Page 1
i
HUBUNGAN STATUS KOGNITIF LANSIA DENGAN INTERAKSI
SOSIAL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GAMPING I
SLEMAN YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
DEWI FATMAWATI
2213012
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2017
Page 4
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Hubungan Status Kognitif Lansia dengan Interaksi Sosial di Wilayah Kerja
Puskesmas Gamping I Sleman Yogyakarta”.
Skripsi ini dapat diselesaikan, atas bimbingan, arahan, dan bantuan berbagai
pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, dan pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dengan setulus-tulusnya kepada:
1. Kuswanto Hardjo, dr., M.Kes selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.
2. Tetra Saktika Adinugraha, M.Kep., Sp.Kep.MB selaku ketua prodi Ilmu
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani
Yogyakarta.
3. Fajriyati Nur Azizah, M.Kep.,Sp.Kep.J sebagai dosen penguji skripsi yang
telah banyak memberikan masukan pada penyusunan skripsi ini.
4. Anastasia Suci Sukmawati, MNg selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan, dan masukan kepada penulis dalam
penyusunan skripsi.
5. Seluruh Dosen & Karyawan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal
Achmad Yani Yogyakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan.
6. Kepala UPT Puskesmas Gamping I Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta
yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian ini.
7. Ayah, Ibu, Adik, dan seluruh keluarga yang telah memberikan limpahan
cinta, do‟a dan semangat kepada penulis.
8. Semua Sahabatku tercinta di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal
Achmad Yani Yogyakarta yang telah memberikan do‟a, dorongan, dan
motivasi hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini.
9. Seluruh Responden yang telah bersedia mengikuti penelitian ini, sehingga
dapat terselesaikan penyusunan skripsi ini.
Page 6
vi
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL ……………………..………………………………….. i
HALAMAN PERNYATAAN ………………………………………………. ii ii
LEMBAR PERSETUJUAN …………………………………………………. iii
KATA PENGANTAR ……………………………………………………….. iv
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… vi
DAFTAR TABEL …………………………………………………………… viii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………... ix
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………… x
INTISARI …………………………………………………………………… xi
ABSTRACT …………………………………………………………………………… xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………….. 5
C. Tujuan Penelitian ………………………………………………... 5
D. Manfaat Penelitian ………………………………………………. 5
E. Keaslian Penelitian ………………………………………………. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Lanjut Usia ……………………………………………………… 11
B. Kognitif ………………………………………………………….. 19
C. Interaksi Sosial …………………………………………………... 25
D. Kerangka Teori …………………………………………………. 32
E. Kerangka Konsep Penelitian …………………………………….. 33
F. Hipotesis ………………………………………………………… 33
BAB III METODE PENELITIAN
A. Rencana Penelitian ……………………………………………… 34
B. Tempat dan Waktu Penelitianb …………………………………. 34
C. Populasi dan Sampel …………………………………………….. 34
D. Variabel Penelitian ……………………………………………… 36
E. Definisi Operasional …………………………………………….. 38
F. Alat dan Pengumpulan Data……………………………………… 39
G. Validitas dan Reliabilitas ………………………………………… 40
H. Analisa dan Model Statistik ……………………………………… 41
I. Etika Penelitian ………………………………………………….. 44
J. Pelaksanaan Penelitian …………………………………………… 45
Page 7
vii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil ……………………………………………………………... 48
B. Pembahasan ……………………………………………………… 53
C. Keterbatasan Penelitian ………………………………………….. 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ………………………………………………………. 65
B. Saran …………………………………………………………….. 65
DAFTAR PUSTAKA
Page 8
viii
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 3.1 Definisi Operasional ……………………………………………… 38
Tabel 3.2 Koefisien Korelasi ………………………………………………... 43
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Lansia ………………………… 50
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Status Kognitif Lansia ……………………... 51
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Interaksi Sosial ……………………………… 51
Tabel 4.4 Uji Tabulasi Silang ……………………………………………….. 52
Page 9
ix
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2.1 Kerangka Teori………………………………………………….. 32
Gambar 2.2 Kerangka Konsep…………………………..……………………. 33
Page 10
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Permohonan Penelitian
Lampiran 2 Lembar Informed Consent
Lampiran 3 Kuesioner Kognitif
Lampiran 4 Kuesioner Interaksi Sosial
Lampiran 5 Jadwal Penelitian
Lampiran 6 Hasil SPSS Penelitian
Lampiran 7 Surat Izin Studi Pendahuluan
Lampiran 8 Surat Izin Penelitian
Lampiran 9 Surat Etik Penelitian
Lampiran 10 Jadwal Bimbingan Skripsi
Page 11
xi
HUBUNGAN STATUS KOGNITIF LANSIA DENGAN INTERAKSI
SOSIAL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GAMPING I
SLEMAN YOGYAKARTA
INTISARI
Dewi Fatmawati1,
Anastasia Suci Sukmawati2
Latar Belakang: Penurunan fungsi tubuh seiring dengan proses menua dapat
menyebabkan permasalahan pada lansia, salah satunya adalah gangguan status
kognitif. Dengan terjadinya penurunan kesehatan dan kemampuan fisik akan
mengakibatkan lansia secara perlahan menarik diri dari hubungan dengan
masyarakat sekitar.
Tujuan Penelitian: Mengetahui hubungan status kognitif lansia dengan interaksi
sosial di Wilayah Kerja Puskesmas Gamping I Sleman Yogyakarta.
Metode Penelitian: Rancangan penelitian ini adalah non-eksperimen dengan
pendekatan kuantitatif cross sectional. Pengambilan sampel dengan cara simple
random sampling dengan jumlah 97 lansia. Analisis statistik menggunakan uji
kendall’s tau dengan tingkat kepercayaan p<0,05. Instrumen penelitian
menggunakan Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ), dan
kuesioner interaksi sosial. Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas
Gamping I Sleman Yogyakarta.
Hasil: Ada hubungan antara status kognitif lansia dengan interaksi sosial di
Wilayah Kerja Puskesmas Gamping I Sleman Yogyakarta dengan nilai p-value =
0,001 (p<0,05) dan keeratan hubungan sebesar r = 0,341 yang berarti rendah.
Kesimpulan: Ada hubungan antara status kognitif dengan interaksi sosial dengan
tingkat keeratan hubungan rendah. Semakin menurunnya status kognitif pada
lansia, maka akan semakin kurang tingkat interaksi sosial yang dilakukan oleh
lansia.
Kata Kunci: Kognitif, Interaksi Sosial, Lansia.
_____________________
1Mahasiswa S1 Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
2Dosen S1 Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
Page 12
xii
The Correlation Of Elderly Cognitive Status And Social Interaction In The
Community Health Center Gamping I
Sleman Yogyakarta
ABSTRACT
Dewi Fatmawati1,
Anastasia Suci Sukmawati2
Background: Cognitive status disorder is one of the problem caused by the
ageing process. The decrease of health status and physical ability affecting the
social interaction of older people. They slightly limit the interaction with people
because of the physical limitation.
Objective: To know the corelation of cognitive status of elderly and social
interaction in The Community Health Center Gamping I Sleman Yogyakarta.
Research Methods: The design of the research was non-experimental study with
a cross sectional quantitative approach. Sampling technique used was simple
random sampling with number 97 elderly. Statistical analysis using kendall's tau
test with confidence level p <0,05. The Short Portable Mental Status Questionnare
(SPMSQ) and social interaction quetionnaire were used in this research. The
study conducted in the Community Health Center Gamping I Sleman Yogyakarta.
Result: There is correlation between cognitive status of elderly and social
interaction in the Community Health Center Gamping I Sleman Yogyakarta with
p-value = 0,001 (p <0,05) and coefficient correlation r = 0,341 is low category.
Conclusion : There was a correlation between cognitive status and social
interaction. The less cognitive status on elderly, the less level of elderly‟s
interaction social with a low category of correlation.
Keywords: Cognitive, Social Interaction, Elderly.
_____________________
1Student of Nursing Study Program Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
2Lecturer of Nursing Study Program Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
Page 13
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut World Health Organization (WHO) dalam Artinawati (2014)
seseorang dapat dikatakan sebagai lanjut usia (lansia) jika usianya sudah
mencapai 60 tahun. Menurut United Nations (2015) jumlah lansia
terbanyak di Benua Asia sebanyak 508 juta jiwa. Diikuti Benua Eropa
dengan jumlah penduduk lansia 176 juta jiwa, dan Benua Amerika berada
pada peringkat ketiga dengan jumlah penduduk lansia 74 juta jiwa (United
Nations, 2015).
Populasi penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2016 mencapai 16
juta jiwa. Dari 33 Provinsi di Indonesia, yang memiliki jumlah lansia
terbanyak ada di Pulau Jawa. Lansia terbanyak berada di Provinsi Jawa
Barat dengan jumlah lansia 1.855.472 jiwa, diikuti Provinsi Jawa Timur
1.600.492 jiwa, Provinsi Jawa Tengah 935.202 jiwa, dan Provinsi
Yogyakarta berada pada urutan ke 4 dengan jumlah lansia 514.212 jiwa
(BKKBN, 2016).
Yogyakarta adalah Provinsi nomer 4 di Indonesia yang memiliki
jumlah lansia tinggi dibanding dengan Provinsi lainnya. Pada tahun 2016
jumlah penduduk di Yogyakarta mencapai 3.601.533 jiwa. Sekitar 9,7
persen atau 514.212 jiwa adalah kelompok lansia dengan umur 60 tahun
ke atas (BKKBN, 2016). Yogyakarta memiliki lima Kabupaten dengan
jumlah lansia tertinggi berada di Kabupaten Sleman 108.773 jiwa. Diikuti
lansia sebanyak 100.403 jiwa di Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten
Bantul 93.398 jiwa, Kabupaten Kulon Progo 58.549 dan Kabupaten Kota
Yogyakarta 34.831 jiwa (BPS, 2015 dalam Dinkes, 2016).
Peningkatan populasi lansia di suatu daerah dipengaruhi oleh Usia
Harapan Hidup (UHH). Keberhasilan pembangunan suatu bangsa dapat
diukur dengan hasil peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan
penduduk yang berpengaruh pada peningkatan Usia Harapan Hidup
Page 14
2
(UHH) di Indonesia. Di Indonesia Usia Harapan Hidup mengalami
peningkatan, dapat dilihat dari laporan Badan Pusat Statistik (BPS). Pada
tahun 2000 Usia Harapan Hidup hanya 64,5 tahun atau 7,18%. Angka ini
meningkat pada tahun 2010 menjadi 69,43 tahun atau 7,56% dan pada
tahun 2011 menjadi 69,65 tahun atau 7,58% (Kemenkes, 2013).
Semakin bertambahnya jumlah lansia dapat menjadi suatu
permasalahan. Permasalahan yang timbul dari proses menua, yang
menyebabkan lansia mengalami kemunduran secara alami dalam
hidupnya, salah satunya adalah mengalami gangguan pada mentalnya.
Gangguan mental yang biasa dialami oleh lansia adalah depresi 63,4% dan
penurunan status kognitif 88,7%. Gangguan status kognitif adalah
penurunan kemampuan kognitif yang meliputi atensi, kalkulasi,
visuospasial, bahasa, dan memori. Berdasarkan data Kemenkes RI (2013)
gangguan kognitif yang biasa menyerang lansia adalah gangguan bahasa
(afasia), disorientasi dan gangguan emosi (Kemenkes, 2013;
Kusumowardani dan Puspitosari, 2014; Suspiyanti, Huriah dan Lestari,
2014).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 43
tahun 2016 menyatakan bahwa setiap warga Negara Indonesia usia 60
tahun ke atas mendapatkan skrining kesehatan sesuai standar minimal satu
kali dalam kurun waktu satu tahun. Pelayanan skrining kesehatan
diberikan di Puskesmas dan jaringannya, fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya, maupun pada kelompok lansia, bekerja sama dengan pemerintah
daerah. Lingkup skrining meliputi deteksi hipertensi dengan mengukur
tekanan darah, deteksi diabetes mellitus dengan pemeriksaan kadar gula
darah, deteksi kadar kolesterol dalam darah, deteksi gangguan mental
emosional dan perilaku, termasuk kepikunan menggunakan Mini-Cog atau
Mini Mental Status Examination (MMSE) / Test Mental Mini atau
Abreviated Mental test (AMT) dan Geriatric Depression Scale (GDS)
(Kemenkes, 2016).
Page 15
3
Status kognitif adalah kemampuan mental seseorang yang meliputi
atensi, bahasa, memori, kemampuan menghitung, kemampuan menulis
dan kemampuan konsturksional. Faktor resiko seperti hilangnya peran
sosial, hilangnya ekonomi, penurunan kesehatan dan hilangnya interaksi
sosial. Dampak yang terjadi pada penurunan status kognitif salah satunya
bergesernya peran lanjut usia dalam kegiatan interaksi sosial di
masyarakat ataupun di keluarganya (Kapllan dan Saddock, 1998 dalam
Kusumowardani dan Puspitosari, 2014).
Interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik yang saling
mempengaruhi antara individu dengan indivu, individu dengan kelompok
dan kelompok dengan kelompok. Interaksi sosial terjadi jika ada
komunikasi dan saling mempengaruhi satu sama lain dalam pikiran dan
tindakan. Namun, dengan terjadinya penurunan kesehatan seseorang dan
kemampuan fisik akan mengakibatkan lansia secara perlahan menarik diri
dari hubungan dengan masyarakat sekitar. Karena hal tersebut dapat
mengakibatkan interaksi sosial menjadi menurun (Sinthania, 2015). Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Kusumowardani dan Puspitosari (2014)
lansia yang memiliki interaksi sosial baik 15%. Keuntungan dalam
melakukan interaksi sosial adalah kemampuan memori dan kemampuan
bahasa lansia akan selalu diasah, sehingga status kognitif lansia selalu
diasah. Sedangkan kerugian tidak melakukan interaksi sosial adalah lansia
dapat merasakan terisolir atau terisolasi. Selain itu status kognitif lansia
seperti kemampuan bahasa dapat mengalami penurunan (Laelasari, Sari
dan Rejeki 2015).
Intervensi interaksi sosial yang dapat meningkatkan status kognitif
pada lansia salah satunya aktivitas spiritual. Aktivitas tersebut seperti
membaca Al Qur‟an, kajian, wisata rohani, shalat sunnah, shalat wajib dan
dzikir berjamaah. Didapatkan hasil penelitian dengan peningkatan status
kognitif perempuan mencapai 31,25% dan laki-laki mencapai 60%. Selain
itu pendidikan ketrampilan aktivitas dapat mendorong lansia untuk turut
berpartisipasi sehingga dapat memberikan pengaruh produktivitas,
Page 16
4
kemandirian dan peningkatan kesehatan fisik. Aktivitas di atas dapat
membantu lansia melatih fungsi kognitif sehingga meminimalkan
penurunan status kognitif (Handayani, Maulida dan Rachma, 2013).
Kabupaten Sleman memiliki 25 Puskesmas yang terbagi di setiap
Kecamatan. Puskesmas Gamping I Sleman Yogyakarta merupakan salah
satu Puskesmas dengan Santun Lansia dengan pelayanan kesehatan kepada
lansia meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Puskesmas
Gamping I Sleman memiliki program setiap 1 bulan sekali melakukan
pemeriksaan pada lansia. Seperti pemeriksaan skrining Diabetes Mellitus
dan hipertensi. Selain itu, didapatkan data lansia dengan jumlah 3.763
jiwa. Kunjungan lansia ke Puskesmas dengan persentase 82,94% setiap
tahunnya (BPS, 2015 dalam Dinkes, 2016).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 8
Desember 2016 di Puskesmas Gamping I Sleman Yogyakarta. Hasil dari
pengukuran status kognitif menggunakan MMSE pada lansia di
Puskesmas Gamping I didapatkan hasil bahwa 5 dari 6 lansia mengalami
gangguan kognitif ringan. Dari hasil wawancara dengan lansia, mereka
mengungkapkan bahwa terkadang mengalami disorientasi waktu. Selain
itu, mereka mengatakan bahwa sulit mengingat sesuatu hal yang telah
berlalu atau mengalami gangguan memori. Karena hal tersebut, terkadang
mereka enggan untuk berkumpul dan berinteraksi dengan masyarakat.
Hanya saat acara-acara tertentu saja mereka berinteraksi dengan
masyarakat. Dari fenomena yang terjadi menurut salah satu perawat dan
hasil saat praktek klinik stase keperawatan gerontik di BPSTW Abiyoso
Sleman Yogyakarta pada bulan Maret 2017 terdapat sebagian lansia yang
mengalami penurunan status kognitif bahkan mengalami demensia. Lansia
sering menanyakan dan membicarakan hal-hal yang sama dengan waktu
yang berdekatan. Selain itu, dari hasil tanya jawab dengan lansia disana,
beberapa lansia enggan untuk berinteraksi dengan temannya dan memilih
untuk diam dikamar saja.
Page 17
5
Berdasarkan permasalahan yang diuraikan, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian sebagai upaya mengetahui tentang “Hubungan
Status Kognitif Lansia dengan Interaksi Sosial di Wilayah Kerja
Puskesmas Gamping I Sleman Yogyakarta”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalahnya
adalah : “Adakah Hubungan Status Kognitif Lansia dengan Interaksi
Sosial di Wilayah Kerja Puskesmas Gamping I Sleman Yogyakarta ”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahui hubungan status kognitif lansia dengan interaksi sosial di
Wilayah Kerja Puskesmas Gamping I Sleman Yogyakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui status kognitif pada lanjut usia di Wilayah Kerja
Puskesmas Gamping I Sleman Yogyakarta.
b. Diketahui interaksi sosial pada lanjut usia di Wilayah Kerja
Puskesmas Gamping I Sleman Yogyakarta.
c. Diketahui keeratan hubungan antara status kognitif lansia dengan
interaksi sosial di Wilayah Kerja Puskesmas Gamping I Sleman
Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Management Puskesmas
Sebagai bahan masukan pihak Puskesmas Gamping I dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan di tahun berikutnya khususnya layanan
kesehatan kepada lansia.
Page 18
6
2. Bagi Pendidikan
Sebagai pengetahuan, bacaan dan menambah wawasan mengenai
hubungan status kognitif lansia dengan interaksi sosial.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Menjadi tambahan referensi dan bahan pertimbangan untuk
melanjutkan penelitian dengan topik atau tema yang terkait.
4. Bagi Lansia
Meningkatkan pengetahuan responden dalam mengatasi penurunan
status kognitif yang menyebabkan interaksi sosial lanjut usia menurun.
E. Keaslian Penelitian
1. Widodo, Nurhamidi dan Agustina (2016). “Hubungan Interaksi Sosial
dengan Kualitas Hidup pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas
Pekauman Banjarmasin”. Penelitian tersebut merupakan penelitian non
eksperimental dengan menggunakan survey analitik pendekatakan
cross sectional dan jumlah sample sebanyak 98 lansia dengan teknik
pengambilan purposive sampling. Penelitian ini menggunakan uji
statistik Chi Square. Hasil penelitian didapatkan bahwa lanjut usia
sebagian besar memiliki interaksi sosial yang baik yaitu 72 orang
(73,5%) dan sebagian besar memiliki kualitas hidup yang baik yaitu
sebanyak 62 orang (63,3%). Berdasarkan pengolahan data didapatkan
bahwa p value (0,000) < a (0,05) yang berarti terdapat hubungan yang
bermakna anatara interaksi sosial dengan kualitas hidup pada lansia di
Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin. Persamaan dengan
penelitian ini adalah interaksi sosial sebagai variabel bebas, namun
dalam penelitian yang akan dilakukan interaksi sosial sebagai varibel
terikat. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non eksperimen,
penelitian dengan pendekatan cross sectional. Perbedaan lainnya pada
variabel terikat yaitu kualitas hidup, tempat penelitiannya menjadi
interaksi sosial di Wilayah Kerja Puskesmas Gamping I Sleman
Yogyakarta, metode sampling menjadi simple random sampling dan
Page 19
7
akan dianalisis menggunakan uji Kendal Tau. Pada penelitian ini tidak
disebutkan instrumen yang digunakan dalam penelitian.
2. Suspiyanti, Huriah dan Lestari (2014) “Fungsi Kognitif Memiliki
Hubungan dengan Kemandirian Activity Daily Living Lansia”. Jenis
penelitian ini non eksperimen dengan menggunakan desain cross
sectional dengan metode kuantitatif dan bersifat deskriptif korelasi.
Instrumen yang digunakan untuk mengukur fungsi kognitif
menggunakan MMSE dan instrument penelitian untuk kemandirian
dalam aktivitas dasar sehari-hari menggunakan Katz Index
Questionnaire. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 62 lansia dengan
menggunakan teknik probability sampling. Uji hipotesis dalam
penelitian ini menggunakan analisis bivariate dengan rumus Kendall’s
Tau. Hasil penelitian didapatkan bahwa lansia yang memiliki fungsi
kognitif normal sebanyak 7 lansia (11,3%), gangguan kognitif ringan
35 lansia (56,5%), Gangguan kognitif sedang 18 lansia (29%), dan
gangguan kognitif berat 2 lansia (3,2%). Berdasarkan hasil uji statistik
menggunakan Kendall’s tau diketahui ditunjukkan tingkat signifikasi
antara kedua variable sebesar 0,003 dengan p-value 0,05. Sehingga
disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna anatara fungsi
kognitif dengan kemandirian lansia dalam aktivitas sehari-hari.
Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel bebasnya yaitu
Kognitif. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non
eksperiment, dengan pendekatan cross sectional, pengambilan sampel
dengan simple random sampling, dan uji statistiknya menggunakan
Kendal Tau. Sedangkan perbedaannya variabel terikat pada jurnal ini
Activity Daily Living menjadi Interaksi Sosial, pengukuran status
kognitif menggunakan MMSE menjadi SPMSQ, tempat penelitiannya
menjadi di Wilayah Kerja Puskesmas Gamping I Sleman Yogyakarta.
Page 20
8
3. Kusumowardani dan Puspitosari (2014) “Hubungan Antara Tingkat
Depresi Lansia dengan Interaksi Sosial lansia di Desa Sobokerto
Kecamatan Ngemplak Boyolali”. Penelitian tersebut merupakan
penelitian non eksperimen jenis korelasi yang menggunakan desain
penelitian cross sectional dan jumlah responden 60 lansia dengan
pengambilan sampel menggunakan teknik probability sampling jenis
cluster sampling. Penelitian ini mengguanakan uji Spearman. Kriteria
Inkluasi pada penelitian ini yaitu mampu baca dan tulis, mampu
berkomunikasi dengan verbal maupun non verbal dan bersedia menjadi
responden. Hasil penelitian didapatkan p-value 0,001 (<0,05) yang
berarti ada hubungan yang signifikan antara tingkat depresi lansia
dengan interaksi sosial lansia. Sedangkan hasil r sebesar -0,472 yang
berarti arah hubungannya negatif karena r negatif, berarti semakin
tinggi tingkat depresi maka semakin rendah tingkat interaksi sosialnya.
Persamaan dengan penelitian ini yaitu penelitian ini merupakan
penelitian non eksperimental, dengan pendekatan cross sectional,
variabel terikatnya sama yaitu interaksi sosial. Sedangkan perbedaan
dengan penelitian ini yaitu variabel bebasnya menjadi status kognitif,
pengambilan sampel menjadi simple ramdom sampling, menggunakan
uji Kendal tau, tempat penelitian menjadi di Wilayah Kerja Puskesmas
Gamping I Sleman Yogyakarta. Instrumen pengukuran pada penelitian
ini tidak disebutkan.
4. Sinthania (2015) “Studi Fenomena: Pengalaman Interaksi Sosial
Lansia dengan Sesama Lansia dan Pengasuh di Panti Sosial Tresna
Werdha “Sabai Nan Aluih” Sicincin Kabupaten Padang Pariaman”.
Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi.
Jumlah informan 6 orang, pemillihan informan secara purposive
sampling dengan kriteria spesifik yaitu dengan pengasuh yang tinggal
24 jam di panti. Teknik pengumpulan data dengan wawancara dan alat
perekaman. Pengolahan data dilakukan dengan mencatat, membuat
transkrip, intisari dan analisis tematik dari 5 variabel penelitian yaitu
Page 21
9
kerjasama, komunikasi, konflik, pelayanan yang diberikan pengasuh,
dan tindakan / cara kerja pengasuh baik itu yang menyenangkan
maupun yang kurang menyenangkan. Hasil penelitian ini didapatkan 5
tema adalah: kerjasama menjaga kebersihan wisma dan menolong
teman yang sakit, upaya lansia menjalin komunikasi dengan sesama
teman, konflik sesama lansia dan penyebabnya, jenis pelayanan yang
diberikan pengasuh, sikap dan perilaku pengasuh dalam interaksi.
Persamaan dengan penelitian ini adalah interaksi sosial yang awalnya
variabel bebas menjadi variabel terikat. Perbedaan dengan penelitian
ini adalah jenis penelitian menjadi kuantitatif dengan pendekatan cross
sectional, cara pengambilan sampel dengan simple random sampling,
pengolahan data menggunakan rumus Kendal Tau, menggunakan
kriteria inklusi eksklusi dan tempat penelitian di Wilayah Kerja
Puskesmas Gamping I Sleman Yogyakarta.
5. Handayani, Maulida dan Rachma (2013). “Pesantren Lansia Sebagai
Upaya Meminimalkan Resiko Penurunan Fungsi Kognitif pada Lansia
di Balai Rehabilitas Sosial Lansia Unit II Pucung Gading Semarang”.
Penelitian tersebut merupakan penelitian kuantitatif dengan merode
penelitian eksperimental. Desain penelitian menggunakan desain pre
dan post. Penentuan sampel menggunakan teknik consecutive
sampling, dimana terdapat kriteria inklusi dan eksklusi. Instrument
penelitian menggunakan The Short Portable Status Mental
Quessionare (SPMSQ) untuk mengukur status kognitif dan kuesioner
spiritual Khalil A Khavari untuk mengukur frekuensi ibadah dan nilai
spiritual lansia. Sampel penelitian berjumlah 30 orang dari 115 lansia
dengan gangguan kognitif ringan hingga sedang. Hasil penelitian ini
adalah terdapat pengaruh aktivitas spiritual terhadap fungsi kognitif
lansia. Pada perempuan, peningkatan fungsi kognitif mencapai 31,25%
dan pada laki-laki peningkatan kognitif mencapai 60%. Persamaan
dengan penelitian ini adalah instrument penelitian menggunakan
SPMSQ, terdapat kriteria inklusi dan ekslusi, merupakan penelitian
Page 22
10
kuantitatif. Dan perbedaannya adalah metode penelitian akan
menggunakan non eksperimental, variabel terikat fungsi kognitif akan
menjadi variabel bebas, variabel bebas pesantren lansia tidak akan
digunakan, dan tempat penelitian menjadi di Wilayah Kerja Puskesmas
Gamping I Sleman.
