Top Banner

of 26

islam dan negara

Mar 01, 2016

Download

Documents

Siti Alamiah

islam dan negara saling berkaitan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

TUGAS MAKALAH AGAMA ISLAMISLAM DAN NEGARA

PROGRAM STUDI :

TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI

DISUSUN OLEH :

Siti Alamiah (1113001)

Tina Fitridayanti (1113028)

Ika Triyaningsih (1113030)

Meirina (1113032)KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas anugerahNya penulisan makalah ini yang berjudul Tugas Makalah Agama Islam Islam dan Negara dapat terselesaikan. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya penulisan makalah ini sehingga makalah ini dapat tersusun.

Makalah ini penulis susun berdasarkan hasil yang penulis peroleh dari mata kuliah Agama Islam serta sumber yang berasal dari beberapa media maupun buku-buku penunjang dengan harapan kita yang membaca dapat memahami materi tentang islam dan negara didalam mata kuluah Agama Islam.Akhirnya, penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan makalah ini di masa mendatang.

Jakarta, 27 Mei 2015

Penulis

1.1 Asal Mula Terbentuknya Negara

a. Pendekatan Faktual (Primer)Pendekatan faktual adalah melihat terjadinya suatu Negara berdasarkan kenyataan yang sebenarnya terjadi atau sudah menjadi pengalaman sejarah, seperti :1. Occupatie yaitu pendudukan suatu wilayah yang semula tidak bertuan oleh sekelompok manusia/ suatu bangsa yang kemudian mendirikan negara di wilayah tersebut. Contoh : Liberia yang diduduki budak-budak Negro yang dimerdekakan pada tahun 1847.2. Separatie yaitu suatu wilayah yang semula merupakan bagian dari Negara tertentu, kemudian memisahkan diri dari Negara induknya dan menyatakan kemerdekaan. Contoh : Belgia pada tahun 1839 melepaskan diri dari Belanda, Bosnia dan Kroatia yang memisahkan diri dari Yugoslavia.3. Fusi yaitu beberapa Negara melebur menjadi satu Negara baru. Contoh: Jerman Barat dan Jerman Timur yang melebur menjadi Jerman.4. Inovatie yaitu suatu Negara pecah dan lenyap, kemudian di atas bekas wilayah Negara itu timbul negara-negara baru. Contoh : pada tahun 1832 Colombia pecah menjadi negara-negara baru, yaitu Venezuela dan Colombia Baru.5. Cessie yaitu penyerahan suatu daerah kepada negara lain. Contoh : Sleeswijk diserahkan oleh Austria kepada Jerman.6. Accessie yaitu bertambahnya tanah dari lumpur yang mengeras di kuala sungai (atau daratan yang timbul dari dasar laut) dan menjadi wilayah yang dapat dihuni manusia sehingga suatu ketika telah memenuhi unsur-unsur terbentuknya negara.7. Anexatie yaitu penaklukan suatu wilayah yang memungkinkan pendirian suatu negara di wilayah itu setelah 30 tahun tanpa reaksi yang memadai dari penduduk setempat.8. Proklamasi yaitu pernyataan kemerdekaan yang dilakukan setelah keberhasilan merebut kembali wilayah yang dijajah bangsa/ Negara asing. Contoh : Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

b. Pendekatan Teoritis (Sekunder)Pendekatan teoritis yaitu pendekatan dengan melihat bagaimana asal mula terbentuknya Negara melalui metode filosofis tanpa mencari bukti-bukti sejarah tentang hal tersebut, melainkan dengan dugaan-dugaan berdasarkan pemikiran logis, seperti:1. Teori KenyataanBilamana pada suatu ketika unsur-unsur Negara (wilayah, rakyat, pemerintah yang berdaulat) terpenuhi, maka pada saat itu pula Negara itu menjadi suatu kenyataan.2. Teori KetuhananTimbulnya Negara itu adalah atas kehendak Tuhan. Segala sesuatu tidak akan terjadi tanpa kehendak-Nya. Friederich Julius Stahl (1802-1861) menyatakan bahwa Negara bukan tumbuh disebabkan berkumpulnya kekuatan dari luar, melainkan karena perkembangan dari dalam. Ia tidak tumbuh disebabkan kehendak manusia, melainkan kehendak Tuhan. Ciri Negara yang menganut teori Ketuhanan dapat dilihat pada Konstitusi berbagai Negara yang antara lain mencantumkan frasa : Berkat rahmat Tuhan atau By the grace of God.

3. Teori Perjanjian Masyarakat

Teori ini disusun berdasarkan anggapan bahwa sebelum ada Negara, manusia hidup sendiri-sendiri dan berpindah-pindah. Pada waktu itu belum ada masyarakat dan peraturan yang mengaturnya sehingga kekacauan mudah terjadi di manapun dan kapanpun. Tanpa peraturan, kehidupan manusia tidak berbeda dengan cara hidup binatang buas, sebagaimana dilukiskan oleh Thomas Hobbes : Homo homini lupus dan Bellum omnium contra omnes. Teori Perjanjian Masyarakat diungkapkannya dalam buku Leviathan. Ketakutan akan kehidupan berciri survival of the fittest itulah yang menyadarkan manusia akan kebutuhannya : Negara yang diperintah oleh seorang raja yang dapat menghapus rasa takut.

Penganut teori Perjanjian Masyarakat antara lain : Grotius (1583-1645), John Locke (1632-1704), Immanuel Kant (1724-1804), Thomas Hobbes (1588- 1679), J.J. Rousseau (1712-1778).

4. Teori KekuasaanTeori Kekuasaan menyatakan bahwa Negara terbentuk berdasarkan kekuasaan. Orang kuatlah yang pertama-tama mendirikan Negara, karena dengan kekuatannya itu ia berkuasa memaksakan kehendaknya terhadap orang lain sebagaimana dinyatakan oleh Kallikles dan Voltaire : Raja yang pertama adalah prajurit yang berhasil.

