Page 1
HUBUNGAN ANTARA GAMBARAN VENA HEPATIKA SEGMEN
PERIFER PADA PEMERIKSAAN USG HATI DAN PENINGKATAN
KADAR SGPT DALAM DARAH
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
MUTIA FARAH FAWZIAH DZARROTUL FITRI
G0005130
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2008
Page 2
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, ……………………
Mutia Farah Fawziah Dzarrotul Fitri
NIM. G0005130
Page 3
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi Penelitian dengan judul : Hubungan antara Gambaran Vena
Hepatika Segmen Perifer pada Pemeriksaan USG Hati dan Peningkatan
Kadar SGPT dalam Darah
Mutia Farah Fawziah Dzarrotul Fitri, NIM/Semester: G0005130/VII, Tahun: 2008
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Pada Hari Selasa, Tanggal 7 Oktober 2008
Pembimbing Utama
Nama : Dr. J. B. Prasodjo, dr., Sp. Rad. NIP : 131 922 222 .................................... Pembimbing Pendamping
Nama : Bhisma Murti, dr., MPH, MSc, PhD NIP : 132 125 727 .................................... Penguji Utama
Nama : Prof. Dr. Suyono, dr., Sp. Rad
NIP : 130 544 000 .................................... Anggota Penguji
Nama : Slamet Riyadi, dr. M.Kes. NIP : 132 014 871 ....................................
Surakarta, .................................
Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS
Sri Wahjono, dr., MKes. Dr. A. A. Subijanto, dr., MS.
NIP 030 134 646 NIP 030 134 565
Page 4
ABSTRAK
Mutia Farah Fawziah Dzarrotul Fitri, G0005130, 2008. Hubungan antara Gambaran Vena Hepatika Segmen Perifer pada Pemeriksaan USG Hati dan Peningkatan Kadar SGPT dalam Darah.
Gangguan pada sel hati yang sedang berlangsung dapat diketahui dengan mengukur parameter fungsi yang beredar dalam darah yaitu berupa peningkatan kadar enzim SGPT (serum glutamat piruvat transaminase) yang sering menjadi satu-satunya petunjuk ke penyakit hati yang dini atau setempat dan merupakan ukuran nekrosis hepatoseluler yang paling spesifik. Adanya nekrosis hepatoseluler dapat berlanjut menjadi fibrosis difus dan menyebabkan distorsi morfologi hati seperti yang terjadi pada sirosis hati sehingga memberikan gambaran yang abnormal pada ultrasonografi (USG) berupa konstriksi pada vena hepatika segmen perifer. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara gambaran vena hepatika segmen perifer pada pemeriksaan USG hati dan peningkatan kadar SGPT dalam darah
Penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan cross sectional, dimana
teknik sampling yang digunakan adalah fixed exposured sampling. Instrumentasi penelitian menggunakan data pemeriksaan laboratorium berupa kadar SGPT darah dan data pemeriksaan USG hati berupa gambaran vena hepatika segmen perifer.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan Chi Square test (X²)
dimana hasil X² hitung didapatkan 7,54 > X² tabel 3,841 dengan derajat kebebasan (db) 1 pada taraf signifikansi (α) = 5 % serta angka probabilitas 0,006 dan hasil analisis statistik Odd Ratio sebesar 3,63.
Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara Gambaran Vena Hepatika Segmen Perifer pada Pemeriksaan USG Hati dan Peningkatan Kadar SGPT dalam Darah.
Kata kunci: Vena Hepatika Segmen Perifer – Peningkatan Kadar SGPT
Page 5
ABSTRACT
Mutia Farah Fawziah D.F., G0005130, 2008. The Relation between Illustration on Peripheral Segment of Hepatic Vein in Liver USG Examination and Elevation of SGPT Content in Blood.
The present disturbance in liver cell can be determined by measuring functional parameters in the blood, i.e. elevation of SGPT (serum glutamate piruvat transaminase) enzyme content frequently constituting the sole indicator of early or local liver disease and the most specific size of hepatocellular necrosis. Hepatocellular necrosis can continue to become diffused fibrosis and cause liver morphologic distortion occurring in liver cirrhosis hence giving abnormal illustration in ultrasonography (USG) namely constriction in peripheral segment of hepatic vein. The objective of this research is to find out whether there is any relation between illustration on peripheral segment of hepatic vein in liver USG examination and elevation of SGPT content in blood.
This research is analytical by using cross sectional approach in which
the sampling technique used is fixed exposed sampling. Research instrumentation uses laboratory examination data comprising SGPT content in blood and data of liver USG examination comprising illustration on peripheral segment of hepatic vein.
Testing of hypothesis is carried out by using Chi Square test (X²) in
which the calculated X² is 7.54 > X² table 3,841 with a degree of freedom (db) 1 at significance level (α) and probability number 0.006 and from the results of statistical analysis shows that Odd Ratio is 3.63.
From this research it can be concluded that there is a significant correlation between Illustration on Peripheral Segment of Hepatic Vein in Liver USG Examination and Elevation of SGPT Content in Blood.
Keyword: Peripheral Segment of Hepatic Vein – Elevation of SGPT Content
Page 6
PRAKATA
Puji dan syukur ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas limpahan berkat dan rahmat-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Hubungan antara Gambaran Vena Hepatika Segmen Perifer pada Pemeriksaan USG Hati dan Peningkatan Kadar SGPT dalam Darah” yang merupakan salah satu syarat memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas atas dukungan yang diberikan oleh berbagai pihak. Untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. A. A. Subiyanto, dr., MS. Selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret Surakarta. 2. Sri Wahjono, dr., MKes. Selaku Ketua Tim Skripsi beserta seluruh staf skripsi
yang telah memberikan pengarahan dan bantuan. 3. Dr. J. B. Prasodjo, dr., Sp. Rad. Selaku Pembimbing Utama yang telah
memberikan bimbingan, nasehat, pengarahan, dan motivasi bagi peneliti. 4. Bhisma Murti, dr., MPH, MSc, PhD. Selaku Pembimbing Pendamping yang
telah memberikan bimbingan, nasehat, pengarahan, dan motivasi bagi peneliti. 5. Prof. Dr. Suyono, dr., Sp. Rad. Selaku Penguji Utama yang telah menguji
skripsi ini dan juga telah memberikan bimbingan, nasehat dan motivasi bagi peneliti.
6. Slamet Riyadi, dr. M. Kes. Selaku Anggota Penguji yang telah menguji skripsi ini.
7. Abah (Bambang Irawan Eko Saputra), Umi (Yektiningsih), Kakakku (Mbak Zahro) dan Adik-adikku (Irsyad, Hamid, Fathimah, Lathifah, Zaky), tercinta yang senantiasa memberikan doa, bimbingan dan motivasi bagi peneliti.
8. Fridson Syailendra, Diana, Rani, Lirih, Nia, Freda, Leon, Mas Tamzis, Mas Yuri, The Upper Griya Dicma, dan seluruh teman angkatan 2005 atas semangat dan bantuannya. Penyakit hati seperti sirosis hati memiliki mortalitas penyakit yang sangat
tinggi. Oleh karenanya, penegakkan diagnosis lebih dini diharapkan dapat menekan jumlah mortalitas pada penyakit ini. Adanya gambaran konstriksi vena hepatika pada pemeriksaan USG hati merupakan pertanda telah terjadinya fibrosis pada sel-sel hati sehingga perlu diketahui seberapa besar pengaruh fibrosis pada sel-sel hati ini dengan peningkatan kadar SGPT dalam darah. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang prediktor sirosis hati tahap awal dan menjadi motivasi untuk mengembangkan penelitian mengenai prediktor-prediktor sirosis lainnya.
Akhirnya, peneliti berharap semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan pemikiran dan bermanfaat untuk semua pihak, bagi ilmu kedokteran pada umumnya dan bagi pembaca pada khususnya.
Surakarta
Mutia Farah Fawziah D.F.
Page 7
DAFTAR ISI
PRAKATA.......................................................................................................... vi
DAFTAR ISI....................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL............................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ ..1
A. Latar Belakang Masalah................................................................. ..1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... ..4
C. Tujuan Penelitian .................................. ..4
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... ..4
BAB II LANDASAN TEORI........................................................................... ..6
A. Tinjauan Pustaka ............................................................................ ..6
1. Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Hati .................................... ..6
2. Vena Hepatika.......................................................................... 12
3. Sirosis Hati............................................................................... 16
4. Ultrasonografi Hati....................................................................28
B. Kerangka Pemikiran....................................................................... 31
C. Hipotesis......................................................................................... 32
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 33
A. Jenis Penelitian............................................................................... 33
B. Lokasi Penelitian............................................................................ 33
Page 8
C. Subyek Penelitian........................................................................... 33
D. Teknik Sampling ............................................................................ 33
E. Identifikasi Variabel....................................................................... 34
F. Definisi Operasional Variabel........................................................ 34
G. Teknik Analisis Data...................................................................... 35
H. Desain Penelitian............................................................................ 36
BAB IV HASIL PENELITIAN ......................................................................... 37
A. Karakteristik Sampel...................................................................... 37
B. Analisis Data .................................................................................. 39
BAB V PEMBAHASAN.................................................................................. 42
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN................................................................. 45
A. Simpulan ........................................................................................ 45
B. Saran............................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 47
LAMPIRAN
Page 9
DAFTAR TABEL
Tabel 2.8 Skor Ultrasonografi Sirosis............................................................24
Tabel 3.1 Tabel 2x2 tentang Hubungan antara Konstriksi Vena Hepatika dan
Peningkatan Kadar SGPT..............................................................35
Tabel 4.1 Distribusi Subyek Menurut Jenis Kelamin....................................37
Tabel 4.2 Distribusi Subyek Menurut Interval Usia......................................38
Tabel 4.3 Distribusi Subyek Menurut Hasil Pemeriksaan Kadar SGPT.......38
Tabel 4.4 Distribusi Subyek Menurut Hasil Pemeriksaan Ultrasonografi
Hati................................................................................................39
Tabel 4.5 Hasil Uji Statistik X2 tentang Hubungan antara Konstriksi Vena
Hepatika dan Peningkatan Kadar SGPT.......................................39
Page 10
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Anatomi hepar.................................................................................6
Gambar 2.2 Struktur lobulus hepar.....................................................................7
Gambar 2.3 Vaskularisasi hepar.........................................................................8
Gambar 2.4 Struktur percabangan vena hepatika...............................................9
Gambar 2.5 Struktur histologis vena sedang......................................................9
Gambar 2.6 Struktur histologis vena porta........................................................10
Gambar 2.7 USG Doppler penyempitan vena hepatika.....................................11
Gambar 2.9 USG vena hepatika yang menyempit atau konstriksi pada pasien
sirosis hati………………………………………………………..27
Gambar 2.10 USG vena hepatika normal............................................................30
Gambar 2.11 Skema kerangka pemikiran............................................................31
Gambar 3.2 Skema Desain penelitian................................................................36
Gambar 4.6 Grafik Perbedaan Peningkatan SGPT antara Pasien Dengan dan
Tanpa Konstriksi Vena Hepatika...................................................40
Page 11
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A. Data subyek penelitian
Lampiran B. Data output SPSS 16 Viewer Lampiran C. Patokan penelitian
Page 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hati mempunyai kapasitas cadangan yang besar sekali, karena itu
kerusakan pada sel hati secara klinis baru dapat diketahui kalau sudah lanjut.
