5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daging Ayam Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang (Ramadhanii dkk, 2017). Daging yang dikonsumsi dapat berasal dari sapi, kerbau, babi, kuda, domba, kambing, unggas, ikan dan organisme yang hidup di air atau di air dan di darat, serta daging dari hewan-hewan liar dan aneka ternak (Soeparno, 1992). Daging unggas merupakan sumber protein hewani yang baik, karena mengandung asam amino esensial yang lengkap. Selain itu serat-serat dagingnya pendek dan lunak sehingga mudah dicerna (Anjarsari, 2010). Jenis hewan yang termasuk dalam kelompok unggas-unggasan adalah ayam, itik dan burung. Namun karena pertimbangan efisiensi dan ekonomi maka hanya jenis ayam tertentu saja yang dikembangkan secara intensif. Jenis ayam yang potensial sebagai sumber daging dikenal sebagai ayam broiler (Muchtadi dkk, 2010). Daging ayam broiler diandalkan sebagai sumber protein hewani yang utama. Tingginya permintaan daging ayam broiler seiring semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mengonsumsi pangan protein hewani yang banyak dibutuhkan untuk metabolisme tubuh. Ayam broiler merupakan salah satu jenis ayam yang banyak dibudidayakan karena pertumbuhannya yang sangat cepat (Setiawati dkk, 2016). Ayam pedaging di Amerika dipotong pada umur 8 12 minggu dengan berat 1,59 2,05 kg/ekor. Di Indonesia ayam pedaging dipotong pada umur yang
22
Embed
II. TINJAUAN PUSTAKAmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2012/240210120072_2_2888.pdf5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daging Ayam Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daging Ayam
Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi
kebutuhan gizi. Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula
kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang (Ramadhanii dkk,
2017). Daging yang dikonsumsi dapat berasal dari sapi, kerbau, babi, kuda,
domba, kambing, unggas, ikan dan organisme yang hidup di air atau di air dan di
darat, serta daging dari hewan-hewan liar dan aneka ternak (Soeparno, 1992).
Daging unggas merupakan sumber protein hewani yang baik, karena
mengandung asam amino esensial yang lengkap. Selain itu serat-serat dagingnya
pendek dan lunak sehingga mudah dicerna (Anjarsari, 2010). Jenis hewan yang
termasuk dalam kelompok unggas-unggasan adalah ayam, itik dan burung.
Namun karena pertimbangan efisiensi dan ekonomi maka hanya jenis ayam
tertentu saja yang dikembangkan secara intensif. Jenis ayam yang potensial
sebagai sumber daging dikenal sebagai ayam broiler (Muchtadi dkk, 2010).
Daging ayam broiler diandalkan sebagai sumber protein hewani yang
utama. Tingginya permintaan daging ayam broiler seiring semakin meningkatnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya mengonsumsi pangan protein hewani yang
banyak dibutuhkan untuk metabolisme tubuh. Ayam broiler merupakan salah satu
jenis ayam yang banyak dibudidayakan karena pertumbuhannya yang sangat cepat
(Setiawati dkk, 2016).
Ayam pedaging di Amerika dipotong pada umur 8 12 minggu dengan
berat 1,59 2,05 kg/ekor. Di Indonesia ayam pedaging dipotong pada umur yang
6
lebih muda, yaitu sekitar 6 minggu dengan berat sekitar 1,33 kg per ekor.
Pemilihan pemotongan ayam pedaging pada saat beratnya masih rendah
disebabkan oleh pilihan konsumen yang cenderung membeli karkas utuh yang
tidak terlalu besar, selain itu juga karena dagingnya cukup lunak, lemak belum
banyak serta tulangnya belum begitu keras (Muchtadi dkk, 2010).
