Top Banner
Pribumi Indonesia: Adalah Keturunan Rasulullah yang Bermazhab Ahlulbayt (Syiah) Afwan saya orang Jawa, walaupun begitu ana tertarik sekali dengan asal- usul bangsa Indonesia dan keislamannya, berangkat dari situ ana melakukan literatur research pada wilayah Aceh dan Jawa. Pada akhir penelitian ana dapatkan kesimpulan bahwa yang pertamakali mengislamkan pribumi Nusantara adalah kaum muslimin keturunan Rasulullah yang bermazhab syiah. Suku-suku Pribumi Nusantara yang Islam atau yang telah memiliki tradisi Islam yang lama, seperti Aceh, Banjar, Makasar, Jawa, Sunda, Minang, Gorontalo, Lombok, Palembang, Kutai, Lampung, Ternate, dan daerah-daerah lain yang telah memiliki tradisi Islam yang lama sebenarnya merupakan orang-orang yang moyang mereka adalah keturunan Rasulullah yang bermazhab Syiah yang pertamakali mendarat di Nusantara di Aceh. sebenarnya ana sudah susun hasil penelitian ini menjadi sebuah buku, ana pengin sekali menerbitkannya. Akan tetapi kendalanya kemudian muncul disini. banyak penerbit yang khawatir dengan kontroversi yang ditimbulkan dari tulisan ana. terutama kekhawatiran mereka dengan tulisan ana yang mengetengahkan bahwa asal-usul nenek moyang kita adalah keturunan Rasulullah yang bermazhab Syiah dan bahwa orang Syiah lah yang mengislamkan penduduk Nusantara di Aceh dan Jawa untuk pertamakalinya. Hal ini akan mengganggu ketenangan para penganut islam mainstream (ahlus sunnah), apalagi penganut wahabi dan demikian pula ketenangan para habaib, yang mana sementara ini para habib-lah yang merasa bahwa mereka adalah satu-satunya kelompok yang merupakan keturunan Rasulullah di Nusantara. apabila republika berkenan dan tertarik untuk melihat tulisan saya bisa hubungi HP ana ini: 08122725610, ana juga punya daftar sumber literaturnya Penelitian ana mengambil metode arkeologis dan antropologi sejarah. pokok inti permasalahan yang menghasilkan kesimpulan diakhir penelitian yang ana ambil berawal dari fakta-fakta yang seharusnya akan sudah sejak dahulu menggelitik rasa penasaran para ahli sejarah Nusantara jika mereka mau membuka mata pikiran dan mata hatinya. diantara fakta-fakta yang menimbulkan pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut: 1) Sejarah kisah Perlak Pesisir yang Syiah, kenapa tidak terekspos secara luas? 2) Kisah Perlak Pesisir dan Perlak Pedalaman serta serangan Sriwijaya ke kedua Perlak 3) Mengapa Penduduk Tapanuli Utara (orang-orang Batak) tidak menganut agama Islam?
72

Islam Syiah Indonesia

Aug 05, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Islam Syiah Indonesia

Pribumi Indonesia: Adalah Keturunan Rasulullah yang Bermazhab Ahlulbayt (Syiah)Afwan saya orang Jawa, walaupun begitu ana tertarik sekali dengan asal-usul bangsa Indonesia dan keislamannya, berangkat dari situ ana melakukan literatur research pada wilayah Aceh dan Jawa. Pada akhir penelitian ana dapatkan kesimpulan bahwa yang pertamakali mengislamkan pribumi Nusantara adalah kaum muslimin keturunan Rasulullah yang bermazhab syiah. Suku-suku Pribumi Nusantara yang Islam atau yang telah memiliki tradisi Islam yang lama, seperti Aceh, Banjar, Makasar, Jawa, Sunda, Minang, Gorontalo, Lombok, Palembang, Kutai, Lampung, Ternate, dan daerah-daerah lain yang telah memiliki tradisi Islam yang lama sebenarnya merupakan orang-orang yang moyang mereka adalah keturunan Rasulullah yang bermazhab Syiah yang pertamakali mendarat di Nusantara di Aceh.

sebenarnya ana sudah susun hasil penelitian ini menjadi sebuah buku, ana pengin sekali menerbitkannya. Akan tetapi kendalanya kemudian muncul disini. banyak penerbit yang khawatir dengan kontroversi yang ditimbulkan dari tulisan ana. terutama kekhawatiran mereka dengan tulisan ana yang mengetengahkan bahwa asal-usul nenek moyang kita adalah keturunan Rasulullah yang bermazhab Syiah dan bahwa orang Syiah lah yang mengislamkan penduduk Nusantara di Aceh dan Jawa untuk pertamakalinya. Hal ini akan mengganggu ketenangan para penganut islam mainstream (ahlus sunnah), apalagi penganut wahabi dan demikian pula ketenangan para habaib, yang mana sementara ini para habib-lah yang merasa bahwa mereka adalah satu-satunya kelompok yang merupakan keturunan Rasulullah di Nusantara.

apabila republika berkenan dan tertarik untuk melihat tulisan saya bisa hubungi HP ana ini: 08122725610, ana juga punya daftar sumber literaturnya 

Penelitian ana mengambil metode arkeologis dan antropologi sejarah. pokok inti permasalahan yang menghasilkan kesimpulan diakhir penelitian yang ana ambil berawal dari fakta-fakta yang seharusnya akan sudah sejak dahulu menggelitik rasa penasaran para ahli sejarah Nusantara jika mereka mau membuka mata pikiran dan mata hatinya. diantara fakta-fakta yang menimbulkan pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:

1) Sejarah kisah Perlak Pesisir yang Syiah, kenapa tidak terekspos secara luas?

2) Kisah Perlak Pesisir dan Perlak Pedalaman serta serangan Sriwijaya ke kedua Perlak

3) Mengapa Penduduk Tapanuli Utara (orang-orang Batak) tidak menganut agama Islam?

4) Mengapa Islam di Pulau Sumatera Selain Aceh (Aceh telah Islam terlebih dahulu) masuk melalui arah selatan (melalui/ berasal dari Jawa)?

5) sebabnya orang-orang Batak tidak memeluk Islam adalah karena dakwah Perlak Pedalaman (yang Sunni) ke arah wilayah-wilayah disebelah selatan Aceh atau wilayah-wilayah sebelah selatan pulau Sumatera mengalami kemacetan, mengapa mengalami kemacetan?

6) Benarkah penduduk Nusantara sebelum masuknya Islam adalah penganut Hindu atau Budha?

7) mengapa tempat-tempat peribadatan Hindu dan budha di pulau Jawa yang sedemikian megahnya malah diabaikan dan tidak dipedulikan oleh masyarakat Jawa?

Page 2: Islam Syiah Indonesia

8) Makam Fatimah Binti Maimun di Leran Gresik yang berangka tahun 1082 Masehi,

9) Makam Tralaya di Majapahit

6) kejanggalan-kejanggalan kisah kerajaan Demak versus Majapahit.

7) Benarkah Walisanga adalah penyebar agama Islam di Pulau Jawa? mengapa hampir tidak ada kisah khusus perjuangan mereka yang detail ketika mengislamkan suatu penduduk di suatu daerah atau wilayah tertentu? padahal tentunya kisah kesuksesan pengislaman suatu wilayah adalah kisah keteladanan yang penting dan dapat menjadi dakwah di tempat yang lain

8) Benturan budaya dan akidah antara penduduk Pesisir Utara Pulau Jawa dengan Penduduk Pedalaman Pulau Jawa

9) Kerajaan Mataram Sufi/Irfani yang didirikan Panembahan Senopati di Pulau Jawa yang sangat bernuansa Syiah

Apabila kita dapat menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas maka akan dapat kita menemukan fakta baru bahwa penduduk pribumi Nusantara berasal-usul dari moyang mereka yang masih merupakan keturunan Rasulullah Muhammad yang bermazhab Syiah dari Persia.

pertamakali yang harus dibahas adalah pertanyaan pertama, yaitu kisah tentang kerajaan Perlak.

C. Kerajaan PerlakNama Perlak berasal dari kata peureula, mengacu pada wilayah Aceh bagian timur. Mengenai komunitas Persia atau Arab yang tinggal pertamakali di daerah Nusantara diantaranya yang diberitakan oleh I-Tsing. I-Tsing mengatakan bahwa ia menumpang kapal orang Persia ke wilayah Nusantara pada tahun 672 Masehi. Pada tahun itu pelaut Persia sudah memeluk islam.Sedangkan G.B. Groneveldt yang menerjemahkan demografi penduduk Nusantara menurut berita China pada masa dinasti T?ang, pada hikayat dinasti T?ang tercerita bahwa di pantai sebelah barat Sumatera (Aceh atau Samudera) telah ada bermukim orang-orang Arab yang disebut bangsa Ta-Shi.Menurut Ustaz M. Jamil Djamil seorang pakar sejarah Aceh, dalam pekan kebudayaan Aceh yang pernah dilangsungkan di tahun 1959. Beliau mengungkapkan bahwa islam telah masuk ke Peureula pada tahun 790 Masehi. Sumber beliau dapatkan dari kitab Zubdatu?l Tawarikh karya Nurul-Haq Al-Masyriqiyal-Duhlawy, dan kitab Idhahu?l Fi Mamlatatu?l Peureula karya Abul-Ishaq Al-Makarany. Kemudian berdirinya sebuah kerajaan yang berasal dari masyarakat muslim Peureula adalah pada tahun 840 Masehi. Perlak atau Peureula adalah nama yang mengacu pada wilayah bagian timur laut Aceh.Suatu petunjuk tentang adanya suatu kerajaan di Banda Aceh sekarang dan sekitarnya telah diperoleh dari suatu prasasti yang telah dibuat oleh Rajendra Cola I di Tanjore (India Selatan) pada tahun 1030 Masehi. Di mana Rajendra Cola mengerahkan mempersiapkan pasukan besar-besaran untuk menaklukan wilayah-wilayah Nusantara. Salah satu tempat yang dalam prasasti adalah Ilmauridecam (Lamuri) yang diceritakan telah menghunjamkan kehebatan pasukannya melawan pasukan Rajendra Cola sehingga invader India ini harus mengerahkan seluruh pasukannya untuk menaklukannya. Apabila berita ini kita konfrontir dengan nukilan buku: ?Early Muslim Traders in South East Asia? karya G.R. Tibbets yang menceritakan riwayat dari Buzurgh tentang Lamuri yang lebih tua dari prasasti

Page 3: Islam Syiah Indonesia

Rajendra Cola I, yaitu tahun 955 Masehi. Maka dapat kita simpulkan bahwa kerajaan Perlak dan kerajaan Lamuri berhubungan erat dengan Persia.Buzurgh seorang muslim Persia menceritakan bahwa dari pantai Barus di sebelah barat Aceh terdapat jalan darat yang menghubungkan Barus dengan Lamuri. Ia menceritakan bahwa orang-orang Persia yang berlabuh atau kandas kapalnya di Barus akan selalu berusaha ke Lamuri. Karena disana dapat diharapkan akan bertemu dengan kawan-kawan senegara (Persia) dan supaya dapat diperoleh pengangkutan untuk pulang ke kampung.

Perlak adalah kerajaan Islam yang pertama di Nusantara. Sultan Alaidin Syed (sayyid) Maulana Abdul Aziz Syah adalah rajanya yang pertama. Sebelum berdiri kerajaan Islam, daerah Perlak dipimpin oleh orang yang masih keturunan dari Meurah Perlak Syahir Nuwi atau Maharaja Pho He La. Lalu pada tahun 840, datanglah rombongan kafilah Islam dari Persia. Tujuan mereka berdakwah agama Islam di Perlak. Dengan segera para pemimpin dan masyarakat negeri Perlak pun meninggalkan agama lama mereka (monotheisme rakyat lapisan bawah Elam) untuk berpindah ke agama Islam. kemudian salah satu anggota kafilah dari timur tengah yang masih merupakan keturunan Rasulullah bernama: Ali bin Muhammad bin Ja`far Shadiq dinikahkan dengan Makhdum Tansyuri, adik dari Syahir Nuwi, raja negeri Perlak yang merupakan keturunan Persia. Syahir Nuwi masih keturunan bangsawan Sassanid yang dahulu pada masa sebelum kelahiran Islam adalah dinasti yang pernah memerintah kekaisaran Persia. Dari pernikahan antara Ali Bin Muhammad dan adik dari Syahir Nuwi, yaitu Makhdum Tansyuri ini lahirlah kemudian: Alaidin Syed (Sayyid) Maulana Abdul Aziz Syah, Sultan pertama Kerajaan Perlak. Sultan mengubah ibukota Kerajaan, yang semula bernama Bandar Perlak menjadi Bandar Khalifah, sebagai penghargaan atas Nakhoda Khalifah. Sultan dan istrinya, Putri Meurah Mahdum Khudawi, dimakamkan di Paya Meuligo, Perlak, Aceh Timur.Sultan Alaidin Syed Maulana Abdul Aziz Syah merupakan sultan yang beralirah paham Syiah. Aliran Syi?ah datang ke Indonesia melalui para Syed (baca: Sayyid, merupakan orang yang masih keturunan Rasulullah) dari Persia. Mereka masuk ke Nusantara dan mengislamkan Kesultanan Perlak yang juga masih keturunan Persia/Arya.Sampai dengan pemerintahan Sultan kedua, aliran Islam Sunni belum memasuki wilayah Nusantara. Baru pada masa Sultan yang ketiga: Sultan Alaiddin Syed (Sayyid) Maulana Abbas Shah, aliran Sunni mulai masuk ke Nusantara. Setelah wafatnya sultan pada tahun 363 H (913 M), kaum Islam Sunni memberontak kepada Kesultanan Syiah Perlak. Terjadi perang saudara antara kaum Syiah dan Sunni selama dua tahun. Kaum Syiah memenangkan perang dan pada tahun 302 H (913 M), Sultan Alaiddin Syed (Sayyid) Maulana Ali Mughat Shah dari aliran Syiah naik tahta. Pada akhir pemerintahannya terjadi lagi pergolakan antara kaum Syiah dan Sunni yang kali ini dimenangkan oleh kaum Sunni.Pada masa Sultan ketujuh Kerajaan Perlak masih merupakan kerajaan Islam mazhab Syiah. Kemudian setelah meninggalnya Sultan ketujuh pada tahun 362 H (956 M), penggantinya: Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan merupakan seorang Sultan yang bermazhab Sunni. Sejak itu Perlak menjadi kerajaan yang dipimpin oleh sultan-sultan yang bermazhab Sunni. Hal ini menimbulkan peperangan selama kurang lebih empat tahun antara Syiah dan Sunni. Perang ini berakhir dengan perjanjian damai dan pembagian kerajaan menjadi dua bagian, kerajaan Perlak Pesisir dan kerajaan Perlak Pedalaman. Kerajaan Perlak Pesisir merupakan kerajaan Islam bermazhab Syi?ah, dan dipimpin oleh Sultan Alaiddin Syed (Sayyid) Maulana Shah (986 ? 988). Sedangkan kerajaan Perlak Pedalaman merupakan kerajaan Islam bermazhab Sunni, dan dipimpin oleh Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan (986 ? 1023).Kemudian pada tahun 988, kerajaan Sriwijaya menyerang Perlak. Peperangan ini menyatukan Perlak pesisir dan pedalaman bersatu. Dalam pertempuran melawan

Page 4: Islam Syiah Indonesia

Sriwijaya tersebut pasukan Perlak yang dikerahkan untuk melawan Sriwijaya kebanyakan berasal dari Perlak Pesisir. Bahkan rajanya sendiri yaitu Sultan Alaidin Sayyid Maulana Syah terjun langsung ke dalam pertempuran. Akibat dari pertempuran itu Sultan Alaidin Sayyid Maulana Syah gugur dalam pertempuran. Bersamaan dengan itu pupuslah pula kerajaan Perlak Pesisir, Sultan-sultan yang menguasai wilayah Aceh pada masa setelahnya bermazhab Islam Sunni. Tapi pengorbanan kerajaan Perlak Pesisir dalam peperangan melawan Sriwijaya tidak sia-sia. Sejak saat itu kerajaan Sriwijaya menjadi lemah dan tidak mempunyai kekuatan lagi untuk menyerang Perlak. Walaupun kerajaan Perlak yang masih tersisa merupakan kerajaan Islam yang bermazhab sunni akan tetapi bagi orang-orang Perlak Pesisir hal tersebut tidak menjadi masalah. Yang terpenting bagi orang-orang Perlak Pesisir adalah tegaknya kalimat syahadat di bumi Perlak tanpa melihat perbedaan mazhab.Dari uraian diatas menunjukkan bahwa kesultanan Perlak yang terletak di Aceh berasal dari orang-orang Persia yang belum memeluk Islam. Yaitu Meurah Perlak Syahir Nuwi dan adiknya Makhdum Tansyuri. Makhdum Tansyuri kemudian dinikahkan dengan Ali Bin Muhammad Ja?far Shadiq. Berarti Ali adalah ayah dari sultan Perlak pertama. Dari namanya ayah Sultan Perlak pertama ini yaitu Ali sudah menunjukkan bahwa dia penganut mazhab Ahlul Bayt dan juga besar kemungkinan adalah keturunan nabi. Karena pemakaian nama itu pada tahun-tahun itu di timur tengah bisa mendatangkan ancaman yang berasal dari penguasa. Penganut sunni yang di timur tengah waktu itu adalah pengikut Bani Abbas dan tidak akan menggunakan nama tersebut. Pengikut sunni baru mulai menggunakan nama-nama bernuansa ahlulbayt setelah runtuhnya kesultanan Bani Abbas pada tahun 1258. Selain bermazhab syiah besar kemungkinan Ali ini juga keturunan nabi. Karena selain dia yang menggunakan nama berbau syiah, ayahnya pun juga mempunyai nama yang berbau syiah, nama ayahnya yaitu Muhammad Ja?far Shadiq. Keluarga Ali menggunakan nama-nama bernuansa Syiah secara terus-menerus/turun-temurun. Menunjukkan keberanian yang terjaga terus-menerus. Pada masa itu selain penganut sunni, pengikut syiah yang biasa-biasa saja juga tidak berani menggunakan nama-nama itu.

D. Hijrahnya Musafir Perlak Pesisir yang Bermazhab Islam Syiah ke Pulau Jawa.Kemudian timbul pertanyaan: ?Apakah akibat dari serangan Sriwijaya kepada kerajaan Perlak yang menyebabkan hancurnya Perlak Pesisir tersebut secara serta merta menyebabkan punahnya orang-orang syiah di Nusantara? Menurut kami jawabannya adalah: "Tidak". Pada tesis sebelumnya disimpulkan bahwa Islam pertamakali masuk ke Aceh baru kemudian Jawa, dari Jawa baru kemudian Islam menyebar ke seluruh Nusantara. Aceh dan Jawa adalah dua simpul yang terhubung langsung. Sedikit banyak makam Fatimah Binti Maimun menunjukkan simpul itu. Makam itu bernuansa Persia, sama dengan keadaan kerajaan Perlak yang dipimpin oleh orang keturunan Persia. Nama Fatimah juga merupakan nama Perlak awal yang sangat bernuansa mazhab Syiah pada masa itu. Pada masa itu nama tersebut merupakan nama yang bermakna bahwa pemakai nama tersebut adalah seorang muslimah yang menjadi penganut Islam mazhab Syiah. Orang yang selain bermazhab Syiah tidak berani memakai nama itu. Maka suatu kemungkinan sekali terdapat aliran migrasi dari Perlak ke Jawa. Oleh karena itu kemungkinan sekali bahwa orang-orang Perlak yang bermigrasi ke Jawa adalah orang Perlak pesisir, Perlak pesisir bermazhab Syiah. Bahkan di Aceh sendiri secara jelas terlihat dari psikografi masyarakat Aceh pada masa sekarang, Secara umum orang Aceh pada masa ini mempunyai bawaan karakter yang rendah hati dan mengalah sebagai dua karakter yang paling menonjol. Hal ini tidak menunjukkan adanya persamaan karakter antara mereka dengan masyarakat Perlak Pedalaman pada masa dulu kala yang bermazhab Sunni. Karakter rendah hati dan mengalah ini lebih sesuai dengan

Page 5: Islam Syiah Indonesia

fakta karakter yang dimiliki oleh Masyarakat Perlak Pesisir yang bermazhab Syiah. Orang-orang Perlak Pedalaman yang Sunni yang kemudian memberontak pada masyarakat Syiah Perlak bersatu yang dulunya hanya bermazhab Syiah dengan cara kekerasan, padahal mereka datang ke Aceh belakangan, jelas menunjukkan bahwa mereka (kaum Perlak Pedalaman yang Sunni) tidak mempunyai sifat ini (sifat mengalah dan rendah hati). Dari tesis ini dapat ditarik sintesis bahwa karakter dan moyang orang Aceh saat ini bukanlah berasal-usul dari masyarakat Perlak Pedalaman yang bermazhab Sunni tetapi berasal dari masyarakat Perlak Syiah yang pada serangan Sriwijaya berusaha membela kedua kerajaan Perlak baik Sunni maupun Syiah. Tentunya tidak semua kelompok besar Syiah yang dipukul hancur oleh Sriwijaya berhasil hijrah ke Pulau Jawa. Ada diantra mereka yang tetap tinggal di Aceh untuk membantu perlawanan terhadap masyarakat Islam secara keseluruhan dari kemungkinan-kemungkinan serangan Sriwijaya atau pihak-pihak yang beraliansi dengan Sriwijaya. Tentunya masyarakat Syiah yang masih tinggal di Aceh/Perlak dan tidak ikut hijrah terpaksa harus beradaptasi dengan masyarakat Islam Sunni. Pada masa yang lama mereka berangsur-angsur membaur pada masyarakat Perlak Pedalaman yang Sunni yang setelah perang melawan Sriwijaya kemudian menjadi mazhab Islam yang dominan. Hal ini kelamaan menggerus keyakinan mereka (masyarakat Syiah) melalui pemaksaan, perkawinan atau yang lainnya, hal ini akhirnya yang membuat mereka kehilangan keyakinan awal mereka yang Syiah. Hal ini pula yang menjelaskan dari mana asal-usul sifat mengalah masyarakat Aceh berasal. Mereka bahkan mengalah dalam hal keyakinan mazhab demi suatu hal yang lebih penting lagi. Seperti telah diurai diatas mengenai geopolitik Perlak yang mana Perlak pedalaman dikuasai Islam mazhab Sunni. Sedangkan dakwah mazhab Sunni ke arah selatan wilayah yang dihuni oleh orang-orang selatan pulau Sumatera mengalami kemacetan. Macetnya dakwah Sunni ke arah selatan pulau Sumatera secara otomastis menyebabkan perkembangan Perlak pedalaman macet dan akibatnya dakwah perluasan Perlak pesisir ke selatan juga menjadi macet. Oleh karena itu kemungkinan besar bahwa orang-orang Perlak yang masuk ke Jawa adalah orang-orang Perlak pesisir yang kemudian memutuskan untuk mengambil jalan laut menuju daerah baru. Oleh karena hal ini maka terdapat kemungkinan kuat orang-orang yang mengislamkan penduduk Jawa untuk pertamakali adalah orang-orang Islam yang bermazhab Syiah. Uraian-uraian pada sejarah Islam masuk ke Jawa pada pembahasan sejarah Demak dan Mataram di bawah ini sedikit banyak berusaha mengungkap keadaan masyarakat di Jawa yang kemungkinan sekali adalah masyarakat syiah.

ISLAM DI TANAH JAWA

A. Majapahit, Demak dan Mataram Pada pembahasan sebelumnya sedikit-banyak telah diuraikan bahwa kaum pelarian Perlak Pesisir setelah perang dengan Sriwijaya kemudian hijrah ke pulau Jawa. Dinamika kehidupan mereka setelah sampai di pulau Jawa sangat penting untuk diuraikan melalui analisa menurut antropologi budaya karena merupakan fragmen sejarah yang membentuk peradaban dan sikap pada umumnya masyarakat Jawa. Untuk memulai pembahasan sejarah kehidupan masyarakat Jawa pada masa peralihan Majapahit-Demak menurut sudut pandang antropologi budaya maka akan dimulai dengan fakta-fakta yang telah ada dalam sejarah umum populer. Maka analisa akan dimulai dari masyarakat Jawa pada jaman Demak dan Majapahit. Dengan analisa melalui sudut pandang antropologi budaya masyarakat ini diharapkan akan memunculkan alternatif tafsiran baru akan pembacaan fakta sejarah Nusantara di Jawa yang ada, khususnya berkenaan dengan dinamika sejarah Majapahit dan Demak, serta perpindahan keyakinan masyarakatnya dari Hindu ke Islam. Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Nusantara-Jawa. Hal ini memang

Page 6: Islam Syiah Indonesia

benar adanya. Tapi ada pula ditemukan riwayat yang simpang siur bila akan mengungkap fakta awal sejarah pendirian kerajaan ini. Terdapat tiga sumber berita utama mengenai Demak, yaitu berita dari babad tanah jawi, berita China, berita orang barat yang meliputi Suma Orientalnya Tomy Pires dan berita Portugis. Di antara berbagai sumber itu berita China dan babad tanah jawi banyak memiliki kemiripan. Yang jelas dua sumber berita yaitu berita China dan babad tanah jawi mengungkapkan bahwa antara pendiri Demak dan penguasa Majapahit terdapat hubungan kekerabatan, tapi kedua sumber berita juga mengungkapkan adanya perang antara Demak dan Majapahit. Perang dimulai dengan Demak yang menyerang kerajaan Majapahit. Kedua sumber berita juga mengungkapkan kekalahan Majapahit dalam perang itu. Suatu hal yang sangat aneh apabila tidak ada penjelasan dari sudut pandang antropologi masyarakat, adalah bahwa kerajaan Demak berani menyerang Majapahit hanya satu tahun lebih setelah berdirinya kerajaan itu! dalam serangannya ini pun kerajaan Demak langsung mengalami kemenangan! Memang terdapat pendapat yang menyatakan bahwa kerajaan Majapahit pada masa itu telah mengalami kemunduran. Tapi yang menjadi pertanyaan adalah sebab kemundurannya. Pada suatu bangsa yang menganut sistem pemerintahan kerajaan, kemajuan atau kemunduran kerajaan tersebut tergantung pada dukungan rakyat. Oleh karena itu sering terjadi fenomena pada sejarah-sejarah kerajaan, bahwa suatu kerajaan secara mendadak menjadi kerajaan yang besar, atau suatu kerajaan secara mendadak mengalami kemerosotan. Hal ini bisa terjadi tergantung pada adanya seorang pemimpin yang cakap atau tidak. Apabila seorang pemimpin didukung oleh rakyatnya maka kerajaan tersebut kuat. Kecakapan seorang pemimpin atau raja adalah kemampuannya dalam mengaspirasi kehendak rakyatnya. Oleh karena itu kemunduran kerajaan Majapahit di masa menjelang akhir riwayatnya disebabkan oleh lemahnya dukungan rakyat di Nusantara Jawa ketika kerajaan Hindu tersebut diserang Demak. Pola yang dialami Majapahit ini dalam sejarah Jawa kuno tidak dialami oleh kerajaan-kerajaan Hindu sebelumnya. Kerajaan-kerajaan Hindu di Jawa sejak dari Mataram kuno oleh wangsa Sanjaya, wangsa Syailendra, kerajaan Medang Kamulan, Daha, Kahuripan, Singasari, yang berakhir riwayatnya tidak melalui peperangan atau serangan dari luar (faktor eksternal). Kerajaan-kerajaan Hindu atau Budha sebelum Majapahit runtuh atau berganti nama kerajaan dan letak pemerintahannya karena adanya konflik internal, perebutan kekuasaan, pembagian kerajaan dan hal-hal sejenis. Kerajaan-kerajaan Hindu atau Budha di Jawa sebelum Majapahit terbukti mampu melawan serangan dari luar, seperti sikap bermusuhan dari kerajaan besar seperti Sriwijaya atau serangan dari tentara Mongol pimpinan Kubilai Khan. Fenomena ini bisa terjadi apabila pemimpin kerajaan-kerajaan Hindu atau Budha Jawa pada masa itu tidak mendapatkan hambatan dari rakyat ketika melawan aggresor asing yang sama-sama non-muslim seperti ketika mereka menghadapi serangan dari Sriwijaya yang berkeyakinan Budha dan Mongol yang berkeyakinan pagan. Namun ketika melawan serangan luar dari kerajaan Islam seperti Demak yang baru berumur satu tahun, kerajaan Majapahit dengan segera mengalami keruntuhan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pertentangan antara kerajaan Hindu dan kerajaan Islam ini, rakyat di pulau Jawa tidak terlalu ambil perhatian memikirkan kelangsungan hidup kerajaan Hindu Majapahit. Apabila rakyat masih berkeyakinan Hindu, mereka pasti akan merasa terancam oleh serangan kerajaan Demak kepada kerajaan Majapahit, dan dengan segera melupakan segala konflik diantara mereka bila ada, untuk segera saling bahu-membahu dengan penguasa mereka melawan aggresor asing. Upaya untuk menguak kejadian sebenarnya dari fakta sejarah yang sangat terbatas, maka akan dicoba dengan mengkonfrontir antar fakta sejarah. Selain itu diupayakan untuk menemukan suatu konsep yang tidak bertentangan dengan segala fakta. Juga metode untuk menemukan konsep tersebut. Karena keterbatasan riwayat maka konsep yang dipakai adalah informasi tentang antropologi dan keadaan kesadaran masyarakat jaman itu.

