Top Banner
AUDIT INTERNAL Pertemuan 14: Fraud KELOMPOK: ADE BIMI M. ASTRID ASTARI H. ESTER GRIFFINE M. MUTIA PRAWITASARI PUNGKY AGUSTA ADDINA MAHARDHIKA RISANTI DWITA P.
40

internal audit brinks

Sep 03, 2015

Download

Documents

makalah internal audit
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

AUDIT INTERNALPertemuan 14: Fraud

KELOMPOK:ADE BIMI M.ASTRID ASTARI H.ESTER GRIFFINE M.MUTIA PRAWITASARIPUNGKY AGUSTAADDINA MAHARDHIKARISANTI DWITA P.

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA2013Statement of Authorship

Kami yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas terlampir adalah murni hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas pada mata ajaran lain kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami menggunakannya.Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.

Mata Ajaran: Audit InternalJudul Makalah/Tugas: FraudTanggal: 3 Desember 2013Dosen: Ludovicus Sensi Wondabio

NamaNPMTanda Tangan

Ade Bimi M.1006662673

Astrid Astari H1006662755

Ester Griffine M.1006995993

Mutia Prawitasari1006696503

Pungky Agusta1006696604

Addina Mahardhika1006763911

Risanti Dwita P.1006764100

Brinks 2 Chapter 24 (page 562-565)Whistleblower and Hotline Function

Perlindungan terhadap whistleblower telah menjadi bagian dari banyak federal labor law sebagai upaya untuk membantu regulator menemukan kecurangan-kecurangan dalam perusahaan. Whistleblower function merupakan fasilitas dimana karyawan atau stakeholder yang melihat beberapa bentuk kecurangan dapat secara independen melaporkan tindakan tersebut kepada perusahaan atau otoritas regulator tanpa disertai ketakutan akan kontribusi yang ia berikan. Menurut peraturan whistleblower di Amerika, setiap karyawan maupun stakeholder yang menemukan adanya aktivitas-aktivitas yang tidak pantas dapat membunyikan peluitnya dan melaporkan kejadian tersebut. Permasalahan kemudian akan diinvestigasi dan dikoreksi jika dugaan tersebut teryata benar adanya.Untuk menciptakan program whistleblower yang efektif, grup audit internal mendiskusikan hal-hal mengenai bagaimana menciptakan program whistleblower yang efektif dan bagaimana audit internal dapat membantu untuk mengadakan atau menyegarkan (refresh) fungsi tersebut, melalui:a. Federal Whistleblower RulesSOx telah mengeluarkan perlindungan whistleblower federal untuk stakeholder di perusahaan-perusahaan publik melalui SOx Section 806 yang menyatakan bahwa tidak boleh ada perusahaan public ataupun petugas, karyawan, kontraktor, atau agen yang boleh memecat, menurunkan, menskors, mengancam, mengusik, atau melakukan bentuk-bentuk tindakan diskriminasi lainnya kepada seorang pegawai yang disebabkan oleh tindakan hukum yang dilakukan pegawai tersebut. Dengan kata lain, setiap karyawan ataupun stakeholder yang merasa adanya kesalahan dalam finansial dan melaporkan permasalahan itu secara legal dilindungi sebagai bagian dari investigasi dan resolusi whistleblower.Selain itu, stakeholder yang merasa bahwa dirinya telah diskors atau didiskriminasi berhubungan dengan tindakan whistleblower yang ia lakukan, dapat memberikan keluhan dalam jangka waktu 90 hari setelah tanggal tindakan pelanggaran kepada Department of Labor (DOL) atau melalui pengadilan. Jika karyawan yang melaporkan hal tersebut menang, ia berhak untuk mendapatkan kompensasi penuh termasuk didalamnya pengembalian (reinstatement), pembayaran melalui bunga, dan kompensasi untuk biaya proses pengadilan dan biaya pengacara. Namun jika dalam jangka waktu 180 hari tidak ada keputusan final dari DOL, permasalahan dapat dialihkan ke pengadilan distrik federal.b. SOx Whistleblower Rules dan Internal AuditSeperti yang telah didiskusikan, peraturan-peraturan whistleblower SOx mencakup pelaporan tindakan ilegal atau tidak pantas dalam akuntansi, kontrol internal dan aktivitas audit. Permasalahan kemudian muncul bagi audit internal yang bertugas melaporkan audit findings kepada tim manajemen dan mempresentasikannya dalam laporan audit formal untuk ditindaklanjuti oleh tim manajemen melalui tindakan korektif.Namun, tindakan yang dilakukan audit internal tersebut jelas merupakan bagian dari manajemen, dan anggota tim audit internal tidak boleh mencoba untuk bertindak sebagai whistleblower independen dalam pekerjaan audit internal mereka. Apabila ada suatu waktu ketika audit internal telah mendokumentasikan dan melaporkan suatu isu yang kemudian manajemen audit internal memilih untuk mengacuhkan hal tersebut, barulah audit internal mempunyai hak dan tanggung jawab untuk melaporkan permasalahan kepada komite audit perusahaan maupun SEC.c. Meluncurkan fungsi bantuan (help function) atau hotline perusahaanBanyak perusahaan memiliki fungsi bantuan atau hotline yang memungkinkan para karyawan maupun stakeholder untuk bertanya maupun melaporkan suatu hal yang tidak benar (wrongdoings) dalam berbagai tingkatan.

