KOMPARASI HASIL BELAJAR METODE TEAMS GAMES TOURNAMENTS (TGT) DENGAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) PADA SUB KONSEP PERPINDAHAN KALOR SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S.Pd) Program Studi Pendidikan Fisika Disusun oleh: HERU SISWOKO 104016300469 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 M/1432 H
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KOMPARASI HASIL BELAJAR METODE TEAMS GAMES
TOURNAMENTS (TGT) DENGAN STUDENT TEAMS
ACHIEVEMENT DIVISION (STAD)
PADA SUB KONSEP PERPINDAHAN KALOR
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S.Pd)
Program Studi Pendidikan Fisika
Disusun oleh:
HERU SISWOKO
104016300469
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011 M/1432 H
ii
ABSTRAK
HERU SISWOKO, “ Komparasi Hasil Belajar Metode Teams Games
Tournaments (TGT) dengan Student Teams Achievement Division (STAD) pada
Sub Konsep Perpindahan Kalor”. Skripsi, Program Studi Pendidikan Fisika,
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar fisika siswa dengan
metode Teams Games Tournaments (TGT) dan Students Teams Achievements
Division (STAD). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kuasi eksperimen yang dilakukan di SMA Kemala Bhayangkari 1, Ampera,
Jakarta Selatan. Penelitian ini melibatkan 62 siswa kelas X semester genap tahun
pelajaran 2010/2011 yang terdiri dari kelas eksperimen I sebanyak 31 siswa
dengan menggunakan metode Teams Games Tournaments (TGT) dan kelompok
eksperimen II sebanyak 31 siswa dengan metode Student Teams Achievement
Division (STAD).
Data hasil belajar siswa dikumpulkan dengan tes tertulis kognitif dalam bentuk
pilihan ganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbandingan
hasil belajar yang signifikan antara siswa yang diberi materi dengan metode
pembelajaran Teams Games Tournaments (TGT) dan metode pembelajaran
Student Teams Achievement Division (STAD). Hasil ini berdasarkan hasil uji
signifikansi dengan uji-t yang diperoleh sebesar 9,80 yang artinya terdapat
perbandingan yang signifikan dengan taraf signifikansi sebesar 5%.
Kata kunci : Metode Teams Games Tournaments (TGT), Metode Student
Teams Achievement Division (STAD), Hasil Belajar.
iii
ABSTRACT
HERU SISWOKO, "Comparison Learning Outcomes Fed Methods Teams
Games Tournaments (TGT) with Student Teams Achievement Division (STAD)
in Sub Concept Heat Transfer." Thesis, Physical Education Studies Program,
Department of Education Natural Sciences, Faculty of Science and Teacher
Training Tarbiyah, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.
This study aims to determine the learning method of Teams Games Tournaments
(TGT) with Student Teams Achivement Division (STAD) against physics student
learning outcomes. The method used in this study is the experimental method is
carried out in high school Dept, Ampera, South Jakarta, which involved 62
students of class X in the second semester 2010/2011 academic year is divided
into two classes, namely class I experiment with using the method of Teams
Games Tournaments (TGT) and experimental group II with the method of Student
Teams Achievement Division (STAD).
Student learning outcomes data are collected with a written cognitive test in the
form of multiple choice. The results of this study indicate that there is a significant
learning outcome comparasion between students who are learnig the material by
the methods Teams Games Tournaments (TGT) and the learning method of
Student Teams Achievement Division (STAD). These results are based on the
results of tests of significance with a t-test obtained for 9.80, wich means there is a
significant comparison with the significance level of 5 %.
Keywords: Method of Teams Games Tournaments (TGT), Methods of
Student Teams Achievement Division (STAD), The Learning.
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji atas keagungan Allah SWT, Tuhan sang
pencipta alam semesta beserta isinya dalam kesempurnaan. Segala syukur atas
kasih sayang Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan dunia sebagai
ladang untuk menghantarkan kepada kehidupan akhirat yang kekal dan abadi.
Ampuni atas kelalaian dan keingkaran syahadah hamba yang tidak mampu
termanifestasi dalam kehidupan.
Segala puji juga tercurahkan kepada nabi junjungan kita Muhammad
SAW, yang telah memberikan jalan kepada kebaikan. Terima kasih atas
bimbingan keimanan yang telah diberikan untuk tetap berada dalam satu garis
lurus, yaitu jalan yang diridhoi Allah SWT.
Selanjutnya, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit
kesulitan yang dihadapi selama penulisan skripsi ini. Namun, atas bimbingan-Nya
dan motivasi dari berbagai pihak, penulis menyadari bahwa keberhasilan dan
kesempurnaan merupakan sebuah proses yang harus dijalani. Oleh sebab itu, pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak
yang berjasa dalam penulisan skripsi ini, di antaranya:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Alam, dan Bapak Iwan Permana Suwarna, M.Pd., Ketua Program Studi
Pendidikan Fisika.
3. Bapak Drs. Ahmad Sofyan, M.Pd., Dosen Pembimbing I yang penuh
kesabaran dan keikhlasan dalam membimbing penulis selama ini, dan Ibu
Diah Mulhayatiah, M. Pd., Dosen Pembimbing II yang selalu ikhlas
meluangkan waktunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.
4. Bapak dan ibu dosen yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih
atas ilmu dan pengalaman yang telah diberikan selama penulis mengikuti
perkuliahan.
5. Kepala SMA Kemala Bhayangkari 1 Pasar Minggu Jakarta Selatan Muryanto
M.Pd, Wakil Kepala Sekolah Bapak Drs. Ayid Hendrayana dan Heru
ix
Boedisarwono M.Pd selaku guru bidang studi fisika di SMA Kemala
Bhayangkari 1 yang telah banyak membantu selama proses penelitian.
6. Siswa kelas X yang telah bersedia memberikan sedikit waktunya untuk
menjadi sampel dalam penelitian ini, terima kasih atas kebersamaan kalian
menjadi inspirasi yang tak ternilai bagi penulis.
7. Teristimewa untuk Ayahanda Sasmoko (Alm) dan Ibunda tercinta
Sri Herawati yang tak pernah kering akan doa dan telah melimpahkan segenap
kasih dan sayangnya yang tak terhingga, dan untuk adikku tercinta Krisdianto
Siswoko serta Tri Tiastuti Siswoko terima kasih telah mendukung dan
mendoakan.
8. Seseorang yang sangat saya sayangi dan cintai Dian Hartati, terima kasih telah
menemani setiap saat dalam susah dan senang, dalam suka dan duka,
semangat dan dukungan yang telah diberikan selama ini sehingga aku dapat
menyelesaikan skripsi.
9. Teman-teman seperjuangan Fisika angkatan 2004; Munajat Sudirman, S.Pd,
Ahmad Fahmi, S.Pd, Misbahuddin, S.Pd, Abdul Hamid, S.Pd, Muhammad
Solihin, S.Pd, Muhammad Hartato, S.Pd, Dwi Enggal, S.Pd, Makhbub
Mujahidin Syah, Muhammad Ikrom Maula, dan lainnya yang penulis tidak
bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas persahabatan kalian menjadikan
pengalaman yang tidak ada duanya.
Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan, terima kasih atas
bimbingan dan kerjasamanya. Hanya Allah yang dapat membalas semua kebaikan
kalian. Semoga apa yang telah saya lakukan dapat bermanfaat bagi semua.
Jakarta, Juni 2011
Penulis
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ i
ABSTRAK .................................................................................................. ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ...................................................................... 4
C. Pembatasan Masalah ..................................................................... 5
D. Perumusan Masalah ....................................................................... 5
E. Tujuan Penelitian ........................................................................... 6
F. Manfaat Penelitian ......................................................................... 6
Lampiran 17 Daftar Tabel ........................................................................... 130
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan sebagai suatu upaya untuk mencetak sumber daya manusia
yang berkualitas dan berdedikasi tinggi memerlukan suatu pendukung mutu.1
Banyak pihak menduga bahwa rendahnya mutu pendidikan saat ini berkaitan erat
dengan rendahnya motivasi siswa dalam belajar. Tuntutan dalam dunia
pendidikan sudah banyak berubah, kita tidak bisa lagi mempertahankan
paradigma lama yaitu teacher centered (guru memberikan pengetahuan kepada
siswa yang cenderung pasif). Tetapi hal ini tampaknya masih banyak diterapkan
dalam proses pembelajaran di kelas dengan alasan pembelajaran seperti ini lebih
praktis dan tidak menyita waktu.
Keberhasilan proses pembelajaran merupakan hal utama yang didambakan
dalam melaksanakan pendidikan di sekolah. Dalam proses pembelajaran,
komponen utama adalah guru dan siswa. Agar proses pembelajaran berhasil, guru
harus membimbing siswa. Oleh karena itu diperlukan suatu metode pembelajaran
yang tepat, karena metode pembelajaran merupakan sarana interaksi antara guru
dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Sebab penggunaan metode yang
kurang tepat dapat menimbulkan kebosanan, kurang dipahami dan monoton,
sehingga siswa tidak termotivasi untuk belajar. Kejenuhan siswa, khususnya
dalam belajar fisika yang bersifat abstrak, cenderung sulit diterima dan dipahami,
menyebabkan siswa lebih banyak pasif dan menjadi apatis sehingga hasil
belajarnya tidak maksimal.
Dalam proses pembelajaran sering kali dijumpai adanya kecenderungan
siswa yang tidak mau bertanya pada guru meskipun sebenarnya belum mengerti
materi yang diajarkan oleh guru. Solusi alternatif yang sering digunakan oleh guru
untuk mengaktifkan siswa adalah melibatkan siswa dalam diskusi dengan seluruh
siswa, tetapi strategi ini tidak terlalu efektif walaupun guru sudah mendorong
1 Ani Kurniasari, Komparasi Hasil Belajar antara Siswa yang Diberi Metode TGT (teams
games Tournaments) dengan STAD (student teams Achievement division) Kelas X Pokok Bahasan
Hidrokarbon , UNNES, 2006
2
siswa untuk berpartisipasi. Kebanyakan siswa terpaku menjadi penonton,
sementara arena diskusi hanya dikuasai oleh segelintir siswa. Suasana kelas perlu
direncanakan dan dibangun sedemikian rupa sehingga siswa mendapatkan
kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain. Guru harus menciptakan suasana
belajar dimana siswa dapat bekerjasama didalamnya.
Solusi pengembangan pembelajaran yang diajukan saat ini adalah
pembelajaran yang inovatif dan kreatif yang memberikan iklim kondusif dalam
pengembangan daya nalar dan kreatifitas siswa. Usaha guru untuk mencapai
tujuan pembelajaran antara lain memilih metode yang tepat, sesuai materinya dan
menunjang terciptanya kegiatan belajar mengajar yang kondusif. Salah satunya
adalah dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif yaitu belajar
mengajar dengan jalan mengelompokkan siswa dengan tingkat kemampuan yang
berbeda ke dalam kelompok-kelompok kecil. Pada pembelajaran kooperatif siswa
percaya bahwa keberhasilan mereka akan tercapai jika setiap anggota
kelompoknya berhasil.
Belajar dengan pengajaran kelompok kecil membuat siswa belajar lebih kreatif
dan mengembangkan sifat kepemimpinan pada siswa serta dapat memenuhi kebutuhan
siswa secara optimal. Lundgren dalam Muslimin Ibrohim menyatakan ”Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki dampak positif untuk siswa yang
rendah hasil belajarnya”.2
Dalam kegiatan belajar mengajar yang ada di sekolah selama ini,
sebenarnya sudah menerapkan belajar kelompok. Namun, kegiatan kelompok
tersebut cenderung hanya menyelesaikan tugas. Siswa yang berkemampuan
rendah kurang berperan dalam mengerjakan tugas. Sedangkan pada pembelajaran
kooperatif tujuan kelompok tidak hanya menyelesaikan tugas yang diberikan,
tetapi juga memastikan bahwa setiap kelompok menguasai tugas yang diterimanya
dan dapat menjelaskan dengan baik hasil analisa tugas yang diberikan.
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di SMA Kemala
Bhayangkari didapatkan nilai fisika kelas X pada materi perpindahan kalor masih
2 Muslimin Ibrohim dkk, “Pembelajaran Kooperatif”. (Surabaya: University Press, 2000)
h. 17
3
di bawah KKM. Nilai tertinggi sebesar 72 dan nilai terendah sebesar 46,
sedangkan rata-ratanya sebesar 53. Nilai rata-rata tersebut masih di bawah KKM
untuk materi perpindahan kalor yaitu sebesar 55. Oleh karena itu perlu ada
perubahan metode pembelajaran yang lebih baik untuk membangkitkan motivasi
siswa dalam pelajaran fisika.
