BAB I PENDAHULUAN Kehamilan dini didefinisikan sebagai usia kehamilan < 10 minggu. Pada awal terjadi proses kehamilan, trofoblas yang terbentuk menghasilkan hormon, yang dikenal dengan human chorionic gonadotrophin (hCG), hormon ini kadarnya mencapai puncak pada minggu ke 12. hCG berfungsi untuk memelihara korpus luteum. Korpus luteum memiliki fungsi untuk menghasilkan progesteron sampai usia kehamilan 7 minggu (Impey L, Child T, 2012) Fraenkel pada tahun 1903 menemukan bahwa penghancuran korpus luteum pada kelinci hamil menyebabkan abortus, sehingga dapat disimpulkan bahwa peran dominan dari progesteron pada kehamilan dini terbukti melindungi produk konsepsi. Progesteron merupakan hormon kunci dalam mempertahankan kehamilan dan memiliki banyak fungsi selama kehamilan, yaitu menyediakan dan memberikan kesempatan pada endometrium untuk lebih reseptif terhadap embrio awal, memicu perubahan sekretori yang penting dalam keberhasilan implantasi dan pemeliharaan kehamilan normal, serta memicu ketenangan uterus melalui penekanan kontraksi miometrium. (Potdar N, Konje JC, 2005; Simoncini T, Caruso A, Giretti MS, 2006) 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan dini didefinisikan sebagai usia kehamilan < 10 minggu.
Pada awal terjadi proses kehamilan, trofoblas yang terbentuk
menghasilkan hormon, yang dikenal dengan human chorionic
gonadotrophin (hCG), hormon ini kadarnya mencapai puncak pada
minggu ke 12. hCG berfungsi untuk memelihara korpus luteum. Korpus
luteum memiliki fungsi untuk menghasilkan progesteron sampai usia
kehamilan 7 minggu (Impey L, Child T, 2012) Fraenkel pada tahun 1903
menemukan bahwa penghancuran korpus luteum pada kelinci hamil
menyebabkan abortus, sehingga dapat disimpulkan bahwa peran dominan
dari progesteron pada kehamilan dini terbukti melindungi produk konsepsi.
Progesteron merupakan hormon kunci dalam mempertahankan
kehamilan dan memiliki banyak fungsi selama kehamilan, yaitu
menyediakan dan memberikan kesempatan pada endometrium untuk
lebih reseptif terhadap embrio awal, memicu perubahan sekretori yang
penting dalam keberhasilan implantasi dan pemeliharaan kehamilan
normal, serta memicu ketenangan uterus melalui penekanan kontraksi
miometrium. (Potdar N, Konje JC, 2005; Simoncini T, Caruso A, Giretti
MS, 2006)
Dalam dekade terakhir, suplementasi progesteron telah digunakan
untuk membantu mempertahankan kehamilan dini dengan pro dan kontra
terhadap efektivitas penggunaanya.(Oates-Whitehead RM, Haas DM,
Carrier JAK, 2003; El-Zibdeh MY,2005)
Berdasarkan dari hal tersebut maka penulis tertarik untuk
menyusun makalah tentang peranan progesteron pada kehamilan dini.
Pada referat berikut ini akan dibahas mengenai peranan progesteron dan
kehamilan dini, serta suplementasi progesteron yang diberikan pada
kehamilan dini.
1
BAB II
KEHAMILAN DINI
A. DEFINISI
Kehamilan trimester pertama adalah usia kehamilan < 14
minggu. Sementara kehamilan dini didefinisikan sebagai usia
kehamilan < 10 minggu.
B. FISIOLOGI KEHAMILAN DINI
Fertilisais terjadi di ampula tuba falopii yang menghasilkan zigot,
dan selanjutnya zigot mengalami pembelahan. Seiring proses
proliferasi, hasil konsepsi (zigot) tersebut ditransfer ke dalam uterus.
Membutuhkan waktu + 4 hari. Morula berubah menjadi blastokis
dengan membentuk rongga berisi cairan didalamnya. Selanjutnya
lapisan terluar menjadi trofoblas yang nantinya akan membentuk
plasenta, dan pada hari keenam hingga ke dua belas trofoblas akan
menginvasi endometrium sehingga terjadi implantasi.(Impey L, Child T,
2012)
Trofoblas akan menghasilkan hormon, yang dikenal dengan
human chorionic gonadotrophin (hCG), dimana hormon ini akan
mencapai pincaknya pada minggu ke 12. Keberadaan hCG berfungsi
untuk memelihara korpus luteum. Dalam hal ini korpus luteum
berperan dalam menghasilkan estrogen dan progesteron yang akan
bekerja untuk mempertahankan endometrium, yang selanjutnya
endometrium akan berubah menjadi desidua (yang kaya akan
glukogen dan lipid), sehingga dapat memberikan nutrisi bagi hasil
konsepsi.(Impey L, Child T, 2012)
Proliferasi trofoblas selanjutnya akan membentuk vili korialis.
Sementara permukaan endometrial dari embrio akan membentuk
daerah bagi transfer nutrisi, berupa kotiledon plasenta. Pembentukan
plasenta selesai pada minggu ke-12.(Impey L, Child T, 2012)
2
C. HORMON PROGESTERON PADA KEHAMILAN
Hormon progesteron merupakan hormon yang dibutuhkan
dalam kehamilan. Progesteron ini penting pada kehamilan 8 minggu
pertama. (NaProTechnology, 2011)
Kadar progesteron meningkat secara dramatis sepanjang
kehamilan. Dari implantasi embrio sampai kehamilan 40 minggu
dimana plasenta mengambil alih produksi progesteron (gambar 1)
Beberapa peranan dari progesteron diantaranya adalah :
(NaProTechnology, 2011)
1. Merangsang perkembangan uterus
2. Menyebabkan maturasi (disebut juga diferensiasi) dari
endometrium, dalam hal ini merubahnya menjadi tipe sekretorik
3. Merangsang desidualisasi endometrium yang diperlukan untuk
implantasi
4. Menghambat kontraksi uterus
5. Mengatur imunomodulasi dalam sistem penolakan maternal
terhadap janin.
Gambar 1. Kadar progesteron selama kehamilan
D. IMUNOMODULASI KEHAMILAN NORMAL DAN PERAN
PROGESTERON. (Druckmann R, Druckmann M.A, 2005)
Implantasi embrio manusia merupakan paradoks ganda berupa
imunologi dan biologi. Paradoks imunologi adalah yang terdiri dari
3
cangkokan heterolog dimana sistem imun uterus (melalui sitokin) dan
antigenisitas dari embrio (HLA-G) bekerjasama dalam implantasi dan
pemeliharaan kehamilan. Paradoks biologi terjadi melalui beberapa
mekanisme yang berbeda namun harus bekerja dengan baik pada
kedua epitelia untuk bergabung sehingga dapat terjadi invasi antara
keduanya (sebagai contoh: endometrium mengalami desidualisasi
oleh trofoblas), mekanisme ini termasuk persiapan dari endometrium
sepanjang siklus menstruasi, dibawah pengaruh dari esterogen dan
Penggunaan progesteron pada kehamilan telah dipakai selama
hampir 60 tahun. Penggunaannya pada mulanya pada pasien-pasien
dengan abortus spontan akibat defisiensi fase luteal. Defisiensi fase luteal
terjadi akibat kegagalan fungsi korpus luteum pada produksi progesteron
oleh korpus luteum tidak memadai selama 7 minggu pertama kehamilan.
Pengangkatan korpus luteum melalui tindakan bedah selama periode ini
menyebabkan keguguran dan pemberian pengganti progesteron dapat
mempertahankan kehamilan. Terdapat bukti yang mendukung pemikiran
bahwa progesteron yang diberikan pada kehamilan dini dapat bermanfaat
pada wanita dengan abortus berulang dan pengukuran kadar progesteron
dalam serum pada kehamilan dini dapat menjadi marker untuk analisa
lebih lanjut terhadap kehamilan yang bermasalah.
Progesteron menyediakan dan memberikan kesempatan pada
endometrium untuk lebih reseptif terhadap embrio awal dengan memicu
perubahan sekretori yang penting demi berhasilnya implantasi dan
pemeliharaan kehamilan normal, dan memicu ketenangan uterus dengan
menekan kontraktilitas miometrium melalui upregulasi dari sintesis nitrat
oksida dalam endometrium. Aplikasi terapeutik dari progesteron dalam
kehamilan sangat terbatas pada pencegahan dan pengobatan dari
abortus iminen karena kurangnya randomized controlled trials dan
perbedaan dosis dan populasi yang diteliti.(Duan L, Yan D, Zeng W, dkk,
2010)
Mayoritas dari literatur terdahulu telah fokus lebih utama pada
evaluasi dari dampak progesteron pada luaran kehamilan pada abortus
iminen. Walaupun progesteron telah digunakan selama beberapa tahun
dalam jumlah yang besar pada wanita-wanita dengan abortus iminen,
22
tidak terdapat penelitian epidemiologi yang terkontrol dari luaran obstetrik
dan perinatal, termasuk persalinan preterm, komplikasi kehamilan dan
berat badan lahir rendah, pada wanita dengan terapi progesteron yang
telah dipublikasikan.(Duan L, Yan D, Zeng W, dkk, 2010)
Farmakokinetik dan farmakodinamik progesteron telah dipelajari
dengan baik, dimana telah disensitisasi pada tahun 1935 dan sekarang
tersedia secara komersil. Walaupun pemberian progesteron secara
intramuskular bisa memicu abses non septik,ini merupakan satu satunya
rute pemberian yang menghasilkan kadar yang optimal dalam darah.
