Top Banner
87 TESIS PROGRAM PENYADARAN KEPATUHAN CUCI TANGAN DAPAT MENINGKATKAN PENGETAHUAN CUCI TANGAN, MENURUNKAN JUMLAH KOLONI DAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA TANGAN CO ASS FKG UNMAS DENPASAR I GUSTI AGUNG GDE OKA ARDANA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016
119

i gusti agung gde oka ardana

Dec 16, 2016

Download

Documents

LêHạnh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 87

    TESIS

    PROGRAM PENYADARAN KEPATUHAN CUCI TANGAN DAPAT

    MENINGKATKAN PENGETAHUAN CUCI TANGAN, MENURUNKAN

    JUMLAH KOLONI DAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA

    TANGAN CO ASS FKG UNMAS DENPASAR

    I GUSTI AGUNG GDE OKA ARDANA

    PROGRAM PASCASARJANA

    UNIVERSITAS UDAYANA

    DENPASAR

    2016

  • 88

    TESIS

    PROGRAM PENYADARAN KEPATUHAN CUCI TANGAN DAPAT

    MENINGKATKAN PENGETAHUAN CUCI TANGAN, MENURUNKAN

    JUMLAH KOLONI DAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA

    TANGAN CO ASS FKG UNMAS DENPASAR

    I GUSTI AGUNG GDE OKA ARDANA

    NIM 1390761032

    PROGRAM MAGISTER

    PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

    PROGRAM PASCA SARJANA

    UNIVERSITAS UDAYANA

    DENPASAR

    2016

  • 89

    PROGRAM PENYADARAN KEPATUHAN CUCI TANGAN DAPAT

    MENINGKATKAN PENGETAHUAN CUCI TANGAN, MENURUNKAN

    JUMLAH KOLONI DAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA

    TANGAN CO ASS FKG UNMAS DENPASAR

    Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

    pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik,

    Program Pascasarjana Universitas Udayana

    I GUSTI AGUNG GDE OKA ARDANA

    NIM : 1390761032

    PROGRAM MAGISTER

    PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

    PROGRAM PASCASARJANA

    UNIVERSITAS UDAYANA

    DENPASAR

    2016

  • 90

    Lembar Pengesahan

    TESIS INI TELAH DISETUJUI

    TANGGAL 16 Juni 2016

    Mengetahui

    Tesis Ini Telah Diuji

    Pada tanggal

    PanitiaPenguji Tesis Berdasarkan SK. Rektor

    Pembimbing I,

    Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, Msi., Sp.MK(K)

    NIP. 196404171996011001

    Pembimbing II,

    Prof.Dr.dr. I Putu Gede Adiatmika, M.Kes. NIP. 196603091998021003

    Ketua Program Studi Ilmu Biomedik

    Program Pascasarjana

    Universitas Udayana

    Dr.dr.Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc., Sp.G(K)

    NIP. 195805211985031002

    Direktur

    Program Pascasarjana

    Universitas Udayana

    Prof.Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S(K)

    NIP. 195902151985102001

  • 91

    UniversitasUdayana, No.; 2710/UN 14.4 / HK / 2016

    Tanggal ; 10 Juni 2016

    Ketua : Dr.dr. I Dewa Made Sukrama, Msi., Sp.MK(K)

    Sekretaris : Prof.Dr.dr.I Putu Gede Adiatmika, M.Kes.

    Anggota : 1. Prof.dr. Ketut Tirtayasa, MS, AIF

    2. Prof. Dr. dr. Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And.

    3. Dr. dr. I Wayan Putu SutirtaYasa, M.Si

  • 92

  • 93

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Waca, Tuhan Yang

    Maha Esa karena atas berkatNYA penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Program

    Penyadaran Kepatuhan Cuci Tangan dapat Meningkatkan Pengetahuan Cuci Tangan,

    Menurunkan Jumlah Koloni dan Bakteri Staphylococcus aureus pada Tangan Co Ass FKG

    UNMAS Denpasar. Tesis ini dibuat sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan yang

    ditempuh di Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Universitas Udayana Denpasar.

    Terimakasih yang sebesar-besarnya, penulis ingin sampaikan kepada pembimbing satu

    yaitu, Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, Msi., Sp.MK(K), yang telah penuh perhatian dan kesabaran

    memberikan pengarahan, bimbingan, saran, serta waktunya kepada penulis selama tesis ini

    dibuat sampai dengan selesai. Terimakasih pula penulis sampaikan kepada Prof. Dr. dr I Putu

    Gede Adiatmika, M.Kes. selaku pembimbing kedua yang menyempatkan diri untuk memberikan

    pengarahan, bimbingan, dorongan, waktunya serta kritikan dalam pembuatan tesis ini.

    Terimakasih juga kepada Co Ass dan RSGM FKG UNMAS Denpasar sebagai subjek / tempat

    penelitian dalam menyelesaikan tesis ini.

    Ucapan terimakasih dan penghargaan juga penulis sampaikan kepada:

    Rektor Universitas Udayana Denpasar Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, Sp.PD (KEMD) atas

    kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikaan Program Magister di

    Universitas Udayana, Direktur Pasca Sarjana Universitas Udayana Denpasar, Prof. Dr. dr. A.A.

    Raka Sudewi, Sp. S(K) yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk

    mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Universitas Udayana Denpasar.

    Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana

    Denpasar, Dr.dr.Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc., Sp.G(K) atas kesempatan dan fasilitas

  • 94

    yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Universitas

    Udayana Denpasar, seluruh penguji yaitu, Prof.dr. Ketut Tirtayasa, MS, AIF., Prof. Dr. dr.

    Alex Pangkahila, MSc, Sp. And., Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, Msi., Sp.MK(K), Prof. Dr.dr. I

    Putu Gede Adiatmika, M.Kes, dan Dr. dr. Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si., atas masukan dan

    kritiknya kepada penulis sehingga dalam penulisan tesis ini dapat menjadi lebih baik.

    Seluruh dosen dan pengelola Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana

    Universitas Udayana Denpasar, dan Seluruh Dosen yang telah mendidik, mengarahkan serta

    membantu penulis selama menempuh pendidikan.

    Rektor Universitas Mahasaraswati Denpasar, Dekan FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar,

    Direktur RSGM Universitas Mahasaraswati Denpasar, dan Kepala Laboratorium Mikrobiologi

    Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan untuk

    menggunakan Labnya selama penelitian ini dilakukan.

    Direktur Utama beserta jajarannya dan teman-teman di SMF Gigi dan Mulut RSUP

    Sanglah Denpasar yang telah memberikan kesempatan dan dukungan pada saat menempuh

    pendidikan. Seluruh teman-teman mahasiswa Program Studi Ilmu Biomedik angkatan 2013

    khususnya Ilmu Kedokteran Dasar yang telah bersama-sama menemani baik dalam keadaan

    suka maupun duka dalam menempuh masa pendidikan.

    Kepada istri tercinta dan terkasih Anak Agung Ayu Rukmasari SE, MSi., yang telah

    berkorban dan menemani semenjak awal sampai akhir perkuliahan sudah menjadi teman yang

    selalu memberikan inspirasi, motivasi sehingga memberikan rasa optimis dalam menyelesaikan

    pendidikan dan tesis ini. Kepada putra-putri dan menantu tersayang, drg. I Gusti Agung Istri

    Dentarika, SKG, dr. I Gusti Agung Gde Dendyningrat, S.Ked beserta istri

  • 95

    dr.I Gusti Agung Ayu Sri Wulandari Pramana S.Ked. dan I Gusti Agung Gde Dennyningrat

    yang telah membuat penulis merasa terhibur dan semangat dalam menyelesaikan pendidikan dan

    tesis ini. Kepada cucu manisku yang tersayang dan terkasih I Gusti Agung Mas Luna Atalya dan

    Anak Agung Ayu Kaesra dengan kelucuan dan kepolosannya telah membuat penulis merasa

    terhibur dan semangat dalam menyelesaikan pendidikan dan tesis ini serta semua pihak yang

    belum tersebutkan, yang telah membantu dan memberikan dukungan samapai selesainya tesis

    ini.

    Penulis sadar bahwa tesis ini tidak sempurna, sehingga masukan dan kritik untuk

    perbaikan kearah yang lebih baik sangat diharapkan. Akhir kata penulis berharap, tesis ini dapat

    membawa manfaat untuk para pembaca, khususnya para individu yang bergerak dalam bidang

    kedokteran / kedokteran gigi.

    Denpasar, Mei 2016

    Penulis

    ABSTRAK

    PROGRAM PENYADARAN KEPATUHAN CUCI TANGAN DAPAT MENINGKAT

    PENGETAHUAN CUCI TANGAN, MENURUNKAN JUMLAH KOLONI BAKTERI

    DAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA TANGAN CO ASS FKG UNMAS

    DENPASAR.

    Presentase data infeksi nosokomial di Indonesia masih cukup tinggi yaitu sebesar 6-16 %

    dengan rata-rata 9,8%. Untuk menurunkan angka infeksi nosokomial dapat dilakukan dengan

    program penyadaran kepatuhan cuci tangan dengan cara meningkatkan pengetahuan cuci

    tangan. Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan cuci tangan sehingga dapat

    menurunkan jumlah koloni bakteri dan bakteri Staphylococcus aureus pada tangan.

    Rancangan penelitian ini pre-post test control group design, dengan jumlah sampel 28

    orang Co Ass FKG UNMAS yang terbagi menjadi 2 kelompok. Kelompok kontrol melakukan

    cuci tangan sesuai prosedur tetap, kelompok perlakuan melakukan cuci tangan dengan program

    penyadaran kepatuhan cuci tangan dan rerata perbedaan hasil diuji secara statistik.

    Hasil analisis data pengetahuan sebelum perlakuan dengan uji t-independent, t = 0,141

    dan nilai p = 0,889, artinya skor pengetahuan sebelum perlakuan kedua kelompok tidak berbeda

  • 96

    (p>0,05). Sedangkan sesudah perlakuan, skor pengetahuan dengan uji t-independent, t = 3,89 dan

    nilai p = 0,001, artinya skor pengetahuan sesudah perlakuan pada kedua kelompok berbeda

    secara bermakna (p0,05). Sedangkan sesudah perlakuan, p = 0,139, artinya median

    koloni bakteri sesudah perlakuan pada kedua kelompok tidak berbeda secara bermakna (p>0,05).

    Hasil analisis data koloni bakteri Staphylococcus aureus sebelum perlakuan, dengan uji Mann-

    Whitney, p = 0,180, artinya median koloni bakteri Staphylococcus aureus sebelum perlakuan

    pada kedua kelompok tidak berbeda (p>0,05). Sedangkan sesudah perlakuan, p = 0,100, artinya

    median koloni bakteri Staphylococcus aureus sesudah perlakuan pada kedua kelompok tidak

    berbeda secara bermakna (p>0,05).

    Simpulan bahwa program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat meningkatkan

    pengetahuan cuci tangan, tidak dapat menurunkan jumlah koloni bakteri dan bakteri

    Staphylococcus aureus pada tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar

    Kata kunci : program penyadaran kepatuhan cuci tangan, pengetahuan cuci

    tangan, jumlah koloni bakteri dan bakteri Staphylococcus

    aureus.

  • 97

    ABSTRACT

    HAND WASHING COMPLIANCE AWARENESS PROGRAM ABLE TO IMPROVE

    KNOWLEDGE OF HAND WASHING, TO REDUCE NUMBER OF COLONIES AND

    BACTERIA STAPHYLOCOCCUS AUREUS ON HAND OF CO ASS FKG UNMAS DENPASAR

    The percentage of nosocomial infections in Indonesia ws still high enough at 6-16% with mean of

    9,8%. To reduce number of nosocomial infections can be conducted by hand washing compliance

    awareness program by improve the knowledge of hand washing. Aim to increase awareness and

    compliance with hand washing so as to reduce the number of bacterial colonies and bacteria

    Staphylococcus aureus on hand.