Page 7: Islam Syiah Indonesia

erkaitan dengan hubungan Demak dan Majapahit maka simpul antropologi yang terpenting adalah fakta interaksi antar dua keyakinan, yaitu hubungan antara peradaban Islam dan peradaban Hindu pada masyarakat di pulau Jawa pada masa itu.Untuk itu maka yang akan dijadikan simpul utama antropologi adalah fakta arkeologi shahih, seperti misalnya artefak arkeologi tentang makam Tralaya; yaitu pemakaman Islam di jantung Majapahit yang berangka tahun 1307 Masehi. Angka tahun pada nisan makam menunjukkan bahwa Islam bisa eksis di Jawa pada saat penguasanya yang Hindu yaitu Majapahit sedang berada di masa kejayaannya. Jumlah nisan makam orang Islam disitu cukup banyak. Selain itu penduduk Majapahit juga menggunakan mata uang yang bertuliskan simbol-simbol Islam diantara mata uang-mata uang lainnya. Berdasar fakta itu terbentuk hipotesa bahwa penduduk Islam Jawa telah masuk wilayah pedalaman, telah tinggal di kawasan pusat pemerintahan, mampu beradaptasi dengan penguasa Hindu dan terlibat dengan kehidupan bernegara.Menjelang runtuhnya Majapahit tidak terdeteksi adanya proses pengislaman terhadap masyarakat Jawa oleh para mubaligh Islam. Oleh karena kemungkinan sekali mayoritas penduduk Majapahit telah memeluk Islam menjelang keruntuhan Negara itu. Serangan Demak kepada Majapahit menjelang keruntuhannya itu sebenarnya tidak produktif bila benar rakyat Majapahit masih menganut agama Hindu. apabila dilihat dari segi politik dakwah Islamiyyah (jika benar Demak menyerang Majapahit untuk tujuan dakwah), serangan Demak di Jawa kepada Majapahit justru dapat membangkitkan semangat perlawanan orang-orang Hindu (jika benar rakyat Jawa pada saat itu masih beragama Hindu) kepada penyebaran Islam. Tapi situasi ini tidak terjadi di Nusantara Jawa pada jaman Majapahit. Masyarakat Hindu Nusantara tidak teriwayatkan kemudian membalas serangan muslim pada masa-masa sesudah hancurnya Majapahit dengan suatu gerakan bawah tanah apapun, baik militer maupun sosial politik. Bahkan agama Hindu setelah itu tidak tedeteksi lagi di pulau Jawa, seolah lenyap di telan bumi! Hal ini menandakan terdapat suatu kemungkinan besar bahwa masyarakat Jawa sudah hampir menjadi muslim semuanya pada saat itu.Kita bisa membandingkannya dengan situasi di belahan bumi lain di wilayah yang terdapat interaksi antara Islam dan Hindu, seperti di India misalnya. Yaitu di masa Mughal India ketika dipegang oleh Aurangzeb. Pada masa itu Aurangzeb memaksakan kehendaknya dan bertindak keras terhadap pemeluk Hindu. Akibat dari tindakannya itu potensi dakwah Islam kepada masyarakat Hindu India menjadi benar-benar semakin sempit. Rakyat Hindu India kemudian memboikot ajaran Islam dari segala sisi kehidupan. Tapi Demak yang merupakan representasi Islam di Jawa tidak mengalami seperti yang dialami Mughal dengan Aurangzeb sebagai pemimpinnya pada masa-masa setelahnya. Padahal Demak juga melakukan tindakan keras pada Majapahit yang merupakan representasi Hindu.Sejarah perkembangan Islam dilihat secara keseluruhan sejak dari masa Rasulullah sampai sekarang tampak bahwa perkembangan atau perluasan kekuasaan Islam dengan pendekatan militer akan menyisakan sedikit peninggalan riak-riak konflik dimasa depan. Kemelut yang terjadi antara lain konflik antara penduduk yang dulunya bukan penganut Islam dengan penguasa Islam. Atau konflik antara Negara tetangga wilayah perluasan Islam dengan daerah Islam yang baru. Tercatat ketika Konstantinopel berhasil ditaklukan pasukan muslim, maka pada masa-masa setelahnya terdapat rongrongan terhadap kekuasaan Islam Turki yang dikomandoi oleh Vlad, dibutuhkan tenaga dan kesabaran untuk menumpasnya. Demikian pula Andalusia selalu dirongrong oleh tetangganya yang Nasrani. Bahkan jika dilihat secara keseluruhan maka perebutan sebagian besar wilayah Romawi oleh Islam yang meliputi Afrika Utara, Syam dan Eurasia sampai sekarang masih menyisakan jejak

Page 8: Islam Syiah Indonesia

konflik. Yaitu perseteruan urat syaraf yang tak kentara antara dunia barat dan dunia Islam.Dunia barat modern sekarang ini dapat dibilang merupakan reinkarnasi kekaisaran Romawi yang pada jaman dahulu diruntuhkan kebesarannya oleh Islam. Pola ini terjadi dimana saja peradaban Islam berinteraksi dengan peradaban non-Islam, yaitu jika menggunakan pendekatan militer, maka pada waktu di masa depan akan menyisakan jejak konflik. Hal itu menimpa dinasti Mughal, dinasti Turki Usmani, Andalusia dan yang lainnya. Hal ini juga terjadi di Persia pada masa awal penaklukannya. Bahkan khalifah Umar dibunuh oleh seorang Persia. Persia akhirnya berhasil memantapkan diri sebagai kekuatan Islam tapi hal ini terjadi setelah sebagian besar penduduknya pada abad ke 9 beralih menjadi pemeluk Syiah. Suatu mazhab Islam yang notabene lebih dimusuhi lagi oleh penguasa Islam di timur tengah pada saat itu daripada musuh-musuhnya yang lain, bahkan musuh-musuhnya yang non-muslim sekalipun.Dalam perang-perangnya, Rasulullah tidak pernah memulai suatu serangan kepada pihak musuh. Apabila beliau menyerang musuh Islam maka dapat dipastikan bahwa pada masa sebelumnya musuh tersebut pernah secara nyata merugikan kaum muslimin atau merugikan dakwah Islam. Hal ini menyebabkan menjelang beliau wafat, Islam telah sukses dipeluk masyarakat di seluruh jazirah Arab.Apabila pola alasan umum peradaban Islam di dunia dalam melancarkan serangan kepada pihak asing adalah seperti yang telah diuraikan diatas. Lalu untuk apakah tujuan yang sebenarnya dari kerajaan Islam Demak menyerang Majapahit? Sejarah tidak menunjukkan adanya persinggungan antara umat Hindu dan Islam sebelum kelahiran kerajaan Demak. Sepertinya sangat sukar dipercaya jika tujuan Demak menyerang Majapahit adalah dakwah Islam kepada masyarakat Majapahit yang masih memeluk Hindu. Jika benar melalui jalan kekerasan maka lebih besar kemungkinannya bahwa rakyat Nusantara yang berkeyakinan Hindu akan memboikot, sehingg dakwah Islam akan mengalami kemacetan seperti yang dialami Aurangzeb. Situasi dakwah dengan kekerasan selalu tindak membuahkan hasil di pulau Jawa, masa penjajahan Belanda menunjukkan hal itu. Walaupun Belanda sudah ratusan tahun menduduki pulau Jawa, akan tetapi penduduknya tetap saja memeluk Islam sampai sekarang. Oleh karena itu keberanian penguasa Demak ketika memutuskan untuk menyerang Majapahit sedikit banyak menunjukkan bahwa rakyat Jawa sudah Islam di masa itu.Serangan Demak ke Majapahit kemungkinan sekali bukan karena dakwah Islam kepada masyarakat Hindu Jawa. Akan tetapi ?dakwah lain? dengan sasaran ditujukan kepada ?keyakinan lain? Diskusi tentang masuknya Islam di Nusantara maka situasi perkembangan Islam yang terjadi di Jawa tentunya memiliki keterkaitan dengan sejarah sebelumnya yang terjadi di Aceh (Perlak). Sedikit banyak sejarah Perlak telah mencantumkan adanya konflik internal sesama muslim beda mazhab pada wilayah kepemimpinan kerajaan tersebut. Konflik sesama Islam beda mazhab ini pula kemungkinan besar fenomena yang ?mengikuti? orang-orang Perlak yang hijrah ke Jawa, berupa ?interaksi? antara Demak dengan penduduk Jawa. Apabila hal diatas merupakan peristiwa yang sebenarnya maka pola di Nusantara akan sesuai dengan berbagi pola penyebaran Islam lainnya di belahan lain dunia.

Dinamika Sosial-Politik yg Terjadi di Jawa Stelah Kaum Islam Syiah masuk ke pulau ituDari sudut pandang psikologi para musafir Perlak, kita dapat menyelami atau membayangkan kesadaran mereka ketika hendak berhijrah ke Jawa. Apabila kehidupan awal mereka diselami akan didapat sedikit gambaran suatu keadaan yang sesuai dengan situasi sosial politik masyarakat di Jawa pada abad ke 11. Setelah hijrah ke pulau Jawa, pastilah para musafir Perlak ini hendak memantapkan posisinya di tempat yang baru supaya tidak terulang lagi konflik horizontal antara mereka sendiri (kaum Islam Syiah) dengan kaum Islam Sunni (yang pastinya di masa depan

Page 9: Islam Syiah Indonesia

nanti akan menyusul mereka lagi), seperti sebelumnya, yang menyebabkan mereka harus meninggalkan tempat asal. Mereka tidak mau terperosok ke lubang yang sama dua kali.Jelas bahwa perpindahan para musafir dari Perlak Pesisir yang hijrah ke Jawa disebabkan karena tidak berkembangnya lagi sumber-sumber penopang hidup mereka di tempat asalkarena sebab luar, atau karena perang. Praktis setelah wilayah pedalaman dikuasai muslim Sunni, potensi perkembangan wilayah mereka melalui jalur darat terhenti, sementara mereka juga memahami bahwa wilayah di Nusantara yang potensi menjadi sasaran dakwah masih terbentang luas. Selain itu dengan dikuasainya pedalaman oleh Perlak Sunni yang mempunyai akses ke daerah-daerah penghasil beras di selatan Sumatera, maka orang-orang Perlak Pesisir jadi tergantung sumber penghidupannya kepada orang-orang Perlak Pedalaman. Terutama ketergantungan mereka pada bahan makanan pokok pada masyarakat Perlak Pedalaman. Walaupun hasil perdagangan dari menguasai wilayah pesisir lebih tinggi, tapi untuk hidup orang tetap butuh makanan pokok. Upaya mereka menuju Jawa dan bukannya ke daerah Nusantara yang lain juga menunjukkan bahwa wilayah sasaran perpindahan mereka adalah daerah sumber penghasil bahan makanan pokok. Minimal mereka pasti berpikir bahwa kesinambungan dakwah penyebaran Islam ini dapat dicapai jika support sumber penopang kehidupannya terjamin.Oleh karena itu seperti pepatah: ?Tidak akan terperosok ke lubang yang sama dua kali,? berlaku bagi para keturunan musafir Perlak Pesisir yang hijrah ke pulau Jawa. Setelah menetap di pulau tersebut, mereka ini tidak puas dengan mengelola wilayah pantai dan hanya mempunyai sebatas hubungan administrative (upeti) dengan penguasa yang lebih dahulu eksis di daerah tersebut (pada situasi lama di Perlak adalah hubungan mereka dengan Sriwijaya). Tapi ketika dulu masih di Perlak, barangkali tujuan mereka hanya lebih menguasai wilayah pesisir karena mereka juga mempertimbangkan masih adanya kemungkinan mereka akan menempuh jalur darat menuju Jawa. Jadi hijrah mereka ke Jawa merupakan suatu strategi jangka panjang. Hal ini juga suatu hal yang sangat mungkin. Tapi kedatangan audara mereka Sunni membuyarkan hal itu. Tapi saat ini mereka sudah sampai juga ke pulau Jawa dengan kondisi yang lain, yaitu sebagai musafir yang hijrah karena suatu masalah di tempat asal. Kemudian setelah sampai di Jawa para musafir Perlak melihat bahwa pulau tersebut merupakan ujung dunia, mereka tidak bisa pindah kemana-mana lagi. Maka pastilah kemudian mereka mengalihkan strategi dengan merubah diri dengan menjadi masyarakat agraris untuk memantapkan posisinya lebih permanen di pulau Jawa. Skenario ini suatu hal yang sangat mungkin terjadi.Dalam berinteraksi dengan penguasa Jawa (Majapahit) sebagai daerah tujuan baru, para musafir Perlak berupaya terlibat lebih dalam penyelenggaraan negara. Mereka juga menyesuaikan diri dengan pola kerajaan Majapahit yang agraris dengan berupaya mendapatkan daerah-daerah subur di pedalaman. Mereka paham bahwa menguasai sumber penopang penghidupan berarti kelangsungan tujuan serta ketahanan menghadapi pihak yang mengancam misi-misi mereka. Pola hidup lebih teratur dan disiplin sebagai syarat kesuksesan masyarakat agraris juga harus segera mereka kondisikan. bermasyarakat yang lebih komunal, kerjasama dan gotong royong harus lebih mereka upayakan.Selain membaharui pola hidup dan sumber mata pencaharian, juga memperbaharui strategi hubungan mereka ketika berinteraksi dengan pihak lain. Pada awalnya di Perlak hubungan imbal balik strategi dan politik perdagangan merupakan dasar dari pola hubungan mereka dengan pihak lain. Setelah berada di Jawa yang agraris, mereka paham bahwa frekuensi hubungan sosial antar segmen dan elemen masyarakat akan lebih intens, kemampuan sosial, diplomasi dan politik lebih ditingkatkan. Secara otomatis hal ini akan meningkatkan kepekaan antar manusia diantara mereka. Sifat tenggang rasa, empati dan toleransi dengan cepat segera mereka miliki. Sepertinya para musafir Perlak di Jawa berhasil menguasainya, jejak-jejak peninggalan arkeologi Islam yang banyak terdapat di pusat Majapahit ketika

Page 10: Islam Syiah Indonesia

berhasil mencapai masa keemasan membuktikan hal itu.Kelompok musafir Perlak pesisir yang hijrah ke Jawa juga mengubah kebijakan politiknya. Waktu masih di Perlak mereka mendirikan kerajaan secara otonom atau mandiri tapi masih berada di bawah kemaharajaan Sriwijaya. Ketika hubungan antara mereka dengan Sriwijaya harmonis maka keamanan Perlak akan terjamin. Tapi ternyata mereka tidak bisa memastikan bahwa hubungan mereka dengan penguasa Sriwijaya akan baik terus. Setelah Sunni masuk ke Perlak dan memecah Perlak menjadi dua; pedalaman dan pesisir, mereka tidak bisa mengontrol kebijakan daerah pedalaman lagi. Ketika Sriwijaya mungkin menganggap Perlak pedalaman sebagai ancaman dan menyerangnya. Mereka tidak bisa mencegah kerusakan hubungan ini. Hal ini menyebabkan mereka terpaksa juga harus melibatkan diri dalam peperangan untuk membantu kerajaan Perlak Pedalaman. Karena mereka sesama muslim dan bagaimanapun harus saling membantu. Pastinya Sriwijaya tidak akan ambil pusing bahwa Perlak sebenarnya telah pecah dan mereka adalah orang-orang Perlak Pesisir yang dulu mampu menjalin hubungan baik dengan Sriwijaya. Sriwijaya akan tetap menyerang Perlak secara keseluruhan, baik pedalaman maupun pesisir. Peristiwa serangan Sriwijaya ini menyebabkan kehancuran Perlak Pesisir. Orang-orang Perlak Pesisir sebagai pihak yang membela saudaranya dengan mengorbankan segalanya termasuk jiwa Sultannya, yaitu Sultan Maulana Syah yang gugur dalam pertempuran melawan Sriwijaya.Pengalaman masa lalu itu membuat mereka merasa bahwa mendirikan kerajaan di tempat baru yang sudah ada penguasanya bukanlah suatu tindakan efektif. Apabila mereka mendirikan kerajaan di tempat baru (Jawa), sementara di wilayah tersebut juga masih berdiri kerajaan non-muslim yang kuat (kerajaan yang kuat bermakna bahwa kerajaan tersebut mendapatkan dukungan rakyatnya), maka nanti apabila terjadi suatu konflik diantara mereka dengan kerajaan lama dan terjadi perang, maka mereka akan musnah oleh serangan Non-Muslim, seperti kasus yang telah terjadi di Perlak. Para musafir Perlak memahami bahwa mereka sebagai penganut syiah memang mempunyai kemampuan adaptasi dengan penguasa yang berlainan keyakinannya dengan mereka. Ketika di timur tengah, moyang mereka terbiasa hidup dibawah penguasa yang sangat memusuhi mereka. Hal ini membentuk kemampuan adaptasi yang luar biasa hidup berdampingan dengan penguasa memusuhi mereka. Kemampuan ini diturunkan pada anak keturunannya. Akan tetapi keadaan para musafir Perlak syiah di Nusantara ini lain dengan situasi moyang mereka dahulu di timur tengah. Di timur tengah moyang mereka menghadapi penguasa yang sesame muslim, walaupun permusuhannya kepada mereka terkadang lebih sengit daripada pemusuhan yang ditunjukkan oleh non-muslim sekalipun, akan tetapi mereka sesama pengikrar syahadat, dan harus tetap menjaga kehormatan dan keselamatan sesama muslim. Oleh karena itu mereka lebih sering melancarkan gerakan taqiyyah, suatu gerakan menjauhi benturan dan konflik kalau perlu dengan cara menyembunyikan keyakinannya.Berbeda dengan keadaan di Timur Tengah dimana kaum syiah kedudukannya jauh lebih lemah, di Nusantara kaum musafir Perlak Pesisir yang bermazhab syiah mempunyai cukup kekuatan sehingga dapat mengimbangi dan hidup berdampingan dengan saudaranya sunni, dan mereka tidak perlu melakukan taqiyyah. Hal inilah yang terjadi di Perlak. Akan tetapi tidak seperti keadaan di Timur Tengah, di Nusantara terdapat pihak ketiga, yaitu penguasa non-muslim seperti kerajaan Sriwijaya yang kedudukannya kuat, sedangkan di Timur Tengah pihak ketiga yaitu kaum non-muslim yang menjadi pesaing Daulah Islamiyah kedudukannya lebih lemah.

Kaum Islam Syiah Perlak Pesisir akan berusaha selalu mampu menjaga supaya tidak terjadi benturan dengan Sriwijaya yang lebih kuat ketika mereka masih sendirian. Akan tetapi ketika saudaranya kaum Islam Sunni mulai datang ke wilayah Perlak

Page 11: Islam Syiah Indonesia

mereka tidak mampu menjaga hubungan harmonis dengan Sriwijaya lagi. Akibatnya mereka mengalami kehancuran ketika membela saudaranya kaum muslimin Sunni supaya tetap utuh.Hal inilah yang menyebabkan para musafir kaum Islam Syiah Perlak Pesisir enggan mendirikan kerajaan lagi di pulau Jawa. Mereka lebih memilih berdakwah secara non-formal dan damai dibawah kekuasaan penguasa Majapahit. Mereka yakin akan potensinya untuk menyebarkan agama Islam secara damai di pulau Jawa, karena sebelumnya mereka terbukti berhasil berdakwah secara terbuka dan damai di masa lalu kepada kaum Non-muslim di Perlak. Para musafir Perlak Pesisir tidak berusaha menyaingi atau menumbangkan kerajaan Majapahit, bahkan berusaha turut berpartisipasi di dalam kerajaan tersebut. mereka mengambil langkah dakwah secara damai dengan suatu maksud tidak lepas satu tujuan akan mengalami keberhasilan dari dua kemungkinan tujuan. Kemungkinan tujuan yang pertama adalah bahwa dengan cara membaur menjadi rakyat Majapahit, mereka akan dapat mengislamkan seluruh pulau Jawa secara damai dengan cara menyusup di tengah masyarakat bahkan kalau perlu menyusup ke dalam lingkungan penguasa Majapahit walaupun secara perlahan-lahan.Seandainya pengislaman tidak dapat berlangsung secara cepat, maka setidaknya mereka berusaha supaya diterima dengan baik oleh penguasa Majapahit untuk tinggal di wilayahnya, menjadi rakyat, dan mengembangkan keturunan di kerajaan tersebut. Kemungkinan tujuan yang kedua adalah bahwa apabila saudara muslim mazhab Islam Sunni pada akhirnya dapat menyusul masuk ke pulau Jawa, maka mereka akan mendapatkan satu dari dua kemungkinan. Kemungkinan pertama adalah bahwa kerajaan Hindu Majapahit yang masih kuat akan berhadapan dengan kaum Muslimin mazhab Sunni. Atau kemungkinan kedua; kaum muslimin mashab Sunni akan berhadapan dengan kerajaan Majapahit yang telah lemah karena tidak mendapatkan dukungan rakyat yang sudah banyak beralih ke Islam Syiah oleh kaum musafir Perlak Pesisir sebelumnya. Kedua kemungkinan ini lebih baik bagi mereka (kaum musafir Perlak Pesisir). Apabila kaum muslimin Sunni berhadapan dengan kerajaan Hindu Majapahit yang masih mempunyai kekuatan, maka besar kemungkinan peperangan kedua belah pihak akan berlarut-larut, karena kaum muslimin Sunni mempunyai dukungan yang kuat dari daerah Aceh atau Perlak Pedalaman, dan Timur Tengah. Hal ini akan menguntungkan mereka. Apabila situasi konflik antara kaum muslimin Sunni dan kerajaan Majapahit ini benar-benar terjadi, maka posisi kaum musafir Perlak Pesisir di pulau Jawa akan tetap aman.Situasi politik kaum Syiah pelarian musafir Perlak Pesisir di pulau Jawa yang berada dibawah kekuasaan penguasa Hindu Majapahit berbeda dengan situasi mereka ketika masih di Perlak dahulu yang berada dibawah persemakmuran Sriwijaya. Pada situasi di Perlak dahulu, kerajaan Sriwijaya tidak ambil pusing pihak Perlak Pesisir atau Perlak Pedalaman yang akan mereka perangi, kedua Perlak tetap diperangi. Kaum Perlak Pesisir memang menghormati kerajaan Sriwijaya ketika mereka masih berdiri sendirian (sebelum kedatangan kaum muslim Sunni yang memecah kerajaan menjadi dua), akan tetapi mereka memiliki kekuasaan sendiri sehingga tidak membaur dan menjadi bagian dari kerajaan Sriwijaya. Penguasa kerajaan Sriwijaya tidak terlalu mengenal mereka dan ambil pusing terhadap apapun yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh kaum Perlak Syiah. Termasuk apabila terdapat kemungkinan bahwa suatu konflik sebenarnya berasal dari pihak lain yang secara formal tampak sebagai satu wilayah dan keyakinan dengan kaum Perlak Pesisir, akan tetapi sebenarnya memiliki kebijakan politik yang berlainan.Penguasa Sriwijaya tidak melihat kaum Perlak Pesisir sebagai pihak yang berbeda dengan kaum Perlak Pedalaman. Kehancuran kerajaan Perlak Pesisir tampak jelas disebabkan karena terjadinya konflik antar negara, dengan mereka sebagai salah satu pihak yang bersengketa mempunyai rekan koalisi. Dalam hal ini pihak yang berkoalisi adalah kerajaan Perlak Pedalaman dengan Perlak Pesisir. Akan tetapi kekuatan gabungan koalisi tersebut tidak cukup untuk mengimbangi musuh yang

Page 12: Islam Syiah Indonesia

lebih besar dan kuat, sehingga untuk menghentikan kekuatan musuh yang besar dan kuat tersebut salah satu pihak yang berkoalisi harus berinisiatif mengorbankan diri untuk menyelamatkan rekan koalisinya. Kerajaan Perlak Pesisir memang punah di pulau Sumatra, tapi akibat dari pengorbanan tersebut kerajaan Sriwijaya menjadi lemah dan tidak mampu mengusik kaum muslimin di sekitar wilayah Aceh untuk selamanya.Sedangkan keadaan politik kaum syiah musafir Perlak Pesisir yang merantau ke Jawa merupakan bagian dari masyarakat kerajaan Majapahit, dan hidup di tengah-tengah kerajaan tersebut. Sehingga apabila terjadi benturan antara kaum muslimin Sunni yang datang ke Jawa dengan penguasa Majapahit, dan kaum Perlak Pesisir merasa bahwa kedudukan mereka belum cukup kuat untuk membantu saudaranya kaum muslim Sunni, sehingga mereka terpaksa mengambil posisi netral, maka penguasa Majapahit akan dapat melihat bahwa kaum Syiah bekas pelarian Perlak berada pada pihak yang netral. Dan apabila mereka berhasil dalam misinya mengislamkan sebagian besar masyarakat pulau Jawa yang berada di bawah kekuasaan Majapahit, maka kerajaan tersebut akan lemah dengan sendirinya. Sehingga ketika kaum muslim sunni memasuki pulau Jawa, maka rakyat pulau Jawa yang telah Islam tinggal mencabut dukungan kepada penguasanya sendiri. Hal ini yang terjadi di pulau Jawa.Dari semua uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pihak yang melemahkan kerajaan Sriwijaya dan kerajaan Majapahit yang berakibat kepada keruntuhan dua kerajaan besar Nusantara tersebut adalah kaum muslimin Perlak Pesisir dan keturunannya yang bermazhab Syiah. Pada waktu menghadapi Sriwijaya mereka menggunakan strategi perang frontal sampai rajanyapun terbunuh dalam peperangan. Sedangkan ketika menghadapi kerajaan Majapahit mereka menggunakan strategi yang bertolak-belakang dengan strategi yang ditempuhnya ketika menghadapi Sriwijaya. Ketika menghadapi Majapahit, keturunan kaum Perlak Pesisir menggunakan strategi kehalusan dan kelembutan. Mereka menggembosi dan mengalihkan dukungan rakyat Jawa kepada kerajaan tersebut dengan cara mengislamkan penduduknya.Yang perlu diobservasi lebih lanjut adalah alasan kerajaan Demak untuk menyerang Majapahit. Pada uraian sebelumnya telah dipaparkan sebuah argumentasi yang menyatakan bahwa kecil sekali kemungkinannya bahwa Demak menyerang Majapahit dengan tujuan dakwah Islam kepada masyarakat Hindu, karena sebagian besar masyarakat kerajaan Majapahit telah memeluk Islam. Maka salah satu kemungkinan alasan kuat bagi kerajaan Demak untuk menyerang penguasa Majapahit adalah ?dakwah? Islam mazhab sunni kepada masyarakat Majapahit yang beraliran Syiah, seperti yang telah sering terjadi di daerah timur tengah. Bila dilihat dari sudut pandang manajemen konflik tindakan penguasa Demak tersebut sangat masuk akal. Apabila mereka membiarkan saja masyarakat Jawa yang telah menjadi muslim syiah dibawah penguasa Majapahit yang berkeyakinan Hindu, maka lambat laun penguasa Majapahit juga akan menjadi pemeluk Islam mazhab syiah. Hal ini akan menyulitkan perkembangan dakwah mereka, apalagi jika dilakukan dengan cara berdakwah Islam mazhab sunni secara langsung kepada masyarakat di pulau Jawa yang telah menganut Islam syiah, argumentasi ajaran Islam mazhab Sunni tidak akan mampu untuk menundukkan argumentasi ajaran Islam mazhab Syiah. Secara historis, sejak dari kelahirannya di timur tengah, ajaran Islam mazhab Sunni dalam penyebaran ajarannya selalu membutuhkan kehadiran penguasa yang memiliki kekuatan materi dan fisik untuk mendukung dakwahnya.Oleh karena itu untuk berdakwah di pulau Jawa, kaum muslim Sunni tidak akan mampu meniru saudaranya Syiah yang memulai dakwah dari bawah, menyusup, berbaur di tengah-tengah masyarakat Majapahit. Masyarakat kalangan bawah sudah menjadi muslim Syiah dan sulit untuk mensunnikan mereka melalui argumentasi logis. Kaum muslim Sunni harus mendirikan sebuah kerajaan kemudian menyingkirkan pesaing-pesaingnya, setelah semua hal itu dilaksanakan maka dakwah Islam mazhab sunni di pulau Jawa baru dapat mereka mulai. Penguasa

Page 13: Islam Syiah Indonesia

kerajaan Majapahit harus disingkirkan terlebih dahulu. Maka tidak seperti kaum muslim syiah keturunan musafir Perlak Pesisir yang lebih mengutamakan rakyat kebanyakan sebagai sasaran dakwah, kaum muslim Sunni berdakwah dengan sasaran para bangsawan, keluarga raja dan anak keturunannya. Oleh karena itu media-media yang digunakan oleh kaum muslim Sunni di pulau Jawa adalah media-media elit/khusus yang hanya digunakan oleh masyarakat kalangan atas seperti misalnya pertunjukan wayang. Pada masa itu hanya kalangan bangsawan dan keluarga raja Majapahit yang mampu menyelenggarakan serta menonton pertunjukkan wayang.Setelah posisi kaum muslim Sunni sudah cukup kuat di pulau Jawa dengan masuk Islamnya raden Patah, putra prabu Brawijaya yang terakhir (Brawijaya V), maka mereka harus segera mengambil alih kekuasaan di pulau Jawa. Hal ini penting jika kaum muslim sunni hendak mencegah kalangan penguasa di pulau Jawa dikuasai oleh kaum muslim syiah. Selain itu dengan jatuhnya kekuasaan di tangan mereka (kaum muslim sunni), maka situasi politik yang seperti situasi politik di timur tengah akan dapat dikondisikan pula di Nusantara Jawa. Maka setelah mendirikan kerajaan Islam di Demak, kaum muslim sunni segera menyerang Majapahit.

Pada uraian-uraian sebelumnya telah dipaparkan argumentasi yang menyatakan bahwa serangan Demak tersebut bukanlah perang yang bertujuan dakwah Islam kepada masyarakat Jawa yang beragama Hindu, akan tetapi lebih kepada persiapan ?dakwah? untuk menghadapi persaingan antar mazhab dalam Islam. Salah satu peristiwa sejarah yang dapat dijadikan indikasi bagi argumentasi diatas adalah adanya suatu fenomena bahwa pada waktu peperangan antara Demak dan Majapahit berlangsung, panglima angkatan perang Majapahit saat itu dipegang oleh seorang muslim bernama raden Kusen (raden Husain). Nama panglima perang Majapahit itu pada konteks masanya mengindikasikan bahwa ia seorang muslim yang bermazhab ahlul bayt. Hal ini menandakan bahwa kaum muslim Syiah sudah mempunyai pengikut yang jumlahnya besar di pulau Jawa ketika para walisanga datang ke pulau tersebut.Lalu bagaimana masyarakat Islam syiah keturunan musafir Perlak Pesisir di Jawa mengambil sikap ketika dihadapkan pada situasi peperangan antara Demak versus Majapahit. Apakah mereka lebih condong kepada Demak atau kepada Majapahit. Kerajaan Majapahit adalah tempat mereka mendapatkan penghidupan. Kerajaan Majapahit tidak mengusik perbedaan keyakinan, bahkan memberikan ruang bagi kaum syiah keturunan musafir Perlak untuk berkembang. Sementara kerajaan Demak adalah kerajaan Islam, oleh karenanya mereka adalah saudara dalam keimanan. Sejarah sedikit-banyak telah menunjukkan bahwa kaum muslimin syiah keturunan para musafir Perlak lebih condong untuk membela saudara seimannya, yaitu kerajaan Demak.Ketika diserang oleh Demak, kerajaan Majapahit langsung mengalami keruntuhan, apabila masyarakatnya melakukan pembelaan kepada kerajaan tersebut tentu situasinya akan lain. Hal ini sedikit banyak menunjukkan sikap masyarakat muslim syiah keturunan para musafir Perlak Pesisir di Jawa ketika dihadapkan dengan situasi peperangan antara Demak versus Majapahit. Tentunya tidak semua masyarakatnya mempunyai persamaan pendapat dan sikap yang mutlak identik. Satu atau dua orang pasti mempunyai pendapat politik yang berbeda, seperti sikap yang diambil oleh raden Kusen yang malah menjadi senopati perang bagi kerajaan Majapahit untuk melawan Demak.Tokoh seperti raden Kusen kemungkinan sekali memiliki pendirian bahwa kerajaan Majapahit telah memberi ruang kepada kaum syiah keturunan Perlak Pesisir untuk berkembang dan memperoleh penghidupan, sehingga ia merasa berhutang budi kepada Majapahit. Atau kemungkinan sekali bahwa ia juga khawatir bahwa apabila kerajaan Demak mengalami kemenangan, maka masa depan perkembangan kaum syiah di pulau Jawa akan suram. Kemungkinan bagi kekhawatiran raden Kusen ini

Page 14: Islam Syiah Indonesia

sebenarnya sangat masuk akal atau beralasan, jika ia melihat sejarah masa lampau hubungan kedua mazhab Islam tersebut, baik di timur tengah maupun di Perlak. Selain raden Kusen tampaknya ada satu atau dua orang lagi yang berpendapat sama dengan beliau. Salah satu diantaranya adalah Syekh Siti Jenar. Syekh Siti Jenar tampaknya juga memiliki pendapat yang sama dengan raden Kusen.Yang mengherankan adalah sikap yang diambil masyarakat muslim syiah keturunan musafir Perlak Pesisir untuk lebih memilih membela kerajaan Demak yang bermazhab sunni. Walaupun mereka memahami sejarah masa lampau di timur tengah maupun di Perlak, yaitu apabila kerajaan Demak mengalami kemenangan maka timbul suatu kemungkinan kuat bahwa kehidupan kaum syiah akan mengalami tekanan keras dari kaum sunni. Apa yang mendasari masyarakat muslim syiah keturunan para musafir Perlak Pesisir mengambil pilihan untuk membela saudaranya yang sunni walaupun terdapat kemungkinan bahwa apabila mengalami kemenangan kerajaan Demak akan menekan mereka.Sejarah masa lalu sedikit-banyak menunjukkan bahwa kaum muslimin syiah selalu lebih mengutamakan keselamatan peradaban Islam secara keseluruhan daripada kelompok atau mazhab. Mereka juga terlihat selalu piawai dalam menyusun berbagai strategi untuk mencapai tujuannya. Tampaknya strategi yang diambil oleh kaum muslimin syiah keturunan para musafir Perlak Pesisir di pulau Jawa pun berdasarkan pada pemikiran yang sangat mendalam. Apabila melihat sejarah pada masa setelahnya, maka terlihat bahwa kehidupan Islam yang damai di pulau Jawa hanya mengalami masa yang tidak begitu lama. Aksi penjajahan oleh penjajah Belanda segera tiba dalam waktu yang tidak begitu lama setelah keruntuhan kerajaan Majapahit. Gelagat dari karakter orang-orang Eropa terutama karakter penjajahannya di masa depan tentu terbaca juga oleh masyarakat diseluruh dunia. Walaupun arus informasi dunia di jaman Majapahit lebih lambat apabila dibandingkan dengan arus komunikasi di jaman sekarang. Tapi di jaman dahulu arus informasi global juga sudah terbentuk, apalagi bagi negara-negara yang terletak di pinggiran samudera Hindia yang arus perpindahan manusianya lebih cepat dari pada di bumi belahan lain. Berita tentang keadaan di Eropa, termasuk tabiat dan kecenderungan masyarakatnya juga akan sampai ke daerah Nusantara.Dalam menghadapi keadaan dunia di masa depan, terutama ancaman dari kecenderungan bangsa Eropa yang akan bersikap agresif terhadap bangsa-bangsa lain tentu sudah dilakukan suatu usaha prediksi oleh bangsa-bangsa lain di dunia saat itu, termasuk diantaranya kaum muslimin syiah keturunan musafir Perlak Pesisir. Terlihat suatu usaha menggerakkan persatuan antar sesama muslim oleh mereka. Masyarakat muslimin syiah keturunan para musafir Perlak Pesisir sudah tidak ambil pusing lagi dengan perbedaan mazhab. Mereka tampaknya rela kehilangan identitas mazhabnya dan menerima Islam sunni dipeluk oleh sebagian besar masyarakat di pulau Jawa. Tapi yang penting inti dari ajaran Islam mazhab syiah tetap dipegang oleh masyarakat Jawa keturunan para musafir Perlak Pesisir. Jejak tersebut terlihat setelah mereka mendirikan kerajaan Islam sufistik di pedalaman pulau Jawa paska keruntuhan kerajaan Demak. Jejak peninggalan kaum syiah akan dibahas pada uraian nanti. Sekarang akan dibahas jejak langkah-langkah dalam sejarah yang ditempuh kaum muslimin syiah keturunan Perlak Pesisir di pula Jawa dalam berinteraksi dengan kaum muslim sunni di pulau Jawa.

