Top Banner
Interpretasi Lingkungan Pengendapan Alluvial Berdasarkan Data Vertical Electrical Sounding (VES) Pada Lapangan “N” Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi Rio Natan Suryadi Panjaitan a , Agus Laesanpura b , Rizka a a Program Studi Teknik Geofisika, Institut Teknologi Sumatera b Program Studi Teknik Geofisika, Institut Teknologi Bandung * Corresponding E-mail: [email protected] Abstract: River capacity is decreasing due to forest damage and high sedimentation is one of the main problems facing this area. This research is useful to provide information about the condition of the subsurface lithology and depositional environment in this research area. So the research was carried out using the Schlumberger configuration geoelectric method in 15 Vertical Electrical Sounding (VES) measurement points with a research area of 22.59 km2 in the "N" field of Tanjung Jabung Barat Regency, Jambi Province. This research area is in the alluvium sedimentary unit and swamp sedimentary unit. Based on the range of resistivity values, three lithology units were found in this study area, namely lithology with resistivity values of 0-3 Ωm as clay, lithology with resistivity values of 3-10 Ωm as silt, and lithology with resistivity value >10 Ωm as sand. As for the results of the correlation at each point, there are floodplain facies, where the floodplain facies are evidence of an initial rapid flow as indicated by the presence of a parallel plane of lamination on the bedding structure. Based on the facies found, the depositional environment of the study area is indicated as a fluvial (river) depositional environment. Keywords: Vertical Electrical Sounding, schlumberger, facies, depositional environment Abstrak: Kapasitas daya tampung sungai menurun akibat kerusakan hutan dan sedimentasi yang tinggi merupakan salah satu permasalahan pokok yang dihadapi daerah ini. Penelitian ini berguna untuk memberikan informasi mengenai kondisi litologi bawah permukaan dan juga lingkungan pengendapan pada daerah penelitian ini. Sehingga dilakukan penelitian dengan menggunakan metode geolistrik konfigurasi Schlumberger di 15 titik pengukuran Vertical Electrical Sounding (VES) dengan luas daerah penelitian seluas 22,59 km2 pada lapangan “N” Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi. Daerah penelitian ini berada pada satuan endapan alluvium dan satuan endapan rawa. Berdasarkan rentang nilai resistivitas ditemukan tiga satuan litologi pada daerah penelitian ini yaitu litologi dengan nilai resistivitas 0-3 Ωm merupakan lempung, litologi dengan nilai resistivias 3-10 Ωm merupakan lanau, dan litologi dengan nilai resistivitas >10 Ωm merupakan pasir. Adapun dari hasil korelasi pada tiap titik lintasan terdapat fasies floodplain, dimana fasies floodplain ini merupakan bukti akan adanya aliran cepat awal yang ditunjukkan dengan adanya bidang paralel laminasi pada struktur perlapisan. Berdasarkan fasies yang ditemukan, lingkungan pengendapan daerah penelitian ini diindikasikan lingkungan pengendapan fluvial (sungai). Kata Kunci: Vertical Electrical Sounding, schlumberger, fasies, lingkungan pengendapan
10

Interpretasi Lingkungan Pengendapan Alluvial Berdasarkan ...repo.itera.ac.id/assets/file_upload/SB2009170001/... · interpretasi lingkungan pengendapan menggunakan metode VES seperti

Dec 25, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Interpretasi Lingkungan Pengendapan Alluvial Berdasarkan ...repo.itera.ac.id/assets/file_upload/SB2009170001/... · interpretasi lingkungan pengendapan menggunakan metode VES seperti

Interpretasi Lingkungan Pengendapan Alluvial Berdasarkan Data Vertical

Electrical Sounding (VES) Pada Lapangan “N” Kabupaten Tanjung Jabung

Barat Provinsi Jambi

Rio Natan Suryadi Panjaitana, Agus Laesanpurab, Rizkaa

a Program Studi Teknik Geofisika, Institut Teknologi Sumatera

b Program Studi Teknik Geofisika, Institut Teknologi Bandung

* Corresponding E-mail: [email protected]

Abstract: River capacity is decreasing due to forest damage and high sedimentation is one of the

main problems facing this area. This research is useful to provide information about the condition

of the subsurface lithology and depositional environment in this research area. So the research was

carried out using the Schlumberger configuration geoelectric method in 15 Vertical Electrical

Sounding (VES) measurement points with a research area of 22.59 km2 in the "N" field of Tanjung

Jabung Barat Regency, Jambi Province. This research area is in the alluvium sedimentary unit and

swamp sedimentary unit. Based on the range of resistivity values, three lithology units were found

in this study area, namely lithology with resistivity values of 0-3 Ωm as clay, lithology with resistivity

values of 3-10 Ωm as silt, and lithology with resistivity value >10 Ωm as sand. As for the results of

the correlation at each point, there are floodplain facies, where the floodplain facies are evidence

of an initial rapid flow as indicated by the presence of a parallel plane of lamination on the bedding

structure. Based on the facies found, the depositional environment of the study area is indicated as

a fluvial (river) depositional environment.

