ii
iii
iv
v
vi
MOTTO
بسم الله الرحمن الرحيم
م من ف )وعن عا ئضة بن بب بكر رض الله عنو دخل عليها و عندىا جاريتان ف بي
و بكر, فكضف امنب عيد الأضحى( ثغنيان وثضربن, وامنب صلى الله عليه وسلم متغش بثوبو, فانترها بب
م و صلى الله عليه وسلم عن وج ا بي عيد وقال: دعيما ي بب بكر, فأن
“Dan dari Aisyah r.a. sesungguhnya Abu Bakar pernah masuk kepadanya,
sedangkan di sampingnya ada dua gadis (hamba sahaya) yang sedang
menyanyi dan memukul gendang pada hari Mina (Idul Adha) sedangkan
Nabi Muhammad SAW menutup wajahnya dengan pakaiannya, maka
diusirlah dua gadis itu oleh Abu Bakar. Lantas, Nabi Muhammad SAW
membuka wajahnya dan berkata kepada Abu Bakar, biarkanlah mereka itu
wahai Abu Bakar sebab hari ini adalah hari raya (hari bersenang-
senang).”1
1 Muhammad bin Ismail, bab perilaku budi pekerti Nabi Muhammad SAW dan sahabat,
hadis no. 987, “Sahih Bukhari”, (Beirut: Dar-Media, 2007), hlm. 5411
vii
ABSTRAK
Skripsi yang berjudul Musik Dalam Islam: Analisis Perbandingan Pendapat
Antara Syaikh Yusuf al-Qaradhawi dan Syaikh Abd Aziz bin Baz. Skripsi ini
bertujuan untuk mengungkap dasar hukum dan metode istinbat menurut Syaikh
Yusuf al-Qaradhawi dan Syaikh Abd Aziz bin Baz mengenai musik dalam Islam
serta mengetahui pendapat manakah antara dua tokoh tersebut yang lebih rajih
untuk diimplementasikan pada zaman kontemporer. Tujuan lain antaranya ingin
mengetahui analisis komparatif antara Syaikh Yusuf al-Qaradhawi dan Syaikh
Abd Aziz bin Baz tentang musik dalam Islam. Pendekatan penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualiltatif dengan
menggunakan metode diskriptif. Instrumen pengumpulan data adalah melalui
studi dokumentasi atau studi literatur. Jenis penelitian yang digunakan dalam
kajian ini yaitu library research (kajian pustaka) supaya penulis dapat meneliti
dan membahas kajian ini secara rinci dan membahas permasalahan ini dengan
lebih mendalam. Dengan menggunkakan data primer yaitu daripada kitab-kitab
seperti Halal dan Haram dalam Islam, Fatwa-fatwa Terkini, manakala data
sekunder yang merupakan data pelengkap atau pendukung yang diperoleh melalui
buku-buku, jurnal dan juga artikel-artikel. Maka di dalam skripsi ini, Syaikh
Yusuf al-Qaradhawi memberi pendapat bahwa musik dalam Islam itu hukumnya
mubah (diharuskan) selagimana selari dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan
oleh syara‟. Adapun di sisi Syaikh Abd Aziz bin Baz, beliau berpendapat bahwa
musik itu hukumnya haram atas dasar membawa kepada kelalaian. Dalam
mendatangkan fatwa tersebut maka kedua tokoh ini mempunyai dasar dan hujah
mereka yang tersendiri sebagai sokongan dan dukungan ke atas pendapat mereka.
viii
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsi ini
Untuk orang-orang yang kucintai
Ibunda Dan Ayahanda Tercinta
Ayahanda Shaharin bin Abu Hashim dan Ibunda Rokayah binti Mohammed
Mustapha yang telah mendidik dan mengasuh anakanda dari kecil hingga dewasa
dengan penuh kasih sayang, agar kelak anakanda menjadi anak yang berbakti
kepada kedua orang tua dan berguna bagi Agama, Nusa dan Bangsa, dan dapat
meraih cita-cita.
Kekanda Di Sayangi
Untuk kakanda (Syahariah Nuriah binti Shaharin dan Ahmad Syamil bin
Shaharin) yang banyak memberi motivasi dan memberi sokongan serta terima
kasih di atas segala perhatian dan dorongan yang diberikan, semoga segala
sesuatu yang terjadi di antara kita merupakan rahmat dan anugerah dari-Nya, serta
menjadi sesuatu yang indah buat selama-lamanya.
Dosen Pebimbing
Tidak lupa kepada kedua-dua pembimbing saya yaitu
Bapak Dr. A.A. Miftah, M.Ag. dan Bapak Alhusni, S.Ag., M.HI karena banyak
ilmu yang dicurahkan dan banyak memberi tunjuk ajar kepada saya arti daya dan
upaya untuk menghadapi cabaran hidup.
Murabbi, Ustaz dan Ustazah
Tidak lupa saya ucapkan jutaan terima kasih kepada Murabbi yang mendidik
rohani saya iaitu Syaikh Muhammad Fuad bin Kamaluddin al-Maliki, Ustaz
Muhammad Amir Naqiuddin, Ustazah Nur Fatien Atiera binti Ros Nizam dan
ustaz, ustazah yang lain diatas segala doa dan harapan.
ix
Teman-Teman Seperjuangan
Serta tak lupa pula terima kasih juga untuk insan yang tercinta yaitu sahabat
sejatiku Aizah Hasbullah, Muhammad Nor Adli, Cyril Methodius, Yusuf,
Muhammad Mirza, Afrizal, Izdihar, Muaz Azhar, Luqman Hakim, Nur Fatien
Atiera, Nor Farhana, Bintu Afiqah, Nor Farah Ain, serta teman-temanku lain yang
tergabung dalam Persatuan Kebangsaan Pelajar-Pelajar Malaysia di Indonesia
Cabang Jambi, serta teman-teman dari Indonesia maupun teman-teman yang
berada di Malaysia, yang setia telah memberikan semangat dan dorongan di kala
suka maupun duka, semoga persahabatan kita tetap terjalin dengan baik dan
semoga ini semua menjadi kenangan yang terindah dalam hidupku.
Terima kasih atas segalanya.
x
KATA PENGANTAR
حين حمن الر بسن الل الر
السلام عليكن ورحمة الله وبركاته
Puji dan syukur yang sedalam-dalamnya penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya. Shalawat dan Salam turut dilimpahkan
kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW yang sangat dicintai.
Alhamdulillah dalam usaha menyelesaikan skripsi ini penulis senantiasa diberi
nikmat kesehatan dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
yang berjudul “Musik Dalam Islam: Analisis Perbandingan Pendapat Antara
Syaikh Yusuf al-Qaradhawi dan Syaikh Abd Aziz bin Baz”.
Skripsi ini disusun sebagai sumbangan pemikiran terhadap pengembangan
ilmu syariah dalam bagian ilmu perbandingan mazhab tentang fatwa. Juga
memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1)
dalam Jurusan Perbandingan Mazhab pada Fakultas Syariah Universitas Islam
Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Indonesia.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis akui tidak terlepas dari menerima
hambatan dan halangan baik dalam masa pengumpulan data maupun
penyusunannya. Situasi yang mencabar dari awal hingga ke akhir menambahkan
lagi daya usaha untuk menyelesaikan skipsi ini agar selari dengan penjadualan.
Dan berkat kesabaran dan sokongan dari berbagai pihak, maka skripsi ini dapat
juga diselesaikan dengan baik seperti yang diharapkan.
Oleh karena itu, hal yang pantas penulis ucapkan adalah jutaan terima
kasih kepada semua pihak yang turut membantu sama ada secara langsung
maupun secara tidak langsung menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada:
1. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, MA Rektor UIN STS Jambi, Indonesia.
2. Bapak Dr. AA. Miftah, Dekan Fakultas Syariah UIN STS Jambi,
Indonesia.
Bapak. Hermanto Harun, Lc, Ph.D selaku Wakil Dekan Bidang Akademik, Ibu
Rahmi Hidayati, S.Ag, M.HI, Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum,
Perancangan dan Keuangan dan Ibu Dr. Yulianti, S,Ag.M.HI,
xi
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN..................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................................... iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN............................................................. iv
SURAT PERNYATAAN.............................................................................. v
MOTTO…………………………………………………………………….. vi
ABSTRAK..................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN………………………………………………………….. viii
KATA PENGANTAR…………………………………………………….. x
DAFTAR ISI……………………………………………………………….. xii
TRANSLITERASI........................................................................................ xiv
DAFTAR SINGKATAN………………………………………………….. xv
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………………1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………..5
C. Batasan Masalah…………………………………………………………5
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian………………………………………...6
E. Kerangka Teori…………………………………………………………..7
F. Tinjauan Pustaka…………………………………………………….......19
G. Metodologi Penelitian…………………………………………………...22
H. Sistematika Penulisan…………………………………………………....25
xiii
BAB II: BIOGRAFI TOKOH
A. Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi…………………………………………......27
B. Syaikh Abd Aziz bin Baz………………………………………………...34
BAB III: PANDANGAN YUSUF AL-QARADHAWI DAN SYAIKH ABD
AZIZ BIN BAZ TERHADAP MUSIK
A. Dalil Hukum dan Metode Istinbat SyaikhYusuf al-Qaradhawi………….38
B. Dalil Hukum dan Metode Istinbat Syaikh Abd Aziz bin Baz…………....45
BAB IV: ANALISIS FATWA
A. Kekuatan, Kelemahan Dalil dan Metode Istinbath ……………………...51
B. Pendapat Yang Rajih dan Marjuh………………….….............................56
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………………....61
B. Saran-saran……………………………………………………………….63
C. Kata Penutup……………………………………………………………..64
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
CURRICULUM VITAE
xiv
TRANSLITERASI
n ن gh غ sy ش kh خ a ا
w و f ف sh ص d د b ب
تtذdz ضdhقqهh
‟ ء kك thطr رtsث
yي lلzhظ zزjج
حhسs mم ’ ع
â = a panjang
î = u panjang
û = u panjang
Au = او Ay = اى
xv
DAFTAR SINGKATAN
UIN STS : Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin.
SWT : Subhanahuwata „ala.
SAW : Sallallahu „alaihiwasallam.
ra. : Radiallahu „an.
No. : Nomor.
Q.H : Al-Quran Dan Hadis.
cet. : Cetakan.
Hlm. : Halaman.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama Islam merupakan agama fitrah bagi manusia. Oleh sebab itu setiap
ajaran yang telah disyariatkan kepada umatnya sudah semestinya bertepatan dan
selari dengan fitrah manusiawi. Jika diperhatikan secara halus kita akan mendapati
bahwa setiap manusia itu tertarik dengan hiburan, khususnya terhadap seni musik.
Hal ini demikian karena seni musik mampu memberi pengaruh terhadap emosi
dan perlakuan seseorang. Apabila baik sesebuah seni musik itu maka ia akan
meninggalkan dampak positif terhadap seseorang, sebaliknya sekiranya buruk
sesebuah seni musik itu buruk jualah dampak terhadap seseorang. Maka dengan
itu, umat Islam perlu sadar bahwa seni musik dalam Islam itu ada batasannya
yang perlu dijaga supaya sesuai dengan kehendak syarak.
Sadar atau tidak, seni musik pada hari ini semakin diminati dan mendapat
tempat dalam kalangan masyarakat Islam tanpa mengira yang tua maupun muda.
Apabila kita melihat industri musik pada hari ini, kita akan mendapati bahwa telah
muncul berbagai bentuk seni musik seperti qasidah, nasyid, dan sebagainya yang
berunsurkan islami demikian juga, yang lainnya seperti dangdut, pop, rock dan
sebagainya. Walau demikian, ia bukanlah suatu perkara asing yang harus
dipersoalkan keberadaannya, karena musik khususnya telah wujud pada zaman
Rasulullah SAW lagi. Sebaliknya yang harus ditanyakan adalah apakah batasan
seni musik yang dibenarkan menurut syarak.
1
2
Isu ini bukanlah perkara yang asing dalam kalangan para ulama‟
Mutaakhirin2 karena isu ini telah lama diperdebatkan pada zaman ulama‟
Mutaqaddimin.3 Ini adalah karena Islam telah menghidupkan cita rasa keindahan
dan menimbulkan rasa ketenangan dalam jiwa melalui seni musik. Akan tetapi
terdapat syarat-syarat yang digariskan dalam Islam terhadap perkara ini dalam
menghindari kerosakan dan kemudaratan dalam umat Islam.
Antara permasalahan yang menjadi kekeliruan masyarakat awam pada hari
ini adalah persoalan kewujudan batasan serta hukum seni musik dalam Islam,
begitu juga hukumnya samaada haram, halal, harus, makruh ataupun syubhah?
Persoalan-persoalan sedemikian timbul berpunca dari segolongan masyarakat
awam yang mengambil jalan pintas dengan mengatakan bahwa seni musik itu
adalah haram tanpa mendatangkan sebarang hujah maupun dalil. Dalam masa
yang sama ada juga yang mengatakan seni musik itu adalah harus.
Ulama‟ berselisih pendapat berhubung hukum seni musik menurut syarak.
Terdapat sebagian ulama‟ yang menetapkan hukum seni musik adalah haram
manakala sesetengah lagi menghalalkan dan tidak kurang ada juga yang
mengharuskannya. Setiap dari ulama‟ ini berpegang kepada pendirian masing-
masing berdasarkan kepada dalil-dalil serta autoriti yang dibawa dari ayat-ayat al-
Quran serta hadis-hadis yang ditinggalkan oleh Baginda SAW sebagai rujukan
mereka.
2 Ulama‟ yang menyampaikan dakwahnya selepas 700 tahun sehinggalah ke awal kurun
13 Hijrah. Mereka juga boleh dikelaskan sebagai ulama‟ khalaf. 3 Ulama‟ yang berada di tiga kurun pertama selepas nubuwwah (kenabian). Mereka juga
boleh dikelaskan sebagai ulama‟ salaf.
3
Menurut Syaikh Yusuf al-Qaradhawi, beliau lebih cenderung untuk
berpendapat bahwa musik itu halal karena asal segala sesuatau adalah halal
selama tidak ada nash yang mengharamkannya. Kalaupun ada dalil-dalil yang
mengharamkan musik, adakalanya dalil itu sharih (jelas) tetapi tidak sahih.
Tambah beliau, barangsiapa mendengarkan musik sehingga mendorongnya untuk
melakukan maksiat juga berada dalam keadaan yang lalai sudah pasti keadaan
seperti ini menyebabkan musik itu menjadi haram. Di sisi yang lain, seorang
pemusik yang menggunakan wadah musik untuk melalaikan umat Islam serta
menjauhkan mereka daripada kehidupan beragama juga menjadi antara sebab
musabbab ke atas pengharamannya. Dan barangsiapa yang mendengarnya dengan
niat untuk menghibur hatinya agar berghairah dalam mentaati Allah SWT dan
menjadikan dirinya rajin melakukan kebaikan, maka dia adalah orang yang taat
dan baik.4
Adapun Syaikh Abd Aziz bin Baz berpendapat bahwa sesungguhnya
mendengarkan nyanyian atau musik hukumnya adalah haram dan merupakan
perbuatan mungkar yang dapat menimbulkan penyakit, kekerasan hati dan dapat
membuat kita lalai dari mengingati Allah SWT. Kebanyakan ulama menafsirkan
istilah lahwal hadis (ucapan yang tidak berguna) dalam firman Allah SWT dengan
nyanyian atau musik. Berdasarkan firman Allah SWT:
محديث مناس من يضتي ميو ب
ومن ب
4 Yusuf Al-Qaradhawi, “Man Haza Islam Fatawa Muasirah”, terj.Moh. Suri Sudahri,
Entin Rani‟ah Ramlan, “Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid III: Hukum Mendengarkan Nyanyian”,
(Jakarta: Gema Insani Press. 1995), hlm. 700
4
“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang
tidak berguna.”5
Abdullah bin Mas‟ud Radhiyallahu „anhu bersumpah bahwa yang dimaksud
dengan kata lahwal hadis adalah nyanyian atau musik. Jika musik tersebut diiringi
oleh musik rebab, kecapi, biola, serta gendang, maka kadar keharamannya
semakin bertambah. Sebagian ulama bersepakat bahwa nyanyian yang diiringi
oleh alat musik hukumnya adalah haram, maka wajib untuk dijauhi.6
Penelitian ini dilihat amat penting dalam merungkai perbedaan fatwa yang
terjadi antara kedua-dua tokoh tersebut. Apakah faktor metode tafsiran dan tahap
pemahaman sesebuah dalil menjadi hujah perbedaan tersebut. Begitu juga sama
ada uruf serta budaya masyarakat setempat menyumbang kepada terjadinya
perselisihan anatara Syaikh Yusuf al-Qaradhawi dan Syaikh Abd Aziz bin Baz.
