Top Banner
HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA DENGAN PENALARAN MORAL PADA ANAK USIA AKHIR (LATE CHILDHOOD) Hazhira Qudsyi Uly Gusniarti INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan positif antara keberfungsian keluarga dengan penalaran moral pada anak usia akhir (late childhood). Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara keberfungsian keluarga dengan penalaran moral pada anak usia akhir. Semakin tinggi tingkat keberfungsian keluarga, maka semakin tinggi tingkat penalaran moral pada anak. Begitupun sebaliknya, semakin rendah tingkat keberfungsian keluarga, maka semakin rendah pula tingkat penalaran moral anak. Subjek dalam penelitian ini adalah anak-anak berusia 10-12 tahun, laki-laki dan atau perempuan, tidak bersekolah di sekolah dasar yang berbasis keagamaan, dan memiliki kategori inteligensi rata-rata ke atas. Penelitian ini mengambil subjek siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar (SD) Negeri Perumnas Condong Catur Sleman Yogyakarta sebanyak 94 siswa. Adapun skala yang digunakan adalah hasil modifikasi skala Keberfungsian Keluarga yang disusun oleh Moos dan Moos (Mandara dan Murray, 2002; Schultz, 2005) serta pembuatan aitem oleh peneliti dengan mengacu pada aspek-aspek yang ada pada skala tersebut hingga dihasilkan aitem sebanyak 27 aitem, dan Skala Penalaran Moral Anak dari Rachmawati (2002) yang mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Brooks dan Kann (Elliott, dkk., 2000; Elliott, dkk. dalam Rachmawati, 2002). Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan fasilitas program SPSS 12.0 for Windows untuk menguji apakah terdapat hubungan antara keberfungsian keluarga dengan penalaran moral pada anak usia akhir. Korelasi Product Moment dari Pearson menunjukkan korelasi sebesar r = 0.306 dengan taraf signifikansi sebesar p = 0.005 (p<0.01). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara keberfungsian keluarga dengan penalaran moral pada anak usia akhir ( late childhood). Semakin tinggi tingkat keberfungsian keluarga, maka semakin tinggi pula tingkat penalaran moral pada anak usia akhir. Sebaliknya, semakin rendah tingkat keberfungsian keluarga, maka semakin rendah pula tingkat penalaran moral pada anak usia akhir. Dengan demikian, hiptesis penelitian ini dapat diterima. Kata Kunci : Keberfungsian Keluarga, Penalaran Moral, Anak Usia Akhir (Late Childhood)
33

HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA … · mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia kira-kira 10 tahun dan lebih ... dilakukan oleh anak (Republika, 4 Februari 2007). ... seperti

Mar 09, 2019

Download

Documents

vuongque
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA … · mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia kira-kira 10 tahun dan lebih ... dilakukan oleh anak (Republika, 4 Februari 2007). ... seperti

HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA DENGAN

PENALARAN MORAL PADA ANAK USIA AKHIR (LATE CHILDHOOD)

Hazhira Qudsyi Uly Gusniarti

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan positif antara keberfungsian keluarga dengan penalaran moral pada anak usia akhir (late childhood). Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara keberfungsian keluarga dengan penalaran moral pada anak usia akhir. Semakin tinggi tingkat keberfungsian keluarga, maka semakin tinggi tingkat penalaran moral pada anak. Begitupun sebaliknya, semakin rendah tingkat keberfungsian keluarga, maka semakin rendah pula tingkat penalaran moral anak.

Subjek dalam penelitian ini adalah anak-anak berusia 10-12 tahun, laki-laki dan atau perempuan, tidak bersekolah di sekolah dasar yang berbasis keagamaan, dan memiliki kategori inteligensi rata-rata ke atas. Penelitian ini mengambil subjek siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar (SD) Negeri Perumnas Condong Catur Sleman Yogyakarta sebanyak 94 siswa. Adapun skala yang digunakan adalah hasil modifikasi skala Keberfungsian Keluarga yang disusun oleh Moos dan Moos (Mandara dan Murray, 2002; Schultz, 2005) serta pembuatan aitem oleh peneliti dengan mengacu pada aspek-aspek yang ada pada skala tersebut hingga dihasilkan aitem sebanyak 27 aitem, dan Skala Penalaran Moral Anak dari Rachmawati (2002) yang mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Brooks dan Kann (Elliott, dkk., 2000; Elliott, dkk. dalam Rachmawati, 2002).

Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan fasilitas program SPSS 12.0 for Windows untuk menguji apakah terdapat hubungan antara keberfungsian keluarga dengan penalaran moral pada anak usia akhir. Korelasi Product Moment dari Pearson menunjukkan korelasi sebesar r = 0.306 dengan taraf signifikansi sebesar p = 0.005 (p<0.01). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara keberfungsian keluarga dengan penalaran moral pada anak usia akhir (late childhood). Semakin tinggi tingkat keberfungsian keluarga, maka semakin tinggi pula tingkat penalaran moral pada anak usia akhir. Sebaliknya, semakin rendah tingkat keberfungsian keluarga, maka semakin rendah pula tingkat penalaran moral pada anak usia akhir. Dengan demikian, hiptesis penelitian ini dapat diterima. Kata Kunci : Keberfungsian Keluarga, Penalaran Moral, Anak Usia Akhir (Late Childhood)

Page 2: HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA … · mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia kira-kira 10 tahun dan lebih ... dilakukan oleh anak (Republika, 4 Februari 2007). ... seperti

HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA DENGAN

PENALARAN MORAL PADA ANAK USIA AKHIR (LATE CHILDHOOD)

Pengantar

Latar Belakang Masalah

Hurlock (2002) mengemukakan bahwa setiap orang memiliki tugas

perkembangan dalam hidupnya, dimana tugas-tugas perkembangan itu

memegang peranan penting untuk menentukan arah perkembangan yang

normal, termasuk pada perkembangan anak-anak. Mengenai tugas-tugas

perkembangan yang ada pada masa anak-anak, Havighurst (Hurlock, 2002)

menjelaskan bahwa tugas perkembangan pada akhir masa anak-anak

diantaranya adalah mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan

untuk kehidupan sehari-hari, serta mengembangkan hati nurani, pengertian

moral, tata dan tingkatan nilai. Dapat dilihat disini bahwa perkembangan dan

pengertian moral menjadi tugas tersendiri dalam proses perkembangan yang

terjadi pada akhir masa anak-anak (late childhood).

Proses perkembangan moral memang tidak bisa dijauhkan dari rentang

perkembangan yang terjadi pada masa anak-anak, karena perkembangan moral

memang menjadi satu fase tersendiri dalam perkembangan seorang individu,

terutama pada anak-anak. Menurut Santrock (2002), perkembangan moral

adalah salah satu dimensi penting dalam perkembangan sosioemosional anak.

Perkembangan moral (moral development) berkaitan dengan aturan dan

konvensi tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh individu dalam

interaksinya dengan orang lain (Santrock, 2002).

Page 3: HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA … · mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia kira-kira 10 tahun dan lebih ... dilakukan oleh anak (Republika, 4 Februari 2007). ... seperti

Pada dasarnya, menurut Piaget (Santrock, 2002), anak-anak berpikir

dengan dua cara yang jelas-jelas berbeda tentang moralitas, tergantung pada

kedewasaan perkembangan anak-anak tersebut. Piaget (Santrock, 2002)

mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia kira-kira 10 tahun dan lebih

memiliki tahap perkembangan yang dinamakan autonomous morality, dimana

anak menjadi sadar bahwa aturan-aturan dan hukum-hukum diciptakan oleh

manusia dan dalam menilai suatu tindakan, seseorang harus

mempertimbangkan maksud-maksud pelaku dan juga akibat-akibatnya.

Dikemukakan pula oleh Piaget (Clarke-Stewart dan Koch, 1983), bahwa anak-

anak yang berada pada usia 10 hingga 11 tahun memiliki suatu kesadaran akan

perasaan-perasaan orang lain dan dapat tersakiti ataupun merasa kecewa atas

apa yang dilakukan oleh individu tersebut.

Idealita di atas tampaknya belum sejalan dengan kenyataan yang ada di

masyarakat dimana banyak sekali terjadi kasus-kasus kriminalitas dan kenakalan

yang dilakukan oleh anak-anak. Misalnya saja dari apa yang diberitakan oleh

Republika, bahwa ada empat orang anak yakni DMS (12 tahun), SND (11), PTT

(11), dan KKH (11), yang sudah terhitung beberapa bulan merasakan dinginnya

sel hotel prodeo di Lembaga Permasyarakatan (LP) Trenggalek, Jawa Timur.