Budaya Kejawen sebagai Metamorfosis Ajaran Islam Syiah di Pulau JawaKaum muslim Syiah telah mempersiapkan sebuah kemasan baru untuk menghindari konflik dengan kaum muslim Sunni. Mereka atampaknya akan menerapkan kembali suatu strategi yang sering mereka praktekkan di timur tengah. Strategi itu disebut dengan taqiyah. Setelah di timur tengah, mereka tidak mempraktekkannya lagi ketika di Perlak. Tetapi di pulau Jawa ini tampaknya mereka harus menerapkannya lagi. Hal tersebut perlu karena persatuan diantara syiah dan sunni harus segera dilaksanakan secepatnya sebelum orang-orang barat datang ke Nusantara untuk

Page 15: Islam Syiah Indonesia

melakukan penjajahan. Tetapi taqiyah yang mereka terapkan di pulau Jawa akan jauh lebih ekstrim daripada yang pernah mereka terapkan di timur tengah. Karena berdasarkan pada pengalaman sebelumnya bahwa adanya segitiga kepentingan, yaitu; syiah, sunni, dan non-muslim, kaum muslim sunni sukar menerima suatu koalisi dengan kaum syiah untuk menghadapi non-muslim seperti Sriwijaya atau Majapahit, tanpa menimbulkan kerugian pada kaum muslim syiah. Padahal lawan non-muslim yang akan dihadapi kaum muslimin di masa depan adalah orang-orang Eropa yang lebih kuat.Oleh karena itu kaum Islam Syiah keturunan para musafir Perlak harus mengakselerasi persatuan kaum muslimin secepatnya di pulau Jawa. Mereka akan mengeliminir simbol-simbol ajaran syiah, dan memakai symbol-simbol Islam mazhab sunni, akan tetapi inti ajaran tauhid dari ajaran syiah tetap dipertahankan. Kaum muslimin syiah keturunan para musafir Perlak akan menampakkan diri mereka di depan kaum muslim sunni seolah-olah telah keluar dari Islam mazhab syiah dan menganut peradaban yang berbeda dengan peradaban syiah yang sebelumnya mereka anut. Mereka akan menampilkan kepada saudaranya kaum muslim sunni, bahwa peradaban yang mereka anut tersebut telah ada dan diyakini oleh pribumi pulau Jawa sebelum kedatangan mereka di pulau tersebut. Kaum muslim syiah keturunan musafir Perlak di pulau Jawa memahami bahwa saudaranya kaum muslim sunni tidak akan terlalu mengusik jika mereka terlihat seperti telah keluar dari mazhab syiah yang dianut sebelumnya.Pertanyaannya adalah apakah peradaban baru yang dibuat oleh orang-orang keturunan para musafir Perlak pesisir ke Jawa tersebut? jawabannya adalah: Budaya Kejawen. Budaya Kejawen mengandung nilai KeTuhanan dan kemanusiaan yang amat tinggi dan adiluhung, jadi tidak mungkin budaya tersebut secara mandiri dibentuk oleh suatu kearifan yang baru berumur beberapa ratus tahun saja. Budaya tersebut pastilah mempunyai kesinambungan dengan suatu peradaban manusia yang telah maju dari masa yang telah lama. Budaya manusia yang masih muda akan membentuk peradaban yang sederhana, seperti budaya-budaya penduduk primitifyang tinggal di pedalaman Guinea dan Australia. Pada tesis di uraian sebelumnya ditarik sebuah hipotesa bahwa budaya monotheisme yang bernilai keTuhanan tinggi dan membentuk budaya Kejawen adalah budaya Islam Syiah.Lalu mungkin akan timbul suatu pertanyaan, yaitu; kapankah kaum syiah keturunan kaum musafir Perlak mengubah keyakinannya menjadi peradaban kejawen? Secara historiologi, waktu pembuatan budaya baru ini kurang jelas. Akan tetapi kita bisa mendapatkan data melalui antropologi budaya masyarakat Nusantara/Jawa. Yaitu intensitas budaya Kejawen yang dipeluk masyarakat Jawa dan berita masa lalunya santer sampai sekarang. Berita tertulisnya tampak secara tersirat pada serat-serat sastra jawa kuno yang mengandung nilai-nilai keTuhanan yang tinggi. Berdasarkan berita santer masa lalu ini mudah kita untuk membayangkan bahwa budaya kejawen pernah secara masif mendominasi keyakinan masyarakat pulau Jawa. Yang kita berusaha lacak adalah periodisasinya. Budaya Kejawen memiliki persamaan yang menakjubkan pada ajaran sisi esoteris Islam mazhab Syiah. Pada keduanya terdapat kandungan pengajaran hikmah, filsafat wujud, tauhid dan akhlak yang benar-benar identik. Tidak pernah ditemukan persamaan antara dua peradaban yang begitu identik di dunia ini sebagaimana identiknya budaya Kejawen dan ajaran esoteris Islam mazhab Syiah.Dilihat dari kuatnya pengaruh budaya kejawen yang masih terasa sampai sekarang, maka kemungkinan sekali periodisasi budaya kejawen ini sudah cukup lama. Periodisasinya juga jauh lebih tua dari ?Islamnya masyarakat Jawa menurut ?versi Dr Snouck? yang dimulai pada abad 15.? Islam menurut Dr Snouck masuk ke Jawa melalui Gujarat di Aceh dan masuk dari Hadramauth ke Jawa oleh para walisanga.Jika periodisasi peninggalan tertulis budaya kejawen berasal dari abad ke 15 sampai dengan abad ke 19, maka budaya lisannya kemungkinan sekali berasal dari waktu yang jauh lebih awal dari abad ke 15. Bisa berasal dari abad ke 10 sampai abad ke

Page 16: Islam Syiah Indonesia

14. Dalam ilmu antropologi masyarakat, sering suatu pola budaya dalam masyarakat bermula dari nilai-nilai sosial yang bersifat non-formal. Kemudian semakin maju masyarakat tersebut maka menjadi budaya formal. Pada awalnya monotheisme Jawa berjalan atas penyebaran yang berbasis budaya lisan. Demikian pula ajaran monotheisme Kejawen. Makin lama monotheisme lisan kejawen tersebut mengambil bentuk budaya kompleks dan tertulis, seperti tertulis pada serat-serat sastra kuno jawa yang mengandung nilai-nilai esoteris monotheisme. Pada awalnya monotheisme esoteris adalah budaya keyakinan rakyat yang bersifat lisan. Kemudian dimasa Syekh Siti Jenar ketika peradaban manusia sudah semakin kompleks maka monotheisme esoteris masuk ke periode tertulis seperti dalam serat-serat sastra kuno jawa.Oleh karena itu masa keemasan budaya Kejawen di pulau Jawa berlangsung jauh lebih awal dari kedatangan para Walisanga dari Hadramauth ke pesisir utara pulau Jawa. Karena dari anggapan sejarah awam bahwa sejak masa Islam masuk ke Jawa oleh walisanga sampai dengan masa sekarang ini, budaya kejawen belum pernah mengalami masa keemasan. Padahal secara antropologi masyarakat sudah jelas bahwa pada suatu masa lampau, budaya Kejawen pernah mengalami masa keemasan di pulau Jawa. Oleh karena itu masa keemasan budaya kejawen pastilah terjadi sebelum masa para walisanga berdakwah di Jawa.Para Walisanga justru pihak yang berusaha menghapus budaya Kejawen. Hal diatas tampak pada konflik antara Walisanga dengan Syekh Siti Jenar. Syekh Siti Jenar dengan paham Wahdatul Wujudnya memiliki kesamaan paralel dengan paham Manunggaling Kawula Gustinya budaya Kejawen. Syekh Siti Jenar lebih cenderung mengangkat sisi esoteris islam daripada para walisanga yang lebih mementingkan sisi material atau mengangkat simbol-simbol luarnya saja. Dan ternyata sisi esoteris islam Syekh Siti Jenar ini memiliki kesamaan dengan keyakinan Kejawen.Memang Syekh Siti Jenar dalam ungkapan-ungkapannya seolah-olah seperti tidak menekankan sisi syariat Islam. Akan tetapi jika dicermati lebih lanjut sebenarnya maksud beliau bukanlah demikian. Maksud Syekh Siti Jenar adalah bahwa pengamalan syariat apabila tidak disertai dengan kesadaran dan niat yang sungguh-sungguh kepada Allah dan dengan tujuan kebaikan dari orang-orang yang melaksanakannya, maka makna dari amalan-amalannya akan sia-sia. Maksud dari Syekh Siti Jenar ini tentunya juga dipahami oleh seluruh kaum muslimin pada saat itu dan tentunya juga dipahami pula oleh para Walisanga. tapi kenyataannya para Walisanga tetap menjatuhkan vonis kepada Syekh Siti Jenar. Berdasarkan hal tersebut di depan maka hanya ada satu kemungkinan alas an bagi para Walisanga untuk bersikap keras kepada Syekh Siti Jenar, alasan tersebut adalah alasan perebutan pengaruh dan simpati dari masyarakat muslimin di pulau Jawa secara keseluruhan, atau dengan kata lain alasan para Walisanga tersebut lebih bermakna politis.

Kerajaan Mataram Islam Pewaris Inti Irfan dam Akhlak Mazhab AhlulbaytPatut diingat bahwa masyarakat Jawa sebelum memeluk agama Islam besar kemungkinan telah berperadaban tinggi dan banyak yang memahami filsafat tingkat tinggi yang mereka peroleh dari peradaban sebelumnya, seperti peradaban Zoroaster ataupun monotheisme rakyat lapisan bawah Elam. Oleh karena itu ungkapan-ungkapan Syekh Siti Jenar berkenaan dengan paham Manunggaling Kawula Gusti sebenarnya merupakan ungkapan filosofis yang sangat mudah dicerna kaum muslimin di Nusantara pada saat itu, daripada kaum muslimin di Nusantara pada saat sekarang ini.Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah darimana asalnya perbedaan kesepahaman ?ajaran? antara Syekh Siti Jenar dengan para walisanga? yang kedua belah pihak dinyatakan dalam riwayat adalah sama-sama mubaligh islam. Darimana

Page 17: Islam Syiah Indonesia

Syekh Siti Jenar mendapatkan ajaran Wahdatul Wujud? Apakah dari luar Nusantara ataukah memang sudah ada paham monotheisme di Jawa sebelum beliau menjadi ulama yang mempunyai nilai-nilai yang sama dengan sisi esoteris islam? Ada dua kemungkinan besar tentang asal-usul Syekh Siti Jenar mendapatkan nilai-nilai esoteris Islam. Kemungkinan pertama adalah bahwa Syekh Siti Jenar mendapatkannya dari budaya asli masyarakat. Kemudian beliau menampilkannya dengan bentuk nilai-nilai budaya Kejawen. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah budaya asli masyarakat tersebut, pada uraian selanjutnya nanti akan dibahas pendapat Nancy Florida, seorang asing yang mencermati budaya kejawen pada suluk dan wirid, dan dia berkata bahwa budaya Kejawen bukan berasal dari Hindu. Apabila kemungkinan pertama ini benar, maka Syekh Siti Jenar mendapatkan pemahaman hikmah manunggaling kawula Gusti itu dari orang syiah keturunan kaum musafir Perlak Pesisir yang hijrah ke pulau Jawa.Kemungkinan kedua adalah bahwa Syekh Siti Jenar mendapatkan ilmunya secara utuh dari peradaban Islam di timur tengah. Apabila hal ini merupakan kebenaran maka pada masa itu mazhab dalam Islam yang sangat menonjolkan sisi esoterisnya hanya Islam dari mazhab syiah. Mazhab syiah mengalami perkembangan di daerah Persia dan saat ini menjadi mayoritas di wilayah-wilayah Iran dan Irak. Jumlah yang signifikan dijumpai di Pakistan dan Afghanistan. Beberapa pengamat budaya Kejawen berpendapat bahwa Syekh Siti Jenar adalah orang yang berkebangsaan Persia. berdasarkan pendapat para ahli sejarah budaya Kejawen tersebut maka besar pula bahwa kemungkinan kedua adalah kebenaran sejarah budaya Kejawen.Apapun kebenaran dari dua kemungkinan tersebut, hasilnya tetap sama saja, yaitu memperkuat argumentasi bahwa pengaruh Islam syiah dari Persia sangat kuat di Nusantara Jawa sebelum kaum muslim Sunni masuk wilayah tersebut. Karena keturunan kaum musafir Perlak yang merantau ke pulau Jawa sebenarnya juga merupakan keturunan Persia, dan kerajaan Perlak merupakan kerajaan Islam Syiah.

Situasi sosial-politik masyarakat dan penguasa Islam di pulau Jawa yang seperti tergambar pada deskripsi diatas, sedikit banyak menunjukkan situasi sebelumnya bahwa dakwah para Walisanga ke Nusantara lebih bermotifkan politis. Hal ini sangat mungkin terjadi, karena wilayah Nusantara pernah menjadi basis kuat Islam mazhab Syiah di dunia. Keadaan di timur tengah sendiri pada masa itu penuh dengan nuansa persaingan antara dua mazhab Islam, Islam Sunni dan Islam Syiah, dimana penguasa Islam di timur tengah pada masa itu adalah kaum muslimin yang bermazhab Islam Sunni. Kekuasaan yang saat itu berada di tangan Bani Umayyah maupun Bani Abbasyah berusaha untuk menghapus Islam mazhab Syiah. Maka juga merupakan suatu kemungkinan bahwa dakwah para walisanga adalah skenario yang didatangkan oleh penguasa Bani Abbas untuk men-Sunni-kan masyarakat Syiah di Nusantara. Karena pada saat itu syiah yang di Persia sendiri dianut secara sembunyi-sembunyi justru sangat kuat posisinya di Nusantara. Dalam sejarah memang dakwah para wali lebih banyak berafiliasi dengan penguasa, baik penguasa Majapahit yang pada awalnya belum memeluk Islam maupun penguasa Demak (Majapahit Islam).Apabila teori diatas adalah situasi sebenarnya di Nusantara. Maka semakin memperkuat argumentasi bahwa budaya kejawen sebenarnya adalah keyakinan masyarakat Islam Syiah yang terdesak oleh dakwah Islam Sunni pimpinan Walisanga. Mereka kemudian menyamarkan keyakinan mazhabnya itu. Apabila tekanan ini berlangsung terus-menerus maka simbol-simbol fisik maupun ritual mazhab ini pasti akan hilang. Yang masih bertahan adalah nilai spiritualnya saja. Inti nilai spiritual Islam Syiah yang di masa selanjutnya menjadi budaya kejawen. Sepertinya masyarakat spiritual Kejawen terdesak ke pedalaman pulau Jawa dan mendirikan kerajaan Islam yang bernuansa Sufistik.Kerajaan Islam pedalaman tersebut adalah kesultanan Mataram. Secara spiritual

Page 18: Islam Syiah Indonesia

kebatinan sebenarnya kerajaan ini sangat menonjolkan sisi islam esoterik yang identik dengan irfani pada Islam mazhab Syiah. Bisa dikatakan kerajaan Mataram Islam pulau Jawa identik dengan kerajaan Islam dinasti Safawi di Persia yang tahun berdirinya nyaris bersamaan dengan berdirinya kerajaan Mataram yaitu pada abad ke 16. Kerajaan dinasti Safawi di Iran bernuansa esoteris Islam. Bahkan di timur tengah bersama kerajaan Fatimiyyin Mesir, pemerintahan dinasti Safawi Iran merupakan satu-satunya kerajaan bernuansa sufi/irfani yang pernah berdiri.Apabila tidak ada kerajaan Mataram Islam di pulau Jawa, maka kesultanan dinasti Safawi, kesultanan Perlak dan kesultanan dinasti Fatimiyyin Mesir merupakan kesultanan Islam bernuansa sufi/irfani yang pernah berdiri dalam sejarah Islam. Kesultanan Mataram juga kesultanan islam sufisme. Maka pada abad ke 16 terdapat 4 kekhalifahan Islam yang berdiri nyaris bersamaan, yaitu kesultanan Usmani di Turki yang lebih awal berdirinya, Safawi Sufi di Persia, Mughal di India dan Mataram islam di pulau Jawa. Dua kerajaan bernuansa sufi/irfani yaitu Safawi dan Mataram. Sedangkan dua kerajaan lainnya yaitu kerajaan Usmani dan Mughal lebih menonjolkan sisi eksoteris dengan merasa cukup berpegang pada simbol-simbol syariat.Jika Mataram benar merupakan kerajaan Islam Sunni dan bukannya sebuah kerajaan berasal dari masyarakat Syiah yang kemudian berubah kulit karena pada masa setelahnya kehilangan simbol-simbol kesyiahannya, maka hanya kerajaan tersebut saja yang merupakan kerajaan Islam bermazhab Sunni yang punya kecenderungan irfani/sufistik di dunia ini. Suatu pola yang sangat tidak lazim dan amat sukar dipercaya. Tradisi sufi jarang sekali dijumpai pada masyarakat Sunni bahkan di timur tengah. Di timur tengah, para sufi yang memiliki nama besar pun kesulitan mempunyai pengikut, apalagi sampai mampu mendirikan kerajaan. Usaha maksimal para sufi di tengah masyarakat Sunni hanya mendirikan tarekat-tarekat tradisional yang proporsinya masih jauh dibawah pesantren-pesantren Sunni dan kurang mendapat apresiasi dari masyarakat Sunni sendiri, baik di Nusantara maupun Timur tengah. Karena hal diatas maka suatu kewajaran apabila pemerhati sejarah Islam di pulau Jawa kemudian menyimpulkan bahwa terdapat kontribusi ajaran keyakinan Islam dari mazhab lain yang membentuk kerajaan Islam Mataram, sehingga kerajaan tersebut bernuansa sufistik. Suatu hal yang bahkan di pusat Islam Sunni di timur tengah sendiri suatu hal yang belum pernah terjadi.Hanya ada satu atau dua orang sufi saja dari tengah-tengah masyarakat Sunni timur tengah yang mampu menonjol ajarannya hingga sampai mempunyai murid atau pengikut yang dapat dilacak sampai sekarang. Diantaranya adalah Rumi dan Ibn Arabi. Tapi Rumi juga seorang sufi yang berasal dari Persia, ia berada di Khurasan awal abad ke abad 13 yang kemudian setelah banyak belajar kemudian melancong ke barat. Pada saat itu Persia sudah bermazhab Syiah sehingga kajian esoteris Islam sudah diajarkan kepada masyarakat. Akan tetapi di wilayah barat Daulah, kajian esoteris merupakan sesuatu pencerahan luar-biasa yang belum pernah didapatkan oleh orang-orangnya. Kemungkinan kuat sekali bahwa Rumi mendapatkan kajian esoteris Islam dari para ulama Syiah di Khurasan. Tapi kehebatan Rumi dan Arabi di dunia Sunni juga tidak mendapatkan apresiasi yang besar. Ajaran mereka pada masyarakat Sunni ternyata terhenti di masa depan.

Jejak Peninggalan-peninggalan Irfanisme Kerajaan Mataram Islam.Mataram Islam mempunyai nilai-nilai ajaran irfan/sufisme yang maju dan tidak hanya bersifat lisan akan tetapi juga telah tertuliskan. Nilai-nilai sufisme Mataram tertulis dalam serat-serat sastra jawa kuno. Nilai-nilai spiritual jawa kuno ini di Mataram adalah budaya tertulis Kejawen dan sama sekali tidak bernuansa Hindu atau Budha. Seperti yang dikatakan oleh Nancy Florida seorang ahli serat-serat sastra jawa kuno dalam sebuah interview tanya jawab yang dimuat oleh Kompas, 22 Maret 2009.Dalam buku Membaca Post-Kolonialitas Nancy menulis,

Page 19: Islam Syiah Indonesia

?Saya ingin merenggangkan gambaran ?fiksi? yang melukis tembok kraton Mataram sebagai benteng kukuh (seolah-olah tanpa pintu) yang melestarikan dibaliknya suatu kebudayaan asli Hindu-Budha yang bertentangan dengan islam.? ?Waktu tembok keraton itu didirikan (lengkap dengan pintunya) dunia intelektual keraton dan intelektual pesantren tidak hidup dalam pertentangan binaris.?Kemudian penanya: ?Jadi, sebenarnya dimana pengaruh Hindu pada suluk ataupun wirid? Selama ini selalu ada pandangan pengaruh Hindu sangat kuat pada Jawa?Nancy menjawab: ajaran tasawuf yang berbentuk puisi itu disebut suluk, sedangkan yang dalam bentuk prosa disebut wirid. Dalam budaya jawa lebih banyak suluk. Banyaknya karya suluk ini menandakan bahwa pengajaran sastra Jawa sangat kuat pada abad ke 16.Ya pengajaran tasawuf sangat kuat dan sophisticated di abad ke 18 dan 19. Suluk itu lebih kuat karena pengaruh islam, bukan Hinduisme.?Kemudian penanya: ?Bagaimana dengan wayang? juga ritual-ritual Jawa yang dianggap Hindu??Nancy menjawab: ?Kalau kita lihat wayang, wayang itu telah disambung-sambungkan dengan dunia islam. Kita lihat juga Ajisaka. Menarik sekali itu cerita legenda awal tanah jawa. Ajisaka kan belajar ke Mekkah, itu yang mendirikan Hindu Jawa?.. Yang dianggap oleh awam sebagai Hindu itu sebenarnya adalah tasawuf Islam. Tidak seperti islam dipraktekkan sekarang.?Kemudian penanya: ?jadi ada suatu politik kolonial yang mencoba mengkorting pengaruh islam, terutama setelah perang Diponegoro?Nancy menjawab: ?Menurut saya begitu. Dari 500 naskah di kraton Surakarta, hanya 17 yang berbau Hinduisme. Selebihnya Islam. Ini kan menarik. Jadi, kalau kraton di Jawa terutama diwakili oleh kraton Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta selama ini dicitrakan sebagai Hinduistik, itu sama sekali salah. Kalangan berpengaruh di dalam kraton, termasuk para penasehat spiritual dan pujangga bahkan umumnya mendapatkan pendidikan agama di pondok pesantren. Di masa lalu, islam (di kraton) lebih fleksibel karena lebih cenderung pada tarekat.?Pengajaran tasawuf dikatakan oleh Nancy marak pada abad ke 18 sampai abad ke 19. Tentunya pengajaran di masa itu sudah sistematis disertai dengan diktat-diktat budaya tertulis yaitu suluk dan wirid. Lembaganya juga sudah formal yaitu lembaga-lembaga pesantren. Akan tetapi pasti terdapat masa-masa panjang sebelumnya yaitu masa pembentukan budaya tertulis kejawen di pulau Jawa itu sendiri. Yaitu budaya lisannya. Periode ini semestinya mengambil masa yang lebih panjang. Bisa 5 sampai 6 abad sebelumnya.Sedikit-banyak wawancara dengan Nancy diatas telah menunjukkan bahwa spiritual Kejawen bukanlah berasal dari Hindu akan tetapi berasal dari Islam. Wilayah Jawa adalah titik kedua monotheisasi Nusantara oleh peradaban Islam setelah wilayah Aceh yang merupakan wilayah dakwah Islam pertama. Islam adalah simbol monotheisme yang sangat sukses dianut oleh masyarakat di pulau Jawa. Akan tetapi anehnya peninggalan riwayat-riwayat pengislaman masyarakat hampir tidak ditemukan. Kalau berdasar sejarah komunitas Islam awal pertama di Nusantara, Perlak/Lamuri adalah wilayah islam pertama. Maka ada kemungkinan masuknya orang-orang Islam Perlak ke Jawa dan mengislamkan masyarakatnya adalah setelah tahun 988 Masehi. Karena pada tahun tersebut terjadi perang saudara di Perlak yang memecah kesultanan Perlak menjadi dua Negara yaitu Perlak pedalaman yang beraliran Sunni dan Perlak pesisir yang beraliran Syiah. 

Jejak Peninggalan Antropologi Budaya Masyarakat dan Arkeologi yang Mengindikasikan Adanya Pengaruh Islam Syiah dari Persia di pulau Jawa pada masa awal penyebaran Islam di Nusantara

Page 20: Islam Syiah Indonesia

Dugaan kuat pengaruh Islam syiah Persia di pulau Jawa sesuai dengan fakta yang tertera pada batu nisan atas nama Fatimah Binti Maimun. Nama tersebut untuk ukuran situasi pada jaman dahulu yang tertera pada angka tahun yaitu tahun 1086 Masehi sangat kental bernuansa Syiah. Huruf dan pola prasasti nisan tersebut juga memiliki pola Persia. hal tersebut semakin memperkuat argumentasi bahwa agama Islam yang masuk ke Nusantara pada masa awalnya dan mampu mengislamkan sebagian besar penduduk Nusantara adalah agama Islam yang bermazhab syiah.Tauhid mazhab Islam syiah mempunyai kesamaan dengan Spiritual Kejawen, bahkan identik. Paham pandangan dunia Ilahiah-nya mazhab Syiah identik dengan manunggaling kawula Gusti-nya Spiritual Kejawen dan paham Wahdatul Wujud-nya Syekh Siti Jenar.Oleh karena itu besar sekali kemungkinan bahwa Spiritual Kejawen berasal muasal dari Tauhid mazhab Islam syiah. Karena kalau berdasarkan sejarah masuknya Islam di Nusantara maka sejak kehadirannya oleh walisanga, Islam tidak pernah mengalami dimana pengajaran nilai-nilai sisi esoteris menonjol. Para walisanga adalah mubaligh Islam yang kental dengan kultur Arab Islam Sunni. Dan kultur Islam Hadhramauth cenderung menampilkan sisi eksoteris atau sisi luar yang simbolik dari Islam seperti kajian fiqih dan syariat saja hingga sampai masa sekarang ini. Apabila kita mengacu kedatangan Islam di Nusantara berasal dari dakwah Walisanga sebagai sebuah kebenaran, maka sama saja dengan kita menganggap bahwa sisi esoteris islam (spiritual kejawen) tidak pernah mengalami masa keemasan di Nusantara Jawa ini.Kemudian apabila dilihat dari peninggalan-peninggalan simbol-simbol ritual terdapat satu kesamaan antara spiritual Kejawen dengan Islam Syiah yang luar biasa tepat. Yaitu suatu tradisi ritual Kejawen yang berlangsung pada bulan Muharram. Bulan Muharram mempunyai nilai khusus bagi masyarakat Kejawen. Sebenarnya bulan ini juga mendapatkan perlakuan khusus dalam tradisi Islam, baik Islam Sunni maupun Islam Syiah. Akan tetapi perlakuan khusus untuk bulan Muharram pada tradisi spiritual kejawen lebih mirip dengan tradisi Islam Syiah daripada perlakuan khusus terhadap bulan Muharram pada Islam Sunni. Muslim Sunni menganggap bulan Muharram sebagai bulan kegembiraan dan penuh kemenangan karena peristiwa hijrah. Oleh karena itu Islam Sunni menyambut bulan Muharram dengan perayaan-perayaan yang mengekspresikan kegembiraan.Sedangkan spiritual Kejawen dan Islam Syiah sama-sama menetapkan bulan Muharram sebagai bulan yang penuh dengan kesedihan dan keprihatinan. Islam Syiah menjadikan bulan Muharram ini sebagai bulan kesedihan karena pada bulan tersebut terjadi peristiwa tragedi yang mengenaskan. Yaitu tragedi pembantaian Al-Husein cucunda nabi di padang Karbala. Peristiwa tersebut juga disebut dengan peristiwa Asyura (baca: Asyuro). Orang-orang spiritual Kejawen pada bulan ini juga masyarakatnya dilarang bersenang-senang, dilarang menikahkan anak, dilarang mengadakan pesta. Bulan Muharram harus diisi dengan penuh keprihatinan dan menempuh asketisme yang serius.Darimana orang-orang spiritual Kejawen mendapatkan pengetahuan akan kekhususan bulan Muharram yang penuh keprihatinan? Yang jelas bukan dari Hindu, karena penanggalan kejawen adalah sama dengan penanggalan Islam dan bukan penanggalan Hindu. Jadi apabila peringatan kesedihan Muharram itu dilaksanakan setiap tahunnya atas dasar penanggalan Jawa maka hari tragedinya akan bergeser menurut bulan pada tahun Saka yang merupakan sistem penanggalan Hindu.Kemudian orang-orang spiritual Kejawen juga menamai nama bulan Muharram dengan nama Kejawen yaitu dengan nama: Syuro. Pertanyaannya adalah: darimana orang-orang spiritual Kejawen menamai bulan Muharram dengan nama Syuro? Betapa miripnya nama bulan Kejawen ini dengan nama tragedi umat muslim syiah yang terjadi di bulan Muharram yaitu tragedi Asyuro. Yang jelas tidak ada peringatan tragedi Asyuro pada bulan Muharram pada umat muslim Sunni. Bahkan nama Asyuro

Page 21: Islam Syiah Indonesia

sama sekali tidak dikenal dalam khasanah perbendaharaan kata pada umat muslim Sunni.

