Top Banner
TESIS ANGKA CD4 NADIR RENDAH ≤ 200 SEL/µL SEBAGAI FAKTOR RISIKO NYERI NEUROPATIK PADA PENDERITA HUMAN IMUNODEFICIENCY VIRUS DI RSUP SANGLAH DENPASAR I MADE DOMY ASTIKA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
116

i made domy astika

Dec 31, 2016

Download

Documents

doannhi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: i made domy astika

TESIS

ANGKA CD4 NADIR RENDAH ≤ 200 SEL/µL SEBAGAIFAKTOR RISIKO NYERI NEUROPATIK PADA

PENDERITA HUMAN IMUNODEFICIENCY VIRUSDI RSUP SANGLAH DENPASAR

I MADE DOMY ASTIKA

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR2014

Page 2: i made domy astika

TESIS

ANGKA CD4 NADIR RENDAH ≤200 SEL/µL SEBAGAIFAKTOR RISIKO NYERI NEUROPATIK PADA

PENDERITA HUMAN IMUNODEFICIENCY VIRUSDI RSUP SANGLAH DENPASAR

I MADE DOMY ASTIKANIM 0914068201

PROGRAM MAGISTERPROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

Page 3: i made domy astika

UNIVERSITAS UDAYANADENPASAR

2014ANGKA CD4 NADIR RENDAH ≤200 SEL/µL SEBAGAI

FAKTOR RISIKO NYERI NEUROPATIK PADAPENDERITA HUMAN IMUNODEFICIENCY VIRUS

DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAHDENPASAR

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magisterpada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik

Program Pascasarjana Universitas Udayana

I MADE DOMY ASTIKANIM 0914068201

PROGRAM MAGISTER

Page 4: i made domy astika

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIKPROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANADENPASAR

2014

TESIS INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL 17 APRIL 2014

Pembimbing I,

Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, SpS(K)NIP 195902151985102001

Pembimbing II,

Dr. dr. Thomas Eko Purwata, Sp.S(K)NIP 195610101983121001

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu BiomedikProgram PascasarjanaUniversitas Udayana

Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACSNIP 194612131971071001

DirekturProgram PascasarjanaUniversitas Udayana,

Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K)NIP 195902151985102001

Page 5: i made domy astika

Tesis Ini Telah Diuji pada

Tanggal 17 April 1014

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana no. : 951/UN.14.4/HK/2014

Ketua : Prof. Dr. dr. A.A. Raka sudewi, SpS (K)

Sekretaris : Dr. dr. Thomas Eko Purwata, Sp.S(K)

Anggota :

1. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D

2. dr. IGN. Purna Putra, Sp.S(K)

3. dr. I Made Oka Adnyana, Sp.S(K)

Page 6: i made domy astika

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapanIda Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, karena atas asung waranugraha-Nya maka tesis ini dapat diselesaikan sebagai persyaratan untukmendapatkan gelar dokter spesialis saraf

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yangsebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K), pembimbingutama penelitian dan Dr. dr. Thomas Eko Purwata selaku pembimbing II yang denganpenuh perhatian dan kesabaran telah memberikan dorongan, semangat, bimbingandan saran selama penulis mengikuti pendidikan, khususnya dalam menyelesaikantesis ini. Terimakasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada dr. I Made OkaAdnyana, Sp.S(K), Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu PenyakitSaraf FK UNUD/ RSUP Sanglah atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepadapenulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Pendidikan Dokter Spesialis I IlmuPenyakit Saraf FK UNUD/RSUP Sanglah

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada RektorUniversitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD(KEMD), atas kesempatandan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikanPendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Penyakit Saraf FK UNUD/RSUP Sanglah.Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Dekan Fakultas KedokteranUniversitas Udayana Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT(K) MKes, atas ijin yangdiberikan kepada penulis untuk mengikuti Pendidikan Dokter Spesialis I IlmuPenyakit Saraf FK UNUD/RSUP Sanglah. Ungkapan terimakasih juga penulissampaikan kepada Direktur Utama RSUP Sanglah Denpasar dr. I Wayan Sutarga,MPH atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan. Terimakasih sebesar-besarnyapenulis sampaikan kepada Kepala Bagian/ SMF Ilmu Penyakit Saraf FKUNUD/RSUP Sanglah Dr. dr. D.P.G. Purwa Samatra, Sp.S(K), atas kesempatan danfasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikanPendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Penyakit Saraf FK UNUD/RSUP Sanglah.Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ketua TKPPPDS I FK UNUD/ RSUP Sanglah, dr. Wayan Kondra, Sp.S(K), Ketua LitbangBagian/ SMF Ilmu Penyakit Saraf FK UNUD/RSUP Sanglah, Dr. dr. Thomas EkoPurwata, Sp.S(K), atas segala dorongan, bimbingan dan saran yang sangat berartibagi penulis selama mengikuti pendidikan ini. Terimakasih yang sebesar-besarnyajuga penulis haturkan kepada Kepala Divisi Tropik Bagian/ SMF Ilmu penyakitDalam FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar, Prof. Dr. dr. Ketut Tuti Parwati Merati,Sp.PD(KPTI), yang telah memberikan ijin dan kesempatan untuk dilaksanakannyapenelitian ini di poliklinik VCT RSUP Sanglah Denpasar.

Page 7: i made domy astika

Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh supervisor diBagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf FK UNUD/ RSUP Sanglah, dr. A.A.B.N. Nuartha,Sp.S(K), dr. I.G.N. Budiarsa, Sp.S, dr. I.G.N. Purna Putra, Sp.S(K), dr. Anna MaritaGelgel, Sp.S(K), dr. A.A.A. Putri Laksmidewi, Sp.S(K), dr. I.B. Kusuma Putra, Sp.S,dr. I Komang Arimbawa, Sp.S, dr. A.A.A. Meidiary, Sp.S, dr. Desak Ketut IndrasariUtami, Sp.S, dr. Putu Eka Widyadharma, MSc, Sp.S, dr. Kumara Tini, Sp.S, dr. NiMade Susilawathi, Sp.S, dr. Ida Ayu Sri Indrayani, Sp.S yang telah memberikansegala arahan, dorongan, bimbingan dan saran selama penulis mengikuti pendidikanini.

Ungkapan terimakasih penulis tujukan kepada dr. Ni Ketut Ayu Sudiariani,Sp.S atas dorangan, motivasi dan doa spiritualnya selama saya mengikuti pendidikan.Ungkapan terimakasih penulis tujukan kepada dr. Dewa Ngurah Satriawan, dr.Yoanes, dr Ni Putu Witari, dr IGN Putra Martin Widanta, dr Ni Md Yuli Artini, drKhristi Handayani, dr Ernesta P. Ginting dan seluruh teman sejawat lainnya, pesertaPPDS I Ilmu Penyakit Saraf FK UNUD/RSUP Sanglah, atas kerjasama dan doronganselama penulis mengikuti pendidikan dan membantu pelaksanaan penelitian ini.Ucapan terimakasih juga penulis tujukan kepada seluruh peserta PPDS I IlmuPenyakit Saraf FK UNUD/RSUP Sanglah, atas kerjasama dan dorongan selamapenulis mengikuti pendidikan dan membantu pelaksanaan penelitian ini, tenagaparamedis dan non medis di bangsal dan poliklinik penyakit Saraf RSUP Sanglah,tenaga paramedis dan non medis di poliklinik VCT RSUP Sanglah atas jalinankerjasama, bantuan dan dorongan semangat selama penulis melaksanakan penelitianini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulusdisertai penghargaan kepada seluruh pasien HIV dan keluarganya atas bantuan dankerjasamanya selama melaksanakan penelitian ini. Akhirnya penulis menyampaikanterimakasih yang tulus kepada kedua orangtua yang saya cintai, I Wayan Suatra danNi Wayan Dastri; ayah dan ibu mertua yang saya hormati, Drs. I Nyoman Sutjahya,Ida Ayu Rupini, Spd; istri dan anak-anak tersayang, Pande Dwi Intan Cahyani, S.H.,Ni Putu Ardhia Pramesti Putri Astika dan I Made Dwi Pramastha Putra Astika, yangtelah memberikan semangat dan dorongan baik material maupun moral dengan penuhpengorbanan telah memberikan kepada penulis kesempatan untuk lebihberkonsentrasi menyelesaikan pendidikan ini.

Penulis telah berusaha membuat tesis ini dengan sebaik-baiknya namun tetapmenyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan baik dari aspek materi danpenyajiannya. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demiperbaikan tesis ini.

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa akan selalumelimpahkan karunia-NYA kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaandan penyelesaian tesis ini.

Page 8: i made domy astika

Jadilah sekeras batu dalam mendidik diri sendiri dan selembut air dalam melayaniorang lain (Gede Prama)

Page 9: i made domy astika

ABSTRAK

ANGKA CD4 NADIR RENDAH ≤ 200 SEL/µLSEBAGAI FAKTOR RISIKO NYERI NEUROPATIK

PADA PENDERITA HUMAN IMUNODEFICIENCY VIRUSDI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR

Neuropati perifer adalah komplikasi neurologi yang paling sering dijumpaipada pasien dengan HIV/AIDS. Angka CD4 nadir yang rendah diduga berperanterhadap timbulnya kejadian nyeri neuropatik pada penderita HIV. Angka CD4 nadiryang rendah menunjukkan adanya viral load yang tinggi. Penyebab utama terjadinyanyeri neuropatik adalah kerusakan saraf tepi karena virus itu sendiri melalui sistemimunitas atau karena obat ARV. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui CD4 nadirrendah sebagai faktor risiko nyeri neuropatik pada penderita HIV di RSUP Sanglah.

Penelitian ini merupakan penelitian kasus kontrol terhadap 66 penderita HIVyang menjalani pengobatan di poliklinik VCT RSUP Sanglah selama bulanNopember 2013 sampai Januari 2014. Subyek yang memenuhi kriteria eligibilitasdikelompokkan sebagai kasus dan kontrol masing-masing berjumlah 33 orang. Nyerineuropatik pada penderita HIV dinilai dengan Skala nyeri LANSS. Seluruh datadianalisis menggunakan SPSS 16.0 for windows. Data karakteristik dianalisis secaradeskriptif. Analisis bivariat untuk uji hipotesis variabel bebas dan variabel tergantungberskala nominal dengan metode Chi-Square. Tingkat hubungan antar variabel dinilaidengan Odds Ratio dan tingkat kemaknaan dengan α = 5%.

Hasil analisis data didapatkan penderita HIV dengan CD4 nadir ≤ 200 yangmengalami nyeri neuropatik sebanyak 27orang (81,8%) dengan karakteristik umurterbanyak pada kelompok ≥ 30 tahun yaitu 81,8% dan jenis kelamin terbanyak adalahperempuan (57,6%), sebagian besar ditemukan pada stadium HIV tinggi (stadium IIIdan IV) yaitu 90,9%. Lama menderita HIV ≤ 1 th sebanyak 75,8%, lama terapi ARV≤ 6 bulan sebanyak 63,6% dan tinggi badan < 170 cm sebanyak 72,7%. Padaanalisis bivariat didapatkan hubungan bermakna antara CD4 nadir ≤ 200 dengannyeri neuropatik pada penderita HIV (p<0,001) dengan OR 7,88; IK 95% (2,53-24,47).

Dapat disimpulkan bahwa CD4 nadir rendah ≤ 200 sel/µl sebagai faktor risikonyeri neuropatik pada penderita HIV di RSUP Sanglah.

Kata Kunci : HIV, CD4 nadir rendah, nyeri neuropatik

Page 10: i made domy astika

ABSTRACT

LOW NADIR CD4 ≤ 200 CELL/µl AS RISK FACTOR FOR NEUROPATHICPAIN IN HUMAN IMUNODEFICIENCY VIRUS PATIENT AT SANGLAH

GENERAL HOSPITAL DENPASAR

Peripheral neuropathy is a common neurological complication seen in patientwith HIV/AIDS. Low nadir CD4 presumably causes neuropathic pain in HIV patient.Low nadir CD4 corelates to high viral load. Main cause of neuropathic pain isperipheral nerve damage caused by the virus itself through immune system or ARVtherapy. This study was aimed at testing that low nadir CD4 was a risk factor forneuropathic pain on HIV patient at Sanglah General Hospital Denpasar.

This was a case control study enrolled in 66 HIV patients admitted to VCTclinic at Sanglah General Hospital in December 2013 until February 2014. Eligiblepatients categorized as case and control group, each of which included 33 patients.LANSS pain scale was applied to measure neuropathic pain in HIV patients. All dataanalyzed with SPSS 16.0 for Windows. Characteristic data analyzed by descriptivemethod. Bivariate analysis for independent and dependent variable was performedusing Chi square test. Level of significance described using Odds Ratio, withsignificance level α = 5%.

There was 27 (81,8%) HIV patient with nadir CD4 ≤ 200 who hadneuropathic pain,with the most affected ones are patients ≥ 30 years old (81,8%) andmostly female (57,6%). High stage HIV (stage III and IV) patients were 90,9%,duration infected with HIV ≤ 1 years was 75,8%, duration on ARV treatment ≤ 6months was 63,6%, and body height < 170 cm was 72,7%. In bivariate analyze, therewas significant relationship between nadir CD4 ≤ 200 and incidence of neuropathicpain on HIV patients (p<0,001) with OR 7,88; CI 95% (2,53-24,47).

In conclusion, nadir CD4 ≤ 200 cell/µl was a risk factor for neropathic pain inHIV patients at Sanglah General Hospital Denpasar.

Keywords : HIV, low nadir CD4, neuropathic pain

Page 11: i made domy astika

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ……………………………………………………… i

PRASYARAT GELAR …………………………………………………. ii

LEMBAR PERSETUJUAN ……………………………………............. iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI…………………………………….. iv

UCAPAN TERIMA KASIH ……………………………………………. v

ABSTRAK ………………………………………………………………. viii

ABSTRACT …………………………………………………………….. ix

DAFTAR ISI………………………………………………….................. x

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………. xiii

DAFTAR SINGKATAN ………………………………………………… xiv

DAFTAR TABEL……………………………………………………… xvii

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………….... xviii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………... 1

1.1 Latar Belakang Masalah............................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 7

1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................... 7

1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................... 7

1.4.1 Manfaat ilmiah ......................................................... 7

1.4.2 Manfaat praktis ........................................................ 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA....................................................................... 9

2.1 Neuropati Sensorik HIV ............................................................ 9

2.3.1 Definisi ................................................................... 9

2.3.2 Gambaran klinis ...................................................... 10

2.3.3 Gambaran patologi ................................................. 11

2.2 Patofisiologi Neuropati Sensorik HIV ...................................... 13

2.2.1 Aktivasi makrofag .................................................. 13

Page 12: i made domy astika

2.2.2 Peranan gp120 ........................................................ 14

2.3 Patofisiologi Nyeri pada Neuropati Sensorik HIV.................... 15

2.4 Angka CD4 Sebagai Faktor Risiko Nyeri Neuropatik .............. 18

2.5 Penilaian Nyeri Neuropatik Pada Penderita HIV.................... 25

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS…….. 27

3.1 Kerangka Berpikir...................................................................... 27

3.2 Konsep ....................................................................................... 29

3.3 Hipotesis Penelitian ................................................................... 30

BAB IV METODE PENELITIAN .............................................................. 31

4.1 Rancangan Penelitian ................................................................. 31

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 32

4.3 Ruang Lingkup Penelitian.......................................................... 32

4.4.Populasi dan Sampel Penelitian ................................................. 32

4.4.1 Populasi target........................................................... 32

4.4.2 Populasi terjangkau ................................................... 32

4.4.3 Kriteria sampel .......................................................... 32

4.4.3.1 Kriteria kasus ............................................ 32

4.4.3.2 Kriteria kontrol........................................... 33

4.4.3.3 Kriteria eksklusi kasus dan kontrol ............ 33

4.4.4 Besar sampel ............................................................. 33

4.4.5 Teknik pengambilan sampel ..................................... 34

4.5 Variabel Penelitian..................................................................... 34

4.6 Definisi Operasional Variabel.................................................... 34

4.7 Alat Pengumpul Data ................................................................. 36

4.8 Prosedur Penelitian .................................................................... 37

4.9 Pengolahan dan Analisa Data .................................................... 38

BAB V HASIL PENELITIAN………………………………………….. 39

5.1 Uji Normalitas……... ………………………………………….. 39

5.2 Karakteristik Demografi……………………...…………………... 40

Page 13: i made domy astika

5.3 Hubungan antara CD4 nadir rendah dengan Nyeri Neuropatik

pada penderita HIV……………………………………………. 43

BAB VI PEMBAHASAN ………………………………………………... 44

6.1 Karakteristik Demografi…………………………………………... 44

6.2 Hubungan antara Angka CD4 nadir dengan Gangguan Nyeri

Neuropatik pada Penderita HIV…………………………………. 49

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN…………………………………… 55

7.1 Simpulan…………………………………………………………. 55

7.2 Saran……………………………………………………………... 55

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….. 57

LAMPIRAN-LAMPIRAN…………………………………………………. 66

Page 14: i made domy astika

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Tipe Neuropati Pada Penderita HIV/AIDS .......................... 10

Gambar 2.2 Ganglion Radiks Dorsalis Pada DSP.................................... 12

Gambar 2.3 Patogenesis Kerusakan Saraf Perifer oleh HIV.................... 15

Gambar 2.4 Model Hipotetik Patogenesis Nyeri pada DSP..................... 18

Gambar 2.5 Jumlah CD4, Viral Load dan Perjalanan Infeksi HIV.......... 20

Gambar 2.6 Jalur Ekstrisik dan Intrinsik Apoptosis Sel Limfosit CD4... 21

Gambar 3.1 Bagan Kerangka Berpikir ..................................................... 27

Gambar 3.2 Konsep Penelitian................................................................. 29

Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian Kasus-Kontrol....................... 31

Gambar 4.2 Bagan Alur Penelitian .......................................................... 37

Page 15: i made domy astika

DAFTAR SINGKATAN

ADCC : Antibody Dependent Cellular Cytotoxicity

AIDS : Acquired Immune Deficiency Syndrome

ALLRT : ACTG Longitudinal Linked Randomized trials

APAF : Apoptotic Protease Activating Factor

ARV : Anti Retroviral

BAX : BCL2 Associated X Protein

BCL-2 : B Cell Lymphoma Protein 2

BPNS : Brief Peripheral Neuropathy Screening

Caspase : Cysteinyl Aspartic Acid Protease

CCR5 : CC Chemokine Receptor 5

CTL : Cytotoxic T Lymphocyte

CXCR4 : CXC Chemokine Receptor 4

CD4 : Cluster of Differentiation 4

ddC : Zalcitabine

ddI : Didanosine

d4T : Stavudine

DNA : Deoxyribo Nucleic Acid

Page 16: i made domy astika

DRG : Dorsal Root Ganglion

DSP : Distal Sensory Polineuropathy

EMG : Electromyographi

FADD : Fas-Associated Death Domain

FasL : Fas Ligand

gp120 : glycoprotein120

HAART : Highly Active Anti-retroviral Theraphy

HAD : HIV Associated Dementia

HAND : HIV-Associated Neurocognitive Disorder

HIV : Human Immunodeficiency Virus

HIV-SN : HIV Associated Sensory Neuropathy

HOPS : HIV Outpatient Study

IASP : International Association for the Study of Pain

Kca : Calcium-Activated Potassium

LANSS : Leed Assessment of Neuropathic Symptoms and Sign

MACS : Multicenter AIDS Cohort Study

MND : Mild Neurocognitive Disorder

mtDNA : mitochondrial DNA

Nef : The Negative Effector

Page 17: i made domy astika

NRTI : Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor

NNRTI : Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors

PGP 9.5 : Protein Gene Product 9.5

PTPC : Permeability Transition Pore Complex

PY : Person years

RANTES : Regulated on Activation, Normal T cells Expressed and

Secreted

RCT : Randomized clinical trial

RNA : Ribonucleic Acid

SPNS : Subjective Peripheral Neuropathy Screen

SSP : Susunan Saraf Pusat

Tat : The Transactivator of Transcription

TCR : T Cell Receptor

3TC : Lamivudine

TNF-α : Tumor Necrosis Factor Alpha

VCT : Voluntary Counseling and Testing

Vpr : Viral protein R

WHO : World Health Organization

Page 18: i made domy astika

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 5.1 Uji Normalitas……………………………….. 39

Tabel 5.2 Karakteristik Demografi…………………….. 42

Tabel 5.3 Analisis Bivariat CD4 nadir rendah sebagai

faktor risiko nyeri neuropatik………………. 43

Page 19: i made domy astika

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Penjelasan dan Form Persetujuan Penelitian ....................... 66

Lampiran 2 Kuisioner Penelitian ............................................................ 68

Lampiran 3 Skala Nyeri LANSS ............................................................ 70

Lampiran 4 Keterangan Kelaikan Etik.................................................... 73

Lampiran 5 Surat Ijin dari RSUP Sanglah .............................................. 74

Lampiran 6 Daftar sampel penelitian………………………………….. 75

Lampiran 7 Analisis SPSS 16 ................................................................. 81

Page 20: i made domy astika

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Infeksi human immunodeficiency virus (HIV) telah menjadi epidemi di

seluruh dunia termasuk Indonesia. Departemen Kesehatan RI melaporkan jumlah

kasus acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) secara kumulatif pada 33

propinsi dan 300 kabupaten/kota di Indonesia hingga 31 Desember 2012 sebanyak

39.434 kasus dengan 3.541 kasus di antaranya merupakan kasus baru, sedangkan

sejak 1 April 1987 jumlah kasus kumulatif HIV sebanyak 92.251 dengan 15.572

kasus baru, sedangkan jumlah kematian sebanyak 7.293 kasus. Angka kumulatif

kasus AIDS nasional adalah 16,59 per 100.000 penduduk dan Bali menempati urutan

kedua yaitu 4,6 kali angka nasional. Untuk propinsi Bali kota Denpasar menempati

urutan pertama dengan jumlah kumulatif kasus AIDS 1.292 dan HIV sebanyak 1.319

kasus (Depkes, 2012).

