8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut
1/33
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI
BALAI PEMANTAUAN PEMANFAATAN HUTAN PRODUKSI WILAYAH IIJl. Sisingamangaraja Km. 5,5 No. 14 Marindal Medan Telp. (061) 7870760 Faks. (061) 7866782
M E D A N
LAPORAN HASIL IDENTIFIKASI POTENSI DAN
PEMETAAN SERTA RESOLUSI KONFLIK DI
KPHP MODEL MANDAILING NATAL
PADA DESA LUBUK SAMBOA
KECAMATAN BATANG NATAL
DIPA BP2HP WILAYAH II MEDAN
TAHUN ANGGARAN 2015
8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut
2/33
LAPORAN HASIL IDENTIFIKASI POTENSI DAN
PEMETAAN SERTA RESOLUSI KONFLIK DI KPHP
PADA DESA LUBUK SAMBOA KECAMATAN
BATANG NATAL
Panyabungan, Agustus 2015
PELAKSANA TUGAS:
1. Alexander Oeleke NIP. 19670623 199703 1 003
2. Marina Ovvera, S.SosNIP -
3. Ambosa Hidayat, S.HutNIP -
8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut
3/33
DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 2015i
KATA PENGANTAR
Laporan ini merupakan hasil pelaksanaan tugas identifikasi potensi dan pemetaanserta resolusi konflik di KPHP Model Mandailing Natal pada lokasi Desa Lubuk Samboa,sesuai Surat Tugas Kepala KPHP Model Mandailing Natal Nomor: 525/087/UPTD.KPHP/2015,Tanggal 31 Juli 2015.
Tujuan pelaksanaan identifikasi potensi dan pemetaan serta resolusi konflik di KPHPModel Mandailing Natal pada lokasi Desa Lubuk Samboa adalah untuk mengidentifikasipotensi konfliknya, menilai dan menetapkan status konfliknya, memetakan potensi konfliknyadan merekomendasikan resolusi konflik yang dianggap sesuai dalam mengatasi konflik yangterjadi.
Demikian laporan ini dibuat dan disampaikan dengan harapan dapat bermanfaat.
Panyabungan, Agustus 2015
A.n Tim Pelaksana Tugas,
Alexander OelekeNIP. 19670623 199703 1 003
8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut
4/33
DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 2015ii
DAFTAR TABEL
NO. HALAMAN
1. Tutupan Lahan dan luasannya sesuai fungsi hutan di KPHP ModelMandailing Natal …………………………………………………………………….................. 4
2. Luasan Deforestasi di Wilayah Kelola KPHP Model Mandailing Natal ……………… 5
3. Tingkat Kekritisan Lahan di Wilayah KPHP Model Mandailing Natal ………………. 6
4. Nama Desa yang berada di sekitar dan dalam wilayah kelola KPHP Model
Mandailing Natal …………………………………………………………………………………… 6
8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut
5/33
DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 2015iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................. I
DAFTAR TABEL ..................................................................................................................... II
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... III
BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
1.1. L ATAR BELAKANG ............................................................................................................... 1
1.2. TUJUAN ........................................................................................................................... 2
1.3. S ASARAN.......................................................................................................................... 2
BAB II. GAMBARAN UMUM KPHP ......................................................................................... 3
2.1.
SEJARAH SINGKAT KPHP ...................................................................................................... 3
2.2. K ONDISI A REAL ................................................................................................................. 3
2.3. K ONDISI SOSIAL ................................................................................................................ 6
BAB III. PELAKSANAAN KEGIATAN ...................................................................................... 9
3.1. W AKTU PELAKSANAAN ......................................................................................................... 9
3.2. METODOLOGI .................................................................................................................... 9
3.3. TIM PELAKSANA ................................................................................................................10
BAB IV. HASIL PEMETAAN POTENSI KONFLIK ................................................................... 11
4.1. DESKRIPSI POTENSI K ONFLIK ...............................................................................................11
4.2. PENILAIAN STATUS POTENSI K ONFLIK .....................................................................................17
BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ......................................................................... 19
5.1. K ESIMPULAN ....................................................................................................................19
5.2. R EKOMENDASI ..................................................................................................................19
L A M P I R A N .................................................................................................................... 21
8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut
6/33
DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 20151
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Konflik merupakan suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik merupakan situasi yang
wajar yang bisa terjadi dalam setiap interaksi komunitas di semua aspek dan bidang
kehidupan. Konflik merupakan sebuah proses sosial dimana orang perorangan atau
kelompok masyarakat berusaha untuk memenuhi tujuan dan atau kepentingannya
dengan jalan menentang pihak lain/lawan yang disertai dengan ancaman dan atau
kekerasan. Umumnya, sebuah konflik terjadi dikarenakan oleh berbagai faktorpenyebab yang tidak tunggal yang tidak pernah terselesaikan dalam kurun waktu
tertentu. Berbagai faktor penyebab konflik yang tak pernah terselesaikan tersebut
pada akhirnya terakumulasi dan meledak menjadi sebuah konflik terbuka karena
adanya peristiwa yang menjadi pemicu (trigger ) konflik.
Sejak awal, pembangunan KPHP yang diaktualisasikan melalui kegiatan
pengelolaan hutan yang dilakukan oleh KPHP (pemerintah) memiliki potensi
menimbulkan konflik, khususnya konflik dengan masyarakat desa hutan (setempat).
Tingginya potensi konflik dalam kegiatan pengelolaan hutan antara lain
dilatarbelakangi oleh berbagai perbedaan antara KPHP dengan masyarakat setempat.
Perbedaan tersebut antara lain menyangkut perbedaan sistem dan tata nilai
kehidupan KPHP dengan sistem dan tata nilai kehidupan masyarakat, perbedaan
aturan hukum yang dianut KPHP yang bersifat legal formal dengan aturan hukum
masyarakat desa hutan yang berbasis hukum adat.
Identifikasi dan pemetaan potensi rawan konflik tenurial /masyarakat pada
areal KPHP sebagai salah satu bentuk penyelesaian konflik keterlanjuran dan bahan
pertimbangan rencana pemanfaatan hutan produksi di wilayah KPHP. Identifikasi
potensi dan pemetaan serta resolusi konflik yang dilakukan di KPHP Model Mandailing
Natal pada lokasi Desa Lubuk Samboa menjadi penting karena Desa Lubuk Samboa
memiliki harangan (hutan) yang diakui mereka sebagai ulayat dan masih dalam
keadaan yang baik. Selain itu, kawasan hutan yang berada disekitar Desa Lubuk
Samboa merupakan wilayah tertentu KPHP Model Mandailing Natal. Dengan
mengidentifikasi potensi konflik yang mungkin terjadi di Desa Lubuk Samboa akan
8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut
7/33
DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 20152
memberikan pengaruh terhadap adanya kebijakan yang akan diterapkan di kawasan
tersebut terutama dalam pemberdayaan masyarakat.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari kegiatan Identifikasi Potensi dan Pemetaan serta Resolusi
Konflik KPHP antara lain:
1. Mengidentifikasi potensi konflik pada masyarakat Desa Lubuk Samboa dengan
KPHP Model Mandailing Natal
2. Menilai dan menetapkan status setiap konflik yang ditemukan pada Desa Lubuk
Samboa
3. Memetakan potensi konflik pada Desa Lubuk Samboa
4. Merekomendasikan resolusi konflik pada Desa Lubuk Samboa
1.3. Sasaran
Sasaran pelaksanaan identifikasi potensi dan pemetaan serta resolusi konflik
di KPHP Model Mandailing Natal pada lokasi Desa Lubuk Samboa adalah :
1. Tersedianya instrumen pemetaan dan resolusi konflik
2. Tersedianya peta potensi rawan konflik pada areal KPHP
3. Tersedianya mekanisme resolusi konflik yang efektif, efisien dan optimal
4. Terbangunnya hubungan yang harmonis pasca resolusi konflik
5. Kelancaran kegiatan pengelolaan hutan oleh KPHP
8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut
8/33
DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 20153
BAB II. GAMBARAN UMUM KPHP
2.1. Sejarah singkat KPHP
Sebagian wilayah KPHP Model Mandailing Natal pada awalnya merupakan
wilayah Hutan Register, sedangkan sebagian lainnya merupakan penambahan pada
saat Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1967,
selanjutnya Paduserasi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) dengan Tata
Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) sehubungan dengan UU Nomor 24 Tahun 1992,
serta penambahan pada saat penunjukan kawasan hutan Provinsi Sumatera Utara
berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor SK.44/Menhut-II/2005 yang merupakan
penerapan UU Nomor 41 Tahun 1999.
