LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA
PARTUS SPONTAN
DISUSUN SEBAGAI PERSYARATAN TUGAS KEPANITERAAN KLINIK ILMU
KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
PERIODE 9 FEBRUARI 2015 4 APRIL 2015
Disusun Oleh:
Neysa Glenda Preciosa
030.08.174
Angelika
030.09.020
Ayu Rahmi M.
030.09.038
Telah disetujui dan disahkan:
Pembimbing
Dr. Firdaus Wahyudi, M.Kes,Sp.OGKATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha
Esa karena atas rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan
laporan yang berjudul Kasus Dokter Keluarga Partus Spontan.
Laporan ini dibuat guna memenuhi salah satu syarat tugas
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat di Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro. Tentunya kami berharap pembuatan
laporan ini tidak hanya berfungsi sebagai apa yang telah disebutkan
diatas. Namun, besar harapan kami agar laporan ini juga dapat
dimanfaatkan oleh semua pihak yang berhubungan dengan masalah
ini.
Dalam usaha penyelesaian tugas laporan ini, kami banyak
memperoleh bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, baik secara
langsung maupun tidak. Untuk itu, dalam kesempatan ini kami ingin
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Firdaus Wahyudi, M.Kes,Sp.OG. selaku pembimbing dalam
penulisan laporan kedokteran keluarga.
2. dr. Heri Sumantyo, MPH, selaku pembimbing dan kepala
Puskesmas dalam penulisan laporan selama berada di puskesmas
Salaman I.
3. dr. Hartoyo, M.Kes, selaku pembimbing selama berada di
puskesmas Salaman I.
4. Bidan Desa di Desa Sidomulyo Bu Siti Munifah5. Seluruh
perawat beserta karyawan Puskesmas Salaman I yang telah membantu
selama menjalani kepaniteraan klinik di puskesmas Salaman I.
6. Semua teman-teman kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat di
Puskesmas Salaman I.Kami menyadari bahwa didalam penulisan ini
masih banyak kekurangan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan
hati kami menerima semua saran dan kritikan yang membangun guna
penyempurnaan tugas laporan ini.
Semarang, Maret 2015
PenulisDAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN1
KATA PENGANTAR2
DAFTAR ISI4
BAB I PENDAHULUAN
BAB II LAPORAN HASIL KUNJUNGAN RUMAH
A. Identitas Pasien dalam Keluarga7
B. Profil Keluarga yang Tinggal Satu Rumah8
C. Resume Penyakit dan Penatalaksanaan yang Sudah Dilakukan9
D. Pemeriksaan Fisik11
E. Pemeriksaan Penunjang13
F. Diagnosa Kerja13
G. Penatalaksanaan13
H. Hasil Penatalaksanaan Medis14
I. Tabel Permasalahan Pada Pasien14
J. Identifikasi Fungsi Keluarga14
K. Pola Konsumsi Penderita15
L. Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan16
M. Identifikasi Lingkungan Rumah16
N. Diagnosa Fungsi Keluarga17
O. Diagram Realita Dalam Keluarga18
P. Pembinaan dan Hasil Kegiatan19
Q. Kesimpulan Pembinaan Keluarga19
BAB III TINJAUAN PUSTAKA20
BAB IV - RINGKASAN39
DAFTAR PUSTAKA 40
BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan merupakan suatu fase kehidupan yang sangat dinantikan
oleh setiap wanita untuk dapat menjadi seorang ibu serta meneruskan
keturunan. Kehamilan tersebut tentu saja diharapkan dapat diakhiri
dengan proses persalinan yang berlangsung secara normal.
Persalinan (partus) adalah suatu proses pengeluaran hasil
konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia
luar. Persalinan biasa atau persalinan normal atau persalinan
spontan terjadi apabila bayi lahir dengan presentasi belakang
kepala tanpa memakai alat-alat atau alat bantu serta tidak melukai
ibu dan bayi, dan umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24
jam.1
Proses persalinan ditandai oleh adanya kontraksi uterus yang
menyebabkan dilatasi serviks dan mendorong fetus keluar melalui
jalan lahir. Kontraksi miometrium selama persalinan akan terasa
sangat menyakitkan bagi ibu. Sebelum timbulnya kontraksi yang
menyakitkan ini, uterus harus disiapkan untuk proses kelahiran.
Miometrium tidak akan berespon sampai dengan usia kehamilan 36-38
minggu, dan setelah periode memanjang ini, fase transisional
diperlukan sampai serviks mengalami penipisan dan
perlunakan.2Selama proses persalinan salah satu hal yang perlu
diperhatikan adalah kontraksi miometrium. Kontraksi miometrium yang
tidak menyebabkan dilatasi serviks dapat dirasakan kapanpun selama
masa kehamilan. Kontraksi ini timbul dengan intensitas yang rendah
dan durasi yang singkat. Timbul rasa tidak nyaman yang terbatas di
abdomen bawah dan lipatan paha. Menjelang saat-saat akhir
kehamilan, ketika uterus mulai mengalami persiapan untuk
persalinan, kontraksi ini bertambah sering hal ini sering terjadi
pada multipara dan kadang disebut persalinan palsu. Namun, pada
beberapa ibu kontraksi kuat dari uterus yang menimbulkan dilatasi
serviks, penurunan janin dan pelahiran konseptus timbul secara
mendadak tanpa peringatan.2
Pada dan selama persalinan ada tiga faktor penting yang
berperan, yaitu power (kekuatan kontraksi ibu (his), kontraksi otot
dinding perut, kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengejan,
ketegangan dan kontraksi ligament rotumdum), passager (janin dan
plasenta), passage (kondisi jalan lahir lunak dan tulang). Sebab
terjadinya persalinan sampai kini masih merupakan teori-teori yang
kompleks. Terdapat beberapa teori yang sering dibicarakan antara
lain faktor-faktor humoral, pengaruh prostaglandin, struktur
uterus, sirkulasi uterus, pengaruh saraf, dan faktor nutrisi dimana
faktor-faktor ini dapat menyebabkan persalinan dimulai.2Dalam
laporan kasus ini akan dibahas lebih banyak mengenai persalinan
normal baik definisi, faktor penyebab mulainya persalinan, tahapan,
mekanisme, pemantauan persalinan dengan partograf WHO dan memimpin
persalinan sehingga dapat menambah pengetahuan dan pemberian
informasi yang benar pada pasien, keluarganya maupun
masyarakat.
BAB II
LAPORAN HASIL KUNJUNGAN RUMAH
A. IDENTITAS PASIEN DAN KELUARGA
1. Identitas Pasien
Nama
: Ny. Wasilatul Khasanah
Jenis kelamin
: Perempuan
Usia
: 32 tahun
Status Pernikahan: Menikah
Alamat: Dusun Drojogan, Desa Sidomulyo RT 003/RW
010, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang
Agama
: Islam
Suku Bangsa
: Jawa
Pendidikan
: Tamat SMA
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga2. Identitas Kepala Keluarga
Nama
: Tn. Moh. Nuri
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 35 tahun
Status Pernikahan: Menikah
Alamat: Dusun Drojogan, Desa Sidomulyo RT 003/RW
010, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang
Agama
: Islam
Suku Bangsa
: Jawa
Pendidikan
: Tamat SMA
Pekerjaan
: Pedagang
B. PROFIL KELUARGA YANG TINGGAL SATU RUMAH
Tabel 1. Daftar Anggota Keluarga Kandung dan yang Tinggal Satu
Rumah
NoNamaKedudukan dalam KeluargaJKUmur
(th)PendidikanPekerjaanKet
1Tn Moh. NuriKepala keluargaL35 tahunTamat SMAPedagangSehat
2Ny. Wasilatul Khasanah Ibu rumah tanggaP32 tahunTamat SMAIbu
rumah tanggaPasien
3Nayla salsabilaAnakP6 tahunSDPelajarSehat
Gambar 1 : Pohon keluarga
Keterangan :
= laki laki
= meninggal
= perempuan
= hamil ini
= pasien
= tinggal serumahC. RESUME PENYAKIT DAN PENATALAKSANAAN YANG
SUDAH DILAKUKAN
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 27
Februari 2015 pukul 09.30 WIB hingga 11.30 WIB dan 7 Maret 2015
pukul 14.30 hingga pukul 16.30 WIB di rumah pasien di Dusun
Drojogan, Desa Sidomulyo RT 003/RW 010, Kecamatan Salaman,
Kabupaten Magelang.