(Duan L, Yan D, Zeng W, dkk, 2010)
Suatu protokol berdasarkan pemberian progesteron pada abortus
iminen telah dievaluasi pada beberapa randomized controlled trial.
Hasilnya menunjukkan efikasi yang sedikit namun bermakna jika
dilakukan perbandingan dengan plasebo.
Pada penelitian oleh Duan L, Yan D, Zeng W, dkk, 2010,
mendapatkan pada pemberian progesteron dapat meningkatkan angka
keberhasilan untuk kehamilan berikutnya setelah abortus berulang dan
memperbaiki luaran kehamilan pada wanita dengan abortus iminen.
Suatu penelitian retrospective cohort study dilakukan untuk menilai
rata-rata kehamilan klinis dengan IVF dan angka rata-rata lahir hidup
antara pasien yang mendapatkan suplementasi progesteron selama
kehamilan trimester pertama (protokol trimester pertama) pada usia
kehamilan 12 minggu dibandingkan dengan setelah positif beta hCG 2
minggu setelah pengambilan (protokol luteal) pada 4 minggu usia
kehamilan. Pada penelitian tersebut didapatkan angka rata-rata yang
pada 7 minggu (81.8% luteal protocol vs. 85.8% first trimester protocol;
P_.49) dan untuk rata-rata kelahiran hidup (76.8% luteal protocol vs.
75.0% first trimester protocol; P_.80), namun terjadi kecenderungan angka
keguguran yang tinggi setelah kehamilan 7 minggu pada protokol
pemberian progesteron trimester pertama (15.5% vs. 4.4%; P_.06),
menunjukkan pemberian progesteron pada trimester pertama dapat
23
membantu kehamilan dini melewati 7 minggu dengan menunda
keguguran namun tidak memperbaiki rata-rata kelahiran hidup.
Sebagai kesimpulan, suplemetasi progesteron selama kehamilan
trimester pertama tidak memperbaiki angka kelahiran hidup, namun dapat
mendukung perkembangan kehamilan dini sampai 7 minggu. Fase luteal
trimester pertama yang dibantu dengan progesteron menunjukkan
kecenderungan kearah penundaan proses abortus namun tidak
mencegah abortus. Penelitian ini menujukkan upaya suplementasi pada
trimester pertama dari kehamilan dini tidak di sepenuhnya bermakna.
24
Tabel 2. Rata-rata kehamilan klinis dan rata-rata kelahiran hidup pada
suplementasi progesteron pada fase luteal vs trimester pertama
Pada penelitian oleh Proctor A dkk, 2006, pemberian suplemen
progesteron intramuskular (IM) menunda keguguran namun tidak
memperbaiki rata-rata kelahiran hidup. Hasil ini konsisten dengan
penelitian lain, dimana menunjukkan bahwa pemakaian progesteron yang
diperpanjang setelah IVF tidak memberikan keuntungan. Penelitian
Proctor dkk, menggunakan suplementasi progesteron IM karena
mempertimbangkan pemberian vaginal tidak efektif pada siklus IVF,
beberapa rute pemberian progesteron tersedia:oral, vaginal, dan IM.
(Proctor A, Hurst BS, Marshburn PB, dkk, 2006)
Pemberian progesteron IM menghasilkan kadar yang tinggi dalam
serum sebaik respon yang diperkirakan pada jaringan, dan seringkali
digunakan pada program teknologi reproduktif bantu (Assisted
Reproductive Technology). Terapi standard adalah dengan memberikan
progesteron IM dengan dosis harian 25-50 mg per malam. Kerugian
utama dari pemberian IM adalah rasa nyeri dan biaya yang lebih mahal.
Sebahian besar protokol penatalaksanaan IVF menyarankan pemberian
progesteron terus menerus sampai minimal kehamilan 8 – 10 minggu. Hal
ini berdasarkan pada pertimbangan pengambilan oosit dapat
menyesuaikan dengan perkembangan dan fungsi korpus luteum normal.