Susunan saraf pusat (SSP) dan perifer dapat mengalami gangguan/kerusakan

pada fase awal maupun lanjut akibat infeksi HIV. Konsekuensi neurologis infeksi

HIV dapat dibedakan menjadi kelainan primer dan sekunder. Komplikasi neurologis

primer mencakup dimensia pada usia dewasa, ensefalopati pada anak, mielopati yang

berhubungan HIV dan polineuropati perifer distal. Kelainan sekunder disebabkan

oleh infeksi oportunistik akibat imunosupresi oleh virus HIV. Komplikasi pada SSP

Page 21: i made domy astika

berupa gangguan fungsi kognitif pada penderita HIV sering terjadi (Verma dkk,

2004; Gonzales-Duarte dkk, 2006). Insiden HIV-associated neurocognitive disorder

(HAND) paling berat yaitu HIV-associated dementia (HAD) mengalami penurunan

setelah digunakannya antiretroviral (ARV) sedangkan prevalensi gangguan

neurokognitif ringan berupa Mild Neurocognitive Disorder (MND) semakin

meningkat yaitu berkisar 51,5% (Robertson dkk, 2009; Ciccarelli dkk, 2010).

Sedangkan HIV associated sensory neuropathy (HIV-SN), merupakan komplikasi

pada sistem saraf perifer yang sering terjadi (Keswani dkk, 2002).

Virus HIV terdiri dari dua tipe, HIV-1 dan HIV-2, dan infeksi pada manusia

terutama adalah HIV-1. HIV-1 adalah virus HIV yang pertama diidentifikasi oleh

Luc Montainer di Institut Pasteur, Paris tahun 1983. Karakteristik virus sepenuhnya

diketahui oleh Robert Gallo di Washington dan Jay Levy di San Fransisco tahun

1984. HIV-2 berhasil diisolasi dari pasien di Afrika Barat tahun 1986 (Nasronudin,

2007). Pasien dengan HIV-1 positif sering mengalami komplikasi sistem saraf, baik

pusat maupun perifer yaitu sekitar 35-63%. Neuropati perifer merupakan bentuk

komplikasi neurologis tersering dari infeksi HIV-1(Verma dkk, 2004; Nicholas dkk,

2007). Sekitar 30-60% infeksi HIV-1 mengalami neuropati perifer secara klinis dan

bahkan pada otopsi orang yang meninggal dengan AIDS terdapat bukti kelainan saraf

perifer sampai mendekati 100% (Ferrari dkk, 2006; Kamerman dkk, 2012).

Page 22: i made domy astika

Nyeri, rasa seperti terbakar pada telapak tangan dan kaki serta hiperalgesia

merupakan gambaran Distal sensory polineuropathy (DSP) tipe painful (gejala

sensoris positif) sedangkan rasa tebal dan hipoalgesia merupakan gambaran DSP tipe

painless (gejala sensoris negatif). DSP dapat juga terjadi bersamaan dengan bentuk

gangguan neurologis terkait HIV-1 lainnya seperti mielopati dan demensia. Meski

kondisi ini tidak membahayakan nyawa, tetapi secara bermakna dapat mempengaruhi

kualitas hidup pasien (Verma dkk, 2004).

Patofisiologi neuropati HIV-1 belum diketahui dengan pasti. Toksisitas

protein virus HIV-1, respon imun terhadap virus dan kerusakan mitokondria akibat

pemakaian obat antiretroviral khususnya nucleoside reverse trancriptase inhibitor

(NRTI) semuanya berpotensi neurotoksik. Ketiga faktor ini baik secara sendiri

maupun kombinasi merupakan mediator terpenting untuk terjadinya neuropati HIV

(Gonzales-Duarte dkk, 2007; Kamerman dkk, 2012).

Pemeriksaan penunjang neuropati antara lain adalah electromyografi (EMG),

biopsi saraf suralis, punch skin biopsies yang dikatakan mudah, valid dan secara

diagnosis dikatakan berguna namun bersifat invasif (Cherry dan Wesselingh, 2003).

Pemeriksaan neurofisiologi rutin tidak dapat menyediakan petunjuk yang bermakna

untuk diagnosis neuropati ini. Studi konduksi saraf sensorik biasanya dikerjakan

untuk dapat mengevaluasi polineuropati serabut saraf diameter besar yang

berselubung mielin, tetapi hasilnya sering normal pada small fiber neuropathy. Biopsi

kulit untuk menentukan densitas serat saraf intraepidermal saat ini menjadi tes

Page 23: i made domy astika

diagnostik yang reliabel untuk pasien dengan small fiber sensory neuropathy.

Penurunan densitas serabut saraf intraepidermal berhubungan dengan meningkatnya

nyeri neuropatik, menurunnya angka CD4, dan peningkatan viral load plasma pada

neuropati HIV (Polydefkis dkk, 2002).

Alat diagnostik yang tidak bersifat invasif adalah skala nyeri Leed

Assessment of Neuropathic Symptoms and Sign (LANSS) yang bermanfaat

memberikan informasi pada kondisi klinis dan membantu membedakan nyeri

nosiseptif dengan nyeri neuropatik berdasarkan gambaran sensorik dan pemeriksaan

bedside, dan memberikan informasi yang cepat (Martinez-Lavin dkk, 2003). Skala

nyeri LANSS merupakan alat untuk menilai nyeri neuropatik yang memiliki

sensitivitas 85% dan spesifisitas yang cukup tinggi yaitu 80% (Bennet, 2001).

Penanda imunosupresi tingkat lanjut seperti viral load plasma HIV yang

tinggi dan menurunnya limfosit cluster of differentiation 4 (CD4) yang mengenai

hampir sepertiga pasien yang terinfeksi HIV sering dihubungkan dengan kejadian

neuropati HIV. Hal ini sering terjadi sebelum penggunaan highly active anti-

retroviral theraphy (HAART). Usia tua juga dapat meningkatkan risiko nyeri

neuropatik (Pettersen dkk, 2006; Nakamoto dkk, 2010). Usia berbanding lurus

dengan viral load yang lebih tinggi. Usia juga berhubungan dengan gangguan imun

berupa penurunan angka CD4, penurunan respon proliferatif sel T, dan menurunnya

kemampuan untuk berespons terhadap patogen (Keswani dkk, 2005). Morgello dkk.

(2004) menjelaskan bahwa kejadian neuropati didapatkan lebih banyak laki-laki

Page 24: i made domy astika

dibandingkan wanita. Nyeri neuropatik juga sering terjadi pada HIV stadium lanjut.

Semakin meningkatnya stadium HIV sering diikuti oleh infeksi oportunistik yang

menunjukkan rendahnya kadar CD4 dan meningkatnya viral load. Nyeri neuropatik

juga sering ditemukan pada penderita dengan jumlah sel CD4 yang mencapai kadar

<50 sel/µl (Smyth dkk, 2007). Meningkatnya tinggi badan (p=0,001) secara

independen dikaitkan dengan kejadian neuropati. Tinggi badan dengan cut offs ≥ 170

cm diprediksi dapat mengalami neuropati HIV (Cherry dkk, 2009).

Penelitian yang dilakukan Imran dkk. (2005) di RSCM Jakarta terhadap 72

pasien dengan infeksi HIV-1 dengan usia antara 21-45 tahun diperoleh bukti adanya

DSP secara klinis maupun elektrodiagnostik terjadi pada 20,8% pasien. Kondisi ini

berhubungan signifikan dengan angka CD4 rendah (p=0,002).

Penelitian mengenai hubungan antara jumlah CD4 dengan derajat DSP pada

penderita HIV/AIDS dengan menggunakan Subjective Peripheral Neuropathy Screen

(SPNS) dilakukan di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dan

jejaringnya mulai bulan September sampai dengan Desember 2012. Dengan uji chi-

square didapatkan hubungan yang bermakna pada jumlah CD4 terhadap derajat klinis

DSP (p < 0,05), dan disimpulkan bahwa makin rendah jumlah CD4 (< 200 sel/µl)

makin berat derajat klinis DSP yang dialami oleh penderita HIV/AIDS (Sompa dkk,

2012).

Page 25: i made domy astika

Perkiraan yang akurat mengenai insiden neuropati perifer yang simptomatik

yang berhubungan dengan pemakaian NRTI masih terbatas, tetapi diperkirakan

memiliki rentang antara 10-50% setelah 1 tahun penggunaan ARV dan lebih dari

50% setelah 2 tahun terpapar terhadap obat-obatan NRTI yang lebih neurotoksik

(Kalianpur dan Hulgan, 2009).

Satu studi potong lintang pasien AIDS yang menjalani rawat inap di rumah

sakit umum San Fransisco pada awal tahun 1980-an menunjukkan bahwa 13 dari 37

pasien (35%) menunjukkan bukti DSP secara klinis maupun elekrofisiologis. Data

insiden dari Multicenter AIDS Cohort Study (MACS) pada era sebelum penggunaan

HAART memperkirakan insiden tahunan neuropati HIV sebesar 7% pada penderita

dengan CD4 < 200 sel/µl. Namun seberapa rendah angka CD4 nadir sebagai faktor

risiko nyeri neuropatik masih kontroversial karena Evans dkk. (2011) mendapatkan

kejadian DSP simptomatik pada penderita HIV sebanyak 70,3% dengan CD4 >200

sel/µl, sedangkan Oshinaike dkk. (2012) menyatakan jumlah sel CD4 yang rendah

tidak berhubungan dengan peningkatan risiko nyeri neuropatik. Lebih dari 34%

anak-anak yang terinfeksi HIV-1 mengalami DSP walaupun terdapat kecenderungan

tidak separah penderita dewasa (Keswani dkk, 2002; MacArthur dkk, 2005).

Rekomendasi pemberian ARV pada penderita HIV dengan angka CD4 < 200

sel/µl menyebabkan terjadinya peningkatan angka CD4 current. Pemberian ARV

menyebabkan peningkatan angka CD4 sehingga angka CD4 saat ini (CD4 current)

kurang berguna sebagai biomarker klinis untuk menentukan status kelainan

Page 26: i made domy astika

neurologis. Angka CD4 terendah yang pernah terjadi (CD4 nadir) mungkin dapat

sebagai suatu marker penting yang menunjukkan keparahan penyakit yang terjadi

sebelumnya (Valcour dkk, 2006).

Sampai saat ini belum didapatkan penelitian tentang hubungan antara angka

CD4 nadir rendah ≤ 200 sel/µl terhadap nyeri neuropatik pada penderita HIV di

RSUP Sanglah, Denpasar.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah angka CD4 nadir rendah ≤ 200 sel/µl merupakan faktor risiko nyeri

neuropatik pada penderita HIV ?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui angka CD4 nadir rendah ≤ 200 sel/µl sebagai faktor risiko

nyeri neuropatik pada penderita HIV.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat ilmiah

Untuk mendapatkan data mengenai angka CD4 nadir rendah ≤ 200 sel/µl

meningkatkan risiko nyeri neuropatik pada komunitas penderita HIV di RSUP

Sanglah Denpasar.

Page 27: i made domy astika

1.4.2 Manfaat praktis

Dengan mengetahui angka CD4 nadir rendah ≤ 200 sel/µl sebagai faktor

risiko nyeri neuropatik pada penderita HIV diharapkan dapat dilakukan upaya deteksi

dini dan penatalaksanaan optimal sehingga dapat mencegah terjadinya nyeri

neuropatik dan komplikasi lebih lanjut pada penderita HIV.

Page 28: i made domy astika

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Neuropati Sensorik HIV

2.1.1 Definisi

Neuropati HIV merupakan komplikasi pada sistem saraf perifer dengan

bentuk yang paling sering terjadi adalah DSP. DSP merupakan neuropati sensorik

tipe aksonal terutama mengenai serabut saraf kecil (small fiber) dan sebagian besar

ditandai oleh gejala sensorik, mencakup nyeri yang timbul bisa secara spontan

ataupun provokasi dengan penyebab subakut maupun kronis yang biasanya

berkembang selama stadium lanjut dari AIDS. DSP dengan gejala nyeri menjadi

lebih sering ditemukan pada imunosupresi tingkat lanjut dan meningkatnya replikasi

virus disamping penggunaan kombinasi dideoxynukleosida (Pardo dkk, 2001;

Luciano dkk, 2003).

Neuropati perifer pada HIV dapat terjadi dalam beberapa bentuk, dan dapat

dibedakan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan. Selain DSP bentuk

neuropati lainnya dapat berupa mononeuropati yang hanya mengenai satu

ekstremitas. Mononeuropati multipel mengenai saraf secara multipel dalam bentuk

yang asimetris, keterlibatan pleksus brakhialis, atau keterlibatan seluruh tubuh seperti

yang terlihat pada inflammatory demyelinating polyneuropathy yang juga dikenal

sebagai sindrom Guillain-Barre (Gonzales-Duarte, 2006).

Page 29: i made domy astika

Gambar 2.1.

Tipe Neuropati pada Penderita HIV/AIDS (Gonzales-Duarte, 2006)

2.1.2 Gambaran klinis

Gambaran klinis DSP dengan gejala sensoris positif berupa rasa nyeri. Nyeri

terjadi secara bilateral dengan onset yang terjadi secara perlahan dan sering

digambarkan sebagai rasa kesemutan dan sensasi seperti rasa terbakar pada

ekstremitas bawah secara simetris terutama pada telapak kaki, sering memberat pada

malam hari atau setelah berjalan tanpa kelemahan otot-otot yang bermakna. Pasien

juga sering mengalami hiperalgesia dan alodinia (Abrams dkk, 2007). Kaki peka

terhadap sentuhan, memakai sepatu terasa nyeri dan gaya berjalan menjadi antalgic.

Keterlibatan ekstremitas atas mengikuti seiring bertambahnya progresifitas penyakit

(distribusi sarung tangan dan kaos kaki). Pemeriksaan neurologis menunjukkan

menurunnya refleks tendon khususnya ankle, menurunnya sensasi tusukan dan

peningkatan ambang vibrasi ektremitas bawah. DSP merupakan diagnosis klinis,

Page 30: i made domy astika

tetapi pada pasien dengan infeksi HIV-1 stadium lanjut, penentuan densitas serabut

saraf epidermal berkorelasi dengan tingkat keparahan DSP secara klinis dan

elektrofisiologis (Gonzales-Duarte, 2006; Acharjee dkk, 2011; Smith, 2011).

Neuropati sensorik yang secara klinis dan fenotip tidak bisa dibedakan

(indistinguishable) dengan DSP dapat pula disebabkan oleh obat antiretroviral

golongan NRTI. Daftar obat-obatan yang paling sering menyebabkan neuropati

adalah sebagai berikut: Zalcitabine (ddC), Stavudine (d4T), Didanosine (ddI), dan

Lamivudin (3TC). Neuropati nukleosida dapat terjadi 4-6 minggu setelah dimulainya

terapi ARV (Williams dkk, 2002; Brew dan Tomlinson, 2004; Pettersen dkk, 2006) .

2.1.3 Gambaran patologi

Degenerasi aksonal serabut sensorik yang length-dependent, mengenai serabut

saraf yang berselubung atau tanpa selubung mielin merupakan karakteristik DSP.

DSP ditandai oleh degenerasi bagian distal dari akson yang panjang. Serabut saraf

kecil dan besar yang berselubung mielin, serta khususnya serabut saraf yang tidak

berselubung mielin jumlahnya berkurang serta berkurangnya densitas saraf

intraepidermal (Keswani dkk, 2006; Hoke dkk, 2009). Kelainan yang serupa dapat

ditemukan pada diabetes dan amiloidosis dimana terutama melibatkan serabut saraf

kecil dan dikelompokkan ke dalam kategori small fiber neuropathy. Biopsi Skin

punch menunjukkan denervasi epidermal, gambaran khas small fiber neuropathy

(Polydefkis dkk, 2002). Gambaran patologis DSP sesuai dengan tanda dying back

neuropathy, dengan degenerasi traktus gracilis rostral dan distal terminal akson

Page 31: i made domy astika

perifernya. Perubahan neuropatologis yang jelas pada DSP meliputi infiltrat limfosit

yang mengalami inflamasi dan makrofag yang teraktivasi, dengan pengecatan

imunokimia menunjukkan adanya sitokin inflamatori seperti tumor necrosis factor

(TNF-α), interferon-γ dan interleukin-6 (Keswani dkk, 2002; Mc Arthur dkk, 2005;

Zhu dkk, 2007; Kamerman dkk, 2012).

Studi imunopatologis pada DSP telah menunjukkan adanya aktivasi makrofag

yang jelas disertai pelepasan sitokin inflamatori lokal pada daerah akson yang

mengalami degenerasi. Terjadi juga penurunan jumlah neuron pada ganglion radik

dorsalis dan peningkatan jumlah nodul Nageotte. Nodul Nageotte merupakan hasil

dari akumulasi sel satelit, sel Schwann, dan makrofag teraktivasi di daerah ganglion

radiks dorsalis (DRG) yang mengalami proses degenerasi (Authier dan Gheradi,

2003). Gambaran patologis DSP dapat dilihat pada gambar 2.2

Gambar 2.2Ganglion Radiks Dorsalis pada DSP (McArthur dkk, 2005)

Kiri: gambaran fotomikrograf menunjukkan neuron sensorik ukuran besar padaganglion radik dorsal dan infiltrasi sel radang. Tengah: hilangnya neuron (panah) daninflamasi. Kanan: pewarnaan CD68 menunjukkan aktivasi dan infiltrasi makrofag

Page 32: i made domy astika

2.2 Patofisiologi Neuropati Sensorik HIV

2.2.1 Aktivasi makrofag

Makrofag memegang peranan penting pada patogenesis terjadinya DSP.

Aktivasi makrofag sebenarnya belum diketahui pasti penyebabnya. Ada 2 hipotesis

yang menjelaskan hal ini. Teori pertama menjelaskan terjadinya degenerasi aksonal

distal yang ringan akibat defisiensi nutrisi, paparan alkohol, penyalahgunaan obat

atau faktor nonspesifik lainnya. Kerusakan aksonal dalam bentuk degenerasi

Wallerian ini akan mengakibatkan rekrutmen makrofag ke lokasi kerusakan. Pada

infeksi HIV-1 ditemukan hiperaktivitas dari makrofag yang menyebabkan inflamasi

multifokal di serabut saraf dan DRG. Teori kedua menyatakan monosit teraktivasi

yang bersirkulasi dan sitokin proinflamatori memasuki DRG dan serabut saraf tepi

dalam jumlah yang berlebihan melalui kebocoran blood-nerve barrier. Reaksi

inflamasi lebih lanjut diakibatkan oleh sel-sel ini melalui pelepasan sitokin dan

kemokin diikuti kerusakan aksonal dan DRG. Teori ketiga menyatakan pelepasan

protein HIV-1 yang neurotoksik yaitu gp120 dan Tat memegang peranan penting

untuk terjadinya degenerasi aksonal dalam bentuk dying back (Keswani dkk, 2002;

2006).

Page 33: i made domy astika

2.2.2 Peranan gp120

Glikoprotein gp120 mampu mengeksitasi neuron DRG dengan memobilisasi

ion kalsium dan menurunkan ambang rangsang pembentukan potensial aksi, gp120

juga mampu menyebabkan neurotoksisitas langsung (Keswani dkk, 2003).

Mekanisme neurotoksisitas langsung akan terjadi jika gp120 langsung

dipaparkan pada akson (Melli dkk, 2006). Glikoprotein gp120 akan berikatan dengan

reseptor kemokin aksonal yaitu CXC Chemokine Receptor 4 (CXCR4)/ CC

Chemokine Receptor 5 (CCR5) dan menginduksi degenerasi akson (Hoke dkk, 2009).

Paparan gp120 terhadap neuron memicu neurotoksisitas dengan menyebabkan

kerusakan mitokondria akibat depolarisasi membran, degenerasi neural, pelepasan

sitokrom C mitokondria neuronal, dan fragmentasi DNA inti yang tergantung pada

caspase-3 (Wallace dkk, 2007; Kamerman dkk, 2012).

Mekanisme neurotoksisitas tidak langsung melibatkan sel makrofag dan sel

Schwann di DRG (Melli dkk, 2006). Ikatan gp120 dengan reseptor CXCR4/CCR5 di

makrofag akan membuka kanal Calcium-activated potassium (KCa), klorida, dan

kalsium. Masuknya ion melalui kanal spesifik akan menginduksi sekresi produk

makrofag berupa sitokin proinflamatori menyebabkan toksisitas neuron. Sedangkan

interaksi gp120 terhadap CXCR4 di sel Schwann dengan menghasilkan kemokin beta

dan Regulated on Activation, Normal T cells Expressed and Secreted ( RANTES).

RANTES akan berikatan dengan reseptor kemokin CCR5 di neuron dan menginduksi

Page 34: i made domy astika

peningkatan produksi tumor necrosis factor α (TNFα). Peningkatan TNFα

menghasilkan proses kematian neuron sensorik melalui apoptosis. Degenerasi

aksonal secara parsial dihambat oleh inhibitor caspase dan berpotensi sebagai terapi

di masa mendatang (Liu dkk, 2000; Ahr dkk, 2004; Cornblath dan Hoke, 2006;

Kamerman dkk, 2012).

Gambar 2.3

Patogenesis Kerusakan Saraf Perifer oleh HIV (Kamerman dkk, 2012)

2. 3 Patofisiologi Nyeri pada Neuropati Sensorik HIV

Terjadinya degenerasi traktus gracilis rostral dan akson sensorik distal

menunjukkan dugaan bahwa proses patologis primer DSP terjadi pada tingkat DRG.

Selain nyeri gangguan vibrasi dan numbness juga sering ditemukan. Hal ini

menunjukkan berbagai populasi neuronal juga terkena. Respon inflamasi terjadi di

Page 35: i made domy astika

DRG diduga mengalami gangguan diikuti degenerasi neuronal bentuk dying back.

Proses ini belum menerangkan mengapa pada DSP nyeri merupakan gambaran utama

DSP (Brew dan Tomlinson, 2004).

Terdapat dua teori utama yang menjelaskan mekanisme nyeri pada DSP.

Teori pertama atau hipotesis perifer menduga nyeri terjadi akibat aktivitas spontan

serabut C (nosiseptif/nyeri) setelah kerusakan serabut sekitarnya. Adanya gambaran

makrofag yang mengalami inflamasi pada DSP diduga akan terjadi pelepasan

sitokin proinflamatori yang mensensitisasi serabut saraf. TNF-α di DRG meningkat

pada aktivasi makrofag ini. Pada model binatang yang diberi injeksi TNF-α kedalam

saraf skiatik menunjukkan sensitisasi dan menghasilkan nyeri neuropatik. Teori

kedua yang disebut juga dengan hipotesis sentral menyatakan terjadi perubahan

ekspresi dan fungsi kanal ion natrium dan kalsium di DRG sehingga menghasilkan

respon abnormal berupa nyeri setelah kerusakan serabut saraf perifer. Remodeling

sentral di kornu dorsalis dari medulla spinalis diperkirakan memainkan peranan

penting dalam proses nyeri neuropatik. Beberapa penelitian pada model binatang

telah menunjukkan bahwa kerusakan saraf perifer menyebabkan terjadinya

serangkaian sprouting serabut Aβ di sentral terminal dan pembentukan kontak

sinaptik baru di luar zona terminalnya ke lamina II kornu dorsalis, area yang secara

normal menerima input nosiseptif dari serabut tak bermielin. Plastisitas dan

organisasi serabut ini pada kornu dorsalis kemungkinan dimodulasi oleh beberapa

Page 36: i made domy astika

faktor, termasuk induksi growth factor, reseptor growth factor, dan sitokin (Keswani

dkk, 2002).

Temuan pada percobaan binatang juga mendapatkan hasil bahwa paparan

glikoprotein gp120 pada saraf skiatik maupun injeksi intratekal dapat menginduksi

nyeri. Neuron DRG mengekspresikan reseptor kemokin, termasuk CXCR4 dan

CCR5, yang merupakan koreseptor penting protein membran HIV. Kemokin dan

glikoprotein gp120 juga menimbulkan efek eksitatorik pada neuron nosiseptor DRG

dan memicu pelepasan substansi P. Kemokin dan gp120 juga menyebabkan allodinia

setelah disuntikkan pada model binatang tikus. Hasil ini menyediakan bukti bahwa

kemokin dan gp120 dapat menimbulkan efek nyeri melalui aksi langsung pada

reseptor kemokin yang diekspresikan oleh neuron nosiseptif (Oh dkk, 2001).

Makrofag yang terinfeksi HIV banyak terdapat pada DRG pasien dengan

DSP. Sel ini mampu mempertahankan paparan gp120 dalam bentuk partikel solubel

maupun virion lengkap karena berperan sebagai reservoir pada infeksi HIV, sehingga

selama infeksi HIV berlangsung, gp120 dalam kadar yang signifikan akan ditemukan

pada DRG (Keswani dkk, 2005).

Page 37: i made domy astika

Gambar 2.4Model Hipotetik Patogenesis Nyeri pada DSP (McArthur dkk, 2005).

Kerusakan serabut saraf perifer akibat inflamasi multifokal dan produk sekresi

makrofag teraktivasi menimbulkan aktivitas spontan serabut nosiseptif (sensitisasi

perifer). Respon inflamasi yang menyimpang di DRG mengakibatkan perubahan

kanal natrium dan kalsium menyebabkan impuls ektopik. Remodeling sentral di

kornu dorsalis akibat sprouting serabut A dan pembentukan sinaptik dengan serabut

penghantar nyeri di lamina II, yang mempertahankan nyeri neuropatik (sensitisasi

sentral) (McArthur dkk, 2005).

2.4 Angka CD4 Sebagai Faktor Risiko Nyeri Neuropatik

CD4 merupakan bagian dari limfosit T yang disebut juga sel T helper.

Konsensus internasional mengelompokkan antibodi dalam berbagai cluster of

differentiation (CD) sesuai dengan antigen permukaan yang dideteksi. Limfosit CD4

Page 38: i made domy astika

merupakan target utama HIV untuk menghancurkan sistem imun tubuh. Virus

mengalami replikasi dan meninggalkan CD4 yang hancur, selanjutnya mencari dan

menginfeksi CD4 yang baru sehingga jumlah CD4 dalam tubuh semakin rendah.

Jumlah CD4 normal berkisar antara 500-1500 sel/µl (> 29% limfosit total) dan CD4 <

200 sel/µl (<14%) berisiko untuk mendapatkan infeksi oportunistik (Kresno, 2001).

Angka CD4 akan menurun sejalan dengan perkembangan penyakit AIDS. Hal

ini menandakan perkembangan penyakit dan memburuknya kemampuan sistem imun.

Sejak fase awal infeksi HIV, sel limfosit T CD4 telah menjadi target utama infeksi

dan efek sitopatik langsung HIV akan menghancurkan sel limfosit CD4. Penurunan

jumlah sel limfosit CD4 merupakan marker imunologis yang berarti bertambahnya

imunodefisiensi. Sejalan dengan itu viral load yang ditandai dengan meningkatnya

titer HIV-RNA menunjukkan proses penyakit yang semakin parah, termasuk reaksi

inflamasi dan imunologis. Berbagai mediator inflamasi yang dilepaskan selama

infeksi HIV seperti IL-1β, IL-2, TNF-α dan IFN-∂, sehingga kadarnya meningkat

dalam darah serta berpengaruh terhadap peningkatan kadar ROS yang dapat merusak

merusak sistem saraf, baik pusat maupun perifer. Banyak penelitian telah

membuktikan bahwa angka CD4 yang rendah, viral load plasma HIV-1 yang tinggi,

penyakit stadium lanjut dan bertambahnya usia berhubungan dengan peningkatan

risiko terjadinya DSP. Berkurangnya angka CD4 juga dapat meningkatkan risiko

DSP simtomatik. (Schifitto dkk, 2002; Simpson dkk, 2006; Nasronudin, 2007).

Page 39: i made domy astika

Gambar 2.5Jumlah CD4, Viral Load dan Perjalanan Infeksi HIV (Depkes, 2009)

Penurunan jumlah limfosit CD4 bisa juga proses apoptosis. Proses apoptosis

limfosit T CD4 terjadi melalui 3 jalur yaitu pertama melalui jalur ekstrinsik (death

receptor mediated pathway), kedua jalur intrinsik (mitochondria mediated pathway)

dan ketiga melalui sitolisis oleh sel killer dan antibody dependent cellular cytotoxicity

(ADCC) (Ahr dkk, 2004; Nasronudin, 2007). Protein utama virus HIV yang

mempengaruhi kematian sel adalah the envelope glycoprotein 120 (gp120), the

negative effector (Nef), the transactivator of transcription (Tat), dan viral protein R

(Vpr). Pada jalur ekstrinsik HIV menggunakan CD4 pada permukaan sel T serta

CCR5 dan CXCR4 sebagai ko-reseptor untuk masuknya virus dan meningkatkan Fas-

ligand (FASL) pada sel ini. Protein nef yang terlarut berinteraksi langsung dengan

CXCR4 untuk menginduksi apoptosis. Protein nef eksogen secara langsung

menstimuli komplek TCR-CD3 dan meningkatkan ekspresi FAS/FASL pada

Page 40: i made domy astika

permukaan sel serta menghambat protein anti apoptosis famili Bcl-2. Seperti halnya

protein endogen nef, Tat meningkatkan jalur FAS/FASL dan secara langsung

mengaktivasi caspase 8. Pada jalur intrinsik, Tat dan vpr menghambat famili BCL-2

serta meningkatkan terjadinya disfungsi mitokondria dan pengeluaran sitokrom C

yang menyebabkan terbentuknya formasi apoptosome. Vpr juga menyebabkan

tertahannya siklus sel pada fase G2 (Fevrier, 2011).

Gambar 2.6Jalur Ekstrinsik dan Intriksik Apoptosis Sel Limfosit CD4 (Fevrier, 2011).TCR: T cell receptor; CTL: cytotoxic T lymphocyte; FasL: Fas Ligand;FADD: Fas-associated Death Domain; Caspase: cysteinyl aspartic acidprotease; BCL-2: B cell lymphoma protein 2; BCL-X: BCL-2 like1; BAX:BCL2 associated X protein; APAF: Apoptotic protease activating factor;PTPC: Permeability transition pore complex

Page 41: i made domy astika

Derajat berat infeksi HIV dapat ditentukan melalui stadium klinis menurut

Word Health Organization (WHO). Stadium klinis I dapat berupa asimptomatis atau

limfadenopati persistent generalisata. Stadium klinis II dapat berupa penurunan berat

badan < 10% dari berat badan sebelumnya, manifestasi mukokutaneus minor, herpes

zoster dalam 5 tahun terakhir dan infeksi berulang pada saluran pernafasan atas.

Stadium klinis III dapat berupa penurunan berat badan > 10%, diare kronis > 1 bulan,

demam dengan penyebab tidak jelas > 1 bulan, kandidiasis oris dan infeksi bakterial

berat. Stadium klinis IV berupa HIV wasting syndrome, ensefalitis toksoplasmosis

dan berbagai penyakit akibat infeksi oprtunistik lainnya. Berkurangnya angka CD4

terjadi pada HIV stadium lanjut dan terjadi berbagai infeksi oportunistik seperti

pneumonia pneumokistik karinii, infeksi sitomegalovirus, infeksi virus herpes serta

berbagai jenis malignansi termasuk keganasan kelenjar getah bening dan sarkoma

Kaposi (Nasronudin, 2007). Pada era sebelum HAART kondisi nyeri neuropatik

semakin meningkat dan sering didapatkan bersamaan dengan adanya infeksi

Mycobacterium avium complex yang secara khas sering terjadi pada infeksi stadium

lanjut dengan angka CD4 mencapai <50 sel/µl (Symth, 2007).

Pemakaian HAART menyebabkan semakin bertambahnya jumlah penderita

HIV dengan usia lebih tua akibat bertambahnya survival. Usia tua berhubungan

dengan proses perburukan yang cepat menuju stadium AIDS baik pada penderita

tanpa HAART maupun pemakai HAART. Oleh Karena itu pemakaian HAART

dengan kadar CD4 lebih tinggi tampaknya lebih bermanfaat pada penderita HIV usia

tua dibandingkan dengan usia yang lebih muda (Li dkk, 2011). Tinggi badan secara

Page 42: i made domy astika

biologis merupakan faktor predisposisi terjadinya neuropati pada HIV. Tinggi badan

juga dilaporkan mempengaruhi berbagai neuropati lainnya. Saraf sensorik perifer

memerlukan dukungan energi tinggi yang tergantung pada proses transport aktif

senyawa penting yang turun dari DRG. Hal ini mungkin sangat rentan bagi individu

dengan tinggi badan yang lebih tinggi (Cherry dkk, 2009).

Pada analisis regresi logistik, faktor non obat yang secara signifikan

merupakan faktor resiko terjadinya DSP adalah usia lebih dari 40 tahun (adjusted

odds ratio [aOR], 1.17), diabetes mellitus (aOR, 1.79), ras kulit putih (aOR, 1.33),

jumlah sel limfosit CD4 nadir < 50 sel/µl pada saat pertama pengukuran (aOR, 1.64),

jumlah sel limfosit CD4 50-199 sel/µl (aOR, 1.40) dan viral load > 10.000 copies/µl

pada saat pertama pengukuran (aOR, 1.44). Walaupun penggunaan awal didanosine,

stavudine (40 mg b.i.d), nevirapine, atau 4 protesae inhibitor dihubungkan dengan

terjadinya DSP (OR untuk keempat pengobatan 1.41), kekuatan hubungan menurun

seiring dengan berlanjutnya pemakaian obat (Lichtenstein dkk, 2005; Cornblath dan

Hoke, 2006).

Usia juga berhubungan dengan gangguan imun berupa penurunan angka CD4,

penurunan respon proliferatif sel T, dan menurunnya kemampuan untuk berespons

terhadap patogen. Kondisi perancu dapat berupa defisiensi makro dan mikronutrisi,

penggunaan vitamin B6 berlebihan, neuropati sensorimotor herediter, neuropati

jebakan (karpal, kubital, dan tarsal), penggunaan alkohol kronik dan uremia juga

merupakan faktor risiko DSP. Studi kohort menunjukkan bahwa peningkatan kadar

Page 43: i made domy astika

trigliserida (odds ratio = 1.4, p = 0.01) dan diabetes mellitus tipe 2 (odds ratio = 1.4,

p = 0.01) merupakan faktor risiko terjadinya DSP (Keswani dkk, 2005; Ances dkk,

2009; Banerjee dkk, 2011).

Moore dkk. (2000) sebelumnya melaporkan bahwa risiko DSP meningkat

pada pemakaian gabungan obat antiretroviral dibanding penggunaan obat tunggal.

Penggunaan antiretroviral golongan NRTI terutama stavudin dan didanosin dianggap

meningkatkan kejadian DSP (Smyth dkk, 2007).

Delta trial untuk mengetahui insiden neuropati perifer pada pemberian

zidovudin sendiri atau kombinasi dengan didanosine atau zalcitabine menunjukkan

bahwa penderita dengan CD4 < 150 sel/µl memiliki resiko relatif untuk terjadinya

neuropati perifer sebesar 2.27 jika dibandingkan dengan CD4 ≥ 350 ( 95% CI 1.55-

3.44) dan penderita yang berusia 35 tahun atau lebih memiliki resiko 2 kali lipat

untuk terjadinya DSP. Sedangkan untuk jenis kelamin tidak didapatkan adanya

perbedaan yang bermakna (p=0.57) (Arenas-Pinto dkk, 2008).

Stavudine (d4T) dapat mengakibatkan neuropati sensorik yang dose limiting

dan berhubungan dengan dosis serta durasi penggunaan d4T. Dosis tinggi d4T

berhubungan dengan neuropati pada lebih dari 70% pasien, dengan risiko tinggi pada

pasien yang mengalami imunosupresi. Penghentian d4T menyebabkan gejala

neuropati membaik (Cherry dan Wesselingh, 2003).

Page 44: i made domy astika

2.5 Penilaian Nyeri Neuropatik pada Penderita HIV

Pemeriksaan elektrofisiologi mungkin menunjukkan polineuropati sensorik

tipe aksonal yang length dependent, tetapi pada fase awal penyakit sering

menunjukkan temuan normal pada sekitar 20% kasus. Terdapat penurunan amplitudo

potensial aksi motorik dan sensorik dengan kecepatan hantar saraf normal atau

sedikit menurun, sedangkan EMG menunjukkan berkurangnya rekrutmen dengan

komponen signifikan potensial polifasik selama kontraksi volunter maksimal pada

otot kaki distal. Temuan pemeriksaan elektrofisiologi ini sesuai dengan DSP terutama

akibat kerusakan fungsi sensorik tipe aksonal (Brew dan Tomlinson, 2004; McArthur

dkk, 2005; Keswani dkk, 2005).