Gangguan pada sel hati yang sedang berlangsung dapat diketahui dengan
mengukur parameter-parameter fungsi dengan mengamati zat-zat dalam
peredaran darah yang dibentuk oleh sel hati yang rusak atau mengalami
nekrosis. Tes-tes enzim sering menjadi satu-satunya petunjuk ke penyakit hati
yang dini atau setempat. Dua macam enzim yang paling sering dihubungkan
dengan kerusakan hati yaitu aspartat aminotransferase (AST) yang dulu
bernama serum glutamat oksaloasetat transaminase (SGOT) dan alanine
aminotransferase (ALT) yang dulu bernama serum glutamat piruvat
transaminase (SGPT). Salah satu penyakit yang ditandai dengan peningkatan
kedua enzim tersebut adalah sirosis hati (Widmann, 1995).
Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan
stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif, ditandai dengan
nekrosis sel-sel hepar dan deposit jaringan ikat yang mengakibatkan
perubahan arsitektur hati, jaringan vaskuler, dan pembentukan nodulus
regeneratif (Nurdjanah, 2006).
Sirosis hati secara klinis dibagi dua yaitu sirosis hati kompensata,
dimana belum terlihat gejala klinis yang nyata. Yang kedua adalah stadium
Page 13
dekompensata, dimana sudah terlihat gejala - gejala dan tanda klinik yang
jelas seperti asites, edema, ikterus, hipertensi portal. Stadium dekompensata
merupakan stadium lanjut pada sirosis. Pada stadium ini diagnosis dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang lainnya
(Sherlock, 1993). Lebih dari 40 % pasien sirosis asimptomatis sampai
penyakit tersebut berlanjut ke stadium dekompensata.
Salah satu jenis pemeriksaan laboratorik yang dapat digunakan sebagai
pemeriksaan penunjang dalam penegakkan diagnosis sirosis hati adalah
peningkatan kadar SGOT/SGPT. Peningkatan kadar serum transaminase atau
aminotransferase secara kasar sejajar dengan derajat kerusakan hati
(Widmann, 1995). Pemeriksaan serum transaminase hati merupakan
pemeriksaan yang sensitif terhadap kerusakan hati (Carpenter et al, 1990).
Kadar SGPT/ALT merupakan ukuran nekrosis hepatoseluler yang paling
spesifik dan banyak digunakan (Sodeman and Sodeman, 1995). Sayangnya,
perlu diketahui bahwa pada pemeriksaan kadar SGPT terdapat banyak faktor,
selain dari faktor penyakit sirosis hati itu sendiri, yang turut mempengaruhi
hasil pemeriksaan kadar SGPT. Tidak jarang kelainan pada organ lain maupun
keadaan tertentu pada penderita akan memberikan hasil yang serupa, seperti
yang ditunjukkan pada penderita sirosis hati. Atau sebaliknya, penderita
sirosis hati dapat saja tidak menunjukkan adanya kelainan pada hasil
pemeriksaan kadar SGPT (Mc. Ivor and Cooksley, 1992).
Radiologi memainkan peranan yang penting dalam mengatasi
kekurangan dari pemeriksaan fisik dan tes laboratorium pada pasien dengan
Page 14
gangguan hati dimana salah satu pemeriksaan radiologi yang dilakukan untuk
mendeteksi sirosis hati adalah USG (Ultrasonografi).
USG merupakan salah satu imaging diagnostic (pencitraan diagnostik)
untuk memeriksa alat-alat tubuh, dimana kita dapat mempelajari bentuk
(morfologi), ukuran anatomis, gerakan, serta hubungan dengan jaringan
sekitarnya. Pemeriksaan ini bersifat spesifik, reliable, non invasif, tidak
menimbulkan rasa sakit pada penderita, dapat dilakukan dengan cepat, aman,
dan data yang diperoleh mempunyai nilai diagnostik yang tinggi. Tidak ada
kontra indikasinya, karena pemeriksaan ini sama sekali tidak akan
memperburuk penyakit penderita (Bzoer, 1990). USG digunakan sebagai first
line radiographic dalam mendeteksi sirosis (Heidelbaugh and Bruderly,
2006). Menurut Taylor, ketepatan diagnosis sirosis hati dengan USG sekitar
93 % (Gultom, 2003). Walaupun demikian, pemeriksaan dengan USG
bergantung pada subyektivitas dokter pemeriksa, sehingga tidak menutup
kemungkinan terjadinya kesalahan. Disamping itu, ada pengukuran perubahan
fungsi yang tidak dicerminkan oleh perubahan struktur hati yang terlihat
(Baron, 1990).
Pada sirosis hati, gambaran hati yang tampak pada USG tergantung
dari berat ringannya penyakit. Namun, secara umum perubahan arsitektur hati
dapat diamati pada tepi, permukaan, ukuran, vena hepatika dan vena porta,
densitas gema (Taylor, 2004). Vena hepatika pada sirosis akan tampak
menyempit dan berkelok-kelok pada USG. Adanya distorsi morfologi pada
sirosis hati sering menyebabkan kompresi pada vena hepatika yang
Page 15
mengakibatkan perubahan pada gelombang vena hepatika melalui efek
Doppler. Pada stadium lanjut, vena hepatika akan tampak terputus-putus dan
makin berkelok-kelok (Handrijodjati, 1998; Taylor, 2004; Tchelepi et al.,
2002).
Adanya kelemahan dan kelebihan masing-masing metode pemeriksaan
penunjang, mendorong peneliti untuk mengetahui hubungan antara gambaran
vena hepatika segmen perifer pada pemeriksaan USG hati dan peningkatan
kadar SGPT yang berkaitan dengan penegakkan diagnosis sirosis hati.
B. Perumusan Masalah
Adakah hubungan gambaran vena hepatika segmen perifer pada
pemeriksaan USG hati dan peningkatan kadar SGPT?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan gambaran vena
hepatika segmen perifer pada pemeriksaan USG hati dengan kadar SGPT.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Untuk ilmu pengetahuan terutama Radiologi, yaitu membuktikan
ada tidaknya hubungan gambaran vena hepatika segmen perifer dengan
penyakit yang ditandai dengan peningkatan SGPT.
Page 16
2. Manfaat Praktis
Dapat membantu dalam menegakkan diagnosis awal (prediktor)
dan penanganan yang lebih adekuat oleh para klinisi mengenai sirosis hati
Page 17
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Hati
Hati adalah organ tubuh terbesar dan merupakan kelenjar terbesar
dengan berat sekitar 1500 gram, kurang lebih 2,5 % dari berat badan dewasa
(Moore, dkk, 2006). Hati memiliki dua lobus utama, kanan dan kiri. Lobus
kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fissura segmentalis
kanan yang tidak dapat dilihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen
medial oleh lateral ligamentum falciforme, yang dapat dilihat dari luar
(Gambar 1.1) (Wilson and Lester, 1995; Husadha, 1999).
Gambar 2.1 Anatomi hepar
Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang dinamakan
lobulus. Lobulus tersebut merupakan unit mikroskopis dan fungsional dari
hati. Setiap lobulus merupakan badan heksagonal yang terdiri atas lempeng-
Page 18
lempeng sel hepar berbentuk kubus, tersusun radier mengelilingi vena
sentralis (Guyton dan Hall, 1997). Di antara lempengan terdapat sinusoid.
Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik, yakni sel Kupffer, yang merupakan bagian
dari sistem monosit dan makrofag (Wilson and Lester, 1995). Sinusoid hati
diisi oleh venula-venula dalam, cabang-cabang terminal vena porta, dan
arteriola hepatika, yang berjalan ke arah pusat dan bermuara ke vena sentralis.
Di dalam sinusoid, darah dari cabang – cabang terhalus arteri hepatika juga
lempeng sel hepar berbentuk kubus, tersusun radier mengelilingi vena
sentralis (Guyton dan Hall, 1997). Di antara lempengan terdapat sinusoid.
Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik, yakni sel Kupffer, yang merupakan bagian
dari sistem monosit dan makrofag (Wilson and Lester, 1995). Sinusoid hati
diisi oleh venula-venula dalam, cabang-cabang terminal vena porta, dan
arteriola hepatika, yang berjalan ke arah pusat dan bermuara ke vena sentralis.
Di dalam sinusoid, darah dari cabang – cabang terhalus arteri hepatika juga
ikut dialirkan ke dalamnya sehingga terjadi campuran antara darah arteri
hepatika dengan darah vena porta (Gambar 2.2) (Wilson dan Lester, 1995).
Page 19
Gambar 2.2 Struktur lobulus hepar
Suplai darah hati melalui sistem vena porta bermula dari vena porta yang
bercabang menjadi venula porta bermuara ke trigonum portal (cabang
interlobularis). Kemudian venula porta bercabang menjadi distributing veins
yang berjalan sekitar tepi lobulus, menembus dinding hepatosit dan mengalir
ke sinusoid-sinusoid. Sinusoid-sinusoid ini akan berjalan secara radier dan
berkumpul di tengah lobulus untuk membentuk vena sentralis. Pembuluh ini
mempunyai dinding tipis yang hanya terdiri atas sel-sel endotel yang disokong
oleh serabut-serabut kolagen tipis. Vena sentralis kemudian berjalan sepanjang
lobulus, menerima sinusoid yang makin lama makin banyak sehingga garis
tengahnya bertambah. Kemudian meninggalkan lobulus pada basisnya dengan
bersatu ke dalam vena sublobularis yang lebih besar. Lebih lanjut lagi, vena
sublobularis akan mengadakan konvergensi dan bersatu membentuk 2 vena
hepatika yang berakhir pada vena cava inferior (Gambar 2.3) (Junquiera dkk,
1980).
