Top Banner
TESIS PELATIHAN INTENSITAS SEDANG, RANGSANG TITIK AKUPUNKTUR PUSAT LAPAR DAN DIET RENDAH KALORI MENURUNKAN BERAT BADAN DAN INTERLEUKIN(IL)-6 SERUM MENCIT JANTAN DENGAN OBESITAS I MADE PURWAHANA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2010 TESIS
127

i made purwahana

Jan 02, 2017

Download

Documents

HaAnh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: i made purwahana

TESIS

PELATIHAN INTENSITAS SEDANG, RANGSANG TITIK AKUPUNKTUR PUSAT LAPAR DAN DIET

RENDAH KALORI MENURUNKAN BERAT BADAN DAN INTERLEUKIN(IL)-6 SERUM MENCIT JANTAN

DENGAN OBESITAS

I MADE PURWAHANA

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2010

TESIS

Page 2: i made purwahana

PELATIHAN INTENSITAS SEDANG, RANGSANG TITIK AKUPUNKTUR PUSAT LAPAR DAN DIET

RENDAH KALORI MENURUNKAN BERAT BADAN DAN INTERLEUKIN(IL)-6 SERUM MENCIT JANTAN

DENGAN OBESITAS

I MADE PURWAHANA NIM : 0790761019

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2010

Page 3: i made purwahana

PELATIHAN INTENSITAS SEDANG, RANGSANG TITIK AKUPUNKTUR PUSAT LAPAR DAN DIET RENDAH

KALORI MENURUNKAN BERAT BADAN DAN INTERLEUKIN(IL)-6 SERUM MENCIT JANTAN DENGAN

OBESITAS

Tesis untuk Memperoleh Gelas Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik

Program Pascasarjana Universitas Udayana

I MADE PURWAHANA NIM: 0790761019

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2010

Page 4: i made purwahana

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 12 JANUARI 2011

Pembimbing I, Pembimbing II, Prof.Dr.dr. J.Alex Pangkahila, M.Sc. Sp.And. Dr.dr.Koosnadi S, Sp.Rad. NIP: 194402000111964091001 NIP: 195112261981021001

Mengetahui:

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana, Universitas Udayana,

Prof.Dr.dr.Wimpie I.Pangkahila, Prof.Dr.dr.A.A.RakaSudewi,Sp.S(K) Sp.And.FAACS. NIP: 194612131971071 NIP: 195902151985102001

Page 5: i made purwahana

PENETAPAN PANITIA PENGUJI

Tesis ini telah Diuji pada

Tanggal 14 Desember 2010

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana

No: 1830/H14.4/HK/2010, Tanggal 13 Desember 2010.

Ketua : Prof.Dr.dr.J. Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And.

Sekretaris : Dr.dr. Koosnadi ,Sp.Rad.

Anggota : 1. Prof.Dr.dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS

2. Prof.dr. N.T.Suryadhi, M.Ph.Phd.

3. Prof.dr.N.Agus Bagiada, Sp.Biok.

UCAPAN TERIMA KASIH

Page 6: i made purwahana

Dalam kesempatan ini penulis ingin memanjatkan puji syukur kehadapan

Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas asung

wara kerta nugraha-Nya, penulis dapat menyelesaikan kelayakan hasil penelitian

yang berjudul ” Pelatihan Intensitas Sedang, Rangsang Titik Akupunktur

Pusat Lapar Dan Diet Energi Rendah Menurunkan Berat Badan Dan

Interleukin-6 Serum Pada Mencit Jantan Dengan Obesitas” dapat

diselesaikan.

Sehingga pada kesempatan ini pula perkenankanlah penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesa-besarnya kepada:

1. Prof.Dr.dr.J. Alex Pangkahila,Sp.And,M.Sc., selaku pembimbing I yang

banyak memberikan masukan, saran ilmiah dan bimbingan serta dorongan

selama penulis menyelesaikan tesis ini.

2. Dr.dr.Koosnadi Saputra, Sp.Rad., selaku pembimbing II yang telah

penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran

serta semangat kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

3. Prof.Dr.dr.Wimpie I.Pangkahila, Sp.And,FAACS, sebagai Ketua

Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik yang banyak memberikan ide,

masukan, saran ilmiah dan bimbingan selama penulis menyelesaikan tesis

ini.

4. Prof.Dr.N.T. Suryadhi, MPH, PhD., yang telah memberikan sanggahan,

masukan dan saran ilmiah yang berguna bagi penulis dalam menyusun

tesis ini.

Page 7: i made purwahana

5. Prof.dr. N. Agus Bagiada Sp.Biok. sebagai penguji yang telah banyak

memberikan bimbingan, dorongan, saran serta masukan dalam

menyelesaikan tesis ini.

6. dr. N. Sri Budayanti, Sp.Mikrob, selaku Kepala Lab/Bag Biomol FK

Unud yang telah mengijinkan dan membantu untuk tempat pemeriksaan

serum dalam penelitian ini.

7. Ibu Wahyu selaku tenaga/staf Lab. Biomol yang telah membantu untuk

pemeriksaaan ELISA serum mencit.

8. Bapak Tunas, yang telah memberikan masukan dan saran dalam bidang

statistik bagi penulis dalam menyusun tesis ini.

9. Bapak Gde Wiranata, yang telah membantu dan membimbing penulis

selama melakukan perlakuan penelitian terhadap hewan coba.

10. Bapak I Made Minggu, yang telah membantu menyediakan mencit untuk

hewan coba dalam penelitian ini.

Pada kesempatan ini juga penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang

tulus kepada istri tercinta, anak-anakku (Gek Ina dan Gek Nia), kedua orang tua,

termasuk teman-teman seperjuangan yang begitu kompak dan semua pihak yang

telah memberikan dorongan moril dalam menyelesaikan program magister ini.

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa selalu

melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksaaan

dan penyelesaian tesis ini.

Denpasar, Nopember 2010

Penulis.

Page 8: i made purwahana

ABSTRAK

PELATIHAN INTENSITAS SEDANG, RANGSANG TITIK AKUPUNKTUR PUSAT LAPAR DAN DIET RENDAH KALORI

MENURUNKAN BERAT BADAN DAN INTERLEUKIN – 6 SERUM MENCIT JANTAN DENGAN OBESITAS

Obesitas sekarang telah menjadi masalah kesehatan yang bersifat epidemi dan sudah menjadi masalah di hampir semua negara di dunia. Wabah obesitas tidak terbatas dihadapi oleh negara-negara maju , tetapi peningkatan lebih cepat justru terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Organisasi kesehatan Dunia (WHO) mencatat pada tahun 2005, secara global ada sekitar 1,6 miliar orang dewasa yang overweight dan 400 juta diantaranya dikategorikan obesitas. Obesitas sering menjadi penyebab utama munculnya risiko penyakit kronis seperti diabetes tipe 2, kardiovaskuler, darah tinggi dan stroke, serta berbagai jenis kanker serta menurunkan kualitas hidup manusia. Akupunktur (tusuk jarum) merupakan konsep pengobatan dengan menggunakan tusukan jarum dari permukaan tubuh menuju organ target. Hantaran rangsang tersebut dapat melalui reaksi inflamasi lokal, refleks somato-viseral, transmisi neural dan melalui jalur meridian. Rangsangan dari titik akupunktur no. 25 dan titik telinga merupakan hantaran rangsang dari spinal menuju thalamus, yang menimbulkan rangsangan pusat kenyang VHM (ventromedial hipothalamus) selanjutnya menekan pusat lapar(lateral hipothalamus). Rangsangan titik akupunktur no. 43 merupakan hantaran rangsang pada kaki melalui jalur meridian menuju sistem pencernaan. Latihan intensitas sedang adalah latihan dengan durasi 20 menit setiap hari dengan peningkatan denyut nadi 60-70% dari normal. Diet rendah kalori adalah dengan pemberian asupan makanan tinggi serat rendah kalori. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah rangsangan pada titik akupunktur pusat lapar, latihan intensitas sedang dan diet rendah kalori dapat menurunkan berat badan dan interleukin-6 serum mencit jantan obesitas. Penelitian ini menggunakan rancangan randomized pretest-posttest control group design, dengan tiga kelompok perlakuan. Jumlah sampel adalah sebelas ekor tiap kelompok (kelompok 1= latihan intensitas sedang, kelompok 2= rangsangan akupunktur titik pusat lapar, kelompok 3= diet rendah kalori). Perlakuan kelompok 1 latihan tiap hari selama 20 menit, kelompok 2 rangsang akupunktur 3 kali seminggu selama 10 menit, kelompok 3 perlakuan tiap hari. Perlakuan diberikan selama empat minggu. Setelah empat minggu diperiksa berat badan dan kadar interleukin-6 serumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perangsangan titik akupunktur pusat lapar , latihan intensitas sedang serta diet rendah kalori dapat menurunkan berat badan dan interleukin-6 serum ketiga kelompok secara bermakna (p < 0.05). Kata kunci : Akupunktur, Latihan intensitas sedang, Diet rendah kalori,Mencit,

Berat badan, Interleukin-6.

Page 9: i made purwahana

ABSTRACT MEDIUM INTENSITY TRAINING, STIMULATE THE ACUPUNCTURE

POINT OF HUNGER-CENTER, AND LOW CALORI DIET, REDUCE WEIGHT AND INTERLEUKIN - 6 SERUM MALE MICE WITH

OBESITY

Obesity has now become anepidemical health problem and has become a problem in almost countries in the world. Obesity epidemic is not limited faced by developed countries, but inreased even faster in developing countries. World Health Organization(WHO) noted in 2005, globally there are approximately 1.6 billion overweight adults and 400 million of it was classified as obese. Obesity is often a major cause of chronic disease risk such as diabetis type 2, cardiovascular disease, hypertension and stroke, and various types of cancer as well as decrease the quality of human life.

Acupuncture (needling) is the concept of treatment using a needle puncture from the surface of body toward the target organ. Stimulation can be via a local inflamatory reaction, reflex somato-viseral , neural trasmission and through the meridian . Stimulation of acupuncture points No. 25 and ear points are stimulations of the spinal to the thalamus, leading to stimulation of satiety center VHM(ventromedial hypothalamus) futhermore suppress the hunger center (lateral hypothalamus). Stimulation of acupuncture point No. 43 is stimulation on foot through the meridian toward to the digestive system. Moderate intensity exercise is the exercise with a duration of 20 minute each day with an increased pulse rate 60 – 70% of normal state. Low-calori diet is giving food that has high fiber but low in calories.

This study aims to prove whether the stimulation of acupuncture points on the hunger-center, moderate-intensity exercise and low calorie diet can lose weight and interleukin-6 serum male mice with obesity. This study used a blueprint randomized pretest-postest control group design, with three treatment groups. The number of samples is eleven heads of each group (group 1=moderate intensity exercise, group 2 = acupuncture stimulation of hunger centerpoints, group 3 = low calorie diet). Treatment group 1: exercise everyday for 20 minutes, group 2: acupuncture stimulation 3 times a week for 10 minutes, group 3: treatment everyday. Treatment is given for four weeks. After four weeks examination of weight and levels of interleukin-6 serum is conduct.. The research showed that acupuncture stimulation of hunger centrepoints, moderate-intensity exercise and low calorie diet can lose both weight and interleukin-6 serum of all groups significantly (p< 0.05).

Key words: Acupuncture, exercise of moderate intensity, low energy diet, Mice, Weight loss, Interleukin-6.

Page 10: i made purwahana

DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM ................................................................................ i

PERSYARATAN GELAR ..................................................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ....................................................... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................... v

ABSTRAK ............................................................................................... viii

ABSTRACT ............................................................................................. ix

DAFTAR ISI ............................................................................................ x

DAFTAR TABEL.................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xv

DAFTAR LAMPIRAN............................................................................ xvi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ………………..……..................................1 1.2 Rumusan Masalah………………………….….…... ..........................6

1.3 Tujuan Penelitian ……………………….…….…........................... ..7

1.3.1. Tujuan Umum … ………………….…….................................. 7

1.3.2. Tujuan Khusus …………………….…….…..................................7

1.4 Manfaat Penelitian ……………………….…….…............................7

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Obesitas .........................................................................................9

2.1.1 Pengertian Obesitas .......................................................................9

2.1.2 Obesitas dan Inflamasi ..................................................................12

Page 11: i made purwahana

2.1.3 Metode Menentukan Obesitas.................................... . ... ............17

2.1.4 Klasifikasi Obesitas .......................... ...............................……...23

2.1.5 Faktor-faktor penyebab kegemukan/obesitas .............................24

2.1.6 Cara Menurunkan Berat Badan ....................................................26

2.2. Energi ...........................................................................................28

2.2.1 Penggunaan Glukosa......................................................................28

2.2.2 Penggunaan Lemak .......................................................................28

2.2.3 Penggunaan Protein .....................................................................29

2.2.4 Kegunaan Energi ...........................................................................30

2.2.5 Keseimbangan Energi ...................................................................31

2.2.6 Pengeluaran Energi .......................................................................32

2.2.7 Sumber Energi ..............................................................................34

2.3 Diet Rendah Kalori ......................................................................35

2.4 Konsep Pengobatan Akupunktur .................................................36

2.4.1 Reaksi Inflamasi Lokal..................................................................39

2.4.2 Refleks Somato Viseral ...............................................................40

2.4.3 Transmisi Neural ..........................................................................41

2.4.4 Transmisi Interseluler melalui Jalur Meridian ..............................42

2.4.5 Sel Aktif Listrik tubuh ..................................................................43

2.4.6 Titik Akupunktur sebagai sel aktif listrik .... ...........................44

2.4.7 Peranan Ion Kalsium .................... .................................................45

2.4.8 Akupunktur Telinga ......................................................................46

Page 12: i made purwahana

2.5 Akupunktur Veteriner ...................................................................49

2.6 Hewan Coba Mencit ....................................................................50

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir............................ .............................................52

3.2 Kerangka Konsep Penelitian..........................................................54

3.3 Hipotesis Penelitian ......................................................................54

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian ....................................................................56

4.2 Lokasi dan Waktu ........................................................................ 57

4.2.1 Sampel penelitian ........................................................................56

4.2.2 Kriteria sampel ............................................................................56

4.2.3 Besar sampel ...............................................................................56

4.3 Penentuan Sumber Data ..............................................................57

4.3.1 Sampel Penelitian ... ....................................................................57

4.3.2 Kriteria Sampel ...........................................................................57

4.3.3 Besar Sampel ............................................................................. 58

4.4 Variabel Penelitian ..........................................................................59

4.5 Materi dan Bahan ............................................................................61

4.6 Alat pengambil data ………………………........................….…...61

4.7 Tata Cara Penelitian ........................................................................62

4.8 Pengolahan dan Analisis Data ..................................................... 61

BAB V HASIL PENELITIAN

5.1 Uji Normalitas Data …………………………………………..…...67

Page 13: i made purwahana

5.2 Uji Homogenitas Data antar kelompok…………………………...67

5.3 Berat Badan

5.3.1 Uji Komparabilitas…………………….... ……………………..67

5.3.2 Analisis efek perlakuan…………............. ……………………...68

5.3.3 Analisis komparasi antara sebelum dan sesudah perlakuan....... . 70

5.4 Interleukin-6 …………………………………………………….70

5.4.1 Uji Komparabilitas........................................................................70

5.4.2 Analisis Efek perlakuan............................... ……………………71

5.4.3 Analisis komparasi antara sebelum dan sesudah perlakuan…… 73

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

6.1 Subyek Penelitian ………………………………………………….75

6.2 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Badan… . ...............................75

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan ................................................................. ........................ 80

7.2 Saran ................................................................................................ 81

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 82

LAMPIRAN ................................................................................................ 91

Page 14: i made purwahana

DAFTAR TABEL

Judul Hal

Tabel 5.1 Rerata Berat Badan antar kelompok 68 sebelum perlakuan(pretest)

Tabel 5.2 Rerata Berat Badan antar kelompok 69

setelah perlakuan(postest) Tabel 5.3 Analisis Komparasi Berat Badan antara 73

sebelum dan sesudah perlakuan Tabel 5.4 Rerata Interleukin-6 anatar kelompok 74

sebelum diberikan perlakuan

Tabel 5.5 Rerata Interleukin-6 antar kelompok 74

sesudah diberikan perlakuan Tabel 5.6 Analisis Komparasi Interleukin-6 72

sesudah perlakuan antar kelompok Tabel 5.7 Analisis Komparasi Interleukin-6 antara 74

sebelum dan sesudah perlakuan

Page 15: i made purwahana

DAFTAR GAMBAR Judul Hal Gambar 2.1 Persentase penduduk Obesitas di Indonesia 8

(Dit BGM depkes 1997) Gambar 2.2 Adipositas memicu inflamasi 12 Gambar 2.3 Obesitas mengakibatkan inflamasi dan Metabolik sindrom 13 Gambar 2.4 Manfaat potensial penurunan berat badan sedang (5-10%) 16 Gambar 2.5 Tampak Migrasi aktif dari ITP. 36 Gambar 2.6 Cara kerja Rangsangan titik akupunktur 36 Gambar 2.7 Trasmisi Neural 40 Gambar 2.8 Hubungan Aurikularis dengan Otak & Organ Bagian dalam 45 Gambar 2.9 Letak titik akupunktur pada telinga mencit 48 Gambar 2.10 Letak titik Akupunktur No. 25 dan No. 43 pada mencit 49 Gambar 2.11 Skema letak titik akupunktur pada kelinci 50 Gambar 3.1 Kerangka Berpikir 53 Gambar 3.2 Bagan kerangka Konsep 54 Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian 55 Gambar 4.2 Alur Penelitian 66 Gambar 5.1 Grafik Penurunan Berat Badan setelah perlakuan 68 Gambar 5.2 Grafik Rerata penurunan Interleukin-6 setelah perlakuan 71

Page 16: i made purwahana

DAFTAR LAMPIRAN

Judul Hal

Lampiran 1. Data Berat Badan Mencit 91 Lampiran 2. Data Kadar IL-6 Mencit 92 Lampiran 3. Uji Normalitas Data 93 Lampiran 4. Deskriptif Data Penelitian Pre-test dan Post-test Berat Badan 94 Lampiran 5. Uji One Way Anova Pre-test dan Post-test Berat Badan 94 Lampiran 6. Deskriptif Data Penelitian Pre-test dan Post-test IL-6 95 Lampiran 7. Uji One Way Anova Pre-test dan Post-test IL-6 94 Lampiran 8. Uji Least Significant Difference 96 Lampiran 9. Uji Paired T-test 96 Lampiran 10. Foto-foto Penelitian 104 Lampiran 11. Surat Keterangan Kelaikan Etik 110

Page 17: i made purwahana

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Saat ini telah terjadi peningkatan prevalensi kejadian overweight dan

obesitas di seluruh dunia sebagai dampak negatif dari meningkatnya

perkembangan ekonomi di negara-negara Asia –Pasifik.

Peningkatan perekonomian dan meningkatnya taraf hidup masyarakat

menyebabkan perubahan pada perilaku atau gaya hidup masyarakat serta kondisi

kurang sehat yang berakibat pada pola penyakit atau gangguan kesehatan seperti;

obesitas, stroke, hipertensi, kelainan jantung, metabolik sindrom, dll., yang

merupakan jenis penyakit degeneratif (WHO, 2000).

Sesuai data yang dirangkum oleh WHO, hampir semua negara-negara di

dunia mempunyai kecenderungan adanya peningkatan jumlah penduduk dengan

obesitas (WHO, 1998; Suastika, 2002).

Saat ini diperkirakan lebih dari 100 juta penduduk dunia menderita

obesitas, dan angka ini masih akan terus meningkat dengan cepat. Dengan

semakin majunya negara – negara berkembang, maka overweight dan obesitas

juga berkembang menjadi masalah kesehatan global yang sangat penting

(WHO,1998). Di Amerika berdasarkan sigi the second National Health and

Nutrition Examination survey II(NHANES II), peroide 1976-1981 ditemukan

bahwa 26% penduduk dewasa atau sekitar 34 juta penduduk yang berumur 20-75

tahun menderita kelebihan berat badan. Berdasarkan data NHANES III ditemukan

Page 18: i made purwahana

sekitar sepertiga (58) juta penduduk dewasa Amerika adalah obesitas ( Chua and

Leibel, 1997).