5. Teori Hukum Alam

Para penganut teori hukum alam menganggap adanya hukum yang berlaku abadi dan universal (tidak berubah, berlaku di setiap waktu dan tempat). Hukum alam bukan buatan negara, melainkan hukum yang berlaku menurut kehendak alam.

1.2 Tujuan Negara

Tujuan Negara secara umum adalah menyelenggarakan kesejahteraan dan kebahagiaan rakyatnya. Tujuan Negara merupakan pedoman dalam menyusun dan mengendalikan alat perlengkapan Negara serta mengatur kehidupan rakyatnya. Tujuan dari tiap-tiap Negara dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : tempat, sejarah pembentukan, dan pengaruh dari pemerintahan yang bersangkutan. Dengan mengetahui tujuan Negara, kita juga dapat mengetahui sifat organisasi Negara dan legitimasi kekuasaan Negara tersebut.

Beberapa pendapat mengenai tujuan Negara dari para ahli kenegaraan adalah sebagai berikut :a. Harold J.LaskiTujuan Negara untuk menciptakan keadaan agar rakyat dapat mencapai keinginan-keinginanannya secara maksimal.

a. PlatoTujuan Negara untuk memajukan kesusilaan manusia sebagai individu dan sebagai makhluk sosial.b. Thomas AquinasTujuan Negara untuk mencapai penghidupan dan kehidupan yang aman dan tentram dengan taat kepada tuhan. Pemimpin Negara dalam menjalankan kekusaannya berdasarkan kekusaan tuhan.

c. Nicollo MachiavelliTujuan Negara adalah mengusahakan terselanggarannya ketertiban, keamanan, dan ketentraman agar tercapai tujuan Negara yang tertinggi yaitu kemakmuran bersama.1.3 Pandangan Islam Terhadap NegaraPandangan Islam dan Negara adalah pemerintahan yang menggunakan Al-Quran dan Sunnah sebagai rujukan dalam semua aspek kehidupan, seperti dasar undang-undang, mahkamah perundangan, pendidikan, dakwah dan perhubungan, kebajikan, ekonomi, sosial, kebudayaan dan penulisan, kesehatan, pertanian, sains dan teknologi, penerangan dan peternakan, dan lain-lain.1.3.1.Dasar Islam Terhadap NegaraAqidah atau pemikiran mendasar tentang kehidupan terbagi menjadi 3 macam yaitu :

Aqidah Sosialisme adalah Materialisme yang menyatakan segala sesuatu yang ada hanyalah materi belaka. Tidak ada tuhan, tidak ada ruh, atau aspek-aspek kegaiban lainnya. Materi merupakan dasar eksistensi segala macam pemikiran. Dari ide materialisme tersebut terbentuk 2 ide pokok dalam Sosialisme yaitu Dialektika Materialisme dan Historis Materialisme (Ghanim Abduh,1964). Atas dasar ide materialisme itu, dengan sendirinya agama tidak mempunyai tempat dalam Sosialisme. Sebab agama berpangkal pada pengakuan akan eksistensi tuhan, yang jelas-jelas diingkari oleh ide materialisme. Bahkan agama dalam pandangan kaum sosialis hanyalah ciptaan manusia yang tertindas dan merupakan candu yang membius rakyat yang harus dimusnahkan dari muka bumi. Agama merupakan candu masyarakat yang harus dibuang dan dienyahkan. Aqidah Kapitalisme adalah pemisahan agama dari kehidupan (fashluddin 'anil hayah) atau sekularisme. Ide ini tidak menafikan agama secara mutlak, namun hanya membatasi perannya dalam mengatur kehidupan. Keberadaan agama memang diakui walaupun hanya secara formalitas, namun agama tidak boleh mengatur segala aspek kehidupan, seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya. Agama hanya mengatur hubungan pribadi manusia dengan tuhannya, sedang hubungan manusia satu sama lain diatur oleh manusia itu sendiri (Zallum, 1993). Aqidah Islamiyah adalah aqidah yang beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, Hari Akhir, dan qadar Allah. Aqidah ini merupakan dasar ideologi Islam yang terlahir berbagai pemikiran dan hukum Islam yang mengatur kehidupan manusia. Allah SWT berfirman: "Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim (pemutus) terhadap perkara yang mereka perselisihkan yang terdapat pada (Qs. an-Nisaa [4]:65). "Barang siapa yang tidak memberi keputusan hukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir menurut (Qs. al-Maidah [5]:44). Berdasarkan ini, maka seluruh hukum-hukum Islam tanpa kecuali harus diterapkan kepada manusia, sebagai konsekuensi adanya iman atau Aqidah Islamiyah. Dan karena hukum-hukum Islam ini tidak dapat diterapkan secara sempurna kecuali dengan adanya sebuah institusi negara, maka keberadaan negara dalam Islam adalah suatu keniscayaan. Karena itu, formulasi hubungan agama-negara dalam pandangan Islam dapat diistilahkan sebagai hubungan yang positif, dalam arti bahwa agama membutuhkan negara agar agama dapat diterapkan secara sempurna dan bahwa agama tanpa negara adalah suatu cacat yang akan menimbulkan reduksi dan distorsi yang parah dalam beragama. Agama tak dapat dipisahkan dari negara. Agama mengatur seluruh aspek kehidupan melalui negara yang terwujud dalam konstitusi dan segenap undang-undang yang mengatur kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Menurut Imam Al Ghazali dalam kitabnya Al Iqtishad fil I'tiqad halaman 199 berkata: "Karena itu, dikatakanlah bahwa agama dan kekuasaan adalah dua saudara kembar. Dikatakan pula bahwa agama adalah pondasi (asas) dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak berpondasi niscaya akan roboh dan segala sesuatu yang tidak berpenjaga niscaya akan hilang lenyap. Ibnu Taimiyah juga berpendapat dalam Majmu'ul Fatawa juz 28 halaman 394 yaitu : "Jika kekuasaan terpisah dari agama, atau jika agama terpisah dari kekuasaan, niscaya keadaan manusia akan rusak". Sejalan dengan prinsip Islam bahwa agama dan negara itu tak mungkin dipisahkan, juga tak mengherankan bila kita dapati bahwa Islam telah mewajibkan umatnya untuk mendirikan Negara sebagai sarana untuk menjalankan agama secara sempurna. Negara itulah yang terkenal dengan sebutan Khilafah atau Imamah. Menurut Taqiyyuddin An Nabhani dalam kitabnya Nizhamul Hukmi fil Islam hal. 17 mendefinisikan Khilafah sebagai kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia untuk menegakkan hukum-hukum Syariat Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Seluruh imam madzhab dan para mujtahid besar tanpa kecuali telah bersepakat bulat akan wajibnya Khilafah (atau Imamah) ini. Syaikh Abdurrahman Al Jaziri menegaskan hal ini dalam kitabnya Al Fiqh 'Ala Al Madzahib Al Arba'ah, jilid V, hal.416 : "Para imam madzhab (Abu Hanifah, Malik, Syafi'i, dan Ahmad) telah sepakat bahwa Imamah (Khilafah) itu wajib adanya, dan bahwa ummat Islam wajib mempunyai seorang imam (khalifah,) yang akan meninggikan syiar-syiar agama serta menolong orang-orang yang tertindas dari yang menindasnya".

