Indikator Asam Basa Pengertian Indikator Asam Basa Indikator asam basa adalah senyawa khusus yang ditambahkan pada larutan, dengan tujuan mengetahui kisaran pH dalam larutan tersebut. Indikator asam basa biasanya adalah asam atau basa organik lemah. Senyawa indikator yang tak terdisosiasi akan mempunyai warna berbeda dibanding dengan indikator yang terionisasi. Sebuah indikator asam basa tidak mengubah warna dari larutan murni asam ke murni basa pada konsentrasi ion hidrogen yang spesifik, melainkan hanya pada kisaran konsentrasi ion hidrogen. Kisaran ini merupakan suatu interval perubahan warna, yang menandakan kisaran pH. Penggunaan Indikator Asam Basa Larutan yang akan dicari tingkat keasamannya diberi suatu asam basa yang sesuai, kemudian dilakukan suatu titrasi. Perubahan pH dapat diketahui dari perubahan warna larutan yang berisi indikator. Perubahan warna ini sesuai dengan kisaran pH yang sesuai dengan jenis indikator. Indikator yang Biasa Digunakan Di bawah ini ada beberapa indikator asam basa yang sering digunakan. Indikator dapat bekerja pada larutan, maupun alkohol sesuai dengan sifatnya. Inilah contoh indikator yang digunakan untuk mengetahui pH. Indikator pp berwarna pink saat basa dan tak berwarna saat asam
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Indikator Asam Basa Pengertian Indikator Asam Basa
Indikator asam basa adalah senyawa khusus yang ditambahkan pada larutan, dengan tujuan mengetahui kisaran pH dalam larutan tersebut. Indikator asam basa biasanya adalah asam atau basa organik lemah. Senyawa indikator yang tak terdisosiasi akan mempunyai warna berbeda dibanding dengan indikator yang terionisasi. Sebuah indikator asam basa tidak mengubah warna dari larutan murni asam ke murni basa pada konsentrasi ion hidrogen yang spesifik, melainkan hanya pada kisaran konsentrasi ion hidrogen. Kisaran ini merupakan suatu interval perubahan warna, yang menandakan kisaran pH.
Penggunaan Indikator Asam Basa
Larutan yang akan dicari tingkat keasamannya diberi suatu asam basa yang sesuai, kemudian dilakukan suatu titrasi. Perubahan pH dapat diketahui dari perubahan warna larutan yang berisi indikator. Perubahan warna ini sesuai dengan kisaran pH yang sesuai dengan jenis indikator.
Indikator yang Biasa Digunakan
Di bawah ini ada beberapa indikator asam basa yang sering digunakan. Indikator dapat bekerja pada larutan, maupun alkohol sesuai dengan sifatnya. Inilah contoh indikator yang digunakan untuk mengetahui pH.
Indikator pp berwarna pink saat basa dan tak berwarna saat asam
Daftar indikator asam basa lengkap
IndikatorRentang
pHKuantitas penggunaan per 10
mlAsam Basa
Timol biru 1,2-2,8 1-2 tetes 0,1% larutan merah kuning
Pentametoksi merah 1,2-2,31 tetes 0,1% dlm larutan 0% alkohol
Asam trinitrobenzoat 12,0-13,4 1 tetes 0,1% larutantak berwarna
oranye-merah
Indikator Asam Basa Alami
Senyawa alam banyak yang digunakan sebagai indikator asam basa alami. Beberapa tumbuhan yang bisa dijadikan sebagai bahan pembuatan indikator asam basa alami antara lain adalah kubis ungu, sirih, kunyit, dan bunga yang mempunyai warna (anggrek, kamboja jepang, bunga sepatu, asoka, bunga kertas). Cara membuat indikator asam basa alami adalah:
1. Menumbuk bagian bunga yang berwarna pada mortar.2. Menambahkan sedikit akuades pada hasil tumbukan sehingga didapatkan ekstrak cair.3. Ekstrak diambil dengan pipet tetes dan dan diteteskan dalam keramik.4. Menguji dengan meneteskan larutan asam dan basa pada ekstrak, sehingga ekstrak
dapat berubah warna.
Inilah hasil pengamatan beberapa indikator asam basa alami
ndikatorAsam Basa
RentangpH
Kuantitaspenggunaan per 10 ml
Asam Basa
Timol biru 1,2-2,8 1-2 tetes 0,1% larutan merah kuningPentametoksimerah
1,2-2,31 tetes 0,1% dlm larutan 0% alkohol
merah-ungu
takberwarna
Tropeolin OO 1,3-3,2 1 tetes 1% larutan merah kuning
4. Bunga SepatuBunga sepatu merupakan salah satu indikator alami asam basa. Bagaimana caranya? Percobaan indikator asam basa ini cukup mudah, tumbuk saja mahkota bunga sepatu. Peras airnya. Misal masih kurang tambahkan sedikit air lalu pisahkan menjadi dua wadah. Sekarang masukkan cuka makan ke wadah satu dan air kapur ke wadah lainnya. larutan bunga sepatu yang berwarna merah akan berubah menjadi biru jika terkena larutan basa (air kapur) dan tetap merah jika terkena larutan asam (cuka makan).
5. Indikator Asam Basa Alami lainnyaSelain bunga sepatu atau Hibiscus rosa-sinensis ada masih banyak lagi indikator alami yang bisa digunakan, misalnya seperti kamboja, bunga terompet (warna puti keunguan), kunyit, anggrek dan lain-lain. Berikut ini tabel indikator asam basa alami
1) Merah Kresol ( Red Cresol )
Merah kresol (nama lengkap: o-Cresolsulfonephthalein) adalah triarylmethane pewarna yang
sering digunakan untuk memantau pH dalam akuarium.
Merah kresol dapat digunakan di berbagai reaksi biologi molekular umum di tempat pewarna
dermaga lainnya. Merah kresol tidak menghambat polimerase Taq ke tingkat yang sama
seperti lainnya pewarna loading umum.
Merah kresol juga dapat digunakan sebagai penanda warna untuk memantau proses
elektroforesis agarosa gel dan elektroforesis gel poliakrilamid. Dalam 1% agarose gel itu
berjalan kira-kira pada ukuran 125 pasangan basa (pb) DNA molekul (tergantung pada
konsentrasi buffer dan komponen lainnya). Bromofenol biru dan cyanol xilena juga dapat
digunakan untuk tujuan ini.
2) Jingga metil (methyl Orange)
Jingga metil adalah salah satu indikator yang banyak digunakan dalam titrasi. Pada larutan
yang bersifat basa, jingga metil berwarna kuning dan strukturnya adalah:
Sekarang, anda mungkin berfikir bahwa ketika anda menambahkan asam, ion hidrogen akan
ditangkap oleh yang bermuatan negatif oksigen. Itulah tempat yang jelas untuk memulainya.
Cresol Red (pH indicator)
below pH 7.2 above pH 8.8
7.2 ↔ 8.8
Pada faktanya, ion hidrogen tertarik pada salah satu ion nitrogen pada ikatan rangkap
nitrogen-nitrogen untuk memberikan struktur yang dapat dituliskan seperti berikut ini:
Anda memiliki kesetimbangan yang sama antara dua bentuk jingga metil seperti pada kasus
lakmus – tetapi warnanya berbeda.
Anda sebaiknya mencari sendiri kenapa terjadi perubahan warna ketika anda menambahkan
asam atau basa. Penjelasannya identik dengan kasus lakmus – bedanya adalah warna.
Pada kasus jingga metil, pada setengah tingkat dimana campuran merah dan kuning
menghasilkan warna jingga terjadi pada pH 3.7 – mendekati netral. Ini akan diekplorasi
dengan lebih lanjut pada bagian bawah halaman.
3) Lakmus
Lakmus adalah asam lemah. Lakmus memiliki molekul yang sungguh rumit yang akan kita
sederhanakan menjadi HLit. "H" adalah proton yang dapat diberikan kepada yang lain. "Lit"
adalah molekul asam lemah.
Tidak dapat dipungkiri bahwa akan terjadi kesetimbangan ketika asam ini dilarutkan dalam
air. Pengambilan versi yang disederhanakan kesetimbangan ini:
Lakmus yang tidak terionisasi adalah merah, ketika terionisasi adalah biru.
Sekarang gunakan Prinsip Le Chatelier untuk menemukan apa yang terjadi jika anda
menambahkan ion hidroksida atau beberapa ion hidrogen yang lebih banyak pada
kesetimbangan ini.
Penambahan ion hidroksida:
Penambahan ion hidrogen:
Jika konsentrasi Hlit dan Lit- sebanding:
Pada beberapa titik selama terjadi pergerakan posisi kesetimbangan, konsentrasi dari kedua
warna akan menjadi sebanding. Warna yang anda lihat merupakan pencampuran dari
keduanya.
Alasan untuk membubuhkan tanda kutip disekitar kata "netral" adalah bahwa tidak terdapat
alasan yang tepat kenapa kedua konsentrasi menjadi sebanding pada pH 7. Untuk lakmus,
terjadi perbandingan warna mendekati 50 / 50 pada saat pH 7 – hal itulah yang menjadi
alasan kenapa lakmus banyak digunakan untuk pengujian asam dan basa. Seperti yang akan
anda lihat pada bagian berikutnya, hal itu tidak benar untuk indikator yang lain.
4) Fenolftalein (PP)
Fenolftalein adalah indikator titrasi yang lain yang sering digunakan, dan fenolftalein ini
merupakan bentuk asam lemah yang lain.
