Top Banner

of 15

Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut

Jul 08, 2018

Download

Documents

ambosa
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut

    1/33

    KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

    DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI

    BALAI PEMANTAUAN PEMANFAATAN HUTAN PRODUKSI WILAYAH IIJl. Sisingamangaraja Km. 5,5 No. 14 Marindal Medan Telp. (061) 7870760 Faks. (061) 7866782

    M E D A N

    LAPORAN HASIL IDENTIFIKASI POTENSI DAN

    PEMETAAN SERTA RESOLUSI KONFLIK DI

    KPHP MODEL MANDAILING NATAL

    PADA DESA LUBUK SAMBOA

    KECAMATAN BATANG NATAL 

    DIPA BP2HP WILAYAH II MEDAN

    TAHUN ANGGARAN 2015

  • 8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut

    2/33

    LAPORAN HASIL IDENTIFIKASI POTENSI DAN

    PEMETAAN SERTA RESOLUSI KONFLIK DI KPHP

    PADA DESA LUBUK SAMBOA KECAMATAN

    BATANG NATAL

    Panyabungan, Agustus 2015

    PELAKSANA TUGAS:

    1.  Alexander Oeleke NIP. 19670623 199703 1 003 

    2. Marina Ovvera, S.SosNIP -

    3.  Ambosa Hidayat, S.HutNIP -

  • 8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut

    3/33

     

    DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 2015i

    KATA PENGANTAR

    Laporan ini merupakan hasil pelaksanaan tugas identifikasi potensi dan pemetaanserta resolusi konflik di KPHP Model Mandailing Natal pada lokasi Desa Lubuk Samboa,sesuai Surat Tugas Kepala KPHP Model Mandailing Natal Nomor: 525/087/UPTD.KPHP/2015,Tanggal 31 Juli 2015.

    Tujuan pelaksanaan identifikasi potensi dan pemetaan serta resolusi konflik di KPHPModel Mandailing Natal pada lokasi Desa Lubuk Samboa adalah untuk mengidentifikasipotensi konfliknya, menilai dan menetapkan status konfliknya, memetakan potensi konfliknyadan merekomendasikan resolusi konflik yang dianggap sesuai dalam mengatasi konflik yangterjadi.

    Demikian laporan ini dibuat dan disampaikan dengan harapan dapat bermanfaat.

    Panyabungan, Agustus 2015

     A.n Tim Pelaksana Tugas,

     Alexander OelekeNIP. 19670623 199703 1 003

  • 8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut

    4/33

     

    DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 2015ii

    DAFTAR TABEL

    NO. HALAMAN

    1.  Tutupan Lahan dan luasannya sesuai fungsi hutan di KPHP ModelMandailing Natal …………………………………………………………………….................. 4 

    2.  Luasan Deforestasi di Wilayah Kelola KPHP Model Mandailing Natal ……………… 5

    3.  Tingkat Kekritisan Lahan di Wilayah KPHP Model Mandailing Natal ……………….  6

    4.  Nama Desa yang berada di sekitar dan dalam wilayah kelola KPHP Model

    Mandailing Natal ……………………………………………………………………………………  6

  • 8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut

    5/33

     

    DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 2015iii

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR ................................................................................................................. I 

    DAFTAR TABEL ..................................................................................................................... II 

    DAFTAR ISI ......................................................................................................................... III 

    BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1 

    1.1.  L ATAR BELAKANG ............................................................................................................... 1 

    1.2.  TUJUAN ........................................................................................................................... 2 

    1.3.  S ASARAN.......................................................................................................................... 2 

    BAB II. GAMBARAN UMUM KPHP ......................................................................................... 3 

    2.1. 

    SEJARAH SINGKAT KPHP ...................................................................................................... 3 

    2.2.  K ONDISI A REAL ................................................................................................................. 3 

    2.3.  K ONDISI SOSIAL ................................................................................................................ 6 

    BAB III. PELAKSANAAN KEGIATAN ...................................................................................... 9 

    3.1.  W AKTU PELAKSANAAN ......................................................................................................... 9 

    3.2.  METODOLOGI .................................................................................................................... 9 

    3.3.  TIM PELAKSANA  ................................................................................................................10 

    BAB IV. HASIL PEMETAAN POTENSI KONFLIK ................................................................... 11 

    4.1.  DESKRIPSI POTENSI K ONFLIK  ...............................................................................................11 

    4.2.  PENILAIAN STATUS POTENSI K ONFLIK .....................................................................................17 

    BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ......................................................................... 19 

    5.1.  K ESIMPULAN ....................................................................................................................19 

    5.2.  R EKOMENDASI ..................................................................................................................19 

    L A M P I R A N .................................................................................................................... 21 

  • 8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut

    6/33

     

    DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 20151

    BAB I. PENDAHULUAN

    1.1.  Latar Belakang

    Konflik merupakan suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga

    kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan

    menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik merupakan situasi yang

    wajar yang bisa terjadi dalam setiap interaksi komunitas di semua aspek dan bidang

    kehidupan. Konflik merupakan sebuah proses sosial dimana orang perorangan atau

    kelompok masyarakat berusaha untuk memenuhi tujuan dan atau kepentingannya

    dengan jalan menentang pihak lain/lawan yang disertai dengan ancaman dan atau

    kekerasan. Umumnya, sebuah konflik terjadi dikarenakan oleh berbagai faktorpenyebab yang tidak tunggal yang tidak pernah terselesaikan dalam kurun waktu

    tertentu. Berbagai faktor penyebab konflik yang tak pernah terselesaikan tersebut

    pada akhirnya terakumulasi dan meledak menjadi sebuah konflik terbuka karena

    adanya peristiwa yang menjadi pemicu (trigger ) konflik.

    Sejak awal, pembangunan KPHP yang diaktualisasikan melalui kegiatan

    pengelolaan hutan yang dilakukan oleh KPHP (pemerintah) memiliki potensi

    menimbulkan konflik, khususnya konflik dengan masyarakat desa hutan (setempat).

    Tingginya potensi konflik dalam kegiatan pengelolaan hutan antara lain

    dilatarbelakangi oleh berbagai perbedaan antara KPHP dengan masyarakat setempat.

    Perbedaan tersebut antara lain menyangkut perbedaan sistem dan tata nilai

    kehidupan KPHP dengan sistem dan tata nilai kehidupan masyarakat, perbedaan

    aturan hukum yang dianut KPHP yang bersifat legal formal dengan aturan hukum

    masyarakat desa hutan yang berbasis hukum adat.

    Identifikasi dan pemetaan potensi rawan konflik tenurial /masyarakat pada

    areal KPHP sebagai salah satu bentuk penyelesaian konflik keterlanjuran dan bahan

    pertimbangan rencana pemanfaatan hutan produksi di wilayah KPHP. Identifikasi

    potensi dan pemetaan serta resolusi konflik yang dilakukan di KPHP Model Mandailing

    Natal pada lokasi Desa Lubuk Samboa menjadi penting karena Desa Lubuk Samboa

    memiliki harangan (hutan) yang diakui mereka sebagai ulayat dan masih dalam

    keadaan yang baik. Selain itu, kawasan hutan yang berada disekitar Desa Lubuk

    Samboa merupakan wilayah tertentu KPHP Model Mandailing Natal. Dengan

    mengidentifikasi potensi konflik yang mungkin terjadi di Desa Lubuk Samboa akan

  • 8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut

    7/33

     

    DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 20152

    memberikan pengaruh terhadap adanya kebijakan yang akan diterapkan di kawasan

    tersebut terutama dalam pemberdayaan masyarakat.