1. Keluhan Utama
Keluar flek-flek sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
2. Keluhan Tambahan
Perut bagian bawah sering terasa mengencang3. Riwayat Penyakit
Sekarang
Pasien datang ke Puskesmas Salaman I dengan keluhan keluar
flek-flek sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengaku
merasa mules-mules yang hilang timbul sejak 3 jam yang lalu, Pasien
mengaku hari pertama haid terakhir tanggal 24 mei 2014 dengan
taksiran hari persalinan tangggal 3 Maret 2015, dengan periode haid
28 hari, lama haid 5-7 hari terkadang di sertai rasa nyeri,
perdarahan diantara haid tidak ada kecuali pada pertengahan bulan
kedua kehamilan dengan darah sedikit dan hanya sebentar berwarna
merah segar dan tidak sakit. Pasien mengaku merasa sering ingin
kencing namun pasien tidak merasa haus dan lapar yang berlebihan,
juga tidak merasa demam ataupun nyeri saat berkemih. dan menurut
pasien saat dilakukan pemeriksaan USG tangggal 29 Januari 2015,
dikatakan kesan hasil USG ; janin tunggal hidup, presentasi kepala,
biometri janin sesuai rata-rata, usia kehamilan 32 minggu 5 hari
dengan prediksi usia kehamilan saat ini 39 minggu 4 hari, Pasien
mengaku pernah mengalami kehamilan 6 kali dengan yang sekarang dan
mengalami persalinan yang normal sebanyak 1 kali bayi perempuan
dengan berat lahir 2900 gram, mendapatkan ASI eksklusif. Tumbuh
kembang normal dan sehat sampai sekarang. HPHT: 24 Mei 2014
TP: 3 Maret 2015
ANC: rutin ke bidan, TT 2 kali
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengakui tidak memiliki riwayat keguguran sebelumnya.5.
Riwayat Penyakit Keluarga-6. Riwayat Haid
Menarche: usia 14 tahun Siklus
: 28 hari, teratur Lamanya: 5-7 hari Nyeri haid: tidak ada
Banyaknya: 2 kali ganti pembalut per hari.7. Riwayat Pernikahan
Kawin 1x usia kawin tahun 1996 usia pada saat nikah 24 tahun8.
Riwayat KB
Penggunaan KB suntik setelah kehamilan pertama tiap 3 bulan
selama 4 tahun kemudian dilanjutkan dengan KB pil namun lupa sampai
kapan.9. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Tabel 2. Riwayat Obstetri PasienHamil keAbortus/
Normal/SCJKUsia (th)BB lahir (gr)PenolongTempat lahirKeadaan
sekarang
1Normal tahun 1999P62900BidanPuskesmas Salaman ISehat
2Hamil ini
D. PEMERIKSAAN FISIK (27 Februari 2014)
Keadaan umum: Tampak Sakit RinganKesadaran: Compos mentisTanda
vital: Tekanan darah: 120/80 mmHgTB : 150 cm
Nadi
: 72 x/menit
BB : 65 kg Suhu
: 36,60 C Pernapasan: 22x/menitStatus Generalis
Kepala
: Normocephali Mata
: Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-) Telinga:
Normotia, benjolan (-), oedem (-), nyeri tekan (-) Hidung :
Normosepti, sekret (-), deviasi septum (-) Bibir
: pucat (-), sianosis (-) Tenggorokan : T1-T1, faring hiperemis
(-), granulasi (-), nyeri telan (-) Leher
: Trakhea di tengah, pembesaran KGB (-/-), kelenjar
tiroid tidak teraba membesar
Thoraks : Mammae: Simetris, benjolan (-), retraksi puting
(-).
Paru - paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris, gerak thoraks pada
pernafasan simetris, sama tinggi, tidak ada bagian yang
tertinggal, retraksi (-/-)
Palpasi : Gerak nafas simetris, sama tinggi, tidak ada bagian
yang
tertinggal, vokal fremitus simetris, sama kuat
Perkusi : Kedua hemitoraks berbunyi sonor, batas paru hepar
setinggi ics V, peranjakan paru positif satu sela iga
Auskultasi : Suara napas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing
(+/+)
Jantung
Inspeksi
: Bentuk dada normal, simetris
Palpasi
: Iktus cordis teraba di ics V 2 cm lateral dari garis mid
klavikularis kiri
Perkusi: Tidak ada nyeri ketuk, batas jantung kanan pada
garis
sternalis kanan setinggi ics IV, batas paru lambung sekitar
ics VI, batas jantung kiri setinggi ics V 2 cm garis
midklavikularis kiri, batas atas jantung kiri setinggi ics
III
pada garis sternalis kiri
Auskultasi: Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop
(-)
Abdomen:
Inspeksi: Membuncit sesuai kehamilan
Palpasi
: Leopold I-IV
Perkusi: Timpani
Auskultasi: DJJ 145x/menit
Ekstremitas
Inspeksi: Bentuk normal simetris,deformitas (-), sianosis
(-/-),
edema (-/-) Palpasi: Akral hangat, edema (-/-)
Status Obstetri
1. Pemeriksaan luar
INSPEKSI : Perut membuncit, striae gravidarum PALPASI :Leopold
I
: Teraba bagian teratas janin bulat tidak melentingLeopold
II
: Teraba bagian kontinyu dari janin (punggung
janin) Pada sisi kiri ibu.Leopold III: Teraba bagian keras dan
bulat tidak dapat digerakan di Pintu atas panggul.Leopold IV:
Teraba 4/5TFU
: 34 cm.His
: (+) sedang, 3 kali /10 menit, lamanya 20 detik, relaksasi
baik. AUSKULTASI: DJJ 145 dpm.
2. Inspekulo
Porsio licin, ostium uteri eksternum terbuka , fluxus (+), fluor
albus (-)3. Pemeriksaan Dalam
Porsio lunak, diameter 2 cm, ketuban (+) kepala berada di hodge
1E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (27 Februari 2015)
Hb
: 11,5 g/dL
Leukosit : 10500/mm3GDS: 90 mg/dL
HBsAg: Non-reaktifF. DIAGNOSIS KERJA
Ibu
: G2P1A0 Hamil 39 minggu dengan kontraksi.
Janin: Janin Presentasi kepala Tunggal Hidup
G. PENATALAKSANAAN
Rencana awal partus pervaginamNilai ulang 8 jam lagi.
Antisipasi HPP
Pasang iv line besar.
Siapkan uterotonika .
Manajemen aktif kala II Rencana Edukasi Menjelaskan pada pasien
dan keluarga akan keadaan ibu pada rencana yang akan
dilaksanakan.
H. HASIL PENATALAKSANAAN MEDIS
Setelah partus spontan di Puskesmas Salaman I, pasien mengaku
tidak ada keluhan saat ini.Faktor pendukung :
Pasien mengikuti saran yang diberikan oleh bidan mengenai
perawatan luka, makan makanan tinggi protein.Faktor penghambat:
-Indikator keberhasilan: Tidak terjadi infeksi pada lukaI. TABEL
PERMASALAHAN PADA PASIEN
Tabel 4. Tabel Permasalahan Pada PasienNo.Resiko & Masalah
KesehatanRencana PembinaanSasaran
1Tidak ada masalah
J. IDENTIFIKASI FUNGSI KELUARGA
1. Fungsi Biologis
Tidak ada masalah2. Fungsi Psikologis
Penderita tinggal bersama suami dan 1 orang anak kandungnya.
Dimana hubungan penderita dengan keluarga baik. Penderita bekerja
sebagai ibu rumah tangga sehingga banyak menghabiskan waktu di
rumah.
3. Fungsi Ekonomi
Biaya kebutuhan sehari-hari pasien dipenuhi oleh suami.
