1 BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan World Health Organisation (WHO) memperkirakan di seluruh dunia lebih dari 585.000 ibu meninggal tiap tahun saat hamil atau bersalin. Artinya, setiap menit ada satu perempuan yang meninggal. Sebuah kematian yang seharusnya tidak perlu terjadi sesungguhnya dapat dihindari. Menurut data WHO, di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, proporsinya berkisar antara kurang dari 10 persen sampai hampir 60 persen. (PP dan KPA, 2010). Angka kematian maternal merupakan yang tertinggi di antara negara – negara Association South East Asia Nation (ASEAN). Angka kematian
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB l
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan World Health Organisation (WHO) memperkirakan di
seluruh dunia lebih dari 585.000 ibu meninggal tiap tahun saat hamil atau
bersalin. Artinya, setiap menit ada satu perempuan yang meninggal.
Sebuah kematian yang seharusnya tidak perlu terjadi sesungguhnya dapat
dihindari.
Menurut data WHO, di berbagai negara paling sedikit seperempat
dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, proporsinya
berkisar antara kurang dari 10 persen sampai hampir 60 persen.
(PP dan KPA, 2010).
Angka kematian maternal merupakan yang tertinggi di antara
negara – negara Association South East Asia Nation (ASEAN). Angka
kematian maternal di Singapura dan Malaysia masing – masing 5 dan 70
orang per 100.000 kelahiran hidup. Di Indonesia menurut Survei
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2009 Angka Kematian Ibu
(AKI) masih cukup tinggi, yaitu 226 per 100.000 kelahiran hidup,
sedangkan pada tahun 2010 dan 2011 AKI secara nasional 228 per
100.000 per kelahiran hidup.
1
2
Angka tersebut masih cukup jauh dari tekad pemerintah yang
menginginkan penurunan angka maternal menjadi 125 per 100.000
kelahiran hidup untuk tahun 2010 dan program yang telah dicanangkan
oleh PBB melalui Millenium Development Goals (MDGs).
Salah satu sasaran strategis dalam pembangunan kesehatan tahun
2010 - 2014 yaitu meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat
antara lain dengan meningkatkan umur harapan hidup dari 70,7 tahun
menjadi 72 tahun, menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari 228
menjadi 118 per 100.000 kelahiran hidup, dan menurunnya angka
kematian bayi dari 34 menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup.
(Kemenkes RI, 2010).
Penyebab kematian ibu terbesar adalah karena perdarahan dan
eklamsi yaitu sebanyak 58,1 %. Kedua penyebab itu sebenarnya dapat
dicegah dengan pemeriksaan kehamilan yang memadai.
Walaupun proporsi perempuan usia 15 – 45 tahun melakukan ANC
minimal 1 kali telah mencapai lebih dari 80 %, tetapi menurut survei
hanya 43,2 % yang persalinannya ditolong oleh tenaga kesehatan.
Persalinan oleh tenaga kesehatan masih sangat rendah, sebesar 54 %
persalinan masih ditolong oleh dukun.
Perdarahan merupakan penyebab kematian ibu nomor satu di
Indonesia yaitu sebanyak (40 – 60 %). Di Indonesia insidens perdarahan
pasca persalinan akibat retensio plasenta berkisar (16 - 17%).
3
Dari sejumlah kasus tersebut, terdapat satu kasus retensio plasenta yaitu
sebanyak (0,68%) berakhir dengan kematian ibu.
Di Indonesia diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam
kehamilan. Setiap tahunnya paling sedikit 128.000 perempuan mengalami
perdarahan sampai meninggal. Perdarahan pasca persalinan terutama
perdarahan postpartum primer merupakan perdarahan yang paling banyak
menyebabkan kematian ibu.
Berdasarkan data yang diperoleh dari angka kejadian retensio
plasenta di Puskesmas Kecamatan Palmerah Jakarta Barat jumlah ibu
bersalin pada tahun 2011 berjumlah 15 kasus, pada tahun 2012 berjumlah
19 kasus. Jika dijumlah dari tahun 2011 sampai 2012 ibu bersalin normal
berjumlah 257 pasien, dengan rujukan ke Rumah Sakit 73 pasien.
Berdasarkan data di atas di dapatkan bahwa Angka Kematian Ibu
(AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) dari tahun 2011 sampai dengan
tahun 2012 mengalami pasang surut bahkan cenderung meningkat dan
didapatkan pada tahun 2012 terdapat 19 kasus persalinan dengan retensio
plasenta di Puskesmas Palmerah Jakarta Barat. Oleh karena itu penulis
tertarik untuk mengkaji kasus Ibu Bersalin dengan Retensio Plasenta di
Puskesmas Palmerah Jakarta Barat Periode 15 – 16 Mei Tahun 2013.
