Top Banner
ILMU DASAR KEPERAWATAN IIA TUGAS PRAKTIKUM oleh Kelompok 2 Yunita Selly Santoso NIM 102310101055 Iput Hardianti NIM 102310101096 Anindy Maya A NIM 132310101006 Larasmiati Rasman NIM 132310101018 Novita Nurkamilah NIM 132310101028 Popi Dyah Putri K NIM 132310101035 Siti Nurhasanah NIM 132310101058
36

Ilmu Dasar Keperawatan Iia

Dec 24, 2015

Download

Documents

tugas
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Ilmu Dasar Keperawatan Iia

ILMU DASAR KEPERAWATAN IIA

TUGAS PRAKTIKUM

oleh

Kelompok 2

Yunita Selly Santoso NIM 102310101055

Iput Hardianti NIM 102310101096

Anindy Maya A NIM 132310101006

Larasmiati Rasman NIM 132310101018

Novita Nurkamilah NIM 132310101028

Popi Dyah Putri K NIM 132310101035

Siti Nurhasanah NIM 132310101058

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2014

Page 2: Ilmu Dasar Keperawatan Iia

Tugas Praktikum

1. Trend Kematian di Indonesia

a. Maternal an Newborn

Angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi dan bahkan lebih

tinggi dibanding beberapa negara tetangga. Tentu saja kenyataan ini sangat

mengusik semua masyarakat yang peduli terhadap masih banyaknya

kematian ibu yang tidak perlu. Adanya target global terkait dengan

penurunan kematian ibu semakin menyadarkan kita bahwa penanganan

kematian ibu saat ini belum maksimal. Trend angka kematian ibu

menunjukkan indonesia tidak akan dapat mencapai target MDG 5 yaitu

menurunkan angka kematian ibu menurun dibanding beberapa dekade yang

lalu, namun masih cukup tinggi yaitu 228/100.000 kelahiran hidup pada

tahun 2010. Ironisnya, pertumbuhan ekonomi di indonesia sebenarnya

sudah cukup berhasil menjadikan indonesia menjadi negara berpendapatan

rendah-menengah.

Indonesia masih menghadapi angka kematian maternal sekitar

390/100.000 persalinan yag diperkirakan berjumlah 5.000.000 persalinan

pertahun. Jika wanita hanya mempunyai anak sekitar 3, angka kematian

maternal dapat diturunkan menjadi 360.000 orang.

Diperkirakan kematian maternal terjadi pada saat pertolongan pertama .

pernyataan tersebut berarti mencerminkan bahwa:

1. Sangat diperlukan distribusi yang merata dari pusat pertolongan.

Pelayanan yang cepat da adekuat sangat dibutuhkan di masyarakat.

2. Factor rujukan merupakan factor yang menentukan sehingga pertolonga

pertama dapat diberikan secara cepat dan tepat.

3. Kesiapan pusat KB yag dapat membrikan pelayanan gugur kandung yang

aman dan bersih akan sagat menjanjikan penurunan kematian maternal,

khususnya dari pelayanan pengguguran yag tidak legal.

Page 3: Ilmu Dasar Keperawatan Iia

4. Kematian maternal dan perinatal masih disebabkan oleh trias pokok

yaitu :

Trias kematian maternal :

a. Perdarahan

b. Gestosis

c. Infeksi

Trias kematian perinatal

a. Asfiksia neonatorum

b. Infeksi neonatorum

c. Trauma persalinan

Kematian maternal merupakan masalah yang kompleks karena berkaitan

dengan penyebab antara dan penyebab tidak langsung. Penyebab kematian

antara lain :

1. Kesanggupan memberi pelayanan gawat darurat

2. Keadaan gizi ibu hamil laktasi yang berkaitan dengan status social

ekonomi.

3. Kebodohan dan kemiskinan sehingga masih tetap berorientasi pada

pelayanan tradisonal

4. Peneriamaan gerakan keluarga urang nyata menurunkan angka kematia

ibu (AKI) atau angka kematian perinatal (AKP)

5. Masalah perilaku seksual sehingga terjadi kehamilan yang tidak

dikehendaki da melakukan terminasi yag tidak adekuat

Penyebab kematian tidak langsung, yaitu :

1. Rendahnya status perempuan Indonesia

2. Wanita melaksanakan pekerjaan yang berat sekalipun sedang hamil tua

karena ikut menunjang kebutuhan social ekonomi keluarga

3. Budaya komunal, ketika dalam kondisi kritis masih diperlukan

persetujuan kepala keluarga, kepala desa, orang yang masih disegani,

sehingga terlambat untuk mengambil keputusan.

Obsentri social menetapkan arahnya pada upaya promotif dan

prevalentif dalam bidang obsentri sehingga lebih mengkhususkan pada

Page 4: Ilmu Dasar Keperawatan Iia

upaya meniadakan sebanyak mungkin penyebab kematian antara dan

langsung.

b. Under five

Dalam dua puluh lima tahun terakhir, perhatian internasional terhadap

kesehatan masyarakat tertuju pada usaha menurunkan angka kematian balita

(AKBA). Pada pertengahan tahun diperkirakan 15 juta anak di bawah 5 tahun

meninggal setiap tahun, yang mewakili 30% dari seluruh kematian di dunia dan

mencapai sampai separuh di banyak negara. Menurut ahli demografi, walaupun

AKBA sudah menurun, usaha mereduksi kematian balita harus tetap menjadi

fokus kebijakan pemerintah. Selain itu, pengumpulan data penyebab kematian

yang berbasis fakta perlu dilaksanakan agar upaya mempertahankan

kelangsungan hidup anak bisa lebih dilaksanakan lebih sungguh-sungguh. Di

indonesia, dari tahun 1991 – 1997 telah berhasil menurunkan AKBA dari 83/

1000 menjadi 58/1000. Penurunan dalam kurun 6 tahun cukup mengagumkan,

tetapi penurunan selanjutnya dari tahun 1997-2007 berlangsung landai 58/1000

menjadi 44/1000. Demikian pula dengan angka kematian bayi (AKB),

penurunannya mempunyai pola yang sama dengan AKBA.

