Top Banner
TONSILITIS Pendahuluan Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatine yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu : tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatine (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring/Gerlach’s tonsil) Penyebaran infeksi melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak. Tonsilitis terbagi kepada 3 yaitu tonsillitis aku, tonsillitis membranosa dan tonsillitis kronis. Isi TONSILITIS AKUT a) Tonsillitis viral Gejala tonsillitis viral lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri tenggorokan. Penyebab yang paling sering adalah virus Epstein Barr. Haemophilus influenzae merupakan penyebab tonsillitis akut yang supuratif. Jika terjadi infeksi virus coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan pasien. Terapi Istirehat, minum yang cukup, analgetika, dan antivirus diberikan jika gejala berat. 1
41

Indikasi Tonsilektomi

Feb 09, 2016

Download

Documents

t
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Indikasi Tonsilektomi

TONSILITIS

Pendahuluan

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatine yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin

Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu : tonsil faringeal

(adenoid), tonsil palatine (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius

(lateral band dinding faring/Gerlach’s tonsil)

Penyebaran infeksi melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua

umur, terutama pada anak.

Tonsilitis terbagi kepada 3 yaitu tonsillitis aku, tonsillitis membranosa dan tonsillitis kronis.

Isi

TONSILITIS AKUT

a) Tonsillitis viral

Gejala tonsillitis viral lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri tenggorokan.

Penyebab yang paling sering adalah virus Epstein Barr. Haemophilus influenzae merupakan

penyebab tonsillitis akut yang supuratif. Jika terjadi infeksi virus coxschakie, maka pada

pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat

nyeri dirasakan pasien.

Terapi

Istirehat, minum yang cukup, analgetika, dan antivirus diberikan jika gejala berat.

b) Tonsillitis bakterial

Tonsilitis akut adalah radang akut pada tonsil akibat infeksi kuman.Tonsillitis akut ini lebih

disebabkan oleh kuman grup A Streptokokus beta hemolitik yang dikenali sebagai strept throat,

pneumokokus, Streptokokus viridian dan Streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan

epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit

polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus.

Detritus sendiri terdiri atas kumpulan leukosit polimorfonuklear, bakteri yang mati dan

epitel tonsil yang terlepas. Secara klinis detritus ini mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai

1

Page 2: Indikasi Tonsilektomi

bercak kuning. Tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Tonsilitis

akut dengan detritus yang menyatu lalu membentuk kanal-kanal disebut tonsilitis lakunaris.

Detritus dapat melebar dan membentuk membran semu (pseudomembran) yang menutupi

tonsil.

Gejala dan tanda

Masa inkubasi 2-4 hari. Gejala dan tanda-tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorokan

dan nyeri waktu menelan, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-

sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Rasa nyeri di telinga ini karena nyeri

alih (reffered pain) melalui saraf N. glosofaringeus (N. IX). Pada pemeriksaan tampak tonsil

membengkak, hiperemis, dan terdapat detritus berbentuk folikel, lacuna atau tertutup oleh

membrane semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan.

Terapi

Antibiotik spectrum lebar penisilin, eritromisin. Antipiretik dan obat kumur yang mengandung

desinfektan.

Komplikasi

Pada anak sering menimbulkan komplikasi otitis media akut, sinusitis, abses peritonsil (Quincy

throat), abses parafaring, bronchitis glomerulonifritis akut, miokarditis, arthritis serta septikemia

diakibat infeksi V. Jugalaris interna (Sindrom Lemirre)

Akibat hipertrofi tonsil akan menyebabkan pasien bernapas melalui mulut, tidur mendengkur

(ngorok), gangguan tidur karena terjadinya sleep apnea yang dikenal sebagai Obstructive Sleep

Apnea Syndrome (OSAS).

TONSILITIS MEMBRANOSA

a) Tonsilitis difteri

Penyebab penyakit ini adalah Corynebacterium diphteriae yaitu suatu bakteri gram positif

pleomorfik penghuni saluran pernapasan atas yaitu hidung, faring dan laring. Tonsillitis

difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi

pada usia 2-5 tahun walaupun pada orang dewasa masih mungkin menderita penyakit ini.

Gejala dan tanda

Terbagi kepada 3 golongan utama yaitu:

2

Page 3: Indikasi Tonsilektomi

i) Gejala umum

Kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris

Nyeri kepala

Tidak nafsu makan

Badan lemah

Nadi lambat

Nyeri menelan

ii) Gejala local

Tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin

meluas dan membentuk satu membrane semu. Membrane meluas ke

palatum mole, uvula, nasofaring, laring, trakea, dan bronkus dan dapat

menyumbat saluran napas. Membrane melekat erat pada dasarnya,

sehingga bila diangkat akan mudah berdarah.

Bila infeksi berjalan terus, kelenjar limfe leher akan membengkak

menyerupai leher sapi (bull neck) atau disebut juga Burgemeester’s hals

iii) Gejala akibat eksotoksin

Kerusakan jaringan tubuh

- Miokarditis sampai decompensatio cordis

Kerusakan saraf cranial

- Kelumpuhan otot palatum

- Kelumpuhan otot-otot pernapasan

Albuminuria pada ginjal

Diagnosis

Diagnosis tonsillitis difteri ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan pemeriksaan

preparat langsung kuman yang diambil dan permukaan bawah membrane semu dan

didapatkan kuman Corynebacterium diphteriae.

Terapi

Anti Difteri Serum(ADS) diberikan segera tanpa menunggu hasil kultur dengan dosis 20.000-

100.000 unit tergantung dari umur dan beratnya penyakit.

3

Page 4: Indikasi Tonsilektomi

Antibiotik penisilin atau eritromisin 25-50 mg per kg berat badan dibagi dalam 3dosis selama

14 hari.

Kortikosteroid 1,2 mg per kg berat badan per hari. Antipiretik untuk simtomatis. Karena

penyakit menular, pasien harus diisolasi. Perawatan harus istirahat di tempat tidur selama 2-

3 minggu.

Komplikasi

Laryngitis difteri dan berlangsung cepat, membrane semu menjalar ke laring

dan menyebabkan gejala sumbatan. Makin muda usia pasien makin cepat

timbul komplikasi ini.

Miokarditis mengakibatkan payah jantung atau decompensasio cordis

Kelumpuhan otot palatum mole, otot mata untuk akomodasi, otot faring serta

otot laring sehingga menimbulkan kesulitan menelan, suara parau dan

kelumpuhan otot-otot pernapasan

Albuminuria akibat komplikasi ke ginjal

b) Tonsillitis septic

Penyebab dari tonsillitis ini adalah Streptokokus hemolitikus yang terdapat dalam susu sapi

sehingga dapat timbul epidemic. Oleh karena itu perlu adanya pasteurisasi sebelum

mengkonsumsi susu sapi tersebut.

c) Angina Plaut Vincent (stomatitis ulsero membranosa)

Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema yang didapatkan pada

penderita dengan hiegine mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C.

Gejala

Penyakit ini biasanya ditandai dengan demam sampai 39o celcius, nyeri kepala, badan

lemah, dan terkadang terdapat gangguan pencernaan. Rasa nyeri di mulut, hipersalivasi,

gigi, dan gusi mudah berdarah.

Pemeriksaan

Mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak membrane putih keabuan di atas tonsil, uvula,

dinding faring, gusi serta prosesus alveolaris, mulut berbau dan kelenjar submanibula

membesar.

Terapi

4

Page 5: Indikasi Tonsilektomi

Memperbaiki hygiene mulut, antibiotika spectrum lebar selama 1 minggu, juga pemberian

vitamin C dan B kompleks.

d) Penyakit kelainan darah

Tidak jarang tanda pertama leukimia akut, angina agranulositosis dan infeksi mononukleosis

timbul di faring atau tonsil yang tertutup membran semu. Kadang-kadang terdapat

perdarahan selaput lendir mulut dan faring dan pembesaran kelenjar submandibula.

Leukimia akut

Gejala pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di mukosa mulut, gusi dan di bawah

kulit sehingga kulit tampak bercak kebiruan. Tonsil membengkak ditutupi membran semu

tetapi tidak hiperemis dan rasa nyeri yang hebat di tenggorok.

Angina agranulositosis

Penyebab ialah akibat keracunan obat dari golongan amidopirin, sulfa, dan arsen. Pada

pemeriksaan tampak ulkus di mukosa mulut dan faring dan di sekitar ulkus tampak gejala

radang. Ulkus ini juga dapat ditemukan di genitalia dan saluran cerna.

Infeksi mononukleosis

Pada penyakit ini terjadi tonsilo faringitis ulsero membranosa bilateral. Membran semu yang

menutupi ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan. Terdapat pembesaran kelenjar

limfe leher ketiak dan regio inguinal. Gambaran darah khas yaitu terdapat leukosit

mononukleosis dalam jumlah besar. Tanda khas yang lain ialah kesanggupan serum pasien

untuk beraglutinasi terhadap sel darah merah domba ( reaksi Paul Bunnel )

TONSILITIS KRONIK

Bakteri penyebab tonsillitis kronis sama halnya dengan tonsillitis akut , namun terkadang bakteri

berubah menjadi bakteri golongan Gram negatif. Faktor disposisinya adalah rangsangan yang menahun

dari rokok, beberapa jenis makanan, higine mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan

pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat.

Patologi

Karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jarinagn limfoid terkikis, sehingga pada

proses penyembuhan jaringan limfoid diganti dengan jaringan parut yang akan mengalami pengerutan

sehingga kripti melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi oleh detritus.proses ini meluas sehingga

5

Page 6: Indikasi Tonsilektomi

menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fosa

tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submandibula.

Gejala dan Tanda

Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan

beberapa kripti terisis oleh dendrites. Rasa ada yang mengganjal di tenggorok, dirasakan kering di

tenggorok dan napas berbau.

Terapi

Terapi local ditujukan pada hygiene mulut dengan berkumur atau obat isap.

Komplikasi

Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa rhinitis kronik, sinusitis

atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan

dapat timbul endokarditis, arthritis, miositis, nefritis,uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria

dan furunkulosis.

Derajat Pembesaran Tonsil

T0 : Post tonsilektomi

T1 : Tonsil berada dalam fossa tonsil

T2 : Tonsil sudah melewati fossa tonsil tapi masih berada diantara garis

khayal yang terbentuk antara fossa tonsil dan uvula ( Paramedian line )

T3 : Tonsil sudah melewati Paramedian line dan menyentuh uvula

T4 :Tonsil sudah melewati garis median

Indikasi Tonsilektomi

Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat perbedaan

prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini. Dulu tonsilektomi

6

Page 7: Indikasi Tonsilektomi

diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat ini, indikasi yang lebih utama

adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil.

Untuk keadaan emergency seperti adanya obstruksi saluran napas, indikasi tonsilektomi

sudah tidak diperdebatkan lagi (indikasi absolut). Namun, indikasi relatif tonsilektomi pada

keadaan non emergency dan perlunya batasan usia pada keadaan ini masih menjadi

perdebatan. Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa usia tidak menentukan boleh tidaknya

dilakukan tonsilektomi.

Indikasi Absolut

a. Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat,

gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner

b. Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase

c. Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam

d. Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi

Indikasi Relatif

a. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik adekuat

b. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis

c. Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik dengan

pemberian antibiotik β-laktamase resisten

d. Pada keadaan tertentu seperti pada abses peritonsilar (Quinsy), tonsilektomi dapat

dilaksanakan bersamaan dengan insisi abses.

e. Saat mempertimbangkan tonsilektomi untuk pasien dewasa harus dibedakan apakah

mereka mutlak memerlukan operasi tersebut atau hanya sebagai kandidat. Dugaan

keganasan dan obstruksi saluran nafas merupakan indikasi absolut untuk tonsilektomi.

Tetapi hanya sedikit tonsilektomi pada dewasa yang dilakukan atas indikasi tersebut,

kebanyakan karena infeksi kronik. Akan tetapi semua bentuk tonsilitis kronik tidak sama,

gejala dapat sangat sederhana seperti halitosis, debris kriptus dari tonsil (“cryptic

tonsillitis”) dan pada keadaan yang lebih berat dapat timbul gejala seperti nyeri telinga

dan nyeri atau rasa tidak enak di tenggorok yang menetap. Indikasi tonsilektomi

7

Page 8: Indikasi Tonsilektomi

mungkin dapat berdasarkan terdapat dan beratnya satu atau lebih dari gejala tersebut

dan pasien seperti ini harus dipertimbangkan sebagai kandidat untuk tonsilektomi

karena gejala tersebut dapat mempengaruhi kualitas hidup walaupun tidak mengancam

nyawa.

The American Academy of Otolaryngology- Head and neck Surgery Clinical Indicators

Compedium tahun 1995 menetapkan: 1

1. Serangan tonsilitis lebih tiga kali per tahun dengan terapi antibiotik adekuat

2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan

pertumbuhan orofasial.

3. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan napas,

sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara dan cor pulmonale.

4. Rhinitis dan sinusitis yang kronik, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil

hilang dengan pengobatan.

5. Napas bau yang tidak hilang dengan pengobatan.

6. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A streptococcus beta

hemolyticus.

7. Hipertrofi kelenjar tonsil yang dicurigai tumor.

8. Otitis media efusa/ otitis media supuratif.

Kontraindikasi

Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi, namun bila

sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap memperhitungkan

imbang “manfaat dan risiko”. Keadaan tersebut adalah:

Gangguan perdarahan

Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat

Anemia

Infeksi akut yang berat

Persiapan Praoperasi

1. Penilaian Praoperasi

8

Page 9: Indikasi Tonsilektomi

Mengingat tonsilektomi umumnya dilakukan di bawah anestesi umum, maka kondisi

kesehatan pasien terlebih dahulu harus dievaluasi untuk menyatakan kelayakannya menjalani

operasi tersebut. Karena sebagian besar pasien yang menjalani tonsilektomi adalah anak-anak

dan sisanya orang dewasa, diperlukan keterlibatan dan kerjasama dokter umum, dokter

spesialis anak dan dokter spesialis penyakit dalam untuk memberikan penilaian preoperasi

terhadap pasien. Penilaian preoperasi pada pasien rawat jalan dapat mengurangi lama

perawatan di rumah sakit dan meminimalkan pembatalan atau penundaan operasi (American

Family Physician).

a. Anamnesis dan Rekam Medik

Riwayat kesehatan.

Adanya penyulit seperti asma, alergi, epilepsi, kelainan maksilofasial pada

anak dan pada orang dewasa asma, kelainan paru, diabetes melitus,

hipertensi, epilepsi, dll.

Riwayat kelahiran (trauma lahir, berat dan usia kelahiran), imunisasi, infeksi

terakhir terutama infeksi saluran napas khususnya pneumonia, Penyakit kronik

terutama paru-paru dan jantung, kelainan anatomi, obat yang sedang dan

pernah digunakan beserta dosisnya.

Riwayat operasi terdahulu dan riwayat anestesi

b. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum

Status gizi: malnutrisi

Penilaian jantung dan paru: peningkatan tekanan darah, murmur pada

jantung, tanda-tanda gagal jantung kongestif dan penyakit paru obstruktif

menahun.

Perlu perhatian khusus terutama bagi dokter spesialis THT untuk pasien

dengan penyulit berupa kelainan anatomis, kelainan kongenital di daerah

orofaring dan kelainan fungsional. Pada pasien ini, kelainan yang telah ada

9

Page 10: Indikasi Tonsilektomi

dapat menyulitkan proses operasi. Selain itu penting untuk

mendokumentasikan semua temuan pemeriksaan fisik dalam rekam medik

c. Pemeriksaan Penunjang2

Berdasarkan hasil kajian HTA Indonesia 2003 tentang persiapan rutin

prabedah elektif, maka pemeriksaan penunjang yang direkomendasikan untuk

tonsilektomi adalah sebagai berikut:

1) Pemeriksaan darah tepi: Hb, Ht, leukosit, hitung jenis, trombosit

2) Pemeriksaan hemostasis: BT/CT, PT/APTT

d. Informed consent2

Informed consent perlu diberikan kepada pasien sehubungan dengan risiko dan

komplikasi yang potensial akan dialami pasien.

e. Persiapan praoperasi2

Puasa harus dilakukan sebelum operasi dilakukan. Lama puasa dapat dilihat pada tabel

2, berdasarkan umur pasien.

2. Penilaian Praanestesia

Penilaian preanestesia (preanesthesia evaluation) merupakan proses evaluasi/penilaian klinis

yang dilakukan sebelum melaksanakan pelayanan anestesi baik untuk prosedur bedah maupun

nonbedah. Penilaian preanestesi ini merupakan tanggung jawab dokter ahli anestesia dan

terdiri dari:18

a. Anamnesis dan Evaluasi rekam medik

Mengetahui keadaan kesehatan pasien akan sangat bermanfaat dalam mengetahui

riwayat kesehatan dan penyakit yang pernah atau sedang diderita pasien. Terutama

adanya infeksi saluran pernapasan atas yang dapat mengganggu manajemen anestesi.

10

Page 11: Indikasi Tonsilektomi

Sehingga dapat dilakukan pelayanan anestesi yang baik dan persiapan untuk

mengantisipasi kemungkinan komplikasi yang mungkin akan dihadapi dokter anestesi

yang bersangkutan. Beberapa studi menyatakan bahwa terdapat kondisi-kondisi

tertentu yang didapatkan dengan anamnesis disamping data dari rekam medik.

b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik minimum: evaluasi jalan napas, test Malampatti untuk feasibility

intubasi, evaluasi paru-paru, jantung dan catatan mengenai tanda vital pasien. Penilaian

praanestesia dilakukan sebelum pelaksanaan operasi.

c. Tes praoperasi

Tes yang dilakukan sebelum operasi terdiri dari tes rutin dan tes yang dilakukan atas

dasar indikasi tertentu.

Definisi TonsilektomiTonsilektomi didefinisikan sebagai operasi pengangkatan seluruh tonsil palatina.

Tonsiloadenoidektomi adalah pengangkatan tonsil palatina dan jaringan limfoid di nasofaring yang

dikenal sebagai adenoid atau tonsil faringeal.

Epidemiologi

Tonsilektomi merupakan prosedur operasi yang praktis dan aman, namun hal ini bukan berarti

tonsilektomi merupakan operasi minor karena tetap memerlukan keterampilan dan ketelitian yang

tinggi dari operator dalam pelaksanaannya. Di AS karena kekhawatiran komplikasi, tonsilektomi

digolongkan pada operasi mayor. Di Indonesia, tonsilektomi digolongkan pada operasi sedang karena

durasi operasi pendek dan teknik tidak sulit.

Di Indonesia, data nasional mengenai jumlah operasi tonsilektomi atau tonsiloadenoidektomi

belum ada. Namun, data yang didapatkan dari RSUPNCM selama 5 tahun terakhir (1999-2003)

menunjukkan kecenderungan penurunan jumlah operasi tonsilektomi. Fenomena ini juga terlihat pada

jumlah operasi tonsiloadenoidektomi dengan puncak kenaikan pada tahun kedua (275 kasus) dan terus

menurun sampai tahun 2003 (152 kasus).10 Sedangkan data dari rumah sakit Fatmawati dalam 3 tahun

terakhir (2002-2004) menunjukkan kecenderungan kenaikan jumlah operasi tonsilektomi dan

penurunan jumlah operasi tonsiloadenoidektomi.

11

Page 12: Indikasi Tonsilektomi

Teknik Operasi Tonsilektomi

Di Indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan saat ini adalah teknik Guillotine dan

diseksi.

1. Guillotine

Tonsilektomi cara guillotine dikerjakan secara luas sejak akhir abad ke 19, dan dikenal sebagai

teknik yang cepat dan praktis untuk mengangkat tonsil. Tonsilotom modern atau guillotine dan

berbagai modifikasinya merupakan pengembangan dari sebuah alat yang dinamakan

uvulotome. Uvulotome merupakan alat yang dirancang untuk memotong uvula yang

edematosa atau elongasi. Hingga kini, di UK tonsilektomi cara guillotine masih banyak

digunakan. Hingga dikatakan bahwa teknik Guillotine merupakan teknik tonsilketomi tertua

yang masih aman untuk digunakan hingga sekarang. Negara-negara maju sudah jarang yang

melakukan cara ini, namun di beberapa rumah sakit masih tetap dikerjakan. Di Indonesia,

terutama di daerah masih lazim dilkukan cara ini dibandingkan cara diseksi. Kepustakaan lama

menyebutkan beberapa keuntungan teknik ini yaitu cepat, komplikasi anestesi kecil, biaya kecil.

Teknik :

Posisi pasien telentang anestesi umum.Operatordisisi kanan berhadapan dengan pasien.

Setelah relaksasi sempurna otot faring dan mulut, mulut difiksasi dengan pembuka

mulut.Lidah ditekan dengan spatula.

Untuk tonsil kanan, alat guillotine dimasukkan ke dalam mulut melalui sudut kiri.

Ujung alat diletakkan diantara tonsil dan pilar posterior, kemudian kutub bawah tonsil

dimasukkan ke dalam lubang guillotine.

Dengan jari telunjuk tangan kiri pilar anterior ditekan sehingga seluruh jaringan

tonsilmasuk ke dalam lubang guillotine.

Picu alat ditekan, pisau akan menutup lubang hingga tonsil terjepit.

Setelah diyakini seluruh tonsil masuk dan terjepit dalam lubang guillotine, dengan bantu

an jari, tonsil dilepaskan dari jaringan sekitarnya dan diangkat keluar.

Perdarahan dirawat.

12

Page 13: Indikasi Tonsilektomi

Keuntungan :

dikenal sebagai cara yang cepat dan praktis,

komplikasi anestesi kecil

biaya lebih murah

Kerugian :

sering terdapat sisa dari tonsil karena tidak seluruhnya terangkat

dapat timbul perdarahan yang hebat

2. Diseksi

Kebanyakan tonsilektomi saat ini dilakukan dengan metode diseksi. Hanya sedikit ahli THT yang

secara rutin melakukan tonsilektomi dengan teknik Sluder. Di negara-negara Barat, terutama

sejak para pakar bedah mengenal anestesi umum dengan endotrakeal pada posisi Rose yang

mempergunakan alat pembuka mulut Davis, mereka lebih banyak mengerjakan tonsilektomi

dengan cara diseksi. Cara ini juga banyak digunakan pada pasien anak. Walaupun telah ada

modifikasi teknik dan penemuan peralatan dengan desain yang lebih baik untuk tonsilektomi,

prinsip dasar teknik tonsilektomi tidak berubah. Pasien menjalani anestesi umum (general

endotracheal anesthesia). Teknik operasi meliputi: memegang tonsil, membawanya ke garis

tengah, insisi membran mukosa, mencari kapsul tonsil, mengangkat dasar tonsil dan

mengangkatnya dari fossa dengan manipulasi hati-hati. Lalu dilakukan hemostasis dengan

elektokauter atau ikatan. Selanjutnya dilakukan irigasi pada daerah tersebut dengan salin.

Bagian penting selama tindakan adalah memposisikan pasien dengan benar dengan mouth gag

pada tempatnya. Lampu kepala digunakan oleh ahli bedah dan harus diposisikan serta dicek

fungsinya sebelum tindakan dimulai. Mouth gag diselipkan dan bilah diposisikan sehingga pipa

endotrakeal terfiksasi aman diantara lidah dan bilah. Mouth gag paling baik ditempatkan

dengan cara membuka mulut menggunakan jempol dan 2 jari pertama tangan kiri, untuk

mempertahankan pipa endotrakeal tetap di garis tengah lidah. Mouth gag diselipkan dan

didorong ke inferior dengan hati-hati agar ujung bilah tidak mengenai palatum superior sampai

tonsil karena dapat menyebabkan perdarahan. Saat bilah telah berada diposisinya dan pipa

13

Page 14: Indikasi Tonsilektomi

endotrakeal dan lidah di tengah, wire bail untuk gigi atas dikaitkan ke gigi dan mouth gag

dibuka. Tindakan ini harus dilakukan dengan visualisasi langsung untuk menghindarkan

kerusakan mukosa orofaringeal akibat ujung bilah. Setelah mouth gag dibuka dilakukan

pemeriksaan secara hati-hati untuk mengetahui apakah pipa endotrakeal terlindungi adekuat,

bibir tidak terjepit, sebagian besar dasar lidah ditutupi oleh bilah dan kutub superior dan

inferior tonsil terlihat. Kepala di ekstensikan dan mouth gag dielevasikan. Sebelum memulai

operasi, harus dilakukan inspeksi tonsil, fosa tonsilar dan palatum durum dan molle.

Mouth gag yang dipakai sebaiknya dengan bilah yang mempunyai alur garis tengah untuk

tempat pipa endotrakeal (ring blade). Bilah mouth gag tersedia dalam beberapa ukuran. Anak

dan dewasa (khususnya wanita) menggunakan bilah no. 3 dan laki-laki dewasa memerlukan

bilah no. 4. Bilah no. 2 jarang digunakan kecuali pada anak yang kecil. Intubasi nasal trakea

lebih tepat dilakukan dan sering digunakan oleh banyak ahli bedah bila tidak dilakukan

adenoidektomi.

Keuntungan:perdarahan pasca operasi minimal ,dapat mengangkat seluruh jaringan tonsil

Kerugian :

a)nyeri hebat pasca-operasi

b) durasi operasi lebih lama

c)nyeri pascaoperasi yang signifikan akibat digunakannya elektrokauter untuk hemostasis

d) resiko perdarahan intraoperatif tinggi

Berbagai teknik diseksi baru telah ditemukan dan dikembangkan disamping teknik diseksi

standar, yaitu:

1. Electrosurgery (Bedah listrik)

Awalnya, bedah listrik tidak bisa digunakan bersama anestesi umum, karena mudah memicu

terjadinya ledakan. Namun, dengan makin berkembangnya zat anestetik yang nonflammable

dan perbaikan peralatan operasi, maka penggunaan teknik bedah listrik makin meluas. Pada

14

Page 15: Indikasi Tonsilektomi

bedah listrik transfer energi berupa radiasi elektromagnetik (energi radiofrekuensi) untuk

menghasilkan efek pada jaringan. Frekuensi radio yang digunakan dalam spektrum

elektromagnetik berkisar pada 0.1 hingga 4 MHz. Penggunaan gelombang pada frekuensi ini

mencegah terjadinya gangguan konduksi saraf atau jantung. Pada teknik ini elektroda tidak

menjadi panas, panas dalam jaringan terbentuk karena adanya aliran baru yang dibuat dari

teknik ini. Teknik ini menggunakan listrik 2 arah (AC) dan pasien termasuk dalam jalur listrik

(electrical pathway). Teknik bedah listrik yang paling paling umum adalah monopolar blade,

monopolar suction, bipolar dan prosedur dengan bantuan mikroskop. Tenaga listrik dipasang

pada kisaran 10 sampai 40 W untuk memotong, menyatukan atau untuk koagulasi. Bedah listrik

merupakan satu-satunya teknik yang dapat melakukan tindakan memotong dan hemostase

dalam satu prosedur. Dapat pula digunakan sebagai tambahan pada prosedur operasi lain.

2. Radiofrekuensi

Pada teknik radiofrekuensi, elektroda disisipkan langsung ke jaringan. Densitas baru di sekitar

ujung elektroda cukup tinggi untuk membuat kerusakan bagian jaringan melalui pembentukan

panas. Selama periode 4-6 minggu, daerah jaringan yang rusak mengecil dan total volume

jaringan berkurang. Pengurangan jaringan juga dapat terjadi bila energi radiofrekuensi

diberikan pada medium penghantar seperti larutan salin. Partikel yang terionisasi pada daerah

ini dapat menerima cukup energi untuk memecah ikatan kimia di jaringan. Karena proses ini

terjadi pada suhu rendah (400C-700C), mungkin lebih sedikit jaringan sekitar yang rusak. Alat

radiofrekuensi yang paling banyak tersedia yaitu alat Bovie, Elmed Surgitron system (bekerja

pada frekuensi 3,8 MHz), the Somnus somnoplasty system (bekerja pada 460 kHz), the

ArthroCare coblation system dan Argon plasma coagulators. Dengan alat ini, jaringan tonsil

dapat dibuang seluruhnya, ablasi sebagian atau berkurang volumenya. Penggunaan teknik

radiofrekuensi dapat menurunkan morbiditas tonsilektomi. Namun masih diperlukan studi yang

lebih besar dengan desain yang baik untuk mengevaluasi keuntungan dan analisa biaya dari

teknik ini.

3. Skalpel harmonik

15

Page 16: Indikasi Tonsilektomi

Skalpel harmonik menggunakan teknologi ultrasonik untuk memotong dan mengkoagulasikan

jaringan dengan kerusakan jaringan minimal. Teknik ini menggunakan suhu yang lebih rendah

dibandingkan elektrokauter dan laser. Dengan elektrokauter atau laser, pemotongan dan

koagulasi terjadi bila temperatur sel cukup tinggi untuk tekanan gas dapat memecah sel

tersebut (biasanya 1500C-4000C), sedangkan dengan skalpel harmonik temperatur disebabkan

oleh friksi jauh lebih rendah (biasanya 500C -1000C). Sistim skalpel harmonik terdiri atas

generator 110 Volt, handpiece dengan kabel penyambung, pisau bedah dan pedal kaki. Alatnya

memiliki 2 mekanisme memotong yaitu oleh pisau tajam yang bergetar dengan frekuensi 55,5

kHz sejauh lebih dari 80 μm (paling penting), dan hasil dari pergerakan maju mundur yang cepat

dari ujung pemotong saat kontak dengan jaringan yang menyebabkan peningkatan dan

penurunan tekanan jaringan internal, sehingga menyebabkan fragmentasi berongga dan

pemisahan jaringan. Koagulasi muncul ketika energi mekanik ditransfer kejaringan, memecah

ikatan hidrogen tersier menjadi protein denaturasi dan melalui pembentukan panas dari friksi

jaringan internal akibat vibrasi frekuensi tinggi. Skalpel harmonik memiliki beberapa

keuntungan dibanding teknik bedah lain, yaitu:

Dibandingkan dengan elektrokauter atau laser, kerusakan akibat panas minimal karena proses

pemotongan dan koagulasi terjadi pada temperatur lebih rendah dan charring, desiccation

(pengeringan) dan asap juga lebih sedikit. Tidak seperti elektrokauter, skalpel harmonik tidak

memiliki energi listrik yang ditransfer ke atau melalui pasien, sehingga tidak ada stray energi

(energi yang tersasar) yang dapat menyebabkan shock atau luka bakar.

Dibandingkan teknik skalpel, lapangan bedah terlihat jelas karena lebih sedikit perdarahan,

perdarahan pasca operasi juga minimal.

Dibandingkan dengan teknik diseksi standar dan elektrokauter, teknik ini mengurangi nyeri

pascaoperasi.

Teknik ini juga menguntungkan bagi pasien terutama yang tidak bisa mentoleransi kehilangan

darah seperti pada anak-anak, pasien dengan anemia atau defisiensi faktor VIII dan pasien yang

mendapatkan terapi antikoagulan.

4. Coblation

16

Page 17: Indikasi Tonsilektomi

Teknik coblation juga dikenal dengan nama plasma-mediated tonsillar ablation, ionised field

tonsillar ablation; radiofrequency tonsillar ablation; bipolar radiofrequency ablation; cold

tonsillar ablation. Teknik ini menggunakan bipolar electrical probe untuk menghasilkan listrik

radiofrekuensi (radiofrequency electrical) baru melalui larutan natrium klorida. Keadaan ini

akan menghasilkan aliran ion sodium yang dapat merusak jaringan sekitar. Coblation probe

memanaskan jaringan sekitar lebih rendah dibandingkan probe diatermi standar (suhu 600C

(45-850C) dibanding lebih dari 1000C). National Institute for clinical excellence menyatakan

bahwa efikasi teknik coblation sama dengan teknik tonsilektomi standar tetapi teknik ini

bermakna mengurangi rasa nyeri, tetapi komplikasi utama adalah perdarahan.

5. Intracapsular partial tonsillectomy

Intracapsular tonsillectomy merupakan tonsilektomi parsial yang dilakukan dengan

menggunakan mikrodebrider endoskopi. Meskipun mikrodebrider endoskopi bukan merupakan

peralatan ideal untuk tindakan tonsilektomi, namun tidak ada alat lain yang dapat menyamai

ketepatan dan ketelitian alat ini dalam membersihkan jaringan tonsil tanpa melukai kapsulnya.

Pada tonsilektomi intrakapsular, kapsul tonsil disisakan untuk menghindari terlukanya otot-otot

faring akibat tindakan operasi dan memberikan lapisan “pelindung biologis” bagi otot dari

sekret. Hal ini akan mencegah terjadinya perlukaan jaringan dan mencegah terjadinya

peradangan lokal yang menimbulkan nyeri, sehingga mengurangi nyeri pasca operasi dan

mempercepat waktu pemulihan. Jaringan tonsil yang tersisa akan meningkatkan insiden

tonsillar regrowth. Tonsillar regrowth dan

6. Laser (CO2-KTP)

Laser tonsil ablation (LTA) menggunakan CO2 atau KTP (Potassium Titanyl Phospote) untuk

menguapkan dan mengangkat jaringan tonsil. Teknik ini mengurangi volume tonsil dan

menghilangkan „recesses‟ pada tonsil yang meyebabkan infeksi kronik dan rekuren. LTA

dilakukan selama 15-20 menit dan dapat dilakukan di poliklinik dengan anestesi lokal. Dengan

teknik ini nyeri pascaoperasi minimal, morbiditas menurun dan kebutuhan analgesia

17

Page 18: Indikasi Tonsilektomi

pascaoperasi berkurang. Tekhnik ini direkomendasikan untuk tonsilitis kronik dan rekuren, sore

throat kronik, halitosis berat atau obstruksi jalan nafas yang disebabkan pembesaran tonsil.

