Top Banner
83

ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

Nov 01, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI
Page 2: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

ii

Page 3: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

iii

Page 4: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

iv

Page 5: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

v

Page 6: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

vi

MOTTO

بسم الله الرحمن الرحيم

م من ف )وعن عا ئضة بن بب بكر رض الله عنو دخل عليها و عندىا جاريتان ف بي

و بكر, فكضف امنب عيد الأضحى( ثغنيان وثضربن, وامنب صلى الله عليه وسلم متغش بثوبو, فانترها بب

م و صلى الله عليه وسلم عن وج ا بي عيد وقال: دعيما ي بب بكر, فأن

“Dan dari Aisyah r.a. sesungguhnya Abu Bakar pernah masuk kepadanya,

sedangkan di sampingnya ada dua gadis (hamba sahaya) yang sedang

menyanyi dan memukul gendang pada hari Mina (Idul Adha) sedangkan

Nabi Muhammad SAW menutup wajahnya dengan pakaiannya, maka

diusirlah dua gadis itu oleh Abu Bakar. Lantas, Nabi Muhammad SAW

membuka wajahnya dan berkata kepada Abu Bakar, biarkanlah mereka itu

wahai Abu Bakar sebab hari ini adalah hari raya (hari bersenang-

senang).”1

1 Muhammad bin Ismail, bab perilaku budi pekerti Nabi Muhammad SAW dan sahabat,

hadis no. 987, “Sahih Bukhari”, (Beirut: Dar-Media, 2007), hlm. 5411

Page 7: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

vii

ABSTRAK

Skripsi yang berjudul Musik Dalam Islam: Analisis Perbandingan Pendapat

Antara Syaikh Yusuf al-Qaradhawi dan Syaikh Abd Aziz bin Baz. Skripsi ini

bertujuan untuk mengungkap dasar hukum dan metode istinbat menurut Syaikh

Yusuf al-Qaradhawi dan Syaikh Abd Aziz bin Baz mengenai musik dalam Islam

serta mengetahui pendapat manakah antara dua tokoh tersebut yang lebih rajih

untuk diimplementasikan pada zaman kontemporer. Tujuan lain antaranya ingin

mengetahui analisis komparatif antara Syaikh Yusuf al-Qaradhawi dan Syaikh

Abd Aziz bin Baz tentang musik dalam Islam. Pendekatan penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualiltatif dengan

menggunakan metode diskriptif. Instrumen pengumpulan data adalah melalui

studi dokumentasi atau studi literatur. Jenis penelitian yang digunakan dalam

kajian ini yaitu library research (kajian pustaka) supaya penulis dapat meneliti

dan membahas kajian ini secara rinci dan membahas permasalahan ini dengan

lebih mendalam. Dengan menggunkakan data primer yaitu daripada kitab-kitab

seperti Halal dan Haram dalam Islam, Fatwa-fatwa Terkini, manakala data

sekunder yang merupakan data pelengkap atau pendukung yang diperoleh melalui

buku-buku, jurnal dan juga artikel-artikel. Maka di dalam skripsi ini, Syaikh

Yusuf al-Qaradhawi memberi pendapat bahwa musik dalam Islam itu hukumnya

mubah (diharuskan) selagimana selari dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan

oleh syara‟. Adapun di sisi Syaikh Abd Aziz bin Baz, beliau berpendapat bahwa

musik itu hukumnya haram atas dasar membawa kepada kelalaian. Dalam

mendatangkan fatwa tersebut maka kedua tokoh ini mempunyai dasar dan hujah

mereka yang tersendiri sebagai sokongan dan dukungan ke atas pendapat mereka.

Page 8: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

viii

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan skripsi ini

Untuk orang-orang yang kucintai

Ibunda Dan Ayahanda Tercinta

Ayahanda Shaharin bin Abu Hashim dan Ibunda Rokayah binti Mohammed

Mustapha yang telah mendidik dan mengasuh anakanda dari kecil hingga dewasa

dengan penuh kasih sayang, agar kelak anakanda menjadi anak yang berbakti

kepada kedua orang tua dan berguna bagi Agama, Nusa dan Bangsa, dan dapat

meraih cita-cita.

Kekanda Di Sayangi

Untuk kakanda (Syahariah Nuriah binti Shaharin dan Ahmad Syamil bin

Shaharin) yang banyak memberi motivasi dan memberi sokongan serta terima

kasih di atas segala perhatian dan dorongan yang diberikan, semoga segala

sesuatu yang terjadi di antara kita merupakan rahmat dan anugerah dari-Nya, serta

menjadi sesuatu yang indah buat selama-lamanya.

Dosen Pebimbing

Tidak lupa kepada kedua-dua pembimbing saya yaitu

Bapak Dr. A.A. Miftah, M.Ag. dan Bapak Alhusni, S.Ag., M.HI karena banyak

ilmu yang dicurahkan dan banyak memberi tunjuk ajar kepada saya arti daya dan

upaya untuk menghadapi cabaran hidup.

Murabbi, Ustaz dan Ustazah

Tidak lupa saya ucapkan jutaan terima kasih kepada Murabbi yang mendidik

rohani saya iaitu Syaikh Muhammad Fuad bin Kamaluddin al-Maliki, Ustaz

Muhammad Amir Naqiuddin, Ustazah Nur Fatien Atiera binti Ros Nizam dan

ustaz, ustazah yang lain diatas segala doa dan harapan.

Page 9: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

ix

Teman-Teman Seperjuangan

Serta tak lupa pula terima kasih juga untuk insan yang tercinta yaitu sahabat

sejatiku Aizah Hasbullah, Muhammad Nor Adli, Cyril Methodius, Yusuf,

Muhammad Mirza, Afrizal, Izdihar, Muaz Azhar, Luqman Hakim, Nur Fatien

Atiera, Nor Farhana, Bintu Afiqah, Nor Farah Ain, serta teman-temanku lain yang

tergabung dalam Persatuan Kebangsaan Pelajar-Pelajar Malaysia di Indonesia

Cabang Jambi, serta teman-teman dari Indonesia maupun teman-teman yang

berada di Malaysia, yang setia telah memberikan semangat dan dorongan di kala

suka maupun duka, semoga persahabatan kita tetap terjalin dengan baik dan

semoga ini semua menjadi kenangan yang terindah dalam hidupku.

Terima kasih atas segalanya.

Page 10: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

x

KATA PENGANTAR

حين حمن الر بسن الل الر

السلام عليكن ورحمة الله وبركاته

Puji dan syukur yang sedalam-dalamnya penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya. Shalawat dan Salam turut dilimpahkan

kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW yang sangat dicintai.

Alhamdulillah dalam usaha menyelesaikan skripsi ini penulis senantiasa diberi

nikmat kesehatan dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

yang berjudul “Musik Dalam Islam: Analisis Perbandingan Pendapat Antara

Syaikh Yusuf al-Qaradhawi dan Syaikh Abd Aziz bin Baz”.

Skripsi ini disusun sebagai sumbangan pemikiran terhadap pengembangan

ilmu syariah dalam bagian ilmu perbandingan mazhab tentang fatwa. Juga

memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1)

dalam Jurusan Perbandingan Mazhab pada Fakultas Syariah Universitas Islam

Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Indonesia.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis akui tidak terlepas dari menerima

hambatan dan halangan baik dalam masa pengumpulan data maupun

penyusunannya. Situasi yang mencabar dari awal hingga ke akhir menambahkan

lagi daya usaha untuk menyelesaikan skipsi ini agar selari dengan penjadualan.

Dan berkat kesabaran dan sokongan dari berbagai pihak, maka skripsi ini dapat

juga diselesaikan dengan baik seperti yang diharapkan.

Oleh karena itu, hal yang pantas penulis ucapkan adalah jutaan terima

kasih kepada semua pihak yang turut membantu sama ada secara langsung

maupun secara tidak langsung menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada:

1. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, MA Rektor UIN STS Jambi, Indonesia.

2. Bapak Dr. AA. Miftah, Dekan Fakultas Syariah UIN STS Jambi,

Indonesia.

Bapak. Hermanto Harun, Lc, Ph.D selaku Wakil Dekan Bidang Akademik, Ibu

Rahmi Hidayati, S.Ag, M.HI, Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum,

Perancangan dan Keuangan dan Ibu Dr. Yulianti, S,Ag.M.HI,

Page 11: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

xi

Page 12: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................... i

PERNYATAAN KEASLIAN..................................................................... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................................... iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN............................................................. iv

SURAT PERNYATAAN.............................................................................. v

MOTTO…………………………………………………………………….. vi

ABSTRAK..................................................................................................... vii

PERSEMBAHAN………………………………………………………….. viii

KATA PENGANTAR…………………………………………………….. x

DAFTAR ISI……………………………………………………………….. xii

TRANSLITERASI........................................................................................ xiv

DAFTAR SINGKATAN………………………………………………….. xv

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah…………………………………………………1

B. Rumusan Masalah………………………………………………………..5

C. Batasan Masalah…………………………………………………………5

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian………………………………………...6

E. Kerangka Teori…………………………………………………………..7

F. Tinjauan Pustaka…………………………………………………….......19

G. Metodologi Penelitian…………………………………………………...22

H. Sistematika Penulisan…………………………………………………....25

Page 13: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

xiii

BAB II: BIOGRAFI TOKOH

A. Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi…………………………………………......27

B. Syaikh Abd Aziz bin Baz………………………………………………...34

BAB III: PANDANGAN YUSUF AL-QARADHAWI DAN SYAIKH ABD

AZIZ BIN BAZ TERHADAP MUSIK

A. Dalil Hukum dan Metode Istinbat SyaikhYusuf al-Qaradhawi………….38

B. Dalil Hukum dan Metode Istinbat Syaikh Abd Aziz bin Baz…………....45

BAB IV: ANALISIS FATWA

A. Kekuatan, Kelemahan Dalil dan Metode Istinbath ……………………...51

B. Pendapat Yang Rajih dan Marjuh………………….….............................56

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………………....61

B. Saran-saran……………………………………………………………….63

C. Kata Penutup……………………………………………………………..64

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

CURRICULUM VITAE

Page 14: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

xiv

TRANSLITERASI

n ن gh غ sy ش kh خ a ا

w و f ف sh ص d د b ب

تtذdz ضdhقqهh

‟ ء kك thطr رtsث

yي lلzhظ zزjج

حhسs mم ’ ع

â = a panjang

î = u panjang

û = u panjang

Au = او Ay = اى

Page 15: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

xv

DAFTAR SINGKATAN

UIN STS : Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin.

SWT : Subhanahuwata „ala.

SAW : Sallallahu „alaihiwasallam.

ra. : Radiallahu „an.

No. : Nomor.

Q.H : Al-Quran Dan Hadis.

cet. : Cetakan.

Hlm. : Halaman.

Page 16: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama Islam merupakan agama fitrah bagi manusia. Oleh sebab itu setiap

ajaran yang telah disyariatkan kepada umatnya sudah semestinya bertepatan dan

selari dengan fitrah manusiawi. Jika diperhatikan secara halus kita akan mendapati

bahwa setiap manusia itu tertarik dengan hiburan, khususnya terhadap seni musik.

Hal ini demikian karena seni musik mampu memberi pengaruh terhadap emosi

dan perlakuan seseorang. Apabila baik sesebuah seni musik itu maka ia akan

meninggalkan dampak positif terhadap seseorang, sebaliknya sekiranya buruk

sesebuah seni musik itu buruk jualah dampak terhadap seseorang. Maka dengan

itu, umat Islam perlu sadar bahwa seni musik dalam Islam itu ada batasannya

yang perlu dijaga supaya sesuai dengan kehendak syarak.

Sadar atau tidak, seni musik pada hari ini semakin diminati dan mendapat

tempat dalam kalangan masyarakat Islam tanpa mengira yang tua maupun muda.

Apabila kita melihat industri musik pada hari ini, kita akan mendapati bahwa telah

muncul berbagai bentuk seni musik seperti qasidah, nasyid, dan sebagainya yang

berunsurkan islami demikian juga, yang lainnya seperti dangdut, pop, rock dan

sebagainya. Walau demikian, ia bukanlah suatu perkara asing yang harus

dipersoalkan keberadaannya, karena musik khususnya telah wujud pada zaman

Rasulullah SAW lagi. Sebaliknya yang harus ditanyakan adalah apakah batasan

seni musik yang dibenarkan menurut syarak.

1

Page 17: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

2

Isu ini bukanlah perkara yang asing dalam kalangan para ulama‟

Mutaakhirin2 karena isu ini telah lama diperdebatkan pada zaman ulama‟

Mutaqaddimin.3 Ini adalah karena Islam telah menghidupkan cita rasa keindahan

dan menimbulkan rasa ketenangan dalam jiwa melalui seni musik. Akan tetapi

terdapat syarat-syarat yang digariskan dalam Islam terhadap perkara ini dalam

menghindari kerosakan dan kemudaratan dalam umat Islam.

Antara permasalahan yang menjadi kekeliruan masyarakat awam pada hari

ini adalah persoalan kewujudan batasan serta hukum seni musik dalam Islam,

begitu juga hukumnya samaada haram, halal, harus, makruh ataupun syubhah?

Persoalan-persoalan sedemikian timbul berpunca dari segolongan masyarakat

awam yang mengambil jalan pintas dengan mengatakan bahwa seni musik itu

adalah haram tanpa mendatangkan sebarang hujah maupun dalil. Dalam masa

yang sama ada juga yang mengatakan seni musik itu adalah harus.

Ulama‟ berselisih pendapat berhubung hukum seni musik menurut syarak.

Terdapat sebagian ulama‟ yang menetapkan hukum seni musik adalah haram

manakala sesetengah lagi menghalalkan dan tidak kurang ada juga yang

mengharuskannya. Setiap dari ulama‟ ini berpegang kepada pendirian masing-

masing berdasarkan kepada dalil-dalil serta autoriti yang dibawa dari ayat-ayat al-

Quran serta hadis-hadis yang ditinggalkan oleh Baginda SAW sebagai rujukan

mereka.

2 Ulama‟ yang menyampaikan dakwahnya selepas 700 tahun sehinggalah ke awal kurun

13 Hijrah. Mereka juga boleh dikelaskan sebagai ulama‟ khalaf. 3 Ulama‟ yang berada di tiga kurun pertama selepas nubuwwah (kenabian). Mereka juga

boleh dikelaskan sebagai ulama‟ salaf.

Page 18: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

3

Menurut Syaikh Yusuf al-Qaradhawi, beliau lebih cenderung untuk

berpendapat bahwa musik itu halal karena asal segala sesuatau adalah halal

selama tidak ada nash yang mengharamkannya. Kalaupun ada dalil-dalil yang

mengharamkan musik, adakalanya dalil itu sharih (jelas) tetapi tidak sahih.