Keywords: Vertical Electrical Sounding, schlumberger, facies, depositional environment

Abstrak: Kapasitas daya tampung sungai menurun akibat kerusakan hutan dan sedimentasi yang

tinggi merupakan salah satu permasalahan pokok yang dihadapi daerah ini. Penelitian ini berguna

untuk memberikan informasi mengenai kondisi litologi bawah permukaan dan juga lingkungan

pengendapan pada daerah penelitian ini. Sehingga dilakukan penelitian dengan menggunakan

metode geolistrik konfigurasi Schlumberger di 15 titik pengukuran Vertical Electrical Sounding

(VES) dengan luas daerah penelitian seluas 22,59 km2 pada lapangan “N” Kabupaten Tanjung

Jabung Barat, Provinsi Jambi. Daerah penelitian ini berada pada satuan endapan alluvium dan satuan

endapan rawa. Berdasarkan rentang nilai resistivitas ditemukan tiga satuan litologi pada daerah

penelitian ini yaitu litologi dengan nilai resistivitas 0-3 Ωm merupakan lempung, litologi dengan

nilai resistivias 3-10 Ωm merupakan lanau, dan litologi dengan nilai resistivitas >10 Ωm merupakan

pasir. Adapun dari hasil korelasi pada tiap titik lintasan terdapat fasies floodplain, dimana fasies

floodplain ini merupakan bukti akan adanya aliran cepat awal yang ditunjukkan dengan adanya

bidang paralel laminasi pada struktur perlapisan. Berdasarkan fasies yang ditemukan, lingkungan

pengendapan daerah penelitian ini diindikasikan lingkungan pengendapan fluvial (sungai).

Kata Kunci: Vertical Electrical Sounding, schlumberger, fasies, lingkungan pengendapan

Page 2: Interpretasi Lingkungan Pengendapan Alluvial Berdasarkan ...repo.itera.ac.id/assets/file_upload/SB2009170001/... · interpretasi lingkungan pengendapan menggunakan metode VES seperti

Pendahuluan

Tempat batuan sedimen terbentuk pada

umumnya dikenal sebagai lingkungan

pengendapan. Distribusi sedimen sangat

erat kaitannya dengan peredaran

regionalnya [1]. Setiap lingkungan

pengendapan memiliki karakteristik yang

dipengaruhi ataupun disebabkan oleh

kombinasi antara proses-proses geologi

dengan lingkungan sekitarnya. Sebagian

besar endapan sedimen adalah hasil

pengangkutan atau perpidahan partikel

dari suatu material. Memahami proses-

proses ini dan hasil pembentukannya

adalah dasar dari sedimentologi. Sudah

banyak dilakukan penelitian mengenai

interpretasi lingkungan pengendapan

menggunakan metode VES seperti yang

dilakukan oleh [2]-[7], dan sebagaiannya.

Berdasarkan penelitian sebelumnya,

belum pernah dilakukan penelitian

mengenai penentuan litologi dan

lingkungan pengendapan pada daerah

Kabupaten Tanjung Jabung Barat.

Sehingga penulis merasa perlu dilakukan

penelitian mengenai topik ini pada daerah

penelitian ini.

Penelitian ini dilakukan di lapangan “N”

Kabupaten Tanjung Jabung Barat,

Provinsi Jambi. Terdapat beberapa sungai

yang relatif besar di Kabupaten Tanjung

Jabung Barat seperti Sungai Pengabuan,

Sungai Tungkal, Sungai Betara, dan

beberapa sungai kecil lainnya. Sungai-

sungai yang berasal dari daerah

perbukitan berlitologi kompleks

membentuk sistem perairan hulu, dengan

sungai utama pada sistem ini adalah

Sungai Pengabuan dan Sungai Tungkal.

Berdasarkan topografinya, daerah

penelitian ini merupakan daerah dataran

rendah yang berkisar pada ketinggian 0–

25 meter di atas permukaan laut. Adanya

sistem aliran sungai menyebabkan adanya

perbedaan potensi pada setiap daerah.