Sekiranya hal yang demikian terjadi, maka amatlah penting bagi kita menjelaskan
faktor yang menjadi akar kepada permasalahan ini supaya para pembaca secara
umumnya dapat memahami alas an atas perbedaan yang terjadi antara para
ilmuan.
Secara kesimpulannya, Syaikh Yusuf al-Qaradhawi dan Syaikh Abd Aziz
bin Baz mempunyai tafsiran yang saling bertentangan terhadap hukum musik
dalam Islam. Perkara ini antaranya berpunca daripada metode penafsiran serta
kaedah takhrij hukum yang berbeda antara keduanya. Di sisi yang lain, kadar
5 QS. Luqman 31: (6)
6 Khalid al-Juraisy, “Fatwa-Fatwa Terkini Jilid I”, (Bekasi Jawa Barat: Bina Ilmu,
2015), hlm 598
5
kefahaman kedua tokoh tersebut terhadap dalil al-Quran dan hadis juga berakhiran
terhadap penetapan hukum yang berbeda.
Dari isu yang dinyatakan di atas, maka penulis tertarik untuk mengangkat
satu judul kajian yaitu Musik Dalam Islam: Analisis Perbandingan Pendapat
Antara Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi dan Syaikh Abd Aziz bin Baz. Oleh itu,
kajian ini akan membincangkan seni musik dalam Islam serta pandangan Imam
muktabar. Selain itu, diperkenalkan konsep Islamisasi seni musik sebagai langkah
penyelesaian kreatif dan relevensinya menjadi hiburan bersesuaian dengan
tuntutan syarak.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah dasar hukum dan metode istinbat yang menghalalkan musik
menurut Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi?
2. Apakah dasar hukum dan metode istinbat yang mengharamkan musik
menurut Syaikh Abd Aziz bin Baz?
3. Pendapat manakah antara kedua tokoh tersebut yang lebih rajih dan
marjuh?
C. Batasan Masalah
Untuk memudahkan pembahasan serta tidak menyalahi sistematik
penulisan karya ilmiah sehingga membawa hasil yang diharapkan, maka penulis
membatasi masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini, sehingga tidak terkeluar
6
topik yaitu musik dalam Islam: analisis perbandingan pendapat antara Syaikh
Yusuf Al-Qaradhawi dan Syaikh Abd Aziz bin Baz.
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Bertitik tolak dari latar belakang masalah dan pokok permasalahan yang
menjadi pokok pembahasan, maka tujuan dan penelitian karya ilmiah ini adalah:
1. Tujuan Penelitian
a) Untuk mengetahui dasar hukum dan metode istinbat yang menghalalkan
musik dalam Islam yang dikehadapankan oleh Syaikh Yusuf Al-
Qaradhawi.
b) Untuk mengetahui dasar hukum dan metode istinbat yang mengharamkan
musik dalam Islam yang dikehadapankan Syeikh Abd Aziz bin Baz.
c) Untuk mengetahui pendapat tokoh mana yang lebih rajih dan marjuh.
2. Kegunaan Penelitian
a) Dari sisi akademis, hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan
pemikiran bagi perkembangan ilmu perbandingan mazhab dan dapat
dijadikan titik tolak bagi penelitian lebih lanjut.
b) Sebagai bahan bacaan dan rujukan bagi mahasiswa, penelitian dan
masyarakat seluruhnya melalui pembuatan dan penyusunan karya ilmiah
sacara baik.
c) Sebagai syarat untuk menyelesaikan program studi strata satu (S1) pada
jurusan Perbandingan Mazhab UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi.
7
E. Kerangka Teori
Kerangka teori sebagai pedoman bagi penulis dalam melakukan penelitian
guna untuk mengetahui maksud yang terkandung dalam judul proposal dan
menghindari penafsiran yang berbeda sehingga penulisan ini terarah dan lebih
baik maka skripsi ini sangat perlu untuk diperhatikan pengertian beberapa konsep
dibawah ini:
1. Ijtihad
Ijtihad dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) bermaksud usaha
bersungguh-sungguh yang dilakukan para ahli agama untuk mencapai suatu
putusan (simpulan) hukum syarak mengenai kasus yang penyelesaiannya belum
tertera dalam al-Quran dan as-Sunnah.7 Dari segi bahasa ijtihad adalah
kesungguhan, sepenuh hati atau serius. Lebih jelas lagi definisi ijtihad menurut
Abu Zahrah iaitu seorang ahli ushul fiqh yang hidup pada awal abad ke-20, di
mana beliau mendefinisikan ijtihad sebagai pengerahan seorang ahli fiqih akan
kemampuannya dalam upaya menemukan hukum yang berhubungan dengan amal
perbuatan dari satu per satu dalilnya. Pada definisi ini, ditegaskan bahwa pihak
yang mengerahkan kemampuannya itu adalah disebut sebagai mujtahid dan
tempat menemukan hukum-hukam itu adalah dari al-Quran, as-Sunnah, ijma‟ dan
qiyas. Secara umum ijtihad ialah sebuah usaha yang dijalankan secara
bersungguh-sungguh dalam memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas di
7 Tim Penyusun, “Kamus Bahasa Indonesia”, (Jakarta: Pusat Bahasa Departmen
Pendidikan Nasional, 2008), hlm. 210
8
dalam al-Quran dan hadith yang mana mensyaratkan pertimbangan yang matang
dan akal yang sihat.8
Ijtihad merupakan salah satu metode untuk istinbat hukum Islam.
Dibolehkannya ijtihad ini berdasarkan firman Allah SWT dan hadis. Baik yang
dinyatakan dengan jelas maupun yang dinyatakan dengan isyarat, diantaranya
firman Allah SWT yaitu:
زعت ن ثن فا لأمر منك
سول وبول ب مر
وبطيعوا ب لل
ين ءامنوا بطيعوا ب ل
ا ب أي ء ي ف
ل خي وبحسن ثأو ف خر ذ لأ ميوم ب
وب لل
ن كنت ثؤمنون بأ
سول ا مر
وب لل
ل ب
وه ا ٩٥يل رد
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan
ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.”9
Tujuan ijtihad adalah untuk memenuhi kebutuhan umat Islam dalam
melakukan ibadah kepada Allah SWT di tempat dan waktu yang tertentu.
Sedangkan fungsi ijtihad ialah untuk memperoleh solusi hukum. Fungsi ijtihad
memang sangat penting karena memiliki kedudukan dan legalitas di dalam Islam,
akan tetapi tidak semua orang berkelayakan untuk mengeluarkan ijtihad dan
8 Satria Effendi M. Zein, “Ushul Fiqh”, (Jakarta Indonesia: Prenada Media, 2005), hlm.
223 9 QS. An-Nisaa‟ 4: (59)
9
hanya orang tertentu sahaja yang boleh digelar sebagai Mujtahid.10
Syarat bergelar
sebagai mujtahid adalah:
1. Mengerti dengan makna-makna yang dikandung oleh ayat-ayat
hukum dalam al-Quran baik secara bahasa maupun menurut istilah
syariat.
2. Mengetahui tentang hadis-hadis hukum baik secara Bahasa
maupun dalam pemakaian syara‟.
3. Mengetahui tentang mana ayat atau hadis yang telah di mansukh
(telah dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Allah SWT atau Rasul-
Nya) dan mana ayat atau hadis yang menasakh atau sebagai
penggantinya.
4. Memiliki pengetahuan tentang masalah-masalah yang sudah terjadi
ijma‟ tentang hukumnya dan mengetahui tempat-tempatnya.
5. Mengetahui tentang seluk-beluk qiyas.
6. Menguasai Bahasa Arab serta ilmu-ilmu yang berhubung
dengannya.
7. Menguasai ilmu ushul fiqh seperti tentang hukum dan macam-
macamnya.
8. Mampu menangkap tujuan syariat dalam merumuskan suatu
hukum.
10
Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, “Kamus Ilmu Usul Fiqh”, (Jakarta
Indonesia: At-Tibyan, 2005), hlm. 111
10
Para ulama‟ telah menjelaskan bahwa ijtihad boleh berubah. Karenanya kita
dapati para ulama‟ bahkan Rasulullah SAW pernah memberikan fatwa yang
berbeda untuk permasalahan yang sama. Imam Syafi‟i memiliki kumpulan fatwa
baru (qaul jadid) yang berbeda dari fatwa-fatwa lama (qaul qadim). Faktor yang
mempengaruhi perubahan ijtihad itu adalah perubahan tempat, perubahan waktu,
perubahan kondisi dan perubahan tradisi („urf).11
Menurut Imam Ghazali objek ijtihad adalah setiap hukum syara‟ yang pada
asalnya tidak memiliki dalil yang qat‟i. Dengan demikian, syariat Islam dalam
kaitannya dengan ijtihad terbagi dalam dua bagian:12
1. Syariat yang boleh dijadikan lapangan ijtihad yaitu hukum yang
didasarkan pada dalil-dalil yang bersifat zhanni serta hukum-hukum
yang belum ada nash-nya dan ijma‟ para ulama‟.
2. Syariat yang tidak boleh dijadikan lapangan ijtihad yaitu hukum-hukum
yang telah dimaklumi sebagai landasan pokok Islam yang berdasarkan
pada dalil-dalil qat‟i seperti kewajiban melaksanakan rukun Islam atau
haramnya berzina, mencuri dan lain-lain.
Dalam mengeluarkan satu-satu ijtihad maka ia memerlukan kepada
beberapa metode yang boleh diaplikasikan oleh para mujtahid. Maka secara
11
Basri bin Ibrahim al-Hasani, “Ijtihad Baru Fiqh: Titik Tolak dan Aliran-Alirannya”,
(Johor Bahru Malaysia: Dar al-Manhaj, 2003), hlm. 141 12
Abd Latif Muda dan Rosmawati Ali, “Pengantar Usul Fiqh”, (Kuala Lumpur
Malaysia: Ilham Abati Enterprise, 2012), hlm. 209
11
umumnya metode ijtihad dapat dibagikan kepada beberapa bagian utama yang
terdiri dari lima unsur yaitu:13
1. Ijma‟ yaitu kesepakatan para imam mujtahid di antara umat Islam pada
suatu masa setelah Rasulullah SAW wafat terhadap hukum syara‟
tentang suatu masalah atau kejadian.
2. Qiyas yaitu menyamakan suatu kejadian yang tidak ada nash kepada
kejadian lain yang ada nashnya pada nash hukum yang telah menetapkan
lantaran adanya kesamaan antara dua kejadian itu dalam illat (sebab
terjadi) hukumnya.
3. Istishan yaitu meninggalkan hukum yang telah ditetapkan pada suatu
peristiwa atau kejadian yang ditetapkan pada suatu peristiwa atau
kejadian yang ditetapkan berdasarkan dalil syara‟ menuju hukum lain
dari peristiwa itu juga karena ada suatu dalil syara‟ yang mengharuskan
untuk meninggalkannya.
4. Masalihul mursalah yaitu suatu kemaslahatan dimana syar‟i tidak
mensyariatkan suatu hukum dalam rangka menciptakan kemaslahatan
disamping tidak terdapat dalil yang membenarkan atau menyalahkan
karenanya maslahah mursalah itu disebut mutlak lantaran tidak terdapat
dalil yang menyatakan benar salah.
5. „Urf adalah segala sesuatau yang sudah dikenal oleh manusia karena
telah menjadi kebiasaan atau tradisi baik bersifat perkataan, perbuatan
13
Ibid.hlm. 217
12
atau dalam kaitannya dengan meninggalkan perbuatan tertentu sekaligus
disebut adat.
Para Ilmuwan Islam mempunyai berbagai klasifikasi terhadap konsep
ijtihad. Misalnya, Dr. Dawalibi membagi ijtihad menjadi tiga bagian yang
sebagiannya sesuai dengan pendapat asy-Syatibi dalam kitab al-Muwafaqat
yaitu:14
1. Bayani yaitu ijtihad untuk menjelaskan hukum-hukum syara‟ dari nash.
2. Qiyasi yaitu ijtihad terhadap permasalahan yang tidak terdapat di dalam
al-Quran dan as-Sunnah dengan menggunakan metode qiyas.
3. Istishlah yaitu ijtihad terhadap permasalahan yang tidak terdapat di
dalam al-Quran dan as-Sunnah dengan menggunakan ra‟yu berdasarkan
kaidah istishlah.
2. Perubahan Sosial
Perubahan sosial secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses
pergeseran atau berubahnya struktur/tatanan di dalam masyarakat, meliputi pola
pikir yang lebih inovatif, sikap serta kehidupan sosialnya untuk mendapatkan
penghidupan yang lebih bermartabat. Pada dasarnya setiap masyarakat yang ada
di muka bumi ini dalam hidupnya dapat dipastikan akan mengalami apa yang
dinamakan dengan perubahan-perubahan.15
14
Basri bin Ibrahim al-Hasani, “Ijtihad Baru Fiqh: Titik Tolak dan Aliran-Alirannya”,
(Johor Bahru Malaysia: Dar al-Manhaj, 2003), hlm. 149 15
Bustanuddin Agus, “Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial”, Jakarta Indonesia: At-Tibyan,
1999), hlm. 9
13
Adapun perubahan tersebut, ianya hanya dapat diketahui dengan melakukan
suatu komparasi antara suatu masyarakat pada masa tertentu yang kemudian
dibandingkan dengan keadaan suatu masyarakat pada waktu yang lampau.
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam sesebuah masyarakat pada dasarnya
merupakan suatu proses yang terus menerus. Ini berarti bahwa setiap masyarakat,
pada kenyataannya akan mengalami perubahan-perubahan. Antara faktor-faktor
terjadinya perubahan sosial adalah:16
1. Perubahan kependudukan.
2. Penemuan-penemuan baru.
3. Pertentangan (konflik).
4. Terjadinya pemberontakan atau revolusi dalam masyarakat.
5. Perubahan yang diakibatkan oleh lingkungan fisik.
6. Peperangan.
7. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain.
Perubahan sosial masyarakat dari masa klasik ke masa kontemporer tentu
membutuhkan perubahan hukum. Di masa kontemporer ini, sosial masyarakat
ekonomi Islam misalnya, mereka tidak lagi menerapkan sebagian sistem hukum
muamalah yang sebagai hasil pemikiran fatwa ulama‟ klasik yang terdapat dalam
kitab-kitab fiqh klasik. Sosial masyarakat ekonomi telah melakukan terobosan-
terobosan yang memerlukan fatwa dan ketetapan hukum dari para ulama‟.
