HARGA DIRI SUAMI YANG TINGGAL DI RUMAH MERTUA Indarwati Anjar Prabaningrum ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan harga diri seorang suami yang tinggal di rumah mertua, dimana dalam penelitian ini seorang suami yang sudah lama menikah dan bahkan sudah memiliki anak, namun masih tinggal di rumah mertua, pria yang demikian dikatakan tidak berhasil dalam memberikan nafkah dan kebebasan bagi istri dan anaknya. Dalam kehidupan masyarakat, hal tersebut masih dianggap sebagai sesuatu hal yang melanggar norma masyarakat, karena pasangan yang sudah lama menikah seharusnya sudah dapat hidup mandiri tanpa terus menerus membutuhkan bantuan dari orangtua. Keberadaan seorang suami yang tinggal di rumah mertua tersebut dapat menimbulkan penurunan harga diri pada seorang suami dikarenakan sebagian besar seorang suami menginginkan untuk memiliki keluarga yang mandiri tanpa ada orangtua ataupun mertua. Dari penjelasan diatas, maka bisa terjadi permasalahan hubungan antara mertua dan menantu. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara tidak berstruktur yang dikemukakan oleh Moleong (2004), yaitu wawancara yang dilakukan bersifat bebas dalam interviewee memberikan respon, dan observasi non partisipan yang dikemukakan oleh Riyanto (1996), dimana observer tidak berperan serta ikut ambil bagian dalam kehidupan observee. Dalam wawancara ini, peneliti menggunakan alat bantu berupa pedoman wawancara, alat perekam, dan catatan kecil beserta alat tulis. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 3 orang subjek dan masing-masing subjek terdapat 3 orang terdekatnya (significant other), dengan karakteristik seorang suami berusia minimal 30 tahun, memiliki anak minimal satu orang anak, dan memiliki pekerjaan. Data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi adalah dilihat dari komponen harga diri (Rice, 1981) ketiga subjek memiliki perasaan diterima (feeling of belongingness) di rumah mertua. Pada perasaan mampu (feelings competent) pada subjek pertama masih belum mampu memiliki tempat tinggal sendiri karena ekonomi yang hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari, pada subjek kedua sudah mampu memiliki tempat tinggal sendiri namun mertua menentukan dimana subjek dan istri tinggal, dan pada subjek ketiga masalah ekonomi yang cenderung masih kurang, membuat subjek ketiga belum mampu memiliki tempat tinggal sendiri. Pada perasaan berharga (feeling of worth) subjek pertama dan kedua memiliki perasaan berharga di rumah mertua dikarenakan merupakan anak laki-laki satu-satunya, dan pada subjek ketiga merasa berharga karena keberadaan dirinya sering dibutuhkan di rumah mertua. Pada karakteristik harga diri (Coopersmith dalam Wulan, 1997), pada subjek pertama dan kedua cenderung memiliki karakter yang sesuai dengan karakteristik harga diri tinggi. Sedangkan pada subjek ketiga cenderung memiliki karakter yang sesuai dengan harga diri yang rendah. Pada hubungan mertua dan menantu (Purnomo, 1994), ketiga subjek memiliki hubungan yang dekat dengan mertua, dan pada subjek subjek kedua, mertua cenderung menguasai dan ikut campur dalam urusan rumah tangga subjek. Kata Kunci : Harga Diri, Suami, Mertua
21
Embed
HARGA DIRI SUAMI YANG TINGGAL DI RUMAH MERTUA · PDF filesesuai dengan harga diri yang rendah. Pada hubungan mertua dan menantu (Purnomo, 1994), ketiga subjek memiliki hubungan yang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
HARGA DIRI SUAMI YANG TINGGAL DI RUMAH MERTUA
Indarwati Anjar Prabaningrum ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan harga diri seorang suami
yang tinggal di rumah mertua, dimana dalam penelitian ini seorang suami yang sudah lama menikah dan bahkan sudah memiliki anak, namun masih tinggal di rumah mertua, pria yang demikian dikatakan tidak berhasil dalam memberikan nafkah dan kebebasan bagi istri dan anaknya. Dalam kehidupan masyarakat, hal tersebut masih dianggap sebagai sesuatu hal yang melanggar norma masyarakat, karena pasangan yang sudah lama menikah seharusnya sudah dapat hidup mandiri tanpa terus menerus membutuhkan bantuan dari orangtua. Keberadaan seorang suami yang tinggal di rumah mertua tersebut dapat menimbulkan penurunan harga diri pada seorang suami dikarenakan sebagian besar seorang suami menginginkan untuk memiliki keluarga yang mandiri tanpa ada orangtua ataupun mertua. Dari penjelasan diatas, maka bisa terjadi permasalahan hubungan antara mertua dan menantu. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara tidak berstruktur yang dikemukakan oleh Moleong (2004), yaitu wawancara yang dilakukan bersifat bebas dalam interviewee memberikan respon, dan observasi non partisipan yang dikemukakan oleh Riyanto (1996), dimana observer tidak berperan serta ikut ambil bagian dalam kehidupan observee. Dalam wawancara ini, peneliti menggunakan alat bantu berupa pedoman wawancara, alat perekam, dan catatan kecil beserta alat tulis. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 3 orang subjek dan masing-masing subjek terdapat 3 orang terdekatnya (significant other), dengan karakteristik seorang suami berusia minimal 30 tahun, memiliki anak minimal satu orang anak, dan memiliki pekerjaan. Data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi adalah dilihat dari komponen harga diri (Rice, 1981) ketiga subjek memiliki perasaan diterima (feeling of belongingness) di rumah mertua. Pada perasaan mampu (feelings competent) pada subjek pertama masih belum mampu memiliki tempat tinggal sendiri karena ekonomi yang hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari, pada subjek kedua sudah mampu memiliki tempat tinggal sendiri namun mertua menentukan dimana subjek dan istri tinggal, dan pada subjek ketiga masalah ekonomi yang cenderung masih kurang, membuat subjek ketiga belum mampu memiliki tempat tinggal sendiri. Pada perasaan berharga (feeling of worth) subjek pertama dan kedua memiliki perasaan berharga di rumah mertua dikarenakan merupakan anak laki-laki satu-satunya, dan pada subjek ketiga merasa berharga karena keberadaan dirinya sering dibutuhkan di rumah mertua. Pada karakteristik harga diri (Coopersmith dalam Wulan, 1997), pada subjek pertama dan kedua cenderung memiliki karakter yang sesuai dengan karakteristik harga diri tinggi. Sedangkan pada subjek ketiga cenderung memiliki karakter yang sesuai dengan harga diri yang rendah. Pada hubungan mertua dan menantu (Purnomo, 1994), ketiga subjek memiliki hubungan yang dekat dengan mertua, dan pada subjek subjek kedua, mertua cenderung menguasai dan ikut campur dalam urusan rumah tangga subjek. Kata Kunci : Harga Diri, Suami, Mertua
