Top Banner
SKRIPSI PEMBUATAN PRODUK MINUMAN ISOTONIK (ISOTONIC DRINK) DALAM KEMASAN GELAS PLASTIK DI PT. FITS MANDIRI BOGOR Oleh: FAHRUL ROJI F24102083 2006 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
71

Isotonik Made

Oct 28, 2015

Download

Documents

Hengky Erlangga
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Isotonik Made

SKRIPSI

PEMBUATAN PRODUK MINUMAN ISOTONIK

(ISOTONIC DRINK) DALAM KEMASAN GELAS PLASTIK

DI PT. FITS MANDIRI BOGOR

Oleh:

FAHRUL ROJI

F24102083

2006

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 2: Isotonik Made

PEMBUATAN PRODUK MINUMAN ISOTONIK

(ISOTONIC DRINK) DALAM KEMASAN GELAS PLASTIK

DI PT. FITS MANDIRI BOGOR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

FAHRUL ROJI

F24102083

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006

Page 3: Isotonik Made

Fahrul Roji F24102083. Pembuatan Produk Minuman Isotonik (Isotonic Drink) Dalam Kemasan Gelas Plastik Di PT. Fits Mandiri Bogor. Dibawah Bimbingan Slamet Budijanto (2006).

RINGKASAN

Minuman Isotonik merupakan salah satu produk minuman ringan karbonasi atau nonkarbonasi untuk menigkatkan kebugaran, yang mengandung gula, asam sitrat, dan mineral (BSN, 1998). Istilah isotonik seringkali digunakan untuk larutan atau minuman yang memiliki nilai osmolalitas yang mirip dengan cairan tubuh (darah), sekitar 280 mosm/kg H2O (Stofan dan Murray, 2001). Minuman Isotonik juga dikenal dengan sport drink yaitu minuman yang berfungsi untuk mempertahankan cairan dan garam tubuh serta memberikan energi karbohidrat ketika melakukan aktivitas.

Minuman isotonik dengan berbagai klaimnya, saat ini perkembangannya cukup pesat dipasaran. Tiga tahun terakhir tercatat nilai penjualan pioneer salah satu produk minuman isotonik meningkat tajam, dimana setiap tahunnya terjadi pertumbuhan penjualan di atas 50 % (Hidayat, 2006). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan formula dan teknologi proses pembuatan minuman isotonik dalam kemasan gelas plastik yang aman, murah, mempunyai rasa yang diterima, dan dapat diaplikasikan pada industri kecil.

Penelitian ini terdiri atas tahap formulasi minuman isotonik serta tahap analisis produk terbaik. Tahap formulasi minuman isotonik meliputi; perhitungan komposisi bahan, pembuatan, pemilihan flavor, pengembangan formula produk. Pemilihan produk terbaik dilakukan dengan metode uji organoleptik.

Hasil formulasi minuman isotonik yang disukai adalah formula B dengan komposisi elektrolit Na+ 20 meq/L, K+ 4 meq/L, Mg2+ 0,5 meq/L, Ca2+ 1 meq/L, Cl- 15 meq/L, Sitrat3- 32 meq/L, Laktat- 1 meq/L, gula (65gr/l), Vitamin C (0,4167 gr/l), claudifier (0,5 gr/l), dan flavor terpilih 0,075 % lemon : orange (1:1). Hasil analisis pada produk tersebut adalah: pH 3.52, TPT 6,8 oBrix, nilai osmolalitas secara hitungan 281,85 mosmol/kg H2O, Kadar Vitamin C 89,1 mg/cup (240 ml), kadar gula pereduksi (dekstrosa) 0,35 %, kadar natrium 432,60 mg/l, kadar kalium 213,9 mg/l, dan Total Mikroba < 3,0 x 102 (0,5 x 101) koloni/ml. Hasil ini secara keseluruhan telah sesuai dengan yang ditargetkan dan memenuhi standar minuman isotonik SNI 01-4452-1998, kecuali untuk kandungan mineral kalium yeng lebih besar dari standar. Namun hal ini bisa minimalisir dengan memperhitungkan kandungan kalium dalam bahan baku lain atau melalui pemilihan bahan baku yang lebih baik, sehingga kandungan Kalium dapat memenuhi standar sesuai perhitungan.

Page 4: Isotonik Made

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PEMBUATAN PRODUK MINUMAN ISOTONIK

(ISOTONIC DRINK) DALAM KEMASAN GELAS PLASTIK

DI PT. FITS MANDIRI BOGOR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

FAHRUL ROJI

F24102083

Dilahirkan di Bogor pada tanggal 28 September 1983

Tanggal Lulus: 4 Agustus 2006

Menyetujui,

Bogor, Agustus 2006

Dr. Ir Slamet Budijanto M.Agr Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Page 5: Isotonik Made

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 28

September 1983. Penulis merupakan putra pertama dari

pasangan Abdul Rauf dan Fatimah. Penulis memulai

pendidikannya pada tahun 1987 di Madrasah Diniyah

Islamiyyah Al-Ikhlas Bogor, kemudian pada tahun 1989-

1995 menyelesaikan pendidikan di SDN Parakan 02 Bogor.

Pada tahun 1995-1998 penulis melanjutkan pendidikan di Madarasah

Tsanawiyah Negeri (MTsN) Kodya Bogor. Dan pada rentang waktu tahun 1998-

2002 penulis menamatkan pendidikannya di Sekolah Menengah Analis Kimia

Bogor (SMAKBo). Tahun 2002 penulis diterima sebagai mahasiswa jurusan Ilmu

Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, melalui

jalur USMI. Selain itu penulis juga ikut mengenyam pendidikan di Ma’had

salafiyah Al-Ikhlas Ciomas Bogor.

Selama menjalani pendidikan, penulis ikut terlibat aktif dalam berbagai

kegiatan organisasi, di MTsN Penulis pernah menjabat sebagai ketua umum PMR

unit MTsN Bogor. Selama di SMAKBo penulis aktif dikegiatan kerohanian,

bidang penerbitan majalah. Selama kuliah penulis pernah terlibat aktif di beberapa

kegiatan organisasi diantaranya: BKIM IPB, Forum Mahasiswa Studi Islam 39,

Food Processing Club (FPC), Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi

Pertanian (HIMITEPA), KAMMI komisariat IPB, dan berbagai kegiatan

kemahasiswaan lain. Di luar kampus penulis juga pernah aktif pada organisasi-

organisasi sosial kemasyarakatan, diantaranya pernah aktif di LSM Rumah Zakat

Indonesia (RZI), dan organisasi kepemudaan Forum Komunikasi Remaja Islam

(FKRI). Selain itu penulis pernah mengikuti program khusus pelatihan

enterpreuneur Succes University.

Dan sebagai salah satu syarat kelulusan kuliah dan memperoleh gelar

sarjana Ilmu dan Teknologi Pangan, penulis melakukan penelitian yang tertuang

dalam skripsi ini.

Page 6: Isotonik Made

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT, karena karunia rahmat dan kasih

sayang-NYA penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, shalawat serta salam tak

lupa penulis sampaikan untuk baginda Rasulullah SAW, atas kecintaan dan

tauladannya bagi seluruh ummat.

Skripsi yang berjudul “PEMBUATAN PRODUK MINUMAN

ISOTONIK (ISOTONIC DRINK) DALAM KEMASAN GELAS PLASTIK

DI PT FITS MANDIRI BOGOR” ini merupakan hasil kegiatan penelitian

penulis. Kegiatan ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada departemen Ilmu dan Teknologi

Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada berbagai pihak, karena penulis sadar bahwa dalam

menyelesaikan studi ini penulis banyak mendapat bantuan dan dorongan, terutama

pada :

1. Ibu dan Bapak tercinta atas ketegaran dan dukungannya mendidik penulis

hingga saat ini, juga kepada seluruh keluarga besar dan adik-adik tercinta

(Nining, Aris, Fatih, Farhan, dan my little cousin Risan ) mudah-mudahan

Allah mengaruniakan kebarokahan bagi kita.

2. Bapak Dr. Ir. Slamet Budijato M.Agr, atas bimbingan dan motivasinya yang

diberikan selama penulis menyelesaikan penelitian ini.

3. Bapak Ir . Sutrisno Koswara, M.si dan Bapak Dr. Ir. Yadi Haryadi, M.Sc, atas

kesediaannya menjadi dosen penguji dan atas saran-saran yang diberikan.

4. Mbak Febri, Mbak Rinrin, Mbak Emi, dan seluruh karyawan PT.Fits Mandiri

dan Cipta Food atas segala bantuan dan kemudahan yang diberikan selama

melakukan kegiatan penelitian.

5. Bapak Ust Abdul Kholiq, Ust. Bahrudin, Ust Aom, dan Ust Dede atas doa,

dorongan dan nasihatnya.

6. Rekan-rekan ITP angkatan 39, khususnya Yoga, Didin, Kris, Irwan, dan temen

temen sebimbingan, juga buat sahabat-sahabatku Subekti, Gugum (atas

pinjeman komputernya dan penginapannya), Iqbal, Rikza, Molid, Heru, Evrin,

Hana, Sari, dan anak-anak golongan C terima kasih atas kebersamaannya.

Page 7: Isotonik Made

7. Keluaraga besar hizbul a’dalah warrofai’yah (Teh Lina, Ibu Rina, Hafidz,

Abdul dan tokoh-tokoh DPC ciomas), mudah-mudahan Allah mengokohkan

langkah kita dalam mewujudkan kehidupan yang lebih baik.

8. Keluarga besar pondok pesantren Al-Ikhlas, dan rekan-rekan tercinta (Awal,

Idim, Saepul, Irfan, Muhammad, Asep, Sahrul, Hari, Sodiq, teh Titi, Robi’ah,

Yayah) atas kebersamaannya, dan Siti Syamsiyah serta keluarga atas do’anya.

9. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan namanya, mudah-mudahan Allah

membalas semua kebaikan yang telah diberikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun

mudah-mudahan keterbatasan ini tidak mengurangi hakikat kebenaran ilmiah

laporan ini, dan dapat berguna bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Bogor, Juli 2006

Penulis

Page 8: Isotonik Made

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .................................................................................... iii

DAFTAR ISI .................................................................................................. v

DAFTAR TABEL .......................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix

I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

A. LATAR BELAKANG .......................................................................... 1

B. TUJUAN DAN SASARAN ................................................................. 2

C. MANFAAT .......................................................................................... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3

A. MINUMAN ISOTONIK ...................................................................... 3

B. GARAM-GARAM MINERAL ............................................................ 10

C. SUKROSA ........................................................................................... 11

D. ACIDULANT ........................................................................................ 11

E. VITAMIN C ......................................................................................... 12

F. FLAVOUR ........................................................................................... 14

G. BAHAN PENGAWET ......................................................................... 14

H. CLAUDIFIER ...................................................................................... 15

I. PENGEMASAN ................................................................................... 15

J. PROSES TERMAL .............................................................................. 16

III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 18

A. BAHAN DAN ALAT .......................................................................... 18

B. METODE PENELITIAN ..................................................................... 18

1. Formulasi dan Pembuatan ............................................................... 19

2. Uji Organoleptik .............................................................................. 23

3. Analisis Produk................................................................................ 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 27

A. PERHITUNGAN KOMPOSISI BAHAN ............................................ 27

B. PEMBUATAN MINUMAN ISOTONIK ............................................ 28

C. UJI ORGANOLEPTIK ....................................................................... 29

Page 9: Isotonik Made

1. Pemilihan flavor .............................................................................. 29

2. Pengembangan Formula Minuman .................................................. 30

D. ANALISIS PRODUK MINUMAN ISOTONIK ................................. 34

V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 41

A. KESIMPULAN .................................................................................... 41

B. SARAN ................................................................................................ 41

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 42

LAMPIRAN .................................................................................................. 46

Page 10: Isotonik Made

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Konsentrasi elektrolit dalam keringat ................................................ 4

Tabel 2. Profil komposisi beberapa produk sport drink dan minuman lain ..... 5

Tabel 3. Jumlah partikel (pengionan) bahan-bahan baku minuman ................ 8

Tabel 4. Spesifikasi syarat mutu minuman isotonik (SNI 014452-1998) ........ 9

Tabel 5. Konsentrasi elektrolit target ............................................................... 20

Tabel 6. Konsentrasi dan jenis flavor ............................................................... 22

Tabel 7. Variasi perlakuan pH (Pengembangan Formula I) ............................ 31

Tabel 8. Konsentrasi elektrolit formula-formula produk hasil pengembangan 32

Tabel 9 . Respon panelis terbatas terhadap formula-formula baru ................. 33

Tabel 10. Data hasil analisis produk minuman isotonik .................................. 34

Tabel 11. Kontribusi bahan-bahan minuman terhadap nilai osmolalitas ......... 35

Page 11: Isotonik Made

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Rumus struktur sukrosa ................................................................ 11

Gambar 2. Rumus struktur asam sitrat ........................................................... 12

Gambar 3. Vitamin C dan Sifat Kimianya ..................................................... 13

Gambar 4. Skema alur metode penelitian ..................................................... 19

Gambar 4. Skema pembuatan produk minuman isotonik .............................. 21

Gambar 5. Pola degradasi asam askorbat pada temperatur penyimpanan dan

aktivitas air berbeda ..................................................................... 38

Page 12: Isotonik Made

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Komposisi elektrolit produk yang formulasi dengan beberapa

produk pasar............................................................................. 46

Lampiran 2. Kontribusi Bahan Terhadap Osmolalitas Minuman Formula A 47

Lampiran 3. Form uji hedonik tahap pemilihan flavor ................................. 48

Lampiran 4. Rekapitulasi data uji hedonik tahap pemilihan flavor .............. 49

Lampiran 5. Analisis sidik ragam dan uji lanjut tahap pemilihan flavor ...... 50

Lampiran 6. Form uji hedonik tahap perlakuan variasi keasaman ............... 51

Lampiran 7. Data uji hedonik tahap perlakuan variasi keasaman ................ 52

Lampiran 8. Analisis sidik ragam dan uji lanjut tahap pengembangan

formula (perlakuan variasi keasaman) ..................................... 53

Lampiran 9. Form uji hedonik tahap perlakuan kombinasi elektrolit .......... 54

Lampiran 10. Data uji hedonik tahap perlakuan kombinasi elektrolit ............ 55

Lampiran 11. Analisis sidik ragam dan uji lanjut tahap pengembangan

formula (perlakuan kombinasi elektrolit)................................. 56

Page 13: Isotonik Made

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penelitian dan pengembangan (Research and Development)

merupakan salah satu kegiatan yang terus dilakukan suatu industri, termasuk

industri pangan. R&D produk memiliki peran begitu besar bagi kelangsungan

dan kemajuan perusahaan. Hal ini berkaitan dengan fungsi R&D sebagai

pembaharu produk, baik itu dalam hal inovasi produk baru ataupun hanya

sebatas penyempurnaan dan modifikasi produk yang telah ada. Keberadaan

R&D ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi industri melalui

dihasilkannya produk yang bermutu dan sesuai dengan kebutuhan pasar. Setiap

tahap dalam kegiatan R&D harus melalui proses dan analisis secara seksama,

untuk menghasilkan produk yang bermutu sesuai dengan standar mutu yang

diharapkan.