Dalam perkembangan 5 tahun terakhir , AKB dan AKBA hampir tidak

menunjukkan penurunan. Hal ini mengungkapkan bahwa segala upaya

intervensi untuk menurunkan penyebab kematian bayi dan anak yang prevalen

selama 5 tahun terakhir belum menunjukkan keberhasilan secara bermakna.

Oleh sebab itu, perlu dikaji lebih lanjut kendala atau hambatan yang

mengakibatkan intervensi tidak memperlihatkan hasil sesuai dengan yang

diharapkan.

Kasus kematian anak usia dibawah lima tahun di Indonesia banyak

disebabkan oleh beberapa penyakit yaitu :

1. Pneumonia

Pneumonia adalah penyakit infeksi saluran pernafasan yang

menyerang paru-paru, menjadi penyebab utama kematian balita di

Indonesia. Data dari Unicef mengenai kematian anak balita di Indoneisa

menunjukan bahwa pada 2012, 14% kematian balita atau berkisar 21.000

Page 5: Ilmu Dasar Keperawatan Iia

balita meninggal karena pneumonia. Penyebab utama pneumonia pada

balita adalah bakteri. Bakteri yang sering ditemukan adalah bakteri

streptococcus pneumonia.Berdasarkan hasil Survei Demografi dan

Kependudukan Indonesia (SDKI) 2012 yang dilakukan BPS, BKKBN, dan

Kemenkes, pneumonia dan diare, adalah sebagai pembunuh nomor satu

pada anak-anak dibawah usia lima tahun. Sedangkan hasil Riset Kesehatan

Dasar (Riskesdas) 2007, juga menunjukkan hal yang sama. Yaitu angka

kesakitan (morbiditas) pneumonia pada bayi adalah 2,2 % dan balita 3%,

sementara angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan balita 15,5%.

2. Diare

Anak merupakan asset masa depan yang akan melanjutkan

pembangunan di suatu negara. Masa perkembangan tercepat dalam

kehidupan anak terjadi pada masa balita. Masa balita merupakan masa

yang paling rentan terhadap serangan penyakit. Terjadi gangguan

kesehatan pada masa tersebut, dapat baerakibat negatif bagi pertumbuhan

anak itu seumur hidupnya . Permasalahan kesehatan yang sering dijumpai

pada balita yaitu penyakit infeksi.

Penyakit infeksi yang masih perlu diwaspadai menyerang balita

adalah diare atau gastroenteritis Diare ialah suatu keadaan bertambahnya

kekerapan dan keenceran buang air besar, Kekerapan yang dianggap masih

normal adalah sekitar 1 –3 kali dan banyaknya 200-250 gr sehari.

Beberapa penderita mengalami peningkatan kekerapan dan eenceran

buang air besar walaupun jumlahnya kurang dari 250 gr dalam kurun

waktu sehari Penyakit ini mempunyai gambaran penting yaitu diare dan

muntah, akibatnya klien kekurangan cairan atau dehidrasi.

Keadaan kekurangan cairan apabila tidak diatasi akan

menyebabkan syok hipovolemik, terlebih kasus kekurangan cairan atau

dehidrasi terjadi pada balita dimana 80% bagi tubuh terdiri dari cairan.

Angka kematian balita di negara berkembang akibat diare ini sekitar

2,8juta setiap tahun (DepKes RI, 2011). Data statistik menunjukkan bahwa

setiap tahun diare menyerang 45juta penduduk Indonesia, duapertiganya

Page 6: Ilmu Dasar Keperawatan Iia

adalah balita dengan korban meninggal sekitar 500, 000 jiwa (DepKes RI,

2011).

c. School age and adolescent

Data tentang laporan prevalensi diare and tifus non-spesifik di antara

anak usia sekolah di Indonesia menunjukkan bahwa proporsi anak-anak yang

terkena penyakit ini per propinsi berkisar antara 2 sampai 20 persen untuk diare

dan antara kurang dari 1 persen sampai sedikit lebih dari 3 persen untuk tifus.

Rata–rata angka ISPA pada anak usia sekolah pada umumnya cukup tinggi; 20

persen atau lebih di semua propinsi dan 30 persen atau lebih di hampir

setengah dari jumlah propinsi.

Malaria telah diidentifikasikan sebagai penyebab utama ketidakhadiran di

sekolah dan prestasi belajar yang rendah. Sebenarnya malaria bukan

merupakan masalah yang universal di Indonesia karena sebagian besar daerah

tidak terpengaruh serius oleh penyakit tersebut. Namun ada tiga propinsi di

Indonesia (Papua, Papua Barat dan NTT) dimana malaria merupakan masalah

yang sangat serius, dengan rata-rata angka anak usia sekolah yang menderita

malaria berkisar antara hampir 70 persen di Papua sampai sekitar 15 persen di

NTT. Infeksi cacing telah dikenal dan dicatat memiliki angka tertinggi pada

anak usia sekolah di negara–negara yang tidak dapat mengontrol infeksi

tersebut karena buruknya sistem air dan sanitasi.