Menurunnya kapasitas daya tampung

sungai akibat kerusakan hutan dan

sedimentasi yang tinggi juga merupakan

salah satu permasalahan pokok yang

dihadapi Kabupaten Tanjung Jabung

Barat [8]. Untuk membantu permasalahan

ini, maka dilakukan penelitian mengenai

penentuan litologi dan lingkungan

pengendapan. Umumnya penelitian

mengenai penentuan litologi dan

lingkungan pengendapan digunakan

untuk menentukan lokasi terdapatnya

material seperti hidrokarbon atau barang

tambang. Penelitian ini dapat berguna

untuk memberikan informasi mengenai

kondisi litologi pada bawah permukaan

dan juga lingkungan pengendapan pada

daerah penelitian ini.

Metode yang dapat digunakan untuk

penentuan litologi dan interpretasi

lingkungan pengendapan pada Kabupaten

Tanjung Jabung Barat adalah metode

geolistrik resistivitas. Metode resistivitas

terbagi menjadi metode resistivity

mapping atau Electrical Resistivity

Tomography (ERT) dan metode resistivity

sounding atau Vertical Electrical

Sounding (VES). Metode geolistrik

resistivitas ini menggunakan metode

Vertical Electrical Sounding (VES) untuk

mendapatkan nilai resistivitas tiap batuan

secara vertikal. Dengan menggunakan

metode ini akan didapatkan gambaran

susunan dan kedalaman perlapisan

berdasarkan nilai resistivitasnya, sehingga

akan dapat diketahui lapisan pada bawah

permukaan. Metode resistivitas sounding

atau Vertical Electrical Sounding (VES)

merupakan metode yang digunakan pada

penelitian ini karena metode ini lebih

murah dan lebih praktis tanpa harus

merusak lingkungan. Menurut [9]

pengukuran resistivitas pada arah vertikal

atau Vertical Electrical Sounding (VES)

merupakan salah satu metode geolistrik

resistivitas untuk menentukan perubahan

resistivitas tanah terhadap kedalaman

yang bertujuan untuk mempelajari variasi

resistivitas batuan di bawah permukaan

bumi secara vertikal.

Metode

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan 15 titik

pengukuran VES. Penelitian dilakukan

dengan cara pengukuran secara langsung

di lapangan “N” dengan luas daerah seluas

22,59 km2. Adapun lokasi penelitian

dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Pengambilan data resistivitas sounding

ditampilkan dalam bentuk 5 lintasan

penampang melintang pada ketiga desa

tersebut. Lintasan 1 berarah Utara -

Page 3: Interpretasi Lingkungan Pengendapan Alluvial Berdasarkan ...repo.itera.ac.id/assets/file_upload/SB2009170001/... · interpretasi lingkungan pengendapan menggunakan metode VES seperti

Selatan, lintasan 2 dan lintasan 3 berarah

Timur Laut – Barat Daya, sedangkan

lintasan 4 dan 5 berarah Barat – Timur.

Titik-titik pada lintasan penelitian ini

kemudian akan dikorelasikan antar

titiknya.

Gambar 1. Peta titik pengukuran

Metode Geolistrik Resistivitas

Metode geolistrik resistivitas merupakan

salah satu metode dalam ilmu geofisika yang

mendeteksi serta mempelajari perubahan

tahanan jenis lapisan batuan baik secara

vertikal maupun lateral. Dengan metode ini

akan didapatkan data pengukuran meliputi

arus dan beda potensial baik secara alamiah

atau akibat dari penginjeksian arus ke dalam

bumi. Menurut [10] mengemukakan bahwa

terdapat dua cara pengukuran resistivitas

berdasarkan tujuannya yaitu resistivity

mapping atau Electrical Resistivity

Tomography (ERT) bertujuan untuk

mempelajari variasi resistivitas batuan secara

horizontal dan metode resistivity sounding

atau Vertical Electrical Sounding (VES)

bertujuan untuk mempelajari variasi

resistivitas batuan secara vertikal. Metode

geolistrik resistivitas yang digunakan dalam

penelitian ini merupakan geolistrik

resistivitas Vertical Electrical Sounding

(VES).

Pada metode geolistrik resistivitas terdapat

beragam konfigurasi yang digunakan, salah

satu konfigurasi yang digunakan pada

penelitian ini merupakan konfigurasi

Schlumberger. Konfigurasi Schlumberger

tersusun atas dua buah elektroda arus dan dua

buah elektroda potensial. Pasangan elektroda

arus disusun dengan jarak yang lebih besar

dibandingkan pasangan elektroda potensial.