Dalam konsepsi islam dengan mengacu pada al-Qur'an dan sunnah rasul, tidak di temukan rumusan tentang Negara secara eksplisit, hanya saja di dalam asal mula hukum islam tersebut terdapat prinsip-prinsip dasar dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selain itu konsep islam tentang negara juga berasal dari tiga paradigma, yaitu:

Paradigma tentang teori khilafah yang mempraktekkan segala sesuatu yang bersumber dari rasulullah, terutama biasanya merujuk pada masa khulafa al rasyidin. Paradigma yang bersumber pada teori imamah (dalam artian politik) dalam paham islam syi'ah. Paradigma yang sumbernya dari teori im amah atau pemerintahan.Pada hakikatnya, Negara sendiri secara umum di artikan sebagai suatu persekutuan hidup bersama sebagai penjelmaan sifat kodrati manusia sebagai mahluk individu dan mahluk sosial. Oleh karena itu, sifat dasar kodrat manusia tersebut merupakan sifat dasar Negara pula, sehingga Negara sebagai penjelmaan kodrat manusia secara horizontal dalam hubungan manusia dengan manusia lain untuk mencapai tujuan bersama.Perdebatan Islam (masyarakat muslim) dan negara di awali dari pandangan dominan Islam sebagai sebuah sistem kehidupan yang menyeluruh (syumuli), yang mengatur dan menyeimbangakan semua kehidupan manusia, termasuk persoalan politik. Dari pandangan Islam sendiri sebagai agama yang komprehensif (mengandung pengertian yang luas dan menyeluruh) ini pada dasarnya dalam Islam tidak terdapat konsep pemisahan antara agama dan politik (dawlah). Argumentasi ini sering dikaitkan dengan posisi Nabi Muhammad SAW. di Madinah. Di kota ini, Nabi mempunyai dua posisi atau bisa juga dikatakan bahwa nabi berperan ganda dalam masalah ini yaitu sebagai seorang yang memimpin agama islam, sekaligus sebagai kepala negara yang memimpin sebuah sistem pemerintahan awal Islam yang oleh kebanyakan pakar dinilai sangat modern si massanya. Posisi ganda ini di sikapi oleh kebanyakan kalangan yang ahli. Karena secara garis besar perbedaan pandangan ini bermuara pada "apakah Islam identik dengan negara atau sebaliknya Islam tidak meninggalkan konsep yang tegas tentang bentuk negara". Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul rasul-Nya Padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa. Bersumber pada ayat ini menyimpulkan bahwa Agama yang benar wajib memiliki buku petunjuk (Al-Qur'an) dan pedang penolong (sunnah rasul). Hal ini di maksudkan bahwa kekuasaan politik yang di simbulkan dengan pedang menjadi sesuatu yang mutlak bagi Agama, tetapi kekuasaan itu bukanlah agama itu sendiri, sedangkan polotik tidak lain sebatas alat unrtuk mencapai tujuan-tujuan luhur Agama.a. Paradigma IntegralistikParadigma ini merupakan paham dan konsep hubungan Agama dan Negara yang menganggap bahwa Agama dan Negara merupakan satu kesatuan yang tidak dapat di pisahkan. Keduanya merupakan dua lembaga yang menyatu. Paradigma ini kemudian melahirkan konsep tentang Agama-Negara, yang berarti bahwa kehidupan Kenegaraan diatur dengan menggunakan hukum dan prinsip keagamaan. Dari sinilah kemudian paradigma integralistik dikenal juga dengan paham islami din wa dawlah, yang sumber positifnya adalah hukum Agama. Paham ini biasanya digunakan atau dianut oleh kelompok islam syi'ah. Hanya saja nama dawlah diganti dengan nama imamah. Paham ini juga dianut oleh Negara kerajaan Saudi Arabia. Dalam pergulatan islam dan dunia moderent, pola ini kemudian melahirkan konsep tentang Agama dan Negara, yang berarti bahwa kehidupan kenegaraan di atur dengan menggunakan hukum dan prinsip keagamaan. Dari sinilah kemudian paradigma integralistik identik dengan paham islam ad-din wa daulah (islam sebagai agama dan negar, yang hukum positifnya bersumber adalah hukum islam (syari'at-syari'at yang ada dalam islam).

b. Paradigma SimbotikMenurut konsep ini, hubungan Agama dan Negara di pahami saling membutuhkan dan bersifat timbale balik. Agama membutuhkan Negara sebagai instrument dalam melestarikan dan mengembangakan Agama. Begitu juga Negara, Negara memerlukan Agama karena agama membantu dalam pembinaan moral, etika, dan spiritualisme warga negaranya. Ibnu taimiyah mengatakan bahwa adanya kekuasaan yang mengatur kehidupan manusia merupakan kewajiban agama yang paling besar, karena tanpa kekuasaan Negara, maka Agama tidak bisa berdiri tegak. Dengan kata lain agama tidak mendominasi kehidupan bernegara, sebaliknya ia menjadi sumber moral bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Model pemerintahan Negara mesir dan Indonesia dapat di golongkan kepada kelompok paradigma ini.

