Top Banner
IMPLEMENTATION OF EVIDENCE INTO PRACTICE : DEVELOPMENT OF A TOOL TO IMPROVE EMERGENY NURSING CARE OF ACUTE STROKE RINGKASAN JURNAL a. Pendahuluan Stroke adalah masalah kesehatan global yang meningkat di masyarakat dan pusat pelayanan kesehatan. Meskipun insiden stroke menurun dengan adanya peningkatan kesadaran dan modifikasi gaya hidup dan faktor resiko seperti merokok dan hipertensi, jumlah total absolute terus meningkat disebabkan oleh populasi yang menua dan peningkatan harapan hidup. Banyak pedoman yang digunakan pada keperawatan gawat darurat dalam menangani stroke akut berfokus pada identifikasi segera apakah pasien memenuhi syarat untuk trombolisis (rt-PA) waktu pemberian pada pasien yang memenuhi criteria. Trombolisis bermanfaat bila bisa memilih pasien dengan acute ischemic stroke dalam waktu 3 jam setelah gejala onset serangan terjadi dan banyak penelitian terbaru merekomendasikan bahwa trombolisis aman digunakan dalam batas waktu 4,5 jam setelah gejala serangan. Bagian terpenting dalam manajemen stroke akut dan penurunan stroke yang menyebabkan kematian adalah mencegah komplikasi dalam waktu 24-48 jam pertama. b. Bahan dan Cara Penelitian Penelitian ini merupakan studi literature yang dilakukan di Deakin university autralia dengan sampel 6 pedoman manajemen stroke akut. Pedoman yang digunakan adalah pedoman yang evidence based guidelines yang kurang
34

IMPLEMENTATION OF EVIDENCE INTO PRACTICE.docx

Dec 06, 2015

Download

Documents

musa
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: IMPLEMENTATION OF EVIDENCE INTO PRACTICE.docx

IMPLEMENTATION OF EVIDENCE INTO PRACTICE : DEVELOPMENT OF A TOOL TO

IMPROVE EMERGENY NURSING CARE OF ACUTE STROKE

RINGKASAN JURNAL

a. Pendahuluan

Stroke adalah masalah kesehatan global yang meningkat di masyarakat dan pusat

pelayanan kesehatan. Meskipun insiden stroke menurun dengan adanya peningkatan

kesadaran dan modifikasi gaya hidup dan faktor resiko seperti merokok dan

hipertensi, jumlah total absolute terus meningkat disebabkan oleh populasi yang

menua dan peningkatan harapan hidup.

Banyak pedoman yang digunakan pada keperawatan gawat darurat dalam

menangani stroke akut berfokus pada identifikasi segera apakah pasien memenuhi

syarat untuk trombolisis (rt-PA) waktu pemberian pada pasien yang memenuhi

criteria. Trombolisis bermanfaat bila bisa memilih pasien dengan acute ischemic

stroke dalam waktu 3 jam setelah gejala onset serangan terjadi dan banyak penelitian

terbaru merekomendasikan bahwa trombolisis aman digunakan dalam batas waktu 4,5

jam setelah gejala serangan.

Bagian terpenting dalam manajemen stroke akut dan penurunan stroke yang

menyebabkan kematian adalah mencegah komplikasi dalam waktu 24-48 jam

pertama.

b. Bahan dan Cara Penelitian

Penelitian ini merupakan studi literature yang dilakukan di Deakin university

autralia dengan  sampel 6 pedoman manajemen stroke akut. Pedoman yang digunakan

adalah pedoman yang evidence based guidelines yang kurang dari 10 tahun terakhir.

Adapun pedoman yang direview adalah :

1. Victorian department of human service (2007). Stroke care strategy for

Victoria,

2. National stroke foundation (2007). National guidelines for acute stroke

management. Melbourne, National Stroke Foundation

3. American heart association / American stroke association (2007). Guidelines or

early management of adult with ischemic stroke.

4. Institute for clinical system improvement . (2008). Health are guideline :

diagnosis and initial treatment of ischemic stroke.

5. European stroke organization (2008). Guidelines for management of ischemic

stroke and transient ischaemic attack 2008

6. Royal college of physician (2004). National clinical guidelines for stroke.

Page 2: IMPLEMENTATION OF EVIDENCE INTO PRACTICE.docx

Hal-hal yang direview adalah triage, evaluasi segera, pengkajian inisial/pertama,

pengkajian dan perujukan pada spesialis / unit stroke, pencegahan komplikasi.

Tujuan dari jurnal ini adalah :

1. Menyelidiki evidence yang berhubungan dengan asuhan keperawatan pada stroke

akut

2. Identifikasi elemen evidence based perawatan stroke akut yang paling mudah

diaplikasikan pada keperawatan gawat darurat

3. Menggunakan rekomendasi evidence based stroke care untuk mengembangkan

pedoman untuk manajemen kegawatdaruratan stroke akut untuk hasil yang

optimal.

c. Hasil Penelitian

Keperawata gawat darurat pada stroke akut harus berfokus pada pengambila

keputusan triase yang optimal, pengamatan/ surveillance fisiologis,manajemen cairan,

manejemen resiko, dan merujuk dengan segera pada spesialis.

 

KAJIAN TEORI

1. Pengertian

Menurut WHO (1997) stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang

berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-

gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian

tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)

Menurut Sylvia A. Price (1995) pengertian dari stroke adalah suatu gangguan

neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologi pada

pembuluh darah serebral, misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding

pembuluh atau penyakit vascular dasar, misalnya aterosklerosis, arteritis, trauma,

aneurisma dan kelainan perkembangan.

