAR PENGARUH GLOBALISASI DI

LINGKUNGANNYA DI KELAS IV SEMESTER II SDN

KANCA TAHUN PELAJARAN 2010/2011.

ST. Nurmah.

Guru SDN Kanca

Abstrak

Penelitian ini bertujuan meningkatkan aktivitas belajar dan prestasi

belajar PKn siswa kelas IV SD Negeri Kanca Kecamatan Parado Kabupaten

Bima kompetensi dasar pengaruh globalisasi dilingkungannya di Kelas IV

Semester IISDN Kanca Tahun Pelajaran 2010/2011dengan penerapan model

pembelajaranExamples Non Examples. Jenis penelitin ini adalah penelitian

tindakan kelas yang dilakukan dalam dua siklus.Masing-masing siklus terdiri

dari tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi dan

refleksi. Data aktivitas belajar siswa diperoleh dengan cara observasi

sedangkan data prestasi belajar siswa diperoleh dari pemberian tes objektif

pada tiap akhir siklus. Penerapan model pembelajaranExamples Non

Examplespada penelitian ini dikatakan tuntas apabila 80 % siswa mencapai

prestasi belajar ≥ 70, sedangkan aktivitas belajar siswa minimal berkategori

aktif.Hasil penelitian menunjukkan jumlah yang mendapat nilai 70 ke atas

pada siklus I ada 15 siswa bertambah menjadi 23 siswa pada siklus II. Nilai

rata-rata 69,96 pada siklus I menjadi 77,72 pada siklus II. Persentase

ketuntasan belajar siswa dari 55,56% pada siklus I meningkat menjadi

85,19% pada siklus II atau naik sebesar 29,63%. Dengan demikian upaya

yang dilakukan guru untuk meningkatkan hasil belajar yang optimal melalui

penerapan model pembelajaran Examples Non Examples dan disertai alat

peraga gambar benar-benar dapat dirasakan oleh siswa, Siswa belajar lebih

aktif sehingga daya kreatif siswa lebih berkembang, di samping itu prestasi

belajar siswa dapat meningkat. Dengan demikian perbaikan pembelajaran

melalui penelitian tindakan kelas ini kesalahan dalam proses pembelajaran

cepat dianalisis dan diperbaiki sehingga kesalahan tidak akan berlanjut.

Kata Kunci: Prestasi dan aktivitas belajar PKn, model pembelajaran

Examples Non Example

Page 273: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

265

PENDAHULUAN

Menurut pandangan

konstruktivis dalam proses

pembelajaran PKn seyogyanya

disediakan serangkaian

pengalaman berupa kegiatan nyata

yang rasional atau dapat

dimengerti siswa dan

memungkinkan terjadinya

interaksi sosial. Saat proses

pembelajaran berlangsung siswa

harus terlibat secara langsung

dalam kegiatan nyata. Siswa diberi

kesempatan memperoleh

pengalaman langsung dengan

objek dan interaksi sosial dalam

kelompoknya saat mencocokkan

konsepsi awal dengan konsep yang

disepakati ilmuwan.

Proses pembelajaran

pelajaran PKn di sekolah dasar

dilaksanakan tergantung pada

kondisi sekolahnya, baik

metodenya atau media

pembelajarannya. Secara umum

pembelajaran PKn masih

disampaikan secara konvensional

dalam artian ceramah dan tanya

jawab. Peranan guru lebih

dominan sebagai penceramah

bukan sebagai fasilitator dalam

proses pembelajaran dan siswa

menerima konsep-konsep PKn

secara abstrak, hanya sedikit yang

menggunakan metode eksperimen

atau demontrasi. Hal itu terkendala

pada ketersediaan media

pembelajaran, apalagi SD di

daerah desa guru hanya

mengandalkan sepenuhnya pada

buku paket yang bersumber dari

dinas pendidikan nasional atau

departemen pendidikan

kebudayaan atau buku teks lain.

Kedudukan media belajar

dalam pembelajaran cukup

menentukan, sebab meskipun

seorang guru dalam melaksanakan

proses pembelajaran telah

menguasai materi dengan baik dan

sudah menggunakan metode yang

tepat, tetapi jika tidak

memanfaatkan alat peraga, terlebih

lagi untuk SD, maka tujuan

pembelajaran tidak dapat dicapai

secara optimal.

Disamping itu

Pembelajaran dapat dikatakan

berhasil jika dalam proses

pembelajaran tersebut memenuhi

target penelitian yang maksimal

yaitu dengan hasil penelitian yang

baik sehingga nantinya dapat

mendukung siswa dalam mencapai

prestasi yang baik. Pada

pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan (PKn) dengan

kompetensi dasar pengaruh

globalisasi di lingkungannya, pada

siswa kelas IV di SDN Kanca

Kecamatan Parado Kabupaten

Bima – NTB prestasinya rendah.

Setelah diadakan ulangan

ada 8 orang dari 29 siswa kelas IV

yang mencapai tingkat penguasaan

materi (mendapat nilai 70 keatas)

hanya 27,58 % yang mengalami

belajar tuntas. Sedangkan 21 siswa

(72,41%) mendapat nilai 70

kebawah atau belum mengalami

belajar tuntas.

Dari data tersebut

menunjukkan bahwa dalam

pembelajaran PKn dikatakan

belum berhasil karena banyak

siswa yang belum tuntas dalam

pembelajaran, sehingga

Page 274: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

266

pembelajaran ini dianggap masih

jauh dari harapan.

KAJIAN PUSTAKA

Teori Belajar Dan Pembelajaran

Andi Mappiare (1982:62) mengemukakan“Minat

adalah suatu perangkat mental

yang terdiri dari suatu campuran

dari perasaan, harapan, pendirian,

prasangka rasa takut, atau

kecenderungan-kecenderungan

lain yang mengarahkan individu

kepada suatu pilihan tertentu.”

Dengan demikian, jika seorang

pendidik tidak menghiraukan

minat anak didiknya, besar

kemungkinan proses pendidikan

itu tidak akan berjalan dengan

lancar, sebab tidak sesuai dengan

harapan, pendirian, perasaan, atau

kecenderungan-kecenderungan

anak didik.

Jones, dalam Djumhur

dan M. Surya (1975 : 10 )

menyatakan bahwa :

Bimbingan adalah

bantuan yang diberikan kepada

individu-individu dalam

menentukan pilihan-pilihan dan

mengadakan berbagai penyesuaian

dengan

Mortensen & Scmuller,

dalam Prayitno dan E. Amti (1994

:94) Bimbingan juga dapat

diartikan sebagai bagian dari

keseluruhan pendidikan yang

membantu menyediakan

kesempatan-kesempatan pribadi

dan layanan staf ahli dengan cara

mana, setiap individu dapat

mengembangkan kemampuan-

kemampuan dan kesanggupannya

sepenuhnya sesuai dengan ide-ide

demokrasi.

Hasil Belajar PKn (Pendidikan

Kewarganegaraan)

Mata Pelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan,

biasa disingkat PKn, adalah istilah

yang digunakan untuk

menggambarkan penulisan dengan

cakupan yang luas dalam berbagai

lapangan meliputi perilaku dan

interaksi manusia di masa kini dan

masa lalu. PKn tidak memusatkan

diri pada satu topik secara

mendalam melainkan memberikan

tinjauan yang luas terhadap

masyarakat.

Pendidikan

Kewarganegaraanmerupakan salah

satu mata pelajaran yang diberikan

mulai dari SD/MI/SDLB sampai

SMP/MTs/SMPLB. PKn

mengkaji seperangkat peristiwa,

fakta, konsep, dan generalisasi

yang berkaitan dengan isu sosial.

Pada jenjang SD/MI. Melalui mata

pelajaran PKn, peserta didik

diarahkanuntuk dapat menjadi

warga negara Indonesia yang

demokratis, dan bertanggung

jawab, serta warga dunia yang

cinta damai.

Di masa yang akan datang

peserta didik akan menghadapi

tantangan berat karena kehidupan

masyarakat global selalu

mengalami perubahan setiap saat.

Oleh karena itu mata pelajaran

PKn dirancang untuk

mengembangkan pengetahuan,

pemahaman, dan kemampuan

analisis terhadap kondisi sosial

masyarakat dalam memasuki

kehidupan bermasyarakat yang

Page 275: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

267

dinamis.

Mata pelajaran PKn

disusun secara sistematis,

komprehensif, dan terpadu dalam

proses pembelajaran menuju

kedewasaan dan keberhasilan

dalam kehidupan di masyarakat.

Dengan pendekatan tersebut

diharapkan peserta didik akan

memperoleh pemahaman yang

lebih luas dan mendalam pada

bidang ilmu yang berkaitan.

Karena sifatnya yang berupa

penyederhanaan dari ilmu-ilmu

sosial, di Indonesia PKn dijadikan

sebagai mata pelajaran untuk siswa

sekolah dasar (SD), dan sekolah

menengah tingkat pertama

(SMP/SLTP sampai tingkat di

atasnya, mulai dari sekolah

menengah tingkat atas

(SMA/SMU) dan perguruan tinggi.

METODE PENELITIAN

Tempat Pelaksanaan

Perbaikan pembelajaran

Pendidikan Kewarganrgaraan

(PKn) dilaksanakan di kelas IV

semester IISDN Kanca Kecamatan

Parado Kabupaten Bima – NTB.

Subjek yang diteliti adalah siswa

kelas IV SDN Kanca Kecamatan

Parado Kabupaten Bima – NTB

yang berjumlah 29 orang. Terdiri

dari 15 laki-laki dan 14

perempuan.

DESKRPKNI PERSIKLUS

1. Siklus I

Penelitian tindakan kelas ini

dilaksanakan dalam dua siklus,

setiap siklus terdiri dari

kegiatan, perencanaan,

pelaksanaan, pengamatan, dan

refleksi.

Adapun uraian kegiatannya adalah

sebagai berikut :

Rencana Perbaikan

1. Pada tahap ini peneliti bekerja

sama dengan teman sejawat

sebagai pengamat dan

bimbingan dari dosen

pembimbing

2. Merencanakan kegiatan

pembelajaran yang

menitikberatkan pada

penerapan model pembelajaran

Examples Non Examples

3. Mempersiapkan bahan-bahan

yang diperlukan kegiatan

monitoring, lembar pengamatan

siswa dan guru

4. Membuat alat bantu mengajar

5. Menyusun rencana perbaikan

pembelajaran siklus I

6. Setelah RPP siklus I disetujui

oleh dosen pembimbing,

peneliti minta izin kepada

Kepala Sekolah untuk

melaksanakan perbaikan

pembelajaran

Pelaksanaan

Langkah-langkah umum yang

ditempuh dalam pelaksanaan

perbaikan pembelajaran PKn

materi pengaruh globalisasi di

lingkungannya adalah kegiatan

awal, kegiatan inti, dan

kegiatan akhir.

Pengamatan / Observasi

1. Hasil pngamatan terhadap guru

diperoleh temuan-temuan

antara lain :

a. Guru memberikan motivasi dan

apersepsi pada siswa pada

kegiatan awal pembelajaran

b. Guru belum maksimal dalam

mengungkap pengetahuan awal

Page 276: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

268

siswas tentang konsep pengaruh

globalisasi di lingkungannya

c. Guru mengajukan pertanyaan

belum merata kepada semua

siswa

2. Pengamatan terhadap siswa

diperoleh temuan-temuan

antara lain :

a. Masih ada sebagaian siswa

yang tidak berani untuk

bertanya dan menjawab

pertanyaan

b. Masih ada siswa yang belum

memahami materi pelajaran

c. Masih banyak siswa yang

kesulitan dalam menyelesaikan

tugas

Refleksi

Pada tahap ini peneliti meminta

bantuan saran dari pengamat

dan bimbingan dari supervesor

diperoleh refleksi sebagai

berikut :

1. Pertanyaan-pertanyaan yang

diajukan guru masih sulit

dipahami siswa

2. Guru kurang dapat menyusun

kalimat yang mudah di fahami

siswa

3. Guru kurang memberi

penguatan sebagai motivasi

kepada siswa yang tidak berani

menjawab pertanyaan guru

4. Guru dalam menggunakan alat

peraga kurang optimal

5. Hasil ketuntasan yang dicapai

55,56% dengan nilai rata-rata

70,44

2. Siklus II

Berdasarkan hasil refleksi siklus I,

disusunlah rencana perbaikan

pembelajaran berupa prosedur

kerja dilaksanakan di kelas terdiri

dari perencanaan, pelaksanaan,

pengamatan, dan refleksi

Indikator Keberhasilan

Penggunaan alat peraga

gambar dan metode diskusi

kelompok dikatakan efektif

untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran PKn, jika:

a. Hasil Belajar Siswa

1) Rata-rata kelas sekurang-

kurangnya 70

2) Persentase tuntas klasikal

sekurang-kurangnya 80%

(minimal 80% siswa yang

memperoleh skor ≥ 70)

b. Aktivitas Belajar Siswa

Nilai aktivitas belajar minimal

B

Adapun rentangan penilaian

aktivitas belajar siswa

didasarkan pada:

Nilai Angka Nilai Huruf

81 – 100 A

71 – 80 B

61 – 70 C

51 – 60 D

0 – 50 E

HASIL PERBAIKANDAN

PEMBAHASAN

DESKRPKNI PER SIKLUS

Dari hasil catatan dan

temuan observasi data-data yang

menjadi fokus perbaikan yang

dihimpun pengamat selama

perbaikan pembelajaran dapat

penulis paparkan sebagai berikut :

lembaga-lembaga dalam susunan

pemerintah kabupaten, kota, dan

provinsi

Pra siklus

Proses pembelajaran PKn

materi pengaruh globalisassi di

linkungannya di kelas IV SDN

Page 277: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

269

Kanca Kec. Kedungwuni Kab.

Pekalongan diperoleh hasil dari 27

siswa (karena 2 orang siswa tidak

hadir) yang mendapat nilai 70 ke

atas ada 7 siswa (25,92 %) tuntas

belajar dan sisanya 20 siswa

(74,08%) mendapat nilai di bawah

70 (belum tuntas).

Tabel1. Tabel frekuensi nilai rata-rata kelas sebelum siklus

No Nilai F xi fx

Ket

1 45 – 50 2 47,5 95 2 orang tidak

hadir 2 51 – 56 2 53,5 107

3 57 – 62 14 59,5 833

4 63 – 68 2 65,5 131

5 69 – 74 3 71,5 214,5

6 75 - 80 3 77,5 232,5

7 81 - 86 1 83,5 83,5

Jumlah 27 1696,5

Nilai rata-rata kelas 62,83

Dari hasil diskusi dengan

teman sejawat tentang proses

pembelajaran yang berlangsung

memperoleh masukan untuk

melakukan perbaikan

pembelajaran siklus I. Selanjutnya

penulis berkonsultasi dengan

pembimbing untuk mengungkap

dan memperjelas masalah, selalu

mencari alternatif pemecahannya

atas masukan dari teman sejawab

dan saran pembimbing penulis

merencanakan pembelajaran siklus

I.

Siklus I

Pembelajaran siklus I

penulis menitikberatkan pada

penggunaan metode pembelajaran

tanya jawab bervariatif yang

dipadu dengan media gambar

globalisasi dilingkungannya.

Pada awal pembelajaran

guru memberi apersepsi dan

motivasi dengan tujuan untuk

menarik belajar siswa dan lebih

fokus dalam mengikuti proses

pembelajaran.Setelah dilakukan

perbaikan pembelajaran diperoleh

data nilai hasil belajar siswa yang

disajikan dalam bentuk tabel

maupun grafik.

Tabel 2. Tabel frekuensi nilai rata-rata kelas siklus I

No Nilai F X fx

Ket

1 52 – 58 2 55 110 2 orang siswa tidak

hadir 2 59 – 65 10 62 620

3 66 – 72 8 69 552

4 73 – 79 2 76 152

5 80 – 86 2 83 166

6 87 – 93 3 90 270

Jumlah 27 1870

Nilai rata-rata kelas 69,26

Page 278: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

270

Tabel 3. Tabel Perolehan Nilai PKn Siklus I

1. No 2. Rentang Nilai 3. Jumlah

Siswa

4. Ket

5. 1 6. 41 – 50 7. - 8. 2

oran

g

sisw

a

tidak

hadi

r

9. 2 10. 51 – 60 11. 6

12. 3 13. 61 – 70 14. 6

15. 4 16. 71 – 80 17. 10

18. 5 19. 81 – 90 20. 2

21. 6 22. 91 – 100 23. 3

24. 25. Jumlah 26. 27

27. 28. Ketuntasan

Klasikal

29. 55,56

%

Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa

pembelajaran siklus cukup

efektif hal ini terbukti :

1. Persentase ketuntasan belajar

dari 7 siswa (25,92%) sebelum

siklus naik menjadi 15 siswa

(55,56 %) pada siklus 1

2. Nilai rata-rata kelas dari 62,83

sebelum siklus naik menjadi

69,26 pada siklus I

Dari tabel diatas dapat

diketahui bahwa hasil

pembelajaran siklus I belum

sesuai dengan hasil yang

diharapkan, maka penulis

melaksanakan perbaikan

pembelajaran siklus II

Siklus II

Hasil diskusi dengan teman

sejawat maka penulis

mengadakan pembelajaran

siklus II

Pada pembelajaran siklus II

penulis menitikberatkan pada

metode pembelajaran tanya

jawab bervariatif disertai

penggunaan alat peraga.

Hasil Perbaikan Pembelajaran

Siklus II

Setelah dilakukan perbaikan

pembelajaran siklus II,

diperoleh data nilai hasil belajar

siswa yang disajikan dalam

bentuk tabel maupun grafik

seperti di bawah ini :

Tabel 4. Tabel frekuensi nilai rata-rata kelas siklusII

No Nilai F X fx

Ket

1 52 – 59 1 55,5 55,5 2

orang

tidak

hadir

2 60 – 67 3 63,5 190,5

3 68 – 75 7 71,5 500,5

4 76 – 83 11 79,5 874,5

5 84 – 91 - 87,5 -

6 92 - 99 5 95,5 477,5

Jumlah 27 2098,5

Nilai rata-rata kelas 77,72

Page 279: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

271

Tabel 5. Tabel Perolehan Nilai PKn Siklus II

No Nilai Jumlah siswa Ket

1 41 - 50 - 2 orang tidak

hadir 2 51 - 60 1

3 61 - 70 3

4 71 - 80 11

5 81 - 90 7

6 91 - 100 5

Jumlah 27

Ketuntasan

Klasikal

85,19 %

Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa

pembelajaran siklus II sudah

berhasil dan dapat

meningkatkan hasil belajar

siswa.

Hal ini dapat penulis paparkan

sebagai berikut :

1. Persentase ketuntasan belajar

siswa dari 15 siswa (55,56%)

pada siklus I naik menjadi 23

siswa (85,19%) pada siklus II

2. Nilai rata-rata kelas dari 69,26

pada siklus I menjadi 77,72

pada siklus II

Jumlah

Siswa

Nilai Rata-rata Tes Keterangan

Pra Siklus Siklus I Siklus II

27 62,83 69,26 77,72 Tuntas

Pembahasan dari Setiap Siklus

Sebelum siklus penguasaan

siswa terhadap materi pelajaran

masih rendah, hal ini dapat dilihat

dari nilai tes formatif siswa yaitu

dari 27 siswa (karena 2 orang siswa

tidak hadir) yang mendapat nilai 70

keatas hanya 7 siswa, ketuntasannya

25,92 % dengan rata-rata kelas

62,83

Proses pembelajaran yang

dilakukan sebelum diadakan

perbaikan pembelajaran, penjelasan

guru masih banyak menggunakan

metode ceramah dan aktifitas siswa

dalam pembelajaran kurang

Siklus I

Upaya perbaikan

pembelajaran PKn siklus I yang

dilakukan guru untuk mengatasi

masalah siswa adalah melalui

penerapan model pembelajaran

Examples Non Examples.

Upaya perbaikan

pembelajaran yang dilakukan

penulis pada siklus I dari hasil tes

formatif siswa menunjukkan adanya

peningkatan. Hal ini dapat dilihat

dari nilai rata-rata sebelum siklus

62,83 meningkat menjadi 69,26

dengan ketuntasan belajar dari 7

siswa (25,92%) bertambah menjadi

15 siswa (55,56%)

Siklus II

Upaya perbaikan

pembelajaran pada siklus II

ditekankan pada aktifitas guru dan

siswa dalam pembelajaran melalui

Page 280: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

272

penerapan model pembelajaran

Examples Non Examples yang

dimantapkan dengan memperbanyak

Tanya jawab dan penguatan konsep.

Sejalan dengan ini, menurut

Nasution, N. Budiastra, K. dkk

(1998) “tanya jawab dapat

membantu timbulnya perhatian

murid pada pelajaran”.

Metode tanya jawab

bervariatif sebagai sarana untuk

meningkatkan hasil belajar siswa

karena dengan metode tanya jawab

akan membuat anak menjadi senang,

tertarik dan bersikap positif terhadap

pembelajaran.

Dari tes formatif siklus II,

jumlah yang mendapat nilai 70 ke

atas pada siklus I ada 15 siswa

bertambah menjadi 23 siswa pada

siklus II. Nilai rata-rata 69,26

pada siklus I menjadi 77,72 pada

siklus II. Persentase ketuntasan

belajar siswa dari 55,56% pada

siklus I meningkat menjadi 85,19%

pada siklus II atau naik sebesar

29,63 %

Dengan demikian upaya yang

dilakukan guru untuk meningkatkan

hasil belajar yang optimal melalui

penerapan model pembelajaran

Examples Non Examples dan

disertai alat peraga gambar benar-

benar dapat dirasakan oleh siswa..

KESIMPULAN DAN SARAN Dari keseluruhan hasil perbaikan,

maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Kegiatan perbaikan pembelajaran

dapat meningkatkan prestasi

belajar siswa. Hal ini dapat

tercapai karena usaha guru selalu

memperbaiki pembelajaran.

Langkah yang ditempuh antara

lain memilih model

pembelajaran yang tepat dan

menggunakannya secara optimal

serta penggunaan alat peraga

yang menarik.

2. Dari tes formatif siklus II, jumlah

yang mendapat nilai 70 ke atas

pada siklus I ada 15 siswa

bertambah menjadi 23 siswa pada

siklus II.Nilai rata-rata 69,26

pada siklus I menjadi 77,72 pada

siklus II. Persentase ketuntasan

belajar siswa dari 55,56% pada

siklus I meningkat menjadi

85,19% pada siklus II atau naik

sebesar 29,63 %

3. Dengan menggunakan model

pembelajaran yang tepat dan

menggunakan alat peraga yang

menarik dapat memperjelas

pemahaman siswa tentang materi

sehingga hasil prestasi siswa

dapat meningkat.

4. Tujuan guru melaksanakan

kegiatan perbaikan pembelajaran

adalah dalam rangka membantu

siswa yang mengalami kesulitan

dalam memahami materi

lembaga-lembaga dalam susunan

pemerintah kabupaten, kota, dan

provinsi agar mencapai hasil

belajar yang lebih baik. Bagi

guru sendiri kegiatan perbaikan

juga dalam rangka meningkatkan

profesionalisme dalam

melaksanakan tugasnya. Dengan

kegiatan perbaikan ternyata dapat

meningkatkan hasil prestasi siswa

pada materi lembaga-lembaga

dalam susunan pemerintah

kabupaten, kota, dan provinsi.

Hasil evaluasi dari siklus ke

siklus ternyata selalu meningkat.

Page 281: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

273

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur

Penelitian: Suatu

Pendekatan Praktek.

Jakarta: Rineka Cipta.

Arsyad Azhar. 2003. Media

Pembelajaran. Jakarta :

PT. Raja Cerapindi

Persada.

Depdiknas. Dirjen Dikdasmen

Direktorat Pendidikan

Lanjutan Pertama. 2005.

Hakekat Sains. Jakarta

Depdiknas. Dirjen Dikdasmen

Direktorat Pendidikan

Lanjutan Pertama. 2005.

Media Pembelajaran.

Jakarta

Djamrah, Syaiful Bahri. 1994.

Prestasi Belajar dan

Kompetensi

Guru.Surabaya : Usaha

Nasional.

Djamrah, Syaiful Bahri, dan Aswan

Zain. 2002. Strategi

Belajar Mengajar. Jakarta

: Rineka Cipta

Nono Sutarno, 2006. Materi dan

Pembelajaran IPA SD.

Jakarta : Universitas

Terbuka Pasaribu dan B.

Simandjuntak. 1982,

Proses Belajar

Mengajar.Jakarta : Rasito.

Roestiyah. 1991. Strategi Belajar

Mengajar. Jakarta :

Rineka Cipta

Raven. 1002 Fakta dan Data

(Elexmedia). Atlas

Anatomi

Sardiman A.M, 1990. Interaksi dan

Motivasi Belajar

Mengajar.Jakarta :

Rajawali Pers

Susilo Herawati, 1999, PetaKonsep,

Alat Pembelajaran Yang

penting Untuk

Pembelajaran Sains Dengan

Filosofi Konstruktivisme,

Malang

Sumiati. 2008. Metode

Pembelajaran. Banduing:

Wacana Prima.

Suryosubroto.

2002. Proses Belajar Mengajar di

Sekolah. Jakarta: Rineka

Cipta.

Sutikno, M. S., 2008. Belajar dan

Pembelajaran. Bandung:

Prospect. Syah,

Muhibbin. 2006. Psikologi Belajar.

Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

_________. 2008. Psikologi

Pendidikan dengan

Pendekatan Baru.

Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Tafsir, Ahmad. 2008, Metodologi

Pengajaran Agama Islam.

Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Page 282: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

274

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA DAN

MENDENGAR ANAK KELOMPOK B TK BINA TUNAS KAMBILO

KECAMATAN WAWO KABUPATEN BIMA MELALUI KEGIATAN

MENCERITAKAN PENGALAMAN SEDERHANA DENGAN URUT

MENGGUNAKAN METODE BERCAKAP-CAKAP

TAHUN PELAJARAN 2010/2011

SUHARTI

GURU TK BINA TUNAS KAMBILO

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan Kemampuan Berbicara dan Mendengar Anak

Kelompok B TK Bina Tunas Kambilo Kecamatan Wawo Kabupaten Bima

Tahun Pelajaran 2010/2011 Melalui Kegiatan Menceritakan Pengalaman

Sederhana dengan Urut Menggunakan Metode Bercakap-Cakap. Jenis

penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam

duasiklus. Masing-masing siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan

tindakan, observasi, evaluasi dan refleksi. Hasi lpenelitian menunjukkan

kemampuan berbicara dan mendengar anak dengan menggunakan metode

bercakap-cakap mengalami peningkatan. Pada siklus I, anak yang mendapat

kategori tinggi pada pertemuan siklus I adalah 40,00 %, kategori cukup

46,67%, dan kategori rendah 13,33%. Pada siklus II terlihat terjadi

peningkatan yaitu anak yang mendapat kategori tinggi 66,67%, kategori

cukup 33,33%, dan kategori rendah 0%. Aktivitas guru terjadi peningkatan.

Pada siklus I memperoleh 16 poin untuk kategori baik atau 66,67% dan pada

siklus II menjadi 22 poin pada kategori sangat baik atau 91,67%. terjadi

peningkatan sebesar 25%. Aktivitas anak mengalami peningkatan yaitu pada

siklus I memperoleh persentase 68,88% dan meningkat menjadi 82,22%

pada siklus II. Terjadi peningkatan 13,34%. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa Kegiatan Menceritakan Pengalaman Sederhana dengan

Urut Menggunakan Metode Bercakap-Cakap telah berhasil terlaksana dalam

upaya Meningkatkan Kemampuan Berbicara dan Mendengar Anak

Kelompok B TK Bina Tunas Kambilo Kecamatan Wawo Kabupaten Bima

Tahun Pelajaran 2010/2011.

Kata kunci: kemampuan berbicara dan mendengar, kegiatan

menceritakan pengalaman, metode bercakap-cakap.

Page 283: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

275

PENDAHULUAN

Tujuan Pendidikan Taman

Kanak-Kanak menurut Undang-

Undang Republik Indonesia

Nomor 20 Tahun 2003 pasal 28

ayat 3 adalah membantu anak

didik dalam mengembangkan

berbagai potensi baik secara psikis

maupun fisik yang meliputi

pengembangan moral, nilai, sosial,

emosional, kognitif, bahasa,

motorik, kemandirian dan seni

untuk dipersiapkan memasuki

Pendidikan dasar.

Tujuan program kegiatan

belajar TK adalah membantu

meletakkan dasar ke arah

perkembangan sikap, pengetahuan

keterampilan, dan daya cipta anak

didik untuk menyesuaikan diri

dengan lingkungan dan

pertumbuhan serta perkembangan

selanjutnya. Sedangkan ruang

lingkup program kegiatan belajar

TK meliputi pembentukan perilaku

melalui pembiasaan dalam

pengembangan moral Pancasila,

agama, disiplin, perasaan/emosi,

dan kemampuan bermasyarakat,

serta pengembangan kemampuan

dasar melalui kegiatan yang

dipersiapkan oleh guru meliputi

pengembangan kemampuan

berbahasa, daya pikir, daya cipta,

keterampilan, dan jasmani.

Pada anak usia TK (4-6

tahun), kemampuan berbahasa

yang paling umum dan efektif

dilakukan adalah kemampuan

berbicara. Hal ini selaras dengan

karakteristik umum kemampuan

bahasa anak pada usia tersebut.

Karakteristik ini meliputi

kemampuan anak untuk dapat

berbicara dengan baik,

melaksanakan tiga perintah lisan

secara berurutan dengan benar,

mendengarkan dan menceritakan

kembali cerita sederhana dengan

urutan yang mudah dipahami,

menyebutkan nama, jenis kelamin

dan umurnya, menggunakan kata

sambung seperti: dan, karena,

tetapi; menggunakan kata tanya

seperti bagaimana, apa, mengapa,

kapan; membandingkan dua hal;

memahami konsep timbal balik;

menyusun kalimat; mengucapkan

lebih dari tiga kalimat, dan

mengenal tulisan sederhana.

Anak prasekolah biasanya

telah mampu mengembangkan

keterampilan bicara melalui

percakapan yang dapat memikat

orang lain. Mereka dapat

menggunakan bahasa dengan

berbagai cara seperti bertanya,

berdialog, dan menyanyi. Sejak

usia dua tahun anak sangat

berminat untuk menyebut nama

benda. Minat tersebut terus

berlangsung sehingga dapat

menambah perbendaharaan kata.

Idealnya, kelompok B

sudah memenuhi kriteria mampu

berbahasa seperti paparan di atas.

Kenyataannya, dalam kegiatan

pembelajaran pengembangan

berbahasa, prestasi belajar anak

tergolong rendah. Hal tersebut

bisa diamati berdasarkan gejala-

gejala berikut: (a) Anak kurang

lancar berbicara (b) Anak masih

malu-malu mengungkapkan

perasaannya secara lisan (c)

Sebagian anak bersikap pasif

ketika diminta ikut terlibat dalam

kegiatan berbicara dan, (d) Anak

Page 284: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

276

kurang mampu menyambung

pembicaraan karena keterbatasan

kosa kata

KAJIAN TEORITIS

A. Metode Bercakap-Cakap

1. Pengertian Metode

Bercakap-Cakap

Metode bercakap-cakap

dapat berarti komunikasi lisan

antara anak dan guru atau antara

anak dengan anak melalui kegiatan

monolog dan dialog. Kegiatan

monolog dilaksanakan di kelas

dengan cara anak berdiri dan

berbicara di depan kelas atau di

tempat duduknya, mengungkapkan

segala sesuatu yang diketahui,

dimiliki dan dialami, atau

menyatakan perasaan tentang

sesuatu yang memberikan

pengalaman yang menyenangkan

atau tidak menyenangkan, atau

menyatakan keinginan untuk

memiliki atau bertindak sesuatu.

Kegiatan dialog berbentuk

percakapan yang dilakukan dua

orang atau lebih yang masing-

masing mendapat kesempatan

untuk berbicara secara bergantian

(Moeslihatoen, 1999: 92).

Dalam buku

“Metode Pengajaran di TK”

dijelaskan bahwa bercakap-cakap

berarti saling mengomunikasikan

pikiran dan perasaan secara verbal

atau mewujudkan kemampuan

bahasa reseptif dan ekspresif

(Hilderbrand, 1986: 2, dalam

Moeslihatoen, 1999: 26).

Bercakap-

cakap juga diartikan sebagai suatu

cara penyampaian bahan

pengembangan yang dilakukan

melalui bercakap-cakap dalam

bentuk tanya jawab antara anak

dengan guru dan anak dengan anak

(Depdikbud, 1998: 22).

Dari uraian

di atas dapat disimpulkan bahwa

metode bercakap-cakap adalah

suatu cara penyampaian bahan

pengembangan bahasa yang

dilaksanakan melalui bercakap-

cakap dalam bentuk tanya jawab

antara anak dengan guru atau anak

dengan anak, yang

dikomunikasikan secara lisan dan

merupakan salah satu bentuk

komunikasi antarpribadi. Antara

satu dengan lainnya saling

mengomunikasikan pikiran dan

perasaan secara verbal atau

kemampuan mewujudkan bahasa

yang reseptif dan ekspresif dalam

suatu dialog yang terjadi dalam

suatu situasi.

METODOLOGI

Lokasi Penelitian

Penelitian ini

dilaksanakan di TK Bina Tunas

Kambilo Kecamatan Wawo

Kabupaten Bima. Waktu penelitian

pada Tahun Pelajaran 2010/2011

dan dilaksanakan selama 2 (dua)

bulan yaitu dari bulan September-

Oktober 2010. Tindakan dilakukan

pada anak kelompok B yang

berjumlah 15 orang. Kegiatan

berlangsung dalam 2 siklus. Siklus

I dilaksanakan dari tanggal 20

September s.d. 24 September

2010, sedangkan siklus II

dilaksanakan dari tanggal 27

September s.d. 01 Oktober 2010.

Tema yang dipilih adalah

“Keluargaku”. Kegiatan belajar di

Taman Kanak-Kanak Pertiwi

Page 285: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

277

Bengkalis dimulai pukul 08.00

WIB sampai pukul 10.45 WIB.

Deskripsi Per Siklus

1. Siklus I

Siklus I dilaksanakan

sesuai dengan jadwal yang

ditentukan dengan

perencanaan sebagai berikut:

a. Kegiatan Perencanaan

b. Langkah-langkah

perbaikan

c. Tahap Observasi

2. Siklus II

a. Kegiatan Perencanaan

b. Langkah-Langkah

Perbaikan

c. Tahap Observasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyajian Data Penelitian

Data setelah tindakan

diperoleh melalui penelitian yang

dilakukan selama 2 (dua) bulan,

dengan proses tindakan selama dua

siklus. Setiap siklus dilaksanakan

lima kali pertemuan dan dilakukan

evaluasi untuk mengetahui tingkat

keberhasilan pembelajaran

menggunakan metode bercakap-

cakap. Data disajikan persiklus

disesuaikan dengan skenario

pembelajaran sebagai berikut:

1. Hasil kemampuan

berbicara dan mendengar

siklus I

Rekapitulasi hasil

kemampuan anak selama

lima kali pertemuan yang

dilaksanakan dari tanggal

20 s.d 24 September

dengan hasil sebagai

berikut:

Kla

si

fik

as i

Nil

ai Pertemuan Ket

I II III IV V

Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % Jlh %

Tinggi ● 2 13,33 3 20,00 4 26,67 4 26,67 5 33,33 Naik

Cukup √ 4 26,67 3 20,00 6 40,00 5 33,33 5 33,33 Naik

Rendah ○ 9 60,00 9 60,00 5 33,33 6 40,00 5 33,33 Mnrn

Jumlah 15 15 100 15 100 15 100 15 100 15

Berdasarkan hasil kemampuan

berbahasa anak pada siklus I dapat

dijelaskan terjadi peningkatan

pada setiap pertemuan. Pada

pertemuan I yang mendapat nilai

tinggi sebesar 13,33%, pertemuan

II sebesar 20,00%, pertemuan III

26,67%, pertemuan IV 26,67,

sedangkan pada pertemuan V

menjadi 33,33%.

2. Hasil kemampuan berbicara dan

mendengar anak silkus II

Rekapitulasi hasil kemampuan

anak selama lima kali pertemuan

yang dilaksanakan pada tanggal

27 September s.d 01 Oktober

2010 dengan hasil sebagai berikut:

Kla

si

fik

as i

Nil

ai Pertemuan Ket

I II III IV V

Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % Jlh %

Tinggi ● 3 20,00 6 40,00 6 40,00 6 40,00 8 53,33 Naik

Cukup √ 6 40,00 4 26,67 5 33,33 3 20,00 6 40,00 Naik

Rendah ○ 6 40,00 5 33,33 4 26,67 6 40,00 1 6,67 Mnrn

Jumlah 15 15 100 15 100 15 100 15 100 15

Page 286: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

278

Berdasarkan rekapitulasi

hasil kemampuan pengembangan

berbahasa anak pada siklus II

dapat dijelaskan sebagai berikut:

untuk klasifikasi nilai tinggi pada

pertemuan I sebesar 20,00%, pada

pertemuan II naik menjadi

40,00%, pertemuan III dan IV

sebesar 40,00%, dan pada

pertemuan V meningkat menjadi

53,33%.

Pembahasan Data Penelitian

1. Pembahasan Data Aktivitas

Guru Siklus I

Berdasarkan hasil penilaian

obsever, aktivitas guru dalam

penelitian ini dapat dijelaskan

sebagai berikut:

a. Klasifikasi yang ditetapkan ada

tiga, yaitu: 1) sangat baik, 2)

baik, dan 3) cukup.

b. Jumlah butir aktivitas yang

diamati sebanyak 6 (enam),

skor penilaian tertinggi 4, skor

penilaian terendah 1. Skor

maksimal ideal adalah = 6 x 4 =

24, skor minimal ideal adalah =

6 x 1 = 6. Interval = 24 – 6 = 6

3

Klasifikasi Interval

skor

Frekuensi

(F)

Persentase

(%)

Sangat Baik 20-24

Baik 13-19 16 66,67

Cukup 6-12

Jumlah 16 66,67

Dari data skor aktivitas

guru yang diperoleh pada siklus I

adalah 16, kesimpulan yang dapat

diambil adalah bahwa aktivitas

guru dalam menggunakan metode

bercakap-cakap tergolong pada

kategori baik dengan perolehan

persentase 66,67.

Berdasarkan pengamatan

yang dilakukan, aktivitas guru

harus ditingkatkan pada siklus

berikutnya karena ada aktivitas

guru yang kurang jelas yaitu guru

memberikan giliran satu persatu

bercerita di depan dan guru

membimbing anak dalam

menceritakan pengalaman.

2. Pembahasan Data Aktivitas

Anak Siklus I

Berdasarkan penyajian data

aktivitas anak pada siklus I,

pembahasan yang dikemukakan

adalah sebagai berikut:

a. Klasifikasi yang ditetapkan

ada tiga, yaitu: 1) Sangat Baik

(SB), 2) Cukup (C), dan

Belum Baik (BB).

b. Jumlah butir aktivitas adalah

6, skor penilaian tertinggi

adalah 1, skor penilaian

terendah adalah 0. Jadi skor

maksimal ideal = 6 x 1

= 6, skor minimal ideal = 6 x 0 =

0, jadi interval = 6-0 = 2

3 Klasifikasi Interval

Skor

Frekuensi Persentase

Sangat

Baik 5-6 6 40,00

Cukup 3-4 7 46,67

Belum

Baik 0-2 2 13,33

Jumlah 15 100

Berdasarkan tabel di atas

dapat disimpulkan bahwa jumlah

anak yang sudah melakukan

aktivitas belajar dalam kategori

sangat baik mencapai 40,00% atau

6 orang dari 15 anak. Dari jumlah

ini ternyata yang sudah melakukan

seluruh aktivitas belajar hanya 3

orang sedangkan 3 orang anak

baru melaksanakan 5 aktivitas

Page 287: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

279

belajar. Aktivitas belajar

berkategori cukup berjumlah

46,67% atau 7 orang anak dari 15

orang, yaitu baru melaksanakan 3

sampai 4 aktivitas belajar.

Sedangkan yang melakukan nol

sampai dua aktivitas belajar adalah

13,33% atau 2 anak dari 15 anak .

Dengan demikian masih banyak

siswa yang belum melaksanakan

aktivitas belajar siswa dengan baik

dalam pelaksanaan pengajaran

yang dilakukan guru dengan

metode bercakap-cakap. Hal ini

ditunjukkan dengan tabel frekuensi

aktivitas belajar anak seperti

berikut:

No Aktivitas Belajar

Jumlah Siswa

yang

melakukan

Persentase

(%) yang

melakukan

1 Anak memperhatikan

petunjuk guru

15 100

2 Anak menceritakan

pengalaman

6 40

3 Anak maju ke depan kelas

11 73

4 Anak berani berbicara 7 47

5 Anak lancar berbicara 13 87

6 Anak menunjukkan minat

untuk berbicara

10 67

Jumlah 62 314

Rata-Rata 68,88

Berdasarkan tabel di atas,

aktivitas yang banyak dilakukan

anak adalah memperhatikan

petunjuk guru. Aktivitas yang

paling rendah adalah anak

menceritakan pengalaman.

Sedangkan aktivitas lain yang

berhubungan dengan kemampuan

berbicara masih ada beberapa

orang yang belum melakukan.

Dengan demikian perlu

diperbaiki aktivitas belajar anak

pada siklus I agar dapat memenuhi

kiteria keberhasilan dalam

perbaikan pembelajaran ini.

3. Pembahasan Data Aktivitas

Guru Siklus II

Berdasarkan data lembaran

aktivitas guru, dapat dijelaskan

sebagai berikut:

a. Klasifikasi yang ditetapkan

adalah 3 klasifikasi, yaitu: 1)

Sangat Baik, 2) Baik, dan 3)

cukup

b. Jumlah butir aktivitas 6

(enam), skor penilaian

tertinggi 4, skor penilaian

terendah 1. Skor maksimal

ideal adalah = 6 x 4 = 24, skor

minimal ideal adalah = 6 x 1 =

6. Interval = 24 – 6 = 6

Page 288: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

280

Klasifikasi Interval

skor Frekuensi

(F) Persentase

(%)

Sangat

Baik 20-24 22 91,67

Baik 13-19

Cukup 6-12

Jumlah 22 91,67

Dari data skor aktivitas

guru yang diperoleh dari hasil

penelitian pada siklus II adalah 22,

kesimpulan yang dapat diambil

adalah bahwa aktivitas guru dalam

melaksanakan kegiatan

pembelajaran dengan metode

bercakap-cakap tergolong dalam

klasifikasi sangat baik dengan

perolehan persentase 91,67%.

4. Pembahasan Data Aktivitas Anak

Siklus II

Berdasarkan penyajian data

aktivitas anak siklus II dapat

dibahas dan dianalisis sebagai

berikut:

a. Klasifikasi yang ditetapkan

adalah tiga, yaitu 1) Sangat

Baik (SB), 2) Cukup (C), dan

Belum Baik (BB).

b. Jumlah butir aktivitas adalah

6, skor penilaian tertinggi

adalah 1, skor penilaian

terendah adalah 0. Jadi skor

maksimal ideal = 6 x 1 = 6,

skor minimal ideal = 6 x 0 =

0, jadi interval = 6-0 = 2

Klasifik

asi

Interv

al

Skor

Frekue

nsi

Persenta

se

Sangat Baik

5-6 10 66,67

Cukup 3-4 5 33,33

Belum

Baik

0-2 0 0

Jumlah 15 100

Berdasarkan tabel di atas

dapat disimpulkan bahwa jumlah

anak yang sudah melakukan

aktivitas belajar dalam kategori

sangat baik mencapai 66,67% atau

10 orang dari 15 anak. Dari jumlah

ini ternyata yang sudah melakukan

seluruh aktivitas belajar berjumlah

6 orang sedangkan 4 anak

melaksanakan 5 aktivitas belajar.

Aktivitas belajar berkategori

cukup berjumlah 33,33% atau

sebanyak 5 orang dari 15 orang

anak, yaitu melaksanakan 3

sampai 4 aktivitas belajar.

Sedangkan yang melakukan nol

sampai dua aktivitas belajar adalah

0%, artinya dari 15 anak yang

mengikuti aktivitas belajar, yang

tidak mengikuti jumlahnya tidak

ada. Dengan demikian terjadi

peningkatan aktivitas belajar anak

dengan metode bercakap-cakap.

Hal ini ditunjukkan dengan tabel

frekuensi aktivitas belajar anak

seperti berikut:

No Aktivitas Belajar

Jumlah Siswa

yang

melakukan

Persentase

(%) yang

melakukan

1 Anak memperhatikan

petunjuk guru

15 100

2 Anak menceritakan gambar 12 80

Page 289: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

281

yang dipajang

3 Anak berani berbicara

12 80

4 Anak tampil bercerita di

depan kelas 9 60

5 Anak menunjukkan minat

dalam belajar 15 100

6 Anak lancar berbicara 11 73

Jumlah 74 493

Rata-Rata 82,22

Berdasarkan tabel di atas,

aktivitas yang banyak dilakukan

anak adalah memperhatikan

petunjuk guru dan menunjukkan

minat belajar. Dengan demikian

tidak perlu dilakukan perbaikan

pada siklus berikutnya karena

aktivitas belajar anak sudah

mengalami peningkatan.

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan data hasil

belajar dan diskusi dengan

observer, dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Kemampuan berbicara dan

mendengar anak dengan

menggunakan metode

bercakap-cakap mengalami

peningkatan. Pada siklus I, anak

yang mendapat kategori tinggi

pada pertemuan siklus I adalah

40,00 %, kategori cukup

46,67%, dan kategori rendah

13,33%. Pada siklus II terlihat

terjadi peningkatan yaitu anak

yang mendapat kategori tinggi

66,67%, kategori cukup

33,33%, dan kategori rendah

0%.

2. Aktivitas guru terjadi

peningkatan. Pada siklus I

memperoleh 16 poin untuk

kategori baik atau 66,67% dan

pada siklus II menjadi 22 poin

pada kategori sangat baik atau

91,67%. terjadi peningkatan

sebesar 25%.

3. Aktivitas anak mengalami

peningkatan yaitu pada siklus I

memperoleh persentase 68,88%

dan meningkat menjadi

82,22% pada siklus II. Terjadi

peningkatan 13,34%.

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. (2003).

Psikolinguistik; Kajian Teoretik.

Jakarta: Rineka Cipta.

Depdikbud. (1994). Garis-Garis

Besar Program Kegiatan Belajar

di TK.

Dhieni, Nurbiana. (2005). Metode

Pengembangan Bahasa.

Jakarta: Pusat Penerbitan

Universitas Terbuka.

Faizah, Hasnah. (2008).

Psikolinguistik.

Page 290: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

282

Pekanbaru: Cendekia

Insani.

Masitoh, dkk. (2005). Strategi

Pembelajaran TK.

Jakarta: Pusat Penerbitan

Universitas Terbuka.

Moeslihatoen. (1999). Metode

Pengajaran di TK.

Jakarta: Rineka Cipta.

Page 291: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

283

UPAYAMENINGKATKANMOTIVASIBELAJARSISWAKELAS VI

SDN 2 BOLO PADA MATA PELAJARAN IPA

MELALUIPENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM

TEACHING TAHUN PELAJARAN 2010/2011.

SITI FATIMAH

Guru SDN 2 Bolo

Abstrak

Kata Kunci: Meningkatkan, MotivasiBelajar IPA, Model Pembelajaran

Quantum Teaching

Penelitian ini bertujuan meningkatkan motivasi belajar siswa Kelas VI SDN

2 Bolo Kecamatan Madapanggapada Mata Pelajaran IPA melalui penerapan

model pembelajaran Quantum Teaching tahun pelajaran 2010/2011. Jenis

peneliti ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam dua

siklus.Masing-masing siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan

tindakan, observasi, evaluasi dan refleksi. Data aktivitas belajar siswa

diperoleh dengan cara observasi sedangkan data prestasi belajar siswa

diperoleh dari pemberian tes objektif pada tiap akhir siklus. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Quantum Teaching

dapat meningkatkan motivasi siswa dalam proses pembelajaran pada mata

pelajaran IPA di kelas VI SDN 2 Bolo hingga mencapai 80%. Dan

penerapan model pembelajaran Quantum Teaching dapat meningkatkan hasil

belajar siswa dalam proses pembelajaran pada mata pelajaran IPA di kelas VI

SDN 2 Bolo hingga mencapai 85%.

PENDAHULUAN

Sudah diketahui bersama

bahwa nilai ketuntasan belajar siswa

secara perseorangan adalah

penguasaan minimal 75% dari

pokok bahasan. Oleh karena itu guru

senantiasa berusaha untuk

membimbing seluruh siswanya agar

mereka paling tidak mencapai batas

minimal ketuntasan belajar tersebut,

untuk itu tugas guru bukan hanya

sebagai “pemegang jabatan”

melainkan juga harus menjadi guru

yang “profesional”.

Dalam kegiatan belajar

mengajar, tugas utama guru adalah

mendidik, mengajar dan melatih

siswa. Agar mampu melaksanakan

tugas tersebut dengan baik, guru

harus menguasai berbagai

keterampilan. Salah satu

kemampuan yang harus dikuasai

guru adalah mengembangkan diri

guru secara profesional. Ini berarti

guru tidak hanya dituntut menguasai

materi pelajaran atau mampu

menyajikan secara tepat, tetapi juga

dituntut mampu melihat / menilai

kenerjanya sendiri. Kemampuan ini

Page 292: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

284

berkaitan dengan penelitian yang

ruang lingkupnya berada di seputar

kelasnya sendiri.

Tingginya persaingan pada

saat ini menuntut setiap individu

agar memiliki kemampuan dalam

bersaing. Manusia yang berkualitas

dapat dilihat dari segi pendidikan,

kualitas guru sebagai pendidik

haruslah dilakukan dalam kontek

peningkatan pengetahuan dan

keterampilan melalui metode

pengajaran yang efektif dan efisien

serta mengikuti perkembangan

jaman. Karena pada hakekatnya

pembelajaran merupakan proses

interaksi antara peserta didik dengan

guru sebagai pengajar. Sebagai salah

satu faktor pendukung majunya

suatu bangsa, guru dituntut untuk

dapat meningkatkan mutu

pendidikan karena keberhasilan

dalam pembelajaran yang dicapai

dapat diukur melalui penilaian hasil

belajar.

Berdasarkan pengalaman

penulis selama mengajar di SDN 2

Bolo, pada saat mengajar IPA

motivasi belajar siswa sangat

kurang, metode yang digunakan

guru masih tradisional, media yang

digunakan juga masih seadanya saja,

pendekatan pembelajaran belum

inovatif, kurangnya fasilitas belajar,

kondisi kelas yang kurang kondusif,

sehingga belum bisa menghasilkan

nilai yang diinginkan pada saat

diadakan penilaian. Maka penulis

akan melaksanakan perbaikan

pembelajaran melalui penelitian

tindakan kelas dengan judul “Upaya

meningkatkan Motivasi Belajar

Siswa Kelas VISDN 2 Bolo Pada

Mata Pelajaran IPA Melalui

Penerapan Model Pembelajaran

Quantum Teaching tahun pelajaran

2010/2011”.

KAJIAN PUSTAKA

Hakekat Pembelajaran IPA

Pada hakekatnya pendidikan

merupakan usaha sadar yang

dilakukan seseorang terhadap orang

lain agar orang lain memiliki

pengetahuan dan keterampilan.

Dalam proses pendidikan selalu

terjadi perubahan tingkah laku,

bukan hanya perubahan dari tidak

tahu menjadi tahu, tetapi lebih dari

itu perubahan yang diharapkan

meliputi aspek-aspek pendidikan

seperti aspek kognetif, afektif dan

psikomotor.

IPA adalah ilmu

pengetahuan yang mempelajari

gejala alam, baik yang menyangkut

makhluk hidup ataupun benda tak

hidup. Pada prinsipnya IPA

diajarkan untuk membekali siswa

agar mempunyai pengetahuan

(mengetahui berbagai cara) dan

keterampilan (cara mengerjakan)

yang dapat membantu siswa untuk

memahami gejala alam secara

mendalam.

Model Pembelajaran “Quantum

Teaching”

Quantum Teaching

diperkenalkan oleh Georgi Lazanov,

pendidik asal Bulgaria. Quantum

Teaching dimulai di SuperCamp,

sebuah program percepatan

Quantum Learning yang ditawarkan

Learning forum, yaitu sebuah

perusahaan pendidikan internasional

yang menekankan perkembangan

keterampilan pribadi. Dalam

program tersebut siswa-siswa mulai

Page 293: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

285

sembilan hingga dua puluh empat

tahun memperoleh kiat-kiat yang

membantu mereka dalam mencatat,

menghafal, dan membina hubungan.

Hasilnya menunjukkan bahwa

murid-murid yang mengikuti

SuperCamp mendapatkan nilai yang

lebih baik, lebih banyak

berpartisipasi dan merasa lebih

bangga akan diri mereka sendiri.

(DePorter, dkk, Quantum Teaching,

Mempraktikkan Quantum Learning

di Ruang-Ruang Kelas, Bandung:

Kaifa, 2005, hal 4).

Kata Quantum sendiri dapat

dipahami sebagai “interaksi yang

mengubah energi menjadi pancaran

cahaya”. Dalam konteks belajar

Quantum dapat dimaknai sebagai

interaksi yang terjadi dalam proses

belajar yang dapat mengubah

berbagai potensi yang ada dalam diri

siswa menjadi cahaya (hal-hal baru).

DePorter mengartikan Quantum

adalah : pengubahan belajar yang

meriah dengan segala nuansanya.

Quantum Teaching terfokus pada

hubungan dinamis dalam

lingkungan kelas. Quantum

Teaching menawarkan cara-cara

baru untuk memaksimalkan dampak

usaha guru melalui perkembangan

hubungan, perubahan belajar dan

penyampaian kurikulum.(3)

Interaksi ini mencakup

unsur-unsur belajar aktif yang ada

pada siswa dan lingkungannya,

sehingga dapat mempengaruhi

kesuksesan siswa.

Interaksi ini mengubah berbagai

potensi (kemampuan) dan bakat

alamiah siswa menjadi cahaya yang

akan bermanfaat bagi mereka

sendiri dan orang lain. Menyusun

bahan pelajaran yang sesuai

kebutuhan siswa. Upaya ini

merupakan salah satu cara efektif

penyajian pembelajaran serta dapat

meningkatkan keterlibatan aktif

siswa.

Peran dan Azas Utama Quantum

Teaching.

DePorter mengemukakan

bahwa guru sangat berpengaruh

dalam menentukan kesuksesan

siswa. Guru adalah faktor penting

dalam lingkungan belajar dan

kehidupan siswa. Jadi peran guru

bukan hanya sekedar pemberi ilmu

pengetahuan tapi guru adalah rekan

belajar, pembimbing, fasilitator

yang mampu mengubah kesuksesan

siswa. Dengan menerapkan model

pembelajaran Quantum Teaching

diharapkan guru dapat

meningkatkan kemampuan dan

prestasi belajar siswa yang

maksimal.

Azas utama Quantum

Teaching adalah “bawalah dunia

mereka ke dunia kita, dan antarkan

dunia kita ke dunia mereka”. Motto

ini mengingatkan kita pada

pentingnya memasuki dunia siswa

sebagai langkah pertama. Seorang

guru dituntut untuk mengenali dunia

siswa, dimulai dari peristiwa,

pikiran, dan perasaan yang diperoleh

dari kehidupan nyata siswa tentang

hubungan sosial, seni, rekreasi, atau

pengetahuan mereka.

Seorang guru harus mampu

menjembatani jurang yang ada

antara dunia guru dan dunia siswa.

Hal ini akan memudahkan guru

dalam membangun jalinan karena

guru telah diberi ijin untuk

memasuki dunia siswa, yaitu dengan

Page 294: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

286

cara mengaitkan apa yang kita

ajarkan dengan sebuah peristiwa,

pikiran atau perasaan yang diperoleh

dari kehidupan dan lingkungan

siswa sehari-hari.

Setelah kaitan itu terbentuk,

maka guru dengan leluasa dapat

membawa siswa ke dalam dunianya

dengan memberi pemahaman

tentang isi materi yang ia alami. Di

sinilah kosa kata baru, rumus,

penyelesaian, dan lain-lain diberikan

secara tuntas. Akhirnya dengan

pengertian yang lebih luas dan

penguasaan yang lebih mendalam,

maka siswa dapat merasakan apa

yang mereka pelajari ke dalam dunia

mereka dan menerapkannya pada

situasi yang baru. Pada kesempatan

ini bukan hanya siswa yang

mendapat pengetahuan baru, tetapi

pengetahuan guru juga akan meluas

dengan mendapatkan masukan-

masukan dari siswanya.

Prinsip-prinsip Quantum

Teaching

Rancangan adalah

penciptaan kegiatan belajar yang

terarah dengan memperhatikan

unsur-unsur penting yang mampu

menumbuhkan minat siswa,

mendalami makna dan memperbaiki

proses tukar menukar informasi.

Kerangka rancangan belajar

Quantum Teaching dikenal dengan

istilah “TANDUR”. Dalam proses

belajar mengajar “TANDUR” dapat

dirumuskan sebagai berikut:

a) Tumbuhkan: guru

menumbuhkan minat belajar

siswa dengan memuaskan

“Apa manfaat bagiku”

(AMBAK), yaitu menyadari

adanya manfaat mempelajari

suatu konsep bagi siswa.

Karena dengan menyertakan

mereka dalam

memanfaatkan pengalaman

mereka. Untuk itu, guru

menjelaskan tujuan

pembelajaran dan manfaat

bagi siswa.

b) Alami : guru mengaitkan

pelajaran dengan

pengalaman pribadi siswa

untuk menyelesaikan suatu

permasalahan dengan

memanfaatkan lingkungan

sekitar. Karena dengan

memanfaatkan apa yang

dialami siswa akan

memudahkan proses belajar.

c) Namai : setelah siswa

mengalami proses belajar

sampai siswa menemukan

dan menyelesaikan suatu

permasalahan maka siswa

dan dibantu guru bersama-

sama menamai temuan

tersebut apakah konsep,

simbol, definisi, rumus, dalil

atau teori baru.

d) Demontrasikan : guru

memberikan kesempatan

kepada siswa untuk

memperlihatkan bahwa

mereka bisa menyelesaikan

masalah-masalah baru yang

mirip dengan masalah yang

telah dialaminya.

e) Ulangi : melalui tanya jawab

atau dengan menyelesaikan

satu permasalahan baru, guru

menggiring siswa untuk

dapat mengulangi materi

yang telah dibahas. Kegiatan

ini bisa menjadi umpan balik

Page 295: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

287

bagi guru untuk mengatahui

kemajuan siswa.

f) Rayakan : setiap hasil yang

telah dikerjakan siswa

menuntut adanya pengakuan

dan penghargaan baik berupa

pujian atau hadiah bagi

siswa yang berprestasi dan

memberikan semangat bagi

siswa yang kurang aktif. Ini

merupakan suatu motivasi

bagi siswa untuk

mencobanya berulang-ulang.

METODOLOGI PENELITIAN

Subjek penelitian

Subjek penelitian ini adalah

siswa kelas VISDN 2 Bolo

Kecamatan Madapangga Kabupaten

Bima, jumlah siswa sebanyak 5

orang.

Dalam penelitian ini penulis

mengambil lokasi di SDN 2 Bolo

Kecamatan Madapangga Kabupaten

Bima dengan pertimbangan karena

penulis bekerja pada sekolah

tersebut, sehingga mudah dalam

mencari data serta memiliki peluang

waktu yang cukup leluasa dan

subjek penelitian yang sangat sesuai

dengan profesi penulis.

Waktu penelitian

Dengan beberapa

pertimbangan dan alasan penulis

menentukan waktu penelitian

selama 2 bulan, yaitu mulai bulan

Januari hingga Pebruari 2011.

Waktu dari perencanaan sampai

penulisan laporan hasil penelitian

tersebut dilaksanakan pada semester

2 tahun pelajaran 2010/2011.

Waktu untuk melaksanakan

tindakan adalah dua minggu, yaitu

minggu pertama hingga kedua bulan

Pebruari 2011, mencakup tindakan

pada siklus 1 dan siklus 2.

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian tindakan

ini terdiri dari dua kali putaran,

setiap putaran dilaksanakan

berdasarkan rencana pembelajaran.

Rencana pembelajaran disusun

berdasarkan hasil refleksi suatu

tindakan yang dilaksanakan.

Sebelum melaksanakan

tindakan tersebut, peneliti terlebih

dahulu melaksanakan observasi

awal dan tes kompetensi siswa

tentang materi yang telah diajarkan,

observasi dilaksanakan untuk

mengetahui situasi pembelajaran.

Untuk mengetahui aktifitas

guru dan siswa, peneliti mengamati

aktifitas penting berupa contoh

dengan menggunakan cacatan

lapangan. Untuk mengetahui tingkat

pemahaman siswa, peneliti

memberikan tes hasil belajar setiap

selesai suatu proses pembelajaran

dilaksanakan.

Berdasarkan refleksi awal

peneliti dan guru mitra

melaksanakan penelitian tindakan

kelas dengan prosedur : 1).

Perencanaan, 2). Pelaksanaan, 3).

Pengamatan/Observasi, 4). Refleksi.

1. Pelaksanaan Siklus I

a. Tahap Perencanaan

Merumuskan langkah-

langkah tindakan yang akan

dilaksanakan pada siklus I

b. Tahap Pelaksanaan Tindakan

c. Observasi

d. Tahap Refleksi

Pada tahap ini guru

pelaksana penetilian dan guru

pengamat mengadakan refleksi

Page 296: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

288

untuk perbaikan dan menentukan

langkah selanjutnya pada siklus 2

Teknin Analisis Data

Data yang diperoleh

dianalisis dan dideskripsikan sesuai

permasalahan yang ada dalam

bentuk laporan hasil penelitian.

Rancangan pembelajaran dan

pemberian tugas dilakukan validasi

oleh teman sejawat dan kepala

sekolah.

Untuk motivasi siswa dalam

pembelajaran dilakukan observasi

dan disajikan dalam bentuk data

kualitatif. Untuk hasil belajar siswa

disajikan dalam bentuk data

kuantitatif.

Untuk menghitung tingkat

ketuntasan belajar siswa peneliti

menggunakan analisis statistik

deskreptif, mencari tingkat

ketuntasan belajar setiap individu

siswa dan nilai rata-rata dan

presentasi keberhasilan secara

keseluruhan dengan :

1. Tingkat Pencapaian

Individu :

Keterangan :

S = nilai siswa secara

individu

n = Total jawaban benar

N = jumlah item soal

2. Tingkat Pencapaian

Keseluruhan :

Keterangan :

Pk = tingkat pencapaian

kelas

Ts = Total score kelas

Sk = score maksimal

kelas

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Analisis Data persiklus

Data penelitian yang

diperoleh dari hasil pengamatan

terhadap motivasi siswa dalam

proses pembelajaran pada siklus I

adalah sebagai berikut dalam tabel

berikut

NO Aspek yang diobservasi Kemunculan

Keterangan Ada Tidak

1. Siswa aktif memperhatikan penjelasan

guru V

Tingkat

kemunculan

motivasi

siswa

mencapai

40%

2. Siswa aktif dalam bertanya V

3. Siswa aktif dalam menjawab

pertanyaan V

4. Siswa aktif dalam memberikan

tanggapan pada permasalahan V

5. Siswa aktif dalam menjalankan tugas-

tugasnya V

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa motivasi siswa dalam mengikuti

proses pembelajaran hanya mencapai 40%.

Page 297: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

289

Data penelitian yang diperoleh dari tes hasil belajar siswa pada siklus I

adalah sebagai berikut dalam tabel berikut

NO NAMA SISWA

HASIL BELAJAR

KETERANGAN PRE TES

POST

TES

1. IN 40 50 50%

2. HEL 45 70 70%

3. NUR 35 40 40%

4. TAM 35 40 40%

5. LIA 45 50 50%

Dari tabel di atas dapat

dilihat bahwa hasil belajar siswa

pada post tes dalam mengikuti

proses pembelajaran hanya

mencapai 50%.

Dari dua tabel diatas

menunjukkan bahwa baik motivasi

belajar siswa naupun hasil belajar

siswa pada post tes masih sangat

rendah yaitu untuk motivasi hanya

muncul 40% dan tes hasil belajar

baru mencapai 50%. Dapat

disimpulkan bahwa proses

tindakan pada siklus I belum

mencapai hasil yang memuaskan.

Setelah peneliti dan pengamat

melakukan diskusi maka

diputuskan untuk melaksanakan

perbaikan pembelajaran pada

siklus II.

Setelah dilaksanakan

tindakan pada siklus II maka

diperoleh hasil sebagai berikut :

Data penelitian yang

diperoleh dari hasil pengamatan

terhadap motivasi siswa dalam

proses pembelajaran pada siklus II

adalah sebagai berikut dalam tabel.