Objek kajian dalam rangka riset dan pengembangan di PT Fits

Mandiri kali ini adalah produk minuman isotonik. Riset yang dilakukan

meliputi formulasi minuman isotonik sehingga dihasilkan produk yang dapat

diterima konsumen, dan memenuhi standar mutu.

Minuman isotonik dengan berbagai klaimnya, saat ini

perkembangannya cukup pesat dipasaran. Selama tiga tahun terakhir tercatat

nilai penjualan salah satu pioneer produk minuman isotonik meningkat tajam,

dimana setiap tahunnya terjadi pertumbuhan penjualan diatas 50 %. Tahun

2004 total penjualan domestik produk tersebut mencapai 100 juta kaleng dan

6,5 juta sachet (Hidayat, 2006). Hal ini berkaitan dengan trend makanan dan

minuman fungsional yang akhir-akhir ini menjadi senjata pemasaran berbagai

produk pangan.

Teknologi pembuatan produk ini relatif mudah dan saat ini produk

minuman isotonik mulai dirambah oleh berbagai industri yang lebih kecil

skalanya. Pangsa pasar minuman isotonik ini dinilai cukup baik dan hal ini

mendorong PT. Fits Mandiri untuk mengembangkan formula minuman

isotonik yang bisa diaplikasikan pada industri kecil. Kegiatan pengembangan

produk ini disesuaikan dengan kapasitas produksi dan aspek teknologi yang

Page 14: Isotonik Made

dimiliki industri-industri kecil, yakni pengembangan lebih diarahkan pada

pembuatan minuman isotonik dalam kemasan gelas plastik (cup).

Pengemas plastik merupakan salah satu bahan pengemas yang

berkembang pesat pada saat ini. Bahan ini digunakan secara luas dalam

pengemasan produk pangan termasuk minuman. Plastik memiliki berbagai

keunggulan yakni fleksibel, transparan, tidak mudah pecah, tidak korosif, dan

harganya relatif murah. Melalui pengembangan produk dalam kemasan cup ini

diharapkan dapat dihasilkan produk yang bermutu, aman, relatif murah, dan

dapat diterapkan untuk industri kecil/menengah seperti PT. Fits Mandiri

Bogor.

B. TUJUAN DAN SASARAN

1. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan formula dan teknologi

proses pembuatan minuman isotonik yang dikemas dalam gelas plastik

(cup).

2. Sasaran

Sasaran dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan formula dan

teknologi proses pembuatan produk minuman isotonik dalam kemasan gelas

plastik (cup) yang aman, relatif murah dan memiliki rasa yang diterima.

C. MANFAAT

Penelitian ini bermanfaat dalam mendorong pengembangan dan

penerapan teknologi proses pembuatan produk minuman isotonik dalam

kemasan gelas plastik (cup) pada lingkungan industri, khususnya industri

kecil.

Page 15: Isotonik Made

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. MINUMAN ISOTONIK

1. Definisi

Menurut BSN (1998), minuman Isotonik merupakan salah satu produk

minuman ringan karbonasi atau nonkarbonasi untuk meningkatkan

kebugaran, yang mengandung gula, asam sitrat, dan mineral. Stofan dan

Murray (2001) menambahkan, Istilah isotonik seringkali digunakan untuk

larutan atau minuman yang memiliki nilai osmolalitas yang mirip dengan

cairan tubuh (darah), sekitar 280 mosm/kg H2O. Minuman Isotonik juga

dikenal dengan sport drink yaitu minuman yang berfungsi untuk

mempertahankan cairan dan garam tubuh serta memberikan energi

karbohidrat ketika melakukan aktivitas.

2. Sejarah dan Dasar Ilmiah

Sejak pertengahan tahun 1960 terdapat beberapa kategori minuman

komersil dibeberapa negara, terutama yang secara khusus diformulasi untuk

dikonsumsi sebelum, selama, dan sesudah aktifitas fisik. Minuman ini

dikenal dengan sebutan sport drink, minuman karbohidrat-elektrolit,

minuman pengganti elktrolit, atau minuman isotonik (Stofan dan Murray,

2001).

Minuman isotonik ini pertama kali diformulasi oleh Dr Martin

Brousard untuk digunakan oleh tim sepakbola Lousiana State University.

Kedua, minuman isotonik dikembangkan oleh Cade et al pada tahun 1972,

yang melakukan penelitian mengenai panas yang dikeluarkan oleh atlet

pada tim sepak bola University of Florida. Mereka menemukan bahwa

kehilangan sejumlah tertentu volume dan perubahan komposisi cairan tubuh

selama latihan dapat dicegah dan diperbaiki melalui konsumsi minuman

yang mengandung glukosa dan elektrolit, yang akan memberikan efek

menguntungkan bagi anggota tim (Ford, 1995). Minuman isotonik mulai

dipasarkan secara komersial pada tahun 1969, dengan merk terkenal

Page 16: Isotonik Made

Gatorade, dan pertama kali dipromosikan sebagai minuman khusus untuk

olah raga (Sport Drink).

Efek beraktivitas/olahraga terhadap tubuh

Cairan tubuh adalah komponen yang cukup besar dan potensial hilang

ketika latihan/beraktivitas karena meningkatnya produksi keringat. Selama

latihan volume urine menurun dan keringat menjadi penyebab utama

hilangnya cairan. Produksi keringat bisa mencapai 1-2 liter/jam, tergantung

lama dan beratnya latihan. Kehilangan cukup banyak keringat ini menjadi

alasan untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang selama latihan (Ford,

1995). Cairan yang hilang jika tidak segera digantikan maka lama-kelamaan

menyebabkan dehidrasi pada tubuh.

Cairan dalam tubuh tidak hanya disusun oleh air. Cairan intra seluler

dan cairan ekstra seluler adalah dua larutan yang berbeda pada kandungan

zat terlarut di dalamnya. Cairan ekstra seluler banyak mengandung garam

natrium, klorida, NaHCO3, dan sedikit kalium, kalsium dan magnesium.

Sedangkan cairan intraseluler banyak mengandung garam kalium, organik

posfat, dan proteinat, serta sedikit natrium, magnesium, dan bikarbonat

(Robinson, 2002).

Selain kehilangan air, beberapa komponen elektrolit yang terlarut

dalam cairan tubuh turut hilang bersama keringat. Tabel 1 memperlihatkan

beberapa komponen elektrolit yang hilang bersama keringat.

Tabel 1. konsentrasi (mmol/L) elektrolit dalam keringat

Elektrolit Konsentrasi (mmol/L)

Natrium 20-80

Kalium 4-8

Kalsium 0-1

Magnesium <0,2

Klorida 20-60

Sumber: Maughan (2001)

Selain itu, kegiatan tubuh selama latihan/berolahraga akan mengubah

energi kimia menjadi energi mekanik dalam otot. Nilai kebutuhan energi

tersebut tergantung intensitas dan durasi latihan. Sumber utama energi ini

Page 17: Isotonik Made

diperoleh dari oksidasi karbohidrat dan lemak yang dikonsumsi. Dalam

banyak penelitian yang telah dipublikasikan diketahui bahwa suplementasi

karbohidrat sebelum dan selama periode latihan, secara umum memberikan

efek yang baik bagi performa tubuh (Ford, 1995).

Keberadaan karbohidrat (CHO) sebagai sumber energi sangat

menentukan performa ketika beraktivitas. Tubuh yang kekurangan

karbohidrat akan mengalami kelemahan atau performa yang buruk selama

beraktivitas. Namun sayangnya, total penyimpanan karbohidrat dalam tubuh

sangat terbatas, bahkan sering kali keberadaannya lebih sedikit

dibandingkan dengan kebutuhan ketika berkatifitas lebih seperti berolahraga

(Burke, 2002).

Minuman isotonik atau sport drink diformulasi untuk memberikan

manfaat berguna bagi tubuh, diantaranya: 1) mendorong konsumsi cairan

secara sukarela, 2) menstimulir penyerapan cairan secara cepat,

3) menyediakan karbohidrat untuk menungkatkan performance, 4)

menambah respon fisiologis, dan 5) untuk rehidrasi yang cepat (Stofan dan

Murray, 2001). Minuman isotonik diyakini sebagai minuman ideal bagi atlit

olah raga. Perannnya tidak hanya sebagai minuman biasa yang

menggantikan cairan tubuh, tapi juga sekaligus sebagai pengganti elektrolit

yang hilang bersama keringat dan penyuplai energi bagi aktivitas tubuh saat

berolahraga.

3. Aspek-Aspek Khusus dalam Formulsi Minuman Isotonik

Dibandingkan dengan produk-produk lain, minuman isotonik (sport

drink) memiliki beberapa ketentuan khusus yang harus dipenuhi agar

perannya optimal. Aspek-aspek tersebut diantaranya: jenis dan konsentrasi

karbohidrat, kandungan elktrolit, dan osmolalitas. Tabel 2 memperlihatkan

profil komposisi beberapa produk sport drink dan minuman lain yang

beredar dipasaran (USA).

Page 18: Isotonik Made

Tabel 2.Profil komposisi beberapa produk sport drink dan minuman lain

Merk Minuman % karbohidratNatrium

(mmol/L)

Kalium

(mmol/L)

Osmolalitas

(mosmol/kg H2O)

Gatorade® 6 20 3 280

Isostar® 7.7 30 - 289

Cytomax® 5.5 10 10 208

Powerade® 8 23 4 381

MET-Rx ORS® 8 23 4 315

Coca Cola® 11 - - 700

Orange juice

(Tropicana®) 10.8 - 49 663

Sumber : Stofan dan Murray ( 2001)

a. Jenis dan konsentrasi karbohidrat

Jenis dan konsentrasi total karbohidrat memiliki efek fisiologis dan

karakter organoleptik terhadap minuman isotonik, seperti keseimbangan

flavor, kemanisan, dan cita rasa. Secara komersial jenis karbohidrat yang

sering digunakan adalah sukrosa, glukosa, fruktosa, maltosa, dan

maltodextrin. Peningkatan konsentrasi karbohidrat diatas 7% dalam

formula minuman, secara potensial akan menimbulkan resiko dibanding

keuntungan yang diperoleh. Diantaranya peningkatan konsentrasi

karbohidrat dalam minuman isotonik berisiko terhadap penurunan

pengosongan lambung, penyerapan dalam usus, dan meningkatkan resiko

ketidaknyamanan dalam perut (Stofan dan Murray, 2001). Selain itu

jenis dan konsentrasi karbohidrat dalam minuman juga mempengaruhi

nilai osmolalitas minuman, oleh karena itu beberapa aspek tersebut

menjadi pertimbangan dalam formulasi jumlah dan jenis karbohidrat

dalam minuman isotonik.

b. Natrium, Kalium, dan Elektrolit Lain

Keberadaan Natrium memainkan peran yang sangat penting dalam

minuman isotonik sebagai zat yang mempengaruhi rasa minuman,

Page 19: Isotonik Made

penstimulir konsumsi cairan, meningkatkan penyerapan cairan,

mempertahankan volume plasma, dan menjamin rehidrasi yang cepat dan

sempurna. Rehidrasi tidak dikatakan sempurna jika natrium dan air yang

hilang karena keringat belum digantikan. Seperti halnya dalam keringat,

konsentrasi natrium dalam minuman isotonik berkisar antara 20 – 80

mmol/l, hal ini didasarkan pada penggantian natrium yang hilang dalam

tubuh ketika berkeringat dan untuk menstimulir penyerapan cairan

dengan cepat (Stofan dan Murray, 2001).

Kandungan elektrolit lain (kalium, magnesium, dan kalsium) dalam

minuman isotonik biasanya lebih kecil dari 10 mmol/l, dan peran

kritisnya masih belum teridentifikasi. Sejumlah penelitian telah

menyelidiki peran potensialnya. Kehilangan kalium dalam tubuh

nampaknya menjadi dugaan umum penyebab keram otot. Adapaun untuk

mengimbangi kehilangan elektrolit dari keringat/urin, sejumlah peneliti

menganjurkan penambahan sejumlah kecil magnesium dan kalsium

dalam formulasi minuman isotonik (Sport drink) (Stofan dan Murray,

2001).

c. Osmolalitas

Istilah isotonik seringkali digunakan untuk larutan atau minuman yang

memiliki nilai osmolalitas yang mirip dengan cairan tubuh (darah),

sekitar 280 mosm/kg H2O (Stofan dan Murray, 2001). Perhitungan

proporsi setiap bahan yang memberikan kontribusi terhadap total

osmolalitas produk sangat penting dalam pengembangan formula

minuman.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minuman olahraga (sport

drink) harus bersifat hipotonik atau isotonik untuk mempercepat

pengosongan dalam lambung dan penyerapan dalam usus. Konsumsi

minuman yang memiliki osmolalitas tinggi (hipertonik) akan

mengurangi laju penyerapan cairan (Stofan dan Murray, 2001).

