HUBUNGAN STATUS GIZI DAN IMUNISASI DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS PERUMNAS KOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2016 SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan Jurusan Kebidanan Diploma IV Bidan Klinik Politeknik Kesehatan Kendari OLEH SRI WITA SAIPI P00312013034 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI JURUSAN KEBIDANAN PROGRAM STUDI DIV TAHUN 2017
93
Embed
HUBUNGAN STATUS GIZI DAN IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ... wita saipi skripsi.pdf · ii lembar persetujuan skripsi hubungan status gizi dan imunisasi dengan kejadian pneumonia pada balita
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
HUBUNGAN STATUS GIZI DAN IMUNISASI DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS PERUMNAS
KOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2016
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan Jurusan Kebidanan Diploma IV Bidan Klinik
Politeknik Kesehatan Kendari
OLEH
SRI WITA SAIPI P00312013034
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN KEBIDANAN PROGRAM STUDI DIV
TAHUN 2017
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
SKRIPSI
HUBUNGAN STATUS GIZI DAN IMUNISASI DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS PERUMNAS
KOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2016
Diajukan Oleh :
SRI WITA SAIPI P00312013034
Telah disetujui untuk dipertahankan dalam Ujian Skripsi dihadapan Tim
Penguji Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Kendari Jurusan
Hubungan Status Gizi dan Imunisasi dengan Kejadian Pneumonia di Puskesmas Perumnas Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2016
Sri Wita Saipi 1, Halijah 2, Sitti Zaenab 2
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status gizi dan imunisasi dengan kejadian pneumonia pada balita di Puskesmas Perumnas Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016.
Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan pendekatan case control. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Perumnas Kota Kendari pada tanggal 2 Mei – 14 Juli 2017. Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita yang tercatat dalam buku register di ruang Poli KIA Puskesmas Perumnas Kota kendari tahun 2016 sebanyak 3.803 balita dan yang menderita pneumonia sebanyak 78 balita sebagai kasus dan 78 orang balita sebagai kontrol. Analisis data yang digunakan adalah univariabel dalam bentuk narasi dan bivariabel dengan rumus Chi Square.
Berdasarkan analisis data diperoleh hasil, yaitu ada hubungan status gizi dengan kejadian pneumonia pada balita di Puskesmas Perumnas Kota Kendari, dengan nilai OR sebesar 1,395. Ini berarti bahwa status gizi balita yang kurang memiliki risiko 1,39 kali lebih besar untuk menderita pneumonia di Puskesmas Perumnas, dan Ada hubungan pemberian imunisasi dengan kejadian pneumonia pada balita di Puskesmas Perumnas, dengan nilai OR sebesar 1,460. Ini berarti bahwa pemberian imunisasi yang tidak lengkap memiliki risiko 1,46 kali lebih besar untuk menderita pneumonia di Puskesmas Perumnas. Kata Kunci : Status Gizi, Imunisasi, Pneumonia 1. Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Kebidanan 2. Dosen Pembimbing Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Kebidanan
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pneumonia adalah radang paru yang disebabkan oleh bakteri
dengan gejala panas tinggi disertai batuk berdahak, napas cepat
(frekuensi nafas >50 kali/menit), sesak, dan gejala lainnya (sakit kepala,
gelisah dan nafsu makan berkurang) yang disebabkan oleh bakteri, virus
maupun jamur. Populasi yang rentan terserang pneumonia adalah anak-
anak usia kurang dari 2 tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun atau orang
yang memiliki masalah kesehatan (malnutrisi, gangguan imonologi),
serta merupakan salah satu penyebab utama kematian anak (Kemenkes
RI, 2014).
Di seluruh dunia setiap tahun diperkirakan terjadi lebih dari dua
juta kematian balita karena pneumonia. Menurut WHO (2015) pneumonia
merupakan penyebab utama kematian pada anak usia di bawah 5 tahun
(balita), yaitu sekitar 19% atau sekitar 1,8 juta balita tiap tahunnya
meninggal karena pneumonia. Angka ini melebihi jumlah akumulasi
akibat malaria, AIDS, dan campak. Diperkirakan pneumonia terjadi pada
balita di negara berkembang, yaitu sekitar 95% dari semua kasus di
dunia.
Penyakit pneumonia dari tahun ke tahun menjadi peringkat
teratas. Setiap tahun pneumonia masuk ke dalam 10 besar penyakit
terbesar. Pneumonia balita merupakan salah satu indikator program
1
xv
pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. Target penemuan
dan tatalaksana pneumonia balita pada tahun 2014 sebesar 100%.
Namun, angka cakupan pneumonia di Indonesia sampai tahun 2013
tidak mengalami perkembangan yang signifikan, berkisar antara 23%-
27%. Sedangkan angka kematian pada balita akibat pneumonia sebesar
1,19% (Kemenkes RI, 2014).
Perkiraan balita penderita pneumonia di Sulawesi Tenggara
sebesar 25.312 balita, sementara balita penderita pneumonia yang
ditemukan dan ditangani baru mencapai 3.669 kasus atau sekitar 14,6%
dari perkiraan penderita. Di kota Kendari, proporsi balita dengan kasus
pneumonia yang ditangani sekitar 8,13%. Angka ini masih jauh di bawah
target nasional sebesar 80% (Profil Kesehatan dan Program P2PL
Dinkes Sultra, 2015).
Berdasarkan hasil dari pengambilan data awal yang dilakukan di
Puskesmas Perumnas kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara,
diperoleh data pada tahun 2016 terdapat 78 balita atau sekitar 2,05%
menderita pneumonia dari 3.803 balita, dimana balita yang menderita
pneumonia yang ditemukan dan diberikan tatalaksana sesuai standar
pelayanan kesehatan. Kejadian pneumonia berada di urutan pertama
dalam 10 penyakit terbanyak di Puskesmas Perumnas kota Kendari
(Profil Kesehatan Puskesmas Perumnas Kota Kendari, 2016).
Banyak faktor yang dapat berpengaruh terhadap meningkatnya
kejadian pneumonia pada balita, baik faktor sosial ekonomi, faktor nutrisi,
faktor lingkungan serta riwayat penyakit penyerta. Salah satu faktor risiko
2
xvi
pneuomonia yaitu kurangnya asupan gizi dan pemberian imunisasi yang
tidak lengkap (Nirwana, 2014).
Pemberian imunisasi dan perbaikan gizi pada bayi/balita
sangatlah penting, sehingga imunitas tubuhnya menjadi kuat. Banyak
penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
pneumonia, akan tetapi kesimpulan yang didapatkan berbeda-beda,
sehingga peniliti tertarik untuk menganalisis tentang hubungan status gizi
dan imunisasi dengan kejadian pneumonia pada balita di Puskesmas
Perumnas Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah: “Apakah ada hubungan status gizi dan
imunisasi dengan kejadian pneumonia pada balita di Puskesmas
Perumnas Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan status gizi dan imunisasi dengan
kejadian pneumonia pada balita di Puskesmas Perumnas Kota
Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran status gizi pada balita di Puskesmas
Perumnas Kota Kendari Tahun 2016.
3
xvii
b. Untuk mengetahui gambaran pemberian imunisasi pada balita di
Puskesmas Perumnas Kota Kendari Tahun 2016.
c. Untuk mengetahui gambaran kejadian Pneumonia pada balita di
Puskesmas Perumnas Kota Kendari Tahun 2016.
d. Untuk mengetahui hubungan status gizi dengan kejadian
pneumonia pada balita di Puskesmas Perumnas Kota Kendari
Tahun 2016.
e. Untuk mengetahui hubungan imunisasi dengan kejadian
pneumonia pada balita di Puskesmas Perumnas Kota Kendari
Tahun 2016.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Mengembangkan pengetahuan tentang hubungan status gizi
dan imunisasi dengan kejadian pneumonia pada balita.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
peneliti mengenai hubungan status gizi dan imunisasi dengan
kejadian pneumonia pada balita dan sebagai proses belajar dalam
proses penelitian.
4
xviii
b. Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi institusi
pendidikan khususnya dalam bidang kepustakaan sebagai sumber
kajian terkait dengan penelitian.
c. Bagi Puskesmas Perumnas Kota Kendari.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan tambahan literatur
tentang penanganan dan pencegahan kasus pneumonia dan
masukan dalam evaluasi program serta sebagai bahan
pertimbangan dalam rangka pengambilan keputusan kebijakan
dan perbaikan program penanggulangan penyakit pneumonia
khususnya pada balita di Puskesmas Perumnas di masa yang
akan datang.
E. Keaslian Penelitian
Dian Rahayu Pamungkas (2012) dengan judul “Analisis faktor risiko
pneumonia pada balita di 4 provinsi di wilayah Indonesia Timur” jenis
penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan variabel
penelitian independen yaitu faktor risiko pneumonia sedangkan variabel
dependennya yaitu kejadian pneumonia pada balita. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
kejadian pneumonia adalah balita yang tidak mendapatkan ASI. Hal yang
membedakan dengan penelitian ini adalah hal yang diteliti ,judul, tempat,
dan waktu penelitian yang berbeda.
5
xix
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Pneumonia
a. Pengertian dan Gambaran Klinis
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai
jaringan paru-paru (alveoli). Juga bisa di definisikan peradangan
yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis
yang mencangkup Bronkiolus Respiratorius, dan Alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran
gas setempat dan menimbulkan angka kesakitan yang tinggi,
dengan gejala-gejala batuk, demam dan sesak nafas (Qaulyiah,
2010).
Penyakit saluran pernapasan sebagai penyebab kesakitan
dan kematian terbesar pada balita, salah satunya yaitu
pneumonia. Pneumonia terjadi karena rongga alveoli paru-paru
yang disebabkan oleh Mikroorganisme seperti Streptococcus
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat dibuat kerangka
konsep sebagai berikut:
Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan :
Variabel Independen : Faktor risiko pneumonia
Variabel Dependent : Kejadian Pneumonia Pada Balita
E. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Status Gizi
H0 : Tidak ada hubungan antara status gizi dengan kejadian
pneumonia pada balita
Ha : Ada hubungan antara status gizi dengan kejadian
pneumonia pada balita
Kejadian Pneumonia
Pada Balita
Status Gizi
Vaksinasi (Imunisasi)
28
xlii
2. Pemberian Imunisasi
H0 : Tidak ada hubungan antara pemberian imunisasi dengan
kejadian pneumonia pada balita
Ha : Ada hubungan antara pemberian imunisasi dengan kejadian
pneumonia pada balita
29
xliii
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian observasional analitik dengan pendekatan case control ialah
suatu penelitian analitik yang menyangkut bagaimana faktor resiko
dipelajari dengan menggunakan pendekatan retrospektif (penelusuran ke
belakang) apakah kasus dan kontrol terkena penyakit atau tidak
(Riyanto, 2011).
Rancangan penelitian disajikan sebagai berikut:
Gambar 3. Bagan Desain Penelitian
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Perumnas Kota Kendari
pada tanggal 2 Mei – 14 Juli 2017.
30
Populasi (156 Balita))
Status Gizi Kurang Baik (-)
Imunisasi tidak lengkap (-)
Pneumonia
Tidak Pneumonia
Status Gizi Baik (+)
Imunisasi lengkap (+)
xliv
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita yang tercatat
dalam buku register di ruang Poli KIA Puskesmas Perumnas Kota
kendari tahun 2016 sebanyak 3.803 balita dan yang menderita
pneumonia sebanyak 78 balita.
2. Sampel
Sampel dalam penilitian ini adalah balita yang di diagnosa
menderita pneumonia sebagai kasus yaitu sebanyak 78 balita dan
tidak di diagnosa menderita pneumonia sebagai kontrol sebanyak 78
balita, jadi totalnya adalah sebanyak 156 balita yang tercatat dalam
buku register di ruang Poli KIA Puskesmas Perumnas Kota kendari
tahun 2016.
a. Kasus
Balita yang menderita pneumonia yang tercatat dalam buku
register Poli KIA Puskesmas Perumnas Kota kendari tahun 2016
sebanyak 78 balita.
b. Kontrol
Balita yang tidak menderita pneumonia yang tercatat dalam
buku register Poli KIA Puskesmas Perumnas Kota kendari tahun
2016 sebanyak 78 balita.
c. Besar Sampel
Jumlah sampel pada kelompok kasus sebanyak 78 balita
yang menderita pneumonia ruang Poli KIA Puskesmas Perumnas
31
xlv
Kota kendari. Jumlah sampel pada kelompok kontrol sebanyak 78
balita, sehingga perbandingan antara kelompok kasus dengan
kelompok kontrol yaitu 1:1, jadi total sampel adalah sebanyak 156
balita. Pengambilan sampel kontrol secara acak disebut random
sampling, dengan teknik sistematik sampling yaitu dengan cara
menentukan lebih dahulu angka kelipatan atau K = jumlah
populasi/jumlah sampel yang diinginkan (sampel kontrol). Jika
jumlah populasi adalah 3.803 dan sampel kontrol adalah 78
[(3.803 – 78 = 3.725 : 78 = 47,75 di genapkan menjadi 48)], maka
setiap kelipatan 48 akan menjadi sampel kontrol, dimana sampel
kontrol yang dipilih didasarkan pada nomor kelipatan 48, 96 dan
seterusnya sampai mencukupi 78 responden (Nursalam, 2008).
D. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas (Independen Variabel)
Variabel Independen adalah variabel yang menjadi sebab
perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel ini
juga dikenal dengan nama variabel bebas, artinya bebas dalam
mempengaruhi variabel lain (Hidayat, 2010). Variabel independen
dalam penelitian ini adalah Faktor risiko pneumonia yakni status gizi
dan pemberian imunisasi.
2. Variabel Terikat (Dependent Variabel)
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau
menjadi akibat karena variabel bebas (Hidayat, 2010). Variabel
32
xlvi
dependen dalam penelitian ini adalah kejadian pneumonia pada
balita.
E. Definisi Operasional
1. Kejadian Pneumonia pada Balita
Dalam penelitian ini adalah balita yang mengalami infeksi akut
pada jaringan paru-paru (Alveoli).
Kriteria objektif :
Kasus : Balita yang menderita pneumonia berdasarkan hasil
diagnosa dokter
Kontrol : Balita yang tidak menderita pneumonia berdasarkan hasil
diagnosa dokter
2. Status Gizi Balita
Status gizi Balita dalam penelitian ini adalah keadaan tubuh
Balita sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat
gizi, dilakukan dengan pengukuran BB/U dan dibandingkan dengan
standar WHO dengan simbol baku Z-score (Kemenkes RI, 2013).
Kriteria objektif:
Gizi Baik : Bila Z-Score ≥ -2 SD sampai +2 SD
Gizi Kurang : Bila Z-Score > +2 SD dan < -2 SD sampai ≥ -3 SD
3. Pemberian Imunisasi
Pemberian imunisasi sesuai dengan umur balita. BCG 1 kali
pada usia 0-2 bulan, DPT 3 kali pada usia 2-6 bulan, imunisasi polio 4
33
xlvii
kali pada usia 0-6 bulan, imunisasi hepatitis B 3 kali pada usia 0-6
bulan dan imunisasi Campak 1 kali pada usia 9 bulan.
Kriteria objektif:
Lengkap : Bila bayi 0-12 bulan mendapatkan imunisasi
sesuai usianya
Tidak Lengkap : Bila bayi atau balita 0-12 bulan tidak atau belum
mendapatkan imunisasi sesuai dengan usianya
F. Instrumen Penelitian
Instrument yang di gunakan dalam Penelitian ini adalah data
terolah dari buku register di ruang KIA Puskesmas Perumnas.
G. Jenis dan Sumber Data
1. Data Primer
Data responden akan di dapatkan melalui kuisioner dengan
menggunakan jenis pertanyaan yang akan diberikan kepada
responden dan di wawancarai secara langsung.
2. Data Sekunder
Data terolah dari buku register di ruang KIA puskesmas
Perumnas Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara.
34
xlviii
H. Alur Penelitian
Alur penelitian dijelaskan sebagai berikut:
Gambar 4. Alur Penelitian
I. Pengolahan Data
Pengolahan data pada dasarnya merupakan suatu proses untuk
memperoleh data atau data ringkasan berdasarkan suatu kelompok data
mentah dengan menggunakan rumus tertentu sehingga menghasilkan
informasi yang diperlukan. Pengolahan data dilakukan dengan cara:
1. Pengeditan (editing)
Editing dimaksudkan untuk meneliti tiap daftar pertanyaan
yang diisi agar lengkap untuk mengoreksi data yang meliputi
kelengkapan pengisian atau jawaban yang tidak jelas, sehingga jika
Populasi: Semua Balita di Puskesmas Perumnas Kota Kendari Tahun 2016
sebanyak 3.803 orang
Sampel: Balita yang menderita pneumonia sebanyak 78 orang
Pengumpulan Data
Analisis Data
Pembahasan
Kesimpulan
35
xlix
terjadi kesalahan atau kekurangan data dapat dengan mudah terlihat
dan segera dilakukan perbaikan. Proses editing dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara mengecek kelengkapan kuesioner yang telah
diisi oleh responden untuk memastikan bahwa seluruh pertanyaan
dalam kuesioner telah diisi sesuai dengan petunjuk sebelum
menyerahkan kuesioner.
2. Pengkodean (coding)
Setelah data terkumpul dan selesai diedit di lapangan, tahap
berikutnya adalah mengkode data, yaitu melakukan pemberian kode
untuk setiap pertanyaan dan jawaban dari responden untuk
memudahkan dalam pengolahan data. Pengkodean yang dilakukan
oleh peneliti dalam penelitian ini yaitu dengan memberi nomor yang
mewakili dan berurutan pada tiap kuesioner sebagai kode yang
mewakili identitas responden dan memberikan kode pada setiap
jawaban responden.
3. Pemasukan data (entry)
Entry data adalah proses memasukkan data-data dalam tabel
berdasarkan variabel penelitian.
4. Tabulasi (tabulating)
Tabulating dilakukan dengan memasukkan data ke dalam tabel
yang tersedia kemudian melakukan pengukuran masing-masing
variabel (Sugiyono, 2008).
36
l
fh
fhfoX
2
2)(
J. Analisa Data
Setelah data diperoleh kemudian dilakukan analisis data yaitu:
1. Analisis Univariat
Analisis ini menggunakan perhitungan statistik secara
sederhana untuk mengetahui presentase satu variabel dengan
menggunakan rumus :
kn
fP
Keterangan : P = Presentase hasil yang dicapai f = frekuensi variabel yang diteliti n = jumlah sampel penelitian k = konstanta (Arikunto, 2008)
2. Analisis Bivariat
Untuk mengidentifikasi ada tidaknya hubungan antara variabel
bebas dan variabel terikat. Uji statistik yang akan digunakan adalah
chi squere, dengan rumus:
Keterangan
X2 = Statistic chi-square/kuadrat hitung
f0 = Nilai observasi/nilai pengumpulan data
fh = Frekuensi harapan (Alimul, 2007).
Interpretasi hasil:
Pengambilan kesimpulan dari pengujian hipotesa adalah ada
hubungan jika p value < 0,05 dan tidak ada hubungan jika p value >
0,05 atau X2 hitung > X2 tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima yang
37
li
berarti ada hubungan dan X2 hitung < X2 tabel maka Ha ditolak dan
Ho diterima yang berarti tidak ada hubungan.
Untuk mendeskripsikan risiko independent variabel pada
dependent variabel. Uji statistik yang digunakan adalah perhitungan
Odds Ratio (OR). Mengetahui besarnya OR dapat diestimasi faktor
resiko yang diteliti. Perhitungan OR menggunakan table 2x2 sebagai
berikut :
Tabel 2. Tabel kontegensi 2x2
Faktor risiko Kejadian Pneumonia
jumlah Kasus Kontrol
Positif A B A+B
Negatif C D C+D
Keterangan :
A : jumlah kasus dengan risiko positif
B : jumlah control dengan risiko positif
C : jumlah kasus dengan risiko negatif
D : jumlah kasus dengan resiko negatif
Rumus Odds Ratio
Odds Case : a/(a+c) : c/(a+c) = a/c
Odds Kontrol : b/(b+d) : d/(b+d) = b/d
Odds Ratio : a/c : b/d = ad/bc
Estimasi Confidence Interval (CI) ditetapkan pada tingkat
kepercayaan 95% dengan interpretasi:
38
lii
Jika OR > 1 : Faktor yang diteliti merupakan faktor risiko
Jika OR = 1 : Faktor yang diteliti bukan merupakan faktor risiko
(tidak ada hubungan)
Jika OR < 1 : Faktor yang diteliti merupakan faktor positif
39
liii
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
a. Keadaan Geografis
Wilayah kerja Puskesmas Perumnas Kota Kendari terdiri
dari 3 (tiga) Kelurahan, yakni Kelurahan Bende, Korumba, dan
Mandonga yang merupakan wilayah administratif Kecamatan
Mandonga, dengan luas wilayah ± 21.673 km2. dengan batas
wilayah kerja Puskesmas Perumnas sebagai berikut:
1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Tobuha dan
Kelurahan Mandonga
2) Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Kadia
3) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Bonggoeya
4) Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Poasia
b. Keadaan Demografi
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Perumnas
pada tahun 2016 sebanyak 44.616 jiwa yang tersebar di 3 (tiga)
kelurahan dengan jumlah KK (Kepala Keluarga) sebanyak 15.639
jiwa. Adapun penyebaran penduduk tiap kelurahan adalah
sebagai berikut:
40
liv
1) Kelurahan Bende : 16.069 jiwa.
2) Kelurahan Korumba : 13.410 jiwa.
3) Kelurahan Mandonga : 15.137 jiwa.
c. Sarana dan Prasarana Kesehatan
Sarana Kesehatan yang terdapat di wilayah kerja
Puskesmas Perumnas terdiri dari:
1) Sarana Kesehatan Pemerintah
a) Puskesmas pembantu 2 unit, masing-masing terletak di
Kelurahan Korumba dan Kelurahan Mandonga.
b) Puskesmas keliling 2 unit, masing-masing berlokasi di
Kelurahan Korumba dan Kelurahan Mandonga, keduanya
sudah berfungsi.
