BAB IPENDAHULUAN
1.1 Tujuan Pembelajaran TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)Setelah
selesai mengikuti modul ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui
rasional tatalaksana diabetes melitus.TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
(TIK)Setelah menyelesaikan modul ini mahasiswa diharapkan dapat :1.
Menjelaskan patofisiologi gejala-gejala dan penyakit-penyakit yang
dialami pasien.2. Menentukan diagnosis3. Menentukan tujuan yang
ingin dicapai dari terapi berdasarkan patofisiologu penyakit.4.
Menentukan kesesuaian terapi dengan kondisi pasien Membuat daftar
golongan obat sesuai dengan tujuan terapi Membuat golongan obat
dari daftar tersebut sesuai dengan tujuan terapi dan kondisi pasien
(efikasi, keamanan, kecocokan dan biaya) Memilih bahan aktif,
dosis, bentuk sediaan obat dan lama pengobatan Pendekatan terapi :
informasi atau saran, terapi tanpa obat, terapi dengan obat,
rujukan atau kombinasi5. Mahasiswa mampu memulai terapi Mahasiswa
mampu memberikan saran dan penjelasan tentang terapi yang diberikan
kepada pasien Mahasiswa mampu menulis resep dengan jelas6.
Mahasiswa mampu memberikan informasi, instruksi dan peringatan
kepada pasien7. Menetapkan, monitor efek terapi dan mengantisipasi
efek samping obat.8. Mengevaluasi hasil pengobatanBAB
IIPEMBAHASAN
2.1 Skenario Seorang perempuan berusia 48 tahun baru saja
didiagnosis diabetes tipe 2 asimtomatik. Hasil pemeriksaan
laboratorium dua bulan yang lalu, HbA1c 7,1 % dan kadar glukosa
darah sewaktu 172 mg/dL, sejak itu ia memperbaiki diet dan mulai
olahraga jalan 30 menit, dua kali seminggu. Kemudian ia dirujuk ke
anda seorang dokter layanan primer. 2.2 Kata sulitHbA1c : suatu
molekul haemoglobin yang terikat dengan glukosa. tes HbA1C
merupakan cara yang paling baik untuk mengetahui apakah gula darah
dalam batas kontrol yang baik.2.3 Kata kunci Perempuan 48 tahun DM
tipe 2 2 bulan lalu, HbA1c 7,1 % GDS 172 mg/dl Memperbaiki diet
Olahraga 30 menit dua kali seminggu
2.4 Informasi Tambahan BB = 161 lbs TB = 5 kaki 2 inch IMT =
29,43 LP = 38 inch TD = 138/82 mmHg Pekerjaan : Resepsionist GDP =
136 mg/dL Kolesterol total = 210 mg/dL LDL = 130 mg/dL HDL = 30
mg/dL Trigliserida = 240 mg/dL Kreatinin = 1,1 mg/dL BUN = 22 mg/dL
AST = 42 ALT = 48 RPK = ibu DM dari usia 66 setelah infark miokard,
ayah perokok dan hipertensi dari usia 70 setelah cerebrovaskuler,
kakak laki-laki DM RPD = riwayat gula pada saat melahirkan anak ke
2 Jumlah anak 22.5 Pertanyaan1. Patomekanisme diabetes mellitus
tipe 2 2. Klasifikasi DM 23. Kriteria diagnosis 4. Algoritma
penatalaksanaan DM tipe 25. Klasifikasi hipertensi 6. Terapi
dislipidemia7. Terapi obesitas
2.6 Pembahasan1. Patomekanisme diabetes mellitus tipe 2Mekanisme
DM tipe 2 Diabetes Tipe IITerdapat 2 masalah utama yang berhubungan
dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa
di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai
dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi
tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan.Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah
terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin
yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu,
keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan
kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau
sedikit meningkat. Namun, jika sel-sel tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes tipe II.Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II, namun
terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak
dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik
tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes
tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut
lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler
nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan
progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup
kelelahan, iritabilitas, poliuria, pilidipsia, luka pada kulit yang
tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur.
2. Klasifikasi DMKlasifikasi DM menurut WHOKlasifikasi yang baru
ini membagi diabetes melitus atas empat kelompok yaitu diabetes
melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2, diabetes melitus bentuk
khusus, dan diabetes melitus gestasional. Pembagian ini berdasarkan
etiologi diabetes melitus.
