Top Banner
1 I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai suatu negara agraris sebagian besar masyarakatnya hidup dari hasil produksi dilapangan pertanian atau sekitar 70% masyarakat hidup sebagai petani. Untuk tujuan pembangunan pertanian yang senantiasa diarahkan kepada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani, maka sektor pertanian mendapat prioritas utama dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Dalam rangka pembangunan nasional tersebut, tujuan pembangunan pertanian yaitu terus menerus meningkat produksi pertanian, baik untuk memenuhi komsumsi masyarakat yang terus meningkat maupun untuk memenuhi kebutuhan bahan baku untuk industri dalam negeri yang terus berkembang, dan disamping itu untuk senantiasa berupaya meningkatkan devisa dan ekspor hasil – hasil pertanian (Anonim, 1993). Memasuki era globalisasi, era pasar bebas, Indonesia sudah melakukan berbagai strategi pembangunan. Salah satu sektor pembangunan yang menjadi
39

HASIL PENELITIAN

Jul 04, 2015

Download

Documents

Ismail Wahid
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: HASIL PENELITIAN

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai suatu negara agraris sebagian besar masyarakatnya

hidup dari hasil produksi dilapangan pertanian atau sekitar 70% masyarakat hidup

sebagai petani. Untuk tujuan pembangunan pertanian yang senantiasa diarahkan

kepada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani, maka sektor pertanian

mendapat prioritas utama dalam pembangunan ekonomi Indonesia.

Dalam rangka pembangunan nasional tersebut, tujuan pembangunan

pertanian yaitu terus menerus meningkat produksi pertanian, baik untuk

memenuhi komsumsi masyarakat yang terus meningkat maupun untuk memenuhi

kebutuhan bahan baku untuk industri dalam negeri yang terus berkembang, dan

disamping itu untuk senantiasa berupaya meningkatkan devisa dan ekspor hasil –

hasil pertanian (Anonim, 1993).

Memasuki era globalisasi, era pasar bebas, Indonesia sudah melakukan

berbagai strategi pembangunan. Salah satu sektor pembangunan yang menjadi

andalan Indonesia adalah pertanian. Hal ini dapat dilihat dengan semakin

meningkatnya produksi pertanian yang dilakukan termasuk didalamnya usaha –

usaha bidang perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan.

Pembangunan sub sektor perkebunan adalah sebagian komponen dari

pembagunan pertanian yang merupakan bagian integral dari pembangunan, akan

terus ditingkatkan berperan aktif dan meningkatkan sumbangannya dalam rangka

memecahkan berbagai masalah nasional, masalah ekonomi, tenaga kerja, sosial

maupun wawasan nusantara. Oleh karena itu arah serta kebijaksanaan senantiasa

memacu pada pencapaian tujuan dan sasaran seperti yang dirumuskan dalam Tri

Page 2: HASIL PENELITIAN

2

Dharma perkebunan yaitu 1). meningkatkan pendapatan petani dan penerima

devisa negara, 2). menciptakan lapangan dan kesempatan kerja, 3). memelihara

dan meningkatkan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Untuk

mencapai tujuan dan sasaran pembangunan perkebunan seperti tersebut di atas

beberapa usaha pokok yang dilaksanakan yaitu intensifikasi, ekstensifikasi,

diversifikasi dan rehabilitasi (Anonim, 1999).

Tanaman kakao merupakan salah satu komoditi yang sangat penting baik

sebagai sumber penghasilan bagi jutaan petani maupun sebagai salah satu bahan

penyedap yang sangat diperlukan untuk produksi makanan, kue – kue dan

berbagai jenis minuman, semakin banyak diperlukan biji kakao untuk bahan

makanan dan minuman di negara – negara pengimpor dan pabrik – pabrik yang

menghasilkan macam produksi biji kakao sangat memerlukan persediaan bahan

baku kakao dari negara – negara produsen.

Di Sulawesi Tenggara, yang mempunyai lahan kering sekitar 3,7 ribu

hektar atau 98,37% dari seluruh wilayah daratan yang berjumlah 3,814 ribu hektar

merupakan daerah yang sangat potensial untuk pengembangan komoditi kakao.

Peningkatan produksi tanaman kakao akan menimbulkan masalah dalam

pemasaran apabila ketidak sesuaian antara permintaan dan penawaran petani yang

mengusahakan tanaman kakao. Akibatnya dapat menyebabkan turunya harga biji

kakao dalam keadaan demikian berakibat pula pada penurunan pendapatan petani

kakao, Anonim (1999).

Menurut Mubyarto (1986) pemasaran produksi pertanian di negara kita

merupakan bagian yang paling lemah dalam mata rantai pemasaran atau dalam

aliran barang – barang. Dengan pernyataan demikian dimaksudkan bahwa

Page 3: HASIL PENELITIAN

3

efisiensi dibidang ini masih rendah, sehingga kemungkinan untuk ditingkatkan

masih besar. Nurland (1986) menjelaskan bahwa sistem pemasaran yang tidak

efisien akan mengakibatkan kecilnya bagian harga yang diterima petani sehingga

dapat pula dijadikan ukuran efisiensi dalam pemasaran.