2.1.1 Kandungan Gizi Daging Ayam
Daging ayam broiler adalah bahan makanan yang mengandung gizi tinggi,
memiliki rasa dan aroma yang enak, tekstur yang lunak dan harga yang relatif
murah, sehingga disukai hampir semua orang (Suradi, 2006). Komposisi kimia
daging ayam dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia daging ayam per 100 gram Komposisi kimia Jumlah (%)
Air 65,95 Protein 18,6 Lemak 15,06 Abu 0,79 (Sumber: Stadelman et al., 1988 dikutip Suradi, 2006)
Daging ayam juga mengandung vitamin dan mineral yang jumlahnya
relatif rendah. Vitamin yang terdapat dalam daging ayam meliputi niacin,
riboflavin, tiamin dan asam askorbat, sedangkan mineral-mineralnya terdiri dari
natrium, kalium, magnesium, kalsium, besi, fosfor, sulfur, klorin dan iodin
(Muchtadi dkk, 2010). Kandungan mineral mayor dan vitamin dalam daging ayam
dapat dilihat pada Tabel 2.
Daging ayam merupakan sumber protein berkualitas tinggi serta memiliki
kandungan asam amino yang lengkap. Hal ini disebabkan karena asam amino
komponen penyusunnya yang menyerupai komponen penyusun protein dalam
7
tubuh manusia (Pane, 2016). Jenis asam amino serta persentase menurut kadar
protein yang terdapat pada daging ayam dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 2. Kandungan mineral mayor dan vitamin dalam daging ayam Elemen Jumlah (mg/100 g)
Mutu I Mutu II Mutu III 1 Konformasi Sempurna Ada sedikit
kelainan pada tulang dada atau paha
Ada kelainan pada tulang dada dan paha
2 Perdagingan Tebal Sedang Tipis 3 Perlemakan Banyak Banyak Sedikit 4 Keutuhan Utuh Tulang utuh, kulit
sobek sedikit, tetapi tidak pada bagian dada
Tulang ada yang patah, ujung sayap terlepas ada kulit yang sobek pada bagian dada
5 Perubahan warna
Bebas dari memar dan atau
Ada memar sedikit tetapi tidak pada bagian dada dan tidak
Ada memar sedikit tetapi tidak ada
6 Kebersihan Bebas dari bulu tunas (pin feather)
Ada bulu tunas sedikit yang menyebar, tetapi tidak pada bagian dada
Ada bulu tunas
Sumber: Badan Standardisasi Nasional (2009)
Perubahan warna pada daging ayam segar merupakan penyimpangan
freeze burn
warna lainnya yang disebabkan oleh mikroorganisme atau zat-zat kontaminan.
Memar merupakan perubahan warna dan konsistensi pada akibat benturan fisik
freeze burn
dengan permukaan yang sangat dingin, di bawah temperatur -18oC (Badan
Standardisasi Nasional, 2008).
12
2.2.2 Kerusakan Kimia Daging Ayam
Kualitas kimia daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah
pemotongan. Faktor setelah pemotongan meliputi kualitas kadar air, kadar lemak,
dan kadar protein (Prasetyo dkk, 2013). Kerusakan kimia daging ayam dapat
dilihat dari kadar air daging ayam setelah pemotongan.
Kadar air daging ayam broiler yaitu sebesar 65 - 80% (Forest et al., 1975
dikutip Afrianti dkk, 2013). Daging ayam yang mempunyai kadar air yang lebih
banyak daripada rentang tersebut biasanya disuntik dengan air, agar terlihat lebih
gemuk, berisi dan bila ditimbang menjadi lebih berat (Wibowo, 2017).
Daging yang mempunyai kadar air yang tinggi akan berwarna pucat
karena pigmen warna daging oksimioglobin terhidrolisis oleh air dengan
mengeluarkan cairan yang banyak selain itu daging akan lebih cepat rusak oleh
mikroba (Prasetyo dkk, 2009). Kadar air yang tersedia di dalam daging sangat
menentukan tingkat pertumbuhan mikroorganisme (Soeparno, 1992).
Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan
makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan aw (water activity),
yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk
pertumbuhannnya. Berbagai mikroorganisme mempunyai aw minimum agar dapat
tumbuh dengan baik, misalnya bakteri aw: 0,90; khamir aw: 0,80 - 0,90; kapang aw;
0,60 - 0,70 (Winarno, 1984).