Menurut Susan Martyn Tucker (1996), definisi Stroke adalah awitan

defisit neurologis yang berhubungan dengan penurunan aliran darah serebral

yang disebabkan oleh oklusi atau stenosis pembuluh darah karena embolisme,

trombosis, atau hemoragi, yang mengakibatkan iskemia otak.

Dari beberapa pendapat tentang stroke diatas, maka ditarik kesimpulan bahwa

pengertian stroke adalah gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh

sumbatan atau penyempitan pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau

perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak yang

timbulnya secara mendadak.

Page 3: IMPLEMENTATION OF EVIDENCE INTO PRACTICE.docx

Stroke dibagi menjadi dua :

1) Stroke Non Haemoragik

Yaitu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan yang

ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau

hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia.

Stroke non haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke embolik dan

stroke trombotik.

2) Stroke Haemoragik

Yaitu suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya

perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi

adalah penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal

berupa hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk.

2. Review Anatomi fisiologi

1) Otak

Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100

triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak

besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon.

(Satyanegara, 1998)

Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks

serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang

merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-

gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses

dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus

temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan

lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima

informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.

Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater

yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari

bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks

yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus

dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.

Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons

dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks

yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk,

menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai

penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan

hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari

Page 4: IMPLEMENTATION OF EVIDENCE INTO PRACTICE.docx

batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf

asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.

Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan

hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi

subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti

sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus

yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada

satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar

seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem

susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi.

(Sylvia A. Price, 1995)

2) Sirkulasi darah otak

Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi

oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi

oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Dan

dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan

membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara, 1998)

Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis

kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam

tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri

serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada

struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula

interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis

dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik.

Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan

frontalis korteks serebri.

Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang

sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum,

setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu

membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak

tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri

posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi medula

oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri

serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon,

sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ

vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)

Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula

(yang tidak mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris.

Page 5: IMPLEMENTATION OF EVIDENCE INTO PRACTICE.docx

Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial.

(Satyanegara, 1998)

3. Etiologi

Penyebab terjadinya stroke adalah :

a) Stroke Non Haemoragik

1) Trombosis

Trombosis merupakan penyebab stroke paling sering. Trombosis

ditemukan pada 40% dari semua kasus stroke yang telah dibuktikan oleh

para ahli patologi. Biasanya ada kaitannya dengan kerusakan lokal

dinding pembuluh darah akibat aterosklerosis.

2) Embolus

Embolisme serebri termasuk urutan kedua dan merupakan 5-15% dari

berbagai penyebab utama stroke. Dari penelitian epidemiologi

(community based) didapatkan bahwa sekitar 50% dari semua serangan

iskemia otak, apakah yang permanen atau yang transien, diakibatkan oleh

komplikasi trombotik atau embolik dari ateroma, yang merupakan

kelainan dari arteri ukuran besar atau sedang; dan sekitar 25% disebabkan

oleh penyakit pembuluh darah kecil di intra cranial dan 20% oleh emboli

dari jantung (Lumbantobing, 2001). Penderita embolisme biasanya lebih

muda dibanding dengan penderita trombosis Kebanyakan emboli serebri

berasal dari suatu thrombus dalam jantung, sehingga masalah yang

dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit jantung.

b) Stroke Haemoragik

1) Perdarahan serebri

Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab kasus

gangguan pembuluh darah otak dan merupakan persepuluh dari semua

kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh

ruptura arteria serebri.

2) Pecahnya aneurisma

Biasanya perdarahan serebri terjadi akibat aneurisme yang pecah maka

penderita biasanya masih muda dan 20% mempunyai lebih dari satu

aneurisme. Dan salah satu dari ciri khas aneurisme adalah kecendrungan

mengalami perdarahan ulang (Sylvia A. Price, 1995)

3) Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan).

- Trombosis sinus dura

- Diseksi arteri karotis atau vertebralis

- Vaskulitis sistem saraf pusat

- Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif)

Page 6: IMPLEMENTATION OF EVIDENCE INTO PRACTICE.docx

- Migran

- Kondisi hyperkoagulasi

- Penyalahgunaan obat (kokain dan amfetamin)

- Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia atau leukemia)

- Miksoma atrium.

Faktor Resiko :

- Yang tidak dapat diubah : usia, jenis kelamin pria, ras, riwayat

keluarga, riwayat TIA atau stroke, penyakit jantung koroner, fibrilasi

atrium, dan heterozigot atau homozigot untuk homosistinuria.

- Yang dapat diubah : hypertensi, diabetes mellitus, merokok,

penyalahgunaan obat dan alcohol, hematokrit meningkat, bruit

karotis asimtomatis, hyperurisemia dan dislidemia.

4. Patofisiologi

Otak sendiri merupakan 2% dari berat tubuh total. Dalam keadaan istirahat otak

menerima seperenam dari curah jantung. Otak mempergunakan 20% dari oksigen

tubuh. Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang

terjadi pada CVA di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan

kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif

total). Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri

karotis Interna.

Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera

pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :

1) Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan atau

penyumbatan lumen sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian otak

tidak adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan

iskemik otak. Bila hal ini terjadi sedemikian hebatnya, dapat menimbulkan

nekrosis.

2) Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke

kejaringan (hemorrhage).

3) Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan

jaringan otak.

4) Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial

jaringan otak.

Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan

pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui

batas kritis terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu

Page 7: IMPLEMENTATION OF EVIDENCE INTO PRACTICE.docx

arteri otak akan menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak

normal sekitarnya yang masih mempunyai pendarahan yang baik berusaha

membantu suplai darah melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan

awal yang terjadi pada korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah

gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit

dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah ini.

Selama berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi

sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan tekanan

darah arteri. Di samping itu reaktivitas serebrovaskuler terhadap PCO2

terganggu. Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang tertentu akan

memulai serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan

secara permanen

5. Tanda dan Gejala

a. Vertebro basilaris, sirkulasi posterior, manifestasi biasanya bilateral :

- Kelemahan salah satu dari empat anggota gerak tubuh

- Peningkatan refleks tendon

- Ataksia

- Tanda babinski

- Tanda-tanda serebral

- Disfagia

- Disartria

- Sincope, stupor, koma, pusing, gangguan ingatan.

- Gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis, paralysis satu

mata).

- Muka terasa baal.

b. Arteri Karotis Interna

- Kebutaan Monokular disebabkan karena insufisiensi aliran darah

arteri ke retina

- Terasa baal pada ekstremitas atas dan juga mungkin menyerang

wajah.

c. Arteri Serebri Anterior

- Gejala paling primer adalah kebingungan

- Rasa kontralateral lebih besar pada tungkai

- Lengan bagian proksimal mungkin ikut terserang

- Timbul gerakan volunter pada tungkai terganggu

- Gangguan sensorik kontra lateral

- Dimensi reflek mencengkeram dan refleks patologis

Page 8: IMPLEMENTATION OF EVIDENCE INTO PRACTICE.docx

d. Arteri Serebri Posterior

- Koma

- Hemiparesis kontralateral

- Afasia visual atau buta kata (aleksia)

- Kelumpuhan saraf kranial ketiga – hemianopsia, koreo – athetosis

e. Arteri Serebri Media

- Mono paresis atau hemiparesis kontra lateral (biasanya mengenai

lengan)

- Kadang-kadang heminopsia kontralateral (kebutaan)

- Afasia global (kalau hemisfer dominan yang terkena)

- Gangguan semua fungsi yang ada hubungannya dengan percakapan

dan komunikasi

- Disfagia

6. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan umum 5 B dengan penurunan kesadaran :

1) Breathing (Pernapasan)

- Usahakan jalan napas lancar.

- Lakukan penghisapan lendir jika sesak.

- Posisi kepala harus baik, jangan sampai saluran napas tertekuk.

- Oksigenisasi terutama pada pasien tidak sadar.

2) Blood (Tekanan Darah)

- Usahakan otak mendapat cukup darah.

- Jangan terlalu cepat menurunkan tekanan darah pada masa akut.

3) Brain (Fungsi otak)

- Atasi kejang yang timbul.

- Kurangi edema otak dan tekanan intra cranial yang tinggi.

4) Bladder (Kandung Kemih)

- Pasang katheter bila terjadi retensi urine

5) Bowel (Pencernaan)

- Defekasi supaya lancar.

- Bila tidak bisa makan per-oral pasang NGT/Sonde.

b. Menurunkan kerusakan sistemik.

Dengan infark serebral terdapat kehilangan irreversible inti sentral

jaringan otak. Di sekitar zona jaringan yang mati mungkin ada jaringan

yang masih harus diselamatkan. Tindakan awal yang harus difokuskan

untuk menyelamatkan sebanyak mungkin area iskemik. Tiga unsur yang

paling penting untuk area tersebut adalah oksigen, glukosa dan aliran

Page 9: IMPLEMENTATION OF EVIDENCE INTO PRACTICE.docx

darah yang adekuat. Kadar oksigen dapat dipantau melalui gas-gas arteri

dan oksigen dapat diberikan pada pasien jika ada indikasi. Hypoglikemia

dapat dievaluasi dengan serangkaian pemeriksaan glukosa darah.

c. Mengendalikan Hypertensi dan Peningkatan Tekanan Intra Kranial

Kontrol hypertensi, TIK dan perfusi serebral dapat membutuhkan upaya

dokter maupun perawat. Perawat harus mengkaji masalah-masalah ini,

mengenalinya dan memastikan bahwa tindakan medis telah dilakukan.

Pasien dengan hypertensi sedang biasanya tidak ditangani secara akut.

Jika tekanan darah lebih rendah setelah otak terbiasa dengan hypertensi

karena perfusi yang adekuat, maka tekanan perfusi otak akan turun

sejalan dengan tekanan darah. Jika tekanan darah diastolic diatas kira-kira

105 mmHg, maka tekanan tersebut harus diturunkan secara bertahap.

Tindakan ini harus disesuaikan dengan efektif menggunakan nitropusid.

Jika TIK meningkat pada pasien stroke, maka hal tersebut biasanya terjadi

setelah hari pertama. Meskipun ini merupakan respons alamiah otak

terhadap beberapa lesi serebrovaskular, namun hal ini merusak otak.