16
Fathurrahman Azhari, “Dinamika Perubahan Sosial dan Hukum Islam”, Jurnal
Pemikiran Islam, Kalimantan Selatan Indonesia, (2016), hlm. 199
14
Terobosan-terobosan itu yang melahirkan Kompilasi Hukum Ekonomi
Islam dan Fatwa-Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia
dalam berbagai jenis transaksi ekonomi Islam. Dalam ekonomi Islam kontemporer
terkadang penamaan produknya sama dengan penamaan produk ekonomi klasik,
tetapi dalam akad dan aplikasinya berbeda sebagaimana transaksi murabahah pada
lembaga keuangan syariah.
Misalnya dalam akad, jika dalam fiqh klasik dilarang terjadinya dua akad
dalam dalam satu produk, maka transaksi seperti itu berubah dengan adanya
beberapa akad (al-uqud al-murakab) namun akadnya diselesaikan satu persatu.17
Dalam hukum Islam, perubahan sosial, budaya dan letak geografis menjadi
variable penting yang ikut mempengaruhi adanya perubahan hukum. Para fuqaha‟
membuat kaidah fiqh la yunkar taghayyur al-ahkam bi taghayyur al-azman (tidak
dapat dipungkiri bahwa berubahnya hukum dengan sebab berubahnya zaman).18
Lebih khusus Ibn Qayyim al-Jauziyyah mengatakan faktor sosial tersebut
dirumuskan dalam empat hal yakni:19
1. Situasi zaman.
2. Situasi tempat.
3. Sebab keadaan dan keinginan.
4. Adat atau tradisi.
Faktor sosial tersebut Ibn Qayyim al-Jauziyyah buat dalam satu kaidah fiqh,
taghayyur al-fatwa bi taghayyur al-zaman wa al-makan wa al-ahwal wa al-adah
17
Ibid.hlm. 216 18
Abd Latif Muda dan Rosmawati Ali, “Perbahasan Kaedah-Kaedah Fiqh”, (Petaling
Jaya Malaysia: Ilham Abati Enterprise, 2000), hlm. 28 19
Fathurrahman Azhari, “Jurnal Dinamika Perubahan Sosial dan Hukum Islam”,
(Kalimantan Selatan Indonesia, 2016), hlm. 217
15
(berubahnya fatwa dengan sebab berubahnya masa, tempat, keadaan/niat dan
adat).20
Fatwa adalah hasil ijtihad seorang mufti sehubungan dengan peristiwa
hukum yang diajukan kepadanya. Fatwa bersifat dinamis karena merupakan
respon terhadap perkembangan baru yang dihadapi masyarakat. Karena itu, setiap
muncul persoalan yang sifatnya asing dan ia merupakan aktivitas baru yang belum
jelas kedudukan hukumnya diperlukan fatwa.21
3. Tarjih
Tarjih dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah memilih
pendapat yang dalilnya paling kuat di antara yang telah ada.22
Tarjih menurut
bahasa adalah membuat sesuatu atau cenderung atau mengalahkan. Menurut
istilah, menguatkan salah satu dari dua dalil yang zhanni untuk dapat diamalkan.23
Berdasarkan definisi itu diketahui bahwa dua dalil yang bertentangan dan
akan di-tarjih salah satunya itu sama-sama zhanni. Berbeda dengan itu, menurut
kalangan Hanafiyyah dua dalil yang bertentangan yang akan di-tarjih salah
satunya itu boleh jadi sama-sama qath‟i atau sama-sama zhanni. Oleh sebab itu,
mereka mendefinisikan tarjih sebagai upaya mencari keunggulan salah satu dari
20
Abd Latif Muda dan Rosmawati Ali, “Perbahasan Kaedah-Kaedah Fiqh”, Petaling
Jaya Malaysia: Ilham Abati Enterprise, 2000), hlm. 32 21
Fathurrahman Azhari, “Jurnal Dinamika Perubahan Sosial dan Hukum Islam”,
Kalimantan Selatan Indonesia, 2016, hlm. 218 22
Tim Penyusun, “Kamus Bahasa Indonesia”, (Jakarta: Pusat Bahasa Departmen
Pendidikan Nasional, 2008), hlm 514 23
Satria Effendi M. Zein, “Ushul Fiqh”, (Jakarta Indonesia: Pustaka Al-Bustan, 2005),
hlm. 221
16
dua dalil yang sama atas yang lain. Dalam definisi itu tidak dibatasi dengan dua
dalil yang zhanni saja.24
Ali ibn Saif al-Din al-Amidi iaitu ahli ushul fiqh kalangan Syafi‟iyyah
menjelaskan secara perinci metode tarjih. Metode tarjih yang berhubungan dengan
pertentangan antara dua nash atau lebih secara global yaitu:25
1. Tarjih dari segi sanad. Tarjih dari sisi ini mungkin dilakukan antara lain
dengan meneliti rawi yang menurut jumhur ulama‟ ushul fiqh. Hadith
yang diriwayatkan oleh perawi yang lebih banyak jumlahnya,
didahulukan atas hadith yang lebih sedikit.
2. Tarjih dari segi matan yang mungkin dilakukan dengan beberapa
bentuk, antara lain bahwa bilamana terjadi pertentangan antara dua dalil
tentang hukum suatu masalah, maka dalil yang melarang didahulukan
atas dalil yang membolehkan.
3. Tarjih dari segi adanya faktor luar yang mendukung salah satu dari dua
dalil yang bertentangan. Dalil yang didukung oleh dalil lain, termasuk
dalil yang merupakan hasil ijtihad, didahulukan atas dalil yang tidak
mendapat dukungan.
4. Maqasid Syariah
Kalimat maqasid al-syari'ah terdiri dan tersusun dari dua kata yakni )ماقاصد(
dan )امشر بيعة( . Maqasid adalah jama‟ yang berasal dari f'i‟il )قصد( yang berarti
24
Ibid.hlm. 221 25
Ibid.hlm. 222
17
mendatangkan sesuatu, tuntutan, kesengajaan dan tujuan. Syari'ah menurut bahasa
berarti jalan menuju sumber air yang dapat pula diartikan sebagai jalan ke arah
sumber pokok keadilan. Menurut definisi yang diberikan oleh para ahli, syariat
adalah segala kitab Allah SWT yang berhubungan dengan tindak-tanduk manusia
di luar yang mengenai akhlak yang diatur sendiri.26
Dengan demikian, syariat itu
adalah nama bagi hukum-hukum yang bersifat amaliyah.
Dalam konteks terminologis, para ulama mendefinisikan maqasid syariah
adalah tujuan yang menjadi target nash dan hukum-hukum partikular untuk
direalisasikan dalam kehidupan manusia, baik berupa perintah, larangan, dan
mubah yang diarahkan untuk individu, keluarga, jamaah masyarakat dan umat.
Sementara kalimat (الم اصد) yang berarti “maksud-maksud”, secara umum juga bisa
disebut dengan hikmah-hikmah yang menjadi tujuan ditetapkan hukum baik yang
diharuskan ataupun tidak. Karena dalam setiap hukum yang disyariatkan oleh
Allah SWT untuk hambaNya pasti terdapat hikmah.
Disamping ketiga hal tersebut, Thoha Jabir Alwani, salah seorang fuqaha
kontemporer ketika beliau membahas topik maqasid syariah dalam khulashah
tulisannya, menyebutkan bahwa jamahir ulama‟ dari sahabat dan tabi‟in,
Sesungguhnya hukum syari‟ah itu hadir dengan memberikan manfaat baik
duniawi maupun ukhrawi, dan menjauhkan dari mafasadat dengan segala
jenisnya. Secara factual, terdapat kemiripan dalam konteks pemahaman maqasid
26
Satria Effendi M. Zein, “Ushul Fiqh”, (Jakarta Indonesia: Prenada Media, 2005), hlm.
45
18
as-syariah dan al-mashalih „amah (public interest), yang secara umum mencakup
kelima unsur pokok yaitu agama, jiwa, keturunan, akal, dan harta.27
Dalam upaya mewujudkan dan memelihara kelima unsur pokok ini, al-
Syatibi dalam al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari‟ah-nya membagi kepada tiga
tingkatan, yang dikenal dengan )المناست الحقيقيي( yaitu penetapan hukum disisi Allah
SWT sehingga menghasilkan manfaat dan menghilangkan mafsadat, yang terbagi
dalam (daruriyat, hajiyat dan tahsiniyat), penjelasan ketiga sendi utama: Pertama,
kebutuhan yang bersifat dharuriyat (primer), yaitu segala hal yang menjadi sendi
pokok (utama) eksistensi kehidupan manusia yang harus ada demi kemaslahatan
mereka.
Hal ini dapat disimpulkan kepada lima sendi utama kehidupan manusia
yaitu, agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Kedua, kebutuhan hajiyyat
(sekunder) yaitu segala sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh manusia untuk
menghilangkan kesulitan dan menolak segala kemudharatan hidup. Artinya,
ketiadaan aspek hajiyat tidak sampai mengancam eksistensi kehidupan manusia
menjadi rusak, melainkan hanya sekedar menimbulkan kesulitan dan kesukaran
saja. Ketiga, kebutuhan tahsiniyah, yaitu tindakan atau sifat-sifat yang pada
prinsipnya berhubungan dengan al-Mukarim al-Akhlaq, serta pemeliharaan
tindakan-tindakan utama dalam bidang ibadah dan muamalah.28
Artinya,
seandainya aspek ini tidak terwujud, maka kehidupan manusia tidak akan
terancam kekacauan, seperti kalau tidak terwujud aspek daruriyyat dan juga tidak
27
Ibid.hlm.47 28
Ibid.hlm.49
19
membawa kesusahan seperti tidak terpenuhinya aspek hajiyyat. Namun, ketiadaan
aspek ini akan menimbulkan suatu kondisi yang kurang harmonis dalam
pandangan akal sehat dan adat kebiasaan, menyalahi kepatuhan, dan menurunkan
martabat pribadi dan masyarakat.
F. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka adalah uraian hasil-hasil penelitian terdahulu (penelitian-
penelitian lain) yang terkait dengan penelitian ini pada aspek fokus/tema yang
diteliti. Dalam kajian pustaka ini, peneliti akan memaparkan tentang beberapa
penelitian mengenai musik dan hiburan dalam Islam. Diantaranya ialah sebagai
berikut:
Pertama, menurut kajian yang pernah dibuat oleh Lukmanul Hakim Hanafi
dan Raja Raziff Raja Shaharuddin dalam jurnal yang berjudul Hiburan Muzik,
Nyanyian Nasyid Menurut Perspektif Fiqh dan Fatwa, menyatakan setiap manusia
akan cenderung kepada hiburan, khususnya terhadap seni musik. Hiburan adalah
satu fitrah manusia, tetapi untuk memenuhi kehendak naluri manusia ini, tidak
semua jenis seni musik dan hiburan dibenarkan oleh Islam.
Kajian tersebut juga menjelaskan bahwa dalam persoalan musik ini tiada
sesiapa yang dapat menentukan hukumannya baik halal atau haram secara
terburu-buru melainkan setelah menilai secara ilmiah hujah-hujah dan dalil-dalil
20
disamping memerhatikan beberapa perkara yang menentukan halal dan haram
terhadap sesuatu.29
Selain itu, kajian yang dibuat oleh Abu Bakar bin Yang, yang berjudul
Islam dan Hiburan. Beliau mengutarakan pendapat daripada Syaikh Mahmud
Shaltut, bekas Syaikh al-Azhar berpendapat bahwa mendengar suara indah dan
merdu sama ada daripada binatang, manusia atau apa-apa alat atau ada
kecenderungan untuk mempelajari sesuatu daripadanya adalah merupakan
keinginan untuk memenuhi tuntutan nalurinya. Selama perkara itu tidak
melalaikannya daripada kewajiban agama, bersesuaian dengan nilai akhlak dan
bersesuaian pula dengan kedudukannya, maka ia diharuskan.30
Mengenai hiburan beliau menyatakan, hal-hal seperti susunan kata-kata
yang haram, penampilan penyanyi, masa persembahan nyanyian yang
menghalang kewajiban agama atau melalaikan manusia, majlis yang disertai
dengan makanan dan minuman haram, pergaulan lelaki dan perempuan tanpa
batas dan kesan nyanyian kepada pendengar-pendengar tertentu tang membawa
kepada berkelakuan buruk hendaklah diambil kira.
Cadangan beliau daripada kajiannya, setiap golongan muda maupun tua
ataupun seangkatan dengannya haruslah meletakkan garis panduan asas yang
perlu dipatuhi bagi memastikan sebarang bentuk hiburan yang ingin
diketengahkan ke dalam masyarakat tidak terbabas dari landasan syariat.
29
Lukmanul Hakim Hanafi dan Raja Raziff Raja Shaharuddin, “Hiburan: Muzik,
Nyanyian, Nasyid dari Perspektif Fiqh dan Fatwa”. Jurnal Pengurusan dan Penyelidikan Fatwa,
Universiti Sains Islam Malaysia, Negeri Sembilan Malaysia, (2014). 30
Abu Bakar bin Yang, “Islam dan Hiburan”, Kertas kerja dalam Seminar Serantau
Dakwah dan Kesenian, Universiti Kebangsaan Malaysia, (2006).
21
Antaranya ialah niat yang betul, tiada unsur-unsur yang bercanggah dengan
akidah dan syariat Allah SWT, sentiasa menjaga adab-adab pergaulan, tiada unsur
perjudian (pertaruhan) dan tidak berlaku pembaziran. Juga tujuannya hendaklah
betul seperti untuk kesehatan, ketenangan dan kepuasan, jalan untuk taqarub dan
mencapai keridhaan Allah SWT serta dapat menjalin hubungan sesama manusia.
Ketiga, kajian yang dibuat oleh Abd Aziz bin Harjin yang berjudul Seni dan
Hiburan Dalam Islam. Menurut pernyataan beliau, tidak diragukan lagi bahwa
masalah seni musik adalah masalah yang sangat penting kerana perhubungan
dengan naluri dan perasaan idealisme peribadi dengan perbagai alat yang sangat
berkesan, sama ada yang boleh didengar mahupun dibaca. Seni musik merupakan
media untuk mencapai suatu tujuan yang status hukumnya seiring dengan tujuan
itu sendiri. Jika digunakan dalam urusan halal, maka halal hukumnya dan jika
digunakan untuk urusan yang haram, maka haram hukumnya. Beliau juga
menyatakan, seni musik tidak salah dari segi agama akan tetapi perlulah mengikut
syarat-syarat yang ditentukan oleh agama untuk kesenangan umat Islam sehingga
pada masa hadapan. Jadi kita hendaklah sama sama membangunkan Islam.31
Apabila melihat penelitian-penelitian terdahulu yang membahas soal hukum
musik dalam sisi pandang Islam, maka yang mana dalam penulisan sebelumnya
tidak dibahas detil metode yang diaplikasi oleh Syaikh Yusuf al-Qaradhawi dan
Syaikh Abd Aziz bin Baz. Kajian ini memfokuskan dalam meneliti perbandingan
pendapat mengenai musik dalam Islam terhadap dua tokoh tersebut. Maka dalam
31
Abd Aziz bin Harjin, “Seni Dan Hiburan Dalam Islam”, Pensyarah Tamadun Islam,
Universiti Teknologi MARA, Perlis Malaysia, (2006).
22
hal ini peneliti tidak terlepas dalam membahas metode istinbat hukum yang
digunapakai oleh Syaikh Yusuf al-Qaradhawi dan Syaikh Abd Aziz bin Baz
dalam membangun fatwa tersebut.
Maka dengan berdasar pada kenyataan, selanjutnya dalam penelitian ini
penulis mencoba meneliti tentang Musik Dalam Islam: Analisis Perbandingan
Pendapat Antara Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi dan Syaikh Abd Aziz bin Baz
melalui pemaparan dan pembahasan dalam proposal skripsi ini.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan adalah sebuah penelitian
yang dilakukan untuk literatur-literatur pustaka saja. Bagi memenuhi keperluan
tersebut, penulis menggunakan buku-buku rujukan yang asli atau data-data yang
berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.
