Top Banner
SKRIPSI ISOLASI Salmonella spp. PADA SAMPEL DAGING SAPI DI WILAYAH BOGOR SERTA UJI KETAHANANNYA TERHADAP PROSES PENDINGINAN DAN PEMBEKUAN Oleh : KHRISIA SAPTARINI F24051118 2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
110

Isolasi Salmonella

Nov 23, 2015

Download

Documents

isolasi salmonella dalam daging atau bahan asal hewan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • SKRIPSI

    ISOLASI Salmonella spp. PADA SAMPEL DAGING SAPI DI WILAYAH

    BOGOR SERTA UJI KETAHANANNYA TERHADAP PROSES

    PENDINGINAN DAN PEMBEKUAN

    Oleh :

    KHRISIA SAPTARINI

    F24051118

    2009

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

  • KHRISIA SAPTARINI. F24051118. Isolasi Salmonella spp. Pada Sampel Daging Sapi di Wilayah Bogor serta Uji Ketahanannya Terhadap Proses Pendinginan dan Pembekuan. Di bawah bimbingan: Harsi D. Kusumaningrum. 2009

    RINGKASAN

    Dilihat dari aspek mikrobiologi, suatu produk pangan hewani aman dikonsumsi jika tidak mengandung mikroba patogen, yaitu mikroba yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia yang mengonsumsinya. Oleh karena itu kontaminasi mikroba patogen pada pangan hewani seperti daging sapi merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan. Salah satu bakteri patogen yang sering ditemukan di daging sapi adalah Salmonella. Pada tahun 2002 ditemukan Salmonella pada 14 dari 404 sampel (3,5%) daging giling di Amerika Serikat, dimana 5 dari 14 isolat yang ditemukan merupakan Salmonella Typhimurium DT 104.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat cemaran Salmonella spp. pada daging sapi baik yang dijual di pasar tradisional maupun supermarket di daerah Bogor dan melihat kemampuan bertahan Salmonella spp. terhadap proses pendinginan dan pembekuan daging sapi.

    Pada tahap pertama dilakukan proses pengambilan dan persiapan sampel, analisis total mikroba, dan isolasi Salmonella spp. dari daging sapi yang berasal dari pasar tradisional dan supermarket. Tahap kedua dilakukan evaluasi kemampuan bertahan kultur Salmonellla spp. pada daging sapi selama empat belas hari penyimpanan beku (-16C) dan selama tujuh hari penyimpanan dingin (6C).

    Analisis total mikroba menunjukkan hasil bahwa rata-rata total mikroba pada sampel daging sapi yang berasal dari 5 pasar tradisional sebesar 7,49 0,49 log CFU/g, sedangkan total mikroba sampel yang berasal dari 10 supermarket rata-rata sebesar 6,09 0,85 log CFU/g. Hasil isolasi Salmonella menunjukkan bahwa tingkat isolasi Salmonella spp. pada 30 sampel yang dianalisis adalah sebesar 16,67%. Berdasarkan uji API 20E, satu sampel teridentifikasi mengandung Salmonella spp. dengan persen identifikasi sebesar 99,9% (excellent identification) dan empat sampel teridentifikasi mengandung Salmonella spp. dengan persen identifikasi sebesar 89,4% (excellent identification).

    Analisis kemampuan bertahan Salmonella spp. pada daging sapi yang dibekukan dan didinginkan menunjukkan bahwa sel Salmonella spp. baik dengan inokulum awal sebesar 3 log CFU/g maupun 6 log CFU/g mampu bertahan pada suhu pembekuan (-16C) maupun suhu pendinginan (6C). Kemampuan bertahan Salmonella spp. dapat dilihat dari perubahan jumlah Salmonella spp. yang tidak signifikan (p>0,05). Namun demikian terlihat adanya tren penurunan jumlah Salmonella spp. selama penyimpanan beku yang disebabkan karena sebagian sel Salmonella spp. mengalami kerusakan subletal dan mati. Selain itu pada penyimpanan dingin juga terlihat tren penurunan jumlah Salmonella spp. yang kemungkinan disebabkan karena perlakuan suhu rendah dapat menghambat pertumbuhan Salmonella spp. dengan menurunkan kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh enzim-enzim pada sistem metabolisme Salmonella spp.

  • KHRISIA SAPTARINI. F24051118. Isolasi Salmonella spp. Pada Sampel Daging Sapi di Wilayah Bogor serta Uji Ketahanannya Terhadap Proses Pendinginan dan Pembekuan. Di bawah bimbingan: Harsi D. Kusumaningrum. 2009

    ABSTRACT

    Nowadays people must be aware to their choose of food, due to many case affected by salmonella contamination. This research focusing on level of salmonella contamination in beef samples and its survival ability at frozen (-16C) and refrigeration (6C) temperature. Beef samples (ground and cut) was collected from 5 traditional market and 10 modern market in Bogor area.

    The contamination level was determined by aerobic plate count method and conventional isolation of Salmonella spp. The average of aerobic plate count from traditional market was 7.49 0.49 log CFU/g and from modern market was 6.09 0.85 log CFU/g. Meanwhile, the isolation level of Salmonella spp. with API 20E from total 30 samples reach 16.67%. One sample was indicated 99.9% (excellent identification) of Salmonella spp. while the other 4 samples was indicated 89.4% (excellent identification).

    Salmonella spp. in beef samples kept at -16C and 6C show that it was good to survive in both temperature, no matter first inoculum in 3 log CFU/g or 6 log CFU/g. Its survival ability can be seen from insignificant change of total Salmonella spp. counted (p>0,05). Keywords : Salmonella spp., beef samples, contamination level, and survival ability.

    RINGKASAN

    Dilihat dari aspek mikrobiologi, suatu produk pangan hewani aman dikonsumsi jika tidak mengandung mikroba patogen, yaitu mikroba yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia yang mengonsumsinya. Oleh karena itu kontaminasi mikroba patogen pada pangan hewani seperti daging sapi merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan. Salah satu bakteri patogen yang sering ditemukan di daging sapi adalah Salmonella. Pada tahun 2002 ditemukan Salmonella pada 14 dari 404 sampel (3,5%) daging giling di Amerika Serikat, dimana 5 dari 14 isolat yang ditemukan merupakan Salmonella Typhimurium DT 104.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat cemaran Salmonella spp. pada daging sapi baik yang dijual di pasar tradisional maupun supermarket di daerah Bogor dan melihat kemampuan bertahan Salmonella spp. terhadap proses pendinginan dan pembekuan daging sapi.

    Pada tahap pertama dilakukan proses pengambilan dan persiapan sampel, analisis total mikroba, dan isolasi Salmonella spp. dari daging sapi yang berasal dari pasar tradisional dan supermarket. Tahap kedua dilakukan evaluasi kemampuan bertahan kultur Salmonellla spp. pada daging sapi selama empat belas hari penyimpanan beku (-16C) dan selama tujuh hari penyimpanan dingin (6C).

    Analisis total mikroba menunjukkan hasil bahwa rata-rata total mikroba pada sampel daging sapi yang berasal dari 5 pasar tradisional sebesar 7,49 0,49 log CFU/g, sedangkan total mikroba sampel yang berasal dari 10 supermarket rata-rata sebesar 6,09 0,85 log CFU/g. Hasil isolasi Salmonella menunjukkan bahwa tingkat isolasi Salmonella spp. pada 30 sampel yang dianalisis adalah sebesar 16,67%. Berdasarkan uji API 20E, satu sampel teridentifikasi mengandung Salmonella spp. dengan persen identifikasi sebesar 99,9% (excellent identification) dan empat sampel teridentifikasi mengandung Salmonella spp. dengan persen identifikasi sebesar 89,4% (excellent identification).

    Analisis kemampuan bertahan Salmonella spp. pada daging sapi yang dibekukan dan didinginkan menunjukkan bahwa sel Salmonella spp. baik dengan inokulum awal sebesar 3 log CFU/g maupun 6 log CFU/g mampu bertahan pada suhu pembekuan (-16C) maupun suhu pendinginan (6C). Kemampuan bertahan Salmonella spp. dapat dilihat dari perubahan jumlah Salmonella spp. yang tidak signifikan (p>0,05). Namun demikian terlihat adanya tren penurunan jumlah Salmonella spp. selama penyimpanan beku yang disebabkan karena sebagian sel Salmonella spp. mengalami kerusakan subletal dan mati. Selain itu pada penyimpanan dingin juga terlihat tren penurunan jumlah Salmonella spp. yang kemungkinan disebabkan karena perlakuan suhu rendah dapat menghambat pertumbuhan Salmonella spp. dengan menurunkan kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh enzim-enzim pada sistem metabolisme Salmonella spp.

  • SKRIPSI

    ISOLASI Salmonella spp. PADA SAMPEL DAGING SAPI DI WILAYAH

    BOGOR SERTA UJI KETAHANANNYA TERHADAP PROSES

    PENDINGINAN DAN PEMBEKUAN

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

    Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

    Fakultas Teknologi Pertanian

    Institut Pertanian Bogor

    Oleh :

    KHRISIA SAPTARINI

    F24051118

    2009

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

  • INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    ISOLASI Salmonella spp. PADA SAMPEL DAGING SAPI DI WILAYAH

    BOGOR SERTA UJI KETAHANANNYA TERHADAP PROSES

    PENDINGINAN DAN PEMBEKUAN

    Oleh :

    KHRISIA SAPTARINI

    F24051118

    Dilahirkan pada tanggal 4 September 1987

    Di Bogor

    Tanggal lulus: Juli 2009

    Disetujui,

    Bogor, Juli 2009

    Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum

    Dosen Pembimbing Akademik

    Mengetahui,

    Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.

    Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 4 September 1987.

    Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan

    Beny Hanapi dan Nuria Erawati. Penulis menyelesaikan

    pendidikan dasar pada tahun 1999 di SD Taman Rejeki, Ciriung,

    Bogor, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di

    SLTPN 1 Cibinong, Bogor, hingga tahun 2002. Penulis

    menamatkan pendidikan menengah atas di SMAN 1 Bogor pada

    tahun 2005. Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor,

    Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian melalui jalur

    USMI pada tahun 2005.

    Selama menjalani studi di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di berbagai

    kegiatan dan organisasi kemahasiswaan, diantaranya menjadi pengurus Forum Bina

    Islami Fateta (FBI-F) sebagai staff Divisi Syiar, staf Badan Pengawas HIMITEPA,

    anggota Koperasi Mahasiswa (KOPMA) IPB pada tahun 2005, anggota Food

    Processing Club Himitepa bidang Es Krim pada tahun 2008 serta berbagai

    kepanitiaan, seperti Lepas Landas Sarjana tahun 2006 dan 2007, Masa Perkenalan

    Fakultas FATETA tahun 2007, Masa Perkenalan Departeman ITP (BAUR) tahun

    2007. Penulis juga pernah menjadi asisten dosen dalam pelaksanaan praktikum

    Mikrobiologi Pangan pada tahun 2008. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan

    penelitian dengan judul Isolasi Salmonella spp. Pada Sampel Daging Sapi di

    Wilayah Bogor Serta Uji Ketahanannya Terhadap Proses Pendinginan dan

    Pembekuan di bawah bimbingan Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum.

  • i

    KATA PENGANTAR

    Puji-pujian serta syukur yang tak terhingga penulis haturkan ke hadirat

    Allah SWT yang telah melimpahkan pertolongan dan karunia-Nya sehingga

    penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu

    syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen

    Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian

    Bogor.

    Penyusunan skripsi, yang berjudul ISOLASI Salmonella spp. PADA

    SAMPEL DAGING SAPI DI WILAYAH BOGOR SERTA UJI

    KETAHANANNYA TERHADAP PROSES PENDINGINAN DAN

    PEMBEKUAN ini didasarkan pada pelaksanaan penelitian yang telah

    dilaksanakan sejak Nopember 2008 sampai April 2009 di Laboratorium

    Mikrobiologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas

    Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

    Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis

    sampaikan kepada:

    1. Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum selaku dosen pembimbing yang tiada henti-

    hentinya memberikan saran, arahan, dan bimbingan kepada penulis.

    2. Dra. Suliantari MS atas kesediaannya sebagai dosen penguji serta saran yang

    telah diberikan.

    3. Dr. Nugraha Edi Suyatma, STP., DEA atas kesediaannya sebagai dosen

    penguji serta saran yang telah diberikan.

    4. Mama dan papa yang sangat kucintai, yang tiada henti-hentinya memberikan

    kasih sayang, doa, nasihat, dan dukungan kepada penulis.

    5. Adik-adikku (Erick Dwi Putra Hanapi dan Anisa Restu Hanifah) yang sangat

    kusayangi.

    6. Cici Midah, Om Agung, serta kedua anaknya (Diana dan Hafiz) di Cilangkap.

    7. Rachmad Danusubrata yang dengan kesabarannya mampu menjadi tempat

    berbagi dalam suka maupun duka.

  • ii

    8. Reni Setiawati, Resna Nur Apriani, Galih Eka Pratiwi dan Santy Ernawati

    terimakasih atas persahabatan dan kebersamaannya selama di ITP. Aku

    menyayangi kalian dan semoga tetap menjadi sahabat selamanya.

    9. Teman seperjuanganku: Marcel P. Segara dan Leonardus Adi Wijaya, terima

    kasih atas persahabatan dan dukungannya.

    10. Kakak-kakak satu bimbingan ( KDilla, KNanang, KAris, Mbak Via, dan

    Mas Reza) atas saran dan bantuannya. Senang sekali bisa punya kakak-kakak

    seperti kalian.

    11. Rekan-rekan Salmonellaers (Nina SR, Ikhwan, Olo, Tjan, dan Abigail) atas

    semangat, bantuan dan kerja sama selama penelitian.

    12. Dosen-dosen IPB terutama dosen-dosen ITP yang telah memberikan ilmu

    pengetahuan yang tak ternilai harganya.

    13. Teman-teman ITP 42: Fera, Hesti, Venty, Nina N., Atus, Peye, Tiu, Riska,

    Icha, Wiwi, Sisi, Indri, Marina, Septi, Rika, Upik, Acuy, Nanda, Midun, Aji,

    Harist, Umam, Muji, serta teman-teman ITP 42 lainnya yang tak bisa

    kusebutkan satu persatu.

    14. Teman-temanku di Wisma Khumaira (Fuzy, Jihan, Rela, Rizki, Dedeh, Mba

    Wid, dan Mba Dhenok). Terimakasih atas kebersamaannya.

    15. Sella Andriyani Natalia dan keluarga, terimakasih atas kekeluargaan yang

    telah terjalin semenjak kita duduk di bangku sekolah dasar hingga saat ini.

    16. Mbak Ari, Bu Sari, Mas Edi, Mba Ida, Pak Rojak, Pak Sidik, Pak Wahid, dan

    teknisi Lab. ITP lainnya. Terimakasih atas bantuannya.

    17. Adik seperguruanku : Prima, Meta dan Oxi

    18. Serta teman-temanku lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

    Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai

    pihak untuk memperbaiki dan menyempurnakan penulisan skripsi ini. Penulis

    juga berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.

    Bogor, Juli 2009

    Penulis

  • iii

    DAFTAR ISI

    Halaman

    KATA PENGANTAR............... i

    DAFTAR ISI...... iii

    DAFTAR TABEL...... v

    DAFTAR GAMBAR.. vi

    DAFTAR LAMPIRAN... viii

    I. PENDAHULUAN.. 1

    A. LATAR BELAKANG.. 1

    B. TUJUAN PENELITIAN.......... 3

    C. MANFAAT PENELITIAN.. 3

    II. TINJAUAN PUSTAKA.. 4

    A. SALMONELLA. 4

    B. SALMONELLOSIS......................................................................................... 7

    C. SALMONELLA PADA PRODUK PANGAN BERSUHU RENDAH. 8

    D. DAGING DAN DAGING SAPI.. 10

    E. MIKROBIOLOGI DAGING SAPI.. 13

    F. PEMBEKUAN. 14

    1. Suhu Pembekuan. 15

    2. Jenis Pembekuan.. 16

    3. Pengaruh Pembekuan Terhadap Aktivitas Mikroorganisme... 16

    G. PENDINGINAN... 18

    III. METODOLOGI PENELITIAN........ 20

    A. BAHAN DAN ALAT....... 20

    B. METODE. 21

    1. Penelitian Tahap I... 22

    1.1. Pengambilan Sampel... 22

    1.2. Analisis Total Mikroba....... 23

    1.3. Analisis Salmonella..... 24

    2. Penelitian Tahap II. 28

  • iv

    2.1. Konfirmasi Kultur Salmonella spp. 28

    2.2. Penyegaran Kultur. 29

    2.3. Persiapan Kultur Uji Salmonella spp. 29

    2.4. Evaluasi Kemampuan Bertahan Salmonella spp Terhadap Proses

    Pendinginan dan Pembekuan.. 29

    2.5. Pengolahan Data. 30

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.. 31

    A. PENELITIAN TAHAP I (Analisis Total Mikroba Dan Isolasi Salmonella

    spp. Pada Daging Sapi)..................................................................................... 31

    1. Pengambilan Sampel... 31

    2. Analisis Total Mikroba... 32

    3. Isolasi Salmonella Pada Sampel Daging Sapi Potong dan Daging Sapi

    Giling.......................................................................................................... 35

    B. PENELITIAN TAHAP II (Pengaruh Pembekuan dan Pendinginan terhadap

    Salmonella spp. dan Total Mikroba pada Daging Sapi)................................ 47

    1. Konfirmasi Kultur Salmonella.................................................................... 47

    2. Pengaruh Proses Pembekuan dan Pendinginan Terhadap Salmonella

    spp., Total Bakteri, dan Total Mikroba Pada Daging Sapi......................... 47

    2.1. Pengaruh Pembekuan Terhadap Mikroorganisme Daging Sapi

    Giling................................................................................................... 48

    2.2. Pengaruh Pembekuan Terhadap Jumlah Sel Salmonella

    spp., Total Bakteri, dan Total Mikroba................................................ 49

    2.3. Pengaruh Pendinginan Terhadap Jumlah Sel Salmonella

    spp., Total Bakteri, dan Total Mikroba................................................ 54

    V. KESIMPULAN DAN SARAN 60

    A. KESIMPULAN................................................................................................ 60

    B. SARAN............................................................................................................ 61

    VI. DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 62

    LAMPIRAN...................................................................................................................... 67

  • v

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 1. Karakteristik Biokimia Salmonella...... 5

    Tabel 2. Distribusi Serovar dalam Genus Salmonella... 6

    Tabel 3. Kemampuan Bertahan Berbagai Serovar Salmonella pada Suhu

    Pembekuan...................................................................................................... 9

    Tabel 4. Kemampuan Bertahan Kultur Murni Organisme Enterik pada Chicken Chow

    Mein Pada Suhu -25,5 C...................................................................... 10

    Tabel 5. Produksi Daging Indonesia Tahun 2004-2008................................................ 12

    Tabel 6. Komposisi Kimia Daging Sapi.................................................................. 12

    Tabel 7. Persyaratan Mutu Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging Sapi

    Menurut SNI 01/6366/2000............................................................................. 13

    Tabel 8. Perbandingan antara Pembekuan Cepat dan Pembekuan Lambat................... 17

    Tabel 9. Hubungan antara suhu dan RH penyimpanan daging................................... 19

    Tabel 10. Koleksi Sampel Daging Sapi........................................................................... 23

    Tabel 11. Kondisi Penyimpanan Sampel Daging Sapi di Pasar Tradisional dan Pasar

    Swalayan(supermarket).................................................................................... 31

    Tabel 12. Persentase Koloni yang Diduga Salmonella Setelah Uji Konfirmasi Biokimia

    Pada Media TSIA Dan LIA. 41

    Tabel 13. Persentase Salmonella spp. yang Dapat Diisolasi pada Sampel..................... 46

  • vi

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 1. Diagram Alir Metode Penelitian Tahap I 21

    Gambar 2. Diagram Alir Metode Penelitian Tahap II.............................................. 22

    Gambar 3. Hasil Analisis Total Mikroba pada Sampel Daging Sapi Potong Pasar

    Tradisional...............................................................................................

    33

    Gambar 4. Hasil Analisis Total Mikroba pada Sampel Daging Sapi Potong Pasar

    Modern (Supermarket)............................................................................

    33

    Gambar 5. Hasil Analisis Total Mikroba pada Sampel Daging Sapi Giling Pasar

    Modern (Supermarket)............................................................................

    34

    Gambar 6. Hasil Positif pada Media TTB dan RV................................................... 37

    Gambar 7. Pertumbuhan Koloni Tipikal dan Non Tipikal Salmonella pada Media

    HEA........................................................................................................

    38

    Gambar 8. Pertumbuhan Koloni Tipikal Salmonella pada Media XLDA................ 38

    Gambar 9. Pertumbuhan Koloni Tipikal Salmonella pada Media BSA................... 39

    Gambar 10. Reaksi Positif TSIA (kiri) dan LIA kanan) 40

    Gambar 11. Histogram Persentase Koloni yang Diduga Salmonella Setelah Uji

    Konfirmasi Biokimia pada Media TSIA dan LIA Terhadap Jumlah

    Koloni yang Diisolasi dari Media XLDA, BSA, dan HEA

    42

    Gambar 12. Uji Konfirmasi dengan Menggunakan Urea Broth................................. 44

    Gambar 13. Hasil Identifikasi Salmonella dengan API 20E Kit................................ 45

    Gambar 14. Pengaruh pembekuan (-16C)terhadap jumlah mikroorganisme pada

    daging giling...........................................................................................

    48

    Gambar 15. Perubahan jumlah sel Salmonella spp. (inokulum awal 3 log CFU/g dan

    6 log CFU/g) selama pembekuan daging giling (-16C).................

    50

    Gambar 16. Perubahan jumlah total mikroba dan total bakteri pada daging yang

    dikontaminasi kultur Salmonella spp. sebesar 3 log CFU/g selama

    pembekuan (-16C).................................................................................

    51

    Gambar 17. Perubahan jumlah total mikroba dan total bakteri pada daging yang

    dikontaminasi kultur Salmonella spp. sebesar 6 log CFU/g selama

    pembekuan (-16C).................................................................................

    53

  • vii

    Gambar 18. Perubahan jumlah sel Salmonella spp. (inokulum awal 3 log CFU/g dan

    6 log CFU/g) selama pendinginan daging giling

    (6C)........................................................................................................

    55

    Gambar 19. Perubahan jumlah total mikroba dan total bakteri pada daging yang

    dikontaminasi kultur Salmonella spp. sebesar 3 log cfu/g selama

    pendinginan (6C)...................................................................................

    57

    Gambar 20. Perubahan jumlah total mikroba dan total bakteri pada daging yang

    dikontaminasi kultur Salmonella spp. sebesar 6 log cfu/g selama

    pendinginan (6C)...................................................................................

    58

  • viii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    Lampiran 1. Blangko analisa API 20E Test.. 67

    Lampiran 2. Hasil analisis total mikroba pada 30 sampel daging sapi. 68

    Lampiran 3. Hasil identifikasi sampel negatif Urea Broth.. 70

    Lampiran 4. Hasil identifikasi isolat dengan perangkat API 20E. 71

    Lampiran 5. Hasil identifikasi Salmonella pada daging sapi mulai dari tahap

    pengkayaan selektif sampai tahap identifikasi dengan API 20E..........

    73

    Lampiran 6. Hasil analisis jumlah total mikroorganisme pada daging sapi giling

    selama14 hari pembekuan (-16C) beserta hasil uji ANOVA..

    83

    Lampiran 7. Hasil analisis jumlah total sel Salmonella spp. (tingkat inokulasi 3 log

    CFU/g) selama pembekuan daging sapi giling (-16C) beserta hasil uji

    ANOVA..

    84

    Lampiran 8. Hasil analisis jumlah total sel Salmonella spp. (tingkat inokulasi 6 log

    CFU/g) selama pembekuan daging sapi giling (-16C) beserta hasil uji

    ANOVA..