Metoda yang lazim dalam mengontrol PTIK mungkin dilakukan seperti

hyperventilasi, retensi cairan, meninggikan kepala, menghindari fleksi

kepala, dan rotasi kepala yang berlebihan yang dapat membahayakan

aliran balik vena ke kepala. Gunakan diuretik osmotik seperti manitol dan

mungkin pemberian deksamethasone meskipun penggunaannya masih

merupakan kontroversial.

d. Terapi Farmakologi

Antikoagulasi dapat diberikan pada stroke non haemoragik, meskipun

heparinisasi pada pasien stroke iskemik akut mempunyai potensi untuk

menyebabkan komplikasi haemoragik. Heparinoid dengan berat molekul

rendah (HBMR) menawarkan alternatif pada penggunaan heparin dan

dapat menurunkan kecendrungan perdarahan pada penggunaannya. Jika

pasien tidak mengalami stroke, sebaliknya mengalami TIA, maka dapat

diberikan obat anti platelet. Obat-obat untuk mengurangi perlekatan

platelet dapat diberikan dengan harapan dapat mencegah peristiwa

trombotik atau embolitik di masa mendatang. Obat-obat antiplatelet

merupakan kontraindikasi dalam keadaan adanya stroke hemoragi seperti

pada halnya heparin.

e. Pembedahan

Beberapa tindakan pembedahan kini dilakukan untuk menangani

penderita stroke. Sulit sekali untuk menentukan penderita mana yang

Page 10: IMPLEMENTATION OF EVIDENCE INTO PRACTICE.docx

menguntungkan untuk dibedah. Tujuan utama pembedahan adalah untuk

memperbaiki aliran darah serebral.

Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki peredaran darah

otak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita

beberapa penyulit seperti hypertensi, diabetes dan penyakit

kardiovaskuler yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum

sehingga saluran pernapasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat

dipertahankan.

7. Komplikasi

a. TIK meningkat

b. Aspirasi

c. Atelektasis

d. Kontraktur

e. Disritmia jantung

f. Malnutrisi

g. Gagal napas

8. Tindakan Pencegahan

Beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah :

a. Pembatasan makan garam; dimulai dari masa muda, membiasakan

memakan makanan tanpa garam atau makanan bayi rendah garam.

b. Khususnya pada orang tua, perawatan yang intensif untuk mempertahankan

tekanan darah selama tindakan pembedahan. Cegah jangan sampai penderita

diberi obat penenang berlebihan dan istirahat ditempat tidur yang terlalu

lama.

c. Peningkatan kegiatan fisik; jalan setiap hari sebagai bagian dari program

kebugaran.

d. Penurunan berat badan apabila kegemukan

e. Berhenti merokok

f. Penghentian pemakaian kontrasepsi oral pada wanita yang merokok, karena

resiko timbulnya serebrovaskular pada wanita yang merokok dan menelan

kontrasepsi oral meningkat sampai 16 kali dibandingkan dengan wanita

yang tidak merokok dan tidak menelan pil kontrasepsi.

Page 11: IMPLEMENTATION OF EVIDENCE INTO PRACTICE.docx

9. Dampak Masalah

a. Bagi Individu

1) Biologis

Penderita akan mengalami gangguan pernapasan akibat hilannya reflek

batuk dan penurunan kesadaran hingga terjadi akumulasi secret. Nyeri

kepala akibat infark serebri yang luas, penurunan kesadaran, gangguan

kognitif, disorientasi, mual dan muntah, gangguan menelan, tidak bisa

menjalin komunikasi karena klien aphasia, terjadi konstipasi akibat tirah

baring dan kurangnya mobilisasi, dan dekubitus akibat tirah baring yang

lama.

2) Psikologis

Cemas sedang akibat hemiparese, terutama pada penderita yang

mempunyai beban tanggung jawab pada keluarganya. Penderita dapat

mengalami depresi disamping rasa rendah diri yang bisa dipahami

sebagai suatu reaksi emosional terhadap kemunduran kualitas dan

keberadaannya.

3) Sosial

Apabila keadaan sakitnya sampai terjadi kelumpuhan dan gangguan

komunikasi, klien akan mengalami kesulitan untuk mengadakan interaksi

dengan keluarga maupun masyarakat. Mungkin juga klien akan menarik

diri dari interaksi sosial karena merasa harga dirinya rendah dan merasa

tidak berguna.

4) Spiritua

Penderita mungkin akan mengalami kesulitan didalam melakukan

kewajiban kepada Tuhan Yang Maha Esa karena keterbatasannya.

Mungkin juga penderita akan merasa bahwa Tuhan tidak adil kepada

dirinya akibat dari depresi. Penderita juga mengingkari dan menolak

keberadaan dari Yang Maha Kuasa.

b. Bagi keluarga

Penderita akan menjadikan beban bagi keluarga, karena keluarga yang

sehat berupaya untuk mencarikan biaya pengobatan, membantu

memberikan perawatan, karena penderita sendiri sangat tergantung dalam

memenuhi kebutuhannya sendiri. Keluarga akan merasa cemas mengenai

keadaannya. Apabila penderita suami atau isteri mungkin menghadapi

resiko depresi dan perubahan emosional.

Page 12: IMPLEMENTATION OF EVIDENCE INTO PRACTICE.docx

PEMBAHASAN

1. Triage :

Pasien dengan suspect  stroke akut  harus ditriage dengan pioritas yang sama dengan

pasien dengan acute myocardial infarction atau trauma serius berhubungan dengan

beratnya defist yang bisa terjadi. Waktu triage kurang dari 10 menit.

2. Evaluasi segera

Yang meliputi stroke scale scoring, brain imaging, mobilisasi ke tim stroke atau spesialis

stroke.

AHA /ASA 2007 merekomendasikan bahwa pemeriksaan lengkap  dan pengambilan

keputusan untuk pengobatan harus dilaksanakan dalam waktu 60 menit sejak pasien tiba

di IGD.