Pendapatan perbulan kurang lebih Rp 1.000.000. Uang tersebut
dipakai untuk kebutuhan rumah tangga seperti makan. Pasien sudah
memiliki BPJS.4. Fungsi Pendidikan Pendidikan terakhir pasien
adalah tamat SMA.5. Fungsi Religius Penderita dan keluarga memeluk
agama Islam, menjalankan ibadah agama secara rutin (sholat).6.
Fungsi Sosial dan Budaya
Penderita dan keluarga tinggal di Dusun Drojogan, Desa Sidomulyo
RT 003/RW 010, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, di lingkungan
yang cukup bersih. Penderita dan keluarga dapat diterima dengan
baik di lingkungan rumahnya. Komunikasi dengan tetangga baik.
Keluarga penderita aktif dalam kegiatan di lingkungan masyarakat
desa.
K. POLA KONSUMSI PENDERITA
Frekuensi makan rata-rata 3x sehari. Penderita biasanya makan di
rumah. Jenis makanan dalam keluarga ini tidak bervariasi. Variasi
makanan sebagai berikut: nasi, lauk (tahu, tempe), sayur (kangkung,
bayam), air minum (air putih). Pasien sesekali mengkonsumsi ayam
atau daging. Air minum berasal dari sumur gali.L. IDENTIFIKASI
FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN1. Faktor Perilaku
Pasien mengatakan bahwa saat hamil pasien rutin kontrol kondisi
kesehatannya di bidan dan mempersiapkan rencana persalinan dengan
baik. 2. Faktor Lingkungan
Lingkungan fisik: Kebersihan di dalam rumah cukup. Pencahayaan
di dalam rumah cukup dan sirkulasi udara cukup baik. Sumber air
minum berasal dari sumur gali dan selalu dimasak sebelum diminum.
Di rumah, pasien menggunakan jamban jenis leher angsa. Untuk
pembuangan limbah, dibuang ke tempat pembuangan sampah. 3.
Lingkungan non-fisik
Dari wawancara, pasien mengaku tidak tahu tentang penyakitnya.
Pasien mengetahui penyakitnya melalui keterangan dokter pada saat
kontrol ke rumah sakit.4. Faktor Sarana pelayanan kesehatan
Terdapat Puskesmas Salaman yang berjarak 3 km dari dusun tempat
tinggal pasien.5. Faktor Keturunan
-M. IDENTIFIKASI LINGKUNGAN RUMAH
1. Gambaran Lingkungan Rumah
Rumah pasien terletak di Dusun Drojogan, Desa Sidomulyo RT
003/RW 010, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, dengan ukuran
rumah 8 x 10m2, bentuk bangunan 1 lantai. Rumah tersebut ditempati
oleh 3 orang. Secara umum gambaran rumah terdiri dari 2 kamar
tidur. 1 dapur yang terletak bersebelahan dengan kamar mandi. Rumah
mempunyai langit-langit, dinding dari beton, seluruh lantai sudah
dipasang keramik. Penerangan di dalam rumah cukup terang. Ventilasi
dan jendela yang cukup memadai, yaitu dengan luas > 10 % dan
sering dibuka. Sehingga rumah menjadi terang dan tidak terasa
lembab. Cahaya matahari dapat masuk kedalam rumah. Tata letak
barang di rumah rapi. Sumber air bersih dari sumur gali untuk minum
maupun cuci dan masak. Air minum dimasak sendiri. Rumahnya sudah
memiliki jamban sendiri. Kebersihan dapur baik, terdapat lubang
asap dapur. Pembuangan air limbah ke got dan saluran limbah
mengalir lancar. Terdapat tempat pembuangan sampah. Jalan di depan
rumah lebarnya 3 meter terbuat dari semen. Kebersihan lingkungan di
sekitar rumah kurang.
N. DIAGNOSIS FUNGSI KELUARGA
a. Fungsi Biologis
-b. Fungsi Psikologis
Hubungan pasien dengan keluarga terjalin baik
Hubungan sosial dengan tetangga dan kerabat baik.c. Fungsi
Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Kesan sosial ekonomi cukup, jika dilihat dari pekerjaan dan
penghasilannya.
d. Fungsi Religius dan Sosial Budaya
Keluarga pasien termasuk keluarga yang taat beragama. Hubungan
keluarga dan pasien dengan tetangga baik, komunikasi berjalan
dengan lancar. Tidak terdapat keterbatasan hubungan antara pasien
dan masyarakat.
e. Faktor Perilaku
Pasien mengatakan bahwa saat hamil pasien rutin kontrol kondisi
kesehatannya di bidan
Pasien mempersiapkan rencana persalinan dengan baik
f. Faktor Non Perilaku
Pasien tinggal di rumah yang pencahayaannya cukup baik dan
ventilasi udara di rumah baik sehingga sirkulasi udara lancar
sehingga kebersihan terjaga.
Sarana pelayanan kesehatan di sekitar rumah cukup dekat. Jarak
antara rumah pasien dengan puskesmas 3 km.
O. DIAGRAM REALITA YANG ADA PADA KELUARGA
P. PEMBINAAN DAN HASIL KEGIATANTabel 5. Pembinaan dan Hasil
KegiatanTanggalKegiatan yang dilakukanKeluarga yang terlibatHasil
Kegiatan
7 Maret 2015Melakukan pemeriksaan kepada pasien dan mengamati
keadaan kesehatan rumah dan lingkungan sekitarPasien dan
keluargaMendapatkan data keluarga pasien, gambaran perilaku
kesehatan dan mengetahui keadaan rumah pasien.
7 Maret 2015 Memberi penjelasan tentang hal-hal penting pasca
persalinan Pasien dan keluargaPasien dan keluarga pasien dapat
memahami penjelasan yang diberikan.
Q. KESIMPULAN PEMBINAAN KELUARGA1. Tingkat Pemahaman: Pemahaman
terhadap pembinaan yang dilakukan cukup baik.2. Faktor Pendukung:
Penderita dan keluarga cukup memahami penjelasan yang diberikan
tentang kesehatan reproduksi wanita. Keluarga yang kooperatif dan
mendukung pasien untuk selalu kontrol jika ingin merencanakan
kehamilan.3. Faktor Penyulit: -4. Indikator keberhasilan: Pasien
dan keluarga merencanakan untuk kontrol ke bidan untuk mengikuti
program KBBAB IIITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang
dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Partus
biasa atau partus normal atau partus spontan adalah bila bayi lahir
dengan presentasi belakang kepala tanpa memakai alat-alat atau alat
bantu serta tidak melukai ibu dan bayi, dan umumnya berlangsung
dalam waktu kurang dari 24 jam.1
Kehamilan aterm adalah kehamilan yang berusia antara 37 sampai
42 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Partus prematur
adalah kehamilan yang berusia 28 sampai 36 minggu, dimana hasil
konsepsi dapat hidup tetapi belum aterm atau cukup bulan dengan
berat janin antara 1000-2500 gram. Partus postmatur atau serotinus
adalah kehamilan yang melebihi usia 42 minggu atau terjadi 2 minggu
atau lebih dari waktu partus yang diperkirakan. Partus immatur
terjadi bila usia kehamilan kurang dari 28 minggu namun lebih dari
20 minggu dengan berat janin antara 500-1000 gram, sedangkan
abortus adalah penghentian janin sebelum viable dengan berat janin
di bawah 500 gram atau umur kehamilan di bawah 20 minggu. 1,2,3
2.2 Faktor-faktor Penyebab Mulainya Persalinan
Suatu persalinan ditandai dengan peningkatan aktivitas
miometrium dari aktivitas jangka panjang dan frekuensi rendah,
menjadi aktivitas tinggi dengan frekuensi yang lebih tinggi.
Kondisi ini menghasilkan suatu keadaan menipis dan membukanya
serviks uterus. Pada persalinan normal terdapat juga hubungan
antara waktu dengan perubahan biokimiawi jaringan ikat serviks yang
menyebabkan kontraksi uterus dan pembukaan serviks. Semua peristiwa
tersebut terjadi sebelum pecahnya selaput ketuban.2
Sebab terjadinya partus sampai kini masih merupakan teori-teori
yang kompleks. Faktor-faktor humoral, pengaruh prostaglandin,
struktur dan sirkulasi darah uterus, pengaruh saraf, dan nutrisi
disebut sebagai faktor-faktor yang mengakibatkan partus dimulai.