2. Sumber Data
Dalam penulisan skripsi, penulis menggunakan metode Library Research
atau Studi Kepustakaan, dengan rincian sumber data:
a. Data Primer, penulis menggunakan kitab yang dikarang oleh Syaikh Yusuf Al-
Qaradhawi yaitu Man Ha‟za Islam Fatawa Muasirah dan diterjemah oleh Moh.
Suri Sudahri, S.Pd.I dan Entin Rani‟ah Ramlan S.Pd.I yang berjudul Fatwa-Fatwa
Kontemporer dan kitab yang dikarang oleh Syaikh Abd Aziz yaitu Al-Fatawa
23
Asy-Syariyyah fil Masail Asy-Syariyyah Min Fatawa Ulama al Balad al-Haram
dan diterjemah oleh Hanif Yahya, Musthofa Aini yang berjudul Fatwa-Fatwa
Terkini.
b. Data Sekunder, seperti karya Yusuf al-Qaradhawi, “Al-Halal wal Haram fil
Islam”, terj: Mu‟ammal Hamidy, “Halal dan Haram Dalam Islam”, Nugraha
Waluya, “Biografi Syaikh bin Baz” yang tidak secara langsung berkaitan dengan
bahasa penelitian seperti jurnal Abu Bakar bin Yang, “Islam dan Hiburan”,
Kertas kerja dalam Seminar Serantau Dakwah dan Kesenian dan Fathurrahman
Azhari, “Jurnal Dinamika Perubahan Sosial dan Hukum Islam” yang ada
relevansinya dengan perbahasan ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Proses editing merupakan proses dimana peneliti melakukan klarifikasi,
keterbacaan, konsisitensi dan kelengkapan data yang sudah terkumpul. Proses
klarifikasi menyangkut memberikan penjelasan mengenai apakah data yang sudah
terkumpul akan menciptakan masalah konseptual atau teknis pada saat peneliti
melakukan analisa data. Dengan adanya klarifikasi ini diharapkan masalah teknis
atau konseptual tersebut tidak mengganggu proses analisa sehingga dapat
menimbulkan penafsiran berat sebelah dari hasil analisa. Keterbacaan berkaitan
dengan apakah data yang sudah terkumpul secara logis dapat digunakan sebagai
justifikasi penafsiran terhadap hasil analisa. Konsistensi mencakup keajegan jenis
data berkaitan dengan skala pengukuran yang akan digunakan. Kelengkapan
24
mengacu pad terkumpulannya data secara lengkap sehingga dapat digunakan
untuk menjawab masalah yang sudah dirumuskan dalam penelitian tersebut.
b. Temuan atau hasil penelitian, dapat dikatakan merupakan inti dari laporan
penelitian karena temuan merupakan sesuatu yang sesungguhnya dicari oleh
pembaca. Sebagian besar pembaca memfokuskan diri pada temuan penelitian ini
karena ingin tahu apa yang ditemukan oleh penelitian untuk menjawab
permasalahan yang dikemukakan. Agar pembaca memang menemukan apa yang
dicari. Anda tentu harus menyiapkan temuan secara sistematis dengan bertitik
tolak dari pertanyaan penelitian/permasalahan yang ingin dicari jawabannya. Di
samping itu Anda harus dapat memilih karena tidak semua temuan harus
dilaporkan secara rinci. Komponen temuan tidak harus menyajikan semua hal
yang ditemukan dalam penelitian. Yang disajikan adalah temuan yang memang
relevan dengan hakikat penelitian ini. Berbagai hasil observasi atau tabel-tabel
yang tidak relevan tidak usah dimasukkan karena akan mengganggu alur
penyajian. Namun, jika anda menganggap temuan yang tidak relevan itu begitu
penting, Anda dapat melaporkannya sebagai temuan tambahan. Temuan haruslah
menyajikan jawaban sebanyak-banyaknya terhadap pertanyaan yang diajukan
tanpa tergelincir menjadi sangat rinci.
c. Organizing, dimaksudkan untuk mengelompokkan data ke dalam bentuk
yang memudahkan pengecekan sumber datanya, tempat dan tanggal data diambil,
teknik pengumpulan dan jenis data, memberi tanda pada data yang sudah dicek
kelengkapan akurasinya. Pengelompokan data dibuat dalam file/map yang
25
berbeda antara hasil pengamatan, studi dokumen, dan hasil wawancara. Seperti
yang dikemukakan Nasution dalam bukunya Metode Penelitian Naturalistik
Kuallitatif (1996: 126) bahwa “Analisis adalah proses menyusun data agar dapat
ditafsirkan. Menggolongkan data berarti menggolongkan dalam pola, tema atau
kategori.
4. Teknik Analisis Data
a. Analisis isi (Content Analysis) adalah teknik di mana penulis meneliti bahan-
bahan yang dijadikan sebagai rujukan bagi memperolehi data serta maklumat
yang sahih. Bahan-bahan rujukan sekunder seperti jurnal dan karya ilmiah diteliti
isinya di samping menggunakan rujukan primer yang digunakan sebagai asas
dalam memastikan segala maklumat dan data yang wujud dalam rujukan sekunder
beriringan dengan sumber primer.
b. Teknik analisis komparatif adalah teknik yang digunakan untuk
membandingkan pendapat tokoh-tokoh yang dijadikan sandaran penulis mengenai
musik dalam Islam. Hal ini demikian termasuklah komparatif antara metode
istinbat hukum yang digunakan oleh kedua tokoh sesuai dengan judul yang
dibahas. Melalui teknik ini, peneliti dapat menemukan persamaan dan perbedaan
fatwa dan metode istinbat oleh kedua tokoh seterusnya mendatangkan kesimpulan
ke atas fatwa yang lebih rajih dan marjuh untuk diimplementasikan dalam
masyarakat Islam kontemporer.
26
H. Sistematika Penulisan
Penyusunan skripsi ini terbagi kepada lima bab yang mana setiap bab
terdiri dari sub-sub bab. Masing-masing bab membahas permasalahan-
permasalahan tertentu tetapi tetap saling terkait antara satu sub dengan sub bab
yang lainnya. Penulis membuat susunan dan sistematika penulisan sebagai
berikut:
Bab Pertama: Pendahuluan, pada bab ini berisi tentang beberapa sub bab seperti,
latar belakang, rumusan masalah, Batasan masalah, tujuan dan kegunaan
penelitian, kerangka teori dan tinjauan pustaka.
Bab Kedua: Bab ini akan membicarakan dengan lebih mendalam mengenai
biografi tokoh yang dijadikan peneltian iaitu Syaikh Yusuf al-Qaradhawi dan
Syaikh Abd Aziz bin Baz.
Bab Ketiga: Membahaskan mengenai pandangan pendapat dan analisis dari
Syaikh Yusuf al-Qaradhawi dan Syaikh Abd Aziz bin Baz terhadap musik dalam
Islam.
Bab Keempat: Menganalisis fatwa serta meneliti kesesuaian pandangan untuk
diimplementasikan terhadap hukum musik dalam Islam sesuai dengan kondisi dan
peredaran zaman serta meneliti pandangan yang lebih rajih dan marjuh.
Bab Kelima: Merupakan uraian penutup yang terdiri dari kesimpulan keseluruhan
pembahasan dan saran-saran yang dianggap penting terhadap penelitian ini supaya
dapat menambah wawasan para pembaca berkaitan musik dalam Islam.
27
BAB II
BIOGRAFI TOKOH
A. Syaikh Yusuf al-Qaradhawi
Nama sebenar beliau ialah Yusuf bin Abdullah bin Yusuf bin Ali Al-
Qaradhawi. Nasabnya merujuk kepada perkampungan bernama “Al-Qardhah” di
Provinsi Kafru Syaikh, Mesir. Beliau dilahirkan pada 1 Rabiul Awal 1345 Hijriah
bertepatan dengan 9 September 1926 Masehi di daerah Shift Thurab, salah satu
daerah di Markaz Al-Mahalliyah Al-Kubra Provinsi Al-Gharbiyah, Mesir.
Shift Turab juga disebut Shift al-Qudur, tempat dimakamkannya seorang
sahabat Nabi Muhammad SAW iaitu Abdullah bin Al-Harits, sahabat Baginda
terakhir yang wafat di Mesir pada tahun 86 Hijriah. Syakh Al-Qaradhawi
menghubungkan daerah tempat kelahirannya dengan seorang sahabat terkemuka
itu dengan beberapa bait syair yang terkenal.32
Yusuf Al-Qaradhawi lahir dalam keadaan yatim. Karena itu, dia dipelihara
pamannya. Pamannya inilah yang mengantarkan Al-Qaradhawi kecil ke suatu
tempat belajar. Di sana Al-Qaradhawi terkenal sebagai anak yang sangat cerdas.
Dengannya kecerdasannya dia mampu menghafal Al-Quran dan menguasai
hukum-hukum tajwidnya yang sangat baik. Itu terjadi pada saat dia masih
dibawah umur sepuluh tahun. Orang-orang di desa tersebut menjadikannya imam
dalam usianya yang relatif muda, khususnya pada saat shalat shubuh. Sedikit
orang yang tidak menangis saat shalat di belakang Al-Qaradhawi.
32
Hepi Andi Bastoni, “Di Balik Fatwa Kontroversial Yusuf al-Qaradhawi”, (Jakarta:
Pustaka Cahaya Kasturi, 2013), hlm. 2
27
28
Saat berusia tujuh tahun, beliau kemudiannya memasuki sekolah dasar
negeri. Yusuf al-Qaradhawi mengaji di kuttab di pagi hari dan pergi ke sekolah
negeri di sore hari. Dengan begitu, dia dapat menyatukan antara dua kebaikan.
Setelah menyelesaikan sekolah dasar, beliau memiliki cita-cita yang sangat besar,
yaitu bersekolah di Al-Azhar. Tetapi saat itu, Yusuf al-Qaradhawi memiliki
gambaran lain tentang para alumni al-Azhar. Sebab salah seorang di antara
mereka, meski telah mengenyam pendidikan lima belas tahun di Al-Azhar, namun
masih menganggur. Sedikit sekali dari mereka yang bekerja. Karena itu, Yusuf al-
Qaradhawi kemudian memutuskan untuk ikut pamannya pergi berdagang dan
kadang-kadang ikut sepupunya bekerja di ladang. Pada suatu hari, Allah SWT
mengutus seorang syaikh bersorban kepadanya dan dia meminta air kepada Yusuf
al-Qaradhawi dan pamannya. Ketika syaikh itu telah minum, dia meminta kepada
Ahmad agar menguji hafalan al-Quran Yusuf. Setelah diuji, syaikh itu kagum
kepada hafalan dan bacaan Yusuf al-Qaradhawi. Maka syaikh itu meyakinkan
Ahmad agar membawa Yusuf belajar di al-Azhar.33
Syaikh Yusuf al-Qaradhawi selalu berusaha membuat para guru di al-Azhar
berhati bersih sehingga siswa dapat belajar dari mereka ilmu yang bermanfaat,
hati yang khusyuk, perilaku yang takwa, hidup yang zuhud dan pergaulan yang
wara‟. Syaikh Yusuf al-Qaradhawi menginginkan agar guru al-Azhar berhati
bersih dalam mengajarkan ilmu-ilmu agama dan Bahasa, demikian juga dengan
ilmu-ilmu umum yang modern sehingga guru bidang studi ilmu pengetahuan alam
dan fisika juga bisa melakukan apa yang dilakukan oleh guru tafsir dan hadith.
33
Zulkifli Mohamad al-Bakri, “Biografi Ringkas Dr Yusuf al-Qaradhawi”, (Negeri
Sembilan: Sri Saujana Marketing, 2013), hlm. 4
29
Di antara kontribusi Syaikh Yusuf al-Qaradhawi untuk al-Azhar adalah
memberikan kepada al-Azhar harta yang diperlukan hingga dapat melakukan
dakwah di seluruh penjuru Mesir, Jazirah Arab dan di semua negara berpenduduk
Muslim. Selain itu, menjadikan al-Azhar sebagai lembaga internasional dan
dengan demikian umat Islam berhak memberikan kontribusi ide kepada al-Azhar
dan memberikan kontribusi dalam memilih Syaikh al-Azhar.34
Syaikh Yusuf al-Qaradhawi pernah menjadi penceramah (khutbah) dan
pengajar di berbagai masjid. Kemudian menjadi pengawas pada Akademi Para
Imam, lembaga yang berada di bawah Kementerian Wakaf di Mesir. Setelah itu
dia pindah ke urusan bagian Administrasi Umum untuk masalah-masalah budaya
Islam di al-Azhar. Di tempat ini beliau bertugas mengawasi hasil cetekan dan
seluruh perkerjaan yang menyangkut teknis pada bidang dakwah.35
Pada tahun 1961 beliau ditugaskan sebagai tenaga bantuan untuk menjadi
kepala sekolah sebuah sekolah menengah di negeri Qatar. Mulanya penugasan
tersebut hanya berlangsung empat atau lima tahun. Namun, karena kondisi politik
Mesir yang tidak menentu, penugasan itu berlanjut.
Pada tahun 1990/1991 beliau ditugaskan pemerintah Qatar untuk menjadi
dosen tamu di al-Jazair. Di negeri ini, beliau menjadi Ketua Majlis Ilmiyah pada
semua universitas dan akademi negeri itu. Setelah itu, beliau kembali
mengerjakan tugas rutinnya di Pusat Riset Sunnah dan Sirah Nabi. Pada tahun
1411 H, beliau mendapat penghargaan dari IBD (Islamic Development Bank) atas
jasa-jasanya dalam bidang perbankan. Sedangkan pada tahun 1413 H beliau
34
Ibid.hlm. 5 35
Ibid.hlm. 6
30
bersama-sama dengan Sayyid Sabiq, penulis buku Fiqhus Sunnah, mendapat
penghargaan King Faisal Award karena jasa-jasanya dalam bidang keislaman.
Pada tahun 1996, beliau mendapat penghargaan dari Universitas Islam
Antarabangsa Malaysia atas jasa-jasanya dalam ilmu pengetahuan. Pada tahun
1997 pula, Syaikh Yusuf al-Qaradhawi mendapat penghargaan dari Sultan Brunei
Darussalam atas jasa-jasanya dalam bidang fiqh.
Yusuf Al-Qaradhawi adalah salah seorang tokoh umat Islam yang sangat
menonjol di zaman ini, dalam bidang ilmu pengetahuan, pemikiran, dakwah,
Pendidikan dan jihad. Kontribusinya sangat dirasakan di seluruh belahan bumi.
Hanya sedikit kaum Muslimin masa kini yang tidak membaca buku-buku, karya
tulis, ceramah dan fatwa Syaikh Yusuf al-Qaradhawi. Banyak umat Islam yang
telah mendengar pidato dan ceramah beliau, baik yang beliau sampaikan di
masjid-masjid maupun di universitas-universitas atau lewat radio, TV, kaset dan
lain-lain. Pengabdiannya untuk Islam tak hanya terbatas pada satu sisi atau satu
medan tertentu. Aktivitasnya sangat beragam dan sangat luas serta melebar ke
banyak bidang dan sisi. Di antaranya adalah:36
1. Bidang ilmu pengetahuan.
2. Bidang fiqh dan takwa.
3. Bidang dakwah dan pengarahan.
4. Bidang seminar dan muktamar.
5. Kunjungan dan ceramah-ceramah.
6. Bidang ekonomi Islam.
36
Hepi Andi Bastoni, “Di Balik Fatwa Kontroversial Yusuf al-Qaradhawi”, (Jakarta:
Pustaka Cahaya Kasturi, 2013), hlm. 17
31
7. Dalam amal sosial.
8. Dalam usaha kebangkitan umat.
9. Dalam bidang pergerakan dan jihad.
Apa yang dicapai beliau dalam bidang yang beragam dan sangat istimewa
ini tak lepas dari andil besar sebuah keluarga. Yusuf al-Qaradhawi memiliki
seorang istri salehah dari keluarga yang baik, yang berasal dari Husainiyah.