Tambah beliau, barangsiapa mendengarkan musik sehingga mendorongnya untuk

melakukan maksiat juga berada dalam keadaan yang lalai sudah pasti keadaan

seperti ini menyebabkan musik itu menjadi haram. Di sisi yang lain, seorang

pemusik yang menggunakan wadah musik untuk melalaikan umat Islam serta

menjauhkan mereka daripada kehidupan beragama juga menjadi antara sebab

musabbab ke atas pengharamannya. Dan barangsiapa yang mendengarnya dengan

niat untuk menghibur hatinya agar berghairah dalam mentaati Allah SWT dan

menjadikan dirinya rajin melakukan kebaikan, maka dia adalah orang yang taat

dan baik.4

Adapun Syaikh Abd Aziz bin Baz berpendapat bahwa sesungguhnya

mendengarkan nyanyian atau musik hukumnya adalah haram dan merupakan

perbuatan mungkar yang dapat menimbulkan penyakit, kekerasan hati dan dapat

membuat kita lalai dari mengingati Allah SWT. Kebanyakan ulama menafsirkan

istilah lahwal hadis (ucapan yang tidak berguna) dalam firman Allah SWT dengan

nyanyian atau musik. Berdasarkan firman Allah SWT:

محديث مناس من يضتي ميو ب

ومن ب

4 Yusuf Al-Qaradhawi, “Man Haza Islam Fatawa Muasirah”, terj.Moh. Suri Sudahri,

Entin Rani‟ah Ramlan, “Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid III: Hukum Mendengarkan Nyanyian”,

(Jakarta: Gema Insani Press. 1995), hlm. 700

Page 19: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

4

“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang

tidak berguna.”5

Abdullah bin Mas‟ud Radhiyallahu „anhu bersumpah bahwa yang dimaksud

dengan kata lahwal hadis adalah nyanyian atau musik. Jika musik tersebut diiringi

oleh musik rebab, kecapi, biola, serta gendang, maka kadar keharamannya

semakin bertambah. Sebagian ulama bersepakat bahwa nyanyian yang diiringi

oleh alat musik hukumnya adalah haram, maka wajib untuk dijauhi.6

Penelitian ini dilihat amat penting dalam merungkai perbedaan fatwa yang

terjadi antara kedua-dua tokoh tersebut. Apakah faktor metode tafsiran dan tahap

pemahaman sesebuah dalil menjadi hujah perbedaan tersebut. Begitu juga sama

ada uruf serta budaya masyarakat setempat menyumbang kepada terjadinya

perselisihan anatara Syaikh Yusuf al-Qaradhawi dan Syaikh Abd Aziz bin Baz.

Sekiranya hal yang demikian terjadi, maka amatlah penting bagi kita menjelaskan

faktor yang menjadi akar kepada permasalahan ini supaya para pembaca secara

umumnya dapat memahami alas an atas perbedaan yang terjadi antara para

ilmuan.

Secara kesimpulannya, Syaikh Yusuf al-Qaradhawi dan Syaikh Abd Aziz

bin Baz mempunyai tafsiran yang saling bertentangan terhadap hukum musik

dalam Islam. Perkara ini antaranya berpunca daripada metode penafsiran serta

kaedah takhrij hukum yang berbeda antara keduanya. Di sisi yang lain, kadar

5 QS. Luqman 31: (6)

6 Khalid al-Juraisy, “Fatwa-Fatwa Terkini Jilid I”, (Bekasi Jawa Barat: Bina Ilmu,

2015), hlm 598

Page 20: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

5

kefahaman kedua tokoh tersebut terhadap dalil al-Quran dan hadis juga berakhiran

terhadap penetapan hukum yang berbeda.

Dari isu yang dinyatakan di atas, maka penulis tertarik untuk mengangkat

satu judul kajian yaitu Musik Dalam Islam: Analisis Perbandingan Pendapat

Antara Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi dan Syaikh Abd Aziz bin Baz. Oleh itu,

kajian ini akan membincangkan seni musik dalam Islam serta pandangan Imam

muktabar. Selain itu, diperkenalkan konsep Islamisasi seni musik sebagai langkah

penyelesaian kreatif dan relevensinya menjadi hiburan bersesuaian dengan

tuntutan syarak.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah dasar hukum dan metode istinbat yang menghalalkan musik

menurut Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi?

2. Apakah dasar hukum dan metode istinbat yang mengharamkan musik

menurut Syaikh Abd Aziz bin Baz?

3. Pendapat manakah antara kedua tokoh tersebut yang lebih rajih dan

marjuh?

C. Batasan Masalah

Untuk memudahkan pembahasan serta tidak menyalahi sistematik

penulisan karya ilmiah sehingga membawa hasil yang diharapkan, maka penulis

membatasi masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini, sehingga tidak terkeluar

Page 21: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

6

topik yaitu musik dalam Islam: analisis perbandingan pendapat antara Syaikh

Yusuf Al-Qaradhawi dan Syaikh Abd Aziz bin Baz.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Bertitik tolak dari latar belakang masalah dan pokok permasalahan yang

menjadi pokok pembahasan, maka tujuan dan penelitian karya ilmiah ini adalah:

1. Tujuan Penelitian

a) Untuk mengetahui dasar hukum dan metode istinbat yang menghalalkan

musik dalam Islam yang dikehadapankan oleh Syaikh Yusuf Al-

Qaradhawi.

b) Untuk mengetahui dasar hukum dan metode istinbat yang mengharamkan

musik dalam Islam yang dikehadapankan Syeikh Abd Aziz bin Baz.

c) Untuk mengetahui pendapat tokoh mana yang lebih rajih dan marjuh.

2. Kegunaan Penelitian

a) Dari sisi akademis, hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan

pemikiran bagi perkembangan ilmu perbandingan mazhab dan dapat

dijadikan titik tolak bagi penelitian lebih lanjut.

b) Sebagai bahan bacaan dan rujukan bagi mahasiswa, penelitian dan

masyarakat seluruhnya melalui pembuatan dan penyusunan karya ilmiah

sacara baik.

c) Sebagai syarat untuk menyelesaikan program studi strata satu (S1) pada

jurusan Perbandingan Mazhab UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi.

Page 22: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

7

E. Kerangka Teori

Kerangka teori sebagai pedoman bagi penulis dalam melakukan penelitian

guna untuk mengetahui maksud yang terkandung dalam judul proposal dan

menghindari penafsiran yang berbeda sehingga penulisan ini terarah dan lebih

baik maka skripsi ini sangat perlu untuk diperhatikan pengertian beberapa konsep

dibawah ini:

1. Ijtihad

Ijtihad dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) bermaksud usaha

bersungguh-sungguh yang dilakukan para ahli agama untuk mencapai suatu

putusan (simpulan) hukum syarak mengenai kasus yang penyelesaiannya belum

tertera dalam al-Quran dan as-Sunnah.7 Dari segi bahasa ijtihad adalah

kesungguhan, sepenuh hati atau serius. Lebih jelas lagi definisi ijtihad menurut

Abu Zahrah iaitu seorang ahli ushul fiqh yang hidup pada awal abad ke-20, di

mana beliau mendefinisikan ijtihad sebagai pengerahan seorang ahli fiqih akan

kemampuannya dalam upaya menemukan hukum yang berhubungan dengan amal

perbuatan dari satu per satu dalilnya. Pada definisi ini, ditegaskan bahwa pihak

yang mengerahkan kemampuannya itu adalah disebut sebagai mujtahid dan

tempat menemukan hukum-hukam itu adalah dari al-Quran, as-Sunnah, ijma‟ dan

qiyas. Secara umum ijtihad ialah sebuah usaha yang dijalankan secara

bersungguh-sungguh dalam memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas di

7 Tim Penyusun, “Kamus Bahasa Indonesia”, (Jakarta: Pusat Bahasa Departmen

Pendidikan Nasional, 2008), hlm. 210

Page 23: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

8

dalam al-Quran dan hadith yang mana mensyaratkan pertimbangan yang matang

dan akal yang sihat.8

Ijtihad merupakan salah satu metode untuk istinbat hukum Islam.

Dibolehkannya ijtihad ini berdasarkan firman Allah SWT dan hadis. Baik yang

dinyatakan dengan jelas maupun yang dinyatakan dengan isyarat, diantaranya

firman Allah SWT yaitu:

زعت ن ثن فا لأمر منك

سول وبول ب مر

وبطيعوا ب لل

ين ءامنوا بطيعوا ب ل

ا ب أي ء ي ف

ل خي وبحسن ثأو ف خر ذ لأ ميوم ب

وب لل

ن كنت ثؤمنون بأ

سول ا مر

وب لل

ل ب

وه ا ٩٥يل رد

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan

ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang

sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul

(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari

kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnya.”9

Tujuan ijtihad adalah untuk memenuhi kebutuhan umat Islam dalam

melakukan ibadah kepada Allah SWT di tempat dan waktu yang tertentu.

Sedangkan fungsi ijtihad ialah untuk memperoleh solusi hukum. Fungsi ijtihad

memang sangat penting karena memiliki kedudukan dan legalitas di dalam Islam,

akan tetapi tidak semua orang berkelayakan untuk mengeluarkan ijtihad dan

8 Satria Effendi M. Zein, “Ushul Fiqh”, (Jakarta Indonesia: Prenada Media, 2005), hlm.

223 9 QS. An-Nisaa‟ 4: (59)

Page 24: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

9

hanya orang tertentu sahaja yang boleh digelar sebagai Mujtahid.10

Syarat bergelar

sebagai mujtahid adalah:

1. Mengerti dengan makna-makna yang dikandung oleh ayat-ayat

hukum dalam al-Quran baik secara bahasa maupun menurut istilah

syariat.

2. Mengetahui tentang hadis-hadis hukum baik secara Bahasa

maupun dalam pemakaian syara‟.

3. Mengetahui tentang mana ayat atau hadis yang telah di mansukh

(telah dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Allah SWT atau Rasul-

Nya) dan mana ayat atau hadis yang menasakh atau sebagai

penggantinya.

4. Memiliki pengetahuan tentang masalah-masalah yang sudah terjadi

ijma‟ tentang hukumnya dan mengetahui tempat-tempatnya.

5. Mengetahui tentang seluk-beluk qiyas.

6. Menguasai Bahasa Arab serta ilmu-ilmu yang berhubung

dengannya.

7. Menguasai ilmu ushul fiqh seperti tentang hukum dan macam-

macamnya.

8. Mampu menangkap tujuan syariat dalam merumuskan suatu

hukum.

10

Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, “Kamus Ilmu Usul Fiqh”, (Jakarta

Indonesia: At-Tibyan, 2005), hlm. 111

Page 25: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

10

Para ulama‟ telah menjelaskan bahwa ijtihad boleh berubah. Karenanya kita

dapati para ulama‟ bahkan Rasulullah SAW pernah memberikan fatwa yang

berbeda untuk permasalahan yang sama. Imam Syafi‟i memiliki kumpulan fatwa

baru (qaul jadid) yang berbeda dari fatwa-fatwa lama (qaul qadim). Faktor yang

mempengaruhi perubahan ijtihad itu adalah perubahan tempat, perubahan waktu,

perubahan kondisi dan perubahan tradisi („urf).11

Menurut Imam Ghazali objek ijtihad adalah setiap hukum syara‟ yang pada

asalnya tidak memiliki dalil yang qat‟i. Dengan demikian, syariat Islam dalam

kaitannya dengan ijtihad terbagi dalam dua bagian:12

1. Syariat yang boleh dijadikan lapangan ijtihad yaitu hukum yang

didasarkan pada dalil-dalil yang bersifat zhanni serta hukum-hukum

yang belum ada nash-nya dan ijma‟ para ulama‟.

2. Syariat yang tidak boleh dijadikan lapangan ijtihad yaitu hukum-hukum

yang telah dimaklumi sebagai landasan pokok Islam yang berdasarkan

pada dalil-dalil qat‟i seperti kewajiban melaksanakan rukun Islam atau

haramnya berzina, mencuri dan lain-lain.

Dalam mengeluarkan satu-satu ijtihad maka ia memerlukan kepada

beberapa metode yang boleh diaplikasikan oleh para mujtahid. Maka secara

11

Basri bin Ibrahim al-Hasani, “Ijtihad Baru Fiqh: Titik Tolak dan Aliran-Alirannya”,

(Johor Bahru Malaysia: Dar al-Manhaj, 2003), hlm. 141 12

Abd Latif Muda dan Rosmawati Ali, “Pengantar Usul Fiqh”, (Kuala Lumpur

Malaysia: Ilham Abati Enterprise, 2012), hlm. 209

Page 26: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

11

umumnya metode ijtihad dapat dibagikan kepada beberapa bagian utama yang

terdiri dari lima unsur yaitu:13

1. Ijma‟ yaitu kesepakatan para imam mujtahid di antara umat Islam pada

suatu masa setelah Rasulullah SAW wafat terhadap hukum syara‟

tentang suatu masalah atau kejadian.

2. Qiyas yaitu menyamakan suatu kejadian yang tidak ada nash kepada

kejadian lain yang ada nashnya pada nash hukum yang telah menetapkan

lantaran adanya kesamaan antara dua kejadian itu dalam illat (sebab

terjadi) hukumnya.

3. Istishan yaitu meninggalkan hukum yang telah ditetapkan pada suatu

peristiwa atau kejadian yang ditetapkan pada suatu peristiwa atau

kejadian yang ditetapkan berdasarkan dalil syara‟ menuju hukum lain

dari peristiwa itu juga karena ada suatu dalil syara‟ yang mengharuskan

untuk meninggalkannya.

4. Masalihul mursalah yaitu suatu kemaslahatan dimana syar‟i tidak

mensyariatkan suatu hukum dalam rangka menciptakan kemaslahatan

disamping tidak terdapat dalil yang membenarkan atau menyalahkan

karenanya maslahah mursalah itu disebut mutlak lantaran tidak terdapat

dalil yang menyatakan benar salah.

5. „Urf adalah segala sesuatau yang sudah dikenal oleh manusia karena

telah menjadi kebiasaan atau tradisi baik bersifat perkataan, perbuatan

13

Ibid.hlm. 217

Page 27: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

12

atau dalam kaitannya dengan meninggalkan perbuatan tertentu sekaligus

disebut adat.

Para Ilmuwan Islam mempunyai berbagai klasifikasi terhadap konsep

ijtihad. Misalnya, Dr. Dawalibi membagi ijtihad menjadi tiga bagian yang

sebagiannya sesuai dengan pendapat asy-Syatibi dalam kitab al-Muwafaqat

yaitu:14

1. Bayani yaitu ijtihad untuk menjelaskan hukum-hukum syara‟ dari nash.

2. Qiyasi yaitu ijtihad terhadap permasalahan yang tidak terdapat di dalam

al-Quran dan as-Sunnah dengan menggunakan metode qiyas.

3. Istishlah yaitu ijtihad terhadap permasalahan yang tidak terdapat di

dalam al-Quran dan as-Sunnah dengan menggunakan ra‟yu berdasarkan

kaidah istishlah.

2. Perubahan Sosial

Perubahan sosial secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses

pergeseran atau berubahnya struktur/tatanan di dalam masyarakat, meliputi pola

pikir yang lebih inovatif, sikap serta kehidupan sosialnya untuk mendapatkan

penghidupan yang lebih bermartabat. Pada dasarnya setiap masyarakat yang ada

di muka bumi ini dalam hidupnya dapat dipastikan akan mengalami apa yang

dinamakan dengan perubahan-perubahan.15

14

Basri bin Ibrahim al-Hasani, “Ijtihad Baru Fiqh: Titik Tolak dan Aliran-Alirannya”,

(Johor Bahru Malaysia: Dar al-Manhaj, 2003), hlm. 149 15

Bustanuddin Agus, “Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial”, Jakarta Indonesia: At-Tibyan,

1999), hlm. 9

Page 28: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

13

Adapun perubahan tersebut, ianya hanya dapat diketahui dengan melakukan

suatu komparasi antara suatu masyarakat pada masa tertentu yang kemudian

dibandingkan dengan keadaan suatu masyarakat pada waktu yang lampau.

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam sesebuah masyarakat pada dasarnya

merupakan suatu proses yang terus menerus. Ini berarti bahwa setiap masyarakat,

pada kenyataannya akan mengalami perubahan-perubahan. Antara faktor-faktor

terjadinya perubahan sosial adalah:16

1. Perubahan kependudukan.

2. Penemuan-penemuan baru.

3. Pertentangan (konflik).

4. Terjadinya pemberontakan atau revolusi dalam masyarakat.

5. Perubahan yang diakibatkan oleh lingkungan fisik.

6. Peperangan.

7. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain.

Perubahan sosial masyarakat dari masa klasik ke masa kontemporer tentu

membutuhkan perubahan hukum. Di masa kontemporer ini, sosial masyarakat

ekonomi Islam misalnya, mereka tidak lagi menerapkan sebagian sistem hukum

muamalah yang sebagai hasil pemikiran fatwa ulama‟ klasik yang terdapat dalam

kitab-kitab fiqh klasik. Sosial masyarakat ekonomi telah melakukan terobosan-

terobosan yang memerlukan fatwa dan ketetapan hukum dari para ulama‟.