Tabel 4.3

NO Aspek yang diobservasi Kemunculan

Keterangan Ada Tidak

1. Siswa aktif memperhatikan penjelasan

guru V

Tingkat

kemunculan

motivasi siswa

mencapai 80% 2. Siswa aktif dalam bertanya V

3. Siswa aktif dalam menjawab

pertanyaan V

4. Siswa aktif dalam memberikan

tanggapan pada permasalahan V

5. Siswa aktif dalam menjalankan tugas-

tugasnya V

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa motivasi siswa dalam mengikuti

proses pembelajaran hanya mencapai 80%.

Data penelitian yang diperoleh dari tes hasil belajar siswa pada siklus

IIadalah sebagai berikut dalam tabel

Page 298: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

290

NO NAMA SISWA

HASIL BELAJAR

KETERANGAN PRE

TES

POST

TES

1. IN 50 85 85%

2. HEL 70 90 90%

3. NUR 40 85 85%

4. TAM 40 80 80%

5. LIA 50 85 85%

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa hasil belajar siswa pada post tes

dalam

mengikuti proses

pembelajaran telah mencapai

85%.

Dari data dua tabel pada

siklus II di atas telah tergambar

adanya kemajuan yang siknifikan

yakni motivasi siswa telah

mencapai 80% dan hasil belajar

siswa telah mencapai 85%.

Dengan demikian berarti

dapat digambarkan bahwa

penerapan model pembelajaran

Quantum Teaching telah mampu

meningkatkan motivasi dan hasil

belajar siswa. Sedangkan

kelemahan-kelemahannya dapat

digambarkan bahwa belum semua

siswa dapat meningkatkan

motivasi dan hasil belajar mereka.

Untuk menggambarkan

hasil perbaikan pembelajaran

dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.5

Tabel kemajuan motivasi siswa :

NO Aspek yang diobservasi

Siklus I Siklus II

Ada Tidak Ada Tid

ak

1. Siswa aktif memperhatikan penjelasan guru V V

2. Siswa aktif dalam bertanya V V

3. Siswa aktif dalam menjawab pertanyaan V V

4. Siswa aktif dalam memberikan tanggapan pada

permasalahan V V

5. Siswa aktif dalam menjalankan tugas-tugasnya V V

Tabel kemajuan hasil belajar siswa :

NO Nama siswa

Siklus I Siklus II

Pre tes Post tes Pre

tes Post tes

1. IN 40 50 50 85

2. HEL 45 70 70 90

3. NUR 35 40 40 85

4. TAM 35 40 40 80

5. LIA 45 50 50 85

Jumlah total skor 200 250 260 425

Skor maksimum individu 100 100 100 100

Skor maksimal kelas 500 500 500 500

Page 299: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

291

Analisis data diskriptip kuantitatif :

1. Pencapaian hasil belajar sebelum diberikan tindakan.

2. Pencapaian hasil belajar setelah diberikan tindakan siklus I.

3. Pencapaian hasil belajar setelah diberikan tindakan siklus II.

Pembahasan

Dari hasil analisis hasil

penelitian persiklus tersebut

dapat dianalisis bahwa :

1. Terjadi peningkatan persentasi

hasil belajar setelah melakukan

tindakan siklus I, dari 40%

menjadi 50% yaitu sebesar

10%. Dengan demikian

pemberian tindakan pada siklus

I dapat meningkatkan hasil

belajar siswa namun belum

memuaskan.

2. Terjadi peningkatan persentasi

hasil belajar yang signifikan

setelah pemberian tindakan

pada siklus II, dari 50%

menjadi 85% atau mengalami

kenaikan 35%. Dengan

demikian pemberian tindakan

pada siklus II dengan penerapan

model pembelajaran Quantum

Teaching mampu

membangkitkan motivasi

belajar siswa dan meningkatkan

hasil belajar siswa.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Penerapan model pembelajaran

Quantum Teaching dapat

meningkatkan motivasi siswa

dalam proses pembelajaran

pada mata pelajaran IPA di

kelas VISDN 2 Bolo hingga

mencapai 80%.

2. Penerapan model pembelajaran

Quantum Teaching dapat

meningkatkan hasil belajar

siswa dalam proses

pembelajaran pada mata

pelajaran IPA di kelas VISDN 2

Bolo hingga mencapai 85%.

DAFTAR PUSTAKA

DePorter dkk, 2005. Quantum

Teaching, Mempraktikkan

Quantum Learning di

Ruang- ruang Kelas,

Bandung: Kaifa,

IGAK Wardani dkk, 2007.

Penelitian Tindakan Kelas,

Jakarta, UT.

Udin S. Winataputra, dkk. 2007.

Teori Belajar dan Pembelajaran,

halaman 1.5.

Jakarta, UT.

Page 300: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

292

EFEKTIFITAS LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK

MENINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI SISWA KELAS IX SMP

NEGERI 1 PALIBELOKABUPATEN BIMA

TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Siti Sarah

Guru SMP Negeri 1 Palibelo

Abstrak

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui

secara empiris kepercayaan diri siswa sebelum dan sesudah diberi layanan

bimbingan kelompok dan mengetahui efektifitas layanan bimbingan

kelompok untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa kelas IXSMP Negeri 1

palibeloKabupaten BimaTahun Pelajaran 2013/2014. Jenis Penelitian ini

adalah penelitian eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

siswa kelas IXSMP Negeri 1 palibeloKabupaten BimaTahun Pelajaran

2013/2014 yang berjumlah 156 siswa. Sampel dalam penelitian ini sebanyak

15 siswa yang diambil dengan menggunakan teknik Purpossive Sampling.

Variabel dalam penelitian ini yaitu bimbingan kelompok sebagai variabel

bebas dan kepercayaan diri siswa sebagai variabel terikat. Metode

pengumpulan data dengan menggunakan skala psikologis dan alatnya adalah

skala kepercayaan diri. Uji Validitas data menggunakan rumus product

moment sedangkan uji reliabilitasnya menggunakan rumus alpha. Analisis

data yang digunakan untuk membuktikan hipotesis adalah Uji Wilcoxon,

karena datanya berskala ordinal (berjenjang) dan tidak harus berdistribusi

normal. Dari perhitungan diperoleh deskripsi tingkat kepercayaan diri siswa

sebelum mendapat layanan bimbingan kelompok memiliki skor rata-rata

271,1 dan setelah mendapat layanan bmbingan kelompok memiliki skor

358,6. Jadi ada peningkatan sebesar 87,5. Dari hasil perhitungan Uji

Wilcoxon diperoleh data nilai Zhitung=4,10, sedang nilai Ztabel=1,96. Jadi

nilai Zhitung >Ztabel. Hal ini berarti bahwa layanan bimbingan kelompok

efektif untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa kelas IXSMP Negeri 1

palibeloKabupaten BimaTahun Pelajaran 2013/2014.

Oleh karena itu, dari hasil penelitian ini diharapkan guru pembimbing

di SMP Negeri 1 palibeloKabupaten Bima dapat melaksanakan kegiatan

layanan bimbingan kelompok secara efektif untuk meningkatkan dan

mengembangkan kepercayaan diri siswa secara optimal. Dan hendaknya para

siswa dapat lebih memanfaatkan layanan bimbingan kelompok agar siswa

agar dapat meningkatkan kepercayaan dirinya.

PENDAHULUAN

Peserta didik (siswa) yang

masih duduk di bangku kelas IX

SMP dari segi usia tergolong usia

remaja awal (14-15 tahun).

Menurut Endah (2003:5)

Page 301: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

293

menyatakan bahwa: “masa remaja

adalah masa pencarian jati diri

berlangsung dan aspek

kepercayaan diri merupakan aspek

yang berpengaruh dalam

pembentukan kepribadian siswa”.

Dengan demikian, dapat dikatakan

bahwa kepercayaan diri

merupakan faktor yang dapat

menentukan sukses tidaknya siswa

dalam meraih cita-cita atau tujuan

hidup. Kepercayaan diri

merupakan kunci sukses yang

dapat membantu individu (siswa)

dalam membuka pintu

kebahagiaan dan faktor penting

yang menimbulkan perbedaan

besar antara sukses dan gagal. Hal

ini dapat diartikan bahwa siswa

yang memilik kepercayaan diri

akan sukses (beruntung),

sedangkan yang tidak memiliki

kepercayaan diri akan gagal (rugi).

Jadi kepercayaan diri merupakan

keharusan bagi setiap siswa.

Setiap siswa membutuhkan

kepercayaan diri agar kesuksesan

dalam bidang apapun dapat

tercapai.

Fenomena yang terjadi di

lapangan (SMP Negeri 1 palibelo)

yang diperoleh dari hasil

observasi dan wawancara

dengan guru pembimbing

diperoleh data bahwa ada sekitar 9

siswa yang menunjukan gejala

kurang memiliki kepercayaan diri.

Hal ini ditunjukan oleh gejala-

gejala yang tampak pada tingkah

laku siswa, antara lain siswa

mengeluh pada saat guru memberi

informasi tentang jadwal tes

ulangan dalam waktu dekat, siswa

tidak berani menatap teman-

temannya ketika tampil di depan

kelas, tidak berani menyatakan

pendapat ketika guru memberikan

kesempatan untuk menyampaikan

pendapat, siswa membuat

contekan untuk dibuka pada saat

ulangan, dalam proses belajar

mengajar siswa sering melamun

tidak memperhatikan materi

pelajaran yang disampaikan oleh

guru.

Dari gejala-gejala kurang

memiliki kepercayaan diri yang

tampak pada tingkah laku siswa

tersebut, tidak semua gejala

ditunjukan oleh setiap siswa. Dari

9 siswa tersebut dapat diuraikan,

antara lain ada 4 siswa yang

berdasarkan informasi dari guru

mata pelajaran tidak berani

bertanya dan menyatakan

pendapatnya ketika guru

memberikan kesempatan untuk

menyampaikan pendapat, grogi

pada saat tampil di depan kelas,

tetapi tidak pernah mencontek

pada saat tes ulangan berlangsung;

ada 3 siswa berani bertanya dan

mengungkapkan pendapatnya

ketika guru memberikan

kesempatan untuk bertanya, tidak

mengeluh pada saat guru

menyampaikan informasi tentang

jadwal tes dalam waktu dekat,

tetapi menyontek pada saat

ulangan; dan berdasarkan

informasi dari guru mata pelajaran,

ada 2 siswa yang sering melamun

dan tidak memperhatikan materi

pelajaran yang disampaikan oleh

guru. Selain itu, berdasarkan

informasi dari guru pembimbing,

kepala sekolah dan salah satu guru

mata pelajaran bahwa tedapat

Page 302: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

294

salah seorang siswa yang

sebenarnya tergolong siswa yang

cukup berprestasidalam mata

pelajaran fisika, tetapi siswa

tersebut kurang memiliki

kepercayaan diri yang tinggi.

Namun, berkat semangat dan

motivasi dari kepala sekolah, guru

pembimbing, guru mata pelajaran

dan juga orang tua siswa tersebut

pada akhirnya bisa mengikuti

kegiatan lomba olimpiade fisika.

LANDASAN TEOR

Pengertian Kepercayaan Diri

Dalam penelitian ini

terdapat beberapa definisi tentang

kepercayaan diri yang diambil dari

referensi. Definisi tentang

kepercayaan diri berbeda-beda

antara pendapat yang satu dengan

pendapat yang lain. Akan tetapi,

hal itu dapat dihubungkan

sehingga diperoleh definisi

gabungan yang saling berkaitan.

Kepercayaan diri

merupakan keyakinan seseorang

terhadap segala aspek kelebihan

yang dimilikinya dan keyakinan

tersebut membuatnya merasa

mampu untuk bisa mencapai

berbagai tujuan di dalam

hidupnya. Hakim (2005:6). Siswa

yang percaya diri akan merasa

optimis di dalam melakukan

semua aktifitasnya, serta

mempunyai tujuan hidup yang

realistik.

Menurut Benson dalam

Proctor (2000:3-9) kepercayaan

diri adalah: “keyakinan-keyakinan

religius dan filosofis seseorang

yang paling dalam terhadap

pandangan luar yaitu yakin jiwa

dan raga terhadap pandangan

luar”. Epictetus dalam Benson

(2000 : 3) mengatakan bahwa:

“manusia sebenarnya tidak

digusarkan oleh benda-benda yang

ada di sekitarnya, melainkan oleh

pendapatnya sendiri terhadap

benda-benda tersebut”.

Berdasarkan beberapa

pengertian tersebut, maka dapat

ditarik kesimpulan bahwa

kepercayaan diri adalah keyakinan

seseorang terhadap kemampuan

dirinya sendiri baik yang bersifat

lahir maupun batin dalam

menghadapi tantangan hidup

apapun, kapanpun dan di manapun

dengan melakukan suatu tindakan

berbuat sesuatu untuk mencapai

berbagai tujuan realistik dalam

hidupnya.

Jenis-jenis Kepercayaan Diri

Menurut Angelis (2003:58)

ada tiga jenis kepercayaan diri,

yaitu: kepercayaan diri tingkah

laku, emosional dan spiritual.

a. Kepercayaan Diri Tingkah

Laku

Yang berkenaan dengan tingkah

laku adalah kepercayaan .diri

untuk mampu bertindak dan

menyelesaikan tugas-tugas,

baik tugas- tugas yang paling

sederhana hingga yang

bernuansa cita-cita untuk

meraih sesuatu.

b. Kepercayaan Diri Emosional

Yang berkenaan dengan emosi

adalah kepercayaan diri untuk

yakin dan mampu menguasai

segenap sisi emosi.

Dari jenis-jenis

kepercayaan diri yang tersebut di

atas, dalam penelitian ini peneliti

Page 303: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

295

menyederhanakan menjadi dua

jenis kepercayaan diri yaitu

sebagai berikut:

a. Kepercayaan diri batin, yang

meliputi kepercayaan diri

emosional dan spiritual

b. Kepercayaan diri lahir, yang

meliputi kepercayaan diri

tingkah laku.

METODE PENELITIA

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah

penelitian eksperimen. Penelitian

eksperimen merupakan penelitian

yang dilakukan dengan melakukan

manipulasi yang bertujuan untuk

mengetahui akibat manipulasi

terhadap perilaku individu yang

diamati (Latipun, 2004:8).

Manipulasi yang dilakukan berupa

tindakan tertentu kepada kelompok

dan setelah itu dilihat

pengaruhnya. Eksperimen ini

dilakukan untuk mengetahui efek

yang ditimbulkan dari suatu

perlakuan yang diberikan secara

sengaja oleh peneliti.

Populasi, Sampel dan teknik

Sampling

Populasi

Populasi dalam penelitian

ini adalah seluruh siswa kelas

IXSMP Negeri 1

palibeloKabupaten BimaTahun

Pelajaran 2013/2014 yang

berjumlah 156 siswa,

Sampel dan Teknik Sampling

Teknik pengambilan

sampel dalam penelitian ini

menggunakan teknik Purposive

sampling, karena sampel yang

akan diambil adalah siswa yang

memiliki kepercayaan diri yang

lebih rendah dari siswa yang lqin

yang terdapat dalam populasi.

Purposive sampling merupakan

teknik pengambilan sampel suatu

teknik pengambilan sample yang

mempunyai tujuan, yaitu untuk

menambil siswa yang kepercayaan

dirinya lebih rendah dari siswa

yang lain. Dalam penelitian ini

diambil sampel sebanyak 15 siswa

yang kepercayaan dirinya lebih

rendah dari siswa yang lain

berdasarkan hasil tes skala

kepercayaan diri.

Metode Analisis Data

Metode analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini

adalah metode statistik non

parametrik, dengan menggunakan

Uji Wilcoxon, karena mengacu

pada variabel data yang ada dalam

penelitian ini adalah variabel

ordinal, selain itu uji wilcoxon

tidak menerapkan syarat-syarat

mengenai parameter-parameter

populasi yang merupakan induk

sampel penelitian. Uji wilcoxon

juga tidak dilandasi persyaratan

data harus berdistribusi normal.

Jadi penelitian ini, teknik analisis

datanya menggunakan Uji

Wilcoxon yaitu dengan mencari

perbedaan mean pre-test dan pos-

test, dengan menggunakan rumus:

T - μT

T - n(n + 1)

z = = 4

σ T n(n + 1)(2n + 1)

24

Keterangan :

n = jumlah sampel

T = jumlah jenjang yang

kecil

Page 304: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

296

μ T

= n(n +1)

4

σT =

n(n +1)(2n +1)

24

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Sesuai dengan tujuan dari

penelitian ini, seperti yang terdapat

dalam Bab I yaitu untuk

mengetahui :1) Kepercayaan diri

siswa sebelum mendapat layanan

bimbingan kelompok, 2)

Kepercayaan diri siswa setelah

mendapat layanan bimbingan

kelompok ompok, 3) Efektifas

pelaksanaan layanan bimbingan

kelompok untuk meningkatkan

kepercayaan diri siswa. Maka akan

dipaparkan hasil penelitian ini

berdasarkan tujuan di atas,

menurut kriteria penilaian

kepercayaan diri siswa yang telah

dibuat pada tabel di bawah ini:

Kriteria Penilaian Kepercayaan

Diri Siswa

Interval % Kriteria

84– 100 ST(Sangat Tinggi)

69 – 83 T(Tinggi)

54 – 68 S(Sedang)

39 – 53 R(Rendah)

23 – 38 SR(Sangat Rendah)

1. Deskripsi kepercayaan diri

siswa sebelum mendapatkan

layanan bimbingan

kelompok.

Secara umum kepercayaan

diri siswa sebelum diberi layanan

bimbingan kolompok adalah

sebagai berikut:

Tabel 2

Rekapitulasi Kepercayaan Diri Siswa Sebelum Mendapat Layanan

Bimbingan Kelompok

Kategori Kepercayaan Jumlah Sampel Persentase

Diri

Sedang (S) 13 86,67 %

Rendah (R) 2 13,33%

Sangat Rendah (SR) 0

Skor rata- Rata 271,1

Berdasarkan tabel 2, secara

umum tampak bahwa kepercayaan

diri siswa kelas IXSMP N 3

Palibelo sebelum mendapatkan

layanan bimbingan kelompok

(hasil-pre-test) sebagian besar

berada pada kategori sedang (S).

Dari hasil pre-test yang sudah

dilakukan dapat digambarkan

bahwa 13 dari 15 sampel atau

86,67% mendapat kategori sedang

dengan skor antara 251 – 295

Page 305: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

297

(Responden 1/R-01 mempunyai

skor 295, R-02 mempunyai skor

293, R-03 mempunyai skor 283,

R-04 mempunyai skor 284, R-05

mempunyai skor 283, R-06

mempunyai skor 282, R-07

mempunyai skor 281, R-08

mempunyai skor 278, R-09

mempunyai skor 276, R-10

mempunyai skor 275, R-11

mempunyai skor 273, R-12

mempunyai 259, dan R-13

mempunyai skor 251). Sedangkan

2 sampel lainnya (13,33%)

mendapat kategori rendah dengan

skor 234 dan 229 (R-14 dan R-15).

Secara keseluruhan skor rata – rata

kepercayaan diri siswa sebelum

mendapat layanan bimbingan

kelompok adalah 271,7 dengan

kategori sedang (S).Deskripsi

persubvariabel kepercayaan diri

siswa sebelum mendapat layanan

bimbingan kelompok dapat dilihat

pada tabel di bawah ini

Rekapitulasi Hasil Analisis Deskriptif (Pre-Test)

Per-Subvariabel Kepercayaan Diri Siswa

Sub Variabel

Skor

rata-rata

Persentase

(%) Kategori

Bertindak 16,7 66,7 Sedang (S)

Menyelesikan tugas 21,1 60,2 Sedang (S)

Komunikasi 30,1 60,3 Sedang (S)

Ketegasan 23,3 58,2 Sedang (S)

Penampilan 22,8 57,0 Sedang (S)

Pengendalian Perasaan 27,7 61,5 Sedang (S)

Menguasai segenap sisi 22,4 56,0 Sedang (S)

emosi

Keimanan 41,1 58,7 Sedang (S)

Cinta diri 15,1 60,3 Sedang (S)

Pemahaman diri 17,3 57,6 Sedang (S)

Tujuan yang jelas 17,5 58,4 Sedang (S)

Berpikir positif 16,8 56,0 Sedang (S)

Skor rata-rata 271,1 59,1 Sedang (S)

Berdasarkan tabel 3, tampak

bahwa dari 12 sub variabel yang

ada semuanya berada pada

kategori sedang (S) dengan

skor rata – rata antara 15,1 – 41,1.

Hal ini dimaksudkan bahwa

sebelumnya siswa belum bisa

bertindak sepenuhnya dalam

menyelesaikan tugas, komunikasi

kurang efektif, kurang memiliki

ketegasan, dalam berpenampilan

cenderung segenap sisi emosi,

kurangnya keyakinan (keimanan)

akan adanya takdir dari sang

pencipta, kurang mencintai diri

sendiri, pemahaman diri yang

Page 306: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

298

kurang, ragu dalam menentukan

tujuan hidup, dan masih

memandang negatif terhadap diri

sendiri.

2. Deskripsi kepercayaan diri

siswa setelah mendapatkan

layanan bimbingan

kelompok.

Secara umum kepercayaan

diri siswa setelah diberi layanan

bimbingan kolompok dapat di lihat

dalam tabel berikut:

Rekapitulasi Kepercayaan Diri Siswa

Setelah Mendapat Layanan Bimbingan Kelompok

Kategori Kepercayaan Diri Jumlah Sampel Persentase

Sangat Tinggi (ST) 4 26,67 %

Tinggi (T) 8 53,33 %

Sedang (S) 3 20,00 %

Skor rata-rata 358,6

Berdasarkan tabel 4,

tampak bahwa setelah mendapat

layanan bimbingan kelompok

kecenderungan kepercayaan diri

siswa kelas IXSMP N 3 Palibelo

mengalami peningkatan dimana 4

siswa (26,67%) mendapat kategori

Sangat Tinggi (ST)dengan skor

rata-rata 392 – 441. Sedang 8

siswa yang lain mendapat kategori

Tinggi (T) dengan skor rata-rata

329 – 362. Secara umum skor rata-

rata kepercayaan diri siswa setelah

mendapat layanan Bimbingan

Kelompok adalah 358,6 dengan

kategori Tinggi (T), berarti ada

peningkatan sebesar 87,5.

Deskripsi per-sub variabel

kepercayaan diri siswa setelah

mendapat layanan bimbingan

kelompok dapat dilihat pada tabel

di bawah ini.

Rekapitulasi Hasil Analisis Deskriptif (Post-Test)

Per-Subvariabel Kepercayaan Diri Siswa

Sub Variabel

Skor rata-

rata Persentase (%) Kategori

Bertindak 21,0 84,0

Sangat Tinggi

(ST)

Menyelesaikan tugas 27,5 78,5 Tinggi (T)

Komunikasi 37,1 74,1 Tinggi (T)

Ketegasan 31,6 79,0 Tinggi (T)

Penampilan 31,3 78,3 Tinggi (T)

Pengendalian Perasaan 35,9 79,9 Tinggi (T)

Menguasai segenap sisi 29,5 73,7 Tinggi (T)

emosi

Keimanan 56,9 81,3 Tinggi (T)

Page 307: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

299

Cinta diri 19,5 77,9 Tinggi (T)

Pemahaman diri 24,3 80,9 Tinggi (T)

Tujuan yang jelas 22,7 75,8 Tinggi (T)

Berpikir positif 21,3 71,1 Tinggi (T)

Skor rata-rata 358,6 78,0 Tinggi (T)

Berdasarkan tabel 5,

tampak bahwa dari 12 sub –

variabel yang ada 1 diantaranya

berada ada kategori Sangat Tinggi

(ST) dengan skor rata-rata adalah

21,0. Sedang 11 indikator

mendapat kategori Tinggi (T) yang

skor rata – rata masing – masing

adalah : 27,5 ; 37,1; 31,6; 31,3;

35,9; 29,5; 56,9; 19,5; 24,3; 22,7;

dan 21,3. Hal ini bisa

dimaksudkan bahwa setelah diberi

layanan bimbingan kelompok

siswa mampu bertindak

sepenuhnya atau dengan kata lain

mampu membuat rencana dan

mengambil keputusan, mampu

menyelesaikan tugas, mampu

berkomunikasi secara efektif, bisa

bertindak tegas, penampilan yang

mampu memimpin, mampu

mengendalikan perasaan, mampu

menguasai segenap sisi emosi,

keimanan yang tinggi, mampu

mencintai dirinya sendiri, mampu

memahami diri sendiri, memiliki

tujuan yang jelas, dan mampu

berikir positif.

3. Deskripsi keefektifan

pelaksanaan layanan

bimbingan kelompok untuk

meningkatkan kepercayaan

diri siswa

Rekapitulasi Keercayaan Diri Siswa Pre test dan Post test

Kategori Pre – test Kategori Post – test

Jumlah Persentase Jumlah Persentase

Sampel Sampel

Sedang (S) 13 86,67 % Sangat Tinggi (ST) 4 26,67 %

Rendah (R) 2 13,33 % Tinggi (T) 8 53,33 %

Sangat Rendah

(SR) 0 0 % Sedang (S) 3 20,00 %

Skor rata-rata

271,

1 Skor rata- rata 358,6

Berdasarkan tabel 6,

deskripsi keefektifan pelaksanaan

layanan bimbingan kelompok

untuk meningkatkan kepercayaan

diri siswa kelas IXSMP N 3

Palibelo dapat digambarkan dari

perbandingan hasil pre-test dan

post-testnya, dimana bisa dilihat

bahwa adanya peningkatan skor

rata-rata yang didapat yaitu dari

271,1 menjadi 358,6. Ini

menunjukkan adanya peningkatan

Page 308: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

300

kepercayaan diri siswa kelas

IXSMP N 3 Palibelo setelah

mendapat layanan bimbingan

kelompok sebesar 87,5.

Sedangkan rekapitulasi

per-subvariabel siswa sebelum

dengan setelah mendapat layanan

bimbingan kelompok dapat dilihat

pada tabel di bawah ini

Rekapitulasi Hasil Analisis Deskriptif Pre-test dan Post-test

Sub Variabel Pre-Test Post- Test

Skor Persen Kategori Skor Persen Kategori

rata-rata tase rata-rata tase

Bertindak 16,7 66,7% Sedang (S) 21,0 84,0% Sangat Tinggi (T)

Menyelesikan tugas 21,1 60,2% Sedang (S) 27,5 78,5% Tinggi (T)

Komunikasi 30,1 60,3% Sedang (S) 37,1 74,1% Tinggi (T)

Ketegasan 23,3 58,2% Sedang (S) 31,6 79,0% Tinggi (T)

Penampilan 22,8 57,0% Sedang (S) 31,3 78,3% Tinggi (T)

Pengendalian 27,7 61,5% Sedang (S) 35,9 79,9% Tinggi (T)

Perasaan

Menguasai segenap 22,4 56,0% Sedang (S) 29,5 73,7% Tinggi (T)

sisi emosi

Keimanan 41,1 58,7% Sedang (S) 56,9 81,3% Tinggi (T)

Cinta diri 15,1 60,3% Sedang (S) 19,5 77,9% Tinggi (T)

Pemahaman diri 17,3 57,6% Sedang (S) 24,3 80,9% Tinggi (T)

Tujuan yang jelas 17,5 58,4% Sedang (S) 22,7 75,8% Tinggi (T)

Berpikir positif 16,8 56,0% Sedang (S) 21,3 71,1% Tinggi (T)

Skor rata-rata 271,1 59,1% Sedang (S) 358,6 78,0% Tinggi (T)

Berdasarkan tabel 7 di atas

tampak bahwa sebelum mendapat

layanan bimbingan kelompok

kelompok rata-rata kepercayaan diri

siswa berada pada kategori sedang

dengan skor rata-rata sebesar 271,1

dengan prosentase 59,1% namun

setelah mendapat layanan

bimbingan kelompok skor

kepercayaan diri siswa menjadi

358,6 dengan prosentase sebesar

78,0%.

Berdasarkan hasil pre test

dan pos test tersebut menunjukan

bahwa kepercayaan diri siswa

sebelum mendapat layanan

bimbingan kelompok rata-rata

kepercayaan diri siswa dalam

kategori sedang, tetapi setelah

mendapat layanan bimbingan

kelompok rata-rata kepercayan diri

siswa meningkat yaitu dalam

kategori tinggi.

Diperoleh Zhitung sebesar

4,10, sedangkan apabila dilihat dari

Ztabel dengan taraf signifikansi 5%

dan N = 15 didapat Ztabel sebesar

1,96. Jadi di sini nilai Zhitung> Ztabel,

sehingga bisa dikatakan bahwa ada

perbedaan antara kepercayaan diri

sebelum mendapatkan layanan

dengan sesudah mendapatkan

layanan bimbingan kelompok.

Dengan demikian bahwa

hipotesis pada Bab II yang

menyatakan “Layanan Bimbingan

Page 309: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

301

Kelompok Efektif Untuk

Meningkatkan Kepercayaan diri

siswa kelas IXSMP Negeri 1

palibeloTahun Pelajaran 2013/2014”

diterima.

Pembahasan Penelitian

Hasil perhitungan tes skala

kepercayaan diri menunjukan bahwa

kepercayaan diri siswa tergolong

sedang, tetapi hasil pengamatan

awal (studi pendahuluan)

menunjukan bahwa kepercayaan diri

siswa termasuk kurang, ini

mengindikasikan bahwa

kepercayaan diri pada siswa tidak

selalu sama, pada saat tertentu siswa

merasa PD atau mungkin tidak, ada

situasi dimana siswa merasa PD dan

situasi di mana siswa tidak

merasa demikian.

Seperti yang dikemukakan

oleh Angelis (2003:13) bahwa: “rasa

percaya diri itu tidak bisa disama-

ratakan dari satu aktifitas ke aktifitas

lainnya”.

Berdasarkan analisis data

menunjukkan bahwa ada

perbedaan rata– rata tingkat

kepercayaan diri siswa pada kelas

IXSMP Negeri 1 palibeloTahun

Pelajaran 2013/2014 setelah

mendapat layanan bimbingan

kelompok, lebih tinggi dibanding

sebelum mendapatkan layanan

bimbingan kelompok. Kepercayaan

diri pada individu tidak

selalu sama, pada saat tertentu

individu merasa yakin atau mungkin

tidak, ada situasi dimana bahwa:

“rasa percaya diri itu tidak bisa

disama-ratakan dari satu aktifitas ke

aktifitas lainnya”.

Sebelum adanya layanan

bimbingan kelompok (pre-test),

siswa mempunyai skor rata – rata

tingkat kepercayaan dirinya sebesar

27,1 atau berada pada kategori

Sedang (S). Ini menunjukkan bahwa

karakteristik sikap percaya diri yang

dimiliki siswa sudah cukup bagus

namun masih bisa ditingkatkan.

Setelah adanya layanan bimbingan

kelompok dengan teknik diskusi

kelompok mempunyai skor rata –

rata tingkat percaya diri siswa

sebesar 358,6 atau berada pada

kategori Tinggi (T). Ini

mengindikasikan sudah ada

peningkatan dalam karakteristik

kepercayaan diri yang dimiliki siswa

terbukti setelah adanya layanan

bimbingan kelompok skor rata –

ratanya meningkat.

Dengan adanya layanan

bimbingan kelompok tersebut

ternyata mampu meningkatkan skor

rata – rata sikap kepercayaan diri

siswa sebesar 87,5. Dengan diri

siswa sebelum mendapat layanan

bimbingan kelompok dengan

sesudah mendapat layanan

bimbingan kelompok adalah

berbeda dan mengalami peningkatan

yang signifikan.

Layanan bimbingan kelompok

efektif untuk meningkatkan

kepercayaan diri siswa. Karena

dalam pelaksanaan kegiatan

bimbingan kelompok siswa sebagai

anggota kelompok akan bersama-

sama menciptakan dinamika

kelompok yang dapat dijadikan

sebagai tempatuntuk dapat

mengembangkan kepercayaan diri.

Angota kelompok akan mempunyai

hak yang sama untuk melatih diri

dalam mengeluarkan pendapat,

pikiran serta gagasan yang dimiliki

Page 310: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

302

untuk membahas suatu topik

permasalahan, juga bisa untuk

melatihkemampuan siswa baik

kemampuan untuk berani

mengungkapkan pendapat dalam

forum maupununtuk melatih siswa

belajar berinteraksi sosial dalam

kelompok.Bimbingan kelompok

adalah bantuan yang diberikan

kepada individu yang bermasalah

dengan memanfaatkan kelompok

dandinamikanya. Menurut

Prayitno (1995:108-109)

menjelaskan bahwa :

“Bimbingan kelompok dapat

diartikan secara sederhana dan

secara luas serta mendalam, secara

sederhana sebagai suatu kegiatan

yang bertujuan untuk mencapai

perkembangan pribadi, pembahasan

masalah, topik umum. Secara luas

dan mendalam selain bertujuan

untuk mencapai perkembangan

pribadi dan pembahasan masalah-

masalah yang bermanfaat bagi

anggota kelompok yang berjumlah

10-15 orang siswa. Juga para

anggota harus aktif membahas

permasalahan atau topik umum

tersebut, berpartisipasi aktif dalam

dinamika dan interaksi sosial dalam

kelompok”

Layanan bimbingan kelompok

efektif meningkatkan kepercayaan

diri siswa. Karena di dalam

pelaksanaan bimbingan bertujuan

untuk memecahkan masalah tetapi

juga untuk mencerahkan persoalan

serta untuk pengembangan pribadi.

Diskusi dalam bimbingan kelompok

bertujuan untuk pengembangan

pribadi, pengembangan pribadi

tersebut diantaranya adalah

mengembangkan pengertian

terhadap diri sendiri dan orang lain,

mengembangkan kesadaran tentang

diri dan orang lain, serta

mengembangkan pandangan baru

tentang hubungan antara

manusia(Dynkmeyer dan Munro

dalam Romlah, 2001:89). Apabila

tujuan tersebut tercapai, maka dapat

meningkatkan kepercayaan diri

siswa. Hal tersebut juga relevan

dengan pendapat Lindenfield

(1997:15) yang menyatakan bahwa

“untuk mengembangkan

kepercayaan diri, individu

perlu menjalin hubungan baik

dengan siapapun. Bergaul

dengan orang lain akan

mendapat umpan balik yang

jujur dan membangun, baik

mereka berhasil maupun

kurang berhasil”

Berdasarkan hasil penelitian

menunjukkan bahwa siswa yang

sebelum mengikuti bimbingan

kelompok memiliki tingkat

kepercayaan diri dalam kategori

sedang, misalnya siswa masih malu-

malu mengemukakan pendapat,

usul, saran di depan umum, malu

pada siswa lain yang beda jenis,

tidak berani mengambil keputusan,

setelah selesai mengikuti bimbingan

kelompok kepercayaan dirinya

mengalami peningkatan dan

tergolong dalam kategori Tinggi (T),

misalnya menjadi berani

mengemukakan pendapat, usul dan

saran di depan umum, tidak salah

tingkah ketika menghadapi lawan

jenis serta lebih berani mengambil

keputusan dan sebagainya, sehingga

dengan bimbingan kelompok dapat

membawa dampak yang positif bagi

Page 311: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

303

siswa dan dapat meningkatkan

kepercayaan diri pada siswa.

PENUTUP

1. Sebanyak 15 siswa anggota

bimbingan kelompok sebelum

mendapat layanan bimbingan

kelompok menunjukkan bahwa

sebagian besar berada pada

kategori Sedang (S), baik ditinjau

dari kepercayaan diri lahir

maupun batin.

2. Setelah mendapat layanan

bimbingan kelompok

kepercayaan diri siswa meningkat

pada kategori Tinggi (T), baik

ditinjau dari kepercayaan diri

lahir maupun batin yang berarti

ada peningkatan kepercayaan diri

yang signifikan.

3. Layanan bimbingan kelompok

efektif untuk meningkatkan

kepercayaan diri siswa kelas

IXSMP Negeri 1 palibeloTahun

Pelajaran 2013/2014 hal tersebut

dapat dibuktikan dengan hasil uji

wilcoxon yaitu Zhitung 4,10

lebih besar dari Ztabel 1,96

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2002.

Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Praktek. Jakarta

: PT Rineka Cipta.

Angelis, Barbara De. 2003.

Confidence (Percaya Diri),

Jakarta : Gramedia Pustaka

Utama.

Azwar, Saifuddin. 2000. Metode

Penelitian. Yogyakarta :

Pustaka Pelajar.

______________. 2004.

Penyusunan Skala Psikologi.

Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

El Quussy, Abdul Azis (Alih Bahasa

Zakiyah Daradjad). 1991.

Pokok-PokokKesehatan

Jiwa-Mental. Jakarta : Bulan

Bintang.

Fitrianingsih, Endah. Pengaruh

keaktifan pengurus OSIS

terhadapKepercayaan Diri

(Studi terhadap Pengurus

OSIS SMU Negeri Kutasari

Tahun Pelajaran

2002/2003). Skripsi. Tidak

Diterbitkan.

Gazda, GM. 1984. Group

Counseling Developmental

Approach. Boston : Allyn

and Bacon, Inc.

Hadi, Sutrisno. 1991. Statistik Jilid

Hakim, Thursan. 2005. Mengatasi

Rasa Tidak Percaya Diri.

Jakarta : Puspa Swara.

Hendarno, Eddy Dkk. 2003.

Bimbingan dan Konseling di

Sekolah. Semarang : Bina

Putra.

Herbert Benson dan William Proctor

(Alih Bahasa Wulan Lukita

Dewi). 2000.

Mengoptimalkan

Kepercayaan Diri. Jakarta:

Handal Niaga.

Jannah, Izzatul. 2003. Everyday Is

PEDE Seri Pengembangan

Pribadi Remaja.Surakarta:

Era Eureka.

Kuswanto. 2001. Penelitian Tentang

Kepercayaan Diri Antara

Siswa yangDiberi Dan Tidak

Diberi Layanan Bimbingan

Kelompok dalam Bidang

Binbingan Pribadi. Skripsi.

Tidak Diterbitkan.

Page 312: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

304

PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN

PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VI SDN

INPRES 02 PARADO KECAMATAN PARADO KABUPATEN BIMA

TAHUN PELAJARAN 2011/2012

ARSAD

Guru SDN Inpres 02 Parado

Kata Kunci: Pembelajaran Matematika, Penggunaan Media Gambar

Penelitian ini bertujuan meningkatkan hasil belajar siswa Kelas VI SDN

Inpres 02 Parado Kecamatan Parado Kabupaten Bima Tahun Pelajaran

2011/2012 Pada Pembelajaran Matematika dengan penggunaan Media

Gambar. Jenis penelitin ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan

dalam dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari tahap perencanaan,

pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi dan refleksi. Data aktivitas belajar

siswa diperoleh dengan cara observasi sedangkan data prestasi belajar siswa

diperoleh dari pemberian tes objektif pada tiap akhir siklus. Penggunaan

media gambar pada penelitian ini dikatakan tuntas apabila 85 % siswa

mencapai prestasi belajar ≥ 65, sedangkan aktivitas belajar siswa minimal

berkategori aktif. Hasil penelitian menunjukan melalui penggunaan media

gambar telah terjadi peningkatan prestasi belajar matematika siswa kelas VI

SDN Inpres 02 Parado , Kecamatan Parado, Kabupaten Bima sebagai berikut:

pada pra siklus ketuntasan klasikal 17,4 %, meningkat pada siklus I menjadi

56,52 %, pada siklus II menjadi 69,57 dan menjadi 100 % pada siklus III.

Penggunaan media gambar pada pembelajaran matematika berdampak positif

terhadap peningkatan aktivitas siswa selama kelas VI SDN Inpres 02 Parado ,

Kecamatan Parado, Kabupaten Bima selama pembelajaran.

PENDAHULUAN

Berdasarkan pengamatan,

pelaksanaan pembelajaran di kelas

VI SDN Inpres 02 Parado , ketika

pelaksanaan pembelajaran

matematika berlangsung, siswa

kurang bergairah, malas, dan

berdiam diri. Dalam beberapa

tatap muka pembelajaran di kelas,

ketika guru memberikan

kesempatan kepada siswa untuk

bertanya, tidak ada respon sama

sekali. Hal inilah yang

menyebabkan kelas menjadi pasif,

jika keadaan seperti itu dibiarkan,

maka kegiatan pembelajaran akan

terganggu, dan usaha guru dalam

mengelola kelas yang aktif dan

kreatif sekaligus menyenangkan

tidak akan berhasil.

Memperhatikan kondisi

siswa dan kelas seperti tersebut di

atas, kami selaku peneliti dan guru

berusaha mencari solusi yang tepat

dalam pengelolaan pembelajaran,

yaitu dengan jalan menggunakan

alat bantu mengajar yang dapat

Page 313: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

305

mendorong siswa untuk lebih

bergairah dan kreatif.

Masalah-masalah tersebut

di atas, setelah peneliti

menganalisis kelengkapan guru

dalam mengajar, rencana

pelaksanaan pembelajaran sudah

dibuat guru dengan benar, metode

yang digunakan sudah sesuai,

pengelolaan kelas sudah

bervariasi, namun masih ada

kekurangan pada kelengkapan alat

bantu mengajar yaitu media

pembelajaran. Bahkan nilai rata-

rata ulangan harian siswa masih

dibawah standar ketuntasan

minimal.

Setelah memperhatikan

identifikasi masalah, peneliti

mengambil solusi yang tepat untuk

mengatasi masalah-masalah

tersebut yaitu mengangkat salah

satu media pembelajaran yang

berupa media gambar untuk

meningkatkan prestasi belajar

matematika siswa kelas VI SDN

Inpres 02 Parado , Kecamatan

Parado, Kabupaten Bima. Dengan

bantuan media gambar, foto, atau

media lainnya, diharapkan siswa

dapat lebih termotivasi dan lebih

mudah dalam memahami

matematika. Penggunaan media

gambar dalam pembelajaran

matematika sangat diperlukan,

karena siswa Sekolah Dasar dalam

mempelajari matematika masih

dalam taraf perkembangan

kognitif, dan abstrak.

KAJIAN PUSTAKA

Pengertian Dan Perkembangan

Penggunaan Media

Pembelajaran

S. Gerlach dan P. Ely,

dalam bukunya , Teaching and

Media (1971), mengartikan

media intruksional dalam arti luas

dan sempit. Media dalam arti luas

adalah orang, materi, atau kejadian

yang dapat menciptakan kondisi

sehingga memungkinkan peserta

didik dapat memperoleh

pengetahuan, ketrampilan atau

sikap yang baru. Dalam Pengertian

ini, guru, buku, dan lingkungan

sekolah merupakan media.

Sedangkan dalam arti sempit, yang

dimaksud media adalah grafik,

potret, gambar, alat-alat mekanik

dan elktronik yang dipergunakan

untuk menangkap, memproses,

serta menyampaikan informasi

visual ataupun verbal.

Apapun batasan yang

diberikan di atas, ada persamaan-

persamaan diantaranya yaitu

bahwa media adalah segala

sesuatu yang dapat digunakan

untuk menyalurkan pesan dari

pengirim (guru) ke penerima

(siswa) sehingga dapat

merangsang pikiran, perasaan dan

minat serta perhatian siswa

sedemikian rupa sehingga proses

pembelajaran terjadi.

Pengajaran

(instruksional) sebagai suatu

system terdiri dari berbagai

komponen antra lain tujuan

instruksional, bahan pengajaran,

kegiatan belajar-mengajar, sumber

dan media, dan evaluasi. Sebagai

salah satu komponen pengajaran,

media memiliki kedudukan dan

peran yang sangat penting. S.

Gerlach dean P. Ely (dalam

Ibrahim, 1982:7) menyatakan

Page 314: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

306

bahwa “Instructional media play a

key role in the design and use of

systematic instruction” (Media

instruksional memainkan peran

penting dalam disain dan

penggunaan pengajaran yang

sistematis).

Lebih dari itu,

hakikat dari belajar adalah usaha

melakukan perubahan tingkah laku

bagi pembelajar, baik perubahan

pada aspek pengetahuan,

ketrampilan, maupun sikap/nilai.

Seorang peserta didik akan dapat

memperoleh

pemahaman/pengetahuan dengan

cara mengolah rangsangan dari

luar yang ditanggapi oleh

inderanya, baik indera penglihatan,

pendengaran, maupun indera

lainnya. Semakin tanggap

seseorang tentang suatu obyek,

orang atau kejadian, semakin baik

pula proses pembentukan

pengetahuan/pemahaman yang

dialami.

Pada konteks inilah

media memainkan perannya

dengan membantu dan

memfasilitasi peserta didik lebih

mudah memahami dan mengolah

apa yang diterimanya.

Pemanfaatan media pembelajaran

dalam proses belajar mengajar

dapat membantu menjadikan

pengalaman belajar lebih jelas.

Edgar Dale (dalam Lattuheru,

1982:23) menyebutkan beberapa

manfaat media pembelajaran

dalam proses belajar mengajar,

sebagai berikut; (1) Perhatian anak

terhadap materi tinggi;(2) Anak

didik mendapatkan pengalaman

konkret; (3) Mendorong anak

untuk belajar secara mandiri; (4)

Hasil yang dipelajari atau

diperoleh anak didik sulit

dilupakan.

Sebagai alat untuk

kegiatan pembelajaran, media

selalu memfasilitasi tugas

pembelajaran yang terstruktur

maupun maupun yang non

terstruktur bagi peserta didik.

Dalam hal-hal tentu media dapat

mewakili guru menyampaikan

informasi secara lebih teliti, jelas

dan menarik. Fungsi tersebut dapat

dilaksanakannya dengan baik

walau tanpa kehadiran guru secara

fisik.

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

dapun penelitian tindakan

dalam peneltitian ini adalah cara

yang dilakukan penetiti berangkat

dari wawancara dan observasi

terhadap kelemahan dalam proses

belajar mengajar guru, kemudian

di identifikasi berdasarkan kreteria

tertentu dan di refleksikan dalam

suatu tindakan (dalam hal ini

adalah penerapan metode

penemuan) yang dimaksudkan

untuk memperbaiki proses belajar

mengajar guru yang bersangkutan

dan hasilnya dapat dilihat pada

kemampuan guru dan penguasaan

konsep siswa. Proses yang

demikian disebutkan sebagai hasil

“self-reflective” atau “self-

evaluation” guru (peneliti).

Tempat dan Subyek Penelitian Tempat penelitian di

laksanakan di SDN Inpres 02

Parado , Kecamatan Parado,

Kabupaten Bima. Lokasi sekolah

berdekatan dengan Perkantoran,

Page 315: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

307

Sekolah menengah di tengah kota

kecil. Dari kota Kecamatan

berjarak 1.000 meter. Latar

belakang siswa sebagian besar

berasal dari keluarga pedagang,

wiraswasta dan pegawai.

Adapun yang menjadi

subyek penelitian adalah siswa

kelas VI sebanyak 23 siswa

berasal dari SDN Inpres 02 Parado

, Kecamatan Parado, Kabupaten

Bima.

Rancangan Pelaksanaan

Penelitian

a) Siklus I

1) Sasaran penelitian adalah siswa

kelas VI SDN Inpres 02 Parado

sejumlah 23 siswa, dengan

materi bahasan mata

pembelajaran matematika

“Pengukuran menurunkan

rumus luas berbagai bangun

datar” melalui penggunan

media gambar

2) Dari refleksi awal peneliti

bersama praktisi guru

merumuskan permasalahan

secara operasional dalam hal ini

bagaimana mengajar

matematika dengan

menggunakan media gambar.

3) Merumuskan rancangan

penelitian tindakan yang di

dalamnya terdiri dari :

mendesain rancangan

pembelajaran dengan

menggunakan media

gambar, dan menetapkan

indikator-indikator dengan

alokasi waktu yang sudah

direncanakan

menyusun skenario, setting,

langkah-langkah

pelaksanaan kegiatan belajar

mengajar

Merencanakan dan

menyusun rencana

pelaksanaan pembelajaran

lembar kerja, instrumen

penelitian, angket, dan

evaluasi belajar

Mempersiapkan dan

menyusun metode

pengumpulan dan

pengolahan data melalui

pelaksanaan pembelajaran

pedoman wawancara, lembar

observasi, analisis

dokumenter, dan lembar

evaluasi, dan LKS

Teknih Analisis Data

Dari sejumlah siswa yang

aktif kemudian dihitung tingkat

prosentase dengan rumus:

jumlah siswa yang aktif x 100 %

jumlah siswa keseluruhan

Instrumen tes ini diberikan

dalam siklus I hingga siklus ke III,

dan kemudian diukur tingkat

ketuntasan belajar siswa.

Ketuntasan belajar individu

dinyatakan tuntas apabila tingkat

persentase ketuntasan minimal

mencapai 65 %, sedangkan untuk

tingkat klasikal minimal mencapai

75 % (Depdikbud, 2003).

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Untuk mengetahui hasil

dari tindakaan kelas, di bawah ini

akan dipaparkan beberapa data

hasil penelitian berikut

pembahasan atau interpretasinya.

Dalam hal ini data-data yang akan

disajikan meliputi data hasil

pelaksanaan tindakan kelas dan

data-data hasil belajar siswa yang

Page 316: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

308

diperoleh baik sebelum ataupun

sesudah diberikan tindakan kelas

a. Deskripsi Pelaksanaan

Tindakan

Pelaksanaan Siklus I

Berdasarkan hasil

pengamatan yang diperoleh dari

observasi awal, peneliti memberi

tindakan I siklus I yang

dilaksanakan pada hari Selasa, dan

Rabu, tanggal 7, dan 8 Maret

2012 dalam kegiatan ini dibagi

menjadi beberapa tahapan sebagai

berikut :

1) Mengadakan refleksi pada

kegiatan pra tindakan

2) Merencanakan ulang Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran

3) Melaksanakan kegiatan

pembelajaran dengan

menggunakan media

gambar

4) Mengerjakan LKS materi “

Pengukuran menurunkan

rumus luas berbagai bangun

datar, persegi panjang “

secara berkelompok

5) Menyusun ulangan formatif II

Adapun hal-hal yang perlu

diperhatikan dan ditingkatkan

selanjutnya pada tindakan II

adalah :

1) Guru harus lebih menguasai

cara penyampaian materi dan

pengelolaan kelas ketika

membahas tentang pengukluran

menurunkan rumus luas

berbagai bangun datar, persegi

panjang dengan menggunakan

media gambar siswa lebih

tertarik, termotivasi, , lebih

seksama memperhatikan

penjelasan guru dengan media

gambar yang telah

dipersiapkan oleh guru

(peneliti), sehingga dicapai

pembelajaran yang efektif dan

hasil belajar yang optimal.

2) Guru harus memacu semangat

siswa untuk aktif

menyelesaikan masalah yang

terdapat di LKS dan

menumbuhkan rasa ingin

bertanya kepada guru untuk

meminta bimbingan dan

penjelasan lagi bila tidak

mengerti.

3) Guru harus memberikan

perhatian secara menyeluruh

kepada setiap anak terutama

yang memiliki kemampuan

lebih rendah.

4) Guru harus memberikan arahan

dan bimbingan dengan lebih

menekankan cara mencari luas

berbagai bangun datar, persegi

panjang, dengan alat bantu

media gambar

5) Guru harus tetap memotivasi

siswa dan memberikan bantuan

jika diperlukan, terutama siswa

yang memiliki kemampuan

rendah dalam memahami

masalah pada LKS.

6) Sebelum melakukan tindakan

selanjutnya (tindakan II),

peneliti terlebih dahulu

menyampaikan kesimpulan

yang diputuskan berdasarkan

pengamatan yang telah

dilakukan.

Adapun hasil kegiatan siswa

pada siklus I dapat dilihat pada

tabel 4.3 seperti dibawah ini

Page 317: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

309

Tabel 4.3

Data Hasil Observasi Kegiatan Siswa Siklus I

Sesudah Diadakan Tindakan

No

Kreteria yang dinilai Prosentase

1 Perhatian dan ketertarikan siswa 65.75

2 Motivasi/minat belajar 60.35

3 Keaktifan siswa dalam mengerjakan tugas 65.25

4 Efektivitas belajar siswa 64.25

5 Penggunaan waktu dalam menyelesaikan

tugas

65.70

Jumlah

321.3

Skore Rata- Rata

64,26

Pada pertemuan berikutnya, tindakan II Siklus I dilaksanakan pada hari

Kamis , 9 Maret 2012 siswa diberi soal tes formatif 2, dan hasilnya dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.4

Hasil Ulangan Formatif 2 Siklus I

Materi Pengukuran menurunkan rumus luas bangun-bangun datar, persegi

panjang

No Aktivitas Siswa

Jumlah siswa

yang tuntas Prosentase

1 Siswa yang tuntas 13 56,52 %

2. Siswa yang tidak tuntas 10 43,48 %

Jumlah 23 100 %

Pelaksanaan Siklus II

Pada Tindakan I siklus II

yang dilaksnakan pada hari Selasa

dan Rabu, tanggal 14, dan 15

Maret 2012 diharapkan berjalan

dengan lebih baik dibandingkan

dengan hasil yang dicapai pada

tindakan sebelumnya . Untuk itu

tindakan I Siklus II disusun

dengan mempertahankan yang

telah dianggap baik pada tindakan

Siklus I dan melakukan hal-hal

yang perlu diperbaiki dan

ditingkatkan.Adapun pada

tindakan I Siklus II dapat

direfleksikan sebagai berikut:

a) Guru menyampaikan tujuan

pembelajaran di awal

pertemuan.

b) Penentuan dan pemberian

model-model latihan disusun

sebelum melakukan proses

Page 318: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

310

pembelajaran. Hal ini

dilakukan untuk

meningkatkan efisiensi waktu

agar tidak banyak terbuang.

c) Guru memberikan LKS

kepada setiap siswa yang

berisi masalah yang berkaitan

dengan cara mengukur

volume balok, prisma tegak

segi tiga, limas, tabung, dan

kerucut dengan

memanfaatkan mdia gambar

d) Sebagian siswa

menyelesaikan masalah

dengan sesekali

mengkonsultasikan proses

pengukuran volume kepada

guru.

e) Empat orang siswa diminta

secara acak untuk dengan

sukarela mempresentasikan

pemecahan masalah yang

diberikan padanya sekaligus

menunjukan proses atau cara

pengukuran volume bangun

ruang yang dimilikinya

sementara hasil pemecahan

siswa lainnya diminta

dikumpulkan untuk dikoreksi

sendiri oleh guru karena

keterbatasan waktu).

f) Berdasarkan hasil pekerjaan

dan presentasi siswa yang

maju ke depan guru dan

teman-temanya tersebut, guru

membimbing siswa untuk

menyimpulkan penyelesaian

masalah yang diberikan

dengan perhatian menyeluruh.

g) Siswa diberikan tes akhir

Siklus II tindakan II

Berdasarkan observasi pada

tindakan I Siklus II hasil

pembelajaran siswa dapat

dilihat pada tabel 4.5 berikut

ini

Tabel 4.5

Hasil Observasi Kegiatan Siswa Pada Siklus II

Sesudah Tindakan

No

Kreteria yang dinilai

Prosentase

1 Perhatian dan ketertarikan siswa 70.70

2 Motivasi/minat belajar 65.85

3 Keaktifan siswa dalam mengerjakan tugas 70.75

4 Efektivitas belajar siswa 68.95

5 Penggunaan waktu dalam menyelesaikan

tugas

75.80

Jumlah

352.05

Skore Rata- Rata

70,41

Page 319: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

311

Pada pertemuan berikutnya, tindakan II Siklus II dilaksanakan pada hari

Kamis, 16 Maret 2012 siswa diberi soal tes formatif 3, dan hasilnya dapat

dilihat pada tabel 4.6 berikut :

Tabel 4.6

Hasil Ulangan Formatif 3 Siklus II

Materi Pengukuran menurunkan volume berbagai bangun ruang

No Aktivitas Siswa

Jumlah siswa

yang tuntas Prosentase

1 Siswa yang tuntas 16 69,57 %

2. Siswa yang tidak tuntas 7 30,43 %

Jumlah 23 100 %

Setelah diadakan tindakan

II pada Siklus II, hasil Ulangan

siswa Materi Pengukuran

menurunkan rumus volume

berbagai bangun ruang, hasilnya

ada peningkatan yang berarti yaitu

nilai rata-rata kelas 72,26. Dari

hasil tersebut sekitar 69, 57 %

telah mengalami ketuntasan secara

klasikal dan masih jauh sekali dari

standar ketuntasan baku, oleh

sebab itu masih perlu ditingkatkan

pada siklus III, mengingat masih

di bawah standar ketuntasan

minimal

Pelaksanaan Siklus III

Kekurangan-kekurangan

yang ada pada Siklus I dan II

tindakan I, dan II dibahas oleh

peneliti untuk mencari jalan

keluarnya. Pada pertemuan

pertama siklus III, guru sudah bisa

menguasai situasi kelas yang

berbeda dari biasanya dalam artian

guru sudah mengefektivitaskan

pengelolaan proses belajar

mengajar, sedangkan pada

pembelajaran ini seharusnya

respon dan daya tangkap siswa

lebih bisa diarahkan untuk

menentukan perolehan hasil

pembelajaran yang optimal. Pada

siklus I, dan II siswa sudah

nampak aktif. Hal ini disebabkan

karena siswa sudah terbiasa

memahami konsep dengan efisien,

Untuik itu pada siklus III yang

merupakan siklus terakhir tindakan

kelas perlu dioptimalkan dalam

pengelolaan kelas.

Pada Siklus III tindakan

I, yang dilaksanakan pada hari

Selasa, dan Rabu, tanggal 21, dan

22 Maret 2012, kegiatan

pembelajaran sama dengan

pelaksanaan pada Siklus I, dan II,

namun lebih dioptimalkan agar

hasilnya lebih meningkat.

Adapun hasil

pembelajaran pada siklus III

tindakan I, hasilnya dapat dilihat

pada tabel 4.7 berikut ini

Page 320: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

312

Tabel 4.7

Hasil Observasi Kegiatan Siswa Pada Siklus III

Sesudah Tindakan

No

Kreteria yang dinilai

Prosentase

1 Perhatian dan ketertarikan siswa 80.15

2 Motivasi/minat belajar 75.45

3 Keaktifan siswa dalam mengerjakan tugas 75.25

4 Efektivitas belajar siswa 72.80

5 Penggunaan waktu dalam menyelesaikan

tugas

80.15

Jumlah

383.8

Skore Rata- Rata

76,76

Dari hasil pengamatan

pada siklus III tindakan I dapat

diketahui bahwa Skore rata-rata

belajar siswa ada kenaikan,

hasilnya sudah mencapai 76,76

%, karena keterbatasan waktu dan

biaya, maka pelaksanaan tindakan

pada siklus III ini, tidak

dilanjutkan lagi pada siklus

berikutnya, mengingat hasilnya

sudah melebihi standar ketuntasan

minimal.

Pada pertemuan

berikutnya, tindakan II Siklus III

dilaksanakan pada hari Kamis, 23

Maret 2012 siswa diberi soal tes

formatif 4, dan hasilnya dapat

dilihat pada tabel 4.8 berikut :

Tabel

4.8

Hasil Ulangan Formatif 4 Siklus III

Materi Menerapkan Rumus Luas, dan Volume pada bangun datar, dan ruang

dalam pemecahan masalah

No Aktivitas Siswa

Jumlah siswa

yang tuntas Prosentase

1 Siswa yang tuntas 23 100 %

Page 321: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

313

2. Siswa yang tidak tuntas 0 0 %

Jumlah 23 100 %

Pada siklus III tindakan

II,setelah siswa diberi ulangan

formatif 4, dengan materi

menerapkan rumus luas dan

volume dalam pemecahan

masalah, hasilnya sudah

menunjukkan peningkatan yang

signifikan di atas ketuntasan

standar minimal yaitu mencapai

nilai rata-rata kelas sebesar 77,57,

dan pada siklus III telah dicapai

ketuntasan klasikal sebesar 100 %

oleh sebab itu siklus tidak dapat

dilanjutkan lagi.

Pembahasan Hasil Penelitian

Pada penelitian ini

ternyata penggunaan media

gambar bangun datar dan ruang

dapat meningkatkan efektivitas

pembelajaran sekaligus hasil

belajar siswa pada mata pelajaran

matematika kelas VI dengan

materi “ Pengukuran luas bangun

datar dan volume bangun ruang”

di SDN Lebvakadi I, Kecamatan

Sugio , Kabupaten Lamongan

yang telah diberi tindakan.

Peningkatan prestasi belajar siswa

tidak lepas dari pengaruh metode

pembelajaran. Dengan prestasi

belajar yang meningkat, maka hal

ini merupakan salah satu usaha

keberhasilan pembelajaran.

Dengan kata lain, peningkatan

efektivitas pembelajaran dan hasil

belajar siswa, tidak terlepas dari

usaha guru dalam pengelolaan

kelas yang di lengkapi dengan

media gambar sebagai sarana

komunikasi pembelajaran

matematiuka.

Hal ini sesuai dengan

Degeng ( 1989; 150) , yang

menyebutkan bahwa strategi

penyampaian tidaklah lengkap

tanpa melalui tiga dimensian

tentang pengaruh yang dapat

diberikan oleh suatu media pada

kegiatan belajar siswa.

Pembelajaran dengan pemanfaatan

media siswa cenderung tertarik

dan kemudian cenderung

meningkatkan motivasi belajar

dan mempertinggi kualitas ( daya

tangkap ) dalam kegiatan belajar

mengajar.

Faktor-faktor lain yang

mempengaruhi peningkatan

belajar siswa seperti proses belajar

mengajar dengan skenario yang

bagus, hal ini membawa suasana

yang baru, sehingga siswa tidak

cepat bosan dalam menerima

materi pelajaran, dan siswa tertarik

dan antusias mengikuti kegiatan

pembelajaran sehingga dapat

dengan mudah mengikuti dan

memahami materi dan konsep

yang diberikan. Di samping itu

motivasi yang mengarah pada

peningkatan prestasi belajar juga

ditentukan oleh faktor sarana

pengajaran dan media

pembelajaran yang disediakan dan

dipersiapkan oleh guru. Keadaan

seperti ini membuat siswa ingin

terus belajar tanpa ada rasa bosan

dan jenuh dalam menerima

Page 322: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

314

pelajaran, yang selanjutnya akan

meningkatkan prestasi belajar.

Selain itu guru harus

memahami bahwa didapatkannya

sikap ilmiah didahului dengan

sikap percaya diri. terbuka dan

tidak skeptis. Karena itu

pembimbingan masih diperlukan

pada siswa secara keseluruhan

untuk bisa menyelesaikan masalah

(mengerjakan soal pengukuran

luas, dan volume). Karena hal itu

nampaknya sangat diperlukan

terutama dalam mengantisipasi

timbulnya rasa putus asa dan

enggan dalam menyelesaikan

permasalahan yang diberikan

akibat keterbatasan dan

kebingungan dalam menangkap

konsep yang disampaikan guru .

Siswa menyelesaikan tiap

masalah pengukuran luas, volume

yang diberikan dengan senang hati

karena merasa telah paham dengan

penjelasan guru sebelumnya

melalui bantuan penggunaan

media gambar sesuai dengan

langkah-langkah pengukuran luas,

volume sesuai yang ditunjukkan

oleh guru. Hal ini mencerminkan

siswa antisius karena merasa lebih

mudah memahami konsep

pengukuran luas, volume melalui

sarana pembelajaran media

gambar dengan derajat ketelitian

yang memadai.

Kemampuan

meyelesaikan soal yang diberikan

guru sangat jauh berbeda, ketika

siswa diberi masalah tentang

konsep pengukuran luas, volume,

tanpa didahului pemberian konsep

tersebut secara mewadahi dengan

bantuan media gambar. Hal ini

ditunjukkan dengan perbandingan

hasil tes sebelum dan sesudah

tindakan.pembelajaran kelas

dengan menggunakan sarana

pembelajaran matematika yang

berupa media gambar bangun

datar dan ruang, serta

keterampilan proses pengukuran

luas, volum yang ditunjukkan

sebagian siswa setelah dilakukan

tindakan kelas yang sama. Hal ini

juga menunjukkan kemampuan

kognitif tingkat tinggi yang telah

dikuasai siswa setelah diberi

tindakan tersebut.

PENUTUP

1. Melalui penggunaan media

gambar telah terjadi

peningkatan prestasi belajar

matematika siswa kelas VI

SDN Inpres 02 Parado ,

Kecamatan Parado, Kabupaten

Bima sebagai berikut: pada pra

siklus ketuntasan klasikal 17,

%, meningkat pada siklus I

menjadi 56,52 %, pada siklus II

menjadi 69,57 dan menjadi 100

% pada siklus III.

2. Penggunaan media gambar

pada pembelajaran matematika

berdampak positif terhadap

peningkatan aktivitas siswa

selama kelas VI SDN Inpres 02

Parado , Kecamatan Parado,

Kabupaten Bima selama

pembelajaran

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Ambo Enre, 1984.

Pendidikan Konselor

Bersarkan Kompetensi.

Jakarta, Depdikbud.

AECT, 1997 Definisi Teknologi

Pendidikan Satuan Tugas

Page 323: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

315

Definisi

Terminologi, AECT,

Terjemahan oleh Yusuf

Hadi Miarsdo, 1986.

