Top Banner
Indepth Report Konglomerasi Media di Era Konvergensi Telematika Oleh: Firdaus Cahyadi Knowledge Department, One World Indonesia
29

Indepth report konglomerasi media di era konvergensi telematika

May 08, 2015

Download

Technology

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Indepth report konglomerasi media di era konvergensi telematika

Indepth Report

Konglomerasi Media di Era Konvergensi Telematika

Oleh:

Firdaus Cahyadi

Knowledge Department, One World Indonesia

Page 2: Indepth report konglomerasi media di era konvergensi telematika

Era digital membuat setiap orang memiliki kesempatan untuk menjadi konsumen sekaligus

produsen dari sebuah konten. Namun di sisi lain era digital juga dimanfaatkan oleh perusahaan-

perusahaan media massa besar untuk memperkokoh bangunan konglomerasi medianya1.

Amerika Serikat adalah negara yang dapat dijadikan contoh dari konglomerasi media. Pada

era tahun 1980-an hinggga pertengahan tahun 1990-an, perusahaan media massa di Amerika

Serkat terus mengalami penurunan. Tahun 1996, perusahaan media di negeri itu hanya

menyisakan lima media, yaitu Time-Warner, Viacom, News Corp., Bertelsmann Inc., dan

Disney2.

Diolah dari tulisan Veronika Kusuma3

Tahun 2011, muncullah sejarah besar dalam integrasi konglomerasi media di Amerika

Serikat yang mencoba mengintegrasikan kepemilikan media dan infrastruktur internet. Pada

tahun tersebut perusahaan raksasa Time Warner bergabung dengan American On Line (AOL)4

1 terpusatnya kepemilikan media di tangan sedikit orang/perusahaan. http://twitoaster.com/country-

us/ndorokakung/konglomerasi-media-mungkin-tak-menguntungkan-publik-karena-akan-terjadi-keseragaman-suara/ 2 https://fordiletante.wordpress.com/2008/01/29/konglomerasi-media-dalam-grup-mnc-media-nusantara-citra/

3 Konglomerasi Media dalam Grup MNC (Media Nusantara Citra)

4 AOL amat disukai para investor di pasar Wall Street, karena dianggap sebagai a leader in the rapidly emerging world of

internet based media

Page 3: Indepth report konglomerasi media di era konvergensi telematika

menjadi Time Warner and AOL (TWOL)5. Penggabungan dua perusahaan itu dinilai sangat

strategis dan menandai munculnya konglomerasi media baru6.

Namun marger TWOL tidak berlangsung lama. Pada tahun 2003 marger itu bubar.

Menurut Satrio Arismunandar7, yang ditulis dalam blognya8, setidaknya ada tiga penyebab dari

kegagalan marger kedua media besar itu. Pertama, alasan yang bersifat teknis. Orang Amerika

ternyata lamban dalam mengadopsi koneksi pita-lebar berkecepatan tinggi, yang diperlukan

untuk terjadinya konvergensi.

Kedua, pemilihan waktu yang tidak tepat. Merger itu terjadi tak lama sebelum saham-

saham perusahaan yang terkait dengan Internet berguguran, sehingga menguras habis modal

potensial yang dibutuhkan untuk memajukan proses ke arah konvergensi yang diidamkan.

Ketiga, terkait dengan kekeliruan dalam membaca psikologi konsumen. Hanya karena

seseorang bisa terkoneksi ke Internet melalui AOL, tidaklah lantas berarti ia ingin menyaksikan

liputan CNN9 atau menonton film-film Warner Brothers atau membaca majalah Time10.

Sementara itu menurut Direktur LSPP11 Ignatius Haryanto, dalam wawancara dengan

Yayasan SatuDunia12, kegagalan marger TWOL disebabkan oleh culture dari keduanya (Time

Warner dan AOL) berbeda. “Misalnya, AOL terkait dengan internet yang sangat tinggi.

Sementara produksi konten Time Warner sangat lama bila dibandingkan dengan internet,”

ujarnya, “Kalau kita bicara soal produksi majalah, itu kan skalanya mingguan atau bulanan.

Bahkan jika bicara film, maka proses produksinya bisa tahunan,”

Hal itulah, menurut Ignatius yang kurang bisa dipertemukan. Pertanyaan berikutnya

adalah, apakah jika faktor-faktor kegagalan yang menimpa TWOL itu dibenahi, apakah akan ada

integrasi baru antara industri konten media dan penyedia infrastruktur internet? “Bisa jadi, jika

perusahaan-perusahaan lain sudah mengetahui kunci untuk mengatasi kegagalan marger TWOL

5 KONSENTRASI MEDIA MASSA DAN MELEMAHNYA DEMOKRASI, Henry Subiakto, Dosen Jurusan Komunikasi FISIP dan Program

Pascasarjana Studi Media dan Komunikasi Universitas Airlangga, Surabaya 6 Time Warner menguasai konten, dengan deretan majalah, film, dan program-program televisi yang dimilikinya. Sedangkan AOL

memiliki saluran ke lebih dari 20 juta tempat tinggal di Amerika 7 Seorang TV Jurnalis di salah satu group media terkemuka di Indonesia

8 http://satrioarismunandar6.blogspot.com/2010/11/memahami-konvergensi-media-media.html

9 CNN adalah televisi yang dimiliki oleh Group Time Warner

10 Time adalah majalah yang dimiliki oleh Group Time Warner

11 Lembaga Studi Pers dan Pembangunan

12 Wawancara di Kantor SatuDunia, 17 Juni 2011

Page 4: Indepth report konglomerasi media di era konvergensi telematika

itu dan bisa bersinergi, maka bukan tidak mungkin muncul konglomerasi media baru yang

berbasiskan konvergensi telematika itu di masa depan,” kataya.

Konglomerasi media yang menyorot perhatian publik di Amerika Serikat lainnya adalah

kerajaan media News Corporation milik Ruperth Murdoch. Jaringan bisnis media dari News

Corporation ini membentang dari Amerika, Australia, Inggris, Eropa dan Asia. Jaringan bisnis

medianya meliputi media cetak, televisi dan internet.

No Negara Media dalam Jaringan News Corporation

1 Australia Fox Studio Australia, Fox Sport Australia, Foxtel, Harper Collins Australia,

Big League, Daily Telegraph, Gold Coast Bulletin, Hearl Sun, Alpha,

Donna Hay, Inside Out, Sunday Hearld Sun, Sunday Mail, Sunday

Tasmanian, Sunday Territorian, The Advertiser, The Australian, The

Courier-mail, The Sunday Times, Weekly Times, The Mercury, The

Sunday Telegraph, Sunday Times, The Sunday Mail, NT News,

Truelocal.com.au, News.com.au, Careerone.com.au, Foxsport.com.au

2 Inggris Bskyb, News International, The Times, The Sun, Shine Group, Harper

Collins UK, Time Literary Supplement, NDS

3 Amerika Serikat Fox News Channel, National Geographic Channel AS, The Wall Street

Journal, 20th Century Fox, Fox Searchilight Picture, Fox Broadcasting

Company, Harper Collins Publishers, New York Post, FX dsb

4 India Tata Sky, Harper Collins India

5 Hongkong Star TV

6 Kanada Harper Collins Canada

7 Italia Sky Italia

8 Jerman Sky Deutschland

9 Selendia Baru Harper Collins New Zealand

10 Papua Nugini Post-Courier

Tabel Kerajaan Bisnis Media Murdoch13.

13

Sumber: Media Indonesia, Selasa, 26 Juni 2011

Page 5: Indepth report konglomerasi media di era konvergensi telematika

Beberapa kerajaan bisnis media Murdoch juga merambah dunia internet. Jejaring media milik

Murdoch di internet antara lain: Americanidol.com, askmen, fox.com, foxsport.com, hulu.com,

mikround, News Digital Media, News Outdor, Scout, Spring Widgets dan Whatifsport. Selain itu

pada tahun 2005, News Corporation juga membeli saham MySpace14. Rupert Murdoch,

membeli MySpace pada 2005 seharga US$580 juta sekitar Rp 5,2 triliun15.