Darinya Allah SWT karuniakan beberapa putra dan putri yang menjadi buah
hatinya. Dia adalah Ummu Muhammad, seorang pejuang yang tak dikenal banyak
orang dalam peperangan besar yang Yusuf al-Qaradhawi lalui. Dia adalah nikmat
Allah SWT karuniakan kepadanya. Dia adalah tangan yang banyak membantu
semua aktivitas keilmuan, dakwah dan tarbiahnya yang merupakan beban yang
tidak ringan yang banyak menyita waktu dan perhatian.
Allah SWT mengaruniai Yusuf al-Qaradhawi empat putri dan tiga putra dan
mereka terlihat cerdas, berprestasi dan selalu menduduki peringkat nomor satu di
kelas mereka. Mereka melihat sang ayah mereka sebagai teladan hidup yang ada
di depan mata. Merupakan tugas mereka untuk mempersembahkan kepadanya
kesuksesan dan berbakti kepada mereka dengan cara belajar yang rajin dan tekun.
Syaikh Yusuf al-Qaradhawi punya sebelas cucu laki-laki dan perempuan. Dalam
pandangan beliau, pernikahan putrinya dengan laki-laki yang menjadi pilihan
mereka semua adalah berkat taufik Allah SWT.37
37
Ibid.hlm. 19
32
Syaikh Yusuf al-Qaradhawi merupakan seorang ulama‟, pendakwah, penulis
dan tokoh cendekiawan Islam yang terkemuka pada masa kini. Walaupun
mempunyai kedudukan yang tinggi, tetapi beliau mempunyai sifat tawadhuk dan
syakhsiah Islamiyah sejati. Sifat-sifat tersebut dipengaruhi oleh latar belakang
kehidupan, guru-guru dan ulama‟ yang bermuamalah dengannya. Antara guru-
guru Syaikh Yusuf al-Qaradhawi yang terkenal adalah Syaikh Hamid Abu Zuwail,
Syaikh Muhammad Mutawalli al-Sya‟rawi, Syaikh Muhammad al-Ghazali,
Syaikh Syed Sabiq, Syeikh Abi al-Gharabi dan ramai lagi.
Beliau banyak menyampaikan dakwah serta kertas kerja di peringkat
antarabangsa dan negara Arab. Begitu juga, beliau banyak menghasilkan karya
ilmiah yang bermutu tinggi sehingga menjadi rujukan sama ada fatwa atau
pendapatnya oleh ulama‟. Antara karyanya ialah:38
1. Fiqh al-Zakah.
2. Fatawa Mu‟asirah.
3. Ibn al-Qaryah wa al-Kuttab.
4. Al-Sahwah al-Islamiah.
Ramai tokoh ulama‟ dan cendekiawan Islam masa kini yang memuji
ketokohan dan keilmuan mendalam yang dimiliki oleh Syaikh Yusuf al-
Qaradhawi. Lebih menarik lagi pujiannya juga diberikan oleh gurunya dan
38
Zulkifli Mohamad al-Bakri, “Biografi Ringkas Dr Yusuf al-Qaradhawi”, (Negeri
Sembilan: Sri Saujana Marketing, 2013), hlm. 7
33
mendoakan kejayaan untuknya. Antara yang memujinya serta memberi taqriz
kepadanya ialah:39
1. Syaikh Muhammad al-Ghazali berkata: “Pada hari ini al-Qaradhawi
adalah guru saya dan saya adalah muridnya”.
2. Syaikh Anuar al-Jundi berkata: “Bukan semua orang seperti Syaikh al-
Qaradhawi dan al-Ghazali yang dikurniakan Allah SWT penguasaan
dalam tulisan and ceramah.
3. Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata: “Buku-bukunya memiliki bobot
ilmiah dan sangat berpengaruh di dunia Islam”.
Syaikh Yusuf al-Qaradhawi masih lagi meneruskan sisa-sisa kehidupan
dengan menyampaikan dakwah dan berkarya untuk memberi kesadaran dan
kefahaman kepada ummah. Semoga Allah SWT memberi kesehatan kepada
Syaikh Yusuf al-Qaradhawi supaya beliau boleh memberi sumbangan yang besar
dari segi ilmunya yang tinggi kepada dunia Islam.
B. Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Nama sebenar beliau adalah Abdul Aziz bin Abdullah bin Abdurrahman bin
Muhammad bin Abdullah Baz. Beliau lahir pada tanggal 12 Dzulhijjah 1330H
(1912M) di Riyadh ibu kota Saudi Arabia. Alu Baz (keluarga Baz) adalah sebuah
keluarga yang berasal dari kota Madinah. Namun seiring dengan berjalannya
waktu, sebagian mereka pindah ke Dir‟iyyah, Huthah Bani Tamim dan Riyadh.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz dan keluarga besar beliau termasuk mereka yang
39
Hepi Andi Bastoni, “Di Balik Fatwa Kontroversial Yusuf al-Qaradhawi”, (Jakarta:
Pustaka Cahaya Kasturi, 2013), hlm. 54
34
berdomisili di kota Riyadh. Di kerajaan Arab Saudi, keluarga Baz termasuk
keluarga yang mempunyai andil besar di bidang ilmu agama, perdagangan dan
pertanian. Lebih dari itu, mereka tersohor akan kemuliaan dan budi pekerti yang
luhur.40
Semasa zaman kecilnya, Syaikh Abdul Aziz bin Baz hidup dalam
lingkungan ilmu, petunjuk dan kebaikan. Kota Riyadh pada waktu itu adalah kota
ilmu dan petunjuk, di kota tersebut banyak tinggal para ulama‟ terkemuka dan
tokoh agama yang menyerunkan dakwah kembali kepada al-Quran dan sunnah
Rasulullah SAW. Syaikh Abdul Aziz bin Baz telah menghafal al-Quran di luar
kepala sebelum baligh, beliau sangat menjaga hafalan dan memantapkannya.
Setelah mempelajari al-Quran, beliau menuntut ilmu kepada para ulama‟ di daerah
Najd dengan kesungguhan, lapang jiwa dan sabar.
Pada tahun 1346H, penyakit menyerang indra penglihatan beliau. Saat itu
beliau berusia 16 tahun. Penyakit mata itu ternyata sangat berefek terhadap daya
penglihatan beliau. Saat usia beliau menginjak 20 tahun, secara beransur-ansur
daya penglihatan Syaikh Abdul Aziz bin Baz pun melemah hingga berakhir
dengan kebutaan. Ketika indra penglihatan tak lagi beliau miliki, Allah SWT
mengaruniakan kepada beliau penglihatan hati yang tajam dan pancaran iman
yang terangbenderang sebagai penggantinya. Karena itu, ketiadaan indra
penglihatan yang vital itu tidak begitu berpengaruh terhadap kehidupan yang
beliau jalani. Termasuk dalam hal kesungguhan menuntut ilmu, beramal dengan
ilmu yang telah dipelajari dan berhias dengan akhlak yang mulia. Bahkan, ketika
40
Nugraha Waluya, “Biografi Syaikh bin Baz”, (Jawa Barat: Pustaka Khazanah Fatwa,
2010), hlm. 3
35
usia beliau bertambah, semakin bertambah pula ketegaran beliau di atas ilmu dan
ketaatan.41
Seorang yang mencintai ilmu, tumbuh kembangnya di atas ilmu dan
mempelajarinya dengan penuh kesungguhan tentu mempunyai banyak guru, lebih-
lebih lagi tempat berdomisili beliau adalah kota Riyadh, ibu kota kerajaan Arab
Saudi yang dipenuhi oleh para ulama‟ besar. Beliau berhasil menimba berbagai
disiplin ilmu agama dan Bahasa Arab dari banyak ulama‟ di kota tersebut. Antara
guru-guru Syaikh Abd Aziz bin Baz yang tersohor adalah Syaikh Muhammad bin
Ibrahim, Syaikh Sa‟ad Waqqash al-Bukhari, Syaikh Muhammad bin Abdul Lathif
bin Muhammad bin Abdul Wahab.
Karya ilmiah beliau sangat banyak, baik dalam bentuk tulisan murni
maupun hasil transkrip dari rekaman suara. Sebagian karya ilmiah beliau itu telah
disusun dan didokumentasikan dalam beberapa bentuk media cetak ataupun
elektronik. Karya-karya ilmiah beliau mempunyai ciri khas tersendiri. Ilmiah,
ringkas padat, berbobot dan mudah dipahami.
Oleh karena itu, karya-karya ilmiah beliau itu selalu diminati oleh umat,
bahkan menjadi rujukan utama terutama dalam menyibak hal-hal kekinian yang
bersifat musykil. Hampir-hampir pada setiap sendi kehidupan beragama ada karya
ilmiah beliau disamping untaian-untaian fatwa berharga tentunya. Antara
karyanya ialah:42
1. Syarh al-Aqidah ath-Thanawiyyah.
2. Fawaid al-Jaliyyah fil Mabahits al-Faradhiyyah.
41
Ibid.hlm. 24 42
Ibid.hlm. 56.
36
3. Wujubut Tahkim ala Syar‟illah.
4. Awamil Ishlahil Mujtama‟.
Pada Khamis dini hari menjelang azan shubuh, 27 Muharram 1420 H 1999
M beliau menghembuskan nafas penghabisan. Pada usia yang ke 90 tahun itulah
lembar kehidupan beliau dilipat dengan datangnya ajal yang menjemput. Beliau
pergi meninggalkan dunia yang fana‟ ini dengan mewariskan ilmu, nasihat,
bimbingan dan kenangan yang indahuntuk umat. Para pembesar kerajaan Arab
Saudi kehilangan seorang pembimbing yang sangat mereka segani. Para ulama‟
dan penuntut ilmu kehilangan salah seorang rujukan utama dalam kehidupan
beragama.43
43
Ibid.hlm. 132
37
BAB III
PANDANGAN YUSUF AL-QARADHAWI DAN SYAIKH ABD AZIZ BIN
BAZ TERHADAP MUSIK
A. Dasar Hukum Dan Metode Istinbat Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi
1. Dasar Hukum Menurut Syaikh Yusuf al-Qaradhawi
Mengistibat hukum atau berfatwa bukanlah suatu proses yang mudah dan
singkat sebaliknya ia membutuhkan suatu proses yang perlu dilalui oleh pihak
yang berfatwa. Maka sudah semestinya perkara utama yang perlu dilihat dan
diteliti yaitu sumber utama hukum dalam Islam seperti yang disepakati yang
terdiri dari al-Quran, hadis, ijma‟ dan qiyas.
Syaikh Yusuf al-Qaradhawi dalam mengeluarkan fatwa beliau terhadap
hukum musik dalam Islam, maka beliau menjadikan al-Quran dan hadis sebagai
pondasinya. Adapun bagi qiyas dan ijma‟, beliau tidak menggunakan keduanya
sebagai dasar hukum. Adapun bagi dalil-dalil yang digunakan oleh Syaikh Yusuf
al-Qaradhawi yang diambil dari al-Quran adalah sebanyak 1 ayat dari surah
Luqman. Manakala bagi hadis, total hadis yang dijadikan pondasi hukum adalah
sejumlah 3 buah hadis.
Hukum musik dalam Islam jika ditinjau dari pandangan Syaikh Yusuf al-
Qaradhawi, maka umumnya musik itu dikatakan bersifat mubah dan tiadalah
haram bagi umat Islam mendengarkannya selagimana hal tersebut tidak
bersalahan dengan aturannya. Sepertimana yang telah disebutkan di atas maka
Syaikh Yusuf al-Qaradhawi telah mengambil beberapa ayat al-Quran dan hadis
37
38
sebagai sandaran utama terhadap fatwanya. Antara ayat al-Quran yang digunakan
oleh beliau adalah sebagaimana firman Allah SWT:
بغي عل ويتخذىا ىزوا بوم لل محديث ميضل عن سبيل ب
مناس من يضتي ميو ب
مي ومن ب ئ
يين ٦عذاة م“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak
berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan
menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang
menghinakan”44
Syaikh Yusuf al-Qaradhawi menafsirkan kalimah lahwal hadis sebagai
perkataan yang melalaikan. Adapun begitu beliau mengukuhkan keatas keharusan
musik itu dengan sebuah hadis dalam Sahih Bukhari bab budi pekerti Nabi
Muhammad SAW dan sahabat yang diriwayatkan oleh Sayyidatina Aishah:
م من وعن عا ئضة بن بب بكر رض الله عنو دخل عليها و عندىا جاريتان ف بي
كضف عيد الأضحى( ثغنيان وثضربن, وامنب صلى الله عليه وسلم متغش بثوبو, فانترها ببو بكر, ف ف )
م و صلى الله عليه وسلم عن وج ب امن ا بي عيد وقال: دعيما ي بب بكر, فأن
“Dan dari Aisyah r.a. sesungguhnya Abu Bakar pernah masuk kepadanya,
sedangkan di sampingnya ada dua gadis (hamba sahaya) yang sedang
menyanyi dan memukul gendang pada hari Mina (Idul Adha) sedangkan
Nabi Muhammad SAW menutup wajahnya dengan pakaiannya, maka
diusirlah dua gadis itu oleh Abu Bakar. Lantas, Nabi Muhammad SAW
membuka wajahnya dan berkata kepada Abu Bakar, biarkanlah mereka itu
wahai Abu Bakar sebab hari ini adalah hari raya (hari bersenang-
senang).”45
44
QS. Luqman 31: (6) 45
Muhammad bin Ismail, bab perilaku budi pekerti Nabi Muhammad SAW dan sahabat,
hadis no. 987, “Sahih Bukhari”, (Beirut: Dar-Media, 2007), hlm. 5411
39
Dalam riwayat yang lain dalam Sahih Bukhari bab pujian bagi kaum Ansar
pula,
جت عائضة ذاث قرابة ميا من الأهصار فجاء رسول الله صلى الله عليه وسلم وقال ابن عباس : زو
؟ قامت: لا, فقال رسول الله فقال: بىديت امفتات؟ قاموا: هع . قال: برسلت معيا من يغن
ن الأهصار قوم فيه غزل, فلو بعثت معيا من يقول : بثيناك, صلى الله ع ليو وسل: ا
. فحيان وحياك
“Ibnu Abbas R.A berkata: Aisyah pernah mengkahwinkan salah seorang
kerabatnya dari Ansar, kemudian Rasulullah SAW datang dan bertanya:
Apakah akan kamu hadiahkan seorang gadis itu? Mereka menjawab:
Betul! Rasulullah SAW bertanya lagi: Apakah kamu kirim bersamanya
orang yang menyanyi? Aisyah R.A menjawab: Tidak! Kemudian,
Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya orang-orang Ansar adalah suatu
kaum yang merayu. Oleh karena itu, alangkah baiknya kalau kamu kirim
bersama dia itu seorang yang mengatakan: Kami datang, kami datang lalu
dia akan menyambut kami dengan selamat datang kami, dan menyambut
kamu dengan selamat datang kamu!”46
Dalam hadis lain Nabi Muhammad SAW bersabda,
ل رجل من الاهصار فقال امنب صلى الله عليه وسلما زفت امربت ا : ي فعن عائضة رض الله عنها ان
يو! ن الأهصار يعجب انل عئضة, ماكن معي من ميو؟ فا
“Dari Aisyah R.A bahwa ketika dia mengantar pengantin perempuan ke
tempat laki-laki Ansar (pada malam menjelang), Nabi Muhammad SAW
bertanya: Hai Aisyah! Apakah mereka ini disertai dengan hiburan? Sebab
orang-orang Ansar gemar sekali terhadap hiburan.47
Adapun hadis-hadis Nabi yang melarang nyanyian, semuanya ada cacat,
tidak ada satupun yang selamat dari celaan oleh kalangan ahli hadis seperti kata
46 Ibid.bab pujian bagi kaum Ansar, hadis no. 1487 hlm. 5487
47 Ibid.bab pujian bagi kaum Ansar, hadis no.1622 hlm, 5498
40
al-Qadhi Abu Bakar bin al-Arabi: “Tidak ada satupun hadis yang sah yang
berhubungan dengan diharamkannya nyanyian. Berkata pula Ibn Hazm, “Semua
hadis yang menerangkan tentang haramnya nyanyian adalah batil dan palsu”.