2) Sarana Kesehatan
a) Rumah bersalin 2 unit.
b) Praktek dokter berkelompok 3 unit.
3) Sarana kesehatan bersumber daya masyarakat
Posyandu 14 unit, berlokasi di Kelurahan Bende sebanyak 4
unit, di Kelurahan Korumba sebanyak 4 unit, dan di Kelurahan
Mandonga sebanyak 6 unit.
d. Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan yang berkerja di Puskesmas Perumnas
adalah sebagai berikut:
41
lv
Tabel 3. Tenaga Kesehatan di Puskesmas Perumnas.
Jumlah tenaga Status
Jumlah PNS Honorer Sukarela
Dokter Umum Sarjana Keperawatan Sarjana Kes. Masyarakat Sarjana Kebidanan Apoteker Ahli madya keperawatan Ahli madya kebidanan Ahli madya Gizi Ahli madya kesling Perawat Bidan Tenaga administrasi Pekarya kesehatan Sopir Petugas kebersihan SMU
2 3 5 1 1
10 6 1 1 8 2 3 1 1 1 -
- - - - - - - - - - - - - - 1 1
- - 1 - - 7 - 2 1 2 - - - - - -
2 3 6 1 1
17 6 3 2
10 2 3 1 1 2 1
Sumber: Data Sekunder, Tahun 2016.
2. Karakteristik Responden
a. Umur Balita
Karakteristik responden berdasarkan umur Balita di
Puskesmas Perumnas Kota Kendari disajikan pada tabel berikut
ini:
Tabel 4. Karakteristik Umur Balita di Puskesmas Perumnas Kota Kendari Tahun 2016
Umur (Tahun) Jumlah
N %
1,0 – < 3 (Batita) 3,0 – < 5 (Balita)
47 109
30,1 69,9
Total 156 100,0
Sumber: Data Primer, 2017.
Tabel 4 menunjukkan responden terbanyak memiliki Balita
dengan umur 3,0 – < 5 tahun sebanyak 109 orang (69,9%).
42
lvi
Sedangkan yang terendah adalah Batita dengan umur 1,0 – < 3
tahun sebanyak 47 orang (30,1%).
b. Jenis Kelamin Balita
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Balita
di Puskesmas Perumnas Kota Kendari disajikan pada tabel berikut
ini:
Tabel 5. Karakteristik Jenis Kelamin Balita di Puskesmas Perumnas Kota Kendari Tahun 2016
Jenis Kelamin Jumlah
n %
Laki-laki Perempuan
66 90
42,3 57,7
Total 156 100,0
Sumber: Data Primer, 2017.
Tabel 5 menunjukkan responden terbanyak memiliki Balita
dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 90 orang (57,7%).
Sedangkan yang terendah adalah jenis kelamin laki-laki sebanyak
66 orang (42,3%).
3. Analisis Univariat
a. Status Gizi Balita
Distribusi responden berdasarkan status gizi Balita di
Puskesmas Perumnas Kota Kendari disajikan pada tabel berikut
ini:
43
lvii
Tabel 6. Distribusi Status Gizi Balita di Puskesmas Perumnas Kota Kendari
Status Gizi
Kejadian Pneumonia Jumlah
Kasus Kontrol
n (%) n (%) n (%)
Kurang Baik
43 35
27,6 22,4
30 48
19,2 30,8
73 83
46,8 53,2
Total 78 50,0 78 50,0 156 100,0
Sumber: Data Primer, 2017.
Tabel 6 menunjukkan bahwa dari 156 responden, 73
responden (46,8%) yang memiliki status gizi kurang, terdapat 43
responden (27,6%) yang menderita pneumonia dan 30 responden
(19,2%) yang tidak menderita pneumonia. Sedangkan dari 83
responden (53,2%) yang memiliki status gizi baik, terdapat 35
responden (22,4%) yang menderita pneumonia dan 48 responden
(30,8%) yang tidak menderita pneumonia.
b. Pemberian Imunisasi
Distribusi responden berdasarkan pemberian imunisasi
pada Balita di Puskesmas Perumnas Kota Kendari disajikan pada
tabel berikut ini:
Tabel 7. Distribusi Pemberian Imunisasi pada Balita di Puskesmas Perumnas Kota Kendari
Pemberian Imunisasi
Kejadian Pneumonia Jumlah
Kasus Kontrol
n (%) n (%) n (%)
Tidak Lengkap Lengkap
34 44
21,8 28,2
20 58
12,8 37,2
54 102
34,6 65,4
Total 78 50,0 78 50,0 156 100,0
Sumber: Data Primer, 2017.
44
lviii
Tabel 7 menunjukkan dari 156 responden, 54 responden
(34,6%) yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap, terdapat 34
responden (21,8%) yang menderita pneumonia dan 20 responden
(12,8%) yang tidak menderita pneumonia. Sedangkan dari 102
responden (65,4%) yang mendapatkan imunisasi lengkap,
terdapat 44 responden (28,2%) yang menderita pneumonia dan
58 responden (37,2%) yang tidak menderita pneumonia.
4. Analisis Bivariat
a. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Pneumonia pada Balita
Hubungan status gizi dengan kejadian pneumonia pada
balita di Puskesmas Perumnas disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 8. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Puskesmas Perumnas Kota Kendari Tahun 2016.
Status Gizi
Kejadian Pneumonia Xhitung
(Xtabel) Nilai OR
Kasus Kontrol
n (%) n (%)
Kurang Baik
43 35
27,6 22,4
30 48
19,2 30,8
4,351 (3,841)
1,397
Total 78 50,0 78 50,0
Sumber: Data Primer, 2017.
Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai 2hitung > 2
tabel
(4,351 > 3,841) maka H0 ditolak dan Ha diterima. Ini berarti ada
hubungan antara status gizi dengan kejadian pneumonia pada
balita di Puskesmas Perumnas Kota Kendari pada taraf
kepercayaan 95% (α = 0,05).
45
lix
Nilai OR sebesar 1,397 yang lebih besar dari 1. Ini berarti
bahwa faktor status gizi benar-benar merupakan faktor risiko
kejadian pneumonia pada balita di Puskesmas Perumnas Kota
Kendari tahun 2016. Hal Ini berarti bahwa status gizi balita yang
kurang memiliki risiko 1,39 kali lebih besar untuk menderita
pneumonia di Puskesmas Perumnas.
b. Hubungan Pemberian Imunisasi dengan Kejadian Pneumonia pada Balita
Hubungan pemberian imunisasi dengan kejadian
pneumonia pada balita di Puskesmas Perumnas Kota Kendari
disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 9. Hubungan Pemberian Imunisasi dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Puskesmas Perumnas Kota Kendari Tahun 2016.
Pemberian Imunisasi
Kejadian Pneumonia Xhitung
(Xtabel) Nilai OR
Kasus Kontrol
n (%) n (%)
Tidak Lengkap Lengkap
34 44
21,8 28,2
20 58
12,8 37,2
5,551 (3,841)
1,460 Total 78 50,0 78 50,0
Sumber: Data Primer, 2017.
Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai 2hitung > 2
tabel
(5,551 > 3,841) maka H0 ditolak dan Ha diterima. Ini berarti ada
hubungan antara pemberian imunisasi dengan kejadian
pneumonia pada balita di Puskesmas Perumnas Kota Kendari
pada taraf kepercayaan 95% (α = 0,05). Nilai OR sebesar 1,460
yang lebih besar dari 1. Ini berarti bahwa faktor pemberian
imunisasi benar-benar merupakan faktor risiko kejadian
46
lx
pneumonia pada balita di Puskesmas Perumnas Kota Kendari
tahun 2016. Hal Ini berarti bahwa pemberian imunisasi pada balita
yang tidak lengkap memiliki risiko 1,46 kali lebih besar untuk
menderita pneumonia di Puskesmas Perumnas.
B. Pembahasan
1. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Pneumonia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita yang mengalami
status gizi kurang lebih banyak menderita pneumonia dibandingkan
dengan yang memiliki status gizi baik. Hasil analisis chi square
menunjukkan bahwa ada hubungan antara status gizi balita dengan
kejadian pneumonia pada balita di Puskesmas Perumnas. Nilai OR
sebesar 1,397 yang lebih besar dari 1. Hal Ini berarti bahwa status
gizi balita yang kurang memiliki risiko 1,39 kali lebih besar untuk
menderita pneumonia di Puskesmas Perumnas.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Turiman (2008), bahwa
gizi baik mempunyai kecenderungan untuk masuk dalam kategori
bukan pneumonia yaitu sebesar 35 orang (46,7%) dibandingkan
dengan status gizi kurang yaitu sebesar 19 orang (25,3%). Adapun
balita yang terkena pneumonia paling besar mempunyai status gizi
kurang sebesar 14 orang (18,7%).
Status gizi merupakan faktor risiko yang mempengaruhi
terjadinya pneumonia. Status gizi yang buruk akan lebih mudah
terserang pneumonia dan balita yang menderita pneumonia dapat
47
lxi
menyebabkan balita mengalami gangguan status gizi akibat
gangguan metabolisme tubuh. Tingkat keparahan pneumonia sangat
mempengaruhi terjadinya gangguan status gizi pada balita, semakin
parah pneumonia yang diderita balita maka akan dapat
mengakibatkan status gizi yang buruk pada balita (Sihotang, 2009).
Menurut Djuanda (2010), menurunnya status gizi berakibat
menurunnya kekebalan tubuh terhadap infeksi yaitu melalui
gangguan imunitas humoral yang disebabkan oleh menurunnya
komplemen protein, dan menurunnya aktivitas leukosit untuk
memfagosit maupun membunuh kuman. Menurut Pudjiadi (2009),
malnutrisi akan menurunkan imunitas seluler, kelenjar timus dan
tonsil menjadi atrofik dan jumlah sel T-limfosit berkurang sehinnga
tubuh menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Penelusuran
kepustakaan menunjukkan adanya hubungan antara status gizi
dengan kejadian pneumonia pada anak balita. Semakin baik status
gizi maka kejadian pneumonia pada anak balita semakin berkurang.
Tetapi disamping status gizi, kejadian pneumonia pada anak balita
dipengaruhi juga oleh lingkungan fisik, jenis kelamin, umur, asupan
ASI, dan prematuritas.
Status gizi kurang menyebabkan ketahanan tubuh menurun dan
virulensi patogen lebih kuat sehingga akan menyebabkan
keseimbangan terganggu dan akan terjadi infeksi. Salah satu
determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan tersebut
adalah status gizi baik. Balita dengan gizi yang kurang akan lebih
48
lxii
mudah terserang pneumonia dibandingkan balita dengan gizi normal
karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri
akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan
mengakibatkan kekurangan gizi, sehingga terjadi hubungan timbal
balik antara status gizi dan penyakit infeksi. Pada keadaan gizi
kurang, balita lebih mudah terserang pneumonia berat bahkan
serangannya lebih lama.
Keadaan gizi kurang maupun buruk muncul sebagai faktor
penyebab yang penting untuk terjadinya pneumonia. Balita yang gizi
kurang akan lebih mudah terserang pneumonia dibandingkan balita
gizi baik, karena faktor daya tahan tubuh yang kurang (Maryunani,
2010).
Pneumonia lebih banyak pada anak dengan status gizi kurang
dan buruk. Hal ini sesuai dengan penelitian Rusepno (2008) yang
menyatakan bahwa gizi kurang dan buruk akan menyebabkan balita
lebih rentan terhadap infeksi, seperti pneumonia. Hasil penelitian ini
juga sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa status gizi baik
pada balita mempengaruhi daya tahan tubuh dan kekebalan tubuh
terhadap serangan infeksi bakteri maupun virus yang dapat
menyebabkan pneumonia. Pada balita yang mengalami status gizi
tidak baik (kurang dan buruk), sebagian besar mengalami ISPA. Hal
ini sesuai dengan teori yang dikemukakan bahwa ada hubungan yang
sangat erat antara penyakit infeksi (bakteri, virus dan parasit) dengan
gizi kurang dan buruk. Penyakit infeksi akan mempengaruhi status
49
lxiii
gizi dan mempercepat malnutrisi sehingga mempercepat terjadinya
pneumonia (Rusepno, 2008).
Malnutrisi dapat menyebabkan kelainan pada saluran napas
sehingga mengganggu proses fisiologis saluran napas dalam hal
proteksi terhadap agen penyakit. Pada saluran napas dalam keadaan
normal terdapat proses fisiologis menghalau agen penyakit, seperti
reflek batuk, peningkatan jumlah cairan mukosa ketika terdapat agen
yang membahayakan kesehatan saluran napas. Pada anak dengan
keadaan malnutrisi, proses fisiologis ini tidak berjalan dengan baik,
sehingga agen penyakit yang seharusnya dikeluarkan oleh tubuh
menjadi terakumulasi dalam saluran napas sampai pada paru-paru.
Pembentukan IgA sekretorik pada cairan mukosa saluran napas
juga terganggu. IgA sekretorik yang bertugas sebagai pertahanan
tubuh, pada anak dengan malnutrisi, menurun produksinya dan
fungsinya. Pertahanan tubuh seluler dan humoral menjadi terganggu
menyebabkan agen patogen yang masuk tidak terdeteksi dan tidak
dapat dikontrol. Agen patogen yang masuk dan terakumulasi dalam
saluran napas akhirnya menimbulkan manifestasi pada tubuh anak
dengan malnutrisi.
Menurut Pudjiadi (2009), telah lama diketahui adanya interaksi
sinergistis antara malnutrisi dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat
memperburuk keadaan gizi melalui gangguan masukan makanannya
dan meningginya kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya
malnutrisi, walaupun ringan berpengaruh negatif terhadap daya tahan
50
lxiv
tubuh sehingga anak menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Faktor-
faktor yang mempengaruhi kemungkinan adalah keadaan sosial
ekonomi orang tua balita yang rata-rata dari golongan menengah ke
bawah, terbatasnya pengetahuan dan perhatian orang tua mengenai
kesehatan, dan kurangnya kesadaran orang tua untuk segera
memeriksakan anaknya bila sakit.
Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan
sistem, karena kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan
defisiensi (kekurangan) asupan mikro/makro nutrien lain yang sangat
diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan memporak porandakan sistem
pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun pertahanan
mekanik sehingga mudah sekali terkena infeksi (Yetti dan Muhamad,
2010).
Status gizi seseorang terkait dengan permasalahan kesehatan
secara umum di samping merupakan faktor predisposisi yang dapat
memperberat penyakit infeksi secara langsung juga dapat
menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan secara individu.