Untuk mencapai pendapatan yang diharapkan petani, dalam memasarkan

produk yang dihasilkan perlu memperhitungkan banyaknya produksi, lokasi

pemasaran, biaya pengangkutan, saluran serta sifat persaingan.

Petani bebas memasarkan hasil usaha tani sesuai pilihannya misalnya

dapat dipasarkan ke pedagang pengumpul, pedagang besar ataupun koperasi unit

desa. Bila produk tersedia cukup banyak petani akan lebih untung apabila menjual

langsung kepedangang besar untuk memperoleh harga yang layak. Sebaliknya jika

jumlah barang sedikit, maka akan menguntungkan bagi petani bila menjual pada

pedagang pengumpul atau pedagang lokal. Karena keterbatasan – keterbatasan

dalam pengolahan maka petani belum mampu memperhitungkan hal – hal seperti

besarnya produksi, lokasi pemasaran, biaya pengangkutan dan saluran pemasaran.

Akibatnya harga yang diterima oleh petani sering tidak sesuai dengan apa yang

diharapkan.

Berpindahnya barang – barang niaga dari pusat produksi kepusat konsumsi

kadang – kadang membutuhkan waktu yang cukup lama. Adanya jarak ini

memungkinkan timbulnya resiko yang perlu ditangani dan berhubungan dengan

masalah biaya – biaya pemasaran yang harus dikeluarkan. Selama tenggang waktu

tersebut, haruslah ada lembaga pemasaran yang dapat menjembatani pemasaran

komoditi kakao, dengan begitu pemasaran akan berpengaruh pada harga eceran

ditingkat konsumen. Hal ini disebabkan karena masing – masing lembaga

Page 4: HASIL PENELITIAN

4

pemasaran ingin mendapatkan keuntungan yang dianggap wajar sesuai dengan

jasa yang diberikan, sehingga harga masing – masing lembaga pemasaran berbeda

pula (Swastha, 1979).

Secara umum di Kecamatan Lasusua terdapat berbagai lembaga

pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran antara lain pedagang pengumpul

desa, pedagang pengumpul kecamatan, pedagang besar dan koprasi unit desa yang

secara keseluruhan berperan sebagai perantara hasil kakao dari produsen ke

konsumen.

Dalam proses kegiatannya lembaga – lembaga tersebut cukup memegang

peranan penting dalam mata rantai aliran barang – barang tersebut, hal ini

menyebabkan perbedaan tingkat harga ditiap – tiap lembaga pemasaran, sehingga

memungkinkan bekerjanya sistem pemasaran yang kurang efisien. Berdasarkan

pertimbangan ini maka penulis ingin mengetahui bagaimana Margin pemasaran

dan lembaga – lembaga pemasaran kakao yang ada di Kecamatan Lasusua.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka masalah dapat dirumuskan

sebagai berikut :

a. Bagaimana margin pemasaran kakao di Kabupaten Kolaka Utara khususnya di

Desa Babusalam Kecamatan Lasusua ?

b. Apakah Pemasaran biji kakao telah efisien ?

c. Lembaga – lembaga pemasaran apa saja yang terlibat dalam proses pemasaran

atau saluran pemasaran yang ada ?

Page 5: HASIL PENELITIAN

5

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui Margin Pemasaran Kakao di Desa Babusalam Kecamatan

Lasusua.

b. Untuk mengetahui saluran pemasaran biji kakao yang lebih efisien.

c. Untuk mengetahui Lembaga – lembaga yang terlibat dalam proses pemasaran

atau saluran pemasaran.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan imformasi bagi petani tentang lembaga pemasaran yang ada

dan tingkat harga di masing – masing lembaga – lembaga tersebut, sehingga

petani dapat memilih di lembaga (pedagang) mana yang lebih menguntunkan

dalam penjualan produksinya.

2. Sebagai bahan penentu kebijakan bagi pemerintah khususnya dalam proses

perbaikan mutu dan proses tataniaga kakao.

3. Sebagai bahan acuan lebih lanjut bagi penelitian serupa untuk mengetahui

perkembangan pemasaran kakao di Desa Babusalam Kecamatan Lasusua.

1.5 Hipotesis

1. Diduga sistem pemasaran kakao di Desa Babusalam Kecamatan Lasusua

cukup efesien.

2. Diduga margin pemasaran tertinggi diperoleh oleh pedagang pengumpul Desa.

Page 6: HASIL PENELITIAN

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Agribisnis

Istilah agribisnis diserap dari bahasa inggris yaitu agribusines, yang

merupakan portman atau dari agriculture (pertanian) dan business (bisnis).

Agribisnis adalah bisnis berbasis usaha pertanian atau bidang lain yang

mendukungnya, berupa tumbuhan, hewan, ataupun organisme lainnya. Dalam

subjek akademik, agribisnis mempelajari strategi memperoleh keuntungan dengan

mengelola aspek budidaya penyediaan bahan baku, pasca panen, proses

pengelohan, hingga tahap pemasaran.