c. Paradigma SekularistikParagidma ini beranggapan bahwa ada pemisahan antara agama dan Negara. Jadi keberadaannya harus di pisahkan karena mempunyai bidang masing-masing dan tidak boleh satu sama lain melakukan intervensi. Berdasarkan pemahaman ini, maka hukum positif yang berlaku adalah hukum yang berasal dari kesepakatan manusia melalui social contract dan tidak ada kaitannya dengan hukum Agama. Ali abdul raziq menyatakan bahwa dalam sejarah kenabian Rasulullah pun tidak ditemukan keinginan nabi Muhammad untuk mendirikan Agama. Rasulullah hanya menyampaikan risalah kepada manusia dan mendakwakan ajaran agama kepada manusia.1.4 Sistem Politik IslamDalam AlQuran dan Hadist permasalahan politik juga tertuang didalamnya. Diantaranya membahas prinsip politik Islam, prinsip politik luar negeri Islam. Baik politik dalam keadaan damai maupun dalam keadaan perang. Prinsip-prinsip politik yang tertuang dalam Al-Quran dan Hadist merupakan dasar politik Islam yang harus diaplikasikan ke dalam sistem yang ada. Diantaranya prinsip-prinsip politik Islam tersebut adalah :

1. Keharusan mewujudkan kesatuan dan persatuan umat (Al-Mumin:52)

2. Keharusan menyelesaikan masalah ijtihadnya dengan damai (As-Syura:38 dan Ali Imran:159)

3. Ketetapan menunaikan amanat dan melaksanakan hukum secara adil (An-Nisa:58)

4. Kewajiban menaati Allah dan Rasulullah serta Ulil Amr (pemegang kekuasaan) (An-Nisa:59)

5. Kewajiban mendamaikan konflik dalam masyarakat Islam (Al-Hujarat:9)

6. Kewajiban mempertahankan kedaulatan negara dan larangan agresi (Al-Baqarah:190)

7. Kewajiban mementingkan perdamaian daripada permusuhan (Al-Anfal:61)

8. Keharusan meningkatkan kewaspadaan dalam pertahanan dan keamanan

(Al-Anfal:60)

9. Keharusan menepati janji (An Nahl:91)

10. Keharusan mengutamakan perdamaian dianatara bangsa-bangsa (Al Hujarat:13)

11. Keharusan peredaran harta keseluruh masyarakat (Al Hasyr:7)

12. Keharusan mengikuti pelaksanaan hukum

Beberapa prinsip diatas yang berkorelasi dengan politik, menggambarkan umat Islam dalam berpolitik tidak lepas dari ketentuan-ketentuan tersebut. Berpolitik dalam Islam tidak dapat berbuat sekehendak hatinya. Maka dapat disimpulkan bahwa politik Islam memiliki pengertian mengurus kepentingan rakyat yang didasari prinsip-prinsip agama.

Menurut Abdul Halim Mahmud (1998) bahwa Islam juga memiliki politik luar negeri. Tujuan dari politik luar negeri tersebut adalah penyebaran dakwah kepada manusia di seluruh penjuru dunia, mengamankan batas teritorial umat Islam dari fitnah agama, dan sistem jihad fisabilillah untuk menegakkan kalimat Allah SWT. Jadi politik bermakna instansi dari negara untuk keamanan kedaulatan negara dan ekonomi.

Dari prinsip-prinsip Islam berarti bahwa tujuan dari pemerintah adalah memberi kesejahteraan kepada rakyatnya. Sehingga seluruh rakyatnya diharapkan dapat menerima hak-haknya sebagai warga negara dan turut mengawasi pemerintahan. Sedangkan pemerintah berfungsi sebagai institusi yang mengatur masyarakat demi masyarakatnya. Maka logika yang dapat diperoleh negara dalam Islam merupakan kegiatan demi kesejahteraan masyarakat. Apabila suatu pemerintah telah beralih fungsi sebagai institusi yang melayani masyarakatnya, justru menjadikan kekuasaan sebagai penyalahgunaan. Maka pemerintah tersebut dikatakan tidak sehat.

Berbagai macam bentuk pemerintahan menjadi perdebatan diantara para pemikir. Setelah sepeninggal Rasulullah SAW bentuk pemerintahan di Madinah di pegang Abu Bakar sehingga yang terakhir adalah Ali bin Abi Thalib. Bentuk pemerintahan yang dijalankan oleh para sahabat ini adalah sistem khalifah. Dalam bentuk pemerintahan, sistem khalifah bentuk kekuasaannya tidak dijalankan secara demokrasi, tapi secara turun temurun. Dari seseorang yang berkuasa disebut khalifah Ibnu Khaldum (1406M) mengatakan kekhalifahan maupun kerajaan adalah khalifah Allah diantara manusia bagi pelaksanaan segala peraturan diantara manusia. Al Mawaidi (1058M) dalam bukunya Al-Ahkam Al-Shultaniyah mengatakan bahwa pemilihan khalifah harus diikuti andil masyarakat. Muhammad Rasyid Ridha dalam bukunya Al Khalifah Al Amanah menyatakan sistem khalifah perlu untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan umat.

