Page 1
BAB I
SKEMA JARINGAN DAN KAPASITAS SALURAN IRIGASI
A. Data Teknis
Peta rencana jaringan irigasi teknis seperti gambar terlampir. Data yang
tersedia sebagai berikut:
a. Luas lahan (A) dan kebutuhan air (KA)
Tabel 1.1. Luas Lahan dan Kebutuhan Air
No. LahanKode
Lahan
Luas Lahan
(A), hA
Kebutuhan Air
(KA), mm/hari
1. Lahan 1 T1 100 15
2. Lahan 2 T2 100 15
3. Lahan 3 T3 300 15
4. Lahan 4 T4 100 15
5. Lahan 5 T5 240 15
6. Lahan 6 T6 100 15
7. Lahan 7 T6 260 15
8. Lahan 8 T8 100 15
b. Lebar Sungai : 90 m
c. Debit banjir maksimum sungai (Qmax) : 500 m3/s
d. Elevasi dasar sungai : 20 m
e. Tinggi mercu bendung : 3 m
f. Tinggi muka air banjir maksimum : 3,8 m
g. Tinggi pintu pengambilan : 0,75 m
h. Tinggi ambang pengambilan : 0,85 m
i. Kecepatan saluran pembilas : 0,8 m/s
j. Efisiensi saluran primer : 0,90
k. Efisiensi saluran sekunder : 0,80
l. Efisiensi saluran tersier : 0,75
Page 2
Gambar 1.1. Rencana Skema Jaringan Irigasi
B. Analisis Kapasitas Saluran
B.1. Debit Kebutuhan Air di Lahan
Debit kebutuhan air di lahan adalah besarnya besaran debit yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan air di lahan tersier atau sawah.
Besarnya debit dapat menggunakan persamaan:
QKA = KA × A........................................................(1.1)
Keterangan :
QKA = Besaran debit yang dibutuhkan di lahan (m3/s)
KA = Kebutuhan air di lahan (m/s)
A = Luas lahan (m2)
B.2. Kapasitas Saluran Irigasi
Kapasitas saluran irigasi adalah kapasitas saluran pemberi.
Besarnya kapasitas saluran harus dapat memenuhi besar debit yang akan
dialirkan untuk memenuhi debit kebutuhan di lahan. Saluran ini berfungsi
untuk mengalirkan air dari sungai atau sumber air ke lahan tersier.
Besarnya kapasitas saluran dapat menggunakan persamaan:
Page 3
Qs(saluran) =
Qka
μ .........................................................(1.2)
Keterangan :
Qs = besar debit kapasitas saluran (m3/s)
QKA = besar debit kebutuhan air di lahan (m3/s)
μ = efisiensi saluran
B.3. Perhitungan Saluran Irigasi
B.3.1. Perhitungan Debit Kebutuhan Air di Lahan
1. Lahan 1 (T1)
Diketahui:
KA1 = 15 mm/hari = 15 x10−3
24 x60 x 60 = 1,7361 x 10-7 m/s
A1 = 100 ha= 1.000.000 m2
QKA1 = KA1 x A1
= 1,7361 x 10-7 x 1.000.000
= 0, 1736 m3/s
2. Lahan 2 (T2)
Diketahui:
KA2 = 15 mm/hari = 1, 7361 x 10-7 m/s
A2 = 100 ha = 1.000.000 m2
QKA2 = KA2 x A2
= 1, 7361 x 10-7 x 1.000.000
= 0,1736 m3/s
3. Lahan 3 (T3)
Diketahui:
KA3 = 15 mm/hari = 1,7361 x 10-7 m/s
A3 = 300 ha = 3.000.000 m2
QKA3 = KA3 x A3
= 1,7361 x 10-7 x 3.000.000
=0,5208 m3/s
Page 4
4. Lahan 4 (T4)
Diketahui:
KA4 = 15 mm/hari = 1,7361 x 10-7 m/s
A4 = 100 ha = 1.000.000 m2
QKA4 = KA4 x A4
= 1,7361 x 10-7 x 1.000.000
= 0,1736 m3/s
5. Lahan 5 (T5)
Diketahui:
KA5 = 15 mm/hari = 1,7361 x 10-7 m/s
A5 = 240 ha = 2.400.000 m2
QKA5 = KA5 x A5
= 1,7361 x 10-7 x 2.400.000
= 0,4166 m3/s
6. Lahan 6 (T6)
Diketahui:
KA6 = 15 mm/hari = x 10-7 m/s
A6 = 100 ha = 1.000.000 m2
QKA6 = KA6 x A6
= 1,7361 x 10-7 x 1.000.000
= 0, 1736 m3/s
7. Lahan 7 (T7)
Diketahui:
KA7 = 15 mm/hari = x 10-7 m/s
A7 = 260 ha = 2.600.000 m2
QKA7 = KA7 x A7
= 1,7361 x 10-7 x 2.600.000
= 0, 4513 m3/s
Page 5
8. Lahan 8 (T8)
Diketahui:
KA8 = 15 mm/hari = x 10-7 m/s
A8 = 100 ha= 1.000.000 m2
QKA1 = KA6 x A6
= 1,7361 x 10-7 x 1.000.000
= 0, 1736 m3/s
Tabel 1.2. Debit Kebutuhan Air di Lahan
No. LahanLuas Lahan
(A), hA
Kebutuhan Air
(KA), mm/hari
QKA
(m3/s)
1. T1 100 15 0, 1736
2. T2 100 15 0, 1736
3. T3 300 15 0,5208
4. T4 100 15 0,1736
5. T5 240 15 0,4166
6. T6 100 15 0, 1736
7. T7 260 15 0, 4513
8. T8 100 15 0, 1736
C. Perhitungan Kapasitas Saluran Irigasi
a. Perhitungan Kapasitas Saluran Tersier
Contoh perhitungan pada kapasitas saluran tersier 1
QST1 (Kapasitas Saluran Tersier 1)
QKA1 = 0,6018 m3/s
µtersier = 0,75
QST1 =
QKA1
μ tersier =
0 ,60180 ,75 = 0,8024 m3/s
Perhitungan pada kapasitas saluran lainnya dapat
menggunakan rumus yang sama yaitu seperti perhitungan
kapasitas diatas. Berikut hasil perhitungan kapasitas saluran
tersier, seperti tercantum dalam tabel 1.3.