Brinks 2 Chapter 25Fraud Detection and Prevention

25.1Understanding and Recognizing FraudDefinisi fraud berdasarkan common law merupakan kegiatan mendapatkan uang atau properti dengan cara, simbol, atau device yang false. Dengan kata lain, seseorang mengotorisasi beberapa dokumen dengan tidak benar yang menyebabkan pemindahan uang secara tidak wajar. Suatu sistem pengendalian internal yang jelas, secara penuh diimplementasikan, dan secara berkala dimonitor berperan penting dalam pencegahan dan deteksi kerugian yang timbul akibat fraud, dan auditor internal seringkali terlibat dalam isu terkait fraud. Saat fraud ditemukan dalam perusahaan, AI sering menjadi sumber pertama untuk melakukan investigasi untuk menentukan tingkatan fraud yang dilaporkan. Di situasi lainnya, auditor internal menemukan fraud saat audit terjadwal dan kemudian menginvestigasi dan melaporkan hal tersebut pada corporate consul atau otoritas legal lainnya. Sekarang, auditor, baik internal dan eksternal, memegang peranan penting dalam deteksi dan pencegahan fraud dimana mereka dihadapkan dengan tanggung jawab yang meningkat untuk mendeteksi fraud selama berjalannya aktivitas review dan juga untuk merekomendasikan pengendalian yang sesuai untuk mecegah fraud di masa datang.

25.2Red Flags: Fraud Detection Signs for Internal AuditorsBanyak aktivitas fraud menjadi mudah diidentifikasi setelah fraud itu sendiri ditemukan. Akan menjadi lebih mudah untuk menganalisis fakta setelah fraud ditemukan sebagai lesson learned, namun auditor dan manajemen harus mencari indikator kemungkinan aktivitas fraud sejak awal, yang biasanya disebut red flag.Yang dimaksud dengan red flag disini adalah sinyal peringatan kepada pengamat yang tidak terlibat bahwa sesuatu tidak benar. Contohnya, peningkatan besar profit yang dilaporkan yang tidak diiringi peningkatan unit sales mungkin terdengar bagus dan masuk akal. Namun, saat dihadapkan dengan tipe indikator red flag, auditor atau pemeriksa fraud harus menanyakan, Hal ini sepertinya tidak wajarbagaimana bisa begitu?Red flag biasanya indikasi pertama dari potensi fraud. Seseorang melihat sesuatu yang tidak terlihat benar/wajar dan seringkali memulai investigasi tingkat rendah. Biasanya auditor internal merupakan mereka yang pertama terlibat. Auditor internal harus selalu skeptis dalam review dan waspada akan adanya sinyal peringatan. Sayangnya, auditor internal seringkali gagal untuk mendeteksi fraud karena salah satu alasan berikut: Ketidakinginan untuk mencari fraud Terlalu percaya kepada auditee Penekanan yang masih kurang pada isu potensi fraud dalam temuan audit Perkara fraud tidak terlalu didukung oleh manajemen Auditor terkadang gagal untuk fokus pada area fraud berisiko tinggiUntuk membantu mendeteksi fraud, auditor harus memiliki pemahaman mengapa orang melakukan fraud. Suatu perusahaan dapat memiliki lingkungan red flag, namun hal tersebut tidak selalu dipengaruhi aktivitas fraud kecuali seorang atau beberapa pagawai memutuskan untuk melakukan fraud. Berikut beberapa alasan kenapa seseorang melakukan fraud: Pegawai membutuhkan uang Frustrasi kerja Semua orang melakukannya Tantangan untuk mengalahkan sistem Pengendalian internal yang kurang Kemungkinan kecil untuk mendeteksi Kemungkinan kecil untuk menyelidiki Manajemen puncak tidak berlalu peduli Loyalti yang rendah terhadap organisasi Ekspektasi anggaran yang tidak wajar atau target keuangan lainnya Kompensasi yang kurang kompetitif dan kesempatan promosi yang kurangDi atas merupakan alasan-alasan dimana terdapat pengendalian internal yang kuat dan fraud dilakukan oleh satu orang saja. Deteksi fraud lebih sulit saat ada kolusi antara beberapa orang.Fraud besar yang melibatkan partisipasi manajemen senior sulit dideteksi; fraud yang terjadi pada tingkat bawah dalam perusahaan lebih mudah dideteksi dengan tingkat investigasi auditor internal yang sesuai. Misalnya, proses penggajian dapat menunjukkan cakupan kesempatan yang luas bagi fraud melalui penggunaaan mekanisme seperti menaikan actual hours worked bagi pegawai, meningkatkan voucher pembayaran bagi pegawai fiktif, atau menduplikasi voucher bagi pegawai. Hal tersebut merupakan jenis isu klasik yang menjadi bagian banyak prosedur AI. Namun, dibanding hanya pelanggaran pengendalian internal, auditor internal harus memikirkan hal-hal ini dari segi area potensial bagi fraud pegawai. Auditor telah menjalankan prosedur ini selama bertahun-tahun namun terkadang lupa bahwa masih terdapat isu fraud.

25.3Public Accountings Role in Fraud DetectionDulu, auditor eksternal hanya bertanggungjawab untuk menentukan apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar; mereka tidak bertanggungjawab untuk mendeteksi eror atau aktivitas fraud. Hingga pada akhirnya tanggung jawab auditor eksternal mengenai fraud diubah dalam SAS No. 82: The auditor has a responsibility to plan and perform the audit to obtain reasonable assurance about whether the financial statements are free of material misstatement, whether caused by error or fraud.Pada Desember 2002, AICPA mengeluarkan SAS No. 99 mengenai tanggung jawab auditor untuk mendeteksi pelaporan keuangan yang mengandung fraud. Dengan standar audit tersebut, auditor eksternal sekarang menjadi bertanggung jawab atas penyediaan assurance wajar bahwa laporan keuangan yang telah diaudit bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh eror atau fraud.SAS No. 99 menyerukan auditor eksternal laporan keuangan untuk memiliki skeptisme profesional akan adanya kemungkinan fraud. Standar ini menuntut tim audit untuk bertukar idea atau brainstorm tentang bagaimana fraud dapat terjadi di perusahaan yang akan diaudit. Hal tersebut mencakup idetifikasi risiko fraud dan pertimbangan karakteristik yang timbul saat terdapat fraud, yaitu insentif, peluang, dan kemampuan rasionalisasi. Tim auditor eksternal harus bisa lebih mendesain uji audit sebagai respon terhadap risiko fraud dengan selalu melakukan engagement audit yang mengantisipasi bahwa ada kemungkinan aktivitas fraud.Tim engagement auditor eksternal sekarang diharapkan untuk meminta manajemen dan pihak lainnya dalam perusahaan terkait persepsi mereka akan risiko fraud, apakah mereka sadar mengenai investigasi fraud atau isu lainnya yang sedang berjalan. Selain itu, auditor eksternal harus dapat memberikan pihak-pihak di perusahaan untuk membunyikan peluit dan mendorong seseorang untuk melakukannya. Maka, tim harus mendesain uji yang tidak dapat diprediksi dan disangka oleh klien.SAS No. 99 juga menyatakan bahwa manajemen seringkali berada dalam posisi untuk menentang pengendalian supaya bisa melakukan fraud pada laporan keuangan. Standar audit menuntut prosedur untuk menguji pertentangan pengendalian yang dilakukan manajemen dalam setiap audit. SAS No. 99 memberikan penekanan bagi auditor eksternal untuk mendeteksi fraud, termasuk prosedur yang diharapkan auditor eksternal untuk dilakukan dalam setiap engagement audit. Sekarang, AICPA telah mengambil langkah besar untuk memacu auditor eksternal terkait situasi yang mendorong fraud dan juga memberikan materi edukasi dan studi kasus.

25.4IIA Standards for Detecting and Investigating FraudAuditor internal seringkali bisa mendeteksi fraud lebih baik daripada auditor eksternal karena auditor internal selalu berada di situs perusahaan sehari-harinya. Hanya melalui observasi, auditor internal mungkin bisa melihat red flag lebih baik dibandingkan auditor eksternal. Auditor internal menemui banyak perkara dan isu fraud potensial selama proses review yang terjadwal karena mereka biasanya terlibat dengan review tingkat transaksi yang mendetail dan melihat dokumen atau transaksi yang dipertanyakan lebih sering. Saat ada potensi fraud, langkah pertama adalah untuk mengkontak AI, yang juga mempunya koneksi dan komunikasi dengan depertemen legal perusahaan. Jika terdapat pertanda kuat akan adanya fraud, legal perusahaan akan siap membantu.Standar IIA menekankan bahwa AI berperan dalam deteksi dan pencegahan fraud, namun tanggung jawab utama deteksi fraud berada di tangan manajemen. Namun, terdapat masalah dalam mengkomunikasikan pesan tersebut pada manajemen. Auditor internal harus waspada akan adanya kesalahan dan juga mencari bukti akan adanya aktivitas ilegal atau tidak wajar dalam audit. Karena mendeteksi fraud bukan perkara mudah, standar IIA 1210.A2 tahun 2004 menyatakan: The internal auditor should have sufficient knowledge to identify the indicators of fraud but is not expected to have the expertise of a person whose primary responsibility is detecting and investigating fraud. Namun begitu, Practice Advisory pendukung anggota auditor internal panduan dalam mendeteksi dan menginvestigasi fraud.Auditor internal bertanggungjawab membantu mendemotivasi timbulnya fraud dengan memeriksa dan mengevaluasi kecukupan dan efektivitas sistem pengendalian internal, yang sama dengan tingkatan potensi risiko dalam berbagai segmen operasi perusahaan. Untuk menjalankan tanggung jawab tersebut, auditor internal harus, sebagai contoh, menentukan apakah: Lingkungan organisasi mendorong kesadaran pengendalian, dan tujuan realistis perusahaan telah dibuat. Terdapat kebijakan tertulis yang mendeskripsikan aktivitas terlarang dan tindakan saat terjadi pelanggaran telah ditemukan. Kebijakan otorisasi yang sesuai untuk transaksi telah dibuat dan dijaga. Kebijakan, praktik, prosedur, laporan, dan mekanisme lainnya dikembangkan untuk memonitor aktivitas dan aset, terutama yang berisiko tinggi. Saluran komunikasi memberikan manajemen informasi yang cukup dan andal. Rekomendasi harus dibuat untuk peningkatan pengendalian yang efektif secara biaya untuk mencegah fraud.Saat auditor internal mencurigai aktivitas fraud yang potensial, otoritas perusahaan yang sesuai (departemen legal) harus diberitahukan. Auditor internal dapat merekomendasikan investigasi yang dianggap sesuai dalam situasi tersebut. Auditor harus memastikan bahwa tanggung jawab aktivitas AI telah terpenuhi.Practice Advisory ini menyatakan bahwa jika perusahaan tidak memiliki kebijakan dan prosedur atau kekurangan code of conduct, hal tersebut mengindikasikan lingkungan yang mendorong fraud. Namun, red flag tetap menjadi indikator lebih baik akan adanya fraud.IIA belum terlalu memegang peranan dalam deteksi fraud seperti yang dilakukan AICPA dimana informasi terkait fraud masih hanya terbatas untuk anggota IIA saja. IIA memiliki beberapa konferensi terkait fraud, namun AICPA cenderung memegang peranan lebih dalam memberikan panduan audit fraud kepada auditor.

