13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Menurut Suparmoko (2001: 15), dalam rangka pengembangan otonomi daerah telah muncul undang-undang tentang otonomi daerah yang mencakup dua macam undang-undang yaitu UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dengan UU otonomi daerah itu berarti bahwa ideologi politik dan struktur pemerintah negara akan bersifat desentralisasi dibanding dengan struktur pemerintahan sebelumnya yang bersifat sentralisasi. Menurut Suparmoko (2001 : 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Tujuan dari pengembangan otonomi adalah : 1. Memberdayakan masyarakat 2. Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas 3. Meningkatkan peran serta masyarakat 4. Mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Menurut Suparmoko (2001 : 20) sistem pemerintahan dengan otonomi daerah akan lebih mampu menyediakan jasa pelayanan publik yang bervariasi sesuai
28
Embed
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah - …digilib.unila.ac.id/8079/11/BAB II.pdf · A. Otonomi Daerah Menurut Suparmoko (2001: 15), dalam rangka pengembangan otonomi daerah telah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
13
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Otonomi Daerah
Menurut Suparmoko (2001: 15), dalam rangka pengembangan otonomi daerah
telah muncul undang-undang tentang otonomi daerah yang mencakup dua macam
undang-undang yaitu UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan
UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah. Dengan UU otonomi daerah itu berarti bahwa ideologi politik
dan struktur pemerintah negara akan bersifat desentralisasi dibanding dengan
struktur pemerintahan sebelumnya yang bersifat sentralisasi.
Menurut Suparmoko (2001 : 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Tujuan dari pengembangan
otonomi adalah :
1. Memberdayakan masyarakat
2. Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas
3. Meningkatkan peran serta masyarakat
4. Mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Menurut Suparmoko (2001 : 20) sistem pemerintahan dengan otonomi daerah
akan lebih mampu menyediakan jasa pelayanan publik yang bervariasi sesuai
14
dengan preferensi (keinginan) masing-masing masyarakat. Keuntungan yang lain
dengan adanya sistem otonomi daerah adalah bahwa pemerintah daerah lebih
tanggap terhadap kebutuhan masyarakatnya sendiri. Dengan pemerintahan yang
lebih dekat dengan masyarakatnya akan lebih sedikit kekurangan atau kesalahan
yang akan dibuat dalam mekanisme pengambilan keputusan. Selanjutnya dengan
otonomi daerah akan lebih banyak eksperimen dan inovasi dalam bidang
administrasi dan ekonomi yang dapat dilakukan.
Menurut Widjaja (2005 : 5), salah satu aspek penting otonomi daerah adalah
pemberdayaan masyarakat sehingga mereka dapat berpartisipasi dalam proses
perencanaan, pelaksanaan, penggerakan, dan pengawasan dalam pengelolaan
pemerintahan daerah dalam penggunaan sumber daya pengelolaan dan
memberikan pelayanan yang prima kepada publik.
Menurut Widjaja (2005 : 10), kita tidak boleh mengabaikan bahwa ada prasyarat
yang harus dipenuhi sebagai daerah otonom, yaitu sebagai berikut :
1. Adanya kesiapan SDM Aparatur yang berkeadilan
2. Adanya sumber dana yang pasti untuk membiayai berbagai urusan
pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat sesuai kebutuhan
dan karakteristik daerah
3. Tersedianya fasilitas pendukung pelaksanaan pemerintahan daerah
4. Bahwa otonomi daerah yang diterapkan adalah otonomi daerah dalam
koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia.
15
Seiring dengan prinsip otonomi daerah tersebut maka penyelenggaraan otonomi
daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat
dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam
masyarakat. Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin
keserasian hubungan antar daerah dengan daerah lainnya, artinya mampu
membangun kerjasama antar daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama
dan mencegah ketimpangan daerah. Selain itu bahwa pelaksanaan otonomi
daerah juga harus mampu menjamin keserasian hubungan dengan pemerintah
pusat.
B. Keuangan Daerah
Keuangan daerah adalah kemampuan pemerintah daerah untuk mengelola mulai
dari merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan, dan mengevaluasi
berbagai sumber keuangan sesuai dengan kewenangannya dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan yang
diwujudkan dalam APBD.
Menurut A.Yani (2002 : 229), keuangan daerah merupakan semua hak dan
kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat
dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut, dalam kerangka
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Dalam hubungannya dengan pembiayaan pemerintah di daerah, perlu diketahui
sumber pendapatannya yang pasti agar terdapat kepastian pula mengenai
16
pelaksanaan dan kelangsungan kegiatan pemerintah di daerah. Sesuai dengan UU
Nomor 33 tahun 2004 Pasal 5 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan daerah, bahwa pada prinsipnya pendapatan daerah dapat
dikelompokkan menjadi:
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu:
PAD merupakan pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan
peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PAD bertujuan
memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan
otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi.
Sumber-sumber PAD berasal dari:
a. Hasil pajak daerah
b. Hasil retribusi daerah
c. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, yang mencakup:
- Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan
- Jasa giro
- Pendapatan bunga
- Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
- Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan dan atau pengadaan barang dan jasa oleh daerah.
