HIPOTIROID KONGENITAL Hipotiroid kongenital adalah kelainan bawaan dengan kadar hormon tiroid (T3 danT4) di sirkulasi darah yang kurang dengan kadar TSH yang meningkat. Kelainan ini diketahui sebagai penyebab terjadinya keterbelakangan mental dan kecacatan fisik pada anak- anak. Produksi hormon tiroid yang berkurang disebabkan karena berbagai hal antara lain: kelainan pada kelenjar pituitari, hipotalamus atau tiroid, yang menyebabkan proses metabolism karbohidrat di dalam tubuh mengalami keterlambatan. Telah diketahui bahwa hormon tiroid merupakan salah satu hormon yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme yang bcrperan pada pertumbuhan dan perkembangan, termasuk perkembangan otak dan kematangan organ seks. Kebutuhan hormon tiroid pada segala tingkat usia sangat diperlukan, terutama sangat berperan pada masa bayi dan anak- anak yaitu masa dimana tumbuh kernbang sedang terjadi pada diri seseorang. Hipotiroid kongenital di dapat 1: 2500 sampai 4000 bayi baru lahir dan merupakan salah satu penyebab gangguan pertumbuhan fisik maupun psikis dan bila tidak diobati secara dini akan menjadi kelainan yang menetap. Kelainan ini dapat berupa kretinism atau cebol yang disertai dengan gangguan keterbelakangan mental. Pengobatan dini pada kasus
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
HIPOTIROID KONGENITAL
Hipotiroid kongenital adalah kelainan bawaan dengan kadar hormon tiroid (T3 danT4)
di sirkulasi darah yang kurang dengan kadar TSH yang meningkat. Kelainan ini
diketahui sebagai penyebab terjadinya keterbelakangan mental dan kecacatan fisik pada
anak- anak. Produksi hormon tiroid yang berkurang disebabkan karena berbagai hal
antara lain: kelainan pada kelenjar pituitari, hipotalamus atau tiroid, yang menyebabkan
proses metabolism karbohidrat di dalam tubuh mengalami keterlambatan. Telah
diketahui bahwa hormon tiroid merupakan salah satu hormon yang sangat dibutuhkan
dalam proses metabolisme yang bcrperan pada pertumbuhan dan perkembangan,
termasuk perkembangan otak dan kematangan organ seks. Kebutuhan hormon tiroid
pada segala tingkat usia sangat diperlukan, terutama sangat berperan pada masa bayi
dan anak- anak yaitu masa dimana tumbuh kernbang sedang terjadi pada diri seseorang.
Hipotiroid kongenital di dapat 1: 2500 sampai 4000 bayi baru lahir dan merupakan
salah satu penyebab gangguan pertumbuhan fisik maupun psikis dan bila tidak diobati
secara dini akan menjadi kelainan yang menetap. Kelainan ini dapat berupa kretinism
atau cebol yang disertai dengan gangguan keterbelakangan mental. Pengobatan dini
pada kasus hipotiroid kongenital, sampai usia bayi mencapai 3 bulan, dapat
meningkatkan nilai IQ diatas 85% pada saat anak sudah mencapai dewasa.
Prevalensi rata-rata hipotiroid kongenital di Asia adalah 1 diantara 2.720 bayi di daerah
non endemis iodium (hipotiroid kongenital sporadik) dan 1 : 1000 hipotiroid kongenital
endemis di daerah defisiensi iodium. Penelitian di daerah Yogyakarta menunjukkan
pula pemeriksaan Protein bound iodine (PBI) dan Butanol extractable
iodine (BEI), akan tetapi pemeriksaan ini telah ditinggalkanehingga
tidak dibicarakan dalam tulisan ini.
b. Penilaian jalur hipotalamus—hipofisis, kelenjar gondok Thyroid
Stimulating Hormone (TSH).
TSH adalah suatu glikoprotein yang disekresi oleh kelenjar hipofisis pars
anterior. Dulu kadar TSH diperiksa dengan cant bioassay, sekarang telah
dapat digunakan cara RIA yang sensitif untuk mengukurnya. Kadar normal
TSH adalah mulai dari tidak terdeteksi sampai 10uU/ml. Tes TRH.