Telah bertahun-tahun dilaporkan bahwa adanya hubungan kuat antara DM

Tipe 2, Obesitas, Aterosklerosis, Hiperlipidemia dan Hipertensi. Walaupun

hubungan tersebut telah sangat akrab di telinga para dokter, namun hipotesis baru

diajukan belakangan ini oleh Reaven pada tahun 1998 (disebut Sindrom X yang

terdiri resistensi terhadap ambilan glukosa yang dirangsang oleh insulin,

intoleransi glukosa, hiperinsulinemia, peningkatan trigeliserida-VLDL, penurunan

kolesterol-HDL, dan hipertensi) oleh De Fronzo dan Ferrannini pada tahun 1991

disebut sebagai Sindrom Resistensi Insulin. Sindrom yang disebut dengan

berbagai nama ini kemudian lebih dikenal dengan sebutan ” Sindrom Metabolik”.

Kalau melihat komponen Sindrom Metabolik, maka obesitas sentral dan resistensi

insulin merupakan titik sentral dari komponen lainnya (Despres et al., 2000).

Studi di Swedia menunjukkan bahwa obesitas memberikan dampak buruk

terhadap kesehatan yang berhubungan dengan kualitas hidup terutama terhadap

wanita berumur 35 – 64 tahun (Larson et.al., 2002). Penurunan berat badan akan

meningkatkan kualitas hidup, seperti fungsi fisik, penampilan serta kehidupan

sexual ( Kolotkin et al., 2002).

Dari perkiraan 210 juta penduduk Indonesia tahun 2000, jumlah penduduk

overweight diperkirakan mencapai 76,7 juta ( 17,5%) dan obesitas berjumlah

lebih dari 9,8 juta (4,7%). Jumlah penderita obesitas di Indonesia terus bertambah

dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Susenas(Survey Kesehatan Nasional) tahun

1989, prevalensi obesitas di Indonesia adalah 1,1 persen di kota dan 0,7 persen di

Page 19: i made purwahana

desa. Angka tersebut meningkat hampir lima kali lipat menjadi 5,3 persen dan 4,3

persen pada tahun 1999. Penelitian pada orang dewasa di Bali, prevalensi obesitas

didapatkan 20,1% ( Padmiari et al., 2004).

Hasil pemantauan masalah gizi lebih pada dewasa yang dilakukan oleh

Departemen Kesehatan pada tahun 1997 menunjukkan prevalensi obesitas pada

orang dewasa adalah 2,5 % (pria) dan 5,9 % (wanita). Prevalensi tertinggi terjadi

pada kelompok wanita berumur 41-55 tahun (9,2%). Saat ini diperkirakan 10 dari

setiap 100 penduduk dewasa di Jakarta menderita obesitas. Bertambahnya jumlah

orang gemuk juga diindikasikan dengan maraknya pusat-pusat kebugaran yang

menjanjikan penurunan berat badan ( Siagian, 2006).

Obesitas dapat didefinisikan sebagai kelebihan lemak tubuh, dan

prevalensi obesitas yang meningkat dapat disebabkan oleh banyaknya jumlah

makanan yang terjangkau harganya dan gaya hidup sedentary(kurang gerak).

Adanya peningkatan teknologi menyebabkan makanan dapat diproduksi dalam

jumlah besar dan harganya murah serta mengakibatkan banyak pekerjaan dapat

dilakukan secara otomatis(inaktivitas fisik). Obesitas biasanya dinyatakan dengan

Body Mass Index (BMI) yaitu berat badan (kilogram) dibagi tinggi badan dalam

kuadrat (m²). BMI yang berkisar 25-29 kg/m² termasuk kriteria overweight

sementara BMI ≥ 30 kg/m² termasuk kriteria obesitas. Secara klinis penentuan

obesitas dapat dilakukan dengan menentukan lingkar pinggang, karena kelebihan

lemak abdominal terkait erat dengan faktor risiko metabolik (Suastika, 1999).

Obesitas juga berkaitan dengan kondisi inflamasi kronis derajat rendah

(chronic, low grade inflammation) dimana kondisi obesitas ditandai oleh adanya

Page 20: i made purwahana

produksi sitokin abnormal, peningkatan reaktan fase akut dan aktivasi sinyal

proinflamasi seperti Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α), Interleukin-6 (IL-6),

angiotensinogen dan plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) sehingga proses

inflamasi akan berlangsung. Penurunan massa lemak berkorelasi dengan

penurunan konsentrasi serum adipokin proinflamasi (Packer et al., 2007).

Penurunan kadar PAI-1 aktif lebih berhubungan dengan penurunan berat badan

( Budiarta, 2006).

Dari kajian ilmu kedokteran modern akhir-akhir ini terungkap harapan

hidup mereka yang mengalami obesitas memiliki harapan hidup lebih pendek 14

tahun daripada peluang harapan hidup dengan berat badannya seimbang.

Komplikasi penyakit yang timbul karena obesitas itulah yang berdasarkan kajian

survey dan penelitian medis membawa pengaruh berkurangnya lama harapan

hidup. Laporan WHO 2006 menunjukkan rata-rata usia harapan hidup manusia

Indonesia untuk pria mencapai 65 tahun, wanitanya 68 tahun maka peluang

harapan hidup penyandang obesitas lebih pendek 14 tahun ( Pangkahila, 2007).

Berolah raga yang dilakukan secara teratur dengan dosis pelatihan yang

tepat dapat mencapai dan mempertahankan keadaan sehat dan kebugaran fisik.

Kondisi lingkungan yang memadai dan dosis/takaran pelatihan yang tepat untuk

setiap individu, meliputi frekuensi, intensitas, tipe dan waktu sangat mendukung

untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan resiko yang minimal pada pelatihan

olah raga. Frekuensi pelatihan yang dianjurkan 3 sampai 4 kali seminggu, dengan

intensitas 72-87% dari denyut jantung maksimal(220-umur) dengan variasi 10

denyut per menit. Tipe pelatihan yang dianjurkan merupakan suatu kombinasi dari

Page 21: i made purwahana

latihan aerobik dan pelatihan otot dalam waktu 30-60 menit, yang mana

sebelumnya didahului oleh 15 menit pemanasan dan disusul oleh 10 menit

pendinginan (Pangkahila, 2009).

Olah raga yang baik adalah olah raga yang dilakukan secara teratur dengan

memperhatikan kemampuan tubuh dan sesuai dengan takaran berolah raga. Olah

raga dapat mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tubuh, serta akan dapat

berdampak kepada kinerja fisik tubuh dan dapat mencegah penuaan dini

(Adiputra, 2008).

Akupunktur sebagai sebuah terapi pilihan untuk meningkatkan kesehatan

untuk pengobatan sudah dilakukan sejak lama. Kemudian perkembangannya

diterapkan dalam bidang estetika dan kosmetika.Dalam usaha untuk menurunkan

berat badan akupunktur sudah menjadi sebuah pilihan yang dapat memberikan

hasil yang nyata. Akupunktur merupakan suatu cara pengobatan yang

memanfaatkan rangsangan pada titik-titik akupunktur sehingga mempengaruhi

aliran bioenergi dalam tubuh. Secara tradisional sistem tersebut berdasarkan

konsep kesimbangan antara permukaan tubuh dengan organ melalui sistem

meridien yang spesifik (Saputra, 1999).

Akupunktur dapat menurunkan berat badan dengan merangsang pusat

kenyang hipothalamus dan menekan pusat lapar akan menurunkan asupan

makanan sehingga mengurangi jumlah kalori yang masuk sehingga tubuh akan

membakar simpanan kalori berupa lemak tubuh sebagai sumber energi. Dengan

melakukan terapi akupunktur secara rutin dan teratur akan menurunkan berat

Page 22: i made purwahana

badan dan tanda inflamasi sehingga terhindar dari resiko komplikasi dari obesitas

(Sutanto,2008).

Diet rendah kalori adalah diet yang kandungan kalorinya di bawah

kebutuhan normal, cukup vitamin dan mineral, serta banyak mengandung serat

yang bermanfaat dalam proses penurunan berat badan. Diet ini membatasi makan

padat energi seperti kue-kue yang banyak mengandung karbohidrat sederhana dan

lemak serta goreng-gorengan (Almatsier, 2004).

Cara mengatasi obesitas bisa dilakukan dengan mengubah pola hidup (life

-style), mengatur pola makan atau diet , olah raga teratur, penanganan stres, tidak

minum alkohol, kurangi kebiasaan kurang gerak, terapi akupunktur, obat-obatan

dan pembedahan.

Berdasarkan data yang diuraikan di atas maka perlu dilakukan penelitian

untuk menurunkan berat badan berlebih/obesitas dan tanda inflamasi serum (IL-6)

melalui latihan intensitas sedang, terapi akupunktur serta diet rendah kalori.

1. 2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut di atas dapat disimpulkan permasalahan

sebagai berikut :

1.Apakah latihan intensitas sedang dapat menurunkan berat badan dan

kadar IL-6 serum mencit jantan obesitas ?

2.Apakah perangsangan titik akupunktur pusat lapar dapat menurunkan

berat badan dan kadar IL-6 serum mencit jantan obesitas ?

3.Apakah diet rendah kalori dapat menurunkan berat badan dan kadar

IL-6 serum mencit jantan obesitas?

Page 23: i made purwahana

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui efek dari latihan intensitas sedang dan perangsangan

titik akupunktur pusat lapar menurunkan berat badan dan kadar

Interleukin-6 (IL-6) serum.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1.Latihan intensitas sedang menurunkan berat badan dan IL-6 mencit

jantan obesitas.

2.Perangsangan titik akupunktur pusat lapar menurunkan berat badan dan

IL-6 serum mencit jantan obesitas.

3.Diet rendah kalori menurunkan berat badan dan IL-6 serum mencit

jantan obesitas.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis/Ilmiah

Didapatkan data penelitian bahwa dengan pelatihan intensitas sedang,

perangsangan titik akupuntur pusat lapar dan diet rendah kalori dapat

menurunkan berat badan berlebih dan kadar Interleukin-6 (IL-6) serum.

1.4.2 Praktis

Sebagai bahan informasi dan acuan untuk masyarakat dalam memilih

program yang efisien dan murah untuk menurunkan berat badan yang

berlebih serta menurunkan proses inflamasi yang terjadi karena obesitas.

Page 24: i made purwahana

Sehingga tingkat kesehatan masyarakat dengan obesitas dapat lebih

meningkat serta memperpanjang harapan hidup mereka.

Page 25: i made purwahana

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Obesitas

2.1.1 Pengertian Obesitas

Obesitas menyerang sepertiga penduduk di negara industri, dan penyakit

kronik yang dihubungkan dengan obesitas merupakan pembunuh utama di negara

tersebut. Telah diketahui bahwa obesitas menyebabkan berbagai dampak tidak

baik terhadap kesehatan. Beberapa penyakit utama yang banyak dihubungkan

dengan obesitas adalah hipertensi, aterosklerosis, diabetes, hiperlipidemia,

metabolik sindrom dan beberapa jenis kanker (WHO, 1998; Suastika, 2002 ).

Hubungan obesitas dengan meningkatnya risiko penyakit kardiovaskuler

telah lama diketahui. Tampaknya insulin resisten merupakan titik pusat dari

hubungan di atas baik pada orang dewasa maupun pada anak-anak. Salah satu

bukti penting bahaya obesitas pada anak-anak adalah meningkatnya insiden

diabetes melitus tipe 2 (DM tipe 2) pada anak-anak (Steinberger and Daniels,

2003). Obesitas memegang peranan sentral dari sindrom metabolik yang meliputi

hiperinsulinemia, hipertensi, hiperlipidemia, DM Tipe 2, dan meningkatnya risiko

penyakit kardiovaskuler aterosklerotik. Deri studi kohort di Amerika (The

National Health and Nutrition Examination Survey I [NHANES I]) ditemukan

bahwa orang dewasa dengan indeks massa tubuh di atas 27 dikaitkan dengan

peningkatan risiko penyakit jantung koroner (risiko relatif 1,7) pada masa tuanya

(Harris et al.,1997)

Page 26: i made purwahana

Obesitas telah diketahui sebagai salah satu faktor risiko kuat untuk

terjadinya DM Tipe 2, suatu penyakit yang ditandai oleh resistensi insulin,

penurunan sekresi insulin dan hiperglikemia. Suatu kenyataan bahwa sekitar 80%

orang dengan DM Tipe 2 adalah obese, sebaliknya hanya sekitar 10% orang obese

menderita DM Tipe 2 (Akalin, 1995).

Lemak dibutuhkan oleh tubuh sebagai penyimpanan energi. Akan tetapi

penimbunan lemak berlebihan membahayakan kesehatan. Obesitas merupakan

kondisi dimana energi yang masuk berlebih dari energi yang dikeluarkan tubuh.

Secara umum wanita memiliki lemak lebih banyak daripada laki-laki. Normalnya,

persentase antara berat badan dengan lemak adalah 25 – 30 % pada wanita dan

18-23% pada pria. Bila angka tersebut berlebih, berarti mereka mengalami

obesitas. Obesitas dapat digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu : Obesitas ringan

( Kelebihan BB : 20-40%), Obesitas Sedang ( kelebihan BB: 41-100%), Obesitas

Berat (Kelebihan BB : > 100%), (Bray, 2004).

Overweight adalah kondisi berat tubuh melebihi berat tubuh normal.

Sementara obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya

lemak. Kriteria kelebihan berat badan (overweight) bila indeks masa tubuh

( IMT ) : 25 – 30, sedangkan obesitas IMT > 30 ( Rimbawan et al., 2002).

Dalam masyarakat kita, masalah obesitas bukanlah merupakan hal yang

baru. Bahkan 20 tahun yang lalu obesitas merupakan hal yang membanggakan

dan dianggap sebagai lambang kemakmuran. Namun pandangan itu sekarang

mulai berubah setelah obesitas ini tidak hanya mengganggu estetika, tetapi juga

merupakan salah satu faktor terjadinya penyakit degeneratif seperti diabetes

Page 27: i made purwahana

melitus, penyakit jantung koroner, hipertensi, dan sebagainya (Hendromartono,

1996).

Gambar 2.1

Persentase Penduduk Obesitas di Indonesia (Dit BGM Depkes, 1997)

Dari perkiraan 210 juta penduduk Indonesia tahun 2000, jumlah penduduk

yang menderita kelebihan berat badan mencapai 76,7 juta ( 17,5 %) dan

penduduk obesitas berjumlah lebih dari 9,8 juta (4,7 %) ( SUSENAS, 1998).

Dari studi yang dilakukan terhadap tiga desa di Bali yang meliputi 1070

penduduk didapatkan bahwa prevalensi obesitas dengan pengukuran Lingkar

Pinggang (LP) di Desa Pedawa sebesar 12,8%, di Desa Ceningan 17,7 %, di Desa

Sangsit 20,6 % dan totalnya 17,7%. Dengan pengukuran Index Massa Tubuh

(IMT) didaptkan prevalensi kelebihan Berat Badan dan Obesitas di Desa Pedawa

14,6% dan 13,5 %, di Desa Ceningan 13,1% dan 12,8%, di Desa Sangsit 16,7%

dan 26,4%, totalnya 15,2% dan 19,1% (Suastika et al., 2006).

Kebanyakan orang mengalami kelebihan berat badan dan lemak karena

usia. Perubahan ini tejadi pada orang tua karena kurang aktif bergerak serta

Page 28: i made purwahana

terjadi penurunan kadar hormon seperti growth hormon dan testosteron. Ketika

kadar growth hormon dan testosteron menurun menyebabkan berkurangnya massa

otot disertai peningkatan lemak tubuh. Otot membakar lebih banyak kalori

dibandingkan lemak tubuh sehingga hal ini memicu peningkatan lemak tubuh

(Beers et al. 2004).

Dampak sosial ekonomi obesitas pada remaja sangat besar dibandingkan

dengan banyak penyakit kronis. Pada remaja wanita dengan obesitas mereka

menghentikan sekolahnya lebih awal, kehilangan harapan untuk menikah,

penghasilan lebih rendah, tingkat kemiskinan tinggi (Gortmarker et al.,1993).

2.1.2 Obesitas dan Inflamasi

Jaringan adiposa merupakan organ endokrin dinamik yang mensekresikan

adipokin yang berkontribusi pada inflamasi sistemik dan vaskuler. Beberapa

adipokin yang dihasilkan oleh jaringan adiposa adalah Tumor Necrosis Factor-α

(TNF-α), PAI-1, IL-6, Leptin, Resistin dan Angiotensinogen, dimana produksi

sitokin-sitokin ini meningkat pada kondisi obesitas. Lemak organ viscera

menghasilkan sitokin-sitokin ini lebih aktif bila dibandingkan dengan jaringan

adiposa sub kutan, dan penurunan massa lemak berkorelasi dengan penurunan

konsentrasi serum sitokin-sitokin ini. Ekspresi adipokin yang meningkat dapat

memicu inflamasi yang selanjutnya akan memicu resistensi insulin dan disfungsi

endotel, yang akhirnya akan menimbulkan aterosklerosis (Lyon et al., 2003). IL- 6

didapatkan 2-3 kali lipat lebih tinggi dalam jaringan lemak omentum dari pada

jaringan lemak sub cutaneus (Fried et al., 1998).

Page 29: i made purwahana

Jaringan adiposa ditandai dengan inflamasi dan infiltrasi yang progresif

dari makrofag yang berperan dalam patogenesis aterosklerosis. Perubahan pada

adiposit mengakibatkan perubahan pada lingkungan sekitar dan modifikasi fungsi

parakrin adiposit. Pada kondisi obesitas, preadiposit akan menghasilkan Monocyte

Chemoattractant Protein-1 (MCP-1) sebagai respon terhadap sitokin. Terjadinya

migrasi monosit merupakan awal terjadinya proses aterosklerosis. Pada awal

aterosklerosis, monosit akan menempel pada endotel, bermigrasi ke dalam

interstisial vaskuler dan akan memfagosit oxidized LDL membentuk sel-sel busa

dan selanjutnya sel-sel busa akan terakumulasi dalam dinding pembuluh darah

membentuk fatty streak. Fatty streak akan berkembang menjadi plak

aterosklerosis lanjut yang mengandung inti lipid nekrotik yang dilapisi oleh

matriks proteoglikan dan dilindungi oleh fibrous cap.

Gambar 2.2 Adipositas memicu inflamasi.

Page 30: i made purwahana

TNF-α merupakan sitokin proinflamasi yang disekresikan oleh berbagai

tipe sel seperti monosit, makrofag, dan adiposit. TNF-α berperan sebagai mediator

respon fase akut dan memiliki berbagai efek pada metabolisme lipid dan fungsi

adiposit. Beberapa fungsi TNF-α dalam adiposit adalah stimulasi lipolisis melalui

peningkatan ekspresi hormon sensitive lipase (HSL), inhibisi lipoprotein lipase,

memicu apoptosis adiposit dan menginduksi resistensi insulin. Karena TNF-α

meningkatkan lipolisis pada adiposit maka konsentrasi FFA plasma merupakan

kandidat untuk mediator sistemik dari kerja TNF-α (Ruan et al., 2002).

TNF-α juga dapat mengaktivasi NFκВ yang berperan dalam produksi

faktor-faktor inflamasi. Interleukin-6 (IL-6) merupakan suatu protein terglikosilasi

yang bervariasi, dengan berat molekul 22 – 27 kDa. IL-6 disintesis sebagai

prekursor protein 212 asam amino, dimana 28 asam amino sebagai sekuens signal

dan 184 asam amino sebagai segmen mature, IL-6 adalah anggota dari kelompok

sitokin yang disebut leukaemia inhibitory factor. IL-6 diproduksi oleh banyak tipe

sel, tetapi sumber utamanya in vivo adalah monosit/makrofag, fibroblast, sel

endotel dan jaringan adiposa. IL-6 dalam plasma terbukti lebih tinggi dari pada

individu yang obes dan pada individu dengan diabetes tipe 2. Hubungan antara IL-

6 dan kerja insulin tampaknya terjadi melalui adiposit (Packer et al., 2007).

Page 31: i made purwahana

Gambar 2.3 Obesitas mengakibatkan inflamasi dan Metabolik Sindrom. (Sumber: Dandona, P. et al., Circulation 111, 1448, 2005). Penurunan Berat Badan Sedang (5 – 10% dari IMT) akan memberikan

dampak kesehatan yang sangat berarti. Semua sitokin menurun secara bermakna

setelah penurunan berat badan sebesar 10% selama program diet, olah raga,

konseling perilaku selama 1 tahun. Penurunan berat badan ini ternyata dapat

menurunkan kadar Interleukin-6 (IL-6), CRP(C–reactive protein) dan Leptin,

Tumor Necrosis Factor-α(TNF-α) dan Adiponektin. Kadar TNF-α dan IL-6

berhubungan dengan obesitas sentral (Esposito et al., 2003). Penurunan berat

badan pada obesitas juga disertai perbaikan resistensi Insulin. Penurunan berat

badan dengan olah raga juga memperbaiki kesegaran kardiovaskuler (peak oxygen

uptake) sebesar 16% (Poss et al., 2000).

Disamping perbaikan kadar sitokin penurunan berat badan pada orang

obesitas juga disertai perbaikan faktor hemostasis. Dibandingkan dengan kontrol,

penurunan berat badan 9,4 kg pada laki-laki dan 7,4 kg pada wanita diikuti dengan

penurunan kadar plasminogen activator inhibitor (PAI)-1 (31%), antigen tissue

Page 32: i made purwahana

plasminogen activator (t-PA) sebesar 24 %, dan faktor VII (11%). Penelitian pada

21 orang laki-laki tua ditemukan bahwa penurunan berat badan sebesar 10%,

penurunan massa lemak, penurunan lemak intra abdominal dan sub kutan akan

diikuti oleh penurunan kadar trigeliserida, kolesterol –VLDL, apolipoprotein B

dan aktivitas lipase hati; dan peningkatan kolesterol HDL2 dan sensitivitas insulin

(Purnell et al., 2000). Seperti yang telah dirangkum oleh Despres et al., (2001),

banyak manfaat penurunan berat badan yang sedang (5-10%) terhadap kesehatan

terkait dengan sindrom metabolik ( Gambar 2.3).

IL-6 (Interleukin - 6) merupakan interleukin yang berfungsi sebagai

penghubung antara sejumlah jenis sel dengan cara berperan dalam mendorong

proliferasi dan diferensiasi linfosit B, limfosit T, sel-sel induk darah, hepatosit.

IL-6 yang juga dihasilkan oleh monosit yang disebutkan sebagai komponen

mediator peradangan dan sistem imun yang utama.

Disamping dihasilkan oleh makrofag, IL-6 juga dihasilkan oleh jenis sel

lain, seperti limfosit T, fibroblas dan sel-sel tumor seperti glioblastoma, miksoma

dan sel karsinoma kandung kencing. IL-6 punya kaitan dengan IL-1 dan TNF

karena ketiga Sitokin ini dapat dihasilkan oleh monosit/makrofag secara

terkoordinasi. Kaitan ketiga sitokin tersebut juga disebabkan oleh karena masing-

masing dapat saling menginduksi pelepasannya; misalnya IL-1 atau TNF dapat

menginduksi pelepasan IL-6, TNF menginduksi pelepasan IL-1 dan IL-6

menginduksi IL-1. Ketiganya beredar dalam peredaran darah untuk

membangkitkan reaksi peradangan yang dinamakan ”respon fase akut” (Subowo,

1993; Hamblin, 1993) .

Page 33: i made purwahana

Gambar 2.4. Manfaat potensial penurunan berat badan sedang (5-10%) pada penderita dengan resiko tinggi dengan kluster aterotrombotik, kelainan metabolik proinflamasi terkait perut hipertrigliseridemik. Despres et al., 2001. BMJ 322: 716-720 2.1.3 Metode menentukan Obesitas.

Ada beberapa metode yang bisa dipakai untuk menentukan apakah

seseorang tergolong obesitas atau tidak (Moehji, 2002).

2.1.3.1 Metode Broca

Obesitas bila berat badan (BB) aktual mencapai kelebihan > 20% dari

Berat Badan Ideal (BBI). Berat Badan Ideal (BBI) adalah tinggi badan (TB)

dikurangi 100 dikurangi 10% dari nilai tersebut.

BBI = (TB – 100) – 10% (dalam Kg) atau = 0,9 x (tinggi badan – 100 ).

Derajat Obesitas = (BB-BBI)/BBI x 100%

Berbagai Derajat Obesitas antara lain :

Overweight : 10 – 20 %

Page 34: i made purwahana

Obesitas Derajat I : 20 – 30 %

Obesitas Derajat II : 30 – 40 %

Obesitas Derajat III : 40 – 50 %

Obesitas Derajat IV : > 50 %

Contoh :

Tinggi Badan : 160 cm

Berat Badan : 72 Kg

Berat Badan Ideal : ( 160-100) – 10 % = 54 Kg

Derajat obesitas : ( 72 – 54)/54 x 100% = 33,3%

Kesimpulan : Derajat Obesitas II.

2.1.3.2 Persentase Lemak Tubuh

Berat badan tidaklah semata-mata menggambarkan kelebihan lemak

tubuh, tapi juga jaringan tubuh yang lain. Jadi persentase lemak tubuh yang

tersimpan sebagai jaringan adipose terhadap berat badan keseluruhan haruslah

diperhitungkan. Salah satu teknik pengukuran lemak tubuh adalah dengan

mengunakan skinfold caliper. Bagian- bagian tubuh yang umumnya diukur adalah

pada daerah lengan bawah , daerah lengan atas (tricep), daerah bawah bahu (sub

scapula), dan daerah pinggang (supra iliaca). Lemak tubuh dapat diukur secara

absolut dinyatakan dalam kilogram maupun secara relatif dinyatakan dalam

persen terhadap berat tubuh total. Jumlah lemak tubuh sangat bervariasi

tergantung dari jenis kelamin dan umur. Umumnya lemak bawah kulit untuk pria

3,1 kg dan wanita 5,1 kg ( Supariasa, 2002).

Page 35: i made purwahana

Beberapa asumsi mengapa skinfold dapat digunakan untuk mengukur

lemak tubuh ( Supariasa, 2002 ).

1. Skinfold adalah pengukuran yang baik untuk mengukur lemak bawah kulit.

2. Distribusi lemak bawah kulit adalah sama untuk semua individu termasuk

jenis kelamin.

3. Ada hubungan antara lemak bawah kulit dengan total lemak tubuh.

4. Jumlah dari beberapa pengukuran skinfold dapat digunakan untuk

memperkirakan total lemak tubuh.

Pengukuran skinfold umumnya digunakan pada umur remaja ke atas.

Persentase lemak tubuh dihitung dengan memakai Rumus Siri (Gibson, 2005)

sebagai berikut :

Persentase lemak tubuh = { 4,950 - 4,500 } x 100 %

D

Densitas ( D ) untuk wanita = 1,0764 – (0,00081 x SI ) + (0,00088xT)

Dimana :

S I = Suprailiaka

T = Tricep

2.1.3.3 Menentukan Indeks Massa Tubuh ( IMT )

Tingkat obesitas dapat diketahui dengan menghitung indeks massa tubuh

(body mass index) sebagaimana dianjurkan oleh FAO/WHO. Indeks Massa

Tubuh (IMT) dihitung dengan cara membagi berat tubuh (kg) dengan kuadrat

tinggi tubuh (m²).

Page 36: i made purwahana

BB (kg) IMT = -----------

TB (m )² Contoh : Berat Badan : 74,8 Kg, Tinggi Badan : 167 cm ( 1,67 m)

IMT = 74,8 : 1,67 ² = 26,8. Jadi berat badan berlebih.

Klasifikasi Indeks Massa Tubuh dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1

Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

KATEGORI I M T

BB Kurang Sekali < 17,0

BB Kurang 17,0 – 18,4

BB Normal 18,5 – 24,9

BB Lebih 25,0 – 27,0

BB Lebih Sekali > 27,0

Sumber : Depkes RI, Petunjuk Teknis Pengukuran Kebugaran Jasmani, 2005.

IMT yang dihubungkan dengan risiko paling rendah terhadap kesehatan

adalah antara 22 dan 25. Berat badan lebih adalah IMT antara 25 dan 30,

sedangkan obesitas bila IMT lebih besar dari 30 ( Almatsier, 2004 ).

Page 37: i made purwahana

Tabel 2.2

Klasifikasi Obesitas menurut WHO (1998)

Indeks Massa Tubuh(IMT) Kategori

< 18.5 Berat Badan Kurang

18,5 – 24,9 Berat Badan Normal

25 - 29,9 Berat Badan Lebih

30 - 34,9 Obesitas I

35 - 39,9 Obesitas II

> 39,9 Sangat Obesitas/Obesitas III

Tabel 2.3

Co-morbiditas risk associated with different levels of BMI and

Page 38: i made purwahana

suggested waist circumference in adult Asians

Classification BMI ( kg/m²) Risk of co-morbiditas

Waist circumference

< 90 cm (men) < 80 cm (women)

≥ 90 cm (men) ≥ 80 cm (women)

Underweight < 18.5 Low (but increased risk of other clinical problem)

Average

Normal range 18.5-22.9 Average Increased

Overweight

At Risk Obese I Obese II

≥ 23

23 – 24.5 25 – 29.9 ≥ 30

Increased Moderate Severe

Moderate Severe Very severe

Dikutip dari The Asia-Pacific Perspective: Redifining obesity and its treatment ( WHO, 2000)

2.1.3.4 Pengukuran Lingkar Pinggang.

Untuk menilai timbunan lemak perut dapat digunakan rasio lingkar

pinggang dan pinggul (RLPP) atau mengukur lingkar pinggang saja (LP) karena

lebih praktis. Obesitas pada pria umumnya seperti apel (android) lemak banyak

disimpan di pinggang dan rongga perut. Sedangkan wanita menyerupai pir

(gynecoid) penumpukan lemak terjadi di bagian bawah seperti pinggul, pantat dan

paha. Obesitas bentuk apel lebih berbahaya dibandingkan dengan bentuk pir

karena timbunan lemak di dalam rongga perut yang disebut sebagai obesitas

sentral. Obesitas sentral sering dihubungkan dengan komplikasi metabolik dan

pembuluh darah (kardiovaskuler), tampaknya pengukuran LP lebih memberi arti

dibandingkan IMT.

Dr Xavier Jouven dkk, melakukan penelitian terhadap 7.000 polisi Prancis

yang meninggal antara tahun 1967-1984 dengan sebab serangan jantung . Mereka

Page 39: i made purwahana

mengukur LP dan IMT dan didapatkan bahwa pria-pria dengan perut buncit

meninggal lebih cepat. Resiko meninggal mendadak itu meningkat karena

kepadatan lemak di perut. Selain itu, penelitian tersebut juga mendapati bahwa

ternyata orang-orang dengan IMT yang tinggi tidak beresiko meninggal usia dini

kecuali mereka yang memiliki lingkar pinggang besar. Sebagai patokan, pinggang

berukuran ≥ 90 cm merupakan tanda bahaya bagi pria, sedangkan untuk wanita

resiko tersebut meningkat bila lingkar pinggang berukuran ≥ 80 cm (Semiardji,

2008).

2.1.3.5 Computed Tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)

CT scan atau MRI dikerjakan setinggi L3/L4 dengan potongan multipel

(slices) merupakan gold standard untuk pengukuran jaringan lemak viseral

(Wajchemberg, 2000). Pada ras Kaukasus luas lemak viseral >130 cm²

berhubungan dengan sindroma metabolik sedangkan apabila <110 cm² merupakan

resiko rendah. Kedua cara ini dengan ketepatan tinggi juga dapat membedakan

antara lemak visceral dengan lemak subkutan (WHO, 2000; Despres et al., 2001).

2.1.3.6 Dual- Energy X-ray scanning(DEXA)

Penginderaan secara longitudinal dapat diperoleh dengan cara dual –

energy X-ray scanning (DEXA). Cara ini tidak akan menghasilkan data yang tepat

mengenai distribusi lemak tubuh seperti daerah abdomen. Metode ini memerlukan

peralatan yang mahal dan banyak menghabiskan waktu, sehingga masih

diperlukan metoda yang sederhana terutama untuk penelitian di lapangan dengan

jumlah sampel yang banyak ( Heymsfield et al., 2001).

2.1.4 Klasifikasi Obesitas Berdasarkan atas :

Page 40: i made purwahana

a. Distribusi lemak pada tubuh :

Obesitas Sentral

Obesitas Perifer

b. Peranan sel lemak :

Hipertropi

Hiperplasia

c. Mekanisme patogenesis :

Metabolik

Regulatory

d. Etiologi :

d.1. Genetik

d.2 Neuroendokrin ;

Hipotalamik Obesitas

Cushings Syndrome

Hypothyroidism

Polycystic Ovary Syndrome

Growth Hormone and Testosteron Deficiency

(Hendromartono, 1996).

2.1.5 Faktor-faktor penyebab obesitas/kegemukan

Beberapa faktor utama penyebab obesitas adalah genetik, fisiologis,

hormonal, makanan, dan perilaku (gaya hidup). Dua faktor terakhir dapat

dimodifikasi untuk menurunkan berat badan (Rimbawan et al., 2002)

Page 41: i made purwahana

1. Genetik

Anak yang memiliki orang tua obesitas kemungkinan menderita obesitas

lebih tinggi daripada anak yang yang orang tuanya tidak obesitas. Kemungkinan

tersebut menjadi lebih besar bila kedua orang tuanya menderita obesitas.

2. Fisiologis

Hukum I Termodinamika berlaku untuk keseimbangan energi di dalam

tubuh, ” energi yang disimpan sama dengan energi yang masuk dikurangi energi

yang keluar”. Pada orang yang sehat atau tidak mengalami gangguan pencernaan,

efisiensi penyerapan zat gizi makro ( energi, protein dan lemak) antara satu

dengan yang lain hanya berbeda sedikit. Oleh karenanya seseorang lebih gemuk

dibandingkan dengan yang lainnya karena efisiensi penyerapannya lebih tinggi.

Kebutuhan energi orang gemuk lebih tinggi dibandingkan orang kurus.

Hal ini disebabkan orang gemuk memiliki energi metabolik basal lebih tinggi.

Energi total yang dikeluarkan meliputi tiga komponen, yaitu energi metabolisme

basal, energi untuk kegiatan fisik, dan energi untuk memulai proses metabolisme

zat gizi. Selama kegiatan fisik (misalnya Olah raga), efisiensi energi saat otot

skeletal mengubah energi makanan (ATP) menjadi energi mekanik nilainya

rendah ( maksimum 25%). Hal yang menarik adalah bahwa efisiensi pengubahan

energi ini sama pada orang gemuk yang melakukan olah raga dengan orang kurus

yang sehat. Hal ini mengindikasikan bahwa kegemukan bukan semata-mata

berkaitan dengan mekanisme penghematan energi, tetapi juga disebabkan

keseimbangan energi positif (kelebihan asupan energi).

3. Hormonal

Page 42: i made purwahana

Kebanyakan orang mengalami kelebihan berat badan dan lemak karena

usia. Perubahan ini tejadi pada orang tua karena kurang aktif bergerak serta

terjadi penurunan kadar hormon seperti growth hormon , testosteron dan thyroid.

Ketika kadar growth hormon dan testosteron menurun menyebabkan

berkurangnya massa otot disertai peningkatan lemak tubuh. Otot membakar lebih

banyak kalori dibandingkan lemak tubuh sehingga hal ini memicu peningkatan

lemak tubuh (Beers et al., 2004).

4. Makanan

Pola makan memberi andil yang besar terhadap obesitas. Pola makan yang

tinggi energi dan lemak menyebabkan keseimbangan energi positif (terjadi

penimbunan energi dalam bentuk lemak). Mengkonsumsi energi yang lebih

banyak dari pada yang dapat dibakar merupakan pemicu penambahan berat badan.

Bagi kebanyakan orang, andil terbesar dari kelebihan energi berasal dari

mengkonsumsi lemak terlalu banyak (Cahanar et al.,2006). Hal ini diperberat

dengan kurangnya aktifitas fisik.

5. Perilaku (gaya hidup)

Kemajuan teknologi berkontribusi pada meningkatnya prevalensi obesitas.

Tersedianya sarana pengangkutan misalnya, menyebabkan orang lebih memilih

naik kendaraan daripada berjalan kaki walaupun pada jarak yang tidak jauh.

Orang lebih memilih naik tangga berjalan (escalator) atau lift untuk naik ke lantai

yang lebih tinggi dari pada naik tangga. Selain itu diciptakannya mesin-mesin

yang dapat menggantikan tugas manusia makin memanjakan manusia dan makin

enggan menggunakan tenaganya. Akibatnya adalah menurunnya aktivitas fisik.

Page 43: i made purwahana

Hal ini berarti makin sedikit energi yang digunakan dan makin banyak energi

yang ditimbun.

2.1.6 Cara menurunkan Berat Badan

Penurunan berat badan dapat dicapai melalui kombinasi program

pengurangan energi dengan program pelatihan aerobik, terapi perilaku, dan bila

diperlukan dengan obat-obatan dan pembedahan. Menjaga agar berat badan agar

tetap proporsional dengan tinggi badan adalah jalan yang terbaik. Untuk

menurunkan dan mempertahankan berat badan ideal, faktor yang paling

mempengaruhi adalah perubahan gaya hidup termasuk memperbaiki pola makan

dan melakukan pelatihan olah raga teratur. Menurut Fox et al. (1993) kontrol

berat badan dapat dilakukan dengan cara : pertama, mengurangi asupan energi

500 Kkal/hari sehingga seminggu defisit energi 3500 Kkal. Kedua, melakukan

aktifitas fisik selama 30 menit, 3 – 4 kali seminggu. Atau dapat dilakukan dengan

kombinasi kontrol diet dan aktifitas fisik.

Penurunan berat badan minimal 5 % bagi penderita kegemukan dan

obesitas sangat penting sebagai terapi dan prevensi terhadap berbagai penyakit.

Penurunan berat badan yang baik sekitar 2 kg perbulan atau 0,5 kg perminggu.

Penurunan berat badan yang terlalu drastis akan menimbulkan kekurangan zat

gizi, anemia, gangguan kerja jantung, hingga mengalami gangguan

ketidakseimbangan cairan tubuh ( Anonim, 2002).

Olah Raga yang baik untuk penderita obesitas adalah aerobik, karena

tubuh mengunakan lemak sebagai sumber energi. Jalan kaki atau ”reguler easy

walking ” sangat baik dilakukan oleh penderita obesitas yaitu 30 menit jalan kaki,

Page 44: i made purwahana

5-6 kali perminggu. Lakukan pencatatan data seperti Berat Badan (BB), Body

Mass Index (BMI), Waist Circumference (WC/Lingkar Perut), dan sangat penting

adalah pengukuran Nadi Basal setiap pagi dan Tes MAF (Maximum Aerobic

function test) (Kurniati, 2008).

Cara lain yang sedang berkembang untuk penurunan berat badan adalah

terapi komplementer seperti akupunktur (tusuk jarum). Terapi akupunktur telah

diakui oleh Departemen Kesehatan yang kini semakin berkembang dan diterima

oleh masyarakat Indonesia dalam bidang kesehatan dan kecantikan. Adapun cara

kerja dari metode penurunan berat badan melalui akupunktur adalah untuk

memperbaiki metabolisme sehingga seseorang lebih mudah kenyang dan menjaga

agar nafsu makan tidak berlebihan ( Saputra, 1998; Idayanti, 2001).

2.2 Energi

Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak dan protein. Kandungan

karbohidrat, lemak dan protein suatu bahan makanan menentukan nilai energinya.

2.2.1 Penggunaan glukosa untuk energi

Karbohidrat mempunyai fungsi utama untuk menyediakan energi untuk

tubuh. Glukosa memasuki sel akan dipecah oleh enzim-enzim menjadi bagian

yang lebih kecil yang pada akhirnya menghasilkan energi, karbondioksida dan air.

Sebagian karbohidrat di dalam tubuh berada dalam sirkulasi darah sebagai

glukosa untuk keperluan energi, sebagian disimpan sebagai glikogen dalam hati

dan sebagian diubah menjadi lemak untuk kemudian disimpan sebagai cadangan

energi di dalam jaringan lemak.

Page 45: i made purwahana

Glikogen hati dapat memasok energi sebesar 400 – 600 Kkal. Jumlah ini

hanya sanggup menyediakan energi untuk kegiatan (sedang) selama ½ hari.

Karena itu kita harus mengkonsumsi makanan mengandung karbohidrat secara

teratur dan yang tidak terlalu lama agar kebutuhan energi dapat terpenuhi secara

konstan. Mengkonsumsi karbohidrat berlebihan akan menyebabkan kegemukan.

Sistem saraf sentral dan otak sangat tergantung kepada glukosa untuk keperluan

energinya ( Almatsier, 2004 ).

2.2.2 Penggunaan Lemak untuk energi

Jika dibutuhkan energi oleh sel maka enzim lipase dalam sel adipose

menghidrolisis simpanan trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak serta

melepasnya ke dalam pembuluh darah. Di sel -sel yang membutuhkan, komponen

–komponen ini di bakar dan menghasilkan energi, CO2 dan H2O. Pada tahap

akhir hidrolisis, setiap pecahan berasal dari lemak mengikat pecahan dari glukosa

sebelum akhirnya dioksidasi secara komplit menjadi CO2 dan H2O.

Lemak tubuh tidak dapat dihidrolisis secara sempurna tanpa kehadiran

karbohidrat, karena akan terjadi hasil pembakaran lemak berupa bahan – bahan

keton yang dapat menimbulkan keto-asidosis. Tubuh mempunyai kapasitas tak

terhingga untuk menyimpan lemak. Namun lemak tidak sepenuhnya

menggantikan karbohidrat sebagai sumber energi ( Almatsier, 2004).