16

Fathurrahman Azhari, “Dinamika Perubahan Sosial dan Hukum Islam”, Jurnal

Pemikiran Islam, Kalimantan Selatan Indonesia, (2016), hlm. 199

Page 29: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

14

Terobosan-terobosan itu yang melahirkan Kompilasi Hukum Ekonomi

Islam dan Fatwa-Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia

dalam berbagai jenis transaksi ekonomi Islam. Dalam ekonomi Islam kontemporer

terkadang penamaan produknya sama dengan penamaan produk ekonomi klasik,

tetapi dalam akad dan aplikasinya berbeda sebagaimana transaksi murabahah pada

lembaga keuangan syariah.

Misalnya dalam akad, jika dalam fiqh klasik dilarang terjadinya dua akad

dalam dalam satu produk, maka transaksi seperti itu berubah dengan adanya

beberapa akad (al-uqud al-murakab) namun akadnya diselesaikan satu persatu.17

Dalam hukum Islam, perubahan sosial, budaya dan letak geografis menjadi

variable penting yang ikut mempengaruhi adanya perubahan hukum. Para fuqaha‟

membuat kaidah fiqh la yunkar taghayyur al-ahkam bi taghayyur al-azman (tidak

dapat dipungkiri bahwa berubahnya hukum dengan sebab berubahnya zaman).18

Lebih khusus Ibn Qayyim al-Jauziyyah mengatakan faktor sosial tersebut

dirumuskan dalam empat hal yakni:19

1. Situasi zaman.

2. Situasi tempat.

3. Sebab keadaan dan keinginan.

4. Adat atau tradisi.

Faktor sosial tersebut Ibn Qayyim al-Jauziyyah buat dalam satu kaidah fiqh,

taghayyur al-fatwa bi taghayyur al-zaman wa al-makan wa al-ahwal wa al-adah

17

Ibid.hlm. 216 18

Abd Latif Muda dan Rosmawati Ali, “Perbahasan Kaedah-Kaedah Fiqh”, (Petaling

Jaya Malaysia: Ilham Abati Enterprise, 2000), hlm. 28 19

Fathurrahman Azhari, “Jurnal Dinamika Perubahan Sosial dan Hukum Islam”,

(Kalimantan Selatan Indonesia, 2016), hlm. 217

Page 30: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

15

(berubahnya fatwa dengan sebab berubahnya masa, tempat, keadaan/niat dan

adat).20

Fatwa adalah hasil ijtihad seorang mufti sehubungan dengan peristiwa

hukum yang diajukan kepadanya. Fatwa bersifat dinamis karena merupakan

respon terhadap perkembangan baru yang dihadapi masyarakat. Karena itu, setiap

muncul persoalan yang sifatnya asing dan ia merupakan aktivitas baru yang belum

jelas kedudukan hukumnya diperlukan fatwa.21

3. Tarjih

Tarjih dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah memilih

pendapat yang dalilnya paling kuat di antara yang telah ada.22

Tarjih menurut

bahasa adalah membuat sesuatu atau cenderung atau mengalahkan. Menurut

istilah, menguatkan salah satu dari dua dalil yang zhanni untuk dapat diamalkan.23

Berdasarkan definisi itu diketahui bahwa dua dalil yang bertentangan dan

akan di-tarjih salah satunya itu sama-sama zhanni. Berbeda dengan itu, menurut

kalangan Hanafiyyah dua dalil yang bertentangan yang akan di-tarjih salah

satunya itu boleh jadi sama-sama qath‟i atau sama-sama zhanni. Oleh sebab itu,

mereka mendefinisikan tarjih sebagai upaya mencari keunggulan salah satu dari

20

Abd Latif Muda dan Rosmawati Ali, “Perbahasan Kaedah-Kaedah Fiqh”, Petaling

Jaya Malaysia: Ilham Abati Enterprise, 2000), hlm. 32 21

Fathurrahman Azhari, “Jurnal Dinamika Perubahan Sosial dan Hukum Islam”,

Kalimantan Selatan Indonesia, 2016, hlm. 218 22

Tim Penyusun, “Kamus Bahasa Indonesia”, (Jakarta: Pusat Bahasa Departmen

Pendidikan Nasional, 2008), hlm 514 23

Satria Effendi M. Zein, “Ushul Fiqh”, (Jakarta Indonesia: Pustaka Al-Bustan, 2005),

hlm. 221

Page 31: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

16

dua dalil yang sama atas yang lain. Dalam definisi itu tidak dibatasi dengan dua

dalil yang zhanni saja.24

Ali ibn Saif al-Din al-Amidi iaitu ahli ushul fiqh kalangan Syafi‟iyyah

menjelaskan secara perinci metode tarjih. Metode tarjih yang berhubungan dengan

pertentangan antara dua nash atau lebih secara global yaitu:25

1. Tarjih dari segi sanad. Tarjih dari sisi ini mungkin dilakukan antara lain

dengan meneliti rawi yang menurut jumhur ulama‟ ushul fiqh. Hadith

yang diriwayatkan oleh perawi yang lebih banyak jumlahnya,

didahulukan atas hadith yang lebih sedikit.

2. Tarjih dari segi matan yang mungkin dilakukan dengan beberapa

bentuk, antara lain bahwa bilamana terjadi pertentangan antara dua dalil

tentang hukum suatu masalah, maka dalil yang melarang didahulukan

atas dalil yang membolehkan.

3. Tarjih dari segi adanya faktor luar yang mendukung salah satu dari dua

dalil yang bertentangan. Dalil yang didukung oleh dalil lain, termasuk

dalil yang merupakan hasil ijtihad, didahulukan atas dalil yang tidak

mendapat dukungan.

4. Maqasid Syariah

Kalimat maqasid al-syari'ah terdiri dan tersusun dari dua kata yakni )ماقاصد(

dan )امشر بيعة( . Maqasid adalah jama‟ yang berasal dari f'i‟il )قصد( yang berarti

24

Ibid.hlm. 221 25

Ibid.hlm. 222

Page 32: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

17

mendatangkan sesuatu, tuntutan, kesengajaan dan tujuan. Syari'ah menurut bahasa

berarti jalan menuju sumber air yang dapat pula diartikan sebagai jalan ke arah

sumber pokok keadilan. Menurut definisi yang diberikan oleh para ahli, syariat

adalah segala kitab Allah SWT yang berhubungan dengan tindak-tanduk manusia

di luar yang mengenai akhlak yang diatur sendiri.26

Dengan demikian, syariat itu

adalah nama bagi hukum-hukum yang bersifat amaliyah.

Dalam konteks terminologis, para ulama mendefinisikan maqasid syariah

adalah tujuan yang menjadi target nash dan hukum-hukum partikular untuk

direalisasikan dalam kehidupan manusia, baik berupa perintah, larangan, dan

mubah yang diarahkan untuk individu, keluarga, jamaah masyarakat dan umat.

Sementara kalimat (الم اصد) yang berarti “maksud-maksud”, secara umum juga bisa

disebut dengan hikmah-hikmah yang menjadi tujuan ditetapkan hukum baik yang

diharuskan ataupun tidak. Karena dalam setiap hukum yang disyariatkan oleh

Allah SWT untuk hambaNya pasti terdapat hikmah.

Disamping ketiga hal tersebut, Thoha Jabir Alwani, salah seorang fuqaha

kontemporer ketika beliau membahas topik maqasid syariah dalam khulashah

tulisannya, menyebutkan bahwa jamahir ulama‟ dari sahabat dan tabi‟in,

Sesungguhnya hukum syari‟ah itu hadir dengan memberikan manfaat baik

duniawi maupun ukhrawi, dan menjauhkan dari mafasadat dengan segala

jenisnya. Secara factual, terdapat kemiripan dalam konteks pemahaman maqasid

26

Satria Effendi M. Zein, “Ushul Fiqh”, (Jakarta Indonesia: Prenada Media, 2005), hlm.

45

Page 33: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

18

as-syariah dan al-mashalih „amah (public interest), yang secara umum mencakup

kelima unsur pokok yaitu agama, jiwa, keturunan, akal, dan harta.27

Dalam upaya mewujudkan dan memelihara kelima unsur pokok ini, al-

Syatibi dalam al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari‟ah-nya membagi kepada tiga

tingkatan, yang dikenal dengan )المناست الحقيقيي( yaitu penetapan hukum disisi Allah

SWT sehingga menghasilkan manfaat dan menghilangkan mafsadat, yang terbagi

dalam (daruriyat, hajiyat dan tahsiniyat), penjelasan ketiga sendi utama: Pertama,

kebutuhan yang bersifat dharuriyat (primer), yaitu segala hal yang menjadi sendi

pokok (utama) eksistensi kehidupan manusia yang harus ada demi kemaslahatan

mereka.

Hal ini dapat disimpulkan kepada lima sendi utama kehidupan manusia

yaitu, agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Kedua, kebutuhan hajiyyat

(sekunder) yaitu segala sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh manusia untuk

menghilangkan kesulitan dan menolak segala kemudharatan hidup. Artinya,

ketiadaan aspek hajiyat tidak sampai mengancam eksistensi kehidupan manusia

menjadi rusak, melainkan hanya sekedar menimbulkan kesulitan dan kesukaran

saja. Ketiga, kebutuhan tahsiniyah, yaitu tindakan atau sifat-sifat yang pada

prinsipnya berhubungan dengan al-Mukarim al-Akhlaq, serta pemeliharaan

tindakan-tindakan utama dalam bidang ibadah dan muamalah.28

Artinya,

seandainya aspek ini tidak terwujud, maka kehidupan manusia tidak akan

terancam kekacauan, seperti kalau tidak terwujud aspek daruriyyat dan juga tidak

27

Ibid.hlm.47 28

Ibid.hlm.49

Page 34: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

19

membawa kesusahan seperti tidak terpenuhinya aspek hajiyyat. Namun, ketiadaan

aspek ini akan menimbulkan suatu kondisi yang kurang harmonis dalam

pandangan akal sehat dan adat kebiasaan, menyalahi kepatuhan, dan menurunkan

martabat pribadi dan masyarakat.

F. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka adalah uraian hasil-hasil penelitian terdahulu (penelitian-

penelitian lain) yang terkait dengan penelitian ini pada aspek fokus/tema yang

diteliti. Dalam kajian pustaka ini, peneliti akan memaparkan tentang beberapa

penelitian mengenai musik dan hiburan dalam Islam. Diantaranya ialah sebagai

berikut:

Pertama, menurut kajian yang pernah dibuat oleh Lukmanul Hakim Hanafi

dan Raja Raziff Raja Shaharuddin dalam jurnal yang berjudul Hiburan Muzik,

Nyanyian Nasyid Menurut Perspektif Fiqh dan Fatwa, menyatakan setiap manusia

akan cenderung kepada hiburan, khususnya terhadap seni musik. Hiburan adalah

satu fitrah manusia, tetapi untuk memenuhi kehendak naluri manusia ini, tidak

semua jenis seni musik dan hiburan dibenarkan oleh Islam.

Kajian tersebut juga menjelaskan bahwa dalam persoalan musik ini tiada

sesiapa yang dapat menentukan hukumannya baik halal atau haram secara

terburu-buru melainkan setelah menilai secara ilmiah hujah-hujah dan dalil-dalil

Page 35: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

20

disamping memerhatikan beberapa perkara yang menentukan halal dan haram

terhadap sesuatu.29

Selain itu, kajian yang dibuat oleh Abu Bakar bin Yang, yang berjudul

Islam dan Hiburan. Beliau mengutarakan pendapat daripada Syaikh Mahmud

Shaltut, bekas Syaikh al-Azhar berpendapat bahwa mendengar suara indah dan

merdu sama ada daripada binatang, manusia atau apa-apa alat atau ada

kecenderungan untuk mempelajari sesuatu daripadanya adalah merupakan

keinginan untuk memenuhi tuntutan nalurinya. Selama perkara itu tidak

melalaikannya daripada kewajiban agama, bersesuaian dengan nilai akhlak dan

bersesuaian pula dengan kedudukannya, maka ia diharuskan.30

Mengenai hiburan beliau menyatakan, hal-hal seperti susunan kata-kata

yang haram, penampilan penyanyi, masa persembahan nyanyian yang

menghalang kewajiban agama atau melalaikan manusia, majlis yang disertai

dengan makanan dan minuman haram, pergaulan lelaki dan perempuan tanpa

batas dan kesan nyanyian kepada pendengar-pendengar tertentu tang membawa

kepada berkelakuan buruk hendaklah diambil kira.

Cadangan beliau daripada kajiannya, setiap golongan muda maupun tua

ataupun seangkatan dengannya haruslah meletakkan garis panduan asas yang

perlu dipatuhi bagi memastikan sebarang bentuk hiburan yang ingin

diketengahkan ke dalam masyarakat tidak terbabas dari landasan syariat.

29

Lukmanul Hakim Hanafi dan Raja Raziff Raja Shaharuddin, “Hiburan: Muzik,

Nyanyian, Nasyid dari Perspektif Fiqh dan Fatwa”. Jurnal Pengurusan dan Penyelidikan Fatwa,

Universiti Sains Islam Malaysia, Negeri Sembilan Malaysia, (2014). 30

Abu Bakar bin Yang, “Islam dan Hiburan”, Kertas kerja dalam Seminar Serantau

Dakwah dan Kesenian, Universiti Kebangsaan Malaysia, (2006).

Page 36: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

21

Antaranya ialah niat yang betul, tiada unsur-unsur yang bercanggah dengan

akidah dan syariat Allah SWT, sentiasa menjaga adab-adab pergaulan, tiada unsur

perjudian (pertaruhan) dan tidak berlaku pembaziran. Juga tujuannya hendaklah

betul seperti untuk kesehatan, ketenangan dan kepuasan, jalan untuk taqarub dan

mencapai keridhaan Allah SWT serta dapat menjalin hubungan sesama manusia.

Ketiga, kajian yang dibuat oleh Abd Aziz bin Harjin yang berjudul Seni dan

Hiburan Dalam Islam. Menurut pernyataan beliau, tidak diragukan lagi bahwa

masalah seni musik adalah masalah yang sangat penting kerana perhubungan

dengan naluri dan perasaan idealisme peribadi dengan perbagai alat yang sangat

berkesan, sama ada yang boleh didengar mahupun dibaca. Seni musik merupakan

media untuk mencapai suatu tujuan yang status hukumnya seiring dengan tujuan

itu sendiri. Jika digunakan dalam urusan halal, maka halal hukumnya dan jika

digunakan untuk urusan yang haram, maka haram hukumnya. Beliau juga

menyatakan, seni musik tidak salah dari segi agama akan tetapi perlulah mengikut

syarat-syarat yang ditentukan oleh agama untuk kesenangan umat Islam sehingga

pada masa hadapan. Jadi kita hendaklah sama sama membangunkan Islam.31

Apabila melihat penelitian-penelitian terdahulu yang membahas soal hukum

musik dalam sisi pandang Islam, maka yang mana dalam penulisan sebelumnya

tidak dibahas detil metode yang diaplikasi oleh Syaikh Yusuf al-Qaradhawi dan

Syaikh Abd Aziz bin Baz. Kajian ini memfokuskan dalam meneliti perbandingan

pendapat mengenai musik dalam Islam terhadap dua tokoh tersebut. Maka dalam

31

Abd Aziz bin Harjin, “Seni Dan Hiburan Dalam Islam”, Pensyarah Tamadun Islam,

Universiti Teknologi MARA, Perlis Malaysia, (2006).

Page 37: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

22

hal ini peneliti tidak terlepas dalam membahas metode istinbat hukum yang

digunapakai oleh Syaikh Yusuf al-Qaradhawi dan Syaikh Abd Aziz bin Baz

dalam membangun fatwa tersebut.

Maka dengan berdasar pada kenyataan, selanjutnya dalam penelitian ini

penulis mencoba meneliti tentang Musik Dalam Islam: Analisis Perbandingan

Pendapat Antara Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi dan Syaikh Abd Aziz bin Baz

melalui pemaparan dan pembahasan dalam proposal skripsi ini.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan adalah sebuah penelitian

yang dilakukan untuk literatur-literatur pustaka saja. Bagi memenuhi keperluan

tersebut, penulis menggunakan buku-buku rujukan yang asli atau data-data yang

berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.