    85

    Lampiran 9. Hasil analisis jumlah total bakteri (tingkat inokulasi 3 log CFU/g)

    selama pembekuan daging sapi giling (-16C) beserta hasil uji

    ANOVA....

    86

    Lampiran 10. Hasil analisis jumlah total mikroba (tingkat inokulasi 3 log CFU/g)

    selama pembekuan daging sapi giling (-16C) beserta hasil uji

    ANOVA....

    87

    Lampiran 11. Hasil analisis jumlah total bakteri (tingkat inokulasi 6 log CFU/g)

    selama pembekuan daging sapi giling (-16C) beserta hasil uji

    ANOVA....

    88

    Lampiran 12. Hasil analisis jumlah total mikroba (tingkat inokulasi 6 log CFU/g)

    selama pembekuan daging sapi giling (-16C) beserta hasil uji

    ANOVA....

    89

    Lampiran 13. Hasil analisis jumlah total sel Salmonella spp. (tingkat inokulasi 3 log

    CFU/g) selama pendinginan daging sapi giling (6C) beserta hasil uji

    ANOVA..

    90

  • ix

    Lampiran 14. Hasil analisis jumlah sel Salmonella spp. (tingkat inokulasi 6 log

    CFU/g) selama pendinginan daging sapi giling (6C) beserta hasil uji

    ANOVA

    91

    Lampiran 15. Hasil analisis jumlah total bakteri (tingkat inokulasi 3 log CFU/g)

    selama pendinginan daging sapi giling (6C) beserta hasil uji

    ANOVA.

    92

    Lampiran 16. Hasil analisis jumlah total mikroba (tingkat inokulasi 3 log CFU/g)

    selama pendinginan daging sapi giling (6C) beserta hasil uji

    ANOVA.

    93

    Lampiran 17. Hasil analisis jumlah total bakteri (tingkat inokulasi 6 log CFU/g)

    selama pendinginan daging sapi giling (6C) beserta hasil uji

    ANOVA.

    94

    Lampiran 18. Hasil analisis jumlah total mikroba (tingkat inokulasi 6 log CFU/g)

    selama pendinginan daging sapi giling (6C) beserta hasil uji

    ANOVA.

    95

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANG

    Pangan hewani disebut aman jika memenuhi kriteria dari beberapa

    aspek seperti aspek fisika, kimia, radioaktivitas, maupun mikrobiologi. Dari

    aspek mikrobiologi, suatu produk pangan hewani aman dikonsumsi jika tidak

    mengandung mikroba patogen, yaitu mikroba yang dapat menyebabkan

    gangguan kesehatan pada manusia yang mengonsumsinya. Oleh karena itu

    kontaminasi mikroba patogen pada pangan hewani seperti daging sapi

    merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan.

    Salah satu bakteri patogen yang biasanya mengontaminasi daging sapi

    adalah Salmonella. Pada tahun 2002 di Amerika Serikat dilaporkan 42 dari

    563 (7,5%) sampel daging sapi giling mengandung Salmonella, sedangkan di

    Kanada pada tahun 1988 pernah dilaporkan sebanyak 15 dari 666 sampel

    karkas sapi positif mengandung Salmonella (Jay et al., 2005).

    Salmonella merupakan bakteri yang paling umum menyebabkan

    penyakit keracunan makanan di negara berkembang. Penyakit yang

    disebabkan oleh Salmonella disebut salmonellosis. Salmonellosis dibagi

    menjadi dua grup besar yaitu non-typhoid salmonellosis atau gastroenteritis

    dan typhoid salmonellosis atau demam enterik. Pada gastroenteritis infeksi

    bakteri terbatas pada epitelium usus sedangkan pada demam enterik infeksi

    bakteri terjadi pada keseluruhan sistem (Del Portillo, 2000).

    Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengestimasi

    setiap tahunnya di Amerika Serikat jumlah kasus penyakit salmonellosis non

    tifoid dari bahan pangan (foodborne disease) mencapai 1,4 juta kasus, 15.608

    harus dirawat dan 553 meninggal (30,6% dari seluruh kasus kematian yang

    disebabkan oleh patogen asal pangan). Di Amerika Serikat jumlah kasus

    salmonellosis yang tidak dilaporkan diestimasi 38 kali dari jumlah kasus yang

    dilaporkan (Mead et al., 1999).

  • 2

    Daging sapi merupakan salah satu bahan pangan yang mudah rusak.

    Kerusakan yang menyebabkan penurunan mutu daging segar, terutama

    disebabkan oleh mikroorganisme. Menurut Soeparno (1998) daging

    memenuhi persyaratan untuk perkembangan mikroorganisme perusak dan

    pembusuk karena : mempunyai kadar air yang tinggi (68-75%), kaya akan

    zat yang mengandung nitrogen dengan kompleksitas yang berbeda,

    mengandung sejumlah karbohidrat yang dapat difermentasikan, kaya akan

    mineral dan kelengkapan faktor untuk pertumbuhan mikroorganisme dan

    memiliki pH yang menguntungkan bagi sejumlah mikroorganisme (pH

    sekitar 5,3-6,5). Salah satu upaya penanganan untuk mempertahankan daya

    awet daging dilakukan dengan penyimpanan beku dan pendinginan. Secara

    mikrobiologis, penggunaan suhu rendah seperti pembekuan dan pendinginan

    dimaksudkan agar aktivitas metabolisme mikroorganisme pada makanan

    dapat diperlambat atau dihentikan sama sekali sehingga akhirnya

    menyebabkan penurunan jumlah sel mikroba pada makanan tersebut.

    Pada kenyataannya, bakteri patogen seperti Salmonella memiliki

    ketahanan terhadap suhu penyimpanan beku dan pendinginan, meskipun

    secara berangsur-angsur jumlahnya semakin berkurang dengan semakin

    lamanya waktu pembekuan. Bell dan Kyriakides (2003) menyatakan bahwa

    dalam makanan beku atau pangan yang memiliki aktivitas air yang rendah,

    Salmonella dapat bertahan sampai berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.

    Di Indonesia, penelitian untuk mengetahui tingkat cemaran

    Salmonella pada daging sapi masih jarang dilakukan. Mengingat besarnya

    resiko yang disebabkan oleh infeksi Salmonella maka perlu dilakukan

    penelitian untuk mengetahui tingkat cemaran bakteri tersebut pada daging

    sapi. Selain itu diperlukan penelitian untuk mengetahui ketahanan bakteri

    tersebut (terutama Salmonella spp.) terhadap proses pendinginan dan

    pembekuan yang biasanya diterapkan pada penyimpanan daging. Informasi

    tentang besarnya tingkat cemaran Salmonella pada produk daging sapi yang

    dijual baik pada pasar tradisional maupun pasar swalayan (supermarket) akan

    dapat meningkatkan kewaspadaan masyarakat Indonesia dalam membeli dan

    mengonsumsi daging sapi.

  • 3

    B. TUJUAN PENELITIAN

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pencemaran

    Salmonella spp. pada daging sapi yang dijual di pasar tradisional dan pasar

    swalayan (supermarket) di wilayah Bogor. Selain itu, penelitian juga

    bertujuan untuk mengetahui ketahanan Salmonella spp. terhadap proses

    pendinginan dan pembekuan.

    C. MANFAAT PENELITIAN

    Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat menambah

    pengetahuan mengenai tingkat cemaran Salmonella spp. pada daging sapi

    yang dijual di pasar tradisional dan pasar swalayan (supermarket) di wilayah

    Bogor. Dengan demikian diharapkan dilakukan tindakan pencegahan

    kontaminasi bakteri patogen terutama Salmonella spp. pada daging sapi agar

    terjamin keamanannya.

  • 4

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. SALMONELLA

    Salmonella merupakan bakteri patogen yang berbahaya bagi manusia

    dan hewan lainnya. Habitat utama Salmonella adalah saluran usus hewan

    (burung, reptil, hama tanaman) dan manusia. Salmonella juga terdapat di

    bagian tubuh yang lain serta di udara terutama udara yang tercemar. Dalam

    studi di rumah pemotongan babi, Kampelmacher menemukan Salmonella di

    limpa, hati, empedu, sendi, dan feses (Jay et al., 2005).

    Salmonella pada makanan ditemukan pada kacang-kacangan, salad

    dressing, mayonnaise, susu, dan makanan lainnya (Jay et al., 2005). Selain

    itu, Supardi dan Sukamto (1999) menyebutkan bahwa makanan yang sering

    terkontaminasi Salmonella yaitu telur dan hasil olahannya, ikan dan hasil

    olahannya, daging ayam, daging sapi, serta susu dan hasil olahannya seperti

    es krim dan keju.

    Salmonella merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang, tidak

    membentuk spora, dan termasuk ke dalam kelas Enterobacteriaceae (Jay et

    al., 2005). Salmonella berukuran relatif kecil, yaitu sekitar 0,7 1,5 x 2,0

    5,0 m (Bell dan Kyriakides, 2003). Beberapa strain Salmonella bersifat

    dapat memfermentasi laktosa diantaranya yaitu Salmonella Heidelberg,

    Salmonella Anatum, Salmonella Sendai, Salmonella Typhimurium dan

    Salmonella Newwington. Karakteristik biokimia dari Salmonella dapat dilihat

    pada Tabel 1.

    Salmonella hidup secara anaerobik fakultatif. Bakteri ini tidak dapat

    berkompetisi secara baik dengan mikroba-mikroba umum yang terdapat di

    dalam makanan. Oleh karena itu, pertumbuhannya sangat terhambat dengan

    adanya bakteri-bakteri lain, misalnya bakteri pembusuk, bakteri genus

    Escherichiae dan bakteri asam laktat (Supardi dan Sukamto, 1999).

  • 5

    Tabel 1. Karakteristik Biokimia Salmonella*

    Karakteristik Reaksi

    Katalase + Oksidase - Produksi gas dari glukosaa + Indol - Produksi urease - Produksi H2S dari TSIA (Triple Sugar Iron Agar)a + Sitrat sebagai sumber karbon b + Metil Merah + Voges-Proskauer - Lisin dekarboksilase + Ornitin dekarboksilase + + = reaksi positif; - = reaksi negatif a = pengecualian bagi S. Paratyphi A b = pengecualian bagi S. Typhi

    *Sumber : Bell dan Kyriakides (2002) di dalam Bell dan Kyriakides (2003)

    Salmonella biasanya bersifat motil dan mempunyai flagella peritrikus,

    kecuali S. Gallinarum dan S. Pullorum, karena tidak mempunyai flagella.

    Selain karena tidak memiliki flagella, jenis Salmonella yang bersifat tidak

    motil disebabkan karena kesalahan pemasangan subunit flagella atau

    kekurangan fungsi motorik pada anggota selnya (DAoust, 2000).

    Umumnya Salmonella mampu memfermentasi glukosa dan

    monosakarida lainnya dengan menghasilkan gas (Jay et al., 2005). Menurut

    Hanes (2003), Salmonella mampu menggunakan sitrat sebagai satu-satunya

    sumber karbon di saat genus lainnya membutuhkan sumber karbon kompleks

    sebagai sumber nutrisinya. Semua Salmonella kecuali Salmonella Typhi

    memproduksi gas selama proses fermentasi. Salmonella mampu mengubah

    nitrat menjadi nitrit dan tidak membutuhkan NaCl untuk pertumbuhannya.

    Supardi dan Sukamto (1999) menyebutkan bahwa Salmonella

    umumnya dapat tumbuh pada media yang memiliki aw di atas 0,94 dan pH

    4,1-9,0 dengan pH optimum 6,5-7,5. Nilai pH minimum bervariasi tergantung

    pada serotipe, suhu inkubasi, komposisi media, aw, dan jumlah sel. Pada pH

    di bawah 4,1, Salmonella akan mati secara perlahan. Selain itu Salmonella

    dapat tumbuh pada suhu 5-47C, dengan suhu optimum 35-37C. Berbeda

    dengan Staphylococcus, Salmonella tidak tahan terhadap kadar garam tinggi.

  • 6

    Salmonella akan mati jika berada pada media dengan kadar garam di atas 9 %

    (Jay et al., 2005).