Page 6
Tabel 1.3. Kapasitas Saluran Tersier
No
.Saluran
QKA
(m3/s)µ
Qs
(m3/s)
1. QST1 0, 1736 0,75 0,1302
2. QST2 0, 1736 0,75 0,1302
3. QST3 0,5208 0,75 0,3906
4. QST4 0,1736 0,75 0,1302
5. QST5 0,4166 0,75 0,3124
6. QST6 0, 1736 0,75 0,1302
7. Qst7 0, 4513 0,75 0,3384
8. Qst8 0, 1736 0,75 0,1302
b. Perhitungan Kapasitas Saluran Sekunder
1) QSS1 (Kapasitas Saluran Sekunder 1)
QST2 = 0,1302 m3/s
QST3 = 0,3906 m3/s
QST4 = 0,1302 m3/s
µsekunder = 0,80
QSS1 =
QST2+QST3+QST4
μsekunder
=
0,1302+0 , 3906+0,13020 , 80 = 0,81375 m3/s
2) QSS2 (Kapasitas Saluran Sekunder 2)
QST5 = 0,3124 m3/s
QST6 = 0,1302 m3/s
µsekunder = 0,80
QSS2 =
QST5+QST6
μsekunder =
0,3124+0,13020,80 =0,55325 m3/s
Page 7
3) QSS3 (Kapasitas Saluran Sekunder 2)
QST7 = 0,3384 m3/s
QST8 = 0,1302 m3/s
µsekunder = 0,80
QSS2 =
QST7+QST8
μsekunder =
0,3384+0,13020,80 = 0,58575 m3/s
c. Perhitungan Kapasitas Saluran Primer
QSP2 (Kapasitas Saluran Primer)
QSS2 = 0,55325 m3/s
QST3 = 0,58575 m3/s
µprimer = 0,90
QSP1 =
QSS2+QSS3
μprimer
=
0,55325 +0,58575 0,90 = 1,2655 m3/s
QSP1 (Kapasitas Saluran Primer)
QSS1 = 0,81375 m3/s
QSP2 = 1,2655 m3/s
QST1 = 0,1302 m3/s
µprimer = 0,90
QSP1 =
QSS1+QSS2+QST1
μprimer
=
0,81375 +1 , 2655+0,1302 0,90 = 2,4549 m3/s
Page 8
Tabel 1.4. Kapasitas Saluran Sekunder dan Primer
No. Saluran µQs
(m3/s)
1. QSS1 0,80 0,81375
2. QSS2 0,80 0,55325
3. QSS3 0,80 0,58575
4. QSP2 0,90 1,2655
5. QSP1 0,90 2,4549
D. Skema Jaringan
D.1.Skema Jaringan Irigasi
Susunan dalam suatu daerah irigasi merupakan saluran pembawa
air yang dimulai dari bangunan penangkap air dari sumber-sumber air
sampai kelahan sawah (petak tersier) dengan ukuran saluran berturut-turut
semakin kecil. Kebutuhan sawah akan terpenuhi jika analisis/hitungan
secara ilmiah benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu yang
perlu dilakukan adalah mendesain jaringan irigasi secara baik dan benar,
agar dapat dimanfaatkan oleh para petani dalam mengolah lahan sehingga
tujuan dari skema jaringan irigasi dapat diwujudkan dengan secara nyata.
a) Saluran Primer (SP) adalah saluran pertama yang mengambil air dari
bangunan penangkap air dari sumber air (sungai dengan bendung) dan
melayani daerah irigasi yang merupakan sekumpulan petak sekunder.
b) Saluran Sekunder (SS) adalah saluran yang lebih kecil dari saluran
primer dan melayani beberapa petak tersier.
c) Saluran Tersier (ST) adalah saluran yang lebih kecil dari saluran
skunder dan menuju petak tersier.
d) Petak Tersier (PT) merupakan kumpulan dari petak kuarter (lahan
sawah).
e) Bangunan Bagi (BB) merupakan bangunan yang berfungsi sebagai
pembagi ke petak tersier saja.
Page 9
f) Bangunan (Bagi Sadap) B.BS merupakan bangunan yang berfungsi
sebagai pembagi ke petak-petak tersier dan juga sebagai penyuplai
saluran sekunder dan saluran tersier.
Jaringan irigasi mempunyai beberapa fungsi penting yaitu:
Saluran yang berfungsi mengalirkan air ke lahan atau sawah sehingga
bias dimanfaatkan oleh para petani.
Bangunan pengukur debit yang berfungsi mengukur dan mengatur taraf
muka air sehingga debit bisa dikendalikan dengan baik.
Bangunan pelengkap yang berfungsi untuk menghindari rintangan
(hambatan) yang mungkin bisa terjadi di bagian saluran irigasi yang
bisa mengganggu ke pengolahan sawah.
Gambar 1.2. Skema Jaringan Irigasi
Page 10
D.2.Daftar Notasi
Tabel 1.5. Daftar Nama Notasi Saluran Irigasi
No Kode Uraian Keterangan
1. A Luas Areal Luas areal dari petak tersier
2. KA Kebutuhan Air besar kebutuhan yang harus disediakan setiap petak tersier
3. T1 Tersier 1 Lahan 14. T2 Tersier 2 Lahan 25. T3 Tersier 3 Lahan 36. T4 Tersier 4 Lahan 47. T5 Tersier 5 Lahan 58. T6 Tersier 6 Lahan 69. T7 Tersier 7 Lahan 710. T8 Tersier 8 Lahan 811. ST1 Saluran Tersier 1 Saluran Tersier 112. ST2 Saluran Tersier 2 Saluran Tersier 213. ST3 Saluran Tersier 3 Saluran Tersier 314. ST4 Saluran Tersier 4 Saluran Tersier 413. ST5 Saluran Tersier 5 Saluran Tersier 514. ST6 Saluran Tersier 6 Saluran Tersier 615. ST7 Saluran Tersier 7 Saluran Tersier 716. ST8 Saluran Tersier 8 Saluran Tersier 817. SS1 Saluran Sekunder 1 Saluran pemberi ke ST2, ST3, ST418. SS2 Saluran Sekunder 2 Saluran pemberi ke ST5, ST619. SS3 Saluran Sekunder 3 Saluran pemberi ke ST7, ST820. SP1 Saluran Primer 1 Saluran pemberi ke ST1, SS1
SP2 Saluran Primer 2 Saluran pemberi ke SS2, SS3
18. BBS1 Bangunan Bagi Sadap 1 Bangunan bagi ke ST1 dan bangunan sadap ke SS1 dan SP2
18. BBS2 Bangunan Bagi Sadap 2 Bangunan bagi ke SS2 dan bangunan sadap ke SS3
19. BB1 Bangunan Bagi 1 Bangunan bagi ke ST2, ST 3, ST420. BB2 Bangunan Bagi 2 Bangunan bagi ke ST5, ST 621. BB3 Bangunan Bagi 2 Bangunan bagi ke ST7, ST 8
BAB II
Page 11
SALURAN IRIGASI
1. Perencanaan Saluran Irigasi
1.1. Penampang Saluran
Untuk pengaliran air irigasi, saluran berpenampang trapesium tanpa
pasangan adalah bangunan pembawa yang paling umum dipakai dan
ekonomis. Perencanaan saluran harus memberikan penyelesaian biaya
pelaksanaan dan pemeliharaan yang paling rendah.