    1.2.  Tujuan

     Adapun tujuan dari kegiatan Identifikasi Potensi dan Pemetaan serta Resolusi

    Konflik KPHP antara lain:

    1.  Mengidentifikasi potensi konflik pada masyarakat Desa Lubuk Samboa dengan

    KPHP Model Mandailing Natal

    2.  Menilai dan menetapkan status setiap konflik yang ditemukan pada Desa Lubuk

    Samboa

    3.  Memetakan potensi konflik pada Desa Lubuk Samboa

    4.  Merekomendasikan resolusi konflik pada Desa Lubuk Samboa

    1.3.  Sasaran

    Sasaran pelaksanaan identifikasi potensi dan pemetaan serta resolusi konflik

    di KPHP Model Mandailing Natal pada lokasi Desa Lubuk Samboa adalah :

    1. Tersedianya instrumen pemetaan dan resolusi konflik

    2. Tersedianya peta potensi rawan konflik pada areal KPHP

    3. Tersedianya mekanisme resolusi konflik yang efektif, efisien dan optimal

    4. Terbangunnya hubungan yang harmonis pasca resolusi konflik

    5. Kelancaran kegiatan pengelolaan hutan oleh KPHP

  • 8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut

    8/33

     

    DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 20153

    BAB II. GAMBARAN UMUM KPHP

    2.1.  Sejarah singkat KPHP

    Sebagian wilayah KPHP Model Mandailing Natal pada awalnya merupakan

    wilayah Hutan Register, sedangkan sebagian lainnya merupakan penambahan pada

    saat Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1967,

    selanjutnya Paduserasi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) dengan Tata

    Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) sehubungan dengan UU Nomor 24 Tahun 1992,

    serta penambahan pada saat penunjukan kawasan hutan Provinsi Sumatera Utara

    berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor SK.44/Menhut-II/2005 yang merupakan

    penerapan UU Nomor 41 Tahun 1999.

    Pada tahun 2010 menjadi wilayah KPHP Model Mandailing Natal berdasarkan

    Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. SK. 332/ MENHUT-II/

    2010 tanggal 25 Mei 2010. Tahun 2014 telah ada SK Menteri Kehutanan Nomor:

    579/Menhut-II/2014 mengenai Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara sehingga

    secara langsung mengubah wilayah KPHP Model Mandailing Natal baik fungsi dan

    luasnya. Hasil analisis peta  menunjukkan bahwa wilayah KPHP Model Mandailing

    Natal memiliki 4 fungsi kawasan yang awalnya 3 fungsi kawasan yaitu Hutan

    Produksi, Hutan Produksi Terbatas, Hutan Lindung, dan Hutan Produksi yang dapat

    Dikonversi. Selain itu, luasannya berkurang karena pada wilayah tertentu KPH

    berubah fungsi menjadi Areal Penggunaan Lain (APL).

    Batas-batas wilayah KPHP Model Mandailing Natal adalah sebagai berikut:

      Sebelah Utara : Kabupaten Tapanuli Selatan;

      Sebelah Selatan : Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumbar;

      Sebelah Timur : Taman Nasional Batang Gadis;  Sebelah Barat : Kec. Muara Batang Gadis, Kec. Natal, Kec. Lingga Bayu, Kec.

    Batang Natal, Kec. Ranto Baek, dan Kec. Batahan Kabupaten Mandailing Natal.

    2.2.  Kondisi Areal

    KPHP Model mandailing Natal memiliki kondisi bentang alam yang sangat

    variatif yang dimulai dari daerah pantai sampai daerah bergunung-gunung pada

    rentang ketinggian antara 0 – 2.150 meter di atas permukaan laut. Umumnya daerah

  • 8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut

    9/33

     

    DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 20154

    Kabupaten Mandailing Natal berada pada ketinggian antara 500  – 1000 m dpl atau

    sebesar 34 % dari seluruh luas wilayah, kemudian oleh ketinggian 1000-1500 m dpl

    sebesar 22,5 % dan daerah pada ketinggian 0 -150 m dpl sebanyak 17 %, sisanya

    terletak pada ketinggian 150-500 m dpl dan di atas 2000 m dpl.

    Umumnya daerah KPHP Model Mandailing Natal berada pada daerah yang

    curam dengan kemiringan lereng lebih dari 40 % yang meliputi 51 % total wilayah

    kabupaten. Hal ini menandakan bahwa karakteristik fisik lahan kabupaten Mandailing

    sangat penting di sektor kehutanan khususnya untuk daerah perlindungan daerah

    bawahan. Daerah dengan kemiringan lereng antara 0-15% sebanyak 35 % dari luas

    total dan sisanya berada pada kemiringan lereng sekitar 15-40 %.

    Penutupan Lahan pada wilayah KPHP Model Mandailing Natal didominasi oleh

    hutan sekunder yaitu 52,8% dan semak belukar yaitu 17,7% dari luasan wilayah

    KPH. Tutupan lahan pada wilayah KPHP Model Mandailing Natal disajikan pada tabel

    dibawah ini :

    Tabel 1. Tutupan Lahan dan luasannya sesuai fungsi hutan di KPHP Model Mandailing Natal

    Tutupan Lahan HL HP HPK HPT Total

    Hutan Lahan Kering Primer 3287.25 1604.27 910.18 13618.64 19420.34Hutan Mangrove Sekunder 19.25 39.06 58.31Hutan Rawa Primer 0.11 0.11Hutan Rawa Sekunder 194.44 2885 3079.44Hutan Sekunder 4625.76 4957.4 5847.72 65571.89 81002.77Perkebunan 211.55 1891.21 44.32 2147.08Pertanian Lahan Kering 703.78 4453.19 1404.4 1586.99 8148.36Pertanian Lahan KeringCampur 130.86 427.19 29.05 3008.8 3595.9Rawa 1.65 588.41 590.06Sawah 76.4 5.53 81.93Semak/Belukar 2482.5 1704.77 8390.36 14712.48 27290.11Semak/Belukar Rawa 186.82 732.1 4551.41 5470.33Tanah Terbuka 394.08 138.23 455.42 1482.27 2470Tubuh Air 3.7 1.84 0.69 6.23

    Total 12047.32 13361.45 19895.77 108056.43 153360.97Sumber : BPKH Wilayah I Medan

    Tutupan lahan pada Hutan Lindung didominasi oleh Hutan Lahan Kering

    Primer dan Hutan Sekunder sedangkan pada Hutan Produksi terbatas didominasi oleh

    Hutan Sekunder dan Semak Belukar. Pada Hutan Produksi didominasi oleh tutupan

    Hutan Sekunder dan Pertanian Lahan Kering, sedangkan pada Hutan Produksi yang

    dapat dikonversi didominasi oleh Semak Belukar dan Hutan Sekunder.

  • 8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut

    10/33

     

    DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 20155

     Aksesibilitas menuju wilayah kelola KPHP Model Mandailing Natal adalah

    sebagai berikut :

    a.  Dari Medan Provinsi Sumatera Utara menuju Kota Panyabungan dengan jarak

    + 500 km dapat ditempuh selama + 11 jam dengan kendaraan darat, dan 5

    sampai 6 jam dengan pesawat udara melalui Bandara Udara Aek Godang/Pinang

    Sori dan dilanjutkan dengan kendaraan darat.

    b.  Dari Padang Provinsi Sumatera Barat menuju Kota Panyabungan dengan jarak

    + 400 km ditempuh selama + 8 jam.

    c.  Selanjutnya dari Kota Panyabungan menuju lokasi terdekat yang berada di Desa

    Sopotinjak dengan jarak tempuh + 30 km selama + 1,5 jam. Kondisi jalan cukup

    sempit, beraspal sebagian besar sudah rusak.

    d.  Selain di daerah Sopotinjak, aksesibilitas ke wilayah KPHP Model Mandailing Natal

    pada umumnya jalan tanah dan dapat dijangkau dengan kendaraan double garden  

    (4x4) wheel drive  dan kendaraan roda dua semi trail .

    e.  Selain harus menempuh jalan darat yang berbatu dan jalan tanah, ada juga

    wilayah KPH yang harus menggunakan boat   karena melewati sungai dengan

    lamanya ± 4 jam seperti di daerah Singkuang

    Hasil analisis yang dilakukan tim kajian lingkungan hidup strategis (KLHS)

    untuk Kabupaten Mandailing Natal menunjukkan tingkat deforestrasi (kehilangan

    tutupan hutan) pada wilayah kelola KPHP Model Mandailing Natal. Hasil KLHS

    menunjukkan bahwa cukup besar lahan yang terbuka. Dari tahun 1990 hingga 2013,

    lahan yang terbuka seluas ± 14.734.08 Ha.

