I. PENDAHULUANA. Judul PraktikumObat Kardiovaskular.B. Hari dan
Tanggal PercobaanKamis, 20 April 2015.C. Tujuan Percobaan1.
UmumSetelah menyelesaikan percobaan ini mahasiswa dapat menjelaskan
pengaruh obat atropine sulfat pada jantung katak.2. KhususSetelah
menyelesaikan percobaan ini mahasiswadapat menjelaskan
perubahan-perubahan yang terjadi pada jantung katak setelah
dilakukan pemberian obat..D. .Manfaat1. Mahasiswa dapat mengetahui
cara kerja obat atropine sulfat dengan melihat langsung melalui
praktikum pada kali ini.2. Mahasiswa mampu mengetahui berbagai
macam obat untuk jantung dan vaskuler apabila mengalami gangguan.3.
Mahasiswa mampu mengetahui cara kerja berbagai macam obat untuk
jantung dan vaskuler apabila mengalami gangguan.4. Mahasiswa mampu
mengetahui efek samping obat yang diberikan.5. Mahasiswa mampu
mengetahui kontraindikasi dan indikasi dari masing-masing obat
jantung dan vaskuler.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Obat Antihipertensi1. DiuretikDiuretik secara sederhana
mengurangi volume plasma dan mengurangi resistensi pembuluh darah,
salah satunya melalui pergeseran Na dari intraseluler ke
ekstraseluler lokus. Kelas utama adalah (Bakris, 2014):a. Diuretik
thiazide b. Loop diuretikc. Diuretik K-sparingDiuretik thiazide
tipe yang paling sering digunakan. Selain efek antihipertensi, obat
ini menyebabkan sejumlah kecil vasodilatasi selama volume
intravaskular normal. Semua thiazide sama efektifnya dalam dosis
setara. Namun, diuretik thiazide memiliki waktu paruh yang panjang
dan relatif lebih efektif pada dosis yang sama. Diuretik thiazide
dapat meningkatkan kolesterol serum (kebanyakan low-density
lipoprotein) dan juga meningkatkan kadar trigliserida, meskipun
efek ini mungkin tidak bertahan > 1 tahun. Kenaikan ini jelas
dalam 4 minggu pengobatan dan dapat diperbaiki dengan diet rendah
lemak. Mekanisme kerja diuretik thiazide yang menghambat Na
reabsorpsi di tubulus ginjal distal sehingga terjadi peningkatan
ekskresi Na+ dan air, juga K+ dan H+ ion. Obat ini diekskresikan
melalui urin (McInnes, 2010).Diuretik loop yang digunakan untuk
mengobati hipertensi hanya pada pasien yang telah kehilangan >
50% fungsi ginjal; diuretik ini diberikan dua kali sehari.
Mekanisme kerja loop diuretik yaitu menghambat reabsorpsi natrium
dan klorida ion di proksimal dan distal tubulus ginjal dan lengkung
Henle dengan mengganggu sistem cotransport pengikat klorida,
menyebabkan peningkatan air, kalsium, magnesium, natrium, dan
klorida pada urin. Obat ini dimetabolisme di hepar dan akan diubah
menjadi glucuronid. Obat ini sebagian besar akan diekskresikan
melalui urin (McInnes, 2010).Meskipun diuretik K-sparing tidak
menyebabkan hipokalemia, hiperurisemia, atau hiperglikemia, mereka
tidak seefektif diuretik thiazide dalam mengendalikan hipertensi
dan dengan demikian tidak digunakan untuk pengobatan awal.
K-sparing diuretik atau suplemen tidak diperlukan saat
ACE-Inhibitor atau penghambat reseptor Angiotensin II digunakan
karena obat ini meningkatkan serum K. Mekanisme kerja diuretik
K-sparing yaitu kompetitif mengikat reseptor di situs pertukaran
Na-K tergantung aldosteron dalam hasil tubulus distal peningkatan
ekskresi Na+, Cl-, dan H2O dan retensi K+ dan H+. Obat ini
dimetabolisme di hati dan ginjal dan akan diekskresikan melalui
urin dan feses (McInnes, 2010).Semua diuretik kecuali diuretik
K-sparing menyebabkan kehilangan K signifikan, sehingga serum K
diukur setiap bulan sampai tingkat stabil. Pasien dengan kadar K
300 mg / hari) hydralazine telah dikaitkan dengan sindrom
obat-induced lupus, yang dapat hilang ketika obat dihentikan
(Bakris, 2014).a. HidralazinMekanisme kerja yaitu vasodilator
langsung dengan melebarkan arteriol dengan sedikit efek pada vena
sehingga menurunkan resistensi sistemik, yang kemudian menurunkan
tekanan darah. Secara signifikan dimetabolisme di hati oleh
asetilasi (asetilator lambat dan cepat). Metabolit phthalazine dan
metabolit asam piruvat hidrazon (metabolit tidak aktif). Obat ini
diekskresikan melalui urin dalam bentuk asal (McInnes, 2010).
b. MinoksidilMekanisme kerja sama dengan hidralazin yaitu
sebagai vasodilator langsung. Obat ini di metabolisme di hepar
melalui glucuronidation, dan diekskresikan melalui urin (McInnes,
2010).c. Natrium nitroprussideMekanisme kerja dengan melemaskan
otot polos pembuluh darah untuk mengurangi afterload dan preload
dengan memproduksi NO, juga melebarkan arteri koroner. Obat ini
dimetabolisme dalam darah (100%); ion besi dalam molekul
nitroprusside bereaksi cepat dengan senyawa sulfhidril di sel darah
merah yang menghasilkan sianida rilis, yang kemudian dimetabolisme
di hati dan ginjal oleh rodanese untuk tiosianat. Obat ini
diekskresi terutama dalam urin, dikeluarkan sepenuhnya sebagai
metabolit, terutama tiosianat (McInnes, 2010).
4. ACE-Inhibitor (Angiotensin Converting Enzyme - Inhibitor)Obat
ACE-Inhibitor ini merupakan obat yang menghambat perubahan
Angiotensin I menjadi Angiotensin II, sehingga tidak menyebabkan
berbagai efek dari aktifnya peptida Angiotensin II. Efek yang
ditimbulkan dari obat ini adalah vasodilatasi sistemik dan renal,
penurunan sekresi aldosteron yang akan mengurangi retensi air dan
natrium, akumulasi bradikinin, dan menurunkan resistensi perifer
tanpa memberi efek takikardia. Hal ini akan menyebabkan penurunan
tekanan darah dan mengurangi beban jantung (Tanzil, 2011).Secara
umum ACE-Inhibitor dibedakan atas dua kelompok yaitu yang bekerja
langsung contohnya captropil dan yang prodrug yaitu obat yang akan
diubah terlebih dahulu didalam tubuh menjadi bentuk yang aktif,
contohnya enalapril, dan kuinapril. Kaptropil merupakan
ACE-Inhibitor yang pertama ditemukan dan banyak digunakan diklinik.
Kaptropil merupakan obat yang diabsorbsi dengan baik pada pemberian
oral dengan bioavailabilitas 70-75% dan tingkat absorbsinya akan
berkurang bila dikonsumsi bersama makanan. Oleh karena itu, obat
ini sebaiknya diberikan satu jam sebelum makan (Tanzil,
2011).Sebagian besar ACE-Inhibitor mengalami metabolisme di hati,
kecuali lisinopril yang tidak dimetabolisme. Eliminasi umumnya
melalui ginjal kecuali fosinopril yang mengalami eliminasi di
ginjal dan vesica biliaris (Joycle, 2009).Penggunaan ACE-Inhibitor
efektif untuk hipertensi yang ringan, sedang maupun berat. Bahkan
beberapa diantaranya bisa digunakan pda saat krisis hipertensi
seperti kaptropil dan enalapril. ACE-Inhibitor dapat digunakan pada
pasien dengan gagal jantung kongestif. Obat ini juga dapat
mengurangi resistensi terhadap insulin dan bekerja baik pada lipid
darah sehingga baik digunakan untuk pasien DM, obesitas dan
dislipidemia juga pasein dengan syndroma nefrotik dan penyakit
jantung koroner (Tanzil, 2011).ACE-Inhibitor tidak boleh digunakan
pada pasien pasien tertentu seperti (Wiliam, 2007) :a. Ibu hamil
tidak boleh diberikan obat ini karena obat ini berefek
teratogenik.b. Ibu menyusui. ACE-Inhibitor ini dapat dieksresikan
melalui ASI sehingga dapat berakibat buruk pda fungsin ginjal
bayi.c. Pasien dengan hiperkalemia. Obat ini memiliki efek samping
meningkatkan kalsium dalam tubuh sehinggan tidak boleh digunakan
pada pasien dengan kadar kalsium tinggi dalam tubuh.d. Stenosis
ginjal bilateral. Pemberian obat ini pada pasien dengan gangguan
ginjal bilateral dapat menimbulkan terjadinya gangguan pada
filtrasi diglomerulus sehinggan tidak boleh digunakan pada pasien
yang mengalami kerusakan pada kedua ginjal karena tidak adanya
ginjal yang dapat mengkompensasi gangguan filtrasi.Efek samping
dari ACE-Inhibitor diantaranya adalah pasien dengan hipotensi,
batuk kering, hiperkalemia, rash, edema angioneurotik, gagal ginjal
akut, proteinuria (William, 2007).5. ARB (Angiotensin Reseptor
Blocker)Reseptor Angiotensin II terdiri dari 2 kelompok yaitu AT1
dan AT2. Reseptor AT1 terdapat terutama pada otot polos pembuluh
darah dan diotot jantung, ginjal, otak dan kelenjar adrenal.