Pada kasus ini, asam lemah tidak berwarna dan ion-nya berwarna merah muda terang.
Contoh indicator phenolphtalein
Penambahan ion hidrogen berlebih menggeser posisi kesetimbangan ke arah kiri, dan
mengubah indikator menjadi tak berwarna. Penambahan ion hidroksida menghilangkan ion
hidrogen dari kesetimbangan yang mengarah ke kanan untuk menggantikannya – mengubah
indikator menjadi merah muda.Setengah tingkat terjadi pada pH 9.3. Karena pencampuran
warna merah muda dan tak berwarna menghasilkan warna merah muda yang pucat, hal ini
sulit untuk mendeteksinya dengan akurat.
5) Biru bromotymol ( Bromthymol blue )
Bromothymol biru (juga dikenal sebagai phthalein sulfon bromothymol, Bromthymol Blue,
dan BTB) adalah indikator kimia untuk asam lemah dan basa. kimia ini juga digunakan untuk
mengamati kegiatan fotosintesis atau indikator pernapasan (berubah kuning sebagai CO2
ditambahkan).
Bromothymol biru bertindak sebagai asam lemah dalam larutan. Dengan demikian dapat
berupa terprotonasi atau terdeprotonasi, muncul kuning dan biru masing-masing. Hal ini hijau
kebiruan dalam larutan netral. Hal ini biasanya dijual dalam bentuk padat sebagai garam
natrium indikator asam. Hal ini juga menemukan penggunaan sesekali di laboratorium
sebagai slide biologis noda. Pada titik ini sudah biru, dan menjatuhkan satu atau dua
digunakan pada slide air. Slip cover ditempatkan di atas tetesan air dan spesimen di
dalamnya, dengan warna biru campuran masuk Hal ini kadang-kadang digunakan untuk
mendefinisikan dinding sel atau inti di bawah mikroskop.
Bromothymol biru banyak digunakan untuk mengukur zat yang akan memiliki tingkat asam
atau dasar relatif rendah (dekat dengan pH netral). Hal ini sering digunakan dalam
pengelolaan pH kolam dan tangki ikan, dan untuk mengukur keberadaan asam karbonat
dalam cairan.
Sebuah demonstrasi sifat umum pH BTB's indikator melibatkan mengembuskan melalui
tabung ke dalam larutan netral BTB. Seperti karbon dioksida diserap dari nafas ke dalam
larutan, membentuk asam karbonat, solusi perubahan warna dari hijau ke kuning. Dengan
demikian, BTB umumnya digunakan dalam kelas-kelas sains sekolah menengah untuk
menunjukkan bahwa semakin bahwa otot yang digunakan, semakin besar output CO2.
below pH 6.0 above pH 7.6
6.0 ↔ 7.6
Bromothymol juga digunakan dalam kebidanan untuk mendeteksi ketuban pecah dini. cairan
ketuban biasanya memiliki bromothymol pH> 7,2, sehingga akan berubah biru ketika dibawa
kontak dengan cairan bocor dari amnion. Sebagai pH vagina normal bersifat asam, warna
biru menunjukkan adanya cairan ketuban. Pengujian mungkin palsu-positif di hadapan zat
alkalin lain seperti darah, air mani, atau di hadapan vaginosis bakteri.
6) Timol biru ( Thymol Blue )
Timol biru (thymolsulphonephthalein) adalah bubuk kristal hijau kecoklatan atau coklat
kemerahan yang digunakan sebagai indikator pH. Hal ini tidak larut dalam air tetapi larut
dalam alkohol dan larutan alkali encer. Ini transisi dari merah ke kuning pada pH 1,2-2,8 dan
dari kuning ke biru pada pH 8,0-9,6.
7) Metil Kuning ( Methyl Yellow )
Metil kuning, atau C.I. 11.020, adalah senyawa kimia yang dapat digunakan sebagai indikator
pH.
Methyl yellow (pH indicator)
below pH 2.9 above pH 4.0
2.9 ↔ 4.0
Dalam larutan air pada pH rendah, kuning metil muncul merah. Antara pH 2,9, dan 4,0 metil
kuning mengalami transisi, menjadi kuning di atas pH 4,0.
Indikator tambahan yang tercantum dalam artikel tentang indikator pH.
Sebagai "kuning mentega" agen telah digunakan sebagai bahan tambahan makanan sebelum
toksisitasnya diakui (Opie EL)
8) Merah Metil ( Methyl Red )
Metil merah, juga disebut C.I. Asam Merah 2, merupakan zat warna indikator yang berubah
merah dalam larutan asam. Ini adalah zat warna azo, dan merupakan bubuk kristal berwarna
merah tua.Metil merah merupakan indikator pH, melainkan merah pada pH di bawah 4,4,
kuning pada pH lebih dari 6.2, dan oranye di antara, dengan pKa 5,1 .Murexide dan merah
metil yang diteliti sebagai peningkat menjanjikan kehancuran SONOKIMIA polutan
hidrokarbon diklorinasi.Metil merah digolongkan oleh IARC dalam kelompok 3 -
unclassified untuk potensial karsinogenik pada manusia. Sebagai zat warna azo, Metil Merah
dapat dibuat dengan diazotization asam antranilat, diikuti dengan reaksi dengan
dimethylaniline.
Di mikrobiologi, merah metil digunakan dalam Metil Merah (MR) Test, digunakan untuk
mengidentifikasi bakteri penghasil asam yang stabil melalui mekanisme fermentasi asam
campuran glukosa (lih. Voges-Proskauer (VP) test).Uji metil merah adalah "M" bagian dari
empat tes IMViC digunakan untuk karakterisasi bakteri enterik. Uji metil merah digunakan
untuk mengidentifikasi bakteri enterik berdasarkan pola metabolisme glukosa mereka. Semua
enterics awalnya menghasilkan asam piruvat dari metabolisme glukosa. Beberapa enterik
kemudian gunakan jalur asam diramu untuk metabolisme asam piruvat menjadi asam lain,
seperti asam laktat, asetat, dan format. Bakteri ini disebut Escherichia coli metil-merah positif
dan menyertakan dan Proteus vulgaris. enterics lain yang kemudian menggunakan jalur glikol
buytylene untuk metabolisme asam piruvat ke produk akhir-netral. Bakteri ini disebut metil-
merah-negatif dan termasuk Serratia marcescens dan Enterobacter aerogenes.
9) Metil Violet
Methyl violet 2B (C24H28N3Cl)
Methyl violet adalah keluarga senyawa organik yang terutama digunakan sebagai pewarna.
Tergantung pada jumlah kelompok metil melekat, warna pewarna dapat diubah. Kegunaan
utamanya adalah sebagai pewarna ungu untuk tekstil dan memberikan warna ungu jauh di
dalam cat dan tinta. 10B Methyl violet (dikenal dengan banyak nama berbeda) memiliki
keperluan medis
Methyl violet 2B (pH indicator)
below pH 0.0 above pH 1.6
0.0 ↔ 1.6
Istilah metil violet mencakup tiga senyawa yang berbeda dalam jumlah kelompok metil
terikat pada gugus fungsional amina. Mereka semua larut dalam air, etanol, glikol dietilena
glikol dan dipropylene
10) Malachite Hijau
Malachite hijau merupakan senyawa organik yang digunakan sebagai Dyestuff dan telah muncul sebagai agen kontroversial di akuakultur. Malachite hijau secara tradisional
digunakan sebagai pewarna untuk bahan seperti sutra, kulit, dan kertas. Meskipun hijau malachite disebut, senyawa ini tidak berhubungan dengan perunggu mineral - nama hanya berasal dari kesamaan warna.Struktur dan sifatMalachite Green adalah anggota dari garam triphenylcarbenium, diklasifikasikan dalam industri zat warna sebagai pewarna triarylmethane. Secara formal, Malachite Green mengacu pada garam klorida [C6H5C (C6H4N (CH3) 2) 2] Cl, meskipun Malachite Green istilah digunakan secara longgar dan sering hanya mengacu pada kation berwarna. Garam oksalat juga dipasarkan. Anion klorida dan oksalat tidak berpengaruh pada warna. Warna hijau kuat dari hasil kation dari sebuah band serapan kuat pada 621 nm (kepunahan koefisien 105 M-1cm-1).
Malachite green (first transition) (pH indicator)
below pH 0.2 above pH 1.8
0.2 ↔ 1.8
Malachite green (second transition) (pH indicator)
below pH 11.5 above pH 13.2
11.5 ↔ 13.2
Malachite hijau disusun oleh larutan benzaldehida dan dimethylaniline untuk memberikan leuco hijau malachite (LMG):
C6H5CHO + 2 C6H5N(CH3)2 à C6H5CH(C6H4N(CH3)2)2 + H2O
Kedua, senyawa ini leuco tidak berwarna, yang relatif triphenylmethane, teroksidasi untuk kation yang MG:C6H5CH(C6H4N(CH3)2)2 + HCl + 1/2 O2 à [C6H5C(C6H4N(CH3)2)2]Cl + H2O
Agen pengoksidasi khas adalah mangan dioksida.
Di sebelah kiri adalah leuco-Malachite Green (LMG) dan di sebelah kanan adalah dua struktur resonansi setara kation MG. Turunan carbinol MG berasal dari LMG oleh penggantian CH unik oleh C-OH.Hidrolisis MG memberikan bentuk carbinol:
[C6H5C(C6H4N(CH3)2)2]Cl + H2O à C6H5C(OH)(C6H4N(CH3)2)2 + HClalkohol Hal ini penting karena, tidak MG, melintasi membran sel. Setelah masuk sel, itu dimetabolisme menjadi LMG. Hanya MG kation adalah sangat berwarna, sedangkan LMG
dan turunannya carbinol tidak. Perbedaan ini timbul karena hanya berupa kationik telah memperpanjang pi-delokalisasi, yang memungkinkan molekul untuk menyerap cahaya tampak.
Tabel . GUGUS CHROMOPHORE INDIKATOR ASAM BASA
No Indikator Asam Basa Gugus Chromophore
1. Kresol Red ( Red Cresol ) Nitro dan Quinoid Group
2. Jingga metil (Methyl orange) Azo Group
3. Lakmus Nitro dan Quinoid Group
4. Fenolftalein (PP) Quinoid dan Carbonil group
5. Biru bromotymol ( Bromothymol blue ) Quinoid Group
6. Timol biru ( Thymol Blue ) Carbonil Group dan Quinoid Group.
7. Metil Kuning ( Methyl Yellow ) Azo group dan Quinoid group
8. Merah Metil ( Methyl Red ) Quinoid group
9. Metil Violet Azo dan Quinoid Group
10.
Malachite Hijau Azo dan Quinoid Group
Pentingnya pKind
Berpikirlah tentang indikator yang umum, HInd – dimana "Ind" adalah bagian indikator yang
terlepas dari ion hidrogen yang diberikan keluar:
Karena hal ini hanya seperti asam lemah yang lain, anda dapat menuliskan ungkapan K a
untuk indikator tersebut. Kita akan menyebutnya Kind untuk memberikan penekanan bahwa
yang kita bicarakan di sini adalah mengenai indikator.
Pikirkanlah apa yang terjadi pada setengah reaksi selama terjadinya perubahan warna. Pada
titik ini konsentrasi asam dan ion-nya adalah sebanding. Pada kasus tersebut, keduanya akan
menghapuskan ungkapan Kind.
anda dapat menggunakan hal ini untuk menentukan pH pada titik reaksi searah. Jika anda
menyusun ulang persamaan yang terakhir pada bagian sebelah kiri, dan kemudian
mengubahnya pada pH dan pKind, anda akan memperoleh:
Hal itu berarti bahwa titik akhir untuk indikator bergantung seluruhnya pada harga pK ind.
Untuk indikator yang kita miliki dapat dilihat dibawah ini:
Rentang pH indikator
Indikator tidak berubah warna dengan sangat mencolok pada satu pH tertentu (diberikan oleh
harga pKind-nya). Malahan, mereka mengubah sedikit rentang pH.
Indikator pKind
lakmus 6.5
jingga metil 3.7
fenolftalein 9.3
Dengan mengasumsikan kesetimbangan benar-benar mengarah pada salah satu sisi, tetapi
sekarang anda menambahkan sesuatu untuk memulai pergeseran tersebut. Selama terjadi
pergeseran kesetimbangan, anda akan memulai untuk mendapatkan lebih banyak dan lebih
banyak lagi pembentukan warna yang kedua, dan pada beberapa titik mata akan mulai
mendeteksinya.
Sebagai contoh, jika anda menggunakan jingga metil pada larutan yang bersifat basa maka
warna yang dominan adalah kuning. Sekarang mulai tambahkan asam karena itu
kesetimbangan akan mulai bergeser.
Pada beberapa titik akan cukup banyak adanya bentuk merah dari jingga metil yang
menunjukkan bahwa larutan akan mulai memberi warna jingga. Selama anda melakukan
penambahan asam lebih banyak, warna merah akhirnya akan menjadi dominan yang mana
anda tidak lagi melihat warna kuning.
Terjadi perubahan kecil yang berangsur-angsur dari satu warna menjadi warna yang lain,
menempati rentang pH. Secara kasar "aturan ibu jari", perubahan yang tampak menempati
sekitar 1 unit pH pada tiap sisi harga pKind.
Harga yang pasti untuk tiga indikator dapat kita lihat sebagai berikut:
Perubahan warna lakmus terjadi tidak selalu
pada rentang pH yang besar, tetapi lakmus
berguna untuk mendeteksi asam dan basa pada lab karena perubahan warnanya sekitar 7.
Jingga metil atau fenolftalein sedikit kurang berguna.
Berikut ini dapat dilihat dengan lebih mudah dalam bentuk diagram.
Indikator pKind pH rentang pH
Lakmus 6.5 5 – 8
jingga
metil
3.7 3.1 – 4.4
fenolftalein 9.3 8.3 – 10.0
Gambar 2.Diagram Perubahan warna lakmus terhadap pH
Sebagai contoh, jingga metil akan berwarna kuning pada tiap larutan dengan pH lebih besar
dari 4.4. Hal ini tidak dapat dibedakan antara asam lemah dengan pH 5 atau basa kuat dengan
pH 14.
Pemilihan Indikator untuk Titrasi
Harus diingat bahwa titik ekivalen titrasi yang mana anda memiliki campuran dua zat pada
perbandingan yang tepat sama. anda tak pelak lagi membutuhkan pemilihan indikator yang
perubahan warnanya mendekati titik ekivalen. Indikator yang dipilih bervariasi dari satu
titrasi ke titirasi yang lain.
a) Asam kuat vs basa kuat
Diagram berikut menunjukkan kurva pH untuk penambahan asam kuat pada basa kuat.
Bagian yang diarsir pada gambar tersebut adalah rentang pH untuk jingga metil dan
fenolftalein.
Gambar 3. Pengaruh pH terhadap penambahan asam kuat pada basa kuat
anda dapat melihat bahwa tidak terdapat perubahan indikator pada titik ekivalen.
Akan tetapi, gambar menurun tajam pada titik ekivalen tersebut yang menunjukkan tidak
terdapat perbedaan pada volume asam yang ditambahkan apapun indikator yang anda pilih.
Akan tetapi, hal tersebut berguna pada titrasi untuk memilihih kemungkinan warna terbaik
melalui penggunaan tiap indikator.
Jika anda mengguanakan fenolftalein, anda akan mentitrasi sampai fenolftalein berubah
menjadi tak berwarna (pada pH 8,8) karena itu adalah titik terdekat untuk mendapatkan titik
ekivalen.
Dilain pihak, dengan menggunakan jingga metil, anda akan mentitrasi sampai bagian pertama
kali muncul warna jingga dalam larutan. Jika larutan berubah menjadi merah, anda
mendapatkan titik yang lebih jauh dari titik ekivalen.
b) Asam kuat vs basa lemah
Gambar 4. Pengaruh pH terhadap penambahan asam kuat pada basa lemah
Kali ini adalah sangat jelas bahwa fenolftalein akan lebih tidak berguna. Akan tetapi jingga
metil mulai berubah dari kuning menjadi jingga sangat mendekati titik ekivalen.anda
memiliki pilihan indiaktor yang berubah warna pada bagian kurva yang curam.
c) Asam lemah vs basa kuat
Gambar 5. Pengaruh pH terhadap penambahan asam lemah pada basa kuat
Kali ini, jingga metil sia-sia! Akan tetapi, fenolftalein berubah warna dengan tepat pada
tempat yang anda inginkan.
d) Asam lemah vs basa lemah
Kurva berikut adalah untuk kasus dimana asam dan basa keduanya sebanding lemahnya –
sebagai contoh, asam etanoat dan larutan amonia. Pada kasus yang lain, titik ekivalen akan
terletak pada pH yang lain.
Gambar 6. Pengaruh pH terhadap penambahan asam lemah pada basa kuat
Anda dapat melihat bahwa kedua indikator tidak dapat digunakan. Fenolftalein akan berakhir
perubahannya sebelum tercapai titik ekivalen, dan jingga metil jauh ke bawah sekali.
Ini memungkinkan untuk menemukan indiaktor yang memulai perubahan warna atau
mengakhirinya pada titik eqivalen, karena pH titik ekivalen berbeda dari kasus yang satu ke
kasus yang lain, anda tidak dapat mengeneralisirnya.
Secara keseluruhan, anda tidak akan pernah mentitrasi asam lemah dan asam basa melalui
adanya indikator.
Contoh pemakaian indikator phenolftalein dan jingga metal pada
larutan natrium karbonat dan asam hidroklorida encer
Berikut ini adalah kasus yang menarik. Jika anda menggunakan fenolftalein atau jingga metil,
keduanya akan memberikan hasil titirasi yang benar – akan tetapi harga dengan fenolftalein
akan lebih tepat dibandingkan dengan bagian jingga metil yang lain.
Hal ini terjadi bahwa fenolftalein selesai mengalami perubahan warnanya pada pH yang tepat
dengan titik ekivalen pada saat untuk pertamakalinya natrium hidrogenkarbonat terbentuk.
Perubahan warna jingga metil dengan tepat terjadi pada pH titik ekivalen bagian kedua
reaksi.
II. TITRASI REDOKS ( Oksidasi-Reduksi )
Reaksi redoks secara luas digunakan dalam analisa titrimetri baik untuk zat anorganik
maupun organik.Reaksi redoks dapat diikuti dengan perubahan potensial, sehingga reaksi
redoks dapat menggunakan perubahan potensial untuk mengamati titik akhir satu titrasi.
Selain itu cara sederhana juga dapat dilakukan dengan menggunakan indikator. Titrasi redoks
melibatkan reaksi oksidasi dan reduksi antara titrant dan analit.Titrasi redoks banyak
dipergunakan untuk penentuan kadar logam atau senyawa yang bersifat sebagai oksidator
atau reduktor. Aplikasi dalam bidang industri misalnya penentuan sulfite dalam minuman
anggur dengan menggunakan iodine, atau penentuan kadar alkohol dengan menggunakan
kalium dikromat. Beberapa contoh yang lain adalah penentuan asam oksalat dengan
menggunakan permanganate, penentuan besi(II) dengan serium(IV), dan sebagainya.
Berdasarkan jenis oksidator atau reduktor yang dipergunakan dalam titrasi redoks, maka
dikenal beberapa jenis titrimetri redoks seperti iodometri, iodimetri danm permanganometri.
1) Iodimetri dan Iodometri
Teknik ini dikembangkan berdasarkan reaksi redoks dari senyawa iodine dengan natrium
tiosulfat. Oksidasi dari senyawa iodine ditunjukkan oleh reaksi dibawah ini :
I2 + 2 e à 2 I- Eo = + 0,535 volt
Sifat khas iodine cukup menarik berwarna biru didalam larutan amilosa dan berwarna merah
pada larutan amilopektin. Dengan dasar reaksi diatas reaksi redoks dapat diikuti dengan
menggunaka indikator amilosa atau amilopektin.
Analisa dengan menggunakan iodine secara langsung disebut dengan titrasi iodimetri. Namun
titrasi juga dapat dilakukan dengan cara menggunakan larutan iodida, dimana larutan tersebut
diubah menjadi iodine, dan selanjutnya dilakukan titrasi dengan natrium tiosulfat, titrasi tidak
iodine secara tidak langsung disebut dengan iodometri. Dalam titrasi ini digunakan indikator
amilosa, amilopektin, indikator carbon tetraklorida juga digunakan yang berwarna ungu jika
mengandung iodine.
2) Permanganometri
Permanganometri merupakan titrasi redoks menggunakan larutan standar Kalium
permanganat. Reaksi redoks ini dapat berlangsung dalam suasana asam maupun dalam
suasana basa. Dalam suasana asam, kalium permanganat akan tereduksi menjadi Mn2+
dengan persamaan reaksi :
MnO4- + 8 H+ + 5 e à Mn2+ + 4 H2O
Berdasarkan jumlah ellektron yang ditangkap perubahan bilangan oksidasinya, maka berat
ekivalen Dengan demikian berat ekivalennya seperlima dari berat molekulnya atau 31,606.
Dalam reaksi redoks ini, suasana terjadi karena penambahan asam sulfat, dan asam sulfat
cukup baik karena tidak bereaksi dengan permanganat. Larutan permanganat berwarna ungu,
jika titrasi dilakukan untuk larutan yang tidak berwarna, indikator tidak diperlukan. Namun
jika larutan permangant yang kita pergunakan encer, maka penambahanindikator dapat
dilakukan. Beberapa indikator yang dapat dipergunakan seperti feroin, asam N-fenil
antranilat.
Analisa dengan cara titrasi redoks telah banyak dimanfaatkan, seperti dalam analisis vitamin
C (asam askorbat). Dalam analisis ini teknik iodimetri dipergunakan. Pertama-tama, sampel
ditimbang seberat 400 mg kemudian dilarutkan kedalam air yang sudah terbebas dari gas
carbondioksida (CO2), selanjutnya larutan ini diasamkan dengan penambahan asam sulfat
encer sebanyak 10 mL. Titrasi dengan iodine, untuk mengetahui titik akhir titrasi gunakan
larutan kanji atau amilosa.
INDIKATOR REDOKS
A. Indikator Redoks Reversibel
Tidak semua indikator redoks dapat dipakai untuk sembarang titrasi redoks. Pemilihan
indikator yang cocok ditentukan oleh kekuatan oksidasi titrat dan titrant, dengan perkataan
lain, potensial titik ekivalen titrasi tersebut. Bila potensial peralihan indikator tergantung dari
pH, maka juga harus diusahakan agar pH tidak berubah selama titrasi berlangsung.
Untuk titrasi dengan Ce4+ dapat dipakai Ferroin; sedangkan untuk titrasi dengan Cr2O7 =
Ferroin tidak cocok karena potensial perubahan ferroin terlalu tinggi dibandingkan dengan
potensial TE. Maka dipakai difenilamin atau difenilamin sulfonat. Sebenarnya kedua
indikator ini kebalikan dari ferroin dalam arti potensial peralihannya terlalu rendah. Namun
dengan asam fosfat 3 M kesulitan ini teratasi karena potensial TE diturunkan sehingga sesuai
untuk penggunaan difenilamin atau garam sulfonatnya. Penurunan potensial terjadi karena
asam fosfat (H3PO4) mengkompleks Fe3+ tetapi tidak mengkompleks Fe2+, sehingga
konsentrasi Fe3+ bebas selalu rendah. Berikut Beberapa Contoh – contoh Indikator Redoks
yang sering digunakan:
1. Kompleks Fe ( II ) – ortofenentrolin
Suatu golongan senyawa organik yang dikenal dengan nama 1,10
fenantrolin ( Ortofenantrolin ) yang membentuk kompleks yang stabil dengan Fe ( II ) dan
ion-ion lain melalui kedua atom N pada struktur induknya. Sebuah ion Fe2+ berikatan
dengan tiga buah molekul fenantrolin dan membentuk kelat dengan struktur.
Kompleks ini terkadang disebut FERROIN dan ditulis (Ph)3Fe2+ agar sederhana. Besi yang
terikat dalam ferroin itu mengalami oksidasi reduksi secara reversible.
Walaupun kompleks (Ph)3 Fe2+ berwarna biru muda, dalam kenyataannya, warna dalam
titrasi berubah dari hampir tak berwarna menjadi merah. Karena kedua warna berbeda
intensitas, maka titik akhir dianggap tercapai pada saat baru 10 % dari indikator berbentuk
(Ph)3Fe2+. Oleh sebab itu maka potensial peralihannya kira – kira 1,11 Volt dalam larutan
H2SO4 1 M.
Diantara semua indikator redoks, Ferroin
paling mendekati bahan yang ideal. Perubahan
warnanya sangat tajam, larutannya mudah
dibuat dan sangat stabil. Bentuk teroksidasinya
amat tahan terhadap oksidator kuat. Reaksinya cepat dan reversibel. Diatas 60 oC, Ferroin
terurai.
2. Difenilamin dan turunannya
Phenanthroline Fe(II) (Redox indicator)
E0= 1.06 V
Reduced ↔ Oxidized
This box: view · talk · edit
Ditemukan pertama kali dan penggunaannya dianjurkan oleh Knop pada tahun 1924 untuk
titrasi Fe2+ dengan kalium bikhromat.
Reaksi pertama membentuk difenilbenzidine yang tak berwarna; reaksi ini tidak reversibel.
Yang kedua membentuk violet difenilbenzidine, reversibel dan merupakan reaksi indikator
yang sebenarnya.
Potensial reduksi reaksi kedua kira – kira 0.76 volt. Walaupun ion H+ tampak terlibat,
ternyata perubahan keasaman hanya berpengaruh kecil atas potensial ini, mungkin karena
asosiasi ion tersebut dengan hasil yang berwarna itu.
Kekurangan difenilamain antara lain ialah indikator ini harus dilarutkan dalam asam sulfat
pekat karena sulit larut dalam air. Hasil oksidasi ini membentuk endapan dengan ion
Wolfram sehingga dalam Analisa , ion tersebut tidak dapat dipakai. Akhirnya ion merkuri
memperlambat reaksi indikator ini. Derivat difenilamin yaitu Asam Difenilamin Sulfonat,
tidak mempunyai kelemahan – kelemahan diatas :
Garam Barium atau Natrium dari asam ini dapat digunakan untuk membuat larutan indikator
dalam air dan sifatnya serupa dengan induknya.
Perubahan warna sedikit lebih tajam, dari tak berwarna , melalui hijau menjadi violet.
Potensial peralihannya 0.8 volt dan juga tak tergantung dari konsentrasi asam. Asam
sulfonat derivat ini sekarang banyak digunakan dalam titrasi redoks.
B. Indikator Redoks Irreversibel
Indikator ini digunakan pada titrasi Bromatometri. Contoh yang sering digunakan adalah
Methyl Red (MR) dan Methyl Orange (MO).
Reaksi yang terjadi berupa oksidasi dari indikator MR atau MO menjadi senyawa yang tidak
berwarna oleh Brom bebas (Br2). Brom ini berasal dari :
KBrO3 + HCl à KCl + HBr + 3 O
2 HBr + O à H2O + Br2
Br2 + MO / MR à Teroksidasi (Tidak berwarna)
C. Indikator Redoks Khusus (Tidak terpengaruh Potensial redoks)
Indikator ini dipakai pada Iodometri dan Iodimetri, indikator yang biasa digunakan adanya
Amylum dan Chloroform. Pemakaian indikator ini tidak terpengaruh oleh naik turunnya
bilangan oksidasi atau potensial larutan, melainkan berdasarkan pembentukan kompleks
dengan iodium.