Anak-anak tersebut dimasukkan sel karena menjadi terdakwa atas kasus

pemerkosaan. Keempat siswa kelas VI SD Negeri Gandusari, Trenggalek itu

menggilir teman sekolah anak-anak tersebut, sebut saja namanya Kuntum. Sejak

pertengahan Mei 2006, perbuatan itu berulang kali dilakukakan oleh anak-anak

tersebut. Tempatnya di ruang kelas, perpustakaan, dan kamar mandi sekolah,

hingga rumah Kuntum (Republika, 4 Februari 2007). Tidak hanya itu, diberitakan

Page 4: HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA … · mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia kira-kira 10 tahun dan lebih ... dilakukan oleh anak (Republika, 4 Februari 2007). ... seperti

pula oleh Republika bahwa seperlima kasus kekerasan seksual yang ada

dilakukan oleh anak (Republika, 4 Februari 2007).

Banyak hal yang menjadi pemicu dan mempengaruhi munculnya kasus

kenakalan dan kekerasan yang dilakukan oleh anak. Dikemukakan oleh Sirait

(2007), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi itu dapat berupa tontonan atau

tayangan media, trauma masa kecil akan kekerasan, kekerasan dalam rumah

tangga, disfungsi keluarga, faktor ekonomi, dan pandangan keliru orang tua

terhadap anak. Dapat dilihat di sini bahwa begitu banyak faktor yang

mempengaruhi seorang anak bertindak tidak sesuai dengan tindakan moral yang

ada, dan salah satunya adalah disfungsi keluarga.

Keluarga merupakan lingkungan yang paling pertama bagi sang anak

dalam proses perkembangannya, termasuk bagi proses perkembangan moral

anak. Keluarga, yang paling tidak terdiri dari orang tua dan anak, harus mampu

menjalankan peran dan fungsinya masing-masing dalam proses perkembangan

anak, agar anak dapat tumbuh menjadi sosok yang sesuai dengan harapan

keluarga dan masyarakat. Menurut Loutzenhiser (Agustina, 2006), lingkungan

keluarga yang seperti itu dikatakan sebagai family functioning (keberfungsian

keluarga). Beberapa ahli pun memiliki penamaan istilah yang berbeda-beda

mengenai keberfungsian keluarga itu sendiri, seperti keluarga sehat (healthy

family), keluarga fungsional (functional family), keluarga normal (normal family),

ataupun keluarga kokoh atau kuat (strong family).

Pada dasarnya, keluarga yang fungsional adalah keluarga yang dapat

bekerja dan menjalankan fungsinya dengan baik dan benar (MacArthur, 2000).

Senada dengan apa yang didefinisikan oleh Walsh (2003) mengenai keluarga

Page 5: HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA … · mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia kira-kira 10 tahun dan lebih ... dilakukan oleh anak (Republika, 4 Februari 2007). ... seperti

sehat, yaitu suatu kondisi keluarga yang memiliki ciri dan sifat yang ideal yang

mana keluarga tersebut dapat menjalankan fungsi secara optimal.

Gunarsah (Fajarwati, 2004) pun mengatakan bahwa orang tua di sini

sangat berperan penting dalam perkembangan anak, dan orang tualah yang

menjadi faktor utama dalam penanaman nilai-nilai dasar moral anak kelak

menginjak dewasa nanti.

Berangkat dari kenyataan dan idealita yang telah dikemukakan

sebelumnya, maka pertanyaan selanjutnya adalah, “Apakah ada hubungan

antara keberfungsian keluarga dengan penalaran moral pada anak usia akhir

(late childhood) ?”.

Tinjauan Pustaka

Perkembangan Moral

Nashori (1995) mengemukakan bahwa berbicara mengenai hal yang baik

dan buruk adalah berbicara mengenai moral. Menurut Lillie (Budiningsih, 2004),

kata moral berasal dari kata mores (bahasa latin) yang artinya merupakan tata

cara dalam kehidupan atau suatu adat istiadat. Sementara itu, Berns (2004)

mengungkapkan bahwa moral itu meliputi evaluasi individu atas sesuatu yang

benar dan salah. Moral ini juga menyangkut penerimaan individu akan suatu

peraturan dan menentukan bagaimana seorang individu itu berperilaku terhadap

orang lain. Dan pelanggaran terhadap moral itu sendiri akan dapat menimbulkan

berbagai macam konsekuensi, diantaranya adalah adanya berbagai macam

pendapat dan respon-respon emosi (Damon, 1988 dan Turiel, 1998; dalam

Berns, 2004).

Selain itu, moralitas juga meliputi suatu penalaran, yang mana mencakup

kemampuan untuk memahami peraturan, membedakan suatu hal yang benar

Page 6: HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA … · mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia kira-kira 10 tahun dan lebih ... dilakukan oleh anak (Republika, 4 Februari 2007). ... seperti

dan yang salah, dan mengambil perspektif dari orang lain (Kohlberg, 1976;

Piaget, 1965; dan Selman, 1980; dalam Berns, 2004). Terkait konsep penalaran

moral itu sendiri, dapat didefinisikan bahwa penalaran (reasoning) adalah proses

berpikir, khususnya proses berpikir logis atau berpikir memecahkan masalah

(Chaplin, 2004). Menurut Shaffer (1994), penalaran moral menunjukkan proses

penentuan seseorang apakah berbagai macam tindakan itu termasuk tindakan

benar atau salah.

Menurut Kohlberg (1995), perkembangan moral dapat dibagi sebagai

berikut :

a. Tingkat Prakonvensional

Pada tingkat ini, anak sudah tanggap terhadap label-label budaya

mengenai yang baik dan yang buruk, namun anak menafsirkan semua label

tersebut hanya dari segi akibat fisiknya, yakni seperti hukuman dan ganjaran

kebaikan (pujian). Tingkat ini memiliki dua tahap, yaitu :

1) Tahap 1 : Orientasi hukuman dan kepatuhan

Akibat fisik tindakan, terlepas dari arti atau nilai manusiawinya,

menentukan sifat baik dan sifat buruk dari tindakan tersebut. Anak hanya

semata-mata menghindarkan hukuman dan tunduk pada kekuasaan

tanpa mempersoalkannya.

2) Tahap 2 : Orientasi Relativis-Instrumental

Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang secara instrumental

dapat memuaskan kebutuhan individu sendiri dan kadang-kadang

kebutuhan orang lain. Hubungan antar manusia dipandang seperti

hubungan di tempat umum.

b. Tingkat Konvensional

Page 7: HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA … · mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia kira-kira 10 tahun dan lebih ... dilakukan oleh anak (Republika, 4 Februari 2007). ... seperti

Pada tingkat ini, sering digambarkan sebagai tingkat konformis, yang

tampak pada upaya mempertahankan harapan-harapan dan peraturan dari

keluarga, kelompok, atau bangsanya. Tingkat ini juga ada dua tahap :

1) Tahap 3 : Orientasi kesepakatan antara pribadi atau orientasi “anak

manis”

Pada tahap ini, perilaku yang dianggap baik adalah perilaku yang

menyenangkan atau membantu orang lain, dan yang disetujui oleh orang-

orang tersebut.

2) Tahap 4 : Orientasi hukuman dan ketertiban

Pada tahap ini, perilaku yang benar adalah menjalankan tugas,

memperlihatkan rasa hormat terhadap otoritas, dan pemeliharaan tata

aturan sosial tertentu demi tata aturan itu sendiri.

c. Tingkat Pasca Konvensional

Pada tingkat ini, terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-

nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan.

Tingkat ini pun memiliki dua tahap, yakni :

1) Orientasi kontrak sosial legalitas

Pada tahap ini, perbuatan yang benar cenderung didefinisikan dari

segi hak-hak bersama dan ukuran-ukuran yang telah diuji secara kritis

dan disepakati oleh seluruh masyarakat.

2) Orientasi prinsip etika universal

Tahap ini berorientasi pada keputusan suara hati dan pada

prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri, yang mengacu pada pemahaman

logis menyeluruh, universalitas dan konsistensi.

Page 8: HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA … · mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia kira-kira 10 tahun dan lebih ... dilakukan oleh anak (Republika, 4 Februari 2007). ... seperti

Sementara itu, menurut Berns (2004), ada beberapa hal yang dapat

mempengaruhi perkembangan moral, yakni konteks (keadaan) situasional; sifat,

kontrol diri, dan penghargaan diri; usia, kecerdasan, faktor-faktor sosial, dan

emosi; keluarga; teman sebaya; sekolah; media massa; masyarakat (komunitas).