2. Dana Perimbangan
17
Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan
selain dimaksudkan untuk membantu daerah dalam mendanai kewenangannya,
juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintah
daerah. Dana perimbangan terdiri dari:
a. Dana Bagi Hasil (DBH)
Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi. Sumber Dana Bagi Hasil berasal dari:
- Pajak, terdiri atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan (BPHPT), dan Pajak Penghasilan (PPh)
- Bukan pajak (sumber daya alam), terdiri atas hasil kehutanan, pertambangan
umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan
pertambangan panas bumi.
b. Dana Alokasi Umum (DAU)
DAU merupakan dana yang berasal dari pendapatan APBN yang dialokasikan
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai
kebutuhan daerah tertentu dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU
suatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. Alokasi
dasar ditentukan berdasarkan jumlah gaji pegawai negeri sipil daerah. Celah
fiskal adalah kebutuhan fiskal dikurangi kapasitas fiskal. Kebutuhan fiskal
merupakan kebutuhan pendanaan daerah dalam melaksanakan fungsi layanan
dasar umum. Kapasitas fiskal daerah merupakan sumber pendanaan daerah
18
yang berasal dari PAD dan DBH diluar dana reboisasi. DAU atas dasar celah
fiskal dihitung berdasarkan perkalian bobot daerah propinsi (kabupaten/kota)
dengan jumlah DAU seluruh daerah propinsi (kabupaten/kota). Bobot daerah
propinsi (kabupaten/kota) merupakan perbandingan antara celah fiskal daerah
propinsi (kabupaten/kota) yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh
daerah propinsi (kabupaten/kota). Daerah yang memiliki celah fiskal sama
dengan nol menerima DAU sebesar alokasi dasar. Daerah yang memiliki nilai
celah fiskal negatif dan nilai fiskal tersebut lebih kecil dari alokasi dasar akan
menerima DAU sebesar alokasi dasar dikurangi hasil celah fiskal. Daerah
yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai celah fiskal tersebut sama
atau lebih besar dari alokasi dasar maka tidak berhak menerima DAU.
c. Dana Alokasi Khusus (DAK)
DAK merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN dan
dialokasikan kepada daerah-daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu
mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan
prioritas nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan
prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu
atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah.
d. Pinjaman Daerah
Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah
menerima dari pihak lain sejumlah uang atau manfaat bernilai uang sehingga
daerah tersebut dibebani untuk membayar kembali, tidak semua kredit jangka
pendek yang lazim dalam perdagangan. Pinjaman daerah bertujuan
19
memperoleh sumber pembiayaan dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
e. Lain-lain pendapatan daerah yang sah
Lain-lain pendapatan daerah yang sah terdiri atas pendapatan hibah dan
pendapatan Dana darurat. Lain-lain pendapatan yang sah juga memberi
peluang kepada daerah untuk memperoleh pendapatan selain ketiga jenis
pendapatan di atas.
C. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
Menurut UU Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah, perimbangan keuangan antara pemerintah pusat
dan daerah adalah suatu sistem yang mencakup pembagian keuangan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara proporsional, demokratis, adil,
transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, sejalan
dengan kewajiban, pembagian wewenang, dan tanggungjawab serta tata cara
penyelenggaraan kewenangan tersebut.
Menurut Ujang Bahar (2009 : 90) yaitu, yang dimaksud dengan hubungan
keuangan disini adalah saling keterkaitan, saling ketergantungan, dan saling
menentukan dalam hal pengelolaan keuangan antara pemerintah dan pemerintah
daerah. UU No.33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan daerah mempergunakan terminologi “perimbangan keuangan” untuk
menggantikan kata “hubungan keuangan”.
20
Sementara menurut Ahmad Yani (2002 : 12) yaitu, hubungan keuangan antara
pusat dan daerah mencakup pengertian yang sangat luas dan dapat diwujudkan
dalam satu bentuk keadilan horizontal maupun vertikal. Salah satu dari implikasi
pelaksanaan otonomi adalah terdapatnya kebutuhan dana yang tidak sedikit untuk
membiayai masing-masing daerah. Karena adanya kebutuhan dana yang besar itu
timbul apa yang disebut dengan perimbangan keuangan.
Kenneth Davey dalam Ujang Bahar (2009 : 91) mengatakan, hubungan keuangan
pusat daerah menyangkut pembagian. Hubungan ini menyangkut pembagian
tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan tertentu antara tingkat-tingkat
pemerintah dan pembagian sumber penerimaan untuk menutup pengeluaran akibat
kegiatan-kegiatan itu. Hubungan keuangan pusat daerah mencerminkan tujuan
politik yang mendasar sekali karena perannya dalam menentukan bobot kekuasaan
yang dijalankan pemerintah daerah dalam keseluruhan sistem pemerintahan.
Menurut World Bank Institute, karakteristik sistem transfer yang baik yaitu: