-
87
TESIS
PROGRAM PENYADARAN KEPATUHAN CUCI TANGAN DAPAT
MENINGKATKAN PENGETAHUAN CUCI TANGAN, MENURUNKAN
JUMLAH KOLONI DAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA
TANGAN CO ASS FKG UNMAS DENPASAR
I GUSTI AGUNG GDE OKA ARDANA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
-
88
TESIS
PROGRAM PENYADARAN KEPATUHAN CUCI TANGAN DAPAT
MENINGKATKAN PENGETAHUAN CUCI TANGAN, MENURUNKAN
JUMLAH KOLONI DAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA
TANGAN CO ASS FKG UNMAS DENPASAR
I GUSTI AGUNG GDE OKA ARDANA
NIM 1390761032
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
-
89
PROGRAM PENYADARAN KEPATUHAN CUCI TANGAN DAPAT
MENINGKATKAN PENGETAHUAN CUCI TANGAN, MENURUNKAN
JUMLAH KOLONI DAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA
TANGAN CO ASS FKG UNMAS DENPASAR
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
I GUSTI AGUNG GDE OKA ARDANA
NIM : 1390761032
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
-
90
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL 16 Juni 2016
Mengetahui
Tesis Ini Telah Diuji
Pada tanggal
PanitiaPenguji Tesis Berdasarkan SK. Rektor
Pembimbing I,
Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, Msi., Sp.MK(K)
NIP. 196404171996011001
Pembimbing II,
Prof.Dr.dr. I Putu Gede Adiatmika, M.Kes. NIP.
196603091998021003
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pascasarjana
Universitas Udayana
Dr.dr.Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc., Sp.G(K)
NIP. 195805211985031002
Direktur
Program Pascasarjana
Universitas Udayana
Prof.Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S(K)
NIP. 195902151985102001
-
91
UniversitasUdayana, No.; 2710/UN 14.4 / HK / 2016
Tanggal ; 10 Juni 2016
Ketua : Dr.dr. I Dewa Made Sukrama, Msi., Sp.MK(K)
Sekretaris : Prof.Dr.dr.I Putu Gede Adiatmika, M.Kes.
Anggota : 1. Prof.dr. Ketut Tirtayasa, MS, AIF
2. Prof. Dr. dr. Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And.
3. Dr. dr. I Wayan Putu SutirtaYasa, M.Si
-
92
-
93
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi
Waca, Tuhan Yang
Maha Esa karena atas berkatNYA penulis dapat menyelesaikan tesis
dengan judul Program
Penyadaran Kepatuhan Cuci Tangan dapat Meningkatkan Pengetahuan
Cuci Tangan,
Menurunkan Jumlah Koloni dan Bakteri Staphylococcus aureus pada
Tangan Co Ass FKG
UNMAS Denpasar. Tesis ini dibuat sebagai syarat untuk
menyelesaikan pendidikan yang
ditempuh di Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik
Universitas Udayana Denpasar.
Terimakasih yang sebesar-besarnya, penulis ingin sampaikan
kepada pembimbing satu
yaitu, Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, Msi., Sp.MK(K), yang telah
penuh perhatian dan kesabaran
memberikan pengarahan, bimbingan, saran, serta waktunya kepada
penulis selama tesis ini
dibuat sampai dengan selesai. Terimakasih pula penulis sampaikan
kepada Prof. Dr. dr I Putu
Gede Adiatmika, M.Kes. selaku pembimbing kedua yang menyempatkan
diri untuk memberikan
pengarahan, bimbingan, dorongan, waktunya serta kritikan dalam
pembuatan tesis ini.
Terimakasih juga kepada Co Ass dan RSGM FKG UNMAS Denpasar
sebagai subjek / tempat
penelitian dalam menyelesaikan tesis ini.
Ucapan terimakasih dan penghargaan juga penulis sampaikan
kepada:
Rektor Universitas Udayana Denpasar Prof. Dr. dr. I Ketut
Suastika, Sp.PD (KEMD) atas
kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti
pendidikaan Program Magister di
Universitas Udayana, Direktur Pasca Sarjana Universitas Udayana
Denpasar, Prof. Dr. dr. A.A.
Raka Sudewi, Sp. S(K) yang telah memberikan kesempatan dan
fasilitas yang diberikan untuk
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister
Universitas Udayana Denpasar.
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana
Universitas Udayana
Denpasar, Dr.dr.Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc., Sp.G(K)
atas kesempatan dan fasilitas
-
94
yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan
Program Magister Universitas
Udayana Denpasar, seluruh penguji yaitu, Prof.dr. Ketut
Tirtayasa, MS, AIF., Prof. Dr. dr.
Alex Pangkahila, MSc, Sp. And., Dr. dr. I Dewa Made Sukrama,
Msi., Sp.MK(K), Prof. Dr.dr. I
Putu Gede Adiatmika, M.Kes, dan Dr. dr. Wayan Putu Sutirta Yasa,
M.Si., atas masukan dan
kritiknya kepada penulis sehingga dalam penulisan tesis ini
dapat menjadi lebih baik.
Seluruh dosen dan pengelola Program Studi Ilmu Biomedik Program
Pascasarjana
Universitas Udayana Denpasar, dan Seluruh Dosen yang telah
mendidik, mengarahkan serta
membantu penulis selama menempuh pendidikan.
Rektor Universitas Mahasaraswati Denpasar, Dekan FKG Universitas
Mahasaraswati Denpasar,
Direktur RSGM Universitas Mahasaraswati Denpasar, dan Kepala
Laboratorium Mikrobiologi
Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana atas kesempatan
yang diberikan untuk
menggunakan Labnya selama penelitian ini dilakukan.
Direktur Utama beserta jajarannya dan teman-teman di SMF Gigi
dan Mulut RSUP
Sanglah Denpasar yang telah memberikan kesempatan dan dukungan
pada saat menempuh
pendidikan. Seluruh teman-teman mahasiswa Program Studi Ilmu
Biomedik angkatan 2013
khususnya Ilmu Kedokteran Dasar yang telah bersama-sama menemani
baik dalam keadaan
suka maupun duka dalam menempuh masa pendidikan.
Kepada istri tercinta dan terkasih Anak Agung Ayu Rukmasari SE,
MSi., yang telah
berkorban dan menemani semenjak awal sampai akhir perkuliahan
sudah menjadi teman yang
selalu memberikan inspirasi, motivasi sehingga memberikan rasa
optimis dalam menyelesaikan
pendidikan dan tesis ini. Kepada putra-putri dan menantu
tersayang, drg. I Gusti Agung Istri
Dentarika, SKG, dr. I Gusti Agung Gde Dendyningrat, S.Ked
beserta istri
-
95
dr.I Gusti Agung Ayu Sri Wulandari Pramana S.Ked. dan I Gusti
Agung Gde Dennyningrat
yang telah membuat penulis merasa terhibur dan semangat dalam
menyelesaikan pendidikan dan
tesis ini. Kepada cucu manisku yang tersayang dan terkasih I
Gusti Agung Mas Luna Atalya dan
Anak Agung Ayu Kaesra dengan kelucuan dan kepolosannya telah
membuat penulis merasa
terhibur dan semangat dalam menyelesaikan pendidikan dan tesis
ini serta semua pihak yang
belum tersebutkan, yang telah membantu dan memberikan dukungan
samapai selesainya tesis
ini.
Penulis sadar bahwa tesis ini tidak sempurna, sehingga masukan
dan kritik untuk
perbaikan kearah yang lebih baik sangat diharapkan. Akhir kata
penulis berharap, tesis ini dapat
membawa manfaat untuk para pembaca, khususnya para individu yang
bergerak dalam bidang
kedokteran / kedokteran gigi.
Denpasar, Mei 2016
Penulis
ABSTRAK
PROGRAM PENYADARAN KEPATUHAN CUCI TANGAN DAPAT MENINGKAT
PENGETAHUAN CUCI TANGAN, MENURUNKAN JUMLAH KOLONI BAKTERI
DAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA TANGAN CO ASS FKG
UNMAS
DENPASAR.
Presentase data infeksi nosokomial di Indonesia masih cukup
tinggi yaitu sebesar 6-16 %
dengan rata-rata 9,8%. Untuk menurunkan angka infeksi nosokomial
dapat dilakukan dengan
program penyadaran kepatuhan cuci tangan dengan cara
meningkatkan pengetahuan cuci
tangan. Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan
cuci tangan sehingga dapat
menurunkan jumlah koloni bakteri dan bakteri Staphylococcus
aureus pada tangan.
Rancangan penelitian ini pre-post test control group design,
dengan jumlah sampel 28
orang Co Ass FKG UNMAS yang terbagi menjadi 2 kelompok. Kelompok
kontrol melakukan
cuci tangan sesuai prosedur tetap, kelompok perlakuan melakukan
cuci tangan dengan program
penyadaran kepatuhan cuci tangan dan rerata perbedaan hasil
diuji secara statistik.
Hasil analisis data pengetahuan sebelum perlakuan dengan uji
t-independent, t = 0,141
dan nilai p = 0,889, artinya skor pengetahuan sebelum perlakuan
kedua kelompok tidak berbeda
-
96
(p>0,05). Sedangkan sesudah perlakuan, skor pengetahuan
dengan uji t-independent, t = 3,89 dan
nilai p = 0,001, artinya skor pengetahuan sesudah perlakuan pada
kedua kelompok berbeda
secara bermakna (p0,05). Sedangkan sesudah perlakuan, p = 0,139,
artinya median
koloni bakteri sesudah perlakuan pada kedua kelompok tidak
berbeda secara bermakna (p>0,05).
Hasil analisis data koloni bakteri Staphylococcus aureus sebelum
perlakuan, dengan uji Mann-
Whitney, p = 0,180, artinya median koloni bakteri Staphylococcus
aureus sebelum perlakuan
pada kedua kelompok tidak berbeda (p>0,05). Sedangkan sesudah
perlakuan, p = 0,100, artinya
median koloni bakteri Staphylococcus aureus sesudah perlakuan
pada kedua kelompok tidak
berbeda secara bermakna (p>0,05).
Simpulan bahwa program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat
meningkatkan
pengetahuan cuci tangan, tidak dapat menurunkan jumlah koloni
bakteri dan bakteri
Staphylococcus aureus pada tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar
Kata kunci : program penyadaran kepatuhan cuci tangan,
pengetahuan cuci
tangan, jumlah koloni bakteri dan bakteri Staphylococcus
aureus.
-
97
ABSTRACT
HAND WASHING COMPLIANCE AWARENESS PROGRAM ABLE TO IMPROVE
KNOWLEDGE OF HAND WASHING, TO REDUCE NUMBER OF COLONIES AND
BACTERIA STAPHYLOCOCCUS AUREUS ON HAND OF CO ASS FKG UNMAS
DENPASAR
The percentage of nosocomial infections in Indonesia ws still
high enough at 6-16% with mean of
9,8%. To reduce number of nosocomial infections can be conducted
by hand washing compliance
awareness program by improve the knowledge of hand washing. Aim
to increase awareness and
compliance with hand washing so as to reduce the number of
bacterial colonies and bacteria
Staphylococcus aureus on hand.
This study was conducted with pre-post test control group
design, by number of sample was 28
students of Co Ass of FKG UNMAS they were divided into two
groups, that were the control group who
they was washed their hands according to the permanent procedure
and the treatment group who was
handwashing with hand washing compliance awareness programs and
mean differences were statistically
tested result.