Ada berbagai jenis metode pembelajaran kooperatif, diantaranya adalah
metode pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) dan
metode pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division
(STAD). Metode pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT)
merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif dengan dibentuk kelompok-
kelompok kecil dalam kelas yang terdiri 4 sampai 5 orang siswa yang heterogen,
baik prestasi akademik, jenis kelamin, ras ataupun etnis.3 Dalam TGT digunakan
turnamen akademik dimana siswa berkompetisi sebagai wakil dari timnya
melawan anggota tim yang lain yang mencapai hasil atau prestasi serupa pada
waktu lalu, sedangkan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah salah
satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan sebuah cara yang
bagus untuk digunakan dalam pembelajaran. Metode Student Teams Achievement
Division (STAD) merupakan suatu strategi belajar yang menghendaki siswa
belajar dalam kelompok yang beranggotakan 4 sampai 5 orang siswa yang
kemampuan akademisnya tinggi, sedang dan rendah.4
Kedua metode ini mempunyai persamaan yaitu membagi kelas dalam
kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang
heterogen. Masing-masing anggota kelompok dituntut untuk menguasai materi
dan mampu menyelesaikan soal yang diberikan oleh guru. Perbedaannya, hanya
Teams Games Tournament (TGT) digunakan games dan turnament dimana siswa
berkompetisi sebagai wakil dari timnya melawan anggota tim yang lain.
Berdasarkan hasil penelitian, Kusumoningrum menyimpulkan bahwa hasil
belajar siswa yang menggunakan metode kooperatif TGT (Teams Games
3 Robert E Slavin, ”Cooperative Learning :Theory, Research, And Practice, New” (Jersey:
Prentice Hall, 1995). 4 Ibid.,
4
Tournaments) lebih baik daripada dengan metode konvensional.5 Menurut
Wulandari hasil belajar siswa yang menggunakan metode kooperatif tipe STAD
(Student Teams Achievement Division) lebih baik daripada dengan metode
konvensional.6 Dan menurut Azka, menyimpulkan bahwa siswa yang diberi
pengajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II
maupun tipe STAD (Student Teams Achievement Division) mempunyai hasil
belajar yang lebih baik daripada hasil belajar siswa yang dikenai pembelajaran
konvensional. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan
menggunakan metode kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournaments) dan
metode kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division) memberikan
hasil belajar yang lebih baik daripada dengan metode konvensional. Serta sudah
adanya penelitian yang membandingkan metode TGT dan STAD pada pokok
bahasan Hidrokarbon.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan
penelitian yang sama tetapi dengan sub konsep yang berbeda dengan judul:
“Komparasi Hasil Belajar Metode Teams Games Tournaments (TGT) dengan
Student Teams Achievement Division (STAD) pada Sub Konsep Perpindahan
Kalor”.
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah pada penelitian ini adalah:
1. Hasil belajar fisika siswa pada sub konsep Perpindahan Kalor masih rendah.
2. Penggunaan metode kooperatif kurang dilaksanakan pada proses pembelajaran
fisika di sekolah.
3. Kemampuan menggunakan metode TGT dan metode STAD dalam
meningkatkan hasil belajar pada sub konsep perpindahan kalor kelas X belum
banyak diperoleh.
5 Asih Kusumoningrum, Keefektifan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II dan TGT
Terhadap Hasil Belajar Matematika Pokok Bahasan Teorema Pythagoras pada Siswa Kelas II
Semester I SMPN 27 Semarang Tahun Pelajaran 2004/2005. Skripsi S1: UNNES 2005, h. 64. 6 Reny Wulandari, Keefektifan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan STAD Terhadap
Hasil Belajar Matematika Pokok Bahasan teorema Pythagoras Pada Siswa Kelas II Semester 1
SMP Negeri 13 Semarang Tahun Pelajaran 2004/2005. Skripsi S1: UNNES 2005, h. 57.
5
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini dibatasi pada
masalah-masalah:
1. Komparasi dalam penelitian ini adalah membandingkan hasil belajar fisika
antara siswa yang pembelajarannya menggunakan metode Teams Games
Tournaments (TGT) dengan metode Student Teams Achievement Division
(STAD).
2. Hasil belajar yang diukur adalah hasil belajar fisika aspek kognitif pada
jenjang hafalan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3) dan analisis (C4)
berdasarkan taksonomi bloom pada sub konsep Perpindahan Kalor.
3. Metode Teams Games Tournaments (TGT) adalah model pembelajaran
kooperatif dengan dibentuk kelompok-kelompok kecil dalam kelas yang
terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang heterogen, baik prestasi akademik,
jenis kelamin, ras ataupun etnis. Dalam Teams Games Tournaments (TGT)
digunakan turnamen akademik dimana siswa berkompetisi sebagai wakil dari
timnya melawan anggota tim yang lain yang mencapai hasil atau prestasi
serupa pada waktu lalu.
4. Metode Student Teams Achievement Division (STAD) adalah salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan sebuah cara yang bagus
untuk digunakan dalam pembelajaran kooperatif.
D. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana hasil belajar
fisika siswa pada sub konsep Perpindahan Kalor antara siswa yang belajar
menggunakan metode Teams Games Tournaments (TGT) dan metode Student
Teams Achievement Division (STAD) pada siswa kelas X semester genap SMA
Kemala Bhayangkari 1 Jakarta Tahun Pelajaran 2010/2011.”
6
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui Hasil
belajar fisika sub konsep Perpindahan Kalor antara siswa yang menggunakan
metode Teams Games Tournaments (TGT) dan siswa yang menggunakan metode
Student Teams Achievement Division (STAD) pada siswa kelas X semester genap
SMA Kemala Bhayangkari 1 Jakarta Tahun Pelajaran 2010/2011.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapn dapat bermanfaat untuk:
1. Siswa, dapat menumbuhkan semangat kerjasama dalam belajar karena
keberhasilan individu merupakan tanggung jawab kelompok.
2. Guru, dapat menciptakan suasana kelas yang saling menghargai nilai-nilai
ilmiah dan bermotivasi untuk mengadakan penelitian sederhana yang
bermanfaat bagi perbaikan dalam proses pembelajaran dan meningkatkan
kemampuan bidang studi.
3. Sekolah, dapat memperbaiki proses pembelajaran dan kegiatan belajar
mengajar untuk dapat meningkatkan prestasi siswa.
7
BAB II
DESKRIPSI TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR DAN
PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teoretis
1. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada
diri seseorang.1 Perubahan tersebut sebagai hasil dari suatu proses belajar dapat
ditunjukkan dengan berbagai bentuk, seperti perubahan pengetahuan, pemahaman,
sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek
yang lain yang ada pada individu yang belajar. Dengan demikian belajar pada
dasarnya adalah proses perubahan tingkah laku akibat adanya pengalaman.
Perubahan tingkah laku meliputi perubahan ketrampilan, kebiasaan, sikap,
pengetahuan, pemahaman dan apresiasi.
Slameto menjelaskan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.2 Sedangkan menurut Purwanto, belajar merupakan suatu
perubahan dalam tingkah laku di mana perubahan itu dapat mengarah kepada
tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada
tingkah laku yang lebih buruk.3 Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu
proses kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.
Dalam psikologi proses belajar berarti cara-cara atau langkah-langkah
khusus yang dengannya beberapa perubahan ditimbulkan hingga tercapai tujuan
tertentu. 4
Dalam pengertian tersebut tahapan perubahan dapat diartikan sepadan
1 Nana Sudjana, Penelitian dan Penilaian Pendidikan (Bandung: Sinar Dunia, 1989), h. 5. 2 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mampengaruhinya, (Jakarta, PT. Rineka Cipta,
2003) Cet. Ke-4, h. 2 3 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2006) Cet.
Ke-10, h. 85 4 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1997), Cet. 3, h.111
8
dengan proses. Jadi proses belajar adalah tahapan perubahan perilaku kognitif,
afektif dan psikomotorik yang terjadi dalam diri siswa.
Belajar merupakan proses aktif pelajar untuk mengkonstruksikan arti teks,
dialog, pengalaman fisis dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses
mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari
dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertiannya
dikembangkan. Proses tersebut antara lain bercirikan sebagai berikut:
1) Belajar membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang
mereka lihat, dengar, rasakan dan alami. Konstruksi itu dipengaruhi oleh
pengertian yang telah dipunyai.
2) Konstruksi arti adalah proses secara terus-menerus. Setiap kali berhadapan
dengan fenomena atau persoalan yang baru, diadakan rekonstruksi, baik secara
kuat maupun lemah.
3) Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan suatu
pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar
bukanlah hasil perkembangan, melainkan perkembangan itu sendiri, suatu
perkembangan yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran
seseorang.
4) Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam
keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. 5
Dalyono mendefinisikan belajar adalah suatu usaha perbuatan yang
dilakukan sungguh-sungguh, dengan sistematis, mendayagunakan semua potensi
yang dimiliki, baik fisik, mental, dana, panca indra, otak dan anggota tubuh
lainnya, demikian pula aspek-aspek kejiwaan seperti intelegensi bakat, motivasi,
minat, dan sebagainya.6
Dalam pengertian yang umum atau populer, belajar adalah mengumpulkan
sejumlah pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari seseorang yang lebih
tahu atau yang sekarang ini dikenal dengan guru.7
Dalam bukunya berjudul Psikologi Pengajaran, Winkel menyebutkan
bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam
5 Muhibbin Syah, Ibid, h. 91 6 M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta 1997), Cet. 1, h.49. 7 Ali Imron, Strategi Belajar & Pembelajaran, (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya 1996),
Cet. 1, h. 2.
9
interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan
dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai serta sikap”.8
Belajar merupakan suatu kegiatan anak didik dalam menerima,
menanggapi, serta menganalisa bahan-bahan pelajaran yang disajikan oleh guru
yang berakhir pada kemampuan anak menguasai bahan pelajaran yang disajikan
itu”.9 Oleh karena itu anak harus dibiasakan untuk menerima sesuatu yang
dianggap baru bagi mereka, agar dapat memperoleh pengetahuan.
Dengan demikian, perubahan-perubahan tingkah laku akibat pertumbuhan
fisik atau kematangan, kelelahan, penyakit, atau pengaruh obat-obatan adalah
tidak termasuk sebagai belajar.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar
merupakan suatu usaha seseorang dengan menggunakan potensi yang dimilikinya
untuk mengadakan perubahan fisik, mental juga tingkah laku yang harus didukung
oleh lingkungannya. Oleh karenanya belajar merupakan kegiatan manusia yang
terpenting dan harus dilakukan selama hidup, karena melalui belajar dapat
melakukan perbaikan dalam berbagai hal yang menyangkut kepentingan hidup.
2. Teori Belajar
a. Aliran Psikologi Tingkah Laku
1) Teori Thorndike
Thorndike mengemukakan beberapa hukum belajar yang dikenal dengan
sebutan law of effect. 10
Menurut hukum ini belajar akan lebih berhasil bila respon
siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau kepuasan.
Teori belajar stimulus respon yang dikemukakan oleh Thorndike ini disebut juga
koneksionisme. Teori ini menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan
proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon.
8 Wasty Soemanto, ”Psikologi Pendidikan, Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan”,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2006) h. 103 9 Wina Sanjaya, “Kurikulum Pendidikan, Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum
Tingkat satuan Pendidikan”, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008) h. 259 10 Erman Suherman, dkk, Strategi pembelajaran Matematika Kontemporer (Bandung:
IMSTEP, 2003), h. 28.
10
2) Teori Skinner
Teoeri ini menerangkan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai
peranan yang amat penting dalam proses belajar. Dalam pembelajaran
menyatakan bahwa penguatan terdiri atas penguatan positif dan penguatan negatif.
Penguatan dapat dianggap sebagai stimulus positif, jika penguatan tersebut seiring
dengan meningkatnya perilaku anak dalam melakukan pengulangan perilakunya.
