-
II. 2. Imunitas Adaptif Seluler
Pelepasan sel T yang teraktifasi dari jaringan limfoid.
Sel T teraktifasi yang dibentuk dan dilepaskan kedalam cairan
limfe sirkulasi keseluruh tubuh melewati dinding kapiler keruang
jaringan cairan limfe sirkulasi, bolak-balik diseluruh tubuh sampai
berbulan dan tahun.
Sel memori limfosit sel R T jumlah sel memori Limfosit B. Jika
suatu klon Limfosit T diaktifkan oleh Ag tertentu, maka banyak
limfosit baru terbentuk dibutuhkan kedalam jaringan limfoid untuk
menjadi Limfosit T tambahan terhadap klon specifik dan sel memori
ini menyebar keseluruh jaringan limfoid diseluruh tubuh. Sehingga
pada paparan berikutnya terhadap Ag yang sama pelepasan sel T
teraktivaasi jauh lebih cepat dan lebih kuat.
-
Reseptor- reseptor antigen pada Limfosit T
Antigen-antigen berikatan dengan molekul, reseptor pada
permukaan sel T dengan caraq yang sama dengan berikatan terhadap
Ab.
Macam-macam Tipe Sel T dan berbagai fungsinya
Sel T Helper
Sel T yang terbanyak > 1/3 sel T keseluruhan
Bertindak selaku pengatur utama dari seluruh fungsi imun (
Gambar 34 6 )
Sel-sel tersebut bekerja dengan membentuk serangkaian mediator
protein yang disebut Limfokin yang bekerja pada sel-sel lain dari
sistem imun.
Limfokin yang penting yang disekresi sel T helper adalah :
- Inter Lekuin 2 s/d Interlekuin 6- Faktor perangsang koloni
monosit Granulosit- Interferon
-
Beberapa fungsi pengaturan spesifik Limfokin
Perangsang pertumbuhan dan proliferasi sel T sitotoksin dan sel T
Supresor. T.u oleh Limfokin Interkulin2, juga oleh Interkulin 4 dan
5Perangsangan pertumbuhan dan diferensiasi sel B membentuk sel
plasma dan antibodi. Hampir semua Interkulin, khususnya Interkulin
4,5 dan 6 ( faktor perangsang / pertumbuhan sel B )Aktivasi sistem
makrofag dengan cara :- memperlambat / menghentikan migrasi
makrofag setelah makrofag dapat terkumpul dalam jumlah yang banyak
-mengaktifkan makrofag untuk menimbulkan fagositosis yang lebih
efisien
Umpan balik, perangsangan pada sel T Helper sendiri khususnya
Interkulin 2
-
2. Sel T Sitotoksik
Merupakan sel penyerang langsung yang mampu membunuh
mikroorganisme, bahkan membunuh sel-sel tubuh sendiri. Mekanismenya
gambar ( Gambar 34- 7 ).
Pada permukaaan Sel T Sitotoksik terdapat protein reseptor yang
menyebabkan terikat dengan erat dengan organisme atau sel yang
mengandung Ag specifik.
Setelah berikatan sel T sitotoksik mengekresi perforin yang akan
membentun lubang pada membran sel organisme yang diserang dan
cairan dari interstisial dan substansi sitotoksiknya mengalir
kedalam sel yang diserang sehingga sel yang diserang membengkak dan
larut.
Setelah memasukkan cairan Intertisial dan substansi sitotoksik
terdorong keluar dan akan bergerak untuk membunuh sel-sel penyerbu
yang lain dan menetap dijaringan berbulan-bulan.
-
3. Sel T Supresor
Sel T Supresor menekan jumlah sel T sitotoksik dan sel T Helper.
Menjaga agar jangan menyebabkan reaksi imun yang berlebihan yang
dapat merusak tubuh. Sel T Helper dan Sel T Supresor digolongkan
sebagai sel T regulator.
TOLERANSI ADAPTED IMUNITAS (IMUNITAS SPESIFIK )
Terhadap jaringan tubuh sendiri
Fenomena toleransi ini berkembang sewaktu terjadi pengolahan
pendahuluan Limfosit T di timus dan Limfosit B disum-sum
tulang.