Jakarta Rajawali .

Alifandie , Imansyah, 1984.

Dikdaktik Metodik Pendidikan

Umum. Surabaya, Usaha

Nasion.

Arikunto, Suharsimi, 1992.

Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Praktek..

Jakarta, Bina

Aksara.

Daryanto, Moh , 2001.

Administrasi Pendidikan Jakarta,

Mutiara.

Degeng, I.N.S, 1989. Ilmu

Pengajaran, Taksonomi Variabel .

Jakarta Depdikbud,

Dirjen Dikti, P2LPTK

Dirjen Dikdasmen, 1997/1998.

Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan

Belajar Mengajar

Kelas VI Sekolah Dasar.

Direktorat Pendidikan Dasar ,

Jakarta, Depdikbud.

Hamalik, Oemar , 1980. Metode

Belajar, dan Kesulitan-kesulitan

Belajar , Jakarta, Transito.

Hudoyo, Herman. 1990. Metode

Pengajaran Matematika. Malang :

Penerbit IKIP Malang.

Page 324: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

316

MENINGKATKAN KECEPATAN EFEKTIF MEMBACA (KEM)

DENGAN MENGGUNAKAN METODE KLOS SISWA KELAS XII

IPA SMA NEGERI

1 PALIBELO KABUPATEN BIMA TAHUN PELAJARAN 2012/2013.

Dewi Kurniati

Guru SMA Negeri 1 Palibelo

Abstrak

Kata-kata kunci : Bahasa Indonesia, Kecepatan Efektif Membaca

(KEM), dan Metode Klos

Tujuan penelitian tindakan kelas ini yaitu untuk meningkatkan

Kecepatan Efektif Membaca (KEM) dengan menggunakan metode klos siswa

kelas XII IPA SMA Negeri 1 Palibelo Kabupaten Bima Tahun Pelajaran

2012/2013

Penelitian tindakan kelas ini mengambil setting di XII IPA 1 SMA

Negeri 1 Palibelo Kabupaten Bima Tahun Pelajaran 2012/2013 dengan

jumlah siswa 40 siswa. Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan melalui tiga

siklus. Sebelum siklus I dilaksanakan perlu adanya pra tindakan yaitu

identifikasi tentang metode klos dan Kecepatan Efektif Membaca (KEM),

kemudian dilaksanakan siklus I sebagai penerapan metode klos, siklus II

sebagai implementasi pelaksanaan metode klos, dan siklus III sebagai tahap

pemantapan. Teknik analisis data menggunakan analisis kualitatif yaitu

digunakan terhadap data kualitatif yang diperoleh dari hasil pengamatan

siswa dan guru selama berlangsungnya pembelajaran di kelas, dan analisis

kuantitatif yang digunakan terhadap hasil tes Kecepatan Efektif Membaca

(KEM) siswa dengan menggunakan metode klos.

Hasil penelitian pada siklus I tingkat keterbacaannya masih rendah,

karena kecepatan efektif membaca rata-rata 87 kpm dengan tingkat

Independen 18 %, tingkat Instruktional 38 % dan pada frustasi 44 %.Pada

siklus II hasil penelitian mengalami perubahan positif yaitu kecepatan efektif

membaca rata-rata 150 kpm dengan tingkat Independen 78 %, tingkat

Instruksional 18 %, dan tingkat frustasi 4 %. Hasil penelitian pada siklus III

mengalami pemantapan yaitu rata-rata Kecepatan Efektif Membaca (KEM)

210 kpm dengan tingkat independen 100 %.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa aktivitas pembelajaran membaca

cepat dengan menggunakan metode klos dapat meningkatkan Kecepatan

Efektif Membaca (KEM) siswa.

Page 325: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

317

PENDAHULUAN

Berdasarkan pengalaman

peneliti pembelajaran membaca

baik yang dialami sendiri maupun

yang diketahui selama ini, model

pembelajarannya selalu mengacu

pada apa yang ada pada buku

paket. Teknik pengajaran

membaca yang ada umumnya

membaca pemahaman. Banyak

teknik pengajaran yang selama ini

tidak dipergunakan untuk melatih

keterampilan membaca. Teknik-

teknik itu antara lain teknik uji

rumpang. Kenyataan yang terjadi

di samping kemampuan dan

keterampilan yang kurang pada

siswa, pengajaran membaca selalu

mengacu pada teknik yang ada

pada buku tersebut. Dengan

demikian para siswa beranggapan

pengajaran membaca tujuannya

semata-mata menjawab

pertanyaan, mencari kata istilah

yang sulit dan lain-lain. Hal ini

dihadapi para siswa dengan proses

yang amat lain.

Perihal lain yang selalu

muncul pada pembelajaran

membaca yaitu guru Bahasa

Indonesia pada umumnya hanya

mengutamakan penyelesaian target

materi dalam kurikulum yang

orientasinya mengacu pada usaha

meningkatkan kemampuan siswa

dalam mengerjakan soal-soal,

walaupun hal ini tidak selalu benar

sebab soal-soal sering kurang

mengacu pada keterampilan

berbahasa baik keterampilan

menyimak, berbicara,membaca,

maupun menulis.

Faktor lain yang tidak kalah

pentingnya adalah kurangnya guru

Bahasa Indonesia memahami dan

menguasai teknik pengajaran

membaca. Belum lagi memilih

bahan bacaan yang seharusnya

dalam pengajaran membaca guru

dituntut mampu memilih bahan

bacaan yang sesuai dengan tujuan

dan tingkat perkembangan siswa,

kompetensi siswa, minat dan

tingkat kecakapan baca.

Peneliti berusaha

mengungkap kecepatan efektif

membaca ( KEM ) siswa, karena

penulis sangat prihatin dengan

KEM siswa di negara kita. Kalau

di negara-negara maju seperti

Amerika, seorang setara SMA di

negara kita (Senior High School)

dalam keadaan normal sudah

memiliki kecepatan membaca

minimal kurang lebih 250 kata

permenit, dengan pemahaman isi

bacaan minimal 70 %. Jika

dihitung kecepatan efektif

membacanya (KEM) = 250 kpm x

70 % = 175 kpm.

(Harjasujana,200:88). Kalau di

Amerika siswa setingkat SMA

memiliki KEM terendah ± 175

kpm, maka di Indonesia masih

tidak sedikit siswa SMA KEM

tertinggi ± 175 kpm. Dari

pengalaman peneliti

membelajarkan siswa Kelas XII

IPA SMA Negeri 1 Palibelo

Kabupaten Bima, ternyata hal

tersebut di atas juga terjadi.

Dengan KEM ± 175 kpm, lalu

bagaimana bisa menguasai Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi yang

Page 326: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

318

diharapkan melalui berbagai media

cetak dalam waktu yang relatif

singkat.

Berdasarkan uraian singkat

di atas, peneliti mengambil

tindakan, yaitu “Meningkatkan

Kecepatan Efektif Membaca

Dengan Menggunakan Metode

Klos Siswa Kelas XII IPA SMA

Negeri 1 Palibelo Kabupaten

Bima”.

LANDASAN TEORI

Keterampilan membaca

sebagai salah satu aspek dari

empat aspek keterampilan

berbahasa biasanya tanggung

jawabnya diserahkan pada guru

bahasa Indonesia. Hal itu perlu

diluruskan kalau ada anggapan

demikian. Setiap guru dalam mata

pelajaran apa pun harus turut

bertanggung jawab atas

kemampuan para siswanya, sebab

faktor sangat dominan untuk

menentukan keberhasilan belajar

belajar siswa adalah kemauan dan

kemampuan membaca yang

dimiliki oleh siswa itu sendiri.

Setiap keterampilan yang

dimiliki oleh siswa itu erat sekali

hubungannya dengan keterampilan

lainnya dengan beraneka ragam.

Dalam memperoleh keterampilan

berbahasa, biasanya melalui suatu

hubungan urutan yang teratur,

mulai lingkungan keluarga

sebelum masuk sekolah anak

belajar menyimak dan berbicara,

setelah sekolah baru belajar

membaca dan menulis.

Dari jaman ke jaman

model membaca selalu

dipengaruhi perkembangan

peradaban manusia dan ilmu

pengetahuan. Pada antara tahun

1950 an dan tahun 1960 an model

membaca dipengaruhi definisi dan

penjelasan membaca, pada tahun

1970 an timbul model-model dan

teori membaca yang bertitik tolak

dari pandangan ahli psikologi

perkembangan, psikologi kognitif,

proses informasi psikolinguistik,

sedangan tahun 1980 an proses

membaca dipengaruhi psikologi

eksperimental.

Membaca merupakan suatu

keterampilan yang pemilikan

keterampilannya memerlukan

suatu latihan yang intensif, dan

berkesinambungan (Akhmad

Slamet Harjasujana,1997:103).

Aktivitas dan tugas membaca

merupakan hal yang sangat

penting dalam dunia pendidikan

karena kegiatan ini akan

menentukan kualitas dan

keberhasilan seorang siswa

sebagai peserta didik dalam

studinya. Seorang guru di sekolah

hendaknya dapat memberi

motivasi siswa dalam dua segi,

yakni kemampuan membaca. Hal

ini seorang guru bahasa Indonesia

perlu memilih suatu metode yang

tepat untuk mencapai tujuan

seperti yang tercantum dalam

kurikulum SMA.

Agar dapat tercapai tujuan

pembelajaran tersebut guru harus

dapat menentukan metode yang

dianggap lebih mudah

pelaksanaannya dari metode atau

Page 327: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

319

alat lain misalnya dengan

menggunakan metode klos.

Menurut Subyakto

(1988:148), Membaca dengan

cepat cenderung berpikir bahwa

hanya seorang pembaca cepatlah

seorang pembaca yang efektif dan

efisien. Dengan demikian seorang

pelajar yang membaca dengan

lambat tidak dapat menyelesaikan

tugasnya pada waktu yang

ditentukan

Kecepatan Efektif Membaca

(KEM)

Kecepatan Efektif

Membaca (KEM) sebuah istilah

untuk mencerminkan kemampuan

membaca yang sesungguhnya

yang dicapai oleh pembaca. Dua

unsur penyokong kegiatan/proses

membaca, yakni unsur visual

(kemampuan gerak motoris mata

dalam melihat dan

mengidentifikasi lambang-

lambang grafis) dan unsur kognisi

(kemampuan otak dalam mencerna

dan memahami lambang-lambang

grafis) sudah terliput dalam rumus

KEM. Oleh karena itu KEM dapat

ditentukan dengan jalan

memperkalikan kecepatan rata-rata

baca dengan prosentase

pemahaman isi bacaan

(Harjasujana, 2000:109).

Untuk mencapai KEM

yang tinggi diperlukan pelatihan

dan pembiasaan. KEM seseorang

dapat dibina dan ditingkatkan

melalui proses berlatih. Ada dua

faktor utama yang diduga sebagai

faktor yang mempengaruhi KEM,

yakni faktor dalam (internal)

dengan faktor luar (eksternal).

Yang dimaksud dengan faktor

dalam adalah faktor yang berada di

dalam diri pembaca itu sendiri,

yaitu : intelegensi, minat, dan

motivasi, sikap baca, kompetensi

kebahasaan, tujuan baca, dll. Yang

dimaksud faktor luar adalah

faktor-faktor yang berada di luar

pembaca. Faktor ini dapat

dibedakan ke dalam dua hal, yakni

faktor-faktor yang berkenaan

dengan bacaan (keterbacaan dan

organisasi bacaan) dan sifat-sifat

lingkungan baca (guru, fasilitas,

model pembelajaran, metode

membaca, dll) (Harjasujana,

2000:110).

Berdasarkan hasil studi

para ahli di Amerika, kecepatan

yang memadai untuk siswa tingkat

akhir Sekolah Dasar kurang lebih

200 kpm, siswa tingkat Lanjutan

Pertama antara 200-250 kpm,

siswa tingkat Sekolah Lanjutan

Atas antara 250-325 kpm, dan

tingkat mahasiswa antara 325-400

kpm. Dengan pemahaman isi

bacaan minimal 70%. Dengan

uraian tersebut dapat

dikelompokkan Kecepatan Efektif

Membaca (KEM) masing-masing

jenjang yaitu tingkat SD = 200x

70% = 140 kpm, tingkat

SMTP/SMP = 200 x 70% sampai

dengan 250 x 70% = 140-175

kpm, tingkat SMTA/SMA = 250 x

70% sampai dengan 350 x 70% =

175-245 kpm, dan tingkat

Perguruan Tinggi 350 x 70%

sampai dengan 400 x 70% = 245-

Page 328: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

320

280 kpm. (Harjasujana,200:108-

109).

Metode Klos

Pengertian Metode Klos

Klos berasal dari kata

“CLOZURE” yaitu suatu istilah

dari ilmu jiwa Gestalt. Hal ini

seperti yang dikemukakan Wilson

Taylor yang dikutip oleh

Kamidjan, bahwa: Konsep teknik

klos ini menjelaskan tentang

kecenderungan orang untuk

menyempurnakan suatu pola yang

tidak lengkap menjadi suatu

kesatuan yang utuh. (

Kamidjan, 1996:66 ).

Berdasarkan pendapat di

atas, dalam teknik klos pembaca

diminta untuk memahami wacana

yang tidak lengkap, karena bagian

tertentu telah dihilangkan akan

tetapi pemahaman pembaca tetap

sempurna.

Bagian - bagian kata yang

dihilangkan itu biasanya disebut

kata ke – an. Kata ke – an itu

diganti dengan tanda garis

mendatar atau tanda titik-titik,

karena kata ke – an bisa berupa

kata benda, kata kerja, kata

penghubung, dan kata lain yang

dianggap penting. Tugas pembaca

ialah mengisi bagian-bagian yang

kosong itu sama dengan wacana

aslinya.

Manfaat Metode Klos

Metode Klos menurut

Heilman, Hittleman, dan Bartmuth

(dalam Sujana,1987:144)

menyatakan bahwa, teknik klos ini

bukan sekedar bermanfaat untuk

mengukur tingkat keterbacaan

wacana, melainkan juga mengukur

tingkat keterpahaman

pembacanya. Melalui teknik ini

kita akan mengetahui

perkembangan konsep,

pemahaman, pemahaman, dan

pengetahuan linguistik siswa. Hal

ini sangat berguna untuk

menentukan tingkat instruksional

yang tepat murid-muridnya.

Berdasarkan pendapat di

atas, penulis dapat menyimpulkan

beberapa manfaat dari metode klos

ini yaitu dapat mengetahui

tingkat keterbacaan sebuah

wacana, tingkat keterbacaan siswa,

dan latar belakang pengalaman

yang berupa minat, dan

kemampuan bahasa siswa.

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang

digunakan adalah penelitian

tindakan, yaitu peneliti berusaha

untuk menerapkan suatu tindakan

sebagai upaya perbaikan untuk

mengatasi masalah yang

ditemukan. Karena penelitian

dilaksanakan dengan setting kelas,

maka disebut penelitian tindakan

kelas (Classroom Action

Research)

Teknik Analisis Data

Dalam penelitian tindakan

kelas ini menggunakan dua teknik

analisis data dengan

memperhatikan jenis data yang

dikumpulkan, yaitu analisis

kualitatif dan analisis kuantitatif.

Analisis kualitatif terhadap data

kualitatif yang diperoleh dari hasil

pengamatan siswa dan guru

Page 329: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

321

selama berlangsungnya

pembelajaran di kelas. Sedangkan

analisis kuantitatif digunakan

terhadap hasil tes Kecepatan

Efektif Membaca (KEM) siswa

dengan menggunakan Metode

Klos.

Rumus yang dipakai untuk

mengetahui Kecepatan Efektif

Membaca adalah sebagai berikut :

Wm

K Wm

K x

SI

B = Kpm

60:Wd

K x

SI

B = Kpm

Wm

K (60) x

SI

B = Kpm

Keterangan :

K = Jumlah kata yang

dibaca

Wm = Waktu tempuh baca

dalam satuan menit

Wd = Waktu tempuh dalam

satuan detik

B = Skor bobot perolehan

tes yang dijawab dengan benar

SI = Skor ideal atau skor

maksimal

Kpm = Kata per menit

Siswa dikatakan berhasil

membaca (tuntas) kalau kecepatan

membaca minimal 250 kpm dan

kemampuan memahami bacaan

minimal 70%, itu berarti siswa

dikatakan berhasil membaca

(tuntas) atau sesuai dengan KKM

(Kriteria Ketuntasan Minimal)

yaitu jika kecepatan efektif

membaca (KEM) minimal 175

kpm.

Hal itu didasarkan pada

pendapat Harjasujana yang

mangatakan bahwa, KEM minimal

untuk klasifikasi pembaca adalah :

SD (140 kpm), SLTP (140-175

kpm), SLTA (175-245 kpm), dan

Perguruan Tinggi (245-280 kpm).

(Harjasujana,2000:110)

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

a. Siklus I

Observasi dan Evaluasi

Pembelajaran membaca

cepat dengan menggunakan

metode klos ini, siswa sangat

antusias. Pada awal siswa dengan

senang membentuk kelompok

dengan setting yang sederhana

tetapi menarik yaitu setiap siswa

berpasangan yang saling

berhadapan yaitu antara siswa

nomor absen ganjil dengan siswa

nomor absen genap.

Sejumlah 40 siswa dari

data aktivitas siswa dalam

pembelajaran membaca dan

sekaligus sebagai penerapan

pengelolaan pembelajaran secara

kelompok maupun individu dapat

diperoleh rincian tingkat

keterbacaan siswa dalam membaca

cepat dengan menggunakan

metode klos sebagai berikut :

jumlah kata dalam wacana ± 630

kata. Sebagai alat ukur permenit

standarnya 250-350 kata. Setelah

ditetapkan 2 menit waktu baca,

kenyataan di kelas belum mau

Page 330: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

322

berhenti, sehingga terjadi

penambahan waktu menjadi 3

menit. Dengan demikian fungsi

alat ukur berubah menjadi alat ajar

yaitu per menit antara 150 sampai

200 kata.

Berdasarkan laporan

pengamat ketika mengobservasi

aktivitas guru/peneliti pada saat

berlangsungnya pembelajaran,

pada bagian awal terlihat bahwa

guru/peneliti sudah menjelaskan

tujuan pembelajaran, dan juga

telah memotivasi siswa agar bisa

meningkatkan KEM siswa. Ketika

siswa membentuk kelompok baik

kelompok responden maupun

kelompok pengamat, guru juga

membantu. Pemodelan metode

klos untuk meningkatkan KEM

sangat kelihatan. Penilaian yang

dilakukan selalu dikondisikan

mengacu pada kriteria klos

maupun KEM. Diskusi untuk

mengetahui kendala-kendala KEM

dilaksanakan sebagai acuan

refleksi pada siklus berikutnya.

Dapat dijabarkan hasil uji

kemampuan isian rumpang

yaitu:(1) Tingkat Independen 7

siswa = 17,5 %, (2) Tingkat

Instruksional 15 siswa = 37,5 %,

(3) Tingkat Frustasi 18 siswa = 45

%. Kecepatan Efektif Membaca

(KEM) siswa yang tuntas atau

sesuai dengan Kriteria Ketuntasan

Minimal yaitu 175 kata per menit

ke atas adalah 0 siswa Siswa yang

tidak tuntas atau kurang dari 175

kata permenit ke atas adalah 40

siswa Siswa yang KEMnya

tertinggi 170 kpm, KEM terendah

= 30 kpm, dan KEM rata-rata 87

kpm (terdapat dalam lampiran 1).

Pada diskusi kelompok

telah terekam masalah yang

dihadapi siswa pada saat membaca

cepat, yaitu masalah tingkat

pengetahuan bahasa 80 % atau 32

siswa, masalah kemampuan

kognitif 80 % atau 32 siswa, dan

masalah pengalaman membaca 90

% atau 36 siswa. (terdapat dalam

lampiran 2)

Analisis dan Refleksi

Dari masalah yang

dihadapi siswa selama membaca

dengan menggunakan metode

klos, maka dapat direfleksikan

sebagai berikut :

a. Siswa perlu meningkatkan

pengetahuan bahasa Indonesia

dengan jalan sering membaca

Kamus Bahasa Indonesia, dan

tentang teori kebahasaan.

b. Siswa perlu meningkatkan

kemapuan kognitif dengan jalan

meningkatkan daya nalar dan

kepekaaan untuk mengerti dan

memahami isi/pesan yang

terkandung dalam suatu bacaan

yang seefisien mungkin

c. Siswa harus sering membaca

untuk meningkatkan

pengalaman membaca. Orang

yang sering membaca jauh

berbeda KEMnya dengan orang

yang jarang membaca.

d. Guru/peneliti perlu

memproduksi wacana yang

dominan dan menghindari

wacana yang terpinggirkan

yaitu : wacana yang berfungsi

membentuk dan

Page 331: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

323

mengkondisikan wacana aktual.

Wacana dominan memberikan

arahan bagaimana suatu objek

harus dibaca dan dipahami.

Wacana yang dominan

memberikan daya tarik

tersendiri bagi pembaca,

sehingga siswa sangat senang

ketika membaca karena sesuatu

yang baru.

Berdasarkan temuan hasil

refleksi di atas dilakukan

perbaikan untuk perencanaan

siklus berikutnya.

b. Siklus II

Observasi dan Evaluasi

Pada observasi dan

evaluasi di siklus II ini kegiatan

pembelajaran sangat kondusif.

Guru menerapkan pembelajaran

berpusat pada siswa, sehingga

kondisi kelas sangat bermakna dan

menyenangkan. Sejalan dengan itu

penilaian yang diterapkan adalah

penilaian proses yaitu ketika siswa

menerapkan metode klos untuk

meningkatkan KEM.

Hasil uji kemampuan isian

rumpang pada tingkat indipenden

sebanyak 31 orang atau 77,5 %,

pada tingkat instrusional sebanyak

7 orang atau 17,5 % dan pada

tingkat frustasi/gagal sebanyak 2

orang atau 5 %. Hal ini banyak

mengalami peningkatan apabila

dibandingkan dengan siklus I.

Kecepatan Efektif Membaca

(KEM) siswa pada penelitian ini

terekam sebagai berikut : (1) KEM

siswa yang tuntas sesuai dengan

kriteria ketuntasan minimal

(KEM=175 kpm ke atas) adalah 18

siswa atau 45 %, yang tidak tuntas

22 siswa atau 55 %. Hal ini pun

mengalami kenaikan apabila

dibandingkan dengan siklus I.

Pada siklus II ini KEM tertinggi

217 kpm, terendah 70 kpm, dan

rata-rata 150 kpm.

Pada diskusi kelompok

terekam permasalahan mulai

terpecahkan. Permasalahan yang

dikelompokkan menjadi 3

klasifikasi yaitu tingkat

pengetahuan bahasa, tingkat

kemampuan kognitif, dan

klasifikasi pengalaman membaca

mulai menurun dengan jalan

keluar yang sudah diterapkan.

Pada tingkat pengetahuan bahasa

siswa yang mengalami kendala di

bidang itu hanya 12 siswa atau 30

%, dan di bidang kemampuan

kognitif 16 siswa atau 40 %, dan

pada pengalaman membaca 19

orang atau 47,5 %.

Analisis dan Refleksi

Permasalahan siswa yang

sudah ada jalan keluarnya sebagai

pelaksanaan refleksi perlu

diteruskan, mengingat hasilnya

sangat membanggakan terutama

siswa diharapkan terus

mengembangkan pengalaman

membaca dengan cara sering

membaca untuk melatih Kecepatan

Efektif Membaca (KEM)

c. Siklus III

Observasi dan Evaluasi

Pada siklus III kendala-

kendala KEM telah terpecahkan

baik kendala pengetahuan bahasa,

kemampuan kognitif, maupun

Page 332: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

324

kendala pengalaman membaca.

(terdapat dalam lampiran 2) .

Dari hasil observasi siswa

teman sebaya, maupun dari

pengamat (guru mata pelajaran

sejenis) bahwa hasil uji

kemampuan isian rumpang yaitu :

(1) tingkat independen = 40 siswa

atau 100 %, (2) tingkat

instruksional = 0 siswa atau 0 %,

dan (3) tingkat frustasi/gagal = 0

siswa atau 0 %. Hasil observasi

juga terekam Kecepatan Efektif

Membaca (KEM) siswa yang

tuntas atau 175 kpm ke atas

sebanyak 40 orang atau 100 %,

KEM tertinggi 250 kpm, KEM

terendah 156 kpm, dan rata-rata

210 kpm. (terdapat dalam lampiran

1)

Analisis dan Refleksi

Di akhir siklus ini

guru/peneliti memberikan angket

kepada siswa tentang pelaksanaan

pembelajaran, ternyata siswa

menyambut positif pelaksanaan

pembelajaran tersebut. Pada proses

pembelajaran 100 % siswa

menjawab ya pada point mudah

diterima ketika menjelaskan

metode klos untuk meningkatkan

KEM, 100 % menjawab ya pada

point memberi kesempatan anda

untuk bertanya tentang metode

klos dan KEM, 50 % menjawab ya

pada pernyataan membantu anda

ketika membentuk kelompok

responden dan kelompok

pengamat, sebaliknya kelompok

pengamat menjadi kelompok

responden, 100 % siswa menjawab

ya pada pernyataan

mengkondisikan anda untuk

melaksanakan pemodelan metode

klos untuk meningkatkan KEM,

100 % siswa menjawab ya pada

pernyataan anda diajak berdiskusi

tentang kendala-kendala KEM,

dan 100 % siswa menjawab ya

pada pernyataan anda diajak

berdiskusi tentang kelebihan dan

kelemahan metode klos. Pada

penilaian 100 % siswa menjawab

ya pada pernyataan anda diberi

kesempatan sebagai pengamat

untuk menilai teman sendiri, dan

100 % menjawab ya pada

pernyataan bahawa penilaian

didasarkan pada kriteria klos dan

kriteria KEM. Hasil pembelajaran

90 % siswa menjawab ya pada

pernyataan anda sangat senang

dengan model pembelajaran

metode klos untuk meningkatkan

KEM, dan 100% siswa menjawab

ya pada pernyataan dan KEM

bertambah ketika menggunakan

metode klos. (terdapat dalam

lampiran 3). Dengan demikian

pelaksanaan pembelajaran sampai

dengan siklus III mengalami

keberhasilan.

Pembahasan Hasil Penelitian

Pada proses pembelajaran

guru harus pandai-pandai memilih

model pembelajaran. Pembelajaran

bahasa Indonesia harus bisa

menerapkan keterampilan

berbahasa. Ada 4 aspek

keterampilan berbahasa yaitu

menyimak, berbicara, dan menulis

baik itu tentang kebahasaan

maupun kesastraan.

Page 333: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

325

Membaca merupakan

bagian penting dari 4 aspek

keterampilan berbahasa. Membaca

banyak ragamnya termasuk

membaca cepat. Tidak sedikit

siswa Kecepatan Efektif Membaca

(KEM)nya di bawah 175 kpm,

namun dengan menggunakan

metode klos untuk meningkatkan

KEM siswa. Pada penelitian

tindakan kelas (PTK) ini pada

siklus ke III ternyata semua siswa

KEMnya 175 kpm ke atas.

Menurut Kamidjan (1996:68)

metode klos dapat dipakai untuk

mengukur tingkat keterbacaan

sebuah wacana yaitu (a) dapat

dipakai untuk menguji tingkat

kesukaran dan tingkat kemudahan

suatu wacana, (b) dapat

mengklasifikasikan pembaca

menjadi 3 kelompok, yaitu :

independen (tingkat bebas),

instruksional (tingkat pengajaran),

dan frustasi (gagal), (c) serta untuk

mengetahui kelayakan wacana

sesuai dengan kemampuan siswa

(Kamidjan,1996:68).

Sejalan dengan itu beliau

juga mengatakan teknik klos juga

dapat dipakai untuk melatih

keterampilan dan kemampuan

membaca. Yang diperhatikan

dalam melatih keterampilan dan

kemampuan baca ialah : (a) dalam

menggunakan isyarat sintaksis, (b)

dalam menggunakan isyarat

semantik, (c) dalam menggunakan

isyarat skematis, (d) dalam

menggunakan jumlah kosakata, (e)

dalam melatih daya nalar

pembaca, serta (f) dalam melatih

pemahaman bacaan

(Kamidjan,1996:69).

Kegiatan awal

pembelajaran pada pra tindakan

terlihat semua siswa tertarik

penjelasan guru tentang

model/teknik klos dan penjelasan

KEM (Kecepatan Efektif

Membaca) seseorang, bahkan pada

saat berdiskusi tentang metode

tersebut siswa sangat antusias

bertanya dan memberikan

komentar maupun pendapat. Hal

ini sangat relevan apabila metode

klos digunakan untuk

meningkatkan KEM, karena siswa

ada kepedulian. Itu berarti

pembelajaran yang bermakna dan

menyenangkan telah terbentuk,

dan sangat baik untuk memulai

tindakan baik siklus I maupun

siklus-siklus berikutnya.

Pelaksanaan refleksi

dengan jalan diksusi kelompok

maupun diskusi kelas telah teruji

bahwa kendala-kendala KEM

harus segera diatasi agar KEM

siswa meningkat. Menurut

Harjasujana (2000:90) Kendala-

kendala KEM meliputi : lemahnya

pengetahuan bahasa, kurangnya

kemampuan kognitif, dan

pengalaman membaca yang

memprihatinkan. Masalah

pengetahuan bahasa jalan

keluarnya siswa diharapkan sering

membaca kamus bahasa Indonesia,

dan untuk kemampuan kognitif,

siswa diharapkaan meningkatkan

daya nalar dan kepekaan untuk

mempermudah memahami

isi/pesan yang terkandung dan

Page 334: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

326

yang terakhir yaitu pada kendala

pengalaman membaca diharapkan

siswa sering membaca karena

seseorang yang sering membaca

KEMnya jauh berbeda dengan

orang yang jarang membaca. Itu

berarti bahwa untuk mencapai

tujuan perlu melihat sebab, kalau

sudah tahu sebab, baru melangkah

mencari jalan keluar.

PENUTUP

a. Kemampuan kecepatan

membaca siswa rendah karena

teknik pembelajaran membaca

yang selama ini tidak di

arahkan untuk melatih

keterampilan membaca, dan

model pembelajarannya selalu

mengacu pada buku yang ada,

sehingga para siswa

beranggapan pengajaran

membaca tujuannya semata-

mata menjawab pertanyaan,

mencari kata/istilah yang sulit

dan lain-lain. Hal ini dihadapi

siswa dengan proses yang amat

lamban.

b. Metode klos dapat dipakai

untuk mengukur tingkat

keterbacaan sebuah wacana

yaitu dapat dipakai untuk

menguji tingkat kesukaran dan

tingkat kemudahan suatu

wacana, serta dapat

mengklasifikasi pembaca

menjadi 3 kelompok yaitu :

independen (tingkat bebas),

instruksional (tingkat

pengajaran), dan frustasi

(gagal). Di samping itu metode

klos juga bisa digunakan untuk

mengetahui kelayakan wacana

sesuai dengan kemampuan

siswa, dan dapat pula dipakai

untuk melatih keterampilan dan

kemampuan baca.

c. Hasil analisis data

menunjukkan bahwa aktivitas

pembelajaran membaca cepat

dengan menggunakan metode

klos dapat meningkatkan

Kecepatan Efektif Membaca

(KEM) siswa.

d. Kecepatan Efektif Membaca

(KEM) merupakan perpaduan

antara kecepatan membaca

dengan kemampuan memahami

bacaan.

e. Kecepatan Efektif Membaca

(KEM) dipengaruhi oleh faktor

tingkat pengetahuan bahasa,

pengetahuan kognitif, dan

pengalaman membaca siswa.

Kendala pada tingkat

pengetahuan bahasa

pemecahannya dengan jalan

sering membaca kamus bahasa

Indonesia dan teori kebahasaan

sedangkan kendala pada

pengetahuan kognitif

pemecahannya dengan jalan

meningkatkan daya nalar dan

kepekaan untuk mengerti dan

memahami isi/pesan yang

terkandung dalam suatu bacaan

yang seefisien mungkin. Pada

kendala pengalaman membaca

pemecahannya siswa harus

sering membaca karena orang

yang sering membaca KEMnya

jauh berbeda dengan orang

yang jarang membaca.

Page 335: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

327

DAFTAR PUSTAKA

Depdikbud, 1999. Penelitian

Tindakan. Jakarta :

Direktorat Jendral

Pendidikan Dasar dan

Menengah, Direktorat

Menengah Umum.

Eriyanto.2003. Analisis Wacana.

Yogyakarta : LKIS

Harjosujono, Akhmad Slamet,

1996. Membaca 2. Jakarta :

Depdikbud Direktorat

Jendral Pendidikan Dasar

dan Menengah, Direktorat

Menengah Umum. Bagian

Proyek Penataran Baru

SLTP Setara D.III

Kasmidjan, Drs. 1996. Teori

Membaca. Surabaya :

Jurusan Pendidikan Bahasa

dan Sastra Indonesia

Fakultas Pendidikan

Bahasa dan Seni.

Poerwodarminto, WJS., 1994,

Bahasa Indonesia untuk

Karang Mengarang.

Yogya : UP. Indonesia

Soedarso, 2000, Speed Reading

Sistem Membaca Cepat

dan Efektif. Jakarta : PT

Gramedia Pustaka Utama.

Subyakto, Sri Utari, Dr.1988,

Metodologi Pengajaran

Bahasa. Jakarta :

Depdikbud Direktorat

Jenderal Pendidikan

Tinggi, Proyek

Pengembangan Lembaga

Pendidikan Tenaga

Kependidikan

Suranto, Basowi, Sukidin.2002.

Manajemen Penelitian

Tindakan Kelas. Insan

Cendekia

Page 336: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

328

Korelasi Antara Kecepatan Lari 100 Meter dengan Prestasi Lompat Jauh

pada Siswa Putra Kelas VII SMPN 8 Langgudu Satu Atap Kabupaten Bima

Tahun Pelajaran 2010/2011.

KISMAN.2011.

Guru SMPN 8 Langgudu

Abstrak

Kata Kunci : Studi Korelasi Kecepatan Lari 100 Meter, Prestasi Lompat

Jauh

Menurut Tamsir Riyadi (1982) agar seseorang mendapatkan prestasi yang

maksimal dalam nomer lompat jauh harus menguasai beberapa teknik dasar

seperti cara melakukan awalan, bertumpu, melayang di udara dan cara

melakukan pendaratan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi

antara kecepatan lari 100 Meter dengan prestasi lompat jauh pada sisiwa

putra kelas VII SMPN 8 Langgudu Satu Atap Tahun Pelajaran 2010/2011.

Dari hasil analisis data dengan menggunakan teknik statistik korelasi Product

Moment diperoleh nilai hitung r-Hitung sebesar 0,766 sedangkan besarnya

nilai r-Tabel dengan jumlah sampel 37 pada tarap Signifikansi 5% adalah

0,325. Berdasarkan hasil analisis data tersebut disimpulkan bahwa ”adakah

korelasi antara kecepatan lari 100 Meter dengan prestasi lompat jauh pada

Sisiwa Putra Kelas SMPN 8 Langgudu Satu Atap Tahun Pelajaran

2010/2011.

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Dalam proses

pembelajaran pendidikan jasmani

guru harus dapat mengajarkan

berbagai keterampilan gerak dasar,

teknik dan strategi bermain atau

olahraga, internalisasi nilai-nilai

sportifitas, jujur dan kerjasama,

dari pembiasaan hidup sehat.

Pelaksanaanya bukan melalui

pengajaran konvesional di dalam

kelas yang bersifat kajian teoritis,

namun melibatkan unsur fisik

mental, intelektua, emosional dan

sosial. Aktivitas yang di berikan

dalam pengajaran harus

mendapatkan sentuhan metodik-

metodik, sehingga aktivitas yang

dilakukan dapat mencapai tujuan

pengajaran.

Sesuai dengan

karakteristik siswa SMP, usia 12-

16 tahun kebanyakan

dari mereka cenderung

masih suka bermain. Untuk itu

guru harus mampu

mengembangkan pembelajaran

yang efektif, di samping harus

memahami dan

memperhatikan karakteristik

dan kebutuhan siswa. Pada masa

usia tersebut seluruh aspek

perkembangan manusia baik itu

kognitif, psikomotorik dan afektif

mengalami perubahan. Perubahan

yang paling mencolok adalah

Page 337: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

329

pertumbuhan dan perkembangan

fisik dan psikologis. Selain itu

guru hendaknya dituntut untuk

meningkatkan prestasi anak didik

terutama dalam cabang olahraga

atletik khususnya nomor lari

kecepatan 100 meter, atau lari

jarak pendek (sprint).

Agar dapat meningkatkan

kecepatan lari 100 meter, maka

peserta didik harus mengetahui

unsur-unsur atau faktor-faktor

yang dapat memberikan

konstribusi bagi peningkatan

kecepatan lari 100 meter tersebut

antara lain: kecepatan, daya ledak

otot, kekuatan, koordinasi gerakan,

kelenturan, kelincahan dan

stamina.

Tujuan penelitan Tujuan penelitan ini

adalah “untuk mengetahui

korelasi antara kecepatan

lari 100 meter dengan prestasi

lompat jauh pada Siswa Putra

kelas VII SMPN 1

Sape Tahun Pelajaran

2010/2011.

KAJIAN PUSTAKA Teknik Kecepatan Lari 100 m

Lari jarak pendek (Sprint)

adalah semua jenis lari yang

menempuh jarak

400 m ke bawah (Tamsir

Riyadi, 1982), ahli lain

menyebutkan bahwa lari jarak

pendek sebagai salah satu

cabang lomba mencakup semua

jarak hingga

400 m (Carr, Gerry A. 1997).

Adapun Saripudin Aip, (1997)

menjelaskan bahwa lari 100 m

adalah suatu lari dimana si atlit

menempuh suatu jarak

dengan kecepatan maksimal.

Pandangan tentang lari

jarak pendek (sprin) dari

beberapa pakar di atas secara

substansional memahami lari

100 m sebagai suatu aktivitas

fisik (berlari) yang

dilaksanakan dengan

menggunakan kecepatan tinggi

tentu saja agar seorang atlit

dapat berlari dengan kekuatan

dan kecepatan yang maksimal,

atlit tersebut tidak bisa hanya

mengandalkan bakat atau

panjang tungkai yang

dimilikinya. Akan tetapi

seorang atlit butuh waktu yang

cukup panjang untuk

berkonsentrasi dan melatih diri.

Dalam berlatih itupun seorang

atlit tidak bisa hanya

berkonsentrasi pada satu jenis

kondisi saja, akan tetapi harus

memperhatikan beberapa faktor

yang memungkinkan kecepatan

tersebut dapat tercapai. Tamsir

Riyadi (1982) dalam hal ini

mengemukakan beberapa faktor

penting yang perlu

mendapatkan perhatian untuk

dilatih, sehingga nantinya atlit

mampu berlari dengan

kemampuan maksimal antara

lain: speed (Kecepatan), Power

(Daya Ledak Otot), Strength

(Kekuatan), Coordination

(Koordinasi Gerakan),

Flexibility (Kelenturan), Agility

(Kelincahan) dan stamina.

Selain memperhatikan

beberapa faktor di atas, agar

dapat menempuh jarak tersebut

dengan secepat-cepatnya, maka

dalam lari jarak pendek perlu

Page 338: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

330

juga memperhatikan empat hal

antara lain: starting positon

yaitu sikap atau posisi pelari

pada saat melakukan start,

starting action yaitu gerakan

saat meninggalkan garis start

setelah aba-aba “ya atau bunyi

pistol” sampai 6 hingga 9

langkah dari garis start,

sprinting action yaitu gerakan

atau teknik lari cepat, finishing

action yaitu gerakan atau cara

melewati garis finish

Teknik Lompat Jauh Lompat jauh merupakan

bagian dari nomor lompat pada

olahraga atletik.

Tujuan dari lompat jauh adalah

melompat untuk mencapai hasil

lompatan yang

sejauh-jauhnya. Untuk

mencapai hasil lompatan yang

maksimal di perlukan suatu

penguasaan teknik lompatan

serta peraturan. (Carr, Gerry A.

1997).

Adapun Tamsir Riyadi

(1982) menjelaskan bahwa

dalam lompat jauh ada 3 (tiga)

gaya yaitu gaya jongkok, gaya

tegak (sneper), dan gaya jalan

di udara. Adapun yang

menyebabkan adanya

perbedaan dari ketiga gaya

tersebut sebenarnya hanya

terletak pada saat melayang di

udara. Jadi mengenai awalan,

tumpuan dan cara melakukan

pendaratan dari ketiga gaya

tersebut pada prinsipnya sama.

Sedangkan unsur-unsur

yang berpengaruh terhadap

kemampuan seseorang dalam

melakukan lompat jauh, pada

dasarnya sama dengan unsur-

unsur yang terdapat pada nomor

lompat yang lain meliputi daya

ledak (terutama kaki),

kecepatan lari, kelentukan,

koordinasi, keseimbangan dan

lain-lain (Carr, Gerry A. 1997).

METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian

adalah suatu pendekatan yang

digunakan dalam suatu

penelitian. Adapun rancangan

atau prosedur pelaksanaan

penelitian ini dilakukan dengan

cara sebagai berikut: Memilih

subjek penelitian dari Siswa

Putra Kelas VII SMPN 8

Langgudu Satu Atap Kabupaten

Bima Tahun Pelajaran

2010/2011, sebanyak 25%.

Karena penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui korelasi

antara kecepatan lari 100 meter

dengan prestasi lompat jauh,

maka kecepatan lari 100 meter

dijadikan sebagai variabel

bebas, sedangkan prestasi

lompat jauh sebagai variabel

terikat. Masing data diperoleh

dengan cara sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kecepatan

lari 100 meter dilakukan tes

lari 100 meter

2. Untuk mengetahui prestasi

lompat jauh dilakukan tes

lompat jauh

Adapun rancangan penelitian

ini dapat digambarkan sebagai

berikut :

Variabel

Bebas

Variabel

Terikat

Kecepatan lari

100 meter (X)

Prestasi lompat

jauh (Y)

Page 339: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

331

Analisis data dapat

dilakukan dengan cara

menghitung korelasi dari skor

hasil tes lompat jauh (Variabel

terikat) dengan menggunakan

statistik korelasi product

momont.

Adapun jumlah sampel

yang akan diambil dari sub-sub

populasi atau sub-sub kelas

sebanyak 25% dari jumlah

siswa putra per kelas.

Kemudian dalam menentukan

anggota sampel menggunakan

metode random sampling

dengan cara undian.

C. Instrumen Penelitian

Suatu metode tidak akan

memenuhi fungsi yang efektif

bila instrumen yang menjadi

alat dari metode itu tidak valid,

karena untuk mendapat data

diperlukan instrumen,

instrumen yang digunakan

untuk memperoleh data-data

tentang prestasi lompat jauh

sebagai variabel terkait

dilakukan dengan tes lompat

jauh.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Metode Tes Perbuatan

2. Metode Observasi

Observasi merupakan

teknik pengumpulan data,

dimana peneliti melakukan

pengamatan secara langsung

ke objek penelitian untuk

melihat dari dekat kegiatan

yang dilakukan (Riduwan,

2004). Penggunaan metode

observasi dalam penelitian

ini bertujuan untuk :

a. Mengamati cara

melakukan lari 100 meter

dan mencatat

b. hasilnya. Mengamati cara

melakukan lompat jauh

dan mencatat hasilnya

Dalam mencatat hasil

(prestasi) dari setiap gerakan

tersebut perlu diperhatikan

benar tidaknya teknik

gerakan yang dilakukan oleh

masing-masing subjek.

E. Teknik Analisa Data

Penggunaan statistik

sebagai metode analisa data

dalam penelitian ini, dilakukan

dengan teknik “korelasi product

moment” dengan rumus sebagai

berikut :

22

1

2

1

.

yyNxN

vxxvN

HASIL PENELITAN DAN

PEMBAHASAN

Adapun data-data ahasil tes

kecepatan lari 100 meter dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 6 : Data-data Hasil Tes Kecepatan Lari 100 Meter

No Nama Subyek Prestasi Lari Prestasi

Tercepat I II III

1 2 3 4 5 6

1

2

3

4

5

Alimudin

Andi Aryanto

Andriansyah

Arqam Rizaldy

Bayu Siswantara

17.19

17.01

16.58

15.82

16.20

17.20

17.40

16.41

16.29

16.25

17.48

17.90

16.38

16.43

16.50

17.19

17.01

16.38

15.82

16.20

Page 340: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

332

6

7

8

9

10

11

1

Dede Irawan

Aan Syahrullah

Amirullah

Arif Rahman

Arjunsyah

Haryadin

2

16.17

17.15

16.03

17.59

17.21

17.18

3

16.21

17.29

16.09

17.44

17.29

17.24

4

16.18

17.43

16.12

17.56

17.29

17.38

5

16.17

17.15

16.03

17.44

17.21

17.18

6

12

13

14

15

16 17

18

19

20 21

22 23

24

25

26

27

28

29 30

31

32

33

34 35

36

37

Adi Haryanto

Ajai Bin Sabil

Asraruddin

Fahman

Hartono Adi Febriansyah Putra

Ardiansyah

Aris Munandar

Didi Supriadin Jaya Budi Setiawan

Aan Taufik Saputra

Agus Purnawarman

Agus Wahyudin

Ardiansyah Aco

Iskandar

Haerul Rizal

Hardin

Indra Arif Hidayat

Indrawan Muhamad Abdul Hakim

Aji Aris Munandar

Dedi Mulyaddin

Junaidin Muh. Yaser Al Bimawi

Mujahidin

Syahrul Gunawan

17.49

16.62

17.00

16.55

16.15 17.18

16.62

17.18

17.05 17.52

16.41 17.05

16.04

16.11

15.94

17.18

16.08

17.41

16.94 17.18

17.21

16.42

16.20 17.25

17.05

17.59

17.32

16.64

17.07

16.05

16.00 17.38

16.60

17.28

17.20 17.41

16.49 17.18

16.11

16.11

16.70

17.20

16.12

17.27

16.71 17.30

17.49

16.61

16.15 17.35

16.53

17.57

17.53

16.61

17.15

16.80

16.20 17.35

16.70

17.48

17.11 17.59

16.15 17.38

16.40

16.15

16.90

17.20

16.20

17.35

16.76 17.38

17.27

17.42

16.59 17.52

17.20

17.63

17.32

16.61

17.00

16.05

16.00 17.18

16.60

17.18

17.05 17.41

16.15 17.05

17.04

16.11

15.94

17.18

16.08

17.27

16.71 17.18

17.21

16.42

16.15 17.25

16.53

17.52

2. Pelaksanaan tes lompat jauh Tabel 7 : Data-Data Hasil Tes

Lompat Jauh

No Nama Subyek

Prestasi Lompat Prestasi

Terjauh/Terbai

k I II III

1 2 3 4 5 6

Page 341: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

333

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16 17

18

19

20 21

Alimudin

Andi Aryanto

Andriansyah

Arqam Rizaldy

Bayu Siswantara

Dede Irawan

Aan Syahrullah

Amirullah

Arif Rahman

Arjunsyah

Haryadin

Adi Haryanto

Ajai Bin Sabil

Asraruddin

Fahman

Hartono Adi Febriansyah Putra

Ardiansyah

Aris Munandar

Didi Supriadin Jaya Budi Setiawan

3.57

3.78

3.67

4.02

3.80

3.80

3.70

4.00

3.00

3.70

3.40

3.70

4.00

3.80

4.10

3.60 3.42

4.07

3.70

3.30 3.80

3.60

3.90

3.98

4.20

3.79

3.70

3.40

3.90

3.15

3.67

3.55

3.70

3.85

3.63

3.85

3.92 3.71

4.10

3.58

3.74 3.50

3.42

3.82

3.96

4.18

3.75

3.75

3.52

4.00

3.35

3.69

3.60

3.65

3.70

3.70

4.05

3.86 3.68

4.15

3.60

3.71 3.45

3.60

3.90

3.98

4.20

3.80

3.80

3.70

4.00

3.35

3.70

3.60

3.70

4.00

3.80

4.10

3.92 3.71

4.15

3.60

3.74 3.50

22 23

24

25

26

27

28

29 30

31

32

33

34

35

36

37

Aan Taufik Saputra

Agus Purnawarman

Agus Wahyudin

Ardiansyah Aco

Iskandar

Haerul Rizal

Hardin

Indra Arif Hidayat

Indrawan Muhamad Abdul Hakim

Aji Aris Munandar

Dedi Mulyaddin

Junaidin Muh. Yaser Al Bimawi

Mujahidin

Syahrul Gunawan

4.10

3.40

4.00

4.15

3.40

4.30

3.70

4.00

3.60 3.60

4.00

3.94

3.69 3.74

3.30

3.30

3.70

3.85

3.50

4.00

4.10

3.70

4.10

3.40

3.90 3.40

3.67

3.94

3.87 3.56

3.66

3.30

3.74

4.00

3.47

3.90

4.14

3.30

4.32

3.56

3.98 3.55

3.70

3.97

3.85 3.65

3.69

3.24

3.80

4.10

3.50

4.00

4.15

3.70

4.32

3.70

4.00 3.94

3.70

4.00

3.94 3.69

3.74

3.30

Depdikbud sehingga data-data di atas memiliki arti dan kegunaan. Adapun

nilai prestasi lari 100 meter dan nilai prestasi lompat jauh dapat dilihat pada

tabel berikut ;

Page 342: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

334

Tabel 7: Data-Data Nilai Prestasi lari 100 Meter dan Nilai Prestasi Lompat

Jauh

No Nama Subyek Lari 100 Meter Lompat Jauh

Prestasi Nilai Prestasi Nilai

1 2 3 4 5 6

1

2

3

4

5

6

7

Alimudin

Andi Aryanto

Andriansyah

Arqam Rizaldy

Bayu Siswantara

Dedi Irawan

Aan Syahrullah

17.19 dtk

17.01 dtk

16.38 dtk

15.82 dtk

16.20 dtk

16.17Dtk

17.15 dtk

62

72

109

164

127

127

62

3.60 m

3.90 m

3.98 m

4.20 m

3.80 m

3.80 m

3.70 m

84

118

128

154

105

105

95

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30 31

32

33

34

35

36

37

Amirullah

Arif Rahman

Arjunsyah

Haryadin

Adi Haryanto

Ajai Bin Sabil

Asraruddin

Fahman

Hartono

Adi Febriansyah Putra

Ardiansyah

Aris Munandar

Didi Supriadin

Jaya Budi Setiawan

Aan Taufik Saputra

Agus Purnawarma

Agus Wahyudin

Ardiansyah Aco

Iskandar

Haerul Rizal

Hardin

Indra Arif Hidayat

Indrawan Muhamad Abdul Hakim

Aji Aris Munandar

Dedi Mulyaddin

Junaidin

Muh. Yaser Al

Bimawi

Mujahidin

Syahrul Gunawan

16.03 dtk

17.44 dtk

17.21 dtk

17.18 dtk

17.32 dtk

16.16 dtk

17.00 dtk

16.05 dtk

16.00 dtk

17.18 dtk

16.60 dtk

17.18 dtk

17.05 dtk

17.41 dtk

16.41 dtk

17.05 dtk 17.04 dtk 16.11dtk

15.94 dtk

17.18 dtk

16.08 dtk

17.27 dtk

16.71dtk

17.18 dtk

17.21 dtk

16.42 dtk

16.15 dtk

17.25 dtk

16.53 dtk

17.56 dtk

146

50

62

62

56

94

72

137

146

62

94

62

72

51

109

72

72

137

155

72

137

56

88

62

62

109

127

56

101

40

4.00 m

3.35 m

3.70 m

3.60 m

3.70 m

4.00 m

3.80 m

4.10 m

3.92 m

3.71 m

4.15 m

3.60 m

3.74 m

3.50 m

3.80 m

4.10 m

3.50 m

4.00 m

4.15 m

3.70 m

4.32 m

3.70 m

4.00 m

3.60 m

3.70 m

4.00 m

3.94 m

3.69 m

3.74 m

3.30 m

130

60

95

84

95

130

105

142

120

96

147

84

99

74

105

14

74

130

147

95

169

95

130

84

95

130

122

93

99

56

Page 343: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

335

Pengujian Hipotesis

Tabel 8 Tabel Kerja Korelasi Product moment

No

Subyek X Y X

2 Y

2 XY

1 2 3 4 5 6

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

1

62

72

109

164

127

127

62

146

50

62

62

2

84

118

128

154

105

105

95

130

60

95

84

3

3844

5184

11881

26896

16129

16129

3844

21316

2500

3844

3844

4

7056

13924

16384

23716

11025

11025

9025

16900

3600

9025

7056

5

5208

8496

13952

25256

13335

13335

5890

18980

3000

5890

5208

6

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31

32

33

34

35

36

37

56

94

72

137

146

62

94

62

72

51

109

72

72

137

155

72

137

56

88

62

62

109

127

56

101

40

95

130

105

142

120

96

147

84

99

74

105

142

74

130

147

95

169

95

130

84

95

130

122

93

99

56

3136

8836

5184

18769

21316

3844

8836

3844

5184

2601

11881

5184

5184

18769

24025

5184

18769

3136

7744

3844

3844

11881

16129

3136

10201

1600

9025

16900

11025

20164

14400

9216

21609

7056

9801

5476

11025

20164

5476

16900

21609

9025

28561

9025

16900

7056

9025

16900

14884

8649

9801

3136

5320

12220

7560

19454

17520

5952

13818

5208

7128

3774

11445

10224

5328

17810

22785

6840

23153

5320

11440

5208

5890

14170

15494

5208

9999

2240

Page 344: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

336

N = 37 =3344 =4016 2 = 347472 2 =461544 =389058

Berdasarkan tabel kerja korelasi product moment di atas diperoleh

nilai-nilai sebagai berikut:

37

389058

4016

3344

N

461544

347472

2

2

Y

X

3. Memasukkan data ke dalam rumus (analisis data)

16128256170771281118233612856464

1342950414395146

)4016(46154437)3344(34747237

)4016()3344(38905837

22

2222

xy

xy

xy

r

xx

xr

YYNxxN

YxXYNr

766,0

257,1260370

965642

1588533184

965642

9488721674128

965642

xy

xy

xy

xy

r

r

r

r

4.

Menguji nilai korelasi product

moment (nilai r)

Dari hasil analisis data

dengan menggunakan rumus

korelasi product moment

diperoleh nilai koefesien

korelasi product moment

(rhitung ) sebesar 0,766

sedangkan besarnya (rtabel )

dengan jumlah sampel N =

37 pada taraf signifikansi 5

% adalah 0,325

5. Menarik kesimpulan

Dari hasil uji korelasi

product moment diperoleh

nilai sebesar

0,766 dengan jumlah sampel

N = 37 pada taraf

signifikansi 5 % ternyata

besarnya angka batas

penolakan hipotesis nol yang

dinyatakan dalam tabel

product moment “r” adalah

0,325

Kenyataan ini menunjukkan

bahwa “r” yang diperoleh

dari hasil analisis data

sebesar 0,766 berada diatas

Page 345: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

337

angka batas penolakan

hipotesis nol yang besarnya

0,325 (nilai rhitung = 0,766 >

rtabel = 0,325) maka dapat

disimpulkan bahwa : “Ada

korelasi antara kecepatan lari

100 meter dengan prestasi

lompat jauh pada siswa kelas

VII putra SMPN 8 Langgudu

Satu Atap Kabupaten Bima

tahun pelajaran 2010/2011.

CPembahasan

Mengingat hasil

penelitian ini menunjukkan

adanya korelasi antara

kecepatan lari 100 meter

dengan prestasi lompat jauh

pada siswa putra kelas VII

SMPN 8 Langgudu Satu Atap

Kabupaten Bima tahun

pelajaran 2010/2011, dengan

kata lain bahwa semakin

cepatan seseorang berlari maka

semakin baik juga prestasi

yang diraih pada lompat jauh.

Hasil penelitian ini

dapat dipertegas dengan kajian

teori bahwa di dalam nomor

lompat jauh ada beberapa

aspek yang mempengaruhi

kemampuan seseorang dalam

melakukan lompatan untuk

mendapatkan prestasi

maksimal yaitu kecepatan,

penggunaan gaya dan daya

ledak. Kecepatan dan

percepatan lari sangat

diperlukan untuk melakukan

tumpuan, tanpa menggunakan

kecepatan yang tinggi akan

sulit untuk mendapatkan

prestasi yang maksimal karena

kecepatan yang tinggi sangat

dibutuhkan oleh sesorang

dalam rangka mendapatkan

kekuatan dan daya ledak

maksimal untuk melakukan

tumpuan dan selanjutnya

melakukan lompatan.

Dari uraian di atas

dapat dikatakan bahwa

semakin cepat kemampuan lari

sprint seseorang maka prestasi

lompat jauhnya akan semakin

baik karena dengan kecepatan

lari yang tinggi seseorang akan

memiliki kekuatan dan daya

ledak untuk melakukan

tumpuan sehingga akan

menghasilkan lompatan yang

jauh, demikian juga

sebaliknya. Berdasarkan hasil

penelitian ini berarti ada

kemungkinan seorang atlit lari

sprint 100 meter dapat menjadi

atlit lompat jauh.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan analisa data yang

telah dilakukan dengan

menggunakan analisis statistik

korelasi product moment diperoleh

hasil rhitung 0,766 sedangkan rtabel

dengan jumlah sampel N = 37

pada taraf signifikansi 5 % adalah

0,325 jadi rhitung > rtabel. Dengan

demikian hipotesis nol (Ho)

ditolak, dan hipotesis alternatif

(Ha) yang berbunyi “Ada korelasi

antara kecepatan lari 100 meter

dengan prestasi lompat jauh pada

siswa putra kelas VII SMPN 8

Langgudu Satu Atap Kabupaten

Bima tahun pelajaran 2010/2011,

di terima. Dari hasil analisis

statistik yang telah diuraikan di

atas, maka dapat ditarik

kesimpulan yaitu “Ada korelasi

antara kecepatan lari 100 meter

Page 346: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

338

dengan prestasi lompat jauh pada

siswa putra kelas VII SMPN 8

Langgudu Satu Atap Kabupaten

Bima tahun pelajaran 2010/2011.

Artinya semakin baik kecepatan

lari 100 meter siswa maka semakin

baik pula prestasi siswa pada

nomor lompat jauh demikian juga

sebaliknya, semakin tidak baik

kecepatan lari 100 meter siswa

maka semakin tidak baik pula

prestasi siswa pada nomor lompat

jauh.

DAFTAR PUSTAKA

Amir D. Indra K, 1997, Menyusun

soal-soal Tes, Lembaga

Pendidikan

IKIP Malang.

Carr, Gerry A. 1997. Atletik untuk

Sekolah. Jakarta PT. Raja

Grafindo Persada.

I.B. Netra. 1974. Statisktik

Infrensial. Surabaya: Usaha

Nasional.

K. Arief, Khori. 1987 Kamus

Bahasa Bahasa Inggris. Surabaya

Mekar

Nur Kencana. 1983. Pengukurn

dan Penilaian Hasil

Belajar. Singaraja

Universitas Udayana.

PASI. 1993, Pedoman dasar

melatih Atletik, Jakarta:

Program Pendidikan &

Sistem Sertifikasi Pelatih

Atletik PASI.

Poerwadarminta. 1976. Kamus

Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta Balai Pustaka

Riyadi, Tamsir. 1982. Petunjuk

Atletik. Yogyakarta IKIP

Yogyakarta.

Riduwan. 2004. metode Riset.

Jakarta : Rineka Cipta.

Rud Midgley, cs. Buku terpilih

dan berharga, Ensiklopedi

Olahraga

Syarifuddin, Aip. 1997 . Panduan

Guru Pendidikan Jasmani

dan Kesehata,. Jakarta:

CV. Grasindo.

Sudjana. 2001, Teknik Analisis

Regresi dan korelasi,

Tarsito,Bandung.

Sutrisno, Hadi. 1980. Metodologi

Research. Yogyakarta:

Yaspen. UGM. Yogyakarta

Sugiyono. 2006 Statistik dan

Penelitian. Bandung CV.

Alfabeta.

Suharsimi, Arikunto. 2002.

Prosedur Penelitian.

Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Surachmat , Winarno. 1988.

Metodologi Pengajaran

Nasional. Bandung Tarsito.

Page 347: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

339

Peningkatan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam dengan Diterapkannya

Metode Demonstrasi Pada Siswa Kelas V SDN 1 Cenggu Kecamatan Belo

Kabupaten Bima Tahun pelajaran 2010/2011.

HADIJAH IBRAHIM, 2010,

Guru SDN 1 Cenggu

Kata Kunci: pembelajaran pai, metode demonstrasi

Titik sentral yang harus dicapai oleh setiap kegiatan belajar mengajar

adalah tercapainya tujuan pengajaran. Apa pun yang termasuk perangkat

program pengajaran dituntut secara mutlak untuk menunjang tercapainya

tujuan. Guru tidak dibenarkan mengajar dengan kemalasan. Anak didik pun

diwajibkan mempunyai kreativitas yang tinggi dalam belajar, bukan selalu

menanti perintah guru. Kedua unsur manusiawi ini juga beraktivitas tidak

lain karena ingin mencapai tujuan secara efektif dan efisien.

Penelitian ini berdasarkan permasalahan: (a) Baagimanakah

peningkatan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam dengan diterapkannya

metode demonstrasi? (b) Bagaimanakah pengaruh metode demonstrasi

terhadap motivasi belajar Pendidikan Agama Islam?

Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah: (a) Ingin mengetahui

peningkatan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam setelah diterapkannya

metode demonstrasi, (b) Ingin mengetahui pengaruh motivasi belajar

Pendidikan Agama Islam setelah diterapkan metode demonstrasi.

Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research)

sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu:

rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian

ini adalah siswa Kelas V SDN 1 Cenggu Kecamatan Belo Kabupaten Bima.

Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan

belajar mengajar.

Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami

peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (65,85%), siklus II

(78,00%), siklus III 87,80%).

Simpulan dari penelitian ini adalah metode pengajaran kontekstual

model pengajaran berbasis masalah dapat berpengaruh positif terhadap

prestasi dan motivasi belajar Siswa SDN 1 Cenggu Kecamatan Belo

Kabupaten Bima, serta model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai

salah satu alternative pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Semua manusia di dalam

hidupnya di dunia ini, selalu

membutuhkan adanya suatu

pegangan hidup yang disebut

Agama. Mereka merasakan bahwa

dalam jiwanya ada suatu perasaan

yang mengakui adanya Dzat Yang

Maha Kuasa, tempat mereka

Page 348: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

340

berlindung dan tempat mereka

memohon pertolongan-Nya. Hal

semacam ini terjadi pada

masyarakat yang masih primitive

maupun pada masayarakat yang

sudah modern. Merka akan merasa

tenang dan tenteram hatinya kalau

mereka dapat mendekat dan

mengabdikan diri kepeda Dzat

Yang Maha Kuasa. Hal semacam

ini memang sesuai dengan firman

Allah dalam Surat Ar-Rad ayat 28,

yang artinya, “Ketahuilah, bahwa

hanya dengan ingat kepada Allah,

hati akan menjadi tenteram.”

Karena itu manusia kan

selalu berusaha untuk

mendekatkan diri kepada Tuhan,

hanya saja cara mereka

mengabdi dan mendekatkn diri

kepada Tuhan itu berbeda sesuai

denagn agama yang dianutnya.

Itulah sebabnya, bagi orang

Muslim diperlukan adanya

Pendidikan Agama Islam, agar

dapat mengarahkan fitroh

mereka tersebut kearah yang

benar, sehingga mereka akan

dapat mengabdi dan beribadah

sesuai dengan ajaran Islam.

Tanpa adanya Pendidikan

Agama dari satu generasi ke

generasi berikutnya, maka orang

akan semakin jauh dari Agama

yang benar.

Tujuan dari Pendidikan

Agama adalah untuk

membimbing anak agar mereka

menjadi orang Muslim sejati,

beriman teguh, beramal sholeh

dan berakhlak mulia serta

berguna bagi masyarakat,

Agama dan Negara, (Euharini,

dkk. 1977:25).

Tujuan pendidikan

Agama tersebut adalah

merupakan tujuan yang hendak

dicapai oelh setiap orang yang

melaksanakan pendidikan

Agama. Karena itu dalam

mendidikan agam yang perlu

ditanamkan terlebih dahuilu

adalah keimanan yang teguh,

sebab dengan adanya keimanan

yang teguh itu maka akan

menghasilakn ketaatan

menjalankan kewajiban agama.

Titik sentral yang harus

dicapai oleh setiap kegiatan

belajar mengajar adalah

tercapainya tujuan pengajaran.

Apa pun yang termasuk

perangkat program pengajaran

dituntut secara mutlak untuk

menunjang tercapainya tujuan.

Guru tidak dibenarkan mengajar

dengan kemalasan. Anak didik

pun diwajibkan mempunyai

kreativitas yang tinggi dalam

belajar, bukan selalu menanti

perintah guru. Kedua unsur

manusiawi ini juga beraktivitas

tidak lain karena ingin mencapai

tujuan secara efektif dan efisien.