Menurut Ford (1995), persamaan antara konsentrasi dan osmolalitas

ditunjukkan pada persamaan berikut:

Page 20: Isotonik Made

Osmolalitas (Osmol/kg) = k . n . molalitas

Dimana, k = konstanta untuk zat non-ideal, n = jumlah partikel.

Contohnya, untuk NaCl yang mengurai menjadi dua ion, n = 2. Nilai n

untuk non-elektrorit seperti sukrosa sama dengan 1, dengan demikian

untuk beberapa bahan lain nilai n bisa ditentukan berdasarkan penguraian

partikel/ionnya (lihat Tabel 2). Garam-garam yang digunakan untuk

formulasi relatif mudah larut, maka konstanta k dapat diabaikan dalam

beberapa kasus. Sehingga persamaan dikurangi menjadi:

Osmolalitas (Osmol/kg) = n . molalitas

Tabel 3. Jumlah partikel (pengionan) bahan-bahan minuman isotonik

Bahan-bahan Jumlah partikel (pengionan)

NaCl 2

Na. Sitrat 4

Na. Benzoat 2

KCl 2

MgCO3 2

Ca Laktat 3

Vitamin C 1

Asam sitrat 4

Gula 1

Page 21: Isotonik Made

4. Persyaratan Mutu Minuman Isotonik

Tabel 4 menjelaskan persyaratan mutu untuk produk minuman

isotonik yang meliputi keadaan, parameter fisik, kimia dan mikrobiologi.

Tabel 4. Spesifikasi persyaratan mutu minuman isotonik SNI 01-4452-1998

No Jenis uji Satuan Persyaratan

1

1.1

1.2

Keadaan:

Bau

Rasa

-

Normal

Normal

2 pH % Maks 4,0

3 Total gula sebagai sukrosa % Min 5

4

4.1

4.2

Mineral:

Natrium

Kalium

mg/kg

mg/kg

maks 800-1000

maks 125-175

5 Bahan Tambahan Pangan - Sesuai

SNI 01-0222-1995

6

6.1

6.2

6.3

6.4

6.5

Cemaran logam:

Timbal (Pb)

Tembaga (Cu)

Seng (Zn)

Raksa (Hg)

Timah (Sn)

mg/kg

maks 0,3

maks 2,0

maks 5,0

maks 0,03

maks 40 (250*)

7 Arsen mg/kg maks 0,1

8

8.1

8.2

8.3

8.4

8.5

Cemaran mikroba:

Angka lempeng total

Coliform

Salmonella

Kapang

Khamir

Koloni/ml

APM/ml

Koloni/ml

Koloni/ml

Maks 2 x 102

<3

negatif

maks 50

maks 50

*) kemasan kaleng

Sumber: (BSN, 1998)

Page 22: Isotonik Made

B. GARAM-GARAM MINERAL

1. Natrium Klorida (NaCl)

Natrium klorida (Mr = 58,45 gr/mol) dikenal dengan sebutan garam

secara umum dan secara komersial juga dikenal sebagai garam meja, garam

batu, atau garam laut. NaCl dihasilkan dari pengeboran, dan penguapan

larutan asin dari garam yang terdapat dibawah tanah dan dari laut dengan cara

penguapan dengan panas. Natrium klorida berbentuk kristal kubus, asin, putih,

takberwarna/transparan bila dalam bentuk kristal besar (Merck, 1976).

2. Natrium Sitrat (C6H5Na3O7)

Natrium sitrat, trisodium sitrat, Mr = 258,07 gr/mol) berupa kristal

takberwarna, berbentuk granula/bubuk, dingin dan berasa asin. Bersifat stabil

dan larut dalam air, tidak larut dalam alkohol. Natrium sitrat dalam larutan

bersifat sedikit basa (Merck, 1976).

3. Kalium Klorida (KCl)

Kalium klorida/pottasium klorida (Mr = 74,55 gr/mol) berupa kristal

putih atau bubuk kristal yang larut dalam air (memberikan pH netral), dan

tidak larut dalam eter dan aseton. Kalium klorida terdapat dialam sebagai

mineral sylvine atau Sylvite (Merck, 1976).

4. Magnesium Karbonat (MgCO3)

Magnesium Karbonat (Mr= 84,31 gr/mol) berupa bubuk putih yang

tidak berwarna, bulky atau ringan. Magnesium Karbonat lebih mudah larut

dalam air yang mengandung CO2 dan larut dalam larutan asam dengan efek

effervescent. Senyawa ini sedikit menyebabkan basa jika bereaksi dengan air

(Merck, 1976).

5. Kalsium Laktat ( Ca[CH3CH(OH)2COO]2 )

Kalsium Laktat (Mr 218,22 gr/mol) diproduksi secara komersial

melalui proses netralisasi asam laktat hasil fermentasi dekstrosa, molasses,

pati, gula atau whey oleh CaCO3. Kalsium laktat hampir tidak berwarna, larut

lambat dalam air dingin, tapi larut cepat dalam air panas, dan tidak larut dalam

alkohol. Garam ini biasa digunakan dalam industri minuman (Merck, 1976).

Page 23: Isotonik Made

C. SUKROSA

Sukrosa merupakan salah satu komponen penting dalam minuman

isotonik. Selain berperan sebagai salah satu penentu rasa, sukrosa juga

menjalankan peran sebagai penyuplai karbohidrat (energi) bagi tubuh. Setiap

gram gula pasir/sukrosa memberikan energi sebesar 4 kkal/gram. Sukrosa

cukup luas penggunaannya dalam formulasi minuman isotonik (Ford, 1995).

Sukrosa merupakan senyawa kimia yang termasuk karbohidrat,

memiliki rasa manis, berwarna putih, dan larut air (Nicol,1979). Rumus

molekul sukrosa adalah C12H22O11, dengan berat molekul 342,30 gram/mol,

terdiri dari gugus glukosa dan fruktosa, hal ini dapat dilihat dari rumus

struktur sukrosa pada Gambar 1 (Sudarmadji, 1982).

Rasa manis sukrosa bersifat murni karena tidak ada after taste, yang

merupakan cita rasa kedua yang timbul setelah cita rasa pertama. Disamping

itu sukrosa juga berperan dalam memperkuat cita rasa makanan, melalui

penyeimbangan rasa asam, pahit, dan asin atau melalui proses karamelisasi

(Nicol,1979).

Gambar 1. Rumus struktur Sukrosa

D. ZAT PENGASAM (ACIDULANT)

Acidulant merupakan zat yang bersifat asam, yang sering ditambahkan

pada makanan/minuman dengan berbagai tujuan. Acidulant dapat bertindak

sebagai penurn pH, penegas rasa dan warna, atau menyelubungi aftertaste

yang tidak disukai. Sifat asam senyawa ini berperan juga dalam mencegah

pertumbuhan mikroba dan bertindak sebagai bahan pengawet (Winarno,

1992). Asam paling sedikit mempunyai dua pengaruh antimikroorganisme;

pertama adalah karena pengaruhnya terhadap penurunan pH dan yang lainnya

O O

O OH

H

OH

H OH

H

OH

H OH

H

CH2OH

CH2OH

Page 24: Isotonik Made

adalah sifat keracunan yang khas dari asam-asam yang tidak terurai (Buckle et

al, 1985).

Asam sitrat merupakan salah satu acidulant yang umum digunakan

pada produk minuman. Asam sitrat merupakan padatan kristal berwarna putih

yang terdapat dalam bentuk butiran anhidrat atau sebagai monohidrat, dengan

bobot molekul 192,1 gram/mol. Asam sitrat (pK1 = 3,09; pK2 = 4,74; pK3 =

5,41) merupakan zat yang mudah larut dalam air. Asam ini memberikan

karakter khas rasa buah dengan kebanyakan flavor-flavor buah, hal ini diduga

terjadi juga secara alami pada berbagai jenis buah (Taylor, 1998).

Asam sitrat merupakan asam lemah yang memiliki tiga gugus

karboksilat, yang terionisasi sebagian melepaskan 3 ion H+ ketika berada

dalam larutan, struktur kimianya dapat dilihat pada Gambar 2.

.

Gambar 2. Rumus struktur asam sitrat

E. VITAMIN C

Vitamin C, dengan nama kimia L-asam askorbat, adalah senyawa

yang tak berbau, stabil, berupa padatan putih, larut dalam air, namun sedikit

larut dalam ethanol, dan tidak larut dalam pelarut organik. Asam askorbat

memilikii gugus hidroksil asam (pK1 = 4,04, pK2 =11,4 pada suhu 25oC).

Asam akorbat akan segera teroksidasi dalam tubuh menjadi asam

dehidroaskorbat, yang dapat kembali kebentuk reduksinya (asam askorbat).

Kemampuan untuk berperan dalam reaksi oksidasi-reduksi inilah yang

menjadi dasar asam askorbat berfungsi sebagai vitamin (Skeaff, 2002).

Asam askorbat segera teroksidasi dalam kondisi kesetimbangan

menjadi asam dehidroaskorbat, dan dalam larutan akan terhidrasi menjadi

hemiketal. Vitamin C akan kehilangan aktivitas biologisnya apabila cincin

lakton asam dehidroaskorbat terbuka membentuk 2,3-diketo-gulonic acid

mekanisme ini lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3 (Belitz dan Grosch,

1999).

COOH

COOH

COOH

CH2

COH

CH2

Page 25: Isotonik Made

Vitamin C secara penuh diserap dan didistribusikan melalui tubuh,

dengan konsentrasi yang cukup tinggi terdapat pada kelenjar adrenal dan

kelenjar pituitary (kelenjar dibawah otak). Kebutuhan perhari orang dewasa

terhadap vitamin C adalah sekitar 45-80 mg (Belitz dan Grosch, 1999).

Vitamin C berperan bagi tubuh terutama dalam sintesis kolagen, jaringan

protein penghubung yang ditemukan dalam otot, arteri, tulang, dan kulit

(Skeaff, 2002).

Gambar 3. Vitamin C dan sifat kimianya

CH2-OH

H-C-OH O O

OH OH

CH2-OH

H-C-OH O O

O O

CH2-OH

H-C-OH O O

OH O OH

CH2-OH

H-C-OH

HO-C-H

C

O

C

O

COOH

O

OH

OH O OH

O H OH

redOks

H2O

Ascorbic acid

dehydroascorbic acid Diketogulonic acid

Hydrated hemiketal

Page 26: Isotonik Made

F. FLAVOR

Menurut Hall (1986), flavor didefinisikan sebagai komponen yang

memiliki karakteristik yang dapat menghasilkan sifat sensori (aroma dan rasa).

Beberapa alasan penambahan flavor kedalam makanan/minuman adalah:

1) memberikan cita rasa pada produk yang memiliki dasar cita rasa yang

lemah, 2) untuk menggantikan cita rasa alami yang hilang selama proses, 3)

untuk memeperbaiki profil cita rasa yang ada, 4) untuk menyamarkan cita

rasa, 5) untuk menambah cita rasa jika penggunaan flavor alami secara

teknologi tidak memungkinkan, dan 6) untuk meningkatkan nilai tambah

secara ekonomi (Henry dan Gary, 1986).

Ostendorf (1978) menyatakan, flavor dalam minuman dapat berasal

dari buah, minuman buah, atau flavor buatan (sintetik). Flavor yang umum

digunakan dalam industri minuman adalah flavor sintetik. Keuntungan

penggunaan flavor sintetik adalah lebih ekonomis, penggunaan relatif sedikit,

penyimpanan mudah, lebih stabil dan lebih tahan lama (Philips, 1981). Sifat-

sifat yang harus dimiliki oleh senyawa flavor sintetik adalah harus larut air,

tidak meninggalkan after taste, tahan asam, murni, tahan panas dan dapat

digunakan dalam jumlah yang tepat/konstan (Herzberg, 1978).

G. BAHAN PENGAWET

Bahan pengawet ditambahkan kedalam bahan pangan untuk

menghambat atau menahan aktivitas mikroba, baik bakteri, kapang, maupun

khamir yang dapat menyebabkan kebusukan, fermentasi, pengasaman,

maupun dekomposisi dalam bahan pangan (Frazier dan Westhoff, 1987).

Salah satu bahan pengawet yang luas digunakan adalah asam atau

garam benzoat. Asam benzoat atau dalam bentuk garamnya, memiliki

kemampuan untuk menghambat pertumbuhan mikroba. Benzoat beraksi

secara langsung pada dinding sel mikroba serta menghambat kinerja enzim

siklus asam sitrat dan enzim fosforilasi oksidatif. Benzoat lebih sering

digunakan dalam bentuk garam alkali, karena sifat kelarutan asam benzoat

sangat rendah dalam air (Belitz dan Grosch, 1999). Natrium benzoat

Page 27: Isotonik Made

(NaC7H5O, Mr = 144,4 gr/mol)memiliki struktur yang stabil, berbentuk kristal

putih dan rasanya sedikit manis.

Aktivitas optimum benzoat terjadi antara pH 2,5-4. Zat antimikroba ini

efektif dalam menghambat pertumbuhan khamir dan bakteri, namun kurang

efektif untuk menghambat pertumbuhan kapang (Burdock,1997). Menurut

SNI 01-0222-1995, batas penggunaan sodium benzoat untuk produk minuman

adalah sebesar 600 ppm.

H. CLAUDIFIER (ZAT PENGKABUT)

Menurut Elizabeth (1990), zat pengkabut (Clouding Agents) adalah zat

yang ditambahakan untuk menimbulkan penampakan keruh pada produk

pangan terutama minuman. Zat ini sering dipakai dalam jumlah sedikit pada

produk soft drink, minuman jeruk, es krim, sirup, dan lain-lain. Claudifier

biasanya berisi zat-zat yang dapat membentuk koloid dalam larutan sehingga

memberikan efek keruh pada larutan, seperti pati dan karbohidrat lain.