Sebagai umat Islam yang menjadikan para sahabat sebagai suri tauladan, tentunya kita harus mencontoh ajaran dan tindakan mereka. Pada inti permasalahannya setiap pemerintahan harus dapat melindungi dan mengayomi masyarakat. Sedangkan penyimpangan yang terjadi adalah pemerintahan yang tidak mengabdi pada rakyatnya dan menekan rakyatnya. Sehingga pemerintah yang terjadi adalah otoriter. Yaitu bentuk pemerintahan yang menyimpang dari prinsip-prinsip Islam.1.5 Konsep demokrasi dalam islama. PendahuluanDemokrasi dalam hubungannya dengan Islam pada dasarnya mempunyai berbagai macam penafsiran. Para cendekiawan Muslim membahas hubungan Islam dengan demokrasi melalui dua pendekatan : normatif dan empiris. Pada dataran normatif, mereka mempersoalkan nilai-nilai demokrasi dari sudut pandang ajaran Islam. Sementara pada dataran empiris, mereka menganalisis implementasi demokrasi dalam praktek politik dan ketatanegaraan.1. John L. Esposito dan James P. Piscatori mengatakan bahwa Islam bisa digunakan untuk mendukung demokrasi maupun kediktatoran, republikanisme maupun monarki, sehingga pernyataan ini dapat mengidentifikasikan tiga pemikiran. Pertama, Islam menjadi sifat dasar demokrasi karena konsep syura, ijtihad, dan Ijma merupakan konsep yang sama dengan demokrasi. Kedua, menolak bahwa Islam berhubungan dengan demokrasi.Dalam pandangan ini, kedaulatan rakyat tidak bisa berdiri di atas kedaulatan Tuhan, juga tidak bisa disamakan antara Muslim dan non-Muslim serta antara laki-laki dan perempuan. Hal ini bertentangan dengan prinsip equality dalam demokrasi.

Ketiga, sebagaimana pandangan pertama bahwa Islam merupakan dasar demokrasi, meskipun kedaulatan rakyat tidak bisa bertemu dengan kedaulatan Tuhan, perlu diakui bahwa kedaulatan rakyat tersebut merupakan subordinasi hukum Tuhan.2. Menurut Maududi hal ini dinamakan Kerajaan Tuhan, yang disebut juga sebagai Teokrasi. Tetapi teokrasi Islam berbeda dengan teokrasi yang pernah menjadi pengalaman pahit di Eropa. Teokrasi Islam tidak dikuasai oleh golongan tertentu, namun oleh seluruh umat muslim bahkan rakyat jelata. Maududi menyatakan bahwa dalam sistem ketiga ini, setiap muslim yang mampu dan memenuhi syarat untuk memberikan pendapat yang benar dalam permasalahan Islam, berhak menafsirkan hukum Tuhan bilamana tafsir itu dibutuhkan. Dalam pengertian ini pemerintahan Islam merupakan pemerintahan demokrasi. Akan tetapi, ia bisa dikatakan juga sebagai pemerintahan teokrasi dalam arti bahwa tidak seorangpun, bahkan seandainya seluruh umat Islam dijadikan satu, berhak mengubah perintah Tuhan yang sudah jelas.3. Dalam tulisan ini hubungan antara Demokrasi dan Islam yang menjadi topik pembahasan adalah kesesuaian antara demokrasi dan Islam. Pembahasan diarahkan kepada dasar-dasar demokrasi yang sesuai dengan konsep Islam seperti Syura (consultation), Ijma (Community Consensus), Maslahah (Public Interest), dan Ijtihad.b. Konsep DemokrasiHerodotus memperkenalkan istilah demokrasi sekitar 3000 tahun yang lalu di Mesir Kuno, dan kemudian dikembangkan oleh para pemikir Yunani Kuno pada masa klasik. Secara etimologi, kata demokrasi berasal dari kata Demos (rakyat) dan Kratos (kekuasaan/pemerintahan), yang berasal dari bahasa Yunani. Dalam sejarah, istilah demokrasi telah dikenal sejak abad ke-5 SM, yang merupakan respon terhadap pengalaman buruk sistem monarki dan kediktatoran di negaranegara kota Athena (Yunani Kuno). Ketika itu demokrasi dipraktikkan sebagai sistem dimana seluruh warga negara membentuk lembaga legislatif. Dalam perkembangannya, ide-ide demokrasi berkembang dengan ide-ide dan lembaga dalam tradisi pencerahan yang dimulai pada abad ke-16. Pertama, dirintis oleh Niccolo Machiavelli (1469-1527) dengan ide-ide sekulerisme, kemudian ide Negara Kontrak oleh Thomas Hobbes (1588-1679), gagasan tentang konstitusi Negara liberalisme, serta pemisahan kekuasaan legislatif, eksekutif dan lembaga federal oleh John Locke (1632-1704), yang disempurnakan oleh Baron de Montesquieu (1689-1755), ide-ide tentang kedaulatan rakyat dan kontrak sosial yang diperkenalkan oleh Jean Jacques Rousseau (1712-1778). Ide-ide tersebut merupakan respon terhadap monarki absolut akhir abad pertengahan dalam sejarah Eropa, yang menggantikan kekuasaan gereja yang teokrasi. Ide-ide demokrasi saat ini muncul sejak revolusi Amerika pada tahun 1776 dan revolusi Perancis tahun 1789.Pada abad ke-19 dan ke-20 pusat institusi demokrasi berkembang melalui perwakilan di parlemen dengan pemilihan yang bebas, dan di berbagai negara demokrasi diibaratkan kebebasan berbicara, kebebasan pers dan supremasi hukum. Abraham Lincoln mendefinisikan demokrasi sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sedangkan menurut Elliott demokrasi adalah sebuah masyarakat atau kelompok dimana masyarakat benar-benar memerintah diri mereka sendiri, dimana semua partisipasi diatur dalam membuat keputusan yang mempengaruhi mereka semua. Oleh karena itu, esensi demokrasi adalah partisipasi dalam suatu kelompok pemerintahan oleh anggota kelompok tersebut.Dalam sebagian literatur tentang demokrasi menegaskan bahwa konsep dan praktik demokrasi sesungguhnya tidak tunggal. Unsur-unsur dasar atau family resemblances demokrasi itu dipengaruhi, dibentuk, dan diperkaya oleh kultur dan struktur sosiologis dan budaya masyarakat setempat. Dalam setiap negara manapun, nilai-nilai demokrasi akan berkembang sesuai dengan bengunan sosial budaya masyarakatnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa bentuk, tingkat dan kualitas demokrasi di Amerika Serikat berbeda dengan konsep dan praktik demokrasi yang berkembang di Asia Timur (seperti Jepang) atau Eropa Barat (seperti Swedia, Itali dan sebagainya).Dalam sejarah permulaan demokrasi di Yunani sampai revolusi inggris, amerika dan prancis dan dari abad ke-19 sampai akhir abad ke-20, demokrasi berkembang dalam berbagai bentuk yang berindikasi bahwa konsep demokrasi berubah dan berkembang mengikuti perkembangan sosial, politik dan ekonomi.Fakta ini memperlihatkan bahwa tidak ada definisi pasti dari model demokrasi. Sebagaimana W.B. Gallie menyebut demokrasi sebagai Essensially Contested Concept. Jadi di bagian dunia manapun, para pemikir dan masyarakat umum secara aktif terlibat dalam upaya menciptakan struktur demokrasi yang lebih efektif. Hal ini juga berlaku di dunia muslim di belahan dunia manapun. Para pemikir muslim sampai saat ini berusaha untuk mendefinisikan, menafsirkan dan membangun demokrasi dengan konsep-konsep Islam seperti konsep khilafah, syura, Ijma, ijtihad, baiat, dan lainnya.