Pada tahun 2010 menjadi wilayah KPHP Model Mandailing Natal berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. SK. 332/ MENHUT-II/
2010 tanggal 25 Mei 2010. Tahun 2014 telah ada SK Menteri Kehutanan Nomor:
579/Menhut-II/2014 mengenai Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara sehingga
secara langsung mengubah wilayah KPHP Model Mandailing Natal baik fungsi dan
luasnya. Hasil analisis peta menunjukkan bahwa wilayah KPHP Model Mandailing
Natal memiliki 4 fungsi kawasan yang awalnya 3 fungsi kawasan yaitu Hutan
Produksi, Hutan Produksi Terbatas, Hutan Lindung, dan Hutan Produksi yang dapat
Dikonversi. Selain itu, luasannya berkurang karena pada wilayah tertentu KPH
berubah fungsi menjadi Areal Penggunaan Lain (APL).
Batas-batas wilayah KPHP Model Mandailing Natal adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kabupaten Tapanuli Selatan;
Sebelah Selatan : Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumbar;
Sebelah Timur : Taman Nasional Batang Gadis; Sebelah Barat : Kec. Muara Batang Gadis, Kec. Natal, Kec. Lingga Bayu, Kec.
Batang Natal, Kec. Ranto Baek, dan Kec. Batahan Kabupaten Mandailing Natal.
2.2. Kondisi Areal
KPHP Model mandailing Natal memiliki kondisi bentang alam yang sangat
variatif yang dimulai dari daerah pantai sampai daerah bergunung-gunung pada
rentang ketinggian antara 0 – 2.150 meter di atas permukaan laut. Umumnya daerah
8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut
9/33
DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 20154
Kabupaten Mandailing Natal berada pada ketinggian antara 500 – 1000 m dpl atau
sebesar 34 % dari seluruh luas wilayah, kemudian oleh ketinggian 1000-1500 m dpl
sebesar 22,5 % dan daerah pada ketinggian 0 -150 m dpl sebanyak 17 %, sisanya
terletak pada ketinggian 150-500 m dpl dan di atas 2000 m dpl.
Umumnya daerah KPHP Model Mandailing Natal berada pada daerah yang
curam dengan kemiringan lereng lebih dari 40 % yang meliputi 51 % total wilayah
kabupaten. Hal ini menandakan bahwa karakteristik fisik lahan kabupaten Mandailing
sangat penting di sektor kehutanan khususnya untuk daerah perlindungan daerah
bawahan. Daerah dengan kemiringan lereng antara 0-15% sebanyak 35 % dari luas
total dan sisanya berada pada kemiringan lereng sekitar 15-40 %.
Penutupan Lahan pada wilayah KPHP Model Mandailing Natal didominasi oleh
hutan sekunder yaitu 52,8% dan semak belukar yaitu 17,7% dari luasan wilayah
KPH. Tutupan lahan pada wilayah KPHP Model Mandailing Natal disajikan pada tabel
dibawah ini :
Tabel 1. Tutupan Lahan dan luasannya sesuai fungsi hutan di KPHP Model Mandailing Natal
Tutupan Lahan HL HP HPK HPT Total
Hutan Lahan Kering Primer 3287.25 1604.27 910.18 13618.64 19420.34Hutan Mangrove Sekunder 19.25 39.06 58.31Hutan Rawa Primer 0.11 0.11Hutan Rawa Sekunder 194.44 2885 3079.44Hutan Sekunder 4625.76 4957.4 5847.72 65571.89 81002.77Perkebunan 211.55 1891.21 44.32 2147.08Pertanian Lahan Kering 703.78 4453.19 1404.4 1586.99 8148.36Pertanian Lahan KeringCampur 130.86 427.19 29.05 3008.8 3595.9Rawa 1.65 588.41 590.06Sawah 76.4 5.53 81.93Semak/Belukar 2482.5 1704.77 8390.36 14712.48 27290.11Semak/Belukar Rawa 186.82 732.1 4551.41 5470.33Tanah Terbuka 394.08 138.23 455.42 1482.27 2470Tubuh Air 3.7 1.84 0.69 6.23
Total 12047.32 13361.45 19895.77 108056.43 153360.97Sumber : BPKH Wilayah I Medan
Tutupan lahan pada Hutan Lindung didominasi oleh Hutan Lahan Kering
Primer dan Hutan Sekunder sedangkan pada Hutan Produksi terbatas didominasi oleh
Hutan Sekunder dan Semak Belukar. Pada Hutan Produksi didominasi oleh tutupan
Hutan Sekunder dan Pertanian Lahan Kering, sedangkan pada Hutan Produksi yang
dapat dikonversi didominasi oleh Semak Belukar dan Hutan Sekunder.
8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut
10/33
DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 20155
Aksesibilitas menuju wilayah kelola KPHP Model Mandailing Natal adalah
sebagai berikut :
a. Dari Medan Provinsi Sumatera Utara menuju Kota Panyabungan dengan jarak
+ 500 km dapat ditempuh selama + 11 jam dengan kendaraan darat, dan 5
sampai 6 jam dengan pesawat udara melalui Bandara Udara Aek Godang/Pinang
Sori dan dilanjutkan dengan kendaraan darat.
b. Dari Padang Provinsi Sumatera Barat menuju Kota Panyabungan dengan jarak
+ 400 km ditempuh selama + 8 jam.
c. Selanjutnya dari Kota Panyabungan menuju lokasi terdekat yang berada di Desa
Sopotinjak dengan jarak tempuh + 30 km selama + 1,5 jam. Kondisi jalan cukup
sempit, beraspal sebagian besar sudah rusak.
d. Selain di daerah Sopotinjak, aksesibilitas ke wilayah KPHP Model Mandailing Natal
pada umumnya jalan tanah dan dapat dijangkau dengan kendaraan double garden
(4x4) wheel drive dan kendaraan roda dua semi trail .
e. Selain harus menempuh jalan darat yang berbatu dan jalan tanah, ada juga
wilayah KPH yang harus menggunakan boat karena melewati sungai dengan
lamanya ± 4 jam seperti di daerah Singkuang
Hasil analisis yang dilakukan tim kajian lingkungan hidup strategis (KLHS)
untuk Kabupaten Mandailing Natal menunjukkan tingkat deforestrasi (kehilangan
tutupan hutan) pada wilayah kelola KPHP Model Mandailing Natal. Hasil KLHS
menunjukkan bahwa cukup besar lahan yang terbuka. Dari tahun 1990 hingga 2013,
lahan yang terbuka seluas ± 14.734.08 Ha.