Daging hewan akan mengalami serangkaian perubahan biokimia dan
fisikokimia, seperti perubahan pH, perubahan struktur jaringan otot, perubahan
kelarutan protein dan perubahan daya ikat air (Muchtadi dkk, 2010). Perubahan
pH menjadi indikator kerusakan kimia daging ayam setelah pemotongan.
13
pH daging antara 6,8 7,2 dalam keadaan masih hidup, setelah dipotong
akan terjadi penurunan pH (Muchtadi dkk, 2010). Perubahan pH sesudah ternak
mati pada dasarnya ditentukan oleh kandungan asam laktat yang tertimbun dalam
otot, yang selanjutnya ditentukan oleh kandungan glikogen dan penanganan
sebelum penyembelihan (Buckle dkk, 1985).
Penurunan pH otot postmortem juga bervariasi diantara ternak (Soeparno,
1992). Pada daging unggas (ayam) penurunan pH akan mencapai nilai 5,8 5,9
setelah melewati fase pasca mortem selama 2 4,5 jam (Muchtadi dkk, 2010). pH
ultimat normal daging postmortem adalah sekitar 5,5, yang sesuai dengan titik
isoelektrik sebagian besar protein daging termasuk protein miofibril (Soeparno,
1992). Nilai pH daging tidak akan pernah mencapai nilai dibawah 5,3. Hal ini
disebabkan oleh enzim-enzim yang terlibat dalam glikolisis anaerob tidak aktif
bekerja (Lukman, 2010 dikutip Haq dkk, 2015).
pH akhir yang tercapai mempunyai beberapa pengaruh yang berarti dalam
mutu daging. pH rendah berada sekitar pH 5,1 6,1 menyebabkan daging
mempunyai flavor yang lebih disukai dan stabilitas yang lebih baik terhadap
kerusakan akibat mikroorganisme. pH tinggi berada sekitar pH 6,2 7,2
menyebabkan daging mempunyai rasa kurang enak dan keadaan yang lebih
memungkinkan untuk perkembangan mikroorganisme (Buckle dkk, 1985).
2.2.3 Kerusakan Mikrobiologi Daging Ayam
Kerusakan yang menyebabkan penurunan mutu daging segar, terutama
disebabkan oleh mikroorganisme (Ramadhanii dkk, 2017). Kerusakan
mikrobiologis ini merupakan bentuk kerusakan yang banyak merugikan serta
14
kadang-kadang berbahaya terhadap kesehatan manusia, karena racun yang
diproduksi, penularan serta penjalaran kerusakan yang cepat (Muchtadi dan
Ayustaningwarno, 2010).
Mutu mikrobiologi ditunjukkan oleh beberapa mikroorganisme indikator
kerusakan daging seperti bakteri golongan Coliform, Staphylococcus aureus,
Salmonella sp., Escherichia coli, dan Campylobacter sp (Juliansyah, 2014).
Syarat mutu mikrobiologi daging ayam dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Syarat mutu mikrobiologi daging ayam
No Jenis Satuan Persyaratan 1 Total Plate Count cfu/g maksimum 1 x 106 2 Coliform cfu /g maksimum 1 x 102 3 Staphylococcus aureus cfu/g maksimum 1 x 102 4 Salmonella sp per 25 g Negatif 5 Escherichia coli cfu/g maksimum 1 x 101 6 Campylobacter sp per 25 g Negatif
Sumber: Badan Standardisasi Nasional (2009)
Mikroorganisme yang paling sering mencemari daging ayam salah satunya
adalah bakteri jenis Coliform. Daging merupakan media yang sangat baik untuk
pertumbuhan bakteri Coliform. Bakteri Coliform terdiri dari jenis Enterobacter,
Eschericia coli, Klebsiella dan Citrobacter. Coliform merupakan indikator dalam
sanitasi. Coliform merupakan jenis bakteri mesofilik yaitu bakteri yang suhu
pertumbuhan optimumnya 10 - 45oC. Coliform aktif tumbuh pada suhu sekitar
37oC (Jay, 2000 dikutip Suprayogo dkk, 2014). Berdasarkan SNI 3924:2009
daging ayam segar dapat dikategorikan aman jika jumlah bakteri Coliform tidak
melebihi 1 x 102 CFU/g.
