Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi dalam dunia veteriner dari tahun ke tahun terus mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Hampir setiap saat, para ahli menemukan suatu metode baru yang berkaitan dengan sistem imun baik pada hewan maupun manusia (inflamasi). Kemajuan IPTEK tersebut juga berpengaruh terhadap kemajuan teknologi di subsektor kedokteran hewan. Perkembangan IPTEK di bidang imunologi misalnya telah memberikan dampak kemajuan di subsektor kedokteran hewan dalam meningkatkan produktivitas dan kesehatan hewan. Dewasa ini, perkembangan bioteknologi tidak hanya didasari pada biologi semata, tetapi juga pada ilmu-ilmu terapan dan murni lain, seperti biokimia, komputer, biologi molekular, mikrobiologi, genetika, kimia, matematika, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, imunologi adalah ilmu terapan yang mempelajari mengenai sistem pertahanan tubuh terhadap paparan benda asing dari luar tubuh Cakupan dari ilmu imunologi ini sangatlah luas, namun pada makalah kali ini cukup berfokus pada satu pokok bahasan yaitu inflamasi. Inflamasi atau yang sering dikenal dengan istilah radang merupakan suat 1
32

inflamasi v3

Jan 30, 2016

Download

Documents

askep imflamasi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: inflamasi v3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi dalam dunia veteriner dari tahun ke tahun

terus mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Hampir setiap saat,

para ahli menemukan suatu metode baru yang berkaitan dengan sistem imun

baik pada hewan maupun manusia (inflamasi). Kemajuan IPTEK tersebut

juga berpengaruh terhadap kemajuan teknologi di subsektor kedokteran

hewan. Perkembangan IPTEK di bidang imunologi misalnya telah

memberikan dampak kemajuan di subsektor kedokteran hewan dalam

meningkatkan produktivitas dan kesehatan hewan. Dewasa ini, perkembangan

bioteknologi tidak hanya didasari pada biologi semata, tetapi juga pada ilmu-

ilmu terapan dan murni lain, seperti biokimia, komputer, biologi molekular,

mikrobiologi, genetika, kimia, matematika, dan lain sebagainya. Dengan kata

lain, imunologi adalah ilmu terapan yang mempelajari mengenai sistem

pertahanan tubuh terhadap paparan benda asing dari luar tubuh

Cakupan dari ilmu imunologi ini sangatlah luas, namun pada makalah

kali ini cukup berfokus pada satu pokok bahasan yaitu inflamasi. Inflamasi

atau yang sering dikenal dengan istilah radang merupakan suat kejadian

normal dari tubuh yang berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh. Inflamasi

ini terjadi akibat sistem pertahan yang ada dalam tubuh sudah tidak mampu

lagi melawan paparan benda asing dari tubuh ( virus dan bakteri) secara

biologis tempat tempat yang mendapatkan serangan dari luar tersebut akan

terjadi inflamasi atau peradangan. Di mana terlebih dahulu sebelum terjadi

peradangan tubuh akan mengarahkan ke tempat pertahan setelah antibodi

yaitu kelenjar pertahanan, di kelenjar pertahanan inilah semua benda asing

( virus dan bakteri) berkumpul dan di fagositosis oleh sel darah putih

( netrofil, basofil, eusinofi, monosit, dan limfosit) semua bagian dari sel darah

putih ini mempunyai fagositosis terhadap benda asing ada yang fagositosi

terhadap bakteri dan mikroba sesuai dengan benda asing yang masuk ke

dalam tubuh.

1

Page 2: inflamasi v3

Bila semua itu sudah tidak mampu menahan serangan dari luar maka

terjadilah inflamasi atau peradangan. Peradangan itu sendiri dapat dibedakan

menjadi dua yaitu regional dan sistemik. Peradangan regional misalnya

pembengkakan yang terjadi pada pangkal femur ketika kaki mengalami bisul

atau luka yang terinfeksi kuman. Sedangkan kalau peradangan yang

menyerang seluruh tubuh atau sistemik maka manusia atau hewan tersebut

suhu tubuhnya akan meningkat dan mengalami demam kalau pada manusia.

Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk meninjau lebih dalam

mengenai ilmu imunologi khususnya tentang inflamasi. Karena dengan

mengetahui suatu hewan mengalami peradangan, kita sebagai calon dokter

hewan dapat mendiagnosa lebih jauh lagi mengenai penyakit yang menyerang

pada hewan tersebut. Inflamasi menjadi indikator utama suat hewan tersebut

dalam keadaan tidak sehat, mengingat inflamasi ini berkaitan dengan sistem

kekebalan tubuh. Jika terjadi inflamasi pastilah tubuh sudah terpapar beda

asing( virus dan bakteri) sehingga dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan inflamasi atau peradangan?

1.2.2 Bagaimana tahapan terjadinya inflamasi?

1.2.3 Bagaimana penangan yang dilakukan ketika menemukan pasien

terkena inflamasi?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Untuk mengetahuiapa itu inflamasi atau peradangan.

1.3.2 Untuk mengetahui tahapan terjadinya inflamasi.

1.3.3 Untuk dapat mengetahui penanganan bila mengemuka pasien terkena

inflamasi.

1.4 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan paper ini adalah sebagai berikut:

1.4.1 Melalui paper ini diharapkan kalangan mahasiswa Universitas

Udayana, khususnya Kedokteran Hewan memiliki wawasan lebih

mengenai inflamasi atau peradangan.

2

Page 3: inflamasi v3

1.4.2 Hasiltugasinidapatmenjadiarsipyang

dapatmembantuuntukmengerjakantugasyang berhubungan dengan

imunologi khususnya mengenai inflamasi atau peradangan.

3

Page 4: inflamasi v3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Infamasi

Inflamasi merupakan respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh

cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau

mengurung (sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu

(Dorland, 2002).

Inflamasi merupakan respon terhadap cedera. Arti khususnya, inflamasi

adalah reaksi vascular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang

terlarut dan sel-sel dari sirklasi darah ke jaringan interstitial pada daerah cedera

atau nekrosis. Inflamasi sebenarnya adalah gejala yang menguntungkan dan

pertahanan, hasilnya adalah netralisasi dan pembuangan agen-agen penyerang,

penghancur jaringan nekrosis, dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk

perbaikan dan pemulihan.

Apabila jaringan cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena infeksi

kuman, maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang memusnahkan

agen yang membahayakan jaringan atau yang mencegah agen menyebar lebih luas.

Reaksi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki

atau diganti dengan jaringan baru. Rangkaian reaksi ini disebut inflamasi

(Rukmono, 1973).

Inflamasi atau inflamasi adalah satu dari respon utama sistem kekebalan

terhadap infeksi dan iritasi. Inflamasi distimulasi oleh faktor kimia (histamin,

bradikinin, serotonin, leukotrien, dan prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel yang

berperan sebagai mediator inflamasi di dalam sistem kekebalan untuk melindungi

jaringan sekitar dari penyebaran infeksi.

Inflamasi mempunyai tiga peran penting dalam perlawanan terhadap infeksi

1. memungkinkan penambahan molekul dan sel efektor ke lokasi infeksi

untuk meningkatkan performa makrofaga

2. menyediakan rintangan untuk mencegah penyebaran infeksi

3. mencetuskan proses perbaikan untuk jaringan yang rusak.

4

Page 5: inflamasi v3

Inflamasi adalah respons protektif untuk menghilangkan penyebab

jejas (cellinjury), dengan mengencerkan, menghancurkan atau menetralkan

agen berbahaya, serta membuang penyebab awal jejas sehingga proses

penyembuhan dapat dilaksanakan. Inflamasi merupakan sebuah proses

kompleks yang meliputi kerjasama banyak “Pemain”. “Pemain” yang

berkontribusi ini adalah sel dan protein dan sel plasma dalam sirkulasi, sel

endotel pembuluh darah dan sel serta matriks ekstraseluler jaringan ikat. Sel

dalam sirkulasi meliputi leukosit (neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit,

monosit) dan trombosit; protein dalam sirkulasi meliputi faktor pembekuan,

kininogen dan komponen komplemen; sel endotel sendiri, sel jaringan ikat

meliputi sel mast, makrofag, limfosit dan fobroblas; dan yang terakhir

Extracelulermatrix (ECM) meliputi kolagen dan elastin susun fibrosa,

proteoglikan bentuk gel, glikoproteinadhesif (fibronektin) sebagai struktur

penyambung antar ECM.

Ciri inflamasi salah satunya adalah udem (bengkak atau swelling), ini

bisa terjadisetelah beberapa menit terjadi cidera jaringan, ditemukan

vasodilatasi yang menghasilkan peningkatan volume darah di lokasi

tersebut. Permeablitas vaskuler meningkat menimbulkan kebocoran cairan

pembuluh darah dan muncullah udem.

Setelah beberapa jam, leukosit menempel pada sel endotel di daerah

inflamasi dan bermigrasi melewati dinding kapiler masuk ke rongga

jaringan, proses ini disebut ekstravasasi. Berbagai faktor plasma seperti

imunoglobulin, komplemen, sistem aktivasikontak-koagulasi-fibrinolitik

dan sel-sel inflamasi seperti neutrofil, mastosit, eosinofil, monosit-fagosit,

sel endotel dan molekul adhesi, trombosit, limfosit, dan sitokin berinteraksi

satu sama lain. Seperti gambar dibawah ini :

5

Page 6: inflamasi v3

Gamabar 1. Gambar Leukosit Melewati Jaringan

Pada keadaan normal, hanya sebagian kecil molekul melewati

dinding vaskuler. Bila terjadi inflamasi, sel endotelmengkerut sehingga

molekul-molekul besar dapat melewati dinding vaskuler. Cairan yang

mengandung banyak sel inflamasi disebut eksudat inflamasi. Eksudat

inflamasi mempunyai peranan penting yaitu mengencerkan toksin yang

sering dikeluarkan oleh bakteri.Sel-sel yang terlibat dalam inflamasi

terutama adalah sel-sel pada sistem imun nonspesifik yaitu neutrofil.