Babad Diponegoro: Fakta Takterbantahkan Akan Akar Kesyiahan Kraton Yogya di Masa AwalTerdapat sebuah babad (cerita sejarah) Mataram terbitan terakhir yang khusus. Babad terbitan terakhir ini khusus karena isinya merupakan biografi si penulis. Selain itu juga karena si penulis membuatnya di luar wilayah Mataram. Si penulis ini adalah Pangeran Diponegoro. Beliau menulis buku babad yang kemudian disebut dengan babad Diponegoro ini di pengasingan. Buku babad ini masih asli, tidak sempat di’modifikasi’ oleh tangan-tangan ‘ahli’ budaya asia tenggara pemerintah Hindia Belanda.Penulis babad tersebut, adalah Pangeran Diponegoro sendiri merupakan putra Mataram, beliau putra sulung Sultan HB III. Walaupun secara umum pada masa muda Pangeran Diponegoro. masyarakat mengenal beliau sebagai pengikut tarekat Sattariyyah, akan tetapi menjelang awal perjuangannya yang tertulis pada uraian beliau sendiri dalam babadnya, mengindikasikan bahwa beliau adalah pengikut ahlul bayt. Terdapat sepenggal kisah dalam babad tersebut yang mengisahkan suatu perintah oleh seseorang kepada Pangeran Diponegoro. Dalam babad tersebut perintah yang turun kepada beliau adalah perintah perang melawan Belanda. Perintah itu turun dari seseorang yang kedudukannya lebih tinggi dari beliau, yaitu suatu perintah dari Ratu Adil. Melihat penyampaian bahasa sastra puisi oleh beliau dalam babad yang menggambarkan suatu sejarah (Puisi sekaligus prosa), sepertinya wacana Ratu Adil adalah suatu hal umum di masyarakat Mataram pada saat itu. Babad tersebut menampilkan bahwa seolah-olah masyarakat Mataram pada awal abad ke 19 telah terbiasa dan familier dengan terminologi konsep Ratu Adil, bukanlah sesuatu hal yang asing dan khusus bagi mereka sehari-hari. Dalam babad tersebut diceritakan bahwa Ratu Adil memanggil beliau (Pangeran Diponegoro). Kemudian terjadi juga dialog antara Ratu Adil dengan Pangeran Diponegoro.Konsep tentang Ratu Adil terdapat dalam hampir semua budaya besar yang pernah eksis di dunia ini. Konsep tersebut terdapat dalam Islam, Hindu, Kristen, Yahudi, Zoroaster dan budaya-budaya lainnya. Akan tetapi apabila kita membaca buku babad, konsep dan ciri dari Ratu Adil yang digambarkan dalam babad Diponegoro tersebut hanya mempunyai persamaan bahkan identik dengan terminologi Ratu Adil menurut Islam mazhab Syiah. Pada babad digambarkan Ratu Adil memakai surban hijau. Dalam syiah surban hijau merupakan identitas Sayyid (keturunan Rasulullah) yang mempunyai kedudukan tinggi. Cerita pada babad melukiskan bahwa Ratu Adil wajahnya mengeluarkan cahaya yang kemilau. Demikian pula dalam riwayat-riwayat orang-orang syiah yang mengalami penyaksian berjumpa dengan Imam Mahdi (Ratu Adil) di Persia, mereka mengatakan bahwa beliau (Imam Mahdi) bercahaya wajahnya. Kemudian persamaan yang paling penting bahwa dalam mazhab syiah Imam Mahdi diyakini telah hadir (telah dilahirkan). Konsep Mahdiisme yang mana figur Al-Mahdi diyakini sudah eksis di dunia ini hanya memiliki persamaan dengan cerita pada babad Pangeran Diponegoro tersebut. yang mana dalam babad diceritakan bahwa beliau berdialog dengan Imam Mahdi. Secara tidak langsung cerita dalam babad itu mendeskripsikan bahwa Imam Mahdi sudah eksis (sudah lahir), sama dengan konsep Mahdiismenya mazhab syiah. Pada budaya-budaya lain termasuk dalam terminologi Islam sunni, figur juru selamat akhir zaman ini (Al-Mahdi) diyakini belum lahir.

NB:

Page 22: Islam Syiah Indonesia

Patut diketahui, perang Diponegoro yang merupakan perintah Imam Mahdi kepada Pangeran Diponegoro ini bukanlah perang remeh. silahkan dilihat di wikipedia, perang ini berskala internasional. Perang ini membawa korban 8000 orang asli kulit putih Belanda. Hal ini menjadikannya Perang Diponegoro atau perang Jawa sebagai perang kolonial dengan korban dari pihak penjajah kulit putih Eropa terbesar di dunia sepanjang sejarah kolonialisme. Tidak sebuah perang koloniaolisme-pun baik di Amerika Utara, Afrika, Amerika Tengah, Asia Tenggara, Amerika Selatan, Asia Selatan yang membawa korban dari pihak penjajah Eropa yang berkulit putih sebanyak perang Diponegoro. Penduduk negeri Belanda sendiri di masa itu belum mencapai 1 juta jiwa.kemudian patut diketahui pula bahwa Belanda dengan bantuan keuangan yang misterius pada abad ke 17 itu disponsori membentuk angkatan darat terkuat di dunia untuk mensukseskan kolonialisme di pulau Jawa. Hal ini diakui oleh kerajaan Inggris yang menyatakan bahwa Belanda pada abad ke 17 mempunyai angkatan darat terkuat di dunia.

Selain itu berdasarkan sumber babad Diponegoro itu dapat disimpulkan bahwa tujuan Perang Diponegoro tersebut bukanlah mengusir penjajah Belanda, akan tetapi mempertahankan keislaman masyarakat Jawa, dan tujuan tersebut berhasil. terbukti dengan setelah masa perang usai, Belanda mempergiat aksi misionaris di pulau Jawa. Selain itu digalakkan pula aksi indianisasi (berusaha menghapus sumber-sumber sejarah budaya masyarakat Jawa dengan gubahan mereka, yang kemudian menampilkan kepada masyarakat bahwa seolah2 masyarakat Jawa pada awalnya beragama Hindu). Tapi praktik Indianisasi ini juga gagal, hanya berhasil di lingkungan istana/keraton. Tapi perjuangan P. Diponegoro lebih ke pedesaan, sehingga resistensi masyarakat pedesaan kuat menghadapi serangan 'budaya' atau indianisasi dari pihak Belanda.

Salah satu 'karya' Indianisasi yang sekarang 'sukses' adalah kitab babad tanah jawi, Buku Babad ini diciptakan setelah Perang Diponegoro usai. dibalik digubahnya kitab ini sangat jelas bahwa isi kitab ini sangat bernuansa Indianisasi Belanda berkenaan dengan silsilah keturunan raja-raja Mataram Islam kepada raja-raja Majapahit. pada buku babad ini ditampilkan cerita yang sangat 'maksa' bahwa Ki Bondan Kejawan sebenarnya adalah keturunan Prabu Brawijaya V.

Benarkah Sebelum Kedatangan Islam Bangsa-bangsa Nusantara adalah pemeluk Agama HinduTerdapat perkiraan asal-usul penduduk Nusantara yang bukan Hindu atau Budha. Karena terdapat dua wilayah yang secara umum diperkirakan adalah tempat agama Hindu dapat laku dipeluk oleh penduduknya. Kedua tempat itu di dunia adalah hanya di Indonesia dan di India. Akan tetapi fakta pada saat ini menunjukkan bahwa penduduk Indonesia saat ini penduduk muslimnya mencapai 85% dari total populasi. Sedangkan di India justru kebalikannya, di India Hindu-lah yang mencapai 85% dari penduduknya. maka harus dianalisis dan dicari korelasinya adanya fakta tentang peninggalan-peninggalan Peradaban Hindu yang bertebaran di Jawa Tengah pada millennium pertama Masehi, sementara ini teori paling kuat yang kemudian dijadikan kesimpulan bahwa penduduk Indonesia adalah penganut Hindu atau Budha adalah dari candi-candi dan sejarah kerajaan-kerajaan.Bagaimanapun juga fakta arkeologi membuktikan memang terdapat banyak bertebaran Artefak-artefak Hindu dan Budha. Walaupun memang banyak ditemukan Artefak Peningalan Hindu dan Budha di Nusantara, akan tetapi fakta sejarah sedikit banyak menampilkan fakta bahwa keberadaan kuantitas maupun kualitas monumen-monumen dan situs-situs simbol peradaban dan kepercayaan tidak serta-merta menunjukkan kualitas kadar kepercayaan batin masyarakat terhadap kepercayaan

Page 23: Islam Syiah Indonesia

itu sendiri. Demikian cepatnya perubahan struktur batiniah terjadi pada budaya-budaya. Seperti contohnya budaya pagan pra-Islam, dan pagan pra-kristus yang awalnya banyak meninggalkan artefak-artefak. Akan tetapi dalam sekejap masyarakatnya segera meninggalkan kepercayaan lamanya, sementara monumen peninggalan keyakinannya itu masih utuh sampai sekarang.Kemudian pertanyaan selanjutnya adalah; apa yang menjadi sebab bahwa Artefak-artefak Hindu dan Budha di Nusantara yang memiliki kualitas lebih tinggi daripada di India, akan tetapi yang terjadi dengan situasi rakyatnya justru kebalikannya. Nusantara dengan peninggalan Artefak Hindu dan Budha dengan ukuran yang lebih besar dan lebih berkualitas justru masyarakatnya akhirnya meninggalkan kepercayaan yang disimbolkan oleh artefak-artefak yang berjumlah banyak tersebut. Sementara India yang Artefak-artefak Hindu dan Budhanya lebih kecil dan tidak begitu berkualitas akan tetapi masyarakatnya tetap kuat memegang kepercayaan yang disimbolkan oleh artefak-artefaknya.Selain itu juga ada pertanyaan yang mendasar tentang Artefak-artefak Hindu-Budha di jawa tengah. Yaitu bahwa keberadaan Artefak-artefak Hindu dan Budha di Jawa Tengah sebagian besar tidak disertai dengan keterlibatan masyarakat sekitarnya dalam skala besar dan luas terhadap artefak-artefak itu sendiri dengan peringatan-peringatan maupun perayaan-perayaan yang sesuai dengan ukuran kebesaran artefak-artefak itu sendiri. Bahkan sebagian besar monumen-monumen megah dan raksasa di Jawa sebagian besar ditemukan dalam keadaan terkubur dalam tanah. Candi Prambanan ditemukan pada tahun 1733 oleh Orang Belanda C. A. Lons. Bahkan candi yang sangat besar ini terkubur di kedalaman lebih dari 6 meter! Sedangkan mengenai Candi Borobudur, Sekitar tiga ratus tahun lampau, tempat candi ini berada masih berupa hutan belukar yang oleh penduduk sekitarnya disebut Redi Borobudur. pada tahun 1814, Thomas Stamford Raffles mendapat berita dari bawahannya tentang adanya ?bukit!? yang dipenuhi dengan batu-batu berukir! Berdasarkan berita itu Raffles mengutus Cornelius, seorang pengagum seni dan sejarah, untuk membersihkan bukit itu. Setelah dibersihkan selama dua bulan dengan bantuan 200 orang penduduk, bangunan candi semakin jelas dan pemugaran dilanjutkan pada 1825. Pada 1834, Residen Kedu membersihkan candi lagi, dan tahun 1842 stupa candi ditinjau untuk penelitian lebih lanjut.Bentuk seperti bukit diatas menunjukan bahwa Candi Borobudur bukan diabaikan karena mengalami kerusakan atau tertimbun karena sebab erupsi Gunung Merapi. Selain itu sebab alam tidak mungkin menjadi faktor penghambat bagi dorongan kehendak manusia, apalagi dorongan batin manusia yang sangat penting dan mendasar seperti kepercayaan, ideologi/pemikiran dan keyakinan. Apabila rakyat masih menghargai fungsi monumental Candi Borobudur dan Prambanan sebagaimana fungsi simbolis dari kepercayaan yang disimbolkannya, sebagai sesuai dengan keyakinan rakyat, maka pastilah rakyat akan merenovasinya kembali di saat itu juga setelah erupsi atau langsung segera membangun lagi candi baru yang jauh lebih megah. Sedangkan Erupsi Merapi pada tahun 2010 yang secara jejak rekam erupsinya termasuk erupsinya yang terbesar, dan masyarakat sekitar Merapi diharuskan keluar dari tempat tinggalnya masing-masing, untuk mengungsi ke tempat yang aman. Akan tetapi beberapa hari setelahnya walaupun sudah diperingatkan pemerintah, masyarakat sekitar Merapi yang sudah mengungsi sudah berani secara diam-diam berusaha kembali ke kampung halamannya yang masih berstatus bahaya. Mereka ingin merenovasi dan membangun lagi rumah dan kampungnya yang telah hancur oleh Erupsi Merapi. Karena sebab yang tidak bersifat dorongan hati yang mendasar seperti rumah dan kampung halamannya saja manusia berani menantang maut untuk memperbaikinya. Apalagi sesuatu yang berkenaan dengan kepercayaan dan keyakinan seperti memperbaiki candi-candi sebagai monumen dan simbol keagamaan.Selain itu ternyata di kemudian hari inisiatif pemulihan dan penggalian candi-candi besar Peradaban Hindu dan Budha di Nusantara lebih banyak dilakukan oleh orang-

Page 24: Islam Syiah Indonesia

orang kolonial. Sementara penduduk Pribumi Nusantara yang jumlahnya mayoritas malah mengabaikannya. Apa yang terjadi sehingga Penduduk Mayoritas Nusantara meninggalkan dan mengabaikan monumen-monumennya yang di jaman dahulu sangat besar, megah dan memerlukan biaya pembuatan yang sangat besar. Tidak mungkin pada waktu penemuan Raffles dan C.A Lons terhadap kedua candi itu masyarakat sekitar wilayah candi tidak mengetahui bahwa di tempat candi itu sekarang berdiri pernah berdiri monument raksasa yang mewah dan megah di jamannya. Oleh karena itu besar kemungkinan kedua candi raksasa dan megah ini diabaikan oleh masyarakat karena rakyat tidak memiliki keterikatan hati yang mendasar dengan kedua candi ituSering terjadi pada berbagai peradaban di dunia termasuk juga Peradaban Nusantara, dari jaman ke jaman, memiliki struktur kesadaran/kehendak kolektif bangsa yang terbagi menjadi dua. Yaitu kehendak kolektif penguasa dan kehendak kolektif rakyat. Konsep ini tak terkecuali juga berlaku di Nusantara maupun di India. Artefak-artefak monumental yang megah membutuhkan biaya yang sangat besar. Oleh karena itu semestinya dibangun oleh pihak yang memiliki modal besar. Selain itu keberadaan artefak-artefak yang monumental biasanya lebih dibutuhkan dilakukan oleh pihak penguasa mereka daripada pihak rakyat. pembangunan monumen-monumen di suatu wilayah bagi penguasa wilayah daerah itu adalah sebuah demonstrasi kepada semua pihak akan keberhasilan prestasi mereka dalam memimpin wilayah itu. Oleh karena hal diatas maka ada pula suatu kemungkinan bahwa kepercayaan Islam yang masuk ke Nusantara dan mengislamkan penduduknya memiliki karakter yang berbeda dengan karakter pendakwah islam yang mengislamkan sebagian daerah Pesisir India. Kemudian juga ada kemungkinan bahwa Karakteristik Kehindu-budhaan Orang-orang Nusantara berbeda dengan Karakteristik Kehindu-budhaan Orang-orang India.Pada buku Fa Xian, Catatan Mengenai Negeri-negeri Budha, Dalam Kong Yuanzhi, Silang Budaya Tiongkok Indonesia, PT Ilmu Buana Populer, Jakarta 2005 pada halaman 15 terdapat didalamnya catatan Fa Xian/ Fa Shien sepulang dari India di era tahun ke-7 Kaisar Xiyi (411M). ia singgah di Yapoti (julukan untuk Jawa dan Sumatera pada saat itu. Pada persinggahannya selama 5 bulan itu ia menulis,Kami tiba di sebuah negeri bernama Yapoti (Jawa dan atau Sumatera) di negeri itu Agama Braham sangat berkembang, sedangkan Budha tidak seberapa pengaruhnya.Agama Braham, yang dimaksud oleh Fa Hien adalah Agama Nabi Ibrahim atau agama monotheisme.Jejak Sejarah Nusantara yang berasal dari prasasti-prasasti yang berasal dari sekitar abad ke-5 dan ke-6 Masehi sedikit banyak menunjukkan persamaan jejak dengan tradisi yang merupakan peninggalan Nabi Ibrahim. Hal ini pula sedikit banyak menunjukkan bahwa Kehinduan Masyarakat Nusantara sedikit berbeda dengan Masyarakat India. Prasasti yang dimaksud berkenaan dengan prasasti yang meriwayatkan tenang Raja Purnawarman dan Mulawarman. Raja Purnawarman maupun Raja Maulawarman melaksanakan ritual yang mirip Qurban. Qurban oleh Purnawarman Raja Tarumanegara, tertera pada Prasasti Tugu, Cilingcing, Jakarta. Sedangkan oleh Maulawarman, Raja Kutai, tertera pada Prasasti Batu Yupa/Muara Kaman, tepian Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Kedua prasasti menceritakan kedua raja agung ini masih melaksanakan adat Millatu Ibrahim. Mereka menyembelih 1000 ekor sapi. Dagingnya dibagikan kepada seluruh rakyat.Tradisi kurban dengan menyembelih sapi sebagai Tradisi Hindu di Nusantara berbeda dengan tradisi di India. Bagi Agama Umat Hindu Dharma, sapi merupakan hewan suci dan keramat. Penyembelihan sapi pastilah akan dilarang. Walaupun kedua raja tersebut Maulawarman dan Purnawarman adalah pemeluk Agama Hindu akan tetapi sejarah penyembelihan hewan sapi sebagai qurban ini setidaknya mendeskripsikan bahwa minimal sebagian rakyat Kerajaan Tarumanegara dan Kutai besar kemungkinan tidak memeluk Agama Hindu akan tetapi keyakinan lainnya.

Page 25: Islam Syiah Indonesia

Perbandingan Situasi Sosio-Kultural antara Masyarakat Nusantara dan Masyarakat IndiaCiri khas peradaban pada masa Hindu-Budha lainnya di Nusantara Kuno dimungkinkan keberadaannya. Diantaranya adalah keberadaan makam-makam kuno Kerajaan-kerajaan Nusantara pada masa Pra-Islam. Pada Agama Hindu yang di India tidak mengenal adanya prosesi pemakaman jenazah. Mereka mengkremasi jenazah kemudian melarungnya di sungai. Selain itu terdapat banyaknya peristiwa politis bahwa pada suatu masa kerajaan-kerajaan di Nusantara pernah dipimpin oleh seorang raja perempuan. Tercatat dalam sejarah Kerajaan-kerajaan Kuno Nusantara nama-nama raja perempuan seperti Ratu Sima, Pramodya Wardhani, Tribhuana Tunggadewi, Gayatri, Rajapatni. Budaya mengangkat seorang perempuan menjadi pemimpin sepertinya juga tidak bernuansa Peradaban Hindu di India. Kedudukan perempuan pada Peradaban Hindu di India adalah inferior. Keadaan diatas menunjukkan bahwa Kehinduan masyarakat di Nusantara berbeda dengan kehinduan masyarakat di India. Terdapat pengaruh-pengaruh yang symbol-simbol ritualnya sama dengan simbol-simbol peradaban monotheis yang populer di dunia ini.Lalu peradaban apa yang dimaksud oleh Fa Xian atau Fa Shien dengan kalimatnya bahwa Agama Braham sangat berkembang di Yapoti, sedangkan Budha tidak seberapa pengaruhnya. Sementara ini pendapat populer masyarakat menganggap bahwa agama Braham tidak keluar dari derivasi tiga agama, yaitu Agama-agama Yudaisme, Kristen dan Islam.Seperti telah diuraikan diatas bahwa Sejarah Asia Selatan dan Asia Tenggara sedikit banyak menunjukkan bahwa Peradaban Hindu hanya terdapat di India dan ?Nusantara?. Tapi dua masyarakat yang katanya ?sama-sama? Penganut Hindu ini mempunyai tanggapan yang berbeda terhadap Peradaban Islam yang monotheisme. Nusantara akhirnya memeluk Islam, sedangkan India hanya hanya 13% yang memeluk Islam. Tentunya latar belakang kedua bangsa merupakan kunci utama untuk menguak misteri ini. Sedikit banyak yang dapat ditemukan dari karya H. Mohammad Said disebutkan bahwa Nusantara merupakan penduduk yang sudah sangat maju sebelum Hindu datang. Peradaban yang maju di dunia biasanya terbentuk melalui proses evolusi panjang dan bertahap. Maka sebelum peradaban Hindu masuk, semestinya telah ada suatu peradaban dunia yang lebih superior dan populer daripada Hindu terlebih dahulu tiba di Nusantara.Oleh karena itu pelacakan pada suatu peradaban maju yang mempunyai kemungkinan kuat telah masuk ke Nusantara dilakukan dengan cara mencari dan meneliti satu-persatu peradaban maju dan populer serta sezaman dengan Peradaban Hindu di dunia ini. Apabila sudah ketemu suatu peradaban tersebut yang sekiranya cocok dengan kriteria diatas maka kemudian kita bandingkan peradaban yang sezaman dan seusia dengan Peradaban Hindu tersebut dengan peradaban di Nusantara maupun dengan Peradaban India. Langkah yang pertama perlu kiranya kita juga melacak sejarah Peradaban Hindu di tempat asalnya India. Karena pada hakikatnya peradaban-peradaban manusia yang bertebaran di dunia ini berasal dari satu sumber yang kemudian beberapa orang menyempal dari peradaban tunggal yang pertamakali.

Peradaban kuno Nusantara menurut sejarah umum nasional populer saat ini berakar dari peradaban yang berasal dari Agama dan Peradaban Hindu dan Budha. Oleh karena itu daerah-daerah di Nusantara ini memiliki akar budaya dari India. Kemudian Islam masuk ke Nusantara dan Penduduk Pribumi Nusantara kemudian beralih memilih Budaya Islam menggantikan Budaya Hindu dan Budha yang dianutnya.Perpindahan masyarakat di Nusantara dari sebelumnya yang beragama Hindu dan Budha menjadi Masyarakat Islam ini sangat unik karena berlangsung hampir secara menyeluruh akan tetapi secara damai. Tetapi hal unik ini tidak terjadi di India. Padahal di India juga terdapat pendekatan-pendekatan para Perantau islam kepada

Page 26: Islam Syiah Indonesia

penduduk India setempat. Terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara situasi menjadi Islamnya masyarakat di Nusantara dengan situasi yang terjadi di India. Prosentase jumlah Muslimin di India saat ini tidak sampai 20% dari total populasi Penduduk India. Memang jika seluruh masyarakat di Asia Selatan yang sebelumnya memeluk Hindu dan Budha seperti Afghanistan, Pakistan dan Bangladesh juga dihitung maka prosentase perpindahan Masyarakat Asia Selatan yang sebelumnya beragama Hindu dan Budha yang kemudian beralih ke Islam menjadi lebih dari 40%. Akan tetapi jika dibandingkan dengan prosentase peralihan kepercayaan masyarakat yang sebelumnya beragama Hindu dan Budha menjadi Masyarakat Islam yang terjadi di Nusantara, maka prosentase perpindahan agama dari Hindu dan Budha menjadi Masyarakat Islam di Asia Selatan ini masih kecil. Saat ini prosentase jumlah populasi Masyarakat Indonesia yang beragama islam mencapai prosentase mendekati 90%.Apabila dilihat dari fakta perbandingan antara situasi beralihnya kepercayaan Masyarakat Nusantara dengan situasi benturan Budaya Islam dan Hindu di India maka dibutuhkan teori-teori baru berkenaan dengan Karakteristik Kehindu-budhaan Masyarakat Nusantara. Karena apabila mempelajari teori masuknya Islam ke Nusantara versi Dr Snouck, saat Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-15, maka proses beralihnya Masyarakat Nusantara dari ?Hindu-Budha? ke Islam berlangsung dengan sangat cepat. Suatu hal yang agak kurang meyakinkan dapat dilakukan oleh para pedagang yang ilmu keagamaannya pas-pasan. Padahal Masyarakat ?Hindu? di Nusantara pada saat itu tidak dalam keadaan terdesak oleh kelaparan yang menyebabkan mereka dapat beralih cepat meninggalkan keyakinan lamanya. Demikian pula Masyarakat ?Hindu? juga memiliki sedikit banyak ajaran filosofis yang cukup lumayan, sehingga untuk mematahkan argumentasi mereka sedikit banyak dibutuhkan ilmu yang cukup dengan kemampuan filsafat yang memadai.Selain hal diatas, yaitu penyebaran Dakwah Islam dengan cepat yang terjadi di Nusantara ini tidak terjadi di India. Di India pada awal masuknya, Budaya Islam hanya menguasai wilayah-wilayah pesisir dan daerah-daerah transit. Seharusnya dibutuhkan waktu lama untuk mengislamkan penduduk di Nusantara sebagaimana di India. Kecuali dengan satu alasan. Yaitu Keyakinan Hindu Masyarakat Nusantara berbeda dengan Kehinduan Masyarakat India, maka perpindahan beralihnya Masyarakat Nusantara ke Islam menunjukkan bahwa Agama Hindu dan Budha secara batiniah kurang mengakar di hati masyarakat. Maka bisa jadi bahwa pengaruh Agama Hindu dan Budha pun di Nusantara belum terlalu lama. Perbedaan rentang waktu antara kelahiran Agama Hindu-Budha di India dengan Kehindu-budhaan Masyarakat Nusantara mungkin jauh perbedaannya. Apabila hal ini benar maka akan masuk akal sekali jika Islam dapat berkembang dengan pesat di Nusantara.

Monotheisme/Semi-monotheisme Sebelum Islam: Hipotesa tentang Pengaruh Kebudayaan Persia yang Membentuk Budaya Masyarakat Kebanyakan di Nusantara dan bukannya Peradaban Hindu

Kekaisaran Persia mempunyai posisi yang sedikit lebih strategis daripada pesaingnya Romawi. Ia terletak di tengah-tengah gabungan benua-benua besar Asia, Eurasia, Eropa, dan juga bertepian dengan Samudera Hindia serta laut Kaspia. Wilayah-wilayah sebelah Barat Romawi hanya sebatas sampai di Eropa, tempat Romawi berusaha mengeksploitasi habis potensi masyarakatnya. Sedangkan wilayah-wilayah sebelah Timur Persia masih lebih luas seperti China, Anak Benua India, Asia Selatan, Indochina dan Asia Tenggara. Persia tidak juga berniat mengekspansi wilayah bangsa lain untuk mengeksploitasi masyarakat dan wilayahnya. Persia justru berusaha menjalin hubungan dengan bangsa-bangsa sekitarnya, walaupun bangsa tersebut lebih lemah. Menurut Orang-orang Persia, daerah-daerah sekitar mereka cocok sebagai sasaran penyebaran pengaruh kebudayaan semi-monotheismenya.

Page 27: Islam Syiah Indonesia

Para Magi (Pendeta Zoroaster) rajin berkelana ke negeri Timur Jauh, sampai ke Daerah China. Kemungkinan sekali terjadi bahwa Orang-orang Persia telah mengarungi Samudera Hindia sejak zaman Bangsa Elamite menguasai Persia, atau pada masa Semi-monotheisme Pra-Zoroaster yang dipeluk rakyat kalangan bawah Persia. Hubungan komunikasi antara Persia dan Asia Tenggara yang tampaknya berlangsung sejak lama ini masuk akal, mengingat perairan Samudera Hindia dianggap suatu daerah impian bangsa-bangsa dunia, dan beritanya telah terkenal sampai bahkan ke telinga Orang-orang Eropa. Berita-berita berkenaan dengan keadaan di Asia Tenggara bisa masuk sampai ke telinga Orang-orang Eropa pada masa itu melalui jalur komunikasi antar benua yang melintas di Wilayah Persia.Dugaan adanya Budaya Pra-Zoroaster masuk ke Nusantara ini timbul karena terdapat jejak-jejak peradaban manusia yang tinggi sebelum Budaya Hindu masuk. Pada buku Aceh Sepanjang Abad karya Mohammad Said terdapat nukilan informasi disertai dengan sumber riwayat sebagai berikut:Suatu catatan Tiong Hoa mengatakan bahwa bertepatan pada tahun 132 Masehi, telah datang ke negeri tersebut perutusan Raja Ye Tiao untuk mengantarkan apa yang disebutnya upeti. Ye Tiao mengingatkan Ejaan Sansekerta Yawadwipa juga nama yang ditulis oleh Ptolemaeus: Yabadiou. Permulaan Sejarah Nusantara dapat diatur sejak itu. Bagaimanapun perlu disadari dan dicatat bahwa lama sebelum Orang Hindu datang, Orang Nusantara dimanapun mereka berada di kepulauan ini sudah memiliki kebudayaan sendiri yang tidak dapat dikatakan masih rendah walaupun tidak hendak dikatakan sudah bertaraf tinggi.Apa yang diingatkan dalam Geschiedenis van Ned. Indie, oleh F.W. Stapel, tentang kekeliruan orang menyebut bahwa Orang Hindu sebagai pembawa kebudayaan/peradaban ke Nusantara atau yang menyebut sebelumnya Orang Nusantara masih liar dan biadab (telanjang seperti orang utan). Tegasnya harus sebaliknya. Yaitu Orang Nusantara sudah berkebudayaan tinggi sebelum Hindu datang.Pada prasasti di Kutai, Kalimantan Timur ditemukan 4 prasasti. Dari tulisan tersebut diketahui bahwa sekitar abad ke-4 pernah berdiri sebuah kerajaan diperintah Raja Mulawarman. Raja tersebut adalah putra dari Asywawarman, raja sebelumnya. Asywawarman adalah anak Raja Kudungga. Memperhatikan nama Kaudungga ini maka kemungkinan sekali bahwa raja tersebut bukan Orang India tapi Pribumi Nusantara sendiri.Berita China yaitu dari perutusan Raja Ye Tiao dan pendapat dari F.W. Stapel tentang Penduduk Nusantara yang telah berperadaban tinggi sedikit banyak memunculkan suatu bayangan pertanyaan besar. Adakah kaitan antara budaya Penduduk Nusantara dengan budaya luar Non-Hindu yang berperadaban lebih tinggi, Peradaban Semi-monotheisme Zoroaster atau Semi-monotheisme Persia Pra-Zoroaster misalnya? Masyarakat Nusantara yang sudah maju seperti uraian diatas, selain membutuhkan suatu keadaan masyarakat yang telah berkeyakinan monotheisme atau semi-monotheisme, juga diperlukan suatu keadaan masyarakat yang berperadaban tinggi pula, sehingga terbukti sesuai dengan keadaan di masa setelahnya, yaitu sebagai tempat tumbuh-berkembangnya monotheisme yang paling mutakhir yaitu Monotheisme Islam.Suatu perbandingan dapat dilakukan pada masyarakat yang tinggal di dekat dengan Wilayah Nusantara, akan tapi sedikit banyak dapat dikatakan bahwa kebudayaan masyarakt di wilayah tersebut belum terlalu tinggi, mereka adalah suatu komunitas yang dapat dijumpai di daerah-daerah Australia dan Polinesia, seperti, Aborigin Australia, Samoa dan Papua Nugini. Penduduk di tempat ini masih sangat sederhana pola hidupnya, cara berpakaian sederhana bahkan kebanyakan masih bertelanjang dada, pengolahan dan cara mendapatkan makanannya masih sederhana. Kehidupan sosial dan sistem norma masyarakatnya juga masih sangat sederhana, berbasis suku dan aturan hukum serta penegakannya belum sempurna, sehingga keadilan sangat relatif. Penduduk-penduduk dengan ciri kehidupan primitif seperti tersebut di atas

Page 28: Islam Syiah Indonesia

ternyata sangat sukar beradaptasi dengan suatu peradaban monotheisme yang mutakhir yaitu Peradaban Islam. Kesulitan terjadinya proses akulturasi antara budaya primitif di wilayah-wilayah tersebut dengan Budaya Islam bahkan masih berlangsung hingga masa modern ini. Akan tetapi hal ini tidak terjadi pada penduduk Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan Pesisir dan Sulawesi ketika Islam masuk ke wilayah tersebut. Setidaknya hal ini dapat membuat sebuah bayangan bahwa pola hidup masyarakat jelata di Pulau Jawa, Sumatra, Sulawesi dan Kalimantan Pesisir sebelum ?Kedatangan Hindu? tidaklah sama dengan penduduk asli di Daerah Australia, Samoa, dan Papua Nugini.Dari uraian diatas sedikit banyak diketahui bahwa Orang Nusantara sudah berkebudayaan tinggi sebelum Hindu datang. Sementara uraian sebelumnya menyatakan bahwa Budaya Hindu merupakan budaya yang sudah sangat tua. Lalu budaya apakah yang sudah datang di Nusantara sehingga ketika dibandingkan dengan Hindu maka para periwayat dan peneliti sejarah menyatakan bahwa kebudayaan Orang Nusantara telah berbudaya tinggi tapi tidak berasal dari Hindu? Pernyataan para periwayat dan peneliti sejarah secara tidak langsung menyatakan bahwa Orang Nusantara sebelum kedatangan Budaya Hindu telah berperadaban yang minimal sama dengan Orang-orang Hindu, kalau tidak mau dibilang bahwa kebudayaan mereka diatas Peradaban Hindu.Kebudayaan tinggi pada suatu masyarakat tidak terbentuk dalam waktu yang singkat. Tapi terjadi melalui proses bertahap evolusi mental manusia-manusia sebagai elemen dari masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu budaya yang telah ada di Nusantara sebelum Budaya Hindu datang paling tidak umurnya seimbang atau lebih tua dengan Budaya Hindu. Budaya yang umurnya relatif sama dengan Hindu adalah Budaya Yahudi, Nasrani dan Persia. Tapi seperti telah dibahas sebelumnya, Budaya Yahudi dan Nasrani pada masa Pra-Hindu belum masuk ke Nusantara. jadi kemungkinan sekali Peradaban Persia yang masuk ke Nusantara pada masa Pra-Hindu.Peradaban Persia lebih maju daripada Peradaban China dan India. Persia memiliki angkatan perang yang setingkat dengan Romawi, tapi mereka tidak pernah menggunakannya untuk menyerang India dan China yang pada masa itu lebih lemah. Padahal Warga Persia banyak yang menganut semi-monotheisme rakyat tertindas Elam yang hanya dipeluk kalangan rakyat lapisan bawah atau Semi-monotheisme Zoroaster yang rivalitasnya dengan politheisme India terlihat kental pada nama-nama simbol yang dipakai kedua peradaban. Sikap Bangsa Persia kepada bangsa-bangsa tetangganya, terutama India ini sedikit banyak menunjukkan suatu toleransi. Suatu sikap yang menujukkan keberberadaban masyarakatnya. Sementara itu di dalam Negeri India sendiri sering terjadi saling menyerang hanya karena diskriminasi dan perbedaan ras pada sistem pengkastaan. Contohnya penyerangan-penyerangan yang dilakukan Samudra Gupta pada negara-negara kecil yang tersebar di Wilayah Anak Benua India. Samudra Gupta menaklukan Negara-negara Hindu kecil-kecil dan menghukum berat atau menghukum mati raja-raja yang bukan dari Golongan Arya. Sementara raja-raja yang berasal dari Arya tidak diperlakukan demikian.