Reseptor AT2 banyak terdapat di medula adrenal dan SSP (Joycle,
2009). Losartan merupakan obat golongan ARB yang bekerja selektif
pada AT1. Pemberian obat ini akan menghambat fungsi atau efek
Angiotensin II seperti menghambat vasokontriksi, sekresi aldosteron
dsb. Losartan diabsorpsi baik melalui saluran cerna dengan
biavailabilitas sekitar 33%. Absorpsinya tidak dipengaruhi oleh
adanya makanan dilambung. Waktu paruh eliminasi kurang lebih 1-2
jam, namun obat ini cukup diberikan satu atau dua kali sehari
karena 15% obat ini akan dimetabolit dalam tubuh dengan potensi
10-40 kali dan masa paruhnya menjadi lebih panjang. Losartan tidak
dapat menembus sawar otak dan sebagian besar dieksresikan melalui
feses (Tanzil, 2011).Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh ARB
ini adalah hipotensi yang dapat terjadi pada pasien dengan gangguan
renin yang tinggi seperti hipovolemia, gagal jantung, sirosis hati,
hipertensi renovaskular. Obat golongan ini pun tidak boleh
diberikan pada wanita hamil trimester keduan dan ketiga karena
bersifat fetotoksik dan tidak boleh juga diberikan pada ibu
menyusui karena dapat dieksresikan melalui ASI serta pada pasien
stenosis ginjal bilateral (Joycle, 2009).
6. Antagonis kalsiumAntagonis kalsium menghambat influks kalsium
pada sel otot polos pembuluh darah dan miokardium. Dipembuluh darah
terutama dapat menimbulkan efek relaksasi arteriol tapi kurang
berpengaruh pada vena. Bioavabilitas oral relatif lemah karena obat
ini banyak dimetabolisme secara dihati. Amploidin merupakan obat
yang memiliki bioavabilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
obat antagonis lain yang lain. Obat golongan ini dapat mencapai
kadar puncak dalam tubuh dalam waktu cepat sehingga obat ini akan
bertahan sebentar sehingga dapat menimbulkan tekanan darah naik
dengan cepat pula (Tanzil, 2011).Waktu paruh obat ini relatif
pendek sehingga obat ini kebanyakan diberikan 2-3 kali sehari.
Semua obat antagonis kalsium dimetabolisme di hati dan eksresikan
dalam jumlah yang sedikit melalui ginjal. Efek samping dari obat
golongan ini diantaranya adalah sick sinus syndrom, hipotensi
terutama pada orang tua, edeme perifer, konstipasi, retensi urine,
dan hiperplasia gusi (William, 2007).
E. Obat Gagal Jantung1. DefinisiGagal jantung adalah keadaan
patofisiologis ketika jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi
kebutuhan darah untuk metabolism jaringan. Ciri penting dari
definisi ini adalah (1) gagal didefinisikan relatif terhadap
kebutuhan metabolic tubuh, dan (2) penekanan arti gagal ditujukan
pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan (Price, 2006).2.
Klasifikasi Gagal JantungKlasifikasi fungsional gagal jantung
menurut NYHA (New York Heart Association):a. Kelas I : tidak ada
batasan aktivitas fisikb. Kelas II : sedikit batasan pada aktivitas
(rasa lelah, dispnu)c. Kelas III : batasan aktivitas bermana
(nyaman saat istirahat namun sedikit aktivitas menyebabkan
gejala).d. Kelas IV : gejala saat istirahat.