Susunan elektroda pada konfigurasi

Schlumberger dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Susunan elektroda konfigurasi

Schlumberger

Hasil dan Pembahasan

Interpretasi Kualitatif Pemodelan 1-D

Interpretasi kualitatif dilakukan atas dasar

deskripsi meliputi ciri atau karakteristik

dari suatu data. Interpretasi kualitatif

model 1-D berdasarkan jumlah lapisan

yang didapatkan pada penelitian ini,

terdapat 3 (tiga) tipe kurva yaitu tipe

kurva H, tipe kurva KH, dan tipe kurva

HKH. Tipe kurva H dihasilkan karena

memiliki jumlah lapisan litologi sebanyak

tiga lapisan dengan urutan nilai

resistivitas (𝜌1 > 𝜌2 < 𝜌3), tipe kurva ini

ditemukan pada titik sounding B-45. Tipe

kurva KH dihasilkan karena memiliki

jumlah lapisan litologi sebanyak empat

lapisan dengan urutan nilai resistivitas

(ρ1<ρ

2>ρ

3<ρ

4), tipe kurva ini ditemukan

pada titik sounding B-46, B-47, B-48, B-

49, B-50, B-51, B-52, B-53, B-54, B-65,

B-66, B-67, dan B-69. Tipe kurva HKH

dihasilkan karena memiliki jumlah

lapisan litologi sebanyak lima lapisan

dengan urutan nilai resistivitas

(ρ1>ρ

2<ρ

3>ρ

4<ρ

5), tipe kurva ini

ditemukan pada titik sounding B-68.

Page 4: Interpretasi Lingkungan Pengendapan Alluvial Berdasarkan ...repo.itera.ac.id/assets/file_upload/SB2009170001/... · interpretasi lingkungan pengendapan menggunakan metode VES seperti

Tabel 1. Interpretasi kualitatif pemodelan 1-D

Interpretasi Kuantitatif Pemodelan 1-D

Interpretasi kuantitatif merupakan

interpretasi dengan menggunakan sebuah

proses perhitungan pada data. Interpretasi

kuantitatif model 1-D ini memberikan

informasi mengenai ketebalan dan

resistivitas pada tiap titik sounding, nilai

error yang diperoleh, dan pembuktian

berdasarkan data sintetik. Perbedaan nilai

resistivitas dan ketebalan membuat nilai

RMS error pada data sintetik dan hasil

inversi tersebut berbeda. Menurut [11]

RMS error yang rendah memiliki

kecocokan kurva yang lebih baik.

Berdasarkan interpretasi yang dilakukan,

ditemukan nilai RMS error pada hasil

inversi lebih kecil dibandingkan data

sintetik. Dalam hal ini terlihat bahwa

model yang dihasilkan pada hasil inversi

cukup fit atau mendekati model

sebenarnya dibandingkan data sintetik.

Salah satu interpretasi kuantitatif dapat

dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Model 1-D VES B-45

Korelasi Titik Sounding

Terdapat 13 titik pengukuran VES yang

digunakan pada daerah penelitian ini,

yang dibagi menjadi 5 (lima) lintasan

(Gambar 4). Korelasi titik sounding

dilakukan untuk melihat kemenerusan

litologi pada lokasi penelitian.

Gambar 4. Peta Lintasan

Berdasarkan korelasi yang dilakukan,

berikut merupakan model 2-D pada tiap

lintasan.

Gambar 5. Hasil korelasi titik sounding B-51, B-50, B-

54, dan B-68

Pada lintasan 1 yang berarah dari Utara ke

Selatan (Gambar 5), terdapat tiga jenis

litologi yaitu lempung, lanau, dan pasir. Dari

hasil korelasi pada lintasan ini, terdapat

adanya kemenerusan lapisan lempung dan

kemenerusan lapisan pasir. Kemenerusan

lapisan lempung yang berada di atas

ditemukan dengan ketebalan 1-2 meter.

Page 5: Interpretasi Lingkungan Pengendapan Alluvial Berdasarkan ...repo.itera.ac.id/assets/file_upload/SB2009170001/... · interpretasi lingkungan pengendapan menggunakan metode VES seperti

Sedangkan kemenerusan lapisan pasir yang

tepat di bawahnya memiliki ketebalan 2-9

meter dengan perlapisan yang menipis ke

arah Utara. Kemudian pada kedalaman

sekitar 5 meter dari permukaan ditemukan

kembali lapisan lempung yang mendominasi.

Berdasarkan hasil korelasi titik sounding dan

juga lokasi titik pengukurannya, dapat

diinterpretasikan bahwa lintasan ini

merupakan lingkungan pengendapan fluvial

(sungai). Berdasarkan morfologinya, lintasan

ini berada pada zona pengendapan floodplain.

Dalam hal ini terlihat perselingan lapisan

lempung dan lapisan pasir menunjukkan pola

fining upward yaitu perubahan ukuran butir

yang mengecil ke arah atas. Zona

pengendapan floodplain umumnya

mengendapkan material yang lebih kasar

dahulu kemudian mengendapkan material

yang lebih halus, hal ini terlihat dari material

pasir yang terendapkan lebih dahulu

kemudian material lempung. Pada lintasan ini

juga ditemukan lapisan lanau di daerah

Selatan dengan ketebalan tipis sekitar 1 meter

pada bagian atas dan pada kedalaman 14

meter di bawah permukaan ketebalannya

sekitar 28 meter. Lanau ini berasal dari

limpasan banjir.

