MAKALAH DISKUSI KELOMPOK ALERGI IMUNOLOGI dan INTOKSIKASI KELOMPOK VIII 030.06.034 ARIEF ZAMIR 030.06.169 MUHAMMAD REZALDI 030.06.276 WILSON MARCEILONA 030.07.117 INDRA PRATAMA DANA 030.07.198 OLGA AYU PRATAMI 030.08.021 AMELIA CHRISTIANA 030.08.045 ASTI MEIDIANTI 030.08.081 DIAN ROSA ARIZONA 030.08.106 FRISKA MONITA 030.08.142 LAURA ESTELIA 030.08.169 MUTIARA SAZKIA 030.08.209 RINI ROSSELLINI UTAMI 030.08.229 SRI FELICIANI 030.08.263 YUNITA WULANDARI 030.08.302 SITI HANISAH BT SAMSUDIN
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MAKALAH DISKUSI KELOMPOK
ALERGI IMUNOLOGI dan INTOKSIKASI
KELOMPOK VIII
030.06.034 ARIEF ZAMIR
030.06.169 MUHAMMAD REZALDI
030.06.276 WILSON MARCEILONA
030.07.117 INDRA PRATAMA DANA
030.07.198 OLGA AYU PRATAMI
030.08.021 AMELIA CHRISTIANA
030.08.045 ASTI MEIDIANTI
030.08.081 DIAN ROSA ARIZONA
030.08.106 FRISKA MONITA
030.08.142 LAURA ESTELIA
030.08.169 MUTIARA SAZKIA
030.08.209 RINI ROSSELLINI UTAMI
030.08.229 SRI FELICIANI
030.08.263 YUNITA WULANDARI
030.08.302 SITI HANISAH BT SAMSUDIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
Jakarta , 9 Februari 2010
PENDAHULUAN
Sejarah imunisasi telah dimulai lebih dari 200 tahun yang lalu, sejak Edward Yenner
tahun 1798 pertama kali menunjukkan bahwa dengan cara vaksinasi dapat mencegah
penyakit cacar. Untuk dapat melakukan pelayanan imuunisasi yang baik dan benar diperlukan
pengetahuan dan keterampilan tentang vaksin (vaksinologi) , kekebalan (imunologi), dan cara
atau prosedur pemberian vaksin.
Dengan melakukan imunisasi terhadap seorang anak, tidak hanya memberikan
perlindungan pada anak tersebut tetapi juga berdampak kepada anak lainnya karena terjadi
tingkat imunitas umum yang meningkat dan mengurangi penyebaran infeksi.
Pembangunan nasional jangka panjang menitikberatkan pada kualitas hidup sumber
daya manusia yang prima. Untuk itu kita bertumpu pada generasi muda yang memerlukan
asuhan dan perlindungan terhadap penyakit yang mungkin dapat menghambat tumbuh
kembangnya menuju dewasa yang berkualitas tinggi guna meneruskan pembangunan
nasional jangka panjang tersebut.
Profil epidemiologis di Indonesia sebagai gambaran tingkat kesehatan di masyarakat
masih memerlukan perhatian khusus yaitu angka kematian kasar (CMR) : 7,51 per 1000/
tahun , angka kematian bayi (IMR) : 48 per 1000 lahir hidup / tahun , angka kematian ibu
hamil (MMR) : 470 per 100000 lahir hidup / tahun , dan cakupan imunisasi : BCG 85% ,
DTP 64%, POLIO 74%, HB1 91%, HB2 84,4% , HB3 83,0% , TT ibu hamil : TT1 84% dan
TT2 77%.
PEMBAHASAN
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan antigen yang serupa, tidak terjadi
penyakit. Dilihat dari cara timbulnya maka terdapat 2 jenis kekebalan, yaitu kekebalan pasif
dan kekebalan aktif.
Kekebalan pasif adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat oleh
individu itu sendiri. Contohnya adalah kekebalan pada janin yang diperoleh dari ibu atau
kekebalan yang diperoleh setelah pemberian suntikan immunoglobulin. Kekebalan pasif tidak
berlangsung lama karena akan dimetabolisme oleh tubuh. Waktu paruh IgG 28 hari,
sedangkan waktu paruh immunoglobulin lainnya lebih pendek.
Kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada
antigen seperti pada imunisasi, atau terpajan secara alamiah. Kekebalan aktif berlangsung
lebih lama daripada kekebalan pasif kerana adanya memori imunologik.
Respon imun adalah respons tubuh berupa urutan kejadian yang kompleks terhadap
antigen (Ag), untuk mengeliminasi antigen tersebut. Respon imun terdiri dari 2 fase,
1) Fase pengenalan : diperankan oleh sel yang mempresentasikan antigen (APC),
sel limfosit B, limfosit T.
2) Fase efektor : diperankan oleh antibody, dan limfosit T efektor.
Peran utama vaksinasi ialah menimbulkan memori imunologik yang banyak. Sel B
memori terbentuk di jaringan limfoid di bagian sentral germinal. Antigen asing yang sudah
terikat dengan antibody akan membentuk kompleks Ag-antibody dan akan terikat dengan
komplemen (C). Kompleks Ag-Ab-C akan menempel pada sel dendrit folikel (FDC) karena
terdapat reseptor C di permukaan sel dendrit. Terjadi proliferasi dan diferensiasi sel limfosit
B dan akan terbentuk sel plasma yang menghasilkan antibodi dan sel B memori yang
mempunyai afinitas yang tinggi. Sel B memori akan berada di sirkulasi sedangkan sel plasma
akan migrasi ke sumsum tulang. Bila sel B memori kembali ke jaringan limfoid yang
mempunyai antigen yang serupa maka akan terjadi proses proliferasi dan diferensiasi seperti
semula dengan menghasilkan antibodi yang lebih banyak dan dengan afinitas yang lebih
tinggi. Terbentuknya antibodi sebagai akibat ulangan vaksinasi (boosting effect) tergantung
dari dosis antigen yang diberikan.
Sel T memori dibentuk dengan melalui beberapa tahapan. Sel APC akan
mempresentasikan antigen yang sudah diprosesnya bersama-sama molekul MHC di jaringan
limfoid perifer pada sel limfosit T, bersamaan dengan ini akan disekresi sitokin. Salah satu
fungsi dari sitokin adalah proliferasi sel T dengan Ag spesifik (clonal expansion) dan
diferensiaisi yang menghasilkan sel efektor dan sel T memori. Sel efektor akan meninggalkan
jaringan limfoid dan berada di sirkulasi dan bermigrasi ke tempat terjadi infeksi untuk
mengeliminasi infeksi sedangkan sel T memori yang tidak aktif dan berada di sirkulasi untuk
jangka waktu yang lama. Antigen ekstraseluler akan diproses di APC menjadi peptida yang
akan dikenal oleh molekul MHC kelas II. Sedangkan Ag intraseluler diproses di sitoplasma
APC yang akan dikenali oleh molekul MHC kelas I. Sel limfosit T CD4+ mempunyai fungsi
memproduksi sitokin sel helper untuk mengeliminasi mikroba ekstraseluler. Sedangkan
molekul CD8+ yang mempunyai fungsi sitolitik (CTL) akan memusnahkan mikrobakterium
intrasel.
Keberhasilan imunisasi tergantung pada beberapa faktor yaitu :
1) Status imun penjamu
2) Faktor genetik penjamu
3) Kualitas vaksin
4) Kuantitas vaksin
Dengan mempelajari respons imun yang terjadi pada pajanan antigen, maka terdapat 4
faktor sebagai persyaratan vaksin, yaitu :
1) Mengaktivasi APC untuk mempresentasikan antigen dan memproduksi interleukin
2) Mangaktivasi sel T dan sel B untuk membentuk banyak sel memori
3) Mengaktivasi sel T dan sel Tc terhadap beberapa epitop, untuk mengatasi variasi
repons imun yang ada dalam populasi kerana adanya polimorfime MHC
4) Memberi antigen yang persisten, mungkin dalam sel folikular dendrit jaringan limfoid
tempat sel B memori direkrut sehingga dapat merangsang sel B sewaktu-waktu
menjadi sel plasma yang membentuk antibodi terus menerus sehingga kadarnya tetap
tinggi.