c. Konsep Demokrasi dalam IslamKenyataan bahwa Islam mengajarkan etika politik yang bersesuaian dengan prinsip-prinsip demokrasi, dapat dikatakan bahwa kurangnya pengalaman demokratis sebagian besar negara Islam tidak ada hubungannya dengan dimensi interior ajaran Islam. Secara teologis, barangkali dapat diisyaratkan bahwa kegagalan politik yang demokratis antara lain disebabkan oleh adanya pandangan yang legalistik dan formalistik dalam melihat hubungan antara Islam dan politik. Karenanya, adalah pendekatan substansialistik terhadap ajaran Islam diharapkan dapat mendorong terciptanya sebuah sintesa yang memungkinkan antara Islam dan Demokrasi. Dalam penjelasan mengenai demokrasi dalam kerangka konseptual Islam, Esposito mengatakan bahwa kesesuaian demokrasi dengan Islam dapat dikembangkan melalui beberapa aspek khusus dari ranah sosial dan politik. Seperti banyak konsep dalam tradisi politik barat, istilah-istilah ini tidak selalu dikaitkan dengan pranata demokrasi dan mempunyai banyak konteks dalam wacana Muslim dewasa ini. Demokrasi Islam dianggap sebagai sistem yang mengukuhkan konsep-konsep islami yang sudah lama berakar, yaitu konsep syura, Ijma, Maslahah, dan ijtihad. Hubungan antara Islam dan demokrasi adalah seperti berikut :1. Syura dalam Konsep DemokrasiIstilah musyawarah berasal dari kataMusyawara. Ia adalah masdar dari kata kerja syawara-yusyawiru, yang berakar kata syin, waw, dan ra, dengan pola faala. Pendapat senada mengemukakan bahwa musyawarah pada mulanya bermakna mengeluarkan madu dari sarang lebah. Makna ini kemudian berkembang sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang lain (termasuk pendapat). Musyawarah juga dapat berarti mengatakan atau mengajukan sesuatu. Karenanya, kata musyawarah pada dasarnya hanya digunakan untuk hal-hal yang baik, sejalan dengan makna dasarnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, musyawarah diartikan sebagai pembahasan bersama dengan maksud mencapai keputusan atas penyelesaian masalah bersama. Selain itu dipakai juga kata musyawarah yang berarti berunding dan berembuk.Secara historis, konsep syura dalam sejarah Islam telah ada jika menunjuk pertemuan di Bani Saidah segera setelah Nabi Muhammad wafat. Menurut Fazlur Rahman kejadian itu sebagai pelaksanaan prinsip syura yang pertama. Kejadian ini kemudian diikuti dengan pidato pelantikan Abu Bakar sebagai khalifah pertama. Dalam pidatonya pelantikannya itu, secara kategoris ia menyatakan bahwa dirinya telah menerima mandat dari rakyat yang memintanya melaksanakan al-Quran dan Sunnah. Abu Bakar juga menyatakan bahwa ia melaksanakan ketentuan al-Quran dan Sunnah, ia perlu didukung terus. Tetapi bilamana ia melakukan pelanggaran berat maka ia harus diturunkan. Konsep syura dan demokrasi Fazlur Rahman juga berpendapat bahwa institusi semacam syura telah ada pada masyarakat Arabia pra-Islam. Waktu itu, para pemuka suku atau kota menjalankan urusan bersama melalui permusyawaratan. Institusi inilah yang kemudian didemokrasitasi oleh al-Quran, yang menggunakan istilah syura. Perubahan dasar yang dilakukan al-Quran adalah mengubah syura dari sebuah institusi suku menjadi institusi komunitas, karena ia menggantikan hubungan darah dengan hubungan iman.Menurut Syafii Maarif, pada dasarnya syura merupakan gagasan politik utama dalam al-Quran. Jika konsep syura ditransformasikan dalam kehidupan modern sekarang, maka menurut Syafii sistem politik demokrasi adalah lebih dekat dengan cita-cita politik Qurani, sekalipun ia tidak terlalu identik dengan praktek demokrasi barat. Begitu halnya dengan Mohammad Iqbal yang menganggap demokrasi sebagai cita-cita politik Islam, kritik Iqbal terhadap demokrasi bukanlah dari aspek normatifnya, akan tetapi dalam praktek pelaksanaannya. Kohesi antara Islam dan demokrasi terletak pada prinsip persamaan (equality), yang di dalam Islam dimanifestasikan oleh tauhid sebagai satu gagasan kerja (a working idea) dalam kehidupan sosio-politik umat Islam.Perlunya musyawarah merupakan konsekuensi politik prinsip kekhalifahan manusia. perwakilan rakyat dalam sebuah negara Islam tercermin terutama dalam doktrin musyawarah (syura). Karena semua muslim yang dewasa dan berakal sehat, baik pria maupun wanita adalah khalifah (agen) Tuhan, mereka mendelegasikan kekuasaan mereka kepada penguasa dan pendapat mereka harus diperhatikan dalam menangani permasalahan negara. Ayatullah Baqir Al-Sadr menegaskan bahwa musyawarah adalah hak rakyat. rakyat sebagai khalifah Allah berhak mengurus persoalan mereka sendiri aas dasar prinsip musyawarah dan ini termasuk pembentukan majlis yang para anggotanya adalah wakil-wakil rakyat yang sesungguhnya. Dengan demikian syura menjadi unsur operasional yang menentukan dalam hubungan antara Islam dan demokrasi.Secara umum konsep syura sangat sesuai dengan demokrasi karena menempatkan semua masyarakat dalam satu tempat yang sama. Di Indonesia, demokrasi yang dibangun berdasarkan konsep syura dimana setiap pemimpin dipilih oleh rakyatnya. Tentang apakah sistem pemilihan tersebut secara langsung oleh pemerintah maupun melalui perwakilan di dewan perwakilan rakyat sebenarnya adalah hal yang sama. Selama rakyat atau wakilnya mempunyai keinginan yang sama hal tersebut bukanlah masalah.Namun akan berbeda ketika wakil rakyat yang telah dipilih tersebut tidak menggambarkan apa yang menjadi keinginan rakyat yang diwakilinya. Oleh karena itu, seorang wakil rakyat harus benar-benar mewakili setiap kebutuhan rakyat yang harus diperjuangkan. Jika wakil rakyat hanya mewakili golongannya tentu sudah menyalahi dari konsep demokrasi itu sendiri.Piagam Madinah merupakan konstitusi demokrasi Islam pertama dalam sejarah pemerintahan konstitusional. Para intelektual muslim sepakat bahwa prinsip syura adalah sumber etika demokrasi Islam. Mereka menyamakan konsep syura dengan konsep demokrasi modern.2. Ijma dalam Konsep DemokrasiSecara etimologi Ijma mengandung arti kesepakatan atau konsensus. Ijma juga dapat diartikan sebagai al Azmu alassyai atau ketetapan hati untuk melakukan sesuatu. Ijma secara terminolgi didefinisikan oleh beberapa ahli diantaranya : menurut Al Ghazali Ijma adalah kesepakatan umat Muhammad Saw secara khusus atas suatu urusan agama definisi ini mengindikasikan bahwa Ijma tidak dilakukan pada masa Rasulullah Saw, sebab keberadaan Rasulullah sebagai syari tidak memerlukan Ijma. Sedangkan menurut Al Amidi: Ijma adalah kesepakatan ahlul halli wal aqdi atau para ahli yang berkompoten mengurusi umat dari umat Nabi Muhammad pada suatu masa atau hukum suatu kasus. Ijma atau konsensus telah lama diterima sebagai konsep pengesahan resmi dalam hukum Islam, terutama di kalangan kaum Muslim Sunni. Namun, hampir sepanjang sejarah Islam pada konsensus sebagai salah satu sumber hukum Islam cenderung dibatasi pada konsensus para cendekiawan, sedangkan konsensus rakyat kebanyakan mempunyai makna kurang begitu penting dalam kehidupan umat Islam. Namun dalam pemikiran modern, potensi fleksibilitas yang terkandung dalam konsep konsensus akhirnya mendapat saluran yang lebih besar.Dalam pengertian lebih luas, konsensus dan musyawarah sering dipandang sebagai landasan yang efektif bagi demokrasi Islam modern. Konsep konsensus memberikan dasar bagi penerimaan sistem yang mengakui suara mayoritas. Beberapa cendekiawan kontemporer menyatakan bahwa dalam sejarah Islam karena tidak ada rumusan yang pasti mengenai struktur negara dalam al-Quran, legitimasi negara bergantung pada sejauh mana organisasi dan kekuasaan negara mencerminkan kehendak umat. Sebab seperti yang pernah ditekankan oleh para ahli hukum klasik, legitimasi pranata-pranata negara tidak berasal dari sumber-sumber tekstual, tetapi didasarkan pada prinsip Ijma. Atas dasar inilah konsensus dapat menjadi legitimasi sekaligus prosedur dalam suatu demokrasi Islam.3. Maslahah dalam Konsep DemokrasiSecara etimologis, arti al-Maslahah dapat berarti kebaikan kebermanfaatan, kepantasan, kelayakan, keselarasan, kepatutan. Kata al- Maslahah adakalanya dilawankan dengan kata al-mafsadah dan adakalanya dilawankan dengan kata al-madarrah, yang mengandung arti : kerusakan. Secara terminologis, Maslahah telah diberi muatan makna oleh beberapa ulama usl al-fiqh. Al-Gazli (w.505 H), misalnya, mengatakan bahwa makna genuine dari Maslahah adalah menarik/mewujudkan kemanfaatan atau menyingkirkan/menghindari kemudaratan (jalb al-manfaah atau daf al-madarrah). Menurut al-Gazli, yang dimaksud Maslahah, dalam arti terminologis-syari, adalah memelihara dan mewujudkan tujuan hukum Islam (Syariah) yang berupa memelihara agama, jiwa, akal budi, keturunan, dan harta kekayaan. Ditegaskan oleh al-Gazli bahwa setiap sesuatu yang dapat menjamin dan melindungi eksistensi salah satu dari kelima hal tersebut dikualifikasi sebagai Maslahah sebaliknya, setiap sesuatu yang dapat mengganggu dan merusak salah satu dari kelima hal tersebut dinilai sebagai al-mafsadah maka, mencegah dan menghilangkan sesuatu yang dapat mengganggu dan merusak salah satu dari kelima hal tersebut dikualifikasi sebagai Maslahah. Dalam konsep demokrasi, Maslahah menjadi bagian yang penting ketika dihadapkan dengan kebebasan individu dan persamaan HAM. Konsep Maslahah memberikan penilaian yang lebih Perwujudan Maslahah dan mafsadah dalam pelbagai situasi dan kondisi memerlukan standar yang jelas dan berterusan untuik digunakan oleh para mujtahid. Apabila mafsadah dan Maslahah tidak mampu dipertemukan makahendaklah dilakukan pentarjihan di antara kedua posisi dengan dipilih salah satu dari dua posisi yang lebih dominan. Bahkan ketika terjadi kontradiksi antara Maslahah dengan