Di Amerika Serikat, menurut Ketua Yayasan Pantau16 Andreas Harsono dalam sebuah

wawancara melalui Skype dengan SatuDunia17, beberapa konglomerat media itu memiliki

saham di perusahaan telekomunikasi dan jasa internet. “Washington Post18 itu punya saham di

facebook, meskipun kecil,” ujarnya, “Donald Graham, CEO The Washington Post19, menjadi salah

satu investor facebook,” Raksasa di dunia internet, seperti google, lanjut Andreas Harsono, itu

memiliki kerjasama dengan New York Time20. “Tapi itu bukan kepemilikan saham,” lanjutnya.

Seperti ditulis oleh kompas.com21, The New York Times (dan juga Washington Post )

memiliki kerjasama dengan Google. Kedua media besar AS tersebut membuat proyek

eksperimen yang disebut Living Stories untuk menyajikan berita secara komprehensif

berdasarkan tema dan akan ter-update setiap ada berita lanjutan.

Konglomerasi Media di Indonesia

a. Perubahan konsumsi masyarakat terhadap media di Indonesia

Trend digital juga merambah ke Indonesia. “Saat ini sedang transisi dari analog ke digital,

ditandai dengan proses migrasi dari system analog dan digital yang menurut blue print

14

situs jejaring sosial terpopuler di Amerika pada 2006 15

http://daerah.tempo.co/hg/iptek/2011/01/12/brk,20110112-305665,id.html 16

Yayasan Pantau adalah sebuah lembaga yang bertujuan memperbarui jurnalisme di Indonesia 17

Wawancara via skype dilakukan 23 Juni 2011 18

The Washington Post Company (NYSE: WPO) is a diversified education and media company whose principal operations include educational services, newspaper print and online publishing, television broadcasting and cable television systems. http://www.washpostco.com/phoenix.zhtml?c=62487&p=irol-ourcompanyprofile 19

The Company also owns The Washington Post, Express and El Tiempo Latino; Post–Newsweek Stations (Detroit, Houston, Miami, Orlando, San Antonio and Jacksonville); Cable ONE, serving subscribers in midwestern, western and southern states; The Slate Group (Slate, TheRoot.com and Foreign Policy); The Gazette and Southern Maryland Newspapers; The Herald (Everett, WA); Avenue100 Media Solutions, an analytics-based performance marketing company; SocialCode, a full service Facebook advertising agency; and Trove, a personalized news aggregation service. 20

The New York Times Company, a leading media company with 2010 revenues of $2.4 billion, includes The New York Times, the International Herald Tribune, The Boston Globe, 15 other daily newspapers and more than 50 Web sites, including NYTimes.com, Boston.com and About.com. http://www.nytco.com/company/index.html 21

http://bola.kompas.com/read/2009/12/09/18482871/.The.New.York.Times.dan.Washington.Post.Merapat.ke.Google

Page 6: Indepth report konglomerasi media di era konvergensi telematika

pemerintah berakhir di tahun 2017,” ujar aktivis AJI22 Margiono di Jakarta pada Agustus 201123.

Setelah 2017 tidak ada lagi radio FM, TV UHF. Kita melihatnya TV Digital. Pada 2013 dilakukan

switch di kota-kota besar dahulu. Kalau planning tersebut berjalan, dua tahun lagi di Jakarta kita

tidak akan bisa lagi ndengar radio FM, nonton TV UHF, kita harus beli seatle box terlebih dahulu.

Trend baru itu juga membawa perubahan pola konsumsi masyarakat terhadap media di

negeri ini. Hasil Survei Media Index yang dilakukan oleh Nielsen Media Survei24, menunjukan

pembaca koran konvensional menurun sementara pengguna internet mengalami kenaikan.

Sementara penonton televisi relatif stabil di angka 94%.

Sumber riset Nilsen yang dikutip Kompas.com

Data itu juga dikuatkan oleh riset yahoo.com dan TNS mengenai trend pengguna

internet di Indonesia. Riset itu menyebutkan bahwa telah terjadi lonjakan yang signifikan dalam

pengaksesan berita online, 28% di tahun 2009 dibandingkan 37% di tahun 2010 sementara

penggunaan media cetak terus menurun25.

22

Aliansi Jurnalis Independen 23

Diskusi lingkar balajar Telematika, Yayasan SatuDunia, 18 Agustus 2011. http://www.satudunia.net/content/notulensi-diskusi-lingkar-belajar-telematika-1 24

http://kesehatan.kompas.com/read/2009/07/16/16015757/survei.nielsen.pembaca.media.cetak.makin.turun 25

http://www.detikinet.com/read/2010/05/31/160759/1366831/398/media-online-mulai-memangsa-media-cetak

Page 7: Indepth report konglomerasi media di era konvergensi telematika

Survei Markplus Insight26, juga menunjukan bahwa pengguna internet di Indonesia

cenderung tidak lagi menjadikan media konvensional sebagai sumber informasi utama.

Menurut riset tersebut, internet sudah menjadi preferensi utama dalam mendapatkan informasi

dan hiburan selain TV. Bahkan di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya,

Internet lebih unggul di banding TV.

Temuan lain yang cukup menarik sekaligus mengkhawatirkan adalah penetrasi media cetak

seperti surat kabar, tabloid, dan majalah terlihat jauh di bawah media yang lain. Meski demikian

ada beberapa kota yang memiliki karakteristik yang berbeda. Di Surabaya surat kabar masih

populer, karena posisi Jawa Pos yang sangat kuat. Hal yang sama juga terjadi di Denpasar.

b. Konglomerasi Media di Era Konvergensi Telematika

Era konvergensi telematika yang mulai menjalar di Indonesia dimanfaatkan pula oleh

para konglomerat media untuk mengukuhkan bisnis medianya. Namun, sejarah konglomerasi

media di Indonesia sendiri, sejatinya telah dimulai sejak era Orde Baru.

Menurut aktivis AJI Margiyono, proses konvergensi di Indonesia dimulai dari

konglomerasi, “Dimana industri-industri media besar membeli/mencaplok media-media lain,”

ujarnya27, “Misal portal beritasatu.com milik Ulil dibeli Lippo, Detik.com dibeli kelompok Para,”.

Menurutnya, hal itu tidak ahanya terjadi di Indonesia, tetapi juga terjadi di tingkat internasional,

“Sebagaimana Google dan Yahoo yang membeli situs-situs/kontak local,” tambahnya.

“Konglomerasi media, dalam arti cross section28, di Indonesia muncul sejak jaman

Soeharto dan semua terpusat di Jakarta,” ujar Andreas Harsono, “Di era Hindia Belanda dan

Soekarno memang ada media besar, tapi tidak cross section, pada waktu itu hanya koran saja,”

“Adapun aktornya, kebanyakan sama sejak Orde Baru,” katanya, “Namun ada aktor baru

dalam konglomerasi media ini setelah Orde Baru tumbang, yaitu Trans Corps”

Menurut Andreas Harsono, di luar internet, konglomerasi media yang terbesar adalah

MNC (Media Nusantara Citra). “Yang kedua, Kompas-Gramedia,” ujarnya, “Untuk konglomerasi

yang berbasiskan konvergensi telematika, saat ini yang paling besar adalah Group Bakrie,”.

26

http://the-marketeers.com/archives/attitude-and-behavior-pengguna-internet-di-indonesia.html 27

Diskusi Lingkar Belajar Telematika (1), Yayasan SatuDunia, 18 Agustus 2011. http://www.satudunia.net/content/notulensi-diskusi-lingkar-belajar-telematika-1 28

Media cetak, radio, televisi dan internet

Page 8: Indepth report konglomerasi media di era konvergensi telematika

Menurutnya, konvergensi telematika akan semakin memperkuat konglomerasi media di

Indonesia. “Akan makin parah,” ungkapnya.