Proctor A, Hurst BS, Marshburn PB, dkk, 2006
Uji penelitian random turut mendukung penggunaan rutin GnRH
agonis atau antagonis pada siklus IVF untuk membantu luteal. Dua
penelitian meta analisis besar melaporkan adanya perbaikan klinis rata-
rata kehamilan pada pasien dengan suplementasi progesteron pada masa
25
luteal. Namun, hanya terdapat sedikit data yang mendukung perpajangan
penggunaan progesteron selama trimester pertama siklus IVF. Satu
penelitian random prospektif telah meneliti dampak suplementasi
hormonal pada kehamilan dini dengan IVF. Pasien menerima kombinasi
esterogen dan progesteron IM sampai kehamilan 12 minggu mengalami
angka rata-rata klinis kehamilan sebesar 89% dibandingan hanya 59%
pada kelompok tanpa suplementasi. Kesimpulan dari penelitian tersebut
bahwa suplementasi hormonal profilak dapat direkomendasikan pada
seluruh kehamilan setelah stimulasi ovarium dengan IVF. (Proctor A,
Hurst BS, Marshburn PB, dkk, 2006)
Penelitian retrospektif telah mengevaluasi pentingnya penggunaan
suplementasi progesteron pada siklus IVF setelah diperoleh hasil tes
kehamilan yang positif. Satu penelitian retrospektif tidak terkontrol
membandingkan 200 wanita hamil yang mendapatkan progesteron
pervaginam pada awal hari transfer embrio dan dilanjutkan selama 3
minggu kemudian pada kehamilan, dengan 200 pasien yang tidak
melanjutkan menggunakan progesteron ketika hCG serum positif. Dari
200 kehamilan dimana progesteron tidak dilanjutkan, 63% berakhir
dengan kelahiran hidup dibandingkan dengan 64% pada kelompok tidak
terkontrol. Penelitian ini menunjukkan bahwa penarikan progesteron
vaginal pada saat tes kehamilan positif tidak mempunyai dampak pada
angka abortus atau rata-rata kelahiran hidup. Penelitian oleh pusat IVF
melaporkan hasil yang sama pada pasien-pasien yang menggunakan
200mg progesteron vaginal tiga kali sehari dimulai pada hari pertama
transfer embrio. (Proctor A, Hurst BS, Marshburn PB, dkk, 2006)
Satu penelitian retrospektif mengevaluasi luaran pada pasien yang
menerima 50 mg progesteron secara IM dimulai dari hari pengambilan
oosit. Suplementasi tidak dilanjutkan pada saat tes kehamilan positif pada
pasien hamil dengan kadar progesteron serum >60 ng/mL. Pada wanita-
wanita tersebut, kadar progesteron dipertahankan >30ng/mL tanpa
bantuan dan menghasilkan angka kelahiran yang sesuai. (Proctor A, Hurst
BS, Marshburn PB, dkk, 2006)
26
BAB V
KESIMPULAN
1. Progesteron merupakan hormon kunci dalam mempertahankan
kehamilan dan ternyata memiliki banyak fungsi selama kehamilan
2. Terdapat berbagai derivat progesteron alami maupun sintetik dan
ditujukan untuk indikasi yang berbeda-beda.
3. Progesteron juga memegang peranan dalam imunomodulasi pada
kehamilan dini.
4. Suplementasi hormonal profilak dapat direkomendasikan pada seluruh
kehamilan setelah stimulasi ovarium dengan IVF
5. Progesteron banyak digunakan pada terapi abortus iminen,
pencegahan abortus berulang, dan membantu fase luteal pada
program reproduksi yang dibantu.
6. Suplemetasi progesteron selama kehamilan trimester pertama tidak
memperbaiki angka kelahiran hidup, namun dapat mendukung
perkembangan kehamilan dini sampai 7 minggu
27
DAFTAR PUSTAKA
American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG). ACOGpractice bulletin. Management of recurrent early pregnancy loss. Int J Gynecol Obstet 2002; 78: 179–190
DeFranco EA, O’Brien JM, Adair CD, et al. Vaginal progesterone is associated with a decrease in risk for early preterm birth and improved neonatal outcome in women with a short cervix: a secondary analysis from a randomized double-blind, placebo-controlled trial”. Ultrasound Obstetri and Gynecology 30 (5): 697-705.