Pemeriksaan biopsi kulit dengan teknik Punch Skin Biopsies telah menjadi

alat yang berguna untuk mengevaluasi kejadian neuropati pada HIV. Pertama kali

digunakan oleh Bolton dan Dyck untuk mengevaluasi neuropati sensorik. Pengenalan

terkini analisis serabut saraf intraepidermal adalah dengan menggunakan tehknik

imunohistokimia dan memakai penanda protein gene product 9.5 (PGP 9.5) yang

merupakan suatu ubiquitin hidrolase neuronal. Studi ini memungkinkan untuk

memeriksa epidermis yang di persarafi oleh serabut saraf kaliber kecil C dan serabut

saraf A∂ (Pardo dkk, 2001). Prediksi positif biopsi kulit untuk mendiagnosis small

fiber neuropathy diperkirakan mempunyai nilai spesifisitas antara 93% sampai 97%

dan sensitivitas antara 69% sampai 82% Biopsi saraf suralis telah lama digunakan

sebagai diagnosis histopatologis pada sebagian besar kasus neuropati perifer tetapi

Page 45: i made domy astika

memiliki keterbatasan. Hal ini merupakan prosedur yang invasif dan memiliki resiko

yang potensial seperti nyeri dan hilangnya sensorik bagian distal tempat biopsi

(Lauria dan Lombardi, 2007).

LANSS merupakan suatu alat yang digunakan untuk menilai ada/tidaknya

nyeri neuropatik pada penderita dan tidak bersifat invasif. Pada penelitian ini

digunakan skala nyeri LANSS untuk memeriksa pasien HIV yang mengalami DSP

yang mengalami nyeri neuropatik. LANSS terdiri dari 5 item deskripsi sensoris dan 2

item pemeriksaan disfungsi sensoris. Pada skala nyeri LANSS skor 12 atau lebih

diklasifikasikan sebagai nyeri neuropatik dan skor dibawah 12 diklasifikasikan

sebagai nyeri nosiseptik (Bennet, 2001; Martinez-Lavin dkk, 2003). LANSS sudah

dilakukan tes realibilitas di Indonesia dan dinyatakan reliabel/dapat dipercaya dengan

kappa coefficient agreement adalah 0.76 (Widyadharma dkk, 2008).

Instrumen lainnya yang dapat digunakan untuk menilai nyeri neuropatik

adalah Neuropathic Pain Questionnaire (NPQ) dengan sensitifitas 66% dan spesifitas

74%, Douleur Neuropathique en 4 questions (DN4) dengan sensitifitas 83% dan

spesifitas 90% dan painDETECT dengan sensitifitas 85% dan spesifitas 80% namun

belum dilakukan uji reliabilitas di Indonesia (Bennett dkk, 2007).

Page 46: i made domy astika

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Berpikir

Gambar 3.1

Bagan Kerangka Berpikir

Infeksi HIV primer

Penurunanlimfosit CD4

Respon Imun

Protein virus Gp120 dan Tat pada saraf perifer

Neurotoksisitaslangsung (Protein virus)

Neurotoksisitas tidaklangsung (Neuroinflamasi)

Sel Akson Neuronal Makrofag dan Sel Schwanperineuronal

Degenerasi AksonNeuronal dan DRG

Nyeri neuropatik

Peningkatan viral load

SitokinproinflamatoriTNF-α, IL-1β,

Sindrom Metabolik- Diabetes Mellitus tipe 2- Hipertrigliseridemia

Page 47: i made domy astika

Infeksi HIV primer ditandai dengan sejumlah efek pada sistem imun host.

Terjadi penurunan jumlah sel limfosit CD4 dan peningkatan viral load. CD4 yang

rendah mencerminkan tingginya viral load serta rendahnya sistem imun penderita

HIV. Pelepasan protein viral HIV-1 yang neurotoksik (gp120 dan Tat) memegang

peranan penting untuk terjadinya degenerasi aksonal saraf perifer dalam bentuk

dying back, dan gp120 mampu menyebabkan neurotoksisitas langsung. Kerusakan

saraf inisial diperkirakan akibat induksi dari gp120 yang berikatan dengan mielin.

Pada infeksi HIV-1 juga ditemukan hiperaktivitas dari makrofag yang

menyebabkan inflamasi multifokal di serabut saraf dan DRG. Kerusakan aksonal

dalam bentuk degenerasi Wallerian ini akan mengakibatkan rekrutmen makrofag ke

lokasi kerusakan. Mekanisme neurotoksisitas tidak langsung terutama melalui

aktivasi reseptor kemokin di makrofag dan sel Schwan perineuronal. Ikatan gp120

dengan reseptor CXCR4 di makrofag akan membuka kanal Calcium-activated

potassium (KCa), klorida, dan kalsium. Masuknya ion melalui kanal spesifik akan

menginduksi sekresi produk makrofag berupa sitokin proinflamasi memasuki DRG

dan serabut saraf tepi dalam jumlah yang berlebihan melalui kebocoran blood-nerve

barrier dan menyebabkan toksisitas neuron. Risiko nyeri neuropatik meningkat pada

diabetes mellitus tipe 2 dan hipertrigliseridemia. Keduanya meningkatkan resiko

nyeri neuropatik pada populasi dengan HIV walaupun mekanismenya belum jelas.

Page 48: i made domy astika

3.2 Konsep

Gambar 3.2

Konsep Penelitian

Keterangan:

= ditampilkan sebagai karakteristik sampel

= dikendalikan pada tahap rancangan penelitian

= variabel yang akan diteliti

Penderita HIV

Angka CD4Nadir Rendah

≤ 200 sel/µl

Nyerineuropatik

Stadium HIV Lama

pengobatanARV

Hipertrigliseridemia Diabetes mellitus Neuropati jebakan Penggunaan alkohol Uremia

Page 49: i made domy astika

Berdasarkan rumusan masalah dan kajian pustaka, maka disusunlah konsep penelitian

sebagai berikut:

1. Nyeri neuropatik dapat terjadi pada penderita HIV. Perlu diketahui faktor-

faktor yang mempengaruhi nyeri neuropatik pada penderita HIV. Angka CD4

nadir rendah ≤ 200 sel/µl merupakan faktor risiko nyeri neuropatik pada

penderita HIV.

2. Beberapa faktor lainnya juga berperan dalam proses terjadinya nyeri

neuropatik pada penderita HIV, antara lain stadium HIV dan lama pengobatan

ARV yang selanjutnya ditampilkan sebagai karakteristik sampel. Faktor risiko

lainnya yaitu hipertrigliseridemia , diabetes mellitus, neuropati jebakan,

penggunaan alkohol, dan uremia dikendalikan pada tahap rancangan

penelitian.

3.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan di atas, maka disusun

hipotesis penelitian sebagai berikut:

Angka CD4 nadir rendah ≤ 200 sel/µl meningkatkan risiko nyeri neuropatik

pada penderita HIV di RSUP Sanglah Denpasar.

Page 50: i made domy astika

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik menggunakan

rancangan penelitian kasus kontrol untuk mengetahui angka CD4 nadir rendah ≤

200 sel/µl sebagai faktor risiko nyeri neuropatik pada penderita HIV.

Gambar 4.1

Skema Rancangan Penelitian Kasus-Kontrol

HIV (+)

Nyeri Neuropatik (+)(Kasus)

Nyeri Neuropatik (-)(Kontrol)

CD4 nadir > 200 sel/µl

CD4 nadir ≤ 200 sel/µl

CD4 nadir ≤ 200 sel/µl

CD4 nadir > 200 sel/µl

Page 51: i made domy astika

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di poliklinik Voluntary Counseling and Testing (VCT) RSUP

Sanglah. Waktu penelitian dimulai dari bulan Nopember 2013 sampai Januari 2014.

4.3 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini termasuk ruang lingkup faktor risiko

4.4 Populasi dan Sampel Penelitian

4.4.1 Populasi target

Populasi target penelitian ini adalah seluruh penderita HIV.

4.4.2 Populasi terjangkau

Populasi terjangkau penelitian ini adalah penderita HIV positif yang

menjalani pengobatan di poliklinik VCT RSUP Sanglah Denpasar periode Nopember

2013 – Januari 2014.

4.4.3 Kriteria sampel

Semua penderita HIV positif yang menjalani pengobatan di poliklinik VCT

RSUP Sanglah Denpasar dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

4.4.3.1 Kriteria kasus

Kriteria inklusi yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Penderita HIV positif dengan nyeri neuropatik.

2. Penderita berusia 18-40 tahun.

3. Penderita memiliki angka CD4 nadir.

4. Penderita kooperatif dan bersedia diikutsertakan dalam penelitian dengan

menandatangani surat persetujuan (informed consent).

Page 52: i made domy astika

4.4.3.2 Kriteria kontrol

1. Penderita HIV positif tanpa nyeri neuropatik.

2. Penderita berusia 18-40 tahun.

3. Penderita memiliki angka CD4 nadir.

4. Penderita kooperatif dan bersedia diikutsertakan dalam penelitian ini dengan

menandatangani surat persetujuan (informed consent).

4.4.3.3 Kriteria eksklusi kasus dan kontrol

Kriteria eksklusi penelitian ini adalah:

1. Penderita sedang dalam pengobatan ARV > 12 bulan.

2. Penderita dengan penurunan kesadaran.

3. Memiliki faktor risiko nyeri neuropatik seperti: diabetes mellitus,

hipertrigliseridemia, neuropati jebakan, penggunaan alkohol, uremia.

4. Tidak mampu melakukan fungsi sehari-hari secara independen.

4.4.4 Besar sampel

Besar sampel (n) ditetapkan berdasarkan rumus (Dahlan, 2009) :

n1 = n2= (Zα2PQ + ZP1Q1 +P2Q2)²

(P1-P2)²

α : kesalahan tipe I, ditetapkan 5% sehingga Zα = 1,96

: kesalahan tipe II, ditetapkan 80% sehingga Z = 0,842

P : proporsi total = ½ (P1+P2)

P2 : proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya

Page 53: i made domy astika

P1 : proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement peneliti

Q1 : 1- P1 Q2 : 1- P2

Proporsi nyeri neuropatik pada penderita HIV dengan angka CD4 rendah

adalah 0,2 (Imran dkk, 2005). Besar sampel berdasarkan rumus diatas didapatkan n1

= n2 = 33. Jadi jumlah sampel masing-masing kelompok yaitu kelompok kasus dan

kelompok kontrol adalah 33 orang sehingga sampel keseluruhan berjumlah 66 orang.

4.4.5 Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode sampling non random

jenis consecutive yaitu semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria eligibilitas

dimasukkan ke dalam penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.

4.5 Variabel Penelitian

Variabel tergantung adalah nyeri neuropatik.

Variabel bebas adalah angka CD4 nadir rendah

Variabel pengganggu adalah stadium HIV dan lama pengobatan ARV

4.6 Definisi operasional variabel

1. HIV (+) adalah penderita dengan gejala klinis infeksi HIV dan hasil pemeriksaan

serologis HIV menunjukkan hasil positif. Pemeriksaan HIV dilakukan dengan

rapid test dan penderita dinyatakan HIV (+) bila didapatkan hasil reaktif pada

pemeriksaan rapid test tersebut (Depkes, 2009).

2. Nyeri neuropatik adalah nyeri yang ditimbulkan atau disebabkan oleh lesi atau

gangguan primer pada susunan saraf (Konsensus Nasional 1 Pokdi Nyeri

Page 54: i made domy astika

PERDOSSI, 2011). Adanya nyeri neuropatik menggunakan skala nyeri LANSS.

Terdiri dari 5 item deskripsi sensoris dan 2 item pemeriksaan disfungsi sensoris.

Skor 12 atau lebih diklasifikasikan sebagai nyeri neuropatik dan skor dibawah 12

diklasifikasikan sebagai nyeri nosiseptik (Martinez-Lavin dkk, 2003). Data

menggunakan skala nominal (dikotom).

3. Angka CD4 adalah jumlah sel CD4 dalam tiap mikroliter serum darah penderita

HIV (Depkes, 2009). Pemeriksaan angka CD4 dilakukan di laboratorium RSUP

Sanglah Denpasar menggunakan reagen BD FACS count reagen kit dengan alat

BD FACS count.

4. Angka CD4 nadir adalah angka CD4 paling rendah yang pernah dicapai oleh

penderita HIV. Angka CD4 nadir dibagi menjadi 2 kelompok yaitu < 200 sel/µl

dan > 200 sel/µl (Lichtenstein dkk, 2005). Angka CD4 nadir rendah bila pada

pemeriksaan angka CD4 didapatkan angka CD4 nadir < 200 sel/µl dan angka

CD4 nadir tinggi bila pada pemeriksaan angka CD4 didapatkan angka CD4

nadir > 200 sel/µl. Data menggunakan skala nominal (dikotom).

5. Umur ditentukan berdasarkan tanggal lahir yang tertera pada KTP, dibagi dalam

2 kelompok yaitu < 30 tahun dan > 30 tahun (Arenas-Pinto dkk, 2008). Data

menggunakan skala nominal (dikotom).

6. Stadium HIV ditentukan berdasarkan stadium yang ditetapkan oleh WHO, yaitu

(1) stadium 1, (2) stadium 2, (3) stadium 3, dan (4) stadium 4 dan dibedakan

menggunakan skala nominal (dikotom) yaitu stadium rendah (stadium 1 dan 2)

dan stadium tinggi (stadium 3 dan 4) (Depkes, 2009).

Page 55: i made domy astika

7. Lama pengobatan ARV adalah waktu sejak penderita mulai meminum obat

ARV, dibedakan menggunakan skala nominal (dikotom) yaitu < 6 bulan dan 7

bulan - 12 bulan (Forna, 2007).

8. Tinggi badan ditentukan dengan melakukan pengukuran memakai alat ukur

dibagi dalam 2 kelompok menggunakan skala nominal (dikotom) yaitu ≥ 170 cm

dan < 170 cm (Cherry dkk, 2009).

9. Penyakit seperti hipertrigliseridemia, diabetes mellitus, neuropati jebakan,

penggunaan alkohol dan uremia ditentukan berdasarkan anamnesis,

heteroanamnesis dan catatan medis.

4.7 Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data berupa formulir pengumpulan data yang memuat tentang

karakteristik sampel dan pemeriksaan gangguan nyeri neuropatik berupa skala nyeri

LANSS.

a. Karakteristik penderita ditelusuri dari catatan medik.

b. Pemeriksaan gangguan nyeri neuropatik dengan tes , antara lain :

1. Skala Nyeri LANSS. Terdiri dari 5 item deskripsi sensoris dan 2 item

pemeriksaan disfungsi sensoris. Uji reliabilitas dilakukan oleh Widyadharma

dkk untuk mengetahui nyeri neuropatik pada pasien NIDDM. Skala nyeri

LANSS dalam bahasa Indonesia dapat digunakan sebagai instrumen

pemeriksaan yang reliabel/dapat dipercaya dengan kappa coefficient

agreement adalah 0.76 (Widyadharma dkk, 2008). Dibedakan menggunakan

skala nominal (dikotomi) : ya / tidak.

Page 56: i made domy astika

4.8 Prosedur Penelitian

Penderita HIV yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, selanjutnya

bersedia menjadi responden dengan menandatangani informed consent, maka

dilakukan wawancara terstruktur dengan kuesioner. Data yang diperoleh ditabulasi

dan diolah untuk mendapatkan hasil penelitian.

Gambar 4.2

Bagan Alur Penelitian

Populasi target:penderita HIV

Populasi terjangkau: penderita HIV yang rawat jalan dipoliklinik VCT RSUP Sanglah

Kriteria inklusi dan eksklusieksklusi

Skala Nyeri LANSS

Nyeri Neuropatik (+) Nyeri Neuropatik (-)

CD4 nadir ≤200

CD4 nadir >200

CD4 nadir ≤200

CD4 nadir >200

Analisis Data

Laporan Hasil

Page 57: i made domy astika

4.9 Pengolahan dan Analisis Data

Analisis dan penyajian data yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Analisis deskriptif untuk mengetahui frekuensi dan persentase karakteristik

pada kelompok kasus dan kontrol.

2. Analisis bivariat untuk uji hipotesis variabel bebas dan variabel tergantung

berskala nominal dengan metode Chi-Square. Tingkat kemaknaan dinyatakan

dengan p dan hubungan antar variabel dinilai dengan Odds Ratio dengan

confidence interval (CI) 95%.

Seluruh data dianalisis dengan program SPSS 16.0 for windows.

Page 58: i made domy astika

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Uji Normalitas

Uji normalitas terhadap variabel penelitian dilakukan sebelum uji statistik untuk

mengetahui distribusi variabel penelitian. Sampel pada penelitian ini berjumlah lebih dari 50

orang, maka uji normalitas yang dipergunakan adalah uji Kolmogorov-Smirnov (Dahlan,

2009). Didapatkan hasil bahwa karakteristik yang berdistribusi normal adalah tinggi badan

(p=0,058) dan yang tidak berdistribusi normal adalah umur (p=0,005), lama pengobatan HIV

(p=0,002), angka CD4 nadir (p=0,002) dan stadium HIV (p=0,000)(Tabel 5.1). Hal ini

disebabkan karena sampel menggunakan variabel katagorik sehingga walaupun distribusi

sampel pada penelitian ini tidak normal, uji hipotesis yang digunakan adalah Chi-square

(komparatif tidak berpasangan dengan variabel katagorik)(Dahlan, 2009).

Tabel 5.1

Uji Normalitas

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Umur subyek penelitian .134 66 .005 .939 66 .003

Lama pengobatan HIV .143 66 .002 .920 66 .000

Tinggi badan subyek .107 66 .058 .962 66 .041

Angka CD 4 Nadir .143 66 .002 .912 66 .000

Stadium HIV WHO .388 66 .000 .669 66 .000

Page 59: i made domy astika

5.2 Karakteristik Demografi

Penelitian ini dilakukan terhadap 66 orang penderita HIV yang menjalani rawat jalan

di poliklinik VCT RSUP Sanglah Denpasar dari bulan November 2013 sampai dengan

Januari 2014. Subyek yang mengalami nyeri neuropatik dikelompokkan sebagai kasus dan

subyek tanpa nyeri neuropatik sebagai kontrol masing-masing sebanyak 33 orang.

Karakteristik demografi subyek penelitian disajikan pada tabel 5.2.

Pada kelompok umur, persentase subyek penelitian yang memiliki umur ≥ 30 tahun

lebih banyak yaitu 81,8%, sedangkan pada kelompok kontrol persentase subyek penelitian

yang memiliki umur ≥ 30 tahun sebanyak 75,8%. Subyek penelitian pada kelompok kasus

lebih banyak berjenis kelamin perempuan yaitu 57,6% dan jumlah yang sama didapatkan

pada kelompok kontrol.

Sebagian besar subyek penelitian berstatus menikah yaitu pada kelompok kasus

78,8% dan pada kelompok kontrol 60,6%. Seluruh subyek menjalani pendidikan formal

mulai dari tingkat SD sampai perguruan tinggi dengan persentase paling banyak

berpendidikan SMA yaitu 51,5% pada kelompok kasus maupun kelompok kontrol. Latar

belakang pekerjaan yang dimiliki subyek penelitian beranekaragam mulai dari PNS sampai

ibu rumah tangga dimana persentase yang terbanyak untuk kelompok kasus adalah lain- lain

(ibu rumah tangga, polisi, dan tidak bekerja dengan nilai total sebanyak 36,4% sedangkan

pada kelompok kontrol adalah sebagai pegawai swasta (42,4%).

Faktor risiko penularan paling banyak adalah mereka yang memiliki pasangan

heteroseksual yaitu 51,5% pada kelompok kasus dan 48,5% pada kelompok kontrol. Pada

lama menderita HIV secara karakteristik didapatkan hasil yang hampir sama. Persentase

Page 60: i made domy astika

jumlah subyek penelitian yang menderita HIV ≤ 1tahun yaitu 75,8% sedangkan pada

kelompok kontrol subyek yang menderita HIV ≤ 1 tahun 72,7%.

Sebagian besar subyek penelitian pada kelompok kasus ditemukan pada HIV

stadium tinggi (stadium III dan IV) yaitu 90,9% sedangkan pada kelompok kontrol

ditemukan juga pada HIV stadium tinggi (stadium III dan IV) yaitu 54,5%.

