Page 1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penduduk Indonesia yang saat ini berdasarkan Sensus Penduduk
tahun 2000 mencapai 206.264.595 jiwa yang terdiri dari 103.417.180 pria
dan 102.847.415 wanita merupakan potensi pasar yang sangat potensial
untuk berbagai jenis komoditi. Dengan mulai membaiknya sistem
perekonomian akibat krisis yang melanda sejak pertengahan tahun 1997,
tentunya dapat meningkatkan kemampuan masyarakat dalam
mengadakan dan menggunakan barang-barang konsumsi.
Di antara produk-produk yang memiliki peluang pasar cukup
prospektif adalah produk-produk kosmetika. Tentunya perkiraan ini
dengan melihat indikasi dari konsumen produk ini dan penggunanya yang
semakin menyebar luas dan mulai memasyarakat, tidak terbatas pada
masyarakat perkotaan saja tetapi mulai diminati di pelosok pedesaan.
Kontribusi pemakainya pun sudah mulai menjalar di berbagai golongan,
baik itu pria maupun wanita. Dengan demikian terlihat bahwa segmen
produk-produk kosmetika memiliki potensial yang cukup besar.
Salah satu produk kosmetika yang kini sedang mendapat perhatian
baik oleh produsen maupun konsumen adalah produk pembersih wajah.
Wajah merupakan bagian tubuh yang pertama kali diperhatikan oleh
seseorang ketika mengenal orang lain. Dari wajah, kadang-kadang orang
bisa menebak bagaimana karakter dan bagaimana suasana hati
seseorang. Dalam hal ini menjadi sangat penting bagi kita akan tampilan
wajah kita. Wajah yang menarik tidaklah harus cantik atau tampan. Tapi
Page 2
2
setidaknya wajah itu haruslah bersih, sehat sehingga akan terlihat indah
berseri. Berdasarkan survei lapangan yang dilakukan Mars pada lima kota
besar di Indonesia pada tahun 2002 dengan jumlah total responden 3044
orang, penetrasi sabun pembersih muka di semua kota tersebut relatif
merata, secara total mencapai 36,86 persen (Tabel 1). Penetrasi tertinggi
terdapat di kota Surabaya (46,20 persen). Penetrasi di sini didefenisikan
sebagai persentase dari sebuah pasar sasaran yang telah membeli atau
menggunakan sebuah merek produk tertentu paling tidak satukali, apapun
mereknya.
Tabel 1. Penetrasi Sabun Pembersih Wajah Menurut Kota
Total Jakarta Bandung Semarang Surabaya Medan
Shampoo 99,96 100 100 100 99,83 99,91
Sabun Mandi Padat /
Batangan 99,08 98,92 98,8 98,97 99,54 99,69
Sabun Mandi Cair 19,32 20,2 17,6 21,32 21,25 12,19
Pasta Gigi 99,74 99,64 99,51 99,88 100 100
Sikat Gigi 99,44 99,61 99,66 99,26 98,79 99,48
Obat Kumur 15,95 18,47 9,85 165,21 14,89 12,76
Sabun/Busa Pembersih
Wajah 36,86 38,05 28,06 37,96 46,2 26,27
Bedak Badan/Talk 55,86 60,82 29,72 60,11 53,03 65,04
Pembalut Wanita 47,25 47,7 44,16 46,13 48,77 47,35
Penetrasi Pasar (%)Kategori
Sumber: Brand Performance dari MARS Marketing Research Specialist, 2002
Kondisi di atas menyebabkan banyak pengusaha yang tertarik
untuk terjun dalam industri pembersih wajah. Jenis pembersih wajah itu
sendiri ada beberapa macam, yaitu: busa pembersih wajah, cleansing
milk, tonik, sabun cair, sabun padat, dan sabun khusus wajah.
Page 3
3
Sesuai dengan fungsinya untuk membersihkan kulit wajah, istilah
yang digunakan untuk produk ini pun bervariasi, ada yang menyebut facial
foam, facial wash, face wash, busa pembersih, susu pembersih. Bentuk
fisik produk ini pun cukup bervariasi, ada yang kental (milk), foam, lotion,
gel, solid, cream, dan scrub. Seiring dengan tren kulit yang cerah, produk-
produk pembersih pun berlomba mengklaim produknya dapat memberikan
manfaat tersebut, ada yang menggunakan AHA (Alpha Hyrdoxy Acids),
BHA (Betha Hyrdoxy Acids), atau Mono Alkil Phosphat (MAP).