No Media

Group

Newspaper Magazine Radio

Station

Television

Station

Cyber Media Other Bussines

1 Kompas-

Gramedia

Group

Kompas,

The Jakarta

Post, Warta

Kota dan 11

surat kabar

lokal

37 Majalah dan

Tabloid, 5 book

publisher

Sonora

Radio dan

Otomotion

Radio

Kompas

TV29

Kompas.com,

Kompasiana.com30

Hotel,Printing,

House,

Promotion,

Agencies,

University

2 MNC

(Media

Nusantara

Citra)

Seputar

Indonesia

Genie,

Mom&Kiddy,

Realita,

Majalah Trust

Trijaya

FM,Radio

Dangdut

TPI, ARH

Global,

Women

Radio

RCTI, Global

TV, TPI

(MNC TV),

Indovision

(Televisi

Cable)

Okezone.com IT Bussines

3 Jawa Pos Jawa Pos,

Fajar, Riau

Pos, Rakyat

Merdeka,

dan 90 surat

kabar lokal

di berbagai

daerah

23 majalah

mingguan

Fajar FM di

Makassar

JTV di

Surabaya

dan 3

stasiun TV

lokal31

Travel Bureau,

Power House

4 Mugi Reka

Aditama

(MRA)

Cosmopolitan,

Harper’s

Bazaar,Esquire,

FHM, Good

House Keeping

dan 10 majalah

lainnya

Hard Rock

FM32

, MTV

Sky33

O’Channel34

Holder of Saveral

International

Boutique

29

Saat tulisan ini dibuat Group Kompas sedang mempersiapkan kompasTV 30

Kompasiana adalah sebuah Media Warga (Citizen Media) 31

Batam, Pekanbaru, Makassar 32

Bandung, Jakarta, Bali dan Surabaya 33

Jakarta dan Bandung 34

Has been taken over SCTV

Page 9: Indepth report konglomerasi media di era konvergensi telematika

(kebanyakan

franchise)

5 Bali Post Bali post,

Suluh

Indonesia

dan 2 koran

lainnya

Tabloid Tokoh Bali TV dan

8 TV lokal

lainnya

Balipost, bisnis bali

6 Mahaka

Media

Harian

Republika

Golf Digest,

Arena, Parents

Indonesia, A+

Radio Jak

FM

JakTV, TV

One35

Entertaiment.

Outdoor

Advertisment

7 Femina

Group

Femina, Gadis,

Ayah Bunda,

Dewi dan 10

majalah lainnya

Radio U FM Production House

8 Bakrie

Group

AnTV, TV

One

Vivanews.com Property, minning,

palm oil dan

telekomunikasi

9 Lippo

Group36

Jakarta

Globe,

Investor

Daily, Suara

Pembaruan

Majalah

Investor, Globe

Asia, Campus

Asia

Beritasatu.com Property,hospital,

Education,

insurance,

internet service

provider

10 Trans Corp TransTV,

Trans7

Detik.com37

11 Media

Group38

Media

Indonesia,

Lampung

Post,

Borneo

News

MetroTv mediaindonesia.com

Sumber: diolah dari tabel konglomerasi media Ignatius Haryanto39

“Konglomerasi media di era konvergensi telematika adalah sesuatu yang sulit

35

Bekerjasama dengan Group Bakrie 36

Berita Satu Media Holdings 37

Saat tulisan ini dibuat, masih dalam proses akusisi 38

http://id.wikipedia.org/wiki/Media_Group 39

10 tahun Yayasan Tifa,”Semangat Masyarakat Terbuka”

Page 10: Indepth report konglomerasi media di era konvergensi telematika

dihindarkan,” ujar Don Bosco Salamun, dari Berita Satu Media Holdings40, saat menjadi

pembicara di konferensi media baru yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen

(AJI)41.

”Karena dengan penyatuan kepemilikan media itu dapat menjadikan operasional industri

media lebih efisien,” katanya, “Seorang wartawan misalnya, dapat membuat satu berita bukan

hanya untuk satu kanal namun juga beberapa kanal sekaligus”

Bahkan dalam seperti ditulis di salah satu portal42, Presiden Direktur PT Bakrie Telecom

Tbk (BTEL) Anindya Novyan Bakrie saat memaparkan Bakrie Telecom, Media and Technology

(BakrieTMT2015) yang akan menyinergikan lini bisnis telekomunikasi (BTEL), media (VIVA

Group) dan teknologi (BConn dan BNET) sampai dengan tahun 2015.

“Sebelum era konvergensi telematika di Indonesia ini, konglomerasi sudah terjadi,” ujar

Farid Gaban43, dalam wawancaranya dengan SatuDunia44, “Kemajuan teknologi

mempermudahkan lagi konglomerasi itu,”

Sementara menurut aktivis Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Margiyono, konvergensi

telematika adalah istilah teknologi, sementara dalam konteks bisnis adalah konglomerasi.

“Secara teknologi terkonvergensi dan secara bisnis ya konglomerasi,” ujarnya dalam diskusi

lingkar belajar di Yayasan SatuDunia45.

Di tempat terpisah Ignatius Haryanto menyatakan bahwa yang paling pertama

diuntungkan dengan era konvergensi telematika ini adalah pengusaha media. “Karena itu

membuka peluang baru untuk menyebarkan konten-konten media melalui outlet-outlet yang

beragam,” ujarnya, “Kuntungan dari konvergensi telematika ini paling cepat dimanfaatkan oleh

pengusaha-pengusaha media. Nah, pertanyaannya kemudian adalah publik akan mendapatkan

apa dengan konvergensi telematika ini?”

Konglomerasi media dengan memanfaatkan konvergensi telematika di Indonesia

40

Berita Satu Media Holdings is an Indonesian media holding company that operates the Berita Satu TV, BeritaSatu.com, Jakarta Globe, Globe Asia, The Peak, Campus Asia, Investor Daily, Majalah Investor and Suara Pembaruan. Berita Satu Media Holdings are a multiplatform media company, focusing in broadcast, print, digital, online, social media, mobile, and events. http://www.linkedin.com/company/berita-satu-media-holdings. 41

Konferensi “Media Baru: Menjadi Tuan di Negeri Sendiri”, Hotel Nikko Jakarta, 7 Juli 2011 42

http://www.investor.co.id/bedahemiten/era-konvergensi-di-mata-bakrie-telecom/8867 43

Mantan wartawan Harian Republika dan Majalah TEMPO, kini aktif di Kantor Berita Pena Indonesia dan juga menjadi pengajar pelatihan jurnalistik dan menulis bagi wartawan dan aktifis NGOs. 44

Wawancara dengan Farid Gaban di Jakarta, Selasa, 5 Juli 2011 45

Diskusi lingkar belajar telematika, Yayasan SatuDunia, 18 Agustus 2011

Page 11: Indepth report konglomerasi media di era konvergensi telematika

semakin nampak dari upaya Trans Corps membeli situs portal popular, detik.com. Dari sisi bisnis

pembelian detik.com memang sangat menguntungkan. Bagaimana tidak, menurut situs

alexa.com46, per 26 Juli 2011, detik.com masuk 10 besar situs paling popular di Indonesia. Tak

heran kue iklan pun banyak mengalir ke situs detik.com.

Menurut Nukman Lutfie, seperti ditulis portal TEMPO47, detik.com adalah media daring

nomor satu dalam perolehan iklan. “Tahun 2011 ini mereka meraup Rp 100 miliar dari iklan.

"Media detik.com nomor satu diikuti kompas.com." ujarnya.

c. Dampak Konglomerasi Media di Era Konvergensi Telematika

c.1. Hegomoni Wacana Publik

Mungkin benar bahwa konglomerasi media di era konvergensi telematika ini akan

menguntungkan dari segi bisnis. Dari sisi pendapatan iklan dan juga efisiensi kerja para

jurnalisnya. Namun konglomerasi media bukan sekedar urusan bisnis. Konglomerasi media

mendorong munculnya hegomoni48 wacana di publik.

“Dengan konglomerasi media di era konvergensi telematika ini, akhirnya informasi akan

dikuasai oleh segelintir orang saja,” ujar Andras Harsono, “Opini publik di Indonesia ya hanya

dikuasai beberapa perusahaan media besar itu,”

Televisi yang dimiliki oleh jaringan konglomerasi media misalnya, memiliki potensi

pemirsa yang besar di Indonesia. Dengan besarnya pemirsa tersebut, menimbulkan

kecenderungan hegomoni wacana. Kecenderungan itu bertambah besar bila kemudian

konglomerasi media itu juga merambah dunia online.