Pada kelompok kasus jumlah subyek yang mendapatkan terapi ARV sebanyak 87,9%

sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 90,9 %. Pada kelompok kasus sebagian besar

subyek mendapat terapi ≤ 6 bulan yaitu sebanyak 63,6%. Begitu juga pada kelompok kontrol

sebagian besar subyek mendapat terapi ARV ≤ 6 bulan yaitu sebanyak 66,7%. Pada

kelompok kasus lebih banyak didapatkan tinggi badan < 170 cm yaitu sebanyak 72,7%,

demikian juga halnya pada kelompok kontrol yaitu 78,8%.

Page 61: i made domy astika

Tabel 5.2

Karakteristik Demografi Subyek Penelitian

Karakteristik Kasus (n=33) Kontrol (n=33) pUmur (tahun)

< 30 th≥ 30 th

6 (18,2%)27 (81,8%)

8 (24,2%)25 (75,8%)

Jenis KelaminLakiPerempuan

14 (42,4%)19 (57,6%)

14 (42,4%)19 (57,6%)

Status pernikahanMenikahTidak menikah

26 (78,8%)7 (21,2%)

20 (60,6%)13 (39,4%)

PendidikanSDSMPSMADiploma/PT

6 (18,2%)6 (18,2%)

17 (51,5%)4 (12,1%)

5 (15,2%)7 (21,2%)

17 (51,5%)4 (12,1%)

PekerjaanPNSSwastaWiraswastaBuruh/TaniLain-lain

2 (6,1%)7 (21,2%)

10 (30,3%)2 (6,1%)

12 (36,4%)

014 (42,4%)

6 (18,2%)2 (6,1%)

11 (33,3%)Cara penularan

IDUHeteroseksualHomoseksualPasangan heteroseksualBiseksual

014 (42,4%)

2 (6,1%)17 (51,5%)

0

1 (3,0%)12 (36,4%)2 (6,1%)

16 (48,5%)2 (6,1%)

Stadium HIV WHOStadium rendah (I & II)Stadium tinggi (III & IV

3 (9,1%)30 (90,9%)

0,00415 (45,5%)18 (54,5%)

Lama menderita (tahun)≤ 1th> 1 th

Terapi ARVYaTidak

25 (75,8%)8 (24,2%)

29 (87,9%)4 (12,1%)

24 (72,7%)9 (27,3%)

30 (90,9%)3 (9,1%)

Lama Terapi ARV (bulan)≤ 6 bulan7- 12 bulan

21 (63,6%)12 (36,4%)

0,60922 (66,7%)11 (33,3%)

Tinggi badan (cm)≥ 170< 170

9 (27,3%)24 (72,7%)

7 (21,2%)26 (78,8%)

Page 62: i made domy astika

5.3 Hubungan antara CD4 nadir rendah dengan Nyeri Neuropatik pada Penderita HIV

Hubungan antara CD4 nadir rendah sebagai variabel bebas dengan nyeri neuropatik

sebagai variabel tergantung dinilai dengan menggunakan analisis bivariat. Uji hipotesis untuk

variabel tergantung berskala katagorikal dan variabel bebas berskala pengukuran katagorikal

yang tidak berpasangan digunakan uji Chi-Square. Didapatkan nilai Odds ratio (OR) dengan

interval kepercayaan 95%. Kemaknaan penelitian ini ditetapkan pada nilai probabilitas (p) <

0,05. Hasil analisis disajikan pada tabel 5.3.

Tabel 5.3

Analisis Bivariat CD4 nadir rendah sebagai Faktor risiko Nyeri Neuropatik

Kasus Kontrol OR pn (%) n (%) IK 95%

CD4 nadir rendah ≤ 200> 200

27 (81,8%)6 (18,2%)

12 (36,4%)21 (63,6%)

7,88(2,53-24,47)

<0,001*

*bermakna secara statistik

Penderita HIV dengan CD4 nadir ≤ 200 sel/µl yang mengalami nyeri neuropatik

didapatkan sebanyak 27 orang (81,8%) dan tidak nyeri neuropatik sebanyak 12 orang

(36,4%) dengan OR 7,88; IK 95% (2,53-24,47). Terdapat hubungan bermakna antara CD4

nadir rendah ≤ 200 sel/µl dengan nyeri neuropatik pada penderita HIV (p<0,001).

Page 63: i made domy astika

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik Demografi

Penderita HIV yang mengalami gangguan nyeri neuropatik pada penelitian ini

terbanyak berumur ≥ 30 tahun (81,8%). Karakteristik subyek pada penelitian yang dilakukan

Evans dkk. (2011) terhadap 116 penderita HIV berusia 18-60 tahun didapatkan bahwa

gangguan nyeri neuropatik terbanyak pada umur lebih dari 30 tahun yaitu sebesar 86%. Hasil

yang sama didapatkan pada penelitian Giubellan dkk. (2014) yaitu kejadian nyeri neuropatik

pada penderita HIV mempunyai rerata umur adalah 31,54 tahun dengan simpang baku 14,64,

sedangkan Konchalard dkk. (2007) mendapatkan rerata 38,7 tahun dengan simpangan baku

8,8. Jumlah penderita HIV dengan usia lebih tua semakin banyak akibat pemakaian HAART

dan bertambahnya survival. Usia berbanding lurus dengan viral load yang lebih tinggi,

penurunan angka CD4, penurunan respon proliferatif sel T, dan menurunnya kemampuan

untuk berespons terhadap patogen (Keswani dkk, 2005). Individu usia 50 tahun atau lebih

juga terjadi peningkatan frekuensi DSP simtomatik yang signifikan dibandingkan usia lebih

muda terutama berhubungan dengan hilangnya sensasi vibrasi dan meningkatnya keparahan

gangguan sensasi tusukan (Watters dkk, 2004).

Pada penelitian ini diperoleh subyek yang mengalami gangguan nyeri neuropatik

terbanyak adalah perempuan (57,6%) dengan perbandingan 1,4:1. Penelitian lain juga

menemukan nyeri neuropatik lebih banyak pada perempuan dengan perbandingan 10:7

(Konchalard dkk, 2007). Temuan berbeda ditemukan pada laporan Depkes bahwa sampai

dengan 31 Desember 2009 penderita HIV lebih banyak laki-laki dibanding perempuan

Page 64: i made domy astika

dengan rasio antara laki-laki dan perempuan adalah 3:1. Demikian juga halnya Morgello dkk.

(2004) menemukan bahwa nyeri neuropatik lebih tinggi pada laki yaitu 58%.

Sebagian besar subjek penelitian yang mengalami gangguan nyeri neuropatik

terinfeksi HIV melalui hubungan seksual dengan pasangannya (pasangan heteroseksual) yaitu

sebanyak 51,5%, sedangkan data Depkes sampai 31 Desember 2009 melaporkan bahwa cara

penularan kasus AIDS paling banyak terjadi secara heteroseksual (50,3%). Lebih besarnya

jumlah subyek perempuan dibandingkan laki-laki pada penelitian ini karena selama periode

Nopember-Desember 2013 sampai dengan Januari 2014 sebagian besar penderita HIV yang

berkunjung ke poli VCT RSUP Sanglah yang mengalami nyeri neuropatik berjenis kelamin

perempuan dengan status sudah menikah. Penyakit HIV ini ditularkan melalui hubungan

seksual oleh suaminya dan beberapa pasien juga melaporkan suaminya yang telah meninggal

karena komplikasi penyakit HIV-AIDS yang dideritanya.

Sebagian besar subyek penelitian yang nyeri neuropatik ditemukan pada stadium

HIV tinggi (stadium III dan IV) yaitu 90,9%. Nyeri neuropatik lebih sering terjadi pada HIV

stadium lanjut. Pada stadium lanjut sering terjadi infeksi oportunistik dan daya tahan tubuh

yang rendah akibat tingginya viral load dan rendahnya sel CD4 (Smyth dkk, 2007). Menurut

Ferrari dkk. (2006) DSP ini dapat juga terjadi pada setiap stadium dari HIV/AIDS tergantung

rendahnya sel CD4, dan > 90% mengalami nyeri neuropatik seperti dikemukakan Ballantyne

dkk, (2010) pada jurnal International Association for the Study of Pain (IASP). Hubungan

antara nyeri neuropatik dengan HIV stadium lanjut konsisten dengan data in vitro dan in vivo

yang menunjukkan kerusakan langsung maupun tidak langsung serabut saraf tepi dan

ganglion radik dorsal oleh protein virus HIV yang dimurnikan dan model percobaan infeksi

HIV pada binatang kucing dan kera (Kamerman dkk, 2012). Hipotesis lainnya juga menduga

Page 65: i made domy astika

bahwa defisiensi nutrisi, alkohol, zat toksik lainnya atau akibat HIV itu sendiri dapat

menyebabkan kerusakan aksonal dan menarik makrofag yang hiperaktif. Sitokin yang

dikeluarkan oleh sel ini lebih bersifat toksik terhadap sel saraf (Lichtenstein dkk, 2005 ).

Prosentase jumlah subyek penelitian yang menderita HIV ≤ 1tahun yaitu 75,8%

sedangkan pada kelompok kontrol subyek yang menderita HIV ≤ 1 tahun 72,7%. Pada

kelompok kasus jumlah subyek yang mendapatkan terapi ARV sebanyak 87,9% sedangkan

pada kelompok kontrol sebanyak 90,9 % dan sebagian besar subyek mendapat terapi ARV ≤

6 bulan namun tidak satupun pasien menggunakan obat stavudin, didanosin atau zalcitabine.

Faktor obat yang secara independen berhubungan dengan terjadinya nyeri neuropatik pada

pemakaian obat lebih dari setahun adalah didanosin, dosis stavudin yang lebih tinggi (40 mg

b.i.d), atau zalcitabine. Untuk pasien yang tidak mengalami DSP pada tahun pertama

pemakaian obat, obat-obatan ini (kecuali regimen yang mengandung efavirens dan stavudin

dosis tinggi) akan mempunyai hubungan yang negatif untuk terjadinya DSP setelah setahun

pemakaian obat dan tidak terdapat hubungan antara insiden DSP dan peningkatan lama

pemakaian obat (Lichtenstein dkk, 2005). Perubahan mitokondria yang prominen terlihat

sehubungan dengan penggunaan NRTI, dan diperkirakan mendasari terjadinya neuropati

akibat terapi ARV. Mitokondria mengandung enzim DNA polimerase yang esensial dalam

pembentukan DNA mitokondria. Mekanisme kerja NRTI terhadap HIV adalah menghambat

enzim reverse transcriptase, enzim yang berperan sebagai DNA polimerase viral. NRTI

dalam aksinya juga dapat menghambat enzim polimerase DNA, mengakibatkan gangguan

pembentukan rantai DNA mitokondria yang berperan penting pada proses fosforilasi

oksidatif. Akibatnya terjadi deplesi energi yang dibutuhkan jaringan (Cherry dan Wesselingh,

2003).

Page 66: i made domy astika

Pada penelitian ini sebagian besar subyek penelitian yang mengalami nyeri

neuropatik tinggi badannya < 170 cm (72,7%). Hasil penelitian yang berbeda didapatkan oleh

Cherry dkk. (2009) pada program skrining terhadap 3 studi kohort di Jakarta, Kualalumpur

dan Melbourne menyatakan bahwa tinggi badan dengan cut offs ≥ 170 cm secara signifikan

merupakan faktor risiko indipenden untuk terjadinya nyeri neuropatik (p=0,001). Tinggi

badan dengan cut offs 170 cm juga dikatakan mempunyai sensitivitas 61% dan spesifisitas

58% untuk prevalensi neuropati HIV. Hal ini karena penelitian dilakukan di negara barat

dengan subyek penelitian yang sebagian besar memiliki tinggi badan > 170 cm sedangkan di

Indonesia sebagian besar subyek penelitian memiliki tinggi badan < 170 cm dan pada

penelitian ini sedikit jumlah subyek penelitian yang mempunyai tinggi badan > 170 cm.

Tinggi badan juga dilaporkan mempengaruhi berbagai neuropati lainnya. Saraf sensorik

perifer memerlukan dukungan energi tinggi yang tergantung pada proses transport aktif

senyawa penting yang turun dari DRG. Hal ini mungkin sangat rentan bagi individu dengan

tinggi badan yang lebih tinggi.

Pada penelitian ini didapatkan angka CD4 nadir pada penderita nyeri neuropatik

sebagian besar ≤ 200 sel/µl (81,8%). Lichtenstein dkk. (2005) menemukan bahwa angka

CD4 nadir < 200 sel/µl (50–199 cells/mm) dan viral load > 10.000 copies/ml (p=0,005)

merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian neuropati HIV (p=0,018). Pada

penelitian ini juga didapatkan angka CD4 nadir < 50 sel/µl sebagai faktor risiko yang

signifikan terjadinya nyeri neuropatik pada penderita HIV yang tidak mendapatkan ARV

(p=0.002). Pada penelitian lainnya oleh Konchalard dkk. (2010) mendapatkan rerata angka

CD4 nadir yang merupakan faktor risiko signifikan terhadap kejadian neuropati HIV adalah

96 dengan simpangan baku 107 sel/µl (p=0.010). Nakamoto dkk. (2012) pada penelitiannya

Page 67: i made domy astika

yang terbaru mendapatkan bahwa angka CD4 nadir yang merupakan faktor risiko signifikan

terhadap kejadian neuropati HIV adalah < 100 sel/µl (p=0.03). Sejak fase awal infeksi HIV,

CD4 telah menjadi target utama infeksi dan efek sitopatik langsung HIV akan

menghancurkan CD4. Penurunan jumlah CD4 berarti bertambahnya imunodefisiensi. Sejalan

dengan itu viral load yang ditandai dengan meningkatnya titer HIV-RNA menunjukkan

kondisi imunosupresi yang berat, proses penyakit yang semakin parah dan rentan terhadap

infeksi oportunistik, termasuk juga reaksi inflamasi dan imunologis yang merusak sistem

saraf, baik pusat maupun perifer (Devadas dkk, 2005). Banyak penelitian telah membuktikan

bahwa angka CD4 .yang rendah berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya nyeri

neuropatik. Schifitto dkk. (2002) dan Simpson dkk. (2006) membuktikan bahwa

berkurangnya angka CD4 meningkatkan risiko terjadinya nyeri neuropatik.

6.2 Hubungan antara Angka CD4 Nadir Rendah dengan Gangguan Nyeri Neuropatik

pada Penderita HIV

Angka CD4 nadir rendah ≤ 200 sel/ µl pada penelitian ini merupakan faktor risiko

gangguan nyeri neuropatik (OR 7,88; IK 95% (2,53-24,47) yang bermakna secara statistik

(p<0.001). Artinya bahwa penderita HIV yang memiliki sel CD4 nadir ≤ 200 sel/ µl

mempunyai risiko terjadinya nyeri neuropatik 7,9 kali lebih tinggi dibandingkan dengan

penderita HIV yang memiliki sel CD4 > 200 sel/ µl. Penelitian ini menggunakan nilai cut off

angka CD4 nadir rendah adalah < 200 sel/ µl.

Beberapa penelitian sebelum era HAART seperti Barohn dkk. (1993) studi cross-

sectional tahun 1985-1989 (798 subyek penelitian), So dkk. (1987) studi cross sectional

tahun 1987(37 subyek penelitian) dan Wooley dkk. (1997) studi cross sectional tahun

Page 68: i made domy astika

1993(94 subyek subyek penelitian) mendapatkan angka prevalensi neuropati HIV secara

berturut-turut sebesar 1,5%, 35%, dan 14%. Faktor- faktor yang berhubungan neuropati HIV

adalah penyakit HIV stadium lanjut yang ditandai oleh adanya infeksi Mycobacterium avium

complex dan penurunan sel CD4 <300 sel/ µl (Ballantyne dkk, 2010).

Pengamatan kohort observasional insiden neuropati perifer pada studi HIV

Outpatient Study (HOPS) terhadap 1969 subyek yang mulai menggunakan HAART dari

bulan Maret 1993 sampai bulan September 2006. Analisis univariat menyatakan CD4 nadir

yang rendah meningkatkan kejadian neuropati perifer pada HIV. Angka insiden neuropati

perifer 5,69 per 100 person years (PY) pada angka CD4 < 50 sel/ µl (p<0,001) dan 4,04 per

100 PY pada angka CD4 < 200 sel/ µl (p=0,023) (Lichnenstein dkk, 2008).

Cherry dkk. (2006) juga menyatakan faktor non obat yang secara signifikan

berhubungan dengan neuropati HIV adalah usia 40 tahun, diabetes mellitus, ras kulit putih,

CD4 nadir 50 sel/ µl dan kadar plasma virus HIV >10.000 copies/µl.

Studi cross sectional untuk menentukan prevalensi neuropati HIV dan faktor

risikonya pada rumah sakit umum Douala, Kamerun antara 1 Juli sampai dengan 31

desember 2011 dengan dengan menggunakan Brief Peripheral Neuropathy Screening

(BPNS), dari total 295 pasien terdapat 21% mengalami neuropati HIV. Jumlah CD4 yang

rendah dengan median 153 ( dengan rentang 80-280) memiliki hubungan yang kuat dengan

terjadinya neuropati HIV dengan (p=0,003; aOR 2.5; IK95% 1.3-4.6)(Luma dkk, 2012).

Nakamoto dkk. (2010) menemukan bahwa angka CD4 nadir dan usia juga

merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap insiden nyeri neuropatik pada era HAART

sedangkan Petersen dkk. (2006) juga menemukan bahwa selain CD4 nadir dan usia, faktor

Page 69: i made domy astika

tingginya viral load, konsumsi alkohol, dan pemakaian NRTI atau protease inhibitor

merupakan faktor risiko terjadinya nyeri neuropatik. Hubungan antara CD4 nadir dengan

insiden dan prevalensi kasus nyeri neuropatik kemungkinan karena hasil kerusakan sistem

saraf tepi yang terjadi ketika plasma viral load HIV lebih tinggi dan sel CD4 jumlahnya

lebih rendah. CD4 nadir yang rendah merupakan faktor risiko yang signifikan untuk

terjadinya nyeri neuropatik [hazard ratio (HR) =0.79; p=0,03; IK95% 0,64-0,97]. Penelitian

The CHARTER Study oleh Ellis. dkk (2010) juga menyatakan bahwa angka CD4 nadir

rendah merupakan faktor risiko terjadinya nyeri neuropatik pada HIV (p<0,001; aOR 1.16;

IK95% 1.08-1.24).

Sompa dkk. (2012) melakukan penelitian cross sectional, pada pasien yang

didiagnosis HIV-AIDS di unit rawat jalan dan rawat inap RS dr. Wahidin Sudirohusodo

Makassar dan jejaringnya yang dilaksanakan mulai September sampai Desember 2012. Pada

62 responden dengan DSP klinis, 45 diantaranya memiliki jumlah CD4 < 200 sel/µl (72,6%)

dan 17 lainnya memiliki jumlah CD4 ≥ 200 sel/ µl. Responden dengan DSP subklinis

sebanyak 11 orang, 8 diantaranya memiliki jumlah CD4 ≥ 200 sel/µl (72,7%) dan 3 lainnya

(27,3%) memiliki jumlah CD4 < 200 sel/ µl. Nilai probabilitas menunjukkan p= 0,006 yang

artinya terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah CD4 dengan derajat nyeri

neuropatik. Angka CD4 nadir dikatakan sebagai marker yang ireversibel akibat terjadinya

perubahan inflamasi di jaringan saraf perifer. Perubahan ini berkaitan dengan kerusakan

sistem imun akibat HIV sehingga terjadi disfungsi limfosit yang menimbulkan kerusakan

jaringan saraf perifer. Fungsi jaringan saraf perifer lebih dipengaruhi oleh supresi imun

sistemik dan dengan terapi ARV kemampuan jaringan saraf perifer dapat meningkat namun

pemulihannya tidak terjadi pada semua individu yang menjalani terapi.