    Tabel 2. Luasan Deforestasi di Wilayah Kelola KPHP Model Mandailing Natal

    Kawasan Luasan (Ha) Persentase (%)

    Hutan 112.968,72 73,72Non-Hutan 24.764,49 16,16Lahan Terbuka 1990-2000 4.462,47 2,91Lahan Terbuka 2000-2005 2.556,81 1,67Lahan Terbuka 2005-2010 4.508,91 2,94Lahan Terbuka 2010-2013 3.205,89 2,09Tutupan Awan 81,54 0,05Tubuh Air 78,66 0,05

    Sumber: Tim KLHS Conservation International Indonesia  (2015)

    Berdasarkan data kekritisan lahan, maka tingkat kekritisan lahan pada wilayah

    kelola KPHP Model Mandailing Natal beragam mulai dari tidak kritis hingga sangat

    kritis. Pada wilayah KPHP Model Mandailing Natal masih didominasi oleh lahan yang

  • 8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut

    11/33

     

    DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 20156

    tidak kritis yaitu lebih dari 50% dari total luas wilayah KPH atau seluas ± 80.124,60

    Ha sedangkan lahan yang sangat kritis hanya 1,78% atau ± 2.731,49 Ha dan lahan

    kritis juga hanya 2,96% atau seluas ± 4.545,21 Ha. Tingkat kekritisan lahan dan

    luasannya pada wilayah kelola KPHP Model Mandailing Natal dapat dilihat pada Tabel

    3.

    Tabel 3. Tingkat Kekritisan Lahan di Wilayah KPHP Model Mandailing Natal

    Kategori Luas (Ha) Luas (%)

    Sangat Kritis 2,731.49 1.78Kritis 4,545.21 2.96 Agak Kritis 28,331.53 18.47Potensial Kritis 37,628.07 24.54Tidak Kritis 80,124.60 52.25

    Total 153,360.90 100.00

    Sumber: BPKH Wilayah I Medan

    2.3. Kondisi Sosial 

    Nama desa yang ada di sekitar KPH dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.

    Tabel 4. Nama Desa yang berada di sekitar dan dalam wilayah kelola KPHP ModelMandailing Natal

    No. Nama DesaJumlah

    RT*Mata Pencaharian

    Utama

    1. Rantau Panjang 327 Bertani2. Manuncang 161 Bertani

    3.LubukKapundung 189 Bertani

    4. Huta Imbaru 214 Bertani5. Panunggulan 144 Bertani6. Tabuyung 749 Bertani, Nelayan7. Singkuang II 292 Bertani8. Singkuang I 304 Bertani9. Sikapas 235 Bertani10. Batu Mundom 321 Bertani11. Tagilang Julu 129 Bertani

    12. Sale Baru 276 Bertani13. Suka Makmur 105 Bertani

    14.LubukKapundung II 172 Bertani

    15. UPT Tabuyung 58 Bertani16. UPT Singkuang I 91 Bertani17. UPT Singkuang II 60 Bertani18. Lubuk samboa 284 Bertani

    19.MuaraParlampungan 433 Bertani

    20. Banjar Malayu 257 Bertani

  • 8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut

    12/33

     

    DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 20157

    21. Muara Soma 479 Bertani22. Ampung Padang 222 Bertani23. Sipogu 155 Bertani

    24.

    Tombang

    Kaluang 245 Bertani25. Bangkelang 286 Bertani26. Aek Nangali 297 Bertani27. Rao Rao 61 Bertani28. Aek Guo 44 Bertani29. Tarlola 134 Bertani30. Ampung Julu 225 Bertani31. Sopotinjak 61 Bertani32. Batu Madinding 254 Bertani33. Rantobi 237 Bertani34. Hadangkahan 191 Bertani35. Aek Manggis 116 Bertani36. Guo Batu 58 Bertani37. Simanguntong 200 Bertani38. Aek Holbung 141 Bertani39. Bulu Soma 113 Bertani40. Jambur Baru 205 Bertani41. Lubuk Bondar 64 Bertani42. Tornaincat 93 Bertani43. Aek Baru Jae 71 Bertani44. Aek Baru Julu 72 Bertani45. Lubuk Samboa 80 Bertani46. Taluk 80 Bertani

    47. Sikara- Kara 140 Bertani48. Buburan 435 Bertani, Nelayan49. Bintuas 400 Bertani50. Sundutan Tigo 462 Bertani51. Kunkun 128 Bertani, Nelayan52. Simpang Duku 128 Bertani53. Simpang Koje 527 Bertani54. Bonca Bayuon 146 Bertani55. Dalan Lidang 177 Bertani56. Banjar Maga 127 Bertani57. Ranto Nalinjang 157 Bertani

    58. Muara Bangko 336 Bertani59. Batu Sondat 582 Bertani

    *) Data dari BPS Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2012

    Umumnya budaya yang dianut oleh masyarakat Mandailing Natal adalah

    berdasarkan kepercayaan mereka terhadap agama Islam dan juga budaya yang

    berasal dari kerajaan terdahulu (berdasarkan sistem kasta). Sistem adat yang masih

    dianut tersebut adalah Harajaon (Raja), Hatobangun  (Pimpinan tiap marga), Naposo  

  • 8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut

    13/33

     

    DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 20158

    dan Nauli Bulung   (Kelompok pemuda dan pemudi desa) dan Hulu Balang . Namun

    dengan masuknya sistem pemerintahan Indonesia, budaya tersebut mulai terkikis.

    Budaya lain yang masih dianut oleh masyarakat terutama disekitar aliran

    sungai yang cukup besar adalah Budaya Lubuk Larangan .  Lubuk Larangan

    merupakan Habitat atau tempat berkumpulnya ikan untuk berkembang biak dan

    berlindung dari upaya penangkapan. Dan disebut larangan karena tidak bisa

    dimanfaatkan secara leluasa dan untuk kepentingan pribadi, tetapi melalui

    musyawarah dan untuk kepentingan pembangunan desa. Umumnya rentang waktu

    panen lubuk larangan adalah dua kali setahun (pada 17 Agustus dan juga pada Hari

    Raya Idul Fitri) atau ditetapkan sesuai dengan kesepakatan oleh masyarakat desa.

  • 8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut

    14/33

     

    DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 20159

    BAB III. PELAKSANAAN KEGIATAN

    3.1. Waktu Pelaksanaan

    Pelaksanaan identifikasi potensi dan pemetaan serta resolusi konflik di KPHP

    Model Mandailing Natal pada lokasi Desa Lubuk Samboa dilaksanakan selama 6

    (enam) hari mulai tanggal 4 s.d 9 Agustus 2015.

