Top Banner
REFERAT HIPNOTERAPI Disusun oleh: Putu Tarita Susanti (062011101022) Sophia Yustina (062011101011) Reni Septa Anggraeni (062011101050) Dokter Pembimbing: dr. Justina Evy Tyaswati, Sp.KJ Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya Lab/SMF Ilmu Kesehatan Jiwa FK Unej - RSD dr.Soebandi Jember 1
40

Hip Not Era Pi

Jul 04, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Hip Not Era Pi

REFERAT

HIPNOTERAPI

Disusun oleh:

Putu Tarita Susanti (062011101022)

Sophia Yustina (062011101011)

Reni Septa Anggraeni (062011101050)

Dokter Pembimbing:

dr. Justina Evy Tyaswati, Sp.KJ

Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya

Lab/SMF Ilmu Kesehatan Jiwa FK Unej - RSD dr.Soebandi Jember

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JEMBER

2011

1

Page 2: Hip Not Era Pi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN.............................................................................. . 1

BAB II. HIPNOTERAPI................................................................................. 3

II.1. Teori Hipnotis................................................................................... 5

BAB III. PROSES HIPNOTERAPI............................................................... 8

BAB IV. TEKNIK HIPNOSIS........................................................................ 11

IV.1. Pre Induksi/ Pre Talk....................................................................... 11

IV.2. Induksi............................................................................................ 13

IV.3. Depth Level Test............................................................................. 16

BAB V. POST HYPNOTIC SUGGESTION................................................ 17

V.1. Anchoring......................................................................................... 17

V.2. Terminasi...........................................................................................18

V.3. Post Hypnotic.................................................................................... 18

BAB VI. ABREAKSI SPONTAN................................................................... 20

BAB VII. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI HIPNOSIS......................22

VII.1. Indikasi Hipnosis............................................................................ 22

VII.2. Kontra Indikasi Hipnosis................................................................ 23

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 24

2

Page 3: Hip Not Era Pi

BAB I

PENDAHULUAN

Fobia adalah perasaan takut yang irasional yang menyebabkan kesadaran

untuk menghindar dari obyek ketakutan spesifik, aktivitas atau situasi. Fobia bisa

dikatakan dapat menghambat kehidupan orang yang mengidapnya. Bagi sebagian

orang, perasaan takut seorang pengidap Fobia sulit dimengerti. Itu sebabnya,

pengidap tersebut sering dijadikan bulan bulanan oleh teman sekitarnya. Ada

perbedaan "bahasa" antara pengamat fobia dengan seorang pengidap fobia.

Pengamat fobia menggunakan bahasa logika sementara seorang pengidap fobia

biasanya menggunakan bahasa rasa. Bagi pengamat dirasa lucu jika seseorang

berbadan besar, takut dengan hewan kecil seperti kecoak atau tikus. Sementara di

bayangan mental seorang pengidap fobia subjek tersebut menjadi benda yang

sangat besar, berwarna, sangat menjijikkan ataupun menakutkan.

Dalam keadaan normal setiap orang memiliki kemampuan mengendalikan

rasa takut. Akan tetapi bila seseorang terpapar terus menerus dengan subjek Fobia,

hal tersebut berpotensi menyebabkan terjadinya fiksasi. Fiksasi adalah suatu

keadaan dimana mental seseorang menjadi terkunci, yang disebabkan oleh

ketidak-mampuan orang yang bersangkutan dalam mengendalikan perasaan

takutnya. Penyebab lain terjadinya fiksasi dapat pula disebabkan oleh suatu

keadaan yang sangat ekstrim seperti trauma bom, terjebak lift dan sebagainya.

Seseorang yang pertumbuhan mentalnya mengalami fiksasi akan memiliki

kesulitan emosi (mental blocks) dikemudian harinya. Hal tersebut dikarenakan

orang tersebut tidak memiliki saluran pelepasan emosi (katarsis) yang tepat.

Setiap kali orang tersebut berinteraksi dengan sumber Fobia secara otomatis akan

merasa cemas dan agar "nyaman" maka cara yang paling mudah dan cepat adalah

dengan cara "mundur kembali"/regresi kepada keadaan fiksasi. Kecemasan yang

tidak diatasi seawal mungkin berpotensi menimbulkan akumulasi emosi negatif

yang secara terus menerus ditekan kembali ke bawah sadar (represi). Pola respon

negatif tersebut dapat berkembang terhadap subjek subjek fobia lainnya dan

3

Page 4: Hip Not Era Pi

intensitasnya semakin meningkat. Walaupun terlihat sepele, “pola” respon

tersebut akan dipakai terus menerus untuk merespon masalah lainnya. Itu

sebabnya seseorang penderita fobia menjadi semakin rentan dan semakin tidak

produktif. Fobia merupakan salah satu dari jenis jenis hambatan sukses lainnya.

Salah satu terapi yang digunakan untuk penderita saat ini adalah dengan

hipnoterapi. Hipnosis berasal dari kata Yunani ”hypnos” yang berarti ”tidur”.

Hipnosis merupakan suatu keadaan setengah sadar yang jika dilihat

penampakannya mirip dengan tidur, disebabkan oleh suatu sugesti relaksasi dan

perhatian yang terkonsentrasi pada sebuah objek tunggal. Dalam kondisi hipnosis

seseorang tetap sadar. Bahkan tidak jarang banyak orang merasa sadar tapi

sebenarnya terhipnotis. Setiap orang bisa saja merasakan sensasi kondisi hipnosis

yang berbeda-beda, tapi pada umumnya ketika seseorang dalam kondisi hipnosis,

dia hanya akan merasakan relaksasi pikiran dan tubuh, serta tetap bisa mendengar

semuanya dengan jelas. Individu tersebut menjadi tersugesti dan responsif

terhadap pengaruh orang yang menghipnosis dan dapat mengingat kembali

kejadian-kejadian yang telah dilupakan serta dapat meredakan gejala psikologis

(WHO, 1994).