Dengan memperhatikan

gejala-gejala tersebut diatas

maka timbul pertanyaan dalam

benak penulis sejauh manakah

keberhasilan pengajaran

Pendidikan Agama Islam selama

ini? Padalah sering digembar-

gemborkan sebagai bangsa

Indonesia kita harus atau wajib

mengamalkan Pancasila sebagai

pedoman hidup dalam

berbangsa dan bernegara. Tatapi

kenyataannya masih banyak

terdapat penyimpangan-

Page 349: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

341

penyimpangan dan

pengkhianatan terhadap nilai-

nilai luhur yang terkandung

dalam Pancasila. Bahwa ada

beberapa faktor yang menjadi

penyebabnya. Diantaranya

faktor tesebut adalah strategi

pembelajaran yang kurang

mengena terhadap terhadap

pelajaran Pendidikan Agama

Islam dalam meningkatkan

pemahaman siswa terhadap

pelajaran Pendidikan Agama

Islam.

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan

permasalahan di atas, penelitian

ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui peningkatan

prestasi belajar Pendidikan

Agama Islam setelah

diterapkannya metode

demonstrasi pada siswa

Kelas V SDN 1 Cenggu

Kecamatan Belo Kabupaten

Bima tahun pelajaran

2010/2011.

2. Mengetahui pengaruh

motivasi belajar Pendidikan

Agama Islam setelah

diterapkan metode

demonstrasi pada siswa

Kelas V SDN 1 Cenggu

Kecamatan Belo Kabupaten

Bima tahun pelajaran

2010/2011.

3. Menyempurnakan

pelaksanaan pembelajaran

Pendidikan Agama Islam

dalam meningkatkan

prestasi belajar pada siswa

Kelas V SDN 1 Cenggu

Kecamatan Belo Kabupaten

Bima tahun pelajaran

2010/2011.

KAJIAN PUSTAKA

Motivasi Belajar

Pengajaran tradisional

menitik beratkan pada metode

imposisi, yakni pengajaran dengan

cara menuangkan hal-hal yang

dianggap penting oleh guru bagi

murid (Hamalik, Oemar: 2001:157).

Cara ini tidak mempertimbangkan

apakah bahan pelajaran yang

diberikan itu sesuai atau tidak

dengan kesanggupan, kebutuhan,

minat, dan tingkat kesanggupan,

serta pemahaman murid. Tidak pula

diperhatikan apakah bahan-bahan

yang diberikan itu didasarkan atas

motif-motif dan tujuan yang ada

pada murid.

Motif adalah daya dalam

diri seseorang yang mendorongnya

untuk melakukan sesuatu, atau

keadaan seseorang atau organisme

yang menyebabkan kesiapannya

untuk memulai serangkaian tingkah

laku atau perbuatan. Sedangkan

motivasi adalah suatu proses untuk

menggiatkan motif-motif menjadi

perbuatan atau tingkah laku untuk

memenuhi kebutuhan dan mencapai

tujuan, atau keadaan dan kesiapan

dalam diri individu yang

mendorong tingkah lakunya untuk

berbuat sesuatu dalam mencapai

tujuan tertentu (Usman, 2000: 28).

Sedangkan menurut

Djamarah (2002: 114) motivasi

adalah suatu pendorong yang

mengubah energi dalam diri

seseorang kedalam bentuk aktivitas

nyata untuk mencapai tujuan

tertentu. Dalam proses belajar,

Page 350: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

342

motivasi sangat diperlukan sebab

seseorang yang tidak mempunyai

motivasi dalam belajar tidak akan

mungkin melakukan aktivitas

belajar. Hal ini sesuai dengan yang

diungkapkan oleh Nur (2001: 3)

bahwa siswa yang termotivasi

dalam belajar sesuatu akan

menggunakan proses kognitif yang

lebih tinggi dalam mempelajari

materi itu, sehingga siswa itu akan

menyerap dan mengendapkan

materi itu dengan lebih baik.

Metode Demonstrasi Istilah demonstrasi dalam

pengajaran dipakai untuk

menggambarkan suatu cara

mengajar yang pada umumnya

penjelasan verbal dengan suatu

kerja fisik atau pengoperasioan

peralatan baran gatau benda. Kerja

fisik itu telah dilakukan atau

peralatan itu telah dicoba lebih

dahulu sebelum didemonstrasikan.

Orang yang mengdemosntasikan

(guru, peserta didik, atau orang luar)

mempertunjukkan sambil

menjelaskan tentang sesuatu yang

didemonstrasikan (Ramayulis,

244:2004).

Dalam mengajarkan

praktek-praktek agama, Nabi

Muhammad sebagai pendidik agung

banyak mempergunakan metode ini.

Seperti mengajarkan cara wudhu’,

shalat, haji dan sebagainya.

Dalam suatu hadist pernah

Nabi menerangkan kepada umatnya;

sabda Rasulullah SAW:

“Sembahyanglah kamu

sebagaimana kamu lihat aku

sembahyang” (H.R. Bukhari). Bila

kita perhatikan hadist tersebut,

nyatalah bahwa cara-cara

sembahyang tersebut pernah

dipraktekkan dan didemonstrasikan

oleh Nabi Muhammad SAW.

METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan

penelitian tindakan (action

research), karena penelitian

dilakukan untuk memecahkan

masalah pembelajaran di kelas.

Penelitian ini juga termasuk

penelitian deskriptif, sebab

menggambarkan bagaimana suatu

teknik pembelajaran diterapkan dan

bagaimana hasil yang diinginkan

dapat dicapai.

Sesuai dengan jenis

penelitian yang dipilih, yaitu

penelitian tindakan, maka

penelitian ini menggunakan

model penelitian tindakan dari

Kemmis dan Taggart (dalam

Arikunto, Suharisimi, 2002: 83),

yaitu berbentuk spiral dari

siklus yang satu ke siklus yang

berikutnya. Setiap siklus

meliputi planning (rencana),

action (tindakan), observation

(pengamatan), dan reflection

(refleksi). Langkah pada siklus

berikutnya adalah perncanaan

yang sudah direvisi, tindakan,

pengamatan, dan refleksi.

Sebelum masuk pada siklus 1

dilakukan tindakan pendahuluan

yang berupa identifikasi

permasalahan.

Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian

adalah tempat yang

digunakan dalam melakukan

penelitian untuk

memperoleh data yang

diinginkan. Penelitian ini

Page 351: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

343

bertempat di SDN 1 Cenggu

Kecamatan Belo Kabupaten

Bima tahun pelajaran

2010/2011.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian

adalah waktu

berlangsungnya penelitian

atau saat penelitian ini

dilangsungkan. Penelitian

ini dilaksanakan pada bulan

November semester ganjil

2010/2010.

Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah

siswa-siswi Kelas V SDN 1

Cenggu Kecamatan Belo

Kabupaten Bima tahun

pelajaran 2010/2011 pada pokok

bahasan sholat.

Analisis Data

Dalam rangka menyusun

dan mengolah data yang

terkumpul sehingga dapat

mengahsilkan suatu kesimpulan

yang dapat

dipertanggungjawabkan, maka

digunakan analisis data

kuantitatif dan pada metode

observasi digunakan data

kualitatif. Car perhitungan untuk

mengetahui ketuntasan belajar

siswa dalam proses belajar

mengajar sebagai berikut:

1. Merekapitulasi hasil tes.

2. Menghitung jumlah skor

yang tercapai dan

prosentasenya untuk

masing-masing siswa

dengan menggunakan rumus

ketuntasan belajar seperti

yang terdapat dalam buku

petunjuk teknis penilaian

yaitu siswa dikatakan tuntas

secara individual jika

mendapatkan nilai minimal

65, sedangkan secara

klasikal dikatakan tuntas

belajar jika jumlah siswa

yang tuntas secara individu

mencapai 85% yang telah

mencapai daya serap lebih

dari sama dengan 65%.

3. Menganalisis hasil observasi

yang dilakukan oleh teman

sejawat pada aktivitas guru

dan siswa selama kegiatan

belajar mengajar

berlangsung.

Instrumen Penelitian

Alat pengumpul data

dalam penelitian ini adalah tes

buatan guru yang fungsinya

adalah: (1) Untuk menentukan

seberapa baik siswa telah

menguasai bahan pelajaran yang

diberikan dalam waktu tertentu;

(2) Untuk menentukan apakah

suatau tujuan telah tercapai; dan

(3) Untuk memperoleh suatu

nilai (Arikunto, 2002:149).

Sedangkan tujuan dari tes

adalah untuk mengetahui

ketuntasan belajar siswa secara

individual maupun secara

klasikal. Disamping itu untuk

mengetahui letak kesalahan-

kesalahan yang dilakukan siswa

sehingga dapat dilihat dimana

kelemahannya, khususnya pada

bagian mana TPK yang belum

tercapai. Untuk memperkuat

data yang dikumpulkan maka

juga digunakan metode

observasi (pengamatan) yang

dilakukan oleh teman sejawat

untuk mengetahui dan merekam

Page 352: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

344

aktivitas guru dan siswa dalam

proses belajar mengajar.

A. Analisis Data

1. Untuk menilai ulangan atau

tes formatif

Peneliti melakukan

penjumlahan nilai yang

diperoleh siswa, yang

selanjutnya dibagi dengan

jumlah siswa yang ada di

kelas tersebut sehingga

diperoleh rata-rata tes

formatif dapat dirumuskan:

N

XX

Dengan : X =

Nilai rata-rata

Σ X =

Jumlah semua nilai siswa

Σ N =

Jumlah siswa

2. Untuk ketuntasan belajar

Ada dua kategori

ketuntasan belajar yaitu

secara perorangan dan

secara klasikal. Berdasarkan

petunjuk pelaksanaan belajar

mengajar kurikulum 1994

(Depdikbud, 1994), yaitu

seorang siswa telah tuntas

belajar bila telah mencapai

skor 65% atau nilai 65, dan

kelas disebut tuntas belajar

bila di kelas tersebut

terdapat 85% yang telah

mencapai daya serap lebih

dari atau sama dengan 65%.

Untuk menghitung

persentase ketuntasan

belajar digunakan rumus

sebagai berikut:

%100...

xSiswa

belajartuntasyangSiswaP

3. Untuk lembar observasi

a. Lembar observasi

pengelolaan cara belajar

aktif model group close.

Untuk menghitung

lembar observasi

pengelolaan cara belajar

aktif model group close

digunakan rumus

sebagai berikut:

2

21 PPX

Dimana: P1 = pengamat

1 dan P2 = pengamat 2

b. Lembar observasi

aktivitas guru dan siswa

Untuk menghitung lembar

observasi aktivitas guru

dan siswa digunakan

rumus sebagai berikut:

%100% xX

X

dengan

2.

tan.. 21 PP

pengamatjumlah

pengamahasiljumlahX

Dimana: % = Persentase

pengamatan

X = Rata-rata

X = Jumlah rata-rata

P1 = Pengamat 1

P2 = Pengamat 2

Page 353: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

345

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

A. Hubungan Metode

Demonstrasi dengan

Ketuntasan Belajar

Suatu pokok bahasan

atau sub pokok bahasan

dianggap tuntas secara klasikal

jika siswa yang mendapat nilai

65 lebih dari atau sama dengan

85%, sedangkan seorang siswa

dinyatakan tuntas belajar pada

pokok bahasan atau sub pokok

bahasan tertentu jika mendapat

nilai minimal 65.

1. Siklus I

Tabel 4.2. Pengelolan Pembelajaran Pada Siklus I

No Aspek yang diamati

Penilaian Rat

a-

rata P1 P2

I

Pengamatan KBM

A. Pendahuluan

1. Memotivasi siswa

2. Menyampaikan tujuan pembelajaran

2

2

2

2

2

2

B. Kegiatan Inti

1. Mendiskusikan langkah-langkah kegiatan bersama

siswa

2. Membimbing siswa melakukan kegiatan

3. Membimbing siswa mendiskusikan hasil kegiatan

dalam kelompok

4. Memberikan kesempatan pada siswa untuk

mempresentasikan hasil kegiatan belajar mengajar

5. Membimbing siswa merumuskan

kesimpulan/menemukan konsep

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

C. Penutup

1. Membimbing siswa membuat rangkuman

2. Memberikan evaluasi

3

3

3

3

3

3

II Pengelolaan Waktu 2 2 2

III

Antusiasme Kelas

1. Siswa Antusias

2. Guru Antusias

2

3

2

3

2

3

Jumlah 32 32 32

Keterangan : Nilai : Kriteria

1 : Tidak Baik

2 : Kurang Baik

3 : Cukup Baik

4 : Baik

Hasil observasi berikutnya adalah aktivitas guru dan siswa

seperti pada tabel berikut.

Tabel 4.3. Aktivitas Guru Dan Siswa Pada Siklus I No Aktivitas Guru yang diamati Persent

ase

1

2

3

4

Menyampaikan tujuan

Memotivasi siswa/merumuskan masalah

Mengkaitkan dengan pelajaran berikutnya

Menyampaikan materi/langkah-langkah/strategi

5,0

8,3

8,3

6,7

Page 354: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

346

5

6

7

8

9

Menjelaskan materi yang sulit

Membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan konsep

Meminta siswa memikirkan untuk lebih memahami materi

pelajaran

Memberikan umpan balik

Membimbing siswa merangkum pelajaran

13,3

21,7

10,0

18,3

8,3

No Aktivitas Siswa yang diamati Persent

ase

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru

Membaca buku siswa

Bekerja dengan sesama teman sebangku

Diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru

Menyajikan hasil pembelajaran

Mengajukan/menanggapi pertanyaan/ide

Menulis yang relevan dengan KBM

Merangkum pembelajaran

Mengerjakan tes evaluasi

22,5

11,5

18,7

14,4

2,9

5,2

8,9

6,9

8,9

Berikutnya adalah rekapitulasi hasil tes formatif siswa seperti

terlihat pada tabel berikut.

Tabel 4.4. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus I No Uraian Hasil Siklus I

1

2

3

Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar

Persentase ketuntasan belajar

70,49

27

65,85

2. Siklus II

Tabel 4.5. Pengelolaan Pembelajaran Pada Siklus II

No Aspek yang diamati Penilaian Rata

-rata P1 P2

I

Pengamatan KBM

A. Pendahuluan

1. Memotivasi siswa

2. Menyampaikan tujuan pembelajaran

3

3

3

4

3

3,5

B. Kegiatan Inti

1. Mendiskusikan langkah-langkah kegiatan

bersama siswa

2. Membimbing siswa melakukan kegiatan

3. Membimbing siswa mendiskusikan hasil

kegiatan dalam kelompok

4. Memberikan kesempatan pada siswa untuk

mempresentasikan hasil peneyelidikan

5. Membimbing siswa merumuskan

kesimpulan/menemukan konsep

3

4

4

4

3

4

4

4

4

3

3,5

4

4

4

3

C. Penutup

1. Membimbing siswa membuat rangkuman

2. Memberikan evaluasi

3

4

4

4

3,5

4

II Pengelolaan Waktu 3 3 2

III

Antusiasme Kelas

1. Siswa Antusias

2. Guru Antusias

4

4

3

4

3,5

4

Page 355: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

347

Jumlah 41 43 42

Keterangan : Nilai : Kriteria

1 : Tidak Baik

2 : Kurang Baik

3 : Cukup Baik

4 : Baik

Tabel 4.6. Aktivitas Guru Dan Siswa Pada Siklus II No Aktivitas Guru yang diamati Persentas

e

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Menyampaikan tujuan

Memotivasi siswa/merumuskan masalah

Mengkaitkan dengan pelajaran berikutnya

Menyampaikan materi/langkah-langkah/strategi

Menjelaskan materi yang sulit

Membimbing dan mengamati siswa dalam menentukan konsep

Meminta siswa memikirkan untuk lebih memahami materi

pelajaran

Memberikan umpan balik

Membimbing siswa merangkum pelajaran

6,7

6,7

6,7

11,7

11,7

25,0

8,2

16,6

6,7

No Aktivitas Siswa yang diamati Persentas

e

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru

Membaca buku siswa

Bekerja dengan sesama teman sebangku

Diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru

Menyajikanhasil pembelajaran

Mengajukan/menanggapi pertanyaan/ide

Menulis yang relevan dengan KBM

Merangkum pembelajaran

Mengerjakan tes evaluasi/latihan

17,9

12,1

21,0

13,8

4,6

5,4

7,7

6,7

10,8

Berikutnya adalah rekapitulasi hasil tes formatif siswa terlihat

pada tabel berikut.

Tabel 4.7. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus II No Uraian Hasil Siklus II

1

2

3

Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar

Persentase ketuntasan belajar

73,90

32

78,00

3. Siklus III

Adapun data hasil penelitian pada siklus III adalah sebagai

berikut:

Tabel 4.8. Pengelolaan Pembelajaran Pada Siklus III

No Aspek yang diamati

Penilaian R

at

a-

ra

P1 P2

Page 356: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

348

ta

I

Pengamatan KBM

A. Pendahuluan

1. Memotivasi siswa

2. Menyampaikan tujuan pembelajaran

3

4

3

4

3

4

B. Kegiatan Inti

1. Mendiskusikan langkah-langkah kegiatan bersama

siswa

2. Membimbing siswa melakukan kegiatan

3. Membimbing siswa mendiskusikan hasil kegiatan

dalam kelompok

4. Memberikan kesempatan pada siswa untuk

mempresentasikan hasil peneyelidikan

5. Membimbing siswa merumuskan

kesimpulan/menemukan konsep

4

4

4

4

3

4

4

4

3

3

4

4

4

3,

5

3

C. Penutup

1. Membimbing siswa membuat rangkuman

2. Memberikan evaluasi

4

4

4

4

4

4

II Pengelolaan Waktu 3 3 3

III

Antusiasme Kelas

1. Siswa Antusias

2. Guru Antusias

4

4

4

4

4

4

Jumlah 45 44 44

,5

Keterangan : Nilai : Kriteria

1 : Tidak Baik

2 : Kurang Baik

3 : Cukup Baik

4 : Baik

Penyempurnaan aspek-aspek diatas dalam menerapkan metode

demonstrasi diharapkan dapat berhasil semaksimal mungkin.

Tabel 4.9. Aktivitas Guru dan Siswa Pada Siklus III No Aktivitas Guru yang diamati Persent

ase

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Menyampaikan tujuan

Memotivasi siswa/merumuskan masalah

Mengkaitkan dengan pelajaran berikutnya

Menyampaikan materi/langkah-langkah/strategi

Menjelaskan materi yang sulit

Membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan konsep

Meminta siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil kegiatan

Memberikan umpan balik

Membimbing siswa merangkum pelajaran

6,7

6,7

10,7

13,3

10,0

22,6

10,0

11,7

10,0

No Aktivitas Siswa yang diamati Persent

ase

1

2

3

4

Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru

Membaca buku siswa

Bekerja dengan sesama teman sebangku

Diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru

20,8

13,1

22,1

15,0

Page 357: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

349

5

6

7

8

9

Menyajikanhasil pembelajaran

Mengajukan/menanggapi pertanyaan/ide

Menulis yang relevan dengan KBM

Merangkum pembelajaran

Mengerjakan tes evaluasi/latihan

2,9

4,2

6,1

7,3

8,5

Berikutnya adalah rekapitulasai hasil tes formatif siswa seperti

terlihat pada tabel berikut.

Tabel 4.10. Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus III No Uraian Hasil Siklus III

1

2

3

Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar

Persentase ketuntasan belajar

77,80

36

87,80

Pembahasan

1. Ketuntasan Hasil belajar

Siswa

Melalui hasil

penelitian ini menunjukkan

bahwa metode demonstrasi

memiliki dampak positif

dalam meningkatkan prestasi

belajar siswa. Hal ini dapat

dilihat dari semakin

mantapnya pemahaman siswa

terhadap materi yang

disampaikan guru (ketuntasan

belajar meningkat dari siklus

I, II, dan III) yaitu masing-

masing 65,85%, 78,00%, dan

87,80%. Pada siklus III

ketuntasan belajar siswa

secara klasikal telah tercapai.

2. Kemampuan Guru dalam

Mengelola Pembelajaran

Berdasarkan analisis

data, diperoleh aktivitas siswa

dalam proses belajar mengajar

dengan menerapkan metode

demonstrasi dalam setiap

siklus mengalami

peningkatan. Hal ini

berdampak positif terhadap

prestasi belajar siswa yaitu

dapat ditunjukkan dengan

meningkatnya nilai rata-rata

siswa pada setiap siklus yang

terus mengalami peningkatan.

3. Aktivitas Guru dan Siswa

Dalam Pembelajaran

Berdasarkan analisis

data, diperoleh aktivitas siswa

dalam proses pembelajaran

Pendidikan Agama Islam pada

pada pokok bahasan sholat

dengan metode demonstrasi

yang paling dominan adalah

Bekerja dengan sesama teman

sebangku,

mendengarkan/memperhatika

n penjelasan guru, dan diskusi

antar siswa/antara siswa

dengan guru. Jadi dapat

dikatakan bahwa aktivitas

siswa dapat dikategorikan

aktif.

Sedangkan untuk

aktivitas guru selama

pembelajaran telah

melaksanakan langkah-

langkah kegiatan belajar

mengajar dengan menerapkan

metode demonstrasi dengan

baik. Hal ini terlihat dari

aktivitas guru yang muncul di

antaranya aktivitas

Page 358: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

350

membimbing dan mengamati

siswa dalam menemukan

konsep, menjelaskan materi

yang sulit, memberi umpan

balik/evaluasi/tanya jawab

dimana prosentase untuk

aktivitas di atas cukup besar.

SIMPULAN

1. Metode demonstrasi memiliki

dampak positif dalam

meningkatkan prestasi belajar

siswa yang ditandai dengan

peningkatan ketuntasan belajar

siswa dalam setiap siklus, yaitu

siklus I (65,85%), siklus II

(78,00%), siklus III (87,80%).

2. Metode demonstrasi dapat

menjadikan siswa merasa dirinya

mendapat perhatian dan

kesempatan untuk menyampaikan

pendapat, gagasan, ide dan

pertanyaan.

3. Penerapan metode demonstrasi

mempunyai pengaruh positif, yaitu

dapat meningkatkan motivasi

belajar siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam

Proses Belajar Mengajar.

Bandung: Sinar Baru

Algesindon.

Arikunto,. 1993. Manajemen

Mengajar Secara Manusiawi.

Jakarta: Rineksa Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-

dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:

Bumi Aksara

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur

Penelitian Suatu Pendekatan

Praktek. Jakarta: Rineksa

Cipta.

Azhar, Lalu Muhammad. 1993.

Proses Belajar Mengajar

Pendidikan. Jakarta: Usaha

Nasional

Daroeso, Bambang. 1989. Dasar dan

Konsep Pendidikan Moral

Pancasila. Semarang: Aneka

Ilmu.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002.

Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:

Rineksa Cipta.

Djamarah. Syaiful Bahri. 2002.

Psikologi Belajar. Jakarta: Rineksa

Cipta.

Hadi, Sutrisno. 1982. Metodologi

Research, Jilid 1. Yogyakarta:

YP. Fak. Psikologi UGM.

Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi

Belajar dan Mengajar.

Bandung: Sinar Baru

Algesindo.

Hasibuan. J.J. dan Moerdjiono. 1998.

Proses Belajar Mengajar.

Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Margono. 1997. Metodologi

Penelitian Pendidikan. Jakarta.

Rineksa Cipta.

Masriyah. 1999. Analisis Butir Tes.

Surabaya: Universitas

Press.

Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi

Pendidikan. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya.

Page 359: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

351

Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa

untuk Belajar. Surabaya.

University Press. Universitas

Negeri Surabaya.

Ramayulis, 2004. Metodologi

Pendidikan Agama Islam.

Jakarta: Kalam Mulia

Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar

Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.

Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan

Motivasi Belajar Mengajar.

Jakarta: Bina Aksara.

Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar

dan Model Pembelajaran.

Jakarta: PAU-PPAI,

Universitas Terbuka.

Sukidin, dkk. 2002. Manajemen

Penelitian Tindakan Kelas.

Surabaya: Insan Cendekia.

Surakhmad, Winarno. 1990. Metode

Pengajaran Nasional. Bandung:

Jemmars.

Suryosubroto, B. 1997. Proses

Belajar Mengajar di Sekolah.

Jakarta: PT. Rineksa Cipta.

Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi

Pendidikan, Suatu

Pendekatan Baru. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi

Guru Profesional. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Page 360: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

352

ABSTRAK

HUSNI. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Pada Mata

Pelajaran IPS Geografi Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa

Kelas VШ SMP Negeri 1 Belo Kabupaten Bima Tahun Pelajaran

2009/2010.

Kata Kunci:Prestasi Belajar IPS, Model Pembelajaran Kooperatif

Penelitian ini bertujuan meningkatkan aktivitas belajar dan prestasi belajar

IPS Geografi siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Belo Kabupaten Bima tahun

pelajaran 2009/2010 dengan penerapan pembelajaran kooperatif. Jenis

penelitin ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam dua

siklus. Masing-masing siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan

tindakan, observasi, evaluasi dan refleksi. Data aktivitas belajar siswa

diperoleh dengan cara observasi sedangkan data prestasi belajar siswa

diperoleh dari pemberian tes objektif pada tiap akhir siklus. Hasil penelitian

menunjukkan Penerapan pembelajaran kooperatif telah berhasil terlaksana

dalam upaya meningkatkan aktivitas belajar IPS Geografi siswa kelas VIII

semester II SMP Negeri 1 Belo Kabupaten Bima tahun pelajaran 2009/2010.

Hal ini terlihat dari adanya peningkatan nilai rata-rata aktivitas belajar yaitu

untuk siklus I, siklus II berturut-turut sebesar 0,46 (kategori cukup aktif) ;

0,62 (kategori aktif). Prestasi belajar siswa telah mengalami peningkatan

terhadap penerapan pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran IPS

Geografi siswa kelas VIII semester II SMP Negeri 1 Belo Kabupaten Bima

tahun pelajaran 2009/2010. Hal ini terlihat dari adanya peningkatan nilai

ketuntasan klasikal untuk siklus I, siklus II berturut-turut sebesar 85 % ; 90

%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran

kooperatif telah berhasil terlaksana dalam upaya meningkatkan aktivitas

belajar dan prestasi belajar IPS Geografi siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Belo

Kabupaten Bima tahun pelajaran 2009/2010.

Page 361: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

353

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berdasarkan observasi

penulis bahwa proses

pembelajaran geografi di SMPN 1

Belo Kabupaten Bima, umumnya

masih menggunakan pola

pendekatan yang bersifat klasikal,

guru lebih mendominasi proses

pembelajaran dengan metode

ceramah, latihan menjawab soal –

soal. Sedangkan siswa hanya

duduk mendengarkan, mencatat,

menghapal dan mengerjakan

latihan soal secara individu

ditempat duduknya masing-

masing. Adapun nilai KKM adalah

6,5 dan nilai klasikal 70 %

rendahnya prestasi siswa dalam

memahami pelajaran geografi di

SMPN 1 Belo Kabupaten Bima

sudah lama menjadi bahan diskusi

dan pembicaraan guru dan kepala

sekolah. Penyajian materi

pelajaran geografi seperti pola di

atas dapat menimbulkan gejala

kejenuhan dan membosankan bagi

siswa. Jika persentasi ketuntasan

belajar siswa mencapai 85% maka

pembelajaran secara klasikal dapat

dikatakan tuntas. Untuk itu

diperlukan suatu strategi sebagai

upaya guru dalam meningkatkan

prestasi belajar siswa yaitu

dengan menerapkan model

pembelajaran kooperatif sehingga

siswa akan merasakan

pembelajaran geografi sangat

bermanfaat bagi dirinya, terhindar

dari rasa kejenuhan dan kebosanan

serta diharapkan mudah

memahami konsep dengan melalui

pengalaman bukan menghafal.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan

penelitian ini adalah untuk

mengetahui tingkat

keberhasilan siswa dalam

belajar dengan diterapkan

model pembelajaran kooperatif

pada pelajaran geografi untuk

meningkatkan prestasi belajar

siswa kelas VШ semester

genap SMPN 1 Belo

Kabupaten Bima tahun

pelajaran 2009/2010.

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Pembelajaran

Kooperatif

Merupakan pembelajaran

yang secara sadar dan sengaja

mengembangkan interaksi yang

saling asuh antar siswa untuk

menghindari ketersinggungan dan

kesalahpahaman yang dapat

menimbulkan permusuhan

Iskandar, (2009:126). Sedangkan

menurut Salvin (dalam Iskandar

2009:126) pembelajaran

konstruktivies dalam pengajaran

menerapkan metode pembelajaran

kooperatif secara ekstensif atas

dasar teori bahwa siswa akan lebih

mudah menemukan dan

memahami konsep–konsep yang

sulit apabila mereka saling

mendiskusikan konsep - konsep

tersebut.

Model pembelajaran

kooperatif dikembangkan untuk

mencapai hasil belajar akademik.

Model pembelajaran kooperatif

juga efektif untuk

mengembangkan ketermpilan

siswa. Para pengembang model ini

telah menunjukkan bahwa model

struktur penghargaan kooperatif

Page 362: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

354

telah dapat meningkatkan

penilaian siswa pada belajar

akademik dan perubahan norma

yang berhubungan dengan hasil

belajar. Selain mengubah norma

yang berhubungan dengan hasil

belajar, pembelajaran kooperatif

dapat memberi keuntungan baik

pada siswa kelompok bawah

maupun kelompok atas yang

bekerja sama menyelesaikan

tugas-tugas akademik Ismono

(2001:7).

Tujuan penting yang lain

dari pembelajaran kooperatif

adalah untuk mengajarkan kepada

siswa keterampilan bekerja sama

dan kolaborasi. Keterampilan ini

amat penting didalam masyarakat

dimana banyak kerja orang dewasa

yang sebagian besar dilakukan

dalam organisasi yang saling

bergantung satu sama lain dan

dimana masyarakat secara budaya

semakin beragam Ismono

(2001:7).

Prestasi Belajar

Kemampuan intelektual

siswa sangat menentukan

kemampuan siswa dalam

memperoleh prestasi. Untuk

mengetahui berhasil tidaknya

seseorang dalam belajar maka

perlu dilakukan suatu evaluasi,

tujuannya untuk mengetahui

prestasi yang diperoleh siswa

setelah proses belajar mengajar

berlangsung. Prestasi belajar

dibidang pendidikan adalah hasil

dari pengukuran terhadap peserta

didik yang meliputi faktor

kognitif, afektif dan psikomotor

setelah mengikuti proses

pembelajaran yang diukur dengan

menggunakan instrumen tes atau

instrumen yang relevan. Jadi

prestasi belajar adalah hasil

pengukuran dari penilaian usaha

belajar yang dinyatakan dalam

bentuk simbul, huruf maupun

kalimat yang menceritakan hasil

yang sudah dicapai oleh setiap

anak pada periode tertentu.

Prestasi belajar adalah sebuah

kalimat yang terdiri dari dua kata

yakni prestasi dan belajar. Prestasi

adalah hasil dari suatu kegiatan

yang telah dikerjakan, diciptakan

baik secara individual maupun

kelompok. Sedangkan belajar

adalah : “Suatu aktifitas yang

dilakukan secara sadar untuk

mendapatkan sejumlah kesan dari

bahan yang dipelajari. Hasil dari

aktifitas belajar terjadilah

perubahan dalam diri individu.

Dari pengertian prestasi dan hasil

belajar tersebut, maka prestasi

belajar adalah ”Hasil yang

diperoleh berupa kesan-kesan yang

mengakibatkan perubahan dalam

diri individu (Djamarah, 1994 :

19).

Hipótesis Tindakan

Adapun hipotesis dalam

penelitian tindakan kelas ini adalah

dengan menerapkan model

pembelajaran kooperatif secara

baik dan optimal prestasi belajar

geografi meningkat khususnya

pada siswa kelas VШ A di SMPN

1 Belo Kabupaten Bima tahun

pelajaran 2009/2010 tahun

pelajaran 2009/2010.

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian

dalam penelitian tindakan kelas

Page 363: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

355

dapat dikelompokkan

menjadi (dua) siklus, di mana

terdapat 4 (empat) macam dalam

tiap siklus yaitu sebagai berikut:

1. Perencanaan

2. Pelaksanaan

3. Pengamatan (Observasi)

4. Refleksi

Subjek Penelitian Tabel. 3.1 Data Siswa Kelas VIII SMPN 1 Belo Kabupaten Bima

No. Isi Tabel

Tahun Tabel Kelas Laki - Laki Perempuan Jumlah

1. VIII.A 10 10 20 2009/2010

2. VIII.B 4 17 21 2009/2010

3. VIII.C 15 5 20 2009/2010

(Sumber : Data Siswa SMPN 1 Belo Kabupaten Bima)

Berdasarkan tabel diatas

maka yang menjadi subjek

penelitian ini adalah seluruh

kelas VIII A yang berjumlah

20 siswa dengan komposisi 10

anak perempuan dan 10 anak

laki - laki. Penelitian ini akan

dilaksanakan di SMPN 1 Belo

Kabupaten Bima khususnya

kelas VIII A mulai bulan Mei –

Juni 2010.

Teknik Pengumpulan Data Dalam mengumpulkan

data ini penelitian

menggunakan metode atau cara

sebagai berikut:

1. Tes

2. Observasi

Analisis Data Untuk analisis data yang

telah diperoleh dari hasil

penelitian kelas ini adalah

sebagai berikut:

1. Ketuntasan Individu

Ketentuan belajar secara

individu dikatakan tuntas

apabila siswa memperoleh

nilai ≥ 65

2. Ketuntasan klasikal

X

KK= ─ x 100 %

Z

Keterangan :

KK = Ketuntasan klasikal

X = Banyaknya siswa

yang memperoleh nilai ≥

65

Z = Banyaknya siswa

yang ikut tes

Kelas dikatakan tuntas

secara klasikal tehadap

materi pelajaran yang

diajarkan jika ketuntasan

klasikal mencapai 85% .

3. Untuk menghitung nilai

rata-rata kelas dipergunakan

persamaan :

∑X

R =

N

Keterangan :

R = Nilai rata-rata kelas

∑x = Jumlah nilai yang

diperoleh siswa

N = Banyak siswa yang

ikut tes

4. Indikator keberhasilan

penelitian tindakan kelas

adalah tercapainya

ketuntaan belajar dengan

rumus sebagai berikut :

n

Page 364: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

356

KB = ─ 100 %

N

Keterangan :

KB = Ketuntasan belajar

N = Jumlah seluruh siswa

yang mengikuti tes

n = Jumlah seluruh siswa

yang memperoleh nilai 65

keatas

5. Data aktivitas siswa

Data aktivitas belajar siswa

dianalisis dengan cara

sebagai berikut :

a. Menentukan skor yang

diperoleh siswa

b. Menghitung rata-rata

aktivitas belajar siswa

dengan rumus

total skor

a =

ni

Keterangan :

Total skor = Jumlah

skor seluruh siswa

a = Rata –rata seluruh

siswa

b = Banyaknya siswa

i = Banyak item

c. Menentukan Mi dan SDi

dengan rumus :

1

Mi = ─ (skor

tertinggi + skor

terendah)

2

1

SDi = ─

3

Berdasarkan skor standar maka kriteria untuk menentukan aktivitas

belajar siswa.

Tabel 3.2 Pedoman aktivitas siswa

Interval Nilai Kriteria

a ≥ Mi + 1.5 SDi

Mi + 0.5 SDi ≤ a < Mi + 1.5 SDi

a ≥ 0.76

0.58 ≤ a < 0.76

Sangat Aktif

Mi – 0.5 SDi ≤ a < Mi + 0.5 SDi 0.42 ≤ a < 0.58 Cukup Aktif

Mi – 1.5 SDi ≤ a < Mi – 1.5 SDi 0.25 ≤ a < 0.42 Kurang Aktif

a < Mi – 1.5 SDi a ≤ 0.25 Sangat Kurang Aktif

Untuk data aktivitas siswa dikatakan berhasil apabila rata – rata skor aktivitas

siswa minimal berkategori cukup aktif.

Page 365: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

357

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Siklus Pertama

Data Hasil Observasi

Berdasarkan rekafitulasi hasil obervasi aktivitas pada siklus I diperoleh data

terlihat pada tabel 4 di bawah ini:

No Nama Siswa Skor Nilai Skor

Akhir 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Anggi Rizki M 3 4 3 2 3 2 3 4 3 27

2 Beti Sukaisi 4 4 3 3 4 3 3 3 2 29

3 Dewi Ramdani 3 2 2 3 3 1 2 4 3 23

4 Edi Ramli 3 3 3 4 3 2 3 3 2 26

5 Fitrianti 4 3 4 4 3 3 3 4 3 27

6 Gusti Wijaya 4 3 4 3 4 3 3 2 3 29

7 Hendra Saputra 3 4 3 3 4 3 4 3 3 30

8 Hemdrian Ananda 3 2 4 3 2 1 3 2 3 23

9 Herlina Puli L 2 3 3 2 4 1 2 3 2 22

10 Hermini 4 3 3 4 3 3 3 2 3 28

11 Iki Oktaviana 4 3 4 4 3 4 3 3 3 31

12 Leni Marlina 3 2 3 3 3 2 3 3 1 23

13 Muslimin 4 3 4 4 3 4 3 3 2 30

14 Ria Irawan 3 2 3 3 4 3 4 3 3 28

15 Risa Irmayanti 2 3 1 3 2 3 3 2 3 22

16 Rudi Hartono 2 1 2 3 3 2 3 3 3 22

17 Tomi Saputra 3 2 3 3 3 4 3 3 2 26

18 Pipi Putri Andini 4 3 2 2 3 3 4 3 3 27

19 Wahyudi 2 1 3 2 2 3 3 2 3 21

20 Yandi Sopian 3 3 2 3 2 3 4 3 3 26

Jumlah Skor 63 54 59 61 61 53 66 58 53 520

Rata-Rata 2,88

Dari tabel di atas dapat

terlihat bahwa hasil rata-rata setiap

aktifitas siswa pada siklus I adalah

2,88. Nilai ini pada interval 2≤

2,88≤3. Berdasarkan kriteria

pengelolahan aktifitas siswa yang

di tetapkan, maka diperoleh rata-

rata aktifitas siswa untuk setiap

aktifitas dalam belajar siklus I

tergolong cukup aktif.

Setelah menganalisis hasil belajar

siswa pada siklus I diperoleh hasil

seperti terlihat pada tabel 4.2

berikut:

Tabel 4.2 Hasil evaluasi (LKS)

siklus I Nilai rata – rata 15,5

Nilai tertinggi 100

Nilai terendah 45

Jumlah siswa yang hadir 20

Jumlah siswa yang tidak hadir -

Jumlah siswa yang tuntas 17

Jumlah siswa yang tidak tuntas 3

Prosentase ketuntasan 85

Page 366: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

358

Siklus Kedua

Data Hasil Observasi

Berdasarkan rekapitulasi hasil observasi aktivitas siswa pada siklus II

diperoleh data yang terlihat pada tabel 4.3 di bawah ini :

Tabel 4.3 Rekapitulasi hasil observasi aktivitas siswa siklus II

No Nama Siswa Skor Nilai Skor

Akhir 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Anggi Rizki M 4 3 2 3 2 2 3 4 2 25

2 Beti Sukaisi 3 4 3 3 4 3 4 4 3 31

3 Dewi Ramdani 4 2 2 3 3 2 2 4 3 25

4 Edi Ramli 4 3 3 4 3 3 3 4 2 28

5 Fitrianti 4 3 3 3 3 3 4 4 3 30

6 Gusti Wijaya 4 3 4 3 4 3 3 4 3 31

7 Hendra Saputra 3 2 4 3 4 3 3 4 4 30

8 Hemdrian Ananda 3 2 4 2 3 2 4 3 2 25

9 Herlina Puli L 3 2 3 3 4 3 2 3 2 24

10 Hermini 4 3 3 3 3 4 4 2 3 29

11 Iki Oktaviana 4 3 4 4 3 2 3 3 2 30

12 Leni Marlina 3 2 4 3 3 4 3 1 3 22

13 Muslimin 4 3 2 3 4 3 4 3 3 32

14 Ria Irawan 3 4 4 4 4 3 3 4 3 31

15 Risa Irmayanti 3 2 3 3 3 3 3 4 3 26

16 Rudi Hartono 3 4 3 2 3 3 4 2 3 27

17 Tomi Saputra 4 3 3 4 2 3 3 3 3 28

18 Pipi Putri Andini 4 3 4 4 3 3 2 3 3 29

19 Wahyudi 3 3 3 4 3 3 3 4 3 29

20 Yandi Sopian 2 1 3 2 2 3 3 2 3 21

Jumlah Skor 69 55 63 63 63 56 63 65 56 553

Rata-Rata 3,07

Page 367: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

359

Setelah menganalisis hasil evaluasi

belajar siklus ke II diperoleh hail

seperti pada tabel 4.4 di bawah ini

:

Tabel 4.4 Hasil evaluasi (LKS)

siklus II Nilai rata – rata 15.95

Nilai tertinggi 100

Nilai terendah 55

Jumlah siswa yang hadir 20

Jumlah siswa yang tidak hadir -

Jumlah siswa yang tuntas 18

Jumlah siswa yang tidak tuntas 2

Prosentase ketuntasan 90

Tabel 4.5 Ringkasan hasil data

penelitian

Siklus

Rata – rata

prestasi

siswa

Ketercapaian

Aktifitas

Skor Kategori

I II

15,5 15.95

85 90

2,88 3,07

Cukup aktif

Sangat Aktif

Pembahasan

Berdasarkan analisa data

dari siklus ke siklus, hasil

penelitian observasi kegiatan guru

mengajar dan penilian observasi

kegiatan siswa belajar dengan

menggunakan model pembelajaran

kooperatif prestasi belajar geografi

siswa semakin meningkat.

Pada siklus I aktivitas

siswa tergolong cukup aktif. Hal

ini disebabkan karena siswa belum

terbiasa dengan metode yang

diterapkan oleh guru sehingga

siswa banyak diam dan menunggu

temanya. Berdasarkan analisis

hasil belajar pada siklus I nilai rata

- rata adalah 15,5 sedangkan

jumlah prosentasi ketuntasan

secara klasikal adalah 85%.

Pada siklus II aktivitas

belajar siswa tergolong aktif

sehingga bisa dikatakan bahwa

terjadi peningkatan aktivitas siswa

dari siklus sebelumnya.namun

untuk siklus I mengalami

peningkatan skor dari 0,46

menjadi 0,62.Dari hasil evaluasi

pada siklus II diperoleh rata - rata

skor kelas sebesar 15,95 dan nilai

klasikalnya adalah 90% sehingga

dari hasil yang diperoleh

menunjukkan indikator yang telah

tercapai. Karena indikator dalam

penelitian ini yang diperoleh 90%

lebih besar dari 85%, maka tujuan

dalam penelitian ini tercapai.

Berdasarkan hasil tersebut maka

pelaksanaan penelitian ini

dihentikan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan analisis data serta

pembahasan hasil penelitian

yang telah dilakukan, maka

dapat disimpulkan bahwa :

1. Penerapan pembelajaran

kooperatif telah berhasil

terlaksana dalam upaya

meningkatkan aktivitas

belajar IPS Geografi siswa

kelas VIII semester II SMP

Negeri 1 Belo Kabupaten

Bima tahun pelajaran

2009/2010. Hal ini terlihat

dari adanya peningkatan

nilai rata-rata aktivitas

belajar yaitu untuk siklus I,

siklus II berturut-turut

sebesar 0,46 (kategori

cukup aktif) ; 0,62

(kategori aktif).

2. Prestasi belajar siswa telah

mengalami peningkatan

terhadap penerapan

pembelajaran kooperatif

pada mata pelajaran IPS

Geografi siswa kelas VIII

semester II SMP Negeri 1

Page 368: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

360

Belo Kabupaten Bima

tahun pelajaran 2009/2010.

Hal ini terlihat dari adanya

peningkatan nilai

ketuntasan klasikal untuk

siklus I, siklus II berturut-

turut sebesar 85 % ; 90 %.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (1998). Prosedur

Penelitian, Suatu Pendekatan

Praktek. Yogyakarta:

Rineka Cipta.

Departemen Pendidikan Nasional.

(2002a). Pendekatan

Kontekstual. Depdiknas:

Direktorat PLP.

Departemen Pendidikan Nasional.

(2002b). Kegiatan Belajar

Mengajar. Jakarta: Puskur.

Departemen Pendidikan Nasional.

(2003). Manajemen

Peningkatan Mutu Berbasis

Sekolah, Pembelajaran dan

pengajaran Kontekstual.

Depdiknas: Direktorat PLP

Muhadjir, N. (1996). Metodologi

Penelitian Kualitatif.

Yogyakarta: Rake Sarasin.

Munir,B.(2001). Dinamika

Kelompok. Jakarta:

Universitas Sriwijaya.

Nurgiyantoro, B. (2001). Penilaian

dalam Pengajaran Bahasa

dan Sastra. Yogyakarta:

BPFE.

Wardani, (2002), Penelitian

Tindakan Kelas, Jakarta:

Universitas Terbuka

Page 369: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

361

PENERAPAN PENDEKATAN SPIKK (SISWA BERPIKIR KRITIS DAN

KREATIF) PADA PEMBELAJARAN PKNMATERI PEMBELAJARAN

BUDAYA INDONESIA YANG PERNAH DITAMPILKAN DALAM MISI

KEBUDAYAAN INTERNASIONAL DAPAT MENINGKATKAN

AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS IV SDN

INPRES PARADOWANE TAHUN PELAJARAN 2010/2011

KASIANTO

GURU SDN INPRES PARADO WANE

Kata Kunci: pembelajaran PKn,Pendekatan Spikk (Siswa Berpikir Kritis

Dan Kreatif)

Penelitian ini bertujuan meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa

siswa kelas IV SDN Inpres Paradowane Tahun Pelajaran 2010/2011 semester

ISDN Inpres Paradowane Kabupaten Bima Pada Pembelajaran PKn materi

pembelajaran budaya indonesia yang pernah ditampilkan dalam misi

kebudayaan internasional dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar

Bumi dan dengan penerapan Pendekatan Spikk (Siswa Berpikir Kritis Dan

Kreatif).Jenis penelitin ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan

dalam dua siklus.Masing-masing siklus terdiri dari tahap perencanaan,

pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi dan refleksi. Data aktivitas belajar

siswa diperoleh dengan cara observasi sedangkan data prestasi belajar siswa

diperoleh dari pemberian tes objektif pada tiap akhir siklus. Hasil penelitian

menunjukan bahwa kegiatan perbaikan pembelajaran dapat meningkatkan

prestasi belajar siswa. Hal ini dapat tercapai karena usaha guru selalu

memperbaiki pembelajaran. Langkah yang ditempuh antara lain memilih

model pembelajaran yang tepat dan menggunakannya secara optimal.dengan

yang menerapkan pendekatan (SPIKK atau siswa berpikir kritis dan kreatif )

dapat meningkatkan aktivitas, dan prestasi belajar siswa pada pembelajaran

PKn materi pembelajaran jenis budaya indonesia dalam misi kebudayaan

internasional kelas IV semester I SDN Inpres Paradowane Tahun Pelajaran

2010/2011. Hal ini dapat ditunjukkan dengan nilai rata-rata kelas tes formatif

dan persentase tuntas belajar klasikal pada siklus I dan II berturut-turut 71,8;

79,13 dan 76 %; 96 %. Kategori aktivitas siswa pada siklus I berkategori

cukup dan pada siklus II terdapat peningkatan menjadi berkategori aktif.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berdasarkan pengamatan

peneliti di SDN Inpres

Paradowane bahwa permasalahan

yang dihadapi dalam pada

pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan (PKn) materi

Pembelajaran Budaya Indonesia

Yang Pernah Ditampilkan Dalam

Page 370: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

362

Misi Kebudayaan Internasional,

pada siswa kelas IV Semester I di

SDN Inpres

ParadowaneKecamatan Parado

Kabupaten Bima – NTB

prestasinya rendah.

Setelah diadakan ulangan

ada 6 orang dari 25 siswa kelas IV

yang mencapai tingkat penguasaan

materi (mendapat nilai 70 keatas)

yang mengalami belajar tuntas.

Sedangkan 19 siswa mendapat

nilai 70 kebawah atau belum

mengalami belajar tuntas.

Dari data tersebut

menunjukkan bahwa dalam

pembelajaran PKn dikatakan

belum berhasil karena banyak

siswa yang belum tuntas dalam

pembelajaran, sehingga

pembelajaran ini dianggap masih

jauh dari harapan. Berdasarkan

diskusi dengan teman sejawat

terhadap pembelajaran yang telah

dilaksanakan pada pra siklus

teridentifikasi beberapa hal yang

dapat menyebabkan

ketidakberhasilan dalam

pembelajaran : Rendahnya

penguasaan siswa terhadap materi

pelajaran PKN, Minat dan

motivasi belajar siswa kurang,

Siswa tidak mau bertanya, Ssiswa

banyak yang pasif

Tujuan Perbaikan Pembelajaran

1. Secara umum tujuan

perbaikan pembelajaran

melalui Penelitian Tindakan

Kelas adalah :

Sesuai dengan rumusan

masalah di atas maka tujuan

penelitian ini Meningkatkan

prestasi belajar siswa pada

mata pelajaran PKnmateri

pembelajaran budaya

indonesia yang pernah

ditampilkan dalam misi

kebudayaan internasional

melalui penerapan

pendekatan SPIKK (Siswa

Berpikir Kritis dan Kreatif)

pada siswa kelas IV semester

I SDN Inpres Paradowane

tahun pelajaran 2010/2011.

2. Secara khusus tujuan

dilaksanakannya perbaikan

pembelajaran melalui

Penelitian Tindakan Kelas

adalah :

Mendeskripsikan

penerapan pendekatan SPIKK

(Siswa Berpikir Kritis dan Kreatif)

untuk meningkatkan aktivitas dan

prestasi belajar siswa pada

pembelajaran PKn materi

pembelajaran budaya indonesia

yang pernah ditampilkan dalam

misi kebudayaan internasional

Mengetahui dampak

dampak penerapan pendekatan

SPIKK (Siswa Berpikir Kritis dan

Kreatif)untuk meningkatkan

aktivitas dan prestasi belajar siswa

pada pembelajaran PKn materi

pembelajaran budaya indonesia

yang pernah ditampilkan dalam

misi kebudayaan internasional

LANDASAN TEORI

Hasil Belajar PKn

Mata Pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan, biasa disingkat

PKn, adalah istilah yang

digunakan untuk menggambarkan

penulisan dengan cakupan yang

luas dalam berbagai lapangan

meliputi perilaku dan interaksi

manusia di masa kini dan masa

lalu. PKn tidak memusatkan diri

Page 371: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

363

pada satu topik secara mendalam

melainkan memberikan tinjauan

yang luas terhadap masyarakat.

Pendidikan

Kewarganegaraanmerupakan salah

satu mata pelajaran yang diberikan

mulai dari SD/MI/SDLB sampai

SMP/MTs/SMPLB. PKn mengkaji

seperangkat peristiwa, fakta,

konsep, dan generalisasi yang

berkaitan dengan isu sosial. Pada

jenjang SD/MI. Melalui mata

pelajaran PKn, peserta didik

diarahkanuntuk dapat menjadi

warga negara Indonesia yang

demokratis, dan bertanggung

jawab, serta warga dunia yang

cinta damai.

Model Pembelajaran Kolaboratif Model pembelajaran

kolaboratif merupakan model

pembelajaran yang Mengatifkan

para siswa belajar dalam

kelompok-kelompok kecil,

kelompok saling belajar dan

membelajarkan untuk mencapai

tujuan bersama

(http://www.pembelajaran-

kolaborasi.web.id).

Menurut Panitz (dalam

Reynolds, 2008) pembelajaran

kolaboratif adalah sebagai

filsafat tanggung jawab pribadi

dan sikap saling menghormati

sesama, dimana siswa

bertanggung jawab atas belajar

mereka sendiri dan berusaha

menemukan informasi untuk

menjawab pertanyaan yang

dihadapkan kepada mereka dan

guru disini bertindak sebagai

fasilitator. Pembelajaran ini

menempatkan siswa dalam

kelompok kecil dan memberinya

tugas dimana mereka saling

bergantung satu dengan lainnya

untuk menyelesaikan tugas atau

pekerjaan kelompok.

Pola belajar kelompok

dengan cara kerja sama antar

siswa, selain dapat mendorong

timbulnya gagasan yang lebih

bermutu juga dapat

meningkatkan kreativitas siswa,

serta merupakan nilai sosial

bangsa Indonesia yang perlu

dipertahankan. Apabila individu-

individu ini bekerja sama untuk

mencapai tujuan bersama,

ketergantungan timbal balik

(mutual dalam system) atau

salingketergantungan antara

mereka akan memotivasi mereka

untuk bekerja lebih keras demi

keberhasilan mereka secara bersama-

sama (Suderadjat, 2004)

Pendekatan Siswa Berpikir

Kritis dan Kreatif

Pendekatan SPIKK

merupakan akronim dari Siswa

Berpikr Kritis dan Kreatif.

Berpikir kritis adalah berfikir

refleksi yang beralasan dan di

arahkan untuk menentukan apa

yang dapat dipercaya atau

diperbuat. Pemikir kritis berusaha

untuk menyadari penyimpangan-

penyimpangan pemikirannya agar

menjadi obyektif dan logis.

Berpikir kritis digunakan untuk

memperjelas atau mengklarifikasi

fakta atau informasi.

Keterampilan-keterampilan

berpikir seperti menganalisis dan

mensintesis merupakan

keterampilan berpikir kritis

(Darliana, 2000).

Page 372: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

364

Berpikir ktitis adalah

berpikir berdasarkan pengetahuan

yang sesuai dan dapat dipercaya,

atau cara berpikir yang beralasan,

dapat digambarkan, bertanggung

jawab dan mahir. Dalam

pengertian ini seorang dikatakan

berpikir kritis bila menanyakan

suatu hal dan mencari informasi

dengan tepat. Kemudian informasi

tersebut digunakan untuk

menyelesaikan masalah dan

mengelolanya secara logis, efisien,

dan kreatif, sehingga dapat

membuat kesimpulan yang dapat

diterima oleh akal. Selanjutnya

informasi tersebut digunakan

untuk memecahkan masalah yang

di hadapi dengan tepat berdasarkan

analisis informasi dan pengetahuan

yang di milikinya. Seseorang yang

berpikiran kritis memiliki karakter

khusus yang dapat di identifikasi

dengan melihat bagaimana

seseorang tersebut dalam

menyikapi sebuah masalah,

informasi atau argumen.

Aktivitas Belajar

Aktivitas siswa selama

proses pembelajaran merupakan

salah satu indikator adanya

keinginan untuk belajar. Aktivitas

ini mencakup aktivitas mental,

intelektual, emosional, sosial, dan

motorik (Sudjana, 1991).

Menurut Hamalik (2003)

aktivitas belajar merupakan

suatu kegiatan siswa untuk

memperolehpengetahuan,

pemahaman dan aspek-aspek

tingkah laku lainnyaserta

mangembangkan keterampilan

yang bermakna untuk hidup

bermasyarakat. Sementara itu

Sardiman (2003) menyatakan

bahwa tidak ada belajar kalau

tidak ada aktivitas. Itulah

sebabnya aktivitas merupakan

prinsip atau asas yang sangat

penting di dalam interaksi belajar

mengajar.

Jadi aktivitas belajar

adalah merupakan suatu kegiatan

siswa untuk memperoleh

pengetahuan, pemahaman dan

aspek-aspek tingkah laku lainnya

serta mengembangkan

keterampilan yang bermakna

untuk hidup bermasyarakat.

Prestasi Belajar

Slameto (2003)

menyatakan bahwa prestasi

belajar merupakan suatu

perubahan yang dicapai oleh

seseorang setelah mengalami

proses belajar. Perubahan itu

meliputi perubahan tingkah laku

secara menyeluruh dalam sikap,

keterampilan dan pengetahuan.

Prestasi belajaradalah

hasil yang diperoleh berupa

kesan-kesan yang mengakibatkan

perubahan dalam diri individu

sebagai hasil dari aktivitas

dalambelajar. Selain itu prestasi

belajar juga diartikan sebagai

hasil penilaian pendidikan

tentang kemajuan siswa setelah

melakukan aktivitas belajar

(Djamarah, 1994).

Ini berarti prestasi belajar

tidak akan bisa diketahui tanpa

dilakukan penilaian atas hasil

aktivitas belajar siswa. Fungsi

prestasi belajar bukan saja

untuk mengetahui sejauh mana

kemajuan siswa setelah

menyelesaikan suatu aktivitas,

Page 373: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

365

tetapi yang lebih penting adalah

sebagai alat untuk memotivasi

setiap siswa agar lebih giat belajar,

baik secara individu maupun

kelompok.

METODE PENELITIAN

Subyek Penelitian

Proses pelaksanaan dan perbaikan

pembelajaran dilaksanakan di

SDN Inpres

ParadowaneKecamatan

ParadoKabupaten Bima NTB pada

tanggal 1 dan 6Nopember 2010.

Jadwal pelaksanaan perbaikan

pembelajaran untuk

setiappertemuan adalah sebagai

berikut :

1) Tanggal 1Nopember2010

perbaikan pembelajaran siklus

I, waktu 2 × 35 menit.

2) Tanggal 6Nopember perbaikan

pembelajaran siklus II, waktu 2

x 35 menit.

Analisis bahan Pelajaran

Sebelum menerapkan

Pendekatan SPIKK, terlebih

dahulu guru harus menganalisis

konsep secara lengkap agar semua

informasi yang dikembangkan

dalam analisis tersebut dapat di

komunikasikan dengan baik

kepada siswa. Dengan

menganalisis konsep, akan

membantu guru untuk mengetahui

apa yang harus diajarkan dan

masalah apa yang mungkin akan

muncul. Suatu konsep di analisis

dengan cara menentukan atribut

dan aturan yang merupakan

sistematika berpikir khusus yang

terkandung di dalam konsep

tersebut.

Pemilihan Alat Bantu Mengajar

Alat bantu mengajar yang

dapat digunakan dalam

pembelajaran dengan

menggunakan pendekatan SPIKK

dapat berupa model, gambar,

diagram, lingkungan, charta atau

bacaan-bacaan/artikel.

Penyusunan LPP (Lembar

pertanyaan Pokok)

LPP (Lembar pertanyaan

pokok) merupakan lembar catatan

guru yang berisikan pertanyaan-

pertanyaan yang sudah di rancang

untuk membantu siswa

membentuk pengetahuannya.

Penyusunan LPP harus mengukuti

pola pembelajaran yang

digunakan.

HASIL PERBAIKAN DAN

PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian yang

telah dilakukan, diperoleh data-

data seperti berikut ini:

Aktivitas siswa selama

pembelajaran berlangsung dapat

diketahui dari lembar observasi

aktivitas siswa (lampiran) yang

dilakukan oleh pengamat atau

teman sejawat. Pada setiap siklus,

penulis mengadakan suatu

observasi sederhana untuk melihat

tingkat motivasi dan keaktifan

siswa terhadap proses

pembelajaran.

Berikut keadaan tingkat motVasi dan keaktifan siswa terhadap proses

pembelajaran

Page 374: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

366

No

Nama Siswa

Sebelum

Perbaikan

Pada Saat Perbaikan

Ket

Siklus I Siklus II

1 Anwar Mustamin + ++ ++

- = Kurang

+ = Cukup

++ = Baik

2 Mahfud Sulaiman - - +

3 Rahmadin M. Jakir + ++ ++

4 Febi Irawan - + ++

5 Irwan M. Nor ++ + ++

6 Muh. Asegaf - + ++

7 Ardiansyah Ismail - + +

8 Ardin Aprianto - - ++

9 Apriyansyah + - +

10 Muh. Hafiz. R - +- ++

11 Mardansyah Mt - + +

12 Nining Anggriani - +- ++

13 Nurlailah - + ++

14 Putri Dewi Yanti - - +

15 Putry Khusnul Amalia - + ++

16 Sulaiman T + + ++

17 Uswatun Hasanah - - +

18 Mardiansyah - + +

19 Dimas Bimantoro - + ++

20 Muh. Adem Fariant ++ + +

21 Dirham Darmawan F + + ++

22 Suryati + + +

23 Rasidin M. Yunus + + +

24 Syafruddin - + ++

25 Ardiansyah Buhari + - +

Rata - Rata

-

(Kurang)

+

(Cukup)

++

(Baik)

Data di atas menunjukkan adanya peningkatan nilai motivasi dan

keaktifan siswa sejak sebelum perbaikan, siklus pertama, hingga siklus

kedua.

Hasil Belajar Siswa

Page 375: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

367

Tabel 4.2 Daftar Nilai Tes Akhir Pembelajaran PKn

No.

Nama Siswa

Sebelum

Perbaik

an

Ket

Pada Saat Perbaikan

Siklus

I Ket Siklus II Ket

1 Anwar Mustamin 50 Belum Tuntas 60 Belum Tuntas 60

Belum

Tuntas

2 Mahfud Sulaiman 55 Belum Tuntas 90 Tuntas 80 Tuntas

3 Rahmadin M. Jakir 85 Tuntas 70 Tuntas 100 Tuntas

4 Febi Irawan 55 Belum Tuntas 50 Belum Tuntas 70 Tuntas

5 Irwan M. Nor 65 Tuntas 70 Tuntas 80 Tuntas

6 Muh. Asegaf 75 Tuntas 80 Tuntas 85 Tuntas

7 Ardiansyah Ismail 65 Tuntas 75 Tuntas 85 Tuntas

8 Ardin Aprianto 30 Belum Tuntas 50 Belum Tuntas 60

Belum

Tuntas

9 Apriyansyah 45 Belum Tuntas 75 Tuntas 75 Tuntas

10 Muh. Hafiz. R 65 Tuntas 70 Tuntas 80 Tuntas

11 Mardansyah Mt 45 BelumTuntas 60 BelumTuntas 75 Tuntas

12 Nining Anggriani 65 Tuntas 75 Tuntas 80 Tuntas

13 Nurlailah 75 Tuntas 75 Tuntas 85 Tuntas

14 Putri Dewi Yanti 80 Tuntas 85 Tuntas 90 Tuntas

15 Putry Khusnul Amalia 50 Belum Tuntas 70 Tuntas 75 Tuntas

16 Sulaiman T 75 Tuntas 75 Tuntas 85 Tuntas

17 Uswatun Hasanah 60 BelumTuntas 80 Tuntas 85 Tuntas

18 Mardiansyah 50 Belum Tuntas 60 Belum Tuntas 85 Tuntas

19 Dimas Bimantoro 65 Tuntas 70 Tuntas 80 Tuntas

20 Muh. Adem Fariant 65 Tuntas 70 Tuntas 75 Tuntas

21 Dirham Darmawan F 65 Tuntas 70 Tuntas 80 Tuntas

22 Suryati 50 Belum Tuntas 60 Belum Tuntas 70 Tuntas

23 Rasidin M. Yunus 65 Tuntas 80 Tuntas 85 Tuntas

24 Syafruddin 65 Tuntas 70 Tuntas 75 Tuntas

25 Ardiansyah Buhari 65 Tuntas 75 Tuntas 80 Tuntas

Jumlah 1610 1795 1820

Rata-Rata 64,4 71,8 79,13

Jumlah siswa yang tuntas 16 19 24

Jumlah siswa yang belum tuntas 9 6 1

Ketuntasan Klasikal 64% 76% 96%

Kriteria

Belum Tuntas secara Klasikal

Belum Tuntas secara Klasikal

Sudah Tuntas secara Klasikal

Page 376: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

368

Hasil penelitian pada kedua siklus dapat dilihat pada tabel berikut

Proses

Pembelajaran

Tingkat

Aktiviats

Belajar

Siswa

dan

Aktivitas

Guru

Prestasi Belajar

Kategori Nilai

Terendah

Nilai

Tertinggi

Nilai

Rata-

rata

kelas

Ketuntasan

klasikal

Sebelum

Perbaikan Kurang 45 85 64,4 64 %

Siklus I

Cukup 50 90 71,8 76 %

Siklus II

Baik 60 100 79,13 96 %

Pembahasan

Siswa memiliki

masalah dalam hal minat dan

perhatian dalam belajar PKn

karena sistem pembelajaran yang

konvensional dan kurang

maksimalnya dalam pemilihian

metode yang sesuai dan menarik.

Untuk mengatasi masalah tersebut,

penulis melakukan upaya

perbaikan dengan menggunakan

metode diskusi. Upaya ini

dilakukan dalam dua siklus

bersama teman sejawat yang

berperan sebagai observer.

Pendekatan yang dilakukan ialah

pada materi jenis budaya indonesia

dalam misi kebudayaan

internasional, yang dalam

pelaksanaannya penulis berusaha

menerapkan pendekatan (SPIKK

atau siswa berpikir kritis dan

kreatif) guna meningkatkan minat

dan keaktifan siswa, hingga dapat

diperoleh hasil belajar yang

maksimal.