Bila limfosit imatur yang spesifik di timus terpajan antigen
yang kuat, sel tersebut menjadi limfoblastik berfoliferasi,
selanjutnya bergabung dengan AG yang meransang tadi dan dirusak
oleh epitel timus sebelum mereka bermigrasi menempati jaringan
limfoid
-
Kegagalan mekanisme toleransi menyebabkan autoimun
Demam Reumatik
Tubuh terimunisasi oleh jaringan dalam sendi dan jantung setelah
terpajan toksin streptokokus jenis khusus yang struktur molekular
epitopnya mirip struktur pada beberapa Ag tubuh sendiri.
2. Glumerulonefritis autoimun
Tubuh terimunisasi terhadap membran basal glomeruli
3. Miastenia Gravis
Pada tubuh terbentuk imunitas terhadap protein reguler acetil
kholin pada neuromuskular junction segingga terjadi kelumpuhan
-
V A K S I N A S I
Menyuntikkan mikroorganisme mati ( tidak mampu menyebabkan penyakit
) tapi tetap punya Ag kimia
Ex : Demam Typhoid, Dipteri, pertusis
Menyuntikkan toksin yang telah diolah dengan bahan kimia,
sehinggasifat toksinya sudah rusak tapi Ag yang menimbulkan
Imunitas tetap utuh
Ex : Tetanus, Botulisme
Menginjeksi seseorang dengan organisme hidup yang dilemahkan
Ex : Polimielitis, morbili, varicella, yellow fever
-
I M U N I T A S P A S I F
Pemberian Infus Antibodi dan Sel T teraktivasi dari darah
seseorang / hewan yang telah mempunyai imunitas aktif terhadap Ag
tersebut.
Antibodi ini habis dalam 2- 3 minggu dan selama ini orang
tersebut terlindung dari penyakit tersebut . Sel T teraktivasi
habis dalam beberapa minggu , tapi bila dari hewan habis dalam
beberapa hari.
-
ALERGI DAN HIPERSENSITIVITAS
Alergi reaksi lambat
Di sebabkan oleh sel T teraktivasi , bukan oleh Antibodi ; oleh
kaarena kontak berulang dengan antigen ( toksin ) menyebabkan
pembentukan sel T helper dan sel T sitotoksik . Normalnya terjadi
kerusakan pada area jaringan dimana terdapat antigen .
Ex: di kulit karena terkena racun tumbuhan
Edema paru karena antigen yang di tularkan oleh udara
-
2. Alergi pada orang alergi
Di turunkan secara genetis ( antibodi Ig E )
Alergen adalah : antigen yang bereaksi secara specipik dengan
tipe specipik antibodi reagin Ig EAntibodi reaginn Ig E melekat
kuat pada basofil dan sel mast ( 1 sel mast / basofil mengikat juta
Ig E ).
sehingga bila alergen berikatan dengan Ig E maka menyebabkan
perubahan pada membran sel mast / basofil ) banyak sel mast dan
basofil yang robek sehingga melepaskan :histamin , substansi
anafilaksis bereaksi lambat ( campuran leukotrin toksik ) ,
kemotaktik neutrofil , heparin dan pengaktif trombosit . Contoh :
Anafilaksis, Urtikaria, Hay fever, asma
-
GOLONGAN DARAH
Darah dibagi dalam dalam berbagai golongan sesuai tipe antigen
yang terdapat pada permukaan eritrosit berbagai orang. Dalam sel
eritrosit paling sedikit dijumpai 30 unit antigen yang suatu saat
akan menimbulkan reaksi antigen antibody.
Golongan Darah O A B AB
I.l. Antigen
Terdapat dua golongan antigen yang paling sering menimbulkan
reaksi transfusi darah dibanding golongan antigen lainnya :
- Sistem 0 A - B antigen
- Sistem Rhesus
-
Pada golongan 0-A-B terdapat dua jenis antigen yang berbeda
tetapi berhubungan yaitu antigen tipe A dan antigen tipe B. Selain
dalam darah antigen A dan antigen B juga terdapat pada glandula
salivaria/ saliva/ pancreas/ ginjal, hati, paru-paru/ testis,
cairan semen dan cairan amnion. Antigen tipe A dan antigen tipe B
pada permukaan eritrosit tersebut akan membuat sei peka terhadap
aglutinasi sehingga dinamakan Aglutinogen.
-
4 tipe 0-A-B utama (menurut Landsteiner) yaitu :
1. Golongan darah 0 : Bila tidak terdapat aglutinogen A maupun
B
2. Golongan darah A : Bila hanya terdapat aglutinogen A
3. Golongan darah B : Bila hanya terdapat aglutinogen B
4. Golongan darah AB : Bila terdapat aglutinogen A dan B
-
Individu golongan darah A mempunyai glokosil transferase
menempatkan asetil galaktosamin pada rangkaian glikoprotein.
Sedangkan individu golongan darah B yang mempunyai enzym yang
menempatkan galaktosa pada rangkaian glikoprotein. Individu
golongan darah AB mempunyai kedua enzym tersebut. Prevalensi
berbagai golongan darah pada bangsa kulit putih adalah sebagai
berikut:
Golongan darah 0 47% . Golongan darah A41% Golongan darah B 9%
Golongan darah AB 3%
-
Penentuan Genetik Dari Aglutinogen
Dua gen/ satu pada kromosom yang berpasangan akan menentukan
golongan darah A-B-O. Kedua gen ini bersifat alelomorfik yang dapat
menjadi salah satu ketiga golongan tetapi hanya satu tipe saja pada
setiap dari kromosom yaitu tipe O, B, atau A. Gen tipe 0 hampir
tidak berfungsi sehingga tipe 0 menghasilkan aglutinogen tipe 0
yang tidak khas pada sel. Sebaliknya gen tipe A dan B menghasilkan
aglutinogen yang kuat pada seL Enam kemungkinan kombinasi gen
(genotif) tersebut adalah :
- Golongan darah A: Genotif OA dan AA- Golongan darah B: Genotif OB
dan BB- Golongan darah B: Genotif AB
-
1.2. Aglutinin
Aglutinin adalah gamma globulin dan dihasilkan oleh sel- sel
yang sama yang menghasilkan antibody terhadap setiap antigen yang
lain. Kebanyakan adalah imunoglobulin M dan Ig M. Bila aglutinogen
tertentu tidak terdapat pada sel eritrosit seseorang, maka dalam
plasma darah orang tersebut akan terbentuk antibody (aglutinin) -
terhadap aglutinogen itu.
Golongan Darah O :Tidak ada aglutinogen A dan B tapi mempunyai
aglutinin anti A da B Golongan Darah A : punya aglutinogen A dan
mempunyai aglutinin anti B Golongan Darah B : punya Aglutinogen B
dan mempunyai aglutinin anti A Golongan Darah AB : punya
Aglutinogen A dan B tetapi tidak mempunyai anti A dan B
-
Jumlah aglutinin dalam plasma segera setelah lahir hampir nol.
Pada usia 2 sampai 8 bulan mulai menghasilkan aglutinin. Jumlah
aglutinin tertinggi dicapai pada usia 8 sampai 10 tahun dan
berangsur menurun. Antigen A dan B dalam jumlah sedikit masuk
melalui makanan, bakteri atau dengan cara lain. Dan zat ini
mengawali pembentukan aglutinin anti A dan anti B. Bayi baru lahir
memiliki aglutinin dalam jumlah sedikit, menunjukkan bahwa
pembentukan aglutinin hampir seluruhnya terjadi setelah lahir.
-
Proses Aglutinasi Pada Reaksi Transfusi
Bila darah tidak cocok sehingga aglutinin anti A atau anti B
tercampur dengan sel darah merah yang mengandung aglutinogen A dan
B maka sel darah merah diaglutinasi dengan proses yaitu aglutinin
melekatkan dirinya pada eritrosit karena aglutinin mempunyai dua
tempat pengikatan (tipe Ig G) atau sepuluh tempat pengikatan(Ig M)
sehingga menyebabkan sel melekat satu sama lain pada saat yang sama
dan ini menyebabkan sel menggumpal. Gumpalan tersebut menyumbat
pembuluh darah diseluruh sistem sirkulasi sehingga sel darah
fagositik RES merusak sel yang teraglutinasi tersebut dan
mengeluarkan hemoglobin kedalam plasma. Keadaan ini yang disebut
hemolisis sel darah merah.
-
PENGGOLONGAN DARAH DENGAN MELIHAT AGLUTINASI SEL DARI BERBAGAI
GOLONGAN DARAH DENGAN AGLUTININ ANTI A dan ANTI B METODE PENENTUAN
GOLONGAN DARAH
Metode penggolongan darah yang umum dilakukan adalah tehnik
slide. Setetes darah atau lebih diambil dari orang yang akan
ditentukan golongan darahnya. Darah ini kemudian diencerkan
kira-kira 50 kali dengan larutan NaCI fisiologis (saline) sehingga
pembekuan tidak akan terjadi.
Dua tetes suspensi ini diletakkan secara terpisah pada kaca
slide dan setetes serum aglutinin anti A dicampurkan dengan salah
satu tetesan suspensi sel sedang setetes serum aglutinin anti B
dicampur dengan suspensi sel yang jedua. Setelah dibiarkan beberapa
menit agar berlangsung proses aglutinasi, slide dilihat dibawah
mikroskop untuk menentukan sel menggumpal berarti telah terjadi
reaksi imun antara serum dan sel.
- GOL. DARAH MERAHSERUM ANTI ASERUM ANTI BOABAB-+-+--++
-
2. GOLONGAN DARAH Rh
Pada tahun 1946 Landsteiner dan A.S. Weiner. menemukan antigen
tertentu dalam darah. yaitu MACACCUS RHESUS, yang dinamakan antigen
rhesus (Rh) dan antigen ini juga ditemukan pada sel darah manusia.
Berdasarkan ada tidaknya antigen rhesus ini, darah manusia dapat
dibedakan menjadi dua golongan yaitu :
a. Golongan Rh+
Bila didalam sel darah merahnya terdapat antigen rhesus
b. Golongan Rh-
Bila didalam sel darah merahnya tidak terdapat antigen rhesus
Adcinya antigen rhesus didalam darah dikendalikan oleh gen 1 Rh
yang dominan terhadap gen 1 Rh. Sehingga genotif orang tersebut
menurut sistem rhesus dibedakan atas :
-
Pembentukan aglutinin anti Rh :
Bila sel darah merah mengandung faktor Rh atau hasil pemecahan
sel seperti ini disuntikkan ke dalam orang dengan Rh negatif,
dengan perlahan-lahan akan terbentuk aglutinin anti Rh/ dan
konsentrasi ini akan mencapai maksimal kira-kira dua atau empat
bulan kemudian. Dan respon ini akan lebih banyak pada orang
tertentu daripada orang lain. Bila berhubungan dengan faktor Rh
yang terus menerus maka orang dengan Rh(-) akhirnya tersensitisasi
dengan kuat oleh faktor Rh dan membentuk aglutinin anti Rh dengan
titer yang sangat tinggi.
FENOTIFGENOTIFMACAM GAMEDRhesus + IRH IRH I RH Irh IRH Irh Rhesus -
Irh Irh Irh
-
sifat-sifat aglutinasi Rh :
Antibodi anti Rh tidak menyebabkan hemolisis langsung tetapi
bila terjadi aglutinasi sel maka dalam beberapa jam sampai beberapa
hari sel yang teraglutinasi lambat lalu dirusak oleh fagosit
sehingga efek akhir aglutinasi tetap hemolisis.
Eritoblastosis Fetalis ('Penyakit hemolitik pada
bayi yangbaru lahir")
Eritoblastosis fetalis adalah penyakit pada janin dan pada bayi
yang baru lahir yang ditandai oleh aglutinasi dan fagositosis sel
darah merah. Pada sebagian besar eriblastosis fetalis, ibunya
adalah Rh negatif dan ayahnya Rh positif. Bayi mempunyai antigen Rh
(+) yang diturunkan dari ayahnya, dan ibunya membentuk aglutinin
anti Rh akibat terpajan dengan antigen Rh bayi. Kemudian, aglutinin
ibu berdifusi ke dalam tubuh janin melalui plasenta serta
menimbulkan aglutinin sel darah merah.