Agribisnis merupakan suatu konsep yang utuh mulai dari proses produksi,

pengolahan hasil dan pemasaran hasil serta aktifitas lain yang berkaitan dengan

kegiatan pertanian dalam arti luas, menurut Arsyad dkk, 1985. Pengembangan

agribisnis disuatu daerah harus mengacu pada keadaan yang nyata dilapangan,

salah satunya adalah pemanfaatan lahan secara optimal dengan berbagai jenis

tanaman dalam pola tanam dengan menggunakan sumber daya yang tersedia.

Pembangunan pertanian pada hakekatnya diarahkan pada pembangunan

pusat – pusat produksi yang semakin berorientasi kepada agribisnis. Perwujudan

pusat tersebut, lahan yang harus dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin. Oleh

karena keberhasilan dan pengembangan lahan petani diperlukan pengolahan yang

tepat melalui pemilihan komoditi yang sesuai dengan kondisi wilayah

(tanah dan iklim) setempat, yang berorientasi pasar serta teknik budidaya yang

tepat (Anonim, 2001)

Reorientasi dari pendekatan produksi ke pendapatan petani berbasis

konsep agribisnis adalah bagian dari pembangunan pertanian nasional, dengan

Page 7: HASIL PENELITIAN

7

implementasi konsep ini maka tujuan utama agribisnis yaitu mendorong usaha

pertanian yang berwawasan bisnis yang mampu menghasilkan produk pertanian

dan industri pertanian perimer yang berdaya saing, menghasilkan nilai tambah

bagi peningkatan pendapatan, tenaga kerja pertanian, pengembangan ekonomi

wilayah, meningkatkan kesejahteraan para petani dan produsen.

2.2 Komoditi Kakao

Theobroma cacao L, atau coklat, sejak ditemukannya oleh suku bangsa

Aztek (Indian) di Mexiko (Amerika Tengah) sekitar abad ke – 14 hingga sekarang

pada abad ke - 20 adalah tetap mempunyai nilai yang tinggi. Sejak

diketemukannya, sesuai namanya di atas, dianggap sebagai makanan para dewa

(Theos = para dewa; Broma = santapan), demikian tinggi nilanya, selain itu di

kerajaan MONTEZUMA (Kerajaan suku Aztek) dijadikan pula sebagai alat

pembayaran yang sah. Tanaman coklat selanjutnya dikembangkan diberbagai

negara di dunia akan tetap memiliki nilai yang tinggi. Di Tanah air kita coklat

merupakan tanaman perdagangan yang menghasilkan devisa cukup besar

(Kartasapoetra, 1987).

Tanaman kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan penting di

Indonesia dan telah dikembangkan sejak sebelum perang dunia II, tetapi

perkembangannya masih terbatas Pemerintah Indonesia sejak pelita III

menggalakkan usaha untuk meningkatkan produksi komoditas kakao sebagai

peghasil devisa negara. Usaha peningkatan kakao (produksi) dilakukan dengan

cara peremajaan, perluasan areal dan perbaikan teknik budidaya. Namun

pengembangan kakao dengan perluasan areal menghadapi masalah terbatasnya

tanah dengan tingkat kesuburan tinggi. Kemungkinan perluasan areal terdapat

Page 8: HASIL PENELITIAN

8

didaerah Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya yang mempunyai

penyebaran tanah podsolik merah kuning (Wibawa, 1983).

Budidaya Tanaman kakao meliputi pembibitan, penanaman, pemupukan,

pemangkasan dan pengendalian hama penyakit serta pengolahan hasil biji. Biji

kakao merupakan komoditas ekspor, sehingga diperlukan kualitas yang baik agar

mampu bersaing di pasar. Usaha komoditi kakao dimasa mendatang cukup cerah

karena kebutuhan kakao selalu meningkat. Untuk itu perlu memperhatikan

persyaratan tumbuhnya. Tanah yang cocok untuk tanaman kakao adalah tanah

yang rata dan landai dari 30%, tinggi tempat 0 – 800 meter dari permukaan laut,

PH mendakati netral dan solum dalam, subur serta gembur. Sedangkan iklim

diperlukan, yakni curah hujan 1500 – 3000 mm/tahun, suhu 240 – 280 C dan

kelembapan udara di atas 80% (Susanto, 1995).

2.3 Konsep Pasar dan Pemasaran Hasil Pertanian

Pasar dapat diartikan sebagai suatu tempat atau keadaan dimana pembeli

dan penjual mengadakan transaksi atau persetujuan tentang jumlah barang yang

ditawarkan oleh penjual dan jumlah barang yang disepakati oleh pembeli sesuai

dengan nilai tukar dalam batas kemampuan yang dimilikinya. Selanjutnya

Nurland (1986) menyatakan bahwa pasar adalah suatu tempat dimana dapat kita

temui penjual dan pembeli.

Tataniaga merupakan syarat mutlak dalam proses suatu pembangunan.