Nilai rata-rata

yang dicapai oleh siswa pada

setiap akhir pembelajaran terus

meningkat secara signifikan sejak

sebelum proses perbaikan hingga

akhir siklus kedua. Ini

tergambarkan dengan peningkatan

rata-rata nilai hasil belajar yang

dicapai 64,4 dimana presentasi

ketuntasan klasikal 67 % pada

siklus pertama dan 79,13dimana

presentasi ketuntasan klasikal 96

% pada siklus kedua siswa berhasil

mencapai hasil belajar yang cukup

memuaskan. Artinya, ketuntasan

belajar telah tercapai.

Page 377: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

369

KESIMPULAN Dari keseluruhan hasil perbaikan,

maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Kegiatan perbaikan

pembelajaran dapat

meningkatkan prestasi belajar

siswa. Hal ini dapat tercapai

karena usaha guru selalu

memperbaiki pembelajaran.

Langkah yang ditempuh

antara lain memilih model

pembelajaran yang tepat dan

menggunakannya secara

optimal.

2. dengan yang menerapkan

pendekatan (SPIKKatau siswa

berpikir kritis dan kreatif )

dapat meningkatkan aktivitas,

dan prestasi belajar siswa pada

pembelajaran PKnmateri

pembelajaran jenis budaya

indonesia dalam misi

kebudayaan internasional

kelas IV semester I SDN

Inpres Paradowane Tahun

Pelajaran 2010/2011.

3. Hal ini dapat ditunjukkan

dengan nilai rata-rata kelas tes

formatif dan persentase tuntas

belajar klasikal pada siklus I

dan II berturut-turut 71,8;

79,13 dan 76 %; 96 %.

Kategori aktivitas siswa pada

siklus I berkategoricukupdan

pada siklus II terdapat

peningkatan menjadi

berkategori aktif

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006.

Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Praktek.

Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2007. Dasar-

Dasar Evaluasi

Pendidikan. Jakarta:

Bumi Aksara.

Djamarah, Syaiful Bahri. 1994.

Prestasi Belajar dan

Kompetensi Guru.

Surabaya: Usaha

Nasional.

Dalyono,Drs.M.. 2005. Psikologi

Pendidikan. Jakarta :

Rineka Cipta.

Darliana, Drs. 2000. Pendekatan

SPIKK Bandung:

Departemen Pendidikan

Dan Kebudayaan.

Djamarah, S.B. 1994. Prestasi

Belajar Dan Kompetensi

Guru. Surabaya: Usaha

Nasioanal.

Dimyati dan Mudjiono. 2006.

Belajar dan

pembelajaran. Jakarta:

Rineka cipta

Hamalik, Oemar. 2003.

Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi

Aksara.

Gunawan, Adi W. 2007. Genius

Learning Strategy.

Jakarta. Gramedia

Pustaka.

Hamalik, Oemar. 2008. Proses

Belajar Mengajar. Jakarta.

Bumi Aksara.

Hamalik, Oemar.2001.Pendekatan

Baru Strategi Belajar

Mengajar Berdasarkan

CBSA. Bandung : Sinar

Baru.

Karhami, S. Karim A.

1998.Panduan

Pembelajaran Fisika

Page 378: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

370

SLTP. Jakarta:

Departemen Pendidikan

Dan Kebudayaan.

Notoatmodjo, Soedikdjo. 2003.

Pendidikan dan Perilaku

Kesehatan. Jakarta:

Rineka Cipta.

Raynolds, David. 2008. Effective

Teaching. Yogyakarta:

Pustaka Belajar.

Sagala, Saiful. 2005. Konsep Dan

Makna Pembelajaran.

Bandung: Alfabeta.

Sardiman. 2007. Interaksi dan

Motivasi Belajar

Mengajar. Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Slameto. 2003.Belajar dan Faktor-

Faktor Yang

Mempengaruhinya.

Jakarta: Rineka Cipta.

Suderadjat, Hari. 2004.

Implementasi Kurikulum

Berbasis Kompetensi.

Bandung: CV Cipta

Cekas Grafika.

Sari, Bheta, N. 2004, 9 Oktober.

Sistem Pembelajaran

KBK terhadap Motivasi

belajar Para peserta

Didik Pada Bidang Studi

Fisika. Artikel.us.art.05-

57.html.

Slameto. 2003. Belajar dan

Faktor-faktor Yang

Mempengaruhinya.

Jakarta: Rineka Cipta.

Sugiyono, dkk. Petunjuk Guru

Fisika SLTP. Bandung:

Transito.

Suharno, 2004. Buletin:

pendidikan fisika dalam

menyongsong pasar

bebas. Bandung: Pusat

Pengembangan penataran

guru tertulis Bandung.

Sudjana, Nana. 2001. Statistik

Pendidikan. Bandung:

Tarsito.

Sumaji. 1998. Pendidikan Sains

Yang Humanisik.

Yogyakarta: Kanisisus

Syah, Muhibbin. 2005. Psikologi

Belajar. Jakarta: Rajawali

Pers.

Winataputra, Udin S. 2005.

Strategi Belajar

Mengajar. Jakarta:

Universitas

Terbuka _________. 2007.

Strategi Belajar

Mengajar. Jakarta:

Universitas Terbuka

Tilaar, 2002. Membenahi

pendidikan Nasional.

Jakarta: Rineka Cipta.

Usman. 2000. Menjadi Guru

Profesional. Bandung:

PT. Remaja Rosdakarya.

.(http;/elearning.unej.ac.id/courses/

DOLLIS/document/BERP

IKIR_KRITIS.pdf?cidreq

=DOLLIS crtical,

November 2009)

(htpp:/puslit.petra.ac.id/jou

rnals/interior/.november 2009)

Page 379: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

371

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PKN DENGAN IMPLEMENTASI

MODEL PAKEM DILENGKAPI TUGAS TERSTRUKTUR DAN

PEMANFAATAN BENDA-BENDA SEKITAR PADA SISWA KELAS V

SEMESTER II SEKOLAH DASAR NEGERI PARADO WANE

KECAMATAN PARADO KABUPATEN BIMA TAHUN PELAJARAN

2010/2011.

RITA HANDAWATI

GURU SDN PARADO WANE

Abstrak

Kata Kunci: pembelajaran PKn,Model PAKEM Dilengkapi Tugas

Terstruktur Dan Pemanfaatan Benda-Benda Sekitar

Penelitian ini bertujuan meningkatkan hasil belajar siswa Kelas V

Semester II Sekolah Dasar Negeri Parado Wane Kabupaten Bima Pada

Pembelajaran PKn materi Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

(NKRI) dengan Model PAKEM Dilengkapi Tugas Terstruktur Dan

Pemanfaatan Benda-Benda Sekitar.. Jenis penelitin ini adalah penelitian

tindakan kelas yang dilakukan dalam dua siklus. Masing-masing siklus terdiri

dari tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi dan

refleksi. Data aktivitas belajar siswa diperoleh dengan cara observasi

sedangkan data Hasil penelitian menunjukan bahwa penelitian tindakan kelas

telah menciptakan perubahan kearah positif, perubahan itu meliputi

perubahan pada siswa dan perubahan pada guru. yang dilakukan di Kelas

VSekolah Dasar Negeri Parado Wane Kecamatan Parado Kabupaten Bima

NTB dapat disimpulkan bahwa Kegiatan perbaikan pembelajaran dapat

meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat tercapai karena usaha guru

selalu memperbaiki pembelajaran. Langkah yang ditempuh antara lain

memilih model pembelajaran yang tepat dan menggunakannya secara

optimal serta penggunaan alat peraga yang menarik.Pelaksanaan perbaikan

pembelajaran PKn pada siklus I belum memuaskan karena siswa yang

memperoleh nilai > 75 sebanyak 24 siswa, prosentase 75 %, sehingga

masih ada 8 siswa yang memperoleh nilai < 75, prosentase 25 %.

Sedangkan Pelaksanaan perbaikan pembelajaran PKn pada siklus II telah

berhasil karena siswa yang memperoleh nilai > 75 sebanyak 30 siswa,

prosentase 93,75 %, sehingga hanya ada 2 siswa yang memperoleh nilai < 75,

prosentase 6,25 %.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mata pelajaran PKn di

SMP merupakan pengembangan

dan pendalaman materi pelajaran

PKndi sekolah dasar untuk

mempelajari perilaku benda dan

energi serta keterkaitan antara

Page 380: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

372

konsep dan penerapannya dalam

kehidupan sehari-hari. Seperti

yang diketahui pada saat sekarang

ini pencapaian tujuan pengajaran

PKnbelum berhasil dengan baik di

sebabkan karena adanya berbagai

hambatan berupa : GBPP yang

padat dengan bahan pelajaran yang

harus di ajarkan sedangkan waktu

untuk mengajarkan semua

pelajaran itu relatif sedikit, jumlah

siswa yang di tangani guru banyak,

siswa dari setiap kelas dari setiap

sekolah mencapai 40 sampai

dengan 50 orang. Kemudian

banyak sekolah yang kurang

memiliki alat-alat percobaan

khususnya PKn (Darliana, 2000).

Oleh karena itu,

pembelajaran PKn, memerlukan

suatu cara pembelajaran siswa

yang dapat mengatasi semua

hambatan tersebut.Karakteristik

PKnyang sedemikian rupa,

membuat belajar PKnmerupakan

kegiatan mental yang tinggi.

Pemahaman suatu teorema, dalil,

sifat, ataudefinisi

dalamPKnmemerlukan waktu

yang relatif lama dan

memerlukanketekunan dan

kesungguhan. Karakteristik

PKntersebut juga menyebabkan

PKnmerupakan pelajaran yang

sulit dipahami, membosankan,

atau dengan kata lain

PKnmerupakan pelajaran yang

menjadi momokbagi siswa.

Dalam rangka perbaikan

sistem pendidikan termasuk

pembaharuankurikulum, berbagai

pihak melakukan kajian atau

analisis serta melihat

perlunyapenerapan Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP)

Pada tahun pelajaran

2008/2009, pada Sekolah Dasar

Negeri Parado WaneKecamatan

ParadoKabupaten Bima terdapat 9

dari 188 siswa yang nilai PKn

kurang dari 4,01 sehingga siswa

tidak lulus Ujian Nasional untuk

mata pelajaran PKn. Pada tahun

pelajaran 2009/2010 terdapat 7

dari 172 siswa yang tidak lulus

Ujian Nasional karena nilai

PKnnya kurang dari 4,26. Hal ini

merupakan masalah yang harus

dijawab oleh guru PKn.

Berdasarkan pengalaman

personal penulis sebagai guru

Kelas VSekolah Dasar Negeri

Parado Wane pada tahun pelajaran

2010/2011hasil belajarPKn pada

materi Keutuhan Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI) yaitu

sebesar 70%. Padahal materi

Permasalahan sosial merupakan

materi yang selalu diujikan dalam

Ujian Akhir Nasional, dan

merupakan dasar untuk

mempelajari materi –materi yang

diajarkan di kelas V, Mengingat

hal tersebut hasil belajar siswa

pada materi sumber daya alam

harus ditingkatkan, dengan

harapan semua siswa dapat

menjawab soal Ujian Akhir

Nasional yang berkaitan dengan

materi Permasalahan sosial dan

materi – materi lain dengan benar.

Tujuan Perbaikan Pembelajaran

Tujuan yang ingin dicapai

dalam penelitian ini adalah untuk

meningkatkan aktivitas dan hasil

belajar mata pelajaran PKn

Page 381: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

373

siswaSekolah Dasar Negeri Parado

Wanetahun pelajaran 2010/2011

melalui implementasi model

PAKEM dilengkapi tugas

terstruktur dan pemanfaatan

benda-benda sekitar.

Landasan Teori

Tuntas belajar artinya

perubahan tingkah laku serta

kepandaian yang diperoleh siswa

secara menyeluruh/sempurna

setelah proses belajar. Dalam

(Nasution, 2003:36) menyatakan

bahwa tujuan proses belajar

mengajar secara ideal adalah agar

bahan yang dipelajari dikuasai

sepenuhnya oleh siswa. Dalam

(DepDikNas, 2007, hal :19),

disebutkan bahwa ketuntasan

belajar adalah tingkat ketercapaian

suatu kompetensisetelah peserta

didik mengikuti kegiatan

pembelajaran. Dalam penegasan

istilah dalam judul dijelaskan,

bahwa dalam penelitian ini tuntas

belajar hasil belajar siswa.

Hasil belajar

Hasil belajar yaitu

perolehan setelah proses belajar.

Dalam penelitian ini, yang

dimaksudkan adalah perolehan

nilai tes siswa. Penguasaan siswa

terhadap materi yang telah

diajarkan dapat dilihat dari

pencapaian nilai tes yang

dilaksanakan pada akhir

pembelajaran. Dalam (Dymyati

dan Mudjiono, 2002, hal :257),

menyatakan bahwa pada penggal

proses belajar, dilakukan tes hasil

belajar. Jenis tes yang digunakan

sebagai tes lesan atau tertulis. Tes

tertulis terdiri dari tes obyektif dan

tes uraian atau essay.

Model PAKEM

Inti dari PAKEM adalah

kerja sama kelompok dan kegiatan

siswa yang dilakukan harus

menantang siswa untuk

mengembangkan berbagai

kompetensi seperti berpikir kreatif,

mengungkapkan pikiran, dan

memecahkan masalah secara

mandiri. Siswa duduk

berkelompok dalam rangka

memudahkan interaksi antar siswa.

Siswa dapat mendiskusikan

masalah, dan membandingkan

hasil kerjanya. Dua hal tersebut

sangat penting untuk

mengembangkan berbagai

ketrampilan. Namun demikian

tugas secara individu tetap harus

diperhatikan, karena dalam

Kurikulum Berbasis Kompetensi

tugas utama guru adalah

mengembangkan potensi setiap

siswa. Setiap anak perlu

mengembangkan ketrampilan atau

memecahkan masalah secara

mandiri.

METODE PENELITIAN

Subyek Penelitian

Perbaikan pembelajaran

Pendidikan Kewarganrgaraan

(PKn) dilaksanakan di Kelas

Vsemester IISekolah Dasar Negeri

Parado WaneKecamatan Parado

Kabupaten Bima – NTB.

Pelaksanaan perbaikan

dalam 2 siklus

Tabel 1. Jadwal

pelaksanaan sebagai berikut :

No Ma

ta Pelajaran Waktu

1. PKn Siklus I, Rabu, 25

Mei 2011

Page 382: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

374

2. PKn Siklus II, Kamis, 26 Mei 2011

Subjek yang diteliti adalah

siswa Kelas VSekolah Dasar

Negeri Parado WaneKecamatan

Parado Kabupaten Bima – NTB

yang berjumlah 25 orang.

Penelitian tindakan kelas

memiliki tahap-tahap sebagai

berikut (berdasarkan data dalam

http://www.scribd.com/doc ) :

1. Tahap Perencanaan

2. Pelaksanaan Tindakan

3. Tahap Observasi dan

Evaluasi

4. Tahap Refleksi

Hasil yang diperoleh pada

tahap observasi dan evaluasi

dikumpulkan dan dianalisa pada

tahap ini. Dari hasil observasi dan

evaluasi pada siklus I guru

mengidentifikasi kesalahan dan

kekurangan, menganalisis

penyebab kekurangan dan

merefleksi diri untuk melakukan

persiapan menyusun tindakan

perbaikan untuk melaksananakan

siklus II. Tindakan yang sama juga

dilakukan untuk siklus II-III dan

selanjutnya.

Indikator Keberhasilan

Berdasarkan latar belakang

masalah, yaitu ketuntasan belajar

pada proses pembelajaran

PKnpada siswa Kelas VSekolah

Dasar Negeri Parado Wanetahun

pelajaran 2009/2010 belum

optimal. Keaktifan siswa baru

75%, keterampilan proses siswa

70%, dan hasil belajar siswa 70%.

Mengingat hal tersebut maka

ditetapkan indikator keberhasilan

dalam penelitian ini adalah :“

Dengan ketuntasan belajar siswa

sebesar 85 % dari siswa di kelas

yang memperoleh nilai hasil

belajar sebesar ≥ 65 % pada saat

evaluasi ” .

Dengan demikian

penerapan model PAKEM

dilengkapi tugas terstruktur dan

pemanfaatan benda-benda sekitar

pada penelitian ini dikatakan

berhasil apabila 85 % siswa

mencapai hasil belajar ≥ 65 %.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Siklus I

a. Hasil Belajar Siswa

Pelaksanaan perbaikan

pembelajaran pada siklus I

belum memuaskan karena siswa

yang memperoleh nilai > 75

sebanyak 24 siswa, prosentase

75 %, sehingga masih ada 8

siswa yang memperoleh nilai <

75, prosentase 25 %.

Page 383: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

375

Tabel hasil tes formatif perbaikan pembelajaran

PKnsiklus I

Tabel Rekapitulasi Perkembangan Hasil Belajar PKn Siklus I

b.

c. Aktivitas Belajar Siswa

Tabel kualitas pelaksanaan aktivitas perbaikan pembelajaran

PKnsiklus I

Siklus II

a. Hasil Belajar Siswa

Pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada siklus II

telah berhasil karena siswa yang memperoleh nilai > 75

sebanyak 30 siswa, prosentase 93,75 %, sehingga hanya ada 2

siswa yang memperoleh nilai < 75, prosentase 6,25 %.

Tabel hasil tes formatif perbaikan pembelajaranPKn

siklus II

Page 384: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

376

Tabel Rekapitulasi Perkembangan Hasil Belajar PKn Siklus II

b. Aktivitas Belajar Siswa

Tabel kualitas pelaksanaan aktivitas perbaikan

pembelajaran PKnsiklus II

Pembahasan dari Setiap Siklus

Penelitian ini dilaksanakan

sesuai dengan prosedur Penelitian

Tindakan Kelas (PTK) yang telah

ditetapkan di awal dengan tahap-

tahap berikut: perencanaan,

pelaksanaan tindakan, observasi,

evaluasi dan refleksi.

Berdasarkan hasil

penelitian, observasi proses belajar

mengajar menunjukkan

kekurangan-kekurangan yang telah

terjadi pada siklus I antara lain

aktivitas siswa masih kurang

dalam pembelajaran di kelas,

diskusi belum efektif dan siswa

kurang dalam proses belajar-

mengajar yang diperoleh tidak

maksimal.

Hasil refleksi siklus I

mengisyaratkan perbaikan

tindakan selanjutnya antara lain

bahwa peranan guru dalam

mengorganisasikan aktivitas-

Page 385: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

377

aktivitas belajar siswa perlu

dioptimalkan, guru harus berupaya

meningkatkan siswa dalam

melakukan bimbingan-bimbingan

secara individual maupun

berkelompok serta membangkitkan

respon siswa dalam proses

pembelajaran. Dismping itu,

pembelajaran harus berorientasi

pada pelaksanaan tugas-tugas

belajar ditekankan pada

pemecahan masalah. Berdasarkan

uraian di atas, perlakuan siklus I

belum memenuhi kriteria

keberhasilan penelitian yang

ditetapkan sehingga sebelum

peneliti lanjut ke siklus berikutnya,

perlu ada perbaikkan dan

penyempurnaan pada siklus I.

Dengan mengacu pada

pengalaman siklus I, maka

dilakukan tindakan untuk siklus II.

Proses pembelajaran pada siklus II

terlaksana lebih baik dari

sebelumnya. Hasil evaluasi siklus

II sudah mencapai ketuntasan

klasikal. Namun hasil observasi

proses pembelajaran masih

menunjukkan kekurangan dan

kelemahan, sehingga harus lebih

maksimal dalam membimbing

siswa yang membutuhkan

bimbingan dan arahan baik secara

kelompok maupun secara

individual.

Berdasarkan hasil analisis

data tiap-tiap sklus, terlihat bahwa

dari siklus I ke siklus II mengalami

peningkatan.Pelaksanaan

perbaikan pembelajaran PKn

pada siklus I belum memuaskan

karena siswa yang memperoleh

nilai > 75 sebanyak 24 siswa,

prosentase 75 %, sehingga masih

ada 8 siswa yang memperoleh

nilai < 75, prosentase 25 %.

Sedangkan Pelaksanaan perbaikan

pembelajaran PKn pada siklus II

telah berhasil karena siswa yang

memperoleh nilai > 75 sebanyak

30 siswa, prosentase 93,75 %,

sehingga hanya ada 2 siswa yang

memperoleh nilai < 75, prosentase

6,25 %.

Dengan penerapan Model

PAKEM Dilengkapi Tugas

Terstruktur Dan Pemanfaatan

Benda-Benda Sekitar yang

memberikan kesempatan pada

siswa untuk saling berbagi gagasan

dan pengalaman serta bekerjasama

sebagai sebuah kelompok dalam

memecahkan suatu permasalahan,

dan dari data hasil penelitian yang

diperoleh menunjukkan adanya

peningkatan aktivitas dan hasil

belajar PKn materi Materi

Keutuhan Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI)

Semester II Sekolah Dasar Negeri

Parado Wane tahun pelajaran

2010/2011. Ini menujukkan bahwa

Model PAKEM Dilengkapi Tugas

Terstruktur Dan Pemanfaatan

Benda-Benda Sekitar dapat

memberi pengaruh bagi keaktivan

dan hasil belajar PKnsiswa.

KESIMPULAN

Dari keseluruhan hasil perbaikan,

maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Kegiatan perbaikan pembelajaran

dapat meningkatkan prestasi

belajar siswa. Hal ini dapat

tercapai karena usaha guru selalu

memperbaiki pembelajaran.

Langkah yang ditempuh antara

lain memilih model pembelajaran

yang tepat dan menggunakannya

Page 386: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

378

secara optimal serta penggunaan

alat peraga yang menarik.

2. Pelaksanaan perbaikan

pembelajaran PKn pada siklus I

belum memuaskan karena siswa

yang memperoleh nilai > 75

sebanyak 24 siswa, prosentase

75 %, sehingga masih ada 8

siswa yang memperoleh nilai <

75, prosentase 25 %. Sedangkan

Pelaksanaan perbaikan

pembelajaran PKn pada siklus II

telah berhasil karena siswa yang

memperoleh nilai > 75 sebanyak

30 siswa, prosentase 93,75 %,

sehingga hanya ada 2 siswa yang

memperoleh nilai < 75, prosentase

6,25 %.

3. Dengan menggunakan model

pembelajaran yang tepat dan

menggunakan alat peraga yang

menarik dapat memperjelas

pemahaman siswa tentang materi

sehingga hasil prestasi siswa dapat

meningkat.

4. Tujuan guru melaksanakan

kegiatan perbaikan pembelajaran

adalah dalam rangka membantu

siswa yang mengalami kesulitan

dalam memahami materi Keutuhan

Negara kesatuan Republik

Indonesia (NKRI). Bagi guru

sendiri kegiatan perbaikan juga

dalam rangka meningkatkan

profesionalisme dalam

melaksanakan tugasnya.Dengan

kegiatan perbaikan ternyata dapat

meningkatkan hasil prestasi siswa

pada materi lembaga-lembaga

dalam susunan pemerintah

kabupaten, kota, dan provinsi.

Hasil evaluasi dari siklus ke siklus

ternyata selalu meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S.2006. Prosedur

Penelitian Suatu Pendekatan

Praktik. Jakarta: PT. Rineka

Cipta.

Depdiknas. 2002. Petunjuk

Pelaksanaan Proses

Pembelajaran. Jakarta: Ditjen

Dikdasmen.

Djamarah. 2002. Sistem Belajar

Dan Kompetensi Guru.

Surabaya: Usaha Nasional.

…………, 2008.Psikologi Belajar.

Jakarta: Rineka Cipta

Fauzan. 2002. Strategi Belajar

Mengajar. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada.

Hanafiah. 2009. Konsep Strategi

Pembelajaran. Bandung:

Resika Aditama.

Masnur. 2002. Pembelajaran

Berbasis Kompetensi Dan

Kontekstual. Jakarta : PT.

Bumi Aksara.

Sanjaya. 2002. Pembelajaran

Dalam Implementasi

Kurikulum Berbasis

Kompetensi. Jakarta : Kenca

Media Group.

Sardiman. 2010. Interaksi dan

Motivasi Belajar Mengajar.

Jakarta: PT. Rajagrafindo

Persada.

Slameto. 2003. Belajar Dan

Faktor-Faktor Yang

Page 387: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

379

Mempengaruhinya. Jakarta :

PT. Rineka Cipta.

Trianto. 2007. Model-model

pembelajaran inovatif

berorientasi konstruktivistik.

Jakarta: Prestasi Pustaka

Sugiyono. 2004. Statistik

Nonparametris. Bandung : CV.

Alfebeta.

Zainal. 2003. Profesionalisme

Guru Dalam Pembelajaran.

Surabaya : Insan Cendekia.

Page 388: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

380

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL BERBASIS

LEARNINGCOMMUNITYPADA PEMBELAJARAN IPA MATERI

MATERI BUMI DAN LANGIT UNTUK MENINGKATKAN HASIL

BELAJAR SISWA KELAS IV SEMESTER II SDN 1 TEKE KABUPATEN

BIMA TAHUN PELAJARAN 2010/2011.

SITI HALIMAH

GURU SDN 1 TEKE

ABSTRAK

Kata Kunci: pembelajaran IPA,Penerapan Pendekatan Kontekstual Berbasis

Learning Community

Penelitian ini bertujuan meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV

Semester II SDN 1 Teke Kabupaten Bima Pada Pembelajaran IPA materi

Bumi dan dengan penerapan Pendekatan Kontekstual Berbasis Learning

Community. Jenis penelitin ini adalah penelitian tindakan kelas yang

dilakukan dalam dua siklus.Masing-masing siklus terdiri dari tahap

perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi dan refleksi. Data

aktivitas belajar siswa diperoleh dengan cara observasi sedangkan data

prestasi belajar siswa diperoleh dari pemberian tes objektif pada tiap akhir

siklus. Penerapan Pendekatan Kontekstual Berbasis Learning

Communitypada penelitian ini dikatakan tuntas apabila 85 % siswa mencapai

prestasi belajar ≥ 65, sedangkan aktivitas belajar siswa minimal berkategori

aktif. Hasil penelitian menunjukan bahwa penelitian tindakan kelas telah

menciptakan perubahan kearah positif, perubahan itu meliputi perubahan

pada siswa dan perubahan pada guru. yang dilakukan di kelas IV SDN 1

Teke Kecamatan Palibelo Kabupaten Bima NTB dapat disimpulkan bahwa

dengan yang menerapkan model pembelajaran learning community, dapat

meningkatkan aktivitas, danhasil belajar siswa pada pembelajaran IPA materi

bumi dan langit perubahan IV semester II tahun pelajaran 2010/2011. Hal ini

dapat ditunjukkan pada .Pada evaluasi pembelajaran siklus I diperoleh

data siswa mendapat nilai < 75 ada 9 siswa atau sekitar 28,12 % dari

32 siswa, sedangkan yang mendapat nilai > 75 ada 23 siswa atau

sekitar 71,88 %, sedangkan pada evaluasi pembelajaran siklus II

diperoleh data siswa mendapat nilai < 75 ada 3 siswa atau sekitar

9,38 % dari 32 siswa, sedangkan yang mendapat nilai > 75 ada 29 siswa

atau sekitar 90,62 %

PENDAHULUAN

Latar Belakang

SDN 1 TekeKecamatan

Palibelo Kabupaten Bima

kemampuan belajar siswa pada

umumnya masih rendah. Hal

tersebut dikarenakan tidak

banyak darisiswa yang memiliki

Page 389: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

381

minat belajar. Semangat belajar

yang muncul antara satu siswa

dengan siswa yang lainnya

berbeda-beda tergantung pada

pengaruh lingkungan

masyarakatnya. Siswa SDN 1

Teke misalnya, yang notabene

berada di kawasan pertanian

sebagai petani, di mana para

orangtua jarang punya waktu

untuk melatih kembali anak-

anaknya belajar di rumah. Ayah

bertani, sedangkan Ibu membantu

mencari nafkah dengan membuat

ikan asin, terasi, ataupun ikan

pilet. Anak-anak ini kurang

mendapat perhatian kedua orang

tuanya sehingga bersikap

semaunya sendiri, sehingga

terkesan nakal dan bandel.

Kedua, kondisi ekonomi

menyebabkan siswa tidak cukup

gizi yang akan menyuplai energi

daya serap pelajaran yang

diajarkan oleh gurunya. Ketiga,

keterbatasan kapasitas pemahaman

siswa SD yang minim sesuai

dengan usianya yang tergolong

kanak-kanak, sehingga metode

ceramah saja tidak cukup untuk

membuka cakrawala pengetahuan

mereka. Permasalahan tersebut

telah peneliti temukan dan amati

saat bekerja di SDN 1 Teke

Kabupaten Bima. Hal ini

berpengaruh pada hasil

pembelajaran dan evaluasi akhir

pembelajaran diperoleh data

sebagai berikut : Siswa mendapat

nilai < 75 ada 20 siswa atau

sekitar 62,5 % dari 32 siswa,

sedangkan yang mendapat nilai >

75 ada 12 siswa atau sekitar 37,5

%.Melihat hasil evaluasi itu

peneliti berusaha merefleksi diri

tentang mata pelajaran Ilmu

Pengetahuan Alam ( IPA )

dengan kompetensi dasar

”Sumber Daya Alam.” Usaha

refleksi diri dengan cara

mengadakan Penelitian Tindakan

Kelas( PTK) bertujuan untuk

meningkatkan hasil belajar siswa.

Penulis mempunyai

pengalaman proses pembelajaran

yang kurang efektif di

kelasIVSDN 1 Teke pada Mata

Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

semester II tahun pelajaran

2009/2010 tentang materi “Bumi

dan Langit“. Setelah diadakan

evaluasi akhir pembelajaran

ternyata dari 32 siswa yang

mendapat nilai 55 ada 8 siswa,

persentase 25 %; mendapat nilai

60 ada 3 anak, persentase 9,38

%; mendapat nilai 65 ada 4 anak,

persentase 12,5 %; mendapat nilai

70 ada 5 anak, persentase 15,62

%; mendapat nilai 75 ada 6 anak,

persentase 18,75 %, mendapat

nilai 80 ada 4 anak, persentase

12,5 %. dan mendapat nilai 85

ada 2 anak, persentase 6,25 %.

Nilai rata-rata kelas 6,78 di bawah

KKM 75. Melihat hasil evaluasi

itu tentu ada beberapa faktor

kegagalan dalam proses

pembelajaran sehingga perolehan

nilai siswa rendah.

Tujuan Perbaikan Pembelajaran

Tujuan yang ingin dicapai

dalam penelitian ini adalah untuk

meningkatkan aktivitas dan hasil

belajar mata pelajaran IPA siswa

kelas IV Semester II SDN 1 Teke

tahun pelajaran 2010/2011 melalui

Page 390: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

382

penerapan pendekatan kontekstual

berbasis learning community.

KAJIAN PUSTAKA

Hakikat Pembelajaran

Kontekstual

Pembelajaran kontekstual

adalah konsep pembelajaran yang

membantu guru mengaitkan antara

materi yang diajarkan dengan

situasi dunia nyata siswa dan

mendorong siswa membuat

hubungan antara pengetahuan

yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan

sehari-hari dengan melibatkan

tujuh komponen utama

pembelajaran efektif:

konstruktivisme (Contructivisme);

bertanya (Questioning);

menemukan (Inguiry); masyarakat

belajar (Learning Community);

permodelan (Modeling); penilaian

yang sebenarnya (Autentic

Assessment) (Masnur, 2008).

Pendekatan kontekstual

adalah konsep pembelajaran yang

membantu guru untuk mengaitkan

antara materi ajar dengan situasi

dunia nyata siswa, yang dapat

mendorong siswa membuat

hubungan antara pengetahuan

yang dipelajari dengan

penerapannya dalam kehidupan

para siswa sebagai anggota

keluarga dan masyarakat

(Surdiman, 2006).

Selanjutnya Hanafiah

(2009) menyatakan bahwa

Contextual Teaching Learning

merupakan suatu proses

pembelajaran holistic yang

bertujuan untuk membelajarkan

peserta didik dalam memahami

bahan ajar secara bermakna

(meaningfull) yang dikaitkan

dengan konteks kehidupan nyata,

baik berkaitan dengan lingkungan

pribadi, agama, sosial, ekonomi,

maupun cultural.

Pengertian Hasil Belajar

Secara tegas Gani dalam

Fauzal (2002) menyatakan bahwa

tidak dapat disangkal lagi bahwa

hasil belajar adalah hasil belajar

seseoarang yang mencerminkan

tiga aspek yaitu: kognitif, afektif

dan psikomotor. Jadi indikatornya

adalah kemampuan siswa dalam

memecahkan suatu masalah.

Adi Nugroho dalam

Fauzal (2002) menyatakan bahwa

hasil belajar adalah hal yang tlah

dicapai atau dilaksanakan oleh

manusia sebagai hasil kegiatan

belajar. Hasil belajar adalah hasil

dari kegiatan yang telah

dikerjakan, diciptakan baik secara

individu maupun secara kelompok.

Jadi hasil belajar adalah

segala usaha yang menunjukkan

manusia pada suatu proses

perubahan yang dinyatakan dalam

suatu penguasaan, penggunaan dan

penelitian terhadap sikap dan nilai

pengetahuan kecakapan dasar

dalam berbagai bidang studi atau

lebih luas dalam berbagai aspek

kehidupan.

METODE PENELITIAN

Perbaikan pembelajaran

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

dilaksanakan di kelas IV semester

IISDN 1 TekeKecamatan Palibelo

Kabupaten Bima – NTB.

Pelaksanaan perbaikan dalam 2

siklus

Page 391: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

383

Tabel 1. Jadwal

pelaksanaan sebagai berikut : No Mata Pelajaran Waktu

1. Ilmu Pengetahuan Alam Siklus I , Rabu, 18 Mei 2011

2. Ilmu Pengetahuan Alam Siklus II, Kamis, 19 Mei 2011

Subjek yang diteliti adalah

siswa kelas IV SDN 1

TekeKecamatan Palibelo

Kabupaten Bima – NTB yang

berjumlah 32 orang.

DESKRIPSI PERSIKLUS

Rencana penelitian adalah

suatu cara untuk mencari jawaban

dari rumusan masalah. Rencana

penelitian tergantung dari gejala

yang akan diteliti secara khusus

ataukah dengan cara yang wajar

(Arikunto, 2006).

1. Tahap Siklus Kedua

Tahap

pelaksanaan siklus II

sama dengan siklus I,

namun perbedaannya

terletak pada materi

yang digunakan.

Pelaksanaan siklus II

dilaksanakan apabila

siklus I tidak mencapai

ketuntasan secara

klasikal.

Sumber Data Dan Cara

Pengambilan Data

Cara pengumpulan

data dalam penelitian ini

diperoleh dengan cara

observasi dan tes hasil

belajar.

1. Observasi

2. Tes

Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan penelitian

tindakan kelas ini adalah sebagai

berikut :

1. Keberhasilan penelitian ini

dilihat dari adanya

peningkatan ketuntasan

belajar siswa pada tiap-tiap

siklus

2. Keberhasilan penelitian ini

dilihat dari adanya

peningkatan aktivitas belajar

siswa pada proses

pembelajaran dengan

pendekatan learning

community yang akan

terlihat dari hasil observasi.

HASIL PERBAIKANDAN

PEMBAHASAN

Siklus I

Hasil tes formatif

perbaikan pembelajaran IPA

disajikan dalam Tabel berikut :

Page 392: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

384

Peningkatan persentase ketuntasan

hasil belajar dari pra-siklus ke

siklus I dapat dilihat dalam Tabel

berikut ini :

Tabel Rekapitulasi

Perkembangan

Hasil Belajar dari

pra siklus ke siklus

I.

Aktivitas Belajar Siswa

Tabel kualitas pelaksanaan aktivitas perbaikan pembelajaran IPA

siklus I

Page 393: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

385

Siklus II

Hasil tes formatif perbaikan pembelajaran IPA disajikan dalam Tabel

berikut :

Perkembangan persentase ketuntasan belajar dari siklus

I ke siklus II dapat dilihat dalam Tabel berikut ini:

Page 394: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

386

a. Aktivitas Belajar Siswa

Tabel kualitas pelaksanaan aktivitas perbaikan

pembelajaran IPA siklus II

Pembahasan dari Setiap Siklus

Penelitian ini

dilaksanakan sesuai dengan

prosedur Penelitian Tindakan

Kelas (PTK) yang telah ditetapkan

di awal dengan tahap-tahap

berikut: perencanaan, pelaksanaan

tindakan, observasi, evaluasi dan

refleksi.

Berdasarkan hasil

penelitian, observasi proses belajar

mengajar menunjukkan

kekurangan-kekurangan yang telah

terjadi pada siklus I antara lain

aktivitas siswa masih kurang

dalam pembelajaran di kelas,

diskusi belum efektif dan siswa

kurang dalam proses belajar-

mengajar yang diperoleh tidak

maksimal.

Hasil refleksi siklus I

mengisyaratkan perbaikan

tindakan selanjutnya antara lain

bahwa peranan guru dalam

mengorganisasikan aktivitas-

aktivitas belajar siswa perlu

dioptimalkan, guru harus berupaya

meningkatkan siswa dalam

melakukan bimbingan-bimbingan

secara individual maupun

berkelompok serta membangkitkan

respon siswa dalam proses

pembelajaran. Dismping itu,

pembelajaran harus berorientasi

pada pelaksanaan tugas-tugas

belajar ditekankan pada

pemecahan masalah. Berdasarkan

Page 395: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

387

uraian di atas, perlakuan siklus I

belum memenuhi kriteria

keberhasilan penelitian yang

ditetapkan sehingga sebelum

peneliti lanjut ke siklus berikutnya,

perlu ada perbaikkan dan

penyempurnaan pada siklus I.

Dengan mengacu pada

pengalaman siklus I, maka

dilakukan tindakan untuk siklus II.

Proses pembelajaran pada siklus II

terlaksana lebih baik dari

sebelumnya. Hasil evaluasi siklus

II sudah mencapai ketuntasan

klasikal. Namun hasil observasi

proses pembelajaran masih

menunjukkan kekurangan dan

kelemahan, sehingga harus lebih

maksimal dalam membimbing

siswa yang membutuhkan

bimbingan dan arahan baik secara

kelompok maupun secara

individual.

Berdasarkan hasil analisis

data tiap-tiap sklus, terlihat bahwa

dari siklus I ke siklus II mengalami

peningkatan. Hasil belajar siswa

terlihat meningkat dari hasil

belajar prasiklus dibandingkan

dengan hasil belajar perbaikan

pembelajaran siklus I .Pada

evaluasi pembelajaran pra siklus

diperoleh data siswa mendapat

nilai < 75 ada 20 siswa atau

sekitar 62,5 % dari 32 siswa,

sedangkan yang mendapat nilai

> 75 ada 12 siswa atau sekitar

37,5 %, sedangkan pada evaluasi

pembelajaran siklus I diperoleh

data siswa mendapat nilai < 75

ada 9 siswa atau sekitar 28,12

% dari 32 siswa, sedangkan

yang mendapat nilai > 75 ada

23 siswa atau sekitar 71,88 %.

Sedangkan Hasil belajar siswa

terlihat meningkat dari hasil

belajar siklus I dibandingkan

dengan hasil belajar perbaikan

pembelajaran siklus II .Pada

evaluasi pembelajaran siklus I

diperoleh data siswa mendapat

nilai < 75 ada 9 siswa atau

sekitar 28,12 % dari 32 siswa,

sedangkan yang mendapat nilai >

75 ada 23 siswa atau sekitar

71,88 %, sedangkan pada

evaluasi pembelajaran siklus II

diperoleh data siswa mendapat

nilai < 75 ada 3 siswa atau

sekitar 9,38 % dari 32 siswa,

sedangkan yang mendapat nilai >

75 ada 29 siswa atau sekitar 90,62

%. Ini berarti ketuntasan belajar

siswa belum tercapai sesuai

dengan ketuntasan belajar menurut

standar yang ditetapkan. Hal ini

disebabkan oleh kurangnya

persiapan siswa dalam mengikuti

proses pembelajaran. Dengan

penerapan model pembelajaran

Learning Community sehingga

tingkat penyerapan siswa terhadap

materi yang diberikan belum

optimal, akibat keaktifan dalam

belajar tidak tercapai.

Pada siklus II guru

berupaya meningkatkan

keterlibatan siswa dan

membangkitkan respon siswa

dalam proses pembelajaran. Dari

hasil analisis data diperoleh bahwa

ketuntasan belajar siswa

mengalami peningkatan.

Dengan penerapan model

pembelajaran Learning

Community yang memberikan

kesempatan pada siswa untuk

saling berbagi gagasan dan

Page 396: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

388

pengalaman serta bekerjasama

sebagai sebuah kelompok dalam

memecahkan suatu permasalahan.

Dan dari data hasil penelitian yang

diperoleh menunjukkan adanya

peningkatan aktivitas dan hasil

belajar IPAmateri bumi dan langit

pada siswa kelas IV Semester II

SDN 1 Teke tahun pelajaran

2010/2011. Ini menujukkan bahwa

model pembelajaran learning

community dapat memberi

pengaruh bagi keaktivan dan hasil

belajar IPA siswa.

KESIMPULAN Dari keseluruhan hasil perbaikan,

maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Bahwa penelitian tindakan

kelas telah menciptakan

perubahan kearah positif,

perubahan itu meliputi

perubahan pada siswa dan

perubahan pada guru. yang

dilakukan di kelas IV SDN 1

TekeKecamatan Palibelo

Kabupaten Bima NTB dapat

disimpulkan bahwa dengan

yang menerapkan model

pembelajaran learning

community, dapat

meningkatkan aktivitas,

danhasil belajar siswa pada

pembelajaran IPA materi

bumi dan langit perubahan

IV semester IItahun

pelajaran 2010/2011.

2. Hal ini dapat ditunjukkan

pada .Pada evaluasi

pembelajaran siklus I

diperoleh data siswa

mendapat nilai < 75 ada

9 siswa atau sekitar 28,12

% dari 32 siswa,

sedangkan yang mendapat

nilai > 75 ada 23 siswa

atau sekitar 71,88 %,

sedangkan pada evaluasi

pembelajaran siklus II

diperoleh data siswa

mendapat nilai < 75 ada

3 siswa atau sekitar 9,38

% dari 32 siswa,

sedangkan yang mendapat

nilai > 75 ada 29 siswa atau

sekitar 90,62 %

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S.2006. Prosedur

Penelitian Suatu

Pendekatan Praktik.

Jakarta: PT. Rineka Cipta.

................, S. 2007. Dasar-dasar

Evaluasi Pendidikan.

Jakarta: PT. Rineka Cipta.

................, S. 2007. Penelitian

Tindakan Kelas. Jakarta:

PT. Bumi Aksara.

Depdiknas. 2002. Petunjuk

Pelaksanaan Proses

Pembelajaran. Jakarta:

Ditjen Dikdasmen.

Djamarah. 2002. Sistem Belajar

Dan Kompetensi Guru.

Surabaya: Usaha Nasional.

…………, 2008.Psikologi Belajar.

Jakarta: Rineka Cipta

Page 397: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

389

Fauzan. 2002. Strategi Belajar

Mengajar. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada.

Hanafiah. 2009. Konsep Strategi

Pembelajaran. Bandung:

Resika Aditama.

Masnur. 2002. Pembelajaran

Berbasis Kompetensi Dan

Kontekstual. Jakarta : PT.

Bumi Aksara.

Sanjaya. 2002. Pembelajaran

Dalam Implementasi

Kurikulum Berbasis

Kompetensi. Jakarta : Kenca

Media Group.

Sardiman. 2010. Interaksi dan

Motivasi Belajar Mengajar.

Jakarta: PT. Rajagrafindo

Persada.

Slameto. 2003. Belajar Dan

Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhinya. Jakarta

: PT. Rineka Cipta.

Trianto. 2007. Model-model

pembelajaran inovatif

berorientasi

konstruktivistik. Jakarta:

Prestasi Pustaka

Sugiyono. 2004. Statistik

Nonparametris. Bandung :

CV. Alfebeta.

Zainal. 2003. Profesionalisme

Guru Dalam Pembelajaran.

Surabaya : Insan Cendekia.

Page 398: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

390

PENERAPAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN UNTUK

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS V

SDN 2 KAMBILOTAHUN PELAJARAN 2011/2012

H. Kartono S.Pd,

SD SDN 2 Kambilo Guru Kelas

Abstrak

Kata kunci: PMR, prestasi belajar

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan pendekatan

matematika realistik (pmr) dalam menyelesaikan soal cerita pecahan dalam

meningkatkan prestasi belajar siswa kelas v SDN 2 Kambilo tahun pelajaran

2011/2012. Jenis penelitian adalah penelitian PTK. Dari hasil penelitian dan

pembahasan dapat disimpulkan bahwa penerapan Pendekatan Matematika

Realistik (PMR) dalam menyelesaikan soal cerita pecahan dapat

meningkatkan prestasi belajar siswa, hal ini ditunjukkan dengan adanya

peningkatan persentase ketuntasan belajar klasikal tiap-tiap siklus dimana

pada siklus I dengan nilai rata-rata sebesar 69,09, sedangkan persentase

ketuntasan sebesar 84,37 dengan kategori “baik”. Sedangkan pada siklus II

meningkat dengan nilai rata-rata sebesar 77,03 dengan persentase ketuntasan

sebesar 93,75 dengan kategori “Baik sekali”. Ini berarti telah mencapai target

ideal 85% dari jumlah siswa dalam kelas mengalami peningkatan prestasi.

Jumlah siswa yang tuntas secara individual sebanyak 30 orang dari 32 orang

siswa. Selain itu, pendekatan matematika realistik juga dapat melibatkan

siswa secara aktif ini dapat dilihat dari peningkatan nilai skor rata-rata

aktivitas siswa dari siklus I ke siklus II yaitu dari 5,33 menjadi 7,33 yang

dikategorikan “lebih aktif” dari setiap pertemuan dalam mengerjakan

pekerjaannya masing-masing, mengolah informasi, menyimpulkan materi

yang telah dijelaskan.

PENDAHULUAN

Setelah melakukan

penganalisian pada siswa kelas V

SDN 2 KAMBILO bahwa salah

satu faktor penyebab rendahnya

prestasi belajar siswa dalam

menyelesaikan soal cerita sebagian

besar pendekatan yang digunakan

masih bersifat mekanistik. Selama

ini proses belajar mengajar

didominasi dengan diskusi,

penugasan dan latihan sehingga

dalam waktu yang relatif singkat

guru dapat menyelesaikan bahan

pelajaran, kenyataan ini diperkuat

oleh alasan guru yaitu mengejar

target kurikulum, hal yang

demikian merupakan faktor yang

menjadikan matematika termasuk

pelajaran yang asing yang

akhirnya kurang diminati.

Page 399: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

391

Rendahnya prestasi siswa dapat

juga disebabkan karena dalam

pengajaran matematika,

penyampaian guru cenderung

bersifat monoton, hampir tanpa

variasi kreatif, kalau saja siswa

ditanya, ada saja alasan yang

mereka kemukakan, seperti

matematika sulit, tidak mampu

menjawab, takut disuruh ke depan

dan sebagainya

Senada dengan pendapat di

atas, kurangnya latihan siswa

untuk menyelesaikan soal cerita

pecahan mengakibatkan siswa

kelas V SDN 2 KAMBILO kurang

terampil dalam menyelesakan soal

cerita. Penyebab lainnya

dimungkinkan karena adanya guru

yang beranggapan bahwa soal

cerita matematika merupakan soal-

soal penerapan tingkat tinggi,

sehingga soal cerita matematika

(pecahan) tidak dikembangkan

dalam proses pembelajaran dari

awal pengembangan konsep

(Winarno, 2003:1).

Hipotesis Dapat dirumuskan

hipotesis sebagai berikut

:”Penerapan Pendekatan

Matematika Realistik (PMR) dapat

meningkatkan prestasi belajar

siswa kelas VSDN 2

KAMBILOdalam menyelesaikan

soal cerita pecahan Tahun

Pelajaran 2011/2012”

KAJIAN PUSTAKA

Pengertian Matematika

Realistik

Matematika Realistik

(MR) adalah matematika yang

disajikan sebagai suatu proses

kegiatan manusia, bukan sebagai

produk jadi. Bahan pelajaran yang

disajikan melalui bahan cerita

yang sesuai dengan lingkungan

siswa (kontekstual) (Zigma Edisi,

14, 12 Oktober 2007)

Sedangkan pendapat lain

mengatakan bahwa Realistic

Mathematics Education (PMR)

merupakan teori belajar mengajar

dalam pendidikan matematika.

Teori PMR pertama kali

diperkenalkan dan dikembangkan

di Belanda pada tahun 1970 oleh

Institut Freudenthal. Teori ini

mengacu pada pendapat

Freudenthal yang mengatakan

bahwa matematika harus dikaitkan

dengan realita dan matematika

merupakan aktivitas manusia. Ini

berarti matematika harus dekat

dengan anak dan relevan dengan

kehidupan nyata sehari-hari.

Matematika sebagai aktivitas

manusia berarti manusia harus

diberikan kesempatan untuk

menemukan kembali ide dan

konsep matematika dengan

bimbingan orang dewasa

(Gravemeijer, 1994). Upaya ini

dilakukan melalui penjelajahan

berbagai situasi dan persoalan-

persoalan “realistik”. Realistik

dalam hal ini dimaksudkan tidak

mengacu pada realitas tetapi pada

sesuatu yang dapat dibayangkan

oleh siswa (Slettenhaar, 2000).

Page 400: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

392

Prinsip penemuan kembali dapat

diinspirasi oleh prosedur-prosedur

pemecahan informal, sedangkan

proses penemuan kembali

menggunakan konsep

matematisasi. (http/darsusianto-

blogspot. Com

2007/08/matematika

realistik/html)

Pengertian Prestasi Belajar

Matematika

Prestasi adalah hasil dari

suatu kegiatan yang telah

dikerjakan, diciptakan baik secara

individu maupun secara kelompok

(Djamarah, 1994:19). Sedangkan

menurut Mas’ud Hasan Abdul

Qohar dalam Djamarah (1994 : 20-

21) bahwa prestasi adalah apa

yang telah dapat diciptakan, hasil

pekerjaan, hasil yang

menyenangkan hati yang diperoleh

dengan jalan keuletan kerja.

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang

digunakan peneliti dalam

penelitian ini adalah Penelitian

Tindakan Kelas (Clasroom Action

Research).

Dalam penelitian ini

menggunakan rancangan/desain

berupa tes essay yang berisi soal-

soal tentang soal-soal yang

berbentuk bilangan pecahan yang

diambil dari buku paket

matematika untuk Kelas V SD

serta soal-soal essay

pengembangan dari guru. Prosedur

penelitian tindakan kelas ini akan

dilakukan dengan beberapa siklus

kegiatan dengan indikatornya

adalah tercapainya ketuntasan

penelitian ini direncanakan 2

siklus di mana siklus terdiri atas

tahap perencanaan, tahap

pelaksanaan, tahap observasi,

tahap evaluasi dan tahap refleksi.

Instrumen Penelitian

1) Lembar observasi

2) Tes hasil belajar

Analisis Data

Pengelolaan data

merupakan satu langkah yang

sangat penting dalam kegiatan

penelitian bila kesimpulan

yang akan diteliti dapat

dipertanggung jawabkan data

yang di analisis oleh peneliti

adalah :

1. Ketuntansan individu

Setiap siswa dalam proses

belajar mengajar

dikatakan tuntas apabila

siswa memperoleh nilai

65

2. Ketuntasan klasikal

Ketuntasan klasikal

dikatakan telah dicapai

apabila target pencapaian

ideal 85 % dari jumlah

siswa dalam kelas.

%1001 xn

nkk

Keterangan : kk =

ketuntasan klasik

n1 =

Jumlah siswa yang

memperoleh nilai 65

n = jumlah

siswa yang ikut tes

(banyaknya siswa)

Sedangkan untuk

mengetahui peningkatan

prestasi belajar siswa, hasil

Page 401: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

393

belajar dianalisis secara

objektif yaitu dengan

menentukan nilai rata-rata

dengan rumus :

Me = n

X I

Keterangan : Me = Mean

(rata-rata)

= Epsilon

(baca jumlah)

Xi = Nilai

yang diperoleh

masing-masing

siswa

n =

Banyaknya siswa

(Sugiyono,

2006 : 43)

Indikator Penelitian

Yang menjadi indikator

dari keberhasilan penelitian ini

dapat dilihat dari peningkatkan

prestasi belajar siswa kelas VSDN

5 Mataram. Prestasi belajar

dikatakan meningkat apabila nilai

rata-rata dari siklus ke siklus

mengalami peningkatan atau

minimal 75 setelah diterapkannya

Pendekatan Matematika Realistik

(PMR).

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Adapun hasil yang diperoleh dari

observasi terhadap guru terekam

dalam tabel berikut :

Penilaian Siklus I Rata-Rata

Kategori

Pertemuan I Pertem

uan II

24 25 24.5 Baik

Data Hasil Evaluasi Belajar Siswa

Siklus I SDN 2 KAMBILOTahun

Pelajaran 2011/2012

Banyak Siswa

Skor Total

Nilai Rata-

Rata

Banyak Siswa

Yang

Tuntas

Persentase Ketuntasan

32 2211 69.09 27 84,37%

Data Siklus II

Data Hasil Observasi Aktivitas

Guru Siklus II SDN 2

KAMBILOTahun Pelajaran

207/2008

Penilaian Siklus II

Rata-

Rata Kategori Pertemuan

I Pertemuan

II

25 26 25.5 Sangat

baik

Data Hasil Evaluasi Belajar Siswa

Siklus II SDN 2 KAMBILOTahun

Pelajaran 2011/2012

Banyak Siswa

Skor Total

Nilai

Rata-

Rata

Banyak

Siswa Yang

Tuntas

Persentase Ketuntasan

32 2455 77,03 30 93,75%

Pembahasan

Dengan memberikan

perbaikan dan remedial yang

dilakukan pada proses

pembelajaran siklus I, maka nilai

rata-rata siswa pada siklus II

mencapai 77,03 dan ketuntasan

belajar klasikal sebesar 95 %

dengan kategori aktivitas belajar

siswa “sangat aktif”. Berdasarkan

hasil ini, maka ketuntasan belajar

secara klasikal telah tercapai,

walaupun hasil yang diperoleh

sudah mencapai ketuntasan belajar

yang diharapkan penelitian akan

terus dilakukan demi terwujudnya

Page 402: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

394

peningkatan kualitas pembelajaran

dan profesionalisme guru yang

semakin baik sehingga pada

akhirnya kualitas pendidikan

khususnya matematika semakin

meningkat.

Hal ini sesuai dengan

teori yang mengatakan bahwa bila

anak belajar matematika terpisah

dari pengalaman mereka sehari-

hari maka akan cepat lupa dan

tidak dapat mengaplikasikan

matematika. Guru dalam

pembelajarannya di kelas tidak

mengaitkan dengan skema yang

telah dimiliki oleh siswa dan siswa

kurang diberikan kesempata untuk

menemukan kembali dan

mengkonstruksikan sendiri ide-ide

matematika. Mengaitkan

pengalaman kehidupan nyata anak

dengan ide-ide matematika dalam

pembelajaran di kelas penting

dilakukan agar pembelajaran

bermakna (Soedjaji, dkk, 2000

dalam

hhtp/darsusianto.blogspot.com/20

07/08/matematika-realistik/html).

Sedangkan pendapat lain

mengatakan pembelajaran MR

memberikan kesempatan kepada

siswa untuk menemukan kembali

dan mengkonstuksi konsep-konsep

matematika berdasarkan pada

masalah realistik yang diberikan

oleh guru. Situasi realistik dalam

masalah memungkinkan siswa

menggunakan cara-cara informal

untuk menyelesaikan masalah.

Cara-cara informal siswa yang

merupakan produksi siswa

memegang peranan penting dalam

penemuan kembali dan

mengkonstruksikan konsep. Hal

ini berarti informasi yang

diberikan kepada siswa telah

dikaitkan dengan skema (jaringan

representasi) anak. Melalui

interaksi kelas keterkaitan skema

anak akan menjadi lebih kuat

sehingga pengertian siswa tentang

konsep yang mereka konstruksi

sendiri menjadi kuat.

Dengan demikian,

pembelajaran MR akan

mempunyai kontribusi yang sangat

tinggi dengan pengertian siswa.

Sedangkan guru hanya sebagai

fasilitator dan motivator, sehingga

memerlukan paradigma yang

berbeda tentang bagaimana siswa

belajar, bagaimana guru mengajar,

dan apa yang dipelajari oleh siswa

dengan paradigma pembelajaran

matematika selama ini. Karena itu,

perubahan persepsi guru tentang

mengajar perlu dilakukan bila

ingin mengimplementasikan

pembelajaran matematika realistik.

Hal di atas sesuai dengan

keutamaan pembelajaran dengan

masalah yang mendasar dalam

pendidikan di Indonesia adalah

masih rendahnya prestasi siswa

dalam belajar matematika.

Beberapa laporan menyebutkan

faktor penyebabnya, antara lain

kurangnya kualitas materi

pembelajaran, matode pengajaran

yang mekanistik serta buruknya

sistem penilaian. Salah satu

pendekatan yang menjanjikan

dapat mengurangi masalah

tersebut adalah Matematika

Realistik (MR) di Indonesia

dikenel dengan istilah Pendidikan

Matematika Realistik Indonesia

(PMRI).

Page 403: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

395

Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan

pembahasan dapat disimpulkan

bahwa penerapan Pendekatan

Matematika Realistik (PMR)

dalam menyelesaikan soal cerita

pecahan dapat meningkatkan

prestasi belajar siswa, hal ini

ditunjukkan dengan adanya

peningkatan persentase ketuntasan

belajar klasikal tiap-tiap siklus

dimana pada siklus I dengan nilai

rata-rata sebesar 69,09, sedangkan

persentase ketuntasan sebesar

84,37 dengan kategori “baik”.

Sedangkan pada siklus II

meningkat dengan nilai rata-rata

sebesar 77,03 dengan persentase

ketuntasan sebesar 93,75 dengan

kategori “Baik sekali”. Ini berarti

telah mencapai target ideal 85%

dari jumlah siswa dalam kelas

mengalami peningkatan prestasi.

Jumlah siswa yang tuntas secara

individual sebanyak 30 orang dari

32 orang siswa. Selain itu,

pendekatan matematika realistik

juga dapat melibatkan siswa secara

aktif ini dapat dilihat dari

peningkatan nilai skor rata-rata

aktivitas siswa dari siklus I ke

siklus II yaitu dari 5,33 menjadi

7,33 yang dikategorikan “lebih

aktif” dari setiap pertemuan dalam

mengerjakan pekerjaannya

masing-masing, mengolah

informasi, menyimpulkan materi

yang telah dijelaskan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, tt. Pendekatan

Pembelajaran Matematika,

Jakarta:Rineka Cipta

Aqib, Zaenal, 2006. Penelitian

Tindakan Kelas, CV.Yrama

Widya:Bandung

Buletin Zigma Edisi 10, 27 Juni

2007, Utama“Pendidikan

Matematika Realistik

Menjadikan Pelajaran

Matematika Lebih Bermakna

Bagi Siswa”, Div. Riset

HMJ. Tadris Matematika

IAIN Mataram Periode

2006-2007

Buletin Zigma Edisi 14, 12

Oktober 2007, Berita

“Serabi dan Matematika”,

Div. Riset HMJ. Tadris

Matematika IAIN Mataram

Periode 2006-2007

Debdiknas, 2006. Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP), Tingkat Pendidikan

Dasar Untuk Kelas V,

Komisi Gugus IV

Kecamatan

Mataram:Mataram

Diknas, 2003. Penelitian

Tindakan Kelas,

Diknas:Jakarta

Page 404: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

396

PENERAPAN KOMBINASI METODE KELOMPOK DAN METODE

PEMBERIAN TUGAS DALAM MENINGKATKAN PRESTASI

BELAJAR BAHASA INDONESIA SISWA KELAS X DI SMAN 1

WOHA TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Siti Hadijah, S.Pd

Guuru Bahasa Indonesia Kelas X, SMAN 1 Woha

ABSTRAK

Kata kunci: metode kelompok, pemberian tugas, prestasi belajar

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui peningkatan prestasi

belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia melalui metode

kelompok dan pemberian tugas. Jenis penelitian adalah PTK. Berdasarkan

hasil penelitian dan dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa

Penggunaan metode kelompok dan pemberian tugas dapat meningkatkan

prestasi belajar siswa kelas X di SMAN 1 Woha, hal ini dapat dilihat dari

hasil evaluasi belajar siswa siklus I mencapai 63% siswa tidak tuntas secara

klasikal, sedangkan pada siklus II setelah digunakannya kombinasi metode

kelompok dengan metode penugasan meningkat menjadi 92,00% serta

menuntaskan belajar siswa kelas X di SMAN 1 Woha tahun ajaran

2011/2012

PENDAHULUAN

“Pembelajaran adalah

upaya untuk menciptakan iklim

dan pelayanan terhadap

kemampuan, potensi, minat, bakat

dan kebutuhan peserta didik yang

beragam agar terjadi interaksi

optimal antara guru dengan siswa

serta antara siswa dengan siswa.

“Dalam Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional No. 6 tahun

2006 juga ditegaskan bahwa tujuan

pendidikan nasional adalah

meletakkan dasar kecerdasan,

pengetahuan, kepribadian, akhlak

mulia, serta keterampilan untuk

hidup mandiri dan mengikuti

pendidikan lebih lanjut.”

Proses kegiatan belajar

merupakan inti dari proses

pendidikan dengan serangkaian

perbuatan guru dan siswa atas

dasar hubungan timbal balik yang

berlangsung dalam situasi idukatif

untuk mencapai suatu tujuan

tertentu.

KAJIAN PUSTAKA

Pengertian metode pemberian

tugas Metode pemberian tugas

merupakan metode yang di

kembangkan dalam rangka

mengatasi tidak terjangkaunya

keseluruhan bahan suatu bahan

mata pelajaran sebagai akibat dari

sedikitnya waktu yang tersedia di

sekolah, sementara bahan

pelajaran yang harus di selesaikan

sangat padat. Sering setelah

Page 405: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

397

sampai pada akhir suatu periode

tertentu, seperti akhir semester.

Akan tetapi bukan berarti metode

ini identik dengan pekerjaan

rumah, tetapi bisa dilaksanakan di

luar rumah seperti di sekolah,

diperpustakaan, dilaboratorium,

dan di tempat-tempat lain di luar

jam pelajaran.

Bermacam-macam definisi

yang dikemukakan oleh para ahli

tentang metode pemberian tugas,

namun definisi-definisi yang di

kemukakan itu tidak jauh berbeda.

Perbedaan hanya terletak pada

waktu siswa mengerjakan tugas.

Sebagian mereka berpendapat

bahwa tugas yang di berikan di

luar jam pelajaran dan sebagian

yang lain mengatakan tugas itu

tidak hanya dikerjakan di luar jam

pelajaran tetapi juga pada saat jam

pelajaran sedang berlangsung.

METODE PENELITIAN

Instrumen

1. Pedoman Dokumentasi

2. Pedoman Interview

(Wawa

ncara)

3. Tes

Pelaksanaan Tindakan

Dalam pelaksanakan

penelitian tindakan kelas (PTK)

perlu diperhatikan hal-hal berukut:

“PTK tidak menggangu proses

pembelajaran, harus dipersiapkan

dengan rinci dan matang, tindakan

harus konsisten dengan rancangan,

masalh benar-benar ada dan

dihadapi oleh guru , adanya

kemauan dan kemampuan untuk

berubah menjadi sangat penting.

Penelitian tindakan kelas ini

dilaksanakan dalam bentuk siklus

berulang-ulang didalamnya

terdapat empat tahapan utama

kegiatan, yaitu perencanaan,

tindakan, pengamatan, dan refleksi

yang dapat digambarkan sebagai

berikut

Analisis Data a. Ketuntasan Belajar Siswa

Seorang siswa

dikatakan tuntas secara

individual terhadap prestasi

pembelajaran yang disajikan

apabila nilai siswa ≥ 6,5.

b. Ketuntasan Klasikal Siswa

Ketuntasan klasikal

dikatakan telah dicapai apabila

target pencapaian ideal ≥ 85%

dari jumlah siswa dalam kelas.

KK = n

n1 x 100%

Ket :

KK = Ketuntasan klasikal

n1 = Jumlah siswa yang

mendapat nilai > 6.5

n = Jumlah siswa yang ikut

tes

P = n x100%

Sesuai dengan petunjuk

teknik penilaian kelas dikatakan

tuntas secara klasikal terhadap

prestasi pembelajaran yang

disajikan apabila persentase

ketuntasan klasikal ≥ 85% dengan

nilai siswa minimal 6,5.

Indikator Penelitian Indikator keberhasilan

penelitian tindakan kelas ini adalah

meningkatnya prestasi belajar

siswa kelas X di SMAN 1 Woha.

Peningkatan prestasi belajar siswa

tersebut dapat dilihat apabila

persentasi ketuntasan klasikal ≥

Page 406: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

398

85% dan nilai rata-rata siswa

adalah ≥ 6,5.