Keberhasilan vaksinasi ialah apabila terbentuknya antibody spesifik pada penjamu
terhadap vaksin yang diberikan. Misalnya, pada bayi yang semasa janin mendapat antibody
maternal spesifik terhadap virus campak, bila vaksinasi campak diberikan pada saat kadar
antibody spesifik campak masih tinggi akan memberikan hasil yang kurang memuaskan.
Keberhasilan vaksinasi memerlukan maturitas imunologik. Pada bayi neonatus fungsi
makrofag masih kurang, terutama fungsi mempresentasikan antigen karena ekspresi HLA
(human leukocyte antigen) masih kurang pada permukaannya, selain deformabilitas membran
serta respons kemotaktik yang masih kurang. Kadar komplemen dan aktivitas opsonin
komplemen masih rendah, demikian pula aktivitas kemotaktik serta daya lisisnya. Fungsi sel
Ts (T supresor) relatif lebih menonjol dibandingkan pada bayi atau anak karena memang
fungsi imun pada masa intra uterin lebih ditekankan pada toleransi, dan hal ini masih terlihat
pada bayi baru lahir. Pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen tertentu masih kurang.
Jadi, dengan sendirinya, vaksinasi pada neonatus akan memberikan hasil yang kurang
dibandingkan pada anak. Maka, apabila imunisasi diberikan sebelum bayi berumur 2 bulan,
jangan lupa memberikan imunisasi ulangan.
Status imun mempengaruhi pula hasil imunisasi. Individu yang mendapat obat
imunosupresan, menderita defisiensi imun kongenital, atau menderita penyakit yang
menimbulkan defisiensi imun sekunder seperti penyakit keganasan juga akan mempengaruhi
keberhasilan vaksinasi. Bahkan adanya defisiensi imun merupakan kontra indikasi pemberian
vaksin hidup kerana dapat menimbulkan penyakit pada individu tersebut. Demikian pula
vaksinasi pada individu yang menderita penyakit infeksi sistemik seperti campak,
tuberculosis milier akan mempengaruhi pula keberhasilan vaksinasi.
Keadaan gizi yang buruk akan menurunkan fungsi sel sistem imun seperti makrofag dan
limfosit. Imunitas selular menurun dan imunitas humoral spesifisitasnya rendah. Meskipun
kadar globulin γ normal atau meninggi, immunoglobulin yang terbentuk tidak dapat mengikat
antigen dengan baik karena terdapat kekurangan asam amino yang dibutuhkan untuk sintesis
antibodi. Kadar komplemen juga berkurang dan mobilisasi makrofag berkurang, akibatnya
respons terhadap vaksin atau toksoid berkurang.
Interaksi antara sel-sel imun dipengaruhi oleh variabilitas genetik. Secara genetik,
respons imun manusia dapat dibagi atas responder baik, cukup, dan rendah terhadap antigen
tertentu, tetapi terhadap antigen lain lebih tinggi. Karena itu tidak heran bila menemukan
keberhasilan vaksinasi yang tidak 100%.h akan mengenal antigen yang berasosiasi dengan
molekul MHC kelas II. Jadi respons sel T diawasi secara genetik sehingga dapat dimengerti
bahwa akan terdapat potensi variasi respons imun. Pada gen non MHC, secara klinis kita
melihat adanya defisiensi imun yang berkaitan dengan gen tertentu, misalnya
agamaglobulinemia yang terangkai dengan kromosom X yang hanya terdapat pada anak laki-
laki atau penyakit alergi yatu penyakit yang menunjukkan perbedaan respons imun terhadap
antigen tertentu merupakan penyakit yang diturunkan. Faktor-faktor ini menyokong adanya
peran genetik dalam respons imun, hanya saja mekanisme yang sebenarnya belum diketahui.
