Laporan Praktium FarmakologiPercobaan IIPENGARUH INDUKTOR DAN
INHIBITOR TERHADAP EFEK FARMAKOLOGI
Disusun oleh:Kelompok I-3Firdha Mustika1041311Fitri
Viana1041311Hanik Linawati1041311Jang Chyntia
Yena.S1041311080Kartini Hattu1041311
PROGRAM S1SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASIYAYASAN
PHARMASISEMARANG
A. Tujuan Mempelajari pengaruh beberapa senyawa kimia terhadap
enzim pemetabolisme obat dengan mengukur efek farmakologinya.
B. Dasar TeoriMetabolisme obat sering juga disebut
biotransformasi, metabolisme obat terutama terjadi dihati, yakni di
mambran endoplasmic reticulum (mikrosom) dan dicytosol. Tempat
metabolisme yang lain (ekstrahepatik) adalah : dinding usus,
ginjal, paru , darah, otak dan kulit, juga di lumen kolon (oleh
flora usus).Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang
nonpolar (larut lemak) menjadi polar (larut air) agar dapat
diekskresi melalui ginjal atau empedu. Dengan perubahan ini obat
aktif umumnya diubah menjadi inaktif, tapi sebagian berubah menjadi
lebih aktif, kurang aktif, atau menjadi toksik. (Syarif,
Amir,dkk.1995. Farmakologi dan Terapi edisi V, hal 8)Faktor faktor
yang mempengaruhi metabolisme obat antara lain : Faktor genetik
atau keturunanperbedaan individu pada proses metabolisme sejumlah
obat kadang - kadang terjadi dalam system kehidupan. Hal ini
menunjukkan bahwa faktor genetic atau keturunan ikut berperan
terhadap adanya perbedaan kecepatan metabolisme obat. Perbedaan
spesies dan galurPengaruh perbedaan spesies dan galur terhadap
metabolism obat yaitu pada tipe reaksi metabolik atau perbedaan
kualitatif dan pada kecepatan metabolisme atau perbedaan
kuantitatif. Perbedaan jenis kelaminPada beberapa spesies binatang
menunjukkan ada pengaruh jenis kelamin terhadap kecepatan
metabolisme obat. Studi efek hormon androgen, seperti testosteron
pada sistem mikrosom hati menunjukkan bahwa rangsangan enzim
oksidasi pada tikus jantan ternyata berhubungan dengan aktivitas
anabolik dan tidak berhubungan dengan efek androgenik. Perbedaan
umurBerhubungan dengan keterbatasan jumlah enzim mikrosom hati.
Penghambatan enzim metabolismePemberian secara terlebih dahulu atau
secara bersama sama suatu senyawa yang menghambat kerja enzim enzim
metabolisme dapat meningkatkan intensitas efek obat, memperpanjang
masa kerja obat dan kemungkinan juga meningkatkan efek samping dan
toksisitas. Induksi enzim metabolismePemberian terlebih dahulu atau
secara bersama sama suatu senyawa dapat meningkatkan kecepatan
metabolisme obat dan memperpendek masa kerja obat. Peningkatan
aktivitas enzim metabolisme obat obat tertentu atau proses induksi
enzim mempercepat proses metabolisme dan menurunkan kadar obat
bebas dalam plasma sehingga efek farmakologis obat menurun dan masa
kerjanya menjadi lebih singkat. Faktor faktor lainFaktor faktor
lain yang dapat mempengaruhi metabolisme obat adalah diet makanan,
keadaan kekurangan gizi, keseimbangan hormon, kehamilan, pengikatan
bat oleh protein plasma, distribusi obat dalam jaringan dan keadaan
patologis hati, missal kanker hati. (Siswandono dan Soekadjo,
Bambang, 2008)Interaksi dalam metabolisme obat berupa induksi atau
inhibisi enzim metabolisme, terutama enzim CYP. Induksi berarti
peningkatan sintesis enzim metabolisme pada tingkat transkripsi
sehingga peningkatan kecepatan metabolisme obat yang menjadi
substrat enzim yang bersangkutan, berarti terjadi toleransi
farmakokinetik. Karena melibatkan sintesis enzim maka diperlukan
waktu pejanen beberapa hari ( 3 hari sampai 1 minggu ) sebelum
dicapai efek farmakologi maksimal. Induksi dialami oleh semua enzim
mikrosomal, jadi enzim CYP ( kecuali 2D6 dan UGT ).Inhibisi enzim
metabolisme yaitu hambatan terjadi secara langsung dengan akibat
peningkatan kadar obat yang menjadi substrat dari enzim yang
dihambat juga terjadi secara langsung. Untuk mencegah terjadinya
toksisitas, diperlukan penurunan dosis obat yang bersangkutan atau
bahkan tidak boleh diberikan bersama penghambatnya ( kontra
indikasi ) jika akibatnya membahayakan. Hambatan pada umumnya
bersifat kompetitif ( karena merupakan substrat dari enzim yang
sama ), tetapi dapat juga bersifat non kompetitif (bukan substrat
dari enzim yang bersangkutan atau ikatannya irreversibel).