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

1. Data Siklus I

Data hasil evaluasi

N = 25

X = 1595

R = X = 1595 = 63,8

N 25

Analisis di atas menunjukkan

prestasi belajar siswa pada siklus I

denngan melihat bahwa nilai tara-

rata siswa sebelum diberikan

tindakan adalah 5,8 < 69,6 yang

merupakan nilai rata-rata setelah

diberikan tindakan pada siklus I.

sedangkan untuk prosentase

ketuntasan dapat doperoleh

sebagai berikut :

N = 25

n = 17

P = n x 100%

N

P = 17 x 100% = 68 %

25

Data Siklus II

Nilai rata-rata siswa yang

dievaluasi, sebagai berikut :

N = 25

X = 1885

R = X = 1885 = 75,4

N 25

Analisis di atas menunjukkan

peningkatan prestasi belajar

Sedangkan untuk prosentase

ketuntasan dapat diperoleh sebagai

berikut :

N = 25

n = 23

P =

P= 23 x 100% = 92,00%

25

Dari analisis di atas diperoleh

prosentase ketuntasan klasikal

adalah 92,00 %, sedangkan

ketuntasan ini menurut target yang

telah ditetapkan oleh kurikulum

1994 telah mencapai taraf

ketuntasan belajar secara klasikal,

yaitu minimal 85% dari siswa

yang mendapat nilai minimal 65.

Dengan demikian melihat

prosentase ketuntasan belajar

siswa lebih dari 85 % yang tuntas,

maka pembelajaran pada siklus II

ini dapat dikatakan tuntas secara

klasikal.

Pembahasan

Sebagai mana telah

dijelaskan bahwa salah satu

komponen pengajaran yang sangat

mendukung keberhasilan seorang

guru di dalam mengajar adalah

kemampuan dalam memilih dan

menerapkan metode yang baik.

Pemilihan metode yang baik

sangat dipengaruhi oleh

pengetahuan yang dimiliki oleh

seorang guru. Hal ini sesuai

dengan pendapatnya ahli yang

mengatakan bahwa “Kepribadin,

pengetahuan dan kedekatan

seorang guru sangat menentukan

metode yang akan digunakan

(Ahmadi, 1985:107)”.

Karena itu, guru selalu

dituntut untuk lebih aktif dan

kreatif di dalam memilih dan

menggunakan metode mengajar.

Salah satu cara yang dapat

dilakukan oleh guru dalam

menciptakan metode yang baik

yakni dengan melakukan

pengombinasian terhadap beberapa

Page 407: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

399

metode di dalam menyampaikan

suatu materi pelajaran.

Dengan demikian

penggunaan beberapa metode

secara bersama-sama akan dapat

saling melengkapi antara metode-

metode tersebut sehingga

melahirkan metode yang lebih

baik. Sudjana, (1989: 69) juga

menegaskan bahwa dalam praktek

mengajar, metode yang baik

digunakan adalah metode

mengajar yangbervariasi atau

kombinasi dari beberapa metode

mengajar, seperti pertanyaan

tertentu dapat saja menggunakan

lebih dari satu pertanyaan“. Dari

hasil penelitian ini menghasilkan

beberapa bentuk atau model

pembelajaran yang dapat

digunakan dalam pembelajaran

dengan menggunakan kombinasi

metode kelompok dan penugasan

terutama kemampuan dalam

menyelesaikan berbagai bentuk

soal sistem persamaan linier.

Peneliti menyimpulkan bahwa

penerapan beberapa metode secara

bersamaan pada suatu waktu akan

melahirkan metode yang baik dan

di dalam melakukan

pengkombinasian terhadap

metode-metode tersebut tidak bisa

lepas dari pengetahuan yang

dimiliki oleh guru yang

bersangkutan.

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil

penelitian dan dan pembahasan,

maka dapat disimpulkan bahwa

Penggunaan metode kelompok dan

pemberian tugas dapat

meningkatkan prestasi belajar

siswa kelas X di SMAN 1 Woha,

hal ini dapat dilihat dari hasil

evaluasi belajar siswa siklus I

mencapai 63% siswa tidak tuntas

secara klasikal, sedangkan pada

siklus II setelah digunakannya

kombinasi metode kelompok

dengan metode penugasan

meningkat menjadi 92,00% serta

menuntaskan belajar siswa kelas X

di SMAN 1 Woha tahun ajaran

2011/2012

Daftar Pustaka

Abu Ahmadi, Strategi Belajar

Mengajar (Bandung:

Pustaka Setia,2005), h. 63.

Etika Solehatun, Cooperative

Learning (Jakarta: Bumi

Aksara, 2008), h. 4

Oemar Hamalik, Psikologi belajar

dan Mengajar (Bandung:

Sinar baru

Algensindo,2002),h.121.

Isjoni, Cooperative Learning

(Bandung: Alfabeta,2007), h.

17.

Page 408: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

400

Penerapan Model Pembelajaran Tipe Jigsaw Dalam Meningkatkan

Prestasi Belajar Siswa Pada Kelas X SMAN 1 Woha Tahun Pelajaran

2011/2012

Dra. Hj. Wartina

Guru Bahasa Indonesian SMAN 1 WOHA

Abstrak

Kata kunci: jigsaw, prestasi belajar

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui Penerapan Model

Pembelajaran Tipe Jigsaw Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada

Kelas X SMAN 1 Woha Tahun Pelajaran 2011/2012. Jenis penelitian adalah

penelitian eksperimen. Populasinya adalah siswa kelas X. Instrumen yang

digunakan adalah tes dan lembar observasi. Pengujian hipotesis

menggunakaan uji-t. Hasil penelitian bahwa peningkatnya prestasi belajar

Bahasa Indonesia berdasarkan hasil analisis data yang menunjukkan bahwa t

hitung = 2,863 > t-tabel = 1,6645 pada taraf signifikan 5%. Hal ini berarti

"Penerapan Model Pembelajaran Koperatif tipe jigsaw Dapat Meningkatkan

Prestasi Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas X SMAN 1 WOHA Tahun

Pelajaran 2011/2012" di terima.

PENDAHULUAN

Berdasarkan hasil

observasi di kelas X SMAN 1

Woha, bahwa proses pembelajaran

Bahasa Indonesia masih berpusat

pada guru dengan pengajaran

bersifat verbal, pengajaran yang

otoriter serta kurangnya variasi

dalam proses belajar mengajar

Bahasa Indonesia, ditambah lagi

penekanan berlebihan pada

prestasi individu. Lebih lanjut,

dalam pembelajaran Bahasa

Indonesia siswa tampak pasif, dan

merasa bosan karena siswa hanya

menerima apa yang diberikan oleh

guru, bahkan siswa menjadi takut

atau fobia terhadap pelajaran

Bahasa Indonesia.

Dalam pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw siswa akan

termotivasi dan merasa

bertanggung jawab atas materi

yang telah dipelajari karena siswa

yang bersangkutan harus

menyampaikannya kepada

temannya yang lain. Disamping itu

nilai siswa menjadi kontribusi nilai

kelompok, hal ini dapat

memotivasi siswa untuk

memberikan sumbangsih berupa

nilai yang tinggi kepada

kelompoknya, sehingga secara

tidak langsung akan meningkatkan

prestasi belajar siswa.

Tinjauan Teoritis

Prestasi belajar adalah hasil

yang diperoleh berupa kesan-kesan

yang mengakibatkan perubahan

Page 409: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

401

dalam diri individu sebagai hasil

dari aktivitas dalam belajar

(Djamarah, 1994 : 23). Slameto

(2003 : 10) menyatakan bahwa

prestasi belajar merupakan suatu

perubahan yang dicapai seseorang

setelah mengikuti proses belajar.

Perubahan ini meliputi perubahan

tingkah laku secara menyeluruh

dalam sikap, keterampilan dan

pengetahuan.

Pembelajaran kooperatif

tipe Jigsaw merupakan model

pembelajaran dimana siswa-siswa

bekerja dalam kelompok-

kelompok kecil yang terdiri dari 4-

6 orang siswa yang heterogen.

Siswa-siswa di berikan tugas

beberapa sub pokok atau beberapa

unit lain untuk dibaca dan

diberikan lembaran kerja yang

terdiri dari topic-topik yang

berbeda untuk masing-masing

anggota kelompok yang

difokuskan untuk dibaca. Ketika

setiap orang selesai membaca,

siswa-siswa dari kelompok yang

berbeda dengan topic yang sama

dipertemukan dalam suatu

kelompok yang disebut “kelompok

ahli” untuk mendiskusikan

topiknya.

METODE PENELITIAN

Pendekatan yang

digunakan pada penelitian ini

adalah pendekatan kuantitatif yaitu

suatu pendekatan yang digunakan

untuk mendapatkan data berupa

nilai atau angka.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan

di SMAN 1 WOHA pada siswa

kelas X semester II Tahun

Pelajaran 2011/2012.

Desain Rancangan Penelitian

Desain Rancangan

penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah desain

eksperimen, dimana melalui suatu

eksperimen peneliti ingin meneliti

pengaruh variabel tertentu

terhadap suatu kelompok dalam

kondisi yang dikontrol.

Pada kasus ini diambil

dua kelas, satu kelas sebagai kelas

eksperimen, yaitu kelas di mana

pada kegiatan pembelajaran

digunakan model pembelajaran

Jigsaw, sedangkan satu kelas

lainnya sebagai kelas kontrol yaitu

kelas yang diajar dengan metode

ceramah.

Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian

adalah alat atau fasilitas yang

digunakan oleh peneliti dalam

mengumpulkan data agar

pekerjaannya lebih mudah dan

hasilnya lebih baik dalam arti lebih

cermat, lengkap dan sistematis

sehingga lebih mudah diolah

(Arikunto, 2006 :160). Instrumen

yang digunakan pada penelitian ini

adalah instrumen tes. Untuk

menguji apakah suatu instrumen

itu dapat dikatakan valid atau

tidak, maka perlu diadakan

beberapa pengujian diantaranya:

a. Uji Validitas

b. Uji Reliabilitas

Teknik Analisa Data Setelah selesai dilaksanakan

eksperimen maka hasil kedua

kelompok diolah dengan

membandingkan kedua mean.

Untuk sampel random bebas,

pengujian perbedaan mean

Page 410: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

402

dihitung dengan rumus t-test

sebagai berikut :

YXYX

YX

NNNN

YX

MMt

11

2

22

Dimana :

M = Nilai rata-rata hasil

perkelompok

N = Banyaknya subjek

x = Deviasi setiap nilai x1

dan x2

y = Deviasi setiap nilai y1

dan y2

Dimana hipotesa ditolak jika t hitung

≤ t tabel dan hipotesa diterima jika t

hitung > t tabel (Sugiyono, 2006).

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Hasil Uji Homogenitas

Uji homogenitas varians

populasi dengan menggunakan

hasil Ujian post test (sudah

divalidasi) pada kelas eksperimen

yaitu 60,982 dan pada kelas

kontrolnya yaitu 123,140.

berdasarkan hasil perhitungan uji F

hitung sebesar 2,019. Harga F

hitung ini lebih besar dari daftar

distribusi F tabel dengan derajat

kebebasan 2 dan taraf nyata 0,05

yaitu 1,71 Karena F hitung > F

tabel maka populasi dikatakan

tidak homogen

Pengujian Hipotesis Langkah selanjutnya

adalah pengujian hipotesis dengan

menggunakan statistik uji-t pada

taraf signifikan 5%. Hal ini

dilakukan untuk mengetahui

apakah hipotesis yang diajukan

diterima atau ditolak.

Berdasarkan hasil

perhitungan uji homogenitas

varians, diketahui bahwa varians

untuk kelas eksperimen sebesar

60,982 dan varians untuk kelas

kontrol sebesar 123,140, karena

varians untuk kelas eksperimen

lebih kecil dibandingkan dengan

varians pada kelas kontrol maka

uji homogenitas selanjutnya

dengan menggunakan rumus F dan

diperoleh harga F hitung adalah

2,019 dan harga F-tabel adalah

1,71. Dari data perhitungan

homogenitas diketahui F-hitung >

F- tabel maka sampel tidak

homogen. Dimana jumlah sampel

kelas eksperimen 40 dan jumlah

sampel untuk kelas kontrol 38

maka digunakan rumus separated

varians untuk menguji hipotesis.

Dari perhitungan statistik

Uji-, diperoleh t-hitung sebesar

5,863 sedangkan nilai t-tabel pada

dk = n1+n2-2 dengan uji satu pihak

diperoleh t-tabel sebesar 1,6645.

Berdasarkan hasil perhitungan di

atas, berarti bahwa ada perbedaan

yang signifikan antara prestasi

belajar siswa kelas eksperimen

dengan kelas kontrol maka

hipotesis yang berbunyi "

Penerapan Model Pembelajaran

Kooperatif Jigsaw Dapat

Meningkatkan Prestasi Belajar

Siswa Kelas X SMAN 1 WOHA

Tahun Pelajaran 2011/2012"di

terima.

Pembahasan Hal ini dapat dilihat dari

ketuntasan klasikal siswa yang

Page 411: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

403

mengalami peningkatan. Pada

tahun ajaran 2011/2012 ketuntasan

klasikal siswa di SMAN 1 Woha

sebesar 35,92% untuk kelas X D

(kelas eksperimen) dan 53,25%

untuk kelas XB (kelas kontrol).

Sedangkan pada tahun ajaran

2011/2012 ketuntasan klasikal

siswa kelas XB (kelas kontrol)

sebesar 28,94% lebih kecil dari

kelas XD (kelas eksperimen)

sebesar 97,5%.

Meningkatnya prestasi

belajar Bahasa Indonesia tersebut

diperkuat oleh hasil analisis data

yang menunjukkan bahwa t hitung

= 2,863 > t-tabel = 1,6645 pada

taraf signifikan 5%. Hal ini berarti

"Penerapan Model Pembelajaran

Koperatif tipe jigsaw Dapat

Meningkatkan Prestasi Belajar

Bahasa Indonesia Siswa Kelas X

SMAN 1 WOHA Tahun Pelajaran

2011/2012" di terima.

Selain itu suasana antara

kelas eksperimen dengan kelas

kontrol sangat jauh berbeda, pada

kelas eksperimen mayoritas

siswanya sangat aktif baik dari

segi bertanya atau mengerjakan

soal-soal latihan ke depan, mereka

yang sebelumnya kurang

menguasai materi pelajaran sudah

memiliki rasa percaya diri dan

semangat dalam belajar, hal ini

disebabkan oleh penerapan model

pembelajaran tipe Jigsaw yang

diterapkan pada kelas tersebut.

Berbeda halnya dengan kondisi di

kelas kontrol, tidak terlihat adanya

perubahan pola pembelajaran dari

awal pertemuan sampai akhir

pertemuan, hanya beberapa orang

siswa yang aktif dan yang lainnya

lebih banyak diam sehingga

mereka yang sudah menguasai

materi pelajaran tidak mengalami

perubahan, begitu juga mereka

yang belum menguasai materi

pelajaran tidak mengalami

peningkatan prestasi. Dengan

demikian jelaslah bahwa model

pembelajaran kooperatif tipe

jigsaw yang diterapkan peneliti

dapat meningkatkan prestasi

belajar siswa.

PENUTUP

Berdasarkan hasil

penelitian dan hasil analisis

data yang dilakukan, maka

peneliti dapat menarik

kesimpulan yaitu ada

peningkatan prestasi belajar

siswa kelas X SMAN 1 Woha

tahun pelajaran 2011/2012

setelah diterapkannya model

pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Drs.H. Abu dan Drs.

Joko Tri Prasetya. 1997.

strategi belajar mengajar

(SBM). Bandung : Pustaka

Setia

Arikunto, Suharsimi. 2006.

Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Praktik. Jakarta.

Rineka cipta.

Djamarah. 2006. Strategi Dalam

Belajar Mengajar. Rineka

Cipta: Jakarta

Page 412: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

404

Firman dan Liliasari. 1997.

Bahasa Indonesia 1.

Depdikbud

Hamalik. 2002. Proses Belajar

Mengajar. PT Bina Aksara:

Jakarta

Ibrahim, M. 2000. Pembelajaran

Kooperatif. Surabaya:

Universitas Surabaya

Ibrahim dan Syaodiah. 2003.

Perencanaan Pembelajaran.

Remaja Karya: Jakarta

Lie. 1999. Cooferatif Learning.

Raja Grafindo: Jakarta

Nur. 2000. Pembelajaran

Kooperatif. Unesa

University Press: Surabaya

Nurkancana. 1990. Evaluasi Hasil

Belajar. Surabaya: Usaha

Nasional.

Purba, M. 2006. Bahasa Indonesia

Untuk SMA Kelas X. Jakarta

: Erlangga.

Roistiyah. 2001. Strategi belajar

mengajar. Rineka Cipta.

Jakarta

Slameto. 2003. Belajar Dan

Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhinya. Rineka

Cipta: Jakarta.

Slavin. 2008. Cooperative

Learning. Nusa media:

Bandung.

Sudjana. 1992. Penelitian Dan

Penilaian Pendidikan.

Jakarta: Sinar Baru.

Sugiyono. 2006. Metode

Penelitian Administrasi.

Alfabeta: Bandung

Page 413: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

405

PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN UNTUK

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPS SISWA KELAS V SDN

SOWA SOROMANDI TAHUN PELAJARAN 2013

Yasin

Guru PKN SDN SOWA Soromandi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Penggunaan Media

Pembelajaran dapat Meningkatkan Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas V SDN

Sowa Soromandi Tahun Pelajaran 2013. Jenis penelitian ini adalah penelitian

tindakan kelas dengan rancangan penelitian yang terdiri dari perencanaan,

pelaksanaan, observasi dan refleksi. Subyek penelitian adalah siswa kelas V

di SD Negeri Sowa Soromandi. Instrumen yang digunakan ada dua yaitu

instrumen tes untuk mengukur prestasi belajar siswa dan lembar observasi

aktivitas siswa dan guru.

Adapun hasil penelitian ini bahwa prestasi IPS siswa pada siklus I

dengan persentase ketuntasan klasikal sebesar 77,4 % dan pada siklus II

dengan persentase ketuntasan klasikal sebesar 96,8 %. Aktivitas siswa dan

guru dari hasil analisis observasi yang menunjukan peningkatan dari siklus I

ke siklus II. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan media

pembelajaran dapat meningkatkan prestasi belajar IPS Siswa Kelas V SDN

Sowa Soromandi Tahun Pelajaran 2013

Kata Kunci: media/alat peraga gambar, prestasi belajar

PENDAHULUAN

Berdasarkan pengamatan

peneliti selama mengajar di SDN

Sowa Soromandi menemukan

beberapa masalah antara lain:

siswa dalam proses pembelajaran

belum terlalu aktif, penggunaa

media/alat peraga oleh guru masih

kurang, prestasi belajar siswa yang

masih rendah, dilihat dari hasil

MID dan UAS yang masih banyak

dibawah KKM (70), cara mengajar

guru yang belum bervariasi.

Dari masalah-masalah

yang ditemukan di atas, untuk itu

sudah sepatutnya hal ini

mendapatkan perhatian yang

serius. Salah satu upaya yang

dilakukan adalah memanfaatkan

atau menggunakan media yang

mampu mengaktifkan siswa agar

tidak terlihat pasif dalam kegiatan

belajar serta melatih siswa untuk

banyak belajar sendiri sehingga

berimplikasi pada peningkatan

prestasi belajar siswa.

Hal lain yang peneliti

temukan adalah: para siswa rajin

masuk mengikuti pelajaran. Jika

para siswa ini rajin, maka jika

diditata dengan baik dan

pembelajaranya menggunakan

media yang banyak memberikan

manfaat maka dapat terjadi

Page 414: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

406

peningkatan motivasi dan

menuntaskan belajar siswa

terhadap materi pembelajaran yang

diajarkan oleh guru.

Pemanfaatan media

diharapkan siswa dapat

menunjukkan secara jelas tentang

konsep dan dapat merangsang

siswa untuk lebih berperan aktif

dalam proses belajar mengajar.

Materi IPS di SDN masih ada

yang bersifat kompleks, cenderung

abstrak dan begitu dekat dengan

kehidupan siswa, menuntut

gambaran yang kongkrit serta

pengalaman langsung melalui

pengamatan, penguraian dan

penggolongan objek dengan

memaksimalkan seluruh indera

yang ada, baik indera penglihatan,

pendengaran, maupun peraba

(Hamalik, 1994: 56).

Untuk memperoleh

gambaran yang kongkrit serta

pengalaman langsung diperlukan

alat peraga yang berfungsi untuk

membantu mengkonkretkan

pengalaman atau pengertian dalam

proses belajar mengajar. Peragaan

adalah mewujudkan bahan yang

diajarkan secara nyata baik dalam

bentuk asli maupun tiruan

sehingga siswa lebih memahami

apa yang disampaikan guru

(Nurbatni, 2005: 5)

Dalam peragaan, guru

menggunakan alat yang dapat

membantu mempelajari bahan

yang disampaikan. Alat-alat yang

digunakan dalam peragaan ini

disebut alat peraga. Istilah alat

peraga dewasa ini disebut sebagai

media pendidikan, ada pula yang

menyebutnya sebagai Audio Visual

Aids (AVA) atau alat bantu

pandang dengar.

Gagne dalam Nurbatni

(2005: 23) menyatakan bahwa

media atau alat peraga adalah

segala bentuk alat fisik yang dapat

menyajikan pesan serta

merangsang siswa untuk belajar.

Di dalam penulisan ini penulis

memakai istilah alat peraga,

karena seperti yang ditulis oleh

Hamalik (1994: 59) bahwa media

pendidikan identik dengan

pengertian keperagaan yang

berasal dari kata raga artinya suatu

benda yang dapat diraba, dilihat,

didengar dan yang dapat diamati

melalui panca indera.

Jika dikaitkan dengan

pengalaman yang diperoleh siswa

yang belajar dengan menggunakan

alat peraga memperoleh

pengalaman yang riil. Proses

penerimaan siswa terhadap

pelajaran akan lebih berkesan

secara mendalam, sehingga

membentuk pengertian yang baik

dan sempurna. Belajar dengan alat

peraga merupakan alat bantu yang

efektif dalam mengikutsertakan

berbagai indera dalam belajar

mengajar (Nurbatni, 2005: 23).

Berdasarkan pendapat di

atas penulis dapat menyimpulkan

bahwa pada prinsipnya alat peraga

adalah segala sesuatu yang dapat

menyalurkan atau menyampaikan

pesan, khususnya antara guru dan

siswa, dapat memberikan

pengalaman kongkret, serta

mempertinggi prestasi belajar

siswa dalam menerima pesan atau

informasi pelajaran sehingga

proses penyampaian dan

Page 415: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

407

penerimaan pesan dalam proses

belajar mengajar dapat terjadi

dengan baik.

Prestasi adalah hasil dari

suatu kegiatan yang telah

dikerjakan, diciptakan baik secara

individu maupun secara kelompok

(Djamarah, 1994: 15). Sedangkan

menurut Mas’ud Hasan dalam

Djamarah (1994: 16) bahwa

prestasi adalah apa yang telah

dapat diciptakan, hasil pekerjaan,

hasil yang menyenangkan hati

yang diperoleh dengan jalan

keuletan kerja.

Menurut Nurkencana

(1990: 25) prestasi belajar adalah

hasil yang telah dicapai atau

diperoleh anak berupa nilai mata

pelajaran. Ditambahkan bahwa

prestasi belajar merupakan hasil

yang mengakibatkan perubahan

dalam diri individu sebagai hasil

dari aktivitas dalam belajar.

METODE PENELITIAN

Adapun jenis penelitian

ini adalah Penelitian Tindakan

Kelas (Clasroom Action

Research). Secara singkat

Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

adalah suatu pencermatan terhadap

kegiatan belajar berupa sebuah

tindakan, yang sengaja

dimunculkan dan terjadi dalam

sebuah kelas secara bersama

(Suharsimi, 2007:45)

Berdasarkan pendapat

ahli di atas dapat disimpulkan

bahwa Penelitian Tindakan Kelas

(PTK) berfokus pada kelas atau

pada proses belajar mengajar yang

terjadi di kelas, dengan

menggunakan media sehingga

dapat meningkatkan prestasi

belajar siswa kelas V di SDN

Sowa Soromandi tahun pelajaran

2013.

Rancangan dalam

penelitian ini mengacu pada model

spiral atau siklus menurut Kemmis

& Mc Taggart (Mc Taggar, 1991:

32). Tujuan menggunakan model

ini adalah apabila pada awal

pelaksanaan tindakan ditemukan

adanya kekurangan, maka

tindakan perbaikan dapat

dilakukan pada tindakan

selanjutnya sampai pada target

yang diinginkan tercapai. Adapun instrumen yang

digunakan dalam penelitian ini adalah

: a. Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran

b. Tes Evaluasi

c. Lembar observasi

Analisis Data

Pengelolaan data

merupakan satu langkah yang

sangat penting dalam kegiatan

penelitian bila kesimpulan yang

akan diteliti dapat dipertanggung

jawabkan data yang di analisis

oleh peneliti adalah :

1) Ketuntasan individu

Setiap siswa dalam proses belajar

mengajar dikatakan tuntas

apabila memperoleh nilai 70

Nilai ketuntasan minimal

sebesar 70 dipilih karena sesuai

dengan kemampuan individu

2) Ketuntasan klasikal

Ketuntasan klasikal dikatakan

telah dicapai apabila target

pencapaian ideal 85 % dari

jumlah siswa dalam kelas.

Page 416: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

408

%1001 xn

nKK

Keterangan : KK = Ketuntasan

Klasikal

n1 = Jumlah siswa yang

memperoleh nilai 70

n = Jumlah siswa yang ikut tes

(banyaknya siswa)

(Nurkencana, 2003)

3) Data Aktivitas Guru

Kriteria untuk menentukan

aktifitas guru sebagai berikut :

Tabel 3.1 : Pedoman Skor

Standar

Aktivitas Guru A > MI + 1,5 SDI Sangat aktif

MI + 0,5 SDI < A < MI

+ 1,5 SDI

Aktif

MI – 1,5 SDI < A < MI

+ 0, 5 SDI

Cukup aktif

MI – 1,5 SDI < A < MI

– 0,5 SDI

Kurang aktif

A < MI – 1,5 SDI Sangat kurang

aktif

Menentukan MI (mean

ideal) dan SDI (standar

deviasi)

MI = ½ x (skor tertinggi +

skor terendah)

SDI = 1/6 x (skor tertinggi

+ skor terendah)

(Nurkencana, 1990)

4) Data aktivitas belajar

siswa

Skor maksimal

ideal (SMI) merupakan

skor tertinggi aktivitas

siswa yang didapat

apabila semua

deskriptor yang diamati

nampak yaitu skor 4

untuk menilai kategori

aktivitas siswa,

ditentukan terlebih

dahulu MI dan SDI.

HASIL PENELITIAN

Siklus I

a) Observasi untuk aktivitas siswa

Tabel 3.

Hasil Observasi aktivitas siswa siklus I

Aspek yang Diobservasi Skor

A. Kesiapan siswa dalam menerima pelajaran 3

B. Antusias siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran 2

C. Respon dalam pembelajaran 3

Jumlah 8

b) Observasi untuk aktivitas Guru

Tabel 4.

Hasil Observasi aktivitas Guru siklus I

Aspek yang diobservasi Skor

A.1 Membangkitkan minat dan motivasi siswa dalam 3

Page 417: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

409

belajar

B.1 Penyampaian materi kepada siswa 2

B.2 Pendampingan siswa selama proses belajar

mengajar berlangsung

2

C. Penutup 3

Jumlah 10

1) Hasil Evaluasi

Adapun hasil evaluasi yang diperoleh pada siklus I

untuk prestasi belajar IPS siswa sebagai berikut:

a. Jumlah siswa yang tuntas: 24

b. Jumlah siswa yang tidak tuntas : 7

c. Jumlah siswa yang ikut tes: 31

d. Ketuntasan klasikal: 77,4 %

2) Refleksi

Berusaha mengarahkan siswa untuk mengerjakan tugas

rumah agar dikumpulkan pada pertemuan berikutnya, agar ada

persiapan dari rumah.

a. Siklus II

a) Observasi untuk aktivitas siswa

Tabel 5.

Hasil Observasi aktivitas siswa siklus II

Aspek yang Diobservasi Skor

A. Kesiapan siswa dalam menerima pelajaran 4

B. Antusias siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran 4

C. Respon dalam pembelajaran 4

Jumlah 16

c) Observasi untuk aktivitas Guru

Tabel 6.

Hasil Observasi aktivitas Guru siklus II

Aspek yang diobservasi Skor

A.1 Membangkitkan minat dan motivasi siswa dalam

belajar

4

B.1 Penyampaian materi 4

B.2 Pendampingan siswa selama proses belajar

mengajar berlangsung

4

C. Penutup 4

Page 418: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

410

Jumlah 16

Kategori aktif

1) Hasil Evaluasi

Adapun hasil evaluasi yang diperoleh pada siklus II

dapat dilihat pada lampiran. Secara ringkas hasilnya sebagai

berikut:

a. Jumlah siswa yang tuntas : 30 siswa

b. Jumlah siswa yang belum tuntas : 1 siswa

c. Jumlah siswa yang ikut tes : 30 siswa

d. Ketuntasan klasikal : 96,8 %

PEMBAHASAN

Penelitian tindakan kelas

ini dilakukan dalam dua siklus

dengan menggunakan media

gambar. Berdasarkan hasil analisis

tindakan dan hasil evaluasi pada

siklus I diketahui bahwa

ketuntasan belajar belum mencapai

seperti yang diharapkan. Hal ini

ditunjukan oleh hasil evaluasinya

yaitu persentase ketuntasannya

adalah 77,4 %, sehingga sebelum

melanjutkan pembelajaran ke

siklus berikutnya dilakukan upaya

perbaikan dan penyempurnaan

terlebih dahulu dengan melakukan

diskusi dan membimbing siswa

yang mendapat nilai kurang dari

70 dengan bimbingan secara

khusus atau individual. Adapun

hasilnya adalah dengan lebih

termotivasi dan antusiasnya siswa

dalam bertanya baik kepada

temannya maupun kepada guru.

Dan juga dapat terlihat pada saat

siswa mengerjakan soal-soal

latihan setelah berdiskusi dan

diberikan bimbingan.

Tindakan yang akan

dilakukan untuk memperbaiki

kekurangan yang ada pada siklus I

yaitu: berusaha mengarahkan

siswa untuk mengerjakan tugas

rumah agar dikumpulkan pada

pertemuan berikutnya.

Setelah dilakukan

tindakan pada siklus II yang

mengacu pada perbaikan tindakan

dari siklus I diperoleh hasil yang

lebih baik. Ini ditunjukan dari hasil

evaluasi akhir siklus dimana

persentase ketuntasan klasikal

adalah 96,8 %. Hal ini berarti

tindakan pada siklus II sudah

mencapai standar ketuntasan

klasikal 85 %. Dengan demikian

tidak perlu untuk melakukan siklus

selanjutnya.

Dari proses tindakan dan

hasil yang diperoleh dari siklus I,

maka untuk siklus II menunjukan

hasil yang lebih baik dari siklus

sebelumnya. Berarti pembelajaran

dengan menggunakan media

gambar dapat meningkatkan

prestasi belajar IPS siswa.

Karena siswa sangat tertarik

dengan gambar yang ditampilkan

sehingga daya ingat dan daya

serap mereka terhadap materi yang

diajarkan akan lebih cepat baik

Setelah melakukan

penelitian tersebut peneliti melihat

suasana kelas lebih hidup karena

Page 419: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

411

partisipasi siswa dalam proses

belajar mengajar sangat aktif.

SIMPULAN

Proses tindakan dan

hasil evaluasi dari penelitian

telah diperoleh, maka dapat

disimpulkan beberapa hal

sebagai berikut:

1. Penerapan pembelajaran

dengan menggunakan

media gambar dapat

meningkatkan prestasi

belajar IPS siswa kelas V

SDN Sowa Soromandi

tahun pelajaran 2013.

2. Prestasi belajar IPS siswa

tersebut ditunjukan oleh

aktivitas siswa dalam kelas

dan hasil evaluasi tiap

akhir siklus. Pada siklus I,

persentase ketuntasan

sebesar 77,4 % dan pada

siklus II dengan persentase

ketuntasan 96,8 %.

3. Aktivitas guru dan siswa

meningkat dari siklus I ke

siklus II.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar Saparudin Saleh. (2012).

Penggunaan alat peraga

untuk meningkatkan hasil

belajar IPA.penelitian PTK.

Universitas Pendidikan

Indonesia

Aqib. (2003). Pendidikan Guru

Berdasarkan Pendekatan

Kompetensi, Jakarta : PT.

Bumi Aksara

Barth, J.L. (1990). Method of

instruction in social studies

education. Third edition.

Boston: university press of

America. inc

Brown, H.D. (2000). Principle of

language and teaching. New

York: By Addison Wesley

longman, inc

Depdiknas. (2006). Undang-

Undang RI Nomor 20, tahun

2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional

Depdiknas. (1997). Efektivitas

pembelajaran biologi di

SMP, Jakarta : Rineka

Cipta

Dick, W., Carey, L., James. O., &

Carey, C. (2001). The

systematic design of

instruction . Newyork:

Addison-weley educational

publisher inc.

Djamarah, Saiful, Bahri, 1994.

Prestasi Belajar dan

Kompetensi Guru, Surabaya:

Usaha Nasional

Dimyati dan Mudjiono. (2006).

Efektivitas pembelajaran

pada SMP, Jakarta :

Rineka Cipta

_______(1980). Media

Pendidikan, Bandung :

Citra Aditya

Page 420: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

412

Hamalik, Oemar. (1994). Media

Pendidikan, Bandung :

Citra Aditya

http://www.sarjanaku.com/2011/0

3/pengertian-alat-peraga.html.

Jerolimek, S., & McTargaart, R.

(1990). The action research

planner. Victoria: deakin

university

Joyce, B., & Weil, M. (2004).

Models of teaching.

Boston: Allyn and

Bacon.

Lexi J. Moleong, (2006).

Metodelogi Penelitian

Kualitatif. Bandung : Remaja

Rosdakarya

Muhibbin, Syah, (2007). Psikologi

Belajar. :Jakarta: PT.

Rajagrafindo Persada

Nurbatni, (2005). Media

Pendidikan, Bandung :

Citra Aditya

Nurkencana, (1990). Evaluasi

Hasil Belajar, Surabaya :

Usaha Nasional

________, (2003). Evaluasi Hasil

Belajar, Surabaya :

Usaha Nasional

Riyanto, (1996). Metodologi

Penelitian Pendidikan,

Surabaya : SIC

Sudjana, Nana, (2004). Dasar-

Dasar Proses Belajar

Mengajar, Bandung : Sinar

Baru Algensindo

Siti Arum Gita Nurmala. (2008).

Penggunaan Alat Peraga

Gambar Untuk

Meningkatkan Minat Belajar

Membaca yang diakses pada

taggal 2 maret di

http://id.shvoong.com/social-

sciences/education/2335003-

alat-peraga-sebagai-media-

pendidikan/#ixzz2NTOIXXi

1

Slameto, (2003). Belajar dan

Faktor-faktor yang

Mempengaruhinya. :Jakarta:

PT. Rineka Cipta

_______, (1995). Belajar dan

Faktor-faktor yang

Mempengaruhinya. Jakarta:

PT. Rineka

Page 421: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

413

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT

TEAM ACHIVEMENT DIVISION (STAD) DALAM

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XII-C

PADA MATA PELAJARAN IPA DI SMA NEGERI 1 PALIBELO

BIMA TAHUN PELAJARAN 2015/2016”

Drs. Yusuf

Guru IPS SMA Negeri 1 Palibelo Bima

ABSTRAK

Kata kunci: STAD, Prestasi Belajar IPA.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan

pembelajaran kooperatif tipe student team achivement division (STAD)

dalam meningkatkan prestasi belajar siswa kelas XII-c pada mata pelajaran

IPA di SMA Negeri 1 palibelo Bima Tahun Pelajaran 2015/2016”. Jenis

penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan rancangan penelitian

yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Subyek

penelitian adalah siswa KelasXII SMA Negeri 1 Palibelo Bima. Instrumen

yang digunakan ada dua yaitu instrumen tes untuk mengukur prestasi belajar

siswa dan lembar observasi aktivitas siswa dan guru.

Adapun hasil penelitian ini bahwa prestasi IPA siswa pada siklus I

dengan nilai rata-rata sebesar sebesar 71,29 dan pada siklus II dengan nilai

rata-rata sebesar 77, 42. Aktivitas siswa dan guru dari hasil analisis observasi

yang menunjukan peningkatan dari siklus I ke siklus II. Dari hasil tersebut

dapat disimpulkan bahwa pembelajaran student team achivement division

(STAD) dapat meningkatkan prestasi belajar IPA siswa Kelas XII SMA

Negeri 1 Palibelo Bima tahun pelajaran 2015/2016.

PENDAHULUAN

Berdasarkan data tentang

prestasi belajar siswa di SMA

Negeri 1 Palibelo Bima tampak

bahwa nilai rata-rata siswa pada

mata pelajaran IPA 6,3 ini berarti

siswa belum tuntas karena banyak

siswa yang belum mendapatkan

nilai di atas 6,5 terutama siswa

kelas XII IPA.

Dari hasil wawancara

dengan salah satu guru SMA

Negeri 1 Palibelo Bima (Mahsun,

S.Pd) penulis memperoleh

informasi bahwa selama ini dalam

menyampaikan materi guru

banyak menerapkan metode yang

membuat siswa kurang aktif dalam

kelas seperti metode ceramah.

Selain itu juga siswa SMA Negeri

1 Palibelo Bima pada umumnya

belum memiliki intraksi belajar

yang bersifat kooperatif, artinya

belum belajar secara bersama-

sama dalam suatu kelompok,

setiap individu memiliki

kemampuan yang berbeda satu

sama lain. Contoh yang sangat

Page 422: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

414

nampak dari siswa yang pintar,

dimana mereka tidak mau

membimbing maupun memberikan

penjelasan kepada temannya yang

pengetahuannya kurang (Mahsun,

S.Pd, guru IPA SMA Negeri 1

Palibelo Bima Wawancara,

Tanggal 10 Januari 2015).

Berdasarkan hasil

wawancara dari dengan guru yang

lain dikelas XII SMA Negeri 1

Palibelo Bima, bahwa minat dan

perhatian siswa mengikuti

kegiatan pembelajaran IPA masih

kurang.

KAJIAN PUSTAKA

Pembelajaran Model Kooperatif

Tipe Student Team Achievement

Division (STAD) Pembelajaran model

koooperatif tipe STAD

merupakan” salah satu

pembelajaran kooperatif yang

diterapkan untuk menghadapi

kemampuan siswa yang heterogen.

Dimana model ini dipandang

sebagai metode yang paling

sederhana dan langsung dari

pendekatan pembelajaran

kooperatif. Metode ini paling awal

ditemukan dan dikembangkan oleh

para peneliti pendidikan di John

Hopkins Universitas Amerika

Serikat dengan menyediakan suatu

bentuk belajar kooperatif. Di

dalamnya siswa diberi kesempatan

untuk melakukan kolaborasi dan

elaborasi dengan teman sebaya

dalam bentuk diskusi kelompok

untuk memecahkan suatu

permasalahan” (Arindawati, 2004:

83 - 84). Dalam model

pembelajaran ini, masing-masing

kelompok beranggotakan 4 – 5

orang yang dibentuk dari anggota

yang heterogen terdiri dari laki-

laki dan perempuan yang berasal

dari berbagai suku, yang memiliki

kemampuan tinggi, sedang dan

rendah.

Prestasi Belajar

Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi adalah “hasil dari

suatu kegiatan yang telah

dikerjakan, diciptakan, baik secara

individual maupun kelompok”

(Djamarah, 1994:19). Sedangkan

menurut WJS. Poerwadarminta

dalan Djamarah (1994:21)

berpendapat bahwa prestasi adalah

“hasil yang telah

dicapai/dilakukan, dikerjakan dan

sebaginya”. Sedangkan menurut

Kohar Prestasi adalah “apa yang

dapat diciptakan, hasil pekerjaan,

hasil yang menyenangkan hati

yang diperoleh dengan keuletan

kerja” (Djamarah, 1994:20).

METODE PENELITIAN

Pelaksanaan Tindakan

Penelitian tindakan kelas

ini dilaksanakan dalam bentuk

siklus berulang-ulang di dalamnya

terdapat empat tahapan utama

kegiatan, yaitu perencanaan,

tindakan, pengamatan, dan refleksi

yang dapat digambarkan sebagai

berikut:

Teknik Analisis Data

Data Tes Hasil Belajar

a. Ketuntasan individu yaitu

setiap siswa dalam proses

belajar mengajar dikatakan

tuntas secara individu terhadap

materi pelajaran yang diberikan

jika siswa mampu memperoleh

nilai 65.

Page 423: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

415

b. Ketuntasan klasikal

Ketuntasan klasikal dikatakan

telah dicapai apabila target

pencapaian ideal ≥ 85% dari

jumlah siswa dalam kelas.

Kk = n

n1 x 100%

Ket :

Kk = Ketuntasan klasikal

n1 = Jumlah siswa yang

mendapat nilai >

6.5

n = Jumlah siswa yang

ikut tes

Sedangkan untuk mengetahui

peningkatan prestasi belajar

siswa, hasil belajar dianalisis

secara objektif yaitu dengan

menentukan nilai rata-rata

dengan rumus :

Me = n

X I

Keterangan : Me = Mean (rata-

rata)

= Epsilon

(baca jumlah)

Xi = Nilai yang

diperoleh

masing-masing

siswa

n = Banyaknya

siswa (Sugiyono,

2006 : 43)

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Data Siklus I

Observasi

1) Hasil Observasi Aktivitas

Siswa

Hasil observasi aktivitas siswa

secara rinci tentang aktivitas

belajar siswa dapat dilihat

dibawa sebagai berikut

a) Sebagian siswa masih ada

yang tidak serius dalam

mengikuti pelajaran dan

malu bertanya sama teman

sekelompoknya maupun

kepada guru.

b) Pada saat diskusi masih ada

sebagian siswa yang tidak

menanggapi dengan baik

apa yang dijelaskan oleh

guru dan teman-temanya

2) Hasil Observasi Aktivitas Guru

Hasil observasi diperoleh dari

pengamatan yang diperoleh

oleh guru sejawat

(pendamping) dengan mengisi

lembar observasi yang telah

dipersiapkan oleh peneliti yang

bertujuan untuk melihat

jalannya proses belajar

mengajar dalam kelas. Adapun

hasil yang diperoleh dari

observasi terhadap guru

terekam dalam tabel berikut : Penilaian Siklus I

Rata-

Rata Kategori Pertemuan I Pertemuan

II

24 25 24.5 Aktif

Hasil Evaluasi

Melalui analisis evaluasi

belajar nilai rata-rata siswa dan

ketuntasan belajar siswa dapat

dilihat pada tabel berikut :

Banyak

Siswa

Skor

Total

Nilai

Rata-

Rata

Banyak

Siswa

Yang

Tuntas

Persentase

Ketuntasan

31 2210 71,29 24 77, 42%

Page 424: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

416

Refleksi

Persentase ketuntasan

belajar mengajar 77,42 %, ini

menunjukkan bahwa ketuntasan

dilihat dari hasil evaluasi pada

siklus I masih belum mencapai

hasil yang diharapkan. Adapun

kekurangan-kekurangan yang

ditemukan pada siklus ini akan

diperbaiki pada siklus kedua

diantaranya:

1) Guru masih terfokus pada

kelompok-kelompok tertentu

dan kelompok yang lain masih

bersifat kurang aktif

2) Guru masih kurang dalam

memberikan motivasi kepada

siswa yang kurang aktif untuk

berani maju mengerjakan tugas

di depan kelas

Data Siklus II

Observasi

1) Hasil Observasi Aktivitas

Siswa

Hasil observasi

diperoleh dari pengamatan yang

dilakukan oleh guru sejawat

(pendamping) dengan mengisi

lembar observasi yang telah

dipersiapkan oleh peneliti yang

bertujuan untuk melihat

jalannya proses belajar

mengajar. Observasi terhadap

aktivitas siswa dilakukan

dengan mengamati prilaku

siswa pada saat proses belajar

mengajar berlangsung yang

diamati oleh peneliti (guru)

sendiri, diskusi dalam

kelompoknya dan dalam

mengerjakan lembar kerja

siswa (LKS). Semua diskriptor

(aspek yang nampak) diberi

tanda rumput pada tiap kolom

yang telah disediakan sesuai

dengan petunjuk yang ada.

2) Hasil Observasi Aktivitas

Guru

Adapun hasil Observasi

Aktivitas Guru yang diperoleh

terangkum pada tabel di bawah ini.

Penilaian Siklus II Rata-

Rata Kategori Pertemuan

I

Pertemuan

II

25 26 25.5 Aktif

Evaluasi

Melalui analisis evaluasi

belajar nilai rata-rata siswa dan

ketuntasan belajar siswa dapat

dilihat pada tabel berikut:

Banyak Siswa

Skor Total

Nilai

Rata-Rata

Banyak

Siswa Yang

Tuntas

Persentase Ketuntasan

31 2370 76,45 29 93,55%

Refleksi

Dilihat dari hasil yang

diperoleh pada siklus II dikatakan

telah tuntas karena telah mencapai

ketuntasan belajar yang

diharapkan menurut kurikulum

yaitu 85% (Nurkencana dalam

Slavin Kurnia, 2006 : 37). Dengan

demikian pembelajaran dengan

menerapkan pembelajaran

kooperatif Tipe Student Team

Achivement Division (STAD) lebih

efektif digunakan dalam

meningkatkan prestasi belajar

siswa pada mata pelajaran IPA.

Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis

data tiap-tiap siklus, terlihat bahwa

hasil dari siklus ke siklus

mengalami peningkatan. Pada

siklus I, menunjukkan bahwa nilai

rata-rata siswa sebesar 71,29

Page 425: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

417

dengan prosentase ketuntasan

77,42 %. Ini berarti ketuntasan

belajar siswa belum tercapai sesuai

dengan ketuntasan belajar menurut

standar yang telah ditetapkan. Hal

ini disebabkan oleh kurangnya

kesiapan siswa dalam mengikuti

proses pembelajaran dengan

penerapan pembelajaran

kooperatif tipe Student Team

Achivement Division (STAD),

yang dikarenakan model

pembelajaran ini merupakan

model pembelajaran yang cukup

dikenal oleh para guru dan siswa,

perhatian siswa dalam kegiatan

pembelajaran belum terfokus, saat

diskusi masih banyak siswa yang

belum mau menanggapi pendapat

dari temannya, dan siswa belum

bisa membuat kesimpulan dari

hasil diskusi, sehingga tingkat

penyerapan siswa terhadap materi

yang diberikan belum optimal,

akibatnya keaktifan dalam belajar

tidak tercapai.

Berdasarkan hasil analisis

pada siklus II menunjukkan bahwa

nilai rata-rata sebesar 76,45

dengan prosentase ketuntasan

belajar siswa sebesar 93,55%. Ini

berarti ketuntasan belajar siswa

telah sesuai dengan ketuntasan

yang telah ditetapkan. Hal ini

disebabkan karena persiapan siswa

dalam mengikuti proses

pembelajaran koopertaif tipe

Student Team Achivement Division

(STAD) sudah sangat baik,

suasana pembelajaran berjalan

dengan baik, perhatian siswa

sudah mulai terfokus, saat diskusi

siswa sudah banyak yang mau

menanggapi pendapat dari

temannya dan siswa sudah mulai

bisa membuat kesimpulan dari

hasil diskusi. Karena tujuan dari

penelitian sudah tercapai dan

kegiatan pembelajaran sesuai

dengan rencana dan harapan, maka

siklus penelitian diakhiri.

Hal ini menunjukkan

bahwa penerapan model kooperatif

tipe Student Team Achivement

Division (STAD) dalam

pembelajaran IPS Ekonomi dapat

meningkatkan prestasi belajar

siswa kelas XII IPA SMA Negeri

1 Palibelo Biam Tahun Pelajaran

2015/2016.

PENUTUP

Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan

pembahasan dapat disimpulkan

bahwa penerapan pembelajaran

kooperatif tipe STAD dapat

meningkatkan prestasi belajar

siswa pada mata pelajaran IPS

Ekonomi

Daftar pustaka

Arends, R.I. (2008). Learning to

teach. (terjemahan Herlly

Prajitno S & Sri Mulyantini

S). New York: McGraw Hill

Companies. (buku asli

diterbitkan tahun 2007).

Arindawati. (2004). Beberapa

Alternatif Pembelajaran di

Sekolah Dasar. Jakarta :

Rineka Cipta

Aqib, Zaenal. (2006). Penelitian

Tindakan Kelas, CV.Yrama

Widya:Bandung

Page 426: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

418

Doston, J.M. (winter 2001).

Cooperative learning

structures can increase

student achievement: Kagan

online magazine. 4, Artikel

diambil pada tanggal 15 juli

2011. Dari

http://www.kagan.online.ma

gazine/files/rcd/BE018766/P

IG12.pdf

Barth, J.L. (1990). Method of

instruction in social studies

education. Third edition.

Boston: university press of

America. inc

Depdiknas .(2006). Undang-

Undang RI Nomor 20, tahun

2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasinal

Djamarah, Syaiful Bahri. (1994).

Prestasi Belajar dan

Kompetensi Guru.

Surabaya : Usaha Nasional

(2002). Psikologi Belajar.

Jakarta : Rineka Cipta

Hadi, Sutrisno (1990). Metodologi

Penelitian, Jakarta : Rineka

Cipta

Herlina. (2008). Binti Marthin,

penelitiannya yang berjudul

Penerapan Model

Pembelajaran Kooperatif

Tipe Stad Untuk

Meningkatkan Prestasi

Belajar Siswa Kelas VII-G

SMPN 07 Malang

Ibnu, Hizam, M.Pd. (2007). Artikel

Pembelajaran Kooperatif

Metode Jigsaw. Mataram

Ibrahim M. (2000). Pembelajaran

Kooperatif. Surabaya :

Universitas Surabaya

Isjoni. (2007). Cooperatif

Learning, Bandung : Alfabeta

Page 427: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

419

PENERAPAN METODE INQUIRI UNTUK MENINGATKAN

AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJARA SISWA PADA

PELAJARAN KIMIA SISWA KELAS XII- C SMA NEGERI 1

PALIBELO BIMA TAHUN PELAJARAN 2015/2016

Masni, S.Pd

Guru SMA Negeri 1 Palibelo

Abstrak

Kata kunci: Metode Inquiri, Aktivitas, dan prestasi belajar

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan metode

inquiri untuk meningatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa pada

pelajaran kimia siswa kelas XII- C SMA Negeri 1 Palibelo bima Tahun

Pelajaran 2015/2016

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan rancangan

penelitian yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.

Subyek penelitian adalah siswa Kelas XII SMA Negeri 1 Palibelo Bima.

Instrumen yang digunakan ada dua yaitu instrumen tes untuk mengukur

prestasi belajar siswa dan lembar observasi aktivitas siswa dan guru.

Adapun hasil penelitian ini bahwa prestasi IPA siswa pada siklus I dengan

persentase ketuntasan klasikal sebesar 78,94% dan pada siklus II dengan

persentase ketuntasan klasikal sebesar 94,74%. Hasil analisis lembar

observasi aktifitas siswa dari siklus I dengan jumlah 24 sedangkan pada

siklus II menjadi 26 dengan kategori “aktif”. Dari hasil tersebut dapat

disimpulkan bahwa penerapan metode inquiri dapat meningatkan aktivitas

dan prestasi belajar siswa pada pelajaran kimia siswa kelas XII- C SMA

Negeri 1 Palibelo bima Tahun Pelajaran 2015/2016

PENDAHULUAN

Berdasarkan hasil

observasi awal dan wawancara

dengan guru mata pelajaran Kimia

Nurlaela, S.Pd (guru kelas XII.C

SMA Negeri 1 Palibelo Bima),

mengatakan bahwa guru masih

menerapkan metode pembelajaran

konvensional/klasikal.

Pembelajaran konvensional adalah

pembelajaran yang dilaksanakan

pada sekelas murid secara

langsung, dalam pembelajaran ini

siswa cendrung bersikap pasif dan

reseptif, sedangkan guru cendrung

berperan dominan (Soenarwan :

25-27). Di sisi lain guru masih

banyak menggunakan metode

belajar yang belum mengaktifkan

siswa secara penuh, salah satunya

adalah metode ceramah.

Nilai rata-rata siswa masih

sangat rendah. Untuk itu sudah

sepatutnya hal ini mendapatkan

perhatian yang serius. Salah satu

Page 428: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

420

upaya yang dilakukan adalah

mencari metode mengajar yang

mampu mengajak siswa lebih aktif

dalam kegiatan belajar serta

melatih siswa untuk banyak

belajar sendiri.

Pembelajaran dengan

inquiri memberikan manfaat

bahwa siswa belajar lebih aktif

karena ada proses penemuan,

siswa memahami degan benar isi

pelajaran karena di sini siswa

mengalami langsung. Di sisi lain

siswa merasa puas, jika suatu hal

dapat ditemukan ia terdorong

untuk menemukan lagi dan siswa

dapat menyampaikan sesuatu yang

diperoleh dengan konteks.

KAJIAN PUSTAKA

Prestasi Belajar

Prestasi adalah hasil dari

suatu kegiatan yang telah

dikerjakan, diciptakan baik secara

individu maupun secara kelompok

(Djamarah, 1994). Sedangkan

menurut Mas’ud Hasan Abdul

Qohar dalam Djamarah (1994)

bahwa prestasi adalah apa yang

telah dapat diciptakan, hasil

pekerjaan, hasil yang

menyenangkan hati yang diperoleh

dengan jalan keuletan kerja.

prestasi belajar kimia yang

dimaksud dalam penelitian ini

adalah prestasi belajar yang diraih

atau dicapai oleh seorang siswa

setelah mengalami atau melakukan

kegiatan belajar dengan

menggunakan metode inquiri pada

waktu yang telah ditentukan.

Pengertian Metode Inquiri

Menurut (Ahmadi, 2005 :

52) bahwa metode inquiri adalah

metode pembelajaran dimana

siswa dituntut untuk lebih aktif

dalam proses penemuan,

penempatan siswa lebih banyak

belajar sendiri serta

mengembangkan keaktifan dalam

memecahkan masalah

Berdasarkan pendapat

para ahli di atas dapat disimpulkan

bahwa metode inquiri dalam

penelitian ini adalahsuatu teknik

instruksional dalam proses belajar

mengajar siswa diharapkan pada

suatu masalah, dan tujuan utama

menggunakan metode inquiri

adalah membantu siswa dalam

mengembangkan keterampilan

penemuan ilmiah.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di

kelas XII. C SMA Negeri 1

Palibelo Bima . Penelitian ini telah

dilaksanakan pada semester II

Tahun Pelajaran 2015/2016

Teknih Analisis Data

Ketuntansan individu

Setiap siswa dalam proses

belajar mengajar dikatakan

tuntas apabila memperoleh nilai

6,5. Nilai ketuntasan minimal

sebesar 6,5 dipilih karena

sesuai dengan kemampuan

individu

Page 429: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

421

Ketuntasan klasikal

Ketuntasan klasikal dikatakan

telah dicapai apabila target

pencapaian ideal 85 % dari

jumlah siswa dalam kelas.

%1001 xn

nkk

kk = ketuntasan klasik

n1 =Jumlah siswa yang

memperoleh nilai 65

n = Jumlah siswa yang ikut tes

Data Aktivitas Pembelajaran

Kriteria untuk menentukan

aktifitas siswa dan guru sebagai

berikut : A > MI + 1,5 SDI Sangat aktif

MI + 0,5 SDI < A < MI + 1,5

SDI

Aktif

MI – 1,5 SDI < A < MI + 0, 5 SDI

Cukup aktif

MI – 1,5 SDI < A < MI – 0,5

SDI

Kurang aktif

A < MI – 1,5 SDI Sangat kurang aktif

Menentukan MI dan SDI

MI = ½ x (skor tertinggi + skor

terendah)

SDI = 1/6 x (skor tertinggi + skor

terendah)

Keterangan : MI = Mean

ideal

SDI = Standar

deviasi ideal

Hasil Penelitian Siklus I

Perencanaan/Persiapan

Pada tahap ini dilakukan

beberapa perencanaan/persiapan

yang meliputi pembuatan :

Skenario pembelajaran, Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran),

Lembar kerja siswa, Soal-soal

evaluas, Pedoman observasi

kegiatan Guru dan, Pedoman

observasi kegiatan siswa.

Pelaksanaan Proses belajar mengajar

pada siklus I dilaksanakan sesuai

dengan jadwal mata pelajaran

kimia di sekolah yang

bersangkutan dan dilaksanakan

dalam dua kali pertemuan yaitu

pada hari Selasa, Kamis dan sabtu

tanggal 10, 12, dan 14 Februari

2015.

Observasi

1) Hasil aktivitas belajar siswa

Berdasarkan hasil analisis lembar

observasi aktifitas belajar siswa

diperoleh data sebagai berikut

Analisis Hasil Jumlah Kategori

Skor tertinggi 28

Aktif

Skor terendah 7

Mean Ideal (MI) 17,5

Standar Deviasi Ideal (SDI) 5,8

Jumlah skor aktifitas belajar 24

Inteval 20,24 <

A < 26,25

2) Hasil Observasi Aktivitas

Guru

Berdasarkan hasil analisis lembar

observasi aktifitas guru diperoleh

data sebagai berikut Analisis Hasil Jumlah Kategori

Skor tertinggi 28

Cukup Aktif

Skor terendah 7

Mean Ideal (MI) 17,5

Standar Deviasi Ideal (SDI) 5,8

Jumlah skor aktifitas belajar 20

Inteval 14,60

< A <

20,40

Hasil Evaluasi Banyak Siswa

Skor Total

Nilai Rata-

Rata

Banyak Siswa

Yang

Tuntas

Persentase Ketuntasan

38 2715 71,45 30 78,94%

Page 430: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

422

Refleksi

Persentase ketuntasan

belajar mengajar 78,94%, ini

menunjukkan bahwa ketuntasan

dilihat dari hasil evaluasi pada

siklus I masih belum mencapai

hasil yang diharapkan. Adapun

kekurangan-kekurangan yang

ditemukan pada siklus ini akan

diperbaiki pada siklus kedua

diantaranya: 1) Guru masih

terfokus pada kelompok-kelompok

tertentu dan kelompok yang lain

masih bersifat kurang aktif , 2)

Guru masih kurang dalam

memberikan motivasi kepada

siswa yang kurang aktif untuk

berani maju mengerjakan tugas di

depan kelas

Data Siklus II

Observasi aktivitas siswa Analisis Hasil Jumlah Kategori

Skor tertinggi 28

Aktif

Skor terendah 7

Mean Ideal (MI) 17,5

Standar Deviasi Ideal (SDI)

5,8

Jumlah skor aktifitas

belajar

26

Inteval 20,24 < A < 26,25

Evaluasi

Data Hasil Evaluasi Belajar

Siswa Siklus II SMA Negeri 1

Palibelo Bima Tahun Ajaran

2015/2016

Banyak

Siswa

Skor

Total

Nilai Rata-

Rata

Banyak

Siswa

Yang Tuntas

Persentase

Ketuntasan

38 3075 80,92 36 94,74 %

Refleksi

Dilihat dari hasil yang

diperoleh pada siklus II dikatakan

telah tuntas karena telah mencapai

ketuntasan belajar yang

diharapkan menurut kurikulum

yaitu 85% (Nurkencana dalam

Slavin Kurnia, 2006 : 37).

Dengan demikian

pembelajaran dengan menerapkan

metode inquiri lebih efektif

digunakan dalam meningkatkan

prestasi belajar siswa pada sup

pokok bahasan himpunan bagian

siswa kelas VII.C SMA Negeri 1

Palibelo Bima .

Pembahasan Berdasarkan hasil analisis

data tiap-tiap siklus, terlihat bahwa

hasil dari siklus ke siklus

mengalami peningkatan. Pada

siklus I, menunjukkan bahwa nilai

rata-rata siswa sebesar 71,45

dengan prosentase ketuntasan

78,94%. Ini berarti ketuntasan

belajar siswa belum tercapai sesuai

dengan ketuntasan belajar menurut

standar yang telah ditetapkan. Hal

ini disebabkan oleh kurangnya

kesiapan siswa dalam mengikuti

proses pembelajaran dengan

menerapakan metode inquiri, yang

dikarenakan metode pembelajaran

ini merupakan metode

pembelajaran yang cukup dikenal

oleh para guru dan siswa,

perhatian siswa dalam kegiatan

pembelajaran belum terfokus, saat

diskusi masih banyak siswa yang

belum mau menanggapi pendapat

dari temannya, dan siswa belum

bisa membuat kesimpulan dari

hasil diskusi, sehingga tingkat

Page 431: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

423

penyerapan siswa terhadap materi

yang diberikan belum optimal,

akibatnya keaktifan dalam belajar

tidak tercapai.

Berdasarkan hal tersebut

maka tidak mampunya siswa

menjawab soal dikarenakan siswa

belum menyerap konsep yang

telah diajarkan. Untuk mengatasi

banyaknya kekurangan–

kekurangan selama pelaksanaan

siklus I guru melakukan

perbaikan-perbaikan dalam

pembelajaran pada siswa

berikutnya dan meningkatkan hal-

hal yang dianggap kurang. Untuk

itu guru berupaya meningkatkan

ketertiban siswa dan

membangkitkan respon siswa

dalam proses pembelajaran sesuai

dengan refleksi pada siklus I,

maka pada siklus II dilakukan

tindakan yang merupakan

penyempurnaan dan perbaikan

terhadap kekurangan-kekurangan

yang muncul pada siklus I.

Berdasarkan hasil analisis

pada siklus II menunjukkan bahwa

nilai rata-rata sebesar 80,92

dengan prosentase ketuntasan

belajar siswa sebesar 94,74%. Ini

berarti ketuntasan belajar siswa

telah sesuai dengan ketuntasan

yang telah ditetapkan. Hal ini

disebabkan karena persiapan siswa

dalam mengikuti proses

pembelajaran dengan

menggunakan metode inquiri

sudah sangat baik, suasana

pembelajaran berjalan dengan

baik, perhatian siswa sudah mulai

terfokus, saat diskusi siswa sudah

banyak yang mau menanggapi

pendapat dari temannya dan siswa

sudah mulai bisa membuat

kesimpulan dari hasil diskusi.

Karena tujuan dari penelitian

sudah tercapai dan kegiatan

pembelajaran sesuai dengan

rencana dan harapan, maka siklus

penelitian diakhiri.

Berdasarkan pembahasan

di atas dapat di simpulkan bahwa

penerapan metode inquiri untuk

aeningatkan aktivitas dan prestasi

belajar siswa pada pelajaran

kimia siswa kelas XII- C SMA

Negeri 1 Palibelo Bima Tahun

Pelajaran 2015/2016

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil

penelitian dan pembahasan, maka

dapat ditarik beberapa kesimpulan

sebagai berikut :

1. Penerapan metode inquiri pada

sub pokok bahasan himpunan

bagian dapat meningkatkan

prestasi belajar siswa hal ini

dapat dilihat dari hasil evaluasi

belajar siswa dari siklus I

mencapai 78,94% siswa tuntas

secara klasikal, sedangkan pada

siklus ke II meningkat menjadi

94,74% serta menuntaskan

belajar siswa kelas XII.C SMP

Negeri 1 Palibelo Bima tahun

ajaran 2015/2016

2. Penerapan metode inquiri pada

konsep himpunan sub pokok

bahasan himpunan bagian dapat

meningkatkan aktifitas belajar

siswa khususnya kelas XII.C

SMA Negeri 1 Palibelo

Bima tahun ajaran

2015/20q6 hal ini dapat

Page 432: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

424

dibuktikan dengan hasil analisis

lembar observasi aktifitas siswa

dari siklus I dengan jumlah 24

sedangkan pada siklus II

menjadi 26 dengan kategori

“aktif”

Daftar Pustaka

Page 433: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

425

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATERI PELAJARAN

BANGUN DATAR DENGAN METODE STAD DAN ALAT

BANTU MBDW PADA PESERTA DIDIK KELAS V SDN

INPRES BONTOKAPE, KECAMATAN WOHA KABUPATEN

BIMA

TAHUN 2014

Oleh: Yasin Idris, S.Pd

(Guru SDN Inpres Bontokape)

ABSTRAK

Penelitian ini dilandasi kenyataan bahwa kemampuan pemahaman

konsep bangun datar, peserta didik kelas V SDN Inpres Bontokape masih

rendah. Peserta didik merasa kurang menarik terhadap materi yang disajikan

guru. Masalahnya adalah (1) apakah pembelajaran dengan metode STAD

dengan alat bantu MBDW menyenangkan? (2) Bagaimanakah efektivitas

pembelajaran dengan metode STAD dengan alat bantu MBDW pada materi

bangun datar? Tujuan penelitian ini adalah menggambarkan metode STAD

dengan alat bantu MBDW menyenangkan, dan mendeskripsikan efektivitas

metode STAD dengan alat bantu MBDW dalam pembelajaran bangun datar.