Vaksin adalah mikroorganisme atau toxoid yang diubah sedemikian rupa sehingga
patogenitas atau toksisitasnya hilang tetapi masih tetap mengandungi sifat antigenitas.
Beberapa faktor kualitas dan kuantitas vaksin dapat menentukan keberhasilan vaksinasi,
seperti cara pemberian, dosis, frekuensi pemberian adjuvan yang dipergunakan, dan jenis
vaksin.
Tujuan imunisasi untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan
menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan
menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar variola. Keadaan
yang terakhir ini lebih mungkin terjadi pada jenis penyakit yang hanya dapat ditularkan
melalui manusia, seperti misalnya penyakit difteria.
Pada dasarnya jenis vaksin dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Live attenuated (kuman atau virus hidup yang dilemahkan)
Vaksin hidup dibuat atau diproduksi di laboratorium dengan cara melakukan
modifikasi virus atau bakteri penyebab penyakit. Vaksin mikroorganisme yang
dihasilkan masih memiliki kemampuan untuk tumbuh menjadi banyak
(replikasi) dan menimbulkan kekebalan tetapi tidak menyebabkan penyakit.
Vaksin hidup attenuated bersifat labil dan dapat mengalami kerusakan bila
terkena panas atau sinar maka harus dilakukan pengelolaan dan penyimpanan
dengan baik dan hati-hati.
Vaksin hidup tidak dapat berkembang karena mendapat pengaruh dari antibodi
yang beredar. Antibodi yang masuk melalui plasenta atau transfusi dapat
mempengaruhi perkembangan vaksin mikroorganisme dan menyebabkan tidak
adanya respon.
Vaksin hidup attenuated yang tersedia :
- berasal dari virus hidup : vaksin campak , gondongan (parotitis), rubella,
polio ,rotavirus, demam kuning (yellow fever).
- Berasal dari bakteri : vaksin BCG dan typhoid oral
2. Inactivated (kuman, virus atau komponennya yang dibuat tidak aktif)
Vaksin inactivated dapat terdiri atas seluruh tubuh virus atau bakteri, atau
komponen (fraksi) dari kedua mikroorganisme tersebut. Vaksin komponen
dapat berbasis protein atau berbasis polisakarida. Vaksin yang berbasis protein
termasuk toksoid (toksin bakteri yang inactivated) dan produk subunit atau
subvision. Sebagaian besar vaksin berbasis polisaksarida terdiri atas dinding
sel polisakarida dari bakteri. Vaksin penggabungan (conjugate vaccine)
polisakarida adalah vaksin polisakarida yang secara kimiawi dihubungkan
dengan protein ; karena hubungan ini membuat polisakarida tersebut menjadi
lebih potent.
Tidak seperti antigen hidup, antigen inactivated umumnya tidak dipengaruhi
oleh antibodi yang beredar. Vaksin ini dapat diberikan saat antibodi berada di
sirkulasi darah (misalnya pada bayi , menyusul penerimaan antibodi yang di
hasilkan darah).
Vaksin inactivated yang tersedia saat ini berasal dari :
- seluruh sel virus yang inactivated ,
contoh : influenza , polio (injeksi) , rabies, dan hepatitis A.
- seluruh bakteri yang inactivated ,
contoh : pertusis, typhoid, kolera , dan lepra.
Vaksin inactivated dibagi menjadi dua yaitu :
- Vaksin polisakarida adalah vaksin subunit yang inactivated. Terdiri atas
rantai panjang molekul-molekul gula yang membentuk permukaan kapsul
bakteri tertentu.
Vaksin polisakarida murni tersedia untuk tiga macam penyakit yaitu
pneumococcus , meningococcus , dan haemophillus influenza type B
Vaksin polisakarida gabungan contohnya haemophillus influenza type B
dan pneumococcus.
- Vaksin rekombinan adalah vaksin yang didapatkan dari hasil teknik
rekayasa genetik.
Contohnya vaksin hepatitis B dan typhoid.
Tata cara pemberian imunisasi :
Memberitahukan secara rinci tentang resiko imunisasi dan resiko apabila tidak
divaksinasi
Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan secepatnya bila terjadi reaksi
lanjutan yang tidak diharapkan
Baca dengan teliti informasi tentang vaksin yang akan diberikan dan jangan lupa
meminta persetujuan dari orang tua anak tersebut. Melakukan Tanya jawab dengan
orang tua atau pengasuh sebelum melakukan imunisasi
Tinjau kembali apakah ada kontraindikasi terhadap vaksin yang diberikan
Periksa identitas pasien dan berikan anti piretik bila perlu
Berikan vaksin dengan teknik yang benar
Setelah pemberian vaksin :
- Berilah petunjuk kepada orang tua atau pengasuh tentang apa yang harus
dikerjakan bila terjadi reaksi mulai dari yang ringan sampai yang berat
- Catat imunisasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis
- Catatan imunisasi secara rinci harus disampaikan kepada Dinas Kesehatan
bidang Pemberantasan Penyakit menular (P2M)
Sebelum kita melakukan imunisasi pada seseorang, kita harus menjelaskan atau
menanyakan hal – hal berikut kepada orang tua atau keluarga sebelum diberikan imunisasi.
Hal – hal yang perlu diperhatikan adalah
1. Keadaan bayi / anak
Orangtua atau pengantar bayi / anak dianjurkan mengingat dan memberitahukan
secara lisan atau melalui daftar pertanyaan tentang hal-hal yang berkaitan dengan
kontra indikasi atau resiko kejadian pasca imunisasi :
o Pernah mengalami kejadian ikutan pasca imunisasi yang berat (memerluka
pengobatan khusus atau perlu perawatan di rumah sakit)
o Alergi terhadap bahan yang juga terdapat di dalam vaksin
o Sedang mendapat pengobatan steroid jangka panjang, radioterapi atau
kemoterapi,
o Menderita sakit yang menurunkan imunitas
o Tinggal serumah dengan orang lain yang imunitasnya menurun
o Pada bulan lalu mendapat imunisasi yang berisi vaksin virus hidup
o Pada 3 bulan yang lalu mendapat immunoglobulin atau transfuse darah
o Menderita penyakit susunan saraf pusat
2. Pemberian anti piretik sebelum dan sesudah imunisasi
3. Manfaat vaksinasi
Harus dijelaskan juga bahwa vaksin tidak melindungi 100%, tetapi dapat
memperkecil resiko tertular dan memperingan dampak bila terjadi infeksi.
Jadwal imunisasi IDAI secara berkala dievaluasi untuk penyempurnaan, departemen
kesehatan / WHO, kebijakan global, dan pengadaan vaksin di Indonesia. Imunisasi yang
diwajibkan meliputi :
BCG
Diberikan sebelum bayi berumur 3 bulan. Dosis yang diberikan 0,05 ml untuk bayi
yang kurang dari 1 tahun dan 0,1 ml untuk anak (>1 tahun). Vaksin BCG diberikan
secara intra kutan di daerah lengan atas pada insersio M.deltoideus sesuai anjuran
WHO. Imunisasi ulangan untuk BCG tidak dianjurkan. Vaksin BCG merupakan
vaksin hidup, maka tidak diberikan pada pasien imunokompromais. Apabila diberikan
pada umur yang lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberculin terlebih dahulu.
Vaksin baru diberikan bila uji tuberkulin negatif.
Hepatitis B
Vaksin hepatitis B harus segera diberikan setelah lahir, mengingat vaksinasi hepatitis
B merupakan upaya pencegahan yang sangat efektif untuk memutuskan rantai
penularan melalui transmisi maternal dari ibu kepada bayinya.
Jadwal imunisasi hepatitis B :
Imunisasi hepB-1 diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah
lahir, mengingat paling tidak 3,9 % ibu hamil mengidap hepatitis B aktif
dengan resiko penularan kepada bayinya sebesar 45%
Imunisasi hepB-2 diberikan setelah 1 bulan dari imunisasi hepB-1 yaitu saat