Top Banner
PRAKTIKUM SIRUP KERING AMOXICILLIN FURMOXIL ® BAB I TUJUAN DAN TEORI DASAR 1.1. Tujuan 1.1 Mampu memformulasikan sediaan sirup kering amoksisilin. 1.2 Mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan sediaan sirup kering amoksisillin. 1.3 Mampu membuat sediaan sirup kering amoksisilin skala laboratorium sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan. 1.4 Mampu melakukan evaluasi terhadap sediaan sirup kering amoksisilin. 1.2. Teori Dasar 1.2.1 Sirup Kering Sirup adalah larutan oral yang mengandung sakarosa, kecuali dinyatakan lain, kadar sakarosa, C 12 H 22 O 11 , tidak kurang dari 64,0% dan tidak lebih dari 66,0% (Depkes RI, 1979). Sirup kering adalah suatu campuran padat yang ditambahkan air pada saat akan digunakan, sediaan tersebut dibuat pada umumnya untuk bahan obat yang tidak stabil dan 1
62

J A sirup kering.docx

Dec 02, 2015

Download

Documents

laporanpraktikum
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: J A sirup kering.docx

PRAKTIKUM SIRUP KERING AMOXICILLIN

FURMOXIL®

BAB I

TUJUAN DAN TEORI DASAR

1.1. Tujuan

1.1 Mampu memformulasikan sediaan sirup kering amoksisilin.

1.2 Mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan sediaan sirup kering

amoksisillin.

1.3 Mampu membuat sediaan sirup kering amoksisilin skala

laboratorium sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.

1.4 Mampu melakukan evaluasi terhadap sediaan sirup kering

amoksisilin.

1.2. Teori Dasar

1.2.1 Sirup Kering

Sirup adalah larutan oral yang mengandung sakarosa, kecuali

dinyatakan lain, kadar sakarosa, C12H22O11, tidak kurang dari 64,0% dan

tidak lebih dari 66,0% (Depkes RI, 1979). Sirup kering adalah suatu

campuran padat yang ditambahkan air pada saat akan digunakan, sediaan

tersebut dibuat pada umumnya untuk bahan obat yang tidak stabil dan tidak

larut dalam pembawa air, seperti ampisilin dan amoksisilin (Ofner et al,

1989). Sirup kering adalah suatu campuran padat yang ditambahkan air

pada saat akan digunakan, sediaan tersebut dibuat padat umumnya untuk

bahan obat yang tidak stabil dan tidak larut dalam pembawa air, seperti

ampisilin, amoksisilin, dan lain-lainnya. Agar campuran setelah ditambah

air membentuk dispersi yang homogen, maka dalam formulanya digunakan

bahan pensuspensi. Komposisi suspensi sirup kering biasanya terdiri dari

bahan pensuspensi, pembasah, pemanis, pengawet, penambah rasa/aroma,

buffer, dan zat warna (Depkes RI,1995). Sirup kering adalah sediaan

1

Page 2: J A sirup kering.docx

berbentuk suspensi yang harus direkonstitusikan terlebih dahulu dengan

sejumlah air atau pelarut lain yang sesuai sebelum digunakan. Sedian ini

adalah sediaan yang mengandung campuran kering zat aktif dengan satu

atau lebih dapar, pewarna, pengencer, pendispersi, dan pengaroma yang

sesuai (Depkes RI, 1995).

Suspensi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat padat

dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat

yang terdispersi harus larut, tidak boleh cepat mengendap, dan bila digojog

perlahan-lahan, endapan harus segera terdispersi kembali. Dapat

ditambahkan zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi tetapi

kekentalan suspensi harus menjamin sediaan mudah digojog dan dituang.

Suspensi sering disebut mixture gojog (mixturae agitandae). Bila obat

dalam suhu kamar tidak larut dalam pelarut yang tersedia maka harus

dibuat mikstur gojog atau disuspensi (Anief, 1997).

Suspensi dapat dibagi menjadi 4 yaitu suspensi oral, suspensi topical,

suspensi tetes telinga dan suspensi optalmik. Suspensi harus dikocok baik

sebelum digunakan untuk menjamin distribusi bahan padat yang merata

dalam pembawa, hingga menjamin keseragaman dan dosis yang tepat.

Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat (Depkes RI, 1995).

Sejumlah bahan-bahan obat terutama antibiotika tertentu tidak

memiliki stabilitas yang cukup dalam larutan berair. Suspensi amoksisilin

digunakan pada anak-anak dan harus didinginkan (2-8°C) untuk

mempertahankan efektifitas pada saat dilarutkan. Formulasi cair pada

umumnya cenderung memiliki stabilitas yang buruk dari pada formulasi

padat dan jika kemasan sudah dibuka harus digunakan dalam waktu 2

minggu untuk menghindari mikroba kontaminasi atau penurunan aktivitas.

Biasanya ini merupakan periode yang cukup bagi pasien untuk

menghabiskan semua volume obat yang biasa ditulis dalam resep.

Campuran bubuk kering mengandung semua komponen formulasi

termasuk obat, penambah rasa, pewarna, dapar dan lain-lain kecuali

pelarut. Keuntungan obat dalam sediaan sirup yaitu merupakan campuran

2

Page 3: J A sirup kering.docx

yang homogen, dosis dapat diubah-ubah dalam pembuatan, obat lebih

mudah diabsorbsi, mempunyai rasa manis, mudah diberi bau-bauan dan

warna sehingga menimbulkan daya tarik untuk anak-anak, membantu

pasien yang mendapat kesulitan dalam menelan obat. Kerugian obat dalam

sediaan sirup yaitu ada obat yang tidak stabil dalam larutan, volume bentuk

larutan lebih besar, ada yang sukar ditutupi rasa dan baunya dalam sirup

(Ansel, 2008).

Sebagian besar komponen sirup selain air dan semua obat yang ada

mengandung komponen seperti

a. Bahan pemanis :

Pemanis berfungsi untuk memperbaiki rasa dari sediaan. Dilihat dari

hasil kalori yang dihasilkan dibagi menjadi dua yaitu berkalori tinggi dan

berkalori rendah. Adapun pemanis berkalori tinggi misalnya sorbitol,

sakarin, sukrosa. Pemanis berkalori rendah misalnya laktosa (Lachman et

al., 2008).

b. Bahan pengental

Sebagai zat pembawa dalam sediaan cair dan untuk membentuk

suatu cairan dengan kekentalan yang stabil dan homogen (Ansel, 2008).

c. Pemberi rasa

Hampir semua sirup disedapkan dengan pemberi rasa buatan atau

bahan - bahan yang berasal dari alam, untuk membuat sirup sedap

rasanya. Karena sirup adalah sediaan cair, pemberi rasa ini harus

mempunyai kelarutan dalam air yang cukup (Lachman et al., 2008).

Amoksisilin untuk suspensi oral mengandung tidak kurang dari

90,0% dan tidak lebih dari 120,0% C16H19N3O5S dari jumlah yang tertera

pada etiket. Mengandung satu atau lebih dapar, pengawet, penstabil,

pemanis dan pensuspensi yang sesuai (Depkes RI, 1995).

3

Page 4: J A sirup kering.docx

1.2.2 GranulasiGranulasi merupakan proses pembentukan partikel-partikel besar

atau agregat-agregat dalam bentuk beraturan yang disebut dengan granul

(Lachman et al., 2008). Granul adalah gumpalan-gumpalan dari partikel

yang lebih kecil, umumnya berbentuk tidak merata dan menjadi seperti

partikel tunggal yang lebih besar. Ukuran biasanya berkisar antara ayakan

4-12, walaupun demikian granula dari macam-macam ukuran lubang

ayakan mungkin dapat dibuat tergantung pada tujuan pemakaiannya. Dari

bahan asal yang sama, bentuk granul biasanya lebih stabil secara fisik dan

kimia daripada bentuk serbuk. Setelah dibuat dan dibiarkan beberapa

waktu, granul tidak segera mengering atau mengeras seperti balok bila

dibandingkan dengan serbuknya. Hal ini karena luas permukaan granul

lebih kecil dibandingkan dengan serbuknya. Granula biasanya lebih tahan

terhadap udara panas (Ansel, 2008).

Granulasi juga merupakan proses pembesaran ukuran dimana partikel

kecil bersama-sama menjadi besar, berupa agregat permanen dimana

partikel asal masih dapat diidentifikasi. Terminologi granulasi digunakan

untuk rentang ukuran agregat dari 0,1 sampai 2,0 mm. Dalam pembuatan

sedian farmasi, terminologi granulasi digunakan untuk menyatakan

pembuatan agregat berbentuk sferis dengan distribusi ukuran sempit antara

rentang 0,5 sampai 1,5 mm. Granulasi digunakan terutama untuk produksi

tablet dan kapsul. Pada proses pembentukan produk antara, digunakan

granul dengan distribusi ukuran yang lebar. Selain itu granul juga dapat

digunakan sebagai bentuk sediaan (Agoes, 2008).

Tujuan granulasi adalah untuk mendapatkan suatu partikel dengan

ukuran yang lebih besar dari partikel asal sehingga dapat meningkatkan

kopresibilitas dan fluiditas serta memudahkan pencampuran, mengurangi

debu, mendapatkan partikel dengan densitas yang lebih seragam,

memperbaiki sifat alir sekaligus kompaktibilitas massa, menurunkan

volume ruahan serbuk, serta meningkatkan penampilan produk (Siregar,

2007).

4

Page 5: J A sirup kering.docx

Ada 2 jenis metode granulasi yang digunakan dalam pembuatan sirup

kering yaitu metode granulasi basah dan granulasi kering.

1. Granulasi kering

Granulasi kering adalah suatu metode yang dilakukan dengan cara

membuat granul secara mekanis tanpa bantuan pengikat basah atau

pelarut pengikat. Metode ini digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan

panas dan lembab, serta tidak tahan air atau pelarut yang digunakan.

Prinsip dari granulasi kering adalah menciptakan ikatan antara partikel-

partikel dengan pemberatan secara mekanik. Ikatan yang mungkin

timbul antar partikel-partikel tergantung dari sifat serbuk serta campuran.

Sifat ikatan bermacam-macam, yaitu: ikatan yang timbul karena jeratan,

karena dalam campuran ada serat-serat, misalnya selulosa; ikatan yang

terjadi karena gaya molekular; gaya pengikat dari pengikat kering;

melalui pencairan yang kemudian membeku kembali (Siregar 2007).

Metode granulasi kering ini memiliki beberapa keuntungan antara lain:

a) Memerlukan tahap proses yang lebih sedikit sehingga mengurangi

kebutuhan akan proses validasi.

b)Waktu hancur lebih cepat karena tidak diperlukannya larutan pengikat.

c) Tidak memerlukan pengeringan sehingga tidak terlalu lama

pengerjaannya.

d)Dapat digunakan untuk zat aktif dosis besar yang peka terhadap panas

dan lembab.

Proses terbentuknya granulasi kering yaitu :

a. Penghalusan

Tujuan dari penghalusan adalah untuk memperkecil ukuran partikel

zat aktif dan eksipien. Semakin besar ukuran partikel maka sifat

kohesifitas dan adhesifitas antar partikel semakin besar yang dapat

menyebabkan terjadinya pemisahan pada granul. Tahap ini dapat

dilakukan dengan menggunakan bowl hammer, hammer mill, dan

grinder.

5

Page 6: J A sirup kering.docx

b. Pencampuran

Tujuan pencampuran ini adalah untuk mendapatkan distribusi bahan

aktif yang merata dan homogen. Tahap ini dapat dilakukan dengan

menggunakan alat planetary mixer, twin-shell, dan blender.

c. Slugging

Campuran serbuk ditekan ke dalam cetakan yang besar dan

dikompakkan dengan punch berpermukaan datar, massa yang diperoleh

disebut slug.

d. Pengayakan

Massa basah dibuat menjadi granul dengan melewatkannya pada

ayakan mesh yang disebut oscilating granulator/ fitzmill. Kemudian

ukuran granul diperkecil dengan cara melewatkan pada ayakan dengan

porositas yang lebih kecil dari sebelumnya.

(Anief, 1997).

2. Granulasi Basah

Granulasi basah atau aglomerasi adalah proses menambahkan cairan

pada suatu serbuk atau campuran serbuk dalam suatu wadah yang

dilengkapi dengan pengadukan yang akan menghasikan aglomerasi atau

granul. Pembentukan dan pertumbuhan granul berlangsung karena

adanya efek ikatan mobile - liquid yang terbentuk antara partikel primer.

Metode granulasi basah dapat digunakan untuk zat aktif yang sukar larut

dalam air dan untuk pelarut yang tahan terhadap pemanasan dan

kelembaban. Umumnya metode granulasi basah digunakan untuk zat

aktif yang sulit dicetak karena mempunyai sifat aliran dan

kompressibilitas yang kurang baik. Oleh karena itu pada metode ini

diperlukan zat pengikat, penghancur dan pengisi (Siregar, 2007).

Terdapat beberapa proses yang mendasari terbentuknya granul

dalam metode granulasi basah yaitu :

a. Penghalusan

Penghalusan bertujuan untuk memperkecil ukuran partikel zat

aktif dan eksipien. Semakin besar ukuran partikel maka sifat

6

Page 7: J A sirup kering.docx

kohesifitas dan adhesifitas antar partikel semakin besar yang dapat

menyebabkan terjadinya pemisahan pada granul

b. Pencampuran

Pencampuran bertujuan untuk mendapatkan distribusi bahan aktif

yang merata dan homogen. Tahap ini dapat dilakukan dengan

menggunakan alat planetary mixer, twin – shell dan blender.

c. Penambahan dan Pencampuran larutan pengikat

Penambahan larutan pengikat akan membentuk massa basah

sehingga menbutuhkan alat yang dapat meremas dengan kuat seperti

sigma blade mixer dan planetary mixer.

d. Pengayakan

Pengayakan massa basah dibuat menjadi granul dengan

melewatkan pada ayakan yang disebut oscilating granulator/ fitmill.

e. Pengeringan

Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan pembasah yang

digunakan. Granul kemudian dikeringkan dalam oven atau fluid bed

dryer.

(Anief, 1997).

Mekanisme pembentukan ikatan yang terjadi pada partikel-partikel

pada granul adalah

1. Timbulnya gaya antar permukaan atau gaya kapiler selama

pemisahan.

Menurut Conway, ada empat keadaan dalam pembentukan granul,

a) Pendular : pada keadaan ini, ruangan antar partikel diisi

sebagian oleh zat pengikat dan membentuk jembatan cair

antara partikel.

b) Funikular : pada keadaan ini, terjadi kenaikan tegangan

permukaan kurang lebih tiga kali tahap pendular.

c) Kapiler: pada keadaan ini semua ruangan antar partikel diisi

oleh zat pengikat. Karena adanya gaya kapiler pada

7

Page 8: J A sirup kering.docx

permukaan konkaf antara cairan-cairan di permukaan granul,

maka akan terjadi granul.

d) Droplet : pada tahap ini terjadi penutupan partikel oleh

tetesan cairan. Kekuatan ikatan dipengaruhi oleh gaya

permukaan cairan yang digunakan.

2. Pembentukan jembatan padat

Selama pengeringan terbentuk jembatan padat antar partikel yang

terjadi karena salah satu dari dua mekanisme yaitu jembatan padat

merupakan zat pengikat yang mengeras atau terdiri dari hablur

yang terlarut dalam larutan pengikat.

3. Adanya gaya adhesi dan kohesi antar partikel pada granul.

(Lachman,et al., 2008).

Metode granulasi basah ini memiliki beberapa keuntungan antara

lain :

i. Dapat digunakan untuk zat aktif dosis besar yang sulit mengalir dapat

meningkatkan kohesifitas dan kempressibilitas serbuk dengan

penambahan pengikat,

ii. Distribusi dan keseragaman kandungan baik bagi zat aktif yang mudah

larut dan dosis kecil,

iii. Zat warna lebih homogen karena terlebih dahulu dilarutkan dalam cairan

pengikat,

iv. Serbuk dapat ditangani tanpa menghasilkan kontaminasi udara serta

mampu mencegah pemisahan komponen campuran selama proses

(Siregar, 2007).

Selain memiliki keuntungan, terdapat juga beberapa kerugian dalam

metode granulasi basah antara lain:

i. Membutuhkan tempat yang luas, biaya yang tinggi, alat dan waktu yang

banyak,

ii. Memungkinkan terjadinya kehilangan bahan selama pemindahan ke unit

proses lainnya,

iii. Kemungkinan terjadinya kontaminasi lebih besar,

8

Page 9: J A sirup kering.docx

iv. Tidak dapat digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan

lembab

(Lachman et al., 2008).

BAB II

EVALUASI SEDIAAN

2.1. Evaluasi Fisika

a. Distribusi Ukuran Partikel

Untuk sediaan sirup kering, distribusi partikel homogen (tersalut)

setelah direkonstitusi, dapat diamati dari semakin besarnya ukuran

partikel maka rongga - rongga antar partikel yang terbentuk pun semakin

besar dan distribusinya menyebar di dalam sediaan, sehingga setelah

dikocok sediaan suspensi kering ini dapat terdispersi homogen kembali.

b. Homogenitas

Sediaan suspensi terekonstitusi dilarutkan dengan air hingga

mencapai volume yang telah ditentukan yaitu 100 mL. Setelah itu, zat

yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat mengendap, jika

dikocok perlahan-lahan, endapan harus segera terdispersi kembali.

Sediaan terekonstitusi dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin

stabilitas suspensi. Selain itu, kekentalan suspensi tidak boleh terlalu

tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang (Depkes RI, 1979).

c. Penetapan Bobot Jenis Sediaan dengan Piknometer

Bobot jenis suatu zat adalah hasil yang diperoleh dengan membagi

bobot zat dengan bobot air, dalam piknometer. Kecuali dinyatakan lain

dalam monografi keduanya ditetapkan pada suhu 25ºC.Pada penetapan

bobot jenis sediaan suspensi kering ini menggunakan piknometer.

Piknometer yang kosong, kering, dan bersih diisi dengan air yang sudah

9

Page 10: J A sirup kering.docx

matang dengan suhu 25ºC kemudian ditimbang untuk kalibrasi.

Kemudian sirup kering yang sudah dilarutkan diatur suhunya hingga

kurang lebih 20ºC dan dimasukkan ke dalam piknometer. Setelah itu,

suhu piknometer diatur hingga mencapai suhu 25ºC, dan kelebihan zat

uji dibuang. Dan timbang kembali piknometernya. Kemudian untuk

mengetahui bobot jenis sediaan dapat diperoleh dari selisih bobot

piknometer yang telah diisi zat uji dengan bobot piknometer kosong

(Depkes RI, 1995).

d. Volume Terpindahkan

Masing-masing sediaan suspensi yang telah dilarutkan (10 botol)

dituangkan ke dalam gelas ukur kering terpisah dengan kapasitas gelas

ukur yang tidak melebihi dari dua setengah kali volume yang diukur dan

telah dikalibrasi. Penuangan ini dilakukan secara hati-hati untuk

menghindari pembentukan gelembung udara, kemudian diamkan selama

30 menit. Apabila sudah tidak ada gelembung udara, maka volume tiap

campuran sudah dapat diiukur. Volume rata-rata suspensi yang diperoleh

dari 10 wadah tidak kurang dari 100% dan tidak satu pun volume wadah

yang kurang dari 95% dari volume yang dinyatakan dalam etiket

(Depkes RI, 1995).

e. Penetapan pH

Penetapan pH dalam hal ini diuji agar dapat diketahui pH dari

sediaan yang dibuat untuk selanjutnya stabilitas pH dari sediaan dapat

dipertahankan pada suatu rentang pH tertentu. Untuk sirup kering

amoksisilin memiliki rentang pH stabilitas dari 3,5 – 6, sehingga pada

saat penetapan rentang pH ini tidak boleh berubah. Penetapan pH

dengan menggunakan pH meter.

f. Kadar Air

Untuk suspensi kering kadar air pada sediaan tidak lebih dari 3%

(Depkes RI, 1995).

10

Page 11: J A sirup kering.docx

g. Penetapan Waktu Rekonstitusi

Penetapan ini dilakukan untuk menentukan lamanya waktu

terkonstitusi suatu sediaan. Dalam hal ini sediaan serbuk kering

ditambahkan air, kemudian dihitung waktu yang diperlukan sampai

sediaan tersebut membentuk suspensi dengan sempurna.

h. Volume Sendimentasi dan Kemampuan Redispersi

Volume sedimentasi dapat diuji dengan melarutkan sediaan sirup

kering amoksisilin dengan air. Setelah itu, dikocok hingga homogen,

kemudian diamkan. Kemudian lihat sedimentasi yang terjadi setelah

didiamkan selama satu hari. Untuk sediaan suspensi kering yang baik

diharapkan terdapat sedimentasi yang besar atau tidak terjadi sama sekali

(melarut homogen). Hal ini penting karena dengan volume sedimentasi

yang besar maka kemungkinan untuk melarut secara homogen kembali

akan lebih besar bila dibandingkan dengan volume sedimentasi yang

sedikit (dapat membentuk caking). Untuk mengetahui kemampuan

redispersi sediaan maka sediaan yang sudah didiamkan dikocok kembali.

Apabila setelah dikocok sediaan mudah melarut kembali dan menjadi

larutan yang homogen maka kemampuan redispersinya baik (Astuti

dkk., 2007).

i. Sifat Aliran dan Viskositas dengan Viskosimeter Brookfield

Sediaan sirup kering amoksisilin ini mengikuti sifat aliran Hukum

Non Newton pseudoplastik yaitu viskositas cairan akan menurun dengan

meningkatnya kecepatan geser. Fenomena sediaan yang mengikuti sifat

aliran pseudoplstik juga akan mengikuti sifat aliran tiksotropik.

Viskositas sediaan ini dapat diukur dengan menggunakan Viskosimeter

Brookfield karena viskosimeter ini dapat mengukur viskositas sediaan

yang bersifat Non Newton dan Newton. Prinsip kerjanya adalah dengan

dengan menggunakan spindel dan motor. Setelah motor dihidupkan

maka spindel akan berputar dan diamati angka yang ditunjukkan oleh

jarum merah, dicatat. Untuk menghitung viskositasnya maka angka yang

11

Page 12: J A sirup kering.docx

ditunjukkan oleh jarum merah dikalikan dengan suatu faktor yang

terdapat pada brosur alat (Astuti dkk., 2007).

2.2. Evaluasi Kimia

a. Penetapan Kadar

Penetapan kadar dilakukan dengan metode KCKT. Pembuatan

larutan uji: Encerkan secara kuantitatif dan bertahap sejumlah volume

seperti yang tertera pada etiket, dicampur segar dan bebas gelembung

udara dalam pengenceran hingga diperoleh larutan mengandung 1 mg

amoksisilin trihidrat per ml. Saring melalui penyaring 1µm ata porositas

lebih halus dan gunakan filtrat sebagai larutan uji. Gunakan larutan

dalam waktu 6 jam (Depkes RI, 1995).

b. Identifikasi

Untuk identifikasi diperlukan suatu larutan yang mengandung

setara dengan 4 mg amoksisilin dengan penambahan asam klorida 0,1 N

pada sejumlah amoksisilin untuk suspensi oral. Biarkan larutan selama 5

menit sebelum digunakan (Depkes RI, 1995).