Page 20
Gambar 2.3 Vaskularisasi hepar
Hati merupakan kelenjar terbesar tubuh, karena itu hati memiliki
fungsi yang komplek (Darmawan, 1973), yaitu :
1. Fungsi metabolisme
a. Karbohidrat, misalnya glukoneogenesis, mengubah galaktosa dan
fruktosa menjadi glukosa.
b. Protein, misalnya deaminasi asam amino, pembentukan ureum dari
amonia, pembentukan protein plasma seperti albumin.
c. Lemak, misalnya misalnya pembentukan sebagian besar
lipoprotein, kolesterol, dan fosfolipid, pembentukan empedu.
2. Fungsi pembekuan darah, yaitu sebagai sumber dari protrombin,
fibrinogen, dan mengabsorbsi vitamin K dengan garam empedu.
3. Fungsi detoksifikasi
Page 21
a. Mengeksresikan zat-zat alamiah dan benda asing ke dalam bilier.
b. Untuk detoksifikasi produk-produk metabolik, obat dan toksin
sebelum dieksresikan ke urin.
c. Fungsi pertahanan tubuh
Sel-sel Kupffer berperan dalam aktivitas sistem retikuloendotelial
dan fagosit bakteri serta debris dalam darah.
d. Fungsi vaskuler hati
Pada orang dewasa, jumlah aliran darah ke hati diperkirakan
mencapai 1500 cc tiap menit. Hati berfungsi sebagai ruang penampung
dan bekerja sebagai filter karena letaknya antara usus dan sirkulasi umum
(Husadha, 1996). Hati juga terlibat dalam metabolisme zat-zat xenobiotik
(senyawa asing bagi tubuh seperti obat-obatan, senyawa karsinogen kimia,
insektisida, dll) dalam tubuh. Senyawa ini mengalami metabolisme di hati
melalui hidroksilasi yang dikatalis sitokrom P450 sehingga menjadi
metabolit reaktif. Zat yang dihidroksilasi ini selanjutnya mengalami
konjugasi menjadi metabolit polar non toksik oleh enzim glutation
(Murray et al, 2003).
Hepar sendiri mampu mensekresikan enzim-enzim transaminase
disaat sel-sel mengalami gangguan. Kadar transaminase yang tinggi
biasanya menunjukkan kelainan dan nekrosis hati. Enzim-enzim tersebut
masuk dalam peredaran darah. Serum transaminase merupakan indikator
yang peka terhadap kerusakan sel-sel hati (Husadha, 1996). Enzim-enzim
tersebut diantaranya:
Page 22
a. Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase (SGOT)/ Aspartat
Aminotransferase (AST)
Enzim ini banyak dijumpai di jantung, otot-otot skelet dan ginjal.
Bilamana jaringan tersebut mengalami kerusakan yang akut,
kadarnya dalam serum meningkat. Diduga hal ini disebabkan
karena bebasnya enzim intraseluler dan sel-sel yang rusak ke dalam
sirkulasi. Kadar yang sangat meningkat terdapat pada nekrosis
hepatoselular ataupun infark miokard. Kadar normal SGOT adalah
5-7 IU/100cc
b. Serum Glutamat Piruvat Transaminase (SGPT)/ Alanin
Aminotransferase (ALT)
Enzim ini sebagaian besar dijumpai dalam hati, sedang dalam
jantung dan otot-otot skelet agak kurang jika dibandingkan degan
SGOT. Kadar dalam serum meningkat terutama pada kerusakan
dalam hati, jika dibandingkan dengan SGOT, enzim ini hanya
didapatkan di dalam sitoplasma. Kadar normal enzim ini 4-13
IU/100cc (Hadi, 1995).
Kenaikan serum transaminase tersebut akibat adanya kerusakan
sel-sel hati oleh karena virus, obat-obatan, atau toksin yang menyebabkan
hepatitis, karsinoma metastatik, kegagalanjantung, dan penyakit hati
granulomatous dan yang disebabkan oleh alkohol. Kenaikan kembali atau
bertahannya enzim transaminase yang tinggi menunjukkan
berkembangnya kelainan dan nekrosis hati (Husadha, 1996).
Page 23
SGPT/ALT merupakan serum transaminase hati yang lebih spesifik
untuk mengukur kerusakan sel hati (Carpenter et al, 1990). Kadar SGPT
juga lebih sensitif dan spesifik daripada kadar SGOT dalam mendeteksi
penyakit hati (Wu, 2003). Biasanya perbedaan ini tidak terlalu besar
sehingga tidak berguna mengukur kedua enzim secara rutin untuk
diagnosa klinis (Baron, 1995). Pada umumnya, kadar SGPT yang lebih
tinggi daripada SGOT ditemukan pada penyakit hati akut dan kadarnya
agak lebih rendah pada sirosis hati (Baron, 1990). Pada sirosis, dapat
ditemukan SGPT meningkat tapi tak begitu tinggi. SGOT lebih meningkat
daripada SGPT, namun bila transaminase normal tidak
mengenyampingkan adanya sirosis (Nurdjanah, 2006). Kadar SGPT
merupakan ukuran nekrosis hepatoseluler yang paling spesifik dan banyak
digunakan. Berdasarkan penelitian retrospektif, rasio SGOT/SGPT > 1
tidak sensitif untuk mendiagnosis sirosis hati, namun pemeriksaan ini
mempunyai tingkat spesifitas yang tinggi untuk derajat fibrosis (Park,
2000). Namun, suatu penelitian prospektif telah membuktikan hubungan
yang kuat antara hasil tes fungsi liver (seperti peningkatan SGPT) dua kali
lipat dari batas normal dalam minimal enam bulan terakhir dan sirosis hati
yang dibuktikan melalui biopsi hati (Heidelbaugh and Bruderly, 2006).
Pada seseorang dengan zat gizi dan simpanan enzim intraselnya baik,
kerusakan 1% sel hati akan meningkatkan kadarnya dalam serum. Kadar
SGOT kurang spesifik karena semua otot lurik juga mengandung bahan ini
(Sodeman and Sodeman, 1995).
Page 24
Pada kerusakan hati akut, peningkatan SGPT lebih besar daripada
SGOT sehingga SGPT bisa dipakai untuk melihat kerusakan sel (Akbar,
1996). Kadar SGPT juga lebih sensitif dan spesifik daripada kadar SGOT
dalam mendeteksi penyakit hati (Wu, 2003). Biasanya perbedaan ini tidak
besar sehingga berguna mengukur kedua enzim secara rutin untuk
diagnosa klinis (Baron, 1995).
2. Vena Hepatika
Vena hepatika adalah pembuluh darah yang berfungsi deoksigenasi
darah dari hati dan menyalurkannya ke vena kava inferior. Vena hepatika
merupakan lanjutan dari vena sentralis hati. Secara anatomis, vena hepatika
terbagi menjadi tiga cabang yaitu, vena hepatika kanan, vena hepatika
intermedia, dan vena hepatika kiri. Masing-masing vena hepatika akan terbagi
lagi menjadi cabang kedua atau disebut juga segmen perifer (Gambar 2.4).
Gambar 2.4 Struktur percabangan vena hepatika
Page 25
Struktur histologis vena hepatika, tunika intima terdiri atas endotel dan
selapis serat kolagen dan elastin halus; tunika intima terdiri atas selapis tipis
otot polos yang melingkar secara longgar dan terbenam di dalam jaringan ikat;
tunika adventisia terdiri atas serat – serat kolagen yang paling tebal atau
dominan dari selaputnya (Gambar 2.5) (Eroschenko, 2003).
Gambar 2.5 Struktur histologis vena sedang
Vena hepatika tidak mempunyai katup, berbeda dengan vena porta.
Struktur dinding vena hepatika pun berbeda dengan vena porta. Dinding vena
porta tersusun lebih longgar, adventisia muskularnya tebal dengan serat-serat
otot polos yang khas diantara jaringan ikatnya. Pada lapisan luarnya, hanya
sebagian kecil saja yang mengandung kolagen (Gambar 2.6) (Wachsberg dkk,
1997; Eroschenko, 2003).
Page 26
Gambar 2.6 Struktur histologis vena porta
Dengan USG, vena hepatika dapat dicitrakan melalui bentuknya,
ekogenisitasnya, dan bentuk gelombang. Bentuk dan ekogenisitas vena
hepatika dicitrakan sebagai pembuluh anekoik yang naik ke perifer makin
kecil. Melalui USG, vena hepatika tampak anekoik dengan dinding tipis
sedangkan vena porta tampak anekoik dengan dinding tebal. Gelombang vena
hepatika dengan efek Doppler dari USG secara normal menunjukkan pola
trifasik dengan dua fase aliran hepatofugal yang berhubungan dengan diastol
dari atrium dan ventrikel jantung, dan satu fase aliran pendek retrogade
(hepatopetal) yang disebabkan oleh tekanan yang meningkat dalam atrium kiri
pada saat sistol atrium (Pedersen dkk, 2005; Wachsberg dkk, 1997).
Bentuk gelombang vena hepatika berhubungan dengan tingkat
keparahan penyakit karena kerusakan hati (Farrant dkk, 1997). Pada Gambar
2.7 dapat dilihat adanya penyempitan vena hepatika pada sirosis hati. Hal ini
terjadi akibat distorsi morfologi yang terjadi pada sirosis hati menyebabkan
kompresi atau penekanan pada vena hepatika, yang berakibat hilangnya
gelombang multifase vena hepatika yang normal (Tchelepi et al., 2002).
Page 27
Gambar 2.7 USG Doppler: penyempitan vena hepatika pada sirosis hati yang mengakibatkan gelombang multifasik vena hepatika hilang akibat penekanan
pada vena hepatika.
Tidak adanya fase aliran retrogade dapat dilihat pada 50 % pasien
sirosis hati, dan oleh beberapa peneliti ini diakui oleh karena meningkatnya
kekakuan parenkim hati di sekitar vena hepatika. Bentuk gelombang ini juga
dapat ditemukan pada fibrosis, meningkatnya aminotransferase, fatty liver,
hepatitis C kronik dan pada penyakit hati metastatik. Namun kurva yang
abnormal dapat ditemukan pada beberapa kasus dimana pasien diketahui tidak
memiliki penyakit hati dan tanpa adanya indikasi USG lain yang mengarah ke
penyakit hati.
Tidak ada hubungan antara pola aliran vena hepatika dengan ras, umur,
jenis kelamin atau body mass index (BMI) (Pedersen dkk, 2005).
Adanya oklusi yang bersifat sementara pada segmen vena hepatika
menyebabkan peningkatan aliran arteri dan aliran portal retrogade pada
Page 28
segmen yang tersumbat. Penyakit yang bisa menyebabkan oklusi ini
contohnya hepatocellular carcinoma dan sirosis hati (Kanazawa dkk, 1995).
Adanya obstruksi aliran segmental pada vena hepatika dapat
menimbulkan asites yang merupakan manifestasi sirosis hati ataupun karena
penyebab lainnya (Mudge dkk, 2005).
3. Sirosis Hati
a. Definisi
Kata sirosis diambil dari bahasa Yunani “kirrhos” yang sebenarnya
berarti kuning ketengguli-tenggulian (Darmawan, 1973). Sirosis
merupakan istilah yang sering digunakan oleh dokter yang mendefinisikan
suatu bentuk penyakit hati kronik yang disertai pembentukan jaringan
parut (Iber, 1966). Namun sebenarnya sirosis hati adalah penyakit hati
menahun yang difus, yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan
ikat disertai nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan
sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan
jaringan ikat dan nodul tersebut (Tarigan, 1996).
Beberapa perubahan yang terjadi pada sirosis yang harus
digarisbawahi (Kumar dkk, 2005), yaitu :
1) Kerusakan parenkim hati dan fibrosis menyeluruh pada jaringan
hati. Jejas fokal dengan pembentukan jaringan parut maupun
transformasi nodul difus yang tanpa fibrosis tidak dapat disebut
sirosis.
Page 29
2) Adanya nodul adalah bagian dari diagnosis dan menggambarkan
keseimbangan antara aktivitas regenerasi dan pembentukan
jaringan parut.
3) Arsitektur vaskuler mengalami reorganisasi karena kerusakan
parenkim dan jaringan parut. Terjadi formasi interkoneksi yang
abnormal antara pembuluh darah masuk dan pembuluh darah
keluar (vena hepatika) sehingga vena porta dan pembuluh darah
arteri sebagian melintasi hepatosit melalui jalur abnormal ini.
4) Fibrosis adalah kunci penting dari kerusakan hepar yang progresif.
Sirosis hati biasanya terjadi karena alkoholisme kronis dan
hepatitis kronis. Alkohol dapat merusak atau meracuni sel hepatosit yang
sedang beregenerasi, tetapi regenerasi jaringan ikat lebih cepat sehingga
hati menjadi lebih fibrous dan aktivitasnya menjadi tertekan (Marie, 1997).
b. Klasifikasi
1) Klasifikasi morfologi:
a) Sirosis mikronoduler : gambaran mikroskopis sirosis ini ditandai
oleh adanya septa tipis yang besarnya seragam dan dalam septa ini,
parenkim hati terdiri atas nodul-nodul keci l yang juga seragam.
b) Sirosis makronoduler : sirosis ini mencakup sirosis pasca nekrotik,
ireguler dan pasca kolaps. Pada sirosis ini septa mempunyai
ketebalan bervariasi dan sering lebar.
c) Campuran sirosis mikro dan makronoduler : pada umumnya diduga
sirosis hati termasuk dalam kategori campuran ini
Page 30
2) Klasifikasi fungsional:
a) Kompensasi baik (sirosis dini)
b) Dekompensasi (aktif, disertai kegagalan hati dan hipertensi portal).
c. Etiologi
Penyebab yang pasti dari sirosis sampai sekarang belum diketahui.
Tapi diantaranya disebutkan (Siregar, 2001; Nurdjanah 2006; Kumar,
2005):
1) Sirosis hati yang disebabkan oleh penyakit genetik
Dapat disebutkan disini misalnya galaktosemia, defisiensi alfa-1
antitripsin, hemokromatosis, penyakit Wilson, dan lain-lain.
2) Sirosis karena bahan kimia
Dapat diakibatkan oleh obat yang tergantung dosis dan kerusakan
yang tidak dapat diduga sebelumnya atau tidak tergantung dosis.
3) Sirosis alkoholik
Secara morfologis, sirosis alkoholik ini bisa makronoduler,
mikronoduler atau campuran.
4) Sirosis karena infeksi
Disebabkan oleh hepatitis virus B atau NANB, hepatitis C,
sitomegalovirus, toksoplasmosis, dan lain-lain. Morfologis bisa
berupa mikronoduler, makronoduler atau intercomplete septal.
5) Sirosis karena gangguan nutrisi
Secara morfologis tidak dapat dibedakan dengan sirosis karena
alkohol.
Page 31
6) Sirosis bilier sekunder
Diakibatkan oleh ikterus obstruktif.
7) Sirosis kongestif
Pada penyakit jantung yang disertai bendungan.
8) Sirosis kriptogenik
Etiologi sirosis ini tidak dapat ditentukan.
9) Sirosis bilier primer
10) Sirosis sarkoid (granulomatosis)
11) Sirosis Indian childhood
d. Patogenesis
Patogenesis sirosis hati ditandai oleh tiga peristiwa utama yaitu
nekrosis, fibrosis dan regenerasi (pembentukan nodul). Diawali dengan
adanya agen penyebab tertentu (misalnya virus hepatitis B dan C, alkohol,
obat) yang menyebabkan terjadinya kerusakan hati dan kemudian menjadi
nekrosis. Nekrosis ini sedemikian difus sehingga berdampak pada
terjadinya kolaps lobulus hati, diikuti pembentukan septa fibrosa difus
dalam nodul sel hati. Septa yang terbentuk dapat berasal dari retikulum
penyangga yang kolaps dan berubah menjadi jaringan parut (Zain-Hamid,
2000). Ketika fibrosis menyebar ke seluruh parenkim hati, regenerasi sel-
sel hepar terjadi dalam bentuk nodul-nodul yang tersebar di bagian perifer.
Pertumbuhan nodul-nodul ini menyebabkan kompresi pembuluh darah
sehingga tekanan pembuluh darah vena lebih tinggi daripada arteri.
Akibatnya, nodul-nodul regeneratif ini menghambat aliran darah yang
Page 32
keluar karena obstruksi dari vena hepatika (outflow obstruction) (Iber,
1966). Pembentukan nodul dengan berbagai ukuran ini juga menyebabkan
distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta,
dan menimbulkan hipertensi portal. Tahap berikutnya adalah terjadinya
peradangan dan nekrosis yang semakin meluas, kemudian terjadinya
fibrogenesis dan septa aktif. Bila telah terbentuk septa permanen, jaringan
kolagen berubah dari reversibel menjadi ireversibel (Tarigan, 1996).
Selain itu, hati yang sirosis juga mengalami reorganisasi
mikroarsitektur vaskuler. Pada hati yang normal, kolagen interstisial
terpusat pada traktus portal dan di sekeliling vena sentralis. Pada sirosis,
kolagen terdeposit dalam lobulus dan celah Disse sehingga membentuk
septa-septa baru yang meluas. Pada septa-septa ini, terbentuk jalur
vaskuler baru yang menghubungkan pembuluh darah di daerah portal
(vena porta dan arteri hepatika) dan vena hepatika terminal, dimana
pembuluh-pembuluh darah tersebut menjembatani aliran darah di sekitar
parenkim hati. Penimbunan kolagen yang berlangsung progresif dalam
celah Disse mengakibatkan penambahan myofiber atau serat-serat otot
pada sel-sel stelat di daerah persinusoidal (tepi sinusoid hati) yang
menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler dalam parenkim hati.
Kontraksi tonus dari myofibroblas ini akan menyebabkan konstriksi jalur
vaskuler sinusoidal (Kumar dkk, 2005).
e. Manifestasi Klinis
1) Gejala awal
Page 33
Gejala awal yang sering ditemukan adalah perasaan mudah
lelah dan lemas, selera makan berkurang, perut kembung, mual,
dan berat badan menurun. Bila sudah lanjut, gejala-gejala lebih
menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan
hipertensi porta. Dapat juga disertai gangguan pembekuan darah,
epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih
berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena
(Nurdjanah, 2006).
2) Tanda klinis
Temuan klinis sirosis meliputi, spider angioma-
spiderangiomata (atau spider teleangiektasi), suatu lesi vaskular
yang dikelilingi beberapa vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di
bahu, muka, dan lengan atas; hepatomegali; splenomegali; asites
dan caput medusa akibat hipertensi porta; foetor hepatikum-bau
napas yang khas pada pasien sirosis; ikterus-pada kulit dan
membran akibat hiperbilirubinemia (Nurdjanah, 2006).
f. Diagnosis Sirosis Hati
Proses penegakkan diagnosis sirosis hati tidak hanya
dengan melihat satu pemeriksaan klinis saja, melainkan harus
dimulai dengan anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik yang teliti
kemudian diikuti dengan pemeriksaan laboratorik maupun
pemeriksaan penunjang lainnya (Akbar, 1999).
Page 34
a) Pemeriksaan Fisik
1) Hati
Pada sirosis tahap awal, dengan perabaan akan diketahui
adanya pembesaran hati. Namun pada tingkat lanjut justru
didapatkan hati yang mengecil.
2) Lien
Pada penderita sirosis hati sering didapatkan adanya
splenomegali
3) Perut
Pada perut dapat diamati adanya vena kolateral (caput
medusa) dan asites.
4) Manifestasi di luar perut
Manifestasi yang dapat diamati antara lain spider nevi,
eritema palmaris, ginekomastia, dan atropi testis (Tarigan,
1996).
b. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium pada sirosis hati
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan
laboratorium pada waktu seseorang memeriksa kesehatan
rutin, atau skrining untuk evaluasi keluhan spesifik.