Neutrofil merupakan sel utama pada earlyinflamasi, bermigrasi ke jaringan

dan puncaknya terjadi pada 6 jam pertama.

2.2. Tahapan inflamasi

2.2.1. Inflamasi akut

Inflamasi akut akan terjadi secara cepat (menit —hari) dengan ciri khas

utama eksudasi cairan, akumulasi neutrofil memiliki tanda-tanda umum berupa

rubor (redness), calor (heat), tumor (swelling), Dolor (pain), Functiolaesa (lose of

function). Seperti gambar dibawah ini:

6

Page 7: inflamasi v3

Gamabar 2. Gambar Tahapan terjadinya inflamasi akut.

Terjadi karena tujuan utama adalah mengirim leukosit ke tempat jelas

bersihkan setiap mikroba. Dengan dua proses utama, perubahan vaskular

(vasodilatasi, peningkatan permeabilitas) dan perubahan selular (rekrutmen dan

aktivasiselular). Perubahan makroskopik yang dapat diamati berupa hiperemia

yang memberikan penampakan eritema, exudation yang memberikan penampakan

edema, dan emigrasi leukosit.

1. Hyperaemia

Jejas yang terbentuk pertama-tama akan menyebabkan dilatasi arteri lokal

(didahului vasokonstriksi sesaat). Dengan demikian mikrovaskular pada lokasi

jejas melebar, aliran darah mengalami perlambatan, dan terjadi bendungan darah

yang berisi eritrosit pada bagian tersebut, yang disebut hiperemia. Pelebaran ini lah

yang menyebabkan timbulnya warna merah (eritema) dan hangat. Perlambatan dan

bendungan ini terlihat setelah 10-30 menit

Hyperaemia di dalam inflamasi berhubungan dengan perubahan

mikrovaskular, yang disebut Lewis’ tripleresponse – berupa “a FLUSH, a FLARE

and a WEAL”. The FLUSH ditandai dengan garis putih (dikarenakan adanya

7

Page 8: inflamasi v3

vasokonstriksi). The FLUSH merupakan garis merah (dikarenakan dilatasi kapiler).

The FLARE merupakan daerah dengan warna merah yang lebih terang di

sekitarnya (dikarenakan dilatasi arteri).

2. Exudating

Selanjutnya, terjadi peningkatan permeabilitas endotel disertai keluarnya

protein plasma dan sel-sel leukosit ke daerah extravaskular yang disebut eksudasi.

Hal ini menyebabkan sel darah merah dalam darah terkonsentrasi, viskositas

meningkat, sirkulasi menurun, terutama pada pembuluh darah-pembuluh darah

kecil yang sisebut stasis.

Pada ujung arteriol kapiler, tekanan hidrostatik yang tinggi mendesak cairan

keluar ke dalam ruang jaringan interstisial dengan cara ultrafiltrasi. Hal ini

berakibat meningkatnya konsentrasi protein plasma dan menyebabkan tekanan

osmotik koloid bertambah besar, dengan menarik kembali cairan pada pangkal

kapiler venula. Pertukaran normal tersebut akan menyisakan sedikit cairan dalam

jaringan interstisial yang mengalir dari ruang jaringan melalui saluran limfatik.

Umumnya, dinding kapiler dapat dilalui air, garam, dan larutan sampai berat jenis

10.000 dalton.

Eksudat adalah cairan radang ekstravaskuler dengan berat jenis tinggi (di

atas 1.020) dan seringkali mengandung protein 2-4 mg% serta sel-sel darah putih

yang melakukan emigrasi. Cairan ini tertimbun sebagai akibat peningkatan

permeabilitas vaskuler (yang memungkinkan protein plasma dengan molekul besar

dapat terlepas), bertambahnya tekanan hidrostatik intravaskular sebagai akibat

aliran darah lokal yang meningkat pula dan serentetan peristiwa rumit leukosit

yang menyebabkan emigrasinya

3. Emigration of leucocyte

Penimbunan sel-sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit pada lokasi

jejas, merupakan aspek terpenting reaksi radang. Sel-sel darah putih mampu

memfagosit bahan yang bersifat asing, termasuk bakteri dan debris sel-sel nekrosis,

dan enzim lisosom yang terdapat di dalamnya membantu pertahanan tubuh dengan

beberapa cara. Beberapa produk sel darah putih merupakan penggerak reaksi

radang, dan pada hal-hal tertentu menimbulkan kerusakan jaringan yang berarti.

8

Page 9: inflamasi v3

Baik neutrofil, maupun sel berinti tunggal dapat melewati celah antar sel

endhotelial dengan menggunakan pergerakan amoeboid menuju jaringan target.

Dalam fokus radang, awal bendungan sirkulasi mikro akan menyebabkan

sel-sel darah merah menggumpal dan membentuk agregat-agregat yang lebih besar

daripada leukosit sendiri. Menurut hukum fisika aliran, massa sel darah merah akan

terdapat di bagian tengah dalam aliran aksial, dan sel-sel darah putih pindah ke

bagian tepi (marginasi). Mula-mula sel darah putih bergerak dan menggulung

pelan-pelan sepanjang permukaan endotel pada aliran yang tersendat tetapi

kemudian sel-sel tersebut akan melekat dan melapisi permukaan endotel.

Emigrasi adalah proses perpindahan sel darah putih yang bergerak keluar

dari pembuluh darah. Tempat utama emigrasi leukosit adalah pertemuan antar-

selendotel. Walaupun pelebaran pertemuan antar-sel memudahkan emigrasi

leukosit, tetapi leukosit mampu menyusup sendiri melalui pertemuan antar-

selendotel yang tampak tertutup tanpa perubahan nyata

4. Kemotaksi

Setelah meninggalkan pembuluh darah, leukosit bergerak menuju ke arah

utama lokasi jejas. Migrasi sel darah putih yang terarah ini disebabkan oleh

pengaruh-pengaruh kimia yang dapat berdifusi disebut kemotaksis. Hampir semua

jenis sel darah putih dipengaruhi oleh faktor-faktor kemotaksis dalam derajat yang

berbeda-beda. Neutrofil dan monosit paling reaktif terhadap rangsang kemotaksis.

Sebaliknya limfosit bereaksi lemah. Beberapa faktor kemotaksis dapat

mempengaruhi neutrofil maupun monosit, yang lainnya bekerja secara selektif

terhadap beberapa jenis sel darah putih. Faktor-faktor kemotaksis dapat endogen

berasal dari protein plasma atau eksogen, misalnya produk bakteri berupa protein

maupun polipeptida

5. Fagositosis

Setelah leukosit sampai di lokasi radang, terjadilah proses fagositosis.

Meskipun sel-sel fagosit dapat melekat pada partikel dan bakteri tanpa didahului

oleh suatu proses pengenalan yang khas, tetapi fagositosis akan sangat ditunjang

apabila mikroorganisme diliputi oleh opsonin, yang terdapat dalam serum

(misalnya IgG, C3). Setelah bakteri yang mengalami opsonisasi melekat pada

9

Page 10: inflamasi v3

permukaan, selanjutnya sel fagosit sebagian besar akan meliputi partikel,

berdampak pada pembentukan kantung yang dalam. Partikel ini terletak pada

vesikel sitoplasma yang masih terikat pada selaput sel, disebut fagosom. Meskipun

pada waktu pembentukan fagosom, sebelum menutup lengkap, granula-granula

sitoplasma neutrofil menyatu dengan fagosom dan melepaskan isinya ke dalamnya,

suatu proses yang disebut degranulasi. Sebagian besar mikroorganisme yang telah

mengalami pelahapan mudah dihancurkan oleh fagosit yang berakibat pada

kematian mikroorganisme. Walaupun beberapa organisme yang virulen dapat

menghancurkan leukosit.

2.2.2. Inflamasi kronis

Inflamasi kronis dapat diartikan sebagai inflamasi yang berdurasi

panjang (berminggu-minggu hingga bertahun-tahun) dan terjadi proses

secara simultan dari inflamasi aktif, cedera jaringan, dan penyembuhan.

Perbedaannya dengan radang akut, radang akut ditandai dengan perubahan

vaskuler, edema, dan infiltrasi neutrofil dalam jumlah besar. Sedangkan

radang kronik ditandai oleh infiltrasi sel mononuklir (seperti makrofag,

limfosit, dan sel plasma), destruksi jaringan, dan perbaikan (meliputi

proliferasi pembuluh darah baru/angiogenesis dan fibrosis) (Mitchell

&Cotran, 2003).

Inflamasi kronis dapat timbul melalui satu atau dua jalan. Dapat

timbul menyusul radang akut, atau responnya sejak awal bersifat kronik.

Perubahan radang akut menjadi radang kronik berlangsung bila respon

radang akut tidak dapat reda, disebabkan agen penyebab jejas yang menetap

atau terdapat gangguan pada proses penyembuhan normal. Ada kalanya

radang kronik sejak awal merupakan proses primer. Sering penyebab jejas

memiliki toksisitas rendah dibandingkan dengan penyebab yang

menimbulkan radang akut. Terdapat 3 kelompok besar yang menjadi

penyebabnya, yaitu infeksi persisten oleh mikroorganisme intrasel tertentu

(seperti basil tuberkel, Treponemapalidum, dan jamur-jamur tertentu),

10

Page 11: inflamasi v3

kontak lama dengan bahan yang tidak dapat hancur (misalnya silika),

penyakit autoimun. Bila suatu radang berlangsung lebih lama dari 4 atau 6

minggu disebut kronik. Tetapi karena banyak kebergantungan respon efektif

tuan rumah dan sifat alami jejas, maka batasan waktu tidak banyak artinya.

Pembedaan antara radang akut dan kronik sebaiknya berdasarkan pola

morfologi reaksi (Robbins &Kumar, 1995).

Inflamasi kronis telah dihubungkan dengan berbagai tahapan yang

terlibat dalam karsinogenesis termasuk transformasi seluler, promosi,

surivival, proliferasi, invasi, angiogenesis, dan metastasis. Inflamasi tersebut

menjadi faktor risiko pada kebanyakan tipe kanker. Misal induser asap

rokok, menyebabkan inflamasi bronkitis, ada pada kanker paru, %

predisposisi pada progres kanker adalah sebesar 11-24%, dll.Inflamasi dan

karsinogenesis ada kemiripan, bedanya pada kanker proses inflamasi tidak

untuk peroses perbaikan namun untuk pertumbuhan kanker itu sendiri.

Gamabar 3. Gambar Terjadinya Inflamasi Kronis.

11

Page 12: inflamasi v3

Beberapa produk gen pro-inflamasi telah diidentifikasi memiliki peran

penting pada penekanan apoptosis, proliferasi, angiogenesis, invasi, dan

metastasis. Di antara produk gen tersebut adalah TNF alfa dan anggota

superfamilinya, IL-1alfa, IL-1beta, IL-6, IL-8, IL-18, kemokin, MMP-9,

VEGF, COX-2, dan 5-LOX. Ekspresi semua gen di atas utamanya diatur

oleh faktor transkripsi NF-kB yang secara konstitutif aktif pada kebanyakan

tumor dan diinduksi oleh karsinogen (asap rokok), tumor promoter, protein

virus onkogenik, agen kemoterapi, dan iradiasi gama.

1. Sel-sel yang berperan

a. Makrofag

Merupakan monosit yang lama hidupnya kurang lebih 1 hari, akan

pergi ke daerah peradangan dikarenakan molekul adhesi dan faktor

kemoatraktan dalam jaringan, monosit akan berubah menjadi makrofag yang

jika bersatu membentuk endotelium. Sinyal-sinual yang berpengaruk saat

pengaktifan makrofag adalah IFM-y . sitokin, endotoksin, mediator lain yang

diprosuksi saat terjasi radang akut, dan matrixextraceluler, seperti

fibronectin

Makrofag aktif mampu mengaktifkan zat-zat yang membuat suatu

jaringan menjadi nekrosis atau fibrosis. Contohnya adalah asam dan basa

protease, komponen komplemen dan faktor-faktor pembekuan, oksigen

reaktif NO, metabolit asam arakhidonat, sitokin IL-1, TNF san berbagai

growthfactor

b. Limfosit

Limfosit sikerahkan di kedua reaksi imun humoral dan seluler dan

bahkan dalam peradangan non imun. Antigen distimulasi (efektor dan

memori) dan berbagai jenis limfosit (T, B) menggunakan berbagai molekul

adhesi pasangan (terutama yang integrins dan ligan) dan kemokin untuk

bermigrasi ke situs peradangan. Sitokin dari makrofag diaktifkan, terutama

TNF, IL-1, da kemokin. Sel ini mempersiapkan proses peradangan

Limfosit dan makrofag berinteraksi dakan cara dua arah, dan reaksi-

reaksi ini memainkan peran penting dalam peradangan kronis. Limfosit T

aktif akan mengaktifkan makrofag serta mengeluarkan mediator radang

12

Page 13: inflamasi v3

untuk mempengaruhi sel lain, saat makrofag aktif, dia akan mengaktifkan

limfosit T dan tak lupa mengeluarkan mediator radang untuk mempengaruhi

sel disekitarnya.

c. Eusinofi

Eusinofil berlimpah dalam reaksi kekebalan yang diperantarai oleh

IgE dan infeksi parasit. Salah satu kemokin yang terutama penting bagi

perekrutan eusinofil adalah eotaxin, Eusinofil memiliki granula yang

mengandung protein dasar utama, yang sangat kationik protein yang beracun

bagi parasit tetapi juga menyebabkan lisis sel epitel mamalis. Itulah

sebabnya ia sangat berperan dalam memerangi infeksi parasit tetapi juga

berkontribusi pada kerusakan jaringan dalam reaksi kekebalan.

d. Sel Mast

Sel ini didistribusikan secara luas di jaringan ikat dan berpartisipasi

dalam reaksi peradangan akut dan kronis. Pada reaksi akut, antibodi IgE

yang terikat pada Fc reseptor khusus mengenali antigen, dan sel-sel

degranulate dan melepaskan mediator seperti histamin dan produksi oksidasi

AA, Jenis respon terjadi selama reaksi anafilaksis makanan, racun serangga

atau obat-obatanm sering dengan hasil becana. Bila diatur dengan benar,

respon ini dapat bermanfaat bagi tuan rumah. Sel mast juga hadir dalam

reaksi peradangan kronis, dan mungkin menghasilkan sitokin yang

berkontribusi terhadap fibrosis.

2. Mediator Peradangan

Mediator adalah caraka atau signal kimia. Mediator dalam

inflamasi/radang berperan sangat penting karena merupakan komponen

utama dalam komunikasi sel, amplifikasi inflamasi, ataupun opsonin, yang

ketiganya berguna dalam memfasilitasi eliminasi agen penyebab radang dan

juga perbaikan jaringan.

Beberapa hal yang perlu diketahui dari mediator adalah sebagai berikut :

a. Mediator dapat berasal dari sel maupun cairan plasma (plasma

protein).

b. Mediator dari sel biasanya diisolasi dengan membentuk granula dalam

sel, sedangkan mediator pada plasma dihasilkan sebagian besar oleh

hati dan berada dalam keadaan non-aktif dalam cairan darah sehingga

membutuhkan mekanisme aktivasi tertentu.

13

Page 14: inflamasi v3

c. Mediator aktif diproduksi sebagai respon terhadap berbagai macam

rangsangan, termasuk radang

d. Rangsangan yang dimaksud di sini adalah produk mikroba, substansi

dari jaringan yang nekrosis, dan protein-protein seperti kompelemen,

kinin, sistem koagulasi, yang dengan sendirinya diaktivasi oleh

mikroba dan jaringan yang terluka. Mekanisme ini dapat diartikan

sebagai “diaktivasi jika diperlukan, diproduksi jika dibutuhkan”.

e. Mediator yang satu dapat merangsang dikeluarkannya mediator yang

lain misalnya, mediator TNF dan IL-1 dapat menstimulasi

dikeluarkannnya protein selektin oleh sel endotel.

f. Mediator bervariasi dalam efek dan jenis sel tempat ia bekerja.

Kebanyakan mediator (terutama yang bersifat hidrofilik) hanya

memiliki waktu hidup yang pendek karena harus segera didegradasi

agar tidak menimbulkan respon yang berlebihan. Terdapat dua macam

mediator yang dibagi berdasarkan tempat ia berasal, yaitu mediator

yang berasal dari sel (cell-derivedmediators) dan mediator yang murni

dari plasma darah (plasma-derivedmediators).

Mediator selular dapat dibagi menjadi beberapa macam, sebagai berikut:

1. AminaVasoakti

Aminavasoaktif maksudnya adalah berbagai macam mediator kimia

yang merupakan turunan dari amina, yang dapat bekerja langsung

pada sistem vaskular.

2. Metabolit Asam Arakidonat (AA)

AA merupakan salah satu turunan asam lemah yang terdiri atas

20atom C (Karbon) yang diperoleh dari asupan makanan ataupun

konversi dari asam lenoleat.

3. Platelet-ActivatingFactor (PAF)

Merupakan salah satu bentuk mediator yang adalah turunan dari

fosfolipid. Diberi nama PAF karena mediator ini dapat menyebabkan

agregasi dari keping-keping darah, namun sekarang ini ditemukan

pula efek dari mediator ini yang dapat memicu terjadinya inflamasi.

4. ReactiveOxygenSpecies (ROS)

14

Page 15: inflamasi v3

ROS, meskipun terlibat dalam pencernaan mikroba dan eliminasi agen

radang, juga dapat dilepaskan ke lingkungan ekstraselular akibat

terjadinya frustated-leukocyte.

5. Nitrogen Oksida (NO)

NO berperan dalam merelaksasi otot polos vaskular dan

mempromosikan terjadinya vasodilatasi.

6. Sitokin dan Kemokin

a. Sitokin

Sitokin yang paling banyak berperan dalam inflamasi akut adalah

TNF (α,β,γ) ataupun Interleukin (IL, dari 1 – 20), selain itu

terdapat pula Interferon/IFN (α,β,γ).

b. Kemokin

Merupakan protein yang bersifat terutama sebagai kemoatraktan

untuk leukosit.

7. Kandungan Lisosomal dari Leukosit

Kandungan lisosomal dari leukosit yang terdapat dalam granulanya

apabila dilepaskan akan dapat memicu terjadinya responinflamasi.

8. Neuropeptida

Disekresikan oleh sel-sel neuron (pada sensorik dan beberapa leukosit

tertentu) yang berperand dalam amplifikasi dari responinflamasi,

misalnya substansi P dan neurokinin-A.

2.3. Penanganan pada saat jerjadiinflamasi

Ketika kita mengemuka kasus inflamasi pada hewan maupun manusia,

hal pertama yang mesti kita lakukan adalah memberikan pertolongan kepada

pasien. Pertolongan yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan obat

anti inflamasi sebelum. Berikut akan dijelaskan lebih mendetail menganai

obat anti inflamasi:

Obat Anti-inflamasiNonsteroid

2.3.1. Jenis Obat Anti-inflamasiNonsteroid

Obat anti-inflamasinonstreoid (OAINS) merupakan kelompok obat

yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia untuk mendapatkan efek

15

Page 16: inflamasi v3

analgetika, antipiretika, dan anti-inflamasi.9 OAINS merupakan

pengobatan dasar untuk mengatasi peradangan-peradangan di dalam dan

sekitar sendi seperti lumbago, artralgia, osteoartritis, artritisreumatoid, dan

goutartritis. Disamping itu, OAINS juga banyak pada penyakit-penyakit

non-rematik, seperti kolik empedu dan saluran kemih, trombosis serebri,

infarkmiokardium, dan dismenorea.

OAINS merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan

beberapa obat sangat berbeda secara kimia. Walaupun demikian, obat-obat

ini mempunyai banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek

samping.15 Prototip obat golongan ini adalah aspirin, karena itu OAINS

sering juga disebut sebagai obat-obat mirip aspirin (aspirin-likedrug).