Perkembangan ilmu biokimia dan biofisika telah banyak mengungkapkan
proses dimulai dan berlangsungnya partus, antara lain penurunan
kadar hormon estrogen dan progesteron. Seperti diketahui
progesteron merupakan penenang bagi otot-otot uterus. Penurunan
kadar kedua hormon ini terjadi kira-kira 1-2 minggu sebelum partus
dimulai. Kadar prostaglandin dalam kehamilan dari minggu ke 15
hingga aterm meningkat terlebih sewaktu partus. 1,3
Pengaruh hormon hanya sebagian dari banyak faktor-faktor
kompleks yang dapat membangkitkan his. Selanjutnya dengan berbagai
tindakan, persalinan dapat juga dimulai (induction of labor)
misalnya : 1) merangsang pleksus Frankenhauser dengan memasukkan
gagang laminaria dalam kanalis servikalis, 2) pemecahan ketuban, 3)
penyuntikan oksitosin (sebaiknya dengan jalan intravena), 4)
pemakaian prostaglandin, dan sebagainya. Dalam menginduksi
persalinan perlu diperhatikan bahwa serviks sudah matang (serviks
sudah pendek dan lembek), dan kanalis servikalis terbuka minimal
satu jari.1,3
2.3 Tahapan Persalinan NormalPartus dibagi menjadi 4 kala. Pada
kala I serviks membuka sampai terjadi pembukaan 10 cm, kala ini
dinamakan kala pembukaan. Kala II disebut kala pengeluaran karena
berkat kekuatan his dan kekuatan mengedan ibu, janin didorong
keluar sampai lahir. Dalam kala III atau kala uri, plasenta
terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV dimulai dari
lahirnya plasenta dan lamanya sekitar 1 jam. Dalam kala ini diamati
apakah terjadi perdarahan postpartum pada ibu atau tidak.1,3
2.3.1 Kala I
Secara klinis dinyatakan partus dimulai apabila timbul his dan
wanita tersebut mengeluarkan lendir yang bercampur darah (bloody
show). Lendir ini berasal dari lendir kanalis servikalis yang mulai
membuka atau mendatar. Sedangkan darah berasal dari
pembuluh-pembuluh kapiler yang berada disekitar kanalis servikalis
yang pecah karena pergeseran-pergeseran ketika serviks membuka.
Proses membukanya serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2
fase.
Fase laten. Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat
lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm. Selama fase ini,
orientasi dari kontraksi uterus adalah perlunakan serviks serta
penipisan (efficement). Kriteria minimal Friedman untuk memasuki
fase aktif adalah pembukaan dengan laju 1,2 cm/jam untuk nullipara,
serta 1,5 cm/jam untuk multipara.3
Fase aktif. Dibagi dalam 3 fase, yakni:
a) Fase akselerasi. Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4
cm.
b) Fase dilatasi maksimal. Dalam waktu 2 jam pembukaan
berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.
c) Fase deselerasi. Pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam
waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.
Mekanisme membukanya serviks berbeda antara primigravida dengan
multigravida. Pada yang pertama ostium uteri internum akan membuka
terlebih dahulu sehingga serviks akan mendatar dan menipis,
kemudian ostium uteri eksternum membuka. Pada multigravida ostium
uteri internum sudah sedikit terbuka, sehingga pembukaan ostium
uteri internum dan eksternum serta penipisan dan pendataran serviks
terjadi dalam saat yang bersamaan.1
Ketuban akan pecah sendiri ketika pembukaan hampir atau telah
lengkap. Tidak jarang ketuban harus di pecahkan ketika pembukaan
hampir lengkap atau telah lengkap. Kala I selesai apabila pembukaan
serviks uteri telah lengkap.1
2.3.2 Kala II
Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira
satu kali setiap 2 sampai 3 menit. Karena biasanya kepala janin
sudah masuk di ruang panggul, secara reflektoris timbul rasa ingin
mengedan. Tekanan pada rektum juga menimbulkan perasaan hendak
buang air besar sehingga perineum mulai menonjol dan menjadi lebar
dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian
kepala janin tampak dalam vulva pada waktu his. Bila dasar panggul
sudah lebih berelaksasi, kepala janin tidak akan masuk lagi di luar
his. Kemudian dengan his dan kekuatan mengedan maksimal, kepala
janin dilahirkan dengan suboksiput di bawah simfisis dan secara
berurutan lahir dahi, muka, dan dagu melewati perineum. Setelah
istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan dan
ekstremitas bayi. Pada primigravida kala II berlangsung rata-rata
1,5 jam dan pada multipara rata-rata 30 menit. 1,2,3
2.3.3 Kala III Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan
fundus uteri agak di atas pusat. Beberapa menit kemudian uterus
berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya.
Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir
dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri.
Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah.1,32.3.4
Kala IV
Kala IV adalah kala dimana ibu pasca melahirkan dipantau selama
1-2 jam untuk melihat apakah terjadi perdarahan postpartum atau
tidak. Pada saat ini juga dilakukan pemantauan tanda vital untuk
mengetahui keadaan umum ibu. 1,32.4 Mekanisme Persalinan Normal
Hampir 96% janin berada dalam uterus dengan presentasi kepala
dan pada presentasi kepala ini ditemukan 58% ubun-ubun kecil
terletak di kiri depan, 23% di kanan depan, 11% di kanan belakang,
dan 8% di kiri belakang. Keadaan ini mungkin disebabkan terisinya
ruangan di sebelah kiri belakang oleh kolon sigmoid dan
rektum.1,3
Menjadi pertanyaan mengapa janin dengan persentasi tinggi berada
dalam uterus dengan presentasi kepala. Keadaan ini mungkin
disebabkan karena kepala relatif lebih besar dan lebih berat.
Mungkin pula karena bentuk uterus sedemikian rupa sehingga volume
bokong dan ekstremitas yang lebih besar berada di atas, yaitu di
ruangan yang lebih luas sedangkan kepala berada di bawah, di
ruangan yang lebih sempit. Hal ini dikenal sebagai teori
akomodasi.1,3
Tiga faktor penting yang memegang peranan pada persalinan adalah
kekuatan-kekuatan yang ada pada ibu seperti kekuatan his dan
kekuatan mengedan, keadaan jalan lahir, dan janin tersebut.1
His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks
membuka dan mendorong janin ke bawah. Pada presentasi kepala, bila
his sudah cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam
rongga panggul. His yang sempurna akan membuat dinding korpus uteri
yang terdiri atas otot-otot menjadi lebih tebal dan lebih pendek,
sedangkan bagian bawah uterus dan serviks yang hanya mengandung
sedikit jaringan kolagen akan mudah tertarik hingga menjadi tipis
dan membuka. Kontraksi yang sempurna adalah kontraksi yang simetris
dengan dominasi di fundus uteri, dan mempunyai amplitudo 40-60 mmHg
yang berlangsung selama 60-90 detik dengan jangka waktu kontraksi
2-4 menit, dan pada relaksasi tonus uterus kurang dari 12
mmHg.1,3
Masuknya kepala melintasi pintu atas panggul dapat dalam keadaan
sinklitismus, yaitu bila sumbu kepala janin tegak lurus dengan
bidang pintu atas panggul. Dapat pula kepala masuk dalam keadaan
asinklitismus, yaitu arah sumbu kepala janin miring dengan bidang
pintu atas panggul. Asinklitismus anterior menurut Naegele ialah
apabila arah sumbu kepala membuat sudut lancip ke depan dengan
pintu atas panggul. Dapat pula asinklitismus posterior menurut
Litzman yaitu keadaan sebaliknya dari asinklitismus anterior.
Keadaan asinklitismus anterior lebih menguntungkan daripada
mekanisme turunnya kepala dengan asinklitismus posterior karena
ruangan pelvis di daerah posterior lebih luas dibandingkan dengan
ruangan pelvis di daerah anterior. Hal asinklitismus penting
apabila daya akomodasi panggul agak terbatas.1,3
Akibat sumbu kepala janin yang eksentrik atau tidak simetris,
dengan sumbu lebih mendekati suboksiput, dan tahanan oleh jaringan
dibawah terhadap kepala yang akan menurun, maka kepala akan
mengadakan fleksi di dalam rongga panggul menurut hokum Koppel.