Page 35
Gambar laboratorium pada sirosis hati adalah (Suyono,
2006; Tarigan, 1996) :
a) Darah (Hb rendah, anemia normokrom normositer,
hipokrom mikrositer, atau hipokrom makrositer
karena pembesaran lien, jumlah sel darah putih yang
menurun (leukopeni), dan trombositopeni)
b) Kenaikan kadar enzim transaminase (SGOT, SGPT)
dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel yang
rusak. Namun, tidak meningkat pada sirosis inaktif
c) Penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar
globulin Terjadi karena kemampuan sel hati
menurun sehingga hati tidak mampu mensintesis
albumin dengan cukup
d) Penurunan kadar CHE (kolinesterase) terjadi akibat
kerusakan fungsi hati
e) Peningkatan kadar gula darah pada sirosis lanjut
menandakan ketidakmampuan hati membentuk
glikogen
f) Pemeriksaan kadar elektrolit
g) Pemanjangan masa protombin menandakan penurunan fungsi
hati
h) Pemeriksaan marker serologi pertanda virus seperti
HbsAg/HbsAb, HbcAb, HBV DNA, HCV RNA, dan AFP.
Page 36
2) Pemeriksaan Ultrasonografi pada sirosis hati
Ultrasonografi yang dikombinasikan dengan color flow
Doppler, merupakan alat yang paling baik untuk evaluasi pasien
sirosis. Ultrasonografi berguna untuk menggambarkan karakteristik
morfologi sirosis, termasuk irregularitas atau nodul dari tepi hati,
perubahan struktur dan tanda-tanda dari hipertensi portal, seperti
vena portokolateral (Galip, 1999).
Evaluasi sirosis hati dengan parameter angka, yaitu :
a) Kehalusan permukaan
b) Perubahan eko parenkim
c) Perubahan eko dan diameter pembuluh darah hepatik
d) Perubahan ukuran lien
Total penjumlahan ini disebut ‘skor sirosis’. Hal ini dapat dilihat
pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.8. Skor Ultrasonografi Sirosis
Skor 1 2 3
Permukaan
hati
Normal Irreguler Kasar dan irreguler
Struktur
parenkim
Normal Heterogen Heterogen yang
kasar
Pembuluh
intrahepatik
Normal Normal namun
terlihat tidak jelas
Melebar dan
irreguler
Page 37
Index
ukuran lien
Normal
Large (diameter
oblik dan diameter
diagonal > 20 cm2)
Didiagnosis sirosis jika penjumlahan skor sirosis 5 atau di
atasnya. Skor sirosis ini dapat digunakan untuk diagnosis sirosis
tahap awal.
Temuan yang paling penting pada sirosis adalah iregularitas
permukaan hati. Ekogenisitas dari parenkim hati dipengaruhi oleh
adanya fibrosis dan regenerasi. Kekasaran dan peningkatan
heterogenisitas eko hati dapat menggambarkan adanya fibrosis dan
regenerasi pada sirosis. Akan tetapi gambaran ultrasonografi yang
serupa dapat terlihat pada perlemakan hati (fatty liver). Sehingga
perubahan eko dari parenkim hati ini tidak cukup untuk
mendiagnosis sirosis hati (Galip, 1999).
Gambaran USG pada sirosis hati tergantung stadiumnya.
Terdapat gambaran iregularitas penebalan permukaan hati,
membesarnya lobus kaudatus, rekanalisasi vena umbilikus, dan
asites. Ekoparenkim sangat kasar menjadi hiperekoik karena
fibrosis dan pembentukan mikronodul menjadikan permukaan hati
sangat irreguler, hepatomegali, kedua lobus hati mengecil atau
mengerut atau normal (Suyono, 2006).
Pada sirosis aliran arteri hepatik dan vena porta berubah
seiring dengan derajat progresifitas fibrosis. Terjadinya hipertensi
Page 38
portal menyebabkan pengurangan aliran porta dan kemudian akan
terjadi aliran balik dengan kompensasi peningkatan aliran arteri
hepatik. Hal ini menyebabkan peningkatan diameter arteri hepatik
dan peningkatan alirannya yang dapat mencapai 100%. Dan
sebagai tambahan pembuluh tampak memanjang dan berkelok-
kelok yang disebabkan distorsi parenkim hati (Taylor, 2004). Pada
USG sirosis, pembuluh darah intrahepatik terlihat irreguler dan
melebar, yang terutama terjadi pada arteri hepatik dan vena porta.
Perubahan ini terjadi lebih akhir daripada perubahan pada
permukaan hati dan eko parenkim (Galip, 1999). Pada sirosis, juga
terjadi penyempitan vena hepatika (Gambar 2.9). Adanya distorsi
morfologik menyebabkan kompresi vena hepatika sehingga
berakibat hilangnya gelombang multifasik vena hepatika yang
dapat dilihat melalui efek Doppler (Tchelepi et al., 2002).
Page 39
Gambar 2.9 USG vena hepatika yang menyempit atau konstriksi
pada pasien sirosis hati
Pada tahap lanjut dapat terlihat pula tanda sekunder berupa
asites, splenomegali, adanya pelebaran dan kelokan-kelokan vena
lienalis dan vena porta (hipertensi porta). Duktus biliaris
intrahepatik dilatasi, ireguler dan berkelok-kelok (Suyono, 2006).
g. Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor,
meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain
yang menyertai. Prognosis bisa buruk apabila diagnosis sirosis ditegakkan
pada saat sirosis sudah memasuki tahap lanjut, sedangkan penemuan
sirosis hati yang masih terkompensasi mempunyai prognosis baik. Oleh
karena itu ketepatan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat sangat
dibutuhkan dalam penatalaksanaan sirosis hati (Sutadi, 2003).
4. Ultrasonografi Hati
Taylor mengemukakan bahwa ketepatan diagnosis sirosis hati dengan
ultrasonografi sekitar 93 %, sedangkan Sujono Hadi dan beberapa peneliti lain
mendapatkan ketepatan sekitar 88-100 %. Adapun pemeriksaan ultrasonografi
hati meliputi:
a. Persiapan
Page 40
Umumnya penderita berpuasa 6 – 8 jam sebelum pemeriksaan dan
dilarang merokok untuk menghindari timbulnya gas di dalam perut yang
dapat menyulitkan pemeriksaan (Iljas, 1990).
b. Teknik pemeriksaan
Tiga irisan penting yang sangat berguna bagi penilaian hati adalah
longitudinal, transversal, dan subkostal. Ketiga irisan tersebut dapat
dihasilkan dengan menggunakan transduser linier, sektor, maupun
campuran (compound) (Iljas, 1990).
Posisi penderita biasanya berbaring atau miring ke kiri (left
lateral/decubitus) sambil menahan napas pada inspirasi dalam. Jarak tiap-
tiap irisan umumnya sekitar 1-2 cm sampai seluruh jaringan ikat terlihat.
Vena kava inferior maupun ligamentum falciforme dapat dipakai
sebagai patokan dalam memeriksa masing-masing lobus kanan dan lobus
kiri (Iljas, 1990).
c. Indikasi
Indikasi pemeriksaan USG hati (Hadi, 1995; Tarigan, 1996) adalah :
1) Rasa nyeri perut kanan atas,
2) Pembesaran hati,
3) Terabanya massa di perut kanan atas,
4) Ikterik,
5) Gangguan kondisi badan yang tidak diketahui sebabnya,
Page 41
6) Mencari kemungkinan metastasis di hati,
7) Menetapkan efusi pleura,
8) Pemeriksaan lengkap dengan melihat hasil pemeriksaan lain-lain,
9) Kelainan letak diafragma.
d. Gambaran USG hati
Gambaran USG hati normal (Iljas, 1990)
1) Parenkim hati terlihat sebagai jaringan dengan struktur eko
homogen dengan sonodensitas menengah.
2) Vena porta sebagai pembuluh anekoik dengan dinding tebal dan
berlanjut sampai hilus.
3) Vena hepatika sebagai pembuluh anekoik yang naik ke perifer
makin kecil, dengan dinding tipis. Batas vena hepatika homogen
(Gambar 2.10).
4) Ujung hepar lobus kanan dan kiri biasanya lancip.
5) Batas belakang lobus kanan yaitu diafragma merupakan garis tebal
yang mempunyai densitas eko tinggi.
Page 42
Gambar 2.10 USG vena hepatika normal
Page 43
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1. Skema kerangka pemikiran tentang hubungan antara perubahan vena hepatika dan peningkatan kadar SGPT dalam darah
Peningkatan SGPT
Etiologi sirosis hati : - Penyakit genetik - Hepatitis B dan C - Alkohol - Gangguan nutrisi - Idiopatik
- Nekrosis sel hepar - Pertambahan jaringan
ikat di hepar (fibrosis) - Timbulnya jaringan
parut dan nodul (regenerasi)
- Kolaps lobulus hati - Reorganisasi
mikroarsitektur vaskuler
Perubahan sinusoid-sinusoid
Perubahan vena sentralis
Perubahan bentuk vena hepatika berupa konstriksi
vena hepatika segmen perifer yang dicitrakan
oleh USG
Sirosis Hati
Lab.Darah
USG
Perubahan parenkim hepar berupa: - Permukaan hepar
menebal dan irreguler - Tepi tumpul - Ekogenisitas:
peninggian densitas gema yang kasar heterogen
Tes Fungsi Hati: - Kadar enzim
transaminase (SGOT/SGPT) dan gamma GT meningkat
- Kadar albumin menurun - Kadar globulin meningkat - Kadar kolinesterase
menurun - Kadar gula darah
meningkat - Masa protombin
memanjang
Page 44
C. Hipotesis
Ada hubungan antara gambaran vena hepatika pada pemeriksaan USG
hati dan peningkatan kadar SGPT dalam darah. Konstriksi vena hepatika
merupakan salah satu prediktor sirosis hati.
Page 45
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan
pendekatan secara cross sectional.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di tiga lokasi yaitu: RSUD Karanganyar, RSUD
Wonogiri, dan RSUD Sragen.
C. Subjek Penelitian
Subyek penelitian berjumlah 95 pasien yang dilakukan pemeriksaan
USG hati di RSUD Karanganyar, Wonogiri & Sragen dengan kriteria inklusi:
1. Semua umur
2. Jenis kelamin laki-laki dan perempuan
D. Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah fixed
exposured sampling (Murti, 2006). Rumus ukuran sampel untuk uji hipotesis
beda proporsi dua populasi (Murti, 2006):
Page 46
P1 = 0.44, yaitu perkiraan proporsi konstriksi pada kelompok dengan kadar
SGPT meningkat
P2 = 0.03, yaitu perkiraan proporsi konstriksi pada kelompok dengan kadar
SGPT tidak meningkat
=p 0.235
E. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : Ultrasonografi bentuk dinding vena hepatika segmen
perifer
2. Variabel terikat : Peningkatan kadar SGPT
F. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Ultrasonografi vena hepatika
Definisi :
Vena hepatika mempunyai tiga cabang utama yaitu vena
hepatika kanan, vena hepatika intermedia, dan vena hepatika kiri.
Masing-masing cabang utama mempunyai cabang kedua atau cabang
perifer dimana struktur histologis cabang ini lebih sederhana dibanding
cabang utama. Adanya fibrosis yang difus menyebabkan penumpukan
kolagen dan myofibroblast pada vena hepatika cabang perifer
memberikan gambaran konstriksi pada dinding vena hepatika berupa
gambaran vena hepatika yang irreguler dan kasar atau tidak halus
(keriting) pada segmen perifer tersebut.
Alat ukur : Satu unit peralatan USG merk Kretz Teknik tipe
Combison 530 dengan transduser konvek.
Skala : Kategorikal
Page 47
2. Peningkatan kadar SGPT
Definisi :
Enzim yang paling sering dihubungkan dengan kerusakan sel
hati atau nekrosis hati adalah AST/SGPT. Peningkatan kadar SGPT
dapat dilihat dari hasil pemeriksaan laboratorium berupa tes serologis
atau tes fungsi hati..
Alat ukur : Hasil pemeriksaan Laboratorium (Tes Fungsi Hati)
Skala : Kategorikal
G. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian akan disajikan dalam bentuk tabel
2x2 (Tabel 1). Hubungan variabel ditaksir dengan ukuran OR (= Odds Ratio)
serta Confidence Interval 95% (Murti, 1997).
Rumus OR sebagai berikut:
Tabel 3.1 Tabel 2x2 tentang hubungan antara konstriksi vena hepatika dan
sirosis hepatis.
Konstriksi Vena Hepatika
Ya Tidak
Meningkat a b Kadar
SGPT Tidak
meningkat
c d
Signifikansi statistik hubungan tersebut diuji dengan uji Chi Square (Murti,
1997). Rumus X2 :
Keterangan :
N : ukuran sampel
2α/21 χ/Z/1
ORCI95% --+=
bcadOR =
( )( )( )( )( )dcbadbca
bcadN2χ2
++++-
=
Page 48
a : jumlah sampel kadar SGPT meningkat dan konstriksi vena
hepatika (+)
b : jumlah sampel kadar SGPT meningkat dan konstriksi vena
hepatika (-)
c : jumlah sampel kadar SGPT tidak meningkat dan konstriksi vena
hepatika (+)
d : jumlah sampel kadar SGPT tidak meningkat dan konstriksi vena
hepatika (-)
H. Desain Penelitian
1) Rancangan Penelitian
Populasi sumber (pasien RS)
SGPT meningkat
SGPT tidak meningkat
Pemeriksaan klinis dan
laboratorium
Populasi sasaran
Konstriksi vena
hepatika +
Konstriksi vena
hepatika -
Konstriksi vena
hepatika +
Konstriksi vena
hepatika -
Pemeriksaan USG
Fixed exposured sampling
Gambar 3.2 Rancangan penelitian tentang hubungan antara konstriksi vena hepatika dan
peningkatan SGPT
Page 49
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Karakteristik Sampel
Telah dilakukan penelitian mengenai hubungan antara peningkatan
kadar SGPT dan gambaran vena hepatika segmen perifer pada
pemeriksaan USG hati, di RSUD Wonogiri. Data selengkapnya mengenai
karakteristik sampel yang diamati dapat dilihat pada lampiran A. Dari data
yang diperoleh dapat dikemukakan hasil dalam bentuk tabel sebagai
berikut:
Dari Tabel 4.1, diketahui bahwa ternyata dari 95 subyek 91,58 %
berjenis kelamin laki-laki, dan sebanyak 8,42 % berjenis kelamin
perempuan.
Tabel 4.1 Distribusi Subyek Menurut Jenis Kelamin
Jenis kelamin Jumlah Persen Laki-laki 87 91.58
Perempuan 8 8.42 Jumlah 95 100
Dari Tabel 4.2, diketahui bahwa dari subyek yang diteliti, jumlah subyek
terbanyak pada interval usia 40 – 49 tahun yakni sebesar 40 %, kemudian
pada interval usia 30 – 39 tahun yakni sebesar 28,42 %, kemudian pada
interval usia 50 -59 tahun yakni sebesar 21,05 %, kemudian pada interval
usia 60 – 69 tahun yakni sebesar 8,42 %, kemudian pada interval usia 20 –
29 tahun yakni sebesar 2,11 % dan paling sedikit adalah pada interval usia
Page 50
70 – 79 yakni 0 %.
Tabel 4.2 Distribusi Subyek Menurut Interval Usia
Usia (tahun) Jumlah Persen 20 – 29 2 2.11 30 – 39 27 28.42 40 – 49 38 40 50 – 59 20 21.05 60 – 69 8 8.42 70 – 79 0 0 Jumlah 95 100
Dari Tabel 4.3, diketahui bahwa dari 95 subyek ternyata sebagian
besar 68,42 % pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar SGPT
yang tidak meningkat, sementara 31,58 % menunjukkan kadar SGPT yang
meningkat.
Tabel 4.3 Distribusi Subyek Menurut Hasil Pemeriksaan Kadar SGPT
Kadar SGPT Jumlah Persen Meningkat 30 31.58
Tidak Meningkat 65 68.42 Jumlah 95 100
Dari Tabel 4.4, diketahui bahwa dari 95 subyek ternyata sebagian
besar 52,63 % pada pemeriksaan ultrasonografi hati menunjukkan
gambaran konstriksi vena hepatika, sementara 47,37 % tidak menunjukkan
gambaran konstriksi vena hepatika.
Page 51
Tabel 4.4 Distribusi Subyek Menurut Hasil Pemeriksaan Ultrasonografi Hati
Ultrasonografi hati Jumlah Persen
Vena hepatika konstriksi
50 52.63
Vena hepatika tidak konstriksi
45 47.37
Jumlah 95 100
B. Analisis Data
Tabel 4.5 menunjukkan hubungan yang secara statistic signifikan
antara kontraksi vena sebagaimana tampak dari USG dan kenaikan kadar
SGPT hasil pemeriksaan darah. Pasien yang menunjukkan kontraksi vena
hepatika mempunyai kemungkinan mengalami kenaikan kadar SGPT
dalam darah 3.6 kali lebih besar daripada tanpa kontraksi vena hepatika
(OR= 3.63; p= 0.006).
Tabel 4.5 Hasil uji statistic X2 tentang hubungan antara konstriksi vena hepatika dan peningkatan kadar SGPT
Kadar SGPT
Konstriksi vena hepatika
Meningkat Tidak meningkat
Total OR X2 p
Jumlah (persen)
Jumlah (persen)
Jumlah (persen)
- Terdapat konstriksi
22 (44.0%)
28 (56.0%)
50 (100.0%)
3.63 7.54 0.006
- Tidak terdapat konstriksi
8 (17.8%)
37 (82.2%)
45 (100.0%)
Page 52
Gambar 4.6 menunjukkan perbedaan persentase kenaikan SGPT
yang lebih tinggi pada pasien yang mengalami kontraksi vena hepatika
dibandingkan tidak mengalami kontraksi vena hepatika, dan perbedaan
tersebut dengan uji X2 secara statistic signfifikan (X2= 7.54; p=0.006).
Dari hasil analisis, didapatkan odd ratio sebesar 3,63 sehingga
dapat disimpulkan bahwa antar kedua variable yakni pemeriksaan kadar
SGPT dan pemeriksaan gambaran konstriksi vena hepatika dengan USG
hati saling berhubungan. Angka odd ratio sebesar 3,63 ini menandakan
bahwa gambaran vena hepatika yang konstriksi pada pemeriksaan USG
hati mempunyai kemungkinan untuk menunjukkan peningkatan kadar
SGPT sebesar 3,63 kali daripada gambaran vena hepatika yang tidak
konstriksi.
0
10
20
30
40
50
Kontraksi Tidak kontraksi
Kontraksi vena hepatika
Pen
ingk
atan
SG
PT
(per
sen)
SGPT meningkat (persen)
Gambar 4.6 Perbedaan peningkatan SGPT (persen) antara pasien dengan dan tanpa kontraksi
vena hepatika (X2=7.54; p=0.006)
Page 53
Pada uji signifikansi, data pada Tabel 4.4 dianalisis dengan uji Chi
Square, dengan taraf signifikansi 0,05. dasar pengambilan keputusan yang
dipakai adalah bila Chi Square hitung lebih besar dibandingkan Chi
Square tabel (Chi Square tabel = 3,84) dan probabilitas < 0,05 maka hasil
penelitian dikatakan signifikan. Sebaliknya, bila Chi Square hitung lebih
kecil dibandingkan Chi Square tabel dan probabilitas > 0,05 maka hasil
penelitian dikatakan tidak signifikan. Dari hasil pengolahan data pada
tabel 4.4 didapat angka Chi Square hitung sebesar 7,54 dan angka
probalilitas sebesar 0,006, sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan
antara gambaran vena hepatika segmen perifer pada ultrasonografi hati dan
peningkatan kadar SGPT secara statistik signifikan.
Page 54
BAB V
PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian dan analisis statistik,
serta dengan didasari teori-teori dari penelitian sebelumnya, maka pembahasan
hasil penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:
Dari Tabel 4.1, diketahui bahwa ternyata dari 95 subyek 91,58 % berjenis
kelamin laki-laki, dan sebanyak 8,42 % berjenis kelamin perempuan. Laki-laki
didapatkan lebih sering terkena sirosis hati daripada perempuan dengan
perbandingan 2 – 4,5 : 1 (Tarigan, 1996).