Tabel 2. Luasan Deforestasi di Wilayah Kelola KPHP Model Mandailing Natal
Kawasan Luasan (Ha) Persentase (%)
Hutan 112.968,72 73,72Non-Hutan 24.764,49 16,16Lahan Terbuka 1990-2000 4.462,47 2,91Lahan Terbuka 2000-2005 2.556,81 1,67Lahan Terbuka 2005-2010 4.508,91 2,94Lahan Terbuka 2010-2013 3.205,89 2,09Tutupan Awan 81,54 0,05Tubuh Air 78,66 0,05
Sumber: Tim KLHS Conservation International Indonesia (2015)
Berdasarkan data kekritisan lahan, maka tingkat kekritisan lahan pada wilayah
kelola KPHP Model Mandailing Natal beragam mulai dari tidak kritis hingga sangat
kritis. Pada wilayah KPHP Model Mandailing Natal masih didominasi oleh lahan yang
8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut
11/33
DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 20156
tidak kritis yaitu lebih dari 50% dari total luas wilayah KPH atau seluas ± 80.124,60
Ha sedangkan lahan yang sangat kritis hanya 1,78% atau ± 2.731,49 Ha dan lahan
kritis juga hanya 2,96% atau seluas ± 4.545,21 Ha. Tingkat kekritisan lahan dan
luasannya pada wilayah kelola KPHP Model Mandailing Natal dapat dilihat pada Tabel
3.
Tabel 3. Tingkat Kekritisan Lahan di Wilayah KPHP Model Mandailing Natal
Kategori Luas (Ha) Luas (%)
Sangat Kritis 2,731.49 1.78Kritis 4,545.21 2.96 Agak Kritis 28,331.53 18.47Potensial Kritis 37,628.07 24.54Tidak Kritis 80,124.60 52.25
Total 153,360.90 100.00
Sumber: BPKH Wilayah I Medan
2.3. Kondisi Sosial
Nama desa yang ada di sekitar KPH dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
Tabel 4. Nama Desa yang berada di sekitar dan dalam wilayah kelola KPHP ModelMandailing Natal
No. Nama DesaJumlah
RT*Mata Pencaharian
Utama
1. Rantau Panjang 327 Bertani2. Manuncang 161 Bertani
3.LubukKapundung 189 Bertani
4. Huta Imbaru 214 Bertani5. Panunggulan 144 Bertani6. Tabuyung 749 Bertani, Nelayan7. Singkuang II 292 Bertani8. Singkuang I 304 Bertani9. Sikapas 235 Bertani10. Batu Mundom 321 Bertani11. Tagilang Julu 129 Bertani
12. Sale Baru 276 Bertani13. Suka Makmur 105 Bertani
14.LubukKapundung II 172 Bertani
15. UPT Tabuyung 58 Bertani16. UPT Singkuang I 91 Bertani17. UPT Singkuang II 60 Bertani18. Lubuk samboa 284 Bertani
19.MuaraParlampungan 433 Bertani
20. Banjar Malayu 257 Bertani
8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut
12/33
DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 20157
21. Muara Soma 479 Bertani22. Ampung Padang 222 Bertani23. Sipogu 155 Bertani
24.
Tombang
Kaluang 245 Bertani25. Bangkelang 286 Bertani26. Aek Nangali 297 Bertani27. Rao Rao 61 Bertani28. Aek Guo 44 Bertani29. Tarlola 134 Bertani30. Ampung Julu 225 Bertani31. Sopotinjak 61 Bertani32. Batu Madinding 254 Bertani33. Rantobi 237 Bertani34. Hadangkahan 191 Bertani35. Aek Manggis 116 Bertani36. Guo Batu 58 Bertani37. Simanguntong 200 Bertani38. Aek Holbung 141 Bertani39. Bulu Soma 113 Bertani40. Jambur Baru 205 Bertani41. Lubuk Bondar 64 Bertani42. Tornaincat 93 Bertani43. Aek Baru Jae 71 Bertani44. Aek Baru Julu 72 Bertani45. Lubuk Samboa 80 Bertani46. Taluk 80 Bertani
47. Sikara- Kara 140 Bertani48. Buburan 435 Bertani, Nelayan49. Bintuas 400 Bertani50. Sundutan Tigo 462 Bertani51. Kunkun 128 Bertani, Nelayan52. Simpang Duku 128 Bertani53. Simpang Koje 527 Bertani54. Bonca Bayuon 146 Bertani55. Dalan Lidang 177 Bertani56. Banjar Maga 127 Bertani57. Ranto Nalinjang 157 Bertani
58. Muara Bangko 336 Bertani59. Batu Sondat 582 Bertani
*) Data dari BPS Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2012
Umumnya budaya yang dianut oleh masyarakat Mandailing Natal adalah
berdasarkan kepercayaan mereka terhadap agama Islam dan juga budaya yang
berasal dari kerajaan terdahulu (berdasarkan sistem kasta). Sistem adat yang masih
dianut tersebut adalah Harajaon (Raja), Hatobangun (Pimpinan tiap marga), Naposo
8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut
13/33
DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 20158
dan Nauli Bulung (Kelompok pemuda dan pemudi desa) dan Hulu Balang . Namun
dengan masuknya sistem pemerintahan Indonesia, budaya tersebut mulai terkikis.
Budaya lain yang masih dianut oleh masyarakat terutama disekitar aliran
sungai yang cukup besar adalah Budaya Lubuk Larangan . Lubuk Larangan
merupakan Habitat atau tempat berkumpulnya ikan untuk berkembang biak dan
berlindung dari upaya penangkapan. Dan disebut larangan karena tidak bisa
dimanfaatkan secara leluasa dan untuk kepentingan pribadi, tetapi melalui
musyawarah dan untuk kepentingan pembangunan desa. Umumnya rentang waktu
panen lubuk larangan adalah dua kali setahun (pada 17 Agustus dan juga pada Hari
Raya Idul Fitri) atau ditetapkan sesuai dengan kesepakatan oleh masyarakat desa.
8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut
14/33
DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 20159
BAB III. PELAKSANAAN KEGIATAN
3.1. Waktu Pelaksanaan
Pelaksanaan identifikasi potensi dan pemetaan serta resolusi konflik di KPHP
Model Mandailing Natal pada lokasi Desa Lubuk Samboa dilaksanakan selama 6
(enam) hari mulai tanggal 4 s.d 9 Agustus 2015.
3.2. Metodologi
a. Jenis dan metode pengumpulan data
Jenis data yang diambil untuk kegiatan Identifikasi Potensi dan Pemetaan
serta Resolusi Konflik adalah berupa data primer dan data sekunder. Pengambilan
data sekunder dilakukan dengan mengambil data pendukung dari berbagai sumber
seperti literatur yang tersedia pada instansi pemerintah pada tingkat kabupaten/kota,
kecamatan dan desa maupun pihak swasta dan pengambilan data secara primer yaitu
dilakukan dengan metode wawancara langsung.
b. Sumber data dan informasi
Adapun sumber data dan informasi yang didapat pada kegiatan identifikasi
potensi dan pemetaan serta resolusi konflik ini data sekunder didapat dari
pengumpulan data yang diambil di kantor desa berupa foto copy RPJM Desa
setempat, dan data primer yang diambil di desa Lubuk Samboa ini dilaksanakan
dengan wawancara langsung dengan tokoh masyarakat, kepala desa, dan perwakilan
masyarakat setempat.
c. Pengolahan dan analisa data
pengolahan dan analisa data dilakukan sesuai dengan metode yang telah ada pada
Juknis Kegiatan Identifikasi Potensi, Pemetaan dan Resolusi Konflik.