3) Teori Ausubel
Teori ini dikenal dengan belajar bermaknanya dan pentingnya
pengulangan sebelum belajar dimulai. Untuk membedakan antara belajar
menemukan dengan belajar menerima, pada belajar menerima siswa hanya
menerima, tetapi pada belajar menemukan konsep ditemukan sendiri oleh siswa.11
4) Teori Gagne
Menurut Gagne belajar ada 2 objek yang dapat diperoleh siswa, yaitu
objek langsung dan objek tak langsung. Objek tak langsung antara lain
kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap
positif terhadap matematika dan tahu bagaimana semestinya belajar. Sedangkan
objek langsung berupa fakta, keterampilan konsep dan aturan.12
Berdasarkan pendapat-pendapat mengenai teori-teori belajar maka dapat
disimpulkan bahwa belajar mengacu pada perubahan perilaku yang terjadi sebagai
akibat dari interaksi antara individu dengan lingkungannya.
b. Aliran Psikologi Kognitif
1) Teori Piaget
Piaget menyebutkan bahwa struktur kognitif sebagai skemata (Schemas)
yaitu kumpulan dari skema-skema. Seorang individu dapat mengikat, memahami
dan memberikan respon terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata
ini. Skemata ini berkembang secara kronologi, sebagai hasil interaksi antara
individu dengan lingkungannya.
Piaget mengemukakan tentang perkembangan kognitif yang dialami oleh
individu secara lebih rinci, dari mulai bayi hingga dewasa. Perkembangan kognitif
11 Herman Hodojo, “Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika”.( Malang:
Universitas Malang , 2001) h. 93 12 Op.cit., h. 104
11
individu dipengaruhi oleh lingkungan dan transmisi sosialnya. Jadi, karena
efektivitas hubungan antar setiap individu dengan lingkungan dan kehidupan
sosialnya berbeda satu sama lain maka tahap perkembangan kognitif yang dicapai
oleh setiap individu juga berbeda pula.
2) Teori Bruner
Bruner menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika
proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang
terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait
antar konsep-konsep dan struktur-struktur.
3) Teori Gestalt
Dewey mengemukakan bahwa pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
yang diselenggarakan oleh guru harus memperhatikan hal-hal berikut:13
a) Penyajian konsep harus lebih mengutamakan pengertian.
b) Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan kesiapan
intelektual siswa.
c) Mengatur suasana kelas agar siswa siap belajar.
4) Teorema Van Hiele
Dalam pengajaran terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh Hiele
yang menguraikan tahap-tahap perkembangan mental anak. Menurut Hiele, tiga
unsur utama yaitu waktu, materi pengajaran dan metode pengajaran yang
diterapkan. Hiele menyatakan bahwa terdapat 5 tahap belajar anak dalam yaitu:
a) Tahap Pengenalan (visualisasi)
Dalam tahap ini anak mulai belajar suatu bentuk geometri secara
keseluruhan namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk
geometri yang dilihatnya.
b) Tahap Analisis
Pada tahap ini anak sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki benda
geometri yang diamatinya dan anak belum mampu mengetahui hubungan yang
terkait antara suatu benda geometri dengan benda geometri lainnya.
13 Erman Suherman, dkk, Ibid., h. 47
12
c) Tahap Pengurutan (deduksi informal)
Pada tahap ini anak sudah mulai mampu melaksanakan penarikan
kesimpulan, yang kita kenal berpikir deduktif dan sudah mulai mampu
mengurutkan.
d) Tahap Deduksi
Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif,
yakni penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang
bersifat khusus.
e) Tahap Akurasi
Dalam tahap ini anak sudah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan
dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Tahap akurasi
merupakan tahap berpikir yang tinggi, rumit dan kompleks. 14
3. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran mempunyai andil yang cukup besar selama proses
pembelajaran. Kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki siswa ditentukan oleh
kerelevansian dalam penggunaan suatu model pembelajaran yang sesuai dengan
tujuan. Sehingga tujuan pembelajaran akan dicapai dengan penggunaan model
yang tepat, sesuai dengan standar keberhasilan dalam tujuan pembelajaran.15
Pengajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja
mengembangkan interaksi yang saling asuh untuk menghindari ketersinggungan
dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan.16
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang
mendorong siswa bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah
masalah, menyelesaikan suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai
tujuan bersama lainnya. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi
pembelajaran yang mendorong siswa aktif menemukan sendiri pengetahuannya
14 Erman Suherman, dkk, Ibid., h. 47 15
Wina Sanjaya, “Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan”.
(Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006) h. 237 16 Ramlawati dan Nurmadunah, ”Penerapan Pendekatan Kontekstual dengan setting
Kooperatif untuk meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa kelas XI3 SMA Negeri Takalar”,
(Seminar Nasional Pendidikan IPA)
13
melalui ketrampilan proses. Siswa belajar dalam kelompok kecil yang
kemampuannya heterogen. Pengelompokan heterogenitas merupakan ciri-ciri
yang menonjol dalam metode pembelajaran kooperatif.17
Kelompok heterogenitas bisa dibentuk dengan memperhatikan
keanekaragaman gender dan kemampuan akademis. Kelompok ini biasanya terdiri
dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan
sedang, dan satu lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang.
Dalam menyelesaikan tugas kelompok setiap anggota saling bekerjasama
dan membantu dalam memahami suatu bahan ajar. Selama kerja kelompok, tugas
anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi dan saling membantu
teman sekelompok mencapai ketuntasan.
Pembelajaran kooperatif adalah suatu pembelajaran teman sebaya dimana
siswa bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil yang mempunyai tanggung
jawab bagi individu maupun kelompok terhadap tugas-tugas.18
Dalam
pembelajaran kooperatif ini siswa dapat lebih menemukan dan memahami
konsep-konsep yang sulit melalui diskusi dan bila dibandingkan dengan
pembelajaran individual, pembelajaran kooperatif lebih dapat mencapai
kesuksesan akademik dan sosial siswa.
Menurut Ibrahim, Unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif adalah
sebagai berikut:
1. Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup
sepenanggungan bersama”.
2. Siswa bertanggungjawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti
milik mereka sendiri.
3. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya
memiliki tujuan yang sama.
4. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggungjawab yang sama diantara
anggota kelompoknya.
5. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga
akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.
6. Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang
ditangani dalam kelompok kooperatif.
17 Anita Lie, Cooperatif Learning (Jakarta: Grasindo, 2004) h. 41 18 Wina Sanjaya, “Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan”.
(Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006) h. 240
14
7. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk
belajar bersama selama proses belajarnya.19
Agar siswa dapat bekerjasama dengan baik di dalam kelompoknya perlu
diajarkan ketrampilan-ketrampilan kooperatif pada peserta didik. Ketrampilan-
ketrampilan tersebut sebagai berikut:
1. Siswa tetap berada dalam kerja kelompok meneruskan tugas yang menjadi
tanggung jawabnya, dengan melatih ketrampilan ini, siswa akan
menyelesaikan tugas dalam waktu tepat dengan karakteristik yang lebih baik.
2. Siswa bersedia menerima tugas dan membantu menyelesaikan tugas sehingga
kegiatan akan terselesaikan pada waktunya.
3. Memotivasi teman sekelompok untuk memberikan kontribusi terhadap tugas
kelompok.
4. Memperhatikan informasi yang disampaikan teman dan menghargai pendapat
teman sehingga anggota kelompok yang menjadi pembicara akan merasa
senang karena apa yang mereka sumbangkan itu berharga.
5. Siswa menanyakan informasi atau penjelasan lebih lanjut dari teman
sekelompok. Apabila teman sekelompok tidak tahu jawabannya baru
menanyakan pada guru. Hal ini penting karena siswa yang tidak aktif didorong
untuk aktif.20
Perlu diterapkan pembelajaran kooperatif dalam upaya meningkatkan hasil
belajar siswa karena pembelajaran kooperatif tersebut diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan belajar, meningkatkan kehadiran siswa dan kerja siswa
yang lebih positif, menambah motivasi dan percaya diri serta menambah rasa
senang berada di sekolah.
a. Teori yang Melandasi Pembelajaran Kooperatif
1. Teori Motivasi
Menurut teori motivasi, motivasi siswa dalam pembelajaran kooperatif
terutama terletak dalam bagaimana bentuk hadiah atau struktur pencapaian tujuan
siswa melaksanakan kegiatan. Diidentifikasikan ada tiga macam struktur
pencapaian tujuan yaitu:
a) Kooperatif, dimana orientasi tujuan masing-masing siswa turut membantu
pencapaian tujuan siswa lain.
b) Kompetitif, dimana upaya siswa untuk mencapai tujuan akan menghalangi
siswa lain dalam pencapaian tujuan.
19 Muslimin Ibrohim, loc. cit. 20 Widyantini, “Penerapan Pendekatan Kooperatif STAD dalam Pembelajaran Matematika
SMP” (Jogjakarta; Depdiknas, 2008)
15
c) Individualistik, dimana upaya siswa untuk mencapai tujuan tidak ada
hubungannya dengan siswa lain dalam mencapai tujuan tersebut.21
Berdasarkan pandangan teori motivasi, struktur tujuan kooperatif
menciptakan situasi dimana satu-satunya cara agar tujuan tiap anggota kelompok
tercapai adalah jika kelompok tersebut berhasil. Oleh karena itu, untuk mencapai
tujuan pribadi mereka, anggota kelompok harus membantu teman sekelompoknya
dalam hal apa saja yang dapat membuat kelompok berhasil, dan lebih penting
mendorong teman kelompoknya untuk berusaha secara maksimal. Dengan kata
lain penghargaan kepada kelompok berdasarkan pada kemampuan kelompok
dalam menciptakan struktur penghargaan antar perorangan sedemikian rupa
sehingga anggota kelompok akan saling member penguatan sosial sebagai respon
terhadap upaya-upaya pengerjaan tugas teman sekelompoknya.
2. Teori kognitif
a) Teori Perkembangan
Asumsi dasar teori perkembangan adalah interaksi siswa diantara tugas-
tugas yang sesuai meningkatkan penguasaan mereka terhadap konsep-konsep
yang sulit.22
Vygotsky mendefinisikan Zone of Proximal Development sebagai
jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai
kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui
kerjasama dengan teman sebaya yang lebih mampu.
b) Teori Elaborasi kognitif
Teori ini mempunyai pandangan yang berbeda. Penelitian dalam psikologi
kognitif telah menemukan bahwa supaya informasi dapat disimpan di dalam
memori dan terkait dengan informasi yang sudah ada dalam memori itu, maka
siswa harus terlibat dalam kegiatan restruktur atau elaborasi kognitif atas suatu
materi.
Terdapat enam langkah dalam pembelajaran kooperatif yang dapat dilihat
pada tabel 2.1 di bawah ini:
21 Robert E Slavin, ”Cooperative Learning :Theory, Research, And Practice, New” (Jersey:
Prentice Hall, 1995). 22 Ibid.,
16
Tabel 2.1 Langkah-Langkah dalam Pembelajaran Kooperatif.23
Langkah Indikator Tingkah Laku
1 Menyampaikan tujuan
dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran dan mengkomunikasikan
kompetensi yang akan dicapai serta
memotivasi siswa
2 Menyampaikan
informasi
Guru menyajikan informasi kepada
siswa
3 Mengorganisasikan
siswa ke dalam
kelompok-kelompok
belajar
Guru menginformasikan
pengelompokan siswa
4 Membimbing kelompok
belajar
Guru memotivasi serta memfasilitasi
kerja siswa untuk materi pembelajaran
dalam kelompok-kelompok belajar
5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
materi pembelajaran yang telah
dilaksanakan
6 Memberikan
penghargaan
Guru memberikan penghargaan secara
individual dan kelompok
4. Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT
Metode TGT merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif dengan
dibentuk kelompok-kelompok kecil dalam kelas yang terdiri tiga sampai lima
siswa yang heterogen baik dalam prestasi akademik, jenis kelamin, ras, maupun
etnis. Dalam TGT ini digunakan turnamen akademik, dimana siswa berkompetisi
sebagai wakil dari timnya melawan anggota tim yang lain yang mencapai hasil
23 Widyantini, “Penerapan Pendekatan Kooperatif STAD dalam Pembelajaran Matematika
SMP” (Jogjakarta; Depdiknas, 2008)
17
atau prestasi serupa pada waktu lalu. Komponen-komponen dalam TGT adalah
penyajian materi, tim, game, turnamen dan penghargaan kelompok.24
a. Penyajian Materi Pembelajaran
Dalam TGT, materi mula-mula dalam penyajian materi pembelajaran.
Siswa harus memperhatikan selama penyajian kelas karena dengan demikian akan
membantu mereka mengerjakan kuis dengan baik dan skor kuis mereka
menentukan skor kelompok.
b. Kelompok Belajar
Kelompok Belajar dalam TGT terdiri atas 4-5 siswa dengan prestasi
akademik, jenis kelamin, ras, dan etnis yang bervariasi. Fungsi utama kelompok
adalah untuk meyakinkan bahwa semua anggota kelompok belajar dapat berhasil
dalam kuis. Setelah guru menyampaikan materi, kelompok bertemu untuk
mempelajari lembar kerja atau materi lain. Seringkali dalam pembelajaran
tersebut melibatkan siswa untuk mendiskusikan soal bersama, membandingkan
jawaban dan mengoreksi miskonsepsi jika teman sekelompok membuat kesalahan.
Pada anggota kelompok ditekankan untuk menjadi yang terbaik bagi timnya dan
tim melakukan yang terbaik untuk membantu anggotanya. Tim memberikan
dukungan untuk pencapaian prestasi akademik yang tinggi dan memberikan
perhatian, saling menguntungkan dan respek penting sebagai dampak hubungan
intergroup, harga diri dan penerimaan dari siswa sekelompok.
c. Permainan (Game)
Permainan dalam TGT disusun dari pertanyaan-pertanyaan yang isinya
relevan dan didesain untuk menguji pengetahuan siswa dari penyajian materi dan
latihan tim. Game dimainkan oleh tiga siswa pada sebuah meja, dan masing-
masing siswa mewakili tim yang berbeda yang dipilih secara acak. Kebanyakan
game berupa sejumlah pertanyaan bernomor pada lembar-lembar khusus. Siswa
mengambil kartu bernomor dan berusaha menjawab pertanyaan yang bersesuaian
dengan nomor tersebut.
24 Robert E Slavin, ”Cooperative Learning :Theory, Research, And Practice, New” (Jersey:
Prentice Hall, 1995).
18
d. Pertandingan (Turnamen)
Pertandingan (Turnamen) merupakan struktur game yang dimainkan.
Biasanya diselenggarakan pada akhir pekan atau unit, setelah guru melaksanakan
penyajian materi dan tim telah berlatih dengan lembar kerja. Turnamen 1, guru
menempatkan siswa ke meja turnamen, tiga siswa terbaik pada hasil belajar yang
lalu pada meja 1, tiga siswa berikutnya pada meja 2, dan seterusnya. Kompetisi
yang sama ini memungkinkan siswa dari semua tingkat pada hasil belajar yang
lalu memberi kontribusi pada skor timnya secara maksimal jika mereka
melakukan yang terbaik. Setelah turnamen satu, siswa pindah meja tergantung
pada hasil mereka dalam turnamen satu. Pemenang satu pada tiap meja
ditempatkan ke meja berikutnya yang setingkat lebih tinggi, misal dari 5 ke 6.
pemenang kedua pada meja yang sama, dan yang kalah diturunkan ke meja di
bawahnya. Dengan cara ini, jika siswa salah ditempatkan pada mulanya, mereka
akan naik atau turun sampai mereka mencapai tingkat yang sesuai.
Gambar 2.1 Skema pertandingan atau turnamen TGT
Keterangan:
A1,B1,C1 = Siswa berkemampuan tinggi
A (2,3,4) B (2,3,4) C (2,3,4) = Siswa berkemampuan sedang
Ke-21, h. 102 34 Yudhi Munadi, Media Pembelajaran sebuah pendekatan baru, (Jakarta, Gaung Persada
Press, 2008), Cet I, h. 24
27
masing-masing. Beberapa faktor psikologis yang dapat diuraikan diantaranya
meliputi intelegensi, perhatian, minat dan bakat, motif dan motifasi, dan kognitif
dan daya nalar.35
Muhibbin Syah dalam bukunya Psikologi belajar menyebutkan, yang
termasuk ke dalam faktor psikologis diantaranya adalah: tingkat kecerdasan siswa,
sikap siswa, bakat siswa, minat siswa dan motivasi siswa.36
Apabila seseorang
memiliki motivasi, minat, dan bakat maka ia akan terpacu untuk terus belajar.
Dengan kata lain ia memiliki semangat yang luar biasa untuk terus belajar. Akan
tetapi sebaliknya apabila keadaan individunya seperti kurang sehat, gangguan
pada inderanya, dan lain-lain, maka hal tersebut sedikit banyak akan
mempengaruhi kegiatan belajarnya.
2) Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa. Faktor ini
terdiri dari faktor-faktor Lingkungan dan faktor-faktor Intsrumental.37
a) Faktor-Faktor Lingkungan
(1) Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial ini dapat kita rinci menjadi lingkungan sosial sekolah
dan lingkungan sosial siswa. Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para
staf dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seseorang
baik positif maupun negatif. Misalnya, guru yang menunjukan sikap dan prilaku
yang simpati maka hal itu akan menjadi daya dorong positif bagi kegiatan belajar
siswa. Kemudian lingkungam sosial siswa adalah masyarakat dan tetangga serta
teman-teman sepermainan di sekitar tempat tinggal siswa tersebut di luar
pendidikan formal. Namun lingkungan sosial yang paling banyak berpengaruh
pada siswa adalah orangtua dan keluarga siswa itu sendiri.38
35 Ibid, h. 26 36 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1997), Cet. 3, h.133 37Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan berdasarkan Kurikulum Nasional, (Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, 1996), Cet. 2, h. 59 38 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet. 1,
h. 132-138.
28
Seringkali guru dan para siswa yang sedang belajar di dalam kelas merasa
terganggu oleh obrolan orang-orang yang berada di luar persis di depan kelas
tersebut, apalagi obrolan itu diiringi dengan gelak tawa yang keras dan teriakan.
Hiruk pikuk lingkungan sosial seperti suara mesin pabrik, lalu lintas, gemuruhnya
pasar, dan lain-lain juga akan berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar.
Karena itu sekolah hendaknya didirikan dalam lingkungan yang kondusif untuk
belajar.39
(2) Lingkungan Non Sosial
Lingkungan non sosial yang dimaksud adalah hal-hal yang dipandang turut
menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa yang tak terhitung jumlahnya
misalnya: keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu (pagi, siang atau malam),
gedung sekolah dan letaknya, alat-alat sekolah yang digunakan siswa untuk
belajar, tempat tinggal siswa dan letak tempat tinggal tersebut.40
3) Faktor-Faktor Instrumental
Faktor Instrumental ini terdiri dari gedung/sarana fisik kelas, sarana/alat
pengajaran, guru, dan kurikulum/materi pelajaran serta strategi belajar mengajar
yang digunakan akan mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa.41
Dengan mengetahui adanya pengaruh dari dalam diri siswa merupakan hal
yang logis dan wajar, karena hakikat perbuatan belajar adalah perbuatan tingkah
laku individu yang diniati dan disadarinya. Siswa harus merasakan adanya suatu
kebutuhan untuk belajar dan berprestasi, maka siswa harus berusaha mengerahkan
seluruh daya dan upaya untuk dapat mencapainya.
Selama proses belajar mengajar berlangsung, terjadilah interaksi antara
guru dan siswa, namun interaksi ini bercirikan khusus, karena siswa menghadapi
tugas belajar dan guru harus mendampingi siswa dalam belajarnya.42
Hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses belajar yang bermakna
bagi dirinya sendiri akan lebih lama bertahan, membentuk sikap kepribadian yang
39 Yudhi Munadi, Media Pembelajaran sebuah pendekatan baru, (Jakarta, Gaung Persada
Press, 2008), Cet I, h. 32 40 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2002), Cet.
11, h.232 41 Alisuf Sabri, op.cit., h. 59 42 Yudhi Munadi, op.cit., h. 34
29
baik, bermanfaat untuk mempelajari aspek lain yang mampu mengembangkan
kreativitasnya, dengan demikian siswa akan lebih giat dalam belajar. Hal ini akan
membuat hasil belajar yang peroleh siswa akan semakin tinggi. Artinya semakin
tinggi kemauan belajar siswa, maka akan semakin tinggi pula hasil belajar yang
akan diperoleh oleh siswa tersebut.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
perubahan tingkah laku akibat interaksi dengan lingkungan. Ada beberapa hal
pokok dalam belajar antara lain:
a. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku.
b. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau
pengalaman.
c. Belajar merupakan perubahan yang relatif mantap.
d. Tingkah laku yang dialami karena belajar menyangkut berbagai aspek
kepribadian baik psikis maupun fisik seperti perubahan dalam pengertian
pemecahan suatu masalah, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan atau sikap.
Belajar dan mengajar sebagai aktivitas utama di sekolah meliputi tiga
unsur, yaitu tujuan pengajaran, pengalaman belajar mengajar dan hasil belajar.
Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai siswa setelah mengalami proses
belajar dalam waktu tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hasil
belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya.43
Hasil belajar siswa pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku.
Tingkah laku sebagai pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif dan
psikomotor. Perubahan sebagai hasil proses dapat ditunjukkan dalam berbagai
bentuk seperti perubahan pengetahuan, ketrampilan, kecakapan, serta perubahan
aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar. Gagne membagi tiga
macam hasil belajar yakni:
a. Ketrampilan dan kebiasaan
b. Pengetahuan dan pengertian
43 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2006), h. 2
30
c. Sikap dan cita-cita.
Bloom mengklasifikasikan hasil belajar yang secara garis besar dibagi
menjadi tiga ranah sebagai berikut:
a. Ranah Kognitif: Berkenaan dengan sikap hasil belajar intelektual yang terdiri
dari enam aspek yaitu ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan
evaluasi.
b. Afektif: Berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, internalisasi.
c. Ranah Psikomotorik: Berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan
kemampuan bertindak.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah nilai yang dicapai seseorang dengan kemampuan maksimal.
Hasil belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor dari dalam
maupun dari luar individu yang belajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar adalah sebagai berikut:44
1) Faktor dalam, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu yang belajar.
Faktor dalam ini meliputi:
a) Kondisi fisiologis, misalnya: keadaan jasmani, kondisi panca indera, tidak
cacat, dan lain-lain.
b) Kondisi psikologis, misalnya: kecerdasan, bakat, minat, dan emosi.
2) Faktor luar, yaitu faktor yang berasal dari luar individu yang belajar.
a) Faktor lingkungan, yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial.
b) Faktor instrumental, yaitu faktor yang ada dan penggunaannya dirancang
sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor instrumental itu antara
lain: kurikulum, program pengajaran, sarana dan fasilitas, guru / tenaga
pengajar.
Ibrahim menyatakan bahwa hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa
teknik-teknik pembelajaran kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan hasil
belajar dibandingkan dengan pengalaman-pengalaman belajar individu atau
kompetitif. Peningkatan belajar tidak bergantung pada usia siswa, mata pelajaran
atau aktivitas belajar.45
44 Slameto, Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya (Jakarta: PT. Asdi
Mahasatya, 2003), h. 30. 45 Muslimin Ibrahim, Pembelajaran Kooperatif (Surabaya: UNNESA University Press,
2000), h. 6.
31
B. Konsep Perpindahan Kalor
Kalor berpindah dari benda bersuhu lebih tinggi ke benda yang suhunya
lebih rendah. Ada tida macam cara perpindahan kalor, yaitu:46
1. Konduksi
Perpindahan kalor secara konduksi adalah perpindahan kalor yang tidak
disertai perpindahan atom-atom di dalam penghantar. Misalnya pada batang besi
yang ujungnya dipanaskan, kalor akan mengalir sampai ke ujung lainnya.
Perpindahan kalor secara konduksi dapat terjadi dalam dua proses berikut:
a. Pemanasan pada satu ujung zat menyebabkan partikel-partikel pada ujung zat
tersebut bergetar lebih cepat dan suhunya naik, atau energi kinetiknya
bertambah. Partikel-partikel yang energi kinetiknya lebih besar ini
memberikan sebagian energi kinetiknya kepada partikel-partikel tetangganya
melalui tumbukan, sehingga partikel-partikel ini mempunyai energi kinetik
lebih besar. Selanjutnya partikel-partikel ini memberikan sebagian energi
kinetiknya ke partikel-partikel tetangga berikutnya. Proses perpindahan kalor
ini berlangsung lambat karena untuk memindahkan lebih banyak kalor
diperlukan beda suhu yang tinggi diantara kedua ujungnya.
b. Dalam logam, kalor dipindahkan melalui elektron-elektron bebas yang
terdapat dalam struktur atom logam. Elektron bebas adalah elektron yang
dengan mudah dapat berpindah dari satu atom ke atom yang lain. Di tempat
yang dipanaskan, energi elektron-elektron bertambah besar. Oleh karena
elektron bebas mudah berpindah, pertambahan energi ini dapat dengan cepat
diberikan kepada elektron-elektron lain yang letaknya lebih jauh melalui
tumbukan. Dengan cara ini kalor berpindah lebih cepat, oleh karena itu logam
tergolong konduktor yang sangat baik.47
Jika panjang penghantar adalah L, luas penampangnya adalah A, dan
selisih suhu kedua ujungnya adalah T, maka jumlah kalor (H) yang mengalir
dalam benda dapat dirumuskan:
46 Marthen Kanginan, “Fisika untuk SMA Kelas X Berdasarkan Standar Isi 2006” (Jakarta:
Erlangga, 2009) h. 251 47 Ibid., h. 251
32
Dengan H=Q/t adalah jumlah kalor yang mengalir per satuan waktu dan k
adalah koefisien konduksi termal. Berikut disajikan tabel 2.4 Konduktivitas termal
berbagai zat:48
Tabel 2.4 Konduktivitas Termal
No Nama Zat Konduktivitas
1 Alumunium 205
2 Perunggu 109
3 Tembaga 385
4 Besi dan Baja 50
5 Perak 406
6 Lemak Tubuh 0,17
7 Batu Bata 0,6
8 Beton dan Kaca 0,8
9 Es 1,6
10 Air 0,6
11 Kayu (Pinus) 0,13
12 Gabus dan Serat Kaca 0,04
13 Bulu Halus 0,02
14 Hidrogen 0,13
15 Udara 0,024
2. Konveksi
Perpindahan kalor secara konveksi hanya terjadi pada zat cair dan gas saja,
karena partikel-partikelnya dapat bergerak bebas. Perpindahan kalor secara
konveksi merupakan perpindahan kalor yang disertai perpindahan partikel.49
48 Alexander San Lohat, “Perpindahan Kalor Edisi Kedua, untuk SMA Kelas X (Telah
disesuaikan dengan KTSP)” (Jakarta: Seri Buku Guru Muda, 2009) h. 8 49 Purwoko dan Fendi, “Physics For Senior High School Year X” (Jakarta: Yudistira, 2010)
h. 202
33
Terdapat dua jenis konveksi yaitu konveksi alamiah dan konveksi paksa.
Konveksi alamiah terjadi pada fluida dimana pergerakan fluida terjadi akibat
perbedaan massa jenis. Bagian fluida yang menerima kalor (dipanasi) memuai dan
massa jenisnya menjadi lebih kecil sehingga bergerak keatas. Sedangkan dalam
konveksi paksa fluida yang telah dipanasi langsung diiarahkan ke tempat
tujuannya oleh sebuah peniup (blower) atau pompa. Contoh konveksi paksa
adalah pada sistem pendingin mobil, dimana air diedarkan di dalam pipa-pipa air
oleh bantuan sebuah pompa air (water pump). Panas mesin yang tidak
dikehendaki dibawa oleh sirkulasi air menuju radiator. Di dalam sirip-sirip
radiator ini air hangat didinginkan oleh udara. Air yang dingin kembali menuju
pipa-pipa air yang bersentuhan dengan blok-blok mesin untuk mengulang siklus
berikutnya.
Perlu diketahui bahwa radiator berfungsi sebagai penukar kalor (heat
exchange). Jadi fungsi radiator adalah menjaga suhu mesin agar tidak melampaui
batas desain, sehingga mesin tidak rusak karena pemanasan lebih.
Laju kalor Q/t ketika sebuah benda panas memindahkan kalor ke fluida
sekitarnya secara konveksi adalah sebanding dengan luas permukaan benda A
yang bersentuhan dengan fluida dan beda suhu T diantara benda dan fluida.
Secara matematis dirumuskan:
Dengan h adalah koefisien konveksi yang nilainya bergantung pada bentuk
dan kedudukan permukaan.50
3. Radiasi
Perpindahan kalor secara radiasi tidak memerlukan medium. Misalnya
pancaran panas matahari yang sampai di bumi melalui ruang angkasa yang hampa
udara, ternyata panasnya masih dapat kita rasakan. Perpindahan kalor dapat
50 Marthen Kanginan, “Fisika untuk SMA Kelas X Berdasarkan Standar Isi 2006” (Jakarta:
Erlangga, 2009) h. 255
34
melalui ruang hampa udara karena energi kalor dibawa dalam bentuk gelombang
elektromagnetik.51
Beberapa permukaan zat menyerap kalor radiasi lebih baik daripada
permukaan zat lainnya. Beberapa pendapat menyebutkan bahwa:
a. Permukaan yang hitam dan kusam adalah penyerap kalor radiasi yang baik
sekaligus sebagai pemancar kalor yang baik.
b. Permukaan yang putih dan mengkilap adalah penyerap kalor radiasi yang
buruk sekaligus pemancar kalor radiasi yang buruk pula.
c. Jika didinginkan agar kalor yang merambat secara radiasi berkurang,
permukaan (dinding) harus dilapisi suatu bahan agar mengkilap (misalnya
dilapisi dengan perak)
Radiasi kalor merupakan bentuk pemancaran energi. Joseph Stefan telah
mengadakan penelitian tentang radiasi kalor pada benda dan akhirnya menemukan
rumus:
Dengan:
W = daya radiasi yang dipancarkan (watt)
A = luas permukaan (m2)
e = emisivitas benda (0 < e ≤ 1)
σ = 5,67 x 10-8
watt/m2.K
4 = konstanta Stefan-Boltzman
T = suhu mutlak (K)
Emisivitas benda (e) menunjukkan besar energi radiasi kalor suatu benda
dibandingkan dengan energi radiasi benda hitam sempurna. Benda yang berwarna
hitam sempurna mempunyai e = 1 dan benda semacam ini merupakan pemancar
sekaligus penyerap kalor yang paling baik.52
51 Purwoko dan Fendi, “Physics For Senior High School Year X” (Jakarta: Yudistira, 2010)
h. 203 52 Alexander San Lohat, “Perpindahan Kalor Edisi Kedua, untuk SMA Kelas X (Telah
disesuaikan dengan KTSP)” (Jakarta: Seri Buku Guru Muda, 2009) h. 18
35
C. Penelitian yang Relevan
Azka, “Keefektivan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan
Jigsaw II Terhadap Hasil Belajar Matematika Pokok Bahasan Teorema
Pythagoras Pada Siswa Kelas II semester 1 SMP N 10 Semarang Tahun Pelajaran
2004/2005” menyimpulkan bahwa siswa yang diberi pengajaran dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II maupun tipe STAD
mempunyai hasil belajar yang lebih baik daripada hasil belajar siswa yang dikenai
pembelajaran konvensional.53
Diyanto, “Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Melalui
Tipe TGT (Teams Games Tournaments) Dalam Upaya Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa Kelas VII-6 MTs. Filial Al Iman Adiwerna Tegal Pada Pokok
Bahasan Bilangan Bulat” menerangkan hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil
belajar siswa kelas VII-6 MTs. Filial Al Iman Adiwerna Tegal pada pokok
bahasan bilangan bulat meningkat.54
Setianingsih, “Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Pada Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Segiempat Siswa Kelas VII
Semester 2 SMP Negeri 1 Slawi Tahun Pelajaran 2006/2007” yang menerangkan
bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD lebih efektif daripada pembelajaran matematika dengan
menggunakan metode ekspositori.55
Parendrarti, “Aplikasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams-
Games-Tournament) dalam Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Biologi
Siswa Kelas XI IPA SMA Muhammadiyah 2 Surakarta Tahun Ajaran 2008/2009”
yang menyatakan bahwa aplikasi model pembelajaran kooperatif tipe TGT
53 Fullu Azka, Keefektivan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan Jigsaw II
Terhadap Hasil Belajar Matematika Pokok Bahasan Teorema Pythagoras Pada Siswa Kelas II
semester 1 SMP N 10 Semarang Tahun Pelajaran 2004/2005, UNNES, 2005, h. 62. 54 Diyanto, Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Melalui Tipe TGT
(Teams Games Tournaments) Dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII6 MTs.
Filial Al Iman Adiwerna Tegal Pada Pokok Bahasan Bilangan Bulat,UNNES, 2006, h. 40. 55 Hesti Setianingsih, Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada
Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Segiempat Siswa Kelas VII Semester 2 SMP Negeri 1
Slawi Tahun Pelajaran 2006/2007, UNNES, 2007, h. 59.
36
(Teams-Games-Tournament) dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar
biologi.56
Kurniasari, “Komparasi Hasil Belajar antara Siswa yang Diberi Metode
TGT (Teams Games Tournaments) dengan STAD (Student Teams Achievement
Division) Kelas X Pokok Bahasan Hidrokarbon” yang menyimpulkan bahwa
terdapat perbedaan hasil belajar kimia pokok bahasan Hidrokarbon dengan menggunakan
metode pembelajaran kooperatif Tipe TGT dan STAD pada siswa kelas X semester II
SMA N 1 Ungaran tahun pelajaran 2005/2006 dan metode TGT memberikan hasil yang
lebih baik. 57
D. Kerangka Berpikir
Gambar 2.2 Skema Kerangka Pikir
Salah satu implikasi teori belajar kontruktivis dalam pembelajaran adalah
penerapan pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif siswa lebih
mudah menemukan dan memakai konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat
saling mendiskusikan masalah-masalah tersebut dengan temannya. Melalui
56 Restika Parendrarti, Aplikasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games
Tournament) dalam Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas XI IPA SMA
Muhammadiyah 2 Surakarta Tahun Ajaran 2008/2009, UNNES, 2009, h. 76 57 Ani Kurniasari, Komparasi Hasil Belajar antara Siswa yang Diberi Metode TGT (teams
games Tournaments) dengan STAD (Student Teams Achievement Division) Kelas X Pokok
Bahasan Hidrokarbon , UNNES, 2006, abstraksi
Guru
Eksperimen I Eksperimen II
Metode TGT Metode STAD
Posttest
Hasil Belajar
37
diskusi akan terjalin komunikasi dimana siswa saling berbagi ide atau pendapat.
Melalui diskusi akan terjadi elaborasi kognitif yang baik, sehingga dapat
meningkatkan daya nalar, keterlibatan dalam situasi pembelajaran, dan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan pendapatnya.
Pembelajaran kooperatif memanfaatkan kecenderungan siswa untuk
berinteraksi. Penelitian pembelajaran kooperatif juga menunjukkan bahwa
pembelajaran kooperatif memiliki dampak positif terhadap siswa dengan yang
rendah hasil belajarnya. Manfaat pembelajaran kooperatif untuk siswa dengan
hasil belajar rendah antara lain rendah dapat meningkatkan motivasi,
meningkatkan hasil belajar, retensi atau penyimpanan materi pelajaran lebih lama.
Dalam kelas kooperatif siswa akan berusaha keras untuk hadir dalam kelas dengan
teratur, berusaha keras membantu dan mendorong semangat teman-teman sekelas
untuk sama-sama berhasil.
Pada bidang studi yang melibatkan beberapa keterampilan dan
menyelesaikan masalah akan lebih tepat jika dikerjakan secara kelompok
kerjasama dari pada secara kompetisi dan individu. Di dalam kerja kelompok
secara tidak disadari akan terjadi suatu interaksi yang dapat meningkatkan status
sosial masing-masing individu. Kelompok kerjasama antar teman sebaya
menjadikan proses pembelajaran benar-benar dinikmati oleh siswa, karena
interaksi kelompok dapat menimbulkan kebutuhan saling memiliki. Interaksi-
interaksi sosial dalam kelompok secara otomatis akan meningkatkan status sosial
siswa dalam kelas. Siswa dalam kelompok akan berusaha mendorong teman-
teman sekelasnya supaya berhasil dalam pembelajaran, sehingga terjadi interaksi
yang positif antara metode pembelajarn yang digunakan dengan hasil belajar yang
diperoleh oleh siswa.
Dengan demikian diduga terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa
yang diberi pembelajaran dengan metode TGT (Teams Games Tourrnament) dan
siswa yang diberi pembelajaran dengan metode STAD (Students Teams
Achievement Division) terhadap hasil belajar fisika siswa.
38
E. Pengajuan Hipotesis
Berdasarkan permasalahan di atas, diduga terdapat perbedaan hasil belajar
antara siswa yang diberi pembelajaran dengan metode Teams Games Tournaments
(TGT) dan siswa yang diberi pembelajaran dengan metode Student Teams
Achievement Division (STAD). Oleh karena itu, maka hipotesis yang digunakan
adalah terdapat perbedaan hasil belajar fisika pada Konsep Perpindahan Kalor
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Tipe Teams Games
Tournament (TGT) dan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Students Teams Achievement Division (STAD).
39
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Kemala Bhayangkari, Ampera, Jakarta
Selatan. Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun pelajaran 2010/2011.
B. Metode dan Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan
menggunakan pola rancangan (Posttest Only, Non-Equivalent Control Group
Design) seperti terlihat pada tabel 3.1 rancangan eksperimen berikut:
Tabel 3.1. Rancangan Eksperimen1
Kelas Perlakuan Posttest
Kelas TGT X T
Kelas STAD Y T
Keterangan:
X = Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT
Y = Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
T = Tes
Rancangan penelitian sebagai berikut:
1. Memilih secara random 2 kelas sebagai sampel terdiri dari kelas TGT dan
kelas STAD. Selain itu juga menentukan 1 kelas untuk uji coba perangkat tes.
2. Membuat perangkat tes yang akan diujicobakan.
3. Memeriksa apakah kedua kelompok eksperimen berangkat dari titik awal yang
sama atau tidak.
4. Melakukan uji coba perangkat tes yang berbentuk pilihan ganda, serta
menghitung validitas, daya beda, reliabilitas, dan tingkat kesukaran.
5. Pembagian kelas dalam kelompok kecil yang heterogen.
1 Tim Puslitjaknov, “Metode Penelitian Pengembangan”, (Jakarta: Depdiknas, 2008) h. 4
40
6. Pelaksanaan pembelajaran.
7. Kedua kelompok diberi posttest.
C. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian.2 Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Kemala Bhayangkari 1 Tahun Ajaran
2010/2011. Sedangkan sampelnya adalah kelas X-1 sebanyak 31 siswa sebagai
kelas eksperimen I dan kelas X-2 sebanyak 31 siswa sebagai kelas eksperimen II.
Perlakuan yang diberikan pada kelompok eksperimen I adalah metode
pembelajaran kooperatif tipe TGT dan pada kelompok eksperimen II dengan
metode pembelajaran kooperatif tipe STAD.
D. Variabel Penelitian
Variabel merupakan objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian
suatu penelitian. Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah model
pembelajaran kooperatif tipe TGT dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Sedangkan variabel terikat adalah hasil belajar fisika siswa kelas X SMA Kemala
Bhayangkari 1 Jakarta tahun ajaran 2010/2011.
E. Metode Pengumpulan Data
1. Metode Dokumentasi
Metode ini dilakukan dengan mengambil dokumen atau data-data yang
mendukung penelitian meliputi nama-nama siswa yang menjadi subjek penelitian
dan data nilai ulangan umum semester I bidang studi fisika yang diambil dari
daftar nilai SMA Kemala Bhayangkari 1 Jakarta Selatan, data ini akan digunakan
untuk analisis tahap awal.
2. Metode Tes
Metode tes ini dipergunakan untuk mengukur hasil belajar siswa baik yang
diajar dengan pendekatan kooperatif tipe TGT maupun STAD. Metode tes ini
diberikan setelah kelompok eksperimen I maupun kelompok eksperimen II diberi
2 Suharsimi Arikunto, “Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik”, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2006) h. 130
41
perlakuan. Hasil pengolahan data ini digunakan untuk menguji kebenaran
hipotesis. Sebelum tes digunakan untuk memperoleh data dari sampel sebagai
objek penelitian, terlebih dahulu diadakan uji coba tes pada kelas di luar kelas
eksperimen I dan eksperimen II.
3. Metode Lembar Pengamatan
Metode lembar pengamatan digunakan mengetahui mengenai kemampuan
segi afektif dan psikomotorik siswa dilakukan dengan membuat lembar
pengamatan. Dalam lembar pengamatan ini dicantumkan indikator-indikator yang
dapat dijadikan acuan untuk mengamati kemampuan siswa dari segi afektif dan
psikomotorik selama pembelajaran berlangsung, sehingga dapat diketahui apakah
dari segi afektif dan psikomotorik siswa juga terangsang dalam aktivitas
pembelajaran.
4. Metode angket
Metode angket digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dari segi
afektif siswa dilakukan dengan membuat angket. Butir soal angket tersebut dibuat
dari pengembangan indikator-indikator pada lembar pengamatan. Sehingga
penilaian kemampuan siswa aspek afektif lebih valid.
F. Variabel Y (Hasil Belajar Fisika Siswa)
1. Definisi Konsep
Belajar merupakan suatu usaha seseorang dengan menggunakan potensi
yang dimilikinya untuk mengadakan perubahan fisik, mental juga tingkah laku
yang harus didukung oleh lingkungannya. Oleh karenanya belajar merupakan
kegiatan manusia yang terpenting dan harus dilakukan selama hidup, karena
melalui belajar dapat melakukan perbaikan dalam berbagai hal yang menyangkut
kepentingan hidup.
Hasil belajar fisika adalah hasil usaha dan kemampuan siswa dalam belajar
fisika, dimana nilai hasil belajar tersebut dapat diukur melalui test yang telah
diberikan kepada siswa.
42
2. Definisi Operasional
Hasil belajar yang diukur dalam penelitian ini adalah pada ranah kognitif
berdasarkan klasifikasi Bloom mendefinisikan jenjang belajar meliputi:
Suatu tes dikatakan mempunyai reliabilitas yang tinggi apabila
memberikan hasil yang relatif tetap bila digunakan pada kesempatan lain.
Reliabilitas tes dalam penelitian ini diuji menggunakan rumus K-R21 yang
dinyatakan dengan:
Keterangan:
r11 = realibilitas tes secara keseluruhan
Vt = S2.t = variasi skor total
45
M = = rata-rata skor total
K = jumlah butir soal.5
Kriteria yang menunjukkan derajat reliabilitas instrumen adalah sebagai
berikut:
0,00 < ≤ 0,20 = derajat reliabilitas sangat rendah.
0,20 < ≤ 0,40 = derajat reliabilitas rendah.
0,40 < ≤ 0,40 = derajat reliabilitas sedang.
0,60 < ≤ 0,80 = derajat reliabilitas tinggi.
0,80 < ≤ 1,00 = derajat reliabilitas sangat tinggi.6
Hasil perhitungan soal yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel 3.4 di
bawah ini:
Tabel 3.4 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen
Statistika Relibilitas Keterangan
rhitung (Instrumen Valid) 0,97 Sangat Tinggi
Kesimpulan Reliabel
Hasil perhitungan reliabilitas soal-soal yang telah valid didapatkan
sebesar 0,97 sehingga dapat dikatakan mempunyai derajat reliabilitas yang sangat
tinggi.
c. Pengujian Daya Beda Instrumen
Analisis daya pembeda dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
kemampuan soal dalam membedakan siswa yang pandai (kelompok atas) dan
siswa yang termasuk kurang (kelompok bawah).
Rumus untuk menentukan daya beda adalah:
Keterangan:
DP = daya beda soal
5 Ibid, h. 164 6 Erman Suherman, Strategi Belajar dan Pembelajaran Matematika. (Surabaya: UNESA
University Press, 1999), h. 156.
46
JBA = Jumlah peserta tes kelompok atas yang menjawab benar.
JBB = Jumlah peserta tes kelompok bawah yang menjawab benar.
JSA = Jumlah siswa kelompok atas.
Kriteria soal-soal yang dapat dipakai sebagai instrumen berdasarkan daya
bedanya diklasifikasikan sebagai berikut:
0,00 < DP ≤ 0,20 : jelek
0,20 < DP ≤ 0,40 : cukup.
0,40 < DP ≤ 0,70 : baik.
0,70 < DP ≤ 1,00 : baik sekali.
Bila daya pembeda negatif, soalnya tidak baik, jadi butir soal yang
mempunyai nilai daya pembeda negatif sebaiknya dibuang.7
Berdasarkan hasil uji daya pembeda soal, didapatkan data seperti
tercantum dalam tabel 3.5 dibawah ini:
Tabel 3.5 Hasil Daya Pembeda Soal
No Kriteria Jumlah
1 Tidak Baik 8
2 Jelek 19
3 Cukup 10
4 Baik 3
5 Baik Sekali 0
Jumlah 40
d. Pengujian Tingkat Kesukaran Instrumen
Untuk mengetahui tingkat kesukaran soal dianalisis, menggunakan rumus:
Keterangan:
IK = Indeks kesukaran.
JBA = Jumlah yang benar pada butir soal kelompok atas
JBB = Jumlah yang benar pada butir soal kelompok bawah
7 Suharsimi Arikunto, op. cit., h. 218-219
47
JSA = Banyaknya siswa pada kelompok atas
JSB = Banyaknya siswa pada kelompok bawah
Kriteria yang menunjukkan tingkat kesukaran soal adalah:
0,00 < IK ≤ 0,30 = sukar.
0,30 < IK ≤ 0,70 = sedang.
0,70 < IK ≤ 1,00 = mudah.8
Berdasarkan hasil uji tingkat kesukaran didapatkan data seperti tampak
pada tabel 3.6 dibawah ini:
Tabel 3.6 Hasil Uji Taraf Kesukaran Soal
No Kriteria Jumlah
1 Sangat Sukar 8
2 Sukar 12
3 Sedang 18
4 Mudah 2
Jumlah 40
3. Membuat kisi-kisi setelah uji coba soal
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini berupa soal-soal
obyektif yang berbentuk pilihan ganda dengan 5 pilihan jawaban. Komposisi
jenjang kognitif yang dilakukan setelah uji coba dapat dilihat pada tabel 3.7
berikut:
Tabel 3.7 Jenjang Kognitif Instrumen Belajar
No Jenjang Kognitif Persentase (%)
1 hafalan/ingatan (C1) 30
2 pemahaman (C2) 20
3 penerapan (C3) 40
4 analisis (C4) 10
Jumlah 100
8 Erman Suherman, Strategi pembelajaran Matematika Kontemporer, h. 22.
48
H. Variabel X (Metode TGT)
1. Definisi Konsep
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang
mendorong siswa bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah
masalah, menyelesaikan suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai
tujuan bersama lainnya. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi
pembelajaran yang mendorong siswa aktif menemukan sendiri pengetahuannya
melalui ketrampilan proses. Siswa belajar dalam kelompok kecil yang
kemampuannya heterogen. Pengelompokan heterogenitas merupakan ciri-ciri
yang menonjol dalam metode pembelajaran kooperatif.9
Dalam menyelesaikan tugas kelompok setiap anggota saling bekerjasama
dan membantu dalam memahami suatu bahan ajar. Selama kerja kelompok, tugas
anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi dan saling membantu
teman sekelompok mencapai ketuntasan.
2. Definisi Operasional
Metode TGT merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif dengan
dibentuk kelompok-kelompok kecil dalam kelas yang terdiri tiga sampai lima
siswa yang heterogen baik dalam prestasi akademik, jenis kelamin, ras, maupun
etnis. Dalam TGT ini digunakan turnamen akademik, dimana siswa berkompetisi
sebagai wakil dari timnya melawan anggota tim yang lain yang mencapai hasil
atau prestasi serupa pada waktu lalu. Komponen-komponen dalam TGT adalah
penyajian materi, tim, game, turnamen dan penghargaan kelompok.
I. Metode Analisis Data
Metode analisis data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu
analisis tahap awal yang merupakan analisis menyamakan dua kelompok dan
analisis tahap akhir yang merupakan analisis untuk menguji hipotesis.
1. Analisis tahap awal
9 Anita Lie, Cooperatif Learning (Jakarta: Grasindo, 2004), h. 41
49
Untuk menyamakan kelompok I dan kelompok II, dalam penelitian ini
menggunakan perhitungan normalitas, homogenitas dan kesamaan rata-rata dua
arah dengan menggunakan uji-t. Analisis data pada tahap ini merupakan langkah
untuk membuktikan bahwa antara kelompok I dan kelompok II tidak berbeda
secara signifikan atau dikatakan kedua kelas berangkat dari titik tolak yang sama.
Data yang akan diolah dalam tahap ini adalah nilai ulangan umum fisika
kelas X pada semester genap. Pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui data berdistribusi normal atau
tidak sehingga langkah selanjutnya tidak menyimpang dari kebenaran dan dapat
dipertanggungjawabkan.10
Data yang diperoleh pada penelitian nanti adalah nilai
fisika kelas X pada semester 2 dan nilai dari hasil tes setelah perlakuan. Hipotesis
yang akan diuji adalah sebagai berikut:
Ho : data berdistribusi normal.
Ha : data tidak berdistribusi normal.
Untuk menguji normalitas dilakukan dengan rumus chi kuadrat yaitu:
Dimana:
x2 = harga Chi Kuadrat
Oi = frekuensi hasil pengamatan
Ei = frekuensi yang diharapkan
Kriteria pengujian adalah Ho ditolak jika ≥ dengan derajat
kebebasan dk = (n-2) dan taraf signifikan α = 0,05.11
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah kedua kelompok
mempunyai varian yang sama atau tidak. Jika kedua kelompok mempunyai varian
yang sama maka kelompok tersebut dikatakan homogen.
Hipotesis yang akan diuji adalah:
10 Sudjana, Metoda Statistika (Bandung: Tarsito, 1996), h. 291. 11 Ibid, h. 273-294
50
Keterangan :
: varian kelompok I.