Dibanding metode psikoterapi yang lain, hipnoterapi merupakan metode

yang paling cepat dalam menyembuhkan fobia. Untuk sebagian besar kasus fobia

yang kami tangani, fobia bukanlah masalah yang sulit diatasi dengan hipnoterapi.

Sebagian besar fobia bisa disembuhkan dalam waktu satu jam saja. Kesembuhan

tersebut pun bertahan lama atau permanen. Jadi, hipnoterapi merupakan salah satu

terapi yang efektif pada penderita fobia dengan melihat syarat-syarat seperti yang

akan dijelaskan dalam referat ini.

4

Page 5: Hip Not Era Pi

BAB II

HIPNOTERAPI

II. HIPNOTERAPI

Hipnosis berasal dari kata Yunani ”hypnos” yang berarti ”tidur”. Hipnosis

merupakan suatu keadaan setengah sadar yang jika dilihat penampakannya mirip

dengan tidur, disebabkan oleh suatu sugesti relaksasi dan perhatian yang

terkonsentrasi pada sebuah objek tunggal. Dalam kondisi hipnosis seseorang tetap

sadar. Bahkan tidak jarang banyak orang merasa sadar tapi sebenarnya terhipnotis.

Setiap orang bisa saja merasakan sensasi kondisi hipnosis yang berbeda-beda, tapi

pada umumnya ketika seseorang dalam kondisi hipnosis, dia hanya akan

merasakan relaksasi pikiran dan tubuh, serta tetap bisa mendengar semuanya

dengan jelas. Individu tersebut menjadi tersugesti dan responsif terhadap

pengaruh orang yang menghipnosis dan dapat mengingat kembali kejadian-

kejadian yang telah dilupakan serta dapat meredakan gejala psikologis (WHO,

1994).

Definisi lain hipnosis adalah perubahan kesadaran buatan, dengan ciri khas

sugestibilitas yang meningkat dari seseorang. Sedangkan sugesti adalah suatu

respon yang patuh dan tidak bersifat mengkritik terhadap gagasan atau suatu

pengaruh (Nuhriawangsa, 2004). Hipnoterapi dapat juga dikatakan sebagai suatu

teknik terapi pikiran dan penyembuhan yang menggunakan metode hipnotis untuk

memberi sugesti atau perintah positif kepada pikiran bawah sadar untuk

penyembuhan suatu gangguan psikologis atau untuk mengubah pikiran, perasaan,

dan perilaku menjadi lebih baik. Orang yang ahli dalam menggunakan hipnotis

untuk terapi disebut hypnotherapist. Hipnoterapi menggunakan pengaruh kata-

kata yang disampaikan dengan teknik - teknik tertentu. Satu - satunya kekuatan

dalam hipnoterapi adalah komunikasi (Kahija, 2007).

Sugestibilitas adalah kerentanan seseorang untuk menerima sugesti.

Beberapa teori menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat sugestibilitas, maka

semakin mudah seseorang untuk dihipnotis. Menurut Stanford Hypnotic

5

Page 6: Hip Not Era Pi

Susceptibility Scale, dalam hal mudah-tidaknya dihipnotis, manusia dibagi

menjadi tiga golongan, yaitu :

a. 10% Sugestibilitas Tinggi, artinya sangat mudah dihipnotis.

b. 85% Sugestibilitas Sedang, artinya bisa dihipnotis tapi butuh waktu dan

situasi yang tepat.

c. 5% Sugestibilitas Rendah, artinya sulit atau tidak bisa dihipnotis.

Sugestibilitas seseorang dipengaruhi tiga faktor berikut ini:

1. Kemauan Untuk Menerima Sugesti. Hal ini berkaitan erat dengan

prinsip bahwa hipnosis tidak bisa dipaksakan. Sugestibilitas subyek akan

menjadi tinggi ketika subyek dengan senang hati bersedia mengikuti

perintah Anda, apalagi ketika seseorang membutuhkan.

2. Kemantapan Subyek Terhadap Hypnotist. Semakin tinggi tingkat

kemantapan subyek terhadap Anda, semakin mudah Anda

menghipnotisnya. Sebaliknya, apabila subyek merasa curiga atau ragu

dengan kemampuan Anda, maka tingkat sugestibilitasnya jadi rendah.

3. Rasa Aman & Nyaman. Semakin subyek merasa aman dengan hipnosis

dan merasa nyaman dengan Anda, maka tingkat sugestibilitasnya semakin

tinggi. Hambatan terbesar dalam hipnosis adalah rasa takut dari subyek.

Ketika seseorang takut terhadap hipnosis atau takut terhadap Anda, maka

saat itu juga tingkat sugestibilitasnya sangat rendah.

Dalam ruang lingkup psikoterapi, hipnosis digunakan bukan saja dalam

psikoterapi penunjang, tetapi lebih dari itu, hipnosis merupakan alat yang ampuh

dalam psikoterapi penghayatan dengan tujuan membangun kembali

(rekonstruktif) sehingga perlu pengkajian yang lebih mendalam agar tercapai

suatu pendekatan holistik elektik (IBH, 2002).

Dalam kondisi hipnosis orang akan mengalami salah satu atau beberapa gejala

berikut ini:

- Bernafas dengan diafragma (pernafasan perut).