Adanya pasar untuk hasil dari pertanian merupakan aspek penting disamping

faktor lain seperti teknologi yang senantiasa berubah – ubah tersedianya bahan

baku dan alat – alat secara lokal. Adanya perangsang produksi bagi petani dan

tersedianya sarana dan prasarana transportasi yang menunjang merupakan insentif

Page 9: HASIL PENELITIAN

9

bagi para petani untuk meningkatkan produksi. Insentif itu dapat berupa (1) biaya

produksi yang rendah atau adanya subtitusi dari pemerintah (2) harga yang

diterima petani tinggi (Mosher, 1979).

Dalam usaha meningkatkan pendapatannya, petani selalu berhubungan

dengan pemasaran atau tataniaga. Dalam meningkatkan produkasi pertanian tidak

akan mempunyai arti kalau produk – produk yang berlebihan tidak dapat di

pasarkan dengan baik atau memperoleh nilai pasaran yang wajar, dengan kata lain

produk – produk tersebut dapat meningkatkan pendapatan (Kartasapoetra, 1987).

Swastha (1979) mendifinisikan pasar secara lebih sederhana pengertian

pasar pertanian juga diturunkan dari hasil pengertian pemasaran yang diterapkan

pada input dan output pertanian misalnya : pemasaran sarana produksi bibit, obat

pemberantasan hama dan sarana pertanian itu sendiri.

Pasar adalah keadaan dimana terjadi kekuatan permintaan dan penawaran

barang dan jasa. Ini berarti bahawa terjadinya pasar karena adanya kesesuaian

antara penawaran dan permintaan. Selain itu Assauri (1988) juga memberikan

batasan tentang pasar yakni pasar merupakan suatu arena pertukaran potensial.

Baik dalam bentuk fisik sebagai tempat berkumpul atau tempat bertemunya

penjual dan pembeli, maupun tidak berbentuk fisik yang memungkinkan

terlaksananya suatu pertukaran. Faktor pendukung yang menjadi syarat terjadinya

transaksi yakni minat, citra serta daya beli.

Menurut Mubyarto (1986) pemasaran sering pula diartikan sama dengan

tataniaga yaitu segala kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa atau

menyampaikan barang dari produsen ke konsumen. Secara hafiah, niaga berarti

dagang. Jadi tataniaga yaitu segala sesuatu yang menyangkut aturan permainan

Page 10: HASIL PENELITIAN

10

dalam hal perdagangan barang – barang. Karena perdagangan itu biasanya

dijalankan melalui pasar maka pemasaran pada hakekatnya sama dengan

tataniaga.

2.4 Lembaga dan Saluran Pemasaran

Saluran pemasaran adalah suatu jalur yang dilalui oleh arus barang –

barang dari produsen perantara dan akhirnya sampai pada konsumen. Swastha

( 1979) mengatakan bahwa saluran pemasaran adalah sekolompok pedagang atau

agen perusahaan yang mengkombinasikan pemindahan fisik dan nama dari suatu

produk untuk menciptakan keuangan bagi pasar.

Menurutnya Soekartawi (1989) mengatakan bahwa dalam pemasaran

komoditas pertanian sering kali dijumpai adanya mata rantai pemasaran yang

panjang sehingga banyak pula pelaku lembaga pemasaran yang terlibat dalam

rantai pemasaran itu. Akibatnya adalah terlalu besarnya keuntungan pemasaran

yang diambil oleh pelaku pemasaran tersebut. Ada beberapa sebab mengapa

terjadi pemasaran yang panjang dari produsen petani sering dirugikan adalah :

1. Pasar yang tidak sempurna

2. Lembaga imformasi pasar

3. Lemahnya produsen (petani) memanfaatkan peluang pasar

4. Lemahnya posisi produsen (petani) dalam melakukan suatu penawaran untuk

mendapatkan harga yang baik

5. Produsen (petani) melakukan usahatani tidak didasarkan pada permintaan

pasar melainkan pada usahatani dilakukan secara turun temurun (Soekartawi,

1989).

Page 11: HASIL PENELITIAN

11

Selanjutnya Soekartawi (1989), saluran pemasaran dapat dibentuk secara

sederhana dan dapat pula rumit sekali, hal ini tergantung macam komoditi,

lembaga pemasaran dan sistem pemasaran. Sistem pasar monopoli mempunyai

saluran pemasaran yang relatif sederhana dibanding dengan sistem pasar lainnya.

Untuk dapat melihat bentuk saluran pemasaran yang sederhana maupun

bentuk saluran pemasaran yang kompleks atau rumit dapat dilihat dari gambar

berikut :

Gambar Bentuk Saluran Pemasaran Sederhana

Gambar Bentuk Saluran Pemasaran Kompleks

Lembaga – lembaga pemasaran baru terasa manfaatnya apabila berbagai

fungsi telah dapat terpenuhi, serperti halnya fungsi – fungsi yang menjadi intisari

atau dasar – dasar pemasaran yaitu : Pengumpulan produk, sortasi jenis pupuk,

Produsen Pedagang Pengumpul

Pengecer

Konsumen

Petani

Tengkulak

Pengecer Konsumen

Pedagang Besar Eksportir

Pedagang Pengumpul

Page 12: HASIL PENELITIAN

12

pengolahan produk hingga kualitasnya meningkat penyebaran dan juga

penyampaian produk (Kartasapoetra, 1987).