    Menurut (Jay et al., 2005), Salmonella tidak dapat dibedakan dengan

    E. coli jika dilihat dengan mikroskop ataupun dengan menumbuhkannya pada

    media yang mengandung nutrien umum. Salmonella dapat tumbuh optimum

    pada media pertumbuhan yang sesuai dan memproduksi koloni yang tampak

    oleh mata dalam jangka waktu 24 jam pada suhu 37C.

    Salmonella sensitif terhadap panas sehingga dapat mati pada suhu

    pasteurisasi. Namun Salmonella relatif dapat bertahan hidup pada suhu

    rendah. Matches dan Liston (1968) dalam (Jay et al., 2005) melaporkan

    bahwa suhu terendah yang masih memungkinkan pertumbuhan adalah 5,3C

    untuk Salmonella Heidelberg dan 6,2C untuk Salmonella Typhimurium.

    Salmonella diklasifikasikan berdasarkan serologi dari H (flagella) dan

    antigen O (lipopolisakarida membran dinding sel). Pada tahun 1941 terdapat

    100 serotipe Salmonella, kemudian pada tahun 1964 terdapat 9900 serotipe

    dan sekarang terdapat sekitar 2400 serotipe Salmonella. Tabel 2 menunjukkan

    distribusi serovar dalam genus Salmonella.

    Tabel 2. Distribusi Serovar dalam Genus Salmonella*

    Spesies Sub spesies Jumlah serovar

    Salmonella enterica

    Salmonella bongori

    enterica salamae arizonae diarizonae houtenae indica

    1.427 482 94 319 69 11

    20

    Total 2.422 *Sumber : DAoust, J.Y. (2000) di dalam Lund et al. (2000)

    Beberapa serovar dari S. enterica merupakan patogen dengan inang

    yang terbatas seperti S. Typhi, S. Paratyphi A, S. Paratyphi B, S. Paratyphi C,

    dan S. Sendai hanya menyebabkan penyakit pada manusia. S.

    Pullorum/Gallinarum pada babi, S. Abortusuis pada domba, dan S.

  • 7

    Abortusequis pada kuda. Serovar S. Dublin dan S. Cholerasuis dapat

    menginfeksi manusia namun sangat jarang. Serovar S. Typhimurium dan S.

    Enteritidis merupakan penyebab utama gastroenteritis dan dapat

    menyebabkan penyakit pada manusia, sapi, unggas, domba, babi, kuda, dan

    tikus.

    Untuk memudahkan mengidentifikasi antara serovar dan spesies, Le

    Minor dan Popoff (1987) mengusulkan bahwa nama serovar ditulis dalam

    huruf Roman (tidak miring / italic) dan dimulai dengan huruf kapital.

    Misalnya Salmonella enteric subsp. enterica serovar (atau ser.) Montevideo

    dan Salmonella choleraesuis subsp. choleraesuis serovar (atau ser.)

    Montevideo (DAoust, 2000).

    B. SALMONELLOSIS

    Infeksi Salmonella dapat menyebabkan penyakit yang disebut dengan

    salmonellosis. Infeksi biasanya disebabkan karena mengonsumsi pangan

    mentah atau kurang matang yang telah terkontaminasi atau air yang

    mengandung materi fekal. Semakin tinggi jumlah Salmonella di dalam suatu

    makanan, semakin besar timbulnya gejala infeksi pada orang yang menelan

    makanan tersebut, dan semakin cepat waktu inkubasi sampai timbulnya gejala

    infeksi (Supardi dan Sukamto, 1999).

    Menurut del Portillo (2000) penyakit yang diakibatkan oleh

    Salmonella dibagi menjadi dua grup besar yaitu non-typhoid salmonellosis

    atau gastroenteritis dan typhoid salmonellosis atau demam enterik. Pada

    gastroenteritis infeksi bakteri terbatas pada epitelium usus sedangkan pada

    demam enterik infeksi bakteri terjadi pada keseluruhan sistem.

    Pang et al. (1995) di dalam del Portillo (2000) menyebutkan bahwa

    peristiwa typoid salmonellosis (demam enterik) relatif stabil dengan jumlah

    terendah terjadi di daerah negara maju, tetapi peristiwa non-typhoid

    salmonellosis (gastroenteritis) relatif meningkat di seluruh negara. Kasus

    gastroenteritis (diare) akut terhitung sebanyak 1,3 milyar kasus dengan tiga

  • 8

    juta jiwa meninggal, sedangkan kasus demam enterik terhitung sebanyak 16

    juta kasus dengan kematian sebanyak 600 ribu kasus.

    Gejala yang ditimbulkan pada gastroenteritis adalah diare, sakit perut,

    demam, dan muntah dengan periode inkubasi 12-36 jam dan lama sakit 2-7

    hari. Gejala yang ditimbulkan oleh demam enterik adalah sakit kepala, batuk,

    sakit perut, konstipasi, dan demam yang meningkat. Periode inkubasi

    bervariasi dari 7-28 hari dan sakit selama 1-8 minggu (Bell dan Kyriakides,

    2003).

    Endotoksin yang merupakan bagian lipopolisakarida yang terdapat

    pada dinding sel Salmonella, diduga merupakan penyebab timbulnya gejala

    demam tifus dan salmonellosis lainnya. Beberapa strain Salmonella juga

    dapat menimbulkan gejala yang menyerupai gejala intoksikasi yang

    ditimbulkan oleh enterotoksin (Supardi dan Sukamto, 1999).

    Gejala infeksi Salmonella dimulai dari masuknya sejumlah sel

    Salmonella ke dalam saluran pencernaan lalu masuk ke dalam saluran usus.

    Bakteri ini kemudian dapat berkembangbiak dengan baik. Bakteri ini dapat

    melakukan penetrasi pada saluran usus, terutama pada ileum dan sedikit pada

    usus besar sehingga menimbulkan reaksi inflamasi. Sel-sel Salmonella

    kadang-kadang dapat menembus sistem pertahanan mukosal dan limfatik dan

    dapat mencapai saluran darah sehingga menyebabkan bakterimia atau abses

    (Supardi dan Sukamto, 1999).

    C. SALMONELLA PADA PRODUK PANGAN BERSUHU RENDAH

    Bakteri memiliki kemampuan yang berbeda-beda untuk bertahan

    selama proses pendinginan. Bakteri cocci umumnya lebih tahan dibandingkan

    dengan bakteri Gram negatif berbentuk batang (Georgala dan Hurst, 1963).

    Meski bakteri Gram negatif seperti Salmonella tidak terlalu tahan terhadap

    suhu dingin jika dibandingkan dengan bakteri Gram positif, akan tetapi

    bakteri Gram negatif dapat bertahan pada makanan beku tergantung pada efek

    perlindungan dari makanan (Lund, 2000). Bell dan Kyriakides (2003)

    menyatakan bahwa dalam makanan beku atau pangan yang memiliki aktivitas

  • 9

    air yang rendah, Salmonella dapat bertahan sampai berbulan-bulan, bahkan

    sampai bertahun-tahun. Tabel 3 menunjukkan ketahanan berbagai serovar

    Salmonella pada suhu rendah.

    Tabel 3. Kemampuan Bertahan Berbagai Serovar Salmonella pada Suhu

    Pembekuan*

    Kondisi Serotipe Pangan Suhu (C) Waktu

    bertahan

    Enteritidis Poultry -18 4 bulan

    Cholerae-suis Minced beef -18 4 bulan

    Typhimurium Chow mein -25 9 bulan

    Suhu

    Pembekuan

    Enteritidis

    Typhimurium

    Ice cream -23 7 tahun

    *Sumber : DAoust (1989) di dalam Blackburn dan McClure (2003)

    Gunderson dan Rose (1948) melakukan penelitian untuk melihat

    kemampuan bertahan enam serovar Salmonella pada produk chicken chow

    mein yang disimpan selama 270 hari pada suhu -25,5C. Hasil penelitian

    menunjukkan adanya dua pola pertumbuhan yang terjadi pada keenam

    serovar Salmonella tersebut. Pola pertama terjadi pada Salmonella

    Typhimurium, Salmonella Gallinarum, dan Salmonella Paratyphi B dimana

    Salmonella mengalami peningkatan yang besar sampai masa penyimpanan

    dua hari kemudian mengalami penurunan sampai penyimpanan 270 hari. Pola

    kedua terjadi pada Salmonella Newington, Salmonella Typhi, dan Salmonella

    Anatum dimana Salmonella mengalami penurunan terus menerus selama

    masa penyimpanan (Tabel 4).

    Menurut DAoust (2000), ketahanan Salmonella selama penyimpanan

    beku tergantung jenis Salmonella dan jenis produk pangannya. Jumlah sel

    akan berkurang secara berangsur-angsur selama penyimpanan beku suhu -

    20C. Ketahanan Salmonella saat pembekuan juga tergantung kondisi

    fisiologi sel sebelum dibekukan. Adaptasi S. Enteritidis selama 30 menit pada

    suhu rendah (5C sampai 10C) sebelum pembekuan cepat (-78C) akan

  • 10

    mempertinggi jumlah sel yang bertahan. Kemampuan Salmonella untuk

    beradaptasi pada suhu rendah diinduksi oleh adanya sintesis gen csp-A yang

    disandi oleh cold shock protein. Gen ini belum diketahui pasti fungsi

    spesifiknya pada perlindungan Salmonella terhadap suhu pembekuan.

    Tabel 4. Kemampuan Bertahan Kultur Murni Organisme Enterik pada

    Chicken Chow Mein pada Suhu -25,5C*

    Jumlah bakteri (105/g) setelah penyimpanan selama waktu tertentu

    (hari)

    Organisme

    0 2 5 9 14 28 50 92 270

    Salmonella

    Newington

    75,5 56,0 27,0 21,7 11,1 11,1 3,2 5,0 2,2

    Salmonella

    Typhimurium

    167,0 245,0 134,0 118,0 11,0 95,5 31,0 90,0 34,0

    Salmonella

    Typhi

    128,5 45,5 21,8 17,3 10,6 4,5 2,6 2,3 0,86

    Salmonella

    Gallinarum

    38,5 87,0 45,0 36,5 29,0 17,9 14,9 8,3 4,8

    Salmonella

    Anatum

    100,0 79,0 55,0 52,5 33,5 29,4 22,6 16,2 4,2

    Salmonella

    Paratyphi B

    23,0 205,0 118,0 93,0 92,0 42,8 24,3 38,8 19,0

    *Sumber : Gunderson dan Rose (1948) di dalam Jay et al. (2005)

    D. DAGING DAN DAGING SAPI

    Menurut Lawrie (1991), daging didefinisikan sebagai bagian dari

    hewan potong yang digunakan manusia sebagai bahan makanan. Daging

    mempunyai penampakan yang menarik selera dan merupakan sumber protein

    hewani berkualitas tinggi. Menurut Standar Perdagangan (1982) daging

    merupakan otot yang melekat pada kerangka kecuali otot dari bagian bibir,

    hidung, dan telinga yang berasal dari hewan yang sehat sewaktu dipotong.

  • 11

    Daging dibedakan dari karkas berdasarkan kandungan tulangnya.

    Karkas masih belum dipisahkan tulangnya, sedangkan daging tidak

    mengandung tulang. Karkas didefinisikan sebagai bagian tubuh hewan yang

    telah disembelih, utuh atau dibelah sepanjang tulang belakang dimana kaki,

    kepala, kulit, dan organ bagian dalam (jeroan) serta kadang-kadang ekor

    dipisahkan.

    Daging terdiri dari tiga komponen utama yaitu jaringan otot, jaringan

    lemak, dan jaringan ikat. Jaringan otot terdiri dari jaringan otot bergaris

    melintang, jaringan otot licin, dan jaringan otot spesial. Jaringan lemak yang

    terdapat pada daging dibedakan menurut lokasinya, yaitu lemak subkutan,

    lemak intermuskular, lemak intramuskular, dan lemak intraselular. Jaringan

    ikat pada daging memiliki fungsi sebagai pengikat bagian-bagian daging serta

    mempertautkannya ke tulang. Jaringan ikat yang penting yaitu serabut

    kolagen, serabut elastin, dan serabut retikulin (Muchtadi dan Sugiyono,

    1992).

