Top Banner
BAB I STATUS PASIEN No. CM : 310823 IDENTITAS PASIEN Nama : An. SW Umur : 12 tahun Jenis kelamin : Laki-Laki Alamat : Datar Gunung Tugu Tgl MRS : 11 Juni 2015 ANAMNESIS Keluhan Utama Nyeri di seluruh bagian perut sejak 1 hari SMRS Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri di seluruh bagian perut sejak 1 hari SMRS. Nyeri dirasakan terus menerus, dan semakin sakit jika bergerak. Selain itu, perut terasa keras dan kembung. Pasien mual dan muntah setiap selesai makan, muntah berisi makanan ± ½ gelas aqua, namun muntah terakhir berwarna hijau. Pasien juga mengeluh demam dan BAB cair >10x, lendir (-), darah (-) dalam 12 jam terakhir. Padahal dalam 4 hari terakhir pasien tidak bisa BAB dan kentut. Pasien memiliki riwayat jatuh dari pohon 1 minggu SMRS, dan bagian anusnya tertusuk ranting pohon. Riwayat Penyakit Dahulu 1
26

Isi Lapkas Peritonitis

Jan 12, 2016

Download

Documents

bedah
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Isi Lapkas Peritonitis

BAB I

STATUS PASIEN

No. CM : 310823

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. SW

Umur : 12 tahun

Jenis kelamin : Laki-Laki

Alamat : Datar Gunung Tugu

Tgl MRS : 11 Juni 2015

ANAMNESIS

Keluhan Utama

Nyeri di seluruh bagian perut sejak 1 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri di seluruh bagian perut sejak 1

hari SMRS. Nyeri dirasakan terus menerus, dan semakin sakit jika bergerak. Selain itu,

perut terasa keras dan kembung. Pasien mual dan muntah setiap selesai makan, muntah

berisi makanan ± ½ gelas aqua, namun muntah terakhir berwarna hijau. Pasien juga

mengeluh demam dan BAB cair >10x, lendir (-), darah (-) dalam 12 jam terakhir. Padahal

dalam 4 hari terakhir pasien tidak bisa BAB dan kentut.

Pasien memiliki riwayat jatuh dari pohon 1 minggu SMRS, dan bagian anusnya

tertusuk ranting pohon.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita keluhan yang sama dengan pasien

Riwayat Pengobatan

Pasien tidak mempunyai riwayat alergi obat. Pasien tidak pernah minum obat dalam

jangka waktu yang lama. Riwayat mengonsumsi pencahar (-)

Riwayat Psikososial

Pasien tidak merokok

1

Page 2: Isi Lapkas Peritonitis

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Komposmentis

Status Gizi : Tampak Kurus

Vital Sign

TD : 110/70 mmHg

N : 116 x/menit

R : 24 x/menit

S : 37.5oC

Status Generalis

Kepala : Normocephal

Mata :

• Pupil : bentuk bulat, diameter 3 mm/3 mm

• Refleks pupil : +/+, isokor

• Konjungtiva : anemis -/-

• Sklera : ikterik -/-

THT : dalam batas normal

Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran thyroid (-)

Thorax :

Paru

• Inspeksi : normochest, pergerakan dada simetris

• Palpasi : tidak ada pergerakan dada yang tertinggal, nyeri tekan

(-), vokal fremitus simetris

• Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru

• Auskultasi : vesikular (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

• Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

• Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5 midclavicula sinistra

• Perkusi : batas jantung relatif dalam batas normal

• Auskultasi : bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)

2

Page 3: Isi Lapkas Peritonitis

Abdomen :

• Inspeksi : Distensi abdomen (+), defense muscular (+)

• Auskultasi : Bising usus 2x/menit

• Perkusi : Timpani

• Palpasi : perut distensi tegang dan nyeri tekan seluruh kuadran abdomen

(+), tidak ada pembesaran hepar dan spleen

Ekstremitas : akral dingin, RCT < 2 detik, edema (-/-)