Banyak sekali nyanyian dan musik yang disertai dengan perbuatan berlebih-
lebihan, minum-minum arak dan perbuatan-perbuatan haram. Itulah yang
kemudian oleh ulama‟-ulama dianggapnya haram atau makruh.
ما مك امرئ هما الأعمال بمنياث وا ه
ماهوى ا
“Sesungguhnya semua perbuatan itu harus disertai dengan niat dan tiap-tiap
orang akan dinilai menurut niatnya”.48
Jadi barangsiapa yang mendengarkan nyanyian dengan niat untuk
membantu bermaksiat kepada Allah SWT, maka jelas dia adalah fasik termasuk
semua hal selaian nyanyian. Barangsiapa berniat untuk menghibur hati supaya
dengan demikian dia mampu berbakti kepada Allah SWT dan tangkas dalam
berbuat kebajikan, maka dia adalah orang yang taat dan berbuat baik dan
perbuatannya pun termasuk perbuatan yang benar. Barangsiapa tidak berniat
untuk taat kepada Allah SWT dan tidak juga untuk bermaksiat, maka
perbuatannya itu dianggap main-main saja yang dibolehkan, seperti halnya
seseorang pergi ke kebun untuk berlibur dan seperti orang yang duduk-duduk di
48
Imam Nawawi, “Hadis Arbain”, terj: Abu Zaid Abdillah, “Terjemahan Hadis Arbain”
(Solo: Rajawali Pers, 2017), hlm. 2
41
depan sofa sekadar melihat-lihat, dan seperti orang yang mewarnai bajunya
dengan warna ungu, hijau dan sebagainya.49
Namun di situ ada beberapa catatan oleh Syaikh Yusuf al-Qaradhawi yang
harus kita perhatikan sehubungan dengan masalah nyanyian ini yaitu sebagai
berikut:50
1. Kandungan lirik nyanyian harus bersih dari unsur-unsur yang bertentangan
dengan syariat.
Temanya harus sejalan dengan agama Islam dan berbagai ajarannya, tidak
bertentangan dengan aqidah, syariat-syariat dan norma-normanya. Oleh karena
itu, kalau nyanyian tersebut penuh dengan pujian-pujian terhadap arak dan
menganjurkan orang supaya minum arak, misalnya maka menyanyikan lagu
tersebut hukumnya haram dan dan pendengarannya pun haram juga. Begitulah
nyanyian lain yang dapat disamakan dengan itu.
2. Penyampaian harus bebas dari erotisme dan sensualitas.
Gaya penyampaian sangat penting, terkadang tidak ada masalah pada tema
dan kandungan tetapi karena gaya penyanyi baik laki-laki maupun perempuan
ketika menampilkannya sensual dalam pengucapan, kesengajaan untuk
membangkitkan gairah dan membangunkan insting yang tidur serta bujukan
terhadap hati yang sakit. Itulah yang memindahkan nyanyian dari zona mubah ke
zona haram, shubhah atau makruh seperti banyak yang dipancarkan kepada
masyarakat dan diminta oleh para penonton atau pendengar dalam siaran radio
49
Yusuf al-Qaradhawi, “Al-Halal wal Haram fil Islam”, terj: Yoss Rizal, “Halal dan
Haram Dalam Islam” (Kuala Lumpur: Seribu Dinar, 2014), hlm. 419 50 Ibid.hlm. 420
42
dan televisi kita, berupa nyanyian-nyanyian yang hanya menekankan satu sisi
yaitu sisi erotisme dan apa apa yang berhubungan dengannya berupa cinta dan
romantisme.51
3. Nyanyian tidak boleh disertai dengan hal-hal yang diharamkan.
Nyanyian tidak boleh disertai dengan sesuatu yang diharamkan seperti
minuman keras, pengumbaran nafsu serta dandanan seronok atau campur baur
tanpa batas dan syarat. Inilah yang biasa ditemukan dalam berbagai pementasan
nyanyian dan musik sejak dahulu, ironisnya sebagian besar nyanyian di masa
sekarang dicampuri pula dengan tarian yang tidak terikat nilai-nilai agama dan
moral.
4. Berantas sikap berlebihan dan kesombongan.
Sebagaimana agama akan selalu membanteras sikap berlebih-lebihan dan
kesombongan dalam segala hal sampai dalam ibadah, begitu juga halnya berlebih-
lebihan dalam hiburan dan menghabiskan waktu untuk berhibur, padahal waktu
itu sendiri adalah berarti hidup. Tidak dapat diragukan lagi bahwa berlebih-
lebihan dalam masalah yang mubah dapat menghabiskan waktu untuk
melaksanakan kewajiban. Maka tepatlah kata ahli hikmah, “Tidak pernah saya
melihat suatu perbuatan yang berlebih-lebihan melainkan di balik itu ada suatu
kewajiban yang terbuang.”52
2. Metode Istinbat Menurut Syaikh Yusuf al-Qaradhawi
Apabila ditinjau sudut metode istinbat yang diaplikasi oleh Syaikh Yusuf al-
Qaradhawi dalam menetapkan fatwa beliau terhadap hukum musik, maka perlu
51
Ibid.hlm. 21 52
Ibid.hlm. 22
43
kita ketahui bahwa beliau mempunyai kaidah tafsiran tersendiri yang digunapakai
dalam memahami ayat al-quran dan hadis nabawiyyah. Perbedaan kaidah yang
digunakan oleh kedua tokoh tidak menatijahkan kepada satu putusan yang sama,
sebaliknya menyebabkan terhasilnya dua buah pemikiran yang salin bersalahan.
Syaikh Yusuf al-Qaradhawi dalam pendekatan beliau untuk memahami isi
kandungan didalam ayat 6 surah Luqman khususnya kalimat lahwal hadis, beliau
telah menggunakan kaidah metode bayani al-batin53
yang dapat difahami sebagai
suatu kaidah yang membutuhkan kepada tafsiran dan dokongan dari dalil lainnya
seperti hadis sehingga kalimah-kalimah khusus tersebut dapat ditafsirkan sesuai
dengan dalil-dalil lain yang mendokongnya. Seterusnya akan lahir hukum yang
tidak bersifat hanya difahami secara tekstual, sedangkan ada sebagian ayat dan
kalimah dalam al-Quran yang tidak bisa difahami secara lahirnya. Oleh hal yang
demikian, kaidah tafsiran bayani al-batin telah digunakan oleh Syaikh Yusuf al-
Qaradhawi didalam memahami kalimah lahwal hadis. Melalui kaidah ini, maka
kalimah tersebut tidak difahami secara tekstual.
Melalui jalan ini, beliau mengharuskan musik-musik yang tidak wujud
disana sebarang unsur yang dilarang di dalam Islam. Hal ini didokong oleh
beberapa hadis, maka dengan itu beliau tidak menyimpitkan makna dari kalimah
tersebut sehingga menghukumkan secara mutlaq keatas pengharaman musik.
Selain dari metode bayani yang dipakai oleh Syaikh Yusuf al-Qaradhawi,
beliau juga turut menggunakan metode istislahi yaitu suatu metode yang
digunakan untuk menarik kemaslahatan dan menolak kemafsadatan juga kaidah
53
Hasbiyallah, “Fiqh dan Usul Fiqh, Metode Istinbath dan Istidlal, Solo Jawa Tengah
Indonesia: Seribu Dinar, 2013), hlm. 42
44
burhani taqlili sebagai penguat hujah beliau. Maka dalam hal ini, jelas dapat
dilihat apabila beliau memasukkan beberapa qawaid fiqhiyyah atau dikenali
sebagai kaidah-kaidah fiqh. Antara kaidah fiqh yang beliau gunakan gunakan
dalam menegakkan fatwa beliau adalah Al umuru bi maqasidiha (الأموربمقاصدىا) dan
ashlu fil asya‟ al-ibahah (بصل ف الأص ياء الأبحة) .
B. Dasar Hukum Dan Metode Istinbath Syaikh Abd Aziz bin Baz
1. Dasar Hukum Menurut Syaikh Abd Aziz bin Baz
Syaikh Abd Aziz bin Baz dalam mengeluarkan fatwa beliau terhadap hukum
musik dalam Islam, maka beliau menjadikan al-Quran dan hadis sebagai
pondasinya. Adapun bagi qiyas dan ijma‟, beliau tidak menggunakan keduanya
sebagai dasar hukum. Adapun bagi dalil-dalil yang digunakan oleh Syaikh Abd
Aziz bin Baz yang diambil dari al-Quran adalah sebanyak 1 ayat dari 1 buah
surah. Manakala bagi hadis, total hadis yang dijadikan pondasi hukum adalah
sejumlah 1 buah hadis sahaja.
Syaikh Abd Aziz bin Baz menyatakan bahwa sesungguhnya mendengarkan
nyanyian atau musik hukumnya haram dan merupakan perbuatan mungkar yang
dapat menimbulkan penyakit kekerasan hati dan dapat membuat manusia lalai
daripada mengingati Allah SWT serta lalai melaksanakan shalat. Kebanyakan
ulama‟ menafsirkan kata lahwal hadits (ucapan yang tidak berguna)54
dalam
firman Allah SWT dengan nyanyian atau musik:
54
Abdul Aziz bin Baz, “Al-Fatawa Asy-Syariyyah fil Masail Asy-Syariyyah Min Fatawa
Ulama al Balad al-Haram”, terj: Hanif Yahya, Musthofa „Aini, “Fatwa-Fatwa Terkini” (Jakarta:
Darul Haq, 2008), hlm. 109
45
محديث مناس من يضتي ميو ب
ومن ب
“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang
tidak berguna”55
Abdullah bin Mas‟ud R.A bersumpah bahwa yang dimaksud dengan kata
lahwul hadits adalah nyanyian atau musik. Jika musik tersebut diiringi oleh musik
rebab, kecapi, biola serta gendang, maka kadar keharamannya semakin
bertambah. Sebagian ulama‟ bersepakat bahwa nyanyian yang diiringi oleh alat
musik hukumnya adalah haram, maka wajib untuk dijauhi. Dalam sebuah hadis
shahih Bukhari bab orang yang menghalalkan minuman keras dengan memberi
nama selain Namanya, dari Rasulullah SAW beliau bersabda:
ت بقوام يس تحلون الحر والحرير وال مر والمعازفميكونن من بم
“Sesungguhnya akan ada segolongan orang dari kaumku yang
menghalalkan zina, kain sutera, khamr dan alat musik.”56
Yang dimaksud dengan al-hira pada hadis di atas adalah perbuatan zina,
sedangkan yang dimaksud dengan al-ma‟azif adalah segala macam jenis alat
musik. Beliau menasihati untuk mendengarkan lantunan al-Quran yang di
dalamnya terdapat seruan untuk berjalan di jalan yang lurus karena hal itu sangat
bermanfaat. Berapa banyak orang yang telah dibuat lalai karena mendengar
nyanyian dan alat musik.
55
QS. Luqman 31: (6) 56
Muhammad bin Ismail, bab orang yang menghalalkan minuman keras dengan memberi
nama selainnya, hadis no. 559091“Sahih Bukhari”, (Beirut: Dar-Media, 2007), hlm. 5590
46
Adapun pernikahan, maka disyariatkan di dalamnya untuk membunyikan
alat musik rebana disertai nyanyian yang biasa dinyanyikan untuk mengumumkan
suatu pernikahan, yang di dalamnya tidak ada seruan maupun pujian untuk
sesuatu yang diharamkan, yang dikumandangkan pada malam hari khusus bagi
kaum wanita guna mengumumkan pernikahan mereka agar dapat dibedakan
dengan perbuatan zina, sebagaimana yang dibenarkan dalam hadits shahih dari
Nabi Muhammad SAW.
Sedangkan genderang, dilarang membunyikannya dalam sebuah pernikahan,
cukup hanya dengan memukul rebana sahaja, juga dalam mengumumkan
pernikahan maupun melantukan lagu yang biasa dinyanyikan untuk
mengumumkan pernikahan tidak boleh menggunakan pengeras suara, karena hal
itu dapat menimbulkan fitnah yang besar, akibat-akibat yang buruk serta dapat
merugikan kaum muslimin.
Selain itu, acara nyanyian tersebut tidak boleh berlama-lama, cukup sekadar
dapat menyampaikan pengunguman nikah saja, karena dengan berlama-lama
dalam nyanyian tersebut dapat melewatkan waktu fajar dan mengurangi waktu
tidur. Menggunakan waktu secara berlebihan untuk nyanyian (dalam
pengumuman nikah tersebut) merupakan sesuatu yang dilarang dan merupakan
perbuatan orang-orang munafik.57
57
Abdul Aziz bin Baz, ““Al-Fatawa Asy-Syariyyah fil Masail Asy-Syariyyah Min Fatawa
Ulama al Balad al-Haram”, terj: Hanif Yahya, Musthofa „Aini, “Fatwa-Fatwa Terkini” (Jakarta:
Dar Haq, 2008), hlm. 110
47
2. Metode Istinbat Menurut Syaikh Abd Aziz bin Baz
Ketika mana kita meneliti metode istinbat yang digunakan oleh Syaikh Abd
Aziz bin Baz, maka kita akan menyimpulkan bahwa kedua daripada mereka
menggunakan kaidah yang sama dalam mengeluarkan fatwa yaitu kaidah bayani.
Namun apakah kaidah bayani yang dipakai oleh Syaikh Abd Aziz bin Baz sama
dengan yang digunakan oleh Syaikh Yusuf al-Qaradhawi?
Sepertimana yang dinyatakan pada perbahasan yang lalu, Syaikh Yusuf al-
Qaradhawi menafsirkan kalimah lahwal hadis, beliau tidak menggolongkan
bahwa musik itu secara total termasuk dalam hal yang diharamkan dalam Islam.
Syaikh Abd Aziz bin Baz ketika mana menggunakan kaidah bayani bagi
memfatwakan pengharaman musik, maka beliau menggunakan jenis kaidah
bayani yang dinamakan sebagai bayani az-zahir58
.
Melalui kaidah bayani az-zahir, beliau tidak menafsirkan kalimah lahwal
hadis yang terdapat pada ayat 6 surah Luqman. Maka kaidah ini dilihat diaplikasi
oleh beliau karena tidak menafsirkan kalimah tersebut sebaliknya mengambil
kalimah tersebut dengan makna zahirnya atau secara tekstual. Beliau juga
menjadikan sebuah hadis riwayat „Amir al-Asyari sebagai pendokong terhadap
hujahnya. Kalimah al-maazif yang terdapat dalam hadis tersebut diartikan dengan
alatan musik yang mana dari situ beliau memfatwakan bahwa alatan musik dan
58
Hasbiyallah, “Fiqh dan Usul Fiqh, Metode Istinbath dan Istidlal”, (Solo Jawa Tengah
Indonesia: Dar al-Manhaj 2013), hlm 56
48
musik itu sendiri diharamkan dalam Islam tanpa mengira bentuk dan bagaimana ia
disampaikan.
