1. Inbound investment adalah: investasi yang berasal dari luar negri. 2. Perpajakan atas industri tertentu: Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi melalui Peraturan Menteri Kuangan No. 244/PMK.011/2012 ditetapkan sebagai pemungut Pajak pasal 22 UU PPh. Pemungutan PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi industri tertentu tersebut dilakukan pada saat penjualan kepada distributornya didalam negeri. Besarnya pungutan PPh pasal 22 tersebut ditetapkan antara lain: 1. Industri semen ; 0,25 % dari DPP PPN penjualan semua jenis semen 2. Industri kertas ; 0,1 % dari DPP PPN penjualan kertas 3. Industri baja ; 0,3% dari DPP PPN penjualan baja 4. Industri otomotif ; 0,45% dari DPP PPN penjualan kendaraan bermotor roda dua atau lebih 5. Industri farmasi ; 0,3% dari DPP PPN penjualan semua jenis obat Dalam melakukan pemungutan PPh pasal 22, pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh pasal 22 dalam rangkap 3 yang peruntukannya adalah sebagai berikut; 1. lembar kesatu untuk wajib pajak yang dipungut 2. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan SPT masa PPh 22 ke KPP tempat terdaftarnya pemungut. 3. lembar ketiga untuk arsip wajib pajak pemungut. Hasil pemungutan PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi industri tertentu tersebut disetorkan ke Kas negara melalui Bank persepsi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan atau melaui kantor pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) paling lambat tanggal 10 masa pajak berikutnya. Dan melaporkan hasil pungutannya dengan menggunakan SPT masa ke KPP tempat pemungut terdaftar paling lambat tanggal 20 masa pajak berikutnya. Sedangkan bagi distributor dalam negeri yang dipungut dapat memperihungkan sebagai pembayaran pajak penghasilan dalam tahun berjalan (kredit pajak dalam negeri). PPH Pasal 22 Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:
INBOUND INVESTMEN adalah... semuanya akan di jelaskan dalam dokumen in. chech it out!
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1. Inbound investment adalah: investasi yang berasal dari luar negri.
2. Perpajakan atas industri tertentu:
Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi melalui Peraturan Menteri Kuangan No. 244/PMK.011/2012 ditetapkan sebagai pemungut Pajak pasal 22 UU PPh. Pemungutan PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi industri tertentu tersebut dilakukan pada saat penjualan kepada distributornya didalam negeri.
Besarnya pungutan PPh pasal 22 tersebut ditetapkan antara lain:1. Industri semen ; 0,25 % dari DPP PPN penjualan semua jenis semen
2. Industri kertas ; 0,1 % dari DPP PPN penjualan kertas
3. Industri baja ; 0,3% dari DPP PPN penjualan baja
4. Industri otomotif ; 0,45% dari DPP PPN penjualan kendaraan bermotor roda dua atau lebih
5. Industri farmasi ; 0,3% dari DPP PPN penjualan semua jenis obat
Dalam melakukan pemungutan PPh pasal 22, pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh pasal 22 dalam rangkap 3 yang peruntukannya adalah sebagai berikut;1. lembar kesatu untuk wajib pajak yang dipungut
2. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan SPT masa PPh 22 ke KPP tempat terdaftarnya pemungut.
3. lembar ketiga untuk arsip wajib pajak pemungut.
Hasil pemungutan PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi industri tertentu tersebut disetorkan ke Kas negara melalui Bank persepsi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan atau melaui kantor pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) paling lambat tanggal 10 masa pajak berikutnya. Dan melaporkan hasil pungutannya dengan menggunakan SPT masa ke KPP tempat pemungut terdaftar paling lambat tanggal 20 masa pajak berikutnya. Sedangkan bagi distributor dalam negeri yang dipungut dapat memperihungkan sebagai pembayaran pajak penghasilan dalam tahun berjalan (kredit pajak dalam negeri).
PPH Pasal 22
Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:
1. Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-
lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
2. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan
di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
3. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang;
2. Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah yang
melakukan pembayaran, atas pembelian barang;
3. BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari
belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada
angka 4;
4. Bank Indonesia (BI), Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Badan Urusan Logistik
(BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT.
Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN yang
melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun dari non APBN;
5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang industri semen, industri rokok, industri kertas,
industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas
penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar
minyak, gas, dan pelumas.
7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan
perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, atas pembelian bahan-bahan untuk
keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
8. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Tarif PPh Pasal 22
1. Atas impor :
a. yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% (dua setengah persen)
dari nilai impor;
b. yang tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor;
c. yang tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.