2. Sumber Data

Dalam penulisan skripsi, penulis menggunakan metode Library Research

atau Studi Kepustakaan, dengan rincian sumber data:

a. Data Primer, penulis menggunakan kitab yang dikarang oleh Syaikh Yusuf Al-

Qaradhawi yaitu Man Ha‟za Islam Fatawa Muasirah dan diterjemah oleh Moh.

Suri Sudahri, S.Pd.I dan Entin Rani‟ah Ramlan S.Pd.I yang berjudul Fatwa-Fatwa

Kontemporer dan kitab yang dikarang oleh Syaikh Abd Aziz yaitu Al-Fatawa

Page 38: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

23

Asy-Syariyyah fil Masail Asy-Syariyyah Min Fatawa Ulama al Balad al-Haram

dan diterjemah oleh Hanif Yahya, Musthofa Aini yang berjudul Fatwa-Fatwa

Terkini.

b. Data Sekunder, seperti karya Yusuf al-Qaradhawi, “Al-Halal wal Haram fil

Islam”, terj: Mu‟ammal Hamidy, “Halal dan Haram Dalam Islam”, Nugraha

Waluya, “Biografi Syaikh bin Baz” yang tidak secara langsung berkaitan dengan

bahasa penelitian seperti jurnal Abu Bakar bin Yang, “Islam dan Hiburan”,

Kertas kerja dalam Seminar Serantau Dakwah dan Kesenian dan Fathurrahman

Azhari, “Jurnal Dinamika Perubahan Sosial dan Hukum Islam” yang ada

relevansinya dengan perbahasan ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Proses editing merupakan proses dimana peneliti melakukan klarifikasi,

keterbacaan, konsisitensi dan kelengkapan data yang sudah terkumpul. Proses

klarifikasi menyangkut memberikan penjelasan mengenai apakah data yang sudah

terkumpul akan menciptakan masalah konseptual atau teknis pada saat peneliti

melakukan analisa data. Dengan adanya klarifikasi ini diharapkan masalah teknis

atau konseptual tersebut tidak mengganggu proses analisa sehingga dapat

menimbulkan penafsiran berat sebelah dari hasil analisa. Keterbacaan berkaitan

dengan apakah data yang sudah terkumpul secara logis dapat digunakan sebagai

justifikasi penafsiran terhadap hasil analisa. Konsistensi mencakup keajegan jenis

data berkaitan dengan skala pengukuran yang akan digunakan. Kelengkapan

Page 39: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

24

mengacu pad terkumpulannya data secara lengkap sehingga dapat digunakan

untuk menjawab masalah yang sudah dirumuskan dalam penelitian tersebut.

b. Temuan atau hasil penelitian, dapat dikatakan merupakan inti dari laporan

penelitian karena temuan merupakan sesuatu yang sesungguhnya dicari oleh

pembaca. Sebagian besar pembaca memfokuskan diri pada temuan penelitian ini

karena ingin tahu apa yang ditemukan oleh penelitian untuk menjawab

permasalahan yang dikemukakan. Agar pembaca memang menemukan apa yang

dicari. Anda tentu harus menyiapkan temuan secara sistematis dengan bertitik

tolak dari pertanyaan penelitian/permasalahan yang ingin dicari jawabannya. Di

samping itu Anda harus dapat memilih karena tidak semua temuan harus

dilaporkan secara rinci. Komponen temuan tidak harus menyajikan semua hal

yang ditemukan dalam penelitian. Yang disajikan adalah temuan yang memang

relevan dengan hakikat penelitian ini. Berbagai hasil observasi atau tabel-tabel

yang tidak relevan tidak usah dimasukkan karena akan mengganggu alur

penyajian. Namun, jika anda menganggap temuan yang tidak relevan itu begitu

penting, Anda dapat melaporkannya sebagai temuan tambahan. Temuan haruslah

menyajikan jawaban sebanyak-banyaknya terhadap pertanyaan yang diajukan

tanpa tergelincir menjadi sangat rinci.

c. Organizing, dimaksudkan untuk mengelompokkan data ke dalam bentuk

yang memudahkan pengecekan sumber datanya, tempat dan tanggal data diambil,

teknik pengumpulan dan jenis data, memberi tanda pada data yang sudah dicek

kelengkapan akurasinya. Pengelompokan data dibuat dalam file/map yang

Page 40: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

25

berbeda antara hasil pengamatan, studi dokumen, dan hasil wawancara. Seperti

yang dikemukakan Nasution dalam bukunya Metode Penelitian Naturalistik

Kuallitatif (1996: 126) bahwa “Analisis adalah proses menyusun data agar dapat

ditafsirkan. Menggolongkan data berarti menggolongkan dalam pola, tema atau

kategori.

4. Teknik Analisis Data

a. Analisis isi (Content Analysis) adalah teknik di mana penulis meneliti bahan-

bahan yang dijadikan sebagai rujukan bagi memperolehi data serta maklumat

yang sahih. Bahan-bahan rujukan sekunder seperti jurnal dan karya ilmiah diteliti

isinya di samping menggunakan rujukan primer yang digunakan sebagai asas

dalam memastikan segala maklumat dan data yang wujud dalam rujukan sekunder

beriringan dengan sumber primer.

b. Teknik analisis komparatif adalah teknik yang digunakan untuk

membandingkan pendapat tokoh-tokoh yang dijadikan sandaran penulis mengenai

musik dalam Islam. Hal ini demikian termasuklah komparatif antara metode

istinbat hukum yang digunakan oleh kedua tokoh sesuai dengan judul yang

dibahas. Melalui teknik ini, peneliti dapat menemukan persamaan dan perbedaan

fatwa dan metode istinbat oleh kedua tokoh seterusnya mendatangkan kesimpulan

ke atas fatwa yang lebih rajih dan marjuh untuk diimplementasikan dalam

masyarakat Islam kontemporer.

Page 41: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

26

H. Sistematika Penulisan

Penyusunan skripsi ini terbagi kepada lima bab yang mana setiap bab

terdiri dari sub-sub bab. Masing-masing bab membahas permasalahan-

permasalahan tertentu tetapi tetap saling terkait antara satu sub dengan sub bab

yang lainnya. Penulis membuat susunan dan sistematika penulisan sebagai

berikut:

Bab Pertama: Pendahuluan, pada bab ini berisi tentang beberapa sub bab seperti,

latar belakang, rumusan masalah, Batasan masalah, tujuan dan kegunaan

penelitian, kerangka teori dan tinjauan pustaka.

Bab Kedua: Bab ini akan membicarakan dengan lebih mendalam mengenai

biografi tokoh yang dijadikan peneltian iaitu Syaikh Yusuf al-Qaradhawi dan

Syaikh Abd Aziz bin Baz.

Bab Ketiga: Membahaskan mengenai pandangan pendapat dan analisis dari

Syaikh Yusuf al-Qaradhawi dan Syaikh Abd Aziz bin Baz terhadap musik dalam

Islam.

Bab Keempat: Menganalisis fatwa serta meneliti kesesuaian pandangan untuk

diimplementasikan terhadap hukum musik dalam Islam sesuai dengan kondisi dan

peredaran zaman serta meneliti pandangan yang lebih rajih dan marjuh.

Bab Kelima: Merupakan uraian penutup yang terdiri dari kesimpulan keseluruhan

pembahasan dan saran-saran yang dianggap penting terhadap penelitian ini supaya

dapat menambah wawasan para pembaca berkaitan musik dalam Islam.

Page 42: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

27

BAB II

BIOGRAFI TOKOH

A. Syaikh Yusuf al-Qaradhawi

Nama sebenar beliau ialah Yusuf bin Abdullah bin Yusuf bin Ali Al-

Qaradhawi. Nasabnya merujuk kepada perkampungan bernama “Al-Qardhah” di

Provinsi Kafru Syaikh, Mesir. Beliau dilahirkan pada 1 Rabiul Awal 1345 Hijriah

bertepatan dengan 9 September 1926 Masehi di daerah Shift Thurab, salah satu

daerah di Markaz Al-Mahalliyah Al-Kubra Provinsi Al-Gharbiyah, Mesir.

Shift Turab juga disebut Shift al-Qudur, tempat dimakamkannya seorang

sahabat Nabi Muhammad SAW iaitu Abdullah bin Al-Harits, sahabat Baginda

terakhir yang wafat di Mesir pada tahun 86 Hijriah. Syakh Al-Qaradhawi

menghubungkan daerah tempat kelahirannya dengan seorang sahabat terkemuka

itu dengan beberapa bait syair yang terkenal.32

Yusuf Al-Qaradhawi lahir dalam keadaan yatim. Karena itu, dia dipelihara

pamannya. Pamannya inilah yang mengantarkan Al-Qaradhawi kecil ke suatu

tempat belajar. Di sana Al-Qaradhawi terkenal sebagai anak yang sangat cerdas.

Dengannya kecerdasannya dia mampu menghafal Al-Quran dan menguasai

hukum-hukum tajwidnya yang sangat baik. Itu terjadi pada saat dia masih

dibawah umur sepuluh tahun. Orang-orang di desa tersebut menjadikannya imam

dalam usianya yang relatif muda, khususnya pada saat shalat shubuh. Sedikit

orang yang tidak menangis saat shalat di belakang Al-Qaradhawi.

32

Hepi Andi Bastoni, “Di Balik Fatwa Kontroversial Yusuf al-Qaradhawi”, (Jakarta:

Pustaka Cahaya Kasturi, 2013), hlm. 2

27

Page 43: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

28

Saat berusia tujuh tahun, beliau kemudiannya memasuki sekolah dasar

negeri. Yusuf al-Qaradhawi mengaji di kuttab di pagi hari dan pergi ke sekolah

negeri di sore hari. Dengan begitu, dia dapat menyatukan antara dua kebaikan.

Setelah menyelesaikan sekolah dasar, beliau memiliki cita-cita yang sangat besar,

yaitu bersekolah di Al-Azhar. Tetapi saat itu, Yusuf al-Qaradhawi memiliki

gambaran lain tentang para alumni al-Azhar. Sebab salah seorang di antara

mereka, meski telah mengenyam pendidikan lima belas tahun di Al-Azhar, namun

masih menganggur. Sedikit sekali dari mereka yang bekerja. Karena itu, Yusuf al-

Qaradhawi kemudian memutuskan untuk ikut pamannya pergi berdagang dan

kadang-kadang ikut sepupunya bekerja di ladang. Pada suatu hari, Allah SWT

mengutus seorang syaikh bersorban kepadanya dan dia meminta air kepada Yusuf

al-Qaradhawi dan pamannya. Ketika syaikh itu telah minum, dia meminta kepada

Ahmad agar menguji hafalan al-Quran Yusuf. Setelah diuji, syaikh itu kagum

kepada hafalan dan bacaan Yusuf al-Qaradhawi. Maka syaikh itu meyakinkan

Ahmad agar membawa Yusuf belajar di al-Azhar.33

Syaikh Yusuf al-Qaradhawi selalu berusaha membuat para guru di al-Azhar

berhati bersih sehingga siswa dapat belajar dari mereka ilmu yang bermanfaat,

hati yang khusyuk, perilaku yang takwa, hidup yang zuhud dan pergaulan yang

wara‟. Syaikh Yusuf al-Qaradhawi menginginkan agar guru al-Azhar berhati

bersih dalam mengajarkan ilmu-ilmu agama dan Bahasa, demikian juga dengan

ilmu-ilmu umum yang modern sehingga guru bidang studi ilmu pengetahuan alam

dan fisika juga bisa melakukan apa yang dilakukan oleh guru tafsir dan hadith.

33

Zulkifli Mohamad al-Bakri, “Biografi Ringkas Dr Yusuf al-Qaradhawi”, (Negeri

Sembilan: Sri Saujana Marketing, 2013), hlm. 4

Page 44: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

29

Di antara kontribusi Syaikh Yusuf al-Qaradhawi untuk al-Azhar adalah

memberikan kepada al-Azhar harta yang diperlukan hingga dapat melakukan

dakwah di seluruh penjuru Mesir, Jazirah Arab dan di semua negara berpenduduk

Muslim. Selain itu, menjadikan al-Azhar sebagai lembaga internasional dan

dengan demikian umat Islam berhak memberikan kontribusi ide kepada al-Azhar

dan memberikan kontribusi dalam memilih Syaikh al-Azhar.34

Syaikh Yusuf al-Qaradhawi pernah menjadi penceramah (khutbah) dan

pengajar di berbagai masjid. Kemudian menjadi pengawas pada Akademi Para

Imam, lembaga yang berada di bawah Kementerian Wakaf di Mesir. Setelah itu

dia pindah ke urusan bagian Administrasi Umum untuk masalah-masalah budaya

Islam di al-Azhar. Di tempat ini beliau bertugas mengawasi hasil cetekan dan

seluruh perkerjaan yang menyangkut teknis pada bidang dakwah.35

Pada tahun 1961 beliau ditugaskan sebagai tenaga bantuan untuk menjadi

kepala sekolah sebuah sekolah menengah di negeri Qatar. Mulanya penugasan

tersebut hanya berlangsung empat atau lima tahun. Namun, karena kondisi politik

Mesir yang tidak menentu, penugasan itu berlanjut.

Pada tahun 1990/1991 beliau ditugaskan pemerintah Qatar untuk menjadi

dosen tamu di al-Jazair. Di negeri ini, beliau menjadi Ketua Majlis Ilmiyah pada

semua universitas dan akademi negeri itu. Setelah itu, beliau kembali

mengerjakan tugas rutinnya di Pusat Riset Sunnah dan Sirah Nabi. Pada tahun

1411 H, beliau mendapat penghargaan dari IBD (Islamic Development Bank) atas

jasa-jasanya dalam bidang perbankan. Sedangkan pada tahun 1413 H beliau

34

Ibid.hlm. 5 35

Ibid.hlm. 6

Page 45: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

30

bersama-sama dengan Sayyid Sabiq, penulis buku Fiqhus Sunnah, mendapat

penghargaan King Faisal Award karena jasa-jasanya dalam bidang keislaman.

Pada tahun 1996, beliau mendapat penghargaan dari Universitas Islam

Antarabangsa Malaysia atas jasa-jasanya dalam ilmu pengetahuan. Pada tahun

1997 pula, Syaikh Yusuf al-Qaradhawi mendapat penghargaan dari Sultan Brunei

Darussalam atas jasa-jasanya dalam bidang fiqh.

Yusuf Al-Qaradhawi adalah salah seorang tokoh umat Islam yang sangat

menonjol di zaman ini, dalam bidang ilmu pengetahuan, pemikiran, dakwah,

Pendidikan dan jihad. Kontribusinya sangat dirasakan di seluruh belahan bumi.

Hanya sedikit kaum Muslimin masa kini yang tidak membaca buku-buku, karya

tulis, ceramah dan fatwa Syaikh Yusuf al-Qaradhawi. Banyak umat Islam yang

telah mendengar pidato dan ceramah beliau, baik yang beliau sampaikan di

masjid-masjid maupun di universitas-universitas atau lewat radio, TV, kaset dan

lain-lain. Pengabdiannya untuk Islam tak hanya terbatas pada satu sisi atau satu

medan tertentu. Aktivitasnya sangat beragam dan sangat luas serta melebar ke

banyak bidang dan sisi. Di antaranya adalah:36

1. Bidang ilmu pengetahuan.

2. Bidang fiqh dan takwa.

3. Bidang dakwah dan pengarahan.

4. Bidang seminar dan muktamar.

5. Kunjungan dan ceramah-ceramah.

6. Bidang ekonomi Islam.

36

Hepi Andi Bastoni, “Di Balik Fatwa Kontroversial Yusuf al-Qaradhawi”, (Jakarta:

Pustaka Cahaya Kasturi, 2013), hlm. 17

Page 46: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

31

7. Dalam amal sosial.

8. Dalam usaha kebangkitan umat.

9. Dalam bidang pergerakan dan jihad.

Apa yang dicapai beliau dalam bidang yang beragam dan sangat istimewa

ini tak lepas dari andil besar sebuah keluarga. Yusuf al-Qaradhawi memiliki

seorang istri salehah dari keluarga yang baik, yang berasal dari Husainiyah.