3. Patofisiologi dan Tempat Kerja Obat (Garis Besar)
Gambar 1. Patofisiologi dan tempar kerja obat (Maron &
Rocco, 2011).4. Pengobatan gagal jantungTujuan primer pengobatan
adalah mencegah terjadinya gagal jantung dengan cara mengobati
kondisi-kondisi yang menuju terjadinya gagal jantung, terutama
hipertensi dan/atau penyakit arteri coroner. Jika disfungsi miokard
sudah terjadi, tujuan pertama adalah mengobati/menghilangkan
penyebab dasarnya, jika mungkin (misalnya iskemia, penyakit tiroid,
alkohol, obat. Jika penyebab dasarnya tidak dapat dikoreksi,
pengobatan ditujukan untuk (Arini dan Nafrialdi, 2012).
a. Mencegah memburuknya fungsi jantung.Merupakan tujuan utama
pengobatan gagal jantung kronik. Untuk tujuan ini diberikan
penghambat ACE dan beta-blocker, disamping mengurangi beban kerja
jantungb. Mengurangi gejala-gejala gagal jantung.Merupakan tujuan
utama pengobatan gagal jantung akut. Untuk tujuan ini diperlukan
pengurangan overload cairan dengan diuretik, penurunan resistensi
perifer dengan vasodilator, dan peningkatan kontraktilitas miokard
dengan obat inotropik.5. Obat Gagal Jantunga. ACE-I
(Angiotensinogen Converting Enzym Inhibitor).Penghambat ACE
menghambat konversi Angiotensin I (Ang I) menjadi Angiotensin II
(Ang II). Tetapi Ang II juga dibentuk oleh enzim-enzim non-ACE,
misalnya kimase yang banyak terdapat di jantung. Kebanyakan efek
biologik Ang II diperantarai oleh reseptor Angiotensin tipe 1
(AT1). Stimulasi reseptor AT1 menyebabkan vasokonstriksi, stimulasi
dan pelepasan aldosteron, peningkatan aktivitas simpatis dan
hipertrofi miokard. Aldosteron menyebabkan sekresi renin dari sel
jukstaglomerular di ginjal. Reseptor AT2 memperantarai stimulasi
apoptosis dan antiproliferasi. Penghambat ACE dengan mengurangi
pembentukan Ang II akan menghambat aktivitas Ang II di reseptor AT1
maupun AT2. Pengurangan hipertrofi miokard dan penurunan preload
jantung akan meghambat progresi remodeling jantung. Di samping itu,
penurunan aktivasi neurohormonal endogen (Ang II, aldosteron,
norepinefrin) akan mengurangi efek langsungnya dalam menstimulasi
remodeling jantung (Tjay, 2013).Efek samping batuk kering yang
terjadi pada pemberian penghambat ACE (dengan insidens sampai
>30%) diduga terjadi pada jalur KKP
(kalikrein-bradikinin-prostaglandin) dengan melibatkan bradikinin,
substansi P, prostaglandin dan leukotriene. Di samping itu, efek
samping angioedema (dengan insidens 0,01-1%) juga diduga akibat
akumulasi bradikinin. Efek samping yang penting lainnya adalah
hipotensi, gangguan fungsi ginjal dan hiperkalemia. Pada pasien
normotensi, biasanya tidak terjadi hipotensi atau gangguan fungsi
ginjal yang bermakna. Penghambat ACE dikontraindikasikan pada
wanita hamil (dikarenakan bersifat teratogen, terutama pada 6 bulan
terakhir) wanita menyusui, pasien dengan stenosis arteri ginjal
bilateral atau angioedema pada terapi dengan penghambat ACE
sebelumnya (Arini dan Nafrialdi, 2012).Kombinasinya dengan diuretik
sebaiknya dihindari, karena dapat mengakibatkan hipotensi mendadak.
Diuretika hemat kalium tidak boleh dikombinasikan dengan obat-obat
ini, juga harus berhati-hati bila dikombinasikan dengan NSAIDs.
Karena bersifat mengurangi ekskresi kalium dan dengan demikian
membawa risiko akan hiperkalimia hebat (Tjay, 2013).Penghambat ACE
harus selalu dimulai dengan dosis rendah dan ditritrasi sampai
dosis target. Dosis awal dan dosis pemeliharaan dari penghambat ACE
yang telah disetujui untuk pengobatan gagal jantung adalah sebagai
berikut:NoObatDosis AwalDosis Pemeliharaan
1Kaptopril6,25 mg tid25-50 mg tid
2Enalapril2,5 mg od10-20 mg bid
3Lisinopril2,5 mg od5-20 mg od
4Ramipril1,25 mg od/bid2,5-5 mg bid
5Trandolapril1 mg od4 mg od
6Kuinapril2,5 mg od5-10 mg bid
7Fosinopril5-10 mg od20-40 mg od
8Perindopril2 mg od4 mg od
od = sehari sekali; bid = 2 x sehari; tid = 3 x sehariTabel 1.
Jenis obat ACE-I (Arini dan Nafrialdi, 2012).
b. Angiotensin Reseptor Blocker (ARB)Antagonis angiotensis II
(Ang II) menghambat aktivitas Ang II hanya di reseptor AT1 dan
tidak di reseptor AT2, maka disebut juga AT1-bloker. Tidak adanya
hambatan kininase II menyebabkan bradikinin dipecah menjadi kinin
inaktif, sehingga vasodilator O dan PGI2 tidak terbentuk. Karena
itu AT1-bloker tidak meninmbulkan efek samping batuk kering (Arini
dan Nafrialdi, 2012).Berbeda dengan efek samping batuk, efek
samping angioedema dapat terjadi pada pemberian AT1-bloker,
meskipun lebih jarang. Dalam hal ini diduga mekanismenya juga sama,
yakni akumulasi bradikinin. Karena terjadi reaksi silang antara
penghambat ACE dan AT1-bloker, maka pasien dengan riwayat
angioedema pada penggunaan penghambat ACE, sebaiknya tidak diberi
AT1-bloker meskipun bukan merupakan kontraindikasi. Demikian juga
pasien dengan riwayat angioedema herediter atau idiopatik sebaiknya
tidak diberi AT1-bloker (Arini dan Nafrialdi, 2012).ARB merupakan
kontraindikasi pada kehamilan. Pasien dengan stenosis arteri ginjal
bilateral mungkin mengalami gagal ginjal jika ARB diberikan.
Alasannya adalah bahwa peningkatan sirkulasi dan Angiotensin II
intrarenal dalam kondisi ini akan menyempitkan arteriol eferen
lebih dari arteriol aferen dalam ginjal, yang membantu untuk
menjaga tekanan kapiler glomerulus dan filtrasi (Klabunde,
2007).
NoObatDosis AwalDosis Maksimal
1Kandsartan4-8 mg od32 mg od
2Losartan25-50 mg od50-100 mg od
3Valsartan20-40 mg bid160 mg bid
Tabel 2. Jenis obat ARB (Arini dan Nafrialdi, 2012).
c. DiuretikKebanyakan diuretik bekerja dengan mengurangi
reabsropsi natrium, sehingga pengeluarannya kewat kenih dan
demikian juga air diperbanyak. Obat obat ini bekerja khusus
terhadap tubuli, tetapi juga di tempat lain, yakni di (Tjay,
2013):1) Tubuli proksimal.Diuretika osmotis (mannitol, sorbitol)
bekerja disini dengan merintangi reabsropsi air dan juga natrium.2)
Lengkung Henle.Diuretika lengkungan, seperti furosemide,
bumetanide, dan etakrinat, bekerja terutama di sini dengan
merintangi transport ion Cl- dan demikian reabsorpsi Na+.
pengeluaran K+ dan juga air juga diperbanyak.3) Tubuli distal.Di
bagian pertama segemen ini, Na+ direabsorpsi secara aktif pula
tanpa air hingga filtrate menjadi lebih cair dan lebih hipotonis.