6. Deu (2015). “Hubungan Fungsi Kognitif dengan Kemampuan Interkasi
Sosial pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kabila
Kabupaten Bone Bolango”. Penelitian tersebut merupakan penelitian
non eksperimental. Desain penelitian survai analitik dengan
pendekatan cross sectional, pengambilan sampel dengan teknik
purposive sampling, instrument penelitian menggunakan MMSE untuk
mengukur fungsi kognitif. Penelitian ini menggunakan uji statistik uji
Chi Square. Hasil penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan
antara fungsi kognitif dengan kemampuan interaksi sosial pada lansia
di Wilayah Kerja Puskesmasn Kecamatan Kabila Kabupaten Bone
Bolango dengan nilai p-value 0,000. Persamaan dengan penelitian ini
adalah jenis penelitian non eksperimental, pendekatan cross sectional,
variabel bebas interkasi sosial. Perbedaan dengan penelitian ini adalah
pengambilan sampel menggunakan simple random sampling, uji
statistik menggunakan Kendall’s tau-c, variabel bebas menjadi status
kognitif, instrument mengukur kognitif menggunakan SPMSQ, dan
tempat penelitian menjadi di Wilayah Kerja Puskesmas Gamping I
Sleman.
Page 23
48
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Puskesmas Gamping I Sleman terletak di Delingsari, Desa
Ambarketawang, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Puskesmas Gamping I merupakan Puskesmas di bawah naungan Pemerintah
Daerah Yogyakarta. Puskesmas ini terdiri dari poli umum, poli gigi, poli
lansia, poli gizi, laboratorium, poli konsultasi, poli KIA, poli tindakan,
farmasi, ruang pendaftaran dan aula. Puskesmas Gamping I Sleman buka pada
hari Senin-Sabtu. Dengan jam kunjungan hari Senin-Kamis 07.30-12.00 WIB,
hari Jumat 07.30-10.30 WIB dan hari Sabtu 07.30-11.00 WIB. Visi dari
Puskesmas ini adalah menjadi Puskesmas unggulan yang diminati masyarakat
dalam pelayanan kesehatan. Puskesmas Gamping I Sleman memberikan
pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau, mendorong masyarakat
Wilayah Kerja Puskesmas Gamping I untuk hidup sehat, menjalin kerjasama
lintas sekotor yang harmonis dan saling mendukung, membangun suasana
kerja yang aman, nyaman, dan mendukung, menyediakan sarana dan
prasarana yang memadai, dan meningkatkan profesionalisme pegawai.
Puskesmas Gamping I Sleman selain memberikan pelayanan di dalam poli
juga mempunyai pelayanan masyarakat seperti Puskesmas keliling, survailen
penyakit, dan pendataan gizi. Selain itu, Puskesmas Gamping I juga memiliki
beberapa layanan unggulan seperti Puskemas Santun Lansia, Puskemas Peduli
lingkungan, perpustakaan, akte kelahiran dan BLUD.
Salah satu pelayanan unggulan dari Puskesmas Santun Lansia adalah
pelayanan kesehatan bagi kelompok rentan, khususnya lansia diharapkan
dapat membantu para lansia maupun keluarga untuk dapat menikmati fasilitas
kesehatan secara cepat, tepat, akurat dan ramah. Dibentuknya Puskesmas
Santun Lansia di Puskesmas Gamping I sejak tahun 2012, merupakan salah
satu bagian sistem pelayanan terpadu dalam dan luar gedung agar kesehatan
Page 24
49
lansia dapat lebih diperhatikan. Pelayanan terpadu one stop service terdiri dari
ruang tunggu yang terpisah dari pasien lain, toilet yang menunjang pasien
lansia, penyediaan alat bantu bagi lansia (seperti kursi roda, tripot, walker),
pelaksanaan tes intelegensi dapat mengurangi dampak kepikunan lansia,
pelaksanaan pengelolaan penyakit kronis dan sarana komunikasi dan
konseling melalui SMS Gateway dan e-counselling 24 jam. Puskesmas
Gamping I dalam inovasi ini dapat dikatakan memanjakan pasien lansia.
Sedangkan pelayanan diluar gedung antara lain mengadakan senam lansia
rutin dan senam vitalisasi otak, mewujudkan Posyandu dan Posbindu lansia,
menggerakkan kader lansia, menyelenggarakan terapi bagi lansia menderita
demensia (kepikunan), serta kunjungan rumah bagi lansia yang tidak mampu
berkunjung ke Puskemas. Inovasi ini diapresiasi oleh Puskesmas di Kabupaten
Sleman, Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Dinas Kesehatan Provinsi DIY,
serta institusi kesehatan dari seluruh Indonesia yang sudah melakukan kaji
banding di Puskemas Gamping I. Inovasi ini turut andil dalam penilaian
kinerja pelayanan publik tingkat Provinsi DIY tahun 2014 dimana Puskesmas
Gamping I mendapat peringkat I.
2. Analisis Hasil Penelitian
Subyek penelitian adalah lansia yang mempunyai umur mulai dari 60 tahun
dengan jumlah subyek penelitian 97 lansia. Masing-masing lansia diukur
status kognitifnya dan interaksi sosialnya dan kemudian dicari keeratan
hubungan antar variabel tersebut. Hubungan tentang status kognitif dan
interaksi sosial akan dijelaskan dalam bentuk distribusi frekuensi berdasarkan
variabel dalam penelitian.
a. Analisis Univariat
1) Karakteristik Lansia
Hasil analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan
karakteristik dari subyek penelitian sehingga terkumpul data tersebut
berubah menjadi informasi yang berguna. Berdasarkan hasil penelitian,
diperoleh karakteristik lansia berdasarkan jenis kelamin, usia, dan
Page 25
50
pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Gamping I Sleman sebagai
berikut:
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Karakteristik Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas
Gamping I Sleman (n = 97) Karakteristik Lansia Frekuensi (n) Presentase (%)
Jenis Kelamin
Perempuan 67 69,1
Laki-laki 30 30,9
Usia Lansia
Lanjut Usia (60-74 tahun) 69 71,1
Lanjut Usia Tua (75-90
tahun)
28 28,9
Pendidikan Lansia
SD 46 47,4
SMP 18 18,6
SMA 9 9,3
Sarjana 2 2,1
Tidak Sekolah 22 22,7
Sumber: Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa karakteristik lansia
menurut jenis kelamin yang paling banyak adalah perempuan sebanyak
67 lansia (69,1%). Usia yang paling banyak adalah usia lanjut 60-74
tahun yaitu 69 lansia (71,1%). Sedangkan untuk pendidikan lansia
terbanyak adalah berpendidikan SD adalah 46 lansia (47,4%) dan
hanya 2 lansia (2,1%) yang berpendidikan sarjana.
2) Status Kognitif Lansia
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui frekuensi
status kognitif lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Gamping I Sleman
adalah sebagai berikut:
Page 26
51
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Status Kognitif Lansia di Wilayah kerja
Puskesmas Gamping I Sleman Status Kognitif Frekuensi (n) Presentase (%)
Normal 22 22,7
Gangguan Kognitif Ringan 43 44,3
Gangguan Kognitif Sedang 29 29,9
Gangguan Kognitif Berat 3 3,1
Total 97 100
Sumber: Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa lansia dengan
gangguan kognitif ringan sebanyak 43 lansia (44,3%), gangguan
kognitif sedang sebanyak 29 lansia (29,9%), 22 lansia (22,7%)
memiliki status kognitif normal, sedangkan 3 lansia (3,1%) memiliki
gangguan kognitif berat.
3) Interaksi Sosial
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui frekuensi
interaksi sosial lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Gamping I Sleman
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Interaksi Sosial Lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Gamping I Sleman Interakasi Sosial Frekuensi (n) Presentase (%)
Baik 32 33
Kurang 65 67
Total 97 100
Sumber: Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 4.3 dapat disimpulkan bahwa 65 lansia (67%)
mempunyai interaksi sosial yang kurang dan sebanyak 32 lansia (33%)
mempunyai interaksi sosial yang baik.
Page 27
52
b. Analisa Bivariat
Analisa ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel
bebas yaitu status kognitif lansia dan variabel terikat interaksi sosial.
Untuk melihat hubungan antara dua variabel tersebut, peneliti
menggunakan uji statistik Kendall’s Tau-c dan keeratan hubungan
menggunakan koefisien korelasi. Hasil tabulasi hubungan status kognitif
lansia dengan interaksi sosial di Wilayah Kerja Puskesmas Gamping I
Sleman Yogyakarta disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.4
Uji Tabulasi Silang Hubungan Status Kognitif Lansia Dengan Interaksi
Sosial di Wilayah Kerja Puskesmas Gamping I Sleman Yogyakarta Status
Kognitif
Interaksi
Sosial Baik
Interaksi
Sosial Kurang
Total p-
Value
r
hitung
N % N % N %
Normal
17 17,5 5 5,2 22 22,7 0,001 0,341
Gangguan
Kognitif
Ringan
9 9,3 34 35,1 43 44,3
Gangguan
Kognitif
Sedang
6 6,2 23 23,7 29 29,9
Gangguan
Kognitif
Berat
0 0 3 3,1 3 3,1
Total 32 33 65 67 97 100
Sumber: Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel 4.4 dapat disimpulkan bahwa dari total 97 lansia,
lansia dengan status kognitif normal mempunyai tingkat interaksi sosial
baik sebanyak 17 lansia (17,5%). Lansia dengan status kognitif ringan
mempunyai tingkat interaksi sosial kurang sebanyak 34 lansia (35,1%).
Lansia dengan status kognitif sedang mempunyai tingkat interaksi sosial
Page 28
53
kurang sebanyak 23 lansia (23,7%). Lansia dengan status kognitif berat
mempunyai tingkat interaksi sosial kurang sebanyak 3 lansia (3,1%).
Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan kendall’s tau-c,
diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0,001, sehingga dapat disimpulkan
Ho ditolak sehingga Ha diterima, yaitu ada hubungan yang signifikan
antara status kognitif lansia dengan interaksi sosial di Wilayah Kerja
Puskesmas Gamping I Sleman Yogyakarta. Hasil yang didapatkan dalam
penelitian ini untuk mengetahui keeratan hubungan dengan menggunakan
koefisien korelasi adalah 0,341 yang diinterpretasikan bahwa status
kognitif dan interaksi sosial mempunyai keeratan hubungan rendah.
B. Pembahasan
Bab ini menjelaskan tentang pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan
dan membandingkan dengan teori-teori yang mendukung atau berlawanan dengan
penelitian. Pembahasan pertama tentang karakteristik responden meliputi jenis
kelamin, usia dan tingkat pendidikan. Pada bagian berikutnya akan dibahas hasil
analisis untuk variabel status kognitif, interaksi sosial dan hubungan antara status
kognitif lansia dengan interaksi sosial.
1. Analisa Univariat
a. Karakteristik Lansia
1) Jenis Kelamin
Hasil penelitian ini menunjukkan mayoritas subyek penelitian
adalah perempuan sebanyak 69,1%. Perbedaan jumlah jenis kelamin
lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Gamping I dipengaruhi oleh
ketersediaan jumlah lansia sehingga peneliti tidak membagi rata
responden laki-laki dan perempuan. Pada penelitian ini, jenis kelamin
perempuan lebih banyak mengalami kemunduran status kognitif,
dimana hasil ini sejalan dengan teori Myers (2008) dalam Ulfa, Gani
dan Nurjannah (2013) bahwa wanita tampaknya mengalami penurunan
Page 29
54
status kognitif yang lebih bermakna dibandingkan pria. Wanita
beresiko mengalami penurunan kognitif disebabkan adanya peranan
level hormone seks endogen dalam perubahan status kognitif (Myers,
2008 dalam Ulfa, Gani dan Nurjanah, 2013).
Hasil ini didukung dengan data BPS (2015) dalam buku profil
kesehatan Dinkes (2016) yang menunjukkan bahwa presentase
penduduk laki-laki di Wilayah Kerja Puseksmas Gamping I 44,3% dan
perempuan 55,7%. Hasil penelitian Suspiyanti (2014) juga
menyebutkan bahwa presentase responden perempuan 54,8% lebih
banyak dari laki-laki 45,2%. Penelitian ini juga sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Deu (2015) yang menunjukkan bahwa
responden yang mengalami penurunan fungsi kognitif sebagian besar
berjenis kelamin perempuan (Deu, 2015).
2) Usia
Hasil penelitian ini menunjukkan mayoritas usia responden yang
mengalami perubahan status kognitif paling banyak berumur 60-74
tahun sebanyak 71,1%. Berdasarkan analisis disimpulkan ada
perbedaan rata-rata skor SPMSQ lansia umur >74 tahun. Semakin
bertambah umur maka semakin besar gangguan kognitif yang dialami
oleh lansia. Hasil analisis mendapatkan faktor umur merupakan salah
satu faktor yang menyebabkan penurunan kognitif. Searah dengan
pertumbuhan usia, mereka akan mengalami degenerative baik segi
fisik maupun segi mental. Salah satunya terjadinya penurunan status
kognitif pada seseorang (Rahmianti, 2014 dalam Widodo, Nurhamidi
dan Agustina, 2016).
Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu bahwa jumlah lansia
yang mengalami penurunan status kognitif lebih besar pada umur 60-
74 tahun yaitu 61,3% (Suspiyanti, Huriah dan Lestari, 2014).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Deu (2015) menyatakan bahwa
lansia yang berusia 60-74 tahun mengalami penurunan status kognitif
sebanyak 73,3%.
Page 30
55
3) Tingkat Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan tingkat pendidikan SD
sebanyak 47,4%. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori „use it or lose
it”, yang menyatakan bahwa stimulus mental selama dewasa
merupakan proteksi dalam melawan penurunan fungsi kognitif. Jika
seseorang tersebut terus melanjutkan pendidikan untuk menstimulus
mental yang diduga bermanfaat untuk neurokimia dan pengaruh
struktur otak (Bosman et al., 2003 dan Seeman et al., 2005 dalam Ulfa,
Gani dan Nurjanah, 2013).
Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Suspiyanti,
Huriah dan Lestari (2014) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan
terakhir responden sebagian besar adalah tamat SD atau tidak tamat
SD sebesar 87,1%. Penelitian yang dilakukan oleh Deu (2015)
menyatakan bahwa tingkat pendidikan terakhir responden sebagian
besar SD 50%.
b. Status Kognitif Lansia
Status kognitif lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Gamping I
Sleman Yogyakarta terbanyak adalah kategori penurunan status kognitif
ringan sebanyak 43,3%. Sedangkan untuk penurunan status kognitif
sedang sebanyak 29,9%, penurunan status kognitif berat sebanyak 3,1%
dan yang tidak mengalami penurunan status kognitif 23,7%. Pada
penelitian ini, terdapat beberapa aspek yang terdapat dalam kuesioner
SPMSQ. Dari hasil analisis skor SPMSQ terdapat kesalahan terbanyak
dalam mengingat tanggal, bulan dan tahun sebanyak 71,1%. Kesalahan
terbanyak yang kedua yaitu untuk mengingat nama presiden sebelumnya
lansia merasa kesulitan sebanyak 64,9%. Selain itu, lansia mengalami
kesulitan dalam mengingat hari, umur, dan kemampuan menghitung.
Mereka mengatakan jarang untuk menstimulus kemampuan kognitif
Page 31
56
mereka, karena mereka menganggap jika mengalami lupa atau kepikunan
disebabkan umur yang sudah tua.
Selain bertambahnya umur seseorang yang dapat menyebabkan
penurunan status kognitif juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor lain
seperti tingkat pendidikan lansia itu sendiri. Dalam penelitian ini, 47,4%
berpendidikan SD. Jika seseorang selalu menstimulus mentalnya, dapat
memproteksi dalam melawan penurunan status kognitif. Kemampuan
kognitif tergantung pada kecerdasan atau pendidikan yang didapatkannya.
Pemeliharaan pendidikan atau kecerdasan ini tergantung pada kesempatan
yang berkelanjutan untuk memperkuat status kognitif (Suardiman, 2016).
Status kognitif menggambarkan kemampuan mental seseorang yang
meliputi orientasi, riwayat pribadi, memori jangka panjang dan
kemampuan matematis (Artinawati, 2014). Gangguan kognitif akan
menjadi masalah serius karena menyerang pada proses fikir lansia.
Gangguan proses fikir pada lansia biasanya bersifat progresif dan dapat
mempengaruhi aktivitas sosial dalam kehidupan sehari-hari (Suspiyanti,
Huriah dan Lestari, 2014). Namun, masing-masing aspek kognitif
mengalami penurunan yang berbeda satu sama lain, seperti beberapa tipe
memori menurun sedikit, atau beberapa tipe kemampuan memproses
informasi menunjukkan penurunan yang lebih lambat dari tipe yang
lainnya (Qualls dan Abeles, 2000: 109, dalam Suardiman, 2016).
Penurunan status kognitif ditandai dengan penurunan penilaian dan
berfikir, seperti perencanaan dan pengorganisasian, dan dalam pengolahan
informasi secara umum. Ada tiga tingkatan keparahan penurunan kognitif,
yaitu gangguan kognitif ringan, gangguan kognitif sedang, dan gangguan
kognitif berat. Gangguan kognitif ringan, merupakan penurunan
kemampuan kognitif yang dapat menyebabkan penurunan kinerja dalam
kehidupan sehari-hari. Tetapi tidak pada tingkat ketergantungan individu
tersebut pada orang lain, tidak dapat melakukan tugas sehari-hari yang
lebih rumit atau kegiatan rekreasi. Fungsi utama yang terkena adalah sulit
untuk mempelajari hal baru (Harold, Kaplan, Sadock dan Grebb, 2010).
Page 32
57
Gangguan kognitif sedang, pernurunan kemampuan kognitif yang
dapat membuat individu tidak dapat melakukan aktivitasnya tanpa bantuan
orang lain dalam kehidupan sehari-hari, termasuk belanja dan penanganan
kehidupan sehari–hari. Dalam rumah, hanya tugas–tugas sederhana yang
dipertahankan. Kegiatan yang dilakukanpun semakin terbatas. Hanya hal-
hal yang sangat penting yang masih dapat diingat. Informasi baru
disimpan hanya sesekali dan sangat singkat. Individu tidak dapat
mengingat informasi dasar seperti umur, apa yang telah dilakukan
belakangan ini, atau nama-nama orang yang akrab dengannya (Harold,
Kaplan, Sadock dan Grebb, 2010).
Sedangkan untuk gangguan kognitif berat, derajat kehilangan memori
ditandai oleh ketidakmampuan lengkap untuk menyimpan informasi baru.