    This study was conducted with pre-post test control group design, by number of sample was 28

    students of Co Ass of FKG UNMAS they were divided into two groups, that were the control group who

    they was washed their hands according to the permanent procedure and the treatment group who was

    handwashing with hand washing compliance awareness programs and mean differences were statistically

    tested result.

    The results of data analysis of knowledge at pre-test with independent t-test, t = 0.141 and p =

    0.889, its meaning the knowledge score before treatment at both groups did not signficant (p> 0,05).

    While after treatment, the score of knowledge by t-independent, t = 3,89 and p = 0,001, its meaning the

    knowledge score after treatment in both groups differed significantly (p 0,05). Whereas after

    treatment, p = 0,139, its means theat median of bacterial colonies after treatment in both groups did not

    significant (p > 0,05). The results of the data analysis of bacteria Staphylococcus aureus before

    treatment, with the Mann-Whitney test, p = 0,180, its means that median of bacteria Staphylococcus

    aureus before treatment in both groups did not significant (p > 0,05). Whereas after treatment, p = 0,100,

    its meaning median of bacteria Staphylococcus aureus after treatment in both groups did not significant

    (p > 0,05).

    The conclusion that hand washing compliance awareness program can improve knowledge of

    hand washing, , but did not reduce the number of bacterial colonies and the bacteria Staphylococcus

    aureus on hands Co Ass of FKG UNMAS Denpasar

    Keywords : hand washing compliance awareness programs, knowledge of hand

    washing, number of bacterial colonies and bacteria Staphylococcus

    aureus

    DAFTAR ISI

  • 98

    SAMPUL DEPAN i

    PRASYARAT GELAR . ii

    LEMBAR PERSETUJUAN . iii

    PENETAPAN PANITIA

    PENGUJI

    iv

    UCAPAN TERIMA KASIH v

    ABSTRAK ix

    ABSTRACT x

    DAFTAR ISI .. xi

    DAFTAR TABEL xvi

    DAFTAR GAMBAR . xvii

    DAFTAR SINGKATAN . xviii

    DAFTAR LAMPIRAN xix

    BAB I PENDAHULUAN . 1

    1.1

    1.2

    1.3

    Latar belakang

    Rumusan masalah ...

    Tujuan

    1

    9

    9

    1.3.1.

    1.3.2.

    Tujuan umum .....

    Tujuan khusus

    9

    9

    1.4 Manfaat penelitian . 10

    1.4.1. Manfaat akademis . 10

  • 99

    1.4.2. Manfaat praktis .. 10

    BAB II KAJIAN PUSTAKA ..... 11

    2.1 Infeksi nosokomial. 11

    2.2 Bakteri 12

    2.2.1.

    2.2.2.

    Bakteri pada tangan manusia

    Bakteri penyebab infeksi nosokomial.

    15

    15

    2.3

    2.4

    Pencegahan infeksi nosokomial.

    Hand hygiene....

    16

    18

    2.4.1 Ruang lingkup hand hygiene.. 19

    2.4.2 Tata laksana hand hygiene. 20

    2.4.3 Enam (6) langkah cuci tangan . 21

    2.4.4 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam cuci

    tangan

    23

    2.4.5 Hambatan untuk cuci tangan 23

    2.4.6 Langkah-langkah untuk meningkatkan kepatuhan

    cuci tangan ..

    24

    2.4.7 Tujuh fakta cuci tangan pakai sabun.. 24

    2.5 Program penyadaran (Awareness program).. 25

    2.5.1 Tujuan program penyadaran ... 25

    2.5.2 Faktor-fakor yang mempengaruhi perilaku cuci

    tangan

    26

  • 100

    BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS

    PENELITIAN ..

    28

    3.1

    3.2

    3.3

    Kerangka berpikir .

    Konsep penelitian .

    Hipotesis penelitian...

    28

    30

    30

    BAB IV METODE PENELITIAN . 32

    4.1

    4.2

    4.3

    Rancangan penelitian

    Tempat dan waktu penelitian ..

    Penentuan sumber data

    32

    33

    33

    4.3.1

    4.3.2

    4.3.3.

    4.3.4.

    4.3.5.

    Populasi penelitian .

    Sampel penelitian..

    Kriteria eligibilitas..

    Besar sampel

    Tehnik pengambilan sampel

    33

    33

    34

    35

    35

    4.4.

    4.5.

    4.6.

    4.7.

    Variabel penelitian ..

    Hubungan antar variabel ..

    Definisi operasional variabel .

    Bahan dan alat penelitian

    36

    37

    37

    39

    4.7.1.

    4.7.2.

    Bahan.

    Alat

    39

    39

  • 101

    4.8. Prosedur penelitian . 40

    4.8.1.

    4.8.2.

    4.8.3.

    4.8.4.

    4.8.5.

    Tahap persiapan.

    Tahap pemilihan dan penentuan sampel

    Tahap pelaksanaan penelitian ..

    Alur penelitian

    Analisis data

    40

    40

    41

    44

    44

    BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 46

    5.1 Hasil 46

    5.1.1 Pengetahuan Cuci Tangan ... 46

    5.1.2 Jumlah Koloni Bakteri 48

    5.1.3 Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus . 52

    5.2 Pembahasan. 55

    5.2.1 Pengetahuan Cuci Tangan.. 55

    5.2.2 Jumlah Koloni Bakteri 59

    5.2.3 Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus . 69

    BAB VI SIMPULAN DAN SARAN. 77

    6.1 Simpulan . 77

    6.2 Saran 77

    DAFTAR PUSTAKA .. 79

    LAMPIRAN 87

  • 102

    DAFTAR TABEL

    5.1 Hasil Uji Normalitas Data Pengetahuan ......

    46

    5.2 Homogenitas Pengetahuan antar Kelompok Perlakuan

    47

    5.3 Perbedaan Rerata Skor Pengetahuan antar Kelompok Sebelum Program

    Penyadaran Kepatuhan Cuci Tangan ....

    47

    5.4 Perbedaan Rerata Skor Pengetahuan antar Kelompok Sesudah Program

    Penyadaran Kepatuhan Cuci Tangan.........................................................

    48

    5.5 Jenis dan Rerata Jumlah Koloni Bakteri yang di Isolasi dari Swab

    Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol dan Perlakuan

    (n=14)

    49

    5.6 Hasil Uji Normalitas Data Jumlah Koloni Bakteri

    50

    5.7 Rerata Jumlah Koloni Bakteri yang di Isolasi dari Swab Telapak Tangan

    Sampel pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan Sebelum dan

    Sesudah Cuci Tangan.....

    50

    5.8 Rerata Jumlah Koloni Bakteri yang di Isolasi dari Swab Telapak Tangan

    Sampel pada Kelompok Kontrol antara Sebelum dengan Sesudah

    Perlakuan

    51

    5.9 Jenis dan Rerata Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus yang di

    Isolasi dari Swab Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol dan

    Perlakuan (n=14).

    53

    5.10 Rerata Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus yang di Isolasi dari

    Swab Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol dan Kelompok

    Perlakuan Sebelum dan Sesudah Cuci Tangan ...

    54

    5.11 Rerata Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus yang di Isolasi dari

    Swab Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol dan Kelompok

    Perlakuan antara Sebelum dengan Sesudah Perlakuan...

    54

  • 103

    DAFTAR GAMBAR

    2.1 Lima waktu ( momen ) cuci tangan (WHO, 2009).

    21

    2.2 Lima langkah cuci tangan pakai sabun (WHO, 2009).................

    22

    3.1 Konsep penelitian.

    30

    4.1 Rancangan penelitian...................

    32

    4.2 Hubungan antara variabel.

    37

    4.3 Alur penelitian..

    44

    5.1 Jenis dan jumlah koloni bakteri sebelum perlakuan pada media Plate Count

    Agar..................

    48

    5.2 Jenis dan jumlah koloni bakteri sesudah perlakuan pada media Plate Count

    Agar..................

    49

    5.3 Identifikasi bakteri Staphylococcus aureus dengan API 20 E Biomeriux dengan

    sistim perubahan warna ...

    52

    5.4 Identifikasi bakteri Staphylococcus aureus pada mikroskop Olympus dengan

    pembesaran 1000 X.....

    52

  • 104

    DAFTAR LAMPIRAN

    1. Lampiran 1 Jawaban Permohonan Data Infeksi dan Kepatuhan Kebersihan Tangan 87

    2. Lampiran 2 Data infeksi dan kepatuhan kebersihan tangan. 88

    3. Lampiran 3 Penyerahan Ethical Clearence . 89

    4. Lampiran 4 Keterangan Kelaikan Etik. 90

    5. Lampiran5 Amandemen Perubahan Judul Penelitian . 91

    6 Lampiran 6 D Data Pengisian Responden

    92

    7 Lampiran 7 Lembar Kuesioner.

    93

    8 Lampiran 8 Informed Consent..

    96

    9 Lampiran 9 Jumlah Kolon Bakteri...

    97

    10 Lampiran 10 Uji Normalitas Data Pengetahuan Baik Sebelum dan Sesudah

    Perlakuan.

    98

    11 Lampiran 11 Uji t-independent Data Pengetahuan antar Kelompok Sebelum dan

    Sesudah Perlakuan

    98

    12 Lampiran 12 Uji Normalitas Data Jumlah Koloni Bakteri.

    99

    13 Lampiran 13 Uji Mann-Whitney Jumlah Koloni Bakteri Sebelum Perlakuan dan

    Sesudah Perlakuan antar Kelompok Perlakuan.

    99

    14 Lampiran 14 Uji Wilcoxon Jumlah Koloni Bakteri antara Sebelum dengan Sesudah

    Perlakuan pada Kelompok Kontrol.

    100

    15 Lampiran 15 Uji Wilcoxon Jumlah Koloni Bakteri antara Sebelum dengan Sesudah

    Perlakuan pada Kelompok Perlakuan..

    101

    16 Lampiran 16 Uji Mann-Whitney Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus

    Sebelum Perlakuan

    102

    17 Lampiran 17 Uji Mann-Whitney Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus

    Sesudah Perlakuan

    103

    18 Lampiran 18 Uji Mann-Whitney Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus

    antara Sebelum dan Sesudah perlakua pada kelompok kontrol

    104

    19 Lampiran 19 Uji Mann-Whitney Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus

    antara Sebelum dengan Sesudah Perlakuan pada Kelompok

    Perlakuan..

    104

  • 105

    DAFTAR SINGKATAN

    AIDS : Aquired Immunodeficiency Syndrom

    APIC : Association for Professionals in Infection Control

    CDC : Centers for Disease Control and Prevention

    CFU : Coloni Forming Unit

    Co Ass : Co Asisten

    CTPS : Cuci tangan pakai sabun

    Depkes : Departemen Kesehatan

    DKI : Daerah Khusus Ibukota

    EMBA : Eosin Methylen Blue Agar

    FKG : Fakultas Kedokteran Gigi

    HAIs : Health-care Associated Infection

    HBV : Hepatitis B virus

    HIV : Human immunodeficiency virus

    ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Atas

    Kemenkes : Kementerian Kesehatan

    LOS : Length of stay

    ml : mili liter

    PCA : Plate Count Agar

    RI : Republik Indonesia

    RSGM : Rumah Sakit Gigi dn Mulut

    RSU : Rumah Sakit Umum

    RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

    RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

    TSBA : Tryptic Soy Broth Agar

    UNMAS : Universitas Mahasaraswati

    VP : Voges Proskauer

    WHO : World Health Organization

  • 106

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar belakang

    Infeksi dapat terjadi pada semua orang yang kontak dengan pasien termasuk di dalamnya

    Co Ass ( mahasiswa program pendidikan profesi dokter gigi ) Fakultas Kedokteran Gigi

    Universitas Mahasaraswati Denpasar, karena mereka tidak terlepas dari kemungkinan untuk

    berkontak secara langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam saliva dan

    darah pasien.

