Top Banner
74

ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Oct 16, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: ISSN: 2085-546X - Unsyiah
Page 2: ISSN: 2085-546X - Unsyiah
Page 3: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

ISSN: 2085-546X

CAKRADONYA DENTAL JOURNAL

Alamat Redaksi:Fakultas Kedokteran Gigi Unsyiah

Darussalam Banda Aceh 23111. Tel. 0651-7555183Website: cdj.pskg.fk.unsyiah.ac.id

email: [email protected]

Pelindung:Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Unsyiah

Penanggung Jawab:Pembantu Dekan I FKG Unsyiah

Ketua Penyunting:Sunnati, drg, Sp.Perio

Wakil Ketua Penyunting:Rafinus Arifin, drg, Sp.Ort

Penyunting Ahli:Prof. drg. Bambang Irawan, PhD (FKG UI)

Prof. Dr. drg. Narlan Sumawinata, Sp.KG (FKG UI)Prof. Dr. drg. Elza Ibrahim Auekari, M. Biomed (FKG UI)Prof. Dr. drg. Eki S. Soemantri, Sp. Ortho (FKG UNPAD)

Prof. drg. Ismet Danial Nasution, Sp. Prostho, Ph.D (FKG USU)Prof. Dr. drg. Benny S Latief, Sp.BM (K) (UI)

Prof. Dr. drg. Dewi Nurul, MS, Sp. Perio (FKG UI)drg. Gus Permana Subita, PhD, Sp.PM (FGK UI)

Prof. Dr. drg. Hanna B. Iskandar, Sp.RKG (FKG UI)Prof. Dr. drg. Retno Hayati, Sp.KGA (K) (FKG UI)

Dr. Syahrul, Sp.S (FK Unsyiah)drg. Zaki Mubarak, MS (FKG Unsyiah)

Penyunting Pelaksana:Liana Rahmayani, drg, Sp.Pros

Abdillah Imron Nasution, drh, M.SiViona Dian Sari, S.si, M.Si

Diana Setya Ningsih, drg, M.Si

Pelaksana Tata Usaha:Nurmalawati, STAulia Azmi, SE

Page 4: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

ISSN: 2085-546X

EDITORIAL

Cakradonya Dental Journal (CDJ) yang diterbitkan oleh Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Syiah Kuala merupakan media komunikasi ilmiah antar intelektual yang akan

menjadi referensi bagi mahasiswa dan praktisi Kedokteran Gigi. Sebagaimana volume

sebelumnya, volume ini masih mengangkat isu seputar teknologi pengembangan ilmu

kedokteran gigi, aplikasi, dan korelasi ilmu kesehatan terintegrasi. Pada volume 6 nomor 2

ini mencakup penelitian, laporan kasus, dan tinjauan pustaka yang di dalamnya mencukup

bidang Konservasi, Biologi Oral, Kesehatan Masyarakat, Ortodonsia, Pedodonsia dan

Dental Material.

Tulisan yang tersaji dari berbagai artikel tersebut secara keilmiahan telah

dilakukan pengeditan oleh tim ahli sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing, namun jika

pada artikel tersebut masih terjadi kesalahan, maka akan dijadikan referensi kami untuk

perbaikan edisi selanjutnya. Secara keseluruhan informasi yang tersampaikan dalam jurnal

CDJ volume 6 nomor 2 telah mewakili pengembangan ilmu kedokteran gigi.

Ucapan terima kasih kepada penulis atas kepercayaan memilih CDJ sebagai wadah

publikasi ilmiah. Kepercayaan anda ini akan menjadi tantangan bagi kami untuk selalu

memperbaharui dan memperbaiki sistem dan manajemen pengelolaan jurnal CDJ menjadi

lebih baik.

Banda Aceh, Desember 2014

Ketua Penyunting

Sunnati, drg, Sp.Perio

Page 5: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

ISSN 2085-546X

DAFTAR ISI

Perubahan Warna Resin Komposit Mikrohibrid Setelah PemutihanDengan Hidrogen Peroksida 15% ...........................................................................................678Kholidina Imanda Harahap, Astrid Yudhit, Sefty Aryani Harahap

Perawatan Pseudo Maloklusi Klas III Pada MasaGigi Bercampur (Laporan Kasus) .............................................................................................682Hilda Fitria Lubis

Pengaruh Kopi Arabika (Coffea arabica) Dan Kopi Robusta (Coffea canephora)Terhadap Viskositas Saliva Secara In Vitro ...........................................................................687Santi Chismirina, Ridha Andayani, Rosdiana Ginting

Antibiotik Dalam Dunia Kedokteran Gigi..............................................................................692Hijra Novia Suardi

Peran Kondisioner Pada Adhesi Bahan Restorasi Semen Ionomer KacaDengan Struktur Dentin (Tinjauan Pustaka)............................................................................699Suzanna Sungkar

Hubungan Lama Pengadukan Dengan Setting Time Dan KekuatanKompresi Dental Stone .............................................................................................................706Nila Kasuma, Denas Symond, Danu Prianto

Menilai Kualitas Hidup Yang Berhubungan Dengan Kesehatan MulutAnak Berusia 12 Tahun: Validitas COHIP-SF Versi Indonesia ..........................................711Youla Karamoy, Risqa Rina Darwita, Diah Ayu Maharani

Klinis Restorasi Resin Komposit Pada Kavitas Klas IPasca Penumpatan Tiga Tahun...............................................................................................720Lisa Triwardhani, Martha Mozartha, Trisnawaty

Pengaruh Ekstrak Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) Terhadap InteraksiStreptococcus sanguinis Dan Streptococcus mutans Secara In Vitro .....................................727Ridha Andayani, Santi Chismirina, Iga Kumalasari

Kajian Tingkat Pengetahuan Kepala Keluarga Dalam Menghadapi BencanaGempa Bumi Di Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar ......................................737Fahrevy, Sri Adelila Sari, Indra

Page 6: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

678

PERUBAHAN WARNA RESIN KOMPOSIT MIKROHIBRID SETELAHPEMUTIHAN DENGAN HIDROGEN PEROKSIDA 15%

Kholidina Imanda Harahap, Astrid Yudhit, Sefty Aryani Harahap

Departemen Ilmu Material dan Teknologi Kedokteran GigiFakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

ABSTRAKSekarang ini dental estetik berkembang dengan maju dan salah satunya adalah berkaitan denganwarna gigi. Pasien lebih memilih restorasi yang memiliki warna seperti warna gigi aslinya ataupunmenjalani pemutihan gigi untuk mendapatkan warna yang lebih terang sehingga mungkin saja pasienyang memiliki tambalan resin komposit akan melakukan pemutihan gigi juga. Oleh karena itu, tujuanpenelitian ini adalah untuk mengevaluasi efek bahan pemutih gigi hidrogen peroksida 15% terhadapperubahan warna resin komposit mikrohibrid. Penelitian ini menggunakan 25 sampel resin kompositmikrohibrid warna A3 dengan diameter 7 mm dan tebal 2 mm. Pengamatan warna dilakukan padaseluruh sampel sebelum dan setelah perlakuan dengan menggunakan shade guide dan diberikan skoruntuk setiap hasil pengamatan. Aplikasi bahan pemutih hidrogen peroksida 15% dilakukan selama 20menit dan perlakuan diulang untuk 10 hari. Hasil analisis statistik uji t-dependent menunjukkanperbedaan signifikan antar kelompok (p<0,05). Kesimpulan dari penelitian ini adalah perubahanwarna resin komposit mikrohibrid yang signifikan antara sebelum dan setelah perlakuan

Kata kunci: perubahan warna, resin komposit mikrohibrid, pemutihan gigi, hidrogen peroksida

ABSTRACTDental aesthetics growing advanced nowdays and one of it is a concern of tooth color. Patients willprefer a tooth-colored material such as composites resin as a restoration and bleaching the tooth dueto have a brighter tooth color. Moreover, patient with composites resin filling could be done ableaching treatment. So, the aim of this study is to evaluate the effect of 15% hydrogen peroxide asbleaching agent to the color changes of microhybrid composite resin. Total of 25 resin compositesamples with 7 mm in diameter and 2 mm in thickness with A3 shade was used in this study.Hydrogen peroxide 15% was applicated on sample surface for 20 minutes and re-apply in 10 days.Before and after treatment color of the samples are visualized and observed using VITA ClassicShade Guide and then scored. Statistical analysis using t-test dependent shows significant differencesamong the groups (p<0.05). There is a color changes on microhybrid composite resin after bleachedwith 15% hydrogen peroxide.

Key words: colour change, microhybrid composite resin, bleaching, hydrogen peroxide

Page 7: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

679

PENDAHULUANDental estetik mengalami

perkembangan yang maju sekarang ini. Pasienlebih memilih bahan-bahan sewarna gigi untukmerestorasi ataupun mengganti giginya yangrusak atau hilang. Begitu juga dengankeinginan untuk memiliki warna gigi yanglebih terang atau putih untuk keestetisannya.Salah satu perawatan konservatif yang dapatdigunakan dalam mengatasi permasalahanwarna gigi adalah dengan melakukanpemutihan gigi. Pemutihan gigi merupakansuatu teknik untuk memutihkan ataupunmembuat warna gigi lebih terang dari aslinyadengan memakai bahan tertentu. Bahanpemutih yang umum digunakan pada gigi vitaladalah hidrogen peroksida dan karbamidperoksida. Bahan-bahan ini bervariasi dalamkonsentrasi, dengan semakin tinggikonsentrasi maka hasil pemutihan yangdidapatkan akan semakin maksimal, ditandaidengan warna yang lebih terang dari warnaawal.1

Resin komposit merupakan salah satualternatif untuk merestorasi gigi yang rusakkarena memiliki nilai estetis yang baik, yaitumemiliki pilihan warna yang menyerupaiwarna gigi asli. Pemakaian resin komposit saatini banyak diminati karena resin komposittersedia dalam berbagai warna yang dapatdisesuaikan dengan warna gigi masing-masingindividu.2,3 Warna-warna tersebut biasanyadisimbolkan dengan A1, A2, A3, A3,5, B1,B2, B3, dan seterusnya, dengan perbedaanshade tersebut berdasarkan warna palingterang ke gelap.

Resin komposit dapat terpapar denganbahan pemutih apabila dilakukan prosedurpemutihan pada gigi yang terdapat restorasiresin komposit. Hal ini akan mempengaruhikestabilan warna resin komposit. Beberapapenelitian terdahulu telah mendapatkan efekbahan pemutih gigi terhadap warna resinkomposit. Ameri et al (2010) melaporkanbahwa hidrogen peroksida 15%mengakibatkan perubahan warna padabeberapa warna resin komposit yang berbeda,yaitu A1, A2, dan A3,5. Diperoleh bahwawarna A3,5 mengalami perubahan warna yangterbesar.4 Turker et al (2013) mendapatkanperubahan warna yang signifikan dari resinkomposit fine particle hybrid, ormocer, dannanohibrid setelah dilakukan pemutihandengan karbamid peroksida 16, 17, dan 20%.5Selain itu, Al-Jubori (2013) mendapatkan

karbamid peroksida 16% memiliki pengaruhyang signifikan terhadap perubahan warnaresin komposit hibrid.6

Tujuan penelitian ini adalah untukmengevaluasi efek hidrogen peroksida 15%terhadap perubahan warna resin kompositmikrohibrid.

PENDAHULUANBahan penelitian yang digunakan adalah

bahan restorasi resin komposit mikrohibrid(Glacier, SDI, Ireland, lot. 131220, exp. 2018-12) dengan warna A3 dan bahan pemutih gigiyang mengandung hidrogen peroksida 15%(Opalescence, Go, Ultradent, USA, lot. 4638-B9S2Z, exp. 2015-12).

Sampel sebanyak 20 buah dibuat dariresin komposit yang diambil secukupnyadengan instrumen plastis dan dimasukkan kedalam mould berbentuk cincin dari karetdengan diameter 7 mm dan ketebalan 2 mm.Kemudian ditutup dengan cellophane strip danobject glass dan ditahan dengan beban 10 gselama 1 menit agar didapatkan permukaanyang datar. Polimerisasi dilakukan denganpenyinaran selama 20 detik dengan ujunglight-cure unit menempel pada object glassdan arah sinar tegak lurus pada keduapermukaan sampel (atas dan bawah).Kemudian sampel disimpan di dalam wadahgelap tertutup selama 24 jam sebelumperlakuan pemutihan.

Pengamatan warna dilakukan sebelumdan setelah perlakuan dengan menggunakanVITA Classic shade guide di bawah sinarmatahari dan diberi skor untuk setiap hasilpengamatan. Skor warna ditentukan denganmengurutkan warna shade guide dari yangpaling terang ke paling gelap, yaitu B1, A1,B2, D2, A2, C1, C2, D4, A3, D3, B3, A3,5,B4, C3, A4, C4 dengan urutan skor yaitu 1, 2,3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16.7Pengamatan dilakukan oleh tiga orangpengamat dan nilai skor dari tiga pengamatakan dirata-ratakan.

Perlakuan pemutihan dilakukan denganmengaplikasikan gel bahan pemutih gigihidrogen peroksida 15% dan dibungkusdengan plastik (wrapping plastic) untukmenyerupai penggunaan tray sehingga bahanpemutih berkontak erat dengan permukaanresin komposit dan dibiarkan selama 20 menitpada suhu kamar. Kemudian sampel dicucidengan air dan dikeringkan lalu sampeldisimpan kembali dalam wadah yang berisi

Page 8: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

680

akuades dan disimpan dalam wadah tertutuppada suhu kamar sampai perlakuan berikutnya.Perlakuan pemutihan diulang setiap hariselama 10 hari. Setelah hari ke-10 dilakukanpengamatan warna dan penskoran. Datadianalisis dengan menggunakan uji tberpasangan untuk melihat pengaruh bahanpemutih hidrogen peroksida 15% terhadapperubahan warna resin komposit.

HASIL PENELITIANHasil yang diperoleh menunjukkan

terdapat perubahan warna resin kompositmikrohibrid setelah diaplikasikan bahanpemutih gigi hidrogen peroksida 15% selama10 hari. Perubahan warna yang terjadi padasampel adalah warna awal A3 dengan skor 9berubah menjadi warna akhir C2 dengan skor7 (Tabel 1). Maka dapat dinyatakan bahwaterjadi perubahan warna resin kompositmenjadi lebih terang setelah diaplikasikanbahan pemutih gigi hidrogen peroksida 15%.

Analisis statistik uji t berpasanganmenunjukkan adanya perubahan warna yangsignifikan antara warna awal dengan warnaakhir setelah prosedur pemutihan pada sampel(p=0,000) sehingga dapat dinyatakan bahwahidrogen peroksida 15% dapat mempengaruhiwarna resin komposit mikrohibrid.

PEMBAHASANPengamatan warna pada penelitian ini

menggunakan skala VITA shade yangmerupakan teknik penentuan warna palingsering digunakan di klinik. Teknik ini cepat,gampang, dan telah digunakan pada berbagaipenelitian.7

Proses dasar pada teknik pemutihanadalah melalui proses oksidasi. Bahan pemutihdapat masuk ke dalam struktur resin kompositdan melepaskan molekul-molekul yangmengandung diskolorasi. Pada reaksi oksidasireduksi akan terjadi proses pelepasan. Warnaresin komposit dapat berubah jika terjadioksidasi.2,3 Ketika bahan pemutih

diaplikasikan pada permukaan resin kompositmaka hidrogen peroksida sebagai agenpengoksidasi yang memiliki radikal bebasdengan elektron yang tidak berpasangan akanmengoksidasi resin komposit. Lebih lanjut,resin komposit akan mengalami proses reduksidengan menerima elektron dari hidrogenperoksida.1

Pada proses pemutihan, hidrogenperoksida berdifusi melalui matriks resinkomposit. Hal ini karena radikal bebasmemiliki elektron yang tidak berpasangan,radikal bebas menjadi lebih elektrofilik dantidak stabil sehingga akan menyerang molekulorganik lain untuk mendapatkan kestabilandengan menciptakan radikal yang lain.Radikal-radikal ini dapat bereaksi dengansebagian besar ikatan karbon yangunsaturated, menghasilkan kegagalankonjugasi elektron dan mengubah penyerapanenergi molekul organik pada matriks. Molekulyang lebih sederhana akan merefleksikan sinaryang lebih sedikit, menjadikan prosespemutihan berhasil.1 Proses ini terjadi ketikabahan pengoksidasi bereaksi dengan bahanorganik pada resin komposit. Selama prosesawal pemutihan komponen cincin karbondengan pigmentasi tinggi akan terbuka danberubah menjadi rantai yang berwarna lebihterang. Dari hasil penelitian ini terlihat bahwaaplikasi hidrogen peroksida sebagai bahanpemutih pada resin komposit akan mengurangiskor warna resin komposit, dari gelap menjadilebih terang.

Hasil yang sama juga didapatkan olehpeneliti sebelumnya. Ameri et al (2010)melaporkan bahwa terjadi perubahan warnayang bermakna pada resin kompositmikrohibrid setelah diputihkan dengankarbamid peroksida 15%.4

Ada beberapa faktor yangmempengaruhi perubahan warna pada prosespemutihan, yaitu pembersihan permukaanyang akan diaplikasikan, konsentrasi hidrogenperoksida, waktu pemutihan, dan isolasi

Tabel 1. Perbedaan Rerata Skor Perubahan Warna Resin Komposit Mikrohibrid Setelah DiaplikasikanHidrogen Peroksida 15%

Kelompok nRerata Skor

pAwal Akhir

Kelompok resin komposit mikrohibrid dengan pengaplikasianhidrogen peroksida 15% 20 9 7 .000*

*terdapat perbedaan yang bermakna uji t berpasangan

Page 9: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

681

lingkungan.1 Pada penelitian ini, warna awalresin komposit mikrohibrid adalah A3. Setelahdiaplikasikan bahan pemutih gigi hidrogenperoksida 15%, warna resin kompositmikrohibrid berubah menjadi D2 dan terlihatlebih terang. Perubahan warna resin kompositmikrohibrid mengalami kenaikan sebanyak 5tingkat. Semakin lama waktu aplikasi bahanpemutih gigi maka akan didapatkan warnayang lebih terang dari sebelumnya. Walaupunkonsentrasi hidrogen peroksida yangdigunakan hanya 15%, akumulasi waktupengaplikasian bahan pemutih cukup panjang,yaitu 200 menit (20 menit per hari selama 10hari).

KESIMPULANBahan pemutih gigi hidrogen peroksida

15% dapat mengubah warna resin kompositmikrohibrid menjadi lebih terangdibandingkan warna sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA1. Goldstein RE, Garber DA. Complete

Dental Bleaching. Hongkong:Quintessence Publishing. 1995.

2. Powers JM, Sakaguchi RL. Craig’sRestorative Dental Materials. 13th Ed.Missouri: Mosby Inc. 2013; 213–234.

3. Powers JM. Dental Materials Propertiesand Manipulation. 9th Ed. Missouri:Mosby Inc. 2008; 69–93.

4. Ameri H, Chasteen JE, Ghavahmnasiri M,Torkzadeh M. Effect of A BleachingAgent on The Color Stability of AMicrohybrid Resin Composite. Rev ClinPseq Odontol 2010;6(3):215–221.

5. Turker SB, Mandali G, Bugurman B,Sener ID, Alkumru HN. Color Stability ofDifferent Composite Resin MaterialsBleached with Three Bleaching Agents.Marmara Dental Journal 2013;1:9–15.

6. Al-Jubouri SH. The Effect of Bleachingon The Color Stability and Microhardnessof Tooth-Colored Restorative Materials.Al-Rafida in Dent J 2013;13(2):184–191.

7. Ameida LCAG. Clinical Evaluation ofThe Effectiveness of Different BleachingTherapies in Vital Teeth. Int JPeriodontics Restorative Dent2012;32:303–309.

8. Pruthi G, Jain V. Effect of Bleaching onColor Changes and Topography ofComposite Restorations. InternationalJournal of Dentistry 2010;1–7.

9. Wattanapayungkul P, Yap AUJ. Effect ofin-Office Bleaching Products on SurfaceFinish of Tooth-Colored Restoration.Operative Dentistry Journal2003;28(1):15–19.

Page 10: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

682

PERAWATAN PSEUDO MALOKLUSI KLAS IIIPADA MASA GIGI BERCAMPUR

(LAPORAN KASUS)

Hilda Fitria Lubis

Departemen OrtodonsiaFakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

ABSTRAKPseudo maloklusi Klas III biasanya ditandai dengan hubungan skeletal Klas I atau Klas III ringan,gigi insisivus maksila yang retroklinasi dengan posisi gigi insisivus bawah yang tegak pada tulangbasal, gigi insisivus yang berada pada hubungan edge to edge saat relasi sentrik, dan gigitan silanganterior pada oklusi sentrik. Perawatan dini pada kasus pseudo maloklusi Klas III sangatdirekomendasikan dikarenakan untuk mencegah maloklusi menjadi lebih parah. Berbagai teknikperawatan dapat digunakan dalam mengatasi pseudo maloklusi Klas III pada masa gigi bercampursalah satunya dengan inverted labial bow. Pasien laki-laki berusia 10 tahun datang ke departemenOrtodonti RSGMP FKG USU dengan keluhan utama gigi atas depan masuk ke belakang gigi bawah.Perubahan hasil perawatan diperoleh dalam waktu 3 bulan dengan menggunakan piranti invertedlabial bow. Piranti ini mudah dibuat, efisien dan dapat ditoleransi baik oleh pasien.

Kata kunci: pseudo maloklusi Klas III, inverted labial bow, masa gigi bercampur

ABSTRACTPseudo Class III malocclusion normally indicated along with class I skeletal or mild class III skeletal,retroclination of maxilla incisor with mandible incisor in upright position at the basal bone, incisors atthe edge to edge relation during centric relation and anterior crossbite during centric occlusion. Earlytreatment for pseudo Class III malocclusion is recommended to prevent worsen of malocclusion.There are various of treatment technique that can be used to overcome pseudo Class III malocclusionduring mixed dentition period. One of the treatment is by using inverted labial bow. A boy aged 10came to department of orthodontics RSGMP FKG USU with a chief complaint of his maxillaryanterior teeth located behind the mandible anterior teeth. There was a change result treatment usinginverted labial bow appliance for 3 months. This appliance is easy to make, efficient and able totolerate by patient.

Key words: pseudo Class III malocclusion, inverted labial bow, mixed dentition

Page 11: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

683

PENDAHULUANKetika berhadapan dengan maloklusi

Klas III, kebingungan dapat timbul karena tigatipe maloklusi dapat memiliki penampilanyang sama seperti maloklusi Klas III skeletalyang sebenarnya, crossbite anterior sederhana,dan pseudo maloklusi Klas III. Masing-masingmemiliki etiologi berbeda yang membedakanketiga jenis maloklusi tersebut. Tipe pertamamaloklusi Klas III skeletal yang sebenarnya(true skeletal) menurut Angle (1990) bahwaposisi gigi molar pertama bawah terletak lebihke mesial daripada gigi molar pertama atas.Hal ini terjadi karena diskrepansi skeletal yangditandai dengan mandibula prognasi danmaksila normal, maksila retrognasi danmandibula normal atau kombinasi maksilaretrognasi dan mandibula prognasi. Komponendental biasanya ditandai dengan gigi insisivusmaksila proklinasi dan gigi insisivusmandibula retroklinasi untuk mendapatkankompensasi dentoalveolar. Tipe keduamaloklusi Klas III, crossbite anteriorsederhana merupakan satu atau lebih gigiinsisivus maksila linguoversi tanpa adanyapergerakan mandibula ke depan atauketerlibatan komponen skeletal. Tipe ketigapseudo maloklusi Klas III, menurut Moyers(1982) pseudo maloklusi Klas III merupakanhubungan rahang yang tidak tepat karenagangguan pola refleks neuromuskular saatpenutupan mandibula. Pseudo maloklusi KlasIII biasanya ditandai dengan hubungan skeletalKlas I atau Klas III ringan, gigi insisivusmaksila retroklinasi dengan posisi gigiinsisivus mandibula tegak pada tulang basal,saat relasi sentrik gigi insisivus berada padahubungan edge to edge, dan saat oklusi sentrikterjadi crossbite anterior. Graber et al (1997)menghubungkan gangguan pada gigi insisivusmaksila retroklinasi dan gigi insisivusmandibula proklinasi. Selama penutupanrahang untuk mendapatkan interkuspalmaksimum, gigi insisivus maksila yangberinklinasi ke arah lingual dan meluncur kepermukaan lingual dari gigi insisivusmandibula yang bertujuan mencegahtraumatik gigi insisivus dan membawa gigiposterior ke oklusi sentrik. Hal ini akanmenghasilkan pergeseran ke depan darimandibula dan terjadi crossbite anterior.1-5

Ketika merawat kasus pseudo maloklusiKlas III, tujuan utama perawatan adalaheliminasi gangguan insisal. Perawatanortodonti harus dilakukan sesegera mungkin

untuk menghindari efek samping daripertumbuhan skeletal wajah. Perawatan dapatdengan piranti lepasan atau cekat. Turley(1993) merekomendasikan untuk mengatasikasus tersebut dengan perawatan ortopedik,yaitu ekspansi palatal dan protraksi headgear.Tsai menyarankan penggunaan rapid palatalexpansion dan piranti edgewise standar untukmerawat crossbite anterior pada pasien berusia7 tahun. Rabie dan Gu (2000) telahmenjelaskan metode sederhana untukperawatan dini pseudo maloklusi Klas III padamasa gigi bercampur dengan piranti cekat.6,7

Laporan kasus ini bertujuan untukmenggambarkan sebuah cara untuk merawatmaloklusi pseudo Klas III denganmenggunakan piranti inverted labial bow yangdimodifikasi seperti yang digambarkan olehWang pada tahun 1996.8

LAPORAN KASUSAnak laki-laki berusia 10 tahun datang

ke dokter gigi dengan keluhan gigi depan atasmasuk ke belakang gigi bawah. Padapemeriksaan ekstraoral, bentuk wajahleptoprospec dengan profil wajah cembung(Gambar 1).

Gambar 1. Foto profil sebelum perawatan

Pada pemeriksaan intraoral dijumpaicrossbite anterior, jumlah gigi lengkap, kariespada beberapa gigi, gingiva yang sehat,frenulum labial normal, palatum normal(37%). Pasien menelan dengan normal,penutupan mulut, bibir menutup normal, dantidak memiliki kelainan sendi rahang (Gambar2).

Pada pemeriksaan model dijumpai relasimolar pertama gigi permanen kanan dan kiriKlas III 1 P Angle, garis median normalmaksila dan mandibula, overjet (-) 5 mm,overbite (+) 5 mm (Gambar 3).

Page 12: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

684

Gambar 2. Foto intraoral sebelum perawatan

Gambar 3. Model studi sebelum perawatan

Pemeriksaan radiografi sefalometrimenunjukkan relasi rahang Klas III skeletal,konveksitas wajah skeletal cekung, rotasimandibula berlawanan arah jarum jam, polapertumbuhan wajah horizontal, inklinasiinsisivus maksila normal, inklinasi insisivusmandibula proklinasi, dan kedudukan bibiratas dan bawah di depan garis estetis, semuabenih gigi lengkap (Gambar 4 dan Tabel 1).

Gambar 4. Rongent foto sebelum perawatan

Tabel 1. Hasil Pengukuran Radiografi Sefalometri

Jenis PengukuranSefalometri

Hasil PengukuranSefalometri

Skeletal

SNA° 89°SNB° 91°ANB° -2°NAPog 1°MP:SN° 19°NSGn° 53°Pog:NB 1°

Dental

I:I 109°I:SN° 127°I:MP° 103°

I:APog° mm 1,1I:NB mm 1,2

RENCANA PERAWATANPerawatan dengan alat ortodontik

lepasan rahang atas sistem plat. Pada rahangatas menggunakan inverted labial bow (ϕ = 0,9mm) dan Z-spring (ϕ = 0,6 mm) untukmendorong gigi 11, 12, dan 21 ke arah labial,dan klamer Adam’s (ϕ = 0,7 mm) pada gigimolar pertama permanen sebagai retensi(Gambar 5).

Page 13: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

685

Gambar 5. Piranti ortodonti: A. Inverted labialbow dengan Z–spring, B. Invertedlabial bow di okludator

KEMAJUAN PERAWATANTahap pertama dibuat gigitan kerja

maksila dan mandibula dalam posisi edge toedge kemudian ditanam dalam okludator.

Piranti lepasan terdiri dari inverted labial bow,Z-spring pada gigi insisivus atas untukmendorong ke labial, dan klamer Adam’s padagigi molar pertama permanen maksila untukretensi. Pasien diinstruksikan untukmenggunakan piranti sepanjang hari, kecualisaat makan. Instruksi kebersihan mulutdiberikan, dan piranti diperiksa dan diaktivasisetiap 2 minggu.

Setelah tiga bulan perawatan dijumpaicrossbite anterior telah terkoreksi, overjet danoverbite menjadi 1 mm, perubahan relasimolar kanan dan kiri menjadi Klas III ¼ PAngle. Profil wajah pasien tetap sepertisebelum perawatan. Perawatan akan terusdilakukan sampai keempat gigi insisivuspermanen atas dan bawah telah erupsisempurna dengan overjet dan overbite yangnormal (2–3 mm) serta relasi molar kanan dankiri menjadi Klas I Angle (Gambar 6 dan 7)

PEMBAHASANBanyak penulis telah menyarankan

perawatan dini terhadap maloklusi Klas IIIyang melibatkan komponen dental danskeletal, cenderung akan menjadi burukseiring bertambahnya usia. Mereka percayabahwa perawatan dengan intervensi dinimerupakan sebuah keuntungan pada masa gigibercampur, begitu juga pada masa gigi

Gambar 6. Foto intraoral setelah tiga bulan perawatan

Gambar 7. Model studi setelah tiga bulan perawatan

A.

B.

Page 14: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

686

desidui. Keuntungannya meliputi mengoreksicrossbite anterior sehingga terjadiperkembangan basis dental yang normal danpertumbuhan skeletal yang baik. Selanjutnya,dapat mencegah kebiasaan seperti bruksism,mengeliminasi traumatik oklusi, danmengurangi lamanya waktu perawatan denganpiranti cekat. Waktu optimum perawatan yangdisarankan adalah saat usia 6–10 tahun.9

Beberapa klinisi masih menghindarikoreksi dini dari pseudo Klas III pada masagigi desidui karena stabilitas yang buruk danpengalaman yang kurang baik terhadapkooperatif pasien usia muda. Sebelummemulai perawatan beberapa praktisi memilihuntuk menunggu sampai gigi insisivus maksilapermanen erupsi oleh karena kecenderunganfisiologi gigi untuk erupsi di posisi lebih kelingual selama perkembangan lengkung gigi.10-

12

Berbagai terapi yang disarankan untukmengoreksi crossbite anterior serta masalahskeletal pada pasien muda termasuk terapifacemask, chincaps, dan piranti fungsional.Perawatan alternatif lainnya termasuk piranticekat dan/ atau lepasan, merupakan metodeyang efektif untuk mengoreksi malrelasi gigiinsisivus Klas III. Piranti inverted labial bowyang digunakan pada kasus ini telah terbuktisangat efektif pada kasus maloklusi Klas IIIyang tidak berat, dan jika sudut ANB lebihdari -3°, membutuhkan bedah ortognatik.Ketika mandibula menutup, gaya piranti inimengarah ke lingual dan melawan gigianterior bawah, dan Z-spring melawan gigianterior atas sehingga menghasilkanpergerakan yang resiprokal. Pengalaman klinismenunjukkan bahwa piranti nyaman danmudah diadaptasikan dan diterima oleh pasienmuda. Kerugiannya adalah keberhasilan dariperawatan akan tergantung pada kooperatifpasien.11

Jika tidak segera dirawat akan terjadipeningkatan panjang maksila dan mandibulayang mengindikasikan maloklusi Klas IIIskeletal akan memburuk. Perawatan interseptifyang dini sangat penting pada masa gigibercampur dan setelah selesai perawatan,retensi, piranti sebaiknya digunakan untukmempertahankan stabilitas hasil perawatan.12

KESIMPULANInverted labial bow merupakan salah

satu alternatif perawatan dalam mengatasikasus maloklusi pseudo Klas III. Perawatan

dini dalam perawatan maloklusi pseudo KlasIII dapat membantu mengeliminasi pergerakanmandibula yang salah, sehingga mencegahmaloklusi yang lebih parah dan jugamengeliminasi traumatik okulsi.

DAFTAR PUSTAKA1. Albarakati SF. Treatment of A Pseudo

Class III Relationship in The MixedDentition: A Case Report. Saudi DentalJournal 2007;19(2):119–125.

2. Angle EH. Treatment of Malocclusion ofTeeth and Fractures of The Maxilla:Angle’s System. 6th Ed. Philadelphia: SSWhite Dental Manufacturing. 1990.

3. Guyer EC, Ellis EE, McNamara JA,Behrents RG. Component of Class IIIMalocclusion in Juveniles andAdolescents. Angle Orthod 1986;56:7–30.

4. Moyers RE. Handbook of Orthodontics.4th Ed. Chicago: Year Book. 1982; 410–415.

5. Graber TM, Rakosi TH, Petrovic AG.Dentofacial Orthodontics with FunctionalAppliance. 2nd Ed. St Louis: Mosby.1997; 462–470.

6. Turley PT. Early Management of TheDeveloping Class III Malocclusion. AustOrthod J 1993;13:19–22.

7. Rabie AB, Gu Y. Diagnostic Criteria forPseudo Class III Malocclusion. Am JOrthop 2000;117:1–9.

8. Wang F. Inverted Labial Bow Appliancefor Class III Treatment. JCO 1996;487–492.

9. Grim SE. Treatment of A Pseudo ClassIII Relationship in The Primary Dentition:A Case History. J Dent Child 1991;484–488.

10. Negi KS, Sharma KR. Treatment ofPseudo Class III Malocclusion byModified Hawley Appliance withInverted Labial Bow. J Indian Soc PedodPrev Dent 2011;29(1):57–61.

11. Mahajan N, Bansal S, Garg P. EarlyInterception of Anterior Crossbite inMixed Dentition Period: Two CaseReports. J Indian of Dent Sci2013;4(5):113–115.

12. Irena J, Andra L. Anterior CrossbiteCorrection in Primary and MixedDentition with Removable Inclined Plane.Baltic Dent and Maxilofacial J2008;10:140–144.

Page 15: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

687

PENGARUH KOPI ARABIKA (Coffea arabica) DAN KOPI ROBUSTA (Coffea canephora)TERHADAP VISKOSITAS SALIVA SECARA IN VITRO

Santi Chismirina, Ridha Andayani, Rosdiana Ginting

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala

ABSTRAKKopi Arabika dan kopi Robusta adalah jenis kopi yang banyak dikonsumsi masyarakat Aceh yangmengandung asam klorogenat dan asam trigonelin. Kopi Arabika memiliki pH yang lebih asamdibandingkan dengan kopi Robusta. pH dapat berpengaruh terhadap viskositas saliva. Penelitian inidilakukan untuk mengetahui pengaruh kopi Arabika dan kopi Robusta terhadap viskositas saliva.Kelompok perlakuan terdiri dari kopi Arabika, kopi Robusta, dan akuades sebagai kelompok kontrol.Masing-masing larutan yang dipaparkan dengan saliva buatan diukur viskositasnya denganmenggunakan viskometer Ostwald. Viskositas rata-rata masing-masing larutan adalah 0,0008213 Ns/m2 untuk kelompok kontrol, 0,0008319 N s/m2 untuk kopi Arabika, dan 0,0008689 N s/m2 untukkopi Robusta. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis One WayANOVA kemudian dilakukan uji lanjut dengan menggunakan analisis Post Hoc Test. Hasil analisismenunjukkan ada perbedaan signifikan p<0,05 antara akuades, kopi Arabika, dan kopi Robusta. Hasiluji lanjut menunjukkan bahwa kopi Robusta yang dipaparkan dengan saliva buatan lebih tinggiviskositasnya dibandingkan akuades dan kopi Arabika. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwaviskositas kopi Robusta terhadap viskositas saliva lebih kental dibandingkan kopi Arabika.

Kata kunci: Kopi Arabika, kopi Robusta, viskositas saliva

ABSTRACTAcehnese people commonly consume Arabica and Robusta coffee. Both of this coffee containschlorogenic acid and trigonelin acid. Arabica coffee has more acidic pH than Robusta coffee. pH canaffect the viscosity of saliva. This study was conducted to determine the effect of Arabica andRobusta coffee to viscosity of saliva. The treatment group consisted of Arabica, Robusta coffee, andaquadest as a control group. Each solution was presented by artificial saliva and viscosity measuredusing Ostwald viscometer. The viscosity mean of each solution was 0.0008213 N s/m2 for controlgroup, 0.0008319 N s/m2 for Arabica coffee, and 0.0008689 N s/m2 for Robusta coffee. The dataobtained was analyzed using One Way ANOVA analysis then further tested using analysis of PostHoc Test. The analysis showed significant differences p<0.05 between the aquadest, Arabica coffee,and Robusta coffee. Further test results showed that the Robusta coffee was exposed by artificialsaliva was higher than the viscosity of aquadest and Arabica coffee. The conclusion of this study isRobusta coffee viscosity to saliva viscosity thicker than Arabica coffee.

Key words: Arabica coffee, Robusta coffee, saliva viscosity

Page 16: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

688

PENDAHULUANSaliva merupakan cairan kompleks

dalam mulut yang mengandung protein,hormon, antibodi, mineral, dan ion-ion tubuhlainnya. Saliva tersebut dapat dihasilkan olehkelenjar saliva mayor dan minor yang ada didalam rongga mulut.1-4 Saliva berfungsi untukmembantu pencernaan makanan dan jugamembantu menjaga keseimbangan ronggamulut. Hampir 90% saliva dihasilkan pada saatmakan akibat adanya rangsangan yang dapatberupa pengecapan dan pengunyahan.1

Makanan tidak hanya mempengaruhi volumeatau jumlah saliva yang dihasilkan, tetapi jugamempengaruhi tingkat keasaman (pH) danviskositas saliva itu sendiri.1,4

Viskositas adalah suatu ukuran yangmenyatakan kekentalan suatu cairan.5 Nilainormal viskositas saliva manusia adalah 2,75–15,51 centipoise.6 Viskositas sangatdipengaruhi oleh musin karena adanyaglikoprotein bermolekul tinggi di dalamnya.Musin ini berasal dari sel-sel asinar kelenjarsaliva dan tidak dijumpai di dalam sel-selasinar serosa dan sel-sel asinar duktus. Padakeadaan istirahat, viskositas saliva dalamkeadaan kental sehingga dapat mengalir danbertahan cukup lama di dalam rongga mulut.Sementara itu pada keadaan mulut berfungsi,viskositas saliva dalam keadaan encersehingga dapat memberikan lubrikasi yangbaik di dalam rongga mulut.7

Berdasarkan hasil penelitian yangdilakukan oleh Affianti (2010) menyatakanbahwa jus apel memiliki peranan yang palingbesar dalam menurunkan viskositas saliva.Rangsangan berupa asam akan merangsangsekresi saliva dalam jumlah yang tinggimenyebabkan saliva menjadi lebih encer(viskositas saliva rendah).8 Penelitianselanjutnya yang dilakukan Sari (2008)menunjukkan bahwa terjadi penurunan yangbermakna pada nilai viskositas saliva setelahmengkonsumsi air madu.7

Salah satu kebiasaan masyarakatIndonesia adalah mengkonsumsi kopi. Kopisebagai minuman ringan memiliki berbagaikhasiat untuk kesehatan dan hal ini telahdibuktikan dari penelitian-penelitian yangpernah dilakukan, termasuk terhadapkesehatan gigi dan mulut.9 Penelitian yangdilakukan oleh Ferrazano et al (2009)menyatakan bahwa kopi mengandung turunandari asam hidroksinamis diantaranya kafein,klorogenik, coumarin, ferulin, asam sinapik,

flavonoid, dan polifenol.10 Hasil penelitian lainmenunjukkan bahwa kopi yang telahdilarutkan di dalam air masih menyisakankandungan asam, yaitu asam klorogenik danasam trigonelin yang semula 7,60% dan 1,70%menjadi 0,80% dan 0,29%.11,12

Kandungan kafein pada kopi Arabika0,8–1,5% dan pada kopi Robusta 1,6–2,5%(kopi mentah) sehingga kedua jenis kopitersebut diduga mempengaruhi viskositassaliva.12 Kebiasaan minum kopi dapatmenyebabkan perubahan pada pH salivakarena kopi mengandung zat asam. Umumnyakopi Arabika memiliki pH lebih rendahdibandingkan kopi Robusta. Kopi Arabikamemiliki pH sekitar 4,85–5,15 dan kopiRobusta memiliki pH 5,25–5,40.13

Berdasarkan hal tersebut maka dilakukanlahpenelitian untuk mengetahui pengaruh kopiArabika (Coffea arabica) dan kopi Robusta(Coffea canephora) terhadap viskositas salivasecara in vitro.

BAHAN DAN METODEPenelitian yang bersifat eksperimental

laboratoris ini di Laboratorium Teknik KimiaFakultas Teknik Universitas Syiah Kuala.Pada penelitian ini bahan yang digunakanterdiri dari kopi Arabika, kopi Robusta, salivabuatan (formula McDoughall), masker, sarungtangan, tisu, kertas label, dan akuades,sementara itu alat yang digunakan adalahneraca analitik, viskometer Ostwald, gelasukur, gelas kimia, termostat, stopwatch,termometer, blender, piknometer, timbangananalitik, dan saringan kopi.

Tahapan pertama yang dilakukan dalampenelitian ini adalah pembuatan bubuk kopimenjadi larutan yang dilakukan dengan caramenyeduh 10 g bubuk kopi ke dalam 150 mlair mendidih (95 °C). Kemudian pisahkanampas kopi dengan menggunakan sebanyak 10ml larutan kopi yang akan dipaparkan dengansaliva buatan.14-16

Pada tahapan kedua dilakukanpemaparan saliva buatan dengan larutan kopiArabika (kelompok I), kopi Robusta(kelompok II), dan akuades sebagai kelompokkontrol (kelompok III), masing-masingsebanyak 10 ml. Viskositas saliva yang diukuradalah pada waktu 100 detik untuk masing-masing kopi setelah dipaparkan dengan salivabuatan.

Pengukuran viskositas salivamenggunakan viskometer Ostwald merupakan

Page 17: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

689

tahap akhir dari proses penelitian ini.Pengukuran dilakukan dengan caramembersihkan terlebih dahulu viskometer laluviskometer Ostwald diletakkan dalamtermostat pada posisi vertikal kemudian dijepitdengan klem pada statif (Gambar 1).

Gambar 1. Viskometer Ostwald 17

Selanjutnya dimasukkan akuades yangsudah dipaparkan dengan saliva buatan kedalam A. Biarkan viskometer dan isinya dalamtermostat selama 10 menit untuk mencapaisuhu yang dikehendaki. Kemudian dengancara menghisap atau meniup, akuades dibawake B sampai melewati garis m. Lalu akuadesdibiarkan mengalir secara bebas sampai batasgaris n dan dicatat waktu yang diperlukancairan mengalir dari garis m ke n denganmenggunakan stopwatch. Setiap pengukurandilakukan sebanyak 3 kali.

Analisis data yang digunakan untukmengetahui pengaruh kopi Arabika dan kopiRobusta terhadap viskositas saliva digunakanOne Way ANOVA, sedangkan untukmembandingkan pengaruh kedua jenis kopitersebut digunakan analisis Post Hoc Test.

HASIL PENELITIANHasil uji pengaruh kopi Arabika (Coffea

arabika) dan kopi Robusta (Coffea canephora)

terhadap viskositas saliva dapat dilihat padaTabel 1.

Dari hasil pengukuran viskositas salivamenggunakan viskometer Ostwald (Tabel 1)terlihat bahwa kopi Robusta yang dipaparkandengan saliva buatan memiliki nilai rata-ratalebih tinggi, yaitu 10,64 detik dibandingkandengan akuades yang dipaparkan dengansaliva buatan dan kopi Arabika yangdipaparkan dengan saliva buatan, selanjutnyadata hasil pengukuran viskositas tersebutdigunakan untuk mengetahui viskositas salivadengan menggunakan persamaan rumusviskositas.

Berdasarkan hasil perhitunganviskositas saliva didapatkan nilai viskositasdari ketiga kelompok seperti yang terlihat padaTabel 2.

Tabel 2. Hasil Perhitungan Viskositas Saliva

Bahan Uji Viskositas (N s/m2)

Akuades + Saliva 0,0008213

Kopi Arabika + Saliva 0,0008319

Kopi Robusta + Saliva 0,0008689

Jumlah rata-rata perhitungan viskositassaliva pada kelompok kontrol akuades yangdipaparkan dengan saliva buatan adalah0,0008213 N s/m2, sedangkan jumlah rata-ratapengukuran pada kelompok perlakuan kopiArabika (Coffea arabica) yang dipaparkandengan saliva buatan adalah 0,0008319 N s/m2

dan jumlah rata-rata pengukuran kopi Robusta(Coffea canephora) yang dipaparkan dengansaliva buatan adalah 0,0008689 N s/m2.

Hasil uji statistik menggunakan OneWay ANOVA (Tabel 3) menunjukkan bahwakopi Arabika (Coffea arabica) dan kopiRobusta (Coffea canephora) berpengaruhterhadap viskositas saliva.

Tabel 1. Hasil Pengukuran Viskositas Saliva Menggunakan Viskometer Ostwald

Bahan UjiWaktu Pengukuran (detik) Rata-Rata

(detik) ρP1 P2 P3

Akuades + Saliva 9,24 9,91 9,57 9,57 1,0004

Kopi Arabika + Saliva 9,91 9,81 9,81 9,84 0,9852

Kopi Robusta + Saliva 10,55 10,7 10,67 10,64 0,9520*P1, P2, P3: pengukuran pertama, kedua, dan ketiga

Page 18: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

690

Tabel 3. Analisis Pengaruh Kopi Arabika dan Kopi Robusta terhadap Viskositas Saliva

No Bahan Uji N Viskositas Rata-Rata Standar Deviasi Nilai p

1. Akuades 3 8,17 0,29904

2. Kopi Arabika 3 8,31 0,04850 <0,05

3. Kopi Robusta 3 8,68 0,06463

PEMBAHASANBerdasarkan hasil uji lanjut Post Hoc

Test menunjukkan bahwa kopi Robusta(Coffea canephora) yang dipaparkan dengansaliva buatan memiliki viskositas lebih tinggi(saliva kental) dibandingkan dengan kopiArabika (Coffea arabica). Dari hasil ujiANOVA menunjukkan bahwa kopi Arabika(Coffea arabica) dan kopi Robusta (Coffeacanephora) berpengaruh terhadap viskositassaliva. Hal ini juga disebabkan karena adanyakomposisi senyawa-senyawa yang terkandungdi dalam kopi Arabika dan kopi Robusta, yaitukafein, trigonelin, asam klorogenik, lipid, dantanin.18,19

Dari hasil uji statistik Post Hoc Testtampak bahwa kopi Robusta (Coffeacanephora) yang dipaparkan dengan salivabuatan memiliki viskositas lebih tinggi (salivakental) dibandingkan dengan kopi Arabika(Coffea arabica) yang dipaparkan dengansaliva buatan yang memiliki viskositas lebihrendah (saliva encer). Hal ini disebabkan olehkarena jumlah atau komposisi senyawa-senyawa yang terkandung di dalam kedua kopiberbeda-beda. Kopi Arabika memilikikandungan trigonelin (0,3–0,9%), asamklorogenik (5–7,5%), lipid (15–17%), dantanin (2,9%), sedangkan kopi Robustamemiliki kandungan trigonelin (0,6–1,3%),asam klorogenik (7,0–10,5%), lipid (10–11,5%), dan tanin (3,1%).19 Diduga karenakandungan di kopi Arabika lebih sedikit makamengakibatkan kopi Arabika lebih asamsehingga mengakibatkan viskositas salivamenjadi lebih encer. Viskositas saliva yangtinggi (saliva kental) dapat menyebabkan lajualiran saliva rendah sehingga dapatmenyebabkan penumpukan sisa-sisa makananyang pada akhirnya dapat menyebabkankaries, sedangkan viskositas yang rendah(saliva encer) akan meningkatkan laju aliransaliva sehingga didapatkan efek self cleansingyang baik yang dapat mengurangi risikoterjadinya karies gigi.20

Berdasarkan hasil penelitian yangdilakukan oleh Affianti (2010) menyatakan

bahwa rangsangan berupa asam akanmerangsang sekresi saliva dalam jumlah tinggimenyebabkan saliva menjadi lebih encer(viskositas saliva rendah).8 Menurut hasilpenelitian Maulida dan Rani (2010)menunjukkan bahwa saat diberikan suhu yangtinggi (dipanaskan) maka nilai viskositastersebut akan menurun dan akan menjadiencer.21

Nilai viskositas dan pH merupakanfaktor-faktor di dalam saliva yang dapatmempengaruhi aktivitas karies gigi. Viskositassaliva berperan dalam kemampuan salivamembersihkan sisa-sisa makanan dari dalamrongga mulut. Hal ini akan menentukankeefektifan saliva dalam mengurangi waktukontak antara karbohidrat dengan gigi.Sementara pH berperan dalam menentukankeasaman lingkungan rongga mulut. Keduahal ini secara tidak langsung akanmempengaruhi kekuatan dari fungsi pelindungsaliva terhadap faktor-faktor yangmenyebabkan karies gigi.7

KESIMPULANBerdasarkan hasil penelitian ini dapat

disimpulkan bahwa kopi Arabika (Coffeaarabica) dan kopi Robusta (Coffea canephora)berpengaruh terhadap viskositas saliva denganpengaruh kopi Robusta (Coffea canephora)terhadap viskositas saliva lebih signifikandibandingkan dengan kopi Arabika (Coffeaarabica).

DAFTAR PUSTAKA1. Soesilo D, Santoso RE, Diyatri I. Peranan

Sorbitol dalam MempertahankanKestabilan pH pada Proses PencegahanKaries. Maj Kedokteran Gigi (Dent J)2005;38:25–28.

2. Puspairi A. Analisis Spekel Akustooptikpada Biofilm Saliva Buatan denganMedia Akrilik.

3. Rahayu FS, Handajani J. MengkonsumsiMinuman Beralkohol Dapat MenurunkanDerajat Keasaman dan Volume Saliva.

Page 19: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

691

Dentika Dental Journal 2010;15(1):15–19.

4. Ilyas M, Yusri M. Perbedaan KadarKalsium dalam Saliva Sebelum danSesudah Mengkonsumsi MinumanRingan yang Mengandung AsamBikarbonat. J Dentofasial 2007;6(2):111–115.

5. Yazid S. Kimia Fisika untuk Paramedis.Jakarta: Penerbit Andi. 2005; 102–111.

6. Preetha A, Banerjee R. Comparison ofArtificial Saliva Subtitutes. TrendsBiomater Artif Organs 2005;18(2):178.

7. Sari CP. Perbandingan Nilai Viskositas,pH, dan Kapasitas Dapar Saliva SetelahMengkonsumsi Air Madu dan Air GulaSukrosa. Fakultas Kedokteran Gigi.Universitas Indonesia. Skripsi 2008.

8. Affianti HS. Viskositas Saliva Sebelumdan Setelah Mengunyah Buah Apel danMinum Jus Apel pada Mahasiswa FKGUSU Angkatan 2006-2007. FakultasKedokteran Gigi. Universitas SumateraUtara. Skripsi 2010.

9. Maughan RJ, Griffin J. Caffeine Ingestionand Fluid Balance: A Review. J HumanNutrition Dietetics 2003;16:411–420.

10. Ferrazano GT, Ivan A, Anielo L, NataleDA, Pollio A. Anti-Cariogenic Effects ofPolyphenols From Plant StimulantBeverages (Cocoa, Coffee, Tea).Fitoterapia 2009;80:255–262.

11. Mulato S. Pelarut Biji Kopi Robustadengan Kolom Tetap MenggunakanPelarut Air. PPKKI 2004; 97–109.

12. Rahayu T. Optimasi Fermentasi CairanKopi dengan Inokulan Kultur Kombucha(Kombucha Coffee). Jurnal PenelitianSains dan Teknologi 2007;8(1):15–29.

13. Ginz M, Hartmut HB, Bradbury GW,Maier GH. Formation of Aliphatic Acidsby Carbohydrate Degradation DuringRoasting of Coffee. European FoodResearch & Technology 2000; 404–410.

14. Meryana E. Analisis Daya Saing KopiRobusta Indonesia di Pasar KopiInternasional. Program Studi ManajemenAgribisnis. Fakultas Pertanian. InstitutPertanian Bogor. Skripsi 2007.

15. Hendriayana A. Viskositas dan TenagaPengaktifan Aliran. Laboratorium IlmuKimia. Fakultas Matematika dan IlmuPengetahuan Alam. Universitas NegeriSemarang. Laporan Praktikum 2005.

16. Cara Membuat Kopi Enak.www.kopijavalorek.com/2012/11/cara-membuat-kopi-enak.html. di unduhtanggal 2 April 2013.

17. http://www.kaskus.us/showthread.php?t=9208630. di unduh tanggal 2 April 2013.

18. Cara Menyeduh Kopi.www.kopiluwaknusantara.com/tag/cara-menyeduh-kopi. di unduh tanggal 2 April2013.

19. Mulyani D. Penetrasi Minuman KopiUlee Kareng pada Elemen Gigi TiruanResin Akrilik. Program Studi KedokteranGigi. Fakultas Kedokteran. UniversitasSyiah Kuala. Skripsi 2012.

20. Haroen ER. Pengaruh StimulusPengunyahan dan Pengecapan TerhadapKecepatan Aliran dan pH Saliva. JKGUI2002;9(1):29–34.

21. Maulida RH, Rani E. AnalisisKarakteristik Pengaruh Suhu danKontaminan Terhadap Viskositas OliMenggunakan Rotary Viscometer. JNeutrino 2010;1(3):28–29.

Page 20: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

692

ANTIBIOTIK DALAM DUNIA KEDOKTERAN GIGI

Hijra Novia Suardi

Departemen FarmakologiFakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala

ABSTRAKAntibiotik dalam bidang kedokteran gigi sangat luas digunakan baik untuk pengobatan infeksi(terapeutik) ataupun dengan tujuan profilaksis penyakit infeksi. Antibiotik yang banyak digunakandalam bidang kedokteran gigi adalah golongan penisilin seperti penisilin dan amoksisilin, makrolidaseperti klindamisin, golongan sefalosporin dan metronidazol. Hal ini sesuai dengan jenis bakteri yangsering menyebabkan infeksi odontogenik, yaitu bakteri Gram positif dan bakteri anaerob. Tingkatpenggunaan antibiotik secara empiris yang tinggi menimbulkan berbagai permasalahan sehinggadapat menyebabkan penggunaan antibiotik yang tidak rasional. Pemilihan antibiotik dan penyesuaiandosis obat harus dilakukan secara cermat dan tepat pada pasien-pasien khusus yang mengalamiperubahan farmakokinetik dan farmakodinamik, diantaranya pasien anak-anak dan usia lanjut, pasiendengan gangguan fungsi ginjal dan/ atau hati, serta pasien wanita yang sedang hamil atau menyusui.Insiden terjadinya resistensi terhadap antibiotik mulai terjadi peningkatan di berbagai bidangkesehatan belakangan ini, termasuk kedokteran gigi sehingga diperlukan perhatian khusus termasukdari para dokter gigi untuk menekan kejadian ini dengan menggunakan antibiotik secara tepat danbenar.

Kata kunci: antibiotik, kedokteran gigi, indikasi, resistensi

ABSTRACTAntibiotic in dentistry is very widely used as for the treatment of infection (therapeutic) or even withthe purpose of prophylaxis of infection diseases. The common antibiotic that is used by a dentist is thepenicillins such as penicillin and amoxicillin, macrolides such as clindamycin, cephalosporins andmetronidazole. This is consistent with the type of bacteria that often cause odontogenic infections areGram-positive bacteria and anaerobic bacteria. The antibiotic use level is high rise to variousproblems that can lead to irrational use of antibiotics. Selection of antibiotics and drug doseadjustment should be done carefully and precisely in patients specifically undergoing changespharmacokinetics and pharmacodynamics. Such patients include patients with children and theelderly, patients with impaired renal function or liver, as well as female patients who are pregnant orbreastfeeding.The incidence of antibiotic resistance began to increase in many areas of health lately,including dentistry that required special attention, including from the dentist to suppress these eventsby using antibiotics appropriately and correctly.

Key words: antibiotic, dentistry, indication, resistance

Page 21: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

693

PENDAHULUANKedokteran gigi merupakan suatu

bidang spesialisasi yang bertujuan untukmenangani infeksi gigi atau memulihkan danmerehabilitasi struktur gigi yang hilang akibatproses infeksi bakteri. Penggunaan antibiotikmerupakan salah satu bagian dari terapi doktergigi sehingga meresepkan antibiotikmerupakan hak istimewa yang dimiliki olehdokter gigi yang tidak boleh disalahgunakan.Penggunaan antibiotik yang tidak rasionalakan menyebabkan peningkatan beban pasiendan masyarakat dengan meningkatnya biayapengobatan, efek samping, dan juga risikoterjadinya resistensi antibiotik.Penyalahgunaan antibiotik telah dianggapsebagai masalah pandemi oleh WHO, dan dariberbagai laporan didapatkan bahwapenyalahgunaan antibiotik juga dilakukan olehdokter gigi.1 Karena itu, para dokter gigi haruslebih memperhatikan apa dan bagaimanamenggunakan antibiotik secara baik dan benar.

Pengobatan menggunakan antibiotikdimulai sejak ditemukannya zat kimiagolongan sulfa, penisilin, tetrasiklin, daneritromisin pada pertengahan abad ke-20.Semenjak itu, dilakukan banyak penelitianklinis dan farmakologis untuk menjawabberbagai tantangan atau masalah yang timbulberkenaan dengan antibiotik, diantaranyapertumbuhan infeksi bakteri yang meluas,penemuan patogen-patogen baru, munculnyaresistensi antibiotik, konsolidasi penyakit-penyakit baru, dan sebagainya.2

Antibiotik merupakan zat yangdihasilkan oleh suatu mikroorganisme (bakteri,fungi, aktinomicetes) yang dapat menghambatpertumbuhan mikroorganisme jenis lain.Pemakaian antibiotik sebagai terapi dasardalam penyakit infeksi harus dilakukan secarabijak dan rasional untuk menghindariterjadinya peningkatan resistensi antibiotikdan efek samping yang tidak diinginkan yangmenyebabkan penyakit infeksi akan semakinsulit diberantas. Obat yang digunakan untukmembasmi mikroba, penyebab infeksi padamanusia, ditentukan harus memiliki sifattoksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya,obat tersebut haruslah bersifat sangat toksikuntuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untukhospes.3

Sifat antibiotik berbeda satu denganlainnya. Aktivitasnya bergantung pada jenisbakteri yang menginfeksi. Berdasarkanperbedaan sifat spektrum kerjanya, antibiotik

diklasifikasikan menjadi: (1) spektrum sempit,dan (2) spektrum luas. Batas antara keduaspektrum ini sebenarnya tidak terlalu jelas.Secara garis besar perbedaan kedua kelompokini dapat dibedakan dengan contoh sebagaiberikut: contohnya, penisilin G, yaitu salahsatu antibiotik golongan penisilin sangat aktifterhadap bakteri-bakteri Gram positif, tetapitidak peka terhadap bakteri Gram negatif. Halini berkebalikan dengan streptomisin, suatuantibiotik golongan aminoglikosida yangsangat aktif terhadap bakteri Gram negatif,tetapi tidak peka terhadap bakteri Grampositif. Di lain pihak, cefotaksim, suatuantibiotik golongan sefalosporin, aktifterhadap beberapa bakteri Gram positif danbeberapa bakteri Gram negatif. Demikian puladengan tetrasiklin, antibiotik ini aktif terhadapbeberapa bakteri Gram positif maupun bakteriGram negatif. Dari contoh tersebut, penisilinG dan streptomisin dikelompokkan kedalamgolongan antibiotik spektrum sempit,sedangkan cefotaksim dan tetrasiklin termasukkelompok antibiotik spektrum luas. Meskipunsuatu antibiotik berspektrum luas, efektivitaskliniknya belum tentu seluas spektrumnyasebab efektivitas maksimal diperoleh denganmenggunakan obat terpilih untuk infeksi yangsedang dihadapi terlepas dari efeknya terhadapmikroba lain.3,4

Berdasarkan struktur kimianya,antibiotik dibedakan atas beberapa kelompok,yaitu: (1) betalaktam yang terdiri atasgolongan penisilin dan derivatnya,sefalosporin, karbapenem, dan monobaktam,(2) makrolida dan ketolid, (3) linkomisida, (4)metronidazol, (5) tetrasiklin, (6) kuinolon, (7)aminoglikosida, (8) vankomisin, (9)sulfonamid, (10) kloramfenikol.3,4

Antibiotik sering digunakan di bidangkedokteran gigi dengan berbagai indikasi,diperkirakan lebih kurang 10% dari semuaperesepan berhubungan dengan infeksi gigi.Kombinasi amoksisilin dan asam klavulanatmerupakan antibiotik yang paling seringdiresepkan oleh dokter gigi.5

TINJAUAN PUSTAKAHubungan Antara Kuman PenyebabInfeksi Gigi dengan Antibiotik

Secara umum kuman dikategorikandalam dua kelompok besar, yaitu: (1) kumanGram positif, dan (2) kuman Gram negatif.Kuman Gram positif dan negatif dibedakanmenjadi dua kelompok, yaitu kuman aerob dan

Page 22: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

694

anaerob.3 Kuman Gram positif aerob yangsering dihadapi di praktik adalah kumanStaphylococcus dan Streptococcus. KumanGram positif aerob ini sensitif terhadapantibiotik golongan penisilin, sefalosporin, daneritromisin. Kuman Gram positif anaerobseperti Clostridium tetani dan Clostridiumbotulinum peka terhadap antibiotik golonganpenisilin dan metronidazol. Kuman Gramnegatif aerob seperti Neisseria gonorrhoeae,Neisseria meningitidis, Klebsiella,Enterobacter, Escherichia coli, Pseudomonas,Salmonella, dan lainnya, dapat dilawan denganantibiotik seperti penisilin, tetrasiklin,kloramfenikol, dan sefalosporin. Sedangkankuman Gram negatif anaerob sepertiBacterioides dan Fusobacterium dapatdiberikan linkomisin dan klindamisin,metronidazol, serta kombinasi amoksisilin-asam klavulanat adalah antibiotik yang masihsensitif terhadap kuman-kuman ini.5,6

Kavitas oral memiliki berbagai jenismikroorganisme dan yang paling seringmenyebabkan infeksi odontogenik adalahStreptococcus dan kuman negatif anaerob,diantaranya Streptococcus alfa-haemolyticus,Streptococcus viridans, Peptostreptococcusspp, Prevotella intermedia, Porphyromonasgingivalis, Fusobacterium nucleatum, danGram negatif anaerob.6,7 Antibiotik oral yangefektif melawan infeksi odontogenik akibatmikroorganisme tersebut adalah antibiotikgolongan penisilin (penisilin, amoksisilin),makrolida (klindamisin, azithromisin daneritromisin), sefalosporin (cefadroksil), sertametronidazol.8

Penisilin adalah antibiotik yangmemiliki cincin betalaktam dan bersifatbakterisidal. Obat ini efektif melawansebagian besar bakteri Gram positif. Penisilindengan spektrum luas terhadap kuman Grampositif dan negatif antara lain amoksisilin danampisilin, tetapi aktivitasnya dapat dihambatoleh penisilinase dan betalaktamase. Karenaitu, kombinasi penisilin dengan bahanpenghambat enzim penisilinase seperti asamklavulanat dan sulbaktam menjadi salah satupilihan karena dapat mempertahankan aktivitasmelawan penisilinase dari streptococcus danbetalaktamase dari berbagai mikroba Gramnegatif sehingga memperluas spektrumkerjanya.3,9

Golongan makrolida memiliki aktivitasspektrum yang hampir sama dengan penisilin,terutama terhadap mikroba Gram positif

sehingga merupakan alternatif untuk pasien-pasien yang alergi penisilin dan resistenterhadap penisilin.8

Metronidazol merupakan antibiotikyang berguna dalam mengatasi berbagaiperadangan akibat protozoa dan bakterianaerob. Spektrum metronidazol terbatas padabakteri anaerob obligat dan beberapa bakterimikroaerofilik, dan paling efektif melawanbakteri anaerob Gram negatif yangbertanggung jawab pada peradangan orofasialakut dan periodontitis kronis. Kombinasimetronidazol dengan antibiotik betalaktampada peradangan oral diindikasikan untukperadangan orofasial akut yang serius danpada penatalaksanaan periodontitis agresif.2,8

Lamanya pemberian (durasi) antibiotikyang ideal adalah siklus tersingkat yangmampu mencegah relaps klinis danmikrobiologis. Sebagian besar infeksi akutakan sembuh dalam waktu 3–7 hari.6

Indikasi Penggunaan Antibiotik dalamKedokteran Gigi

Penggunaan antibiotik di bidangkedokteran gigi biasanya dilakukan secaraempiris, klinisi yang menggunakan antibiotiktersebut tidak mengetahui secara pastimikroorganisme penyebab infeksi karenajarangnya dilakukan kultur terhadap pus ataueksudat yang berasal dari jaringan gigi yangmengalami kelainan. Pemilihan antibiotikdidasarkan pada keadaan klinis dan dataepidemiologis bakteri yang ada sehinggaantibiotik yang sering digunakan adalahantibiotik dengan spektrum luas denganpenggunaan jangka pendek, sekitar 7 hingga10 hari.2,6 Pemberian antibiotik seringkalididasarkan pada beberapa indikasi berikut:

1. Infeksi Odontogenik AkutPenggunaan antibiotik yang

dikombinasi dengan intervensi tindakan(surgical therapy) merupakan suatupenatalaksaan yang paling bijaksana dalaminfeksi odontogenik, tetapi pemberianantibiotik pada kasus ginggivitis kronis danabses periodontal tidak direkomendasikan,kecuali terjadi penyebaran ke daerah lainnya.1

Endodontik adalah salah satu areakesehatan gigi yang menggunakan antibiotiksecara luas dalam farmakoterapinya. Prosesperadangan yang menyertai nyeri endodontikbiasanya berasal dari infeksi mikroba, tetapijuga bisa disebabkan oleh faktor mekanis atau

Page 23: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

695

kimiawi.10 Sefalosporin golongan pertamaseperti cefadroksil dan sefadril adalahantibiotik spektrum luas yang diindikasikanuntuk kasus endodontik karena memilikipenetrasi yang baik pada jaringan tulang danmemiliki kepekaan terhadap bakteri Grampositif. Selain itu juga digunakan klindamisin,azithromisin dan ciprofloksasin.10,11

Abses odontogenik adalah infeksi yangmelibatkan banyak bakteri meliputi berbagaibakteri fakultatif anaerob seperti Streptococcusviridans dan Streptococcus anginosus, sertabakteri obligat anaerob seperti spesiesPrevotella dan Fusobacterium.8,10 Secaraumum, organisme yang ditemukan pada absesalveolar, abses periodontal dan pulpa nekrotikadalah bakteri Gram positif aerob dan bakterianaerob.11 Penisilin merupakan antibiotik yangsensitif terhadap golongan kuman tersebut.Antibiotik lain yang sering digunakan untukmengobati abses odontogenik akut diantaranyaamoksisilin, metronidazol, klindamisin daneritromisin. Akibat tingginya angka resistensiterhadap antibiotik, penggunaan kombinasiAmoksisilin-klavulanat lebih disukai karenaspektrum kerja yang luas dan memiliki profilfarmakokinetik yang baik.2,8,12

Durasi penggunaan antibiotik untukinfeksi odontogenik yang paling ideal adalahsiklus tersingkat yang mampu mencegahrelaps klinis dan mikrobiologis. Sebagianbesar infeksi akan sembuh dalam waktu 3–7hari.6,13

2. Infeksi Non-OdontogenikDurasi penggunaan antibiotik untuk

infeksi non-odontogenik biasanyamembutuhkan waktu yang lebih lama.Peradangan non-odontogenik termasukperadangan spesifik dari rongga mulut,misalnya pada pasien yang menderita penyakitTBC, sifilis, dan lepra serta peradangannonspesifik membran mukosa, otot dan wajah,kelenjar ludah dan tulang. Antibiotik yangbanyak digunakan untuk kasus ini adalahgolongan makrolida (klindamisin) danfluorokuinolon (ciprofloksasin, norfloksasin,dan moksifloksasin).10 Antibiotik lain yangdigunakan adalah klindamisin atau doksisiklin.Tuberculosis diterapi dengan etambutol,isoniazid, rifampisin, pirazinamid, danstreptomisin. Penisilin G untuk pengobatansifilis, sedangkan klofazimin, dapson, danrifampisin digunakan untuk pengobatanlepra.2,10

3. Profilaksis InfeksiPenggunaan antibiotik sebagai

profilaksis telah diterima secara luas.Penggunaan dengan indikasi ini umumdigunakan pada kedokteran gigi. Antibiotiksebagai profilaksis digunakan untuk mencegahterjadinya infeksi fokal dan infeksi lokal.