KOMPLIKASI

Tonsilektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan dengan anestesi umum maupun lokal,

sehingga komplikasi yang ditimbulkannya merupakan gabungan komplikasi tindakan bedah dan

anestesi. Sekitar 1: 15.000 pasien yang menjalani tonsilektomi meninggal baik akibat

perdarahan maupun komplikasi anestesi dalam 5-7 hari setelah operasi.

Komplikasi anestesi

Komplikasi terkait anestesi terjadi pada 1:10.000 pasien yang menjalani tonsilektomi dan

adenoidektomi (brookwood ent associates). Komplikasi ini terkait dengan keadaan status

kesehatan pasien. Adapun komplikasi yang dapat ditemukan berupa:

Laringospasme

Gelisah pasca operasi

Mual muntah

Kematian saat induksi pada pasien dengan hipovolemi

Induksi intravena dengan pentotal bisa menyebabkan hipotensi dan henti jantung

Hipersensitif terhadap obat anestesi

Komplikasi bedah

a) Perdarahan

Merupakan komplikasi tersering (0,1-8,1% dari jumlah kasus). Perdarahan dapat terjadi

selama operasi, segera sesudah operasi atau di rumah. Perdarahan yang terjadi dalam

24 jam pertama dikenal sebagai early bleeding, perdarahan primer atau “ reactionary

haemorrage” dengan kemungkinan penyebabnya adalah hemostasis yang tidak adekuat

selama operasi. Umumnya terjadi dalam 8 jam pertama. Perdarahn primer ini sangat

berbahaya, karena terjadi sewaktu pasien masih dalam pengaruh anestesi dan refleks

batuk belum sempurna. Darah dapat menyumbat sehingga terjadi asfiksia. Perdarahan

18

Page 19: Indikasi Tonsilektomi

dapat menyebabkan keadaan hipovolemik bahkan syok. Perdarahan yang terjadi

setelah 24 jam disebut dengan late/delayed bleeding atau perdarahan sekunder.

Umumnya terjadi pada hari ke 5-10 pascabedah. Perdarahan sekunder ini jarang terjadi,

hanya sekitar 1%. Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, bisa karena infeksi

sekunder pada fosa tonsilar yang menyebabkan kerusakan pembuluh darah dan

perdarahan dan trauma makanan yang keras.

b) Nyeri

Nyeri pascaoperasi muncul karena kerusakan mukosa dan serabut saraf glosofaringeus

atau vagal, inflamasi dan spasme otot faringeus yang menyebabkan iskemia dan siklus

nyeri berlanjut sampai otot diliputi kembali oleh mukosa, biasanya 14-21 hari setelah

operasi. Nyeri tenggorok muncul pada hampir semua pasien pascatonsilektomi.

Penggunaan elektrokauter menimbulkan nyeri lebih berat dibandingkan teknik “ cold”

diseksi dan teknik jerat. Nyeri pascabedah bisa dikontrol dengan pemberian analgesik.

Jika pasien mengalami nyeri saat menelan, maka akan terdapat kesulitan dalam asupan

oral yang meningkatkan risiko terjadinya dehidrasi. Bila hal ini tidak ditangani di rumah,

perawatan dirumah sakit untuk pemberian cairan intravena dibutuhkan.

c) Komplikasi lain

Dehidrasi, demam, kesulitan bernapas, aspirasi, otalgia, pembengkakan uvula,

insufisiensi velopharingeal, stenosis faring, lesi di bibir, lidah, gigi dan pneumonia.

Komplikasi tonsilektomi dapat terjadi saat pembedahan atau pasca bedah. Komplikasi saat

pembedahan dapat berupa perdarahan dan trauma akibat alat. Jumlah perdarahan selama

pembedahan tergantung pada keadaan pasien dan faktor operatornya sendiri. Perdarahan

mungkin lebih banyak bila terdapat jaringan parut yang berlebihan atau adanya infeksi akut

seperti tonsilitis akut atau abses peritonsil. Pada operator yang lebih berpengalaman dan

terampil, kemungkinan terjadi manipulasi trauma dan kerusakan jaringan lebih sedikit sehingga

perdarahan juga akan sedikit. Perdarahan yang terjadi karena pembuluh darah kapiler atau

19

Page 20: Indikasi Tonsilektomi

vena kecil yang robek umumnya berhenti spontan atau dibantu dengan tampon tekan.

Perdarahan yang tidak berhenti spontan atau berasal dari pembuluh darah yang lebih besar,

dihentikan dengan pengikatan atau dengan kauterisasi. Bila dengan cara ini tidak menolong,

maka pada fosa tonsil diletakkan tampon atau gelfoam, kemudian pilar anterior dan pilar

posterior dijahit. Bila juga masih gagal, dapat dilakukan ligasi arteri karotis eksterna. Trauma

akibat alat umumnya berupa kerusakan jaringan disekitarnya seperti kerusakan jaringan

dinding belakang faring, bibir terjepit, gigi patah atau dislokasi sendi temporomandibula saat

pemasangan alat pembuka mulut. Komplikasi pasca bedah dapat digolongkan berdasarkan

waktu yaitu:

I. Immediate Complication

Immediate complication pasca bedah dapat berupa perdarahan dan komplikasi yang

berhubungan dengan anestesi. Perdarahan segera atau juga disebut perdarahan primer

adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama pasca bedah. Keadaan ini cukup

berbahaya karena pasien masih dipengaruhi obat bius dan refleks batuk belum

sempurna hingga darah dapat menyumbat jalan napas menyebabkan asfiksi. Asfiksi

inilah yang dapat mengakibatkan tersumbatnya saluran napas dan membuat komplikasi

yang berat dan mengancam nyawa. Penyebabnya diduga karena hemostasis yang tidak

cermat atau terlepasnya ikatan.

Yang penting pada perawatan pasca tonsilektomi adalah:

i. Baringkan pasien pada satu sisi tanpa bantal

ii. Ukur nadi dan tekanan darah secara teratur

iii. Awasi adanya gerakan menelan karena pasien mungkin menelan darah yang

terkumpul di faring

iv. Napas yang berbunyi menunjukkan adanya lendir atau darah di tenggorok. Bila

diduga adanya perdarahan berhenti spontan. Bila perdarahan belum berhenti,

dapat dilakukan penekanan dengan tampon yang mengandung adrenalin

1:1000. Selanjutnya bila masih gagal dapat dicoba dengan pemberian

20

Page 21: Indikasi Tonsilektomi

hemostatik topikal di fossa tonsil dan hemostatik parenteral dapat diberikan.

Bila dengan cara diatas perdarahan belum berhasil dihentikan, pasien dibawa ke

kamar operasi dan dilakukan perawatan perdarahan seperti saat operasi.