    3.2. Metodologi

    a. Jenis dan metode pengumpulan data

    Jenis data yang diambil untuk kegiatan Identifikasi Potensi dan Pemetaan

    serta Resolusi Konflik adalah berupa data primer dan data sekunder. Pengambilan

    data sekunder dilakukan dengan mengambil data pendukung dari berbagai sumber

    seperti literatur yang tersedia pada instansi pemerintah pada tingkat kabupaten/kota,

    kecamatan dan desa maupun pihak swasta dan pengambilan data secara primer yaitu

    dilakukan dengan metode wawancara langsung.

    b. Sumber data dan informasi

     Adapun sumber data dan informasi yang didapat pada kegiatan identifikasi

    potensi dan pemetaan serta resolusi konflik ini data sekunder didapat dari

    pengumpulan data yang diambil di kantor desa berupa foto copy RPJM Desa

    setempat, dan data primer yang diambil di desa Lubuk Samboa ini dilaksanakan

    dengan wawancara langsung dengan tokoh masyarakat, kepala desa, dan perwakilan

    masyarakat setempat.

    c. Pengolahan dan analisa data

    pengolahan dan analisa data dilakukan sesuai dengan metode yang telah ada pada

    Juknis Kegiatan Identifikasi Potensi, Pemetaan dan Resolusi Konflik.

  • 8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut

    15/33

     

    DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201510

    3.3. Tim Pelaksana

    Tim pelaksana identifikasi potensi dan pemetaan serta resolusi konflik di KPHP Model

    Mandailing Natal pada lokasi Desa Lubuk samboa adalah sebagai berikut :

    1.  Nama : Alexander Oeleke

    N I P : 19670623 199703 1 003

    Jabatan : Polisi Hutan

    2.  Nama : Sundari Febrina, S.Hut

    N I P : -

    Jabatan : Staff KPHP Model Mandailing Natal

    3.  Nama : Ambosa Hidayat, S.Hut

    N I P : -

    Jabatan : Staff KPHP Model Mandailing Natal

    4.  Nama : Marina Ovvera, S.Sos

    NIP : -

    Jabatan : Staff KPHP Model Mandailing Natal

  • 8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut

    16/33

     

    DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201511

    BAB IV. HASIL PEMETAAN POTENSI KONFLIK

    Kasus 1. Adanya potensi konflik antara masyarakat Lubuk Samboa dengan

    KPHP Model Mandailing Natal.

    Kasus 2. Adanya potensi konflik antara masyarakat dengan pemegang izin

    IUPHHK-HA PT Inanta Timber.

    Kasus 3. Adanya potensi konflik mengenai tata batas desa antara batas Desa

    Lubuk Samboa dan Desa Guo Batu.

    4.1. Deskripsi Potensi Konflik

    1.  Karakteristik KPHP

    KPHP Model Mandailing Natal merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)

    pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal yang telah ada

    sejak tahun 2010 berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 81 Tahun 2011. Luasan KPHP

    Model Mandailing Natal berdasarkan SK. 579/Menhut-II/2014 adalah ± 153.361 Ha.

    Luasan KPHP Model Mandailing Natal ini mencakup 6 Kecamatan yaitu Kecamatan

    Batang Natal, Kecamatan Natal, Kecamatan Muara Batang Gadis, Kecamatan Lingga

    Bayu, Kecamatan Ranto Baek dan Kecamatan Batahan. Saat ini, KPHP Model

    Mandailing Natal telah dilakukan pemetaan blok dan petak oleh BPKH Wilayah I

    Medan namun untuk kegiatan tata batas wilayah kelola KPHP Model Mandailing Natal

    masih belum secara khusus. Penataan blok dan petak pada KPHP Model Mandailing

    Natal sudah dilakukan walau masih dari citra satelit saja.

    Pada KPHP Model Mandailing Natal, terdapat areal KPH yang berstatus

    kawasan HPK (Hutan yang dapat dikonversi) berdasarkan SK 579/Menhut-II/2015

    seluas 19.895,76 Ha. Selain itu, pergantian SK dalam perubahan kawasan hutan

    Provinsi Sumatera Utara dari SK. 44/Menhut-II/2005 ke SK. 579/Menhut-II/2014

    telah mengubah luasan karena adanya areal yang di APL kan yaitu seluas 5.805 Ha.

    Dalam proses untuk mendapatkan pengakuan dari berbagai pihak mengenai

    wilayah KPHP Model Mandailing Natal, maka sebaiknya dilakukan pemetaan areal KPH

    berikut areal desa hutannya. Namun, pada kenyataannya KPHP Model Mandailing

    Natal belum melakukan pemetaan areal KPH dengan areal desa hutan.

    Wilayah kelola KPHP Model Mandailing Natal memiliki beberapa konsesi dari

    pemegang izin yaitu berupa IUPHHK-HA dan IUPHHK-HT. IUPHHK-HA dan IUPHHK-

  • 8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut

    17/33

     

    DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201512

    HT tersebut izinnya telah ada bahkan sebelum KPHP model Mandailing Natal

    terbentuk dan sudah beroperasi. Selain dari itu masih belum diketahui adakah izin

    usaha lain seperti pertambangan namun sejauh ini belum ada laporan yang masuk ke

    KPHP mengenai izin HGU (Hak Guna Usaha) lainnya.

    Desa yang berada di sekitar wilayah KPHP Model Mandailing Natal sudah

    defenitif secara administrasi dan berstatus APL. Namun, tingkat keterbukaan areal

    KPHP sendiri masih rendah karena akses ke desa sekitar KPHP juga cukup sulit dilalui.

    Seperti pada Desa Lubuk samboa akses desa sudah cukup baik karena telah memiliki

    akses jalan yang sudah dikeraskan dan bersifat permanen namun untuk ke harangan

    (hutan) jauh dan jalannya berbatu dan licin. Dan kegiatan masyarakat di Desa Lubuk

    Samboa banyak memanfaatkan areal yang berada dalam kawasan KPHP Model

    Mandailing Natal untuk berkebun tanaman keras dan tanaman tahunan serta

    bersawah dengan sistem sawah tadah hujan.

    KPHP Model Mandailing Natal belum memiliki pengusahaan tersendiri yang

    dikelola oleh KPHP karena baru membangun dan masih berbentuk UPTD. Walaupun

    nantinya akan ada arah KPHP Model Mandailing Natal menjadi BLUD (Badan Layanan

    Umum Daerah) dan menerapkan sistem PPK BLUD (Pola Pengelolaan Keuangan

    BLUD). Saat ini, konsesi yang ada di KPHP Model Mandailing Natal yang berupa

    IUPHHK menerapkan sistem silvikultur THPB (Tebang Habis Permudaan Buatan)

    dalam pengelolaan hutannya. IUPHHK ini memberikan kesempatan bagi masyarakat

    yaitu pada areal tanaman kehidupan yang luasannya ditentukan oleh perusahaan

    (pemegang izin konsesi).

    Desa Lubuk Samboa ini merupakan salah satu desa yang masuk kedalam

    kawasan konsesi KPHP Model Mandailing Natal, desa Lubuk Samboa ini merupakan

    anak desa dari Guo Batu yang dimekarkan menjadi desa defenitif pada tahun 2007

    yang sekarang sudah berpenduduk ± 100 KK dan 456 jiwa, akses jalan menuju desa

    ini dari pusat desa yaitu Kecamatan Batang Natal desa Muarasoma menghabiskan

    waktu ± 30 menit dengan akses jalan masuk dari Desa Simanguntong menuju Desa

     Aek Baru Jae dengan akses jalan masih tanah dan berbatuan besar serta bercampur

    dengan sertu, akan tetapi jalan masuk untuk Desa Lubuk Samboa ini sudah memiliki

    akses jalan yang sudah dikeraskan dan sudah permanen, alat transfortasi untuk

    menuju Desa Lubuk Samboa ini hanya mampu dilalui oleh kendaraan Gardang 2, dan

    belum memiliki alat transfortasi umum seperti ojek.

  • 8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut

    18/33

     

    DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201513

    Pada harangan (hutan) Desa Lubuk samboa memiliki izin konsesi dan

    merupakan salah satu potensi konflik di desa tersebut hal ini dikarenakan masyarakat

    tidak mengetahui izin tersebut masih memiliki perpanjangan izin usaha atau tidak

    sedangkan masyarakat tidak mengetahui batas antara izin konsesi terebut dengan

    batas desa mereka sehingga dikhawatirkan jika tidak adanya kegiatan sosialisasi

    pemegang izin tersebut ke masyarakat dikemudian hari akan ada masyarakat yang

    akan memanfaatkan areal izin konsesi mereka.