Dalam kondisi persaingan yang makin ketat akhir-akhir ini, peranan
merek dalam memenangkan persaingan pasar menjadi sangat besar.
Dengan merek yang kuat akan terbangun loyalitas pelanggan yang tinggi.
Untuk membangun brand bukanlah sesuatu yang mudah. Diperlukan
strategi pemasaran dan komunikasi serta informasi tentang kekuatan
brand tersebut secara tepat.
Strategi yang efektif diperlukan karena tiga hal. Pertama, saat ini
biaya periklanan dan distribusi semakin tinggi. Kedua, jumlah merek atau
produk baru yang masuk ke pasar makin meningkat pesat. Ketiga, makin
tipisnya diferensiasi harga dan kualitas produk.
Pertumbuhan produksi pembersih wajah selama rentang tahun
1996 hingga 1999 cukup menjanjikan, yaitu 4,27 persen. Artinya bila
produksi pada tahun 1996 baru mencapai 6 ribu ton, maka pada tahun
1999 telah mencapai 6,86 ribu ton. Bila dikonversikan dalam jumlah
kemasan, maka jumlah produksi pembersih wajah pada 1996 adalah 91
juta unit dan pada tahun 1999 mencapai 92 juta unit (RISINDO, 2001).
Page 4
4
Tabel 2. Perkembangan Produksi Pembersih Wajah, 1996-1999
Tahun Volume (Kg) Volume (%) Jumlah (Unit) Jumlah (%)
1996 6.060.008 91.099.184
1997 6.221.526 2,67 88.805.716 -2,52
1998 6.242.763 0,34 84.845.932 -4,46
1999 6.855.280 9,81 92.116.185 8,57
Rataan 4,27 0,53
Sumber: PT RISINDO, 2001
Sementara jika kita tinjau dari bentuk fisik pembersih wajah,
sepanjang 1996 -1999 lebih dimaraki dengan bentuk krim. Produk bentuk
krim pada tahun 1996 mencapai 60 persen hingga pada tahun 1999
meningkat menjadi 68,51 persen. Selanjutnya bentuk foam dengan porsi
28,73 persen, gel 1,94 persen, lotion 0,5 persen, padat 0,31 persen, dan
bubuk 0,01 persen.
Tabel 3. Perkembangan Produksi Pembersih Wajah Menurut Bentuk, 1996-1999 (kg)
Bentuk 1996 1997 1998 1999
Cream 3.637.306 3.975.349 4.192.978 4.696.711
Foam 2.205.891 2.054.813 1.867.031 1.969.563
Gel 111.637 120.289 134.713 132.815
Lotion 46.203 42.405 31.265 34.553
Powder 2.721 1.651 1.158 690
Solid 56.251 27.019 15.617 20.949
Total 6.060.008 6.221.526 6.242.763 6.855.280
Sumber: PT RISINDO, 2001
Page 5
5
Jika ditinjau segi ekspor, selama rentang tahun 1996-1999
menunjukkan slope positif 32,84 persen. Sementara slope nilainya
mencapai 57,98 persen. Penurunan volume ekspor hanya terjadi pada
tahun 1998 dari 242.185 kg (senilai US$ 1.208.341) pada tahun 1997
menjadi 209.872 kg (senilai US$ 1.037.875). Puncak ekspor baru terjadi
pada tahun 1999 yaitu sebesar 271.976 kg dengan nilai US$ 1.345.000
(Gambar 1).
132872
467503
242185
1208341
209872
1037875
271976
1345000
1996 1997 1998 1999
Vol (Kg) Nilai (US $)
Sumber: PT RISINDO, 2001
Gambar 1. Perkembangan Ekspor Pembersih Wajah 1996-1999
Berbeda dengan ekspor, impor produk-produk pembersih dari luar
negeri sepanjang rentang tahun 1996-1999 menunjukkan slope negatif:
4,65 persen untuk volumenya dan 11,99 persen untuk nilainya. Adanya
kebutuhan akan produk impor mulai terasa pada awal tahun 1999 hingga
akhir tahun itu melesat hingga 32.141 kg dengan nilai US$ 107.907.
Page 6
6
Artinya, dibandingkan tahun sebelumnya terjadi peningkatan volume
18,18 persen (Gambar 2).
Sumber: PT RISINDO, 2001
Gambar 2. Perkembangan Impor Pembersih Wajah 1996-1999
Membandingkan antara nilai ekspor dan impor produk pembersih
wajah sepanjang tahun 1996-1999, terlihat bahwa nilai perdagangan luar
negeri selalu positif, walau tingkat kenaikannya berfluktuasi (Gambar 3)
292103
1061775
946570
1253650
1996 1997 1998 1999
Nilai (US $)
Nilai (US $)
Sumber: PT RISINDO, 2001
Gambar 3. Perkembangan Surplus Perdagangan Luar Negeri Pembersih Wajah 1996-1999
38777
175400
30360
146566
27196
91304
32141
107907
1996 1997 1998 1999
Vol (Kg) Nilai (US $)
Page 7
7
Perubahan surplus yang sangat drastis terjadi pada tahun 1997, di mana
terjadi peningkatan sebesar 263,49 persen dibanding surplus pada tahun
1996. Selanjutnya pada tahun 1999, yang meningkat 32,44 persen
dibanding nilai pada tahun 1998.
Sejalan dengan perkembangan industri kosmetika, produk
pembersih wajah yang merupakan salah satu komponen penting bagi
perawatan wajah pun mengalami pertumbuhan. Hingga akhir 1999 jumlah
industri yang ikut meramaikan bisnis pembersih wajah mencapai 102
perusahaan. Pasar yang paling dominan adalah wanita baik usia dewasa
maupun remaja.
Remaja merupakan pasar yang sangat besar dan sangat potensial.
Palupi (2000) menyatakan bahwa menurut Survei Surindo tentang Gaya
Hidup Remaja 2000, jumlah remaja di Indonesia saat ini mencapai 62 juta
jiwa. Dengan kata lain hampir sepertiga penduduk negeri ini terdiri dari
kaum belia. Tidak mengherankan jika banyak bisnis yang sebelumnya
tidak ditujukan khusus remaja, pada akhirnya justru memberikan porsi
yang besar untuk memenuhi kebutuhan remaja. Demikian pula halnya
dengan produk pembersih wajah. Mereka berusaha untuk mengundang
daya tarik kaum remaja putri untuk bisa menjadi pengguna setia produk
pembersih wajah mereka.
Salah satu produk pembersih wajah yang banyak digemari saat ini
selain dalam bentuk cream adalah bentuk foam yaitu mencapai porsi
28,73 persen. Dewasa ini terdapat banyak merek produk pembersih wajah
berbentuk foam yang telah dipasarkan oleh berbagai perusahaan nasional
Page 8
8
maupun perusahaan asing di Indonesia dengan konsep pemasaran yang
berbeda-beda.
Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang
berusaha untuk menciptakan dan menyediakan kebutuhan konsumen
serta memberikan kepuasan bagi konsumen. Pemasaran yang dilakukan
harus dapat menciptakan suatu anggapan yang menyebabkan pelanggan
menggunakan produk tersebut secara terus-menerus sehingga
menghasilkan loyalitas pelanggan yang merupakan tujuan utama
perusahaan. Secara garis besar, pemasaran sangat berkaitan dengan
keputusan dalam bauran pemasaran yang lebih dikenal dengan 4P yaitu:
price, product, promotion, dan place (Kotler, 2003).
Untuk memperjelas bidang pemasaran, merek sangat memegang
peranan penting. Dipertegas oleh Retnawati (2003) bahwa pemberian
merek telah menjadi masalah penting dalam strategi produk. Para
pemasar menyadari bahwa pemberian merek adalah seni dan bagian
paling penting dalam pemasaran. Nama merek yang kuat mempunyai
franchise konsumen, yakni nama merek yang memiliki kesetiaan
konsumen yang kuat. Perusahaan yang mampu mengembangkan merek
dengan franchise konsumen akan mampu mempertahankan serangan
dari para pesaing. Bila kembali ke defenisi dari merek, mengambil dari
pemaparan American Marketing Association dalam Kotler (2003), merek
adalah nama, istilah, simbol, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal
tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari
seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari
Page 9
9
produk pesaing. Merek sebagai salah satu atribut dari produk yang
berfungsi sebagai pembeda antara produk yang satu dengan produk yang
lainnya.
Merek juga merupakan janji perusahaan untuk secara konsisten
memberikan features, benefits, dan services kepada para pelanggan
(Aaker, 1997). Setiap perusahaan ingin membangun ekuitas merek yang
kuat karena hanya produk-produk yang memiliki ekuitas kuat yang akan
tetap mampu bersaing, merebut, dan menguasai pasar.