Pengukuran kadar TSH dilakukan sebelum, 20 menit sesudah penyuntikan
S00ug TRH intravena.
c. Pemeriksaan tidak langsung.
Pemeriksaan basal metabolic rate (BMR) dan lemak darah dapat
digunakan untuk menilai faal kelenjar gondok secara tidak langsung.
Padahipotiroidisme seringkali dijumpai adanya hiperlipidemia.
d. Pemeriksaan terhadap etiologi
Autoantibodi terhadap kelenjar gondok. Pada keadaan-keadaan
tertentu mungkin dijumpai adanya antibodi terhadap komponen-
komponen kelenjar gondok seperti thyroglobulin, komponen koloid,
mikrosom dan komponen nukleus dari sal folikuler. Antibodi ini dapat
diperiksa dengan cara imunologis seperti hemaglutinasi, presipitasi,
fiksasi komplemen dan imunofluoresens. Penyakit yang dihubungkan
dengan adanya autoantibodi ini antara lain thyroiditis Hashimoto dan
penyakit Grave. Long acting thyroid stimulator (LATS). LATS adalah
IgG yang bersifat antibodi terhadap komponen kelenjar gondok yang
mampu merangsang fungsi kelenjar gondok. Sekarang ini dikenal
beberapa macam thyroid stimulating immunoglobulins (TSI). Zat-zat
ini dapat diukur dengan cara bioassay, akan tetapi cara ini sulit
dilakukan.
e. Penggunaan dan Interpretasi Pemeriksaan Laboratorium.
Karena hampir seluruh T4 dalam sirkulasi darah terikat TBP, terutama
TBG, pengukuran kadar T4 total dipengaruhi oleh juinlah T4 yang dibuat
oleh kelenjar gondok dan kadar TBG. 14 bebas merupakan bentuk hormon
yang dapat mendifusi kedalam sel dan mempengaruhi metabolisme, karena
itu pengukuran FT4 lebih menggambarkan fungsi kelenjar gondok.
Pada hipertiroidisme, baik kadar T4 total maupun T3U akan bersama-sama
meningkat. Demikian pula pada hipotiroidisme, hasil kedua pemeriksaan
menurun. Pada perubahan kadar TBG, perubahan kadar T4 total dan T3 U
terjadi dalam arah yang berlawanan, sedangkan nilai FTI akan tetap
normal. Nilai FTI yang rendah sesuai dengan keadaan hipotiroid.
sebaliknya nilai FTI yang tinggi sesuai dengan hipertiroid. (lihat gambar
41 Nilai FTI yang jelas meninggi dijumpai pada penyakit Grave, struma
toksik, pengobatan hormon tiroid yang berlebihan dan fase awal thyroiditis
subakut.
Apabila nilai FTI meragukan (normal tinggi), sebaiknya dilakukan
pemeriksaan kadar T3 serum. Kadar T3 yang tinggi menunjukkan keadaan
hipertiroid. Bila kadar T3 juga meragukan (normal tinggi), status kelenjar
gondok dapat dinilai lebih lanjut dengan tes TRH. Kadar T3 yang normal
atau rendah menunjukkan keadaan eutiroid. Adanya sedikit peningkatan
FTI memang sering dijumpai pada pasien-pasien dengan penyakit-
penyakit sistemik akut maupun kronik seperti keganasan
Nilai FTI normal sesuai dengan keadaan eutiroid, akan tetapi apabila
gambaran klinis jelas hipertiroid sebaiknya diperiksa kadar T3. Sebagian
kecil (3—5%) keadaanhipertiroid disebabkan oleh peningkatan kadar T3
tanpa peningkatan kadar T4, keadaan ini disebut toksikosis T3. Begitu pula
apabila gambaran klinis hipotiroid, sebaiknya dilakukan pemeriksaan
kadar TSH. Apabila didapat nilai FTI yang rendah, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan kadar TSH. Peningkatan kadar TSH yang nyata dijumpai
pada hipotiroidisme primer yaitu hipotiroidisme yang disebabkan oleh
kegagalan kelenjar gondok sendiri. Kurangnya sintesis hormon kelenjar
gondok menyebabkan berkurangnya umpan balik yang menghambat
pelepasan TSH. Peningkatan kadar TSH sangat sensitif untuk keadaan ini
dan bahkan sudah terjadi pada keadaan "prehipotiroid" dimana sintesis
hormone kelenjar gondok masih dapat dipertahankan normal oleh adanya
kadar TSH yang tinggi. Akan tetapi hipotiroidisme tidak selalu disebabkan
oleh gangguan kelenjar gondok itu sendiri. Hipofungsi kelenjar gondok
mungkin pula disebabkan oleh gangguan hipofisis atau hipotalamus. Pada
keadaan-keadaan ini kadar TSH rendah atau tidak terdeteksi. Umumnya
pasien akan memperlihatkan gejala kegagalan hipofisis lain seperti
gangguan fungsi kelenjar adrenal dan gonad. Tes TRH dapat membedakan
kedua sebab hipotiroidisme sekunder ini. Pemberian TRH sintetik akan
meningkatkan kadar TSH serum pada kelainan hipotalamus, sedangkan
respons negatif dijumpai pada kelainan hipofisis.
I. Diagnosis Banding
Sindrome Down
Sering disertai hipotiroid kongenital, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan
faal tiroid secara rutin. Gejala lainnya pada penyakit mongolisme ini antara lain
epikantus (+), makroglosi (+), miksedema (-), retardasi motorik dan mental,
Kariotyping (trisomi 21).
J. Penatalaksanaan
Begitu diagnosis hipothyroid kongenital ditegakkan, dapat dilakukan pemeriksaan
tambahan untuk menetukan etiologi dasar penyakit. Bila hal ini tidak
memungkinkan, tretment awal dengan L-thyroxine harus segera dilaksanakan.
Dosis awal pengobatan dengan L-thyroxine adalah 10-15 μg/kgBB/hr yang
bertujuan segera mencapai kadar hormon tiroksin yang adekuat. Pada pasien
dengan derajat hipothyroidisme yang berat, ditandai dengan terbukanya fontanela
mayor, harus diberikan dosis yang lebih besar, yaitu lebih besar dari 15μg/kgBB/hr.
Selanjutnya, diikuti dengan terapi maintenence dimana besar dosis mentenence
disesuaikan kondisi pasien. Tujuan terapi adalah untuk mempertahankan kadar
hormon tiroksin dan free T4 dalam batas normal, yaitu 10-16 μg/dL untuk hormon
tiroksin dan 1.4 - 2.3 ng/dl untuk free T4.
Untuk hipothyroidisme kongenital, satu-satunya terapi adalah dengan replacment
hormon. Dalam tatalaksananya, yang paling penting adalah follow up dan
montoring terapi untuk memepertahankan kadar TSH dan T4 plasma dalam ambang
normal.4,8 Untuk itu, perlu dilakukan follow up kadar TSH dan hormon T4 dlam
waktu-waktu yang ditentukan, yaitu:
Usia pasien Jadwal follow up
0-6 bulan Tiap 6 minggu
6 bln-3thn Tiap 3 bln
>3thn Tiap 6 bln
Selain itu, perlu juga dilakukan monitoring 6-8 minggu setiap pergantian dosis. Hal
ini guna mengantisipasi terjadinya overtreatment yang dapat menyebabkan efek
samping seperti penutupan sutura yang premature, dan masalah temperament dan
perilaku.
Umur Dosis kg/kg BB/hari
0-3 bulan3-6 bulan6-12 bulan1-5 tahun2-12 tahun> 12 tahun
10-158-106-85-64-52-3
Kadar T4 dipertahankan di atas pertengahan nilai normal. Bila fasilitas untuk
mengukur faal tiroid tidak ada, dapat dilakukan therapeutic trial sampai usia 3
tahun dimulai dengan dosis rendah dalam 2-3 minggu; bila ada perbaikan klinis,
dosis dapat ditingkatkan bertahap atau dengan dosis pemberian + 100 μg/m2/hari.
Penyesuaian dosis tiroksin berdasarkan respon klinik dari uji fungsi tiroid T3, T4,
dan TSH yang dapat berbeda tergantung dari etiologi hipotiroid.
K. Prognosis
Prognosis meningkat secara dramatis dengan adanya neonatal screening program.