Pada diabetesmelitus tipe 1 penyebab utamanya ialah terjadinya
kekurangan hormon insulin pada proses penyerapan makanan. Fungsi
utama hormon insulin dalam menurunkan kadar gula darah secara alami
dengan cara meningkatkan jumlah gula yang disimpan di dalam hati,
merangsang sel-sel tubuh agar menyerap gula, dan mencegah hati
mengeluarkan terlalu banyak gula. Jika insulin berkurang, kadar
gula di dalam darah akan meningkat. Gula dalam darah berasal dari
makanan kita yang diolah secara kimiawi oleh hati. Sebagian gula
disimpan dan sebagian lagi digunakan untuk tenaga. Disinilah fungsi
hormon insulin sebagai stabilizer alami terhadap kadar glukosa
dalam darah. Jika terjadi gangguan sekresi (produksi) hormon
insulin ataupun terjadi gangguan pada proses penyerapan hormon
insulin pada sel-sel darah, maka potensi terjadinyadiabetesmelitus
sangat besar sekali.
Jika padadiabetesmelitus 1 penyebab utamanya adalah dari
malfungsi kalenjar pankreas, padadiabetesmelitus tipe 2, gangguan
utama justru terjadi pada volume reseptor (penerima) hormon
insulin, yakni sel-sel darah. Dalam kondisi ini produktifitas
hormon insulin bekerja dengan baik, namun tidak terdukung oleh
kuantitas volume reseptor yang cukup pada sel darah, keadaan ini
dikenal dengan resistensi insulin. Walau belum dapat dipastikan
penyebab utama resistensi insulin, terdapat beberapa faktor-faktor
yang memiliki berperan penting terjadinya hal tersebut yaitu
obesitas, terutama yang besifat sentral (bentuk tubuh apel), diet
tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurang gerak badan (olahraga),
dan juga faktor keturunan (herediter).
Gestational diabetes melitus (GDM)melibatkan kombinasi dari
kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup,
menirukan jenis 2 kencing manis di beberapa pengakuan. Terjadi
selama kehamilan dan dapat sembuh setelah melahirkan. GDM mungkin
dapat merusak kesehatan janin atau ibu, dan sekitar 2050% dari
wanita penderita GDM bertahan hidup. GDM terjadi di sekitar 25%
dari semua kehamilan. GDM bersifat temporer dan secara penuh bisa
perlakukan tetapi, tidak diperlakukan, boleh menyebabkan
permasalahan dengan kehamilan, termasukmacrosomia(kelahiran yang
tinggi menimbang), janin mengalami kecacatan dan menderita penyakit
jantung sejak lahir. Penderita memerlukan pengawasan secara medis
sepanjang kehamilan.
Maturity onset diabetes of the young(MODY) meliputi beberapa
bentuk diabetes dengan cacat monogenetik fungsi -sel (sekresi
insulin terganggu); biasanya mewujudkan sebagai hiperglikemia
ringan di usia muda, dan biasanya diwariskan secara dominan
autosom.11,12
Terdapat juga diabetes mellitus tipe lain yang penyebabnya
adalah defek genetic fungsi sel beta, defek genetik sel kerja
insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, infeksi,
diabetes mellitus yang terjadi karena obat atau zat kimia dan juga
sindroma genetik lain yang berkaitan dengannya.
Kadar GlukosaDarahdalam mg/dl
Glukosa Plasma PuasaGlukosa Plasma 2 jam
DIABETES 126 200
IGT 126 200 - 200
NORMAL 126 200
Kadar GlukosaDarahdalam mg/dl
Puasa2 Jam setelahmakan
Diabetes 7,0 (126)-
IFG6,1-7,0 (110-126)-
Normal 6,1-
3. Kriteria diagnosis*Kriteria WHO Diabetes Melitus 1999
*Kriteria Diabetes Melitus (American Diabetes
Asosiation)Kriteria Diagnosis Diabetes Melitusmenurut ADA 20101.
HBA1c 6,5%2. FPG 126mg/dL (7mmol/L),
puasadidefinisikantidakadanyaambilankalorisedikitnyaselama 8 jam3.
2 jam glukosa plasma 200mg/dL (11,1 mmol/L) selama OGTT
denganasupanglukosasebandingdengan 75 glukosa anhydrous yang
dilarutkan4.