Peradaban yang telah ada di Nusantara sebelum kedatangan Hindu kemungkinan besar merupakan Budaya Semi-monotheisme Zoroaster atau Semi-monotheisme rakyat tertindas Elam-Persia asli yang diajarkan anak dari Sam Bin Nuh yang hanya dipeluk rakyat lapisan bawah atau rakyat tertindas Elam/Pra-Zoroaster maupun Zoroaster. Karena berdasarkan pada pola Penyebaran Islam di dunia, akan terlihat bahwa daerah-daerah yang saat ini bersedia menerima Islam adalah daerah-daerah yang pada masa dahulu, penduduknya telah memeluk Agama Semi-monotheisme Samawi Pra-Islam yang ajaran keyakinannya cukup dekat dengan Monotheisme Islam. Seperti Wilayah Afrika Utara yang sekarang sebagian besar penduduknya memeluk Islam, pada masa Pra-Islam penduduk di tempat tersebut banyak yang telah memeluk Semi-monotheisme Kristen yang berpusat di Mesir. Kemudian daerah

Page 29: Islam Syiah Indonesia

Syiria, Yordania, Palestina, Turki, Lebanon yang mayoritas penduduknya saat ini Penganut Islam. Pada masa dahulu sebelum kedatangan Islam, wilayah-wilayah tersebut adalah Pusat Kristen.Penduduk Wilayah Irak banyak yang terpengaruh Ajaran Semi-monotheisme Zoroaster maupun Semi-monotheisme rakyat tertindas Elam yang hanya dipeluk kalangan rakya kebanyakan di Persia pada masa Pra-Zoroaster maupun Zoroaster. Sedangkan Wilayah-wilayah Islam di Eurasia seperti Kazakhstan, Uzbekistan, Turkmenistan, Kirgyzstan, dan Azerbaijan pada zaman dahulu lebih dikenal sebagai wilayah yang dikuasai oleh Bangsa Scythian. Pada masa awal Kekaisaran Persia, Bangsa Scythian memang sering merepotkan Kekaisaran Persia dengan serbuan-serbuannya. Tapi menjelang masa akhir Kekaisaran Persia, Bangsa Scythian sudah berada di bawah Pengaruh Persia. Oleh karena itu pada masa-masa menjelang Kelahiran Islam, Budaya Semi-monotheisme Zoroaster sedikit-banyak telah memberi pengaruh kepada Masyarakat Scythian.Wilayah-wilayah Afghanistan, Tajikistan dan Pakistan juga berada dalam Pengaruh Persia dan Zoroaster. Wilayah-wilayah yang sekarang masuk ke Negara India tapi penduduknya Muslim seperti Kashmir dan Gujarat pada masa Pra-Islam juga banyak mendapatkan pengaruh dari Zoroaster. Sementara para Magi Zoroaster pada masa kejayaan Persia juga berhasil mengembara sampai ke China, pengaruhnya kemungkinan sekali cukup kuat di Daerah-daerah China Barat yang saat ini menjadi Penganut muslim China, seperti Masyarakat Muslim yang sekarang tinggal di Propinsi Xinjiang,China.Dari uraian di atas dapat terlihat bahwa ternyata Masyarakat Muslim sekarang, yang pada jaman dahulu wilayahnya berada di sebelah Barat dari Jazirah Arab dan di bawah kekuasaan Romawi, sebelum kedatangan Islam, mereka telah memeluk peradaban samawi semi-monotheisme, yaitu Kristen. Sedangkan Masyarakat Muslim sekarang yang pada jaman dahulu wilayahnya berada di sebelah Timur dari Jazirah Arab dan di bawah Kekuasaan Persia, sebelum Kedatangan Islam, mereka telah memeluk peradaban Semi-monotheisme Zoroaster atau Semi-monotheisme rakyat tertindas Elam yang hanya dipeluk rakyat kalangan bawah pada masa Pra-Zoroaster. Dari kesimpulan tersebut di depan maka kemungkinan sekali bahwa Penduduk Nusantara yang tinggal di wilayah sebelah Timur Jazirah Arab, dan pada masa ini mayoritas menjadi Pemeluk Islam, maka pada jaman dahulu sebelum Kedatangan Islam, mereka juga berada di bawah pengaruh Kebudayaan Persia seperti Semi-monotheisme Zoroaster atau Semi-monotheisme Elam-Persia Pra-Zoroaster yang dipeluk oleh rakyat kalangan bawah di Persia.Hal ini juga tampaknya terjadi di Nusantara. Rakyat Nusantara memiliki keadaan yang kurang lebih sama dengan Rakyat Persia, pada akhirnya mereka menjadi pemeluk Islam, oleh karena itu penduduk Nusantara sebelum Agama Islam masuk, tentunya juga memeluk suatu keyakinan kuno yang mirip dengan penduduk Persia, yaitu Semi-monotheisme Zoroaster atau Semi-monotheisme yang dipeluk rakyat tertindas Elam. Hanya keyakinan penguasanya saja yang berbeda. Penguasa Persia menganut Semi-monotheisme Zoroaster sedangkan Penguasa Nusantara menganut Hiper-politheisme Hindu. Hal ini terlihat dari tidak ditemukannya Artefak-artefak Zoroaster di Nusantara, maka terdapat kemungkinan bahwa Penduduk Pribumi sebelum Peradaban Hindu masuk ke wilayah Nusantara, mereka telah menganut semi-monotheisme yang mirip dengan keyakinan rakyat yang tertindas di Susa.Peninggalan rakyat tertindas di Susa-Elam yang berupa artefak-artefak memang tidak ditemukan di Nusantara. Akan tetapi rakyat tertindas di Susa memang tidak pernah meninggalkan jejak peninggalan materi, bahkan di tempat asalnya, Susa, peninggalan fisik yang tertinggal adalah peninggalan penguasanya yang memang berkeyakinan politheisme. Adapun peninggalan-peninggalan arkeologi di Nusantara yang mirip bentuknya dengan peninggalan-peninggalan arkeologi yang ditinggalkan oleh para penguasa di Susa cukup banyak. Di Nusantara banyak ditemukan patung-patung atau ukir-ukiran setengah telanjang, patung-patung dan ukir-ukiran Pra-Hindu

Page 30: Islam Syiah Indonesia

yang sedikit banyak mirip dengan peninggalan di Susa. Hal ini sedikit banyak menyiratkan bahwa struktur politik dan pemerintahan di Nusantara mirip dengan struktur politik pemerintahan di Susa, yaitu terdapat keterpisahan dan benturan kehendak antara rakyat dengan penguasanya.

Peninggalan Persia yang jejak antropologi masyarakatnya masih membekas di Nusantara mungkin dapat terlihat pada Masyarakat Tengger. Masyarakat Tengger mengaku bahwa mereka memeluk Keyakinan ?Hindu-Parsi.? Suatu hal yang sedikit-banyak menunjukkan bahwa Pengaruh Persia telah masuk ke Nusantara pada masa Hindu. Hanya saja patut diketahui bahwa di Persia tidak ada Peradaban Hindu sama sekali. Jadi besar kemungkinan bahwa yang dimaksud oleh Orang-orang Tengger sebagai ?Hindu-Parsi? tersebut adalah Semi-monotheisme Zoroaster.Orang-orang Tengger adalah keturunan Bangsawan Majapahit yang melarikan diri dari Pengaruh Islam. Jadi kemungkinan besar sebelum melarikan diri, mereka adalah Penganut Hindu. Tapi setelah terdesak oleh Islam, mereka kemudian berubah keyakinan manjadi pemeluk keyakinan bekas rakyatnya dahulu sebelum Islam datang ke Pulau Jawa. Hal ini sedikit banyak menunjukkan bahwa rakyat Nusantara Pra-Islam pada masa dipimpin oleh Penguasa Hindu, mereka tetap memeluk keyakinan monotheisme atau semi-monotheisme yang berasal dari Persia. Ketika Islam datang mereka kemudian memeluk Islam. Sedangkan bekas penguasanya beralih memeluk keyakinan bekas rakyatnya dulu, yaitu ?Hindu-Parsi? atau Semi-monotheisme Zoroaster. Hal ini terjadi di belahan bumi manapun. Misalnya pada saat sekarang ini, para Pemeluk Budaya Semi-monotheisme Kristen, pada masa dulu sebelum Kelahiran Monotheisme Islam, mereka masih menjadi penganut politheisme pagan. Baru setelah Kelahiran Islam maka mereka menjadi Pemeluk Semi-monotheisme Kristen. Sementara masyarakat yang pada masa sebelum kelahiran Islam merupakan pemeluk keyakinan semi-monotheisme Kristen, maka pada masa setelah Kelahiran Islam, mereka beralih menjadi Pemeluk Monotheisme Islam.

Rakyat yang tertindas jarang meninggalkan jejak arkeologis, pencarian jejak peninggalan Semi-monotheisme rakyat tertindas Elam di Nusantara pada masa Peradaban Hindu tidak bisa dilakukan dengan bertumpu pada jejak arkeologis. Tetapi dimulai dengan bertumpu pada salah satu konsep dasar antropologi masyarakat, yaitu konsep dualisme kehendak kolektif suatu bangsa. Argumentasi konsep ini menyimpulkan bahwa terdapat kecocokan antara peradaban Rakyat Nusantara (bukan penguasanya) sebelum kedatangan Islam dengan Peradaban Islam. Penerimaan masyarakat kepada Islam yang terjadi melalui proses yang sangat damai dan cepat, pada masa Agama Islam masuk ke Nusantara, secara otomatis menunjukkan terdapat kecocokan antara budaya awal Pribumi Nusantara dengan Peradaban Islam. Islam diterima dengan damai di Nusantara, hal yang tidak terjadi di India sebagai daerah dulu dianggap ?sama-sama? berbudaya Hindu.Dualisme konsep kehendak atau kesadaran kolektif membentuk dua kutub visi dan misi bangsa yang saling bertentangan. Seperti dualisme kehendak kolektif bangsa antara kehendak penguasa dengan kehendak rakyat, kehendak kaum bangsawan dan kehendak kaum proletar, kehendak kaum pemilik modal dan kehendak kaum buruh dll. Dan interaksi keduanya bisa berupa benturan keras seperti konflik dan peperangan, maupun benturan lunak seperti arbitrasi, dialog dll.

Untuk mengetahui psikologi masyarakat masa lampau sedikit banyak mungkin dengan membandingkan kenyataan Perpolitikan Nusantara dari periode ke periode, sejak jaman dahulu kala, hingga jaman pra kemerdekaan, jaman orde lama, jaman orde baru hingga masa kini. Kalau ditarik mundur pola politik antara perpolitikan di jaman sekarang ke pola perpolitikan di jaman dahulu maka terlihat bahwa polanya tidak mengalami perubahan. Selalu terdapat dua kehendak kolektif besar yang berada dalam satu kehidupan berbangsa di Wilayah Nusantara ini. Yaitu kehendak

Page 31: Islam Syiah Indonesia

kolektif penguasa dan kehendak kolektif rakyat.Akan tetapi benturan yang terjadi di Nusantara oleh kedua belah pihak yang mempunyai kehendak kolektif elemen bangsa berbeda adalah benturan yang bersifat moderat. Untuk mengatasi perbedaan kehendak kolektif antar dua kutub elemen bangsa, Pribumi Nusantara lebih memilih jalur dialog, arbitrasi dan negosiasi. Walaupun lebih sering pihak penguasa ketika memberikan ruang untuk wilayah tarik ulurnya dalam bernegosiasi dengan pihak rakyat hanya menyediakan ruang toleransi yang minimum. Akan tetapi pihak rakyat lebih sering mampu atau bersedia menerimanya.Sikap Rakyat Nusantara ketika bernegosiasi dengan pihak penguasanya lebih mengambil posisi mengalah, bukan kalah akan tetapi mengalah atau dalam peristilahan Bahasa Jawanya ngemong. Hubungan antara pihak penguasa dengan rakyat pada Bangsa Nusantara mungkin dapat diibaratkan lebih-kurang seperti hubungan sosial antara anak dengan orangtuanya pada sistem keluarga. Orangtua akan selalu mengalah pada anaknya. Orangtua selain bertujuan memberikan kesenangan kepada anaknya juga memberi ajaran kepekaan. Supaya anaknya dapat mengerti tanpa diberi tahu langsung, tapi dengan cara belajar sendiri dengan cara menyelami perasaan yang ada pada dirinya sendiri/pengalaman batin. Istilahnya dalam kalimat adalah seperti Ungkapan Jawa Tut Wuri Handayani. Maknanya menunggu dulu, biarkan anak mencoba mencari tahu sendiri dahulu; hikmah yang dapat mereka tangkap dibalik tindakan mengalah orangtuanya.Tetapi kehendak rakyat biasanya akhirnya selalu menang. Pada situasi apa pun kehendak mayoritas pasti akan menang dan minoritas akan mengikutinya. Hal ini terjadi pada situasi misalnya pada masa Orde Baru. Selama 32 tahun, rakyat mengalah kepada kroni-kroni Pak Harto. Tetapi kemudian sebelum hampir habis kesabaran rakyat. Maka kehendak kolektif penguasa segera mengubah pendiriannya. Demikian pula pada masa Orde Lama. Pada masa Orde Lama sebenarnya rakyat hampir habis kesabarannya terhadap pihak penguasa yang memberikan toleransi dan peluang besar kepada komunisme. Perilaku orang-orang komunis tidak sesuai dengan kehendak rakyat. Maka ketika rakyat sudah diambang batas kesabarannya, penguasa mengubah pendiriannya, walaupun penguasa yang mengubah pendiriannya sudah berganti orang akan tetapi siapa pun yang menjadi penguasa baru saat itu maka akan mengikuti kehendak rakyat saat itu.Pola seperti pada uraian diatas dapat pula ditarik terus, diterapkan pada situasi di masa yang lebih lampau lagi, misalnya untuk melihat keadaan masyarakat Majapahit di jaman lampau. Kerajaan Majapahit adalah Kerajaan Hindu yang berarti kehendak kolektif keyakinan penguasanya adalah Berkeyakinan Hindu, akan tetapi kerajaan ini tidak bisa mencegah kehendak rakyatnya untuk Masuk Islam. Pada Jaman Majapahit, terdapat dua agama yang dipeluk masyarakatnya. Yaitu Agama Hindu dan Islam. Agama Hindu dipeluk oleh para penguasa dan keluarga bangsawan. Sedangkan Agama Islam dipeluk oleh rakyat.Pada Artefak-artefak Peninggalan Majapahit telah ditemukan peninggalan-peninggalan jejak arkeologis Masyarakat Majapahit yang menganut keyakinan monotheistik. Keyakinan monotheistik yang dianut sebagian besar Rakyat Majapahit saat itu adalah Keyakinan Islam. Banyak dijumpai makam-makam dengan kaligrafi-kaligrafi kalimat-kalimat syahadat, kalimat takbir, tahlil dan kalimat-kalimat dzikir lainnya. Kalimat-kalimat Simbol Islam tersebut juga tampak pada ornamen-ornamen rumah, ornamen-ornamen bangunan yang diduga masjid, mata uang dll.Pada batas kesabaran, akhirnya Rakyat Majapahit menghendaki bahwa tidak hanya mereka yang Beragama Islam, akan tetapi penguasa yang memerintah mereka pun supaya Beragama Islam. Pada akhirnya ketika penguasa tetap tidak mampu menerima Islam maka Kerajaan Majapahit ditinggalkan oleh rakyatnya sendiri. Tidak teriwayatkannya Proses Islamisasi Masyarakat Jawa setelah terjadi perpindahan ibukota kepenguasaan Jawa dari Majapahit ke Demak, menyimpulkan bahwa Masyarakat Jawa sudah Islam sejak lama jauh sebelum Keruntuhan Majapahit dan

Page 32: Islam Syiah Indonesia

Kelahiran Demak.Sebenarnya Majapahit tidak mengalami keruntuhan. Kerajaan tersebut hanya mengalami perubahan keyakinan negara. Negara Majapahit yang awalnya adalah suatu negara berdasarkan Agama Hindu kemudian menjadi berdasarkan Islam. Kemudian pergantian nama, yang awalnya bernama Negara Majapahit menjadi Negeri Demak. Akan tetapi rakyat dan penguasanya tetap. Sultan Demak yang pertama adalah putra dari Raja Majapahit yang terakhir. Hanya saja penguasanya yang baru ini (putra Raja Majapahit yang terakhir) juga menjadi Seorang Muslimin.Memang terdapat komunitas peninggalan masa lalu yang sampai sekarang masih eksis dan merupakan penganut Peradaban Hindu. Seperti Komunitas Hindu dan Budha di Tengger dan Bali. Akan tetapi patut diketahui bahwa Masyarakat Tengger merupakan keturunan Bangsawan Majapahit yang menjauhkan diri dari kuatnya Pengaruh Islam di bekas Wilayah Majapahit dahulu. Moyang mereka bukan dari kelompok rakyat. Oleh karena itu pada masa Pra-Islam mereka adalah pihak penguasa. Wajar kalau mereka berusaha mempertahankan Kehinduannya. Hal tersebut sesuai dengan konsep dualisme kehendak kolektif berbangsa. Kehendak keyakinan penguasa Nusantara pada masa itu adalah keyakinan politheis (Hindu). Cikal-bakal masyarakat Bali juga merupakan Bangsawan Medang yang melarikan diri ke Bali setelah ada huru-hara di Medang. Oleh karena itu moyang Orang Bali juga pada hakikatnya adalah kelompok bangsawan, paling tidak mereka adalah keturunannya. Oleh karena itu kehendak kolektif keyakinan mereka (Masyarakat Bali) juga keyakinan politheisme.Pengabaian bahkan keluar dari kekuasaan penguasa politheis yang terjadi di Majapahit ini pula yang terjadi pada kasus peninggalan-peninggalan Hindu-Budha yang amat spektakuler di Jawa Tengah pada masa sebelumnya lagi. Pada masa jauh sebelum Majapahit. Peninggalan-peninggalan simbolis representasi keyakinan Hindu dan Budha di Jawa Tengah itu ternyata tidak merepresentasikan kehendak kolektif keyakinan rakyat sehingga walaupun bangunannya sangat spektakuler, megah dan mewah tapi pada akhirnya mengalami abandonment atau pengabaian oleh rakyat/tetap ditinggalkan oleh rakyat.Peninggalan-peninggalan Hindu-Budha itu memang dibuat oleh Penguasa Wangsa Sanjaya dan Wangsa Syailendra yang memimpin rakyat saat itu. Tentu saja pembuatan Monument-monumen Hindu dan Budha itu melibatkan rakyat, para pekerjanya adalah rakyat. Akan tetapi kehendak pembuatannya adalah oleh penguasa saat itu yaitu Wangsa Sanjaya dan Syailendra. Rakyat bersedia saja mengerjakannya seperti hubungan antara pihak pekerja dan pihak yang mempekerjakan, hubungan yang berorientasi pada profesionalitas kerja dengan mekanisme imbal-balik antara jasa dan profit. Rakyat memberikan jasa dan penguasa memberikan gaji yang akan menjadi profit bagi rakyat. akan tetapi hubungan tersebut tidak menyentuh wilayah keyakinan. Karena jika dicermati tampak bahwa Peninggalan-peninggalan Hindu-Budha itu dalam kurun waktu yang amat singkat sejak dari pembuatannya, segera mengalami abandonment atau pengabaian /ditinggalkan oleh rakyat.Dualisme kehendak kolektif antara kehendak penguasa versus kehendak rakyat di Pulau Jawa tampak seperti pada uraian-uraian Denys Lombard dalam bukunya Nusa Jawa: Silang Budaya, Warisan Kerajaan-kerajaan Konsentris. Begitu besarnya perhatian Raja-raja Jawa pada para Brahmana Hindu dan Budha, memberi mereka kebebasan dari pajak, bahkan tanah-tanah otonomi/tanah perdikan. Akan tetapi mereka menarik pajak kepada rakyatnya. Sistem hirarki pada jaman Pra-islam pada hirarki pertama adalah para brahmana. Raja dan bangsawan menempati hirarki kedua. Sedangkan rakyat menempati hirarki yang terakhir. Disebutkan bahwa raja sering menjamu para brahmana dengan acara-acara mewah seperti berburu. Pada acara itu para brahmana ikut berburu dan melempar lembing bersama-sama para bangsawan.

Page 33: Islam Syiah Indonesia

Dari sudut pandang bahasa, Tomy Pires bahkan mengatakan bahwa tidak ada tempat lain di dunia yang sifat angkuhnya menonjol sedahsyat di Jawa yang mempunyai dua bahasa, satu bahasa untuk bangsawan dan satu bahasa untuk rakyat. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya batasan dualisme kehendak kolektif antara penguasa dan rakyat di Pulau Jawa. Dan tentu saja fenomena keangkuhan yaitu batas-jelas bahasa yang dimaksud Tomy Pires pastilah keangkuhan dari kehendak kolektif penguasa. Suatu pendikotomian kedudukan yang jelas, penguasa atau orang-orang yang mempunyai kedudukan tinggi adalah pihak yang harus lebih dihormati oleh bawahan atau orang-orang yang kedudukannya lebih rendah. Secara tidak langsung Tomy Pires menyatakan bahwa perbandingan antara keangkuhan penguasa di Jawa kepada rakyatnya dengan keangkuhan penguasa kepada rakyatnya pada hubungan pemerintahan-rakyat lain di dunia ini adalah yang terburuk. Hal ini sedikit banyak menunjukkan kemungkinan bahwa budaya lisan merupakan sarana kehendak perjuangan sosial rakyat pulau Jawa yang dimarjinalkan oleh penguasanya.Sedangkan di India situasi benturan kehendak antara rakyat versus penguasa yang terjadi adalah berkebalikan dengan situasi di Nusantara. Konsep struktur dualisme kehendak kolektif yang membentuk elemen bangsa memang tetap ada. Di India juga terdapat dua kehendak kolektif berbangsa dan bernegara. Dualisme antara kehendak/keyakinan penguasa dengan kehendak/yaitu antara keyakinan rakyat. Hanya saja perbedaan situasi berbangsa di India dengan situasi di Nusantara adalah bahwa kehendak penguasa dan kehendak rakyat di India justru berkebalikan dengan keadaan kehendak kolektif rakyat di Nusantara. Kehendak kolektif keyakinan rakyat India adalah politheistik, dan kehendak kolektif keyakinan penguasanya justru yang monotheistik. Jadi kehendak kolektif keyakinan penguasa di India malah sama dengan kehendak kolektif rakyat di Nusantara. Kemudian kehendak kolektif rakyat di India justru sama dengan kehendak kolektif penguasa di Nusantara.Seperti keadaan di Nusantara, setelah lahirnya Agama Islam dan pengaruhnya sampai ke Asia Selatan maka para Penganut Keyakinan Monotheistik Persia di India dengan segera menerima dan menjadi Pemeluk Agama Islam. Perbedaannya dengan keadaan transformasi masyarakat di Nusantara adalah jika di Nusantara para Penganut Semi-monotheistik Persia yang kemudian menerima dan menjadi Pemeluk Islam adalah kalangan rakyat bawah. Maka di India Penganut Semi-monotheistik Persia yang mentransformasikan diri dan menjadi Pemeluk Islam adalah kalangan penguasa.Itulah sebabnya berkebalikan dengan situasi di Nusantara, bangunan-bangunan yang megah-megah di India justru bangunan-bangunan lambang kebudayaan monotheistik (Islam). Seperti contohnya adalah Delhi dan Taj Mahal. Sedangkan bangunan-bangunan politheistiknya/Hindu tidak seberapa megah dibandingkan bangunan-bangunan monotheistik di India ini. Tapi bangunan-bangunan megah monotheistik tersebut tidak mampu menarik Masyarakat India mayoritas. Karena kehendak kolektif keyakinan mayoritas rakyat India adalah Keyakinan Politheistik/Peradaban Hindu (Dravida).Bangsa India lebih sering dipimpin oleh kepemimpinan monotheistik walaupun rakyat yang dipimpinnya adalah masyarakat politheistik. Seperti di masa Kesultanan Islam India pada jaman Dinasti Mughal. Dan ternyata di India pihak yang lebih sering mengalah atau kalau dalam peristilahan kata Bahasa Jawa ngemong, adalah pihak penguasa kepada rakyatnya. Dinamika pergerakan-pergerakan sosial, politik, Bangsa India ketika berjuang membebaskan diri dari Penjajahan Inggris sedikit banyak memperlihatkan hal tersebut. Pada Bangsa India, pihak penguasa yang berlaku seperti layaknya orangtua kepada anaknya, anak pada pengibaratan hubungan dualisme di India ini diperankan oleh Rakyat India/Peradaban Hindu (Dravida). Ketika Inggris berniat menjajah India sering terjadi betapa penguasa mengalami perjuangan yang amat berat karena mengalami kesulitan mengajak rakyat untuk bahu-membahu mengusir Penjajah Inggris.

Page 34: Islam Syiah Indonesia

Peradaban Zoroaster dan Peradaban HinduPeradaban ZoroasterZoroaster adalah agama yang sudah sangat tua umurnya di Persia. Pandangan para ahli sejarah dalam menentukan masa kelahirannya beragam. Ada yang beranggapan bahwa Zoroaster muncul pada antara tahun 700-600 SM. Kemudian ada yang beranggapan bahwa Zoroaster lahir pada tahun 1500 SM. Jarak antara pendapat para pakar mempunyai rentang yang cukup jauh. Tapi kami berpendapat bahwa tahun 6000 SM sebagai tahun Kelahiran Zoroaster. Karena pendapat yang menyatakan bahwa Zoroaster lahir pada tahun 1500-1100 SM semestinya mengacu kepada masa perkiraan dibuatnya Gatha yaitu bagian tertua dari Avesta, kitab Agama Zoroaster.Sedangkan yang berpendapat bahwa Zoroaster lahir pada tahun 700-600 SM adalah kelompok pakar yang lebih menjadikan sejarah sebagai sudut pandang penilaian utama. Para ahli bahasa berpendapat bahwa perkiraan perkiraan 1500-1100 SM sebagai Kelahiran Zoroaster berdasar pada analisa usia pada bahasa dan tulisan yang digunakan untuk menulis Avesta. Avesta ditulis dengan bahasa Sanskrit (bahasa Arya) yang diperkirakan muncul di Persia pada tahun 1500-1100 SM. sesungguhnya analisa usia suatu keyakinan dari sudut pandang bahasa yang menuliskan kitab suatu keyakinan tidak memiliki makna historis, karena penggunaan suatu bahasa oleh suatu kelompok manusia tidak bisa dipastikan waktu dan periodenya. Bahasa Sanskrit diperkirakan usianya oleh para ahli bahasa dengan membandingkan penyebaran bahasa tersebut dengan bahasa-bahasa yang mirip dengan bahasa tersebut di dunia.Mereka menilai bahwa Bahasa Sanskrist adalah bahasa induk dari Bahasa-bahasa Latin, Eropa, Celtic, dll. Para ahli bahasa juga menetapkan masa Kelahiran Gatha dan Rigweda (Kitab Hindu yang paling tua) juga digunakan untuk menetapkan masa migrasi Persia-Arya ke Persia dan Indo-Arya ke India. Oleh karena itu menurut para ahli Bahasa Zoroaster dianggap lahir pada tahun 1600 SM. Padahal suatu keyakinan manusia atau suatu bangsa mempunyai usia yang seiring dengan keberadaan manusia atau bangsa itu sendiri, sedangkan suatu pengadopsian suatu bahasa dalam tulisan atau bahasa oleh suatu bangsa dapat datang dan pergi silih-berganti.Perbandingan sederhana dapat diambil pada suatu keadaan masyarakat di lain, misalnya masyarakat di Pulau Jawa yang pada masa lalu memeluk keyakinan Spiritual Kejawen. Secara umum diketahui bahwa spiritual kejawen ditulis dengan Bahasa Jawa. Apabila hal ini kemudian diyakini bahwa keyakinan Spiritual Kejawen telah berumur 1000 tahun, (yaitu waktu perkiraan akan usia Bahasa Jawa), maka hal ini akan menimbulkan distorsi informasi akan usia keyakinan Spiritual Kejawen. Karena pada kenyataannya usia keyakinan Spiritual Kejawen telah berumur 1400 tahun, Karena pada prinsipnya Spiritual Kejawen berasal dari inti Ajaran Islam. Pada masa kedatangannya ke Pulau Jawa untuk pertamakali keyakinan Spiritual Kejawen bahkan tidak dituliskan menggunakan Bahasa Jawa. Dari semua uraian diatas maka dapat ditarik benang merahnya bahwa usia akan suatu bahasa tidak dapat memberikan kesimpulan apa pun akan usia suatu keyakinan yang ditulis pada suatu kitab dengan bahasa tersebut. Jadi Keyakinan Zoroaster yang kitabnya ditulis dengan Bahasa Sanskrit yang telah berusia 1500 SM, tidak serta merta meniscayakan bahwa Keyakinan Zoroaster tersebut juga berusia 1500 SM, lebih besar kemungkinannya usia Keyakinan Zoroaster bisa berasal dari masa yang jauh lebih tua lagi.Sedangkan para pakar sejarah malah lebih naif lagi dalam menetapkan Kelahiran Zoroaster, yaitu antara tahun 700-600 SM, karena disesuaikan dengan sejarah berdirinya Imperium Median di Persia. Kekaisaran Median mempunyai data dan fakta serta alur sejarah yang cukup jelas demikian pula terdapat catatan-catatan riwayat yang disertai dengan angka masanya. Secara sejarah yang lebih rinci, Zoroaster memang seolah muncul di masa Kekaisaran Median. Kekaisaran Median cukup meriwayatkan agama ini. Pada masa mereka ini para Magi (Pendeta Zoroaster) diberi keleluasaan dalam menjalankan peribadatan dan berdakwah kepada umat manusia

Page 35: Islam Syiah Indonesia

sampai keluar dari Wilayah Persia. Simbol-simbol Zoroaster juga terdapat pada peninggalan Kekaisaran Median.Akan tetapi Kekaisaran Median juga masih menampilkan simbol-simbol politheisnya. Jadi pada masa itu di Persia masih bercampur antar simbol-simbol semi-monotheis dan simbol-simbol politheis. Simbol-simbol politheis adalah bawaan dari Orang-orang Median. Orang-orang Median (Medes) sebelum mendirikan kekaisaran di Persia sebenarnya adalah bangsa pendatang. Mereka berasal dari wilayah yang sekarang menjadi wilayah sekitar Turki. Mereka membawa datang ke Persia sambil membawa keyakinan lamanya. Tapi setelah tiba di Persia banyak pula dari mereka yang kemudian meninggalkan keyakinan lama dan menjadi Penganut Zoroaster. Hal ini telihat dari diperhatikannya perkembangan Agama Zoroaster oleh Kekaisaran Median.Setelah Median runtuh dan diganti oleh Dinasti Achaemenid maka bisa dikatakan bahwa hampir semua Orang Median akhirnya memeluk Agama Zoroaster. Karena Dinasti Achaemenid masih merupakan sambungan dari Median. Cyrus Yang Agung, pendiri Dinasti Achaemenid merupakan Orang Median, ia menggulingkan kakeknya yang merupakan raja terakhir Kekaisaran Median. Tapi apabila mencermati Sejarah Median di Persia maka dapat disimpulkan bahwa Zoroaster bukanlah agama awal Orang Median, karena di awal kepemimpinan, mereka masih menampilkan simbol-simbol politheisnya. Lebih besar kemungkinan Zoroaster adalah Agama Penduduk Persia sebelum kedatangan Orang-orang Median, dan kemudian mereka mengadopsi Agama Penduduk Persia. Hal ini tampak dari sikap Cyrus yang berusaha mengkaitkan hubungan antara Median di masanya (Achaemenid) dengan Orang-orang Persia sebelum kedatangan mereka.