25.5Fraud Investigations for Internal AuditorsSebagai tambahan untuk membantu membangun dan melakukan review pengendalian untuk mencegah dan mendeteksi fraud, auditor internal terkadang menjadi sangat terlibat dalam investigasi fraud. Sementara otoritas legal harus digunakan dalam investigasi fraud, auditor internal dapat memainkan peranan penting dalam hal-hal lain yang kepentingannya tidak terlalu besar, seperti misalnya membantu mengumpulkan informasi untuk penemuan yang lebih kecil atau memberikan materi pendukung hal-hal yang lebih besar. AI seringkali terlibat dalam hal-hal terkait fraud karena masalah informasi yang terjadi saat audit atau adanya tip melalui telepon atau e-mail.Saat dihadapkan dengan informasi potensi fraud, langkah pertama AI harus selalu untuk berkonsultasi dengan corporate counsel perusahaan. Terkait nature tuduhan dan tingkat informasi awal, persoalan dapat diserahkan pada otoritas legal. Dalam kasus lebih kecil, AI akan terkadang diminta bertanggungjawab untuk investigasi yang melibatkan review dokumen yang mendetail sebagai basis tindakan selanjutnya. Investigasi terkait fraud membutuhkan auditor internal untuk bertindak agak berbeda. Dalam review terkait fraud, auditor harus memiliki tiga objektif utama:1. Membuktikan kerugian.Review terkait fraud biasanya dimulai dengan temuan bahwa seseorang mencuri sesuatu. Review investigatif AI harus mengumpulkan material relevan untuk menentukan ukuran dan cakupan kerugian.2. Memperjelas tanggung jawab dan keinginan.Ini merupakan langkah Siapa yang melakukannya?. Sebanyak mungkin, auditor internal harus mengidentifikasi semua pihak yang bertanggungjawab atas kerugian dan apakah terdapat situasi khusus terkait tindakan fraud.3. Membuktikan metode audit investigatif yang digunakan.Tim investigative harus membuktikan bahwa kesimpulan terkait fraud didasarkan pada proses investigasi bertahap dan mendetail. Review harus didokumentasikan menggunakan proses review AI.

25.6Information Technology Fraud Prevention ProcessesTekonologi Informasi (TI) atau fraud terkait teknologi mencakup isu dan permasalahan yang luas. Dalam lingkunga bisnis saat ini, sistem informasi sealu menjadi komponen utama fraud terkait keuangan atau akuntansi modern. Karena sistem TI dan proses mendukung banyak area dan melebihi hal-hal di perusahaan, kita dapat memikirkan fraud terkait TI dalam berbagai dimensi yang mencakup dari aktivitas kecil hingga aktivitas fraud yang signifikan: Isu akses internet Penggunaan personal yang tidak sesuai atas sumber daya IT Penggunaan ilegal atas software Permasalahan keamanan komputer dan fraud kerahasiaan Pencurian informasi melalui perangkat USB Pencurian informasi atau data abuse computer fraud Apropriasi atau perpindahan dana elektronik yang tidak terotorisasiNamun, haruskah AI melakukan review pada area-area ini? Mungkin tidak; masih terdapat area-area berisiko tinggi yang lebih penting untuk diberikan perhatian lebih dari segi waktu dan sumber daya. Computer fraud and abuse merupakan area dimana keahlian teknis dibutuhkan untuk memahami perangkat dan metode.Area deteksi fraud sistem komputer terkait yaitu forensik komputer, pemeriksaan komputer dan hal-hal kecilnya secara mendetail, menggunakan investigasi komputer dan teknik analisis untuk menemukan atau menetukan bukti legal potensial dalam situasi fraud. Tujuannya adalah agar segala hal tertulis dalam file komputer dapat didapatkan kembali, walaupun sudah dihapus sebelumnya melalui perintah sistem operasi. Bukti yang harus ditemukan memiliki cakupan subjek yang luas: pencurian rahasia perdagangan, pencurian atau perusakan properti intelektual, fraud dan kasus sivil yang melibatkan wrongful dismissal, pelanggaran kontrak, dan isu diskriminasi. Dan pemeriksaan forensik melibatkan pemerikasaan media komputer, seperti CD-ROM, hard disk drive, backup tape, dan media lainnya untuk penyimpanan data. Spesialis forensik menggunakan software khusus untuk menemukan data yang masih ada dalam sistem komputer atau dapat mendapatkan kembali informasi file yang terhapus atau rusak dan membetulkan password agar dokumen dapat terbaca.Forensik komputer merupakan satu pendekatan untuk membantu investigasi fraud komputer yang membutuhkan peralatan dan pelatihan khusus, dan banyak auditor internal mungkin tidak memiliki keahlian untuk melakukan analisis tersebut tanpa bantuan. Maka dari itu, AICPA mengeluarkan Certified in Financial Forensics (CFF) yang akan mengkombinasikan keahlian akuntansi forensik khusus dengan ilmu dan kemampuan utama yang membuat CPA menjadi penasihat bisnis terpercaya.Bukti dokumen biasanya menjadi sumber bukti yang paling penting. Beberapa tahun ke belakang, bukti dokumen terbatas pada yang tercetak di kertas. Namun, sekarang dokumen jarang diketik; malah, dokumen dihasilkan dalam prosesor komputer, yang biasanya die-mail atau fax kepada penerima. Forensik komputer disini digunakan sebagai contoh teknik berbasis teknologi untuk mendeteksi fraud. selain itu, ada juga software firewall untuk mencegah pengguna atau sistem untuk melakukan transaksi atau mengakses sistem diluar region tetap. Software perlindungan virus adalah hal lainnya.