Keberfungsian Keluarga

Menurut Agustina (2005), dalam mendefinisikan keberfungsian keluarga

tidak dapat dilepaskan dari istilah keluarga fungsional yang diartikan sebagai

keluarga yang dapat menjalankan fungsi-fungsi yang ada pada keluarga tersebut

dengan sebaik-baiknya. MacArthur (2000) pun secara sederhana mengartikan

keluarga fungsional (functional family) sebagai keluarga yang dapat bekerja dan

menjalankan fungsinya dengan baik dan benar.

Sementara itu, menurut Smith, dkk. (2004), keberfungsian keluarga

(family functioning) adalah suatu istilah luas yang digunakan untuk

menggambarkan karakteristik yang bermacam-macam pada lingkungan keluarga

seperti kesejahteraan orang tua, kualitas perkawinan, hubungan antara orang tua

dan anak, kohesi (kepaduan), pernyataan perasaan, konflik, dan sebagainya.

Sementara itu, Hartmann (2002) mendefinisikan keberfungsian keluarga sebagai

keluarga yang sehat dimana memiliki ciri-ciri seperti sifat dasar peraturan, batas,

pola-pola komunikasi, dan peran.

Salah satu alat yang digunakan untuk mengukur keberfungsian keluarga

adalah Family Environment Scale (FES) yang disusun oleh Moos dan Moos. FES

ini merupakan bentuk skala yang digunakan untuk menggali persepsi seseorang

mengenai sepuluh area keberfungsian keluarga (Moos & Moos dalam Mandara &

Murray, 2002). Skala FES ini memiliki tiga dimensi yang kemudian terinci dalam

sepuluh subskala (Moos & Moos dalam Mandara & Murray, 2002), yakni

Page 9: HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA … · mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia kira-kira 10 tahun dan lebih ... dilakukan oleh anak (Republika, 4 Februari 2007). ... seperti

Relationship Dimensions yang meliputi aspek Cohesion, Expressiveness,

Conflict, kemudian Personal-Growth Dimensions yang meliputi aspek

Independence – Autonomy, Achievement Orientation, Intellectual Orientation,

Active Recreation, Moral – Religious Emphasis, dan terakhir System-

Maintenance Dimensions yang meliputi aspek Family Organization danControl.

Inteligensi dan Penalaran Moral

Penalaran (reasoning) adalah proses berpikir, khususnya proses berpikir

logis atau berpikir memecahkan masalah (Chaplin, 2004). Selain itu, Shaffer

(1994) mengemukakan bahwa penalaran moral menunjukkan proses penentuan

seseorang apakah berbagai macam tindakan itu termasuk tindakan benar atau

salah. Artinya, dalam konsep penalaran moral, terdapat proses berpikir dan

penentuan (evaluasi dan penilaian) dari individu. Terkait dengan proses berpikir

individu itu sendiri, seringkali hal tersebut dikaitkan dengan masalah inteligensi

(kecerdasan) seseorang. Inteligensi ini sendiri dikatakan sebagai proses berpikir

konvergen (Munandar dalam Diana, 1998). Menurut Aiken, pemikiran konvergen

yang merupakan penalaran logis adalah pemikiran yang menuju pada satu

jawaban yang benar (Adiyanti dalam Diana, 1998).

Terkait dengan hubungan antara inteligensi dan penalaran moral itu

sendiri, ada beberapa penelitian yang dapat menunjukkan bahwa antara

inteligensi dan penalaran moral memiliki hubungan (korelasi). Kohlberg dan

koleganya melaporkan data dari studi longitudinal selama 20 tahun mengenai

penilaian moral pada anak laki-laki berusia 10, 13, dan 16 pada saat pertama di-

assess. Data tersebut mendukung teori bahwa penalaran moral secara

siginifikan berhubungan dengan usia, IQ, pendidikan, dan status sosial ekonomi

(Berns, 2004). Dikatakan pula oleh Mason dan Gibbs (Berns, 2004), proses

Page 10: HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA … · mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia kira-kira 10 tahun dan lebih ... dilakukan oleh anak (Republika, 4 Februari 2007). ... seperti

berpikir secara kritis dan adanya diskusi-diskusi yang dilakukan, dapat

menaikkan penalaran moral seseorang.

Terdapat penemuan empiris yang menunjukkan bahwa kematangan

penilaian moral berkorelasi dengan kematangan kognitif seseorang, dimana

pada anak-anak dari usia tertentu korelasi antara IQ dan kematangan moral

adalah 0,35 hinggan 0,50 dalam berbagai macam sampel yang mewakili kira-kira

seperempat dari seluruh variasi dalam pertimbangan moral (Kohlberg, 1995).

Dikatakan pula dalam penemuan tersebut, bahwa sebagian besar anak yang

lebih tua biasanya lebih matang dalam pertimbangan moral, sebab pada

umumnya anak-anak tersebut lebih matang secara kognitif (Kohlberg, 1995).

Lee (Sjarkawi, 2006) menegaskan bahwa perkembangan moral tumbuh

bersamaan antara kognisi dengan tingkat perkembangan moral, dimana

pertumbuhan tingkat pertimbangan moral memerlukan keselarasan antara

perkembangan kemampuan berpikir dan inteligensi. Sejalan pula dengan yang

disampaikan Blasi (Sjarkawi, 2006) bahwa perkembangan tingkat pertimbangan

moral berhubungan secara positif dengan inteligensi.

Hubungan antara Keberfungsian Keluarga dengan Penalaran Moral pada Anak

Usia Akhir (Late Childhood)

Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, kepribadian,

moral, dan pendidikan bagi anak. Pengalaman interaksi di dalam keluarga juga

akan menentukan pola tingkah laku anak terhadap orang lain dalam masyarakat

(Soesilo dalam Kartono, 1985). Dengan demikian, berbagai macam kondisi yang

ada dalam keluarga, bagaimana kemudian keluarga dapat menjalankan tugas

dan fungsinya dengan baik, turut mempengaruhi proses perkembangan anak.

Dalam hal ini, keberfungsian keluarga pun mengambil peranan dalam

Page 11: HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA … · mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia kira-kira 10 tahun dan lebih ... dilakukan oleh anak (Republika, 4 Februari 2007). ... seperti

perkembangan anak. Sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Curran (Berns,

2004) bahwa salah satu masalah signifikan yang dapat muncul dalam

keberfungsian keluarga adalah terkait dengan perilaku anak. Hal ini didukung

pula oleh hasil penelitian Saydam dan Gencöz (2005) yang menyatakan bahwa

keberfungsian keluarga menjadi faktor penting lain yang turut mempengaruhi

masalah perilaku pada anak dan remaja.

Selain itu, L’Abate (Catharina, 1999) mengatakan bahwa secara umum

keberfungsian keluarga dianggap memiliki hubungan dan pengaruh yang kuat

dengan perilaku individu. Dikemukakan oleh Coie dan Dodge (Catharina, 1999)

bahwa munculnya perilaku bermasalah pada anak ini juga disebabkan oleh

proses perkembangan moral anak. Dapat dilihat di sini bahwa perkembangan

moral anak turut mempengaruhi munculnya perilaku yang bermasalah atau tidak

pada diri anak.

Penelitian yang dilakukan oleh Holstein (Kohlberg, 1995) memperlihatkan

bahwa anak-anak yang telah maju dalam pertimbangan moral memiliki orang tua

yang juga maju dalam hal pertimbangan moral. Hal ini dilakukan dengan jalan

adanya kesempatan untuk mengambil peran moral, yang mana menjadi sesuatu

hal yang paling penting dalam sumbangan yang diberikan oleh keluarga bagi

perkembangan moral anak (Kohlberg, 1995). Dikemukakan pula oleh Kohlberg

(1995) bahwa orang tua yang berusaha mengenal pandangan anak serta

mendorong terjadinya perbandingan pandangan lewat dialog-dialog yang

dilakukan, akan membuat anak memiliki perkembangan moral yang lebih maju.

Pengambilan peran yang dilakukan dalam keluarga sang anak dapat pula dilihat

dalam bentuk-bentuk seperti partisipasi keluarga, komunikasi, kehangatan

emosional, andil dalam pengambilan keputusan, pemberian tanggung jawab

Page 12: HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA … · mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia kira-kira 10 tahun dan lebih ... dilakukan oleh anak (Republika, 4 Februari 2007). ... seperti

kepada anak, serta memperlihatkan pelbagai akibat tindakan terhadap orang lain

(Kohlberg, 1995).