Selain dari metode bayani yang dipakai oleh Syaikh Abd Aziz bin Baz,
beliau juga turut menggunakan metode istislahi yaitu suatu metode yang
digunakan untuk menarik kemaslahatan dan menolak kemafsadatan juga kaidah
burhani taqlili sebagai penguat hujah beliau. Maka dalam hal ini, jelas dapat
dilihat apabila beliau memasukkan beberapa qawaid fiqhiyyah atau dikenali
sebagai kaidah-kaidah fiqh. Antara kaidah fiqh yang beliau gunakan gunakan
dalam menegakkan fatwa beliau adalah ad dararu yuzal )ر يزال .)امضر
49
BAB IV
ANALISIS FATWA
A. Kekuatan, Kelemahan Dalil dan Metode Istinbat
Dalam membahaskan fatwa yang dikeluarkan oleh Syaikh Yusuf al-
Qaradhawi dan Syakh Abd Aziz bin Baz, maka kedua tokoh ini telah
mendatangkan dalil-dalil dan hujah sebagai dukungan ke atas fatwa mereka terkait
musik dalam Islam sepertimana yang telah disebutkan di dalam perbahasan yang
lepas, kedua tokoh ini mempunyai pendapat yang cukup berbeda terhadap hukum
musik di dalam Islam. Misalnya Syaikh Yusuf al-Qaradhawi menyebutkan bahwa
musik di dalam Islam itu adalah bersifat mubah selagimana tidak bersalahan
dengan beberapa ketetapan dan aturan dalam Islam. Sebaliknya Syaikh Abd Aziz
bin Baz berpendapat bahwa musik itu secara totalnya adalah haram.
Bagi memahami bagaimana kedua tokoh tersebut dalam mengeluarkan
fatwa mereka adalah sangat penting kita menganalisa metode istinbath yang telah
digunakan oleh keduanya. Proses menganalisa fatwa ini sudah pasti akan
menatijahkan terhadap perbedaan bagi kedua tokoh tersebut dalam memahami isi
kandungan al-Quran serta penafsiran mereka terhadap ayat-ayat al-Quran. Hal ini
juga akan memperlihatkan kekuatan kefahaman mereka terhadap hadis hadis yang
mereka jadikan sebagai hujah termasuklah segala perbahasan yang ada dalam
ulum hadis.
49
50
Adapun bagi dalil-dalil yang digunakan oleh Syaikh Yusuf al-Qaradhawi
yang diambil dari al-Quran adalah sebanyak 1 ayat dari surah Luqman. Manakala
bagi hadis, total hadis yang dijadikan pondasi hukum adalah sejumlah 3 buah
hadis. Dalam penetapan terhadap keharusan musik dalam Islam, maka beliau
menafsirkan kalimah lahwal hadis yang terdapat di dalam surah Luqman ayat 6
sebagai perkataan yang melalaikan dengan catatan sebagaimana yang disebutkan
oleh Ibn Hazm:
“Ayat tersebut menyebutkan suatu sifat yang barang siapa mengerjakannya
boleh menjadi kafir tanpa diperselisihkan lagi yaitu apabila dia menjadikan
agama Allah SWT sebagai permainan. Oleh karena itu, jika dia membeli
sebuah al-Quran untuk dijadikan ayat guna menyesatkan orang banyak dan
dijadikannya sebagai permainan, maka jelas orang tersebut adalah kafir.
Inilah yang dicela Allah SWT. Sama sekali Allah SWT tidak mencela orang-
orang yang membeli lahwal hadis itu sendiri yang dipakai untuk hiburan dan
menggembirakan hati, bukan untuk menyesatkan orang dari jalan Allah
SWT.”59
Berbeda dengan pendapat yang dikemukan oleh Syaikh Abd Aziz bin Baz
yang mana beliau menafsirkan kalimah lahwal hadis sebagai ucapan yang tidak
berguna dan musik adalah sebagian daripadanya. Syaikh Abd Aziz bin Baz
mengatakan bahwa perbuatan melakukan lahwal hadis adalah dilarang sama
59
Yusuf al-Qaradhawi, “Al-Halal wal Haram fil Islam”, terj: Yoss Rizal, “Halal dan
Haram Dalam Islam” (Kuala Lumpur: Seribu Dinar, 2014), hlm. 418
51
sekali di dalam agama Islam.60
Hal ini secara tidak langsung turut membawa arti
bahwa musik itu juga hukumnya haram secara mutlaq tanpa ada sebarang
pengecualian.
Beliau turut berhujah dengan ayat “lahwal hadis” di dalam al-Qurah Surah
Luqman ayat 6 mengisyaratkan terhadap pengharaman musik. Beliau turut
menyatakan bahwa Abdullah ibn Mas‟ud bersumpah bahwa yang dimaksud
dengan kata lahwal hadis adalah nyanyian atau musik. Jika musik tersebut diiringi
oleh musik rebab, kecapi, biola serta gendang, maka kadar keharamannya semakin
bertambah.61
Seterusnya, dalam meneliti hadis-hadis yang dihadapankan oleh Syaikh
Yusuf al-Qaradhawi dan Syaikh Abd Aziz bin Baz, kita akan menemukan
perbedaan antara keduanya. Sepertimana yang disebutkan bahwa Syaikh Yusuf al-
Qaradhawi tidak menyempitkan tafsiran lahwal hadis serta tidak menetapkan
pengharaman yang total terhadap musik dalam Islam. Beliau antara lain tidak
bersependapat dengan Syaikh Abd Aziz bin Baz karena berdalilkan dengan hadis
bahwa setiap perbuatan itu diukur oleh pelakunya. Maka tiadalah menjadi suatu
permasalahan ketika mana suatu musik itu disampaikan dengan selain maksud
untuk melalaikan, menyesatkan, menghina dan yang lainnya. selagimana sesuai
dengan syariat.
60 Abdul Aziz bin Baz, “Al-Fatawa Asy-Syariyyah fil Masail Asy-Syariyyah Min Fatawa
Ulama al Balad al-Haram”, terj: Hanif Yahya, Musthofa „Aini, “Fatwa-Fatwa Terkini” (Jakarta:
Dar Haq, 2008), hlm. 109 61
Ibid.hlm. 109
52
Ini menunjukkan bahwa beliau memahami kalimat lahwal hadis sebagai
kalimah yang berbentuk am bersalahan dengan Syaikh Yusuf al-Qaradhawi
mengambil kalimah ini sebagai bentuk khas.
Apabila kita meniliti hadis yang dikehadapankan oleh kedua tokoh sebagai
penyokong terhadap fatwa mereka, maka Syaikh Abd Aziz bin Baz antaranya
berdalil dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dari Abi Malik atau
„Amir Al Asy‟ari satu keraguan dari perawi, dari Nabi Muhammad SAW ia
bersabda:
ت بقوام يس تحلون الحر والحرير وال ر والمعازف م ميكونن من بم
“Sesungguhnya akan ada segolongan orang dari kaumku yang
menghalalkan zina, kain sutera, khamr dan alat musik.”62
Hadis di atas dalah sebuah hadis yang dapat kita temukan di dalam Shahih
Bukhari. Namun begitu apabila dianalisa tingkat darajat hadis ini. Muhaddithssin
apabila mengkomentar hadis ini, maka mereka menggolongkannya dalam
kumpulan hadis muallaq. Hadis ini dikategorikan sebagai hadis muallaq karena
sanadnya yang tidak bersambung, di mana telah hilang pada awal sanadnya
seorang perawi atau lebih. Oleh karena itu, Ibn Hazm menolak karena sanadnya
terputus, selain hadis ini mu‟allaq, para ulama‟ mengatakan bahwa sanad dan
matannya tidak selamat dari kegoncangan.
62
Muhammad bin Ismail, bab orang yang menghalalkan minuman keras dengan memberi
nama selainnya, hadis no. 559091, “Sahih Bukhari”, (Beirut: Dar Media, 2007), hlm. 5590
53
Al Hafidz ibn Hajar berusaha untuk menyambung hadis ini, dan beliau
berhasil untuk menyambung dari sembilan sanad, tetapi semuanya berkisar pada
satu perawi yang dibicarakan oleh sejumlah ulama‟ ahli. Satu perawi itu adalah
“Hisyam Ibnu „Ammar”, perawi ini meskipun sebagai Khatib Damascus dan
muqri‟nya serta muhaddits dan alimnya, bahkan Ibnu Ma‟in dan Al-„Ajli
mentausiq. Tetapi Abu Dawud mengatakan, “Dia meriwayatkan empat ratus hadis
yang tidak ada sandarannya (yang benar dari Rasul).63
Syeikh Yusuf al Qaradhawi dalam menilai hukum musik dalam Islam
termasuklah, nyanyian, alatan musik dan yang lainnya, beliau tidak langsung
mengharamkannya. Sebaliknya beliau mengaplikasi beberapa qawaidul fiqhiyyah
sebagai pondasi dalam menetapkan hukum. Antara lain beliau menggunakan
kaidah Al umuru bi maqasidiha (الأموربمقاصدىا) yaitu sesuatu perbuatan ini terikat
dengan tujuannya.64
Kaidah fiqh ini mengisyaratkan bahwa musik itu adalah dibenarkan
selagimana didengari atau dinikmati atas tujuan sekadar menghiburkan hati dan
penaik semangat untuk beribadat. Berbeda hal jika seseorang mendengarkan
musik untuk melalaikan apatah lagi sampai menjauhkan diri dari Allah Taala.
Kaidah fiqhiyyah ashlu fil asya‟ al-ibahah 65
(بصل ف الأص ياء الأبحة) menunjukkan
bahwa musik itu diharuskan selagimana tidak ada unsur-unsur yang melanggar
63 https://media.isnet.org/kmi/islam/Qardhawi/masyarakat/laguharam.html, diakses
tanggal 08 Julai 2019 64
Abd Latif Muda dan Rosmawati Ali, “Perbahasan Kaedah-Kaedah Fiqh”, (Petaling
Jaya Malaysia: Ilham Abati Enterprise, 2000), hlm.12 65
Ibid.hlm. 79
54
syariat sepertimana yang telah disebutkan oleh Syaikh Yusuf al-Qaradhawi di
dalam kitabnya halal dan haram dalam Islam.
Adapun disisi Syaikh Abd Aziz bin Baz beliau cenderung menggunakan
kaidah fiqhiyyah yaitu ad dararu yuzal رر يزال()الض yang membawa arti menutup
segala pintu kemudharatan.66
Beliau melihat bahwa musik tanpa mengira jenis dan
isinya adalah dilarang di dalam Islam. Syaikh Abd Aziz bin Baz mengatakan
bahwa musik akan membawa kepada kelalaian maka atas dasar menutup
kemudharatan, musik diharamkan.
B. Pendapat Yang Rajih dan Marjuh
Setelah kita meneliti dan menganalisa kekuatan dalil serta hujah yang
dipakai oleh Syaikh Yusuf al-Qaradhawi dan Syaikh Abd Aziz bin Baz, maka
timbul satu pertanyaan yang mana antara kedua fatwa tersebut yang lebih rajih
dan marjuh untuk diimplementasikan dalam zaman kontemporer?
Sebagaimana yang dapat kita saksikan pada hari ini bahwa elemen musik
telah banyak diterapkan dalam berbagai aspek seperti dakwah dan kehidupan
sosial. Bahkan pada hari ini telah menjadi adat kebiasaan masyarakat memainkan
musik dalam majelis-majelis tertentu seperti walimatul urus, perayaan idul fitri,
majelis Maulidur Rasul dan sebagainya. Maka, adakah dengan memainkan musik
ini dalam majelis-majelis tersebut menatijahkan kepada pengharamannya apabila
kita berpegang dengan pendapat yang menyatakan musik itu adalah melalaikan
dan dilarang dalam Islam.
66
Ibid.hlm. 49
55
Kita tidak menafikan bahwa telah banyak wujud seni musik yang bercampur
dengan unsur-unsur yang boleh melalaikan orang yang mendengarkannya. Ada
juga seni musik yang sehingga tahap boleh mencemari aqidah dan pegangan
agama seseorang muslim itu. Hal ini demikian banyak terjadi karena lirik musik
yang cuba merendahkan ketinggian dan kesucian agama Islam dengan wujudnya
penghinaan kepada Allah SWT, para Nabi dan Rasul serta segala perkara yang
menjadi suatu kemuliaan dalam Islam. Maka hal ini jelas membawa kepada
haramnya musik itu dan wajib bagi umat Islam menghindarinya.
Apabila kita melihat sejarah dan fungsi musik pada masa yang lampau, pasti
kita akan menemukan peran besar musik terhadap sesebuah masyarakat bahkan
Islam itu sendiri. Bangsa Arab pada masa kejayaannya tidak dikenal kecuali
karena ketinggian sastra dan kemahirannya dalam bermusik dan bersyair.
Sebelum Islam datang, orang-orang Arab jahiliyah sudah mempunyai
kesusateraan yang baik. Pada masa itu setiap diadakan pasar tahunan dimana
orang mengadakan mengadakan sayembara mengarang syair. Syair jahiliyah
umumnya bersajak, memiliki keserasian nada, irama dan makna. Syair-syair
tersebut mengandung gambaran kehidupan badwi yang sederhana, tentang
pemburuan, unta, padang pasir, kebanggaan, berhala, ratapan dan pujian yang
berlebih-lebihan terhadap wanita yang dikasihi dan dicintai.67
67
Susmihara, Rahmat, “Sejarah Islam Klasik”, (Yogyakarta: Dar-Manhaj, 2013), hlm. 18
56
Kemudian, Nabi Muhammad SAW datang dengan wahyu al-Qurannya dan
itulah bukti kemenangan yang tidak tertandingi oleh sastra Arab. Nabi
Muhammad SAW juga merupakan seorang sastrawan dan pengkhotbah yang
belum pernah ada tandingaanya di kalangan bangsa Arab.68
Ketika wilayah Islam
meluas, kaum muslimin berbaur dengan berbagai bangsa yang masing-masing
mempunyai kebudayaan dan kesenian sehingga terbukalah mata mereka kepada
mereka kesenian suara dengan mengambil musik-musik Persia dan Romawi.69
Menurut pengamatan sebagian tokoh terkemuka, seni musik sempat
mengalami kemerosotan pada masa Nabi, hal ini dikarenakan seni musik tersebut
digunakan sebagai media penyebaran ajaran-ajaran bathil dan untuk memperolok-
olok dakwah Nabi Muhammad SAW. Seiring dengan perkembangan waktu,
warna syair berubah sesuai dengan perubahan masyarakat. Isinya lebih banyak
tentang pujian dan sanjungan terhadap khalifah, tentang dakwah, semangat
peperangan dan terhindar dari kesesatan.70
Dalam dunia nusantara, Islam pada peringkat awalnya disebarkan
menggunakan kesenian musik, segala mesej dakwah dan kata-kata nasihat
disampaikan dengan dihiasi musik. Para pendagang dan pendakwah yang datang
ke dunia melayu menyebarkan Islam kepada penduduk asli dimana ketika itu
masyarakat asli berpegang dan mengamalkan tradisi Hindhu-Buddha. Maulana
Makdum Ibrahim atau lebih dikenali dengan Sunan Bonang sering menggunakan
68
Luthfi Arif, “Ensiklopedia Kemukjizatan Al-Quran”, (Jakarta: Bina Ilmu, 2013), hlm.
100 69
Abdurrahman al-Baghdadi, “Seni dalam Pandangan Islam”, (Jakarta: At-Tibyan,
2001), hlm. 19 70
Susmihara, Rahmat, “Sejarah Islam Klasik”, (Yogyakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013),
hlm. 176
57
kesenian rakyat untuk menarik simpati mereka. Sunan Bonang memahami bahwa
dakwah melalui kesenian adalah suatu cara yang tepati, maka beliau mempelajari
kesenian. Jawa antara lain seni bonang. Bonang adalah sejenis alat musik
tradisional yang terdiri dari kuningan yang bagian tengahnya berbentuk lonjong,
bila bagian itu dipukul dengan kayu lunak maka akan muncul suara yang merdu.