25.7Fraud Detection and the Internal AuditorAICPA dan auditor eksternal telah memiliki peran lebih besar untuk mendeteksi aktivitas fraud dalam audit laporan keuangan dengan lebih baik. Auditor internal harus memberikan pertimbangan lebih dalam pekerjaan audit mereka. Dan sekarang, pertimbangan deteksi dan pencegahan fraud harus menjadi komponen yang lebih signifikan dalam setiap AI. Sesuai dengan panduan dalam SAS No. 99, auditor internal harus memasuki engagement AI yang baru dengan menanyai diri mereka pertanyaan tentang bagaimana atau dimana auditee baru mungkin melakukan tindakan fraud. Auditor internal harus selalu mempertimbangkan potensi fraud dalam tugas pekerjaan yang sedang berjalan. Auditor internal harus memiliki tingkat CBOK umum pemahaman red flags yang mengindikasikan kemungkinan fraud dalam seluruh rangkaian AI. Selain itu, auditor internal harus memahami bahwa fraud dapat timbul di segala tingkatan, dan dimana terdapat kecurigaan selama review, auditor internal harus mampu melaporkan hal tersebut kepada otoritas berwenang dan membantu dalam investigasi fraud yang diperlukan.

Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif

Fraud Tree Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) menggambarkan occupational fraud (fraud yang terjadi di perusahaan dalam hubungan kerja) dalam bentuk fraud tree. Pohon ini menggambarkan cabang-cabang dari fraud dalam hubungan kerja, beserta ranting dan anak rantingnya. Fraud tree memiliki tiga cabang utama yaitu corruption, asset missapropriation dan fraudulent statements.

1. Corruption Conflict of Interest atau benturan kepentingan ditemui dalam berbagai bentuk yaitu menjadi pemasok dalam dunia bisnis atau rekanan dalam pemerintahan. Ciri-ciri nya yaitu, mereka menjadi pemasok: Selama bertahun-tahun, kontrak berjalan terus walaupun pejabat telah lengser; Nilai kontrak relatif mahal dibandingkan kontrak yang dibuat secara wajar; Rekanan ini memiliki pangsa pasar yang relatif sangat besar di lembaga tersebut; Kemengangan dalam proses tender dicapai melalui proses tender yang tidak resmi; Hubungan antara penjual dan pembeli lebih dari hubungan bisnis (KKN).Benturan kepentingan dapat terjadi dalam bentuk purchases scheme yaitu lembaga pemerintah atau bisnis selaku pembeli ber-KKN dengan penjual, Indikasi mengenai hal ini terlihat dalam hal pembeli merupakan lembaga besar, nilai pembeliannya tinggi, dan penjual merupakan penyuplai terkenal tingkat dunia, Jadi seharusnya jual beli dapat dilakukan secara langsung dan bukan melalui penjual perantara. Bentuk kedua yaitu sales scheme dimana lembaga pemerintah atau bisnis selaku penjual dapat ber-KKN dengan pembeli, praktik ini terjadi apabila pembeli akhir merupakan captive market dari penjual, namun penjual tetap mengeluarkan marketing fee yang tidak lain dari penyuapan. Bribery atau penyuapan, terdapat dua bentuk yaitu kickbacks dan bid rigging. Kickbacks merupakan bentuk penyuapan dimana si penjual mengikhlaskan sebagian dari hasil penjualannya. Sedangkan bid rigging merupakan permainan dalam tender. Illegal Gratuities merupakan pemberian atau hadiah yang merupakan bentuk terselubung dari penyuapan. Di Indonesia terjadi dalam bentuk hadiah perkawinan dan lain-lain yang diberikan kepada pejabat. Economic Exortion merupakan ancaman dalam bentuk pemerasan yang dilakukan oleh pembuat keputusan.

2. Asset MissapropriationMerupakan bentuk fraud berupa pengambilan aset secara ilegal. Baik aset kas maupun nonkas. Asset missapropriation dalam bentuk penjarahan kas dilakukan dalam tiga bentuk yaitu skimming, larceny dan fraudulent disbursement. Dalam skimming, uang dijarah sebelum uang tersebut secara fisik masuk ke perusahaan, salah satu contohnya yaitu lapping (praktik gali lubang tutup lubang dalam penagihan piutang). Apabila uang sudah masuk kedalam perusahaan dan kemudian baru dijarah maka fraud ini disebut sebagai larceny (pencurian). Sekali arus uang sudah terekam atau masuk kedalam sistem, maka penjarahan ini disebut sebagai fraudulent disbursement (penggelapan). Terdapat lima tahap perantara dalam melakukan fraudulent disbursement yaitu: Billing schemes: Menggunakan proses pembebanan tagihan sebagai sarananya (contoh: mendirikan perusahaan bayangan) Payroll shemes: Melalui pembayaran gaji (contoh: karyawan fiktif) Expense reimbursement: Melalui pembayaran kembali biaya-biaya (contoh: biaya makanan dan minuman yang dilaporkan lebih besar dari pengeluaran sebenarnya) Check tampering: Melalui pemalsuan cek Register disbursement: Pengeluaran yang sudah masuk dalam cash register, terdapat dua jenis yaitu false refunds (pengembalian uang yang dibuat-buat) dan false voids (pembatalan palsu)Sementara, asset missapropriation dalam bentuk nonkas biasanya terjadi dalam skema misuse ataupun lacreny. Misuse adalah penyalahgunaan aset misalnya untuk kepentingan pribadi. Dapat pula melalui aset yang tidak dikembalikan setelah orang tersebut tidak lagi menjabat (larceny).

3. Fraudulent StatementsMenggambarkan fraud dalam penyusunan laporan baik keuangan maupun non keuangan. Fraud dalam laporan keuangan ini berupa misstatements, yang memiliki dua cabang, yaitu menyajiakan aset atau pendapatan lebih tinggi dari yang sebenarnya (asset overstatement) ataupun menyajikan aset atau pendapatan lebih rendah dari yang sebenarnya (asset understatement). Sedangkan yang kedua yaitu fraud dalam penyusunan laporan non-keuangan. Fraud ini berupa berupa penyampaian laporan kuangan secara menyesatkan, lebih bagus dari keadaan sebenarnya.

Pencegahan dan Pendeteksian FraudDalam mencegah dan mendeteksi fraudterdapat beberapa pihak yang terlibat yaitu auditor internal, auditor eksternal, atau auditor forensik serta manajemen perusahaan. Peran dan tanggung jawab masing-masing pihak ini dapat digambarkan sebagai suatu siklus yang dinamakanFraud Deterrence Cycleatau siklus pencegahanfraud.

1. Tanggung Jawab ManajemenTanggung jawab manajemen dalam pencegahan fraud yaitu dengan mengembangkan corporate governance dalam perusahaan yang dirancang dalam rangka mengeliminasi atau setidaknya menekan kemungkinan terjadinyafraud.Corporate governancemeliputi budaya perusahaan, kebijakan-kebijakan, dan pendelegasian wewenang yang jelas. Selain itu, untuk mengurangi motivasi berbuat kecurangan, manajemen perusahaan harus: Menyediakan lingkungan kerja yang etis dan kepemimpinan yang menunjukkan perilaku etis dalam semua aktivitas bisnis; Memperlakukan karyawan dengan baik; Mendengarkan dan menanggapi keluhan dan masalah yang disampaikan karyawanUntuk mengurangi persepsi karyawan tentang adanya kesempatan melakukan kecurangan (perceived opportunity of doing fraud), manajemen dapat mengirimkan pesan yang menunjukkan bahwa terdapat pihak-pihak yang mengawasi. Selain itu dapat juga dengan membuat kebijakan perusahaan tentang kecurangan, konsekuensi pelanggaran serta menerapkan hukuman yang sesuai jika ditemukan pelanggaran. Dengan adanya kebijakan tersebut maka manjemen perusahaan telah menciptakan fraud awareness di lingkungan kerja dan dapat mencegah terjadinya fraud.2. Tanggung Jawab dan Peran Internal AuditorAuditor internal bertanggung jawab untuk mengembangkan pengendalian internal yang secara khusus ditujukan untuk menangani fraud. Pengendalian internal pada dasarnya adalah proses yang lebih bersifat preventif. Terdapat dua jenis pengendalian internal yaitu aktif dan pasif. Pengendalian internal aktif yaitu berupa penggunaan tanda tangan, password dan pin, pemisahan tugas, pengendalian aset secara fisik, pengendalian persediaan secara real time (menggunakan barcode), pencocokan dokumen dsb. Sedangkan, pengendalian intern pasif dapat dilakukan dalam bentuk customized control, audit trails, focused audit, rotasi personel inti.Pendeteksian fraud oleh auditor internal merupakan salah satu peran dari kegiatanaudit internal yang dijalankan dalam perusahaan. Hal ini tertera dalam Standards No. 1210.A2 yang menyatakan bahwaThe internal auditor should have sufficient knowledge to identify the indicators of fraud but is not expected to have the expertise of a person whose primary responsibility is detecting and investigating fraud. Dalam standar tersebut disebutkan bahwaauditor internaldiharuskan memiliki pengetahuan yang cukup untuk mendeteksi adanya indikasifrauddalam organisasi. Pengetahuan yang harus dimilikiauditor internal termasuk pula pengetahuan mengenai karakteristik fraud, teknik-teknik yang digunakan dalam melakukanfraud, dan jenis-jenisfraudyang mungkin terjadi pada berbagai proses bisnis.Auditor internalbertanggung jawab dalam mendeteksi fraud yang mungkin telah terjadi sedini mungkin, sebelum membawa dampak yang lebih buruk pada organisasi. Pendeteksian tersebut dapat dilakukan pada saat menjalankan kegiatanaudit internal. Pada saat melakukan audit, auditor internal dapat memfokuskan diri pada area-area yang memiliki risiko tinggi terjadinya fraud seperti transaski kas, rekonsiliasi bank, proses pengadaan, penjualan, dll.Jika auditor internal menemukan suatu indikasi terjadinyafrauddalam organisasi,auditor internalharus melaporkannya kepada pihak-pihak terkait dalam organsiasi tersebut, sepertikomite audit. Auditor internal dapat memberikan rekomendasi dilakukannya investigasi yang diperlukan untuk menyelidikifraudtersebut.