- Relaksasi seluruh badan yang sempurna.

6

Page 7: Hip Not Era Pi

- Suhu badan meningkat (Terasa Hangat)

- Produksi air mata meningkat sehingga merembes/mengalir keluar dan

mata kemerahan.

- Bola mata mengarah ke atas, atau

- Gerakan bola mata ke kanan dan kiri atau ke atas dan bawah secara

konstan, atau

- Terjadi REM (Rapid Eye Movement) yaitu mata berkedip-kedip dengan

cepat saat seseorang baru memasuki kondisi hipnosis atau ketika bermimpi

dalam tidur.

- Terjadi fenomena-fenomena hipnosis yaitu gejala-gejala yang bisa

dimunculkan oleh subyek dalam kondisi hipnosis. Kemampuan setiap

orang untuk memunculkan fenomena hipnosis (dengan sengaja) berbeda-

beda.

II.1. Teori Hipnosis

Telah banyak penulis yang mencoba memberi keterangan mengenai

fenomena hipnosis dan banyak sekali teori yang diungkapkan. Teori-teori yang

diajukan antara lain: (Kroger, 2008)

a) teori imobilisasi

b) hipnosis sebagai suatu status histeria

c) teori yang didasari perubahan fisiologis serebral

d) hipnosis sebagai suatu proses menuju tidur yang dikondisikan

e) teori aktivitas dan inhibisi ideomotor

f) teori disosiasi

g) teori memainkan peran (role-playing)

h) teori regresi

i) teori hipersugestibilitas (hypersuggestibility)

j) teori psikosomatik

Secara umum, teori-teori mengenai hipnosis tersebut dibagi dalam dua

kategori besar, yakni : (Kaplan & Sadock, 2004)

7

Page 8: Hip Not Era Pi

1. Teori berdasarkan neuropsiko-fisiologis, yang menerangkan hipnosis sebagai suatu

keadaan dimana kondisi otak berubah dan karena itu, faal otakpun juga berubah.

2. Teori berdasarkan psikologis, yang memandang sebagai hubungan antar manusia

yang khas (termasuk teori sugesti, disosiasi, psikoanalitik, psychic relative exclusion,

hubungan dwi-tunggal, dan lain - lain).

Salah satu syarat untuk hipnosis adalah secara sadar tidak menolak, dapat

berkomunikasi dengan bahasa yang sama, berkemampuan untuk fokus ditambah

dengan kreativitas dan fantasi visualisasi. Syarat - syarat tersebut dinamakan

hipnotizability, yang dapat dinilai tingkatannya dengan skala SHSS (Stanford

Hypnotic Susceptibility Scale) dan HIP (Hypnotic Induction Profile). Berdasarkan

hipnotizability, populasi secara umum dapat digolongkan menjadi 5% sulit untuk

dihipnosis, 70 - 85% sedang, 10–15% mudah; wanita mempunyai nilai hipnotizability

lebih tinggi dari laki-laki, dan anak-anak lebih tinggi dari pada orang dewasa

(Spiegel, 1985; IBH, 2002; Rogovik & Goldman, 2007). Suatu penelitian yang

dilakukan di Virginia Amerika Serikat (2004) menunjukkan bahwa orang yang

hipnotizability tinggi mempunyai ukuran corpus callosum anterior (rostrum) dan

kemampuan untuk mengontrol nyeri yang lebih besar. Temuan ini mendukung

model teori neuropsiko-fisiologis (Horton et al., 2004)

Gelombang Delta (δ): Frekuensi kurang dari 4 Hz, pada tidur normal

Gelombang Teta (θ): Frekuensi 4 – 7 Hz, pada awal tidur

8

Page 9: Hip Not Era Pi

.

Gelombang Alfa (α): Frekuensi 8 -13 Hz, ditemukan saat rileks, meditasi

Gelombang Beta (β): Frekuensi lebih dari 13 Hz, terjaga normal

Gambar 1. Tipe gelombang EEG (Priguna, 1980)

Teori yang menyatakan hipnosis sebagai suatu proses menuju tidur yang

dikondisikan, dikaitkan dengan gelombang otak seseorang yang menjalani suatu

proses hipnosis. Gelombang otak diperiksa dengan elektroensefalogram (EEG),

dan dihubungkan dengan kesadaran pada orang tersebut. Berdasarkan gambaran

gelombang otak normal tersebut proses hipnosis diharapkan tercapai pada

gelombang alfa dan teta, di mana dalam keadaan yang lebih rileks, pikiran yang

mulai terfokus dan mulai penurunan dari conscious ke subconscious dan subjek

mulai sugestif (Kroger, 1963; Priguna, 1980; IBH, 2002).

9

Page 10: Hip Not Era Pi

BAB III

PROSES HIPNOTERAPI

Pikiran adalah pusat kesadaran yang menghasilkan pemikiran, perasaan,

ide, persepsi, dan menyimpan pengetahuan serta memori. Menurut ilmu hipnosis,

pikiran di-ibaratkan seperti bawang yang berlapis-lapis. Manusia mempunyai tiga

tingkat kesadaran yang bekerja secara simultan serta saling mempengaruhi dan

membentuk sebuah pikiran manusia yang utuh. Tiga tingkat kesadaran itu adalah:

a. Conscious = Pikiran Sadar

Adalah proses mental yang bisa Anda kendalikan dengan sengaja.

b. Subconscious = Pikiran Bawah Sadar / Alam Bawah Sadar

Adalah proses mental yang berfungsi secara otomatis sehingga Anda tidak

menyadarinya dan sulit untuk dikendalikan secara sengaja.

c. Unconscious = Pikiran Tidak Sadar

adalah bagian dari otak Anda yang mengendalikan sistem biologis dan

dorongan-dorongan naluriah yang secara alami ada sejak Anda lahir,

misalnya: pernafasan, detak jantung, produksi darah, dorongan untuk

makan (mempertahankan kehidupan), dan dorongan untuk melestarikan

keturunan (seks).