Pasiendengankeluhanklasikhiperglikemiataukrisishiperglikemidenganglukosadarahsewaktu
200mg /dL (11,1 mmol/L)
4. Algoritma penatalaksanaan DM tipe 2 Metformin Efek utama
metformin adalah menurunkan hepatic glucose output dan menurunkan
kadar glukosa puasa. Monoterapi dengan metformin dapat menurunkan
A1C sebesar ~ 1,5%. Pada umumnya metformin dapat ditolerir oleh
pasien. Efek yang tidak diinginkan yang paling sering dikeluhkan
adalah keluhan gastrointestinal. Monoterapi metformin jarang
disertai dengan hipoglikemia; dan metformin dapat digunakan secara
aman tanpa menyebabkan hipoglikemia pada prediabetes. Efek
nonglikemik yang penting dari metformin adalah tidak menyebabkan
penambahan berat badan atau menyebabkan panurunan berat badan
sedikit. Disfungsi ginjal merupakan kontraindikasi untuk pemakaian
metformin karena akan meningkatkan risiko asidosis laktik ;
komplikasi ini jarang terjadi tetapi fatal.Sulfonilurea
Sulfonilurea menurunkan kadar glukosa darah dengan cara
meningkatkan sekresi insulin.Dari segi efikasinya, sulfonylurea
tidak berbeda dengan metformin, yaitu menurunkan A1C ~ 1,5%. Efek
yang tidak diinginkan adalah hipoglikemia yang bisa berlangsung
lama dan mengancam hidup. Episode hipoglikemia yang berat lebih
sering terjadi pada orang tua. Risiko hipoglikemia lebih besar
dengan chlorpropamide dan glibenklamid dibandingkan dengan
sulfonylurea generasi kedua yang lain. Sulfonilurea sering
menyebabkan penambahan berat badan ~ 2 kg. Kelebihan sulfonylurea
dalam memperbaiki kadar glukosa darah sudah maksimal pada setengah
dosis maksimal , dan dosis yang lebih tinggi sebaiknya
dihindari.
Glinide Seperti halnya sulfonylurea, glinide menstimulasi
sekresi insulin akan tetapi golongan ini memiliki waktu paruh dalam
sirkulasi yang lebih pendek dari pada sulfonylurea dan harus
diminum dalam frekuensi yang lebih sering. Golongan glinide dapat
merunkan A1C sebesar ~ 1,5 % Risiko peningkatan berat badan pada
glinide menyerupai sulfonylurea, akan tetapi risiko hipoglikemia
nya lebih kecil.Penghambat -glukosidase Penghambat -glukosidase
bekerja menghambat pemecahan polisakharida di usus halus sehingga
monosakharida yang dapat diabsorpsi berkurang; dengan demikian
peningkatan kadar glukosa postprandial dihambat. 18 Monoterapi
dengan penghambat -glukosidase tidak mengakibatkan hipoglikemia.
Golongan ini tidak seefektif metformin dan sulfonylurea dalam
menurunkan kadar glukosa darah; A1C dapat turun sebesar 0,5 0,8 %.
Meningkatnya karbohidrat di colon mengakibatkan meningkatnya
produksi gas dan keluhan gastrointestinal. Pada penelitian klinik,
25-45% partisipan menghentikan pemakaian obat ini karena efek
samping tersebut.Thiazolidinedione (TZD) TZD bekerja meningkatkan
sensitivitas otot, lemak dan hepar terhadap insulin baik endogen
maupun exogen. Data mengenai efek TZD dalam menurunkan kadar
glukosa darah pada pemakaian monoterapi adalah penurunan A1C
sebesar 0,5-1,4 %. Efek samping yang paling sering dikeluhkan
adalah penambahan berat badan dan retensi cairan sehingga terjadi
edema perifer dan peningkatan kejadian gagal jantung
kongestif.Insulin Insulin merupakan obat tertua iuntuk diabetes,
paling efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah. Bila digunakan
dalam dosis adekuat, insulin dapat menurunkan setiap kadar A1C
sampai mendekati target terapeutik. Tidak seperti obat
antihiperglikemik lain, insulin tidak memiliki dosis maximal.
Terapi insulin berkaitan dengan peningkatan berat badan dan
hipoglikemiaDipeptidyl peptidase four inhibitor (DPP4 Inhibitor)
DPP-4 merupakan protein membran yang diexpresikan pada berbagai
jaringan termasuk sel imun.DPP-4 Inhibitor adalah molekul kecil
yang meningkatkan efek GLP-1 dan GIP yaitu meningkatkan glucose-
mediated insulin secretion dan mensupres sekresi glukagon.