Gambar 2.1. Sket Penampang Saluran
V = K × R23 × I
12 .........................................................................(2.1)
R =
AP ..........................................................................................(2.2)
A = (b + (m × h)) × h....................................................................(2.3)
P = (b+2×h√1+m2).................................................................(2.4)
Q = V × A.....................................................................................(2.5)
B = b + 2 × (m × h).......................................................................(2.6)
Dimana:
Q = debit saluran, m3/detik
V = kecepatan aliran, m/detik
A = Potongan melintang aliran, m2
R = jari-jari hidrolis, m
Page 12
P = keliling basah, m
b = lebar dasar, m
h = tinggi air, m
I = kemiringan energi (kemiringan saluran)
K = koefisien kekasarn strickler, m1/3/s
m = kemiringan talut (1 vertikal : m horizontal)
1.2. Koefisien Kekasaran Strickler
Pada saluran irigasi, ketidak teraturan permukaan yang
menyebabkan perubahan dalam keliling basah dan potongan melintang
mempunyai pengaruh yang lebih penting pada koefisien kekasaran saluran
dari pada kekasaran permukaan.
Perubahan mendadak pada permukaan saluran akan mempebesar
koefisien kekasarn. Perubahan ini dapat disebabkan oleh penyelesaian
konstruksi saluran yang jelek atau karena erosi pada talut
saluran.Terjadinya riak-riak didasar saluran akibat interaksi saluran di
perbatasannya juga berpengaruh terhadap kekasaran saluran.
Koefisien kekasaran bergantung pada faktor-faktor berikut:
a. Kekasaran permukaan saluran
b. Ketidakteraturan permukaan saluran
c. Trase
d. Vegetasi (tumbuhan)
e. Sedimen
Tabel 2.1. Harga-Harga Kekasaran Koefisien Strickler (k) untuk Saluran-
Saluran Irigasi Tanah
No. Q (m3/s) K (m1/3/s)
1. Q > 10 45
2. 5 < Q < 10 42,5
3. 1 < Q < 5 40
4. Q < 1 dan saluran tersier 35
1.3. Tinggi Jagaan
Page 13
Tinggi jagaan berfungsi sebagai:
a. Menaikkan muka air diatas tinggi muka air
b. Mencegah kerusakan tanggu saluran
Meningginya muka air sampai diatas tinggi yang telah
direncanakan bisa disebabkan oleh peniututpan pintu secara tiba-tiba
disebelah hilir, variasi ini akan bertambah dengan membesarnya debit.
Tinggi jagaan minimum yang diberikan pada saluran primer dan sekunder
dikaitkan dengan debit rencana saluran.
Tabel 2.2. Tinggi Jagaan untuk Saluran Tanah
No. Q (m3/s) Tinggi Jagaan, W (m)
1. < 0,5 0,40
2. 0,5 – 1,5 0,50
3. 1,5 – 5,0 0,60
4. 5,0 – 10,0 0,75
5. 10,0 – 15,0 0,85
6. > 15,0 1,00
1.4. Kemiringan Saluran
Untuk menekan biaya pembebasan tanah dan penggalian, talut
saluran direncanakan securam mungkin. Bahan tanah, kedalaman saluran
dan terjadinya rembesan akan menentukan kemiringan maksimum untuk
yalut yang stabil.
Tabel 2.3. Kemiringan Talut Minimum untuk Saluran Timbunan yang
Dipadatkan dengan Baik
No.Kedalaman air + Tinggi Jagaan
D (m)
Kemiringan Minimum Talut
(m)
1. D ≤ 1,0 1 : 1,0
2. 1,0 < D ≤ 2,0 1 : 1,5
3. D > 2,0 1 : 2,0
Page 14
2. Hitungan Desain Dimensi Saluran Irigasi
Perhitungan desain saluran pada SP (Saluran Primer), dengan QSP1 =
2, 4549m3/s.
Direncanakan menggunakan saluran dengan ukuran:
b = 1,4 m
h = 0,8 m
W = 0,60 (Berdasarkan KP-03 “Tabel 2.2. Tinggi Jagaan untuk Saluran
Tanah” dengan Q = 1,5 – 5,0 m3/s, tinggi jagaan yang digunakan adalah
0,6 m)
D = h + W
= 0,8 + 0,60
= 1,4 m
m = 1,5 (berdasarkan KP-03 “Tabel 2.3. Kemiringan Talut Minimum untuk
Saluran Timbunan yang Dipadatkan dengan Baik” dengan 1,0 < D ≤
2,0, digunakan kemiringan talut 1 : 1,5)
K = 40 m1/3/s (berdasarkan KP-03 “Tabel 2.1. Harga-Harga Kekasaran
Koefisien Strickler (k) untuk Saluran-Saluran Irigasi Tanah” dengan Q
= 1 < Q < 5, digunakan K = 40 m1/3/s)
I = 0,003
B = b + 2×(h × m)
= 1,4 + 2×(0,8 × 1,5)
= 3,8 m
A = (b + (m × h)) × h
= (1,4 + (1,5 × 0,8)) × 0,8)
= 2,08 m2
P = (b+2×h√1+m2)
= (1,4+2×0,8√1+1,52)
= 4,2844 m
Page 15
R =
AP
=
2 , 084 ,2844 = 0,49 m
V = K × R23 × I
12
= 40 × 0 , 4923 × 0 , 003
12
= 1,36 m/s
QDSP = V × A
= 1,36 x 2,08
= 2,8288 m3/s
Karena QDSP = 2,8288 m3/s > QSP = 2,4549 m3/s (QD > QS), saluran irigasi dapat digunakan.