46

http://www.alexa.com/topsites/countries/ID 47

http://portal.tempo.co/hg/bisnis/2011/07/01/brk,20110701-344177,id.html 48

Pengertian dari hegomoni itu sendiri adalah dominasi oleh satu kelompok terhadap kelompok lainnya, biasanya tanpa ancaman kekerasan, sehingga ide-ide yang didiktekan oleh kelompok dominan tersebut diterima sebagai sesuatu yang wajar. http://satuportal.net/content/menyoal-konglomerasi-media-baru

Page 12: Indepth report konglomerasi media di era konvergensi telematika

Nama Stasiun TV Transmission

Site

Potential

Viewer

(juta)

RCTI49 49 115,7

SCTV 47 117,8

ANTV50 23 87,4

TPI51 28 90,6

Indosiar 40 113,5

Global TV52 20 108,8

Trans TV53 30 100,7

Trans 754 27 92,8

TV One55 26 108,8

Metro TV56 52 97,8

Potensi Pemrisa Televisi, sumber presentasi Satriyo Dharmanto57

“Jika konvergensi telematika ini kemudian mendorong monopoli kepemilikan media dari

berbagai kanal58, maka itu akan dapat mempengaruhi opini publik yang luar biasa,” ujar Farid

Gaban, “Dan opini publik ini kan berpengaruh pada pembuatan kebijakan publik,”

Farid Gaban mencontohkan persoalan pembangunan jalan tol misalnya. “Pilihan

membangun jalan tol atau rel kereta api, itu kan public policy,” ujarnya, “Bisa dibayangkan bila

wacana publik mengenai hal itu dikuasai oleh konglomerat media yang juga berkepentingan

atau memiliki bisnis infrastruktur,”

“Group Bakrie misalnya, selain menguasai media59, mereka juga punya bisnis jalan tol,

49

Group MNC 50

Group Bakrie 51

Group MNC 52

Group MNC 53

Group Trans Corps 54

Group Trans Corps 55

Group Bakrie 56

Group Media Indonesia, Surya Paloh 57

Satriyo Dharmanto, Presentasi di Working Group Licencing, Bandung, 18 Februari 2010 58

Cetak, televisi, radio, online 59

Group Bakrie memiliki TV One, An TV dan vivanews.com

Page 13: Indepth report konglomerasi media di era konvergensi telematika

properti dan tambang,” kata Farid Gaban, “Jika konglomerasi media di era konvergensi

telematika ini tidak diatur akan berbahaya sekali,”

c.2. Menurunnya Kualitas Jurnalistik

Selain itu di era konvergensi telematika ini memungkinkan seorang wartawan

menuliskan berita bukan hanya untuk satu kanal informasi saja, tapi berbagai kanal sekaligus.

Misalnya, seorang wartawan dapat menulis berita untuk ditampilkan di media cetak,

ditayangkan di running text televisi, disiarkan di radio dan diupload (unggah) di media online.

“Meskipun itu menurut kaidah bisnis dapat lebih efisien, namun menurut saya harus

dibatasi,” ujar Farid Gaban, “Ini akan berpengaruh pada kualitas jurnalistik, wartawan menjadi

kekurangan waktu untuk menambah bahan bacaan, akibatnya berita yang dihasilkannya pun

tidak lagi kritis,”

Selain itu, menurut Farid Gaban, posisi wartawan akan semakin lemah. “Dengan

membebani wartawan untuk menulis berita di berbagai kanal sekaligus, keuntungan pemilik

modal di media semakin berlipat-lipat sementara penghasilan wartawan sendiri tidak jauh

berubah,” katanya, “Ini juga akan berpengaruh pada kualitas karya jurnalistik,”

Bahaya yang lain dari integrasi media cetak, televisi, radio dan online, lanjut Farid Gaban,

media massa cenderung memuaskan yang online atau yang cepat. “Sehingga orang lebih

memperhatikan berita yang cepat dibanding berita yang berkualitas,” jelasnya, “Jika tidak ada

pengaturan-pengaturan terkait hal ini maka, jurnalistik akan semakin hancur, kesejahteraan

wartawan makin turun dan karya jurnalistik pun makin tak berkualitas,”

“Saya tidak tahu pasti, apakah serangkaian dampak buruk dari konglomerasi media di era

konvergensi telematika ini disadari oleh kawan-kawan wartawan,” ujar Farid Gaban, “Tapi

menurut saya agak sulit bila wartawan akan kritis terhadap lembaganya sendiri,”

“Konglomerasi media di era konvergensi telematika ini posisi wartawan semakin lemah

dan posisi pemilik modal semakin kuat, sehingga mereka akan sulit bila harus mengkritisi

kebijakan lembaganya sendiri dalam menyajikan berita,” katanya, “Berita terorisme di TV One

atau kasus Lapindo60 di Group Media Bakrie61misalnya, adakah wartawannya kemudian

60

Kasus Lapindo adalah kasus munculnya semburan lumpur di Sidoarjo. Sebagian pakar pemboran di dunia dalam konferensi

Page 14: Indepth report konglomerasi media di era konvergensi telematika

mengkritisi cara media itu menyajikan berita?

d. Perlawanan Publik Terhadap Hegomoni Wacana di Era Konvergensi Telematika

Di era konvergensi telematika ini, selain dapat memberikan peluang semakin kuatnya

konglomerasi media, juga memberikan peluang bagi publik untuk mengimbangi, bahkan juga

melawan wacana yang dikeluarkan oleh media massa arus utama.

Kita, pengguna internet, dapat menulis ketidakpuasan kita terhadap pemberitaan

sebuah media mainstream di blog, milis, web 2.062, twitter atau facebook. “Publik

memungkinkan untuk melakukan perlawanan terhadap dominasi wacana dari konglomerasi

media mainstream, terutama dengan hadirnya internet yang memberikan ruang baru bagi

publik untuk berekspresi,” ujar Andreas Harsono, “Tetapi kecil sekali,”

“Melawan konglomerat media sekarang ini tidaklah gampang,” ujarnya, “Mayoritas

konten yang ada di internet63, dibuat oleh media konglomerasi itu,” Selama publik, termasuk

jurnalis warga, lanjut Andreas Hartanto, tidak membuat konten sendiri, akan sulit untuk

menandingi hegomoni wacana dari media konglomerasi.

Menurut laporan Saling-Silang tahun 201164, sebanyak 22% link media massa muncul di

twitter. Adapun komposisinya adalah sebagai berikut.

internasional di cape town, Afrika Selatan, menyatakan bahwa semburan lumpur Lapindo terkait dengan aktivitas pemboran (http://www.vhrmedia.com/vhr-news/berita,Geolog-Internasional-Pengeboran-Penyebab-Lumpur-Lapindo-2750.html). Lapindo sebagai anak perusahaan Group Bakrie dikaitkan dengan peristiwa itu. Selain memiliki usaha tambang, group Bakrie juga memiliki media massa (dua televisi dan satu portal berita). 61

TV One, AnTV dan vivanews.com 62

Website yang memungkinkan pengguna internet mengupload sendiri tulisannya, seperti www.politikana.com, www.kompasiana.com, www.suarakomunitas.net, www.satuportal.net 63

Twitter, facebook 64

Snapshot of Indonesia Social Media Users - Saling Silang Report Feb 2011

Page 15: Indepth report konglomerasi media di era konvergensi telematika

Link media yang sering muncul di twitter

“Sesekali perlawanan publik terhadap dominasi wacana media konglomerasi ini bisa

berhasil,” ujar Andreas Harsono, “Kasus penyerangan Jama’ah Ahmadiyah di Cikusik misalnya,”

Video tragedi Cikesik di youtube misalnya, itu hanya bisa mendominasi pemberitaan di

media besar dalam beberapa minggu saja. “Tapi setelah itu berjalan seperti biasanya,” ujarnya,

“Dan akan lebih sulit lagi bila kasusnya menyangkut kepentingan Group media konglomerasi,

kasus Lapindo misalnya,”

Kasus Lapindo menjadi salah satu hal yang dapat dijadikan contoh bagaimana publik

melakukan perlawanan terhadap wacana yang disajikan oleh media-media dalam kelompok

Group Bakrie. TV One menyebut semburan lumpur sebagai lumpur Sidoarjo bukan lumpur

Lapindo65. Bahkan TV itu secara khusus mewawancarai pakar geologi Rusia Dr. Sergey Kadurin

yang menyatakan semburan lumpur adalah akibat gempa bumi bukan akibat kesalahan

pengeboran66. Sementara pendapat pakar yang menyatakan bahwa semburan lumpur akibat

pengeboran tidak diwawancarai.