Page 70: i made domy astika

Penurunan angka CD4 nadir dibawah 100 sel/µl akan mempengaruhi terjadinya nyeri

neuropatik dan outcome neurologi. Kemungkinan kondisi imunokompromais memfasilitasi

masuknya virus dan terjadinya kerusakan sel saraf perifer. Gangguan nyeri neuropatik pada

subyek makin memberat dengan menurunnya angka CD4 nadir.

Temuan berbeda Oshinaike dkk. (2012) saat melakukan studi cross sectional dengan

mempergunakan BPNS terhadap 323 pasien dengan infeksi HIV (142 pasien mendapat

HAART dan 181 tanpa HAART untuk menentukan neuropati sensorik HIV. Pada kelompok

pemakai HAART prevalensi neuropati HIV adalah 43,2% sedangkan pada kelompok tanpa

HAART sebesar 36,5%. Nilai rerata sel CD4 pada kelompok HAART adalah 246±152,2 dan

189,7±150 pada kelompok tanpa HAART (p=0,001). Pada analisis multivariat, faktor risiko

independent yang dapat meningkatkan neuropati sensoris HIV adalah bertambahnya usia

(p=0,03) dan pemakaian stavudin (p=0,00). Jenis kelamin (p=0,99), tinggi badan (p=0.07),

penggunaan HAART (p=0,50) lama penggunaan HAART (p=0,10) dan jumlah sel CD4

(p=0,12) yang rendah tidak berhubungan dengan peningkatan risiko neuropati HIV.

Evans dkk. (2011) melakukan penelitian terhadap 2141 subyek penelitian dari

Januari 2000 sampai Juni 2007. Subyek penelitian yang ikut ambil bagian diseleksi dari

ACTG Longitudinal Linked Randomized trials (ALLRT), sebuah studi metaanalisis dengan

peserta secara prospektif diikutkan dalam randomized clinical trial (RCT) dari terapi

kombinasi antiretrovirus. Penilaian neuropati HIV menggunakan BPNS. Sebelum

penggunaan kombinasi ART prevalensi neuropati perifer dan neuropati perifer simptomatik

IK95% adalah 22,6% (19,0-26,4) dan 4,3% (2,7-6,4) dan nilai rerata sel CD4 236 sel/ µl

dengan simpangan baku 199. Tanda dari neuropati perifer menetap walaupun telah dilakukan

Page 71: i made domy astika

kontrol terhadap virus HIV dan perbaikan fungsi sistem imun dengan pemberian awal

kombinasi obat antiretrovirus.

Beberapa studi pada masa penggunaan HAART menunjukkan kurangnya hubungan

antara nyeri neuropatik dan derajat imunosupresi, termasuk jumlah sel CD4 yang rendah dan

viral load. Neuropati HIV bukan hanya disebabkan oleh kedua faktor tersebut diatas.

Morgello dkk. (2004) menduga bahwa perbedaan pada penemuan ini mungkin karena

populasi pasien yang berbeda. Pada era HAART rekonstitusi sistem imun memperberat

gejala DSP seperti pada penyakit kelainan rekonstitusi sistem imun lainnya. Mungkin juga

bahwa kondisi perancu tidak tergantung pada status virus atau imunologis seperti misalnya

ART yang bersifat neurotoksik, diabetes mellitus dan obat lainnya atau penggunaan zat

menjadi hal yang lebih penting terhadap pathogenesis DSP pada era HAART.

Alasan lainnya mungkin mencakup adanya sisa kerusakan sel aksonal walaupun

dengan perbaikan fungsi sistem imun, kelainan rekonstitusi sistem imun atau dengan adanya

kelainan lain yang menyebabkan kerusakan sel saraf seperti defisiensi zat nutrisi atau

vitamin. Begitu juga hubungan antara nyeri neuropatik dengan jumlah sel CD4 nadir yang

lebih tinggi menduga bahwa fungsi sistem imun yang dapat memberikan kontribusi terhadap

stimulasi nyeri. Selain pemakaian HAART, genotip subyek penelitian juga dikatakan

berhubungan dengan risiko neuropati HIV pada penderita HIV yang menggunakan HAART.

Konsisten dengan mekanisme pathogenesis neuropati HIV, hubungan lainnya juga mencakup

haplogrup mitokondria dan gen-gen yang berhubungan dengan inflamasi. Hubungan dengan

polimorphisme gen hemokromatosis juga telah dilaporkan (Oshinaike dkk, 2012)

Page 72: i made domy astika

Kelemahan pada penelitian ini adalah sulit membedakan secara pasti apakah nyeri

neuropatik disebabkan oleh CD4 nadir yang rendah atau ARV atau faktor lainnya seperti

defisiensi vitamin B12 serta belum dilakukan pemeriksaan viral load untuk menentukan

status imun penderita HIV. Penelitian ini juga hanya mengetahui salah satu faktor risiko

terjadinya nyeri neuropatik pada penderita HIV. Perlu penelitian lebih lanjut terhadap faktor

risiko lainnya yang mungkin menjadi faktor risiko seperti umur, stadium HIV dan lama

pengobatan ARV. Perlu juga dilakukan punch biopsi untuk membandingkan dan

mengkonfirmasi hasil penelitian. Biopsi kulit dengan teknik Punch Skin Biopsies telah

digunakan untuk mengidentifikasi penurunan densitas serabut saraf tak bermielin pada

neuropati sensorik HIV. Polydefkis dk. (2002) menemukan bahwa penurunan densitas

serabut saraf intraepidermal berhubungan dengan meningkatnya nyeri neuropatik,

menurunnya angka CD4, dan peningkatan viral load plasma pada neuropati sensorik HIV.

Terhadap kemungkinan adanya penyakit pengganggu seperti hiperkolesterolemia,

diabetes mellitus, neuropati jebakan, penggunaan alkohol, dan uremia sudah dilakukan

eleminasi melalui kriteria eksklusi untuk mengatasi keterbatasan akibat tidak dilakukannya

pemeriksaan punch biopsi.

Page 73: i made domy astika

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan simpulan sebagai berikut :

1. CD4 nadir ≤ 200 sel/µl sebagai faktor risiko nyeri neuropatik pada penderita HIV di

RSUP Sanglah.

2. Penderita HIV dengan CD4 nadir ≤ 200 sel/µl mempunyai risiko terjadinya nyeri

neuropatik 7,9 kali lebih tinggi dibandingkan dengan penderita HIV dengan CD4 >

200 sel/µl.

7.2 Saran

Sebagai saran dalam hasil penelitian ini :

1. Penderita HIV dengan CD4 nadir rendah ≤ 200 sel/µl perlu pemberian terapi ARV

tanpa efek samping neuropati untuk meningkatkan kadar CD4 sehingga dapat

mengurangi terjadinya nyeri neuropatik.

2. Penderita HIV dengan CD4 nadir rendah ≤ 200 sel/µl yang menderita nyeri

neuropatik perlu pemberian terapi medikamentosa berupa obat-obat anti nyeri

neuropatik.

3. Perlu dilakukan evaluasi pada setiap penderita HIV dengan CD4 nadir rendah ≤ 200

sel/µl yang belum mengalami nyeri neuropatik.

Page 74: i made domy astika

4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan metode penelitian yang

berbeda untuk menentukan faktor risiko lainnya, atau dengan baku standar

pemeriksaan neuropati dengan punch skin biopsy.

Page 75: i made domy astika

DAFTAR PUSTAKA

Abrams, D.I., Jay, C.A., Shade, S.B., Vizoso, H., Reda, H., Press, S., Kelly,

M.E., Rowbotham, M.C., Petersen, K.L., 2007. Cannabis in painful HIV-associated

sensory neuropathy, A randomized placebo-controlled trial, Neurology, 68: 515-521.

Acharjee, S., Zhu, Y., Maingat, F., Pardo, C., Ballanyi, K., Hollenberg,

M.D., Power, C., 2011. Proteinase-activated receptor-1 mediates dorsal root ganglion

neuronal degeneration in HIV/AIDS. Brain , 134; 3209–3221.

Ahr, B., Robert-Hebmann, V., Devaux, C., Biard-Piechaczyk, 2004.

Apoptosis of uninfected cells induced by HIV envelope glycoproteins, Retrovirology,

1:1-12.

Ances, B.M., Vaida, F., Rosario, D., Marquie-Beck, J., Ellis, R.J.,

Simpson, D.M., Clifford, D.B., McArthur, J.C., Grant, I., McCutchan, J.A., 2009.

Role of metabolic syndrome components in HIV-associated sensory neuropathy,

AIDS, 23:2317–2322.

Arenas-Pinto, A., Bhaskaran, K., Dunn, D., Weller, I.V.D., 2008. The Risk of

Developing Peripheral Neuropathy Induced by Nucleoside Reverse Transcriptase

Inhibitors Decreases Over Time: Evidence from The Delta Trial. Antiviral Therapy ;

13:289–295.

Authier, F.J., Gheraldi, R.K., 2003. Peripheral Neuropathies in HIV-infected

Patients in the Era of HAART, Brain Pathol, 13:223-228.

Ballantyne, J.C., Cousins, M.J., Giamberardini, M.A., McGrath, P.A.,

Rajagopal, M.R., Smith, M.T., Sommer, C., Wittink, H.M., 2010. Painful HIV-

Associated Neuropathy, IASP; 18(3):1-8.

Banerjeea, S., McCutchanb, J.A., Ancesc, B.M., Deutschd, R., Riggsd, P.K.,

Way, L., Ellisa, R.J., 2011. Hypertriglyceridemia in combination antiretroviraltreated

HIV-positive individuals: potential impact on HIV sensory polyneuropathy, AIDS,

25:F1–F6.

Page 76: i made domy astika

Bennett, M., 2001. The LANSS Pain Scale : The Leeds assessment of

neuropathic pain symtoms and sign, Pain, 92: 147-157.

Bennett, M.I., Attal, N, Backonja, M.M Baron, R, Bouhassira, D,

Freynhagen, R, Scholz, J., Tolle, T.R., Wittchen, H., Jensen, T.S. 2007. Using

screening tools to identify neuropathic pain. Pain; 127 ;199–203

Brew, B.J., Tomlinson, S.E., 2004. HIV neuropathy: time for new therapies,

Drug Discovery Today, 1(2):171-176.

Cherry, C.L., Wesselingh, S.L., 2003. Nucleoside analogues and HIV: the

combined cost to mitochondria, Journal of Antimicrobial Chemotheraphy, 51: 1091-

1093.

Cherry, C.L., Skolasky, R.L., Lal, L., Creighton, J., Hauer, P., Raman, S.P.,

Moore, R., Carter, K., Thomas, D., Ebenezer, G.J., Wesselingh, S.L., McArthur, J.C.

2006. Antiretroviral Use and Other Risk for HIV-associated Neuropathies in an

International Cohort. Neurology ; 66 : 867–873.

Cherry, C.L., Affandi, J.S., Imran, D., Yunihastuti, D., Smyth, K., Vanar, S.,

Kamarulzaman, A., Price, P., 2009. Age and height predict neuropathy risk in

patients with HIV prescribed stavudine, Neurology ;73:315–320.

Ciccarelli N., Fabbiani M., GiambenedettoD., Fanti I., Colafigli M., Bracciale

L., Tamburrini E., Cauda R., De Luca A., Silveri M.C. 2010. Persistence and

Progression of HIV-associated Neurocognitive Disorder. Conference on Retroviruses

and Opportunistic Infections. San francisco

Cornblath, D.R., Hoke, A., 2006. Recent advances in HIV neuropathy, Curr

Opin Neurol, 19:446-450.

Dahlan, M.S. 2009. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam

Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Salemba Medika. Jakarta. Edisi kedua.

Departemen Kesehatan RI. 2009. Saat memulai terapi ARV pada Odha

dewasa dan remaja. Dalam : Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral. Edisi kedua.

Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta.

Page 77: i made domy astika

Departemen Kesehatan RI. 2012. Laporan triwulan situasi perkembangan

HIV & AIDS di Indonesia sampai dengan 31 Desember 2012. Direktorat Jendral

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta.

Devadas, K., Lal, R.B., Dhawan, S., 2005. Immunology of HIV-1. In:

Gendelman, H.E., Grant, I., Everall, I.P., Lipton, S., Swindels, S. (eds). The

Neurology of AIDS, 2nd ed, Oxford University Press, New York. Pp 29-47.

Ellis, R.J., Rosario, D., Clifford, D.B., McArthur, J.C., Simpson, D.,

Alexander, T., Gelman, B.B., Vaida, F., Collier, A., Marra, C.M., Ances, B.,

Atkinson, J.H., Dworkin, R.H., Morgello, S., Grant, I., 2010. Continued High

Prevalence and Adverse Clinical Impact of Human Immunodeficiency Virus-

Associated Sensory Neuropathy in the Era of Combination Antiretroviral Therapy.

The CHARTER Study. Arch Neurol, 67(5):552-558.

Evans, S.R., Ellis, R.J., Chen, H., Yeh, T., Lee, A.J., Schifitto, G., Wu,

K., Bosch, R.J., McArthur, J.C., David M. Simpson, D.M., David B. Clifford,

D.B., 2011. Peripheral neuropathy in HIV: prevalence and risk factors, AIDS ,

25:919–928.

Ferrari,S., Vento, S., Monaco, S., Cavallaro, T., Cainelli, F., Rizutto, N.,

Temesgen, Z., 2006. Human Imunodefficiency Virus-Associated Periferal

Neuropathies, Mayo Clinic Proceeding, 81(2): 213-291.

Fevrier, M., Dorgham, K., Rebollo, A., 2011. CD4+ T Cell Depletion in

Human Imunodefficiency Virus (HIV) Infection: Role of Apoptosis, Viruses, 3: 586-

612.

Forna, F., Liechty, C.A., Solberg, P., Asiimwe, F., Were, W., Mermin, J.,

Behumbiize, P., Tong, T., Brooks, J.T., Weidle, P.J. 2007. Clinical Toxicity of

Highly Active Antiretroviral Therapy in a Home-based AIDS Care Program in Rural

Uganda. J. Acquir. Immune Defic. Syndr ; 44 : 456–462.

Giubelan, L.I., Cupsa, A., Dumitrescu, F., Niculescu, I., Stoian., A.C., 2014.

Considerations About Risk Factors for Peripheral Neuropathies in Romanian HIV-

Infected Patients, Current Health Sciences Journal, 40(1):42-46

Page 78: i made domy astika

Gonzales-Duarte, A., Cikurel, K., Simpson, D.M., 2007. Managing HIV

Peripheral Neuropathy, Current HIV/AIDS Report, 4:114-18.

Gonzales-Duarte, A., Cikurel, K., Simpson, D.M., 2006. Selected Neurologic

complication of HIV and Antiretroviral therapy, The PRN Notebook, 11(2) : 24-29.

Hoke, A., Morris, M., Haughey, N.J., 2009. GPI-1046 protects dorsal root

ganglia from gp120-induced axonal injury by modulating store-operated calcium

entry, J Peripher Nerv Syst, 14(1): 27–35.

Imran, D., Wibowo, B.S., Jannis, J., 2005. Polineuropati Simetrik Distal pada

HIV, Departemen Ilmu Penyakit Saraf FKUI-SMF Saraf RSUPNCM Jakarta

Kallianpur, A.R., Hulgan, T., 2009. Pharmacogenetics of nucleoside reverse-

transcriptase inhibitor associated peripheral neuropathy, Pharmacogenomics. 2009

April ; 10(4): 623–637.

Kamerman, P.R., , Moss, P.J., Weber, J.,. Wallace, V.C.J., Rice, A.S.C., and

Wenlong Huang, W., 2012. Pathogenesis of HIV-associated sensory neuropathy:

evidence from in vivo and in vitro experimental models, Journal of the Peripheral

Nervous System 17:19–31.

Kelompok Studi Nyeri. 2011. Diagnostik dan Penatalaksanaan Nyeri

neuropatik. Purwata, T.E., Suryamiharja, A., Surhajanti, I., Yudiyanta., editors.

Konsensus Nasional 1. PERDOSSI.

Keswani, S.C., Jack, C., Zhou, C., Hoke, A., 2006. Establishment of a Rodent

Model of HIV –Associated Sensory Neuropathy, The Journal of Neuroscience,

26(40): 10299-10304.

Keswani, S.C., Luciano, C., Pardo, C., Cherry, C.L., Hoke, A., McArthur,

J.C., 2005. The spectrum of peripheral neuropathies in AIDS. In: In: Gendelman,

H.E., Grant, I., Everall, I.P., Lipton, S., Swindels, S. (eds). The Neurology of AIDS,

2nd ed, Oxford University Press, New York. pp 423-443.

Keswani, S.C., Plooey, M., Pardo, C.A., Grifin, J.W., McArthur, J.C., Hoke,

A., 2003. Schwann Cell Chemokine Receptors Mediate HIV-1 gp120 Toxicity to

Sensory Neurons, Ann Neurol, 54:287-296.

Page 79: i made domy astika

Keswani, S.C., Pardo, C.A., Cherry, C.L., Hoke, A., MacArthur, J.C., 2002.

HIV-associated neurophaties, AIDS, 16: 2105-2117.

Konchalard, K., Wangphonpattanasiri, K. 2007. Clinical and

Electrophysiologic Evaluation of Peripheral Neuropathy in a Group of HIV-Infected

Patients in Thailand. J Med Assoc Thai ; 90 (4): 774-81.

Kresno, S.B., 2001. Uji Serologi Infeksi HIV. Imunologi : Diagnosis dan

Prosedur Laboratorium, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

pp.369-377.

Lauria, G., Lombardi, R., 2007. Skin biopsy : a new tool for diagnosing

peripheral neuropthy, BMJ, 334:1159-62

Li, X., Margolick, J., Jamieson, B., Rinaldo, C., Phair, J , Jacobson, L.,

2011. CD4+ T-cell counts and plasma HIV-1 RNA levels beyond 5 years of highly

active antiretroviral therapy (HAART), J Acquir Immune Defic Syndr, 57(5): 421–

428.

Lichtenstein, K.A., Armon, C., Baron, A., Moorman, A.C., Wood, K.C.,

Holmberg, S.D., 2005. Modification of the Incidence of Drug-Associated

Symmetrical Peripheral Neuropathy by Host and Disease Factors in the HIV

Outpatient Study Cohort, Clinical Infectious Diseases, 40:148–57.

Lichtenstein, K.A., Carl Armon, C., Buchacz, K., Chmiel, J.S., Moorman,

A.C., Wood, K.C., Holmberg, S.D., Brooks, J.T., 2008. Initiation of Antiretroviral

Therapy at CD4 Cell Counts ≥ 350 Cells/mm3 Does Not Increase Incidence or Risk

of Peripheral Neuropathy, Anemia, or Renal Insufficiency, J Acquir Immune Defic

Syndr, 47:27–35.

Liu, Q., Williams, D.A., McManus, C., Baribaud, F., Doms, R.W., Schols,

D., De Clercq, E., Kotlikoff, M.I., Collman, R.G., Freedman, B.D., 2000, HIV-1

gp120 and chemokines activate ion channels in primary macrophages through CCR5

and CXCR4 stimulation, PNAS, 97(9): 4832-4837.

Luciano, C.A., Pardo, C.A., McArthur, J.C., 2003. Recent development in the

HIV neuropathies, Lippincott & Wilkins, Current Opinion in Neurology, 16:403-409.

