1 HUBUNGAN EARLY CHILDHOOD CARIES (ECC) DENGAN ASUPAN MAKANAN DAN STATUS GIZI ANAK USIA 3 – 5 TAHUN DI KECAMATAN ENREKANG KABUPATEN ENREKANG RELATIONSHIP OF EARLY CHILDHOOD CARIES (ECC) AND FOOD INTAKE AND NUTRITION STATUS OF 3 – 5 YEARS OLD CHILDREN AT ENREKANG DISTRICT ENREKANG REGENCY ASRIANTI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013
152
Embed
HUBUNGAN EARLY CHILDHOOD CARIES (ECC) DENGAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...1 Klasifikasi Intensitas Karies Gigi Menurut WHO 14 2 Angka Kecukupan Gizi (E
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
HUBUNGAN EARLY CHILDHOOD CARIES (ECC) DENGANASUPAN MAKANAN DAN STATUS GIZI ANAK USIA 3 – 5
TAHUN DI KECAMATAN ENREKANG KABUPATENENREKANG
RELATIONSHIP OF EARLY CHILDHOOD CARIES (ECC) ANDFOOD INTAKE AND NUTRITION STATUS OF 3 – 5 YEARS
OLD CHILDREN AT ENREKANG DISTRICTENREKANG REGENCY
ASRIANTI
PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2013
2
HUBUNGAN EARLY CHILDHOOD CARIES (ECC) DENGANASUPAN MAKANAN DAN STATUS GIZI ANAK USIA 3 – 5
TAHUN DI KECAMATAN ENREKANG KABUPATENENREKANG
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Kesehatan Masyarakat
Disusun dan diajukan oleh
ASRIANTI
kepada
PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2013
3
PENGESAHAN TESIS
HUBUNGAN EARLY CHILDHOOD CARIES (ECC) DENGAN ASUPANMAKANAN DAN STATUS GIZI ANAK USIA 3-5 TAHUN DI KECAMATAN
ENREKANG KABUPATEN ENREKANG
DIsusun Dan Diajukan Oleh:
ASRIANTINomor Pokok: P1803211001
Menyetujui
Komisi penasihat
Dr.dr. Burhanuddin Bahar,MS Dr.drg. A.Zulkifli Abdullah, M.KesKetua Anggota
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari
terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini
hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Makassar, Juli 2013
Yang menyatakan,
Asrianti
5
KATA PENGANTAR
BismillahirrahmanirrahimAssalamu alaikum Wr.wb.
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena
atas berkah, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini dengan judul “Hubungan Early Childhood Caries
dengan Asupan Makanan dan Status Gizi Anak Usia 3-5 tahun di Kabupaten
Enrekang”.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. dr. Burhanuddin Bahar, MS sebagai Ketua Konsentrasi Gizi dan
sekaligus sebagai Ketua Komisi Penasihat, yang telah meluangkan waktu,
pikiran dan tenaga walau dalam kondisi kurang sehat memberikan
arahan, masukan serta dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan
hasil penelitian ini.
2. Dr. drg. A.Zulkifli Abdullah, M.Kes sebagai anggota komisi penasihat yang
telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga dalam memberikan arahan,
masukan serta dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan hasil
penelitian ini.
3. Prof. Dr. dr. Abdul Razak Thaha, M.Sc sebagai penilai yang telah
bersedia memberikan saran dan koreksi terhadap hasil penelitian ini.
6
4. Dr. Dra. Nurhaedar jafar, Apt., M.Kes sebagai penilai yang telah bersedia
memberikan saran dan koreksi terhadap hasil penelitian ini.
5. Dr. Saifuddin Sirajuddin, MS sebagai penilai yang telah bersedia
memberikan saran dan koreksi terhadap hasil penelitian ini.
6. Direktur Pascasarjana UNHAS Makassar beserta staf, yang telah banyak
membantu penulis dalam proses belajar selama menuntut ilmu di institusi
UNHAS-Makassar.
7. Ketua program studi S-2 Kesmas dan seluruh dosen program studi
Kesmas khususnya konsentrasi gizi, yang telah banyak membantu
penulis selama proses belajar.
8. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Enrekang dan seluruh staf, terima
kasih atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian.
9. Pimpinan Puskesmas Kota Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang
dan seluruh staf, terima kasih atas bantuan selama penulis melakukan
penelitian.
10.Para Kader di Posyandu tempat penulis melakukan penelitian, terima
kasih atas bantuan selama penulis melakukan penelitian.
11.Saharuddin, SKM, Petugas gizi puskesmas Kota, Bu’ Hudiana, Bu’ Ani,
Pa’ Syamsul terima kasih atas bantuan selama penulis melakukan
penelitian.
7
12.Teman- temanku angkatan 2011 (Bu Daniyah, Yessy, Tetra, Acel, Upi,
Eti, Ani, Ida, Zein dan Ikbal) dan sdr. Anshar Mursaha, SKM., M.Kes
terima kasih atas masukan dan dukungannya selama ini.
13.Terkhusus kepada:
a. Suami tercinta, dr. H.Hasriyanto, Sp.THT-KL., M.Kes, terima kasih
atas segala doa, dukungan dan kesabaran selama penulis menuntut
ilmu.
b. Ayah dan Ibu tercinta, H.Abdul Fattah D dan Hj.Eliati terima kasih atas
segala doa dan dukungan kepada ananda selama ini.
c. Ayah dan Ibu Mertua tercinta, H.Abdul Gaffar K. Mappatoba dan
Hj.Hasmawati terima kasih atas segala doa dan dukungan kepada
ananda selama ini.
d. Anak-anakku tercinta Rifar dan Rezky, terima kasih nak’ atas doa,
dukungan dan kesabarannya, semoga kalian semua bisa mengikuti
jejak ayah dan ibu.
Akhirnya dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati penulis
mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya serta penghargaan kepada
semua pihak yang tidak sempat kami sebutkan satu persatu dan semoga
tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin…
Makassar, Juli 2013
Penulis
8
ABSTRAK
ASRIANTI. Hubungan Early Childhood Caries (ECC) dengan AsupanMakanan dan Status Gizi Anak Usia 3-5 Tahun di Kecamatan Enrekang,Kabupaten Enrekang (Dibimbing oleh Burhanuddin Bahar dan A. ZulkifliAbdullah).
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya hubungan ECCdengan asupan makanan dan status gizi anak usia 3-5 tahun.
Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengandesain cross sectional. Sampel yang diambil adalah anak yang berusia 3-5tahun sebanyak 191 orang yang memenuhi kriteria inklusi. Pengambilansampel dilakukan secara cluster random. Pengumpulan data dilakukanmelalui pemeriksaan gigi, pengukuran berat badan dan tinggi badan anakdan wawancara langsung dengan responden menggunakan kuesioner danFFQ semi kuantitatif. Data dianalisis dengan analisis statistik melalui tabulasisilang dilanjutkan dengan uji chi square dan uji t- independent.
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antarakaries dengan asupan energi (p=0,112, p>0,05), ada hubungan signifikanantara karies dengan asupan protein (p=0,042, p<0,05), ada hubungansignifikan antara karies dengan status gizi (p=0,000, p<0,05), dan adahubungan signifikan antara asupan energi dan protein dengan status gizi(p=0,000, p=0,000, p<0,05).
9
ABSTRACT
ASRIANTI. Relationship of Early Childhood Caries (ECC) and Food Intakeand Nutrition Status of 3 – 5 Years Old Children at Enrekang District,Enrekang Regency (Supervised by Burhanuddin Bahar and A. ZulkifliAbdullah).
The research aimed at proving the existence of the relationship of ECCand the food intake and nutrition status of 3 – 5 years old children.
The research was conducted on 191 samples of 3 – 5 years oldchildren who fulfilled the inclusive criterion. The research used an analyticobservational method with the cross sectional design. The samples weretaken by the cluster random sampling technique. Data collection was carriedout by the children’s teeth examination, body weight and heightmeasurement, and direct interview with the respondents using aquestionnaire and semi-quantitative FFQ. The data were analysed using astatistic analysis through a crosstabulation, it was then continued with theChi-quare test and t-independent test.
The research result indicate that there is no significant relationshipbetween the caries and energy intake (p=0.112, p>0.05), there is thesignificant relationship between the caries and the protein intake (p=0.042,p<0.05), there is the significant relationship between the caries and thenutrition status (p=0.000, p<0.05), and there is the significant relationshipbetween the energy intake, protein and the nutrition status (p=0.000,p=0.000, p<0,05).
10
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ………………………………………………… iv
ABSTRAK ………………………………………………………………… v
ABSTRACT ………………………………………………………………… vi
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… vii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………… ix
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………… xi
DAFTAR SINGKATAN ………………………………………………… xii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………… xiv
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………… 1
A. Latar Belakang Masalah ………………………………… 1
B. Rumusan Masalah ………………………………………… 6
C. Tujuan Penelitian ………………………………………… 6
D. Manfaat Penelitian ………………………………………… 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………… 9
A. Tinjauan Umum Tentang Karies ………………………… 9
B. Tinjauan Umum tentang Asupan Makanan dan Status Gizi ... 32
C. Hubungan Antara Karies Gigi dan Status Gizi ………… 47
D. Kerangka teori ………………………………………………… 50
E. Kerangka Konsep ………………………………………… 53
BAB III METODE PENELITIAN ………………………………………… 54
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ………………………… 54
B. Lokasi dan waktu Penelitian ………………………………… 55
11
C. Populasi dan Sampel ………………………………………… 55
D. Perkiraan Besar Sampel ………………………………… 56
E. Teknik Pengambilan Sampel (Sampling) .......................... 57
F. Responden …………………………………………………. 58
G. Kriteria Inklusi dan Eksklusi …………………………………. 58
H. Izin Penelitian dan Ethical Clearance …………………………. 59
I. Identifikasi Variabel …………………………………………. 59
J. Definisi operasional Variabel dan Kriteria Obyektif ………… 59
K. Jenis dan Cara Pengumpulan Data ………………………… 62
L. Alat dan Bahan …………………………………………………. 63
M. Pengolahan dan Analisis Data…………………………………. 64
N. Kontrol Kualitas …………………………………………………. 65
O. Alur Penelitian …………………………………………………. 67
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………………… 68
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ………………………… 68
B. Hasil Penelitian ………………………………………………… 69
C. Pembahasan ………………………………………………… 83
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………… 97
A. Kesimpulan ………………………………………………… 97
B. Saran ………………………………………………………… 98
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………… 100
LAMPIRAN
12
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1 Klasifikasi Intensitas Karies Gigi Menurut WHO 14
2 Angka Kecukupan Gizi (Energi dan Protein) rata-rata yang
dianjurkan pada kelompok umur (1-6 tahun) 40
3 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak berdasarkan Indeks 47
4 Distribusi karakteristik lokasi penelitian 69
5 Distribusi karakteristik sampel berdasarkan umur, jenis kelamin
dan tingkat pendidikan orang tua 69
6 Distribusi karakteristik sampel berdasarkan riwayat kunjungan ke
dokter gigi, frekuensi menyikat gigi, dan riwayat pemberian ASI 70
7 Prevalensi karies gigi 71
8 Jenis dan frekuensi konsumsi makanan kariogenik 72
9 Distribusi tingkat keparahan karies berdasarkan umur, jenis
Kelamin dan tingkat pendidikan orang tua 73
10 Distribusi tingkat keparahan karies berdasarkan riwayat kunjungan
ke dokter gigi dan frekuensi menyikat gigi 74
11 Distribusi tingkat keparahan karies berdasarkan riwayat ASI 75
12 Distribusi asupan energi berdasarkan kelompok umur, jenis
kelamin dan tingkat pendidikan orang tua 76
13
Nomor Halaman
13 Distribusi asupan protein berdasarkan kelompok umur, jenis
kelamin dan tingkat pendidikan orang tua 77
14 Distribusi status gizi berdasarkan kelompok umur, jenis
kelamin dan tingkat pendidikan orang tua 78
15 Hubungan karies dengan asupan energi 79
16 Hubungan karies dengan asupan protein 80
17 Hubungan karies dengan status gizi 80
18 Hubungan asupan energi dengan status gizi 81
19 Hubungan asupan protein dengan status gizi 81
20 Perbedaan rerata jumlah asupan energi dan protein berdasarkan
tingkat keparahan karies 82
21 Perbedaan rerata IMT berdasarkan tingkat Keparahan karies 82
14
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1 Tahap awal ECC 11
2 Tahap lanjut ECC 12
3 ECC tipe III 13
4 Model karies modern 18
5 Kerangka teori 52
6 kerangka konsep 53
7 Desain penelitian 54
8 Kerangka pengambilan sampel 57
9 Alur penelitian 67
15
DAFTAR SINGKATAN
AAPD = American Academy of Pediatric Dentistry
ADA = American Dental Association
AKG = Angka Kecukupan Gizi
ASI = Air Susu Ibu
BB/PB = Berat badan menurut panjang badan
BB/U = Berat badan menurut umur
DMF-T = Decay Missing Filling Teeth
def-t = decay extoliasi filing teeth
Depkes RI = Departemen Kesehatan Republik Indonesia
DKBM = Daftar Komposisi Bahan Makanan
DKMM = Daftar Konversi Mentah-Masak
ECC = Early Childhood Caries
FFQ = Food Frequency Questionnaire
GTF = Glukosiltransferase
IMT/U = Indeks Massa Tubuh menurut Umur
KK = Kepala Keluarga
LK/U = Lingkar kepala menurut umur
LILA = Lingkar lengan atas
P = Probability
PKK = Pendidikan kesejahteraan Keluarga
Posyandu = Pos pelayanan terpadu
PT = Perguruan Tinggi
16
Riskesdas = Riset kesehatan dasar
SD = Sekolah Dasar
SD = Standar Deviasi
SMP = Sekolah Menengah Pertama
SMU = Sekolah Menengah Umum
SPSS = Statistical Product and Service Solutions
TB/U = Tinggi badan menurut umur
TK = Taman Kanak-kanak
TLBK = Tebal Lipatan Bawah kulit
UKGS = Upaya Kesehatan Gigi Sekolah
URT = Ukuran Rumah Tangga
WHO = World Health Organization
WNPG = Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi
17
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kuesioner Penelitian
2. Formulir hasil pemeriksaan gigi dan pengukuran antropometri
3. Formulir Food Frequency Quetionaire (FFQ) Semi Kuantitatif
4. Pernyataan kesediaan menjadi responden
5. Rekomendasi Persetujuan etik
6. Surat izin/rekomendasi penelitian
7. Surat keterangan penelitian
8. Master tabel
9. Hasil analisis data
18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah
membangun sumber daya manusia yang berkualitas, yang sehat, cerdas,
dan produktif. Masalah gizi disebabkan oleh banyak faktor yang saling terkait
baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dipengaruhi
oleh penyakit infeksi dan tidak cukupnya asupan gizi secara kuantitas
maupun kualitas, sedangkan secara tidak langsung dipengaruhi oleh
jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan, pola asuh anak yang kurang
memadai, kurang baiknya kondisi sanitasi lingkungan serta rendahnya
ketahanan pangan di tingkat rumah tangga (Azwar A., 2004).
Menurut data Riskesdas 2010, prevalensi balita kurang gizi (balita
yang mempunyai berat badan kurang) secara nasional adalah sebesar 17,9%
diantaranya 4,9% yang gizi buruk dan 40,6% penduduk mengonsumsi
makanan dibawah kebutuhan minimal (kurang dari 70% dari Angka
Kecukupan Gizi/AKG) yang dianjurkan tahun 2004. Berdasarkan kelompok
umur dijumpai 24,4% Balita, 41,2% anak usia sekolah, 54,5% remaja, 40.2%
dewasa, serta 44,2% ibu hamil mengonsumsi makanan dibawah kebutuhan
minimal (Depkes RI, 2010).
19
Berdasarkan hasil pemantauan status gizi Balita Tahun 2009 di
Kabupaten Enrekang, diperoleh informasi bahwa jumlah kasus gizi buruk
sebanyak 106 kasus atau 0,9%. Pada tahun 2010 jumlah kasus gizi buruk
sebanyak 10 kasus atau 0,05% dan kasus gizi kurang sebanyak 0,58%. Pada
tahun 2011 jumlah kasus gizi buruk sebanyak 6 kasus atau 0,03% dan kasus
gizi kurang sebesar 1,06% (Dinkes Kab. Enrekang, 2011).
Kesehatan mulut sangat penting bagi kesehatan umum dan kualitas
hidup (US Department of Health and Human Services, 2010; WHO, 2003).
Kesehatan mulut adalah bagian integral dari kesehatan anak secara
keseluruhan (Hale, 2008). Karies gigi merupakan penyakit yang lazim pada
masa kanak-kanak dan penyakit tidak menular yang paling sering ditemukan
di seluruh dunia (Tanaka et al., 2012; Benzian et al., 2011; Arora et al.,
2011).
Karies pada gigi sulung atau Early childhood caries (ECC) adalah
suatu penyakit kronis pada anak yang paling umum, menggambarkan
masalah kesehatan masyarakat yang mempengaruhi bayi dan anak-anak
prasekolah di seluruh dunia terutama masyarakat yang kurang beruntung
baik di negara berkembang dan negara industri ( Al-Haddad et al., 2006;
Feldens, 2010; Ruhaya et al., 2012; Mohammadi et al., 2012).