2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah,
BUMN/BUMD (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4) sebesar 1,5% (satu
setengah persen) dari harga pembelian tidak termasuk PPN dan tidak final.
3. Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5)
ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
a. Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
b. Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
c. Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
d. Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan
bakar minyak, gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
Catatan:
Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak
final
5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang
pengumpul (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7) ditetapkan sebesar 2,5 % dari
harga pembelian tidak termasuk PPN.
6. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API
sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai impor.
7. Atas Penjualan
a. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000.000.000,00
b. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00
c. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari
Rp10.000.000.000,00 dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
d. Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya
lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
e. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa
sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya
dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas
silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
8. Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22
Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22
1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB).
2. Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai;
dilaksanakan oleh DJBC.
3. Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali,
dan dilaksanakan oleh Dirjen BC.
4. Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah atau yang lainnya yang jumlahnya
paling banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-
pecah.
5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-
benda pos.
6. Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas
untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.
7. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan
Kas Negara.
8. Impor kembali (re-impor) dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah
diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian yang memenuhi syarat yang
ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.
Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22
1. Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk.
Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan
dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
2. Atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4 )
terutang dan dipungut pada saat pembayaran;
3. Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5) terutang
dan dipungut pada saat penjualan;
4. Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 6)
dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order);
5. Atas pembelian bahan-bahan (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7) terutang
dan dipungut pada saat pembelian.
Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22
1. PPh Pasal 22 atas impor barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 1)
disetor oleh importir dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak, Cukai dan Pabean
(SSPCP). PPh Pasal 22 atas impor barang yang dipungut oleh DJBC harus disetor ke bank
devisa, atau bank persepsi, atau bendahara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dalam jangka
waktu 1 (satu) hari setelah pemungutan pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan paling
lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
2. PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk
dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi saat
penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal
20 setelah masa pajak berakhir.
3. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2)
disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak rekanan ke bank persepsi atau Kantor
Pos pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut
menerbitkan bukti pungutan rangkap tiga, yaitu :
a. lembar pertama untuk pembeli;
b. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak;
c. lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan dilaporkan ke
KPP paling lambat 14 (empat belas ) hari setelah masa pajak berakhir.
4. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 3)
disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor
Pos paling lama tanggal 10 sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Dilaporkan
ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
5. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 4 )
disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor
Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir
SSP dan menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak
berakhir.
6. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
butir 5, dan 7 ) dan hasil penjualan barang sangat mewah (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal
22 butir 8) disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos paling
lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP.
Pemungut menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa
pajak berakhir.
7. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
butir 6) disetor oleh pemungut ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10(sepuluh)
bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan
PPh Ps. 22 rangkap 3 yaitu:
a. lembar pertama untuk pembeli;
b. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak;
c. lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat paling lambat 20
(dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 22 bertepatan dengan
hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat
dilakukan pada hari kerja berikutnya.
CONTOH PERHITUNGAN :
CONTOH 1---Menghitung PPh pasal 22 atas impor barang
PT Pasaribu Motors mengimpor barang dari Korea. PT Pasaribu Motors adalah importir mobil
yang telah memiliki Angka Pengenal Impor. PT KIA mengimpor unit 50 mobil, dengan harga
faktur $ 10.000 per unit. Biaya asuransi dan biaya angkut yang berkaitan dengan impor mobil
tersebut masing-masing adalah 2% dan 3%. Bea masuk yang dibayar oleh PT KIA Motors
sebesar 5% dari CIF dan bea masuk tambahan sebesar 20% dari CIF. Kurs pada saat itu
ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebesar $1 = Rp 9.000. Berapa PPh pasal 22 yang harus
dibayar?
Harga faktur : 50 unit x $10.000 $500.000
Biaya asuransi(2%) $ 10.000
Biaya angkut(3%) $ 15.000
--------------
CIF $525.000
Bea masuk: 5% x $525.000 $ 26.250
Bea masuk tambahan:20% x $525.000 $105.000
-------------
Nilai Impor $ 656.250
Nilai Impor dalam rupiah:
$656.250 x Rp 9.000 = Rp 5.906.250.000,-
PPh 22 yang harus dipungut (memiliki API)
2,5% x Rp 5.906.250.000 = Rp 147.656.250,-
CONTOH 2---Menghitung PPh Pasal 22 ataspembelian barang oleh bendahara Instansi
Pemerintahan
Pada tanggal 1 April 2011, Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kota Yogyakarta Membeli mebel
dan peralatan kantor lainnya dari Perdana Furniture senilai RP 220.000.000,- ( termasuk PPn
10% )
PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Bendahara Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kota Yogyakarta
dihitung sebagai berikut:
DPP : ( 100 : 110 ) X Rp 220.000.000,- Rp 200.000.000,-
PPh Pasal 22 : ( 1,5% X Rp 200.000.000,- ) Rp 3.000.000,-
CONTOH 3---Menghitung PPh Pasal 22 atas Pembayaran Olehbendahara pengeluaran
Bendahara pengeluaran pada Dinas Pertanian Kabupaten Sleman pada tanggal 10 juli 2011
membayarsejumlah Rp 7.150.000,- ( termasuk PPN ). Pembayaran dilakukan menggunakan uang
persediaan.
PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Bendahara Pengeluaran Dinas Pertanian Kab. Sleman
dihitung sebagai berikut:
DPP : ( 100 : 110 ) X Rp 7.150.000,- Rp 6.500.000,-
PPh Pasal 22 : 1,5% X Rp 6.500.000,- Rp 97.500,-
CONTOH 4---Menghitung PPh Pasal 22 atas pembayaran dengan mekanisme langsung oleh
Kuasa Pengguna Anggran
Pada tanggal 20 Juli 2011, Dinas Pekerjaan Umum Kab. Selaman membeli alat berat senilai Rp
962.500.000,- ( termasuk PPN ) dari PT Nagata. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku di
wilayah tersebut, untuk pembelian senilai di atas Rp 100.000.000,- dilakukan dengan cara
mekanisme langsung yaitu pembayaran dilakukan oleh bendahara umum daerah dalam hal ini
DPPKD Kab sleman langsung kepada PT Nagata.
PPh pasal 22 dihitung sebagai berikut:
DPP atau harga di luar PPN adalah:
( 100 : 110 ) X Rp 962.500.000 Rp 875.000.000,-
PPh Pasal 22 yang dipungut oleh DPPKD Kab. Sleman:
1,5% X Rp 875.00.000,- Rp 13.125.000,-
CONTOH 5---Menghitung PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi industri tertentu
a. PT Indah Kiat Paper dalam bulan Mei 2011 menjual beberapa jenis kertas hasil produksinya
dengan total harga sebesar Rp 88.000.000,- kepada Penerbit Perdana Putra di Yogyakarta. Harga
tersebut sudah termasuk PPN sebesar 10%.
( 100 ; 110 ) X Rp 88.000.000,- Rp 80.000.000,-
PPh Pasal 22 yang dipungut oleh PT Indah Kiat Paper adalah:
0,10% X Rp 80.000.000,- RP 80.000,-
b. PT Semen Gresik dalam bulan Juni 2011 menjual hasil produksinya senilai Rp 165.000.000,-
kepada Pt Karya Jaya. Harga tersebut termasuk PPN.
Besarnya DPP PPN adalah:
( 100 : 110 ) X Rp 165.000.000 Rp 150.000.000,-
PPh Pasal 22 yang dipungut oleh PT Semen Gresik adalah:
0,25% X Rp 150.000.000,- Rp 375.000,-
c. PT Baja Perkasa merupakan produsen baja, pada bulan juli 2011 menjual hasil produksinya
kepada PT Adi Karya senilai Rp 825.000.000,- (termasuk PPN).
Besarnya DPP PPN adalah:
( 100 : 110 ) X Rp 825.000.000,- Rp 750.000.000,-
PPh Pasal 22 yang dipungut oleh PT Baja Perkasa adalah:
0,3% X Rp 750.000.000,- Rp 2.250.000,-
CONTOH 6---Menghitung PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi oleh produse atas
importer bahan bakar dan pelumas
PT Pertamina adalah produsen dan importer bahan bakar minyak,gas,dan pelumas . Pada bulan
agustus 2011 melakukan penyerahan sebagai berikut ;
a. Penyerahan bahan bakar minyak senilai Rp.816.000.000,00 kepada SPBU Pertamina
b. Penyerahan bahan bakar minyak senilai Rp.523.000.000,00 kepada Non SPBU
c. Penyerahan bahan bakar gas senilai Rp.179.800.000,00 kepada Blue Gas Distributor
d. Penyerahan pelumas senilai Rp.278.900.000,00 kepada PT Oli
Catatan : setiap harga tersebut tidak termasuk PPN.