Biasanya tujuan penggunaan antibiotiksebagai profilaksis fokal infeksi adalah sebagaipencegahan kejadian endokarditis infektif.Hubungan antara infeksi bakteri danendokarditis telah ditemukan sejak sebelumabad ke-20. Beberapa studi menunjukkantindakan pada gigi merupakan pemicuterjadinya endokarditis, terutama padakesehatan periodontal yang buruk.10,13,14

Lockhart (1996) melaporkan banyak kasusendokarditis infeksi yang terjadi setelahekstraksi gigi dan pembedahan periodontal.15

Karena itu, pemberian antibiotik untukprofilaksis diindikasikan pada pasien yangberisiko dalam hal prosedur invasif dalamrongga mulut, misalnya pasien yangmenggunakan katup jantung buatan, pasiendengan penyakit jantung kongenital,menggunakan bahan atau alat jantung buatan,serta penerima transplantasi jantung.10,14

Regimen standar yang digunakan untukindikasi ini adalah amoksisilin dosis tinggi (2gram secara oral) yang diberikan satu jamsebelum tindakan intervensi terhadap gigidilakukan. Pada pasien yang alergi terhadapbetalaktamase dapat digunakan klindamisinatau sefalosporin generasi pertama.15

Profilaksis antibiotik juga digunakanuntuk mencegah peradangan lokal denganmenghambat proliferasi dan penyebaranbakteri di dalam dan dari luka operasi itusendiri. Prosedur bedah dan kondisi medisyang berkaitan dengan indikasi ini diantaranyaimpaksi molar ketiga, bedah ortognatik, bedahimplant, bedah periapikal, bedah tumor jinak,dan pasien dengan kekebalan tubuh rendah.10

Beberapa studi memperlihatkan bahwapemberian antibiotik setelah berbagai tindakanbedah di atas menurunkan keparahan nyeri daninfeksi post operasi.2,10

Pemilihan Antibiotik dengan PertimbanganKhusus

Pemberian antibiotik memerlukanpertimbangan khusus pada pasien-pasienberikut ini, yaitu: pasien anak, pasien usialanjut, dan pasien dengan gangguan fungsiorgan seperti gagal ginjal dan hati, serta ibu

Page 24: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

696

hamil dan menyusui. Perubahanfarmakokinetik dan farmakodinamik obat padakondisi tersebut merupakan sebab utama yangmenimbulkan keragaman respons pasiensehingga dapat berpotensi merugikan danmembahayakan pasien.16

Pada pasien neonatus dan anak-anak,antibiotik seperti kloramfenikol, sulfonamid,dan aminoglikosida sebaiknya tidak diberikankarena dapat menimbulkan efek samping dantoksisitas. Sulfonamid dapat menimbulkankernikterus pada anak, kloramfenikolmenyebabkan terjadinya grey syndrome(sindrom abu-abu), sedangkan aminoglikosidaseperti gentamisin dapat menyebabkangangguan filtrasi glomerulus ginjal.16

Penurunan fungsi ginjal pada usia lanjutmerupakan perubahan farmakokinetikterpenting karena dapat menyebabkanpeningkatan konsentrasi obat dalam plasmapada obat-obat yang mengalami ekskresi diginjal. Karena itu, pemberian obat-obat denganeliminasi utama melalui ginjal harus dilakukanpenyesuaian dosis. Penyesuaian dosis dapatdilakukan dengan menurunkan dosis obat ataudengan meningkatkan interval pemberian obat.Antibiotik yang termasuk di dalamnya adalahgolongan aminoglikosid, seperti streptomisindan gentamisin.16 Selain itu, antibiotik lainyang juga perlu diperhatikan adalahamoksisilin dan penisilin G.2

Beberapa antibiotik dimetabolisme dihati dan mengalami eliminasi melalui empedu.Pasien yang memiliki gangguan fungsi hatiharus dihindari atau dibatasi pemberianantibiotik tersebut untuk mencegah terjadinyatoksisitas atau overdosis. Antibiotik tersebutdiantaranya eritromisin, klindamisin,metronidazol, dan anti tuberkulosis.2

Pada wanita hamil dan menyusuiantibiotik yang aman diberikan tanpa perlupenyesuaian dosis adalah azithromisin,eritromisin, sefalosporin, metronidazol, danpenisilin dengan atau tanpa kombinasipenghambat betalaktamase.2,10

Resistensi Antibiotik pada Kedokteran GigiMunculnya kuman-kuman patogen yang

kebal terhadap satu atau beberapa jenisantibiotika tertentu (multiple drug resistance)sangat menyulitkan proses pengobatan.Pemakaian antibiotika lini pertama yang sudahtidak bermanfaat harus diganti dengan obat-obatan lini kedua atau bahkan lini ketiga. Halini jelas akan merugikan pasien karena

antibiotika lini kedua maupun lini ketigamasih sangat mahal harganya. Sayangnya,tidak tertutup kemungkinan juga terjadikekebalan kuman terhadap antibiotika linikedua dan ketiga.17

Resistensi terjadi ketika bakteri berubahdalam satu atau lain hal yang menyebabkanturun atau hilangnya efektivitas obat, senyawakimia atau bahan lainnya yang digunakanuntuk mencegah atau mengobati infeksi.Bakteri yang mampu bertahan hidup danberkembang biak, menimbulkan lebih banyakbahaya. Kepekaan bakteri terhadap kumanditentukan oleh kadar hambat minimal yangdapat menghentikan perkembangan bakteri.18

Resistensi antibiotik terhadap mikrobamenimbulkan beberapa konsekuensi yangfatal. Penyakit infeksi yang disebabkan olehbakteri yang gagal berespons terhadappengobatan mengakibatkan perpanjanganpenyakit, meningkatnya risiko kematian, dansemakin lamanya masa rawat inap di rumahsakit. Ketika respons terhadap pengobatanmenjadi lambat bahkan gagal, pasien menjadiinfeksius untuk beberapa waktu yang lama.Hal ini memberikan peluang yang lebih besarbagi galur resisten untuk menyebar kepadaorang lain. Kemudahan transportasi danglobalisasi sangat memudahkan penyebaranbakteri resisten antardaerah, negara, bahkanlintas benua. Semua hal tersebut pada akhirnyameningkatkan jumlah orang yang terinfeksidalam komunitas.17

Kapan saat yang tepat memulai terapiantibiotika? Secara klinik memang sangat sulitmemastikan bakteri penyebab infeksi yangtepat tanpa menunggu hasil pemeriksaanmikrobiologi. Secara umum, klinisi tidakboleh memberikan terapi secara sembarangantanpa mempertimbangkan indikasi atau malahmenunda pemberian antibiotika pada kasusinfeksi yang sudah tegak diagnosisnya secaraklinis meskipun tanpa hasil pemeriksaanmikrobiologis. Kasus infeksi yang gawat dapatberupa sepsis, demam dengan neutropeni,meningitis bakterial.17,18

Berdasarkan ditemukannya kuman atautidak maka terapi antibiotika dapat dibagi dua,yakni terapi empiris dan terapi definitif. Terapiempiris adalah terapi yang diberikanberdasarkan diagnosis klinis denganpendekatan ilmiah dari klinisi, sedangkanterapi definitif dilakukan berdasarkan hasilpemeriksaan mikrobiologis yang sudah pastijenis kuman dan spektrum kepekaan

Page 25: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

697

antibiotika.19 Jika diperlukan antibiotika,pemilihan antibiotika yang sesuai berdasarkanspektrum antikuman, sifat farmakokinetika,ada tidaknya kontraindikasi pada pasien, adatidaknya interaksi yang merugikan, bukti akanadanya manfaat klinis dari masing-masingantibiotika untuk infeksi yang bersangkutanberdasarkan informasi ilmiah yang layakdipercaya, dan berdasarkan pengalaman atauevidence based sebelumnya bakteri apa yangpaling sering, pola kepekaan antibiotika yangberedar lokal.17,19

Salah satu faktor yang memilikikontribusi signifikan terhadap timbulnyaresistensi adalah peresepan antibiotik dalambidang kedokteran gigi yang sebenarnya tidakperlu. Meskipun para dokter gigi mengetahuibahwa sebagian besar infeksi gigi dapatditangani melalui bedah atau intervensimekanik, dalam kata lain tidak membutuhkanantibiotik, tetapi setiap tahun tetap terjadipemborosan dalam peresepan antibiotik. Disisi lain, tes sensitivitas dan kultur kumanterhadap bakteri yang berasal dari infeksi gigisangat jarang dilakukan oleh para dokter gigi.Hal ini berarti pemberian antibiotik terjadisecara luas untuk infeksi gigi dengan indikasiyang belum tentu membutuhkannya. Karenaitu, penggunaan antibotik spektrum luas inimenyebabkan timbulnya kemungkinanresistensi terhadap bakteri-bakteri straintertentu, termasuk terhadap bakteri yangberada pada mulut. Jika hal ini tidak segeradiatasi, akan menimbulkan masalah potensialdi masa yang akan datang yang menyebabkanpeningkatan morbiditas dan biaya perawatan.7

Antibiotik yang paling banyakdigunakan di bidang kedokteran gigi saat iniadalah amoksisilin, penisilin, danmetronidazol. Beberapa studi telahmenggambarkan resistensi terhadapamoksisilin dari beberapa kuman dalamrongga mulut.2,7 Amoksisilin memperlihatkanangka resistensi hingga 30–80% terhadapPrevotella dan Porphyromonas. Munculnyaresistensi bakteri terhadap golongan penisilinini menyebabkan meningkatnya penggunaanantibiotik golongan makrolid (sepertiklindamisin) untuk melawan infeksi orofasialkarena memiliki efikasi yang cukup baik,timbulnya resistensi rendah dan memilikitoleransi yang tinggi.2

Penanggulangan antibiotik dapatdilakukan dengan berbagai cara, diantaranya:(1) melakukan sikling antibiotik, penghentian

salah satu jenis antibiotik di rumah sakit ataupusat kesehatan sebaiknya dilakukan selamabeberapa bulan yang ditentukan dan kemudiandapat digunakan kembali, (2) membatasipenggunaan antibiotik generasi baru, (3)menggunakan antibiotika secara tepat dansesuai dengan range terapi (dosis, jenis,frekuensi, dan lama penggunaan obat).20

KESIMPULANPenggunaan antibiotik dalam bidang

kedokteran gigi berkaitan erat denganbanyaknya mikroorganisme yang terdapatdalam rongga mulut yang dapat menyebabkaninfeksi sehingga memerlukan antibiotik untukpenanganan bakteri tersebut. Antibiotikdiindikasikan untuk terapi infeksiodontogenik, infeksi non-odontogenik, danprofilaksis terutama terhadap endokarditisbakterialis. Penggunaan antibiotik secararasional harus ditingkatkan untuk menurunkankejadian resistensi terhadap antibiotik yangsaat ini menjadi masalah di berbagai belahandunia.

DAFTAR PUSTAKA1. Ramasamy A. A Review of Use of

Antibiotics in Dentistry andRecommendations for Rational AntibioticUsage by Dentists. The InternationalArabic Journal of Antimicrobial Agents2014;4(21):1–6.

2. Roda RP, Bagan JV, Bielsa JMS, PastorEC. Antibiotic Use in Dental Practice.Med Oral Patol Oral Cir Bucal2007;12;186–192.

3. Petri WA. Antimicrobial AgentsPenicillins, Cephalosporins, and Other β-Lactam Antibiotics. In: Hardman JG,Limbird LE, Gilman AG, eds. Goodman& Gilman’s The Pharmacological Basisof Therapeutics. 10th Ed. New York:McGraw-Hill. 2001; 1189–1215.

4. Setiabudy R. Antimikroba. Dalam:Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, ed.Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta:Gaya Baru. 2007; 517–539.

5. Dailey YM, Martin MV. Are AntibioticsBeing Used Appropriately for EmergencyDental Treatment. British Dental Journey2001;7:391–393.

6. American Academy of PediatricDentistry. Guideline on AntibioticProphylaxis for Dental Patients at Riskfor Infection. 14/15;36(6):287–292.

Page 26: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

698

Available at: http://www.aapd.org/media/policies_Guidelines/G_AntibioticProphylaxis.pdf. Accessed March 29, 2015.

7. Sweeney LC, Dave J, Chambers PA,Heritage G. Antibiotic Resistance inGeneral Dental Practice – A Cause ForConcern? Journal of AntimicrobialChemotherapy 2004;53:567–576.

8. Swift JQ, Gulden WS. Antibiotic Terapy:Managing Odontogenic Infections. DentClin North Am 2002;46:623–633.

9. Chambers HF. Antibiotik Betalaktam danPenghambat Sintesis Dinding SelLainnya. Dalam: Sjabana D, Katzung BG,ed. Basic and Clinical Pharmacology.Jilid I. Jakarta: Salemba Medika. 2001; 3–30.

10. Ramu C, Padmanaban TV. Indications ofAntibiotic Prophylaxis in Dental Practice:A Review. Asian Pac J Trop Biomed2012;2(9):749–754.

11. Robertson D, Smith J. The Microbiologyof The Acute Dental Abcess. Journal ofMedical Microbiology 2009;58:155–162.

12. Fakhrurrazi, Hakim RF. GambaranBakteri dan Sensitivitas Antimikrobapada Abses Odontogenik. CakradonyaDent J 2013;5(1):475–541.

13. Palmer NOA, Martin MV, Pealing RV,Ireland RS. An Analysis of AntibioticPrescriptions from General DentalPractice in England. J AntimicrobChemother 2000;46:1033–1035.

14. Cowper T. Pharmacologic Managementof The Patient with Disorders of TheCardiovascular System: InfectiveEndocarditis. Dent Clinic North Am1996;40:611–617.

15. Lockhart PB. An Analysis of BacteremiasDuring Dental Extraction: A Double-Blind Placebo-Controlled Study ofChlorhexidine. Arch Intern Med1996;156:513–520.

16. Setiawati A, Muchtar A. Faktor-Faktoryang Mempengaruhi Respons Pasienterhadap Obat. Dalam: Gunawan SG,Setiabudy R, ed. Farmakologi danTerapi. Edisi 5. Jakarta: Gaya Baru. 2007;886–895.

17. Utami ER. Antibiotik, Resistensi danRasionalitas Terapi. El-Hayah2011;1(4):191–198.

18. Bari SB, Mahajan BM, Surana SJ.Resistance to Antibiotic: A Challenge inChemotherapy. Indian Journal of

Pharmaceutical Education and Research2008.

19. Jawetz E. Principle of AntimicrobialDrug Action: Basic and ClinicalPharmacology. 3th Ed. Norwalk:Appleton and Lange. 1997; 49–66.

20. Panitia Pengendalian ResistensiAntibiotik RSUPN Dr. CiptoMangunkusumo. Kebijakan dan PanduanPenggunaan Antibiotik di RSCM. Jakarta.2009.

Page 27: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

699

PERAN KONDISIONER PADA ADHESI BAHAN RESTORASI SEMENIONOMER KACA DENGAN STRUKTUR DENTIN

(TINJAUAN PUSTAKA)

Suzanna Sungkar

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi AnakFakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala

ABSTRAKGlass ionomer cement (semen ionomer kaca/ SIK) adalah salah satu bahan restorasi yang banyakdigunakan dalam melakukan perawataan gigi anak. Bahan restorasi SIK mempunyai banyakkelebihan, diantaranya adalah kemampuannya berikatan secara fisiko-kimia dengan struktur gigi,melepaskan fluor dan aplikasinya membutuhkan waktu yang relatif singkat. Dalam praktik sering kitatemukan kegagalan dalam melakukan restorasi SIK, yakni lepasnya bahan restorasi terutama padakaries yang sudah mencapai dentin. Tulisan ini bertujuan untuk membahas peran kondisioner dalamadhesi bahan restorasi SIK dengan struktur dentin. Dalam tulisan ini akan dibahas tentang bahanrestorasi SIK, struktur dentin yang beradhesi dengan bahan restorasi SIK, bagaimana adhesi bahanrestorasi SIK dengan struktur dentin, dan penggunaan bahan kondisioner. Penggunaan kondisionerpada restorasi SIK bertujuan untuk mengangkat smear layer dan bahan-bahan yang mengontaminasiyang dapat mengurangi kekuatan ikatan antara SIK dengan struktur gigi. Kondisioner inimeningkatkan kekuatan ikatan SIK dengan struktur gigi, terutama untuk dentin.

Kata kunci: semen ionomer kaca, kondisioner, adhesi, dentin, smear layer

ABSTRACTGlass ionomer cement is a common material restoration uses in children. The advantages of glassionomer restoration are the chemical bonded to enamel and dentin, release fluoride ions tosurrounding tooth structure with no effect on the integrity of the glass ionomer mass, and easyapplication to tooth structure. On the other hand, the failured of glass ionomer restoration on moderatecavity commonly found in dental practice. The objective of this paper is to explain the effect ofconditioner application on adhesion glass ionomer restoration to the tooth structure. The subtopicsinvestigated in this paper are the uses of glass ionomer restoration, the structure of dentin, theadhesion of glass ionomer and tooth structure, and the uses of conditioner. Conditioner application inglass ionomer is to remove smear layer and contaminating materials. Conditioner usage can improvesthe bonding of glass ionomer to the dentin structure.

Key words: glass ionomer cement, conditioner, adhesion, dentin, smear layer

Page 28: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

700

PENDAHULUANPerkembangan bahan kedokteran gigi

berlangsung pesat dengan adanyaperkembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang biomaterial.1 Seiring dengan itu, doktergigi anak dituntut mempunyai pengetahuankhususnya tentang pemilihan bahan restorasiyang akan digunakan.1,2 Salah satu bahanrestorasi yang banyak digunakan dalammelakukan perawataan gigi anak adalah glassionomer cement (semen ionomer kaca/ SIK).1-3

SIK adalah bahan restorasi sewarna gigiyang melepaskan fluor dalam waktu yangrelatif panjang. Oleh karena itu, SIKdianjurkan sebagai bahan pilihan untukrestorasi gigi sulung yang mengalami karies.Penggunaan SIK membutuhkan waktu yangsingkat sehingga sesuai digunakan pada anakusia muda.1,2,4

Salah satu keuntungan SIK adalahkemampuannya berikatan secara fisiko-kimiadengan struktur gigi.1,2,5 Ikatan fisiko-kimia initerbentuk dengan adanya adhesi antara SIKdan struktur gigi. Agar adhesi SIK denganstruktur gigi (email atau dentin) lebih baikmaka sebelum melakukan restorasi denganbahan SIK, dianjurkan untuk melakukanaplikasi kondisioner.6 Tulisan ini akanmembahas tentang peran kondisioner padaadhesi bahan restorasi SIK dengan strukturdentin.

TINJAUAN PUSTAKASemen Ionomer Kaca

SIK merupakan material kedokterangigi yang berbahan dasar air dan mengerasdengan reaksi asam-basa antara bubuk calciumfluoroaluminosilicate glass dan cairanaqueous solution of polyacrylic acid.3,7,8

Standar ISO mendefinisikan SIK sebagaisemen poliakrilat, tetapi istilah glass ionomercement (SIK) telah diterima secara luas dalamprofesi kedokteran gigi.7

Wilson dan Kent telah mengembangkanSIK sejak tahun 1969.9,10 Pada tahun 1972,SIK mulai digunakan sebagai bahan restorasiuntuk lesi abrasi kelas V, tetapi masih terdapatkekurangan pada estetik dan translusennya.Selanjutnya pengembangan dan penelitianbanyak dilakukan dan menghasilkan sejumlahmaterial penting yang sangat berguna danmemiliki berbagai fungsi dalam kedokterangigi.11 Pada tahun 1980-an bahan SIK inimulai populer digunakan.7,12 SIK dapat dipakaisecara luas karena dapat menunjukkan

perubahan sifat fisik dengan mengubahperbandingan bubuk-cairan atau kandunganbubuk dan cairan.7

Komposisi utama bubuk SIK adalahsilica (SiO) dan Alumina (Al2O3). Dapat jugaditambahkan kalsium fluorida (CaF2), cryolite(Na3AlF6), sodium fluorida (NaF), danaluminium fosfat (AlPO4).9,11 Sedangkancairan SIK dapat berupa larutan encer asampoliakrilat 50%, larutan encer campuran asampoliakrilat 47,5% dan asam tartat 5%, larutanencer campuran asam itakonik 47,5% danasam tartat 5%, larutan encer campuran asammaleat 47,5% dan asam tartat 5%.9,13

Reaksi pengerasan SIK terdiri dari tigafase, yakni fase pelepasan ion, fase hidrogel,dan fase gel poligaram.9,14 Pelepasan ionterjadi segera setelah kontak antara cairan danbubuk. Larutan kopolimer poliasam danakselerator asam tartarik melarutkan bubukaluminofluorosilikat glass dan permukaanterluar dari glass. Ion-ion [H+] dari poliasamdan asam tartarik menyebabkan pelepasankation metal seperti [Ca2+] dan [Al3+] daripermukaan bubuk glass. Pada mulanya [Ca2+]dan [Al3+] bereaksi dengan ion [F-]membentuk CaF2 dan [AlF2

-] serta ikatan yanglebih kompleks. Sejalan dengan meningkatnyakeasaman, CaF2 yang tidak stabil terputus danbereaksi dengan polimer akrilik membentukkompleks yang lebih stabil.9,14

Fase hidrogel dimulai 5–10 menitsetelah pencampuran, dan menyebabkan awalpengerasan. Selama fase ini ion kalsium yangbermuatan positif dilepaskan lebih cepat danbereaksi dengan larutan rantai poliasampolianionik yang bermuatan negatifmembentuk ikatan silang ion. Maturasi terjadiselama 24 jam. Selama fase ini, ionomer harusdilindungi dari pengaruh kontaminasilingkungan (air dan udara).9,14,15 Dalam hal ini,perlindungan dapat diberikan denganmengaplikasikan varnish atau bonding agentsetelah aplikasi bahan SIK pada struktur gigi.16

Fase gel poligaram terjadi pada saatbahan sudah mengeras seluruhnya, dapatberlangsung selama beberapa bulan. Matrikssemen mengalami maturasi pada saat ion[Al3+] yang dilepaskan membentukan hidrogelpoligaram mengelilingi filler glass. Fase inimenghasilkan peningkatan sifat fisik dariSIK.9,14

Kelebihan SIK dibandingkan denganbahan lain, yakni mempunyai koefisienekspansi termal yang sama dengan struktur

Page 29: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

701

gigi, mempunyai biokompatibilitas dan sifatfisik yang baik serta mudah manipulasinya.Karakteristik SIK adalah kemampuannnyaberikatan secara fisiko-kimia dengan strukturgigi dan merupakan restorasi sewarna gigiyang mudah melepaskan ion flour sehinggadapat mencegah karies.1,2,7,17

Struktur DentinDentin adalah struktur jaringan keras

dari kompleks pulpa-dentin yang merupakanbagian terbesar dari gigi, berfungsi melindungipulpa dan mendukung lapisan email.12,18-20

Berbeda dengan email, struktur dentin terdiridari jaringan vital yang berisi sel prosesusodontoblas dan neuron.19,21 Odontoblasberperan dalam membentuk matriks dentindan neuron berperan sebagai pengantarinformasi sensorik. Komponen utama darimatriks dentin adalah kolagen, memberikankekenyalan yang dibutuhkan email maupundentin untuk menahan tekanan pengunyahan.19

Gambaran khas dari dentin adalahtubulus dentin yang dibentuk oleh odontoblas.Jaringan ini tidak memiliki sel, danterkalsifikasi yang disebut orthodentin.Matriks orthodentin terkalsifikasi menjadi tipedentin tertentu dipengaruhi oleh lokasi,komposisi matriks, struktur dan polaperkembangannya.19 Tubulus dentin berisiprosesus odontoblas sebagai penghubunglangsung ke pulpa. Diameter tubulus dentinmenurun dari 2,5 µm pada sisi pulpa, menjadi0,8 µm pada dentino enamel junction (DEJ).Demikian juga jumlah tubulus dentin menurundari kira-kira 45000 per mm2 di dekat pulpa,menjadi kira-kira 20000 per mm2 di dekatDEJ. Tubulus dentin menyebar dari pulpamelalui seluruh ketebalan dentin sehinggadentin mempunyai sifat permeabilitas tinggi.22

Daerah dentin yang berdekatan dengandentino enamel junction merupakan dentinyang pertama kali terbentuk dan disebutmantle dentin.19,23,24 Daerah ini paling banyakmengandung serat kolagen. Lapisan di bawahmantle dentin adalah circumpulpal dentin.Serat kolagen pada lapisan ini memilikidiameter yang lebih kecil dan lebih tidakberaturan dibandingkan di daerah mantledentin. Antara lapisan circumpulpal dentin danmantle dentin terdapat lapisan interglobulardentin. Lapisan ini terbentuk sebagai hasilmineralisasi awal yang cepat dari dentin.18,19,23

Dentin yang mengelilingi tubulus di daerahcircumpulpal dentin mengalami

hipermineralisasi, daerah ini dinamakanperitubular dentin atau intratubulardentin.18,19,22,23,25 Sedangkan bagianterkalsifikasi dari jaringan di antara tubulusdentin disebut intertubular dentin.18,24

Komposisi dentin berdasarkan berat,bahan anorganik 70%, bahan organik 18% danair 12%.21 Kandungan anorganik dentinterutama terdiri dari kristal hidroksiapatit. Jugadijumpai kalsium-fosfat amorf, F, Cu, Fe, dangaram-garam organik seperti karbonat,kalsium fosfat dan sulfat. Kandungan organikdentin terutama terdiri dari kolagen yakni93%, lemak, glikosaminoglikans, protein, danasam sitrat.20 Unsur pokok dentin tidakseimbang distribusinya pada intertubular danperitubular dentin maka jaringan dentin inibersifat heterogen.21

Adhesi Semen Ionomer Kaca denganStruktur Dentin

Karakteristik penting dari SIK adalahkemampuannya berikatan secara fisiko-kimiadengan struktur gigi.1,2,5 Ikatan fisiko-kimia initerbentuk dengan adanya adhesi antara SIKdan struktur gigi. Adhesi adalah pelekatan satubahan dengan bahan lainnya. Permukaanbahan yang melekat disebut adherent.12,21,25

Adhesi ini menunjukkan kekuatan atau energidi antara atom-atom atau molekul-molekulpada permukaan yang memegang dua fasebersama-sama.22

Mekanisme adhesi pada SIK terjadiberdasarkan difusi dan fenomena adsorpsi.5,6

Difusi merupakan hasil dari ikatan antaramolekul-molekul yang bergerak. Polimer darimasing-masing sisi dari interface dapatmenyeberangi dan bereaksi dengan molekul-molekul pada sisi yang lain. Pada akhirnya,interface akan hilang dan dua bagian akanmenjadi satu. Adsorption mencakup semuajenis ikatan kimia antara adhesif dan adherenttermasuk ikatan primer (ikatan ion dankovalen) dan ikatan sekunder (ikatan hidrogendan interaksi dipolar).12,22 Mekanisme adhesiSIK dengan struktur jaringan keras gigi sangatkompleks. Secara sederhana dapat dijelaskanbahwa pada tahap awal terjadi ikatan hidrogenkarena adanya interaksi polar antara strukturgigi dan bahan SIK yang baru diaplikasikan.Ikatan hidrogen ini akan digantikan olehikatan kimia yang lebih kuat, yakni ikatanion.5 Ikatan ion terjadi antara ion-ion karboksil[COO-] dari asam pada bahan SIK dengan ionkalsium [Ca2+] pada email dan dentin. Ion

Page 30: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

702

fosfat yang bermuatan negatif [PO43-] dan ion

kalsium yang bermuatan positif [Ca2+]berpindah dari struktur gigi (hidroksiapatit)dan masuk ke dalam semen, menghasilkanlapisan di antara SIK dan struktur gigi(Gambar 1).11,26 Lapisan ini dinamakan lapisanpertukaran ion, mempunyai ketebalanbeberapa mikrometer (Gambar 2). Lapisanpertukaran ion ini berisi ion-ion kalsium danfosfat dari struktur gigi dan ion-ionaluminium, silika, fluor, kalsium, danstrontium dari SIK.8

Gambar 1. Diagram sistem pertukaran ion padaadhesi SIK ke struktur gigi (email dandentin).11

Gambar 2. Lapisan pertukaran ion yang terbentukdi antara SIK dan struktur gigi.8

Adhesi yang terjadi antara SIK denganstruktur gigi merupakan fenomena yangdinamis karena poliasam pada SIK bersifathidrofilik dan dapat mempertahankan ikatandengan adanya kelembapan sehingga padakondisi klinis, terputusnya satu ikatan tidakmenyebabkan kegagalan karena ikatan dapatterbentuk kembali. Ini berarti bahwa meskipunkekuatan ikatan SIK secara in vitro lebihrendah bila dibandingkan dengan teknikbonding resin, tetapi SIK lebih dapat bertahanlama dalam situasi klinis.6,14

Hubungan interfasial yang baik sangatdiperlukan untuk adhesi.17 Persyaratan pentinguntuk mendapatkan hubungan interfasial yangbaik adalah kedua bahan yang berikatan harusberkontak rapat.12,22,27 Di samping kontak yangrapat, pembasahan (wetting) bahan adhesifyang cukup hanya akan diperoleh bilategangan permukaan bahan adhesif lebihrendah dari energi permukaan bebas daristruktur gigi.12,22 Energi permukaan atautegangan permukaan adalah energi yangdimiliki oleh atom dan molekul yang beradapada permukaan zat padat atau cairan.25

Sedangkan pembasahan adalah istilah yangmenunjukkan derajat penyebaran dari suatutetesan cairan pada permukaan bendapadat.21,25,27

Menurut teori wetting dan energi bebaspermukaan, adhesi email lebih mudah dicapaidaripada adhesi ke dentin. Hal ini disebabkanoleh karena kandungan utama email, yaknihidroksiapatit, memiliki energi permukaanyang tinggi, sementara dentin terdiri dari duamaterial yang berbeda, yakni hidroksiapatitdan kolagen yang mempunyai energipermukaan yang rendah. Secara strukturalyang lebih penting untuk adhesi adalahvolume yang ditempati oleh komponen dentin,yakni bahan organik (25%) dan air (25%) yangperbandingan keduanya sama dengan bahananorganik (50%). Unsur pokok dentin jugatidak seimbang distribusinya pada intertubulardan peritubular dentin sehingga jaringandentin ini heterogen, sedangkan emailhomogen dalam struktur dan komposisinya.Komposisi email yang matang berdasarkanvolumenya, bahan anorganik (86%), bahanorganik (2%), dan air (12%).22

KondisionerKondisioner dapat didefinisikan sebagai

suatu bahan (biasanya berupa bahan asam)yang digunakan untuk pengondisianpermukaan email/ dentin yang bertujuanmengangkat smear layer dan pada konsentrasitertentu dapat menstimulasi demineralisasipermukaan email atau dentin. Smear layersendiri didefinisikan sebagai debri, kalsifikasialami yang dihasilkan dari instrumentasidentin, email atau sementum, atau merupakankotoran (bahan kontaminasi) yangmenghalangi interaksi bahan restorasi denganstruktur gigi.22 Istilah kondisioner digunakanuntuk membedakan dari teknik etsa yangdigunakan untuk bonding resin komposit ke

Page 31: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

703

email.14,17 Tujuan penggunaan kondisionerpada restorasi SIK adalah untuk mengangkatsmear layer dan bahan-bahan yangmengontaminasi (seperti pelikel organiksaliva, plak, darah) yang dapat mengurangikekuatan ikatan antara SIK dengan strukturgigi.6,29 Banyak penelitian menunjukkanbahwa penggunaan kondisioner menyebabkanpeningkatan kekuatan ikatan, terutama untukdentin.17,29

Dalam rongga mulut, permukaan gigiterkontaminasi oleh suatu pelikel organiksaliva dengan tegangan permukaan sekitar 28dynes/cm yang menghalangi kelembapan yangadhesif. Demikian juga instrumentasi daristruktur gigi selama preparasi kavitasmenghasilkan smear layer dengan energipermukaan bebas yang rendah, mengurangiadhesi antara bahan adhesif dan struktur gigi.22

Morfologi, komposisi, dan ketebalan smearlayer ditentukan perluasan besarnya oleh tipeinstrumen yang digunakan, metode irigasiyang digunakan, dan sisi dentin yang dibentuk(Gambar 3).11,22,26 Komposisi smear layer inimencerminkan struktur dari dentin dibawahnya, terutama berisi hancuran darihidroksiapatit dan kolagen yang telahmengalami perubahan, bercampur dengansaliva, bakteri, dan debri permukaan lainnyahasil pengasahan. Ketebalan smear layerbervariasi dari 0,5–5,0 µm.

Gambar 3. Smear layer pada permukaan dentinyang dipreparasi (pembesaran 800x).11

Smear layer menutupi tubulus dentindengan pembentukan smear plug. Smear layerini porous dan dapat ditembus melalui saluransubmikron sehingga memungkinkan cairandentin lewat.12 Meskipun demikian, adanyasmear layer ini menyebabkan penurunanpermeabilitas dentin sebesar 86%. Smear layerjuga mempunyai pengaruh yang besar pada

ikatan adhesi yang terbentuk antara gigi danbahan restorasi. Oleh karena itu, permukaangigi harus dibersihkan dan sebelumnyadilakukan perlakuan awal untuk meningkatkanenergi permukaan bebas sehinggapelekatannya lebih mudah.22 Kekuatan ikatanantara SIK dengan struktur gigi bergantungkepada bahan yang digunakan sebagaikondisioner, konsentrasi kondisioner, durasiaplikasi kondisioner, dan metode aplikasikondisioner.6,17 Ada dua tipe kondisoner yangberedar dan dapat digunakan, yaitu yangpertama asam kuat (asam fosfat dan asamsitrat). Asam ini memecahkan lapisan debri(smear layer) pada dentin dan membukatubulus dentin. Asam lainnya adalah asammaleat 10% yang digunakan untuk melarutkanjaringan organik dan anorganik, tetapi kurangkuat dibandingkan asam fosfat dan asam sitrat.Tipe kondisioner yang kedua adalah asamlemah (seperti asam poliakrilat) yangdigunakan hanya untuk melarutkan smearlayer tanpa mendemineralisasi dentin.25 Asamkuat bukan merupakan kondisioner yang baikuntuk SIK karena menyebabkan pelepasankalsium yang diperlukan dalam adhesi SIKdengan struktur gigi.14 Efek demineralisasipada dentin yang dihasilkan oleh asam kuatyang diaplikasikan pada dentin juga dapatmenyebabkan melebarnya tubulus dentinsehingga bakteri dapat masuk danmenyebabkan inflamasi.17

Mount (1984) menganjurkan bahwakondisioner yang ideal harus memenuhisyarat-syarat sebagai berikut: isotonik,mempunyai pH antara 5,5–8,0, tidak toksikterhadap dentin, pulpa dan jaringan gingiva,sesuai dengan sifat kimia dari semen, larutdalam air dan mudah dihilangkan/ diangkat,secara kimia tidak mendemineralisasi emaildan dentin, dan dapat meningkatkan ikatansecara kimia.17 Penelitian terhadap asam sitrat,asam poliakrilat, asam tannat, dan dodisin,ditemukan bahwa kekuatan ikatan SIKterhadap struktur gigi yang terbaik adalah padapenggunaan asam poliakrilat sebagaikondisioner.17 Ada dua keuntungan tambahanbila digunakan asam poliakrilat ini sebagaikondisioner dentin. Pertama karena asamnyasama dengan yang digunakan untuk SIKsendiri maka bila terdapat sedikit sisa cairanasam poliakrilat tidak akan mempengaruhireaksi pengerasan. Kedua, asam poliakrilat iniakan meningkatkan energi permukaan strukturgigi sehingga meningkatkan kelembapan

Page 32: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

704

permukaan gigi terhadap semen danmengaktifkan ion-ion kalsium dan fosfatdalam struktur gigi sehingga struktur gigi lebihmemungkinkan mengalami pertukaran iondengan SIK.6,7

Penggunaan asam poliakrilat secaraklinis sebagai kondisioner pada permukaankavitas dapat dilakukan denganmengaplikasikan asam poliakrilat 10% dalamwaktu yang relatif singkat. Asam poliakrilatmerupakan asam yang relatif lemah yangmelarutkan smear layer dan bila dibiarkanlebih dari 20 detik kemungkinan terjadidemineralisasi dentin dan email yang masihtersisa dan membuka tubulus dentin. Untukmendapatkan ikatan yang baik antara SIKterhadap struktur email dan dentin gigi tetap,smear layer dan bahan kontaminasi padapermukaan dapat dihilangkan dengan asampoliakrilat 10% selama 10–15 detik, diirigasidengan air, dikeringkan dengan tekanan udararingan, tidak terlalu kering serta aplikasi bahanSIK.6

KESIMPULANSIK merupakan bahan restorasi yang

banyak digunakan dalam bidang kedokterangigi anak karena mempunyai banyakkelebihan, di antaranya adalah kemampuannyamelepaskan fluor dalam waktu yang relatifpanjang dan manipulasinya yang mudah sertamemerlukan waktu yang relatif singkat. SIKjuga mempunyai kemampuan untuk berikatansecara fisiko-kimia dengan struktur gigisehingga tidak diperlukan preparasi kavitasyang banyak.

Mekanisme adhesi SIK dengan strukturgigi terjadi berdasarkan difusi dan fenomenaadsorption. Terjadi pertukaran ion-ion daribahan SIK dan struktur gigi sertapembentukan lapisan yang kaya ion, disebut"lapisan pertukaran ion" yang berada di antaraSIK dan struktur gigi. Adhesi SIK denganstruktur gigi dapat ditingkatkan denganpenggunaan bahan kondisioner sebelummelakukan restorasi dengan bahan SIK.

Penggunaan kondisioner pada SIK akanmengangkat smear layer dan bahan-bahanlainnya yang mengontaminasi sertameningkatkan energi permukaan struktur gigi.Peningkatan energi permukaan struktur gigiini akan menyebabkan kelembapan permukaangigi meningkat terhadap semen danmengaktifkan ion-ion kalsium dan fosfatdalam struktur gigi sehingga struktur gigi lebih

memungkinkan mengalami pertukaran iondengan SIK. Pada perkembangannya banyakmacam kondisioner yang dapat digunakan danpemilihan bahan kondisioner yang digunakanharus sesuai dengan syarat-syarat kondisioneryang ideal.

DAFTAR PUSTAKA1. Sutadi H. Penggunaan Glass Ionomer

Cement dalam Ilmu Kesehatan GigiAnak. Naskah Lengkap Kursus Penyegardan Penambah Ilmu Kedokteran GigiAnak 1988;8:302–309.

2. Suwelo IS. Penggunaan Bahan SewarnaGigi untuk Pencegahan Karies danRestorasi Gigi Anak. JKG UI1995;3(2):33–39.

3. Croll TP. Glass Ionomers for Infants,Children, and Adolescents. J Am DentAssoc 1990;12(1):65–68.

4. Cho S, Cheng AC. A Review of GlassIonomer Restorations in The PrimaryDentition. J Can Dent Assoc1999;65:491–495.

5. Tanumiharja M, Burrow MF, CimminoA, Tyas MJ. The Evaluation of FourConditioner for Glass Ionomer CementUsing Field-Emission Scanning ElectronMicroscopy. J Dent 2001;29:131–138.

6. Mount GJ. An Atlas of Glass-IonomerCements: A Clinician’s Guide. 3th Ed.United Kingdom: Martin Dunitz.2002:28–33,109.

7. Davidson CL, Mjor IA. Advance inGlass-Ionomer Cement. Chicago:Quintessence Publ Co. 1999: 1–5,13,18–29,31,33,46–48,121–126,201–222.

8. Tyas MJ, Burrow MF. AdhesiveRestorative Materials: A Review. J AustrDent 2004;49(3):112–121.

9. Katsuyama S, Ishikawa T, Fujii B. GlassIonomer Dental Cement – The Materialsand Their Clinical Use. St Louis:Ishiyaku Euro America. 1993: 47,49.

10. Abate PF, Bertacchini SM, Polack MA,Macchi RL. Adhesion of A Compomer toDental Structures. Quintessence Int1997;28:509–512.

11. Mount GJ, Hume WR. Preservation andRestoration of Tooth Structure. London:Knowledge Multimedia. 2005: 6–7,147–148,163–164,173–180,184–186.

12. Robertson TM, Heymann HO, Swift EJ.Sturdevan’s Art and Science of Operative

Page 33: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

705

Dentistry. 4th Ed. St Louis: Mosby Co.2002: 28,207–211,256.

13. McCabe JF. Applied Dental Material. 8th

Ed. London: Blackwell Scientific Publ.1998; 202–207.

14. Albers HF. Tooth-Colored Restoratives:Principles and Techniques. 9th Ed.London: BC Decker Inc. 2002; 46–47.

15. Craigh RG, Powers JM, Wataha JC.Dental Material Properties andManipulation. 7th Ed. St Louis: MosbyCo. 2000; 118–119.

16. Frankenberger R, Sindel J, Kramer N.Viscous Glass Ionomer Cement: A NewAlternative to Amalgam in PrimaryDentition? Quint Int 1997;28(10):667–675.

17. Wilson AD, McLean JW. Glass-IonomerCement. West German: QuintessencePubl.1988; 83–91.

18. Nanci A. Ten Cate’s Oral HistologyDevelopment, Structure, and Function. 6th

Ed. St Louis: Mosby Co. 2003: 145–151,192–194,205,207–208,210,213.

19. Avery JK. Oral and Development andHistology. 2nd Ed. New York: ThiemeMedical Publishers Inc. 1994: 228,242–245.

20. Mjor IA, Fejerskov O. Embriologi danHistologi Rongga Mulut. Alih bahasa:Siregar F. Jakarta: Widya Medika. 1991:56–57,81–92.

21. Brand RW, Isselhard DE. Anatomy ofOrofacial Structures. 6th Ed. St Louis:Mosby. 1998: 69–70,75.

22. Schwartz RS, Summitt JB, Robbins JW.Fundamentals of Operative Dentistry: AContemporary Approach. Chicago:Quintessence Publ. 1996: 142–143,145–146,149.

23. Avery JK. Essentials of Oral Histologyand Embryology: A Clinical Approach. StLouis: Mosby. 1992: 84–85,93–95,98.

24. Ferguson DB. Oral Bioscience. Edinburg:Churchill Livingstone. 1999: 24–33,38–40.

25. O’Brien WJ. Dental Material and TheirSelection. 2nd Ed. Chicago: QuintessencePubl Co. 1997: 39–40,43,45.

26. Roulet JF, Degrange M. Adhesion: TheSilent Revolution in Dentistry. London:Quintessence Publ Co. 2000; 29–37.

27. Phillips RW, Moore BK. Element ofDental Materials. 5th Ed. Philadelphia:WB Saunders Co. 1994: 16–18,21.

28. Glasspoole EA, Erickson RL, DavidsonCL. Effect of Surface Treatment on TheBond Strength of Glass Ionomer toEnamel. Dent Mat 2002;18:454–462.

29. Thean HPY, Mok BYY, Chew CL. BondStrength of Glass Ionomer Restoratives toPrimary vs Permanent Dentin. J DentChild 2000;112–116.

Page 34: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

706

HUBUNGAN LAMA PENGADUKAN DENGAN SETTING TIME DAN KEKUATANKOMPRESI DENTAL STONE

Nila Kasuma*, Denas Symond**, Danu Prianto***

*Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Andalas**Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas

***Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Andalas

ABSTRAKProduk gipsum digunakan dalam bidang kedokteran gigi untuk membuat model studi dan modelkerja dari rongga mulut serta struktur kranio-fasial. Salah satu produk gipsum yang paling seringdigunakan di bidang kedokteran gigi adalah dental stone. Sifat dan karakteristik dental stone adalahsetting time dan kekuatan kompresi. Hal yang mempengaruhi setting time dan kekuatan kompresidental stone di antaranya adalah lama pengadukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuihubungan lama pengadukan dengan setting time dan kekuatan kompresi dental stone. Penelitian inimerupakan penelitian eksperimental laboratoris dengan jumlah sampel sembilan buah model dentalstone, dengan masing-masing tiga perlakuan dengan lama pengadukan 20 detik, 40 detik, dan 60detik. Pengukuran setting time dilakukan dengan alat Vicat Penetrometer dan pengukuran kekuatankompresi dilakukan dengan alat Compressive Strength Test. Hasil menunjukkan peningkatan rata-rata setting time yang diaduk selama 20 detik, 40 detik, dan 60 detik. Kekuatan kompresi dentalstone meningkat saat pengadukan selama 20 detik dan 40 detik, dan 60 detik. Hasil uji One WayANOVA menunjukkan terdapat peningkatan signifikan pada setting time dan kekuatan kompresi yangdiaduk lebih lama (p<0,05). Kesimpulan dari penelitian ini terbukti bahwa terdapat hubungan lamapengadukan terhadap setting time dan kekuatan kompresi dental stone.

Kata kunci: Gipsum, dental stone, setting time, kekuatan kompresi

ABSTRACTGypsum product used in dentistry to make study model and working model from oral cavity andcranio-facial structure. The most useful gypsum product type in dentistry is dental stone. Thecharacteristics of dental stone is setting time and compressive strength. Factors that affect of settingtime and compressive strength such as mixing time. Dental stone that mixed longer will increasesetting time and compressive strength. The purpose of this study is to know the relationship betweenmixing time toward setting time and compressive strength of dental stone. A laboratory experimentalwith nine sample which have three different treatment, which is 20 second, 40 second, and 60second. The measurement of setting time was doing by Vicat Penetrometer and the measurement ofcompressive strength was doing by Compressive Strength Test. The Result show increase of settingtime which was mixed 20 second, 40 second, and 60 second. The compressive strength of dentalstone increase when the mixing time 20 second and 40 second, and 60 second. One Way ANOVAshowed that there were significant increase of setting time and compressive strength which wasmixed longer (p<0.05). Conclusion there is relationship between mixing time toward setting timeand compressive strength.

Key words: Gypsum, dental stone, setting time, compressive strength

Page 35: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

707

PENDAHULUANDental stone merupakan salah satu

bahan cor di bidang kedokteran gigi yangberbahan dasar gipsum. Gipsum adalah salahsatu mineral yang sangat vital digunakan didunia kedokteran gigi. Produk gipsumdigunakan dalam kedokteran gigi untukmembuat model studi dan model kerja darirongga mulut serta struktur kranio-fasial dansebagai piranti penting untuk pekerjaanlaboratorium kedokteran gigi yang melibatkanpembuatan protesa gigi. Dalam kedokterangigi, replika dari jaringan keras dan jaringanlunak digunakan untuk diagnosis dan rencanaperawatan dari suatu keadaan patologis yangmenyimpang dari normalnya. Replika inidisebut dengan model studi, casts atau die.Masing-masing dari replika ini memilikitujuan khusus dalam kegiatan kedokterangigi.1

Menurut International Organization forStandardization, gipsum diklasifikasikan kedalam lima tipe. Tipe I adalah dental plasteryang biasa digunakan untuk pencetakan. TipeII adalah dental plaster untuk pembuatanmodel studi. Tipe III adalah dental stone untukpembuatan model kerja. Tipe IV adalah dentalstone untuk pembuatan die, dengan kekuatanbesar dan ekspansi rendah. Tipe V adalahdental stone untuk pembuatan die, kekuatanbesar namun memiliki ekspansi tinggi.1

Tipe-tipe gipsum mempunyai kegunaansebagai berikut dalam praktik kedokteran gigi.Gipsum tipe I berguna untuk membuat cetakanbagi pasien yang edentulous. Gipsum tipe IIberguna untuk pembuatan model studi.Gipsum tipe III berguna untuk pebuatan modelkerja baik untuk pembuatan protesa ataupunpembuatan alat ortodonti. Gipsum tipe IV danV lebih sering digunakan dalam pembuatandie ataupun logam cor untuk pembuatanmahkota gigi.1

Kandungan utama dental stone adalahkalsium sulfat hemihidrat (CaSO4)2.H2O.Reaksi kimia pertama kali dapat terjadi saatproses pencampuran bubuk gipsum dengan air.Pada saat hemihidrat diaduk dengan air,terbentuklah suatu suspensi semifluid yangdapat dimanipulasi. Hemihidrat melarutsampai terbentuk larutan jenuh sehinggadihidrat mengendap. Reaksi ini akan terusberlanjut sampai tidak ada lagi dihidrat yangmengendap dari larutan. Produk yangdihasilkan berupa campuran hemihidrat dan airyang memadat dan selanjutnya disebut

dihidrat. Selama proses pengerasan materialtersebut akan mengeluarkan panas. Panas yangterjadi selama proses setara dengan panas yangdigunakan selama proses pengapuran.1-3

Proses pengerasan dental stone hinggamenjadi suatu model kerja atau model studidipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunyaadalah setting time. Setting time merupakanwaktu yang dibutuhkan mulai dari prosespencampuran air dan bubuk hingga bahannyamenjadi keras. Hal-hal yang mempengaruhikecepatan setting time adalah suhu, lamapengadukan, penambahan akselerator danretarder, serta perbandingan air dan bubuk.1,3

Salah satu faktor yang dapatmengendalikan setting time adalah lamapengadukan. Ketika bubuk dental stone diberiair, reaksi kimia dimulai dan kalsium sulfatdihidrat terbentuk. Selama proses pengadukanstruktur kalsium sulfat dihidrat dipecahmenjadi kristal dihidrat yang lebih kecil danmemiliki inti yang baru, dengan pengendapankalsium sulfat dihidrat dipercepat. Peningkatankecepatan pengadukan dapat mengubahkalsium sulfat hemihidrat menjadi kalsiumsulfat dihidrat lebih cepat sehingga waktusetting yang dibutuhkan pun menjadi lebihkecil.3,4

Pengadukan dental stone selama prosesmanipulasi dapat dilakukan dengan duametode, yaitu pengadukan dengan tanganmenggunakan rubber bowl plastis dan spatulaatau hand mixing, serta pengadukanmenggunakan alat vacuum mixing. Teknikpengadukan dengan tangan dilakukan dengangerakan memutar dalam rentang waktu satumenit. Pengadukan yang berhasil akanmembentuk adonan semifluid yang lembut danhomogen dan dapat dicapai dengan gerakanmenekan adonan ke dinding-dinding rubberbowl untuk mengurangi gumpalan dangelembung udara.2-4

Pengadukan dengan vacuum mixingmemiliki kelebihan jika dibandingkan denganpengadukan secara manual dengan tangan.Pengadukan menggunakan vacuum mixingdapat mengurangi gelembung udara yangterperangkap selama manipulasi karena adanyagetaran yang dihasilkan oleh mesin.Penuangan bubuk dental stone ke dalamvacuum mixing harus diperhatikan dengancermat. Penuangan dilakukan sedikit demisedikit untuk menghindari terperangkapnyagelembung udara.2,5

Page 36: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

708

Kekuatan kompresi juga sangatmenentukan sebagai kualitas akhir dari suatumodel dental stone. Suatu model studi ataumodel kerja yang baik adalah model gipsumyang tahan terhadap abrasi dan memilikikekuatan yang tinggi. Hal yang mempengaruhikekuatan kompresi dental stone adalahperbandingan air dan bubuk serta lamapengadukan. Pengadukan dental stone denganvacuum mixing menghasilkan model yanglebih keras dibandingkan model yangdihasilkan dari pengadukan secara manualdengan tangan, tetapi kekuatan kompresi yangdihasilkan tidak jauh berbeda.2,4,6

BAHAN DAN METODEPenelitian dilaksanakan di Laboratorium

Material dan Struktur Jurusan Teknik SipilFakultas Teknik Universitas Andalas padabulan November 2014. Penelitian yangdigunakan adalah eksperimental laboratorisdengan desain post test experimental. Sampelpenelitian adalah model segitujuh dental stoneyang telah memenuhi kriteria inklusi dan tidakmemiliki kriteria eksklusi. Kriteria inklusiadalah model segitujuh dental stone yangbebas porous, sedangkan kriteria eksklusiadalah model segitujuh dental stone yang ber-porous.

Pengambilan sampel dilakukan denganmenggunakan rumus Frederer. Dalampenelitian ini akan diberikan tiga perlakuandari masing masing model dental stone, yaitumodel yang diaduk selama 20 detik, 40 detik,dan 60 detik. Jumlah sampel adalah sembilandengan tiga jenis perlakuan. Total sampel yangdibutuhkan adalah sebanyak 27 buah modeldental stone.

Penelitian dilakukan dengan membuatmodel dental stone dimulai dari menakarbubuk dan air sesuai dengan aturan pabrik,yaitu sebanyak 60 ml air dicampur dengan 200gram bubuk dental stone. Terlebih dahulu 60ml air dimasukkan ke dalam rubber bowlkemudian 200 gram bubuk dimasukkanperlahan-lahan ke dalam rubber bowl untukmenghindari terjebaknya gelembung udara.Kemudian dilakukan pengadukan dengan alatmixer dengan perlakuan pertama selama 20detik, perlakuan kedua selama 40 detik, danperlakuan ketiga selama 60 detik. Initialsetting time dental stone dihitung denganstopwatch dan alat Vicat yang menggunakanpemberat jarum Gillmore. Penghitungandimulai saat bubuk dental stone berkontak

dengan air. Adonan dental stone diletakkan dibawah jarum Gillmore dengan berat beban 1/4pound dan penampang jarum 1/12 inch.Kemudian permukaan adonan dental stoneditusuk dengan cepat dan jarum diangkatkembali. Penusukan diulangi setiap 30 detiksekali sambil memutar model agar didapatkantempat tusukan yang berbeda. Gerakan inidilakukan sampai jarum tidak dapat menusukpermukaan model dental stone. Pencatatanwaktu dihentikan. Final setting time dihitungdengan stopwatch dan alat Vicat yangmenggunakan pemberat jarum Gillmore.Jarum Gillmore diganti dengan ukuran 1/24inch. Prosedur sama dengan pengujian initialsetting time. Setelah setting time diuji, modelselanjutnya akan dilakukan uji kekuatankompresi dengan alat Compressive StrengthTest.

HASIL PENELITIANHasil penelitian ini menunjukkan bahwa

terjadi peningkatan kecepatan setting time dankekuatan kompresi saat lama pengadukanditingkatkan. Rata-rata setting time saatpengadukan selama 20 detik adalah 9 menit 91detik. Rata-rata setting time saat pengadukanselama 40 detik adalah 7 menit 5 detik. Rata-rata setting time saat pengadukan selama 60detik adalah 5 menit 5 detik. Peningkatankekuatan kompresi juga terlihat pada saatwaktu pengadukan ditingkatkan.

Rata-rata kekuatan kompresi saatpengadukan selama 20 detik adalah 19,41MPa. Rata-rata kekuatan kompresi saatpengadukan selama 40 detik adalah 22,95MPa. Rata-rata kekuatan kompresi saatpengadukan selama 60 detik adalah 21,71MPa. Terjadi penurunan kekuatan dari 60detik pengadukan terhadap 40 detikpengadukan. Penambahan waktu pengadukanakan menurunkan kekuatan kompresi karenakristal dihidrat yang telah terbentuk dipecaholeh spatula pengaduk.

Hasil uji statistik dengan menggunakanuji beda lanjut (LSD) yang menunjukkanterdapat perbedaan signifikan setting timeyang dilakukan pengadukan selama 20 detikdengan 40 detik, yaitu sebesar p=2,916.Perbedaan setting time yang dilakukanpengadukan selama 20 detik dengan 60 detik,yaitu sebesar p=4,681.

Page 37: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

709

PEMBAHASANBubuk dental stone dimanipulasi

dengan air akan menghasilkan suatu campuranhomogen yang semakin lama semakinmengeras. Campuran dental stone memerlukanwaktu tertentu untuk mengeras sempurna.Waktu yang dibutuhkan saat bubuk bercampurdengan air sampai bahan mengeras disebutdengan setting time. Kecepatan setting timedan kekuatan kompresi dental stonedipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satufaktor tersebut adalah lama pengadukan.1,7

Berdasarkan hasil perhitungan didapatrata-rata setting time dengan pelakuan lamapengadukan 20 detik, 40 detik, dan 60 detiksecara berturut-turut adalah 9 menit 91 detik, 7menit 5 detik, dan 5 menit 5 detik. Terdapatperbedaan yang signifikan rata-rata settingtime dengan pengadukan yang lebih lamadibandingkan setting time dengan pengadukanyang relatif lebih singkat. Hal ini dikarenakansemakin lama waktu pengadukan makapembentukan kristal dihidrat semakin banyakterbentuk sehingga setting time menjadi lebihpendek. Rata-rata setting time dental stoneadalah 12 ± 4 menit.1

Kekuatan kompresi dental stoneberbanding lurus dengan lama pengadukan.Semakin lama dental stone diaduk, semakintinggi kekuatan kompresi suatu model dentalstone. Waktu pengadukan yang dianjurkanuntuk memanipulasi dental stone adalahselama 1 menit jika dental stone dimanipulasisecara manual dengan tangan menggunakanspatula dan rubber bowl. Waktu pengadukanyang dianjurkan untuk memanipulasi dentalstone jika bubuk diaduk dengan menggunakanmesin pengaduk adalah selama 20–30 detiksaja.2

Pada penelitian ini bubuk dental stonediaduk menggunakan mesin pengaduk mixerdengan kecepatan adukan 150 rpm dengan tigaperlakuan selama 20 detik, 40 detik, dan 60detik. Dari hasil perhitungan didapatkan rata-rata kekuatan kompresi dengan lamapengadukan 20 detik adalah 19,41 MPa. Rata-rata kekuatan kompresi dengan lamapengadukan 40 detik adalah 22,95 MPa, danrata-rata kekuatan kompresi dengan lamapengadukan 60 detik adalah 21,71 MPa. Datayang didapatkan menunjukkan perbedaan yangsignifikan kekuatan kompresi dengan lamapengadukan yang lebih lama dibandingkankekuatan kompresi dengan lama pengadukanyang relatif singkat.

Hasil penelitian menunjukkan lamapengadukan 20 detik, 40 detik, dan 60 detikmeningkatkan kekuatan kompresi dental stonesecara signifikan. Namun, pada perlakuanselama 60 detik terjadi penurunan kekuatankompresi jika dibandingkan dengan perlakuanselama 40 detik. Hal ini dapat dijelaskan, lamapengadukan yang dianjurkan jikamenggunakan mixer pengaduk adalah 20–30detik. Pengadukan yang lebih lama akanmempercepat pembentukan kristalisasidihidrat sehingga setting time diperpendek dankekuatan kompresi lebih tinggi. Kekuatankompresi suatu dental stone bergantung padabanyaknya kristal dihidrat yang terbentuk.Semakin banyak kristal dihidrat yangterbentuk saat pengadukan, semakin tinggipula kekuatan kompresi yang dihasilkan.Namun, jika waktu pengadukan diperpanjang,kristal dihidrat yang sudah terbentuk akandiputus kembali oleh spatula pengaduk. Halinilah yang menyebabkan kekuatan kompresimenjadi berkurang.1,2

Pada penelitian yang dilakukan olehAzer et al (2008), tidak terdapat perbedaanyang signifikan antara pengadukanmenggunakan vacuum mixing dan pengadukanmanual dengan tangan. Peningkatan kekuatankompresi terjadi setelah 24 jam dan terdapatperbedaan yang signifikan antara pengadukanmenggunakan vacuum mixing dan pengadukanmanual dengan tangan.7

Kekuatan kompresi dental stone rata-rata adalah 20,7 MPa (3000 psi), namun tidakmelebihi 34,5 MPa (5000 psi). Kekuatan inicukup untuk pekerjaan laboratoris sepertipembuatan pola malam dan pembuatan pirantiortodonti. Selain itu, dental stone jugadigunakan untuk pembuatan konstruksiprotesa karena protesa lebih mudahdikeluarkan setelah proses selesai.1,4

KESIMPULANSetelah dilakukan penelitian mengenai

hubungan lama pengadukan dengan settingtime dan kekuatan kompresi dental stone dapatdisimpulkan:1. Terdapat peningkatan setting time dengan

lama pengadukan 20 detik, 40 detik, dan60 detik. Semakin lama pengadukan makaakan semakin cepat setting time yangdiperoleh.

2. Terdapat peningkatan kekuatan kompresidengan lama pengadukan 20 detik, 40detik, dan 60 detik. Semakin lama

Page 38: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

710

pengadukan maka akan semakin tinggikekuatan kompresi yang diperoleh.

3. Penambahan waktu pengadukan akanmenurunkan kekuatan kompresi karenakristal dihidrat yang telah terbentuk akanterputus oleh spatula pengaduk.

Penelitian lebih lanjut diperlukan untukmengetahui lebih spesifik pengaruh lamapengadukan terhadap setting time dankekuatan kompresi dental stone, serta faktorlain yang mempengaruhi setting time dankekuatan kompresi dental stone.

DAFTAR PUSTAKA1. Anusavice KJ. Phillips Science of Dental

Material. 12th Ed. Missouri: ElsevierSaunders. 2013.

2. Sabouhi M, Khodaeian N, Soltani M,Ataei E. Comparison of PhysicalProperties of An Iranian and AGerman.JIDA 2013;25;1:2013-2014

3. Dental Stone Type IV According to ADASpecifications. Journal of Islamic DentalAssociation of Iran (JIDAI) 2013;25(1).

4. McCabe JF, Walls AWG. Applied DentalMaterials. 9th Ed. Oxford: BlackwellPublishing Ltd. 2008.

5. Gladwin M, Bagby M. Clinical Aspects ofDental Materials Theory, Practice, andCases. 4th Ed. Philadelphia: LippincottWilliams & Wilkins. 2013.

6. Powers JM, Sakaguchi RL. Craig’sRestorative Dental Materials. 12th Ed.India: Elsevier. 2006.

7. Azer SS, Kerby RE, Knobloch LA. Effectof Mixing Methods on The PhysicalProperties of Dental Stones. Journal ofDentistry 2008;36:736–744.

8. Fitriyani S, Subhaini, Chismirina S.Effect of Water Hardness to CompressiveStrength on Dental Gypsum (Type III andIV). Makalah disajikan dalam SeminarKPPIKG 15th Scientific Meeting &Refresher Course in Dentistry. Faculty ofDentistry. University of Indonesia.Jakarta, 14–17 Oktober. 2009;19–26.

Page 39: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

711

MENILAI KUALITAS HIDUP YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESEHATAN MULUTANAK BERUSIA 12 TAHUN: VALIDITAS COHIP-SF VERSI INDONESIA

Youla Karamoy*, Risqa Rina Darwita**, Diah Ayu Maharani**

*Program Magister Ilmu Kedokteran Gigi Komunitas FKG Universitas Indonesia**Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Komunitas FKG Universitas Indonesia

ABSTRAKAnak-anak rentan terhadap masalah kesehatan mulut yang dapat mempengaruhi kualitas hidupmereka. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai reliabilitas, validitas diskriminan, danvaliditas konvergen dari COHIP-SF versi Indonesia pada sampel anak 12 tahun di Indonesia danuntuk menggambarkan kesehatan mulut mereka dalam kaitannya dengan kualitas hidup.Menggunakan desain cross sectional dan pengambilan sampel secara convenience, pada 321 anaksekolah berusia 12 tahun yang tinggal di Kota Bekasi dan Minahasa Utara untuk mengisi kuesionerCOHIP-SF versi Indonesia. Pemeriksaan DMF-T, PUFA dan OHI-S dilakukan oleh satu pemeriksayang sudah dikalibrasi. Hasil: koefisien Cronbach’s alpha untuk skor keseluruhan adalah 0,81. SkorCOHIP keseluruhan berkisar antara 43–84 (Mean ± SD: 68,0 ± 8,8). Validitas diskriminan didukungoleh perbedaan yang signifikan antara skor COHIP di Bekasi dan Minahasa Utara (p=0,000).Validitas konvergen dikonfirmasi oleh hubungan yang signifikan antara skor kualitas hidup denganpenilaian kesehatan mulut yang dirasakan sendiri (r=0,33), antara kualitas hidup dan DMF-T (r=-0,13); PUFA (r=-0,16); OHI-S (r=-0,16). Rerata DMF-T, PUFA, dan OHI-S masing-masing adalah2,5, 0,5, dan 1,7. Ada hubungan yang signifikan dengan kualitas hidup anak. COHIP-SF versiIndonesia adalah reliabel dan valid untuk memberikan informasi penting dalam menilai kebutuhanperawatan, membuat keputusan klinis dan mengevaluasi intervensi, layanan dan program.

Kata kunci: Anak 12 tahun, COHIP-SF versi Indonesia, DMF-T, PUFA, OHI-S, kualitas hidup

ABSTRACTChildren are subject to oral health problems that can impact their quality of life. The purpose of thisstudy was to assess reliability, discriminant validity, and convergent validity of the COHIP-SFIndonesian version in a representative community sample of 12-year-old Indonesian children and todescribe their oral health in relation to quality of life. Using a cross sectional design and conveniencesampling, 321 school children aged 12 years living in the city of Bekasi and Minahasa Utara wererecruited to complete the Indonesian COHIP-SF questionnaire. They were also examined for DMF-T,PUFA and OHI-S by one trained, calibrated examiner. Results: The Cronbach’s alpha coefficient was0.81 for the overall score. Overall COHIP scores ranged from 43–84 (Mean ± SD: 68.0 ± 8.8).Discriminant validity was supported by the significant difference between COHIP scores in theBekasi and the Minahasa Utara (p=0.000). Convergent validity was confirmed by significantassociation between the quality of life scores with the self-perceived oral health ratings (r=0.33),between the quality of life and DMF-T (r=-0.13); PUFA (r=-0.16); OHI-S (r=-0.16).The mean DMF-T, PUFA, and OHI-S were 2.5, 0.5, and 1.7 respectively. There were significant association. TheIndonesian version of COHIP-SF is reliable and valid to provide essential information for assessingtreatment needs, making clinical decisions and evaluating interventions, services and programmes.

Key words: Children aged 12 years, COHIP-SF Indonesian version, DMF-T, PUFA, OHI-S, qualityof life

Page 40: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

712

PENDAHULUANSalah satu faktor yang mempengaruhi

kesehatan secara umum adalah kondisi gigidan mulut. Masalah kesehatan gigi dan mulutmasih didominasi oleh penyakit karies gigidan hampir ditemukan di setiap wilayah diIndonesia. Padahal, karies gigi yang tidakterawat dapat menimbulkan rasa sakit yangtidak tertahankan sehingga dapatmenyebabkan terganggunya atauberkurangnya fungsi gigi dan mulut sehinggaanak tersebut kesulitan untuk makan dan tidur,akibatnya asupan gizi berkurang yangakhirnya akan mengganggu pertumbuhan anakdan kesehatan anak secara umum.1

Karies gigi masih merupakan masalahpada anak sekolah di beberapa kota dan negaradi dunia. Salah satunya adalah di Laos,prevalensi karies gigi pada anak usia 5–12tahun cukup tinggi, yaitu 85,4% dan hampirsemua karies tidak diobati.2 Sedangkan diIndonesia, pengalaman karies pada kelompokumur 12 tahun terus meningkat yaitu 0,91 gigiper orang (berdasarkan Riskedas tahun 2007)menjadi 1,4 gigi per orang pada temuan tahun2013, dengan jumlah kasus karies gigi padaanak yang tidak dirawat adalah 1,36 gigi.3

Umur 12 tahun merupakan umur yangdijadikan standar WHO untuk komparasiantarnegara karena sebagian besar gigi tetapsudah erupsi dan tidak seharusnya sudahmengalami karies. Selain itu, pada masa inimerupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa remaja dan terjadiperkembangan konsep diri mereka yang sangatkompleks dan melibatkan sejumlah aspekdalam diri mereka sehingga apabila terjadisuatu kelainan atau masalah dalam ronggamulut maka dapat mempengaruhiperkembangan dan pergaulan anak tersebut dilingkungannya serta berpengaruh pada kualitashidupnya.4,5

Penelitian yang sudah sering dilakukansampai saat ini pada umumnya mengenaiakibat fisik yang ditinggalkan dari penyakitseperti studi morbiditas sehingga konsep sehatmenurut WHO yang mencakup sehat fisik,mental maupun sosial tidaklah terukur.Pertemuan para pakar kedokteran gigi diAmerika Serikat pada tahun 1996 menekankanpentingnya untuk memasukkan aspek kualitashidup dalam penilaian hasil programpelayanan kesehatan gigi dan mulut.6 Konsepkualitas hidup yang dimaksud adalah kualitashidup yang berhubungan dengan kesehatan

mulut (Oral Health Related Quality of Life/OHRQoL), yaitu respons dari masing-masingindividu dalam kehidupannya sehari-hariterhadap fungsi fisik, psikis, dan sosial sebagaiakibat dari status kesehatan gigi yang kurangbaik. Respons ini akan mempengaruhikepuasan individu atas kesehatan mulutnyadalam lingkungan kehidupannya.7 Memahamibesarnya isu mengenai dampak kesehatan gigidan mulut terhadap kualitas hidup anak makabeberapa ahli di berbagai negara telahmengembangkan instrumen untuk mengukurkualitas hidup dalam aspek kesehatan gigi danmulut, di antaranya adalah Child Oral HealthImpact Profile (COHIP).8

COHIP ini dikembangkan oleh Broderet al sejak tahun 2007 untuk menilai dampaksosial dari kelainan gigi dan rongga mulutpada anak usia sekolah. Versi asli dari COHIPdalam bahasa Inggris, Spanyol, dan Perancis,selain itu juga telah diterjemahkan ke dalambahasa Belanda, Korea, dan Persia yang telahdiuji dan terbukti dapat diandalkan.9 Untukmenyesuaikan dengan penelitian klinis danstudi epidemiologi, instrumen ini telahdipersingkat dan dikembangkan sejak tahun2012. Child Oral Health Impact Profile-ShortForm (COHIP-SF 19) disingkat menjadi 19item dan 3 subskala (oral health, functionalwell-being, dan socio-emotional well-being).10

Adanya instrumen untuk mengukurkualitas hidup dapat membantu dalampengambilan keputusan klinis dan memantaukondisi pasien, selain itu informasi yangdiperoleh dapat digunakan sebagai masukandalam penyusunan berbagai kebijakanpelayanan kesehatan gigi dan mulut.7,10 Karenamasalah perbedaan bahasa dan lintas budayamaka instrumen OHRQoL tidak hanya harusditerjemahkan tetapi juga harus divalidasi.Penelitian ini bertujuan untuk menilaireliabilitas, validitas diskriminan, dan validitaskonvergen dari COHIP-SF versi Indonesiapada anak usia 12 tahun di Indonesia danmenggambarkan kesehatan mulut merekadalam kaitannya dengan kualitas hidup.

BAHAN DAN METODEPenelitian analitik dengan desain cross

sectional. Penelitian ini dilakukan setelahmendapatkan persetujuan dari Tim KomisiEtik Penelitian Kedokteran Gigi (KEPKG)Fakultas Kedokteran Gigi UniversitasIndonesia dan juga persetujuan daripemerintah terkait di lokasi penelitian melalui

Page 41: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

713

surat ijin dari Kepala Dinas Pendidikan KotaBekasi Provinsi Jawa Barat dan juga dariKepala Badan Kesatuan Bangsa dan PolitikKabupaten Minahasa Utara Provinsi SulawesiUtara. Pengumpulan data dilakukan padabulan Februari–Maret 2015.

Pengambilan sampel secara conveniencepada 300 anak sekolah berusia 12 tahun yangtinggal di Kota Bekasi dan KabupatenMinahasa Utara untuk mengisi kuesionerCOHIP-SF versi Indonesia. KuesionerCOHIP-SF versi Indonesia telahditerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia daribahasa aslinya (bahasa Inggris) dan sudahdidiskusikan dengan dosen FKG UI yang fasihberbahasa Inggris dan bahasa Indonesia.Proses back translation dilakukan tiga kalisehingga diperoleh terjemahan yang sesuaidengan konsep aslinya. COHIP-SF terdiri dari19 pertanyaan yang terbagi dalam 3 subskala,yaitu oral health, functional well-being, dansocio-emotional well-being. Anak-anakdiminta untuk mengisi pada kuesionerseberapa sering mereka mengalami dampakkesehatan mulut selama periode tiga bulanterakhir dan setiap pertanyaan dijawab denganlima poin skala Likert mulai dengan tidakpernah (5), sangat jarang (4), kadang-kadang(3), lumayan sering (2), dan hampir setiap saat(1). Ada dua pertanyaan yang bernada positif,tanggapan terhadap pertanyaan tersebut adalahtidak pernah (1), sangat jarang (2), kadang-kadang (3), lumayan sering (4), dan hampirsetiap saat (5). Keseluruhan COHIP-SF skordihitung dengan menjumlahkan semua skor 19item pertanyaan dalam kisaran 19–85.Akibatnya, lebih tinggi skor COHIP-SFmencerminkan OHRQoL lebih baik. Selainitu, ada satu item penilaian mereka sendirimengenai kesehatan mulutnya yangpenilaiannya mulai dari buruk (1), cukup (2),rata-rata (3), baik (4), dan sangat baik (5).Sedangkan untuk pemeriksaan DMF-T, PUFAdan OHI-S dilakukan oleh satu orangpemeriksa yang sudah dikalibrasi.Pemeriksaan dilakukan pada anak yangbersedia dan telah mendapat persetujuan dariorang tuanya. Orang tua telah menandatanganiinformed consent yang dibagikan sebelumpemeriksaan dilakukan.

Data yang telah diperoleh kemudiandiolah dan dianalisis menggunakan komputerdengan program SPSS versi 17. Untukmengetahui validitas kuesioner dengan melihatnilai corrected item-total correlation yang

diperoleh dari masing-masing item pertanyaanyang merupakan korelasi antara skor itemdengan skor total item (nilai rhitung) yang akandibandingkan dengan nilai rtabel. Reliabilitasdengan melihat nilai Cronbach’s alpha untukmengetahui konsistensi internal kuesioner.Untuk mengetahui perbedaan skor totalCOHIP-SF versi Indonesia berdasarkan faktorsosiodemografi (jenis kelamin, jenis pekerjaanorang tua, dan wilayah sekolah) digunakan ujiMann Whitney. Uji partial Spearmancorrelations digunakan untuk mengetahuihubungan antara pemeriksaan klinis (DMF-T,PUFA, dan OHI-S) dengan kualitas hidup(COHIP-SF versi Indonesia), denganmengontrol variabel faktor sosiodemografi(jenis kelamin, jenis pekerjaan orang tua, danwilayah sekolah).

HASIL PENELITIANPenelitian ini dilakukan di 4 SD negeri

yang ada di kecamatan Jatiasih Kota Bekasidan 8 SD di kecamatan Talawaan KabupatenMinahasa Utara. Jumlah sampel padapenelitian ini sebanyak 321 orang, dengantingkat partisipasi subjek adalah 93,5% atau300 orang. Berikut ini adalah prevalensi kariesgigi dan kebersihan mulut dari subjekpenelitian.

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa daritotal subjek ada 81,0% yang mempunyaikaries gigi dan sebagian besar belum diobati(decay 76,7%). Selain itu, sebanyak 30,7%memiliki kasus karies gigi yang sudahmencapai pulpa yang berpotensi terjadinyainfeksi lebih lanjut. Untuk kebersihan gigi danmulut subjek yang dinilai menggunakanindeks OHI-S sebagian besar dalam kategoribaik dan sedang. Dari semua komponen yangdinilai, hampir semua kasus (decay, missing,pulp, abscess, DMF-T, PUFA, dan OHI-S)lebih tinggi pada subjek laki-laki. Namun,untuk gigi yang sudah ditambal (filled) lebihbanyak pada perempuan. Bila dilihatberdasarkan jenis pekerjaan orang tua, darisemua komponen yang dinilai hampir semuakasus (decay, missing, pulp, DMF-T, danPUFA) lebih banyak pada subjek yang orangtuanya bekerja secara nonformal. Namun,untuk gigi yang sudah ditambal (filled) dankasus abses pada gigi, lebih banyak ditemukanpada subjek yang orang tuanya bekerja secaraformal.

Pada penelitian ini diketahui bahwarerata DMF-T, PUFA, dan OHI-S pada subjek

Page 42: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

714

Tabel 1. Prevalensi DMF-T, PUFA, dan OHI-S serta Reratanya Berdasarkan Jenis Kelamin, Pekerjaan OrangTua, dan Wilayah Sekolah

Variabel Total(N=300)

Jenis Kelamin Jenis PekerjaanOrang Tua Wilayah Sekolah

Laki-Laki

(n=136)

Perempuan(n=164)

Formal(n=85)

Non-Formal(n=215)

Bekasi(n=188)

MinahasaUtara

(n=112)Prevalensi (%)

Decay 76,7 77,2 76,2 68,2 80,0 76,1 77,7Missing 32,0 36,8 28,0 23,5 35,3 25,0 43,8Filled 3,3 2,2 4,3 4,7 2,8 4,3 1,8DMF-T 81,0 83,8 78,7 72,9 84,2 78,7 84,8

Rerata DMF-T 2,51 2,57 2,46 2,16 2,65 2,45 2,62Pulp Involvement 30,7 64,0 26,2 22,4 34,0 22,9 43,8Ulcer 0 0 0 0 0 0,0 0,0Fistel 0 0 0 0 0 0,0 0,0Abscess 4,0 5,1 3,0 5,9 3,3 5,3 1,8PUFA 30,0 34,6 26,2 23,5 32,6 23,4 41,1

Rerata PUFA 0,49 0,56 0,43 0,42 0,52 0,37 0,70OHI-S Baik 41,7 39,0 43,9 55,3 36,3 44,7 35,6OHI-S Sedang 47,7 47,8 47,6 36,5 52,1 44,7 52,7OHI-S Buruk 10,6 13,2 8,5 8,2 11,6 10,6 10,7

Rerata OHI-S 1,70 1,81 1,61 1,44 1,80 1,63 1,81

yang bersekolah di Minahasa Utara lebihtinggi dibandingkan dengan subjek yangbersekolah di Bekasi. Selain itu, prevalensigigi yang missing dan pulp involvement padasubjek di Minahasa Utara lebih tinggi, namununtuk komponen filled dan abscess lebihtinggi di Bekasi.

Pada saat pelaksanaan penelitian untukmengetahui kualitas hidup dari subjekdigunakan kuesioner yang sudah pernah dipakai di beberapa negara yaitu COHIP-SF 19.Kuesioner COHIP-SF versi Indonesia,awalnya terdiri dari 19 item pertanyaan yangdikelompokkan dalam 3 subskala, yaitu oralhealth, functional well-being, socio-emotionalwell-being. Validitas kuesioner dapat diketahuidengan melihat nilai corrected item-totalcorrelation yang merupakan korelasi antara

skor item dengan skor total item (nilai rhitung)yang kemudian akan dibandingkan dengannilai rtabel. Berdasarkan hasil uji validitasdiperoleh ada dua item pertanyaan yangmempunyai nilai rhitung lebih kecil dari nilairtabel sehingga diperoleh 17 pertanyaan untukCOHIP-SF versi Indonesia.

Adapun hasil analisis reliabilitas darikuesioner COHIP-SF versi Indonesia dapatdilihat pada Tabel 2. Pada Tabel 2 terlihatbahwa nilai koefisien Cronbach’s alpha daritotal COHIP-SF versi Indonesia adalah 0,81.Nilai Cronbach’s alpha yang lebih dari 0,80menunjukkan tingkat reliabilitas yang sangattinggi dan mempunyai konsistensi internalyang baik.

Ketepatan pengukuran dari suatu alatukur adalah amat penting. Validitas penelitian

Tabel 2. Analisis Reliabilitas COHIP-SF Versi Indonesia (Internal Consistency)

Skala (Jumlah Item) Cronbach’sAlpha

Corrected Item-Total Correlation

Alpha if ItemDeleted

Total COHIP-SF Versi Indonesia (17) 0,81 0,26-0,52 0,80-0,81

Oral Health (5) 0,44 0,14-0,31 0,33-0,44

Functional Well-Being (4) 0,52 0,26-0,34 0,42-0,49

Socio-Emotional Well-Being (8) 0,74 0,36-0,49 0,71-0,73

Page 43: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

715

Tabel 3. Uji Validitas COHIP-SF Versi Indonesia

VariabelTotal COHIP-SFVersi Indonesia Oral Health Functional Well-

BeingSocio-Emotional

Well-Beingrs p-value rs p-value rs p-value rs p-value

DMF-T -0,13 0,017* -0,11 0,053 -0,12 0,027* -0,11 0,053PUFA -0,16 0,005* -0,14 0,011* -0,13 0,018* -0,13 0,025*OHI-S -0,16 0,004* -0,15 0,007* -0,13 0,021* -0,13 0,023*Global Scale 0,33 0,000* 0,33 0,000* 0,25 0,000* 0,25 0,000*

*uji korelasi Spearman parsial, nilai p<0,05: bermakna, variabel yang dikontrol: jenis kelamin, pekerjaan orang tua, danwilayah sekolah

salah satunya ditentukan juga oleh validitaspengukuran. COHIP-SF versi Indonesiamerupakan alat ukur yang digunakan padapenelitian ini untuk mengetahui kualitas hidupanak dari aspek kesehatan gigi dan mulut.Validitas pengukuran dapat dilihat pada Tabel3 di atas.

Untuk mengetahui validitas diskriminanadalah dengan memeriksa hubungan antaraindikator keparahan klinis dengan skorkeseluruhan COHIP-SF versi Indonesia dansubskala, setelah mengendalikan jeniskelamin, pekerjaan orang tua, dan wilayahsekolah. Pada Tabel 3 terlihat bahwa hasilpemeriksaan klinis secara signifikanberkorelasi negatif dengan skor total COHIP-SF versi Indonesia, meskipun hubungan yanglemah. Sedangkan untuk mengetahui validitaskonvergen dibuktikan dengan hubungan yangpositif antara COHIP-SF versi Indonesia danglobal scale.

Pada Tabel 4 terlihat bahwa tidakterdapat perbedaan kualitas hidup anak usia 12tahun berdasarkan jenis kelamin dan jenispekerjaan orang tua. Namun, berdasarkanwilayah sekolah menunjukkan adanyaperbedaan yang bermakna, dengan kualitas

hidup anak di Bekasi lebih tinggi dariMinahasa Utara.

Pada Tabel 5 terlihat bahwa terdapathubungan antara karies gigi (DMF-T danPUFA), kebersihan mulut (OHI-S) dengankualitas hidup anak, dengan nilai p<0,05.Selain itu, diketahui bahwa terdapat hubunganantara jumlah gigi yang missing dan pulpinvolvement dengan kualitas hidup anak.Dengan arah korelasi negatif yang berartisemakin sedikit jumlah karies dalam mulutseseorang maka kualitas hidupnya semakinmeningkat atau menjadi lebih baik.

PEMBAHASANDari hasil penelitian ini diperoleh data

bahwa sebagian besar subjek (76,7%)mempunyai gigi decay yang belum dirawat.Selain itu, dari total sampel terdapat 30,7%subjek yang memiliki kasus karies gigi yangsudah mencapai pulpa yang berpotensiterjadinya infeksi lebih lanjut. Dengan DMF-T2,51 dan PUFA 0,49. Berdasarkan kriteria dariWHO, DMF-T 2,51 masih termasuk dalamkategori rendah untuk kelompok usia 12tahun.11 Namun, bila dibandingkan denganbeberapa negara berkembang lainnya temuan

Tabel 4. Perbedaan Kualitas Hidup Anak Usia 12 Tahun Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

Faktor SosiodemografiKualitas Hidup

Mean (SD) Median (Min–Max) p-valueJenis Kelamin 0,065

Laki-laki 67,1 (9,0) 69 (43–84)Perempuan 68,8 (8,6) 70 (46–83)

Pekerjaan Orang Tua 0,275Formal 68,9 (8,6) 70 (46–83)Non-Formal 67,7 (8,9) 69 (43–84)

Wilayah Sekolah 0,000*Bekasi 69,5 (8,2) 71,0 (43–84)Minahasa Utara 65,6 (9,3) 65,0 (46–84)

*uji Mann Whitney, nilai p<0,05: bermakna

Page 44: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

716

Tabel 5. Hubungan Antara Karies Gigi, Kebersihan Mulut dengan Kualitas Hidup Anak Usia 12 Tahun

VariabelKualitas Hidup

N Nilai rs p-valueKaries Gigi

DMF-T 300 -0,13 0,017*PUFA 300 -0,16 0,005*

Kebersihan MulutOHI-S 300 -0,16 0,004*

*uji korelasi Spearman parsial, nilai p<0,05: bermakna, variabel yang dikontrol: jenis kelamin, pekerjaan orang tua, danwilayah sekolah

ini termasuk tinggi. Di Yordania, DMF-Tuntuk anak usia 12 tahun hanya 1,1 gigi perorang,12 bahkan di negara tetangga yaituMyanmar, DMF-T hanya 0,2 gigi per orang.13

Pada periode anak usia 12 tahun,merupakan masa yang sangat penting karenapada umumnya gigi tetap sudah erupsi dansudah mulai terpapar dengan lingkunganmulut.14 Selain itu, pada masa ini merupakanmasa peralihan dari masa anak-anak ke masaremaja dan terjadi perkembangan konsep dirimereka yang sangat kompleks dan melibatkansejumlah aspek dalam diri mereka. Pada usiaini, anak-anak sudah menunjukkan kepekaanuntuk belajar sesuai dengan rasa ingintahunya.5,14 Adanya masalah kesehatan gigipada anak akan memberikan dampak negatifterhadap perkembangannya yang nanti dapatmempengaruhi kualitas hidup dari anaktersebut. Menurut WHO, usia 12 tahun sangatpenting sehingga kelompok usia ini dipilihsebagai indikator global untuk perbandingandan pengawasan penyakit.14

Untuk mengetahui kualitas hidup anakusia sekolah dalam hubungannya dengankesehatan gigi dan mulut adalah penting untukmempunyai instrumen standar dan mempunyaivaliditas dan reliabilitas yang baik.Berdasarkan uji validitas dan reliabilitaskuesioner, diketahui bahwa COHIP-SF versiIndonesia mempunyai konsistensi internalyang baik. Hal ini ditunjukkan dengan nilaiCronbach’s alpha secara keseluruhan adalah0,81. Menurut Pratiknya (2007), nilaiCronbach’s alpha lebih dari 0,80 termasukdalam kategori sangat tinggi dan mempunyaikonsistensi internal yang sangat baik.15 NilaiCronbach’s alpha pada penelitian ini jugasama seperti di Cina dalam pengembanganCOHIP-SF versi Cina yaitu 0,81. Hasil inibahkan mendekati dengan penelitiansebelumnya di Amerika Serikat, dengan nilaiCronbach’s alpha 0,82.16

Validitas diskriminan dapat dilihat darihubungan antara COHIP-SF versi Indonesiadengan hasil pemeriksaan klinis sebagaiindikator. Pada penelitian ini diketahui bahwaada korelasi antara skor total COHIP-SF versiIndonesia dengan hasil pemeriksaan klinis,baik DMF-T, PUFA, dan OHI-S. Arahkorelasi negatif yang dapat diartikan sebagaisemakin tingginya masalah kesehatan gigi danmulut yang ditemukan berdasarkan hasilpemeriksaan klinis maka kualitas hidupnyasemakin menurun atau buruk, begitu jugasebaliknya. Meskipun nilai parsial koefisienkorelasi Spearman yang kecil, namunmempunyai hubungan yang signifikan.Temuan ini hampir sama dengan beberapapenelitian sebelumnya.16 Dengan hasil ini,dapat dikatakan bahwa instrumen COHIP-SFversi Indonesia dapat digunakan untukmemprediksi kualitas hidup anak usia sekolahdalam aspek kesehatan gigi dan mulut.Sedangkan untuk mengetahui validitaskonvergen dibuktikan dengan hubungan yangpositif antara COHIP-SF versi Indonesia danglobal scale yang merupakan penilaian darisubjek sendiri terhadap kesehatan mulutnya.Ketika kualitas hidup subjek tinggi atau baikmaka dia juga melaporkan bahwa kesehatanmulutnya dalam keadaan baik pula. Dalam ujivaliditas diskriminan pada faktorsosiodemografi lainnya menunjukkan terdapatperbedaan kualitas hidup berdasarkan wilayahsekolah.

Instrumen kualitas hidup berperanpenting di masa depan untuk penelitian klinis,survei epidemiologi dan kebijakan kesehatanmasyarakat. WHO menyarankan agar statuskesehatan penduduk diukur dalam tiga hal,yaitu dengan melihat ada tidaknya kelainanpatofisiologis, mengukur fungsi, dan penilaianindividu atas kesehatannya.17 Penggunaankuesioner dapat memberikan keuntungan, halini disebabkan karena pertanyaan-pertanyaan

Page 45: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

717

yang diajukan pada subjek dapat lebihlengkap, tersusun secara sistematis sertabentuknya seragam atau sama untuk semuasubjek. Instrumen kualitas hidup dalam aspekkesehatan gigi dan mulut dapat digunakandalam jalur perawatan klinis untukmengevaluasi sensitivitas hasil perawatan danperubahan klinis dari pasien atau klien.18

Pada penelitian ini diketahui bahwaterdapat hubungan yang signifikan antarastatus karies gigi, kebersihan gigi dan mulutdengan status kualitas hidup anak. Hal iniberarti anak yang mempunyai masalahkesehatan gigi yaitu tingginya jumlah kariesgigi dan buruknya status kebersihan gigi danmulutnya maka seiring dengan hal itu, kualitashidup dari anak tersebut akan menurun ataurendah. Penelitian oleh Li et al (2013) di Cinamenunjukkan bahwa karies gigi, karang gigi,dan fluorosis dapat memberikan dampaknegatif terhadap kualitas hidup anak.19 Kariesgigi dapat menimbulkan rasa sakit, baik padagigi yang terkena maupun daerah sekitar gigitersebut. Apabila invasi bakteri sudah sampaike pulpa gigi yang terdiri dari pembuluh darahdan syaraf gigi, maka terjadi infeksi padapulpa yang akan menyebabkan rasa sangatsakit dan berdenyut sehingga dapatmempengaruhi aktivitas dan fungsi fisiologisserta psikologis pada anak tersebut.20 Dampaksosial yang dialami anak dengan karies gigiyang tidak terawat antara lain, tidak hadir disekolah karena sakit gigi. Dampak sosial lainyang mungkin dialami anak terkait dengankegiatan sekolah adalah kesulitan untukberkonsentrasi ataupun menyelesaikan tugaskarena sakit gigi yang dirasakan.21 Penyakitpada rongga mulut atau kondisi gigi dan mulutyang tidak sehat seperti adanya karies gigi,tidak hanya menyebabkan kerusakan secarafisik pada gigi saja namun juga mempengaruhiekonomi, sosial, dan psikologis.22

Pada penelitian ini juga diketahui bahwaterdapat perbedaan yang bermakna padakualitas hidup berdasarkan wilayah sekolah,dengan nilai total COHIP-SF versi Indonesiadi Bekasi lebih tinggi dari Minahasa Utara.Hal ini dikarenakan karena masih tingginyakaries gigi anak yang belum diobati di wilayahMinahasa Utara sehingga menyebabkankualitas hidup anak di wilayah ini lebih rendahdibandingkan dengan Bekasi. Keadaan inisalah satunya disebabkan karena lokasi dankondisi geografis yang kurang mendukunguntuk menjangkau pusat layanan kesehatan

gigi sehingga masalah kesehatan gigi yang adacenderung dibiarkan. Selain itu, ketersediaansarana dan fasilitas kesehatan gigi dan mulutyang ada di Minahasa Utara masih kurangmemadai dibandingkan dengan yang ada diBekasi.23,24

Beberapa penelitian serupa jugamenunjukkan bahwa anak-anak dengan statussosial ekonomi yang rendah dan berasal darisekolah-sekolah di pedesaan secara signifikanmemiliki kualitas hidup lebih rendah padakeseluruhan skor COHIP-SF dan dua subskalayang ada (oral health dan functional well-being) tapi tidak untuk skor socio-emotionalwell-being.19 Masih banyak anak yangmengalami karies aktif dan tidak terkontrolsehingga memiliki kesehatan rongga mulutdan kesehatan umum yang tidak adekuat.Keadaan ini dapat mempengaruhi danmenurunkan kualitas hidupnya. Hal ini dapatdicegah jika setiap anak terlibat dalam praktikmenjaga kebersihan rongga mulut setiap hari,pola diet teratur, dan perawatan ke pusatlayanan kesehatan gigi dan mulut yang adasecara rutin. Selain itu, untuk mencapai derajatkesehatan gigi dan mulut anak yang optimal,perlu ditingkatkan dan mengoptimalkanupaya-upaya promotif dan preventif yang lebihdekat dengan anak sekolah.19,25

KESIMPULANKesimpulan pada penelitian ini adalah

terdapat hubungan antara status kesehatan gigidan mulut dengan kualitas hidup anak.COHIP-SF versi Indonesia adalah reliabel danvalid untuk memberikan informasi pentingdalam menilai kebutuhan perawatan, membuatkeputusan klinis, dan mengevaluasi intervensi,layanan dan program.

SARANSebagai saran untuk pelayanan dapat

menggunakan alat ukur yang dihasilkan dalammemprediksi kualitas hidup anak dalamhubungannya dengan kesehatan gigi danmulut. Pada penelitian selanjutnya untukmelakukan test-retest kuesioner serta teknikpengambilan sampel secara probability danjumlah sampel yang lebih memadai.

UCAPAN TERIMA KASIHPenelitian ini mendapat dukungan dana

dari PUSTANSERDIK Badan PPSDMKesehatan Kemenkes RI.

Page 46: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

718

DAFTAR PUSTAKA1. Kemenkes. Pedoman Usaha Kesehatan

Gigi Sekolah (UKGS). Jakarta: BinaUpaya Kesehatan Kemenkes RI. 2012; 1–2.

2. Besseling S, Ngonephady S, Wijk AJ.Pilot Survey on Dental Health in 5–12Year-Old School Children in Laos.Journal of Investigative and ClinicalDentistry 2013;4:44–48.

3. Kemenkes. Riset Kesehatan Dasar.Jakarta: Badan Penelitian danPengembangan Kesehatan. 2013; 110–119.

4. Piovesan C, Batista A, Ferreira FV,Ardenghi TM. Oral Health-RelatedQuality of Life in Children: ConceptualIssues. Odonto cienc 2009;24:81–85.

5. Haditono S, Monks F, Knoers A.Psikologi Perkembangan. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press. 2006;262–269.

6. Naito. Oral Health Status and Health-Related Quality of Life: A SystematicReview. Oral Sci 2006;48:1–7.

7. Papaioannou W, Oulis CJ, Latsou D,Yfantopoulos J. Oral Health-RelatedQuality of Life: What, Why, How, andFuture Implications. InternationalJournal of Dentistry 2011;1264–1271.

8. Broder HL, McGrath C, Cisneros GJ.Questionnaire Development: FaceValidity and Item Impact Testing of TheChild Oral Health Impact Profile.Community Dent Oral Epidemiol2007;35:8–19.

9. Dunlow N, Philips C, Broder HL.Concurrent Validity of The COHIP.Community Dent Oral Epidemiol2007;35:41–49.

10. Broder HL, Wilson-Genderson M, SischoL. Reliability and Validity Testing forThe Child Oral Health Impact Profile-Reduced (COHIP-SF 19). Journal ofPublic Health Dentistry 2012;72:302–312.

11. FDI. A New Model for CariesClassification and Management2012;143:546–551.

12. Rajab LD, Petersen PE, Baqain Z,Bakaeen G. Oral Health Status Among 6and 12 Year-Old Jordanian SchoolChildren. Oral Health Prev Dent2014;12:99–107.

13. Chu CH, Chau AMH, Wong ZSW, HuiBSY, Lo EC. Oral Health Status andBehaviours of Children in Myanmar: APilot Study in Four Villages in RuralAreas. Oral Health Prev Dent2012;10:365–372.

14. World Health Organization. Oral HealthSurveys Basic Methods. 2013.

15. Pratiknya AW. Dasar-Dasar MetodologiPenelitian Kedokteran dan Kesehatan.Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2007;164–175.

16. Li C, Xia B, Wang Y, Guan X, Yuan J,Ge L. Translation and PsychometricProperties of The Chinese (Mandarin)Version of The Child Oral Health ImpactProfile-Short Form 19 (COHIP-SF 19) forSchool-Age Children. BMC Oral Health2014;12:1–8.

17. Petersen PE. The World Oral HealthReport 2003: Continuous Improvement ofOral Health in The 21st Century ± TheApproach of The WHO Global OralHealth Programme. Community DentOral Epidemiol 2003;31:3–24.

18. Ahn Y, Kim H, Hong S, Patton LL, KimJ, Noh H. Validation of A KoreanVersion of The Child Oral Health ImpactProfile (COHIP) Among 8 to 15 Year OldSchool Children. IJPD 2012;292–302.

19. Li C, Xia B, Wang Y, Guan X, Yuan J,Ge L. Translation and PsychometricProperties of The Chinese (Mandarin)Version of The Child Oral Health ImpactProfile-Short Form 19 (COHIP-SF 19) forSchool-Age Children. BMC Oral Health2014;12:1–8.

20. Kidd EA, Bechal SJ. Dasar-Dasar KariesPenyakit dan Penanggulangannya.Jakarta: EGC. 1992: 1–3,98–119.

21. Krisdapong S, Prasertsom P,Rattanarangsima K, Sheiham A.Relationships Between Oral Diseases andImpacts on Thai Schoolchildren’s Qualityof Life: Evidence from A Thai NationalOral Health Survey of 12 and 15 Year-Old. Community Dent Oral Epidemiol2012;550–559.