Hal yang sama juga terjadi di ANTV. Televisi milik Group Bakrie itu juga menyebut

semburan lumpur sebagai lumpur Sidoarjo bukan lumpur Lapindo. ANTV juga menayangkan

65

Penyebutan semburan lumpur dengan lumpur Sidoarjo mengarahkan opini publik bahwa semburan itu adalah bencana alam bukan akibat pengeboran. 66

http://www.youtube.com/watch?v=F9H1X8cMaoE

Page 16: Indepth report konglomerasi media di era konvergensi telematika

pendapat Dr. Sergey Kadurin yang menyatakan semburan lumpur adalah akibat gempa bumi

bukan akibat kesalahan pengeboran67. Seperti halnya TV One, pakar yang menyatakan bahwa

semburan lumpur akibat pengeboran tidak dimintai pendapat.

Hal yang sama juga terjadi pada vivanews.com. Portal berita milik Group Bakrie itu juga

menyebut semburan lumpur sebagai lumpur Sidoarjo, bukan lumpur Lapindo. Di saat yang

hampir bersamaan pula portal berita itu menampilkan pendapat pakar geologi Rusia yang

menyatakan semburan lumpur bukan akibat pengeboran68. Liputan khusus terhadap pakar

Rusia juga ditampilkan secara audio-visual di portal vivanews.com69.

Tapi publik tidak tinggal diam. Terkait wawancara khusus kelompok media Bakrie

terhadap Dr. Sergey Kadurin yang menyatakan semburan lumpur adalah akibat gempa bumi

bukan akibat kesalahan pemboran, diimbangi oleh www.korbanlumpur.info70 dengan

menuliskan pendapat pakar perminyakan Mark Tingay dari Australian School of Petroleum,

Universitas Adelaide, Australia71. Menurut Mark Tingay, semburan lumpur di Sidoarjo, 90%

akibat aktivitas pemboran bukan bencana alam72.

Web korban korban lumpur sendiri adalah sebuah inisiatif masyarakat sipil untuk

melawan wacana dari media mainstream dalam kasus Lapindo. Web korban lumpur juga

mendistribusikan kontennya melalui media sosial, facebook dan twitter. Kampanye untuk

melawan wacana media mainstream dalam kasus Lapindo juga dilakukan melalui jejaring sosial

facebook.

67

http://www.youtube.com/watch?v=vLlvU9pcVZU 68

http://nasional.vivanews.com/news/read/180457-lumpur-sidoarjo-bukan-karena-pengeboran 69

http://video.vivanews.com/read/11227-wawancara-dengan-pakar-geologi-rusia-tentang-penyebab-lumpur-sidoarjo 70

Situs ini (www.korbanlumpur.info) dikelola oleh Kanal News Room, dapur berita dan data yang lahir atas inisiatif aliansi masyarakat sipil untuk korban Lapindo pada pertemuan Ciputat 12-13 Juli 2008. Kanal hingga kini melahirkan tiga bentuk media, yakni website www.korbanlumpur.info, buletin Kanal dan Kanal Radio. Kanal menyajikan fakta lapangan, data, dan analisis tentang kasus lumpur Lapindo dengan menitikberatkan pada komitmen memperjuangkan hak-hak korban. 71

http://korbanlumpur.info/berita/lingkungan/705-pakar-bantah-ilmuwan-rusia-90-persen-yakin-semburan-lapindo-akibat-pemboran-.html 72

“Menurut pendapat saya, berdasarkan kajian-kajian ilmiah yang sudah saya lakukan, gempa tidak bisa memicu semburan lumpur Lapindo. Dan kita 90 persen yakin, bahkan kolega-kolega saya 99 persen yakin, semburan ini terkait dengan kecerobohan pemboran,” ujar Tingay.

Page 17: Indepth report konglomerasi media di era konvergensi telematika

Gerakan kampanye kasus Lapindo di media sosial

Channel Jumlah anggota/follower Keterangan

Fanpage facebook73 878 (per 19 Juli 2011)

Friend of Lapindo Victim,

Group in Facebook74

3404 (per 19 Juli 2011)

Twitter @korbanlapindo75 452 (27 Juli 2011)

Cause;Dukung Korban

Lapindo Mendapatkan

Keadilan 76

17,238 ( Per Juni 2011)

Tingkat keterbacaan atau paparan media yang dijadikan tempat untuk melawan

dominasi wacana dalam kasus Lapindo sangat sedikit dibandingkan dengan keterbacaan atau

paparan dari media konglomerasi Group Bakrie.

NO Channel Jumlah

pembaca/pemirsa

Ranking di

Alexa

Jumlah

anggota/follower

di media sosial

Gerakan kampanye publik untuk kasus Lapindo

1 Website korbanlumpur.info 6,167,065

(global),

140,328 (rank

in id), 40 (site

link in)

73

http://www.facebook.com/korbanlumpur.info?sk=wall 74

http://www.facebook.com/group.php?gid=26083340518 75

http://twitter.com/#!/korbanlapindo 76

http://www.causes.com/causes/333125?m=faf1a932

Page 18: Indepth report konglomerasi media di era konvergensi telematika

2 Fanpage facebook 878

3 Friend of Lapindo Victim,

Group in Facebook

3404

4 Twitter @korbanlapindo 452

5 Cause;Dukung Korban

Lapindo Mendapatkan

Keadilan

17,238

Media Group Bakrie

1 Vivanews.com Peringkat ke-13

topsite

menurut alexa.

857 (global), 13

(rank in Id), 276

(site link in)

Twitter (@VIVAnews) 185,597

Vivanews.com di

facebook77

4,545

Vivanews.com di facebook

278

66,849

2 AnTV 87,4 juta

AnTV di twitter79 30,278

3 TV One 108,8

TV One di Twitter80 404,409

Dari tabel di atas terlihat bahwa secara kuantitas potensi publik yang terpapar kampanye

terkait kasus Lapindo dan media group Bakrie jauh dari berimbang.

77

http://www.facebook.com/#!/pages/VIVAnews-dot-COM/72076019043?sk=wall 78

http://www.facebook.com/#!/VIVAnewscom 79

@whatsonANTV 80

@tvOneNews

Page 19: Indepth report konglomerasi media di era konvergensi telematika

Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana masa depan gerakan perlawanan publik dalam

melawan dominasi wacana oleh konglomerasi media di era konvergensi telematika ini?

Kebijakan Telematika dan Masa Depan Gerakan Perlawanan di Dunia Maya

a. UU ITE dan Pelemahan Perlawanan Publik

Prita Mulyasari. Sebuah nama yang tidak bisa dipisahkan dari sebuah gerakan sosial di

internet. Prita Mulyasari adalah seorang perempuan yang menuliskan ketidakpuasannya

terhadap pelayanan sebuah rumah sakit Omni Internasional melalui email pribadinya ke rekan-

rekannya.

Akhirnya email pribadi tersebut sampai ke RS Omni Internasional. RS Omni Internasional

kemudian melakukan gugatan perdata dan melaporkan Prita Mulyasari secara pidana. Dalam

hukum pidana Prita Mulyasari dinilai telah melakukan pencemaran nama baik seperti yang

tertuang dalam Pasal 27 ayat 3 Undang Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Kasus itu kemudian mendorong para pengguna internet, blogger dan facebooker

menggalang dukungan untuk Prita Mulyasari melawan RS Omni Internasional. Gerakan

dukungan online itu kemudian berlanjut ke aktifitas offline. Hal itu terlihat dari berbagai

demonstrasi di persidangan Prita Mulyasari dan yang paling besar tentu saja adalah gerakan

koin keadilan untuk Prita.

Gencarnya dukungan di dunia maya terhadap Prita Mulyasari ini akhirnya mencuri

perhatian media massa mainstream untuk memberitakannya. Gerakan dukungan terhadap

Prita Mulyasari pun semakin besar sejak beritanya muncul di media massa mainstream

konvensional81. Menggemannya dukungan terhadap Prita Mulyasari pun membuat para

kandidat calon Presiden pada tahun 2009 memanfaatkan kasus ini sebagai salah satu isu dalam

kampanye mereka.

Besarnya dukungan terhadap gerakan di internet dalam kasus Prita Mulyasari ini

akhirnya dicoba diulangi dalam kasus-kasus lainnya. Meskipun tidak semuanya bisa mengulang

lagi keberhasilan gerakan itu. Gerakan di internet yang cukup berhasil dalam mengulang

gerakan dalam kasus Prita adalah dukungan terhadap Bibit-Candra dalam kasus Cicak Vs Buaya

81

Televisi, koran, tabloid, majalah, radio

Page 20: Indepth report konglomerasi media di era konvergensi telematika

(KPK)82.

Gerakan Sosial di Facebook Jumlah Pendukung Keterangan

Page Dukung:

Bebasmurnikan Prita dr

Tuntutan Bui83

19.339 (per 8 Juni 2011)

Causes; “Dukungan Bagi Ibu

Prita Mulyasari, Penulis

Surat Kelahuhan Melalui

Internet yang ditahan”84.

389.639

(per 8 Juni 2011)

Gerakan 1.000.000

Facebookers Dukung

Chandra Hamzah & Bibit

Samad Riyanto85

378,453 (per 19 Juli 2011)

Cause;Dukung Korban

Lapindo Mendapatkan

Keadilan 86

17,238 ( Per Juni 2011)

Group Gerakan Rakyat

Dukung Pembebasan Nenek

Minah87

3669 (per 7 Juni 2011)

Selain gerakan sosial di facebook, muncul pula gerakan jurnlisme warga melalui website

82

Saat itu ada anggota KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang dinilai telah dikriminalkan oleh kepolisian. Pihak polisi diberi label buaya, sementara pihak KPK diberi label cicak 83

(http://www.facebook.com/pages/Dukung-Bebasmurnikan-Prita-dr-Tuntutan-Bui/179105094476?ref=ts) 84

http://www.causes.com/causes/290597-dukungan-bagi-ibu-prita-mulyasari-penulis-surat-keluhan-melalui-internet-yang-

ditahan

85 http://www.facebook.com/pages/Gerakan-1000000-Facebookers-Dukung-Chandra-Hamzah-Bibit-Samad-

Riyanto/192945806132?ref=ts&sk=info 86

http://www.causes.com/causes/333125?m=faf1a932 87

http://www.facebook.com/group.php?gid=180415896573

Page 21: Indepth report konglomerasi media di era konvergensi telematika

UGC (User Generate Content)88. Hal itu misalnya dilakukan Akhmad Rovahan89. Pengajar di

sebuah madrasah di Buntet, Cirebon, itu menulis karut-marut pengucuran dana pendidikan

untuk tujuh sekolah di Kecamatan Astanajapura. Karyanya itu kemudian diunggah di Suara

Komunitas (www.suarakomunitas.net), salah satu portal tempat para pewarta warga berbagi

informasi, akhir tahun 2010.

Tulisannya mengalir sampai ke Jakarta. Petugas Badan Pemeriksa Keuangan mengecek

langsung, juga tim pemantau dari beberapa kampus. Kasus itu menjadi pembicaraan di tingkat

provinsi. "Orang pemerintah daerah sampai minta tulisannya dicabut," kata Akhmad.

Kejadian itu bukan satu-satunya. Seorang warga mengunggah tulisan tentang sekolah

yang siswanya belajar secara lesehan. "Dua hari kemudian, datang meja-kursi dari pemerintah,"

kata Akhmad. Ada juga cerita pengusutan kasus meninggalnya tenaga kerja asal Cirebon di Jawa

Tengah oleh pemerintah setelah beredarnya tulisan dari kerabat korban di situs media

komunitas.

Suara Komunitas (www.suarakomunitas.net) sendiri adalah website yang dikelola oleh

media-media komunitas yang tersebar di seluruh Indonesia. Pengelolaannya difasilitasi oleh

sebuah NGOs Yogyakarta, COMBINE Resource Institution90.

Namun, nampaknya gerakan sosial di dunia maya kembali akan menemui kendala.

Kendala pertama adalah terkait dengan ancaman pencemaran nama baik di UU ITE. Dalam

kasus pidana91, Prita dikalahkan melalui putusan kasasi Mahkamah Agung. Dikalahkannya Prita

Mulyasari dalam kasus pidana melawan RS Omni menjadi preseden buruk bagi gerakan sosial

di dunia maya.

Selain dalam kasus Prita Mulyasari, pasal karet pencemaran nama baik dan perbuatan

tidak menyenangkan92, telah mengancam beberapa warga yang mencoba melakukan kritik

sosial terhadap tokoh-tokoh yang kebetulan memiliki kekuasaan, baik secara politik maupun

ekonomi. Bambang Kisminarso misalnya, polisi sempat menahannya berserta anaknya M.

88

User Generte Conten (UGC) adalah website yang memungkinkan pengguna internet menulis dan mengupload sendiri connten di web tersebut 89

Majalah TEMPO, Edisi 2 Mei 2011. http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2011/05/02/MD/mbm.20110502.MD136575.id.html 90

http://combine.or.id/suara-komunitas/ 91

http://www.mediaindonesia.com/citizen_read/2026 92

Pasal 27 ayat 3 UU ITE tentang pencemaran nama baik, pasal 28 UU ITE tentang perbuatan tidak menyenangkan.

Page 22: Indepth report konglomerasi media di era konvergensi telematika

Naziri atas tuduhan telah menghina anak presiden dalam pelanggaran ketentuan pencemaran

nama baik melalui UU ITE.

Bambang mengajukan pengaduan kepada komisi pengawasan pemilu daerah bahwa para

pendukung putra presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah membagi-bagikan

uang kepada para calon pemilih93.

Selain itu ada Yudi Latif, seorang intelektual publik yang pernah terancam terjerat pasal

karet UU ITE ini. Pada akhir tahun 2010 lalu, Yudi latif, dilaporkan ke polisi oleh para kader

Partai Golkar dengan tuduhan mencemarkan nama baik pimpinan partainya, Aburizal Bakrie.

Dalam laporan polisi bernomor TBL/498/XII/2010/Bareskrim itu, Yudi dilaporkan atas dugaan

pelanggaran Pasal 310 dan atau Pasal 311 KUHP dan atau Pasal 45 ayat (2) jo Pasal 28 ayat (1)

dan (2) UU ITE94.

Sebelumnya pasal pencemaran nama baik selalu digunakan menjadi alat untuk

membungkam gerakan masyarkat sipil95.

1. Fifi Tanang, seorang penulis surat pembaca di sebuah surat kabar. Dituduh

mencemarkan nama baik PT Duta Pertiwi melalui tulisannya di kolom surat pembaca.

2. Alex Jhoni Polii, warga Minahasa, yang memperjuangkan kepemilikan tanahnya

melawan PT. Newmont Minahasa Raya (NMR). Dituduh melakukan tindak pidana

pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan.

3. Dr. Rignolda Djamaluddin, ia dinilai telah mencemarkan nama baik perusahaan

tambang emas PT. Newmont Minahasa Raya (NMR) karena pernyataannya tentang

gejala penyakit Minamata yang ditemukan pada beberapa warga Buyat Pante.

4. Yani Sagaroa dan Salamuddin, kedua orang itu dituding telah mencemarkan

nama baik perusahaan karena pernyataanya bahwa PT. Newmont Nusa Tenggara (NNT)

harus bertanggung jawab atas penurunan kualitas kesehatan yang dialami masyarakat

Tongo Sejorong sejak perusahaan tersebut membuang limbah tailingnya ke Teluk

Senunu.