Timbulnya badan – badan pemasaran karena hal – hal berikut yakni

keinginan konsumen yang mendapat barang – barang yang diinginkan serta

adanya penyusaian produk terhadap suatu keinginan konsumen. Pada dasarnya

tugas dan fungsi badan – badan pemasaran adalah untuk menjembatani jurang

yang bisa memisahkan produk – produk dari produsen ke konsumen (Kotler,

1984).

2.5 Margin, Biaya keuntungan Pemasaran

Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan

pemasaran yang meliputi : biaya angkutan, biaya pengeringan, biaya pengepakan

retribusi dan lain – lain. Besarnya biaya ini berbeda – beda satu sama lainnya

tergantung macam komoditinya, lokasi pemasaran macam lembaga pemasaran

dan efektifitas pemasaran (Soekartawi, 1989). Selain itu efisiensi pemasaran

berkaitan dengan efektifitas dalam kegiatan fungsi pemasaran dilihat dari segi

keuntungan.

Sistem pemasaran yang dianggap efesiensi apabila penjualan produksi

dapat mendatangkan keuntungan baginya dan untuk menganalisa efesiensi sistem

pemasaran harus dilihat dari dua sudut pandang, yaitu (1) dari segi produsen dan

(2) dari segi sosial. Dari segi produsen dapat berupakan besarnya harga yang

diterima petani, dari segi sosial berupa bagian – bagian keuntungan yang

diperoleh pemasaran barang.

Adapun rumus – rumus yang dapat digunakan untuk mengetahui efesiensi

pemasaran yang terjadi antara lain adalah :

Page 13: HASIL PENELITIAN

13

M = He – Hp

Keterangan : M : Besarnya keuntungan (Rp/Kg)

He : Harga ditingkat pedagang

Hp : Harga beli ditingkat petani

Oleh karena adanya pengaliran kakao dari petani ke pedagang perantara

konsumen, setiap lembaga pemasaran mengambil keuntungan maka :

M = B + π atau π = M – B

Keterangan : π : Besarnya keuntungan (Rp/Kg)

B : Biaya Pemasaran (Rp/Kg)

M : Margin Pemasaran (Rp/Kg)

Menurut Saefuddin (1983), Margin pemasaran mempunyai sifat umum

yaitu :

1. Margin pemasaran berbeda – beda antara satu komoditi hasil pertanian dengan

komoditi lainnya.

2. Margin pemasaran produk pertanian cenderung akan naik dalam jangka

panjang dengan menurunya bagian harga yang diterima petani.

3. Margin pemasaran relatif stabil dalam jangka pendek terutama dalam

hubungannya terutama dalam berfluktuasinya harga produksi hasil pertanian.

Selanjutnya Saefuddin (1983) mengemukakan bahwa gejala besarnya

Margin sangat erat hubungannya dengan masalah – masalah berikut :

1. Praktis tidak ada alternatif lain dalam saluran pemasaran kecuali pedagang

tertentu.

2. Imformasi pasar sangat langka jika ada yang hanya pedagang – pedagang besar

dengan demikian kekuatan tawar – menawar petani sangat lemah.

Page 14: HASIL PENELITIAN

14

3. Kurangnya kemampuan petani untuk menahan hasil setelah hasil.

4. Mahalnya angkutan lokal bagi kebanyakan daerah produksi. Oleh karen itu

untuk memperkecil Margin pemasaran dapat ditempuh dengan cara :

mengurangi biaya pemasaran, memperbanyak dan memperbaiki keterangan

pasar, memperkuat kedudukan tawar – menawar dari produsen dan stabilitan

harga.

2.6 Efesiensi Pemasaran

Sebagaimana kegiatan ekonomi lainnya pemasaran selalu menghendaki

adanya efesiensi yaitu pengorbanan yang sekecil – kecilnya dari berbagai sumber

ekonomi terhadap barang atau jasa yang diminta konsumen. Efesiensi pemasaran

dan keuntungan maksimal merupakan tujuan dari perbaikan pemasaran secara

mutlak (Nurland, 1986).

Mubyarto (1986) menjelaskan bahwa pemasaran produk dari permintaan

di negara kita merupakan bagian yang paling lemah dalam mata rantai

perekonomian atau dalam aliran barang – barang. Dari penyataan tersebut

menunjukkan bahwa efesiensi di bidang pemasaran bila memenuhi dua syarat

yaitu :

a. Mampu menyampaikan hasil – hasil dari petani produsen pada konsumen

dengan biaya – biaya yang semurah – murahnya.

b. Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang

dibayar konsumen terakhir pada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan

produksi dan pemasaran itu.

Menurut Soekartawi (1989) pasar yang tidak efesien akan terjadi kalau :

a. Biaya pemasaran yang semakin besar.

Page 15: HASIL PENELITIAN

15

b. Nilai produk yang dipasarkan tidak terlalu besar jumlahnya.