8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut
15/33
DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201510
3.3. Tim Pelaksana
Tim pelaksana identifikasi potensi dan pemetaan serta resolusi konflik di KPHP Model
Mandailing Natal pada lokasi Desa Lubuk samboa adalah sebagai berikut :
1. Nama : Alexander Oeleke
N I P : 19670623 199703 1 003
Jabatan : Polisi Hutan
2. Nama : Sundari Febrina, S.Hut
N I P : -
Jabatan : Staff KPHP Model Mandailing Natal
3. Nama : Ambosa Hidayat, S.Hut
N I P : -
Jabatan : Staff KPHP Model Mandailing Natal
4. Nama : Marina Ovvera, S.Sos
NIP : -
Jabatan : Staff KPHP Model Mandailing Natal
8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut
16/33
DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201511
BAB IV. HASIL PEMETAAN POTENSI KONFLIK
Kasus 1. Adanya potensi konflik antara masyarakat Lubuk Samboa dengan
KPHP Model Mandailing Natal.
Kasus 2. Adanya potensi konflik antara masyarakat dengan pemegang izin
IUPHHK-HA PT Inanta Timber.
Kasus 3. Adanya potensi konflik mengenai tata batas desa antara batas Desa
Lubuk Samboa dan Desa Guo Batu.
4.1. Deskripsi Potensi Konflik
1. Karakteristik KPHP
KPHP Model Mandailing Natal merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)
pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal yang telah ada
sejak tahun 2010 berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 81 Tahun 2011. Luasan KPHP
Model Mandailing Natal berdasarkan SK. 579/Menhut-II/2014 adalah ± 153.361 Ha.
Luasan KPHP Model Mandailing Natal ini mencakup 6 Kecamatan yaitu Kecamatan
Batang Natal, Kecamatan Natal, Kecamatan Muara Batang Gadis, Kecamatan Lingga
Bayu, Kecamatan Ranto Baek dan Kecamatan Batahan. Saat ini, KPHP Model
Mandailing Natal telah dilakukan pemetaan blok dan petak oleh BPKH Wilayah I
Medan namun untuk kegiatan tata batas wilayah kelola KPHP Model Mandailing Natal
masih belum secara khusus. Penataan blok dan petak pada KPHP Model Mandailing
Natal sudah dilakukan walau masih dari citra satelit saja.
Pada KPHP Model Mandailing Natal, terdapat areal KPH yang berstatus
kawasan HPK (Hutan yang dapat dikonversi) berdasarkan SK 579/Menhut-II/2015
seluas 19.895,76 Ha. Selain itu, pergantian SK dalam perubahan kawasan hutan
Provinsi Sumatera Utara dari SK. 44/Menhut-II/2005 ke SK. 579/Menhut-II/2014
telah mengubah luasan karena adanya areal yang di APL kan yaitu seluas 5.805 Ha.
Dalam proses untuk mendapatkan pengakuan dari berbagai pihak mengenai
wilayah KPHP Model Mandailing Natal, maka sebaiknya dilakukan pemetaan areal KPH
berikut areal desa hutannya. Namun, pada kenyataannya KPHP Model Mandailing
Natal belum melakukan pemetaan areal KPH dengan areal desa hutan.
Wilayah kelola KPHP Model Mandailing Natal memiliki beberapa konsesi dari
pemegang izin yaitu berupa IUPHHK-HA dan IUPHHK-HT. IUPHHK-HA dan IUPHHK-
8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut
17/33
DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201512
HT tersebut izinnya telah ada bahkan sebelum KPHP model Mandailing Natal
terbentuk dan sudah beroperasi. Selain dari itu masih belum diketahui adakah izin
usaha lain seperti pertambangan namun sejauh ini belum ada laporan yang masuk ke
KPHP mengenai izin HGU (Hak Guna Usaha) lainnya.
Desa yang berada di sekitar wilayah KPHP Model Mandailing Natal sudah
defenitif secara administrasi dan berstatus APL. Namun, tingkat keterbukaan areal
KPHP sendiri masih rendah karena akses ke desa sekitar KPHP juga cukup sulit dilalui.
Seperti pada Desa Lubuk samboa akses desa sudah cukup baik karena telah memiliki
akses jalan yang sudah dikeraskan dan bersifat permanen namun untuk ke harangan
(hutan) jauh dan jalannya berbatu dan licin. Dan kegiatan masyarakat di Desa Lubuk
Samboa banyak memanfaatkan areal yang berada dalam kawasan KPHP Model
Mandailing Natal untuk berkebun tanaman keras dan tanaman tahunan serta
bersawah dengan sistem sawah tadah hujan.
KPHP Model Mandailing Natal belum memiliki pengusahaan tersendiri yang
dikelola oleh KPHP karena baru membangun dan masih berbentuk UPTD. Walaupun
nantinya akan ada arah KPHP Model Mandailing Natal menjadi BLUD (Badan Layanan
Umum Daerah) dan menerapkan sistem PPK BLUD (Pola Pengelolaan Keuangan
BLUD). Saat ini, konsesi yang ada di KPHP Model Mandailing Natal yang berupa
IUPHHK menerapkan sistem silvikultur THPB (Tebang Habis Permudaan Buatan)
dalam pengelolaan hutannya. IUPHHK ini memberikan kesempatan bagi masyarakat
yaitu pada areal tanaman kehidupan yang luasannya ditentukan oleh perusahaan
(pemegang izin konsesi).
Desa Lubuk Samboa ini merupakan salah satu desa yang masuk kedalam
kawasan konsesi KPHP Model Mandailing Natal, desa Lubuk Samboa ini merupakan
anak desa dari Guo Batu yang dimekarkan menjadi desa defenitif pada tahun 2007
yang sekarang sudah berpenduduk ± 100 KK dan 456 jiwa, akses jalan menuju desa
ini dari pusat desa yaitu Kecamatan Batang Natal desa Muarasoma menghabiskan
waktu ± 30 menit dengan akses jalan masuk dari Desa Simanguntong menuju Desa
Aek Baru Jae dengan akses jalan masih tanah dan berbatuan besar serta bercampur
dengan sertu, akan tetapi jalan masuk untuk Desa Lubuk Samboa ini sudah memiliki
akses jalan yang sudah dikeraskan dan sudah permanen, alat transfortasi untuk
menuju Desa Lubuk Samboa ini hanya mampu dilalui oleh kendaraan Gardang 2, dan
belum memiliki alat transfortasi umum seperti ojek.
8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut
18/33
DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201513
Pada harangan (hutan) Desa Lubuk samboa memiliki izin konsesi dan
merupakan salah satu potensi konflik di desa tersebut hal ini dikarenakan masyarakat
tidak mengetahui izin tersebut masih memiliki perpanjangan izin usaha atau tidak
sedangkan masyarakat tidak mengetahui batas antara izin konsesi terebut dengan
batas desa mereka sehingga dikhawatirkan jika tidak adanya kegiatan sosialisasi
pemegang izin tersebut ke masyarakat dikemudian hari akan ada masyarakat yang
akan memanfaatkan areal izin konsesi mereka.