Maslahah, mafsadah dengan mafsadah dalam kategori yang sama seperti daruriyah, hajiyyah dan tahsiniyah. Akan tetapi, terdapat kemungkinan muncul pihak-pihak yang menyalahgunakan dalil/metode Maslahah memang tidak bisa dipungkiri. Mereka menggunakan Maslahah sebagai dalil/metode untuk menetapkan hukum tanpa mengindahkan batasan-batasan dan kaedah-kaedah yang baku. Hal ini mengakibatkan terjadinya kesalahan/kekacauan dalam menetapkan hukum Islam, dan pada gilirannya melahirkan keresahan di kalangan masyarakat. Dalam konteks ini, kehadiran institusi ijtihd jamiy (ijtihad kolektif) seperti MUI, Bahtsul Masail NU, Majelis Tarjih Muhammadiyah, dan Dewan Hisbah Persis, menjadi urgen dalam mengeliminasi kemungkinan penyalahgunaan dalil/metode Maslahah oleh aktivitas ijtihd fardiy sehingga konsepsi dan aplikasi Maslahah dalam proses ijtihad tersebut terhindar dari salah paham dan salah kaprah. Meskipun demikian, ini tidak berarti menutup rapat rapat pintu ijtihd fard. Maslahah merupakan konsep bahwa kepentingan publik harus diutamakan dari.kepentingan individu. Dalam hal ini, penggusuran dalam rangka normalisasi sungai (seperti yang dilakukan di Jakarta, Indonesia) yang dilakukan oleh pemerintah sudah selayaknya diterima oleh masyarakat bahkan tanpa disediakan tempat untuk pindah, masyarakat wajib mematuhinya. Pemerintah hanya perlu mengganti biaya ganti rugi dari masyarakat tersebut tanpa harus membelinya, dan masyarakat harusnya juga memahami bahwa untuk kepentingan umum, pengorbanan yang dilakukan akan mendapatkan pahala dari Allah SWT.4. Ijtihad dalam Konsep DemokrasiKonsep operasional yang terakhir adalah ijtihad, atau pelaksanaan penilaian yang ilmiah dan mandiri. Bagi banyak pemikir muslim, upaya ini merupakan langkah kunci menuju penerapan perintah Tuhan di suatu tempat atau waktu. Ijtihad diterapkan pada pertanyaan-pertanyaan yang tidak tercakup oleh Al-Qur'an dan Sunnah, tidak dengan taqlid, atau dengan analogi langsung (qiyas). Ijtihad dianggap, oleh banyak pemikir Muslim, sebagai kunci untuk pelaksanaan kehendak Allah dalam waktu dan tempat tertentu. Hampir semua reformis dan intelektual Muslim abad 20 menunjukkan antusiasme dalam konsep Ijtihad kontemporer, Muhmmad Iqbal, Khurshid Ahmad, Taha Jabir al 'Alwani dan Altaf Gauhar menjadi beberapa dari mereka. Bentuk demokrasi menurut Fazlur Rahman dapat berbeda-beda menurut kondisi yang ada dalam suatu masyarakat. Untuk dapat memilih suatu bentuk demokrasi yang sesuai dengan keadaan suatu masyarakat Islam tertentu, peranan ijtihad menjadi sangat menentukan. Pemimpin Islam Pakistan, Khurshid Ahmad, memparkan hal ini dengan jelas. Tuhan hanya mewahyukan prinsip-prinsip utama dan memberi manusia kebebasan untuk menerapkan prinsip-prinsip tersebut dengan arah yang sesuai dengan semangat dan keadaan zamannya. Melalui ijtihad itulah masyarakat dari setiap zaman berusaha menerapkan dan menjalankan petunjuk Ilahi guna mengatasi masalah-masalah zamannya. Ijtihad selalu menjadi konsep yang kontroversial mengingat bahaya penyalahgunaannya. Adalah mungkin bahwa tindakan kaum muslim itu akan didukung oleh kaum sekular dan Muslim abangan, yang akan membuka lebar-labar pintu ijtihad dan menafsirkan ijtihad sedemikian rupa sehingga dapat dimanfaatkan untuk membenarkan akibat-akibatnya tanpa peduli apakah aturan itu didasarkan atas kriteria fiqh atau tidak. Namun makna penting ijtihad ditekankan oleh Iqba yang berharap bahwa ijtihad yang benar akan memungkinkan para ilmuwan sosial muslim untuk menelaah fenomena sosial dengan kerangka dan paradigma epistemologi Islam dan selanjutnya memulai proses pembangungn kembali peradaban Islam atas dasar pemahaman terhadap ilmu-ilmu sosial itu. Dekonstruksi yang disambung dengan rekonstruksi inilah yang dibutuhkan umat Islam jika ingin menjadi penengah bagi bangsa-bangsa lain sebagaimana tersurat dalam al- Quran. Ijtihad saat ini menjadi tren pemikiran dari cendekiawan-cendekiawan muslim kontemporer. Mati surinya ijtihad selama beberapa abad silam memang membuat dunia Islam menjadi jalan ditempat. Ijtihad memberikan jalan alternatif dari perbagai permasalahan dalam dunia modern saat ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Ridzwan. 2008. Metode Pentarjihan Maslahah dan Mafsadah dalam Hukum Islam Semasa Sharia Journal, Vol. 16, No. 1. 2008.Hasby, Subky, dkk.2007. BUKU DARAS.PPA Universitas Brawijaya: Malang

Anwar, M. Syafii. 1995. Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia Sebuah Kajian Politik Tentang Cendekiawan Muslim Orde Baru, Jakarta: Paramadina.Kuntowijoyo, Identitas Politik Umat Islam, (Bandung: Mizan, 1997)

Munawir sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta: UI Press, 1990)

Saifullah. 2011. Islam dan Demokrasi: Respon Umat Islam Indonesia terhadap Demokrasi, Al-Fikr Volume 15 Nomor 3 Tahun 2011.