Dari Tabel 4.2, diketahui bahwa dari subyek yang diteliti, jumlah subyek
terbanyak pada interval usia 40 – 49 tahun yakni sebesar 40 %, lalu pada urutan
kedua terdapat pada interval usia 30 – 39 tahun yakni sebesar 28,42 %, dan urutan
ketiga pada interval usia 50 -59 tahun yakni sebesar 21,05 %. Menurut Tarigan
1996, epidemiologi sirosis hati terbanyak pada dekade kelima (50 – 59 tahun), ini
mungkin disebabkan dengan bertambahnya usia penderita, fungsi organ tubuh
semakin menurun disertai berkurangnya daya tahan tubuh sehingga mudah
terkena penyakit.
Dari Tabel 4.3, diketahui bahwa dari 95 subyek ternyata sebagian besar
68,42 % pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar SGPT yang tidak
meningkat, sementara 31,58 % menunjukkan kadar SGPT yang meningkat.
Menurut Widmann (1995) peningkatan kadar SGPT mengindikasikan berbagai
macam penyakit hati seperti hepatitis, cholestasis, dan sirosis. Menurut Park et al
Page 55
(2000) peningkatan SGPT mempunyai sensitivitas yang rendah untuk
mendiagnosis sirosis, namun mempunyai spesisifitas tinggi untuk merefleksikan
derajat fibrosis. Menurut Sodeman and Sodeman (1995) dan Carpenter et al
(1990), kadar SGPT/ALT merupakan pemeriksaan yamg sensitif terhadap
kerusakan hati dan merupakan ukuran nekrosis hepatoseluler yang paling spesifik
dan banyak digunakan.
Dari Tabel 4.4, diketahui bahwa dari 95 subyek ternyata sebagian besar
52,63 % pada pemeriksaan ultrasonografi hati menunjukkan gambaran konstriksi
vena hepatika, sementara 47,37 % tidak menunjukkan gambaran konstriksi vena
hepatika. Menurut Sujono Hadi (1995), ketepatan USG dalam mendeteksi sirosis
sebesar 88 – 100 %. Sementara penelitian Needlemann dkk mendapatkan
ketepatan USG sekitar 88 % dan Taylor mendapatkan ketepatan USG sekitar 93
%.
Hal ini disebabkan karena pada sirosis hepatis terjadi perubahan arsitektur
hepar sebagai akibat dari adanya nekrosis, proses fibrosis yang difus, dan
regenerasi nodul-nodul. Proses ini lebih lanjut mengakibatkan distorsi pada
vaskuler hepar termasuk vena hepatika. Adanya penimbunan kolagen yang
berlangsung progresif dalam celah Disse mengakibatkan penambahan myofiber di
daerah perisinusoidal yang menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler dalam
parenkim hati. Kontraksi tonus dari myofibroblas ini akan menyebabkan
konstriksi jalur vaskuler sinusoidal termasuk vena hepatika (Kumar, 2005). Teori
ini didukung oleh Tchelepi et al (2002) yang menyatakan bahwa vena hepatika
pada sirosis akan tampak menyempit dan berkelok-kelok. Dengan adanya temuan
Page 56
ini didukung oleh skor sirosis lainnya berupa perubahan parenkim dan
ekogenisitas hati dapat memberi kemungkinan adanya kecenderungan sirosis hati.
Dari tabel 4.5 dan hasil analisis statistik dengan Odd Ratio didapatkan
adanya hubungan antara gambaran vena hepatika segmen perifer dan peningkatan
kadar SGPT dalam darah (Odd Ratio sebesar 3,63) dan secara statistik dinyatakan
signifikan karena X² hitung = 7,54 dan p<0,05. Dengan hasil ini dapat dikatakan
bahwa Ho yang berbunyi terdapat hubungan antara konstriksi vena hepatika
segmen perifer dan peningkatan kadar SGPT darah dapat diterima.
Page 57
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Pasien yang menunjukkan kontraksi vena hepatika mempunyai
kemungkinan mengalami kenaikan kadar SGPT dalam darah 4 kali lebih
besar daripada tanpa kontraksi vena hepatika (OR 3.63; nilai p 0.006).
2. Ada hubungan yang signifikan antara gambaran vena hepatika segmen
perifer pada pemeriksaan USG hati dan peningkatan kadar SGPT.
B. Saran
1. Perlu diadakannya penelitian lebih lanjut dengan menggunakan teknik
yang lebih baik (menggunakan metode penelitian prospektif),
pengendalian variabel yang lebih cermat dan terutama mengikutsertakan
biopsi hati sebagai gold standard dalam penegakkan secara pasti
diagnosis sirosis hati, selain dengan menggunakan pemeriksaan USG
hepar dan pemeriksaan laboratorium darah.
2. Bagi para klinisi hendaknya dapat menentukan pilihan jenis pemeriksaan
penunjang yang tepat, dengan tidak lupa mempertimbangkan kondisi
penderita, agar penegakkan diagnosis dapat dilakukan lebih dini
sehingga komplikasi yang fatal pada penderita dapat dicegah dan angka
mortalitas akibat penyakit ini pun dapat diturunkan.
Page 58
mempertimbangkan kondisi penderita, agar penegakkan diagnosis
dapat dilakukan lebih dini sehingga komplikasi yang fatal pada
penderita dapat dicegah dan angka mortalitas akibat penyakit ini pun
dapat diturunkan.
Page 59
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, N. 1998. Effectiveness of hp pro in treatment of liver disease: an
experience in Indonesian patients. Chinese Medical Journal III. Pp: 248 –
251.
Ahmetoqlu A., Kosucu P., Arikan E., Dinc H., Gumele H. 2005. Hepatic vein
flow pattern in children assessment with Doppler sonography. European
Journal of Radiology. Vol. 53, Issue 1, pp: 72–77.
Baron, D.N.1990. Kapita selekta patologi klinik. Alih bahasa: Petrus Andrianto
dan Johannes Gunawan. Edisi Keempat. EGC. Jakarta, p: 222.
Bloom W and Fawcett D.W. 1978. A textbook of Histology. Tenth edition. W. B.
Saunders Co, pp: 688.
Bzoer A. 1990. Ultrasonografi. Dalam: Rasad S., Kartoleksono S., Ekayuda I.
(eds). Radiologi Diagnotik. Balai Penerbit FK UI, Jakarta, pp: 377.
Darmawan S. 1973. Hati dan saluran empedu. Dalam: Himawan S. (ed). Patologi.
Bagian Patologi Anatomik FK UI, Jakarta, p: 226.
Eroschenko V.P. 2003. Atlas Histologi di Fiore. EGC. Jakarta, pp: 109, 217 –
219.
Farrant P and Meire H.B. 1997. Hepatic vein pulsatility assesment on spectral
Doppler ultrasound. The British Journal of Radiology. Vol. 70, pp: 829 –
832.
Galip E. 1999. The value of ultrasonography in the diagnosis of early cirrhosis.
http://www.turkgastro.org/archive.php (April 2008).
Page 60
Guyton A. C. 1994. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke – 7. EGC. Jakarta.
pp: 163 – 167.
Guyton A. C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke – 9. EGC. Jakarta.
pp: 1103 - 1107.
Hadi S. 1995. Sirosis hati. Dalam Gastroenterologi. Cetakan Pertama PT. Alumni.
Bandung. pp: 605 – 638.
Heidelbaugh J.J and Bruderly M. Cirrhosis and chronic liver failure: part I
(diagnosis and evaluation). 2006. American Family Physician Journal.
Husadha Y. 1999. Fisiologi dan Pemeriksaan Biokimiawi Hati. Dalam: Noer
H.M.S (ed). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke – 3. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. pp: 224 – 231.
Iber F. 1966. Cirrhosis. In: Harrison T.R., Adams R.D., Bennet I.L., Resnik W.H.,
Thorn G.W., Wintrobe M.M. Principles of Internal Medicine Harrison.
Fifth Edition. New York. McGraw Hill Book Company, pp: 1058 – 1073.
Ilyas M. 1990. Ultrasonografi. Dalam: Sjahriar R. Radiologi Diagnostik. Balai
Penerbit FK UI. Jakarta, p: 560.
Junqueira L.C and Carneiro J. 1980. Histologi Dasar. Edisi Tiga. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta, p: 342.
Kanazawa S., Yasui K., Doke T., Mitogawa Y and Hiraki Y. 1995. Hepatic
arteriography in patients with hepatocellular carcinoma: change in findings
caused by balloon occlusion of tumor-draining hepatic veins. American
Journal of Roentgenology. Vol 165, pp: 1415 – 1419.
Page 61
Lu, F.C. 1995. Toksikologi dasar asas organ sasaram dan penilaian resiko.
Penerjemah: Edi Nugroho. Penerbit UI. Jakarta, pp: 210-20.
Marie E. 1997. Human Anatomy and Physiology. Fourth Edition. Addison Wesley
Longman Inc, pp: 686 – 688.
Moore K.L and Dalley A.F. 2006. Clinically Oriented Anatomy. Fifth Edition.
Lippincott Williams & Wilkins, pp: 289 – 303.
Mudge D.W., Taylor J., Bannuter K.M. 2005. Hepatic vein stenting for recurrent
ascites in polycistic liver and kidney disease. Oxford Journals, pp: 2566 –
2568.
Murray, Robert K., Granner, Darryl K., Mayer, Peter A., Rodwell, Victor W.
2003. Biokimia Harper. Edisi 25. EGC. Jakarta. pp: 399-412.
Murti B. 1997. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Edisi 1. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Murti B. 2006. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif di Bidang Kesehatan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta. p: 68
Naido, Shinkara; Gibson, Robert, Stella, Damien. 2005. Sonographic changes in
the wall of the hepatic vein in cirrhosis: Initial experience of a new sign.
Australasian Radiology.Vol 49 (3).
Park G.H., Lin B.P., Ngu M.C., Jones D.B., Katelaris P.H. 2001. Aspartate
aminotransferase:alanine aminotransferase ratio in chronic hepatitis C
infection: Is it a useful predictor of cirrhosis?. Journal of Gastroenterology
and Hepatology. Vol. 15, pp: 386 – 390.
Page 62
Saini S. 2004. Imaging of Hepatobiliary Tract. http: //www.nejm.org (Maret
2008).