2.2.3 Penggunaan protein untuk energi

Walaupun fungsi utama protein adalah untuk pertumbuhan, bilamana

tubuh kekurangan energi maka protein berfungsi untuk menghasilkan energi atau

untuk membentuk glukosa akan didahulukan. Bila glukosa asam lemak dan

Page 46: i made purwahana

glukosa di dalam tubuh terbatas, sel terpaksa menggunakan protein untuk

membentuk glukosa dan energi. Glukosa dibutuhkan sebagai sumber energi sel-

sel otak dan sistem saraf. Pemecahan protein tubuh untuk memenuhi kebutuhanan

energi dan glukosa pada akhirnya akan menyebabkan melemahnya otot –otot.

Maka diperlukan konsumsi karbohidrat dan lemak yang cukup tiap hari sehingga

protein dapat digunakan sesuai dengan fungsi utamanya yaitu untuk pembentukan

sel-sel tubuh. Kelebihan protein dalam tubuh, setelah melepas gugus NH2 –nya

melalui proses deaminasi akan memasuki jalur metabolisme yang sama dengan

yang digunakan oleh karbohidrat dan lemak. Kelebihan ini disimpan di dalam

tubuh. Dengan demikian, makan protein secara berlebihan dapat menyebabkan

obesitas.

2.2.4 Kegunaan energi bagi tubuh

Tujuan kita makan adalah untuk menghasilkan energi. Energi ada dalam

bentuk ATP(Adenosine triphosfate) dan panas. ATP diperlukan untuk kontraksi

otot, konduksi saraf, transport nutrisi, sintesis hormonal dsb.

Energi diperlukan tubuh untuk kebutuhan berikut ; untuk memenuhi

kebutuhan energi basal, aktivitas tubuh dan keperluan khusus ( Moehji, 2002).

1. Kebutuhan enegi basal

Dalam kondisi duduk atau berbaring tidak melakukan pekerjaan apapun,

ternyata tubuh masih memerlukan sejumlah energi. Energi itu digunakan untuk

terlaksananya berbagai fungsi faal alat tubuh seperti untuk gerak peristaltik usus,

pemompaan darah oleh jantung, pengambilan oksigen dan pembuangan CO2 oleh

paru-paru, dan sebagainya. Jumlah energi yang diperlukan untuk pelaksanaan

Page 47: i made purwahana

fungsi faal tubuh itu disebut Energi Basal Tubuh. Angka metabolisme basal

dinyatakan dalam kilokalori per kilogram berat badan per jam {Kkal/kgBB/jam}

(Almatsier, 2004).

2. Kebutuhan energi untuk aktivitas fisik

Jumlah energi yang diperlukan untuk berbagai jenis aktivitas fisik tidak

sama. Banyaknya energi yang dibutuhkan bergantung kepada pada berapa banyak

otot yang bergerak, berapa lama dan berapa berat aktivitas yang dilakukan.

Seorang yang gemuk menggunakan lebih banyak energi untuk melakukan suatu

pekerjaan dari pada orang yang kurus, karena orang gemuk membutuhkan usaha

yang lebih besar untuk menggerakkan berat badan tambahan ( Almatsier, 2004)

3. Kebutuhan energi khusus

Ada beberapa keadaan yang memerlukan tambahan energi khusus.

Keadaan tersebut misalnya wanita hamil, menyusui dan orang yang baru sembuh

dari sakit.

2.2.5 Keseimbangan Energi

Keseimbangan energi mengacu pada pemasukan energi yang diperoleh

dari makanan dan pengeluaran energi yang dibakar dalam aktivitas sehari-hari.

Jika pemasukan lebih besar dari pengeluaran, kelebihannya akan di simpan

sebagai lemak. Keseimbangan energi negatif dapat dicapai melalui aktivitas fisik

yang disertai dengan kontrol makanan.

Setengah kilogram lemak badan memiliki ekuivalen dengan 3500 Kkal .

Dengan demikian kira-kira 3500 Kkal harus dikeluarkan (oksidasikan atau di

Page 48: i made purwahana

bakar) untuk membuang 0,5 kg simpanan lemak. Sebaliknya 3500 Kkal dari

makanan akan menambah 0,5 kg berat badan ( Sharkey, 2003).

Defisit energi menentukan tingkat berat badan yang berkurang. Jika defisit

100 Kkal per hari, maka akan mengurangi 0,5 kg setiap 35 hari. Jika defisit 500

Kkal perhari, maka akan mengurangi 0,5 kg setiap minggu. Defisit 1000 Kkal

perhari dapat mengurangi berat badan 1 kg perminggu. Defisit sebaiknya tidak

melebihi 1000 Kkal per hari. Jika defisit secara teratur melebihi 1000 Kkal maka

akan terjadi kelelahan, kelesuan, dan berkurangnya kekebalan terhadap infeksi

( Sharkey, 2003 ). Menurut Clark (1996) jangan mengurangi lebih dari sepertiga

kebutuhan energi. Jika dikurangi terlalu banyak mungkin akan kehilangan

jaringan otot.

2.2.6 Pengeluaran energi

Pengeluaran energi total dipengaruhi oleh 3 komponen, yaitu Basal

Metabolisme Rate ( BMR) , pengaruh termis makanan (Thermic Effect of Foods)

atau pengaruh dinamik khusus (Specific Dynamic Action/SDA) dan Aktivitas Fisik

( Stagemen, 1981). BMR adalah pengeluaran energi yang bertujuan menjaga

proses fisiologis pada keadaaan setelah pelatihan fisik. BMR sangat tergantung

pada tingkat aktivitas fisik. Besar BMR kira-kira 60-70 % dari pengeluaran energi

total. SDA adalah peningkatan kecepatan metabolik di atas level istirahat akibat

asupan makanan. Besarnya SDA kira-kira 10% dari pengeluaran energi total.

Salah satu variabel pengeluaran energi total yang baik adalah aktivitas fisik. Otot-

otot skeletal dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Besarnya aktivitas fisik kira-kira 15-

30 % dari pengeluaran energi total. Pengeluaran energi pada pria biasanya lebih

Page 49: i made purwahana

besar dari pada dibandingkan dengan wanita. Hal ini disebabkan karena pria lebih

banyak mengandung massa lemak bebas dibandingkan wanita ( Meirelles et al.,

2005).

Kita selalu mengeluarkan energi bahkan ketika sedang tidur. Energi ini

adalah metabolisme dasar. Pengeluaran energi dapat bervariasi mulai 1,2 Kkal

permenit saat istirahat hingga lebih dari 20 Kkal permenit dalam aktivitas berat.

Energi tambahan juga dibutuhkan jika kita makan, untuk menggerakkan proses

pencernaan dan penyerapan. Tapi aktivitas fisiklah yang sangat mempengaruhi

pengeluaran energi. Jadi total pengeluaran energi merupakan jumlah energi yang

dikeluarkan untuk percernaan makanan dan penyerapan zat gizi (specific dynamic

action/SDA), dan ditambahkan lagi dengan energi yang dikeluarkan untuk

aktivitas fisik (Almatsier, 2004).

Berjalan kaki cepat mengeluarkan energi kira-kira 6 Kkal per menit,

jogging membakar 10 Kkal atau lebih, dan berlari dapat mengeluarkan 15 hingga

20 Kkal per menit ( Sharkey, 2003). Gerak jalan 3,2 km perjam mengeluarkan

energi 5-7,4 Kkal permenit ( Suryodibroto et al.,1981). Berjalan kaki selama 30

menit dengan menempuh jarak 3,2 km dapat membakar enegi 150 Kkal (Triangto,

2005).

Dalam kondisi puasa, 12 jam setelah konsumsi makanan terakhir, lemak

termasuk plasma asam lemak bebas dan trigeliserida otot, adalah sumber utama

energi pada tingkat aktivitas ringan dan sedang. Pada tingkat yang lebih tinggi,

karbohidrat dalam bentuk glikogen otot dan glukosa darah menjadi bahan bakar

Page 50: i made purwahana

utama. Jika ingin membakar kelebihan lemak, pertimbangkanlah latihan tingkat

menengah/sedang ( lihat tabel.2.3).

Tabel 2.4

Aktivitas Fisik dan Pengeluaran energi

Intensitas latihan Denyut Nadi Pengeluaran (kal/menit)

Contoh

Ringan < 120 < 5 Golf, bowling, berjalan, voli, hampir semua pekerjaan.

Sedang/menengah 120 – 150 5 – 10 Jogging, tenis, bersepeda, senam aerobik, basket, hiking, pekerjaan berat

Berat > 150 > 10 Berlari, berenang cepat, usaha intensif singkat lainnya

Sumber : Sharkey, Kebugaran Kesehatan, 2003.

2.2.7 Sumber Energi

Sumber energi berkonsentrasi tinggi adalah bahan makanan sumber lemak,

seperti lemak dan minyak, kacang-kacangan dan biji-bijian. Setelah itu bahan

makanan sumber karbohidrat seperti padi-padian, umbi-umbian , dan gula murni.

Kandungan energi beberapa bahan makanan dapat dilihat pada tabel 2.5

Tabel 2.5

Komposisi Energi, Protein, Lemak dan Karbohidrat Bahan makanan (100 gram)

Bahan Makanan

Energi

( Kkal )

Protein

( gram )

Lemak

( gram )

Karbohidrat

( gram )

Page 51: i made purwahana

Beras giling 357 8,4 1,7 77,1

Singkong 154 1,0 0,3 36,8

Roti putih 248 8 1,2 50

Ubi jalar merah

151 11,6 0,3 35,4

Kacang hijau 345 22,2 1,2 62,9

Kacang kedelai

381 40,4 16,7 24,9

Tempe 149 18,3 4 12,7

Ayam 302 18,2 25 0

Telur ayam 154 12,4 10,8 0,7

Ikan segar 113 17 4,5 0

Minyak kelapa

870 1 98 0

Gula pasir 364 0 0 94

Sumber : PERSAGI, Daftar Komposisi Bahan Makanan, 2005.

2.3 Diet Rendah Kalori

Diet rendah kalori adalah diet yang kandungan kalorinya di bawah

kebutuhan normal, cukup vitamin dan mineral, serta banyak mengandung serat

yang bermanfaaat dalam proses penurunan berat badan. Diet ini membatasi makan

padat energi seperti kue-kue yang banyak mengandung karbohidrat sederhana dan

lemak serta goreng-gorengan ( Almatsier, 2004)

2.3.1 Tujuan Diet Rendah Kalori

1.Mencapai dan mempertahankan status gizi sesuai dengan umur, jenis

kelamin dan kebutuhan fisik.

Page 52: i made purwahana

2.Mengurangi asupan energi sehingga tecapai penurunan berat badan

sebanyak 0,5 – 1,0 kg perminggu.

2.3.2 Syarat-syarat Diet Rendah Kalori untuk menurunkan Berat Badan.

1.Untuk menurunkan berat badan sebanyak 0,5 -1,0 kg perminggu, asupan

energi dikurangi sebanyak 500- 1000 Kkal perhari dari kebutuhan normal.

2.Protein normal atau sedikit di atas kebutuhan normal, yaitu 1 - 1,5 g/kg

berat badan/hari atau 15 - 20% dari kebutuhan normal.

3.Lemak 14-20% dari energi total.

4.Karbohidrat sedikit lebih rendah yaitu 55 – 60% dari kebutuhan energi

total. Gunakan lebih banyak karbohidrat kompleks untuk memberi rasa

kenyang dan mencegah konstipasi.

5.Vitamin dan mineral cukup sesuai dengan kebutuhan.

6.Dianjurkan untuk tiga kali makan utama dan 2-3 kali makan selingan.

7.Cairan cukup yaitu 8 – 10 gelas/hari.

Pada penelitian ini pemberian diet rendah kalori diberikan kepada mencit

percobaan dengan dihitung komposisinya yaitu Karbohidrat 45%, Protein 20%,

Lemak 15%, Serat 20% serta Vitamin dan Mineral yang cukup.

2.4 Konsep pengobatan Akupunktur

Akupunktur merupakan suatu cara pengobatan yang memanfaatkan

rangsangan pada titik-titik akupunktur sehingga mempengaruhi aliran bioenergi

dalam tubuh. Secara tradisional sistem tersebut berdasarkan konsep keseimbangan

antara permukaan tubuh dengan organ melalui sistem meridian yang spesifik

( Saputra, 1999).

Page 53: i made purwahana

Konsep tersebut dalam bahasa kedokteran konvensional dapat

digambarkan sebagai konsep keseimbangan/homeostasis, dimana titik akupunktur

sebagai pintu masuk rangsangan berdasarkan kualitas energi yang masuk dan

diubah menjadi sinyal biologi (komunikasi elektrik dan vibrasi fisik), dilanjutkan

oleh deretan yang koherensinya sama dengan titik akupunktur (meridian ) menuju

organ yang dikehendaki (Saputra, 2002).

Transmisi interseluler melalui jalur meridian, dimana titik akupunktur

terdiri dari kumpulan sel yang relatif lebih mudah berubah pola kelistrikannya

dengan pemberian rangsangan yang relatif minimal, yang kemudian terjadi

perubahan energi kimia yaitu reaksi pembentukan ATP dari mitokondria menjadi

energi listrik berupa aliran elektron kemudian didistribusikan sebagai energi

intraseluler menyebabkan perubahan potensial sel aktif lainnya pada jalur

meridian yang disebut bioinformasi dalam titik dan meridian akupunktur (Saputra,

1997). Saputra (1999) menggunakan ITP untuk membuktikan konsep tersebut,

dimana terjadi migrasi aktif ITP dari titik akupunktur hingga mencapai organ

yang dituju.

Page 54: i made purwahana

Gambar 2.5 Tampak migrasi aktif dari ITP pada Titik Akupunktur

(Saputra,1993)

Cara kerja rangsangan titik-titik akupunktur dalam mempengaruhi

keseimbangan homeostasis dapat dijelaskan dengan empat cara yaitu :

1 Reaksi inflamasi lokal

2. Reflek somato viseral

3. Transmisi neural melalui jalur neuro akupunktur

4. Transmisi interseluler melalui jalur meridian

Gambar 2.6 Cara Kerja Rangsangan Titik Akupunktur (Saputra, 2003)

2.4.1 Reaksi inflamasi lokal

Penusukan jarum pada titik akupunktur akan menimbulkan mikro trauma

dan kerusakan jaringan, hal ini merangsang jaringan fibrin akan melepaskan

prokursor (Fibrinogen) yang kemudian melepaskan Fibrinopeptide A, terjadi

rangsangan pada Matriks Extra Seluler (ECM) , growth factor seperti; (Fibrin

Growth Factor-2) FGF-2 dan (Vascular Endothelial Growth Factor)VEGF, serta

Page 55: i made purwahana

sitokin Interleukin-1. Reaksi ini kemudian merangsang proses aktivasi

Interleukin- 6 dan TNF-α sebagai respon reaksi inflamasi akut (Goodman, 2008).

Fibrin juga memiliki ikatan dengan sejumlah Matriks Ekstra Seluler

termasuk vascular endothelial (VE)-cadherin, platelet integrin dan leukosit

integrin (Mac-1). Semuanya mempunyai peran sangat penting untuk merangsang

angiogenesis, kerja sama platelet untuk pembentukan thrombus dan mengikat

monosit dan netropil dengan baik. Kemampuan transportasi sinyal antar membran

sel dilakukan oleh protein yang disebut dengan ATP-binding cassette (ABC)

tranporters (Griekspoor, 2000).

Jenis komponen yang dikeluarkan sebagai respon dari penusukan adalah

vasodilator dan atau neuromodulator. Mast cell akan melepaskan histamin,

heparin dan kinin protease yang akan menimbulkan vasodilatasi. Histamin akan

melepaskan nitric oxide (NO) dari vaskuler endotelium dan menyebabkan efek

yang luas pada sistem kardiovaskuler, imunologi, digestif dan reproduksi.

Bradikinin sebagai vasodilator akan meningkatkan permeabilitas vaskuler lokal,

vasodilatasi juga diinduksi oleh substansi P dan calcitonin generalated peptide

(CGRP) (Steiss, 2001; Saputra, 2003).

2.4.2 Refleks Somato Viseral

Rangsangan akupunktur diketahui dari reaksi pada tempat penusukan,

rangsangan yang tepat pada titik akupunktur akan menimbulkan sensasi yang

disebut Deqi, di mana sensasi tersebut tidak didapat pada rangsangan di luar titik

akupunktur. Sensasi tersebut dominan disebabkan oleh stimulasi Aδ fibre,

dilanjutkan oleh C fibre dan group 2 fibre memasuki trac of Lisssaure menuju

Page 56: i made purwahana

ujung dorsal medula spinalis sebelum bersinap pada motor neuron. Dalam ujung

dorsal medula spinalis, visceral afferent terkonsentrasi pada lamina I dan V dan

sebagian besar input dari serat afferent cutaneus. Stimulasi dari titik akupunktur

akan menyebabkan refeleks arc, menimbulkan efek simpatis yang menginduksi

efek viseral dan segmental ( Steiss, 2001; Saputra, 2003). .

Beberapa efek akupunktur memediasi langsung sistem saraf autonom

termasuk perubahan katekolamin yang dikeluarkan dari medula adrenal, kulit,

perubahan tekanan darah dan peningkatan kardiovaskuler fitness ( Saputra, 2003).

2.4.3 Transmisi Neural melalui jalur Neuroakupunktur

Bentuk rangsangan berupa mekanik, termik, getaran maupun tekanan akan

menginisiasi proses transduksi dengan mengubah potensial membran ujung sel

saraf dan menghasilkan potensial aksi yang kemudian diteruskan ke sistem saraf

pusat. Ujung nociceptor bersama-sama membentuk axon dimana badan sel berada

pada ganglion radix dorsalis, berakhir di cornu posterior medulla spinalis (Steiss,

2001; Sudirman, 2005).

Cornu posterior medulla spinalis terbagi menjadi lamina yang saling

berhubungan dengan masing-masing fungsi dan peran yang berbeda pada proses

nyeri. Lamina II (substansi gelatinosa) merupakan akhir dari serabut C, sedangkan

serabut Aδ berakhir di lamina I dan IV. Hantaran rangsang tersebut diteruskan ke

sentral melalui tractus ascenderen seperti tractus spinothalamicus, tractus

spinoreticularis, tractus spinomesencephalicus. Traktus tersebut berjalan

menyilang linea mediana sehingga informasi sensorik yang dihantarkan menuju

ke hemispher cerebri kontralateral (Sudirman, 2005).

Page 57: i made purwahana

Penusukan yang diakibatkan oleh penusukan jarum menuju ke lamina I

dan Lamina II di medulla spinalis, neuron sekunder kemudian menuju ke berbagai

nuclei thalamus yaitu nucleus ventroposterolateral (VPL), dorsomedian (DM),

intralaminer (IL), dan centromedianus (CM) melalui tractus spinothalamicus,

tractus spinoreticularis, tractus spinomesencephalicus. Neuron tertier akan

menuju cortex sensory di gyrus postcentralis, cortex limbic, cortex laminar dan

cortex prefrontalis. Pada saat berjalan menuju thalamus terjadi kolateral yang

menuju dan berakhir pada berbagai level di batang otak dan hipothalamus. Pada

level hipothalamus terdapat dua cabang yang berakhir pada nuclei hypothalamic

yaitu nucleus arcuatus dan kelompok sel yang menyekresikan β endorphin

(Sudirman, 2005).

Rangsangan akupunktur tersebut akan menimbulkan efek langsung pada

sistem parakrin dan autokrin dari steroidogenesis dengan menstimulasi produksi

dan pelepasan epineprin, norepinne (NE), serotonin (5-HT), gamma amino butyric

acid (GABA), dan growth factors. Epineprin, NE, GABA, 5-HT, endorphin,

dopaminorepinne, glutamate, nitric oxide akan berimplikasi pada regulasi dari

GnRH, dimana NE, GABA, glutamate akan menstimulasi pelepasan dari GnRH (

Lovejoy, 2005).

Page 58: i made purwahana

Gambar 2.7 Transmisi Neural Melalui Jalur Neuroakupunktur ( Sudirman, 2005)

2.4.4 Transmisi Interseluler melalui Jalur Meridian

Penelitian dengan pendekatan biomolekuler dan biofisik telah diketahui

bahwa titik akupunktur terdiri dari kumpulan sel yang relatif lebih mudah berubah

pola kelistrikannya dengan pemberian rangsangan yang relatif minimal sedangkan

area di luar titik akupunktur belum berubah (Saputra, 1997; Yikuan et al., 1997).