    Penyebaran infeksi dapat terjadi melalui transmisi mikroorganisme dari serum dan dari

    tangan yang tidak bersih. Hal ini dapat menyebabkan pelayanan dalam praktek kedokteran gigi

    menempatkan mahasiswa program pendidikan profesi kedokteran gigi berisiko tinggi terutama

    terhadap penyakit menular / infeksi nosokomial berbahaya yang disebabkan oleh bakteri dan

    virus dari pasien dan sebaliknya pada waktu menjalankan proses pendidikan profesinya di

    Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM).

    Presentase data infeksi nosokomial di rumah sakit dunia mencapai 9% (WHO) variasi 3

    21% atau lebih dari 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia mendapatkan

    infeksi nosokomial. Penelitian lain yang dilakukan oleh World Health Organization

    menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa,

    Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik menunjukkan adanya infeksi nosokomial, dan untuk

    Asia Tenggara sebanyak 10,0% (WHO, 2002).

    Indonesia sebagai salah satu negara berkembang angka infeksi nosokomialnya masih

    cukup tinggi, data kejadian infeksi nosokomial di Indonesia dapat dilihat dari data surveilans

  • 107

    yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 1987 di sepuluh (10) RSU

    Pendidikan diperoleh angka infeksi nosokomial sebesar 6-16 % dengan rata-rata 9,8 %, dan

    penelitian yang pernah dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada 2004 menunjukkan

    bahwa 9,8 % pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat (Balaguris, 2009).

    Dari beberapa rumah sakit lain dilaporkan hasil penelitian angka kejadian infeksi

    nosokomial tahun 2005 adalah di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta sebesar 7,94%, Rumah Sakit

    Dr.Sutomo Surabaya sebesar 14,60%, Rumah Sakit Bekasi sebesar 5,06%, Rumah Sakit Hasan

    Sadikin Bandung sebesar 4,60%, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta sebesar 4,60%

    (Bady et al., 2007).

    Infeksi terjadi karena adanya interaksi segitiga epidemiologi yang sering dikenal dengan

    istilah trias epidemiologi yaitu ; host (tuan rumah / penjamu), environment ( lingkungan ) dan

    agent ( mikro organisme / bakteri ) (Maryani dan Muliani, 2010). Semua mikro organisme

    termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini

    dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat dari orang lain atau disebabkan oleh flora

    normal dari pasien itu sendiri.

    Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit lebih disebabkan karena faktor eksternal,

    yaitu penyakit yang penyebaran mikro organismenya melalui benda atau bahan-bahan yang tidak

    steril, termasuk dari tangan petugas kesehatan yang kurang bersih akibat tidak

    mengimplementasikan panduan kebersihan tangan secara baik dan benar (WHO,2009).

    Sejak ditemukan mikroskop oleh Antony van Leeuwenhoek pada tahun 1683 (Gupte,

    1990), dapat diketahui ternyata kuman ada di mana-mana, di air, tanah, udara, benda-benda,

    bahkan di tubuh setiap orang misalnya pada telapak tangan, ujung jari dan di bawah kuku seperti

  • 108

    E.coli, Salmonella sp, Shigela sp, Clostridium perfringens, Giardia lamblia, virus Norwalk dan

    virus hepatitis A (Synder, 1988).

    Flora tetap tidak bersifat patogen yang sering dijumpai pada kulit seperti Staphylococcus

    epidermis, Staphylococcus koagulase, Corynebaterium (Trampuz & Widmer, 2004), sedangkan

    flora tetap yang patogen adalah Staphylococcus aureus (Synder, 2001). Keberadaan kuman-

    kuman yang tidak kasat mata tersebut seringkali membuat kita tidak sadar akan bahaya berbagai

    penyakit yang dapat ditimbulkan (Rachmawati dan Triyana,2008).

    Bakteri patogen penyebab infeksi nosokomial yang paling umum adalah Staphylococcus

    aureus, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter spp, dan Klebsiella pneumonia

    (Tennant dan Harding, 2005 ; Prabhu et al., 2006). Berdasarkan data, penyebab infeksi

    nosokomial yang paling sering adalah Escherichia coli dan Staphylococcus aureus (Zulkarnain,

    2009 ; Bereketet al., 2012).

    Peningkatan insiden infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan virus hepatitis B

    (HBV) menyebabkan peningkatan kewaspadaan terhadap infeksi silang semakin

    meningkat.Tingkat disiplin pada pengendalian infeksi telah meningkat selama 10 tahun terakhir.

    Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan insidensi AIDS yang lebih beresiko mengenai

    tenaga medis kedokteran gigi. Pasien dan tenaga medis di kedokteran gigi beresiko untuk tertular

    mikro- organisme patogen yang menginfeksi rongga mulut. Penyakit infeksi dapat menyebar di

    tempat praktek melalui kontak secara langsung antara manusia dengan manusia, atau secara

    kontak tidak langsung dari alat, bahan dan tempat pelayanan dengan manusia (Wibowo et al.,

    2009).

    Kegiatan pencegahan dan pengedalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan

    kesehatan lainnya merupakan suatu standar mutu pelayanan dan penting bagi pasien, petugas

  • 109

    kesehatan maupun pengunjung rumah sakit. Pengendalian infeksi harus dilaksanakan oleh semua

    rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya untuk melindungi pasien, petugas kesehatan dan

    pengunjung dari kejadian infeksi.

    Untuk itu Departemen Kesehatan menetapkan lima rumah sakit sebagai pusat pelatihan

    regional pencegahan dan pengendalian infeksi, yaitu RSUP Adam Malik Medan, RSUP Dr

    Hasan Sadikin Bandung, RSUP Dr SardjitoYogyakarta, RSUD Dr Soetomo Surabaya, dan RSUP

    Sanglah Denpasar (Depkes.RI., 2007).

    Pencegahan dan pengendalian infeksi mutlak harus dilakukan oleh perawat, dokter/dokter

    gigi termasuk calon dokter gigi dan seluruh orang yang terlibat dalam perawatan pasien.Salah

    satu cara/ usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah terjdinya infeksi nosokomial adalah

    dengan dekontaminasi tangan dimana transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi

    dengan menjaga kebersihan tangan dengan cara cuci tangan (Depkes.RI., 2007). Cuci tangan

    menjadi salah satu langkah yang efektif untuk memutuskan rantai transmisi infeksi, sehingga

    insidensi nosokomial dapat berkurang.

    Salah satu komponen standar kewaspadaan dan usaha menurunkan infeksi nosokomial

    adalah menggunakan panduan kebersihan tangan (hand hygiene) yang benar dan

    mengimplementasikan secara benar dan efektif (WHO, 2002). Kebiasaan cuci tangan tidak

    timbul begitu saja, tetapi harus dibiasakan sejak kecil.Anak-anak merupakan agen perubahan

    untuk memberikan edukasi baik untuk diri sendiri dan lingkungannya sekaligus mengajarkan

    pola hidup bersih dan sehat.Anak-anak juga cukup efektif dalam memberikan contoh terhadap

    orang yang lebih tua khususnya mencuci tangan yang selama ini dianggap remeh (Batanoa,

    2008).

  • 110

    Peran tangan sebagai sarana transmisi kuman patogen telah disadari sejak tahun 1840an,

    dengan cuci tangan diharapkan akan mencegah penyebaran kuman patogen melalui tangan .Sejak

    itu banyak penelitian yang memastikan bahwa dokter yang membersihkan tangannya dari kuman

    sebelum dan sesudah memeriksa pasien dapat mengurangi angka infeksi rumah sakit (Teare,

    1999).Cuci tangan merupakan suatu hal yang sederhana yang biasa kita lakukan tapi sangat besar

    manfaatnya. Aktivitas cuci tangan menyebabkan hilangnya kotoran di tangan secara mekanis

    (tanah, bahan-bahan organik) dan flora yang melekat di tangan sehingga cuci tangan dapat

    menurunkan jumlah kuman di tangan (Girou et al., 2002).

    Perilaku cuci tangan pakai sabun merupakan intervensi kesehatan yang paling murah dan

    efektif dibandingkan dengan hasil intervensi kesehatan dengan cara lainnya dalam mengurangi

    risiko penularan berbagai penyakit (Fewtrell et al., 2005). Oleh karena itu kebersihan tangan

    dengan mencuci tangan perlu mendapat prioritas yang tinggi, karena cuci tangan dengan sabun

    sebagai pembersih, penggosokan, dan pembilasan dengan air mengalir akan menghanyutkan

    partikel kotoran yang banyak mengandung mikroorganisme (Fatonah, 2005).

    Tangan adalah salah satu penghantar utama masuknya kuman penyakit ke tubuh manusia,

    cuci tangan dengan sabun dapat menghambat masuknya kuman penyakit ke tubuh manusia

    melalui perantaraan tangan, hampir semua orang mengerti pentingnya cuci tangan pakai sabun

    namun tidak membiasakan diri untuk melakukannya dengan benar (Depkes.RI., 2010).

    Kebersihan tangan merupakan salah satu cara yang paling penting untuk mencegah penyebaran

    infeksi.

    Penyedia layanan kesehatan harus berlatih dan membiasakan dengan kebersihan tangan

    pada titik-titik kunci sebelum kontak dengan pasien, setelah kontak dengan cairan tubuh atau

    darah atau permukaan yang terkontaminasi, sebelum prosedur invasif, dan setelah melepas

    http://www.liputan6.com/tag/cuci-tangan-pakai-sabun/?channel=health

  • 111

    handscoens, karena mencuci tangan merupakan salah satu unsur pencegahan penularan infeksi

    (CDC, 2012).

    Cuci tangan merupakan salah satu cara yang mudah untuk pencegahan dan pengendalian

    infeksi nosokomial, tetapi pada kenyataannya cuci tangan ini tidak dilakukan karena banyaknya

    alasan seperti kurangnya sarana-prasarana, alergi sabun pencuci tangan, sedikitnya pengetahuan

    mengenai pentingnya cuci tangan, dan waktu mencuci tangan yang lama (Lankford et al., 2003).

    Hasil Studi Formatif Perilaku Higienitas yang digelar Water and Sanitation Program

    menunjukkan, perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) belum menjadi praktik yang umum

    ataupun norma sosial (USAID, 2006) dan angka prevalensi nasional berperilaku benar dalam

    cuci tangan adalah 23,2% (Depkes. RI, 2008a). Kebiasaan masyarakat Indonesia dalam mencuci

    tangan pakai sabun hingga kini masih tergolong rendah, indikasinya dapat terlihat dengan

    tingginya prevalensi penyakit diare (Depkes. R.I. 2008) dan tercatat rata-rata hanya 12%

    masyarakat yang melakukan cuci tangan pakai sabun (Kemenkes. RI., 2010).

    Dari 99,6% mahasiswa kedokteran mengetahui prosedur cuci tangan yang benar, namum

    dalam kenyataannya hanya 52,9% dari mereka menganggap itu sebagai tindakan preventif yang

    paling penting untuk mengontrol infeksi (Huang et al., 2013). Cuci tangan adalah tindakan

    sederhana, tetapi kurangnya kepatuhan diantara penyedia layanan kesehatan adalah masalah di

    seluruh dunia (WHO, 2009).