    Pada awal perencanaan wilayah KPHP dan rencana kegiatan yang dapat

    dilakukan di wilayah KPHP Model Mandailing Natal, sudah melalui proses sosialisasi

    terutama dengan pihak yang dianggap akan terkait langsung dalam pengelolaan

    KPHP Model Mandailing Natal. Hanya saja belum seluruh stakeholder terutama

    masyarakat desa yang berada di sekitar hutan KPHP yang mengetahui rencana

    kegiatan KPHP. Namun, kegiatan sosialisasi yang dilakukan selalu memberikan respon

    positif dari masyarakat untuk bekerja sama dengan KPHP dalam hal pengelolaan

    hutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar (program pemberdayaan).

    Program pemberdayaan yang direncanakan akan mencakup kepentingan masyarakat

    sekitar sehingga meminimalisir terjadinya konflik di kemudian hari. Masyarakat Desa

    Lubuk Samboa telah menetap lama yang berada dalam kawasan KPHP Model

    Mandailing Natal sebelum ditetapkannya wilayah KPHP Model Mandailing Natal dan

    telah dilakukan sosialisasi ke desa tersebut mengenai KPHP Model Mandailing Natal.

    Masyarakat Desa Lubuk Samboa secara garis besar cukup mendukung kegiatan KPHP

    Model Mandailing Natal terutama pada kegiatan yang meningkatkan kesejahteraan

    masyarakat desa.

    KPHP Model Mandailing Natal memiliki program pemberdayaan masyarakat

    dalam dokumen Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP). Program

    pemberdayaan wajib dilakukan oleh KPHP Model Mandailing Natal demi mendukung

    peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Salah satu contoh

    pemberdayaan masyarakat yang dilakukan adalah dengan adanya pelatihan seperti

    pelatihan budidaya lebah madu dan sebagainya.

    KPHP Model Mandailing Natal pada dasarnya memiliki catatan sejarah konflik

    berupa konflik antara masyarakat dengan perusahaan. Namun, dikarenakan KPHP

    Model Mandailing Natal tergolong baru terbentuk sehingga belum memiliki catatan

  • 8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut

    19/33

     

    DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201514

    sejarah konflik yang terjadi. Sehingga sebagai dokumentasi dan rekaman belum ada

    dan perlu untuk selanjutnya dilakukan pendokumentasian bila terjadi konflik.

    2.  Kegiatan masyarakat di areal KPHP yang berpotensi menimbulkan konflik

     Adapun kegiatan masyarakat yang berada di Desa Lubuk Samboa yang

    berpotensi menimbulkan konflik antara lain :

    a.  Masyarakat Lubuk Samboa melaksanakan kegiatan perkebunan yang berada di

    Hutan Produksi Terbatas (HPT), yang termasuk kedalam wilayah KPHP Model

    Mandailing Natal akan tetapi Masyarakat desa Lubuk Samboa mengakui jika lokasi

    yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa tersebut termasuk kedalam kawasan

    Hutan Produksi Terbatas (HPT).

    b.   Adanya potensi konflik yang dikarenakan adanya izin usaha IUPHHK-HA PT

    Inanta Timber pada Desa Lubuk Samboa yang mana masyarakat tidak

    mengetahui masih beroperasi atau tidaknya izin usaha IUPHHK-HA PT Inanta

    Timber pada Desa Lubuk Samboa tersebut sehingga dikhawatirkan banyak

    masyarakat yang membuka kebun masyarakat didalam areal konsesi izin

    IUPHHK-HA PT. Inanta Timber.

    c.   Adanya daerah yang dikeramatkan oleh masyarakat yang berada pada wilayah

    Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan dikhawatirkan akan adanya konflik antar

    sesama warga dikarenakan adanya aturan adat yang mengikat masyarakat untuk

    tidak semua warga desa dapat memasuki kawasan tersebut.

    Pada Desa Lubuk Samboa, mata pencaharian utama masyarakat desa

    tersebut adalah bertani sawah dan juga berkebun. Rata-rata masyarakat Desa Lubuk

    Samboa memiliki sawah yang diusahakan dan juga kebun karet. Dan masyarakat

    Desa Lubuk Samboa telah berkebun diareal konsesi KPHP Model Mandailing Natal

    yang berada pada Hutan Produksi Terbatas (HPT) sehingga hal ini merupakan

    potensi konflik bagi KPHP Model Mandailing Natal dengan masyarakat Desa Lubuk

    Samboa, akan tetapi masyarakat Desa Lubuk Samboa mengakui jika areal kebun

    mereka masuk pada areal konsesi KPHP Model Mandailing Natal yang berada pada

    Hutan Produksi Terbatas (HPT). Masyarakat Desa Lubuk Samboa mempercayai

    adanya wilayah yang dikeramatkan di Desa Lubuk Samboa tersebut dan adapun

    salah satu contoh tempat yang dikeramatkan oleh masyarakat ialah bukit yang

    berada di arah utara desa yang berbatasan dengan desa Ranto Panjang  dan

  • 8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut

    20/33

     

    DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201515

    msayarakat Lubuk Samboa meyakini jika hendak memiliki hajat hendak membuka

    suatu usaha maka kebanyakan dari masyarakat desa mendatangi bukit tersebut

    untuk meminta izin di bukit tersebut sehingga usahanya dapat berjalan lancar.

    Dan dikhawatirkan dengan adanya kebiasaan masyarakat tersebut dengan

    mengkeramatkan suatu bukit sementara bukit tersebut merupakan kawasan hutan

    Negara maka akan menimbulkan konflik antara masyarakat dengan KPHP Model

    Mandailing Natal dikarenakan jika suatu daerah telah dikeramatkan maka tidak bisa

    sembarang orang untuk memasuki area tersebut sedangkan menurut peta yang

    untuk penunjukkan wilayah konsesi KPHP Model Mandailing Natal merupakan wilayah

    Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang dapat dimanfaatkan hasil hutannya dengan

    sistem tebang pilih sehingga tidak menutup kemungkinan bukit tersebut juga

    merupakan areal konsesi dari IUPHHK-HA PT. Inanta Timber.

    Selain hal tersebut diatas ada juga potensi konflik yang akan mengakibatkan

    konflik secara terbuka, hal ini dikarenakan adanya izin IUPHHK-HA yang berada di

    Desa Lubuk Samboa yang masyarakat pada desa ini belum mengetahui dengan jelas

    batas antara areal konsesi IUPHHK-HA PT. Inanta Timber dengan batas desa secara

    deskriptif Desa Lubuk Samboa, dikhawatirkan jika pemegang izin IUPHHK-HA PT.

    Inanta Timber tidak mensosialisasikan batas areal konsesi mereka dan tidak

    menjelaskan Rencana Kerja Tahunan izin IUPHHK-HA PT. Inanta Timber tersebut

    maka banyak masyarakat yang akan membuka kebun mereka secara perseorangan

    didalam areal konsesi izin IUPHHK-HA PT. Inanta Timber.

    3.  Keberadaan klaim masyarakat desa hutan di dalam areal KPHP yang

    berpotensi menimbulkan konflik

    Tidak adanya klaim masyarakat terhadap hak ulayat rakyat ataupun hutan

    adat yang mengikat mereka untuk melaksanakan kegiatan perladangan di kawasan

    tersebut, bahkan masyarakat mengakui jika kawasan yang mereka manfaatkan untuk

    perladangan tanaman keras ataupun tanaman tahunan diakui berada pada hutan

    Negara, sehingga tidak adanya konflik yang ditimbulkan dari keberadaan klaim

    masyarakat tersebut karena masyarakat lubuk samboa tidak mengakui adanya klaim

    di kawasan yang mereka tempati.

  • 8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut

    21/33

     

    DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201516

    4.  Aspek Konflik Sosial

    Setelah dilaksanakannya kegiatan identifikasi potensi konflik di Desa Lubuk

    Samboa tidak ditemukannya aspek potensi konflik sosial secara terbuka, akan tetapi

    tidak dapat dikatakan aspek konflik sosial di Desa Lubuk Samboa tidak ada hal ini

    disebabkan karena adanya aspek konflik sosial yang tertutup akan tetapi dapat

    memicu potensi konflik secara terbuka karena adanya konflik batas desa secara

    deskriptif yang tidak jelas antara masyarakat Lubuk Samboa dengan masyarakat Guo

    Batu hal ini disebabkan karena Desa Lubuk Samboa masih dianggap anak Desa dari

    Desa Guo Batu yang mana Desa Lubuk Samboa ini merupakan hasil pemekaran

    Kecamatan yang menjadikan Desa Lubuk Samboa menjadi Desa Defenitif, akan tetapi

    masyarakat Desa Lubuk Samboa mengakui jika Desa yang mereka tempati

    merupakan tanah Negara yang berstatus Hutan Produksi Terbatas (HPT).

    5.  Kelembagaan Desa dan keberadaan tokoh masyarakat.

    Pada Desa Lubuk Samboa telah memiliki kelembagaan desa yang bersifat

    formal yang berperan aktif di masyarakat. Lembaga formal yang terdiri atas kepala

    desa yang dibantu oleh sekretaris desanya juga dibantu oleh kepala BPD (Badan

    Permusyawaratan Desa) dalam melaksanakan tugasnya yang lebih mementingkan

    masyarakat dengan berlandaskan azas “ Adil dan Merata” dengan berlandaskan atas

    azas tersebut kelembagaan desa yang formal serta dibantu oleh BPD lebih

    mementingkan kepentingan masyarakat yang harus segera dibantu untuk dicarikan

    solusinya dan dengan berangkat dari azas tersebut juga kelembagaan formal desa

     juga menerapkan sistem secara bergantian untuk melaksanakan pembagian yang

    bersifat perbantuan demi mencegah adanya ketidakadilan di masyarakat tersebut

    sehingga setiap warga dusun yang berada pada Desa Lubuk Samboa memiliki rasa

    saling memiliki dan mencegah adanya kecemburuan sosial. Secara formal,

    kelembagaan desa masih terdiri atas Kepala Desa dan Sekretaris Desa yang dibantu

    oleh Kepala BPD untuk menjalankan fungsinya di masyarakat dan tidak terlibat

    konflik baik horizontal maupun vertical di masyarakat.

    Kepala Desa dan Sekretaris Desa yang dibantu oleh Kepala BPD ini bersifat

    netral dalam setiap penyelesaian konflik yang berada pada Desa Lubuk Samboa dan

    memiliki hubungan yang baik antara sesame warga desa serta kepada sesame para

  • 8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut

    22/33

     

    DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201517

    pemangku kelembagaan desa atau dengan kata lain memiliki hubungan yang baik

    secara vertical dan horizontal di masyarakat Desa Lubuk Samboa terbsebut.

    4.2. Penilaian Status Potensi Konflik

    Menguraikan status potensi konflik berdasarkan:

    a.  Status potensi konflik di tingkat kasus

    Status potensi konflik di Desa Lubuk Samboa, berstatus potensi konflik

    termasuk dalam kategori rendah (terkendali) dengan skoring 96. Kondisi pada

    kategori rendah (terkendali) yaitu kondisi sebuah kasus konflik di KPHP Model

    Mandiling Natal yang berada pada tahap dapat dikendalikan dan diselesaikan karena

    belum menimbulkan gangguan kegiatan operasional KPHP Model Mandailing Natal,

    atau belum memberikan ancaman terhadap kerusakan fasilitas KPHP Model

    Mandailing Natal.

    b.  Status potensi konflik di tingkat desa

    Kasus 1. Adanya potensi konflik antara masyarakat Lubuk Samboa dengan KPHP

    Model Mandailing Natal.

    Hal tersebut diatas dapat kita dilihat atau dapat ditarik kesimpulan jika

    aktifitas masyarakat Desa Lubuk Samboa berada diareal konsesi KPHP Model

    Mandailing Natal khususnya berada pada areal Hutan Produksi Terbatas (HPT), dan

    telah lama melakukan aktifitas perkebunan masyarakat diareal tersebut sebelum

    terbentuknya lembaga KPHP Model Mandailing Natal, akan tetapi potensi konflik yang

    diakibatkan dari perkebunan masyarakat yang berada diareal KPHP Model Mandailing

    Natal ini dapat kita nyatakan dengan skala nilai 2 yaitu rendah dan terkendali hal ini

    dikarenakan masyarakat Desa Lubuk Samboa mengakui jika aktifitas perkebunan

    mereka dilakukan diareal Hutan Produksi Terbatas (HPT) atau tanah Negara.

    Kasus 2. Adanya potensi konflik antara masyarakat dengan pemegang izin IUPHHK-

    HA PT Inanta Timber.

    Potensi konflik untuk kasus diatas dapat kita simpulkan dengan skala nilai 3

    dengan status nilai potensi konflik sedang akan tetapi sudah masuk ke tahap

    waspada hal ini disebabkan karena izin IUPHHK-HA kurang mensosialisasikan

    Rencana Kerja Tahunan IUPHHK-HA PT. Inanta Timber dan tidak mensosialisasikan

    batas areal konsesi izin IUPHHK-HA PT. Inanta Timber, sehingga masyarakat kurang

    memahami tujuan dari rencana kerja IUPHHK-HA PT. Inanta Timber. Dan potensi

  • 8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut

    23/33

     

    DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201518

    konflik yang diakibatkan dari potensi konflik antara masyarakat dengan pemegang

    izin IUPHHK-HA PT. Inanta Timber sudah termasuk kedalam skala potensi konflik

    sedang atau waspada, hal ini disebabkan karena masyarakat kurang mengetahui

    batas areal konsesi izin IUPHHK-HA PT. Inanta Timber dengan batas deskriptif Desa

    Lubuk Samboa yang berbatasan dengan areal izin konsesi IUPHHK-HA PT. Inanta

    Timber sehingga dikhawatirkan adanya kebun masyarakat yang masuk kedalam areal

    konsesi izin IUPHHK-HA PT. Inanta Timber.

    Kasus 3. Adanya potensi konflik mengenai tata batas desa antara batas Desa Lubuk

    Samboa dan Desa Guo Batu.

    Ketidak jelasan batas antara desa Guo Batu dengan desa Lubuk Samboa yang

    megakibatkan ketidak harmonisan antara masyarakat Desa Guo Batu dengan Desa

    Lubuk Samboa. Hal ini dikarenakan Desa Lubuk Samboa masih dianggap oleh

    masyarakat Guo Batu merupakan anak desa dari Desa Guo Batu tersebut sehingga

    skala nilai status potensi konflik dalam hal ini berskala nilai 3 dengan skala sedang

    bertingkat skala potensi konflik pada tingkat waspada.