Gambar 6. Hasil korelasi titik sounding B-53, B-54,

B-66, dan B-65

Pada lintasan 2 yang berarah dari Barat Daya

ke arah Timur Laut (Gambar 6), ditemukan

adanya kemenerusan lapisan lempung dan

kemenerusan lapisan pasir. Lapisan lempung

yang menerus dari Barat Daya hingga Timur

Laut pada bagian atas ini memiliki ketebalan

kurang lebih 1 meter. Pada kedalaman 4

meter dari permukaan ditemukan kembali

lapisan lempung yang menerus dan menipis

ke arah Timur Laut. Berdasarkan hasil

korelasi titik sounding dan juga lokasi titik

pengukurannya, dapat diinterpretasikan

bahwa lintasan ini merupakan lingkungan

pengendapan fluvial (sungai). Berdasarkan

morfologinya, titik pengukuran pada lintasan

ini berada pada zona pengendapan floodplain.

Dapat terlihat akan adanya perselingan

lapisan lempung dan lapisan pasir yang

menunjukkan pola fining upward. Hal ini

dikuatkan dari hasil korelasi yang

menunjukkan lapisan pasir pada bagian

bawah dengan material yang kurang halus

dan semakin ke atas semakin halus yaitu

material lempung.

Gambar 7. Hasil korelasi titik sounding B-45, B-46, B-

47, dan B-68

Pada lintasan 3 yang berarah dari Barat Daya

ke Timur Laut (Gambar 7), terdapat adanya

lapisan pasir yang menerus dari titik sounding

B-47 hingga titik sounding B-45 dan

membentuk perlapisan yang menipis ke arah

Barat Daya. Lapisan pasir ini memiliki

ketebalan tipis yaitu sekitar 1-5 meter.

Terdapat juga lapisan lempung yang menerus

dari Barat Daya hingga Timur Laut yang

dominan. Berdasarkan hasil korelasi titik

sounding dan juga lokasi titik

pengukurannya, dapat diinterpretasikan

bahwa lintasan ini merupakan lingkungan

pengendapan fluvial (sungai). Berdasarkan

morfologinya, titik pengukuran pada lintasan

ini berada pada daerah floodplain. Dapat

dilihat pola fining upward pada perselingan

lapisan lempung dan lapisan pasir. Dimana

pola ini umumnya ditemukan pada zona

pengendapan floodplain. Pada lintasan ini

juga ditemukan lapisan lanau di daerah Barat

Daya dengan ketebalan tipis sekitar 1 meter

pada bagian atas dan pada kedalaman 14

meter di bawah permukaan ketebalannya

sekitar 28 meter. Lanau ini berasal dari

limpasan banjir.

Page 6: Interpretasi Lingkungan Pengendapan Alluvial Berdasarkan ...repo.itera.ac.id/assets/file_upload/SB2009170001/... · interpretasi lingkungan pengendapan menggunakan metode VES seperti

Gambar 8. Hasil korelasi titik sounding B-54, B-47, B-

49, dan B-48

Pada lintasan 4 yang berarah dari Barat ke

Timur (Gambar 8), terdapat adanya

kemenerusan lapisan lempung dan lapisan

pasir. Pada lapisan lempung bagian atas

memiliki ketebalan yang tipis yaitu sekitar 1-

2 meter. Pada kedalaman kurang lebih 2

meter ditemukan lapisan pasir yang menerus

dari Barat hingga Timur dan membentuk

perlapisan yang menipis ke Timur. Lapisan

pasir ini memiliki ketebalan sekitar 1-6

meter. Kemudian pada kedalaman sekitar 3

meter, terdapat kembali lapisan lempung

yang menerus dari Barat ke Timur dengan

ketebalan yang dominan. Berdasarkan hasil

korelasi titik sounding dan juga lokasi titik

pengukurannya, dapat di interpretasikan

bahwa lintasan ini merupakan lingkungan

pengendapan fluvial (sungai). Berdasarkan

morfologinya, titik pengukuran pada lintasan

ini berada pada daerah floodplain.

Terdapatnya pola terendapkannya material

kasar terlebih dahulu kemudian dilanjut

dengan mengendapnya material lebih halus

yang dihasilkan dari hasil korelasi merupakan

pola yang umum terjadi di zona pengendapan

floodplain. Ditemukan juga adanya lapisan

lanau pada daerah Timur dengan ketebalan

1,43 meter. Lanau ini berasal dari limpasan

banjir dan memiliki ketebalan yang lebih

sedikit dari titik sounding B-68 dan B-67.