The results of data analysis of knowledge at pre-test with
independent t-test, t = 0.141 and p =
0.889, its meaning the knowledge score before treatment at both
groups did not signficant (p> 0,05).
While after treatment, the score of knowledge by t-independent,
t = 3,89 and p = 0,001, its meaning the
knowledge score after treatment in both groups differed
significantly (p 0,05). Whereas after
treatment, p = 0,139, its means theat median of bacterial
colonies after treatment in both groups did not
significant (p > 0,05). The results of the data analysis of
bacteria Staphylococcus aureus before
treatment, with the Mann-Whitney test, p = 0,180, its means that
median of bacteria Staphylococcus
aureus before treatment in both groups did not significant (p
> 0,05). Whereas after treatment, p = 0,100,
its meaning median of bacteria Staphylococcus aureus after
treatment in both groups did not significant
(p > 0,05).
The conclusion that hand washing compliance awareness program
can improve knowledge of
hand washing, , but did not reduce the number of bacterial
colonies and the bacteria Staphylococcus
aureus on hands Co Ass of FKG UNMAS Denpasar
Keywords : hand washing compliance awareness programs, knowledge
of hand
washing, number of bacterial colonies and bacteria
Staphylococcus
aureus
DAFTAR ISI
-
98
SAMPUL DEPAN i
PRASYARAT GELAR . ii
LEMBAR PERSETUJUAN . iii
PENETAPAN PANITIA
PENGUJI
iv
UCAPAN TERIMA KASIH v
ABSTRAK ix
ABSTRACT x
DAFTAR ISI .. xi
DAFTAR TABEL xvi
DAFTAR GAMBAR . xvii
DAFTAR SINGKATAN . xviii
DAFTAR LAMPIRAN xix
BAB I PENDAHULUAN . 1
1.1
1.2
1.3
Latar belakang
Rumusan masalah ...
Tujuan
1
9
9
1.3.1.
1.3.2.
Tujuan umum .....
Tujuan khusus
9
9
1.4 Manfaat penelitian . 10
1.4.1. Manfaat akademis . 10
-
99
1.4.2. Manfaat praktis .. 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA ..... 11
2.1 Infeksi nosokomial. 11
2.2 Bakteri 12
2.2.1.
2.2.2.
Bakteri pada tangan manusia
Bakteri penyebab infeksi nosokomial.
15
15
2.3
2.4
Pencegahan infeksi nosokomial.
Hand hygiene....
16
18
2.4.1 Ruang lingkup hand hygiene.. 19
2.4.2 Tata laksana hand hygiene. 20
2.4.3 Enam (6) langkah cuci tangan . 21
2.4.4 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam cuci
tangan
23
2.4.5 Hambatan untuk cuci tangan 23
2.4.6 Langkah-langkah untuk meningkatkan kepatuhan
cuci tangan ..
24
2.4.7 Tujuh fakta cuci tangan pakai sabun.. 24
2.5 Program penyadaran (Awareness program).. 25
2.5.1 Tujuan program penyadaran ... 25
2.5.2 Faktor-fakor yang mempengaruhi perilaku cuci
tangan
26
-
100
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS
PENELITIAN ..
28
3.1
3.2
3.3
Kerangka berpikir .
Konsep penelitian .
Hipotesis penelitian...
28
30
30
BAB IV METODE PENELITIAN . 32
4.1
4.2
4.3
Rancangan penelitian
Tempat dan waktu penelitian ..
Penentuan sumber data
32
33
33
4.3.1
4.3.2
4.3.3.
4.3.4.
4.3.5.
Populasi penelitian .
Sampel penelitian..
Kriteria eligibilitas..
Besar sampel
Tehnik pengambilan sampel
33
33
34
35
35
4.4.
4.5.
4.6.
4.7.
Variabel penelitian ..
Hubungan antar variabel ..
Definisi operasional variabel .
Bahan dan alat penelitian
36
37
37
39
4.7.1.
4.7.2.
Bahan.
Alat
39
39
-
101
4.8. Prosedur penelitian . 40
4.8.1.
4.8.2.
4.8.3.
4.8.4.
4.8.5.
Tahap persiapan.
Tahap pemilihan dan penentuan sampel
Tahap pelaksanaan penelitian ..
Alur penelitian
Analisis data
40
40
41
44
44
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 46
5.1 Hasil 46
5.1.1 Pengetahuan Cuci Tangan ... 46
5.1.2 Jumlah Koloni Bakteri 48
5.1.3 Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus . 52
5.2 Pembahasan. 55
5.2.1 Pengetahuan Cuci Tangan.. 55
5.2.2 Jumlah Koloni Bakteri 59
5.2.3 Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus . 69
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN. 77
6.1 Simpulan . 77
6.2 Saran 77
DAFTAR PUSTAKA .. 79
LAMPIRAN 87
-
102
DAFTAR TABEL
5.1 Hasil Uji Normalitas Data Pengetahuan ......
46
5.2 Homogenitas Pengetahuan antar Kelompok Perlakuan
47
5.3 Perbedaan Rerata Skor Pengetahuan antar Kelompok Sebelum
Program
Penyadaran Kepatuhan Cuci Tangan ....
47
5.4 Perbedaan Rerata Skor Pengetahuan antar Kelompok Sesudah
Program
Penyadaran Kepatuhan Cuci
Tangan.........................................................
48
5.5 Jenis dan Rerata Jumlah Koloni Bakteri yang di Isolasi dari
Swab
Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol dan Perlakuan
(n=14)
49
5.6 Hasil Uji Normalitas Data Jumlah Koloni Bakteri
50
5.7 Rerata Jumlah Koloni Bakteri yang di Isolasi dari Swab
Telapak Tangan
Sampel pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan Sebelum
dan
Sesudah Cuci Tangan.....
50
5.8 Rerata Jumlah Koloni Bakteri yang di Isolasi dari Swab
Telapak Tangan
Sampel pada Kelompok Kontrol antara Sebelum dengan Sesudah
Perlakuan
51
5.9 Jenis dan Rerata Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus
yang di
Isolasi dari Swab Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol
dan
Perlakuan (n=14).
53
5.10 Rerata Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus yang di
Isolasi dari
Swab Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol dan
Kelompok
Perlakuan Sebelum dan Sesudah Cuci Tangan ...
54
5.11 Rerata Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus yang di
Isolasi dari
Swab Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol dan
Kelompok
Perlakuan antara Sebelum dengan Sesudah Perlakuan...
54
-
103
DAFTAR GAMBAR
2.1 Lima waktu ( momen ) cuci tangan (WHO, 2009).
21
2.2 Lima langkah cuci tangan pakai sabun (WHO,
2009).................
22
3.1 Konsep penelitian.
30
4.1 Rancangan penelitian...................
32
4.2 Hubungan antara variabel.
37
4.3 Alur penelitian..
44
5.1 Jenis dan jumlah koloni bakteri sebelum perlakuan pada media
Plate Count
Agar..................
48
5.2 Jenis dan jumlah koloni bakteri sesudah perlakuan pada media
Plate Count
Agar..................
49
5.3 Identifikasi bakteri Staphylococcus aureus dengan API 20 E
Biomeriux dengan
sistim perubahan warna ...
52
5.4 Identifikasi bakteri Staphylococcus aureus pada mikroskop
Olympus dengan
pembesaran 1000 X.....
52
-
104
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1 Jawaban Permohonan Data Infeksi dan Kepatuhan
Kebersihan Tangan 87
2. Lampiran 2 Data infeksi dan kepatuhan kebersihan tangan.
88
3. Lampiran 3 Penyerahan Ethical Clearence . 89
4. Lampiran 4 Keterangan Kelaikan Etik. 90
5. Lampiran5 Amandemen Perubahan Judul Penelitian . 91
6 Lampiran 6 D Data Pengisian Responden
92
7 Lampiran 7 Lembar Kuesioner.
93
8 Lampiran 8 Informed Consent..
96
9 Lampiran 9 Jumlah Kolon Bakteri...
97
10 Lampiran 10 Uji Normalitas Data Pengetahuan Baik Sebelum dan
Sesudah
Perlakuan.
98
11 Lampiran 11 Uji t-independent Data Pengetahuan antar Kelompok
Sebelum dan
Sesudah Perlakuan
98
12 Lampiran 12 Uji Normalitas Data Jumlah Koloni Bakteri.
99
13 Lampiran 13 Uji Mann-Whitney Jumlah Koloni Bakteri Sebelum
Perlakuan dan
Sesudah Perlakuan antar Kelompok Perlakuan.
99
14 Lampiran 14 Uji Wilcoxon Jumlah Koloni Bakteri antara Sebelum
dengan Sesudah
Perlakuan pada Kelompok Kontrol.
100
15 Lampiran 15 Uji Wilcoxon Jumlah Koloni Bakteri antara Sebelum
dengan Sesudah
Perlakuan pada Kelompok Perlakuan..
101
16 Lampiran 16 Uji Mann-Whitney Jumlah Koloni Bakteri
Staphylococcus aureus
Sebelum Perlakuan
102
17 Lampiran 17 Uji Mann-Whitney Jumlah Koloni Bakteri
Staphylococcus aureus
Sesudah Perlakuan
103
18 Lampiran 18 Uji Mann-Whitney Jumlah Koloni Bakteri
Staphylococcus aureus
antara Sebelum dan Sesudah perlakua pada kelompok kontrol
104
19 Lampiran 19 Uji Mann-Whitney Jumlah Koloni Bakteri
Staphylococcus aureus
antara Sebelum dengan Sesudah Perlakuan pada Kelompok
Perlakuan..
104
-
105
DAFTAR SINGKATAN
AIDS : Aquired Immunodeficiency Syndrom
APIC : Association for Professionals in Infection Control
CDC : Centers for Disease Control and Prevention
CFU : Coloni Forming Unit
Co Ass : Co Asisten
CTPS : Cuci tangan pakai sabun
Depkes : Departemen Kesehatan
DKI : Daerah Khusus Ibukota
EMBA : Eosin Methylen Blue Agar
FKG : Fakultas Kedokteran Gigi
HAIs : Health-care Associated Infection
HBV : Hepatitis B virus
HIV : Human immunodeficiency virus
ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Atas
Kemenkes : Kementerian Kesehatan
LOS : Length of stay
ml : mili liter
PCA : Plate Count Agar
RI : Republik Indonesia
RSGM : Rumah Sakit Gigi dn Mulut
RSU : Rumah Sakit Umum
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat
TSBA : Tryptic Soy Broth Agar
UNMAS : Universitas Mahasaraswati
VP : Voges Proskauer
WHO : World Health Organization
-
106
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Infeksi dapat terjadi pada semua orang yang kontak dengan pasien
termasuk di dalamnya
Co Ass ( mahasiswa program pendidikan profesi dokter gigi )
Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar, karena mereka tidak terlepas
dari kemungkinan untuk
berkontak secara langsung ataupun tidak langsung dengan
mikroorganisme dalam saliva dan
darah pasien.
Penyebaran infeksi dapat terjadi melalui transmisi
mikroorganisme dari serum dan dari
tangan yang tidak bersih. Hal ini dapat menyebabkan pelayanan
dalam praktek kedokteran gigi
menempatkan mahasiswa program pendidikan profesi kedokteran gigi
berisiko tinggi terutama
terhadap penyakit menular / infeksi nosokomial berbahaya yang
disebabkan oleh bakteri dan
virus dari pasien dan sebaliknya pada waktu menjalankan proses
pendidikan profesinya di
Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM).