2.3. Evaluasi Biologi

a. Uji Potensi Antibiotik

Untuk uji antibiotik untuk sirup kering dengan bahan aktif

amoksisilin dapat diuji dengan metode lempeng silinder. Pertama-tama

dilakukan penyiapan lempeng penetapan yaitu dengan menggunakan

cawan petri. Ke dalam cawan petri dituangkan media yang sudah

ditentukan dan dibiarkan memadat sehingga didapatkan suatu lapisan

dasar yang licin dengan ketebalan seragam. Kemudian 4,0 ml inokula

(suatu media yang sudah berisi bakteri uji Micrococcus luteus)

dimasukkan ke dalam cawan petri dan cawan petri diputar agar

inokulanya menyebar sempurna pada permukaan dan dibiarkan

memadat. Kemudian 6 buah silinder yang sudah berisi antibiotik uji

(sediaan sirup kering amoksisilin) dijatuhkan ke dalam cawan petri dari

12

Page 13: J A sirup kering.docx

ketinggian 12 mm dengan menggunakan alat-alat mekanik atau dengan

pinset yang sudah disterilisasi (dibakar). Kemudian tutup cawan untuk

menghindari kontaminasi. Setelah itu, lempeng diinkubasi selama 16

jam sampai 18 jam dengan suhu 32ºC sampai 35ºC. Selanjutnya,

lempeng cawan petri diambil dari inkubator dan diambil semua silinder,

dicatat semua diameter tiap hambatan pertumbuhan hingga mendekati

0,1 mm. Semakin besar zona hambatan yang terukur maka semakin baik

sediaan sirup kering amoksisilin yang dibuat (Depkes RI, 1995).

b. Uji Efektifitas Pengawet

Sediaan sirup kering yang sudah dilarutkan diambil sebanyak 20

mL dan dimasukkan ke dalam masing-masing 5 tabung bakteriologi

bertutup, berukuran sesuai dan steril. Kemudian inokulasi masing-

masing tabung dengan salah satu suspensi mikroba baku dengan

menggunakan perbandingan 0,10 mL inokula setara dengan 20 mL

sediaan, dan campur. Mikroba uji dengan jumlah yang sesuai harus

ditambahkan sedemikian rupa hingga jumlah mikroba tiap mL sediaan

uji segera setelah inokulasi adalah antara 100.000 dan 1.000.000 per mL.

Tetapkan jumlah mikroba viabel di dalam tiap suspensi inokula, dan

hitung angka awal mikroba tiap mL sediaan yang diuji dengan metode

lempeng. Kemudian setelah diinokulasi tabung diinkubasi pada suhu

20ºC sampai 25ºC. Setelah itu, tabung diamati pada hari ke 7, ke 14, ke

21dan ke 28 sesudah inokulasi. Setiap perubahan yang terlihat dicatat

dan tetapkan jumlah mikroba viabel pada tiap selang waktu tersebut

dengan metode lempeng. Dengan menggunakan bilangan teoritis

mikroba pada awal pegujian, hitung perubahan kadar dalam persen tiap

mikroba selama pengujian (Depkes RI, 1995).

13

Page 14: J A sirup kering.docx

BAB III

PRAFORMULASI

3.1. Tinjauan Farmakologi Bahan Obat

a. Penggolongan obat

Berdasarkan UU (undang–undang) mengenai obat dan makanan,

amoksisilin termasuk dalam golongan obat keras. Obat keras hanya

dapat dapat diperoleh dengan resep dokter di apotek, apotek RS,

puskesmas, dan balai pengobatan. Tanda khusus untuk obat keras yaitu

lingkaran berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan

huruf K yang menyentuh garis tepi. Selain itu pada obat keras wajib

mencantumkan kalimat “Harus dengan resep dokter”. Dibawah ini

merupakan tanda khusus untuk obat keras yaitu:

Gambar 1. Lambang golongan obat keras

(Anief, 1997).

b. Indikasi

Amoksisilin merupakan golongan penisilin yang mempunyai

spektrum luas dan efektif pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri

gram negatif maupun gram positif, khususnya untuk infeksi pada saluran

cerna, saluran pernafasan, dan saluran kemih (infeksi anugenital dan

uretral gonokokus non-komplikasi otitis media) (Mycek, et al, 2001).

Amoksisilin digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan

oleh bakteri gram negatif seperti Haemophilus Influenza, Escherichia

coli, Proteus mirabilis, Salmonella. Amoksisilin juga dapat digunakan

untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif

seperti : Streptococcus pneumoniae, enterococci, nonpenicilinase-

producing staphylococci, Listeria. Amoksisilin diindikasikan untuk

14

Page 15: J A sirup kering.docx

infeksi saluran pernapasan, infeksi saluran kemih, infeksi klamidia,

sinusitis, bronkitis, pneumonia, abses gigi dan infeksi rongga mulut

lainnya (Siswandono, 2000).

c. Farmakokinetika Obat

a) Absorbsi

Amoksisilin stabil pada asam lambung dan terabsorpsi 74-92% di

saluran pencernaan pada penggunaan dosis tunggal secara oral. Efek

terapi Amoksisilin akan tercapai setelah 1-2 jam setelah pemberian per

oral. Meskipun adanya makanan di saluran pencernaan dilaporkan dapat

menurunkan dan menunda tercapainya nilai puncak konsentrasi serum

Amoksisilin, namun hal tersebut tidak berpengaruh pada jumlah total

obat yang diabsorpsi (McEvoy, 2002).

b) Distribusi

Distribusi obat ke seluruh tubuh baik. Amoksisilin dapat melewati

sawar plasenta, tetapi tidak satupun menimbulkan efek teratogenik.

Namun demikian, penetrasinya ke tempat tertentu seperti tulang atau

cairan serebrospinalis tidak cukup untuk terapi kecuali di daerah tersebut

terjadi inflamasi (Mycek et al., 2001).

c) Metabolisme

Metabolisme amoksisilin dalam tubuh pasien biasanya tidak

bermakna (Mycek, et al.,2001).

d) Eliminasi

Jalan utama eliminasi melalui sistem sekresi asam organik

(tubulus) di ginjal, sama seperti melalui filtrasi glomerulus. Penderita

dengan gangguan fungsi ginjal, dosis obat yang diberikan harus

disesuaikan (Mycek et al., 2001).

15

Page 16: J A sirup kering.docx

d. Mekanisme Obat

Amoksisilin mempengaruhi langkah akhir sintesis dinding sel

bakteri (transpeptidase atau ikatan silang) sehingga membran kurang

stabil secara osmotik. Lisis sel dapat terjadi, sehingga amoksisilin

disebut bakterisida. Keberhasilan aktivitas amoksisilin menyebabkan

kematian sel berkaitan dengan ukurannya. Amoksisilin hanya efektif

terhadap organisme yang tumbuh secara tepat dan mensintesis

peptidoglikan dinding sel. Konsekuensinya, obat ini tidak efektif

terhadap organisme yang tidak mempunyai struktur ini seperti

mikobakteria, protozoa, jamur dan virus.

a) Penisilin pengikat protein

Amoksisilin menginaktifkan protein yang berada pada

membran sel bakteri. Amoksisilin tersebut yang mengikat protein

merupakan enzim bakteri yang terlibat dalam sintesis dinding sel

serta menjaga gambaran morfologi bakteri. Pejanan terhadap

antibiotika ini tidak hanya dapat mencegah sintesis dinding sel

tetapi juga menyebabkan perubahan morfologi atau lisisnya bakteri

yang rentan. Perubahan pada beberapa molekul target ini

menimbulkan resistensi pada organisme.

b) Autolisin

Kebanyakan bakteri terutama kokus gram positif memproduksi

enzim degradatif (autolisin) yang berpartisipasi dalam remodeling

dinding sel bakteri normal. Dengan adanya amoksisilin, aksi

degradatif autolisin didahului dengan hilangnya sintesis dinding

sel. Mekanisme autolisis yang sebenarnya tidak diketahui

kemungkinan adanya penghambatan yang salah satu dari autolisin.

Sehingga efek anti bakteri amoksisilin merupakan hasil

penghambatan sintesis dinding sel bakteri dan destruksi

keberadaan dinding sel oleh autolisin.

(Mycek, et.al, 2001).

16

Page 17: J A sirup kering.docx

e. Interaksi Obat

Amoksisilin yang dikombinasi dengan asam klavulanat (inhibitor

kuat bagi beta-laktamase pada bakterial) meningkatkan efektifitas

amoksisilin terhadap kuman yang memproduksi penisilinase.