4
B. Rumusan Masalah
Melihat tingginya angka kematian ibu pada tahun 2009 Angka
Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi, yaitu 226 per 100.000 kelahiran
hidup, sedangkan pada tahun 2010 dan 2011 AKI secara nasional 228 per
100.000 per kelahiran hidup, maka penulis merumuskan masalah dalam
adalah “Bagaimana Asuhan Kebidanan Ibu Bersalin pada Ny. G dengan
Retensio Plasenta di Puskesmas Palmerah Jakarta Barat tahun 2013 ?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pada ibu bersalin dengan retensio
plasenta di Puskesmas Palmerah Jakarta Barat dengan menggunakan
metode pendekatan manajemen 7 langkah Varney dan
pendokumentasian SOAP.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian dan pengumpulan data dasar ibu
bersalin pada Ny.G, G2P1A0, hamil 39 minggu dengan retensio
plasenta di Puskesmas Palmerah Jakarta Barat Periode 15 – 16 Mei
Tahun 2013.
b. Mampu melakukan interpretasi data dasar terdiri dari diagnosa
masalah dan kebutuhan ibu bersalin pada Ny.G, G2P1A0, hamil 39
minggu dengan retensio plasenta di Puskesmas Palmerah Jakarta
Barat Periode 15 – 16 Mei Tahun 2013.
5
c. Mampu mengantisipasi masalah dan mendiagnosa potensial pada
ibu bersalin pada Ny.G, G2P1A0, hamil 39 minggu dengan retensio
plasenta di Puskesmas Palmerah Jakarta Barat Periode 15 – 16 Mei
Tahun 2013.
d. Mampu melakukan tindakan atau kolaborasi segera pada ibu
bersalin pada Ny.G, G2P1A0, hamil 39 minggu dengan retensio
plasenta di Puskesmas Palmerah Jakarta Barat Periode 15 – 16 Mei
Tahun 2013.
e. Mampu merencanakan asuhan kebidanan ibu bersalin pada Ny.G,
G2P1A0, hamil 39 minggu dengan retensio plasenta di Puskesmas
Palmerah Jakarta Barat Periode 15 – 16 Mei Tahun 2013.
f. Mampu melaksanakan tindakan asuhan kebidanan ibu bersalin
pada Ny.G, G2P1A0, hamil 39 minggu dengan retensio plasenta di
Puskesmas Palmerah Jakarta Barat Periode 15 – 16 Mei Tahun
2013.
g. Mampu mengevaluasi hasil asuhan kebidanan yang diberikan ibu
bersalin pada Ny.G, G2P1A0, hamil 39 minggu dengan retensio
plasenta di Puskesmas Palmerah Jakarta Barat Periode 15 – 16 Mei
Tahun 2013.
h. Mampu melakukan pendokumentasian SOAP ibu bersalin pada
Ny.G, G2P1A0, hamil 39 minggu dengan retensio plasenta di
Puskesmas Palmerah Jakarta Barat Periode 15 – 16 Mei Tahun
2013.
6
D. Ruang Lingkup
1. Sasaran
Asuhan Kebidanan ibu bersalin pada Ny. G usia 24 tahun G2P1A0, hamil 39
minggu dengan retensio plasenta.
2. Tempat
Di Puskesmas Palmerah Jakarta Barat
3. Waktu
Pemberian asuhan kebidanan dimulai pada tanggal 15 – 16 Mei tahun
2013.
E. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Untuk menambah pengetahuan dan mengaplikasikannya di dalam
praktek kebidanan dalam melakukan asuhan kebidanan pada Ny.G,
dengan retensio plasenta.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat bermanfaat sebagai bahan dokumentasi, informasi dan bahan
perbandingan untuk studi kasus lainnya.
3. Bagi Puskesmas Palmerah Jakarta Barat
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan pada klien dengan penerapan
manajemen asuhan kebidanan pada kasus retensio plasenta.
F. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan
7
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Ruang Lingkup
E. Sistematika Penulisan
BAB II Tinjauan Teori
A. Persalinan
B. Retensio Plasenta
C. Manajemen Kebidanan Menurut Langkah Helen Varney
D. Dokumentasi Asuhan Kebidanan
E. Landasan Kewenangan Bidan
BAB III Tinjauan Kasus
A. Asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan menggunakan
metode Manajemen Kebidanan Varney.
B. Asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan menggunakan
metode pendokumentasian SOAP.
BAB IV Pembahasan
A. Pengkajian Pengumpulan Data Dasar
B. Interpretasi Data dan Diagnosa Masalah
C. Mengidentifikasi Masalah Potensial
D. Menetapkan Kebutuhan dan Tindakan Segera
8
E. Perencanaan
F. Pelaksanaan
G. Evaluasi
H. Pendokumentasian SOAP
BAB V Penutup
A. Simpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
9
A. Persalinan
1. Pengertian Persalinan
Persalinan normal menurut World Health Organization (WHO)
adalah persalinan yang dimulai secara spontan beresiko rendah pada
awal persalinan dan tetap demikian selama proses persalinan, bayi
dilahirkan spontan dengan presentasi belakang kepala pada usia
kehamilan antara 37 hingga 42 minggu. Setelah persalinan ibu dan
bayi dalam keadaan baik.
Persalinan normal adalah persalinan yang berjalan dengan
kekuatan sendiri, spontan dengan presentase belakang kepala, aterm
dan hidup.