I. PENGEMASAN

Pengemasan merupakan salah satu cara dalam memberikan kondisi

sekeliling yang tepat bagi bahan pangan. Pengemas dalam produk pangan

harus dapat menjalani fungsi-fungsi utamannya, yaitu: 1) harus dapat

mempertahankan produk agar bersih dan memberikan perlindungan terhadap

kotoran dan pencemar lainnya, 2) harus memberikan perlindungan pada bahan

pangan terhadap kerusakan fisik, oksigen dan sinar, 3) harus berfungsi secara

benar, efisien dan ekonomis dalam proses pengepakan yaitu selama

pemasukan bahan pangan kedalam kemasan, hal ini berarti bahan pengemas

harus sudah dirancang untuk siap pakai pada mesin-mesin yang ada, 4)

memberikan kemudahan dalam rancangannya, tidak hanya untuk konsumen

misalkan dalam membuka atau menutup kembali, tapi juga meliputi

kemudahan dalam proses pengangkutan/distribusi, dan pengelolaan di gudang,

terutama dalam hal pertimbangan ukuran, bentuk, dan berat unit pengepakan,

5) pengemas harus mampu memberi pengenalan, keterangan dan daya tarik

penjualan (Buckle et al., 1987).

Page 28: Isotonik Made

Pengemas plastik merupakan salah satu bahan pengemas yang

berkembang pesat pada saat ini. Bahan ini digunakan secara luas dalam

pengemasan produk pangan termasuk minuman. Plastik memiliki berbagai

keunggulan yakni fleksibel, transparan, tidak mudah pecah, tidak korosif, dan

harganya relatif murah (Latief, 2000). Kemasan plastik untuk minuman buah

dan sejenisnya, umumnya menggunakan plastik jenis PP (Polypropilene). PP

termasuk jenis plastik olefin dan merupakan polimer dari propilene memiliki

sifat-sifat: ringan, mudah dibentuk, tembus pandang dan jernih dalam bentuk

film, tidak transaparan dalam bentuk kemasan kaku, pada suhu rendah akan

rapuh sehingga tidak dapat digunakan untuk kemasan beku, permeabilitas uap

air rendah, permeabilitas gas sedang sehingga tidak baik untuk makanan yang

peka terhadap oksigen, dan tahan suhu tinggi (Syarief et al., 1989).

J. PROSES TERMAL

Secara umum proses termal dapat diartikan sebagai suatu proses yang

mendayagunakan energi panas untuk menghasilkan perubahan pada suatu

bahan. Bahan pangan menerima panas untuk berbagai tujuan, yaitu

meningkatkan daya cerna, memperbaiki flavor, memusnahkan mikroba

pembusuk dan patogen, atau menginaktifkan enzim (Fardiaz, 1996).

Perlakuan panas diantaranya dapat diklasifikasikan menjadi sterilisasi

dan pasteurisasi. Sterilisasi menunjukkan destruksi absolut untuk seluruh

mikroorganisme yang hidup. Karena sterilisasi absolut tidak dapat dilakukan

untuk beberapa olahan pangan, maka batasan sterilisasi komersial

diperkenalkan dalam industri pengalengan (Buckle et al., 1987). Menurut

Fardiaz (1992), sterilisasi komersial didefinisikan sebagai suatu proses untuk

membunuh semua jasad renik yang dapat menyebabkan kebusukan makanan

pada kondisi suhu penyimpanan yang ditetetapkan. Makanan yang telah

mengalami sterilisasi komersial mungkin mengandung sejumlah jasad renik

yang tahan proses sterilisasi, tetapi tidak mampu berkembang biak pada suhu

penyimpanan normal.

Pasteurisasi merupakan perlakuan panas yang dapat membunuh

sebagian besar sel vegetatif mikroorganisme yang terdapat dalam bahan

Page 29: Isotonik Made

pangan. Pasteurisasi dalam beberapa produk pangan (misalnya susu) ditujukan

untuk membunuh mikroorganisme patogen, sedangkan dalam produk-produk

lain (contohnya bir), pasteurisasi ditujukan untuk membunuh mikroba

pembusuk (Herro, 1980).

Menurut Woodroof dan Luh (1982), pangan yang tergolong sebagai

pangan asam dan pangan sangat asam, proses pemanasan di bawah suhu

100oC selama beberapa menit sudah dianggap memadai. Spora bakteri

termofilik yang dikhawatirkan dapat tumbuh pada pemanasan dibawah 100oC

ternyata memiliki resistensi panas yang rendah bila spora tersebut berada

dalam suasana pH rendah (asam). Menurut Fardiaz (1992), pasteurisasi dapat

dilakukan pada suhu 65oC selama 30 menit atau 72oC selama 15 detik.

Menurut Buckle et al. (1987), Ketahanan panas mikroorganisme dan

spora-sporanya dipengaruhi sejumlah faktor, termasuk: 1) umur dan keadaan

mikroorganisme atau spora sebelum dipanaskan, 2) lomposisi medium dimana

organisme/spora tumbuh, 3) pH dan aW, 4) suhu pemanasan, dan 5)

konsentrasi awal organisme atau sporanya.

Page 30: Isotonik Made

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu air , gula (sukrosa),

NaCl, natrium sitrat, natrium benzoat, KCl, kalsium laktat, MgCO3, asam

sitrat, vitamin C, claudifier, dan flavor. Selain itu digunakan bahan-bahan

kimia lain untuk analisis produk.

Alat-alat yang digunakan adalah wadah plastik, pengaduk, gelas

plastik, kompor, micropipette, alumunium foil, gelas ukur, pipet mohr, bak

pasteurisasi, mesin filler, sealer dan thermometer. Peralatan laboratorium yang

digunakan adalah timbangan analitik, refraktometer, pH meter, pipet mohr

erlenmeyer 125 ml, erlenmeyer 250 ml, kertas saring, gelas piala 250 ml,

buret, pengaduk, labu ukur, hot plate corong, pipet, gelas ukur, petridish,

inkubator dan AAS (Atomic Absorption Spketrofotometre).

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini terdiri dari tahap formulasi dan tahap analisis produk.

Tahap formulasi minuman meliputi: perhitungan komposisi bahan,

pembuatan, pemilihan flavor, dan pengembangan formula produk. Uji

organoleptik dilakukan dalam tahap formulasi, dimana uji ini dilakukan untuk

menentukan dan memilih komposisi produk terbaik.

Tahap analisis yang dilakukan meliputi analisis fisik (penampakan),

Kimia (pH, TPT, kadar vitamin C, kadar gula pereduksi, dan kandungan

mineral natrium serta kalium). dan uji mikrobiologi (total plate count). Lebih

jelasnya alur metode penelitian dapat dilihat pada gambar 4.

Tahap formulasi dilakukan terlebih dahulu untuk memperoleh fomula

minuman yang paling disukai, setelah itu formula terpilih dianalisis. Dengan

tahapan ini produk yang dihasilkan diharapkan memiliki keungulan dalam

aspek penerimaan konsumen secara organoleptik.

Page 31: Isotonik Made

↓ ↓

Pengembangan Formula Minuman

(Perbaikan komposisi asam dan kombinasi garam)

Uji Organoleptik

Produk Terbaik ↓

Analisis Produk (Fisik, Kimia, dan Mikrobiologi)

Gambar 4. Skema alur metode penelitian

1. Formulasi dan Pembuatan

a. Perhitungan Komposisi Bahan

Komposisi elektrolit minuman yang disusun mengacu pada produk

minuman yang ada di pasar (benchmarking) dan disesuaikan dengan SNI

untuk minuman isotonik. Berdasarkan cara ini diperoleh target

kandungan elektrolit dalam minuman yang akan diformulasi, yakni

sebagaimana tercantum pada Tabel 5 :

Perhitungan Komposisi minuman

Bench marking

Pembuatan Minuman isotonik

Pemilhan Flavor (Uji organoleptik)

Evaluasi Formula Minuman

Tahap formulasi

Page 32: Isotonik Made

Tabel 5. Target Formulasi (Konsentrasi elektrolit)

Elektrolit Konsentrasi (meq/L)

Natrium 22

Kalium 4

Magnesium 0,5

Kalsium 1

Cl- 16

Laktat- 1

Elektrolit tersebut disusun dari sejumlah tertentu garam-garam yang

memiliki elektrolit yang dibutuhkan. Garam-garam yang digunakan

adalah: NaCl, natrium sitrat, KCl, kalsium laktat, dan MgCO3.

Formula dasar minuman ini dihitung dengan memperhatikan aspek

kandungan elektrolit, nilai osmolalitas, dan rasa secara subyektif. Dari

beberapa nilai konsentrasi elektrolit tersebut dapat diketahui masing-

jumlah garam (NaCl, KCl, MgCO3, Ca laktat, dan Na sitrat) yang

dibutuhkan untuk memenuhi konsentrasi tersebut. Sementara Natrium

benzoat jumlahnya sudah ditentukan sebesar 200 mg/l.

Kebutuhan setiap garam yang dipakai dihitung berdasarkan kebutuhan

tiap elektrolitnya. Jumlah tiap elektrolit diperoleh dengan mengalikan

konsentrasi elektrolit target (meq/l) dengan bobot ekivalen (BE).

mg/L elektrolit = konsentrasi elektrolit target (meq/L) x BE

misalnya untuk mengetahui jumlah KCl, maka terlebih dahulu harus

diketahui jumlah unsur kalium yang diperlukan. Setelah jumlah unsur

elektrolit diketahui dapat dihitung senyawa garam yang dibutuhkan.

Contoh dengan mengetahui jumlah mg unsur kalium, maka mg KCl yang

diperlukan bisa dihitung melalui faktor kimia Mr senyawa/Ar unsur (Mr

KCl / Ar K).

Penyusunan bahan lain, seperti gula didasarkan pada kontribusinya

terhadap rasa dan nilai osmolalitas, penambahan asam sitrat ditentukan

berdasarkan kontribusinya untuk menurunkan nilai pH hingga mencapai

nilai pH produk target (3,5). Sementara vitamin C ditentukan

berdasarkan pertimbangan kebutuhan tubuh perhari terhadap vitamin ini

Page 33: Isotonik Made

yang dapat diberikan oleh tiap cup minuman, yakni tidak kurang dari 60

mg per cup minuman (240 ml). Bahan lain seperti claudifier diperoleh

berdasarkan penilaian secara subyektif terhadap tampilan produk.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diperoleh komposisi

minuman pertama (Formula A*).

* untuk alasan tertentu, formulasi dan jumlah masing-masing garam

mineral penyusun formula A tidak ditampilkan pada skripsi ini

b. Pembuatan Minuman Isotonik

Minuman isotonik dalam kemasan cup dibuat melalui beberapa tahap,

yaitu: tahap penimbangan bahan yang meliputi garam-garam mineral,

asam sitrat, vitamin dan gula. Kemudian bahan-bahan tersebut

dimasukkan kedalam air yang telah dimasak, dan ditambahkan bahan

tambahan lain seperti claudifier dan flavor. Tahap selanjutnya adalah

pengecekan pH dan obrix minuman. Setelah itu minuman siap diisikan

pada kondisi panas (hot filling) menggunakan mesin filler kedalam

kemasan gelas plastik PP. Kemasan kemudian ditutup (seal) dan produk

kemudian dipasteurisasi selama 15 menit pada suhu 80 oC lalu

didinginkan. Lebih jelasnya skema proses dapat dilihat pada gambar 4.

Pemasakan air Penimbangan bahan

Pencampuran bahan

(garam-garam mineral, gula, asam sitrat, flavor, dll.)

Pengecekan pH dan derajat Brix

Pengisian (hot filling)

Penutupan (Sealing)

@

Page 34: Isotonik Made

@

Pasteurisasi 80oC, 15 menit

pendinginan

Minuman Isotonik dalam kemasan

Gambar 4. Skema pembuatan produk minuman isotonik

c. Pemilihan Flavor

Tahap ini merupakan tahap untuk memilih jumlah dan jenis flavor

yang akan digunakan. Flavor yang digunakan dan diujikan adalah

campuran flavor jeruk dan lemon dengan tingkat konsentrasi 0,05 %, dan

0,075 %, dengan kombinasi flavor jeruk dan lemon 1: 1, 1 : 2, dan 1: 3

(lihat Tabel 6). Flavor-flavor tersebut dipilih berdasarkan uji hedonik

terhadap parameter keseluruhan (over all).

Tabel 6. Konsentrasi dan jenis flavor

Formula Konsentrasi

Flavor Perbandingan Lemon:

Orange

A1 0,05 %

1 : 1 A2 2 : 1 A3 3 : 1 A4

0,075 % 1 : 1

A5 2 : 1 A6 3 : 1

d. Pengembangan (improvement) Formula Minuman

Tahap ini merupakan tahap lanjutan yang dilakukan untuk

mendapatkan kombinasi formula yang paling baik meningkatkan

kesukaan panelis terhadap produk yang dibuat. Dasar perlakuan

perbaikan ini adalah saran/komentar panelis terhadap produk formula A

pada uji hedonik pemilihan flavor. Pengembangan formula ini dilakukan

dalam dua tahap, pertama perlakuan variasi tingkat keasaman, dan kedua

perlakuan kombinasi elektrolit (garam mineral). Pemilihan Formula hasil

Page 35: Isotonik Made

pengembangan yang paling optimal dilakukan berdasarkan uji

organoleptik (hedonik).

2. Uji Organoleptik (Rahayu, 2001)

Uji organoleptik dilakukan untuk memilih parameter flavor, keasaman

serta kombinasi elektrolit terbaik dan untuk mengetahui sejauh mana tingkat

kesukaan panelis terhadap produk hasil formulasi. Uji yang digunakan

adalah uji hedonik dengan menggunakan panelis semi terlatih sebanyak 25-

30 orang.