E. Peradaban HinduPeradaban Hindu adalah sebuah budaya politheisme yang jika tidak hendak dikatakan merupakan sebuah budaya politheisme yang ekstrim. Bangsa Arya sebelum mereka masuk ke India memang merupakan bangsa yang berkeyakinan politheisme. Akan tetapi setelah mereka masuk ke India dan berinteraksi dengan Masyarakat Dravida kemudian terbentuklah Peradaban Hindu yang merupakan peradaban hyper-politheisme. Hindu tidak saja punya banyak Dewa, tapi bahkan terdapat Dewa-dewa di Peradaban Hindu yang diberi atribut yang buruk, seperti Dewa Perusak, Penghancur, Dewa Kematian, dll. Dan setiap Penganut Hindu bisa memberikan peribadatannya pada sesembahan mereka masing-masing.Terdapat dua teori untuk menjelaskan asal-usul Peradaban Hindu. Teori pertama berdasar pada peninggalan jejak-jejak arkeologi di Daerah Asia Selatan yang meliputi India Barat Laut dan sekitar Lembah Sungai Indus. Berdasar pada teori ini maka asal-muasal Peradaban Hindu berasal dari Lembah Sungai Indus. Di tempat itu ditemukan bekas kota kuno Mohenjo Daro dan Harappa yang telah berumur ribuan tahun. Penemuan-penemun benda arkeologi yang berupa patung-patung menunjukkan pola yang sudah mengarah pada Peradaban Hindu.Teori kedua berdasar pada riwayat-riwayat Sejarah India. Terutama sejarah latar belakang Masyarakat India dan Sejarah Hindu. Peradaban Hindu menurut versi riwayat mereka sendiri menyatakan Bahwa Hindu berasal dari Bangsa Arya yang memasuki India Barat Laut, kemudian menggeser suku asli yaitu Dravida ke Selatan.Dari berbagai paparan sebelumnya, bahwa Semi-monotheisme Zoroaster mendapatkan ajaran semi-monotheismenya dari rakyat tertindas Elam. Kemudian darimana Peradaban Hindu mendapatkan kontribusi kepolitheisannya sehingga membentuk budaya yang hiper-politheis, yang mana budaya hiper-politheis biasanya terbentuk dari perpaduan dua budaya politheis yang berakulturasi. Salah satu budaya politheis yang membentuk Peradaban Hindu di India adalah Budaya Arya. Salah satu budaya lagi tentunya budaya lokal India sebelum Arya masuk ke wilayah itu, yaitu Budaya Dravida.

Page 36: Islam Syiah Indonesia

Bangsa Dravida merupakan bangsa turunan dari Peradaban Mohenjo Daro-Harappa. Apabila melihat dari usia Peradaban Daro-Harappa, maka peradaban ini mempunyai usia yang hampir menyamai usia Peradaban Sumeria. Sumeria muncul pada tahun 3500 SM, sedang Daro-Harappa muncul pada tahun 3300 SM. Oleh karena itu kemungkinan sekali bahwa Bangsa Daro-Harappa adalah orang-orang yang berpindah dan menyempal dari Bangsa Sumeria di Mesopotamia pada masa awal. Alasan yang paling kuat dari suatu kelompok manusia untuk menyempal dari induk komunitasnya pada masa lalu adalah alasan perbedaan keyakinan. Karena kehidupan yang keras di masa lalu sangat menyulitkan bagi kelompok manusia yang lebih kecil. Semakin kecil jumlah manusia pada suatu kelompok, maka akan semakin sulit pula kehidupan kelompok tersebut.Dari semua hal itu maka pada situasi bentukan keyakinan masyarakat yang terjadi di India kemungkinan sekali adalah akulturasi antara Politheisme Arya dan Politheisme Dravida. Sehingga terjadi proses pengakselerasian politheisme pada penyatuan kedua budaya politheisme dan terbentuklah Peradaban Hindu yang hiper-politheisme. Hal ini tidak terjadi pada wilayah tetangga India yang juga didatangi oleh Bangsa Arya, yaitu situasi yang terjadi di Persia. Bangsa Arya selain bereksodus ke India mereka juga bereksodus ke Persia pada waktu yang bersamaan. Tetapi kedatangan Arya di Persia telah membentuk suatu budaya semi-monotheisme Zoroaster.

Asal-usul Persaingan Peradaban Zoroaster dan Peradaban HinduAgama Zoroaster sudah muncul sebelum tahun 700-600 SM, bahkan lebih tua dari tahun 1600 SM. Selain itu ditemukannya simbol-simbol dengan paralelitas yang terbalik antara Agama Zoroaster dan Hindu juga memperkuat argumentasi bahwa Zoroaster bukanlah agama yang dibawa Bangsa Median. Jejak Sejarah Hindu sudah terekam sebelum tahun 700 SM. Orang Median tidak sampai masuk ke wilayah India, sehingga Agama Hindu jelas bukan dibawa oleh Orang Median. Akan tetapi di India terdapat Agama Hindu yang simbolnya paralel secara berkebalikan atau bertentangan dengan Zoroaster.Paralelitas antara Peradaban Zoroaster dan Hindu terletak pada kesamaan beberapa nama simbol yang dipakai kedua peradaban tersebut. Tapi dikatakan pula paralel yang berkebalikan karena persamaan simbol kedua peradaban ini saling bermakna terbalik, suatu simbol yang melambangkan kebaikan bagi Agama Zoroaster justru merupakan simbol kejahatan bagi Agama Hindu, demikian pula sebaliknya. Hubungan paralel antara Zoroaster dan Hindu yang bertentangan itu menunjukkan suatu kemungkinan besar bahwa hubungan kedua peradaban tersebut yaitu Zoroaster dan Hindu sebenarnya justru hubungan persaingan. Hubungan persaingan ini sedikit banyak menunjukkan bahwa kedua agama hidup pada periode yang hampir sama.Rivalitas kedua peradaban (Zoroaster dan Hindu) dapat terlihat pada simbolisme yang dipakai oleh keduanya untuk melambangkan kebaikan dan kejahatan, contohnya pada Peradaban Hindu terdapat simbol nama Asura atau Sura yang dipakai untuk melambangkan setan atau kejahatan atau keburukan. Kata Sura atau Asura dalam Sanskrit mempunyai kesepadanan kata dengan Ahura. Sedangkan Ahura dalam Zoroaster justru merupakan nama yang digunakan untuk menyebut Tuhan; Ahura-Mazda. Kemudian nama yang digunakan sebagai sebutan untuk pengikut kejahatan pada peradaban Zoroaster adalah Daevas, yang berarti para setan. Kata Daevas atau Devas atau Dewa-dewa ini bagi Peradaban Hindu justru digunakan untuk menyebutkan para Tuhan; Dewa-dewa.Persaingan antar dua peradaban (Hindu dan Zoroaster) juga lebih besar kemungkinannya tidak berasal dari persaingan lama internal antar Suku Arya yang sudah terjadi di daerah asal, sebelum mereka masuk ke Persia dan India. Alasannya adalah bahwa mereka hijrah dari tempat asal pada waktu yang hampir bersamaan,

Page 37: Islam Syiah Indonesia

dan lokasi antara kedua wilayah tujuan hijrah, yaitu Persia dan India bisa dikatakan berdampingan. Pada masa lalu Afghanistan dan Pakistan masih termasuk dalam Wilayah Persia. Keadaan geografis dua bangsa (Persia dan India) yang berdampingan ini apabila dilihat dari perspektif geografis masa lalu maka bisa dikatakan bahwa dua bangsa ini berada pada satu rumpun wilayah.Suatu bangsa yang hijrah, seperti yang dialami oleh Bangsa Arya, pada umumnya mereka melakukan migrasi atau berpindah karena sumber penopang hidup di tempat asalnya sudah tidak mencukupi, kemudian melihat potensi baru di wilayah yang didatangi. Tapi bisa juga hijrah disebabkan karena menghindari benturan-benturan sosial, ideologi yang ada di daerah asal. seperti hijrahnya kaum muslimin awal dari Mekkah ke Madinah yang disebabkan karena adanya benturan keyakinan di daerah asal. Biasanya diantara semua alasan suatu bagi suatu bangsa untuk bereksodus dari wilayah asalnya, maka alasan benturan keyakinan adalah alasan terkuat. Oleh karena itu jika sebelumnya memang sudah terdapat konflik antara sesama Bangsa Arya maka seharusnya mereka justru akan saling menjauhi. Tidak hijrah bersama-sama (pada waktu yang sama) dan ke tempat yang sama pula. Oleh karena itu lebih besar kemungkinannya bahwa persaingan antara dua peradaban ini (Zoroaster dan Hindu) di Wilayah Persia-India bukan berasal dari persengketaan diantara sesame Bangsa Arya yang hijrah ke wilayah tersebut, melainkan persengketaan yang berasal dari rivalitas antara dua peradaban tempatan yang sudah ada di wilayah tersebut sebelum kedatangan Bangsa Arya. Hal ini menunjukkan bahwa Agama Zoroaster bukanlah agama yang dibawa oleh Bangsa Arya dari tempat asalnya.Dengan demikian, kesimpulan yang lebih kuat adalah bahwa persaingan keyakinan antara Zoroaster dan Hindu itu berakar dari persaingan yang terjadi antara bangsa-bangsa pribumi Wilayah Persia-India jauh sebelum kedatangan Arya ke kedua tempat tersebut. Persaingan tersebut adalah persaingan antara peradaban semi-monotheisme yang dipeluk masyarakat kalangan bawah dan kalangan kebanyakan di Persia pada masa Pra-Zoroaster dengan peradaban Politheisme Dravida Pra-Hindu di India. Masuknya agama asli Bangsa Arya ke Wilayah Persia dan India sedikit banyak mengubah dua peradaban asli Persia maupun India. Bangsa Arya adalah bangsa yang politheisme dengan dewa-dewa yang melambangkan unsur-unsur alam, seperti Dewa Agni sebagai Dewa Api, Dewa Varuna, sebagai Dewa Air dan Dewa Vayu sebagai Dewa Angin. Setelah Arya bermigrasi ke India dan bertemu dengan kebudayaan Bangsa Dravida yang juga politheisme, maka dari interaksi keduanya terbentuklah Peradaban Hindu yang hiperpolitheis.Kemudian migrasi Arya yang menuju ke Persia menyebabkan terjadinya pertemuan antara Arya dengan budaya setempat. Interaksi keduanya membentuk Budaya Zoroaster yang semi-monotheisme. Karena hal ini maka disimpulkan bahwa budaya setempat Persia sebelum kedatangan Arya tersebut adalah budaya monotheisme. Semi-monotheisme adalah budaya yang terbentuk dari hasil akulturasi antara budaya monotheisme dan politheisme, atau semi-monotheisme dengan politheisme. Sedangkan budaya Bangsa Arya adalah budaya politheisme. Oleh karena itu budaya satunya lagi kontributor pembentuk budaya semi-monotheisme Zoroaster pastilah budaya non-Arya, yaitu budaya tempatan Persia (budaya bangsa yang terlebih dahulu datang ke Daerah Persia sebelum Bangsa Arya memasuki wilayah tersebut). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa terdapat budaya monotheisme atau semi-monotheisme di Persia sebelum kedatangan Arya ke wilayah tersebut pada tahun 1700 SM.

G. Zoroaster vs Hindu: Konsep Semi-Monotheisme vs Hyper-PolitheismeSemi-monotheisme merupakan suatu budaya keyakinan yang biasanya terbentuk karena benturan dua keyakinan. Yaitu benturan yang terjadi antara budaya monotheisme dengan budaya politheisme atau budaya semi-monotheisme dengan budaya politheisme. Peradaban Kristen merupakan contoh dari budaya semi-monotheisme. Terdapat unsur-unsur proses yang menunjukkan adanya ?usaha?

Page 38: Islam Syiah Indonesia

memasukkan nilai-nilai politheisme ke dalam nilai-nilai monotheisme. Oleh karena itu pada budaya semi-monotheisme, unsur monotheisme merupakan unsur yang lebih kuat dan fundamental untuk menjadi dasar prinsip keyakinan daripada unsur politheisme yang membentuk peradaban semi-monotheisme tersebut. Pada Peradaban Kristen kalau ditelusuri secara lebih khusus maka akan tersirat bahwa Tuhan Bapa merupakan pangkal dari konsep Trinitas. Demikian pula pada Zoroaster, pangkal dari semua unsur Ketuhanan peradaban tersebut adalah Ahura Mazda. Sedangkan dewa-dewa seperti Anahita dan Mitra, jika ditelusuri lebih mendalam maka mereka hanyalah perwujudan dari Speinta Mainyu. Speinta Mainyu adalah makhluk-makhluk gaib yang bersifat baik dan terinspirasi pada Ahura Mazda, dan pada hakikatnya adalah ciptaan Ahura Mazda juga.Karena Zoroaster merupakan peradaban semi-monotheisme, maka peradaban tersebut merupakan hasil akulturasi. Terdapat dua atau lebih peradaban yang membentuk Peradaban Zoroaster, dan salah satunya pasti merupakan peradaban monotheisme atau semi-monotheisme. Budaya manakah yang memberi kontribusi monotheismenya pada budaya Semi-monotheisme Zoroaster? Beberapa pihak menganggap bahwa Bangsa Arya adalah pembawa monotheisme atau semi-monotheisme di Persia,Tapi kemungkinan hal tersebut kecil sekali. Karena Bangsa Arya tidak hanya bereksodus ke Persia, mereka juga bereksodus ke India. Tentang eksodus Arya ke India dan menyebabkan kelahiran Hiper-politheisme Hindu yang telah dibahas pada uraian sebelumnya di atas. Patut diketahui bahwa terdapat persaingan atau rivalitas antara Peradaban Hindu dan Peradaban Zoroaster. Rivalitas kedua peradaban ini perlu diungkapkan, karena hal tersebut akan menunjukkan bahwa peradaban Semi-monotheis Zoroaster mendapatkan kontribusi kemonotheisan atau kesemi-monotheisan bukan dari Bangsa Arya, akan tetapi dari suku yang telah datang dan mendiami Persia sebelum Bangsa Arya datang ke wilayah tersebut. Bangsa Arya yang datang ke India menyebabkan munculnya Hindu yang Hiper-politheisme. Hyper-politheisme muncul karena adanya akulturasi antara dua budaya politheisme.Rivalitas tersebut terlihat dari lambang-lambang yang digunakan oleh kedua peradaban yang saling bertentangan dan berkebalikan. Dibawah ini sedikit banyak adalah konsep-konsep dan symbol yang berkenaan dengan Peradaban Zoroaster. Zoroaster yang masih asli sangat mengagungkan nilai-nilai Ilahiah di Persia dan membentuk hipotesis bahwa budaya monotheisme atau semi-monotheisme sebelumnya telah ada di Persia pada masa Pra-Zoroaster. Zoroaster belum tersinyalir memasuki wilayah-wilayah India dan Nusantara. Akan tetapi terdapat kemungkinan yang kuat pula bahwa peradaban yang masuk ke Nusantara adalah peradaban semi-monotheisme Pra-Zoroater, mengingat intensnya hubungan antar kedua wilayah dan memang terdapat peninggalan-peninggalan Budaya Persia di Nusantara.

Sedangkan pada keyakinan Peradaban Zoroaster walaupun seolah-olah dapat ditemui dualisme, yaitu Ahuramazda dan Ahriman. Tapi menurut Zoroaster Tuhan/Ahuramazda merupakan tesis dari keberadaan, pangkal semua sifat-sifat baik. Sedangkan antithesis dari Ahura atau Keberadaan adalah Ahriman. Oleh karena Ahriman adalah antithesis dari keberadaan dan kebesaran. Maka Ahriman adalah ketiadaan yang tidak mempunyai eksistensi. Oleh karena itu sebenarnya tidak ada dualisme dalam Zoroaster. Karena musuh utama Ahura Mazda (Tuhan) adalah Ahriman yang merupakan (ketiadaan) atau tidak punya eksistensi. Sama saja dengan Ahura Mazda sebenarnya tidak punya musuh. Demikian pula sifat-sifat turunannya. Misalnya Ahuramazda mempunyai sifat Maha Bijak. Ke Maha Bijakan Ahurazmazda disebabkan Ahuramazda merupakan pemilik Pengetahuan atau keberadaan ilmu. Sedangkan antitesisnya yaitu kebodohan adalah ketiadaan berilmu pengetahuan. Mainyu (makhluk) yang terpercik, terinspirasi atau tercerahkan oleh keberadaan (Ahura Mazda), dan misalnya kemudian ia terpercik sifat ke Maha Bijakan-Nya, maka

Page 39: Islam Syiah Indonesia

ia akan menjadi makhluk yang bijaksana. Kebijaksanaannya disebabkan karena ia mempunyai ilmu, terdapat keberadaan ilmu pada kesadarannya. Makhluk itu akan disebut Speinta Mainyu.Ahriman atau ketiadaan merupakan sumber segala sifat buruk dan bodoh. Mainyu yang terinspirasi oleh ketiadaan (Ahriman) akan mempunyai sifat bodoh karena tidak mempunyai ilmu pengetahuan dan akan menjadi Angro-Mainyu. Oleh karena itu pada hakikatnya kebodohan adalah ketiadaan. Dalam konteks ke Maha Bijakan, maka kebodohan adalah salah satu sifat Ahriman. Pada hakikatnya kebodohan adalah ketiadaan, yaitu ketiadaan memiliki eksistensi Ilmu.Hal ini juga bisa diterapkan pada diskusi tentang kebaikan dan keburukan. Kebaikan merupakan sifat Ahuramazda. Dan keburukan merupakan sifat Ahriman. Akan tetapi pada hakikatnya kebaikan adalah keberadaan suatu eksistens yaitu keberadaan amal. Maka antitesisnya yaitu keburukan adalah ketiadaan amal. Oleh karena itu Ahriman dan sifatnya yaitu; keburukan bukanlah suatu eksistensi, akan tetapi ketiadaan eksistensi, yaitu ketiadaan eksistensi amal.Pada Peradaban Zoroaster sifat-sifat baik Mazda tidak dilambangkan menjadi sebuah simbol yang saling mandiri seperti dalam Hindu. Sifat-sifat Mazda tidak saling terpisah. Mazda menyatu antara Sifat, Zat dan Perbuatan. Oleh karena itu sifat-sifat Mazda ini tidak bisa dilambangkan sendiri-sendiri. Mazda juga tunggal dalam zat, sifat dan perbuatannya. Oleh karenanya sifat, zat maupun perbuatan Mazda tidak bisa dilambangkan. Apalagi dilambangkan dengan simbol yang dipersonifikasikan.Pada Peradaban Hindu, Dewa mungkin juga merupakan sebutan untuk Tuhan atau Sifat Tuhan. Tapi terdapat lambang-lambang untuk Sifat-sifat Tuhan pada Hindu. juga pada Hindu lambang-lambang Ketuhanan itu lebih tersimbolkan secara berdiri sendiri. Hindu juga lebih mempersonifikasikan lambang-lambang ini. Bahkan pada peribadatannya banyak Orang-orang Hindu yang menyembah pada satu atau dua Dewa saja, dan bagaimana hubungan antar Dewa secara umum juga tidak jelas.

Kekaisaran Persia dan Interaksinya dengan Bangsa-bangsa Lain

Dari semua paparan sebelumnya dapat diketahui adanya budaya semi-monotheisme pra-Islam selain Yahudi dan Nasrani. Selain itu dapat pula disimpulkan bahwa budaya semi-monotheisme di masa lampau mempunyai untaian sejarah yang panjang, meliputi perpindahan bangsa dari satu tempat ke tempat yang lain. Kulit luar budaya mereka berganti-ganti pula, akan tetapi isinya yaitu semi-monotheisme atau monotheisme selalu tetap. Mereka juga punya ?budaya? rival yang hampir seusia mereka yaitu ?budaya? politheisme. Perkembangan budaya semi monotheisme Non-Nasrani yang pengaruhnya bisa masuk ke Nusantara adalah budaya semi-monotheisme yang berasal dari Persia. kemungkinan sekali Semi-monotheisme Zoroaster berhasil masuk ke Nusantara. Atau bahkan justru semi-monotheisme Persia Elam Pra-Zoroaster yang hanya dipeluk rakyat kalangan bawah/rakyat kebanyakan Persia telah berhasil masuk ke Nusantara. Seperti telah dibahas sebelumnya bahwa sebelum ajaran budaya semi-monotheisme didokumentasikan secara tertulis maka telah jauh terlebih dahulu muncul budaya lisannya. Budaya lisan semi-monotheisme Elam/Pra-Zoroaster yang masih asli Persia inilah yang kemungkinan sekali masuk ke Nusantara sebelum budaya semi-monotheisme tertulis Zoroaster terbentuk.Wilayah Persia merupakan tempat berdirinya pusat-pusat peradaban manusia dalam sejarah. Kekaisaran-kekaisaraan di Persia merupakan rangkaian penguasa-penguasa wilayah tersebut yang saling berganti. Setelah Bangsa Elam sebagai yang pertama, kemudian disusul oleh Bangsa Arya datang dari Timur Laut Kaspia. Bangsa-bangsa berikutnya adalah Bangsa Median, yang disambung oleh penerusnya Achaemenid. Masa setelahnya adalah Bangsa Yunani yang diwakili oleh Dinasti Seleucid. Kemudian Bangsa Parthian diwakili oleh Dinasti Arsacid. Lalu yang terakhir sebelum kedatangan Islam, penguasa Persia adalah Dinasti Sassanid dengan pendirinya;

Page 40: Islam Syiah Indonesia

Ardashir I seorang anak keturunan Pendeta Zoroaster. Walaupun pemimpinnya berganti-ganti, tapi dalam keyakinan, keyakinan monotheisme tetap memiliki kekuatan yang tak lekang, para bangsa pendatang yang datang silih berganti akhirnya sama-sama masuk menjadi penganut Zoroaster. Mereka juga mampu menjaga Budaya Persia sebagai pusat peradaban dunia.Meskipun pada masa imperium Persia, kekaisaran tersebut dipimpin oleh dinasti-dinasti berdiri pula Kekaisaran Romawi di belahan Barat yang dilihat dari sudut pandang duniawi sama kuat dengan mereka, sebagai sesama negara adikuasa yang saling bersaing saat itu. walaupun kedua Negara Adikuasa tersebut sama kuat dalam hal materi, akan tetapi dalam hal keberberadaban dan pengembangan nilai-nilai kemanusiaan, Persia mempunyai catatan yang lebih bagus. Persia tidak melakukan serangan ke negara-negara sekitarnya. Gerakan militernya hanya bersifat defensive menjaga keutuhan wilayahnya menghadapi Romawi di Barat dan perbatasan-perbatasannya, seperti dengan Bangsa Schytian di Utara, dan dengan India dan China di Timur.Pertempuran-pertempuran Kekaisaran Persia dengan pihak luar kebanyakan adalah pertempurannya melawan Romawi, akan tetapi tidak mereka lakukan untuk menghancurkan bangsa-bangsa tetangga. Tidak seperti Romawi yang telah menghancurkan semua Bangsa Eropa dan Afrika, Persia tidak menyerang bangsa yang lebih lemah, apalagi tetangganya seperti misalnya India dan China. Padahal Persia mempunyai persaingan peradaban dengan India. Bangsa Romawi telah banyak menghancurkan suatu bangsa dengan brutal dan memperbudak pemimpin suatu kaum yang telah mereka tundukkan. Sedangkan Persia tidaklah demikian, tidak pernah terdengar bahwa Kekaisaran Persia memperbudak suatu bangsa yang dikalahkannya. Bangsa yang berhasil dikalahkan oleh Persia juga tidak pernah terhinakan, mereka masih berdaulat di wilayahnya masing-masing. Karena sebagian besar peperangan yang dilakukan Persia hanya bertujuan mempertahankan perbatasan wilayahnya.Dari semua uraian di atas sedikit banyak dapat disimpulkan bahwa Persia memiliki kontribusi yang cukup besar bagi peradaban manusia di dunia. Terutama kontribusi paham monotheisme maupun semi-monotheismenya bagi umat manusia. Pada akhirnya nanti penduduk Wilayah Persia di kemudian hari akan menerima peradaban Islam, setelah Kelahiran Islam melalui baginda Rasulullah Muhammad SAW berdakwah di dunia ini. Kemudian setelah peristiwa Perang Syiraz pada sekitar tahun 817 Masehi yang nanti juga akan dibahas pada uraian selanjutnya, bahwa Penduduk Persia akhirnya menerima Islam Mazhab Ahlul Bayt Nabi atau Mazhab Ja?fari atau Mazhab Syiah Itsna?Asyari?ah, setelah perang tersebut (Perang Syiraz).

Perbandingan antara para Habib di Indonesia dan para Sayyid di IranSalah satu fakta yang memperkuat indikasi bahwa pribumi Nusantara sebenarnya merupakan keturunan Rasulullah yang pada awalnya bermazhab Syiah, adalah membandingkan keadaan di Indonesia dengan keadaan di situasi wilayah di belahan bumi lain yang mana di daerah tersebut juga terdapat pada Habib/Sayyid.

Contoh yang paling cocok adalah di Iran misalnya, yang mana di Iran sebelum perang Syiraz penduduknya masih Sunni, di Iran juga terdapat inreraksi Sunni-Syiah sebelumnya

Para Sayyid di Nusantara atau oleh masyarakat pribumi lebih familier mendapatkan sebutan gelar: “Habib” kebanyakan adalah masyarakat keturunan Hadhramauth yang tinggal di wilayah2 pesisir utara Jawa. Akan tetapi kedudukan para habib di Nusantara ini dalam peradaban dan kancah percaturan sosial maupun politik masyarakat di Nusantara sepertinya kurang berhasil. Memang awalnya mereka berhasil yaitu sebagaimana yang dilakukan oleh kakek-kakek mereka dahulu, yaitu para Walisanga misalnya. Para Walisanga adalah mubaligh yang mengajarkan ajaran

Page 41: Islam Syiah Indonesia

Sunni-Syafii di Nusantara, oleh karena itu besar kemungkinan bahwa asal-usul mereka sebenarnya dari Yaman. Mazhab Islam Syafi’I hanya ada di Yaman dan Nusantara. Dari sudut pandang gerakan para Walisanga, dan diluar pembahasan mengenai sasaran dakwah yang menjadi target dakwah mereka, sebenarnya patut diajukan sebuah pertanyaan, yaitu: apakah para Walisanga memang berdakwah Islam kepada masyarakat Nusantara yang masih beragama Hindu dan Budha, ataukah mereka berdakwah kepada masyarakat Nusantara yang sudah memeluk Islam, akan tetapi Islam mazhab ahlul bayt? Secara umum, misi dakwah para Walisanga mengajarkan mazhab Sunni-Syafii dapat dikatakan berhasil di Nusantara. Hingga saat ini mayoritas muslim di Nusantara menganut mazhab Syafii yang dibawa Walisanga. Pada abad ke 16 masyarakat di Nusantara mengalami penjajahan, kemudian pada abad ke 20 berhasil terlepas dari penjajahan tersebut dan mencapai kemerdekaan bahkan menyatukan diri menjadi sebuah Negara Kesatuan. Akan tetapi selain berdakwah Islam mazhab Sunni-Syafii di Nusantara pada awal kedatangannya oleh para Walisanga, praktis pada masa-masa setelahnya, partisipasi para habib keturunan pendatang dari Hadhramauth ini dapat dikatakan tidak mampu berkembang. Bahkan mereka hampir tidak mempunyai partisipasi sama sekali dalam perjuangan membebaskan diri dari penjajahan atau perjuangan melawan penjajahan di awal kedatangan Belanda ke wilayah Nusantara. Hampir semua pahlawan melawan penjajahan di Nusantara ini adalah pribumi. Padahal penjajahan Belanda sangat mengancam keislaman penduduk Nusantara. Seperti misalnya Pangeran Diponegoro yang dalam babadnya secara tidak langsung mengungkapkan bahwa misi perjuangan beliau sebenarnya bukanlah mengusir penjajahan Belanda. Akan tetapi lebih kepada mempertahankan keislaman masyarakat Jawa. Dan menurut pangeran Diponegoro, beliau berhasil dalam perjuangannya mempertahankan keislaman masyarakat. Hal ini yang mendasari pertanyaan besar dari kita; apakah benar mereka jugalah yang menyebarkan Islam di Nusantara untuk pertamakali, atau mereka sebenarnya tidak berdakwah Islam akan tetapi hanya mengganti mazhabnya saja?Kemudian pada masa-masa setelahnya lagi. Pada masa sekarang dimana masyarakat Nusantara melalui pemerintah Republik Indonesia mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua elemen masyarakat tanpa melihat golongan dan ras untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Semua warga Negara diberi kesempatan mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Masyarakat juga diberi kesempatan mengembangkan diri berkarir sesuai dengan profesi dan bidang kerjanya masing-masing. Pada masa pembangunan ini dimana kesempatan yang besar terbuka, ternyata para habaib di Nusantara juga kurang berhasil memanfaatkan kesempatan. Para habaib kurang mampu dalam memanfaatkan peluang pendidikan. Demikian pula jarang diantara para habaib di Nusantara yang sukses menjadi para sarjana, ahli matematika, pemikir, insinyur dan para intelektual negeri ini. Juga para politisi sukses dan pejabat pemerintahannya. Memang ada beberapa habaib yang mampu mencapai kedudukan politis, pejabat atas dan kedudukan akademik yang tinggi akan tetapi prosentasenya amat sangat sedikit, jauh sekali apabila dibandingkan dengan pencapaian dari berbagai bidang oleh para Sayyid di Iran yang mana jumlah mereka yang berpartisipasi dalam kemajuan bangsa Iran sangat massif.