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta, dan selaput
ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dimulai (inpartu) sejak
uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks
(membuka dan menipis) (JNPK-KR DepKes RI, 2008).
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, janin
turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan
ketuban terdorong keluar melalui jalan lahir.
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin
yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 – 42 minggu), lahir
spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 9
10
jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.
(Saifuddin, 2008).
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
persalinan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan ( 37 – 42 minggu ), lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala yang berlangsung selama 18 jam produk
konsepsi dikeluarkan sebagai akibat kontraksi teratur, progresif, sering
dan kuat yang nampakanya tidak saling berhubungan bekerja dalam
keharmonisan untuk melahirkan bayi.
2. Bentuk – Bentuk Persalinan
Bentuk persalinan menurut Manuaba (2009) adalah :
a. Persalinan spontan
Proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri tanpa
bantuan alat – alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya
berlangsung kurang dari 24 jam.
b. Persalinan bantuan
Proses persalinan yang dibantu dengan tenaga dari luar
misalnya ekstraksi dengan forsep atau dilakukan operasi seksio
caesaria.
c. Persalinan anjuran
Pada umumnya persalinan terjadi bila sudah besar untuk
hidup di luar, tetapi sedemikian besarnya sehingga menimbulkan
11
kesulitan dalam persalinan, kadang – kadang persalinan tidak di
mulai dengan sendirinya tetapi baru berlangsung setelah
pemecahan ketuban, pemberian pitocin atau prostaglandin.
3. Tanda – Tanda Persalinan
Menurut (Manuaba dkk, 2010) tanda-tanda persalinan antara lain :
1) Kekuatan his semakin sering terjadi dan teratur dengan jarak
kontraksi yang semakin pendek.
2) Dapat terjadi pengeluaran pembawa (pengeluaran lendir, lendir
bercampur darah).
3) Dapat disertai ketuban pecah.
4) Pada pemeriksaan dalam dijumpai perubahan serviks, ada
pembukaan.
Tanda persalinan dikategorikan sebagai tanda kemungkinan, tanda
awal dan tanda positif. Kategori ini membantu memutuskan kapan ibu
benar – benar mengalami persalinan.
Perhatikan bahwa tidak semua tanda ini mungkin dialami dan bahwa
tanda – tanda tersebut tidak harus terjadi berurutan.
a. Tanda kemungkinan persalinan
1) Tanda kemungkinan persalinan adalah bisa atau tidak menjadi
awal dari persalinan, waktu akan menentukan.
12
2) Sakit pinggang, nyeri yang merasa, ringan, mengganggu dapat
hilang timbul dapat disebabkan oleh kontraksi dini.
3) Kram pada perut bagian bawah. Seperti kram menstruasi, dapat
disertai rasa nyaman di paha. Dapat terus – menerus atau
terputus.
4) Tinja yang lunak, buang air beberapa kali dalam beberapa jam,
dapat disertai dengan kram perut atau gangguan pencernaan.
5) Desakan untuk bebenah, lonjakan energi yang mendadak
menyebabkan anda banyak melakukan aktivitas ekstra.
Ini sebagai tanda bahwa mempunyai kekuatan dan stamina
untuk menjalani persalinan, cobalah menghindari aktivitas
yang melelahkan.
b. Tanda awal persalinan
1) Kontraksi yang tidak berkembang
Kontraksi cenderung mempunyai panjang kekuatan dan
frekuensi yang sama. Kontraksi pra persalinan ini dapat
berlangsung singkat atau terus – menerus selama beberapa jam
sebelum berhenti atau mulai berkembang.
Menyebabkan pelunakan dan penipisan dari leher rahim,
meskipun sebagian besar pembukaan belum terjadi sampai
mengalami tanda positif.
2) Keluar darah
13
Aliran lendir yang bernoda darah dari vagina. Dikaitkan
dengan penipisan dan pembukaan awal dari leher rahim, dapat
berlangsung beberapa hari sebelum tanda lain atau baru muncul
setelah kontraksi persalinan yang berkembang dimulai,
berlanjut sepanjang persalinan.
3) Rembesan cairan ketuban dari vagina disebabkan oleh robekan
kecil pada membran (ROM). Kadang – kadang bila membran
timbul selama berjam – jam atau berhari – hari.
4. Tanda Positif Persalinan
a. Kontraksi yang berkembang
Menjadi lebih lama, lebih kuat, dan atau lebih dekat jaraknya
bersama dengan jalannya waktu, biasa disebut “sakit” atau “sangat
kuat” dan terasa di daerah perut pinggang atau keduanya.
Leher rahim yang melebar ini, tidak berkurang oleh aktifitas,
gunakan catatan persalinan awal untuk menentukan pola kontraksi.
b. Aliran cairan ketuban yang deras dari vagina
Disebabkan oleh robekan membran yang besar (ROM). Sering
disertai atau segera diikuti dengan kontraksi yang berkembang.
Tanda ini tidak dirasa oleh calon ini, tetapi dapat dilihat pada
pemeriksaan vagina.
5. Faktor – Faktor Yang Penting Dalam Persalinan
a. Power ( tenaga / kekuatan )
14
b. HIS ( kontraksi otot rahim ), kontraksi otot dinding perut, kontraksi
diafragma pelvis atau kekuatan mengejan, ketegangan ligamentum
rotundum.
c. Passenger ( janin)
d. Janin dan plasenta
e. Passage ( jalan lahir )
f. Jalan lahir yang lunak (otot – otot, jaringan – jaringan, dan
ligament – ligament) dan jalan lahir tulang.(Manuaba, 2010).
6. Proses Persalinan
Menurut Manuaba, 2010 pembagian tahap persalinan sebagai berikut :
a. Kala I persalinan ( kala pembukaan )
Permulaan persalinan ditandai dengan keluarnya lendir bercampur
darah karena serviks mulai mendatar dan membuka. Kala pembuka
dibagi menjadi dua fase :
a) Fase laten: pembukaan serviks berlangsung lambat, sampai
pembukaan 3 cm yang berlangsung dalam tujuh sampai
delapan jam.
b) Fase aktif: berlangsung selama enam jam yang dibagi atas tiga
subvase, antara lain :
1) Periode akselerasi, pembukaan menjadi 4 cm yang
berlangsung selama dua jam.
2) Periode dilatasi maksimal, yaitu dalam waktu 2 jam
pembukaan menjadi 9 cm.
15
3) Periode deselerasi, yaitu pembukaan berlangsung lambat
kembali dalam waktu dua jam pembukaan dari 9 cm
mencapai lengkap 10 cm. Lamanya kala I untuk
primigravida berlangsung selama 12 jam sedangkan
multigravida sekitar 8 jam. Bardasarkan kurva Friedman
diperhitungkan pembukaan primigravida adalah 1 cm tiap
jam dan untuk multigravida 2 cm tiap jam.
Dengan perhitungan tersebut, maka waktu pembukaan
lengkap dapat diperkirakan.
b. Kala II persalinan ( kala pengeluaran )
Menurut mochtar (2010), pada kala pengeluaran janin, his
terkoordinir, kuat, interval 2 - 3 menit dengan durasi 50 sampai
100 detik.
Pada akhir kala I ketuban akan pecah disertai pengeluaran cairan
mendadak, kepala janin turun masuk ruang panggul, sehingga
terjadi tekanan pada otot dasar panggul yang akan menimbulkan
keinginan untuk mengejan.
Oleh karena tertekannya fleksus Franken Hauser, ibu merasa
seperti ingin buang air besar karena adanya tekanan pada rektum.
Tanda-tanda kala II antara lain:
a) Pemeriksaan vaginal serviks sudah dilatasi penuh.
b) Selaput amnion biasanya sudah pecah.
16
c) His atau kontraksi uterus yang berlangsung panjang kuat, dan
tidak begitu sering bukan 2 - 3 menit lagi, melainkan sekitar 3 -
5 menit sekali.
d) Mungkin terdapat tetesan darah dari vagina.
e) Ibu mengalami desakan kuat untuk mengejan.
f) Sfingter ani terlihat berdilatasi.
g) Perineum tampak menonjol.
c. Kala III ( kala plasenta )
Setelah kala II, kontraksi uterus berhenti sekitar 5 sampai
10 menit. Lepasnya plasenta secara Schultze yang biasanya tidak
ada perdarahan sebelum plasenta lahir dan banyak mengeluarkan
darah setelah plasenta lahir.
Sedangkan pengeluaran plasenta cara Duncan yaitu plasenta lepas
dari pinggir, biasanya darah mengalir keluar antara selaput
ketuban. Lepasnya plasenta sudah dapat diperkirakan dengan
memerhatikan tanda-tanda:
a) uterus menjadi bundar
b) fundus uterus mengalami kontraksi kuat
c) uterus terdorong ke atas karena plasenta lepas ke segmen
bawah rahim
d) tali pusat bertambah panjang
e) terjadi perdarahan
17
d. Kala IV ( pemulihan dan hubungan interaksi )
Kala IV dimaksudkan untuk observasi pendarahan
postpartum. Paling sering terjadi pendarahan pada dua jam
pertama, yang perlu diobservasi adalah:
a) Tingkat kesadaran
b) Tanda - tanda vital
c) Kontraksi uterus
d) Terjadinya pendarahan. Pendarahan dikatakan normal jika
jumlahnya tidak lebih dari 500 ml.
e. Asuhan persalinan normal
1) Tujuan Persalinan normal
Tujuan dilakukan asuhan persalinan normal adalah menjaga
kelangsungan hidup dan memberikan derajat kesehatan yang
tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai upaya terintegrasi
dan lengkap serta intervensi minimal sehingga prinsip
keamanan dan kualitas pelayanan dapat tarjaga pada tingkat
yang optimal.
Kemudian tujuan yang lain yaitu memberikan asuhan yang
memadai selama persalinan dalam upaya mencapai pertolongan
persalinan yang bersih dan aman, dengan memperhatikan aspek
sayang ibu dan sayang bayi. (Wiknjosastro, 2008)
2) 58 Langkah Asuhan Persalinan Normal
a) Melihat tanda dan gejala kala dua
18
(1) Mengamati tanda dan gejala kala dua
(a) Ibu mempunyai keinginan untuk meneran
(b) Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat
pada rectum dan vaginanya
(c) Perineum menonjol
(d) Vulva vagina dan sfingter anal membuka
b) Menyiapkan pertolongan persalinan
(2) Memastikan perlengkapan, bahan dan obat – obatan
esensial siap digunakan.
Mematahkan ampul oksitosin 10 unit dan menempatkan
tabung suntik steril sekali pakai di dalam partus set.
(3) Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang
bersih.
(4) Melepaskan semua perhiasan yang dipakai di bawah
siku.
Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih
yang mengalir dan mengeringkan tangan dengan
handuk sekali pakai atau pribadi yang bersih.
(5) Memakai sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau
steril untuk semua pemeriksaan dalam.
(6) Menghisap oksitosin 10 unit ke dalam tabung suntik
(dengan memakai sarung tangan desinfeksi tingkat
tinggi atau steril) dan meletakkannya kembali di partus
19
set atau wadah desinfeksi tingkat tinggi atau steril tanpa
mengkontaminasi tabung suntik.
c) Memastikan pembukaan lengkap dan keadaan janin baik
(7) Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya
dengan hati – hati dari depan ke belakang dengan
menggunakan kapas atau kassa yang sudah dibasahi air
desinfeksi tingkat tinggi. Jika mulut vagina, perineum
atau anus terkontaminasi oleh kotoran ibu,
membersihkannya dengan seksama dengan cara
menyeka dari depan ke belakang. Membuang kapas
atau kasa yang terkontaminasi dalam wadah yang benar.
Mengganti sarung tangan jika terkontaminasi
(meletakkan kedua sarung tangan tersebut dengan benar
di dalam larutan dekontaminasi, langkah 9 ).
(8) Dengan menggunakan teknik aseptic, melakukan
pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa
pembukaan serviks telah lengkap. Bila selaput ketuban
belum pecah, sedangkan pembukaan sudah lengkap,
lakukan amniotomi.
(9) Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara
mencelupkan tangan yang masih memakai sarung
tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5 % dan
kemudian melepaskannya dalam keadaan terbalik serta
20
merendamnya di dalam larutan klorin 0,5 % selama 10
menit. Mencuci tangan seperti di atas.
(10) Memeriksa denyut jantung janin ( DJJ ) setelah
kontraksi berakhir untuk memastikan bahwa DJJ dalam
batas normal ( 120 – 160 kali/ menit ).
(a) Mengambil tindakan yang sesuai dengan DJJ tidak
normal.
(b) Mendokumentasikan hasil – hasil pemeriksaan
dalam, DJJ dan semua hasil – hasil penilaian serta
asuhan lainnya pada partograf.
d) Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses
pimpinan meneran.
(11) Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan
keadaan janin baik. Membantu ibu berada dalam posisi
yang nyaman sesuai keinginannya.
(a) Menunggu hingga mempunyai keinginan untuk
meneran. Melanjutkan pemantauan kesehatan dan
kenyamanan ibu serta janin sesuai dengan pedoman
persalinan aktif dan mendokumentasikan temuan –
temuan.
(b) Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana
mereka dapat mendukung dan memberikan
semangat kepada ibu saat ibu mulai meneran.
21
(12) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi
ibu untuk meneran ( pada saat ada his, bantu ibu dalam
posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman ).
(13) Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai
dorongan yang kuat untuk meneran :
(a) Membimbing ibu untuk meneran saat ibu
mempunyai keinginan untuk meneran.
(b) Mendukung dan memberi semangat atas usaha ibu
untuk meneran.
(c) Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman
sesuai pilihannya (tidak meminta ibu berbaring
terlentang).
(d) Menganjurkan ibu untuk beristirahat diantara
kontraksi.
(e) Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan
memberi semangat pada ibu.
(f) Menganjurkan asupan cairan per oral.
(g) Menilai DJJ setiap lima menit.
(h) Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum
akan terjadi segera dalam waktu 120 menit ( 2 jam )
meneran untuk primipara atau 60 menit ( 1 jam )
untuk multipara, merujuk segera.
22
(i) Jika ibu tidak mempunyai keinginan untuk
meneran : menganjurkan ibu untuk berjalan,
berjongkok, atau mengambil posisi yang nyaman.
Jika ibu belum ingin meneran dalam 60 menit,
menganjurkan ibu untuk memulai meneran pada
puncak kontraksi –kontraksi tersebut dan
beristirahat diantara kontraksi.
Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum
akan terjadi segera setelah 60 menit meneran
merujuk ibu dengan segera.
e) Persiapan pertolongan kelahiran bayi
(14) Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan
diameter 5 – 6 cm, meletakkan handuk bersih di atas
perut ibu untuk mengeringkan bayi.