National institute of neurological disorder merekomendasikan bahwa  pemeriksaan CT

kepala harus dilakukan dalam 25 menit dan diinterpretasikan dalam waktu 45 menit sejak

kedatangan di IGD.

Royal college of physician menyatakan bahwa pemeriksaan kepala harus dilaksanakan

dalam waktu 24 jam setelah serangan. Tetapi pemeriksaan brain imaging cyto harus

dilaksanakan bila pasien :

1. Menggunakan antikoagulan atau ada kecenderungan untuk mengalami perdarahan

2. Mengalami penurunan kesadaran

3. Mengalami gejala progresif atau gejala khusus seperrti kaku kuduk, demam, sakit

kepala hebat

4. Bila trombolisis atau antikoagulan adalah pilihan penanganan.

National stroke foundation dan the European stroke organization merekomendasikan

pemeriksaan CT kepala sesegera mungkin kurang dari 24 jam.

3. Pengkajian inisial :

Initial assessment mengguakan primary survey yang meliputi:

1) Airway

Pengkajian jalan nafas meliputi mengkaji tingkat kesadaran, kemampuan berbicara,

dan nil orally status. Bila pasien mengalami penurunan kesadaran, lakukan airway

support dengan endotracheal intubation. Gangguan menelan meningkatkan kematian

akibat stroke sehingga pasien dengan gangguan menelan harus dipertahankan nil

orally sampai aman saat menelan.

2) Breathing

Pengkajian breathing meliputi respiratory rate, usaha bernapas, saturasi oksigen,dan

auskultasi dada. Mengkaji saturasi oksigen penting pada pasien stroke akut. Saturasi

oksigen yang menurun dapat meningkatkan injury cerebral akibat stroke.

Suplementasi oksigen hanya direkomendasikan bila saturasi oksigen perifer tubuh

lebih rendah dari 92%-95%. Pengunaan oksigen tambahan pada pasien stroke  tidak

Page 13: IMPLEMENTATION OF EVIDENCE INTO PRACTICE.docx

direkomendasikan  karena tidak ada evidence manfaat dari oksigen pada pasien

stroke non hypoxia dan beberapa evidence hyperoksia meningkatkan injury serebral.

3) Circulation

Pengkajian sirkulasi meliputi mengkaji heart rate, tekanan darah, dan cardiac

rhythm dengan cardiac monitoring dan 12 lead EKG. Pada pasien dengan hipotensi

akan menurunkan perfusi cerebral dan potensial meningkatkan luasnya infark

sehingga perlu cairan intravena yang agresif dan atau pengobatan. Hipertensi

umumnya diikuti dengan kejadian akut stroke sebagai respon fisiologis peningkatan

perfusi jaringan serebral karena keadaan iskemia serebral dan peningkatan tekanan

intra kranial.  Penurunan tekanan darah yang agresif tidak direkomendasikan karena

untuk kompromi dalam mempertahan perfusi jaringan serebral. Hipertensi bisa

disebabkan karena nyeri, muntah, retensi urin dan hal ini harus ditangani terlebih

dahulu.

Beberapa pedoman merekomendasikan penanganan pada hipertensi berat (TD

sistolik >220 mmhg atau TD diastolic > 120 mmhg) menggunakan pengobatan

intravena yang dititrasi. Penggunaan obat oral dan sublingual tidak

direkomendasikan karena penggunaannya dapat menyebabkan penurunan tekanan

darah yang cepat dan tidak terkontrol.

Pasien dengan hipertensi yang boleh mendapat pengobatan trombolisis adalah

dengan tekanan darah  sistolik ≤185 mmhg dan Td diastolic ≤ 110 mmhg sebelum

trombolisis.

ECG diindikasikan pada pasien stroke untuk mengidentifikasi sumber emboli

kardiogenik seperti atrial fibrillation atau AMI dan gejala penyakit jantung

sebelumnya. Ketidaknormalan gambaran Eck terjadi pada 60% pasien dengan

cerebral infarction dan 50% pada pasien dengan intracerebral haemorragic. ECG

dengan gelombang T inversion  dapat terjadi pada 75% pasien dengan stroke akut

dan cardiac arrytmia sebagai hasil dari peningkatan tonus simpatik, penurunan tonus

parasimpatik dan pengeluaran katekolamin.

Beberapa pedoman merekomendasikan ECG untuk memonitor terjadinya atrial

fibrillation.

Bila terjadi hipertermi pada awal akut stroke akan meningkatkan kematian dan

luasnya infark, sehingga sangat penting perawat emergency melakukan monitor suhu

dan memanajemen hipertermia.

Pengkajian gula darah juga penting dilakukan untuk mengeksklusi adanya

hipoglikemi sebagai gejala mimic stroke. Kedua diabetes adalah faktor yang

signifikan terjadinya stroke. Dan banyak sekali pasien dengan DM tipe 2 tidak

terdiagnosa. Ketiga Hiperglikemia diasosiasikan dengan peningkatan luasnya ifark

serebral dan outcome pasien yang buruk.

Page 14: IMPLEMENTATION OF EVIDENCE INTO PRACTICE.docx

Beberpa komplikasi akibat stroke yaitu DVT (deep vein thrombosis) 25%-50%,

PE (pulmonary embolism), dan VTE (venous tromboembolism). Pencegahan VTE

dilakukan dengan mobilisasi awal, hidrasi secara adekuat, pemberian antitrombolitik,

antiplatelet pada pasien ischemic stroke).