Pada awal perencanaan wilayah KPHP dan rencana kegiatan yang dapat
dilakukan di wilayah KPHP Model Mandailing Natal, sudah melalui proses sosialisasi
terutama dengan pihak yang dianggap akan terkait langsung dalam pengelolaan
KPHP Model Mandailing Natal. Hanya saja belum seluruh stakeholder terutama
masyarakat desa yang berada di sekitar hutan KPHP yang mengetahui rencana
kegiatan KPHP. Namun, kegiatan sosialisasi yang dilakukan selalu memberikan respon
positif dari masyarakat untuk bekerja sama dengan KPHP dalam hal pengelolaan
hutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar (program pemberdayaan).
Program pemberdayaan yang direncanakan akan mencakup kepentingan masyarakat
sekitar sehingga meminimalisir terjadinya konflik di kemudian hari. Masyarakat Desa
Lubuk Samboa telah menetap lama yang berada dalam kawasan KPHP Model
Mandailing Natal sebelum ditetapkannya wilayah KPHP Model Mandailing Natal dan
telah dilakukan sosialisasi ke desa tersebut mengenai KPHP Model Mandailing Natal.
Masyarakat Desa Lubuk Samboa secara garis besar cukup mendukung kegiatan KPHP
Model Mandailing Natal terutama pada kegiatan yang meningkatkan kesejahteraan
masyarakat desa.
KPHP Model Mandailing Natal memiliki program pemberdayaan masyarakat
dalam dokumen Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP). Program
pemberdayaan wajib dilakukan oleh KPHP Model Mandailing Natal demi mendukung
peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Salah satu contoh
pemberdayaan masyarakat yang dilakukan adalah dengan adanya pelatihan seperti
pelatihan budidaya lebah madu dan sebagainya.
KPHP Model Mandailing Natal pada dasarnya memiliki catatan sejarah konflik
berupa konflik antara masyarakat dengan perusahaan. Namun, dikarenakan KPHP
Model Mandailing Natal tergolong baru terbentuk sehingga belum memiliki catatan
8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut
19/33
DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201514
sejarah konflik yang terjadi. Sehingga sebagai dokumentasi dan rekaman belum ada
dan perlu untuk selanjutnya dilakukan pendokumentasian bila terjadi konflik.
2. Kegiatan masyarakat di areal KPHP yang berpotensi menimbulkan konflik
Adapun kegiatan masyarakat yang berada di Desa Lubuk Samboa yang
berpotensi menimbulkan konflik antara lain :
a. Masyarakat Lubuk Samboa melaksanakan kegiatan perkebunan yang berada di
Hutan Produksi Terbatas (HPT), yang termasuk kedalam wilayah KPHP Model
Mandailing Natal akan tetapi Masyarakat desa Lubuk Samboa mengakui jika lokasi
yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa tersebut termasuk kedalam kawasan
Hutan Produksi Terbatas (HPT).
b. Adanya potensi konflik yang dikarenakan adanya izin usaha IUPHHK-HA PT
Inanta Timber pada Desa Lubuk Samboa yang mana masyarakat tidak
mengetahui masih beroperasi atau tidaknya izin usaha IUPHHK-HA PT Inanta
Timber pada Desa Lubuk Samboa tersebut sehingga dikhawatirkan banyak
masyarakat yang membuka kebun masyarakat didalam areal konsesi izin
IUPHHK-HA PT. Inanta Timber.
c. Adanya daerah yang dikeramatkan oleh masyarakat yang berada pada wilayah
Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan dikhawatirkan akan adanya konflik antar
sesama warga dikarenakan adanya aturan adat yang mengikat masyarakat untuk
tidak semua warga desa dapat memasuki kawasan tersebut.
Pada Desa Lubuk Samboa, mata pencaharian utama masyarakat desa
tersebut adalah bertani sawah dan juga berkebun. Rata-rata masyarakat Desa Lubuk
Samboa memiliki sawah yang diusahakan dan juga kebun karet. Dan masyarakat
Desa Lubuk Samboa telah berkebun diareal konsesi KPHP Model Mandailing Natal
yang berada pada Hutan Produksi Terbatas (HPT) sehingga hal ini merupakan
potensi konflik bagi KPHP Model Mandailing Natal dengan masyarakat Desa Lubuk
Samboa, akan tetapi masyarakat Desa Lubuk Samboa mengakui jika areal kebun
mereka masuk pada areal konsesi KPHP Model Mandailing Natal yang berada pada
Hutan Produksi Terbatas (HPT). Masyarakat Desa Lubuk Samboa mempercayai
adanya wilayah yang dikeramatkan di Desa Lubuk Samboa tersebut dan adapun
salah satu contoh tempat yang dikeramatkan oleh masyarakat ialah bukit yang
berada di arah utara desa yang berbatasan dengan desa Ranto Panjang dan
8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut
20/33
DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201515
msayarakat Lubuk Samboa meyakini jika hendak memiliki hajat hendak membuka
suatu usaha maka kebanyakan dari masyarakat desa mendatangi bukit tersebut
untuk meminta izin di bukit tersebut sehingga usahanya dapat berjalan lancar.
Dan dikhawatirkan dengan adanya kebiasaan masyarakat tersebut dengan
mengkeramatkan suatu bukit sementara bukit tersebut merupakan kawasan hutan
Negara maka akan menimbulkan konflik antara masyarakat dengan KPHP Model
Mandailing Natal dikarenakan jika suatu daerah telah dikeramatkan maka tidak bisa
sembarang orang untuk memasuki area tersebut sedangkan menurut peta yang
untuk penunjukkan wilayah konsesi KPHP Model Mandailing Natal merupakan wilayah
Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang dapat dimanfaatkan hasil hutannya dengan
sistem tebang pilih sehingga tidak menutup kemungkinan bukit tersebut juga
merupakan areal konsesi dari IUPHHK-HA PT. Inanta Timber.
Selain hal tersebut diatas ada juga potensi konflik yang akan mengakibatkan
konflik secara terbuka, hal ini dikarenakan adanya izin IUPHHK-HA yang berada di
Desa Lubuk Samboa yang masyarakat pada desa ini belum mengetahui dengan jelas
batas antara areal konsesi IUPHHK-HA PT. Inanta Timber dengan batas desa secara
deskriptif Desa Lubuk Samboa, dikhawatirkan jika pemegang izin IUPHHK-HA PT.
Inanta Timber tidak mensosialisasikan batas areal konsesi mereka dan tidak
menjelaskan Rencana Kerja Tahunan izin IUPHHK-HA PT. Inanta Timber tersebut
maka banyak masyarakat yang akan membuka kebun mereka secara perseorangan
didalam areal konsesi izin IUPHHK-HA PT. Inanta Timber.
3. Keberadaan klaim masyarakat desa hutan di dalam areal KPHP yang
berpotensi menimbulkan konflik
Tidak adanya klaim masyarakat terhadap hak ulayat rakyat ataupun hutan
adat yang mengikat mereka untuk melaksanakan kegiatan perladangan di kawasan
tersebut, bahkan masyarakat mengakui jika kawasan yang mereka manfaatkan untuk
perladangan tanaman keras ataupun tanaman tahunan diakui berada pada hutan
Negara, sehingga tidak adanya konflik yang ditimbulkan dari keberadaan klaim
masyarakat tersebut karena masyarakat lubuk samboa tidak mengakui adanya klaim
di kawasan yang mereka tempati.