Darinya Allah SWT karuniakan beberapa putra dan putri yang menjadi buah

hatinya. Dia adalah Ummu Muhammad, seorang pejuang yang tak dikenal banyak

orang dalam peperangan besar yang Yusuf al-Qaradhawi lalui. Dia adalah nikmat

Allah SWT karuniakan kepadanya. Dia adalah tangan yang banyak membantu

semua aktivitas keilmuan, dakwah dan tarbiahnya yang merupakan beban yang

tidak ringan yang banyak menyita waktu dan perhatian.

Allah SWT mengaruniai Yusuf al-Qaradhawi empat putri dan tiga putra dan

mereka terlihat cerdas, berprestasi dan selalu menduduki peringkat nomor satu di

kelas mereka. Mereka melihat sang ayah mereka sebagai teladan hidup yang ada

di depan mata. Merupakan tugas mereka untuk mempersembahkan kepadanya

kesuksesan dan berbakti kepada mereka dengan cara belajar yang rajin dan tekun.

Syaikh Yusuf al-Qaradhawi punya sebelas cucu laki-laki dan perempuan. Dalam

pandangan beliau, pernikahan putrinya dengan laki-laki yang menjadi pilihan

mereka semua adalah berkat taufik Allah SWT.37

37

Ibid.hlm. 19

Page 47: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

32

Syaikh Yusuf al-Qaradhawi merupakan seorang ulama‟, pendakwah, penulis

dan tokoh cendekiawan Islam yang terkemuka pada masa kini. Walaupun

mempunyai kedudukan yang tinggi, tetapi beliau mempunyai sifat tawadhuk dan

syakhsiah Islamiyah sejati. Sifat-sifat tersebut dipengaruhi oleh latar belakang

kehidupan, guru-guru dan ulama‟ yang bermuamalah dengannya. Antara guru-

guru Syaikh Yusuf al-Qaradhawi yang terkenal adalah Syaikh Hamid Abu Zuwail,

Syaikh Muhammad Mutawalli al-Sya‟rawi, Syaikh Muhammad al-Ghazali,

Syaikh Syed Sabiq, Syeikh Abi al-Gharabi dan ramai lagi.

Beliau banyak menyampaikan dakwah serta kertas kerja di peringkat

antarabangsa dan negara Arab. Begitu juga, beliau banyak menghasilkan karya

ilmiah yang bermutu tinggi sehingga menjadi rujukan sama ada fatwa atau

pendapatnya oleh ulama‟. Antara karyanya ialah:38

1. Fiqh al-Zakah.

2. Fatawa Mu‟asirah.

3. Ibn al-Qaryah wa al-Kuttab.

4. Al-Sahwah al-Islamiah.

Ramai tokoh ulama‟ dan cendekiawan Islam masa kini yang memuji

ketokohan dan keilmuan mendalam yang dimiliki oleh Syaikh Yusuf al-

Qaradhawi. Lebih menarik lagi pujiannya juga diberikan oleh gurunya dan

38

Zulkifli Mohamad al-Bakri, “Biografi Ringkas Dr Yusuf al-Qaradhawi”, (Negeri

Sembilan: Sri Saujana Marketing, 2013), hlm. 7

Page 48: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

33

mendoakan kejayaan untuknya. Antara yang memujinya serta memberi taqriz

kepadanya ialah:39

1. Syaikh Muhammad al-Ghazali berkata: “Pada hari ini al-Qaradhawi

adalah guru saya dan saya adalah muridnya”.

2. Syaikh Anuar al-Jundi berkata: “Bukan semua orang seperti Syaikh al-

Qaradhawi dan al-Ghazali yang dikurniakan Allah SWT penguasaan

dalam tulisan and ceramah.

3. Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata: “Buku-bukunya memiliki bobot

ilmiah dan sangat berpengaruh di dunia Islam”.

Syaikh Yusuf al-Qaradhawi masih lagi meneruskan sisa-sisa kehidupan

dengan menyampaikan dakwah dan berkarya untuk memberi kesadaran dan

kefahaman kepada ummah. Semoga Allah SWT memberi kesehatan kepada

Syaikh Yusuf al-Qaradhawi supaya beliau boleh memberi sumbangan yang besar

dari segi ilmunya yang tinggi kepada dunia Islam.

B. Syaikh Abdul Aziz bin Baz

Nama sebenar beliau adalah Abdul Aziz bin Abdullah bin Abdurrahman bin

Muhammad bin Abdullah Baz. Beliau lahir pada tanggal 12 Dzulhijjah 1330H

(1912M) di Riyadh ibu kota Saudi Arabia. Alu Baz (keluarga Baz) adalah sebuah

keluarga yang berasal dari kota Madinah. Namun seiring dengan berjalannya

waktu, sebagian mereka pindah ke Dir‟iyyah, Huthah Bani Tamim dan Riyadh.

Syaikh Abdul Aziz bin Baz dan keluarga besar beliau termasuk mereka yang

39

Hepi Andi Bastoni, “Di Balik Fatwa Kontroversial Yusuf al-Qaradhawi”, (Jakarta:

Pustaka Cahaya Kasturi, 2013), hlm. 54

Page 49: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

34

berdomisili di kota Riyadh. Di kerajaan Arab Saudi, keluarga Baz termasuk

keluarga yang mempunyai andil besar di bidang ilmu agama, perdagangan dan

pertanian. Lebih dari itu, mereka tersohor akan kemuliaan dan budi pekerti yang

luhur.40

Semasa zaman kecilnya, Syaikh Abdul Aziz bin Baz hidup dalam

lingkungan ilmu, petunjuk dan kebaikan. Kota Riyadh pada waktu itu adalah kota

ilmu dan petunjuk, di kota tersebut banyak tinggal para ulama‟ terkemuka dan

tokoh agama yang menyerunkan dakwah kembali kepada al-Quran dan sunnah

Rasulullah SAW. Syaikh Abdul Aziz bin Baz telah menghafal al-Quran di luar

kepala sebelum baligh, beliau sangat menjaga hafalan dan memantapkannya.

Setelah mempelajari al-Quran, beliau menuntut ilmu kepada para ulama‟ di daerah

Najd dengan kesungguhan, lapang jiwa dan sabar.

Pada tahun 1346H, penyakit menyerang indra penglihatan beliau. Saat itu

beliau berusia 16 tahun. Penyakit mata itu ternyata sangat berefek terhadap daya

penglihatan beliau. Saat usia beliau menginjak 20 tahun, secara beransur-ansur

daya penglihatan Syaikh Abdul Aziz bin Baz pun melemah hingga berakhir

dengan kebutaan. Ketika indra penglihatan tak lagi beliau miliki, Allah SWT

mengaruniakan kepada beliau penglihatan hati yang tajam dan pancaran iman

yang terangbenderang sebagai penggantinya. Karena itu, ketiadaan indra

penglihatan yang vital itu tidak begitu berpengaruh terhadap kehidupan yang

beliau jalani. Termasuk dalam hal kesungguhan menuntut ilmu, beramal dengan

ilmu yang telah dipelajari dan berhias dengan akhlak yang mulia. Bahkan, ketika

40

Nugraha Waluya, “Biografi Syaikh bin Baz”, (Jawa Barat: Pustaka Khazanah Fatwa,

2010), hlm. 3

Page 50: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

35

usia beliau bertambah, semakin bertambah pula ketegaran beliau di atas ilmu dan

ketaatan.41

Seorang yang mencintai ilmu, tumbuh kembangnya di atas ilmu dan

mempelajarinya dengan penuh kesungguhan tentu mempunyai banyak guru, lebih-

lebih lagi tempat berdomisili beliau adalah kota Riyadh, ibu kota kerajaan Arab

Saudi yang dipenuhi oleh para ulama‟ besar. Beliau berhasil menimba berbagai

disiplin ilmu agama dan Bahasa Arab dari banyak ulama‟ di kota tersebut. Antara

guru-guru Syaikh Abd Aziz bin Baz yang tersohor adalah Syaikh Muhammad bin

Ibrahim, Syaikh Sa‟ad Waqqash al-Bukhari, Syaikh Muhammad bin Abdul Lathif

bin Muhammad bin Abdul Wahab.

Karya ilmiah beliau sangat banyak, baik dalam bentuk tulisan murni

maupun hasil transkrip dari rekaman suara. Sebagian karya ilmiah beliau itu telah

disusun dan didokumentasikan dalam beberapa bentuk media cetak ataupun

elektronik. Karya-karya ilmiah beliau mempunyai ciri khas tersendiri. Ilmiah,

ringkas padat, berbobot dan mudah dipahami.

Oleh karena itu, karya-karya ilmiah beliau itu selalu diminati oleh umat,

bahkan menjadi rujukan utama terutama dalam menyibak hal-hal kekinian yang

bersifat musykil. Hampir-hampir pada setiap sendi kehidupan beragama ada karya

ilmiah beliau disamping untaian-untaian fatwa berharga tentunya. Antara

karyanya ialah:42

1. Syarh al-Aqidah ath-Thanawiyyah.

2. Fawaid al-Jaliyyah fil Mabahits al-Faradhiyyah.

41

Ibid.hlm. 24 42

Ibid.hlm. 56.

Page 51: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

36

3. Wujubut Tahkim ala Syar‟illah.

4. Awamil Ishlahil Mujtama‟.

Pada Khamis dini hari menjelang azan shubuh, 27 Muharram 1420 H 1999

M beliau menghembuskan nafas penghabisan. Pada usia yang ke 90 tahun itulah

lembar kehidupan beliau dilipat dengan datangnya ajal yang menjemput. Beliau

pergi meninggalkan dunia yang fana‟ ini dengan mewariskan ilmu, nasihat,

bimbingan dan kenangan yang indahuntuk umat. Para pembesar kerajaan Arab

Saudi kehilangan seorang pembimbing yang sangat mereka segani. Para ulama‟

dan penuntut ilmu kehilangan salah seorang rujukan utama dalam kehidupan

beragama.43

43

Ibid.hlm. 132

Page 52: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

37

BAB III

PANDANGAN YUSUF AL-QARADHAWI DAN SYAIKH ABD AZIZ BIN

BAZ TERHADAP MUSIK

A. Dasar Hukum Dan Metode Istinbat Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi

1. Dasar Hukum Menurut Syaikh Yusuf al-Qaradhawi

Mengistibat hukum atau berfatwa bukanlah suatu proses yang mudah dan

singkat sebaliknya ia membutuhkan suatu proses yang perlu dilalui oleh pihak

yang berfatwa. Maka sudah semestinya perkara utama yang perlu dilihat dan

diteliti yaitu sumber utama hukum dalam Islam seperti yang disepakati yang

terdiri dari al-Quran, hadis, ijma‟ dan qiyas.

Syaikh Yusuf al-Qaradhawi dalam mengeluarkan fatwa beliau terhadap

hukum musik dalam Islam, maka beliau menjadikan al-Quran dan hadis sebagai

pondasinya. Adapun bagi qiyas dan ijma‟, beliau tidak menggunakan keduanya

sebagai dasar hukum. Adapun bagi dalil-dalil yang digunakan oleh Syaikh Yusuf

al-Qaradhawi yang diambil dari al-Quran adalah sebanyak 1 ayat dari surah

Luqman. Manakala bagi hadis, total hadis yang dijadikan pondasi hukum adalah

sejumlah 3 buah hadis.

Hukum musik dalam Islam jika ditinjau dari pandangan Syaikh Yusuf al-

Qaradhawi, maka umumnya musik itu dikatakan bersifat mubah dan tiadalah

haram bagi umat Islam mendengarkannya selagimana hal tersebut tidak

bersalahan dengan aturannya. Sepertimana yang telah disebutkan di atas maka

Syaikh Yusuf al-Qaradhawi telah mengambil beberapa ayat al-Quran dan hadis

37

Page 53: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

38

sebagai sandaran utama terhadap fatwanya. Antara ayat al-Quran yang digunakan

oleh beliau adalah sebagaimana firman Allah SWT:

بغي عل ويتخذىا ىزوا بوم لل محديث ميضل عن سبيل ب

مناس من يضتي ميو ب

مي ومن ب ئ

يين ٦عذاة م“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak

berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan

menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang

menghinakan”44

Syaikh Yusuf al-Qaradhawi menafsirkan kalimah lahwal hadis sebagai

perkataan yang melalaikan. Adapun begitu beliau mengukuhkan keatas keharusan

musik itu dengan sebuah hadis dalam Sahih Bukhari bab budi pekerti Nabi

Muhammad SAW dan sahabat yang diriwayatkan oleh Sayyidatina Aishah:

م من وعن عا ئضة بن بب بكر رض الله عنو دخل عليها و عندىا جاريتان ف بي

كضف عيد الأضحى( ثغنيان وثضربن, وامنب صلى الله عليه وسلم متغش بثوبو, فانترها ببو بكر, ف ف )

م و صلى الله عليه وسلم عن وج ب امن ا بي عيد وقال: دعيما ي بب بكر, فأن

“Dan dari Aisyah r.a. sesungguhnya Abu Bakar pernah masuk kepadanya,

sedangkan di sampingnya ada dua gadis (hamba sahaya) yang sedang

menyanyi dan memukul gendang pada hari Mina (Idul Adha) sedangkan

Nabi Muhammad SAW menutup wajahnya dengan pakaiannya, maka

diusirlah dua gadis itu oleh Abu Bakar. Lantas, Nabi Muhammad SAW

membuka wajahnya dan berkata kepada Abu Bakar, biarkanlah mereka itu

wahai Abu Bakar sebab hari ini adalah hari raya (hari bersenang-

senang).”45

44

QS. Luqman 31: (6) 45

Muhammad bin Ismail, bab perilaku budi pekerti Nabi Muhammad SAW dan sahabat,

hadis no. 987, “Sahih Bukhari”, (Beirut: Dar-Media, 2007), hlm. 5411

Page 54: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

39

Dalam riwayat yang lain dalam Sahih Bukhari bab pujian bagi kaum Ansar

pula,

جت عائضة ذاث قرابة ميا من الأهصار فجاء رسول الله صلى الله عليه وسلم وقال ابن عباس : زو

؟ قامت: لا, فقال رسول الله فقال: بىديت امفتات؟ قاموا: هع . قال: برسلت معيا من يغن

ن الأهصار قوم فيه غزل, فلو بعثت معيا من يقول : بثيناك, صلى الله ع ليو وسل: ا

. فحيان وحياك

“Ibnu Abbas R.A berkata: Aisyah pernah mengkahwinkan salah seorang

kerabatnya dari Ansar, kemudian Rasulullah SAW datang dan bertanya:

Apakah akan kamu hadiahkan seorang gadis itu? Mereka menjawab:

Betul! Rasulullah SAW bertanya lagi: Apakah kamu kirim bersamanya

orang yang menyanyi? Aisyah R.A menjawab: Tidak! Kemudian,

Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya orang-orang Ansar adalah suatu

kaum yang merayu. Oleh karena itu, alangkah baiknya kalau kamu kirim

bersama dia itu seorang yang mengatakan: Kami datang, kami datang lalu

dia akan menyambut kami dengan selamat datang kami, dan menyambut

kamu dengan selamat datang kamu!”46

Dalam hadis lain Nabi Muhammad SAW bersabda,

ل رجل من الاهصار فقال امنب صلى الله عليه وسلما زفت امربت ا : ي فعن عائضة رض الله عنها ان

يو! ن الأهصار يعجب انل عئضة, ماكن معي من ميو؟ فا

“Dari Aisyah R.A bahwa ketika dia mengantar pengantin perempuan ke

tempat laki-laki Ansar (pada malam menjelang), Nabi Muhammad SAW

bertanya: Hai Aisyah! Apakah mereka ini disertai dengan hiburan? Sebab

orang-orang Ansar gemar sekali terhadap hiburan.47

Adapun hadis-hadis Nabi yang melarang nyanyian, semuanya ada cacat,

tidak ada satupun yang selamat dari celaan oleh kalangan ahli hadis seperti kata

46 Ibid.bab pujian bagi kaum Ansar, hadis no. 1487 hlm. 5487

47 Ibid.bab pujian bagi kaum Ansar, hadis no.1622 hlm, 5498

Page 55: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

40

al-Qadhi Abu Bakar bin al-Arabi: “Tidak ada satupun hadis yang sah yang

berhubungan dengan diharamkannya nyanyian. Berkata pula Ibn Hazm, “Semua

hadis yang menerangkan tentang haramnya nyanyian adalah batil dan palsu”.