    Penelitian lain yang mengamati tingkat kepatuhan cuci tangan petugas kesehatan di unit

    perawatan intensif Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk Jakarta Utara hasilnya menunjukkan bahwa

    tingkat kepatuhan cuci tangan paling tinggi adalah perawat 43%, dokter 19% dan tenaga

    kesehatan lainnya 28% (Jamaluddin et al., 2012), sedangkan hasil penelitian perbedaan angka

    kepatuhan cuci tangan petugas kesehatan di RSUP Kariadi Semarang hasilnya adalah angka

  • 112

    kepatuhan cuci tangan perawat 31,31%, residen 21,22% dan Co Ass 21,69% (Suryoputri,

    2011).

    Tingkat kepatuhan cuci tangan dikalangan mahasiswa program pendidikan profesi

    kedokteran Fakultas Kedokteran Univesitas Udayana Denpasar juga masih rendah, terbukti dari

    data RSUP Sanglah Denpasar menunjukkan tingkat kepatuhan cuci tangan periode April Juni

    2014 adalah 24,32 % , periode Juli September 2014 adalah 44,83 % (RSUP Sanglah, 2015).

    Data-data tersebut diatas menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan cuci tangan masih

    rendah, masih berada dibawah standar WHO yang mewajibkan kepatuhan cuci tangan harus

    lebih dari 50%. Kebiasaan cuci tangan wajib dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran

    Gigi (FKG) termasuk Co Ass FKG UNMAS, namun sampai saat ini datanya belum dijumpai

    sehingga perlu dilakukan penelitian.

    Analisis penyebab ketidak patuhan akibat kurangnya pengetahuan dan informasi yang

    ilmiah tentang hand hygiene sehinggaa menjadi penghambat atau kurangnya motivasi untuk taat

    dalam melakukan cuci tangan sesuai dengan rekomendasi (Pitted, 2001 ; WHO 2002), faktor

    ketidak mengertian akan tekhnik hand hygiene atau standar hand hygiene (Burke, 2003),

    kurangnya pengetahuan terhadap standar (Lankfordet al.,2003), kurangnya pendidikan cuci

    tangan (WHO, 2005), kurangnya sosialisasi cuci tangan yang baik dan benar (Jamaluddin et al.,

    2012), oleh karenanya diperlukan Program penyadaran (Awareness program).

    Dengan adanya permasalahan tersebut di atas mendorong peneliti untuk melakukan

    penelitian tentang program penyadaran (Awareness program) dengan judul program penyadaran

    kepatuhan cuci tangan dapat meningkatkan pengetahuan cuci tangan, dapat menurunkan jumlah

    koloni bakteri dan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada tangan Co Ass Fakultas

    Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar.

  • 113

    1.2 Rumusan masalah

    Berdasarkan latar belakang penelitian yang diuraikan di atas , maka dapat disusun

    rumusan masalah sebagai berikut ;

    1 Apakah program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat meningkatkan

    pengetahuan cuci tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar ?

    2 Apakah program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat menurunkan

    jumlah koloni bakteri pada tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar ?

    3 Apakah program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat menurunkan

    jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada tangan Co Ass FKG UNMAS

    Denpasar ?

    1.3 Tujuan

    1 Tujuan umum

    Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa program penyadaran

    kepatuhan cuci tangan dapat meningkatkan pengetahuan cuci tangan, menurunkan jumlah koloni

    bakteri dan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar

    2 Tujuan khusus

    Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

    1. Untuk membuktikan bahwa program penyadaran kepatuhan cuci

    tangan dapat meningkatkan pengetahuan cuci tangan Co Ass FKG

    UNMAS Denpasar.

    2. Untuk membuktikan bahwa program penyadaran kepatuhan cuci

    tangan dapat menurunkan jumlah koloni bakteri pada tangan Co

    Ass FKG UNMAS.

  • 114

    3. Untuk membuktikan bahwa program penyadaran kepatuhan cuci ta-

    ngan dapat menurunkan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada

    tangan Co Ass FKG UNMAS

    1.4 Manfaat

    Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

    1 Manfaat akademis ;

    Penelitian ini dapat dipakai acuan dalam panduan kebersihan tangan

    yang sangat penting untuk pencegahan terjadinya infeksi nosokomial.

    2 Manfaat praktis ;

    1. Pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial dapat dilakukan

    dengan program penyadaran kepatuhan cuci tangan.

    2. Kalau program penyadaran kepatuhan cuci tangan terbukti dapat

    meningkatkan pengetahuan cuci tangan, dapat menurunkan jumlah

    kolon bakteri dan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada tangan

    maka program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat disosialisasi-

    kan ke peserta didik khususnya dilingkungan Co Ass Fakultas Kedok

    teran Gigi dan profesi kesehatan lainnya.

  • 115

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Infeksi nosokomial.

    Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen dan bersifat

    sangat dinamis.Salah satu penyakit infeksi yang merupakan penyebab meningkatnya angka

    kesakitan (morbidity) dan angka kematian (mortality) di rumah sakit adalah infeksi nosokomial,

    yang dikenal pertama kali pada tahun 1847 oleh Semmelweis dan sampai sekarang tetap menjadi

    masalah yang cukup menyita perhatian rumah sakit (Darmadi, 2008). Infeksi ini menyebabkan

    1,4 juta kematian setiap hari di seluruh dunia (WHO, 2002).

    Nosokomial berasal dari bahasa Yunani,dari kata nosos yang artinya penyakit dan komeo

    yang artinya merawat. Nosokomion berarti tempat untuk merawat atau rumah sakit. Jadi infeksi

    nosokomial dapat diartikan sebagai infeksi yang terjadi di rumah sakit dan menyerang penderita-

    penderita yang sedang dalam proses pelayanan rumah sakit (Darmadi, 2008), dan infeksi

    nosokomial terjadi lebih dari 48 jam setelah pasien masuk rumah sakit (Prabu et al., 2006).

    Sedangkan menurut WHO infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat di rumah sakit

    dan fasilitas kesehatan lainnya, yang terjadi 48 jam setelah masuk rumah sakit, 3 hari setelah

    pulang dari rumah sakit, sampai 30 hari setelah operasi, ketika pasien dirawat untuk penyakit

    non infeksi . Infeksi nosokomial atau yang sekarang disebut juga sebagai infeksi yang

    berhubungan dengan pelayanan kesehatan atau Health-care Associated Infection (HAIs) dapat

    juga didefinisikan sebagai infeksi yang didapat oleh pasien selama perawatan di rumah sakit

    atau pelayanan kesehatan lainnya setelah pasien masuk rumah sakit dalam kurun waktu 48 72

    jam , pada saat itulah penularan saling silang itu bisa terjadi. Infeksi ini tidak hanya terjadi 11

  • 116

    kepada pasien, tetapi dapat juga terjadi pada semua tenaga kesehatan yang bekerja didalamnya

    serta pengunjung rumah sakit (WHO, 2002).

    Proses terjadinya penyakit infeksi adalah akibat adanya interaksi segitiga epidemiologi,

    sering dikenal dengan istilah trias epidemiologi dan merupakan konsep dasar yang memberikan

    gambaran tentang hubungan antara tiga faktor utama yang berperan dalam terjadinya penyakit

    dan masalah kesehatan lainnya, yaitu host (penjamu), environment (lingkungan), dan agent

    (bakteri) (Maryani dan Mulyani, 2010).

    Infeksi nosokomial disebabkan oleh patogen yang mudah menyebar ke seluruh tubuh,

    terutama pada pasien rumah sakit dengan sistem kekebalan tubuh yang rendah , sehingga

    mereka kurang mampu untuk melawan infeksi. Dalam beberapa kasus, pasien mengalami infeksi

    karena kondisi / atau fasilitas kesehatan di rumah sakit yang buruk, atau karena staf rumah sakit

    tidak mengikuti prosedur yang tepat seperti cuci tangan yang baik dan benar (WHO,2009).

    2.2 Bakteri.

    Penemuan mikroskop oleh Antony van Leeuwenhoek pada tahun 1683 (Gupte, 1990),

    telah membuka tabir ternyata kuman/mikroorganisme berada di mana-mana, di air, tanah, udara,

    benda-benda, bahkan di tubuh manusia, termasuk pada telapak tangan. Keberadaan kuman-

    kuman yang tidak kasat mata tersebut seringkali membuat kita tidak sadar akan bahaya yang

    dapat ditimbulkan. Tubuh manusia secara terus menerus terpapar berbagai mikroorganisme yang

    sebagian besar merupakan bakteri, namun ada juga jamur dan mikroorganisme lain.

    Keberadan mikrorganisme tersebut dibuktikan dengan adanya berbagai penelitian,

    bahkan salah satu penelitian membuktikan bahwa sabun yang digunakan untuk mencuci tangan

    dapat terkontaminasi oleh bakteri, padahal penggunaan sabun dimaksudkan untuk mengurangi

    jumlah bakteri yang ada di tubuh kita termasuk pada telapak tangan (Gal et al., 2004).Pada

  • 117

    keadaan normal dan sehat, organisme tersebut tidak berbahaya bahkan dapat bermanfaat bagi

    manusia yang dapat dikenal sebagai flora normal atau komensal.

    Flora normal adalah mikroorganisme yang menempati suatu daerah tanpa menimbulkan

    penyakit pada inang yang ditempati.Tempat paling umum dijumpai flora normal adalah tempat

    yang terpapar dengan dunia luar yaitu kulit, mata, mulut, saluran pernafasan atas, saluran

    pencernaan dan saluran urogenital.Kulit normal biasanya ditempati bakteria sekitar 10.210.6

    CFU/cm2

    (Trampuz & Widmer, 2004).Flora normal yang menempati kulit terdiri dari dua jenis

    yaitu flora normal atau mikroorganisme sementara (transient microorganism) dan

    mikroorganisme tetap (resident microorganism).

    Flora transien terdiri atas mikroorganisme non patogen atau potensial patogen yang

    tinggal di kulit atau mukosa selama kurun waktu tertentu (jam, hari atau minggu), berasal dari

    lingkungan yang terkontaminasi atau dari pasien.Flora ini pada umumnya tidak menimbulkan

    penyakit (mempunyai patogenisitas lebih rendah) dan jumlahnya lebih sedikit dibandingkan flora

    tetap. Pada kondisi terjadi perubahan keseimbangan, flora transien dapat menimbulkan penyakit

    (Trampuz & Widmer, 2004; Jawetz et al., 2005).

    The Association for Professionals in Infection Control (APIC) memberi- kan pedoman

    bahwa mikroorganisme transien adalah mikroorganisme yang dapat diisolasi dari kulit, tetapi

    tidak selalu ada atau menetap di kulit. Mikroorganisme transien, yang terdiri atas bakteri, jamur,

    ragi, virus dan parasit, terdapat dalam berbagai bentuk, yang dapat terjadi kontak dengan kulit.

    Biasanya mikro-organisme ini dapat ditemukan di telapak tangan, ujung jari dan di bawah kuku.

    Kuman patogen yang mungkin dijumpai di kulit sebagai mikroorganisme transien adalah

    Escherichia coli, Salmonella sp, Shigella sp, Clostridium perfringens, Giardia lamblia,virus

    Norwalk dan virus hepatitis A (Synder, 1988).

  • 118

    Flora tetap adalah flora yang menetap di kulit pada sebagian besar orang sehat yang

    ditemukan di lapisan epidermis dan di celah kulit (Synder, 1988). Flora tetap terdiri atas

    mikroorganisme jenis tertentu yang biasanya dijumpai pada bagian tubuh tertentu dan pada usia

    tertentu pula, jika terjadi perubahan lingkungan mereka akan segera dapat kembali seperti

    semula(Jawetz et al., 2005). Flora tetap yang paling sering dijumpai adalah Staphylococcus

    epidermidis dan stafilokokkus koagulase negatif lainnya, Corynebaterium dengan densitas

    populasi antara 10.2-10.3 CFU (Coloni Forming Unit)/cm2 (Trampuz & Widmer, 2004).