Oleh karena itu efesien pemasaran akan terjadi kalau :

a. Biaya pemasaran ditekan sehingga keuntungan lebih tinggi.

b. Tersedianya fasilitas fisik pemasaran.

c. Persentase perbedaan harga – harga yang dibayarkan konsumen dan produesen

tidak terlalu tinggi.

d. Adanya kompetisi pasar yang sehat.

Untuk megetahui persentase bagian harga yang diterima petani digunakan

rumus (Nurland, 1986) yaitu :

EP = 1-[ M M o ]x 100% HE

Keterangan : EP = persentase yang diterima petani dari harga yang dibayarkan

olehkonsumen akhir

Jika EP < 50% maka sistem pemasaran kakao belum efesien

Jika EP > 50% maka sistem pemasaran kakao sudah efesien

Persentase bagian harga yang diterima petani merupakan salah satu alat

ukur untuk mengetahui efesien tidaknya saluran pemasaran yang dilalui oleh

setiap komoditi yang dipasarkan (Nurland, 1986).

Page 16: HASIL PENELITIAN

16

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini direncakan ± dua bulan yaitu bulan Maret sampai dengan

April 2011 di Desa Babusalam Kecamatan Lasusua Kabupaten Kolaka Utara

dengan pertimbangan sebagai berikut :

1. Di Desa tersebut cukup potensial untuk pengembangan tanaman kakao,

2. Sebagian besar petani di wilayah tersebut mengusahakan tanaman kakao.

3.2 Populasi dan Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah petani kakao di Desa Babusalam

Kecamatan Lasusua Kabupaten Kolaka Utara yang berjumlah 130 orang petani

kakao.

Penentuan sampel petani kakao dilakukan dengan cara acak sederhana

(simple random sampling) sebanyak 30 orang dari jumlah populasi petani kakao.

Untuk lembaga-lembaga pemasaran ditentukan sesnsus yaitu 8 orang pedagang

pengumpul desa, 3 orang pedagang pengumpul kecamatan dan 2 orang pedagang

besar.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Data penelitia ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer

adalah data yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani respoden

dengan menggunakan daftar pertanyaan (koesioner). Sedangkan data sekunder

adalah data yang diperoleh dari kantor dan instansi terkait dengan penelitian ini.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara (1) wawancara, yaitu mengadakan

wawancara langsung dengan obyek penelitian untuk mengumpulkan data dan

imformasi yang diperlukan dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah

Page 17: HASIL PENELITIAN

17

disipkan terlebih dahulu, (2) Pencatatan yaitu mencatat data yang sudah tersedia

di kantor – kantor atau instansi terkait dengan penelitian ini.

3.4 Variabel yang Diamati dan Diukur

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah :

1. Identitas responden : umur, pendidikan, pengalaman berusahatani, jumlah

anggota keluarga,luas lahan garapan.

2. Identitas pedagang : umur, pendidikan, pengalaman berdagang, jumlah

tanggungan keluarga serta jumlah tenaga kerja yang digunakan.

3. Harga penjualan kakao ditingkat petani (Rp/Kg).

4. Harga pembelian dan penjualan kakao tiap lembaga pemasaran (Rp/Kg).

5. Biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh setiap lembaga pemasaran (Rp/Kg).

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisa Data

Data dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan rumus :

c. Untuk mengetahui Margin pemasaran digunakan rumus oleh (Nurland, 1986)

sebagai berikut :

M = He – Hp

Keterangan : M :Besarnya keuntungan (Rp/Kg)He :Harga ditingkat pedagangHp : Harga beli ditingkat petani

Sedangkan besarnya keuntungan yang diperoleh setiap lembaga pemasaran

dihitung dengan rumus :

M = B + π atau π = M – BKeterangan : π : Besarnya keuntungan (Rp/Kg)

B : Biaya Pemasaran (Rp/Kg)M : Margin Pemasaran (Rp/Kg)

Page 18: HASIL PENELITIAN

18

d. Untuk mengetahui efesiensi pemasaran atau bagian harga yang diterima oleh

produsen adalah

EP = 1 - [ M M o ] x 100% HE

Keterangan : EP = persentase yang diterima petani dari harga yang dibayarkan

oleh konsumen akhir

Jika EP < 50% maka sistem pemasaran kakao belum efesien

Jika EP > 50% maka sistem pemasaran kakao sudah efesien

3.6 Konsep Operasional

Untuk menjelaskan batasan penelitian ini maka perlu dijelaskan beberapa

pengertian yang digunakan sebagai berikut :

1. Lembaga pemasaran adalah badan – badan atau pedagang yang terlibat

langsung dalam proses pemasaran kakao.

2. Pedagang pengumpul desa adalah pedagang yang membeli kakao dari

produsen di lokasi penelitian dan menjualnya ke pedagang pengumpul

kecamatan.

3. Pedagang pengumpul kecamatan adalah pedagang yang membeli kakao dari

pedagang pengumpul desa dan menjualnya ke pedagang besar.

4. Pedagang besar adalah pedagang / pengusaha yang membeli kakao dari petani

produsen, PPD, PPK dan menjualnya ke Eksportir.