(Farmakologi dan Toksikologi ed V, hal 8-9 )Inhibitor enzim juga
sering disebut antimetabolit karena terjadi metabolisme subtrat
yang terputus (Qantagonis) dan selanjutnya aksi enzim juga
terhambat. Dengan menghambat kerja enzim yang berkaitan dengan
terhadap pengaduan kecepatan suatu reaksi adalah sangat efektif
inhibitor di bagi 2 kelompok inhibitor reversibel dan inhibitor
irreversibel.Inhibitor reversibel dapat bersifat kompetitif atau
non-kompetitif tergantung dalam titik masuk dalam bagian reaksi
enzim subrat. Inhibitor reversibel aktif dengan enzim untuk
kekuatan interotamik yang lemah.Inhibitor irreversibel akan
membentuk ikatan yang tetap dengan enzim diharapkan obat memberi
efek farmakologi yang lama sehingga pemberian obat tidak sering .
Hal ini disebabkan karena tingkan inhibisi tidak terpengaruh oleh
kuners obat dan bahan. Untuk inhibitor irreversibel ini lebih
sering diberikan pemberian obat karena adanya sintesa kembali dari
enzim segar. (Anief, Moh.,1990)Obat lain yang terkenal
mengakibatkan induksi enzim adalah barbiturat,
anti-epileptika(fenitoin, primidon, karbamazepin), klofibrat,
alkohol (pada penggunaan kronis), fenilbutazon, griseofulvin dan
spironolakton. Bahan penyegar dan produk makanan dapat juga
mengandung indikator enzim, misal minum kopi (kofein). (Tjay, Tan
Hoan, dan Rahardja, Kirana, 2002: 27)Kebanyakan obat obatan harus
melalui biotransformasi atau dimetabolisme sebelum dapat
diekskresikan. Dalam farmakologi, kata metabolisme sering
menunjukkan proses membuat obat lebih polar dan larut air.Reaksi
reaksi metabolisme dapat mengubah : Obat yang aktif menjadi bentuk
kurang aktif / tidak aktif. PRODRUG (obat obat yang kurang aktif /
tidak aktif) menjadi obat yang lebih aktif.Metabolisme obat dan
toksin dibagi menjadi reaksi Fase I dan Fase II. Obat dapat
mengalami reaksi fase I saja atau reaksi fase II saja atau reaksi
fase I diikuti reaksi fase II. Pada reaksi fase I, obat dibubuhi
gugus polar seperti gugus hidroksil, asam amino, karboksil,
sulfahidril, dsb untuk dapat bereaksi dengan substrat endogen pada
reaksi fase II. Karena itu obat yang sudah mempunyai gugus-gugus
tersebut dapat langsung bereaksi dengan substrat endogen ( reaksi
fase II). Hasil reaksi fase I dapat juga sudah cukup polar untuk
langsung di ekskresi lewat ginjal tanpa harus melalui fase II lebih
dulu. ( Farmakologi dan Terapi ed V, hal 8 )Hati merupakan organ
utama untuk metabolisme obat dan terlibat dalam 2 tipe umum
reaksi:1. Reaksi Fase 1Disebut juga reaksi fungsionalisasi.
Tujuannya memasukkan gugus fungsi tertentu yang bersifat polar
seperti CH, COOH, NH2, SH ke struktur molekul senyawa.Reaksi fase I
terdiri dari :a. Reaksi Oksidasi Oksidasi gugus aromatik, ikatan
rangkap, atom C benzilik dan alilik, atom C dari gugus karbonil dan
imin Oksidasi atom C alifatik dan alisiklik Oksidasi sistem C-N,
C-O, C- Oksidasi alkohol dan aldehidb. Reaksi reduksi Reduksi
aldehid / keton Reduksi senyawa azo dan nitroc. Reaksi hidrolisis
Hidrolisis ester dan amida Hidrolisis epoksida dan arena oksida2.
Reaksi Fase 2Disebut juga reaksi konjugasi. Tujuannya mengikat
gugus fungsional hasil metabolit reaksi fase I dengan senyawa
endogen yang mudah terionisasi dan bersifat polar.Reaksi fase II
terdiri dari :a. Reaksi konjugasi Konjugasi asam glukuronat
Konjugasi sulfat Konjugasi dengan glisin dan glutamin Konjugasi
dengan glutation atau asamb. Reaksi asetilasic. Reaksi
metilasi(Siswandono, dan Soekadjo, Bambang, 2008)Fenobarbital
merupakan senyawa hipnotik, terutama digunakan pada serangan grand
mal dan status epilepticus berdasarkan sifatnya yang dapat
memblokir pelepasan muatan listrik di otak. Untuk mengatasi efek
hipnotiknya, luminal dapat dikombinasikan dengan kofein.Resorpsinya
di usus baik (70 90 %) dan lebih kurang 50 % terikat pada protein ;
plasma t nya panjang lebih kurang 3 4 hari, maka dosisnya dapat
diberikan sehari sekaligus. Interaksi dari Phenobarbital bersifat
menginduksi enzim dan antara lain mempercepat penguraian kalsiferol
dengan kemungkinan timbulnya rachitis pada anak kecil. Penggunaan
bersama dengan valproat harus hati hati karena kadar darah
fenobarbital dapat ditingkatkan. Di lain pihak kadar darah fenitoin
dan karbamazepin serta efeknya dapat diturunkan oleh Phenobarbital.
(Obat-Obat Penting, 2007)
C. Alat dan Bahan1. Alat jarum suntik oral (ujung tumpul) stop
watch2. Bahan mencit Induktor enzim : Phenobarbital Inhibitor enzim
: simetidin
D. Skema KerjaDi bagi tiap kelas menjadi 5 kelompok,
masing-masing mendapat 5 ekor
Kelp.I(kontrol): hewan uji di beri Phenobarbital 80 mg/kgBB
dosis tunggal secara intraperitonial
Kelp.II dan IV: seperti kelompok I, dengan perlakuan
Phenobarbital 80 mg/kgBB, i.p., selama tiga hari, tiap 24 jam
Kelp.III dan V: seperti kelompok I, yang di berikan bersama-sama
dengan simetidin, i.p, 80 mg kg/BB 1 jam sebelumnya
Diamati lama waktu sampai terjadi hypnosis serta lama waktu
tidur karena Phenobarbital dengan parameter righting reflexkarena
phenobarbital dengan parameter righting refleks
E. Data Pengamatan
Data Penimbangan Mencit (kelompok III IntraPeritoneal)1. Berat
mencit (no 22) + wadah = 76,7 g Wadah= 62 g - Berat mencit ( no 22)
14,7 g2. Berat mencit (Ino 26) + wadah= 84,2 g Wadah= 62g Berat
mencit (no 26) 22,2g3. Berat mencit (no 9) + wadah= 83,7 g Wadah=
62 g Berat mencit (no 9)= 21,7g
Tabel volume pemberian secara intraperitonial (dosis 80 mg/kg
BB)Etiket Phenobarbital : 100 mg/ml BM Phenobarbital : 232,24BM
Phenobarbital Na. : 254,22 (FI ed. IV hal. 482)Dosis Phenobarbital
Na = 80 mg/kg BB x 254,22 = 87,57 mg/Kg BB mencit 232,24Kadar
larutan stok injeksi Phenobarbital : 100 mg/ml, pengenceran
10xNo.Berat Badanmg PemberianVolume Pemberian
1.14,7 g14,7/1000 x 87,57 mg/kg BB= 1,2873 mg1,2873 mg /10 mg x
100 ml= 0,1970ml ~ 0,19 ml
2.22,2 g22,3/1000 x 87,57 mg/kg BB= 1,95 mg1,95 mg /10 mg x 100
ml = 0,195 ml ~ 0,19 ml
3.21,7 g22,0 /1000 x 87,57 mg/kg BB= 1,93 mg1,93 mg/10 mg x 100
ml= 0, 193 ml ~ 0,19 ml
Data Penimbangan Mencit (Hitam I, II, III IntraPeritoneal)1.
Berat mencit (I) + wadah = 87,5 g Wadah= 62 g - Berat mencit (I)
25,5 g2. Berat mencit (II) + wadah= 84,6 g Wadah= 62g Berat mencit
(II) 22,6g3. Berat mencit (III) + wadah= 82,4 g Wadah= 62 g Berat
mencit (III)= 20,4g
Tabel volume pemberian secara intraperitonial (dosis 80 mg/kg
BB)Etiket Phenobarbital : 100 mg/ml BM Phenobarbital : 232,24BM
Phenobarbital Na. : 254,22 (FI ed. IV hal. 482)Dosis Phenobarbital
Na = 80 mg/kg BB x 254,22 = 87,57 mg/Kg BB 232,24Kadar larutan stok
injeksi Phenobarbital : 100 mg/ml, pengenceran 10x
No.Berat Badanmg PemberianVolume Pemberian
1.25,5 g25,5/1000 x 87,57 mg/kg BB=2,23 mg2,23 mg /10 mg x 100
ml= 2,23 ml~ 2,20 ml
2.20,2 g20,2/1000 x 87,57 mg/kg BB= 1,98 mg1,98 mg /10 mg x 100
ml = 0,1984 ml ~ 0,20 ml
3.20,5 g20,5 /1000 x 87,57 mg/kg BB= 1,79 mg1,79 mg/10 mg x 100
ml= 0, 179 ml ~ 0,18 ml
Data Penimbangan Mencit (Merah I, II, III Intraperitoneal)1.
Berat mencit (I) + wadah = 86,3 g Wadah= 62 g - Berat mencit (I)
24,3 g2. Berat mencit (II) + wadah= 84,0 g Wadah= 62g Berat mencit
(II) 20,0g
Tabel volume pemberian secara intraperitonial (dosis 80 mg/kg
BB)Etiket Phenobarbital : 100 mg/ml BM Phenobarbital : 232,24BM
Phenobarbital Na. : 254,22 (FI ed. IV hal. 482)Dosis Phenobarbital
Na = 80 mg/kg BB x 254,22 = 87,57 mg/Kg BB 232,24Kadar larutan stok
injeksi Phenobarbital : 100 mg/ml, pengenceran 10xNo.Berat Badanmg
PemberianVolume Pemberian
1.24,3 g24,3/1000 x 87,57 mg/kg BB=2,39 mg2,39 mg /10 mg x 100
ml= 0,239ml ~ 0,24 ml
2.22,0 g22,0/1000 x 87,57 mg/kg BB= 1,93 mg1,93 mg /10 mg x 100
ml = 0,193 ml ~ 0,19 ml
F. Perhitungan ANAVA 1 JALANDATA ONSETKontrol kelompok IInduksi
kelompok IIInduksikelompok IVInhibitorKelompok IIIInhibitorKelompok
V
44212020263937233228171614161733253614122420251614
x = 131x=159x=80x=120x=79
x2 =3853x2=5227x2=1286x2=3350x2=1653
=26,2=31,8=16=24=15,8
n=5n=5n=5n=5n=5
XT =569X 2 T = 15369N = 251.X 2 t = XT - (X T)2 N= 15369-( 569
2) /25= 2418,56
2.X 2b = (X1)2 +(X2)2 +(X3)2 + (X4)2 + (X5)2 - (XT)2 n N =
((131)2 /5) + (159)2 /5) + (80)2/5) + (120)2/5) + (79)2/5) - (569)2
/25) = 13896,6 12950,44=946,163. .X 2w = .X 2t - .X 2b =2418,56-
946,16= 1472,44. Rjkb = .X 2b n-1 = 946,16/ 4 = 236,545. Rjkw = .X
2w N - 3 = 1472,4/ 22= 66,93F hitung = 236,54/ 66,93= 3,53F table
daftar I25,14
6
*Kesimpulan : F hitung ( 0,16 ) < F tabel (5,14 ) , jadi
tidak ada perbedaan onset pada setiap perlakuan.
DATA DURASIKontrol kelompok IInduksi kelompok IIInhibisi
kelompok IV
21932298232230230459453425
x = 639x=692x=1337
x2 =161249x2=159629x2=596513
=213=230,67=445,67
n=3n=3n=3
XT =2668X 2 T =917386N = 9
1.X 2 t = XT - (X T)2 N=917386 ((26682)/9)= 126472,222.X 2b =
(X1)2 +(X2)2 +(X3)2 - (XT)2 n N = ((6932)/3)+ ((6922)/3)+
((13372)/3) ((26682)/9) = 915560,67- 790913,78 = 124646,893. X 2w =
.X 2t - .X 2b = 126472,22 124646,89 = 1825,33
4. Rjkb = X 2b 5. F hiitung = Rjkb n-1 Rjkw=124646,89/ 2=
1825,33= 62323,44/ 304,22= 204,86 6. Rjkw = X 2w N - 3 = 1825/ 6=
304,227. F tabel dengan dk : (daftar I)2 6 5,14*Kesimpulan : F
hitung ( 204,86 ) > F tabel ( 5,14 ) , jadi ada perbedaan durasi
pada setiap perlakuan.
Perhitungan Uji Perbedaan dengan Pasca Anavaa. F2 hitung
=RJKw/ni + RJKw/nj=304,22/3 +302,33/3=202,813 b. F =(K-1).F tabel
=2 x 5,14 =10,28
1 VS 2312,229>FSIGNIFIKAN
1 VS 354135,329>FSIGNIFIKAN
2 VS 346,225>FSIGNIFIKAN
Jadi, Pemberian Kontrol, Induksi, Inhibisi ada perbedaan durasi
secara signifikan
G. Pembahasan Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan
pengaruh induktor dan inhibitor terhadap efek farmakologi. Adapun
tujuan dari percobaan ini untuk mengetahui pengaruh beberapa
senyawa kimia terhadap enzim pemetabolisme obat (CYP 450) dengan
mengukur efek farmakologinya. Metabolisme adalah reaksi perubahan
senyawa endogen dalam jaringan biologi yang dikatalis oleh enzim
menjadi metabolitnya. Sedangkan biotransformasi merupakan peristiwa
yang sama hanya saja digunakan untuk senyawa eksogen seprti obat.
Proses metabolisme terbagi menjadi beberapa fase, fase I merubah
senyawa lipofil menjadi senyawa yang mempunyai gugus fungsional
seperti OH, NH2, dan COOH. Reaksi fase I ini bisa terdiri dari
oksidasi, reduksi, dan hidrolisis. Tujuannya adalah agar senyawa
lebih mudah mengalami proses perubahan selanjutnya yakni fase II
melalui reaksi konjugasi.. Hasil metabolisme fase I mungkin
mempengaruhi efek farmakologinya. Metabolisme fase I kebanyakan
menggunakan enzim sitokrom P450 yang banyak terdapat di sel hepar
dan GI. Enzim ini juga berperan penting dalam memetabolisme zat
endogen seperti steroid, lemak dan detoksifikasi zat eksogen. Namun
demikian, ada juga metabolisme fase I yang tidak menggunakan enzim
sitokrom P450, seperti pada oksidasi katekolamin, histamine dan
etanol. Reaksi fase II atau reaksi konjugasi terjadi jika zat belum
cukup polar setelah mengalami metabolisme fase I, ini terutama
terjadi pada zat yang sangat lipofil. Konjugasi ialah reaksi
penggabungan antara obat dengan zat endogen seperti asam
glukoronat, asam sulfat, asam asetat dan asam amino. Hasil reaksi
konjugasi berupa zat yang sangat polar dan tidak aktif secara
farmakologi. Glukoronidasi adalah reaksi konjugasi yang paling umum
dan paling penting dalam ekskresi dan inaktifasi obat. Tujuan
metabolisme obat adalah mengubah obat yang non polar (larut lemak)
menjadi polar (larut air) agar dapat diekskresikan melalui ginjal
atau empedu. Dengan perubahan ini obat aktif umumnya diubah menjadi
inaktif. Tapi sebagian berubah menjadi lebih aktif (jika asalnya
prodrug), kurang aktif,atau menjadi toksik. Interaksi dalam
metabolisme obat berupa induksi atau inhibisi enzim metabolisme,
terutama enzim CYP 450.Induksi berarti peningkatan sistem enzim
metabolisme pada tingkat transkripsi sehingga terjadi peningkatan
kecepatan metabolisme obat yang menjadi substrat enzim yang
bersangkutan. Inhibisi enzim metabolisme berarti hambatan yang
terjadi secara langsung dengan akibat peningkatan kadar substrat
dari enzim yang dihambat juga terjadi secara langsung.Hewan uji
yang digunakan adalah mencit, digunakan mencit yang mempunyai
sistem metabolisme menyerupai manusia, lebih ekonomis, dan mudah
didapatkan.Obat yang digunakan pada percobaan ini yaitu
phenobarbital yang mempunyai dosis 80mg/kgBB dimana pada praktikum
digunakan Phenobarbital Na sehingga dosisnya menjadi 87,57 mg/kg
BB. Phenobarbital memiliki efek hipnotik/sedative sehingga lebih
mudah dilakukan pengamatan untuk masa kerja dari phenobarbital
yakni berdasarkan waktu tidur dari hewan uji.. Pemberian
phenobarbital dilakukan secara intraperitonial agar efek yang
ditimbulkan lebih cepat karena di dalam rongga perut memiliki atau
terdapat banyak pembuluh darah. Waktu paruh dari phenobarbital
adalah 9-10 jam. Dan obat yang digunakan sebagai inhibitor adalah
Simetidin. Simetidin dapat menghambat aktivitas enzim pemetabolisme
obat dari phenobarbital sehingga metabolit yang dihasilkan sedikit
dan kadar obat dalam plasma darah meningkat. Pemberian simetidin
secara intraperitonial. Waktu paruh dari obat ini dalah 2-3
jam.Pada hewan uji yang dilakukan sebagai kontrol, hewan uji
(mencit) hanya diberi phenobarbital Na sebagai bahan obatnya dengan
satu kali dosis pemberian (87,57 mg/kgBB). Pemberiannya dilakukan
pada saat praktikum. Kelompok kontrol ini digunakan untuk
membandingkan apakah ada pengaruh yang signifikan pada pemberian
senyawa induktor dan inhibitor terhadap metabolisme
obat.Phenobarbital dimetabolisme oleh enzim sitokrom P-450 terutama
berlangsung di hati menjadi metabolit yang inaktif dan tidak
toksik. Phenobarbital yang aktif memiliki efek hipnotika sedative.