    Flora tetap tidak bersifat patogen, kecuali Staphylococcus aureus, bakteri ini dapat

    menyebabkan penyakit jika telah mencapai jumlah 1.000.000 atau 10.6 per gram, suatu jumlah

    yang cukup untuk memproduksi toksin (Synder, 2001). Jenis dan jumlah mikroorganisme tetap

    bervariasi dari satu individu ke individu lainnya dan berbeda di antara regio tubuh. Sebagian

    besar mikroorganisme tetap tidak berbahaya (Synder, 1988; dan Strohl et al., 2001). Flora

    transien akan mati atau dapat dihilangkan dengan dicuci , sedangkan flora tetap yang sering

    dijumpai di bawah kuku, sulit dihilangkan. Flora tetap akan selalu ada dan bertahan hidup

    apalagi tempat tersebut menyediakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan mikroba.

    2.2.1. Bakteri pada tangan manusia.

    Bakteri yang ditemukan pada tangan tenaga medis dan paramedis adalah Staphylococcus

    epidermidis, Staphylococcus saprophyticus, Staphylococcus aureus, Serratia liquefacients,

    Serratia marcescens, Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter aerogenes, Citrobacter freundii,

    Salmonella sp, Basillus cereus, dan Neisserria mucosa. (Pratami et al., 2013).

    2.2.2. Bakteri penyebab infeksi nosokomial.

    Sebagian besar mikroorganisme yang bertanggung jawab untuk infeksi rumah sakit dan

    mikroba yang memiliki kapasitas / kemampuan untuk menyebabkan infeksi pada pasien yang

  • 119

    dirawat di rumah sakit adalah 90% disebabkan oleh bakteri, sedangkan sisanya disebabkan

    mikobakteri, virus, jamur atau protozoa. Bakteri yang sering menyebabkan infeksi nosokomial

    adalah ; Staphylococcus aureus, Streptococcus spp., Bacillus cereus, Acineto-bacter spp.,

    Enterococci, Pseudomonas aeruginosa, Legionella dan Escherichia coli, Proteus mirabilis,

    Salmonella spp., Serratia marcescens, Kleb-Siella pneumoniae. Yang umumnya dilaporkan

    adalah E.coli, Staphylococcus aureus, enterococci dan P.aeruginosa, tapi berdasarkan data,

    Escherichia coli dan Staphylococcus aureus adalah yang paling sering / paling banyak sebagai

    penyebab infeksi nosokomial (Zulkarnain, 2009 ; Bereket et al., 2012).

    2.3 Pencegahan infeksi nosokomial.

    Mencuci tangan dengan sabun merupakan salah satu upaya pencegahan penyakit. Hal ini

    dilakukan karena tangan seringkali menjadi agen yang membawa kuman dan menyebabkan

    patogen berpindah dari satu orang ke orang lain baik dengan kontak langsung ataupun kontak

    tidak langsung .Tangan yang bersentuhan langsung dengan kotoran manusia dan binatang,

    ataupun cairan tubuh lain (seperti air ludah, ingus) dan makanan/minuman yang terkontaminasi

    saat tidak dicuci dengan sabun dapat memindahkan bakteri, virus, dan parasit pada orang lain

    yang tidak sadar bahwa dirinya sedang ditulari (WHO. 2009).

    Diperkirakan 40 persen infeksi nosokomial disebabkan oleh kebersihan tangan yang

    buruk. Petugas rumah sakit dapat secara signifikan mengurangi jumlah kasus dengan mencuci

    tangan secara teratur. Pencegahan infeksi noso- komial adalah tanggung jawab semua individu

    dan pemberi layanan kesehatan, banyak penekanan telah dilakukan pada prosedur terkait staf,

    terutama tentang kebersihan tangan karena dengan mencuci tangan merupakan intervensi

    penting dalam pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial disamping sarung tangan,

    baju, dan masker .WHO telah mencanangkan setiap tanggal 15 Oktober sebagai Hari Mencuci

  • 120

    Tangan Pakai Sabun Sedunia, yang diikuti oleh 20 negara di dunia, salah satu diantaranya adalah

    Indonesia (WHO, 2009).

    Pentingnya membudayakan cuci tangan pakai sabun secara baik dan benar juga didukung

    oleh World Health Organization (WHO). Data WHO menunjukkan setiap tahun rata-rata 100

    ribu anak di Indonesia meninggal dunia karena diare. Kajian WHO menyatakan cuci tangan

    memakai sabun dapat mengurangi angka diare hingga 47%. Data dari Subdit diare Kemenkes

    juga menunjukkan sekitar 300 orang diantara 1000 penduduk masih terjangkit diare sepanjang

    tahun. Penyebab utama diare adalah kurangnya perilaku hidup sehat di masyarakat, salah satunya

    kurangnya pemahaman mengenai cara cuci tangan dengan sabun secara baik dan benar

    menggunakan air bersih yang mengalir (Kemenkes.RI., 2010).

    Sebuah penelitian menemukan bahwa mencuci tangan dengan sabun secara teratur dan

    menggunakan masker, sarung tangan, dan pelindung, lebih efektif untuk menahan penyebaran

    virus ISPA seperti flu dan SARS. Penelitian ini menyatakan bahwa mencuci tangan dengan air

    dan sabun adalah cara yang sederhana dan efektif untuk menahan virus ISPA, mulai dari virus

    flu sehari-hari hingga virus pandemik yang mematikan (Isaa & Cairncross, 2007). Penelitian

    lain menyatakan bahwa perbandingan bayi yang dirawat oleh petugas kesehatan yang tidak

    mencuci tangan dengan sabun lebih signifikan, lebih sering, dan lebih cepat terkena patogen S.

    aureus dibandingan dengan bayi yang dirawat oleh petugas kesehatan yang mencuci tangan

    dengan sabun (Paul et al., 2011).

    Mencuci tangan adalah tindakan yang sangat sederhana, namun efektif dalam

    pencegahan dan pengendalian infeksi karena secara statistik telah membuktikan bahwa mencuci

    tangan adalah langkah yang paling penting dalam pencegahan dan pengendalian infeksi. Pusat

    Pencegahan Infeksi dan Pengendalian Penyakit jelas mengamanatkan bahwa semua personil

  • 121

    kesehatan harus melakukan dekontaminasi tangan saat merawat pasien. Membersihkan tangan

    merupakan pilar dan indikator mutu dalam mencegah dan mengendalikan infeksi, sehingga wajib

    dilakukan oleh setiap petugas rumah sakit. Membersihkan tangan dapat dilakukan dengan

    mencuci tangan dengan air mengalir atau menggunakan antiseptik berbasis alkohol (Hernandes,

    2014).

    2.4 Hand hygiene.

    Hand hygiene merupakan istilah umum yang berlaku baik untuk mencuci tangan, cuci

    tangan dengan antiseptik, maupun hand rub antiseptik. Pada tahun 1988 dan 1995, pedoman

    mencuci tangan dan antisepsis tangan diterbitkan oleh Association for Professionals in Infection

    Controls (APIC) (Boyce dan Pitted, 2002). Pada tahun 2009, WHO mencetuskan global patient

    safety challenge dengan clean care is safe care, yaitu merumuskan inovasi strategi penerapan

    hand hygiene untuk petugas kesehatan dengan My five moments for hand hygiene (WHO, 2009).

    Hand hygiene adalah suatu upaya atau tindakan membersihkan tangan, baik dengan

    menggunakan sabun antiseptik di bawah air mengalir (hand washing) atau dengan menggunakan

    handrub berbasis alkohol (hand rubbing) dengan langkah-langkah yang sistematik sesuai urutan,

    sehingga dapat mengurangi jumlah bakteri yang berada pada tangan (WHO, 2009)

    Hand washing (mencuci tangan) adalah proses menggosok kedua permukaan tangan

    dengan kuat secara bersamaan menggunakan zat pembersih yang sesuai dan dibilas dengan air

    mengalir dengan tujuan menghilangkan mikroorganisme sebanyak mungkin (Keevil, 2011).

    Hand rubbing adalah tindakan menggosok tangan dengan berbahan dasar alkohol tanpa

    air (Widmer,2000), penggosokkan tangan ini dilakukan dengan menggunakan senyawa berbahan

    dasar alkohol (misalnya, etanol, n-propanol atau isopropanol) yang digunakan dengan cara bilas

    (rinse) dan gosok (rub) untuk tangan (Keevil, 2011).

  • 122

    2.4.1 Ruang lingkup hand hygiene

    WHO menyarankan untuk setiap orang atau petugas yang tersebut dibawah ini untuk

    selalu mematuhi prosedur hand hygiene, yaitu :

    1. Setiap orang yang kontak langsung dengan pasien seperti dokter/ perawat dan petugas

    kesehatan lainnya.

    2. Setiap orang yang kontak tidak langsung dengan pasien, seperti : ahli

    gizi, farmasi.

    3. Setiap personil yang berkontribusi dengan prosedur yang dilakukan

    terhadap pasien.

    4. Setiap orang yang bekerja di lingkungan rumah sakit.

    2.4.2 Tata laksana hand hygiene.

    WHO (World Health Organization) mensyaratkan five moment of hand hygien (5 waktu

    hand hygiene), yang merupakan petunjuk waktu kapan petugas harus melakukan cuci tangan ,

    yaitu :

    1. Sebelum kontak dengan pasien.

    Cuci tangan sebelum menyentuh pasien , untuk melindungi pasien dari

    bakteri patogen yang ada pada tangan petugas.

    2. Sebelum melakukan tindakan aseptik.

    Cuci tangan segera sebelum melakukan tindakan aseptik , untuk melin-

    dungi pasien dari bakteri patogen , termasuk yang berasal dari permukaan

    tubuh pasien sendiri.

  • 123

    3. Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien.

    Cuci tangan setelah kontak atau resiko kontak dengan cairan tubuh pasien

    (dan setelah melepas sarung tangan), untuk melindungi petugas kesehatan

    dari bakteri patogen yang berasal dari pasien.

    4. Setelah kontak dengan pasien .

    Cuci tangan setelah menyentuh pasien, untuk melindungi para petugas

    kesehatan dari bakteri patogen yang berasal dari pasien.

    5. Setelah kontak dengan area sekitar pasien .

    Cuci tangan setelah menyentuh objek yang ada di sekitar pasien pada saat

    meninggalkan pasien walaupun tidak menyentuh pasien, untuk melindungi

    petugas kesehatan dan area sekelilingnya bebas dari bakteri patogen yang

    berasal dari pasien.

    Lima (5) waktu cuci tangan ( five moment of hand hygien ) dapat dilihat pada

    Gambar 2.1.

  • 124

    Gambar 2.1.

    Lima waktu ( momen ) cuci tangan (WHO, 2009)

    2.4.3 Enam ( 6 ) langkah cuci tangan:

    Pelaksanaan hand hygiene dengan mencuci tangan efektif membutuhkan waktu sekitar

    40-60 detik ( WHO ), yang dimulai dengan membuka kran dan basahi kedua telapak tangan,

    tuangkan sabun cair dan gosokkan pada kedua telapak tangan dengan urutan TE-PUNG

    SELA-CI- PU-PUT yaitu TELAPAK, PUNGGUNG, SELA-SELA, KUNCI, PUTAR-

    PUTAR sebagai berikut :

    1. Telapak tangan; gosok kedua telapak tangan

    2. Punggung tangan; gosok punggung dan sela-sela jari sisi luar tangan kiri dan

    sebaliknya.

    3. Sela-sela jari, gosok telapak tangan dan sela-sela jari sisi dalam

  • 125

    4. KunCi; jari jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci

    5. Putar; gosok ibu jari tangan kiri dan berputar dalam genggaman tangan kanan dan

    lakukan sebaliknya

    6. Putar; rapatkan ujung jari tangan kanan dan gosokkan pada telapak tangan kiri dengan

    cara memutar mutar terbalik arah jarum jam, lakukan pada ujung jari tangan

    sebaliknya.

    Ambil kertas tisu atau kain lap sekali pakai, keringkan kedua tangan dan

    tutup kran dengan siku atau bekas kertas tisu yang masih di tangan.

    Enam ( 6) langkah cuci tangan dapat dilihat pada Gambar 2.2.

    Gambar 2.2.

    Enam langkah cuci tangan pakai sabun (WHO, 2009)

    2.4.4 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam cuci tangan ;

    http://www.google.com/url?sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=images&cd=&ved=0CAcQjRw&url=http://ukprivatedetectives.co/?p=2095&ei=4bngVPCxDM69uAT39oCQDQ&bvm=bv.85970519,d.c2E&psig=AFQjCNH_Ri_LYjpApQsPGd2CdlZgsuthYQ&ust=1424100183380863

  • 126

    Sebelum dan sesudah melakukan hand hygiene, ada hal-hal yang harus diperhatikan agar

    tujuan hand hygiene dapat tercapai, diantaranya adalah :

    1. Kuku tangan.

    Kuku tangan harus dalam keadaan bersih dan pendek, karena kuku yang

    panjang dapat menimbulkan potensi akumulasi bakteri patogen

    yang terdapat di bawah kuku.

    2. Perhiasan dan aksesoris.

    Tidak diperkenankan memakai perhiasan seperti cincin pada jari,

    karena ada resiko akumulasi bakteri patogen .

    3. Kosmetik.

    Kosmetik seperti cat kuku tidak diperkenankan, karena dapat menyim-

    pan bakteri patogen.

    4. Penggunaan tisu.

    Pengeringan tangan sebaiknya memakai tisu sekali pakai, hasilnya

    lebih kering dan dapat dipakai sebagai pelindung waktu menutup kran.

    2.4.5 Hambatan-hambatan pada cuci tangan

    Ada berbagai alasan mengapa petugas kesehatan tidak melakukan cuci tangan yang

    diperlukan untuk melindungi pasien (Kampf, 2009):

    1. Kurangnya pengetahuan ,

    2. Kurangnya fasilitas,

    3. Kurangnya waktu,

    4. Iritasi kulit/ masalah kulit

    2.4.6 Meningkatkan kepatuhan cuci tangan.

  • 127

    Langkah-langkah meningkatkan kepatuhan cuci tangan (Kampf, 2009)

    1. Pelatihan staf berkaitan dengan indikasi klinis tentang cuci tangan

    2. Pencantuman tujuan yang jelas dalam program pelatihan

    3. Disinfeksi cuci tangan harus tersedia luas

    4. Pengurangan cuci tangan yang tidak perlu

    5. Anggota staf senior medis harus member contoh / panutan dan bertin-

    dak sesuai pedoman.

    2.4.7 Fakta cuci tangan pakai sabun (CTPS) :

    Ada 7 fakta cuci tangan pakai sabun (Depkes.RI., 2008b) ;

    1. Mencuci tangan dengan air saja tidak cukup.

    2. Mencuci tangan pakai sabun bisa mencegah penyakit yang menyebab

    kan kesakitan / kematian jutaan anak-anak setiap tahunnya.

    3. Waktu-waktu kritis CTPS yang paling penting adalah setelah ke

    jamban dan sebelum menyentuh makanan (mempersiapkan/ memasak/

    menyaji- kan dan makan).

    4. Perilaku CTPS adalah intervensi kesehatan yang cost-effective .

    5. Untuk meningkatkan CTPS memerlukan pendekatan pemasaran sosial

    yang berfokus pada pelaku CTPS dan motivasi masing-masing yang

    menyadarkannya untuk mempraktikkan perilaku CTPS.

    6. Perilaku CTPS sudah merupakan pengetahuan umum bagi masyarakat

    tetapi tidak diikuti oleh perilaku yang berkesinambungan karena ti-

    dak tersedianya sarana CTPS di dekat mereka.

    7. Saat ini CTPS sudah merupakan agenda Nasional yang tertuang dalam

  • 128

    Stategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat..

    2.5 Program penyadaran (Awareness program).

    Awareness adalah pengetahuan atau persepsi dari situasi atau fakta, sadar menyiratkan

    pengetahuan yang didapat melalui persepsi sendiri atau dengan bantuan sarana informasi dari

    luar dan program penyadaran adalah sebuah program yang dirancang untuk meningkatkan

    kesadaran sesuatu (Anonim, 2015). Tingkat pengetahuan mahasiswa program pendidikan

    profesi dipengaruhi oleh sumber belajar seperti kuliah formal, pengalaman waktu bertugas,

    hospital guidelines, fasilitas dan artikel sains (Huang et al., 2013).

    Jadi program penyadaran (Awareness program) yang dimaksud disini adalah program

    untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan cuci tangan yang pada akhirnya diharapkan

    dapat meningkatkan kepatuhan cuci tangan sehingga dapat menurunkan jumlah koloni bakteri

    dan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada tangan Co Ass Fakultas Kedokteran Gigi

    Universitas Mahasaraswati Denpasar, dengan proses sosialisasi cuci tangan yang baik dan benar

    melalui proses pendidikan (ceramah) untuk meningkatkan pengetahuan serta melalui latihan

    (peragaan dan praktek) untuk meningkatkan ketrampilan cuci tangan.

    2.5.1 Tujuan program penyadaran adalah ;

    1. Meningkatkan pengetahuan hand hygiene

    2. Meningkatkan budaya hand hygiene

    3. Meningkatkan kepatuhan cuci tangan

    4. Menurunkan resiko infeksi .

    5. Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit

    Faktor kunci keberhasilan program penyadaran adalah monitoring dan evaluasi terus

    menerus secara berkelanjutan, setiap tahun kegiatan program dievaluasi pada tingkat kesadaran

  • 129

    serta perubahan perilaku pada kepatuhan cuci tangan/kebersihan tangan yang terjadi.

    Perbaikan dapat dibuat sehingga program dapat lebih efektif dalam mencapai tujuan untuk tahun

    berikutnya (WHO, 2008).

    2.5.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku cuci tangan.

    Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku cuci tangan pakai sabun adalah

    (Kushartanti, 2012) ;

    1. Citra diri

    2. Status sosial ekonomi

    3. Pengetahuan

    4. Kebiasaan

    5. Sikap

    6. Motivasi

    7. Pola Asuh Orang Tua (lingkungan, tingkat sosial ekonomi )

    8. Peran guru/dosen.

    9. Ketersediaan sarana sanitasi ;

    1. Air /wastafel,

    2. Sabun (Senyawa Iodine Heksaklorofen, Iodofor, Triclosan / Irgasan).

    3. Tisu

    4. Ketersediaan media pendidikan/informasi

    1. Alat bantu melihat (visual aids) ;slide, film, gambar, poster.

    2. Alat bantu dengar (audio aids) radio,

    3. Alat bantu lihat-dengar seperti televisi dan video

  • 130

  • 131

    BAB III

    KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

    3.1 Kerangka berpikir.

    Infeksi nosokomial masih menjadi masalah utama dunia, karena kejadian infeksi ini

    menyebabkan lama perawatan /length of stay (LOS) bertambah panjang, sehingga angka

    kematian dan biaya untuk pelayanan kesehatan menjadi semakin meningkat. Pada infeksi

    nasokomial transmisi bakteri dapat melalui 3 cara, yaitu flora transien dan residen dari kulit

    pasien , flora dari petugas kesehatan ke pasien khususnya melalui tangan dan flora dari

    lingkungan rumah sakit.

    Orang yang berkecimpung dalam bidang kesehatan termasuk Co Ass Fakultas

    Kedokteran Gigi mempunyai peran besar dalam rantai transmisi infeksi di Rumah Sakit. Rumah

    Sakit Gigi dan Mulut tempat menjalani pendidikan profesi merupakan sarana dan tempat ideal

    yang memungkinkan terjadinya penularan penyakit dari pasien ke pasien, dari pasien ke

    pengunjung yang lain dan dari pasien ke Co Ass dan sebaliknya dari Co Ass ke pasien ,

    sehingga diperlukan kewaspadaan adanya penularan penyakit.

    Oleh karena itu pada waktu memberikan pelayanan/perawatan kepada semua pasien,

    maka Co Ass FKG UNMAS Denpasar diwajibkan untuk melakukan perlindungan diri

    diantaranya dengan cara cuci tangan sebelum dan setelah melayani pasien, karena cara ini

    merupakan salah satu langkah yang efektif untuk memutus rantai transmisi infeksi sehingga

    insiden infeksi nosokomial dapat dicegah dan dikendalikan .

    Dengan cuci tangan diharapkan akan mencegah penyebaran kuman patogen melalui

    tangan, karena peran tangan sangat penting sebagai sarana transmisi kuman patogen dan telah

  • 132

    terbukti bahwa dokter yang membersihkan tangannya dengan cara cuci tangan sebelum dan

    sesudah melayani pasien dapat mengurangi angka infeksi di rumah sakit.

    Yang masih menjadi masalah adalah bahwa masih rendahnya tingkat kepatuhan cuci

    tangan tenaga kesehatan maupun calon tenaga kesehatan khususnya mahasiswa program

    pendidikan profesi kedokteran yakni masih berada dibawah standar WHO (50%), yang

    disebabkan masih kurangnya pengetahuan dan ketrampilan cuci tangan.

    Untuk mengatasi masalah ini maka perlu dilakukan usaha maupun upaya agar

    pengetahuan serta kepatuhan cuci tangan meningkat dengan meningkatkan

    pengetahuan/ketrampilan cuci tangan yang dapat dimulai dari para mahasiswa khususnya dan

    para petugas kesehatan umumnya sehingga dampak yang ditimbulkan seperti masih adanya

    penyakit infeksi yang mengakibatkan tingginya angka kematian dan biaya kesehatan dapat

    dicegah.

    Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan serta

    kepatuhan cuci tangan adalah dengan awareness programm atau program penyadaran, yaitu

    suatu program yang dapat menggugah kesadaran dan kebiasaan untuk selalu meningkatkan pola

    hidup sehat dengan cara meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan serta kepatuhan cuci

    tangan sehingga dapat menurunkan jumlah koloni bakteri dan bakteri Staphylococcus aureus

    yang pada akhirnya dapat mencegah dan mengendalikan kejadian infeksi nosokomial.

    3.2 Konsep Penelitian

    Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat disusun kerangka konsep berdasarkan

    hubungan antar variabel yang ada.

    Faktor Internal

    Pengetahuan

    Sikap/perilaku

    Lingkungan

    Faktor Eksternal

    Air mengalir

    Kran

    Sabun

    Waktu

    Tisu

    Program Penyadaran

    Kepatuhan Cuci Tangan

  • 133

    3.3. Hipotesis Penelitian

    Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :

    1. Program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat meningkatkan pengetahuan cuci

    tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar.

    2. Program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat menurunkan jumlah

    koloni bakteri pada tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar.

    3. Program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat menurunkan jumlah bakteri

    Staphylococcus aureus pada tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar.

    Gambar 3.1.

    Konsep Penelitian

    Peningkatan pengetahuan cuci tangan.

    Penurunan Jumlah koloni bakteri.

    Penurunan Jumlah bakteri

    Staphylococcus aureus

  • 134

    BAB IV

    METODE PENELITIAN

    4.1 Rancangan penelitian

    Rancangan penelitian ini adalah eksperimental dengan pre-post test control group

    design. Adapun skema penelitian ini digambarkan sebagai `berikut (Pocock, 2008) :

    Keterangan:

    P = Populasi, S = Sampel, K = Kelompok Kontrol, P 1 = Kelompok Perlakuan

    RA = Random Alokasi

    O1= Observasi K sebelum perlakuan thd.pengetahuan, jumlah koloni dan jumlah bakteri patogen

    O2= Observasi K setelah perlakuan thd.pengetahuan, jumlah koloni dan jumlah bakteri patogen

    O3= Observasi P1 sebelum perlakuan thd.pengetahuan, jumlah koloni dan jumlah bakteri patogen

    O4= Observasi P1 setelah perlakuan thd.pengetahuan, jumlah koloni dan jumlah bakteri patogen

    4.2 Tempat dan waktu penelitian

    1. Tempat penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan di poliklinik Gigi dan Mulut RSGM FKG UNMAS

    Denpasar.

    P S RA

    O1

    P1

    O2

    O3 O4

    Gambar 4.1.

    Rancangan Penelitian

    K

  • 135

    2. Waktu penelitian

    Penelitian ini dilaksakan pada bulan Mei 2015.

    4.3 Penentuan Sumber Data

    4.3.1 Populasi penelitian

    1. Populasi target

    Dalam penelitin ini populasi target adalah Co Ass yang praktek di poliklinik Gigi dan

    Mulut RSGM FKG UNMAS Denpasar.

    2. Populasi terjangkau

    Dalam penelitian ini sebagai populasi terjangkau adalah Co Ass yang praktek di

    poliklinik Gigi dan Mulut RSGM FKG UNMAS Denpasar dan bersedia menjadi sampel

    4.3.2. Sampel penelitian

    Sampel dalam penelitian ini adalah jumlah sampel yang diambil dari populasi

    terjangkau, disesuaikan dengan kriteria inklusi yang dibahas dalam kreteria eligibilitas.

    4.3.3. Kriteria eligibilitas.

    Kreteria pemilihan yang membatasi karakteristik populasi terjangkau adalah:

    1. Kriteria Inklusi

    Pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi adalah Co Ass yang ;

    1. Sehat jasmani dan rohani.

  • 136

    2. Jenis kelamin pria atau wanita

    3. Sedang praktek di poliklinik Gigi dan Mulut RSGM FKG UNMAS.

    4. Bersedia menjadi sampel dengan mengisi formulir Informed consent.

    2. Kriteria eksklusi.

    Kriteria eksklusi adalah sampel yang memenuhi kriteria inklusi, tapi karena sesuatu

    keadaan dikeluarkan dari sampel antara lain:

    1. Ada riwayat baru sembuh dari luka pada telapak tangan

    2. Ada riwayat alergi terhadap bahan pembersih tangan

    3. Ada fraktur pada tangan.

    4. Ada cacat pada tangan

    3. Kriteria penggugur (Drop out)

    1. Mengundurkan diri saat penelitian berlangsung

    2. Datangnya sampel tidak sesuai dengan waktu penelitian.

    4.3.4 Besar sampel

    Besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini berdasarkan rumus Pocock

    (2008) berikut ini:

    Keterangan :

    n = jumlah sampel

  • 137

    = nilai standar deviasi

    1 = rerata jumlah kumansebelum perlakuan

    2 = rerata jumlah kumansetelah perlakuan

    = tingkat kesalahan tipe I (0,05)

    = tingkat kesalahan tipe II (0,1)

    f (,) = nilai yang ada pada tabel (10,5).

    Berdasarkan hasil penelitian dari Rachmawati dan Triyana (2008), penghitungan sampel

    dengan data rerata penurunan koloni bakteri sebesar 25,42 dan standar deviasi 19,5 diperoleh

    hasil besar sampel 12,36 ditambah 10% menjadi 13,59 dan dibulatkan menjdi 14 sampel setiap

    kelompok, sehingga jumlah keseluruhan sampel pada kedua kelompok menjadi 28 sampel.

    4.3.5. Tehnik pengambilan sampel

    Tehnik pengambilan sampel dengan cara sebagai berikut:

    1. Melakukan pemilihan sejumlah Co Ass yang praktek di poliklinik Gigi dan Mulut

    RSGM FKG UNMAS Denpasar berdasarkan kriteria inklusi.

    2. Jumlah sampel yang terpilih diseleksi lagi berdasarkan kriteria eksklusi.

    3. Mengadakan pemilihan besar sampel sebanyak 28 responden secara random

    sederhana dari subyek yang terpilih.

    4. Melakukan pembagian kelompok menjadi 2(dua) kelompok masing- masing

    kelompok berjumlah 14 responden.

    Pembagian kelompok dilakukan dengan cara acak sederhana, selanjutnya kelompok 1

    akan dipakai sebagai kontrol, melakukan cuci tangan sesuai prosedur tetap dan kelompok 2

    mendapat perlakuaan sosialisasi program penyadaran kepatuhan cuci tangan, melakukan cuci

    tangan sesuai dengan program penyadaran kepatuhan cuci tangan.

  • 138

    4.4. Variabel penelitian

    Variabel dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 3(tiga), yaitu ;

    1. Variabel bebas adalah program penyadaran kepatuhan cuci tangan.

    2. Variabel tergantung adalah pengetahuan cuci tangan, jumlah koloni bakteri dan

    jumlah bakteri Staphylococcus aureus.

    3. Variabel kendali adalah air mengalir, jenis kran, sabun antiseptik, waktu cuci tangan,

    tisu pengering.

    4.5 Hubungan Antar Variabel

    P

    Variabel bebas

    Program penyadaran

    kepatuhan cuci tangan

    Variabel Kendali

    Air mengalir, jenis kran,

    sabun antiseptik, waktu cuci

    tangan, tisu pengering.

    Variabel Tergantung

    Pengetahuan cuci tangan,

    jumlah koloni bakteri /

    bakteri Staphylococcus aureus

  • 139

    Gambar 4.2.

    Hubungan Antar Variabel

    4.6. Definisi operasional variabel.

    1. Program penyadaran kepatuhan cuci tangan adalah suatu program yang

    dilakukan dengan cara sosialisasi tentang cuci tangan yang baik dan benar

    melalui;

    1. Pendidikan / Ceramah tentang cuci tangan sesuai standar WHO.

    Ceramah diberikan selama 60 (enam puluh) menit oleh seorang dokter gigi senior

    RSUP Sanglah Denpasar sesuai jadwal di salah satu ruang kuliah FKG UNMAS

    Denpasar.

    2. Peragaan cuci tangan sesuai standar WHO

    3. Latihan / praktek cuci tangan sesuai standar WHO.

    Peragaan dan praktek cuci tangan diberikan selama 60 (enam puluh) menit oleh

    seorang dokter gigi senior RSUP Sanglah Denpasar setelah selesai pendidikan /

    ceramah yang dilakukan di salah satu poliklinik RSGM FKG UNMAS Denpasar.

    2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) adalah membersihkan telapak dan jari-jemari tangan

    menggunakan sabun dan air mengalir agar menjadi bersih dengan enam langkah dan

    dengan urutan/singkatan Te-Pung-Sela-Ci-Pu-Put (WHO,2009)

    3. Air mengalir adalah aliran air kran bawah tanah untuk pembilasan setelah pelaksanaan

    cuci tangan.

    4 Jenis kran adalah kran standar yang dibuka dan ditutup dengan memakai tangan.

  • 140

    5. Sabun antiseptik adalah sabun cuci tangan cair (liquid hand soap) komersial yang

    mengandung triclosan.

    6. Waktu adalah waktu yang dibutuhkan selama kegiatan cuci tangan yaitu selama 60

    (enam puluh) detik..

    7. Tisu pengering adalah kertas tisu lembaran untuk tangan (hand towels) komersial yang

    dipakai sebagai pengering dan menutup kran setelah cuci tangan.

    8. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

    penginderaan terhadap suatu objek tertentu melalui mata dan telinga.

    9. Sikap adalah penilaian seseorang terhadap stimulus dan objek tertentu (dalam hal ini

    adalah tentang cuci tangan).

    10. Lingkumgan adalah faktor-faktor yang berpengaruh pada perilaku, seperti lingkungan

    fisik, biologis, sosial, ekonomi dan budaya.

    11. Jumlah koloni bakteri adalah jumlah bakteri yang tumbuh di dalam cawan petri yang

    dihitung secara manual dengan satuan Colony Forming Unit (CFU) / ml

    12. Bakteri Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif, yang diidentifikasi dengan

    media agar, pengecatan Gram, uji biokimia dan reagen Manitol.

    13. Co Ass adalah mahasiswa program pendidikan profesi dokter gigi.

    4.7. Bahan dan alat penelitian

    4.7.1. Bahan penelitian ;

    1. Sabun antiseptik

    2. Air mengalir

    3. Kertas tisu

  • 141

    4. Media ; Plate Count Agar (PCA), Eosin Methylen Blue Agar (EMBA) Tryptic

    Soy Broth Agar (TSBA), Media agar darah Mc. Conkey, Gula-gula dan media

    Biokimia.

    5. Reagen Serologi, reagen pengecatan Gram.

    4.7.2 Alat penelitian ;

    1. Sarana cuci tangan ( wastafel , kran air ).

    2. Tempat sampah tertutup

    3. Inkubator

    4. Bunsen

    5. Jarum ose

    6. Petri dish

    7. Tabung ulir

    8. Swab lidi kapas steril

    9. Rak pengecatan

    10. Mikroskop

    11. Autoclave.

    4.8. Prosedur penelitian

    Prosedur penelitian terdiri dari tahap-tahap sebagai berikut :

    4.8.1 Tahap persiapan

    1. Studi kepustakaan dari buku, jurnal, internet dan lain-lain yang sesuai dengan

    topik penelitian

    2. Mengurus surat-surat administrasi penelitian

    3. Membuat jadwal pelaksanaan

  • 142

    4. Melakukan pelatihan pengukuran

    5. Menyiapkan alat-alat dan bahan-bahan penelitian.

    4.8.2. Tahap pemilihan dan penentuan sampel

    1. Semua Co Ass FKG UNMAS Denpasar yang memenuhi kriteria

    sebagai sampel diberikan nomor urut yang berbeda.

    2. Sampel dipilih secara acak dengan menggunakan tehnik undian

    nomor urut 1,2,3 dan seterusnya dengan jumlah yang sesuai.

    3. Melakukan pembagian kelompok secara acak sederhana, dengan tehnik undian

    sebanyak 2 (dua) kelompok masing-masing 14 orang.

    4.8.3. Tahap pelaksanaan penelitian.

    Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan

    penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Sebelum penelitian responden diberikan penjelasan tentang tujuan dan manfaat

    penelitian, jadwal dan tempat penelitian, tata laksana penelitian dan hak-hak

    subyek dalam pelaksanaan penelitian.

    2. Dilakukan kegiatan cuci tangan sesuai dengan prosedur tetap RSGM FKG

    UNMAS Denpasar pada kelompok kontrol

    3. Dilakukan kegiatan cuci tangan sesuai dengan sosialisasi program penyadaran

    kepatuhan cuci tangan. pada kelompok perlakuan

    4. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode swab tangan dan

    dikultur pada media Plate Count Agar untuk hitung jumlah bakteri, sedangkan

    untuk keperluan identifikasi, bakteri dikultur pada media agar darah Mc.

    Conkey, uji gula-gula dan uji biokimia.

  • 143

    5. Dalam penelitian ini bakteri didapatkan dari hasil swab(usapan) pada telapak

    tangan dan sela-sela-jari tangan . Jumlah bakteri didapatkan secara visual

    berupa angka dalam koloni (Coloni Forming Unit) / ml (BPOM, 2007).

    6. Tehnik Pengambilan Swab.

    Pengambilan sampel swab tangan dilakukan oleh seorang tenaga analis

    Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan

    langkah-langkah modifikasi sebagai berikut (Lennette, 1985) ;

    Kapas lidi steril dicelupkan ke dalam kaldu, kemudian kapas lidi tersebut

    digunakan untuk men-swab seluruh permukaan tangan dan sela-sela jari

    tangan. Swab tangan hanya dilakukan dua kali saja untuk masing-masing

    probandus, yaitu setelah melakukan cuci tangan sebelum mendapat perlakuan

    dan setelah mendapat perlakuan pada kelompok kontrol maupun kelompok

    perlakuan.

    7 . Identifikasi bakteri .

    Pemeriksaan laboratorium untuk identifikasi bakteri dilakukan di Laboratorium

    Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan langkah-

    langkah sebagai berikut (Pohan, t.t.. dan Sherris, 1984) ;

    1. Kaldu TSB yang telah berisi sampel swab diambil 1(satu) sengkelit

    (diameter = 3-5 mm) masing-masing ditanam pada medium Agar Darah,

    kaldu, dan EMB agar. kemudian diinkubasi pada suhu 35 derajat C selama

    18-24 jam. Simpan cawan dengan posisi upside-down dalam incubator,

    kemudian dilihat ada / tidaknya pertumbuhan.

  • 144

    2. Selanjutnya dilakukan pengecatan Gram terhadap koloni yang tumbuh

    dengan menggunakan reagen Gentian ungu (1-3 menit), Lugol (1/2-1

    menit), Alkohol (1/4-1/2 menit), dan Fukhsin air (1-3 menit) secara

    bergantian dengan setiap langkah dicuci dengan air mengalir. Bila pada

    akhir pencucian didapatkan warna merah maka terdapat kuman Gram

    Negatif dan bila didapatkan warna biru maka terdapat kuman Gram Positif.

    3. Identifikasi jenis Staphylococcus dilakukan dengan cara tes katalase,

    koagulase dan Manitol. Jika katalase positif, koagulase positif, Manitol

    positif maka bakteri tersebut adalah Staphylococcus aureus.

    8. Penghitungan angka kuman.

    Penghitungan angka kuman dapat dilakukan dengan membiakkan kuman

    yang akan dihitung pada media agar darah karena agar darah merupakan media

    kaya yang dapat digunakan untuk pertumbuhan kuman baik kuman gram positif

    maupun gram negatif. Kuman dihitung berdasar jumlah koloni dengan satuan

    Coloni Forming Unit (CFU) / ml. Pada penghitungan angka kuman ini tidak

    dibedakan jenis koloni, tiap koloni yang berasal dari 1 (satu) bakteri dianggap 1

    (satu) jenis bakteri.

    4.9. Alur Penelitian.

    Populasi

    Sampel

    0,5 ml

    Simple Random Sampling

    Kelompok Kontrol

    Cuci tangan sesuai

    Kuesioner / Cuci tangan

    Kelompok Perlakuan

    Cuci tangan sesuai

    Kriteria Inklusi

    0,5 ml

  • 145

    4.10. Analisis data.

    Data dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut (Santosa, 2010) :

    1. Analisis deskriptif.

    Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui karasteristik data yang dimiliki

    dengan program SPSS. Pemilihan penyajian data terdiri dari rerata, standar deviasi,

    minimum dan maksimum. Variabel yang dianalisis adalah pengetahuan cuci tangan,

    jumlah koloni bakteri dan bakteri. Staphylococcus aureus.

    2. Uji Normalitas.

    Uji normalitas memakai Saphiro-Wilk Test, bertujuan untuk mengetahui distribusi

    data. Variabel yang dianalisis adalah rerata pengetahuan cuci tangan, jumlah koloni bakteri

    dan bakteri Staphylococcus aureus dengan batas kemaknaan yang digunakan adalah p >

    0,05.

    Gambar 4.3.

    Alur penelitian

  • 146

    3. Uji homogenitas.

    Dengan memakai Levenes test, bertujuan untuk mengetahui variasi nilai rerata

    pengetahuan cuci tangan, jumlah koloni bakteri dan bakteri Staphylococcus aureus

    .sebelum dan sesudah perlakuan pada kedua kelompok, dengan batas kemaknaan yang

    digunakan adalah p > 0,05.

    4. Uji komparasi.

    Jika data berdistribusi normal maka digunakan uji parametrik t-test, jika data tidak

    berdistribusi normal maka digunakan uji non parametrik Wilcoxon dan Mann Whitney.

    Data yang dianalisis adalah rerata pengetahuan cuci tangan, jumlah koloni bakteri dan

    baketri. Staphylococcus aureus.

  • 147

    BAB V

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    5.1. HASIL.

    Penelitian eksperimental dengan rancangan pre-post test control group design, dilaksanakan

    pada bulan Mei sampai dengan bulan Oktober 2015 dengan melibatkan 28 orang Co Ass yang praktek di

    poliklinik Gigi dan Mulut RSGM FKG UNMAS Denpasar sebagai sampel yang terbagi menjadi 2 (dua)

    kelompok, kelompok kontrol melakukan cuci tangan sesuai prosedur tetap dan kelompok perlakuan

    cuci tangan sesuai dengan program penyadaran kepatuhan cuci tangan.

    5.1.1 PENGETAHUAN CUCI TANGAN

    1. Uji Normalitas Data

    Data pengetahuan diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya

    menunjukkan bahwa data pengetahuan berdistribusi normal (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.1.

    Tabel 5.1

    Hasil Uji Normalitas Data Pengetahuan

    Kelompok Subjek n p Ket.

    Pengetahuan kontrol pre Pengetahuan perlakuan pre Pengetahuan kontrol post Pengetahuan perlakuan post

    14 14 14 14

    0,602

    0,065

    0,253

    0,135

    Normal Normal Normal Normal

  • 148

    2. Uji Homogenitas Data

    Data pengetahuan diuji homogenitasnya dengan menggunakan uji Levenes test. Hasilnya

    menunjukkan bahwa data sebelum perlakuan tidak homogen (p0,05), disajikan pada Tabel 5.2.

    Tabel 5.2

    Homogenitas Pengetahuan antar Kelompok Perlakuan

    Variabel F p Keterangan

    Pengetahuan pre

    Pengetahuan post

    5,37

    0,206

    0,029

    0,654

    Tidak Homogen

    Homogen

    3. Uji komparabilitas

    Analisis komparabilitas diuji berdasarkan rerata skor pengetahuan antar kelompok sebelum

    perlakuan berupa program penyadaran kepatuhan cuci tangan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t-

    independent disajikan pada Tabel 5.3.

    Tabel 5.3.

    Perbedaan Rerata Skor Pengetahuan antar Kelompok Sebelum Program Penyadaran Kepatuhan Cuci

    Tangan

    Kelompok Subjek

    n Rerata Skor Pengetahuan

    SB t p

    Kontrol

    Perlakuan

    14

    14

    12,50 1,70 0,141 0,889

  • 149

    12,43 0,85

    Berdasarkan Tabel 5.3 didapatkan bahwa dengan uji t-indepedent menunjukkan nilai t = 0,141

    dan nilai p = 0,889. Hal ini berarti bahwa rerata skor pengetahuan sebelum perlakuan pada kedua

    kelompok tidak berbeda (p>0,05).

    4. Uji efek program penyadaran kepatuhan cuci tangan

    Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata skor pengetahuan antar kelompok sesudah

    perlakuan berupa program penyadaran kepatuhan cuci tangan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t-

    independent disajikan pada Tabel 5.4.

    Tabel 5.4

    Perbedaan Rerata Skor Pengetahuan antar Kelompok Sesudah Program Penyadaran Kepatuhan Cuci

    Tangan

    Kelompok Subjek n Rerata Skor Pengetahuan

    SB t p

    Kontrol

    Perlakuan

    14

    14

    12,71

    14,50

    1,27

    1,16

    3,89 0,001

    Berdasarkan Tabel 5.4 didapatkan bahwa dengan uji t-indepedent menunjukkan nilai t = 3,89

    dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata skor pengetahuan sesudah perlakuan pada kedua

    kelompok berbeda secara bermakna (p

  • 150

    5.1.2. JUMLAH KOLONI BAKTERI

    Penurunan jumlah koloni bakteri antara sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok kontrol

    maupun pada kelompok perlakuan, dapat dilihat pada Gambar 5.1, 5.2.

    Gambar 5.1.

    Jumlah koloni bakteri sebelum perlakuan

    pada media Plate Count Agar

    Koloni

    bakteri

    10-1 10-2 10-3

    Koloni

    bakteri

  • 151

    Jenis dan rerata jumlah koloni bakteri pada kelompok kontrol dan perlakuan antara sebelum dan

    sestelah perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.5.

    Tabel 5.5

    Jenis dan Rerata Jumlah Koloni Bakteri yang di Isolasi dari Swab Telapak Tangan Sampel pada

    Kelompok Kontrol dan Perlakuan(n=14)

    Berdasarkaan Tabel 5.5 didapatkan bahwa jumlah koloni bakteri pada kelompok kontrol

    adalah 24.885 CFU / ml sebelum perlakuan dan menjadi 1.970 CFU / ml dan pada kelompok perlakuan

    No Jenis Bakteri

    Jumlah Koloni

    kelompok Kontrol

    Jumlah Koloni

    kelompok Perlakuan

    Sebelum Setelah Sebelum Setelah

    1. Pseudomonas

    stutzeri

    15.031

    1.289

    10.041

    1.156

    2. Ralstonia picketti

    8.500

    681

    4.578

    921

    3. Staphylococcus

    aureus

    1.353

    0

    915

    98

    Jumlah 24.885 1.970 15.535 2.176

    Gambar5.2.

    Jumlah koloni bakteri setelah perlakuan

    pada media Plate Count Agar

    10-1 10-2 10-3

  • 152

    adalah 15.535 CFU / ml sebelum perlakuan dan menjadi 2.176 CFU / ml sesudah perlakuan. Artinya

    terjadi penurunan jumlah koloni bakteri antara sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok kontrol

    dan kelompok perlakuan.

    1. Uji Normalitas Data

    Data jumlah koloni bakteri diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk, hasilnya

    disajikan pada Tabel 5.6

    Tabel 5.6

    Hasil Uji Normalitas Data Jumlah Koloni Bakteri

    Kelompok Subjek n p Ket.

    Jumlah koloni kontrol pre Jumlah koloni perlakuan pre Jumlah koloni kontrol post Jumlah koloni perlakuan post

    14 14 14 14

    0,000

    0,000

    0,000

    0,000

    Tidak Normal Tidak Normal Tidak Normal Tidak Normal

    Berdasarkaan Tabel 5.6 didapatkan bahwa data jumlah koloni bakteri tidak berdistribusi

    normal (p

  • 153

    Rerata Jumlah Koloni Bakteri yang di Isolasi dari Swab Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol

    dan Kelompok Perlakuan Sebelum dan Sesudah Cuci Tangan

    Kondisi Rerata Koloni

    Kelompok Kontrol

    Rerata Koloni

    Kelompok Perlakuan

    P

    Sebelum Perlakuan

    Sesudah Perlakuan

    24885,0053386,02

    1212,50 2241,52

    15535,0025224,34

    2176,435217,58

    0,327

    0,165

    Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji Mann-Whitney didapatkan bahwa t