Banyak sekali nyanyian dan musik yang disertai dengan perbuatan berlebih-

lebihan, minum-minum arak dan perbuatan-perbuatan haram. Itulah yang

kemudian oleh ulama‟-ulama dianggapnya haram atau makruh.

ما مك امرئ هما الأعمال بمنياث وا ه

ماهوى ا

“Sesungguhnya semua perbuatan itu harus disertai dengan niat dan tiap-tiap

orang akan dinilai menurut niatnya”.48

Jadi barangsiapa yang mendengarkan nyanyian dengan niat untuk

membantu bermaksiat kepada Allah SWT, maka jelas dia adalah fasik termasuk

semua hal selaian nyanyian. Barangsiapa berniat untuk menghibur hati supaya

dengan demikian dia mampu berbakti kepada Allah SWT dan tangkas dalam

berbuat kebajikan, maka dia adalah orang yang taat dan berbuat baik dan

perbuatannya pun termasuk perbuatan yang benar. Barangsiapa tidak berniat

untuk taat kepada Allah SWT dan tidak juga untuk bermaksiat, maka

perbuatannya itu dianggap main-main saja yang dibolehkan, seperti halnya

seseorang pergi ke kebun untuk berlibur dan seperti orang yang duduk-duduk di

48

Imam Nawawi, “Hadis Arbain”, terj: Abu Zaid Abdillah, “Terjemahan Hadis Arbain”

(Solo: Rajawali Pers, 2017), hlm. 2

Page 56: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

41

depan sofa sekadar melihat-lihat, dan seperti orang yang mewarnai bajunya

dengan warna ungu, hijau dan sebagainya.49

Namun di situ ada beberapa catatan oleh Syaikh Yusuf al-Qaradhawi yang

harus kita perhatikan sehubungan dengan masalah nyanyian ini yaitu sebagai

berikut:50

1. Kandungan lirik nyanyian harus bersih dari unsur-unsur yang bertentangan

dengan syariat.

Temanya harus sejalan dengan agama Islam dan berbagai ajarannya, tidak

bertentangan dengan aqidah, syariat-syariat dan norma-normanya. Oleh karena

itu, kalau nyanyian tersebut penuh dengan pujian-pujian terhadap arak dan

menganjurkan orang supaya minum arak, misalnya maka menyanyikan lagu

tersebut hukumnya haram dan dan pendengarannya pun haram juga. Begitulah

nyanyian lain yang dapat disamakan dengan itu.

2. Penyampaian harus bebas dari erotisme dan sensualitas.

Gaya penyampaian sangat penting, terkadang tidak ada masalah pada tema

dan kandungan tetapi karena gaya penyanyi baik laki-laki maupun perempuan

ketika menampilkannya sensual dalam pengucapan, kesengajaan untuk

membangkitkan gairah dan membangunkan insting yang tidur serta bujukan

terhadap hati yang sakit. Itulah yang memindahkan nyanyian dari zona mubah ke

zona haram, shubhah atau makruh seperti banyak yang dipancarkan kepada

masyarakat dan diminta oleh para penonton atau pendengar dalam siaran radio

49

Yusuf al-Qaradhawi, “Al-Halal wal Haram fil Islam”, terj: Yoss Rizal, “Halal dan

Haram Dalam Islam” (Kuala Lumpur: Seribu Dinar, 2014), hlm. 419 50 Ibid.hlm. 420

Page 57: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

42

dan televisi kita, berupa nyanyian-nyanyian yang hanya menekankan satu sisi

yaitu sisi erotisme dan apa apa yang berhubungan dengannya berupa cinta dan

romantisme.51

3. Nyanyian tidak boleh disertai dengan hal-hal yang diharamkan.

Nyanyian tidak boleh disertai dengan sesuatu yang diharamkan seperti

minuman keras, pengumbaran nafsu serta dandanan seronok atau campur baur

tanpa batas dan syarat. Inilah yang biasa ditemukan dalam berbagai pementasan

nyanyian dan musik sejak dahulu, ironisnya sebagian besar nyanyian di masa

sekarang dicampuri pula dengan tarian yang tidak terikat nilai-nilai agama dan

moral.

4. Berantas sikap berlebihan dan kesombongan.

Sebagaimana agama akan selalu membanteras sikap berlebih-lebihan dan

kesombongan dalam segala hal sampai dalam ibadah, begitu juga halnya berlebih-

lebihan dalam hiburan dan menghabiskan waktu untuk berhibur, padahal waktu

itu sendiri adalah berarti hidup. Tidak dapat diragukan lagi bahwa berlebih-

lebihan dalam masalah yang mubah dapat menghabiskan waktu untuk

melaksanakan kewajiban. Maka tepatlah kata ahli hikmah, “Tidak pernah saya

melihat suatu perbuatan yang berlebih-lebihan melainkan di balik itu ada suatu

kewajiban yang terbuang.”52

2. Metode Istinbat Menurut Syaikh Yusuf al-Qaradhawi

Apabila ditinjau sudut metode istinbat yang diaplikasi oleh Syaikh Yusuf al-

Qaradhawi dalam menetapkan fatwa beliau terhadap hukum musik, maka perlu

51

Ibid.hlm. 21 52

Ibid.hlm. 22

Page 58: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

43

kita ketahui bahwa beliau mempunyai kaidah tafsiran tersendiri yang digunapakai

dalam memahami ayat al-quran dan hadis nabawiyyah. Perbedaan kaidah yang

digunakan oleh kedua tokoh tidak menatijahkan kepada satu putusan yang sama,

sebaliknya menyebabkan terhasilnya dua buah pemikiran yang salin bersalahan.

Syaikh Yusuf al-Qaradhawi dalam pendekatan beliau untuk memahami isi

kandungan didalam ayat 6 surah Luqman khususnya kalimat lahwal hadis, beliau

telah menggunakan kaidah metode bayani al-batin53

yang dapat difahami sebagai

suatu kaidah yang membutuhkan kepada tafsiran dan dokongan dari dalil lainnya

seperti hadis sehingga kalimah-kalimah khusus tersebut dapat ditafsirkan sesuai

dengan dalil-dalil lain yang mendokongnya. Seterusnya akan lahir hukum yang

tidak bersifat hanya difahami secara tekstual, sedangkan ada sebagian ayat dan

kalimah dalam al-Quran yang tidak bisa difahami secara lahirnya. Oleh hal yang

demikian, kaidah tafsiran bayani al-batin telah digunakan oleh Syaikh Yusuf al-

Qaradhawi didalam memahami kalimah lahwal hadis. Melalui kaidah ini, maka

kalimah tersebut tidak difahami secara tekstual.

Melalui jalan ini, beliau mengharuskan musik-musik yang tidak wujud

disana sebarang unsur yang dilarang di dalam Islam. Hal ini didokong oleh

beberapa hadis, maka dengan itu beliau tidak menyimpitkan makna dari kalimah

tersebut sehingga menghukumkan secara mutlaq keatas pengharaman musik.

Selain dari metode bayani yang dipakai oleh Syaikh Yusuf al-Qaradhawi,

beliau juga turut menggunakan metode istislahi yaitu suatu metode yang

digunakan untuk menarik kemaslahatan dan menolak kemafsadatan juga kaidah

53

Hasbiyallah, “Fiqh dan Usul Fiqh, Metode Istinbath dan Istidlal, Solo Jawa Tengah

Indonesia: Seribu Dinar, 2013), hlm. 42

Page 59: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

44

burhani taqlili sebagai penguat hujah beliau. Maka dalam hal ini, jelas dapat

dilihat apabila beliau memasukkan beberapa qawaid fiqhiyyah atau dikenali

sebagai kaidah-kaidah fiqh. Antara kaidah fiqh yang beliau gunakan gunakan

dalam menegakkan fatwa beliau adalah Al umuru bi maqasidiha (الأموربمقاصدىا) dan

ashlu fil asya‟ al-ibahah (بصل ف الأص ياء الأبحة) .

B. Dasar Hukum Dan Metode Istinbath Syaikh Abd Aziz bin Baz

1. Dasar Hukum Menurut Syaikh Abd Aziz bin Baz

Syaikh Abd Aziz bin Baz dalam mengeluarkan fatwa beliau terhadap hukum

musik dalam Islam, maka beliau menjadikan al-Quran dan hadis sebagai

pondasinya. Adapun bagi qiyas dan ijma‟, beliau tidak menggunakan keduanya

sebagai dasar hukum. Adapun bagi dalil-dalil yang digunakan oleh Syaikh Abd

Aziz bin Baz yang diambil dari al-Quran adalah sebanyak 1 ayat dari 1 buah

surah. Manakala bagi hadis, total hadis yang dijadikan pondasi hukum adalah

sejumlah 1 buah hadis sahaja.

Syaikh Abd Aziz bin Baz menyatakan bahwa sesungguhnya mendengarkan

nyanyian atau musik hukumnya haram dan merupakan perbuatan mungkar yang

dapat menimbulkan penyakit kekerasan hati dan dapat membuat manusia lalai

daripada mengingati Allah SWT serta lalai melaksanakan shalat. Kebanyakan

ulama‟ menafsirkan kata lahwal hadits (ucapan yang tidak berguna)54

dalam

firman Allah SWT dengan nyanyian atau musik:

54

Abdul Aziz bin Baz, “Al-Fatawa Asy-Syariyyah fil Masail Asy-Syariyyah Min Fatawa

Ulama al Balad al-Haram”, terj: Hanif Yahya, Musthofa „Aini, “Fatwa-Fatwa Terkini” (Jakarta:

Darul Haq, 2008), hlm. 109

Page 60: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

45

محديث مناس من يضتي ميو ب

ومن ب

“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang

tidak berguna”55

Abdullah bin Mas‟ud R.A bersumpah bahwa yang dimaksud dengan kata

lahwul hadits adalah nyanyian atau musik. Jika musik tersebut diiringi oleh musik

rebab, kecapi, biola serta gendang, maka kadar keharamannya semakin

bertambah. Sebagian ulama‟ bersepakat bahwa nyanyian yang diiringi oleh alat

musik hukumnya adalah haram, maka wajib untuk dijauhi. Dalam sebuah hadis

shahih Bukhari bab orang yang menghalalkan minuman keras dengan memberi

nama selain Namanya, dari Rasulullah SAW beliau bersabda:

ت بقوام يس تحلون الحر والحرير وال مر والمعازفميكونن من بم

“Sesungguhnya akan ada segolongan orang dari kaumku yang

menghalalkan zina, kain sutera, khamr dan alat musik.”56

Yang dimaksud dengan al-hira pada hadis di atas adalah perbuatan zina,

sedangkan yang dimaksud dengan al-ma‟azif adalah segala macam jenis alat

musik. Beliau menasihati untuk mendengarkan lantunan al-Quran yang di

dalamnya terdapat seruan untuk berjalan di jalan yang lurus karena hal itu sangat

bermanfaat. Berapa banyak orang yang telah dibuat lalai karena mendengar

nyanyian dan alat musik.

55

QS. Luqman 31: (6) 56

Muhammad bin Ismail, bab orang yang menghalalkan minuman keras dengan memberi

nama selainnya, hadis no. 559091“Sahih Bukhari”, (Beirut: Dar-Media, 2007), hlm. 5590

Page 61: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

46

Adapun pernikahan, maka disyariatkan di dalamnya untuk membunyikan

alat musik rebana disertai nyanyian yang biasa dinyanyikan untuk mengumumkan

suatu pernikahan, yang di dalamnya tidak ada seruan maupun pujian untuk

sesuatu yang diharamkan, yang dikumandangkan pada malam hari khusus bagi

kaum wanita guna mengumumkan pernikahan mereka agar dapat dibedakan

dengan perbuatan zina, sebagaimana yang dibenarkan dalam hadits shahih dari

Nabi Muhammad SAW.

Sedangkan genderang, dilarang membunyikannya dalam sebuah pernikahan,

cukup hanya dengan memukul rebana sahaja, juga dalam mengumumkan

pernikahan maupun melantukan lagu yang biasa dinyanyikan untuk

mengumumkan pernikahan tidak boleh menggunakan pengeras suara, karena hal

itu dapat menimbulkan fitnah yang besar, akibat-akibat yang buruk serta dapat

merugikan kaum muslimin.

Selain itu, acara nyanyian tersebut tidak boleh berlama-lama, cukup sekadar

dapat menyampaikan pengunguman nikah saja, karena dengan berlama-lama

dalam nyanyian tersebut dapat melewatkan waktu fajar dan mengurangi waktu

tidur. Menggunakan waktu secara berlebihan untuk nyanyian (dalam

pengumuman nikah tersebut) merupakan sesuatu yang dilarang dan merupakan

perbuatan orang-orang munafik.57

57

Abdul Aziz bin Baz, ““Al-Fatawa Asy-Syariyyah fil Masail Asy-Syariyyah Min Fatawa

Ulama al Balad al-Haram”, terj: Hanif Yahya, Musthofa „Aini, “Fatwa-Fatwa Terkini” (Jakarta:

Dar Haq, 2008), hlm. 110

Page 62: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

47

2. Metode Istinbat Menurut Syaikh Abd Aziz bin Baz

Ketika mana kita meneliti metode istinbat yang digunakan oleh Syaikh Abd

Aziz bin Baz, maka kita akan menyimpulkan bahwa kedua daripada mereka

menggunakan kaidah yang sama dalam mengeluarkan fatwa yaitu kaidah bayani.

Namun apakah kaidah bayani yang dipakai oleh Syaikh Abd Aziz bin Baz sama

dengan yang digunakan oleh Syaikh Yusuf al-Qaradhawi?

Sepertimana yang dinyatakan pada perbahasan yang lalu, Syaikh Yusuf al-

Qaradhawi menafsirkan kalimah lahwal hadis, beliau tidak menggolongkan

bahwa musik itu secara total termasuk dalam hal yang diharamkan dalam Islam.

Syaikh Abd Aziz bin Baz ketika mana menggunakan kaidah bayani bagi

memfatwakan pengharaman musik, maka beliau menggunakan jenis kaidah

bayani yang dinamakan sebagai bayani az-zahir58

.

Melalui kaidah bayani az-zahir, beliau tidak menafsirkan kalimah lahwal

hadis yang terdapat pada ayat 6 surah Luqman. Maka kaidah ini dilihat diaplikasi

oleh beliau karena tidak menafsirkan kalimah tersebut sebaliknya mengambil

kalimah tersebut dengan makna zahirnya atau secara tekstual. Beliau juga

menjadikan sebuah hadis riwayat „Amir al-Asyari sebagai pendokong terhadap

hujahnya. Kalimah al-maazif yang terdapat dalam hadis tersebut diartikan dengan

alatan musik yang mana dari situ beliau memfatwakan bahwa alatan musik dan

58

Hasbiyallah, “Fiqh dan Usul Fiqh, Metode Istinbath dan Istidlal”, (Solo Jawa Tengah

Indonesia: Dar al-Manhaj 2013), hlm 56

Page 63: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

48

musik itu sendiri diharamkan dalam Islam tanpa mengira bentuk dan bagaimana ia

disampaikan.