Gambar 9. Hasil korelasi titik sounding B-51, B-52, B-

53, dan B-45

Pada lintasan 10 yang berarah dari Barat

ke Timur (Gambar 5.20), ditemukan

adanya lapisan yang menerus dari Barat

hingga Timur yaitu lapisan lempung dan

pasir. Kemenerusan lapisan lempung

terdapat dari titik sounding B-51 hingga

titik sounding B-53 dengan ketebalan

sekitar 1-2 meter. Kemenerusan lapisan

pasir terdapat dari Barat ke Timur pada

kedalaman kisaran 2 meter dan perlapisan

ini menipis ke arah Barat. Lapisan pasir

ini memiliki ketebalan 1-5 meter.

Kemudian pada kedalaman kurang lebih 5

meter ditemukan kembali kemenerusan

lapisan lempung dari Barat ke Timur

dengan ketebalan yang dominan.

Berdasarkan hasil korelasi titik sounding

dan juga lokasi titik pengukurannya, dapat

diinterpretasikan bahwa lintasan ini

merupakan lingkungan pengendapan

fluvial (sungai). Berdasarkan

morfologinya, titik pengukuran pada

lintasan ini berada pada daerah floodplain.

Zona pengendapan floodplain umumnya

mengendapkan material yang lebih kasar

dahulu kemudian mengendapkan material

yang lebih halus, hal ini terlihat dari

material pasir yang terendapkan lebih

dahulu kemudian material lempung.

Analisis Fasies

Berdasarkan litologi yang menyusun

penampang bawah permukaan ini

ditemukan endapan yang mendominasi

yaitu lempung dan pasir. Fasies ini

menunjukkan bahwa fasies ini

diendapkan di lingkungan floodplain

dengan variasi kondisi energi yang sering.

Fasies floodplain ini merupakan bukti

akan adanya aliran cepat awal yang

ditunjukkan dengan adanya bidang paralel

laminasi. Fasies floodplain pada daerah

Page 7: Interpretasi Lingkungan Pengendapan Alluvial Berdasarkan ...repo.itera.ac.id/assets/file_upload/SB2009170001/... · interpretasi lingkungan pengendapan menggunakan metode VES seperti

penelitian ini ditemukan memiliki pola

fining upward yaitu perubahan ukuran

butir yang mengecil ke arah atas. Material

yang tererosi terbawa oleh arus sungai

dari daerah hulu dan terbawa cukup jauh

menyebabkan material yang sebelumnya

kasar menjadi semakin halus. Penurunan

kecepatan arus yang terjadi menyebabkan

pengendapan material berpasir dan

berlumpur dalam bentuk suspended load,

dan menyisakan tanah liat dalam bentuk

suspensi. Sehingga material dengan butir

lebih besar akan terendapkan lebih dahulu

dibandingkan material yang lebih halus.

Fasies yang ditemukan pada tiap korelasi

titik ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Fasies dan lingkungan pengendapan

Untuk mendapatkan gambaran keadaan

lapisan yang akan dipetakan dilakukan

dengan membuat peta isopach. Dengan

bantuan peta isopach akan dilakukan

recognizing subsidance. Recognizing

subsidence ialah proses studi yang

menggambarkan bentuk sedimentasi

lapisan dari proses pasang surut, sehingga

terlihat jelas jenis batuannya masing-

masing.

Gambar 10. Peta isopach batuan pasir

Berdasarkan peta isopach batuan pasir

(Gambar 10) terlihat persebaran batuan pasir

berdasarkan ketebalan dengan warna merah

pada daerah Barat Laut dan Selatan. Warna

merah menunjukkan besar ketebalan yang

lebih tinggi. Hal ini terjadi karena material

yang terbawa oleh arus sungai terendapkan

dilekukan dari alur sungai ini. Kemudian

pada peta isopach batuan lempung (Gambar

11), terlihat persebaran batuan lempung

berdasarkan ketebalan yang cukup luas dari

Barat Daya ke Timur Laut ditunjukkan

dengan warna merah.

Gambar 11. Peta isopach batuan lempung

Adapun selain peta isopach, juga terdapat top

boundary yang menunjukkan perlapisan

dengan anggapan berada di permukaan.

Berdasarkan top boundary batuan pasir

(Gambar 12) terlihat persebaran lapisan pasir

berdasarkan kedalaman dengan rentang

kedalaman -20 hingga -115 meter. Lapisan

pasir terdangkal ditemukan pada daerah Barat

Laut dan Selatan yang ditandai dengan warna

merah. Lapisan pasir ditemukan pada

kedalaman yang cukup dalam ditandai

dengan warna biru.