Gambar 2.2. Sket Penampang Saluran Primer (SP)
Page 16
Tabel 2.4. Debit Dimensi Saluran Irigasi
No. Saluran
Data Hitungan Qds Qs A Rh b
mW K D B B' P V
m m m m1/3/s m m m m m/s m3/s m3/s m2 m
1 QDSP1 0,8 1,41,5 0,6 40 1,4 3,80
5,60 4,2844 1,35332 2,814903 2,4549 2,08 0,4855
1 QDSP2 0,5 1,11,5 0,6 40 1,1 2,60
4,40 4,8450 1,46713 1,357093 1,2655
0,925 0,1909
2 QDSS1 0,5 11,5 0,5 40 1 2,50
4,00 2,8028 1,00825 0,882216 0,81375 0,87
5 0,3122
3 QDSS2 0,5 0,61,5 0,5 40 1 2,05
3,55 2,3528 0,92934 0,604073 0,55325 0,65 0,2763
4 QDSS3 0,5 0,61,5 0,5 40 1 2,10
3,60 2,4028 0,93975 0,634334 0,58575 0,67
5 0,2809
5 QDST1 0,4 0,3 1 0,4 35 0,8 1,101,9
0 1,4314 0,646 0,18088 0,1302 0,28 0,1956
6 QDST2 0,4 0,3 1 0,4 35 0,8 1,101,9
0 1,4314 0,646 0,18088 0,1302 0,28 0,1956
7 QDST3 0,4 0,9 1 0,4 35 0,8 1,702,5
0 2,0314 0,77287 0,401891 0,3906 0,52 0,2560
8 QDST4 0,4 0,5 1 0,4 35 0,8 1,302,1
0 1,6314 0,70005 0,252018 0,1302 0,36 0,2207
9 QDST5 0,4 0,9 1 0,4 35 0,8 1,702,5
0 2,0314 0,77287 0,401891 0,3124 0,52 0,2560
10 QDST6 0,4 0,6 1 0,4 35 0,8 1,402,2
0 1,7314 0,72179 0,288714 0,1302 0,4 0,2310
11 QDST7 0,4 0,8 1 0,4 35 0,8 1,602,4
0 1,9314 0,75778 0,363737 0,3384 0,48 0,2485
12 QDST8 0,4 0,8 1 0,4 35 0,8 1,602,4
0 1,9314 0,75778 0,363737 0,3102 0,48 0,2485
Tambahan : I = 0,003
Page 17
BAB III
BANGUNAN BAGI / SADAP DAN BANGUNAN PENGUKURAN DEBIT
1. Bangunan Bagi Sadap
1.1. Bangunan Bagi
Bangunan bagi adalah sebuah bangunan yang berfungsi untuk
membagi air dari saluran primer atau sekunder kedua buah saluran atau
lebih yang masing-masing debitnya lebih kecil. Bangunan bagi terletak di
saluran primer dan atau saluran sekunder pada suatu titik cabang. Sesuai
dengan fungsinya maka bangunan bagi harus memenuhi syarat yaitu:
a. Pembagian air ke seluruh jaringan irigasi harus dicukupi dengan teliti
sesuai dengan kebutuhannya.
b. Perlu bangunan pengontrol berupa pintu sorong atau balok sekat untuk
mengontrol taraf muka air. Perubahan kedudukan pintu-pintu hanya
boleh dilakukan apabila dipandang perlu saja.
Pada bangunan bagi harus terdapat bangunan pengontrol taraf
muka air dan pengatur debit yang terdiri dari tiga macam, yaitu:
a. Pintu pengukur yang berfungsi mengatur debit yang dilaluinya.
b. Pintu pengatur yang berfungsi mengatur taraf muka air yang dilaluinya.
c. Kombinasi antara keduanya.
Pada bangunan bagi biasanya terdapat penyadapan langsung ke
dalam saluran tersier. Jadi bangunan bagi berfungsi pula sebagai pemberi
air ke saluran tersier. Sebagai alat pengontrol taraf muka air biasanya
digunakan:
a. Balok sekat sebagai balok penutup, untuk hal ini aliran melimpah lewat
mercu balok sekat.
b. Pintu sorong sebagai pengontrol taraf muka air, dalam hal ini
pengaliran lewat bawah pintu.
1.2. Bangunan Bagi/Sadap
Bangunan bagi/sadap adalah sebuah bangunan yang berfungsi
membagikan air dan menyambung dari:
Page 18
a. Saluran primer ke saluran primer yang lain dan atau saluran primer ke
saluran tersier.
b. Saluran primer ke saluran sekunder dan atau saluran sekunder ke
saluran tersier.
c. Saluran sekunder yang satu ke saluran sekunder yang lain dan atau dari
saluran sekunder ke saluran tersier.
Bangunan bagi/sadap terletak di saluran primer dan atau saluran
sekunder. Bangunan bagi dan bangunan sadap dapat digabung menjadi
satu rangkaian. Untuk mengontrol muka air di bagian udik bangunan
umumnya diperlukan bangunan pengatur.
1.3. Bangunan Sadap dan Bangunan Sadap Akhir
Bangunan sadap adalah sebuah bangunan yang digunakan untuk
menyadap/mengalirkan air dari saluran primer ke saluran sekunder/tersier,
atau dari saluran sekunder ke saluran primer. Bangunan sadap akhir adalah
bangunan pembagi air pada bagian akhir dari saluran sekunder dimana
debitnya disadap habis oleh saluran-saluran tersier. Letak bangunan sadap
yaitu:
a. Bangunan sadap untuk menyadap aliran dari saluran primer ke saluran
sekunder disebut bangunan sadap sekunder, terletak di saluran primer.
b. Bangunan sadap untuk menyadap aliran dari saluran sekunder ke
saluran tersier disebut bangunan sadap tersier terletak di saluran
sekunder.
c. Bangunan sadap akhir terletak di bagian akhir saluran sekunder.
Persyaratan dan pengukur debit:
a. Persyaratan untuk banguanan sadap dan untuk mengukur debit pada
bangunan sadap sama dengan pada bangunan-bangunan bagi.
b. Bangunan sadap yang mengambil air dari saluran sekunder kesaluran
tersier dapat tanpa bangunan peninggi muka air, yang biasa dibuat
tanpa gorong-gorong dan dengan menggunakan gorong-gorong.