Hanya beberapa informasi yang dipelajari sebelumnya yang menetap.
Individu tersebut gagal untuk mengenali bahkan kerabat dekatnya. Pada
gangguan kognitif berat ini, individu akan ketergantungan kepada orang
lain untuk kehidupan dasar sehari-hari (Harold, Kaplan, Sadock dan
Grebb, 2010).
Untuk mengetahui status kognitif pada lansia perlu dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan
dengan mengajukan beberapa pertanyaan terkait orientasi, kemampuan
berhitung dan meminta lansia untuk mengingat tiga nama objek (Dewi,
2014). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
43 tahun 2016 menyatakan bahwa setiap warga Negara Indonesia usia 60
tahun mendapatkan skrining kesehatan sesuai standar minimal satu kali
dalam kurun waktu satu tahun. Salah satu lingkup skrining merupakan
deteksi gangguan mental emosional dan perilaku, termasuk kepikunan atau
gangguan kognitif (Kemenkes, 2016).
Terjadi beberapa dampak dari penurunan status kognitif yang dialami
oleh lansia, antara lain penurunan kecepatan memecahkan masalah,
penurunan efisiensi dalam berfikir dan perhatian, penerimaan jumlah
informasi yang didapatkan, dan mengungkapkan kembali memori jangka
Page 33
58
panjang. Bahkan fungsi kognitif juga berpengaruh terhadap fungsi fisik
seseorang (Suardiman, 2016)
c. Interaksi Sosial
Interaksi sosial lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Gamping I
Sleman Yogyakarta terbanyak adalah tingkat interaksi sosial kurang 68%.
Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa komunikasi mereka kurang
dari kontak sosial mereka. Sebagian besar lansia mengaku bahwa tidak
dapat menggunakan telephon atau handphone untuk menghubungi
keluarga yang jauh. Selain itu, mereka mengaku sulit untuk
menyampaikan pendapat mereka kepada orang lain dan memilih untuk
mengikuti pendapat orang lain.
Dimensi interaksi sosial dalam penelitian ini ada dua, yaitu kontak
sosial dan komunikasi. Dari hasil tanya jawab dengan lansia, skor kontak
sosial lebih tinggi dari pada komunikasi. Hal tersebut dapat di pengaruhi
oleh:
1) Latar belakang budaya
Interaksi sosial akan terbentuk dari pola pikir seseorang melalui
kebiasaanya. Latar belakang budaya tentunya tidak bisa dipisahkan
dari seseorang. Latar belakang yang sama, maka akan lebih membuat
interaksi sosial mereka menjadi lebih kuat (Lestari, 2013). Suatu
daerah biasanya menganut latar belakang budaya yang sama. Sebagian
lansia tinggal bersama keluarga besar. Dimana dalam satu rumah
terdiri dari beberapa kepala keluarga atau beberapa kelompok umur.
Hal ini terjadi turun temurun dalam keluarga. Karena hal tersebut agar
mereka lebih mudah dalam hal tolong menolong.
2) Ikatan dengan kelompok grup
Dimana nilai-nilai yang dianut dalam suatu kelompok akan
mempengaruhi cara mereka berinteraksi (Nugroho, 2009). Seperti
kelompok pengajian yang sudah rutin dijalankan para lansia setiap
harinya. Dalam kegiatan ini mereka akan bertatap muka, menyapa,
menjalankan hubungan yang baik antar tetangga dan saudara.
Page 34
59
Komunikasi hampir sama dengan kontak sosial. Dalam berkomunikasi
seseorang dituntut untuk memahami makna yang disampaikan oleh
komunikator. Komunikasi lebih ditekankan bagaimana dalam pemrosesan
pesan. Selain itu, faktor yang menyebabkan skor komunikasi lebih rendah
dari pada skor kontak sosial, sebagai berikut:
1) Perkembangan
Terdapat dua aspek yang memengaruhi perkembangan dalam
komunikasi. Perkembangan kemampuan untuk menggunakan teknik
komunikasi dan mempersiapkan pesan yang akan disampaikan. Dan
perkembangan pengusaan bahasa (Nugroho, 2009). Lansia mengaku
bahwa mereka sulit untuk menyampaikan pendapat mereka kepada
orang lain dan lebih memilih untuk mengikuti pendapat dari orang
lain. Mereka juga mengatakan walaupun terkadang dapat
menyampaikan pendapat, tidak semua orang dapat menerima
pendapatnya. Hal ini dipengaruhi oleh pola pikir orang yang berbeda-
beda. Karena hal tersebut, lansia lebih memilih untuk mengikuti
pendapat orang lain. Selain itu, lansia tidak dapat menggunakan
handphone untuk menghubungi keluarga atau teman mereka yang
jauh. Sehingga hal ini memengaruhi skor komunikasi dalam interaksi
sosial mereka.
2) Atensi
Atensi mempengaruhi kemampuan individu untuk berinteraksi.
Penurunan fungsi indra tentunya dapat mempengaruhi atensi lansia
dalam berkomunikasi (Nugroho, 2009). Responden mengaku fungsi
indra penglihatan dan pendengaran berkurang dengan bertambahnya
umur. Hal tersebut menyebabkan adanya kesulitan dalam
berkomunikasi dan jarang untuk bertukar pengalaman kecuali dalam
hal-hal penting saja.
3) Sosio-kultural
Page 35
60
Sosio-kultural sangat mempengaruhi perilaku komunikasi antar
individu (Nugroho, 2009). Hal ini dapat dilihat bagaimana kepedulian
lansia jika saudara atau tetangganya sedang sakit. Mereka selalu
mempunyai acara menjenguk secara bersama-sama. Hal ini sudah
dilakukan secara rutin oleh masyarakat yang tinggal di daerah Wilayah
Kerja Puskesmas Gamping I Sleman.
Interaksi sosial adalah hubungan yang dinamis antara individu
dengan individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan
kelompok dalam bentuk kerja sama, persaingan ataupun pertentengan
(Sitorus, 1999 dama Sunaryo, 2010). Syarat terjadi interaksi sosial adalah
adanya kontak sosial dan komunikasi. Dimana salah satu dari mereka
saling mempengaruhi. Komunikasi belum tentu terjadi walau sudah ada
kontak sosial. Namun, kontak sosial tidak ada artinya jika tidak ada
komunikasi yang dilakukan (Soekanto, 2001 dalam Sunaryo, 2010).
Hal ini terbukti dengan hasil yang telah didapatkan selama
penelitian dilakukan. Dimana, responden saling melakukan interaksi
sosialnya dengan lingkungannya. Adapun interaksi sosial yang terjalin
seperti kelompok pengajian, kelompok senam lansia, kelompok PKK dan
kelompok posyandu lansia yang telah rutin dilakukan didaerah tersebut.
Selain itu, mereka mengaku jika ada kerabat yang terkena musibah,
mereka akan saling tolong menolong selagi mereka mampu menolongnya.
Bahkan, jika terdapat kerabat yang sakit atau dirawat di rumah sakit,
mereka akan bersama-sama menjenguk hingga 1 RT. Hal ini sudah terjadi
turun temurun dan menjadi kebiasaan.
Selain itu, adapula lansia yang enggan untuk bergabung dalam
kegiatan-kegiatan tersebut. Kecuali jika ada acara tertentu. Hal ini
dikarenakan beberapa faktor yang mempengaruhi, seperti faktor pekerjaan.
Lansia mengaku jika mereka bekerja dari pagi hingga sore, sehingga
mereka lebih memilih untuk diam saja dirumah karena faktor kelelahan
setelah bekerja. Faktor lain juga karena penurunan fungsi indra mereka,
Page 36
61
sehingga untuk berkomunikasi menjadi sedikit terganggu. Mereka
mengaku jika indra penglihatan mereka menurun, sehingga jika
berbincang dengan kerabat harus diulang-ulang perkataannya bahkan
harus berdekatan dengan telinga supaya mereka mendengar lebih jelas.
Dari hasil skor nilai kuesioner interaksi sosial lansia didapatkan hasil
76,3% lansia tidak pernah menggunakan handphone untuk menghubungi
keluarganya yang jauh. Mereka mengaku tidak mempunyai handphone
dan juga tidak bisa menggunakan hand phone. Tentunya hal ini dapat
membuat interaksi sosial lansia berkurang.
Semakin bertambahnya umur seseorang, dapat terjadinya
penurunan kesehatan seseorang dan kemampuan fisik yang akan
mengakibatkan lansia secara perlahan menarik diri dari hubungan dengan
masyarakat sekitar. Karena hal tersebut akan mengakibatkan interaksi
sosial menjadi menurun. Interaksi sosial merupakan sebuah kebutuhan
setiap individu sampai akhir hayat nanti (Shinthania, 2015). Selain karena
penurunan kesehatan yang dialami lansia, faktor lain yang mempengaruhi
interaksi sosial adalah latar belakang budaya, dimana interaksi sosial
terbentuk karena pola fikir seseorang melalui kebiasaannya, sehingga
semakin sama latar belakang budaya seseorang maka akan semakin kuat
interaksi sosial mereka (Lestari, 2013). Selain itu, ikatan dengan kelompok
grup dan pendidikan sangat mempengaruhi cara mereka berinteraksi
(Nugroho, 2009).