5. Biaya pemasaran adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk keperluan

pemasaran kakao.

6. Margin pemasaran adalah selisih harga yang dibayarkan konsumen dengan

harga yang diterima oleh produsen atau keseluruhan dari biaya yang

dikelurkan dan keuntungan yang diperoleh dalam proses pemasaran.

Page 19: HASIL PENELITIAN

19

7. Harga produk adalah nilai penjualan dan pembelian kakao oleh produsen dan

lembaga – lembaga pemasaran yang ada pada saat penelitian.

8. Produsen adalah petani yang memproduksi dan menjual kakao.

9. Efesiensi pemasaran adalah persentase bagian harga yang diterima oleh petani

dari harga yang dibayarkan oleh pedagang besar.

10. Petani responden adalah petani yang sebagian besar menggantungkan

kebutuhan hidupnya dari hasil kakao.

11. Kakao yang dimaksud adalah dalam penelitian ini adalah produk biji kering

dari tanaman kakao.

Page 20: HASIL PENELITIAN

20

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

IV.1. Letak dan Luas Wilayah

Penelitian ini dilakukan di Desa Babusalam pada wilayah Kecamatan

Lasusua Kabupaten Kolaka Utara, dengan jarak ± 1 km dari ibukota Kabupaten

Kolaka Utara dan sekitar ± 310 km dari ibukota Propinsi Sulawesi Tenggara,

Kendari.

Adapun batas-batas wilayah Desa Babusalam adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Watuliwu

Sebelah Timur berbatasan dengan Pegunungan Mekongga

Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Tojabi

Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Rantelimbong

Luas wilayah Desa Babusalam meliputi 3 km2 yang terdiri dari empat

dusun, dengan kondisi topografi lereng/punggung bukit.

IV.2. Keadaan Iklim

Desa Babusalam berdasarkan curah hujan 10 tahun terakhir menunjukkan

bahwa curah hujan rata-rata 2.500-3.000 mm/tahun dengan bulan basah 7-9 bulan

dan 3-5 bulan kering. Rata-rata suhu udara Desa Babusalam pada daerah dataran

rendah suhu berkisar 20-300C, sedangkan pada dataran tinggi berkisar antara 22-

230C.

Jenis tanah yang ada umumnya didominasi tanah gromosol, alivial,

podsolik, podsolik coklat kelabu, dan mediteran merah kuning dengan tekstur

berpasir dan liat.

Page 21: HASIL PENELITIAN

21

IV.3. Keadaan Demografi

a. Kelompok umur dan jenis kelamin

Dari data terakhir menunjukkan bahwa penduduk Desa Babusalam

Kecamatan Lasusua Kabupaten Kolaka Utara berjumlah 611 jiwa, yang terdiri

dari laki-laki sebanyak 342 jiwa dan perempuan sebanyak 269 jiwa.

Adapun keadaan penduduk menurut golongan umur dan jenis kelamin di

Desa Babusalam dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 : Keadaan penduduk menurut golongan umur dan jenis kelamin di Desa

Babusalamm, 2010

No.Kelompok Umur

(Tahun)Jenis Kelamin Jumlah

(Orang)Persentase

Pria Wanita1.

2.

3.

0-14

15-54

>55

180

120

42

144

94

31

324

214

73

53,03

35,02

11,95

Jumlah 342 269 611 100,00

Sumber : Kantor Desa Babusalam, 2010

Pada Tabel 1 menunjukkan kelompok umur 0-14 tahun sebanyak 324

orang (53,03%) dimana kisaran usia tersebut belum seluruhnya mencurahkan

tenaga dan pikiran dalam konsep produksi. Sedangkan kelompok umur 15-45

tahun berjumlah 214 orang (35,02%) tergolong umur produktif, apabila

dimanfaatkan dalam proses produksi dari cabang usahatani yang dikembangkan

karena usia produktif memiliki kemampuan dalam menerima dan menerapkan

inovasi baru jika dibandingkan dengan penduduk yang usia kurang produktif yaitu

umur diatas 55 tahun sebanyak 73 orang (11,95%). Bila dibandingkan dengan luas

Page 22: HASIL PENELITIAN

22

lahan yang ada maka jumlah tenaga kerja produktif cukup tersedia di Desa

Babusalam.

b. Keadaan penduduk menurut mata pencaharian

Mata pencarian penduduk Desa Babusalam bervariasi sesuai dengan

keahlian masing-masing yaitu bekerja sebagai petani, pegawai, pengrajin/industri

kecil, pedagang dan TNI/POLRI, untuk lebih jelasnya keadaan penduduk menurut

mata pencaharian di Desa Babusalam dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 : Keadaan penduduk menurut mata pencaharian di Desa Babusalam, 2010

No.

Jenis Mata PencaharianJumlah (KK)

Persentase

1.2.3.4.