Dengan fleksi kepala janin memasuki ruang panggul dengan ukuran
yang paling kecil, yakni dengan diameter suboksipitobregmatikus
(9,5cm) dan dengan sirkumferensia suboksipitobregmatikus (32 cm).
Sampai di dasar panggul kepala janin berada dalam keadaan fleksi
maksimal. Kepala yang sedang turun menemui diafragma pelvis yang
berjalan dari belakang atas ke bawah depan. Akibat kombinasi
elastisitas diafragma pelvis dan tekanan intrauterin disebabkan
oleh his yang berulang-ulang, kepala mengadakan rotasi yang disebut
juga putaran paksi dalam. Pada saat melakukan rotasi, ubun-ubun
kecil berada di bawah simfisis. Sesudah kepala janin sampai di
dasar panggul dan ubun-ubun kecil di bawah simfisis, maka dengan
suboksiput sebagai hipomoklion, kepala mengadakan gerakan defleksi
untuk dapat dilahirkan. Pada tiap his, vulva lebih membuka dan
kepala janin makin tampak. Perineum menjadi lebih lebar dan tipis,
anus membuka dinding rektum. Dengan kekuatan his bersama dengan
kekuatan mengedan, berturut-turut tampak bregma, dahi, muka, dan
akhirnya dagu. Sesudah kepala lahir, kepala segera mengadakan
rotasi yang disebut putaran paksi luar. Putaran paksi luar ini
ialah gerakan kembali sebelum putaran paksi dalam terjadi, untuk
menyesuaikan kedudukan kepala dengan punggung anak.1,2,3
Bahu melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring. Di dalam
rongga panggul, bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul
yang dilaluinya, sehingga di dasar panggul, apabila kepala telah
dilahirkan, bahu akan berada dalam posisi depan belakang.
Selanjutnya dilahirkan bahu depan terlebih dahulu, kemudian bahu
belakang. Demikian pula dilahirkan trokanter depan terlebih dahulu,
kemudian trokanter belakang. Kemudian bayi lahir seluruhnya.1,3
Bila mekanisme partus yang fisiologis ini dipahami dengan
sungguh-sungguh, maka pada hal-hal yang menyimpang dapat segera
dilakukan koreksi secara manual jika mungkin, sehingga
tindakan-tindakan operatif tidak perlu dikerjakan. Apabila bayi
telah lahir, segera jalan nafas dibersihkan. Tali pusat dijepit
diantara 2 cunam pada jarak 5 cm dan 10 cm. Kemudian di gunting
diantara kedua cunam tersebut, lalu diikat. Jepit tali pusat diberi
antiseptik. Umumnya bila telah lahir lengkap, bayi akan segera
menarik napas dan menangis. Resusitasi dengan jalan membersihkan
dan mengisap lendir pada jalan napas harus segera dikerjakan.
1,3
Bila bayi telah lahir, uterus akan mengecil. Partus berada dalam
kala III atau kala uri. Kala ini tidak kalah pentingnya dengan kala
I dan II, sebab kematian ibu karena perdarahan pada kala uri tidak
jarang terjadi sebab pimpinan kala II kurang cermat diterapkan.
Seperti telah dikemukakan, segera setelah bayi lahir, his mempunyai
amplitudo yang kira-kira sama tingginya, hanya frekuensinya yang
berkurang. Akibat his ini uterus akan mengecil, sehingga perlekatan
plasenta dengan dinding uterus akan terlepas. Lepasnya plasenta
dari dinding uterus ini dapat dimulai dari tengah (sentral) menurut
Schultze, pinggir (marginal) menurut Mathews-Duncan, atau kombinasi
keduanya. Yang terbanyak adalah pelepasan menurut Schultze. Umumnya
pada kala II berlangsung selama 6 sampai 15 menit. Tinggi fundus
uteri setelah kala III kira-kira 2 jari di bawah pusat.1,3 2.5
Pemantauan Persalinan dengan Partograf WHOPartograf WHO adalah alat
bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinan dan informasi
untuk membuat keputusan klinik.Tujuan utama dari penggunaan
partograf adalah untuk :
Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai
pembukaan serviks melalui periksa dalam.
Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal.
Dengan demikian juga dapat mendeteksi secara dini kemungkinan
terjadinya partus lama.
Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu,
kondisi bayi, grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan
medikamentosa yang diberikan, pemeriksaan laboratorium, membuat
keputusan klinik dan asuhan atau tindakan yang diberikan dimana
semua itu dicatatkan secara rinci pada status atau rekam medik ibu
bersalin dan bayi baru lahir. 5Jika digunakan dengan tepat dan
konsisten, partograf akan membantu penolong persalinan untuk :
Mencatat kemajuan persalinan
Mencatat kondisi ibu dan janinnya
Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan
kelahiran
Menggunakan informasi yang tercatat untuk identifikasi dini
penyulit persalinan
Menggunakan informasi yang tersedia untuk membuat keputusan
klinik yang sesuai dan tepat waktu
Partograf harus digunakan :
Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan dan
merupakan elemen penting dari asuhan persalinan. Partograf harus
digunakan untuk semua persalinan, baik normal maupun patologis.
Partograf sangat membantu penolong persalinan dalam memantau,
mengevaluasi dan membuat keputusan klinik, baik persalinan dengan
penyulit maupun yang tidak disertai dengan penyulit.
Selama persalinan dan kelahiran bayi di semua tempat (rumah,
puskesmas, klinik bidan swasta, rumah sakit, dan lain-lain).
Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan
asuhan persalinan kepada ibu dan proses kelahiran bayinya
(Spesialis Obstetri dan Ginekologi, Bidan, Dokter Umum, Residen dan
Mahasiswa Kedokteran).
Penggunaan partograf secara rutin dapat memastikan bahwa ibu dan
bayinya mendapatkan asuhan yang aman, adekuat dan tepat waktu serta
membantu mencegah terjadinya penyulit yang dapat mengancam
keselamatan jiwa mereka.2.5.1. Pencatatan selama Fase Laten Kala
Satu Persalinan
Kala satu persalinan terdiri dari dua fase, yaitu fase laten dan
fase aktif yang diacu pada pembukaan serviks:
Fase laten: pembukaan serviks kurang dari 4 cm
Fase aktif: pembukaan serviks dari 4 sampai 10 cm
Kondisi ibu dan bayi harus dinilai dan dicatat dengan seksama,
yaitu:
Denyut jantung janin: setiap jam
Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus: setiap jam Nadi: setiap
jam
Pembukaan serviks: setiap 4 jam
Penurunan bagian terbawah janin: setiap 4 jam
Tekanan darah dan temperatur tubuh: setiap 4 jam
Produksi urin, aseton dan protein: setiap 2 sampai 4 jam2.5.2.
Pencatatan Selama Fase Aktif Persalinan pada Partograf
Halaman depan partograf (lihat Gambar 2-4) menginstruksikan
observasi dimulai pada fase aktif persalinan dan menyediakan lajur
dan kolom untuk mencatat hasil-hasil pemeriksaan selama fase aktif
persalinan, yaitu:
Informasi tentang ibu:
1. nama, umur;
2. gravida, para, abortus (keguguran);
3. nomor catatan medik/nomor puskesmas;
4. tanggal dan waktu mulai dirawat (atau jika di rumah, tanggal
dan waktu penolong persalinan mulai merawat ibu);
5. waktu pecahnya selaput ketuban.
Kondisi janin:
1. DJJ;
2. warna dan adanya air ketuban;
3. penyusupan (molase) kepala janin.Kemajuan persalinan:
1. pembukaan serviks;
2. penurunan bagian terbawah atau presentasi janin;
3. garis waspada dan garis bertindak.
Jam dan waktu:1. waktu mulainya fase aktif persalinan;
2.waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian.
Kontraksi uterus:
1. frekuensi kontraksi dalam waktu 10 menit2. lama kontraksi
(dalam detik).Obat-obatan dan cairan yang diberikan:
1. oksitosin;
2. obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan.