Setiap kali Sunan Bonang membunyikan alat musik tersebut pasti banyak
penduduk yang berdatangan ingin mendengarkan sekaligus menyaksikannya.
Dengan cara inilah Sunan Bonang menyebarkan ajaran Agama Islam kepada
masyarakat, setelah rakyat bersimpati lalu beliau menyisipkan ajaran-ajaran Islam
kepada mereka.71
Akhirnya masyarakat ketika itu, tertarik dengan ajaran Islam
dan mula meninggalkan ajaran lama mereka setelah sekian lama mengamalkan
ajaran Hindu-Buddha.
Maka dapat disimpulkan di sini bahwa fatwa yang dibawa oleh Syaikh
Yusuf al-Qaradhawi terhadap keharusan musik dalam Islam selagimana sesuai
dengan aturan syara‟ lebih sesuai diterapkan dalam masyarakat pada hari ini.
Apabila ditinjau hujah yang dipakai oleh Syaikh Yusuf al-Qaradhawi, maka kita
mendapati bahwa beliau memilih jalan dengan menafsirkan kalimah lahwal hadis
dengan tafsiran yang lebih terbuka sehingga tidak menyempitkan arti kalimah
tersebut tanpa mengira bentuk dan cara penyampaian musik itu. Adapun hadis,
maka Syaikh Yusuf al-Qaradhawi menggunakan beberapa hadis dalam
mendokong pendapat beliau yang mana hadis tersebut menjadi dalil yang sorih
menunjukkan keharusan musik. Kondisi masyarakat Islam pada hari ini
71
https;//m.gomuslims.co.id/read/khazanah/2017/11/24/6205/mengenal-sunan-bonang-
wali-asal-tuban-yang-berdakwah-lewat-sastra.html diakses tanggal 21 Julai 2019
58
memerlukan bagi mesej-mesej dakwah disampaikan dengan kesenian musik. Hal
ini bertepatan dengan jiwa nurani seseorang yang gemar akan kesenian yang
indah. Namun sekiranya kesenian musik dicampur dengan unsur-unsur yang
haram seperti lirik yang melalaikan, maka hal ini sudah pasti dilarang di dalam
Islam dan sewajarnya umat Islam itu menjauhkan diri padanya.
Pada sisi yang lain, sekiranya peneliti mengaplikasi pendapat yang
diterbitkan oleh Syaikh Abd Aziz bin Baz, maka akan terdapat beberapa
konsenkuensi yang bakal dihadapi dalam masyarakat Islam. Hal ini demikian
karena secara umumnya, pendapat beliau tidak sesuai digunapakai dalam
masyarakat kontemporer. Antara dampak negatif seandainya fatwa tersebut
diterima pakai, maka peneliti mendapati bahwa pesan-pesan dakwah akan
berdepan dengan kesukaran untuk dikembangkan kepada masyarakat. Wasilah
kesenian musik sekiranya tidak diguna bagi menyebar pesan dakwah, maka akan
hilang salah satu platform penyebaran pesan-pesan dalam dunia dakwah. Apatah
lagi sejak mutakhir ini, musuh-musuh Islam mulai menyebarkan fahaman dan
ajaran yang menyeleweng lewat seni musik dengan tujuan merosakkan umat
Islam. Baik dari pemikiran, cara hidup maupun pegangan akidah umat Islam.
59
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada bahagian akhir penulisan ini, penulis akan cuba menyimpulkan
beberapa kesimpulan sebagai titik akhir daripada uraian permasalahan dan
pembahasan yang penulis garap. Kesimpulan-kesimpulan yang penulis
maksudkan adalah seperti berikut:
1. Syaikh Yusuf al-Qaradhawi dalam penetapan hukum terhadap musik
dalam Islam, maka diketahui bahwa beliau secara umumnya
memfatwakan bahwa musik itu adalah bersifat mubah (harus). Beliau
menggunakan dalil-dalil al-Quran, hadis, metode istinbat bayani al-
batin juga metode istislahi dan kaidah-kaidah fiqhiyyah seperti al-
umuru bi maqasidiha )الأموربمقاصدىا( dan ashlu fil asya‟ al ibahah,
بحة( dalam hasil karyanya juga halal wal haram fil )بصل ف الأص ياء الا
Islam, Syaikh Yusuf al-Qaradhawi menetapkan syarat-syarat yang
harus dipatuhi supaya hukum musik yang asalnya harus berubah
kepada haram. Syarat-syarat tersebut adalah kandungan lirik lagu
tidak mengandungi unsur-unsur yang menyalahi akidah serta syariat
Islam. Lirik yang benar serta penyampaiannya yang tidak
menimbulkan fitnah dan menaikkan syahwat. Bebas dari percampuran
dari lelaki dan perempuan yang bukan mahram apatah lagi
memperlihatkan aurat. Selain itu, Syaikh Yusuf al-Qaradhawi juga
59
60
mensyaratkan tiada unsur pembaziran supaya hukum musik itu kekal
diharuskan. Syarat yang kelima yaitu bahwa tidak ada unsur-unsur
perkara yang haram seperti meminum arak, dipenuhi dengan perkara
yang mungkar dan maksiat.
2. Syaikh Abd Aziz bin Baz dalam penetapan hukum terhadap musik
dalam Islam, maka diketahui bahwa beliau secara umumnya
memfatwakan bahwa musik itu adalah haram hukumnya. Ini karena
musik itu merupakan perbuatan mungkar yang dapat menimbulkan
penyakit, kekerasan hati dan dapat membuat manusia lalai dari
mengingati Allah SWT serta lalai melaksanakan shalat. Beliau
menafsirkan kalimat istilah lahwal hadis dengan tafsiran umum yang
akhirnya mengkategorikan musik itu sebagian daripada perkara yang
diharamkan secara total. Syaikh Abd Aziz bin Baz menggunakan
dalil-dalil al-Quran, hadis, metode istinbat bayani az-zahir juga
metode istislahi dan kaidah-kaidah fiqhiyyah seperti ad dararu yuzal
ر يزال( )امضر
3. Pendapat yang lebih rajih dan marjuh untuk diimplementasikan dalam
masyarakat Islam kontemporer adalah pendapat yang dikeluarkan oleh
Syaikh Yusuf al-Qaradhawi, hal ini demikian karena pendapat
tersebut meraikan kondisi dan keperluan masyarakat yang dilihat
cenderung terhadap musik. Maka dengan itu, dalam usaha
menyampaikan mesej dakwah, para pendakwah memasukkan elemen-
elemen musik yang mampu menarik minat masyarkat untuk menerima
61
pesan yang disampaikan. Dalam hal yang lain, fatwa ini juga memberi
kebebasan untuk umat Islam berhibur dalam masa yang sama tidak
melanggar aturan syariat Islam.
B. Saran
1. Masyarakat perlu bersifat terbuka dan mencoba untuk memahami
sesebuah fatwa supaya tidak mudah menghukumi dan menyempitkan
sesuatu perkara. Hal ini demikian supaya perbedaan pendapat diraikan
tanpa mencela dan merendahkan orang yang tidak sependapat
dengannya.
2. Adalah sangat dianjurkan penggiat seni untuk merebut peluang dalam
menyampaikan pesan-pesan positif dan dakwah yang dihiasi dengan
musik. Hal ini adalah karena keadaan masyarakat Islam pada hari ini
yang gemar kepada bunyi-bunyian akan kesenian musik. Pesan-pesan
positif dilihat lebih mudah mencapai sasaran dan maksud apabila
digandingkan dengan kesenian musik.
3. Pemerintah sewajarnya mengambil inisiatif mewujudkan standar yang
perlu dipatuhi oleh pemusik dalam menghasilkan karya musik supaya
musik-musik yang bercampur dengan elemen negatif seperti musik
yang melalaikan serta lirik lagu yang merosakkan pemikiran apatah
lagi aqidah.
62
C. Kata Penutup
Alhamdulillah syukur ke hadrat Allah SWT atas limpah kurnia dan
inayahnya serta selawat dan salam atas junjungan besar Nabi Muhammad SAW.
Dengan izin-Nya akhirnya penukis dapat menyiapkan skripsi yang berjudul
“MUSIK DALAM ISLAM: ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPAT
ANTARA SYAIKH YUSUF AL-QARADHAWI DAN SYAIKH ABD AZIZ
BIN BAZ” dengan baik. Dengan selesainya skripsi ini tidak bermakna ia
sempurna daripada apa yang diperoleh.
Akhirnya penat lelah penulis terbayar dengan siapnya skripsi ini. Walaupun
melalui pelbagai cabaran dan dugaan, namun ia tidah mematahkan semangat
penulis untuk meneruskan menyiapkan skripsi ini malah pengalaman ini penulis
menganggap sebagai pengalaman yang sangat berharga. Tidak lupa juga penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada mereka yang terlibat secara langsung dan
tidak langsung karena banyak membantu penulis dalam proses menyiapkan
skripsi ini, hanya Allah SWT dapat membalas jasa dan budi kalian.
Di samping itu, penulis berharap usaha ini dapat dijadikan manfaat kepada
yang membaca juga kepada perkembangan ilmu Islam. Oleh karena itu, penulis
berbesar hati jika ada kritikan dan saranan yang sifatnya membangun demi
pembaikan yang akan datang. Moga kita semua memperoleh hidayah, keredhaan
dan keberkatan Allah SWT, amin.
63
DAFTAR PUSTAKA
A. Literatur
Al-Quran Al-Karim Transliterasi Bahasa Indonesia, Jakarta Indonesia:
2016
Abdul Aziz bin Baz, “Al-Fatawa Asy-Syariyyah fil Masail Asy-
Syariyyah Min Fatawa Ulama al Balad al-Haram”, terj: Hanif
Yahya, Musthofa „Aini, “Fatwa-Fatwa Terkini” Jakarta: Darul
Haq, 2008.
Abdurrahman al-Baghdadi, “Seni dalam Pandangan Islam”, Jakarta:
At-Tibyan, 2001.
Abd Latif Muda dan Rosmawati Ali, “Pengantar Usul Fiqh”, Kuala
Lumpur Malaysia: Ilham Abati Enterprise, 2012.
Abd Latif Muda dan Rosmawati Ali, “Perbahasan Kaedah-Kaedah
Fiqh”, Petaling Jaya Malaysia: Ilham Abati Enterprise, 2000.
Basri bin Ibrahim al-Hasani, “Ijtihad Baru Fiqh: Titik Tolak dan
Aliran-Alirannya”, Johor Bahru Malaysia: Dar al-Manhaj, 2003.
Bustanuddin Agus, “Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial”, Jakarta
Indonesia: At-Tibyan, 1999.
Hasbiyallah, “Fiqh dan Usul Fiqh, Metode Istinbath dan Istidlal, Solo
Jawa Tengah Indonesia: Dar al-Manhaj, 2013.
Hepi Andi Bastoni, “Di Balik Fatwa Kontroversial Yusuf al-
Qaradhawi”, Jakarta: Pustaka Cahaya Kasturi, 2013.
64
Imam Nawawi, “Hadis Arbain”, terj: Abu Zaid Abdillah,
“Terjemahan Hadis Arbain” Solo: Rajawali Pers, 2017.
Khalid al-Juraisy, “Fatwa-Fatwa Terkini Jilid I” Bekasi Jawa Barat
Indonesia: Bina Ilmu, 2015.
Luthfi Arif, “Ensiklopedia Kemukjizatan Al-Quran”, Jakarta: Bina
Ilmu, 2013.
Muhammad bin Ismail, “Sahih Bukhari”, Beirut: Dar-Media 2007.
Nugraha Waluya, “Biografi Syaikh bin Baz”, Jawa Barat: Pustaka
Khazanah Fatwa, 2010.
Satria Effendi M. Zein, “Ushul Fiqh”, Jakarta Indonesia: Prenada
Media, 2005.
Susmihara, Rahmat, “Sejarah Islam Klasik”, Yogyakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2013.
Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, “Kamus Ilmu Usul Fiqh”,
Jakarta Indonesia: At-Tibyan, 2005.
Tim Penyusun, “Kamus Bahasa Indonesia”, Jakarta: Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional, 2008.
Yusuf al-Qaradhawi, “Al-Halal wal Haram fil Islam”, terj:
Mu‟ammal Hamidy, “Halal dan Haram Dalam Islam”,Surabaya:
Bina Ilmu, 2010.
Yusuf al-Qaradhawi, “Al-Halal wal Haram fil Islam”, terj: Yoss
Rizal, “Halal dan Haram Dalam Islam” Kuala Lumpur: Seribu
Dinar, 2014.
65
Yusuf Al-Qaradhawi, “Man Haza Islam Fatawa Muasirah”, terj.Moh.
Suri Sudahri, Entin Rani‟ah Ramlan, “Fatwa-Fatwa Kontemporer
Jilid III: Hukum Mendengarkan Nyanyian”, Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 1995.
Zulkifli Mohamad al-Bakri, “Biografi Ringkas Dr Yusuf al-
Qaradhawi”, Negeri Sembilan: Sri Saujana Marketing, 2013.
B. Jurnal, Skripsi
Abd Aziz bin Harjin, “Seni Dan Hiburan Dalam Islam”, Pensyarah
Tamadun Islam, Universiti Teknologi MARA, Perlis Malaysia,
(2006).
Abu Bakar bin Yang, “Islam dan Hiburan”, Kertas kerja dalam
Seminar Serantau Dakwah dan Kesenian, Universiti Kebangsaan
Malaysia, (2006).
Fathurrahman Azhari, “Dinamika Perubahan Sosial dan Hukum
Islam”, Jurnal Pemikiran Islam, Kalimantan Selatan Indonesia,
(2016).
Lukmanul Hakim Hanafi dan Raja Raziff Raja Shaharuddin,
“Hiburan: Muzik, Nyanyian, Nasyid dari Perspektif Fiqh dan
Fatwa”. Jurnal Pengurusan dan Penyelidikan Fatwa, Universiti
Sains Islam Malaysia, Negeri Sembilan Malaysia, (2014).
66
C. Internet
https;//m.gomuslims.co.id/read/khazanah/2017/11/24/6205/mengenal-
sunan-bonang-wali-asal-tuban-yang-berdakwah-lewat-sastra.html
diakses tanggal 21 Julai 2019
https://media.isnet.org/kmi/islam/Qardhawi/masyarakat/laguharam.ht
ml, diakses tanggal 08 Julai 2019
CURRICULUM VITAE
Nama : Ahmad Syaqirin bin Shaharin
NIM : SPM 103170018
Tempat / Tanggal Lahir : Kuala Lumpur / 08 Juli 1996
Email : [email protected]
Jenis Kelamin : Lelaki
Alamat Asal : 3A Jalan Raja Ali, Kampung Baru 50300 Kuala
Lumpur.
Alamat Sekarang : Mess Pelajar Malaysia,
No. 44, RT. 27, RW. 08, Jalan Melur 2,
Kelurahan Simpang IV Sipin,
Telanaipura,
36124, Jambi, Indonesia.
Pekerjaan : Mahasiswa
Pendidikan : -
No Jenis Pendidikan Tempat Tahun
Tamat
1. Tadika An-Nadhir Kuala Lumpur,
Malaysia
2000-2001
2. Pusat Tahfiz Darul Haafizhin Kuala Lumpur,
Malaysia
2001-2007
3. Maahad Hafiz Selangor,
Malaysia
2008-2011
4. Darul Quran Wal Hadith
Selangor,
Malaysia
2012-2013
5. Kolej Islam As-Sofa
Selangor,
Malaysia
2014-2016
6.
UIN Sultan Thaha Saifuddin
Jambi, Indonesia Okt 2017-Okt 2019