Presentase data infeksi nosokomial di rumah sakit dunia mencapai
9% (WHO) variasi 3
21% atau lebih dari 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit
seluruh dunia mendapatkan
infeksi nosokomial. Penelitian lain yang dilakukan oleh World
Health Organization
menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14
negara yang berasal dari Eropa,
Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik menunjukkan adanya
infeksi nosokomial, dan untuk
Asia Tenggara sebanyak 10,0% (WHO, 2002).
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang angka infeksi
nosokomialnya masih
cukup tinggi, data kejadian infeksi nosokomial di Indonesia
dapat dilihat dari data surveilans
-
107
yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 1987 di
sepuluh (10) RSU
Pendidikan diperoleh angka infeksi nosokomial sebesar 6-16 %
dengan rata-rata 9,8 %, dan
penelitian yang pernah dilakukan di 11 rumah sakit di DKI
Jakarta pada 2004 menunjukkan
bahwa 9,8 % pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama
dirawat (Balaguris, 2009).
Dari beberapa rumah sakit lain dilaporkan hasil penelitian angka
kejadian infeksi
nosokomial tahun 2005 adalah di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta
sebesar 7,94%, Rumah Sakit
Dr.Sutomo Surabaya sebesar 14,60%, Rumah Sakit Bekasi sebesar
5,06%, Rumah Sakit Hasan
Sadikin Bandung sebesar 4,60%, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
Jakarta sebesar 4,60%
(Bady et al., 2007).
Infeksi terjadi karena adanya interaksi segitiga epidemiologi
yang sering dikenal dengan
istilah trias epidemiologi yaitu ; host (tuan rumah / penjamu),
environment ( lingkungan ) dan
agent ( mikro organisme / bakteri ) (Maryani dan Muliani, 2010).
Semua mikro organisme
termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan
infeksi nosokomial. Infeksi ini
dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat dari orang
lain atau disebabkan oleh flora
normal dari pasien itu sendiri.
Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit lebih disebabkan
karena faktor eksternal,
yaitu penyakit yang penyebaran mikro organismenya melalui benda
atau bahan-bahan yang tidak
steril, termasuk dari tangan petugas kesehatan yang kurang
bersih akibat tidak
mengimplementasikan panduan kebersihan tangan secara baik dan
benar (WHO,2009).
Sejak ditemukan mikroskop oleh Antony van Leeuwenhoek pada tahun
1683 (Gupte,
1990), dapat diketahui ternyata kuman ada di mana-mana, di air,
tanah, udara, benda-benda,
bahkan di tubuh setiap orang misalnya pada telapak tangan, ujung
jari dan di bawah kuku seperti
-
108
E.coli, Salmonella sp, Shigela sp, Clostridium perfringens,
Giardia lamblia, virus Norwalk dan
virus hepatitis A (Synder, 1988).
Flora tetap tidak bersifat patogen yang sering dijumpai pada
kulit seperti Staphylococcus
epidermis, Staphylococcus koagulase, Corynebaterium (Trampuz
& Widmer, 2004), sedangkan
flora tetap yang patogen adalah Staphylococcus aureus (Synder,
2001). Keberadaan kuman-
kuman yang tidak kasat mata tersebut seringkali membuat kita
tidak sadar akan bahaya berbagai
penyakit yang dapat ditimbulkan (Rachmawati dan
Triyana,2008).
Bakteri patogen penyebab infeksi nosokomial yang paling umum
adalah Staphylococcus
aureus, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter
spp, dan Klebsiella pneumonia
(Tennant dan Harding, 2005 ; Prabhu et al., 2006). Berdasarkan
data, penyebab infeksi
nosokomial yang paling sering adalah Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus (Zulkarnain,
2009 ; Bereketet al., 2012).
Peningkatan insiden infeksi human immunodeficiency virus (HIV)
dan virus hepatitis B
(HBV) menyebabkan peningkatan kewaspadaan terhadap infeksi
silang semakin
meningkat.Tingkat disiplin pada pengendalian infeksi telah
meningkat selama 10 tahun terakhir.
Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan insidensi AIDS yang
lebih beresiko mengenai
tenaga medis kedokteran gigi. Pasien dan tenaga medis di
kedokteran gigi beresiko untuk tertular
mikro- organisme patogen yang menginfeksi rongga mulut. Penyakit
infeksi dapat menyebar di
tempat praktek melalui kontak secara langsung antara manusia
dengan manusia, atau secara
kontak tidak langsung dari alat, bahan dan tempat pelayanan
dengan manusia (Wibowo et al.,
2009).
Kegiatan pencegahan dan pengedalian infeksi di rumah sakit dan
fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya merupakan suatu standar mutu pelayanan dan
penting bagi pasien, petugas
-
109
kesehatan maupun pengunjung rumah sakit. Pengendalian infeksi
harus dilaksanakan oleh semua
rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya untuk melindungi
pasien, petugas kesehatan dan
pengunjung dari kejadian infeksi.
Untuk itu Departemen Kesehatan menetapkan lima rumah sakit
sebagai pusat pelatihan
regional pencegahan dan pengendalian infeksi, yaitu RSUP Adam
Malik Medan, RSUP Dr
Hasan Sadikin Bandung, RSUP Dr SardjitoYogyakarta, RSUD Dr
Soetomo Surabaya, dan RSUP
Sanglah Denpasar (Depkes.RI., 2007).
Pencegahan dan pengendalian infeksi mutlak harus dilakukan oleh
perawat, dokter/dokter
gigi termasuk calon dokter gigi dan seluruh orang yang terlibat
dalam perawatan pasien.Salah
satu cara/ usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah terjdinya
infeksi nosokomial adalah
dengan dekontaminasi tangan dimana transmisi penyakit melalui
tangan dapat diminimalisasi
dengan menjaga kebersihan tangan dengan cara cuci tangan
(Depkes.RI., 2007). Cuci tangan
menjadi salah satu langkah yang efektif untuk memutuskan rantai
transmisi infeksi, sehingga
insidensi nosokomial dapat berkurang.
Salah satu komponen standar kewaspadaan dan usaha menurunkan
infeksi nosokomial
adalah menggunakan panduan kebersihan tangan (hand hygiene) yang
benar dan
mengimplementasikan secara benar dan efektif (WHO, 2002).
Kebiasaan cuci tangan tidak
timbul begitu saja, tetapi harus dibiasakan sejak
kecil.Anak-anak merupakan agen perubahan
untuk memberikan edukasi baik untuk diri sendiri dan
lingkungannya sekaligus mengajarkan
pola hidup bersih dan sehat.Anak-anak juga cukup efektif dalam
memberikan contoh terhadap
orang yang lebih tua khususnya mencuci tangan yang selama ini
dianggap remeh (Batanoa,
2008).
-
110
Peran tangan sebagai sarana transmisi kuman patogen telah
disadari sejak tahun 1840an,
dengan cuci tangan diharapkan akan mencegah penyebaran kuman
patogen melalui tangan .Sejak
itu banyak penelitian yang memastikan bahwa dokter yang
membersihkan tangannya dari kuman
sebelum dan sesudah memeriksa pasien dapat mengurangi angka
infeksi rumah sakit (Teare,
1999).Cuci tangan merupakan suatu hal yang sederhana yang biasa
kita lakukan tapi sangat besar
manfaatnya. Aktivitas cuci tangan menyebabkan hilangnya kotoran
di tangan secara mekanis
(tanah, bahan-bahan organik) dan flora yang melekat di tangan
sehingga cuci tangan dapat
menurunkan jumlah kuman di tangan (Girou et al., 2002).
Perilaku cuci tangan pakai sabun merupakan intervensi kesehatan
yang paling murah dan
efektif dibandingkan dengan hasil intervensi kesehatan dengan
cara lainnya dalam mengurangi
risiko penularan berbagai penyakit (Fewtrell et al., 2005). Oleh
karena itu kebersihan tangan
dengan mencuci tangan perlu mendapat prioritas yang tinggi,
karena cuci tangan dengan sabun
sebagai pembersih, penggosokan, dan pembilasan dengan air
mengalir akan menghanyutkan
partikel kotoran yang banyak mengandung mikroorganisme (Fatonah,
2005).
Tangan adalah salah satu penghantar utama masuknya kuman
penyakit ke tubuh manusia,
cuci tangan dengan sabun dapat menghambat masuknya kuman
penyakit ke tubuh manusia
melalui perantaraan tangan, hampir semua orang mengerti
pentingnya cuci tangan pakai sabun
namun tidak membiasakan diri untuk melakukannya dengan benar
(Depkes.RI., 2010).
Kebersihan tangan merupakan salah satu cara yang paling penting
untuk mencegah penyebaran
infeksi.
Penyedia layanan kesehatan harus berlatih dan membiasakan dengan
kebersihan tangan
pada titik-titik kunci sebelum kontak dengan pasien, setelah
kontak dengan cairan tubuh atau
darah atau permukaan yang terkontaminasi, sebelum prosedur
invasif, dan setelah melepas
http://www.liputan6.com/tag/cuci-tangan-pakai-sabun/?channel=health
-
111
handscoens, karena mencuci tangan merupakan salah satu unsur
pencegahan penularan infeksi
(CDC, 2012).
Cuci tangan merupakan salah satu cara yang mudah untuk
pencegahan dan pengendalian
infeksi nosokomial, tetapi pada kenyataannya cuci tangan ini
tidak dilakukan karena banyaknya
alasan seperti kurangnya sarana-prasarana, alergi sabun pencuci
tangan, sedikitnya pengetahuan
mengenai pentingnya cuci tangan, dan waktu mencuci tangan yang
lama (Lankford et al., 2003).
Hasil Studi Formatif Perilaku Higienitas yang digelar Water and
Sanitation Program
menunjukkan, perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) belum
menjadi praktik yang umum
ataupun norma sosial (USAID, 2006) dan angka prevalensi nasional
berperilaku benar dalam
cuci tangan adalah 23,2% (Depkes. RI, 2008a). Kebiasaan
masyarakat Indonesia dalam mencuci
tangan pakai sabun hingga kini masih tergolong rendah,
indikasinya dapat terlihat dengan
tingginya prevalensi penyakit diare (Depkes. R.I. 2008) dan
tercatat rata-rata hanya 12%
masyarakat yang melakukan cuci tangan pakai sabun (Kemenkes.
RI., 2010).
Dari 99,6% mahasiswa kedokteran mengetahui prosedur cuci tangan
yang benar, namum
dalam kenyataannya hanya 52,9% dari mereka menganggap itu
sebagai tindakan preventif yang
paling penting untuk mengontrol infeksi (Huang et al., 2013).
Cuci tangan adalah tindakan
sederhana, tetapi kurangnya kepatuhan diantara penyedia layanan
kesehatan adalah masalah di
seluruh dunia (WHO, 2009).
Penelitian lain yang mengamati tingkat kepatuhan cuci tangan
petugas kesehatan di unit
perawatan intensif Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk Jakarta Utara
hasilnya menunjukkan bahwa
tingkat kepatuhan cuci tangan paling tinggi adalah perawat 43%,
dokter 19% dan tenaga
kesehatan lainnya 28% (Jamaluddin et al., 2012), sedangkan hasil
penelitian perbedaan angka
kepatuhan cuci tangan petugas kesehatan di RSUP Kariadi Semarang
hasilnya adalah angka
-
112
kepatuhan cuci tangan perawat 31,31%, residen 21,22% dan Co Ass
21,69% (Suryoputri,
2011).
Tingkat kepatuhan cuci tangan dikalangan mahasiswa program
pendidikan profesi
kedokteran Fakultas Kedokteran Univesitas Udayana Denpasar juga
masih rendah, terbukti dari
data RSUP Sanglah Denpasar menunjukkan tingkat kepatuhan cuci
tangan periode April Juni
2014 adalah 24,32 % , periode Juli September 2014 adalah 44,83 %
(RSUP Sanglah, 2015).
Data-data tersebut diatas menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan
cuci tangan masih
rendah, masih berada dibawah standar WHO yang mewajibkan
kepatuhan cuci tangan harus
lebih dari 50%. Kebiasaan cuci tangan wajib dilakukan oleh
mahasiswa Fakultas Kedokteran
Gigi (FKG) termasuk Co Ass FKG UNMAS, namun sampai saat ini
datanya belum dijumpai
sehingga perlu dilakukan penelitian.
Analisis penyebab ketidak patuhan akibat kurangnya pengetahuan
dan informasi yang
ilmiah tentang hand hygiene sehinggaa menjadi penghambat atau
kurangnya motivasi untuk taat
dalam melakukan cuci tangan sesuai dengan rekomendasi (Pitted,
2001 ; WHO 2002), faktor
ketidak mengertian akan tekhnik hand hygiene atau standar hand
hygiene (Burke, 2003),
kurangnya pengetahuan terhadap standar (Lankfordet al.,2003),
kurangnya pendidikan cuci
tangan (WHO, 2005), kurangnya sosialisasi cuci tangan yang baik
dan benar (Jamaluddin et al.,
2012), oleh karenanya diperlukan Program penyadaran (Awareness
program).
Dengan adanya permasalahan tersebut di atas mendorong peneliti
untuk melakukan
penelitian tentang program penyadaran (Awareness program) dengan
judul program penyadaran
kepatuhan cuci tangan dapat meningkatkan pengetahuan cuci
tangan, dapat menurunkan jumlah
koloni bakteri dan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada
tangan Co Ass Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar.
-
113
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang diuraikan di atas ,
maka dapat disusun
rumusan masalah sebagai berikut ;
1 Apakah program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat
meningkatkan
pengetahuan cuci tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar ?
2 Apakah program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat
menurunkan
jumlah koloni bakteri pada tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar
?
3 Apakah program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat
menurunkan
jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada tangan Co Ass FKG
UNMAS
Denpasar ?
1.3 Tujuan
1 Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa
program penyadaran
kepatuhan cuci tangan dapat meningkatkan pengetahuan cuci
tangan, menurunkan jumlah koloni
bakteri dan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada tangan Co
Ass FKG UNMAS Denpasar
2 Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
1. Untuk membuktikan bahwa program penyadaran kepatuhan cuci
tangan dapat meningkatkan pengetahuan cuci tangan Co Ass FKG
UNMAS Denpasar.
2. Untuk membuktikan bahwa program penyadaran kepatuhan cuci
tangan dapat menurunkan jumlah koloni bakteri pada tangan Co
Ass FKG UNMAS.
-
114
3. Untuk membuktikan bahwa program penyadaran kepatuhan cuci
ta-
ngan dapat menurunkan jumlah bakteri Staphylococcus aureus
pada
tangan Co Ass FKG UNMAS
1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1 Manfaat akademis ;
Penelitian ini dapat dipakai acuan dalam panduan kebersihan
tangan
yang sangat penting untuk pencegahan terjadinya infeksi
nosokomial.
2 Manfaat praktis ;
1. Pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial dapat
dilakukan
dengan program penyadaran kepatuhan cuci tangan.
2. Kalau program penyadaran kepatuhan cuci tangan terbukti
dapat
meningkatkan pengetahuan cuci tangan, dapat menurunkan
jumlah
kolon bakteri dan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada
tangan
maka program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat
disosialisasi-
kan ke peserta didik khususnya dilingkungan Co Ass Fakultas
Kedok
teran Gigi dan profesi kesehatan lainnya.
-
115
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Infeksi nosokomial.
Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba
patogen dan bersifat
sangat dinamis.Salah satu penyakit infeksi yang merupakan
penyebab meningkatnya angka
kesakitan (morbidity) dan angka kematian (mortality) di rumah
sakit adalah infeksi nosokomial,
yang dikenal pertama kali pada tahun 1847 oleh Semmelweis dan
sampai sekarang tetap menjadi
masalah yang cukup menyita perhatian rumah sakit (Darmadi,
2008). Infeksi ini menyebabkan
1,4 juta kematian setiap hari di seluruh dunia (WHO, 2002).
Nosokomial berasal dari bahasa Yunani,dari kata nosos yang
artinya penyakit dan komeo
yang artinya merawat. Nosokomion berarti tempat untuk merawat
atau rumah sakit. Jadi infeksi
nosokomial dapat diartikan sebagai infeksi yang terjadi di rumah
sakit dan menyerang penderita-
penderita yang sedang dalam proses pelayanan rumah sakit
(Darmadi, 2008), dan infeksi
nosokomial terjadi lebih dari 48 jam setelah pasien masuk rumah
sakit (Prabu et al., 2006).
Sedangkan menurut WHO infeksi nosokomial adalah infeksi yang
didapat di rumah sakit
dan fasilitas kesehatan lainnya, yang terjadi 48 jam setelah
masuk rumah sakit, 3 hari setelah
pulang dari rumah sakit, sampai 30 hari setelah operasi, ketika
pasien dirawat untuk penyakit
non infeksi . Infeksi nosokomial atau yang sekarang disebut juga
sebagai infeksi yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan atau Health-care
Associated Infection (HAIs) dapat
juga didefinisikan sebagai infeksi yang didapat oleh pasien
selama perawatan di rumah sakit
atau pelayanan kesehatan lainnya setelah pasien masuk rumah
sakit dalam kurun waktu 48 72
jam , pada saat itulah penularan saling silang itu bisa terjadi.
Infeksi ini tidak hanya terjadi 11
-
116
kepada pasien, tetapi dapat juga terjadi pada semua tenaga
kesehatan yang bekerja didalamnya
serta pengunjung rumah sakit (WHO, 2002).
Proses terjadinya penyakit infeksi adalah akibat adanya
interaksi segitiga epidemiologi,
sering dikenal dengan istilah trias epidemiologi dan merupakan
konsep dasar yang memberikan
gambaran tentang hubungan antara tiga faktor utama yang berperan
dalam terjadinya penyakit
dan masalah kesehatan lainnya, yaitu host (penjamu), environment
(lingkungan), dan agent
(bakteri) (Maryani dan Mulyani, 2010).
Infeksi nosokomial disebabkan oleh patogen yang mudah menyebar
ke seluruh tubuh,
terutama pada pasien rumah sakit dengan sistem kekebalan tubuh
yang rendah , sehingga
mereka kurang mampu untuk melawan infeksi. Dalam beberapa kasus,
pasien mengalami infeksi
karena kondisi / atau fasilitas kesehatan di rumah sakit yang
buruk, atau karena staf rumah sakit
tidak mengikuti prosedur yang tepat seperti cuci tangan yang
baik dan benar (WHO,2009).
2.2 Bakteri.
Penemuan mikroskop oleh Antony van Leeuwenhoek pada tahun 1683
(Gupte, 1990),
telah membuka tabir ternyata kuman/mikroorganisme berada di
mana-mana, di air, tanah, udara,
benda-benda, bahkan di tubuh manusia, termasuk pada telapak
tangan. Keberadaan kuman-
kuman yang tidak kasat mata tersebut seringkali membuat kita
tidak sadar akan bahaya yang
dapat ditimbulkan. Tubuh manusia secara terus menerus terpapar
berbagai mikroorganisme yang
sebagian besar merupakan bakteri, namun ada juga jamur dan
mikroorganisme lain.
Keberadan mikrorganisme tersebut dibuktikan dengan adanya
berbagai penelitian,
bahkan salah satu penelitian membuktikan bahwa sabun yang
digunakan untuk mencuci tangan
dapat terkontaminasi oleh bakteri, padahal penggunaan sabun
dimaksudkan untuk mengurangi
jumlah bakteri yang ada di tubuh kita termasuk pada telapak
tangan (Gal et al., 2004).Pada
-
117
keadaan normal dan sehat, organisme tersebut tidak berbahaya
bahkan dapat bermanfaat bagi
manusia yang dapat dikenal sebagai flora normal atau
komensal.
Flora normal adalah mikroorganisme yang menempati suatu daerah
tanpa menimbulkan
penyakit pada inang yang ditempati.Tempat paling umum dijumpai
flora normal adalah tempat
yang terpapar dengan dunia luar yaitu kulit, mata, mulut,
saluran pernafasan atas, saluran
pencernaan dan saluran urogenital.Kulit normal biasanya
ditempati bakteria sekitar 10.210.6
CFU/cm2
(Trampuz & Widmer, 2004).Flora normal yang menempati kulit
terdiri dari dua jenis
yaitu flora normal atau mikroorganisme sementara (transient
microorganism) dan
mikroorganisme tetap (resident microorganism).
Flora transien terdiri atas mikroorganisme non patogen atau
potensial patogen yang
tinggal di kulit atau mukosa selama kurun waktu tertentu (jam,
hari atau minggu), berasal dari
lingkungan yang terkontaminasi atau dari pasien.Flora ini pada
umumnya tidak menimbulkan
penyakit (mempunyai patogenisitas lebih rendah) dan jumlahnya
lebih sedikit dibandingkan flora
tetap. Pada kondisi terjadi perubahan keseimbangan, flora
transien dapat menimbulkan penyakit
(Trampuz & Widmer, 2004; Jawetz et al., 2005).
The Association for Professionals in Infection Control (APIC)
memberi- kan pedoman
bahwa mikroorganisme transien adalah mikroorganisme yang dapat
diisolasi dari kulit, tetapi
tidak selalu ada atau menetap di kulit. Mikroorganisme transien,
yang terdiri atas bakteri, jamur,
ragi, virus dan parasit, terdapat dalam berbagai bentuk, yang
dapat terjadi kontak dengan kulit.
Biasanya mikro-organisme ini dapat ditemukan di telapak tangan,
ujung jari dan di bawah kuku.
Kuman patogen yang mungkin dijumpai di kulit sebagai
mikroorganisme transien adalah
Escherichia coli, Salmonella sp, Shigella sp, Clostridium
perfringens, Giardia lamblia,virus
Norwalk dan virus hepatitis A (Synder, 1988).
-
118
Flora tetap adalah flora yang menetap di kulit pada sebagian
besar orang sehat yang
ditemukan di lapisan epidermis dan di celah kulit (Synder,
1988). Flora tetap terdiri atas
mikroorganisme jenis tertentu yang biasanya dijumpai pada bagian
tubuh tertentu dan pada usia
tertentu pula, jika terjadi perubahan lingkungan mereka akan
segera dapat kembali seperti
semula(Jawetz et al., 2005). Flora tetap yang paling sering
dijumpai adalah Staphylococcus
epidermidis dan stafilokokkus koagulase negatif lainnya,
Corynebaterium dengan densitas
populasi antara 10.2-10.3 CFU (Coloni Forming Unit)/cm2 (Trampuz
& Widmer, 2004).