Rectal Toucher

• Tonus sfingter ani baik

• Mukosa rektum licin

• Nyeri tekan (+)

• Massa (-)

• Pada handscoen, darah (-), lendir (-), feses (+)

RESUME

Laki-laki, 12 tahun, nyeri di seluruh bagian perut sejak 1 hari SMRS. Perut terasa

keras dan kembung. Nausea (+), vomitus (+), febris (+), diare (+). Sebelumnya tidak bisa

BAB dan flatus. Memiliki riwayat jatuh dari pohon dengan bagian anusnya tertusuk ranting

pohon.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital : nadi 116x/menit, suhu 37.5°C,

Pernapasan 24 x/menit, tekanan darah 110/70 mmHg. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan

adanya distensi abdomen, defans muscular, nyeri tekan di seluruh regio abdomen, BU

menurun.

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

Peritonitis e.c. perforasi rektum

Peritonitis e.c. typhoid perforasi

3

Page 4: Isi Lapkas Peritonitis

PENATALAKSANAAN

Rencana Terapi

• Puasakan

• NGT à dekompresi

• DC

• Farmakologi

o Ranitidine 2 x 0.25 mg

o Metronidazole 3 x 500 mg

• Intervensi operative : Laparotomi Eksplorasi

Rencana Diagnostik

• Pemeriksaan laboratorium : hematologi rutin, elektrolit

• Foto polos abdomen 3 posisi

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Hematologi

Hemoglobin 14.2 13.5-17.5 g/dL

Hematokrit 30.2 42-52 %

Eritrosit 2.77 4.7-6.1 10^6/µL

Leukosit 9.4 4.8-10.8 10^3/µL

Trombosit 223 150-450 10^3/µL

MCV 108.9 80-94 fL

MCH 51.3 27-31 pg

MCHC 47.1 33-37 %

RDW-SD 142.8 37-54 fL

PDW 17.7 9-14 fL

MPV 12.8 8-12 fL

Kimia Klinik

Glukosa Darah Puasa 75 70-110 mg%

Natrium (Na) 128.9 135-148 mEq/L

4

Page 5: Isi Lapkas Peritonitis

Kalium (K) 2.93 3.50-5.30 mEq/L

Calcium Ion 0.61 1.15-1.29 mmol/L

AST (SGOT) 20 15-37 U/L

ALT (SGPT) 18 12-78 U/L

Ureum 57.6 10-50 mg%

Kreatinin 0.7 0-1.0 mg%

Imunoserologi

HbsAg Non reactive Non reactive  

Widal (Salmonella

Typhi - O)

Negatif Negatif

Widal (Salmonella

Typhi - H)

Negatif Negatif

Foto Rontgen

Interpretasi :

Preperitoneal fat tidak jelas. Kontur kedua ginjal tidak jelas. Psoas line tidak jelas. Tidak

tampak konkremen opak. Distribusi udara dalam usus halus berlebih dengan penebalan

sebagian dindingnya, membentuk gambaran herring bone. Distribusi udara dalam kolon

normal. Air fluid level (+) step ladder pada posisi LLD, free air subdiafragma (+).

Skeletal yang terekspose tidak tampak osteofit.

Kesan : Menyokong ileus obstruktif letak tinggi, pneumoperitoneum

Cor, pulmo, pleura, skeletal tampak normal

Kesan : Menyokong adanya pneumoperitoneum ditandai bayangan udara subdiafragma

bilateral

5

Page 6: Isi Lapkas Peritonitis

LAPORAN OPERASI

WORKING DIAGNOSIS

Peritonitis et causa perforasi rektum

PROGNOSIS

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : ad bonam

6

Page 7: Isi Lapkas Peritonitis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput organ perut

(peritoneum). Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut

dan dinding perut dalam. Lokasi peritonitis bisa terlokalisir atau difus, riwayat akut atau

kronik dan patogenesis disebabkan oleh infeksi atau aseptik. Peritonitis merupakan suatu

kegawatdaruratan yang biasanya disertai dengan bakterimia atau sepsis. Apabila tidak

ditemukan sumber infeksi pada intraabdominal disebut peritonitis primer.

Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial. Pada

permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Di antara

kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron di daerah

abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus saling

mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian menjadi peritonium. Lapisan

peritonium dibagi menjadi 3, yaitu :

1. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa)

2. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis

3. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis

Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis kanan kiri

saling menempel dan membentuk suatu lembar rangkap yang disebut duplikatura.

Peritoneum viserale yang menyelimuti organ perut dipersarafi oleh sistem saraf

autonom dan tidak peka terhadap rabaan atau pemotongan. Dengan demikian sayatan

atau penjahitan pada usus dapat dilakukan tanpa dirasakan oleh pasien. Akan tetapi bila

dilakukan tarikan atau regangan organ, atau terjadi kontraksi yang berlebihan pada otot

yang menyebabkan iskemia misalnya pada kolik atau radang seperti apendisitis, maka

akan timbul nyeri. Pasien yang merasakan nyeri viseral biasanya tidak dapat menunjuk

dengan tepat letak nyeri sehingga biasanya ia menggunakan seluruh telapak tangannya

untuk menujuk daerah yang nyeri.

Peritoneum parietale dipersarafi oleh saraf tepi, sehingga nyeri dapat timbul karena

adanya rangsang yang berupa rabaan, tekanan, atau proses radang. Nyeri dirasakan

seperti seperti ditusuk atau disayat, dan pasien dapat menunjukkan dengan tepat lokasi

nyeri.

7

Page 8: Isi Lapkas Peritonitis

Area permukaan total peritoneum sekitar 2 meter, dan aktivitasnya konsisten dengan

suatu membran semi permeabel. Cairan dan elektrolit kecil dapat bergerak kedua arah.

Molekul-molekul yang lebih besar dibersihkan kedalam mesotelium diafragma dan

limfatik melalui stomata kecil. Organ-organ yang terdapat di cavum peritoneum yaitu

gaster, hepar, vesica fellea, lien, ileum, jejenum, kolon transversum, kolon sigmoid,

sekum, dan appendix (intraperitoneum); pankreas, duodenum, kolon ascenden &

descenden, ginjal dan ureter (retroperitoneum).

B. Anatomi

Abdomen adalah rongga terbesar dalam tubuh. Dinding perut mengandung struktur

muskulo-aponeurosis yang kompleks. Dinding perut terdiri atas beberapa lapis, yaitu dari

luar ke dalam, lapisan kulit yang terdiri dari :

1. Kutis

2. Subkutis

- Fascia superfisial (fascia camper)

- Fascia profunda (fascia scarpa)

8

Page 9: Isi Lapkas Peritonitis

3. Otot dinding perut

a. Kelompok ventrolateral

- Tiga otot pipih : Musculus obliquus abdominis eksternus, musculus obliquus

abdominis internus, musculus transversus abdominis

- Satu otot vertikal : musculus rectus abdominis 

b. Kelompok posterior : musculus psoas major, musculus psoas minor, musculus

iliacus, musculus quadratus lumborum

4. Fascia tranversalis

5. Peritoneum

Dinding abdomen dilapisi oleh peritoneum parietale yang merupakan membrana

serosa tipis yang terdiri atas selapis mesotel yang terletak pada jaringan ikat dan

melanjutkan diri ke bawah dengan peritoneum parietale yang melapisi rongga pelvis.

Peritoneum dibagi dua :

1. Peritoneum pars parietal, yang melapisi dinding internal abdominal serta mendapat

suplai neurovaskular dari regio dinding yang dilapisinya

2. Peritoneum pars visceral, yang melapisi organ intraperitoneal dan mendapat suplai

neurovaskular dari organ yang ditutupinya

Organ peritoneal adalah organ yang ditutupi oleh peritoneum pars visceral, di

antaranya : hati, spleen, gaster, duodenum pars bulbosa, jejunum, ileum, colon

9

Page 10: Isi Lapkas Peritonitis

transversum, colon sigmoid, rektum pars superior. Organ retroperitoneal terdiri dari

ginjal, kelenjar adrenal, pankreas, sisa duodenum, colon ascenden dan descenden.

Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks. Dibagian

belakang struktur ini melekat pada tulang belakang sebelah atas pada iga, dan di bagian

bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri dari berbagai lapis, yaitu dari luar

ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kuitis dan sub kutis, lemak sub kutan dan facies

superfisial ( facies skarpa ), kemudian ketiga otot dinding perut m. obliquus abdominis

eksterna, m. obliquus abdominis internus dan m. transversum abdominis, dan akhirnya

lapis preperitonium dan peritonium, yaitu fascia transversalis, lemak preperitonial dan

peritonium. Otot di bagian depan tengah terdiri dari sepasang otot rektus abdominis

dengan fascianya yang di garis tengah dipisahkan oleh linea alba. Dinding perut

membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut. Integritas lapisan muskulo-

aponeurosis dinding perut sangat penting untuk mencegah terjadilah hernia bawaan,

dapatan, maupun iatrogenik. Fungsi lain otot dinding perut adalah pada pernafasan juga

10

Page 11: Isi Lapkas Peritonitis

pada proses berkemih dan buang air besar dengan meninggikan tekanan intra abdominal.

Perdarahan dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari kraniodorsal diperoleh

perdarahan dari cabang aa. Intercostalis VI – XII dan a. epigastrika superior. Dari kaudal

terdapat a. iliaca a. sircumfleksa superfisialis, a. pudenda eksterna dan a. epigastrika

inferior. Banyaknya vaskularisasi ini memungkinkan sayatan perut horizontal maupun

vertikal tanpa menimbulkan gangguan perdarahan. Persarafan dinding perut dipersarafi

secara segmental oleh n.thorakalis VI – XII dan n. Lumbalis I.

C. Etiologi

Infeksi peritoneal diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Peritonitis primer

Disebabkan oleh invasi bakteri hematogen dari organ peritoneal atau monomikrobial.

Penyebab paling sering peritonitis primer adalah spontaneous bacterial peritonitis

akibat penyakit hepar kronis. Kira- kira 10-30% pasien dengan sirosis hepatis dengan

asictes akan berkembang menjadi peritonitis bacterial.

2. Peritonitis sekunder

Penyebab peritonitis sekunder polimonobakterial. Sering terjadi pada appendicitis,

perforasi gaster, kolon akibat diverkulitis, volvulus.

3. Peritonitis tersier

Peritonitss yang mendapat terapi tidak adekuat, superinfeksi kuman dan akibat

tindakan operasi sebelumnya.

Peritonitis dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi

dan penyulitnya misalnya perforasi appendisitis, perforasi tukak lambung, perforasi tifus

abdominalis. Ileus obstruktif dan perdarahan oleh karena perforasi organ berongga

karena trauma abdomen.

Bakterial : Bacteroides, E.Coli, Streptococus, Pneumococus, proteus, kelompok

Enterobacter-Klebsiella, Mycobacterium Tuberculosa.

Kimiawi : getah lambung,dan pankreas, empedu, darah, urin, benda asing (talk,

tepung).

11

Page 12: Isi Lapkas Peritonitis

Area sumber Penyebab

Esofagus Keganasan

Trauma

Iatrogenik

Sindrom Boerhaave

Lambung Perforasi ulkus peptikum

Keganasan (mis. Adenokarsinoma,

limfoma, tumor stroma gastrointestinal)

Trauma

Iatrogenik

Duodenum Perforasi ulkus peptikum

Trauma (tumpul dan penetrasi)

Iatrogenik

Traktus bilier Kolesistitis

Perforasi batu dari kandung empedu

Keganasan

Kista duktus koledokus

Trauma

Iatrogenik

Pankreas Pankreatitis (mis. Alkohol, obat-obatan,

batu empedu)

Trauma

Iatrogenik

Kolon asendens Iskemia kolon

Hernia inkarserata

Obstruksi loop

Penyakit Crohn

Keganasan

Divertikulum Meckel

Trauma

Kolon desendens dan

apendiks

Iskemia kolon

Divertikulitis

Keganasan

12

Page 13: Isi Lapkas Peritonitis

Kolitis ulseratif dan penyakit Crohn

Apendisitis

Volvulus kolon

Trauma

Iatrogenik

Salping uterus dan

ovarium

Pelvic inflammatory disease

Keganasan

Trauma

* Keterangan, Penyebab iatrogenik umumnya berasal dari trauma saluran cerna bagian

atas, termasuk pankreas, saluran empedu, dan kolon. Kadang bisa juga berasal dari

trauma endoskopi. Jahitan operasi yang bocor (dehisensi) merupakan penyebab tersering

terjadinya peritonitis.

Sesudah operasi, abdomen efektif untuk etiologi noninfeksi, insiden peritonitis

sekunder (akibat pecahnya jahitan operasi) seharusnya kurang dari 2%. Operasi untuk

penyakit inflamasi (mis. apendisitis, divetikulitis, kolesistitis) tanpa perforasi berisiko

kurang dari 10% terjadinya peritonitis sekunder dan abses peritoneal. Risiko ini dapat

meningkat hingga lebih dari 50% pada penyakit kolon gangren dan perforasi viseral.

Setelah operasi trauma abdomen juga dapat mengakibatkan peritonitis sekunder dan

abses. Risiko terjadinya peritonitis sekunder dan abses juga makin tinggi dengan adanya

keterlibatan duodenum, pankreas, perforasi kolon, kontaminsai peritoneal, syok

perioperatif, dan transfusi yang masif.

Sebagaimana disebutkan di atas, bentuk peritonitis yang paling sering ialah

Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) dan peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan

karena infeksi intraabdomen, namun biasanya terjadi pada pasien dengan asites akibat

penyakit hati kronik. Akibat asites akan terjadi kontaminasi hingga ke rongga peritoneal

sehingga menjadi translokasi bakteri menuju dinding perut atau pembuluh limfe

mesenterium, kadang-kadang terjadi pula penyebaran hematogen jika telah terjadi

bakteremia. Sekitar 10-30% pasien dengan sirosis dan asites akan mengalami komplikasi

seperti ini. Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya

peritonitis dan abses. Hal tersebut terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah

antarmolekul komponen asites.

  Sembilan puluh persen kasus SBP terjadi akibat infeksi monomikroba. Patogen yang

paling sering menyebabkan infeksi ialah bakteri gram negatif, yakni 40% Eschericia

13

Page 14: Isi Lapkas Peritonitis

coli, 7% Klebsiella pneumoniae, spesies Pseudomonas, Proteus, dan gram negatif

lainnya sebesar 20%. Sementara bakteri gram positif, yakni Streptococcus pneumoniae

15%, jenis Streptococcus lain 15%, dan golongan Staphylococcus sebesar 3%. Pada

kurang dari 5% kasus juga ditemukan mikroorganisme anaerob dan dari semua kasus,

10% mengandung infeksi campur beberapa mikroorganisme.

  Sedangkan peritonitis sekunder, bentuk peritonitis yang paling sering terjadi,

disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam dengan

inokulasi bakteri rongga peritoneal. Spektrum patogen infeksius tergantung penyebab

asalnya. Berbeda dengan SBP, peritonitis sekunder lebih banyak disebabkan bakteri

gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Pada pasien dengan supresi

asam lambung dalam waktu panjang, dapat pula terjadi infeksi gram negatif.

Kontaminasi kolon, terutama dari bagian distal, dapat melepaskan ratusan bakteri dan

jamur. Umumnya peritonitis akan mengandung polimikroba, mengandung gabungan

bakteri aerob dan anaerob yang didominasi organisme gram negatif.

  Sebanyak 15% pasien sirosis dengan asites yang sudah mengalami SBP akan

mengalami peritonitis sekunder. Tanda dan gejala pasien ini tidak cukup sensitif dan

spesifik untuk membedakan dua jenis peritonitis. Anamnesis yang lengkap, penilaian

cairan peritoneal, dan pemeriksaan diagnostik tambahan diperlukan untuk menegakkan

diagnosis dan tata laksana yang tepat untuk pasien seperti ini.

  Peritonitis tersier dapat terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan

terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, sering bukan berasal dari kelainan

organ. Pasien dengan peritonitis tersier biasanya timbul abses atau flegmon, dengan atau

tanpa fistula. Peritonitis tersier timbul lebih sering ada pasien dengan kondisi komorbid

sebelumnya dan pada pasien yang imunokompromais. Meskipun jarang ditemui bentuk

infeksi peritoneal tanpa komplikasi, insiden terjadi peritonitis tersier yang membutuhkan

IVU akibat infeksi abdomen berat tergolong tinggi di USA, yakni 50-74%. Lebih dari

95% pasien peritonitis didahului dengan asite, dan lebih dari stengah pasien mengalami

gejala klinis yang sangat mirip asites. Kebanyakan pasien memiliki riwayat sirosis, dan

biasanya tidak diduga akan mengalami peritonitis tersier. Selain peritonitis tersier,

peritonitis TB juga merupakan bentuk yang sering terjadi, sebagai salah satu komplikasi

penyakit TB.

Selain tiga bentuk di atas, terdapat pula bentuk peritonitis lain, yakni peritonitis steril

atau kimiawi. Peritonitis ini dapat terjadi karena iritasi bahan-bahan kimia, misalnya

cairan empedu, barium, dan substansi kimia lain atau proses inflamasi transmural dari

14

Page 15: Isi Lapkas Peritonitis

organ-organ dalam (mis. Penyakit Crohn)  tanpa adanya inokulasi bakteri di rongga

abdomen. Tanda dan gejala klinis serta metode diagnostik dan pendekatan ke pasien

peritonitis steril tidak berbeda dengan peritonitis infektif lainnya.

D. Patofisiologi

Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat

penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya : apendisitis, salpingitis),

rupture saluran cerna atau dari luka tembus abdomen. Organisme yang sering

menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon pada kasus ruptur apendiks,

sedangkan stafilokok dan streptokok sering masuk dari luar.

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat

fibrinosa. Abses terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu

dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya

menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang

kelak dapat mengakibatkan obstruksi usus.

Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila

infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis

umum, aktifitas peristaltik berkurang, usus kemudian menjadi atoni dan meregang.

Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok,

gangguan sirkulasi, dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung

usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan

mengakibatkan obstruksi usus.

E. Gejala

1. Nyeri abdomen

Nyeri abdomen merupakan gejala yang selalu ada pada peritonitis. Nyeri

biasanya datang dengan onset tiba-tiba, hebat pada penderita dengan perforasi,

nyerinya didapatkan pada seluruh bagian abdomen.

Seiring dengan berjalannya penyakit, nyeri dirasakan terus-menerus, rasa

seperti terbakar dan timbul dengan berbagai gerakan. Nyeri lebih terasa pada daerah

di mana terjadinya peradangan peritoneum. Menurunnya intesitas dan penyebaran

dari nyeri menandakan adanya lokalisasi dari proses peradangan, ketika intesitasnya

15

Page 16: Isi Lapkas Peritonitis

bertambah meningkat disertai dengan perluasan daerah nyeri menandakan

penyebaran dari peritonitis. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak

seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika

digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya.

2. Dinding perut akan terasa tegang (defans muskular), biasanya karena mekanisme

antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasi yang menyakitkan,

atau bisa pula tegang karena iritasi peritoneum.