PetaniPedagangPNSPOLRI/TNI

14315102

84,128,825,881,18

Jumlah 170 100,00

Sumber : Kantor Desa Babusalam, 2010

Pada Tabel 2 terlihat bahwa sebagian besar penduduk Desa Babusalam

bergerak disektor pertanian sebagai mata pencaharian utama yaitu (84,12%) yaitu

sebanyak 143 jiwa, selebihnya sebanyak 15 jiwa (8,82%) bermata pencaharian

sebagai pedagang, PNS sebanyak 10 jiwa (5,88%) dan POLRI/TNI sebanyak 2

jiwa (1,18%).

Keadaan ini berarti sebagian besar penduduk Desa Babusalam bekerja

sebagai petani untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

c. Tingkat pendidikan

Dalam rangka peningkatan kualitas sumberdaya manusia pendidikan

merupakan salah satu faktor penunjang peningkatan kesejahteraan keluarga

Page 23: HASIL PENELITIAN

23

karena pendidikan berfungsi merubah alam berpikir dan bertindak. Untuk lebih

jelasnya mengenai tingkatan pendidikan di Desa Babusalam dapat dilihat pada

tabel 3 sebagai berikut.

Tabel 3. Keadaan penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Babusalam

No.

Tingkat PendidikanJumlah (Orang)

Persentase

1.2.3.4.5.

Tidak/Belum SekolahSD/Tidak Tamat SDSLTP/Tidak Tamat SLTPSLTA/Tidak Tamat SLTAPerguruan Tinggi

163195174745

26,6831,9128,4812,110,82

Jumlah 611 100,00

Sumber : Kantor Desa Babusalam, 2010

Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa penduduk yang berpendidikikan SD

maupun belum tamat SD paling banyak yaitu 195 orang (31,91%), tidak

bersekolah atau belum bersekolah sebanyak 163 orang (26,68%) dan penduduk

yang berpendidikan SLTP maupun yang tidak tamat SLTP yaitu 174 orang

(28,48%). Sehingga masyrakat yang berpendidikan seperti diatas kebanyakan

adalah petani, sehingga dapat menyebabkan adopsi inovasi berjalan lambat.

Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan daya tangkap terhadap

informasi yang disampaikan sangat rendah, sedangkan masyarakat yang

berpendidikan SLTA sampai dengan perguruan tinggi pada umumnya enggan

untuk bertani.

Keadaan tersebut merupakan salah satu faktor yang menghambat usaha

peningkatan kualitas maupun kuantitas usahatani. Untuk mengatasi permasalahan

demikian maka fasilitas pendidikan formal perlu ditingkatkan, demikian pula

pendidikan non formal perlu ditingkatkan di Desa Babusalam berupa

Page 24: HASIL PENELITIAN

24

kegiatan-kegiatan penyuluhan baik bidang pertanian maupun bidang-bidang yang

lainnya melalui kelompok tani juga kelompok-kelompok lainnya. Hal ini

bertujuan untuk merubah perilaku petani kearah yang lebih baik.

IV.4. Keadaan Sektor Pertanian

Dalam pemaparan sebelumnya telah dijelaskan bahwa sektor pertanian di

Desa Babusalam memegang persentase terbesar untuk bidang mata pencaharian

penduduk. Potensi di sektor pertanian ini tentunya perlu mendapat perhatian yang

sungguh-sungguh dari seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah dalam rangka

pencapaian produktivitas secara optimal dan berkelanjutan.

Pemanfaatan potensi lahan kering yang ada di Desa Babusalam

dimungkinkan dengan pengembangan jenis tanaman perkebunan rakyat. Tanaman

perkebunan yang banyak diusahakan oleh masyarakat Desa Babusalam meliputi

komoditas kakao, kelapa dalam, cengkeh. Untuk lebih jelasnya tentang tanaman

perkebunan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Keadaan luas areal tanaman yang diusahakan menurut jenis tanaman di Desa Babualam

No. Jenis TanamanLuas Lahan

(Ha)1.2.3.

KakaoKelapaCengkeh

288,001,00

Jumlah 919

Sumber : Kantor Desa Babusalam 2010

Page 25: HASIL PENELITIAN

25

Tabel 4 menggambarkan bahwa sebagian besar penduduk daerah

penelitian menggantungkan hidupnya pada lahan pertanian, hal ini terjadi karena

latar belakang kehidupan mereka adalah petani disamping cukup tersedianya

lahan yang memadai untuk kegiatan sektor pertanian. Ketersediaan lahan

usahatani cukup memberikan motipasi bagi petani untuk menanam berbagai

komoditi pertanian. Adapaun jenis tanaman yang menominasi adalah jenis

tanaman kakao yaitu seluas 28 Ha, kelapa dalam 8,00 Ha dan cengkeh 1,00 Ha.

Dalam upaya mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat, peternakan

merupakan salah satu unsur pertanian yang memegang peranan penting, karena

selain sebagai sumber pangan pendamping, pemanfaatan nilai tambah ternak

untuk meningkatkan pendapatan petani misalnya tenaga kerja, pupuk dan

sebagainya untuk lebih jelasnya mengenai populasi peternakan di Desa

Babusalam dapat dilihat pada tabel 5.

IV.5. Keadaan Prasarana Sosial Ekonomi