Infeksi cacing berperan penting dalam status gizi dan kesehatan anak usia

sekolah dan berkontribusi terhadap angka ketidakhadiran. Hal ini kemudian

dapat mengurangi kapasitas belajar yang menyebabkan menurunnya prestasi

belajar. Indonesia diidentifikasi oleh WHO sebagai salah satu negara dimana

infeksi cacing merupakan masalah kesehatan masyarakat; WHO

memperkirakan lebih dari 17 juta orang beresiko menderita infeksi tersebut dan

hanya sedikit sekali yang mendapatkan perawatan.

Insidens campak pada anak umur <1 tahun, 1-4 tahun dan 5-14 tahun

mengalami penurunan yang bermakna yaitu berturut-turut dari 20,5 menjadi

9/10.000 penduduk, dari 18,4 menjadi 7,4 dan dari 8,4 menjadi 3,4. Demikian

pula terjadi penurunan yang bermakna pada insidens difteri dan pertusis. Data

Page 7: Ilmu Dasar Keperawatan Iia

morbitas pada anak umur 5-14 tahun relatif jarang. Menurut SKRT 1995 pola

penyakit anak laki-laki dan perempuan umur 5-14 tahun relatif sama. Penyakit

yang paling sering terjadi adalah anemia (52,8% pada laki-laki, 49,2% pada

perempuan), diikuti dengan penyakit periodontal (30,2% pada laki-laki, 33,6%

pada perempuan), infeksi akut saluran nafas atas (29,2% pada laki-laki, 29,6%

pada perempuan), gangguan telinga luar (23,3% pada laki-laki, 22,7 persen

pada perempuan), dan tonsilitis kronik (10,5% pada laki-laki, 13,7% pada

perempuan).

d. Adult

Kematian orang dewasa di Indonesia banyak disebabkan oleh beberapa hal

yaitu :

1. Penyakit degeneratif

Pada tahun 2010 terjadi kenaikan 5% untuk kematian laki-laki

dewasa umur 35- 39 tahun diakibat oleh penyakit degeneratif yaitu

penyakit stroke. 

2. Kecelakaan

Kematian orang dewasa di Indonesia pada tahun 2010 banyak

diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas. Rata-rata dari 300 kecelakaan, 60

menyebakan kematian. Data WHO tahun 2011 menyebutkan, sebanyak 67

persen korban kecelakaan lalu lintas berada pada usia produktif , yakni 22

– 50 tahun. Terdapat  sekitar 400.000 korban di bawah usia 25 tahun yang

meninggal di jalan raya, dengan rata-rata angka kematian 1.000 anak-anak

dan remaja setiap harinya. Bahkan, kecelakaan lalu lintas menjadi

penyebab utama kematian anak-anak di dunia, dengan rentang usia 10-24

tahun.

3. Tuberkolosis

Menurut data WHO 2011 terjadi kematian yaitu 2-3 juta orang

meninggal akibat Tuberkulosis Paru setiap tahunnya yang banyak terjadi

pada usia 15-54 tahun di Indonesia. Tuberkolosis dikatakan sebagai

penyebab kematian ke 2 di Indonesia.

4. Rokok

Page 8: Ilmu Dasar Keperawatan Iia

Kematian usia dewasa erat kaitannya dengan gaya hidup , laki-laki

di Indonesia usia dewasa cenderung mengkonsumsi rokok. Indonesia

dikatakan sebagai negara dengan pabrik terbesar se dunia. Banyak

ditemukan kasus kesehatan yang mengatakan bahwa rokok menjadi

penyebab kematian sejumlah laki-laki dewasa di Indonesia. Menurut data

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2004, tiap tahun 5,4 juta orang

meninggal karena rokok atau rata-rata satu kematian setiap 5,8 detik. Pada

tahun 2010 diperkirakan terdapat 6 juta orang di dunia meninggal

(termasuk 190.260 orang di Indonesia) akibat penyakit terkait tembakau.

5. HIV AIDS

Situasi Masalah HIV-AIDS Triwulan III (Juli-September) Tahun 2013

a. HIV

1. Dari bulan Juli sampai dengan September 2013 jumlah infeksi HIV

baru yang dilaporkan sebanyak 10.203 kasus.

2. Persentase infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur

25-49 tahun (73,4%), diikuti kelompok umur 20-24 tahun (14,7%),

dan kelompok umur >= 50 tahun (5%).

3. Rasio HIV antara laki-laki dan perempuan adalah 3:1.

4. Persentase faktor risiko HIV tertinggi adalah hubungan seks

berisiko pada heteroseksual (51,7%), penggunaan jarum suntik

tidak steril pada penasun (11,6%), dan LSL (Lelaki Seks Lelaki)

(10,6%).

b. AIDS

1. Dari bulan Juli sampai dengan September 2013 jumlah AIDS yang

dilaporkan baru sebanyak 1.983 orang.

2. Persentase AIDS tertinggi pada kelompok umur 30-39 tahun

(39,5%), diikuti kelompok umur 20-29 tahun (22,3%) dan

kelompok umur 40-49 tahun (22,1%).