Kombinasi ini terutama digunakan terhadap infeksi saluran kemih dan

saluran nafas yang resisten terhadap amoksisilin. Amoksisilin dapat

meningkatkan efek antikoagulan dari warfarin. Amoksisilin juga dapat

menghambat efektivitas dari tetrasiklin, kloramfenikol, serta sediaan

kontrasepsi oral (Lasy, et al, 2004).

f. Efek Samping

Hipersensitivitas merupakan efek amoksisilin yang paling

penting. Determinan antigenik utama dari hipersensitivitas amoksisilin

adalah metabolitnya, yaitu asam penisiloat yang dapat menyebabkan

reaksi imun. Sekitar 5% pasien mengalami hal ini, berkisar dari kulit

kemerahan berupa makulopapular sampai dengan angioderma

(ditandai dengan bengkak di bibir, lidah, areaperiorbital) serta

anapilaktik. Reaksi alergi silang terjadi diantara sesama antibiotika β-

laktam. Efek samping seperti diare karena amoksisilin lebih rendah

daripada akibat penggunaan ampicillin. Selain itu efek sampingnya

seperti gangguan GI dan radang kulit lebih jarang terjadi (Mycek et al,

2001).

g. Kontraindikasi

Hipersensitifitas terhadap penisilin, hati-hati pada penderita yang

memiliki gangguan ginjal, hati dan sistem hematologi (Lasy et.al.,

2004). Hati-hati pada penderita dengan infeksi mononukleus karena

dapat menimbulkan ruam (McEvoy, 2002).

17

Page 18: J A sirup kering.docx

h. Peringatan

Peringatan dalam mengkonsumsi amoksisilin antara lain:

a. Amoksisilin pada ibu hamil diberikan jika benar-benar diperlukan

saja. Hal ini karena amoksisilin terdistribusi pada ASI sehingga

menyebabkan reaksi sensitivitas pada bayi. Dengan demikian

penggunaan amoksisilin tidak dianjurkan pada ibu menyusui.

b. Hati-hati pada pasien dengan kelainan phenylketonuria (defisiensi

genetik homozigot dari phenylalanin hidroksilase) dan kelainan

lain yang intake phenylalanin dalam tubuh perlu dibatasi. Formula

Amoksisilin dengan rute per oral yang mengandung aspartam akan

di metabolisme di dalam saluran pencernaan menjadi

phenylalanine. Sehingga formulasi serbuk Amoksisilin untuk

suspensi oral tidak seharusnya menggunakan aspartam.

(McEvoy, 2002).

i. Penyimpanan

Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya (Depkes RI,

1995).

j. Dosis

Dosis amoksisilin untuk anak-anak

Dewasa : 250-500 mg x 3 ( tiap 8 jam )

Anak-anak : 20 mg/ kg BB/ hari

(IAI, 2010).

18

Page 19: J A sirup kering.docx

3.2. Tinjauan Fisikokimia Bahan Obat dan Bahan Tambahan

a. Monografi Bahan obat

3.2.1. Amoksisilin

a) Struktur kimia

Gambar 2. Strukur kimia amoksisilin

Rumus molekul : C16H19N3O5S.3H2O

Berat molekul : 365,4 g/mol (anhidrat): 419,45 g/mol

b) Pemerian

Serbuk hablur, putih, praktis tidak berbau. Amoksisilin

mengandung tidak kurang dari 90,0% C16H19N3O5S, dihitung

terhadap zat anhidrat. Mempunyai potensi setara dengan

tidak kurang dari 900 µg dan tidak lebih dari 1050 µg per mg

C16H19N3O5S, dihitung terhadap zat anhidrat.

c) Kelarutan

Sukar larut dalam air dan metanol; tidak larut dalam benzene,

dalam karbon tetraklorida dan dalam kloroform.

(Depkes RI, 1995).

d) Stabilitas

Amoksisilin yang merupakan derivat penicillin mengalami

hidrolisis yang mendergadasi produksi cincin ß-laktam

(Lund, 1994). Stabilitas amoksisilin menurut USP yaitu: tidak

stabil terhadap paparan cahaya, terurai pada suhu 30-35ºC

dan stabil pada pH antara 3,5-5,5 (BP) atau pH 3,5 sampai

6,0.

19

Page 20: J A sirup kering.docx

e) Farmakokinetika

Plasma half-life : kurang lebih 1 jam; meningkat

pada pasien dengan kerusakan ginjal

Volume of distribution : 0.2 - 0.4 L/kg

Plasma clearance : 3 - 5 mL/ min/ kg

Ikatan protein plasma : 20%

(Moffat et al., 2004)

f) Dosis

Oral 3 dd 375-1000 mg, anak-anak < 10 tahun 3 dd 10

mg/kg, 3-10 tahun 3 dd 250 mg, 1-3 tahun 3 dd 125 mg, 0-1

tahun 3 dd 100 mg (Fitriani, 2010).

b. Monografi Bahan Tambahan

3.2.2. Carboxymethylcellulosum Natrium

a) Struktur kimia

Gambar 3. Struktur kimia CMC Na

b) Sifat Fisikokimia

Berat Jenis : 0.52 g/cm3

pKa : 4.30

Titik leleh : 227°C - 252°C

c) Organoleptis

CMC-Na adalah serbuk atau granul, putih sampai krem,

higroskopik.

d) Kelarutan

20

Page 21: J A sirup kering.docx

Mudah terdispersi dalam air membentuk larutan koloidal,

tidak larut dalam etanol, dalam eter dan dalam pelarut

organik lain

(Depkes RI, 1995).

e) Stabilitas dan penyimpanan

CMC Na merupakan senyawa yang stabil dan bersifat

higroskopis. Pada kondisi penyimpanan dengan kelembaban

yang tinggi CMC Na dapat menyerap air > 50%. Pada larutan

air CMC Na stabil dalam pH 2-10, dan akan terjadi

pengendapan pada pH dibawah 2, serta penurunan viskositas

dapat terjadi dengan cepat pada pH diatas 10.

f) Ketidakcampuran

CMC Na tidak tercampur pada larutan yang bersifat asam

kuat, dan dengan garam – garam logam yang dapat larut

seperti alumunium, merkuri, dan seng. Pengendapan

kemungkinan terjadi pada pH dibawah 2 dan juga dapat

terjadi bilamana CMC Na dicampur dengan etanol (95%).

g) Kegunaan

Sebagai bahan pensuspensi, peningkat viskositas, coating

agent, stabilizing agent dan penyerap air.

h) Penggunaan zat tambahan

CMC Na dapat digunakan baik pada sediaan oral maupun

topikal. Sebagai bahan pengikat, CMC Na digunakan dalam

konsentrasi 1,0- 6,0%

(Rowe, et. al., 2003).

21

Page 22: J A sirup kering.docx

3.2.3. Sodium Benzoat

a) Struktur kimia

Gambar 4. Struktur kimia natrium benzoate

Rumus molekul : C7H5NaO2

Berat molekul : 144,11 g/mol

b) Organoleptis

Granul atau serbuk hablur, putih, tidak berbau atau praktis

tidak berbau, stabil diudara.

c) Kelarutan

Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dan

lebih mudal larut dalam etanol 90%.

d) Kegunaan

Menghambat pertumbuhan mikroba.

(Depkes RI, 1995).

e) Penggunaan

Sodium benzoat banyak digunakan pada sediaan farmasi.

Adapun penggunaan sodium benzoat dalam sediaan farmasi

adalah sebagai berikut :

Penggunaan Konsentrasi %

Injeksi IM dan IV

Larutan Oral

Larutan Suspensi

Sirup Oral

Sediaan Topikal

Sediaan Vaginal

0,17

0,001-0,1

0,1

0,15

0,1-0,2

0,1-0,2

Dalam sediaan oral konsentrasi sodium benzoat yang

digunakan berkisar antara 0,02-0,5 % b/v.