Page 80: i made domy astika

Luma, H.N, Tchaleu, B.C.N, Doualla, M.S, Temfack, E, Sopouassi, V.N.K, 4,

Mapoure, Y.N, Djientcheu, V. 2012. HIV-associated sensory neuropathy in HIV-1

infected patients at the Douala General Hospital in Cameroon: a cross-sectional

study. AIDS Research and Therapy 9:35

Martinez-Lavin, M., Lopez, S., Medina, M., Nava, A., 2003. Use of the Leeds

Assessment of Neuropathic Symptoms and Signs Ouestionare in Patients With

Fibromialgia, Semin Arthritis Rheum, 32: 407-411.

McArthur, J.C., Brew, B.J., Nath, A., 2005. Neurological Complications of

HIV infection, Lancet Neurol, 4:543-55.

Melli, G., Keswani, S.C., Fischer, A., Chen, W., Hoke, A., 2006. Spatially

distinct and functionally independent mechanisms of axonal degeneration in a model

of HIV-associated sensory neuropathy, Brain , 129: 1330–1338.

Moore, R.D., Wong, W.E., Keruly, J.C., McArthur, J.C., 2000. Incidence of

neuropathy in HIV-infected patients on monotherapy versus those on combination

therapy with didanosine, stavudin and hydroxyurea, AIDS, 14:273-278.

Morgello, S, Estanislao L, Simpson, D, Geraci, A, DiRocco, A, Gerits, P,

Ryan, E, Yakoushina, T, Khan, S, Mahboob, R, Naseer, M, Dorfman, D, Sharp, V.

2004. HIV-Associated Distal Sensory Polyneuropathy in the Era of Highly Active

Antiretroviral Therapy. Arch Neurol.61:546-551

Nakamoto, B.K., McMurtray, A., Davis, J., Valcour, V., Watters, M.R.,

Shiramizu, B., Chow, D.C., Kallianpur, K., Shikuma, C.M., 2010. Incident

Neuropathy in HIV-Infected Patients on HAART, Aids Research And Human

Retroviruses, 26( 7): 759-765.

Nasronudin, 2007. Dasar Virologi dan Infeksi HIV, Dalam: Barakbah, J.,

Soewandojo, E., Suharto, Hadi, U., Astuti, W.D., (editor), HIV dan AIDS:

Pendekatan Biologi Molekuler, Klinis dan Sosial, Airlangga University Press,

Surabaya, pp. 1-9.

Page 81: i made domy astika

Nicholas, P.K., Mauceri, L., Ciampa, A.S., Corless, I.B., Raymond, N., Barry,

D.J., Ros, A.V., 2007. Distal Sensory Polyneuropathy in the Context of HIV/AIDS,

JANAC, 18(4):32-40.

Oh S.B., Tran, P.B., Gillard, S.E., Hurley, R.W., Hammond, D.L., Miller,

R.J., 2001. Chemokines and Glycoprotein120 Produce Pain Hypersensitivity by

Directly Exciting Primary Nociceptive Neurons, The Journal of Neuroscience,

21(14):5027-5035.

Oshinaike, O., Akinbami, A., Ojo, O., Ogbera, A., Okubadejo, N., Ojini, F.,

Danesi, M. 2012. Influence of Age and Neurotoxic HAART Use on Frequency of

HIV Sensory Neuropathy AIDS Research and Treatment.

Pardo, C.A., McArthur, J.C., Griffin, J.W., 2001. HIV Neuropathy : Insight in

The pathology of HIV peripheral nerve disease, Journal of the Peripheral Nervous

System, 6: 21-27.

Pettersen, J.A., Jones, G., Worthington, C., Krentz, H.B., Keppler, O.T.,

Hoke, A Gill, M.J., Power, C., 2006. Sensory Neuropathy in Human

Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome Patients: Protease

Inhibitor–Mediated Neurotoxicity, Ann Neurol, 59:816–824.

Ploydefkis, M., Yiannoutsos, C.T., Cohen, B.A., Hollander, H., Schifitto, G.,

Clifford, D.B., Simpson, D.M., Katzenstein, D., Shriver, S., Hauer, P., Brown, A.,

Haidich, A.B., Moo, L., McArthur, J.C., 2002. Reduced intraepidermal nerve fiber

density in HIV-associated sensory neuropathy, Neurology, 58: 115-119.

Robertson,K., Liner, J.,Heaton, R. 2009. Neuropsycological Assessment of

HIV-Infected Populations in International Settings. Neuropsychol Rev;19:232-249

Schifitto, G., McDermott, M.P., McArthur, J.C., Marder, K., Sacktor, N.,

Epstein, L., Kieburtz, K., 2002. Incidence of and risk factors for HIV-associated

distal sensory polyneuropathy, Neurology, 58: 1764-1768.

Simpson, D.M., Kitch, D., Evans, S.R., McArthur, J.C., Asmuth, D.M.,

Cohen, B., Goodkin, K., Gerchenson, M., So, Y., Marra, C.M., Diaz-Arrastia, R.,

Shiver, S., Millar, L., Clifford, D.B., and the ACTG A5117 Study Group, 2006. HIV

Page 82: i made domy astika

neuropathy natural history cohort study: Assessment measures and risk factors,

Neurology, 66:1679-1687.

Smith, H.S., 2011. Treatment Consideration in Painful HIV-Related

Neuropathy, Pain Physician, 14: 505-524.

Smyth, K., Affandi, J.S., Bowtell-Harris, C., Mijch, A.M., Watson, K.,

Woolley, I.J., Price, P., Wesselingh, S.L., Cherry, C.L., 2007. Prevalence of and risk

factors for HIV-associated neuropathy in Melbourne, Australia 1993-2006, HIV

Medicine, 8:367-373.

Sompa,A.W., Kaelan, C., Goysal, Y., 2012. Hubungan Jumlah CD4 Dengan

Derajat Distal Symmetrical Polyneuropathy (DSP) Pada Penderita HIV-AIDS,

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar

Valcour V., Yee P., Williams A.E., Shiramizu B., Watters M., Selnes O., Paul

R., Shikuma C., Sacktor N. 2006. Lowest ever CD4 lymphocyte count (CD4 nadir) as

a predictor of current cognitive and neurological status in HIV- 1 infection—The

Hawaii Aging with HIV Cohort. J Neurovirol;12(5):387-391

Verma, S., Estanislao, L., Mintz, L., Simpson, D., 2004. Controlling

Neuropathic Pain in HIV, Current HIV/AIDS Reports, 1:136-141.

Wallace, V.C.J., Blackbeard, J., Segerdahl, A.R., Hasnie, F., Pheby, T.,

McMahon, S.B., Rice, A.S.C., 2007. Characterization of rodent models of HIV-

gp120 and anti-retroviral-associated neuropathic pain, Brain, 130: 2688-2702.

Watters, M.R., Poff, P.W., Shiramizu, B.T., Holck, P.S., Fast, K.M.S.,

Shikuma, C.M., Valcour, V.G., 2004. Symptomatic distal sensory polyneuropathy in

HIV after age 50, Neurology, 62:1378-1383.

Widyadharma, E., Yudiyanta., 2008. Uji Reliabilitas Leeds Assessment of

Neuropathic Symptoms and Signs (LANSS) Scale pada Penderita Diabetes Melitus

tipe II. CPD Neurodiabetes. Yogyakarta

Williams, D., Geraci, A., Simpson, D.M., 2002. AIDS and AIDS-treatment

Neuropathies, Current Pain and Headache Reports, 6:125-130.

Page 83: i made domy astika

Zhu, Y., Antony, J.M., Martinez, J.A., Glerum, D.M., Brussee, V., Ahmet

Hoke, A., Zochodne, D., Power, C., 2007. Didanosine causes sensory neuropathy

in an HIV/AIDS animal model: impaired mitochondrial and neurotrophic factor gene

expression, Brain, 130: 2011-2023.

Page 84: i made domy astika

Lampiran 1. Surat Persetujuan Ikut Dalam Penelitian

INFORMASI PASIEN

Penulis mengharapkan partisipasi bapak/ibu/Saudara dalam penelitian ilmiah yang

dilaksanakan oleh dr. I Made Domy Astika.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka CD4 nadir rendah ≤ 200 sel/ul

sebagai faktor risiko nyeri neuropatik pada penderita HIV.

Secara keseluruhan 33 pasien HIV dengan nyeri neuropatik (kasus) dan 33 pasien

HIV tanpa nyeri neuropatik (kontrol) yang datang ke poliklinik VCT RSUP Sanglah

Denpasar, termasuk Bapak/Ibu/ Saudara akan berperan serta pada penelitian ini. Dengarkan

dengan seksama informasi yang penulis berikan sebelum Bapak/Ibu/ Saudara memutuskan

akan ikut serta berpartisipasi ataupun tidak. Jika ada hal yang belum dimengerti, mohon

bertanya kepada penulis. Bila Bapak/Ibu/ Saudara telah menyetujui sebagai partisipan,

penulis mengharapkan kesediaannya untuk dilakukan wawancara sesuai kuesioner.

Penelitian ini dikerjakan oleh peneliti atau petugas yang telah dilatih oleh peneliti,

nantinya akan dilakukan penilaian nyeri neuropatik saat pemeriksaan di poliklinik VCT

RSUP sanglah. Tidak ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh Bapak/Ibu/ Saudara

untuk penelitian ini.

Data-data yang dikumpulkan akan disimpan dalam data komputer tanpa

mencantumkan nama Bapak/Ibu/ Saudara dan hanya diketahui oleh peneliti. Hasil penelitian

ini dapat dipublikasikan di forum ilmiah terbatas tanpa menyertakan identitas Bapak/Ibu/

Saudara. Mengenai hal-hal yang berhubungan dengan penelitian ini, dapat ditanyakan

langsung kepada peneliti : dr. I Made Domy Astika, No. Telp : 081338525057

Page 85: i made domy astika

FORMULIR PERSETUJUAN TERTULIS

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Pekerjaan :

Telah membaca dengan seksama keterangan/informasi yang berkenaan dengan penelitian ini

dan setelah mendapat penjelasan saya mengerti, serta bersedia ikut serta dalam penelitian ini.

Menyetujui Peneliti/ Petugas

Pasien Yang memberikan penjelasan

( ) ( )

Page 86: i made domy astika

Lampiran 2. Kuesioner Penelitian

LEMBAR PENGUMPULAN DATAANGKA CD4 NADIR RENDAH ≤ 200 SEL/µL

SEBAGAI FAKTOR RISIKO NYERI NEUROPATIK PADA PENDERITAHUMAN IMUNODEFICIENCY VIRUS DI RSUP SANGLAH DENPASAR

NOPEMBER 2013 – JANUARI 2014

No. Tanggal Pemeriksaan1. Pemeriksa 1.

2.2. No. Rekam Medik3. Nama4. Umur5. Alamat6. Jenis Kelamin Laki-laki (1) [ ]

Perempuan (2)7. Status perkawinan Kawin (1) [ ]

Tidak Kawin (2)8. Pendidikan Tidak Sekolah (1) [ ]

SD (2)SMP (3)SMA (4)Akademi/Diploma/PT (5)

9. Pekerjaan Pegawai Negeri (1) [ ]Pegawai Swasta (2)Wiraswasta (3)Buruh/Tani (4)Lain-lain (5)

10. Cara Penularan IDU (1) [ ]Heteroseksual (2)Homoseksual (3)Biseksual (4)Tatto (5)Transfusi (6)Pasangan heteroseks (7)Pasangan IVDU (8)Multiple risk (9)

11. Waktu sejak diagnosis HIV12. Lama Menderita HIV < 1 tahun (1) [ ]

No. ID

Page 87: i made domy astika

> 1 tahun (2)13. Stadium HIV WHO Stadium 1 (1) [ ]

Stadium 2 (2)Stadium 3 (3)Stadium 4 (4)

14.

15.

16.

Terapi ARV Ya (1) [ ]Tidak (2)

Lama pengobatan ARV < 6 bulan (1) [ ]7-12 bulan (2)

Tinggi badan < 170 cm (1) [ ]≥ 170 cm (2)

Pemeriksaan Laboratorium16. Angka CD4 nadir (tgl )17. Angka CD4 nadir ≤ 200 sel/mm3 (1) [ ]

> 200 sel/mm3 (2)Pemeriksaan Penunjang

21. Skala Nyeri LANSS < 12 (1) [ ]≥ 12 (2)

Page 88: i made domy astika

Lampiran 3. Skala Nyeri LANSS

Leeds Assessment of Neuropathic Symptoms and Signs

Nama:_____________________________________________________Tanggal_____________________

Skala nyeri ini dapat membantu untuk menentukan saraf yang membawa rangsang nyeri andabekerja normal atau tidak. Hal ini penting untuk menentukan apakah terapi yang berbedadiperlukan untuk mengatasi nyeri anda

A. KUESIONER NYERI Pikirkan bagaimana nyeri yang anda rasakan dalam 1 minggu terakhir Nyatakan gambaran nyeri seperti apa yang paling cocok untuk nyeri

anda1. Apakah nyeri yang anda rasakan seperti suatu perasaan aneh, perasaan tidak

menyenangkan pada kulit? Perkataan seperti tertusuk jarum atau pin, kesemutan(kebas) mungkin menggambarkan perasaan ini.a. Tidak – Nyeri yang saya rasakan tidak seperti

itu.........................................................................(0)b. Ya – Saya agak sering merasakan sensasi seperti

itu.........................................................................(5)

2. Apakah nyeri anda menyebabkan kulit di daerah nyeri terlihat berbeda darinormal? Perkataan seperti kulit terlihat merah, atau merah jambu mungkinmenggambarkan keadaannya.a. Tidak – Nyeri saya tidak menyebabkan perubahan warna di

kulit......................................................................(0)b. Ya – Saya menemukan bahwa nyeri saya menyebabkan kulit saya berbeda

dari normal...........................................................(5)

3. Apakah nyeri anda menyebabkan kulit di daerah yang terkena secara abnormalsensitif terhadap rabaan? Merasakan sensasi tidak nyaman saat kulit dirabasecara halus, atau merasakan nyeri saat memakai pakaian ketat mungkin dapatmenggambarkan sensitifitas yang abnormal.a. Tidak – Nyeri saya tidak menyebabkan kulit di daerah tersebut sensitif

abnormal………………………………………..(0)b. Ya – Kulit di daerah itu tampaknya sensitif abnormal saat

disentuh...............................................................(3)

Page 89: i made domy astika

4. Apakah nyeri anda datang secara tiba-tiba/mendadak dan memuncak tanpa alasanyang jelas saat anda sedang diam? Perkataan seperti tersengat listrikmenggambarkan sensasi ini.a. Tidak – Nyeri saya tidak terasa seperti

ini.........................................................................(0)b. Ya - Saya sering merasakan sensasi seperti

ini.........................................................................(2)

5. Apakah nyeri anda terasa seperti seolah-olah suhu kulit di daerah nyeri berubahabnormal? Perkataan seperti rasa panas dan terbakar menggambarkan sensasi ini.a. Tidak – Saya tidak merasakan sensasi

ini........................................................................(0)b. Ya – Saya sering merasakan sensasi

ini........................................................................(1)

B. PEMERIKSAAN SENSORIK

Sensitivitas kulit dapat diperiksa dengan membandingkan area nyeri dengan daerahkontralateralnya atau daerah di dekatnya yang tidak terasa nyeri untuk adanya alodinia danperubahan ambang rangsang tusukan.

1. ALODINIAPeriksa respon terhadap sentuhan halus dengan menggunakan kapas sepanjangarea tidak nyeri lalu di area nyeri. Jika pada area tidak nyeri terasa sensasinormal, tetapi nyeri atau perasaan tidak nyaman di area nyeri, maka alodinia ada.

a. Tidak – sensasi pada kedua areanormal..................................................................... .(0)

b. Ya – alodinia hanya pada daerahnyeri..........................................................................(5)

2. PERUBAHAN AMBANG RANGSANG TUSUKANTentukan ambang rangsang tusukan dengan menggunakan jarum suntik no 23yang terpasang pada syringe 2 ml yang ditempatkan secara lembut di kulit padaarea tidak nyeri dan area nyeri.

Jika terasa tajam pada area tidak nyeri, tetapi sensasi berbeda di area nyeri,misalnya sensasi tumpul (peningkatan ambang rangsang tusukan) atau sensasisangat nyeri (penurunan ambang rangsang tusukan, maka terjadi perubahanambang rangsang tusukan.

Page 90: i made domy astika

Jika tidak terasa sensasi tajam pada kedua area, ulangi pemeriksaan denganmenambah tambah jarum sedikit tekanan pada jarum.

a. Tidak – Sensasi di kedua areasama............................................................................(0)

b. Ya – terjadi perubahan ambang rangsang tusukan di areanyeri............................................................................(3)

Skor Total:

Jumlahkan keseluruhan skor pada kuesioner nyeri dan pemeriksaan sensorik untukmendapatkan total skor

Skor Total (maksimum 24)

Jika skor <12, mekanisme neuropatik tampaknya tidak berperan pada nyeri yang dirasakanpasien

Jika skor ≥12, mekanisme neuropatik tampaknya berperan pada nyeri yang dirasakan pasien.

Page 91: i made domy astika

LAMPIRAN 4. Keterangan Kelaikan Etik

Page 92: i made domy astika

LAMPIRAN 5. Surat Ijin dari RSUP Sanglah

Page 93: i made domy astika

LAMPIRAN 6. DAFTAR SAMPEL PENELITIAN

No Nama Umur Jenis Status Pendidikan Pekerjaan(tahun) Kelamin Nikah

1 NKS 34 P Kawin SMAPegawaiSwasta

2 IWD 34 LTidakkawin SMP

PegawaiSwasta

3 I GN AP 31 L Kawin PTPegawaiNegeri

4 STR 36 L Kawin SMPPegawaiSwasta

5 I NM 39 L Kawin SMA Buruh6 IDR 32 P Kawin SMA IRT

7 AT 34 L Kawin SMAPegawaiSwasta

8 RA 35 P Kawin PTPegawaiNegeri

9 TF 27 LTidakkawin Diploma Wiraswasta

10 NKS 33 PTidakkawin SMA Tidakbekerja

11 PUW 25 LTidakkawin PT Tidakbekerja

12 PS 27 LTidakkawin SMA Wiraswasta

13 NND 38 P Kawin SD IRT14 IWS 40 L Kawin SMP Wiraswasta15 NWS 23 P Kawin SMP Buruh16 I MAA 32 L Kawin SMP Wiraswasta17 NKW 39 P Kawin SMA Wiraswasta18 NKWi 24 P Kawin SMA Wiraswasta19 AS 40 P Kawin SMA IRT20 KE N 32 P Kawin SMA Wiraswasta

21 IGS 22 LTidakkawin SMA

PegawaiSwasta

22 HaR 38 P Kawin SMA IRT

23 KD 37 LTidakkawin SMP

PegawaiSwasta

24 IKH 39 L Kawin SD Wiraswasta

Page 94: i made domy astika

25 IKS 34 L Kawin SMAPegawaiSwasta

26 NNA 40 P Kawin SD IRT27 Am 33 P Kawin SD IRT28 NWDP 38 P Kawin SMP Wiraswasta

29 CH 23 LTidakkawin SMA

PegawaiSwasta

30 LI f 30 P Kawin SDPegawaiSwasta

31 YD 25 PTidakkawin SMA Wiraswasta

32 NKAr 34 PTidakkawin PT

PegawaiSwasta

33 DAW 25 p Kawin SMA IRT34 IMW 33 L Kawin SD Tani

35 AGJ 32 LTidakkawin SMP

PegawaiSwasta

36 NMS 38 P Kawin SMA IRT

37Ni NyomanCiri 23 P Kawin SD IRT

38 NWW 40 P Kawin SMPPegawaiSwasta

39 I T 25 P Kawin SMA IRT40 AR 30 L Kawin SD Tani41 NMLW 26 P Kawin SMA IRT

42 AI 34 P Kawin SMPPegawaiSwasta

43 IWEM 39 L Kawin SMAPegawaiSwasta

44 NKH 28 P Kawin SMP IRT

45 IwS 35 LTidakkawin SMA

PegawaiSwasta

46 IMS 33 LTidakkawin SMA

PegawaiSwasta

47 NKYP 40 P Kawin SMAPegawaiSwasta

48 NNS 40 P Kawin SMA Wiraswasta

49 IAU 19 LTidakkawin SMA Tidakbekerja

50 Yun 34 P Kawin Diploma Wiraswasta51 GJ 30 L Tidak SMA Pegawai

Page 95: i made domy astika

kawin Swasta52 NNWi 34 L Kawin SD IRT

53 NPSM 36 P Kawin SMAPegawaiSwasta

54 IWB 32 LTidakkawin SMA

PegawaiSwasta

55 Pr 40 LTidakkawin SMA Wiraswasta

56 RI 33 PTidakkawin SMP Tidakbekerja

57 SF 34 L Kawin PTPegawaiSwasta

58 BBR 33 LTidakkawin PT Tidakbekerja

59 FR 25 LTidakkawin SMA Wiraswasta

60 EV 30 P Kawin SMP Tidakbekerja61 NKSP 32 P Kawin SD IRT62 LP 30 P Kawin SMA IRT63 NWWA 40 P Kawin SMA Wiraswasta64 NLPA 35 P Kawin SMA Wiraswasta65 NNK 36 P Kawin SD IRT66 I P S 33 L Kawin SMA Polisi