Gambar 12. Top boundary batuan pasir

Kemudian pada top boundary batuan

lempung (Gambar 13), terlihat persebaran

batuan lempung berdasarkan kedalaman

dengan rentang kedalaman -2.5 hingga 6

meter pada daerah penelitian ini. Kedalaman

yang dangkal ditandai dengan warna merah.

Page 8: Interpretasi Lingkungan Pengendapan Alluvial Berdasarkan ...repo.itera.ac.id/assets/file_upload/SB2009170001/... · interpretasi lingkungan pengendapan menggunakan metode VES seperti

Gambar 13. Top boundary batuan lempung

Batas Litologi

Berdasarkan peta isopach dan top

boundary yang memberikan informasi

mengenai kemenerusan litologi di bawah

permukaan, terdapat pula peta batas

litologi. Peta batas litologi ini

memberikan informasi mengenai

persebaran dan batas antar lapisan litologi

yang dominan pada daerah penelitian ini

(Gambar 14). Berdasarkan hasil korelasi

data titik sounding pada daerah penelitian

ini, terdapat 2 (dua) lapisan litologi yang

dominan yaitu satuan litologi lempung

dan satuan pasir. Satuan litologi lempung

cenderung dominan pada bagian Utara di

daerah penelitian ini, kemudian satuan

litologi pasir dominan pada bagian

Selatan di daerah penelitian ini.

Gambar 14. Peta batas litologi

Lingkungan Pengendapan Daerah

Penelitian

Berdasarkan analisis fasies yang

dilakukan, fasies yang umum ditemukan

pada daerah penelitian ini ialah fasies

floodplain. Fasies ini terendapkan pada

zona pengendapan floodplain dimana dari

pola struktur perlapisannya ditemukan

menghalus ke atas. Menurut [12] endapan

yang terdapat pada sungai meandering

umumnya berupa lumpur, pasir, dan

kerikil. Dimana pada permukaannya

terdapat lumpur dan pasir halus beserta

tanah dan tumbuhan akar-akaran. Pada

lingkungan daerah penelitian terdapat

perlapisan lempung dan pasir hal ini

menjelaskan bahwa lingkungan

pengendapan daerah penelitian ini ialah

lingkungan pengendapan fluvial (sungai).

Lingkungan pengendapan daerah

penelitian ini ditunjukkan pada Gambar

15. Adapun terdapat lanau pada

permukaan di zona pengendapan

floodplain tepatnya pada titik sounding

68, lanau ini ditemukan pada permukaan

karena siklus pengendapan pada titik ini

masih berlangsung.

Gambar 15. Lingkungan pengendapan daerah

penelitian

Pemodelan 3D

Berdasarkan model fence diagram

(Gambar 16) terlihat arah lintasan 1 yang

berarah dari Utara ke Barat, lintasan 2 dan

3 yang berarah dari Barat Daya ke Timur

laut, kemudian lintasan 4 dan 5 yang

berarah dari Barat ke Timur yang

dilakukan berdasarkan korelasi titik VES

pada daerah penelitian ini. Pada model

fence diagram juga memperlihatkan

ketebalan lapisan litologi dimana

lempung dan pasir yang berada dekat

permukaan lebih tipis daripada yang di

bawahnya. Hal ini dikarenakan litologi

tersebut terendapkan pada zona

pengengendapan floodplain, siklus

pengendapan yang terjadi pada

lingkungan pengendapan ini yaitu fluvial

(sungai) masih berlangsung sehingga

ketebalan pengendapan pada lapisan dekat

permukaan tidak setebal lapisan di

bawahnya. Dalam hal ini umur

pengendapan lapisan di bawahnya lebih

tua daripada lapisan pengendapan yang

berada dekat permukaan. Untuk melihat

kemenerusan lapisan setiap litologi ke

segala arah dapat dilihat pada Gambar 17.

Page 9: Interpretasi Lingkungan Pengendapan Alluvial Berdasarkan ...repo.itera.ac.id/assets/file_upload/SB2009170001/... · interpretasi lingkungan pengendapan menggunakan metode VES seperti

Gambar 16. Model fence diagram

Gambar 17. Model 3D daerah penelitian

Kesimpulan

Satuan litologi yang ditemukan pada

daerah penelitian ini ialah satuan litologi

lempung dengan nilai resistivitas 0-3 Ωm,

satuan litologi lanau dengan nilai

resistivitas 3-10 Ωm, dan satuan litologi

pasir dengan nilai resistivitas lebih dari 10

Ωm. Hasil korelasi pada penelitian ini

ditemukan satuan litologi lempung yang

dominan dan berada pada setiap lintasan

dengan ketebalan 1-112 meter. Kemudian

juga ditemukan satuan litologi lanau yang

ditemukan pada lintasan 1, 3, dan 4

dengan ketebalan 1-64 meter. Selain itu,

terdapat juga satuan litologi pasir dengan

ketebalan 1-119 meter. Pada penelitian ini

ditemukan endapan yang mendominasi

yaitu lempung dan pasir. Fasies ini

menunjukkan bahwa fasies ini

diendapkan di lingkungan floodplain

dengan variasi kondisi energi yang sering.