Critical Factor atau filter mental adalah bagian dari pikiran yang selalu

menganalisis dan mengkritisi segala informasi yang masuk dan menentukan

tindakan rasional seseorang. Critical Factor ini melindungi pikiran bawah sadar

dari ide, informasi atau sugesti yang bisa mengubah program pikiran (berupa

kebiasaan dan keyakinan) yang sudah tertanam di pikiran bawah sadar.

10

Page 11: Hip Not Era Pi

Pikiran sadar mempunyai 4 fungsi utama, yaitu: mengenali informasi yang

masuk dari panca indra, membandingkan dengan memori kita, menganalisa, dan

kemudian memutuskan respon spesifik terhadap informasi tersebut. Sedangkan

pikiran bawah sadar berfungsi memproses kebiasaan, perasaan, memori

permanen, kepribadian, intuisi, kreativitas dan keyakinan. Pengaruh pikiran

bawah sadar terhadap diri kita adalah 9 kali lebih kuat dibandingkan pikiran sadar.

Itulah mengapa banyak orang yang sulit berubah meskipun secara sadar mereka

sangat ingin berubah. Apabila terjadi pertentangan keinginan antara pikiran sadar

dan bawah sadar, maka pikiran bawah sadar selalu menjadi pemenangnya.

Sifat dan Fungsi Pikiran Bawah Sadar

a. Tabularasa. Maksudnya, ketika seseorang terlahir di dunia, pikiran

bawah sadarnya kosong sama sekali. Isi dari pikiran bawah sadar

berasal dari pemrograman lingkungan.

b. Menyimpan semua memori sejak dalam kandungan. Apa yang

dilupakan secara sadar, bisa dimunculkan kembali dari pikiran bawah

sadar melalui hipnosis.

11

Page 12: Hip Not Era Pi

c. Dapat menangani 2.300.000 bit informasi dalam suatu saat, sementara

pikiran sadar hanya mampu menangani 7-9 bit informasi dalam suatu

saat.

d. Menggunakan bahasa simbol (gambar).

e. Menterjemahkan kata-kata apa adanya.

f. Sangat cerdas karena mengetahui penyebab dan solusi suatu masalah

pribadi.

g. Membuat asosiasi (anchor) secara otomatis. Misalnya sebuah lagu

memunculkan perasaan atau ingatan Anda pada suatu masa tertentu

dalam kehidupan Anda.

h. Protektif, Melindungi individu dari bahaya, baik nyata maupun

imajinatif.

12

Page 13: Hip Not Era Pi

BAB IV

TEKNIK HIPNOSIS

Pembagian tahap dalam proses hipnosis yang dipahami oleh beberapa

aliran hipnosis tidak seragam, meskipun sebenarnya ada kesamaan dalam pokok-

pokok tahap proses hipnosis. Yang sangat penting dalam proses ini adalah tahap

induksi di mana tujuan apa yang hendak dicapai dalam terapi dilakukan pada

tahap ini, diharapkan setelah proses terapi dapat mencapai terapi yang diharapkan

oleh pasien maupun terapis. Di bawah ini akan digambarkan tahapan secara

sistematis dari prehipnosis sampai post hipnosis (IBH, 2002).

Urutan tahap proses hipnosis secara sistematis dapat disusun sebagai

berikut: (IBH, 2002).

IV.1. Pre Induksi/ Pre Talk

Merupakan suatu proses untuk mempersiapkan situasi dan kondisi yang

kondusif antara hipnotis dan subjek. Agar proses pre induksi berlangsung dengan

baik, maka hipnotis harus mengenali aspek-aspek psikologis dari subjek, antara

lain : hal yang diminati, hal yang tidak diminati, apa yang diketahui subjek

terhadap hipnosis, dan lain-lain. Pre induksi dapat berupa percakapan ringan,

saling berkenalan, serta hal-hal lain yang bersifat mendekatkan seorang hipnotis

secara mental pada subjek. Pre induksi bersifat kritis, seringkali kegagalan proses

hipnosis diawali dari proses pre induksi yang tidak tepat.

Teknik pengumpulan informasi atau data itu bisa dilakukan baik lewat

wawancara dan observasi maupun lewat kuesioner. Ada beberapa hal yang harus

dilakukan pada tahap ini, yaitu sebagai berikut: (Kahija, 2007; Fachri, 2008)

1) Membangun hubungan dengan klien (building and maintaining rapport):

dalam proses hipnosis modern, hal yang paling mendasar adalah kerjasama antara

therapist dan klien. Hal itu membuat kesiapan dan kesediaan subjek menjadi

prasyarat proses hipnosis dapat berjalan dengan baik. Seperti halnya prinsip

“Every Hypnosisis Self-Hypnosis” sehingga therapist hanya berfungsi sebagai

13

Page 14: Hip Not Era Pi

fasilitator yang memandu klien agar dapat menghipnosis dirinya sendiri. Oleh

karena itu, kedekatan dan kepercayaan antara klien dan therapist sangat

dibutuhkan. Hal ini dapat dilakukan dengan membangun hubungan dan

komunikasi yang baik sebelum proses hipnosis dilakukan. Jika klien percaya pada

anda, apapun yang anda sugestikan otomatis akan diterima dan dilaksanakannya.