Kondisi ibu:1. nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh;
2. urin (volume, aseton atau protein).
Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya (dicatat dalam
kolom yang tersedia di sisi partograf atau di catatan kemajuan
persalinan).
2.6 Pimpinan Persalinan
Pimpinan persalinan yang normal juga terbagi dalam 4 kala sesuai
dengan mekanisme persalinan normal: 1,3,4,5
2.6.1 Kala I
Dalam kala I, pekerjaan dokter, bidan, atau penolong persalinan
adalah mengawasi wanita inpartu sebaik-baiknya dan melihat apakah
semua persiapan untuk persalinan sudah dilakukan. Pemberian obat
atau tindakan hanya apabila ada indikasi untuk ibu maupun anak.
Pada seorang primigravida aterm umumnya kepala janin sudah masuk
pintu atas panggul pada kehamilan 36 minggu, sedangkan pada
multigravida baru pada kehamilan 38 minggu. Pada kala I, apabila
kepala janin telah masuk sebagian ke dalam pintu atas panggul serta
ketuban belum pecah, wanita tersebut dapat dipersilahkan duduk atau
berjalan-jalan di sekitar kamar bersalin. Akan tetapi, pada umumnya
wanita lebih suka berbaring karena sakit yang dirasakan ketika
muncul his. Berbaring sebaiknya ke sisi, tempat punggung janin
berada. Cara ini mempermudah turunnya kepala dan putaran paksi
dalam. Apabila kepala janin belum turun ke dalam pintu atas
panggul, sebaiknya wanita tersebut berbaring terlentang, karena
bila ketuban pecah, mungkin terjadi komplikasi-komplikasi, seperti
prolaps tali pusat, prolaps tangan, dan sebagainya. Apabila his
sudah sering dan ketuban sudah pecah, wanita tersebut harus
berbaring.
Pemeriksaan luar untuk menentukan letak janin dan turunnya
kepala hendaknya dilakukan untuk memeriksa kemajuan partus,
disamping dapat dilakukan pula pemeriksaan rektal atau pervaginam.
Hasil pemeriksaan pervaginam juga disebut pemeriksaan dalam harus
menyokong dan lebih merinci apa yang dihasilkan oleh pemeriksaan
luar. Harus disadari bahwa tiap pemeriksaan dalam pada waktu
persalinan selalu menimbulkan bahaya infeksi dan rasa nyeri pada
penderita. Akan tetapi hal-hal tersebut jangan sampai menghalangi
untuk menjalankan pemeriksaan dalam yang diperlukan untuk menilai
vagina (terutama dindingnya, menyempit atau tidak), keadaan dan
pembukaan serviks, kapasitas panggul, ada tidaknya penghalang jalan
lahir, sifat fluor albus, dan adanya penyakit (bartholinitis,
urethritis, sistitis, dan sebagainya), ketuban, presentasi kepala
janin, turunnya kepala dalam ruang panggul, penilaian besar kepala
terhadap panggul, dan menilai kelangsungan partus.
Pemeriksaan per rektum baik untuk menilai turunnya kepala,
tetapi kurang baik untuk menilai ketuban, keadaan serviks, serta
posisi dan presentasi kepala. Pemeriksaan per rektum dapat
mengurangi infeksi eksogen (dari luar), tetapi dapat menimbulkan
infeksi endogen (dari dalam) bila pemeriksaan kurang memperhatikan
asepsis dan antisepsis dan menggosok-gosok dengan jari dinding
vagina bagian belakang yang pada umumnya mengandung kuman-kuman ke
dalam pembukaan serviks. Pada pemeriksaan per vaginam kemungkinan
infeksi eksogen dapat diperkecil bila pemeriksa memperhatikan
asepsis dan antisepsis dengan memakai sarung tangan steril dan
dapat menggunakan krem dettol atau sejenis. Mengingat adanya
kemungkinan menimbulkan infeksi, maka pemeriksaan dalam hendaknya
hanya dilakukan bila ada indikasi ibu maupun janin atau bila akan
diadakan tindakan di samping perlu untuk mengetahui kemajuan
partus.
Dalam kala I wanita dalam keadaan inpartu dilarang mengedan.
Sebaiknya sebelumnya dilakukan dahulu lavement. Lazimnya dimasukkan
20 sampai 40 ml gliserin ke dalam rektum dengan penyemprot klisma
atau diberi suppositoria. Jika tidak diberi klisma, skibala di
rektum akan membuat wanita tersebut mengedan sebelum waktunya.
Skibala di rektum juga akan menghalangi rotasi kepala yang baik
pada kala I.
2.6.2 Kala II
Kala II dimulai jika pembukaan serviks telah lengkap. Umumnya
pada akhir kala I atau permulaan kala II dengan kepala janin sudah
masuk dalam ruang panggul, ketuban akan pecah sendiri. Bila ketuban
belum pecah, ketuban harus dipecahkan. Kadang-kadang pada permulaan
kala II ini, wanita tersebut mau muntah disertai timbulnya rasa
mengedan yang kuat. Di samping his, wanita tersebut harus dipimpin
untuk mengedan pada waktu ada his. Selain itu, denyut jantung janin
juga harus sering diawasi.
Ada dua cara mengedan yang baik, yaitu:6
1. Wanita tersebut dalam letak terbaring merangkul kedua pahanya
sampai batas siku. Kepala sedikit diangkat, sehingga dagunya
mendekati dadanya dan ia dapat melihat perutnya.
2. Sikap seperti diatas, tetapi badan dalam posisi miring ke
kiri atau ke kanan, tergantung pada letak punggung anak. Hanya satu
kaki dirangkul, yakni kaki berada di atas. Posisi ini baik
dilakukan bila putaran paksi dalam belum sempurna. Dokter atau
penolong persalinan berdiri pada sisi kanan wanita tersebut.
Bila kepala janin telah sampai di dasar panggul, vulva mulai
membuka. Rambut dan kepala janin mulai tampak. Perineum dan anus
tampak mulai meregang. Perineum mulai lebih tinggi, sedangkan anus
mulai membuka. Anus pada awalnya berbentuk bulat, kemudian
berbentuk seperti huruf D. Yang tampak dalam anus adalah dinding
depan rektum. Perineum harus ditahan dan bila tidak, dapat
menyebabkan ruptura perineum, terutama pada primigravida. Perineum
ditahan dengan tangan kanan dan sebaiknya dilapisi dengan kain
steril.
Episiotomi dianjurkan untuk dilakukan pada primigravida atau
pada wanita dengan perineum yang kaku. Episiotomi ini dilakukan
bila perineum telah menipis dan kepala janin tidak masuk kembali ke
dalam vagina. Ketika kepala janin akan mengadakan defleksi dengan
suboksiput di bawah simfisis sebagai hipomoklion, sebaiknya tangan
kiri menahan bagian belakang kepala dengan maksud agar gerakan
defleksi tidak terlalu cepat. Dengan demikian, ruptura perineum
dapat dihindarkan. Untuk mengawasi perineum ini, posisi miring
(Sims position) lebih menguntungkan dibandingkan dengan posisi
biasa. Akan tetapi, bila perineum jelas telah tipis dan menunjukkan
akan timbul ruptura perineum, maka sebaiknya dilakukan episiotomi.
Ada beberapa teknik untuk melakukan episiotomi, antara lain
episiotomi mediana, dikerjakan pada garis tengah, episiotomi
mediolateral, dikerjakan pada garis tengah yang dekat muskulus
sfingter ani yang diperluas ke sisi, episiotomi lateral dimana
sering menimbulkan perdarahan.
Keuntungan episiotomi mediana ialah tidak menimbulkan perdarahan
banyak dan penjahitan kembali lebih mudah, sehingga sembuh per
primam dan hampir tidak berbekas. Bahaya yang dapat terjadi ialah
dapat menimbulkan ruptura perinei totalis. Dalam hal ini muskulus
sfingter ani eksternus dan rektum ikut robek pula. Perawatan
ruptura perinei totalis harus dikerjakan serapi-rapinya, agar
jangan sampai gagal dan timbul inkontinensia alvi. Untuk
menghindarkan robekan perineum kadang-kadang dilakukan perasat
menurut Rintgen, yaitu bila perineum meregang dan menipis, tahan
kiri menahan dan menekan bagian belakang kepala janin ke arah anus.