1. Amylum
Penggunaan Indikator ini berdasarkan pembentukan kompleks Iod-Amylum yang larut
dengan Iodium (I2) yang berwarna biru cerah. Mekanisme pewarnaan biru ini karena
terbentuknya suatu senyawa dala dari amilum dan atom iod. Fraksi Amilosa-amilum
mempunyai bentuk helikal dan dengan itu membentuk celah berbentuk saluran. Dalam
saluran itu terdapat suatu rantai iod linear, Warna biru disebabkan oleh ketujuh elektron luar
atom Iod yang mudah bergerak.
I2 + Amylum à Iod-Amylum (biru)
Iod-Amylum + S2O32- à Warna Hilang
Setelah penambahan titrant Tiosulfat maka kompleks ini dipecah dan bila konsentrasi Iod
habis maka warna biru tadi akan hilang. Penambahan indikator amylum sebaiknya menjelang
titik akhir titrasi karena kompleks iod-amilum yang terbentuk sukar dipecah pada titik akhir
titrasi sehingga penggunaan Tiosulfat kelebihan berakibat terjadi kesalahan titrasi. Bila Iod
masih banyak sekali bahkan dapat menguraikan amilum dan hasil penguraian ini
mengganggu perubahan warna pada titik akhir titrasi.
2. Chloroform
Penggunaan indikator ini untuk titrasi Iodometri, berdasarkan fungsi Chloroform sebagai
pelarut organik yang melarutkan iodium dalam fase organik (fase nonpolar). Melarutnya
Iodium dalam Chloroform memberi warna violet. Hal ini patut dipahami karena Iodium sukar
larut dalam air, larut hanya sekitar 0,0013 mol perliter pada suhu 25O C. Tetapi sangat
mudah larut dalam larutan KI karena membentuk Ion TriIodida (I3-) dan dalam Chloroform.
Setelah penambahan titrant Tiosulfat maka Iodium akan diubah menjadi Iodida dan bila
konsentrasi iod habis maka warna violet tadi akan hilang.
III. TITRASI PEMBENTUKAN SENYAWA KOMPLEKS
Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks
(ion kompleks atau garam yang sukar mengion), Kompleksometri merupakan jenis titrasi
dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi–
reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan
penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup
luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi. Contoh
reaksi titrasi kompleksometri :
Ag+ + 2 CN- à Ag(CN)2
Hg2+ + 2Cl- à HgCl2
(Khopkar, 2002).
Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik
melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun sedikit
terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang dibentuk melalui reaksi
ion logam, sebuah kation, dengan sebuah anion atau molekul netral (Basset, 1994).
Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks
antara kation dengan zat pembentuk kompleks. Salah satu zat pembentuk kompleks yang
banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah garam dinatrium etilendiamina
tetraasetat (dinatrium EDTA). Senyawa ini dengan banyak kation membentuk kompleks
dengan perbandingan 1 : 1, beberapa valensinya:
Kestabilan dari senyawa kompleks yang terbentuk tergantung dari sifat kation dan pH dari
larutan, oleh karena itu titrasi dilakukan pada pH tertentu.
Pada larutan yang terlalu alkalis perlu diperhitungkan kemungkinan mengendapnya
logam hidroksida.
Penetapan titik akhir titrasi digunakan indikator logam, yaitu indikator yang dapat
membentuk senyawa kompleks dengan ion logam. Ikatan kompleks antara indikator dan ion
logam harus lebih lemah dari pada ikatan kompleks antara larutan titer dan ion logam.
Larutan indikator bebas mempunyai warna yang berbeda dengan larutan kompleks indikator.
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan
ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan.
Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi.
Selain titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal
sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. Gugus-yang terikat
pada ion pusat, disebut ligan, dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan :
M(H2O)n + L = M(H2O)(n-1) L + H2O
(Khopkar, 2002).
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah
satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat yang dapat
berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksil-
nya atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi per
molekul, misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina tetraasetat, EDTA)
yang mempunyai dua atom nitrogen – penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang
dalam molekul (Rival, 1995).
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah besar
ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang agak
asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam,
yang menghasilkan spesies seperti CuHY-. Ternyata bila beberapa ion logam yang ada dalam
larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan menunjukkan jumlah semua ion logam yang
ada dalam larutan tersebut (Harjadi, 1993).
Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal Mg, Ca, Cr, dan Ba
dapat dititrasi pada pH = 11 EDTA. Sebagian besar titrasi kompleksometri mempergunakan
indikator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya
mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri. Indikator demikian disebut
indikator metalokromat. Indikator jenis ini contohnya adalah Eriochrome black T;
pyrocatechol violet; xylenol orange; calmagit; 1-(2-piridil-azonaftol), PAN, zincon, asam
salisilat, metafalein dan calcein blue (Khopkar, 2002).
Satu-satunya ligan yang lazim dipakai pada masa lalu dalam pemeriksaan kimia adala
ion sianida, CN-, karena sifatnya yang dapat membentuk kompleks yang mantap dengan ion
perak dan ion nikel. Dengan ion perak, ion sianida membentuk senyawa kompleks perak-
sianida, sedagkan dengan ion nilkel membentuk nikel-sianida. Kendala yang membatasi
pemakaian-pemakaian ion sianoida dalam titrimetri adalah bahwa ion ini membentuk
kompleks secara bertahap dengan ion logam lantaran ion ini merupakan ligan bergigi satu
(Rival, 1995).
Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai
tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan
pada pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga
sebelum titik akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan
akan berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya
selektif. Ketiga, kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau
tidak, karena disosiasi, tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks-
indikator logam itu harus kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk menjamin
agar pada titik akhir, EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke
kompleks logam-EDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas
dan kompleks-indikator logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus
sangat peka terhadap ion logam (yaitu, terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi
sedikit mungkin dengan titik ekuivalen. Terakhir, penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan
dengan titrasi EDTA, pH untuk titrasi adalah 10 dengan indikator eriochrome black T. Pada
pH tinggi, 12, Mg(OH)2 akan mengendap, sehingga EDTA dapat dikonsumsi hanya oleh Ca2+
dengan indikator murexide (Basset, 1994).
Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan
penggunaan bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang mengandung baik oksigen
maupun nitrogen secara umum efektif dalam membentuk kompleks-kompleks yang stabil
dengan berbagai macam logam. Keunggulan EDTA adalah mudah larut dalam air, dapat
diperoleh dalam keadaan murni, sehingga EDTA banyak dipakai dalam melakukan
percobaan kompleksometri. Namun, karena adanya sejumlah tidak tertentu air, sebaiknya
EDTA distandarisasikan dahulu misalnya dengan menggunakan larutan kadmium (Harjadi,
1993).
Reaksi-reaksi yang melibatkan pembentukan kompleks dipergunakan oleh kimiawan
dalam prosedur titrimetrik maupun gravimetrik. Molekul yang bertindak sebagai ligan
biasanya memiliki atom elektronegatif, misalnya nitrogen, oksigen, atau salah satu dari
halogen. Ligan yang hanya mempunyai sepasang electron tak dipakai bersama, misalnya
NH3, dikatakan unidentat. Ligan yang mempunyai dua gugus yang mampu membentuk dua
ikatan dengan atom sentral dikatakan bidentat. Suatu contoh adalah etilendiamin
NH2CH2CH2NH2 dengan kedua atom nitrogen mempunyai pasangan electron tak terpakai
bersama. Ion tembaga (II) membentuk kompleks dengan dua molekul etilendiamin seperti
berikut :
Cincin heterosiklik terbentuk oleh interaksi suatu ion logam dengan dua atau lebih
gugus fungsioanal dalam ligan dinamakan cincin khelat; molekul organiknya pereaksi
pembentuk khelat, dan kompleksnya dinamakan khelat atau senyawa khelat. Penggunaan
analitik didasarkan pada penggunaan pereaksi khelat sebagai titran untuk ion-ion logam telah
menunjukan pertumbuhan menarik.
Kompleksometri merupakan metoda titrasi yang pada reaksinya terjadi pembentukan
larutan atau senyawa kompleks dengan kata lain membentuk hash berupa kompleks. Untuk
dapat dipakai sebagai dasar suatu titrasi, reaksi pembentukan kompleks disamping harus
memenuhi persyaratan umum amok titrasi, make kompleks yang terjadi hams stabil. Titrasi
ini biasanya digunakan untuk penetapan kadar logam polivalen atau senyawanya dengan
menggunakan NaaEDTA sebagai titran pembentuk kompleks (Tim Penyusun, 1983).
Tabel. Kompleksometri
Logam Ligan Kompleks Bilangan
koordinasi
Logam
Geometri Reaktivitas
Ag+ NH3 Ag(NH3)2+ 2 Liniar Labil
Hg2+ Cl- HgC12 2 Liniar Labil
Cu2+ NH3 Cu(NH3)42+ 4 Tetrahedral Labil
Ni2+ CN- Ni(CN)42- 4 Persegi
planar
Labil
Co2+ H2O CO(H2O)62+ 6 Oktahedral Labil
Co3+ NH3 Co(NH3)63+ 6 Oktahedral Inert
Cr3+ CN- Cr(CN)63- 6 Oktahedral Inert
Fe 3+ CN- Fe(CN)63- 6 Oktahedral Inert
Hanya beberapa ion logam seperti tembaga, kobal, nikel, seng, cadmium, dan merkuri
(II) membentuk kompleks stabil dengan nitrogen seperti amoniak dan trine. Beberapa ion
logam lain, misalnya alumunium, timbale, dan bismuth lebih baik berkompleks dengan ligan
dengan atom oksigen sebagai donor electron. Beberapa pereaksi pembentuk khelat, yang
mengandung baik oksigen maupun nitrogen terutama efektif dalam pembentukan kompleks
stabil dengan berbagai logam. Dari ini yang terkenal ialah asam etilendiamintetraasetat,
kadang-kadang dinyatakan asam etilendinitrilo, dan sering disingkat sebagai EDTA :
Istilah chelon telah disarankan sebagai nama umum untuk seluruh golongan peereaksi,
termasuk poliamin seperti trine, asam poliamino karboksilat seperti EDTA, dan senyawa
sejenis membentuk kompleks 1:1 dengan ion logam, larut dalam air dan karenanya dapat
dipergunakan sebagai titran logam dan titrasinya disebut titrasi khelometrik.
Kilon praktis telah membuat suatu revolusi pada kimia analitik dari banyak unsur logam
dan merupakan hal yang sangat penting dalam banayak lapangan. Reaksi pengkomplekan
dengan suatu ion logam, melibatkan penggantian satu molekul pelarut atau lebih yang
terkoordinasi dengan gugus-gugus nukleofilik lain, gugus yang terikat oleh pada ion pusat
disebut ligan. Ligan dapat berupa sebuah molekul netral atau sebuah ion bermuatan, ligan
dapat dengan baik diklasifikasi atas dasar banyaknya titik lekat kepada ion logam. Ligan
sederhana seperti ion-ion halide atau molekul-molekul H2O atau NH3 adalah monodentat,
yaitu ligan yang terikat pada ion logam hanya pada satu titik oleh penyumbangan atau
pasangan elektron kepada logam, bila ion ligan itu mempunyai dua atom, maka
molekul itu mempunyai dua atom penyumbang untuk membentuk dua ikatan koordinasi
dengan ion logam yang lama, ligan itu disebut bidentat. Ligan multidental mempunyai
lebih dari dua atom koordinasi per molekul, kestabilan termodinamik dari satu spesi
merupakan ukuran sejaidi mana spesi ini akan terbentuk dari spesi-spesi lain pada kondisi
tertentu, jika sistem itiu dibiarkan mencapai kesetimbangan (Vogel, 1994).
Ikatan pada EDTA, yaitu ikatan N yang bersifat basa mengikat ion H+ dari ikatan
karboksil yang bersifat asam. Jadi dalam bentuk Ianitan pada EDTA ini terjadi reaksi
intra molekuler (maksudnya dalam molekul itu sendiri), maka rumus senyawa tersebut
disebut "zwitter ion". EDTA dijual dalam bentuk garam natriumnya, yang jauh lebih
mudah larut daripada bentuk asamnya (Syafei, 1998)
Reaksi pengkomplekan dengan suatu ion logam, melibatkan penggantian satu molekul
pelarut atau lebih yang terkoordinasi dengan gugus-gugus nukleofilik lain, gugus yang
terikat oleh pada ion pusat disebut ligan. Ligan dapat berupa sebuah molekul netral atau
sebuah ion bermuatan, ligan dapat dengan baik diklasifikasi atas dasar banyaknya titik lekat
kepada ion logam. Ligan sederhana seperti ion-ion halide atau molekul-molekul H20 atau
NH3 adalah monodentat, yaitu ligan yang terikat pada ion logam hanya pada satu titik
oleh penyumbangan atau pasangan elektron kepada logam, bila ion ligan itu mempunyai
dua atom, maka molekul itu mempunyai dua atom penyumbang untuk membentuk dua
ikatan koordinasi dengan ion logam yang sama, ligan itu disebut bidentat. Ligan
multidentat mempunyai lebih dari dua atom koordinasi per molekul, kestabilan
termodinamik dari satu spesi merupakan ukuran sejauh mana spesi ini akan terbentuk
dari spesi-spesi lain pada kondisi tertentu, jika sistern itu dibiarkan mencapai kesetimbangan
Ligan dapat berupa suatu senyawa organik seperti asam sitrat, EDTA, maupun senyawa
anorganik seperti polifosfat. Untuk memperoleh ikatan metal yang stabil, diperlukan
ligan yang mampu membentuk cincin 5-6 sudut dengan logam misalnya ikatan EDTA
dengan Ca. Ion logam terkoordinasi dengan pasangan electron dari atom-atom N-EDTA dan
juga dengan keempat gugus karboksil yangh terdapat pada molekul EDTA (Winarno,
1982).
Ligan dapat menghambat proses oksidasi, senyawa ini merupakan sinerjik anti oksidan
karena dapat menghilangkan ion-ion logam yang mengkatalisis proses oksidasi (Winarno,
1982).
1. Titrasi Khelometrik
EDTA merupakan ligan seksidentat yang berpotensi, yang dapat berkoordinasi dengan ion
logam dengan pertolongan kedua nitrogen dan empas gugus karboksil. Dalam hal-hal lain,
EDTA mungkin bersikap sebagai suatu ligan kuinkedentat atau kuadridentat yang
mempunyai satu atau dua gugus karboksilnya bebas dari interaksi yang kuat dengan
logamnya. Untuk memudahkan, bentuk asam EDTA bebas sering kali disingkat H4Y. Dalam
larutan yang cukup asam, protonasi sebagian dari EDTA tanpa kerusakan lengkap dari
kompleks iogam mungkin terjadi, yang menyebabkan terbentuknya zat seperti CuHY-; tetapi
pada kondisi biasa semua empat hidrogen hilang, apabila ligan dikoordinasikan dengan ion
logam. Pada harga-harga pH sangat tinggi, ion hidroksida mungkin menembus lingkungan
koordinasi dari logam dan kompleks seperti Cu(OH) Y3- dapat terjadi.
2. Efek Kompleks
Zat-zat lain dari titran kilon yang mungkin ada dalam larutan ion logam dapat membentuk
kompleks dengan logamnya dan dengan demikian bersaing dengan reaksi titrasi yang
diinginkan. Sebenarnya pembentukan kompleks demikian kadang-kadang dengan
pertimbangan digunakan untuk mengatasi interferensi, yang dalam hal ini efek dari
pengompleks disebut penutupan. Dengan ion-ion logam tertentu yang dengan mudah
terhidrolisa, mungkin perlu untuk menambahkan ligan pengompleks agar mencegah
pengendapan hidroksida logam. Jika tetapan stabilitas untuk semua kompleks diketahui,
maka efek pembentukan kompleks terhadap reaksi titrasi EDTA dapat dihitung.
3. Efek Hidrolisa
Hidrilisa ion logam mungkin bersaing dengan proses titran khelometrik. Peningkatan pH
membuat efek ini lebih jelek dengan penggeseran ke keseimbangan yang benar dari jenis
M2+ + H2O à M(OH)+ H+
Hidrolisa secara ekstensif dapat mengakibatkan pengendapan hidroksida yang hanya bereaksi
dengan EDTA secara perlahan-lahan, bahkan apabila pertimbangan-pertimbangan
keseimbangan menguntungkan pembebtukkan khelonat logam. Sekali pun seringkali tetapan
hidrolisa yang cocok untuk ion-ion logam tidak tersedia, dan karenanya pengaruh ini
sering tidak dapat dihitung dengan teliti.
4. Cara-cara Titrasi EDTA
Titrasi secara khelatometri telah dilakukan dengan baik terhadap semua kation biasa.
Jenis-jenis titrasinya adalah :
a. Titrasi langsung, dapat dilakukan terhadap sedikitnya 25 kation dengan menggunakan
indicator logam. Pereaksi pembentukan kompleks, seperti sitrat dan tartrat, sering
ditambahkan untuk pencegahan endapan hidroksida logam. Buffer NH3-NH4Cl dengan pH
9 sampai 10 sering digunakan untuk logam yang membentuk kompleks dengan amoniak
(Underwood, 1994).
b. Titrasi kembali, digunakan apabila reaksi antara kation dengan EDTA lambat atau apabila
indicator yang sesuai tidak ada. EDTA berlebih ditambahkan berlebih dan yang bersisa
dititrasi dengan larutan standar Mg dengan menggunakan calmagnite sebagai indicator.
Kompleks Mg-EDTA mempunyai stabilitas relative rendah dan kation yang ditentukan tidak
digantikan dengan magnesium. Cara ini dapat juga untuk menentukan logam dalam endapan,
seperti Pb di dalam PbSO4 dan Ca dalam CaSOa (Underwood, 1994).
c. Titrasi substitusi, berguna bila tidak ada indicator yang sesuai untuk ion logam yang
ditentukan. Sebuah larutan berlebih yang mengandung kompleks Mg-EDTA ditambahkan
dan ion logam, misalnya M2+, menggantikan magnesium dari kompleks EDTA yang relative
lemah itu (Underwood, 1994).
d. Titrasi secara tidak langsung, beberapa jenis telah dilaporkan, antara lain penentuan sulfat
dengan menambahkan larutan baku barium berlebihan dan menitrasi kelebihan tersebut
dengan EDTA. Juga pospat sudah ditentukan setelah pengendapan sebagai MgNH4PO4 yang
tidak terlalu sukar lanrt lalu menitrasi kelebihan Mg (Underwood, 1994).
e. Cara titrasi alkalimetri, dengan menambahkan larutan Na2H2Y berlebihan kepada larutan
analat yang bereaksi netral. Ion hydrogen yang dibebaskan dititrasi dengan larutan baku basa.
(Underwood,1994)
5. Kestabilan Kompleks
Kestabilan suatu kompleks jelas akan berhubungan dengan (a) kemampuan
mengkompleks dari ion logam yang terlihat, dan (b) dengan cirri khas ligan itu, yang
penting untuk memeriksa faktor-faktor ini dengan singkat.
(a) Kemampuan mengkompleks logam-logam digambarkan dengan baik menurut klasifikasi
Schwarzenbach, yang dalam ganis besarnya didasarkan atas pembagian logam menjadi asam
lewis (penerima pasangan electron) kelas A dan kelas B. Logam kelas A dicirikan oleh
larutan afinitas (dalam larutan air) terhadap halogen, dan membentuk kompleks yang
paling stabil engan anggota pertama grup table berkala. Kelas B lebih mudah
berkoordinasi dengan I- daripada dengan f dalam larutan air dan membentuk kompleks
terstabil dengan atom penyumbang kedua dari masing-masing grup itu yakni Nitrogen,
Oksigen, dan F, Cl, C, P.
Konsep asam basa keras dan lunak adalah berguna dalam menandai ciri-ciri perilaku
penerima pasangan electron kelas A dan kelas B (Vogel, 1994).
(b) Ciri-ciri khas ligan, dapat mempengaruhi kestabilan kompleks diman aligan itu terlibat,
adalah (i) kekuatan basa dari ligan itu, (ii) sifat-sifat penyepitan, jika ada, dan (iii) efek-efek
sterik (ruang). Efek sterik yang paling umum adalah efek oleh adanya suatu gugusan besar
yang melekat pada atau berada berdekatan dengan atom penyumbang. (Vogel, 1994).
6. Indikator Logam
Indikator logam adalah suatu indicator terdiri dari suatu zat yang umumnya senyawa
organic yang dengan satu atau beberapa ion logam dapat membentuk senyawa kompleks
yang warnanuya berlainan dengan warna indikatornya dalam keadaan bebas. Warna indicator
asam basa akan tergantung, pada pH larutannya, sedangkan warna indicator logam sampai
batas tertentu bergantung pada pM. Oleh karena itu indicator logam sering disebut sebagai
"pM-slustive indicator" atau metalochrome-indikator (syafei, 1998).
Beberapa macam indicator logam yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Eriochrome Black T
Eriochrome Black T merupakan indikator kompleksometri yang merupakan bagian dari titrasi
kompleksometri, misalnya dalam proses penentuan kekerasan air. Ini adalah dye.It azo juga
dikenal sebagai ET-00. Dalam bentuk terprotonasi nya, Eriochrome Black T biru. Ternyata
merah ketika membentuk kompleks dengan kalsium, magnesium, atau ion logam lainnya.
Rumus kimianya dapat ditulis sebagai HOC10H6N = NC10H4 (OH) (NO2) SO3Na.
Eriochrome Black T adalah biru, tapi ternyata merah di hadapan logam.
Ketika digunakan sebagai indikator dalam titrasi EDTA, akhir biru karakteristik titik-tiba saat
EDTA memadai telah ditambahkan dan membentuk kompleks ion logam dengan EDTA
bukan Eriochrome.Eriochrome Black T juga telah digunakan untuk mendeteksi keberadaan
logam tanah .
H2In- à HIn2- pKa= 6,3
biru
HIn2- à In3
- pKa= 11,6
jingga kekuningan
Kelemahan indikator ini, tak stabil dalam larutan,sehingga larutan tidak dapat disimpan lama
b. Murexide
Kelat Murexide dengan logam berwarna merah muda dan indikator bebasnya berwarna ungu.
Seperti halnya Calcon, Murexide sangat cocok untuk titrasi penetapan Ca pada pH tinggi, pH
11-13 tanpa gangguan ion Mg++. Perubahan warnanya dari warna merah muda menjadi
ungu. Disini tidak diperlukan Masking Agent untuk menentukan kesadahan Ca karena ion
Mg dan logam lainnya tidak menggangu pada pH diatas 11. Logam-logam tadi mengendap
dalam bentuk hidroksida.
c. Xylanol Orange (XO)
Indikator ini dibuat dengan mereaksikan o-kresolsulfonftalein dengan formaldehid dan asam
iminodiasetat, sehingga diadisikan satu atau dua gugus pengkelat.
Sebagai Indikator asam-basa, Xylenol orange berwarna kuning lemon dalam larutan asam
(pH < 5,4) dan merah pada pH 5,5 – 7,4. Sedangkan kelat indikator logam berwarna violet
atau merah. Indikator ini dipakai pada pH rendah (< 5,4) atau dalam HNO3 0,2 M untuk
titrasi kelat EDTA yang kuat. Misal untuk Bi dan Th sevara langsung pada pH 1,5 – 3,0 dan
tak langsung untuk Zr dan Fe (III).
d. Calmagite
Calmagite merupakan indikator kompleksometri digunakan dalam kimia analitik untuk
mengidentifikasi keberadaan ion logam dalam larutan. Seperti dengan ion logam calmagite
indikator lain akan berubah warna saat itu pasti akan ion. Calmagite akan merah anggur bila
terikat pada ion logam dan mungkin biru, merah, atau oranye jika tidak terikat pada ion
logam. Calmagite sering digunakan dalam hubungannya dengan EDTA, bahan pengikat kuat
logam.
Seperti halnya Erio T, calmagite mengkompleks banyak ion logam. Daerah kerjanya
mencakup pH 8,1 – 12,4 dan warna indikator bebasnya biru. Larutan Calmagite stabil, tetapi
dalam hal-hal lain sifatnya sama dengan Erio T, antara lain mengalami blocking oleh Cu, Ni,
Fe (III), dan Al. Sifat asam basa Calmagite dapat disajikan secara ringkas sebagai berikut :
pH pH
H2Ind- Hind= Ind3- 8,1 12,4
(merah) (Biru) (Jingga)
e. Arsenazo I
Indikator ini dipakai untuk Ca maupun Mg, sehingga dalam titirasi Ca++ tidak perlu
penambahan Mg++. Selain itu, keuntungan besar ialah, indikator ini tidak diblock oleh Cu (II)
dan Fe (III) dalam jumlah kecil. Keuntungan lain bereaksi cepat sehingga perubahan warna
juga cepat.
Arsenazo I merupakan indikator jitu untuk titrasi logam alkali tanah dan Th (IV) dengan
EDTA.
f. NAS
Warna NAS merah-violet dalam larutan yang sangat asam dan merah-jingga pada pH 3,5
keatas. Daerah kerja NAS kira-kira pH 3 – 9. Kelatnya dengan Cu, Zn, dan Pb berwarna
kuning pucat, dan dengan beberapa ion logam lain kuning atau jingga pucat.
Penggunaan NAS cukup luas dan dianjurkan untuk tittrasi Cu, Co (II), Cd, Ni, Zn,.Al, dan
beberapa kation lain dengan EDTA. Dalm banyak penggunaannya, perlu atau membantu
sekali ditambahkan sedikit Cu (II) supaya bereaksi dengan indikator. Indikator-Cu ini baru
terurai kembali bila titrasi sudah selesai. Penambahan Cu (II) mendekati akhir titrasi, tanpa
Cu pun tampak perubahan warna dari jingga menjadi merah.
g. Pyrocatechol Violet
Indikator ini asam berbasa tiga, tetapi karena ion H+ pertama mengion hampir sempurna,
hanya dalam keadaan asam sekali terdapat dalam bentuk molekul bebas dengan warna merah.
Antara pH 2 dan 6 karena pengionan SO3H, berwarna kuning, antara pH 7 – 10 violet dan
diatas pH 10 warna purpur. Kebanyakan kelat logamnya berwarna biru, sehingga baik dipakai
pada pH 2 dan 6. Dengan indikator ini dapat ditentukan campuran Bi-Pb dengan jalan
menitrasi pertama pada pH 2 untuk Bi , terjadi warna biru menjadi kuning dan pH dinaikkan
menjadi 5, titirasi dilanjutkan untuk Pb dengan perubahan warna dari biru menjadi kuning.
h. Calcon
Calcon merupakan garam natrium dari Eriochrom Blue Black R, yang disebut juga
Pontachrome Blue Black R. Molekul indikator yang netral, H3In, berwana hijau dan hanya
terdapat dalam larutan asam kuat. Pada pH 7 warna menjadi merah sampai pH 10, lalu biru
sampai pH 13,5 dan diatas itu jingga.
Kelat calcon dengan logam berwarna merah dan sangat cocok untuk titrasi Ca pada pH 12,5 –
13 tanpa terganggu oleh Mg. Perubahan warna pada titik akhir titrasi dari warna merah ke
biru murni. Dengan indikator ini kesadahan air oleh Ca saja dapat ditentukan.
Indikator yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah:
a. Hitam eriokrom
Indikator ini peka terhadap perubahan kadar logam dan pH larutan. Pada pH 8 -10
senyawa ini berwarna biru dan kompleksnya berwarna merah anggur. Pada pH 5 senyawa itu
sendiri berwarna merah, sehingga titik akhir sukar diamati, demikian juga pada pH 12.