Besarnya PPh Pasal 22 yang dipungut oleh PT Pertamina atas penyerahan tersebut adalah :
a. Atas penyerahan bahan bakar minyak kepada SPBU :
0,25% X Rp 816.000.000,00 Rp. 2.040.000,00
b. Atas penyerahan bahan bakar minyak kepada Non SPBU :
0,3% X Rp 523.000.000,00 Rp. 1.569.000,00
c. Atas penyerahan bahan bakar gas kepada Blue Gas Distributor:
0,3% X Rp 179.800.000,00 Rp. 539.000,00
d. Atas penyerahan pelumas kepada PT Oli :
0,3% X Rp.278.900.000,00 Rp. 836.700,00
CONTOH 7---Menghitung PPh Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk industri atau ekspor
oleh badan usaha sektor tertentu.
PT Dua Saudara merupakan perusahaan yang pengolahan hasil-hasil pertanian. Pada bulan Juli
2011, membeli bahan-bahan untuk keperluan industri tersebut dari UD Petani sebagai pedagang
pengumpul . Nilai pembelian sebesar Rp.326.000.000,00
Besarnya PPh Pasal 22 atas pembelian tersebut adalah :
0,25% X Rp326.000.000,00 Rp.815.000,00
PAJAK DAERAH
Pajak Daerah, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
(Pasal 1 angka 10 UU Nomor 28 Tahun 2009)
Retribusi Daerah, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.
(Pasal 1 angka 10 UU Nomor 28 Tahun 2009)
Saat anda mengunjungi restoran lalu melakukan pembayaran, dan terlihat dalam
struk/nota pembayaran terdapat tambahan pengenaan Pajak Restoran sebesar 10%, maka anda telah berkontribusi dalam pembayaran Pajak Daerah untuk Kabupaten/Kota di mana restoran itu berusaha. Pembayaran yang anda lakukan akan dihimpun oleh pengusaha restoran yang berposisi sebagai Wajib Pajak, lalu pengusaha restoran tersebut akan menyetor pajak restoran yang telah dikutip dari pelanggan restoran ke rekening Kas Daerah Pemerintah Daerah.Pelanggan restoran sebagai pihak yang telah dikutip pembayaran pajak daerah tidak akan mendapat jasa atau kontraprestasi secara langsung dari Pemerintah Daerah. Nominal pembayaran yang disetor ke Kas Daerah akan dihimpun dan selanjutnya digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan daerah.Sedangkan ketika anda melakukan pembayaran Retribusi Daerah, maka pembayaran yang dilakukan merupakan kompensasi atas sebuah jasa/layanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah. Apabila ada sebuah pungutan yang dinamakan Retribusi namun tidak terdapat jasa/layanan yang diberikan kepada pembayar Retribusi, maka pada hakikatnya pembayaran tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai Retribusi.
Kapan kabupaten/kota dapat mulai mengelola PBB sektor perdesaan dan perkotaan (PBB-P2)?
Paling lambat tanggal 1 Januari 2014 PBB-P2 akan dikelola oleh kabupaten/kota dan dalam hal sebelum tahun
2014 terdapat kabupaten/kota sudah siap untuk mengelola PBB-P2, yang dibuktikan dengan telah disahkannya
Perda, maka kabupaten/kota dimaksud dapat mengelola PBB-P2 mulai tahun tersebut.
Apa tujuan dari pengalihan PBB-P2 menjadi Pajak daerah sesuai UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
(PDRD)?
Untuk meningkatkan local taxing power pada kabupaten/kota, seperti:
1. Memperluas objek pajak daerah dan retribusi daerah
2. Menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah (termasuk pengalihan PBB Perdesaan dan Perkotaan dan
BPHTB menjadi Pajak Daerah)
3. Memberikan diskresi penetapan tarif pajak kepada daerah
4. Menyerahkan fungsi pajak sebagai instrumen penganggaran dan pengaturan pada daerah
Terkait PBB-P2, kewenangan apa saja yang akan dialihkan oleh pemerintah pusat kepada kabupaten/kota?
Pemerintah pusat akan mengalihkan semua kewenangan terkait pengelolaan PBB-P2 kepada
kabupaten/kota. Kewenangan tersebut antara lain: proses pendataan, penilaian, penetapan, pengadministrasian,
pemungutan/penagihan dan pelayanan.
Apakah sama antara subjek pajak PBB-P2 saat dikelola oleh pemerintah pusat (Ditjen Pajak) dan saat
dikelola oleh kabupaten/kota?