Tangan kanan pada perineum. Dengan ujung jari-jari tangan kanan
tersebut melalui kulit perineum dicoba menggait dagu janin dan
ditekan ke arah simfisis dengan hati-hati. Dengan demikian, kepala
janin dilahirkan perlahan-lahan keluar. Setelah kepala lahir
diselidiki apakah tali pusat mengadakan lilitan pada leher janin.
Bila terdapat lilitan dilonggarkan, bila sukar dapat dilepaskan
dengan cara menjepit tali pusat dengan 2 cunam Kocher, kemudian
diantaranya dipotong dengan gunting yang tumpul ujungnya. Setelah
kepala lahir, kepala akan mengadakan putar paksi luar ke arah letak
punggung janin. Usaha selanjutnya ialah melahirkan bahu janin.
Mula-mula dilahirkan bahu depan, dengan kedua telapak tangan pada
samping kiri dan kanan kepala janin. Kepala janin ditarik
perlahan-lahan ke arah anus sehingga bahu depan lahir. Tidak
dibenarkan penarikan yang terlalu keras dan kasar oleh karena dapat
menimbulkan robekan pada muskulus sternokleidomastoideus. Kemudian,
kepala janin diangkat kearah simfisis untuk melahirkan bahu
belakang. Setelah kedua bahu janin dapat dilahirkan, maka usaha
selanutnya ialah melahirkan badan janin, trokanter anterior disusul
oleh trokanter posterior. Usaha ini tidak sesukar usaha melahirkan
kepala dan bahu janin oleh karena ukuran-ukurannya lebih kecil.
Dengan kedua tangan dibawah ketiak janin dan sebagian di punggung
atas, berturut-turut dilahirkan badan, trokanter anterior, dan
trokanter posterior. Setelah janin lahir, bayi sehat dan normal
umumnya segera menarik napas dan menangis keras. Kemudian bayi
diletakkan dengan kepala ke bawah kira-kira membentuk sudut 30
derajat dengan bidang datar. Lendir pada jalan napas segera
dibersihkan atau diisap dengan pengisap lendir. Tali pusat
digunting 5 sampai 10 cm dari umbilikus. Dengan cara, tali pusat
dijepit 2 cunam Kocher pada jarak 5 dan 10 cm dari umbilikus. Bial
ada kemungkinan akan diadakan transfusi pertukaran pada bayi maka
pemotongan tali pusat diperpanjang sampai antara 10-15 cm . Di
antara kedua cunam tersebut tali pusat digunting dengan yang
berujung tumpul. Ujung tali pusat bagian bayi didesinfeksi dan
diikat dengan kuat. Hal ini harus diperhatikan karena ikatan kurang
kuat dapat terlepas dan perdarahan dari tali pusat masih dapat
terjadi yang dapat membahayakan bayi tersebut. Kemudian
diperhatikan kandung kencing, bila penuh dilakukan pengosongan
kandung kencing, jika bisa wanita tersebut kencing sendiri. Kandung
kencing yang penuh dapat menimbulkan atonia uteri dan mengganggu
pelepasan plasenta, yang berarti dapat menimbulkan perdarahan
postpartum.
2.6.3 Kala III
Partus kala II disebut juga kala uri. Kala III ini, seperti
telah dijelaskan, tidak kalah pentingnya dengan kala I dan kala II.
Ketidakhati-hatian dalam memimpin kala II dapat mengakibatkan
kematian karena perdarahan. Kala uri dimulai sejak bayi lahir
lengkap sampai plasenta lahir lengkap.
Terdapat dua tingkat kelahiran plasenta, yang pertama ialah
melepasnya plasenta dari implantasinya pada dinding uterus dan
dilanjutkan dengan pengeluaran plasenta dari kavum uteri. Seperti
telah disebut diatas, setelah janin lahir uterus masih mengadakan
kontraksi yang mengakibatkan pengecilan permukaan kavum uteri
tempat implantasi plasenta. Hal ini mengakibatkan plasenta akan
lepas dari tempat implantasinya. Pelepasan ini dapat dimulai dari
tengah menurut Schultze atau dari pinggir menurut Mathews-Duncan
atau serempak dari tengah dan pinggir plasenta. Cara yang pertama
ditandai oleh makin panjang keluarnya tali pusat dari vagina, tanda
ini dikemukakan oleh Ahlfield, tanpa adanya perdarahan pervaginam,
sedangkan cara yang kedua ditandai oleh adanya perdarahan dari
vagina apabila plasenta mulai terlepas. Umumnya perdarahan tidak
melebihi 400 ml. Bila lebih, maka hal ini patologik. Apabila
plasenta lahir, umumnya otot-otot uterus segera berkontraksi
menjepit pembuluh-pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan segera
berhenti. 3Pada keadaan normal menurut Caldeyro-Barcia, plasenta
akan lahir spontan dalam waktu 6 menit setelah anak lahir lengkap.6
Untuk mengetahui apakah plasenta telah lepas dari tempat
implantasinya, dipakai beberapa perasat antara lain:
1. Perasat Kustner. Tangan kanan meregangkan atau menarik
sedikit tali pusat, tangan kiri menekan daerah di atas simfisis.
Bila tali pusat ini masuk kembali dalam vagina, berarti plasenta
belum lepas dari dinding uterus. Perasat ini hendaknya dilakukan
secara hati-hati. Apabila hanya sebagian plasenta terlepas,
perdarahan banyak akan dapat terjadi.
2. Perasat Strassmann. Tangan kanan meregangkan atau menarik
sedikit tali pusat, tangan kiri mengetok-ngetok fundus uteri. Bila
terasa ada getaran pada tali pusat yang diregangkan ini, berarti
plasenta belum lepas dari dinding uterus. Bila tidak terasa
getaran, berarti plasenta telah lepas dari dinding uterus.
3. Perasat Klein. Wanita tersebut disuruh mengedan dan tali
pusat tampak turun ke bawah. Bila pengedanannyan dihentikan dan
tali pusat masuk kembali ke dalam vagina, berarti plasenta belum
lepas dari dinding uterus.
Kombinasi dari tiga perasat ini baik dijalankan secara hati-hati
setelah mengawasi wanita yang baru melahirkan bayi selama 6 sampai
15 menit. Bila plasenta telah lepas spontan, maka dapat dilihat
bahwa uterus berkontraksi baik dan terdorong keatas kanan oleh
vagina yang berisi plasenta. Dengan tekanan ringan pada fundus
uteri plasenta mudah dapat dilahirkan, tanpa menyuruh wanita
bersangkutan mengedan yaitu dengan menggunakan perasat Crede.
Dengan cara memijat uterus seperti memeras jeruk agar plasenta
lepas dari dinding uterus hanya dapat digunakan bila terpaksa
misalnya perdarahan. Perasat ini dapat mengakibatkan kecelakaan
perdarahan postpartum. Pada orang yang gemuk, perasat Crede sukar
atau tidak dapat dikerjakan.
Setelah plasenta lahir, harus diteliti apakah
kotiledon-kotiledon lengkap atau masih ada sebagian yang tertinggal
dalam kavum uteri. Begitu pula apakah pada pinggir plasenta masih
didapat hubungan dengan plasenta lain, seperti adanya plasenta
suksenturiata. Selanjutnya harus pula diperhatikan apakah korpus
uteri berkontraksi baik. Harus dilakukan masase ringan pada korpus
uteri untuk memperbaiki kontraksi uterus. Apabila diperlukan karena
kontaksi uterus kurang baik, dapat diberikan uterotonika seperti
pitosin, metergin, ermetrin, dan sebagainya, terutama pada partus
lama, grande multipara, gemelli, hidroamnion, dan sebagainya. Bila
semuanya telah berjalan dengan lancar dan baik, maka luka
episiotomi harus diteliti, dijahit, dan diperbaiki.