Pada uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapannya terhadap

penerimaan secara keseluruhan (over all) untuk tahap pemilihan flavor dan

aspek penerimaan rasa untuk perlakuan keasaman dan kombinasi garam,

karena keasaman dan kombinasi elektrolit lebih berpengaruh besar pada

rasa. Skala hedonik yang digunakan adalah 1-7 dimana angka 1 = sangat

tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = netral, 5 = agak suka, 6 =

suka, dan 7 = sangat suka. Data yang diperoleh ditabulasikan dan dianalisis

menggunakan program SPSS 13.

3. Analisis Produk

Analisis dilakukan terhadap produk yang terpilih (produk yang paling

disukai) secara organoleptik. Karena aspek kesukaan konsumen sangat

penting dalam menetukan kesuksesan pemasaran suatu produk. Dengan

pendekatan ini diharapkan produk hasil formulasi bisa bersaing dengan

produk-produk yang ada dipasaran. Adapun analisis yang dilakukan

meliputi:

a. Nilai osmolalitas minuman (metode perhitungan) (Ford, 1995)

Nilai osmolalitas minuman dipengaruhi oleh komposisi zat terlarut

dalam minuman. Nilai osmolalitas dapat dihitung dengan persamaan:

0smolality (Osmol/Kg ) = k . n . molalitas

dimana k = konstanta untuk larutan non ideal, dan n = jumlah partikel

(hasil pengionan). Yang kemudian disederhanakan menjadi :

0smolality (Osmol/Kg ) = n . molalitas

Page 36: Isotonik Made

b. Total Padatan Terlarut (Muchtadi dan Sugiyono, 1992)

Pengukuran total padatan terlarut sampel dilakukan dengan

menggunakan hand refraktometer Atago N-1E (Brix 0 - 32 %). Sebanyak

dua tetes sampel diteteskan pada refraktometer. Total padatan terlarut

dinyatakan dalam °Brix.

c. Nilai pH (AOAC, 1999)

Pengukuran derajat keasaman menggunakan alat pH meter. Sebelum

digunakan, alat distandarisasi dahulu dengan menggunakan larutan buffer

pH 4.0 dan pH 7.0. Formula minuman (sampel) diambil 100 ml dalam

gelas piala. Elektroda pH meter dicelupkan ke dalam sampel, kemudian

dilakukan pembacaan pH sampel setelah dicapai nilai yang konstan.

d. Analisis Kandungan Mineral Na dan K dengan AAS (APHA, 1998)

Pada uji ini dibutuhkan larutan standar Na, K, untuk membuat kurva

standar, yaitu dengan cara membuat larutan mineral pada konsentrasi

tertentu kemudian sample diemisikan pada alat AAS, dan nilai emisinya

dideteksi pada masing-masing panjang gelombang (Na=589,0 nm dan

K=766,5 nm) dengan alat AAS. Dari data tersebut akan diperoleh

persamaan garis lurus yang menunjukkkan hubungan konsentrasi dengan

nilai emisi unsur.

Sample sebelumnya didestruksi dengan HNO3 pekat dan HClO4 pada

kondisi panas, kemudian diukur nilai emisinya tiap unsur (Na dan K)

dengan AAS dan menghitungnya dengan persamaan kurva standar akan

diperoleh konsentrasi mineral dalam sample.

e. Analisis Kandungan Vitamin C (Apriyantono et al, 1987)

Indofenol (dye), yang berwarna biru dalam larutan basa dan berwarna

merah di dalam larutan asam, direduksi oleh asam askorbat pada larutan

asam membentuk dehidro-asam askorbat dan indofenol akan terduksi

menjadi tidak berwarna.

Page 37: Isotonik Made

Penetapan vitamin C dilakukan dengan beberapa tahap, yang pertama

adalah standarisasi larutan dye, untuk mengetahui faktor daya reduksi

asam askorbat terhadap dye, yaitu dengan cara menitar standar asam

askorbat dengan dye, hingga diperoleh faktor dye (mg asam askorbat/ml

dye).

Tahap selanjutnya adalah tahap pengerjaan sampel. Mula-mula dipipet

10ml sanpel dalam labu ukur 100 ml, dan diencerkan dengan asam

metaposfat 3% hingga tanda tera. Kemudian dipipet 10 ml hasil

pengenceran dan dititrasi dengan larutan dye hingga titik akhir (merah

jambu).

Kadar vitamin C dihitung sebagai mg asam askorbat/100 ml sample,

dengan rumus=

ml titer untuk sample x Faktor dye x Pengenceran x 100 ekstrak untuk penetapan x ml sample yang dipakai

f. Analisis Gula Pereduksi (Lane Eynon) (Apriyantono et al, 1987)

Analisis dilakukan berdasarkan reduksi gula terhadap pereaksi

campuran soxlet (campuran larutan fehling), endapan merah bata yang

terbentuk menunjukkan titik akhir titrasi.

Analisis dilakukan melalui beberapa tahap yaitu; tahap persiapan

sample, standarisasi larutan fehling, dan pengerjaan sample. Persiapan

sample dilakukan dengan melakukan pemanasan sebanyak 29 gram

sample (bersama CaCO3) kemudian menjernihkannya dengan PbAsetat

jenuh dan sample diencerkan dalam labu takar 500 ml, setelah itu disaring

dan kelebihan Pbasetat diendapkan dengan natrium oksalat, disaring

kembali, kemudian diperoleh larutan siap uji.

Dipipet 10 ml larutan sample siap uji dan dibubuhi 10 ml larutan

campuran soxhlet dan 5ml larutan dekstrosa standar, larutan kemudian

dididihkan dan dititrasi dengan cepat menggunakan larutan dekstrosa

standar (5 gr/liter) sebagai penitar, setelah sebelumnya ditambahkan

larutan methilena biru sebagai indikator. Titrasi dilakukan hingga titik

akhir (terlihat endapan merah bata, dan warna biru hilang). Sedangkan

Page 38: Isotonik Made

standarisasi larutan fehling dilakukan seperti tahap ini, hanya tanpa

menggunakan sample.

Gula pereduksi dihitung sebagai kadar dekstrosa/glukosa (%), dengan

menggunakan persamaan=

( A – B) x C x Fp x 100 % W

Dimana:

A = volume penitar (dekstrosa) untuk standarisasi fehling (liter)

B = volume penitar (dekstrosa) untuk sample (liter)

C = konsentrasi dekstrosa (gr/liter)

Fp = faktor pengenceran

W = berat sample (gram)

g. Analisis Total Plate Count (metode tuang) (Fardiaz, 1992)

Contoh sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam larutan NaCl 90 ml

(pengenceran 1:10). Untuk selanjutnya dilakukan pengenceran secara

desimal yaitu 1:10, 1:100, 1:1000 dan seterusnya. Dari pengenceran

yang dikehendaki, pipet 1 ml contoh ke dalam cawan petri. Uji dilakukan

secara duplo.

Media PCA cair sebanyak kurang lebih 15 ml setelah agak dingin (±

40-45oC) dituangkan ke dalam cawan. Selama penuangan medium, tutup

cawan tidak boleh dibuka terlalu lebar untuk menghindari kontaminasi

dari luar. Setelah penuangan, cawan petri digerakkan di atas meja untuk

menyebarkan sel-sel mikroba secara merata. Setelah media memadat,

cawan-cawan tersebut diinkubasi di dalam inkubator dengan posisi

terbalik pada suhu 37oC selama 2 sampai 3 hari. Selama inkubasi, sel-sel

yang masih hidup akan tumbuh membentuk koloni. Penghitungan jumlah

koloni dapat dilakukan dengan menggunakan Quebec Colony Counter.

Page 39: Isotonik Made

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PERHITUNGAN KOMPOSISI BAHAN

Beberapa aspek harus diperhatikan dalam perhitungan penyusunan

formula minuman. Aspek-aspek tersebut diantaranya: kandungan elektrolit,

nilai osmolalitas, dan rasa. Kandungan elektrolit, terutama natrium, akan

sangat mempengaruhi rasa minuman, penstimulir konsumsi cairan,

meningkatkan penyerapan cairan, mempertahankan volume plasma, dan

menjamin rehidrasi yang cepat dan sempurna (Stofan dan Murray, 2001).

Oleh karena itu penyusunan elektrolit mengikuti aturan/standar, dan

menyesuaikan dengan produk yang ada dipasaran (benchmarking). Lampiran

1 menggambarkan komposisi elektrolit produk yang diformulasi

dibandingkan dengan beberapa produk dipasaran.

Elektrolit yang disusun tidak sepenuhnya mendasarkan pada

benchmarking, karena karakter produk dipasaran cukup berbeda dengan

produk target, terutama dalam hal kemasan. Penggunaan kemasan plastik

menyebabkan penanganan produk berbeda, terutama pada perlakuan panas

yang diberikan, dimana poduk dalam kemasan cup tidak dapat diproses

dengan suhu yang amat tinggi. Oleh karena itu pada produk yang diformulasi

ditambahkan pengawet Na-Benzoat (produk kemasan kaleng tidak

ditambahkan) sebagai cara untuk menambah umur simpan produk.

Penambahan pengawet Na-Benzoat ini akan mempengaruhi jumlah natrium

dalam minuman.

Secara perhitungan nilai osmolalitas formula A adalah sekitar 289

mosmol/kg H2O (lihat lampiran 2), artinya dari segi osmolalitas, produk

formula A ini memenuhi kriteria sebagai minuman isotonik. Konsentrasi

sukrosa yang dipilih adalah pada tingkat konsentrasi 6,5%. Rasa manis yang

ditimbulkan pada konsentrasi gula 6,5% ini secara subyektif sudah baik.

Dengan tingkat konsentrasi garam-garam mineral yang sama konsentrasi

sukrosa diatas 6,5% akan menyebabkan nilai osmolalitas menjauhi nilai 280

mosmol/kg H2O.

Page 40: Isotonik Made

Penambahan vitamin C ditentukan berdasarkan kebutuhan tubuh

perhari terhadap vitamin ini yang dapat diberikan oleh tiap cup minuman

(takaran saji), yakni tidak kurang dari 60 mg per cup minuman (240 ml).

Dengan memperhitungkan sifat vitamin C yang cenderung mudah rusak maka

dosis yang tambahkan pada formulasi adalah sebesar 100 mg/cup (240 ml

minuman), artinya sama dengan 416,7 mg vitamin C perliter. Dosis ini lebih

besar dari yang dibutuhkan tubuh. Menurut Winarno (1992), pada umumnya

tubuh menahan vitamin C sangat sedikit. Kelebihan vitamin dibuang melalui

air kemih.

B. PEMBUATAN MINUMAN ISOTONIK

Pembuatan produk minuman isotonik dapat dikatakan cukup

sederhana, garam-garam serta bahan-bahan lain dilarutkan dan dipanaskan

bersama air. Flavor ditambahkan setelah proses pemanasan untuk

menghindari hilangnya komponen pembentuk aroma pada flavor.

Pelarutan dan Pemanasan gula dilakukan terlebih dahulu agar

pelarutannya sempurna, lalu garam-garam mineral, sementara itu asam dan

vitamin C ditambahkan diakhir pemanasan untuk meminimalisir terjadinya

reaksi kimia yang dapat terjadi akibat proses pemanasan pada produk.

Menurut James D (1999), inversi gula sukrosa dapat meningkat dengan

adanya asam, mineral, dan pemanasan. Menurut Greswell (1974), kehilangan

vitamin C selalu ditemukan meningkat dengan meningkatnya suhu.

Tehnik pengisian produk pada kondisi panas ke dalam kemasan (hot

filling) dan didukung dengan proses yang kontinyu bisa menekan

kemungkinan kontaminasi dan tingginya jumlah mikroba dalam produk.

Kecukupan proses termal merupakan salah satu kunci terpenting dalam proses

pembuatan minuman isotonik. Proses termal yang diterapkan dalam

pengolahan pangan dan pengawetan dimaksudkan untuk menghilangkan atau

mengurangi aktivitas biologis seperti aktivitas mikroba untuk tumbuh dan

berkembang biak menguraikan komponen-komponen nutrisi produk pangan

(Fardiaz., 1992).

Page 41: Isotonik Made

Proses termal sangat erat hubungannya dengan ketahanan bakteri

termasuk sporanya. Ketahanan bakteri terhadap pemanasan umumnya

dinyatakan dengan istilah nilai D. Nilai D adalah waktu (menit) yang

dibutuhkan untuk memusnahkan 90% dari populasi bakteri dalam suatu

medium termasuk bahan pangan. Makin besar nilai D suatu bakteri pada suhu

tertentu maka semakin tinggi ketahanan panas bakteri tersebut (Budijanto et

al, 2002).

Kebusukan pada produk sangat asam (pH < 4), biasanya disebabkan

oleh Lactobacillus, Leuconostoc spp, khamir dan kapang (D65.5 C = 0,5-1

menit), tergantung jenis produknya (Buckle et al., 1987). Bakteri pembentuk

spora umumnya tidak tumbuh pada pH < 3,7 maka pemanasan untuk produk

berasam tinggi biasanya tidak begitu terlalu tinggi, cukup untuk membunuh

kapang dan khamir (Budijanto et al, 2002). Menurut Fardiaz (1992),

pasteurisasi dapat dilakukan pada suhu 65oC selama 30 menit atau 72oC

selama 15 detik.

Perlakuan proses pemanasan produk minuman isotonik yang

dilakukan pada suhu 80oC selama 15 menit, sudah dirasa cukup untuk

memberikan rasa aman dan meningkatkan keawetan pada produk yang dibuat.

Proses pemanasan yang cukup akan mampu mereduksi jumlah mikroba

penyebab kerusakan minuman, hingga batas minimal.

C. UJI ORGANOLERPTIK

Uji hedonik/kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan.

Dalam uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang

kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan, dalam bentuk skala hedonik.

Dengan skala hedonik secara tidak langsung uji ini dapat digunakan untuk

mengetahui adanya perbedaan (Rahayu, 2001).

1. Pemilihan Flavor

Pemilihan jumlah dan jenis flavor dilakukan dengan metode

organoleptik berdasarkan uji kesukaan, terhadap formula A yang diberi

kombinasi flavor berbeda. Uji kesukaan dilakukan terhadap parameter

Page 42: Isotonik Made

over all untuk melihat tanggapan panelis terhadap minuman secara

keseluruhan (meliputi aroma dan rasa).