Sediakan tempat untuk antisipasi terjadinya komplikasi
persalinan (asfiksia), sebelah bawah kaki ibu tempat
yang datar alas keras. Beralaskan 2 kain 1 handuk.
Dengan lampu sorot 60 watt ( jarak 60 cm dari tubuh
bayi ).
23
(15) Meletakkan kain yang bersih di lipat 1/3 bagian, di
bawah bokong ibu.
(16) Membuka partus set.
(17) Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua
tangan.
f) Menolong kelahiran bayi
(18) Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5
– 6 cm, lindungi perineum dengan satu tangan yang
dilapisi kain tadi, letakkan tangan yang lain di kepala
bayi dan lakukan tekanan yang lembut dan tidak
menghambat pada kepala bayi.
Membiarkan kepala keluar perlahan – lahan.
Menganjurkan ibu untuk meneran perlahan – lahan atau
bernapas cepat saat kepala lahir.
Jika ada mekonium dalam cairan ketuban, segera hisap
mulut dan hidung bayi setelah kepala lahir
menggunakan penghisap lender dee lee desinfeksi
tingkat tinggi atau steril atau bola karet penghisap yang
baru dan bersih.
(19) Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil
tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi dan kemudian
meneruskan segera proses kelahiran bayi.
24
(a) Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar,
lepaskan lewat bagian atas bagian atas kepala bayi.
(b) Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat,
mengklemnya di dua tempat dan memotongnya.
(20) Memeriksa hingga kepala bayi melakukan putaran
paksi luar secara spontan.
g) Lahirnya bahu
(21) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar,
tempatkan kedua tangan di masing – masing sisi muka
bayi. Menganjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi
berikutnya.
Dengan lembut menariknya ke arah bawah dan ke arah
luar hingga bahu anterior muncul di bawah arkus pubis
dan kemudian dengan lembut menarik ke arah atas dan
ke arah luar untuk melahirkan bahu posterior.
h) Lahirnya badan dan tungkai
(22) Setelah kedua bahu dilahirkan, menelusurkan
tangan mulai kepala bayi yang berda di bagian bawah
ke arah perineum, tangan membiarkan bahu dan lengan
posterior lahir ke tangan tersebut. Mengendalikan
kelahiran siku dan dan tangan bayi saat dilahirkan.
Menggunakan tangan anterior (bagian atas) untuk
25
mengendalikan siku dan tangan anterior bayi saat
keduanya lahir.
(23) Setelah tubuh dan lengan lahir, menelusurkan
tangan yang ada di atas (anterior) dari punggung ke
arah kaki bayi untuk menyangga saat punggung dan
kaki bayi lahir. Memegang kedua mata bayi dengan hati
– hati membantu kelahiran kaki.
i) Penanganan bayi baru lahir
(24) Menilai bayi dengan cepat ( jika dalam penilaian
terdapat jawaban tidak dari 5 pertanyaan, maka lakukan
langkah awal).
Kemudian meletakkan bayi di atas perut ibu dengan
posisi kepala bayi lebih rendah dari tubuhnya (bila tali
pusat terlalu pendek, meletakkan bayi di tempat yang
memungkinkan).
(25) Segera mengeringkan bayi, membungkus kepala
bayi dan badan bayi kecuali bagian tali pusat.
(26) Memegang tali pusat dengan satu tangan,
melindungi bayi dari gunting dan memotong pusat
diantara dua klem tersebut.
(27) Mengganti handuk yang basah dan menyelimuti
bayi dengan kain atau selimut yang bersih dan kering,
menutupi bagian kepala, membiarkan tali pusat terbuka.
26
(28) Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan
ibu untuk memeluk bayinya dan memulai pemberian
ASI jika ibu menghendakinya. (Wiknjosastro, 2008).
j) Penatalaksanaan manajemen aktif kala III
Oksitosin
(29) Meletakkan kain yang bersih dan kering.
Melakukan palpasi abdomen untuk menghilangkan
kemungkinan adanya bayi kedua.
(30) Memberitahu kepada ibu bahwa ia akan disuntik.
(31) Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi,
memberikan suntikkan oksitosin 10 unit IM di 1/3 paha
kanan atas ibu bagian luar, setelah mengaspirasinya
terlebih dulu.
k) Peregangan tali pusat terkendali
(32) Memindahkan klem pada tali pusat sekitar 5 – 10
cm dari vulva.
(33) Meletakkan satu tangan di atas kain yang ada di
perut ibu, tepat diatas tulang pubis dan menggunakan
tangan ini untuk melakukan palpasi kontraksi dan
menstabilkan uterus.
27
Memegang tali pusat dan klem dengan tangan yang
lain.
(34) Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian
melakukan peregangan ke arah bawah [pada tali pusat
dengan lembut. Lakukan tekanan yang berlawanan arah
pada bagian bawah uterus dengan cara menekan uterus
ke arah atas dan belakang ( dorso cranial) dengan hati –
hati untuk mencegah terjadinya inversion uteri.