22. Foo P, Sampson W, Roberts R, JamiesonL, David D. General Health-RelatedQuality of Life and Oral Health ImpactAmong Australians with Cleft Comparedwith Population Norms: Age and GenderDifferences. The Cleft Patate-Craniofacial Journal 2012;49:406–413.

Page 47: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

719

23. Kemenkes RI. Ringkasan Eksekutif Datadan Informasi Kesehatan Provinsi JawaBarat. Jakarta: Pusat Data dan Informasi.2014.

24. Kemenkes RI. Ringkasan Eksekutif Datadan Informasi Kesehatan ProvinsiSulawesi Utara. Jakarta: Pusat Data danInformasi. 2014.

25. Houwink B. Ilmu Kedokteran GigiPencegahan. Yogyakarta: Gadjah MadaUniversity Press. 1993: 2–3,275.

Page 48: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

720

KLINIS RESTORASI RESIN KOMPOSIT PADA KAVITAS KLAS IPASCA PENUMPATAN TIGA TAHUN

Lisa Triwardhani*, Martha Mozartha**, Trisnawaty**

*Mahasiswa Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya**Departemen Ilmu Material Kedokteran Gigi Program Studi Kedokteran Gigi

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

ABSTRAKResin komposit merupakan material restorasi yang semakin populer di bidang kedokteran gigi.Adanya tuntutan akan estetik dan peningkatan performa klinis resin komposit menjadikan material inisebagai material alternatif untuk restorasi gigi posterior, menggantikan amalgam. Semakin lamarestorasi berada di dalam rongga mulut maka kualitas dari restorasi tersebut akan semakin menurun.Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas restorasi resin komposit pada kavitas Klas I gigiposterior di praktik pribadi salah satu dokter gigi di Kota Palembang. Penelitian ini merupakan suatupenelitian survei deskriptif yang menggunakan teknik purposive sampling. Sampel dalam penelitianini adalah 30 restorasi resin komposit pada gigi posterior yang telah ditumpat selama tiga tahun padapasien yang terdaftar di praktik pribadi dokter gigi di Kota Palembang. Kualitas restorasi diukurmenggunakan kriteria USPHS. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa seluruh restorasi yangdievaluasi secara klinis menunjukkan hasil yang memuaskan. Skor Alfa didapatkan pada 65% daritotal restorasi dan 35% mendapatkan skor Bravo. Tidak terdapat restorasi yang mendapatkan skorCharlie. Secara umum, seluruh restorasi menunjukkan hasil yang memuaskan setelah penumpatanselama tiga tahun.

Kata kunci: Restorasi resin komposit, evaluasi klinis, USPHS

ABSTRACTComposite resin restoration is a restoration material that is increasingly popular in the field ofdentistry. Due to patient’s demand of esthetic and improvement of clinical performance, compositeresin acts as an alternative material for posterior teeth restoration subtituting amalgam. The longer therestoration is in the oral cavity, the quality of the restoration will also be decreased. This study aimedto evaluate the quality of class I composite resin restoration of posterior teeth in one of dental privatepractice in Palembang. This study was a descriptive survey research using purposive samplingtechnique. The sample in this study was a class I composite resin in posterior teeth that has beenrestored for three years. All sample was a registered patient in dental private practice. The quality ofrestoration was measured by USPHS criteria. The result showed that all restorations that wereclinically evaluated obtained a satisfactory results. Alfa scores obtained in 65% of the total restorationand 35% receive a score of Bravo. There is no restoration that scores Charlie. Generally, the entirerestoration showed satisfactory results after three years of restoration.

Key words: Composite resin restorations, clinical evaluation, USPHS

Page 49: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

721

PENDAHULUANKaries merupakan penyakit pada

jaringan keras gigi yang disebabkan olehaktivitas mikroorganisme yang ditandaidengan terjadinya demineralisasi email dandentin serta diikuti dengan kerusakan jaringanorganik.1 Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas), disebutkan bahwa prevalensikaries aktif di Indonesia pada tahun 2007mencapai 43,4%, dan Sumatera Selatantemasuk dalam 14 provinsi yang memilikiprevalensi karies aktif di atas prevalensinasional yaitu sebesar 43,9%.2

Salah satu upaya penatalaksanaan kariesadalah dengan penumpatan gigi menggunakanbahan restorasi yang berfungsi untukmemperbaiki dan mengembalikan fungsi gigi.3

Dalam penelitian Demirci (2010) yangmelibatkan 2285 sampel, ditemukan bahwakaries paling banyak terdapat pada gigiposterior, yaitu 45% kasus karies pada gigimolar.4 Material restorasi yang seringdigunakan pada gigi posterior adalahamalgam.5 Namun, penggunaannya dewasa inimulai ditinggalkan dengan alasan materialtidak menyerupai warna gigi dan kemungkinanterjadinya reaksi alergi akibat terdapatnyakandungan merkuri. Oleh sebab itu, amalgammulai digantikan dengan material resinkomposit.6,7

Resin komposit memiliki karakteristikwarna yang menyerupai warna gigi. Olehkarena itu, resin komposit awalnya hanyadigunakan sebagai restorasi pada gigi anterior.Seiring dengan meningkatnya kekuatanmekanis resin komposit seperti kekuatan tarikdan tekan yang tinggi, material ini menjadialternatif sebagai bahan restorasi pada gigiposterior.8 Meski demikian, resin kompositjuga memiliki kekurangan. Di antaranyarentan mengalami kebocoran tepi akibatpenyusutan selama polimerisasi, dancenderung bersifat hidrofilik sehingga dapatmenyebabkan perubahan warna restorasi.9,10

Holm et al (2003) menyatakan bahwalamanya suatu restorasi berada dalam ronggamulut akan mempengaruhi kualitas restorasitersebut.11 Burke et al (2009) mengungkapkanbahwa tumpatan resin komposit pada gigiposterior dapat bertahan hingga sepuluh tahundalam rongga mulut.12 Namun, Geurtsen et al(1997) dalam penelitiannya menunjukkanbahwa tepi tumpatan resin komposit mulaimenunjukkan tanda-tanda perubahan warnasetelah empat tahun.13 Sementara itu Turkun et

al (2001) yang mengevaluasi kualitas restorasiresin komposit yang telah ditumpat selama 2tahun, belum menemukan tanda-tandakerusakan pada restorasi tersebut.14 Penelitianini dilakukan untuk mengetahui gambaranklinis kualitas restorasi resin komposit padakavitas Klas I gigi posterior pasca penumpatantiga tahun di Kota Palembang.

BAHAN DAN METODEPenelitian ini merupakan penelitian

survei deskriptif yang dilakukan di tempattinggal subjek penelitian dan di salah satuklinik dokter gigi di Kota Palembang, mulaibulan Agustus sampai dengan September2014.

Populasi penelitian adalah pasien yangterdaftar di satu klinik dokter gigi di KotaPalembang dan ditumpat dengan bahanrestorasi resin komposit, dengan usia tumpatanselama tiga tahun. Kriteria inklusi adalahrestorasi resin komposit pada gigi permanen,yaitu gigi molar pertama dengan kategori KlasI GV Black, telah ditumpat selama 3 tahun,gigi dalam keadaan oklusi normal, danmemiliki gigi antagonis serta gigi tetangga.Selain itu, gigi yang ditumpat masih dalamkeadaan vital, dan pasien bersedia untukmengikuti seluruh kegiatan penelitian denganadanya persetujuan dan tanda tangan informedconsent. Kriteria eksklusi adalah restorasiresin komposit yang terdapat pada gigi sulung,pasien tidak dapat membuka mulutnya denganbaik, serta ditumpat oleh dokter gigi selainyang telah ditentukan oleh peneliti.

Sampel penelitian adalah populasipenelitian yang telah memenuhi kriteriatersebut di atas. Pengambilan sampeldilakukan dengan metode purposive samplingdengan jumlah sebesar 30 orang.15

Pengambilan data meliputi identitas pasien danriwayat perawatan gigi yang diperoleh daribagian rekam medik. Pasien kemudiandihubungi (recall) untuk diikutsertakan dalampenelitian, dan diberikan penjelasan mengenaiprosedur kerja dengan bahasa yang mudahdimengerti. Pasien yang bersedia berpartisipasidalam penelitian menandatangani lembarinformed consent, dilanjutkan denganpemeriksaan klinis menggunakan alatdiagnostik. Kualitas restorasi dievaluasimenggunakan sistem modifikasi USPHS, dandata yang diperoleh kemudian diolah dandisajikan secara deskriptif dalam bentukdiagram.

Page 50: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

722

Tabel 1. Kriteria Evaluasi Kualitas Restorasi Menurut The United States Public Health Service (USPHS)7,8

KriteriaSkor

Alfa Bravo Charlie

AnatomiKontur restorasi

berkesinambungandengan anatomi gigi asli

Kontur restorasi tidakberkesinambungan dengan anatomi

gigi asli namun dentin belum terekspos

Dentin telahterekspos

KecocokanWarna

Warna restorasimenyerupai warna gigi

asli

Warna restorasi kurang menyerupaiwarna gigi asli namun masih dalam

skala normal

Warna restorasi tidakmenyerupai warna

gigi asli

AdaptasiMargin

Tidak terlihat adanyaceruk sepanjang margin

Terdapat sedikit ceruk namun dentinbelum terekspos

Ceruk telah meluashingga ke CEJ

PerubahanWarna Margin

Tidak terlihat perubahanwarna pada margin

antara restorasi dan gigi

Terdapat sedikit perubahan warnanamun tidak meluas ke arah pulpa

Terdapat sedikitperubahan warna danmeluas ke arah pulpa

KekasaranPermukaan

Tekstur permukaanrestorasi menyerupai

enamel

Tekstur permukaan restorasimenyerupai resin komposit

konvensional

Terdapat porouspada permukaan

restorasi

KariesSekunder

Tidak terdapat kariessekunder Terdapat karies sekunder -

HASIL PENELITIANPasien yang memenuhi kriteria yang

telah ditentukan dan menyetujui untukdiikutsertakan sebagai subjek penelitianberjumlah sebanyak 30 orang. Berikut ini datayang diperoleh disajikan dalam bentukdiagram.

Gambar 1. Anatomi restorasi resin komposit

Pada kriteria anatomi restorasi resinkomposit (Gambar 1), diketahui 25 pasienmendapat skor Alfa (83%) yang berartikeadaan kontur restorasi berkesinambungandengan anatomi gigi asli. Skor Bravodidapatkan pada 5 pasien (17%), yaitu keadaankontur restorasi tidak berkesinambungandengan anatomi gigi asli namun dentin belumterekspos, dan tidak terdapat pasien yangmendapat skor Charlie.

Gambar 2 menunjukkan hasil evaluasidari kriteria kecocokan warna pada restorasi

resin komposit. Sebanyak 6 pasien mendapatskor Alfa (20%) yang berarti keadaan warnarestorasi menyerupai warna gigi asli.Sementara sejumlah 24 pasien mendapat skorBravo (80%), yaitu restorasi mengalamisedikit perubahan warna namun masih dalamskala normal. Tidak terdapat pasien yangmendapat skor Charlie.

Gambar 2. Kecocokan warna pada restorasi resinkomposit

Evaluasi dari kriteria adaptasi margin(Gambar 3) menunjukkan bahwa skor Alfa,yaitu tidak terlihat adanya ceruk sepanjangmargin restorasi, didapatkan oleh 21 pasiendengan persentase 70%. Sementara skorBravo, yaitu terdapat sedikit ceruk padamargin restorasi namun dentin belumterekspos, didapatkan pada 9 pasien denganpersentase 30%. Tidak terdapat pasien yangmendapat skor Charlie.

83%

17%0%

Alfa

Bravo

Charlie

20%

80%

0%

Alfa

Bravo

Charlie

Page 51: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

723

Gambar 3. Adaptasi margin pada restorasi resinkomposit

Pada kriteria perubahan warna padamargin restorasi resin komposit, sejumlah 19pasien (63%) mendapat skor Alfa, yaitu tidakterlihat perubahan warna pada margin antararestorasi dan gigi asli. Skor Bravo ditemukanpada 11 pasien (37%) yang berarti terdapatsedikit perubahan warna pada margin restorasinamun tidak meluas ke arah pulpa. Tidakterdapat pasien yang mendapat skor Charlie(Gambar 4).

Gambar 4. Perubahan warna pada margin restorasiresin komposit

Gambar 5 menunjukkan hasil evaluasidari kriteria kekasaran permukaan restorasiresin komposit. Didapatkan bahwa 16 pasienmemperoleh skor Alfa (53%), yaitu kondisitekstur permukaan restorasi menyerupaienamel. Sisanya sebanyak 14 pasien mendapat

Gambar 5. Kekasaran permukaan restorasi resinkomposit

skor Bravo (47%) yang berarti teksturpermukaan restorasi kondisinya menyerupairesin komposit konvensional. Tidak terdapatpasien yang mendapat skor Charlie.

Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwaseluruh pasien (n=30) mendapatkan skor Alfa(100%), tidak terdapat pasien yangmendapatkan skor Bravo. Skor Alfa padakriteria ini memiliki arti bahwa tidak terdapatkaries sekunder pada restorasi dan skor Bravomemiliki arti bahwa terdapat karies sekunderpada restorasi.

Gambar 6. Karies sekunder pada restorasi resinkomposit

PEMBAHASANResin komposit merupakan bahan

restorasi sewarna gigi yang dikembangkanpada awal tahun 1950-an oleh Bowen.10 Resinkomposit termasuk salah satu materialrestorasi yang semakin sering digunakan padagigi posterior dan dapat bertahan hinggasepuluh tahun dalam rongga mulut.5,11

Semakin lama restorasi berada di dalamrongga mulut maka kualitas dari restorasitersebut akan semakin menurun.8,14

Pada penelitian ini, pemeriksaan klinisrestorasi resin komposit dilakukan pada 30orang subjek penelitian yang telahmendapatkan perawatannya selama tiga tahun.Penilaian kualitas restorasi dilakukan denganmenggunakan sistem modifikasi USPHS.Secara keseluruhan, skor kualitas restorasiresin komposit pada pasien memperoleh hasilyang memuaskan. Hal ini dapat dilihat darihasil penelitian (Gambar 1–6) yangmenunjukkan bahwa dari total enam kriteriayang dievaluasi, tidak terdapat pasien yangmendapatkan skor Charlie. Skor Alfa danBravo berarti restorasi berada dalam keadaanyang memuaskan dan dapat diterima secaraklinis (kecuali untuk kriteria karies sekunder,skor Bravo, berarti kondisi restorasi tidakmemuaskan), dan skor Charlie berarti keadaanrestorasi tidak dapat diterima secara klinis.7

70%

30%

0%

Alfa

Bravo

Charlie

63%

37%

0%

Alfa

Bravo

Charlie

53%47%

0%

Alfa

Bravo

Charlie

100%

0%

Alfa

Bravo

Page 52: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

724

Berdasarkan hasil evaluasi bentukanatomi restorasi resin komposit (Gambar 1),diketahui bahwa 25 dari 30 pasien (83%)mendapatkan hasil yang memuaskan. Hal inisejalan dengan penelitian Moura et al (2011)dan Palaniappan et al (2010) yangmengevaluasi performa klinis restorasi resinkomposit pada beberapa jenis kavitas.7,16

Hasilnya menunjukkan bahwa pada kriteriaanatomi restorasi resin komposit Klas I GVBlack, skor yang paling banyak didapatkanadalah skor Alfa. Keadaan anatomi suaturestorasi berhubungan dengan jumlahpermukaan yang berkontak dengan tekananmastikasi. Semakin banyak permukaanrestorasi yang berkontak dengan tekananmastikasi maka semakin cepat restorasi akanmengalami kehilangan material.16 Dalampenelitian ini, restorasi hanya melibatkan satupermukaan, yakni permukaan oklusal sehinggasecara keseluruhan bentuk anatomi masihmemuaskan.

Pardal et al (2008) dalam penelitiannyamengungkapkan bahwa perubahan warnarestorasi resin komposit sudah mulai terjadisaat usia restorasi baru mencapai enambulan.17 Pada penelitian ini, skor Bravoditemukan pada 24 pasien (80%) yang berartirestorasi sudah mengalami perubahan warnanamun masih dapat diterima secara klinis(Gambar 2). Perubahan warna restorasi resinkomposit dapat dihubungkan dengan jenisresin komposit yang digunakan, yangberpengaruh terhadap kemampuan penyerapanzat warna.18 Selain itu, sumber eksogen sepertitembakau, teh, dan minuman kopi jugamerupakan faktor yang dapat meningkatkanperubahan warna suatu restorasi.19 Namundalam penelitian ini, tidak diketahui secarapasti jenis resin komposit yang digunakan dandiet yang dikonsumsi pasien.

Penelitian Pazinatto et al (2013)menunjukkan adaptasi margin restorasi masihdalam keadaan baik setelah penumpatanselama 56 bulan.20 Pada penelitian ini, evaluasiadaptasi margin restorasi resin komposit(Gambar 3) menunjukkan hasil yangmemuaskan. Meski demikian, terdapat skorBravo pada beberapa pasien (30%) yangberarti ceruk telah terlihat pada marginrestorasi. Barabanti et al (2013) menyatakanbahwa secara umum kualitas margin dari suaturestorasi memang akan menurun seiringwaktu. Hal tersebut dapat disebabkan akibatinteraksi kimia yang terjadi pada rongga mulut

dan diperburuk dengan pengaplikasian sistemadhesif yang kurang baik.21

Hasil evaluasi pada kriteria perubahanwarna margin menunjukkan bahwa skor yangpaling banyak didapatkan adalah Alfa (63%),yang mengindikasikan bahwa warna marginrestorasi masih dalam keadaan baik (Gambar4) Tidak ditemukan pasien yang mendapatkanskor Charlie. Adanya restorasi yang mendapatskor Bravo (37%) menunjukkan bahwa sudahditemukan sedikit perubahan warna padamargin restorasi, namun masih dapat diterimasecara klinis. Hal ini sejalan dengan hasilpenelitian Lopes et al (2003) yangmenemukan adanya perubahan warna marginsaat usia restorasi baru mencapai dua tahun.22

Perubahan warna pada margin restorasi dapatdipengaruhi oleh faktor etsa asam yang kurangadekuat, akibat penyusutan polimerisasi,pemilihan warna material restorasi, dankebersihan rongga mulut pasien.23

Evaluasi kekasaran permukaan restorasiresin komposit (Gambar 5) menunjukkan hasilyang memuaskan. Semakin baik keadaanpermukaan suatu restorasi, maka akanmeningkatkan estetik serta ketahanan restorasitersebut di dalam rongga mulut. Pergerakangigi selama proses mastikasi, abrasi akibat darikebiasaan menyikat gigi yang salah, serta jenisdiet yang dikonsumsi merupakan faktor yangdapat meningkatkan kekasaran permukaansuatu restorasi.16 Selain itu, Schmitt et al(2011) dalam penelitiannya menyatakanbahwa struktur matriks dan karakteristik darimaterial pengisi juga merupakan faktor yangdapat mempengaruhi kekasaran permukaandari suatu restorasi.24

Hasil evaluasi mengenai karies sekundermenunjukkan hasil yang memuaskan. Daritotal 30 pasien, tidak terdapat satu pun pasienyang mendapatkan skor Bravo (skor Alfa100%). Hasil ini sejalan dengan penelitianPazinatto et al (2013) yang mengevaluasiperforma klinis resin komposit pada kavitasKlas I dan Klas II. Hasilnya menunjukkanbahwa pada restorasi Klas I, karies sekundertidak ditemukan.20 Hal tersebut kemungkinandisebabkan karena restorasi berada padabagian oklusal sehingga mudah untukdibersihkan.

KESIMPULANDengan keterbatasan penelitian ini,

dapat disimpulkan bahwa kualitas restorasiresin komposit di gigi posterior pada 30 pasien

Page 53: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

725

yang telah ditumpat selama tiga tahun secarakeseluruhan memperoleh hasil yangmemuaskan. Terdapat enam kriteria yangdievaluasi mengunakan kriteria USPHS, dantidak ditemukan pasien yang mendapatkanskor Charlie.

SARANUntuk penelitian selanjutnya, sebaiknya

menggunakan metode penelitian yang berbeda,seperti cohort, agar sampel lebih dapatdikontrol. Selain itu, perlu dilakukanpenambahan metode pada prosespengumpulan data, seperti wawancara, agarfaktor efek dan risiko dapat diketahui.

DAFTAR PUSTAKA1. Sumawinata N. Senarai Istilah

Kedokteran Gigi: Inggris–Indonesia.Jakarta: EGC. 2004; 56.

2. Kemenkes. Laporan Hasil RisetKesehatan Dasar (Riskesdas) 2007.Jakarta: Badan Penelitian danPengembangan Kesehatan. 2008; 142–143.

3. Harti FJ. Kamus Kedokteran Gigi.Jakarta: EGC. 1995; 263.

4. Demirci M. Prevalence of Caries onIndividual Tooth Surfaces and ItsDistribution by Age and Gender inUniversity Clinic Patients. Eur J Dent2010;4(3):270–279.

5. Craig RG, Powers JM. Dental Materials:Properties and Manipulation. 8th Ed. StLouis Missouri: Mosby. 2004.

6. McCabe JF, Walls AWG. Applied DentalMaterials. 8th Ed. Oxford: BlackwellScience Ltd. 2008.

7. Moura FR, Romano AR, Lund RG.Three-Year Clinical Performance ofComposite Restoration Placed byUndergraduate Dental Student. Braz JDent 2011;22(2):111–116.

8. Cetin AR, Unlu N. One-Year ClinicalEvaluation of Direct Nanofilled andIndirect Composite Restoration inPosterior Teeth. Dental Material Journal2009;28(5):620–626.

9. Anusavice KJ. Philips: Buku Ajar IlmuBahan Kedokteran Gigi. Alih bahasa:Johan AB, Purwoko S. Edisi 10. Jakarta:EGC. 2003; 227,244,251.

10. Fontes ST, Fernandez MR, Moura CM.Color Stability Of A Nanofill Composite:

Effect Of Different Immersion Media. JAppl Oral Sci 2009;17(5):388-391.

11. Holm C, Tidehag P, Tillberg A, Molin M.Longevity and Quality of FPDs: ARetrospective Study of Restorations 30,20, and 10 Years After Insertion. TheInternational Journal of Prosthodontics2003;16(3):283–289.

12. Burke FJ, Lucarotti PS. How Long doDirect Restorations Placed within TheGeneral Dental Services in England andWales Survive? Br Dent J 2009;206.

13. Geurtsen W, Schoeler U. A 4-YearRetrospective Clinical Study of Class Iand Class II Composite Restoration. OperDent. 1997;25:129–132.

14. Turkun LS, Aktener BO. Twenty-Four-Month Clinical Evaluation of DifferentPosterior Composite Resin Materials. JAmer Dent Assoc 2001;132:196–203.

15. Sukandarrumidi. Metodologi Penelitian:Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula.Edisi 3. Yogyakarta: Gadjah MadaUniversity Press. 2006.

16. Palaniappan S, Elsen L. Three-YearRandomised Clinical Trial to EvaluateThe Clinical Performance, Quantitative,and Qualitative Wear Patterns of HybridComposite Restorations. Clinical OralInvestigations 2010;14(4):441–458.

17. Pardal D, Hedge M. Clinical Evaluationof Different Posterior CompositeRestorative Material in Class I and ClassII Restorations: An in-Vivo Study.Journal of Dental Science 2008;7(2).

18. Kang A, Son SA, Hur B, Kwon YH, RoJH, Park JK. The Color Stability ofSilorane- and Methacrylate-Based ResinComposites. Dental Material Journal2012;31(5):879–884.

19. Ren YF, Feng L, Serban D, MalmstromHS. Effects of Common BeverageColorants on Color Stability of DentalComposites Resins: The Utility of AThermo Cycling Stain Challenge Modelin Vitro. Journal of Dentistry2012;40(1):48–56.

20. Pazinatto FB, Neto RG, Wang L,Mondelli J, Mondelli RF, Navarro MF.56-Month Clinical Performance of Class Iand II Resin Composite Restorations. JAppl Oral Sci 2013;20(3):323–328.

21. Barabanti N, Gagliani M, Roulet JF,Testori T, Ozcan M, Cerutti A. MarginalQuality of Posterior Microhybrid Resin

Page 54: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

726

Composite Restoration Applied UsingTwo Polymerization Protocols: 5-YearRandomized Split Mouth Trial. Journal ofDentistry 2013;41(5):436–442.

22. Lopes LG, Cefaly DF, Franco EB,Mondelli RF, Lauris JR, Navarro MF.Clinical Evaluation of Two "Packable"Posterior Composite Resins: Two YearResults. J Oral Rehabit 2003;33:144–151.

23. Priyalakshmi S, Ranjan M. A Review onMarginal Deterioration of CompositeRestoration. IOSR Journal of Dental andMedical Sience 2014;13(1):6–9.

24. Schmitt VL, Puppin-Rontani RM, NaufelFS, Ludwig D, Ueda JK, Sobrinho LC.Effect of Finishing and PolishingTechniques on The Surface Roughness ofA Nanoparticle Composite Resin. Braz JOral Sci 2011;10(2):105–108.

Page 55: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

727

PENGARUH EKSTRAK BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi) TERHADAPINTERAKSI Streptococcus sanguinis DAN Streptococcus mutans SECARA IN VITRO

Ridha Andayani, Santi Chismirina, Iga Kumalasari

Departemen Oral BiologiFakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala

ABSTRAKStreptococcus sanguinis bakteri Gram positif menginisiasi adhesi bakteri rongga mulut lainnyadengan reseptor adhesin, seperti dengan bakteri Streptococcus mutans. Streptococcus mutans patogenutama terjadinya karies. Pemanfaatan tanaman herbal seperti belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi)untuk mengurangi resiko karies karena tanaman ini memiliki kemampuan antibakteri. Tujuanpenelitian untuk mengetahui interaksi Streptococcus sanguinis dan Streptococcus mutans secara invitro pada ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi). Ekstraksi belimbing wuluh (Averrhoabilimbi) dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96%. Kultur S. sanguinis dan S. mutanspada media Trypticase Yeast Cysteine (TYC), interaksi dilakukan pada media cair Nutrient Broth(NB). Uji dilakukan dengan metode Standart Plate Count (SPC) dengan kelompok kontrol akuades.Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata jumlah koloni kelompok kontrol 33,67 x 103 CFU/ml,kelompok perlakuan 3,67 x 103 CFU/ml. Kesimpulan dari penelitian ini ekstrak belimbing wuluh(Averrhoa bilimbi) memiliki pengaruh terhadap interaksi S. sanguinis dan S. mutans secara in vitro.

Kata kunci: Streptococcus sanguinis, Streptococcus mutans, belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi),karies gigi

ABSTRACTStreptococcus sanguinis is a Gram positive bacteria which can initiate the adhesion another bacteriasin the oral cavity. It’s happened because Streptococcus sanguinis has receptor for another bacterias inthe oral cavity such as Streptococcus mutans. Streptococcus mutans is major pathogen in dentalcaries. One attempt to minimize the risk of dental caries is the use of herbal plants that haveantibacterial capabilities such as bilimbi fruit (Averrhoa bilimbi). This study aimed to determine theeffects of bilimbi-fruit (Averrhoa bilimbi) extract on the interaction of Streptococcus sanguinis andStreptococcus mutans in vitro. Bilimbi fruit (Averrhoa bilimbi) was extracted by maceration methodwith 96% ethanol solvent. Both Streptococcus sanguinis and Streptococcus mutans were cultured inTrypticase Yeast Cysteine (TYC) medium and interacted on Nutrient Broth (NB) medium. StandartPlate Count (SPC) was used to test the effects of the extracts on the interaction of Streptococcussanguinis and Streptococcus mutans, the control group was distilled water. This study showed that theaverage quantity of colonies at the control group is 33.67 x 103 CFU/ml and the treatment group is3.67 x 103 CFU/ml. The Conclusion of this study is the bilimbi-fruit (Averrhoa bilimbi) extract affectsthe interaction of Streptococcus sanguinis and Streptococcus mutans in vitro.

Key words: Streptococcus sanguinis, Streptococcus mutans, bilimbi fruit (Averrhoa bilimbi), dentalcaries

Page 56: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

728

PENDAHULUANBeragam mikroorganisme dapat hidup

di dalam rongga mulut dan bakteri merupakanmikroorganisme yang dominan ditemukan.Umumnya bakteri ini berkolonisasi denganmembentuk biofilm dan hidup sebagai floranormal.1,2 Adanya gangguan keseimbanganekosistem rongga mulut akibat faktor-faktortertentu dapat menyebabkan perubahan sifatbakteri sebagai flora normal menjadipatogen.3-5 Diet, kehilangan gigi, pemasangangigi tiruan cekat atau lepasan, radiasi areakepala dan leher, serta sindrom Sjogrenmerupakan beberapa contoh faktor yang dapatmemicu terjadinya hal tersebut. Konsumsiobat-obatan antibiotik spektrum luas jangkapanjang serta obat-obatan antihipertensi danagen antineoplastik juga merupakan beberapacontoh faktor yang dapat memicu terjadinyahal tersebut.3,6,7 Faktor-faktor tersebut tidakhanya menyebabkan perubahan sifatmikroorganisme di dalam rongga mulut, tetapijuga pada flora normal di bagian tubuh hostlainnya.8

Salah satu flora normal yang ditemukandi dalam rongga mulut adalah Streptococcussanguinis (S. sanguinis).9 Streptococcussanguinis yang sebelumnya dikenal dengannama S. sanguis merupakan bakteri yangpertama sekali berkolonisasi pada gigi yangbaru erupsi melalui pelikel gigi.10,11

Keberadaan bakteri tersebut pada permukaangigi dapat menginisiasi terjadinya adhesi daribakteri-bakteri rongga mulut lainnya, sepertiStreptococcus mutans (S. mutans),Streptococcus gordonii, Actinomycesnaeslundii, Haemophilus parainfluenzae,Veillonella atypica, Prevotella loescheii, danEikenella corrodens.12-14 Hal ini terjadi karenaS. sanguinis memiliki reseptor bagi adhesindari bakteri pengkoloni selanjutnya. Sejauh inibelum diketahui secara spesifik reseptor yangberperan untuk mengikat adhesin dari bakteripengkoloni tersebut.14,15

Interaksi dari berbagai bakteri padapermukaan gigi akan menyebabkanterbentuknya plak gigi.16 Dari hasil penelitiandiketahui bahwa S. mutans merupakan bakteriyang paling banyak ditemukan di dalam plakkarena bakteri ini mampu beradaptasi dalamlingkungan asam.3,17,18 Streptococcus mutansjuga dapat menghasilkan asam, glukosa, danfruktosa dari fermentasi sukrosa. Hal tersebutmenjadikan S. mutans sebagai patogen utamapenyebab karies gigi.19,20 Asam yang

dihasilkan dari proses fermentasi tersebutdapat menyebabkan kerusakan pada jaringankeras gigi yang disebut dengan prosesdemineralisasi dan apabila terus berlanjutdapat menyebabkan karies gigi.21,22

Salah satu hal yang mempengaruhikeberadaan S. mutans di dalam rongga mulutadalah S. sanguinis.15 Streptococcus sanguinismemperantarai perlekatan molekul adhesin S.mutans yaitu antigen I/II pada reseptor pelikelgigi salivary agglutinin.23-25 Hal ini diperkuatoleh hasil penelitian Kriswandini (2008)tentang penentuan adhesin dan reseptor S.mutans yang berperan dalam patogenesiskaries gigi. Dari hasil penelitian tersebutterbukti bahwa adhesi S. mutans padapermukaan gigi terjadi akibat adanya S.sanguinis.26 Adhesi S. mutans akan diikutidengan terjadinya akumulasi S. mutans padaplak gigi akibat adanya polisakaridaekstraseluler yang dapat meningkatkanakumulasi bakteri tersebut.19 Selainberakumulasi, S. mutans melakukan koadhesiterhadap mikroorganisme lainnya padapermukaan gigi.1,25

Upaya untuk mencegah pertumbuhanberlebih S. mutans di dalam plak dapatdilakukan dengan menghambat interaksi yangterjadi di antara S. sanguinis dan S. mutanssehingga mencegah risiko karies gigi. Hal inidiperoleh dengan memanfaatkan tanamanherbal seperti belimbing wuluh (Averrhoabilimbi).27 Umumnya buah belimbing wuluhsering dipergunakan oleh masyarakat Acehsebagai bumbu masakan.28 Belimbing wuluhmemiliki kandungan senyawa aktif berupatriterpenoid, saponin, tannin, flavonoid, danalkaloid.29 Senyawa-senyawa tersebut terbuktimemiliki efek farmakologis sebagaiantibakteri.30 Hasil penelitian Karon et al(2011) tentang ekstrak buah belimbing wuluhmenunjukkan bahwa buah tersebut mampumenghambat Bacillus megaterium danBacillus cereus.29 Hasil penelitian lainnyayang dilakukan oleh Lathifah (2008)menunjukkan bahwa ekstrak etanol buahbelimbing wuluh memiliki daya hambat yangsedang terhadap Staphylococcus aureus.31

Berdasarkan uraian di atas makadilakukan penelitian yang bertujuan untukmengetahui pengaruh ekstrak buah belimbingwuluh (Averrhoa bilimbi) terhadap interaksi S.sanguinis dan S. mutans secara in vitro.