Komplikasi yang berhubungan dengan tindakan anestesi segera pasca bedah

umumnya dikaitkan dengan perawatan terhadap jalan napas. Lendir, bekuan

darah atau kadang-kadang tampon yang tertinggal dapat menyebabkan asfiksi.

II. Intermediate complication

Komplikasi dari intermediate berupa perdarahan sekunder, hematom dan edema uvula,

infeksi, komplikasi paru dan otalgia. Perdarahan sekunder adalah perdarahan yang

terjadi setelah 24 jam pasca bedah. Umumnya terjadi pada hari ke 5-10. Jarang terjadi

dan penyebab tersering adalah infeksi serta trauma akibat makanan, dapat juga oleh

karena ikatan jahitan yang terlepas, jaringan granulasi yang menutupi fosa tonsil terlalu

cepat terlepas sebelum luka sembuh sehingga pembuluh darah dibawahnya terbuka dan

terjadi perdarahan. Perdarahan hebat jarang terjadi karena umumnya berasal dari

pembuluh darah permukaan.

Cara penanganannya sama dengan perdarahan primer. Pada pengamatan pasca

tonsilektomi, pada hari ke dua uvula mengalami edem. Nekrosis uvula jarang terjadi,

dan bila dijumpai biasanya akibat kerusakan bilateral pembuluh datah yang mendarahi

uvula. Meskipun jarang terjadi, komplikasi infeksi melalui bakteremia dapat mengenai

organ-organ lain seperti ginjal, dan sendi mungkin dapat terjadi endokarditis. Gejala

otalgia biasanya merupakan nyeri alih dari fosa tonsil, tapi kadang-kadang merupakan

gejala otitis media akut karena penjalaran infeksi melalui tuba Eustachius. Abses

parafaring akibat tonsilektomi mungkin terjadi, karena secara anatomik fosa tonsil

berhubungan dengan ruang parafaring. Dengan kemajuan teknik anestesi, komplikasi

paru jarang terjadi dan ini biasanya akibat aspirasi darah atau potongan jaringan tonsil.

III. Late complication

21

Page 22: Indikasi Tonsilektomi

Late complication pasca tonsilektomi dapat berupa jaringan parut di palatum mole. Bila

berat, gerakan palatum terbatas dan menimbulkan rinolalia. Komplikasi lain adalah

adanya sisa jaringan tonsil. Bila sedikit umumnya tidak menimbulkan gejala, tetapi bila

cukup banyak dapat mengakibatkan tonsilitis akut atau abses peritonsil.

CARA PEMULIHAN POST TONSILEKTOMI

Observasi Pasca Operasi di Ruang Pemulihan (PACU-Post anesthesia care unit)

Pasca operasi, pasien dibaringkan dalam posisi tonsil. Yaitu dengan berbaring ke kiri

dengan posisi kepala lebih rendah dan mendongak. Pasien diobservasi selama beberapa waktu diruang

pemulihan untuk meminimalkan komplikasi selain untuk memaksimalkan efektivitasbiaya dari

pelayanan kesehatan. Saat ini, pasien yang menjalani tonsilektomi sudah bisapulang pada hari

yang sama untuk pasien-pasien yang telah diseleksi secara tepatsebelumnya. Belum ada

kesepakatan mengenai lama observasi optimum sebelum pasiendipulangkan. Umumnya,

observasi dilakukan selama minimal 6 jam untuk mengawasi adanyaperdarahan dini.

Evaluasi keadaan/status pasien di unit perawatan pascaanestesi (PACU) memerlukan

dokterspesialis anestesi, perawat dan dokter ahli bedah yang bekerja sebagai sebuah tim.

Bersama-sama, dilakukan observasi adanya masalah terkait medis, bedah dan anestesi dengan

tujuandapat memberikan terapi secara cepat sehingga dapat meminimalkan efek komplikasi

yangtimbul.Idealnya, penilaian rutin postoperasi meliputi pulse oximetry, pola dan frekuensi

respirasi,frekuensi denyut dan irama jantung, tekanan darah dan suhu. Frekuensi

pemeriksaantergantung kondisi pasien, namun paling sering dilakukan setiap 15 menit untuk

jam pertamadan selanjutnya setiap setengah jam.Untuk menentukan secara objektif kapan

pasien bisa dipulangkan, dapat digunakan sistemskoring. Sistem yang saat ini digunakan secara

luas adalah Skor Aldrete yang dimodifikasi:

SKOR

2 1 0

Kesadaran Sadar penuh Respon bila nama

dipanggil

Tidak ada respon

Aktivitas atas Menggerakkan semua Menggerakkan 2 Tidak bergerak

22

Page 23: Indikasi Tonsilektomi

perintah ekstremitas ekstremitas

Pernapasan Napas dalam tanpa

hambatan

Dispneu,

hiperventilasi,

obstruksi pernapasan

Apneu

Sirkulasi TD dalam kisaran 20%

nilai pre-op

TD dalam kisaran 50-

20% nilai pre-op

TD ≤ 50% dari nilai

pre-op

Saturasi 02 SpO2 > 92% pada

udara ruangan

Butuh tambahan O2

untuk

mempertahankan

SpO2 > 92%

SpO2 < 92% dengan

tambahan O2

Skor total= 10; skor < atau = 9 membutuhkan PACU

Perawatan postoperasi

Dalam hal ini terjadi kontroversi mengenai diet. Belum ada bukti ilmiah yang secara jelas

menyatakan bahwa memberikan pasien diet biasa akan menyebabkan perdarahan postoperatif.

Bagaimanapun juga, pemberian cairan secara rutin saat pasien bangun dan secara bertahap

pindah ke makanan lunak merupakan standar di banyak senter. Cairan intravena diteruskan

sampai pasien berada dalam keadaan sadar penuh untuk memulai intake oral. Kebanyakan

pasien bisa memulai diet cair selama 6 sampai 8 jam setelah operasi dan bisa dipulangkan.

Untuk pasien yang tidak dapat memenuhi intake oral secara adekuat, muntah berlebihan atau

perdarahan tidak boleh dipulangkan sampai pasien dalam keadaan stabil. Pengambilan

keputusan untuk tetap mengobservasi pasien sering hanya berdasarkan pertimbangan

perasaan ahli bedah daripada adanya bukti yang jelas dapat menunjang keputusan tersebut.

Antibiotika postoperasi diberikan oleh kebanyakan dokter bedah. Sebuah studi

randomized oleh Grandis dkk. Menyatakan terdapat hubungan antara berkurangnya nyeri dan

bau mulut pada pasien yang diberikan antibiotika postoperasi. Antibiotika yang dipilih haruslah

antibiotika yang aktif terhadap flora rongga mulut, biasanya penisilin yang diberikan per oral.

23

Page 24: Indikasi Tonsilektomi

Pasien yang menjalani tonsilektomi untuk infeksi akut atau abses peritonsil atau memiliki

riwayat faringitis berulang akibat streptokokus harus diterapi dengan antibiotika.