PENDAHULUAN
Bagi kebanyakan orang, perkawinan merupakan suatu kejadian penting dalam hidup. Memilih pasangan hidup dan mempersiapkan kehidupan perkawinan merupakan salah satu tugas perkembangan pada masa dewasa muda. Jika pasangan suami istri masih memiliki umur antara 15 dan 20 tahun, maka mereka dianggap masih terlalu muda untuk dapat mengurus rumah tangga sendiri, karena itu mereka biasanya tetap tinggal bersama orangtua salah seorang dari keduanya, sampai mereka dianggap mampu mengurus diri sendiri (Koentjaraningrat, 1984). Namun, jika pasangan suami istri yang sudah lama menikah dan bahkan sudah memiliki anak, hal tersebut seharusnya tidak terjadi dalam membina keluarga, apalagi jika pasangan tersebut tinggal dengan orangtua dari pihak istri (Koentjaraningrat, 1984). Menurut John (dalam Sukirya, www.e-psikologi.com) suami atau lelaki, jika meminta bantuan pada orang lain dapat diartikan sebagai lelaki yang lemah dan tidak dapat mandiri.
Mungkin masih bisa dikatakan baik jika pasangan suami istri tinggal bersama orangtua dari pihak suami, karena jika tinggal bersama orangtua dari pihak istri, mungkin akan terjadi penurunan harga diri pada suami dikarenakan tidak adanya penghargaan keberadaan atau penerimaan di rumah tersebut. Menurut Rosenberg (dalam Wulan, 1997) harga diri juga merupakan penilaian yang diberikan oleh orang lain. Jadi, harga diri bisa dikatakan rendah oleh orang lain, jika seseorang dianggap melanggar norma masyarakat. Begitu juga harga diri seorang suami yang masih tinggal di rumah mertua, yang dipandang oleh masyarakat khususnya mertua, yang dianggap melanggar norma masyarakat, karena setiap pasangan suami istri yang sudah lama menikah, seharusnya sudah dapat hidup mandiri tanpa membutuhkan bantuan yang terus menerus dari orangtua.
Bagi suami, sebagian dari mereka memiliki pemikiran ingin memiliki keluarga yang mandiri tanpa ada orangtua atau mertua. Namun, sebagian lagi memiliki pemikiran masih membutuhkan orangtua atau mertua untuk membantu mengurus rumah tangganya. Perasaan yang dimiliki oleh suami yang tinggal dengan mertua, jika mereka menginginkan untuk mempunyai keluarga yang mandiri adalah perasaan menginginkan menjadi seorang kepala keluarga yang bijaksana dan bertanggung jawab pada keluarganya.
Dari gambaran harga diri seorang suami di atas, maka bisa saja terjadi masalah antara mertua dan menantu. Memang, kadang ada mertua yang dapat menerima anak dan menantunya tinggal bersama atau bahkan sikap yang tidak perhatian dari mertua. Awalnya sikap tersebut mungkin bisa berhasil atau mungkin dianggap sebagai hal yang biasa, tetapi jika tidak segera disadari dan diambil tindakan nyata, maka cepat atau lambat permasalahan ini tentu akan memiliki dampak yang tidak menyenangkan baik bagi mertua dan menantu maupun bagi seluruh anggota keluarga besar (dalam Sukirya, www.e-psikologi.com).
Dari penjelasan yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini ingin mengetahui bagaimana gambaran harga diri seorang suami yang tinggal di rumah mertua ?, mengapa suami yang tinggal di rumah mertua memiliki harga diri yang demikian ?, dan bagaimana proses perkembangan harga diri suami yang tinggal di rumah mertua ?. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk melihat harga diri suami yang tinggal di rumah mertua, faktor-faktor yang menyebabkan
harga diri suami yang tinggal di rumah mertua, dan proses perkembangan harga diri suami yang tinggal di rumah mertua. Manfaat dari penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memberi masukan yang berguna, bahwa suami yang tinggal di rumah mertua dapat memiliki harga diri yang tinggi jika seorang suami mampu memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Selain itu juga penelitian ini dapat memberikan pandangan kepada masyarakat bahwa suami yang tinggal di rumah mertua juga memiliki hubungan yang cukup baik dengan mertua. Sedangkan manfaat teoritis diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi sosial. Kemudian penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penelitian selanjutnya mengenai harga diri suami yang tinggal di rumah mertua. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat pada pembaca dan menggambarkan berbagai permasalahan guna meningkatkan harga diri pada suami yang tinggal di rumah mertua.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Harga Diri Definisi harga diri menurut Rosenberg (dalam Wulan, 1997) harga diri
adalah penilaian seseorang terhadap dirinya yang ditampilkan melalui sikap positif atau negatif terhadap dirinya. Coopersmith (dalam Adler, 1997) berpendapat bahwa harga diri sebagai suatu penelitian diri yang dilakukan oleh seorang individu dan biasanya berkaitan dengan dirinya sendiri, penilaian tersebut mencerminkan sikap penerimaan atau penolakkan dan menunjukkan seberapa jauh individu percaya bahwa dirinya mampu, penting, berhasil dan berharga.