    Daging sapi adalah daging yang berasal dari sapi yang sehat dan

    cukup umur untuk dipotong, tetapi hanya terbatas pada bagian muskulus yang

    berserat, tidak termasuk bibir, moncong, telinga dengan atau tanpa lemak

    yang menyertainya serta bagian-bagian dari tulang, urat, urat syaraf dan

    pembuluh darah (Meyer, 1973). Daging sapi untuk konsumsi pada umumnya

    dihasilkan dari jenis sapi pedaging. Tabel 5 menunjukkan produksi daging

    Indonesia selama periode 2004-2008.

    Secara umum dapat dikatakan bahwa daging terdiri dari air dan bahan-

    bahan padat. Bahan padat daging terdiri dari bahan-bahan yang mengandung

    nitrogen, mineral, garam, dan abu. Lebih kurang 20 % dari semua bahan

    padat dalam daging adalah protein.

    Komposisi kimia daging tergantung dari spesies hewan, kondisi

    hewan, jenis daging karkas, proses pengawetan, penyimpanan, metode

    pengepakan, dan kandungan lemaknya. Komposisi kimia daging sapi dapat

    dilihat pada Tabel 6.

  • 12

    Tabel 5 . Produksi Daging Indonesia Tahun 2004-2008 (000 ton)*

    Tahun No Jenis Daging 2004 2005 2006 2007 2008

    1 Sapi Potong 447,6 358,7 395,8 418,2 352,42 Kerbau 40,2 38,1 43,9 45,9 44,03 Kambing 57,1 50,6 65,0 63,4 69,44 Domba 66,1 47,3 75,2 84,8 62,35 Babi 194,7 173,7 196,0 198,9 235,66 Kuda 1,6 1,6 2,3 2,3 2,57 Ayam Buras 296,4 301,4 341,3 349,0 307,58 Ayam Ras Petelur 48,4 45,2 57,6 63,5 58,29 Ayam Ras Pedaging 846,1 779,1 861,3 918,5 992,710 Itik 22,2 21,4 24,5 25,3 45,2TOTAL 2.020,4 1.817,0 2.062,9 2.069,5 2.169,8

    *Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan (2008)

    Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan

    sesudah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang mempengaruhi

    kualitas daging antara lain adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis

    kelamin, umur, pakan termasuk bahan aditif (hormon, antibiotik, dan

    mineral), dan stres (Soeparno, 1998).

    Tabel 6. Komposisi Kimia Daging Sapi*

    Komposisi Kadar per 100 g

    Kalori (kal) 207

    Protein (g) 18,8

    Lemak (g) 14,0

    Karbohidrat (g) 0

    Kalsium (mg) 11

    Fosfor (mg) 170

    Besi (mg) 2,8

    Nilai Vit A (SI) 30,0

    Vit. B1(mg) 0,08

    Vit C (mg) 0

    Air (g) 66.0

    *Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1981)

  • 13

    E. MIKROBIOLOGI DAGING SAPI

    Jaringan hewan sehat umumnya bebas dari bakteri pada saat dipotong,

    tetapi ketika diperiksa daging segar pada tingkat penjual retail selalu

    ditemukan berbagai jenis dan jumlah mikroorganisme (Jay et al., 2005).

    Sumber kontaminasi mikroorganisme pada daging segar berasal dari pisau

    pemotong, bagian yang tersembunyi dari daging, saluran pencernaan, tangan

    manusia, wadah, penanganan, dan penyimpanan.

    Mikroba yang paling banyak mengkontaminasi daging adalah bakteri,

    seperti Enterococcus, Acinetobacter, Aeromonas, Micrococcus, Moraxella,

    Leuconostoc, Lactobacillus, Bacillus, Flavobacterium, Clostridium,

    Escherichia, Campylobacter, dan Salmonella (Frazier dan Westhoff, 1988).

    Permukaan daging yang baru disembelih biasanya mengandung kira-kira 102

    sampai 104 bakteri per inci2, dan terutama terdiri dari bakteri mesofilik yang

    berasal dari saluran pencernaan dan permukaan luar hewan tersebut.

    Persyaratan mutu batas maksimum cemaran mikroba pada daging sapi

    menurut SNI 01/6366/2000 ditunjukkan Tabel 7.

    Tabel 7. Persyaratan Mutu Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging

    Sapi Menurut SNI 01/6366/2000*

    *Sumber : BSN (2000).

  • 14

    Kemampuan pertumbuhan mikroorganisme pada daging dipengaruhi

    oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi

    ketersediaan nutrisi, pH, aktivitas air (aw) yang terdapat dalam daging, potensi

    oksidasi-reduksi dan ada tidaknya substansi penghambat pertumbuhan

    mikroorganisme. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi suhu ruang

    penyimpanan, kelembaban relatif, dan kondisi oksigen atmosfer (Jay et al.,

    2005).

    Kerusakan daging segar biasanya disebabkan oleh bakteri perusak dan

    pembusuk seperti Pseudomonas, Alcaligenes, Acinetobacter, Moraxella, dan

    Aeromonas, kapang seperti Thamnidium, Mucor, Rhizopus, Cladosporium,

    Penicillium, Sporotrichum, dan Chrysosporium, serta khamir seperti Candida

    dan Rhodoturula (Jay et al., 2005). Menurut Soeparno (1998) daging

    memenuhi persyaratan untuk perkembangan mikroorganisme perusak dan

    pembusuk karena : mempunyai kadar air yang tinggi (68-75%), kaya akan

    zat yang mengandung nitrogen dengan kompleksitas yang berbeda,

    mengandung sejumlah karbohidrat yang dapat difermentasikan, kaya akan

    mineral dan kelengkapan faktor untuk pertumbuhan mikroorganisme dan

    memiliki pH yang menguntungkan bagi sejumlah mikroorganisme (pH

    sekitar 5,3-6,5).

    F. PEMBEKUAN

    Pembekuan dalam teknologi makanan adalah serangkaian proses

    penggunaan suhu rendah di bawah titik beku untuk mengolah atau

    mengawetkan bahan makanan. Secara mikrobiologis, pembekuan

    dimaksudkan agar aktivitas metabolisme mikroorganisme pada makanan

    dapat diperlambat atau dihentikan sama sekali. Seperti diketahui aktivitas

    metabolisme organisme merupakan reaksi yang dikatalisis oleh enzim-enzim

    dan kecepatan reaksi ini sangat dipengaruhi oleh suhu. Bila suhu meningkat,

    kecepatan reaksi akan meningkat dan bila suhu menurun, kecepatan reaksi

    menurun pula. Pada sistem biologi, peningkatan suhu sebesar 10C pada

    tingkat yang tepat akan meningkatkan kecepatan reaksi sebesar dua kali.

  • 15

    Demikian pula sebaliknya, setiap penurunan suhu sebesar 10C

    mengakibatkan penurunan kecepatan reaksi sebesar dua kali. Penurunan suhu

    sampai taraf tertentu dapat menyebabkan terhentinya metabolisme

    mikroorganisme, yang selanjutnya berakibat kerusakan atau kematian sel

    (Fennema et al., 1976).

    Menurut Johnston et al. (1994) proses pembekuan terjadi secara

    bertahap dari permukaan sampai pusat bahan. Pada permukaan bahan,

    pembekuan berlangsung lebih cepat, sedangkan pada bagian dalam, laju

    pembekuan lebih lambat. Proses ini terbagi menjadi tiga tahap yaitu:

    a. Tahap pertama, suhu bahan menurun dengan cepat hingga tercapai

    titik beku. Tahap ini dikenal sebagai supercooling period.

    b. Tahap kedua, suhu bahan turun secara perlahan yang disebabkan oleh

    dua hal: 1) penarikan panas dari bahan mengakibatkan pembekuan air

    di dalam bahan; dan 2) terbentukknya es pada bagian luar/permukaan

    bahan merupakan penghambat bagi proses pembekuan dari bagian-

    bagian di dalamnya.

    c. Tahap ketiga, suhu bahan diturunkan sampai di bawah titk beku, yang

    idealnya adalah mendekati suhu penyimpanan beku.

    1. Suhu Pembekuan Telah diketahui bahwa tidak semua jenis makanan mempunyai titik

    beku yang sama. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan pada sifat

    alami bahan makanan tersebut dan konsentrasi relatif dari zat terlarut di

    dalamnya. Dengan demikian penerapan suhu pembekuan jelas tidak akan

    selalu sama pada setiap bahan makanan (Hallowell, 1980).

    Pada kenyataannya, walaupun titik beku bahan pangan telah diketahui

    namun suhu pembekuan dapat diturunkan lebih rendah daripada titik

    bekunya. Hal ini dimungkinkan karena walaupun telah mencapai suhu beku,

    sebagian besar air bebas pada bahan makanan tersebut belum membeku.

    Semakin besar jumlah air bebas pada makanan yang membeku, semakin baik

    pertumbuhan mikroorganisme pada makanan tersebut (Desrosier dan

    Tressler, 1977).

  • 16

    Berdasarkan tingkat suhu yang diterapkan, pembekuan dapat

    dibedakan atas tiga tingkat yaitu suhu pembekuan tinggi dengan kisaran suhu

    dari 0 sampai -10C, suhu pembekuan sedang dengan kisaran suhu dari -10

    sampai -20C, dan suhu pembekuan rendah yaitu pembekuan dengan suhu

    lebih rendah dari -20C.

    Pertimbangan penggunaan suhu pembekuan tidak dapat dilakukan

    hanya dengan melihat kualitas mikrobiologis bahan makanan, tetapi lebih dari

    itu yaitu kualitas keseluruhan yang mencakup antara lain tekstur, citarasa,

    warna, bau, dan kandungan nutrien.

    2. Jenis Pembekuan Terdapat dua metode dasar dalam pembekuan produk pangan, yaitu

    pembekuan cepat dan pembekuan lambat. Pembekuan cepat adalah proses

    pembekuan yang dimana suhu produk pangan diturunkan di bawah titik beku

    dalam waktu 30 menit, sedangkan pembekuan lambat adalah proses

    penurunan suhu sampai di bawah titik beku dalam waktu yang relatif lama

    biasanya 3 sampai 72 jam (Jay et al., 2005).

    Pembekuan cepat lebih baik daripada pembekuan lambat terutama

    terhadap kualitas produk yang dihasilkan karena kristal es yang terbentuk

    kecil dan terletak di dalam dan di luar sel, sedangkan pada pembekuan lambat

    kristal es yang terbentuk besar dan terletak di luar sel. Kristal es yang besar

    dan terletak di luar sel dapat merusakkan dinding sel dan struktur lainnya

    sehingga dapat merubah tekstur dan citarasa. Perbandingan dua metode

    pembekuan tersebut ditunjukkan pada Tabel 8.

    3. Pengaruh Pembekuan Terhadap Aktivitas Mikroorganisme Pembekuan merupakan metode yang efektif untuk menghambat

    pertumbuhan mikroba. Selama pembekuan, mikroorganisme terkonsentrasi di

    dalam bagian cairan yang tak terbekukan. Seiring dengan penurunan suhu, air

    yang membeku akan semakin banyak sehingga terjadi peningkatan

    konsentrasi padatan terlarut di dalam cairan tak terbekukan tersebut.

    Akibatnya, air di dalam sel mikroba akan berdifusi keluar (Lund, 2000).

  • 17

    Menurut Lowry dan Gill (1985), faktor-faktor yang diduga

    menyebabkan kerusakan mikroorganisme selama pembekuan antara lain: (1)

    suhu yang sangat rendah; (2) pembentukan es ekstraseluler dan intraseluler;

    (3) konsentrasi padatan terlarut ekstraseluler dan intraseluler. Selanjutnya

    pengaruh faktor-faktor ini ditentukan oleh laju pembekuan dan pelelehan.

    Tabel 8. Perbandingan antara Pembekuan Cepat dan Pembekuan Lambat*

    No Pembekuan cepat Pembekuan lambat

    1. Kristal es yang terbentuk kecil Kristal es yang terbentuk besar

    2. Menghalangi atau menekan

    metabolisme

    Merusak hubungan metabolisme

    3. Sel terpapar pada pengaruh osmosis

    dalam waktu yang singkat

    Sel terpapar pada pengaruh

    osmosis dalam waktu yang lama

    4. Tidak ada adaptasi terhadap suhu

    dingin

    Adaptasi terhadap suhu dingin

    secara berangsur-angsur

    5. Sel mengalami thermal shock Tidak ada pengaruh thermal shock

    *Sumber: Jay et al. (2005)

    Laju pembekuan yang sangat lambat dapat meningkatkan konsentrasi

    padatan terlarut intraseluler. Peningkatan konsentrasi padatan terlarut

    menyebabkan air intraseluler berdifusi dari sel. Apabila air tidak dapat

    berdifusi keluar sel, maka air tersebut akan mengalami supercooling dan

    akhirnya membeku. Selain itu, perubahan sebagian besar air dalam produk

    pangan menjadi es menyebabkan persediaan air menjadi sangat terbatas

    sehingga terjadi penurunan aw dan akhirnya mikroorganisme akan kesulitan

    untuk menyerap makanan (Lund, 2000).

    Berdasarkan responnya terhadap pembekuan, mikroba dapat

    dibedakan atas empat macam, yaitu: (1) mikroba yang tetap hidup pada

    semua kondisi pembekuan dan pelelehan, (2) mikroba yang resisten terhadap

    pengaruh pembekuan awal tetapi peka terhadap penyimpanan beku, (3)

    mikroba yang peka terhadap pengaruh pembekuan awal dan penyimpanan

    beku yang dilakukan pada kondisi yang sama, dan (4) mikroba yang peka

    terhadap pembekuan awal dan penyimpanan beku pada semua kondisi.

  • 18

    Bakteri Gram negatif seperti E.coli, Salmonella dan Vibrio bersifat lebih peka

    terhadap pembekuan awal dan penyimpanan beku.

    Lund (2000) menyatakan bahwa ketahanan mikroorganisme selama

    pembekuan dipengaruhi oleh jenis mikroorganisme dan komposisi medium

    pembekuan. Selain itu dipengaruhi pula oleh status nutrisi, fase pertumbuhan

    mikroba sebelum dibekukan, kecepatan pembekuan, suhu pembekuan, lama

    pembekuan, kecepatan thawing, metode yang digunakan untuk menentukan

    jumlah sel yang hidup, dan media yang digunakan.

    Kecepatan pembekuan sangat berpengaruh terhadap sel yang

    dibekukan. Apabila pembekuan cukup lambat, sel akan kehilangan air dengan

    cepat dan banyak karena peristiwa ekso osmosis. Jika keadaan ini

    berlangsung terus, maka isi sel akan menjadi pekat dan akhirnya kering. Pada

    pembekuan cepat, kristal es yang terbentuk relatif seragam dan berukuran

    kecil dan terjadi baik di luar sel maupun di dalam sel sehingga memperkecil

    kemungkinan terjadinya ekso-osmosis.

    Mekanisme dekstrusi sel mikroba oleh proses pembekuan cepat

    disebabkan oleh beberapa hal, yaitu terbentuknya kristal es dari air bebas,

    meningkatnya viskositas di dalam sel, berkurangnya oksigen dan

    karbondioksida, perubahan pH, perubahan konsentrasi elektrolit sel,

    denaturasi protein sel, rangsangan akibat kejutan dingin, dan kerusakan

    metabolisme (Jay et al., 2005).

    G. PENDINGINAN

    Pendinginan merupakan metode pengawetan pangan (food

    preservation) yang paling banyak digunakan. Pendinginan dilakukan dengan

    tujuan untuk menghambat terjadinya proses kerusakan yang menyebabkan

    penurunan mutu pada bahan pangan. Pendinginan akan dapat

    mempertahankan kesegaran serta dapat memperpanjang masa simpan suatu

    bahan pangan (Desrosier dan Desrosier, 1977). Faktor yang perlu

    diperhatikan dalam pendinginan daging adalah :

  • 19

    1. Suhu

    Suhu pendinginan untuk daging segar biasanya berkisar antara -2 - 5

    C. Semakin rendah suhu, maka pendinginan tersebut semakin baik.

    2. Kelembaban relatif (RH)

    Kelembaban relatif yang terlalu rendah akan mengakibatkan daging

    kehilangan air, sebaliknya bila kandungan air terlalu banyak maka dapat

    memacu tumbuhnya mikroba. Hubungan antara suhu dan RH disajikan

    pada Tabel 9. Apabila suhu bertambah tinggi, sebaiknya RH harus lebih

    rendah untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme.

    Tabel 9. Hubungan antara suhu dan RH penyimpanan daging

    Suhu (C) RH (%)

    0 92

    2 88

    4 75

    3. Ventilasi

    Ventilasi atau kontrol pergerakan udara dalam ruang pendingin

    diperlukan untuk mengatur kelembaban relatif rata-rata.

    4. Cahaya ultraviolet

    Penggunaan lampu ultraviolet dalam ruang pendingin

    memungkinkan dikombinasikan dengan suhu dan kelembababan relatif

    lebih tinggi. Cahaya ultraviolet diketahui memiliki sifat germisidal.

    Pendinginan dapat menghambat kerusakan bahan pangan, salah satunya

    dengan cara menghambat aktivitas mikroorganisme yang terdapat pada bahan

    pangan tersebut. Ketika suhu diturunkan di bawah suhu optimum pertumbuhan

    suatu mikroorganisme, maka fase lag dan waktu generasi mikroba menjadi

    meningkat dan kecepatan pertumbuhan mikroba menurun. Saat suhu mendekati

    suhu minimum pertumbuhan mikroba, maka pertumbuhan mikroba akan terhenti

    (Herbert dan Sutherland, 2000).

  • 20

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    A. BAHAN DAN ALAT

    1. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 sampel

    daging sapi yang diperoleh dari berbagai pasar tradisional dan pasar swalayan

    (supermarket) di wilayah Bogor. Sampel terdiri dari 20 daging sapi potong

    dan 10 daging sapi giling.

    2. Media Media-media yang digunakan untuk analisis Salmonella adalah

    Lactose Broth (LB) sebagai media pra pengkayaan, Tetrathionate Broth

    (TTB) dan Rappaport Vassiliadis (RV) Broth sebagai media pengkayaan

    selektif, Hectoen Enteric Agar (HEA), Xylose Lysine Desoxychholate Agar

    (XLDA) dan Bismuth Sulfite Agar (BSA) sebagai media agar selektif, Triple

    Sugar Iron (TSI) dan Lysine Iron Agar (LIA) sebagai media konfirmasi

    biokimia, Nutrien Agar (NA), dan Urea Broth.

    3. Kultur Kultur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Salmonella spp.

    ATCC 14028.

    4. Bahan kimia Bahan-bahan kimia yang digunakan yaitu KH2PO4 (buffer fosfat)

    sebagai larutan pengencer, NaOH, paraffin cair (mineral oil) steril, larutan I2-

    KI sebagai bahan tambahan media TTB, alkohol 70 % sebagai desinfektan,

    akuades untuk melarutkan berbagai macam media, spiritus, minyak imersi

    untuk melihat bakteri pada mikroskop dengan perbesaran 1000 kali, bahan-

    bahan untuk pewarnaan Gram seperti pewarna kristal violet, larutan lugol,

    safranin, dan alkohol 95% serta pereaksi API 20E (Bio-Merieux).

  • 21

    5. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah autoklaf, oven,

    inkubator 35 C dan 42 C, refrigerator dan freezer, cool box, stomacher,

    vorteks, mikropipet dan tipnya, neraca analitik, tabung reaksi dan raknya,

    cawan petri, erlenmeyer, gelas ukur, pipet Mohr, gelas piala, batang

    pengaduk, bunsen, ose mata bulat dan lurus, bulb, plastik HDPE steril, pisau,

    tutup kapas, botol semprot, dan aluminium foil.

    B. METODE PENELITIAN

    Secara garis besar penelitian ini terdiri dari dua tahap. Penelitian tahap

    I berupa proses pengambilan sampel, analisis total mikroba, dan analisis

    Salmonella dari potongan daging sapi yang berasal dari pasar tradisional dan

    supermarket di daerah Bogor. Penelitian tahap I mengacu pada

    Bacteriological Analytical Manual (BAM) tahun 2001 untuk analisis total

    mikroba dan Bacteriological Analytical Manual (BAM) tahun 2007 untuk

    anlisis Salmonella. Penelitian tahap II berupa evaluasi kemampuan bertahan

    kultur Salmonella Typhimurium pada daging sapi terhadap proses

    pendinginan dan pembekuan. Diagram alir metode penelitian secara garis

    besar dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

    Gambar 1. Diagram Alir Metode Penelitian Tahap I

    Pengambilan sampel

    Persiapan sampel

    Analisis Total Mikroba Analisis Salmonella

    Identifikasi dengan API 20E

  • 22

    Gambar 2. Diagram Alir Metode Penelitian Tahap II

    1. Penelitian Tahap I

    1.1. Pengambilan Sampel Sampel yang diteliti akan keberadaan Salmonella dalam penelitian ini

    berupa daging sapi potong dan daging sapi giling. Sampel daging sapi

    diambil secara acak dengan metode purposive sampling technique dari

    wilayah Bogor. Purposive sampling merupakan salah satu non probability

    sample yang tidak menghiraukan prinsip-prinsip probability. Pemilihan

    sampel tidak secara random dan hasil yang diharapkan merupakan gambaran

    kasar tentang suatu keadaan. Teknik purposive sampling ini dilakukan hanya

    atas dasar pertimbangan penelitinya saja yang menganggap unsur-unsur yang

    dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang diambil (Nasution, 2003).

    Sampel diambil dari 5 pasar tradisional dan 10 pasar swalayan

    (supermarket). Pada pasar tradisional, sampel yang diambil berupa daging

    sapi potong, sedangkan pada pasar swalayan diambil sampel daging sapi

    potong dan daging giling. Pada pasar tradisional sampel diambil dari dua

    orang pedagang, sehingga dari pasar tradisional diperoleh sampel sebanyak

    10 sampel. Sedangkan pada pasar swalayan hanya bisa diperoleh satu sampel,

    Dikontaminasi dengan kultur murni Salmonella spp. sebanyak 3 log CFU/g dan 6 log CFU/g koloni/g

    Didiamkan selama 30 menit kemudian disimpan pada suhu freezer dan suhu refrigerator

    Dianalisis jumlah total Salmonella, total bakteri, dan total mikroba pada H0, H3, H7, H10, dan H14 setelah

    dibekukan serta H0, H3, dan H7 setelah didinginkan

    Daging sapi

  • 23

    sehingga dari pasar swalayan (supermarket) diperoleh 20 sampel termasuk

    diantaranya 10 sampel daging sapi giling. Total sampel daging sapi yang

    dianalisis adalah 30 sampel. Adapun koleksi sampel daging sapi yang

    digunakan pada penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 10.

    Tabel 10. Koleksi Sampel Daging Sapi

    Sumber Jenis daging Jumlah sampel

    Pasar Tradisional Daging potong 10

    Supermarket Daging Potong 10

    Supermarket Daging giling 10

    Total Sampel 30

    Proses pengambilan sampel dilakukan dengan membeli 250 gram

    potongan daging sapi untuk sampel dari pasar tradisional, satu paket potongan

    daging sapi yang telah dikemas dan 250 gram daging sapi giling untuk

    sampel dari pasar swalayan (supermarket). Sampel ini kemudian dimasukkan

    ke dalam plastik steril yang telah disiapkan untuk mencegah terjadinya

    kontaminasi mikroba oleh lingkungan. Sampel kemudian dibawa

    menggunakan cool box berisi es batu menuju laboratorium untuk dianalisis.

    Penggunaan plastik steril dan cool box berisi es batu bertujuan untuk

    mempertahankan jumlah mikroba awal, termasuk Salmonella yang mungkin

    ada di dalam sampel daging sapi. Cool box berisi es batu juga bertujuan untuk

    memperlambat laju proses pembusukan daging sapi akibat adanya mikroba

    pembusuk.