Aspirin-likedrugs dibagi dalam lima golongan, yaitu:

1. Salisilat dan salisilamid, derivatnya yaitu asetosal (aspirin),

salisilamid, diflunisal

2. Para aminofenol, derivatnya yaitu asetaminofen dan fenasetin

3. Pirazolon, derivatnya yaitu antipirin (fenazon), aminopirin

(amidopirin), fenilbutazon dan turunannya

4. Antirematiknonsteroid dan analgetik lainnya, yaitu asam mefenamat

dan meklofenamat, ketoprofen, ibuprofen, naproksen, indometasin,

piroksikam, dan glafenin

5. Obat pirai, dibagi menjadi dua, yaitu (1) obat yang menghentikan

proses inflamasi akut, misalnya kolkisin, fenilbutazon, oksifenbutazon,

dan (2) obat yang mempengaruhi kadar asam urat, misalnya

probenesid, alupurinol, dan sulfinpirazon.

Sedangkan menurut waktu paruhnya, OAINS dibedakan menjadi:

1. AINS dengan waktu paruh pendek (3-5 jam), yaitu aspirin, asam

flufenamat, asam meklofenamat, asam mefenamat, asam niflumat,

asam tiaprofenamat, diklofenak, indometasin, karprofen, ibuprofen,

dan ketoprofen.

16

Page 17: inflamasi v3

2. AINS dengan waktu paruh sedang (5-9 jam), yaitu fenbufen dan

piroprofen.

3. AINS dengan waktu paruh tengah (kira-kira 12 jam), yaitu diflunisal

dan naproksen.

4. AINS dengan waktu paruh panjang (24-45 jam), yaitu piroksikam dan

tenoksikam.

5. AINS dengan waktu paruh sangat panjang (lebih dari 60 jam), yaitu

fenilbutazon dan oksifenbutazon.

2.3.2. Aspek Farmakodinamik Obat Anti-inflamasiNonsteroid

Semua OAINS bersifat antipiretik, analgesik, dan anti-inflamasi.

1. Efek Analgesik

Sebagai analgesik, OAINS hanya efektif terhadap nyeri dengan

intensitas rendah sampai sedang, misalnya sakit kepala, mialgia, artralgia,

dismenorea dan juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan

inflamasi atau kerusakan jaringan. Efek analgesiknya jauh lebih lemah

daripada efek analgesik opioat, tetapi OAINS tidak menimbulkan

ketagihan dan tidak menimbulkan efek samping sentral yang merugikan.

Untuk menimbulkan efek analgesik, OAINS bekerja pada hipotalamus,

menghambat pembentukan prostaglandinditempat terjadinya radang, dan

mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsang mekanik atau

kimiawi.

2. Efek Antipiretik

Temperatur tubuh secara normal diregulasi oleh hipotalamus.

Demam terjadi bila terdapat gangguan pada sistem “thermostat”

hipotalamus. Sebagai antipiretik, OAINS akan menurunkan suhu badan

hanya dalam keadaan demam. Penurunan suhu badan berhubungan dengan

peningkatan pengeluaran panas karena pelebaran pembuluh darah

superfisial. Antipiresis mungkin disertai dengan pembentukan banyak

keringat. Demam yang menyertai infeksi dianggap timbul akibat dua

mekanisme kerja, yaitu pembentukan prostaglandin di dalam susunan

syaraf pusat sebagai respon terhadap bakteri pirogen dan adanya efek

17

Page 18: inflamasi v3

interleukin-1 pada hipotalamus. Aspirin dan OAINS lainnya menghambat

baik pirogen yang diinduksi oleh pembentukan prostaglandin maupun

respon susunan syaraf pusat terhadap interleukin-1 sehingga dapat

mengatur kembali “thermostat” di hipotalamus dan memudahkan

pelepasan panas dengan jalan vasodilatasi.

3. Efek Anti-inflamasi

Inflamasi adalah suaturespon jaringan terhadap rangsangan fisik atau

kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator

inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin dan lainnya

yang menimbulkan reaksi radang berupa panas, nyeri, merah, bengkak,

dan disertai gangguan fungsi. Kebanyakan OAINS lebih dimanfaatkan

pada pengobatan muskuloskeletal seperti artritisrheumatoid, osteoartritis,

dan spondilitisankilosa. Namun, OAINS hanya meringankan gejala nyeri

dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak

menghentikan, memperbaiki, atau mencegah kerusakan jaringan pada

kelainan muskuloskeletal.

Meskipun semua OAINS memiliki sifat analgesik, antipiretik dan

anti-inflamasi, namun terdapat perbedaan aktivitas di antara obat-obat

tersebut. Salisilat khususnya aspirin adalah analgesik, antipiretik dan anti-

inflamasi yang sangat luas digunakan. Selain sebagai prototip OAINS,

obat ini merupakan standar dalam menilai OAINS lain. OAINS golongan

para aminofenol efek analgesik dan antipiretiknya sama dengan golongan

salisilat, namun efek anti-inflamasinya sangat lemah sehingga tidak

digunakan untuk anti rematik seperti salisilat. Golongan pirazolon

memiliki sifat analgesik dan antipiretik yang lemah, namun efek anti-

inflamasinya sama dengan salisilat.