5. Usman Hamid (Koordiantor Kontras). Tuduhan: pencemaran nama baik.

93

Kritik Menuai Pidana, Human Right Watch, 2010. http://satuportal.net/system/files/indonesia0510indosumandrecs.pdf 94

http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=11870 95

http://www.satudunia.net/lawan-kebangkitan-orde-baru-di-dunia-maya

Page 23: Indepth report konglomerasi media di era konvergensi telematika

6. Emerson Yuntho (Koordinator ICW). Tuduhan: pencemaran nama baik.

7. Illian Deta Arta Sari (aktivis ICW). Tuduhan: pencemaran nama baik.

8. Gatot (aktivis KSN). Tuduhan: pencemaran nama baik.

9. Suryani (aktivis LSM Glasnot Ponorogo). Tuduhan: pencemaran nama baik.

10. Dadang Iskandar (aktivis Gunung Kidul Corruption Watch). Tuduhan:

pencemaran nama baik.

11. Itce Julinar (Ketua SP Angkasapura). Tuduhan: pencemaran nama baik.

Kasus Prita Mulyasari yang akhirnya dikalahkan dalam putusan kasasi MA (UU ITE) dan

juga penggunaan pasal karet pencemaran nama baik dalam KUHAP untuk menjerat aktivis

menjadi preseden buruk bagi gerakan sosial digital ke depannya. Warga masyarakat yang akan

melakukan kontrol sosialnya melalui internet akan selalu dibayangi pasal pencemaran nama

baik UU ITE.

b. RUU Konvergensi Telematika dan Pelemahan Perlawanan Publik

Saat laporan ini96 dibuat pemerintah sedang membahas Rancangan Undang Undang

(RUU) Konvergensi Telematika. RUU itu nantinya akan menggantikan UU 36/1999 tentang

telekomunikasi. Terkait dengan hal itulah RUU Konvergensi Telematika ini menjadi penting untuk

mendapatkan pengawalan dari masyarakat.

Dalam konteks liberalisasi telekomunikasi, RUU Konvergensi Telematika ini tidak jauh

beda dengan UU 36/1999. Dalam penjelasan draft RUU itu disebutkan bahwa Dalam penjelasan

RUU Konvergensi Telematika secara gamblang disebutkan, bahwa salah satu hal yang

melatarbelakangi munculnya RUU Konvergensi Telematika adalah “Tekanan atau dorongan

untuk mewujudkan perubahan paradigma telematika dari vital dan strategis dan menguasai

hajat hidup orang banyak menjadi komoditas yang dapat diperdagangkan semakin besar

melalui forum-forum regional dan internasional dalam bentuk tekanan untuk pembukaan pasar

(open market)”.97

Menurut Margiyono ada sebuah paradigma regulasi di era konvergensi telamatika.

96

Juli 2011 97

http://www.satudunia.net/content/indepth-report-membaca-inisiatif-e-asean

Page 24: Indepth report konglomerasi media di era konvergensi telematika

Paradigma itu adalah98:

Sudah terjadi konvergensi teknologi, kemudian terjadi konvergensi media, dan

tantangannya ada konvergensi hukum, kemudian konvergensi badan regulasi

Karena selama ini di media ada beberapa badan yang bersentuhan dan bergesekan

sehingga terjadi pergesekan kewenangan, misalnya antara KPI dengan Dewan Press

sempat terjadi ketegangan ketika KPI memberikan sanksi kepada Metro TV yang

menanyangkan berita pagi tentang Satpol PP melakukan sweeping internet dan situs

pornonya tidak disamarkan, KPI memberian sangsi berita pagi tidak boleh tayang selama

5 hari. Dewan Press menganggap ini sebagai pembredelan. Belum lagi pergesekan

dengan pengatur frekuansi dengan BRTI.

Idenya adalah bagaimana membuat badan regulasi yang terkonvergensi

Pertanyaannya kemudian adalah, dari sisi masyarkat, apakah RUU ini akan mampu

memberikan payung hukum baru yang masyarakat untuk memperkuat perlawanan terhadap

dominasi wacana dari konglomerasi media yang telah terkonvergensi itu?

b.1. Pembagian Penyelenggara Telematika

Kendala pertama dari RUU ini muncul terkait dengan pembagian penyelenggara

telematika. "Persoalan pembagian penyelenggara telematika di RUU Konvergensi ini juga

menimbulkan pertanyaan," ujar Donny BU dalam wawancaranya dengan SatuDunia, di kantor

ICT Watch Jakarta99. Persoalan terkait dengan hal itu menurut Donny berasal dari Pasal 8 ayat 1

draft RUU Konvergensi Telematika.

Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa penyelenggaraan Telematika terdiri atas.

Penyelenggaraan Telematika yang bersifat komersial dan Penyelenggaraan Telematika yang

bersifat non-komersial. Semua penyelenggaraan telematika menurut RUU Konvergensi

Telematika dianggap komersial, kecuali pertahanan dan keamanan nasional, kewajiban

pelayanan universal, dinas khusus dan perseorangan.

98

http://www.satudunia.net/content/notulensi-diskusi-lingkar-belajar-telematika-1 99

Wawancara dengan Donny BU, ICT Watch, 1 April 2011

Page 25: Indepth report konglomerasi media di era konvergensi telematika

Sedangkan menurut penjelasan pasal 8 RUU Konvergensi Telematika menyebutkan

bahwa yang dimaksud dengan “Penyelenggaraan Telematika yang bersifat komersial” adalah

penyelenggaraan telematika yang disediakan untuk publik dengan dipungut biaya guna

memperoleh keuntungan (profit oriented). Dan yang dimaksud dengan “Penyelenggaraan

Telematika yang bersifat non-komersial” adalah penyelenggaraan telematika yang disediakan

untuk keperluan sendiri atau keperluan publik tanpa dipungut biaya (non-profit oriented).

Pasal 13 RUU Konvergensi Telematika menyebutkan bahwa penyelenggaraan Telematika

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) wajib mendapat izin dari Menteri berupa

perizinan individu atau perizinan kelas.

Selain itu dalam pasal 12 juga disebutkan bahwa setiap penyelenggara telematika wajib

membayar biaya hak penyelenggaraan telematika yang diambil dari persentase pendapatan

kotor (gross revenue).

Sementara itu menurut RUU Konvergensi Telematika penyelenggaraan Layanan Aplikasi

Telematika adalah kegiatan penyediaan layanan aplikasi telematika yang terdiri dari aplikasi

pendukung kegiatan bisnis dan aplikasi penyebaran konten dan informasi.

"Nah pertanyaannya adalah bagaimana dengan Media Online, Situs jejaring komunitas

seperti suarakomunitas.net, penyelenggara radio streaming (IP-Based), penyedia forum diskusi

yang user generated content atau layanan darurat (emergency) seperti AirPutih/ JalinMerapi?"

tanya Donny BU.

Soal penyelenggaraan telematika ini juga pernah diutaran oleh aktivis koalisi Masyarakat

Informasi (Maksi) dan juga Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Margi Margiyono100. "Jadi yang bisa

membuat aplikasi itu hanya komersial," ujar Margiyono, "Lantas, kalau NGO membuat aplikasi

bagaimana? Bukankah web termasuk juga aplikasi,"

Dalam RUU Konvergensi Telematika itu disebutkan bahwa baik penyelenggara non

komersial dan komersial harus izin ke menteri. "Jadi kalau kita bikin portal/website harus izin ke

menteri dan bayar BHP /Biaya Hak Penggunaan," lanjutnya.

RUU Konvergensi Telematika ini, lanjut Margiyono, jelas berpotensi menghambat

gerakan sosial digital atau klik activism dan juga jurnalisme warga. "Bagaimana tidak, untuk

100

Diskusi di SatuDunia, “Revisi UU ITE dan RUU Konvergensi Telematika, Bagaimana Sikap Masyarakat Sipil”, 25 Oktober 2010

Page 26: Indepth report konglomerasi media di era konvergensi telematika

menjadi citizen jurnalis dan aktivis sosial digital harus mendapat izin, membayar BHP dan

melakukan USO," tambahnya, "UU Pers saja menyatakan bahwa pers tidak perlu ijin, lha kok

Citizen Jurnalist harus izin”

“Begitu pula pers, kecuali penyiaran, tak bayar BHP,” tambah Margiyono “Lha kok Citizen

jurnalist harus bayar BHP?”