Page 19
2. Bangunan Pengukur Debit
Dalam jaringan irigasi teknis, banyaknya debit air yang mengalir ke
dalam saluran harus dapat diukur dengan seksama agar pembagian air dapat
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Bangunan ukur debit yang biasa
digunakan pada umumnya merupakan suatu pelimpah dengan ambang lebar
atau ambang tajam. Bangunan ukur biasanya difungsikan pula sebagai
bangunan pengontrol. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan taraf muka air
yang direncanakan dan untuk mengalirkan debit tertentu. Jenis-jenis bangunan
ukur yang biasa digunakan dalam jaringan irigasi teknis antara lain yaitu:
A. Tipe Ambang Tajam
Bangunan ukur tipe ambang tajam yang umum digunakan adalah
skot balok. Bangunan ini merupakan susunan balok-balok kayu sederhana.
Agar eksploitasinya mudah disarankan lebar pintu kurang dari dua meter.
Kelebihan bangunan tipe ambang tajam yaitu:
a. Konstruksi sederhana.
b. Biaya pembuatan murah.
c. Eksploitasinya murah.
Kekurangan bangunan tipe ambang tajam yaitu:
a. Hanya sebagai bangunan pengukur saja.
b. Eksploitasinya memerlukan minimum 2 orang.
c. Banyak memerlukan waktu.
B. Tipe Cipoletti
Bangunan ini merupakan penyempurnaan dari alat ukur amabang
tajam yang dikonstruksi sepenuhnya dengan cara bentuk trapesium.
Lubang pengaliran berbentuk trapesium dengan sisi-sisi yang miringnya
4 : 1.
Persyaratan pemasangan:
a. Saluran di bagian udik bangunan ukur harus lurus sekitar 12 – 30 meter.
b. Tinggi ambang paling sedikit harus diambil setinggi 2 h diatas dasar
saluran di bagian udik.
Page 20
c. Jarak antar pinggir lubang pelimpah dan dinding saluran harus diambil
paling sedikit sama dengan h.
d. Pada pengaliran debit kecil, tinggi h paling sedikit 5 s.d 10 cm dan letak
muka air di hilir ambang paling sedikit 2,5 cm lebih rendah dari mercu
ambang.
Kelebihan bangunan ukur tipe cipoletti yaitu:
a. Bangunannya sederhana dan mudah dibuat dengan biaya yang tidak
terlalu mahal.
b. Jika diberi papan duga berskala liter, petani akan mudah mengetahui
volume air yang dipakai.
Kekurangan bangunan ukur tipe cipoletti yaitu:
a. Sedimentasi terjadi di hulu bangunan, benda-benda hanyut tidak mudah
dilewatkan, dapat menyebabkan kerusakan dan mengganggu ketelitian
pengukuran debit.
b. Tidak dapat mengukur debit jika muka airnya lebih tinggi dari celah
pengukur.
c. Kehilangan energi besar, sehingga tidak cocok untuk daerah datar.
d. Pengukur debit sulit karena harus dilakukan oleh dua orang.
C. Tipe Crump de Gruyter
Bangunan ukur debit tipe Crump de Gruyter adalah suatu alat
pengukur debit berambang lebar dengan pintu sorong vertikal yang dapat
digerakan naik-turun untuk mengatur taraf muka air. Pintu ini dirancang
oleh Crump (1922) yang kemudian disempurnakan oleh de Gruyter (1926).
Eksploitasinya cukup mudah dan juga cukup teliti, tetapi kehilangan tinggi
tekan cukup besar. Bangunan ini biasanya digunakan untuk mengukur
debit-debit saluran yang relatif besar yaitu di atas 900 l/det.
Bangunan ukur ini digunakan untuk:
a. Mengatur dan mengukur besarnya debit penyadapan.
b. Dapat mengeluarkan endapan sedimen yang mungkin terjadi di udik
pintu.
c. Dapat digunakan pada bangunan bagi.
Page 21
Bentuk hidraulik tipe Crump de Gruyter yaitu:
a. Bangunan ukur ini terdiri atas tiga tipe yaitu masing-masing dengan
lebar 0,40 m; 0,80 m; dan 1,20 m untuk tipe I, II, dan III.
b. Pengaliran melalui lubang persegi empat.
c. Kedua sisi kanan dan kiri dibatasi oleh dinding tegak, bagian bawah
merupakan ambang dengan lebar pendek.
d. Bagian atasnya terdapat pintu yang dapat dinaik turunkan.
Kapasitas dan karakteristik bangunan ukur tipe Crump de Gruyter
dengan ketelitian pengukuran = Q maks/Qmin. Diambil dari nilai 1-10.
Dalam air minimum (Y min) di bawah pintu ditentukan oleh ketelitian alat
ukur dengan ketentuan Y min = 0,02 m. Untuk mempermudah perhitungan
debit biasanya diikutsertakan grafik untuk berbagai lebar pintu (b) dan
tinggi air atas ambang pintu (h).
Rumus pengaliran bangunan ukur tipe Crump de Gruyter
Q=c . b . y .√2g ( H−Y )..........................................................(3.1)
dimana:
c = koefisien pengaliran, diambil = 0,94
y = 0,63 H (dalam praktek)
Q = 0,94 . b . 0,63 . H .√2g . 0,37 . H= 1,594 . b . H3/2
Z = beda tinggi antara muka air dari saluran dan tinggi muka air di
bangunan.
Untuk memperoleh nilai H maka digunakan tabel berikut:
Tabel 3.1. Perhitungan Nilai H
γ = Qmax/Qmin 1 2 3 4 5 6 7 8
α = z/H 0,167 0,38
6
0,445 0,57
5
0,620 0,66
5
0,690 0,715
β = Ymin/H 0,630 0,21
8
0,140 0,10
0
0,080 0,06
5
0,055 0,049
Page 22
Batasan penggunaan bangunan ukur ini yaitu:
a. Untuk mendapatkan aliran yang baik bukaan pintu maksimum 0,63 h.
b. Bukaan minimum adalah 0,02 h.
c. Dasar dari saluran ukur harus horizontal dan dinding kanan kirinya
tegak lurus.
d. Minimum lebar pintu tidak kurang dari 0,02 m.
Gambar 3.1. Bentuk Pintu Ukur Crump de Gruyter
D. Tipe Romijn
Bangunan ukur debit tipe Romijn adalah suatu alat pengukur debit
berambang lebar yang dapat digerakkan naik- turun untuk mengatur taraf
muka air. Agar dapat mercunya dibuat dari plat baja yang dihubungkan
dengan alat pengangkat. Bangunan ini terdiri dari atas enam tipe yaitu tipe
I sampai dengan VI dengan debit dari 160 l/s sampai dangan 900 l/s.