: varian kelompok II.
Langkah-langkah perhitungan adalah sebagai berikut:
1. Menghitung S2 dari masing-masing kelas.
2. Menghitung varians gabungan dari semua kelas dengan rumus:
3. Menghitung harga satuan B dengan rumus :
B = (log S2) Σ(ni-1)
4. Menghitung nilai statis chi-kuadrat (χ2) dengan rumus :
χ2 = (ln 10){B-Σ(ni-1) log Si
2}
Kriteria pengujian adalah Ho diterima jika χ2 hitung ≤ χ
2 tabel , artinya
sampel dalam keadaan homogen.12
2. Analisis tahap akhir
Data penelitian yang dianalisis adalah data hasil belajar siswa pada sub
konsep Perpindahan Kalor, data hasil belajar diperoleh dari hasil tes setelah
penelitian selesai dilakukan.
Langkah-langkah untuk analisis tahap akhir pada dasarnya sama dengan
analisis tahap awal, tetapi data yang digunakan adalah nilai hasil ulangan sub
konsep Perpindahan Kalor.
a. Uji normalitas data
Sebelum kita melakukan pengujian terhadap kedua hipotesis terlebih
dahulu dilakukan uji normalitas data. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
kenormalan data. Uji ini menggunakan rumus Chi Kuadrat sama dengan rumus
yang digunakan pada tahap awal.
b. Uji ketuntasan belajar
12 Ibid, h. 263
51
Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah hasil belajar siswa kelas TGT
dan kelas STAD telah mencapai ketuntasan belajar. Dalam penelitian ini
parameter tuntas yang digunakan adalah jika rata-rata hasil belajar siswa > 6,5.
Untuk menguji hipotesis digunakan rumus :
Keterangan:
= rata-rata hasil belajar
s = simpangan baku
n = banyak siswa
c. Uji kesamaan dua varians
Uji kesamaan dua varian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kelas
TGT dan kelas STAD mempunyai varians yang sama atau tidak.
Rumus yang digunakan sebagai berikut:
Dengan kriteria jika harga Fhitung < Ftabel maka kedua kelas mempunyai
varians yang homogen.
d. Uji perbedaan dua rata-rata
Uji perbedaan dua rata-rata merupakan uji hipotesis yang berguna untuk
mengetahui adakah perbedaan hasil belajar antara kelas TGT dan kelas STAD.
Dua buah rata-rata dikatakan mempunyai hubungan antara sampel I
dengan sampel II apabila kita mencari perbedaan itu dari sumber dan subjek yang
sama.13
Uji ini mengajukan hipotesis:
Ho : µ1 = µ2
Ha : µ1 > µ2
Statistika yang digunakan adalah uji-t dengan rumus:
13 Anas Sudijono, “Pengantar Statistik Pendidikan” (Jakarta: PT. Raja Garfindo Persada,
2006) h. 313
52
dengan,
Keterangan:
= rata-rata nilai TGT
= rata-rata nilai STAD
n1 = Jumlah anggota TGT
n2 = Jumlah anggota STAD
S12 = varians kelas TGT
S22 = varians kelas STAD
Statistika tersebut berdistribusi dengan dk = (n1+n2-1). Kriteria
pengujiannya terima Ho, jika – t1-1/2α ≤ tdata ≤ t1-1/2α dimana t1-1/2α didapat dari
daftar distribusi t dengan dk = (n1+ n2-2) dan peluang t1-1/2α. Untuk harga t lainnya
Ho ditolak.14
14 Sudjana, op cit., h. 239.
53
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Data Hasil Penelitian
Data penelitian yang diperoleh meliputi data nilai posttest dari 62 siswa
yang terdiri dari kelompok eksperimen I sebanyak 31 siswa dan kelompok
eksperimen II sebanyak 31 siswa. Akan tetapi kedua kelompok eksperimen ini
mendapatkan perlakuan yang berbeda sebelum diberikan posttest. Untuk
kelompok eksperimen I diberi perlakuan dengan menggunakan metode TGT
(Teams Games Tournaments) dan untuk kelompok eksperimen II diberi perlakuan
dengan menggunakan metode STAD (Student Teams Achievement Division). Data
tersebut dianalisis dan dibahas sebagai upaya untuk mengetahui hasil belajar
siswa pada sub konsep perpindahan kalor dengan menggunakan metode TGT
(Teams Games Tournaments) dan metode STAD (Student Teams Achievement
Division). Pengumpulan data hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan alat
pengumpul data berupa tes objektif pilihan ganda yang terdiri dari 20 item soal.
a. Hasil Posttest Kelompok Eksperimen I
Hasil posttest kelompok eksperimen I didapat bahwa dari 31 siswa yang
dijadikan sampel penelitian, diperoleh nilai tertinggi 95 dan nilai terendah 60,
sedangkan nilai rata-ratanya sebesar 76,83; nilai varians sebesar 104,83; dan nilai
simpangan baku sebesar 10,24.1 Agar lebih jelas dalam penyajian data tersebut,
maka penulis sajikan dalam bentuk grafik yang terlihat pada gambar 4.1 dibawah
ini:
1 Lampiran 14, h. 117-118
54
95
60
76,83
104,83
10,24
0
20
40
60
80
100
120
tertinggi terendah rata-rata varians std. dev
Nilai
Grafik Hasil Posttest Kelompok Eksperimen I
Gambar 4.1 Grafik Hasil Posttest Kelompok Eksperimen I
Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh sebanyak 22,58% mendapat
skor nilai yang merupakan skor paling banyak diperoleh siswa kelompok
eksperimen yang terletak pada interval antara 7883, sedangkan yang mendapat
skor nilai antara 7177 dan antara 9095 yaitu skor terendah sebanyak 12,90%.
dan yang mendapat skor nilai siswa dibawah rata-rata yaitu sebanyak 35,48%.
Sedangkan siswa yang mendapat skor diatas rata-rata sebanyak 64,52%.2
Agar lebih jelas tentang hasil pengolahan data diatas, maka penulis sajikan
dalam bentuk tabel 4.1 Hasil Belajar Posttest Kelompok Eksperimen I, yang dapat
dilihat dibawah ini.
Tabel 4.1 Hasil Belajar Posttest Kelompok Eksperimen I
No Kelas Interval Frekuensi Persentasi (%)
1 60 – 65 6 19,35
2 66 – 71 5 16,13
3 72 – 77 4 12,90
4 78 – 83 7 22,58
5 84 – 89 5 16,13
6 90 – 95 4 12,90
Jumlah 31 100
2 Lampiran 14, h. 117
55
0
1
2
3
4
5
6
7
8
60-65 66-71 72-77 78-83 84-89 90-95
Nilai
Interval
Grafik Hasil Belajar Posttest Kelompok Eksperimen I
Gambar 4.2 Grafik Hasil Belajar Posttest Kelompok Eksperimen I
b. Hasil Posttest Kelompok Eksperimen II
Pengujian posttest telah dilakukan pada kelompok eksperimen II. Hasil
posttest kelompok eksperimen II didapat bahwa dari 31 siswa yang dijadikan
sampel penelitian diperoleh nilai tertinggi sebesar 95 dan nilai terendah sebesar
60, sedangkan nilai rata-ratanya sebesar 72,18; nilai varians sebesar 80,83; dan
nilai simpangan baku sebesar 8,99.3 Agar lebih jelas dalam penyajian data
tersebut, maka penulis sajikan dalam bentuk grafik seperti yang tampak pada
gambar 4.3 dibawah ini:
3 Lampiran 14, h. 121-122
56
95
60
72,1880,83
8,99
0
20
40
60
80
100
tertinggi terendah rata-rata varians std. dev
Nilai
Grafik Hasil Posttest Kelompok Ekksperimen II
Gambar 4.3 Grafik Hasil Posttest Kelompok Eksperimen II
Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh sebanyak 29,03% mendapat
skor nilai yang merupakan skor paling banyak diperoleh siswa kelompok
eksperimen yang terletak pada interval antara 6065, sedangkan yang mendapat
skor nilai antara 8489 dan antara 9095 yaitu skor terendah sebanyak 6,45%.
dan yang mendapat skor nilai siswa dibawah rata-rata yaitu sebanyak 51,61%.
Sedangkan siswa yang mendapat skor diatas rata-rata sebanyak 48,39%.4
Agar lebih jelas tentang hasil pengolahan data diatas, maka penulis sajikan
dalam bentuk tabel 4.2 Hasil Belajar Posttest Kelompok Eksperimen II, yang
dapat dilihat dibawah ini.
Tabel 4.2 Hasil Belajar Posttest Kelompok Eksperimen II
No Kelas Interval Frekuensi Persentasi (%)
1 60 – 65 9 29,03
2 66 – 71 7 22,58
3 72 – 77 8 25,80
4 78 – 83 3 9,68
5 84 – 89 2 6,45
6 90 – 95 2 6,45
Jumlah 31 100
4 Lampiran 14, h. 121
57
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
60-65 66-71 72-77 78-83 84-89 90-95
Nilai
Interval
Grafik Hasil Belajar Posttest Kelompok Eksperimen II
Gambar 4.4 Grafik Hasil Belajar Posttest Kelompok Eksperimen II
c. Perbedaan Hasil Belajar TGT dan STAD
Keberhasilan belajar berdasarkan pada metode pembelajaran yang
digunakan saat proses pembelajaran berlangsung. Berdasarkan penelitian yaitu
dengan membandingkan hasil belajar antara metode TGT (Teams Games
Tournament) dan STAD (Students Teams Achievement Division) diperoleh
perbedaan yang dapat dilihat dari hasil varians dan standar deviasi yang diperoleh
oleh masing-masing kelompok eksperimen I dan eksperimen II. Hasil varians dari
kelompok eksperimen I sebesar 104,83 dan kelompok eksperimen II sebesar
80,83, sedangkan hasil standar deviasi untuk kelompok ekksperimen I sebesar
10,24 dan untuk kelompok eksperimen II sebesar 8,9. Berdasarkan hasil varian
dan standar deviasi tersebut didapatkan bahwa hasil belajar metode TGT (Teams
Games Tournament) dan STAD (Students Teams Achievement Division) berbeda
dan dapat dikatakan bahwa metode pembelajaran kelompok eksperimen I yaitu
metode TGT (Teams Games Tournament) lebih baik daripada kelompok
eksperimen II yaitu metode STAD (Students Teams Achievement Division). Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.4 Grafik Perbedaan Hasil Belajar
dibawah ini:
58
Grafik Perbedaan Hasil Belajar
104,83
10,24
80,83
8,9
0
20
40
60
80
100
120
Varians Std. Deviasi
Nil
ai
Eksperimen I
Eksperimen II
Gambar 4.5 Grafik Perbedaan Hasil Belajar
B. Analisis Data dan Interpretasi Data
1. Pengujian Persyaratan Analisis Data
Setelah diperoleh data dari masing-masing kelompok, maka dapat
diperoleh nilai pengujian hipotesisnya, akan tetapi sebelum dilakukan pengujian
hipotesis perlu dilakukan uji prasyarat analisis dahulu terhadap data hasil
penelitian seperti uji normalitas dan uji homogenitas. Beberapa uji prasyarat yang
harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
a. Hasil Uji Analisis Data
1) Hasil Uji Normalitas Posttest Eksperimen I dan II
Uji Normalitas dilakukan dengan uji Chi-Kuadrat. Dari hasil pengujian
kelompok eksperimen I diperoleh nilai 864,52 hitungX dan untuk kelompok
eksperimen II diperoleh nilai 218,82 hitungX , sedangkan nilai 070,112 tabelX
pada taraf signifikansi 05,0 untuk 31n dengan kriteria:
tabelhitung XX 2 berarti data terdistribusi normal
tabelhitung XX 2 berarti data tidak terdistribusi normal
59
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Kelompok Eksperimen I dan II
Chi-Kuadrat Eksperimen I Eksperimen II
Jumlah Siswa 31 31
hitungX 2 5,864 8,218
tabelX 2 11,070
Kesimpulan Normal Normal
Pengujian dilakukan pada taraf kepercayaan 05,0%95 dengan
derajat kebebasan 516 dk , dapat disimpulkan bahwa data hasil belajar
fisika siswa kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen II terdistribusi
normal, karena memenuhi kriteria tabelhitung XX 2 .
b. Hasil Uji Homogenitas Posttest Eksperimen I dan II
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui kesamaan antara dua
keadaan atau populasi. Uji homogenitas dilakukan dengan melihat keadaan
kehomogenan populasi. Uji homogenitas yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Uji Fisher. Dari hasil pengujian diperoleh nilai 780,0hitungF . Sedangkan
nilai 994,2tabelF pada taraf signifikansi 05,0 . Berdasarkan hasil dari
variansi kedua kelompok yaitu kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen
II memenuhi kriteria tabelhitung FF , maka dari pengujian kedua kelompok tersebut
dapat disimpulkan bahwa kedua sampel yang diuji adalah berasal dari kelompok
yang homogen.
Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas Kelompok Eksperimen I dan II
Statistika Eksperimen I Eksperimen II
Jumlah Siswa 31 31
hitungF 0,780
tabelF 2,994
Kesimpulan Homogen Homogen
60
Pengujian dilakukan pada taraf signifikansi 05,0%95 dengan derajat
kebebasan 516 dk , dapat disimpulkan bahwa kedua sampel yaitu kelompok
eksperimen I dan kelompok eksperimen II dikatakan homogen, karena memenuhi
kriteria tabelhitung FF .
2. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis statistik dalam penelitain ini menggunakan statistik
uji-t, data yang digunakan adalah data posttest kedua kelompok, yaitu kelompok
eksperimen I dan kelompok eksperimen II sebagai nilai hasil belajar. Sebelum
dilakukan uji-t, terlebih dahulu menghitung nilai standar deviasi. Berdasarkan
hasil perhitungan diperoleh nilai standar deviasi sebesar 9,64 dan hasil uji-t
sebesar 80,9hitungt sedangkan nilai 00,2tabelt , sehingga dari hasil tersebut
dapat diambil kesimpulan bahwa sesuai dengan taraf signifikansi 05,0 dan
nilai derajat kebebasannya adalah 60, maka nilai tabelhitung tt , yaitu 00,280,9
sehingga disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil
belajar fisika siswa yang menggunakan metode TGT dan metode STAD.
Tabel 4.5 Hasil Uji Hipotesis Penelitian
Statistika Nilai
Standar Deviasi 9,64
Derajat Kebebasan 60
hitungt 9,80
tabelt 2,00
Kesimpulan Signifikan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat dilihat bahwa hasil tes yang
dilakukan setelah pembelajaran (posttest) diketahui nilai rata-rata kelompok
eksperimen I sebesar 76,83 dan kelompok eksperimen II sebesar 72,18. Dari hasil
analisis tampak terdapat perbedaan yang signifikan pada metode pembelajaran
TGT (Teams Games Tournament) terhadap hasil belajar fisika pada Perpindahan
61
Kalor. Siswa yang menggunakan metode STAD (Student Teams Achievement
Division) juga mendapat perbedaan terhadap hasil belajar fisika, walaupun siswa
yang menggunakan metode STAD (Student Teams Achievement Division)
mengalami peningkatan dalam hasil belajar, namun peningkatan yang diperoleh
mereka lebih rendah dibanding siswa yang menggunakan metode TGT (Teams
Games Tournament).
3. Hasil Uji-t
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji-t, pada taraf
signifikansi 95%. Dari hasil perhitungan yang dilakukan, diperoleh nilai
80,9hitungt dan nilai 64,9tabelt . Hasil pengujian yang diperoleh menunjukkan
bahwa nilai hitungt berada di daerah penerimaan Ha yaitu tabelhitung tt
atau
64,980,9 . Dengan demikian Ha diterima dan Ho ditolak pada taraf signifikansi
sebesar 95% hal ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara
rata-rata skor posttest kelompok eksperimen I dengan rata-rata skor posttest
kelompok eksperimen II. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa
yang menggunakan metode pembelajaran TGT (Teams Games Tournament) lebih
besar dari pada hasil belajar siswa yang menggunakan metode pembelajaran
STAD (Student Teams Achievement Division).
4. Pembahasan
Berdasarkan uraian data statistik di atas dapat disimpulkan bahwa metode
pembelajaran TGT (Teams Games Tournament) mempunyai perbedaan yang
signifikan terhadap hasil belajar fisika siswa, terutama pada konsep Perpindahan
Kalor.
Sebagaimana yang diketahui bahwa hakikat belajar pada umumnya adalah
segala aktivitas dengan melibatkan serangkaian pengalaman langsung. Untuk itu,
setiap orang yang belajar harus aktif berbuat untuk mengubah tingkah laku
menjadi kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas, karena belajar hanya
62
dapat terjadi jika pengalaman secara langsung tersebut dilalui dengan penemuan
atau penyelidikan akan pengetahuan yang ada.
Kegiatan pendahuluan tersebut diikuti dengan kegiatan inti. Kegiatan inti
dalam proses pembelajaran yang dilakukan adalah guru membagi siswa dalam 6
kelompok kecil yang terdiri dari 5 orang siswa kemudian guru membagikan
lembar kerja siswa/LKS. Sedangkan kegiatan penutup dalam pembelajaran ini
berupa menarik kesimpulan dari materi yang telah dipelajari dengan bimbingan
guru. Dalam kegiatan ini siswa diberikan kesempatan untuk menanyakan materi
yang kurang jelas untuk dipahami, sedangkan guru menyatukan kerangka berpikir
siswa dengan menjelaskan bagian-bagian penting. Kemudian dilakukan posttest
untuk mengetahui sejauh mana siswa memahami materi yang telah dipelajari.
Selain dengan pengamatan langsung, siswa yang belajar akan
menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang kuat dan mendalam karena dalam
pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan keseharian siswa atau kehidupan nyata.
Dalam diskusi akan menciptakan aktivitas bertanya yang berguna untuk menggali
informasi yang dimiliki siswa, mengecek pemahaman siswa dan membangkitkan
tanggapan siswa. Guru juga berkeliling dari satu kelompok ke kelompok lain
untuk melakukan bimbingan dan arahan kepada siswa yang kurang aktif dalam
belajar. Dari segi kepribadian pun guru lebih percaya diri dengan metode
pembelajaran TGT (Teams Games Tournament). Dalam proses pembelajaran
terjadi peningkatan jumlah siswa yang aktif dalam mengajukan dan menjawab
pertanyaan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Parendrarti yang menyatakan bahwa terdapat peningkatan motivasi dan hasil
belajar siswa setelah diberi pembelajaran dengan menggunakan metode TGT
(Teams Games Tournament).54
Pada dasarnya pengetahuan yang didapat dari penginderaan terhadap suatu
objek merupakan hasil organisasi secara selektif dari sejumlah fakta, informasi,
serta prinsip-prinsip yang dimiliki dan diperoleh dari pengalaman. Salah satu dari
5 Restika Parendrarti, Aplikasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams-
Games-Tournament) dalam Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas XI IPA
SMA Muhammadiyah 2 Surakarta Tahun Ajaran 2008/2009, UNNES, 2009
63
proses pembelajaran tersebut adalah dengan metode pembelajaran TGT (Teams
Games Tournament) seperti yang dilakukan dalam penelitian ini yang
berpengaruh secara signifikan terhdap hasil belajar fisika siswa. Hal ini senada
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Diyanto yang menyatakan bahwa
terdapat peningkatan hasil belajar siswa setelah diberi materi dengan
menggunakan metode TGT (Teams Games Tournament).65
Siswa yang diberi pembelajaran secara variasi akan menumbuhkan
kreatifitas yang dimiliki oleh masing-masing siswa, sehingga apa yang telah
terdapat dalam diri siswa dapat dimunculkan dengan metode-metode
pembelajaran yang inovatif. Dalam penelitain ini penulis sengaja menggunakan
dua metode yang identik, sehingga diharapkan akan menimbulkan perbedaan hasil
belajar. Metode TGT (Teams Games Tournament) dan metode STAD (Students
Teams Achievments Division) mampu meningkatkan hasil belajar fisika siswa. Hal
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurniasari yang menyatakan
bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang menggunakan metode
pembelajaran TGT (Teams Games Tournaments) dan metode pembelajaran STAD
(Students Teams Achievments Division) dimana metode pembelajaran TGT (Teams
Games Tournaments) mampu memberikan hasil belajar yang lebih baik.76
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
penelitian. Peneliti menyadari bahwa hasil penelitian ini belum sempurna karena
keterbatasan ilmu yang dimiliki peneliti, penulis hanya bisa menyarankan agar
mendapatkan hasil yang lebih baik, sebaiknya memperhatikan prosedur penelitian,
instrumen penelitian, model pembelajaran dan lain-lain. Selain itu penggunaan
indikator variabel lain dapat digunakan bagi peningkatan hasil belajar fisika siswa,
seperti pendekatan Ketrampilan Proses Sains, empiris induktif, dan pembelajarn
laboratorium.
6 Diyanto, Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Melalui Tipe TGT
(Teams Games Tournaments) Dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII6 MTs.
Filial Al Iman Adiwerna Tegal Pada Pokok Bahasan Bilangan Bulat,UNNES, 2006 7Ani Kurniasari, Komparasi Hasil Belajar antara Siswa yang Diberi Metode TGT (teams
games Tournaments) dengan STAD (student teams Achievement division) Kelas X Pokok Bahasan
Hidrokarbon , UNNES, 2006
64
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dari penelitian serta pengujian hipotesis yang
dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Metode pembelajaran Teams Games Tournaments (TGT) dan Student Teams
Achievement Division (STAD) dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa
cukup signifikan.
2. Metode Pembelajaran TGT dan STAD sama-sama membagi kelompok-
kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang heterogen. Dan
masing-masing anggota kelompok dituntut untuk menguasai materi dan
mampu menyelesaikan soal yang diberikan oleh guru.
3. Perbedaan kedua metode tersebut, pada Teams Games Tournament (TGT)
digunakan games dan turnament dimana siswa berkompetisi sebagai wakil
dari timnya melawan anggota tim yang lain sedangkan pada Student Teams
Achievement Division (STAD) tidak digunakannya games dan turnament pada
proses pembelajaran.
4. Hasil belajar siswa pada konsep perpindahan kalor melalui metode Teams
Games Tournament (TGT) lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar
siswa yang menggunakan metode Student Teams Achievement Division
(STAD).
B. Saran
Peneliti mempunyai beberapa saran kepada pihak yang terkait dengan
penelitian ini diantaranya:
1. Untuk sekolah, agar dapat menggunakan metode pembelajaran TGT (Teams
Games Tournaments) untuk meningkatkan hasil belajar siswa, karena metode
pembelajaran TGT (Teams Games Tournaments) terbukti dapat meningkatkan
hasil belajar siswa berdasarkan hasil penelitian ini.
65
2. Untuk guru, dapat meningkatkan kualitas metode pembelajaran, khususnya
dalam pembelajaran fisika.
3. Untuk siswa, agar dapat meningkatkan hasil belajarnya terutama mata
pelajaran fisika dengan menggunakan metode pembelajaran TGT (Teams
Games Tournament).
4. Untuk peneliti yang lain, agar dapat mencoba melakukan proses pembelajaran
dengan menggunakan metode pembelajaran TGT (Teams Games Tournament)
dengan tujuan agar proses pembelajaran yang berlangsung tidak monoton dan
membosankan, pada pelajaran fisika maupun pelajaran yang lainnya.
Penelitian selanjutnya disarankan mengambil konsep lain yang lebih
menantang seperti konsep listrik dinamis dan lainnya. Bagi para peneliti yang
akan meneliti permasalahan yang sejenis, maka perlu dipersiapkan hipotesis
awal dengan cara mengajukan pertanyaan yang bersifat membimbing, selain
itu peneliti juga hendaknya menggunakan sejumlah contoh dan asumsi yang
sesuai dengan kehidupan sehari-hari yang dikaitkan dengan materi yang akan
dipelajarai.
66
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, 2006 “Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik”,
(Jakarta: Rineka Cipta)
Azka, Fullu, 2005 “Keefektivan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan
Jigsaw II Terhadap Hasil Belajar Matematika Pokok Bahasan Teorema
Pythagoras Pada Siswa Kelas II semester 1 SMP N 10 Semarang
Tahun Pelajaran 2004/2005”, UNNES
Chatib, Munif, 2009 ”Sekolahnya Manusia”, (Bandung, PT. Mizan Pustaka)
Dalyono, M., 1997 “Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta)
Diyanto, 2006 “Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Melalui
Tipe TGT (Teams Games Tournaments) Dalam Upaya Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa Kelas VII6 MTs. Filial Al Iman Adiwerna Tegal
Pada Pokok Bahasan Bilangan Bulat”, UNNES
Fendi, dan Purwoko, 2010 “Physics For Senior High School Year X” (Jakarta:
Yudistira)
Hodojo, Herman, 2001 “Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran
Ket sed sed sed sed mud suk sed sed suk ss ss ss suk suk sed sed suk sed ss sed sed suk suk ss suk ss suk sed suk ss sed sed sed sed suk mud sed sed suk