Jika plasenta tidak lahir setelah 30 – 40 detik,
menghentikan peregangan tali pusat dan menunggu
hingga kontraksi berikut mulai.
(35) Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau
seseorang anggota keluarga untuk melakukan
rangsangan puting susu.
l) Mengeluarkan plasenta
(36) Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk
meneran sambil menarik tali pusat ke arah bawah
kemudian ke arah atas, mengikuti kurve jelan lahir
sambil meneruskan tekanan berlawanan arah pada
uterus.
28
(a) Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem
hingga berjarak sekitar 5 – 10 cm dari vulva.
(b) Jika plaenta tidak lepas setelah melakukan
peregangan tali pusat selama 15 menit.
1) Mengulanhi pemberian oksitosin 10 unit IM.
2) Menilai kandung kemih dan mengkateterisasi
kandung kemih dengan menggunakan teknik
aseptic jika perlu.
3) Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan.
4) Mengurangi peregangan tali pusat selama 15
menit berikutnya.
5) Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam
waktu 30 menit sejak kelahiran bayi.
(c) Jika plasenta terlihat di introitus vagina,
melanjutkan kelahiran plasenta dengan
menggunakan kedua tangan.
Memegang plasenta dengan dua tangan dan dengan
hati – hati memutar plasenta hingga selaput ketuban
terpilin. Dengan lembut dan perlahan melahirkan
selaput ketuban terpilin. Dengan lembut dan
perlahan melahirkan selaput ketuban tersebut.
(d) Jika selaput ketuban robek, memakai sarung tangan
desinfeksi tingkat tinggi atau steril dan memeriksa
29
vagina dan serviks ibu dengan seksama.
Menggunakan jari – jari tangan atau klem atau
forseps desinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk
melepaskan bagian selaput yang tertinggal.
m) Rangsangan taktil ( pemijatan ) uterus
(37) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir,
melakukan masase uterus, meletakkan telapak tangan di
fundus dan melakukan masase dengan gerakan
melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi
( fundus menjadi keras).
n) Menilai perdarahan
(38) Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel
ke ibu maupun janin dan selaput ketuban untuk
memastikan bahwa selaput ketuban lengkap dan utuh.
Meletakkan plasenta di dalam kantung plastik atau
tempat khusus.
a. Jika uterus tidak berkontraksi setelah melakukan
masase selama 15 detik mengambil tindakan yang
sesuai.
(39) Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan
perineum dan segera menjahit laserasi yang mengalami
perdarahan aktif.
o) Melakukan prosedur pasca persalinan
30
(40) Menilai ulang uterus dan memastikan kontraksi
dengan baik.
Mengevaluasi perdarahan pervaginam.
(41) Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung
tangan ke dalam larutan klorin 0,5 %, membilas kedua
tangan yang masih bersarung tangan tersebut dengan air
desinfeksi tingkat tinggi dan mengeringkannya dengan
kain yang bersih dan kering.
(42) Menempatkan klem tali pusat desinfeksi tingkat
tinggi atau steril atau mengikat tali pusat desinfeksi
tingkat tinggi dengan simpul mati disekeliling tali pusat
sekitar 1 cm dari pusat.
(43) Mengikat satu lagi simpul mati di bagian tali pusat
yang berseberangan dengan simpul mati yang pertama.
(44) Melepaskan klem bedah dan meletakkannya di
dalam larutan klorin 0,5 %.
(45) Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian
kepalanya.
Memastikan handuk atau kainnya bersih dan kering.
(46) Menganjurkan ibu untuk memulai pemberian ASI.
p) Evaluasi
(47) Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan
perdarahan pervaginam.
31
(a) 2 – 3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan.
(b) Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca
persalinan.
(c) Setiap 20 – 30 menit pada jam kedua pasca
persalinan.
(d) Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik,
melaksanakan perawatan yang sesuai untuk
menatalaksanakan atonia uterus.
Jika ditemukan laserasi yang memerlukan
penjahitan, lakukan penjahitan dengan anestesi local
dan menggunakan teknik yang sesuai.
(48) Mengajarkan pada ibu / keluarga bagaimana
melakukan masase uterus dan memeriksa kontraksi
uterus.
(49) Mengevaluasi kehilangan darah.
(50) Memeriksa tekanan darah, nadi dan keadaan
kandung kemih setiap 15 menit selama satu jam
pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit pada jam
kedua pasca persalinan.
(a) Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam
selama dua jam pertama pasca persalinan.
(b) Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang
tidak normal.
32
q) Kebersihan
(51) Menempatkan semua peralatan di dalam larutan
klorin 0,5 % untuk dekontaminasi (10 menit). Mencuci
dan membilas peralatan setelah dekontaminasi.
(52) Membuang bahan – bahan yang terkontaminasi ke
dalam tempat sampah yang sesuai.
(53) Membersihkan ibu dengan menggunakan air
desinfeksi tingkat tinggi.
Membersihkan lendir dan darah. Membantu ibu
memakai pakaian yang bersih dan kering.