    1.2. Analisis Total Mikroba Analisis total mikroba dilakukan dengan merujuk pada metode

    Bacteriological Analytical Manual (BAM) tahun 2001, dimana 1 ml sampel

    dipipet dari pengenceran yang dikehendaki ke dalam cawan petri. Sebanyak

    12-15 ml media dituang ke dalam cawan petri kemudian cawan petri

    digerakkan secara hati-hati untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata,

    yaitu dengan gerakan seperti angka delapan. Setelah agar membeku, cawan

  • 24

    diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 35C selama 482 jam. Setelah

    inkubasi, jumlah koloni yang tumbuh pada cawan dihitung berdasarkan

    metode Bacteriological Analytical Manual (BAM).

    Perhitungan total mikroba dilakukan dengan berbagai ketentuan BAM

    (2001), antara lain:

    a. Cawan yang normal berisi 25-250 koloni. Semua koloni dihitung termasuk

    titik yang berukuran kecil. Pengenceran dan jumlah koloni semua dicatat

    untuk setiap cawan.

    b. Cawan yang berisi lebih dari 250 koloni dicatat sebagai TBUD (Terlalu

    Banyak Untuk Dihitung). Jika tidak ada koloni yang tumbuh maka ditulis

    kurang dari 1 kali pengenceran terendah.

    c. Rumus perhitungan yang digunakan adalah:

    Dimana: N = jumlah koloni per ml/ per gram produk

    C = jumlah seluruh koloni yang dihitung

    n1 = jumlah cawan pada pengenceran pertama

    n2 = jumlah cawan pada pengenceran kedua

    D = pengenceran pertama yang dihitung

    1.3. Analisa Salmonella (BAM, 2007)

    1.3.1. Pre enrichment (Pra Pengkayaan) Sebanyak 25 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam

    kantung plastik steril. Ke dalam plastik tersebut dimasukkan 225 ml

    Lactose Broth steril dan dihancurkan dengan menggunakan stomacher

    selama 120 detik. Sampel yang telah dihancurkan dipindahkan ke dalam

    erlenmeyer steril dan dibiarkan selama 60 5 menit pada suhu ruang

    dalam keadaan tertutup kemudian diinkubasi selama 24 2 jam pada suhu

    35 2C.

  • 25

    1.3.2. Selective Enrichment (Pengkayaan Selektif) Sebanyak 1 ml sampel dari Lactose Broth yang telah diinkubasi

    diinokulasikan ke dalam 10 ml Tetrathionate Broth (TTB) dan divorteks,

    kemudian diinkubasi pada suhu 35 2C selama 24 2 jam.

    Sebanyak 0.1 ml dari sampel yang sama diinokulasikan ke dalam 10

    ml Rappaport Vassiliadis (RV) Broth dan divorteks, kemudian diinkubasi

    pada suhu 42 2C selama 24 2 jam.

    1.3.3. Isolasi Salmonella dengan agar selektif Sampel yang telah diinkubasi pada masing-masing media pengkayaan

    selektif diambil satu ose dan digoreskan secara kuadran pada media Xylose

    Lysine Desoxycholate Agar (XLDA), Hektoen Enteric Agar (HEA), dan

    Bismuth Sulfite Agar (BSA). Sebelum digores, media pengkayaan selektif

    divorteks terlebih dahulu. Ketiga agar selektif tersebut kemudian

    diinkubasi pada suhu 35 2C selama 24 2 jam. Setelah inkubasi, dilihat

    apakah ada koloni tipikal yang tumbuh pada masing-masing agar. Ciri-ciri

    koloni tipikal Salmonella pada masing-masing agar sebagai berikut:

    a. Pada media HEA, koloni berwarna biru kehijauan, dengan atau tanpa

    warna hitam di tengahnya, beberapa akan tampak sebagai koloni yang

    besar, berwarna hitam mengkilap di tengahnya atau tampak sebagai

    koloni yang semuanya berwarna hitam

    b. Pada media XLDA, koloni berwarna merah muda dengan atau tanpa

    warna hitam di tengahnya, beberapa akan tampak sebagai koloni yang

    besar, berwarna hitam mengkilap di tengahnya atau tampak sebagai

    koloni yang semuanya berwarna hitam

    c. Pada media BSA, koloni berwarna coklat, abu-abu atau hitam, kadang

    tampak berwarna kilau metalik. Sekeliling koloni biasanya akan

    berwarna coklat pada awalnya dan akan menjadi hitam dengan

    bertambahnya waktu inkubasi, yang disebut halo effect.

  • 26

    Apabila terdapat koloni tipikal yang tumbuh maka analisa dilanjutkan

    dengan uji biokimia awal dengan menggunakan Triple Sugar Iron Agar

    (TSIA) dan Lysine Iron Agar (LIA).

    Jika koloni tipikal Salmonella tidak ada, dicari koloni Salmonella

    yang tidak tipikal sebagai berikut:

    a. Pada media HEA dan XLDA, beberapa kultur Salmonella yang tidak

    tipikal memproduksi koloni kuning dengan atau tanpa warna hitam di

    tengahnya. Jika koloni yang tipikal tidak muncul setelah inkubasi 24

    2 jam, diambil 2 atau lebih koloni yang tidak tipikal tersebut.

    b. Pada media BSA, beberapa galur yang tidak tipikal memproduksi

    koloni hijau dengan sedikit atau tanpa dikelilingi warna gelap pada

    media. Jika tidak terdapat koloni yang tipikal maka tidak diambil

    koloninya, tetapi diinkubasi lagi selama 24 2 jam. Jika koloni yang

    tipikal belum muncul juga maka koloni yang tidak tipikal diambil

    setelah diinkubasi 48 2 jam.

    1.3.4. Uji Biokimia Awal Koloni tipikal atau non tipikal yang tumbuh pada media Xylose Lysine

    Desoxycholate Agar (XLDA), Hektoen Enteric Agar (HEA), dan Bismuth

    Sulfite Agar (BSA), diinokulasikan menggunakan jarum ose steril pada

    agar miring TSI dengan menggores dan menusukkannya. Tanpa

    pembakaran lagi, jarum ose tersebut diinokulasikan pada LIA miring

    dengan cara ditusuk dua kali dan digoreskan. Karena reaksi lysine

    decarboxylation harus benar-benar anaerob, maka tusukan pada media

    LIA harus mempunyai kedalaman sedikitnya 4 cm.

    Inkubasi media TSIA dan LIA miring dilakukan pada suhu 35 2C

    selama 24 2 jam. Tabung ditutup secara longgar untuk memelihara

    kondisi aerobik pada waktu inkubasi dan mencegah produksi H2S berlebih.

    Reaksi spesifik Salmonella pada agar miring TSIA adalah bagian

    permukaan berwarna merah (reaksi basa), bagian dasar agar atau agar

    tusuk berwarna kuning (reaksi asam), dan memproduksi H2S (kehitaman

  • 27

    pada agar kadang hingga menutupi warna dasar agar) dengan atau tanpa

    memproduksi gas.

    Reaksi spesifik Salmonella pada LIA miring adalah bagian permukaan

    dan dasar agar (agar tusuk) berwarna ungu (reaksi basa). Sebagian besar

    kultur Salmonella memproduksi H2S pada LIA miring sedangkan beberapa

    yang bukan kultur Salmonella menghasilkan reaksi warna merah bata pada

    media tersebut.

    1.3.5. Uji Biokimia Lanjutan Koloni spesifik Salmonella pada TSI agar miring diambil satu ose

    untuk digoreskan pada Nutrien Agar (NA) miring, lalu diambil kembali

    satu ose untuk diinokulasikan ke dalam Urea Broth 2 ml. Inokulasi pada

    NA digunakan untuk analisa API Test. Keduanya kemudian diinkubasi

    pada suhu 35 2C selama 24 2 jam.

    Setelah diinkubasi, dilihat reaksi pada tabung Urea Broth. Salmonella

    tidak merubah warna Urea Broth (reaksi negatif, warna tetap orange),

    sehingga apabila Urea Broth berubah menjadi warna merah muda maka

    koloni tersebut bukan Salmonella. Koloni yang diduga Salmonella

    analisanya dilanjutkan dengan API Test 20E dengan menggunakan

    inokulan yang tumbuh pada NA miring.

    1.3.6. Uji Konfirmasi dengan Perangkat API 20E Koloni tipikal pada media NA miring yang berasal dari TSIA dan LIA

    digores kuadran pada media NA cawan dan diinkubasi pada suhu 37C

    selama 24 jam. Koloni yang terpisah diambil (3 koloni) dan dilarutkan ke

    dalam 5 ml garam fisiologis kemudian divorteks. Suspensi kultur tersebut

    dipipet dan diisikan ke dalam mikrotube (tabung-tabung mikro) strip API

    20E dengan jumlah pengisian sesuai dengan kode tulisan mikrotube.

    Mikrotube dengan kode CIT, VP, dan GEL yang ditandai dengan kotak di

    sekelilingnya diisi dengan suspensi sampai bagian atas tube, sedangkan

    mikrotube dengan kode LDC, ODC, ADH, H2S dan URE diisi dengan

    suspensi sampai bagian bawah leher tube untuk kemudian dipenuhi dengan

  • 28

    mineral oil sampai bagian atas tube untuk menghasilkan kondisi anaerob.

    Sedangkan untuk mikrotube lainnya, suspensi dimasukkan sampai bagian

    bawah leher tube.

    Strip mikrotube API yang telah berisi suspensi bakteri kemudian

    diinkubasi dalam keadaan lembab selama 18 sampai 24 jam pada suhu

    37C atau 48 jam pada suhu yang sama jika mikrotube pada satu strip API

    20E menunjukkan hasil positif kurang dari 3 mikrotube. Setelah itu

    perubahan warna kemudian dibaca (beberapa mikrotube diberi reagen

    sesuai dengan standar API 20E), dan hasil reaksi ditulis menjadi 7 digit

    kode. Tujuh digit kode ini kemudian diterjemahkan dengan menggunakan

    Analytical Profile Index atau menggunakan software untuk identifikasi.

    Contoh blanko uji dapat dilihat pada Lampiran 1.

    2. Penelitian Tahap II

    2.1. Konfirmasi Kultur Salmonella spp. ATCC 14028 (BAM, 2007) Tahap konfirmasi dilakukan untuk memeriksa kemurnian kultur yang

    akan digunakan. Konfirmasi kultur Salmonella spp. diawali dengan tahap

    pewarnaan Gram. Konfirmasi kultur dilanjutkan dengan tahap-tahap

    identifikasi Salmonella yang mengacu pada BAM (2007).

    Pewarnaan Gram diawali dengan menginokulasikan satu ose kultur ke

    atas gelas objek yang telah diberi setetes akuades steril. Kultur kemudian

    difiksasi di atas api untuk membuat sel-sel bakteri tersebut melekat pada gelas

    objek. Setelah film kultur siap, kemudian diteteskan violet kristal dan

    dibiarkan selama 1 menit, lalu bilas dengan akuades dan sisa air yang

    tertinggal kemudian dihilangkan lalu ditetesi larutan lugol selama 1 menit.

    Setelah dicuci kembali dengan akuades, dihilangkan warnanya dengan

    menggunakan alkohol 95% selama 10-20 detik atau sampai warna biru tidak

    luntur lagi. Preparat kemudian diwarnai dengan larutan safranin selama 10-20

    detik dan dibilas kembali dengan air lalu dikeringkan dengan menggunakan

    kertas serap. Preparat yang telah siap kemudian diamati melalui mikroskop

    dengan perbesaran 1000 kali dengan penambahan minyak imersi. Di bawah

  • 29

    mikroskop akan terlihat sel-sel Salmonella berwarna merah dengan bentuk

    batang pendek.

    Identifikasi Salmonella dilanjutkan dengan menginokulasikan satu ose

    kultur pada NA miring ke dalam media NB (Nutrient Broth) dan diinkubasi

    pada suhu 37C selama 242 jam. Hasil positif dari media NB digoreskan

    secara kuadran pada media HEA lalu diinkubasi pada suhu 37C selama 242

    jam. Koloni tipikal kemudian digores dan ditusuk pada agar miring TSIA dan

    LIA untuk diinkubasi kembali pada suhu 37C selama 242 jam.