Fasies floodplain ini merupakan bukti

akan adanya aliran cepat awal yang

ditunjukkan dengan adanya bidang paralel

laminasi. Fasies floodplain pada daerah

penelitian ini ditemukan memiliki pola

fining upward yaitu perubahan ukuran

butir yang mengecil ke arah atas. Pada

lingkungan daerah penelitian terdapat

fasies floodplain, hal ini menjelaskan

bahwa lingkungan pengendapan daerah

penelitian ini ialah lingkungan

pengendapan fluvial (sungai).

Konflik Kepentingan

Tidak ada konflik kepentingan dalam

penelitian ini.

Penghargaan

Pada kesempatan ini penulis

mengucapkan banyak terima kasih kepada

bapak Dr. Ir. Agus Laesanpura, M.S. dan

juga ibu Rizka, S.T., M.T. yang telah

memberikan bimbingan dan dukungan

kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian ini. Penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada PU

BBWS Sumatera VI selaku instansi yang

telah memberikan data pada penelitian ini.

Daftar Pustaka

[1] B. Leticia, F.-F. Paula, M. Michel, and O.

Leonardo, “Geomorphological and

Sedimentological Characterization of the

Uruguayan Continental Margin: a Review

and State of Art,” J. Sediment. Environ., vol.

3, no. September 2000, pp. 253–264, 2018.

[2] R. Owen dan T. Dahlin, “Alluvial Aquifers at

Geological Boundaries : Geophysical

Investigations and Groundwater Resources,”

Groundw. Hum. Dev. Int. Assoc. Hydrogeol.

Sel. Pap. Hydrogeol. Vol. 6, hal. 233–246,

2005.

[3] S. S. Surjono dan A. Geger, “Lingkungan

Pengendapan Dan Dinamika Sedimentasi

Formasi Muaraenim Berdasarkan Litofasies

Di Daerah Sekayu, Sumatera Selatan,” Pros.

Semin. Nas. Kebumian Ke-7, no. 2000, hal.

30–31, 2014.

[4] A. C. Tavares, L. Borghi, P. Corbett, J.

Nobre-Lopes, dan R. Câmara, “Facies and

Depositional Environments for the Coquinas

of the Morro do Chaves Formation, Sergipe-

Alagoas Basin, Defined by Taphonomic and

Compositional Criteria,” Brazilian J. Geol.,

vol. 45, no. 3, hal. 415–429, 2015.

[5] R. D. Wilson dan J. Schieber, “Sedimentary

Facies and Depositional Environment of the

Middle Devonian Geneseo Formation of New

Page 10: Interpretasi Lingkungan Pengendapan Alluvial Berdasarkan ...repo.itera.ac.id/assets/file_upload/SB2009170001/... · interpretasi lingkungan pengendapan menggunakan metode VES seperti

York, U.S.A.,” J. Sediment. Res., vol. 85, no.

11, hal. 1393–1415, 2015.

[6] H. R. Raras, S. Husein, M. I. Novian, dan R.

Hidayat, “Analisis Fasies Fluvial Formasi

Kikim Anggota Cawang di Jalur Sungai

Menghalus, Sumatera Selatan,” no.

September, 2017.

[7] A. Mahamuda, “Sedimentary Facies and

Depositional Environments of the

Neoproterozoic Sediments of the Gambaga-

Nakpanduri Massifs, Voltaian Basin,” J.

Geol. Min. Res., vol. 10, no. 5, hal. 48–56,

2018.

[8] Pemkab Tanjung Jabung Barat, “Topografi,”

Hidrologi, p. [diakses pada 02 januari 2020

pukul 1:23], 2020.

[9] G. Halik, “Pendugaan Potensi Air Tanah

Dengan Metode Geolistrik Konfigurasi

Schlumberger,” Media Tek. Sipil, hal. 109–

114, 2008.

[10] R. S. B. Waspodo, “Investigasi Air Tanah

Melalui Geolistrik di Darmaga, Bogor,” Bul.

Keteknikan Pertan., vol. 16, no. 1, 2002.

[11] A. A. R. Zohdy, “Automatic Interpretation of

Schlumberger Sounding Curves, Using

Modified Dar Zarrouk Functions,” Geol.

Surv. Bull. 1313-E, 1975.

[12] G. Nichols, Sedimentology And Stratigraphy,

Second. John Wiley & Sons Ltd, 2009.