Interaksi sosial tentunya akan memberikan manfaat tersendiri
seperti kemampuan memori dan kemampuan bahasa pada lansia akan
terasah, dapat meningkatkan kesehatan fisik dan kemampuan mental bagi
lansia (Oxman dan Hall dalam Laelasari, Sari dan Rejeki, 2015).
Sedangkan berkurangnya interaksi sosial dapat menyebabkan perasaan
terisolir, sehingga lansia menyendiri atau mengalami isolasi sosial (Kaplan
dan Saddock, 1997 dalam Kusumowardani dan Puspitosari, 2014). Selain
itu, jika lansia jarang melakukan interaksi sosial dapat menurunkan
Page 37
62
kemampuan bahasa dan kemampuan memorinya (Laelasari, Sari dan
Rejeki 2015).
2. Analisa Bivariat
Hubungan Status Kognitif Lansia dengan Interaksi Sosial
Dari hasil penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Gamping I Sleman
didapatkan hasil lansia yang mengalami penurunan status kognitif ringan
memiliki tingkat interaksi sosial kurang adalah 35,1% dan yang memiliki
interaksi sosial baik adalah 9,3%. Hasil uji korelasi kendall’s tau diperoleh p-
value = 0,001 (p<0,05) sehingga ada hubungan yang signifikan antara status
kognitif lansia dengan interaksi sosial di Wilayah Kerja Puskesmas Gamping I
Sleman Yogyakarta. Dengan kekuatan hubungan dalam kategori rendah yaitu
r = 0,341.
Status kognitif adalah kemampuan mental seseorang yang meliputi
orientasi, riwayat pribadi, memori jangka panjang dan kemampuan matematis
(Artinawati, 2014). Terjadi perubahan ketika seseorang memasuki usia lanjut.
Kesulitan dengan fungsi ingatan atau dalam mengekspresikan secara verbal
atau bicara merupakan bentuk-bentuk penurunan status kognitif. Penurunan
dalam kecepatan memproses, diakui mempengaruhi banyak aspek kognisi di
usia lanjut. Penurunan efisiensi dalam berfikir, dalam hal ini perhatian, jumlah
informasi yang dapat dilakukan oleh kerja ingatan (memori), penggunaan
strategi memori, dan pengungkapan kembali memori jangka panjang
(Suardiman, 2016).
Penurunan status kognitif pada lansia disebabkan karena beberapa faktor.
Dampak yang terjadi karena penurunan status kognitif lansia salah satunya
adalah bergesernya peran lanjut usia dalam kegiatan interaksi sosial di
masyarakat dan keluarga. Seseorang yang mengalami penurunan status
kognitif akan mengalami perubahan dalam bentuk pemikiran, sensasi somatik,
aktivitas, serta kurang produktif dalam pengembangan pikiran, berbicara dan
sosialisasi (Kaplan dan Saddock, 1998 dalam Kusumowardani dan
Puspitosari, 2014).
Page 38
63
Interaksi sosial adalah hubungan yang dinamis antara individu dengan
individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok dalam
bentuk kerja sama, persaingan ataupun pertikaian (Sitorus, 1999 dalam
Sunaryo, 2010). Berkurangnya interaksi sosial dapat menyebabkan perasaan
terisolir, sehingga lansia menyendiri atau mengalami isolasi sosial (Sianipar,
2013 dalam Widodo, Nurhamidi dan Agustina, 2016).
Status kognitif berperan dalam kegiatan interaksi sosial. Status kognitif
juga berpengaruh terhadap proses komunikasi yang dilakukan oleh lansia saat
berinterksi sosial. Kemampuan kognitif berperan dalam perkembangan
pengusaan bahasa, teknik komunikasi dan persiapan pesan yang akan
disampaikan saat berinteraksi sosial (Nugroho, 2009). Hal ini dapat diketahui
bahwa semakin baik nilai status kognitif pada lansia dapat menjadi acuan
dalam meningkatkan interakasi sosial pada lansia atau sebaliknya.
Dari hasil penelitian yang disebutkan diatas, terdapat hasil yang kurang
sesuai dengan teori dan penemuan terdahulu yang sudah ada. Terdapat status
kognitif normal namun interakasi sosialnya kurang sebanyak 5 lansia (5,2%).
Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menyebabkan interaksi
sosialnya kurang. Dari hasil wawancara dengan lansia, mereka mengatakan
penurunan fungsi indra penglihatan dan pendengaran mempengaruhi. Karena
penurunan fungsi indra tersebut, mereka menjadi menarik diri dari hubungan
dengan masyarakat. Mereka merasa kesulitan saat berkomunikasi dengan
dengan orang lain. Selain penurunan fungsi indra lansia, mereka juga
mengaku karena faktor pekerjaan. Mereka mengatakan jika bekerja dari pagi
sampai siang, sehingga saat pulang bekerja mereka lebih memilih untuk
istirahat karena lelah. Hal tersebut tentunya dapat mempengaruhi interaksi
sosial menjadi berkurang.
Selain itu, terdapat hasil yang menyatakan bahwa gangguan kognitif
sedang namun interaksi sosialnya tetap baik sebanyak 6 lansia (6,2%). Hal ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor mempengaruhi interaksi sosial mereka tetap
baik. Salah satunya adalah latar belakang budaya, dimana interakasi sosial
terbentuk dari pola pikir seseorang melalui kebiasaan. Latar belakang budaya
Page 39
64
yang sama akan membuat interaksi sosial mereka menjadi kuat. Selain itu,
adanya ikatan dengan kelompok grup yang dapat mempengaruhi interaksi
sosial. Kegiatan yang dilakukan didalam lingkungan tempat tinggalnya seperti
pengajian rutin ibu-ibu / bapak-bapak, kegiatan ibu PKK, senam lansia, dan
Posyandu lansia. Kegiatan ini selalu rutin dilakukan didaerah tempat tinggal
mereka. Oleh karena hal tersebut, interaksi sosial lansia bisa terus berjalan
dengan baik.
C. Keterbatasan Penelitian
Pengambilan data tidak sepenuhnya dilakukan di dalam poli lansia.
Beberapa pengambilan data dilakukan saat puskesmas keliling bersama
anggota Puskesmas Gamping I Sleman. Pada saat melakukan penelitian di
Puskesmas Keliling, peneliti tidak bisa mengetahui riwayat penyakit dari
lansia seperti gangguan jiwa, penyakit kronis yang diderita. Peneliti hanya
bertanya kepada responden tentang keluhan yang dirasakan pada saat
penelitian saja.
Page 40
65
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisa data dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Sebagian besar lansia yang berada di Wilayah Kerja Puskesmas Gamping I
Sleman Yogyakarta mengalami penurunan status kognitif ringan sebanyak
44,3%.
2. Sebagian besar lansia yang berada di Wilayah Kerja Puskesmas Gamping I
Sleman Yogyakarta memiliki tingkat interaksi sosial kurang sebanyak 67%.
3. Terdapat hubungan yang positif dan bermakna antara status kognitif lansia
dengan interaksi sosial dengan hasil p-value 0,001 dan keeratan hubungan
yang rendah dengan hasil r = 0,341. Dimana semakin menurunnya status
kognitif pada lansia, maka akan semakin kurang tingkat interaksi sosial yang
dilakukan oleh lansia.
B. Saran
1. Bagi Management Puskesmas
Agar memberikan perhatian terhadap status kognitif lansia dan interaksi
sosial. Perhatian tersebut dapat dilakukan dengan mengembangkan
penyuluhan mengenai cara mempertahankan status kognitif lansia agar
interaksi sosial tidak berkurang dengan cara memberikan penyuluhan pada
saat Posyandu lansia.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Agar dapat dilakukan penelitian terkait faktor-faktor yang mempengaruhi
interaksi sosial selain status kognitif pada lansia dengan mengendalikan
faktor-faktor pengganggu.
Page 41
66
3. Bagi Lansia
Agar meningkatkan motivasi diri untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang
dapat mengasah status kognitif mereka, agar interaksi sosialnya tidak
berkurang.
4. Bagi Keluarga Lansia
Keluarga agar memberi dukungan kepada lansia untuk selalu menstimulus
kognitif lansia agar tidak mengalami gangguan kognitif yang berat. Karena
adanya gangguan kognitif lansia dapat menyebabkan interkasi sosial lansia
berkurang. Selain itu, modifikasi keluarga untuk lansia yang sudah
teridentifikasi gangguan kognitif. Seperti, berkolaborasi dengan petugas
Puskesmas atau kader Posyandu tentang gangguan kognitif yang diderita
lansia, menata ruang rumah agar lansia lebih nyaman dengan memasang
pegangan dinding untuk membantu lansia untuk berjalan.
Page 42
67
DAFTAR PUSTAKA
Artinawati, S. (2014), Asuhan Keperawatan Gerontik, IN Media, Bogor.
BKKBN. (2016), Data Parameter Kependudukan Provinsi DIY.
Dinkes. (2016), Profil Kesehatan Kabupaten Bantul 2016, Dinas Kesehatan
Kabupaten Bantul.
___. (2016), Profil Kesehatan Kabupaten Gunung Kidul 2016, Dinas Kesehatan
Kabupaten Sleman.