    2.2. Penyegaran Kultur (Dewanti-Haryadi et al., 2001) Kultur Salmonella pada NA miring disegarkan setiap 2 minggu sekali.

    Penyegaran dilakukan dengan mengambil 1 ose kultur, digores langsung pada

    NA miring yang baru, kemudian diinkubasi pada suhu 37C selama 242

    jam. Setelah diinkubasi, kultur kemudian disimpan pada suhu rendah di

    dalam lemari es.

    2.3. Persiapan Kultur Uji Salmonella spp. Persiapan kultur dilakukan dengan mengambil sebanyak 1-2 ose

    kultur murni Salmonella spp. dari media NA miring lalu dipindahkan ke

    dalam media NB, selanjutnya divorteks dan diinkubasi secara statis pada suhu

    37C selama 24 jam. Setelah diinkubasi selama 24 jam, akan diperoleh

    Salmonella sekitar 8 log CFU/g. Hasil positif dari media NB diambil

    sebanyak 1 ml lalu dimasukkan ke dalam 9 ml larutan pengencer buffer fosfat

    sehingga diperoleh pengenceran 10-1. Pengenceran dilanjutkan sampai

    diperoleh konsentrasi kultur yang dikehendaki. Setelah itu kultur uji siap

    digunakan.

    2.4. Evaluasi Kemampuan Bertahan Salmonella spp. Terhadap Proses Pendinginan dan Pembekuan

    Salmonella spp. yang telah diinokulasikan pada sampel daging

    dihitung jumlahnya dengan menggunakan media Hectoen Enteric Agar

    (HEA) dalam interval waktu tertentu yaitu pada hari ke-0, ke-3, ke-7, ke-10,

  • 30

    dan ke-14 untuk sampel daging sapi yang dibekukan dan pada hari ke 0, ke-3,

    dan ke-7 untuk sampel daging sapi yang disimpan pada suhu pendinginan.

    Sampel daging beku diberi perlakuan thawing dalam waterbath pada suhu

    kurang dari 45 oC selama 10 menit sebelum dianalisis sedangkan sampel yang

    diberi perlakuan pendinginan langsung dianalisis. Selain jumlah Salmonella

    spp., dianalisis juga total bakteri menggunakan media NA dan total mikroba

    dengan menggunakan media PCA.

    Sampel daging diambil 10 gram dan dimasukkan ke dalam pengencer

    buffer fosfat sebanyak 90 ml sehingga diperoleh pengenceran 10-1.

    Pengenceran dilanjutkan dan dipupukkan ke media yang sesuai sampai

    konsentrasi yang dikehendaki. Perhitungan jumlah Salmonella, total bakteri,

    dan total mikroba dilakukan dengan menggunakan Standar Aerobic Plate

    Count (BAM, 2001).

    2.5. Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan analisis ANOVA

    one-way lalu dilanjutkan dengan Uji Duncan pada program SPSS 13.0.

    Pengolahan data ini dilakukan untuk melihat pengaruh lamanya pembekuan

    atau lamanya pendinginan terhadap total Salmonella spp., total mikroba, dan

    total bakteri pada sampel daging sapi giling.

  • 31

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. PENELITIAN TAHAP I (Analisis Total Mikroba Dan Isolasi Salmonella spp. Pada Daging Sapi)

    1. Pengambilan Sampel Sampel daging sapi yang digunakan pada penelitian ini berasal dari

    pasar tradisional dan pasar swalayan (supermarket) dengan total sampel

    sebanyak 30 sampel. Tabel 11 berikut menunjukkan kondisi penyimpanan

    sampel daging sapi baik yang berada di pasar tradisional maupun pasar

    swalayan (supermarket) pada saat dilakukan pengambilan sampel.

    Tabel 11. Kondisi penyimpanan sampel daging sapi di pasar tradisional dan

    pasar swalayan (supermarket).

    Asal sampel Jenis

    daging

    n

    (jumlah sampel)

    Kondisi

    sampel

    Suhu

    penyimpanan

    Pasar

    tradisional

    Daging

    potong 10 Segar Suhu ruang

    Pasar

    swalayan

    (supermarket)

    Daging

    potong 10 Segar

    Suhu

    refrigerator

    Pasar

    swalayan

    (supermarket)

    Daging

    giling 10 Segar

    Suhu

    refrigerator

    Pada pasar swalayan (supermarket), terdapat dua jenis sampel daging

    sapi yaitu daging sapi potongan dan daging sapi giling. Daging sapi potongan

    dijual dalam bentuk siap pakai, dengan dikemas dalam styrofoam dan ditutup

    dengan wrapping plastic, sedangkan daging sapi giling dijual dengan

    menatanya dalam wadah stainless steel dan tidak ditutup dengan wrapping

    plastic. Kedua jenis daging sapi tesebut dikondisikan pada suhu rendah

  • 32

    dengan menggunakan refrigerator sehingga daging sapi lebih awet. Daging

    sapi di pasar swalayan berasal dari rumah pemotongan hewan (RPH)

    domestik dan juga luar negeri yang telah bersertifikat halal dari MUI (Majelis

    Ulama Indonesia).

    Pada pasar tradisional juga ditemukan daging sapi potongan dan

    daging giling, namun sampel yang digunakan pada penelitian ini hanya

    berupa daging potongan yang berasal dari pasar tradisional. Umumnya,

    daging sapi di pasar tradisional dijual dengan menggantungnya dengan

    gantungan besi dan ditata di atas meja tanpa pengkondisian suhu rendah,

    misalnya dengan penambahan es batu.

    2. Analisis Total Mikroba Analisis total mikroba pada sampel dilakukan untuk mengetahui mutu

    mikrobiologi sampel daging sapi. Mutu mikrobiologi suatu produk pangan

    perlu diketahui untuk melihat tingkat cemaran mikroba pada produk pangan

    tersebut, sehingga dapat diketahui risiko keamanannya apabila dikonsumsi.

    Jumlah total mikroba dapat dijadikan sebagai indikator kebusukan

    yang mencerminkan mutu dan sebagai indikator daya simpan bahan pangan.

    Kontaminasi mikroba pada makanan dapat menyebabkan perubahan kimia

    dan menimbulkan bau tidak sedap (Ruslan, 2003). Hasil analisis kuantitatif

    mutu mikrobiologi potongan daging sapi yang berasal dari pasar tradisional

    dan supermarket serta daging sapi giling yang berasal dari supermarket dapat

    dilihat pada Gambar 3, Gambar 4, dan Gambar 5. Sedangkan data

    selengkapnya disajikan pada Lampiran 2.

    Berdasarkan Gambar 3 diketahui bahwa total mikroba pada sampel

    potongan daging sapi yang dijual di pasar tradisional berkisar antara 6,68

    sampai 8,34 log CFU/g, sehingga diperoleh rata-rata total mikroba sebesar

    7,49 log CFU/g dengan nilai standar deviasi sebesar 0,49. Sedangkan

    berdasarkan Gambar 5 diketahui bahwa total mikroba 10 sampel daging sapi

    potongan yang berasal dari 10 supermarket berkisar antara 4,41 sampai 7,00

    log CFU/g sehingga diperoleh rata- rata total mikroba sebesar 5,89 log CFU/g

    dengan nilai standar deviasi sebesar 0,89.

  • 33

    Gambar 3. Hasil Analisis Total Mikroba pada Sampel Daging Sapi Potong

    Pasar Tradisional

    Gambar 4. Hasil Analisis Total Mikroba pada Sampel Daging Sapi Potong

    Pasar Swalayan (Supermarket)

  • 34

    Gambar 5. Hasil Analisis Total Mikroba pada Sampel Daging Sapi Giling

    Pasar Swalayan (Supermarket)

    Adapun hasil analisis kuantitatif total mikroba pada 10 sampel daging

    sapi giling yang berasal dari 10 supermarket (Gambar 5) menunjukkan bahwa

    total mikroba 10 sampel daging sapi giling berkisar antara 4,82 sampai 7,15

    log CFU/g, sehingga diperoleh rata-rata total mikroba sebesar 6,29 log CFU/g

    dengan nilai standar deviasi sebesar 0,80.

    Berdasarkan Gambar 3, Gambar 4, dan Gambar 5 dapat dilihat bahwa

    total mikroba daging sapi yang dijual di supermarket nilainya lebih rendah

    dari total mikroba daging sapi yang dijual di pasar tradisional. Penanganan

    yang kurang higienis, kondisi penyimpanan tanpa pendinginan dan berada di

    tempat udara terbuka merupakan penyebab utama total mikroba yang tinggi

    karena hal tersebut mengkondisikan pertumbuhan mikroba baik pembusuk

    maupun patogen seperti Salmonella. Sedangkan pada supermarket,

    penanganan daging umumnya lebih higienis, disimpan dengan menggunakan

    wadah yang tertutup wrapping plastic dan dilengkapi dengan sistem

    pendingin seperti refrigerator, sehingga pertumbuhan mikroba dapat

    dihambat.

  • 35

    Pada Gambar 4 dan Gambar 5 terlihat bahwa total mikroba daging

    sapi giling yang dijual di supermarket nilainya lebih besar dari total mikroba

    potongan daging sapi yang dijual di supermarket yang sama, karena

    penggilingan menyebabkan bertambahnya luas permukaan daging yang dapat

    kontak dengan mikroorganisme yang secara alami terdapat pada daging sapi

    tersebut maupun dengan mikroorganisme yang berasal dari lingkungan,

    tangan pekerja, maupun peralatan pekerja seperti mesin penggiling daging.

    Selain itu, luas permukaan yang semakin besar mendukung pertumbuhan

    bakteri-bakteri pembusuk yang bersifat aerob. Penyebab lainnya adalah

    penggunaan alat penggiling daging yang biasanya tidak didisinfeksi setiap

    kali digunakan sehingga banyak mengandung mikroba yang dapat berpindah

    dari alat ke permukaan daging sapi pada saat penggilingan daging (Jay et al.,

    2005).

    Secara keseluruhan, hasil analisis total mikroba pada daging sapi baik

    yang dijual di pasar tradisional maupun supermarket berkisar antara 4,41

    sampai 8,34 log koloni/g. Standar TPC (Total Plate Count) maksimal untuk

    daging sapi segar berdasarkan SNI 01/6366/2000 adalah 4,00 log koloni/g,

    sehingga daging sapi yang dijual baik pada pasar tradisional maupun

    supermarket belum memenuhi standar yang telah ditetapkan tersebut. Namun

    menurut ICMSF (1986), standar TPC (Total Plate Count) untuk karkas sapi

    adalah n=5, c=3, m=105 dan M=106, artinya maksimal 3 sampel dari 5 sampel

    yang dianalisis boleh mengandung total mikroba 105 - 106 CFU/g, sehingga

    beberapa sampel daging sapi memenuhi syarat TPC yang ditetapkan oleh

    ICMSF.

    3. Isolasi Salmonella spp. Pada Sampel Daging Sapi Potong dan Daging Sapi Giling

    Salmonella merupakan bakteri yang sering mengontaminasi makanan

    seperti telur dan hasil olahannya, ikan dan hasil olahannya, daging ayam,

    daging sapi, serta susu dan hasil olahannya seperti es krim dan keju (Jay et

    al., 2005). Salmonella merupakan bakteri patogen yang dapat menyebabkan

    keracunan pangan.

  • 36

    Pada penelitian ini dilakukan uji lengkap Salmonella untuk

    mengetahui ada tidaknya Salmonella pada potongan daging sapi dan daging

    sapi giling yang dijual di pasar tradisional dan supermarket. Dalam SNI

    01/6366/2000 ditetapkan bahwa pada daging sapi segar tidak boleh

    mengandung Salmonella (Salmonella negatif).

    Analisis Salmonella dimulai dari tahap pra pengkayaan. Pada tahap

    pra pengkayaan, media yang digunakan adalah Lactose Broth (LB). Tahap

    pra pengkayaan dilakukan untuk memperkaya populasi Salmonella karena

    diduga Salmonella jumlahnya sedikit pada sampel. Hasil menunjukkan bahwa

    dari 30 sampel daging sapi yang ditumbuhkan pada media LB, seluruhnya

    menunjukkan kekeruhan (positif).

    Tahap selanjutnya adalah pengkayaan selektif