Bangunan ukur tipe ini merupakan bendung bermercu lebar yang
mempunyai sifat bahwa pada pengaliran sempurna terjadi keadaan aliran
kritis di atas mercu yang mengalir mendatar dengan ketinggian 2/3 h diatas
mercu, dimana h adalah tinggi muka air undik ambang. Alat ini dipasang
tegak lurus aliran.
Bangunan ini terdiri atas:
a. Dua plat baja yang ditempatkan dalam sponing.
b. Plat ambang dapat digerakkan ke atas dan ke bawah dan dihubungkan
dengan stang pengangkat.
Page 23
c. Plat bawah diikatkan kedasar dalam kedudukan dimana sisi atasnya
merupakan batang paling pendek dari gerakan ambang.
Jari-jari lengkung ini masing- masing r = 0,33 dan r = 2,67 h dan
kemudian diberikan pembulatan seperlunya. Jika dengan debit yang
maksimum dan tinggi muka air yang maksimum, didapatkan lebar pintu
yang cukup lebar maka sebaiknya konstruksi dibuat dua buah pintu. Tebal
air yang mengalir di atas ambang diambil tidak lebih dari 40 % dari tinggi
air di saluran undik pintu. Letak lantai dasar pintu ada pada 2,5- 3 kali
tinggi muka air di bawah permukaan air. Kapasitas maksimum untuk satu
alat ukur = 450 l/s dengan lebar pintu = 1,30 m dan lebar ambang 0,60 m.
untuk Q < 900 l/s di pakai dua pintu.
Tabel 3.2. Dimensi Standar Bangunan Ukur Pintu Romijn
TipeLebar
(m)
H1
(m)
Debit Maks
(l/s)
Kehilangan
EnergiTinggi Meja
I 0,50 0,33 160 0,08 0,48 + V
II 0,50 0,50 300 0,11 0,65 + V
III 0,75 0,50 450 0,11 0,65 + V
IV 1,00 0,50 600 0,11 0,65 + V
V 1,25 0,50 750 0,11 0,65 + V
VI 1,50 0,50 900 0,11 0,65 + V
Rumus aliran:
Q=m . b . 23
h .√2 . g . 13
h.....................................................(3.2)
atau
Q=1,71m×b×h23
...............................................................(3.3)
A. Perhitungan Pengukur pintu Air pada Bangunan Sadap saluran 1
(BSS1)
Page 24
Bangunan bagi adalah sebuah bangunan yang berfungsi untuk membagi
air dari saluran primer atau sekunder kedua buah saluran atau lebih yang masing-
masing debitnya lebih kecil. Direncanakan bangunan pengukur debit pada.
Bangunan Bagi 1(BB1) dimana bangunan ini menghubungkan empat saluran
yaitu SS1, ST2, ST3 dan ST4.
Berikut merupakan gambar jaringan skema Bangunan Sadap Saluran (BSS1)
Gambar 3.2. Jaringan Bangunan Sadap Saluran 1 (BSS1)
Tabel 3.3. Data Saluran dan Tipe Pintu Pengatur Debit pada
Bangunan Sadap Saluran.
Saluran
Data Hitungan
b
(m)
h
(m)m
QD
(m3/s)Tipe Pintu
SP1 - - 1,5 2,8149 -
SP 2 1,1 0,5 1,5 1,35709 CDG
SS 1 1,0 0,5 1,5 0,8822 Romijin
ST 1 0,3 0,4 1 0,18088 Romijin
1. Perhitungan Pintu Air untuk Saluran Tersier 1 (ST1)
Page 25
QDST = 0,1808 m3/s = 180,8 lt/dtk (Tabel 2.4. Debit Dimensi Saluran
Irigasi)
V = 0,646 m/dtk (Tabel 2.4. Debit Dimensi Saluran Irigasi)
h = hs = 0,5 m (Tabel 3.2. Dimensi Standar Bangunan Ukur Pintu
Romijn, Tipe II)
m = 1 (Tabel 2.4. Debit Dimensi Saluran Irigasi)
b = 0,5 m (Tabel 3.2 . Dimensi Standar Bangunan Ukur Pintu
Romijn, Tipe II)
n = 2
Q70% = Q100% x 70% =0,34 x 0,70 = 0,238 m3/dtk
h70% = ( Q 70 %V (m+n))1/2 = ( 0,238
0,65(1+2))1/2 = 0,349 m
hc = ( Q 70 %1,71 x b )2/3 = ( 0,238
1,71 x 0,3 )2/3 = 0,599 m
z = hc /3 = 0,599/ 3 = 0,199 m
Variant = 0,18 x hs
= 0,18 x 0,5
= 0,09 m
Elevasi dasar di bawah
M .a .r . = 0,81 + 0,09
= 0,90 m
H = hc + V 2
2 g = 0,599+ 0,652
2x 9,81 = 0,620 m
Hpintu = hp = Elevasi dasar – H
Page 26
= 0,90 – 0,620 = 0,280 m
Htotal = hp + hc
= 0,280+ 0,599
= 0,879
t = hs – H total
= 0,5 – 0,879
= -0,379 m ( turun )
Gambar 3.3.Sket Pintu Romijn ST1
2. Perhitungan Pintu Air untuk Saluran Primer 2 (SP2)
QDSP2 = 1,36 m3/s = 1.360 lt/dtk (Tabel 2.4. Debit Dimensi Saluran
Irigasi)
Page 27
V = 1,47 m/dtk (Tabel 2.4. Debit Dimensi Saluran Irigasi)
h = hs = 0,5 m (Tabel 2.4. Debit Dimensi Saluran Irigasi)
m = 1,5 (Tabel 2.4. Debit Dimensi Saluran Irigasi)
b = 1,1 m (Tabel 2.4. Debit Dimensi Saluran Irigasi)
n = 2
Q70% = Q100% x 70% = 1,36 x 0,70 = 0,952 m3/dtk
h70% = ( Q 70 %V (m+n))1/2 = ( 0,952
1,47(1,5+2))1/2 = 0,430 m
hc = ( Q 70 %1,71 x b )2/3 = ( 0,952
1,71 x 1,1 )2/3 = 0,63 m
z = hc /3 = 0,63/ 3 = 0,21 m
Menghitung y :
γ = QmaxQmin =
Q100 %Q70 % =
1,360,430 = 3,162
Menghitung β dan α dari tabel :
γ = 3,162 β = 0,146 dan α = 0,466
Menghitung h1 :
h1 = Zα = 0,210
0,466 = 0,450 m
hs = 0,5 m < h1 = 0,450 m Dapat digunakan
Menghitung γ :
γ = β x h1 = 0,146 x 0,450 = 0,0657 m
Page 28
syarat-syarat :
ymax = 0,63 x h1 = 0,63 x 0,450 = 0,283 m
ymax > Z ok !
ymin = 0,02
γ > ymin ok !