C. Para Sayyid di Indonesia dan Para Sayyid di Iran: Sebuah PerbandinganKeadaan para habaib di Nusantara masa kini amat berbeda jauh dengan keadaan saudaranya yaitu para Sayyid di suatu tempat berbeda pada bagian lain belahan bumi, yaitu para Sayyid yang berada di wilayah Persia dimana para Sayyid yang memasuki wilayah tersebut di masa awal pada perang Syiraz, pada akhirnya mampu mengembangkan segala potensinya. Mereka bahkan mampu menjadi motivator dan dinamisator gerakan-gerakan intelektual, sosial, keagamaan, politik dan pendidikan

Page 42: Islam Syiah Indonesia

masyarakat. Iran adalah sebuah negara yang menempati wilayah Persia sekarang ini. Saat ini negara tersebut mengalami kemajuan yang amat pesat dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, pendidikan keagamaan, politik, sosial, pendidikan masyarakat, teknologi, sains dan lain sebagainya. Prestasi-prestasi yang berhasil dicapai para Sayyid di Iran sangat impresif, banyak diantara mereka yang menemukan penemuan-penemuan baru dari berbagai bidang disiplin ilmu. Penemuan-penemuan mereka sarat kualitas dan mencengangkan publik internasional. Dengan berbagai pencapaian mereka yang sarat prestasi inipun tidak menjadikan mereka menjadi sombong dan membanggakan diri, situasi yang sangat jauh jika tidak mau dikatakan berkebalikan apabila kita bandingkan akhlak mereka ini dengan yang dilakukan oleh para Habib di Nusantara dengan prestasinya yang justru sangat minim.Gerakan maju bangsa Iran saat ini bersumber dari para Sayyid, dan dipelopori serta dimotori oleh mereka pula. Sejak masa perang Syiraz, maka dakwah akidah Islam Syiah kepada masyarakat Persia yg bermazhab Islam Sunni, secara perlahan tapi pasti mengalami kemajuan. Setelah memeluk Islam Syiah, secara perlahan tapi pasti, bangsa Persia terus mengalami kemajuan. Kesuksesan yang berhasil diraih pada awalnya adalah dakwah tauhid dan akhlak Islam Syiah, kemudian mereka mampu mendirikan kerajaan Islam Syiah yang ketiga setelah Perlak dan Fatimiyyin, yaitu kerajaan dinasti Safawi. Setelah itu mereka mampu mengembangkan berbagai Husainiyyah di masa dinasti Safawi, para Sayyid-lah yang menjadi penggerak dan sumber ilmu keagamaan dan ilmu pengetahuan masyarakat Persia. Kemudian pada masa-masa setelahnya pada masa dinasti Qajar yang represif kepada masyarakat, para Sayyid-lah yang menjadi pelindung rakyat sekaligus motivator untuk melawan penindasan. Hingga puncaknya pada masa revolusi yg menggulingkan kezaliman dan penindasan monarki Syah Iran yang dibelakangnya terdapat kekuatan Amerika dan Israel. Masyarakat Iran yang dipimpin oleh seorang Sayyid kharismatik yaitu Ayatullah Khomeini. Dengan bimbingan dan motivasi Imam Khomeini, bangsa Iran dapat membebaskan diri dari pemimpin boneka yang tunduk pada kekuatan asing tetapi tega menindas bangsanya sendiri. Lalu pada masa-masa sek arang ini, dimana bangsa Iran sedang giat membangun bangsanya, tidak seperti para Habib di Nusantara, para Sayyid di Iran selalu berhasil dalam mempelopori berbagai bidang akademik, keagamaan, ilmu pengetahuan, teknologi, disiplin-disiplin ilmu pada berbagai bidang seperti kedokteran, pendidikan, teknik, humaniora, sains, lingkungan dan lain-lain. Prestasi para Sayyid pada berbagai bidang tersebut selalu pada posisi teratas. Keadaan diatas sedikit banyak menyimpulkan; bahwa prestasi para Sayyid di Persia/Iran sejak mereka memasuki daerah itu pada perang Syiraz dalam keadaan tertindas, hingga akhirnya mereka mampu membalikan keadaan, sangat jauh berbeda dengan keadaan para Sayyid dari Hadhramauth yang memasuki wilayah Nusantara pada abad ke 15 hingga sekarang ini. Para Habib dari Hadhramauth keadaannya berangsur menurun dibandingkan pribumi Nusantara. Keadaan ini menimbulkan pertanyaan, yaitu; apa sebab yang membedakan kedua keadaan diatas sehingga hasilnya bisa berbeda? mengapa hal ini dapat terjadi? Kemungkinan jawaban dari pertanyaan diatas bermacam-macam, akan tetapi tidak bisa lepas dari fakta bahwa kedudukan para Sayyid eks perang Syiraz pada saat ini di wilayah Persia lebih superior dibandingkan penduduk pribumi Persia. Mereka bahkan juga dapat menarik dan mempelopori para pribumi setempat untuk mencapai perkembangan potensi yang lebih tinggi dari sebelumnya. Peristiwa di Syiraz berlangsung lebih awal daripada di Nusantara. Maka dapat diajukan pertanyaan lanjutan untuk menjawab pertanyaan sebelumnya. Pertanyaan pertama yaitu apakah situasi di Nusantara adalah keadaan yang sebenarnya? Yaitu apakah para habaib dari Hadhramauth di Nusantara adalah benar-benar Sayyid yang sesungguhnya? Pertanyaan ini wajar diajukan, karena keadaan

Page 43: Islam Syiah Indonesia

mereka berbeda dengan peristiwa pada tempat lain di Syiraz, di Syiraz para Sayyid menunjukkan superioritas atas pribumi Persia. Superioritas ini sampai sekarang masih terjaga. Sedangkan keturunan-keturunan para habib dari Hadhramauth yang masuk wilayah Nusantara justru kalah bersaing dari pribumi Nusantara dalam berbagai bidang kemajuan, baik bidang keagamaan, politik, ilmu pengetahuan, sains, dll.Apabila kita lacak jalur periwayatan untuk mengecek keshahihan dokumen pernasaban para Sayyid di Nusantara yang berasal dari Hadhramauth atau Yaman, maka mustahil diragukan akan status kesayyidan para Habaib di Nusantara. Beberapa ciri-ciri dan karakter mereka juga menunjukkan bahwa mereka memang para Sayyid keturunan Rasululah. Lalu kenapa mereka bisa inferior dibandingkan pribumi? Situasi yang jauh berbeda dengan yang dialami oleh saudara mereka di Syiraz? Maka jawaban yang mungkin tertinggal hanyalah bahwa: para pribumi Nusantara juga sebenarnya merupakan para Sayyid.

Perang SyirazE. Perang SyirazSuatu peristiwa yang penting telah terjadi di Timur Tengah menurut periwayatan sejarah mazhab Ja’fari terjadi pada abad ke 2 Hijriah. Peristiwa ini penting diurai karena berimbas terhadap penyebaran dan dakwah agama Islam di Nusantara. Peristiwa tersebut adalah perang Syiraz. Pada masa keemasan dimana dinasti Abbasyiah mendirikan kekhalifahan yang paling berpengaruh. Kekhalifahan dinasti Abbasyiah saat itu mendapatkan lawan berat untuk mendapatkan simpati masyarakat dari Imam ke 8 mazhab Ja’fari Ali Bin Musa Ar Ridha dan para pengikut beliau. Khalifah dinasti Abbasyiah saat itu, Al-Ma’mun Bin Harun memindahkan ibukota kekhalifahan dari Baghdad ke Masyhad. Peristiwa sejarah yang mendasari perang Syiraz dapat dinukil dari buku Mazhab Pecinta Keluarga Nabi karangan Ayatullah Sayyid Muhammad al-Musawi terbutan Tim Muthahari Press dibawah ini:Menurut ahli sejarah mazhab ahlulbayt pemindahan ibukota kekhalifahan yang dilakukan oleh Ma’mun ini bukannya tanpa alasan. Ada unsur politik yang mendasari perpindahan ibukota kekhalifahan dinasti abbasyiah. Ma’mun melihat bahwa ketertarikan dan kecintaan masyarakat di sekitar ibukota Baghdad pada para imam ahlulbayt membahayakan kedudukannya. Langkah awal yang dilakukan Ma’mun adalah memindahkan ibukota. Tetapi konsentrasi masyarakat tetap tertuju pada imam ahlulbayt yang pada masa itu dipegang oleh imam Ali Bin Musa yang juga digelari oleh masyarakat dengan nama Ar-Ridha. Hal ini menyebabkan Ma’mun menempuh langkah yang lebih ekstrem lagi. Ma’mun akhirnya memaksa Imam Ali Ar-Ridha untuk menjadi menantunya. Ma’mun memaksa Imam Ali Ar-Ridha untuk menjadi putra mahkota dengan dinikahkan pada salah satu putrinya. Awalnya Imam Ali Ar-Ridha menolak pinangannya tersebut. Akan tapi Ma’mun memerintahkan utusan dengan dikawal segenap pasukan untuk menemui Imam Ali Ar-Ridha supaya membunuh beliau jikalau imam menolaknya. Akhirnya Imam menerima usulan Ma’mun. Imam dengan dikawal pasukan Ma’mun pindah dari Madinah menuju ke Thus, Khurasan. Masyarakat dan para alawiyyin saudara-saudara imam (orang-orang keturunan Rasulullah) resah dengan kepindahan Imam ini. Mereka merasa diputuskan hubunganya dengan Imam Ali Ar-Ridha. Maka para (alawiyyin) yang berfungsi sebagai penghubung antara Imam dengan kaum muslimin merasa bertanggung jawab atas putusnya rantai komunikasi, sosial dan politik dengan perpindahan imam ini. Situasi ini oleh para alawiyyin dianggap sangat membahayakan kelangsungan kebenaran risalah islam yang sejati. Oleh karena itu sebagian besar para alawiyyin bertekad untuk menyusul Imam ke Masyhad. Rantai komunikasi antara kepemimpinan spiritual islam dengan masyarakat yang terputus harus disambung lagi. 

Page 44: Islam Syiah Indonesia

Para alawiyyin kemudian mengirimkan surat kepada al-Ma’mun meminta persetujuan atas perjalanan mereka ke Thus Khurasan. 

Tujuan perjalanan itu adalah mendekati saudara yang menjadi pemimpin mereka; Ali Ar-Ridha. Hal ini dimaksudkan supaya Al-Ma’mun dan pasukannya tidak menghalangi maksud mereka dan tidak menimpakan keburukan kepada mereka. Al-Ma’mun menyetujuinya. Semakin kuatlah keinginan mereka untuk berangkat. Mereka sudah bertekad untuk melakukan perjalanan guna mengunjungi Imam Ali Ar-Ridha. Maka sebuah kafilah besar yang terdiri dari anak-cucu keturunan Rasulullah berangkat dari Hijaz dan Irak menuju Khurasan. Perjalanan mereka dilakukan melalui Basrah, Ahwaz, Busyahr, Syiraz dan seterusnya. Ketika kafilah itu melewati sebuah negeri yang dihuni para pengikut ahlul bayt yang setia kepada keluarga Rasulullah Saw, bergabunglah mereka ke dalam kafilah Bani Hasyim tersebut. Kafilah para sayyid (julukan untuk keturunan rasulullah) ini dipimpin oleh saudara-saudara Imam Ali ar-Ridha, diantaranya Sayyid Ahmad yang lebih dikenal dengan “Syah Chiragh”, Sayyid Muhammad Al Abid yang dikenal dengan Jadduna Al-A’la, Sayyid Alaudin Husain. Mereka adalah para sayyid keturunan Rasulullah yang seayah dengan Imam Ali Ar-Ridha, yaitu sama-sama putra-putra dari Imam Musa Al-Kazhim.Berkenaan dengan hijrah rombongan alawiyyin ini para sejarawan berkata, “Ketika mendekati Syiraz, kafilah ini telah beranggotakan lebih dari 15000 orang baik laki-laki maupun perempuan, baik anak-anak maupun orang dewasa. Para mata-mata dan pejabat pemerintahan al-Ma’mun di Thus memberitahukan banyaknya anggota kafilah tersebut. Mereka mengingatkan Ma’mun akan akibat yang ditimbulkan dengan sampainya mereka di pusat pemerintahan di Thus Khurasan. Maka Ma’mun------- setelah mendengar berita tentang khafilah Bani Hasyim itu----merasa takut. Ia merasakan bahaya yan mengancam rencananya selama ini memisahkan Imam Ridha dari masyarakat. Simpati masyarakat yang lebih besar kepada para Imam daripada penguasa politik kepemimpinan islam dapat membahayakan kedudukannya. Maka kemudian Ma’mun memerintahkan kepada para mata-mata di jalan-jalan dan kota-kota yang dilalui khafilah Bani Hasyim untuk menghalangi dan mensabotase perjalanan tersebut. Mereka harus mencegah perjalanan kafilah tersebut tidak sampai pada tujuannya di kota Thus. Padahal ketika perintah khalifah itu sampai pada gubernur, rombongan kafilah itu sudah hampir sampai ke Syiraz. Segera gubernur Syiraz menunjuk komandan pasukannya yang bernama Qatlagh Khan. Gubernur memerintahkan Qatlagh Khan untuk menyiapkan 40.000 orang tentara untuk menghadang rombongan kafilah para alawiyyin dan menghalau mereka kembali ke Hijaz. Pasukan Qatlagh Khan itu berangkat dari Syiraz menuju jalan yang dilewati kafilah di Khan Zaniyun, sebuah tempat yang berjarak sekitar 30 kilometer dari Syiraz. Mereka diam disitu menunggu kafilah lewat. Tidak lama kemudian kafilah melewati daerah itu, jalan menuju Thus yang melewati Syiraz. Segera komandan pasukan Qatlagh khan, mengirim seorang utusan kepada para sayyid. Dan menyampaikan perintah khalifah. Ia meminta mereka agar segera kembali ke Hijaz. Maka Syah Chiragh, sebagai yang tertua diantara mereka----berkata:Pertama, dengan perjalanan kami ini, kami tidak bermaksud apa pun kecuali mengunjungi saudara kami Imam Ali Ar-Ridha di Thus. Kedua, kami tidak keluar dari Madinah dan tidak menempuh perjalanan panjang ini kecuali dengan izin dan persetujuan dari khalifah. Oleh karena itu tidak ada alasan untuk menghalangi perjalanan kami. Utusan itu pergi dan menyampaikan jawaban ketua rombongan kafilah kepada Qatlagh. Kemudian ia dating lagi dan berkata, “Komandan Qatlagh memberikan jawaban bahwa khalifah mengeluarkan perintah baru dan memastikan kepadaku serta dengan segala kekuatan, kami akan menghadang perjalanan ini ke Thus.

Page 45: Islam Syiah Indonesia

Barangkali itu merupakan perintah baru karena tuntutan keadaan. Karenanya anda semua harus kembali ke Hijaz. Menyikapi situasi baru ini Syah Chiragh bermusyawarah dengan saudara-saudaranya dan anggota-anggota kafilah yang memiliki pandangan dan pendapat tentang perintah itu. Tak seorang pun di antara mereka yang setuju untuk kembali. Mereka sepakat untuk melanjutkan perjalanan ke Khurasan meskipun hal itu memberatkan mereka. Mereka menempatkan kaum wanita di barisan belakang sedangkan kaum laki-laki di barisan depan. Mereka mulai melanjutkan perjalanan. Qatlagh pun memberangkatkan pasukannya guna menghadang kafilah itu. Setiap para sayyid keturunan Rasulullah menasihati mereka untuk memberi jalan, mereka tidak mempedulikannya. Sikap itu menyebabkan terjadinya peperangan dan pertempuran. Berkobarlah api peperangan di antara kedua belah pihak. Pasukan al-Ma’mun menderita kekalahan dalam melawan kafilah para sayyid.Karenanya Qatlagh menggunakan tipu daya. Ia memerintahkan orang-orangnya agar naik ke atas bukit dan berseru dengan suara keras, “Hai anak cucu Ali dan para pengikutnya, jika kalian mengira bahwa Ar-Ridha akan memberikan pertolongan di samping khalifah, ketahuilah bahwa telah sampai berita wafatnya kepada kami. Khalifah pun telah menyatakan bela sungkawa kepadanya. Oleh karena itu, untuk apa kalian berperang? Ar-Ridha telah tiada. Tipuan ini berpengaruh besar terhadap semangat para mujahid perang. Mereka pun bercerai-berai di tengah malam dan meninggalkan medan perang. Maka Syah Chiragh memerintahkan saudara-saudaranya dan orang-orang yang masih menyertainya agar mengenakan pakaian penduduk setempat. Mereka berpencar di tengah malam gulita. Mereka menapaki jalan umum sehingga dapat menyelamatkan diri dan tidak jatuh ke tangan Qatlagh dan pasukannya. Mereka berpencar ke bukit-bukit dan lembah-lembah dalam keadaan terusir. Dalam sejarah para alawiyyin dalam rombongan Syah Chiragh ini setelah pecah berantakan terus berlari dan berlari. Pasukan kekhalifahan Baghdad juga terus tak bosan-bosannya mencari-cari mereka dan keturunanya selama beratus-ratus tahun. Adapun Syah Chiragh, demikian pula adik-adiknya Sayyid Muhammad al-Abid dan Sayyid Alaudin masuk ke Syiraz secara sembunyi-sembunyi. Masing-masin dari mereka mengasingkan diri di tempat yang terpencil dan menyibukkan diri dengan beribadat kepad Allah Swt.

Pada akhirnya nanti para Sayyid pelarian Perang Syiraz yang tertindas ini secara perlahan-lahan mampu keluar dari persembunyiannya. mereka yg awalnya taqiyyah perlahan2 berani berkomunikasi dengan masyarakat sekitar mereka yg membenci mereka karena perbedaan mazhab. lambat laun bahkan mulai berani dakwah, akhirnya mereka mampu mensyiahkan hampir semua penduduk Iran yang sebelumnya memeluk Islam Sunni.

Sejak Perang Syiraz ini kaum Syiah mulai ada yg keluar dari tekanan SunniHubungan antara Perang Syiraz dengan Kerajaan Perlak SyiahKerajaan Perlak berdiri pada masa yang tidak begitu jauh kurun waktunya dengan peperangan di Syiraz antara rombongan alawiyyin yang dipimpin oleh Syah Ceragh dengan pasukan Ma’mun yang dipimpin oleh Qatlagh Khan. Kerajaan Perlak disinyalir berdiri pada tahun 840 Masehi. Sedangkan peperangan antara rombongan alawiyyin berlangsung sekitar tahun 823 Masehi. Terdapat selisih kurang lebih 13 tahun antara peperangan Syiraz dengan berdirinya kerajaan Perlak, dengan kerajaan Perlak berdiri sesudah terjadinya peperangan di Syiraz. Suatu jarak yang bisa dikatakan berurutan, antara perang Syiraz dengan berdirinya kerajaan Perlak. Apabila hal ini dikatakan suatu kebetulan maka suatu kebetulan yang luar biasa. Karena Perlak adalah tradisi islam yang terjauh pertama dari tempat kelahiran islam itu sendiri. Bahkan di wilayah-wilayah yang relatif lebih dekat jaraknya dengan jazirah Arab seperti India pun masih banyak yang belum memeluk Islam.

Page 46: Islam Syiah Indonesia

Kerajaan Perlak juga ternyata di masa awalnya adalah kerajaan berdasar pada Islam mazhab Syiah (Ahlul Bayt). Sama dengan mazhab Islam yang dianut oleh para rombongan alawiyyin di perang Syiraz. Oleh karena itu tidak mungkin kerajaan Perlak mendapatkan paham Syiah diluar dari para Sayyid peserta perang Syiraz, karena pada saat itu hanya kelompok Perang Syiraz sajalah yang merupakan kaum muslimin yang bermazhab Syiah. Berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa kerajaan Perlak merupakan kerajaan Syiah yang berdiri pertamakali di dunia, bahkan lebih dahulu dari kesultanan Syiah yang didirikan oleh bangsa Iran sendiri, bangsa Iran mendirikan kesultanan Safawi yang bermazhab Syiah pada abad ke 15. Orang-orang yang tercerai-berai dalam perang Syiraz adalah para keturunan nabi yang bermazhab Syiah. Bisa dikatakan bahwa pada saat itu hanya mereka saja kelompok manusia yang menganut mazhab Islam Syiah di dunia ini. Sejak perang Syiraz itu mereka (para keturunan nabi yang bermazhab Syiah) yang sebelumnya hanya terkonsentrasi di jazirah Arab, kemudian tersebar ke wilayah-wilayah di luar jazirah Arab. Mereka sampai mengembara ke wilayah-wilayah barat yang tidak berada dalam naungan kekuasaan daulah Abbasyah. Ketidakpergian mereka berhijrah ke arah timur melainkan malah berhijrah kearah barat disebabkan karena arah kehijrahannya mengikuti Imam Ali Ridha yang bergerak ke barat. Setelah tercerai-berai, mereka juga memberanikan diri untuk melarikan diri ke wilayah-wilayah barat diluar wilayah Daulah Abbasyah. Hal ini terpaksa mereka lakukan karena keadaan pada wilayah-wilayah yang berada dalam kekuasaan kesultanan Baghdad membahayakan keselamatan mereka. Wilayah-wilayah timur jauh seperti Nusantara adalah tempat yang aman dari kejaran orang-orang Bani Abbas, bisa dipastikan bahwa Perlak/Lamuri berada di suatu wilayah yang tidak terjangkau pengaruh dari kesultanan Bani Abbas.Ketika melihat riwayat sejarah diatas, maka dapat disimpulkan bahwa besar kemungkinan bahwa penyebar Islam di Nusantara pertama yang mendirikan Kerajaan Perlak/Lamuri adalah para Sayyid pelarian perang Syiraz. Nama orang-orang yang menjadi cikal-bakal kesultanan Perlak/Lamuri adalah Ali Bin Muhammad Ja’far Shadiq. Nama tersebut sangat bernuansa Syiah atau mazhab ahlul-bayt. Ali adalah nama Imam Syiah yang pertama. Sedangkan Ja’far Shadiq adalah nama Imam ke 6 mazhab ahlul bayt. Pada masa itu hanya para keturunan nabi yang memeluk Syiah berani memakai nama-nama yang bernuansa imam-imam Syiah. Baru sekitar abad ke 13 saja ketika bani Abbas runtuh, maka masyarakat Islam mazhab Sunni mulai memberanikan diri menggunakan nama-nama itu untuk disematkan pada anak-anak mereka. Pada masa itu bahkan para pengikut Syiah pun, jika dia bukan orang yang masih merupakan keturunan Rasulullah maka tidak akan berani menggunakan nama-nama tersebut. oleh karena itu pada masa Daulah Abbasyah banyak para penganut Syiah tinggalnya di wilayah kekuasaan kerajaan tersebut justru memakai nama-nama orang-orang yang merupakan musuh para Imam Syiah, seperti Mu’awiyah, Yazid, dll. Berdasar uraian sejarah diatas maka bisa ditarik hipotesa bahwa penduduk Nusantara masuk Islam karena jasa para keturunan Rasulullah Muhammad. Pengislaman yang terjadi di Nusantara dilaksanakan oleh para keturunan nabi yang berasal dari Persia bukan dari Yaman. Selama ini kesimpulan yang lebih popular adalah bahwa pengislaman di Nusantara dilakukan oleh para keturunan nabi yang berasal dari Gujarat atau Yaman. Berbeda dengan para sayyid yang berasal dari Yaman pada abad ke 15. Para Sayyid dari Syiraz/Persia sudah masuk ke Nusantara sekitar kurang lebih 600 tahun lebih awal dari para Sayyid yang berasal dari Yaman/Hadramauth. Para Sayyid yang dari Syiraz Persia yang masuk ke Nusantara pada masa awal Islam tidak terlalu mementingkan identitas dan jati diri karena mereka dalam pelarian. Begitu besarnya tekanan terhadap mereka sampai dalam sejarah ada diantara mereka yang masuk agama Hindu, terdapat riwayatnya pada buku ''Kisah-kisah ajaib'' karya Ayatullah Sayyid Dasteghib diterbitkan Qorina

Page 47: Islam Syiah Indonesia

truktur sosial masyarakat Indonesia lebih mirip struktur masyarakat Persia daripada struktur masyarakat Yaman atau Arab.

struktur masyarakat Indonesia adalah komunal seperti sangat kental terlihat pada masyarakat pedesaan kita, sedangkan sistem sosial masyarakat padang pasir adalah kabilah. 

pada sistem kabilah, segala urusan sosial yang dialami tiap individu berbeda-beda, tergantung kabilahnya masing-masing, bagaimana norma yang berlaku pada kabilah tersebut. tiap kabilah bisa punya norma yang berbeda-beda

Apabila terdapat perselisihan antara dua orang individu yang berbeda kabilahnya, maka sebisa mungkin urusan tersebut diteruskan dulu kepada kepala kabilah masing-masing. Nanti urusan mereka biar diselesaikan antar kepala kabilah masing-masing. 

Apabila pada saat itu personel beda kabilah langsung menyelesaikan antar mereka sendiri tanpa sepengetahuan tetua yang berada posisi hirarki pada kabilah yang berada diatasnya, dan dalam penyelesaiannya terdapat pihak yang dirugikan, dan mereka menuntut balas, maka bisa terjadi konflik antar kabilah yang berlarut-larut.

Pola ini cukup mirip dengan pola kehidupan antar anggota geng dengan gengnya, geng lain dan anggota geng lainnya.

Sedangkan pada masyarakat komunal, mereka telah memiliki norma-norma yang dipatuhi bersama, sehingga tidak ada lagi klan dan perkabilahan. semua anggota masyarakat dalam satu keluarga maupun beda keluarga tunduk pada hukum dan norma bersama. tidak ada fanatisme kekeluargaan.

Pola ini sebenarnya pola yang terdapat pada struktur masyarakat yang lebih maju. Pola ini terdapat di Iran maupun Indonesia pada masa lampau.

Demikian pula komunal sangat sesuai dengan sunnah Rasulullah yang mana beliau berusaha menghancurkan pola fanatisme perkabilahan di jazirah Arab. Menurut beliau tidak ada perbedaan antara Arab dan Ajam, yang membedakan seseorang di hadapan Allah hanyalah ketakwaannya. Belau saw bersabda: "Dan jika Fatimah mencuri, maka aku sendiri yang akan memotong tangannya" Hal itu menunjukkan bahwa semua orang tunduk menurut hukum yang ditetapkan oleh Allah SWT. 

Tapi tampaknya sunnah beliau ini justru berhasil di wilayah Islam lain seperti Indonesia, Iran, Lebanon dan daerah lainnya. Tapi di Jazirah Arab semenjak kaum Wahabi menguasai pemerintahan Jazirah maka sunnah beliau ini kurang diikuti. Para pangeran Arab saat ini nyaris tak tersentuh oleh hukum. sementara hukum syariat dijatuhkan kepada kaum lemah non-arab, para pekerja lapisan bawah, tanpa melihat konteks dari permasalahan hukumnya dan lemah pula perimbangan proses pengadilannya

sayyid yg masuk Hindu hanya di India, jumlahnya hanya sangat segelintir mas, jumlahnya sangat tak berarti sama sekali dibandingkan keseluruhan jumlah para sayyid pelarian eks perang Syiraz dan mereka sekarang sudah masuk Islam (setelah diberitahu oleh seorang ulama bhw dia itu keturunan Rasulullah pada masa setelahnya, yaitu pada sekitar abad ke 17, jadi 8 abad setelah perang Syiraz

Page 48: Islam Syiah Indonesia

berlangsung)). mereka adalah para sayyid yg lari sangat jauh sampai ke wilayah sangat terpencil di pedalaman India

saya menemukannya di buku "kisah-kisah ajaib" karya ayatullah dasteghib.

cuplikan kisah ini saya cantumkan justru dengan maksud untuk mengilustrasikan bahwa betapa para sayyid eks pelarian perang syiraz yang kemudian lari ke wilayah-wilayah sebelah timur dari jazirah arab seperti wilayah-wilayah Iran, Afghanistan, Eurasia, pakistan, india, bangladesh, asia tenggara dan indonesia mendapatkan tekanan dari para penguasa Bani Abbas yg sangat keras, jauh lebih keras sebelumnya daripada para sayyid yg menyebar ke arah barat seperti pesisir afrika utara dan yaman. Mereka begitu dikejar-kejar sebelumnya. Hal menunjukkan betapa gigihnya perjuangan mereka secara umum (secara keseluruhan) dalam membela agama Allah.

jumlah para sayyid eks perang syiraz yg masuk ke pedalaman India dan masuk Hindu sangat tidak berarti sama sekali daripada jumlah total keseluruhan para sayyid eks peang syiraz yg melarikan diri ke arah wilayah2 sebelah timur dari jazirah Arab. sementara saudara-saudaranya yg lain para sayyid sesama pelarian perang syiraz berhasil dalam dakwah mereka dalam di bumi belahan timur dari jazirah arab seperti Iran, Afghanistan, Eurasia, pakistan, india, bangladesh, pattani, asia tenggara (Malaysia dan Moro) dan indonesia. Mereka berhasil mengislamkan penduduknya. Sebenarnya semua wilayah Islam belahan timur diislamkan oleh para sayyid eks pelarian perang Syiraz.

sebagian besar kaum muslimin tinggal di wilayah yang terletak di sebelah timur dari jazirah Arab. sebagian saja dari kaum muslimin yg tinggal di wilayah belahan timur dr jazirah arab seperti Iran, afghanistan, Pakistan, India Selatan, Bangladesh, Asia tenggara dan Indonesia saja kalau dijumlah sudah lebih dari separo dari total populasi kaum muslimin dunia.

dan bisa dikatakan bahwa hampir semua wilayah tersebut diislamkan oleh para Sayyid eks pelarian perang Syiraz, diantara wilayah-wilayah tersebut praktis hanya wilayah Iran dan sebagian eurasia saja yg telah islam sebelum perang Syiraz berlangsung. Tapi tetap saja, jasa para Sayyid eks pelarian perang syiraz berdakwah di wilayah Iran sangat besar, bahkan mungkin malah perjuangannya yg paling penting. karena dakwah para sayyid eks pelarian perang Syiraz ke wilayah Iran ini berhasil mensyiahkan penduduk Iran yg sebelumnya menganut Islam mazhab Sunni.