Selain dari metode bayani yang dipakai oleh Syaikh Abd Aziz bin Baz,

beliau juga turut menggunakan metode istislahi yaitu suatu metode yang

digunakan untuk menarik kemaslahatan dan menolak kemafsadatan juga kaidah

burhani taqlili sebagai penguat hujah beliau. Maka dalam hal ini, jelas dapat

dilihat apabila beliau memasukkan beberapa qawaid fiqhiyyah atau dikenali

sebagai kaidah-kaidah fiqh. Antara kaidah fiqh yang beliau gunakan gunakan

dalam menegakkan fatwa beliau adalah ad dararu yuzal )ر يزال .)امضر

Page 64: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

49

BAB IV

ANALISIS FATWA

A. Kekuatan, Kelemahan Dalil dan Metode Istinbat

Dalam membahaskan fatwa yang dikeluarkan oleh Syaikh Yusuf al-

Qaradhawi dan Syakh Abd Aziz bin Baz, maka kedua tokoh ini telah

mendatangkan dalil-dalil dan hujah sebagai dukungan ke atas fatwa mereka terkait

musik dalam Islam sepertimana yang telah disebutkan di dalam perbahasan yang

lepas, kedua tokoh ini mempunyai pendapat yang cukup berbeda terhadap hukum

musik di dalam Islam. Misalnya Syaikh Yusuf al-Qaradhawi menyebutkan bahwa

musik di dalam Islam itu adalah bersifat mubah selagimana tidak bersalahan

dengan beberapa ketetapan dan aturan dalam Islam. Sebaliknya Syaikh Abd Aziz

bin Baz berpendapat bahwa musik itu secara totalnya adalah haram.

Bagi memahami bagaimana kedua tokoh tersebut dalam mengeluarkan

fatwa mereka adalah sangat penting kita menganalisa metode istinbath yang telah

digunakan oleh keduanya. Proses menganalisa fatwa ini sudah pasti akan

menatijahkan terhadap perbedaan bagi kedua tokoh tersebut dalam memahami isi

kandungan al-Quran serta penafsiran mereka terhadap ayat-ayat al-Quran. Hal ini

juga akan memperlihatkan kekuatan kefahaman mereka terhadap hadis hadis yang

mereka jadikan sebagai hujah termasuklah segala perbahasan yang ada dalam

ulum hadis.

49

Page 65: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

50

Adapun bagi dalil-dalil yang digunakan oleh Syaikh Yusuf al-Qaradhawi

yang diambil dari al-Quran adalah sebanyak 1 ayat dari surah Luqman. Manakala

bagi hadis, total hadis yang dijadikan pondasi hukum adalah sejumlah 3 buah

hadis. Dalam penetapan terhadap keharusan musik dalam Islam, maka beliau

menafsirkan kalimah lahwal hadis yang terdapat di dalam surah Luqman ayat 6

sebagai perkataan yang melalaikan dengan catatan sebagaimana yang disebutkan

oleh Ibn Hazm:

“Ayat tersebut menyebutkan suatu sifat yang barang siapa mengerjakannya

boleh menjadi kafir tanpa diperselisihkan lagi yaitu apabila dia menjadikan

agama Allah SWT sebagai permainan. Oleh karena itu, jika dia membeli

sebuah al-Quran untuk dijadikan ayat guna menyesatkan orang banyak dan

dijadikannya sebagai permainan, maka jelas orang tersebut adalah kafir.

Inilah yang dicela Allah SWT. Sama sekali Allah SWT tidak mencela orang-

orang yang membeli lahwal hadis itu sendiri yang dipakai untuk hiburan dan

menggembirakan hati, bukan untuk menyesatkan orang dari jalan Allah

SWT.”59

Berbeda dengan pendapat yang dikemukan oleh Syaikh Abd Aziz bin Baz

yang mana beliau menafsirkan kalimah lahwal hadis sebagai ucapan yang tidak

berguna dan musik adalah sebagian daripadanya. Syaikh Abd Aziz bin Baz

mengatakan bahwa perbuatan melakukan lahwal hadis adalah dilarang sama

59

Yusuf al-Qaradhawi, “Al-Halal wal Haram fil Islam”, terj: Yoss Rizal, “Halal dan

Haram Dalam Islam” (Kuala Lumpur: Seribu Dinar, 2014), hlm. 418

Page 66: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

51

sekali di dalam agama Islam.60

Hal ini secara tidak langsung turut membawa arti

bahwa musik itu juga hukumnya haram secara mutlaq tanpa ada sebarang

pengecualian.

Beliau turut berhujah dengan ayat “lahwal hadis” di dalam al-Qurah Surah

Luqman ayat 6 mengisyaratkan terhadap pengharaman musik. Beliau turut

menyatakan bahwa Abdullah ibn Mas‟ud bersumpah bahwa yang dimaksud

dengan kata lahwal hadis adalah nyanyian atau musik. Jika musik tersebut diiringi

oleh musik rebab, kecapi, biola serta gendang, maka kadar keharamannya semakin

bertambah.61

Seterusnya, dalam meneliti hadis-hadis yang dihadapankan oleh Syaikh

Yusuf al-Qaradhawi dan Syaikh Abd Aziz bin Baz, kita akan menemukan

perbedaan antara keduanya. Sepertimana yang disebutkan bahwa Syaikh Yusuf al-

Qaradhawi tidak menyempitkan tafsiran lahwal hadis serta tidak menetapkan

pengharaman yang total terhadap musik dalam Islam. Beliau antara lain tidak

bersependapat dengan Syaikh Abd Aziz bin Baz karena berdalilkan dengan hadis

bahwa setiap perbuatan itu diukur oleh pelakunya. Maka tiadalah menjadi suatu

permasalahan ketika mana suatu musik itu disampaikan dengan selain maksud

untuk melalaikan, menyesatkan, menghina dan yang lainnya. selagimana sesuai

dengan syariat.

60 Abdul Aziz bin Baz, “Al-Fatawa Asy-Syariyyah fil Masail Asy-Syariyyah Min Fatawa

Ulama al Balad al-Haram”, terj: Hanif Yahya, Musthofa „Aini, “Fatwa-Fatwa Terkini” (Jakarta:

Dar Haq, 2008), hlm. 109 61

Ibid.hlm. 109

Page 67: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

52

Ini menunjukkan bahwa beliau memahami kalimat lahwal hadis sebagai

kalimah yang berbentuk am bersalahan dengan Syaikh Yusuf al-Qaradhawi

mengambil kalimah ini sebagai bentuk khas.

Apabila kita meniliti hadis yang dikehadapankan oleh kedua tokoh sebagai

penyokong terhadap fatwa mereka, maka Syaikh Abd Aziz bin Baz antaranya

berdalil dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dari Abi Malik atau

„Amir Al Asy‟ari satu keraguan dari perawi, dari Nabi Muhammad SAW ia

bersabda:

ت بقوام يس تحلون الحر والحرير وال ر والمعازف م ميكونن من بم

“Sesungguhnya akan ada segolongan orang dari kaumku yang

menghalalkan zina, kain sutera, khamr dan alat musik.”62

Hadis di atas dalah sebuah hadis yang dapat kita temukan di dalam Shahih

Bukhari. Namun begitu apabila dianalisa tingkat darajat hadis ini. Muhaddithssin

apabila mengkomentar hadis ini, maka mereka menggolongkannya dalam

kumpulan hadis muallaq. Hadis ini dikategorikan sebagai hadis muallaq karena

sanadnya yang tidak bersambung, di mana telah hilang pada awal sanadnya

seorang perawi atau lebih. Oleh karena itu, Ibn Hazm menolak karena sanadnya

terputus, selain hadis ini mu‟allaq, para ulama‟ mengatakan bahwa sanad dan

matannya tidak selamat dari kegoncangan.

62

Muhammad bin Ismail, bab orang yang menghalalkan minuman keras dengan memberi

nama selainnya, hadis no. 559091, “Sahih Bukhari”, (Beirut: Dar Media, 2007), hlm. 5590

Page 68: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

53

Al Hafidz ibn Hajar berusaha untuk menyambung hadis ini, dan beliau

berhasil untuk menyambung dari sembilan sanad, tetapi semuanya berkisar pada

satu perawi yang dibicarakan oleh sejumlah ulama‟ ahli. Satu perawi itu adalah

“Hisyam Ibnu „Ammar”, perawi ini meskipun sebagai Khatib Damascus dan

muqri‟nya serta muhaddits dan alimnya, bahkan Ibnu Ma‟in dan Al-„Ajli

mentausiq. Tetapi Abu Dawud mengatakan, “Dia meriwayatkan empat ratus hadis

yang tidak ada sandarannya (yang benar dari Rasul).63

Syeikh Yusuf al Qaradhawi dalam menilai hukum musik dalam Islam

termasuklah, nyanyian, alatan musik dan yang lainnya, beliau tidak langsung

mengharamkannya. Sebaliknya beliau mengaplikasi beberapa qawaidul fiqhiyyah

sebagai pondasi dalam menetapkan hukum. Antara lain beliau menggunakan

kaidah Al umuru bi maqasidiha (الأموربمقاصدىا) yaitu sesuatu perbuatan ini terikat

dengan tujuannya.64

Kaidah fiqh ini mengisyaratkan bahwa musik itu adalah dibenarkan

selagimana didengari atau dinikmati atas tujuan sekadar menghiburkan hati dan

penaik semangat untuk beribadat. Berbeda hal jika seseorang mendengarkan

musik untuk melalaikan apatah lagi sampai menjauhkan diri dari Allah Taala.

Kaidah fiqhiyyah ashlu fil asya‟ al-ibahah 65

(بصل ف الأص ياء الأبحة) menunjukkan

bahwa musik itu diharuskan selagimana tidak ada unsur-unsur yang melanggar

63 https://media.isnet.org/kmi/islam/Qardhawi/masyarakat/laguharam.html, diakses

tanggal 08 Julai 2019 64

Abd Latif Muda dan Rosmawati Ali, “Perbahasan Kaedah-Kaedah Fiqh”, (Petaling

Jaya Malaysia: Ilham Abati Enterprise, 2000), hlm.12 65

Ibid.hlm. 79

Page 69: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

54

syariat sepertimana yang telah disebutkan oleh Syaikh Yusuf al-Qaradhawi di

dalam kitabnya halal dan haram dalam Islam.

Adapun disisi Syaikh Abd Aziz bin Baz beliau cenderung menggunakan

kaidah fiqhiyyah yaitu ad dararu yuzal رر يزال()الض yang membawa arti menutup

segala pintu kemudharatan.66

Beliau melihat bahwa musik tanpa mengira jenis dan

isinya adalah dilarang di dalam Islam. Syaikh Abd Aziz bin Baz mengatakan

bahwa musik akan membawa kepada kelalaian maka atas dasar menutup

kemudharatan, musik diharamkan.

B. Pendapat Yang Rajih dan Marjuh

Setelah kita meneliti dan menganalisa kekuatan dalil serta hujah yang

dipakai oleh Syaikh Yusuf al-Qaradhawi dan Syaikh Abd Aziz bin Baz, maka

timbul satu pertanyaan yang mana antara kedua fatwa tersebut yang lebih rajih

dan marjuh untuk diimplementasikan dalam zaman kontemporer?

Sebagaimana yang dapat kita saksikan pada hari ini bahwa elemen musik

telah banyak diterapkan dalam berbagai aspek seperti dakwah dan kehidupan

sosial. Bahkan pada hari ini telah menjadi adat kebiasaan masyarakat memainkan

musik dalam majelis-majelis tertentu seperti walimatul urus, perayaan idul fitri,

majelis Maulidur Rasul dan sebagainya. Maka, adakah dengan memainkan musik

ini dalam majelis-majelis tersebut menatijahkan kepada pengharamannya apabila

kita berpegang dengan pendapat yang menyatakan musik itu adalah melalaikan

dan dilarang dalam Islam.

66

Ibid.hlm. 49

Page 70: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

55

Kita tidak menafikan bahwa telah banyak wujud seni musik yang bercampur

dengan unsur-unsur yang boleh melalaikan orang yang mendengarkannya. Ada

juga seni musik yang sehingga tahap boleh mencemari aqidah dan pegangan

agama seseorang muslim itu. Hal ini demikian banyak terjadi karena lirik musik

yang cuba merendahkan ketinggian dan kesucian agama Islam dengan wujudnya

penghinaan kepada Allah SWT, para Nabi dan Rasul serta segala perkara yang

menjadi suatu kemuliaan dalam Islam. Maka hal ini jelas membawa kepada

haramnya musik itu dan wajib bagi umat Islam menghindarinya.

Apabila kita melihat sejarah dan fungsi musik pada masa yang lampau, pasti

kita akan menemukan peran besar musik terhadap sesebuah masyarakat bahkan

Islam itu sendiri. Bangsa Arab pada masa kejayaannya tidak dikenal kecuali

karena ketinggian sastra dan kemahirannya dalam bermusik dan bersyair.

Sebelum Islam datang, orang-orang Arab jahiliyah sudah mempunyai

kesusateraan yang baik. Pada masa itu setiap diadakan pasar tahunan dimana

orang mengadakan mengadakan sayembara mengarang syair. Syair jahiliyah

umumnya bersajak, memiliki keserasian nada, irama dan makna. Syair-syair

tersebut mengandung gambaran kehidupan badwi yang sederhana, tentang

pemburuan, unta, padang pasir, kebanggaan, berhala, ratapan dan pujian yang

berlebih-lebihan terhadap wanita yang dikasihi dan dicintai.67

67

Susmihara, Rahmat, “Sejarah Islam Klasik”, (Yogyakarta: Dar-Manhaj, 2013), hlm. 18

Page 71: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

56

Kemudian, Nabi Muhammad SAW datang dengan wahyu al-Qurannya dan

itulah bukti kemenangan yang tidak tertandingi oleh sastra Arab. Nabi

Muhammad SAW juga merupakan seorang sastrawan dan pengkhotbah yang

belum pernah ada tandingaanya di kalangan bangsa Arab.68

Ketika wilayah Islam

meluas, kaum muslimin berbaur dengan berbagai bangsa yang masing-masing

mempunyai kebudayaan dan kesenian sehingga terbukalah mata mereka kepada

mereka kesenian suara dengan mengambil musik-musik Persia dan Romawi.69

Menurut pengamatan sebagian tokoh terkemuka, seni musik sempat

mengalami kemerosotan pada masa Nabi, hal ini dikarenakan seni musik tersebut

digunakan sebagai media penyebaran ajaran-ajaran bathil dan untuk memperolok-

olok dakwah Nabi Muhammad SAW. Seiring dengan perkembangan waktu,

warna syair berubah sesuai dengan perubahan masyarakat. Isinya lebih banyak

tentang pujian dan sanjungan terhadap khalifah, tentang dakwah, semangat

peperangan dan terhindar dari kesesatan.70

Dalam dunia nusantara, Islam pada peringkat awalnya disebarkan

menggunakan kesenian musik, segala mesej dakwah dan kata-kata nasihat

disampaikan dengan dihiasi musik. Para pendagang dan pendakwah yang datang

ke dunia melayu menyebarkan Islam kepada penduduk asli dimana ketika itu

masyarakat asli berpegang dan mengamalkan tradisi Hindhu-Buddha. Maulana

Makdum Ibrahim atau lebih dikenali dengan Sunan Bonang sering menggunakan

68

Luthfi Arif, “Ensiklopedia Kemukjizatan Al-Quran”, (Jakarta: Bina Ilmu, 2013), hlm.

100 69

Abdurrahman al-Baghdadi, “Seni dalam Pandangan Islam”, (Jakarta: At-Tibyan,

2001), hlm. 19 70

Susmihara, Rahmat, “Sejarah Islam Klasik”, (Yogyakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013),

hlm. 176

Page 72: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

57

kesenian rakyat untuk menarik simpati mereka. Sunan Bonang memahami bahwa

dakwah melalui kesenian adalah suatu cara yang tepati, maka beliau mempelajari

kesenian. Jawa antara lain seni bonang. Bonang adalah sejenis alat musik

tradisional yang terdiri dari kuningan yang bagian tengahnya berbentuk lonjong,

bila bagian itu dipukul dengan kayu lunak maka akan muncul suara yang merdu.