Permasalahannya terpecahkan dengan teori pembelajaran motede

STAD dan konsep bangun datar. Metode penelitian dengan deskreptif

kualitatif. Teknik pengumpulan data melalui pengamatan dan tes.

Hasil yang diperoleh dari pembelajaran dengan metode STAD dengan

alat bantu MBDW menyenangkan. Ketuntasan belajar dapat dicapai 100%.

Suasana kelas hidup. Kompetisi antarkelompok belajar terjadi sangat tinggi.

Pengelolaan kelas mudah. Guru dapat memfokuskan diri dalam membantu

peserta didik yang belum mampu. Dengan demikian pembelajaran dengan

metode STAD dan peraga MBDW materi pelajaran bangun datar efektif dan

menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penelitian ini dilatarbelakangi

kenyataan bahwa penguasaan

konsep bangun datar pada peserta

didik SDN Inpres Bontokape

Kecamatan Woha Kabupaten Bima

masih rendah. Peserta didik kurang

tertarik terhadap pembelajaran

dengan materi tersebut. Usaha

mengatasi kondisi yang ada, guru

dalam menyampaikan materi

pembelajaran memilih metode

STAD (Student Teams Achievement

Divisions) dan peraga MBDW

(Model Bangun Datar Warna-

warni). Dengan usaha tersebut,

pembelajaran dengan materi

pelajaran bangun datar efektif dan

menarik.

Page 434: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

426

B. Rumusan Masalah

Masalahnya ada 2 hal, yakni:

1. Apakah pembelajaran

dengan metode STAD dan

alat bantu MBDW

menyenangkan?

2. Apakah pembelajaran

dengan metode STAD dan

alat bantu MBDW efektif?

C. Tujuan

Penelitian ini bertujuan:

1. Mendeskripsikan proses

pembelajaran bahwa dengan

metode STAD dan alat bantu

MBDW menyenangkan.

2. Mendeskripsikan efektivitas

pembelajaran dengan metode

STAD dan alat bantu

MBDW.

D. Manfaat

Manfaat diadakannya penelitian,

sebagai berikut:

1. Bagi guru

a. Sebagai bahan perbaikan

pembelajaran yang

dikelolanya, sehingga proses

dan hasil dari pembelajaran

mengalami peningkatan.

b. Sebagai wahana dalam

peningkatan profesionalitas

guru karena mampu menilai

dan memperbaiki

pembelajaran yang

dikelolanya.

c. Sebagai wahana

penumbuhan rasa percaya

diri bagi guru.

2. Bagi peserta didik

a. Peserta didik meningkatkan

prestasi belajarnya.

b. Peserta didik dapat mengikuti

pembelajaran yang menarik.

3. Bagi sekolah

a. Memiliki guru yang profesional

dalam mengelola pembelajaran di

depan kelas.

b. Sekolah dapat berkembang sesuai

dengan tuntutan zaman.

BAB II KAJIAN TEORETIS,

KERANGKA BERPIKIR DAN

HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Bangun Datar

Teori tentang bangun datar

dikemukakan oleh beberapa ahli.

Bangun datar memiliki sisi, sudut,

dan diagonal/garis tengah. Menurut

Julius Hambali dkk, secara ringkas

disajikan sebagai berikut :

a. Segiempat

Bangun datar segiempat: persegi,

persegi panjang, jajargenjang,

belah ketupat, layang-layang, dan

trapesium. Masing-masing

bangun datar memiliki sifat-sifat

yang khusus.

b. Segitiga

Bangun datar segitiga: segitiga

sama sisi, segitiga sama kaki,

segitiga lancip, segitiga tumpul,

dan segitiga sembarang.

c. Lingkaran

Bangun datar lingkaran

merupakan bangun yang hanya

memiliki satu sisi, mempunyai

satu titik pusat, dan memiliki

garis tengah yang panjangnya

dua kali jari-jari.

2. Pembelajaran Bangun Datar

Metode STAD sesuai untuk

pennyampaian materi pelajaran

bangun datar. Metode STAD

merupakan pengembangan dari

metoe kerja kelompok dan

Page 435: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

427

diskusi dengan fokus kegiatan

adanya kompetisi tim dan

kompetisi individu.

3. Alat Bantu Pembelajaran

Alat bantu Yang digunakan yaitu

MBDW (Model Bangun Datar

Warna-wari). MBDW merupakan

model bangun datar dengan

memberi warna-warni pada

bagian-bagian yang memiliki

ciri/sifat khusus. Dengan MBDW

diharap peserta didik dapat

menemukan sendiri sifat-sifat

bangun datar.

B. Kerangka Berpikir

Pembelajarn bangun datar

sebaiknya dengan menggunakan

alat bantu model bangun datar.

Alat bantu model bangun datar

warna-warni merupakan bentuk

bangun datar dengan memberi

warna-warna yang berbeda pada

bagian-bagian bangun datar

yang memiliki karakter khusus.

Peraga bangun datar warna-

warni merupakan upaya

mengarahkan peserta didik

untuk berpikir konkrit. Belajar

secara konkrit lebih

menyenangkan, mengaktifkan,

dan mudah dipahami.

C. Hipotesis

Hipotesis penelitian tindakan

ini, sebagai berikut,

1. Pembelajaran materi

pelajaran bangun datar

dengan alat bantu MBDW

(Model Bangun Datar

Warna-warni)

menyenangkan.

2. Proses pembelajaran metode

STAD dengan alat bantu

model bangun datar warna-

warni efektif.

BAB III PELAKSANAAN

TINDAKAN

A. Seting Penelitian

Tempat penelitian di SDN

Inpres Bontokape, Kecamatan

Bolo, Kabupaten Bima dimulai

bulan Desember 2014 – Februari

2015.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian peserta didik

kelas V SDN Inpres Bontokape

berjumlah 38 orang peserta

didik tahun pelajaran

2014/2015.

C. Sumber Data

Hasil tes dan hasil pengamatan

siklus I dan siklus II.

D. Indikator kinerja

Pembelajaran dianggap efektif

jika telah memenuhi ketuntasan

individual 65% dan ketuntasan

klasikal 75%. Diharapkan hasil

meningkat pada tes siklus ke II

menjadi 80% secara klasikal.

E. Instrumen

Alat bantu MBDW, lembar

pengamatan, dan lembar

evaluasi.

Page 436: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

428

F. Tindakan

Siklus 1

1. Perencanaan

a. Pedoman Guru

1) menentukan kompetensi

dasar

2) merencanakan

metode/pendekatan

3) menentukan kelompok

diskusi

4) menyusun skenario

pembelajaran

5) menyiapkan sumber

materi

6) menyusun LKS

7) menyusun lembar

observasi

8) menyusun perencanaan

pemantauan individual

maupun kelompok

9) menyusun soal evaluasi

b. Pedoman Peserta

didik

1) memperhatikan pejelasan

guru tentang cara kerja

peserta didik

2) mengerjakan LKS secara

berkelompok sesuai

petunjuk

3) melaporkan hasil

diskusi/kerja kelompok

4) mengerjakan soal evaluasi

2. Tindakan

Melaksanakan tindakan

sesuai dengan skenario

pembelajaran.

3. Pengamatan

a. Pengamatan proses

pembelajaran secara

kolaborator dengan lembar

observasi

b. Menilai hasil pembelajaran

materi sifat-sifat bangun datar

dengan soal tes yang telah

disediakan.

4. Refleksi

a. Mengevaluasi tindakan

siklus I

b. Mendiskusikan hasil evaluasi

siklus I dengan kolaborator

c. Memperbaiki pelaksanaan

untuk siklus berikutnya.

Siklus II Seperti siklus I dengan

perbaikan-perbaikan seperlunya

dan menyimpulkan hasil

pelaksanaan siklus I dan siklus

II

G. Analisis Data

Data dianalisis dengan cara

deskriptif kualitatif.

BAB IV HASIL PENELITIAN

DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Siklus I

Hasil Pengamatan

Tabel Data Hasil Pengamatan Proses Pembelajaran siklus 1

No Aspek Pengamatan

Peng

amat Jml R

1 2 3

Page 437: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

429

1

Keaktifan dan ketertarikan

peserta didik dalam

mengikuti proses

pembelajaran

1

6

1

6

1

5 47

15,6

7

Berdasarkan data tersebut dapat ditunjukkan persentase hasil

pengamatan sebesar 78,33% dengan kriteria sangat baik.

Hasil Evaluasi

Tabel Rentang Hasil Evaluasi Pembelajaran Siklus I

No Rentang Nilai Jumlah Persentase Kriteria

1 < 65 2 5,26% Tidak tuntas

2 65 – 74 9 23,68% Tuntas

3 75 – 84 17 44,74% Tuntas

4 ≥ 85 10 26,32% Tuntas

Jumlah 38 100%

Rata-rata

81,58%

Tingkat perbandingan perolehan hasil evaluasi masing-masing rentang,

lebih jelas disajikan gambar berikut.

Gambar Diagram Perbandingan Hasil Evaluasi Siklus I

2. Siklus II

Hasil Pengamatan

Tabel Data Hasil Pengamatan Proses Pembelajaran siklus 2

No Aspek Pengamatan Pengamat

Jml R 1 2 3

5,26% 44,74%

26,32% 23,68

%

Page 438: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

430

1

Keaktifan dan ketertarikan

peserta didik dalam mengikuti

proses pembelajaran

18 18 17 53 17,67

Berdasarkan data tersebut dapat ditunjukkan persentase hasil

pengamatan setelah direkapitulasi dari tiga pengamat, sebesar 88,33%

dengan kriteria sangat baik.

Hasil Evaluasi

Tabel 7. Rentang Hasil Evaluasi Pembelajaran Siklus 2

No Rentang Nilai Jumlah Persentase Kriteria

1 < 65 1 2,63% Tidak tuntas

2 65 – 74 6 15,79% Tuntas

3 75 – 84 15 39,47% Tuntas

4 ≥ 85 16 42,11% Tuntas

Jumlah 38 100%

Rata-rata

86,32%

Tingkat perbandingan perolehan hasil evaluasi masing-masing rentang,

lebih jelas ditunjukkan gambar berikut ini.

Gambar 2. Diagram Perbandingan Hasil Evaluasi Siklus II

2,63% 15,79%

42,11% 39,47%

Page 439: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

431

B. Pembahasan

Siklus 1

Perencanaan

Pada siklus 1 guru memberi

penegasan tentang konsep bangun

datar, bahwa bangun datar terdiri

atas sisi, sudut, dan diagonal.

Metode pembelajaran adalah STAD,

untuk itu peserta didik dalam proses

pembelajaran secara berkelompok.

Masing-masing kelompok

berkerjasama dengan bersungguh-

sungguh. Setiap kelompok

bertanggung jawab terhadap

anggota kelompoknya. Kelompok-

kelompok belajar tersebut bersaing,

baik secara individual maupun

secara kelompok.

Tindakan

Peserta didik belajar berdasarkan

lembar kerja siswa (LKS).

Berdasarkan LKS tersebut Peserta

didik belajar memecahkan masalah

dengan alat bantu MBDW. Dengan

waktu yang telah ditentukan,

peserta didik melaporkan hasil kerja

kelompoknya. Setiap anggota,

mempunya tanggung jawab yang

sama untuk melaporkan hasil kerja

kelompoknya. Dengan demikian,

masing-masing kelompok memiliki

tanggung jawab terhadap

anggotanya agar mampu

memecahkan masalah dalam

diskusi, agar kelompok belajarnya

dapat unggul dalam persaingan.

Pada akhir pertemuan, peserta didik

secara individu mengerjakan

evaluasi.

Pengamatan

Berdasarkan pengamatan guru

secara kolaborator, tampak bahwa

peserta didik yang bodoh cenderung

pasif dan peserta didik yang pintar

cenderung mendominasi kelompok

diskusi. Secara keseluruhan, skor

pengamatan dapat dijelaskan bahwa

kesungguhan dan keaktifan masing-

masing skor 9, keceriaan dan

kompetisi antarkelompok dengan

skor 10, dan kerja sama

memperoleh skor terendah, yakni 8,

sehingga diperoleh jumlah skor 46

dengan rata-rata skor 15,33.

Persentase ketertarikan peserta didik

dalam mengikuti proses

pembelajaran 78,33%, dengan

demikian kriteria proses

pembelajaran amat baik.

Hasil evaluasi pada akhir proses

pembelajaran diperoleh data bahwa

dari 38 peserta didik, ada 2 anak

dinyatakan belum tuntas, 36 anak

dinyatakan telah tuntas. Peserta

didik yang memperoleh nilai lebih

dari 85 ada 10 anak. Secara klasikal,

tingkat ketuntasan minimal yang

telah ditentukan 75% telah dapat

dicapai, yakni 81,58%.

Refleksi

Refleksi dilakukan oleh guru

dengan kolaborator, yakni

menyepakati adanya pendampingan

kelompok-kelompok diskusi yang di

dalamnya terdapat peserta didik

yang masih belum mampu secara

aktif mengikuti proses

pembelajaran. Serta adanya kontrol

individu selama proses

pembelajaran berjalan.

Siklus 2

Pelaksanaan pembelajaran pada

siklus 2 merupakan kelanjutan dari

Page 440: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

432

siklus 1, dengan pemberian

motivasi: pemberian penghargaan,

hadiah dan sebagainya, ternyata

hasilnya mengalami peningkatan,

dengan pencapaian rata-rata

pengamatan proses 88,33% dan

hasil evaluasi 86,32%.

BAB V PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan perolehan hasil

pengamatan dan hasil evaluasi

siklus 1 dan siklus 2 dapat

dikemukakan bahwa,

1. Proses pembelajaran dengan

metode STAD dan alat bantu

MBDW ternyata

menyenangkan. Keaktifan

peserta didik ditunjukkan

dengan skor nilai pengamatan

78,33% dan 88,33% kriteria

amat baik.

2. Dengan metode STAD dan alat

bantu belajar MBDW efektivitas

pembelajaran tinggi, indikator

kerja yang diharapkan dapat

dipenuhi, rata-rata perolehan

nilai dari siklus 1 dan siklus 2

berturut-turut mengalami

peningkatan yaitu ari 81,58%

meningkat menjadi 86, 32%,

secara individual tingga 1 orang

anak yang belum tuntas, secara

klasikal telah dinyatakan tuntas

dengan indikator kerja 80%.

B. Saran

Metode STAD dengan alat bantu

MBDW efektif membantu

peserta didik dalam

memecahkan masalah

pembelajaran Matematika. Akan

tetapi, sering terjadi monopoli

dari salah satu peserta didik

pada kelompok belajar. Untuk

menghindari hal tersebut

disarankan

3. Masing-masing kelompok

hendaknya tidak hanya 1

alat bantu MBDW,

4. Mengingat pembuatan alat

bantu MBDW membutuhkan

biaya, hendaknya ada

anggaran dana dari sekolah,

5. Pembelajaran dengan alat

bantu serupa hendaknya

perlu dikembangkan pada

mata pelajaran yang lain.

Page 441: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

433

PENGGUNAAN PEMBELAJARAN KERJA KELOMPOK UNTUK

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

BAHAS INGGRIS SISWA KELAS

XI SMA 1 PALIBELO TAHUN PELAJARAN 2010/2011

Ilham S. Pd

GURU SMA 1 PALIBELO

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar

siswa pada mata pelajaran bahasa Inggris dengan menggunakan pengajaran

kerja kelompok. Jenis penlitian adalah penelitian deskriptif. Populasinya

adalah siswa SMA Negeri 1 Palibelo. Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan dapat peneliti simpulkan bahwa : Metode belajar kelompok

dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada materi pembelajaran Bahasa

Inggris siswa kelas XI SMAN 1 Palibelo

PENDAHULUAN

Berbicara tentang

profesional guru sangat

komprehensif. Profesi guru harus

dilihat dari kemampuan menguasai

kurikulum, materi pembelajaran,

teknik dan metode pembelajaran,

kemampuan mengelola kelas,

sikap komitmen pada tugas, harus

dapat menjaga kode etik profesi, di

sekolah ia harus menjadi "manusia

model" yang akan ditiru siswanya,

di masyarakat menjadi tauladan.

Guru dinyatakan profesional, yaitu

: Pertama, memiliki komitmen

pada siswa dan proses belajarnya.

Kedua, secara mendalam

menguasai bahan ajar dan cara

mengajarkan. Ketiga, bertanggung

jawab memantau kemampuan

belajar siswa melalui berbagai

teknik evaluasi. Keempat, mampu

berpikir sistematis dalam

melakukan tugas dan kelima,

seyogianya menjadi bagian dari

masyarakat belajar di lingkungan

profesinya”( Ruspendi, 2004).

Guru juga dituntut untuk

mereformasi pendidikan,

bagaimana memanfaatkan

semaksimal mungkin sumber-

sumber belajar di luar sekolah,

perombakan struktural hubungan

antara guru dan murid, seperti

layaknya hubungan pertemanan,

penggunaan teknologi modern dan

penguasaan iptek, kerja sama

dengan teman sejawat antar

sekolah, serta kerja sama dengan

komunitas lingkungannya

(Ruspendi: 2004).

Guru sekarang, harus

menguasai kemampuan akademik,

pedagogik, sosial dan budaya,

teknologi informasi, mampu

berpikir kritis, mengikuti dan

tanggap terhadap setiap perubahan

serta mampu menyelesaikan

masalah. Guru tidak hanya datang

Page 442: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

434

ke sekolah melulu untuk mengajar

saja sebagai tugas rutinitas dan

kemampuan untuk mengelola

kelas saja juga tidak cukup lagi.

Tetapi, guru diharapkan dapat

menjadi pemimpin dan sebagai

agen perubahan yang mampu

mempersiapkan anak didik agar

siap menghadapi tantangan

perubahan global dan era

informasi di luar sekolah (Naniek

Satijadi: 2004).

Guru akan berhadapan

dengan persoalan yang serius yaitu

sekolah akan berubah dari format

kelas menjadi selolah bersama

dalam satu kota, sekolah bersama

dalam satu negara, bahkan

bersama di dunia atau sekolah

global. Maka, dapat dikatakan

dengan kemajuan teknologi

informasi, sekolah bersama yang

diikuti oleh siswa dalam jumlah

besar tersebut dapat terlaksana.

Indikator ini, terbukti dengan

kemajuan teknologi informasi

dewasa ini sudah mampu meraih

semua titik yang terpencil

sekalipun dan masyarakat mulai

belajar serta mendapatkan

informasi dan ilmu dari berbagai

sumber seperti radio, televisi,

komputer internet, media masa dan

media yang lain. Sekolah sebagai

institusi pendidikan mungkin akan

tergeser perannya dan sudah tidak

menjadi sumber informasi satu-

satunya, bahkan bukan lagi

menjadi pencetus sumber

informasi yang mutakhir.

Kemampuan-kemampuan

yang selama ini harus dikuasai

guru juga akan lebih dituntut

aktualisasinya. Misalnya saja,

kemampuannya dalam

merencanakan pembelajaran dan

merumuskan tujuan, mengelola

kegiatan individu, menggunakan

multi metoda, dan memanfaatkan

media, berkomunikasi interaktif

dengan baik, memotivasi dan

memberikan respons, melibatkan

siswa dalam aktivitas,

mengadakan penyesuaian dengan

kondisi siswa, melaksanakan dan

mengelola pembelajaran,

menguasai materi pelajaran,

memperbaiki dan mengevaluasi

pembelajaran, memberikan

bimbingan, berinteraksi dengan

sejawat dan bertanggungjawab

kepada konstituen serta, mampu

melaksanakan penelitian

(Purwanto, 2004).

KAJIAN PUSTAKA

Metode Pembelajaran

Kelompok

Kelompok merupakan

salah satu pembelajaran dimana

siswa belajar dalam kelompok-

kelompok kecil yang memiliki

kemampuan yang berbeda

(Anonim, 2004:11). Sedangkan

menurut Ibrahim, dkk (2000: 5-6)

pembelajaran kelompok

merupakan pembelajaran yang

dicirikan oleh struktur tugas,

tujuan, dan penghargaan

kelompok. Siswa bekerja dalam

situasi pembelajaran kelompok

didorong atau dikehendaki untuk

bekerjasama pada suatu tugas dan

mereka harus mengkoordinasi

usahanya menyelesaikan tugasnya.

Menurut Ibrahim, dkk

(2000: 6) model pembelajaran

kooperatif biasanya memiliki

unsur-unsur sebagai berikut:

Page 443: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

435

1. Para siswa harus memiliki

persepsi bahwa mereka sehidup

dan sepenanggungan bersama.

2. Para siswa memiliki rasa

tanggung jawab terhadap diri

sendiri dalam mempelajari

materi yang dihadapi.

3. Para siswa harus berpandangan

bahwa mereka memilki tujuan

yang sama.

4. Para siswa harus berbagi tugas

dan tanggung jawab yang sama

besarnya dengan anggota

kelompok lain.

5. Para siswa akan diberikan suatu

penghargaan yang akan ikut

berpengaruh terhadap evaluasi

seluruh anggota kelompok.

Sedangkan menurut Roger

dan David Johnson dalam Lie

(2007: 31-35) mengatakan bahwa

dalam pembelajaran kooperatif

terdapat lima unsur pembelajaran

yang harus diterapkan, yaitu:

a. Saling ketergantungan positif

b. Tanggung jawab perseorangan

c. Tatap muka

d. Komunikasi antar anggota

e. Evaluasi proses kelompok

Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi adalah hasil dari

suatu kegiatan yang telah

dikerjakan, diciptakan baik secara

individu maupun secara kelompok

(Djamarah, 1994). Sedangkan

menurut Mas’ud Hasan Abdul

Qohar dalam Djamarah (1994)

bahwa prestasi adalah apa yang

telah dapat diciptakan, hasil

pekerjaan, hasil yang

menyenangkan hati yang diperoleh

dengan jalan keuletan kerja.

Dari pengertian yang

dikemukakan tersebut di atas, jelas

terlihat perbedaan pada kata-kata

tertentu sebagai penekanan, namun

intinya sama yaitu hasil yang

dicapai dari suatu kegiatan. Untuk

itu, dapat dipahami bahwa prestasi

adalah hasil dari suatu kegiatan

yang telah dikerjakan, diciptakan,

yang menyenangkan hati, yang

diperoleh dengan jalan keuletan

kerja, baik secara individual

maupun secara kelompok dalam

bidang kegiatan tertentu.

METODE PENELITIAN

Populasi dan Teknik Sampling

Populasi adalah

keseluruhan dari subjek penelitian.

Berdasarkan pendapat tersebut

dapat disimpulkan bahwa populasi

(keseluruhan objek yang diteliti)

pada penelitian ini adalah siswa-

siswi SMAN 1 Palibelo.

Sedangkan sampel

(sebagian dari objek yang diteliti)

adalah siswa-siswi kelas XI.

Berdasarkan hasil survei populasi

siwa SMAN 1 Palibelo berjumlah

96 orang seluruhnya.

Teknik Analisis Data

Analisis data adalah

mengelompokkan, membuat suatu

urutan, memanipulasi serta

menyingkatkan data sehingga

mudah untuk dibaca (Nazir, 1983 :

358). Sedangkan pendapat lain

mengatakan bahwa analisis data

hasil penelitian dapat dibedakan

menjadi dua bagian secara garis

besar yaitu analisis kualitatif dan

analisis kuantitatif. Perbedaan ini

tergandung pada jumlah dan sifat

data yang dikumpulkan. Jika data

Page 444: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

436

yang diperoleh hanya sedikit dan

bersifat uraian yang tidak bisa

diubah ke dalam bentuk angka-

angka, maka analisinya tentu

menggunakan analisis kualitatif

(Supardi, 2006 : 109).

Berdasarkan definisi

tersebut, analisis data dapat

dikatakan sebagai suatu cara untuk

mengolah dan memaparkan data

secara terorganisir dan sistimatis.

Adapun analisis data yang

digunakan adalah analisis induktif

dan deduktif.

Analisis induktif artinya

dengan menguraikan peristiwa-

peristiwa atau data-data yang

bersifat khusus untuk kemudian

mengumpulkannya dengan bersifat

general. Sedangkan analisis

deduktif artinya menguraikan

peristiwa yang bersifat umum

untuk kemudian

mengumpulkannya dengan sifat

khusus (Moleong, 2003 : 56)

Analisis induktif ini

digunakan karena berdasarkan

alasan-alasan sebagai berikut:

a. Prosedur induktif lebih banyak

menemukan kenyataan-

kenyataan ganda sebagaimana

yang terdapat dalam data

b. Analisis indutif lebih dapat

memuat hubungan peneliti

dengan responden menjadi

ekplisit dapat dikenal dan

diakontabel

c. Analisis demikian lebih dapat

menguraikan data secara penuh

dan dapat memuat keputusan

tentang ada tidaknya latar yang

lainnya

d. Analisis induktif leibh dapat

menemukan pengaruh yang

mempertajam hubungan

(Moleong, 1998 : 5).

Jadi, analisis data

merupakan langkah lanjutan dari

kegiatan pengumpulan data. Data

yang terkumpul diolah dan

dianalisis dengan maksud agar

data itu mempunyai arti dan

mampu memberikan keterangan

tentang populasi cermat sehingga

mendapatkan suatu kesimpulan

tentang obyek-obyek penelitian

yang baik.

HASIL PENELITIAN

Metode belajar kelompok dalam

meningkatkan prestasi belajar

siswa pada materi pembelajaran

Bahasa Inggris siswa kelas XI

SMAN 1 Palibelo

Metode belajar kelompok

seperti yang telah dijelaskan pada

bab telaah pustaka dikatakan

bahwa belajar kelompok atau

belajar beregu merupakan salah

satu sistem mengajar yang

tergolong baru. Pembaharuan ini

tidak hanya terletak pada

pelaksanaan pengajaran oleh

sekelompok guru yang disesuaikan

dengan tingkat kemampuan belajar

dan perbedaan individual siswa,

tetapi juga dalam bidang

pengorganisasian dan

pengadministrasiannya.

Berdasarkan hasil

observasi peneliti di SMAN 1

Palibelo memang sedang

maraknya pembelajaran kelompok

dimulai dari kelas XI sampai

dengan kelas IX karena para guru

beranggapan bahwa belajar

kelompok tersebut sangat

Page 445: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

437

membantu siswa yang kurang

dalam belajar (guru Bahasa Inggris

kelas XII. SMAN 1 Palibelo,

wawancara tanggal 26 Maret

2011)

Dari pengalaman yang

diperoleh peneliti di lapangan

selama melakukan penelitian,

dengan pembelajaran kelompok

dalam pembelajaran Bahasa

Inggris dapat melibatkan siswa

berperan aktif dan melibatkan

segenap kemampuan yang dimiliki

siswa sehingga dapat

meningkatkan prestasi belajar

siswa.

Sesuai dengan hasil

wawancara peneliti dengan

beberapa guru Bahasa Inggris di

SMAN 1 Palibelo, bahwa rata-rata

nilai pelajaran Bahasa Inggris

siswa-siswi di sekolah ini

meningkat, itu terbukti dengan

nilai Bahasa Inggris mereka di

rapot. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada tabel di bawah ini :

No Kelas

Sebelum

menggunakan

pembelajaran kelompok

Setelah

menggunakan

pembelajaran kelompok

1

2

3

Kelas VII

Kelas VIII

Kelas IX

6,7

7,5

7,0

S

Sumber Data : Dokumentasi,

daftar nilai raport siswa SMAN 1

Palibelo Tahun Pelajaran

2010/2011, di kutip tanggal 27

Maret 2011

Selain itu sikap keseharian

para siswa di sekolah sangat sopan

terutama kepada bapak/ibu guru,

mereka juga disiplin, bahkan

setiap bertemu dengan semua guru

setiap siswa selalu mengucapkan

salam, dan pada saat belajar di

luar kelas dengan kelompok

masing-masing selalu berdiskusi

dengan baik dan dapat

memecahkan permasalahan yang

terkait dengan materi yang telah

diajarkan (Observasi, tanggal 27

Maret 2011).

Sedangkan Bukran juga

menegaskan bahwa dengan adanya

IPS Bahasa Inggris siswa-siswi

dapat menerapkan sebagian dari

materi yang telah kami ajarkan

seperti rajin menabung, berbelanja

tidak terlalu keseringan, rajin

membeli buku dan lain-lain (guru

Bahasa Inggris Kelas XI,

Wawancara, tanggal 27 Maret

2011

Berapa hasil wawancara

terbuka dengan wali kelas XI

mengatakan bahwa perbedaan

siswa-siswa yang belajar secara

pribadi dan kelompok itu ada

sekali perbedaanya seperti anak

yang belajar sendiri kadang-

kadang kebingungan dengan

materi yang telah dijelaskan dan

tidak berani bertanya sedangkan

yang belajar kelompok mereka

langsung mendiskusikannya

dengan teman kelompok masing-

masing (GURU SMAN 1 Palibelo,

wawancara, tanggal 27 Maret

2011)

Berdasarkan hasil

wawancara tersebut dapat

dipahami bahwa pendidikan

Bahasa Inggris di SMAN 1

Palibelo dengan menggunakan

metode kerja kelompok dapat

meningkatkan prestasi belajar

siswa terutama pada materi sistem

Bahasa Inggris karena berdasarkan

Page 446: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

438

hasil wawancara dan observasi

kebanyakan siswa memiliki nilai

rata-rata meningkat.

PEMBAHASAN

Metode Belajar Kelompok

Dapat Meningkatkan Prestasi

Belajar Siswa Pada Materi

Pembelajaran Bahasa Inggris

Siswa Kelas XI SMAN 1 Palibelo

Metode belajar kelompok

di SMAN 1 Palibelo sangat efektif

ini terbukti dari beberapa hasil

yang telah diperoleh oleh guru

Bahasa Inggris di SMAN 1

Palibelo khususnya kelas XI

mengalami peningkatakan nilai

setelah melakukan evaluasi.

Akhir dari proses belajar

mengajar yaitu proses evaluasi

atau penilaian. Evaluasi

merupakan proses sederhana

memberikan atau menetapkan

nilai kepada sejumlah tujuan,

kegiatan keputusan, unjuk kerja,

proses, orang, objek yang lain

(Davies dalam Dimiyati dan

Mudjiono, 2006 : 190-191)

Setiap orang yang

melakukan suatu kegiatan akan

selalu ingin tahu hasil dari

kegiatan yang dilakukannya.

Sering kali orang yang melakukan

kegiatan, berkeinginan mengetahui

baik atau buruknya kegiatan yang

sudah dilakukannya. Siswa dan

guru merupakan orang-orang yang

terlibat dalam kegiatan

pembelajaran, tentu mereka juga

berkeinginan mengetahui proses

dan hasil kegiatan pembelajaran

yang dilakukan. Untuk

menyediakan informasi tentang

baik atau buruknya proses dan

hasil kegiatan pembelajaran, maka

seorang guru harus

menyelenggarakan evaluasi.

Sedangkan dari hasil

observasi ketika peneliti di

lapangan setiap siswa ketika

belajar Bahasa Inggris selalu

mendengarkan dan memperhatikan

setiap yang menjadi teguran dari

guru dalam kelas maupun di luar

kelas baik ketika jam masuk kelas

maupun ke luar kelas seperti jam

istirahat, shalat berjamaah, dan

jam pulang sekolah.

Hal tersebut dapat menjadi

motivasi bagi siswa dalam

meningkatkan prestasi belajar

karena dilihat dari hasil evaluasi

setelah beberapa pertemuan dalam

setiap pembelajaran. Dari hasil

evaluasi tersebut dapat diketahui

ada peningkatan prestasi belajar.

Prestasi belajar tersebut

mengalami peningkatan misalnya

dari segi cara belajar dalam kelas

salah satunya pada saat diskusi

kelompok, berani mengeluarkan

pendapat pada saat diskusi,

mencoba untuk bertanya kepada

guru, peningkatan kedisiplinan

dalam kelas dan menghargai guru

dalam kelas ketika proses belajar

mengajar berlangsung.

Sesuai dengan paparan di

atas, begitu juga yang dilakukan

oleh guru Bahasa Inggris, mereka

melakukan evaluasi untuk

mengetahui baik atau buruknya

proses dan hasil belajar mengajar.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil

penelitian dan pembahasan dapat

peneliti simpulkan bahwa :

Page 447: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

439

Metode belajar kelompok dapat

meningkatkan prestasi belajar

siswa pada materi pembelajaran

Bahasa Inggris siswa kelas XI

SMAN 1 Palibelo

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006.

Prosedur Penelitian

Suatu Pendekatan

Praktik. Jakarta : Rineka

Cipta.

Ahmadi Abu, Drs. 2005. Strategi

Belajar Mengajar,

Bandung : Pustaka Setia

Ibrahim M, 2000. Pembelajaran

Kooperatif. Surabaya :

Universitas Surabaya

Kardiman, Drs dkk. 2006. Bahasa

Inggris dunia kesehatan

Kita, Yudistira

Lie, Anita, 2007. Cooperatif

Learning. Jakarta : PT

Raja Grasindo

Margono, 2005. Metode Penelitian

Pendidikan. Jakarta :

Rineka Cipta.

Moleong, Lexy, 2002. Metodelogi

Penelitian Kualitatif.

Bandung : Remaja

Rosdakarya.

Nazir, Muh, 1983. Metode

Penelitian. Jakarta :

Ghalia Indonesia.

Sudiana, S.Pd. 2005. Pengetahuan

Ilmu Pengetahuan Sosial,

Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya.

Sudjana, Nana. 1989. Dasar-dasar

Proses Belajar

Mengajar. Bandung :

Sinar Baru Algensido

Offset.

Syah, Muhibbin, 1997. Psikologi

Belajar. Jakarta : PT.

Raja Grapindo

Persada.

Slameto. 2003. Belajar dan

Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhinya.

Jakarta : Rineka Cipta

Supardi, M.Pd. 2006. Metodologi

Penelitian. Mataram :

Yayasan Cerdas Press

Page 448: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

440

METODE PEMBELAJARAN IMAJINATIF DALAM

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MENGARANG BAHASA

INDONESIA PADA SISWA KELAS V SDN 05 SILA TAHUN

PELAJARAN 2009/2010.

NURJANNAH.

Guru SDN 05 Sila

Abstrak

Kata kunci: mengarang bahasa indonesia, metode pembelajaran

imajinatif

Penelitian berdasarkan permasalahan, (a) Seberapa jauh peningkatan

prestasi belajar siswa dengan diterapkannya metode pembelajaran imajinatif

dalam belajar bahasa Indonesia pada siswa Kelas V SDN 05 Sila Tahun

Pelajaran 2009/2010? (b) Bagaimanakah pengaruh metode pembelajaran

imajinatif terhadap motivasi belajar bahasa Indonesia pada siswa Kelas V

SDN 05 Sila Tahun Pelajaran 2009/2010?

Tujuan penelitian tindakan ini adalah: (a) Mengetahui peningkatan

prestasi belajar siswa setelah diterapkannya metode pembelajaran imajinatif

pada siswa Kelas V SDN 05 Sila Tahun Pelajaran 2009/2010. (b) Mengetahui

pengaruh motivasi belajar siswa setelah diterapkan metode pembelajaran

imajinatif dalam belajar bahasa Indonesia pada siswa Kelas V SDN 05 Sila

Tahun Pelajaran 2009/2010.

Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research)

sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu:

rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian

ini adalah siswa SDN 05 Sila. Data yang diperoleh berupa hasil tes tanya

jawab, lembar observasi kegiatan belajar mengajar.

Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami

peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (70,73%), siklus II

(80,50%), siklus III (90,24%).

Kesimpulan dari penelitian ini adalah merode pembelajaran imajinatif

dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar Siswa SDN 05 Sila, serta

model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif

pembelajaran mengarang bahasa Indonesia.

PENDAHULUAN

Pelajaran mengarang

sebenarnya sangat penting

diberikan kepada murid untuk

melatih menggunakan bahasa

secara aktif. Di samping itu,

pengajaran mengarang di

dalamnya secara otomatis

mencakup banyak unsur

kebahsaan termasuk kosa kata dan

keterampilan penggunaan bahasa

Page 449: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

441

itu sendiri dalam bentuk bahasa

tulis. Akan tetapi dalam hal ini

guru bahasa Indonesia dihadapkan

pada dua masalah yang sangat

dilematis. Di satu sisi guru bahasa

harus dapat menyelesaikan target

kurikulum yang harus dicapai

dalam kurun waktu yang telah

ditentukan. Sementara di sisi lain

porsi waktu yang disediakan untuk

pelajaran mengarang relatif

terbatas, padahal untuk pelajaran

mengarang seharusnya dibutuhkan

waktu yang cukup panjang, karena

diperlukan latihan-latihan yang

cukup untuk memberikan siswa

dalam karang-mengarang. Dari

dua persoalan tersebut kiranya

dibutuhkan kreaivitas guru untuk

mengatur sedemikian rupa

sehingga materi pelajaran

mengarang dapat diberikan

semaksimal mungkin dengan tidak

mengesampingkan materi yang

lain.

Sekolah kita pada

umumnya agak mengabaikan

pelajaran mengarang. Ada

beberapa faktor penyebabnya

yaitu, (1) sistem ujian yang

biasanya menjabarkan soal-soal

yang sebagian besar besifat

teoritis, (2) kelas yang terlalu

besar dengan jumlah murid

berkisar antara empat puluh

sampai lima puluh orang.

Materi ujian yang bersifat

teoritis dapat menimbulkan

motivasi guru bahasa mengajarkan

materi mengarang hanya untuk

dapat menjawab soal-soal ujian,

sementara aspek keterampilan

diabaikan. Sedangkan dengan

kelas yang besar konsekuensi

biasanya guru enggan memberikan

pelajaran mengarang, karena ia

harus memeriksa karangan murid-

muridnya yang berjumlah

mencapai empat puluh sampai

lima puluh lembar, kadang hal itu

masih harus berhadapan dengan

tulisan-tulisan siswa yang

notabene sulit dibaca. Belum lagi

ia harus mengajar lebih dari satu

kelas atau mengajar di sekolah

lain, berarti yang harus diperiksa

empat puluh kali sekian lembar

karangan. Oleh karena itu, tidak

jarang guru yang menyuruh

muridnya mengarang hanya

sebulah sekali atau bahkan sampai

berbulan-bulan.

Disamping hal-hal

tersebut, ada asumsi sebagian guru

yang menganggap tugas

mengarang yang diberikan kepada

siswa terlalu memberatkan atau

tugas itu terlalu berat untuk siswa,

sehingga ia merasa kasihan

memberikan beban berat tersebut

kepada siswanya. Ia terlalu

pesimis dengan kemampuan

muridnya. Asumsi tersebut tidak

bisa dibenarkan, karena justru

dengan seringnya latihan-latihan

yang diberikan akan membuat

siswa terbiasa dengan hal itu. Kita

tahu baha ketermpilan berbahasa

akan dapat dicapai dengan baik

bila dibiasakan. Kalau guru selalu

dihantui oleh perasaan ini dan itu,

bagaimana muridnya akan terbiasa

menggunakan bahasa dengan

sebaik-baiknya?

KAJIAN PUSTAKA

Strategi Kognitif

Strategi kognitif (Gagne,

1974) (dalam Yamin, 2005:5)

Page 450: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

442

adalah kemampuan internal

seseorang untuk berpikir,

memecahkan masalah, dan

mengambil keputusan.

Kemampuan strategi kognitif

menyebabkan proses berpikir unik

di dalam menganalisis,

memecahkan masalah, dan di

dalam mengambil keputusan.

Kemampuan dan keunikan

berpikir tersebut sebagai executive

control, atau disebut dengan

control tingkat tinggi, yaitu

analisis yang tajam, tepat dan

akurat. Hal ini dapat kita lihat

dalam kehidupan dunia politik

Indonesia kini, mereka yang

memiliki kemampuan kognisi

yang tinggi sebegitu mudah

memecahkan masalah akan tetapi

begitu mudah pula membalik

fakta, konsep, dan prinsip atas

kepentingan politik yang mereka

dukung, demikian sebaliknya

kemampuan kognisi rendah

mereka tiada pernah mengambil

terobosan hanya pak turut saja.

Demikian pula dengan

Bell-Gredler (1986) (dalam

Yamin, 2005:5), menyebutkan

strategi kognisi sebagai suatu

proses berpikir induktif, yaitu

membuat generalisasi dari fakta,

konsep, dan prinsip tidak berkaitan

dengan ilmu yang dimiliki

seseorang, melainkan suatu

kemampuan berpikir internal yang

dimiliki seseorang dan dapat

diterapkan dalam bebagai bidang

ilmu yang dimiliki seseorang.

Namum latar belakang pendidikan

formal sangat mempengaruhi

dalam keterampilan berpikir

seseorang, karena mereka telah

dibekali dengan analisis, sintesis,

dan evaluasi. Dengan kemampuan

berpikir ini siswa-siswa dapat

hidup mandiri, dan membambil

keputusan menganalisis,

memecahkan masalah, dan

mengambil keputusan dari

fenomena-fenomena di sekitar

mereka.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan

penelitian tindakan (action

research), karena penelitian

dilakukan untuk memecahkan

masalah pembelajaran di kelas.

Penelitian ini juga termasuk

penelitian deskriptif, sebab

menggambarkan bagaimana suatu

teknik pembelajaran diterapkan

dan bagaimana hasil yang

diinginkan dapat dicapai.

Sesuai dengan jenis

penelitian yang dipilih, yaitu

penelitian tindakan, maka

penelitian ini menggunakan model

penelitian tindakan dari Kemmis

dan Taggart (dalam Arikunto,

2002: 83), yaitu berbentuk spiral

dari siklus yang satu ke siklus

yang berikutnya. Setiap siklus

meliputi planning (rencana),

action (tindakan), observation

(pengamatan), dan reflection

(refleksi). Langkah pada siklus

berikutnya adalah perncanaan

yang sudah direfisi, tindakan,

pengamatan, dan refleksi. Sebelum

masuk pada siklus 1 dilakukan

tindakan pendahuluan yang berupa

identifikasi permasalahan.

Tempat penelitian adalah

tempat yang digunakan dalam

Page 451: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

443

melakukan penelitian untuk

memperoleh data yang diinginkan.

Penelitian ini bertempat di SDN 05

Sila Kecamatan Bolo Kabupaten

Bima tahun Pelajaran 2009/2010.

Waktu penelitian adalah waktu

berlangsungnya penelitian atau

saat penelitian ini dilangsungkan.

Penelitian ini dilaksanakan pada

bulan Maret semester genap tahun

pelajaran 2009/2010. Subyek

penelitian adalah siswa-siswi

Kelas V SDN 05 Sila tahun

Pelajaran 2009/2010 pokok

bahasan mengarang.

Instrumen Penelitian

1. Silabus

2. Rencana Pelajaran (RP)

3. Tugas mengarang

Analisis Data

Untuk ketuntasan belajar

ada dua kategori ketuntasan

belajar yaitu secara perorangan

dan secara klasikal. Berdasarkan

petunju pelaksanaan belajar

mengajar kurikulum 1994

(Depdikbud, 1994), yaitu seorang

siswa telah tuntas belajar bila telah

mencapai skor 65% atau nilai 65,

dan kelas disebut tuntas belajar

bila di kelas tersebut terdapat 85%

yang telah mencapai daya serap

lebih dari atau sama dengan 65%.

Untuk menghitung persentase

ketuntasan belajar digunakan

rumus sebagai berikut:

%100...

xSiswa

belajartuntasyangSiswaP

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

1. Siklus I

Adapun data

hasil penelitian pada

siklus I adalah sebagai

berikut: No. Kategori Frekuensi Persentase

1

2

3

4

Benar semua

Benar sebagian

Salah semua

Tanpa percakapan

16

13

6

6

39,02%

31,71%

14,63%

14,63%

Refleksi

Dalam pelaksanaan kegiatan

belajar mengajar diperoleh

informasi dari hasil pengamatan

sebagai berikut:

1) Guru kurang baik dalam

memotivasi siswa dan dalam

menyampaikan tujuan

pembelajaran

2) Guru kurang baik dalam

pengelolaan waktu

3) Siswa kurang begitu antusias

selama pembelajaran

berlangsung

2. Siklus II

Adapun data hasil

penelitian pada siklus II adalah

sebagai berikut No. Kategori Frekuensi Persentase

1

2

3

4

Benar semua

Benar sebagian

Salah semua

Tanpa percakapan

18

15

4

4

43,92%

36,58%

9,75%

9,75%

Tingkat keberhasilan pada

siklus I adalah 43,92% + 36,58% =

80,50%. Siswa yang membuat

karangan tanpa percakapan

sebanyak 4 siswa dan yang

membuat karangan dengan

percakapan tapi salah cara

Page 452: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

444

membuat kutipannya sebanyak 4

orang. Hasil ini menunjukkan

bahwa ketuntasan belajar

mencapai 80,50% atau ada 33

siswa yang tuntas belajar. Hasil ini

menunjukkan bahwa pada siklus II

ini ketuntasan belajar secara

klasikal telah mengalami

peningkatan sedikit lebih baik dari

siklus I. Adanya peningkatan hasil

belajar siswa ini karena setelah

guru menginformasikan bahwa

setiap akhir pelajaran akan selalu

diadakan tes sehingga pada

pertemuan berikutnya siswa lebih

termotivasi untuk belajar. Selain

itu siswa juga sudah mulai

mengerti apa yang dimaksudkan

dan dinginkan guru dengan

menerapkan model belajar aktif.

3. Siklus III

Adapun data hasil

penelitian pada siklus III adalah

sebagai berikut:

No. Kategori Frek

uensi

Persentase

1

2

3

4

Benar semua

Benar sebagian

Salah semua

Tanpa percakapan

21

16

4

-

51,22%

39,02%

9,76%

-

Pembahasan

1. Ketuntasan Hasil belajar

Siswa

Melalui hasil

peneilitian ini

menunjukkan bahwa cara

belajar aktif model

pengajaran imajinatif

memiliki dampak positif

dalam meningkatkan

prestasi belajar siswa. Hal

ini dapat dilihat dari

semakin mantapnya

pemahaman siswa terhadap

materi yang disampaikan

guru (ketuntasan belajar

meningkat dari sklus I, II,

dan III) yaitu masing-

masing 70,73%, 80,50%,

dan 90,24%. Pada siklus III

ketuntasan belajar siswa

secara klasikal telah

tercapai.

2. Kemampuan Guru dalam

Mengelola Pembelajaran

Berdasarkan

analisis data, diperoleh

aktivitas siswa dalam

proses belajar aktif dalam

setiap siklus mengalami

peningkatan. Hal ini

berdampak positif terhadap

prestasi belajar siswa yaitu

dapat ditunjukkan dengan

meningkatnya nilai rata-

rata siswa pada setiap

siklus yang terus

mengalami peningkatan.

PENUTUP

1. Pembelajaran dengan cara

belajar aktif model

pengajaran imajinatif

memiliki dampak positif

dalam meningkatkan

prestasi belajar siswa yang

ditandai dengan

peningkatan ketuntasan

belajar siswa dalam setiap

siklus, yaitu siklus I

(70,73%), siklus II

(80,50%), siklus III

(90,24%).

2. Penerapan cara belajar

aktif model pengajaran

imajinatif mempunyai

Page 453: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

445

pengaruh positif, yaitu

dapat meningkatkan

motivasi belajar siswa yang

ditunjukan dengan rata-rata

jawaban siswa yang

menyatakan bahwa siswa

tertarik dan berminat

dengan model belajar aktif

sehingga mereka menjadi

termotivasi untuk belajar.

DAFTAR PUSTAKA

Ambary, Abdullah, dkk. 1999.

Penuntun Terampil

berbahasa Indonesia dan

Petunjuk Guru. Bandung:

Trigenda Karya.

Arikunto, Suharsimi, 2002.

Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Praktek. Jakarta:

PT Rineksa Cipta.

Badudu, J.S. 1988. Cakrawala

Bahasa Indonesia. Inilah

Bahasa Indonesia yang

Benar. Jakarta: Gramedia.

Hadi, Sutrisno. 1984. Metodologi

Research. Jilid I.

Yogyakarta: Fakultas

Psikologi UGM.

Harisiati, Titik. 1999. Penelitian

Tindakan Sebagai Aplikasi

Metode Ilmiah dan

Pemecahan Masalah

Pembelajaran Bahasa.

Dalam Seminar FPBS IKIP

Malang.

Mariskan, A. 1982. Ikthisar

Bahasa Indonesia untuk

SMP. Jakarta.Edumedia

Melvin. L. Silberman. 2007.

Active Learning. 101 Cara

Belajar Siswa Aktif.

Bandung: Nuansa dan

Nusamedia.

Mukhlis, Abdul. (Ed). 2003.

Penelitian Tindakan Kelas.

Makalah Panitian Pelatihan

Penulisan Karya Ilmiah

untuk Guru-guru se-

Kabupaten Tuban.

Nurkancana, Wayan. 1986.

Evalusi Pendidikan.

Surabaya: Usaha Nasional.

Poerwadarminta, WJS. 1979. ABC

Karang Mengarang.

Yokyakarta. UP.

Poerwadarminta. W.J.S. 1987.

Kamus Umum Bahasa

Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka.

Sukmadinata, Nana Syaodih.

2005. Metodologi Penelitian

Pendidikan. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Sumardi & Nur Anggraeni. 2005.

Terampil Berbahasa

Indonesia Untuk SMP.

Jakarta: Erlangga.

Page 454: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

446

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGHITUNG LUAS BANGUN

RUANG MELALUI BENDA KONKRET SEKITAR SISWA KELAS VI

SDN INPRES 1 MARIA KABUPATEN BIMA.

ROSDIANA AHMAD. SPd

GURU SDN INPRES MARIA

ABSTRAK

Kata Kunci : Kemampuan Menghitung Luas, Bangun Ruang, Benda

Konkret.

Penelitian ini menggambarkan peningkatan kemampuan

menghitung luas permukaan bangun ruang. Kegiatan yang dilaksanakan

memanfaatkan benda-benda konkret sekitar siswa, dalam proses

pembelajaran. Selain itu mengidentifikasi kesulitan siswa untuk pemecahan

masalah. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan penelitian tindakan kelas

di kelas VI SDN Inpres 1 Maria Kabupaten Bima. Data dari penelitian ini

diperoleh dengan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Dalam

pelaksanaannya penelitian ini melibatkan teman lain sebagai pengamat dan

berkolaborasi dengan teman sejawat lainnya. Pelaksanaan kegiatan penelitian

dilakukan dengan tiga siklus tindakan dan fokus yang berbeda. Siklus (1)

dititik beratkan pada peningkatan kemampuan menghitung luas permukaan

kubus, (2) peningkatan kemampuan menghitung luas permukaan balok, (3)

keterampilan menghitung luas permukaan bangun ruang dengan bermain.

Setiap siklus terdiri dari tahapan-tahapan: perencanaan, pemberian tindakan,

melakukan observasi, pembuatan analisis dan refleksi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Dengan melalui benda-

benda konkret sekitar siswa kemampuan siswa dalam berinteraksi dapat

ditingkatkan sehingga suasana kelas hidup. (2) Kegiatan pembelajaran yang

memberi kebebasan siswa untuk memanipulasi sumber belajar yakni dengan

benda-benda konkret dapat meningkatkan kemampuan mengukur panjang

dan menghitung luas permukaan bangun ruang, serta anak lebih aktif, kreatif.

(3) Kegiatan pembelajaran dengan melalui benda-benda konkret sekitar siswa

sesuai dengan karakter pembelajaran matematika, dan sesuai dengan kesiapan

daya pikir anak sehingga kemampuan menghitung luas permukaan kubus dan

balok dapat ditingkatkan.

PENDAHULUAN

Dengan matematika

diharapkan dapat membentuk pola

pikir orang yang mempelajarinya

menjadi pola pikir matematis yang

sistematis, logis, kritis dengan

penuh kecermatan namun

sayangnya, pengembangan sistem

atau model pembelajaran

matematika tidak sejalan dengan

perkembangan berpikir anak

terutama pada anak-anak usia SD.

Page 455: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

447

Apa yang dianggap logis dan jelas

oleh para guru dan apa yang dapat

diterima oleh orang yang berhasil

mempelajarinya, merupakan hal

yang tidak masuk akal dan

membingungkan bagi anak-anak.

Kenyataan ini dapat

ditemukan setelah peneliti

mengadakan diskusi dengan para

guru SDN Inpres 1 Maria

Kecamatan Wawo Kabupaten

Bima. Bahwa pada umumnya

anak-anak mengalami kesulitan

dalam mata pelajaran matematika.

Terutama menghitung luas

permukaan bangun ruang.

Matematika bagi anak SD

berguna untuk kepentingan hidup

dalam lingkungannya, untuk

mengembangkan pola pikirnya dan

banyak yang dijumpai di

lingkungan siswa sebagai sumber

belajar, sebagai contoh “bentuk-

bentuk dan ukuran bangun ruang

bekas bungkus barang. Hal ini

sesuai prinsip pembelajaran

memanfaatkan lingkungan siswa

sebagai sumber belajar.

KAJIAN PUSTAKA

Strategi Pembelajaran

Matematika SD

Dalam pelaksanaan

kegiatan pembelajaran matematika

pemecahan masalah, merupakan

fokus kegiatan (Diknas,2004:78).

Sedangkan definisi pembelajaran

adalah sebagai upaya untuk

membelajarkan siswa (Degeng,

1997:7). Dengan pengertian di atas

bahwa pembelajaran dapat

diartikan sebagai, suatu kegiatan

yang mermberikan fasilitas belajar

yang baik sehingga terjadi proses

belajar (Harmini,2005:3).

Sehingga strategi pembelajaran

merupakan kegiatan yang dipilih

oleh guru dalam proses

pembelajaran yang dapat

memberikan fasilitas belajar

sehingga memperlancar tujuan

belajar matematika (Hudoyo

dalam Harmini, 2004:9).

Peranan Media dalam

Pembelajaran Matematika

Tiap anak didik

memiliki kemampuan indera

yang berbeda atau tidak sama.

Maka peranan media dalam

model pembelajaran sangat

diperlukan. Hal ini sesuai

dengan pendapat Oemar

Hamalik (1986 : 15)

dinyatakan bahwa media

sebagai alat komunikasi guna

lebih mengefektifkan kegiatan

belajar mengajar.

Menurut Encyclopedia

of Educational Research dalam

Oemar Hamalik (1980:27)

bahwa manfaat media

pendidikan diantaranya: (1)

Meletakkan dasar-dasar yang

Konkret untuk berpikir dan

oleh karena itu mengulangi

verbalisme. (2) Memperbesar

perhatian para siswa. (3)

Memberikan pengalaman yang

nyata menimbulkan kegiatan

berusaha sendiri di kalangan

siswa.

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah

penelitian tindakan kelas

(PTK), karena ingin

menerapkan pembelajaran

Page 456: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

448

untuk meningkatkan

kemampuan menghitung luas

bangun ruang di kelas VI SDN

Inpres 1 Maria Kabupaten

Bima.

Lokasi Penelitian

Penelitian tindakan

kelas ini dilakukan di kelas VI

SDN Inpres 1 Maria. SDN

Inpres 1 Maria berada di

pedesaan letaknya sebelah

Desa Maria , jaraknya 4 km

dari pusat Kecamatan Wawo.

Keadaan masyarakat

lingkungan masih kental

suasana pedesaan sedangkan

keadaan sekolah yang

berhubungan yang

berhubungan dengan bangun

fisik gedungnya sangat bagus

karena baru direhab. Tetapi

sarana pembelajaran sangat

kurang, apalagi media

pembelajaran mata pelajaran

matematika.

1. Tindakan Siklus Pertama

Kegiatan tindakan

siklus pertama ini

dilakukan dengan mengacu

hasil diskusi pada tahap pra

tindakan. Berdasarkan

kesepakatan dengan Mitra

Peneliti ditentukanlah

pembelajaran matematika

dengan topik : Melakukan

Pengukuran Luas Bangun

Ruang dilaksanakan

tanggal 19 Oktober 2011

jam ke 1 – 2. selanjutnya

dilakukan perencanaan

hingga penerapan tindakan

pertama dan refleksi.

Fokus tahap ini suasana

kelas dengan model

pembelajaran melalui

benda konkret sekitar siswa

khususnya kubus.

2. Tindakan Siklus Kedua

Dengan mengacu

hasil diskusi pada tindakan

I, Peneliti dan Mitra

Peneliti bersama-sama

merancang dan

melaksanakan serta

merefleksi pelaksanaan

tindakan. Topik yang

disepakati pada siklus

kedua ini adalah tindakan

di fokuskan pada

meningkatkan partisipasi

siswa dalam proses

pembelajaran dengan

benda-benda konkret

sekitar siswa khususnya

berbentuk balok.

3. Tindakan Siklus Ketiga

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

1. Siklus I

Berdasarkan

kenyataan dari

pembelajaran pada

tindakan siklus I dapat

diperoleh hasil temuan

sebagai berikut :

Pada awal pembelajaran

siswa keadaan senang hal

ini antusias dengan ikut

bernyanyi. Semua siswa

dengan ikut bernyanyi,

semua siswa giat aktif dan

mengukur panjang masing-

masing persegi. Dalam

menyusun jaring-jaring

kubus tampak anak lebih

leluasa untuk membuat

model jaring-jaring kubus.

Page 457: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

449

Dalam menyimpulkan,

siswa tidak mengalami

kesulitan. Sedangkan hasil

kemampuan menghitung

luas kubus yang mendapat

nilai 70 keatas 12 siswa =

70,6 % sedangkan yang

kurang dari 70 sebanyak 5

siswa = 29,4 %.

2. Siklus II

Pada siklus ke II ini

perolehan nilai diatas 70

sebanyak 14 siswa sebesar

82,4 % dan 3 siswa mendapat

nilai kurang dari 70 sebesar

17,6 %.

3. Siklus III

Hasil

kemampuan hitung

yang memperoleh nilai

diatas 70 sebanyak 17

siswa sebesar 100 %.

B. Pembahasan

Berdasarkan

pelaksanaan tindakan dan

temuan yang dipaparkan dalam

bab IV, yang mengacu pada

penelitian. Secara berurutan

hal-hal yang dibahas meliputi :

gambaran suasana kelas model

pembelajaran dengan

menggunakan benda-benda

konkret sekitar siswa

khususnya pada kubus,

gambaran partisipasi siswa

dalam proses pembelajaran

dengan menggunakan benda

konkret khususnya pada balok,

Gambaran peningkatan

kemampuan siswa menghitung

luas permukaan bangun ruang

benda-benda konkret sekitar

siswa secara berpasangan,

individu sambil bermain.

1. Gambaran Suasana

Model Pembelajaran

dengan Menggunakan

Benda Konkret Sekitar

Siswa Khususnya Kubus.

Berdasarkan hasil

observasi selama

berlangsungnya kegiatan

pembelajaran kelas VI di

SDN Inpres 1 Maria,

terlihat dari kegiatan-

kegiatan yang di lakukan

siswa, aktivitas dan

motivasi siswa meningkat,

anak lebih senang apalagi

sewaktu memegang benda-

benda konkret, sambil

bernyanyi-nyanyi

menggembirakan,

perhatiannya lebih besar,

hal ini sesuai dengan

Encyclopedia at

Educational Research

dalam Oemar Hamalik

(1980:27). Kenyataannya

dengan memanfaatkan

benda konkret sekitar

siswa seperti bekas

bungkus barang yang

terbuat dari karton menjadi

menarik perhatian anak

pada tingkat yang tinggi,

menyajikan pengalaman

hasil yang mendorong anak

lebih mandiri, kenyataan

ini sesuai pendapat

Djamarah (1997,128-219).

Dengan penuh

motivasi dan perhatian

terhadap benda konkret

siswa lebih mudah dalam

memahami konsep-konsep.

Sehingga bila guru

melaksanakan model

Page 458: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

450

pembelajaran dimulai

benda konkret , ke semi

konkret. Observasi, sesuai

dengan pendapat Karso

(2005:2-16).

Di samping itu

dengan benda-benda

konkret siswa lebih dapat

mengembangkan

kemampuannya

berkomunikasi dengan

menggunakan simbol-

simbol serta ketajaman

pemahaman membantu

memperjelas masalah

depdikbud (1993).

Suasana kelas VI

SDN Inpres 1 Maria pada

waktu pembelajaran

menjadi hidup, anak lebih

aktif kreatif dan

mengasyikkan dengan

benda-benda konkret yang

mereka kenal hal ini sesuai

dengan pendapat

Karso(2005:2-17).

Kenyataan hasil

kemampuan menghitung

luas dapat meningkat

sesuai dengan tujuan yang

ditentukan, karena dibantu

benda-benda konkret

sebagai sarana belajar

siswa seiring dengan

pendapat Hudoyo dalam

Harmini (2004:9).

2. Gambaran Partisipasi

Siswa dalam Proses

Pembelajaran dengan

Benda Konkret Sekitar

Siswa Khususnya Balok.

Dari hasil

observasi pada siklus ke II

ini bahwa siswa dapat

membedakan perbedaan

dari dua benda bangun

ruang yaitu kubus dan

balok, beserta ciri-cirinya,

anak lebih paham dan

mudah bila dihadapkan

dengan benda nyata, anak

lebih paham dan tidak

membingungkannya sesuai

dengan pendapat Karso

(2005:1-5). Di samping itu

siswa dapat leluasa

memanipulasi sumber

belajar yaitu benda konkret

dapat digunting,

dikelompokkan dan diberi

label sendiri, karena anak

leluasa memanipulasi

sumber belajar, anak lebih

bebas dan dengan benda

konkret tersebut mudah

memecahkan masalah

sesuai dengan depdikbud

(1993). Sedangkan karena

partisipasi aktif dalam

pembelajaran maka

menghitung luas

permukaan balok dapat

ditingkatkan.

3. Gambaran Peningkatan

Kemampuan Siswa

Menghitung Luas

Permukaan Bangun

Ruang dengan Benda

Konkret.

Berdasarkan observasi

dari kemampuan siswa

menghitung luas permukaan

dengan benda-benda konkret,

maka kelas dapat di

mandirikan secara

berpasangan dan individu.

Kenyataan hasilnya ada

Page 459: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

451

peningkatan yang berarti.

Benda-benda konkret dapat

dikombinasikan dengan

bermain cepat, tepat

menghitung luas sehingga

menjadikan anak termotivasi.

Anak lebih mudah

mengerjakan tugas, karena

sudah mendapat pengalaman

dari siklus I dan II. Dalam

siklus I dan II anak banyak

dihadapkan dengan benda

konkret, sedangkan pada siklus

III siswa lebih terampil

menggunakan hasil pemecahan

masalahnya. Kesiapan

intelektual anak diperlukan

karena masa anak-anak kelas

enam di tahap operasional

konkret (Jean Piaget dalam

Karso,2005:1-6). Hal ini sesuai

dengan tahapan proses belajar,

bahwa usia SD kelas VI berada

pada tahap belajar konsep

berhubungan dengan benda riil

atau mengalami peristiwa di

dunia sekitar, hal ini

didasarkan dari teori belajar

Breener dalam Karso (2005:1-

12). Kemampuan menghitung

luas permukaan bangun ruang

dapat ditingkatkan karena anak

dihadapkan oleh benda-benda

konkret sekitar siswa. Siswa

sudah mengenal bendanya,

dari benda tersebut dapat

diamati, di raba atau

mengukurnya, anak lebih

beruntung dikenalkan konsep

baru dan di perhatikan bahan

yang telah dipelajari

sebelumnya (Karso,2005:2-

16).

PENUTUP

1. Dengan melalui benda-benda

konkret sekitar siswa

kemampuan siswa dalam

berinteraksi dapat

ditingkatkan sehingga suasana

kelas hidup.

2. Kegiatan pembelajaran yang

memberi kebebasan siswa

untuk memanipulasi sumber

belajar yakni dengan benda-

benda konkret dapat

meningkatkan kemampuan

mengukur panjang dan

menghitung luas permukaan

bangun ruang, serta anak lebih

aktif, kreatif.

3. Kegiatan pembelajaran

dengan melalui benda-benda

konkret sekitar siswa sesuai

dengan karakter pembelajaran

matematika, dan sesuai

dengan kesiapan daya pikir

anak sehingga kemampuan

menghitung luas permukaan

kubus dan balok dapat

ditingkatkan.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2003. Penelitian

Tindakan Kelas, Jakarta :

Depdiknas

Depdiknas, 2004. Standar

Kompetensi Mata

Pelajaran kelas I s/d

VI. Jakarta :

Depdiknas.

Depdiknas, 2004. Kurikulum 2004

Pedoman

Page 460: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

452

Pengembangan

silabus, model

pembelajaran tematis

SD. Jakarta :

Depdiknas

Djamarah, 1997. Guru dan anak

didik dalam interaksi

edukatif. Jakarta : PT.

Rineka Cipta.

Depdikbud, 1993. Kurikulum

Pendidikan Dasar

GBPP Matematika.

Jakarta : Depdikbud.

Degeng, 1997. Strategi

Pembelajaran

Mengorganisasi isi

dengan model

elaborasi. Malang :

IKIP MALANG

Gpirayana, Michana dkk. 2001.

Sekoah Dasar Kajian

Teori dan Praktek

pendidikan. Malang.