Menghitung t :
t = hs – y – h1
= 0,5 – 0,0657 – 0,450
= – 0,016 m (turun)
b pintu = Q
1,594 . h13 /2 = 1,361,594 . 0,4503/2 = 2,826 m
diambil pintu dengan lebar 3 m 3 pintu
Page 29
Gambar 3.4.Sket Pintu CDG SP2
Page 30
3. Perhitungan Pintu Air untuk Saluran Sekunder 1 (SS1)
QDSS = 0,8822 m3/s = 882,2 lt/dtk (Tabel 2.4. Debit Dimensi Saluran
Irigasi)
V = 1,0082 m/dtk (Tabel 2.4. Debit Dimensi Saluran Irigasi)
h = hs = 0,5 m (Tabel 3.2. Dimensi Standar Bangunan Ukur Pintu
Romijn, Tipe VI)
m = 1,5 (Tabel 2.4. Debit Dimensi Saluran Irigasi)
b = 1,5 m (Tabel 3.2 . Dimensi Standar Bangunan Ukur Pintu
Romijn, Tipe VI)
n = 2
Q70% = Q100% x 70% =0,88 x 0,70 = 0,616 m3/dtk
h70% = ( Q 70 %V (m+n))1/2 = ( 0,616
1,00(1,5+2))1/2 = 0,419 m
hc = ( Q 70 %1,71 x b )2/3 = ( 0,419
1,71 x 1,5 )2/3 = 0,298 m
z = hc /3 = 0,298/ 3 = 0,099 m
Variant = 0,18 x hs
= 0,18 x 0,5
= 0,09 m
Elevasi dasar di bawah
M .a .r . = 0,81 + 0,09
= 0,90 m
H = hc + V 2
2 g = 0,298+ 1,002
2x 9,81 = 0,399 m
Page 31
Hpintu = hp = Elevasi dasar – H
= 0,90 – 0,399 = 0,501 m
Htotal = hp + hc
= 0,501+ 0,298
= 0,799
t = hs – H total
= 0,5 – 0,799
= -0,299 m ( turun )
Gambar 3.3.Sket Pintu Romijn Saluran Sekunder 1 (SS1)
Page 32
BAB IV
PERENCANAAN BENDUNG
1. Bendung Tetap
1.1. Pengertian Bendung
Sebuah bendung memiliki fungsi, yaitu untuk meninggikan muka
air sungai dan mengalirkansebagian aliran air sungai yang ada ke arah tepi
kanan dan tepi kiri sungai untuk mengalirkannya kedalam saluran melalui
sebuah bangunan pengambilan jaringan irigasi. Fungsi bendung ini
berbeda dengan fungsi bendungan dimana sebuah bendungan berfungsi
sebagai penangkap air danmenyimpannya di musim hujan waktu air
sungai mengalir dalam jumlah besar dan yang melebihi kebutuhan.Air
yang ditampung di dalam bendungan ini dipergunakan untuk keperluan
irigasi, air minum, industri, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Kelebihan
dari sebuah bendungan, yaitu dengan memiliki daya tampung tersebut,
sejumlah besar air sungai yang melebihi kebutuhan dapat disimpan dalam
waduk dan baru dilepas mengalir ke dalam sungai lagi di hilirnya sesuai
dengan kebutuhan saja pada waktu yang diperlukan.
Bendung juga dapat didefinisikan sebagai bangunan air yang
dibangun secara melintang sungai, sedemikian rupa agar permukaan air
sungai di sekitarnya naik sampai ketinggian tertentu, sehingga air sungai
tadi dapat dialirkan melalui pintu sadap kesaluran-saluran pembagi
kemudian hingga ke lahan-lahan pertanian, suatu konstruksi sebuah
bendung dapat dibuat dari urugan tanah, pasangan batu kali, dan
bronjongatau beton. Sebuah bendung konstruksinya dibuat melintang
sungai dan fungsi utamanya adalah untuk membendung aliran sungai dan
menaikkan level atau tingkat muka air di bagian hulu. Sebelum
membangun sebuah konstruksi bendung, terlebih dahulu ditentukan lokasi
atau di bagiansungai mana bendung tersebut akan dibangun.
Pada sebuah bendung terdapat saluran pengambilan dan saluran
pembilas, dimana keduanya memiliki fungsi masing-masing dalam proses
pengairan irigasi. Saluran pengambilan adalah sebuah bangunan yang
berupa pintu air. Air irigasi dibelokan dari sungai melalui bangunan
tersebut. Pertimbangan yang digunakan dalam merencanakan adalah debit
Page 33
rencana dan pengelakan sedimen. Bangunan ini dibuat untuk mengatur
banyaknya air yang masuk kedalam saluran sesuai dengan debit yang
dibutuhkan dan untuk menjaga agar air banjir tidak masuk kedalam
saluran irigasi. Sedangkan saluran pengambilan adalah bangunan yang
berfungsi untuk mencegah bahan sedimen kasar masuk kedalam saluran
irigasi. Bangunan pembilas ini terletak tepat disebelah hilir pintu
pengambilan. Jika pada kedua sisi bendung dibuat dua bangunan
pengambilan maka bangunan pembilas juga dibuat pada kedua sisinya.
Jenis-jenis bendung, antara lain:
a. Bendung tetap, ada dua tipe jika dilihat dari bentuk struktur ambang
pelimpahnya, yaitu:
1) Ambang tetap yang lurus dari tepi ketepi kanan sungai artinya as
ambang tersebut berupa garis lurus yang menghubungkandua titik
tepi sungai.
2) Ambang tetap yang berbelok-belok seperti gigi gergaji. Tipe seperti
ini diperlukan bila panjang tidak mencukupi dan biasanya untuk
sungai dengan lebar tetapi kecil tetapi debit airnya besar.
b. Bendung gerak, ada dua tipe bendung gerak yaitu:
1) Bendung gerak vertikal yaitu bendung ini terdiri dari tubuh bendung
dengan ambang tetap yangrendah dilengkapi dengan pintu-pintu
yang dapat digerakkan vertikal maupun radial. Bendung gerak
mempunyai dua tipe pintu yaitu:
a) Pintu geser atau sorong
b) Pintu radial
2) Bendung gerak horizontal yaitu bendung ini berfungsi meninggikan
air dengan cara menggembungkan dan menurunkan muka air dengan
cara mengempiskannya. Tubuh bendung terbuat dengan tabung karut
yang diisi dengan udara atau air.