Setiap kali Sunan Bonang membunyikan alat musik tersebut pasti banyak

penduduk yang berdatangan ingin mendengarkan sekaligus menyaksikannya.

Dengan cara inilah Sunan Bonang menyebarkan ajaran Agama Islam kepada

masyarakat, setelah rakyat bersimpati lalu beliau menyisipkan ajaran-ajaran Islam

kepada mereka.71

Akhirnya masyarakat ketika itu, tertarik dengan ajaran Islam

dan mula meninggalkan ajaran lama mereka setelah sekian lama mengamalkan

ajaran Hindu-Buddha.

Maka dapat disimpulkan di sini bahwa fatwa yang dibawa oleh Syaikh

Yusuf al-Qaradhawi terhadap keharusan musik dalam Islam selagimana sesuai

dengan aturan syara‟ lebih sesuai diterapkan dalam masyarakat pada hari ini.

Apabila ditinjau hujah yang dipakai oleh Syaikh Yusuf al-Qaradhawi, maka kita

mendapati bahwa beliau memilih jalan dengan menafsirkan kalimah lahwal hadis

dengan tafsiran yang lebih terbuka sehingga tidak menyempitkan arti kalimah

tersebut tanpa mengira bentuk dan cara penyampaian musik itu. Adapun hadis,

maka Syaikh Yusuf al-Qaradhawi menggunakan beberapa hadis dalam

mendokong pendapat beliau yang mana hadis tersebut menjadi dalil yang sorih

menunjukkan keharusan musik. Kondisi masyarakat Islam pada hari ini

71

https;//m.gomuslims.co.id/read/khazanah/2017/11/24/6205/mengenal-sunan-bonang-

wali-asal-tuban-yang-berdakwah-lewat-sastra.html diakses tanggal 21 Julai 2019

Page 73: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

58

memerlukan bagi mesej-mesej dakwah disampaikan dengan kesenian musik. Hal

ini bertepatan dengan jiwa nurani seseorang yang gemar akan kesenian yang

indah. Namun sekiranya kesenian musik dicampur dengan unsur-unsur yang

haram seperti lirik yang melalaikan, maka hal ini sudah pasti dilarang di dalam

Islam dan sewajarnya umat Islam itu menjauhkan diri padanya.

Pada sisi yang lain, sekiranya peneliti mengaplikasi pendapat yang

diterbitkan oleh Syaikh Abd Aziz bin Baz, maka akan terdapat beberapa

konsenkuensi yang bakal dihadapi dalam masyarakat Islam. Hal ini demikian

karena secara umumnya, pendapat beliau tidak sesuai digunapakai dalam

masyarakat kontemporer. Antara dampak negatif seandainya fatwa tersebut

diterima pakai, maka peneliti mendapati bahwa pesan-pesan dakwah akan

berdepan dengan kesukaran untuk dikembangkan kepada masyarakat. Wasilah

kesenian musik sekiranya tidak diguna bagi menyebar pesan dakwah, maka akan

hilang salah satu platform penyebaran pesan-pesan dalam dunia dakwah. Apatah

lagi sejak mutakhir ini, musuh-musuh Islam mulai menyebarkan fahaman dan

ajaran yang menyeleweng lewat seni musik dengan tujuan merosakkan umat

Islam. Baik dari pemikiran, cara hidup maupun pegangan akidah umat Islam.

Page 74: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

59

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada bahagian akhir penulisan ini, penulis akan cuba menyimpulkan

beberapa kesimpulan sebagai titik akhir daripada uraian permasalahan dan

pembahasan yang penulis garap. Kesimpulan-kesimpulan yang penulis

maksudkan adalah seperti berikut:

1. Syaikh Yusuf al-Qaradhawi dalam penetapan hukum terhadap musik

dalam Islam, maka diketahui bahwa beliau secara umumnya

memfatwakan bahwa musik itu adalah bersifat mubah (harus). Beliau

menggunakan dalil-dalil al-Quran, hadis, metode istinbat bayani al-

batin juga metode istislahi dan kaidah-kaidah fiqhiyyah seperti al-

umuru bi maqasidiha )الأموربمقاصدىا( dan ashlu fil asya‟ al ibahah,

بحة( dalam hasil karyanya juga halal wal haram fil )بصل ف الأص ياء الا

Islam, Syaikh Yusuf al-Qaradhawi menetapkan syarat-syarat yang

harus dipatuhi supaya hukum musik yang asalnya harus berubah

kepada haram. Syarat-syarat tersebut adalah kandungan lirik lagu

tidak mengandungi unsur-unsur yang menyalahi akidah serta syariat

Islam. Lirik yang benar serta penyampaiannya yang tidak

menimbulkan fitnah dan menaikkan syahwat. Bebas dari percampuran

dari lelaki dan perempuan yang bukan mahram apatah lagi

memperlihatkan aurat. Selain itu, Syaikh Yusuf al-Qaradhawi juga

59

Page 75: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

60

mensyaratkan tiada unsur pembaziran supaya hukum musik itu kekal

diharuskan. Syarat yang kelima yaitu bahwa tidak ada unsur-unsur

perkara yang haram seperti meminum arak, dipenuhi dengan perkara

yang mungkar dan maksiat.

2. Syaikh Abd Aziz bin Baz dalam penetapan hukum terhadap musik

dalam Islam, maka diketahui bahwa beliau secara umumnya

memfatwakan bahwa musik itu adalah haram hukumnya. Ini karena

musik itu merupakan perbuatan mungkar yang dapat menimbulkan

penyakit, kekerasan hati dan dapat membuat manusia lalai dari

mengingati Allah SWT serta lalai melaksanakan shalat. Beliau

menafsirkan kalimat istilah lahwal hadis dengan tafsiran umum yang

akhirnya mengkategorikan musik itu sebagian daripada perkara yang

diharamkan secara total. Syaikh Abd Aziz bin Baz menggunakan

dalil-dalil al-Quran, hadis, metode istinbat bayani az-zahir juga

metode istislahi dan kaidah-kaidah fiqhiyyah seperti ad dararu yuzal

ر يزال( )امضر

3. Pendapat yang lebih rajih dan marjuh untuk diimplementasikan dalam

masyarakat Islam kontemporer adalah pendapat yang dikeluarkan oleh

Syaikh Yusuf al-Qaradhawi, hal ini demikian karena pendapat

tersebut meraikan kondisi dan keperluan masyarakat yang dilihat

cenderung terhadap musik. Maka dengan itu, dalam usaha

menyampaikan mesej dakwah, para pendakwah memasukkan elemen-

elemen musik yang mampu menarik minat masyarkat untuk menerima

Page 76: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

61

pesan yang disampaikan. Dalam hal yang lain, fatwa ini juga memberi

kebebasan untuk umat Islam berhibur dalam masa yang sama tidak

melanggar aturan syariat Islam.

B. Saran

1. Masyarakat perlu bersifat terbuka dan mencoba untuk memahami

sesebuah fatwa supaya tidak mudah menghukumi dan menyempitkan

sesuatu perkara. Hal ini demikian supaya perbedaan pendapat diraikan

tanpa mencela dan merendahkan orang yang tidak sependapat

dengannya.

2. Adalah sangat dianjurkan penggiat seni untuk merebut peluang dalam

menyampaikan pesan-pesan positif dan dakwah yang dihiasi dengan

musik. Hal ini adalah karena keadaan masyarakat Islam pada hari ini

yang gemar kepada bunyi-bunyian akan kesenian musik. Pesan-pesan

positif dilihat lebih mudah mencapai sasaran dan maksud apabila

digandingkan dengan kesenian musik.

3. Pemerintah sewajarnya mengambil inisiatif mewujudkan standar yang

perlu dipatuhi oleh pemusik dalam menghasilkan karya musik supaya

musik-musik yang bercampur dengan elemen negatif seperti musik

yang melalaikan serta lirik lagu yang merosakkan pemikiran apatah

lagi aqidah.

Page 77: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

62

C. Kata Penutup

Alhamdulillah syukur ke hadrat Allah SWT atas limpah kurnia dan

inayahnya serta selawat dan salam atas junjungan besar Nabi Muhammad SAW.

Dengan izin-Nya akhirnya penukis dapat menyiapkan skripsi yang berjudul

“MUSIK DALAM ISLAM: ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPAT

ANTARA SYAIKH YUSUF AL-QARADHAWI DAN SYAIKH ABD AZIZ

BIN BAZ” dengan baik. Dengan selesainya skripsi ini tidak bermakna ia

sempurna daripada apa yang diperoleh.

Akhirnya penat lelah penulis terbayar dengan siapnya skripsi ini. Walaupun

melalui pelbagai cabaran dan dugaan, namun ia tidah mematahkan semangat

penulis untuk meneruskan menyiapkan skripsi ini malah pengalaman ini penulis

menganggap sebagai pengalaman yang sangat berharga. Tidak lupa juga penulis

ingin mengucapkan terima kasih kepada mereka yang terlibat secara langsung dan

tidak langsung karena banyak membantu penulis dalam proses menyiapkan

skripsi ini, hanya Allah SWT dapat membalas jasa dan budi kalian.

Di samping itu, penulis berharap usaha ini dapat dijadikan manfaat kepada

yang membaca juga kepada perkembangan ilmu Islam. Oleh karena itu, penulis

berbesar hati jika ada kritikan dan saranan yang sifatnya membangun demi

pembaikan yang akan datang. Moga kita semua memperoleh hidayah, keredhaan

dan keberkatan Allah SWT, amin.

Page 78: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

63

DAFTAR PUSTAKA

A. Literatur

Al-Quran Al-Karim Transliterasi Bahasa Indonesia, Jakarta Indonesia:

2016

Abdul Aziz bin Baz, “Al-Fatawa Asy-Syariyyah fil Masail Asy-

Syariyyah Min Fatawa Ulama al Balad al-Haram”, terj: Hanif

Yahya, Musthofa „Aini, “Fatwa-Fatwa Terkini” Jakarta: Darul

Haq, 2008.

Abdurrahman al-Baghdadi, “Seni dalam Pandangan Islam”, Jakarta:

At-Tibyan, 2001.

Abd Latif Muda dan Rosmawati Ali, “Pengantar Usul Fiqh”, Kuala

Lumpur Malaysia: Ilham Abati Enterprise, 2012.

Abd Latif Muda dan Rosmawati Ali, “Perbahasan Kaedah-Kaedah

Fiqh”, Petaling Jaya Malaysia: Ilham Abati Enterprise, 2000.

Basri bin Ibrahim al-Hasani, “Ijtihad Baru Fiqh: Titik Tolak dan

Aliran-Alirannya”, Johor Bahru Malaysia: Dar al-Manhaj, 2003.

Bustanuddin Agus, “Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial”, Jakarta

Indonesia: At-Tibyan, 1999.

Hasbiyallah, “Fiqh dan Usul Fiqh, Metode Istinbath dan Istidlal, Solo

Jawa Tengah Indonesia: Dar al-Manhaj, 2013.

Hepi Andi Bastoni, “Di Balik Fatwa Kontroversial Yusuf al-

Qaradhawi”, Jakarta: Pustaka Cahaya Kasturi, 2013.

Page 79: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

64

Imam Nawawi, “Hadis Arbain”, terj: Abu Zaid Abdillah,

“Terjemahan Hadis Arbain” Solo: Rajawali Pers, 2017.

Khalid al-Juraisy, “Fatwa-Fatwa Terkini Jilid I” Bekasi Jawa Barat

Indonesia: Bina Ilmu, 2015.

Luthfi Arif, “Ensiklopedia Kemukjizatan Al-Quran”, Jakarta: Bina

Ilmu, 2013.

Muhammad bin Ismail, “Sahih Bukhari”, Beirut: Dar-Media 2007.

Nugraha Waluya, “Biografi Syaikh bin Baz”, Jawa Barat: Pustaka

Khazanah Fatwa, 2010.

Satria Effendi M. Zein, “Ushul Fiqh”, Jakarta Indonesia: Prenada

Media, 2005.

Susmihara, Rahmat, “Sejarah Islam Klasik”, Yogyakarta: Pustaka Al-

Kautsar, 2013.

Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, “Kamus Ilmu Usul Fiqh”,

Jakarta Indonesia: At-Tibyan, 2005.

Tim Penyusun, “Kamus Bahasa Indonesia”, Jakarta: Pusat Bahasa

Departemen Pendidikan Nasional, 2008.

Yusuf al-Qaradhawi, “Al-Halal wal Haram fil Islam”, terj:

Mu‟ammal Hamidy, “Halal dan Haram Dalam Islam”,Surabaya:

Bina Ilmu, 2010.

Yusuf al-Qaradhawi, “Al-Halal wal Haram fil Islam”, terj: Yoss

Rizal, “Halal dan Haram Dalam Islam” Kuala Lumpur: Seribu

Dinar, 2014.

Page 80: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

65

Yusuf Al-Qaradhawi, “Man Haza Islam Fatawa Muasirah”, terj.Moh.

Suri Sudahri, Entin Rani‟ah Ramlan, “Fatwa-Fatwa Kontemporer

Jilid III: Hukum Mendengarkan Nyanyian”, Jakarta: Pustaka Al-

Kautsar, 1995.

Zulkifli Mohamad al-Bakri, “Biografi Ringkas Dr Yusuf al-

Qaradhawi”, Negeri Sembilan: Sri Saujana Marketing, 2013.

B. Jurnal, Skripsi

Abd Aziz bin Harjin, “Seni Dan Hiburan Dalam Islam”, Pensyarah

Tamadun Islam, Universiti Teknologi MARA, Perlis Malaysia,

(2006).

Abu Bakar bin Yang, “Islam dan Hiburan”, Kertas kerja dalam

Seminar Serantau Dakwah dan Kesenian, Universiti Kebangsaan

Malaysia, (2006).

Fathurrahman Azhari, “Dinamika Perubahan Sosial dan Hukum

Islam”, Jurnal Pemikiran Islam, Kalimantan Selatan Indonesia,

(2016).

Lukmanul Hakim Hanafi dan Raja Raziff Raja Shaharuddin,

“Hiburan: Muzik, Nyanyian, Nasyid dari Perspektif Fiqh dan

Fatwa”. Jurnal Pengurusan dan Penyelidikan Fatwa, Universiti

Sains Islam Malaysia, Negeri Sembilan Malaysia, (2014).

Page 81: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

66

C. Internet

https;//m.gomuslims.co.id/read/khazanah/2017/11/24/6205/mengenal-

sunan-bonang-wali-asal-tuban-yang-berdakwah-lewat-sastra.html

diakses tanggal 21 Julai 2019

https://media.isnet.org/kmi/islam/Qardhawi/masyarakat/laguharam.ht

ml, diakses tanggal 08 Julai 2019

Page 82: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI

CURRICULUM VITAE

Nama : Ahmad Syaqirin bin Shaharin

NIM : SPM 103170018

Tempat / Tanggal Lahir : Kuala Lumpur / 08 Juli 1996

Email : [email protected]

Jenis Kelamin : Lelaki

Alamat Asal : 3A Jalan Raja Ali, Kampung Baru 50300 Kuala

Lumpur.

Alamat Sekarang : Mess Pelajar Malaysia,

No. 44, RT. 27, RW. 08, Jalan Melur 2,

Kelurahan Simpang IV Sipin,

Telanaipura,

36124, Jambi, Indonesia.

Pekerjaan : Mahasiswa

Pendidikan : -

No Jenis Pendidikan Tempat Tahun

Tamat

1. Tadika An-Nadhir Kuala Lumpur,

Malaysia

2000-2001

2. Pusat Tahfiz Darul Haafizhin Kuala Lumpur,

Malaysia

2001-2007

3. Maahad Hafiz Selangor,

Malaysia

2008-2011

4. Darul Quran Wal Hadith

Selangor,

Malaysia

2012-2013

5. Kolej Islam As-Sofa

Selangor,

Malaysia

2014-2016

6.

UIN Sultan Thaha Saifuddin

Jambi, Indonesia Okt 2017-Okt 2019

Page 83: ii - Welcome to Repository UIN JAMBI - Repository UIN JAMBI