Nah para sayyid eks pelarian perang syiraz inilah yg telah mengislamkan penduduk Nusantara. daerah yang pertamakali mereka islamkan adalah masyarakat Perlak, baru kemudin masyarakat di Jawa. Para sayyid eks pelarian perang syiraz ini berbeda jalur pernasabannya dengan para habaib di Indonesia. kebanyakan mereka adalah saudara Imam Ali Ar-Ridha, (yang berarti sama-sama putra Imam Musa Al-Kazhim). sedangkan para habaib yg ada di Indonesia kebanyakan adalah keturunan sayyid Ali Al-Uraidhi yang berada di Hadhramauth yang baru masuk ke Nusantara sekitar tahun 1850-an (pada kisaran tahun ini perang Diponegoro sudah selesai). Sayyid Ali Al-Uraidhi adalah saudara Imam Musa Al-Kazhim yg sepertinya tidak berhijrah ke arah timur seperti kebanyakan para sayyid eks perang syiraz yang berhijrah ke arah timur dalam upaya menyusul pemimpin mereka yaitu Imam Ali Ar-Ridha. 

Page 49: Islam Syiah Indonesia

Sayyid Ali Al-Uraidhi berhijrah ke Yaman yg berarti ke arah selatan jazirah yg pengaruh sosial politiknya cebderung lebih dekat dengan wilayah-wilayah sebelah barat dari jazirah Arab. Beliau tampaknya lebih memilih berhijrah ke zona nyaman. Oleh karena itu para sayyid keturunan Sayyid Ali Al-Uraidhi tidak ikut berperang di syiraz dan tercerai-berai, dikejar-kejar penguasa, berjuang dan bergelut dalam dakwah pada penduduk wilayah timur jauh yg masih belum Islam, dll.

Pada waktu Sayyid Ali Al-Uraidhi masuk Yaman, penduduk Yaman sudah masuk Islam. dan sepertinya para keturunan sayyid Ali Al-Uraidhi dalam hal keyakinan malah berpindah dari syiah ke sunni. Dalam berbagai interview yg ana lakukan dengan beberapa habib syiah di Indonesia, mereka menyatakan bahwa sayyid Ali Al-Uraidhi adalah pemeluk syiah. Tapi keturunannya di kemudian berubah menjadi pemeluk sunni

Pribumi Indonesia Adalah Keturunan Rasulullah yang Bermazhab Ahlulbayt SyiahTerlepas dari bom2 an, terorisme, kejahatan apapun melawan kemanusiaan, kalau mau ditarik ke akar nya adalah: kesejahteraan, kemakmuran, keadilan sosial, dan pengetahuan/pendidikan yang tidak terpenuhi. Kalau negara mampu memenuhi kebutuhan rakyatnya tentang hal-hal itu saya kira kasus2 bom, terorisme, dan kejahatan2 lain akan menyusut dengan sendirinya. Bayangkan saja, kalau orang sudah sejahtera, makmur, tentram, pinter2 manusianya, siapa yang mau ikut2 anarkis dan teror2 bom? Jadi masalah dasariahnya adalah: kesejahteraan, kemakmuran, dan kepandaian/pendidikan/pengetahuan.

Wasiat kyai Maja tentang Ahlulbait kepada Bangsa JawaWasiat Jihad Kyai Maja Muhammad Al Jawad: Den sira para satria nagari mentaram, nagari jawi heng dodotira sumimpen, watak wantune sayyidina ngali, sumimpen kawacaksane sayyidina ngali, sumimpen kawacaksane sayyidina kasan, sumimpen kakendale sayyidina kusen, den seksana hing wanci suro landa bakal den sira sirnaake saka tanah jawa, krana sinurung pangribawaning para satrianing muhammad yaitu ngali, kasan, kusen. Sira padha lumaksananna yudha kairing takbir lan shalawat, yen sira gugur hing bantala, cinandra, guguring sakabate sayyidina kusen hing Nainawa,sira kang wicaksana hing yudha,pinates tampa sesilih ali basya (babad prang dipanegara,karya pujangga yasadipura II, surakarta). 

Terjemahan sbb: Wahai kalian satria mataram, negara jawa tersimpan dalam pemahaman kalian. Pada kalian tersimpan Watak prilaku, kebijaksanaan sayyidina ali dan sayyidina hasan. Tersimpan keberanian al husain, perhatikanlah pada waktu suro belanda akan kalian hilangkan dr tanah jawa, krn terdorong kekuatan para satria muhammad yaitu ali,hasan dan husain. Berperanglah teriring takbir dan shalawat, jika kalian syahid maka akan tercatat spt syahid nya para sahabat al husain di nainawa.

Engkau yang bijaksana dalam peperangan, pantas mendapat julukan Ali Basya

http://blog-dari.blogspot.com/2011/0...erjuangan.htmlhttp://www.muhsinlabib.com/sejarah/w...-ttg-ahlulbait

memang banyak ulama yang telah lahir dan wafat di negeri ini. di jaman sekarang terdapat ribuan ulama dan santri dari berbagai mazhab dalam Islam di Nusantara. Tapi ana kira adakah yang punya jasa seperti jasa Kyai Maja dalam mendampingi P

Page 50: Islam Syiah Indonesia

Diponegoro melawan kolonial Belanda? Perang Diponegoro ini adalah perang kolonial terbesar di dunia dengan musuh yg saat itu merupakan kekuatan perang darat terkuat di dunia, korban mereka juga terbesar di antara perang kolonialisme lainnya di dunia, tercatat 8000 orang kulit putih asli tewas dalam perang tersebut 

Dari babad prang diponegoro ini tak bisa dipungkiri lagi bahwa kyai Maja adalah adalah seorang penganut ahlulbait, dilihat dari wasiatnya. memang mazhb sunni juga menghormati Imam Ali, Imam Hasan dan Imam Husein, akan tetapi peristiwa Karbala tidak pernah menjadi bagian yang cukup penting dari fragmen sejarah sunni. Akan tetapi ternyata Kyai Maja menyinggung peristiwa Karbala atau yang diseutu oleh beliau dengan kata Nainawa dalam wasiatnya tersebut. 

juga apabila kita melihat dari namanya: Muhammad Al Jawwad, walaupun ada yang berkata bahwa beliau katanya bernama Muhammad Khalifah, atau Iman Abdul Arif, tapi sumber dari babad prang dipanegara yg berasal dari pujangga kraton surakarta yasadipura II yg beliau lahir pd kisaran perang tersebut menyatakan bahwa nama beliau adalah Muhammad Al Jawwad. Nama ini sangat berbau Syiah Imamiyah, Muhammad Al Jawwad adalah nama Imam Mazhab Syiah yang ke 9.tidak ada dalam khasanah sunni maupun syiah zaidiyah atau ismailiyah nama "Jawwad" digunakan sebagai nama populer bagi penamaan nama anak-anak mereka.

Hikayat Karbala dari tanah MelayuMeski tampak lusuh, kitab itu tetap terawat. Beberapa bagian yang robek coba ditautkan dengan sejenis perekat. Tiap-tiap lembarnya menebarkan wangi kapur barus yang menjaganya dari kerusakan. Tersimpan dalam ruangan bersuhu 16°C, seperti juga kisah di dalamnya, Hikayat Muhammad Hanafiah, nama kitab itu, memang tak lekang oleh zaman.Tak banyak orang tahu bahwa hikayat berusia hampir empat ratus tahun ini menyimpan kisah sedih keluargaRasulullah saw: kisah pembunuhan Hasan karena racun dan Husain di padang Karbala. Boleh jadi inilah catatan paling awal dalam bahasa melayu tentang peristiwa berdarah tersebut. Liau Yock Fang dari Jurusan Pengajian Melayu, Universitas Nasional Singapura, mencatat bahwa fragmen (sepanjang 60 halaman) hikayat ini sudah tersimpan di Perpustakaan Universitas Cambridge, sejak tahun 1604. Dalam salah satu bagian naskah yang dimiliki Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI), tertulis tahun tahun 1191 H atau bertepatan dengan 1771 M sebagai waktu penyalinan naskah.Menurut Drs. Sanwani, salah seorang pustakawan PNRI, lembaga ini memiliki sembilan naskah Hikayat Muhammad Hanafiah. “Beberapa halaman dari tiga naskah di antaranya telah lapuk dan hampir tidak dapat dibaca,” ungkap Sanwani. Selebihnya naskah dalam kondisi yang baik dan tulisan di dalamnya jelas terbaca. Kesembilan bagian naskah ditulis di atas kertas eropa dengan ukuran naskah rata antara 25 X 20 cm sampai 33 X 21 cm dan banyak baris sekitar 15 sampai 21 baris. “Jumlah halaman bervariasi dari 170-an halaman sampai ada yang berjumlah 600 halaman. Semuanya ditulis dengan tulisan Arab Jawi dan dalam bahasa Melayu,” ujarnya.Sebagian besar peneliti meyakini Hikayat Muhammad Hanafiah berasal dari sumber Arab. Tapi, Filolog tenar asal Belanda, Van Ronkel punya cerita lain. Setelah menyelediki fragmen Cambridge, Ronkel berpendapat bahwa hikayat ini merupakan terjemahan dari bahasa Persia. Alasannya, pujian yang melimpah kepada kedua putra Ali, Hasan dan Husain, pemakaian gelar pengembara untuk Nabi saw yang dalam bahasa Persia adalah Nabi, dan kesesuaian isinya dengan dua naskah versia Persia yang tersimpan di British Museum. L.F. Brakel yang pernah menyunting Hikayat Muhammad Hanafiah untuk memperoleh gelar doktor kesusasteraannya dari Universitas Leiden mengukuhkan pendapat Van Ronkel dengan beberapa bukti baru.

Page 51: Islam Syiah Indonesia

Pertama, bahwa pembagian bab dalam naskah Melayu sama dengan naskah Persia. Kedua, dalam bahasa Persia, hubungan kekerabatan dalam bahasa Arab pada nama Muhammad bin Hanafiah, dinyatakan oleh apa yang dinamakan ezafat:e ‘yang tidak dinyatakan’ sehingga menjadi Muhammad Hanafiah. Karena mengabaikan ezafat:e tadi, penyalin Melayu telah salah menuliskan nama tersebut, yakni Muhammad Hanafiah bukan Muhammad bin Hanafiah. Ketiga, banyak nama orang yang ditulis dalam bentuk Persia, seperti Ummi Kulsum dan Immi Salamah.Meskipun demikian, Brakel juga tidak memungkiri kemungkinan hikayat ini merujuk kepada sebuah kitab sejarah dalam bahasa Arab, Maqtal al-Husain, karya Abu Mikhnaf. Karya Abu Mikhnaf ini merupakan catatan paling awal karena sebagian besar sejarahwan Muslim merujuknya ketika menulis tentang pembataian keluarga Nabi saw tersebut.Tiap-tiap naskah Hikayat Muhammad Hanafiah, seperti dituturkan Sanwani, berkisah tentang hal yang berbeda meskipun masih berikisar seputar terbunuhnya kedua cucu kesayangan Rasulullah tersebut. Naskah pertama paling banyak mengisahkan tentang gugurnya anak-anak Ali, Hasan dan Husain di Karbala pada masa kekuasaan Yazid. Meskipun jelas, beberapa bagian tampak sudah lapuk dan robek. Isi naskah pertama ini, seperti dikatakan Sanwani, sudah pernah dikerjakan oleh seorang peneliti Belanda, Prof. Pijnappel pada tahun 1870. “Sayangnya kita tidak memiliki hasil penelitian itu,” lanjut pustakawan lulusan IKIP Jakarta ini.Naskah kedua mengawali cerita dengan kisah nabi-nabi lama, mistik nur Muhammad, kisah Fatimah dari Siria, masa muda Nabi Muhammad, perkawinan Nabi saw, hingga zaman Khalifah Ali. Naskah ketiga mengisahkan persahabatan Muhammad bin Hanafiah dengan beberapa orang. Ia mendapat luka dalam perang tetapi dengan keajaiban lukanya sembuh. Yazid dapat mengalahkan musuh-musuhnya lalu kemenakannya ditunjuk menjadi raja Damaskus dan kawin dengan cucu Abu Bakar. Akhirnya Muhammad Hanafiah berhasil mengalahkan musuh-musuhnya seorang diri.Berbeda dengan naskah-naskah yang lain, naskah keempat Hikayat Muhammad Hanafiah yang dimiliki PNRI memiliki cerita yang sangat berbelit-belit. Selain itu, bahasanya pun sukar dipahami. Naskah kelima merupakan bagian terpanjang, yakni mencapai 600 halaman. Tebalnya naskah ini, salah satunya, disebabkan oleh hurufnya yang sangat besar. Satu hal lagi, selain naskah keenam, yang kelima ini merupakan bagian yang memuat waktu penyalinan dengan lengkap, yaitu 11 Rabi’ul Awwal 1288 H.Naskah yang keenam yang bertanggal 6 Sya’ban 1281 H ini memuat kisah kematian Yazid pada bab III, tetapi di dalamnya, tidak diceritakan kemenangan Muhammad bin Hanafiah yang banyak dibicarakan dalam naskah-naskah lain. Naskah ketujuh merupakan sebuah eksemplar yang baik meski sebagian rusak. Naskah ini mengisahkan tentang perikehidupan Nabi saw secara panjang lebar.Naskah kedelapan dimulai dengan uraian tentang kewajiban-kewajiban bagi para pengikut Nabi saw, sementara kelahiran Hasan dan Husain baru terdapat pada halaman 88. Naskah terakhir memuat cerita peperangan antara Ali dengan Muawiyah, pembunuhan Hasan dengan racun dan Husain di padang Karbala oleh Yazid. Kemudian dilanjutkan dengan pembalasan dari Muhammad bin Hanafiah kepada Yazid. Yazid dapat dikalahkan tetapi Muhammad bin Hanafiah malang juga nasibnya. Ia mati bersama musuh-musuhnya dalam sebuah gua.Dengan kandungan yang sarat nilai, naskah-naskah Hikayat Muhammad Hanafiah jelas sangat berharga untuk diteliti. Tetapi penelitian filologi yang menuntut keahlian interdisiplin tampaknya kurang diminati para peneliti dan mahasiswa kita. “Justru peneliti asing yang banyak meneliti-meneliti naskah-naskah kita,” ungkap Sanwani. Ibarat peribahasa “kacang lupa akan kulitnya”, kita kerap memandang sebelah mata terhadap warisan budaya nenek moyang. [irman abdurrahman]

Sumber : http://maulanusantara.wordpress.com/...-tanah-melayu/ 

Page 52: Islam Syiah Indonesia

http://kilasbaliknusantara.blogspot....ah-melayu.html

Dan Muawiyah pun Menolak Beristri

Dari banyak kisah yang dituturkan dalam Hikayat Muhammad Hanafiah, peristiwa Karbala, termasuk cerita yang mengawali dan mengikutinya, paling banyak menyita halaman dari hikayat ini.Bagian kedua ini biasa disebut dengan Hikayat Maktal Husain. Berikut petikannya yang sengaja ditransliterasi sesuai ragam bahasa aslinya.Tatkala Husain masih muda, ada malaikat yang kedua sayapnya tertunu, turun ke dunia. Husain menyapu bahu malaikat itu dengan tangannya. Dengan takdir Allah, sayap malaikat itu pun baik lalu ia kembali ke udara. Jibrail berkata bahwa malaikat itu tidak akan turun ke bumi melainkan pada waktu Husain dibunuh oleh segala munafik. Adapun semasa Hasan dan Husain masih kecil itu, Jibrail selalu turun ke dunia bermain-main dengan mereka. Sekali peristiwa, sehari sebelum hari raya, Jibrail membawa pakaian untuk Hasan dan Husain. Hasan memilih pakaian hijau dan diramalkan akan mati kena racun; Husain memilih pakaian merah dan diramalkan mati terbunuh di Padang Karbala. Muawiyah mendengar bahwa dari keturunannya akan lahir pembunuh cucu Muhammad dan bersumpah tidak mau beristeri. Pada suatu malam, ia pergi buang air dan beristinjak dengan batu. Zakarnya disengat oleh kala. Ia tidak terderita sakitnya. Menurut tabib, sakitnya hanya akan hilang jika ia berkawin. Maka berkawinlah ia dengan seorang perempuan tua yang tidak boleh beranak lagi. Dengan takdir Allah, perempuan tua itu melahirkan seorang anak yang diberi nama Yazid.Setelah Ali wafat, Muawiyah menjadi raja. Sekali peristiwa, Muawiyah mengirim seorang utusan pergi meminang Zainab, anak Jafar Taiyar untuk menjadi isteri anaknya, yaitu Yazid. Zaainab menolak pinangan Yazid, tetapi menerima pinangan Amir Hasan. Karena itu Yazid pun berdendam dalam hatinya, hendak membunuh Amir Hasan dan Amir Husain, bila ia naik kerajaan. Sekali peristiwa, Yazid ingin berkawin dengan isteri Abdullah Zubair yang sangat baik parasnya. Muawiyah berja menipu Abdullah Zubair menceraikan isterinya. Isteri Abdullah Zubair tiada mau menjadi isteri Yazid. Sebaiknya, isteri Abdullah Zubair itu berkawin dengan Amir Husain. Yazid makin berdendam dalam hatinya, “Jika aku kerajaan, yang Hasan dan Husain itu kubunuh juga, maka puas hatiku.”Maka berapa lamanya, Muawiyah pun matilah dan kerajaan pun jatuh ke tangan Yazid. Mulailah Yazid melaksanakan niatnya untuk membunuh Amir Hasan dan Amir Husain. Ia berhasil memujuk seorang hulubalang di Madinah (menurut suatu cerita, salah seorang isteri Hasan sendiri) meracuni Hasan. Setelah Hasan wafat, pikirannya tidak lain daripada membunuh Husain saja. Ia mengirim surat kepada Utbah, seorang hulubalang di Madinah, dan memintanya membunuh Husain dengan menjanjikan harta dan anugerah. Seorang hulubalang yang bernama Umar Saad Malsum juga dikirim untuk membunuh Utbah. Biarpun begitu, Utbah masih tidak berani membunuh Husain. Katanya jika Husain ada di dalam Madinah, mereka tidak dapat mengalahkannya. Karena itu mereka meminta raja Kufah, Ubaidullah Ziyad namanya, supaya menipu Husain ke Kufah. Husain menerima jemputan raja Kufah untuk pergi ke Kufah. Ummi Salamah mengingatkan Husain tentang bahaya yang mengancamnya. Pada malam itu Husain juga bermimpi berjumpa dengan segala nabi dan malaikat. Nabi Muhammad memberitahu bahwa surga sudah berhias menantikan ketibaannya. Sungguhpun begitu, Husain berangkat juga ke Kufah bersama-sama dengan pengikutnya yang tidak banyak itu.Hatta berapa lamanya sampailah mereka ke suatu tempat. Unta dan kuda Husain merebahkan dirinya, tiada mau berjalan lagi. Mereka lalu mendirikan kemah di situ. Adapun segala kayu yang mereka tetak, berdarah balak. Baharulah mereka ketahui

Page 53: Islam Syiah Indonesia

bahwa tempat itu ialah Padang Karbala, tempat kematian Husain yang diramalkan Nabi Muhammad dahulu. Hatta mereka pun kekurangan air, karena air sungai sudah ditebat oleh tentera Yazid. Air yang di dalam kendi kulit juga sudah terbuang, karena digorek tikus. Apa boleh buat. Terpaksalah mereka menahan dahaga yang sangat. Maka mulai peperangan itu. Pengikut Husain, satu demi satu syahid. Akhirnya anaknya sendiri, Kasim dan Ali Akbar, juga mati. Barulah ketika itu Husain teringat meminta bantuan kepada saudaranya, Muhammad Hanafiah, yang menjadi raja Buniara. Sesudah itu ia pun terjun ke dalam medan perang. Banyak musuh dibunuhnya. Sekali peristiwa, ia berjaya menghampiri sungai. Biarpun begitu, ia tidak meminum air itu, karena teringat kepada sahabat taulannya yang mati syahid disebabkan dahaga itu. Maka Husain pun lemahlah lalu gugur ke bumi. Betapa pun demikian, tiada seorang pun berani menghampirinya. Akhirnya Samir Laain yang susunya seperti susu anjing lagi hitam itulah yang maju ke depan dan memenggal leher Husain. Adapun Husain syahid itu pada sepuluh hari bulan Muharam, harinya pun hari Jumaat. Tatkala Husain syahid itu, arasy dan kursi gempar, bulan dan matahari pun redup, tujuh hari tujuh malam lamanya alam pun kelam kabut.Setelah Husain syahid, maka segala isi rumah Rasul Allah terampaslah oleh tentera Yazid. Akan tetapi, seorang pun tiada berani menghampiri Ummi Salamah. Seorang lasykar yang merampas anak perempuan Ummi Salamah, dengan kudrat Allah, matanya menjadi buta. Yazid berjanji akan memberi diat kematian Husain, jika Ummi Salamah rela dengan dia. Ummi Salamah menolak. Yazid sangat marah. Apabila Fatimah, anak perempuan Ummi Salamah, meminta air minum, yang diberikannya ialah kepala Husain yang diceraikan dari badannya.

http://kilasbaliknusantara.blogspot....ah-melayu.html

Bngsa Indonesia, Kembalilah ke Kit'ahnya!mau tidak mau harus diakui bahwa sekarang ini pihak yg menjadi musuh utama Islam adalah kaum nasrani. aksi utama mereka (kaum nasrani) adalah aksi misionaris secara diam-diam yg hanya mengandalkan materi semata, memblow-up kemiskinan yg dialami kaum muslimin. Dan dalam hal ini kaum muslim sunni masih rentan terhadap ancaman pemurtadan. apalagi wahabi dan JIL, keduanya sangat eksklusif sehingga tidak menyentuh masyarakat. masyarakat Indonesia yang miskin tetap saja miskin, dan mereka juga tidak mampu memperkuat intelektual masyarakat miskin Indonesia sehingga walaupun miskin tetap mampu tegar menghadapi pengaruh keduniawian yang dihembuskan para misionaris kristen dan katholik.

Tapi hal ini (ancaman pemurtadan) sulit terjadi pada Islam mazhab Syiah. kekuatan argumentasi, akal pikiran, filsafat, logika, hikmah bertujuan kepada hati nurani yg akan menuntun pada kehendak Allah, menjadikan Islam mazhab Syiah kuat menghadapi segala tantangan hidup di dunia materi, termasuk kemiskinan.

Oleh karena itu jarang sekali terjadi, atau bahkan hampir tidak pernah terjadi suatu kasus seorang penganut islam mazhab Syiah menjadi murtad, keluar dari keyakinannya dan menjadi penganut nasrani. paling-paling suatu kasus yang terjadi adalah kasus seorang syiah yang berpindah mazhab menjadi sunni. tapi hal ini tidak mengapa karena ia tetap seoran pengucap syahadat (tetap seorang muslim).

Maka dari itu jika kaum muslimin bangsa Indonesia dapat kembali ke kit'ahnya semula yaitu kembali sebagai penganut Islam mazhab syiah, yaitu keyakinan leluhurnya dulu yang telah berhasil mencerahi dan mengislamkan pribumi Nusantara, maka dapat dipastikan bahwa keyakinan bangsa penjajah, yaitu keyakinan nasrani tidak akan mendapat tempat lagi di hati penduduk bumi nusantara untuk selamanya.

Page 54: Islam Syiah Indonesia

Kita harus kembali menyambut seruan Al-Husein. Hanya dijalan Al-Husein jihad fisabilillah dalam bentuk apapun akan dapat kita lakukan

Oleh karena itu alangkah baiknya jika bangsa Jawa menyambut seruan al-husein, sebagaimana yang telah dilakukan oleh leluhurnya dahulu, serta yg telah diamalkan oleh Pangeran Diponegoro dan Kyai Maja. Mereka adalah orang-orang yang menyambut seruan Al-Husein, cucu baginda Rasulullah. tak pelak dengan ketaatan mereka menyambut seruan para kesatria Mustafa, yaitu Ali, Hasan dan Husein, mereka dapat menghinakan para penjajah nasrani yang kafir dan zalim.

perjuangan Pangeran Diponegoro dan Kyai Maja adalah perjuangan bersenjata, kemudain perjuangan mereka diikuti oleh penerusnya Bung Tomo, Bung Karno, Dr Cipto, HOS Cokro di masa selanjutnya, Kemudian bangsa Indonesia berhasil bebas mengusir penjajah oleh Sri Sultan HB IX dan Pak Harto. Tapi apakah perjuangan selesai.

Belum, sekarang tongkat kepemimpinan estafet perjuangan jatuh ke tangan bangsa Iran. apabila Indonesia berhasil menginspirasi bangsa-bangsa di dunia untuk merdeka dari penjajahan, maka bangsa Iran berhasil menginspirasi bangsa-bangsa di dunia bebas dari dua hal yaitu belenggu konspirasi hegemoni barat dan belenggu boneka jahat. Bentuk kejahatan yang berupa boneka barat berada di timur tengah. sedangkan untuk situasi di Indonesia adalah kejahatan konspirasi antara barat dengan orang-orang non-muslim warga indonesia sendiri yang memusuhi kaum muslimin di Indonesia secara diam-diam dan bekerjasama dengan korporasi barat untuk menindas bangsanya sendiri secara ekonomi dan pendidikan. 

Bangsa Indonesia sebagai bangsa yanga mempunyai akar yang sama dengan bangsa Iran, yaitu sama-sama keturunan Imam Musa Al-Kazhim, hendaknya dapat mengetahui arah perjuangan global ini, dan merapatkan barisan dengan bangsa Iran dan bangsa-bangsa di dunia lainnya yang menentang para boneka jahat dan hegemoni global yang amat menyengsarakan semua umat segala lapisan di dunia.

Dalam hal ini orang Jawa mempunyai tanggung jawab yang paling berat, sudah saatnya manusai Jawa kembali lagi ke kit'ahnya, memenuhi wasiat Kyai Maja. hanya dengan mengikuti ahlulbait nabi, maka orang jawa dapat kembali lagi kepada fitrah kemuliaannya. apabila orang-orang Jawa menjadi penganut syiah, maka orang-orang dari suku lainnya juga akan mengikutinya. Apabila hal ini terjadi maka maka bangsa Indonesia dapat dipastikan akan mengalami kejayaannya kembali dan menjadi bagian penting dari tentara shahibuz zaman Al-Mahdi Al Muntazar yg akan membimbing muslimin untuk memuliakan Islam dan menghinakan musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya, yang mana saat ini tanda-tanda bahwa kemunculan beliau Al-Mahdi sudah dekat, telah bermunculan.

Apabila sudah seperti itu maka bangsa Indonesia dalam keislamannya akan mencapai derajat keislaman dengan level yg tertinggi sampai dengan hari kiamat nanti.

Salam.. sebagai seorang Ahlussunnah berdarah Trah Mataram, saya perlu MENJAWAB sebagai berikut :

1. Anda menganggap bahwa Kerajaan Mataram Islam adalah Syi'ah, PADAHAL

Page 55: Islam Syiah Indonesia

tahukah anda kenyataan bahwa Ki Ageng Selo ( leluhur raja mataram ), Ki Ageng Pemanahan, dan Kanjeng Panembahan Senopati adalah murid-murid kinasih dari Kanjeng Sunan Kalijogo yang SUNNI TULEN. Apakah anda pernah mengetahui mengenai Kidung Purwajati ( lebih populer dengan nama Kidung Rumekso ing wengi ) yang didalamnya beliau Kanjeng Sunan Kalijogo bertawassul kepada para Khulafaur Rasyidin ra. selain juga kepada Ahlul Bayt as.

2. Tahukah anda bahwa di Kotagede ( ibu kota Mataram Islam yang pertama ) disana banyak nama2x wilayahnya yang berkaitan dengan zaman Kerajaan Mataram Islam era Ki Ageng Pemanahan sampai Susuhunan Hanyokrowati. Diantaranya:

1. Mondorakan, karena dulu tempat bermukim Patih Arya Mandaraka.

2. Joyopranan, dulu tempat bermukim Panembahan Joyoprono.

3. Singosaren, dulu tempat bermukim Pangeran Singosari.

4. Kepanjen, dulu tempat bermukim Ki Panji dll. Tapi tidak perlu sy sebutkan semuanya, cukup ini untuk menjadi clue :

5. Boharen, dulu tempat bermukim Kyai Bukhari yang merupakan ulama keraton pada saat itu ( ini merupakan kesaksian penduduk sekitar ). Bisa ditebak bagaimana mungkin Sebuah kerajaan Syi'ah mempunyai ulama keraton ( Kyai Penghulu ) bernama Bukhari ?

3. Pada zaman pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo, kerajaan Mataram merupakan kerajaan yang paling kuat dan besar di tanah jawa, bahkan pengaruhnya sampai ke Palembang dan Sukadana ( Kalimantan barat daya ). Jika benar pada saat itu Mataram Islam adalah kerajaan Syi'ah, ngapain mereka masih harus taqiyyah, kok nggak terang2xan saja termasuk dalam masalah tata cara ibadahnya dan hal2x yang bersifat syariat lainnya.

4. Anda menulis bahwa Raden kusen adalah seorang penganut Syi'ah yg ikut berperang di pihak Majapahit untuk melawan Demak, demikian halnya anda mengakui adanya perang Demak-Majapahit, yang mana kedua hal itu dapat dipastikan sumbernya tak lain adalah berasal dari Babad Tanah Jawi. Padahal di kalimat lain, anda mengatakan bahwa Babad Tanah Jawi adalah hasil " indianisasi " atau akal-akalan penjajah untuk propaganda. DISINILAH letak INKONSISTENSI ANDA DALAM MENELURKAN PERNYATAAN.

Bukan hanya itu saja, dari pernyataan anda, tampak nyata anda menggiring pembaca seolah-olah Raden Kusen tidak punya hubungan darah dengan penyerangnya / musuhnya ( Demak ). Kenyataannya dalam Babad Tanah Jawa dikatakan bahwa Raden Kusen adalah saudara seibu dari Raden Kasan, yang mana Raden Kasan ini tak lain adalah nama kecil Raden Patah sang pemimpin kerajaan Demak Bintoro. Jadi mana mungkin dua orang yang dibesarkan dalam lingkungan pendidikan islam yang sama di masa kecilnya di Palembang, bisa berbeda Mazhab ??? Kalo berbeda pandangan politik, itu mungkin saja.

Page 56: Islam Syiah Indonesia

5. Anda mengatakan bahwa dalam Babad Dipanegara, pangeran Diponegoro mendapat perintah dari ratu adil untuk mengadakan perang Sabil, INI ADALAH SEBUAH PEREKAYASAAN FAKTA. Kenyataannya dalam Babad Dipanegara, beliau sendirilah Pangeran Diponegoro merasa mendapat ilham bahwa dirinya adalah seorang Ratu Adil yang harus memusnahkan angkara murka di tanah Jawa. JADI PANGERAN DIPONEGORO BUKAN DAPAT PERINTAH DARI RATU ADIL, TAPI BELIAU SENDIRILAH SANG RATU ADIL sesuai Ilham / wangsit yang diterimanya.

6. Anda juga mengatakan bahwa nama asli dari Kyai Maja adalah Muhammad Al Jawwad, padahal nama asli beliau adalah " Muslim Mohammad Khalifah. " Sedangkan masalah wasiat beliau, tidak ada masalah jika orang sunni menyinggung peristiwa kesyahidan akbar di Karbala sebagai pemicu semangat Jihad.

7. Dari semua yang saya tangkap dari semua pernyataan2x anda, SAYA YAKIN dapat menyimpulkan bahwa anda melakukan penelitian bukan dari sumber2x primer. Melainkan hanya modal dari Internet dan katanya-katanya.. At Least, saya tantang anda untuk mengirimkan scan dari Babad prang Dipanegaran / Babad Dipanegaran ke e-mail saya: [email protected] , jika memang apa yang anda katakan mengenai Babad Dipanegaran berasal dari sumber primer !!

Nyuwun pangapunten menawi wonten kalepatan, matur nuwun.. Wassalam