    Pada desa Lubuk Samboa, ditemukan tiga kasus yang memiliki skor potensi

    konflik sebanyak 96 dan berstatus konflik rendah (terkendali) yang dalam pemetaan

    potensi konflik diberi warna biru. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa dari ketiga

    potensi konflik yang ada salah diantaranya berstatus atau berskala nilai 2 dengan

    status potensi konflik rendah dan dapat dikendalikan, sedangkan untuk 2 (dua) kasus

    selanjutnya berskala nilai 3 dengan status potensi konflik sedang dengan status

    potensi konflik waspada dan untuk potensi konflik pada tingkat waspada ini

    diharapkan tidak dapat memicu ke tingkat status konflik yang lebih tinggi atau

    diharapkan tidak sampai pada tingkat sengketa.

    c.  Status potensi konflik di tingkat KPHP

    Bila dilihat dari potensi konflik yang ada pada Desa Lubuk Samboa jika

    dibandingkan dengan potensi konflik yang ada di KPHP Model Mandailing Natal maka

    Desa Lubuk Samboa termasuk kedalam kriteria potensi konflik sedang dan sudah

    masuk kedalam status waspada, karena dari 3(tiga) konflik yang ada di Desa Lubuk

    Samboa, 2(dua) potensi konflik memiliki status sedang dengan skala nila 3(tiga), dan

    1(satu) potensi konflik yang ada di Desa Lubuk Samboa dengan skala nilai 2(dua)

    berstatus rendah dan dapat dikendalikan.

  • 8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut

    24/33

     

    DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201519

    BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

    5.1. Kesimpulan

      Pada Desa Lubuk Samboa terdapat 3 (tiga) konflik yang mana 1 (satu)

    diantaranya berstatus potensi konflik rendah dan dapat dikendalikan, dan 2 (dua)

    diantarnya berpotensi konflik sedang dan sudah termasuk pada tingkat waspada.

      Terdapat potensi konflik di Desa Lubuk Samboa yang mana masyarakat Desa

    Lubuk Samboa melakukan aktifitas kebun perorangan yang berada pada areal

    konsesi KPHP Model Mandailing Natal khususnya pada kawasan Hutan Produksi

    Terbatas.

      Masih adanya ketidak jelasan batas antara izin IUPHHK-HA PT. Inanta Timber

    dengan batas deskriptif Desa Lubuk Samboa sehingga dikhawatirkan

    mengakibatkan potensi konflik yang terbuka dan dapat mencapai potensi konflik

    pada tingkat sengketa.

       Adanya potensi konflik tata batas antara desa Guo Batu dengan desa Lubuk

    Samboa yang megakibatkan ketidak harmonisan antara masyarakat Desa Guo

    Batu dengan Desa Lubuk Samboa.

    5.2. Rekomendasi

      Dengan adanya KPHP Model Mandailing Natal yang konsesinya juga masuk

    kedalam kawasan Desa Lubuk Samboa ini dapat menjadi fasilitator untuk dapat

    menjembatani antara para pemegang izin khususnya IUPHHK-HA PT. Inanta

    Timber dan masyarakat Desa Lubuk Samboa, dalam hal pensosialisasian batas

    konsesi izin IUPHHK-HA PT. Inanta Timber dengan batas Desa Lubuk Samboa,

    dan dapat menjadi fasilitator untuk dapat mengajak masyarakat yang berada

    didalam kawasan konsesi mereka untuk dapat saling mendukung dalam hal

    peningkatan fasilitas umum yang berada pada masyarakat dan masyarakat juga

    dapat mendukung kelancaran operasional rencana kerja izin IUPHHK-HA PT.

    Inanta Timber dalam hal CSR.

      Berdasarkan status konflik yang diperoleh pada kasus ketidakjelasan batas antara

    desa Guo Batu dengan desa Lubuk Samboa yang megakibatkan ketidak

    harmonisan antara masyarakat Desa Guo Batu dengan Desa Lubuk Samboa.

    Kasus ini hanya bisa diselesaikan bila pihak yang terkait duduk bersama dan

  • 8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut

    25/33

     

    DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201520

    mengutarakan keinginan masing-masing dan kemudian membuat kesepakatan

    bersama. KPHP Model Mandailing Natal sebagai pemilik lahan dapat menjadi

    fasilitator atau tidak dalam kasus ini tergantung dari masyarakat sendiri. Tetapi,

    ketika kasus ini dapat diselesaikan maka KPHP Model Mandailing Natal akan

    membantu untuk menjadi fasilitator dalam kegiatan pemberdayaan untuk

    masyarakat desa Lubuk Samboa di Kecamatan Batang Natal.

      Berdasarkan potensi konflik yang berada pada Desa Lubuk Samboa tergolong

    pada potensi konflik yang berada pada status sedang dan sudah masuk kedalam

    tingkat waspada, sehingga diharapkan kepada KPHP Model Mandailing Natal agar

    memperhatikan Desa Lubuk Samboa untuk diikutsertakan dalam program  – 

    program kegiatan yang ada di KPHP Model Mandailing Natal yang bertujuan untuk

    meminimalisir potensi konflik yang ada pada Desa Lubuk Samboa, misalnya

    disertakan dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat demi terwujudnya

    pengelolahan hutan secara lestari.

  • 8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut

    26/33

     

    DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201521

    L a m p i r a n

     Yang perlu dilampirkan antara lain:•  Fotocopy Surat Tugas•  Peta Spasial Potensi Konflik,•  Lembar kerja, rekap hasil wawancara, catatan hasil pertemuan, dsb.•  Foto-foto

  • 8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut

    27/33

     

    DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201522

    NO KRITERIA/INDIKATORKONDISI

    POTENSI KONFLIKSKOR

    I. KARAKTERISTIK IUPHHK

    1.1 Jenis dan Legalitas Luasan KPHP Model Mandailing Natal berdasarkan SK.579/Menhut-II/2014 adalah 153.361 Ha. Areal KPHPbelum dilakukan tata batas sama sekali.

    1

    1.2 Fungsi kawasan dan perubahan tataruang

    Pada KPHP Model Mandailing Natal, terdapat areal KPHyang berstatus kawasan HPK (Hutan yang dapatdikonversi) berdasarkan SK 579/Menhut-II/2015 seluas19.895,76 Ha.

    4

    1.3 Kepastian Kawasan KPHP Model Mandailing Natal sudah peta yang dibuatoleh BPKH Wilayah I Medan. Namun belum terdapatpemetaan areal KPHP dengan areal desa hutandisekitarnya.

    5

    1.4 Tumpang tindih kawasan dengankegiatan lain

    Konsesi KPHP tumpang tindih dengan kegiatanpertanian tradisional masyarakat desa hutan.

    2

    1.5 Keterbukaan Areal Areal KPHP memiliki tingkat keterbukaan rendah,dimana hanya masyarakat yang memiliki kepentinganseperti pemungutan hasil hutan bukan kayu yang bisamasuk

    2

    1.6 Sistem Silvikultur Perusahaan IUPHHK yang ada di dalam areal KPHPmenerapkan sistem silvikultur THPB, denganpenanaman jenis tanaman keras di areal tanamankehidupan terkait dengan kehidupan masyarakat

    dengan prosentase luas kawasan melebihi dariketentuan yang ditetapkan peraturan dengan bentukkerjasama kemitraan

    1

    1.7 Perencanaan dan kegiatan pengelolaan Kegiatan sosialisasi sudah pernah dilakukan danpersetujuan perwakilan masyarakat atas dasarinformasi awal yang memadai dalam prosesperencanaan kegiatan pengelolaan hutan yang akanmempengaruhi kepentingan/hak-hak masyarakatsetempat

    2

    1.8 Organisasi dan SDM social Pada KPHP Model Mandailing Natal tidak terdapatstruktur organisasi di bidang sosial di lingkup

    manajemen KPHP namun ada sumberdaya manusiadalam jumlah yang sangat terbatas serta kualifikasiketerampilan dan kompetensi yang jauh dari memadai

    4

    1.9 Program Pemberdayaan masyarakat erdapat program pemberdayaan masyarakat desahutan yang perencanaannya dilakukan melalui prosespartisipatif dan bottom up, dilaksanakan denganmelibatkan banyak pihak yang berkepentingan sertadilakukan evaluasi dampak dan manfaatnya gunamerencanakan kegiatan tindak lanjutnya.