3. Rasio AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1.

4. Persentase faktor risiko AIDS tertinggi adalah hubungan seks

berisiko pada heteroseksual (81,9%), penggunaan jarum suntik

Page 9: Ilmu Dasar Keperawatan Iia

tidak steril pada penasun (6,5%), LSL (Lelaki Seks Lelaki) (5,3%)

dan dari ibu positif HIV ke anak (4,3%).

e. Eldery

Dalam kurun waktu 15 tahun (1986-2001) nampak trend penurunan

proporsi kematian pada usia muda khususnya balita dan peningkatan proporsi

kematian pada usia tua secara signifikan. Pada kelompok usia reproduksi dan

produktif proporsi kematian cukup rendah dan stagnan. Melalui serangkaian

studi mortalitas SurveiKesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang dilakukan pada

tahun 1980, 1985, 1992, 1995, dan 2001 menunjukkan adanya transisi

epidemiologi yaitu bergesernya penyebab kematian utama dari penyakit infeksi

ke penyakit non infeksi sejalan dengan transisi demografi yaitu pergeseran

struktur penduduk dari umur muda ke arah umur yang lebih tua.

2. Mekanisme Penurunan Kematian Bayi dan Anak di Indonesia

a. Determinan

1. Faktor ibu: umur, paritas, dan jarak kelahiran.

2. Pencemaran lingkungan: udara, makanan atau air , jari, kulit, tanah, zat

penular kuman penyakit, serangga pembawa penyakit.

3. Kekurangan gizi: kalori, protein, gizi-mikro.

4. Luka: kecelakaan, luka yang disengaja;

5. Pengendalian penyakit perorangan: usaha-usaha preventif perorangan,

perawatan dokter.

b. Upaya yang dilakukan pemerintah

Dokter Anak Indonesia melalui Satuan Tugas Imunisasi IDAI,

bekerjasama dengan IDAI Cabang DKI Jakarta pada tanggal 19 November

2010, menyampaikan bahwa newborn survival, penyakit infeksi, dan nutrisi

masih menjadi masalah kesehatan utama pada anak di Indonesia saat ini

dan salah satu bagian terpenting dari Program Nasional Bagi Anak

Indonesia adalah menurunkan angka kematian bayi dan balita

Berbagai upaya memang telah dilakukan untuk menurunkan

kematian ibu, bayi baru lahir, bayi dan balita. Antara lain melalui

Page 10: Ilmu Dasar Keperawatan Iia

penempatan bidan di desa, pemberdayaan keluarga dan masyarakat dengan

menggunakan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA) dan Program

Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K), serta

penyediaan fasilitas kesehatan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi

Dasar (PONED) di Puskesmas perawatan dan Pelayanan Obstetri Neonatal

Emergensi Komprehensif (PONEK) di rumah sakit.

Upaya terobosan yang paling mutakhir adalah program Jampersal

(Jaminan Persalinan) yang digulirkan sejak 2011. Program Jampersal ini

diperuntukan bagi seluruh ibu hamil, bersalin dan nifas serta bayi baru lahir

yang belum memiliki jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan.

Keberhasilan Jampersal tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan

pelayanan kesehatan namun juga kemudahan masyarakat menjangkau

pelayanan kesehatan disamping pola pencarian pertolongan kesehatan dari

masyarakat, sehingga dukungan dari lintas sektor dalam hal kemudahan

transportasi serta pemberdayaan masyarakat menjadi sangat penting.

Pemerintah Indonesia menjalin kerja sama dengan masyarakat

internasional dengan prinsip kerja sama kemitraan, untuk mendukung

upaya percepatan penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi. Kerja sama

dengan berbagai development partners dalam bidang kesehatan ibu dan

anak telah berlangsung lama, beberapa kemitraan tersebut adalah:

1) AIP MNH (Australia Indonesia Partnership for Maternal and Neonatal

Health), bekerja sama dengan Pemerintah Australia di 14 Kabupaten di

Provinsi NTT sejak 2008, bertujuan menurunkan angka kematian ibu dan

bayi melalui Revolusi Kesehatan Ibu dan Anak. Program ini bergerak

dalam bidang pemberdayaan perempuan dan masyarakat, penigkatan

kualitas pelayanan KIA di tingkat puskesmas dan RS serta peningkatan tata

kelola di tingkat kabupaten. Pengalaman menarik dari program ini adalah

pengalaman kemitraan antara RS besar dan maju dengan RS kabupaten di

NTT yaitu kegiatan sister hospital.

2) GAVI (Global Alliance for Vaccine & Immunization) bekerja beberapa

kabupaten di 5 provinsi (Banten, Jabar, Sulsel, Papua Barat dan Papua),

Page 11: Ilmu Dasar Keperawatan Iia

bertujuan meningkatkan cakupan imunisasi dan KIA melalui berbagai

kegiatan peningkatan partisipasi kader dan masyarakat, memperkuat

manajemen puskesmas dan kabupaten/kota.

3) MCHIP (Maternal & Child Integrated Program) bekerjasama dengan

USAID di 3 kabupaten (Bireuen, Aceh, Serang-Banten dan Kab.Kutai

Timur- Kalimantan Timur)

4) Pengembangan buku KIA oleh JICA walaupun kerjasama project telah

berakhir namun buku KIA telah diterapan di seluruh Indonesia.

5) UNICEF melalui beberapa kabupaten di wilayah kerjanya seperti

ACEH, Jawa Tengah, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur

(kerjasama dengan Child Fund) serta Papua meningkatkan pemberdayaan

keluarga dan masyarakat terkait kesehatan ibu dan anak dan peningkatan

kualitas pelayanan anak melalui manajemen terpadu balita sakit (MTBS).

6) Tidak terkecuali WHO memfasilitasi peningkatan kualitas pelayanan

kesehatan ibu dan anak baik dalam dukungan penyusunan standar

pelayanan maupun capasity building.

c. Masalah yang dihadapi

Buruknya kualitas pelayanan kesehatan antenatal, persalinan, dan

pascapersalinan merupakan hambatan utama untuk menurunkan kematian

ibu dan anak. Untuk seluruh kelompok penduduk, cakupan tentang

indikator yang berkaitan dengan kualitas pelayanan (misalnya, pelayanan

antenatal yang berkualitas) secara konsisten lebih rendah daripada cakupan

yang berkaitan dengan kuantitas atau akses (misalnya empat kunjungan

antenatal). Studi 2002 menunjukkan bahwa buruknya kualitas pelayanan

merupakan faktor penyebab 60 persen dari 130 kematian ibu yang dikaji.

Buruknya kualitas pelayanan kesehatan masyarakat menunjukkan

perlunya meningkatkan pengeluaran pemerintah untuk kesehatan.

Indonesia menunjukkan salah satu jumlah pengeluaran kesehatan terendah,

sebesar 2,6 persen dari produk domestik bruto pada tahun 2010.

Pengeluaran kesehatan masyarakat hanya di bawah setengah dari total

pengeluaran kesehatan. Di tingkat kabupaten, sektor kesehatan hanya

Page 12: Ilmu Dasar Keperawatan Iia

menerima 7 persen dari total dana kabupaten, dan Dana Alokasi Khusus

(DAK) untuk kesehatan rata-rata kurang dari satu persen dari total

anggaran pemerintah daerah.

Proses perencanaan untuk DAK harus lebih efisien, efektif dan

transparan. Di tingkat pusat, wakil-wakil di DPR memainkan peran penting

dalam menentukan alokasi dana untuk kabupaten masing-masing, dan

dengan demikian, memperlambat proses DAK tersebut. Dana kesehatan

tersedia di tingkat kabupaten hanya pada akhir tahun anggaran.

Berbagai hambatan menyebabkan perempuan miskin tidak

sepenuhnya menyadari manfaat Jampersal, program asuransi kesehatan

Pemerintah untuk perempuan hamil. Hambatan-hambatan tersebut meliputi

tingkat penggantian biaya yang tidak memadai, khususnya jika termasuk

biaya transportasi dan komplikasi, dan kurangnya kesadaran di antara

perempuan tentang kelayakan dan manfaat Jampersal.

Berdasarkan permintaan, harus ada lebih banyak fasilitas kesehatan

yang memberikan Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Komprehensif

(PONEK) dan lebih banyak dokter kandungan dan ginekolog. Rasio

fasilitas-penduduk untuk PONEK di Indonesia (0,84 per 500.000) masih di

bawah rasio satu per 500.000 yang direkomendasikan oleh UNICEF, WHO

dan UNFPA (1997). Indonesia memiliki sekitar 2.100 dokter kandungan-

ginekolog (atau satu per 31.000 wanita usia subur), tetapi tidak tersebar

secara merata. Lebih dari setengah dokter kandungan-ginekolog melakukan

praktek di Jawa.

Perilaku yang tidak tepat dan kurangnya pengetahuan berkontribusi

terhadap kematian anak:

a. Para ibu dan petugas kesehatan masyarakat tidak memiliki pengetahuan

tentang penanggulangan atau pengobatan penyakit-penyakit umum

anak. Di Indonesia, satu dari tiga anak balita menderita demam (yang

mungkin disebabkan oleh malaria, infeksi saluran pernapasan akut dan

lainnya), dan satu dari tujuh anak balita menderita diare. Sebagian besar

kematian akibat penyakit-penyakit ini dapat dicegah. Akan tetapi, untuk

Page 13: Ilmu Dasar Keperawatan Iia

mencegah penyakit-penyakit ini, diperlukan pengetahuan, pengenalan

tepat waktu, penanganan dan perubahan perilaku para ibu dan petugas

kesehatan. Misalnya, SDKI 2007 menunjukkan bahwa hanya 61 persen

anak balita yang menderita diare diobati dengan terapi rehidrasi oral.

b. Para ibu tidak menyadari pentingnya pemberian ASI. SDKI 2007

menunjukkan bahwa kurang dari satu dari tiga bayi di bawah usia enam

bulan diberi ASI eksklusif. Oleh karena itu, sebagian besar bayi di

Indonesia tidak mendapatkan manfaat ASI terkait dengan gizi dan

perlindungan terhadap penyakit.

c. Praktek-praktek sanitasi dan kebersihan yang buruk sangat umum.

Riskesdas 2010 menyatakan bahwa sekitar 49 persen rumah tangga di

Indonesia.

d. Kebutuhan yang dibutuhkan

e. Pada tahun 2012 Kementerian Kesehatan RI meluncurkan program

EMAS (Expanding Maternal and Neonatal Survival, bekerja sama

dengan USAID dengan kurun waktu 2012 – 2016, yang diluncurkan 26

Januari 2012 sebagai salah satu bentuk kerjasama Pemerintah Indonesia

dengan USAID dalam rangka percepatan penurunan kematian ibu dan

bayi baru lahir di 6 provinsi terpilih yaitu Sumatera Utara, Sulawesi

Selatan, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah dan JawaTimur yang

menyumbangkan kurang lebih 50 persen dari kematian ibu dan bayi di

Indonesia. Dalam program ini Kementerian Kesehatan RI bekerjasama

dengan JHPIEGO, serta mitra-mitra lainnya seperti Save the Children,

Research Triangle Internasional, Muhammadiyah dan Rumah Sakit

Budi Kemuliaan

f. Upaya yang akan dilaksanakan adalah dengan peningkatan kualitas

pelayanan emergensi obstetri dan neonatal dengan cara memastikan

intervensi medis prioritas yang mempunyai dampak besar pada

penurunan kematian dan tata kelola klinis (clinical governance)

diterapkan di RS dan Puskesmas. Upaya lain dalam program EMAS ini

dengan memperkuat sistem rujukan yang efisien dan efektif mulai dari

Page 14: Ilmu Dasar Keperawatan Iia

fasilitas pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas sampai ke RS rujukan

di tingkat kabupaten/kota. Masyarakat pun dilibatkan dalam menjamin

akuntabilitas dan kualitas fasilitas kesehatan ini. Untuk itu, program ini

juga akan mengembangkan mekanisme umpan balik dari masyarakat ke

pemerintah daerah menggunakan teknologi informasi seperti media

sosial dan SMS gateway, dan memperkuat forum masyarakat agar dapat

menuntut pelayanan yang lebih efektif dan efisien melalui maklumat

pelayanan (service charter) dan Citizen Report Card.