3. Anoreksia, mual, muntah dan demam

Pada penderita ditemukan gejala anoreksia, mual, muntah. Penderita diikuti badan

terasa demam dan mengigil hilang timbul. Meningkatnya suhu tubuh dapat

mencapai 38oC sampai 40oC.

4. Facies hipocrates

Pada peritonitis berat dapat ditemukan fascies hipocrates. Gejala ini termasuk

ekspresi yang tampak gelisah, pandangan kosong, dan muka tampak pucat.

Peritonitis dengan facies hiprocrates biasanya pda stadium pre terminal. Hal ini

ditandai dengan posisi mereka berbaring dengan lutut difleksikan dan respirasi

interkosta yang terbatas karena gerakan dapat menyebabkan nyeri pada abdomen.

5. Syok

Syok dapat terjadi oleh dua faktor. Yang pertama akibat perpindahan cairan

intravaskular ke cavum peritoneum atau ke lumen dari intestinal. Yang kedua

disebabkan terjadinya sepsis generalisata.

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Merupakan tes yang paling sederhana dilakukan adalah hitung sel darah dan

urinalisis. Pada kasus peritonitis hitung sel darah putih lebih dari 20.000/mm. Pada

perhitungan diferensial menunjukan pergeseran ke kiri dan dominasi oleh

polimononuklear yang memberikan bukti adanya peradangan, meskipun jumlah

leukosit tidak menunjukkan peningkatan yang nyata.

2. Radiologi

Pemeriksaan radiologi pada peritonitis adalah dilakukan foto thoraks PA lateral serta

foto polos abdomen. Pada foto thoraks dapat menunjukkan gambaran proses

pengisian udara di lobus inferior yang menunjukkan proses intraabdomen. Pada foto

16

Page 17: Isi Lapkas Peritonitis

polos diafragma dapat terlihat terangkat pada satu sisi atau keduanya akibatnya

adanya udara bebas dalam cavum peritoneum. Pada pemeriksaan foto polos

abdomen dijumpai asites, tanda-tanda obstruksi usus berupa air-udara dan kadang-

kadang udara bebas (perforasi). Biasanya lambung, usus halus dan kolon

menunjukkan dilatasi sehingga menyerupai ileus paralitik. Usus-usus yang melebar

biasanya berdinding tebal.

G. Penatalaksanaan

Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang

dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna

dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dan

sebagainya) atau penyebab radang lainnya.

Terapi antibiotika harus diberikan segera setelah diagnosis peritonitis bakteri dibuat.

Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah jenisnya

setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang

dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan

drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena

bakteremia akan berkembang selama operasi.

Penatalaksanaan peritonitis secara kausal ialah eradikasi kuman yang menyebabkan

radang di peritoneum. Secara non-invasif dapat dilakukan dengan drainase abses dan

endoskopi perkutan, namun yang lebih umum dilakukan ialah laparotomi eksplorasi

rongga peritoneum.

Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi

laparotomi. Operasi ini untuk mengontrol sumber primer kontaminasi bakteri. Insisi yang

dipilih adalah insisi vertikal di garis tengah yang menghasilkan jalan masuk ke seluruh

abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan di

atas tempat inflamasi. Teknik operasi yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi

tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya,

kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup,

mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi.

17

Page 18: Isi Lapkas Peritonitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Towsend, M. Jr, dkk. Sabiston textbook of Surgery. Elsivier. United State of America.

2008

2. Cole et al. 1970. Cole and Zollinger textbook of Surgery 9th edition. Appelton-Century

Corp

3. Fauci et al. 2008, Horrison’s Principal of Internal Medicine Volume 1, McGraw hill.

4. Brunicardi, F. Charles, dkk. Schwartz’s Principles of Surgery Eight Edition.

5. Zinner M. Dkk. Abdominal Operations tenth editions. United States of America. 1997.

18