Subjek pajaknya sama, yaitu Orang atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi,
dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas
bangunan. (Pasal 4 Ayat 1 UU PBB sama dengan Pasal 78 ayat (1) dan (2) UU PDRD)
Untuk objek pajak PBB-P2 sesuai UU PDRD apakah ada perbedaan dengan saat dikelola oleh Pusat?
Objek PBB sesuai:
UU PBB : bumi dan/atau bangunan
UU PDRD : bumi dan/atau bangunan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan,
perhutanan, dan pertambangan
Bagaimana dengan tarif PBB-nya?
Saat ini tarif PBB adalah tunggal, yaitu 0,5%. Ketika dikelola oleh pemda, maka tarifnya paling tinggi 0,3%
(sesuai dengan UU PDRD)
Selain tarif, perbedaan apa yang akan timbul ketika PBB-P2 dikelola oleh kabupaten/kota?
Saat PBB dikelola oleh pemda:
1. NJKP (20% dan 40%) tidak dipergunakan/diberlakukan
2. NJOPTKP ditetapkan paling rendah Rp10 juta, yang saat ini ditetapkan setinggi-tingginya Rp12 juta (Rp24
juta mulai tahun 2012)
Bagaimana formula penghitungan besarnya PBB-P2?
UU PBB : Tarif x NJKP x (NJOP-NJOPTKP)
: 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)
: 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)
UU PDRD : Tarif x (NJOP-NJOPTKP)
: Maks. 0,3% x (NJOP-NJOPTKP)
Apa keuntungan bagi pemerintah kabupaten/kota dengan pengelolaan PBB-P2?
Penerimaan dari PBB 100% akan masuk ke pemerintah kabupaten/kota. Saat dikelola oleh Pemerintah Pusat
(DJP) pemerintah kabupaten/kota hanya mendapatkan bagian sebesar 64,8%.
Apakah ada ketentuan yang bisa dijadikan acuan oleh kabupaten/kota dalam mempersiapkan pengelolaan
PBB-P2?
Dalam mempersiapkan diri untuk mengelola PBB-P2, kabupaten/kota dapat berpedoman pada Undang-Undang
PDRD dan Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 213/PMK.07/2010 dan Nomor
58 Tahun 2010 tentang Tahapan Persiapan Pengalihan PBB Perdesaan dan Perkotaan sebagai Pajak Daerah.
Selain itu Direktur Jenderal Pajak juga telah menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-61/PJ/2010 tentang Tata Cara Persiapan Pengalihan PBB Perdesaan dan Perkotaan sebagai Pajak Daerah
Apa saja tugas dan tanggung jawab kabupaten/kota dalam rangka persiapan pengalihan PBB-P2?
Pemda harus menyiapkan:
1. Perda, Perkepda, dan SOP
2. Sumber Daya Manusia
3. Struktur organisasi dan tata kerja
4. Sarana dan prasarana
5. Pembukaan rekening penerimaan
6. Kerja sama dengan pihak-pihak terkait (notaris/PPAT, BPN, dll)
Hal-hal apa saja yang bisa diadopsi oleh kabupaten/kota dari Pusat?
Banyak hal yang bisa diadopsi oleh pemda dari DJP, antara lain:
1. Tarif efektif, sistem administrasi PBB (pendataan, penilaian, penetapan, dll.)
2. Kebijakan/peraturan dan SOP pelayanan
3. Keahlian SDM (melalui pelatihan)
4. Sistem manajemen informasi objek pajak, dll.
Apa saja yang perlu diperhatikan oleh kabupaten/kota dalam mengelola PBB-P2?
1. Kebijakan NJOP agar memperhatikan konsistensi, kesinambungan dan keseimbangan antar wilayah
2. Kebijakan tarif PBB, agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat
3. Menjaga kualitas pelayanan kepada WP
4. Akurasi data subjek dan objek pajak dalam SPPT tetap terjaga
Peluang apa saja yang dapat diperoleh oleh kabupaten/kota dengan pengalihan PBB-P2 ini?
1. Penyeimbangan kepentingan budgeter dan reguler karena diskresi kebijakan ada di kabupaten/kota.
2. Penggalian potensi penerimaan yang lebih optimal karena jaringan birokrasi yang lebih luas
3. Peningkatan kualitas pelayanan kepada WP
4. Peningkatan akuntabilitas penggunaan penerimaan PBB
Dalam setiap kegiatan pasti ada tantangan, dalam pengalihan PBB-P2 ini apa saja tantangannya?
Tantangan dalam pengalihan PBB-P2, antara lain:
1. Kesiapan kabupaten/kota pada masa awal pengalihan yang belum optimal, sehingga dapat berdampak