22

Page 23: J A sirup kering.docx

f) Inkompatibilitas

Efektifitas pengawet akan dihambat dengan adanya kaolin.

(Rowe, et. al., 2003).

3.2.4. Laktosa

a) Struktur kimia

Gambar 5. Struktur kimia laktosa

Rumus molekul : C12H22O11

b) Organoleptis

Serbuk atau masa hablur, keras, putih atau putih krem. Tidak

berbau dan rasa sedikit manis. Stabil di udara, tetapi mudah

menyerap bau.

c) Kelarutan

Mudah (dan pelan-pelan) larut dalam air dan lebih mudah

larut dalam air mendidih; sangat sukar larut dalam etanol;

tidak larut dalam kloroform dan dalam eter.

(Depkes RI, 1995).

d) Kegunaan

Sebagai bahan pengikat dan pemanis.

e) Ketidakcampuran

Laktosa anhidrat tidak bercampur dengan oksidator kuat.

Ketika dicampur dengan leukonutrien hidrofobik antagonis

dan laktosa anhidrat atau laktosa monohidrat yang disimpan 6

minggu pada suhu 400C dan 75% RH, campuran yang

mengandung laktosa anhidrat memperlihatkan ketercampuran

dan degradasi obat.

(Rowe, et. al., 2003)

23

Page 24: J A sirup kering.docx

3.2.5. Asam Sitrat

a) Struktur kimia

Gambar 6. Struktur kimia asam sitrat

Rumus molekul : C6H8O7

Berat molekul : 192,12 g/mol

b) Organoleptis

Hablur bening, tidak berwarna atau serbuk hablur granul

sampai halus, putih; tidak berbau atau praktis tidak berbau;

rasa sangat asam. Bentuk hidrat mekar dalam udara kering.

c) Kelarutan

Sangat mudah larut dalam air; mudah larut dalam etanol;

agak sukar larut dalam eter .

(Depkes RI, 1995).

d) Kegunaan

Pengatur keasaman, antioksidan, penyagga (buffer), pengikat

rasa. Asam sitrat yang bisa digunakan adalah 0,1-2% sebagai

buffer, dan 0,3-2 % sebagai pengikat rasa.

e) Stabilitas

Asam sitrat monohidrat kehilangan air saat kristalisasi pada

udara kering atau saat dipanaskan pada suhu 40ºC. Sedikit

mencair pada udara lembab. Asam sitrat monohidrat

disimpan pada tempat sejuk dan kering.

f) Ketidaktercampuran

Asam sitrat tidak bercampur dengan kalium tartrat, alkali dan

alkali tanah, karbonat dan bikarbonat, asetat serta sulfide.

24

Page 25: J A sirup kering.docx

Asam sitrat juga tidak bercampur dengan oksidator, basa,

reduktor dan nitrat. Potensial dapat meledak apabila

dikombinasikan dengan logam nitrat. Pada penyimpanan,

sukrosa dapat mengkristal dari sirup dengan keberadaan asam

sitrat.

(Rowe, et. al., 2003).

3.2.6. Sorbitol

a) Struktur kimia

Gambar 7. Struktur kimia sorbitol

Rumus molekul : C6H14O6

Berat molekul : 182,17 g/mol

b) Organoleptis

Sorbitol berupa serbuk, granul atau lempengan; higroskopis;

warna putih rasa manis.

c) Kelarutan

Sangat mudah larut dalam air; sukar larut dalam etanol;

dalam methanol dan dalam asam asetat.

(Depkes RI, 1995).

d) Stabilitas

Sorbitol secara kimia relatif inert dan dapat bercampur

dengan sebagian besar bahan tambahan. Sorbitol stabil dalam

udara tanpa kehadiran katalis atau dingin, asan encer atau

alkalis. Sorbitol tidak mudah menguap, terbakar, tidak

bersifat korosif. Sorbitol tahan terhadap fermentasi oleh

mikroorganisme, walaupun begitu sebaiknya sediaan

ditambahkan pengawet.

25

Page 26: J A sirup kering.docx

e) Inkompatibilitas

Sorbitol dapat membentuk khelat yang larut air dengan ion

logam bivalen atau trivalent dalam suasana asam kuat atau

kondisi basa. Penambahan PEG kedalam larutan sorbitol,

dengan pengocokan kuat memproduksi “waxy”, gel yang

terlarut dalam air dengan titik leleh 35-40ºC. Larutan sorbitol

juga bereaksi dengan besi oksida menjadi tidak berwarna.

f) Penggunaan

Humectan, plastizer, pemanis. Sorbitol dapat digunakan

sebagai humectan dalam konsentrasi 3-15 %, sebagai anti

caplocking 15-30 %, dan sebagai pengikat sebesar 25-90 %.

(Rowe, et. al., 2003).

3.3. Bentuk sediaan, dosis dan cara pemakaian

3.3.1. Bentuk sediaan : sirup kering

3.3.2. Dosis

a. Dosis amoksisilin untuk anak-anak

Dewasa : 250-500 mg x 3 ( tiap 8 jam )

Anak-anak : 20 mg/ kg BB/ hari

(IAI, 2010)

b. Dosis Khusus Untuk Infeksi Tertentu

1. Infeksi Saluran Pernafasan Atas

1.1. Untuk infeksi sedang:

a) Dewasa dan anak-anak ≥ 40 kg : 500 mg setiap 12 jam atau

250 mg tiap 8 jam.

b) Anak-anak > 3 bulan dan < 40 kg : 45 mg/ Kg BB/ hari

terbagi, tiap 12 jam, atau 40 mg/ Kg BB/ hari terbagi tiap 8

jam.

1.2. Untuk infeksi berat:

a) Dewasa dan anak-anak ≥ 40 kg : 875 mg tiap 12 jam, atau

500 mg tiap 8 jam.

26

Page 27: J A sirup kering.docx

b) Anak-anak > 3 bulan dan < 40 kg : 45 mg/KgBB/hari

terbagi, tiap 12 jam, atau 40 mg/ Kg BB/ hari terbagi tiap 8

jam.

2. Infeksi saluran pernafasan bawah:

a) Dewasa dan anak-anak ≥ 40 kg : 875 mg tiap 12 jam, atau 500

mg tiap 8 jam.

b) Anak-anak > 3 bulan dan < 40 kg : 45 mg/ Kg BB/ hari terbagi,

tiap 12 jam, atau 40 mg/ Kg BB/ hari terbagi tiap 8 jam.

(Novak, 2004).

3.3.3. Cara Pemberian

Cara pemberian dilakukan secara per oral. Sediaan sirup kering ini

direkonstitusi terlebih dahulu dengan cara menambahkan aquades

sampai tanda batas 100 mL pada botol.

27

Page 28: J A sirup kering.docx

BAB IV

FORMULASI

4.1. Permasalahan

1. Amoksisilin sukar larut dalam air.

2. Rasa dari amoksisilin pahit sehingga kurang disukai anak-anak.

3. pH amoksisilin selama penyimpanan dapat berubah.

4. Bahan tambahan CMC Na bersifat higroskopis sehingga kurang stabil jika

digunakan dalam sirup kering.

5. Dalam formulasi, air digunakan sebagai pelarut, sehingga kemungkinan

besar akan tumbuh mikroba dalam sediaan selama penyimpanan

pemakaian.

6. Formulasi mengandung gula dalam jumlah yang cukup besar sehingga

dapat menyebabkan caplocking.

4.2 Pencegahan Masalah

1. Karena amoksisilin akan dibuat menjadi bentuk sediaan sirup kering yang

akan dilarutkan dalam air, sedangkan amoksisilin memiliki sifat sukar

larut dalam air, maka dalam formula ditambahkan CMC Na sebagai

suspending agent.

2. Karena amoksisilin memiliki rasa yang pahit, maka ditambahkan sejumlah

pemanis seperti laktosa, sorbitol dan perasa tambahan sebagai coringent

saporis. Dalam praktikum ini digunakan perisa coklat sebagai coringent

saporis.