Penggunaan antibiotika profilaksis perioperatif harus dilakukan secara rutin pada pasien

dengan kelainan jantung. Pemberian obat antinyeri berdasarkan keperluan, Bagaimanapun

juga, analgesia yang berlebihan bisa menyebabkan berkurangnya intake oral karena letargi.

Selain itu juga bias menyebabkan bertambahnya pembengkakan di faring. Sebelum operasi,

pasien harusdimotivasi untuk minum secepatnya setelah operasi selesai untuk mengurangi

keluhan pembengkakan faring dan pada akhirnya rasa nyeri.

Penyembuhan pasca operasi

Penyembuhan pascaoperasi adalah proses mengembalikan klien kepada tingkat kesehatan

fungsionalnya sesegera mungkin pascaoperasi. Cepatnya pemulihan lanjutan ini bergantung

pada jenis atau luasnya pembedahan, faktor resiko, komplikasi pascaoperasi, dan rencana

asuhan keperawatan.

Pasien bedah sehari pulang ke rumahnya setelah memenuhi beberapa criteria seperti :

1. Dapat berkemih (jika mungkin)

2. Bisa melakukan ambulasi

3. Sadar dan memiliki orientasi

4. Mual/muntah minimal

5. Tidak meminum obat-obat nyeri selama 1 jam

6. Nyeri pascaoperatif minimal

7. Tidak ada pendarahan atau drainase yang berlebihan

8. Menerima instruksi tertulis dan resep pascaoperatif

9. Mengungkapkan pemahaman tentang intruksi

10. Pulang dengan orang yang bisa bertanggung jawab

Sedangkan untuk pasien bedah besar perlu tetap tinggal di unit perawatan pasca anestesi

(UPPA) sampai kondisinya stabil. Untuk itu harus evaluasi kesiapan pasien dari UPPA

berdasarkan kestabilan tanda-tanda vitalnya jika dibandingkan dengan data preoperative:

24

Page 25: Indikasi Tonsilektomi

Hal yang harus dipenuhi pasien :

1. Kontrol suhu tubuh baik

2. Fungsi ventilasi baik

3. Nyeri dan mual minimal

4. Drainase luar kontrol

5. Nyeri dan mual minimal

6. Cairan dan elektrolit seimbang

Apabila setelah 2 sampai 3 jam kondisi pasien tetap buruk, waktu pasien tinggal di UPPA akan

diperpanjang atau memindahkan pasien ke ruang ICU.

DIET POST TONSILEKTOMI

Setelah post operasi tonsilektomi, pasien harus mengkonsumsi diet adekuat supaya

terjadi penyembuhan yang cepat.

Di sini, tidak ada data yang mendukung bahwa diet spesifik diperlukan setelah post

tonsilektomi, tetapi biasanya pasien diberikan makanan yang lunak berbanding

makanan kasar supaya lebih mudah ditelan.

Pemberian cairan secara rutin saat pasien bangun dan secara bertahap pindah ke

makanan lunak merupakan standar di banyak senter pelayanan kesehatan.

Cairan intravena diteruskan sampai pasien berada dalam keadaan sadar penuh untuk

memulai intake oral.

Kebanyakan pasien bisa memulai diet cair selama 6 sampai 8 jam setelah operasi.

Hari 1 sampai hari 3

o Diberikan minuman seperti air putih, teh, susu dan bubur saring.

o Hindari minum minuman berdingin dan es.

o Asupan cairan yang adekuat dapat mencegah terjadi dehidrasi dan mengurangi

nyeri.

Hari 3 sampai hari 4

25

Page 26: Indikasi Tonsilektomi

o Diberikan makanan yang mudah dikunyah dimana teksturnya lembut dan tidak

keras.

o Misalnya, bubur saring, bubur sumsum, susu, dan makanan berkuah.

Hari 5 sampai 6

o Diberikan bubur beras biasa, bubur havermut, telur dan makanan berkuah.

Hari 7 sampai 8

o Diberikan nasi tim, dan makanan berkuah.

Hari seterusnya

o Diberikan nasi yang biasa dimakan sehari-hari dan dipastikan pasien mengunyah

makanan dengan benar dan baik.

Makanan harus dihindari

o Selama 2 minggu tidak boleh makan makanan yang keras, panas, pedas dan

asam seperti keripik, kerupuk, kacang dan bakso.

Kapan harus kontrol

Seminggu setelah operasi atau pada bila-bila ada keluhan gejala.

Instruksi pasien di rumah

1. Tidur miring untuk memudahkan mengeluarkan sekret

2. Meningkatkan masukan cairan minimal 2000 ml untuk mengurangkan resiko terhadap

kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan penurunan masukan cairan

sekunder terhadap nyeri saat menelan.

3. Minum dingin untuk membantu proses pembekuan darah, mencegah perdarahan

4. Beri makanan porsi kecil dan sering supaya dapat mengurangi intensitas dalam menelan

agar dapat memenuhi nutrisi yang adekuat

5. Makanan yang menarik untuk meningkatkan nafsu makan untuk meningkatkan daya

tahan tubuh dan mempercepat penyembuhan luka.

26

Page 27: Indikasi Tonsilektomi

6. Hindari makanan panas dan kasar selama 1 minggu karena makanan panas

mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah yang meningkatkan resiko perdarahan,

makanan kasar bisa melukai area post operasi yang bisa menyebabkan perdarahan.

7. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman agar pasien dapat istirahat yang cukup

bagi mengurangkan rasa nyeri.

Penutup

Kesimpulan:

Tonsilektomi merupakan teknik operasi pengangkatan tonsil . Penilaian praoperasi, preanestesi dan

teknik operasi yang teliti dapat menurunkan resiko perdarahan dan komplikasi post operasi yang lain.

Penyembuhan post operasi yang tepat dapat memberikan kesembuhan maksimal pada pasien.

27

Page 28: Indikasi Tonsilektomi

References :

1. Rahardjo E, Sunatrio H, Mustafa I, Umbas R, Thayeb U, Windiastuti E, dkk. Persiapan

rutin prabedah elektif. HTA Indonesia 2003

2. Efiaty AS, Nurbaiti I, Jenny B, Ratna DR. buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung,

tenggorok, kepala dan leher. Edisi 6. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.

Hal 212-6

3. Boies fundamentals of otolaryngology,text book or ear,nose and throats desease 6th edision.

4. Penyembuhan post tonsilektomi diunduh pada 12 september 2012,

http://medlinux.blogspot.com/2007/09/tonsilektomi.html

5. Penyembuhan dan post operasi toksilektomi, diunduh pada 12 september 2012,

http://fkumyecase.net/wiki/index.php?

page=GENERAL+ANESTESI+TONSILEKTOMI+PADA+ANAK+TONSILITIS+KRONIS

6. Post tonsilektomi, diunduh pada 12 september 2012, http://sehat-sakit-

stikes.blogspot.com/2012/07/asuhan-keperawatan-klien-post-operasi.html

28

Page 29: Indikasi Tonsilektomi

29