Senyawa thiazide dan klortalidon bekerja di tempat ini dengan
memperbanyak ekskresi Na+ dan Cl- sebesar 5-10%. Di bagian kedua
segmen ini, ion Na+ ditukarkan dengan segmen ini, ion Na+
ditukarkan dengan ion K+ atau NH4+, proses ini dikendalikan oleh
hormon anak-ginjal aldosteron. Anti aldosteron (spironolakton) dan
zat-zat penghemat kalium (amilorida, triamterene) bertitik kerja di
sini dengan mengakibatkan ekskresi Na+ dan retensi K+4) Saluran
pengumpul.Hormon ADH dari hipofise bertitik kerja disini dengan
jalan mempengaruhi permeabilitas bagi air dari sel-sel saluran
ini.Diuretik merupakan obat utama untuk mengatasi gagal jantung
akut yang selalu disertai dengan kelebihan cairan yang
bermanifestasi sebagai kongesti paru atau edema perifer. Penggunaan
diuretik dengan cepat menghilangkan sesak napas dan meningkatkan
kemampuan melakukan aktivitas fisik. Pada pasien-pasien ini
diuretik mengurangi retensi air dan garam sehingga mengurangi
volume cairan ekstrasel, alir balik vena dan tekanan pengisian
ventrikel (preload). Oleh karena diuretik tidak mengurangi
mortalitas pada gagal jantung (kecuali spironolakton), maka
diuretik harus selalu diberikan dalam kombinasi dengan penghambat
ACE (Tjay, 2013).Diuretik tiazid pada pengobatan gagal jantung
tidak pernah diberikan sendiri (karena efek diuresisnya lemah),
tetapi dalam kombinasi dengan diuretik kuat (akan menunjukkan efek
sinegistik : natriuresisnya melebihi jumlah dari efek masing-masing
komponennya). Kombinasi ini diberikan pada pasien yang refrakter
terhadap diuretik kuat. Diuretik hemat kalium adalah diuretik
lemah, karena itu tidak efektif untuk mengurangi volume. Obat-obat
ini digunakan untuk mengurangi pengeluaran K atau Mg oleh ginjal
dan/atau memperkuat respons diuresis terhadap obat lain. Pada
pengobatan gagal jantung, obat-obat ini hanya digunakan jika
hypokalemia menetap setelah awal terapi dengan penghambat ACE dan
diuretik (Tjay, 2013).
NoObatDosis AwalDosis Maksimal SehariLama KerjaEfek Samping
Utama
1Diuretik Kuat
Furosemid20-40 mg od/bid 600 mg6-8 jamHipokalemia, hipomagnesia,
hyponatremia
Bumetanid0,5-1 mg od/bid10 mg4-6 jamHiperurikemia, intoleransi
glukosa
Torasemid10-20 mg od200 mg12-16 jamGangguan asam basa
2Tiazid
HCT25 mg od/bid200 mg6-12 jamHypokalemia, hipomagnesia,
hyponatremia
Klortalidon12,5-25 mg od100 mg24-72 jam
Indapamid2,5 mg od5 mg36 jamGangguan asam basa
3Diuretik hemat K
Amilorid2,5 mg od20 mg24 jam Hyperkalemia, rash
Triamteren25 mg bid100 mg7-9 jamHyperkalemia
Tabel 3. Jenis obat Diuretik (Arini dan Nafrialdi, 2012).
d. Beta-bloker.Beta bloker bekerja terutama dengan menghambat
efek merugian dari aktivasi simpatis pada pasien gagal jantung, dan
efek ini jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan efek
inotropik negatifnya. Stimulasi adrenergik pada jantung memang pada
awalnya meningkatkan kerja jantung, akan tetapi aktivasi simpatis
yang berkepanjangan pada jantung yang telah mengalami disfungsi
akan merusak jantung, dan hal ini dapat dicegah dengan beta-bloker.
Mekanisme penurunan tekanan darah oleh -blocker adalah dengan tiga
cara, yaitu : penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas
miokard sehingga menurunkan curah jantung, hambatan sekresi renin
di sel jukstaglomeruler ginjal dengan akibat penurunan produksi
Angiotensin II, dan efek sentral yang mempengaruhi saraf simpatis
(Arini dan Nafrialdi, 2012).Pada pasien gagal jantung yang baru
sajaterjadi, belum ada pengalaman. Saat ini, tidak boleh diberikan
beta-bloker sampai kondisinya stabil setelah berhari-hari sampai
berminggu-minggu. Demikian juga, penggunaan beta-bloker pada pasien
disfungsi ventrikel kiri yang asimtomatik (NYHA I) belum diteliti.
Sekarang ini beta-bloker direkomendasikan untuk penggunaan rutin
pada pasien gagal jantung ringan dan sedang (NYHA kelas II-III)
yang stabil dengan fraksi ejeksi