Segera bayi lahir, tinggi fundus uteri dan konsistensinya
hendaknya dipastikan. Selama uterus kencang dan tidak ada
perdarahan yang luar biasa, menunggu dengan waspada sampai plasenta
terlepas biasa dilakukan. Jangan dilakukan masase; tangan hanya
diletakkan diatas fundus, untuk memastikan bahwa organ tersebut
tidak menjadi atonik dan berisi darah dibelakang plasenta yang
telah terlepas. Tanda-tanda pelepasan plasenta:
1. Uterus menjadi globular, dan biasanya terlihat lebih kencang.
Ini merupakan tanda awal.
2. Sering ada pancaran darah mendadak.
3. Uterus naik di abdomen karena plasenta yang telah terlepas,
berjalan turun masuk ke segmen bawah uterus dan vagina, serta
massanya mendorong uterus keatas.
4. Tali pusat keluar lebih panjang dari vagina yang menandakan
bahwa plasenta telah turun.
Tanda ini kadang-kadang terlihat dalam waktu 1 menit setelah
bayi lahir dan biasanya dalam waktu lima menit. Kalau plasenta
sudah lepas, penolong harus memastikan bahwa uterus telah
berkontraksi kuat. Ibu boleh diminta untuk mengejan dan tekanan
intraabdominal yang ditimbulkan mungkin cukup untuk mendorong
plasenta. Manajemen aktif kala III.6
Penatalaksanaan aktif pada kala III (pengeluaran aktif plasenta)
membantu menghindarkan terjadinya perdarahan pasca persalinan.
Penatalaksanaan aktif kala III meliputi:
Penatalaksanaan oksitosin dengan segera
Pengendalian tarikan pada tali pusat
Pemijatan uterus segera setelah plasenta lahir
Penanganan tersebut dilakukan dalam tahap sebagai berikut: 6
Memberikan oksitosin untuk merangsang uterus berkontraksi yang
juga mempercepat pelepasan plasenta.
Lakukan Peregangan Tali Pusat Terkendali atau PTT dengan
cara:
1. Satu tangan diletakkan pada korpus uteri tepat di atas
simfisis pubis. Selama kontraksi tangan mendorong korpus uteri
dengan gerkan dorso kranial ke arah belakang dan ke arah kepala
ibu
2. Tangan yang satu memegang tali pusat dengan klem 5 cm di
depan vulva
3. Jaga tahanan ringan pada tali pusat dan tunggu adanya
kontraksi kuat (2-3 menit)
4. Selama kontraksi lakukan tarikan terkendali pada tali pusat
yang terus menerus, dalam tegangan yang sama dengan tangan ke
uterus.
PTT dilakukan hanya selama uterus berkontraksi. Tangan pada
uterus merasakan kontraksi, ibu dapat juga member tahu petugas
ketika ia merasakan kontraksi. Ketika uterus tidak berkontraksi,
tangan petugas dapat tetap berada pada uterus, tetapi bukan
melakukan PTT. Ulangi langkah-langkah PTT pada setiap kontraksi
sampai plasenta terlepas.
Begitu plasenta terasa lepas, keluarkan dengan menggerakkan
tangan atau klem tali pusat mendekati plasenta, keluarkan plasenta
dengan gerakan ke bawah dan ke atas sesuai dengan jalan lahir.
Kedua tangan dapat memegang plasenta dan perlahan memutar plasenta
searah jarum jam untuk mengeluarkan selaput ketuban.
Segera setelah plasenta dan selaputnya dikeluarkan, masase
fundus agar menimbulkan kontraksi. Hal ini dapat mengurangi
pengeluaran darah dan mencegah perdarahan pascapersalinan.
Periksa wanita tersebut secara seksama dan jahit semua robekan
pada serviks atau vagina atau perbaiki episiotomi.2.6.4 Kala IV
Dua jam pertama setelah persalinan merupakan waktu yang kritis
bagi ibu dan bayi. Kala ini perlu untuk mengamat-amati apakah ada
perdarahan postpartum. Rata-rata dalam batas normal, jumlah pada
umumnya adalah 100-300 cc. Bila perdarahan lebih dari 500 cc ini
sudah dianggap abnormal, harus dicari penyebabnya. Tujuh pokok
penting yang harus diperhatikan sebelum meninggalkan ibu yang baru
melahirkan adalah:
1. Kontraksi rahim. Dapat diketahui denga palpasi fundus uteri.
Bila perlu dilakukan masase dan berikan uterotonika (methergin,
ermetrin, pitogin).
2. Perdarahan. Apakah ada atau tidak serta jumlahnya.
3. Kandung kencing. Diharuskan kosong, jika penuh ibu diminta
kencing sendiri atau menggunakan kateter.
4. Luka-luka. Dilihat jahitan terdapat perdarahan atau
tidak.
5. Uri dan selaput ketuban harus telah lahir lengkap.
6. Keadaan umum ibu. Tekanan darah, nadi, dan pernapasan.
7. Bayi dalam keadaan baikBAB IVRINGKASAN
Partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat
hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Partus normal
adalah bila bayi lahir dengan presentasi belakang kepala tanpa
memakai alat bantu, tidak terdapat komplikasi pada ibu dan bayi,
dan umumnya berlangsung kurang dari 24 jam.
Pada dan selama pesalinan ada 3 faktor penting yang berperan
yaitu kekuatan kontraksi ibu (his) dan kekuatan mengedan, kondisi
jalan lahir dan janin itu sendiri. Partus dibagi menjadi 4 kala.
Pada kala I serviks membuka sampai terjadi pembukaan 10 cm, kala
ini dinamakan pula kala pembukaan. Kala II disebut kala pengeluaran
oleh karena dengan kekuatan his dan kekuatan mengedan janin di
dorong keluar sampai lahir. Dalam kala III atau kala uri, plasenta
terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV dimulai dari
lahirnya plasenta dan lamanya 2 jam, dalam kala ini diamati apakah
terjadi pendarahan postpartum atau tidak.
Pada laporan ini, pasien dengan persalinan normal yang sesuai
dengan definisi. Pemimpin persalinan melakukan tindakan dan
penanganan sesuai standar WHO. Ibu dan bayi dalam keadaan baik dan
dipulangkan satu hari kemudian dengan KIE ASI eksklusif, cara
menjaga kebersihan diri dan pemakaian KB postpartum serta anjuran
kontrol kembali 1 minggu ke poli klinik setelah pulang rumah
sakit.
DAFTAR PUSTAKA1. Wiknjosastro, G.H., saifuddin, A.B.,
Rachimhadhi, T. (2008), Ilmu Kebidanan, ed. 7, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Jakarta
2. Gabbe, S.G., Niebyl, J.R., Simpson, J.L (2002), Obstetrics
Normal and Problem Pregnancies, ed.4, Churchill Livingstone,New
York.
3. Cunningham G.E., Gant, N.F., Leveno, K.J., Gilstrap, L.C.,
Hauth, J.C, (2001), Williams Obstetrics, ed.21, Mc Graw Hill, New
York.
4. Adenia,I., Piliang,S., Roeshadi,R.H., Tala,,M.R.Z. (1999),
Kehamilan dan Persalinan Normal, Bagian Obstetri dan Ginekologi FK
USU/RSUD dr. Pirngadi RSUP dr. Adam Malik, Medan.
5. Madjid,O.A., Soekir,S., Wiknjosastro,G.H., dkk. (2008),
Asuhan Persalinan Normal, ed.3, Jaringan Nasional Pelatihan Klinik,
Jakarta.
6. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, (2002). Jakarta.
7. Llewellyn,Derek-Jones. (2002), Dasar-dasar Obstetri &
Ginekologi, ed.6, Hipokrates, Jakarta.
8. Norwitz, Erol., John Schorge. (2006), At a Glance Obstetri
& Ginekologi, ed.2, Erlangga, Jakarta.
LINGKUNGAN
PERILAKU
GENETIK
Tidak ada faktor genetik yang mempengaruhi
Gambar 3. Diagram Realita
Gambar 2. Denah Rumah Pasien
Kamar tidur anak
Kamar tidur pasien dan suami
PELAYANAN KESEHATAN
Bidan desa dan bidan Puskesmas
STATUS KESEHATAN
Pasien rutin kontrol ke bidan
Ventilasi rumah dan pencahayaan baik
125