Chen (1996) sukses menata sebuah model respon elektrik dari titik

akupunktur antara lain konduksi elektrik, polarisasi seluler dan regulasi ion, yang

secara umum dikatakan bahwa dalam titik akupunktur terjadi perubahan energi

listrik berupa aliran elektron kemudian didistribusikan energi kimia yaitu reaksi

pembentukan ATP dari mitokondria menjadi energi listrik berupa aliran elektron

kemudian didistribusikan energi intraseluler menyebabkan perubahan potensial sel

aktif lainnya, yang disebut sebagai bioinformasi dalam titik dan meridian

akupunktur (Saputra, 1997; Yi et al., 1997).

Page 59: i made purwahana

2.4.5 Sel aktif listrik dalam tubuh

Lieberstein (1973) mengatakan bahwa dalam tubuh banyak didapatkan sel

yang bereaksi lebih cepat di banding sekitarnya, juga memiliki karakteristik

tertentu yang disebut sebagai sel aktif listrik. Pengertian secara elektro kimiawi

adalah kondisi membran sel yang mudah terpolarisasi sehingga perubahan muatan

transmembran mudah terjadi dan meningkatkan beda tegangan listrik. Sel aktif

listrik mempunyai sifat sebagai reseptor atau modulator dan juga sebagai sel pace

maker.

Sel aktif listrik lebih mudah bereaksi dengan stimulus yang relatif rendah

dibanding sel lainnya, di mana pembentukan energi dalam sel aktif yang

mendapatkan stimulus akan menimbulkan energi potensial karena proses elektro

kimiawi dalam sel tersebut ( Saputra, 1999).

Kumpulan sel aktif selain mempunyai karakteristik aliran elektron yang

cepat, ternyata juga dapat dialiri materi seperti bahan radioaktif ( Lieberstein,

1973). Pada suatu penelitian dikatakan bahwa sel dari organisme multiseluler

mempunyai interkoneksi antar sel yang disebut sebagai jembatan antar sel (gap

juction), pada mamalia yang menghubungkan antara sel-sel yang berdekatan

(Potapova, 1991).

Interaksi antar sel aktif melalui jembatan antar sel menganut prinsip

kopling energi dan aliran ion. Materi dengan ukuran molekul relatif kecil seperti

glukosa dapat melewati jembatan antar sel ini. Proses transportasi antar sel yang

mengikuti pembentukan energi hampir selalu disertai Na+, K+- ATPase

( Potapova, 1991).

Page 60: i made purwahana

Hubungan antar sel aktif tersebut juga dapat mengalirkan hasil metabolit

yang heterogen dan juga ion lain seperti H+, Ca2+, dan c-AMP. Pendekatan

secara elektro fisiologis pada jembatan antar sel aktif dengan metode mikro

spektral menjelaskan bagaimana zat warna dan isotop pelacak melalui jembatan

antar sel seperti yang telah dilakukan Saputra (Saputra, 1999).

2.4.6 Titik Akupunktur sebagai sel aktif listrik

Dengan pendekatan biofisik dan biomolekuler yang berdasarkan

penelitian Kedokteran Nuklir, serta profil kelistrikan dapat membuktikan

eksistensi titik akupunktur tersebut ( Saputra, 1997). Dimana pemberian bahan

radioaktif teknesium perteknetat menampakkan migrasi isotop yang berbeda

dengan daerah kontrol merupakan salah satu fenomena karakteristik dari titik

akupunktur.Titik akupunktur merupakan kumpulan sel yang berbeda aktivitasnya

dibanding dengan sel di luar titik akupunktur dan secara listrik mempunyai

karakteristik tegangan tinggi dengan hambatan rendah dan migrasi aktif ITP

(Isotop Perteknetat). Pendekatan yang dilakukan melalui dua jalur :

a. Biologi Molekuler untuk proses dalam sel morfologi fungsional

b. Biofisika untuk proses aliran energi

Untuk pendekatan biofisika dalam masalah hiperpolarisasi adalah

pembentukan elektron dalam sel setelah rangsangan dan cara mengalirkan

rangsangan dari titik akupunktur yang tidak dapat dipisahkan dengan migrasi aktif

ITP (Saputra, 1999).

Menurut Lieberstein, 1973 electrically active cells mempunyai ciri-ciri :

a. Bervariasi bentuk dan fungsinya

Page 61: i made purwahana

b. Menunjukkan sifat listrik yang mempunyai aliran divergen

c. Terdiri dari reseptor dan modulator

d. Merupakan pace maker cells

Titik akupunktur sebagai pusat aktif yang terdiri dari kumpulan sel aktif

yang ada di permukaan tubuh yang mempunyai :

a. Sifat fisika yang dapat diatur.

b. Kemampuan sel untuk menimbulkan sifat listrik dan sebagai

elektrode mikro.

c. Dapat menimbulkan aliran elektron pada sel yang mempunyai daya

polarisasi setara.

2.4.7 Peranan Ion Kalsium dalam sel pada Titik Akupunktur

Ion kalsium sebagai salah satu kation penting dari sel dan berpengaruh

pada fungsi sel terutama sebagai penentu aktivitas listrik sel. Selain itu berperan

dalam hantar rangsang dari membran ke dalam sel, antara lain untuk produksi

energi dari mitokondria. Pintu ion kalsium pada membran sel berfungsi mengatur

keluar masuknya ion kalsium pada saat polarisasi dan depolarisasi sel, dan

peristiwa ini disebut tipe Voltages Gates. Pintu ion kalsium ini juga terdapat pada

sel-sel dari titik akupunktur yang diklasifikasikan sebagai sel aktif listrik. Peranan

ion kalsium dalam sel pada titik akupunktur juga dinyatakan dengan adanya

peningkatan konsentrasi ion kalsium di titik akupunktur dan dan meridian setelah

tusukan jarum. Pada penelitian dengan pemberian Verapamil (kalsium antagonis)

Page 62: i made purwahana

pada titik akupunktur terbukti menurunkan beda tegangan listrik, hal ini

membuktikan bahwa ion kalsium berperanan dalam aktivitas sel dalam titik

akupunktur (Saputra, 2000; Yi et al., 1991).

2.4.8 Akupunktur Telinga.

Semua mahluk vertebrae membentuk embrio berdasarkan lapisan

eksoderm – mesoderm – endoderm dan hal ini juga terjadi pada pembentukan

telinga, kemudian diproyeksikan dengan asal embrional organ tubuh.

Pembentukan telinga yang terdiri dari 3 lapisan embrional, juga terbentuk area

persarafan spesifik di permukaan daun telinga. Oleh Bosy(1979) disusun

perspektif telinga untuk lebih mudah mempelajari akupunktur telinga.

Area stimulasi akupunktur telinga mulai diperkenalkan oleh DR.Paul

Nogier (Perancis) sebagai model homoniculus atau embrionik terbalik yang sesuai

dengan letak normal intra kurtain, juga secara embriologi telinga dibentuk oleh 3

lapisan embrional yaitu : eksoderm- mesoderm –endoderm yang disesuaikan

dengan model asal persarafan. Oleh karena itu telinga adalah dunia kecil tubuh

yang disebut sebagai sistem mikro akupunktur (Saputra & Andriani, 2008).

Penusukan jarum akupunktur akan menimbulkan reaksi menghambat lapar

dengan melalui hipotalamus, merangsang metabolisme dan mengaktivasi sistem

endokrin melalui terapi aurikular. Daerah otak secara klasik berhubungan dengan

pengaturan berat badan melalui bagian Hipotalamus Ventro Medial (VMH) yang

merupakan pusat kenyang; Hipotalamus Lateral merupakan pusat lapar.

Stimulasi listrik pada bagian dalam telinga tikus berhubungan dengan representasi

daerah gastrointestinal Aurikular yang merangsang pusat kenyang VMH tetapi

Page 63: i made purwahana

tidak pada pusat lapar LH. Terdapat hubungan neurofisiologis antara daerah Otak

dengan Akupunktur Aurikularis dalam mengatur perilaku makan dan aktifitas

visceral yang dipengaruhi oleh saraf Vagus Otonom.

Akupunktur telinga secara selektif dapat mengubah aktifitas hipotalamik

otak yang cenderung menimbulkan perangsangan pusat kenyang VMH

(Ventromedial Hipotalamus) selanjutnya menekan pusat lapar (Lateral

Hipotalamus) (Saputra, 2007).

Gambar 2.8 Hubungan Aurikularis dengan Otak dan Organ Bagian Dalam.

Pada penelitian ini dengan mencit sebagai sampel, titik akupunktur yang

dipergunakan :

1. Telinga : a. Shenmen (titik ini terletak di Triangular fossa Superior).

b. Lambung (titik ini terletak di Terminus dari Crus Helix)

Digunakan jarum tekan (press needle).

2. Tubuh :

a. Meridian Lambung :

Page 64: i made purwahana

- Titik St.36 (Chou-san-li) analog dengan titik No.43 untuk blok

produksi asam lambung dan melancarkan aktivitas Chi (energi)

lambung (Chuan, 1995). Titik ini terletak di bawah Patella, sisi

luar Otot Tibialis ± 3 Cun/12 jari tikus.

b. Meridian Limpa :

- Titik Bl. 20 (Pi-Shu) analog dengan titik No. 25 untuk

mengendalikan keseimbangan fungsi limpa/pankreas dan

melancarkan buang air besar (Chuan, 1995). Titik ini terletak di

ICS(Intercostal Space) XI, jarak 0,5 cm/2 jari tikus dari

Vertebrae.

Gambar 2.9 Letak titik akupunktur pada telinga (Walker, 1997; Chuan, 1995)

Page 65: i made purwahana

Gambar 2.10 Letak titik akupunktur No. 25 dan 43 (Walker, 1997; Chuan, 1995)

2.5 Akupunktur Veteriner

Akupunktur pada hewan mempunyai sejarah yang sangat erat dengan

akupunktur pada manusia, karena dimulai dari kuda yang berhubungan erat

dengan akupunktur pada manusia. Terminologi sistem akupunktur itu

dianalogikan dengan manusia meski letaknya tidak persis sama (Chuan, 1987).

Prinsip penyusunan terminologi akupunktur veteriner adalah sebagai

berikut (Chuan, 1987) :

1. Nilai ambang batas kepekaan terhadap nyeri

2. Fungsi regulasi organ viscera terhadap endokrin, insulin dan

mediator

3. Hubungan pengendalian antibodi dan anti inflamasi

4. Hubungan dengan terapi spesifik terhadap penyakit.

Pada pengamatan pakar akupunktur China tahun 16 – 11 SM, ternyata

semua hewan seperti kuda, sapi, babi, anjing dan kucing mempunyai susunan

pemetaan titik akupunktur yang hampir sama. Mulai tahun 70-an secara intensif

Page 66: i made purwahana

dibentuk organisasi akupunktur veteriner untuk mamalia yang tidak sama seperti

manusia , tapi tetap didasarkan pada patokan – patokan anatomis. Oleh karena

pertimbangan penelitian akupunktur pada manusia banyak keterbatasannya maka

digunakan hewan coba, pada saat ini yang dipakai adalah kelinci, tikus dan

marmut (Saputra, 1999).

Gambar 2.11 Skema Titik Akupunktur pada Kelinci (Chuan, 1995).

2.6 Hewan Coba Mencit (Mus Musculus)

Mencit merupakan salah satu hewan coba yang sering digunakan dalam

penelitian, karena secara fisiologi menyerupai manusia. Berat badan mencit

bervariasi, umumnya berat mencit dewasa 35- 40 gram. Panjang badan mulai

pangkal ekor sampai ujung hidung antara 8 – 10 cm. Rata-rata usia mencit

tersebut adalah satu sampai dua tahun, dengan usia produktifnya (dalam

reproduksi) dimulai dari usia 35 hari hingga sekitar usia sembilan bulan. Usia

empat bulan tersebut dijadikan patokan mencit memasuki usia dewasa (Smith dan

Mangkoewijoyo, 1988).

Data Biologis mencit laboratorium adalah sebagai berikut :

Page 67: i made purwahana

Lama hidup : 1 – 2 tahun bisa mencapai 3 tahun

Lama produksi ekonomis : 9 bulan

Lama Bunting : 19 - 21 hari

Kawin sesudah beranak : 1 - 24 jam

Umur disapih : 21 hari

Umur dewasa : 35 hari

Umur dikawinkan : 8 minggu

Siklus kelamin : poliestreus

Siklus estrus (birahi) : 4 - 5 hari

Lama estrus : 12 - 24 jam

Ovulasi : dekat akhir periode estrus

Berat Badan Dewasa : 20 - 40 gr Jantan , 18 - 35 gr Betina

Jumlah anak : rata – rata 6 ekor, bisa 15 ekor

Perkawinan kelompok : 4 Betina dan 1 jantan

Luas Permukaan tubuh : 10.5 (wt. In grams) 2/3

Konsumsi makanan : 15 grm/100 grm/ hari

Konsumsi Air : 15 grm/100 grm/hari

Temperatur badan : 36 – 37 ° C

Denyut Nadi : 325 – 780 /mnt

Frekuensi Nafas : 60 – 220 /mnt

( Smith dan Mangkoewidjoyo, 1988)

BAB III

Page 68: i made purwahana

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Dari rumusan masalah dan teori di atas, maka dapat disusun kerangka

konsep sebagai berikut : obesitas yang terjadi dapat dipengaruhi oleh faktor

internal dan eksternal.

Faktor internal yang menyebabkan terjadinya obesitas adalah

genetik/strain, umur, jenis kelamin, hormonal, kebugaran fisik, IMT. Sedangkan

faktor eksternal yang mempengaruhi adalah gaya hidup, konsumsi makanan

berlebihan, aktivitas fisik kurang, lingkungan keluarga.

Obesitas akan berakibat meningkatnya resiko akan munculnya

kasus/penyakit degeneratif seperti Diabetes, Hipertensi, Aterosklerosis, stroke,

kanker, dll. Obesitas dapat memicu peningkatan kadar sitokin Interleukin-6

serum, yang tentunya akan meningkatkan proses inflamasi dalam tubuh yang

selanjutnya akan berdampak munculnya penyakit degeneratif/kronis.

Penurunan berat badan dapat dilakukan dengan mengubah gaya hidup,

meningkatkan latihan/olah raga sedang, pengaturan diet rendah kalori, terapi

akupunktur dengan merangsang pusat lapar. Dengan perlakuan seperti ini akan

menimbulkan peningkatan pembakaran sediaan kalori dalam lemak tubuh dan

mengurangi asupan makan ke dalam tubuh. Dengan terjadinya penurunan berat

badan sebesar 5-10% akan memberikan dampak sangat signifikan terhadap

penurunan resiko akan munculnya penyakit degeratif. Tentunya akan

meningkatkan kualitas hidup dan meningkatkan usia harapan hidup.

Page 69: i made purwahana

Gambar 3.1 Kerangka Berpikir.

3.2 Kerangka konsep penelitian

Latihan Intensitas Sedang

Akupunktur Tubuh & Telinga

Asupan O2 Rangsang pusat kenyang

Pembakaran kalori

Katabolisme Lemak

Menekan rasa lapar/intake //lapar/intake

Katabolisme Lemak

Mencit Jantan Obesitas (BB & IL-6)

DietRendah Kalori

Intake Makanan berkurang

Anabolisme

Page 70: i made purwahana

Kerangka konsep penelitian ini dapat dilihat pada bagan di bawah ini:

Gambar 3.2 Bagan Kerangka Konsep.

3.3 Hipotesis penelitian

1. Latihan intensitas sedang (LIS) dapat menurunkan berat badan yang

berlebih disertai penurunan kadar IL-6 serum.

2. Rangsangan pada titik akupunktur pusat lapar dapat menurunkan berat

badan berlebih disertai penurunan kadar IL-6 serum.

3. Diet rendah kalori dapat menurunkan berat badan yang berlebih disertai

penurunan kadar IL-6 serum.

Faktor Eksternal: - Gaya Hidup - Konsumsi

makanan - Aktivitas Fisik

- Lingkungan

-Akupunktur -Latihan Intensitas Sedang -Diet Rendah Kalori

Obesitas Berat Badan &

Kadar IL-6 serum

Faktor Internal: - Umur - Jenis kelamin - IMT - Kebugaran Fisik - Genetik - Hormonal

Page 71: i made purwahana

BAB IV

METODE PENELITIAN

Page 72: i made purwahana

P S

O5

O3

O1 O2

O4

O6

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan Penelitian merupakan penelitian eksperimental dengan

rancangan pre test-post test group design ( Campbell et.al., 1963; Nazir, 2005).

Skema penelitian digambarkan sebagai berikut :

P1

P2

P3

Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian

Keterangan:

P : Populasi

S : Sampel

O1 : Observasi Kelompok1 sebelum perlakuan (LIS)

O2 : Observasi Kelompok1 setelah perlakuan (LIS)

O3 : Observasi Kelompok2 sebelum perlakuan (Akupuntur)

O4 : Observasi Kelompok2 setelah perlakuan (Akupunktur)

O5 : Observasi Kelompok3 sebelum perlakuan (Diet)

O6 : Observasi Kelompok3 setelah perlakuan (Diet)

P1 : Latihan intensitas sedang.

P2 : Akupunktur

Page 73: i made purwahana

P3 : Diet Rendah Kalori

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakologi Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana, dan pemeriksaan IL-6 serum dikerjakan di

Laboratorium Bio Molekuler Fakultas Kedokteran Universitas Udayana,

Denpasar. Penelitian dilaksanakan dalam waktu 4 (empat) minggu.

4.3 Penentuan Sumber Data

4.3.1 Sampel penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah mencit (Mus Musculus)strain Balp/C

yang didapat dari Animal Unit Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran

UNUD. Jenis kelamin jantan dewasa gemuk berumur sekitar empat bulan dengan

berat badan berkisar 25 - 40 gram. Panjang badan mulai pangkal ekor sampai

ujung hidung antara 8 – 10 cm. Mencit jantan dewasa dengan umur, berat badan

dan panjang badan yang sama akan mengendalikan variabel yaitu memperkecil

beda panjang kaki belakang (Smith dan Mangkoewidjoyo, 1988).

4.3.2 Kriteria Sampel

a. Kriteria Inklusi

1. Mencit jantan dewasa berusia empat bulan

2. Berat badan antara 25 - 40 gram ( mencit obesitas)

3. Panjang badan antara 8 – 10 cm

4. Sehat

5. Satu hibrid

b. Kriteria Eksklusi dan drop out

Page 74: i made purwahana

1. Mencit tidak mau makan

2. Mencit tidak tampak aktif atau sakit

3. Mencit mati

4.3.3 Besar Sampel

Dengan menggunakan rumus Pocock (2007), maka besar sampel dapat

dihitung sebagai berikut :

2 σ² n = ____________ x f (α β ) ( μ2 - μ1 )²

Di mana :

n = besar sampel

σ = standar deviasi

f (α, β ) = konstanta berdasarkan tabel [ f(0,05; 0,2)]

μ1 = rerata berat badan sebelum perlakuan

μ2 = rerata perubahan yang diestimasi

μ2 - μ1 = rerata penurunan berat badan yang diharapkan

Berdasarkan penelitian oleh Prijo Sudibyo et al., (2000) yang melibatkan

20 mahasiswi, didapatkan rerata berat badan 51,62 kg dan standar deviasinya

adalah 3,13. Pada penelitian ini terjadi penurunan berat badan 10,85% setelah

penelitian selama delapan minggu.

Berdasarkan perhitungan dengan rumus di atas maka diperlukan n = 9,21

(dibulatkan menjadi 10 ) atau besar sampel perkelompok 10 ekor. Untuk

mencegah kekurangan sampel akibat drop out, maka ditambah cadangan 10%

sehingga menjadi 11 ekor. Penelitian ini menggunakan tiga kelompok observasi,

Page 75: i made purwahana

maka diperlukan sampel 33 ekor. Setiap kelompok terdiri dari 11 ekor mencit

jantan dewasa gemuk, distribusi sebagai berikut :

1. Perlakuan 1 (P1) : Diberi latihan intensitas sedang.

2. Perlakuan 2 (P2 ) : Diberi rangsangan pada titik akupunktur

pusat lapar.

3. Perlakuan 3 (P3) : Diberi Diet Rendah Kalori.

4.4 Variabel Penelitian

4.4.1. Identifikasi Variabel

Variabel penelitian yang akan diukur adalah berat badan dan kadar

Interleukin-6(IL-6) sebelum dan sesudah perlakuan antara mencit yang

mengalami latihan intensitas sedang, menerima rangsangan pada titik akupunktur

pusat lapar dan yang mengalami diet energi rendah.