Adapun kebutuhan lain seperti :

1. Pemerintah tingkat pusat harus mengembangkan dan melaksanakan

standar dan pedoman kualitas pelayanan. Diperlukan pengawasan ketat

untuk memastikan implementasi standar oleh penyedia pelayanan

kesehatan baik publik maupun swasta.

2. Pelayanan kesehatan swasta harus menjadi bagian dari kebijakan dan

kerangka kesehatan pemerintah. Upaya-upaya yang dilakukan saat ini

untuk meningkatkan standar kesehatan tidak secara proporsional

menargetkan fasilitas pemerintah.

Akan tetapi, persalinan yang berlangsung di fasilitas swasta tiga kali

lebih banyak daripada di fasilitas pemerintah selama kurun waktu 1998-

2007. Penyedia pelayanan kesehatan swasta dan fasilitas pelatihan telah

menjadi bagian penting dari sistem kesehatan di Indonesia dan oleh

karena itu harus menjadi bagian dari kebijakan kesehatan, standar dan

sistem informasi pemerintah. Peraturan, pengawasan dan sertifikasi harus

memastikan kepatuhan penyedia pelayanan swasta dengan standar dan

sistem informasi pemerintah.

3. Perlu ditetapkan lebih banyak fasilitas kesehatan yang memberikan

pelayanan PONEK dan sistem rujukan harus diperkuat untuk

mempromosikan penggunaan fasilitas-fasilitas ini secara tepat.

4. Langkah menuju peningkatan kualitas memerlukan sumber daya

tambahan untuk mengembangkan dan memotivasi petugas kesehatan.

Kinerja petugas kesehatan sangat ditentukan baik oleh keterampilan

Page 15: Ilmu Dasar Keperawatan Iia

maupun motivasi. Untuk mengembangkan keterampilan, tidak hanya

diperlukan pelatihan yang lebih banyak, tetapi juga pengawasan fasilitatif

manajemen kasus, dan bagi para profesional, penilaian sebaya,

pengawasan berkala, dan peristiwa penting atau audit kematian. Sesi

umpan balik, pemantauan dan pengawasan secara terus-menerus

memainkan peran penting, tidak hanya dalam meningkatkan kualitas

tetapi juga dalam memotivasi tim. Indonesia dapat mempertimbangkan

untuk memberikan insentif kepada petugas kesehatan. Insentif ini dapat

berbentuk non-uang (peningkatan tugas, kepemilikan, dan pengakuan

profesi), uang (penambahan komponen berbasis kinerja pada gaji), atau

kelembagaan dan berbasis tim (langkah-langkah seperti sistem akreditasi

dan kompetisi terbuka).

5. Sistem informasi yang kuat merupakan salah satu komponen pelayanan

kesehatan yang berkualitas. Sistem informasi kesehatan di seluruh

Indonesia tidak menunjukkan kinerja yang baik seperti yang mereka

lakukan sebelum desentralisasi. Data administrasi tidak memadai di

banyak kabupaten, sehingga tidak mungkin bagi tim kesehatan kabupaten

untuk secara efektif merencanakan dan menentukan target intervensi.

Tingkat pusat memerlukan data yang kuat untuk melaksanakan fungsi

pengawasannya. Situasi tersebut mungkin memerlukan sentralisasi ulang

dan penyesuaian fungsi-fungsi khusus yang berkaitan dengan sistem

informasi kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan proses,

pelaporan dan standar.

3. Angka Harapan Hidup

Angka Harapan Hidup pada suatu umur X adalah rata-rata jumlah

tahun kehidupan yang masih dijalani oleh seorang yang telah berhasil

mencapai umur X dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan

masyarakatnya pada sustu tahun tertentu. Misalnya angka harapan hidup waktu

lahir yang merupakan rata-rata tahun kehidupan yang akan dijalani oleh bayi

yang baru lahir pada suatu tahun tertentu. Misalnya angka harapan hidup umur

Page 16: Ilmu Dasar Keperawatan Iia

lima tahun berarti rata-rata tahun kehidupan yang akan dijalani oleh bayi yang

baru lahir. Misalnya angka harapan hidup umur lima tahun berarti rata-rata

tahun kehidupan pada masa yang akan datang dijalani oleh mereka yang telah

mencapai usia lima tahun.

Angka harapan hidup pada suatu usia merupakan indikator yang baik

untuk menunjukkan tingkat sosial-ekonomi secara umum. Indikator yang

sering dipakai adalah angka harapan hidup waktu lahir (ekspension of live at

birth). Angka tersebut berkisar pada kurang lebih 40 tahun pada negara

berkembang, dan 70 tahun pada negara maju.