3. Peran Eksternal AuditorTanggung jawab auditor sehubungan dengan fraud dijelaskan secara umum dalam SA seksi 110 mengenai tanggung jawab dan fungsi auditor independen: Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan.Tanggung jawab auditor dalam mendeteksifraudtersebut lebih lanjut dijelaskan dalam SA seksi 316 pertimbangan atas kecurangan dalam audit laporan keuangan. Berdasarkan SA Seksi 316 tersebut, auditor harus secara khusus menaksir risiko salah saji material dalam laporan keuangan sebagai akibat dari kecurangan dan harus memperhatikan taksiran risiko ini dalam mendesain prosedur audit yang akan dilaksanakan. Prosedur audit mungkin berubah apabila terjadifraud.Selanjutnya dalam SA Seksi 317 mengenai unsur tindakan pelanggaran hukum oleh klien, dijelaskan bahwa apabila terjadi unsur tindakan pelanggaran hukum (termasukfraud) maka auditor akan mengumpulkan informasi tentang sifat pelanggaran, kondisi terjadinya pelanggaran dan dampak potensialnya terhadap laporan keuangan. Apabila dibutuhkan auditor dapat berkonsultasi dengan penasehat hukum dan melakukan prosedur audit tambahan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang sifat pelanggaran yang terjadi. Terungkapanyafraud, yang berdampak pada denda dan kerugian, harus diungkapakan dalam catatan atas laporan keungan. Lebih jauh lagi, bilafraudyang terjadi sangat material dan bisa mempengaruhi kewajaran laporan keuangan, maka auditor tidak dapat memberikan opini wajar tanpa pengecualian.

Tugas Supervisi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)

Dalam melaksanakan tugas supervisi, KPK berwenang: 1.Melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik.2.Mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan.KPK mengambil alih penyidikan dan penuntutan perkara dari kepolisian jika ada alasan: Laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti. Penanganan tindak pidana korupsi berlarut-larut atau tertunda-tunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi yang sesungguhnya. Penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi. Ada hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena intervensi dari eksekutif, legislatif, atau yudikatif. Keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, membuat penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan.

SAI (Supreme Audit Institution)SAI adalah lembaga di tingkat nasional yang bertanggung jawab untuk mengaudit penerimaan dan belanja negara. Tujuan SAI adalah mengawasi pengelolaan keuangan negara dan kualitas serta kredibilitas pelaporan keuangan pemerintah. Sehingga, SAI dapat membatasi peluang bagi malpraktik keuangan dan penyalahgunaan kekuasaan. Deskripsi hubungan SAI dengan lembaga pemerintahan menurut deksripsi Transparancy International dapat dilihat berdasarkan hubungan segitiga berikut:

Lembaga Perwakilan Rakyat (yang punya hak budget)SAI (budget oversight)Pemerintah (Pengelola keuangan negara)Di Indonesia, bentuk SAI biasa dikenal dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yaitu otoritas pemeriksa keuangan negara. Dalam menjalankan tugasnya, BPK memiliki beberapa kebijakan. Salah satunya ialah, BPK dapat menyerahkan pelaksanaan audit instansi pemerintah, BUMN dan BUMD kepada Kantor Akuntan Publik (auditor eksternal) maupun auditor internal pemerintah yang memenuhi standar ditetapkan oleh BPK. Dalam hal ini, BPK memiliki independensi legislasi, yaitu berwenang untuk menguji dan mengambil sumpah bagi KAP yang diberikan kewenangan untuk memeriksa keuangan BUMN dan BUMD. Apabila ada indikasi fraud, BPK dapat memeriksa hasil audit KAP atas BUMN itu. BPK juga wajib memuat laporan audit tersebut di website supaya dapat diketahui secara luas oleh masyarakat, sekaligus menguji mutu hasil audit itu. Selanjutnya berdasarkan Undang-Undang, hasil pemeriksaan BPK dilaporkan kepada DPR dan DPD sebagai pemegang hak budget keuangan negara. Melalui hak legislasinya, DPR dan DPD juga berhak menindaklanjuti hasil temuan BPK. Jika dalam hasil temuan tersebut benar ditemukan tindak pidana berupa fraud yang material, maka hasil ini selanjutnya akan diserahkan kepada kejaksaan, polisi dan KPK.

PUSAT DAN DAERAH DPRDPDBPKPEMERINTAHPUSAT DAERAHDPRDKEPOLISIANKEJAKSAANPENGAWAS INTERNMAPENGADILAN TINGGIPENGADILAN NEGERIKYLEMBAGA KUASI NEGARAKomisi KepolisianKomisi KejaksaanKPKKomisi OmbudsmanGaris putus-putus : arus laporan ikhtisar hasil pemeriksaan BPK Bagan di atas menggambarkan hubungan antara perangkat kelembagaan negara di pusat & daerah dengan lembaga kuasi negara. Secara lebih khusus, bagan ini menunjukkan ke mana saja laporan hasil pemeriksaan kinerja, dan ikhtisar hasil pemeriksaan BPK disampaikan. Di samping lembaga-lembaga di atas, ada suatu lembaga lain yang memfasilitasi pengungkapan tindak korupsi, yakni Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) untuk kejahatan pencucian keuangan dan Interpol (untuk kecurangan lintas negara).

AUDIT INTERNALPosition Paper

KELOMPOK:ADE BIMI M.ASTRID ASTARI H.ESTER GRIFFINE M.MUTIA PRAWITASARIPUNGKY AGUSTAADDINA MAHARDHIKARISANTI DWITA P.

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA2013Statement of Authorship

Kami yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas terlampir adalah murni hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas pada mata ajaran lain kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami menggunakannya.Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.

Mata Ajaran: Audit InternalJudul Makalah/Tugas: Position PaperTanggal: 3 Desember 2013Dosen: Ludovicus Sensi Wondabio

NamaNPMTanda Tangan

Ade Bimi M.1006662673

Astrid Astari H1006662755

Ester Griffine M.1006995993

Mutia Prawitasari1006696503

Pungky Agusta1006696604

Addina Mahardhika1006763911

Risanti Dwita P.1006764100

Position paper ini berisi pendapat kelompok kami mengenai pembelian LCD dan pembelian 1000 agent marketing dengan harga Rp 15 M. Pertanyaan untuk kedua kasus ini adalah apakah biaya tersebut diklasifikasikan sebagai beban atau sebagai aset yang dikapitalisasi.

1. Pembelian LCDTopik terkait pembelian LCD tercakup dalam PSAK 16 mengenai Aset Tetap. Aset tetap dalam PSAK 16 paragraf 6 didefinisikan sebagai aset berwujud yang: Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.Warren, Reeve dan Fess (2006) memberi panduan bagaimana suatu entitas dapatmengklasifikasikan biaya perolehan aset tetap.a. Apakah item/barang yang dibeli bisa digunakan dalam jangka waktu lama? Jika ya, maka biaya perolehan item/barang tersebut bisa diakui sebagai aset. Jika tidak, maka diakui sebagai biaya.b. Apakan aset tersebut bisa digunakan untuk tujuan produktif? Jika ya, maka aset tersebut diakui sebagai aset tetap, jika tidak maka aset tersebut diakui sebagai investasi. Berdasarkan kriteria tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelian LCD diklasifikasikan sebagai aset tetap yang dikapitalisasi, karena dimiliki untuk direntalkan kepada pihak lain dan diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.

2. Pembelian Agen MarketingTopik mengenai biaya pembelian agen marketing tercakup dalam PSAK 19 mengenai Aset Tidak Berwujud. Pengakuan item sebagai aset tidak berwujud membutuhkan entitas untuk menunjukkan bahwa item tersebut memenuhi: definisi aset tidak berwujud, dan kriteria pengakuan.Persyaratan ini berlaku untuk biaya yang dikeluarkan awalnya untuk memperoleh atau internal menghasilkan aset tidak berwujud dan yang terjadi selanjutnya yang timbul untuk menambah, mengganti bagian dari, atau layanan itu.Aset adalah diidentifikasi jika salah satu dari:a. adalah dipisahkan, yaitu mampu dipisahkan atau dibagi dari entitas dan dijual, ditransfer, lisensi, disewakan atau ditukar, baik sendiri maupun bersama-sama dengan kontrak yang terkait, aset yang dapat diidentifikasi atau kewajiban, terlepas dari apakah entitas bermaksud untuk melakukannya, ataub. muncul dari hak hukum kontrak atau lainnya, terlepas dari apakah hak-hak tersebut dapat dialihkan atau dipisahkan dari entitas atau dari hak-hak lain dan kewajiban.Suatu aktiva tidak berwujud diakui jika, dan hanya jika: besar kemungkinan manfaat ekonomis yang diharapkan di masa depan yang dapat diatribusikan pada aktiva tersebut akan mengalir ke entitas, dan biaya perolehan aset dapat diukur secara andal. Berdasarkan kriteria tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelian agen marketing adalah aset tidak berwujud yang dikapitalisasi karena perusahaan memiliki pengetahuan, keunggulan dari para agen marketing yang dapat memberikan manfaat ekonomis di masa depan dan dapat diukur secara andal, yaitu dari banyaknya produk yang berhasil dijual oleh agent marketing.