Kondisi gizi buruk sering disertai dengan defisiensi (kekurangan)
asupan mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan oleh tubuh.
Gizi buruk akan merusak sistem pertahanan tubuh terhadap
mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali
terkena infeksi (Yetti dan Muhamad, 2010).
51
lxv
2. Hubungan Pemberian Imunisasi dengan Kejadian Pneumonia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita yang memiliki status
imunisasi lengkap lebih banyak tidak menderita pneumonia
dibandingkan dengan yang memiliki status imunisasi tidak lengkap.
Hasil analisis chi square menunjukkan bahwa ada hubungan antara
pemberian imunisasi dengan kejadian pneumonia pada balita di
Puskesmas Perumnas. Nilai OR sebesar 1,460 yang lebih besar dari
1. Hal Ini berarti bahwa pemberian imunisasi yang tidak lengkap
memiliki risiko 1,46 kali lebih besar untuk menderita pneumonia di
Puskesmas Perumnas. Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa
dengan status imunisasi dasar yang lengkap pada balita, maka akan
semakin banyak anak yang tidak mengalami pneumonia, atau
semakin sedikit yang mengalami pneumonia.
Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa sebagian besar
anak usia balita telah mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap
seperti BCG, DPT, polio, Hepatitis B dan campak. Ibu menyadari
akan manfaat dan pentingnya imunisasi bagi anaknya agar anaknya
mendapatkan perlindungan terhadap penyakit-penyakit seperti TB
paru, difteri, pertusis, tetanus, polio, hepatitis B dan campak.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa balita yang
imunisasinya tidak lengkap dikarenakan belum memperoleh imunisasi
campak dan HB0. Adapula anak balita telah memperoleh lima
imunisasi dasar namun tidak sesuai umur pemberian vaksin.
Sebagian besar imunisasi dasar yang diperoleh balita tidak tepat
52
lxvi
waktu adalah imunisasi campak dan polio. Ada beberapa anak balita
yang memperoleh imunisasi campak ketika berumur >9 bulan.
Adapun imunisasi polio diperoleh anak balita tidak berselang 1 bulan,
terkadang imunisasi polio 1 dan polio 2 diperoleh secara bersamaan.
Menurut keterangan dari ibu yang mempunyai anak balita,
terkadang tidak rutin mengikuti posyandu hal itu disebabkan anaknya
menolak/ mengamuk untuk dibawa ke posyandu. Walaupun hasil
analisis pada penelitian ini menunjukkan ada hubungan status
imunisasi dengan kejadian pneumonia, namun proporsi balita yang
mempunyai status imunisasi lengkap yang menderita pneumonia
lebih banyak dibandingkan balita yang mempunyai status imunisasi
tidak lengkap. Masih tingginya pneumonia pada balita, walaupun
telah menerima imunisasi lengkap diakibatkan karena belum ada
vaksin yang dapat mencegah pneumonia secara langsung. Daya
tahan tubuh anak yang rendah dapat mempengaruhi kejadian
pneumonia pada balita yang telah memiliki imunisasi lengkap.
Kemampuan tubuh seorang anak untuk menangkal suatu penyakit
dipengaruhi beberapa faktor yaitu: faktor genetik dan kualitas vaksin.
Upaya untuk menurunkan resiko penyakit pneumonia perlu
dilakukan, yaitu dengan pemberian Imunisasi dasar lengkap. Program
pemerintah setiap balita harus mendapatkan Lima Imunisasi dasar
Lengkap (LIL) yang mencakup 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis
Polio, 4 dosis Hepatitis B dan 1 dosis Campak. Penyakit pneumonia
akan menyerang apabila kekebalan tubuh (immunitas) menurun. Bayi
53
lxvii
dan anak di bawah lima tahun adalah kelompok yang memiliki sistem
kekebalan tubuh yang masih sangat rentan terhadap berbagai
penyakit termasuk penyakit pneumonia baik golongan pneumonia
ataupun golongan bukan pneumonia (Presylia, 2014).
Hasil penelitian ini bisa dipengaruhi oleh tingkat pendidikan ibu
dimana sebagian besar adalah SMA. Dengan pendidikan tersebut ibu
telah banyak terpapar informasi tentang pentingnya imunisasi bagi
anaknya baik dari tempat sekolahnya dulu maupun informasi dari
media televisi, cetak dan internet. Notoatmodjo (2007), menyebutkan
bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah
menerima informasi, sehingga semakin banyak pula pengetahuan
yang dimiliki, sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat
perkembangan sikap seseorang terhadap nilai yang di perkenalkan.
Dari segi pekerjaan ibu yang sebagian besar tidak bekerja, ibu
mempunyai banyak waktu untuk membawa bayinya ke Puskesmas
dan posyandu agar bayinya mendapatkan imunisasi yang diperlukan.
Dari segi umur ibu yang sebagian besar usia produktif dimana
menurut Notoatmodjo (2007), menyebutkan bahwa semakin cukup
usia seseorang, tingkat kemampuan atau kematangan akan lebih
mudah untuk berpikir, dan mudah menerima informasi-informasi
tentang imunisasi dan manfaatnya.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Agussalim
(2012) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara status
imunisasi dengan kejadian penyakit pneumonia, dengan demikian
54
lxviii
adanya pemberian imunisasi yang lengkap maka risiko penyakit
pneumonia akan semakin kecil. Bayi dan balita yang pernah
terserang campak akan mendapat kekebalan alami terhadap
pneumonia sebagai komplikasi campak. Selain itu penelitian yang
dilakukan oleh Darmayanti (2014), menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara status imunisasi dasar lengkap dengan kejadian
pneumonia pada balita.
Salah satu pencegahan penyakit pneumonia antara lain dengan
imunisasi. Imunisasi merupakan upaya yang dilakukan dengan
sengaja memberikan kekebalan (imunitas) pada bayi atau anak
sehingga terhindar dari penyakit dengan memasukan vaksin kedalam
tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah penyakit
tertentu. Vaksin dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan atau
diminum (oral). Setelah vaksin masuk ke dalam tubuh, sistem
pertahanan tubuh akan bereaksi membentuk antibodi. Antibodi
selanjutnya akan membentuk imunitas terhadap jenis virus atau
bakteri tersebut.
Pemberian imunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak
maupun orang dewasa. Imunisasi dilakukan untuk menjaga
kekebalan tubuh kita supaya tidak mudah terserang berbagai macam
penyakit yang disebabkan oleh virus/bakteri. Imunisasi bermafaat
untuk mencegah beberapa jenis penyakit infeksi seperti polio, TBC,
difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B dan Campak. Bahkan imunisasi
juga dapat mencegah kematian dari akibat penyakit-penyakit
55
lxix
tersebut. Penyakit yang tergolong pneumonia yang dapat dicegah
dengan imunisasi adalah difteri dan batuk rejan (Depkes RI, 2010).
Dengan memberikan 5 imunisasi dasar pada bayinya, ibu
mengharapkan Imunisasi tersebut dapat memberikan manfaat dalam
memberikan perlindungan terhadap beberapa jenis penyakit infeksi
seperti polio, TBC, difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B dan Campak.
Kemenkes RI. dalam Suparyanto (2014), menyebutkan bahwa
Imunisasi merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk mencegah
terjadinya suatu penyakit dengan cara memberikan mikroorganisme
bibit penyakit berbahaya yang telah dilemahkan (vaksin) kedalam
tubuh sehingga merangsang sistem kekebalan tubuh terhadap jenis
antigen itu dimasa yang akan datang.