Page 57: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

729

BAHAN DAN METODEPenelitian ini bersifat eksperimental

laboratoris. Sampel pada penelitian ini adalahisolat S. sanguinis ATCC 10556 dan S. mutansATCC 31987 dari Laboratorium MikrobiologiFakultas Kedokteran Universitas Indonesia,sedangkan buah belimbing wuluh (Averrhoabilimbi) berwarna hijau (panjang ±5 cm)berasal dari Banda Aceh. Pengujian duasampel tersebut dilakukan di LaboratoriumBiokimia Fakultas Matematika dan IlmuPengetahuan Alam (FMIPA) untuk prosesekstraksi buah belimbing wuluh (Averrhoabilimbi), sedangkan proses pengujian pengaruhekstrak buah belimbing wuluh (Averrhoabilimbi) terhadap interaksi S. sanguinis dan S.mutans secara in vitro dilakukan diLaboratorium Mikrobiologi FakultasKedokteran Universitas Syiah Kuala BandaAceh.

Tahapan pertama yang dilakukan dalampenelitian ini adalah ekstraksi buah belimbingwuluh sebanyak 3 kg dengan metode maserasi.Belimbing wuluh dicuci bersih dan diangin-anginkan sehingga kering, diiris tipis dandirendam etanol 96% dengan perbandingan1:2 selama 3 x 24 jam di dalam wadahtertutup. Kemudian larutan ekstrak buahbelimbing wuluh disaring. Filtrat ekstrak buahbelimbing wuluh dipekatkan dengan rotaryvacuum evaporator.31,62 Hasil filtrat yang telahdipekatkan inilah yang akan digunakan.Selanjutnya dilakukan uji fitokimia ekstrakbuah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi)untuk pemeriksaan triterpenoid, saponin,tannin, flavonoid, dan alkaloid.

Tahapan selanjutnya kultur dankonfirmasi S. sanguinis dan S. mutans. IsolatS. sanguinis dan S. mutans di kultur dalammedia agar Trypticase Yeast Cysteine (TYC)yang berbeda untuk mendapatkan kolonitunggal, lalu diinkubasi 2 x 24 jam pada suhu37 °C dengan suasana anaerob dalaminkubator. Dilakukan pewarnaaan Gramterhadap bakteri untuk mengonfirmasi bakteriS. sanguinis dan S. mutans.39,69 Pembuatansuspensi S. sanguinis dan S. mutans dalam duatabung reaksi yang berbeda berisi NaCl.Kepekatan suspensi bakteri S. sanguinis dan S.mutans diukur menggunakan spektrofotometerdengan panjang gelombang 625 nm hinggadidapatkan absorbansi 0,08–0,10. Kemudianisolat bakteri S. sanguinis dan S. mutansdiinteraksikan dalam media cair NutrientBroth (NB).71,72 Selanjutnya dilakukan

pengenceran S. sanguinis dan S. Mutansdengan metode serial dilution.

Uji pengaruh ekstrak buah belimbingwuluh terhadap interaksi S. sanguinis dan S.mutans dengan menghitung jumlah koloni.Disiapkan dua tabung reaksi dan ditandaiuntuk setiap kelompok. Tabung I diisi akuadessteril (kontrol) dan tabung II untuk ekstrakbuah belimbing wuluh, masing-masing tabungdiisi sebanyak 3,5 ml dan ditambahkan dengan1 ml TSB (Trypticase Soy Broth). Kemudiandi dalam semua tabung reaksi diberi masing-masing 0,5 ml suspensi interaksi S. sanguinisdan S. mutans yang telah diencerkan laludihomogenkan.72-78

Selanjutnya dari masing-masing tabungdiambil 0,1 ml suspensi menggunakan syringe1 ml dan diteteskan pada media agar MHA(Muller Hinton Agar). Kemudian diratakandengan metode sebar menggunakan hockeystick spreader dan diinkubasi pada suhu 37 °Cselama 2 x 24 jam dalam suasana anaerob.Setelah itu dilakukan pengamatan danmenghitung jumlah koloni yang tumbuhmenggunakan colony counter.39,72 Pengujianini dilakukan sebanyak tiga kali.

HASIL PENELITIANEkstrak buah belimbing wuluh

(Averrhoa bilimbi) diperoleh sebanyak 38gram. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwaekstrak buah belimbing wuluh (Averrhoabilimbi) mengandung senyawa triterpenoid,saponin, tannin, flavonoid, dan alkaloid.

Tabel 1. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak BuahBelimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi)

SenyawaAktif

Hasil yangTerbentuk Ada/Tidak

Triterpenoid Warna merah Ada

Saponin Busa 1–3 mm Ada

Tannin Warna hijaukehitaman Ada

Flavonoid Warna merah Ada

Alkaloid Endapan merah Ada

Hasil kultur Streptococcus sanguinisdan Streptococcus mutans pada media agarTYC yang telah diinkubasi selama 2 x 24 jampada suhu 37 °C dalam kondisi anaerobmenunjukkan koloni Streptococcus sanguinis

Page 58: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

730

berwarna putih dengan permukaan mengkilap,sedangkan koloni Streptococcus mutansberwarna putih kekuningan. Hasil konfirmasidengan pewarnaan Gram menunjukkan koloniberwarna ungu dengan bentuk coccus berantaipada pembesaran mikroskop cahaya 10x100.Hasil pengenceran Streptococcus sanguinisdan Streptococcus mutans yang diperolehdengan metode serial dilution menunjukkanbahwa pengenceran 10-2 dan 10-3 memenuhisyarat koloni 30–300. Berdasarkan penjelasantersebut, pengenceran 10-2 yang dapatdigunakan untuk uji sampel dengan metodeStandard Plate Count (SPC).

Uji pengaruh ekstrak buah belimbingwuluh (Averrhoa bilimbi) terhadap interaksiStreptococcus sanguinis dan Streptococcusmutans dengan metode Standard Plate Count(SPC). Jumlah rata-rata interaksi pertumbuhankoloni S. sanguinis dan S. mutans dari hasil ujipengaruh ekstrak buah belimbing wuluh(Averrhoa bilimbi) setelah dibagi dengantingkat pengencerannya (10-2) padakonsentrasi 100% adalah 3,67 x 103 CFU/ml.Sementara itu, jumlah rata-rata interaksipertumbuhan koloni S. sanguinis dan S.mutans pada kontrol (akuades) adalah 33,67 x103 CFU/ml. Nilai rata-rata dari hasilperhitungan interaksi pertumbuhan koloni S.sanguinis dan S. mutans seperti yangditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Koloni Interaksi PertumbuhanKoloni S. sanguinis dan S. mutans SetelahDiuji dengan Ekstrak Buah BelimbingWuluh (Averrhoa bilimbi)

KonsentrasiBahan Uji

Rata-Rata JumlahKoloni (CFU/ml)

Akuades 33,67 x 103

Ekstrak buah belimbingwuluh 100% 3,67 x 103

Uji statistik pada penelitian inimenggunakan uji T (independent samplestest). Hasil independent samples testmenunjukkan bahwa nilai thitung sebesar 5,457lebih besar dari ttabel yang bernilai 2,776sehingga disimpulkan hipotesis diterima, yaituekstrak buah belimbing wuluh (Averrhoabilimbi) mempunyai pengaruh terhadapinteraksi S. sanguinis dan S. mutans secara invitro. Pengaruh ekstrak buah belimbing wuluh(Averrhoa bilimbi) terhadap interaksi S.sanguinis dan S. mutans yaitu dapat

menghambat interaksi S. sanguinis dan S.mutans secara in vitro.

PEMBAHASANProses ekstraksi yang digunakan pada

penelitian ini adalah metode maserasi. Metodeini dipilih karena senyawa aktif di dalam buahbelimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) tidaktahan panas.62-64 Pelarut yang digunakan padametode maserasi ini adalah etanol. Etanolmerupakan pelarut yang bersifat polar karenamemiliki gugus fungsi hidroksil (R-OH)sehingga dapat menarik senyawa antibakteriyang bersifat polar lebih optimal, sepertitriterpenoid, saponin, tannin, dan flavonoid.Etanol juga memiliki rantai ikatan kovalenantara atom karbon dan hidrogen yang bersifatnonpolar sehingga mampu menarik senyawaantibakteri yang bersifat nonpolar sepertialkaloid.31,73,74 Pemilihan konsentrasi 96%dengan pertimbangan bahwa semakin tinggikonsentrasi suatu pelarut maka semakinmampu menarik senyawa aktif yangdikandung buah belimbing wuluh (Averrhoabilimbi) dengan lebih baik.63 Penggunaanetanol 96% sebagai pelarut dalam penelitianini diduga ikut berkontribusi untukmengoptimalkan upaya menarik senyawa aktifantibakteri di dalam buah belimbing wuluh(Averrhoa bilimbi) dengan lebih baik. Hal initerbukti dengan penelitian Lathifah (2008),aktivitas antibakteri ekstrak etanol buahbelimbing wuluh lebih tinggi terhadapStaphylococcus aureus bila dibandingkandengan pelarut metanol, petroleum eter,kloroform, dan akuades.31

Metode pengujian kandungan ekstrakbuah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi)pada penelitian ini adalah menggunakan ujifitokimia. Uji fitokimia adalah uji kualitatifuntuk mengetahui keberadaan senyawa-senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrakbuah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi).Hasil uji fitokimia dalam penelitian inimenunjukkan bahwa ekstrak buah belimbingwuluh (Averrhoa bilimbi) mengandungsenyawa triterpenoid, saponin, tannin,flavonoid, dan alkaloid. Hal tersebutdibuktikan dengan adanya pembentukan warnamerah pada larutan setelah penambahanCHCl3, asam asetat anhidrat, dan H2SO4 padauji triterpenoid, pembentukan busa 1–3 cmsetelah pemberian air panas dan HCl pada ujisaponin, perubahan warna ekstrak menjadihijau kehitaman setelah penambahan FeCl3

Page 59: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

731

pada uji tannin, perubahan warna merahsetelah penambahan Mg dan HCl pada ujiflavonoid, dan pembentukan endapan merahsetelah penambahan HCl pada uji alkaloid.Hasil ini juga sesuai dengan hasil penelitianFiner (1983) dan Harborne (1998) bahwaekstrak buah belimbing wuluh (Averrhoabilimbi) mengandung senyawa triterpenoid,saponin, tannin, flavonoid, dan alkaloid.29,31

Hasil kultur Streptococcus sanguinis (S.sanguinis) pada media TYC menghasilkankoloni S. sanguinis yang berwarna putih,permukaan cembung, mengkilap, danberukuran ±1 mm. Sedangkan hasil kulturStreptococcus mutans (S. mutans) pada mediayang sama menghasilkan koloni S. mutansyang berwarna putih kekuningan, permukaancembung, dan berukuran ±1 mm. Morfologikoloni ini merupakan ciri dari morfologikoloni S. sanguinis dan S. mutans. Hal inidikonfirmasi dengan hasil pewarnaan Gram,kedua bakteri tersebut berbentuk coccus danmembentuk rantai berwarna ungu.2,20,33,35,39,75

Terbentuknya warna ungu karena S. sanguinisdan S. mutans merupakan bakteri Grampositif. Bakteri Gram positif memiliki dindingsel yang tebal dan membran sel selapis.Pemberian kristal violet akan mewarnaiseluruh permukaan bakteri sel Gram positif.Pemberian lugol’s iodine akan meningkatkanafinitas pengikatan kristal violet pada bakteri.Penetesan etanol 96% akan menyebabkandenaturasi protein pada dinding selnyasehingga pori-pori mengecil dan kompleksviolet-iodine masih dapat dipertahankan.Pemberian safranin yang berwarna merahmenjadi pengontras bagi bakteri Grampositif.69,76

Hasil uji pengaruh ekstrak buahbelimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) terhadapinteraksi S. sanguinis dan S. mutans secara invitro menunjukkan hasil perhitungan rata-rata3,67 x 103 CFU/ml, dengan kontrol (akuades)bernilai 33,67 x 103 CFU/ml (Tabel 2).Hambatan interaksi pertumbuhan S. sanguinisdan S. mutans pada kelompok perlakuankarena adanya interaksi senyawa aktifantibakteri yang terkandung dalam ekstrakbuah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi).Ekstrak buah belimbing wuluh (Averrhoabilimbi) mengandung senyawa antibakteriseperti, triterpenoid, saponin, tannin,flavonoid, dan alkaloid.29 Triterpenoidmerupakan senyawa antibakteri yang dapatmenghalangi pembelahan sel bakteri dengan

cara menghambat sintesis DNA dan sintesismakromolekular. Penghambatan sintesismakromolekular pada bakteri juga dapatmenyebabkan kehancuran pada membran selbakteri.58 Walaupun mekanismenya belumdipahami sepenuhnya, triterpenoid efektifmelawan bakteri Gram positif dan Gramnegatif. Saponin berperan sebagai senyawaantibakteri dengan meningkatkanpermeabilitas membran sehingga terjadihemolisis sel bakteri.59,60

Tannin berfungsi sebagai antibakteridengan cara berikatan pada protein-protein.Tannin dapat berikatan dengan adhesin,menghambat enzim bakteri, dan kemampuankompleksasi dengan ion metal sehingga efektifmenghambat pertumbuhan bakteri. Hal inidibuktikan dengan penelitian Hayati et al(2010) bahwa tanin efektif melawan S.aureus.30,61 Selanjutnya, Flavonoid dapatmenginaktivasi protein sehingga menggangguproses metabolisme sel bakteri. Flavonoid jugamampu berikatan dengan protein ekstraselulerdan melakukan kompleksasi dengan dindingsel bakteri dan juga mengganggu membran selbakteri. Alkaloid berperan sebagai antibakteridengan cara berinterkalasi ke dalam dindingsel dan DNA.30,58 Adanya kemampuanantibakteri yang dimiliki oleh belimbingwuluh diperkuat oleh penelitian Karon et al(2011) bahwa ekstrak belimbing wuluh(Averrhoa bilimbi) efektif melawan Bacillusmegatirium dan Bacillus cereus.29

Interaksi antara S. sanguinis dan S.mutans dapat terjadi karena adanya reseptoryang dimiliki oleh S. sanguinis seperti hasilpenelitian Kriswandini (2008) bahwa adhesinS. mutans (SAG) dapat menempel padapermukaan gigi melalui reseptor (protein dankarbohidrat) yang ada pada S. sanguinis.26

Hasil penelitian Caufield et al (2000)menyebutkan bahwa baik S. sanguinis dan S.mutans bersaing secara ekologikal (tempat)dalam hal kolonisasi permukaan gigi.10 Hal inidiperkuat dengan hasil penelitian Kerth et al(2005) bahwa jika S. sanguinis lebih dahuludiinokulasikan satu malam dalam media cair,lalu S. mutans diinokulasikan makakeberadaan S. sanguinis lebih dominan, dansebaliknya. Selanjutnya jika S. sanguinis danS. mutans diinokulasikan secara bersamaanmaka keberadaan keduanya hampirseimbang.77 Hal ini dikarenakan setiap bakterimemiliki substansi penghambat bagi bakterisatu sama lain, S. sanguinis menghasilkan

Page 60: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

732

hidrogen peroksida dan S. mutansmenghasilkan mutasin.77,78

Pada penelitian ini digunakan akuadessebagai kontrol. Akuades tidak mengandungsenyawa antibakteri dan memiliki derajatkeasaman atau power of Hydrogen (pH)bernilai 7,4.79 Akuades berupa air yang bebasdari segala zat lain. Akuades diperoleh darihasil penyulingan atau resin pengikat ionsehingga kandungan zat mineral telahberkurang (sedikit atau bahkan tidak ada).80-83

Mineral berperan sebagai salah satu unsurnutrisi yang diperlukan untuk metabolisme selyang biasa diperoleh dari media pertumbuhanbakteri.69 Oleh sebab itu, akuades didugamenjadi penghambat interaksi antara S.sanguinis dan S. mutans karena setelahdilakukan 6x pengulangan pada hari yangberbeda ditemukan penurunan jumlah S.sanguinis dan S. mutans dari hasilpengenceran bertingkat sebelumnya. Sebagaitambahan, bakteri yang digunakan padapenelitian ini yaitu kelompok Streptococcus.Streptococcus merupakan bakteri yangfastidious, yaitu bakteri yang memerlukankondisi lingkungan yang tepat dan nutrisi yangcukup untuk mendukung pertumbuhannya.83

Media pengujian pertumbuhan umumStreptococcus adalah blood agar base + 5%darah domba atau darah manusia, MuellerHinton Agar (MHA) + 5% darah domba ataudarah manusia. Selanjutnya, pertumbuhanbakteri juga dipengaruhi oleh pH media.84

Streptococcus sangunis dapat hidup pada pH6,2 dan pH optimal bernilai 7,5. Sedangkan S.mutans dapat hidup pada pH 5 dan pH optimalbernilai 6.18 Berdasarkan hal inilah, didugainteraksi S. sanguinis dan S. mutans yangdilakukan pada kontrol (akuades) tidak dapattumbuh secara optimal.

Berdasarkan hasil penelitian ini,diketahui bahwa ekstrak buah belimbingwuluh (Averrhoa bilimbi) memiliki pengaruhterhadap interaksi antara S. sanguinis dan S.mutans. Hambatan interaksi tersebutdisebabkan karena adanya interaksi dengansenyawa-senyawa antibakteri yang terkandungdalam ekstrak buah belimbing wuluh.

KESIMPULANDari hasil penelitian dapat disimpulkan

bahwa ekstrak buah belimbing wuluh(Averrhoa bilimbi) mempunyai pengaruhterhadap interaksi S. sanguinis dan S. mutanssecara in vitro. Hal ini dibuktikan dengan

jumlah rata-rata interaksi pertumbuhan koloniS. sanguinis dan S. mutans pada uji pengaruhekstrak buah belimbing wuluh (Averrhoabilimbi) pada konsentrasi 100% adalah 3,67 x103 CFU/ml. Sementara itu, jumlah rata-ratainteraksi pertumbuhan koloni S. sanguinis danS. mutans pada kontrol (akuades) adalah 33,67x 103 CFU/ml.

DAFTAR PUSTAKA1. Giannobile WV. Etiology of Periodontal

Disease. In: Newman MG, Takei HH,Klokkevold PR, Caranza FA, eds.Carranza’s Clinical Periodontology. 10th

Ed. Philadelphia: Elsevier. 2006; 133.2. Samaranayake LA. Essential

Microbiology for Dentistry. 3th Ed.Elsevier. 2006:57–59,255–226,275–284.

3. McLntyre JM. Dental Caries-The MajorCause of Tooth Damage. In: Graham JM,Hume WR, eds. Preservation andRestoration of Tooth Structure. 2nd Ed.Queensland: Knowledge Books andSoftware. 2005; 22–25.

4. Marsh PD. Dental Diseases: Are TheseExamples of Ecological Catastrophes? IntJ Dent Hyg 4 2000;1:50–52.

5. Sbordone L, Bortolaia C. Oral MicrobialBiofilms and Plaque Related Diseases:Microbial Communities and Their Role inThe Shift from Oral Health to Disease.Clin Oral Investig 2003;7:181–182.

6. Walsh LJ. Lifestyle Impacts on OralHealth. In: Graham JM, Hume WR, eds.Preservation and Restoration of ToothStructure. 2nd Ed. Queensland:Knowledge Books and Software. 2005;91.

7. Olsen I. New Principles in EcologicalRegulation-Features from The OralCavity. Microbiology Ecology in Healthand Disease 2006;18:26–31.

8. Rafii F, Sutherland JB, Cerniglia CE.Effect of Treatment with AntimicrobialAgents on Human Colonic Microflora.Review Therapeutic and Clinical RiskManagement 2008;4(6):1343–1357.

9. Rodriguez AM, Callahan JE, Fawcett P,Ge X, Xu P, Kitten T. Physiological andMolecular Characterization of GeneticCompetence in Streptococcus sanguinis.Molecular Oral Microbiology2011;26:99–116.

10. Caufield PW, Dasanayake AO, Hsu J,Hardin M. Natural History of

Page 61: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

733

Streptococcus sanguinis in The OralCavity Infants: Evidence for A DiscreteWindow of Infectivity. Infect Immun2000;68:4018–4023.

11. Truper HG, Clarl SJ. Taxonomic Note:Necessary Correction of Specific EpithetsFormed as Substantive (Noun) "inApposition". International Journal ofSystematic Bacteriology 1997;47(3):908–909.

12. Yamaguchi M, Terao Y, Ogawa T. Roleof Streptococcus sanguinis Sortase A inBacterial Colonization. Elsevier2006;8:2791–2796.

13. Kolenbrander PE, Andersen RN, BlehertDS, Egland SG, Foster JS, Palmer J.Communication Among Oral Bacteria.Microbiology and Molecular BiologyReview 2002;66(3):486–505.

14. Diaz PL, Chalmers NI, Rickard AH,Kong H, Millburn C, Palmer CL.Molecular Characterization of Subject-Specific Oral Microflora During InitialColonization of Enamel. Appl EnvironMicrobiol 2007;72:2837–2848.

15. Kolenbrander PE, London J. AdhereToday, Here Tomorrow: Oral BacterialAdherence. Journal of Bacteriology1993;175(11):3274–3252.

16. Marsh PD, Moter A, Devine DA. DentalPlaque Biofilms: Communities, Conflict,and Control. Periodontology 20002011;55:16–35.

17. Corby PM, Weiler JL, Bretz WA, HartTC, Aas JA, Boumenna T. Microbial RiskIndicators of Early Childhood Caries.Journal of Clinical Microbiology2005;43(11):5753–5759.

18. Lowe SE, Jain MK, Zeikus G. Biology,Ecology, and BiotechnologicalApplications of Anaerobic BacteriaAdapted to Environmental stresses inTemperature, pH, Salinity, or Substrates.Microbiological Reviews1993;57(2):451–509.

19. Sivathasundharam B, Raghu AR. DentalCaries. In: Rajendran R,Sivathasundharam B, eds. Shafer’sTextbook of Oral Pathology. 6th Ed. India:Elsevier. 2009; 415–416.

20. Loesche WJ. Role of Streptococcusmutans in Human Dental Decay.Microbial Rev 1986;50:353–380.

21. Parija SC. Textbook of Microbiology andImmunology. Elsevier. 2009; 200.

22. Walsh LJ. Dental Plaque Fermentationand Its Role in Caries Risk Assessment.International Dentistry SA 2005;8(5):34–40.

23. Lamont RJ, Demuth DR, Davis CA,Malamud D, Rosan B. Salivary-Agglutinin-Mediated Adherence ofStreptococcus mutans to Early PlaqueBacteria. Infection and Immunity1991;59(10):3446–3450.

24. Dennis LS, Kaplan EL. StreptococcalInfections Clinical Aspects, Microbiology,and Molecular Pathogenesis. New York:Oxford University Press Inc. 2000; 344–345.

25. Laar JHV, Soet JJD, Hogeveen R, GraffJD. Adhesion of Streptococcus mutans toSaliva-Coated Hydroxyapatite Formed inSitu in Microtitre Plates. MicrobialEcology in Health and Disesase1996;9:1–8.

26. Kriswandini LI. Penentuan Adhesin danReseptor Streptococcus mutans yangBerperan dalam Patogenesis Karies Gigi.Surabaya: Universitas Air Langga.Disertasi 2008.

27. De Smet PAGM. The Role of PlantDerived Drugs and Herbal Medicines inHealthcare. Drugs 1997;54(6):801–840.

28. Anonymous. Belimbing Sayur. Availableat: http://id.wikipedia.org/wiki/Belimbing_sayur. Accessed January, 2013.

29. Karon B, Ibrahim M, Mahmood A, HuqAKMM, Chowdury MMU, Hossain MA.Preliminary Antimicrobial, Cytotoxic,and Chemical Investigations of Averrhoabilimbi and Ziziphus mauritiana.Bangladesh Pharmaceutical Journal2011;14(2):127–131.

30. Cowan MM. Plant Products asAntimicrobial Agents. ClinicalMicrobiology Reviews 1994;12(4):564–582.

31. Lathifah QA. Uji Efektivitas EkstrakKasar Senyawa Antibakteri pada BuahBelimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi)dengan Variasi Pelarut. Malang: FakultasKimia UIN. Skripsi 2008.

32. McNab R, Lamagni T. Oral and OtherNon-β-Haemolytic Streptococci. In:Gillespie SH, Hawkey PM, eds. 2nd Ed.Principles and Practice of ClinicalBacteriology. London: John Wiley & SonLtd. 2006; 87.

Page 62: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

734

33. Lisa G. Review of Literature GeneralBacteriological Aspect of MutansStreptococci. Helsinki University. E-Thesis 2000. Available at: http://ethesis.helsinki.fi/julkaisut/laa/hamma/vk/gronroos/ch2.htm. Accessed February 6, 2013.

34. Nobbs AH, Lamont RJ, Jenkinson HF.Streptococcus Adherence andColonization. Microbiology andMolecular Biology Review2009;73(3):407–450.

35. Skilton CJ, Tagg JR. Production byStreptococcus sanguis of Bacteriocin-Like Inhibitory Substances (BLIS) withActivity Against Streptococcus rattus.Microbial Ecology in Health and DiseaseJournal 1992;2:219–226.

36. Zhongchun Tong, Liping Dong, LinZhou, Longxing Ni. Nisin Inhibits DentalCaries-Associated Microorganism inVitro. Elsevier 2010;31(11):2003–2008.http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0196978110003281. AccessedNovember 17, 2012.

37. Taxonomy browser NCBI. Streptococcussanguinis SK1056, Streptococcus mutans25175, Averrhoa bilimbi. Available at:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/Taxonomy.Accessed February, 2013.

38. Rosa RT, Napimoga MH, Hofling JF,Goncalves RD, Rosa EA. ClonalDiversity of Streptococcus mutans Clarke(1924) in Caries-Free Adults. EstudBiolog 2005;27(58):49–51

39. Wan AKL, Seow WK, Bird PS.Comparison of Five Selective Media forThe Growth and Enumeration ofStreptococcus mutans. Australian DentalJournal 2002;47(1):21–28.

40. Anonymous. Streptococcus mutans.Available at: http://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Streptococcus_mutans.Accessed Februari, 2013.

41. Nobuo O, Masanobu N, Yukata T,Ryutaro I, Atsuo S, Tomoko S. Pili ofOral Streptococcus sanguinis Binds toSalivary Amylase and Promote TheBiofilm Formation. Elsevier MicrobialPathogenesis 2011;50:148–154.

42. Liu J, Wu C, Huang I, Merrit J, Qi F.Differential Response of Streptococcusmutans Towards Friend and Foe inMixed-Species Cultures. Microbiology2011;157:2422–2444.

43. Simon L. The Role of Streptococcusmutans and Oral Ecology in TheFormation of Dental Caries. Journal ofYoung Investigators 2000. Available at:http://www.jyi.org/issue/the-role-of-streptococcus-mutans-and-oral-ecology-in-the-formation-of-dental-caries.Accessed February, 2013.

44. Nishimura J, Saito T, Yoneyama H, BaiLL, Okumura K, Isogai E. BiofilmFormation by Streptococcus mutans andRelated Bacteria. Advances inMicrobiology 2012;2:208–215.

45. Kolenbrander PE, Palmer RJ, PeriasamyS, Jakubovics NS. Oral MultispeciesBiofilm Development and The Key ofCell-Cell Distance. Nature ReviewMicrobiology 2010;8:171–480.

46. Roy A, Geetha, Lakshmi T. Averrhoabilimbi Nature’s Drug Store: APharmacogical Review. IJDR2011;3(3):101–106.

47. Orwa. Agroforestry Data Base 2009.Averrhoa bilimbi. Available at:http://www.worldagroforestcentre.org/sea/Producets/AFDbase/af/asp/Speciesinfo.asp?SpID=17943. Accessed October,2012.

48. Vera L, Enaide D, Lueci D.Physicochemical Characteristics ofBilimbi (Averrhoa bilimbi). Rev BrasFrutic Jaboticabal 2001;23(2):421–423.

49. Dalimartha S. Atlas Tumbuhan ObatIndonesia. Edisi 5. Jakarta: PustakaBunda. 2008; 6–7.

50. Soenanto H. 100 Resep SembuhkanHipertensi, Asam Urat, dan Obesitas.Jakarta: PT Elex Media Komputindo.2009; 53.

51. Seideman J. World Spice Plants. NewYork: Springer. 2005; 59.

52. Anonymous. Belimbing wuluh (Averrhoabilimbi). Available at: http://www.plantamor.com/index.php?plant=164.Accessed October, 2012.

53. Tan BK, Tan CH, Pushparaj PN. Anti-Diabetic Activity of The Semi-PurifiedFractions of Averrhoa bilimbi in High FatDiet Fed-Streptozotocin-Induced DiabeticRats. Life Science 2005;76(24):2827–2839.

54. Yusuf R. Belimbing Wuluh. Available at:http://ronnyyusuf88.blogspot.com/2011/12/belimbing-wuluh-averrhoa-bilimbi-l.html. Accessed September, 2012.

Page 63: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

735

55. Ahsan. Belimbing Wuluh. Available at:http://ahsanfile.com/2011/04/20/mengenal-belimbing-wuluh-foto-gambar-belimbing-sayur-averrhoa-bilimbi/.Accessed September, 2012.

56. Kumar AS, Kavimani S, Jayaveera KN.Review on Medical Plants with PotensialAntidiabetic Activity. InternationalJournal of Phytopharmacology2011;2(2):53–60.

57. Ambili S, Subramoniam A, NagarajanNS. Studies on The AntihyperlipidemicProperties of Averrhoa bilimbi Fruit inRats. Planta Medica 2009;75(1):55–58.

58. Chung PY, Navaratnam P, Chung LY.Synergistic Antimicrobial ActivityBetween Pentacyclic Triterpenoids andAntibiotic Against Staphylococcus aureusStrains. Annals of Clinical Microbiologyand Antimicrobial 2011;10(25):1–6.

59. Rosyidah K, Nurmuhaimina SA, KomariN, Astuti MD. Aktivitas AntibakteriSaponin dari Kulit Batang TumbuhanKasturi (Mangira casturi). Bioscientiae2010;7(2):25–31.

60. Poeloengan M, Praptiwi. Uji AktivitasAntibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis(Garcinia mangostana). Media LitbangKesehatan 2010;20:65–69.

61. Hayati EK, Fasyah AG, Sa’adah L.Fraksinasi dan Identifikasi SenyawaTanin pada Daun Belimbing Wuluh(Averrhoa bilimbi). Jurnal Kimia2010;4(2):193–200.

62. Handa SS. An Overview of ExtractionTechniques for Medicinal and AromaticPlants. In: Handa SS, Khanuja SPS,Longo G, Rakesh DD, eds. ExtractionTechnologies for Medicinal and AromaticPlants. Trieste: ICS-UNIDO. 2008; 22–24.

63. Tiwari P, Kumar B, Kaur M, Kaur G,Kaur H. Phitochemical Screening andExtraction: A Review. InternationalePharmaceutica Sciencia 2011;1(1):105–106.

64. Remington JP. Remington The Scienceand Practice of Pharmacy. 21th Ed.Philadelphia: Lippincott Williams &Wilkins. 2006; 221–222.

65. James HJ, Mary JF. AntimicrobialSusceptibility Testing: A Review ofGeneral Principles and ContemporaryPractices. Medical Microbiology2009;49:1749–1755.

66. Bauer AW, Kirby WM, Sherris JC, TurckM. Antibiotic Susceptibility Testing byStandardized Single Disk Method. Am JClin Path 1966;45(4):493–496.

67. Lalitha MK. Manual on AntimicrobialSusceptibility Testing. Indian Associationof Medical Microbiologist 2004;1–47.

68. Reynolds J, Farinha M. CountingBacteria. Richard Colledge 2005;1–10.

69. Tim Mikrobiologi. Penuntun PraktikumMikrobiologi. Fakultas Biologi.Universitas Jenderal Soedirman. 2008.

70. Baum L, Phillips RW, Lund MR. BukuAjar Ilmu Konservasi Gigi. Edisi 3.Jakarta: Penerbit EGC. 1997; 117–122.

71. Prashant GM, Chandu GN, MurulikrishnaKS, Shafiulla MD. The Effect of Mangoand Neem Extract on Four OrganismsCausing Dental Caries: Streptococcusmutans, Streptococcus salivavius,Streptococcus mitis, and Streptococcussanguis: an in Vitro Study. Indian J DentRes 2007;18(4):148–151.

72. Sulistyowati, Widyasturi A. PemanfaatanCentella asiatica sebagai BahanAntibakteri Salmonella typhi. Stigma J ofScience 2008;2:5–10.

73. Yuwono T. Biologi Molekular. Surabaya:Erlangga. 2007; 30–31.

74. Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG.Biologi. Surabaya: Erlangga. 2000; 57–60.

75. Wood BJB, Holzapfel WH. The Generaof Lactid Acid Bacteria. 2nd Ed. London:Chapman & Hall. 1995: 57,107–109.

76. Lay BW. Analisis Mikroba diLaboratorium. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada.1994; 55–59.

77. Kerth J, Merrit J, Shi W, Qi F.Competition and Coexistence BetweenStreptococcus mutans and Streptococcussanguinis in Dental Biofilm. Journal ofBacteriology 2006;187(21):7193–7203.

78. Nes IF, Dzung BD, Holo H. BacteriocinDiversity in Streptococcus andEnterococcus. Journal of Bacteriology2007;189(4):1189–1198.

79. Mutaminnah BQ. Uji AktivitasAntibakteri dari Asap Cair Sekam PadiGrade I terhadap Beberapa BakteriPencemar Pangan. FMIPA. UniversitasMataram. Skripsi 2010.