Sebanyak 28% anak-anak usia 2-6 tahun di Amerika Serikat
mengalami karies dan prevalensinya meningkat 15% selama dekade terakhir
(Hong et al., 2008). Prevalensi karies gigi terus-menerus meningkat dengan
20
perubahan kebiasaan diet masyarakat dan meningkatnya konsumsi gula
(Khan et al., 2008; Saini et al., 2003). Insiden karies gigi meningkat
meskipun telah dilakukan upaya terbaik oleh para profesional kesehatan gigi
untuk mengurangi kejadian karies gigi (Gokhale et al.,2010).
Menurut data Riskesdas 2007, Prevalensi nasional karies aktif
sebesar 43,4%. Indeks DMF-T secara nasional sebesar 4,85, ini berarti rata-
rata kerusakan gigi pada penduduk Indonesia 5 buah gigi per orang. (Depkes
RI, 2008). Hasil penelitian Thioritz (2010), Prevalensi karies gigi pada murid
TK di Kecamatan Rappocini Kota Makassar sebesar 100%. Besarnya dan
keparahan karies gigi pada gigi sulung dan permanen menjadi masalah
utama dan harus mendapat perhatian khusus (Bagramian et al., 2009).
Karies gigi masih merupakan masalah utama kesehatan gigi dan mulut
di dunia. Karies gigi dapat mengenai siapa saja tanpa memandang usia dan
jika dibiarkan berlanjut akan merupakan sumber fokal infeksi di dalam mulut
sehingga menyebabkan keluhan rasa sakit. Kondisi ini tentu saja akan
mempengaruhi asupan gizi sehingga dapat mengakibatkan gangguan
pertumbuhan yang pada gilirannya akan mempengaruhi status gizi anak yang
berimplikasi pada kualitas sumber daya (Siagian, 2008).
Adanya gigi-geligi yang tidak baik dapat menyebabkan terganggunya
pencernaan yang merupakan faktor sekunder terjadinya gangguan gizi
(Almatsier, 2001). Meskipun tidak mengancam kehidupan, karies dapat
menyebabkan rasa sakit dan ketidaknyamanan dan mengurangi asupan
21
makanan, sehingga mempengaruhi kualitas hidup anak-anak (Sheiham,
2006; Zero, 2006; Tanaka et al., 2012). Sebagian besar karies gigi yang tidak
dirawat berdampak signifikan pada kesehatan umum, kualitas hidup,
produktivitas, prestasi pendidikan dan pembangunan (Sheller et al., 2009;
Benzian et al., 2011). Terganggunya proses pengunyahan akibat kehilangan
gigi dapat mempengaruhi pemilihan makanan sehingga terjadi perubahan
terhadap pola asupan zat gizi sehingga dapat berpengaruh terhadap status
gizi (Benzian, 2011).
ECC bukan hanya mempengaruhi gigi, tetapi konsekuensi penyakit ini
juga dapat menyebabkan masalah kesehatan yang lebih luas. Bayi yang
mengalami ECC pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan dengan bayi
yang bebas karies. Anak-anak dengan ECC dapat menjadi sangat kurus
karena terkait dengan rasa nyeri dan keterbatasan untuk makan (Kawashita,
2011).
Anak-anak yang menderita ECC akan mengalami rasa sakit, kesulitan
mengunyah, masalah berbicara, gangguan kesehatan umum dan masalah
psikologis. Bahkan jika tidak dirawat, ECC berdampak pada kualitas hidup
seperti penyakit sistemik yang lain dan menyebabkan nyeri gigi, menghindari
jenis makanan tertentu sehingga menyebabkan malnutrisi. Selain itu,
pengobatan ECC mahal karena memerlukan anestesi umum untuk beberapa
ekstraksi dan cenderung terjadi karies baru (Berkowitz, 2003; Mohammadi et
al., 2008; Ruhaya et al., 2012; Masumo et al.,2012).
22
Terdapat hubungan langsung antara kesehatan mulut dan asupan gizi
(Hale, 2008). Pola makan merupakan faktor penting risiko karies gigi.
Masalah pada gigi juga sangat mempengaruhi kebiasaan makan, dan
selanjutnya mempengaruhi status gizi (Palmer, 2009).
Jadi Diet, nutrisi dan ECC terkait erat namun literatur laporan yang
ada terbatas (Clarke et al., 2006). Penelitian pada hewan telah
menunjukkan bahwa malnutrisi dini mempengaruhi struktur gigi dan
keterlambatan erupsi gigi, hal ini menyebabkan peningkatan kerentanan
terhadap karies gigi di kemudian hari. Pada manusia, bagaimanapun,
terdapat banyak kontroversi mengenai hubungan negatif antara status gizi
dan karies gigi (Al-Haddad et al., 2006). Penelitian sebelumnya telah
menunjukkan perbedaan hubungan antara status karies dan overweight pada
anak-anak dengan kelompok usia yang berbeda. Satu penelitian menemukan
anak-anak overweight lebih berisiko karies pada gigi sulung dibanding anak-
anak dengan berat badan normal (Marshall et al., 2007). Sebaliknya,
penelitian oleh NHANES III pada anak-anak muda menunjukkan status
overweight terkait dengan penurunan laju karies pada anak usia 12-18 tahun
(Kopyka-Kedzierawski et al, 2007; Narksawat et al.,2009).
Studi populasi yang meneliti hubungan karies gigi dengan asupan
makanan dan status gizi belum pernah dilakukan di Kabupaten Enrekang.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti hubungan early childhood
23
caries (ECC) dengan asupan makanan dan status gizi pada anak usia 3-5
tahun di Kecamatan Enrekang, Kabupaten Enrekang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka yang menjadi
rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat hubungan antara early childhood caries (ECC) dengan
status gizi anak usia 3-5 tahun di Kabupaten Enrekang?
2. Apakah terdapat hubungan antara early childhood caries (ECC) dengan
asupan energi dan protein anak usia 3-5 tahun di Kabupaten Enrekang?
3. Apakah terdapat hubungan antara asupan energi dan protein dengan
status gizi anak usia 3-5 tahun di Kabupaten Enrekang?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk membuktikan adanya hubungan early childhood caries
(ECC) dengan asupan makanan dan status gizi anak usia 3-5 tahun
di Kecamatan Enrekang, Kabupaten Enrekang.
24
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui jenis dan frekuensi makanan kariogenik yang
sering dikonsumsi anak penderita karies usia 3-5 tahun di
Kabupaten Enrekang.
b. Untuk mengetahui tingkat kecukupan energi dan protein yang
dikonsumsi anak penderita karies usia 3-5 tahun di Kabupaten
Enrekang.
c. Untuk mengetahui hubungan antara ECC dengan status gizi anak
usia 3-5 tahun di Kabupaten Enrekang.
d. Untuk megetahui hubungan antara ECC dengan asupan gizi
(energi dan protein) anak usia 3-5 tahun di Kabupaten Enrekang.
e. Untuk mengetahui hubungan antara asupan gizi dengan status gizi
anak usia 3-5 tahun yang mengalami ECC di Kabupaten
Enrekang.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat sains
a. Sebagai masukan dan informasi di bidang kedokteran gigi
pencegahan, dalam rangka pencegahan karies gigi.
b. Sebagai masukan dan informasi untuk penelitian selanjutnya baik
di bidang ilmu gizi maupun di bidang kedokteran gigi pencegahan.
25
2. Manfaat praktis
a. Sebagai masukan dan informasi bagi Pemerintah Kabupaten
Enrekang dalam upaya peningkatan derajat kesehatan
masyarakat, khususnya program peningkatan gizi dan pencegahan
karies pada anak.
b. Sebagai masukan dan informasi bagi Dinas Kesehatan Kabupaten
Enrekang dalam program peningkatan upaya kesehatan gigi dan
mulut dan program upaya perbaikan gizi anak balita.
c. Sebagai masukan dan informasi kepada pihak Puskesmas
setempat dalam peningkatan UKGS.
26
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Karies
1. Definisi
Kata “caries” berasal dari bahasa latin yang berarti “busuk” (rotten)
atau “pembusukan” (rottenness). Dengan demikian kata “karies dentis”
dapat diartikan sebagai suatu keadaan terjadinya pembusukan (dalam hal
ini yang dimaksud adalah “kerusakan” pada struktur jaringan gigi (Hurlbutt
et al.,2011).
Karies adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin
dan cementum yang disebabkan oleh aktivitas jazad renik terhadap suatu
jenis karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya adalah adanya
demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan
bahan organiknya (Tarigan, 1995; Kidd & Bechal, 1992; Al-Haddad et al.,
2006).
Early Childhood Caries (ECC) merupakan istilah yang dianjurkan
oleh pusat kontrol dan pencegahan penyakit untuk menjelaskan suatu
pola lesi karies yang unik pada bayi, balita dan anak prasekolah. Istilah ini
menggantikan istilah karies botol atau nursing caries yang digunakan
27
sebelumnya untuk menjelaskan suatu bentuk karies rampan pada gigi
sulung yang disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya
termasuk karbohidrat dalam jangka waktu yang panjang (Mazhari et al.,
2007).
American Dental Association (ADA) mendefinisikan ECC bila
terdapat satu atau lebih gigi yang rusak dapat berupa lesi kavitas atau
non kavitas, gigi yang dicabut karena karies, permukaan gigi sulung yang
ditambal pada anak usia prasekolah yaitu sejak lahir sampai 71 bulan.
(Chu, 2006; Law et al., 2007; American Academy of Pediatric Dentistry).
Istilah "early childhood caries (ECC)" direkomendasikan digunakan
saat menggambarkan segala bentuk karies pada bayi dan anak
prasekolah (Narvey et al., 2007; Harris et al., 2004; Kawashita et al.,
2011). Oleh karena berbagai klinis, etiologi, lokalisasi, dan tentu saja fitur,
patologi ini ditemukan dengan nama-nama yang berbeda seperti labial
Adanya satu atau beberapa lesi karies terisolasi yang
melibatkan geraham dan/atau gigi seri. Penyebabnya biasanya
merupakan kombinasi dari makanan kariogenik semi-padat atau
padat dan kurangnya kebersihan mulut. Jumlah gigi yang terkena
biasanya meningkat sebagai tantangan lanjut kariogenik. Jenis
ECC ini biasanya ditemukan pada anak-anak usia 2 sampai 5
tahun.
Gambar 1. Tahap awal ECC- lesi dapat dihentikan dengan aplikasi fluoridedan peningkatan kebersihan mulut. (Zafar, 2009)
b. ECC Tipe II (sedang sampai berat).
Lesi karies pada permukaan Labiolingual gigi seri
rahang atas, dengan atau tanpa karies molar tergantung pada
usia anak dan tahap penyakit, dan gigi seri mandibula tidak
29
terkena. Penyebabnya terkait dengan penggunaan botol susu
yang tidak tepat, pada pemberian ASI atau kombinasi
keduanya, dengan atau tanpa kebersihan mulut yang buruk.
jenis ECC ini dapat ditemukan segera setelah gigi pertama
erupsi. Jika tidak terkontrol, dapat berlanjut menjadi ECC tipe
III.
Gambar 2. Tahap Lanjut ECC – memerlukan perawatan restorasi atauekstaksi gigi. (Zafar, 2009)
c. ECC Tipe III (berat).
Lesi karies melibatkan hampir semua gigi termasuk
gigi seri bawah. Kondisi ini ditemukan antara usia 3 sampai
5 tahun. Kondisi ini rampan dan umumnya melibatkan
permukaan gigi yang tidak terpengaruh oleh karies misalnya
gigi seri pada rahang bawah.
30
Gambar 3. ECC tipe III yang melibatkan hampir semua gigi (Americanacademy of Pediatric Dentistry, 2003)
3. Pengukuran Indeks Karies Gigi
Derajat keparahan karies gigi mulai dari yang ringan sampai berat
dapat ditentukan melalui pengukuran dengan menggunakan indeks
karies gigi. Indeks karies gigi adalah angka yang menunjukkan jumlah gigi
karies anak atau sekelompok anak. Indeks def-t adalah indeks yang
digunakan untuk menentukan pengalaman karies gigi yang terlihat pada
gigi susu dalam rongga mulut dengan menghitung jumlah gigi karies yang
masih dapat ditambal (d), ditambah jumlah gigi karies yang tidak dapat
ditambal atau harus dicabut (e) dan jumlah gigi karies yang telah ditambal
(f). (Suwelo, 1992; Pintauli dan Hamada, 2008; Herijulianti, 2002).
WHO memberikan kategori dalam perhitungan def-t berupa derajat
interval yang dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.
31
Tabel 1
4. Epidemiologi
Karies gigi merupakan penyebab utama kehilangan gigi di
Amerika Serikat. Hampir 42% anak-anak dan remaja (usia 6 sampai 19
tahun) dan sekitar 90% orang dewasa telah mengalami karies gigi
(Decker, 2007; Harris et al., 2004). Menurut United States Surgeon
General’s report, karies gigi dinyatakan sebagai penyakit kronis yang
paling umum pada anak-anak usia 5 sampai 17 tahun dan lima kali lebih
tinggi dari asma dan tujuh kali lebih tinggi dari demam. (Bagramian et al.,
2009).
32
Menurut Laporan tahun 2007 oleh Centers for Disease Control dan
Prevention, kavitas telah meningkat pada balita dan anak prasekolah.
Kavitas pada anak usia 2 sampai 5 tahun meningkat dari 24 persen
menjadi 28 persen antara tahun 1988-1994 dan 1999-2004 (Dye et al.,
2007). Untuk anak-anak usia 2 sampai 5 tahun, 70% karies ditemukan
pada 8% dari populasi (Macek et al., 2004). Prevalensi ECC bervariasi di
berbagai negara, yang mungkin tergantung pada kriteria diagnostik.
sementara di beberapa negara maju yang memiliki program-program
lanjut untuk perlindungan kesehatan mulut, prevalensi ECC adalah sekitar
5%. Di beberapa negara Eropa tenggara (tetangga Kosovo), prevalensi ini
mencapai 20% (Bosnia) dan 14% (Macedonia) Prevalensi ECC yang
lebih tinggi telah dilaporkan untuk daerah seperti Quchan, Iran (59%)
dan Alaska (66,8%). Pada anak-anak Indian Amerika prevalensinya
41,8%. Demikian pula, dalam populasi Amerika Utara, prevalensi pada
anak berisiko tinggi berkisar antara 11% hingga 72% (Mazhari et al.,
2007; Berkowitz, 2003; Begzati et al., 2010).
Data nasional karies gigi tahun 2002-2003 di Brazil menunjukkan
prevalensi 60% di antara anak-anak usia 5 tahun (Feldens, 2010).
Meskipun prevalensi dan keparahan karies telah menurun, belum ada
penurunan laju early childhood caries yang diamati pada bayi dan anak-
anak prasekolah (Beltrán-Aguilar et.al., 2005). Prevalensi karies gigi di
India mencapai 60% - 65%. (Khan et al, 2008). Lebih dari 40% anak-anak
33
India menderita karies gigi, penyakit ini umum di antara anak-anak,
sebagian besar dari mereka berada di daerah pedesaan dan
membutuhkan perawatan gigi (Patil et al., 2009).
Menurut hasil Riskesdas 2007, prevalensi nasional Karies Aktif
adalah 43,4%. Sebanyak 14 provinsi memiliki prevalensi Karies Aktif
diatas prevalensi nasional, yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka
Belitung, Di Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan
Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku. Indeks DMF-T secara nasional
sebesar 4,85. Ini berarti rata-rata kerusakan gigi pada penduduk
Indonesia 5 buah gigi per orang. Komponen yang terbesar adalah gigi
dicabut/M-T sebesar 3,86, dapat dikatakan rata-rata penduduk Indonesia
mempunyai 4 gigi yang sudah dicabut atau indikasi pencabutan. (Depkes
RI, 2008).
5. Etiologi
Salah satu teori terjadinya karies yang hampir diterima secara
universal, adalah ' teori kemo-parasit . " Teori ini diusulkan oleh WD
Miller pada tahun 1881 yang menjelaskan upaya gabungan dari asam
(kemo) dan mikroorganisme oral (parasit) dalam proses dekalsifikasi gigi.
Kebetulan, teori ini telah berkembang bersama dengan ahli mikrobiologi
revolusioner seperti Louis Pasteur dan Robert Koch. Menurut teori ini,
34
mikroorganisme dalam rongga mulut memetabolisme pati makanan dan
menghasilkan asam organik yang melarutkan mineral gigi (Usha and
Sathyanarayanan, 2009).
Teori Miller, pada kenyataannya, memiliki kekurangan dalam
penjelasan penyebab karies gigi, tetapi menjadi tulang punggung untuk
studi di masa depan dalam disiplin Cariology. Diantaranya adalah sebagai
berikut: 'Semua dan setiap mikroorganisme saliva' yang acidogenic
(memproduksi asam) bertanggung jawab atas dekalsifikasi dari struktur
gigi. Sebaliknya, karya elegan GV Black dan JL Williamin 1898,
menjelaskan entitas “'plak gigi", sebuah kolonisasi mikroorganisme
endogen pada permukaan gigi yang menyebabkan kerusakan gigi. Dari
tahun 1950 hingga 60-an, studi landmark dari Orland dkk. dan 'revolusi
Keyes dan Fitzgerald' membuktikan hubungan sebab akibat yang kuat
dari mikroorganisme tertentu yang khusus seperti Streptococcus,
Lactobacillus, Actinomyces yang ada dalam plak gigi dengan kejadian
karies. Studi ini juga mendalilkan bahwa karies gigi adalah penyakit
microbial yang menular (Usha and Sathyanarayanan, 2009).