Flora tetap tidak bersifat patogen, kecuali Staphylococcus
aureus, bakteri ini dapat
menyebabkan penyakit jika telah mencapai jumlah 1.000.000 atau
10.6 per gram, suatu jumlah
yang cukup untuk memproduksi toksin (Synder, 2001). Jenis dan
jumlah mikroorganisme tetap
bervariasi dari satu individu ke individu lainnya dan berbeda di
antara regio tubuh. Sebagian
besar mikroorganisme tetap tidak berbahaya (Synder, 1988; dan
Strohl et al., 2001). Flora
transien akan mati atau dapat dihilangkan dengan dicuci ,
sedangkan flora tetap yang sering
dijumpai di bawah kuku, sulit dihilangkan. Flora tetap akan
selalu ada dan bertahan hidup
apalagi tempat tersebut menyediakan lingkungan yang mendukung
pertumbuhan mikroba.
2.2.1. Bakteri pada tangan manusia.
Bakteri yang ditemukan pada tangan tenaga medis dan paramedis
adalah Staphylococcus
epidermidis, Staphylococcus saprophyticus, Staphylococcus
aureus, Serratia liquefacients,
Serratia marcescens, Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter
aerogenes, Citrobacter freundii,
Salmonella sp, Basillus cereus, dan Neisserria mucosa. (Pratami
et al., 2013).
2.2.2. Bakteri penyebab infeksi nosokomial.
Sebagian besar mikroorganisme yang bertanggung jawab untuk
infeksi rumah sakit dan
mikroba yang memiliki kapasitas / kemampuan untuk menyebabkan
infeksi pada pasien yang
-
119
dirawat di rumah sakit adalah 90% disebabkan oleh bakteri,
sedangkan sisanya disebabkan
mikobakteri, virus, jamur atau protozoa. Bakteri yang sering
menyebabkan infeksi nosokomial
adalah ; Staphylococcus aureus, Streptococcus spp., Bacillus
cereus, Acineto-bacter spp.,
Enterococci, Pseudomonas aeruginosa, Legionella dan Escherichia
coli, Proteus mirabilis,
Salmonella spp., Serratia marcescens, Kleb-Siella pneumoniae.
Yang umumnya dilaporkan
adalah E.coli, Staphylococcus aureus, enterococci dan
P.aeruginosa, tapi berdasarkan data,
Escherichia coli dan Staphylococcus aureus adalah yang paling
sering / paling banyak sebagai
penyebab infeksi nosokomial (Zulkarnain, 2009 ; Bereket et al.,
2012).
2.3 Pencegahan infeksi nosokomial.
Mencuci tangan dengan sabun merupakan salah satu upaya
pencegahan penyakit. Hal ini
dilakukan karena tangan seringkali menjadi agen yang membawa
kuman dan menyebabkan
patogen berpindah dari satu orang ke orang lain baik dengan
kontak langsung ataupun kontak
tidak langsung .Tangan yang bersentuhan langsung dengan kotoran
manusia dan binatang,
ataupun cairan tubuh lain (seperti air ludah, ingus) dan
makanan/minuman yang terkontaminasi
saat tidak dicuci dengan sabun dapat memindahkan bakteri, virus,
dan parasit pada orang lain
yang tidak sadar bahwa dirinya sedang ditulari (WHO. 2009).
Diperkirakan 40 persen infeksi nosokomial disebabkan oleh
kebersihan tangan yang
buruk. Petugas rumah sakit dapat secara signifikan mengurangi
jumlah kasus dengan mencuci
tangan secara teratur. Pencegahan infeksi noso- komial adalah
tanggung jawab semua individu
dan pemberi layanan kesehatan, banyak penekanan telah dilakukan
pada prosedur terkait staf,
terutama tentang kebersihan tangan karena dengan mencuci tangan
merupakan intervensi
penting dalam pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial
disamping sarung tangan,
baju, dan masker .WHO telah mencanangkan setiap tanggal 15
Oktober sebagai Hari Mencuci
-
120
Tangan Pakai Sabun Sedunia, yang diikuti oleh 20 negara di
dunia, salah satu diantaranya adalah
Indonesia (WHO, 2009).
Pentingnya membudayakan cuci tangan pakai sabun secara baik dan
benar juga didukung
oleh World Health Organization (WHO). Data WHO menunjukkan
setiap tahun rata-rata 100
ribu anak di Indonesia meninggal dunia karena diare. Kajian WHO
menyatakan cuci tangan
memakai sabun dapat mengurangi angka diare hingga 47%. Data dari
Subdit diare Kemenkes
juga menunjukkan sekitar 300 orang diantara 1000 penduduk masih
terjangkit diare sepanjang
tahun. Penyebab utama diare adalah kurangnya perilaku hidup
sehat di masyarakat, salah satunya
kurangnya pemahaman mengenai cara cuci tangan dengan sabun
secara baik dan benar
menggunakan air bersih yang mengalir (Kemenkes.RI., 2010).
Sebuah penelitian menemukan bahwa mencuci tangan dengan sabun
secara teratur dan
menggunakan masker, sarung tangan, dan pelindung, lebih efektif
untuk menahan penyebaran
virus ISPA seperti flu dan SARS. Penelitian ini menyatakan bahwa
mencuci tangan dengan air
dan sabun adalah cara yang sederhana dan efektif untuk menahan
virus ISPA, mulai dari virus
flu sehari-hari hingga virus pandemik yang mematikan (Isaa &
Cairncross, 2007). Penelitian
lain menyatakan bahwa perbandingan bayi yang dirawat oleh
petugas kesehatan yang tidak
mencuci tangan dengan sabun lebih signifikan, lebih sering, dan
lebih cepat terkena patogen S.
aureus dibandingan dengan bayi yang dirawat oleh petugas
kesehatan yang mencuci tangan
dengan sabun (Paul et al., 2011).
Mencuci tangan adalah tindakan yang sangat sederhana, namun
efektif dalam
pencegahan dan pengendalian infeksi karena secara statistik
telah membuktikan bahwa mencuci
tangan adalah langkah yang paling penting dalam pencegahan dan
pengendalian infeksi. Pusat
Pencegahan Infeksi dan Pengendalian Penyakit jelas mengamanatkan
bahwa semua personil
-
121
kesehatan harus melakukan dekontaminasi tangan saat merawat
pasien. Membersihkan tangan
merupakan pilar dan indikator mutu dalam mencegah dan
mengendalikan infeksi, sehingga wajib
dilakukan oleh setiap petugas rumah sakit. Membersihkan tangan
dapat dilakukan dengan
mencuci tangan dengan air mengalir atau menggunakan antiseptik
berbasis alkohol (Hernandes,
2014).
2.4 Hand hygiene.
Hand hygiene merupakan istilah umum yang berlaku baik untuk
mencuci tangan, cuci
tangan dengan antiseptik, maupun hand rub antiseptik. Pada tahun
1988 dan 1995, pedoman
mencuci tangan dan antisepsis tangan diterbitkan oleh
Association for Professionals in Infection
Controls (APIC) (Boyce dan Pitted, 2002). Pada tahun 2009, WHO
mencetuskan global patient
safety challenge dengan clean care is safe care, yaitu
merumuskan inovasi strategi penerapan
hand hygiene untuk petugas kesehatan dengan My five moments for
hand hygiene (WHO, 2009).
Hand hygiene adalah suatu upaya atau tindakan membersihkan
tangan, baik dengan
menggunakan sabun antiseptik di bawah air mengalir (hand
washing) atau dengan menggunakan
handrub berbasis alkohol (hand rubbing) dengan langkah-langkah
yang sistematik sesuai urutan,
sehingga dapat mengurangi jumlah bakteri yang berada pada tangan
(WHO, 2009)
Hand washing (mencuci tangan) adalah proses menggosok kedua
permukaan tangan
dengan kuat secara bersamaan menggunakan zat pembersih yang
sesuai dan dibilas dengan air
mengalir dengan tujuan menghilangkan mikroorganisme sebanyak
mungkin (Keevil, 2011).
Hand rubbing adalah tindakan menggosok tangan dengan berbahan
dasar alkohol tanpa
air (Widmer,2000), penggosokkan tangan ini dilakukan dengan
menggunakan senyawa berbahan
dasar alkohol (misalnya, etanol, n-propanol atau isopropanol)
yang digunakan dengan cara bilas
(rinse) dan gosok (rub) untuk tangan (Keevil, 2011).
-
122
2.4.1 Ruang lingkup hand hygiene
WHO menyarankan untuk setiap orang atau petugas yang tersebut
dibawah ini untuk
selalu mematuhi prosedur hand hygiene, yaitu :
1. Setiap orang yang kontak langsung dengan pasien seperti
dokter/ perawat dan petugas
kesehatan lainnya.
2. Setiap orang yang kontak tidak langsung dengan pasien,
seperti : ahli
gizi, farmasi.
3. Setiap personil yang berkontribusi dengan prosedur yang
dilakukan
terhadap pasien.
4. Setiap orang yang bekerja di lingkungan rumah sakit.
2.4.2 Tata laksana hand hygiene.
WHO (World Health Organization) mensyaratkan five moment of hand
hygien (5 waktu
hand hygiene), yang merupakan petunjuk waktu kapan petugas harus
melakukan cuci tangan ,
yaitu :
1. Sebelum kontak dengan pasien.
Cuci tangan sebelum menyentuh pasien , untuk melindungi pasien
dari
bakteri patogen yang ada pada tangan petugas.
2. Sebelum melakukan tindakan aseptik.
Cuci tangan segera sebelum melakukan tindakan aseptik , untuk
melin-
dungi pasien dari bakteri patogen , termasuk yang berasal dari
permukaan
tubuh pasien sendiri.
-
123
3. Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien.
Cuci tangan setelah kontak atau resiko kontak dengan cairan
tubuh pasien
(dan setelah melepas sarung tangan), untuk melindungi petugas
kesehatan
dari bakteri patogen yang berasal dari pasien.
4. Setelah kontak dengan pasien .
Cuci tangan setelah menyentuh pasien, untuk melindungi para
petugas
kesehatan dari bakteri patogen yang berasal dari pasien.
5. Setelah kontak dengan area sekitar pasien .
Cuci tangan setelah menyentuh objek yang ada di sekitar pasien
pada saat
meninggalkan pasien walaupun tidak menyentuh pasien, untuk
melindungi
petugas kesehatan dan area sekelilingnya bebas dari bakteri
patogen yang
berasal dari pasien.
Lima (5) waktu cuci tangan ( five moment of hand hygien ) dapat
dilihat pada
Gambar 2.1.
-
124
Gambar 2.1.
Lima waktu ( momen ) cuci tangan (WHO, 2009)
2.4.3 Enam ( 6 ) langkah cuci tangan:
Pelaksanaan hand hygiene dengan mencuci tangan efektif
membutuhkan waktu sekitar
40-60 detik ( WHO ), yang dimulai dengan membuka kran dan basahi
kedua telapak tangan,
tuangkan sabun cair dan gosokkan pada kedua telapak tangan
dengan urutan TE-PUNG
SELA-CI- PU-PUT yaitu TELAPAK, PUNGGUNG, SELA-SELA, KUNCI,
PUTAR-
PUTAR sebagai berikut :
1. Telapak tangan; gosok kedua telapak tangan
2. Punggung tangan; gosok punggung dan sela-sela jari sisi luar
tangan kiri dan
sebaliknya.
3. Sela-sela jari, gosok telapak tangan dan sela-sela jari sisi
dalam
-
125
4. KunCi; jari jari sisi dalam dari kedua tangan saling
mengunci
5. Putar; gosok ibu jari tangan kiri dan berputar dalam
genggaman tangan kanan dan
lakukan sebaliknya
6. Putar; rapatkan ujung jari tangan kanan dan gosokkan pada
telapak tangan kiri dengan
cara memutar mutar terbalik arah jarum jam, lakukan pada ujung
jari tangan
sebaliknya.
Ambil kertas tisu atau kain lap sekali pakai, keringkan kedua
tangan dan
tutup kran dengan siku atau bekas kertas tisu yang masih di
tangan.
Enam ( 6) langkah cuci tangan dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2.
Enam langkah cuci tangan pakai sabun (WHO, 2009)
2.4.4 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam cuci tangan ;
http://www.google.com/url?sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=images&cd=&ved=0CAcQjRw&url=http://ukprivatedetectives.co/?p=2095&ei=4bngVPCxDM69uAT39oCQDQ&bvm=bv.85970519,d.c2E&psig=AFQjCNH_Ri_LYjpApQsPGd2CdlZgsuthYQ&ust=1424100183380863
-
126
Sebelum dan sesudah melakukan hand hygiene, ada hal-hal yang
harus diperhatikan agar
tujuan hand hygiene dapat tercapai, diantaranya adalah :
1. Kuku tangan.
Kuku tangan harus dalam keadaan bersih dan pendek, karena kuku
yang
panjang dapat menimbulkan potensi akumulasi bakteri patogen
yang terdapat di bawah kuku.
2. Perhiasan dan aksesoris.
Tidak diperkenankan memakai perhiasan seperti cincin pada
jari,
karena ada resiko akumulasi bakteri patogen .
3. Kosmetik.
Kosmetik seperti cat kuku tidak diperkenankan, karena dapat
menyim-
pan bakteri patogen.
4. Penggunaan tisu.
Pengeringan tangan sebaiknya memakai tisu sekali pakai,
hasilnya
lebih kering dan dapat dipakai sebagai pelindung waktu menutup
kran.
2.4.5 Hambatan-hambatan pada cuci tangan
Ada berbagai alasan mengapa petugas kesehatan tidak melakukan
cuci tangan yang
diperlukan untuk melindungi pasien (Kampf, 2009):
1. Kurangnya pengetahuan ,
2. Kurangnya fasilitas,
3. Kurangnya waktu,
4. Iritasi kulit/ masalah kulit
2.4.6 Meningkatkan kepatuhan cuci tangan.
-
127
Langkah-langkah meningkatkan kepatuhan cuci tangan (Kampf,
2009)
1. Pelatihan staf berkaitan dengan indikasi klinis tentang cuci
tangan
2. Pencantuman tujuan yang jelas dalam program pelatihan
3. Disinfeksi cuci tangan harus tersedia luas
4. Pengurangan cuci tangan yang tidak perlu
5. Anggota staf senior medis harus member contoh / panutan dan
bertin-
dak sesuai pedoman.
2.4.7 Fakta cuci tangan pakai sabun (CTPS) :
Ada 7 fakta cuci tangan pakai sabun (Depkes.RI., 2008b) ;
1. Mencuci tangan dengan air saja tidak cukup.
2. Mencuci tangan pakai sabun bisa mencegah penyakit yang
menyebab
kan kesakitan / kematian jutaan anak-anak setiap tahunnya.
3. Waktu-waktu kritis CTPS yang paling penting adalah setelah
ke
jamban dan sebelum menyentuh makanan (mempersiapkan/
memasak/
menyaji- kan dan makan).
4. Perilaku CTPS adalah intervensi kesehatan yang cost-effective
.
5. Untuk meningkatkan CTPS memerlukan pendekatan pemasaran
sosial
yang berfokus pada pelaku CTPS dan motivasi masing-masing
yang
menyadarkannya untuk mempraktikkan perilaku CTPS.
6. Perilaku CTPS sudah merupakan pengetahuan umum bagi
masyarakat
tetapi tidak diikuti oleh perilaku yang berkesinambungan karena
ti-
dak tersedianya sarana CTPS di dekat mereka.
7. Saat ini CTPS sudah merupakan agenda Nasional yang tertuang
dalam
-
128
Stategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat..
2.5 Program penyadaran (Awareness program).
Awareness adalah pengetahuan atau persepsi dari situasi atau
fakta, sadar menyiratkan
pengetahuan yang didapat melalui persepsi sendiri atau dengan
bantuan sarana informasi dari
luar dan program penyadaran adalah sebuah program yang dirancang
untuk meningkatkan
kesadaran sesuatu (Anonim, 2015). Tingkat pengetahuan mahasiswa
program pendidikan
profesi dipengaruhi oleh sumber belajar seperti kuliah formal,
pengalaman waktu bertugas,
hospital guidelines, fasilitas dan artikel sains (Huang et al.,
2013).
Jadi program penyadaran (Awareness program) yang dimaksud disini
adalah program
untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan cuci tangan yang
pada akhirnya diharapkan
dapat meningkatkan kepatuhan cuci tangan sehingga dapat
menurunkan jumlah koloni bakteri
dan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada tangan Co Ass
Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar, dengan proses sosialisasi
cuci tangan yang baik dan benar
melalui proses pendidikan (ceramah) untuk meningkatkan
pengetahuan serta melalui latihan
(peragaan dan praktek) untuk meningkatkan ketrampilan cuci
tangan.
2.5.1 Tujuan program penyadaran adalah ;
1. Meningkatkan pengetahuan hand hygiene
2. Meningkatkan budaya hand hygiene
3. Meningkatkan kepatuhan cuci tangan
4. Menurunkan resiko infeksi .
5. Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit
Faktor kunci keberhasilan program penyadaran adalah monitoring
dan evaluasi terus
menerus secara berkelanjutan, setiap tahun kegiatan program
dievaluasi pada tingkat kesadaran
-
129
serta perubahan perilaku pada kepatuhan cuci tangan/kebersihan
tangan yang terjadi.
Perbaikan dapat dibuat sehingga program dapat lebih efektif
dalam mencapai tujuan untuk tahun
berikutnya (WHO, 2008).
2.5.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku cuci tangan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku cuci tangan pakai
sabun adalah
(Kushartanti, 2012) ;
1. Citra diri
2. Status sosial ekonomi
3. Pengetahuan
4. Kebiasaan
5. Sikap
6. Motivasi
7. Pola Asuh Orang Tua (lingkungan, tingkat sosial ekonomi )
8. Peran guru/dosen.
9. Ketersediaan sarana sanitasi ;
1. Air /wastafel,
2. Sabun (Senyawa Iodine Heksaklorofen, Iodofor, Triclosan /
Irgasan).
3. Tisu
4. Ketersediaan media pendidikan/informasi
1. Alat bantu melihat (visual aids) ;slide, film, gambar,
poster.
2. Alat bantu dengar (audio aids) radio,
3. Alat bantu lihat-dengar seperti televisi dan video
-
130
-
131
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka berpikir.
Infeksi nosokomial masih menjadi masalah utama dunia, karena
kejadian infeksi ini
menyebabkan lama perawatan /length of stay (LOS) bertambah
panjang, sehingga angka
kematian dan biaya untuk pelayanan kesehatan menjadi semakin
meningkat. Pada infeksi
nasokomial transmisi bakteri dapat melalui 3 cara, yaitu flora
transien dan residen dari kulit
pasien , flora dari petugas kesehatan ke pasien khususnya
melalui tangan dan flora dari
lingkungan rumah sakit.
Orang yang berkecimpung dalam bidang kesehatan termasuk Co Ass
Fakultas
Kedokteran Gigi mempunyai peran besar dalam rantai transmisi
infeksi di Rumah Sakit. Rumah
Sakit Gigi dan Mulut tempat menjalani pendidikan profesi
merupakan sarana dan tempat ideal
yang memungkinkan terjadinya penularan penyakit dari pasien ke
pasien, dari pasien ke
pengunjung yang lain dan dari pasien ke Co Ass dan sebaliknya
dari Co Ass ke pasien ,
sehingga diperlukan kewaspadaan adanya penularan penyakit.
Oleh karena itu pada waktu memberikan pelayanan/perawatan kepada
semua pasien,
maka Co Ass FKG UNMAS Denpasar diwajibkan untuk melakukan
perlindungan diri
diantaranya dengan cara cuci tangan sebelum dan setelah melayani
pasien, karena cara ini
merupakan salah satu langkah yang efektif untuk memutus rantai
transmisi infeksi sehingga
insiden infeksi nosokomial dapat dicegah dan dikendalikan .
Dengan cuci tangan diharapkan akan mencegah penyebaran kuman
patogen melalui
tangan, karena peran tangan sangat penting sebagai sarana
transmisi kuman patogen dan telah
-
132
terbukti bahwa dokter yang membersihkan tangannya dengan cara
cuci tangan sebelum dan
sesudah melayani pasien dapat mengurangi angka infeksi di rumah
sakit.
Yang masih menjadi masalah adalah bahwa masih rendahnya tingkat
kepatuhan cuci
tangan tenaga kesehatan maupun calon tenaga kesehatan khususnya
mahasiswa program
pendidikan profesi kedokteran yakni masih berada dibawah standar
WHO (50%), yang
disebabkan masih kurangnya pengetahuan dan ketrampilan cuci
tangan.
Untuk mengatasi masalah ini maka perlu dilakukan usaha maupun
upaya agar
pengetahuan serta kepatuhan cuci tangan meningkat dengan
meningkatkan
pengetahuan/ketrampilan cuci tangan yang dapat dimulai dari para
mahasiswa khususnya dan
para petugas kesehatan umumnya sehingga dampak yang ditimbulkan
seperti masih adanya
penyakit infeksi yang mengakibatkan tingginya angka kematian dan
biaya kesehatan dapat
dicegah.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan serta
kepatuhan cuci tangan adalah dengan awareness programm atau
program penyadaran, yaitu
suatu program yang dapat menggugah kesadaran dan kebiasaan untuk
selalu meningkatkan pola
hidup sehat dengan cara meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan
serta kepatuhan cuci
tangan sehingga dapat menurunkan jumlah koloni bakteri dan
bakteri Staphylococcus aureus
yang pada akhirnya dapat mencegah dan mengendalikan kejadian
infeksi nosokomial.
3.2 Konsep Penelitian
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat disusun kerangka
konsep berdasarkan
hubungan antar variabel yang ada.
Faktor Internal
Pengetahuan
Sikap/perilaku
Lingkungan
Faktor Eksternal
Air mengalir
Kran
Sabun
Waktu
Tisu
Program Penyadaran
Kepatuhan Cuci Tangan
-
133
3.3. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat meningkatkan
pengetahuan cuci
tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar.
2. Program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat menurunkan
jumlah
koloni bakteri pada tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar.
3. Program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat menurunkan
jumlah bakteri
Staphylococcus aureus pada tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar.
Gambar 3.1.