80. Nugroho A. Ensiklopedia Otomotif.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.2005; 12.

Page 64: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

736

81. Bassett J, Denney RC, Jeffery GH,Mendham J. Buku Ajar Vogel KimiaAnalisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta:Penerbit EGC. 1994; 90–91.

82. Sutisna DH, Sutarmanto R. PembenihanIkan Air Tawar. Yogyakarta: Kanisius.1995; 99.

83. University of Maryland. PathogenicBacteria. Available at: http://www.life.umd.edu/classroom/bsci424/Definitions.htm. Accessed June, 2013.

84. Wikler MA, Cockerill FR, Craig WA,Dudley MA, Eliopoulus GM, Hetch DW.Performance Standards for AntimicrobialSusceptibility Testing; SeventeenthInformational Supplement. CLSI2007;27(1):1–177.

Page 65: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

737

KAJIAN TINGKAT PENGETAHUAN KEPALA KELUARGADALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI

DI KECAMATAN BAITUSSALAM KABUPATEN ACEH BESAR

Fahrevy*, Sri Adelila Sari**, Indra***

*Magister Ilmu Kebencanaan Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala**Program Studi Magister Ilmu Kebencanaan Universitas Syiah Kuala

***Magister Ilmu Tanah dan Pesisir Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

ABSTRAKBeberapa faktor penyebab utama timbulnya banyak korban akibat bencana gempa adalah karenakurangnya pengetahuan kepala keluarga tentang bencana dan kurangnya kesiapan kepala keluargadalam mengantisipasi bencana tersebut. Oleh karena itu, untuk meminimalisir risiko bencana harusmenjadi bagian terpadu dengan kepala keluarga. Jenis penelitian berbentuk deskriptif dengan metodepenelitian menggunakan sequential exploratory yang bertujuan untuk mendapatkan kajian tentangpengetahuan kepala keluarga dalam menghadapi ancaman bencana gempa bumi. Pengumpulan datatelah dilakukan pada bulan Januari sampai bulan Februari 2015 di Kecamatan Baitussalam KabupatenAceh Besar. Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu cluster sampling pada 381responden kepala keluarga di Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar. Instrumen yangdigunakan adalah kuesioner, pengolahan dan analisis data secara manual dengan menggunakan rumusp = × 100% untuk melihat sejauh mana pengetahuan kepala keluarga dalam menghadapi bencanagempa bumi. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pengetahuan kepala keluarga dalam menghadapiancaman bencana gempa bumi di Kecamatan Baitussalam sudah baik, dari 381 responden hanya 46responden yang masih kurang dalam memahami pengetahuan kebencanaan.

Kata kunci: Kepala keluarga, pengetahuan kebencanaan

ABSTRACTSome of the factors leading causes of many victims of the earthquake is due to lack of knowledgeabout the family's head of disaster preparedness and lack of family heads in anticipation of thedisaster. Therefore, to minimize the risk of disasters should be an integral part of the family head.Type a descriptive research by using sequential exploratory research method that aims to get the studyof knowledge heads of families in the face of the threat of earthquakes. Data collection was conductedin January to February 2015 in the district of Aceh Besar district Baitussalam. How to sampling inthis research cluster sampling on 381 respondents heads of families in the Aceh Besar District. Theinstrument used was a questionnaire, processing and analysis of data manually by using the formulap = × 100% to see the extent to which knowledge of the head of the family in the face of theearthquake. The result showed that the knowledge of the head of the family in the face of the threat ofearthquakes in the district has been good Baitussalam of 381 respondents only 46 respondents whoare still lacking in understanding the knowledge of disaster.

Key words: The head of family, knowledge of disaster

Page 66: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

738

PENDAHULUANIndonesia merupakan satu-satunya

negara yang terletak pada pertemuan tigalempeng utama bumi yaitu lempeng Eurasia,lempeng Indo-Australia dan lempeng Pasifik.Indonesia negeri yang memiliki potensibencana dan gunung berapi terbanyak didunia. Namun disisi lain, Indonesia amatlahsubur, penuh dengan keanekaragaman hayatidan kaya akan sumber mineral. Semua itutidak terlepas dari posisi Indonesia yangberada di jantung pertemuan tiga lempengdunia (Widyawati, 2010).

Penanggulangan bencana adalah bagianintegral dari pembangunan nasional dalamrangka melaksanakan amanat UUD 1945,sebagaimana dimaksud dalam alinea IVpembukaan UUD 1945. Dalamimplementasinya, penanggulangan bencanatersebut menjadi tugas dan tanggung jawabpemerintah dan pemerintah daerah bersama-sama masyarakat luas. Bentuk tanggung jawabantara lain memenuhi kebutuhan masyarakatyang diakibatkan oleh bencana yangmerupakan salah satu wujud perlindungannegara kepada warga negara (BNPB, 2011).

Beberapa faktor penyebab utamatimbulnya banyak korban akibat bencanagempa adalah karena kurangnya pengetahuanmasyarakat tentang bencana dan kurangnyakesiapan masyarakat dalam mengantisipasibencana tersebut. Khusus untuk gempa bumikorban yang meninggal banyak terjadi karenatertimpa reruntuhan akibat bangunan yangroboh. Di antara korban jiwa tersebut, palingbanyak adalah wanita dan anak-anak. Dalammanajemen risiko bencana dikenal tindakanpengurangan risiko bencana (disaster riskreduction measure) (Krishna, 2006).

Berdasarkan Hyogo Framework yangdisusun oleh PBB maka pendidikan siagabencana merupakan prioritas, yakni priorityfor action, use knowledge, innovation andeducation to build a culture of safety andresilience at all levels. Dalam rangkamembangun suatu budaya keselamatan danketahanan khususnya untuk anak-anak dangenerasi muda, pengetahuan kebencanaanperlu lebih lanjut dikembangkan di rumahtangga. Belajar dari pengalaman tentangkejadian bencana alam yang besar danberbagai bahaya yang ada di Indonesia makadipandang perlu untuk mengajarkan kepadaanggota keluarga tentang siaga bencana gempabumi dalam rumah tangga yang di dalamnya

mencakup: bagaimana menyelamatkan dirimereka saat bencana mengancam danmenghindari kecelakaan yang tidak perluterjadi dalam kehidupan sehari-hari (Krishna,2006).

Pada akhirnya, pemanfaatanpengetahuan sebagai produk dapat mendorongpengguna pengetahuan untuk mampu danmandiri mendukung penyelesaian masalah-masalah yang dihadapinya. Pengetahuandikembangkan melalui proses pengalaman dimana pengetahuan tersebut dipergunakan.Oleh karena itu, untuk meminimalisir risikobencana harus menjadi bagian terpadu dengankepala keluarga.

Wilayah Kecamatan BaitussalamKabupaten Aceh Besar merupakan salah satuwilayah terparah dihantam oleh tsunami padaakhir tahun 2004. Tsunami merupakandampak dari gempa bumi yang berskala tinggi.Oleh karena itu, untuk meminimalisir korbandari bencana gempa bumi maka peneliti inginmelakukan Kajian Tingkat PengetahuanKepala Keluarga dalam Menghadapi BencanaGempa Bumi di Kecamatan BaitussalamKabupaten Aceh Besar. Berdasarkan observasidilapangan maka kepala keluarga harusmempunyai pengetahuan kebencanaan untukmenyelamatkan keluarganya dari dampakrisiko bencana gempa bumi.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka peneliti ingin mengetahui tingkatpengetahuan kepala keluarga dalammenghadapi ancaman gempa bumi diKecamatan Baitussalam Kabupaten AcehBesar.

TUJUAN PENELITIANTujuan umum adalah untuk mengetahui

tentang pengetahuan kepala keluarga dalammenghadapi ancaman gempa bumi.Tujuan khusus:1) Untuk mendapatkan informasi dari kepala

keluarga yang berhubungan denganpengetahuan dalam menghadapi ancamangempa bumi.

2) Usaha mendapatkan informasi tentangsumber informasi yang di peroleh denganpengetahuan dalam menghadapi ancamangempa bumi.

3) Untuk mendapatkan informasi, tentanglingkungan sosial, hubungannya denganpengetahuan dalam menghadapi ancamangempa bumi.

Page 67: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

739

MANFAAT PENELITIAN1) Bagi Peneliti

Menambahkan pengetahuan, pengalamandalam melaksanakan penelitian.

2) Bagi Intansi TerkaitMenjadi masukan untuk menyusunlangkah-langkah strategis untukmemberikan pengetahuan kepadamasyarakat khususnya kepala rumahtangga.

3) Bagi MasyarakatDiharapkan dapat menambahpengetahuan serta kesadaran dalammenghadapi ancaman gempa bumi.

4) Bagi Ilmu PengetahuanPeningkatan ilmu pengetahuan, yangnantinya menjadi pedoman dalammenyusun langkah-langkah ke depan.

TINJAUAN PUSTAKAPengetahuan adalah salah satu domain

perilaku. Menurut Bloom dalam Notoatmojo(2010), perilaku dapat dibedakan menjadi tigaarea, wilayah, ranah atau domain, yaitukognitif, afektif dan psikomotor. Dalamperkembangan selanjutnya, berdasarkanpembagian oleh Bloom ini, perilaku dibagimenjadi tiga ranah untuk kepentingan praktis,yakni pengetahuan, sikap, dan tindakan. Hasildari penelitian yang dilakukan oleh Millertentang kerentanan komunitas terhadapkonsekuensi bahaya vulkanis menyatakanbahwa pengetahuan kebencanaan dapatberpengaruh terhadap berkurangnyakerentanan terhadap efek bahaya vulkanissecara langsung dan tidak langsung (Miller,1999).

Pengetahuan kebencanaan nantinyaakan mempengaruhi kepala keluarga dalammerespons setiap ancaman bencana. Denganpengetahuan kebencanaan yang dimiliki olehkepala keluarga dapat diinternalisasikankepada setiap anggota keluarga sehingga dapatmeminimalisir risiko bencana. Pengetahuankebencanaan dapat meningkatkankesiapsiagaan kepala keluarga dalammenghadapi ancaman gempa bumi. Banyakkorban anak-anak pada saat terjadinyaancaman gempa bumi dipicu oleh faktorketerbatasan pemahaman risiko-risiko bencanadi sekeliling mereka, yang berakibat tidakadanya pengetahuan kepala keluarga dalammenghadapi bencana.

Banyaknya korban berjatuhan, menurutsumber dari komunitas masyarakat di

Kecamatan Baitussalam menyebutkan bahwakepala keluarga di Kecamatan Baitussalambelum memiliki pengetahuan yang memadaitentang gempa bumi, bahkan seluruhkomunitas masyarakat Aceh tidak pernahmendengar istilah "tsunami" yang merupakandampak dari ancaman gempa bumi, apalagihubungan antara gempa tektonik dengantsunami. Rendahnya pengetahuan sebagianbesar komunitas masyarakat Aceh tersebutmenyebabkan warga Aceh yang berada dikawasan pantai tidak segera menghindarsetelah terjadinya guncangan gempa dahsyatpada minggu pagi. Komunitas masyarakatAceh justru beramai-ramai menangkap ikanyang menggelepar karena air laut mendadaksurut dan mengering, lalu pada saat air lautberbalik nyaris tidak ada komunitasmasyarakat yang selamat dari bencanatersebut.

Menurut Triutomo (2007), di Indonesia,masih banyak penduduk yang menganggapbahwa bencana itu merupakan suatu takdir.Pada umumnya mereka percaya bahwabencana itu adalah suatu kutukan atas dosa dankesalahan yang telah diperbuat sehinggaseseorang harus menerima bahwa itu sebagaitakdir akibat perbuatannya. Sehingga tidakperlu lagi berusaha untuk mengambil langkah-langkah pencegahan atau penanggulangannya.Pengetahuan terkait dengan persiapanmenghadapi bencana pada kepala keluargayang rentan bencana menjadi fokus utama.Berbagai pengalaman menunjukkan bahwakesiapan menghadapi bencana ini seringkaliterabaikan pada masyarakat yang belummemiliki pengalaman langsung denganbencana (Priyanto, 2006).

Manajemen Risiko BencanaBencana tidak dapat dihindari akan

tetapi dapat kurangi dampak negatif atau risikobencananya. Agar mengurangi risiko bencanamaka kita harus dapat mengelola bencanatersebut. Konsep pengelolaan bencana telahmengalami pergeseran paradigma daripendekatan konvensional menuju pendekatanholistik (menyeluruh). Pandangankonvensional menganggap bencanamerupakan suatu peristiwa atau kejadian yangtidak dapat dielakkan dan korban harus segeramendapatkan pertolongan. Oleh karena itu,fokus dari pengelolaan bencana dalampandangan konvensional lebih bersifat bantuan(relief) dan kedaruratan (emergency).

Page 68: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

740

Orientasi dari pandangan konvensionaladalah pada pemenuhan kebutuhan darurat,kesehatan, dan penanganan krisis. Tujuannyaadalah menekan kerugian, kerusakan, dansecepatnya memulihkan keadaan pada kondisisemula. Pandangan yang berkembangselanjutnya adalah paradigma mitigasi, yangtujuannya lebih diarahkan pada identifikasipada daerah-daerah yang rawan bencana,mengenali pola-pola yang dapat menimbulkankerawanan serta melakukan tindakan-tindakanmitigasi baik yang struktural maupunnonsruktural.

Paradigma yang selanjutnyaberkembang adalah paradigma pembangunan,dengan upaya-upaya pengelolaan bencanayang dilakukan lebih bersifatmengintegrasikan upaya penanganan bencanadengan program pembangunan, sepertiperkuatan perekonomian, penerapan teknologi,pengentasan kemiskinan, dan lain sebagainya.Paradigma ini didasarkan pada upayamengurangi kerentanan dalam masyarakat.

Paradigma yang terakhir adalahparadigma pengurangan risiko. Pendekatan iniadalah perpaduan dari sudut pandang teknisdan ilmiah dengan perhatian pada faktor-faktorsosial, ekonomi dan politik dalam perencanaanpengurangan bencana. Tujuan pengelolaanbencana dalam paradigma pengurangan risikobencana ini adalah meningkatkan kemampuanmasyarakat untuk mengelola dan menekanrisiko terjadinya bencana. Pendekatan inimemandang masyarakat sebagai subjek danbukan objek dari pengelolaan bencana danproses pembangunan.

Manajemen risiko bencana merupakanilmu pengetahuan yang terkait dengan upayauntuk mengurangi risiko yang meliputi

tindakan persiapan sebelum bencana terjadi,dukungan dan membangun kembalimasyarakat saat bencana terjadi. Secara umumpengelolaan sebelum bencana merupakanproses terus-menerus yang dilakukan olehindividu, kelompok, dan komunitas dalammengelola bahaya sebagai upaya untukmenghindari atau mengurangi dampak akibatbencana. Tindakan yang dilakukan bergantungpada persepsi terhadap risiko yang dihadapi.Efektivitas pengelolaan bencana bergantungpada keterpaduan seluruh elemen, baikpemerintah maupun nonpemerintah. Aktivitaspada setiap hirarki (individu, kelompok,masyarakat) memberikan pengaruh padatingkatan yang berbeda.

Mengembangkan pengetahuankebencanaan untuk kepala keluarga tentangmanajemen risiko bencana akan berdampakbesar dalam penanggulangan bencana.Pengetahuan yang akan dikembangkanmencakup langkah antisipasi dan penangananmeliputi bagaimana mempersiapkan diri bilabencana terjadi.

Pengetahuan Pengurangan Risiko BencanaPengetahuan adalah hasil tau dari

manusia dan ini terjadi setelah orangmelakukan penginderaan terhadap suatu objektertentu, dan penginderaan tersebut dapatterjadi melalui penginderaan manusia, yaknipenglihatan, pendengaran, penawaran rasa,dan peraba (Notoatmodjo, 2003).

Setiap komunitas masyarakatmempunyai pengetahuan dan cara untukmenghadapi lingkungan demi kelangsunganhidupnya. Pengetahuan dan cara ini dikenalsebagai “wisdom to cope with the local events”atau sering disingkat sebagai “local wisdom”.

Gambar 1. Peta Pusat Gempa Bumi di Kabupaten Aceh Besar Tanggal 22 Oktober 2012 Pukul 12:40:34 WIB(Sumber: Kementerian ESDM/ Badan Geologi)

Page 69: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

741

Sebagai contoh, di masyarakat Simeuleuedikenal local wisdom yang disebut smong,yaitu suatu pengetahuan yang diwariskansecara turun-temurun dari generasi ke generasiuntuk bertindak bila masyarakat menghadapibencana tsunami. Mekanisme dalammenghadapi kejadian terbentuk dan lahir daripengalaman, pengetahuan, pemahaman, danpemaknaan terhadap setiap kejadian,fenomena, harapan, dan masalah yang terjadidisekitarnya. Mekanisme tersebut diteruskanlewat proses sosialisasi dari generasi kegenerasi dan pelaksanaannya tergantung padakadar kualitas pemahaman dan implikasinyadalam kehidupan sehari-hari.

Bencana Gempa BumiBumi tersusun atas beberapa lapisan.

Lapisan yang paling luar disebut sebagai kulitbumi dan yang terdalam adalah inti bumi. Diantara kedua lapisan teratas dan terbawahtersebut adalah lapisan mantel (tersusun atasmantel atas dan bawah). Lapisan mantel inidiperdebatkan sebagai faktor yang palingpenting dalam memahami terjadinya gempa-gempa yang besar (Santosa, 2008).

Litosfer adalah bagian yang tersusunatas kulit bumi dan 100 km ketebalan mantelteratas bersama. Benua-benua dan lautan-lautan semuanya terletak di atas litosfer.Lempeng-lempeng benua dan lautanmengambang di atas mantel yang quasi plastis.Arus-arus konveksi dalam lapisan mantelteratas merupakan gaya-gaya utama yangmengontrol terjadinya gerakan-gerakanlempeng dan oleh karena itu merupakan latarbelakang terjadinya gempa bumi.

Menurut Engdahl dan Gubbins (1987)pada daerah subduksi, karena terjadi tumbukanantara lempeng lautan dengan tepian lempengkontinen, struktur tanah yang mengalamianomali kecepatan negatif. Struktur kecepatanseperti ini didapatkan dengan menginversikandata waktu tempuh gelombang. Jarakepisentral gempa-gempa bumi Indonesia yangdigunakan dalam analisis seismogram distasiun UGM adalah kecil sehingga sulit untukmengukur waktu tempuh gelombang S denganakurasi yang memadai. Pengukuran secaralangsung tidak mudah karena jarak antarawaktu tiba gelombang P, S, dan gelombangpermukaan sangat pendek, sedangkanamplitudo gelombang S jauh lebih kecil daripada gelombang permukaan. Oleh karena itu,pada jarak episentral kecil gelombang S

umumnya tenggelam dalam amplitudogelombang permukaan sehingga penetuanwaktu tiba gelombang ini menjadi sulit untukdiukur secara akurat (Santosa, 2008).

METODE PENELITIANJenis penelitian yang akan digunakan

dalam penelitian ini menggunakan penelitiandeskriptif, yaitu penelitian yang di dalamnyatidak ada analisis hubungan antarvariabel,tidak ada variabel bebas dan terikat, bersifatumum yang membutuhkan jawaban di mana,kapan, berapa, siapa, dan analistik yangdigunakan adalah deskriptif (Hidayat, 2009).

Metode penelitian yang digunakandalam penelitian ini adalah sequentialexploratory, yaitu mengumpulkan danmenganalisis data kualitatif kemudianmengumpulkan dan menganalisis datakuantitatif. Dalam penelitian ini lebihmenekankan pada metode kualitatif.Sependapat yang dikatakan oleh McMillan,Creswell (2010) yaitu pada tahap pertama akandiisi dengan pengumpulan dan menganalisisdata kuantitatif kemudian setelah didapatkanhasil dari data kuantitatif dan selanjutnyamenggunakan metode kualitatif untukmenggambarkan atau memaparkanpengetahuan kepala rumah tangga dalammenghadapi ancaman gempa bumi diKecamatan Baitussalam Kabupaten AcehBesar.

TEKNIK ANALISIS DATATeknik analisis data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah analisis univariat,dengan secara menyeluruh data yang sejenisatau mendekati digabungkan, yang kemudiandibuat tabel distribusi frekuensi untukdipresentasikan.

Untuk mengukur pengetahuan alat ukuryang digunakan adalah kuisioner yangdiberikan kepada para responden. Pada setiapitem pertanyaan terdapat dua alternatifjawaban yang ada. Bila jawaban benarmendapat nilai 1, bila jawaban yang diberikansalah mendapat nilai 0 (Hidayat,2007).

Pengolahan dan analisis data dilakukansecara manual dengan menggunakan rumussebagai berikut:

p = × 100%

Page 70: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

742

Gambar 2. Statistik Jumlah Penduduk Kecamatan Baitussalam Tahun 2015

Keterangan:p : Persentasea : Jumlah pertanyaan yang dijawab benarb : Jumlah seluruh pertanyaan (Arikunto,2006)

Sedangkan untuk penentuan kategoripenelitian menurut Arikunto (2006) sebagaiberikut:1. Kategori baik jika 76–100%2. Kategori cukup jika 56–75%3. Kategori kurang jika <56%

HASIL PENELITIANKecamatan Baitussalam merupakan

salah satu kecamatan yang ada di KabupatenAceh Besar. Letak Kabupaten Aceh Besar5,2°–5,8° Lintang Utara, 95,0°–95,8° BujurTimur, panjang pantai 195 km. Batas-batasdaerah Kabupaten Aceh Besar yaitu:

1. Sebelah Utara Selat Malaka, Kota Sabangdan Kota Banda Aceh

2. Sebelah Selatan Kabupaten Aceh Jaya3. Sebelah Timur Kabupaten Aceh Pidie4. Sebelah Barat Samudra Indonesia

Dari hasil penelitian diketahui bahwasebagian besar responden sangat baik dalammemahami pengetahuan tentang bencanagempa bumi, yaitu 335 kepala keluarga dari381 responden (87,92%). Hasil inimenunjukkan bahwa sebagian besarmasyarakat di wilayah KecamatanBaitussalam Kabupaten Aceh Besar sudahmengetahui tentang pengetahuan bencanaterhadap ancaman gempa bumi. Hal inidisebabkan masyarakat sudah mendapatkaninformasi yang memadai dari pemerintahmaupun dari lembaga nonpemerintah tentang

Gambar 3. Distribusi Pekerjaan Responden

1104

2004

1013

7123

9831849

1121 960566 474 336 662 786

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000JU

MLA

H PE

NDU

DUK

74

105

119

4538

0

20

40

60

80

100

120

140

PNS PHL PEDAGANG NELAYAN PBB

JUM

LAH

RESP

ON

DEN

Page 71: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

743

Gambar 4. Distribusi Tingkat Pengetahuan Kepala Keluarga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi diKecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2015

bencana gempa bumi. Kesimpulan inididasarkan dari jawaban responden padadistribusi per kampung di KecamatanBaitussalam Kabupaten Aceh Besar diketahuibahwa sebagian besar pertanyaan tentangpengetahuan kebencanaan gempa bumiterdapat 335 kepala keluarga dari 381responden yang menjawab benar.

Penelitian LIPI-UNESCO/ISDR (2006)tentang kesiapsiagaan masyarakat Acehmenghadapi bencana, menunjukkan bahwapengetahuan mempunyai pengaruh terhadaptingkat kesiapsiagaan menghadapi bencanapada masyarakat pedesaan Aceh. Dengan hasilpenelitian ini maka semakin memperkuatbahwa pengetahuan masyarakat tentangbencana merupakan salah satu komponenpenting dalam pengurangan dampak risikobencana.

Dalam penelitian ini pedagangmenempati urutan terbanyak dalam halpekerjaan responden dan yang paling sedikitresponden ditempati oleh pekerja padapembuatan batu-bata. Bila dilihat dari hasilpenelitian, pekerjaan hal yang sangatmempengaruhi pengetahuan kepala keluargaterhadap bencana gempa bumi. Dilihat daripekerjaan yang mendominasi masyarakat diKecamatan Baitussalam lebih banyak padapembuatan batu-bata dan nelayan karena diKecamatan Baitussalam banyak terdapat dapurbatu-bata dan dekat dengan laut. Pada saat

penelitian, peneliti lebih banyak mengambilsampel pada pedagang.

KESIMPULANDari penelitian dapat disimpulkan

bahwa pengetahuan kepala keluarga terhadapancaman bencana gempa bumi di KecamatanBaitussalam tergolong baik (persentase87,92%), terbukti bahwa pada saat gempabumi melanda Aceh pada 11 April 2012 semuakepala keluarga menyuruh anggotakeluarganya untuk mengungsi pada daerahyang aman dan terkendali.

DAFTAR PUSTAKA1. BNPB. Tentang Penanggulangan

Bencana. 2011.2. BRR NAD – NIAS. Identifikasi Bencana.

Banda Aceh. Nanggroe Aceh Darussalam.2009.

3. Danny. Sumatra Rawan Gempa Bumi.Puslit Geoteknologi LIPI. 2009.

4. Departemen Sosial RI. MemberdayakanKearifan Lokal Bagi Komunitas AdatTerpencil. 2006.

5. Depkes RI. Tentang Pusat PenangananKrisis. 2008.

6. ESDM. Gempa Bumi dan Tsunami.Bandung. 2010.

7. LIPI-UNESCO/ISDR. KajianKesiapsiagaan Masyarakat dalamMengantisipasi Bencana Gempa Bumi &

73,73

85,36

100

81,81 84,61

71,43 71,43

25

61,53

100

84,61

66,66

100

0

20

40

60

80

100

120PE

RSEN

TASE

Page 72: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

Cakradonya Dent J 2014; 6(2):678-744

744

Tsunami. Jakarta: Deputi IlmuPengetahuan Kebumian Lembaga IlmuPengetahuan Indonesia. 2006.

8. Miller. Community Vulnerability toVolcanik Hazard Consequences. DisasterPrevention and Management1999;8(4):255–260.

9. Notoatmodjo S. Domain Perilaku Dalam:Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.Jakarta: PT Rineka Cipta. 2010; 139–146.

10. Notoatmodjo S. Kesehatan MasyarakatIlmu dan Seni. Jakarta: PT Rineka Cipta.2007.

11. Priyanto. Persiapan MenghadapiBencana. Medan. Sumatera Utara: USU.2006.

12. Santosa. Struktur Kecepatan GelombangSeismik di Bawah Indonesia MelaluiAnalisis Seismogram Gempa-GempaBumi di Sekitar Indonesia pada StasiunObservasi UGM. Jurnal Makara Sains2008;12(2):134–145.

13. Santoso. Study Hadard Seismik danHubungannya dengan Intensitas Seismikdi Pulau Sumatra dan Sekitarnya. JurnalMeteorologi dan Geofisika 2011;12(2).

14. Triutomo. Perencanaan KontijensiMenghadapi Bencana. Edisi 2. BRRNAD – NIAS. 2007.

15. UU No 23 Tahun 2007 TentangPenanggulangan Bencana.

16. Widyawati S. Pedoman KesiapsiagaanMenghadapi Gempa Bumi. Bandung:Paramartha. 2010.

17. Zulkarnain A, Febriansyah R. KearifanLokal: Pemanfaatan dan PelestarianSumber Daya Pesisir. Jurnal AgribisnisKerakyatan 2008;1:69–85.

Page 73: ISSN: 2085-546X - Unsyiah

ISSN: 2085-546XPetunjuk Bagi Penulis

Cakradonya Dental Journal (CDJ) adalah jurnal ilmiah yangterbit dua kali setahun, Juni dan Desember. Artikel yangditerima CDJ akan dibahas para pakar dalam bidang keilmuanyang sesuai (peer-review) bersama redaksi. Sekiranya peer-review menyarankan adanya perubahan, maka penulis diberikesempatan untuk memperbaikinya.

CDJ menerima artikel konseptual dari hasil penelitian originalyang relevan dengan bidang kesehatan, kedokteran gigi dankedokteran. CDJ juga menerima tinjauan pustaka, dan laporankasus.

Artikel yang dikirim adalah artikel yang belum pernahdipublikasi, untuk menghindari duplikasi CDJ tidak menerimaartikel yang juga dikirim pada jurnal lain pada waktubersamaan untuk publikasi. Penulis memastikan bahwa seluruhpenulis pembantu telah membaca dan menyetujui isi artikel.

1. Artikel PenelitianTatacara penulisan: Judul dalam bahasa Indonesia Abstrak dibuat dalam bahasa Indonesia & Inggris,

dalam bentuk tidak terstruktur dengan jumlahmaksimal 200 kata, harus mencerminkan isi artikel,ringkas dan jelas, sehingga memungkinkan pembacamemahami tentang aspek baru atau penting tanpaharus membaca seluruh isi artikel. Diketik denganspasi tunggal satu kolom.

Kata Kunci dicantumkan pada halaman yang samadengan abstrak. Pilih 3-5 buah kata yang dapatmembantu penyusunan indek.

Artikel utama ditulis dengan huruf jenis Times NewRoman ukuran 11 point, spasi satu dan dibuat dalambentuk dua lajur (page layout)

Artikel termasuk tabel, daftar pustaka dan gambarharus diketik 1 spasi pada kertas dengan ukuran 21,5x 28 cm (kertas A4) dengan jarak dari tepi 2,5 cm,jumlah halaman maksimum 12. Laporan tentangpenelitian pada manusia harus memperolehpersetujuan tertulis (signed informed consent).

Sistematika penulisan artikel hasil penelitian, adalahsebagai berikut: Judul Nama dan alamat penulis serta alamat email Abstrak dalam bahasa Indonesia dan Inggris Kata kunci Pendahuluan (tanpa subjudul, memuat latar

belakang masalah dan sedikit tinjauan pustaka, danmasalah/tujuan penelitian). Bahan dan Metode Hasil Pembahasan Kesimpulan dan Saran Ucapan terima kasih Daftar Pustaka.

2. Tinjauan pustaka/artikel konseptual (setara hasilpenelitian) merupakan artikel review dari jurnal dan ataubuku mengenai ilmu kedokteran gigi, kedokteran dankesehatan mutakhir memuat: Judul Nama penulis Abstrak dalam bahasa Indonesia dan Inggris

Pendahuluan (tanpa subjudul) Subjudul-subjudul sesuai kebutuhan Penutup (kesimpulan dan saran) Daftar pustaka

3. Laporan Kasus. Berisi artikel tentang kasus di klinik yangcukup menarik, dan baik untuk disebarluaskan dikalangansejawat lainnya. Format terdiri atas: Pendahuluan,Laporan kasus, Pembahasan dan Daftar pustaka.

4. Gambar dan tabel. Kirimkan gambar yang dibutuhkanbersama makalah. Tabel harus diketik 1 spasi.

5. Metode statistik. Jelaskan tentang metode statistik secararinci pada bagian “metode”. Metode yang tidak lazim,ditulis secara rinci berikut rujukan metode tersebut.

6. Judul ditulis dengan huruf besar 11 point, baik judulsingkat dengan jumlah maksimal 40 karakter termasukhuruf dan spasi. Diletakkan di bagian tengah atas darihalaman pertama. Subjudul dengan huruf 11 point.

7. Nama dan alamat penulis. Nama penulis tanpa gelar danalamat atau lembaga tempat bekerja ditulis lengkap danjelas. Alamat korespondensi, nomor telepon, nomorfacsimile, dan alamat e-mail.

8. Ucapan terima kasih. Ucapan terima kasih hanya untukpara profesional yang membantu penyusunan naskah,termasuk pemberi dukungan teknis, dana dan dukunganumum dari suatu institusi.

9. Daftar pustaka. Daftar pustaka ditulis sesuai denganaturan penulisan Vancouver, diberi nomor urut sesuaidengan pemunculan dalam keseluruhan teks ditulis secarasuper script. Jumlah daftar pustaka minimal 10 referensi.Bila pengarang lebih dari 6 orang, maka disebutkan 6nama pengarang kemudian baru at al/dkk. Bila kurangdari 6 orang maka disebutkan semua nama pengarangnya.- Jurnal: Hendarto H, Gray S. Surgical and non surgical

intervation for speech rehabilitation in Parkinsondisease. Med J Indonesia 2000; 9 (3): 168-74.

- Buku: Lavelle CLB. Dental plaque. In: Applied OralPhysiology, 2nd ed. London: Wright. 1988:93-5.

- Book Section: Shklar G, Carranza FA. The HistoricalBackground of Periodontology. In: Carranza's ClinicalPeriodontology (Newman MG, Takei HH, KlokkevoldPR, Carranza FA, eds), 10th ed. St. Louis: SaundersElsevier, 2006: 1-32.

- Website : Almas K. The antimicrobial effects of sevendifferent types of Asian chewing sticks. Available inhttp://www.santetropicale.com/resume/49604.pdfAccessed on April, 2004.

10. Artikel dikirim sebanyak 1 (satu) eksemplar, dalambentuk hard dan soft copy, tuliskan nama file dan programyang digunakan, kirimkan paling lambat 2 (dua) bulansebelum bulan penerbitan kepada:Ketua Dewan PenyuntingCakradonya Dental Journal (CDJ)Fakultas Kedokteran Gigi -UnsyiahDarussalam Banda Aceh 23211Telp/fax. 0651-7551843

11. Kepastian pemuatan atau penolakan artikel akandiberitahukan melalui email. Penulis yang artikelnyadimuat akan mendapat bukti pemuatan sebanyak 1 (satu)eksemplar. Artikel yang tidak dimuat tidak akandikembalikan kecuali atas permintaan penulis.

Page 74: ISSN: 2085-546X - Unsyiah