Dari penjelasan definisi harga diri di atas, dapat disimpulkan bahwa harga diri adalah penilaian terhadap diri sendiri yang mencerminkan sikap penerimaan atau penolakkan dan menunjukkan seberapa jauh individu percaya bahwa dirinya mampu, penting, berhasil dan berharga.
2. Komponen Harga Diri
Menurut Rice (1981), penilaian diri positif atau negatif ini ditentukan oleh tiga hal yaitu : a. Perasaan diterima (feeling of belongingness) dalam suatu kelompok
dimana individu berada. Apabila seseorang merasa menjadi bagian atau diterima dalam kelompoknya maka ia akan menilai dirinya positif.
b. Perasaan mampu (feeling competent) yaitu keyakinan akan kemampuan dirinya sendiri.
c. Perasaan berharga (feeling of worth) yaitu perasaan seseorang yang sering ditampilkan dari kenyataan-kenyataan pribadi seperti kebaikan, kecerdasan, dan lain-lain.
3. Karakteristik Harga Diri
Harga diri seseorang (Coopersmith dalam Wulan, 1997) dapat dibedakan menjadi tiga yaitu : a. Harga diri yang tinggi pada seseorang, memiliki pengaruh terhadap
orang lain, mampu mengontrol keadaan, aktif dan dapat mengekspresikan diri dengan baik, dapat menerima kritik dengan baik, percaya kepada persepsi dan dirinya sendiri, dapat menyesuaikan diri dengan mudah pada suatu lingkungan yang kurang jelas.
b. Harga diri moderat pada seseorang, mempunyai gambaran pengalaman yang disukai individu. Individu yang mempunyai harga diri moderat, memiliki banyak persamaan dengan individu yang memiliki harga diri tinggi.
c. Harga diri yang rendah pada seseorang, takut mengalami kegagalan dalam mengadakan hubungan sosial sehingga merasa tidak yakin bahwa orang lain akan menyukai dirinya, dan terlihat sebagai orang yang mudah putus asa.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri
Menurut Wirawan (1998) ada beberapa faktor yang mempengaruhi harga diri seseorang yaitu : a. Fisik. Seperti ciri fisik dan penampilan wajah. b. Psikologis. Seperti kepuasan kerja, persahabatan, kehidupan romantis.
c. Lingkungan Sosial. Seperti orangtua dan teman sebaya. d. Tingkat Inteligensi. e. Status Sosial Ekonomi. f. Ras dan Kebangsaan. g. Urutan Kelahiran. Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa harga diri seseorang dapat meningkat,
jika orang tersebut memiliki faktor-faktor harga diri yang mendukungnya. 5. Definisi Suami
Suami adalah pria dewasa yang sudah menikah dan pencari nafkah utama bagi keluarga yang menjadi pasangan hidup resmi seorang wanita.
6. Tanggung Jawab Suami
Tanggung jawab seorang suami tidak sekedar memberi nafkah kepada istrinya. Menurut Thalib (1995) tugas, fungsi dan posisi suami ditetapkan sebagai orang yang mengatur, mendidik, meluruskan masalah yang terjadi dalam rumah tangga dan memberi komando dalam rumah tangganya. Jadi, seorang suami bertanggung jawab atas pemenuhan materi dan kehidupan istri. Menghayati norma tanggung jawab suami terhadap istri merupakan kunci untuk dapat membangun perkawinan yang penuh dengan perasaan cinta dan kasih sayang.
7. Definisi Mertua Mertua adalah orangtua dari istri atau suami kita yang umumnya memiliki
usia sekitar 40 sampai 60 tahun ke atas. 8. Hubungan Mertua dan Menantu Purnomo (1994) menjelaskan hubungan tersebut dalam beberapa
kemungkinan, yaitu : a. Mertua turut campur dalam urusan anak atau menantu. Bila anak-
menantunya terlihat berada dalam konflik, maka mertua akan memberikan nasehat tanpa melihat terlebih dulu yang sebenarnya menjadi masalah.
b. Mertua tidak mau berurusan dengan anak atau menantu. Mertua tidak mau mencampuri sedikit pun, sebab baginya tugas membesarkan anak sudah selesai, walaupun mereka masih ikut di rumahnya.
c. Mertua tunduk pada menantu. Apa yang dikatakan menantu baginya selalu benar dan dituruti. Alasan mertua tunduk pada menantu yang berasal dari keluarga kaya, ningrat dan berpendidikan karena mertua merasa bangga mempunyai menantu yang seperti itu.
d. Mertua yang menguasai menantu. Segalanya diatur sampai hal yang terkecil. Keadaan mertua yang selalu ingin menguasai menantunya dapat terjadi bila pada awal perkawinan mereka diharuskan menuruti syarat-syarat yang ditetapkan mertua.
e. Mertua yang dekat dengan menantu. Mereka mau menerima kritik dan saran dari menantu serta dapat dimintai saran dan nasehat oleh menantunya, baginya menantu adalah anaknya juga.
METODE PENELITIAN
1. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut
Basuki (2006) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang masalah-masalah manusia dan sosial.
2. Subjek Penelitian
Karakteristik subjek dalam penelitian ini antara lain seorang suami berusia minimal 30 tahun yang tinggal di rumah mertua, memiliki anak minimal satu orang, dan memiliki pekerjaan. Jumlah subjek yang akan diteliti adalah 3 orang subjek, dan masing-masing subjek terdapat 3 orang terdekatnya (significant other).
3. Tahap-Tahap Penelitian
Adapun terhadap persiapan dan pelaksanaan yang dilakukan dalam penelitian meliputi beberapa tahapan, yaitu : a. Tahap persiapan penelitian
Tahap persiapan sebelum diadakannya penelitian adalah menyiapkan instrumen (alat) yang akan digunakan dalam penelitian.
b. Tahap pelaksanaan penelitian Peneliti melakukan pendekatan dengan subjek dan membuat
kesepakatan dengan subjek tersebut mengenai waktu dan tempat, selanjutnya penelitian memindahkan hasil rekaman kedalam bentuk verbatim tertulis. Kemudian peneliti melakukan analisis data dan interpretasi data sesuai dengan langkah-langkah yang dijabarkan pada bagian metode analisis data diatas.
4. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara dengan pedoman umum yang dikemukakan oleh Poerwandari (1998), dimana peneliti dilengkapi pedoman wawancara yang sangat umum, yang mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan.
b. Observasi Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan bentuk observasi non
partisipan oleh Riyanto (1996), dimana observer tidak berperan serta ikut ambil bagian dalam kehidupan observee.
5. Alat Bantu Pengumpul Data
Dalam penelitian studi kasus ini, peneliti menggunakan alat bantu berupa pedoman wawancara, alat perekam (tape recorder), dan buku atau catatan kecil beserta alat tulis.
6. Keakuratan Penelitian
Dalam Moleong (1990), triangulasi merupakan suatu bentuk teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar
data itu. Menurut Patton (dalam Poerwandari, 1998) triangulasi dapat dibedakan dalam 4 macam yaitu : a. Triangulasi data, yakni digunakannya variasi sumber-sumber data yang
berbeda. b. Triangulasi peneliti, digunakannya beberapa peneliti atau evaluator yang
berbeda, setelah didapatkan data, peneliti mengadakan pengecekkan kembali dengan significant other yang bersangkutan terhadap data yang telah ada.
c. Triangulasi teori, digunakannya beberapa perspektif yang berbeda untuk menginterpretasi data yang sama.
d. Triangulasi metodologis, penggunaan beberapa metode yang berbeda untuk meneliti suatu hal yang sama.
7. Teknik Analisis Data
Menurut Marshall dan Rossman (1995), dalam menganalisa penelitian kualitatif terdapat beberapa tahapan yang perlu dilakukan :
a. Mengorganisasikan Data Peneliti mendapatkan data langsung dari subjek melalui wawancara mendalam (indepth interview), dimana data direkam dengan tape recorder dibantu dengan alat tulis lainnya.
b. Pengelompokkan Berdasarkan Kategori, Tema, dan Pola Jawaban Dalam penelitian ini, analisis dilakukan pertama kali terhadap masing-masing kasus. Pada bagian kedua dari analisis, peneliti melakukan analisis antar kasus, tujuannya untuk mengungkap persamaan dan perbedaan antar subjek.
c. Menguji Asumsi atau Permasalahan Pada tahap ini katagori yang telah didapat melalui analisis ditinjau kembali berdasarkan landasan teori yang telah dijabarkan dalam bab II. Sehingga dapat dicapai dicocokkan apakah ada kesamaan antara landasan teori dengan hasil yang dicapai.
d. Mencari Alternatif Penjelasan Bagi Data Berdasarkan pada kesimpulan yang telah didapat dari kaitan tersebut, penulis mencari suatu alternatif penjelasan yang lain.
e. Menulis Hasil Penelitian Penulisan analisis data masing-masing subjek telah berhasil dikumpulkan, merupakan suatu hal yang membantu penulis untuk memeriksa kembali apakah kesimpulan yang dibuat telah selesai.
HASIL DAN ANALISIS Tabel.1 Gambaran Umum Karakteristik Subjek Penelitian
SUBJEK KETERANGAN
1 2 3
Nama / Inisial MS TMS DM
Jenis Kelamin Pria Pria Pria
Usia 40 tahun 42 tahun 31 tahun
Pendidikan SMA S1 SMA
Pekerjaan Karyawan Swasta Guru Satpam
Suku Bangsa Sunda Sunda Sunda
Agama Islam Islam Islam
Posisi dalam keluarga 5 dari 9 3 dari 5 3 dari 4
Tabel.2 Gambaran Umum Analisis Biografi Subjek Pertama
PERISTIWA TAHUN PENGHAYATAN
Sebelum menikah
subjek sudah
bekerja di bidang
otomotif
1990 Subjek merasa cukup mampu untuk memenuhi
kebutuhan keluarganya.
Subjek menikah 1991 Subjek menikah dengan istri setelah memiliki hubungan
dekat yang cukup lama, dan langsung tinggal di rumah
mertua. Subjek mencoba keluar dari rumah mertua.
Subjek mencoba
keluar dari rumah
mertua
1992 Istri subjek meminta untuk kembali ke rumah mertua
dikarenakan istri subjek sedang hamil anak pertama.
Subjek kembali ke
rumah mertua dan
istri melahirkan
anak pertama
1993 Subjek dan istri merasa senang tinggal di rumah
mertua dikarenakan mertua membantu mengurus anak.
Kelahiran anak
kedua
1997 Subjek dan istri masih tinggal di rumah mertua.
Istri mendapatkan
rumah dari
kantornya
2005 Subjek dan istri tetap tinggal di rumah mertua
dikarenakan rumah yang didapat dari kantor istri
memiliki jarak yang cukup jauh dari rumah mertua dan
dari tempat kerja subjek dan istri.
Tabel.3 Gambaran Umum Analisis Biografi Subjek Kedua
PERISTIWA TAHUN PENGHAYATAN
Sebelum menikah
subjek sudah
bekerja sebagai
guru
Sebelum
1998
Subjek menjadi guru honorer dan dengan
penghasilannya, subjek sudah mampu memiliki sebuah
rumah di daerah Cileungsi.
Subjek menikah
dan mulai tinggal
di rumah mertua
1998 Subjek menikah dengan istri setelah memiliki hubungan
yang cukup lama dengan istri, dan mertua
menginginkan subjek dan istri untuk tinggal di rumah
mertua, walaupun subjek sudah memiliki tempat tinggal
pribadi.
Kelahiran anak
pertama
2000 Istri melahirkan anak pertama dan mertua membantu
mengurus anak subjek pada saat subjek dan istri
sedang bekerja.
Subjek
membangun
tempat tinggal
2006 Subjek membangun sebuah rumah, dimana letaknya
ditentukan oleh mertua yang berada disamping rumah
mertua, yang sebenarnya subjek kurang menyukainya
dikarenakan masih terikat dengan mertua.