Gigi, plak dan substrat (diet) adalah tiga prasyarat untuk
berkembangnya lesi karies sebagaimana didalilkan oleh Keyes. (lihat tiga
bagian lingkaran dalam Gambar 4) (Loveren et al., 2012).
35
Gambar 4. model karies modern. Pada tahun 1960, Keyes mendesain pusat triad dalamgambar ini. Plak, gigi dan diet adalah tiga prasyarat untuk berkembang lesi karies . Penelitiselanjutnya memperluas model untuk menyertakan faktor-faktor yang mempengaruhiinteraksi di antara tiga prasyarat. Pada lingkaran pertama,menunjukkan modifikasi faktoryang berperan dalam rongga mulut. Lingkaran kedua menunjukkan aspek perilaku yangterkait dengan risiko karies (dimodifikasi dari Gierat-Kucharzewska B, Karasin´ski A , 2006)).
Teori Multifaktorial Keyes menyatakan penyebab karies gigi
mempunyai banyak faktor seperti: host atau tuan rumah yang rentan,
agen atau mikroorganisme yang kariogenik, substrat atau diet yang
cocok, dan waktu yang cukup lama. Faktor-faktor tersebut digambarkan
sebagai tiga lingkaran yang bertumpang tindih (Gambar 4). Untuk
terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling
36
mendukung (Tarigan, 1995; Slavkin, 1999; Pintauli dan Hamada, 2008;
Loveren et al., 2012).
a. Faktor host atau tuan rumah.
Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai
tuan rumah terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan
bentuk gigi), struktur enamel, faktor kimia dan kristalografis. Pit dan
fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa
makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur
yang dalam. Selain itu, permukaan gigi yang kasar juga dapat
menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan
karies gigi. Enamel merupakan jaringan tubuh dengan susunan kimia
kompleks yang mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat,
fluor), air 1% dan bahan organik 2%. Bagian luar enamel mengalami
mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak fluor,
fosfat, sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel sangat
menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak enamel mengandung
mineral maka kristal enamel semakin padat dan enamel akan semakin
resisten. Gigi susu lebih mudah terserang karies dari pada gigi tetap.
Hal ini disebabkan karena enamel gigi susu mengandung lebih banyak
bahan organik dan air sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit dari
pada gigi tetap. Selain itu, secara kristalografis kristal-kristal gigi susu
37
tidak sepadat gigi tetap dan email orang muda lebih lunak
dibandingkan orang tua. Mungkin alasan ini menjadi salah satu
penyebab tingginya prevalensi karies pada anak-anak. (Tarigan, 1995;
Pintauli dan Hamada, 2008).
b. Faktor agen atau mikroorganisme.
Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan
terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas
kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu
matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang
tidak dibersihkan. Hasil penelitian menunjukkan komposisi
mikroorganisme dalam plak yang berbeda-beda. Pada awal
pembentukan plak, kokus gram positif merupakan jenis yang paling
banyak dijumpai seperti Streptokokus mutans, Streptokokus sanguis,
Streptokokus mitis, dan Streptokokus salivarius serta beberapa strain
lainnya. Selain itu, ada juga penelitian yang menunjukkan adanya
laktobasilus pada plak gigi. Pada penderita karies aktif, jumlah
laktobasilus pada plak gigi berkisar 104-105 sel/mg plak. Walaupun
demikian, Streptokokus mutans yang diakui sebagai penyebab utama
karies. (Pintauli dan Hamada, 2008; Cury and Tenuta, 2009; Loveren
et al., 2012).
38
c. Faktor substrat atau diet.
Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan
plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi
mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Selain itu, dapat
mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan menyediakan
bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta bahan
lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya karies. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat
terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi,
sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak mengandung lemak
dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies
gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang
peranan penting dalam terjadinya karies (Pintauli dan Hamada, 2008;
Loveren et al., 2012).
d. Faktor waktu.
Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada
manusia yang berkembang dalam beberapa bulan atau tahun.
Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi
suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan (Pintauli dan
Hamada, 2008).
39
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya karies
a. Umur.
Sejalan dengan pertambahan usia seseorang, jumlah karies
pun akan bertambah. Hal ini jelas, karena faktor risiko terjadinya karies
akan lebih lama berpengaruh terhadap gigi. (Suwelo, 1992).
b. Jenis kelamin.
Prevalensi karies gigi tetap wanita lebih tinggi dibandingkan
dengan pria. Demikian pula pada anak-anak, prevalensi karies gigi
susu anak perempuan sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan anak
laki-laki, karena gigi anak perempuan berada lebih lama dalam mulut.
Akibatnya gigi anak perempuan akan lebih lama berhubungan dengan
faktor resiko terjadinya karies (Suwelo, 1992).
c. Ras.
Pengaruh ras terhadap terjadinya karies gigi amat sulit
ditentukan. Tetapi keadaan tulang rahang suatu ras mungkin
berhubungan dengan prosentase karies yang semakin meningkat atau
menurun. Misalnya pada ras tertentu dengan rahang yang sempit,
sehingga gigi-gigi pada rahang sering tumbuh tidak teratur. Keadaan
gigi yang tidak teratur akan mempersulit pembersihan gigi dan akan
mempertinggi prosentase karies pada ras tertentu (Kidd & Bechal,
1992).
40
d. Keturunan.
Dari suatu penelitian terdapat 12 pasang orang tua dengan
keadaan gigi yang baik, terlihat bahwa anak-anak dari 11 pasang
orang tua memiliki keadaan gigi yang cukup baik dan dari 46 pasang
orang tua dengan gigi yang tidak baik, hanya 1 pasang yang memiliki
anak dengan gigi yang baik, 5 pasang dengan prosentase karies
sedang dan 40 pasang dengan prosentase karies yang tinggi. Tapi
dengan tehnik pencegahan karies yang demikian maju pada akhir-
akhir ini, sebetulnya faktor keturunan dalam prosentase terjadinya
karies tersebut telah dapat dikurangi (Kidd & Bechal, 1992).
e. Kultur sosial penduduk
Perilaku sosial dan kebiasaan akan menyebabkan perbedaan
jumlah karies. Di Selandia baru, prevalensi karies anak dengan sosial
ekonomi rendah di daerah yang air minumnya difluoridasi lebih tinggi
dibandingkan dengan daerah yang air minumnya tidak difluoridasi.
Selain itu, perbedaan suku, budaya, lingkungan dan agama akan
menyebabkan keadaan karies yang berbeda pula (Suwelo, 1992).
f. Tingkat sosial ekonomi
Terdapat bukti kuat hubungan antara pengalaman sosial
ekonomi individu untuk anak-anak yang kurang beruntung dan
kejadian yang merugikan kesehatan ( Fisher et al., 2007). Anak-anak
yang lahir dalam keluarga berpenghasilan rendah lebih mungkin untuk
41
memiliki berat lahir rendah yang berdampak pada kesehatan mulut
(Zafar, 2009).
Latar belakang sosial ekonomi yaitu masalah budaya dan
pendapatan yang rendah dapat memungkinkan tingginya angka
kejadian karies gigi pada kelompok masyarakat tertentu. Selain itu,
masyarakat tersebut tidak dapat melakukan pemeriksaan ke dokter
gigi karena memiliki pendapatan yang rendah (Suwelo, 1992).
g. Kunjungan ke dokter gigi
Setiap orang tua menginginkan anaknya bisa tumbuh dan
berkembang secara optimal, hal ini dapat dicapai jika tubuh mereka
sehat. Untuk mencapai kesehatan gigi dan mulut yang optimal, maka
harus dilakukan perawatan secara berkala pembersihan karang gigi
dan perawatan gigi berlubang oleh dokter gigi serta pencabutan gigi
yang sudah tidak bisa dipertahankan lagi dan merupakan fokal infeksi.
Kunjungan berkala ke dokter gigi setiap enam bulan sekali baik ada
keluhan maupun tidak ada keluhan (Malik, 2008).
Demikian juga AAPD (2009), menganjurkan pemeriksaan
setiap enam bulan untuk mencegah gigi berlubang dan masalah gigi
lainnya. Namun, dokter gigi anak dapat memberitahu kapan dan
seberapa sering anak harus mengunjungi berdasarkan kesehatan
mulut pribadi mereka.
42
Peterson (1995) dalam Soelarso (2005), menunjukkan bahwa
hasil penelitian yang dilakukan pada pekerja industri pertanian di
Northwest, Inggris tentang hubungan antara pola kunjungan mereka
ke dokter gigi dengan status kesehatan gigi, disimpulkan bahwa
meningkatnya frekuensi kunjungan ke dokter gigi untuk mendapatkan
pelayanan medik gigi memang benar dapat menghilangkan risiko
kehilangan gigi, tetapi tidak dapat mencegah timbulnya masalah
kesehatan gigi baru, seperti karies sekunder dan karies gigi yang lain.
h. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi status kesehatan
seseorang, karena semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan
semakin tinggi pula tingkat pengetahuan dan kesadaran untuk
menjaga kesehatan (Suwelo, 1992). Tingkat pendidikan orang tua
telah menunjukkan berkorelasi dengan kejadian dan keparahan ECC
pada anak-anaknya ((Zafar, 2009).
i. Kesadaran sikap dan perilaku individu terhadap kesehatan gigi
Fase perkembangan anak umur di bawah 5 tahun masih sangat
tergantung pada pemeliharaan, bantuan dan pengaruh dari ibu.
Peranan ibu sangat menentukan dalam pertumbuhan dan
perkembangan anak. Dalam bidang kesehatan, peranan seorang ibu
sangat menentukan. Jadi kesadaran, sikap, dan perilaku serta
43
pendidikan ibu sangat mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut anak
(Suwelo, 1992).
j. Susu botol
Susu botol, terutama malam hari atau, terutama ketika anak-
anak dibiarkan tidur dengan botol di mereka mulut, telah dianggap
kariogenik. Du dkk., menemukan bahwa anak-anak yang minum susu
mempunyai risiko lima kali lebih besar memiliki ECC dibandingkan
dengan anak yang disusui. Susu formula untuk makanan bayi,
bahkan yang tanpa sukrosa, juga terbukti kariogenik dalam beberapa
penelitian (Zafar et al., 2009).
k. ASI
Menyusui memiliki banyak keuntungan, di antaranya
memberikan gizi yang optimal bagi bayi, perlindungan imunologi dan
meminimalkan dampak ekonomi untuk keluarga. Meskipun praktek
yang baik, ada bukti yang bertentangan mengenai menyusui dalam hal
kesehatan gigi. Rupanya menyusui berkepanjangan membawa risiko
perkembangan karies gigi atau Nursing caries.(Bowen dan Lawrence,
2005). Beberapa penelitian epidemiologis manfaat menyusui bagi
kesehatan, menyusui terkait dengan tingkat karies gigi yang lebih
rendah. Oleh karena itu Organisasi kesehatan Dunia (WHO)
menganjurkan bahwa anak-anak disusui sampai usia 24 bulan (Zafar
et al., 2009).
44
l. Kebersihan mulut
Pada umumnya diterima bahwa adanya plak gigi adalah faktor
risiko tinggi untuk perkembangan karies pada anak-anak. Beberapa
penelitian telah melaporkan bahwa kebiasaan menyikat gigi anak,
frekuensi menyikat, dan/atau penggunaan pasta gigi fluoride
berhubungan dengan kejadian dan perkembangan karies gigi (Zafar
et al., 2009).
m. Fluorida
Memelihara fluorida konstan dalam rongga mulut penting bagi
resistensi enamel, mengurangi jumlah mineral yang hilang selama
deminerali sasi dan mempercepat remineralisasi. Beberapa penelitian
telah menunjukkan bahwa anak-anak berusia lima tahun yang tinggal
di daerah berfluoride memiliki sekitar 50% kurang karies dibanding
yang tinggal di daerah nonfluorida. Menyikat gigi rutin dengan pasta
gigi berfluorida dan menyikat sebelum tidur penting untuk kontrol
karies, karena mempertahankan konsentrasi fluoride dalam air liur
untuk jangka panjang (Zafar, 2009).
7. Proses Terjadinya Karies
Awal mula terjadinya karies adalah terbentuknya plak gigi, yaitu
lapisan tipis transparan yang menempel pada permukaan email gigi. Plak
gigi merupakan produk dari bakteri Streptococcus mutans dan sisa-sisa
45
makanan yang mengandung karbohidrat yang mudah terfermentasi.
Dalam keadaan normal, bakteri dalam rongga mulut ada pada semua
orang dan bila berinteraksi dengan karbohidrat terfermentasi, maka akan
dihasilkan asam. Gigi yang berada dalam kondisi asam terus menerus
akan menyebabkan terjadinya proses demineralisasi pada permukaan
email gigi. (Cury and Tenuta, 2009). Dalam prosesnya, S.mutans akan
memproduksi enzim glukosiltransferase (GTF) sebagai katalisator
metabolisme, menghasilkan glukan yang berperan pada perlekatan
S.mutans ke permukaan gigi (Slot et al., 1992).
Secara biologis, ECC adalah proses infeksi yang dipercepat oleh
seringnya dan terpapar gula berkepanjangan, seperti yang terdapat
dalam susu formula, dan jus buah pada permukaan gigi. Pada awalnya,
praktek berlanjut membiarkan anak tidur menggunakan botol pada tidur
siang atau malam menyebabkan cairan manis dapat tergenang di sekitar
gigi bayi dan anak selama berjam-jam. Semakin lama cairan manis
bersentuhan dengan enamel gigi, semakin besar kemungkinan gula
untuk bergabung dengan bakteri mulut seperti Streptococcus mutans
yang ada setelah gigi pertama muncul di dalam mulut. Dengan demikian,
gula berperan pada permulaan dan perkembangan penyakit ini. Anak-
anak dengan ECC biasanya memiliki jumlah Streptococcus mutans yang
sangat tinggi, bakteri yang berasal dari ibu (Tinanoff & O'Sullivan, 1997).
Demineralisasi enamel dan dentin gigi disebabkan oleh asam yang
46
dihasilkan oleh bakteri Streptococcus mutans dan lactobacilli. Secara
khusus, bakteri, asam, sisa-sisa makanan, dan air liur bergabung
membentuk suatu zat lengket yang disebut plak yang melekat pada gigi.
Bakteri dan pakan plak dari gula, menghasilkan produk limbah seperti
asam laktat yang menyebabkan demineralisasi atau kerusakan gigi. Jika
plak tidak dihilangkan secara menyeluruh dan teratur, gigi yang rusak
akan terus bertambah (Chu, 2006).
Karies dapat meluas sangat cepat hanya dalam beberapa minggu
setelah terbentuk white spots kemudian terjadi kavitas pada gigi. Hal ini
terutama membedakan ECC dengan karies yang dimulai dari pit dan fisur
oklusal gigi. Proses dan lokasi terjadinya ECC selalu dimulai dari insisivus
maksila, menyebar dengan cepat ke gigi lain pada maksila terutama molar
dan kemudian pada gigi insisivus mandibula, jarang pada kaninus.
(cvetkovic et al., 2006)
8. Konsekuensi ECC
ECC tidak berhenti sendiri. Jika perawatan ECC terlambat,
kondisi anak memburuk dan menjadi lebih sulit untuk diobati,
meningkatkan biaya pengobatan. Konsekuensi langsung paling umum jika
karies gigi tidak diobati adalah sakit gigi, yang mempengaruhi aktivitas
rutin anak-anak, seperti makan, berbicara, tidur dan bermain. Anak-anak
47
yang telah karies gigi sulung di awal kehidupan beresiko lebih besar
perkembangan lesi karies pada gigi sulung dan gigi permanen (Zafar,
2009).
ECC parah dapat menyebabkan hilangnya gigi depan anak pada
usia dini. Lebih lanjut, anak mungkin mengalami kemunduran
perkembangan yang melibatkan artikulasi bicara seperti tahun-tahun
yang sangat penting untuk perkembangan bicara. Anak-anak dengan
ECC juga dapat mengalami keterlambatan dalam pertumbuhan fisik,
terutama dalam tinggi dan berat badan. Rasa sakit yang disebabkan oleh
ECC dapat mengakibatkan penurunan nafsu makan, akhirnya
mengakibatkan kekurangan gizi. Pada kenyataannya, pencabutan dini
atau hilangnya gigi sering menyebabkan anak-anak menderita trauma
psikologis dari prosedur gigi yang diperlukan untuk mengembalikan gigi
mereka. Diejek oleh saudara, teman-teman dan bahkan anggota
keluarga dapat menyebabkan rendahnya kepercayaan diri (Zafar, 2009).
Karies yang terjadi pada gigi sulung memang tidak berbahaya,
namun kejadian ini biasanya berlanjut sampai anak memasuki usia
remaja. Gigi yang berlubang akan menyerang gigi permanen sebelum gigi
tersebut berhasil menembus gusi (Arisman, 2009).
48
9. penanganan ECC
Tindakan pencegahan dan perawatan ECC harus dilakukan
sesegera mungkin karena semakin parah karies akan semakin kompleks
perawatan yang harus dilakukan sehingga memerlukan biaya yang lebih
besar untuk dikeluarkan.
a. Pencegahan
1) American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD)
merekomendasikan anak untuk melakukan kontrol berkala ke
dokter gigi minimal dua kali dalam setahun.
2) Instruksi kebersihan mulut,
3) Mengurangi makanan dan minuman yang mengandung gula
4) Bayi tidak boleh dibiarkan tidur dengan botol kecuali berisi air putih
5) Penggunaan fluor (Chu, 2005; Hale et al., 2008; Kawashita et al.,
2011).
b. Perawatan
Perawatan ECC tergantung pada tingkat keparahan karies.
Untuk lesi yang sangat kecil (white spot), topikal aplikasi fluor kadang
dapat digunakan untuk mendorong terjadinya remineralisasi walaupun
kerusakan struktur gigi tidak dapat dikembalikan seperti semula.
Namun remineralisasi dapat terjadi jika tingkat kebersihan gigi dan
49
mulut juga dijaga seoptimal mungkin. Sedangkan untuk lesi yang lebih
besar dilakukan perawatan restorasi yang dapat menghentikan laju
karies dan mengurangi jumlah mikroorganisme (Kawashita et al.,
2011; Hale et al., , 2008).
B. Tinjauan Umum Tentang Asupan Makanan dan Status Gizi
1. Asupan makanan
Karies gigi sering terjadi pada anak karena anak terlalu sering
makan cemilan yang lengket dan banyak mengandung gula. Sifat lengket
itu menentukan waktu pajan terhadap karbohidrat dengan bakteri plak.
Faktor yang mempengaruhi potensi kariogenik suatu makanan adalah
frekuensi asupan, bentuk dan konsistensi, waktu retensi dan posisi
makanan dalam santapan. Frekuensi santap dan camilan menentukan
besaran kemungkinan bakteri menyantap karbohidrat. Produksi asam
ialah akibat keterpajanan terhadap karbohidrat dan tidak begitu
bergantung pada jumlah gula atau tepung yang dikonsumsi. Berarti
bahwa betapa pun besar jumlah karbohidrat yang disantap, tidak begitu
bersifat kariogenik jika dibandingkan dengan konsumsi zat serupa dengan
frekuensi yang tinggi sepanjang hari (Arisman, 2009).
Salah satu penyebab keadaan kurang gizi adalah kurangnya
asupan energi dan protein dalam jangka waktu tertentu. Keadaan ini akan
50
lebih cepat terjadi bila anak mengalami diare atau penyakit infeksi lainnya.
Kesulitan makan pada anak dapat disebabkan oleh berbagai faktor, di
antaranya faktor nutrisi, penyakit dan psikologis. Faktor penyakit antara
lain adanya kelainan pada gigi geligi dan rongga mulut seperti karies gigi,
stomatitis dan gingivitis Kehilangan tiap gigi akan mengurangi jumlah luas
dataran oklusi dan memutuskan kontak antargigi yang mengakibatkan: 1)
penghancuran makanan yang tidak sempurna, 2) menurunnya produksi
saliva sehingga makanan tidak larut dengan baik, serta 3) atrofi otot-otot
pengunyahan. Seseorang dengan alat pengunyahan yang tidak baik akan
memilih makanan sesuai dengan kekuatan kunyahnya sehingga pada
akhirnya dapat mengakibatkan malnutrisi (Schlenker and Long, 2007;
Palmer, 2009).
a. Konsumsi Energi
Manusia membutuhkan makanan untuk kelangsungan
hidupnya. Makanan merupakan sumber energi untuk menunjang
semua kegiatan atau aktifitas manusia. Energi dalam tubuh manusia
dapat timbul dikarenakan adanya pembakaran karbohidrat, protein dan
lemak, dengan demikian agar manusia selalu tercukupi energinya
diperlukan pemasukan zat-zat makanan yang cukup ke dalam
tubuhnya (Suhardjo, 2005).
51
Kekurangan energi terjadi apabila konsumsi energi melalui
makanan kurang dari energi yang dikeluarkan. Tubuh akan mengalami
keseimbangan energi negatif, akibatnya berat badan kurang dari berat
badan seharusnya (ideal). Bila terjadi pada balita akan menghambat
pertumbuhan. Menurut penelitian oleh Lutviana (2010) bahwa Ada
hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi energi dengan
status gizi balita dengan p value = 0,001.
b. Konsumsi protein
Menurut Syukriawati (2011), konsumsi protein berpengaruh
terhadap status gizi balita, balita membutuhkan protein dalam jumlah
yang cukup tinggi untuk menunjang proses pertumbuhannya karena
balita dalam masa tumbuh kembang sehingga dapat terjadi gangguan
pertumbuhan apabila konsumsi proteinnya tidak tercukupi.
Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting
bagi tubuh, karena zat ini di samping berfungsi sebagai zat pengatur
dan zat pembangun, protein adalah sumber asam-asam amino yang
mengandung unsur C,H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau
karbohidrat. Seperlima bagian tubuh adalah protein, sepenuhnya ada
di dalam otot, seperlima di dalam tulang dan tulang rawan,
sepersepuluh di dalam kulit dan selebihnya di dalam jaringan lain dan
cairan tubuh (Sedioetama, 2006).
52
Kekurangan protein pada stadium berat menyebabkan
kwashiorkor pada balita. Kekurangan protein sering ditemukan secara
bersamaan dengan kekurangan energi yang menyebabkan kondisi
yang dinamakan marasmus. Kekurangan protein yang kronis pada
anak-anak menyebabkan pertumbuhan anak-anak itu terhambat dan
tampak tidak sebanding dengan umurnya. Pada keadaan yang lebih
buruk, dapat mengakibatkan berhentinya proses pertumbuhan dan
pada anak-anak tampak gejala-gejala khusus seperti kulit bersisik,
pucat, bengkak dan perubahan warna rambut (Suhardjo, 2005).
2. Metode Pengukuran Konsumsi makanan
Pengukuran konsumsi makanan sangat penting untuk mengetahui
kenyataan apa yang dimakan oleh masyarakat dan hal ini dapat berguna
untuk mengukur status gizi dan menemukan faktor diet yang dapat
menyebabkan malnutrisi (Supariasa, 2002).
Walaupun data konsumsi makanan sering digunakan sebagai
salah satu metode penentuan status gizi, sebenarnya survey konsumsi
tidak dapat menentukan status gizi seseorang atau masyarakat secara
langsung. Hasil survey hanya dapat digunakan sebagai bukti awal akan
kemungkinan terjadinya kekurangan gizi pada seseorang (Supariasa,
2002).
53
Berdasarkan jenis data yang diperoleh, maka pengukuran
konsumsi makanan menghasilkan dua jenis data konsumsi, yaitu bersifat
kualitatif dan kuantitatif (Supariasa, 2002).
a. Metode Kualitatif
Metode yang bersifat kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi
makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan dan
menggali informasi tentang kebiasaan makan (food habits) serta cara-
cara memperoleh makanan tersebut. Metode pengukuran konsumsi
makanan bersifat kualitatif antara lain: Metode frekuensi makanan
(food frequency), metode dietary history, metode telepon, dan metode
pendaftaran makanan (food list).
b. Metode kuantitatif
Metode secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah
makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi
dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM)
atau daftar lain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga
(URT), Daftar Konversi Mentah-Masak (DKMM).
Metode untuk pengukuran konsumsi secara kuantitatif antara lain:
Metode recall 24 jam, perkiraan makanan, penimbangan makanan,
metode food account, metode inventaris, dan pencatatan.
54
c. Metode kualitatif dan kuantitatif
Beberapa metode pengukuran bahkan dapat menghasilkan data yang
bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Metode tersebut adalah metode
recall 24 jam dan metode riwayat makan.
3. Metode FFQ (Food Frequency Questionnaire) Semi-Kuantitatif
Metode frekuensi makanan adalah metode untuk memperoleh
data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau
makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan atau
tahun. Selain itu dengan metode frekuensi makanan dapat memperoleh
gambaran pola konsumsi bahan makanan secara kualitatif, tapi karena
periode pengamatannya lebih lama dan dapat membedakan individu
berdasarkan ranking tingkat konsumsi zat gizi, maka cara ini paling
sering digunakan dalam penelitian epidemiologi gizi (Supariasa, 2002).
Kuesioner frekuensi makanan memuat tentang daftar bahan
makanan atau makanan dan frekuensi penggunaan makanan tersebut
pada periode tertentu. Bahan makanan yang ada dalam daftar kuesioner
tersebut adalah yang di konsumsi dalam frekuensi yang cukup sering
oleh responden (Supariasa, 2002).
Langkah-langkah metode frekuensi makanan, Supariasa (2002):
55
a. Responden diminta untuk memberi tanda pada daftar yang tersedia
pada kuesioner mengenai frekuensi penggunaannya dan ukuran
porsinya.
b. Lakukan rekapitulasi tentang frekuensi penggunaan jenis-jenis bahan
makanan terutama bahan makanan yang merupakan sumber-sumber
zat gizi tertentu selama periode tertentu pula.
Kelebihan metode food frequency, antara lain : relatif murah,
sederhana, dapat dilakukan sendiri oleh responden, tidak memerlukan
latihan khusus, dan dapat membantu menjelaskan hubungan antara
penyakit dan kebiasaan makan. Kekurangan metode food frequency,
antara lain : tidak dapat menghitung intake zat gizi, sulit mengembangkan
kuesioner pengumpulan data, membuat pewawancara bosan, perlu
membuat percobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan
makanan yang akan masuk dalam daftar kuesioner dan responden harus
jujur serta memiliki motivasi tinggi (Supariasa, 2002).
Metode food frekuensi yang telah dimodifikasi dengan
memperkirakan atau estimasi URT dalam gram dapat dikatakan sebagai
metode yang kuantitatif (FFQ semi kuantitatif). Pada FFQ semi
kuantitatif, skor zat gizi yang terdapat disetiap subyek dihitung dengan
cara mengalikan frekuensi setiap jenis makanan yang dikonsumsi yang
diperoleh dari data komposisi makanan yang tepat. Metode FFQ semi
kuantitatif adalah suatu metode atau cara yang dapat memberikan
56
informasi mengenai data asupan gizi secara umum dengan cara
memodifikasi berdasarkan metode FFQ (Food Frequency Questionnaire)
(Roselly, 2008).
Pada metode food frekuensi tidak dilakukan standar ukuran porsi
yang digunakan hanya frekuensi berapa sering responden memakan
makanan tersebut dan tidak dilakukan penimbangan ukuran porsinya
sedangkan metode semikuantitatif menerangkan hubungan antara
nutrisi dan asupan makan. Semikuantitatif memberikan gambaran ukuran
porsi yang dimakan seseorang dan frekuensi makan dalam waktu tahun,
bulan, minggu dan hari dari makanan yang dimakan oleh responden
serta memberikan gambaran ukuran yang dimakan oleh responden
dalam bentuk besar, sedang dan kecil yang nantinya jenis dan berat dari
makanan itu datanya akan dimasukan ke dalam komputer dengan
mengalikan nutrisi yang terkandung dalam makanan tersebut
(Syukriawati, 2011).
Menurut Willet (1998), Kuesioner frekuensi makanan (FFQ)
adalah alat praktis untuk pengukuran asupan makanan biasa dalam
survei besar karena memberikan gambaran yang cepat untuk asupan
makanan “sebenarnya”. Keuntungan utama dari FFQ adalah
representatif karena mencakup periode asupan yang lebih lama,
disamping biaya yang lebih rendah selama penanganan dan proses
analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa FFQ semi kuantitatif
57
memberikan hasil yang hampir sama dengan recall diet 24 jam selama
tiga hari (Shahril et al., 2008).
4. Angka kecukupan gizi
Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG) adalah taraf
konsumsi zat-zat gizi esensial, yang berdasarkan pengetahuan ilmiah
dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan hampir semua orang sehat.
AKG yang dianjurkan didasarkan pada patokan berat badan untuk
masing-masing kelompok umur, gender, dan aktivitas fisik (Almatsier,
2009).
Acuan kecukupan yang digunakan dalam analisis konsumsi energi
dan protein adalah “Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2004 Bagi Orang
Indonesia” dalam Widya Karya Pangan dan Gizi (WNPG) VIII Tahun
2004 (Riskesdas, 2010).
Angka Kecukupan Gizi (energi dan protein) rata-rata yang
diajurkan untuk anak pada kelompok umur 1-6 tahun tampak pada tabel
berikut:
Tabel 2. Angka Kecukupan Gizi (energi dan protein) rata-rata yangdianjurkan pada kelompok umur (1-6 tahun)
Kelompokumur
Berat Badan(kg)
Tinggi Badan(cm)
Energi(Kkal)
Protein (g)
1-3 tahun 12.0 90 1000 254-6 tahun 18.0 110 1550 39
Sumber: Almatsier 2009, Prinsip dasar ilmu GiziApabila ingin melakukan perbandingan antara konsumsi zat gizi
dengan keadaan gizi seseorang, biasanya dilakukan perbandingan
58
pencapaian konsumsi zat gizi individu tersebut terhadap AKG. Berhubung
AKG yang tersedia bukan menggambarkan AKG individu, tetapi untuk
golongan umur, jenis kelamin, tinggi badan dan berat badan standar. Menurut
Darwin Karyadi dan Muhilal (1996), untuk menentukan AKG individu dapat
dilakukan dengan melakukan koreksi terhadap BB (berat badan) nyata
individu/perorangan tersebut dengan BB standar yang ada pada tabel AKG
(Supariasa, 2002).
Untuk klasifikasi dari tingkat konsumsi kelompok/rumah tangga
atau perorangan belum ada standar yang pasti. Berdasarkan Buku
Pedoman Petugas Gizi Puskesmas, Depkes RI (1990), klasifikasi tingkat
konsumsi dibagi menjadi empat dengan cut of points masing-masing
sebagai berikut: (Supariasa, 2002)
Baik : ≥100 % AKG
Sedang : 80-99 % AKG
Kurang : 70-79 % AKG
Defisit : <70 % AKG
5. Pengertian status gizi
Gizi adalah suatu proses menggunakan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,
penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat-zat yang tidak
digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi
normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi.
59
Keadaan gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara
konsumsi dan penyerapan gizi dan penggunaan zat gizi tersebut atau
keadaan fisiologi akibat dari tersedianya zat gizi dalam sel tubuh
(Supariasa, 2002).
Status gizi (Nutrition Status) adalah Ekspresi dari keadaan
keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari
nutriture dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, 2002).
Status gizi merupakan faktor yang terdapat dalam level individu
(level yang paling mikro). Faktor yang mempengaruhi secara langsung
adalah asupan makanan dan infeksi. Pengaruh tidak langsung dari status
gizi ada tiga faktor yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan
anak, dan lingkungan kesehatan yang tepat, termasuk akses terhadap
pelayanan kesehatan (Riyadi, 2001 yang dikutip oleh Simarmata, 2009).
Masalah gizi anak secara garis besar merupakan dampak dari
ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran zat gizi (nutritional
imbalance), yaitu asupan yang melebihi keluaran atau sebaliknya, di
samping kesalahan dalam memilih bahan makanan untuk disantap
(Arisman, 2009).
Menurut Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) pada tahun 1999,
penyebab langsung gizi kurang adalah asupan makanan dan penyakit
infeksi, penyebab tidak langsung adalah persediaan makanan di rumah,
perawatan anak dan ibu hamil, dan pelayanan kesehatan, sedangkan
60
pokok masalah adalah Kemiskinan, kurangnya pendidikan dan
keterampilan, dan akar masalah adalah krisis ekonomi langsung.
6. Penilaian Status Gizi
Status gizi dapat diketahui melalui penilaian konsumsi makanan
berdasarkan data kuantitatif maupun kualitatif. Cara lain yang sering
digunakan untuk mengetahui status gizi yaitu dengan cara biokimia,
antropometri ataupun secara klinis (Baliwati dkk, 2004).
Penilaian status gizi dalam Supariasa (2002) dibagi menjadi dua
yaitu:
a. Secara langsung, terdiri dari empat penilaian yaitu: Antropometri,
Klinis, Biokimia dan Biofisik.
b. Secara tidak langsung terdiri dari tiga penilaian yaitu : Survei konsumsi
makanan, Statistik vital dan Faktor ekologi.
Gibson (2005) dalam bukunya mengemukakan tentang penilaian
status gizi yang dibagi atas lima metode, dimulai dengan penilaian pola
Penelitian ini telah dilaksanakan di delapan Posyandu terpilih yang
ada di wilayah kerja Puskesmas Kota Kecamatan Enrekang Kabupaten
Enrekang Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini dilaksanakan sejak
tanggal 25 Februari 2013 – 20 Mei 2013 dengan menggunakan desain
penelitian Cross Sectional Study. Dari total 235 anak yang berpartisipasi
dalam penelitian, diperoleh sampel sebanyak 191 anak usia 3-5 tahun yang
mengalami karies gigi dan memenuhi kriteria inklusi. Data selanjutnya diolah
dan dianalisis sesuai tujuan penelitian.
Kecamatan Enrekang merupakan salah satu dari 10 kecamatan di
Kabupaten Enrekang dengan luas wilayah 286,97 km2, terdiri dari enam
kelurahan dan dua belas desa. Sebagian besar wilayah adalah daerah
pegunungan, merupakan tanah pertanian dan perkebunan. Jumlah penduduk
39.979 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga 7.102 KK yang sebahagian
besar adalah pegawai dan pedagang. Lokasi penelitian pada umumnya
dapat dijangkau dengan alat transportasi umum, terutama kendaraan roda
dua dan roda empat. Karakteristik daerah penelitian dapat dilihat pada tabel
4.