2) Mengatasi rasa takut klien pada hipnotis (Allaying fears):

therapist bertanggung jawab untuk meluruskan dan memberi pemahaman yang

benar tentang hypnosis dan proses yang akan dilakukannya. Dengan pemahaman

yang benar, ketakutan klien akan teratasi dan dia merasa aman untuk melakukan

proses hipnosis.

3) Membangun harapan klien (Building mental expectancy):

therapist harus membuat klien memiliki harapan dan keyakinan bahwa dengan

melakukan proses ini, dia akan sembuh. Keyakinan klien itulah yang menjadi

modalitas yang sangat penting bagi keberhasilan terapi apapun.

4) Mengumpulkan informasi klien (Gathering information):

Seringkali, klien memiliki sudut pandang dan persepsi yang tidak benar tentang

masalah yang dihadapinya. Seorang therapist harus benar-benar memahami

dinamika dan permasalahan klien. Untuk menggali dan mendalami permasalahan

klien, maka biasanya mengacu pada pertanyaan sebagai berikut:

a. Who: latar belakang, pekerjaan, hobi, tempat kesukaan, pendidikan,

aktivitas harian serta hal-hal yang tidak disenangi atau tidak disukainya.

Dengan memahami klien, seorang therapist akan lebih mudah membangun

hubungan/rapport. Rapport dalam proses pre induksi menjadi faktor

penentu keberhasilan proses hypnotherapy.

b. What: intensitas, dinamika, dan akar masalah klien. Apa masalahnya?

Seringkali berpijak pada hal yang lebih riil yaitu perilaku nyata.

c. Where: tempat di mana klien memunculkan masalah. Dengan menjawab

dimensi tempat, seorang therapist dapat terbantu dari jebakan-jebakan

“label” yang diberikan pada klien.

d. When: dimensi waktu yang meliputi: sejak kapan? “Sebelum”, “pada

saat” dan “sesudah” klien memunculkan masalah.

14

Page 15: Hip Not Era Pi

e. Why: mengapa adalah dimensi pertanyaan sebab, motivasi, untuk apa dan

alasan klien ketika tindak laku klien terjadi.

f. How: Menentukan bagaimana menangani klien tersebut. Semakin detail

informasi yang didapat akan semakin membantu therapist untuk

menangani klien.

Salah satu yang harus dilakukan pada pre induksi adalah tes sugesti yaitu untuk

mengetahui tingkat sugestifitas alamiah klien, selanjutnya hypnotist dapat

melakukan hypnotic training. Beberapa contoh dari sugestivity test adalah (IBH,

2000):

Ada beberapa jenis tes kedalaman tingkat hypnosis, seperti:

1) Locking the hand

2) Arm rising dan falling test

3) Catalepsy of the eye

4) Rigid catalepsy

5) Muscular training(Rusli & Wijaya, 2009).

Tes sugestibilitas merupakan proses untuk menguji sugestibilitas

seseorang, apakah orang tersebut mudah disugesti atau tidak. Dalam proses terapi,

tes sugestibilitas digunakan sebagai sarana latihan bagi klien untuk melakukan

dan merasakan yang nantinya akan berlanjut memasuki kondisi hypnotic. Bagi

therapist, uji sugestibilitas pada klien dapat digunakan untuk memilih teknik

induksi apa yang cocok bagi klien tersebut. Dari uji sugestibilitas tersebut, kita

dapat mengedukasi klien, bagaimana seharusnya merespon terhadap sugesti-

sugesti yang kita berikan (Fachri, 2008).

IV.2. Induksi

Merupakan sarana utama untuk membawa seorang subjek dari conscious

mind ke subconscious mind (trance). Untuk bisa menuntun masuk ke dalam

trance atau terhipnosis perlu diperhatikan beberapa faktor. Yang pertama, subjek

harus percaya kepada terapis atau hipnotis, apabila kepercayaan ini tidak ada

maka sulit untuk mencapai suatu kondisi trance. Kedua, tempat yang dipilih untuk

15

Page 16: Hip Not Era Pi

menghipnosis janganlah suatu lingkungan yang bising atau mengganggu, karena

mudah mempengaruhi perhatian subjek. Ketiga, adalah hipnotis sendiri harus

mempunyai keyakinan yang tinggi untuk menuntun subjek ke dalam trance

dengan teknik yang dikuasai di samping kepercayaan diri yang besar. Dalam

setiap induksi, elemen-elemen berikut selalui ditemui (Kahija, 2007):

1) Permulaan. untuk mengawali induksi, bentuk yang paling sering digunakan

adalah teknik pernafasan karena oksigen yang dibawa keotak akan membuat

pikiran dan tubuh menjadi santai;

2) Relaksasi sistemik. Dimulai pada titik-titik tertentu dari kepala sampai kaki.

Titik-titik yang umumnya dibuat rileks adalah ubun-ubun, mata, pelipis, rahang,

leher, bahu, lengan, tangan, dada, punggung, perut, paha, betis, dan kaki;

3) Pengaktifan rasa dan emosi. Klien diajak merasakan sugesti yang diberikan

dengan kata-kata “rasakan” atau “bayangkan”dan menghindari ajakan klien untuk

berfikir seperti kata “pikirkan” atau “ingatlah”;

4) Pengaktifan gambaran mental. Membawa klien ke tempat yang disukai,

dengan meningkatkan kepekaan panca indra klien.

5) Terminasi.Di akhir induksi, terapis membuat klien merasa segar dan ringan

segera sesudah bangun. Jika ini tidak dilakukan, ada kemungkinan klien merasa

pusing dan leher terasa berat.

Teknik induksi yang digunakan banyak macam, namun sebenarnya

mempunyai persamaan unsur dasar. Teknik yang digunakan tergantung variasi

dari terapis atau hipnotis yang melakukan induksi. Metode induksi secara garis

besar dikelompokkan dalam enam unsur dasar, sebagai berikut : (Peterfy, 1973;

Hukom, 1979; IBH, 2000)

a. Metode pandang atau fascinatie. Hipnotis atau terapis dan pasien saling

memandang mata mereka. Instruksi diberikan kepada pasien agar terus

memandang ke arah hipnotis atau terapis tanpa berkedip sampai mencapai

trance. Metode seperti ini sebaiknya digunakan apabila kita hendak

menghipnosis anak-anak. Setelah beberapa lama memandang diberikan

perintah untuk ”tutup mata” ! selanjutnya dengan sugesti tidur dan

16

Page 17: Hip Not Era Pi

seterusnya. Kelemahan metode ini tentunya tidak dapat dilakukan oleh

hipnotis atau terapis yang tidak tahan lama memandang tanpa berkedip.

b. Metode tatap atau fixatie. Pada metode ini hipnotis atau terapis meminta

pasien untuk menatap sesuatu benda yang mengkilat, atau jarinya, atau

alat-alat yang disebut hypnoscoop, hypnodisc, pendulum dan lain-lain.

Gambar 2. Contoh hypnoscoop

c. Metode sapa atau verbale suggestie. Dengan menggunakan kata-kata,

hipnotis atau terapis mempengaruhi subjek sampai ia berada dalam trance.

Cara ini dilakukan oleh Liebeault, Bernheim dan lainnya yang merupakan

unsur dasar cara untuk mencapai hipnosis.

d. Metode nafas dalam atau hiperventilasi. Subjek diminta menarik napas

dalam-dalam beberapa detik lebih lambat dari napas normal secara

berulang sampai mencapai keadan trance.

e. Metode bertahap (fractionierte metode Vogt). Subjek akan dibangunkan

kembali setiap kali setelah ia masuk dalam sugesti kemudian ditanyakan

apa yang dirasakan oleh subjek sebelum melanjutkan kembali meneruskan

usaha induksi. Kemudian dilanjutkan lagi tahap demi tahap sampai

mencapai trance.

f. Self-hypnose, Auto-hypnose, Spontan-hypnose, Swahipnosis. Pada

metode ini keadaan trance dicapai tanpa pertolongan dari orang lain.

17

Page 18: Hip Not Era Pi

IV.3. Depth Level Test

Merupakan tes untuk melihat seberapa jauh kesadaran subjek sudah

berpindah dari consciousmind ke sub conscious mind. Tingkat kedalaman setiap

orang berbeda-beda dan sangat tergantung dari kondisi subjek, pemahamannya

terhadap hipnosis, waktu, lingkungan dan keahlian dari hipnotis atau terapis.

Berdasarkan Davis-Husband Scale, tingkat kedalaman hipnosis dapat dibagi

menjadi 30 tingkat kedalaman (Wong & Hakim, 2009). Sedangkan kebutuhan

tingkat kedalaman juga mempunyai maksud dan tujuan yang berbeda-beda dalam

proses hipnosis. Menurut referensi lain (Rusli & Wijaya, 2009) Depth level test

dapat digunakan untuk mengetahui kedalaman suyet dalam memasuki alam bawah

sadarnya. Depth level test dapat berupa sugesti yang sederhana.

18

Page 19: Hip Not Era Pi

BAB V

POST HYPNOTIC SUGGESTION

Merupakan sugesti yang menjadi nilai baru bagi seorang subjek walaupun

telah disadarkan dari tidur hipnosis, tidak akan bertahan lama bilamana tidak

sesuai atau bertentangan dengan nilai dasar dari subjek. Dalam hipnoterapi, post

hypnotic suggestion merupakan bagian yang sangat penting karena merupakan inti

dari tujuan hipnoterapi. Seorang hipnotis atau terapis harus dibekali pengetahuan

tentang kejiwaan dan psikopatologi untuk dapat memberikan sugesti yang benar

setelah hipnosis.

V.1. Anchoring

Anchor antinya "jangkar", yaitu alat untuk menambatkan kapal ke dasar

laut supaya kapal tidak hanyut terbawa arus laut. Dalam ilmu hipnosis, yang

dimaksud anchoring adalah cara menanam sugesti yang berupa program

stimulus-respon. Maksudnya apabila suatu stimulus tertentu dipicu, maka subyek

akan merespon dengan cara tertentu pula.

Secara alamiah, pikiran kita juga sering membuat anchor dengan

sendirinya. Misalnya:

- Aroma tertentu mengingatkan Anda pada suatu peristiwa.

- Kaki Anda secara otomatis menginjak rem ketika melihat lampu merah di

persimpangan.

- Lagu tertentu mengingatkan Anda pada seseorang dan memunculkan

perasaan Anda terhadap orang tersebut.

Contoh-contoh di atas adalah anchor yang terbentuk tanpa disengaja. Sedangkan

dalam kondisi hipnosis, Anda bisa secara sengaja menanamkan anchor di pikiran

subyek. Anchor bisa ditanamkan dengan sugesti saja atau didahului dengan

memunculkan perasaan tertentu.

1. Menanamkan Anchor Dengan Sugesti

2. Meng-anchor Perasaan

19

Page 20: Hip Not Era Pi

Misalnya Anda ingin subyek Anda merasakan semangat setiap kali

menyentuh telinganya, maka langkah yang perlu Anda lakukan adalah:

o Menyuruh subyek mengingat atau membayangkan sesuatu (boleh

peristiwa, kegiatan atau seseorang) yang membuatnya sangat

bersemangat atau gembira, sampai timbul perasaan semangat

sesuai dengan apa yang dibayangkan.

o Setelah timbul perasaan semangat yang kuat, maka mintalah

subyek untuk menyentuh telinganya selama kurang lebih 5 detik

sambil tetap merasakan semangat dan gembira.

o Anda bisa menambahkan sugesti “Kapanpun Anda menyentuh

kuping Anda, Anda merasakan perasaan semangat seperti

sekarang ini”.

V.2. Terminasi

Adalah suatu tahapan untuk mengakhiri proses hipnosis dengan konsep

dasar memberikan sugesti atau perintah agar seorang subjek tidak mengalami

kejutan psikologis ketika terbangun dari tidur hipnosis. Proses terminasi biasanya

dengan membangun sugesti yang positif yang akan membuat tubuh subjek lebih

segar dan rileks, kemudian diikuti beberapa regresi beberapa detik untuk

membawa subjek ke keadaan normal kembali. Terminasi adalah proses berpindah

kembalinya pikiran bawah sadar (subconscious) ke pikiran sadar (conscious).

Proses terminasi dilakukan apabila seorang suyet telah siap untuk dibangunkan

dari ‘tidur hipnosisnya’.

V.3. Post Hypnotic

Keadaan setelah proses hipnosis selesai seperti pada awal sebelum

dilakukan kegiatan hipnosis. Pada fase ini diharapkan apa yang menjadi tujuan

awal dari hipnosis untuk terapi pada subjek tercapai setelah proses hipnosis

selesai. Post hypnotic behavior adalah perilaku atau nilai baru yang didapatkan

oleh seorang sujet setelah terbangun dari ‘tidur hipnosis’. Agar post hypnotic

dapat bertahan lama, sesi hipnosis sebaiknya dilakukan secara rutin dan tidak

20

Page 21: Hip Not Era Pi

bertentangan dengan nilai moral sang sujet. Contohnya, menghentikan kebiasaan

merokok, kebiasaan marah-marah, rasa percaya diri, dan sebagainya (Rusli &

Wijaya, 2009).

21

Page 22: Hip Not Era Pi

BAB VI

ABREAKSI SPONTAN

Abreaksi adalah luapan emosi yang biasanya berupa tangisan atau gejala-

gejala rasa takut karena subyek mengingat dengan sangat jelas (seperti mengalami

kembali) peristiwa traumatis yang pernah dialami subyek. Abreaksi biasanya

hanya terjadi dalam hypnotherapy yang menggunakan teknik regresi (dipelajari di

pelatihan Advanced Hypnotherapy). Namun kadang bisa terjadi spontan tanpa

dikehendaki. Apabila subyek tiba-tiba mengalami abreaksi, Anda tidak perlu

panik. Kondisi itu wajar dalam hipnosis. Berikut ini adalah langkah yang perlu

Anda lakukan.

Pertama, jangan menyentuh tubuh subyek. Bila Anda menyentuhnya ketika dia

sedang mengalami abreaksi spontan, pikiran bawah sadar subyek kemungkinan

bisa membuat anchor negatif. Misalnya jika Anda menyentuh bahu subyek ketika

abreaksi, maka dia bisa saja membuat asosiasi atau anchor secara otomatis "Jika

saya disentuh di bahu, maka saya mengalami perasaan ini".

Kedua, tenangkan subyek Anda. Jika abreaksi itu berupa tangisan kecil, biarkan

saja dia menangis sampai selesai. Setelah selesai dia akan merasa sangat lega.

Namun bila menangisnya lebih dari 5 menit atau apabila tangisan itu berupa

teriakan-teriakan yang sangat mengganggu, Anda bisa langsung saja menyuruh

subyek untuk tenang dengan cara memberi sugesti seperti ini:

Pada hitungan ketiga, Anda kembali ke masa sekarang, di sini bersama

saya. Anda tenang dan nyaman berada di sini. Satu, dua dan tiga. Anda

dalam keadaan yang aman dan tenang sekarang. Setiap hembusan nafas

membuat Anda semakin tenang dan rileks.

Setelah selesai Anda tidak perlu membicarakan atau menanyakan ada masalah apa

berkaitan dengan tangisan itu, kecuali dia sendiri yang mulai membicarakannya

dengan Anda. Orang profesional hanya menangani dan membicarakan masalah

yang ingin diselesaikan oleh klien.

22

Page 23: Hip Not Era Pi

Orang yang mengalami abreaksi spontan bisa saja mengingat atau

melupakan peristiwa abreaksi itu, tergantung pikiran bawah sadarnya. Jika

menurut pikiran bawah sadar, klien akan mampu menangani ingatan itu dalam

kondisi sadar, maka kemungkinan besar kejadian itu akan diingat oleh klien ketika

terbangun dari kondisi hipnosis. Yang terpenting adalah Anda tidak perlu

bertanya mengapa klien Anda menangis atau histeris. Anda tidak perlu

menawarkan bantuan kepada klien untuk mengatasi masalah berkaitan dengan

tangisan tersebut, kecuali klien yang mulai membicarakan masalahnya, maka

Anda boleh mencoba untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut.

Meskipun mungkin Anda bisa membantunya, sebagai profesional Anda tidak

berhak mencampuri masalah pribadi klien Anda yang mana masalah itu tidak

ingin diselesaikan bersama Anda.