Meskipun elemen pedoman stroke biasanya merupakan refleksi dari keperawatan

gawat darurat, penting juga untuk mengenali tingginya level perpindahan atau

pertukaran staff (staff keperawatan, lulusan keperawatan dan mahasiswa

keperawatan) yang memberikan pelayanan keperawatan pada pasien sroke akut.

Rekomendasi pada perawatan di rawat inap adalah berfokus pada monitor tanda-

tanda vital, observasi status neurologi dan control gula darah; manajemen cairan,

manajemen resiko (VTE, decubitus, kemampuan menelan yang aman, perawatan

ekstremitas)

Dalam mengembangkan menejemen keperawatan gawat darurat pada pasien

stroke, jurnal ini merekomendasikan instrument yang dikembangkan pada bulan Juni

2007 dan direvisi Januari 2009 yaitu “Emergency Nursing Management of Acute

Stroke’. Instrument ini menjelaskan bahwa triage adalah kunci utama dalam memulai

pelayanan gawat darurat. Pasien dengan stroke akut didahulukan seperti pada pasien

dengan myocardial infraction. Evaluasi komplit dan ketegasan penanganan

seharusnya dilakukan 60 menit dimulai saat pasien masuk UGD. Perawat gawat

darurat memiliki peranan dalam menurunkan kematian akibat stroke yaitu dengan

pencegahan komplikasi pada 24-48 jam pertama setelah stroke. Pasien dengan

suspek atau stroke akut seharusnya ditriase sebagai kategori ke 2 TIA menggunakan

criteria ‘FAST’ untuk mengidentivikasi stroke:

Fàfacial weakness: dapatkah pasien tersenyum?

Aàarm weakness: dapatkah pasien mengngkat kedua tangannya?

Sàspeech difficulty: dapatkah pasien berbicara jelas dan mengerti apa yang

dikatakan?

Tàtime to act: should be seen <10 menit

4. Pengkajian dan  Merujuk ke Stroke unit / spesialis

Merujuk ke tenaga kesehatan lain untuk pengkajian menelan, hidrasi dan nutrisi

dan mobilitas penting dilakukan dalam 24-48 jam setelah stroke terjadi.disfasgia terjadi

pada 50% pasien stroke akut dan menyebabkan komplikasi seperti aspirasi, pneumonia,

dehidrasi dan malutrisi.

Dehidrasi pada stroke akut terjadi karena status pasien yang dipuasakan sampai

pengkajian kemampuan menelan selesai, gangguan menelan dan imobilitas dan status

nutrisi pasien yang buruk akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas.

Mobilisasi awal (<48 jam) mencegah komplikasi yang berhubungan dengan imobilitas

(deep vein thrombosis /DVT, joint disorder, kontraktur dan decubitus). Mobilisasi awal

Page 15: IMPLEMENTATION OF EVIDENCE INTO PRACTICE.docx

meningkatkan outcome kesehatan yang positif pada pasien. Mobilisasi awal juga

menurunkan komplikasi karena imobilitas seperti pneumonia, DVT, emboli paru dan

decubitus.juga ada evidence bahwa mobilisasi awal setelah stroke menurunkan

morbiditas dan mortalitas dan memperbaiki proses penyembuhan fisiologis dengane

menurunkan depresi dan ansiety.

Inkontinesia feses dan urin dapat terjadi karena kerusakan yang disebabkan stroke

misalnya kelemahan, kerusakan kognitif dan penurunan mobilitas.

Inkontinensia dapat dihubungkan dengna komplikasi stroke lainnya yaitu depresi yang

dapat mencetuskan terjadinya jatuh atau penyembuhan yang lama.pengkajian penyebab

inkontinensia sangat vital untuk  target dan intervensi yang sesuai. Penggunaan kateter

indwelling sebagai manajemen inisial harus dihindari. 63% pemasangan kateter di IGD

tidak memadai dan penggunaan kateter menempatkan pasien pada resiko untuk terjadinya

infeksi nasokomial sepsis

5. Pencegahan komplikasi:

Beberapa minggu pertama setelah stroke pasien beresiko mengalami DVT dan

PE. PE adalah penyebab ketiga penyebab kematian setelah stroke.faktor resiko DVT

adalah  penurunan mobilitas, stroke severity, usia, dehidrasi, dan prophylaksis VTE  yang

terlambat. strategi untuk mencegah VTE setelah stroke adalah mobilisasi awal, hidrasi

yang adekuat, antitrombotic stocking dan pemberian anti platelet therapy pada pasien

dengan ischemic stroke.

KESIMPULAN

Peran perawat gawat darurat pada perawatan stroke akan meningkat dan penting bagi perawat

yang berada dalam situasi gawat darurat untuk menggunakan perawatan stroke yang evidence

based untuk mendapatkan hasil yang optimal.peran perawat juga sangat penting dalam

mengidentifikasi apakah pasien memenuhi criteria untuk mendapatkan terapi trombolisis atau

tidak. Pedoman dan instrument pengambilan keputusan  harus diterapkan dan mempunyai level

yang tinggi  untuk dapat diaplikasikan dalam lingkungan kerja dengan kesibukan

tinggi.penanganan stroke pada 24 jam pertama potensial dapat memperbaiki keperawatan gawat

darurat pada pasien dengan stroke akut.

IMPLIKASI KEPERAWATAN

“Format manajemen keperawatan gawat darurat pada pasien dengan stroke akut:”

Nama pasien :

Definisi :

Serangan gejala neurologis mendadak yang dapat berlangsung lebih dari 24 jam behubungan

dengan blockade pada pembuluh arteri otak atau perdarahan di dalam atau di sekitar otak

Triage :

Page 16: IMPLEMENTATION OF EVIDENCE INTO PRACTICE.docx

Stroke adalah medical emergency (memerlukan penanganan dan pengobatan dengan

segera)

Pasien dengan  suspected atau actual stroke harus ditriage dengan ATS (Australia triage

scale ) kategori 2

Menggunakan  criteria FAST untuk mengidentifikasi stroke

Fàfacial weakness: dapatkah pasien tersenyum?

Aàarm weakness: dapatkah pasien mengngkat kedua tangannya?

Sàspeech difficulty: dapatkah pasien berbicara jelas dan mengerti apa yang dikatakan?

Tàtime to act: should be seen <10 menit

Pasien dengan gejala TIA memanjang (>60 menit) harus ditriase sebagai stroke

menggunakan  stratifikasi resiko ABCD2  untuk mengidentifikasi pasien dengan TIA

dengan resiko tinggi stroke.

A : age à≥ 60 tahun

B : blood pressure à tekanan darah sistolik >140 mmhg atau tekanan darah diastolic ≥ 90

mmhg

C : clinical Hx à kelemahan unilateral, gangguan berbicara

D : duration à > 10 menit

D : diabetes

Initial assessment (pengkajian inisial/awal)

AIRWAY

Kesadaran umum, dipuasakan.

BREATHING

Frekuensi pernapasan, usaha bernapas, SpO2 (berikan oksigen tambahan bila SpO2 <92%),

auskultasi dada

CIRCULATION

Heart rate (pols), tekanan darah, EKG 12 lead

Pertimbangkan untuk monitor jantung bila ada aritmia/ ketidaknormalan EKG

Pemasangan IV line (pertimbangkan pemberian infuse bila ada tanda klinis dehidrasi/

mempertahankan cairan bila tidak ada masukan cairan per oral (dipuasakan) diskusikan dengan

dokter.

DISABILITY

Observasi neurologis (GCS dan pupil)

Kadar gula darah

OTHER

Suhu

Page 17: IMPLEMENTATION OF EVIDENCE INTO PRACTICE.docx

Parameter yang dilaporkan dengan segera pada dokter:

Airway/ breathing:

Stridor/ ancaman pada jalan napas

RR <8 atau <30 kali per menit

SpO2 <90% pada pemberian O2 10 L/menit

Circulation :

 HR <40 atau >150 kali per menit

TD sistolik >210 mmhg

TD diastolic >120 mmhg

TD sistolik <90 mmhh

Disability :

GCS <13 atau penurunan GCS >2  point

Aktivitas kejang’

Kadar gula darah >8 mmol/L

Temperature >37,8° C

 

Page 18: IMPLEMENTATION OF EVIDENCE INTO PRACTICE.docx

Perawatan lanjutan

rekomendasi rasional

Vital sign (HR,RR, TD, Spo2, suhu) Semua diobservasi setiap jam selama 4 jam pertama ( 2 jam bila normal) Lapor bila ada ketidaknormalan Lanjutkan observasi tiap jam bila ada ketidaknormalan

   Observasi neurologis:

Tiap 30 menit pada 2 jam pertama Tiap jam pada 2 jam kedua Tiap 4 jam selama 24 jam Bila ada masalah dalam GCS à observasi neurologis tiap 30 menit dan

laporr dokter Kadar gula darah:

Tiap 4 jam (bahkan pada pasien bukan dengan Diabetes) Laporkan bila terjadi ketidaknormalan

    Manajemen cairan:

Pertahankan infuse (IVFD) bila tidak ada pemasukan per oral Tangani denhidrasi bila ada tanda klinis Tujuan untuk mempertahankan normovolemia dan tidak kelebihan cairan Pertahankan lembar observasi balance cairan

 

Hypoxia meningkatkan injury serebral Hipertermia pada stroke akit meningkatkan resiko  hasil yang buruk,

kematian dan infark size (luasnya infark) Identifikasi dan tangani penyebab lain dari hipertensi (nyeri, muntah da

retensi urin)         

Hiperglikemia diasosiasikan dengan peningkatan mortalitas dan penurunan hasil  fungsional

Kadar gula darah >8 mmol/L diketahui sebagai predictor mortalitas Haemoconcentration merusak aliran pembuluh darah otak

 

Cairan yang adekuat diperlukan untuk mencegah atau mengatasi dehidrasi    

Page 19: IMPLEMENTATION OF EVIDENCE INTO PRACTICE.docx

Venous – thrombo – embolism prophylaksis Sesuai dengan kebijakan RS atau IGD

 Pressure area assessment and prophylaksis

Sesuai dengan kebijakan RS atau IgD Dipuasakan :

Sampai ada pengkajian kemampuan dalam menelan Perawatan ekstremitas:

Cegah shoulder subluxation (support sangga tangan yang terkena dengan bantal, tidak menarik bahu, pertimbangkan untuk penggunaan collar dan cuff.