Penelitian klinik menunjukkan bahwa DPP-4 Inhibitor menurunkan A1C
sebesar 0,6-0,9 %. Golongan obat ini tidak meninmbulkan
hipoglikemia bila dipakai sebagai monoterapi.Algoritme pengelolaan
Diabetes Mellitus tipe 2 menurut ADA/EASD Algoritme dibuat dengan
memperhatikan karakteristik intervensi individual, sinergisme dan
biaya. Tujuannya adalah untuk mencapai dan mempertahankan A1C <
7% dan mengubah intervensi secepat mungkin bila target glikekemik
tidak tercapai. Tier 1 : well validated core therapy Intervensi ini
merupakan cara yang terbaik dan paling efektif, serta merupakan
strategi terapi yang cost-effective untuk mencapai target glikemik.
Algoritme tier1 ini merupakan pilihan utama terapi pasien diabetes
tipe 2. Langkah pertama : Intervensi pola hidup dan metformin.
Berdasarkan bukti-bukti keuntungan jangka pendek dan jangka panjang
bila berat badan turun dan aktivitas fisik yang ditingkatkan dapat
tercapai dan dipertahankan serta cost effectiveness bila berhasil,
maka konsensus ini 20 menyatakan bahwa intervensi pola hidup harus
dilaksanakan sebagai langkah pertama pengobatan pasien diabetes
tipe 2 yang baru. Intervensi pola hidup juga untuk memperbaiki
tekanan darah, profil lipid, dan menurunkan berat badan atau
setidaknya mencegah peningkatan berat badan, harus selalu mendasari
pengelolaan pasien diabetes tipe 2., bahkan bila telah diberi
obat-obatan. Untuk pasien yang tidak obes ataupun berat badan
berlebih, modifikasi komposisi diet dan tingkat aktivitas fisik
tetap berperan sebagai pendukung pengobatan. Para ahli membuktikan
bahwa intervensi pola hidup saja sering gagal mencapai atau
mempertahankan target metabolik karena kegagalan menurunkan berat
badan atau berat badan naik kembali dan sifat penyakit ini yang
progresif atau kombinasi faktor- faktor tersebut. Oleh sebab itu
pada konsensus ini ditentukan bahwa terapi metformin harus dimulai
bersamaan dengan intervensi pola hidup pada saat diagnosis.
Metformin direkomendasikan sebagai terapi farmakologik awal , pada
keadaan tidak ada kontraindikasi spesifik, karena efek langsungnya
terhadap glikemia, tanpa penambahan berat badan dan hipoglikemia
pada umumnya, efek samping yang sedikit, dapat diterima oleh pasien
dan harga yang relatif murah. Penambahan obat penurun glukosa darah
yang lain harus dipertimbangkan bila terdapat hiperglikemia
simtomatik persisten. Langkah kedua : menambah obat kedua Bila
dengan intervensi pola hidup dan metformin dosis maksimal yangdapat
ditolerir target glikemik tidak tercapai atau tidak dapat
dipertahankan, sebaiknya ditambah obat lain setelah 2-3 bulan
memulai pengobatan atau setiap saat bila target A1C tidak tercapai.
Bila terdapat kontraindikasi terhadap metformin atau pasien tidak
dapat mentolerir metformin maka perlu diberikan obat lain.
Konsensus menganjurkan penambahan insulin atau sulfonilurea . 21
Yang menentukan obat mana yang dipilih adalah nilai A1C. Pasien
dengan A1C > 8,5% atau dengan gejala klinik hiperglikemia
sebaiknya diberi insulin; dimulai dengan insulin basal
(intermediate-acting atau long acting). Tetapi banyak juga pasien
DM tipe 2 yang baru masih memberi respons terhadap obat oral.
Langkah ketiga : penyesuaian lebih lajut Bila intervensi pola
hidup, metformin dan sulfonilurea atau insulin basal tidak
menghasilkan target glikemia, maka langkah selanjutnya adalah
mengintesifkan terapi insulin. Intensifikasi terapi insulin
biasanya berupa berupa suntikan short acting atau rapid acting yang
diberikan sebelum makan. Bila suntikan-suntikan insulin dimulai
maka sekretagog insulin harus dihentikan. Tier 2 : less
well-validated therapies Pada kondisi-kondisi klinik tertentu
algoritme tingkatan kedua ini dapat dipertimbangkan. Secara
spesifik bila hipoglikemia sangat ditakuti (misalnya pada mereka
yang melakukan pekerjaan yang berbahaya), maka penambahan exenatide
atau pioglitazone dapat dipertimbangkan. Bila penurunan berat badan
merupakan pertimbangan penting dan A1C mendekati target (