Page 96: i made domy astika

No Nama Cara Penularan Lama Stadium ARV Lama ARVHIV (tahun)

1 NKS Pasangan heteroseks 6 4 Ya 52 IWD Heteroseksual 7 4 Tidak 03 I GN AP Heteroseksual 13 4 Ya 104 STR Heteroseksual 6 4 Ya 35 I NM Heteroseksual 12 4 Tidak 06 IDR Pasangan heteroseks 11 4 Ya 107 AT Heteroseksual 37 4 ya 98 RA Pasangan heteroseks 6 4 Ya 49 TF Heteroseksual 10 4 Ya 10

10 NKS Heteroseksual 9 4 Ya 111 PUW Homoseksual 15 4 Ya 212 PS Homoseksual 8 4 Ya 213 NND Pasangan heteroseks 8 4 Ya 714 IWS Heteroseksual 10 4 Ya 515 NWS Pasangan heteroseks 19 4 Ya 1116 I MAA Heteroseksual 30 4 Ya 1117 NKW Pasangan heteroseks 6 4 Ya 518 NKWi Pasangan heteroseks 15 4 Ya 1119 AS Pasangan heteroseks 6 1 Ya 320 KE N Pasangan heteroseks 6 4 Ya 421 IGS Heteroseksual 6 4 Ya 422 HaR Pasangan heteroseks 6 4 Ya 123 KD Heteroseksual 6 4 Ya 124 IKH Heteroseksual 6 4 Tidak 025 IKS Heteroseksual 6 4 Ya 226 NNA Pasangan heteroseks 10 4 Ya 927 Am Pasangan heteroseks 14 4 Ya 1028 NWDP Pasangan heteroseks 6 1 Ya 629 CH Homoseksual 12 2 Ya 830 LI f Pasangan heteroseks 13 2 Ya 1031 YD Heteroseksual 7 1 Ya 632 NKAr Heteroseksual 6 1 Ya 333 DAW Pasangan heteroseks 7 1 Ya 134 IMW Heteroseksual 6 4 Ya 135 AGJ Heteroseksual 11 3 Ya 10

Page 97: i made domy astika

No Nama Cara Penularan Lama Stadium ARVLamaARV

HIV (tahun)36 NMS Pasangan heteroseks 6 3 Tidak 0

37Ni NyomanCiri Pasangan heteroseks 6 2 Ya 5

38 NWW Pasangan heteroseks 14 4 Ya 1139 I T Pasangan heteroseks 27 1 Ya 340 AR Heteroseksual 6 4 Ya 441 NMLW Pasangan heteroseks 9 3 Ya 842 AI Pasangan heteroseks 53 3 Ya 1143 IWEM Heteroseksual 6 2 Ya 544 NKH Pasangan heteroseks 9 1 Ya 945 IwS IDU 7 2 Tidak 046 IMS Heteroseksual 9 1 Ya 747 NKYP Pasangan heteroseks 6 1 Ya 748 NNS Pasangan heteroseks 6 3 Tidak 049 IAU Heteroseksual 7 4 Ya 550 Yun Pasangan heteroseks 13 4 Ya 1051 GJ Heteroseksual 6 4 Ya 252 NNWi Pasangan heteroseks 7 4 Ya 153 NPSM Pasangan heteroseks 8 4 Ya 554 IWB Heteroseksual 8 2 Ya 555 Pr Biseksual 7 2 Ya 556 RI Heteroseksual 13 4 Ya 257 SF Heteroseksual 15 4 Ya 458 BBR Biseksual 16 4 Ya 1159 FR Homoseksual 8 4 Ya 560 EV Pasangan heteroseks 6 4 Ya 561 NKSP Pasangan heteroseks 7 3 Ya 262 LP Pasangan heteroseks 8 1 Ya 763 NWWA Pasangan heteroseks 8 4 Ya 564 NLPA Pasangan heteroseks 6 4 Tidak 065 NNK Pasangan heteroseks 25 4 Ya 1166 I P S Heteroseksual 7 1 Ya 3

Page 98: i made domy astika

No Nama Tinggi CD4 Nyeri LANSSBadan (cm) nadir Neuropatik

1 NKS 160 4 Ya 242 IWD 165 6 Ya 143 I GN AP 160 8 Ya 144 STR 160 6 Ya 145 I NM 165 4 Ya 146 IDR 152 57 Ya 147 AT 170 14 Ya 148 RA 159 99 Ya 149 TF 172 15 Ya 14

10 NKS 155 2 Ya 1411 PUW 168 10 Ya 1412 PS 170 4 Ya 1413 NND 160 17 Ya 1414 IWS 170 95 Ya 1415 NWS 153 30 Ya 1416 I MAA 177 50 Ya 1417 NKW 160 76 Ya 1418 NKWi 155 51 Ya 1419 AS 165 130 Ya 1420 KE N 150 121 Ya 1421 IGS 167 38 Ya 1422 HaR 150 47 Ya 1423 KD 160 47 Ya 1424 IKH 165 12 Ya 1425 IKS 178 81 Ya 1426 NNA 150 11 Ya 1427 Am 150 65 Ya 1428 NWDP 160 266 Tidak 029 CH 167 244 Tidak 030 LI f 162 507 Tidak 031 YD 169 293 Tidak 032 NKAr 162 247 Tidak 033 DAW 155 283 Tidak 034 IMW 164 310 Tidak 035 AGJ 170 292 Tidak 0

Page 99: i made domy astika

No Nama Tinggi CD4 Nyeri LANSSBadan (cm) nadir Neuropatik

36 NMS 170 309 Tidak 0

37Ni NyomanCiri 161 234 Tidak 0

38 NWW 153 291 Tidak 039 I T 165 274 Tidak 040 AR 170 233 Tidak 041 NMLW 155 251 Tidak 042 AI 156 256 Tidak 043 IWEM 160 294 Tidak 044 NKH 160 293 Tidak 045 IwS 162 273 Tidak 046 IMS 170 349 Tidak 047 NKYP 152 339 Tidak 048 NNS 165 279 Tidak 049 IAU 164 20 Tidak 050 Yun 165 151 Tidak 051 GJ 165 22 Tidak 052 NNWi 155 103 Tidak 053 NPSM 153 174 Tidak 054 IWB 172 176 Tidak 055 Pr 165 179 Tidak 056 RI 163 31 Tidak 057 SF 165 50 Tidak 058 BBR 170 165 Tidak 059 FR 171 119 Tidak 060 EV 147 146 Tidak 061 NKSP 160 211 Ya 1462 LP 150 208 Ya 1463 NWWA 170 237 Ya 1464 NLPA 160 391 Ya 1465 NNK 150 204 Ya 1466 I P S 170 244 Ya 14

Page 100: i made domy astika

LAMPIRAN 7. ANALISIS SPSS

Lampiran 7.1 Umur subyek penelitian (Kasus)

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid 22 1 3.0 3.0 3.0

23 1 3.0 3.0 6.1

24 1 3.0 3.0 9.1

25 1 3.0 3.0 12.1

27 2 6.1 6.1 18.2

30 1 3.0 3.0 21.2

31 1 3.0 3.0 24.2

32 4 12.1 12.1 36.4

33 3 9.1 9.1 45.5

34 4 12.1 12.1 57.6

35 2 6.1 6.1 63.6

36 2 6.1 6.1 69.7

37 1 3.0 3.0 72.7

38 2 6.1 6.1 78.8

39 3 9.1 9.1 87.9

40 4 12.1 12.1 100.0

Total 33 100.0 100.0

Page 101: i made domy astika

Lampiran 7.2 Umur subyek penelitian (Kontrol)

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid 19 1 3.0 3.0 3.0

23 2 6.1 6.1 9.1

25 4 12.1 12.1 21.2

28 1 3.0 3.0 24.2

30 4 12.1 12.1 36.4

32 2 6.1 6.1 42.4

33 4 12.1 12.1 54.5

34 5 15.2 15.2 69.7

35 1 3.0 3.0 72.7

36 2 6.1 6.1 78.8

38 2 6.1 6.1 84.8

39 1 3.0 3.0 87.9

40 4 12.1 12.1 100.0

Total 33 100.0 100.0

Lampiran 7.3 Umur subyek penelitian (Kasus)

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid <30 6 18.2 18.2 18.2

=>30 27 81.8 81.8 100.0

Total 33 100.0 100.0

Page 102: i made domy astika

Lampiran 7.4 Umur subyek penelitian (Kontrol)

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid <30 8 24.2 24.2 24.2

=>30 25 75.8 75.8 100.0

Total 33 100.0 100.0

Lampiran 7.5 Jenis kelamin subyek (Kasus)

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid Laki-laki 14 42.4 42.4 42.4

Perempuan 19 57.6 57.6 100.0

Total 33 100.0 100.0

Lampiran 7.6 Jenis kelamin subyek (Kontrol)

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid Laki-laki 14 42.4 42.4 42.4

Perempuan 19 57.6 57.6 100.0

Total 33 100.0 100.0

Page 103: i made domy astika

Lampiran 7.7 Status pernikahan (Kasus)

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid Nikah 26 78.8 78.8 78.8

Belum menikah 7 21.2 21.2 100.0

Total 33 100.0 100.0

Lampiran 7.8 Status pernikahan (Kontrol)

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid Nikah 20 60.6 60.6 60.6

Belum menikah 13 39.4 39.4 100.0

Total 33 100.0 100.0

Lampiran 7.9 Status pendidikan (Kasus)

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid SD 6 18.2 18.2 18.2

SMP 6 18.2 18.2 36.4

SMA 17 51.5 51.5 87.9

Akademi/Diploma/PT 4 12.1 12.1 100.0

Total 33 100.0 100.0

Page 104: i made domy astika

Lampiran 7.10 Status pendidikan (Kontrol)

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid SD 5 15.2 15.2 15.2

SMP 7 21.2 21.2 36.4

SMA 17 51.5 51.5 87.9

Akademi/Diploma/PT 4 12.1 12.1 100.0

Total 33 100.0 100.0

Lampiran 7.11 Jenis pekerjaan subyek (Kasus)

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid Pegawai Negeri 2 6.1 6.1 6.1

Pegawai Swasta 7 21.2 21.2 27.3

Wiraswasta 10 30.3 30.3 57.6

Buruh/Tani 2 6.1 6.1 63.6

Lain-lain 12 36.4 36.4 100.0

Total 33 100.0 100.0

Lampiran 7.12 Jenis pekerjaan subyek (Kontrol)

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid Pegawai Swasta 14 42.4 42.4 42.4

Wiraswasta 6 18.2 18.2 60.6

Buruh/Tani 2 6.1 6.1 66.7

Lain-lain 11 33.3 33.3 100.0

Total 33 100.0 100.0

Page 105: i made domy astika

Lampiran 7.13 Cara penularan HIV (Kasus)

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid Heteroseksual 14 42.4 42.4 42.4

Homoseksual 2 6.1 6.1 48.5

Pasangan heteroseksual 17 51.5 51.5 100.0

Total 33 100.0 100.0

Lampiran 7.14 Cara penularan HIV (Kontrol)

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid IDU 1 3.0 3.0 3.0

Heteroseksual 12 36.4 36.4 39.4

Homoseksual 2 6.1 6.1 45.5

Biseksual 2 6.1 6.1 51.5

Pasangan heteroseksual 16 48.5 48.5 100.0

Total 33 100.0 100.0

Lampiran 7.15 Lama menderita HIV (Kasus)

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid > 1 tahun 8 24.2 24.2 24.2

=< 1 tahun 25 75.8 75.8 100.0

Total 33 100.0 100.0

Page 106: i made domy astika

Lampiran 7.16 Lama menderita HIV (Kontrol)

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid > 1 tahun 9 27.3 27.3 27.3

=< 1 tahun 24 72.7 72.7 100.0

Total 33 100.0 100.0

Lampiran 7.17 Stadium HIV WHO (Kasus)

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid Stadium 4 29 87.9 87.9 87.9

Stadium 3 1 3.0 3.0 90.9

Stadium 1 3 9.1 9.1 100.0

Total 33 100.0 100.0

Page 107: i made domy astika

Lampiran 7.18 Stadium HIV WHO (Kasus)

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid Rendah 3 9.1 9.1 9.1

Tinggi 30 90.9 90.9 100.0

Total 33 100.0 100.0

Lampiran 7.19 Stadium HIV WHO (Kontrol)

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid Stadium 4 13 39.4 39.4 39.4

Stadium 3 5 15.2 15.2 54.5

Stadium 2 7 21.2 21.2 75.8

Stadium 1 8 24.2 24.2 100.0

Total 33 100.0 100.0

Lampiran 7.20 Stadium HIV WHO (Kontrol)

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid Rendah 15 45.5 45.5 45.5

Tinggi 18 54.5 54.5 100.0

Total 33 100.0 100.0

Lampiran 7.21 Konsumsi ARV (Kasus)

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid Ya 29 87.9 87.9 87.9

Tidak 4 12.1 12.1 100.0

Total 33 100.0 100.0

Page 108: i made domy astika

Lampiran 7.22 Konsumsi ARV (Kontrol)

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid Ya 30 90.9 90.9 90.9

Tidak 3 9.1 9.1 100.0

Total 33 100.0 100.0

Lampiran 7.23 Lama pengobatan HIV (Kasus)

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid 6-11 bulan 12 36.4 36.4 36.4

< 6 bulan 21 63.6 63.6 100.0

Total 33 100.0 100.0

Lampiran 7.24 Lama pengobatan HIV (Kontrol)

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid 6-11 bulan 11 33.3 33.3 33.3

< 6 bulan 22 66.7 66.7 100.0

Total 33 100.0 100.0

Page 109: i made domy astika

Lampiran 7.25 Tinggi badan subyek (Kasus)

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid => 170 cm 9 27.3 27.3 27.3

< 170 cm 24 72.7 72.7 100.0

Total 33 100.0 100.0

Lampiran 7.26 Tinggi badan subyek (Kontrol)

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid => 170 cm 7 21.2 21.2 21.2

< 170 cm 26 78.8 78.8 100.0

Total 33 100.0 100.0

Page 110: i made domy astika

Lampiran 7.27 Angka CD 4 Nadir (Kasus)

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid 2 1 3.0 3.0 3.0

4 3 9.1 9.1 12.1

6 2 6.1 6.1 18.2

8 1 3.0 3.0 21.2

10 1 3.0 3.0 24.2

11 1 3.0 3.0 27.3

12 1 3.0 3.0 30.3

14 1 3.0 3.0 33.3

15 1 3.0 3.0 36.4

17 1 3.0 3.0 39.4

30 1 3.0 3.0 42.4

38 1 3.0 3.0 45.5

47 2 6.1 6.1 51.5

50 1 3.0 3.0 54.5

51 1 3.0 3.0 57.6

57 1 3.0 3.0 60.6

65 1 3.0 3.0 63.6

76 1 3.0 3.0 66.7

81 1 3.0 3.0 69.7

95 1 3.0 3.0 72.7

99 1 3.0 3.0 75.8

121 1 3.0 3.0 78.8

130 1 3.0 3.0 81.8

204 1 3.0 3.0 84.8

208 1 3.0 3.0 87.9

Page 111: i made domy astika

211 1 3.0 3.0 90.9

237 1 3.0 3.0 93.9

244 1 3.0 3.0 97.0

391 1 3.0 3.0 100.0

Total 33 100.0 100.0

Lampiran 7.28 Angka CD 4 Nadir (Kasus)

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid =<200 27 81.8 81.8 81.8

>200 6 18.2 18.2 100.0

Total 33 100.0 100.0

Page 112: i made domy astika

Lampiran 7.29 Angka CD 4 Nadir (Kontrol)

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid 20 1 3.0 3.0 3.0

22 1 3.0 3.0 6.1

31 1 3.0 3.0 9.1

50 1 3.0 3.0 12.1

103 1 3.0 3.0 15.2

119 1 3.0 3.0 18.2

146 1 3.0 3.0 21.2

151 1 3.0 3.0 24.2

165 1 3.0 3.0 27.3

174 1 3.0 3.0 30.3

176 1 3.0 3.0 33.3

179 1 3.0 3.0 36.4

233 1 3.0 3.0 39.4

234 1 3.0 3.0 42.4

244 1 3.0 3.0 45.5

247 1 3.0 3.0 48.5

251 1 3.0 3.0 51.5

256 1 3.0 3.0 54.5

266 1 3.0 3.0 57.6

273 1 3.0 3.0 60.6

274 1 3.0 3.0 63.6

279 1 3.0 3.0 66.7

283 1 3.0 3.0 69.7

291 1 3.0 3.0 72.7

292 1 3.0 3.0 75.8

Page 113: i made domy astika

293 2 6.1 6.1 81.8

294 1 3.0 3.0 84.8

309 1 3.0 3.0 87.9

310 1 3.0 3.0 90.9

339 1 3.0 3.0 93.9

349 1 3.0 3.0 97.0

507 1 3.0 3.0 100.0

Total 33 100.0 100.0

Lampiran 7.30 Angka CD 4 Nadir (Kontrol)

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid =<200 12 36.4 36.4 36.4

>200 21 63.6 63.6 100.0

Total 33 100.0 100.0

Page 114: i made domy astika

Lampiran 7.31 Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Umur subyekpenelitian

.134 66 .005 .939 66 .003

Lama pengobatan HIV .143 66 .002 .920 66 .000Tinggi badan subyek .107 66 .058 .962 66 .041Angka CD 4 Nadir .143 66 .002 .912 66 .000Stadium HIV WHO .388 66 .000 .669 66 .000a. Lilliefors Significance Correction

Page 115: i made domy astika

Lampiran 7.32 Nyeri neuropatik * Angka CD 4 NadirCrosstabulation

Angka CD 4 Nadir

Total=<200 >200

nyerineuropatik

ya Count 27 6 33

Expected Count 19.5 13.5 33.0

tidak Count 12 21 33

Expected Count 19.5 13.5 33.0

Total Count 39 27 66

Expected Count 39.0 27.0 66.0

Page 116: i made domy astika

Lampiran 7.33 Chi-Square Tests

Value dfAsymp. Sig. (2-

sided)Exact Sig. (2-

sided)Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 14.103a 1 .000

Continuity Correctionb 12.285 1 .000

Likelihood Ratio 14.746 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-LinearAssociation

13.889 1 .000

N of Valid Cases 66

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.50.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Angka CD4 Nadir (=<200 / >200)

7.875 2.534 24.472

For cohort nyerineuropatik = ya

3.115 1.492 6.504

For cohort nyerineuropatik = tidak

.396 .237 .660

N of Valid Cases 66