3. Stabilitas pH amoksisilin berkisar dari 5,0 sampai 7,0 (Kohli dan Shah,

1998), sehingga untuk mencegah perubahan pH yang ekstrim selama

proses produksi dan pemasaran, maka dalam formula ditambahkan buffer

asam sitrat 0,5% untuk menjaga kestabilan pH.

4. Setelah seluruh bahan dicampur kecuali amoksisilin, campuran serbuk

kemudian dioven pada suhu 50ºC selama ± 20 menit untuk menghilangkan

28

Page 29: J A sirup kering.docx

kandungan air dalam serbuk. Amoksisilin tidak boleh dioven karena dapat

terurai pada suhu > 300C.

5. Digunakan methyl paraben dan propyl paraben sebagai zat pengawat

karena kelarutan dalam air tinggi. Karena zat pengawet berfungsi baik

pada zat yang larut air.

6. Untuk mencegah caplocking maka ditambahkan propylenglicol yang

berfungsi sebagai anticaplocking.

4.3. Formula Standar

a. Amoxicillin For Oral Suspension

Tiap 5 mL sirup mengandung :

Amoksisilin trihidrat setara dengan Amoksisilin 125 mg.

Ukuran batch 60 kg dihasilkan 2940 botol dengan volume 40 mL.

No. Bahan Jumlah

1. Amoxicillin Trihydrate 3,8 kg

2. Carboximethylcellulose Sodium 1,1 kg

3. Aerosil 450 g

4. Colour Tartrazine 12 g

5. Sodium Benzoate 270 g

6. Sugar Pharm. Grade 54 kg

7. Pineapple Flavour Dry 600 g

(Kohli dan Shah, 1998)

b. Amoxycillin dry syrup (5% = 500 mg/10 mL = 250 mg/5 mL)

No

.Bahan Jumlah

1. Amoksisilin Trihydrate 5 g

2. Sodium Citrate 5 g

3. Citric Acid, Crystalline 2,1 g

4. Sodium Gluconate 5 g

5. Sorbitol Crystalline (10) 40 g

29

Page 30: J A sirup kering.docx

6. Kollidon CL-M (1) 6 g

7. Orange Flavour 1,5 g

8. Lemon Flavour 0,5 g

9. Saccharin Sodium 0,4 g

(Buhler, 1998)

c. Amoxil®

Suspensi Oral Amoxicillin trihydrate (200 mg/5 mL dan 250 mg/5 mL)No Bahan1. Amoxicillin Trihydrate2. sodium citrate3. Citric acid crystalline4. Sodium gluconate5. Sodium crstaline6. Sucrose7. Xanthan gum8. Flavoring

(Anonim , 2009)

4.4. Formulasi yang akan diajukan dalam praktikum

Sediaan yang akan dibuat dengan volume 100mL (125 mg/5mL) dimana

bobot serbuk dalam volume 100 mL sirup kering adalah 51 g.

Bobot serbuk 60 kg = 2940 botol

20,40 g= 1 botol = 40 mL

Untuk 100 mL = 100mL/40 mL x 20,40 g = 51 g

Maka perhitungannya:

a. Amoksisilin

Sediaan yang akan dibuat sebanyak 100mL dengan konsentrasi

amoksisilin sebanyak 125mg dalam 5mL, sehingga:

1 mL = 125mg : 5 mL

30

Page 31: J A sirup kering.docx

= 25 mg

1 botol = 100 mL

= 100 ml x 25 mg

= 2500 mg

= 2,5 g

b. CMC-Na pada sediaan digunakan 1 % b/v :

1 gram100 mL

x100 mL=1g

c. Sodium Benzoat =

0,5100mL

× 51 g

= 0,25 gram

d. Asam sitrat

Menurut FI IV, penggunaan asam sitrat adalah sebagai buffer. Penggunaan

asam sitrat adalah sebagai buffer dan pengikat rasa. Menurut pustaka,

konsentrasi asam sitrat sebagai buffer adalah 0,1-2% dan sebagai pengikat

rasa adalah 0,3-2%.

Penambahan asam sitrat sebagai buffer adalah 0,714% = 0,714 g.

Asam sitrat yang digunakan sebagai dapar adalah :

Menurut persamaaan Handerson-Haselbach

6 = 6,40 + log C6H8O7/ C6H8O7.H2O

- 0,40 = log log C6H8O7/ C6H8O7.H2O

0,398 = C6H8O7/ C6H8O7.H2O

C6H8O7.H2O.( 0,398) = C6H8O7

Persamaan Koppel Spiro Van Styke

Ka = antilog (- pKa) = antilog (-6,4) = 3,98. 10 -7

H = antilog (- pH) = antilog ( -6) = 1.10 -6

31

Page 32: J A sirup kering.docx

0,1 =

2,3 c (3,98 . 10-7 (1 .10−6 )

[ ( 3 ,98.10−7 )+(1 .10-6 ) ]

0,1 =

2,3 c (3,98 . 10-13 )

( 1, 398 . 10-6 )2

0,1 = 2,3 c (2,84)

c = 0,015 mol/L

c = (garam) + (asam)

0,015 = (C6H8O7) + (C6H8O7.H2O) = 0,398 (C6H8O7) +

(C6H8O7.H2O)

0,015 = 0,398 (C6H8O7)

C6H8O7 = 0,037 g

C6H8O7.H2O = (0,037 x 0,398) = 0,014 g

BM C6H8O7 = 192,12

Dapar yang diperlukan untuk 1 L sediaan:

C6H8O7 = 0,037 g

C6H8O7.H2O = 0,014 g

C6H8O7 = 0,037 x 192 = 7,14 gram/ L

Dapar yang diperlukan untuk 200 mL sediaan:

C6 H8 O7=7,14 gram/ L x 200 mL1000 mL

C6H8O7 = 1,428 g

C6H8O7 = 0,714 g dalam 100 mL sediaan

e.Sorbitol

Sorbitol = 51 g x

15100 = 7,65 g

f.Laktosa = 51 g –(2,5 g + 1 g+ 0,25 g+ 0,714 g+ 7,65 g)

= 38,8 g

32

Page 33: J A sirup kering.docx

Table Penimbangan

Dibuat sirup kering amoksisilin 125mg/ 5mL sebanyak 5 botol dengan volume

tiap botol 100mL.

No BahanJumlah

(1 botol)

Jumlah

(5 botol)%b/v

Range

(%b/v)Fungsi

1. Amoksisilin 2,5 g 12,5 g 2,5 % – Zat aktif

2. CMC Na 1 g 5 g 1 %1 – 6%

0,1 – 1%

Pengikat

Suspending

agent

3.Sodium

Benzoat0,25 g 1,25 g 0,49 % 0,02-0,5% Pengawet

4. Laktosa 38,8g 194 g 76% – Pengisi

5. Sorbitol 7,65 g 38,25 g 15 % 15-30 % Anti

caplocking

6. Asam sitrat 0,714 g 2,5 g 1,4 %0,1 – 2%

0,3 – 2%

Buffer

Pengikat rasa

7.Perisa dan

pewarna coklatq.s q.s - -

Perasa dan

pewarna

Total bahan 50,914 g

(Rowe et al, 2003)

BAB V

33

Page 34: J A sirup kering.docx

ALAT DAN BAHAN

5.1. Alat

a. Ayakan Mesh 60

b. Ayakan Mesh 20

c. Oven

d. Timbangan

e. Gelas ukur

f. Sendok tanduk

g. Pipet tetes

h. Batang pengaduk

i. Beaker glass

j. Botol coklat 150 mL

k. Mortir dan stamper

l. Kemasan dan etiket

5.2. Bahan

a. Amoksisilin

b. Asam sitrat

c. Sodium sitrat

d. Sodium benzoat

e. Sorbitol

f. Laktosa

g. CMC Na

h. Perisa dan pewarna coklat

BAB VI

34

Page 35: J A sirup kering.docx

PROSEDUR KERJA

6.1. Cara Kerja

1. Botol kaca gelap di tera 150 mL.

2. Amoksisilin diambil kemudian diayak dengan pengayak mesh 60.

3. Ambil dan timbang bahan yang digunakan antara lain : Amoksisilin 2,5 g,

CMC Na 1 g, Sodium Benzoat 0,25 g, Laktosa 38,8 g, Sorbitol 7,65 g,

Asam Sitrat 0,714 g.

4. Sorbitol dimasukkan ke dalam mortir, ditambahkan laktosa sama banyak

dengan jumlah sorbitol. Digerus hingga homogen.

5. Ditambahkan asam sitrat 0,714 g, digerus hingga homogen.

6. Ditambahkan pewarna dan perasa coklat sedikit demi sedikit ke dalam

mortir tersebut. Digerus hingga homogen.

7. Lalu sisa laktosa dimasukkan ke dalam mortir dan digerus hingga

homogen.

8. Sodium benzoat sebanyak 0,25 g dimasukkan kedalam mortir, digerus

hingga homogen.

9. Ditambahkan 1 g CMC Na kedalam mortir, digerus hingga homogen.

10. Campuran serbuk dikeringkan didalam oven dengan suhu < 500C selama ±

15 menit.

11. Setelah dikeringkan, kedalam campuran serbuk kemudian ditambahkan

2,5 g amoksisilin, digerus hingga homogen.

12. Campuran serbuk lalu diayak dengan pengayak mesh 20.

13. Campuran serbuk kemudian dimasukkan kedalam botol kaca gelap yang

sebelumnya telah ditera 150 mL.

14. Sediaan kemudian diberi etiket, brosur dan dimasukkan kedalam kemasan.

Pembuatan Sediaan Sirup Kering Amoxicillin

35

Page 36: J A sirup kering.docx

Ditera 150 mL

Diayak dengan menggunakan mesh 60, kemudian

ditimbang sebanyak 2,5 gram

Ditimbang sesuai dengan perhitungan dalam tabel

penimbangan

Dimasukkan dalam baskom, diaduk secara manual

Ditambahkan ke dalam baskom, diaduk secara manual

hingga homogen (Campuran 1)

Dimasukkan satu persat ke dalam campuran 1, diaduk

hingga homogen

Ditambahkan sebanyak 3 tetes, diaduk hingga

homogen

36

Botol 150 mL

Amoxicillin

CMC Na, Asam sitrat, Na Benzoat, Laktosa dan Sukrosa

Laktosa + Sorbitol

Pewarna coklat

CMC Na, Amoxicillin, Asam sitrat dan Sorbitol

Perisa coklat

Massa granul

Page 37: J A sirup kering.docx

Diayak dengan mesh 10, dikeringkan dalam oven

dengan suhu <35C hingga campuran serbuk benar-

benar kering dan diayak kembali dengan

menggunakan mash 20

Dimasukkan ke dalam botol kaca gelap, kemdian

diberi etiket dan dimasukkan ke dalam kemasan

5.1 Evaluasi Granul Sirup Kering Amoxicillin

5.2.1 Uji Organoleptis

Dimasukkan ke dalam beaker glass

5.2.2 Penentuan Waktu Kecepatan Alir

Dimasukkan ke dalm corong pisah dengan

lubang pada bagian bawahnya tertutup,

diratakan permukaannya

Diberi alas kertas dan katup corong diputar

sehingga lubang pada bagian bawahnya

terbuka

37

Granul

Sediaan Sirup Kering Amoxicillin

Granul

Damati warna, bau dan bentuk granul

Granul

Granul pada corong

Stopwatch

Page 38: J A sirup kering.docx

Dihidupkan dan dicatat waktu yang diperlukan

granul untuk keluar dari corong

5.2.3 Penetapan Sudut Diam

Dimasukkan ke dalm corong pisah dengan

lubang pada bagian bawahnya tertutup,

diratakan permukaannya

Diberi alas kertas dan katup corong diputar

sehingga lubang pada bagian bawahnya

terbuka

Diperoleh dengan cara menghitung cotangent

antara tinggi dan garis tengah alas bukit

5.2.4 Distribusi Ukuran Partikel

Diayank dengan menggunakan Shieve Shaker

(No. 20, 40, 60 dan 80) selama 5 menit dengan

Power 10

Ditimbang hasil ayakan sari masing-masing

mash

38

Kecepatan alir yang baik tidak kurang dari 4 gram/detik

Granul

Granul pada corong

Sudut diam

Sudut diam yang baik adalah kurang dari 25

Granul

Granul yang telah diayak

Page 39: J A sirup kering.docx

5.2.5 Uji Kompresibilitas

Dimasukkan ke dalam gelas ukur dan dicatat

volumenya. Gelas ukur kemudian diletakkan

pada alat uji Tap and Bulk Density

Diketuk-ketuk dengan kecepatan 500 kali

hingga tidak terjadi pengurangan volume,

kemudian dicatat volume mampatnya

5.3 Evaluasi Sediaan Sirup Kering Amoxicillin

5.3.1 Homogenitas Sediaan

Dilarutkan dengan air hingga mencapai

volume 100 mL

Ditamati kecepatan mengendap dan

redistribusinya

39

Presentase fines yang dikehendaki 10-20%

Granul

Granul pada alat

% Kompresibilitas :bobot mampat-bobot nyatabobot mampat

× 100%

Sediaan sirup kering

Sediaan suspensi sirup kering

Sediaan yang baik tidak boleh cepat mengendap dan jika mengendap, endapan harus segera terdispersi

kembali

Page 40: J A sirup kering.docx

5.3.2 Uji Organoleptis

Dilarutkan dengan air hingga mencapai

volume 100 mL, kemudian sedikit suspensi

dipindahkan ke dalam beaker glass

5.3.3 Volume Terpindahkan

Dilarutkan dengan air hingga mencapai

volume 100 mL

Dituangkan kedalam gelas ukur kering dengan

kapasitas gelas ukur yang tidak melebihi 2,5

kali volume yang diukur dan telah dikalibrasi

dan didiamkan selama 30 menit

5.3.4 Pengukuran pH

Dilarutkan dengan air hingga mencapai

volume 100 mL

Diukur pH sediaan dengan menggunakan alat

pH meter

40

Sediaan sirup kering

Diamati bentuk, rasa, bau, warna dari sediaan sirup kering tersebut

Sediaan sirup kering

Sediaan suspensi sirup kering

Dicatat volumenya

Sediaan Sirup kering

Sediaan suspensi kering

Dicatat pH sediaan yang diperoleh

Page 41: J A sirup kering.docx

5.3.5 Uji Waktu Rekonstitusi

Dilarutkan dengan air hingga mencapai

volume 100 mL

5.3.6 Volume Sedimentasi

Dilarutkan dengan air hingga mencapai

volume 100 mL, didiamkan selama ± 1 hari

5.3.7 Uji Viskositas

Dilarutkan dengan air hingga mencapai

volume 100 mL

Diukur viskositas sediaan dengan

menggunakan Viscometer Brookfield dengan

spindel dipasang pada gantungan spindel dan

diturunkan sehingga batas spindel tercelup ke

dalam cairan yang akan diukur viskositasnya

(kecepatan ppm diubah-ubah)

41

Sediaan sirup kering

Dicatat waktu yang diperlukan hingga membentuk suspensi sempurna

Sediaan sirup kering

Dicatat volume sedimentasinya

Sediaan sirup kering

Sediaan suspensi sirup kering

Page 42: J A sirup kering.docx

5.3.8 Penetapan Bobot Jenis Sediaan

Dilarutkan dengan air hingga mencapai

volume 100 mL

Diukur bobot jenis sediaan dengan

menggunakan piknometer.

Dibersihkan, keringkan dan ditmbang beratnya

dan catat berat piknometer kosong

Ditimbang beratnya dan dicatat hasilnya

Ditimbang beratnya dan dicatat hasilnya

42

Dicatat dan dihitung viskositasnya

Sediaan sirup kering

Sediaan suspensi sirup kering

Piknometer kosong (W0)

Piknometer + Aquadest (W1)

Piknometer + Suspensi Sirup Kering (W2)

Dihitung bobot jenis sediaan :

Bobot jenis =

W 2− W0

W 1− W0