Sebuah keluarga yang fungsional pada dasarnya dapat memberikan

kesempatan pada seluruh anggota keluarga untuk saling mencurahkan

perasaan, saling berkomunikasi, dan saling berdiskusi secara terbuka. Selain itu,

sebuah keluarga yang fungsional juga memiliki suatu ikatan yang hangat serta

memiliki suatu sikap saling mendukung satu sama lain. Dalam penelitian yang

dilakukan oleh Walker dan Taylor (Shaffer, 1994) ditunjukkan bahwa seorang

anak yang memiliki perkembangan moral yang bertumbuh lebih tinggi daripada

yang lain adalah seorang anak yang memiliki orang tua dimana orang tua

tersebut mendorong sang anak dengan cara yang hangat dan supportive dalam

melewati proses perkembangan moral anak tersebut. Upaya orang tua dalam

mendorong tersebut dilakukan melalui proses-proses diskusi moral yang

dilakukan dalam berbagai pola dan gaya (Walker dan Taylor dalam Shaffer,

1994).

Selain itu, dikatakan oleh Wahyuning, dkk. (2003), nilai-nilai untuk

tingkatan anak-anak adalah membedakan baik dan buruk. Hal tersebut adalah

sesuatu yang abstrak untuk dikatakan dengan cara apapun, apalagi hanya

secara verbal atau kata-kata. Padahal, menurut Wahyuning, dkk. (2003), anak-

anak belum mempunyai kemampuan menerjemahkan kata-kata verbal. Oleh

karena itulah, mengkomunikasikan nilai-nilai moral dengan tepat kepada anak-

anak menjadi suatu hal yang penting. Salah satu bentuk komunikasi moral yang

dapat dilakukan adalah memperlihatkan dan menggambarkan lewat suatu

peristiwa. Anak kemudian membuat imajinasi dalam pikirannya. Imajinasi inilah

Page 13: HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA … · mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia kira-kira 10 tahun dan lebih ... dilakukan oleh anak (Republika, 4 Februari 2007). ... seperti

yang dapat membantu anak dalam memahami apakah suatu tindakan itu benar

atau salah (Wahyuning, dkk., 2003).

Salah satu faktor yang turut mempengaruhi perkembangan moral anak

adalah iklim dan suasana keluarga yang dibangun. Daradjat (1977)

mengemukakan bahwa tidak rukunnya ibu-bapak maupun antar anggota

keluarga akan menyebabkan kegelisahan dan kecemasan pada anak-anak.

Anak-anak yang gelisah dan cemas itu akan mudah terdorong kepada

perbuatan-perbuatan yang merupakan ungkapan rasa hati sang anak, yang

biasanya dapat mengganggu ketenteraman orang lain (Daradjat, 1977). Oleh

karena itulah, menurut penulis, anak-anak yang merasa kurang mendapat

perhatian, kasih sayang, pemeliharaan orang tua, serta tentunya anak yang

hidup dalam kondisi keluarga yang penuh konflik, akan mengalihkan perasaan

kurang tersebut dengan perbuatan-perbuatan yang mungkin saja dianggap tidak

baik oleh orang lain demi memuaskan rasa yang kurang dalam kehidupan sang

anak dengan keluarga.

Menurut Walker dan Taylor (Berns, 2004), beberapa penelitian

menunjukkan bahwa orang tua yang berdiskusi mengenai beragam persoalan

dengan anaknya, beserta nilai dibalik persoalan tersebut, cenderung untuk

menaikkan lebih lanjut pemikiran moral dari anak-anak tersebut. Selain itu,

keluarga juga dapat memanfaatkan momen-momen tertentu untuk dapat

mengajarkan nilai tertentu pada anak. Momen-momen ini, menurut Wahyuning,

dkk. (2003), bukanlah momen yang direncanakan, tetapi biasanya muncul secara

tidak terduga. Isu-isu moral yang dibicarakan dapat dicari saat isu tersebut

muncul.

Page 14: HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA … · mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia kira-kira 10 tahun dan lebih ... dilakukan oleh anak (Republika, 4 Februari 2007). ... seperti

Konsep moral yang dimiliki oleh anak juga dapat dikembangkan melalui

dorongan atau penguatan pada perilaku moral yang dilakukan oleh anak. Saat

sang anak dapat bertindak secara moral, keluarga atau orang tua dapat

memberitahukan tentang perilaku baik sang anak dan menggambarkan apa hal

baik yang telah dilakukan oleh anak serta mengapa keluarga atau orang tua

menghargai sang anak (Wahyuning, dkk., 2003). Dengan adanya sikap anggota

keluarga atau orang tua yang demikian, dapat memacu sang anak untuk

senantiasa melakukan perbuatan dan perilaku yang baik.

Daradjat (1977) mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang

menyebabkan kemorosotan moral adalah kurang adanya bimbingan untuk

mengisi waktu luang (leisure time) dengan cara yang baik dan yang membawa

pada pembinaan moral. Inilah yang kemudian menjadi hal penting pada keluarga

dalam mengembangkan konsep moral pada anak. Keluarga harus dapat

memberikan alternatif-alternatif hiburan dan rekreasi yang dapat meningkatkan

perkembangan moral pada anak. Jadi tidak sekedar mengisi waktu luang dengan

hal-hal yang justru dapat menyebabkan konsep moral pada anak menjadi hilang.

Salah satu faktor penting yang dapat mengembangkan konsep moral

dalam keluarga adalah peran kebiasaan dan peraturan dalam keluarga itu

sendiri. Peraturan itu dibuat sebagai pedoman dalam tingkah laku seseorang

(Hurlock, 1993). Jadi, peraturan berfungsi sebagai pedoman perilaku anak dan

sebagai sumber motivasi untuk bertindak sesuai dengan harapan sosial (Hurlock,

1993). Dalam pelaksanaan peraturan pada tiap-tiap anggota keluarga ini

tentunya dibutuhkan komitmen bersama dalam menjalankannya.

Page 15: HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA … · mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia kira-kira 10 tahun dan lebih ... dilakukan oleh anak (Republika, 4 Februari 2007). ... seperti

Berdasarkan pemaparan yang sudah dikemukakan sebelumnya, maka

dengan ini penulis dapat menyimpulkan bahwa secara umum keberfungsian

keluarga mungkin saja berpengaruh pada penalaran moral anak.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara

keberfungsian keluarga dengan penalaran moral pada anak usia akhir (late

childhood).

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk

mencari hubungan antara dua variabel (korelasional)

Variabel Penelitian

Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Variabel Tergantung : Penalaran Moral

2. Variabel Bebas : Keberfungsian Keluarga

3. Variabel Kontrol : Inteligensi

Subjek Penelitian

Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah :

1. Anak-anak berusia antara sepuluh hingga 12 tahun

2. Laki-laki dan atau perempuan

3. Berpendidikan sekolah dasar (SD)

4. Memiliki tingkat inteligensi minimal masuk ke dalam kategori rata-rata (SPM)

Page 16: HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA … · mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia kira-kira 10 tahun dan lebih ... dilakukan oleh anak (Republika, 4 Februari 2007). ... seperti

Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan data primer, yakni dengan menggunakan skala psikologi, alat tes

psikologi, dan wawancara.

1. Skala Penalaran Moral Anak

Skala penalaran moral dalam penelitian ini menggunakan skala

penalaran moral anak dari Rachmawati (2002) yang terdiri dari cerita-cerita yang

mengandung dilemma moral, yang mana dilemma moral dalam cerita tersebut

diambil dari konsep-konsep moral yang universal bagi anak. Menurut Brooks dan

Kann (Elliott, dkk., 2000), konsep moral universal ini terdiri dari unsur honesty

(kejujuran), kindness (kebaikan hati), respect (rasa menghormati), dan

responsibility (tanggung jawab). Skala ini memiliki koefisien reliabilitas Alpha

sebesar 0.7224. Distribusi skala penalaran moral lebih jelasnya dapat dilihat

pada tabel 1.

Tabel 1 Distribusi Skala Penalaran Moral Anak Untuk Penelitian

Aspek Nomor Butir Jumlah Prosentase Honesty Kindness Respect Responsibility

2, 6, 12, 13 3, 5, 7, 11 8, 10, 14 1, 4, 9

4 4 3 3

28.57 % 28.57 % 21.43 % 21.43 %

2. Skala Keberfungsian Keluarga

Skala keberfungsian keluarga dalam penelitian ini digunakan untuk

mengetahui sejauhmana keberfungsian keluarga subjek penelitian. Skala

keberfungsian keluarga ini dibuat oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek yang

ada pada alat ukur Family Environment Scale (FES) yang disusun oleh Moos

dan Moos (Mandara & Murray, 2002). Aspek-aspek keberfungsian keluarga yang

terdapat dalam alat ukur ini adalah cohesion, expressiveness, conflict,

Page 17: HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA … · mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia kira-kira 10 tahun dan lebih ... dilakukan oleh anak (Republika, 4 Februari 2007). ... seperti

independence-autonomy, achievement orientation, intellectual orientation, active

recreation, moral-religious emphasis, family organization, dan control. Distribusi

butir skala keberfungsian keluarga sesudah uji coba (try out) selengkapnya dapat

dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2 Distribusi Butir Aitem Skala Keberfungsian Keluarga Sesudah Uji Coba

Butir Favourable Butir Unfavourable Aspek Nomor Butir Jumlah Nomor Butir Jumlah

Cohesion 1 1 11, 21 2 Expressiveness 2, 12 2 22 1 Conflict 23 1 3, 13 2 Independence-Autonomy

4*, 24 2 14 1

Achievement Orientation

5, 15, 25 3 - 0

Intellectual Orientation

6, 16 2 26 1

Active Recreation 17, 27* 2 7 1 Moral-Religious Emphasis

8, 28 2 18 1

Family Organization 9, 29* 2 19 1 Control 10, 20 2 30 1

Jumlah 19 11 Keterangan : Angka yang bertanda * adalah nomor aitem yang direvisi

3. Tes Standard Progressive Matrics (SPM)

Tes SPM ini merupakan tes kemampuan seseorang untuk memahami

figur-figur bermakna yang diberikan dalam pengamatan subjek, melihat relasi

antar figur, menyusun dan memahami sifat dalam melengkapi figur, serta

mengembangkan metode penalaran yang sistematis (Raven, 1972). Tes SPM

yang dibuat oleh Raven ini dapat digunakan untuk individu yang berusia enam

hingga 65 tahun. Tes SPM ini terdiri atas 60 permasalahan (butir tes) yang

terbagi ke dalam lima subtes dengan jumlah masing-masing subtes sebanyak 12

butir tes. Skoring untuk tes SPM ini adalah dengan memberikan nilai satu (1)

untuk jawaban yang benar dan nilai nol (0) untuk jawaban yang salah. Tes SPM

Page 18: HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA … · mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia kira-kira 10 tahun dan lebih ... dilakukan oleh anak (Republika, 4 Februari 2007). ... seperti

ini memiliki reliabilitas (re-tes), dengan variasi berbagai usia, yang bergerak

antara 0.83 sampai 0.93. Selain itu, tes SPM ini memiliki korelasi sebesar 0.86

dengan skala dari tes inteligensi yang dibuat oleh Terman-Merrill (Raven, 1972).

Dalam penelitian ini, tes SPM digunakan untuk dapat menentukan siswa

SDN Perumnas Condong Catur yang dapat dijadikan subjek penelitian. Individu

yang dinyatakan sebagai subjek penelitian adalah siswa SDN Perumnas

Condong Catur yang memiliki skor persentil SPM di atas 25 atau memiliki tingkat

inteligensi minimal masuk ke dalam kategori rata-rata.

4. Wawancara

Untuk mendukung dan menunjang data penelitian yang ada, penulis

melengkapi metode skala, terutama untuk skala keberfungsian keluarga, dengan

melakukan wawancara. Wawancara dilakukan untuk mengetahui kesesuaian

antara penilaian anak terhadap keberfungsian keluarga yang ada dalam skala

dengan penilaian anggota keluarga yang lain, dan dalam hal ini pada orang tua

subjek.

Metode Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini

adalah dengan menggunakan metode statistik untuk menguji hipotesis penelitian,

yakni dengan teknik korelasi Product Moment Pearson. Untuk mempermudah

proses perhitungan statistik, maka keseluruhan perhitungan dan pengujian

hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program komputer

SPSS 12.0 for Windows.

Page 19: HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA … · mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia kira-kira 10 tahun dan lebih ... dilakukan oleh anak (Republika, 4 Februari 2007). ... seperti

Hasil Penelitian

Deskripsi Subjek Penelitian

Tabel 3 Deskripsi Subjek Penelitian No Faktor Kategori Jumlah 1 Jenis Kelamin a. Laki-laki

b. Perempuan 35 47

2 Kelas a. V-A b. V-B c. V-C

32 29 29

3 Usia a. 10 tahun b. 11 tahun c. 12 tahun

14 63 5

4 Jumlah Saudara Kandung a. 0-1 orang b. 2-3 orang c. 4-5 orang d. > 6 orang

46 31 4 1

Deskripsi Data Penelitian

Tabel 4 Deskripsi Data Penelitian

Hipotetik Empirik Variabel Min Max Mean SD Min Max Mean SD

Penalaran Moral

Keberfungsian

Keluarga

14

0

42

27

28

13.5

4.667

4.5

21

11

41

27

34.07

21.76

4.216

3.494

Subjek penelitian kemudian dikelompokkan ke dalam lima kategori pada

masing-masing variabel, yang dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini.

Tabel 5 Kategorisasi Subjek Pada Variabel Penalaran Moral

Kategori Rentang Skor Jumlah Prosentase Sangat Rendah

Rendah Sedang Tinggi

Sangat Tinggi

X < 27,746 27,746 < X < 31,962 31,962 < X < 36,178 36,178 < X < 40,394

40,394 < X

7 9

43 21 2

8,537 % 10,976 % 52,439 % 25,610 % 2,439 %

Page 20: HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA … · mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia kira-kira 10 tahun dan lebih ... dilakukan oleh anak (Republika, 4 Februari 2007). ... seperti

Tabel 6 Kategorisasi Subjek Pada Variabel Keberfungsian Keluarga

Kategori Rentang Skor Jumlah Prosentase Sangat Rendah

Rendah Sedang Tinggi

Sangat Tinggi

X < 16,519 16,519 < X < 20,013 20,013 < X < 23,507 23,507 < X < 27,001

27,001 < X

5 19 30 28 0

6,098 % 23,171 % 36,585 % 34,146 %

0 %

Uji Asumsi

Uji Normalitas

Hasil uji normalitas menunjukkan sebaran yang normal pada skala

keberfungsian keluarga dengan koefisien KS-Z 1.246 dan p = 0.090 (p > 0.05).

Sedangkan pada skala penalaran moral juga menunjukkan sebaran yang normal

dengan koefisien KS-Z 1.053 dan p = 0.217 (p > 0.05). Dengan hasil uji

normalitas yang demikian, maka uji asumsi normalitas untuk kedua skala

terpenuhi dengan distribusi yang normal.

Uji Linieritas

Hasil uji linieritas menunjukkan hasil dengan koefisien F = 7.779 dan p =

0.007 (p < 0.05). Dengan hasil tersebut dapat diperlihatkan bahwa hubungan

antara keberfungsian keluarga dan penalaran moral memenuhi asumsi linieritas.

Uji Hipotesis

Uji hipotesis dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik korelasi

Product Moment Pearson. Hasil analisa menunjukkan kofisien korelasi r sebesar

0.306 dengan p=0.005 (p < 0.01) pada uji dua sisi (two-tailed). Dari hasil tersebut

dapat dilihat bahwa terdapat korelasi positif yang sangat signifikan antara

keberfungsian keluarga dengan penalaran moral. Hal ini dapat diartikan bahwa

semakin tinggi tingkat keberfungsian keluarga, maka semakin tinggi tingkat

Page 21: HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA … · mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia kira-kira 10 tahun dan lebih ... dilakukan oleh anak (Republika, 4 Februari 2007). ... seperti

penalaran moral pada anak usia akhir (late childhood). Dengan demikian,

hipotesis penelitian yang diajukan sebelumnya dapat diterima.

Analisis Tambahan

Analisis tambahan terhadap data penelitian dilakukan untuk mengetahui

hubungan masing-masing aspek dalam variabel keberfungsian keluarga

terhadap variabel penalaran moral. Rangkuman hasil analisa tambahan dapat

dilihat lebih jelas pada tabel 7 di bawah ini.