Tabel.4 Gambaran Umum Analisis Biografi Subjek Ketiga
PERISTIWA TAHUN PENGHAYATAN
Subjek sudah
bekerja namun
berpindah-pindah
perusahaan
sebelum
2004
Subjek memiliki pekerjaan tidak tetap, sehingga subjek
belum memiliki penghasilan yang tetap.
Subjek menikah
dan mulai tinggal
di rumah mertua
2004 Subjek menikah dengan istri setelah memiliki hubungan
dekat yang cukup lama, dan langsung tinggal di rumah
mertua sesuai dengan keinginan istri.
Subjek tidak
memiliki pekerjaan
2005 s.d
2006
Setelah menikah, subjek tidak memiliki pekerjaan
selama satu tahun sehingga subjek tidak mampu
memberikan nafkah bagi istrinya.
Subjek mulai
bekerja lagi di
bidang security
dan istri melahir
kan anak pertama
2006 Istri subjek melahirkan anak pertama, dan subjek
bekerja di bidang security, namun penghasilan subjek
belum cukup untuk memenuhi kebutuhan istri dan anak
pertamanya.
Tabel.5 Gambaran Umum Harga Diri Suami dilihat dari Komponen Harga Diri
SUBJEK KOMPONEN HARGA DIRI 1 2 3
Perasaan diterima
(feeling of
belongingness)
Di rumah mertua,
subjek merasa menjadi
bagian dari keluarga
mertua, walaupun
subjek diterima dengan
baik, subjek merasa
tidak enak dengan
mertua karena tinggal
di rumah mertua. Di
lingkungan sekitar
rumah mertua, subjek
mengikuti kegiatan-
kegiatan yang terdapat
di lingkungan tersebut,
sehingga subjek
merasa diterima di
lingkungan tersebut. (+)
Subjek merasa diterima
di rumah mertua dan
merasa menjadi bagian
dari keluarga mertua.
Selama tinggal di
rumah mertua, subjek
memiliki perasaan
senang dan kesal.
Salah satu perasaan
senang yaitu mertua
membantu dalam
mengurus anak, dan
perasaan kesalnya
yaitu mertua mengatur
rumah tangga subjek.
Di lingkungan sekitar
rumah mertua, subjek
diterima dengan baik
dan selalu diajak bila
ada kegiatan di
lingkungan tersebut. (+)
Subjek merasa diterima
dan menjadi bagian
dari keluarga mertua.
Subjek memiliki
perasaan malu dan
sungkan selama tinggal
di rumah mertua.
Sebelum menikah,
subjek tinggal di
kompleks yang sama
dengan mertua,
sehingga di lingkungan
tersebut subjek
diterima dengan baik.
(+)
Perasaan mampu
(feeling
competent)
Subjek mampu dalam
memenuhi kebutuhan
rumah tangga sehari-
hari, namun subjek
belum mampu
mempunyai tempat
tinggal sendiri. Subjek
merasa mampu dalam
membangun rumah
tangga dan mengatasi
masalah yang terjadi
dalam rumah
tangganya. (+)
Subjek mampu
memenuhi kebutuhan
istri dan anaknya
seperti membelikan
mainan, namun subjek
belum cukup dalam
memenuhi kebutuhan
rumah tangganya
sehari-hari, namun
subjek merasa mampu
dalam memberikan
nafkah dan
mengarahkan
Subjek belum mampu
dalam memenuhi
kebutuhan rumah
tangganya sehari-hari.
Dalam membangun
dan mengatasi masalah
rumah tangganya,
subjek masih merasa
belum mampu karena
usia rumah tangga
subjek yang masih
muda sehingga subjek
masih harus banyak
SUBJEK KOMPONEN HARGA DIRI 1 2 3
keluarganya. Subjek
juga merasa mampu
dalam mengatasi
rumah tangganya. (+)
belajar. (–)
Perasaan
berharga (feeling
of worth)
Mertua tidak
mempunyai anak laki-
laki dan subjek
merupakan anak laki-
laki pertama yang
masuk dalam keluarga
tersebut. (+)
Mertua tidak
mempunyai anak laki-
laki dan subjek
merupakan anak laki-
laki pertama yang
masuk dalam keluarga
tersebut. (+)
Keberadaan subjek di
rumah mertua, sangat
dibutuhkan oleh
mertua. (+)
Tabel.6 Gambaran Umum Harga Diri Suami dilihat dari Karakteristik Harga Diri
SUBJEK KARAKTERISTIK HARGA DIRI 1 2 3
Harga Diri Tinggi • Percaya kepada
persepsi dan
dirinya sendiri,
terlihat bahwa
subjek memiliki
keyakinan bahwa
dengan bekerja
keras, subjek
mampu memenuhi
kebutuhan rumah
tangganya sehari-
hari.
• Mampu
mengontrol
keadaan, terlihat
subjek menyadari
bahwa dirinya
adalah seorang
kepala keluarga
• Percaya kepada
persepsi dan dirinya
sendiri, terlihat
bahwa subjek
memiliki keyakinan
bahwa dirinya sudah
mampu dalam
membangun dan
mengatasi masalah
rumah tangganya.
• Subjek mampu
mengontrol keadaan
rumah tangganya,
walaupun subjek
tinggal di rumah
mertua, seperti
mengarahkan istri
dan anaknya untuk
menghormati mertua
• Percaya kepada
persepsi dan
dirinya sendiri,
terlihat bahwa
subjek memiliki
keyakinan dan
keinginan
berusaha untuk
belajar
membangun
rumah tangganya.
SUBJEK KARAKTERISTIK HARGA DIRI 1 2 3
yang mampu
dalam mengatasi
masalah yang
terjadi dalam
rumah tangganya.
• Menerima kritik
dengan baik,
terlihat subjek juga
mau menerima
krititikan dari
mertua untuk
kemajuan dirinya.
walaupun mertua
cenderung mengatur
rumah tangganya.
• Subjek dapat
menyesuaikan diri
dengan mudah pada
suatu lingkungan
yang kurang jelas
kebiasaan yang
terdapat di rumah
mertua, membuat
subjek merasa tidak
biasa menjalaninya.
• Memiliki pengaruh
terhadap orang lain,
subjek memiliki
pengaruh di rumah
mertua karena
subjek merupakan
laki-laki satu-satunya
setelah bapak
mertua.
• Tidak mudah putus
asa, dengan
kebiasaan yang
terdapat dalam
rumah mertua,
subjek berusaha
untuk mengikuti
kebiasaan-
kebiasaan tersebut.
SUBJEK KARAKTERISTIK HARGA DIRI 1 2 3
Harga Diri Rendah • Putus asa, terlihat
subjek merasa
putus asa dalam
memenuhi
kebutuhan rumah
tangganya jika
subjek harus
bekerja sendiri.
• Merasa ide-ide
dan hasil kerja
orang lain selalu
lebih baik daripada
dirinya, seperti
subjek cenderung
tidak berani
memberikan
pendapatnya pada
mertua, sehingga
subjek
memberikan
pendapat tersebut
melalui istrinya.
• Mudah dipengaruhi
oleh pendapat dan
kritik dari orang lain,
terlihat subjek yang
cenderung mengikuti
semua keinginan
mertua dalam
urusan rumah
tangga subjek,
seperti menentukan
dimana subjek dan
istri tinggal.
• Merasa ide-ide
dan hasil kerja
orang lain selalu
lebih baik daripada
dirinya, subjek
cenderung
mengikuti istri
untuk tetap tinggal
di rumah mertua.
Putus asa, terlihat
dalam kehidupan
sehari-hari, subjek
cenderung mengikuti
semua yang terjadi
dalam rumah
tangganya dan
cenderung tidak
berusaha, seperti
subjek selalu
mengatakan “jalani
saja”.
• Tidak mampu
mengontrol
keadaan, subjek
belum mampu
untuk mengontrol
keadaan dimana
istri subjek yang
menginginkan
untuk tetap tinggal
di rumah mertua.
• Tidak percaya
kepada persepsi
dan dirinya sendiri,
subjek cenderung
SUBJEK KARAKTERISTIK HARGA DIRI 1 2 3
tidak mempercayai
dirinya untuk dapat
membangun
rumah tangga dan
mengatasi
masalah rumah
tangganya.
Tabel.7 Gambaran Umum Hubungan Mertua dan Menantu
SUBJEK HUBUNGAN MERTUA DAN
MENANTU 1 2 3
Mertua turut
campur dalam
urusan anak dan
menantu
- Mertua ikut campur
dalam rumah tangga
subjek, mulai dari
masalah sederhana
seperti mandi dan
makan, sampai dengan
masalah yang cukup
besar, seperti
menentukan dimana
subjek tinggal dan
memiliki tempat tinggal
sendiri. (+)
-
Mertua tidak
mau berurusan
dengan anak
atau menantu
Mertua mempercayai
subjek dan istri dalam
membangun rumah
tangganya. Dalam
rumah tersebut, subjek
tidak merasa terkekang
oleh mertua. (+)
- Mertua memberikan
kebebasan dan
kesempatan pada
subjek untuk
membangun
keluarganya sendiri. (+)
Mertua tunduk
pada menantu
- - -
SUBJEK HUBUNGAN MERTUA DAN
MENANTU 1 2 3
Mertua yang
menguasai
menantu
- Mertua memiliki peran
penting dalam rumah
tangga subjek,
sehingga bila subjek
ingin melakukan
sesuatu dengan istri
dan anaknya, subjek
harus meminta ijin pada
mertua. (+)
-
Mertua yang
dekat dengan
menantu
Hubungan subjek
dengan mertua cukup
baik, sehingga
cenderung tidak pernah
mempunyai masalah
yang besar. Mertua
menganggap subjek
sebagai anaknya
sendiri. Mertua pernah
meminta pendapat
subjek dalam
kehidupan sehari- hari.
(+)
Mertua dan subjek
memiliki hubungan
yang cukup dekat.
Mertua menganggap
subjek sebagai
anaknya sendiri,
sehingga subjek
menganggap mertua
sebagai orangtuanya
sendiri walaupun
subjek merasa mertua
ikut campur rumah
tangga subjek yang
membuat subjek
merasa kurang
nyaman. (+)
Subjek memiliki
hubungan yang cukup
dekat dengan mertua.
Mertua dapat mengerti
keadaan rumah tangga
subjek yang belum
mampu dalam
memenuhi kebutuhan
rumah tangganya,
sehingga mertua
memberikan
kesempatan pada
subjek untuk belajar
berdiri sendiri walaupun
masih tergantung dan
menumpang hidup
dengannya. (+)
Pembahasan 1. Gambaran harga diri suami yang tinggal di rumah mertua
Ketiga subjek merasa diterima dalam rumah mertua dan merasa menjadi bagian dalam rumah mertua, sehingga hal tersebut sesuai dengan yang dituliskan oleh Rice (1981) yaitu individu memiliki perasaan diterima (feeling of belongingness) dalam suatu kelompok dimana kelompok tersebut dapat berupa keluarga, dimana individu tersebut menjadi anggotanya. Apabila seseorang merasa menjadi bagian atau diterima dalam kelompoknya maka ia akan menilai dirinya positif. Ketiga subjek merasa menjadi bagian dalam
rumah mertua dan lingkungan sekitar rumah mertua, sehingga ketiga subjek menilai diri mereka positif yang berkaitan dengan perasaan diterima (feeling of belongingness). Dalam hal perasaan mampu, subjek pertama dan kedua merasa sudah cukup mampu dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari serta membangun dan mengatasi masalah rumah tangga, sedangkan pada subjek ketiga merasa belum cukup mampu dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga serta membangun dan mengatasi masalah rumah tangganya, hal ini dikarenakan usia pernikahan subjek yang bisa dikatakan muda sehingga subjek ketiga masih belajar dalam membangun rumah tangganya, hal tersebut sesuai dengan yang dituliskan juga oleh Rice (1981) tentang perasaan mampu (feeling competent) bahwa keyakinan akan kemampuan dirinya sendiri, biasanya muncul setelah individu berhasil menyelesaikan pekerjaan tertentu atau mencapai hasil seperti yang diharapkannya. Hal ini juga dapat dilihat dari tanggung jawab seorang suami yang tidak sekedar hanya memberikan nafkah kepada istrinya, dimana menurut Thalib (1995) tugas, fungsi