Sel-sel Staphylococcus aureus adalah gram positif berbentuk bola yang
umumnya tersusun berkelompok seperti buah anggur. Bakteri ini tidak bergerak,
15
fakultatif anaerob dan dapat tumbuh pada produk-produk yang mengandung NaCl
sampai 16% (Buckle dkk, 1985). Staphylococcus aureus akan menghasilkan
toksin yang tahan panas dan mengontaminasi makanan yang kaya protein, seperti
daging, telur, dan susu. Gejala keracunan seperti muntah dan sakit perut akan
muncul 2 - 6 jam setelah mengonsumsi daging yang terkontaminasi (Bahar,
2003). Berdasarkan SNI 3924:2009 daging ayam segar dapat dikategorikan aman
jika jumlah bakteri Staphylococcus aureus tidak melebihi 1 x 102 CFU/g.
Campylobacter merupakan bakteri yang dapat menyebabkan penyakit
Campylobacteriosis. Campylobacteriosis pada manusia merupakan penyakit
foodborne yang disebabkan oleh infeksi Campylobacter jejuni yang banyak
mengontaminasi daging terutama daging ayam. Bakteri Campylobacte juga
menyebabkan infeksi aliran darah (bakteremia), terutama pada penderita kencing
manis atau kanker. Infeksi bakteri ini biasanya tertelan melalui makanan atau
minuman yang terkontaminasi bisa menyebabkan diare (Poloengan, 2005).
Berdasarkan SNI 3924:2009 daging ayam segar dapat dikategorikan aman jika
bakteri Campylobacter sp negatif per 25 g.
2.3 Bakteri Patogen pada Daging Ayam
Suatu produk pangan hewani aman dikonsumsi jika tidak mengandung
mikroba patogen, yaitu mikroba yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan
pada manusia yang mengonsumsinya (Ramadhanii dkk, 2017). Mutu
mikrobiologis dari suatu produk makanan ditentukan oleh jumlah dan jenis
mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan. Mutu mikrobiologis ini akan
menentukan ketahanan simpan dari produksi tersebut ditinjau dari kerusakan oleh
16
mikroorganisme, dan keamanan produk dari mikroorganisme ditentukan oleh
jumlah spesies patogenik yang terdapat (Buckle dkk, 1985).
2.3.1 Jumlah Total Mikroba
Kemampuan untuk mengukur secara tepat jumlah mikroorganisme yang
umum terdapat dalam bahan pangan dan jumlah organisme spesifik yang berada
dalam produk pangan merupakan dasar yang penting bagi mikrobiologi pangan.
Hal tersebut meliputi dua pertimbangan utama yaitu:
1) Pengambilan contoh yang tepat dari produk yang akan diuji,
2) Enumerasi atau perhitungan mikroorganisme yang terdapat dalam contoh.
(Buckle dkk, 1985).
Total plate count merupakan cara penghitungan jumlah mikroba yang
terdapat dalam suatu produk yang tumbuh pada media agar pada suhu dan waktu
inkubasi yang ditetapkan (Badan Standardisasi Nasional, 2008). Total plate count
atau metode hitungan cawan merupakan metode yang paling banyak digunakan
dalam analisis, karena koloni dapat dilihat langsung dengan mata tanpa
menggunakan mikroskop (Nurhayati dan Samallo, 2013).
Prinsip dari metode hitungan cawan adalah menumbuhkan sel-sel mikroba
yang masih hidup pada suatu atau beberapa media sehingga sel tersebut
berkembang biak dan membentuk koloni-koloni yang dapat dilihat langsung
dengan mata telanjang tanpa menggunakan mikroskop, dan koloni dapat dihitung
menggunakan colony counter (Yunita, 2015).