8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut
21/33
DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201516
4. Aspek Konflik Sosial
Setelah dilaksanakannya kegiatan identifikasi potensi konflik di Desa Lubuk
Samboa tidak ditemukannya aspek potensi konflik sosial secara terbuka, akan tetapi
tidak dapat dikatakan aspek konflik sosial di Desa Lubuk Samboa tidak ada hal ini
disebabkan karena adanya aspek konflik sosial yang tertutup akan tetapi dapat
memicu potensi konflik secara terbuka karena adanya konflik batas desa secara
deskriptif yang tidak jelas antara masyarakat Lubuk Samboa dengan masyarakat Guo
Batu hal ini disebabkan karena Desa Lubuk Samboa masih dianggap anak Desa dari
Desa Guo Batu yang mana Desa Lubuk Samboa ini merupakan hasil pemekaran
Kecamatan yang menjadikan Desa Lubuk Samboa menjadi Desa Defenitif, akan tetapi
masyarakat Desa Lubuk Samboa mengakui jika Desa yang mereka tempati
merupakan tanah Negara yang berstatus Hutan Produksi Terbatas (HPT).
5. Kelembagaan Desa dan keberadaan tokoh masyarakat.
Pada Desa Lubuk Samboa telah memiliki kelembagaan desa yang bersifat
formal yang berperan aktif di masyarakat. Lembaga formal yang terdiri atas kepala
desa yang dibantu oleh sekretaris desanya juga dibantu oleh kepala BPD (Badan
Permusyawaratan Desa) dalam melaksanakan tugasnya yang lebih mementingkan
masyarakat dengan berlandaskan azas “ Adil dan Merata” dengan berlandaskan atas
azas tersebut kelembagaan desa yang formal serta dibantu oleh BPD lebih
mementingkan kepentingan masyarakat yang harus segera dibantu untuk dicarikan
solusinya dan dengan berangkat dari azas tersebut juga kelembagaan formal desa
juga menerapkan sistem secara bergantian untuk melaksanakan pembagian yang
bersifat perbantuan demi mencegah adanya ketidakadilan di masyarakat tersebut
sehingga setiap warga dusun yang berada pada Desa Lubuk Samboa memiliki rasa
saling memiliki dan mencegah adanya kecemburuan sosial. Secara formal,
kelembagaan desa masih terdiri atas Kepala Desa dan Sekretaris Desa yang dibantu
oleh Kepala BPD untuk menjalankan fungsinya di masyarakat dan tidak terlibat
konflik baik horizontal maupun vertical di masyarakat.
Kepala Desa dan Sekretaris Desa yang dibantu oleh Kepala BPD ini bersifat
netral dalam setiap penyelesaian konflik yang berada pada Desa Lubuk Samboa dan
memiliki hubungan yang baik antara sesame warga desa serta kepada sesame para
8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut
22/33
DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201517
pemangku kelembagaan desa atau dengan kata lain memiliki hubungan yang baik
secara vertical dan horizontal di masyarakat Desa Lubuk Samboa terbsebut.
4.2. Penilaian Status Potensi Konflik
Menguraikan status potensi konflik berdasarkan:
a. Status potensi konflik di tingkat kasus
Status potensi konflik di Desa Lubuk Samboa, berstatus potensi konflik
termasuk dalam kategori rendah (terkendali) dengan skoring 96. Kondisi pada
kategori rendah (terkendali) yaitu kondisi sebuah kasus konflik di KPHP Model
Mandiling Natal yang berada pada tahap dapat dikendalikan dan diselesaikan karena
belum menimbulkan gangguan kegiatan operasional KPHP Model Mandailing Natal,
atau belum memberikan ancaman terhadap kerusakan fasilitas KPHP Model
Mandailing Natal.
b. Status potensi konflik di tingkat desa
Kasus 1. Adanya potensi konflik antara masyarakat Lubuk Samboa dengan KPHP
Model Mandailing Natal.
Hal tersebut diatas dapat kita dilihat atau dapat ditarik kesimpulan jika
aktifitas masyarakat Desa Lubuk Samboa berada diareal konsesi KPHP Model
Mandailing Natal khususnya berada pada areal Hutan Produksi Terbatas (HPT), dan
telah lama melakukan aktifitas perkebunan masyarakat diareal tersebut sebelum
terbentuknya lembaga KPHP Model Mandailing Natal, akan tetapi potensi konflik yang
diakibatkan dari perkebunan masyarakat yang berada diareal KPHP Model Mandailing
Natal ini dapat kita nyatakan dengan skala nilai 2 yaitu rendah dan terkendali hal ini
dikarenakan masyarakat Desa Lubuk Samboa mengakui jika aktifitas perkebunan
mereka dilakukan diareal Hutan Produksi Terbatas (HPT) atau tanah Negara.
Kasus 2. Adanya potensi konflik antara masyarakat dengan pemegang izin IUPHHK-
HA PT Inanta Timber.
Potensi konflik untuk kasus diatas dapat kita simpulkan dengan skala nilai 3
dengan status nilai potensi konflik sedang akan tetapi sudah masuk ke tahap
waspada hal ini disebabkan karena izin IUPHHK-HA kurang mensosialisasikan
Rencana Kerja Tahunan IUPHHK-HA PT. Inanta Timber dan tidak mensosialisasikan
batas areal konsesi izin IUPHHK-HA PT. Inanta Timber, sehingga masyarakat kurang
memahami tujuan dari rencana kerja IUPHHK-HA PT. Inanta Timber. Dan potensi
8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut
23/33
DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201518
konflik yang diakibatkan dari potensi konflik antara masyarakat dengan pemegang
izin IUPHHK-HA PT. Inanta Timber sudah termasuk kedalam skala potensi konflik
sedang atau waspada, hal ini disebabkan karena masyarakat kurang mengetahui
batas areal konsesi izin IUPHHK-HA PT. Inanta Timber dengan batas deskriptif Desa
Lubuk Samboa yang berbatasan dengan areal izin konsesi IUPHHK-HA PT. Inanta
Timber sehingga dikhawatirkan adanya kebun masyarakat yang masuk kedalam areal
konsesi izin IUPHHK-HA PT. Inanta Timber.
Kasus 3. Adanya potensi konflik mengenai tata batas desa antara batas Desa Lubuk
Samboa dan Desa Guo Batu.
Ketidak jelasan batas antara desa Guo Batu dengan desa Lubuk Samboa yang
megakibatkan ketidak harmonisan antara masyarakat Desa Guo Batu dengan Desa
Lubuk Samboa. Hal ini dikarenakan Desa Lubuk Samboa masih dianggap oleh
masyarakat Guo Batu merupakan anak desa dari Desa Guo Batu tersebut sehingga
skala nilai status potensi konflik dalam hal ini berskala nilai 3 dengan skala sedang
bertingkat skala potensi konflik pada tingkat waspada.
Pada desa Lubuk Samboa, ditemukan tiga kasus yang memiliki skor potensi
konflik sebanyak 96 dan berstatus konflik rendah (terkendali) yang dalam pemetaan
potensi konflik diberi warna biru. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa dari ketiga
potensi konflik yang ada salah diantaranya berstatus atau berskala nilai 2 dengan
status potensi konflik rendah dan dapat dikendalikan, sedangkan untuk 2 (dua) kasus
selanjutnya berskala nilai 3 dengan status potensi konflik sedang dengan status
potensi konflik waspada dan untuk potensi konflik pada tingkat waspada ini
diharapkan tidak dapat memicu ke tingkat status konflik yang lebih tinggi atau
diharapkan tidak sampai pada tingkat sengketa.
c. Status potensi konflik di tingkat KPHP
Bila dilihat dari potensi konflik yang ada pada Desa Lubuk Samboa jika
dibandingkan dengan potensi konflik yang ada di KPHP Model Mandailing Natal maka
Desa Lubuk Samboa termasuk kedalam kriteria potensi konflik sedang dan sudah
masuk kedalam status waspada, karena dari 3(tiga) konflik yang ada di Desa Lubuk
Samboa, 2(dua) potensi konflik memiliki status sedang dengan skala nila 3(tiga), dan
1(satu) potensi konflik yang ada di Desa Lubuk Samboa dengan skala nilai 2(dua)
berstatus rendah dan dapat dikendalikan.