Menurut Agussalim (2012), bayi dan balita yang pernah
terserang campak dan selamat akan mendapat kekebalan alami
terhadap pneumonia sebagai komplikasi campak. Sebagian besar
kematian pneumonia berasal dari jenis pneumonia yang berkembang
dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri,
pertusis, campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan
berperan besar dalam upaya pemberantasan pneumonia. Untuk
mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas pneumonia,
diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai
status imunisasi lengkap bila menderita pneumonia dapat diharapkan
perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat. Cara yang
terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi
56
lxx
campak dan pertusis (DPT). Jadi, imunisasi campak dan DPT yang
diberikan bukan untuk memberikan kekebalan tubuh terhadap
pneumonia secara langsung, melainkan hanya untuk mencegah
faktor yang dapat memacu terjadinya pneumonia.
Menurut Utami (2013), meskipun balita telah menerima
imunisasi dasar lengkap balita masih berisiko mengalami pneumonia
karena disamping faktor penyebab pneumonia seperti bakteri, virus
dan jamur. Pneumonia juga dipengaruhi oleh bibit penyakit, umur,
jenis kelamin, pengetahuan, status gizi, berat bayi lahir, status ASI
eksklusif, status imunisasi dan faktor lingkungan. Kejadian penyakit
pneumonia pada balita dapat juga diakibatkan karena pengetahuan
ibu mengenai penyakit, pencegahan penyakit dan cara pemeliharaan
kesehatan yang masih kurang (Notoatmodjo, 2007). Apabila
pengetahuan mengenai penyebab penyakit, pengobatan serta
pencegahannya baik tentunya orang tua dapat mengontrol kesehatan
anak sehingga tidak terjadi pneumonia.
Menurut Layuk (2012), pneumonia dapat disebabkan oleh
karena adanya paparan dari virus maupun bakteri misalnya bakteri
dari genus streptococcus, haemophylus, staphylococcus, dan
pneumococcu, dan jenis virus influenza, parainfluena, dan rhinovirus.
Pneumonia yang terjadi pada balita tidak langsung dipengaruhi oleh
imunisasi dasar lengkap walaupun tujuan pemberian imunisasi adalah
untuk memberikan dan meningkatkan daya tahan tubuh. Kebanyakan
kasus pneumonia yang terjadi didahului oleh penyakit campak yang
57
lxxi
merupakan salah satu faktor resiko penyebab pneumonia. Penyakit
campak inilah yang dapat dicegah melalui imunisasi dasar lengkap.
Masih tingginya kejadian pneumonia pada balita, walaupun telah
menerima imunisasi lengkap diakibatkan karena belum ada vaksin
yang dapat mencegah pneumonia secara langsung. Daya tahan
tubuh anak yang rendah dapat mempengaruhi kejadian pneumonia
pada balita yang telah memiliki imunisasi lengkap.
Umumnya untuk menilai status imunisasi pada balita dilihat dari
cakupan imunisasi campak, karena imunisasi campak merupakan
imunisasi terakhir yang diberikan saat bayi dengan harapan imunisasi
sebelumnya sudah diberikan dengan lengkap. Keberhasilan imunisasi
dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya status imun
penjamu, genetik, dan kualitas vaksin (Marimbi, 2010). Menurut
Hariani et al. dalam Suoth et al. (2016) anak yang telah menerima
imunisasi lengkap tapi menderita pneumonia, ini diakibatkan karena
daya tahan tubuh anak yang rendah yang dapat mempengaruhi
kejadian pneumonia pada anak. Imunisasi memang tidak dapat
mencegah masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh, akan tetapi bila
bayi mendapatkan imunisasi lengkap diharapkan perkembangan
penyakitnya tidak akan lebih berat.
Peningkatan cakupan imunisasi lengkap akan berperan besar
dalam upaya penanggulangan pneumonia. Bayi dan balita yang
mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita pneumonia
diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi berat atau
58
lxxii
fatal. Dengan imunisasi campak yang efektif sekitar 11% kematian
pneumonia balita dapat dicegah dengan imunisasi pertusis (DPT) 6%
kematian pneumonia dapat dicegah. Pemberian imunisasi dapat
mencegah berbagai jenis penyakit infeksi termasuk pneumonia.
Pemberian imunisasi DPT khususnya dapat mencegah infeksi saluran
pernapasan, anti batuk rejan dan tetanus (Prabu, 2009).
59
lxxiii
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah
dikemukakan di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Sebagian besar responden memiliki Balita dengan status gizi yang
baik, yakni sebanyak 83 orang (53,2%)
2. Sebagain besar responden memiliki Balita imunisasi yang lengkap,
yakni sebanyak 102 orang (65,4%).
3. Balita yang menderita pneumonia sebanyak 78 orang (50,0%), dan
Balita yang tidak menderita pneumonia sebanyak 78 orang (50,0%).
4. Ada hubungan status gizi dengan kejadian pneumonia pada balita di
Puskesmas Perumnas Kota Kendari, dengan nilai OR sebesar 1,395.
Ini berarti bahwa status gizi balita yang kurang memiliki risiko 1,39
kali lebih besar untuk menderita pneumonia di Puskesmas Perumnas.
5. Ada hubungan pemberian imunisasi dengan kejadian pneumonia
pada balita di Puskesmas Perumnas, dengan nilai OR sebesar 1,460.
Ini berarti bahwa pemberian imunisasi yang tidak lengkap memiliki
risiko 1,60 kali lebih besar untuk menderita pneumonia di Puskesmas
Perumnas.
60
lxxiv
B. Saran
1. Bagi pemerintah, dalam membuat perencanaan dengan
memprioritaskan upaya promotif melalui penyuluhan tentang penyakit
pneumonia, gizi balita dan pentingnya imunisasi serta menggerakkan
masyarakat dalam kegiatan posyandu dengan cara peningkatan
partisipasi kader posyandu sehingga dapat meningkatkan status
imunisasi dan perbaikan status gizi pada balita.
2. Bagi profesi sebaiknya dapat menambah wawasan profesi kebidanan
dalam menunjang peningkatan pengetahuan sumberdaya manusia
tentang peningkatan status gizi balita dan pemberian imunisasi dasar
lengkap dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
3. Bagi institusi, sebaiknya selalu mengembangkan pengabdian kepada
masyarakat melalui penelitian yang sesuai dengan kapasitas dan
profesi kebidanan sehingga mahasiswa kebidanan benar-benar
mengaplikasikan ilmu dan pengalaman yang diperoleh.
4. Diharapkan adanya penelitian lanjutan yang berhubungan dengan
penelitian ini untuk mengkaji lebih lanjut mengenai determinan yang
berpengaruh terhadap kejadian pneumonia pada balita dengan
menggunakan variabel lainnya seperti keadaan rumah, pemberian
vitamin A, dan pemberian ASI Eksklusif, dimana variabel tersebut
juga merupakan faktor pencetus terjadinya pneumonia pada balita.
kejadian-infeksi-saluran.html. Diakses tanggal 26-11-2016. pukul: 11.30 WITA
Agussalim, 2012. Hubungan pengetahuan, Status Imunisasi dan
Keberadaan Perokok Dalam Rumah Dengan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Balita di Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Ilmiah STIKES ’Budiyah, 1(2).
Darmayanti. 2014. Hubungan Status Gizi dan Status Imunisasi dengan
Kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Cempaka Banjarbaru Tahun 2014. (online) http://journal.stikes-mb.ac.id
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2012. Profil Kesehatan
Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta: Kemenkes RI.
Layuk R, Narsi N, Wahidudin. 2012. Faktor yang berhubungan dengan
kejadian ISPA pada balita di Lembang Batu Sura. Universitas Hassanudin.
Marimbi H. 2010. Tumbuh Kembang, Status Gizi, dan Imunisasi Dasar pada
Balita. Yogyakarta: Nuha Medika. Maryunani, A. 2012. Inisiasi Menyusui Dini, Asi Eksklusif Dan Manajemen
Laktasi. Jakarta: CV. Trans Info Media Nirwana A.B. 2014. ASI & Susu Formula Kandungan dan Manfaat ASI dan
Prabu. 2009. Faktor Resiko ISPA pada balita. Tersedia pada:
http://putraprabu.wordpress.com/2009/01/15/faktor-risiko-ispa-pada-balita/ [diakses 2 Mei 2017]
Presilya S. 2014. Hubungan Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap dengan
Kejadian Penyakit ISPA Berulang pada Balita di Puskesmas Ranotana Weru Kota Manado. Manado.
Prihatiningtyas R.A, 2014. Deteksi Dengan Cepat, Obati 30 Penyakit Yang
Sering Menyerang Ana, Tangani Dengan Cepat Agar Anak Tetap Sehat. Yogyakarta: Media Presindo.
Profil Kesehatan dan Program P2PL Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara
Tahun 2015 Pudjiadi S., 2010. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Fakultas kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta Puskesmas Perumnas, 2015. Profil Kesehatan Perumnas Kota Kendari,
Sulawesi Tenggara. Qauliyah,A. 2010. Diagnosa Dan Penatalaksanaan Penyakit Pneumonia.
Diakses Tanggal 17 Desember 2016 Pukul 21.00 WIB Dari Http://Astaqauliyah.Com/2010/07/Referat-Kedokteran-Diagnosis-Dan-Penatalaksanaan-Penyakit-Pneumonia/
Quigley, MA, Kelly, YJ, Sacker, A. 2011. Breasfeeding And Hospitalization
For Diarrheal Repiratory Infection In The United Kingdom Millennium Cohort Study, Peaditrics.
Rusepno, dkk, 2008. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, jilid I. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Suoth S, Tandipajung T, Kiling M. 2016. Hubungan Status Gizi dan Status
Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut pada Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Ratatotok. 2016; 3(2): 54.
Sugiyono. 2008. Riset Keperawatan. Jogjakarta: Mitra Cendikia Offset WHO dan UNICEF. 2015. Maternal and Fetal death in the World.
Jenewa.Swiss WHO. 2014. Pneumonia. http://www.who.int/en/. Diakses tanggal 17
Widagdo. 2012. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Demam. Jakarta: Sagung Seto
Yetti N, Muhammad A.T. 2014. Gizi Buruk, Ancaman Generasi yang Hilang.
Tersedia pada: http://agathariyadi.wordpress.com/2014/03/23/ analisis-metabolisme-nutrisi-berkaitan-dengan-manifestasi-klinis-gizi-buruk-pada-balita/. [Diakses tanggal 2 Mei 2017].
Mencari derajat bebas (db) Db = (k-1)(b-1) = (2-1)(2-1) = 1 Jadi X2 tabel = 3,841 Rumus Chi kuadrat sebagai berikut :
Uji statistik menggunakan chi kuadrat variabel Status Gizi:
fo fh fo-fh (fo-fh)2 (fo-fh)2 / fh
43
30
35
48
78 x 73 = 36,5 156 78 x 73 = 36,5 156 78 x 83 = 41,5 156 78 x 83 = 41,5 156
6,5
-6,5
-6,5
6,5
42,25
42,25
42,25
42,25
1,157
1,157
1,018
1,018
Jumlah X2hitung 4,351
Rumus Odds Ratio
DC
CBA
A
OR
395,1422,0
589,0
4835
353043
43
OR
lxxxv
fh
fhfoX
2
2)(
Mencari derajat bebas (db) Db = (k-1)(b-1) = (2-1)(2-1) = 1 Jadi X2 tabel = 3,841 Rumus Chi kuadrat sebagai berikut : Uji statistik menggunakan chi kuadrat variabel Pemberian Imunisasi :
fo fh fo-fh (fo-fh)2 (fo-fh)2 / fh
34
20
44
58
78 x 54 = 27 156 78 x 54 = 27 156 78 x 102 = 51 156 78 x 102 = 51 156
7
-7
-7
7
49
49
49
49
1,815
1,815
0,961
0,961
Jumlah X2hitung 5,552
Rumus Odds Ratio
DC
CBA
A
OR
459,14314,0
6296,0
5844
442034
34
OR
lxxxvi
Status Gizi * Kejadian Pneumonia
Crosstab
Kejadian Pneumonia
Total Kasus Kontrol
Status Gizi Kurang Count 43 30 73
Expected Count 36.5 36.5 73.0
% within Status Gizi 58.9% 41.1% 100.0%
% within Kejadian Pneumonia 55.1% 38.5% 46.8%
% of Total 27.6% 19.2% 46.8%
Baik Count 35 48 83
Expected Count 41.5 41.5 83.0
% within Status Gizi 42.2% 57.8% 100.0%
% within Kejadian Pneumonia 44.9% 61.5% 53.2%
% of Total 22.4% 30.8% 53.2%
Total Count 78 78 156
Expected Count 78.0 78.0 156.0
% within Status Gizi 50.0% 50.0% 100.0%
% within Kejadian Pneumonia 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 4.351a 1 .037
Continuity Correctionb 3.708 1 .054
Likelihood Ratio 4.372 1 .037
Fisher's Exact Test .054 .027
Linear-by-Linear Association 4.323 1 .038
N of Valid Cases 156
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 36.50.
b. Computed only for a 2x2 table
lxxxvii
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Status Gizi (Kurang / Baik)
1.966 1.038 3.721
For cohort Kejadian Pneumonia = Kasus
1.397 1.018 1.917
For cohort Kejadian Pneumonia = Kontrol
.711 .511 .989
N of Valid Cases 156
Pemberian Imunisasi * Kejadian Pneumonia
Crosstab
Kejadian Pneumonia
Total Kasus Kontrol
Pemberian Imunisasi
Tidak Lengkap Count 34 20 54
Expected Count 27.0 27.0 54.0
% within Pemberian Imunisasi 63.0% 37.0% 100.0%
% within Kejadian Pneumonia 43.6% 25.6% 34.6%
% of Total 21.8% 12.8% 34.6%
Lengkap Count 44 58 102
Expected Count 51.0 51.0 102.0
% within Pemberian Imunisasi 43.1% 56.9% 100.0%
% within Kejadian Pneumonia 56.4% 74.4% 65.4%
% of Total 28.2% 37.2% 65.4%
Total Count 78 78 156
Expected Count 78.0 78.0 156.0
% within Pemberian Imunisasi 50.0% 50.0% 100.0%
% within Kejadian Pneumonia 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%
lxxxviii
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 5.551a 1 .018
Continuity Correctionb 4.786 1 .029
Likelihood Ratio 5.599 1 .018
Fisher's Exact Test .028 .014
Linear-by-Linear Association 5.516 1 .019
N of Valid Cases 156
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 27.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Pemberian Imunisasi (Tidak Lengkap / Lengkap)