18

Page 19: inflamasi v3

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian tinjauan pustaka di atas maka dapat disimpulkan

bahwa Radang atau inflamasi adalah reaksi jaringan hidup terhadap semua

bentuk jejas yang berupa reaksi vascular yang hasilnya merupakan

pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke

jaringan interstitial pada daerah cedera atau nekrosis. Tujuan inflamasi yaitu

untuk memperbaiki jaringan yang rusak serta mempertahankan diri terhadap

infeksi. Tanda-tanda inflamasi adalah berupa kemeraham (rubor), panas

(kalor), nyeri (dolor), pembengkakan (tumor), dan functionlaesa.

Secara garis besar tahapan inflamasi dibagi menjadi 2 tahap :

1. Inflamasi akut

Inflamasi akut adalah inflamasi yang terjadi segera setelah adanya

rangsang iritan. Pada tahap ini terjadi pelepasan plasma dan komponen

seluler darah ke dalam ruang-ruang jaringan ekstraseluler. Termasuk

didalamnya granulosit neutrofil yang melakukan pelahapan (fagositosis)

untuk membersihkan debris jaringan dan mikroba.

2. Inflamasi kronis

Inflamasi kronis terjadi jika responinflamasi tidak berhasil

memperbaiki seluruh jaringan yang rusak kembali ke keadaan aslinya atau

jika perbaikan tidak dapat dilakukan sempurna.

Penanagan yang dapat diberikan ketika mendapati pasianmengalamai

radang atau inflamasi yakni dapat dilakukan dengan cra pemberian obat anti

inflamasi. Karena obat anti inflamasi memiliki sifat analgesik, antipiretik

dan anti-inflamasi,

19

Page 20: inflamasi v3

3.2 Saran

Meskipun perkembangan teknologi dalam bidang Imunologi sudah

berkembang pesat, akan tetapi sebagai manusia kita tidak boleh lengah

dalam kemudahan. Kita, khususnya sebagai mahasiswa harus menyikapi

suatu fenomena, kepentingan, dan permasalahan dengan bijaksana. Hal ini

berdasarkan pada tujuan dari imun itu sendiri yaitu melindungi dari

gangguan benda asing dari luar, kita sebagai mahasiswa haru bisa

menyesuaikan diri seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan

teknologi.

20

Page 21: inflamasi v3

DAFTAR PUSTAKA

Abrams, G.D. (1995). Respon tubuh terhadap cedera. Dalam S. A. Price& L. M.

Wilson, Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit (4th ed.)(pp.35-

61)(Anugerah, P., penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1992).

Albini A, Sporn MB. The tumourmicroenvironment as a target for chemoprevention. NatRevCancer . 2007 Feb;7(2):139-47.

Anas, Khairul.2011. PenertianInflamasi. Khairul-anas.blogspot.com. Diakses Tanggal 20 November 2013.

Bratawidjaja KG dan Rengganis I, 2010, Imunologi Dasar Edisi ke-9, FKUI Jakarta

Dorland, W.A.N. (2002). Kamus Kedokteran Dorland (Setiawan, A., Banni, A.P., Widjaja, A.C., Adji, A.S., Soegiarto, B., Kurniawan, D., dkk , penerjemah). Jakarta: EGC. (Buku asli diterbitkan 2000).

Guyton, A.C. & Hall, J.E. (1997). Buku ajar fisiologi kedokteran (9th ed.) (Setiawan, I., Tengadi, K.A., Santoso, A., penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1996).

Idaman, Rumah. 2010. Inflamasi. Bersamainok.Blogspot.com. Diakses Tanggal 29 November 2013.

Jeramai, Gubug.2009. Bagaimana Proses Terjadinya Inflamasi. Word Press.com. Diakses Tanggal 29 Novemeber 2013.

Mitchell, R.N. &Cotran, R.S. (2003). Acuteandchronicinflammation. Dalam S. L. Robbins & V. Kumar, Robbins BasicPathology (7th ed.)(pp33-59). Philadelphia: ElsevierSaunders.

Moco.2013.Inflamasi dan Kanker.Word Press. com. Diakses Tangagal 29 November 2013.

Rukmono (1973). Kumpulan kuliah patologi. Jakarta: Bagian patologi anatomik FK UI.

Robbins, S.L. &Kumar, V. (1995). Buku ajar patologi I (4th ed.)(Staf pengajar laboratorium patologi anatomik

Sunato.2010. Proses Inflamasi. Nato 14 Blogspot.com. Diakses Tanggal 29 November 2013.

21

Page 22: inflamasi v3

Tugas kelompok

Dosen : Ns. Wa Ode Sri Asnaniar, S.Kep

KEPERAWATAN DEWASA II“RESPON INFLAMASI”

OLEH: KELOMPOK IV

FITRIANI.B :14220130037YENI WAHYUNINGSIH :14220130082YULFA :14220130021MEGA RASTI :14220130023

PROGRAM STUDI KEPERAWATANFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIAMAKASSAR

2014

22

Page 23: inflamasi v3

23