 Continence care:

Hindari penggunaan indwelling catheter sebagai manajemen inisial pada penanganan inkontinensia

 CT kepala:

Cek CT kepala setelah pada saat di  iGD atau setelah keluar dari igd ( lebih awal bila ada indikasi klinis)

 Aspirin:

300 mg oral / NGT jika tidak ada perdarahan’ Pertimbangkan untuk penggunaan clopidogrel bila alergi terhadap aspirin

Resiko DVT setelah stroke 25-50%

Resiko decubitus berhubungan dengan mobilitas yang kurang 

Gangguan menelan diasosiasikan dengan peningkatan mortalitas setelah stroke

  Perawatan anggota gerak (ekstremitas) yag kurang dapat menyebabkan

joint subluxation, nyeri bahu, penurunan fungsi kegunaan 

Keteter urinaria  diasosiasikan dengan tingginya angka infeksi nasokomial    

Aspirin < 48 jam dari serangan stroke akut menurunkan kematian awal dan kekambuhan stroke

Page 20: IMPLEMENTATION OF EVIDENCE INTO PRACTICE.docx

Rujukan ke tenaga kesehatan lain :

                                                tanggal

 

1. Speech pathology _______pengkajian reflek gag bukan indikator yang efektif untuk

mengkaji menelan

2. Ahli gizi _______________nutrisi  yang kurang diasosiasikan dengan peningkatan

morbiditas dan mortalitas setelah stroke

3. Fisioterapis ____________________mobilisasi awal dan perawatan ekstremitas yang

baik dapat menccegah komplikasi (DVT, gangguan persendian, kontraktur  dan

decubitus)

Catatan :

Subluksasi sendi bahu pendertita strok hemiparesis biasanya terjadi pada stadium flaccid, dimana

gaya gravitasi lengan menyebabkan tarikan terhadap sendi bahu. Hal ini harus ditangani sedini

mungkin untuk mencegah timbulnya nyeri bahu, cedera otot rotator cuff, cedera saraf, frozen

shoulder dan shoulder hand syndrome.

Impilkasi keperawatan yang dapat diterapkan dari jurnal ini adalah :

1. Bahwa penanganan stroke akut harus ditangani dengan segera dan dipandang sebagai

suatu kegawatdaruratan. Prosedur dan pedoman yang bisa diterapkan sudah terlampir

diatas.

2. Perawat bertanggung jawab dalam melacak hasil pemeriksaan CT kepala dan menemani

dan mengantar pasien menjalani pemeriksaan T kepala

3. Perawat yang menangani kasus gawat darurat pada stroke  mempunyai peran penting

dalam  menurunkan mortalitas yang disebabkan stroke dengan mencegah komplikasi

pada 24-48 jam setelah stroke.

4. Pemberian oksigen sering dikelola oleh perawat dalam situasi gawat darurat. Penggunaan

oksigen rutin pada stroke akut tanpa mempertimbangkan saturasi oksigen kemungkinan

berbahaya. Penting sekali untuk memasukkan protap penggunaan oksigen pada stroke

akut.

5. Monitor tanda-tanda vital merupakan tanggung jawab perawat

6. Identifikasi dan manajemen masalah lain yang bisa menyebabkan hipertensi seperti nyeri,

muntah dan  retensi urin adalah tanggung jawab perawat.

7. Sangat penting bagi perawat untuk memonitor suhu dan menangani hipertemia pada

stroke akut karena dampak hipertemia yang dapat meningkatkan kematian dan luasnya

infark pada stroke akut. Perawat harus mempertimbangkan  dan menangani penyebab

hipertermia misalnya infeksi, tromboembolism dan kemungkinan pemberian atipiretik

pada pasien stroke akut yang demam.

Page 21: IMPLEMENTATION OF EVIDENCE INTO PRACTICE.docx

8. Monitor gula darah dan kolaborasi dalam penanganan hiperglikemia adalah tanggung

jawab perawat karena hiperglikemia dapat sangat mempengaruhi outcome pasien yang

buruk.

9. Perawat harus bisa menentukan criteria kapan pemasangan kateter urinaria diperlukan

dan mengetahui resiko intervensi. Selain itu perawat juga harus mempertahankan teknik

steril dalam pemasangan kateter di ruangan rawat inap.

10. Peran perawat juga sangat penting dalam mencegah DVT dengan mobilisasi awal dan

mempertahankan balance cairan yang adekuat.

ANALISIS PICO

PICO

PICO singkatan yang digunakan untuk menggambarkan empat elemen dari pertanyaan klinis

yang baik.

P–Patient

I–Intervention

C–Comparison

O–Outcome

Elemen pertanyaan klinis Patient

Intervention (or cause, prognosis)What is the main intervention or therapy you wish to consider?Including an exposure to disease, a diagnostic test, a prognostic factor, a treatment, a patient perception, a risk factor, etc.

Comparison (optional)Is there an alternative treatment to compare?Including no disease, placebo, a different prognotic factor, absence of risk factor, etc.

OutcomeWhat is the clincial outcome, including a time horizon if relevant?

analisis

Pasien dengan stroke akut,

Triage, evaluasi segera, pengkajian inisial, rujuk ke unit sroke atau spesialis, mencegah komplikasi.Triage dengan FAST atau ABCD2Initial assessment dengan airway, breathing, circulation, diability, other.Mencegah komplikasi dengan mobiliasasi awal dan mempertahankan hidrasi cairan yang adekuat dan kolaborasi pemberian antiplatelet terapi. none

Mencegah komplikasi dan menurunkan morbiditas dan mortalitas karena stroke.

Page 22: IMPLEMENTATION OF EVIDENCE INTO PRACTICE.docx

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth,2002.  Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo

Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC; Jakarta

Joko , 2008. Asuhan keperawatan pada pasien

stroke.http://jokosp.blogspot.com/2008/02/asuhan-keperawatan-pada-klien-stroke.html

This entry was posted in JOURNALS OF NURSING on August 18, 2011.