8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut
24/33
DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201519
BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1. Kesimpulan
Pada Desa Lubuk Samboa terdapat 3 (tiga) konflik yang mana 1 (satu)
diantaranya berstatus potensi konflik rendah dan dapat dikendalikan, dan 2 (dua)
diantarnya berpotensi konflik sedang dan sudah termasuk pada tingkat waspada.
Terdapat potensi konflik di Desa Lubuk Samboa yang mana masyarakat Desa
Lubuk Samboa melakukan aktifitas kebun perorangan yang berada pada areal
konsesi KPHP Model Mandailing Natal khususnya pada kawasan Hutan Produksi
Terbatas.
Masih adanya ketidak jelasan batas antara izin IUPHHK-HA PT. Inanta Timber
dengan batas deskriptif Desa Lubuk Samboa sehingga dikhawatirkan
mengakibatkan potensi konflik yang terbuka dan dapat mencapai potensi konflik
pada tingkat sengketa.
Adanya potensi konflik tata batas antara desa Guo Batu dengan desa Lubuk
Samboa yang megakibatkan ketidak harmonisan antara masyarakat Desa Guo
Batu dengan Desa Lubuk Samboa.
5.2. Rekomendasi
Dengan adanya KPHP Model Mandailing Natal yang konsesinya juga masuk
kedalam kawasan Desa Lubuk Samboa ini dapat menjadi fasilitator untuk dapat
menjembatani antara para pemegang izin khususnya IUPHHK-HA PT. Inanta
Timber dan masyarakat Desa Lubuk Samboa, dalam hal pensosialisasian batas
konsesi izin IUPHHK-HA PT. Inanta Timber dengan batas Desa Lubuk Samboa,
dan dapat menjadi fasilitator untuk dapat mengajak masyarakat yang berada
didalam kawasan konsesi mereka untuk dapat saling mendukung dalam hal
peningkatan fasilitas umum yang berada pada masyarakat dan masyarakat juga
dapat mendukung kelancaran operasional rencana kerja izin IUPHHK-HA PT.
Inanta Timber dalam hal CSR.
Berdasarkan status konflik yang diperoleh pada kasus ketidakjelasan batas antara
desa Guo Batu dengan desa Lubuk Samboa yang megakibatkan ketidak
harmonisan antara masyarakat Desa Guo Batu dengan Desa Lubuk Samboa.
Kasus ini hanya bisa diselesaikan bila pihak yang terkait duduk bersama dan
8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut
25/33
DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201520
mengutarakan keinginan masing-masing dan kemudian membuat kesepakatan
bersama. KPHP Model Mandailing Natal sebagai pemilik lahan dapat menjadi
fasilitator atau tidak dalam kasus ini tergantung dari masyarakat sendiri. Tetapi,
ketika kasus ini dapat diselesaikan maka KPHP Model Mandailing Natal akan
membantu untuk menjadi fasilitator dalam kegiatan pemberdayaan untuk
masyarakat desa Lubuk Samboa di Kecamatan Batang Natal.
Berdasarkan potensi konflik yang berada pada Desa Lubuk Samboa tergolong
pada potensi konflik yang berada pada status sedang dan sudah masuk kedalam
tingkat waspada, sehingga diharapkan kepada KPHP Model Mandailing Natal agar
memperhatikan Desa Lubuk Samboa untuk diikutsertakan dalam program –
program kegiatan yang ada di KPHP Model Mandailing Natal yang bertujuan untuk
meminimalisir potensi konflik yang ada pada Desa Lubuk Samboa, misalnya
disertakan dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat demi terwujudnya
pengelolahan hutan secara lestari.
8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut
26/33
DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201521
L a m p i r a n
Yang perlu dilampirkan antara lain:• Fotocopy Surat Tugas• Peta Spasial Potensi Konflik,• Lembar kerja, rekap hasil wawancara, catatan hasil pertemuan, dsb.• Foto-foto
8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut
27/33
DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201522
NO KRITERIA/INDIKATORKONDISI
POTENSI KONFLIKSKOR
I. KARAKTERISTIK IUPHHK
1.1 Jenis dan Legalitas Luasan KPHP Model Mandailing Natal berdasarkan SK.579/Menhut-II/2014 adalah 153.361 Ha. Areal KPHPbelum dilakukan tata batas sama sekali.
1
1.2 Fungsi kawasan dan perubahan tataruang
Pada KPHP Model Mandailing Natal, terdapat areal KPHyang berstatus kawasan HPK (Hutan yang dapatdikonversi) berdasarkan SK 579/Menhut-II/2015 seluas19.895,76 Ha.
4
1.3 Kepastian Kawasan KPHP Model Mandailing Natal sudah peta yang dibuatoleh BPKH Wilayah I Medan. Namun belum terdapatpemetaan areal KPHP dengan areal desa hutandisekitarnya.
5
1.4 Tumpang tindih kawasan dengankegiatan lain
Konsesi KPHP tumpang tindih dengan kegiatanpertanian tradisional masyarakat desa hutan.
2
1.5 Keterbukaan Areal Areal KPHP memiliki tingkat keterbukaan rendah,dimana hanya masyarakat yang memiliki kepentinganseperti pemungutan hasil hutan bukan kayu yang bisamasuk
2
1.6 Sistem Silvikultur Perusahaan IUPHHK yang ada di dalam areal KPHPmenerapkan sistem silvikultur THPB, denganpenanaman jenis tanaman keras di areal tanamankehidupan terkait dengan kehidupan masyarakat
dengan prosentase luas kawasan melebihi dariketentuan yang ditetapkan peraturan dengan bentukkerjasama kemitraan
1
1.7 Perencanaan dan kegiatan pengelolaan Kegiatan sosialisasi sudah pernah dilakukan danpersetujuan perwakilan masyarakat atas dasarinformasi awal yang memadai dalam prosesperencanaan kegiatan pengelolaan hutan yang akanmempengaruhi kepentingan/hak-hak masyarakatsetempat
2
1.8 Organisasi dan SDM social Pada KPHP Model Mandailing Natal tidak terdapatstruktur organisasi di bidang sosial di lingkup
manajemen KPHP namun ada sumberdaya manusiadalam jumlah yang sangat terbatas serta kualifikasiketerampilan dan kompetensi yang jauh dari memadai
4
1.9 Program Pemberdayaan masyarakat erdapat program pemberdayaan masyarakat desahutan yang perencanaannya dilakukan melalui prosespartisipatif dan bottom up, dilaksanakan denganmelibatkan banyak pihak yang berkepentingan sertadilakukan evaluasi dampak dan manfaatnya gunamerencanakan kegiatan tindak lanjutnya.
1
1.10 Sejarah dan resolusi Konflik Sama sekali tidak terdapat catatan sejarah konflik danresolusi konflik, baik laporan/dokumentasi maupuninformasi lisan.