Dampak buruk RUU Konvergensi Telematika bagi organisasi non pemerintah mulai

dikeluhkan oleh aktivis Combine Resource Institute. "Organisasi kami menggunakan alat dan

perangkat telematika untuk pemberdayaan masyarakat (kebutuhan non komersial)," ujar

Ranggoaini Jahja, aktivis Combine Resource Institute kepada SatuDunia101, "Sehingga jika

101

Wawancara dengan RANGGOAINI JAHJA (via email), COMBIMBINE Resource Institution, 4 April 2011

Page 27: Indepth report konglomerasi media di era konvergensi telematika

penerapan RUU ini akan membatasi ruang kami untuk melakukan kerja pemberdayaan,

sementara operator swasta memperlakukan jenis layanan kepada masyarkat secara sama maka

organisasi kami menolak RUU ini,"

b.2. Ketimpangan Akses Telematika

Ketimpangan akses telematika yang menjadi fakta di Indonesia menjadi persoalan serius

dalam konteks perlawanan warga terhadap wacana dominan konvergensi media konglomerasi.

Warga yang ada di luar Jawa, utamanya di sebagian kawasan Indonesia tengah dan Timur akan

kesulitan mengimbangi atau melawan dominasi wacana media konglomerasi melalui blog,

jurnalisme warga jika mereka tidak memiliki akses terhadap telematika.

Akibatnya, tentu saja apa yang dipublikasikan oleh media konglomerasi yang teleh

konvergen itu mendominasi wacana publik dan dianggap sebagai sebuah kebenaran tunggal.

Perlawanan warga di kawasan Indonesia tengah dan timur terhadap wacana dominan media

konglomerasi menjadi penting, utamanya menyangkut persoalan pengelolaan sumberdaya

alam. Mengingat kawasan itu sangat kaya dengan sumberdaya alam. Sementara di sisi lain,

sebagian konglemerat media selain memiliki bisnis media juga memiliki bisnis yang terkait

dengan sumber daya alam semisal, perkebunan sawit dan tambang.

“Jika konsep besarnya adalah hak warga negara (masyarakat luas), mengapa yang diatur

dalam RUU Konvergensi Telematika ini lebih kental soal hak konsumen/pengguna?” ujar Donny

BU, “Sementara hak warga negara, utamanya yang belum mendapat akses telematika, belum

atau tidak diatur,”

Terkait dengan hak warga itu pula, Donny BU mengaku sepakat dengan catatan yang

pernah dibuat oleh Yayasan SatuDunia terkait hak warga negara dalam RUU Konvergensi

Telematika ini. Dalam Brief Paper SatuDunia102 tentang RUU Konvergensi Telematika

menyebutkan telah terjadi pereduksian hak warga negara menjadi sekedar hak konsumen.

Menurut Brief Paper SatuDunia, meskipun berkali-kali disebutkan kata masyarakat dalam

RUU Konvergensi Telematika, namun di batang tubuh RUU ini justru tidak ada satu pasal pun

yang mengatur hak warga negara. Dalam salah satu pasal di RUU ini mengatur perlindungan

102

http://www.satudunia.net/content/brief-paper-ruu-konvergensi-telematika

Page 28: Indepth report konglomerasi media di era konvergensi telematika

konsumen tapi bukan warga negara.

Antara konsumen dan warga negara jelas sesuatu yang berbeda. Hak konsumen muncul

didasarkan atas hubungan transaksional dengan korporasi. Sementara hak warga negara

muncul didasarkan atas kontrak sosial yang dibuat antara negara dan warganya.

Dalam kontrak sosial itu, negara diberikan mandat untuk menghormati, melindungi dan

memenuhi hak warganya. Termasuk hak warga atas pembangunan dalam hal ini termasuk

pembangunan telematika. Dalam pasal 38 RUU Konvergensi Telematika memang disebutkan

bahwa pelaksanaan kewajiban pelayanan universal telematika103 menjadi tanggung jawab

pemerintah.

Sayangnya di RUU Konvergensi Telematika itu tidak disebutkan mengenai hak warga

negara jika layanan universal gagal dipenuhi pemerintah. Apakah warga negara berhak

komplain atau bahkan mengajukan gugatan jika layanan universal telematika itu gagal

disediakan pemerintah? Tidak jelas, karena hak warga negara untuk komplain dan menggugat

itu tidak disebutkan dalam RUU.

Di sisi lain dalam RUU Konvergensi Telematika ini hanya mengatur perlindungan

mengenai hak konsumen atau pengguna telematika. Artinya, dalam RUU ini hak warga negara

telah direduksi menjadi hak konsumen. Hak warga negara untuk komplain bahkan menggugat

tidak ada payung hukumnya selama kita belum menjadi konsumen produk telematika. Hak

warga negara pelosok Indonesia untuk komplain dan menggugat akibat kegagalan pemerintah

menyediakan layanan universal telematika tidak mendapat perlindungan sama sekali dalam

RUU ini. Ini sangat sesuai dengan penjelasan umum RUU ini, bahwa “….paradigma telematika

dari vital dan strategis dan menguasai hajat hidup orang banyak menjadi komoditas yang

dapat diperdagangkan….”

103

Kewajiban pelayanan universal telematika adalah kewajiban penyediaan layanan telematika agar masyarakat, terutama di daerah terpencil atau belum berkembang, mendapatkan akses layanan telematika.

Page 29: Indepth report konglomerasi media di era konvergensi telematika

Daftar Pustaka a. http://id.wikipedia.org/wiki/Teknologi_Informasi_Komunikasi b. http://biginaict.wordpress.com/2010/11/01/ruu-konvergensi-belum-konvergen/ c. http://www.internetworldstats.com/stats.htm d. http://www.prasetyapuspita.info/berita-113-sejarah-perkembangan-telematika-

di-indonesia.html e. http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/COUNTRIES/EASTASIAPACIFICEXT

/INDONESIAINBAHASAEXTN/0,,menuPK:447277~pagePK:141132~piPK:141109~theSitePK:447244,00.html

f. Berita Resmi Statistik No. 42 / IX / 14 Agustus 2006 g. INDONESIAN ICT-2009 FACTS & FIGURES h. http://the-marketeers.com/archives/attitude-and-behavior-pengguna-internet-

di-indonesia.html i. Indepth Report SatuDunia, “Revolusi Digital Samadengan Revolusi Hijau?”

http://www.satudunia.net/system/files/Indepth%20Report-Revolusi%20Digital%20sama%20dengan%20Revolusi%20Hijau%20%3F_SD.pdf

j. http://jakarta.bps.go.id/fileupload/brs/Miskin_2011.pdf k. GATS: Liberalisasi Kehidupan, Lutfiyah Yamnin dan Yanuar Nugroho, Institute

Global of Justice, 2008 l. Peraturan Pemerintah (PP) No 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham dalam

Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing. m. Keputusan Menteri (KM) Perhubungan Nomor 72 Tahun 1999 tentang Cetak Biru

Kebijakan Telekomunikasi Indonesia. n. Undang Undang (UU) Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. o. Buku Putih, “Komunikasi dan Informatika”, Kementerian Telekomunikasi dan

Informatika Republik Indonesia, tahun 2010. p. Snapshot of Indonesia Social Media Users - Saling Silang Report Feb 2011.

http://www.slideshare.net/salingsilang/snapshot-of-indonesia-social-media-users-saling-silang-report-feb-2011.

q. Terpusatnya kepemilikan media di tangan sedikit orang/perusahaan. http://twitoaster.com/country-us/ndorokakung/konglomerasi-media-mungkin-tak-menguntungkan-publik-karena-akan-terjadi-keseragaman-suara/

r. https://fordiletante.wordpress.com/2008/01/29/konglomerasi-media-dalam-grup-mnc-media-nusantara-citra/

s. KONSENTRASI MEDIA MASSA DAN MELEMAHNYA DEMOKRASI, Henry Subiakto, Dosen Jurusan Komunikasi FISIP dan Program Pascasarjana Studi Media dan Komunikasi Universitas Airlangga, Surabaya.

t. http://www.investor.co.id/bedahemiten/era-konvergensi-di-mata-bakrie-telecom/8867

u. Satriyo Dharmanto, Presentasi di Working Group Licencing, Bandung, 18 Februari 2010