Menurut Fardiaz (1989) metode hitungan cawan merupakan cara yang
paling sensitif untuk menentukan jumlah jasad renik beberapa hal yaitu:
17
1) Hanya sel yang masih hidup yang dihitung,
2) Beberapa jenis jasad renik dapat dihitung sekaligus,
3) Dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi jasad renik karena koloni
yang terbentuk mungkin berasal dari suatu jasad renik yang mempunyai
penampakan pertumbuhan spesifik.
Selain keuntungan-keuntungan tersebut, metode hitungan cawan juga
mempunyai kelemahan-kelemahan sebagai berikut:
1) Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel yang sebenarnya, karena
beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk satu koloni,
2) Medium dan kondisi inkubasi yang berbeda mungkin menghasilkan nilai
yang berbeda,
3) Jasad renik yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat
dan membentuk koloni yang kompak dan jelas, tidak menyebar,
4) Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi relatif lama sehingga
pertumbuhan koloni dapat dihitung.
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 3924:2009 daging ayam
segar dapat dikategorikan aman jika total koloni bakteri (total plate count) tidak
melebihi 1 x 106 coloni forming unit per gram (cfu/g).
2.3.2 Escherichia coli
E. coli merupakan bakteri berbentuk batang pendek (kokobasil), gram
negatif, ukuran 0,4 µm 0,7 µm x 1,4 µm, dan beberapa strain mempunyai kapsul
(Badan Standardisasi Nasional, 2009). E. coli tumbuh pada suhu antara 10 40oC,
dengan suhu optimum 37oC. pH optimum untuk pertumbuhannya adalah pada 7,0
18
7,5, pH minimum pada 4,0 dan maksimum pada pH 9,0. Nilai aw minimum
untuk pertumbuhan E. coli adalah 0,96. Bakteri ini relatif sangat sensitif terhadap
panas dan dapat diinaktif pada suhu pasteurisasi makanan atau selama pemasakan
makanan (Supardi dan Sukamto, 1999). Bentuk sel E. coli dapat dilihat pada
Gambar 3.
Pili
Flagela
Gambar 3. Bentuk sel E. coli (Biocote, 2016)
Terdapat strain E. coli yang patogen dan nonpatogen. E. coli nonpatogen
banyak ditemukan di dalam usus besar manusia sebagai flora normal dan berperan
dalam pencernaan pangan dengan menghasilkan vitamin K dari bahan yang belum
dicerna dalam usus besar. Strain patogen E. coli dapat menyebabkan kasus diare
berat pada semua kelompok usia melalui endotoksin yang dihasilkan (Badan
Standardisasi Nasional, 2009). Salah satu faktor yang mempengaruhi sifat
patogenik E. coli adalah kemampuan untuk melakukan adesi pada sel-sel hewan
dan manusia (Supardi dan Sukamto, 1999).
Kontaminasi bakteri E. coli pada makanan biasanya berasal dari
kontaminasi air yang digunakan. Bahan makanan yang sering terkontaminasi oleh
E. coli diantaranya ialah daging ayam, daging sapi, daging babi selama
penyembelihan, ikan dan makanan-makanan hasil laut lainnya, telur dan produk
olahannya, sayuran, buah-buahan, sari buah, serta bahan minuman seperti susu
dan lainnya (Supardi dan Sukamto, 1999), daging hamburger yang setengah
19
matang dan pangan cepat saji lain serta keju yang berasal dari susu yang tidak
Alat-alat yang digunakan dalam industri pengolahan pangan sering
terkontaminasi oleh E. coli yang berasal dari air yang digunkan untuk mencuci.
Kontaminasi bakteri ini pada makanan atau alat-alat pengolahan merupakan suatu
tanda praktek sanitasi yang kurang baik (Supardi dan Sukamto, 1999).
2.3.3 Salmonella
Salmonella merupakan bakteri berbentuk batang dengan ukuran 1 µm
3,5 µm x 0,5 µm 0,8 µm, motil, kecuali S. gallinarum dan S. pullorum nonmotil,
tidak berspora dan bersifat gram negatif. Bakteri ini tumbuh pada suasana aerob
dan fakultatif anaerob pada suhu 15oC 41oC (suhu pertumbuhan optimum
37,5oC) dan pH pertumbuhan 6 8, namun pada suhu 56oC dan keadaan kering
akan mati (Badan Standardisasi Nasional, 2009). Di laboratorium, Salmonella
dapat tumbuh pada suhu 5 - 470C dan optimum pada suhu 35 - 37oC. pH
pertumbuhan sekitar 4,0 - 9,0 dengan pH optimum 6,5 - 7,5 (Khaq dan Dewi,
2016). Salmonella termasuk kelompok bakteri Enterobacteriaceae (Buckle dkk,
1985). Bentuk sel Salmonella dapat dilihat pada Gambar 4.
Flagela
Pili
Gambar 4. Bentuk sel Salmonella (Ecolab, 2014)
Salmonella sp dikenal sebagai bakteri penyebab salmonellosis (Budiarso
dan Belo, 2009). Salmonellosis bersifat zoonosis, artinya penyakit ini dapat
20
ditularkan dari hewan ke manusia (Syarifah, 2015). Tanda umum salmonellosis
adalah pusing, muntah dan diare yang disebabkan karena iritasi dinding usus kecil
oleh endotoksin yang dibebaskan, dan toksin spesifik dari Salmonella lain. Waktu
yang diperlukan untuk timbulnya tanda-tanda salmonellosis adalah satu sampai
tiga hari, rata-rata 12 - 24 jam (Soeparno, 1992).
Pangan yang biasanya tercemar Salmonella antara lain daging mentah dan
produk olahannya, unggas, telur, susu dan produk susu, ikan, udang, kaki kodok,
ragi, kelapa, salad dressing dan saus, cake mixes, topping dan pangan penutup
berisi krim, gelatin kering, selai kacang, kakao, dan coklat (Badan Standardisasi
Nasional, 2009).
Salmonella dapat berasal dari usus kecil, serta jaringan ternak padaging
dan unggas tanpa menimbulkan tanda-tanda infeksi pada ternak. Sumber infeksi
Salmonellosis adalah kontaminasi karkas dan daging selama proses pemotongan.
Pada produk daging proses, kontaminasi dapat terjadi selama processing, dan
dapat juga berasal dari rekontaminasi daging dan bahan makanan lain. Processing
thermal pada temperatur 66oC selama 12 menit atau 60oC selama 30 menit dapat
menghancurkan sebagian besar Salmonella (Soeparno, 1992).
Bakteri Salmonella sering mengontaminasi daging ayam, berperan sebagai
infeksi pada manusia. Sebagian besar kasus disebabkan oleh S. enteritidis dan S.
typhimurium (Aerita, 2014). Berdasarkan SNI 3924:2009 daging ayam segar dapat
dikategorikan aman jika bakteri Salmonella sp negatif per 25 g.
21
2.4 Deteksi Bakteri Patogen pada Daging Ayam
2.4.1 Perhitungan Jumlah Total Mikroba
Perhitungan jumlah total mikroba yang terdapat pada daging ayam segar
menggunakan metode Total Plate Count (TPC) atau metode hitungan cawan.
Prinsip dari metode hitungan cawan adalah jika sel jasad renik yang masih hidup
ditumbuhkan pada medium agar, maka sel jasad renik tersebut akan berkembang
biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan dihitung dengan
mata tanpa menggunakan mikroskop (Fardiaz, 1989).
Media agar yang digunakan pada metode hitungan cawan adalah media
Plate Count Agar. Komposisi Plate Count Agar terdiri dari Tryptone sebanyak 5
gram/liter, ekstrak ragi sebanyak 2,5 gram/liter, dekstrosa (glukosa) sebanyak 1
gram/liter dan agar sebanyak 15 gram/liter. Trytone menyediakan senyawa
nitrogen dan karbon, asam amino rantai panjang dan nutrisi penting lainnya.