Konsep Penelitian
Peningkatan pengetahuan cuci tangan.
Penurunan Jumlah koloni bakteri.
Penurunan Jumlah bakteri
Staphylococcus aureus
-
134
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan penelitian
Rancangan penelitian ini adalah eksperimental dengan pre-post
test control group
design. Adapun skema penelitian ini digambarkan sebagai `berikut
(Pocock, 2008) :
Keterangan:
P = Populasi, S = Sampel, K = Kelompok Kontrol, P 1 = Kelompok
Perlakuan
RA = Random Alokasi
O1= Observasi K sebelum perlakuan thd.pengetahuan, jumlah koloni
dan jumlah bakteri patogen
O2= Observasi K setelah perlakuan thd.pengetahuan, jumlah koloni
dan jumlah bakteri patogen
O3= Observasi P1 sebelum perlakuan thd.pengetahuan, jumlah
koloni dan jumlah bakteri patogen
O4= Observasi P1 setelah perlakuan thd.pengetahuan, jumlah
koloni dan jumlah bakteri patogen
4.2 Tempat dan waktu penelitian
1. Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di poliklinik Gigi dan Mulut RSGM
FKG UNMAS
Denpasar.
P S RA
O1
P1
O2
O3 O4
Gambar 4.1.
Rancangan Penelitian
K
-
135
2. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksakan pada bulan Mei 2015.
4.3 Penentuan Sumber Data
4.3.1 Populasi penelitian
1. Populasi target
Dalam penelitin ini populasi target adalah Co Ass yang praktek
di poliklinik Gigi dan
Mulut RSGM FKG UNMAS Denpasar.
2. Populasi terjangkau
Dalam penelitian ini sebagai populasi terjangkau adalah Co Ass
yang praktek di
poliklinik Gigi dan Mulut RSGM FKG UNMAS Denpasar dan bersedia
menjadi sampel
4.3.2. Sampel penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah jumlah sampel yang diambil
dari populasi
terjangkau, disesuaikan dengan kriteria inklusi yang dibahas
dalam kreteria eligibilitas.
4.3.3. Kriteria eligibilitas.
Kreteria pemilihan yang membatasi karakteristik populasi
terjangkau adalah:
1. Kriteria Inklusi
Pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi adalah Co Ass yang
;
1. Sehat jasmani dan rohani.
-
136
2. Jenis kelamin pria atau wanita
3. Sedang praktek di poliklinik Gigi dan Mulut RSGM FKG
UNMAS.
4. Bersedia menjadi sampel dengan mengisi formulir Informed
consent.
2. Kriteria eksklusi.
Kriteria eksklusi adalah sampel yang memenuhi kriteria inklusi,
tapi karena sesuatu
keadaan dikeluarkan dari sampel antara lain:
1. Ada riwayat baru sembuh dari luka pada telapak tangan
2. Ada riwayat alergi terhadap bahan pembersih tangan
3. Ada fraktur pada tangan.
4. Ada cacat pada tangan
3. Kriteria penggugur (Drop out)
1. Mengundurkan diri saat penelitian berlangsung
2. Datangnya sampel tidak sesuai dengan waktu penelitian.
4.3.4 Besar sampel
Besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini berdasarkan
rumus Pocock
(2008) berikut ini:
Keterangan :
n = jumlah sampel
-
137
= nilai standar deviasi
1 = rerata jumlah kumansebelum perlakuan
2 = rerata jumlah kumansetelah perlakuan
= tingkat kesalahan tipe I (0,05)
= tingkat kesalahan tipe II (0,1)
f (,) = nilai yang ada pada tabel (10,5).
Berdasarkan hasil penelitian dari Rachmawati dan Triyana (2008),
penghitungan sampel
dengan data rerata penurunan koloni bakteri sebesar 25,42 dan
standar deviasi 19,5 diperoleh
hasil besar sampel 12,36 ditambah 10% menjadi 13,59 dan
dibulatkan menjdi 14 sampel setiap
kelompok, sehingga jumlah keseluruhan sampel pada kedua kelompok
menjadi 28 sampel.
4.3.5. Tehnik pengambilan sampel
Tehnik pengambilan sampel dengan cara sebagai berikut:
1. Melakukan pemilihan sejumlah Co Ass yang praktek di
poliklinik Gigi dan Mulut
RSGM FKG UNMAS Denpasar berdasarkan kriteria inklusi.
2. Jumlah sampel yang terpilih diseleksi lagi berdasarkan
kriteria eksklusi.
3. Mengadakan pemilihan besar sampel sebanyak 28 responden
secara random
sederhana dari subyek yang terpilih.
4. Melakukan pembagian kelompok menjadi 2(dua) kelompok masing-
masing
kelompok berjumlah 14 responden.
Pembagian kelompok dilakukan dengan cara acak sederhana,
selanjutnya kelompok 1
akan dipakai sebagai kontrol, melakukan cuci tangan sesuai
prosedur tetap dan kelompok 2
mendapat perlakuaan sosialisasi program penyadaran kepatuhan
cuci tangan, melakukan cuci
tangan sesuai dengan program penyadaran kepatuhan cuci
tangan.
-
138
4.4. Variabel penelitian
Variabel dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 3(tiga),
yaitu ;
1. Variabel bebas adalah program penyadaran kepatuhan cuci
tangan.
2. Variabel tergantung adalah pengetahuan cuci tangan, jumlah
koloni bakteri dan
jumlah bakteri Staphylococcus aureus.
3. Variabel kendali adalah air mengalir, jenis kran, sabun
antiseptik, waktu cuci tangan,
tisu pengering.
4.5 Hubungan Antar Variabel
P
Variabel bebas
Program penyadaran
kepatuhan cuci tangan
Variabel Kendali
Air mengalir, jenis kran,
sabun antiseptik, waktu cuci
tangan, tisu pengering.
Variabel Tergantung
Pengetahuan cuci tangan,
jumlah koloni bakteri /
bakteri Staphylococcus aureus
-
139
Gambar 4.2.
Hubungan Antar Variabel
4.6. Definisi operasional variabel.
1. Program penyadaran kepatuhan cuci tangan adalah suatu program
yang
dilakukan dengan cara sosialisasi tentang cuci tangan yang baik
dan benar
melalui;
1. Pendidikan / Ceramah tentang cuci tangan sesuai standar
WHO.
Ceramah diberikan selama 60 (enam puluh) menit oleh seorang
dokter gigi senior
RSUP Sanglah Denpasar sesuai jadwal di salah satu ruang kuliah
FKG UNMAS
Denpasar.
2. Peragaan cuci tangan sesuai standar WHO
3. Latihan / praktek cuci tangan sesuai standar WHO.
Peragaan dan praktek cuci tangan diberikan selama 60 (enam
puluh) menit oleh
seorang dokter gigi senior RSUP Sanglah Denpasar setelah selesai
pendidikan /
ceramah yang dilakukan di salah satu poliklinik RSGM FKG UNMAS
Denpasar.
2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) adalah membersihkan telapak
dan jari-jemari tangan
menggunakan sabun dan air mengalir agar menjadi bersih dengan
enam langkah dan
dengan urutan/singkatan Te-Pung-Sela-Ci-Pu-Put (WHO,2009)
3. Air mengalir adalah aliran air kran bawah tanah untuk
pembilasan setelah pelaksanaan
cuci tangan.
4 Jenis kran adalah kran standar yang dibuka dan ditutup dengan
memakai tangan.
-
140
5. Sabun antiseptik adalah sabun cuci tangan cair (liquid hand
soap) komersial yang
mengandung triclosan.
6. Waktu adalah waktu yang dibutuhkan selama kegiatan cuci
tangan yaitu selama 60
(enam puluh) detik..
7. Tisu pengering adalah kertas tisu lembaran untuk tangan (hand
towels) komersial yang
dipakai sebagai pengering dan menutup kran setelah cuci
tangan.
8. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi
setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu melalui mata dan
telinga.
9. Sikap adalah penilaian seseorang terhadap stimulus dan objek
tertentu (dalam hal ini
adalah tentang cuci tangan).
10. Lingkumgan adalah faktor-faktor yang berpengaruh pada
perilaku, seperti lingkungan
fisik, biologis, sosial, ekonomi dan budaya.
11. Jumlah koloni bakteri adalah jumlah bakteri yang tumbuh di
dalam cawan petri yang
dihitung secara manual dengan satuan Colony Forming Unit (CFU) /
ml
12. Bakteri Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif,
yang diidentifikasi dengan
media agar, pengecatan Gram, uji biokimia dan reagen
Manitol.
13. Co Ass adalah mahasiswa program pendidikan profesi dokter
gigi.
4.7. Bahan dan alat penelitian
4.7.1. Bahan penelitian ;
1. Sabun antiseptik
2. Air mengalir
3. Kertas tisu
-
141
4. Media ; Plate Count Agar (PCA), Eosin Methylen Blue Agar
(EMBA) Tryptic
Soy Broth Agar (TSBA), Media agar darah Mc. Conkey, Gula-gula
dan media
Biokimia.
5. Reagen Serologi, reagen pengecatan Gram.
4.7.2 Alat penelitian ;
1. Sarana cuci tangan ( wastafel , kran air ).
2. Tempat sampah tertutup
3. Inkubator
4. Bunsen
5. Jarum ose
6. Petri dish
7. Tabung ulir
8. Swab lidi kapas steril
9. Rak pengecatan
10. Mikroskop
11. Autoclave.
4.8. Prosedur penelitian
Prosedur penelitian terdiri dari tahap-tahap sebagai berikut
:
4.8.1 Tahap persiapan
1. Studi kepustakaan dari buku, jurnal, internet dan lain-lain
yang sesuai dengan
topik penelitian
2. Mengurus surat-surat administrasi penelitian
3. Membuat jadwal pelaksanaan
-
142
4. Melakukan pelatihan pengukuran
5. Menyiapkan alat-alat dan bahan-bahan penelitian.
4.8.2. Tahap pemilihan dan penentuan sampel
1. Semua Co Ass FKG UNMAS Denpasar yang memenuhi kriteria
sebagai sampel diberikan nomor urut yang berbeda.
2. Sampel dipilih secara acak dengan menggunakan tehnik
undian
nomor urut 1,2,3 dan seterusnya dengan jumlah yang sesuai.
3. Melakukan pembagian kelompok secara acak sederhana, dengan
tehnik undian
sebanyak 2 (dua) kelompok masing-masing 14 orang.
4.8.3. Tahap pelaksanaan penelitian.
Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam
pelaksanaan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebelum penelitian responden diberikan penjelasan tentang
tujuan dan manfaat
penelitian, jadwal dan tempat penelitian, tata laksana
penelitian dan hak-hak
subyek dalam pelaksanaan penelitian.
2. Dilakukan kegiatan cuci tangan sesuai dengan prosedur tetap
RSGM FKG
UNMAS Denpasar pada kelompok kontrol
3. Dilakukan kegiatan cuci tangan sesuai dengan sosialisasi
program penyadaran
kepatuhan cuci tangan. pada kelompok perlakuan
4. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode swab
tangan dan
dikultur pada media Plate Count Agar untuk hitung jumlah
bakteri, sedangkan
untuk keperluan identifikasi, bakteri dikultur pada media agar
darah Mc.
Conkey, uji gula-gula dan uji biokimia.