Analisis sidik ragam uji hedonik parameter over all terhadap enam

jenis komposisi flavor, menunjukkan terdapat perbedaan didalam keenam

sample (p<0,05) pada selang kepercayaan 95% (lihat lampiran 5).

Selanjutnya melalui uji lanjut duncan dapat diketahui bahawa produk

dengan komposisi flavor pada konsentrasi 0,075 % berbeda secara nyata

terhadap produk dengan penggunaan flavor sebesar 0,05 %, dimana flavor

dengan konsentrasi 0,075% lebih disukai dari pada 0,05%. Data hasil Uji

lanjut duncan tidak menunjukkan kecenderungan satu formula flavor

terbaik yang dapat dipilih. Pemilihan terhadap flavor 4, 5 dan 6

(konsentrasi 0,075 %) dilakukan berdasarkan pertimbangan nilai ekonomi

terendah. Flavor yang terpilih yaitu komposisi flavor 4 dengan konsentrasi

0,075%, dengan perbandingan lemon:orange (1:1).

2. Pengembangan (improvement) Formula Minuman

Data pada uji organoleptik pemilihan flavor menunjukkan nilai

kesukaan panelis terhadap formula A masih berkisar pada range 3,9 -4,9

(agak tidak suka – agak suka) (lihat lampiran 5), berdasarkan hal ini

penelitian dilanjutkan pada pengembangan formula untuk memperoleh

suatu formula yang memberikan respon kesukaan yang lebih baik. Dasar

perlakuan pada perbaikan ini adalah komentar yang diberikan panelis

terhadap produk pada saat uji organoleptik pertama, dimana sebagian

besar (75% pemberi komentar) menyoroti rasa minuman yang belum pas.

Beberapa faktor yang kemungkinan besar dapat mempengaruhi rasa

minuman, diantaranya : gula, keasaman, dan kombinasi elektrolit.

Kombinasi gula agak terbatasi untuk diubah, karena pengaruhnya terhadap

nilai osmolalitas cukup besar, dan rasa kemanisan pada konsentrasi 6,5 %

ini secara subyektif sudah dirasa cukup. Oleh karena itu ada dua

kemungkinan komponen yang bisa diubah, yaitu keasaman, dan kombinasi

elektrolit.

Page 43: Isotonik Made

a. Pengembangan Formula I (perlakuan variasi keasaman)

Keasaman merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi

rasa minuman, produk-produk minuman isotonik dipasaran

memiliki tingkat keasaman yang beragam, berkisar 3,5-4 (sesuai standar

SNI). Oleh karena itu hal ini menjadi dasar dalam pengembangan

formula tahap pertama ini. Variasi perlakuan pH yang diuji dengan uji

hedonik bisa dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Variasi perlakuan pH (Pengembangan Formula I)

Perlakuan pH minuman 1 3,5 2 3,6 3 3,7 4 3,8

Variasi keasaman ini dikendalikan oleh jumlah asam-sitrat yang

ditambahkan pada produk. Uji variasi keasaman dilakukan dengan

menggunakan kombinasi garam pada formula A dan flavor terpilih

(0,075 %, lemon: ornage (1: 1) dengan parameter uji rasa, karena aspek

ini yang cukup banyak dipengaruhi oleh perbedaan tingkat keasaman.

Analisis sidik ragam uji hedonik terhadap parameter rasa pada

empat variasi keasaman ini menunjukkan tidak ada perbedaan nyata

(p>0,05) pada selang kepercayaan 95% pada sample yang duji (lihat

lampiran 8). Skala kesukaan panelisp rata-rata belum meningkat, masih

berkisar antara skala 4,2-4,9 (netral–agak suka). Artinya variasi tingkat

keasaman ini belum efektif meningkatkan kesukaan panelis terhadap

produk. Hal ini bisa disebabkan oleh sulitnya panelis membedakan

tingkat keasaman pada range pH yang cukup rendah tersebut.

Namun demikian dalam hal keasaman nilai pH 3,5 dipilih dalam

tahap formulasi ini dan selanjutnya, karena diharapkan nilai pH yang

lebih rendah ini akan memberikan efek yang lebih menguntungkan pada

keawetan produk minuman. Menurut Doores (1989), asam jika

digunakan bersama teknik pengawetan lain seperti pendinginan atau

pemanasan, dilihat dari sudut mikrobiologi dapat memperpanjang umur

simpan sampai periode yang cukup lama.

Page 44: Isotonik Made

b. Pengembangan Formula II (perlakuan kombinasi garam elektrolit)

Setelah perlakuan variasi keasaman tidak memberikan peningkatan

terhadap kesukaan terhadap produk, maka perlakuan selanjutnya

dilakukan pada kombinasi garam (elektrolit). Menurut Stofan dan

Murray (2001), keberadaan/kandungan mineral (elektrolit) akan

mempengaruhi cita rasa minuman.

Kombinasi garam (elektrolit) sangat mempengaruhi rasa, oleh

karena itu pada perbaikan produk tahap kedua, dilakukan penyusunan

ulang kombinasi elektrolit, sehingga diperoleh beberapa formula baru,

selanjutnya disebut Formula B, Formula C, dan Formula D. Namun

tetap menggunakan parameter flavor dan keasaman (pH) yang telah

terpilih pada perlakuan sebelumnya. Kombinasi tersebut secara

perhitungan menghasilkan konsentrasi elektrolit sebagai berikut:

Tabel 8. konsentrasi elektrolit formula-formula hasil pengembangan

Elektrolit Konsentrasi (meq/l) Formula B* Formula C* Formula D*

Na+ 20 20 20 K+ 4 4 4

Mg2+ 0,5 0,5 0,5 Ca2+ 1 1 1 Cl- 15 18 11

Sitrat3- 32 28 38 Laktat- 1 1 1

* untuk alasan tertentu, formulasi dan jumlah masing-masing garam

mineral penyusun tidak ditampilkan pada skripsi ini

Formula-formula tersebut berbeda dalam hal perbandingan jumlah

garam NaCl, Nasitrat, serta asam sitratnya. Ketiga komponen ini yang

cukup diduga kuat mempengaruhi rasa terutama keseimbangan rasa

manis, asam, dan asin pada minuman. Jumlah asam sitrat yang

dibutuhkan untuk membuat pH produk mencapai 3,5 dalam komposisi

minuman juga terlihat cukup berbeda, hal ini berkaitan dengan sifat

buffer yang diberikan oleh garam Na-sitrat bersama asam sitrat.

Menurut Sadler dan Patricia (2003), sistem bufer akan terjadi jika

terdapat asam lemah bersama garamnya dalam suatu larutan. Salah satu

Page 45: Isotonik Made

sifat pH bufer adalah relatif bertahan terhadap sedikit perubahan

asam/basa.

Ketiga formula baru tersebut kemudian diuji kepada beberapa

panelis secara terbatas, untuk mempelajari karakter pada rasanya, Tabel

9 menggambarkan respon pada produk formula baru tersebut.

Tabel 9. Respon panelis terbatas terhadap beberapa formula baru

Formula Karakter rasa

B Rasa asam, asin, dan manis seimbang

C Rasa asin mendominasi rasa pada minuman

D Rasa asam/sepat menutup semua rasa

Uji secara terbatas yang disebutkan diatas mengerucut pada

formula B sebagai formula hasil perbaikan yang akan dipilih, sementara

formula C dan D tidak memberikan kesan perbaikan, malah menurunkan

kualitas rasa.

Setiap kombinasi garam akan memberikan efek rasa yang berbeda

sesuai rasa yang ditimbulkan oleh garam-garam itu sendiri ataupun

setelah berkombinasi dengan garam lain. NaCl memberikan efek rasa

asin pada minuman. Na sitrat juga memberikan sedikit rasa asin pada

minuman, namun keberadaannya bersama asam sitrat menimbulkan sifat

buffer pada minuman, sehingga akan mempengaruhi pula pada rasa

keasaman minuman. Jumlah garam-garam lain yaitu: Na benzoat, KCl,

dan MgCO3 dibuat relatif sama (pada formula B, C, dan D) sehingga

efek rasa yang ditimbulkan oleh garam-garam ini juga relatif sama.

Untuk mengetahui seberapa jauh formula baru yang dipilih ini

optimal terhadap peningkatan rata-rata kesukaan panelis terhadap

minuman yang dibuat maka dilakukan uji hedonik terhadap formula baru

B bersamaan dengan formula sebelumnya (formula A).

Analisis sidik ragam uji hedonik terhadap parameter rasa pada

formula A dan B, menunjukkan bahwa formula B berbeda nyata dengan

formula A (p<0,05), pada selang kepercayaan 95% (lihat lampiran 11),

dimana rata-rata kesukaan panelis terhadap formula B lebih baik dari

formula A. dan rata-rata kesukaan panelispun meningkat dari taraf 4,2-

Page 46: Isotonik Made

4,9 (netral-agak suka) menjadi taraf 5,67 (suka). Artinya perlakuan

perubahan kombinasi garam (elektrolit) cukup berpengaruh terhadap

rasa minuman yang dihasilkan, dan tentu saja akan mempengaruhi

penilaian panelis. Formula B ini sudah dirasa cukup baik, yang

ditunjukkan dengan cukup tingginya rasa kesukaan panelis.

D. ANALISIS PRODUK MINUMAN ISOTONIK

Analisis dilakukan terhadap produk yang paling disukai, yaitu formula

hasil pengembangan (formula B). Hasil analisis terhadap produk tersebut

menunjukkan hasil sebagai berikut:

Tabel 10. Data hasil analisis produk minuman isotonik

Parameter Hasil analisis terhadap

Formula Terpilih (Formula B)

1. Rasa Normal

2. Bau Normal

3. pH Ulangan 1 = 3,53

Ulangan 2 = 3,50

4. TPT (oBrix) Ulangan 1 = 6,8

Ulangan 2 = 6,9

5. Vitamin C (mg/100 ml cth) Ulangan 1 = 35,67

Ulangan 2 = 38,55

6. Gula pereduksi (%dektrosa) Ulangan 1 = 0,29

Ulangan 2 = 0,41

8. TPC (koloni/ml) Ulangan 1 = <30 x 101 (0,5 x 101)

Ulangan 2 = <30 x 101 (0,5 x 101)

7. Mineral (mg/L):

Natrium

Kalium

432,60

213,9

Page 47: Isotonik Made

1. Osmolalitas

Osmolalitas merupakan sifat koligatif larutan yang lebih ditentukan

oleh jumlah zat terlarut dalam minuman dibanding jenis dan berat zat (Q.

Palmer, 1998). Tabel 12 menunjukkan kontribusi bahan-bahan penyusun

minuman isotonik (Formula B) terhadap nilai osmolalitas minuman.

Tabel 11. Kontribusi bahan-bahan minuman terhadap nilai osmolalitas

Bahan-bahan

Formula B

Osmolalitas

NaCl 22.91

Na. Sitrat 10.55

Na. Benzoat 2.89

KCl 8.30

MgCO3 0.52

Ca. Laktat 1.565

Vitamin C 2.46

Asam sitrat 34.88

Gula 197.77

Air 0

Flavor 0

Claudifier 0

Total osmolalitas (mosmol/kg H2O) = 281,85

Kontribusi bahan terhadap osmolalitas minuman dipengaruhi oleh:

konsentrasi zat terlarut (molalitas), dan jumlah partikel dari pengionan.

Molalitas adalah satuan konsentrasi yang menunjukkan mol zat terlarut / kg

pelarut.

Menurut Palmer (1998), minuman isotonik yang merupakan larutan

kompleks dari senyawa ionik dan nonionik, yang dapat berdisosiasi menjadi

senyawa terlarut lain. Osmolalitasnya tidak bisa dihitung secara benar-benar

tepat, dan harus di cek lagi melalui pengukuran.

Melalui metode perhitungan, diperoleh nilai osmolalitas minuman

isotonik formula B adalah sebesar 281,85 mosmol/kg H2O. Nilai osmolalitas

Page 48: Isotonik Made

tersebut menunjukkan bahwa produk minuman telah memenuhi kriteria

minuman isotonik. SNI tidak mempersyaratkan nilai osmolalitas minuman

dalam syarat mutu minimal, namun untuk memenuhi klaim sebagai

minuman isotonik dan untuk proses rehidrasi yang optimal parameter ini

perlu dipenuhi. Stofan dan Murray (2001), telah menjelaskan bahwa

minuman isotonik adalah minuman yang memiliki nilai osmolalitas sekitar

280 mosmol/kg H2O.

2. pH

Nilai pH minuman akan mempengaruhi keasaman dan keseluruhan

rasa dalam minuman isotonik serta mempengaruhi seberapa besar jumlah

minuman dikonsumsi, namun nilai pH ini cenderung tidak mempengaruhi

proses pengosongan dalam lambung. Efek pengosongan dalam lambung

lebih dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi asam yang ada dalam

minuman. Akan tetapi jenis dan konsentrasi asam yang banyak digunakan

dalam minuman isotonik (asam sitrat) tidak memepengaruhi laju

pengosongan minuman dalam lambung (Leiper, 2001).

Nilai rata-rata pH minuman dalam produk adalah sekitar 3.52,

sementara SNI mempersyaratkan pH maksimum untuk minuman isotonik

adalah 4. Nilai pH yang rendah selain mempengaruhi kesukaan terhadap

rasa juga akan mereduksi cepatnya kemungkinan produk rusak akibat

aktivitas mikroba.

3. Total Padatan Terlarut

Total padatan terlarut (%) menunjukkan persentase jumlah padatan

yang terlarut dalam minuman isotonik. Komponen terbesar dalam formula

minuman adalah sukrosa, yakni sebesar 6,5%. Nilai rata-rat TPT yang

terbaca adalah sekitar 6,8 oBrix. Nilai tersebut menunjukkan persen zat

terlarut yang meliputi sukrosa, elektrolit, asam, dan bahan-bahan terlarut

lain dalam minuman.. Nilai TPT yang lebih besar dari 6,5 oBrix adalah

disebabkan oleh zat terlarut lain (selain sukrosa) yaitu elektrolit, asam, dll.

Page 49: Isotonik Made

SNI mempersyaratkan minimal 5 % untuk kandungan sukrosa, yang

berperan sebagai sumber energi.

4. Kadar Gula Pereduksi

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui ada/tidaknya pengaruh proses

produksi terhadap inversi sukrosa. Proses inversi akan meningkatkan

jumlah gula pereduksi dalam minuman. Peningkatan konsentrasi

monosakarida ini dapat menyebabkan meningkatnya nilai osmolalitas

minuman, sehingga minuman dikhawatirkan akan menjadi hiperosmotik

(Ford, 1995).

Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan gula-pereduksi dalam

minuman sangat kecil (rata-rata 0,35 % sebagai dekstrosa), berdasarkan hal

ini sukrosa yang terinversi selama proses adalah sangat kecil, artinya nilai

osmolalitas minuman ini tidak banyak berubah karena proses.

5. Vitamin C

Vitamin C merupakan komponen yang esensial bagi tubuh seseorang

yang tidak bisa mensintesis atau menyimpan dalam jumlah yang cukup

signifikan, dan vitamin C sangat dibutuhkan keberadaannya dalam

makanan/minuman sehari-hari (Greswell, 1974).

Formulasi minuman dibuat agar produk per kemasan (240 ml)

mengandung tidak kurang atau lebih dari 60 mg (berdasarkan kebutuhan

per hari), oleh karena itu dalam formulasi penambahan vitamin C

diperhitungkan sebesar 100 mg/240 ml minuman (0,4167 gr/liter). Analisis

terhadap kandungan rata-rata vitamin C dalam minuman menunjukkan

nilai sebesar 37,11 mg/100ml, sama dengan 89,1 mg/240 ml (per cup).

Nilai ini sedikit lebih kecil dibanding dengan jumlah yang ditambahkan,

hal ini diakibatkan oleh rusak/hilangnya sebagian vitamin C.

Kerusakan/kehilangan itu terjadi sekitar 10%. Pengaruh cahaya dan

perlakuan panas selama proses produksi bisa menjadi penyebab

hilang/rusaknya vitamin C.

Page 50: Isotonik Made

Menurut Greswell (1974), penyebab utama rusak/hilangnya vitamin C

adalah akibat reaksi oksidasi. Kerusakan vitamin C juga bisa disebabkan

karena interaksi yang berlebihan dengan cahaya, terutama dengan adanya

oksigen.

Menurut Andarwulan dan Koswara (1992), dalam produk yang diolah

kehilangan vitamin C banyak terjadi akibat degradasi kimiawi. Beberapa

ahli telah menunjukkan bahwa kecepatan kerusakan asam askorbat dalam

bahan pangan akan meningkat dengan meningkatnya aktifitas air. Dalam

pembuatan minuman sari buah dan sejenisnya (termasuk minuman

isotonik) kehilangan vitamin C relatif sedikit, tetapi kehilangan vitamin C

selama penyimpanan mungkin terjadi dalam jumlah besar, dan sebaiknya

penyimpanan dilakukan pada suhu 10oC.

Gambar 5 menunjukkan pola degradasi asam askorbat pada temperatur

penyimpanan dan aktivitas air yang berbeda. Grafik menunjukkan bahwa

aw dan suhu penyimpanan yang semakin tinggi akan menyebabkan

kerusakan vitamin C semakin tinggi.

Sumber: Gregory III (1996)

Gambar 5. Pola degradasi asam askorbat pada temperatur penyimpanan

dan aktivitas air berbeda.

Page 51: Isotonik Made

Kondisi penyimpanan produk selama distribusi dan penyimpanan akan

sangat mempengaruhi kondisi dan mutu produk minuman isotonik hingga

ditangan konsumen. Kondisi dan kemasan harus dirancang untuk

meminialisir kerusakan akibat kondisi-kondisi tersebut.

6. Mineral

Menurut Stofan dan Murray (2001), keberadaan mineral (elektrolit)

selain akan mempengaruhi cita rasa, dan sifat fungsional minuman, juga

memiliki peran dalam 1) menstimulir konsumsi cairan karena turut

mempengaruhi nilai osmolalitas, 2) menjamin kecukupan konsentrasi

elektrolit dalam cairan tuibuh, 3) menjaga volume cairan extracellular, dan

4) merangsang pemenuhan rehidrasi ketika cairan diminum selama

aktivitas fisik.

SNI 01-4452-1998, hanya mempersyaratkan mineral natrium dan

kalium dalam standar mutu untuk minuman isotonik. Jumlah natirum yang

dipersyaratkan dalam SNI maksimal 800-1000 mg/kg (sekitar 34 – 43

meq/L), sementara untuk kalium maksimal sebesar 125-175 mg/kg (sekitar

3 – 5 meq/L).

Natrium

Natrium dalam minuman yang diformulasi berasal dari NaCl, Natrium

Sitrat, juga Natrium Benzoat. Berdasarkan perhitungan jumlah Natrium

dalam minuman adalah sekitar 460 mg/l (20 meq/l), dan hasil analisis

terhadap minuman menggunakan AAS, menunjukkan bahwa kandungan

Natrium dalam minuman adalah sebesar 432,60 mg/l. Nilai ini tidak

berbeda jauh dengan yang diperhitungkan, dan telah memenuhi standar

SNI.

Kalium

Kalium dalam minuman berasal dari KCl yang diformulasikan.

Berdasarkan perhitungan jumlah Kalium adalah sekitar 156 mg/l (4

meq/l), dan hasil analisis dengan AAS menunjukkan bahwa kandungan

Kalium dalam minuman yang diformulasi adalah sebesar 213,4 mg/l. nilai

Page 52: Isotonik Made

ini lebih besar pada perhitungan, dan lebih besar dari standar SNI 01-

4452-1998. Kemungkinan besar kelebihan kalium berasal dari bahan baku

NaCl karena yang bahan baku yang digunakan adalah garam dapur biasa,

yang memiliki sejumlah kalium biasanya sebagai KIO3 sekitar 30-80 ppm

juga bisa dari berasal dari bahan lain seperti gula, air dll. Namun masalah

ini bisa diatasi dengan memperhitungkan kandungan dari bahan-bahan

tersebut atau melalui pemilihan bahan baku yang lebih baik.

7. Total Plate Count

Jumlah mikroba sejalan dengan mutu makanan, secara umum

rendahnya jumlah mikroba menunjukkan tingginya kualitas dan keamanan

produk pangan. Menurut SNI 01-4452-1998, angka total mikroba pada

minuman isotonik yang diperbolehkan maksimum 2 x 102 koloni/ml. Hasil

analisis total mikroba pada produk yang dibuat adalah sebesar < 3,0 x 102

(0,5 x 101) koloni/ml. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan total

mikroba pada produk masih berada jauh dibawah ambang batas yang telah

ditetapkan.

Rendahnya total mikroba ini menggambarkan sanitasi, higienitas serta

penanganan proses thermal yang cukup baik dan mencapai tujuan yang

diharapkan, yakni tereduksinya jumlah mikroba hingga minimal. PH

produk yang cukup rendah (pH 3,5) dan juga adanya pengaruh

penggunaan pengawet natirum benzoat sebesar 200 mg/l, diharapkan

produk akan awet dalam waktu yang lama. Menurut Fardiaz (1992),

keasaman akan menghambat perumbuhan mikroba. Selain itu natrium

benzoat sangat efektif untuk produk pH asam.

Page 53: Isotonik Made

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Terdapat beberapa aspek penting dalam formulasi dan pembuatan

minuman isotonik, hal tersebut adalah: aspek rasa pada minuman, kandungan

elektrolit terutama Na dan K, osmolalitas minuman, kandungan karbohidrat,

dan keamanan produk. Aspek rasa minuman dipengaruhi oleh komposisi

bahan-bahan penyusun minuman tersebut (gula, asam, dan elektrolit).

Hasil formulasi optimal minuman isotonik yang disukai adalah

formula B, dengan komposisi elektrolit Na+ 20 meq/L, K+ 4 meq/L, Mg2+ 0,5

meq/L, Ca2+ 1 meq/L, Cl- 15 meq/L, Sitrat3- 32 meq/L, Laktat- 1 meq/L, gula

(65 gr/l), Vitamin C (0,4167 gr/l), claudifier (0,5 gr/l), dan flavor terpilih 0,075

% lemon : orange (1:1).

Hasil analisis pada produk yang paling optimal tersebut adalah: pH

3.52, TPT 6,8 oBrix, nilai osmolalitas secara hitungan 281,85 mosmol/kg H2O,

Kadar Vitamin C 89,1 mg/cup (240 ml), gula pereduksi 0,35 %, kadar natrium

432,60 mg/l, kadar kalium 213,9 mg/l, dan Total Mikroba < 3,0 x 102 (0,5 x

101) koloni/ml. Hasil ini secara keseluruhan telah memenuhi standar minuman

isotonik SNI 01-4452-1998, kecuali untuk kandungan mineral kalium yang

lebih besar dari standar dan kurang sesuai dengan yang diformulasikan.

B. SARAN Penggunaan bahan baku yang lebih baik terutama NaCl perlu

dipertimbangakan untuk menghindari ketidaksesuaian yang jauh antara hasil

perhitungan formulasi dengan kandungan kalium sebenarnya dalam minuman,

atau dengan cara memperhitungkan keberadaan kalium dalam bahan lain jika

digunakan bahan baku yang sama.

Bentuk pengemasan yang baik untuk minuman isotonik ini akan

sangat mempengaruhi penilaian konsumen, bentuk dan disain cup berwarna

juga baik untuk mempertahankan mutu produk terutama untuk menjaga

vitamin C didalamnya agar tidak rusak lebih banyak, karena sifat vitamin C

yang peka terhadap sinar matahari.

Page 54: Isotonik Made

DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan, Nuri dan Sutrisno Koswara. 1992. Kimia Vitamin. Rajawali Pers – PAU IPB, Bogor.

AOAC. 1999. Official Methods of Analysis of AOAC International. Patricia

Cubbiff (editor). 19th edition. Maryland, USA. APHA. 1998. Standard Methods For The Examination of Water and Waste Water.

20th edition. American Public Health Association, Washington DC. Apriyantono, Anton. Dedi F,. Ni Luh Puspitasari. Sedarnawati. dan Slamet

Budijanto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fateta IPB. Bogor.

Badan Standar Nasional. 1998. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-4452-1998.

Minuman Isotonik. BSN. Badan Standarisasi Nasional. 1995. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-0222-95

Bahan Tambahan Makanan. BSN. Baranowski, Elizabeth S. 1990. Miscellaneous Food Additives. Di dalam. A Larry

Branen (editor). Food Additives. Marcel Decker, Inc, New York. Belitzh dan Grosch. 1999. Food Chemistry. M.M Burghagen et al.,translator. 2nd

edition. Springer. Berlin Buckle. K, R.A Edward, G. H Fleet, M.Loutoon. 1987. Ilmu Pangan. Hari

Purnomo dan Adiono, Penerjemaah. UI Press, Jakarta. Budijanto, Slamet. Suliantari. Purwiyatno Hariyadi, Lilis Nuraida, Arif Hartoyo,

Feri Kusnandar, Sutrisno Koswara, dan Dian herawati. 2002. Modul Praktikum Terpadu Pengawetan dengan Suhu Tinggi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan-FATETA IPB, Bogor.

Burdobk, G. A. 1977. Encyclopedia of Food Color and Additives. CRC Press, Inc. Burke, Louise M. 2002. Sports Nutrition. Di dalam. Jim Mann & A Stewart

Truswell (editor) Essential of Human Nutrition. 2 nd edition. Oxford University Press.

Doores, stephanie. 1989. PH Control agents and Acidulants. Di dalam. A.Larry

Bromen, p Michael Davidson, Seppo Salminen (editor). Food Aditives. Marcell Dekker, Inc, New York.

Fardiaz, Dedi. 1996. Proses Termal dalam Pengendalian Tahap Pengolahan Kritis

untuk Menjamin Keamanan Pangan Dedi Fariaz. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Proses Termal. 14 Desember 1996.

Page 55: Isotonik Made

Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. PT. Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta. Ford, M.A. 1995. The Formulation of Sports Drink. Di dalam. P.R Ashurst et.al

(editor). Production and Packaging of Non-Carbonated Fruit Juice and Fruit Beverages. 2nd edition. Blackie Academic and Profesional. London. Gasgow, Weinheim, New York, Tokyo, Meulborne.

Frazier, W.C dan D. C. Westhoff. 1978. Food Microbiology. Mc Graw-Hill Publ.

Co ltd, New Delhi. Gregory III, Jesse F. 1996. Vitamins. Di dalam. Food Chemistry. Owen R

Fennema (editor). 3rd edition. Marcel Dekker Inc, New York Greswell, D. M. 1974. Vitamin C in Soft Drink and Fruit Juice. Di dalam.

Vitamin C Recent Aspect of Its Physiological and Technological Importance. G.C Birch and K.J Parker (editor). Applied Science Publishers ltd, London.

Hall, C.W. 1986. Processing Equipment for Agricultural Product Consulting

Associates. Inc. Reynoldburg, Ohio. Heat, Henry B dan Gary R. 1986. Flavour Chemistry and Technology. an AVI

Book. Published by Van Nostrand Reinhold Company, New York. Herberg, T. 1978. Non-alcoholic Food Science Beverages Handbook. The AVI

publishing, Co. West Port, Connecticut. Herro, A.C. 1980. Pasteurization. Encyclopedia of Food Technology and Food

Science. Vol 2: 677-678. James, D. 1999. Sugar. Di dalam. Sugar Confectionery Manufacture. 2nd edition.

E B Jackson (editor). An Aspen Publication,Gaithersburg, Maryland. Latief. 2000. Teknologi Kemasan Plastik Biodegradable. Hayati-IPB. Bogor Lieper, John B. 2001. Gastric Emptying and Intestinal Absorption of Fluids,

Carbohidrates, and Electrolytes. Di dalam. Maughan J. R dan Robert Murray (editor). Sport Drink. CRC Press. Boca Raton-London-New York-Washington DC.

Maughan, Ronald J. 2001. Fundamentals of Sport Nutrition: Application to Sport

Drinks. Di dalam. Maughan J. R dan Robert Murray (editor). Sport Drink. CRC Press. Boca Raton-London-New York-Washington DC.

Merck. 1976. Martha Windholz et ai (editor). An encyclopedia of Chemical and

Drugs. 9th edition. Merck & Co Inc. New Jersey.

Page 56: Isotonik Made

Muchtadi, Tien R dan Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi PAU Pangan dan Gizi IPB , Bogor.

Skeaff, Murray. 2002. Vitamin C dan E. Di dalam. Jim Mann & A Stewart

Truswell (editor) Essential of Human Nutrition. 2 nd edition. Oxford University Press.

Nicol, W.M.1979. Sucrose and Food Technology. Di dalam. G.G Birch dan K.J

Parker (editor). Sugar: Science of Technology. Applied science Publ: London.

Ostendorf, J.P. 1978. Flovours. Di dalam. L. F Green (editor). Development in

Soft Drink Technology, Applied Science Publ, London. Palmer, Q. 1998. Special Topics. Di dalam. Philip R Ashurst (editor). The

Chemistry and Technology of Sport Drink and Fruit Juice. CRC Press. Florida

Philips, G. F. 1981. Immitation Fruit Flavoured Carbonated Beverages and Fruit

Juices Base. Di dalam. D.K Tressler dan M.A Joslyn (editor). Fruit and Vegetable Juice Processing Technology. The AVI Publishing, West Port.

Rahayu, W. P. 2001. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Bogor:

Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Robinson, James. 2002. Water, Electrolytes, And Acid-Base Balance. Di dalam.

Jim Mann & A Stewart Truswell (editor) Essential of Human Nutrition. 2 nd edition. Oxford University Press.

Sadler, George D dan Patricia A murphy. 2003. pH and Titratable Acidity. Di

Dalam. Suzanne nielsen (editor). Food Analysis. Kluwer academic/Plenum Publisher, New York.

Stofan, John dan Robert Murray. 2001. Formulating Carbohydrate-Electrolyte

Drinks for Optimal Efficacy. Di dalam. Maughan J. R dan Robert Murray (editor). Sport Drink. CRC Press. Boca Raton-London-New York-Washington DC.

Sudar madji, S. 1982. Bahan-bahan Pemanis. Yogyakarta, Penerbit Agritech. Syarief, R. S Santausa, dan St Lsyana B. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan.

Bogor, Lab Rekayasa Proses Pangan, PAU Pangan dan Gizi. Taufik Hidayat. 2006. Ramai-ramai mengepung Pocari Sweat. 16 Januari 2006.

www.swa.co.id

Page 57: Isotonik Made

Taylor, R.B. 1998. Ingredients. Di dalam. Ashrust, P.R (editor). The Chemistry and Technology of Sport Drink and Fruit Juice. CRC Press, Florida.

Winarno, F.G, 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pusataka Utama,

Jakarta. Woodroof, J. G dan B. S Luh. 1975. Commercial Fruit Processing. AVI Publ,

Connecticut.

Page 58: Isotonik Made
Page 59: Isotonik Made

Lampiran 1. Komposisi elektrolit produk yang formulasi dengan beberapa produk dipasaran.

No elektrolit Merk 1 Merk 2 Merk 3 Merk 4 Formula A Formula B (terpilih) meq/L

1 Natrium (Na+) 21 21 20 15 22 20 2 Kalium (K+) 5 4 3,5 4 4 4 3 Kalsium (Ca2+) 1 2 0,2 1 1 1 4 Magnesium (Mg2+) 0,5 1 - 1 0,5 0,5 5 Klorida (Cl-) 16 13 11 11 16 15 6 Sitrat3- 10 31 12 8 39 32 7 Laktat- 1 11 - 1 1 1 8 Sulfat2- - - - 0,5 - - 9 HPO4

2- - 2 - - - - Note : - Informasi berdasarkan label pada kemasan produk

Page 60: Isotonik Made

ampiran 2. Kontribusi Bahan Terhadap Osmolalitas Minuman Formula A

no Bahan-bahan Osmolalitas

1 NaCl 24.99 2 Na. Sitrat 12.43 3 Na. Benzoat 2.89 4 KCl 8.30 5 MgCO3 0.52 6 Ca. Laktat 1.56 7 Vitamin C 2.46 8 Asam sitrat 38.99 9 Gula 197.77 10 Air 0 11 Flavour 0 12 Claudifier 0

Total Osmolalitas (mosmol/Kg H2O) 289.93

Page 61: Isotonik Made

Lampiran 3. Form uji hedonik tahap pemilihan flavor

FORM UJI HEDONIK

Nama : Tanggal : Maret 2006

Sample : Minuman Isotonik

Instruksi

1. Cicipilah sampel satu-persatu dari kiri ke kanan dengan menggunakan sedotan yang disediakan

2. Setiap Anda selesai mencicipi satu sampel berikan penilaian Anda berdasarkan tingkat kesukaan pada tempat yang disediakan dengan memberi check list (√ )

3. Jangan membandingkan tingkat kesukaan antar sampel 4. Netralkan pengecap Anda dengan air putih setiap selesai mencicipi satu sampel Over all (keseluruhan)

Respon Kode sample

Sangat suka suka Agak suka netral Agak tidak suka Tidak suka Sangat tidak suka

Komentar :

________________________________________________________________

________________________________________________________________

___________

Page 62: Isotonik Made

Lampiran 4. Rekapitulasi data uji hedonik tahap pemilihan flavor

No Panelis Skor kesukaan terhadap sampel A1 A2 A3 A4 A5 A6

1 6 4 5 5 4 3 2 6 3 6 6 6 4 3 4 3 3 4 5 4 4 2 3 4 5 5 6 5 3 2 5 3 4 4 6 6 3 6 5 3 5 7 2 4 1 2 1 3 8 2 4 3 3 4 4 9 5 3 4 5 3 6 10 3 6 2 5 7 5 11 5 4 3 4 4 4 12 2 3 2 4 6 4 13 3 2 2 4 5 4 14 7 5 6 6 5 6 15 2 2 1 4 3 6 16 6 6 3 5 6 6 17 6 5 5 5 6 4 18 7 7 6 6 6 6 19 6 2 5 5 3 3 20 5 5 5 6 6 6 21 6 6 5 4 4 5 22 5 5 5 6 6 5 23 6 4 3 4 3 7 24 2 3 3 6 6 6 25 5 4 6 7 6 6 26 5 4 3 4 6 3 27 3 3 3 3 5 5 28 6 7 7 3 5 5 29 3 5 3 6 6 6 30 2 2 2 5 5 6

keterangan:

(A1) = flavor 0,05 %, Lemon: orange (1:1)

(A2) = flavor 0,05 %, Lemon: orange (2:1)

(A3) = flavor 0,05 %, Lemon: orange (3:1)

(A4) = flavor 0,075 %, Lemon: orange (1:1)

(A5) = flavor 0,075 %, Lemon: orange (2:1)

(A6) = flavor 0,075 %, Lemon: orange (3:1)

Page 63: Isotonik Made

Lampiran 5. Analisis sidik ragam dan uji lanjut tahap pemilihan flavor

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: skor

3721.733a 35 106.335 74.033 .00027.400 5 5.480 3.815 .003

156.533 29 5.398 3.758 .000208.267 145 1.436

3930.000 180

SourceModelsamplepanelisErrorTotal

Type III Sumof Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = .947 (Adjusted R Squared = .934)a.

Post Hoc Tests sample Homogeneous Subsets

skor

Duncana,b

30 3.9030 3.9730 4.37 4.3730 4.6730 4.8030 4.90

.157 .119

sample321456Sig.

N 1 2Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = 1.436.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.a.

Alpha = .05.b.

keterangan:

1 = flavor 0,05 %, Lemon: orange (1:1)

2 = flavor 0,05 %, Lemon: orange (2:1)

3 = flavor 0,05 %, Lemon: orange (3:1)

4 = flavor 0,075 %, Lemon: orange (1:1)

5 = flavor 0,075 %, Lemon: orange (2:1)

6 = flavor 0,075 %, Lemon: orange (3:1)

Page 64: Isotonik Made

Lampiran 6. Form uji hedonik tahap pengembangan formula (perlakuan variasi

keasaman)

FORM UJI HEDONIK

Produk : Minuman Isotonik Tanggal : April 2006 Nama panelis : Telp :

UJI HEDONIK Instruksi :

1. Cicipilah sampel satu persatu dari kiri ke kanan dengan menggunakan sedotan yang disediakan

2. Setiap anda selesai mencicipi berikan penilaian Anda berdasarkan tingkat kesukaan pada tempat yang disediakan dengan memberikan check list (√)

3. Netralkan indera pengecap anda dengan air putih setiap selesai mencicipi satu sampel

4. Jangan membandingkan tingkat kesukaan antar sampel 5. Setelah selesai berikan komentar Anda dalam ruang yang disediakan

Uji Rasa Respon Kode sampel

Sangat suka Suka Agak suka Netral Agak tidak suka Tidak suka Sangat tidak suka

Komentar : ___________________________________________________

___________________________________________________

____________________________________________________

Page 65: Isotonik Made

Lampiran 7. Rekapitulasi data uji hedonik tahap pengembangan formula

(perlakuan variasi keasaman)

No Panelis Skor kesukaan terhadap sampel pH 3,5 pH 3,6 pH 3,7 pH 3,8

1 3 5 4 3 2 6 5 5 2 3 6 6 5 5 4 3 6 7 6 5 6 3 3 5 6 7 3 3 3 7 6 5 4 5 8 6 6 6 5 9 5 6 3 2 10 3 5 4 4 11 7 7 7 6 12 4 4 2 3 13 5 5 4 4 14 7 6 6 6 15 2 3 5 5 16 6 3 6 3 17 3 3 4 5 18 3 2 2 2 19 5 6 3 6 20 6 4 5 3 21 6 7 5 3 22 4 2 4 3 23 7 6 6 5 24 6 7 5 5 25 3 5 3 5 26 5 3 4 5 27 3 3 6 5 28 4 3 5 4 29 5 3 6 5 30 6 3 6 3

Page 66: Isotonik Made

Lampiran 8. Analisis sidik ragam dan uji lanjut tahap pengembangan formula

(perlakuan variasi keasaman)

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: SKOR

2612,975a 33 79,181 53,808 ,000111,342 29 3,839 2,609 ,000

8,225 3 2,742 1,863 ,142128,025 87 1,472

2741,000 120

SourceModelPANELISSAMPLEErrorTotal

Type III Sumof Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = ,953 (Adjusted R Squared = ,936)a.

Post Hoc Tests SAMPLE Homogeneous Subsets

SKOR

Duncana,b

30 4,2030 4,50 4,5030 4,60 4,6030 4,93

,233 ,196

SAMPLE4231Sig.

N 1 2Subset

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = 1,472.

Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000.a.

Alpha = ,05.b.

Keterangan :

1 = pH 3,5

2 = pH 3,6

3 = pH 3,7

4 = pH 3,8

Page 67: Isotonik Made

Lampiran 9. Form uji hedonik tahap pengembangan formula (perlakuan

kombinasi formula elektrolit)

FORM UJI HEDONIK

Produk : Minuman Isotonik Tanggal : Juni 2006 Nama panelis : Telp :

UJI HEDONIK Instruksi :

1. Cicipilah sampel satu persatu dari kiri ke kanan dengan menggunakan sedotan yang disediakan

2. Setiap anda selesai mencicipi berikan penilaian Anda berdasarkan tingkat kesukaan pada tempat yang disediakan dengan memberikan check list (√)

3. Netralkan indera pengecap anda dengan air putih setiap selesai mencicipi satu sampel

4. Jangan membandingkan tingkat kesukaan antar sampel 5. Setelah selesai berikan komentar Anda dalam ruang yang disediakan Rasa

Respon Kode sampel

Sangat suka Suka Agak suka Netral Agak tidak suka Tidak suka Sangat tidak suka

Komentar :

_______________________________________________________

_______________________________________________________

Page 68: Isotonik Made

Lampiran 10. Rekapitulasi data tahap pengembangan formula (perlakuan

kombinasi formula elektrolit)

No Panelis Skor kesukaan terhadap sampel

Kombinasi elektrolit A Kombinasi elektrolit B (hasil pengembangan)

1 6 5 2 6 3 3 6 5 4 5 3 5 5 4 6 6 6 7 6 6 8 6 6 9 6 6 10 5 6 11 2 5 12 5 6 13 6 7 14 3 5 15 5 6 16 5 6 17 5 6 18 2 6 19 5 6 20 4 5 21 5 6 22 5 6 23 5 6 24 5 6 25 5 6 26 5 6 27 5 7 28 6 7 29 4 6 30 5 6

Page 69: Isotonik Made
Page 70: Isotonik Made

Lampiran 11. Analisis sidik ragam dan uji lanjut tahap pengembangan formula (perlakuan kombinasi formula elektrolit)

T-Test

Paired Samples Statistics

4.97 30 1.066 .1955.67 30 .959 .175

sampel_Asampel_B

Pair1

Mean N Std. DeviationStd. Error

Mean

Paired Samples Correlations

30 .090 .636sampel_A & sampel_BPair 1N Correlation Sig.

Paired Samples Test

-.700 1.368 .250 -1.211 -.189 -2.802 29 .009sampel_A - sampel_BPair 1Mean Std. Deviation

Std. ErrorMean Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Keterangan :

A = Formula Garam elektrolit A

B = Formula Garam elektrolit B (hasil perbaikan)

Page 71: Isotonik Made