-
M E K A N I S M E
Setelah antibody Rh terbentuk pada ibu mereka akan berdifusi
dengan sangat lambat melalui membran plasenta kedalam darah fetus.
Disini mereka menyebabkan aglutinasi darah fetus dengan sangat
lambat. Sel darah merah yang teraglutinasi lambat laun akan
mengalami hemolisis, mengeluarkan hemoglobin ke dalam darah dan RES
kemudian mengubah hemoglobin menjadi bilirubin yang menyebabkan
warna kuning (ikterus) pada kulit. Antibody mungkin juga menyerang
dan merusak banyak sel tubuh lainnya. Ibu Rh- yang mempunyai anak
Rh+ yang pertama, biasanya tidak membentuk aglutinin anti Rh yang
cukup untuk menimbulkan gangguan.
-
Akan tetapi ibu Rh- yang mempunyai anak Rh+ yang kedua telah
tersensitisasi oleh anak yang pertama dan karena itu kan membentuk
aglutinin anti Rh dengan cepat dan jumlahnya tinggi. Kira- kira 3%
dari anak yang kedua ini menunjukkan gejala eritroblastosis fetalis
dan 10% pada anak ketiga menunjukkan penyakit ini dan insidennya
meningkat secara progresif. Tetapi respon imun ini menjadi
berkurang dengan panjangnya interval antara kehamilan sebelumnya
dan kehamilan selanjutnya.
-
Prevalensi penyakit
Seorang ibu Rh" (-) yang anak pertamanya Rh (+)biasanya belum
membentuk aglutinin anti - Rh dalam jumlah yang cukup untuk
menimbulkan suatu kerugian Tapi/ kira-kira 3% dari bayi Rh (+) yang
ke'2 akan menunjukkan beberapa gejala eritoblastosis fetalis ;
kira- kira 10% dari bayi ke-3 menunjukkan penyakit ini ; dan
insidensnya terus meningkat secara progresif pada kehamilan
berikutnya.
-
Efek antibodi ibu pada Janin
Sesudah antibodi anti-Rh terbentuk pada ibu/ antibodi ini
berdifusi dengan sangat lambat melalui membran plasenta ke dalam
darah janin. Di sini antibodi tersebut menyebabkan aglutinasi darah
janin. Sel darah merah yang teraglutinasi akan mengalami hemolisis
secara bertahap melepaskan hemoglobin ke dalam darah. Makrofag
kemudian mengubah hemoglobin menjadi bilirubin, yang menyebabkan
kulit menjadi kekuningan (ikterik). Antibodi tadi dapat juga
menyerang dan merusak sel-sel tubuh lain.
-
Gambaran klinis eritoblastosis
Bayi baru lahir yang ikterik akibat eritoblastosis biasanya
menderita anemia pada waktu lahir, dan aglutinin anti-Rh dari ibu
biasanya bersirkulasi dalam darah bayi selama 1 sampai 2 bulan
setelah lahir, dan merusak lebih banyak lagi sel darah rnerah.
Jaringan hemopoietik bayi mencoba untuk mengganti sel- sel darah
merah yang mengalami hemolisis. Hati dan limpa menjadi sangat besar
dan memproduksi sel-sel darah merah dengan cara yang sama seperti
yang secara normal terjadi selama pertengahan masa kehamilan.
Karena cepatnya produksi sel darah merah, maka banyak bentuk muda/
termasuk beberapa bentuk blastik yang berinti/ memenuhi sistem
sirkulasi/ dan karena adanya sel-sel ini di dalam darah maka
penyakit tersebut dinamakan eritoblastosis fetalis.
-
Meskipun anemia berat akibat eritoblastosis fetalis adalah
penyebab kematan yang umum, beberapa anak yang mampu bertahan hidup
dari anemia ini akan memperlihatkan gangguan mental yang menetap
atau kerusakan area motorik otak akibat pengendapan bilirubin di
dalam sel-sel neuron/ sehingga menyebabkan kehancuran sel tersebut.
Keadaan ini dinamakan Kernikterus. Pengobatan pada bayi baru lahir
dengan eritoblastosis : Pengobatan yang biasa dilakukan untuk
eritoblastosis fetalis adalah mengganti darah bayi yang bam lahir
dengan darah Rh (-). Kira-kira 400 mililiter darah Rh (-)dimasukkan
dalam waktu 1/5 jam atau lebih, sementara darah Rh positif bayi
dikeluarkan.
-
Cara ini dapat diulangi beberapa kali selama minggu-minggu
pertama kehidupan/ terutama untuk menjaga kadar bilirubin agar
tetap rendah dan dengan demikian mencegah terjadinya kernik-terus.
Pada waktu sel Rh (-) dari transfusi ini diganti dengan sel Rh (+)
milik bayi/ yaitu suatu proses yang memerlukan waktu 6 minggu atau
lebih/ maka aglutinin anti-Rh yang berasal dart ibu telah
dihancurkan. Faktor-faktor darah lainnya : Banyak protein antigenik
di samping faktor-faktor D, A/ B, Rh, terdapat dalam sel darah
merah berbagai orang, tetapi faktor-faktor lain ini sangat jarang
menyebabkan reaksi transfusL Beberapa faktor darah ini adalah
faktor M,N, O, S, s, P, Kell, Lewis, Duffy, Diego, dan
Lutheran.
-
T R A N S F U S I
Indikasi transfusi Alasan tersering untuk transfusi adalah
pengurangan volume darah pada orang dengan syok sirkulasi.
Transfusi juga sering digunakan untuk mengobati anemia atau untuk
mensuplai resipien dengan beberapa unsur darah lainnya di samping
sel darah merah/ seperti mensuplai penderita trombositopenia dengan
trombosit baru. Penderita hemofilia juga dapat dibuat untuk
sementara menjadi non hemolitik dengan transfusi plasma. Reaksi
transfusi akibat golongan darah yang tidak cocok Bila darah dari
salah satu golongan ditransfusikan ke resipien dari golongan darah
yang lain/ sering terjadi reaksi transfusi sel darah merah dan
darah donor diaglutinasi.
-
Sangat jarang darah yang ditransfusikan menyebabkan aglutinasi
sel-sel resipien dengan alasan sebagai berikut : bagian plasma
darah donor dengan segera diencerkan oleh semua plasma resipien
karena itu mengurangi titer aglutinin yang diinfus sampai kadarnya
terlalu rendah untuk menyebabkan aglutinasi. Sebaliknya darah yang
diinfus tidak banyak mengencerkan aglutinin dalam plasma resipien.
Karena itu aglutinin resipien tetap dapat mengaglutinasi sel-sel
donor. Seperti yang telah dijeiaskan sebelumnya/ semua reaksi
transfusi akhirnya menyebabkan hernolisis segera akibat hemolisin
atau hemolisis kemudiaan akibat fagositosis sel- yang
teraglutinasi.
-
GAMBARAN KLINIS
Bayi baru lahir dengan eritroblastosis biasanya menderita anemi
waktu lahir disertai ikterik. Aglutinin anti Rh biasanya beredar
dalafn darah bayi selama satu sampai dua bulan setelah lahir dan
merusak bayak sel darah merah. Anak-anak yang menderita
eritroblastosis berat sangat sering menderita kelainan degeneratif
diseluruh tubuh/ khususnya kelainan otak dan menyebabkan gangguan
mental menetap (Kern Ikterus).
Hemoglobinyang dilepaskan sel darah merah diubah oleh sel
fagosit menjadi bilirubin/ lalu diekskresikan ke empedu oleh hati.
Bilaa fungsi hati normal, maka ikterus biasanya tidak timbul
kecuali lebih dw 400 mililiter darah di hemolisis dalam waktu
kurang dari sehari.