Umumnya titrasi dengan indikator ini dilakukan pada pH 10.
b. Jingga xilenol
Indikator ini berwarna kuning sitrun dalam suasana asam dan merah dalam suasana
alkali. Kompleks logam-jingga xilenol berwarna merah, karena itu digunakan pada titrasi
dalam suasana asam.
c. Biru Hidroksi Naftol
Indikator ini memberikan warna merah sampai lembayung pada daerah pH 12 –13
dan menjadi biru jernih jika terjadi kelebihan edetat.
Titrasi kompleksometri umumnya dilakukan secara langsung untuk logam yang dengan cepat
membentuk senyawa kompleks, sedangkan yang lambat membentuk senyawa kompleks
dilakukan titrasi kembali.
7. Indikator untuk Titrasi Khelometrik
Pada dasarnya indikator metalokhromik merupakan senyawa organik berwama, yang
membentuk khelat dengan ion logam. Khelatnya harus mempunyai warna lain dari warana
indikator bebasnya, dan jika suatu kosong indikator harus dihindari dan titik akhir yang
tajam diperoleh, maka indicator harus melepaskan ion logamnya kepada titran EDTA pada
suatu harga pM sangat dekat dengan titik ekivalen. Indicator metalokhromik biasa juga
mempunyai sifat asam-basa dan tanggap sebagai indikator pH maupun sebagai indikator
terhadap PM.
IV. TITRASI PENGENDAPAN
Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi presipitimetri seperti pada
Argentometri. Dalam Titrasi Argentometri dibedakan menjadi 3 macam cara berdasar
indikator yang dipakai untuk titik akhir titrasi, yaitu : cara Mohr, cara Fajans, dan cara
Volhard.
Jadi dalam tiga cara tersebut titrant masing-masing tertentu, indikator dan pH untuk cara
Mohr dan Volhard tertentu, sedang dalam cara Fajans tidak harus tertentu dan pH disesuaikan
dengan indikator.
TABEL INDIKATOR ADSORPSI
Indikator Titrasi Larutan
Fluorescein
Dichlorofluorescein
bromcresol green
eosin
methyl violet
rhodamin 6
thorin
bromphenol blue
orthochrome T
Cl- dengan Ag+
Cl- dengan Ag+
SCN- dengan Ag+
Br-, I-, SCN- dengan Ag+
Ag+ dengan Cl-
G Ag+ dengan Br
SO42- dengan Ba2+
Hg2+ dengan Cl-
Pb2+ dengan CrO42-
pH 7-8
pH 4
pH 4-5
pH 2
asam
HNO3 (0,3M)
pH 1,5-3,5
larutan 0,1 M
netral, larutan 0,02M
a. Indikator Argentometri Mohr
Indikator yang digunakan adalah K2CrO4 yang pada titik akhir titrasi bereaksi dengan larutan
titrant membentuk endapan yang berwarna merah bata.
K2CrO4 + 2 AgNO3 à 2 KNO3 + Ag2CrO4↓ (merah bata)
Konsentrasi CrO42- yang ditambahkan tidak sembarangan, tetapi harus dihitung berdasarkan
Ksp zat uji (misal AgCl) dan Ksp Ag2CrO4. Dalam penggunaan sesungguhnya, konsentrasi
0,0072 M terlalu besar karena warna K2CrO4 terlalu kuning sehingga mengakibatkan
perubahan warna pada titik akhir titrasi sulit dilihat. Maka harus pakai konsentrasi lebih
rendah dan tampaknya 0,0025 merupakan konsentrasi optimal. Tetapi karena diturunkan
maka perlu Ag+ > 1,33 x 10-5 untuk dapat menghasilkan endapan merah sebagai indikator.
Disamping itu masih diperlukan sejumlah AgNO3 lagi agar endapan cukup banyak dan
tampak. Untuk larutan 0,1 M tidak berpengaruh, tetapi untuk larutan encer berpengaruh
serius. Koreksinya berupa :
- Titrasi blanko dengan suspensi CaCO3 yang bebas Cl-
- Untuk analat yang berbeda perlu digunakan konsentrasi indikator yang berbeda.
Dalam Penggunaan K2CrO4 sebaiknya pH larutan dikoreksi agar berada pada pH netral atau
sedikit alkali. Bila pH rendah ion CrO42- sebagian berubah menjadi Cr2O72- oleh karena
disosiasi asam yang melepaskan ion H+ yang mana dapat mengurangi konsentrasi indikator
dan menyebabkan tidak timbul endapan atau terlambat menunjukkan titik akhir titrasi.
Dalam titrasi Argentometri ini penetapan kadar I- dan SCN- tidak dapat ditetapkan kadarnya
dengan cara ini, karena endapan AgI maupun AgSCN sangat kuat menyerap Kromat
sehingga hasilnya tidak memuaskan. Perak (Ag+) juga tidak dapat ditetepkan dengan cara ini
karena endapan perak kromat yang mula-mula terbentuk pada awal titrasi sukar dipecah.
Pengganggu dalam penggunaan indikator ini adalah adanya ion Pb++ dan Ba++ yang
mengendapkan ion CrO42- menjadi endapan yang berwarna kuning yang tidak larut oleh ion
Ag+berupa PbCrO4 dan BaCrO4 yang dapat mengurangi dan menggangu titik akhir titrasi.
Pb++ + CrO42 à¯PbCrO4
Ba++ + CrO42 à ¯BaCrO4
b. Indikator Argentometri Fajans
Indikator yang digunakan adalah indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi merupakan zat yang
dapat diserap pada permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Penyerapan
diatur pada titik ekivalen dengan memilih indikator dan pH larutan.
Cara kerja indikator adsoprsi ialah indikator ini asam lemah atau basa lemah organik yang
dapat membentuk endapan dengan perak. Misal Flurescein (HFl) pada penetapan Cl-. Dalam
larutan Fluorescein akan mengion :
Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan berwarna merah muda.
Karena Penyerapan terjadi pada permukaan dalam titrasi ini diusahakan agar permukaaan
endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warna juga tampak sejelas mungkin Maka
endapan harus berukuran koloid. Penyerapan terjadi apabila endapan yang koloid itu
bermuatan positif, dengan perkataan lain setelah sedikit kelebihan titrant ( ion Ag+ ).
Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi, endapan terdapat dalam lingkungan dimana masih
ada kelebihan ion X- dibanding dengan Ag+ ; maka endapan menyerap ion-ion X - sehingga
butiran-butiran koloid menjadi negatif. Makin lanjut titrasi dilakukan, makin kurang
kelebihan ion X- ; pada titik ekivalen semua X- diikat oleh Ag+, sehingga koloid jadi netral.
Setetes titrant menyebabkan kelebihan ion Ag+, sehingga koloid jadi positif, dan menarik ion
Fl- yang menyebabkan warna endapan mendadak menjadi merah muda. Pada waktu
bersamaan terjadi penggumpalan koloid, maka larutan yang semula keruh menjadi jernih atau
lebih jernih.
Titik akhir titrasi ini diketahui berdasarkan tiga macam perubahan, yaitu :
o Endapan yang semula putih menjadi merah muda dan endapan kelihatan menggumpal,
o Larutan yang semula keruh menjadi lebih jernih
o Larutan yang semula kuning hijau hampir – hampir tidak berwarna lagi.
Dari keseimbangan pengionan HFl terlihat bahwa konsentrasi Fl- akan sangat dipengaruhi
oleh pH , makin rendah pH makin mengarah kekiri keseimbangan tersebut dan makin kecil
konsentrasi Fl- . Bila jumlah Fl- terlalu kecil maka perubahan warna akan kurang jelas dan
titik akhir akan terlambat Kebanyakan indikator adsorbsi bersifat asam lemah maka
umumnya tidak dapat dipakai dalam larutan yang terlalu asam (misal HNO3 6N).
Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah, bahwa banyak diantara zat
warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka cahaya ( fotosensitifasi ) dan
menyebabkan endapan terurai. Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat, akurat
dan terpercaya . Sebaliknya penerapannnya agak terbatas karena memerlukan endapan
berbentuk koloid yang juga harus terbentuk dengan cepat.
c. Indikator Argentometri Volhard
Indikator yang digunakan dalam titrasi ini adalah indikator Fe3+ (Ferri Ammonium Nitrat).
Indikator ini bekerja berdasarkan pembentukan kompleks yang larut antara Fe3+ dengan ion
SCN- membentuk ion kompleks yang sangat kuat warnanya yaitu merah :
SCN+ + Fe3+ à Fe(SCN) ++ (merah)
Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak boleh sembarang karena titrant
bereaksi dengan titrat maupun indikator, sehingga kedua reaksi itu saling mempengaruhi.
Disamping itu bila konsentrasi indikator lebih besar dari 0,2 M warna asli kuningnya cukup
jelas sehingga menyulitkan pengamatan warna kompleks Fe(SCN)++ . Konsentrasi Fe3+ yang
umum digunakan dalam titrasi kira-kira 0,01 M. Dalam prakteknya, konsentrasi indikator
dapat lebih kecil lagi, karena ternyata tidak membawa kesalahan titrasi yang tidak terlalu
besar.
Pada penetapan kadar Iodida (I-), penambahan indikator Fe3+ dilakukan setelah Iodida
diendapkan sebagai AgI, agar tidak dioksidasi oleh Fe3+ menjadi Iodium.
2 Fe3+ + 2 I- à 2 Fe++ + I
Reaksi ini berlangsung karena kesanggupan Fe3+ untuk mereduksi / menerima elektron dari
Iodida, oleh sebab itu pada titrasi kembali hendaknya I- harus tepat habis diendapkan sebagai