UM

Hamalik Oemar, 1980. Media

Pendidikan. Bandung :

Alumni

Karso, 2005. Pendidikan

Matematika I. Jakarta :

Pusat Pendidikan UT

Page 461: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

453

PENINGKATAN RANAH KOGNITIF DAN AFEKTIF PESERTA DIDIK

KELAS XII IPS 1 SMAN 1 BELO KABUPATEN BIMA PADA MATA

PELAJARAN SEJARAH MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL

TEACHING AND LEARNING (CTL) DENGAN MODEL P A S A

(PICTURES AND STUDENT ACTIVE).

SITI SARAH.2012.

GURU SMAN 1 BELO

ABSTRAK

Kata Kunci : peningkatan ranah kognitif dan afektif, CTL, Picture and

Student Active

Dalam rangka meningkatkan pembelajaran sejarah serta

menghilangkan kesan bahwa pelajaran sejarah hanya bersifat hapalan saja,

maka perlu diupayakan metode yang dapat memotivasi untuk menuntaskan

materi dengan baik. Pengembangan kurikulum mengacu kepada siswa

sebagai pusat sumber belajar, sehingga dalam strategi pembelajaran sejarah

diharapkan siswa dapat menguasai konsep atau materi secara proporsional.

Pada penelitian ini dipergunakan pendekatan kualitatif dengan jenis

penelitian tindakan kelas (PTK). Tujuan yang utama dari penelitian ini adalah

mencoba melihat berbagai kemungkinan upaya peningkatan ranah kognitif

dan afektif peserta didik kelas XII IPS 1 SMAN 1 Belo Kabupaten Bima

pada mata pelajaran sejarah melalui pendekatan Contextual Teaching and

Learning (CTL) dengan model P a S A (Pictures and Student Active). Riset

ini berlangsung pada semester II tahun pelajaran 2011/2012, dilakukan

dengan 2 siklus. Proses pembelajaran dengan pendekatan CTL melalui model

PaSA dilaksanakan dengan tahapan (1) pembagian kelompok kecil (2) siswa

mendeskripsikan gambar-gambar (3) menelaah dan menganalisis setiap

gambar (4) mendiskusikan gambar-gambar tersebut (5) melakukan presentasi

lisan (6) melaksanakan post tes berupa quiz dan soal-soal obyektif/subyektif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa hasil pembelajaran dengan model

PaSA dapat meningkatkan proses dan hasil belajar. Pada siklus 1 kelas XII

IPS 1 yang berjumlah 44 siswa yang tuntas belajar adalah 36 siswa ( 81.81 %

) sedangkan yang tidak tuntas 8 siswa ( 18.18 % ) pada siklus 2 terjadi

peningkatan yang signifikan yaitu siswa tuntas 100 %.

Perbaikan kualitas pendidikan dimulai dari perbaikan kualitas

pengajaran, tersedianya sarana dan prasarana yang memadai namun hal ini

juga harus ditunjang dengan kualitas siswa. Komponen dalam sistem ini

saling terkait dan terpadu mempengaruhi variabel-variabel peningkatan hasil

pembelajaran. Penelitan ini bertujuan mencari bentuk pendekatan proses

belajar mengajar dengan model pembelajaran tertentu yang sesuai dengan

karakteristik pelajaran sejarah di SMAN 1 Belo Kabupaten Bima.

Page 462: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

454

PENDAHULUAN

Perlu diuraikan kendala-

kendala umum dalam

pembelajaran sejarah yaitu; (1)

doktrin patent pembelajaran

sejarah sejak kita di bangku SD

sampai dengan SMA tidak terlepas

dari 4 W + 1 H ( why, when,

where, who dan how) (2) materi

masa lampau yang sangat luas

meliputi seluruh aspek kehidupan

penting manusia di dunia (3)

metode pembelajaran cenderung

didominasi oleh ceramah (4)

ketidakseimbangan jumlah jam

tatap muka dengan materi yang

ada (5) kurikulum yang selalu

berubah-ubah (6) siswa kurang

berminat membaca cerita sejarah

(7) tidak memadainya sumber-

sumber tertulis maupun tidak

tertulis (8) sejarah adalah ilmu

sosial selalu dipandang sebelah

mata sebagai mata pelajaran kelas

dua setelah eksakta. Kurangnya

minat siswa terhadap pembelajaran

sejarah dalam hal ini siswa SMAN

1 BELO KABUPATEN BIMA

salah satunya dilatarbelakangi oleh

faktor kurang kreatifnya guru, juga

tidak tersedianya sarana dan

prasarana pendukung. Dari data

evaluasi hasil ulangan semester

dan ujian blok semester I pada

mata pelajaran sejarah standar

ketuntasan adalah 70 kelas X,

kurang lebih 27.5% tidak tuntas (

Σ : 220 siswa ), kelas XI 30.5 %

tidak tuntas ( Σ : 230 siswa ) kelas

XII 36.2% tuntas ( Σ : 223 siswa )

ini berdampak pada kontinuitas

kualitas belajar siswa di SMAN 1

BELO KABUPATEN BIMA.

Hipotesis Tindakan

Proses dan hasil belajar

sejarah akan meningkatkan

ranah kognitif dan afektif

peserta didik kelas XII IPS 1

SMAN 1 Belo Kabupaten

Bima melalui pendekatan CTL

dengan model PaSA (Pictures

and Student Active) pada

konsep masyarakat pra sejarah

Indonesia

KAJIAN PUSTAKA

Pendekatan Pembelajaran

Kontekstual

Contexual Teaching

and Learning (CTL) adalah

pendekatan proses belajar

mengajar dalam rangka

mencari produktifitas

pembelajaran. Standarisasi

kurikulum sebagai acuan atau

rambu-rambu pembelajaran

harus dukembangkan dengan

strategi belajar yang baik

artinya CTL senantiasa

berkembang mengikuti trend

sistem pendidikan. Pendekatan

CTL adalah pendekatan

pembelajaran yang memiliki

tujuh (7) komponen yaitu : (1)

Constructivism, (2)

Questioning, (3) Inquiry (4)

Learning Community (5)

Modelling (6) Reflection) dan

Authentic Assessment

(Kasbollah, 2002).

Pendekatan di atas adalah

landasan membangun kerangka

berfikir, dimulai dari fakta,

data dan konsep. Siswa harus

mampu mengkonstruk

pikirannya melalui pengalaman

Page 463: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

455

ilmu dan pengamatan sosial

terutama kegiatan pemecahan

masalah. Siswa harus dapat

menemukan jawaban dari

setiap permasalahan dengan

kreatif, inovatif membangun

dirinya agar berguna bagi

orang lain disekitarnya,

seperangkat fakta, data dan

konsep dirangkai menjadi

kesatuan yang memiliki

makna.

Visualisasi dalam Proses Belajar

dan Pembelajaran Sejarah

Visual dalam seni rupa

berarti penglihatan (Art and

Design, 1995). Pandangan juga

dapat berarti melihat,

Visualisasi adalah upaya untuk

mendeskripsikan bias menjadi

nyata (Kuncoro, 2001)

menerjemahkan keadaan semu

menjadi suatu bentuk yang real,

nyata dan dapat dirasakan.

Penulis mencoba

menterjemahkan visualisasi

dalam proses belajar dan

pembelajaran sejarah

mengandung pengertian sebagai

bentuk cerita bergambar yang

dimanifestasikan pada sebuah

alur cerita dalam bentuk

rangkaian gambar bermakna

serta kronologis.

Fakta dan data sejarah

didapatkan dari berbagai nara

sumber baik primer yaitu saksi

hidup sejaman serta buku utama

yang dapat dijadikan proyeksi

sejarah (Kartodirdjo, 1993).

Sepengetahuan kita mulai dari

tingkat dasar (SD) sampai

tingkat atas (SMA) pelajaran

sejaraha jarang menampilkan

visualisasi yang kronologis

padahal yang utama dari

pembelajaran sejarah adalah

menampilkan seakurat mungkin

data dan fakta.

Konsep To Know How to

Know pada pembelajaran

sejarah akan lebih mampu

melalukan eksplanasi daripada

membatasi diri pada

pengungkapan bagaimana

sesuatu terjadi sebagai narasi

fiktif (Kuntowijoyo, 1994).

Suatu peristiwa harus dapat

digambarkan secara lebih

mendalam mengenai

bagaimana terjadinya, latar

belakang apa yang melandasi

lahirnya peristiwa tersebut.

Perkembangan ilmu sejarah di

Indonesia dipengaruhi oleh

nation building yang menuntut

rekontruksi sejarah secara

nasional dimana akan

mewujudkan kristalisasi

bangsa atau Indonesia-sentris

(Kuntowijoyo, 1994).

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

PTK atau

Classroom Action Research

adalah penelitian berbasis

kelas atau sekolah, dimana

dalam PTK terdapat tindakan

untuk perbaikan kegiatan

pembelajaran maupun

peningkatan mutu

pembelajaran di kelas

(Kasbollah, 1999). Desain

Page 464: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

456

penelitian menggunakan model

Kemmis dan M.C Taggart

(1989) yaitu (a) perencanaan

(b) tindakan (c) observasi dan

(d) refleksi.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di

kelas XII IPS 1 SMAN 1 BELO

KABUPATEN BIMA semester II

tahun pelajaran 2011/2012.

Peneliti bertugas sebagai guru

pengajar di kelas tersebut.

Penelitian berlangsung 2 bulan

(April-Mei 2012)

Instrumen Penelitian

Tes adalah alat penilaian

dengan pertanyaan-pertanyaan

yang diberikan kepada seseorang

dengan jawaban tertentu baik

dalam bentuk lisan, tulisan

maupun perbuatan (tindakan). Tes

sebagai alat ukur hasil belajar di

sekolah utamanya berkaitan

dengan sejauhmana siswa telah

menguasai materi sesuai dengan

harapan yang diinginkan. Tes di

kelas bagi siswa berhubungan erat

dengan aspek kognitif,

psikomotorik dan afektif.

Instrumen tes pada penelitian ini

disusun dalam 2 siklus berupa

ulangan harian yang masing-

masing siklus berjumlah 20 soal

obyektif.

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

a. Siklus I (On Board Stories/

Gambar di Papan Tulis)

Prosentase

ketuntasan siklus 1

:

Jumlah siswa 44

Tuntas

: 36 siswa (

81.81 % )

Tidak Tuntas

: 8 siswa (

18.18 % )

b. Siklus 2 (Pictures Stories/

Cerita Bergambar)

Prosentase ketuntasan siklus 2 :

Jumlah siswa 44

Tuntas : 44

siswa ( 100 % )

Tidak Tuntas : 0 siswa (

0 % )

Pembahasan

Perbedaan pembelajaran

klasikal dengan pembelajaran

konstruktif terletak pada

dinamika kelas yang produktif.

Siswa menjadi lebih senang

dan terfokus pada pokok

bahasan. Model PaSA telah

terbukti meningkatkan

kemampuan berfikir, peka

terhadap analisis lingkungan

sekitar, mampu bekerjasama

dalam kelompok serta dapat

mengembangkan dasar-dasar

visual yang diterjemahkan ke

dalam rangkaian kronologis

cerita. Utamanya adalah

pelajaran sejarah yang syarat

akan peristiwa, fakta dan data

masa lampau.

Hasil evaluasi pada

siklus 1 belum maksimal

kemudian diperbaiki pada

siklus 2. Siswa diberikan

Page 465: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

457

pertanyaan secara langsung

berupa pertanyaan quiz dengan

tujuannya untuk mengetahui

hasil belajar secara langsung

dan untuk mengembangkan

metode pembelajaran yang

dapat mempengaruhi

peningkatan hasil belajar

siswa. Sementara pada siklus 2

juga siswa diberikan

pertanyaan quiz secara

langsung dan ternyata hasilnya

memuaskan karena adanya

peningkatan hasil belajar.

Dengan hasil yang signifikan

antara siklus 1 dan siklus 2,

peneliti di masa yang akan

datang akan mencoba

menggabungkan model-model

pembelajaran dengan

rangkaian model PaSA,

harapannya adalah mencari

titik temu yang vaid metode

pembelajaran yang paling

efektif untuk pelajaran sejarah.

Peneliti dengan

pendekatan CTL model PaSA

mencoba menghilangkan

dominasi guru sejarah sebagai

pusat transfer ilmu. Siswa

semakin kritis dan aktif,

sebagai ilustrasi pada siklus 2,

ketika mencoba

mendeskripsikan gambar

manusia purba yang

dihubungkan dengan hasil

budaya, setiap kelompok

memiliki argumen masing-

masing, saling

mempertahankan pendapatnya.

Pada pembahasan cerita

gambar sampai pada peralihan

jaman batu besar

(Megalithikum) ke jaman

logam, kelas semakin ramai

dengan berbagai argumen.

Model PaSA yang mengadopsi

model pembelajaran Picture on

Picture ternyata mampu

meningkatkan kualitas dan

kuantitas pembelajaran kelas

XII IPS 1 SMAN 1 Belo

Kabupaten Bima. Suatu saat

model ini diharapkan menjadi

Historical Comprehensif

Method Teaching and

Learning, sehingga siswa tetap

semangat dan tidak jenuh.

Hal yang perlu di garis

bawahi adalah dengan adanya

penelitian tindakan kelas maka

guru akan lebih inovatif,

memiliki kepedulian

pendidikan, memiliki semangat

membangun, memiliki daya

kreasi optimal dan yang lebih

penting lagi adalah kepada

proses peningkatkan kualitas

guru sebagai pendidik

profesional

PENUTUP

Hasil evaluasi menunjukan

peningkatan hasil pembelajaran

sejarah di kelas XII IPS 1 yaitu

evaluasi pada siklus 1 kelas XII

IPS 1 yang berjumlah 44 siswa

yang tuntas belajar adalah 36

siswa ( 81.81 % ) sedangkan yang

tidak tuntas 8 siswa ( 18.18 % )

sedangkan evaluasi pada siklus 2

tuntas 100%. Berarti melalui

pendekatan CTL dengan model

PaSA (Pictures and Student

Active) meningkatkan hasil belajar

ranah kognitif dan afektif

Page 466: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

458

DAFTAR PUSTAKA

----------.1988.Garis-garis Besar

Haluan Negara.

Jakarta:Sekretaris Negara

Hariyono.1998.Memahami

Sejarah dalam

Pembelajaran. Malang :

IKIP MALANG

Kemmis,S&MC Taggart R.1988.

The Action Research

Planner. Victoria : Deakin

University Press

Kartodirdjo.S.1993. Pendekatan

Ilmu Sosial dalam

Metodologi Sejarah. Jakarta

: PT.Gramedia

Kasbollah, Kasihani.1999.

Penelitian Tindakan Kelas

untuk Guru Sains. Malang :

RUT VI LIPI.

Moleong, L,J.1994. Metodologi

Penelitian Kuantitatif.

Bandung : PT Remaja

Rosdakarya

Notosusanto, N. 1985. Sejarah

Nasional Indonesia. Jakarta

: Balai Pustaka

Suryabrata, S.1992. Metodologi

Penelitian. Jakarta : CV

Rajawali

Page 467: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

459

PENGEMBANGAN SISTEM PEMBELAJARAN INSTRUKSIONAL

MODELBANATHY

Mulyadi [email protected]

Abstrak

Pembelajaran yang berkualitas memerlukan pengembangan berbagai model pembelajaran

yang tepat, sehingga pembelajaran menjadi efektif dan efisien. Guru sebagai ujung tombak

keberhasilan kegiatan pengajaran di sekolah yang terlibat langsung dalam merencanakan dan

melaksanakan kegiatan pembelajaran. Tugas guru bukan hanya sebagai Teacher centered,

tapi lebih kepada Children centered.

Dalam tulisan ini, penulis mencoba menyajikan tentang model pembelajaran, pengembangan

desain instruksional, dan pengembangan system pembelajaran instruksional model Banathy.

Tulisan ini sebagai tambahan referensibagi para pendidik dan tenaga kependidikan, serta

mahasiswa untuk dapat dijadikan acuan dalam mengembangkan berbagai model

pembelajaran serta untuk meningkatkan kompetensi dalam merancang berbagai model

pembelajaran.

I. PENDAHULUAN

Pelaksanaan pendidikan

disemua jenjang pendidikan

mengandung tantangan untuk

segera dijawab dengan perbaikan

mutu pendidikan dan usaha-usaha

antisipasi terhadap dampak yang

muncul.Tantangan-tantangan

tersebut menurut Mawardi (2012:2)

dapat dikelompokkan dalam dua

tantangan pokok, yaitu tantangan

eksternal (makro) dan tantangan

internal (mikro).Tantangan

eksternal (makro) berupa tantangan

yang sifatnya luas, yaitu

meningkatkan kualitas SDM dalam

mengahadapi percaturan dunia

global dengan segala manfaat,

problem dan tantangan yang

menyertainya.Sedangkan tantangan

internal (mikro) berupa tantangan

yang sifatnya terbatas, yaitu

berhubungan dengan pelaksanaan

pembelajaran yang dilakukan guru

dalam rangka meningkatkan

kualitas pembelajaran.

Beberapa kecenderungan

global yang perlu diantisipasi oleh

dunia pendidikan, menurut Zamroni

(2000:34-35), adalah: pertama,

cepatnya proses investasi dan re-

investasi yang terjadi didunia

industri, menyebabkan terjadinya

perubahan yang sangat cepat pula

pada kebutuhan dunia kerja.

Sedangkan praktik pendidikan

berubah sangat lambat, akibatnya

mismatch education and

employment cenderung semakin

membesar. Kedua, perkembangan

industri, komunikasi, dan informasi

yang semakin cepat akanmelahirkan

“knowledge worker” yang semakin

besar jumlahnya. Ketiga,

munculnya kecenderungan

bergesernya pola pendidikan dari

ide back to basic ke arah ide the

forward to future basics, yang

mengandalkan pada peningkatan

kemampuan TLC (how to think,

how to learn, and how to

create).How to think menekankan

pada pengembangan critical

thinking, how to learn menekankan

pada kemampuan untuk dapat

menguasai dan mengolah informasi,

dan how to create menekankan

pada pengembangan kemampuan

untuk dapat memecahkan berbagai

problem yang berbeda-beda.

Keempat, berkembang dan

meluasnya ide demokratisasi yang

Page 468: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

460

bersifat substansi, yang antara lain

dalam dunia pendidikan munculnya

tuntutan pelaksanaan school

basedmanagement dan site-specific

solution, sehingga memunculkan

berbagai bentuk praktik pendidikan

yang berbeda satu dengan yang

lain, yang kesemuanya menawarkan

pendidikan yang berkualitas.

Kelima, semua bangsa akan

menghadapi krisis demi krisis yang

tidak hanya dapat dianalisis dengan

metode sebab akibat yang

sederhana, tetapi memerlukan

analisis sistem yang saling

bergantungan.

Mengantisipasi tantangan

makro dan mikro sebagaimana

dijelaskan di atas, maka diperlukan

upaya seoptimal mungkin melalui

pembenahan kurikulum dan model

pembelajaran yang berkualitas bagi

pembentukan peserta didik yang

berkarakter. Pembentukan peserta

didik yang berkarakter dengan

menunjukkan karakter yang kuat,

ulet, mandiri, kreatif dan

bertanggungjawab, serta tidak

hanya terampil kerja tetapi terampil

hidup, tidak sekedar cerdas kerja

tetapi juga cerdas hidup.

Untuk membentuk peserta

didik yang berkarakter, guru bukan

lagi melakukan proses menanamkan

atau menyampaikan ilmu, tetapi

mengadakan proses mengatur

lingkungan dalam mengajar. Sebab,

1) siswa bukan orang dewasa dalam

bentuk mini tetapi mereka adalah

organisme yang sedang

berkembang yang membutuhkan

orang dewasa untuk memberikan

arahan dan bimbingan agar mereka

tumbuh dan berkembang dengan

optimal; 2) kemajuan ipteks

menyebabkan siswa tidak hanya

menghafal info, rumus-rumus tetapi

bagaimana mengunakan info dan

pengetahuan itu untuk mengasah

kemampuan berfikir; dan 3) proses

pendidikan bukan lagi memberikan

stimulus melainkan

mengembangkan potensi yang

dimiliki siswa. Siswa bukan obyek

tetap subyek belajar yang harus

mencari dan merekontruksi

pengetahuannya sendiri (dalam

Syahdan, 2006).

Ketiga hal di atas menuntut

perubahan makna dalam

mengajar.Berkaitan dengan hal

tersebut, dalam rangka

meningkatkan kualitas

pembelajaran, guru harus mampu

merancang kegiatan pembelajaran

yang dilakukannya dengan baik,

efektif, dan terarah. Salah satu

rujukan dalam merancang desain

pembelajaran adalah

pengembangan sistem pembelajaran

instruksional model Banathy.

II. PEMBAHASAN

A. Hakikat Model Pembelajaran

Model pada hakikatnya

merupakan visualisasi atau

kerangka konseptual yang

digunakan sebagai pedoman dalam

melaksanakan kegiatan. Sagala

(2005:175) berpendapat bahwa:

“Model dapat dipahami sebagai: (1)

suatu tipe atau desain; (2) suatu

deskripsi atau analogi yang

dipergunakan untuk membantu

proses visualisasi sesuatu yang

tidak dapat dengan langsung

diamati; (3) suatu sistem asumsi-

asumsi, data-data, dan informasi-

informasi yang dipakai untuk

menggambarkan secara matematis

suatu obyek atau peristiwa; (4)

suatu desain yang disederhanakan

dari suatu sistem kerja, suatu

terjemahan realitas yang

disederhanakan; (5) suatu deskripsi

dari suatu sistem yang mungkin

atau imajiner; dan (6) penyajian

Page 469: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

461

yang diperkecil agar dapat

menjelaskan dan menunjukkan sifat

bentuk aslinya.”

Dalam konteks

pembelajaran, sebagaimana

diungkapkan Sukmadinata

(2004:209), bahwa model

merupakan suatu desain yang

menggambarkan suatu proses,

rincian dan penciptaan lingkungan

belajar yang memungkinkan peserta

didik berinteraksi, sehingga terjadi

perubahan atau perkembangan pada

diri peserta didik. Sedangkan Joyce

& Weil (1980:1), menjelaskan

bahwa model pembelajaran adalah

suatu rencana atau pola yang dapat

digunakan untuk membentuk

kurikulum (rencana pembelajaran

jangka panjang), merancang bahan-

bahan pelajaran, dan membimbing

pembelajaran di kelas atau yang

lain. Model pembelajaran disusun

berdasarkan prinsip-prinsip

pembelajaran, teori-teori psikologis,

sosiologis, analisis sistem, atau

teori-teori lain yang mendukung

untuk mencapai tujuan

pembelajaran yang diharapkan.

Model pembelajaran juga mengacu

pada pendekatan pembelajaran yang

akan digunakan, termasuk

didalamnya tujuan-tujuan

pengajaran, tahap-tahap dalam

kegiatan pembelajaran, lingkungan

pembelajaran, dan pengelolaan

kelas (Arend, 1997:7). Model

pembelajaran yang berisi langkah-

langkah pembelajaran seringkali

pula di pandang sebagai sebuah

strategi pembelajaran yang

memiliki pengertian hampir sama

dengan model pembelajaran,

sebagaimana dikemukakan Sanjaya

(2009:126) bahwa strategi

pembelajaran dapat diartikan

sebagai perencanaan yang berisi

tentang rangkaian kegiatan yang

didesain untuk mencapai tujuan

pendidikan tertentu.

Model pembelajaran

memiliki ciri-ciri sebagaimana

dikemukakan Rusman (2008:150-

151) sebagai berikut: a)

berdasarkan teori pendidikan dan

teori belajar dari para ahli tertentu,

b) mempunyai misi dan tujuan

pendidikan tertentu, c) dapat

dijadikan pedoman untuk perbaikan

kegiatan belajar mengajar di kelas,

d) memiliki bagian-bagian model

(urutan langkah-langkah

pembelajaran (syntax), adanya

prinsip-prinsip reaksi, sistem social,

dan sistem pendukung), e) memiliki

dampak pembelajaran yang

meliputi; dampak pembelajaran,

yaitu hasil belajar yang dapat

diukur dan dampak pengiring, yaitu

hasil belajar jangka panjang, f)

membuat persiapan mengajar

dengan pedoman model

pembelajaran yang dipilihnya.

Model-model pembelajaran

dapat diklasifikasikan menjadi

beberapa kelompok. Joyce dan Weil

(1980:14-28) mengklasifikasikan

menjadi empat kelompok besar,

yakni: (1) behavior modification,

(2) social interaction, (3) personal

source, dan (4) information

processing.

Di samping model-model

pembelajaran diatas, dalam

perencanaanya terdapat beberapa

model desain pembelajaran. Model

desain pembelajaran pada dasarnya

merupakan pengelolaan dan

pengembangan yang dilakukan

terhadap komponen-komponen

pembelajaran.Beberapa model

pengembangan pembelajaran

sebagaimana dikemukakan Susilana

dkk. (2006:144) antara lain: model

PPSI (Prosedur Pengembangan

Page 470: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

462

Sistem Instruksional), model Jerold

E. Kemp, Gerlack dan Elly,

Glesser, Bella H. Banathy, Rogers,

model CTL (Contextual Teaching

and Learning), dan lain-lainnya.

Pemilihan model

pembelajaran yang tepat akan

menentukan tingkat keberhasilan

belajar peserta didik, namun tidak

setiap model pembelajaran dapat

diterapkan begitu saja tanpa

mengindahkan beberapa faktor.

Sukmadinata (2004:151-154)

mengemukakan empat faktor yang

harus diperhatikan guru dalam

memilih model pembelajaran, yaitu

tujuan pembelajaran, karakteristik

mata pelajaran, kemampuan peserta

didik, dan kemampuan pendidik.

Sementara itu, faktor yang harus

menjadi pertimbangan dalam

mengidentifikasi pengalaman

belajar dan strategi mengajar

menurut Miller & Seller

(1985:227), yaitu tujuan

pembelajaran dan perkembangan

karakteristik peserta didik,

kemampuan guru, dan ketersediaan

sumber belajar. Dengan demikian,

dari kedua pendapat tersebut dapat

ditarik benang merah sebagai

faktor-faktor yang diperlukan guru

dalam memilih model

pembelajaran, yaitu tujuan

pembelajaran, karakteristik mata

pelajaran, karakteristik peserta

didik, kemampuan guru, dan

ketersediaan sumber dan sarana

belajar.

Tujuan pembelajaran

menjadi faktor yang sangat penting,

karena semua aspek pembelajaran

diarahkan untuk mencapai tujuan

pembelajaran, baik tujuan dalam

ranah kognitif, afektif, maupun

psikomotor.Karakteristik mata

pelajaran dapat dilihat dari jenis

materi. Materi yag berupa fakta

akan berbeda pembahasannya

dengan materi yang berupa konsep

atau prinsip, demikian juga akan

berbeda pula pada materi yang

memerlukan latihan keterampilan

tertentu. Karakteristik peserta didik

dapat dilihat dari kemampuan

peserta didik sesuai usia

perkembangannya, kebutuhan,

motivasi, dan keunikan gaya belajar

masing-masing peserta didik.

Penerapan suatu model harus

memperhatikan juga faktor

kemampuan guru, sebaik apapun

sebuah model pembelajaran tidak

akan berjalan efektif apabila guru

tidak mampu menguasai model

tersebut. Oleh karena itu guru

hendaknya menguasai model

pembelajaran yang akan digunakan,

baik secara teoritis maupun

terampil dalam melaksanakannya.

Demikian juga ketersediaan sumber

dan sarana belajar, buku-buku

referensi, media pembelajaran yang

tersedia, dan sarana belajar yang

lain, seperti ruang kelas dan lain-

lainnya harus disesuaikan dengan

kebutuhan belajar peserta didik,

sehingga model pembelajaran dapat

dilaksanakan dengan baik.

B. Pengembangan Desain

Instruksional

Dalam suatu siklus lengkap

kegiatan instruksional, letak

pengembangan instruksional berada

pada tahap pertama.Selanjutnya,

menyusul pelaksanaan kegiatan

instruksional sebagai tahap kedua,

dan evaluasi instruksional sebagai

tahap ketiga.

Penggunaan pendekatan

sistem dalam pengembangan

instruksional telah menghasilkan

berbagai desain.Tidak semua desain

itu serupa.Sebagian sesuai untuk

digunakan untuk memecahkan

masalah yang lebih luas, sebagian

Page 471: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

463

lagi sesuai untuk pemecahan

masalah yang lebih sempit, yaitu di

suatu lembaga yang mempunyai

kondisi khusus. Berikut ini

disampaikan lima desain

pendekatan sistem yang telah

digunakan, baik oleh pengarangnya

sendiri maupun oleh orang lain.

Perbandingan kelima desain ini

diturunkan dari karya Twelkel,

Urbach dan Buck (1971). Judul dan

pengarang kelima desain yang

tergolong sebagai pendahulu

tersebut tampak dalam daftar

berikut ini:

Page 472: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

464

Tabel 1: Daftar Lima Desain Pendekatan Sistem dalam Pendidikan

No Judul Pengarang Tahun

1 Teaching Research System Hamreus 1968

2

Michigan State University

Instructional System Development

Model

Barson 1967

3 System Aproach for Educational

(SAFE) Corrigan 1966

4 Project MINERVA Instructional

Systems Design Tracey 1967

5 Banathy Instructional

Development System Banathy 1968

Kelima desain pendekatan sistem dalam pengembangan instruksional di

atas selanjutnya dideskripsikan ke dalam masing-masing skema berikut ini.

1. Desain Teaching Research System

2. Instructional System Development Model

Page 473: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

465

3. System Approach For Education (SAFE)

4. Project MINERVA Instructional System Design

Page 474: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

466

5. The Banathy Model

Page 475: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

467

Kelima desain

pendekatan sistem tersebut dapat

dibandingkan dari segi penetapan

prosesnya. Tiga tahap yang akan

digunakan sebagai dasar

perbandingan adalah:

1. Tahap Pertama

Definisi masalah dan

organisasi yang meliputi:

a. Identifikasi Masalah:

Identifikasi masalah

merupakan proses

membandingkan keadaan

sekarang dengan keadaan

yang seharusnya. Hasilnya

akan menunjukkan

kesenjangan antara kedua

keadaan tersebut.

Kesenjangan itu disebut

kebutuhan (needs). Bila

kesenjangan kedua

keadaan tersebut besar,

kebutuhan itu perlu

diperhatikan atau

diselesaikan.Kebutuhan

yang besar dan ditetapkan

untuk diatasi itu disebut

masalah, sedangkan

kebutuhan yang lebih kecil

mungkin untuk sementara

atau seterusnya

diabaikan.Ia merupakan

kebutuhan yang tidak

dianggap sebagai masalah.

Hasil akhir dari

identifikasi masalah

adalah perumusan tujuan

umum.

b. Analisis Setting:Analisis

setting meliputi kegiatan

menentukan karakteristik

siswa dan sumber belajar

yang tersedia untuk

digunakan dalam

pemecahan masalah.

c. Organisasi Pengelolaan:

Kegiatan yang termasuk

organisasi pengelolaan

cukup luas yaitu meliputi:

1) Pendefinisian tugas dan

tanggung jawab yang

diperlukan.

2) Pembentukan jaringan

berkomunikasi untuk

mengorganisasikan

pengumpulan dan

pendistribusian

informasi kepada tim

pengembangan.

3) Pembentukan rencana

proyek dan prosedur

control.

2. Tahap Kedua

Analisis dan pengembangan

sistem, meliputi:

a. Identifikasi Tujuan: Tujuan

adalah apa yang dapat

dikerjakan oleh peserta

didik setelah

menyelesaikan proses

belajar. Tujuan ini harus

bermanfaat bagi peserta

didik. Ia berbentuk

perilaku yang dapat

diukur. Tujuan ini

kemudian diuraikan

menjadi tujuan-tujuan

khusus, yaitu tujuan yang

lebih rinci dan spesifik.

b. Penentuan Metode:

Penentuan metode dan

media instruksional sangat

penting untuk

memungkinkan peserta

didik mencapai tujuan

instruksional. Metode

yang diidentifikasi dapat

lebih dari satu atau

beberapa alternatif

metode, karena dalam uji

coba ada kemungkinan

metode yang digunakan

tidak efektif sehingga

perlu diganti dengan

metode lain.

Page 476: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

468

c. Penentuan Prototipe:

Pembuatan prototipe

merupakan permulaan

produksi untuk

menghasilkan barang yang

sesungguhnya. Di samping

itu, pada materi ini pula

dimulai pengembangan

desain evaluasi dan

permulaan review teknis

terhadap sistem tersebut

oleh para ahli serta

penyusunan tes yang akan

digunakan untuk

mengukur perilaku siswa,

baik sebelum maupun

setelah uji coba.

3. Tahap Ketiga

Evaluasi, meliputi:

a. Melaksanakan tes atau uji

coba prototipe: Uji coba

prototipe biasanya

mengambil bentuk-bentuk

di bawah ini:

1) Uji coba pengembangan

untuk melihat

komponen yang perlu

direvisi

2) Uji coba validasi untuk

melihat seberapa jauh

peserta didik mencapai

tujuan instruksional.

3) Uji coba lapangan

untuk menentukan

apakah pengajar dan

peserta didik lain dapat

menggunakan bahan-

bahan tersebut.

b. Menganalisis hasil uji

coba: Analisis hasil

melibatkan tiga jenis

kegiatan, yaitu: pertama,

tabulasi dan memproses

data evaluasi. Kedua,

menentukan hubungan

antara metode yang

digunakan, hasil yang

dicapai dan tujuan yang

ingin dicapai.Ketiga,

menafsirkan data. Kualitas

revisi yang akan dibuat

tergantung kepada

interpretasi ini.

c. Implementasi atau uji coba

ulang: Berdasarkan

interpretasi data hasil uji

coba, revisi dilakukan dari

revisi kecil sampai revisi

total. Akhirnya, keputusan

harus diambil untuk

mengakhiri uji coba ulang

dan kemudian

mengimplementasikan ke

dalam pembelajaran.

Bila diperhatikan, bahasa

yang digunakan kelima desain di

atas berbeda, tetapi maksudnya

sama. Perbandingan istilah yang

digunakan oleh kelima desain

tersebut tampak sebagai berikut:

Page 477: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

469

Tabel 2: Perbandingan Lima Desain Pendekatan Sistem dalam Pendidikan

MODEL KEGIATAN

Teaching Research System

Mendefinisikan masalah instruksional

Michigan State University Instructional

System Development Model

Menentukan tujuan pendidikan umum:

perguruan tinggi, fakultas, jurusan, mata

kuliah

System Approach For Education (SAFE)

1. Menilai kebutuhan

2. Menentukan tujuan misi

3. Menentukan persyaratan, penampilan

(performance) misi

4. Menetukan hambatan

5. Menentukan profil misi

6. Melakukan analisis fungsional

7. Melakukan analisis tugas

8. Melakukan analisis metode dan alat

9. Membuat keputusan kelayakan final

(terus atau berhenti)

Project MINERVA Mengumpulkan data pekerjaan

Banathy Maksud system

MODEL KEGIATAN

Teaching Research System

1. Mengidentifikasi tipe belajar

2. Menentukan kondisi belajar

3. Menentukan penyesuaian terhadap perbedaan

individual

4. Mengidentifikasi bentuk; kegiatan instruksional

MODEL KEGIATAN

Michigan State University

Instructional System

Development Model

1. Merencanakan strategi

2. Mengembangkan contoh pengajaran untuk isi

pelajaran tertentu

3. Memilih bentuk informasi yang representatif

4. Menentukan alat transmisi

MODEL KEGIATAN

System Approach For Education

(SAFE)

1. Memilih rencana pengelolaan dan pelaksanaan

yang mempunyai keefektifan biaya optimal.

2. Menganalisis alternatif dari segi keefektifan biaya

optimal

3. Menganalisis alternatif dari segi keefektifan dan

keuntungan biaya

4. Memilih pengelolaan atau rencana pelaksanaan

yang mempunyai efektifitas biaya yang paling

optimal

MODEL KEGIATAN

Project MINERVA Instructional

System Design

1. Memilih isi mata pelajaran

2. Memilih strategi instruksional

Page 478: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

470

MODEL KEGIATAN

Banathy

1. Menemukan tugas-tugas belajar

2. Mengidentifikasi dan karakterisasi tugas-tugas

belajar yang aktual

3. Menganalisis fungsi

4. Menganalisis komponen

5. Pendistribusian

6. Penjadwalan

Page 479: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

471

Mengikuti perbandingan

kelima desain pendekatan sistem

yang diterapkan dalam desain

instruksional mungkin ada orang

yang ingin memilih salah satu

dan menganggapnya sebagai

desain standar untuk semua

macam kegiatan

instruksional.Setiap desain itu

baik dan sesuai untuk kondisi

tertentu.Kondisi yang dimaksud

adalah besar-kecilnya atau

kompleks tidaknya suatu

lembaga pendidikan, ruang

lingkup tugas lembaga

pendidikan, serta kemampuan

pengelola.

Setiap desain itu

dimaksudkan untuk

menghasilkan suatu sistem

instruksional. Prosedur yang

mirip digunakan antara satu

dengan yang lain, tetapi mereka

menggunakan penjelasan urutan

dan bahasa yang tidak selalu

sama. Seorang pengembang

instruksional dapat memilih

salah satu diantaranya yang

dianggapnya sesuai, atau

mungkin pula

mengkombinasikan beberapa

diantaranya untuk menyusun

suatu model baru.

Selain kelima desain

yang telah diperbandingkan di

atas, ada pula desain

pengembangan instruksional

lain, yaitu:

1. Prosedur Pengembangan

Sistem Instruksional (PPSI)

yang diterbitkan Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia (1975).

2. Systems Approach Model for

Designing Instruction

karangan Dick and Carey

(1985).

3. Instructional System Design,

karangan Gagne (1979).

4. AT & T Instructional

Development Model (1985).

C. Pengembangan Sistem

Pembelajaran Instruksional

Model Banathy

Model Banathy

dikembangkan pada tahun 1968

oleh Bela H. Banathy. Model

yang dikembangkannya ini

berorientasi pada hasil

pembelajaran, sedangkan

pendekatan yang digunakan

adalah pendekatan sistem, yakni

pendekatan yang didasarkan

pada kenyataan bahwa kegiatan

belajar mengajar merupakan

suatu hal yang sangat kompleks,

terdiri atas banyak komponen

yang satu sama lain harus

bekerja sama secara baik untuk

mencapai hasil yang sebaik-

baiknya.

Bentuk pengembangan

sistem pembelajaran

instruksional model Banathy ini

sebagaimana dideskripsikan

dalam tabel berikut.

Page 480: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

472

Tabel 3: Pengembangan Sistem Pembelajaran Instruksional Model Banathy

No Jenis Kegiatan Bentuk Kegiatan

1

Identifikasi Tujuan: apa yang dapat

dikerjakan oleh peserta didik

setelah menyelesaikan proses

belajar

Analisis maksud dan tujuan

(maksud sistem)

2

Analisis setting: menentukan

karakteristik siswa dan sumber

belajar yang tersedia untuk

digunakan dalam pemecahan

masalah

1. Menilai kompetensi

masukan

2. Tes masukan

3

Metode/Strategi: cara yang

digunakan dalam kegiatan

instruksional

1. Menemukan tugas-tugas

belajar

2. Mengidentifikasi dan

karakterisasi tugas-tugas

belajar yang aktual

3. Menganalisis fungsi

4. Menganalisis komponen

5. Pendistribusian

6. Penjadwalan

4

Pembuatan Prototipe: pengem-

bangan desain evaluasi dan

permulaan review teknis terhadap

sistem serta penyusunan tes yang

akan digunakan untuk mengukur

perilaku siswa, baik sebelum

maupun setelah uji coba

Tes Acuan Patokan

5

Evaluasi: pelaksanaan uji coba

prototipe, analisis hasil dan

implementasi/penggunaannya

kembali

1. Latihan sistem

2. Tes system

6 Revisi: uji coba ulang Mengubah untuk memper-

baiki

Page 481: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

473

Model pengembangan

sistem pembelajaran ini

berorientasi pada tujuan

pembelajaran.Langkah-langkah

pengembangan sistem

pembelajaran terdiri dari 6 jenis

kegiatan.Model desain ini

bertitik tolak dari pendekatan

sistem (system approach), yang

mencakup enam komponen

(langkah) yang saling

berinterelasi dan berinteraksi

untuk mencapai tujuan

pembelajaran yang telah

ditetapkan.

Pada langkah terakhir

para pengembang diharapkan

dapat melakukan perubahan dan

perbaikan sehingga tercipta suatu

desain yang diinginkan.Model

ini tampaknya hanya

diperuntukan bagi guru-guru di

sekolah, mereka cukup dengan

merumuskan tujuan

pembelajaran khusus dengan

mengacu pada tujuan

pembelajaran umum yang telah

disiapkan dalam sistem.

Komponen-komponen

tersebut menjadi dan merupakan

acuan dalam menetapkan

langkah-langkah pengembangan,

sebagai berikut:

1. Merumuskan tujuan

(formulate objectives)

2. Mengembangkan tes (develop

test)

3. Menganalisis tugas belajar

(analyzing learning task)

4. Mendesain sistem

pembelajaran (design system)

5. Melaksanakan kegiatan dan

mengetes hasil (implement

and test output)

6. Melakukan perubahan untuk

perbaikan (change to

improve)

Komponen-komponen/

langkah-langkah pengembangan

tersebut diuraikan lebih lanjut di

bawah ini.

1. Langkah Pertama:

Merumuskan Tujuan

Pada langkah ini pengembang

merumuskan tujuan

pembelajaran, yang

merupakan pernyataan

tentang hal-hal yang

diharapkan untuk dikerjakan,

diketahui, dirasakan, dan

sebagainya oleh peserta didik

atau siswa sebagai hasil

pengalaman belajarnya.

2. Langkah Kedua:

Mengembangkan Tes

Pada langkah ini

dikembangkan suatu tes

sebagai alat evaluasi, yang

digunakan untuk mengetahui

tingkat keberhasilan belajar,

atau ketercapaian tujuan

pembelajaran oleh peserta

didik/siswa.Penyusunan tes

berdasarkan tujuan

pembelajaran yang telah

dirumuskan pada langkah

sebelumnya.

3. Langkah Ketiga:

Menganalisis Tugas Belajar

Pada langkah ini dirumuskan

tugas-tugas yang harus

dilakukan oleh peserta

didik/siswa untuk mencapai

tujuan pembelajaran yang

telah dirumuskan, yakni

perubahan tingkah laku yang

diharapkan.Pada langkah ini,

perilaku awal peserta

didik/siswa perlu dinilai dan

dianalisis.Berdasarkan

gambaran tentang perilaku

awal tersebut dapat dirancang

materi pelajaran dan tugas-

tugas belajar yang sesuai,

sehingga mereka tidak perlu

Page 482: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

474

mempelajari hal-hal yang

telah diketahui atau telah

dikuasai sebelumnya.

4. Langkah Keempat:

Mendesain Sistem

Pembelajaran

Pada langkah ini

dikembangkan berbagai

alternatif dan

mengidentifikasi kegiatan-

kegiatan pembelajaran, baik

yang harus dilakukan oleh

siswa/peserta didik maupun

kegiatan-kegiatan guru/tenaga

pengajar.Langkah ini

dikembangkan sedemikian

rupa yang menjamin agar

peserta didik melaksanakan

dan menguasai tugas-tugas

yang telah dianalisis pada

langkah 3.desain sistem juga

meliputi penentuan siswa

yang mempunyai potensi

paling baik untuk mencapai

tujuan pembelajaran, dan oleh

karena perlu disediakan

alternative kegiatan tertentu

yang cocok. Selain dari itu,

dalam desain system supaya

ditentukan waktu dan tempat

melakukan kegiatan-kegiatan

pembalajaran.

5. Langkah Kelima:

Melaksanakan Kegiatan dan

Mengetes Hasil

Sistem yang sudah didesain

selanjutnya dilaksanakan

dalam bentuk uji coba di

lapangan (sekolah) dan dites

hasilnya. Hal-hal yang telah

dilaksanakan dan dicapai oleh

peserta didik merupakan

output dari implementasi

sistem, yang harus dinilai

supaya dapat diketahui hingga

mereka dapat

mempertunjukan atau

menguasai tingkah laku

sebagaimana dirumuskan

dalam tujuan pembelajaran

6. Langkah Keenam:

Mengadakan Perbaikan

Pada langkah ini ditentukan

bahwa hasil-hasil yang

diperoleh dari evaluasi

digunakan sebagai umpan

balik bagi sistem keseluruhan

dan bagi komponen-

komponen sistem, yang pada

gilirannya menjadi dasar

untuk mengadakan perubahan

untuk perbaikan sistem

pembelajaran.

III. Penutup

Kendatipun enam

komponen tersebut tampaknya

sangat sederhana, namun untuk

mengembangkan rancangan

sistem pembelajaran model ini

memerlukan kemampuan

akademik yang cukup tinggi

serta pengalaman yang memadai

serta wawasan yang luas. Selain

itu, proses pengembangan suatu

sistem menuntut partisipasi

pihak-pihak terkait, seperti

kepala sekolah, administrator,

supervisor dan kelompok guru,

sehingga rancangan kurikulum

yang dihasilkan sesuai dengan

kebutuhan pendidikan di sekolah

dan dapat diterapkan dalam

sistem sekolah.

DAFTAR RUJUKAN

Arend, R. 1997. Classroom

Instructional Management. New

York: The Mc Graw – Hill

Company.

Joyce, B.R. & Weil, M. 1980.Models

of Teaching. Englewood Cliffs,

New Jersey: Prentice Hall Inc.

Mawardi, Imam. 2012.

Pengembangan Model

Page 483: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

475

Pembelajaran Untuk

Meningkatkan Life Skills

Peserta Didik. Disertasi UPI

Bandung: Tidak dipublikasikan.

Miller, J.P. & Seller, W.

1985.Curriculum: Perspective &

Practice. New York: Longman.

Rusman. 2008. Manajemen

Kurikulum: Seri Manajemen

Sekolah Bermutu. Bandung:

Mulia

Mandiri Press.

Sagala, Saiful. 2005. Konsep dan

Makna Pembelajaran. Bandung:

Al-fabeta.

Santoso, Djoko.Tanpa Tahun. Materi

Kuliah Desain Pembelajaran.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2004.

Kurikulum dan Pembelajaran

Kompetensi. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Susilana, R., dkk. 2006. Kurikulum

dan Pembelajaran. Ed. 2.

Bandung: Jurusan Kutekpen

FIP UPI.

Syahdan. 2006. Materi Perkuliahan

Magister Manajemen

Pendidikan: Disain

Pembelajaran.

Mataram: FKIP Unram.

Zamroni. 2000. Paradigma

Pendidikan Masa Depan.

Yogyakarta: Bigraf Publishing.

Zuchdi, D. 2008. Humanisasi

Pendidikan: Menemukan

Kembali Pendidikan yang

Manusiawi. Jakarta: Bumi Aksara.

Page 484: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

476

PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN UNTUK

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPS SISWA KELAS V SDN

O’O DONGGOTAHUN PELAJARAN 2013

H. Matru, S.Pd

Guru SDN O’O Donggo

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Penggunaan Media

Pembelajaran dapat Meningkatkan Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas V SDN

O’O DonggoTahun Pelajaran 2013. Jenis penelitian ini adalah penelitian

tindakan kelas dengan rancangan penelitian yang terdiri dari perencanaan,

pelaksanaan, observasi dan refleksi. Subyek penelitian adalah siswa kelas V

di SD Negeri Sowa Soromandi. Instrumen yang digunakan ada dua yaitu

instrumen tes untuk mengukur prestasi belajar siswa dan lembar observasi

aktivitas siswa dan guru.

Adapun hasil penelitian ini bahwa prestasi IPS siswa pada siklus I

dengan persentase ketuntasan klasikal sebesar 77,4 % dan pada siklus II

dengan persentase ketuntasan klasikal sebesar 96,8 %. Aktivitas siswa dan

guru dari hasil analisis observasi yang menunjukan peningkatan dari siklus I

ke siklus II. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan media

pembelajaran dapat meningkatkan prestasi belajar IPS Siswa Kelas V SDN

O’O DonggoTahun Pelajaran 2013

Kata Kunci: media/alat peraga gambar, prestasi belajar

PENDAHULUAN

Berdasarkan pengamatan

peneliti selama mengajar di SDN

O’O Donggo menemukan

beberapa masalah antara lain:

siswa dalam proses pembelajaran

belum terlalu aktif, penggunaa

media/alat peraga oleh guru masih

kurang, prestasi belajar siswa yang

masih rendah, dilihat dari hasil

MID dan UAS yang masih banyak

dibawah KKM (70), cara mengajar

guru yang belum bervariasi.

Dari masalah-masalah

yang ditemukan di atas, untuk itu

sudah sepatutnya hal ini

mendapatkan perhatian yang

serius. Salah satu upaya yang

dilakukan adalah memanfaatkan

atau menggunakan media yang

mampu mengaktifkan siswa agar

tidak terlihat pasif dalam kegiatan

belajar serta melatih siswa untuk

banyak belajar sendiri sehingga

berimplikasi pada peningkatan

prestasi belajar siswa.

Hal lain yang peneliti

temukan adalah: para siswa rajin

masuk mengikuti pelajaran. Jika

para siswa ini rajin, maka jika

diditata dengan baik dan

pembelajaranya menggunakan

Page 485: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

477

media yang banyak memberikan

manfaat maka dapat terjadi

peningkatan motivasi dan

menuntaskan belajar siswa

terhadap materi pembelajaran yang

diajarkan oleh guru.

Pemanfaatan media

diharapkan siswa dapat

menunjukkan secara jelas tentang

konsep dan dapat merangsang

siswa untuk lebih berperan aktif

dalam proses belajar mengajar.

Materi IPS di SDN masih ada

yang bersifat kompleks, cenderung

abstrak dan begitu dekat dengan

kehidupan siswa, menuntut

gambaran yang kongkrit serta

pengalaman langsung melalui

pengamatan, penguraian dan

penggolongan objek dengan

memaksimalkan seluruh indera

yang ada, baik indera penglihatan,

pendengaran, maupun peraba

(Hamalik, 1994: 56).

Untuk memperoleh

gambaran yang kongkrit serta

pengalaman langsung diperlukan

alat peraga yang berfungsi untuk

membantu mengkonkretkan

pengalaman atau pengertian dalam

proses belajar mengajar. Peragaan

adalah mewujudkan bahan yang

diajarkan secara nyata baik dalam

bentuk asli maupun tiruan

sehingga siswa lebih memahami

apa yang disampaikan guru

(Nurbatni, 2005: 5)

Dalam peragaan, guru

menggunakan alat yang dapat

membantu mempelajari bahan

yang disampaikan. Alat-alat yang

digunakan dalam peragaan ini

disebut alat peraga. Istilah alat

peraga dewasa ini disebut sebagai

media pendidikan, ada pula yang

menyebutnya sebagai Audio Visual

Aids (AVA) atau alat bantu

pandang dengar.

Gagne dalam Nurbatni

(2005: 23) menyatakan bahwa

media atau alat peraga adalah

segala bentuk alat fisik yang dapat

menyajikan pesan serta

merangsang siswa untuk belajar.

Di dalam penulisan ini penulis

memakai istilah alat peraga,

karena seperti yang ditulis oleh

Hamalik (1994: 59) bahwa media

pendidikan identik dengan

pengertian keperagaan yang

berasal dari kata raga artinya suatu

benda yang dapat diraba, dilihat,

didengar dan yang dapat diamati

melalui panca indera.

Jika dikaitkan dengan

pengalaman yang diperoleh siswa

yang belajar dengan menggunakan

alat peraga memperoleh

pengalaman yang riil. Proses

penerimaan siswa terhadap

pelajaran akan lebih berkesan

secara mendalam, sehingga

membentuk pengertian yang baik

dan sempurna. Belajar dengan alat

peraga merupakan alat bantu yang

efektif dalam mengikutsertakan

berbagai indera dalam belajar

mengajar (Nurbatni, 2005: 23).

Berdasarkan pendapat di

atas penulis dapat menyimpulkan

bahwa pada prinsipnya alat peraga

adalah segala sesuatu yang dapat

menyalurkan atau menyampaikan

pesan, khususnya antara guru dan

siswa, dapat memberikan

pengalaman kongkret, serta

mempertinggi prestasi belajar

siswa dalam menerima pesan atau

Page 486: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

478

informasi pelajaran sehingga

proses penyampaian dan

penerimaan pesan dalam proses

belajar mengajar dapat terjadi

dengan baik.

Prestasi adalah hasil dari

suatu kegiatan yang telah

dikerjakan, diciptakan baik secara

individu maupun secara kelompok

(Djamarah, 1994: 15). Sedangkan

menurut Mas’ud Hasan dalam

Djamarah (1994: 16) bahwa

prestasi adalah apa yang telah

dapat diciptakan, hasil pekerjaan,

hasil yang menyenangkan hati

yang diperoleh dengan jalan

keuletan kerja.

Menurut Nurkencana

(1990: 25) prestasi belajar adalah

hasil yang telah dicapai atau

diperoleh anak berupa nilai mata

pelajaran. Ditambahkan bahwa

prestasi belajar merupakan hasil

yang mengakibatkan perubahan

dalam diri individu sebagai hasil

dari aktivitas dalam belajar.

METODE PENELITIAN

Adapun jenis penelitian

ini adalah Penelitian Tindakan

Kelas (Clasroom Action

Research). Secara singkat

Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

adalah suatu pencermatan terhadap

kegiatan belajar berupa sebuah

tindakan, yang sengaja

dimunculkan dan terjadi dalam

sebuah kelas secara bersama

(Suharsimi, 2007:45)

Berdasarkan pendapat

ahli di atas dapat disimpulkan

bahwa Penelitian Tindakan Kelas

(PTK) berfokus pada kelas atau

pada proses belajar mengajar yang

terjadi di kelas, dengan

menggunakan media sehingga

dapat meningkatkan prestasi

belajar siswa kelas V di SDN O’O

Donggo tahun pelajaran 2013.

Rancangan dalam

penelitian ini mengacu pada model

spiral atau siklus menurut Kemmis

& Mc Taggart (Mc Taggar, 1991:

32). Tujuan menggunakan model

ini adalah apabila pada awal

pelaksanaan tindakan ditemukan

adanya kekurangan, maka

tindakan perbaikan dapat

dilakukan pada tindakan

selanjutnya sampai pada target

yang diinginkan tercapai. Adapun instrumen yang

digunakan dalam penelitian ini adalah

: a. Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran

b. Tes Evaluasi

c. Lembar observasi

Analisis Data

Pengelolaan data

merupakan satu langkah yang

sangat penting dalam kegiatan

penelitian bila kesimpulan yang

akan diteliti dapat dipertanggung

jawabkan data yang di analisis

oleh peneliti adalah :

1) Ketuntasan individu

Setiap siswa dalam proses belajar

mengajar dikatakan tuntas

apabila memperoleh nilai 70

Nilai ketuntasan minimal

sebesar 70 dipilih karena sesuai

dengan kemampuan individu

2) Ketuntasan klasikal

Ketuntasan klasikal dikatakan

telah dicapai apabila target

Page 487: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

479

pencapaian ideal 85 % dari

jumlah siswa dalam kelas.

%1001 xn

nKK

Keterangan : KK = Ketuntasan

Klasikal

n1 = Jumlah siswa yang

memperoleh nilai 70

n = Jumlah siswa yang ikut tes

(banyaknya siswa)

(Nurkencana, 2003)

3) Data Aktivitas Guru

Kriteria untuk menentukan

aktifitas guru sebagai berikut :

Tabel 3.1 : Pedoman Skor

Standar

Aktivitas Guru A > MI + 1,5 SDI Sangat aktif

MI + 0,5 SDI < A < MI

+ 1,5 SDI

Aktif

MI – 1,5 SDI < A < MI

+ 0, 5 SDI

Cukup aktif

MI – 1,5 SDI < A < MI

– 0,5 SDI

Kurang aktif

A < MI – 1,5 SDI Sangat kurang

aktif

Menentukan MI (mean

ideal) dan SDI (standar

deviasi)

MI = ½ x (skor tertinggi +

skor terendah)

SDI = 1/6 x (skor tertinggi

+ skor terendah)

(Nurkencana, 1990)

4) Data aktivitas belajar

siswa

Skor maksimal

ideal (SMI) merupakan

skor tertinggi aktivitas

siswa yang didapat

apabila semua

deskriptor yang diamati

nampak yaitu skor 4

untuk menilai kategori

aktivitas siswa,

ditentukan terlebih

dahulu MI dan SDI.

HASIL PENELITIAN

Siklus I

a) Observasi untuk aktivitas siswa

Tabel 3.

Hasil Observasi aktivitas siswa siklus I

Aspek yang Diobservasi Skor

A. Kesiapan siswa dalam menerima pelajaran 3

B. Antusias siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran 2

C. Respon dalam pembelajaran 3

Jumlah 8

b) Observasi untuk aktivitas Guru

Tabel 4.

Hasil Observasi aktivitas Guru siklus I

Aspek yang diobservasi Skor

Page 488: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

480

A.1 Membangkitkan minat dan motivasi siswa dalam

belajar

3

B.1 Penyampaian materi kepada siswa 2

B.2 Pendampingan siswa selama proses belajar

mengajar berlangsung

2

C. Penutup 3

Jumlah 10

1) Hasil Evaluasi

Adapun hasil evaluasi yang diperoleh pada siklus I

untuk prestasi belajar IPS siswa sebagai berikut:

a. Jumlah siswa yang tuntas: 24

b. Jumlah siswa yang tidak tuntas : 7

c. Jumlah siswa yang ikut tes: 31

d. Ketuntasan klasikal: 77,4 %

2) Refleksi

Berusaha mengarahkan siswa untuk mengerjakan tugas

rumah agar dikumpulkan pada pertemuan berikutnya, agar ada

persiapan dari rumah.

a. Siklus II

a) Observasi untuk aktivitas siswa

Tabel 5.

Hasil Observasi aktivitas siswa siklus II

Aspek yang Diobservasi Skor

A. Kesiapan siswa dalam menerima pelajaran 4

B. Antusias siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran 4

C. Respon dalam pembelajaran 4

Jumlah 16

c) Observasi untuk aktivitas Guru

Tabel 6.

Hasil Observasi aktivitas Guru siklus II

Aspek yang diobservasi Skor

A.1 Membangkitkan minat dan motivasi siswa dalam

belajar

4

B.1 Penyampaian materi 4

B.2 Pendampingan siswa selama proses belajar

mengajar berlangsung

4

Page 489: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

481

C. Penutup 4

Jumlah 16

Kategori aktif

1) Hasil Evaluasi

Adapun hasil evaluasi yang diperoleh pada siklus II

dapat dilihat pada lampiran. Secara ringkas hasilnya sebagai

berikut:

a. Jumlah siswa yang tuntas : 30 siswa

b. Jumlah siswa yang belum tuntas : 1 siswa

c. Jumlah siswa yang ikut tes : 30 siswa

d. Ketuntasan klasikal : 96,8 %

PEMBAHASAN

Penelitian tindakan kelas

ini dilakukan dalam dua siklus

dengan menggunakan media

gambar. Berdasarkan hasil analisis

tindakan dan hasil evaluasi pada

siklus I diketahui bahwa

ketuntasan belajar belum mencapai

seperti yang diharapkan. Hal ini

ditunjukan oleh hasil evaluasinya

yaitu persentase ketuntasannya

adalah 77,4 %, sehingga sebelum

melanjutkan pembelajaran ke

siklus berikutnya dilakukan upaya

perbaikan dan penyempurnaan

terlebih dahulu dengan melakukan

diskusi dan membimbing siswa

yang mendapat nilai kurang dari

70 dengan bimbingan secara

khusus atau individual. Adapun

hasilnya adalah dengan lebih

termotivasi dan antusiasnya siswa

dalam bertanya baik kepada

temannya maupun kepada guru.

Dan juga dapat terlihat pada saat

siswa mengerjakan soal-soal

latihan setelah berdiskusi dan

diberikan bimbingan.

Tindakan yang akan

dilakukan untuk memperbaiki

kekurangan yang ada pada siklus I

yaitu: berusaha mengarahkan

siswa untuk mengerjakan tugas

rumah agar dikumpulkan pada

pertemuan berikutnya.

Setelah dilakukan

tindakan pada siklus II yang

mengacu pada perbaikan tindakan

dari siklus I diperoleh hasil yang

lebih baik. Ini ditunjukan dari hasil

evaluasi akhir siklus dimana

persentase ketuntasan klasikal

adalah 96,8 %. Hal ini berarti

tindakan pada siklus II sudah

mencapai standar ketuntasan

klasikal 85 %. Dengan demikian

tidak perlu untuk melakukan siklus

selanjutnya.

Dari proses tindakan dan

hasil yang diperoleh dari siklus I,

maka untuk siklus II menunjukan

hasil yang lebih baik dari siklus

sebelumnya. Berarti pembelajaran

dengan menggunakan media

gambar dapat meningkatkan

prestasi belajar IPS siswa.

Karena siswa sangat tertarik

dengan gambar yang ditampilkan

sehingga daya ingat dan daya

serap mereka terhadap materi yang

diajarkan akan lebih cepat baik

Page 490: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

482

Setelah melakukan

penelitian tersebut peneliti melihat

suasana kelas lebih hidup karena

partisipasi siswa dalam proses

belajar mengajar sangat aktif.

SIMPULAN

Proses tindakan dan

hasil evaluasi dari penelitian

telah diperoleh, maka dapat

disimpulkan beberapa hal

sebagai berikut:

1. Penerapan pembelajaran

dengan menggunakan

media gambar dapat

meningkatkan prestasi

belajar IPS siswa kelas V

SDN O’O Donggo tahun

pelajaran 2013.

2. Prestasi belajar IPS siswa

tersebut ditunjukan oleh

aktivitas siswa dalam kelas

dan hasil evaluasi tiap

akhir siklus. Pada siklus I,

persentase ketuntasan

sebesar 77,4 % dan pada

siklus II dengan persentase

ketuntasan 96,8 %.

3. Aktivitas guru dan siswa

meningkat dari siklus I ke

siklus II.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar Saparudin Saleh. (2012).

Penggunaan alat peraga

untuk meningkatkan hasil

belajar IPA.penelitian PTK.

Universitas Pendidikan

Indonesia

Aqib. (2003). Pendidikan Guru

Berdasarkan Pendekatan

Kompetensi, Jakarta : PT.

Bumi Aksara

Barth, J.L. (1990). Method of

instruction in social studies

education. Third edition.

Boston: university press of

America. inc

Brown, H.D. (2000). Principle of

language and teaching. New

York: By Addison Wesley

longman, inc

Depdiknas. (2006). Undang-

Undang RI Nomor 20, tahun

2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional

Depdiknas. (1997). Efektivitas

pembelajaran biologi di

SMP, Jakarta : Rineka

Cipta

Dick, W., Carey, L., James. O., &

Carey, C. (2001). The

systematic design of

instruction . Newyork:

Addison-weley educational

publisher inc.

Djamarah, Saiful, Bahri, 1994.

Prestasi Belajar dan

Kompetensi Guru, Surabaya:

Usaha Nasional

Dimyati dan Mudjiono. (2006).

Efektivitas pembelajaran

pada SMP, Jakarta :

Rineka Cipta

_______(1980). Media

Pendidikan, Bandung :

Citra Aditya

Page 491: J I P E N D A JURNAL INOVASI PENDIDIKAN DASAR

483

Hamalik, Oemar. (1994). Media

Pendidikan, Bandung :

Citra Aditya

http://www.sarjanaku.com/2011/0

3/pengertian-alat-peraga.html.

Jerolimek, S., & McTargaart, R.

(1990). The action research

planner. Victoria: deakin

university

Joyce, B., & Weil, M. (2004).

Models of teaching.

Boston: Allyn and

Bacon.

Lexi J. Moleong, (2006).

Metodelogi Penelitian

Kualitatif. Bandung : Remaja

Rosdakarya

Muhibbin, Syah, (2007). Psikologi

Belajar. :Jakarta: PT.

Rajagrafindo Persada

Nurbatni, (2005). Media

Pendidikan, Bandung :

Citra Aditya

Nurkencana, (1990). Evaluasi

Hasil Belajar, Surabaya :

Usaha Nasional

________, (2003). Evaluasi Hasil

Belajar, Surabaya :

Usaha Nasional

Riyanto, (1996). Metodologi

Penelitian Pendidikan,

Surabaya : SIC

Sudjana, Nana, (2004). Dasar-

Dasar Proses Belajar

Mengajar, Bandung : Sinar

Baru Algensindo

Siti Arum Gita Nurmala. (2008).

Penggunaan Alat Peraga

Gambar Untuk

Meningkatkan Minat Belajar

Membaca yang diakses pada

taggal 2 maret di

http://id.shvoong.com/social-

sciences/education/2335003-

alat-peraga-sebagai-media-

pendidikan/#ixzz2NTOIXXi

1

Slameto, (2003). Belajar dan

Faktor-faktor yang

Mempengaruhinya. :Jakarta:

PT. Rineka Cipta

_______, (1995). Belajar dan

Faktor-faktor yang

Mempengaruhinya. Jakarta:

PT. Rineka