Ekstrak ragi menyediakan Vitamin B kompleks (Himedia, 2018).
Penghitungan jumlah koloni pada metode TPC dilakukan pada setiap seri
pengenceran kecuali cawan petri yang berisi koloni menyebar (spreader colonies).
Pemilihan dilakukan pada cawan yang mempunyai jumlah koloni 25 sampai
dengan 250 (Badan Standardisasi Nasional, 2008). Bahan pangan yang
diperkirakan mengandung lebih dari 250 sel mikroba per ml atau per gram atau
per cm, memerlukan perlakuan pengenceran sebelum ditumbuhkan pada medium
agar di dalam cawan petri.
Pengenceran biasanya dilakukan secara desimal yaitu 1:10, 1:100, 1:1000
dan seterusnya, atau 1:100, 1:10000, 1:1000000 dan seterusnya. Larutan yang
digunakan untuk pengenceran dapat berupa bufer fosfat, 0,85% NaCl, atau larutan
22
Ringer. Jumlah koloni dalam contoh dapat dihitung sebagai berikut:
Koloni per ml atau per gr = jumlah koloni per cawan x
(Fardiaz, 1989). Petuntuk perhitungan TPC dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Petunjuk penghitungan TPC
10-2 10-3 10-4 TPC per ml atau Gram
Keterangan
=== ===
175 208
16 17 190.000
Bila hanya satu pengenceran yang berada dalam batas yang sesuai, hitung jumlah rerata dari pengenceran tersebut.
=== ===
224 225
25 30
250.000
Bila ada dua pengenceran yang berada dalam batas yang sesuai, hitung jumlah masing-masing dari pengenceran sebelum merata-ratakan jumlah yang sebenarnya.
18 14
2 0
0 0
1.600*
Jumlah koloni kurang dari 25 koloni pada pengenceran terendah, hitung jumlahnya dan kalikan dengan faktor pengencerannya dan beri tanda * (diluar jumlah koloni 25 sampai dengan 250).
=== ===
=== ===
523 487
5.100.000
Jumlah koloni lebih dari 250 koloni, hitung koloni yang dapat dihitung atau yang mewakili beri tanda* (diluar jumlah koloni 25 sampai dengan 250).
=== ===
245 230
35 spreader
290.000
Bila ada dua pengenceran diantara jumlah koloni 25 sampai dengan 250, tetapi ada spreader, hitung jumlahnya dan kalikan dengan faktor pengenceran, namun untuk spreader tidak dihitung.
0 0
0 0
0 0 100*
Bila cawan tanpa koloni, jumlah TPC adalah kurang dari 1 kali pengenceran terendah yang digunakan, dan beri tanda*
=== ===
245 278
23 20
260.000
Jumlah koloni 25 sampai dengan 250, dan yang lain lebih dari 250 koloni, hitung kedua cawan petri termasuk yang lebih dari 250 koloni, dan rerata jumlahnya.
=== ===
225 255
21 40
270.000
Bila salah satu cawan dengan jumlah 25 koloni sampai dengan 250 koloni dari tiap pengenceran, hitung jumlah dari tiap pengenceran termasuk yang kurang dari 25 koloni, lalu rerata jumlah yang sebenarnya.
=== === === ===
220 240 260 230
18 48 30 28
260.000
270.000
Bila hanya satu cawan yang menyimpang dari setiap pengenceran, hitung jumlah dari tiap pengenceran termasuk yang kurang dari 25 koloni atau lebih dari 250 koloni, kemudian rerata jumlah sebenarnya.
(Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 2008)
23
2.4.2 Perhitungan Jumlah E. coli
Perhitungan jumlah total E. coli yang terdapat pada daging ayam segar
menggunakan metode Total Plate Count. Total Plate Count dimaksudkan untuk
menunjukkan jumlah mikroba yang terdapat dalam suatu produk dengan cara
menghitung koloni bakteri yang ditumbuhkan pada media agar (Badan
Standardisasi Nasional, 2008). Media agar yang digunakan untuk menumbuhkan
E. coli pada penelitian ini adalah media Eosin Methylene Blue (EMB) Agar.
Media EMB Agar adalah media selektif dan media diferensial, media ini
selektif untuk menumbuhkan bakteri gram negatif dan pada umumnya digunakan
untuk isolasi dan diferensiasi bakteri nonfecal coliform dan fecal coliform
(Atmojo, 2016). Komposisi media EMB Agar dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Komposisi media EMB Agar Bahan Jumlah (gram/liter)
Peptic digest of animal tissue 10 Dipotassium phosphate 2 Laktosa 5 Sukrosa 5 Eosin Y 0,4 Methylene blue 0,065 Agar 13,5 (Sumber: Himedia, 2011)
Fungsi setiap bahan pada komposisi media EMB Agar yaitu pepton untuk
menyediakan nitrogen, vitamin, mineral dan asam amino esensial untuk
pertumbuhan bakteri. Laktosa untuk menyediakan sumber karbohidrat untuk
difermentasi bakteri sehingga dapat membedakan koloni bakteri yang bisa
memfermentasi laktosa dengan koloni bakteri yang tidak memfermentasi laktosa.
Sukrosa untuk membedakan antara koloni bakteri coliform yang mampu
memfermentasi sukrosa lebih cepat dari laktosa dengan koloni bakteri yang tidak
mampu memfermentasi sukrosa. Dipotassium phosphate K2HPO4 untuk
24
menyediakan elektrolit dan keseimbangan osmotik. Eosin Y sebagai indikator pH
serta menghambat pertumbuhan bakteri gram positif. Methylene blue sebagai
indikator pH serta menghambat peryumbuhan bakteri gram positif. Agar untuk
memadatkan media (Atmojo, 2016).
Interprestasi hasil media EMB Agar yaitu bakteri gram negatif yang
memfermentasi laktosa (umumnya bakteri usus) dapat menghasilkan asam, dalam
kondisi asam akan menghasilkan warna kompleks berwarna ungu gelap atau hijau
metalik. Warna hijau metalik ini merupakan indikator dari bakteri yang dapat
memfermentasi laktosa dengan kuat dan/atau bakteri yang dapat memfermentasi
sukrosa (khas pada bakteri coliform fecal). Pada bakteri yang memfermentasi
laktosa dengan lambat akan menghasilkan asam dengan jumlah yang sedikit
sehingga koloni akan berwarna coklat atau merah muda. Pada bakteri yang tidak
dapat memfermentasi laktosa koloni akan berwarna merah muda atau transparan
(Atmojo, 2016).
2.4.3 Deteksi Keberadaan Salmonella
Deteksi keberadaan Salmonella dimaksudkan untuk menunjukkan
keberadaan Salmonella yang terdapat pada daging ayam segar dengan cara
menumbuhkan Salmonella pada media agar. Salmonella biasanya terdapat dalam
jumlah kecil di dalam makanan. Oleh karena itu, perlu dilakukan tahap
preenrichment enrichment Pada tahap
preenrichment pra pengayaan digunakan media Lactose Broth. Komposisi
dari Lactose Broth dapat dilihat pada Tabel 9.
25
Tabel 9. Komposisi Lactose Broth Bahan Jumlah (gram/liter)
Peptic digest of animal tissue 5 Beef extract 3 Laktosa 5 (Sumber: Himedia, 2015) Peptic digest of animal tissue dan beef extract menyediakan nutrisi yang penting
bagi mikroba. Laktosa merupakan sumber karbohidrat yang dapat difermentasi.
enrichment pengayaan digunakan media Tetrathionate
Broth. Tetrathionate Broth direkomendasikan sebagai media pengayaan untuk
isolasi Salmonella Typhi dan Salmonella lainnya. Komposisi dari Tetrathionate
Broth dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Komposisi Tetrathionate Broth Bahan Jumlah (gram/liter)