(54) Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu
memberikan ASI. Menganjurkan keluarga untuk
memberikan ibu minuman dan minuman yang
diinginkannya.
(55) Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk
melahirkan dengan larutan klorin 0,5 % dan
membilasnya dengan air bersih.
(56) Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan
klorin 0,5 %, mengembalikan bagian dalam ke luar dan
merendamnya dalam larutan klorin 0,5 % selama 10
menit.
(57) Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air
mengalir. (Wiknjosastro, 2008).
33
r) Dokumentasi
(58) Melengkapi partograf (halaman depan dan
belakang).
s) Partograf
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan
persalinan dan memantau petugas kesehatan dalam
mengambil keputusan dalam penatalaksanaan. Partograf
dimulai pada pembukaan 4 cm (fase aktif).
Partograf sebaiknya dibuat untuk setiap ibu bersalin, tanpa
menghiraukan persalinan tersebut normal atau dengan
komplikasi. (Wiknjosastro, 2008).
Untuk menggunakan partograf dengan benar, petugas
harus mencatat kondisi ibu dan janin sebagai berikut :
(1) Denyut jantung janin, dicatat setiap setengah jam per 30
menit.
(2) Air ketuban, catat warna air ketuban setiap melakukan
pemeriksaan vagina.
(a) U, selaput utuh
(b) J, selaput pecah, air ketuban jernih
(c) M, air ketuban bercampur mekonium
(d) D, air ketuban bernoda darah
(3) Perubahan bentuk kepala janin (molding atau molase)
(a) O, sutura terpisah
34
(b) 1, sutura (pertemuan dua tengkorak ) yang tepat
atau bersesuaian
(c) 2, sutura tumpang tindih tetapi dapat diperbaiki
(d) 3, sutura tumpang tindih dan tidak dapat diperbaiki
(4) Pembukaan mulut rahim (serviks) dinilai pada setiap
pemeriksaan pervaginam dan diberi tanda silang (X).
(5) Penurunan, mengacu pada bagian kepala (di bagi 5
bagian) yang teraba (pada pemeriksaan abdomen/luar)
di atas simpisis pubis, catat dengan tanda lingkaran (0)
pada setiap pemeriksaan dalam pada posisi 0/5, sinsiput
(S) atau paruh atas kepala berada di simpisis pubis.
(6) Waktu, menyatakan berapa jam waktu yang telah di
jalani sesudah diterima.
(7) Jam, catat jam sesungguhnya.
(8) Kontraksi, catat setiap setengah jam, lakukan palpasi
untuk menghitung banyaknya kontraksi dalam 10 menit
dan lamanya masing – masing kontraksi dalam hitungan
detik.
7. Teori Persalinan
Beberapa teori yang memungkinkan terjadinya persalinan
(Sarwono, 2008).
a. Teori Keregangan
35
Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas
tertentu.
Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga
persalinan dapat dimulai. Keadaan uterus yang terus membesar dan
menjadi tegang mengakibatkan iskemia otot – otot uterus.
b. Teori Penurunan Progesteron
Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28
minggu, dimana terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah
mengalami penyempitan dan buntu.
c. Teori Oksitosin Internal
Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofise parst posterior.
Perubahan keseimbangan estrogen dan posgesteron dapat
mengubah sensivitas otot rahim, sehingga terjadi kontraksi
brakston hiks.
d. Teori Prostaglandin
Konsetrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan
15 minggu, yang dikeluarkan oleh desidua. Pemberian
prostaglandin pada saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot
rahim sehingga terjadi persalinan.
e. Teori Hipotalamus – Pituitari dan Gandula Supranalis
Teori ini menunjukkan pada kehamilan anensefalus sering
terjadi keterlambatan persalinan karena tidak terbentuk
hipotalamus.
36
f. Teori Berkurangnya Nutrisi
Berkurangnya nutrisi pada janin dikemukakan oleh
Hippokrates untuk pertama kalinya. Bila nutrisi pada janin
berkurang makan hasil konsepsi akan segera dikeluarkan.
g. Faktor Lain
Tekanan ganglion servikale dari pleksus frankenhauser
yang terletak dibelakang serviks. Bila ganglion ini ditekan, maka
kontraksi uterus dapat dibandingkan.
8. Patofisiologi (Sarwono, 2008)
1) His adekuat ,pengeluaran lendir dan darah
2) Serviks membuka dan mendorong janin ke bawah
3) Kepala turun dan masuk PAP
4) Kepala dalam keadaan sinklitismus/asinklitismus
5) Kepala fleksi
6) Kepala memasuki ruang panggul
7) Putar paksi dalam
8) Kepala defleksi
9) Doran, teknus,perjol, vulka
10) Ada his dan meneran
11) Putar paksi luar
12) Melahirkan Bahu
13) Bayi lahir
37
B. Retensio Plasenta
1. Pengertian Retensio Plasenta
Istilah retensio plasenta dipergunakan jika plasenta belum lahir ½
jam sesudah anak lahir. (Sastrawinata, 2008).
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta
selamasetengah jam setelah kelahiran bayi. Pada beberapa kasus dapat