Ekuitas merek sangat berperan dalam memberikan nilai kepada
pelanggan dan perusahaan. Semakin kuat ekuitas merek suatu produk,
semakin kuat pula daya tariknya di mata konsumen untuk mengkonsumsi
produk tersebut yang selanjutnya dapat membuat konsumen untuk
melakukan pembelian serta dapat meningkatkan keuntungan bagi
perusahaan dari waktu ke waktu (Ailawadi, 2003). Sedangkan menurut
Futrell dan Stanton dalam Muafi (2002), ditemukan adanya korelasi positif
antara ekuitas merek yang kuat dengan keuntungan yang tinggi. Ekuitas
merek yang kuat juga akan memberikan laba bersih masa depan bagi
perusahaan serta revenue potensial di masa yang akan datang.
Berdasarkan Aaker (1997) ekuitas merek terdiri dalam lima
kategori, yaitu: brand awareness (kesadaran merek), brand association
(asosiasi merek), perceived quality (persepsi kualitas), brand loyalty
(loyalitas merek), dan other proprietary brand asset (aset-aset merek
lainnya). Untuk mencapai ekuitas merek yang kuat, kelima indikator
ekuitas merek tersebut harus dikelola dan terus dikembangkan serta
Page 10
10
diperlukan visi, komitmen, dan keyakinan yang kuat dari top manajemen,
khususnya dari divisi pemasaran.
Konsep Aaker telah dikembangkan dalam berbagai versi. Salah
satunya adalah dikembangkan oleh MARS Marketing Research Specialist.
Survei SWA-MARS dalam Sujatmaka (2002) menyatakan bahwa untuk
melihat kekuatan suatu merek dapat dilihat dari 6 parameter, yaitu: Top of
Mind Brand, Top of Mind Advertising, Overall Satisfaction, Brand Loyalty,
Gain Index, dan Brand Share. Dalam perkembangan selanjutnya,
Dewanto (2003) mengatakan bahwa MARS sebagai lembaga riset
pemasaran juga mencoba melihat ekuitas merek dari 8 komponen yaitu:
Top of Mind Brand, Top of Mind Advertising, Overall Satisfaction, Brand
Loyalty, Brand Used Most Often, Brand Perceived Quality, Best Brand,
dan Brand Share. Output akhirnya adalah Brand Value yang jauh lebih
komprehensif ketimbang survei-survei yang hanya mempertimbangkan
satu aspek, seperti Top of Mind atau kepuasan pelanggan saja. Brand
Value sebagai hasil akhir yang ditemukan dari survei ini dapat dikatakan
sebagai puncak pecapaian suatu merek berdasarkan konsep ekuitas
merek.
1.2 Identifikasi Masalah
Perusahaan busa pembersih wajah secara terus-menerus
menanamkan asosiasi-asosiasi merek produknya kepada konsumen baik
melalui iklan atau promosi agar dalam benak konsumen akan terbentuk
persepsi kualitas dan persepsi merek dari produk tersebut. Jika kualitas
Page 11
11
merek produk busa pembersih wajah telah terbentuk dan suatu merek
dianggap baik oleh konsumen maka konsumen akan melakukan
pembelian dan jika konsumen puas dengan merek serta produk tersebut
maka konsumen tersebut dapat menjadi konsumen loyal yang merupakan
tujuan utama dari setiap perusahaan busa pembersih wajah. Dengan
demikian informasi tentang ekuitas merek busa pembersih wajah menjadi
sangat penting. Salah satu outputnya adalah kita dapat mengetahui merek
terbaik dalam pikiran konsumen. Dengan mengetahui merek yang
mempunyai ekuitas yang kuat, perusahaan-perusahaan lain dapat belajar
dari keberhasilan merek tersebut.
Masalah yang muncul adalah sulitnya mengetahui komponen-
komponen apa yang dominan dalam membentuk ekuitas merek produk
busa pembersih wajah dan bagaimana kontribusi masing-masing
komponen terhadap kekuatan atau ekuitas merek tersebut. Melalui
informasi ini perusahaan dapat lebih mudah dalam merancang strategi,
khususnya dalam meningkatkan ekuitas mereknya.
Mengingat pasar remaja merupakan pasar yang potensial, maka
untuk menggarap pasar ini jelas memerlukan kerja ekstra serius. Dengan
usia yang masih labil menyebabkan mereka sangat senang mencoba
sesuatu yang baru serta berganti-ganti merek, sehingga brand loyalty
mereka sangat rendah. Maka menurut Eddy (2000), menggarap pasar
remaja tidak cukup hanya dengan menaklukkan mereka dengan produk-
produk yang kreatif, inovatif, dan mampu memuaskan mereka, tetapi juga
berpikir bagaimana mempertahankan mereka. Artinya, yang diperlukan
Page 12
12
bukanlah sekedar program customer satisfaction, tapi juga customer
retention.