Tabel 7 Deskripsi Hubungan antara Keberfungsian Keluarga dengan Penalaran Moral Subjek Penelitian ditinjau dari Aspek-aspek Keberfungsian Keluarga

Aspek r Sig Keterangan Cohesion 0.147 0.093 Tidak signifikan Expressiveness 0.366 0.000 Sangat signifikan Conflict 0.256 0.010 Signifikan Independence-Autonomy 0.026 0.408 Tidak signifikan Achievement Orientation 0.074 0.254 Tidak signifikan Intellectual Orientation 0.143 0.099 Tidak signifikan Active Recreation 0.204 0.033 Signifikan Moral-Religious Emphasis 0.055 0.311 Tidak signifikan Family Organization 0.016 0.444 Tidak signifikan Control 0.107 0.169 Tidak signifikan

Berdasarkan hasil analisa tambahan di atas, dapat disimpulkan bahwa

aspek keberfungsian keluarga yang memiliki hubungan positif paling besar pada

tingkat penalaran moral subjek penelitian adalah aspek expressiveness dengan

koefisien korelasi r sebesar 0.366 dan p=0.000 (p < 0.01). Dari hasil tersebut,

dapat dilihat bahwa aspek expressiveness memiliki pengaruh yang paling besar

dan dapat berfungsi sebagai prediktor bagi variabel penalaran moral.

Melihat hasil analisis regresi yang dilakukan, diketahui bahwa aspek

expressiveness memberikan sumbangan efektif untuk dapat memprediksi

variabel penalaran moral sebesar 13.4 %. Sumbangan ini dapat dilihat dari nilai

R Square (R2) sebesar 0.134 yang dihasilkan dari uji regresi.

Page 22: HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA … · mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia kira-kira 10 tahun dan lebih ... dilakukan oleh anak (Republika, 4 Februari 2007). ... seperti

Pembahasan

Melihat hasil penelitian yang menunjukkan adanya hubungan yang positif

antara keberfungsian keluarga dengan penalaran moral pada anak usia akhir

(late childhood), dapat dipahami jika sebuah keluarga yang berfungsi maupun

sebuah keluarga yang tidak berfungsi akan memberikan pengaruh pada

pembentukan moral anak dan penalaran moral. Dalam keluarga inilah konsep

anak terhadap moral mulai dibangun. Keluarga, yang pada umumnya terdiri atas

ayah, ibu, serta anak (saudara kandung) tersebut, mau tidak mau memiiliki peran

yang sangat penting dalam proses perkembangan sang anak. Meskipun tidak

menutup bahwa peran tersebut masih akan terus berlanjut hingga sang anak

remaja, bahkan mungkin hingga dewasa, namun peran keluarga tersebut akan

sangat dibutuhkan dan penting saat sang anak masih berada pada masa kanak-

kanak.

Konsep moral pada anak dikembangkan pertama kali melalui keluarga,

terutama melalui ayah dan ibu. Orangtua inilah yang secara langsung memiliki

ikatan kepada sang anak karena melalui orangtua inilah sang anak dapat berada

di dunia ini. Sama halnya dengan yang disampaikan oleh Huxley (2006), bahwa

moral anak dikembangkan sebagai sebuah hasil dari interaksi orangtua dengan

anak, dimana sang anak belajar tentang konsep dasar moral, belajar mengenai

sesuatu yang benar maupun salah melalui pengalaman paling awal dari sang

anak.

Hubungan yang terjalin erat antara anggota keluarga akan memberikan

suasana yang positif untuk menumbuhkan dan mengembangkan konsep moral

pada masing-masing anggota keluarga, termasuk salah satunya adalah bagi

anak-anak. Dalam hal ini, hubungan antara anggota keluarga dapat menjadi

Page 23: HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA … · mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia kira-kira 10 tahun dan lebih ... dilakukan oleh anak (Republika, 4 Februari 2007). ... seperti

tempat bagi anggota keluarga untuk menyelesaikan masalah-masalah yang

tengah dihadapi, dimana masalah tersebut bisa terkait dengan masalah perilaku

atau sikap pada anak-anak yang umumnya merupakan bentuk implikasi dari

rendahnya tingkat moral anak. Huxley (2006) menyatakan bahwa berbicara

moral pada anak adalah berbicara mengenai kemampuan anak-anak untuk

membedakan sesuatu yang benar dan salah, atau membedakan perilaku mana

saja yang benar dan salah.

Sesuai yang disampaikan Afiatin (2005), bahwa relasi atau hubungan

dalam keluarga menjadi konsep penting yang memiliki beberapa tujuan positif,

yakni bentuk saling ketergantungan antar pasangan dan anggota keluarga, untuk

memecahkan masalah, untuk memahami latar belakang pasangan dan anggota

keluarga, dan untuk kompensasi keterbatasan personal. Adanya masalah-

masalah yang dihadapi oleh individu, termasuk didalamnya adalah

penyalahgunaan NAPZA yang dicontohkan oleh Afiatin (2005), menunjukkan

indikasi relasi yang tidak berkembang dalam keluarga tersebut, demikian juga

dengan adanya masalah pada perilaku anak.

Adanya hubungan antara keberfungsian keluarga dengan penalaran

moral anak, dimana hal ini dapat ditunjukkan melalui perilaku anak yang tidak

sesuai dengan peraturan dan norma yang berlaku, didukung dengan hasil

penelitian Pudjibudojo dan Soenarjo (2005) yang menyatakan bahwa dari 10

orang subjek penelitian yang merupakan anak-anak, ditemukan bahwa 90 %

subjek tersebut melakukan tindak asusila (pemerkosaan) karena adanya

ketidakharmonisan dalam keluarga.

Selain menunjukkan adanya hubungan yang positif antara keberfungsian

keluarga dan penalaran moral pada anak, dari hasil analisis tambahan (analisis

Page 24: HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA … · mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia kira-kira 10 tahun dan lebih ... dilakukan oleh anak (Republika, 4 Februari 2007). ... seperti

regresi) yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa dari aspek-aspek

keberfungsian keluarga, hanya aspek expressiveness yang memiliki peranan

paling besar dalam mempengaruhi penalaran moral dan dapat berfungsi sebagai

prediktor. Menurut pendapat penulis, hal ini kemudian menunjukkan bahwa

adanya komunikasi dan sikap saling terbuka serta bebas untuk mengekspresikan

perasaan masing-masing, apapun bentuknya, dapat membantu proses

pembentukkan konsep moral pada anak dalam keluarga.

Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Setiono (Nashori,

1995), bahwa orangtua yang memberi kesempatan kepada anak untuk

mengungkapkan alasan-alasan tindakan dan perilaku yang dilakukan oleh sang

anak dan orangtua tersebut sekaligus menyampaikan pertimbangannya, akan

memungkinkan terjadinya alih peran pada diri anak. Alih peran (role taking) di

sini pulalah yang kemudian turut mempengaruhi perkembangan moral pada

anak, dimana alih peran ini merupakan kemampuan untuk seolah-olah keluar

dari dirinya sendiri dan menempatkan diri pada posisi orang lain, sehingga dapat

mengerti pikiran dan perasaan orang lain (Nashori, 1995). Hubungan alih peran

dalam kaitannya dengan perkembangan moral dan peningkatannya, menurut

Nashori (1995) adalah bagaimana penyelesaian situasi konflik antara

kepentingan diri dan orang lain, dimana dengan pengambilalihan peran, situasi

konflik tersebut dapat diselesaikan secara adil, atas dasar pertimbangan dari dua

belah pihak.

Sejalan dengan pendapat sebelumnya, Kohlberg (1995) pun berpendapat

bahwa kesempatan untuk mengambil peran moral terlihat menjadi sesuatu hal

yang paling penting dalam sumbangannya oleh keluarga bagi perkembangan

moral anak. Kohlberg (1995) pun mengemukakan, bahwa berdasarkan penelitian

Page 25: HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA … · mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia kira-kira 10 tahun dan lebih ... dilakukan oleh anak (Republika, 4 Februari 2007). ... seperti

yang dilakukan oleh Holstein, diperlihatkan hasil bahwa anak-anak yang telah

maju dalam pertimbangan moral memiliki orang tua yang juga maju dalam hal

pertimbangan moral. Orang tua yang berusaha untuk mengenal pandangan sang

anak, serta mampu mendorong terjadinya perbandingan pandangan melalui

dialog-dialog yang dibangun antara orang tua dengan anak, akan memiliki anak

yang lebih maju dalam hal moral (Kohlberg, 1995).

Terkait dengan komunikasi itu sendiri, komunikasi terbuka yang terjalin

antara anggota keluarga merupakan media yang sangat efektif dalam proses

membangun nilai-nilai dalam sebuah keluarga. Adanya saling memahami lewat

komunikasi tersebut akan memudahkan tiap-tiap anggota keluarga memahami

nilai-nilai mana sajakah yang sesuai dengan norma masyarakat. Komunikasi

terbuka seperti ini pun sangat baik bila diterapkan pada anak-anak, karena

komunikasi (terutama komunikasi antar orang tua dan anak) merupakan unsur

yang penting dalam perkembangan anak.