1.2. Rumus Perencanakan Bendungan
a. Rumus Debit
Page 34
Q=m×b×d×√ g×d ................................................................(4.1)
Keterangan:
Q = Debit banjir (m3/s)
m = Angka peluapan, biasanya diambil = 1,33 (Buku Pengairan II)
b = Lebar ambang peluapan bendung (m)
d = Tebal lapisan air diatas kepala bendung (m)
g = Percepatan gravitasi (9,81 m/s2)
H = Tinggi pembendungan di muka bendung (3/2×d)
b. Rumus Panjang Lantai Bawah
L = D
D = H + 1,1 . z
a = 0,2 . H . √ Hz
Keterangan:
aminimum = 0,50 m
L = Pnajang lantai bawah (m)
Ldepan = Panjang lantai bawah bagian depan (m)
Lbelakang = Panjang lantai bwah bagian belakang (m)
D = Jarak lantai bawah terhadap kepala bendung (m)
H = Tinggi pembendungan di muka bendung (m)
z = Selisih tinggi muka air banjir semula dengan muka air
banjir di muka bendung
hs = kedalaman sungai (m)
Page 35
Gambar 4.1. Rencana Sketsa Penampang Bendung
c. Saluran Pengambilan
a) Ambang Pengambilan
Q = m1 × b1 × H1 × v1..............................................................(4.2)
v1=√2×g×h1
Keterangan:
Q = debit pengambilan (m3/s)
m1 = koefisien kontraksi = 0,85
b1 = lebar ambang, (m)
H1 = tinggi muka air diatas ambang (m)
h1 = tinggi hilang diatas ambang = 0,05 m
v1 = Kecepatan aliran = 1 m/s
b) Pintu
Q = m2 × b2 × H2 × v2..............................................................(4.3)
v2=√2×g×h2
Keterangan:
Q = debit pengambilan (m3/s)
m2 = koefisien kontraksi = 0,90
Page 36
b2 = lebar pintu, (m)
H2 = tinggi muka air diatas dasar saluran, pada pintu pengambilan
(m)
h2 = tinggi hilang pada pintu = 0,25 m
v2 = Kecepatan aliran = 2 m/s
d. Pintu Saluran Pembilas
Q = b3 × H3 × v3...........................................................................(4.4)
Keterangan:
Q = debit pembilasan (m3/s)
b3 = lebar pintu pembilas, (m)
H3 = tinggi lubang pintu air, biasa diambil = 3 m
v3 = kecepatan saluran pembilas (m/s)
2. Perencanaan Bangunan Bendung
Gambar 4.2. Rencana Skema Bendung
2.1. Bangunan Pengambilan
a. Ambang Pengambilan
Berdasarkan ketentuan untuk ambang pengambilan dipakai koefisien
koreksi, m1 = 0,85; v1 = 1 m/s.
Diketahui:
Qdimensi = 4,5667 m3/s (Tabel 2.4. Debit Dimensi Saluran Irigasi, QDSP)
v1 = 1 m/s
Page 37
hap = 1,30 m
h1 = hap – 0,05
= 1,30 – 0,05 = 1,25 m
Q = m1 × b1 × H1 × v1
4,5667 = 0,85 × b1 × 1,25 × 1
b1 =
4 , 56670 , 85×1 , 25×1 = 4,2981 m
b. Pintu Air Pengambilan
Berdasarkan ketentuan untuk pintu air pengambilan dipakai koefisien
koreksi, m2 = 0,90; v2 = 2 m/s.
Diketahui:
Qdimensi = 4,5667 m3/s (Tabel 2.4. Debit Dimensi Saluran Irigasi, QDSP)
hpp = 1,20 m
H2 = hpp – 0,25
= 1,20 – 0,25 = 0,95 m
Q = m2 × b2 × H2 × v2
4,5667 = 0,90 × b2 × 0,95 × 2
b2 =
4 ,56670 ,90×0 ,95×2 = 2,6647 m, dipakai 2,7 m
dipakai 2 pintu = 2,7 m
1 pintu = 1,35 m
Pilar = 0,8 m
Page 38
Gambar 4.3. Saluran Pengambilan
2.2. Bangunan Pembilas
Pintu Air Pembilas
Dimana:
Qdimensi = 4,5667 m3/s (Tabel 2.4. Debit Dimensi Saluran Irigasi, QDSP)
Untuk pintu air pembilas dipakai v3 = 1 m/s dan H3 = 3 m
Q = b3 × H3 × v3
4,5667 = b3 × 3 × 1
b3 =
4 ,56673×1 =1,5222 m, diambil 1,6 m
Dipakai 2 pintu = 1,6 m
1 pintu = 0,8 m
Pilar = 1 m
Page 39
2.3. Bangunan Bendung
Gambar 4.4. Penampang Bendung
Untuk bangunan bendung dipakai m = 1,33 (ketentuan)
b = 120 m
g = 9,81 m/s2
Qbanjir = 1000 m3/s
i = 1/10 (hydraulic gradient: 1/8 – 1/10)
Q = m × b × d × √ g×d
1000 = 1,33 × 120 × d × √9,81×d
d = (1000
1 ,33×120×√9 , 81 )23
d = (1000499 ,8819 )
23
= 1,5877 m
Page 40
Tinggi pembendungan di muka bendung:
H =
32×d
=
32×1,5877
= 2,3816 m ≈ 2,40 m
Elevasi mercu bendung
z = H + 1
= 2,40 + 1 = 3,40 m
Jarak lantai bawah terhadap kepala bendung
D = H + 1,1 × z
= 2,40 + 1,1 × 3,40 = 6,14 m
Panjang lantai bawah diambil sama dengan tinggi tubuh bendung:
L=D = 6,14 m
a = 0,2 × H × √ Hz
= 0,2 × 2,40 × √2,403,40 = 0,4033 m
Panjang total bendung
h = D – a
= 6,14 – 0,4033 = 5,7367 m
Diasumsikan hidraulik gradien = 1/10
hℓ =
110
ℓ = 5,7367 × 10 = 57,367 m ≈ 57,40 m
Panjang aliran air di bawah bendung diambil = 15 m
Page 41
Jadi, lantai depan yang diperlukan ℓ ’ = ℓ – 15 = 57,40 – 15 = 42,4
Gambar 4.5. Denah Dimensi Bendung