Cara terbaik mempertahankan pasar remaja adalah langsung
terjun menyelami apa keinginan para belia ini. Hal ini dapat dilakukan
melalui survei, jajak pendapat, dan sebagainya, dengan menyerap
aspirasi mereka langsung dari tangan pertama bukan melalui orang tua
atau guru mereka. Dalam Palupi (2000), setidaknya ada tiga alasan
mengapa remaja merupakan sasaran pasar yang menarik. Pertama,
mereka merupakan konsumen langsung. Secara individual, daya beli
mereka sebenarnya rendah, tapi secara agregat, yakni dalam populasi
anak muda – berdasarkan data BPS kurang lebih 62 juta jiwa – dikalikan
dengan berapa pun uang saku mereka, pasar anak muda jelas sangat
menggiurkan. Kedua, remaja merupakan pembujuk yang hebat di
lingkungan mana pun. Pembelian-pembelian dalam keluarga umumnya
ditentukan oleh suara remaja dalam keluarga itu. Ketiga, remaja adalah
konsumen masa depan. Dengan bertambahnya waktu, remaja yang
dulunya dibiayai orang tuanya, nantinya akan memiliki penghasilan
sendiri. Maka, jika produsen membutuhkan konsumen loyal, selayaknya
sejak awal sudah memperhatikan pasar remaja ini. Bogor sebagai Kota
yang letaknya tak jauh dari Kota Jakarta, juga memiliki pasar remaja yang
cukup potensial.
Berdasarkan paparan di atas, secara ringkas dapat disimpulkan
beberapa masalah yang dihadapi:
Page 13
13
1. Bagaimana ekuitas merek busa pembersih wajah, khususnya di
kalangan remaja Kota Bogor?
2. Faktor-faktor apa mempengaruhi ekuitas merek pada busa pembersih
wajah di kalangan remaja di Kota Bogor?
3. Berapa besar tingkat kontribusi komponen-komponen penyusun
ekuitas merek produk busa pembersih wajah bagi remaja di Kota
Bogor?
1.3 Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan perumusan permasalahan di atas, maka dapat
dikemukakan bahwa penelitian ini bertujuan:
1. Mengukur ekuitas merek busa pembersih wajah, khususnya di
kalangan remaja Kota Bogor.
2. Menganalisis komponen-komponen yang mempengaruhi ekuitas
merek, yang meliputi Top of Mind Brand, Top of Mind Advertising,
Brand Share, Brand Used Most Often, Overall Satisfaction, Best
Perceived, Switching, Not Availability, and Recommendation.
3. Menganalisis tingkat kontribusi komponen-komponen penyusun
ekuitas merek produk busa pembersih wajah bagi remaja di Kota
Bogor.
1.4 Manfaat Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
Page 14
14
1. Bagi perusahaan, peran brand equity dapat dijadikan landasan dalam
menentukan langkah dan strategi pemasaran dari produk busa
pembersih wajah khususnya. Semakin kuat brand equity suatu produk
semakin kuat pula daya tariknya di mata konsumen untuk
mengkonsumsi produk tersebut yang selanjutnya dapat menggiring
konsumen untuk melakukan pembelian serta mengantarkan
perusahaan untuk meraup keuntungan dari waktu ke waktu.
2. Bagi penulis, penelitian ini dapat menjadi suatu pengalaman praktis
untuk menerapkan konsep ekuitas merek dalam aktifitas bisnis.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini hanya terbatas untuk mengetahui
ekuitas merek produk busa pembersih wajah di kalangan remaja (siswi
SMU) di Kodya Bogor dengan menganalisa komponen-komponen Top of
Mind Brand, Top of Mind Advertising, Brand Share, Brand Used Most
Often, Overall Satisfaction, Best Perceived, Switching, Not Availability,
Recommendation, and Best Brand. Alasan memilih pelajar SMU sebagai
subyek penelitian adalah penulis ingin membatasi subyek penelitian
sehingga tidak terlalu luas dan lebih fokus.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode
Multistage Random Sampling melalui pendekatan survei ke siswi SMU di
Kota Bogor dengan wawancara terhadap responden.