Mengenai pentingnya komunikasi dalam keluarga ini juga didukung dari

hasil wawancara dengan salah satu orang tua subjek, bahwa komunikasi terbuka

ini penting dalam mengetahui perkembangan anak. Hal ini terungkap dari

pernyataan orang tua subjek.

“He...ehm... Ya...walopun...apa ya...saya nggak pinter-pinter amat, saya kan tetep seorang pendidik tho mbak... Jadi ya harus tahu perkembangan anaknya gimana... Jadi harus terus saya pantau...”

“Ya...seneng... Iya... Kan lebih baik anak kan harus terbuka dengan orang tua... Karena nanti kan anak nek diem saja kan...di samping orang tua nggak tahu masalah anak kan, nanti kan efeknya malah nggak bagus...” “Ya...dibiasakan untuk selalu mengemukakan pendapat anak... Atau anak itu mau gimana... Gitu memang dibiasakan...”

Page 26: HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA … · mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia kira-kira 10 tahun dan lebih ... dilakukan oleh anak (Republika, 4 Februari 2007). ... seperti

Secara ringkas, penulis menggambarkan dinamika di atas seperti yang

diperlihatkan pada gambar 1.

Gambar 1. Dinamika hubungan antara keberfungsian keluarga dengan penalaran moral ditinjau dari aspek expressiveness

Meskipun secara empiris hipotesis penelitian telah terbukti, namun pada

kenyataannya, sumbangan efektif keberfungsian keluarga terhadap penalaran

moral anak hanyalah sebesar 9.4 % dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0.306.

Sumbangan ini dapat dilihat dari nilai R Square (R2) sebesar 0.094 yang

dihasilkan dari uji regresi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa 90.6 %

sisanya adalah faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhi perkembangan

penalaran moral anak. Kecilnya pengaruh keberfungsian keluarga terhadap

penalaran moral anak mungkin saja karena ada faktor-faktor lain yang ikut

mempengaruhi secara signifikan.

Salah satu faktor yang dirasa turut mempengaruhi perkembangan

penalaran moral pada anak usia akhir adalah faktor media hiburan, terutama

media hiburan visual seperti televisi, buku cerita (komik), games, maupun media-

Keberfungsian Keluarga

Penalaran Moral

Expressiveness

Kesempatan mengungkapkan

pendapat dan alasan perilaku

pada anak

Timbal balik ? orang tua

menyampaikan pertimbangan

Alih peran (role taking)

Komunikasi terbuka

Kebebasan mengekspresikan

pendapat dan perasaan

Page 27: HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA … · mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia kira-kira 10 tahun dan lebih ... dilakukan oleh anak (Republika, 4 Februari 2007). ... seperti

media hiburan lainnya. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, anak

cenderung menangkap segala sesuatu apa adanya, tanpa tahu maksud yang

terkandung di dalamnya, sehingga hal tersebut secara tidak langsung turut

mempengaruhi perilaku anak. Sesuai dengan yang disampaikan oleh Berns

(2004), bahwa saat anak melakukan identifikasi melalui model dalam televisi,

anak-anak meniru perilaku yang tampak dan menerima sikap dan perbuatan dari

model tersebut.

Anak-anak memiliki kecenderungan memiliki sosok untuk dikagumi.

Menurut Hurlock (1993), bila anak mengidentifikasi orang yang dikagumi, anak-

anak akan meniru pola perilaku dari orang tersebut, yang bisanya dilakukan

secara tidak sadar dan tanpa tekanan. Sejalan dengan social-learning theory

yang menyatakan bahwa modelling dan imitasi memainkan peran dalam

penalaran moral anak (Vasta dkk., 1992). Pada masa sekarang yang penuh

dengan kemudahan memperoleh berbagai macam informasi dari segala fasilitas,

bukan tidak mungkin jika kemudian anak akan memiliki sosok idola (yang

dikagumi) dari apa yang dilihat di media, meskipun pada kenyataannya sosok itu

hanyalah semu.

Selain media, faktor lain yang mungkin secara efektif mempengaruhi

perkembangan penalaran moral anak adalah faktor teman sebaya. Meskipun

pada anak-anak masih sangat membutuhkan pendampingan dari orang tua dan

keluarga, namun anak-anak tidak hanya berinteraksi dengan keluarga saja,

anak-anak sudah mulai bersosialisasi dan bergaul dengan orang lain yang

memiliki usia yang relatif setara dengan anak tersebut. Hal ini sejalan dengan

pendapat Elliott, dkk. (2000) yang menyatakan bahwa anak-anak yang berusia 6-

11 tahun mulai mengembangkan interaksi dengan saudara kandung, teman

Page 28: HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA … · mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia kira-kira 10 tahun dan lebih ... dilakukan oleh anak (Republika, 4 Februari 2007). ... seperti

sekolah dalam pengalaman sekelas, dan dengan teman bermain atau aktivitas

sosial lainnya. Pada lingkungan inilah anak akan menemui lagi kenyataan dari

peraturan-peraturan yang ada di masyarakat, peraturan yang tidak dibangun oleh

orangtua.

Sejalan dengan penjelasan sebelumnya, penelitian Kohlberg (Kohlberg,

1995) pun menunjukkan bahwa meskipun keluarga itu memegang peranan

penting dalam perkembangan moral, namun akibat-akibat positif terhadap proses

perkembangan moral itu sendiri juga disebabkan karena adanya kesempatan

bagi anak untuk mengambil peran yang juga diberikan oleh kelompok atau teman

sebaya, sekolah, dan masyarakat yang lebih luas. Dalam penelitian tersebut,

diperlihatkan bahwa kelompok sebaya dan sekolah memiliki kemampuan yang

kuat dalam merangsang perkembangan moral tanpa adanya pengaruh dari

keluarga.

Kesimpulan

Ada hubungan positif yang sangat signifikan antara keberfungsian

keluarga dan perkembangan moral pada anak usia akhir (late childhood).

Semakin tinggi tingkat keberfungsian keluarga, maka semakin tinggi tingkat

perkembangan moral pada anak usia akhir (late childhood). Dengan demikian,

hipotesis penelitian yang diajukan sebelumnya dapat diterima.

Saran

Bagi Orangtua

Para orangtua hendaknya lebih mengembangkan komunikasi terbuka dan

menunjukkan sikap saling terbuka antara anggota keluarga, agar antar anggota

keluarga dapat mengekspresikan pendapat dan perasaan masing-masing secara

terbuka pula, dimana nantinya akan ada proses penanaman dan berbagi nilai-

Page 29: HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA … · mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia kira-kira 10 tahun dan lebih ... dilakukan oleh anak (Republika, 4 Februari 2007). ... seperti

nilai moral, sehingga tiap anggota keluarga dapat memiliki dan memahami

makna nilai moral secara bersama. Orang tua dapat memulainya dengan selalu

memantau aktivitas anak setelah pulang sekolah. Misalnya, orang tua dapat

menanyakan kegiatan apa saja yang dilakukan di sekolah, ada permasalahan

dengan teman atau tidak, atau aktivitas yang lain. Orang tua dapat mengajak

anak untuk saling berdiskusi dan berdialog tentang segala aktivitas yang telah

dilakukan. Hal yang sama dapat dilakukan saat orang tua menemani anak

belajar. Adakalanya anak membutuhkan teman berdiskusi tentang pelajaran

yang dipelajarinya, dan hal ini dapat menjadi momen yang tepat untuk

memberikan pemahaman-pemahaman tentang konsep moral bila dapat dikaitkan

dengan materinya.

Bagi Sekolah

Adanya proses bimbingan kepada anak didik secara berkala dari pihak

sekolah akan dapat meminimalisir adanya perilaku-perilaku yang menyimpang

dari anak didik. Pihak sekolah juga hendaknya senantiasa menjalin kerja sama

dan keterikatan dengan orangtua atau wali murid yang dapat diwadahi dalam

bentuk komite sekolah atau POMG (Persatuan Orangtua Murid dan Guru).

Dengan adanya wadah seperti komite sekolah ini, harapannya segala

permasalahan yang dihadapi baik oleh anak didik, guru, maupun para orangtua,

dapat terdiskusikan secara bersama sehingga dapat dicari langkah

penyelesainnya secara bersama pula. Dengan begini, ada proses komunikasi

dan diskusi yang terbuka antara wali murid dengan sekolah.