4.4.2 Klasifikasi variabel

1. Variabel bebas adalah penusukan jarum pada titik akupunktur

No. 43, No. 25, titik akupunktur telinga; shenmen, lambung dan

latihan intensitas sedang serta diet rendah kalori.

2. Variabel tergantung adalah besarnya penurunan berat badan dan

kadar interleukin -6(IL-6) serum setelah perlakuan.

3. Variabel kendali adalah Strain mencit jantan, umur, berat badan,

lingkungan (suhu, kelembaban, cahaya), kesehatan mencit.

4.4.3 Definisi operasional variabel

1. Mencit jantan strain Balb-C, obesitas, usia 4 bulan yang berat

badannya 25-40 gram (berat badan > 30 – 40% dari normalnya).

Page 76: i made purwahana

2. Latihan intensitas sedang meliputi;

a. Renang di dalam ember berdiameter 35 cm, dengan kedalaman air

20 cm.

b. Frekuensi : setiap hari.

c. Durasi : selama 20 menit. Berdasarkan penelitian waktu latihan

intensitas berat pada tikus sehingga timbul kelelahan(tenggelam)

didapatkan lama waktunya 60 menit( Jawi, 2002). Untuk latihan

intensitas sedang; 30% dari intensitas berat. Jadi 30% x 60 menit =

18 menit. Sehingga diperlukan sekitar 18 menit (dibulatkan 20

menit)(Pangkahila, 2009). Pada Penelitian pendahuluan untuk

mencari waktu yang tepat dalam menentukan waktu latihan untuk

intensitas sedang dalam percobaan mencit direnangkan didapatkan

bahwa waktu latihan selama 60 menit mencit tampak mengalami

kelelahan dan mau tenggelam; dalam waktu 30 menit mencit tampak

mengalami kelelahan; dalam waktu 20 menit mencit masih bisa

berenang tapi tidak mengalami kelelahan (Purwahana, 2010).

3. Rangsang titik akupunktur pusat lapar adalah dilakukan penusukan

pada titik akupunktur badan mencit No. 25 dan No. 43 dengan jarum

38 G 7 mm selama 10 menit disertai stimulasi sebanyak tiga kali

seminggu, penusukan jarum tempel (press needle) di titik akupunktur

telinga; Shenmen, Lambung.

4. Diet rendah kalori adalah diet dengan komposisi Karbohidrat 45%,

Protein 20%, Lemak 15%, Serat 20% serta Vitamin dan Mineral

Page 77: i made purwahana

secukupnya. Dikonsumsi oleh sample setiap hari selama empat

minggu.

5. Penurunan berat badan adalah berkurangnya berat badan setelah

diberikan perlakuan selama empat minggu, yang ditentukan

berdasarkan selisih berat badan setelah perlakuan dalam satuan gram

BB.

6. Kadar Interleukin – 6 (IL-6) serum adalah kadar IL-6 dalam plasma

yang diukur secara kuantitatif dengan teknik Sandwich Elisa dalam

satuan pg/ml.

4.5 Materi dan Bahan Penelitian

Bahan dan materi yang digunakan untuk penelitian ini sebagai berikut :

1. Jarum akupunktur dari baja tahan karat No. 38 G (0,02 mm) dengan

ukuran panjang 7 mm, produk Hwato – China.

2. Jarum Tekan (Press Needle) dari baja tahan karat, dengan ukuran

panjang 3 mm, produk Hwato-China.

3. Larutan Etanol 70 % dan kapas.

4. Timbangan untuk mencit ( Digital Scale, merk Tanita KD -160)

5. Alat latihan mencit (renang di dalam ember berisi air)

6. Stop watch

4.6 Alat Pengambil Data

Alat ukur atau instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Menggunakan alat ukur dan instrumen dari Laboratorium Farmakologi

dan Biomol FK Universitas Udayana.

Page 78: i made purwahana

2. Tabung mikrohematokrit.

3. Larutan Etanol 70% dan Kapas.

4.7 Tata Cara Penelitian

4.7.1 Persiapan Hewan Uji

Mencit jantan, strain Balp-C, dipilih secara random dan masing-masing

mencit ditempatkan dalam kelompok dengan kandang terpisah. Mencit

diadaptasikan selama satu minggu untuk mengamati tidak ada penyakit yang

dapat mengganggu penelitian. Mencit diberi makanan dengan tinggi kalori

(Sentrat 511/tinggi lemak) dengan komposisi; Karbohidrat 60%, Protein 10%,

Lemak 25%, Serat 5% serta Vitamin dan Mineral secukupnya untuk

meningkatkan berat badannya (bertambah 30-45% ) dari mencit normal. Sehingga

didapatkan mencit dewasa jantan obesitas berumur 4 bulan. Selama penelitian

pakan tinggi kalori ini terus diberikan secara ad libitum (Purwahana, 2010).

4.7.2 Pelaksanaan Penelitian

1. Mencit uji kelompok 1 (Latihan Intensitas Sedang) diberikan latihan

renang di dalam ember berisi air. Ditentukan lama waktunya yaitu 20

menit, latihan ini diberikan setiap hari selama empat minggu. Pakan

mencit yang sama diberikan ad libitum.

2. Mencit uji kelompok 2 (Akupunktur) diletakkan pada papan dan difiksasi

dengan memasukkan mencit ke dalam rongga kecil yang terbuat dari fiber,

dilakukan persiapan daerah uji dengan pembersihan bulu, disinfeksi

dengan Etanol 70% kemudian ditusukkan jarum 38 G - 7 mm pada titik

akupunktur No. 25 dan No.43 . Penusukan dilakukan selama 10 menit

Page 79: i made purwahana

sebanyak 3 kali seminggu. Pada titik akupunktur telinga shenmen dan

lambung dipasang press needle. Pakan mencit yang sama diberikan secara

ad libitum.

3. Mencit uji kelompok 3 (Diet rendah kalori) mendapat perlakuan pakan

dengan diet rendah kalori.

4.7.3 Prosedur Pengambilan Darah Mencit

Pengambilan darah mencit dilakukan dengan cara; darah di ambil dari

sinus orbitalis, tanpa anestesi. Mula-mula mencit dipegang pada tengkuk dan

ekornya, kemudian darah diambil dari medial canthus sinus orbitalis dengan

tabung mikrohematokrit sebanyak 0,5- 1 ml. Kemudian darah ditampung dalam

tabung dan diendapkan selama 30 menit, selanjutnya disentrifuse untuk

mendapatkan serum darah mencit (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Kemudian

sampel serum diperiksa di Lab/Bagian Bio Molekuler FK Universitas Udayana

untuk diperiksa kadar IL-6 nya.

4.7.4 Prosedur Pengukuran hasil perlakuan

Dilakukan pengukuran berat badan dan kadar IL-6 serum semua mencit

sebelum diberikan perlakuan. Setelah semua kelompok mencit mendapat

perlakuan selama 4 minggu dilakukan pengukuran kembali terhadap berat badan

dan kadar IL-6 serumnya.

4.7.5 Cara Sandwich ELISA

Serum darah mencit yang akan diperiksa diencerkan dengan sampel

diluent (1:1) kemudian masing-masing sebanyak 100 ul standar yang sudah

diencerkan dengan cara penipisan dimasukkan dalam microwell masing-masing

Page 80: i made purwahana

sebanyak 100 ul. Tambahkan Biotin – conjugate yang sudah diencerkan kesemua

microwell, tutup dengan adhesive film dan di inkubasi di suhu ruangan selama 2

jam. Setelah 2 jam buka adhesive film dan buang cairan dalam microwell, cuci 3

kali dengan wash buffer masing-masing 400 ul, keringkan dengan tisue.

Tambahklan 100 ul Streptavidin –HRP yang sudah diencerkan ke semua

microwell termasuk well blanko, tutup dengan adesive film dan inkubasi dalam

suhu ruangan selama 1 jam. Kemudian buka adhesive film dan buang cairan, cuci

microwell 3 kali dengan wash buffer masing-masing 400 ul, keringkan dengan

tissue. Tambahkan 100 ul TMB substrate solution ke semua microwell, inkubasi

selama 10 menit di ruangan gelap sampai terbentuk warna biru, tambahkan lagi

Stop solution kemudian akan terbentuk warna kuning. Kemudian di baca di 620

nm.

Analisa data dilakukan dengan membuat kurve linier berdasarkan nilai

standar yang di dapat dengan nilai standar dalam pg/ml.

Page 81: i made purwahana

Gambar 4.2 Alur Penelitian

4.8.0 Pengolahan dan Analisis Data

Data yang didapatkan akan diproses dengan program SPSS 15.0 for

windows serta dianalisis dengan langkah – langkah sebagai berikut :

1. Analisis Deskriptif untuk menggambarkan karakteristik hewan uji

(mencit).

Kriteria inklusi

Sampel (33 ekor)

Pembagian Kelompok

Pengukuran Berat Badan & IL-6/Pre -test

/serum/Pre-test Klpk II Akupunktur Tubuh & Telinga(11 ekor)

Data Penelitian/ Post-test

Analisis Data

Penyusunan Laporan

Populasi (mencit/mus musculus)

Klpk I Latihan Int.Sedang Renang(11 ekor)

Klpk III Diet Rendah Kalori(11 ekor)

Page 82: i made purwahana

2. Analisis Normalitas dan Homogenitas ;

a. Uji Normalitas data dengan uji Shapiro-Wilk. Data terdistribusi

normal bila p>0,05 ( Daniel, 1999).

b. Uji Homogenitas antar kelompok dengan Levene Test. Data

dinyatakan homogen bila p>0,05.

c. Analisis Komparasi ;

Data Berdistribusi normal dan homogen, perbedaan rerata

antar kelompok dilakukan uji statistik parametrik dengan

One Way Anova.

Untuk mengetahui efek ketiga perlakuan pada masing-masing

kelompok, maka dibandingkan rerata penurunan berat badan

dan IL-6 pre-test dan post-test masing-masing kelompok.

Data yang berdistribusi normal menggunakan uji Paired T-

test.

Page 83: i made purwahana

BAB V

HASIL PENELITIAN

Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 33 mencit jantan dengan obesitas

sebagai sampel, yang terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok masing-masing

berjumlah 11 ekor tikus, yaitu kelompok pelatihan intensitas sedang, kelompok

rangsang titik akupunktur, dan kelompok diet rendah kalori. Dalam pembahasan

ini akan diuraikan uji normalitas data, uji homogenitas data, uji komparabilitas,

dan uji efek perlakuan.

5.1 Uji Normalitas Data

Data Berat badan dan Interleukin 6 (IL-6) baik sebelum perlakuan maupun

sesudah perlakuan pada masing-masing kelompok diuji normalitasnya dengan

menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan data berdistribusi normal

(p>0,05), disajikan pada Lampiran 3.

5.2 Uji Homogenitas Data antar Kelompok

Data Berat badan dan Interleukin 6 (IL-6) antar kelompok baik sebelum

perlakuan maupun sesudah perlakuan diuji homogenitasnya dengan menggunakan

uji Levene’s test. Hasilnya menunjukkan data homogen (p>0,05), disajikan pada

Lampiran 4 dan 5.

5.3 Berat badan

5.3.1 Uji komparabilitas

Uji Komparabilitas bertujuan untuk membandingkan rerata berat badan

antar kelompok sebelum diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan

uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.1 berikut.

Page 84: i made purwahana

Tabel 5.1 Rerata Berat badan antar Kelompok Sebelum Diberikan Perlakuan

Kelompok Subjek n Rerata Berat badan SB F P

Pelatihan intensitas sedang Rangsang titik akupunktur Diet rendah kalori

11 11 11

29,09

27,36

29,00

3,80

3,91

5,78

0,494 0,615

Tabel 5.1 di atas, menunjukkan bahwa rerata berat badan kelompok

pelatihan intensitas sedang adalah 29,093,80, rerata kelompok rangsang titik

akupunktur adalah 27,363,91, dan kelompok diet rendah kalori adalah

29,005,78. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan

bahwa nilai F = 0,494 dan nilai p = 0,615. Hal ini berarti bahwa ketiga kelompok

sebelum diberikan perlakuan, rerata berat badannya tidak berbeda secara

bermakna (p > 0,05).

5.3.2 Analisis efek perlakuan

Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata Berat badan antar

kelompok sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One

Way Anova disajikan pada Tabel 5.2 berikut.

Page 85: i made purwahana

Tabel 5.2

Rerata Berat badan antar kelompok sesudah diberikan perlakuan

Kelompok Subjek N Rerata Berat badan SB F P

Pelatihan intensitas sedang Rangsang titik akupunktur Diet rendah kalori

11 11 11

26,18

24,82

26,00

4,07

3,92

5,81

0,275 0,761

Tabel 5.2 di atas, menunjukkan bahwa rerata berat badan kelompok

Pelatihan intensitas sedang adalah 26,184,07, rerata kelompok rangsang titik

akupunktur adalah 24,823,92, dan kelompok diet rendah kalori adalah

26,005,81. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa

nilai F = 0,275 dan nilai p = 0,761. Hal ini berarti bahwa rerata berat badan pada

ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan tidak berbeda secara bermakna.

Gambar 5.1 Grafik Penurunan Berat badan setelah Pemberian perlakuan

Page 86: i made purwahana

Gambar 5.1 di atas menggambarkan bahwa ketiga perlakuan penurunan

berat badannya sama.

5.3.3 Analisis komparasi antara Sebelum dengan Sesudah Perlakuan

Analisis komparasi diuji berdasarkan rerata berat badan antara sebelum

dengan sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t-

paired disajikan pada Tabel 5.4 berikut.

Tabel 5.3

Analisis Komparasi Berat badan antara Sebelum dan Sesudah Perlakuan

Kelompok Beda Rerata pre - post P Keterangan

Pelatihan intensitas sedang

Rangsang titik akupunktur

Diet rendah kalori

2,91

2,55

3,00

0,000

0,000

0,000

Menurun

Menurun

Menurun

Berdasarkan uji t-paired didapatkan bahwa ada penurunan berat badan

pada ketiga kelompok, masing-masing untuk kelompok pelatihan intensitas

sedang sebesar 2,91 g, kelompok rangsang titik akupunktur sebesar 2,55 g, dan

pada kelompok diet rendah kalori sebesar 3,00. Jadi ketiga kelompok setelah

diberikan perlakuan mengalami penurunan secara bermakna (p < 0,05).

5.4 Interleukin 6 (IL-6)

5.4.1 Uji Komparabilitas

Uji Komparabilitas bertujuan untuk membandingkan rerata Interleukin 6

(IL-6) antar kelompok sebelum diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan

Page 87: i made purwahana

dengan uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.5 berikut.

Tabel 5.4 Rerata Interleukin 6 (IL-6) antar kelompok sebelum diberikan perlakuan

Kelompok Subjek n Rerata

Interleukin 6 (IL-6)

SB F P

Pelatihan intensitas sedang

Rangsang titik akupunktur

Diet rendah kalori

11

11

11

1682,10

1314,20

4886,40

1685,22

1604,77

2719,80

2,25 0,123

Tabel 5.5 di atas, menunjukkan bahwa rerata Interleukin 6 (IL-6)

kelompok Pelatihan intensitas sedang adalah 1682,101685,22, rerata kelompok

Rangsang titik akupunktur adalah 1314,201604,77, dan kelompok Diet rendah

kalori adalah 488,64271,98. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova

menunjukkan bahwa nilai F = 2,25 dan nilai p =0,123. Hal ini berarti bahwa

rerata Interleukin 6 (IL-6) pada ketiga kelompok adalah sama (p > 0,05).

5.4.2 Analisis efek perlakuan

Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata Interleukin 6 (IL-6) antar

kelompok sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One

Way Anova disajikan pada Tabel 5.6 berikut.

Tabel 5.5 Rerata Interleukin 6 (IL-6) antar kelompok sesudah diberikan perlakuan

Kelompok Subjek N Rerata

Interleukin 6 (IL-6)

SB F P

Pelatihan intensitas sedang

Rangsang titik akupunktur

Diet rendah kalori

11

11

11

569,73

269,45

205,73

478,33

160,18

63,63

1900 0,015

Page 88: i made purwahana

Tabel 5.6 di atas, menunjukkan bahwa rerata Interleukin- 6 (IL-6)

kelompok pelatihan intensitas sedang adalah 569,73478,33, rerata kelompok

Rangsang titik akupunktur adalah 269,45160,18, dan kelompok Diet rendah

kalori adalah 205,7363,63. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova

menunjukkan bahwa nilai F = 4,82 dan nilai p = 0,015. Hal ini berarti bahwa

rerata Interleukin- 6 (IL-6) pada ketiga kelompok berbeda secara bermakna.

Gambar 5.2 Grafik Penurunan Rerata Interleukin 6 (IL-6) setelah Pemberian Perlakuan

Gambar 5.2 di atas menggambarkan bahwa pemberian pelatihan intensitas

sedang dan rangsang titik akupunktur menurunkan Interleukin 6 (IL-6) lebih besar

dibandingkan dengan diet rendah kalori.

Page 89: i made purwahana

Uji lanjut dengan Least Significant Difference – test (LSD) digunakan untuk

mengetahui beda nyata terkecil kadar Interleukin-6 (IL-6). Hasil uji disajikan di

bawah ini.

Tabel 5.6 Analisis Komparasi Interleukin 6 (IL-6) Sesudah Perlakuan antar

Kelompok

Kelompok Beda

Rerata p Interpretasi

Pelatihan intensitas sedang dan Rangsang titik akupunktur

300,27

364,00

63,73

0,023

0,007

0,614

Berbeda bermakna

Berbeda bermakna

Tidak Berbeda bermakna

Pelatihan intensitas sedang dan Diet rendah kalori Rangsang titik akupunktur dan Diet rendah kalori

Hasil uji lanjutan di atas menunjukan bahwa:

1. Rerata Interleukin 6 (IL-6) kelompok pelatihan intensitas sedang berbeda

bermakna dengan kelompok rangsang titik akupunktur (rerata kelompok

rangsang titik akupunktur lebih rendah daripada rerata kelompok pelatihan

intensitas sedang).

2. Rerata Interleukin 6 (IL-6) kelompok pelatihan intensitas sedang berbeda

secara bermakna dengan kelompok diet energi rendah (rerata kelompok

diet rendah kalori lebih rendah daripada rerata kelompok pelatihan

intensitas sedang).

3. Rerata Interleukin 6 (IL-6) kelompok rangsang titik akupunktur tidak

berbeda secara bermakna dengan kelompok diet rendah kalori(rerata

Page 90: i made purwahana

kelompok rangsang titik akupunktur lebih tinggi daripada rerata kelompok

diet rendah kalori).

5.4.3 Analisis komparasi antara Sebelum dengan Sesudah Perlakuan

Analisis komparasi diuji berdasarkan rerata Interleukin 6 (IL-6) antara

sebelum dengan sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan

uji t-paired disajikan pada Tabel 5.8 berikut.

Tabel 5.7 Analisis Komparasi Interleukin 6 (IL-6) antara Sebelum dan Sesudah

Perlakuan

Kelompok Beda Rerata pre - post p Keterangan

Pelatihan intensitas sedang

Rangsang titik akupunktur

Diet rendah kalori

1112,36

1044,73

244,09

0,017

0,041

0,003

Menurun

Menurun

Menurun

Berdasarkan uji t-paired didapatkan bahwa ada penurunan kadar

Interleukin 6 (IL-6) pada ketiga kelompok. Rerata penurunan Il-6 untuk kelompok

pelatihan intensitas sedang sebesar 1112,36, untuk kelompok rangsang titik

akupunktur sebesar 1044,73, dan kelompok diet rendah kalori sebesar 244,09.

Ketiga kelompok mengalami penurunan secara bermakna(p < 0,05).

Page 91: i made purwahana

BAB VI

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

6.1. Subyek Penelitian

Untuk menguji efek perlakuan terhadap penurunan berat badan dan kadar

interleukin-6 (IL-6) pada mencit, maka dilakukan penelitian pada mencit jantan

dengan obesitas yang diberikan 3 perlakuan yaitu pelatihan intensitas sedang,

rangsang titik akupunktur, dan diet rendah kalori.

Sebagai hewan coba digunakan mencit jantan dengan obesitas berumur 4

bulan. Mencit yang dipergunakan dalam penelitian ini berjumlah 33 ekor, dibagi

menjadi 3 kelompok yaitu kelompok pelatihan intensitas sedang (P1), kelompok

rangsang titik akupunktur (P2), dan kelompok diet rendah kaori (P3). Penelitian

dilakukan selama 1 bulan.

6.2. Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Badan

Hasil penelitian dan analisis data berat badan pada kelompok pelatihan

intensitas sedang, kelompok rangsang titik akupunktur, dan diet rendah kalori

menunjukkan bahwa uji normalitas (Uji Shapiro Wilk) dan homogenitas (Levene

test) untuk kelompok pre dan post-test masing-masing kelompok berdistribusi

normal dan homogen (p > 0,05).

Page 92: i made purwahana

Uji perbandingan sebelum perlakuan antara ketiga kelompok

menggunakan uji One Way Anova. Rerata berat badan kelompok pelatihan

intensitas sedang adalah 29,093,80, rerata kelompok rangsang titik akupunktur

adalah 27,363,91, dan kelompok diet rendah kalori adalah 29,005,78. Rerata

Interleukin-6 (IL-6) kelompok Pelatihan intensitas sedang adalah

1682,101685,22, rerata kelompok Rangsang titik akupunktur adalah

1314,201604,77, dan kelompok diet energi rendah adalah 488,64271,98.

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunkan uji One Way Anova didapatkan

bahwa baik berat badan maupun kadar interleukin 6 antar kelompok sebelum

perlakuan tidak berbeda ( p > 0,05). Hal ini berarti bahwa berat badan dan kadar

interleukin 6 (IL-6) pada ketiga kelompok adalah sama atau dengan kata lain

ketiga kelompok sebelum diberikan perlakuan tidak berbeda

(p > 0,05).

6.3 Pengaruh perlakuan terhadap Interleukin-6.

Uji perbandingan sesudah diberikan perlakuan antar kelompok

menggunakan One Way Anova. Rerata berat badan kelompok pelatihan intensitas

sedang adalah 26,184,07, rerata kelompok rangsang titik akupunktur adalah

24,823,92, dan kelompok diet rendah kalori adalah 26,005,81 dan rerata

Interleukin 6 (IL-6) kelompok pelatihan intensitas sedang adalah 569,73478,33,

rerata kelompok rangsang titik akupunktur adalah 269,45160,18, dan kelompok

diet rendah kalori adalah 205,7363,63 .

Uji perbandingan post test antara ketiga kelompok dengan One Way Anova

menunjukkan bahwa untuk berat badan tikus tidak terdapat perbedaan antara

Page 93: i made purwahana

ketiga kelompok perlakuan (p > 0,05). Sedangkan untuk kadar interleukin-6

terdapat perbedaan antara ketiga kelompok perlakuan (p < 0,05).

Sedangkan untuk mengetahui penurunan berat badan dan kadar interleukin

-6 pada masing-masing kelompok perlakuan di analisis dengan uji t-paired.

Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa kelompok yang diberikan perlakuan

berupa pelatihan intensitas sedang mengalami penurunan berat badan sebesar

2,91 g dan penurunan kadar interleukin-6 sebesar 1112,36. Kelompok mencit

yang diberikan perlakuan berupa rangsangan pada titik akupunktur mengalami

penurunan berat badan sebesar 2,55 g dan penurunan kadar interleukin-6 sebesar

1044,73. Kelompok mencit yang diberikan perlakuan berupa diet rendah kalori

mengalami penurunan berat badan sebesar 3,00 g dan penurunan kadar interleukin

-6 sebesar 282,91.

Hasil penelitian ini terjadi penurunan Interleukin -6 sebagai akibat dari

penurunan berat badan sebesar ± 10% sama dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Despres et al., (2001) bahwa penurunan berat badan akan

menyebabkan penurunan PAI-1(plasminogen activator inhibitor-1), kadar sitokin

(interleukin-6) IL-6 dan C-reactive protein (CRP).

Penelitian yang dilakukan oleh Bastard et al.,(2000), menunjukkan bahwa

penurunan berat badan dan massa lemak tubuh dengan pemberian diet kalori

sangat rendah pada wanita obesitas ditemukan adanya perbaikan sensitivitas

insulin karena perbaikan sitokin IL-6 , Leptin dan CRP.

Berdasarkan hasil analisis dengan uji t-paired didapatkan bahwa baik berat

badan maupun kadar interleukin-6 terjadi penurunan secara bermakna pada ketiga

Page 94: i made purwahana

kelompok (p<0,05). Hal ini disebabkan karena pelatihan dengan intensitas sedang

yaitu renang dapat membantu mengurangi lemak dalam tubuh, karena diubah

menjadi energi (Kurniati, 2008).

Menurut Mc. Ardle et al. (1986) serta Wilmore & Costil (1994) ada

perbedaan sumber energi yang dipakai pada berbagai jenis senam aerobik. Pada

senam aerobik intensitas sedang sumbe energinya adalah karbohidrat dan lemak

secara seimbang.

Dari penelitian Ziccardi et al. (2002) ditemukan bahwa dibandingkan

dengan wanita bukan obesitas , wanita obesitas mempunyai kadar basal yang

tinggi dari TNF-α, IL-6. P-selektin, ICAM-1,VCAM-1. Kadar TNF-α dan IL-6

mempunyai hubungan dengan obesitas viseral. Semua sitokin menurun secara

bermakna setelah penurunan berat badan sebesar 10% selama program (diet, olah

raga, konseling perilaku) selama 1 tahun.

Sedangkan pada kelompok rangsang titik akupunktur, terjadi penurunan

berat badan karena terapi komplementer ini mampu memperbaiki metabolisme

sehingga lebih mudah kenyang dan menjaga agar nafsu makan tidak berlebihan

(Saputra, 1998; Idayanti, 2001). Penelitian yang dilakukan oleh Khoo, (1998)

pada grup pasien akupunktur dibandingkan dengan grup latihan dan diet selama

lima minggu didapatkan bahwa terjadi penurunan berat badan rata-rata 4,8 Kg

pada kelompok akupunktur dengan diet & latihan , penurunan rata-rata 2,4 Kg

pada kelompok diet & latihan tanpa akupunktur.

Page 95: i made purwahana

Demikian juga pada kelompok diet rendah kalori terjadi penurunan berat

badan karena diet ini membatasi makan padat energi seperti kue-kue yang banyak

mengandung karbohidrat sederhana dan lemak (Almatsier, 2004).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Heilborn et al. (2001) didapatkan

perbaikan sitokin dan perbaikan faktor hemostasis pada penurunan berat badan

dibandingkan dengan kontrol, dengan diet rendah kalori dan diet rendah lemak.

Penurunan berat badan 9.4 Kg pada laki-laki dan 7.6 Kg pada wanita diikuti

dengan penurunan kadar PAI-1(30%), antigen tissue-plasminogen activator(t-PA)

(24%) dan faktor VII (11%).

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Page 96: i made purwahana

Berdasarkan hasil penelitian pada mencit jantan dengan obesitas dengan

pelatihan intensitas sedang, rangsang titik akupunktur, dan diet energy rendah

selama 30 hari didapatkan simpulan sebagai berikut:

1. Pemberian pelatihan intensitas sedang dapat menurunkan berat badan

mencit jantan dengan obesitas sebesar 10,00% dan menurunkan kadar IL-6

sebesar 66,13%.

2. Pemberian Rangsang titik akupunktur dapat menurunkan berat badan

mencit jantan dengan obesitas sebesar 9,30% dan menurunkan kadar IL-6

sebesar 79,50%.

3. Pemberian diet rendah kalori dapat menurunkan berat badan mencit jantan

dengan obesitas sebesar 10,34% dan menurunkan kadar IL-6 sebesar

57,90%.

4. Pemberian program latihan, diet kalori rendah dan terapi akupunktur dapat

menurunkan berat badan serta kadar Interleukin-6 sebagai tanda

proinflamasi sehingga dengan demikian akan menurunkan faktor resiko

terjadinya inflamasi. Dengan demikian akan menurunkan faktor yang

memicu proses penuaan, selanjutnya akan memperpanjang umur harapan

hidup dan mencapai kondisi hidup yang lebih sehat dan lebih berkualitas.

Atau dengan kata lain meningkatkan kualitas hidup dalam usia yang

bertambah akan tercapai.

7.2 Saran

Sebagai saran dalam penelitian ini adalah:

Page 97: i made purwahana

1. Disarankan kepada orang yang mengalami obesitas untuk memilih salah

satu kegiatan yang dapat menurunkan berat badan seperti pelatihan

dengan intensitas sedang seperti renang, aerobik, jalan kaki; dan bisa juga

melakukan terapi komplementer yaitu tusuk jarum (akupunktur) pada

titik rangsang yang terkait dengan proses pencernaan, dan dapat juga

melakukan diet rendah kalori.

2. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih nyata dan signifikan perlu

dilakukan penelitian lanjutan terutama untuk pengukuran kadar

Interleukin -6 pada sampel dengan manusia.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih mendalam tentang proses inflamasi

sistemik yang terjadi oleh karena reaksi penusukan jarum akupunktur

yang bersifat reaksi inflamasi lokal pada titik akupunktur.

4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk dapat membuat sebuah

model yang menggabungkaan jenis terapi Diet Kalori rendah dan

Akupunktur serta Latihan sehingga dapat dibuat sebuah matriks yang bisa

dijadikan acuan dalam penanganan kasus obesitas ini.

Page 98: i made purwahana

DAFTAR PUSTAKA

Adiputra, N. 2008. Kesehatan Olah Raga. Available from:

http://www.balihesg.org/index.php?option=com content&task=view&id=

360& itemid=28. Accesed : Februari 19th. 2009

Akalin, N.S., 1995.The Overweight Diabetic-or the Diabesityn Syndrome.

Dialogue. First Quarter : 11-14.

Anonymous. 1975. Hand Book on Chinese Veterinary. David CC. and WC.

Dorothy. The Principle of Chinese Acupunctur Medicine Life Science

Medical Laboratory, Hongkong.

Almatsier, S. 2004. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama.

Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama.

Anonim. 2000. Ancaman Kesehatan di Balik Kegemukan, [cited 2002 May

31]. Available at : http:/www.infokes.co…/artikelview.htm.

Anonim. 2000. Obesitas Merupakan Kondisi Medis Serius,[cited 2002 April 28].

Available at: http:/www.gizi.net.

Anonim, 2000. The Asia-Pacific Perspective : Obesity and Its Treatment. Health

Communications Australia Pty Limited. 2000.

Anonim. 2008. Obesitas lebih berbahaya dari terorisme. Available at :

http://www.kompas.com/data/photo/2008/Q2/16/002701p.jpg>

Accessed: February 25, 2008.

Anonim. 2006. Acupunture Enhances effects of Diet and Exercise in Treating

Obesity. Acupunture Today , May , 2006, Vol. 07, Issue 05. Available at

www.Acupunturecouncil.com. Accessed: February 2, 2009.

Anonim. 2006. Treating Obesity With Acupuncture. Published by Healthy News

Service, Availble at www.pacificCollege.edu Accessed : Februari 13, 2009.

Page 99: i made purwahana

Bastard, J.P., Jardel, C., Bruckert,E., 2000. Elevated Levels of Interleukin 6 are

Reduced in Serum and Subcutaneous AdiposeTissue of Obese Women after

Weight Loss. J Clin Endocrinol Metab 85: 3338-3342.

Beers, Mark, H. 2004. The Merck Manual of Health & Aging. Ballantine Books.

New York.USA.

Berger, R.A. 1982. Applied Exercise Physiology. Philadelpia: Lea and Febiger.

Bray, G.A. et al., 1989. The Medical Clinics of North America Volume73/Number

1, W.B. Saunders Company. USA.

Bray, G.A. et al., 2004. Hand Book of Obesity Clinical Aplications, Second

Edition. Marcel Dekker, Inc. USA.

Brick, L. 2001. Bugar dengan Senam Aerobik. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada.

Budiarta, A.A. 2006. “Peran Tumor Necrosis Factor-α, Insulin dan Transforming

Growth Factor-β1 terhadap peningkatan kadar Plasminogen Activator

Inhibitor-1 pada Obesitas Abdominal” (Disertasi). Denpasar: Universitas

Udayana.

Cahanar, P., Suhanda, I. 2006. Makan Sehat Hidup Sehat. Jakarta:

PT. Kompas Media Nusantara.

Caterson, I. et al. 2000. The Asia Pacific Perpective: Redefining Obesity and Its

Treatment. World Health Organization, Published By Health

Communications Australia Pty Limited.

Chua, S. and Leibil, R.L., 1997. Obesity Genes: Molecular and Metabolic

Mechanism. Diabetes Rev 5: 2-7.

Clark, N. 1996. Petunjuk Gizi untuk Setiap Cabang Olah Raga. Jakarta : PT

Rajagrafindo Persada.

Chuan, Y. 1987. Origin and Development of The traditional Chinese Veterinary

Acupuncture and Its Therapeutic Effect. International Conference on

Veterinary Acupuncture. Beijing-China. Beijing Agriculture university. May

: 15 – 18.

Chuan, Y. 1995. Traditional Chinese Veterinary Acupuncture and Moxibustion.

First Edition. China Agriculture Press.

Page 100: i made purwahana

Davis, R.J. et al. 1994. Physical Education and The Study of Sport. Second

Edition, Published by Mosby, London.

Despres, J.P. 2001. Health Consequences of Visceral Obesity . Ann Med 33: 541-

543.

Despres, J.P., Couillard, C., Gagnon, J., 2000. Race Visceral Adipose Tissue,

Plasma Lipids, and Lipoprotein Lipase Activity in Men and Women. The

Health, Risk Factor, Exercise Training, and Genetics (HERITAGE) Family

Study. Arterioscler Thromb Vacs Biol 20: 1932-1938.

Dinata, M. 2004. Padat Berisi dengan Aerobik. Jakarta : Cerdas Jaya.

Esposito, K., Pontilo, A., Di Palo, C.,Giugliano, G., Masella, M., 2003. Effect of

Weight Loss and Lifestyle Changes on Vascular Inflammatory Marker in

Obese Women. JAMA 289: 1799-1804.

Faigin, R. 2000. Meningkatkan Hormon Secara Alami. Edisi I, PT Raja Grafindo

Persada 2001. Jakarta.

Fox, E.L. 1984. Sport Physiology. Philadelphia :W.B. Saunders Company.

Fox, E.L., Bowers, R.W., and Foss, M.L. 1993. The Physiologycal Basis for

Exercise and Sport. New York: Brown & Benchmark Publishers.

Fried, S.K., Bunkin, D.A., Greenberg, A.S. Omental and Subcutaneous Adipose

Tissues of Obese Subjects Release Interleukin-6. J Clin Endocrinol Metab

1998; 83; 847-850.

Gibson, R.S., 2005. Principles of Nutritional Assesment. New York: Oxford

University Press.

Giriwijoyo, S. dan Muchtamadji, M.Ali. 2005. Ilmu Faal Olahraga. Bandung.

Goodman, R.S., 2008. Medical Cell Biology. Third Edition. Elsevier Inc. Texas.

Gortmarker, S.L., Must, A.,Perrin, J.M., Sobol, A.M., Dietz, W.H.Social and

Economics Consequences of Overweight in Adoslescence and Young

Adulthood. N Engl J Med 1993; 329; 1008-1012.

Griekspoor, A.C., 2000. Molecular Mechanism of ABC-transporter functioning.

The Netherland Cancer Institute Div of Tumor Bilogy. Amsterdam.

Hamblin, A.S. 1993. Cytokines and Cytokine Receptors. Oxford University Press

Inc. New York.

Page 101: i made purwahana

Hendromartono. 2002. Akupunktur pada Penanggulangan Obesitas. Meridian Vol

IX. No. 2.PAKSI DPD Jawa Timur.Surabaya.

Hairy, J. 1989. Fisiologi Olahraga. Jakarta: Departemen pendidikan dan

Kebudayaan.

Harris, T.B., Launer, L.J., Madans, J., Feldmen, J.J., 1997. Cohort Study of Effect

of being Overweight and Change in Weight on Risk of coronary Heart

Dissease in Old Age. BMJ 314; 1791.

Heilbronn, L.K., Noakes, M., Clifton, P.M., 2001. Energy Restriction and Weight

Loss on Very Low Fats Diet Reduce C-Reactinve Protein Concentration in

Obese, Healthy Women. Arterioscler Thromb Vac Biol 21: 968-970.

Heymsfield, S.B., Hoffman, D.J., Testolin , C and Wang, Z.M., 2001. Evaluation

of Human Adiposity. In: International Texbook of Obesity. Edited by Per

Bjorntop. New York: John Wili & Son Ltd, p 85-97.

Jawi, M. 2002. “ Waktu Pemulihan Tiga Hari setelah Pemberian Beban Aktivitas

Fisik Maksimal Dapat mengembalikan Keadaan Normal dari Gambaran

Histologis Lien dan Limfosit Darah pada Tikus Putih” (Tesis). Denpasar;

Universitas Udayana.

Khoo, K.K. 1998. Acupuncture Treatment for Obesity: a randomized controlled

trial. Medical Acupuncture 2006; 17 (2): 33-35.

Klide, A.M., Kung, S.H. 1977. Veterinary Acupuncture. University of

Pennsylvania Press. New York.

Kolotkin, R.L., Crosby, R.D., William, G.R., Hartey, G.G, Nicol, S. The

Relationship between Health Quality of Life and Weight Loss. Obe Res

2002; 9: 564-571.

Kuruvila, A. 2008. Acupuncture for Obesity. Available at http//www.medical

acupuncture.org/aama_marf/journal/vol.14_2/article/6.html.

Accessed : Pebruari 13, 2009.

Kurniati, T. I., 2008. Latihan dan Aktivitas Fisik untuk Menurunkan Berat Badan.

Available from http://www.obesitas .web.id. Accessed: August 7,2008.

Page 102: i made purwahana

Meirelles, C.M. and P.S.C Gomes , 2005. Acute effect of Resistence Exercise on

Energy Expenditure Revisiting the Training Variable.(cited 2008 January

7). Available from : http://www.nutrition.com.

Layman, D.K., Ellen Evans, Jaime I. Baum, Jennifer Seyler, Donna J Erickson,

and Richard A Boileu, 2005. Dietray Protein and Exercise Have Additive

Effect on Body composition during Weight Loss in Adult Women.(cited 2008

January 7). Available from: http://www.nutrition.com

Larson, U. Karlson, J.,Sullivan, M. Impact of Overweight and Obesity on Health

Related Quality of Life-A Swedish Population Study. Int J Obe Rel Meta

Disord 2002; 26: 417-424.

Liang, L. 2003. Acupuncture and IVF. Increase IVF Succes by 40 – 60%

Baltimore Western Ave. Blue Poppy Press.

Lina, T. 2002. Pengaruh Diet Rendah Kalori Seimbang dan Olah Raga Erobik

terhadap Berat Badan Berlebih dan Profil Lipid Penderita Berat Badan

Berlebih. Program Pendidikan Pasca Sarjana Fak. Kedokteran Universitas

Indonesia. Jakarta. Available from : www.digitlib.litbang.depkes.go.id.

Accessed : August 7, 2008.

Lina, Y.,Wijaya. 2007. Hubungan Antara Free Fatty Acid (FFA), Fatty Acid

Binding Protein (FABP) dan Adiponektin dengan Inflamasi pada Obesitas

Sentral.Forum Diagnosticum No. 6/2007.

Lovejoy, D.A. 2005. Reproduction . In: Neuroendocrinology an Integrated

Approach. London.John Wiley & Sons, Ltd.

Marinusa, M., Kastono, R.1999. Mechanism of Acupuncture in Treating Obesity.

Cermin Dunia Kedokteran No. 123, hal: 12 – 16. Jakarta.

Mc Ardle, W.D., Katch, K.I., Katch, V.L. 1986. Exercise Physiology: Energy,

Nutrition, and Human performance.2nd. Ed. Lea & Febiger, Philadelphia.

Moehji, S. 2002. Ilmu Gizi. Jakarta: PT Bharatara Niaga Media.

Nala, N. 1986. Kesegaran Jasmani. Denpasar: Yayasan Ilmu Faal Widhya

Laksana.

Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Page 103: i made purwahana

Packer, L., Sies, H. 2007. Oxidative Stress And Inflammatory Mechanism in

Obesity, Diabetes, and the Metabolic Syndrome. CRC Press. NW.USA.

Padmiari, I.A., Kayanaya, Antarini, Gumala dan Arsana. 2004. Pemantauan

Indeks Massa Tubuh Orang Dewasa Kawasan Perkotaan di Propinsi Bali

(Laporan, Penelitian). Denpasar: Dinkes Propinsi Bali.

Pangkahila, W. 2007. Anti- Aging Medicine ; Memperlambat Penuaan,

Meningkatkan Kualitas Hidup. Penerbit Buku Kompas. November 2007.

Pangkahila, A. 2009. Pelatihan Fisik Menurunkan Proses Penuaan. Naskah

Lengkap Seminar Nasional Anti Aging Medicine. Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana. Februari, 24th 2009.

PERSAGI. 2005. Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Jakarta:

PERSAGI.

Pocock, S.J. 1986. Clinical Trials, A Practical Approach. New York: A Willey

Medical Publication.

Potapova, T.V. 1991. Energetic Functions of permeable Intercellular Junctions.

Intercellular Communication. Menchester University Press: 143-154.

Poss, R., Dagnone, D., Jones, P.J.H., Smith, H., Paddage, A., Hudson, R., and

Janssen, I. 2000. Reduction in Obesity and Related Comorbid Conditions

after Diet-Induced Weight Loss or Exercise-Induced Weight Loss in Men.

Ann Intern Med 133: 92-103.

Purnell, J.Q., Khan, S.E.,Albers, J.J.,Nevin, D.N.,Brunzell J.d., 2000. Effect of

Weight Loss with Reduction of Intraabdominal Fat on lipid Metabolism in

Older Men. J. Clin Endocrinol Metab 85: 977-982.

Rasmussen, H. 1980. The Cycling of Calcium an Intra Cellular Messenger. Sci

Am. October : 66 – 73.

Rimbawan dan Siagian, A. 2004. Indeks Glikemik Pangan. Jakarta: Penebar

Swadaya.

Ruan, H., Hacohen, N., Golub, T.R., Paris, L.V., Lodish, H.F., 2002. Tumor

Necrosis Factor –α Supresses Adipocyte-Specific Genes and Activities

Expression of Oreadipocyte Genes in 3T3-L1 Adipocyte: Nuclear Factor –

κβ Activation by TNF-α is Obligatory. Diabetes 2002.

Page 104: i made purwahana

Saputra, K. 1992. Acupoints Scintigraphy. Tracing Meridian Acupuncture

Corresponding Organ by Radionucleide Technique. Bali. AAR VII,

September.

Saputra, K. 1994. Penelitian Ilmiah Akupunktur untuk Menunjang Konsep Bio

Energi dalam Pengembangan Teknologi Kedokteran. Majalah Kedokteran

Indonesia. 44: 45-50.

Saputra, K. 1997. Titik Akupunktur sebagai Kumpulan Sel Aktif Listrik. Meridian

4: 80-87.

Saputra, K. 1998. Eksistensi Titik Akupunktur. Meridian 5 : 2-7.

Saputra, K. 1999. Profil Transduksi Rangsangan Titik Akupunktur Oryctolangus

Cuniculus. Disertasi. Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga.

Surabaya.

Saputra, K. dkk. 2000. Penelitian Faal Akupunktur, dalam Akupunktur dalam

Pendekatan Ilmu Kedokteran. Airlangga Univercity Press. Surabaya.

Saputra, K. dkk. 2002. Dasar Pemikiran Fenomena Keseimbangan Akupunktur

dalam Dunia Kedokteran. Dalam Akupunktur Klinik. Airlangga Univercity

Press. Surabaya.

Saputra, K., Suyanto, E., Sutanto, D.S., Rubiyanto A. 2004. Pelatihan Akupunktur

Laser. LP3A-Puslitbang Yantekkes Depkes RI. Surabaya.

Saputra, K., Sudirman S. 2009. Akupunktur untuk Nyeri dengan Pendekatan

Neurosain. CV Sagung Seto. Jakarta.

Saputra,K., Andriani. 2008. Akupunktur Telinga Dan Neuro Endokrin. Meridian

Volume XV Nomor 1, April 2008. Surabaya.

Saputra, K. et al. 2008. Akupunktur untuk Olah Raga. Seminar & Workshop.

LP3A, AAS, Himpunan Dokter Akupunktur Medik Indonesia. Surabaya.

Semiardji,G. 2008. Lingkar Pinggang: Barometer Kesehatan Anda. Available

from http://www.obesitas .web.id. Accessed: August 7,2008

Siregar, E. 2004. Pengaruh Satu Sesi Latihan Fisik Aerobik Intermiten Intensitas

Sedang terhadap Profil Lipid Darah Tenaga Kesehatan Perempuan dengan

Berat Badan Berlebih dan Obesitas. Badan Litbang Kesehatan , FK

Page 105: i made purwahana

Universitas Indonesia, Available from : www.digitlib.litbang.depkes.go.id.

Accessed : August 7, 2008.

Saputra, K. 2005. Pendekatan Ilmiah Akupunktur pada Nyeri. Dalam Penanganan

Nyeri dengan Neuro Akupunktur. LP3A-Puslitbang Yantekkes Depkes RI.

Surabaya.

Schoen, A.M. 2001. Veterinary Acupuncture; Ancient Art to Modern Medicine.

Second Edition. Mosby Inc. St. Louis, Missouri.

Schoen, A.M. 1992. Problems in Veterinary Medicine. J.B. Lippincott Company,

Philadelphia.

Smith, J.B., Mangkoewidjoyo, S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan

Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta. UI Press : 85-

110.

Steiss, J.E. 2001. The Neurophysiology of Acupuncture. In: Veterinary

Acupuncture Ancient Art to Modern Medicine, Allen M. Schoen. Second

Edition. London. Mosby.

Sharkey, B.J. 2003. Kebugaran dan Kesehatan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Sooerjodibroto, Mukawi, W., Azis dan D. Moeloek, 1982. Diet dan Latihan Fisik

dalam Program Penurunan Berat Badan pada Obesitas. Naskah Lengkap

Prosiding Seminar Sports Medicine Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana. Jakarta : Depdikbud, Pusat Kesegaran Jasmani dan Rekreasi.

Stegemann, J. 1981. Exercise Physiology. New York: Georg Thieme Verlag

Stuttgart.

Steinberger, J. and Daniels, S.R., 2003. Obesity, Insulin Resistance, diabetes, and

Cariovasculer Risk in Children. An American Heart Asociation Scientific

Statement from The Atherosclerosis, Hypertension and Obesity in the Young

Committee. Circulation 107: 1448-1453.

Stux, G. 2000. Clinical Acupuncture Scientific Basis. Springer-Verlag Berlin

Heidelberg. New York.

Sudibjo, P., Prakoso, D. dan Soebijanto. 2001. Pengaruh Senam Aerobik

Intensitas Sedang dan Intensitas Tinggi terhadap Persentase Lemak Badan

dan Lean Body Weight, Sains Kesehatan, Vol. 14 Nomer 3, hal. 231-232.

Page 106: i made purwahana

Sudirman, S. 2005. Neuro Fisiologi Nyeri. Dalam Penanganan Nyeri dengan

Neuro Akupunktur. LP3A-Puslitbang Yantekkes Depkes RI. Surabaya.The

Fourteen Meridians.

Suastika, K. 2003. Peranan Penurunan Berat Badan terhadap perbaikan Sindrom

Metabolik pada Obesitas, Kumpulan Naskah Ilmiah. Udayana University

Press. 2008.

Suastika, K. 2002. Obesitas Masalah Kesehatan Masyarakat Global, Upaya

Pencegahan dan Pengelolaan, serta Tantangan di Masa Mendatang. Pidato

Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Penyakit Dalam

pada Fakultas Kedokteran UNUD. Denpasar: Tanggal 6 Juli 2002.

Subowo. 1993. Imunobiologi. Penerbit Angkasa, Bandung.

Supariasa, I.D.N., Bakri B., I. Fajar, 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: ECG.

SUSENAS. 1998. Data Hasil Survei Kesehatan Nasional 1998. Departemen

Kesehatan Republik Indonesia.

Sutanto, S. 2008. Akupunktur untuk Obesitas melalui pendekatan Neuro-endokrin.

Meridian Volume XV Nomor 2, Agustus 2008; hal. 86-96.

Triangto, M., 2005. Jalan Sehat dengan Sports Therapy. Seri Intisari Kesehatan.

Jakarta: PT Intisari Mediatama.

Walker, W.F. 1997. Anatomy and Dissection of The Rat. Third Edition. W.H.

Freeman and Company. New York.

Wajchenberg, B.L. 2000. Subcutaneous and Visceral Adipose Tissue: Their

Relation to The Metabolic Syndrome. Endocrine Reviews. 21: 697-738.

Wilmore, J.H. & Costill, D.L. 1994. Physiology of Sport and Exercise. Champain.

Human Kinetic Publissher Inc.

WHO. 1998. Obesity Preventing and Managing The Global Epidemic. Report of a

WHO Consultation on Obesity. Geneva, 3-5 June 1997.

Yin, G., Liu, Z. 2000. The Acupoints of The Fourteen Meridians and

Extraordinary Points. In: Advanced Modern Chinese Acupuncture Therapy.

First Edition. New World Press.

Yi, G., Tangping, X., Yanjun, X., 2001. A Study on Correlation Between

Meridian Activity and Ca in Peripheral Meridian Line. Qi Reaching to The

Page 107: i made purwahana

Affected Treatment. Abstract . Beijing-China. Academic Conference 10th

Anniversary of WFAS: 362.

Ziccardi, P., Nappo, F., Giugliano, G., Esposito, K., 2002. Reduction of

Inflammatory

Cytokine Concentration and Im[rovemnet of Endothelial Fundtions in Obese

Women after Weight Loss Over One Year. Circulation 105: 804-809.

Page 108: i made purwahana

Lampiran 1. Data Berat Badan Mencit HASIL BERAT BADAN MENCIT OBESITAS

NO. KODE SAMPEL PRE TEST grm

POST TEST grm

1. L1 33 30 2. L2 29 26 3. L3 28 26 4. L4 31 27 5. L5 29 27 6. L6 30 27 7. L7 29 26 8. L8 32 30 9. L9 27 23 10. L10 29 26 11. L11 34 31 12. A1 27 23 13. A2 25 22 14. A3 28 26 15. A4 25 23 16. A5 28 26 17. A6 27 24 18. A7 27 25 19. A8 28 26 20. A9 37 34 21. A10 28 25 22. A11 30 27 23. D1 28 25 24. D2 30 27 25. D3 29 26 26. D4 25 22 27. D5 26 22 28. D6 27 24 29. D7 35 32 30. D8 34 31 31. D9 34 31 32. D10 38 35 33. D11 28 25

Page 109: i made purwahana

Lampiran 3 Uji Normalitas Data

Tests of Normality

Kelompok

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statisti

c df Sig. Statisti

c df Sig. berat_badan_pre

Latihan intensitas sedang .218 11 .151 .916 11 .290

Akupunktur .253 11 .087 .877 11 .096 Diet energi rendah .170 11 .200* .943 11 .554

berat_badan_post

Latihan intensitas sedang .300 11 .066 .861 11 .059

Akupunktur .200 11 .200* .916 11 .286 Diet energi rendah .169 11 .200* .956 11 .718

IL_6_pre Latihan intensitas sedang .250 11 .053 .801 11 .070

Akupunktur .308 11 .055 .687 11 .057 Diet energi rendah .174 11 .200* .890 11 .139

IL_6_post Latihan intensitas sedang .301 11 .086 .817 11 .066

Akupunktur .324 11 .062 .617 11 .071 Diet energi rendah .304 11 .065 .730 11 .068

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Page 110: i made purwahana

Lampiran 4 Deskriptif Data Penelitian Pre-test dan Post-test Berat Badan...

N Mean Std.

Deviation Std.

Error

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound

Upper Bound

berat_badan_pre

Latihan intensitas sedang 11 29.0909 3.80669 1.14776 26.5335 31.6483

Akupunktur 11 27.3636 3.90571 1.17761 24.7397 29.9875 Diet energi rendah 11 29.0000 5.77927 1.74252 25.1174 32.8826

Total 33 28.4848 4.51471 .78591 26.8840 30.0857 berat_badan_post

Latihan intensitas sedang 11 26.1818 4.06984 1.22710 23.4477 28.9160

Akupunktur 11 24.8182 3.91965 1.18182 22.1849 27.4514 Diet energi rendah 11 26.0000 5.81378 1.75292 22.0943 29.9057

Total 33 25.6667 4.57347 .79614 24.0450 27.2884

Test of Homogeneity of Variances Levene

Statistic df1 df2 Sig. berat_badan_pre 2.092 2 30 .141 berat_badan_post 1.776 2 30 .187 Lampiran 5 Uji One Way Anova Pre-test dan Pos-test Berat Badan.

ANOVA

Page 111: i made purwahana

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

berat_badan_pre Between Groups 20.788 2 10.394 .494 .615 Within Groups 631.455 30 21.048 Total 652.242 32

berat_badan_post Between Groups 12.061 2 6.030 .275 .761 Within Groups 657.273 30 21.909 Total 669.333 32

Lampiran 6 Deskriptif Data Penelitian Pre-test dan Post-test IL-6.

N Mean Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound

Upper Bound

IL_6_pre Latihan intensitas sedang

11 1.6821E3 1685.22559

5.08115E2 549.9410 2814.2409

Akupunktur 11 1.3142E3 1604.77281

4.83857E2 236.0808 2392.2829

Diet energi rendah 11 4.8864E2 271.98025 82.00513 305.9175 671.3552

Total 33 1.1616E3 1404.34967

2.44466E2 663.6756 1659.5971

IL_6_post Latihan intensitas sedang

11 5.6973E2 478.32543 1.44221E2 248.3839 891.0707

Akupunktur 11 2.6945E2 160.17888 48.29575 161.8449 377.0642 Diet energi rendah 11 2.0573E2 63.63190 19.18574 162.9788 248.4758

Total 33 3.4830E2 326.74173 56.87843 232.4455 464.1606 .

Test of Homogeneity of Variances

Page 112: i made purwahana

Levene Statistic df1 df2 Sig.

IL_6_pre 4.370 2 30 .062 IL_6_post 18.239 2 30 .054 Lampiran 7 Uji One Way Anova Pre-test dan Post-test IL-6.

ANOVA Sum of

Squares df Mean

Square F Sig. IL_6_pre Between Groups 8217792.54

5 2 4108896.273 2.246 .123

Within Groups 5.489E7 30 1829751.436 Total 6.311E7 32

IL_6_post

Between Groups 831309.879 2 415654.939 4.824 .015 Within Groups 2585015.09

1 30 86167.170

Total 3416324.970 32

Lampiran 8 Uji Least Significant Difference

Multiple Comparisons LSD

Dependent Variable

(I) Kelompok (J) Kelompok

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound

Upper Bound

IL_6_post Latihan intensitas sedang

Akupunktur 300.27273* 1.25167E2 .023 44.6478 555.8977

Diet energi rendah 364.00000* 1.25167E2 .007 108.375

0 619.625

0 Akupunktur Latihan

intensitas sedang

-300.27273* 1.25167E2 .023

-555.897

7

-44.6478

Page 113: i made purwahana

Diet energi rendah 63.72727 1.25167E2 .614

-191.897

7

319.3522

Diet energi rendah

Latihan intensitas sedang

-364.00000* 1.25167E2 .007

-619.625

0

-108.375

0 Akupunktur

-63.72727 1.25167E2 .614 -

319.3522

191.8977

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Lampiran 9 Uji Paired T-test. T-Test Kelompok = Diet energi rendah

Paired Samples Statisticsa

Mean N Std. Deviation Std. Error

Mean Pair 1 berat_badan_pre 29.0000 11 5.77927 1.74252

berat_badan_post 26.0000 11 5.81378 1.75292 a. Kelompok = Diet energi rendah

Paired Samples Correlationsa N Correlation Sig. Pair 1 berat_badan_pre &

berat_badan_post 11 .997 .000

Page 114: i made purwahana

Paired Samples Correlationsa N Correlation Sig. Pair 1 berat_badan_pre &

berat_badan_post 11 .997 .000

a. Kelompok = Diet energi rendah

Paired Samples Testa Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Std. Deviatio

n

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Pair 1 berat_badan_pr

e berat_badan_post

3.00000 .44721 .13484 2.69956 3.30044 22.24

9 10 .000

a. Kelompok = Diet energi rendah

Kelompok = Akupunktur

Paired Samples Statisticsa

Mean N Std. Deviation Std. Error

Mean

Page 115: i made purwahana

Pair 1 berat_badan_pre 27.3636 11 3.90571 1.17761 berat_badan_post 24.8182 11 3.91965 1.18182

a. Kelompok = Akupunktur

Paired Samples Correlationsa N Correlation Sig. Pair 1 berat_badan_pre &

berat_badan_post 11 .991 .000

a. Kelompok = Akupunktur

Paired Samples Testa Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Pair 1 berat_badan_pre

– berat_badan_post

2.54545 .52223 .15746 2.19461 2.89630 16.16

6 10 .000

a. Kelompok = Akupunktur

Page 116: i made purwahana

Kelompok = Latihan intensitas sedang

Paired Samples Statisticsa

Mean N Std. Deviation Std. Error

Mean Pair 1 berat_badan_pre 29.0909 11 3.80669 1.14776

berat_badan_post 26.1818 11 4.06984 1.22710 a. Kelompok = Latihan intensitas sedang

Paired Samples Correlationsa N Correlation Sig. Pair 1 berat_badan_pre &

berat_badan_post 11 .986 .000

a. Kelompok = Latihan intensitas sedang

Paired Samples Testa Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Pair 1 berat_badan_pre

- berat_badan_post

2.90909 .70065 .21125 2.43839 3.37979 13.7

71 10 .000

a. Kelompok = Latihan intensitas sedang

Page 117: i made purwahana
Page 118: i made purwahana

T-Test Kelompok = Diet energi rendah

Paired Samples Statisticsa

Mean N Std. Deviation Std. Error

Mean Pair 1 IL_6_pre 4.8864E2 11 271.98025 82.00513

IL_6_post 2.0573E2 11 63.63190 19.18574 a. Kelompok = Diet energi rendah

Paired Samples Correlationsa N Correlation Sig. Pair 1 IL_6_pre & IL_6_post 11 .533 .092 a. Kelompok = Diet energi rendah

Paired Samples Testa Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Std. Deviatio

n

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Pair 1 IL_6_pre -

IL_6_post 2.82909E2

244.09525

73.59749

118.92367

446.89451 3.844 10 .003

a. Kelompok = Diet energi rendah

Kelompok = Akupunktur

Paired Samples Statisticsa

Mean N Std. Deviation Std. Error

Mean Pair 1 IL_6_pre 1.3142E3 11 1604.77281 483.85721

IL_6_post 2.6945E2 11 160.17888 48.29575

Page 119: i made purwahana

Paired Samples Statisticsa

Mean N Std. Deviation Std. Error

Mean Pair 1 IL_6_pre 1.3142E3 11 1604.77281 483.85721

IL_6_post 2.6945E2 11 160.17888 48.29575 a. Kelompok = Akupunktur

Paired Samples Correlationsa N Correlation Sig. Pair 1 IL_6_pre & IL_6_post 11 .823 .002 a. Kelompok = Akupunktur

Paired Samples Testa Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Std. Deviatio

n

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Pair 1 IL_6_pre

- IL_6_post

1.044 73E3

1475.73962

444.95224

53.31191

2036.14264 2.348 10 .041

a. Kelompok = Akupunktur

Kelompok = Latihan intensitas sedang

Paired Samples Statisticsa

Mean N Std. Deviation Std. Error

Mean Pair 1 IL_6_pre 1.6821E3 11 1685.22559 508.11463

IL_6_post 5.6973E2 11 478.32543 144.22054 a. Kelompok = Latihan intensitas sedang

Paired Samples Correlationsa N Correlation Sig.

Page 120: i made purwahana

Pair 1 IL_6_pre & IL_6_post 11 .878 .000 a. Kelompok = Latihan intensitas sedang

Paired Samples Testa Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Pair 1 IL_6_pre

– IL_6_post

1.11236E3

1285.60976

387.62593

248.67925

1976.04802 2.870 10 .017

a. Kelompok = Latihan intensitas sedang

Page 121: i made purwahana

Lampiran 10 Foto-foto Penelitian.

Gambar 6. Mencit coba sedang ditimbang berat badannya.

Gambar 7. Mencit jantan obese usia 4 bulan di kandangnya.

Page 122: i made purwahana

Gambar 8. Pengambilan darah mencit di ambil dari sinus Orbitalis.

Gambar 9. Pengumpulan darah mencit dengan pipet kapiler hematokrit non heparin di simpan dalam tabung Evendorf.

Page 123: i made purwahana

Gambar 10. Mencit coba sedang direnangkan/latihan.

Page 124: i made purwahana

Gambar 11. Posisi jarum di titik Akupunktur No. 43.

Gambar 12. Posisi jarum tekan(press needle) di titik akupunktur telinga mencit

Gambar 13. Posisi mencit di letakkan berjajar selama perlakuan

Page 125: i made purwahana

Gambar 14. Jarum Tekan(press needle) dan Jarum Akupunktur 38 G, 7 mm.

Gambar 15. Petugas sedang mempersiapkan mencit utk diberi perlakuan

Page 126: i made purwahana

Gambar 16. Kit Sandwich ELISA untuk pemeriksaan IL-6 mencit.

Gambar 17. Serum mencit yang sedang diperiksa di laboratorium

Page 127: i made purwahana