___. (2016), Profil Kesehatan Kabupaten Kota Yogyakarta 2016, Dinas
Kesehatan Kabupaten Kota Yogyakarta.
___. (2016), Profil Kesehatan Kabupaten Kulon Progo 2016, Dinas Kesehatan
Kabupaten Kulon Progo.
___. (2016), Profil Kesehatan Kabupaten Sleman 2016, Dinas Kesehatan
Kabupaten Sleman.
Daerah, Pemerintahan. (2016), Rencana Kerja Pembangunan Daerah Istimewa
Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta
Dewi, S. (2014), Buku Ajar Keperawatan Gerontik, Ed 1, CV Budi Utama,
Yogyakarta.
Deu, F. (2015), Hubungan Fungsi Kognitif dengan Kemampuan Interaksi Sosial
pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kabila Kabupaten
Bone Bolango, Jurnal ilmiah Kesehatan keperawatan, Fakultas Ilmu-
Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan.
<http://eprints.ung.ac.id/12360/2/2015-1-1-14201-841411088-bab1-
27072015115219.pdf >
Dharma, K.K (2011), Metodologi Penelitian Keperawatan, CV. Trans Info
Media, Jakarta.
Handayani, T. Maulida, M. Rachma, N. (2013), Pesantren Lansia sebagai Upaya
Meminimalkan Resiko Penurunan Fungsi Kognitif pada lansia Di Balai
Rehabilitasi Sosial Lansia Unit II Pucang Gading Semarang, Jurnal
Keperawatan Komunitas, Fakultas Kedokteran.
<http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKK/article/view/919>
Hastono, S.P. dan Sabri, L. (2010), Statistik Kesehatan, Ed. 1-5, Rajawali Pers,
Jakarta.
Harold, I. Kaplan, M. Sadock, Jack A. Grebb, MD. (2010), Sinopsis Psikiatri Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, Binapura, Jakarta.
Kemenkes. (2013), Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia, Jakarta.
Page 43
68
_________. (2016), Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan, Jakarta.
Kusumowardani, A. dan Puspitosari (2014), Hubungan Antara Tingkat Depresi
Lansia dengan Interaksi Sosial Lansia di Desa Sobokerto Kecamatan
Ngemplak Boyolali, Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Volume 3, No 2,
hlm 106-214.
<http://jurnal.poltekkes-solo.ac.id/index.php/Int/article/view/93>
Laelasari. Sari, S.P. dan Rejeki, Y. F. (2015), Faktor-faktor Yang Berhubungan
dengan Aktivitas Fisik Lansia Di Posbindu Anggrek Wilayah Kerja
Puskesmas Sindangjaya Kota Bandung, Jurnal Keperawatan, Program
Studi S1 Ilmu Keperawatan.
<https://www.scribd.com/doc/280038087/JURNAL-FAKTOR-FAKTOR-
AKTIVITAS-FISIK-PADA-LANSIA-pdf >
Lestari, I. P. (2013), Interaksi Sosial Komunitas Samin dengan Masyarakat
Sekitar, Jurnal Komunitas.
Maryam, S. (2008), Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya, Salemba Medika,
Jakarta.
Meiner, Sue E. dan Lueckenotte, Annette G. (2006). Gerontologic Nursing,
United States of America.
Notoadmojo, S. (2007), Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.
Nugroho, W. (2009), Komunikasi Dalam Keperawatan Gerontik, EGC, Jakarta.
Palestin, B. (2006), Pengaruh Umur, Depresi Dan Demensia Terhadap Disabilitas
Fungsional Lansia di PSTW Abiyoso Dan PSTW Budi Dharma Provinsi
D.I. Yogyakarta, Tesis Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta.
<http://lib.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-106697.pdf>
RI, Kemenkes. (2013), Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta
Sinthania, D. (2015), Studi Fenomena : Pengalaman Interaksi Sosial Lansia
dengan Sesama Lansia dan Pengasuh di Panti Sosial Tresna Werdha
“Sabai Nan Aluih” Sicincin Kabupaten Padang Pariaman, Jurnal
Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol 6 No 2.
<http://ejurnal.stikesprimanusantara.ac.id/index.php/index/index>
Stanley, Micker, and Beare. (2006), Buku Ajar Keperawan Gerontik,EGC,
Jakarta.
Sugiyono. (2015), Metodologi Penelitian Kesehatan, Alfabeta, Jakarta.
_______. (2014), Statistik Untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung.
Suardiman, S. (2016), Psikologi Usia Lanjut, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Page 44
69
Sunaryo. Wijayanti, R. and Sumedi, T (2016), Asuhan Keperawatan Gerontik,
CV. Andi Offset, Yogyakarta.
Sunaryo. (2010), Psikologi Untuk Keperawatan, Ed 2, Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Suspiyanti, D. Huriah, T. and Lestari, R. (2014), Fungsi Kognitif Memiliki
Hubungan dengan Kemandirian Activity Daily Living Lansia, Media Ilmu
Kesehatan, Vol 3 No 1, hal 6-13.
<http://ejournal.stikesayaniyk.ac.id/index.php/mik/article/view/25>
Ulfa, Z. Gani, A. Nurjannah. (2013), Faktor-faktor yang mempengaruhi Fungsi
Kognitif Usia Lanjut di UPTD Rumoh Seujahtera Geunaseh Sayang Ulee
Kareng Kota Banda Aceh, Jurnal Kesehatan, Fakultas Kedokteran.
<http://etd.unsyiah.ac.id/baca/index.php?id=14366&page=14>
United, Nation. (2015), World Population Ageing, New York.
Wahyu, A. (2010), Perubahan interaksi Sosial pada lansia dengan Penyakit Kronis
di Panti Werdha Abadi/Darma Asih Binjai, Fakultas Keperawatan.
<http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/24196/Appendix
.pdf;jsessionid=AC58112CD9C438D9982334DFCE9C1F6F?sequence=1
>
Widodo, H. Nurhamidi. And Agustina, M. (2016), Hubungan Interaksi Sosial
dengan Kualitas Hidup pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas
Pekauman Banjarmasin, Dinamika Kesehatan, Vol 7 No 1.
<http://ojs.dinammikakesehatan.stikessarimulia.ac.id/index.php/dksm/artic
le/view/56>
Page 46
74
Lampiran 3
KUESIONER STATUS KOGNITIF
Nama :
Umur :
Alamat :
Jenis Kelamin : Laki-laki
Perempuan
Pendidikan terakhir : SD
SMP
SMA
Sarjana
Tidak Sekolah
Perunjuk Pengisian
Dibawah ini terdapat pertanyaan mengenai status kognitif. Bacalah setiap
pertanyataan dengan seksama kemudian jawablah dengan sepengetahuan atau
seingat anda tanpa bantuan dari orang lain ataupun alat apapun.
No Pertayaan Jawaban
1. Tanggal, bulan, tahun berapa
sekarang?
2. Apakah hari ini hari libur?
3. Dimana alamat tempat ini?
4.
Berapa nomer telepon anda?
Jika tidak punya nomer telpon,
tanyakan dimana alamat rumah anda?
5. Berapa usia anda?
No. Responden
Page 47
75
6. Dimana anda lahir?
7. Siapa presiden sekarang?
8. Siapakah presiden sebelum ini?
9. Siapa nama gadis ibu anda?
10. Bisakah anda menghitung mundur dari
20 dikurangi 3, dan kelipatannya?
Skor
Page 48
76
Lampiran 4
KUESIONER INTERAKSI SOSIAL
Nama :
Umur :
Alamat :
Jenis Kelamin : Laki-laki
Perempuan
Pendidikan terakhir : SD
SMP
SMA
Sarjana
Tidak Sekolah
Perunjuk Pengisian
Dibawah ini terdapat pernyataan mengenai interaksi sosial yang mungkin
bapak/ibu lakukan setiap harinya. Bacalah setiap pernyataan dengan seksama
kemudian berikan jawaban saudara pada lembar jawaban bagi setiap pernyataan
tersebut dengan cara mencentang (√).
Tidak Pernah : Jika anda tidak pernah melakukan setiap hari
Jarang : Jika anda 1-2 kali melakukan setiap hari
Sering : Jika anda hampir setiap hari melakukan
Selalu : Jika anda sering sekali melakukan
No Pertanyaan Selalu Sering Jarang Tidak
Pernah
Kontak Sosial
1. Ketika anda mengalami
masalah banyak orang
No. Responden
Page 49
77
yang menolong?
2. Jika orang lain sedang
mengalami kesulitan,
apakah mereka meminta
pertolongan pada anda?
3. Apakah anda mempunyai
hubungan yang baik
dengan orang lain?
4. Apakah anda menyapa
orang yang dijumpai?
5. Apakah anda bertatap
muka jika melakukan
percakapan dengan orang
lain?
Komunikasi
6. Apakah anda banyak
diajak berbicara dengan
orang lain untuk bertukar
pengalaman?
7. Apakah orang lain dapat
menerima dengan mudah
tentang sesuatu yang anda
sampaikan?
8. Apakah anda menjenguk
teman lain yang sedang
sakit?
9. Apakah anda dapat
menyampaikan pendapat
kepada orang lain?
10. Apakah anda dapat
menggunakan telpon
rumah/ Hp untuk
menghubungi keluarga
Page 50
78
yang jauh?
Total