23

Page 24: Hip Not Era Pi

BAB VII

INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI HIPNOSIS

VII.1. Indikasi Hipnosis

Penggunaan hipnosis dalam psikiatri khususnya untuk keperluan

psikoterapi harus didasarkan lebih dulu pada pengetahuan tentang psikoterapi itu

sendiri. Hipnosis dapat membantu psikoterapi, dimana hipnosis dapat

mempercepat pengaruh psikoterapi sehingga hasilnya tampak nyata (Maramis,

1998). Gangguan-gangguan yang dapat ditangani dengan hipnosis secara garis

besar dibagi dalam tiga kategori (Peterfy, 1973):

a) Gangguan psikosomatik, yaitu gangguan yang dialami berupa faktor psikologis

yang mempengaruhi kondisi fisik, jadi gejala yang nampak adalah gejala fisik.

Gangguan ini meliputi sistem kardiovaskuler, pernapasan, endokrin,

gastrointestinal, dermatologi dan genitourinaria. Hipnosis efektif pada beberapa

gangguan SSP, seperti insomnia, nyeri kepala, gagap, tik, dan lain-lain.

b) Gangguan psikiatrik, yaitu gangguan yang dialami berupa faktor psikologis

yang gejalanya nampak pada area psikologis. Hipnosis digunakan untuk

mengatasi beragam neurosis konversi, kecemasan, fobia, obsesi-kompulsif,

depresi reaktif atau depresi neurotik, dan neurotik pasca trauma.

c) Kasus-kasus pada bidang lain, seperti anestesi, nyeri persalinan, ekstraksi gigi,

mengatasi obstipasi atau retensi urin pasca bedah.

Pengembangan dalam penggunaan hipnosis sangat tergantung dari

ketrampilan terapis itu sendiri yang dipengaruhi oleh pengalaman dan penguasaan

dalam menggunakan hipnosis, sehingga tidak menutup kemungkinan penggunaan

hipnosis untuk indikasi lain dapat terus dikembangkan selain indikasi yang

disebutkan di atas (Wain, 1982).

Mulai proses awal hipnosis sendiri dengan relaksasipun sudah sangat

membantu dalam mengatasi keadaan sakit maupun konflik psikis seperti nyeri

atau keadaan tertekan. Selain itu mulai dikembangkan juga pengembangan dengan

relaksasi meditasi untuk mengatasi berbagai konflik kejiwaan dan terbukti cukup

24

Page 25: Hip Not Era Pi

efektif memberikan kepuasan terhadap pasien, karena peran aktif pasien

selanjutnya untuk dapat melakukan sendiri proses relaksasi meditasi (Davis et al.,

1982; Suryani, 1997).

VII.2. Kontraindikasi Hipnosis

Menentukan indikasi hipnoterapi menurut para ahli adalah lebih sulit

dibandingkan untuk menentukan kontraindikasi hipnoterapi. Secara garis besar

kontraindikasi hipnoterapi adalah pada keadaan :

a) Seseorang yang dalam kondisi tidak tenang, gaduh gelisah, misalnya pada

psikosis akut sehingga tidak dapat dilakukan kontrak psikis dengan subjek.

b) Seseorang dalam keadaan yang tidak mengerti apa yang akan dilakukan,

misalnya pada orang demensia. Pada mereka tidak akan dapat dilakukan hipnosis

dengan cara apapun.

c) Pada orang yang tidak tahu atau belum mengerti tentang apa yang kita katakan,

sugesti verbal tidak akan berpengaruh pada subjek. Subjek yang memiliki

kesulitan dengan kepercayaan dasar seperti pasien paranoid atau yang memiliki

masalah pengendalian seperti pasien obsesikompulsif, adalah bukan calon yang

baik untuk dilakukan hipnosis (Erickson, 1976; Kaplan et al., 1997).

25

Page 26: Hip Not Era Pi

DAFTAR PUSTAKA

Adams, R.D., 1993. The Limbic Lobes and the Neurology of Emotions. InPrinceples Neurology, 3 rd (ed), Mcgraw Hill Book Company, NewYork,USA. 381 -392.

Burrows, G.D, Stanley, R.O, Bloom, P.B. 2001. International Handbook ofClinical Hypnosis. Edited Burrows G.D, Stanley R.O, Bloom P.B. Hypnosisin the Management of stress and Anxiety Disorder. Stanley R.O, NormanT.R and Burrows G.D. University of Melbourne, Australia. Hal 117-118.

Fachri, H.A., 2008, The Real Art of Hypnosis: Kolaborasi Seni Hipnosis Timur-Barat, Gagasmedia, Jakarta, hal:77-85.

Hukom, A.J. 1979. Hypnotherapy (Pedoman Menggunakan Hipnosis dalam IlmuKedokteran) . Yayasan Dharma Graha. Jakarta 1979.

IBH (Indonesian Board of Hypnotherapy), 2002, Buku Panduan Resmi PelatihanHipnosis. IBH Ver.1.00.

Kahija, Y.L., 2007, Hipnoterapi: Prinsip-prinsip Dasar Praktek Psikoterapi,Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Kaplan, H.I., Sadock, B.J., 1998. ”Synopsis of Psychiatry”, Lippincoltt Williams& Wilkins, Philadelpia- Baltimore- New York- London.

Kaplan, H.I., Sadock, B.J., 2004. Hypnosis, In Kaplan and Sadock ComprehensiveText Book of Psychiatry, the 8th ed. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, Baltimore, New York.

Kroger, W.S., 2008. Clinical & Eksperimental Hypnosis, Revised Second Edition.Lippincott Williams & Wilkins

26