-
143
5. Dalam penelitian ini bakteri didapatkan dari hasil
swab(usapan) pada telapak
tangan dan sela-sela-jari tangan . Jumlah bakteri didapatkan
secara visual
berupa angka dalam koloni (Coloni Forming Unit) / ml (BPOM,
2007).
6. Tehnik Pengambilan Swab.
Pengambilan sampel swab tangan dilakukan oleh seorang tenaga
analis
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana dengan
langkah-langkah modifikasi sebagai berikut (Lennette, 1985)
;
Kapas lidi steril dicelupkan ke dalam kaldu, kemudian kapas lidi
tersebut
digunakan untuk men-swab seluruh permukaan tangan dan sela-sela
jari
tangan. Swab tangan hanya dilakukan dua kali saja untuk
masing-masing
probandus, yaitu setelah melakukan cuci tangan sebelum mendapat
perlakuan
dan setelah mendapat perlakuan pada kelompok kontrol maupun
kelompok
perlakuan.
7 . Identifikasi bakteri .
Pemeriksaan laboratorium untuk identifikasi bakteri dilakukan di
Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan
langkah-
langkah sebagai berikut (Pohan, t.t.. dan Sherris, 1984) ;
1. Kaldu TSB yang telah berisi sampel swab diambil 1(satu)
sengkelit
(diameter = 3-5 mm) masing-masing ditanam pada medium Agar
Darah,
kaldu, dan EMB agar. kemudian diinkubasi pada suhu 35 derajat C
selama
18-24 jam. Simpan cawan dengan posisi upside-down dalam
incubator,
kemudian dilihat ada / tidaknya pertumbuhan.
-
144
2. Selanjutnya dilakukan pengecatan Gram terhadap koloni yang
tumbuh
dengan menggunakan reagen Gentian ungu (1-3 menit), Lugol
(1/2-1
menit), Alkohol (1/4-1/2 menit), dan Fukhsin air (1-3 menit)
secara
bergantian dengan setiap langkah dicuci dengan air mengalir.
Bila pada
akhir pencucian didapatkan warna merah maka terdapat kuman
Gram
Negatif dan bila didapatkan warna biru maka terdapat kuman Gram
Positif.
3. Identifikasi jenis Staphylococcus dilakukan dengan cara tes
katalase,
koagulase dan Manitol. Jika katalase positif, koagulase positif,
Manitol
positif maka bakteri tersebut adalah Staphylococcus aureus.
8. Penghitungan angka kuman.
Penghitungan angka kuman dapat dilakukan dengan membiakkan
kuman
yang akan dihitung pada media agar darah karena agar darah
merupakan media
kaya yang dapat digunakan untuk pertumbuhan kuman baik kuman
gram positif
maupun gram negatif. Kuman dihitung berdasar jumlah koloni
dengan satuan
Coloni Forming Unit (CFU) / ml. Pada penghitungan angka kuman
ini tidak
dibedakan jenis koloni, tiap koloni yang berasal dari 1 (satu)
bakteri dianggap 1
(satu) jenis bakteri.
4.9. Alur Penelitian.
Populasi
Sampel
0,5 ml
Simple Random Sampling
Kelompok Kontrol
Cuci tangan sesuai
Kuesioner / Cuci tangan
Kelompok Perlakuan
Cuci tangan sesuai
Kriteria Inklusi
0,5 ml
-
145
4.10. Analisis data.
Data dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut (Santosa,
2010) :
1. Analisis deskriptif.
Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui karasteristik
data yang dimiliki
dengan program SPSS. Pemilihan penyajian data terdiri dari
rerata, standar deviasi,
minimum dan maksimum. Variabel yang dianalisis adalah
pengetahuan cuci tangan,
jumlah koloni bakteri dan bakteri. Staphylococcus aureus.
2. Uji Normalitas.
Uji normalitas memakai Saphiro-Wilk Test, bertujuan untuk
mengetahui distribusi
data. Variabel yang dianalisis adalah rerata pengetahuan cuci
tangan, jumlah koloni bakteri
dan bakteri Staphylococcus aureus dengan batas kemaknaan yang
digunakan adalah p >
0,05.
Gambar 4.3.
Alur penelitian
-
146
3. Uji homogenitas.
Dengan memakai Levenes test, bertujuan untuk mengetahui variasi
nilai rerata
pengetahuan cuci tangan, jumlah koloni bakteri dan bakteri
Staphylococcus aureus
.sebelum dan sesudah perlakuan pada kedua kelompok, dengan batas
kemaknaan yang
digunakan adalah p > 0,05.
4. Uji komparasi.
Jika data berdistribusi normal maka digunakan uji parametrik
t-test, jika data tidak
berdistribusi normal maka digunakan uji non parametrik Wilcoxon
dan Mann Whitney.
Data yang dianalisis adalah rerata pengetahuan cuci tangan,
jumlah koloni bakteri dan
baketri. Staphylococcus aureus.
-
147
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. HASIL.
Penelitian eksperimental dengan rancangan pre-post test control
group design, dilaksanakan
pada bulan Mei sampai dengan bulan Oktober 2015 dengan
melibatkan 28 orang Co Ass yang praktek di
poliklinik Gigi dan Mulut RSGM FKG UNMAS Denpasar sebagai sampel
yang terbagi menjadi 2 (dua)
kelompok, kelompok kontrol melakukan cuci tangan sesuai prosedur
tetap dan kelompok perlakuan
cuci tangan sesuai dengan program penyadaran kepatuhan cuci
tangan.
5.1.1 PENGETAHUAN CUCI TANGAN
1. Uji Normalitas Data
Data pengetahuan diuji normalitasnya dengan menggunakan uji
Shapiro-Wilk. Hasilnya
menunjukkan bahwa data pengetahuan berdistribusi normal
(p>0,05), disajikan pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1
Hasil Uji Normalitas Data Pengetahuan
Kelompok Subjek n p Ket.
Pengetahuan kontrol pre Pengetahuan perlakuan pre Pengetahuan
kontrol post Pengetahuan perlakuan post
14 14 14 14
0,602
0,065
0,253
0,135
Normal Normal Normal Normal
-
148
2. Uji Homogenitas Data
Data pengetahuan diuji homogenitasnya dengan menggunakan uji
Levenes test. Hasilnya
menunjukkan bahwa data sebelum perlakuan tidak homogen (p0,05),
disajikan pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2
Homogenitas Pengetahuan antar Kelompok Perlakuan
Variabel F p Keterangan
Pengetahuan pre
Pengetahuan post
5,37
0,206
0,029
0,654
Tidak Homogen
Homogen
3. Uji komparabilitas
Analisis komparabilitas diuji berdasarkan rerata skor
pengetahuan antar kelompok sebelum
perlakuan berupa program penyadaran kepatuhan cuci tangan. Hasil
analisis kemaknaan dengan uji t-
independent disajikan pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3.
Perbedaan Rerata Skor Pengetahuan antar Kelompok Sebelum Program
Penyadaran Kepatuhan Cuci
Tangan
Kelompok Subjek
n Rerata Skor Pengetahuan
SB t p
Kontrol
Perlakuan
14
14
12,50 1,70 0,141 0,889
-
149
12,43 0,85
Berdasarkan Tabel 5.3 didapatkan bahwa dengan uji t-indepedent
menunjukkan nilai t = 0,141
dan nilai p = 0,889. Hal ini berarti bahwa rerata skor
pengetahuan sebelum perlakuan pada kedua
kelompok tidak berbeda (p>0,05).
4. Uji efek program penyadaran kepatuhan cuci tangan
Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata skor
pengetahuan antar kelompok sesudah
perlakuan berupa program penyadaran kepatuhan cuci tangan. Hasil
analisis kemaknaan dengan uji t-
independent disajikan pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4
Perbedaan Rerata Skor Pengetahuan antar Kelompok Sesudah Program
Penyadaran Kepatuhan Cuci
Tangan
Kelompok Subjek n Rerata Skor Pengetahuan
SB t p
Kontrol
Perlakuan
14
14
12,71
14,50
1,27
1,16
3,89 0,001
Berdasarkan Tabel 5.4 didapatkan bahwa dengan uji t-indepedent
menunjukkan nilai t = 3,89
dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata skor
pengetahuan sesudah perlakuan pada kedua
kelompok berbeda secara bermakna (p
-
150
5.1.2. JUMLAH KOLONI BAKTERI
Penurunan jumlah koloni bakteri antara sebelum dan setelah
perlakuan pada kelompok kontrol
maupun pada kelompok perlakuan, dapat dilihat pada Gambar 5.1,
5.2.
Gambar 5.1.
Jumlah koloni bakteri sebelum perlakuan
pada media Plate Count Agar
Koloni
bakteri
10-1 10-2 10-3
Koloni
bakteri
-
151
Jenis dan rerata jumlah koloni bakteri pada kelompok kontrol dan
perlakuan antara sebelum dan
sestelah perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5
Jenis dan Rerata Jumlah Koloni Bakteri yang di Isolasi dari Swab
Telapak Tangan Sampel pada
Kelompok Kontrol dan Perlakuan(n=14)
Berdasarkaan Tabel 5.5 didapatkan bahwa jumlah koloni bakteri
pada kelompok kontrol
adalah 24.885 CFU / ml sebelum perlakuan dan menjadi 1.970 CFU /
ml dan pada kelompok perlakuan
No Jenis Bakteri
Jumlah Koloni
kelompok Kontrol
Jumlah Koloni
kelompok Perlakuan
Sebelum Setelah Sebelum Setelah
1. Pseudomonas
stutzeri
15.031
1.289
10.041
1.156
2. Ralstonia picketti
8.500
681
4.578
921
3. Staphylococcus
aureus
1.353
0
915
98
Jumlah 24.885 1.970 15.535 2.176
Gambar5.2.
Jumlah koloni bakteri setelah perlakuan
pada media Plate Count Agar
10-1 10-2 10-3
-
152
adalah 15.535 CFU / ml sebelum perlakuan dan menjadi 2.176 CFU /
ml sesudah perlakuan. Artinya
terjadi penurunan jumlah koloni bakteri antara sebelum dan
sesudah perlakuan pada kelompok kontrol
dan kelompok perlakuan.
1. Uji Normalitas Data
Data jumlah koloni bakteri diuji normalitasnya dengan
menggunakan uji Shapiro-Wilk, hasilnya
disajikan pada Tabel 5.6
Tabel 5.6
Hasil Uji Normalitas Data Jumlah Koloni Bakteri
Kelompok Subjek n p Ket.
Jumlah koloni kontrol pre Jumlah koloni perlakuan pre Jumlah
koloni kontrol post Jumlah koloni perlakuan post
14 14 14 14
0,000
0,000
0,000
0,000
Tidak Normal Tidak Normal Tidak Normal Tidak Normal
Berdasarkaan Tabel 5.6 didapatkan bahwa data jumlah koloni
bakteri tidak berdistribusi
normal (p
-
153
Rerata Jumlah Koloni Bakteri yang di Isolasi dari Swab Telapak
Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol
dan Kelompok Perlakuan Sebelum dan Sesudah Cuci Tangan
Kondisi Rerata Koloni
Kelompok Kontrol
Rerata Koloni
Kelompok Perlakuan
P
Sebelum Perlakuan
Sesudah Perlakuan
24885,0053386,02
1212,50 2241,52
15535,0025224,34
2176,435217,58
0,327
0,165
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji Mann-Whitney
didapatkan bahwa t