Angka harapan hidup waktu lahir di Indonesia berdasarkan hasil

analisa Sensus Penduduk tahun 2000 sebesar 65,43 tahun, dengan asumsi

tingkat kematian mulai tahun 1980 sampai 2000 juga turun sesuai dengan

kecenderungan dimasa lampau (1967-1979). Disamping itu, level of mortaliity

diasumsikan naik sebesar 1,2 setiap lima tahun, sehingga angka harapan hidup

waktu lahir naik dari55,30 tahun dalam periode 1981-1985 menjadi 64,43

tahun pada peroide tahun 1996-2000, meningkat juga pada tahun 2000 yaitu

67,79, dan menjadi 69 pada tahun 2005. Angka rata-rata di dunia diperkirakan

sebesar 61 tahun (Budi Utomo, 1993). Tingkat kematian bayi untuk kelompok

perempuan lebih rendah dari kelompok laki-laki, sehingga angka harapan

hidup waktu lahir untuk bayi perempuan lebih tinggi dari bayi laki-laki.

Angka Harapan Hidup pada umumnya merupakan alat untuk

mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan

penduduk, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Angka

Harapan Hidup yang rendah di suatu daerah harus diikuti dengan program

pembangunan kesehatan, dan program sosial lainnya termasuk kesehatan

lingkungan, kecukupan gizi dan kalori termasuk program pemberantasan

kemiskinan.

Di negara-negara dengan tingkat kematian bayi yang tinggi, harapan

hidup saat lahir sangat erat kaitannya dengan tingkat kematian dalam beberapa

tahun pertama kehidupan. Sebagai contoh, dalam populasi stasioner hipotetis di

mana setengah populasi meninggal sebelum usia lima tahun, tetapi orang lain

Page 17: Ilmu Dasar Keperawatan Iia

meninggal pada usia 70 tahun, sehingga harapan hidup pada usia nol akan

menjadi sekitar 37 tahun, sementara sekitar 25 % dari penduduk akan

meninggal antara usia 50 dan 70 tahun. Selama abad ke-20 kondisi kesehatan

di seluruh dunia meningkat lebih dari sebelumnya. Harapan hidup rata-rata

pada saat lahir di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah

meningkat dari 40 tahun pada tahun 1950 menjadi 65 tahun pada tahun 1998.

Selama periode yang sama rata-rata tingkat kematian dibawah 5 tahun untuk

kelompok ini negara jatuh 280-79 per 1.000. Tetapi prestasi ini masih jauh di

bawah negara-negara berpenghasilan tinggi, di mana harapan hidup rata-rata

pada saat lahir adalah 78 tahun dan rata-rata tingkat kematian dibawah 5 tahun

adalah 6 per 1.000. Angka kematian di bawah lima tahun menunjukkan jumlah

bayi yang baru lahir yang mungkin meninggal sebelum mencapai usia 5 per

1.000 kelahiran hidup. Karena bayi dan anak-anak merupakan yang paling

rentan terhadap kekurangan gizi dan kondisi hidup yang higienis yang buruk,

mereka menyumbang porsi terbesar kematian di kebanyakan negara

berkembang. Oleh karena itu, penurunan angka kematian di bawah 5 tahun

biasanya dilihat sebagai cara yang paling efektif untuk meningkatkan harapan

hidup saat lahir di negara berkembang.

Angka harapan hidup usia dewasa di pantau agar dalam

perkembangannya lebih besar dari kelompok usia yang menjadi beban

tanggungan ekonomi. Angka harapan hidup usia dewasa juga dipengaruhi oleh

angka harapan hidup bayi dan balita, dan menurunnya populasi usia dewasa

akan mempengaruhi kelompok usia lanjut.

Semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk, menyebabkan

jumlah penduduk lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun. Diperkirakan

mulai tahun 2010 akan terjadi ledakan jumlah penduduk lanjut usia di

Indonesia Penduduk Lanjut usia dua tahun terakhir menglami peningkatan

yang signifikan pada tahun 2007, jumlah penduduk lanjut usia sebesar 18,96

juta jiwa dan meningkat menjadi 20.547.541 pada tahun 2009 (U.S. Census

Bureau, International Data Base, 2009) jumlah ini termasuk terbesar keempat

setelah China, India dan Jepang. Karena usia harapan hidup perempuan lebih

Page 18: Ilmu Dasar Keperawatan Iia

panjang dibandingkan laki-laki, maka jumlah penduduk lanjut usia perempuan

lebih banyak dibandingkan laki-laki (11,29 juta jiwa berbanding 9,26 juta

jiwa). Oleh karena itu, permasalahan lanjut usia secara umum di Indonesia

merupakan permasalahan yang lebih didominasi oleh perempuan. Badan

kesehatan dunia WHO memprediksi bahwa penduduk lansia di Indonesia pada

tahun 2020 yang akan datang sudah mencapai angka 11,34% atau tercatat 28,8

juta orang, balitanya tinggal 6,9% yang menyebabkan jumlah penduduk lansia

terbesar di dunia.