Pada biotransformasinya, phenobarbital mengalami reaksi fase 1
yaitu reaksi oksidasi yakni dengan penambahan gugus OH pada
struktur kimianya sehingga bersifat lebih polar. Awalnya terbentuk
karena oksida yang bersifat toksik lalu mengalami detoksifikasi
dengan penataulangan spontan menjadi arenol yang bersifat lebih
polar atau mengalami hidrasi menjadi trans-dihidrodiol yang
sifatnya tidak toksik. Selanjutnya phenobarbital mengalami reaksi
fase 2 yaitu reaksi konjugasi menjadi senyawa yang sangat polar dan
tidak toksik sehingga mudah diekskresikan melalui ginjal atau
mengalami siklus enterohepatik, yaitu dari hati masuk ke dalam usus
dan terjadi hidrolisis menjadi senyawa lipofil yang dapat
direabsorbsi lagi masuk ke sirkulasi darah dan mengalami
redistribusi, begitu seterusnya sampai kadar phenobarbital dalam
darah habis. Sehingga efek tidurnya pun semakin berkurang dan
lama-lama hilang. Durasi dihitung mulai dari timbulnya efek sampai
hilangnya efek.Hewan uji (mencit) kelompok inductor diberikan
dengan praperlakuan dengan phenobarbital Na dosis 87,57mg/kgBB
secara intraperitonial tiap 24 jam selama 3 hari. Phenobarbital
disini digunakan sebagai induktor sekaligus bahan obat yang
diujikan. Pada pemberian induktor harus diberikan praperlakuan
selama 3 hari karena dalam sintesis enzim membutuhkan waktu yang
lebih lama, untuk membiasakan atau meningkatkan jumlah enzim
sitokrom P 450 dalam metabolisme senyawa obat. Phenobarbital
merupakan induktor yang dapat meningkatkan kapasitas atau jumlah
dari enzim pemetabolisme P450. Senyawa induktor ini (phenobarbital)
dapat meningkatkan aktivitas enzim pemetabolisme sehingga metabolit
yang dihasilkan banyak dan kadar obat dalam plasma darah sedikit.
Akibatnya efek terapeutiknya tidak maksimal karena bentuk zat aktif
dari obat sedikit dibandingkan dengan metabolitnya.Hewan uji
(mencit) kelompok inhibitor diinjeksikan simetidin dosis 80
mg/kgBB, satu jam sebelumnya. Kemudian setelah 1 jam dinjeksikan
phenobarbital dengan dosis yang sama secara Intraperitonial.
Simetidin mencapai kadar puncak (konsentrasi tinggi) di plasma
kira-kira 1 - 3 jam setelah pemberian dan setelah itu dapat
berkompetisi dengan obat yang dipengaruhi (phenobarbital).
Digunakan simetidin sebagai inhibitor dari phenobarbital karena
simetidin dan phenobarbital bekerja pada reseptor yang sama yaitu
reseptor H2, daya hambat simetidin lebih kuat dalam menghambat
Sitokrom P-450 daripada antagonis reseptor H2 (AH2) yang lain dan
bioavailabilitas simetidin sekitar 70 %. Inhibisi enzim bisa
menyebabkan interaksi obat yang tidak diharapkan. Interaksi ini
cenderung terjadi lebih cepat daripada yang melibatkan induksi
enzim karena interaksi ini terjadi segera setelah obat yang
menghambat mencapai konsentrasi yang cukup tinggi untuk
berkompetisi dengan obat yang dipengaruhi. Simetidin dapat
menghambat aktivitas enzim pemetabolisme obat dari phenobarbital
sehingga metabolit yang dihasilkan sedikit dan kadar obat dalam
plasma darah meningkat. Akibatnya dapat menghasilkan efek yang
lebih panjang. Hal ini dapat dilihat dari waktu tidur mencit yang
lebih lama dibandingkan dengan kontrol. Efeknyapun dapat lebih
parah lagi yaitu dapat memberikan efek toksisitas sehingga hewan
uji dapat mengalami kematian. Hal ini dapat diatasi dengan cara
menurunkan dosis pemberian, tidak memberikan obat secara bersamaan
atau menggantinya dengan obat lain.Dari data durasi yang diperoleh,
didapatkan suatu perbedaan lamanya efek yang terjadi pada
masing-masing kelompok. Hal ini dapat terlihat dari perhitungan
anava satu jalan untuk durasi terdapat perbedaan yang signifikan
dimana rata-rata waktu tidur kelompok inhibitor lebih besar
dibandingkan kelompok kontrol dan kelompok induktor. Durasi dan
lamanya efek tidur pada mencit sebanding dengan kadar obat
Phenobarbital di dalam plasma darah. Seperti yang telah disebutkan
diatas, jika kadar obat dalam plasma tinggi maka efek tidurnya
panjang. Jika kadar obar dalam plasma rendah maka efek tidurnya
singkat atau sebentar. Pemberian induktor dan inhibitor dalam
penggunaan obat harus diperhatikan karena berkaitan dengan
bioavailabilitas (konsentrasi obat) didalam plasma. Semakin banyak
konsentrasi obat aktif didalam plasma, maka semakin toksik obat
tersebut akibat pengaruh inhibitor. Sedangkan semakin sedikit
konsentrasi obat aktif di dalam plasma maka semakin kecil efek
terapi yang bisa ditimbulkan akibat pengaruh induktor.
H. Kesimpulan 1. Induktor adalah senyawa yang dapat meningkatkan
baik kuantitas maupun kualitas dari enzim pemetabolisme (sitokrom
P450) sehingga metabolisme suatu obat berlangsung lebih cepat dari
normal. Akibatnya terjadi kadar zat aktif dari obat yang rendah
dalam plasma.2. Inhibitor adalah senyawa yang dapat menurunkan baik
kuantitas maupun kualitas dari enzim pemetabolisme (sitokrom P450)
sehingga metabolisme suatu obat berlangsung lebih lambat dari
normal. Akibatnya terjadi kadar zat aktif dari obat yang tinggi
dalam plasma.3. Pemberian induktor dan inhibitor harus harus
dihindari karena interaksi antara obat dengan induktor maupun
inhibitor dapat mempengaruhi bioavailabilitas suatu obat.4. Durasi
dari waktu tidur mencit yang diberi inductor Phenobarbital lebih
singkat karena sebelumnya telah diinduksi dengan obat yang sama.
Pengaruh induksi dapat meningkatkan enzim pemetabolisme sehingga
kadar zat aktif dari obat lebih sedikit daripada metabolitnya. 5.
Durasi dari waktu tidur mencit yang diberi inhibitor simetidin
lebih lama dari normal. Pengaruh inhibitor dapat menurunkan enzim
pemetabolisme sehingga kadar zat aktif dari obat lebih tinggi
daripada metabolitnya
I. Daftar Pustaka1. Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, Kirana. 2003.
Obat-Obat Penting. Jakarta: Gramedia.2. Anief, Moch. 1990.
Perjalanan dan Nasib Obat Dalam Tubuh. Jogjakarta: Universitas
Gadjah Mada Pers.3. Anonim. 1995. Farmakologi dan Terapi edisi V.
Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia4. Sulistia dan Gunawan. 2007. Farmakologi dan
Terapi ed V Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia .Jakarta:
Gaya Baru.5. Siswandono dan Soekardjo, Bambang. 2000. Kimia
Medisinal 1. Surabaya: Universitas Airlangga Press.
Semarang, 9 April 2013Dosen PembimbingPraktikan
Ika Puspitaningrum M.Si.,AptHanny Setyowati(1041111063)
Anastasia Setyopuspito P S.Farm.,AptLulu
Meldawati(1041111082)
Ie Febby Angela(1041111068)
Latifatul Qodriyah(1041111077)
Maria Stephanie E(1041111087)Percobaan IiPENGARUH INDUKTOR DAN
INHIBITOR TERHADAP EFEK FARMAKOLOGI
Disusun olehHanny Setyowati(1041111063)Lulu
Meldawati(1041111082)Ie Febby Angela(1041111068)Latifatul
Qodriyah(1041111077)Maria Stephanie E(1041111087)
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI YAYASAN PHARMASIJl. Letjen Sarwo
Edie Wibowo Km. 1 Plamongansari SemarangTelp. (024) 6706147 /
6725272 Fax (024) 6706148