    1

    1.10 Sejarah dan resolusi Konflik Sama sekali tidak terdapat catatan sejarah konflik danresolusi konflik, baik laporan/dokumentasi maupuninformasi lisan.

    5

  • 8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut

    28/33

     

    DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201523

    NO KRITERIA/INDIKATORKONDISI

    POTENSI KONFLIKSKOR

    II. KEGIATAN MASYARAKAT DI AREALKPHP YG BERPOTENSI

    MENIMBULKAN KONFLIK2.1 Keberadaan aktifitas pertanian tanaman

    pangan /musimanerdapat perladangan rotasi, yakni pertanian tanaman

    pangan/musiman yang dikerjakan dengan sistemtebas-tebang-bakar selama satu atau beberapa tahunkemudian berpindah ke tempat lain sampai suatu saatkembali ke lokasi pertama.

    3

    2.2 Keberadaan aktifitas pertanian tanamankeras /tahunan

    erdapat pertanian tanaman keras/tahunan yangdapat dipanen terus menerus sepanjang tahun dansudah menghasilkan.

    5

    2.3 Keberadaan aktifitas pertambanganmasyarakat

    idak terdapat kegiatan pertambangan masyarakatdalam areal KPHP. Kalaupun ada dilakukan masyarakatpada areal APL.

    1

    2.4 Keberadaan pemukiman masyarakat erdapat pemukiman penduduk dengan statuspemerintah sebagai bagian resmi dari desa definitif(Rukun Tetangga/Rukun Warga/Dusun/UnitPemukiman Transmigrasi.

    4

    2.5 Praktek penebangan liar (illegal logging ) idak terdapat penebangan kayu secara liar olehmasyarakat.

    1

    2.6 Kegiatan pemungutan HHBK idak terdapat pemungutan HHBK 1

    2.7 Kegiatan penggembalaan masyarakat idak terdapat kegiatan penggembalaan ternak besardan sedang oleh masyarakat atau terdapatpemeliharaan ternak unggas yang dilakukan di dalam

    kawasan KPHP

    1

    2.8 Kegiatan perburuan satwa Masyarakat tidak melakukan aktifitas perburuan satwadi areal KPHP

    1

    2.9 Kegiatan jual beli lahan oleh masyarakat erdapat kegiatan jual beli lahan antar wargamasyarakat desa dan memperoleh persetujuan tertulisdari aparat setempat

    3

    2.10 Ritual dan upacara adat idak terdapat kegiatan ritual /upacara adat di dalamareal KPHP baik oleh lembaga adat maupunmasyarakat setempat

    1

    2.11 Fasilitas umum erdapat fasilitas umum (Jalan umum, sekolah, tempatibadah, sarana kesehatan masyarakat, pasar, saranaolahraga,kantor desa,dll) dengan jenis bangunanpermanen

    5

    2.12 Mobilitas Masyarakat erdapat kegiatan mobilitas masyarakat ke kota/ pusatperekonomian lokal/ pusat pemerintahan daerahsetempat melalui jalan darat atau kenal.

    5

    III. KEBERADAAN KLAIM MASYARAKATDESA HUTAN DI DALAM AREALKPHP

    3.1 Klaim hak ulayat idak ada klaim atau tuntutan hak ulayat 1

    3.2 Klaim wilayah desa idak ada klaim wilayah desa karena desa Lubuk 1

  • 8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut

    29/33

     

    DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201524

    NO KRITERIA/INDIKATORKONDISI

    POTENSI KONFLIKSKOR

    Samboa sudah APL.

    3.3 Klaim wilayah kelompok masyarakat idak ada klaim wilayah oleh kelompok masyarakat diDesa Lubuk Samboa

    1

    3.4 Klaim wilayah perorangan idak ada klaim wilayah oleh perorangan masyarakatdi desa Lubuk Samboa

    1

    3.5 Klaim masyarakat terhadap dampakkegiatan KPHP

    idak ada klaim yang dilakukan masyarakat akibatdampak kegiatan KPHP 

    1

    IV. ASPEK KONFLIK SOSIAL

    4.1 Lokasi konflik idak terdapat konflik baik di dalam maupun di luarareal konsesi KPHP.

    1

    4.2 Waktu konflik Periode terjadinya konflik berlangsung dalam kurunwaktu lama, yaitu 6 bulan hingga 1 tahun dan belumada penyelesaian lanjutan.

    1

    4.3 Bentuk konflik Bentuk konflik yang terjadi adalah konflik kelompok,yaitu konflik yang melibatkan KPHP dengan kelompokmasyarakat yang didukung oleh entitas kelembagaanformal atau kelembagaan informal di tingkat desa

     /kampung

    4

    4.4 Obyek tuntutan Obyek tuntutan dari desa Lubuk Samboa berupapermintaan pengakuan hak ulayat atau hak adatmasyarakat setempat yang tumpang tindih dengankawasan areal KPHP

    5

    4.5 Faktor penyebab konflik Kurangnya komunikasi Antara Lubuk Samboa denganGuo Batu.

    5

    4.6 Pemicu konflik Konflik ini termasuk konflik tersembunyi yang dapatmenjadi konflik terbuka disebabkan karena adanyafaktor pemicu konflik yang biasa

    3

    4.7 Tahapan konflik Konflik yang terjadi masih dalam tahapan pra konflik,yaitu tahapan konflik yang ditandai oleh adanya sikapketidakpuasan diantara para pihak, namun diantarapara pihak belum sepenuhnya mengetahui danmenyadari gejala ketidakpuasan tersebut

    1

    4.8 Motif konflik Konflik yang terjadi memiliki motif perolehan manfaatatau keuntungan ekonomi maupun non ekonomisesaat hanya untuk individu anggota masyarakat.

    4

    4.9 Keterlibatan para pihak dalam konflik Antara desa Lubuk Samboa dengan Guo Batu 1

     V. KELEMBAGAAN DESA DANKEBERADAAN TOKOH MASYARAKAT

    5.1 Jumlah, jenis dan fungsi kelembagaanformal

    erdapat kelembagaan desa formal lengkap,menjalankan fungsinya dan tidak terlibat konflikhorizontal dan vertikal di tingkat masyarakat

    1

    5.2 Jumlah, jenis dan fungsi kelembagaaninformal /adat

    erdapat kelembagaan desa informal lengkap,menjalankan fungsinya dan tidak terlibat konflikhorizontal dan vertikal di tingkat masyarakat

    1

    5.3 Peraturan penyelesaian konflik erdapat peraturan penyelesaian konflik, dipahamimasyarakat dan KPHP serta diimplementasikan

    2

  • 8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut

    30/33

     

    DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201525

    NO KRITERIA/INDIKATORKONDISI

    POTENSI KONFLIKSKOR

    5.4 Aturan adat /norma /kebiasaan yangberlaku

    erdapat aturan adat /norma /kebiasaan penyelesaiankonflik, dipahami oleh masyarakat dan KPHP sertadiimplementasikan 

    2

    5.5 Keberadaan pemimpin dan tokoh formaldan informal

    erdapat pemimpin formal dan informal yangmendukung secara aktif proses penyelesaian konflikdan keputusannya ditaati oleh masyarakat

    1

    5.6 Tokoh formal dan informal di luar desayang berpengaruh di masyarakat desa

    erdapat tokoh formal maupun informal di luar desayang berpengaruh di masyarakat desa yangmendukung secara aktif proses penyelesaian konflikdan keputusannya ditaati oleh masyarakat

    1

    TOTAL SKOR96

    Kesimpulan status potensi konflik suatu kasus:RENDAH (TERKENDALI)l

  • 8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut

    31/33

     

    DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201526

    DOKUMENTASI KEGIATAN IDENTIFIKASI POTENSI KONFLIK

    DESA LUBUK SAMBOA

  • 8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut

    32/33

     

    DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201527

  • 8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut

    33/33

     

    DIPA BP2HP II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201528