Bagi Masyarakat

Penting adanya sebuah kesepakatan antar anggota masyarakat yang

menyatakan bahwa keluarga saya adalah keluarga anda juga. Dengan konsep

Page 30: HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA … · mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia kira-kira 10 tahun dan lebih ... dilakukan oleh anak (Republika, 4 Februari 2007). ... seperti

seperti ini, akan memungkinkan terjadinya proses pemantauan terhadap anggota

keluarga yang tidak hanya dilakukan oleh suatu keluarga itu sendiri, melainkan

dapat melalui keluarga yang lain dalam masyarakat tersebut. Seperti misalnya,

dalam sebuah desa, ada beberapa RT dan bahkan ada beberapa kawasan

tempat tinggal. Dalam kawasan tempat tinggal tersebut, dapat dibentuk suatu

wadah seperti dasawisma, dimana beberapa keluarga dalam wilayah kecil

tersebut memiliki komitmen tertentu untuk saling menjaga dan memberikan

perhatian. Dengan demikian, jikalau sebuah keluarga itu kurang mampu ataupun

belum cukup mampu untuk memberikan perhatian yang lebih pada anggota

keluarganya dan bahkan pada anak-anaknya, maka keluarga yang lain

(tetangga) dalam masyarakat tersebut dapat memberikan perhatian dan

pemantauan tersendiri pada sang anak. Dengan begitu, hal tersebut dapat

meminimalisir munculnya masalah perilaku yang terjadi pada anak dan dapat

memberikan pedoman nilai-nilai masyarakat (universal) yang ada pada anak,

karena antar tetangga bisa saling mengingatkan dan menjaga.

Bagi Peneliti Selanjutnya

Saran bagi peneliti selanjutnya, bila masih ingin menggunakan variabel

keberfungsian keluarga sebagai variabel bebas, dan anak-anak sebagai subjek

penelitian, maka hendaknya peneliti selanjutnya dapat melakukan proses elisitasi

terlebih dahulu saat menyusun alat ukur. Proses elisitasi ini dimaksudkan agar

aitem-aitem yang dibuat nantinya lebih sesuai dengan indikator perilaku dari

aspek yang ada.

Selain itu, untuk respon jawaban dalam alat ukur tersebut dapat dibuat

seperti alternatif jawaban yang “bercerita”, sehingga lebih memudahkan subjek

anak-anak dalam memberikan jawaban. Jadi tidak sekedar respon “Ya” atau

Page 31: HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA … · mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia kira-kira 10 tahun dan lebih ... dilakukan oleh anak (Republika, 4 Februari 2007). ... seperti

“Tidak” saja, dimana seringkali masih ada bias unsur kuantitas atau frekuensi

didalamnya. Bila masih ingin menggunakan variabel bebas yang sama, maka

peneliti selanjutnya dapat menggunakan subjek penelitian yang berbeda, seperti

pada remaja, dan dapat menggunakan alat ukur yang berbeda. Bila masih ingin

menggunakan subjek penelitian yang sama, yakni anak-anak, maka peneliti

selanjutnya dapat menggunakan metode penelitian yang berbeda. Misalnya

dengan metode eksperimental, seperti dengan mendongeng, permainan, atau

pelatihan, metode kuantitatif-komparatif, seperti antara siswa sekolah negeri

dengan siswa sekolah berbasis keagamaan, ataupun dengan metode kualitatif

dengan fokus penelitian yang lebih khusus lagi.

Peneliti selanjutnya dapat menggunakan variabel bebas yang berbeda,

seperti religiusitas, kecerdasan, status sosial ekonomi keluarga, faktor teman

sebaya (peer group), dan sebagainya.

Daftar Pustaka

Afiatin, T. 2005. Peran Keluarga Dalam Prevensi Penyalahgunaan NAPZA. Jurnal Psikologika, Nomor 20 Tahun X Juli 2005. Yogyakarta

Agustina, I. 2006. Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga Dengan Kebermaknaan Hidup Pada Mahasiswa. Skripsi (Tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia.

Andayani, B. 2000. Profil Keluarga Anak-Anak Bermasalah. Jurnal Psikologi Tahun XXVII Nomor 1. Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Azwar, S. 2005. Metode Penelitian. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar.

Azwar, S. 2005. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar.

Berns, R.M. 2004. Child, Family, School, Community : Socialization and Support. United States of America : Thomson Learning, Inc.

Page 32: HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA … · mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia kira-kira 10 tahun dan lebih ... dilakukan oleh anak (Republika, 4 Februari 2007). ... seperti

Budiningsih, C.A. 2004. Pembelajaran Moral : Berpijak Pada Karakteristik Siswa dan Budayanya. Jakarta : Penerbit PT Rineka Cipta.

Chatarina, N.M. 1999. Family Functioning and Child Behavior Problems. Disertasi (Tidak diterbitkan). Katholieke Universiteit Nijmegen.

Clarke-Steward, A., dan Koch, J.B. 1983. Children : Development Through Adolescence. Canada : John Wiley and Sons, Inc.

Daradjat, Z. 1977. Membina Nilai-Nilai Moral di Indonesia. Jakarta : Penerbit Bulan Bintang.

Diana, R.R. 1998. Hubungan antara Religiusitas dan Kreativitas Siswa SMU Negeri III Sukabumi. Skripsi (Tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.

Elliot, S.N., Kratochwill, T.R., Cook, J.L., Travers, J.F. 2000. Educational Psychology : Effective Teaching, Effective Learning. Singapore : McGraw-Hill Book Co.

Fajarwati, I. 2004. Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Moral Pada Anak Usia Sekolah 6-12 (th) (Kajian Metori dan Metode). Skripsi (Tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia.

Hartmann, P.B. 2002. Family Functioning and Anorexia Nervosa : The Issue of Control. Tesis (Tidak diterbitkan). School of Applied Psychology, Griffith University.

Hurlock, E.B. 1993. Perkembangan Anak Jilid 2 Edisi Keenam. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Hurlock, E.B. 2002. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Huxley, R. 2006. Moral Development of Children : Knowing Right From Wrong. Pioneer Development Resources, Inc.

Kartono, K. 1985. Seri Psikologi Terapan : Peranan Keluarga Memandu Anak. Jakarta : Penerbit CV Rajawali.

Kohlberg, L. 1995. Tahap-Tahap Perkembangan Moral. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

MacArthur, J.D. 2000. The Functional Family. Utah : Brigham Young University.

Mandara, J., dan Murray, C.B. 2002. Development of an Empirical Typology of African American Family Functioning. Journal of Family Psychology, Vol. 16, No. 3, 318-337. American Psychological Association, Inc.

Page 33: HUBUNGAN ANTARA KEBERFUNGSIAN KELUARGA … · mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia kira-kira 10 tahun dan lebih ... dilakukan oleh anak (Republika, 4 Februari 2007). ... seperti

Nashori, F. 1995. Efektivitas Rangsangan Simulasi Moral untuk Meningkatkan Penalaran Moral Siswa Putri. Skripsi (Tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Pudjibudojo, J.K., dan Soenarjo, J.B. 2005. Mengapa Anak Memperkosa ? Studi Kasus di Lembaga Permasyarakatan Anak Blitar. Jurnal Psikodinamik, Volume 7, Tahun IV. Universitas Muhammadiyah Malang.

Rachmawati. 2002. Mendongeng dan Penalaran Moral Anak. Skripsi (Tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.

Raven, J. C. 1972. Guide to The Standard Progressive Matrics Sets A, B, C, D, and E. Diusahakan oleh Fakultas Psychologi UGM Yogyakarta.

Santrock, J.W. 2002. Edisi Kelima : Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Saydam, R.B., dan Gencöz, T. 2005. Summary : The Association of Family Functioning, Parental Attitudes, and Self-Esteem with the Adolescents’ Self Rated Behavioral Problems. Türk Psikoloji Dergisi, 2005, 20 (55), 75-77.

Shaffer, D.R. 1994. Third Edition : Social and Personality Development. California : Brooks / Cole Publishing Company.

Sirait, A.M. 2007. Laporan Utama : Mata Rantai Yang Perlu Diputuskan. Jakarta : Harian Umum Republika 4 Februari 2007.

Sjarkawi. 2002. Pembentukan Kepribadian Anak : Peran Moral, Intelektual, Emosional, dan Sosial Sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri. Jakarta : Penerbit Bumi Aksara.

Wahyuning, W., Jash, dan Rachmadiana, M. 2003. Mengkomunikasikan Moral Kepada Anak. Jakarta : Penerbit PT Elex Media Komputido.

Walsh, F. 2003. Normal Family Processes, Third Edition : Growing Diversity and Complexity. New York : Guilford Publication.

_______________. 2007. Laporan Utama : Ada Apa Dengan Anak ?. Jakarta : Harian Umum Republika 4 Februari 2007.