5
8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut
28/33
DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201523
NO KRITERIA/INDIKATORKONDISI
POTENSI KONFLIKSKOR
II. KEGIATAN MASYARAKAT DI AREALKPHP YG BERPOTENSI
MENIMBULKAN KONFLIK2.1 Keberadaan aktifitas pertanian tanaman
pangan /musimanerdapat perladangan rotasi, yakni pertanian tanaman
pangan/musiman yang dikerjakan dengan sistemtebas-tebang-bakar selama satu atau beberapa tahunkemudian berpindah ke tempat lain sampai suatu saatkembali ke lokasi pertama.
3
2.2 Keberadaan aktifitas pertanian tanamankeras /tahunan
erdapat pertanian tanaman keras/tahunan yangdapat dipanen terus menerus sepanjang tahun dansudah menghasilkan.
5
2.3 Keberadaan aktifitas pertambanganmasyarakat
idak terdapat kegiatan pertambangan masyarakatdalam areal KPHP. Kalaupun ada dilakukan masyarakatpada areal APL.
1
2.4 Keberadaan pemukiman masyarakat erdapat pemukiman penduduk dengan statuspemerintah sebagai bagian resmi dari desa definitif(Rukun Tetangga/Rukun Warga/Dusun/UnitPemukiman Transmigrasi.
4
2.5 Praktek penebangan liar (illegal logging ) idak terdapat penebangan kayu secara liar olehmasyarakat.
1
2.6 Kegiatan pemungutan HHBK idak terdapat pemungutan HHBK 1
2.7 Kegiatan penggembalaan masyarakat idak terdapat kegiatan penggembalaan ternak besardan sedang oleh masyarakat atau terdapatpemeliharaan ternak unggas yang dilakukan di dalam
kawasan KPHP
1
2.8 Kegiatan perburuan satwa Masyarakat tidak melakukan aktifitas perburuan satwadi areal KPHP
1
2.9 Kegiatan jual beli lahan oleh masyarakat erdapat kegiatan jual beli lahan antar wargamasyarakat desa dan memperoleh persetujuan tertulisdari aparat setempat
3
2.10 Ritual dan upacara adat idak terdapat kegiatan ritual /upacara adat di dalamareal KPHP baik oleh lembaga adat maupunmasyarakat setempat
1
2.11 Fasilitas umum erdapat fasilitas umum (Jalan umum, sekolah, tempatibadah, sarana kesehatan masyarakat, pasar, saranaolahraga,kantor desa,dll) dengan jenis bangunanpermanen
5
2.12 Mobilitas Masyarakat erdapat kegiatan mobilitas masyarakat ke kota/ pusatperekonomian lokal/ pusat pemerintahan daerahsetempat melalui jalan darat atau kenal.
5
III. KEBERADAAN KLAIM MASYARAKATDESA HUTAN DI DALAM AREALKPHP
3.1 Klaim hak ulayat idak ada klaim atau tuntutan hak ulayat 1
3.2 Klaim wilayah desa idak ada klaim wilayah desa karena desa Lubuk 1
8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut
29/33
DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201524
NO KRITERIA/INDIKATORKONDISI
POTENSI KONFLIKSKOR
Samboa sudah APL.
3.3 Klaim wilayah kelompok masyarakat idak ada klaim wilayah oleh kelompok masyarakat diDesa Lubuk Samboa
1
3.4 Klaim wilayah perorangan idak ada klaim wilayah oleh perorangan masyarakatdi desa Lubuk Samboa
1
3.5 Klaim masyarakat terhadap dampakkegiatan KPHP
idak ada klaim yang dilakukan masyarakat akibatdampak kegiatan KPHP
1
IV. ASPEK KONFLIK SOSIAL
4.1 Lokasi konflik idak terdapat konflik baik di dalam maupun di luarareal konsesi KPHP.
1
4.2 Waktu konflik Periode terjadinya konflik berlangsung dalam kurunwaktu lama, yaitu 6 bulan hingga 1 tahun dan belumada penyelesaian lanjutan.
1
4.3 Bentuk konflik Bentuk konflik yang terjadi adalah konflik kelompok,yaitu konflik yang melibatkan KPHP dengan kelompokmasyarakat yang didukung oleh entitas kelembagaanformal atau kelembagaan informal di tingkat desa
/kampung
4
4.4 Obyek tuntutan Obyek tuntutan dari desa Lubuk Samboa berupapermintaan pengakuan hak ulayat atau hak adatmasyarakat setempat yang tumpang tindih dengankawasan areal KPHP
5
4.5 Faktor penyebab konflik Kurangnya komunikasi Antara Lubuk Samboa denganGuo Batu.
5
4.6 Pemicu konflik Konflik ini termasuk konflik tersembunyi yang dapatmenjadi konflik terbuka disebabkan karena adanyafaktor pemicu konflik yang biasa
3
4.7 Tahapan konflik Konflik yang terjadi masih dalam tahapan pra konflik,yaitu tahapan konflik yang ditandai oleh adanya sikapketidakpuasan diantara para pihak, namun diantarapara pihak belum sepenuhnya mengetahui danmenyadari gejala ketidakpuasan tersebut
1
4.8 Motif konflik Konflik yang terjadi memiliki motif perolehan manfaatatau keuntungan ekonomi maupun non ekonomisesaat hanya untuk individu anggota masyarakat.
4
4.9 Keterlibatan para pihak dalam konflik Antara desa Lubuk Samboa dengan Guo Batu 1
V. KELEMBAGAAN DESA DANKEBERADAAN TOKOH MASYARAKAT
5.1 Jumlah, jenis dan fungsi kelembagaanformal
erdapat kelembagaan desa formal lengkap,menjalankan fungsinya dan tidak terlibat konflikhorizontal dan vertikal di tingkat masyarakat
1
5.2 Jumlah, jenis dan fungsi kelembagaaninformal /adat
erdapat kelembagaan desa informal lengkap,menjalankan fungsinya dan tidak terlibat konflikhorizontal dan vertikal di tingkat masyarakat
1
5.3 Peraturan penyelesaian konflik erdapat peraturan penyelesaian konflik, dipahamimasyarakat dan KPHP serta diimplementasikan
2
8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut
30/33
DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201525
NO KRITERIA/INDIKATORKONDISI
POTENSI KONFLIKSKOR
5.4 Aturan adat /norma /kebiasaan yangberlaku
erdapat aturan adat /norma /kebiasaan penyelesaiankonflik, dipahami oleh masyarakat dan KPHP sertadiimplementasikan
2
5.5 Keberadaan pemimpin dan tokoh formaldan informal
erdapat pemimpin formal dan informal yangmendukung secara aktif proses penyelesaian konflikdan keputusannya ditaati oleh masyarakat
1
5.6 Tokoh formal dan informal di luar desayang berpengaruh di masyarakat desa
erdapat tokoh formal maupun informal di luar desayang berpengaruh di masyarakat desa yangmendukung secara aktif proses penyelesaian konflikdan keputusannya ditaati oleh masyarakat
1
TOTAL SKOR96
Kesimpulan status potensi konflik suatu kasus:RENDAH (TERKENDALI)l
8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut
31/33
DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201526
DOKUMENTASI KEGIATAN IDENTIFIKASI POTENSI KONFLIK
DESA LUBUK SAMBOA
8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut
32/33
DIPA BP2HP-II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201527
8/19/2019 Identifikasi Resolusi Konflik (ambosa hidayat, S. Hut
33/33
DIPA BP2HP II MEDAN TAHUN ANGGARAN 201528