86
Tabel 4. Distribusi Karakteristik Lokasi Penelitian
Karakteristik Lokasi PenelitianJumlah penduduk 39.979 jiwaJumlah desa/Kelurahan 6 kelurahan dan 12 desaJumlah Posyandu Aktif 30 PosyanduJumlah Kader Aktif 150 orangLuas Wilayah 286,97 km2
Sumber: Profil Kesehatan Puskesmas Kota, 2012
B. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Umum Sampel
Tabel 5. Distribusi karakteristik sampel berdasarkan umur, jeniskelamin dan tingkat pendidikan orang tua
Variabel n %Umur36-47 bln48-60 bln
74117
38,761,3
Jenis kelaminLaki-lakiPerempuan
87104
45,554,5
Pendidikan AyahSDSMP/SMUPerguruan Tinggi
26110
55
13,657,628,8
Pendidikan IbuSDSMP/SMUPerguruan Tinggi
28107
56
14,756,029,3
Total 191 100,0Sumber: Data Primer Tahun 2013
Tabel 5 memperlihatkan bahwa usia sampel balita lebih banyak
pada usia 48-60 bulan (61,3%) dibanding balita usia 36-47 bulan
87
(38,7%), menurut Jenis kelamin sampel lebih banyak perempuan
(54,5%) dibandingkan laki-laki (45,5%). Tingkat pendidikan ayah
terbanyak pada tingkat SMP/SMU (57,6%) dan terendah pada tingkat
SD (13,6%), demikian juga tingkat pendidikan ibu terbanyak pada
tingkat SMP/SMU (56,0%) dan terendah pada tingkat SD (14,7%).
Tabel 6. Distribusi karakteristik sampel berdasarkan riwayatKunjungan ke dokter gigi, frekuensi menyikat gigi, danriwayat pemberian ASI.
Variabel n %Riwayat Kunjungan ke drg≤ 6 bulan yang lalu˃ 6bulan yang lalu
10181
5,294,8
Frekuensi Menyikat gigi≥ 2 kali sehari< 2 kali sehari
1829
95,34,7
Riwayat ASI EksklusiveYaTidak
10487
54,545,5
Lamanya pemberian ASI< 6 bulan6 bulan – 1 Tahun˃ 1 Tahun – 2 Tahun˃ 2 Tahun
61635611
31,933,029,35,8
Total 191 100,0Sumber: Data Primer Tahun 2013
Tabel 6 menunjukkan bahwa berdasarkan riwayat kunjungan ke
dokter gigi, sebagian besar balita yang dibawa memeriksakan giginya
ke dokter gigi lebih dari enam bulan yang lalu (94,8%) sedangkan
yang mengunjungi dokter gigi kurang dari enam bulan yang lalu hanya
5,2%. Berdasarkan riwayat frekuensi menyikat gigi, sebagian besar
88
balita menyikat giginya sama atau lebih dari dua kali dalam sehari
(95,3%) dan hanya sebahagian kecil yang menyikat gigi kurang dari
dua kali dalam sehari (4,7%). Berdasarkan Riwayat ASI, lebih banyak
balita yang mendapat ASI eksklusive (54,5%) dibanding yang tidak
mendapat ASI eksklusive (45,5%) dan lamanya pemberian ASI
terbanyak pada enam bulan sampai satu tahun (33,0%) dan terendah
pada lebih dari dua tahun (5.8%).
2. Variabel Utama penelitian
Tabel 7. Prevalensi Karies gigi
Hasil Pemeriksaan gigi n %KariesTidak ada karies
22213
94,465,53
Total 235 100,0Sumber: Data Primer Tahun 2013
Tabel 7 menunjukkan bahwa setelah dilakukan skrining pada
calon sampel berupa pemeriksaan gigi, diketahui prevalensi karies
pada anak usia 3-5 tahun yang ada di Kecamatan Enrekang adalah
sebesar 94,46% dari total 235 anak usia 3-5 tahun yang telah
menjalani pemeriksaan gigi.
89
Tabel 8. Jenis dan frekuensi konsumsi makanan/minumankariogenik
Tabel 18 menunjukkan bahwa pada kategori asupan energi
kurang, lebih banyak anak yang kurus (48,0%) dibanding pada
kategori cukup (6,4%). Hasil uji chi-square menunjukkan hubungan
signifikan (p<0,05).
Tabel 19. Hubungan asupan protein dengan status gizi
Kategori AsupanProtein
Kategori Status Gizi Total PKurus Normaln % N % n %
0,000Kurang 12 54,5 10 45,5 22 100,0Cukup 21 6,4 148 87,6 141 100,0Total 33 17,3 158 82,7 191 100,0Sumber: Data Primer Tahun 2013
Tabel 19 menunjukkan bahwa pada kategori asupan protein
kurang, lebih banyak anak yang kurus (54,5%) dibanding pada
kategori cukup (6,4%). Hasil uji chi-square menunjukkan hubungan
yang signifikan (p<0,05).
99
Tabel 20. Perbedaan rerata jumlah asupan energi dan proteinBerdasarkan tingkat keparahan karies
TingkatKeparahan
Kariesn Mean SD P
Jumlah asupanenergi
RendahTinggi
91100
1291,9352 kkal1262,5390 kkal
220,9507284,8090
0,430
Jumlah asupanprotein
RendahTinggi
91100
39,6121 g36,6421 g
8,844810,7998
0,040
Sumber: Data Primer Tahun 2013
Tabel 20 menunjukkan bahwa rerata jumlah asupan energi lebih
tinggi pada tingkat keparahan karies rendah dibanding pada tingkat
keparahan karies tinggi (masing-masing 1291,9352 kkal dan 1262,5390
kkal), hasil uji t independen menunjukkan hubungan tidak signifikan
(p>0,05). Demikian juga rerata jumlah asupan protein lebih tinggi pada
tingkat keparahan karies rendah dibanding pada tingkat keparahan
karies tinggi (masing-masing 39,6121 g dan 36,6421 g), hasil uji t
independent menunjukkan hubungan signifikan (p<0,05).
Tabel 21. Perbedaan rerata IMT berdasarkan tingkat keparahan karies
Tingkat KeparahanKaries N Mean SD P
IMT RendahTinggi
91100
15,2498 kg/m2
14,4191 kg/m21,46071,5632 0,000
Sumber: Data Primer Tahun 2013
Tabel 21 menunjukkan bahwa rerata IMT pada tingkat keparahan
karies rendah lebih tinggi dibanding rerata IMT pada tingkat keparahan
karies tinggi (masing-masing 15,2498 kg/m2 dan 14,4191 kg/m2), hasil
uji t independent menunjukkan hubungan signifikan (p<0,05).
100
C. Pembahasan
1. ECC (Early Childhood Caries)
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2003 menyatakan,
angka kejadian karies pada anak 60-90%. Menurut penelitian ini, ECC
masih merupakan masalah kesehatan pada anak balita yang perlu
mendapat perhatian. Pada tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian besar
anak usia 3-5 tahun yang ada di Kecamatan Enrekang Kabupaten
Enrekang mengalami karies dengan prevalensi 94,46% dengan tingkat
keparahan karies paling banyak pada kategori sangat tinggi yaitu 31,9%.
Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Thioritz
(2010), prevalensi karies gigi pada murid TK di Kecamatan Rappocini
Kota Makassar sebesar 100%. Hasil ini jauh lebih besar dibanding hasil
penelitian yang dilakukan oleh Prakash et al.(2012), prevalensi ECC pada
anak prasekolah di Bangalore India adalah 27,5%.
Pada penelitian ini, karies lebih banyak pada kelompok anak usia
48-60 bulan dibanding kelompok 36-47 bulan. Hal ini sesuai dengan teori
yang dikemukakan oleh Suwelo (1992) bahwa sejalan dengan
pertambahan usia seseorang, jumlah karies pun akan bertambah. Hal ini
jelas, karena faktor risiko terjadinya karies akan lebih lama berpengaruh
terhadap gigi. (Suwelo, 1992).
101
Berdasarkan penelitian di negara-negara berkembang seperti Asia
termasuk di Indonesia, anak-anak umur 5 tahun keatas 80-90%
mengalami kerusakan gigi seperti yang di kemukakan Zaura rini (2007).
Menurut peneliti, pada usia 5 tahun keatas anak mulai memakan
makanan yang dilarang dan pada masa tersebut anak paling banyak
menderita karies gigi kemungkinan karena pola makan yang kurang
teratur dan ketidaktahuan menjaga kesehatan gigi sehingga dapat
menyebabkan terjadinya karies gigi (Ghofar, 2012).
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa karies lebih banyak
pada anak perempuan dibanding anak laki-laki. Hal ini sesuai dengan
pendapat Suwelo (1992) bahwa prevalensi karies gigi susu anak
perempuan sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki, karena
gigi anak perempuan berada lebih lama dalam mulut. Akibatnya gigi anak
perempuan akan lebih lama berhubungan dengan faktor resiko terjadinya
karies.
Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi status kesehatan
seseorang, karena semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan
semakin tinggi pula tingkat pengetahuan dan kesadaran untuk menjaga
kesehatan (Suwelo, 1992). Tingkat pendidikan orang tua telah
menunjukkan berkorelasi dengan kejadian dan keparahan ECC pada
anak-anaknya (Zafar, 2009). Hal tersebut jelas terlihat dalam penelitian ini
102
dimana tingkat keparahan karies kategori sangat tinggi paling banyak
pada anak dengan ibu yang berpendidikan sampai sekolah dasar.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa kesadaran
masyarakat untuk memeriksakan gigi anaknya ke dokter gigi minimal
enam bulan sekali masih kurang namun sebagian besar anak telah
memiliki frekuensi menyikat gigi sama atau lebih dari dua kali sehari. Hal
ini sangat penting untuk mencegah terjadinya karies gigi.
Memberikan ASI pada bayi memiliki banyak keuntungan,
diantaranya memberikan gizi yang optimal bagi bayi, perlindungan
imunologi dan meminimalkan dampak ekonomi untuk keluarga. Meskipun
praktek yang baik, ada bukti yang bertentangan mengenai menyusui
dalam hal kesehatan gigi. Rupanya menyusui berkepanjangan membawa
risiko perkembangan karies gigi atau Nursing caries (Bowen etal., 2005).
Dalam penelitian ini, tingkat keparahan karies kategori sangat tinggi paling
banyak pada lama pemberian ASI lebih dari dua tahun. Hal ini bukan
disebabkan oleh karena lamanya pemberian ASI, karies adalah penyakit
yang dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya kebiasaan makan
makanan kariogenik dan kebersihan mulut yang rendah.
103
2. Asupan Makanan
Pada penelitian ini, asupan energi dan protein diperoleh dari hasil
wawancara dengan kuesioner menggunakan metode FFQ semi-
kuantitatif. Asupan zat gizi tergantung dari ketersediaan makanan di
rumah tangga, pengetahuan dan perilaku ibu dalam praktek pemberian
makan pada anak.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa pola konsumsi
makanan/minuman kariogenik yang “sering” dikonsumsi oleh anak usia 3-
5 tahun adalah permen (skor 28,4) dan susu bubuk (skor 23,04) dengan
frekuensi satu kali sehari. Permen dikonsumsi oleh anak-anak dengan
frekuensi “sering”, hal itu karena disukai oleh anak-anak. Demikian juga
susu bubuk dikonsumsi oleh anak-anak dengan frekuensi “sering”, selain
karena rasanya disukai oleh anak-anak juga dikarenakan para orang tua
menyediakan dan menganjurkan anak-anaknya untuk meminum susu.
Anak-anak senang mengonsumsi jajanan yang mengandung gula,
seperti biskuit, permen, es krim, dll. Makanan ini bersifat kariogenik yang
merupakan salah satu faktor penyebab karies gigi. Anak yang
mengonsumsi jajanan kariogenik, seperti biskuit, permen, permen coklat,
es krim, memiliki skor karies yang lebih tinggi dibandingkan anak yang
mengonsumsi jajanan nonkariogenik, seperti sayur dan buah-buahan
(Pintauli, 2008).
104
Frekuensi konsumsi tampaknya merupakan kontributor signifikan
terhadap kariogenisitas makanan (Decker, 2003). Mengonsumsi
karbohidrat dengan frekuensi yang lebih sering akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya karies dibanding dengan mengonsumsi dalam
jumlah banyak tapi dengan frekuensi yang lebih jarang (Arisman, 2002).
ECC adalah karies khusus yang terjadi pada gigi sulung bayi dan
anak, etiologinya sama dengan jenis karies lain tetapi dapat berbeda pada
beberapa aspek penting. Etiologi ECC sangat kompleks dan dipengaruhi
oleh mineralisasi gigi sulung, diet, ASI atau susu botol, makanan atau
minuman yang mengandung gula, seringnya mengkonsumsi makanan
dan minuman kariogenik diantara jam makan, kebiasaan buruk dan oral
higiene yang jelek memicu terjadinya kolonisasi awal mikroorganisme
asidogenik dan perkembangan plak (Cvetkovic, 2006).
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa pada anak yang
minum susu atau cairan manis lainnya melalui botol pada waktu tidur
maka cairan dari botol atau susu yang diminum anak akan tergenang di
dalam mulut dalam waktu yang lama. Kecepatan kerusakan gigi akan
jelas terlihat dengan timbulnya karies menyeluruh dalam waktu singkat
(terjadi rampan karies). Selain itu keadaan lain yang dapat menyebabkan
rampan karies adalah substrat lama berada dalam mulut, kebiasaan anak
menahan makanan di dalam mulut dimana makanan tersebut tidak cepat
ditelan. Dapat disimpulkan bahwa anak minum susu formula melalui botol
105
dengan frekuensi sering dan berlangsung lama maka anak menderita
rampan karies (Suwelo, 1992).
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa asupan energi pada
sebagian besar sampel berada dalam kategori sedang (80-99% AKG)
dan asupan protein sebagian besar berada dalam kategori baik (≥100%
AKG).
Asupan makanan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan orang tua.
Pada tabel 11 terlihat bahwa dari 18 sampel anak dengan asupan energi
kategori defisit, sebagian besar mempunyai orang tua dengan tingkat
pendidikan SMP/SMU. Demikian juga dengan asupan protein, dari 9
sampel anak dengan asupan protein kategori defisit, sebagian besar
mempunyai orang tua dengan tingkat pendidikan SMP/SMU.
3. Status Gizi
Pengukuran antropometri diakui sebagai indeks yang baik dan
dapat diandalkan bagi penentuan status gizi untuk negara berkembang.
Pengukuran ini merupakan cara pengukuran yang sederhana, sehingga
pelaksanaannya tidak hanya di rumah sakit atau puskesmas, tetapi dapat
dilakukan di posyandu, PKK, atau rumah penduduk (Widardo, 1997).
Penentuan status gizi dalam penelitian ini menggunakan indeks
Antropometri yaitu indeks massa tubuh menurut umur sesuai dengan
Keputusan Menkes RI No. 1995/Menkes/SK/XII/2010, bahwa untuk
106
menilai status gizi anak diperlukan standar antropometri yang mengacu
pada standar World Health Organization (WHO 2005).
Indeks massa tubuh digunakan dalam penelitian ini karena indeks
massa tubuh digunakan sebagai indikator pertumbuhan dan telah
digunakan secara luas pada penelitian dalam bidang kedokteran gigi,
terutama penelitian tentang obesitas dan karies gigi (Mohammadi et al.,
2012).
Pada penelitian ini, status gizi sebagian besar sampel berada
dalam kategori normal (78,4%), sebagian kecil dalam kategori kurus
(18,9%) dan sisanya berada dalam kategori gemuk (2,7%). Hasil
penelitian ini juga menunjukkan bahwa tingkat pendidikan orang tua
berpengaruh terhadap status gizi anak. Hasil ini sesuai dengan penelitian
Kusumaningrum (2003) dalam Astuti (2013) yang menemukan adanya
hubungan tingkat pendidikan dengan status gizi balita di Kecamatan Simo
Boyolali.
Asupan makanan dan penyakit infeksi merupakan faktor yang
berpengaruh langsung terhadap status gizi. Anak yang mengalami
penyakit infeksi yang disertai konsumsi zat gizi yang rendah akan lebih
mudah mengalami gizi kurang.
Masalah status gizi anak secara garis besar merupakan dampak
dari ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran zat gizi (nutritional
imbalance) yaitu asupan yang melebihi keluaran atau sebaliknya,
107
disamping kesalahan dalam memilih bahan makanan untuk disantap.
Dampak yang ditimbulkan diatas disebabkan oleh penyakit kronis, berat
badan lebih dan kurang, bisa karies dentis, serta alergi dan lain-lain
(Arisman, 2008).
4. ECC, Asupan Makanan Dan Status Gizi
Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara karies
dengan asupan energi dan protein. Anak dengan tingkat keparahan karies
tinggi cenderung memiliki asupan energi kurang dibanding pada anak
dengan tingkat keparahan karies rendah, namun hasil uji chi-square tidak
signifikan (p=0,112, p>0,05). Demikian juga anak dengan tingkat
keparahan karies tinggi cenderung memiliki asupan protein kurang
dibanding anak dengan tingkat keparahan karies rendah, hasil uji chi
square menunjukkan hubungan signifikan (p=0,042, p>0,05).
Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian oleh junaidi (2007)
yang menemukan bahwa anak dengan karies berat mempunyai tingkat
konsumsi energi dan protein yang lebih rendah dibanding anak tanpa
karies. Anak yang menderita karies gigi berisiko lebih tinggi untuk
mempunyai asupan energi dan protein kurang dari 100% angka
kecukupan gizi yang dianjurkan.
Kurangnya konsumsi energi dan protein pada anak dengan tingkat
keparahan karies tinggi sangat mungkin berkaitan dengan penurunan
108
kemampuan daya kunyah anak yang mengalami karies karena bagian gigi
yang berfungsi untuk memotong dan menggiling makanan telah
berkurang, sehingga menurunkan kemampuan oklusi (Junaidi, 2007).
Seperti yang diungkapkan oleh Schroder dalam Setiawan (2003) proses
penghancuran makanan membutuhkan kekuatan atau daya kunyah
tertentu sesuai dengan bentuk dan jenis makanan.
Menurut Ganong dalam Setiawan (2003), seseorang dengan alat
pengunyahan yang tidak baik akan memilih makanan sesuai dengan
kekuatan kunyahnya, maka anak yang mengalami karies gigi tidak dapat
mengkonsumsi beraneka ragam makanan.
Selain itu, menurut Bastian (1975) dalam Junaidi (2007)
menyatakan bahwa makanan yang keras membutuhkan pengunyahan
lebih lama dan tekanan yang kuat, sebaliknya makanan yang lunak
sangat mudah untuk dikunyah.
Penelitian ini juga menunjukkan terdapat hubungan antara asupan
energi dan protein dengan status gizi. Anak dengan asupan energi kurang
cenderung memiliki status gizi kategori kurus dibanding anak dengan
asupan energi cukup, hasil uji chi-square menunjukkan hubungan
signifikan (p=0,000, p<0,05). Demikian juga anak dengan asupan protein
kurang cenderung memiliki status gizi kategori kurus dibanding anak
dengan asupan protein cukup, hasil uji chi-square menunjukkan
hubungan signifikan (p=0,000, p<0,05).
109
Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh
chuluq dkk., bahwa anak yang mendapat asupan energi baik, mayoritas
memiliki status gizi normal dibanding anak dengan asupan energi kurang.
Demikian juga anak yang mendapat asupan protein baik, mayoritas
memiliki status gizi normal dibanding anak dengan asupan protein kurang,
namun hasil uji chi square tidak signifikan. Hasil penelitian tersebut sesuai
dengan pendapat Solihin (2003) yang menyatakan bahwa salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi status gizi adalah KEP dan para orang
tua yang tidak menyiapkan makanan untuk anak, sehingga anak mudah
mengalami jatuh sakit. Hal ini juga sesuai dengan teori yang menyatakan
bahwa asupan zat gizi merupakan penyebab langsung yang
mempengaruhi status gizi anak balita.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan signifikan
antara ECC dengan status gizi. Anak dengan tingkat keparahan karies
tinggi cenderung memiliki status gizi kategori kurus dibanding anak
dengan tingkat keparahan karies rendah (hasil uji chi-square p=0,000,
p>0,05) dan dari hasil uji t independent menunjukkan rerata IMT anak
dengan tingkat keparahan karies rendah lebih tinggi dibanding anak
dengan tingkat keparahan karies tinggi (p=0,000, p<0,05).
Hubungan ini tampaknya terkait dengan hubungan antara ECC
dengan asupan makan. Anak yang menderita karies gigi berisiko lebih
tinggi untuk mempunyai asupan energi dan protein kurang dari 80%
110
angka kecukupan gizi yang dianjurkan dan hal ini mempengaruhi status
gizi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Benzian (2011), hasil survey menunjukkan hubungan signifikan antara
karies dan IMT khususnya hubungan antara infeksi gigi dan IMT di bawah
normal. Jika karies tidak dirawat, akan berlanjut ke dalam pulpa gigi dan
ada tiga kemungkinan jalur utama untuk hubungan ini: 1) rasa nyeri dan
ketidaknyamanan menyebabkan berkurangnya asupan makanan; 2)
menurunnya kualitas hidup mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak-anak melalui terbatasnya aktifitas, kurang tidur,
menurunnya konsentrasi dan lain-lain; dan 3) Infeksi gigi akan
menyebabkan pelepasan cytokine yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan (Benzian et al., 2011).
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan pendapat Acs et al.(1992),
bayi dengan ECC memiliki tahap pertumbuhan yang lebih rendah
dibanding bayi bebas karies. Anak-anak dengan ECC dapat menjadi
sangat underweight karena kaitannya dengan rasa nyeri dan kesulitan
makan. Sedangkan menurut Clarke et al. (2006), ECC juga terkait dengan
defisiensi zat besi.
Hal yang sama juga menurut hasil penelitian oleh Ruhaya et al.
(2012) di Kelantan Malaysia, Penelitian tentang hubungan antara status
gizi dan ECC pada anak prasekolah menemukan bahwa indeks massa
111
tubuh yang rendah terkait dengan karies. Kanchanamakol et al. (1996)
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara malnutrisi (PEM),
hipoplasia email dengan karies gigi sulung. Studi cross-sectional lainnya
menunjukkan peningkatan level karies gigi sulung pada anak-anak
stunting (Cleaton-Jones et al.,2000).
Karies gigi dapat menimbulkan kesulitan makan pada anak karena
karies gigi menyebabkan penurunan fungsi gigi sebagai alat cerna.
Seperti yang diungkapkan oleh Widyaningsih (2000) dalam Junaidi
(2007), kesulitan makan pada anak dapat disebabkan oleh berbagai
faktor, yaitu : faktor nutrisi, penyakit dan psikologis. Faktor penyakit antara
lain adanya kelainan pada gigi geligi dan rongga mulut seperti karies gigi,
stomatitis dan gingivitis.
Berbeda dengan hasil penelitian ini, Costa et al. (2013) yang
meneliti ECC dan indeks massa tubuh pada anak-anak di Brazil
menemukan tidak ada hubungan antara IMT dengan karies gigi,
penghasilan keluarga yang lebih tinggi terkait dengan rendahnya
pengalaman karies pada anak-anak.
Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Chen et al. (1998) dalam
Ruhaya et al. (2012) tidak ada hubungan yang signifikan dalam skor dmf
anak usia tiga tahun dengan BMI mereka. Kemungkinan bahwa anak-
anak usia tiga tahun belum memiliki cukup waktu untuk perkembangan
karies secara penuh sebagaimana dibandingkan dengan anak-anak usia
112
enam tahun. Harus dicatat bahwa karies adalah penyakit yang
berkembang secara lambat dan membutuhkan waktu bertahun-tahun
untuk berkembang dari white spot awal menjadi lubang pada gigi yang
mempengaruhi dentin.
Demikian pula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Gokhale (2010) di Nellore India, yang meneliti hubungan antara IMT dan
ECC pada 100 sampel anak-anak menemukan bahwa IMT tidak
berkorelasi dengan dmft, bahkan setelah disesuaikan dengan faktor
confounding. Banyak faktor lain yang berperan dalam proses karies dan
dibutuhkan studi longitudinal dengan sampel yang lebih besar untuk
mengkonfirmasi hubungan ini.
Beberapa hasil penelitian yang lain melaporkan suatu hubungan
positif antara karies gigi dan obesitas (kelebihan lemak) tapi tidak dengan
overweight, hanya satu penelitian dengan bukti kuat yang menemukan
hubungan langsung antara obesitas dan karies gigi (Kantovitz et al.,2006).
Obesitas dan karies gigi pada masa kanak-kanak terjadi secara bersama-
sama, kemungkinan akibat dari faktor-faktor risiko umum seperti
seringnya mengkonsumsi makanan dan minuman kariogenik dan
rendahnya kebersihan mulut (Hilgers et al.,2006). Marshal et al. (2007)
melaporkan bahwa karies dan obesitas co-exist pada anak-anak dengan
status sosial ekonomi rendah.
113
Bagaimanapun, belum ada bukti yang jelas hubungan antara
overweight dan karies gigi. Macek et al. (2006), melaporkan bahwa secara
statistik tidak ada hubungan signifikan IMT/U dengan tingkat keparahan
karies pada gigi sulung. Hubungan antara overweight dan adanya karies
pada anak-anak jauh lebih kompleks dibanding yang dapat dijelaskan
melalui konsumsi karbohidrat sendiri. Karies gigi dan obesitas dipengaruhi
oleh kebiasaan makan. Namun, keduanya adalah kondisi multifaktor dan
berisiko sama dengan penyakit kronik yang lain (Oliveira et al., 2008).
Dalam suatu penelitian oleh Willerhausen et al. (2007),
menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan antara berat badan lebih
dan frekuensi karies pada gigi sulung dan gigi permanen. Sedangkan
Gerdin EW et al. (2008), dalam penelitiannya pada 2303 anak-anak
swedia menemukan bahwa hubungan antara overweight dan karies gigi
adalah lemah.
114
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari penelitian tentang hubungan antara ECC dengan asupan
makanan dan status gizi di Kabupaten Enrekang, dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Prevalensi karies gigi pada anak usia 3-5 tahun di Kabupaten Enrekang
adalah 94,46%.
2. Tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 3-5 tahun di Kabupaten
Enrekang sebagian besar berada pada kategori sangat tinggi (deft>6,6).
3. Pola konsumsi makanan/minuman kariogenik oleh anak yang mengalami
karies usia 3-5 tahun yang “sering” dikonsumsi adalah permen dan susu
bubuk, dengan frekuensi satu kali sehari, yang “biasa” dikonsumsi adalah
susu kental manis dan biskuit dengan frekuensi 3-6 kali seminggu, yang
“kadang-kadang” dikonsumsi adalah roti manis dengan frekuensi 1-2 kali
seminggu dan yang “jarang” dikonsumsi adalah es krim, donat, wafer,
bolu dan coklat dengan frekuensi kurang dari sekali seminggu.
115
4. Tingkat kecukupan energi anak yang mengalami karies usia 3-5 tahun
sebagian besar berada pada kategori sedang (80-99%AKG) sedangkan
tingkat kecukupan protein sebagian besar berada pada kategori baik
(≥100%AKG).
5. Status gizi anak penderita karies usia 3-5 tahun di Kabupaten Enrekang
sebagian besar berada pada kategori normal.
6. Terdapat hubungan signifikan antara ECC dengan status gizi anak usia 3-
5 tahun di Kabupaten Enrekang.
7. Tidak terdapat hubungan signifikan antara ECC dengan asupan energi
namun terdapat hubungan signifikan antara ECC dengan asupan protein
pada anak penderita karies usia 3-5 tahun di Kabupaten Enrekang.
8. Terdapat hubungan signifikan antara asupan energi dan protein dengan
status gizi pada anak penderita karies usia 3-5 tahun di Kabupaten
Enrekang.
B. Saran
1. Mengingat penelitian ini dilaksanakan secara cross-sectional, tidak begitu
dapat dilihat dengan jelas apakah karies mempengaruhi status gizi atau
sebaliknya, status gizi mempengaruhi risiko terjadinya karies. Dengan
demikian kami menyarankan untuk melakukan penelitian pada masalah
116
yang sama dengan rancangan case control atau dengan rancangan
kohort prospektif.
2. Melihat hasil temuan bahwa makanan/minuman kariogenik yang “sering”
dikonsumsi oleh anak adalah permen dan susu bubuk, kami menyarankan
kepada orang tua untuk membatasi anaknya mengonsumsi permen,
selain itu pemberian susu bubuk sebaiknya tidak diberikan dalam botol
susu terutama pada saat tidur malam tetapi diberikan dalam gelas untuk
mencegah terjadinya karies dini pada anak disamping peningkatan
kebersihan mulut dengan menyikat gigi setelah makan dan sebelum tidur
untuk mengurangi risiko terjadinya karies gigi.
3. Mengingat prevalensi karies yang cukup tinggi, perlu upaya kesehatan
gigi di Posyandu minimal sekali dalam enam bulan dalam rangka
mencegah terjadinya karies dan mengobati anak yang sudah terlanjur
menderita karies.
4. Perlu program edukasi gizi di Posyandu, baik pada orang tua maupun
pada anak untuk meningkatkan status gizi anak usia 3-5 tahun di
kabupaten Enrekang.
117
DAFTAR PUSTAKA
Acs G., Lodolini S., Kaminsky, and G. J. Cisneros.1992. “Effect of nursingcaries on body weight in a pediatric population,” Pediatric dentistry.14(5): 302–305.
Adiwiryono R.M. Pesan Kesehatan: Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)Anak Usia Dini Dalam Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini.http://www.uhamka.ac.id. Diakses pada 22 Mei 2013.
Al-Haddad, AM., Bin Gouth, AS., Hassan,HS. 2006. Distribution of DentalCaries among Primary School Children in Al-Mukalla Area, Yemen.Journal of Dentistry, Tehran University of Medical Sciences. 3(4):195-8.
Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Penerbit PT GramediaPustaka Utama hal 3-13.
Almatsier S. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Angka Kecukupan Gizi yangDianjurkan dan Masalah Gizi di Indonesia. Jakarta: Penerbit PTGramedia Pustaka Utama, hal 301.
Alvarez J.O. (1995). Nutrition, Tooth Development, and Dental Caries. Am JClin Nutr, 61(suppl):410-6.
American Academy of Pediatric Dentistry, American Board of PediatricDentistry, College of Diplomates of the American Board of PediatricDentistry. 2003. Policy on early childhood caries (ECC): Uniquechallenges and treatment options. Pediatric Dentistry 24(7):27–28.
American Academy of Pediatric Dentistry. 2009. Guideline on Periodicity ofExamination, Preventive Dental Services, AnticipatoryGuidance/Counseling, and Oral Treatment for Infants, Children, andAdolescents. Clinical Guidelines. 34(6): 110-116.
Anita A. 2004. Dental caries and caries related factors in children andteenagers. Swed Dent J. 28:61-66.
Arisman, MB. 2009. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Penerbit Buku KedokteranEGC, Jakarta.
Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan Anak. Jakarta : Penerbit BukuKedokteran EGC, Jakarta.
Arora, A. et al. 2011. Early childhood feeding practices and dental caries inpreschool children: a multi-centre birth cohort study. BMC PublicHealth. 11 : 28.
Astuti DW. dan Sulistyowati TF. 2013 Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu DanTingkat Pendapatan Keluarga Dengan Status Gizi Anak PrasekolahDan Sekolah Dasar di Kecamatan Godean KES MAS 7 (1).
Azwar A. 2004. Kecenderungan Masalah Gizi dan Tantangan di MasaDepan. http://gizi.depkes.go.id. Diakses Pada 30 Januari 2013.
Baliwati E. Y, Khomsan A, Dwiriani M. C. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi.Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya. Edisi 1, hal 78-80.
Bagramian RA., Franklin GG. and Volpe AR. 2009. The Global Increase inDental caries. A pending Public Health Crisis. American Journal OfDentistry. 21(1):3-8 .
Begzati, A., Berisha, M., Meqa, K. 2010. Early Childhood Caries in PreschoolChildren of Kosovo – A Serious Public Health Problem. BMC PublicHealth. 10:788.
Beltrán-Aguilar BD, Barker LK, Canto MT, Dye BA, Gooch BF, Griffin SO,Hyman J, Jaramillo F, Kingman A, Nowjack-Raymer R, Selwitz RH,Wu T; Centers for Disease Control and Prevention. Surveillance fordental caries, dental sealants, tooth retention, edentulism, andenamel fluorosis— United States, 1988-1994 and 1999-2002.MMWR Surveill Summ. 2005;54:1-43.
Benzian, H., Monse,B., Heinrich-Weltzien, R., Hobdell, M., Mulder, J. et al.2011. Untreated Severe Dental Decay: A Neglected Determinant ofLow Body Mass Index in 12 year- Old Filipino Children BMC PublicHealth. 11 : 558.
Berkowitz RJ. 2003. Causes, Treatment and Prevention of Early ChildhoodCaries: A Microbiologic Perspective. Journal of the Canadian DentalAssociation. 69(5):304-307.
Bof F. et al. 2009. Relationship Between Oral Health, Nutrien Intake AndNutritional Status In A Sample Of Brazilian Elderly People Journal
compilation _ The Gerodontology Association and BlackwellMunksgaard Ltd, Gerodontology, 26: 40–45.
Bowen W H. and Lawrence RA. 2005. Comparison of the Cariogenicity ofCola, Honey, Cow Milk, Human Milk, and Sucrose. Pediatrics. 116:921-926.
Chuluq Ar. AC., Fadhillah E. dan Bahabol M. 2013. Hubungan Asupan Makandan Status Gizi Anak Sekolah Dasar (Studi Kasus Siswa SD Kelas VKecamatan Dekai Suku Momuna Kabupaten Yakuhimo) PropinsiPapua. Universitas Brawijaya. http://fk.ub.ac.id. Diakses pada 20Mei 2013.
Chu S. 2006 Review - Early childhood caries: risk and prevention inunderserved populations. Jyi. 18: 1-8.
Clarke M, Locker D, Berall G, Pencharz P, Kenny DJ, and . Judd P. 2006.“Malnourishment in a population of young children with severe earlychildhood caries,” Pediatric Dentistry. 28 (3): 254–259.
Cleaton-Jones P, Richardson BD, Granath L, Fatti LP, Sinwell R, Walker AR,Mogotsi M. 2000. Nutritional status and dental caries in large sample4- and 5-year-old South African children. S Afr Med J, 90(6): 631-635.
Costa LR., Daher A and Queiroz MG. 2013. Early Childhood Caries andBody Mass Index in Young Children from Low Income Families. Int.J. Environ. Res. Public Health 10: 867-878.
Cury JA and Tenuta LMA. 2009. Enamel remineralization: controlling thecaries disease or treating early caries lesions? Braz. oral res.23: 1.available at: http://www.scielo.br. Diakses Tanggal 24 Juni
2012.
Cvetkovic A, Ivanovic M. 2006. The Role of streptococcus mutan group andsalivary immunoglobulin in etiology of early childhood caries. SerbianDental J. 53: 1-6.
Decker TR. And Loveren CV. 2003. Sugars and Dental Caries. Am J ClinNutr.. 78(suppl): 881S–92S.
Decker TR., Mobley CC. 2007. Position of the American Dietetic Association:Oral Health and Nutrition. J Am Diet Assoc. 107:1418-1428.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008 Laporan Riset KesehatanDasar Tahun 2007. Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010 Laporan Riset KesehatanDasar Tahun 2010. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2004. Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan.Pendahuluan. Jakarta : Pusat Promosi Kesehatan, hal 1.
Dinas Kesehatan Kabupaten Enrekang. 2012. Profil kesehatan KabupatenEnrekang Tahun 2011. Enrekang.
Dye BA, Tan S, Smith V, Lewis BG, Barker LK, Thorton-Evans G, et al. 2007.Trends in oral health status: United States, 1988-1994 and 1999-2004. National Center for Health Statistics. Vital Health Stat 11(248).
Feldens C.A. et al. 2010. Long-term Effectiveness of A Nutritional Program inReducing Early Chilhood Caries: A Randomized Trial. CommunityDentistry and Oral Epidemiology, 38(4):324-332.
Gerdin EW, Angbratt M, Aronsson K, Eriksson E, and Johansson I. 2008.Dental caries and Body Mass Index by Socioeconomic status inSwedish Children. Community Dent Oral Epidemiol. 36(5): 459-465.
Ghofar A. dan Firmansyah A. 2012 Hubungan Gigi Karies Terhadap StatusGizi Anak Tk Muslimat 7 Peterongan Jombang. Jurnal Edu Health.September 2(2): 1-7.
Gibson, R.S. 1993. Nutritional Assesment A Laboratory Manual. New YorkOxford, Oxford University press.
Gibson, R.S. 2005. Principles of Nutritional Assessment, Second Edition.Introduction, Nutritional Assesment System. New York : OxfordUniversity Press. P 2 – 7.
Gierat-Kucharzewska B, Karasin´ski A. 2006 Influence of chosen elements onthe dynamics of the cariogenic process. Biol Trace Elem Res111:53–62.
121
Gokhale N, Sivakumar N, Nirmala SVSG, Abinash M. 2010. Dental Cariesand Body Mass Index in Children of Nellore. J Orofac Sci. 2:2.
Hale, KJ., Weiss PA., Czerepak CS., Thomas HF., Keels, M ann, et al. 2008.Policy Statement. Preventive Oral Health Intervention ForPediatricians. American Academy Of Pediatrics. Section On PediatricDentistry And Oral Health. 122 (6): 1397.
Harris R, Nicoll AD, Adair PM, Pine CM. 2004. Risk factors for dental caries inyoung children: A systematic review of the literature. CommunityDent Health. 21(suppl 1):71-85.
Herijulianti,E. Indriani,TS. Dan Artini, S. Pendidikan Kesehatan Gigi. Jakarta:EGC, 2002: 98-100.
Hilgers KK, Kinane DF, Scheetz JP. 2006. Association between childhoodobesity and smooth-surface caries in posterior teeth:a preliminarystudy. Pediatr Dent. 28: 23–28.
Hong L, Ahmed A, McCunniff M, Overman P, Mathew M. 2008. Obesity andDental Caries in Children aged 2- 6 Years in the United States-National Health and Nutrition Examination Survey 1999-2002. JPublic Health Dent. 4:227-33.
Hurlbutt M, Novy B, and Young D. 2012 Dental Caries: A pH-mediatedDiseases. CDHA Journal-winter, 9-15. Cited 2012 Jun 25. Availableat: www.cdha.org.
Junaidi, Julia M. dan Hendratini J. (2007). Hubungan Keparahan Karies Gigidengan Konsumsi Zat Gizi dan Status Gizi Anak Sekolah Dasar diKecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Gizi KlinikIndonesia. 4(2): 92-96.
Kanchanakamol U, Tuongratanaphan S, Tuongratanaphan S,Lertpoonvilaikul W, Chittaisong C, Pattanaporn K, Navia JM, DaviesGN (1996). Prevalence of developmental enamel defects and dentalcaries in rural pre-school Thai children. Community Dent Health,13(4): 204-207.
Kantovitz KR, Pascon FM, Rontani RM, Gavia˜o MB.2006. Obesity and dentalcaries – a systematic review. Oral Health Prev Dent 4: 137–144.
Kawashita, Y.,Kitamura, M., and Saito, T. 2011. Early Childhood Caries.International Journal of Dentistry. 2011: 7
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1995/Menkes/SK/XII/2010 Tentang Standar Antropometri penilaianstatus gizi anak. Direktorat Bina Gizi. Jakarta.
Khan AA, Jain SK, Shrivastay A. Prevalence Of Dental Caries Among ThePopulation Of Gwalior (India) In Relation Of Different AssociatedFactors. European Journal of Dentistry. 2008; 2: 81-5.
Kidd E A M, Bechal S J. 1992. Dasar – Dasar Karies Penyakit danPenanggulangannya (Alih bahasa : Narlan Sumawinata dan SaffidaFaruk). EGC, Jakarta.
Kopycka-Kedzierawski DT, Auinger P, Billings RJ, Weitzman M. Caries statusand overweight in 2- to 18- year-old US children: findings fromnational surveys. Community Dent Oral Epidemiol 2007. 36: 157-67.
Law, V., Seow, W.K., Townsend, G. 2007. Factors influencing oralcolonization of mutans streptococci in young children. AustralianDental Journal. 52:(2):93-100.
Lemeshow, S. & David W.H.Jr, 1997. Besar Sampel dalam PenelitianKesehatan (terjemahan), Gadjahmada University Press, Yogyakarta.
Levin K.A. et al. (2010). Urban-Rural Differences In Dental Caries of 5-YearsOld Children In Scotland. Soc Sci Med, 71 (11): 2020-7.
Lutviana, Evi. 2010. Prevalensi dan determinan kejadian gizi kurang Padabalita (studi kasus pada keluarga nelayan di Desa bajomulyokecamatan juwana kabupaten pati). Jurnal Kesmas. 5(2) Januari-Juni.
Macek MD, Heller KE, Selwitz RH, Manz MC. 2004. Is 75 percent of dentalcaries really found in 25 percent of the population? Journal of PublicHealth Dentistry. 64(1):20-25.
Malik I. 2008. Kesehatan Gigi dan Mulut. Universitas Padjajaran. Bandung.http://pustaka.unpad.ac.id. Diakses pada 25 Mei 2013.
Marshall TA, Eichenberger-Gilmore JM, Broffitt BA, Warren JJ, Levy SM.2007. Dental caries and childhood obesity: roles of diet andsocioeconomic status. Community Dent Oral Epidemiol.
Marshall, TA., Broffitt, B., Eichenberger-Gillmore J, Warren JJ, CunninghamMA, Levy SM. 2005. The roles of meal, snack, and daily total foodand beverage exposure on caries experience in young children. JPublic Health Dent. 65: 166-73.
Masumo, R., Bardsen, A., Mashoto, K., Astrom, AN. 2012. Prevalence andsocio-behavioral influence of early childhood caries, ECC, andfeeding habits among 6 – 36 months old children in Uganda andTanzania. BMC Oral Health. 12:24.
Mazhari F, Talebi M, Zoghi M. Prevalence of early childhood caries and itsrisk factors in 6-60 months old children in Quchan. J Dent Res 2007;4(2):96-10.
Mohammadi TM., Hossienian, Z., Bakhteyar, M. 2012. The Association ofBody Mass Index With Dental Caries In An Iranian Sample ofChildren. J Oral Health Oral Epidemiol. 1(1): 29-35.
Mohammadi, TM, Kay, EJ, Hajizamani,A. 2008. Relation between Past andPresent Dietary Sugar Intake and Dental Caries in A High CariesPopulation. Journal of Dentistry.vol:5,No.2.
Narksawat K, Tonmukayakul U, Boonthum A. 2009. Association BetweenNutritional Status And Dental Caries In Permanent Dentition AmongPrimary Schoolchildren Aged 12-14 Years, Thailand. SoutheastAsian J Trop Med Public Health, 40(2):338-44.
Narvey, A., . Shwart, L. 2007. “Early childhood dental disease—what’s in aname?” Journal of the Canadian Dental Association, vol. 73, no. 10,pp. 929–930.
Paes Leme, H. Koo, C.M. Bellato,G. Bedi, and J.A. Cury. 2006. The Role ofSucrose in Cariogenic Dental Biofilm Formation- New Insight. J DentRes. 85(10):878-887.
Palmer, CA. 2009. Have you missed something? 11 important relationshipbetween diet, nutrition and oral health. J Minim Interv Dent. 2 (4):261-6.
124
Patil, SN., Wasnik, VR. 2009. Nutritional and Health Status of Rural SchoolChildren in Ratnagiri District of Maharashtra. Journal of Clinical andDiagnostic Research. 3: 1611-1614.
Persagi. 1999. Visi dan Misi Dalam Mencapai Indonesia Sehat Tahun 2010.Jakarta.
Pine, C.M.1997. Community Oral Health. Great Britain. Wright.
Pintauli, S.Hamada,T. 2008. Menuju Gigi dan Mulut Sehat. USU Press.Medan.
Prashant S.T. et.al. 2011. Comparison of Association of dental Caries inRelation With Body Mass Index (BMI) in Government and PrivateSchool Children. Journal of Dental Science and Research, 2(2):1-5.
Riduwan. 2010. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Cetakan kedelapan.Alfabeta, Bandung.
Roselly NAAP. 2008 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan ObesitasBerdasarkan Persen Lemak Tubuh pada Pria (40-55 Tahun)Anggota ABRI/TNI di Kantor Direktorat Jenderal Zeni TNI-AD Tahun2008. Skripsi. Universitas Indonesia. Jakarta.
Ruhaya, H., Jaafar, N., Jamaluddin, M., Ismail, AR., Ismail, NM., et.al. 2012.Nutritional status and early childhood caries among preschoolchildren in Pasir Mas, Kelantan, Malaysia. Arch Orofac Sci . 7(2): 7pages.
Saini S, Aparna, Gupta N, Mahajan A, Arora DR. 2003. Microbial flora inorodental infections. Indian J Med Microbiol. 21:111-114.
Sanjur, D. dan Radriguez, M. 1997. Assessing Food Consumption- SelectedIssues in Data Collection and Analysis. Cornell University.
Sasiwi N.R. 2004. Hubungan Tingkat Keparahan Karies Gigi Dengan StatusGizi Anak (Skripsi). Semarang: Universitas Diponegoro.
Schlenker E.D.dan Long S. 2007. William’s Essentials Of Nutrition And DietTherapy. Canada: Mosby Elsevier.
Setiawan B. 2003. Pengaruh sudut tonjol gigi artifisial posterior terhadapperubahan partikel makanan [Tesis]. Yogyakarta: UGM.
125
Shahril RM., Sulaiman S., Shaharuddin SH., Isa NMD dan Hussain SNAS.2008. Jurnal Sains Kesihatan Malaysia. 6(2):75-91.
Sheiham A: Dental caries affects body weight, growth and quality of life inpre-school children. Br Dent J 2006, 201:625–626.
Sheller B, Churchill SS, Williams BJ, Davidson B. 2009 Body mass index ofchildren with severe early childhood caries. Pediatr Dent. 31:216-221.
Siagian A. 2008. Hubungan Kebiasaan Makan dan Pemeliharaan KesehatanGigi dengan Karies Gigi Pada Anak SD 060935 di Jalan Pintu Air IISimpang Gudang Kota Medan. Info Kesehatan Masyarakat. XII (2):106-185.
Slavkin HC. Streptococcus mutans, early childhood caries and newopportunities. Jounal of American Dental Association 1999; 130:1787-92.
Soelarso H., Soebekti RH. Dan Mufid A. 2005. Peran KomunikasiInterpersonal dalam Pelayanan Kesehatan Gigi (The role ofinterpersonal communication integrated with medical dental care)Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.) 38(3): 124–129.
Suhardjo, 2005. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta : Penerbit BumiAksara.
Supariasa I, Bakri B, Fajar I. 2002. Penilaian Status Gizi. Antropometri Gizi.Jakarta : Buku Kedokteran. Edisi I.
Suwelo IS. Karies gigi pada anak dengan pelbagai faktor etiologi, JakartaEGC. 1992 p. 6 – 28.
Syukriawati R. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status GiziKurang Pada Anak Usia 24-59 Bulan Di Kelurahan Pamulang BaratKotaTangerang Selatan Tahun 2011.Skripsi. Universitas IslamNegeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
126
Tanaka K., Miyake Y., Sasaki S., Hirota Y. 2012. Dairy products and calciumintake during pregnancy and dental caries in children. NutritionJournal, 11:33.
Tarigan,R. 1995. Karies Gigi. Penerbit Hipokrates, Jakarta.
Thioritz, E. 2010. Pengaruh Faktor Sosial-Ekonomi Terhadap Status KariesPada Murid Taman Kanak-kanak Kecamatan Rappocini. MediaKesehatan Gigi. Edisi 1.
US Department of Health and Human Services, Office of Disease Preventionand Health Promotion. Healthy People 2020. ODPHP Publication No.B0132. November 2010. www.healthypeople.gov. Accessed May 22,2011.
Usha C, Sathyanarayanan R. 2009. Dental caries - A complete changeover(Part I). J Conserv Dent. 12:46-54.
Widardo, 1997. Ilmu Gizi II : Anthropometri Gizi. Fakultas KedokteranUniversitas Sebelas Maret, Surakarta. BPK,pp:12-33.
Willerhausen B, Blettner M, Kasaj A, and Hohenfellner K. 2007. Associationbetween Body mass Index and dental health in 1,290 children ofelementary school in German city. Clin Oral Invest. 11:195–200.
Willet, W.C. 1998. Nutritional epidemiology. New York: Oxford UniversityPress.
World Health Organization (WHO). Global strategy for infant and young childfeeding. Geneva: WHO 2003.
World Health Organization. Diet, Nutrition and the Prevention of ChronicDiseases. Report of the Joint WHO/FAO Expert Consultation. WHOTechnical Report Series 916. Geneva, World Health Organization,2003, pp. 105-128.
Zafar, S., Harnekar, Sy., Siddiqi, A., 2009. Early Childhood Caries: Etiology,Clinical Considerations, Consequences And Management.International Dentistry Sa. 11(4): 24-36.
kategori umur balita * tingkat keparahan karies Crosstabulation
6 14 15 20 19 74
8.1% 18.9% 20.3% 27.0% 25.7% 100.0%
50.0% 36.8% 36.6% 51.3% 31.1% 38.7%
6 24 26 19 42 117
5.1% 20.5% 22.2% 16.2% 35.9% 100.0%
50.0% 63.2% 63.4% 48.7% 68.9% 61.3%
12 38 41 39 61 191
6.3% 19.9% 21.5% 20.4% 31.9% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Count% within kategoriumur balita% within tingkatkeparahan kariesCount% within kategoriumur balita% within tingkatkeparahan kariesCount% within kategoriumur balita% within tingkatkeparahan karies
36-47 bln
48-60 bln
kategori umurbalita
Total
sangatrendah rendah sedang tinggi sangat tinggi
tingkat keparahan karies
Total
Jenis kelamin * tingkat keparahan karies Crosstabulation
Count% within Jenis kelamin% within tingkatkeparahan kariesCount% within Jenis kelamin% within tingkatkeparahan kariesCount% within Jenis kelamin% within tingkatkeparahan karies
laki-laki
Perempuan
Jenis kelamin
Total
sangatrendah rendah sedang tinggi sangat tinggi
tingkat keparahan karies
Total
137
pendidikan ayah * tingkat keparahan karies Crosstabulation
Count% within pendidikan ayah% within tingkatkeparahan kariesCount% within pendidikan ayah% within tingkatkeparahan kariesCount% within pendidikan ayah% within tingkatkeparahan kariesCount% within pendidikan ayah% within tingkatkeparahan karies
SD
SMP/SMU
Perguruan tinggi
pendidikanayah
Total
sangatrendah rendah sedang tinggi sangat tinggi
tingkat keparahan karies
Total
pendidikan ibu * tingkat keparahan karies Crosstabulation
Count% within pendidikan ibu% within tingkatkeparahan kariesCount% within pendidikan ibu% within tingkatkeparahan kariesCount% within pendidikan ibu% within tingkatkeparahan kariesCount% within pendidikan ibu% within tingkatkeparahan karies
SD
SMP/SMU
Perguruan tinggi
pendidikanibu
Total
sangatrendah rendah sedang tinggi sangat tinggi
tingkat keparahan karies
Total
138
Riwayat kunjungan ke dokter gigi * tingkat keparahan karies Crosstabulation
0 0 0 1 9 10
.0% .0% .0% 10.0% 90.0% 100.0%
.0% .0% .0% 2.6% 14.8% 5.2%
12 38 41 38 52 181
6.6% 21.0% 22.7% 21.0% 28.7% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0% 97.4% 85.2% 94.8%
12 38 41 39 61 191
6.3% 19.9% 21.5% 20.4% 31.9% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Count% within Riwayatkunjungan ke dokter gigi% within tingkatkeparahan kariesCount% within Riwayatkunjungan ke dokter gigi% within tingkatkeparahan kariesCount% within Riwayatkunjungan ke dokter gigi% within tingkatkeparahan karies
kurang atau samadengan enambulan yang lalu
Lebih dari enambulan yang lalu
Riwayatkunjunganke doktergigi
Total
sangatrendah rendah sedang tinggi sangat tinggi
tingkat keparahan karies
Total
Frekuensi menyikat gigi anak * tingkat keparahan karies Crosstabulation
12 37 38 37 58 182
6.6% 20.3% 20.9% 20.3% 31.9% 100.0%
100.0% 97.4% 92.7% 94.9% 95.1% 95.3%
0 1 3 2 3 9
.0% 11.1% 33.3% 22.2% 33.3% 100.0%
.0% 2.6% 7.3% 5.1% 4.9% 4.7%
12 38 41 39 61 191
6.3% 19.9% 21.5% 20.4% 31.9% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Count% within Frekuensimenyikat gigi anak% within tingkatkeparahan kariesCount% within Frekuensimenyikat gigi anak% within tingkatkeparahan kariesCount% within Frekuensimenyikat gigi anak% within tingkatkeparahan karies
sama atau lebihdari dua kali sehari
kurang dari duakali sehari
Frekuensimenyikatgigi anak
Total
sangatrendah rendah sedang tinggi sangat tinggi
tingkat keparahan karies
Total
139
Crosstabs
Pemberian ASI eksklusive * tingkat keparahan karies Crosstabulation
10 21 25 17 31 104
9.6% 20.2% 24.0% 16.3% 29.8% 100.0%
83.3% 55.3% 61.0% 43.6% 50.8% 54.5%
2 17 16 22 30 87
2.3% 19.5% 18.4% 25.3% 34.5% 100.0%
16.7% 44.7% 39.0% 56.4% 49.2% 45.5%
12 38 41 39 61 191
6.3% 19.9% 21.5% 20.4% 31.9% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Count% within PemberianASI eksklusive% within tingkatkeparahan kariesCount% within PemberianASI eksklusive% within tingkatkeparahan kariesCount% within PemberianASI eksklusive% within tingkatkeparahan karies
ya
tidak
Pemberian ASIeksklusive
Total
sangatrendah rendah sedang tinggi sangat tinggi
tingkat keparahan karies
Total
Lamanya pemberian ASI * tingkat keparahan karies Crosstabulation
1 14 14 12 20 61
1.6% 23.0% 23.0% 19.7% 32.8% 100.0%
8.3% 36.8% 34.1% 30.8% 32.8% 31.9%
6 14 12 10 21 63
9.5% 22.2% 19.0% 15.9% 33.3% 100.0%
50.0% 36.8% 29.3% 25.6% 34.4% 33.0%
5 8 13 14 16 56
8.9% 14.3% 23.2% 25.0% 28.6% 100.0%
41.7% 21.1% 31.7% 35.9% 26.2% 29.3%
0 2 2 3 4 11
.0% 18.2% 18.2% 27.3% 36.4% 100.0%
.0% 5.3% 4.9% 7.7% 6.6% 5.8%
12 38 41 39 61 191
6.3% 19.9% 21.5% 20.4% 31.9% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Count% within Lamanyapemberian ASI% within tingkatkeparahan kariesCount% within Lamanyapemberian ASI% within tingkatkeparahan kariesCount% within Lamanyapemberian ASI% within tingkatkeparahan kariesCount% within Lamanyapemberian ASI% within tingkatkeparahan kariesCount% within Lamanyapemberian ASI% within tingkatkeparahan karies
< 6 bulan
6 bulan sampai 1 tahun
> 1 tahun sampai 2tahun
> 2 tahun
LamanyapemberianASI
Total
sangatrendah rendah sedang tinggi sangat tinggi
tingkat keparahan karies
Total
140
kategori umur balita * status gizi anak Crosstabulation
14 58 2 74
18.9% 78.4% 2.7% 100.0%
42.4% 37.4% 66.7% 38.7%19 97 1 117
16.2% 82.9% .9% 100.0%
57.6% 62.6% 33.3% 61.3%33 155 3 191
17.3% 81.2% 1.6% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Count% within kategori umurbalita% within status gizi anakCount% within kategori umurbalita% within status gizi anakCount% within kategori umurbalita% within status gizi anak
Count% within Jenis kelamin% within status gizi anakCount% within Jenis kelamin% within status gizi anakCount% within Jenis kelamin% within status gizi anak
laki-laki
Perempuan
Jenis kelamin
Total
kurus normal gemukstatus gizi anak
Total
141
pendidikan ayah * status gizi anak Crosstabulation
Count% within pendidikan ayah% within status gizi anakCount% within pendidikan ayah% within status gizi anakCount% within pendidikan ayah% within status gizi anakCount% within pendidikan ayah% within status gizi anak
Count% within pendidikan ibu% within status gizi anakCount% within pendidikan ibu% within status gizi anakCount% within pendidikan ibu% within status gizi anakCount% within pendidikan ibu% within status gizi anak
SD
SMP/SMU
Perguruan tinggi
pendidikanibu
Total
kurus normal gemukstatus gizi anak
Total
142
kategori umur balita * Kategori Asupan Energi Crosstabulation
13 11 21 29 74
17.6% 14.9% 28.4% 39.2% 100.0%
72.2% 34.4% 27.3% 45.3% 38.7%
5 21 56 35 117
4.3% 17.9% 47.9% 29.9% 100.0%
27.8% 65.6% 72.7% 54.7% 61.3%
18 32 77 64 191
9.4% 16.8% 40.3% 33.5% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Count% within kategoriumur balita% within KategoriAsupan EnergiCount% within kategoriumur balita% within KategoriAsupan EnergiCount% within kategoriumur balita% within KategoriAsupan Energi
36-47 bln
48-60 bln
kategori umurbalita
Total
Defisit Kurang Sedang BaikKategori Asupan Energi
Total
kategori umur balita * Kategori Asupan Protein Crosstabulation
8 5 20 41 74
10.8% 6.8% 27.0% 55.4% 100.0%
88.9% 38.5% 32.8% 38.0% 38.7%
1 8 41 67 117
.9% 6.8% 35.0% 57.3% 100.0%
11.1% 61.5% 67.2% 62.0% 61.3%
9 13 61 108 191
4.7% 6.8% 31.9% 56.5% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Count% within kategoriumur balita% within KategoriAsupan ProteinCount% within kategoriumur balita% within KategoriAsupan ProteinCount% within kategoriumur balita% within KategoriAsupan Protein
36-47 bln
48-60 bln
kategori umurbalita
Total
Defisit Kurang Sedang BaikKategori Asupan Protein
Total
143
Jenis kelamin * Kategori Asupan Energi Crosstabulation
8 15 39 25 879.2% 17.2% 44.8% 28.7% 100.0%
44.4% 46.9% 50.6% 39.1% 45.5%
10 17 38 39 1049.6% 16.3% 36.5% 37.5% 100.0%
55.6% 53.1% 49.4% 60.9% 54.5%
18 32 77 64 1919.4% 16.8% 40.3% 33.5% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Count% within Jenis kelamin% within KategoriAsupan EnergiCount% within Jenis kelamin% within KategoriAsupan EnergiCount% within Jenis kelamin% within KategoriAsupan Energi
laki-laki
Perempuan
Jenis kelamin
Total
Defisit Kurang Sedang BaikKategori Asupan Energi
Total
Jenis kelamin * Kategori Asupan Protein Crosstabulation
4 5 30 48 874.6% 5.7% 34.5% 55.2% 100.0%
44.4% 38.5% 49.2% 44.4% 45.5%
5 8 31 60 1044.8% 7.7% 29.8% 57.7% 100.0%
55.6% 61.5% 50.8% 55.6% 54.5%
9 13 61 108 1914.7% 6.8% 31.9% 56.5% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Count% within Jenis kelamin% within KategoriAsupan ProteinCount% within Jenis kelamin% within KategoriAsupan ProteinCount% within Jenis kelamin% within KategoriAsupan Protein
laki-laki
Perempuan
Jenis kelamin
Total
Defisit Kurang Sedang BaikKategori Asupan Protein
Total
144
pendidikan ayah * Kategori Asupan Energi Crosstabulation
3 5 7 11 2611.5% 19.2% 26.9% 42.3% 100.0%
16.7% 15.6% 9.1% 17.2% 13.6%
10 17 50 33 1109.1% 15.5% 45.5% 30.0% 100.0%
55.6% 53.1% 64.9% 51.6% 57.6%
5 10 20 20 559.1% 18.2% 36.4% 36.4% 100.0%
27.8% 31.3% 26.0% 31.3% 28.8%
18 32 77 64 1919.4% 16.8% 40.3% 33.5% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Count% within pendidikan ayah% within Kategori AsupanEnergiCount% within pendidikan ayah% within Kategori AsupanEnergiCount% within pendidikan ayah% within Kategori AsupanEnergiCount% within pendidikan ayah% within Kategori AsupanEnergi
SD
SMP/SMU
Perguruan tinggi
pendidikanayah
Total
Defisit Kurang Sedang BaikKategori Asupan Energi
Total
pendidikan ayah * Kategori Asupan Protein Crosstabulation
4 3 7 12 2615.4% 11.5% 26.9% 46.2% 100.0%
44.4% 23.1% 11.5% 11.1% 13.6%
4 9 40 57 1103.6% 8.2% 36.4% 51.8% 100.0%
44.4% 69.2% 65.6% 52.8% 57.6%
1 1 14 39 551.8% 1.8% 25.5% 70.9% 100.0%
11.1% 7.7% 23.0% 36.1% 28.8%
9 13 61 108 1914.7% 6.8% 31.9% 56.5% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Count% within pendidikan ayah% within Kategori AsupanProteinCount% within pendidikan ayah% within Kategori AsupanProteinCount% within pendidikan ayah% within Kategori AsupanProteinCount% within pendidikan ayah% within Kategori AsupanProtein
SD
SMP/SMU
Perguruan tinggi
pendidikanayah
Total
Defisit Kurang Sedang BaikKategori Asupan Protein
Total
145
pendidikan ibu * Kategori Asupan Energi Crosstabulation
5 3 12 8 2817.9% 10.7% 42.9% 28.6% 100.0%
27.8% 9.4% 15.6% 12.5% 14.7%
12 18 41 36 10711.2% 16.8% 38.3% 33.6% 100.0%
66.7% 56.3% 53.2% 56.3% 56.0%
1 11 24 20 561.8% 19.6% 42.9% 35.7% 100.0%
5.6% 34.4% 31.2% 31.3% 29.3%
18 32 77 64 1919.4% 16.8% 40.3% 33.5% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Count% within pendidikan ibu% within KategoriAsupan EnergiCount% within pendidikan ibu% within KategoriAsupan EnergiCount% within pendidikan ibu% within KategoriAsupan EnergiCount% within pendidikan ibu% within KategoriAsupan Energi
SD
SMP/SMU
Perguruan tinggi
pendidikanibu
Total
Defisit Kurang Sedang BaikKategori Asupan Energi
Total
pendidikan ibu * Kategori Asupan Protein Crosstabulation
4 2 11 11 2814.3% 7.1% 39.3% 39.3% 100.0%
44.4% 15.4% 18.0% 10.2% 14.7%
5 11 37 54 1074.7% 10.3% 34.6% 50.5% 100.0%
55.6% 84.6% 60.7% 50.0% 56.0%
0 0 13 43 56.0% .0% 23.2% 76.8% 100.0%
.0% .0% 21.3% 39.8% 29.3%
9 13 61 108 1914.7% 6.8% 31.9% 56.5% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Count% within pendidikan ibu% within KategoriAsupan ProteinCount% within pendidikan ibu% within KategoriAsupan ProteinCount% within pendidikan ibu% within KategoriAsupan ProteinCount% within pendidikan ibu% within KategoriAsupan Protein
SD
SMP/SMU
Perguruan tinggi
pendidikanibu
Total
Defisit Kurang Sedang BaikKategori Asupan Protein
Total
146
tingkat keparahan karies 3 * Kategori Asupan Energi 2
Crosstab
19 72 91
20.9% 79.1% 100.0%
38.0% 51.1% 47.6%
31 69 100
31.0% 69.0% 100.0%
62.0% 48.9% 52.4%
50 141 191
26.2% 73.8% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0%
Count% within tingkatkeparahan karies 3% within KategoriAsupan Energi 2Count% within tingkatkeparahan karies 3% within KategoriAsupan Energi 2Count% within tingkatkeparahan karies 3% within KategoriAsupan Energi 2
rendah
tinggi
tingkat keparahankaries 3
Total
Kurang Cukup
Kategori AsupanEnergi 2
Total
Chi-Square Tests
2.525b 1 .1122.029 1 .1542.548 1 .110
.138 .077
2.512 1 .113
191
Pearson Chi-SquareContinuity Correctiona
Likelihood RatioFisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig.
(2-sided)Exact Sig.
(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 23.82.
b.
147
tingkat keparahan karies 3 * Kategori Asupan Protein 2
Crosstab
6 85 91
6.6% 93.4% 100.0%
27.3% 50.3% 47.6%
16 84 100
16.0% 84.0% 100.0%
72.7% 49.7% 52.4%
22 169 191
11.5% 88.5% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0%
Count% within tingkatkeparahan karies 3% within KategoriAsupan Protein 2Count% within tingkatkeparahan karies 3% within KategoriAsupan Protein 2Count% within tingkatkeparahan karies 3% within KategoriAsupan Protein 2
rendah
tinggi
tingkat keparahankaries 3
Total
Kurang Cukup
Kategori AsupanProtein 2
Total
Chi-Square Tests
4.136b 1 .0423.265 1 .0714.298 1 .038
.068 .034
4.115 1 .043
191
Pearson Chi-SquareContinuity Correctiona
Likelihood RatioFisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig.
(2-sided)Exact Sig.
(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.48.
b.
148
Kategori Asupan Energi 2 * status gizi anak 2 kategori
Case Processing Summary
191 100.0% 0 .0% 191 100.0%
191 100.0% 0 .0% 191 100.0%
191 100.0% 0 .0% 191 100.0%
Kategori AsupanEnergi 2 * statusgizi anak 2 kategoriKategori AsupanProtein 2 * statusgizi anak 2 kategoritingkat keparahankaries 3 * statusgizi anak 2 kategori
N Percent N Percent N PercentValid Missing Total
Cases
Crosstab
24 26 50
48.0% 52.0% 100.0%
72.7% 16.5% 26.2%
9 132 141
6.4% 93.6% 100.0%
27.3% 83.5% 73.8%
33 158 191
17.3% 82.7% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0%
Count% within KategoriAsupan Energi 2% within status gizianak 2 kategoriCount% within KategoriAsupan Energi 2% within status gizianak 2 kategoriCount% within KategoriAsupan Energi 2% within status gizianak 2 kategori
Kurang
Cukup
Kategori AsupanEnergi 2
Total
kurus normal
status gizi anak 2kategori
Total
149
Kategori Asupan Protein 2 * status gizi anak 2 kategori
Chi-Square Tests
44.729b 1 .00041.865 1 .00039.644 1 .000
.000 .000
44.495 1 .000
191
Pearson Chi-SquareContinuity Correctiona
Likelihood RatioFisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig.
(2-sided)Exact Sig.
(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.64.
b.
Crosstab
12 10 22
54.5% 45.5% 100.0%
36.4% 6.3% 11.5%
21 148 169
12.4% 87.6% 100.0%
63.6% 93.7% 88.5%
33 158 191
17.3% 82.7% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0%
Count% within KategoriAsupan Protein 2% within status gizianak 2 kategoriCount% within KategoriAsupan Protein 2% within status gizianak 2 kategoriCount% within KategoriAsupan Protein 2% within status gizianak 2 kategori
Kurang
Cukup
Kategori AsupanProtein 2
Total
kurus normal
status gizi anak 2kategori
Total
150
tingkat keparahan karies 3 * status gizi anak 2 kategori
Chi-Square Tests
24.162b 1 .00021.305 1 .00018.642 1 .000
.000 .000
24.036 1 .000
191
Pearson Chi-SquareContinuity Correctiona
Likelihood RatioFisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig.
(2-sided)Exact Sig.
(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.80.
b.
Crosstab
3 88 91
3.3% 96.7% 100.0%
9.1% 55.7% 47.6%
30 70 100
30.0% 70.0% 100.0%
90.9% 44.3% 52.4%
33 158 191
17.3% 82.7% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0%
Count% within tingkatkeparahan karies 3% within status gizianak 2 kategoriCount% within tingkatkeparahan karies 3% within status gizianak 2 kategoriCount% within tingkatkeparahan karies 3% within status gizianak 2 kategori
rendah
tinggi
tingkat keparahankaries 3
Total
kurus normal
status gizi anak 2kategori
Total
151
T-Test
Chi-Square Tests
23.770b 1 .00021.939 1 .00027.273 1 .000
.000 .000
23.646 1 .000
191
Pearson Chi-SquareContinuity Correctiona
Likelihood RatioFisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig.
(2-sided)Exact Sig.
(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.72.