4. Praktikum Kematian

Diketahui :

Jumlah penduduk 10.000

Jumlah kelahiran hidup 600 jiwa

Jumlah anak usia 1-4 tahun 400 jiwa

Jumlah kasus penyakit 1000 jiwa

Jumlah kematian 2000 jiwa dengan rincian :

a. 15% adalah bayi

b. 10% adalah anak anak

c. 5% adalah neonatus

d. 10%adalah meninggal karena maternitas

e. 25% adalah meninggal karena penyakit infeksi dan menular

Pembahasan :

Bayi ¿15

100×2000=300

Anak anak ¿10

100×2000=200

Neonatus ¿5

100×2000=100

Meninggal karena maternitas ¿10

100×2000=200

Page 19: Ilmu Dasar Keperawatan Iia

Meninggal karena penyakit infeksi dan menular ¿25

100×2000=500

a. CDR= jumlah kematian pada tahuntertentujumlah penduduk pertengahan tahun

×1000

¿ 200010000

×1000

¿200

b. IMR= jumla h kematianbayi pada tah un tertentujumlah lah ir h idup pada ta hun tertentu

×1000

¿ 300600

×1000

¿500

c. CMR= tingkat kematian anakjumlah kematian anak balita (1−4 ta hun )

×1000

¿ 200400

× 1000

¿500

d. CFR=∑ kematian karena penyakit

∑ kasus yang sama×1000

¿ 5001000

×1000

¿500

e. MMR=∑ kematiankarena ke h amilan

∑ la hir hidup pada wilayah dan periode tertentu× 1000

¿ 200600

×1000

¿333

Page 20: Ilmu Dasar Keperawatan Iia

Gambar piramida

IMR

MMR

CFR

CMR

CDR

Gambaran piramida dari kasus tersebut menunjukkan piramida penduduk constructive, dengan ciri-ciri:

a. Sebagian besar penduduk berada kelompok usia dewasa atau tuab. Jumlah penduduk usia muda sangat sedikitc. Tingkat kelahiran lebih rendah dibanding dengan tingkat kematiand. Pertumbuhan penduduk terus berkurang

5.Praktikum tentang fertilitas

a. Tingkat Fertilitas Kasar (CBR)CBR = B/Pm x k

= 4.912/37.043 x 1.000= 132,60 kelahiran per 1.000 penduduk pada tahun tersebut

b. Tingkat Fertilitas Umum (GFR)GFR = B/Pf(15-49) x k

= 4.912/7.760 x 1.000

5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5

Page 21: Ilmu Dasar Keperawatan Iia

= 632,99 kelahiran per 1.000 perempuan usia 15-49 tahun

c. Tingkat Fertilitas Menurut Umur (ASFRi)ASFR(15-19) = B(15-19)/Pf(15-19) x k

= 520/1.025 x 1.000= 507,32 kelahiran per 1.000 perempuan usia 15-19 tahun

ASFR(20-24) = B(20-24)/Pf(20-24) x k= 896/1.089 x 1.000= 822,77 kelahiran per 1.000 perempuan usia 20-24 tahun

ASFR(25-29) = B(25-29)/Pf(25-29) x k= 876/1.099 x 1.000= 797,09 kelahiran per 1.000 perempuan usia 25-29 tahun

ASFR(30-34) = B(30-34)/Pf(30-34) x k= 960/1.126 x 1.000= 852,58 kelahiran per 1.000 perempuan usia 30-34 tahun

ASFR(35-39) = B(35-39)/Pf(35-39) x k= 890/1.156 x 1.000= 769,89 kelahiran per 1.000 perempuan usia 35-39 tahun

ASFR(40-44) = B(40-44)/Pf(40-44) x k= 450/1.145 x 1.000= 393,01 kelahiran per 1.000 perempuan usia 40-44 tahun

ASFR(45-49) = B(45-49)/Pf(45-49) x k= 320/1.120 x 1.000= 285,71 kelahiran per 1.000 perempuan usia 45-49 tahun

d. Tingkat Fertilitas Menurut Urutan Kelahiran (BOSFR)a. Kelahiran pertama: 1.338

BOSFR = Boi/Pf(15-49) x k= 1.338/7.760 x 1.000= 172,42 kelahiran per 1.000 perempuan usia 15-49 tahun

b. Kelahiran kedua: 1.220BOSFR = Boi/Pf(15-49) x k

= 1.220/7.760 x 1.000

Page 22: Ilmu Dasar Keperawatan Iia

= 157,22 kelahiran per 1.000 perempuan usia 15-49 tahun

c. Kelahiran ketiga: 1.024BOSFR = Boi/Pf(15-49) x k

= 1.024/7.760 x 1.000= 131,96 kelahiran per 1.000 perempuan usia 15-49 tahun

d. Kelahiran keempat: 820BOSFR = Boi/Pf(15-49) x k

= 820/7.760 x 1.000= 105,67 kelahiran per 1.000 perempuan usia 15-49 tahun

e. Kelahiran kelima: 510BOSFR = Boi/Pf(15-49) x k

= 510/7.760 x 1.000= 65,72 kelahiran per 1.000 perempuan usia 15-49 tahun

e. Tingkat Fertilitas Total (TFR)TFR= 5 ∑ ASFRi

= 5 x 4.428,98= 22.144,9 kelahiran pada perempuan usia 15-49 tahun

Page 23: Ilmu Dasar Keperawatan Iia

DAFTAR PUSTAKA

http://www.unicef.org/indonesia/id/

A5_B_Ringkasan_Kajian_Kesehatan_REV.pdf

http://www.tanyadok.com/kesehatan/tuberkulosis-paru-penyebab-kematian-ke-2-

di-indonesia

http://www.antaranews.com/berita/366315/orang-terkaya-adalah-pembunuh-

nomor-satu

http://www.bin.go.id/awas/detil/197/4/21/03/2013/kecelakaan-lalu-lintas-menjadi-

pembunuh-terbesar-ketiga

http://m.merdeka.com/sehat/angka-kematian-akibat-kanker-turun-drastis.html

http://www.spiritia.or.id/Stats/StatCurr.php?lang=id&gg=1

Mantra, Ida Bagoes. 2003. Demografi Umum Edisi Kedua. Yogyakarta : Pustaka

Belajar

Page 24: Ilmu Dasar Keperawatan Iia