Diagnosis yang cepat dan pengobatan yang adekuat dari minggu pertama kehidupan
dapat memberikan pertumbuhan yang normal termasuk intelegensi dibandingkan
dengan lainnya yang tidak mendapatkannya. Sebelum berkembangnya skrining
bayi baru lahir, suatu penelitian di RS Anak Pittsburgh melaporkan bayi-bayi yang
diobati > 7 bulan IQ rata-rata 54.2. Prognosis juga bergantung pada etiologi yang
pasti. Infant yang megalami keadaan kadar T4 yang rendah dengan retardasi
pematangan skeletal, mengalami penurunan IQ 5-10m point, dan kelainan
neuropskikologis misalnya, inkoordinasi, hypotonic atau hypertonis, kurang
perhatian, dan kesulitan bicara. Pada 20% kasus terjadi kesulitan mendengar. Tanpa
pengobatan, infant yang mengalamianya akan ditemukan defisensi mental dan
retardasi pertumbuhan. Hormone thyroid sangat penting untuk pertumbuhan otak,
maka diperlukan diagnosis biokimia untuk mengetahuai apakah ada kelainan atau
tidak agar dapat segera di tatalaksana untuk mencegah kerusaka otak yang
irreversible. Keterlambatan diagnosis, kegagalan untuk menangani hypertyroxemia
secara cepat, pengobatanya yang tidak adekuat, dan pemenuhan yang kurang pada
2-3 tahun pertama kehidupan dapat menghasilkan derajat kerusakan otak yang
bervariasi.
Daftar Pustaka
Snell, Ricard S. 2006. Anatomi Klinik untuk mahasiswa kedokteran, Edisi 6. EGC, Jakarta. Bagian: Leher.
Faizal, Frans. 2009. Brosur Prodia Laboratorium Klinik : Selamatkan Bayi Anda Sebelum Terlambat Dengan Melakukan Skrining Neonatus.
Crisostomacleo. 2008. Hipotiroidisme Kongenital: penyebab hambatan pertumbuhan dan retrdasi mental pada anak
Agarwal, Ramesh, Vandana Jain, Ashok Deorari, dan Vinod Paul. 2008. Congenital Hypothyroidism. Department of Pediatric: All India Institute of Medical Sciences (AIIMS). NICU: New Delhi India Downloaded from: www.newbornwhocc.org
Coakley, John C., dan John Connelly. 2007. Congenital Hypothyroidism: An Information Guide For Parents. Education Research Center of Royal Children’s Hospital: Victoria – Australia
Moreno JC, et al. Inactivating mutations in the gene for thyroid oxidase 2 (Thox2) and congenital hypothyroidism, N Engl J Med 2002; 347(2): 95-102.
Park SM, Chatterjee VKK. Genetics of congenital hypothyroidism, J Med Genet 2005; 42: 379-389.
Jameson, J Larry. Disorders of the Thyroid Glands. In: Braunwald, TR. et al. 2008, Harrison’s Principles of Internal Medicine, Seventeenth Edition, McGraw Hill, New York.
LaFranci, Stpehen. Bherman, RE, Kliegman, RM, Jneson, HB (eds)2009. Nelson Testbook of Pediatry, 18thed. WB Saunders, Philadelphia. Chapter 24: Endocrine System.
Juliaty, Aidah dan Satriono. 2005. Laporan Kasus: Hipotiroidisme Kongenital pada Dua Saudara Kandung. SMF Anak FK UNHAS: Makassar.
Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit, edisi 6. EGC, Jakarta. Bagian 10 : Gangguan Sistem Endokrin dan Metabolik.
Anonim, 2006. Hipotiroidisme Kongenital. www.genetics home reference.com
Silman, Erwin. Kusnandar Simon. Pemeriksaan Laboratorium untuk Menilai Faal Kelenjar Gondok, CDK 1983; 30: 46-48.
IDI, 2004. Standar Pelayanan Medik, Edisi 1. IDI, Jakarta. Bagian : Endokrinologi.
Haqiqi, Himan S. 2008 Biosintesis Hormon Tiroid dan Paratiroid. Fakultas Peternakan UNIBRAW: Malang.