dan posisi suami ditetapkan sebagai orang yang mengatur, mendidik, meluruskan masalah yang terjadi dalam rumah tangga dan memberi komando dalam rumah tangganya. Pada perasaan berharga, ketiga subjek merasa berharga dalam rumah tersebut karena keberadaan ketiga subjek sering dibutuhkan di rumah mertua, hal ini sesuai dengan perasaan berharga (feeling of worth) yang ditulis oleh Rice (1981), bahwa perasaan berharga (feeling of worth) yaitu perasaan seseorang yang sering ditampilkan dari kenyataan-kenyataan pribadi seperti kebaikan, kecerdasan, dan lain-lain. Menurut Coopersmith (dalam Wulan, 1997), dilihat dari harga diri tinggi yaitu, memiliki pengaruh terhadap orang lain, mampu mengontrol keadaan, aktif, dapat menerima kritik dengan baik, percaya kepada persepsi dan dirinya sendiri, dapat menyesuaikan diri dengan mudah pada suatu lingkungan, menyukai tugas-tugas menantang dan tidak mudah putus asa serta cenderung memiliki peran aktif dalam pergaulan sosial. Karakteristik-karakteristik tersebut sesuai dengan karakter subjek pertama dan kedua yang dilihat dari hasil wawancara dan observasi. Pada subjek ketiga, karakter subjek ketiga sesuai dengan karakteristik harga diri rendah (Coopersmith dalam Wulan, 1997) yaitu takut mengalami kegagalan dalam mengadakan hubungan sosial sehingga merasa tidak yakin bahwa orang lain akan menyukai dirinya, terlihat sebagai orang yang mudah putus asa, merasa ide-ide dan hasil kerja orang lain selalu lebih baik daripada dirinya, dan sangat mudah dipengaruhi oleh pendapat dari orang lain.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri pada suami yang tinggal di
rumah mertua. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri menurut Wirawan (1998)
yaitu fisik, psikologis, lingkungan sosial, tingkat intelegensi, status sosial ekonomi, ras dan kebangsaan, serta urutan kelahiran. Ketiga subjek memiliki faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri tersebut, namun pada status sosial ekonomi, subjek ketiga belum cukup mampu dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Selain itu, terdapat faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi harga diri suami yang tinggal di rumah mertua yaitu usia pernikahan dan alasan subjek tinggal di rumah mertua.
3. Proses perkembangan harga diri suami yang tinggal di rumah mertua. Pertama kali tinggal di rumah mertua, ketiga subjek merasa diterima
dengan baik oleh mertua, hal ini dikarenakan ketiga subjek pada saat sebelum menikah sering berkunjung ke rumah mertua untuk bertemu dengan calon istrinya. Hal ini sesuai dengan perasaan diterima (feeling of belongingness) yang dikemukakan Rice (1981) dimana individu merasa diterima keberadaannya dalam suatu kelompok, kelompok ini dapat berupa keluarga, kelompok teman sebaya ataupun kelompok lain dimana individu tersebut menjadi anggotanya.
Pada perasaan mampu (feeling competent) yang dikemukakan oleh Rice (1981), yaitu keyakinan akan kemampuan dirinya sendiri. Subjek pertama, pada awal pernikahan belum memiliki tempat tinggal pribadi walaupun sudah memiliki pekerjaan tetap dengan penghasilan yang cukup, subjek pertama juga merasa belum mampu dalam membangun rumah tangganya namun sudah cukup mampu dalam mengatasi masalah rumah tangganya, sehingga terjadi perubahan nilai pada diri subjek pertama dimana pada awal pernikahan, subjek pertama menilai dirinya negatif dan pada saat ini, subjek pertama menilai dirinya positif. Subjek kedua, pada awal pernikahan hingga saat ini merasa sudah mampu dalam memberikan nafkah, membangun dan mengatasi masalah rumah tangganya, sehingga subjek kedua menilai dirinya positif. Sedangkan pada subjek ketiga, pada awal pernikahan hingga saat ini merasa belum cukup mampu dalam memberika nafkah, membangun dan mengatasi masalah rumah tangganya, sehingga subjek ketiga menilai dirinya negatif.
Pada perasaan berharga (feeling of worth) yang dituliskan juga oleh Rice (1981) tentang perasaan berharga (feeling of worth) yaitu perasaan seseorang yang sering ditampilkan dari kenyataan-kenyataan pribadi seperti kebaikan, kecerdasan, dan lain-lain. Dari awal pernikahan hingga saat ini, ketiga subjek merasa dihargai oleh mertua, sehingga ketiga subjek menilai dirinya positif dari awal pernikahan hingga saat ini.
PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu :
1. Harga diri suami yang tinggal di rumah mertua berbeda-beda, ada yang memiliki harga diri yang tinggi dan ada pula yang memiliki harga diri yang rendah, dimana pada subjek pertama dan kedua memiliki harga diri yang cenderung tinggi, karena memiliki perasaan diterima di rumah mertua, mampu memenuhi kebutuhan rumah tangganya dan merasa dibutuhkan dalam rumah mertua. Selain itu, subjek pertama dan kedua memiliki hubungan yang cukup baik dengan mertuanya. Pada subjek ketiga memiliki harga diri yang cenderung rendah, karena belum mampu memenuhi kebutuhan rumah tangganya walaupun sudah memiliki perasaan diterima dan merasa dibutuhkan dalam rumah mertua. Selain itu subjek ketiga juga memiliki hubungan yang cukup baik dengan mertua.