Druckmann R, Druckmann M-A. Progesterone and the immunology of pregnancy. Journal of steroid Biochemistry and Molecular Biology 97: 389-396, 2005)
Duan L, Yan D, Zend W. Effect of progesterone treatment due to threatened abortion in early pregnancy for obstetric and perinatal outcomes. Elsevier 2010
Dudas I, Gidai J, Czeizel AE. Population-based case-control teratogenic study of hydroxyprogesterone treatment during pregnancy. Congenital Anomalies 2006;46(4):194–8.
El-Zibdeh MY. Dydrogesterone in the reduction of recurrent spontaneous abortion. J Steroid Biochem Mol Biol 2005; 97: 431–434.
Fancesco EB, Celik E, Parra M, et al. Progesterone and the risk of preterm birth among women with a short cervis. N. Engl. J. Med. 357 (5): 462-9, 2007.
Hassan SS, Romero R, Vidyadhari et al. Vaginal progesterone reduces the rate of preterm birth in women with sonographic short cervix: a multicenter randomized, double-blind, placebo-controlled trial. Ultrasound Obtetri Gynecology 38(1): 18-31. 2011.
Khan N, Richter KS, Blake EJ, et al. Case-matched comparison of intramuscular versus vaginal progesterone of luteal phase support after in vitro fertilization and embryo transfer. Presented at: 55th Annual Meeting of the Pasific Coast Reproductive Society; April 18-22, 2007; Rancho Mirage, CA
King T.L, Brucker M.C. Pharmacology fro Women’s Health. Jones and Bartlett Publisher. Canada: 2011
Lauersen N.H. The Difference Between Natural Progesterone and Synthetic Progestogen. Diakses dari www.tidesolife.com, 2011.
Manyonda IT. The immunology of recurrent spontaneous miscarriage. In: The Immunology of Human Reproduction. 1st edn. London: Taylor & Francis, 2006, pp. 59–77.
Progesterone Support in Pregnancy. Diakses dari www.naprotechnology.com, 2011.
O’Brien JM, Adair CD, Lewis DF, et al. Progesterone vaginal gel for the reduction of recurrent pretermbirth: primary result from randomized, double blind, placebo-controlled trial. Ultrasound Obsetri Gynecology 20 (5): 687-96.
Olson CK, Keppler-Noreuil KM, Romitti PA, Budelier WT, Ryan G, Sparks AE, et al.In vitro fertilization is associated with an increase in major birth defects. Fertility and Sterility 2005;84(5):1308–15.
Potdar N & Konje JC. The endocrinological basis of recurrent miscarriage. Curr Opin Obstet Gynecol 2005; 17: 424–428
Proctor A, Hurst BS, Marshburn PB dkk. Effect of Progesterone supplementation in early pregnancy on the pregnancy outcome after in vitro fertilization. Fertil Steril 2006;85:1550-2
Rai R, Backos M, Baxter N et al. Recurrent miscarriage – an aspirin a day? Hum Reprod 2000; 15: 2220–2223
Scott JR. Immunotherapy for recurrent miscarriage. Cochrane Database Syst Rev 2003; 1: CD000112.
Silver RI, Rodriguez R, Chang TS, Gearhart JP. In vitro fertilization is associated with an increased risk of hypospadias. Journal of Urology 1999;161(6):1954–7.
Simoncini T, Caruso A, Giretti MS et al. Effects of dydrogesterone and of its stable metabolite, 20-a-dihydrogesterone, on nitric oxide synthesis in human endothelial cells. Fertil Steril 2006; 86(Suppl 3): 1235–1242.
Speroff, L and Fritz, M.A. Clinical Gynecologic and Endocrinology and Infertility. Panama: Lippicott William and Wilkins. 7th Ed. 2005.
Tavaniotou A, Smitz J, Bourgain C, Devroey P. Comparison between different routes of progesterone administration as luteal phase support in infertility treatments. European Society of Human Reproduction end Embryology. 2000 Vol.6 No. 2 pp.139-148
Tempfer CB, Kurz C, Bentz EK et al. A combination treatment of prednisone, aspirin, folate, and progesterone in women with idiopathic recurrent miscarriage: a matched-pair study. Fertil Steril 2006; 86: 145–148.
Thomas D, Zachariah S, Mathew M, dkk. Evidence shift on Pregnancy Risk of Progestin. Calicut Medical Journal 2010; 8(1):e4.
Zarutskiea PW, Phillips JA. Re-analysis of vaginal progesterone as luteal phase support (LPS) in assisted reproduction (ART) cycles. Fertility and Sterility 88 (supplement 1): S113. doi:10.1016/j.fertnstert.2007.07.365
Impey L, Child T. Obstetrics and Gynecology 4th ed. Wiley Blackwell. USA, 2012: 118.