Siregar G.A., 2001. Cirrhosis Hepatis Pada Usia Muda. http://library.usu.ac.id
(April 2008).
Sodeman, W.A. and Sodeman, T.M. 1995. Gastroenterologi, Endokrinologi, dan
Metabolisme. Dalam Patofisiologi Sodeman. p: 592.
Sutadi S.M., 2003. Sirosis Hepatis. http://library.usu.ac.id (April 2008).
Sutton D. 1995. Radiology and Imaging for Medical Student. Hipokrates. Jakarta,
pp: 226.
Suyono. 2006. Sonografi Sirosis Hepatis di RSUD Dr. Moewardi.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/09_150_Sonografisirosishepatis.pdf/
09_150_Sonografisirosishepatis.html (April 2008)
Tarigan P. 1996. Sirosis Hepatis. Dalam: Buku Ajar Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi
Ke-3. Balai Penerbit FK UI. Jakarta, pp: 271 – 279.
Taylor C.R., 2004. Cirhosis. http://www.emedicine.com.radio/topic570.html
(April, 2008).
Tchelepi H., Ralls P.W., Radin R., Grant E. 2002. Sonography of diffuse liver
disease. Journal of Ultrasound in Medicine. Vol 21, pp: 1023 – 1032.
Wachsberg, R, H; Angyal, E. A; Klein, K, M; Kuo, H, R; Lambert, W, C. 1997.
Echogenicity of hepatic versus portal vein walls revisited with histologic
correlation. Journal of Ultrasound in Medicine. Vol. 16, pp: 807 – 810.
Page 63
Widmann, F.K.1995. Tinjauan klinis atas hasil pemeriksaan laboratorium. Edisi 9.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, p: 330.
Wilson L.M and Lester L.B. 1995. Hati, saluran empedu dan pankreas. Dalam:
Price S.A and Wilson L.M (eds). Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit). Edisi ke – 4. EGC. Jakarta, pp: 421 – 432, 447 – 448.
Wu, J.S. 2003. Transaminase. http://rd1.hitbox.xom rd. (Juli 2008)
Zain-Hamid R. 2000. Patogenesis sirosis hepar dan hipertensi portal. Jurnal
Kedokteran Yarsi, pp: 94 – 101.
Pedersen J.F., Dakhil A.Z., Jensen D.B., Sondergaard B., Bytzer P. 2005.
Abnormal hepatic vein Doppler waveform in patients without liver
disease. The British Journal of Radiology. Vol. 78, pp: 242 – 244.
Saini S. 2004. Imaging of Hepatobiliary Tract. http: //www.nejm.org (Maret
2008).
Siregar G.A., 2001. Cirrhosis Hepatis Pada Usia Muda. http://library.usu.ac.id
(April 2008).
Sodeman, W.A. and Sodeman, T.M. 1995. Gastroenterologi, Endokrinologi, dan
Metabolisme. Dalam Patofisiologi Sodeman. p: 592.
Sutadi S.M., 2003. Sirosis Hepatis. http://library.usu.ac.id (April 2008).
Sutton D. 1995. Radiology and Imaging for Medical Student. Hipokrates. Jakarta,
pp: 226.
Suyono. 2006. Sonografi Sirosis Hepatis di RSUD Dr. Moewardi.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/09_150_Sonografisirosishepatis.pdf/
09_150_Sonografisirosishepatis.html (April 2008)
Page 64
Tarigan P. 1996. Sirosis Hepatis. Dalam: Buku Ajar Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi
Ke-3. Balai Penerbit FK UI. Jakarta, pp: 271 – 279.
Taylor C.R., 2004. Cirhosis. http://www.emedicine.com.radio/topic570.html
(April, 2008).
Tchelepi H., Ralls P.W., Radin R., Grant E. 2002. Sonography of diffuse liver
disease. Journal of Ultrasound in Medicine. Vol 21, pp: 1023 – 1032.
Wachsberg, R, H; Angyal, E. A; Klein, K, M; Kuo, H, R; Lambert, W, C. 1997.
Echogenicity of hepatic versus portal vein walls revisited with histologic
correlation. Journal of Ultrasound in Medicine. Vol. 16, pp: 807 – 810.
Widmann, F.K.1995. Tinjauan klinis atas hasil pemeriksaan laboratorium. Edisi 9.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, p: 330.
Wilson L.M and Lester L.B. 1995. Hati, saluran empedu dan pankreas. Dalam:
Price S.A and Wilson L.M (eds). Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit). Edisi ke – 4. EGC. Jakarta, pp: 421 – 432, 447 – 448.
Wu, J.S. 2003. Transaminase. http://rd1.hitbox.xom rd. (Juli 2008)
Zain-Hamid R. 2000. Patogenesis sirosis hepar dan hipertensi portal. Jurnal
Kedokteran Yarsi, pp: 94 – 101.
Page 65
Lampiran A. Data Subyek Penelitian No. Nama Jenis Kelamin Umur SGPT
Meningkat
Vena Hepatika
Konstriksi 1 Sugimin Pria 62 -
-
2 Joko Pria 37 -
+
3 Sardi Pria 6+ -
-
4 Zainuddin Pria 33 -
-
5 Edy Pria 43 +
+
6 Wahid Pria 44 +
+
7 Nawa Pria 38 -
-
8 Martanto Pria 43 -
-
9 Budi M Pria 46 -
+
10 Toekino Pria 65 - - 11 Reting Pria 36 - - 12 Sri Hardono Pria 67 + - 13 Santosa Pria 63 - - 14 Darno Pria 43 - - 15 Samino Pria 54 - + 16 Subandi Pria 51 - - 17 Tinggeng Pria 39 - - 18 Ahmad Z Pria 40 - + 19 Setyo Pria 41 - - 20 Sriyono Pria 38 - - 21 Widodo Pria 38 - - 22 Sutrisno Pria 59 - - 23 Soetarno Pria 54 - - 24 Kartini Wanita 44 + + 25 Hamid Pria 38 - - 26 Catur Pria 38 - + 27 Gatot Pria 57 - - 28 Gimanto Pria 54 - - 29 Sardi Pria 47 + + 30 Nur Setyo Wanita 40 - - 31 Soefi H Pria 59 - - 32 Ngadiyono Pria 40 - -
Page 66
33 Abdul K Pria 45 - - 34 Suwarsi Wanita 58 - + 35 Sugiarto Pria 60 - + 36 Wahyudi Pria 41 + + 37 Heru Pria 48 - - 38 Sudiyarso Pria 43 - + 39 Wasimin Pria 55 + + 40 Suparmi Pria 43 + + 41 Totok L Pria 46 - + 42 Sutarto Pria 51 - + 43 Agus Nurhadi Pria 41 - + 44 Siti M Wanita 54 - - 45 Sumanto Pria 39 + + 46 Soegiyatmo Pria 58 - + 47 Anwar A Pria 38 + + 48 Pono E Pria 66 - + 49 Sari W Pria 40 - + 50 Sri Harini Wanita 48 + + 51 Agus Pria 48 + - 52 Juliyatmono Pria 41 - + 53 Anwar Pria 38 - + 54 Siti M Wanita 54 - - 55 Eko S Pria 35 - - 56 Vera Pria 36 - - 57 Suhardono Pria 58 - + 58 Agus Pria 36 + + 59 Tony Pria 28 - + 60 Sutarto Pria 54 - + 61 Bagus Pria 41 + + 62 Partono Pria 54 + + 63 Paryono Pria 33 - + 64 Teguh Pria 38 - - 65 Mokhsin Pria 39 + - 66 Warsini Wanita 39 + + 67 Putut Pria 32 + + 68 Sugiyanto Pria 38 + + 69 Susatyo Pria 45 + + 70 Endang Pria 43 + + 71 Eko Pria 38 - + 72 Sumarno Pria 55 - + 73 Agus I Pria 37 - + 74 Hasman Pria 39 + + 75 Rokhmad Pria 41 + - 76 Suparno Pria 41 - +
Page 67
77 Andreas Pria 55 + - 78 Puguh Pria 44 + + 79 Agus Irianto Pria 44 + - 80 Agus Sumantri Pria 41 - + 81 Siswanto Pria 36 - - 82 Sri Waluya Pria 53 - + 83 Agustinus Pria 38 + + 84 Sri H Wanita 48 - + 85 Purwanto Pria 66 + + 86 Sri M Pria 41 - - 87 Hery W Pria 41 - - 88 Romdloni Pria 44 - - 89 Bambang H Pria 51 - - 90 Yatto Pria 52 - - 91 Sri Sadono Pria 43 + - 92 Sartono P Pria 44 + - 93 Sari Widodo Pria 39 - - 94 Joko T Pria 41 - + 95 Suwanto Pria 36 - -
Page 68
Lampiran B. Data SPSS 16 Viewer
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
hepavein * sgpt 95 100.0% 0 .0% 95 100.0%
hepavein * sgpt Crosstabulation
sgpt
0 1 Total
Count 37 8 45 0
% of Total 38.9% 8.4% 47.4%
Count 28 22 50
hepavein
1
% of Total 29.5% 23.2% 52.6%
Count 65 30 95 Total
% of Total 68.4% 31.6% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 7.537a 1 .006
Continuity Correctionb 6.372 1 .012
Likelihood Ratio 7.781 1 .005
Fisher's Exact Test .008 .005
Linear-by-Linear Association 7.458 1 .006
N of Valid Casesb 95
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,21.
b. Computed only for a 2x2 table
Page 69
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for hepavein (,00
/ 1,00) 3.634 1.410 9.363
For cohort sgpt = ,00 1.468 1.109 1.944
For cohort sgpt = 1,00 .404 .200 .815
N of Valid Cases 95
Page 70
Lampiran C. Patokan Penelitian
PATOKAN PENELITIAN
a. Gambaran Vena Hepatika Segmen Perifer pada Pemeriksaan USG Hati
Lihat data hasil pemeriksaan USG hati. Terdapat gambaran vena hepatika
yang konstriksi (irreguler dan kasar (keriting)) sebagai tanda konstriksi
positif dan gambaran vena hepatika dengan dinding tipis dan homogen,
anekoik makin ke perifer makin kecil sebagai tanda konstriksi negatif.
b. Peningkatan Kadar SGPT
Lihat data hasil pemeriksaan laboratorium darah. Kadar SGPT normal
<41U/L.