2. Suami yang tinggal di rumah mertua memiliki harga diri yang demikian, karena dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pada subjek pertama dan kedua memiliki harga diri yang cenderung tinggi, selain itu usia pernikahan subjek pertama dan kedua yang sudah berlangsung cukup lama dapat mempengaruhi subjek untuk mendapatkan harga diri yang cenderung tinggi karena sudah mampu dalam membangun dan mengatasi masalah rumah tangganya. Sedangkan pada subjek ketiga memiliki harga diri yang cenderung rendah, serta usia pernikahan subjek yang belum berlangsung lama mempengaruhi subjek untuk belum mampu dalam membangun dan mengatasi rumah tangganya, walaupun ia memiliki hubungan yang baik dengan lingkungan sekitarnya, serta memiliki kehidupan yang romantis dengan keluarganya.
3. Proses perkembangan harga diri suami yang tinggal di rumah mertua, dapat dilihat dari komponen harga diri. Pada subjek pertama memiliki perkembangan harga diri yang menilai dirinya lebih positif, namun pada awal pernikahan subjek pertama cenderung menilai dirinya negatif. Pada subjek kedua memiliki perkembangan harga diri yang menilai dirinya lebih positif dari awal pernikahan hingga saat ini karena ia merasa mampu dalam mememenuhi kebutuhan rumah tangganya. Sedangkan pada subjek ketiga memiliki perkembangan harga diri yang menilai dirinya lebih negatif dari awal pernikahannya hingga saat ini karena ia merasa belum mampu dalam memenuhi kebutuhan rumah tangganya.
B. Saran Ada beberapa saran, yaitu :
1. Bagi ketiga subjek, peneliti mencoba memberikan saran yaitu ketiga subjek disarankan untuk lebih berusaha lagi tentang keinginannya untuk dapat keluar dari rumah mertua, dengan cara berkomunikasi lagi dengan istri dan anak-anaknya untuk mau tinggal di tempat tinggal yang sudah ada, walaupun tempat tinggal tersebut berjarak cukup jauh dari tempat kerja, atau mencari tempat tinggal yang lebih dekat dengan tempat kerja.
2. Bagi penelitian selanjutnya yang tertarik untuk melihat harga diri suami yang tinggal di rumah mertua, agar lebih mengungkap aspek-aspek lain, seperti privasi, keintiman, dll, sehingga akan dapat mengetahui masalah-masalah lain yang terjadi pada harga diri suami yang tinggal di rumah mertua.
DAFTAR PUSTAKA Amilia, F. Y. 2003. Hubungan Antara Harga Diri dengan Konformitas dalam
Model Pakaian pada Remaja Putri. Skripsi (tidak diterbitkan). Depok : Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.
Atwater, E. 1983. Psychology of adjusment. A personal growth in a changing
world. 2nd ed. New Jersey : Prentice-Hall Barnet .R., Baruch .G., & Rivers .C. 1983. New patterns of love and work for
todays women. New York : McGraw-Hill Basuki, A. M. H. 2006. Penelitian kualitatif. Jakarta : Universitas Gunadarma Cecilia, N. 2003. Hubungan Antara Harga Diri dengan Perilaku Konformitas pada
Development Hall, E. 1985. Adult development and aging. Canada : John Wiley & Sons Inc Hamacheck, D. E. 1971. Encounters with the self. New Jersey : Holt, Rinehart &
Winston Harter, S. 1990. Causes, correlates and the functional role of global self-worth : A
life-span perspective Horrocks, J. E. 1976. The psychology of adolescence. 4th ed. London : Houghton
Mifflin Company Hurlock, E. B. 1980. Psikologi perkembangan : Suatu pendekatan sepanjang
rentang kehidupan. 5th ed. Alih Bahasa : Istiwidayanti & Soedjarwo. Jakarta : Erlangga
Indrajaya, F. 2004. Hubungan Antara Harga Diri dengan Sikap Terhadap Rokok
pada Remaja. http://www.psikologi-untar.com/abstrak/tampil.php?id=199 Kimmel, D. C. 1980. Adulthood and aging. 2nd ed. New York : John Wiley &
Sons Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta : Balai Pustaka Ling, Y. 2003. Hubungan antara interaksi sosial di sekolah dengan harga diri
pelajar SMU. http://www.psikologi-untar.com/abstrak/tampil.php?id=55
Miller, P. H. 1989. Theories of human development. 3th ed. New York : W. H.
Freeman & Company Miniciello, V., Aroni, R., Timewell, E., & Alexander, W. 1996. In-Depth
Interviewing. 2nd ed. Australia : Longman Moeliyono, Anton .M, dkk. 1990. Kamus besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka (Tim penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan)
Moleong, L. J. 1990. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung : Remaja
Rosdakarya Moleong, L. J. 2004. Metodologi penelitian. Bandung : Remaja Rosdakarya Ngurah. 2003. Harga Diri Adalah ......
http://www.iloveblue.com/bali_gaul_funky/artikel_bali/detail/471.htmx Poerwandari, E. K. 1998. Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi.
Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Universitas Indonesia
Purnomo, H. B. 1994. Pondok mertua indah : Suatu tinjauan psikologis hubungan
menantu-mertua. Bandung : Penerbit Mandar Maju Rice, P. 1981. The adolescence development. 3rd ed. Boston : Allyn & Bacon Riyanto, Y. 1996. Metodologi penelitian. Surabaya : SIC Robinson, J. P. 1991. Measures of personality and social psychological attitudes.
3rd ed. San Diego : Academic Press Stinett, N. J, Walters & Kaye. 1984. Relationship in marriage and the family.
New York : Mac Millan Publishing Company Sukirya, L. 2002. Membina Hubungan Mertua-Menantu. http://www.e-
psikologi.com/keluarga/181102.htm Thalib, M. 1995. 40 Tanggung jawab suami terhadap istri. Bandung : Irsyad
Baitus Salam (IBS) Thohir, Mudjahirin. 1999. Wacana masyarakat dan kebudayaan Jawa. Semarang
: Bendera
Wirawan, H.E. 1998. Buku ajaran psikologi sosial I. Jakarta : UPT Universitas Tarumanegara
Wulan, D. K. 1997. Perbandingan Harga Diri Suami yang Memiliki Sex Role
Beliefs Tradisional & Liberal. Skripsi (tidak diterbitkan). Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia