PREFERENSI LOKASI BERTELUR PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI
PANTAI SUKAMADE, TAMAN NASIONAL MERU BETIRI
Oleh :
Tri Wijaya (06602)
Gunawan (06654)
Maharani Pridanti (06740)
Martha Novita Sari (06770)BAGIAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakangSatwa liar merupakan sumberdaya alam yang
termasuk dalam golongan yang dapat diperbaharui sehingga memerlukan
suatu penangganan yang khusus agar sebagai renewable resources ia
tetap dapat dipertahankan keberadaannya. Penanganan itu meliputi
usaha perlindungan dan pelestariannya, yang tidak cukup hanya
dengan menyelamatkan dan mempertahankan kelangsungan hidup, tetapi
juga menjamin keanekaragaman dari keseimbangan dari keseluruhan
ekosistem yang telah dan akan mengalami gangguan.Demikian pula
untuk satwa panyu yang kondisinya semakin memprihatinkan karena
banyaknya gangguan terhadap penyu, baik terhadap habitat
bersarangnya maupun pada satwanya sendiri karena nilai ekonominya
yang tinggi. Padahal penyu adalah komponen penting dalam ekosistem
laut dari wilayah tropis hingga yang subtropis (Freair et al.,
1972; Greer et al.,1973). Saat ini terdapat 8 (delapan) jenis penyu
yang hidup di dunia, 6 (enam) diantaranya terdapat di Indonesia.
Empat di antaranya bahkan bertelur di pantai-pantai di sepanjang
perairan Indonesia, yakni penyu Hijau (Chelonia mydas), penyu
Belimbing (Dermochelys coriacea), penyu Sisik (Erectmochelys
imbricata), penyu Tempayan (Caretta caretta), penyu Pipih (Natator
depressus) dan Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea).Penyu dalam Red
Data Book yang dikeluarkan oleh IUCN masuk dalam kategori satwa
yang terancam punah (endangered species),kecuali penyu tempayan
(Caretta caretta) sebagai vulnerable species. Jenis-jenis penyu
juga terdaftar dalam Appendix I CITES yang artinya perdaganggan
tumbuhan dan satwa yang terancam punah untuk kepentingan dagang
(export/import) tidak diperbolehkan lagi. Sedangkan pemerintah
Indonesia telah menetapkan semua jenis penyu sebagai satwa yang
dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999
tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Begitu rentannya
kondisi penyu dalam kelestarian jenisnya sehingga perlu adanya
upaya perlindungan terutama terhadap habitat bersarangnya di
pantai.Hasil penelitian di berbagai negara menunjukkan populasi
penyu cenderung menurun tajam akibat perburuan mulai dari telur
sampai induk penyu. Penggunaan habitat tempat bertelur penyu untuk
kepentingan sektor lain telah menambah tekanan yang semakin berat
terhadap daya dukung kehidupan satwa ini (KSDA DIY, 2002).
Disamping itu, pemilihan tempat bertelurnya penyu cenderung pada
kondisi pantai yang masih bersih, pantai yang memiliki pasir pantai
yang cukup luas., terdapat vegetasi/biota pantai, topografi pantai
yang landai, dan jauh dari gangguan manusia.Tingkat gangguan oleh
manusia demikian tingginya karena hampir semua jenis penyu memiliki
nilai ekonomi pada bagian-bagian tubuhnya. Belum lagi gangguan dari
predator alaminya, menjadikan penyu semakin tertekan
keberadaannya.Eksploitasi penyu yang berlebihan serta kerusakan
habitat pesisir sebagai tempat peneluran penyu di berbagai pantai
di Indonesia dikhawatirkan akan mengancam kelestarian jenisnya. Tri
Ari W. (2001) menyatakan bahwa penurunan populasi penyu sebenarnya
disebabkan oleh banyak faktor dan sangat komplek, namun ada tiga
aktifitas yang berperan sebagai faktor pembatas utama. Pertama,
perburuan penyu dewasa dan muda merupakan ancaman terbesar bagi
kelangsungan hidup penyu Indonesia. Kedua, penangkapan yang tidak
sengaja oleh alat penangkap ikan dan yang ketiga perburuan telur
penyu menambah keterbatasan usaha penambahan populasinya.Habitat
peneluran penyu dipengaruhi oleh kondisi vegetasi dan kawasan
terbuka (bare sand). Selain itu juga faktor lingkungan seperti
intensitas cahaya, fase tidal, cuaca, jenis pasir, arah dan
kemiringan pantai serta tekstur pasir berpengaruh terhadap habitat
bertelur penyu (Harless, 1979).Taman Nasional Meru Betiri (TNMB)
merupakan salah satu kawasan pelestarian alam yang memiliki potensi
flora, fauna dan ekosistem serta gejala dan keunikan alam yang
dapat dikembangkan sebagai obyek dan daya tarik wisata alam
(ODTWA). Pantai Sukamade merupakan salah satu kawasan pelestarian
satwa terutama satwa penyu. Pantai Sukamade terletak di zona
pemanfaatan resort Sukamade SPTN I Sarongan TNMB. Pantai ini
merupakan salah satu habitat bertelurnya Penyu Hijau (Chelonia
mydas), dan terkadang Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea), atau
Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea) tetapi sangat jarang. Saat
ini memungkinkan juga terjadinya perubahan perilaku bersarang bagi
penyu. Upaya pelestarian penyu yang dilakukan melalui kegiatan
pengamanan pantai, pengumpulan telur, pembuatan tempat penetasan
semi permanen, pemeliharaan telur yang ditetaskan, pemeliharaan
tukik yang baru menetas, pemeliharaan tukik di tempat penampungan,
tagging, sexing, pencatatan data jumlah penyu, pencatatan data
jumlah telur, penyuluhan, pelayanan penelitian, pelepasan tukik ke
laut, pendidikan dan pelatihan untuk pelajar dan
mahasiswa.Kondisi-kondisi yang merupakan ancaman bagi kelestarian
penyu memerlukan pemecahan dengan segera dan serius. Faktor yang
perlu diperhatikan dalam upaya pelestarian tidak cukup hanya dengan
tindakan pengamanan, atau perlindungan melalui Undang-Undang
Pemerintah saja tapi juga dengan suatu tindakan yang mampu
meningkatkan kelimpahan populasinya. Oleh sebab itu perlu kiranya
dilakukan studi terhadap bersarangnya penyu, untuk dapat mengetahui
kondisi lingkungan yang sesuai untuk perkembangbiakan penyu
tersebut sebagai informasi untuk pengelolaan habitat lebih
lanjut.1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang tersebut, maka
penelitian mengenai preferensi karakteristik lingkungan/habitat
tersebut dengan pemilihan tempat untuk bersarang penyu perlu
dilakukan. Hal ini dikarenakan penyu merupakan salah satu satwa
yang dilindungi, selain itu keberadaan habitanya yang semakin
sedikit serta banyaknya faktor yang mengancam keberadaannya semakin
tinggi, sehingga perlu dilakukan usaha-usaha untuk menjaga
keberadaan populasi penyu. Salah satu usaha tersebut adalah dengan
menjaga habitatnya, yang dapat dilakukan dengan cara memanipulasi
habitat yang tidak sesuai menjadi sesuai dengan preferensi
penyu.1.3 Tujuan PenelitianPenelitian ini dilakukan dengan tujuan
untuk:a. Mengetahui preferensi lokasi tempat bersarangnya Penyu
Hijau di pantai Sukamade.b. Mengetahui variabel lingkungan yang
mempengaruhi perilaku preferensi Penyu Hijau untuk bertelur.1.4
Manfaat Penelitian
Diharapkan dari penelitian ini menjadi sumber informasi dalam
pengelolaan mengenai perilaku preferensi lokasi bertelur Penyu
Hijau di pantai Sukamade. Dengan adanya informasi preferensi lokasi
bertelur Penyu Hijau maka dapat digunakan sebagai dasar pembinaan
habitat peneluran penyu dan menjadi bahan pertimbangan bagi
pengelola menentukan prioritas perlindungan habitat bertelur
penyu.BAB II
TINJAUAN PUSTAKA1.1 Penyu HijauPenyu hijau merupakan reptil
herbivora yang dapat ditemukan baik diperairan tropis maupun di
daerah subtropis. Penyu dewasa dapat mencapai berat sekitar 250 kg
yang makannya berupa rumput laut (algae) atau lamun (seagrass) yang
tumbuh di sepanjang pantai sampai daerah terumbu karang. Kombinasi
dan komposisi makanan dari kedua tumbuhan ini (algae dan lamun),
sangat tergantung pada tingkat kehidupan penyu (HIRTH 1971;
MORTIMER 1981; GARNETT et al. 1985). Penyu hijau muncul untuk
memakan algae hanya pada beberapa habitat yaitu pada daerah terumbu
karang, sedangkan pada daerah pesisir baik di teluk maupun di
estuaria makanan penyu hijau adalah lamun (LIMPUS & REED 1985a,
1985b). Disamping itu, penyu hijau juga memakan keduanya (algae dan
lamun) pada beberapa daerah seperti di Selat Torres dan daerah
karang di Pulau Yorke (GARNETT et al. 1985). penyu hijau
menghabiskan beberapa tahun kehidupannya di habitat laut dalam dan
tidak menghuni habitat lamun sampai mereka dewasa (beberapa
dekade). Habitat lamun berfungsi sebagi daerah makanan utama untuk
penyu hijau dewasa. Pada habitat lamun di Delta Sungai Macarthur,
Teluk Shoalwater dan Teluk Moreton, Australia, ditemukan banyak
penyu hijau yang "immatur" dan dewasa. Hal ini berbeda dengan yang
ditemukan pada habitat terumbu karang yang banyak ditemukan penyu
hijau ukuran kecil sampai medium dari tingkat "immatur" (LIMPUS
& REED 1985, LIMPUS 1975; PARMENTER 1980). Di Indonesia,
penyebaran penyu hijau cukup merata, karena hal ini berkaitan
dengan tempat-tempat persinggahan penyu hijau tersebut. 1.2
Klasifikasi dan Morfologi
Suatu hewan dapat diklasifikasikan dalam golongan-golongan, yang
pengelompokkannya didasarkan atas persamaan bagian tubuh yang
dimiliki, dari persamaan yang bersifat umum ke persamaan yang
bersifat khusus. Ilmu pengklasifikasian ini disebut dengan ilmu
taksonomi. Demikian juga bagi Penyu hijau yang dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom: Animalia
Phylum
: Chordata
Sub Phylum: Vertebrata
Classis
: Reptilia
Ordo
: Testudinata
Famili
: CheloniidaeSpecies
: Chelonia mydasPenyu laut merupakan kura-kura yang telah
menyesuaikan diri dengan kehidupan di laut. Seperti kura-kura di
darat, badan penyu terbungkus perisai yang terdiri dari perisai
punggung (karapax) dan perisai perut (plastron) yang dihubungkan
setiap sisinya oleh jembatan penghubung. Jika dibandingkan dengan
penyu terrapin dan kura-kura darat hewan ini berbeda dalam bentuk
anggota badannya yang telah berkembang menjadi sirip pipih. Inilah
yang membuatnya menjadi perenang yang baik tetapi sekaligus membuat
gerakannya di darat menjadi canggung. Kepala dan lehernya tidak
dapat seluruhnya ditarik measuk ke dalam perisainya (Anonim,
1988).
1.3 Ekosistem Pantai
Faktor utama yang mengendalikan ekosistem dan komunitas adalah
energi. Faktor fisik yang secara kolektif disebut iklim atau
lingkungan dan interaksi antara berbagai spesies yang membentuk
sistem tersebut. Sedangkan unsur-unsur untuk pembentukan ekosistem
tersebut adalah faktor biotik dan abiotik (Nyabakken, 1982).
Daerah yang terletak di antara daratan dan lautan yang masih
dipengaruhi oleh air pasang dikenal sebagai pantai laut (sea
shore). (Hutarabat dan Evans, 1985). Sedangkan menurut Nyabakken
(1982) daerah pantai yang terletak di antara pasang tertinggi dan
surut terendah disebut zona intertidal atau zona litoral yang
mewakili peralihan dari kondisi lautan ke kondisi daratan. Daerah
tersebut merupakan daerah terkecil dari semua daerah yang terdapat
di samudra dunia, merupakan pinggiran yang sempit sekali, hanya
beberapa meter, terletak diantara air tinggi dan air rendah.
Walaupun luas daerah ini terbatas tetapi di dalamnya terdapat
variasi faktor lingkungan yang terbesar dibandingkan daerah bahari
Mortimer (1982) mengidentifikasi beberapa syarat sebagai tempat
bersarang, yaitu : (1) pantai harus mudah dicapai dari laut, (2)
pantai harus cukup tinggi untuk mencegah genangan air pada telur
karena pasang surut atau oleh air bawah, (3) subtratnya (pasir)
harus memungkinkan adanya difusi gas, (4) subtrat juga harus lembab
dan cukup bagus untuk mencegah kerusakan telur selama masa
perkembangan. Sedangkan untuk reproduksi penyu, Miller (1997)
menyatakan bahwa paling tidak terdapat tiga pembatas umum. Pertama,
sarang harus berada pada kondisi yang kondusif untuk aktifitas
pendewasaan. Kedua, bersarang harus dilakukan dalam kondisi yang
dapat memberikan fasilitas pada perkembangan embrio dan pertahanan
dirinya. Ketiga, pada saat menetas kondisi harus kondusif untuk
pertahanan hidup mereka.Penyu akan bertelur pada berbagai tipe
pantai dan hal ini tidak selalu nyata mengapa mereka memilih satu
pantai daripada pantai yang lain. Setiap jenis penyu memiliki
perbedaan yang nyata dalam pemilihan lokasi bersarang. Perbedaan
ini disebabkan oleh faktor fisik pantai, vegetasi dan tekstur tanah
pasir. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kehadiran vegetasi
pantai berpengaruh terhadap pemilihan habitat bertelur penyu. Hal
ini diasumsikan karena adanya akar vegetasi dapat mengikat butir
pasir dan menghindari terjadinya keruntuhan sehingga akan
meningkatkan keberhasilan dalam penggalian sarang penyu (Montimer,
1982).
1.4 Cara Hidup dan Perilaku Bertelur
Penyu secara alami menghabiskan seluruh hidupnya di habitat
lautan atau estuarine. Jika ia berada di daratan adalah untuk
bertelur atau pada kondisi terpaksa seperti basking yang hanya
dilakukan oleh betina, yang biasanya dilakukan untuk menghindari
predator seperti ikan hiu atau menghindari pertemuan dengan jantan
(Spotila et al., 1997). Secara fisiologi, anatomi, dan tingkah laku
penyu beradaptasi dengan lingkungan perairan (Musick dan Limpus,
1997).
Kebanyakan penyu adalah carnivora yang memakan bermacam-macam
binatang laut termasuk Mollucca, Barnacles, Crustacea, ubur-ubur,
dan ikan (John Cobron, 1995). Penyu juga bermigrasi pada jarak yang
sangat jauh antara tempat makan dengan tempat bertelurnya dan
betinanya bereproduksi tiap satu sampai tiga tahun sekali.
Penyu mulai melakukan reproduksi pada saat yang berbeda-beda dan
tidak berdasarkan usia. Limpus (1990) menyatakan kedewasaan penyu
Caretta caretta berdasarkan observasi pada sel kelamin dan
kecepatan pertumbuhan, masa yang dibutuhkan untuk mencapai pubertas
sekitar 10 tahun dan berhenti pada usia yang berbeda. Untuk penyu
sisik, hijau, dan tempayan memulai kawin lebih awal daripada
rata-rata usia kawin untuk populasi lainnya. John Lehrer (1993)
menyatakan bahwa sulit untuk secara tepat menggeneralisasi seberapa
cepat seekor penyu tumbuh dan menjadi dewasa.Adaptasi yang luar
biasa dari penyu adalah kekuatan navigasinya yang membawa mereka
kembali ke tempat bersarangnya setiap 2 sampai 4 tahun sekali.
Insting merupakan petunjuk mereka dari lautan lepas ke pantai
tempat bersarang yang jaraknya ribuan mil dari tempat mencari
makan. Pantai itu seringkali kecil terisolasi dengan sedikit
predator daratan. Pada saat penyu betina berenang, jantan akan
menaiki penggungnya untuk melakukan kopulasi. BAB III
METODE PENELITIAN1.5 Lokasi PenelitianPenelitian dilakukan di
Pantai Sukamade Taman Nasional Meru Betiri, yang terletak di
Kabupaten Banyuwangi, Propinsi Jawa Timur. Panjang Pantai Sukamade
secara keseluruhan adalah 3km yang sebagian besar kawasan pantainya
langsung berbatasan dengan sungai. 1.6 Waktu PenelitianPenelitian
dilaksanakan selama 4 hari dari tanggal 10 Februari 2014- 13
Februari 2014. Pengambilan data suhu permukaan, suhu dalam sarang,
kelembaban, pH, dan intensitas cahaya dilakukan pada malam hari
dari jam 20.00 12.00 WIB sedangkan pengambilan data kelerengan
depan dan belakang punggung pantai, persen tutupan vegetasi, dan
lebar pantai dilakukan pada pagi hari jam 06.00 10.00 WIB. 1.7
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan:
1. Satwa Penyu Hijau yang ada di pantai Sukamade
2. Habitat bersarang Penyu Hijau di Pantai SukamadeAlat :
1. Meteran roll meter2. Penggaris
3. Termometer tanah4. Kamera
5. Klinometer
1.8 Sumber DataPengambilan data primer diperoleh dengan
pengamatan dan pengukuran secara langsung terhadap karakteristik
Pantai Sukamade yang menjadi tempat bertelurnya Penyu Hijau juga
pada daerah-daerah yang sering didatangi, seperti suhu permukaan,
suhu dalam sarang, kelembaban, pH, dan intensitas cahaya,
kelerengan depan dan belakang punggung pantai, persen tutupan
vegetasi, dan lebar pantai. Data jumlah penyu yang bertelur beserta
penyebarannya di Pantai Sukamade diperoleh melalui data sekunder
catatan peneluran penyu yang dibuat oleh Unit Pengelola Konservasi
Penyu (UPKP). Data peneluran kami ambil mulai tanggal 5 Januasri
2014. 1.9 Pengambilan Data1.9.1 TemperaturTemperatur permukaan
sarang dan dalam sarang diukur menggunakan termometer tanah,
Temperatur permukaan sarang diukur hingga kedalaman 10 cm pasir
pantai sedangkan temperatur dalam sarang dikur hingga kedalaman 60
cm dari permukaan pasir pantai dengan asumsi kedalaman maksimal
penyu bertelur adalah 60 cm.1.9.2 VegetasiSebagaimana diketahui
bahwa vegetasi banyak berperan untuk keberhasilan penggalian sarang
oleh betina karena dapat mengikat butiran pasir terutama yang
berakar serabut. Pencatatan dilakukan pada jenis-jenis vegetasi
yang terdapat di sekitar sarang. Untuk mengetahui nilai penting
dari vegetasi di sekitar sarang, maka dilakukan pengukuran terhadap
persen tutupan vegetasi. 1.9.3 Kelerengan pantaiKelerengan pantai
terbagi menjadi 2 macam yakni kemiringan depan dan kemiringan
belakang. Kemiringan depan diukur dari puncak gundugan/punggung
pantai kea rah pantai sedangkan kemiringan belakang diukur dari
puncak gundugan/punggung pantai ke arah daratan. Pengukuran
kelerengan pantai dilakukan dengan menggunakan klinometer1.9.4
Kelembaban dan pHKelembaban dan pH tanah menggunakan hydrometer dan
pH meter pada bahan pasir bagian dalam.1.9.5 Intensitas
cahayaIntensitas cahaya diukur dengan lightmeter pada malam hari
saat penyu bertelur.1.9.6 Lebar pantaiLebar pantai diukur dari
garis pantai yang masih terkena ombak menuju daratan sampai batas
pantai. Pengukuran lebar pantai dilakukan dengan menggunakan roll
meter dengan satuan meter.1.10 Analisis DataAnalisis data berupa
analisis deskriptif dan analisis statistik dengan menggunakan
software SPSS 16.0. Analisis deskriptif terutama digunakan untuk
menjelaskan karakteristik habitat pada lokasi yang paling sering
dan paling jarang digunakan sebagai tempat bertelurnya penyu
sedangkan analisis statistik menggunakan Regresi ganda untuk
memprediksi pengaruh berbagai faktor lingkungan yang diukur
terhadap jumlah terjadinya peneluran di setiap lokasi bertelurnya
penyu dan menentukan signifikansi dari setiap faktor lingkungan
tersebut terhadap jumlah terjadinya peneluran. BAB IVHASIL DAN
PEMBAHASANPantai Sukamade sebagai habitat bertelurnya Penyu Hijau
memiliki keunggulan yang tidak dimiliki pantai lain, yaitu potensi
peneluran Penyu Hijau di pantai ini sangat tinggi. Setiap hari
selalu terjadi peneluran Penyu Hijau di Pantai Sukamade dengan
intensitas paling sedikit 5 peneluran/hari. Kawasan Pantai ini
terbagi menjadi 30 sektor. Pembagian ini dilakukan untuk memudahkan
dalam pengamatan dan pengambilan serta pengukuran data sampel
bersifat sistematik mewakili keseluruhan kawasan Pantai Sukamade.
Setiap sektor berjarak 100 meter. Pengambilan data karakteristik
lingkungan dan jumlah penyu yang bertelur dilakukan dimasing-masing
sektor. Data jumlah penyu yang bertelur menggunakan data sekunder
dari pengelola yang diperoleh jumlah peneluran Penyu Hijau sebanyak
302 kali selama 9 hari dari tanggal 5 - 13 Januari 2014 sedangkan
data primer karakteristik lingkungan diambil pada tanggal 11 - 12
Januari 2014. Data hasil pengamatan dapat dilihat pada tabel 1.
Berdasarkan hasil pengamatan, jumlah penyu ang bertelur terbanyak
terdapat di sektor 23 sebanyak 30 kali peneluran sedangkan pada
sektor 29 hanya terjadi 1 kali peneluran. Daerah di dekat sektor 23
memiliki kecenderungan jumlah peneluran yang cukup banyak, yaitu
sektor 18 (14 kali peneluran), 19 (16 kali peneluran), 20 (14 kali
peneluran), 21 (18 kali peneluran), dan 22 (20 kali peneluran).
Daerah di dekat sektor 29 memiliki kecenderungan jumlah peneluran
yang sedikit, yaitu sektor 30 (4 kali peneluran), 28 (7 kali
peneluran), dan 27 (2 kali peneluran). Sehingga dalam pemilihan
lokasi bertelur Penyu Hijau cenderung mengelompok di lokasi
tertentu di Pantai Sukamade. Karakteristik pantai pada sektor 23
yaitu kelerengan depan 6 %, kelerengan belakang 2 %, lebar pantai
107 m, suhu permukaan pantai 31.3F, suhu dalam sarang 30.8 F,
kelembaban 83%, pH 6.6, intensitascahaya 1 lux dan persen tutupan
vegetasi 40 %. Sedangkan karakteristik pantai pada sektor 29 yaitu
kelerengan depan 4 %, kelerengan belakang 2 %, lebar pantai 48 m,
suhu permukaan pantai 28.8 F, suhu dalam sarang 32.6 F, kelembaban
83%, pH 6.3, intensitas cahaya 1 lux dan persen tutupan vegetasi 0
%. Analisis statistic pada penelitian ini menggunakan analisis
regresi ganda untuk memprediksi nilai pengaruh 9 (Sembilan)
variabel karakteristik lingkungan tesebut terhadap variable jumlah
peneluran Penyu Hijau di masing-masing sektor di Pantai
Sukamade.Hasil analisis deskriptif dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 Descriptive Statistics menyajikan rata-rata (mean), dan
simpanan baku (standar deviasi) masing-masing variabel dari 30
sektor yang ada. Hasil analisis deskriptif yang diperoleh
dijelaskan bahwa rata-rata terdapat 10 penyu bertelur dengan
simpangan baku 6.368, rata-rata kelerengan depan sebesar 6.6 %
dengan simpangan baku 2.811, rata-rata kelerengan belakang sebesar
2.1 % dengan simpangan baku 3.231, rata-rata lebar pantai sebesar
69.03 m dengan simpangan baku 20.270, rata-rata suhu permukaan
sebesar 29.727 dengan simpangan baku 1.5166 F, rata-rata suhu dalam
sarang 29.820 F dengan simpangan baku 1.3176, rata-rata kelembaban
sebesar 82.37 % dengan simpangan baku 2.859, rata-rata pH sebesar
6.63 dengan simpangan baku 0.4991, rata-rata persen tutupan
vegetasi sebesar 13.6 % dengan simpangan baku 17.268 sedangkan
intensitas cahaya di semua sektor nilainya sama, yaitu 1 lux dengan
simpangan baku 0 karena pengukuran dilakukan di malam hari.
Tabel 3 Model Summary menyajikan nilai R dan koefisien
determinasi (Rsquare). Nilai R hasil analisis regresi ganda adalah
sebesar R = 0.797 dan koefisien determinasi (Rsquare) adalah
sebesar 0.635 (merupakan pengkuadratan dari nilai R 0.7972 = 0.635)
hal ini menunjukan pengertian jumlah peneluran Penyu Hijau
dipengaruhi 63.5 % oleh variabel suhu permukaan, suhu dalam sarang,
kelembaban, pH, dan intensitas cahaya, kelerengan depan dan
belakang punggung pantai, persen tutupan vegetasi, dan lebar
pantai, sedangkan sisanya sebesar 36.5 % dijelaskan oleh
variabel-variabel lain.
Tabel 4 ANOVA menyajikan nilai F dan tingkat signifikansi. Hasil
yang diperoleh adalah nilai F = 4.568 dengan tingkat sig. 0.002,
oleh karena probabilitas sig (0.002) lebih kecil dari 0.05, maka
model regresi ganda ini dapat dipakai untuk memprediksi jumlah
Penyu Hijau yang bertelur.
Tabel 5 Coefficiests menyajikan nilai Constant (a), nilai B dan
nilai t-hitung masing-masing variabel independen (karakteristik
lingkungan). Dengan menggunakan nilai Constant (a), dan nilai B
tersebut maka akan diperoleh persamaan regresi ( = a + bxi)
masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen jumlah
Penyu Hijau yang bertelur. Persamaan regresi masing-masing variabel
independen yaitu kelerengan depan = 37.3 0.515xi, kelerengan
belakang = 37.3 0.148xi, lebar pantai = 37.3 + 0.068xi, suhu
permukaan = 37.3 + 0.041xi, suhu dalam sarang = 37.3 1.174xi,
kelembaban = 37.3 0.3xi, pH = 37.3 + 3.054xi, dan persen tutupan
vegetasi = 37.3 +0.19xi. Masing-masing persamaan regresi tersebut
dapat diuji dengan pengujian signifikansi untuk mengetahui apakah
valid untuk memprediksi variabel dependen jumlah Penyu Hijau
bertelur di masa mendatang.
Pengujian signifikansi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu
dengan uji t dan berdasarkan nilai probabilitas Sig. Uji t
dilakukan dengan membandingkan nilai t hitung dengan nilai t tabel.
t tabel pada penelitian ini adalah sebesar 2.048 (tingkat
signifikan = 0.05 untuk uji dua pihak dengan df atau derajat
kebebasan dk = jumlah sektor (N) 2 atau 30 2 = 28) Hipotesis
berdasarkan uji t dirumuskan secara statistic sebagai berikut :
Ha : Pyx1 0
Ho : Pyx1 = 0
Hipotesis bentuk kalimat :Ha : variabel dependen (kelerengan
depan, kelerengan belakang, lebar pantai, suhu permukaan, suhu
dalam sarang, kelembaban, atau persen tutupan vegetasi) berpengaruh
signifikan terhadap jumlah Penyu Hijau bertelur.
Ho : variabel dependen (kelerengan depan, kelerengan belakang,
lebar pantai, suhu permukaan, suhu dalam sarang, kelembaban, atau
persen tutupan vegetasi) tidak berpengaruh signifikan terhadap
jumlah Penyu Hijau bertelur.
Kaidah keputusan :
Jika nilai t hitung t tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima,
artinya signifikan.
Jika nilai t hitung t tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak,
artinya tidak signifikan.
1. Kelerengan depan t hitung = - 1.239 ( t hitung (- 1.239) <
t tabel (2.048), maka maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya
tidak signifikan.2. Kelerengan belakang t hitung = - 0.29 ( t
hitung (-0.29) < t tabel (2.048), maka maka Ho diterima dan Ha
ditolak, artinya tidak signifikan.
3. Lebar pantai t hitung = 1.015 ( t hitung (1.015) < t tabel
(2.048), maka maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak
signifikan.
4. Suhu permukaan t hitung = 0.045 ( t hitung (0.045) < t
tabel (2.048), maka maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak
signifikan.
5. Suhu dalam sarang t hitung = - 1.302 ( t hitung (-1.302) <
t tabel (2.048), maka maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya
tidak signifikan.
6. Kelembaban t hitung = - 0.562 ( t hitung (-0.562) < t
tabel (2.048), maka maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak
signifikan.
7. pH t hitung = 1.322 ( t hitung (1.322) < t tabel (2.048),
maka maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan.
8. Persen tutupan tajuk t hitung = 2.994 ( t hitung (2.994) <
t tabel (2.048), maka maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya
signifikan.
Hipotesis dengan teknik probabilitas diuji dirumuskan secara
statistic adalah sebagai berikut :
Ha : Pyx1 0
Ho : Pyx1 = 0
Hipotesis bentuk kalimat :
Ha : variabel dependen (kelerengan depan, kelerengan belakang,
lebar pantai, suhu permukaan, suhu dalam sarang, kelembaban, atau
persen tutupan vegetasi) berpengaruh signifikan terhadap jumlah
Penyu Hijau bertelur.
Ho : variabel dependen (kelerengan depan, kelerengan belakang,
lebar pantai, suhu permukaan, suhu dalam sarang, kelembaban, atau
persen tutupan vegetasi) tidak berpengaruh signifikan terhadap
jumlah Penyu Hijau bertelur.
Kaidah keputusan :
Jika nilai probabilitas 0.05 lebih kecil atau sama dengan nilai
probabilitas Sig atau [0.05 Sig], maka Ho diterima dan Ha ditolak,
artinya tidak signifikan.
Jika nilai probabilitas 0.05 lebih besar atau sama dengan nilai
probabilitas Sig atau [0.05 Sig], maka Ho ditolak dan Ha diterima,
artinya signifikan.
1. Nilai probabilitas Sig kelerengan depan = 0.229 ( nilai
probabilitas 0.05 < nilai probabilitas Sig (0.229), maka Ho
diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan.
2. Nilai probabilitas Sig kelerengan belakang = 0.775 ( nilai
probabilitas 0.05 < nilai probabilitas Sig (0.775), maka Ho
diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan.
3. Nilai probabilitas Sig lebar pantai = 0.322 ( nilai
probabilitas 0.05 < nilai probabilitas Sig (0.322), maka Ho
diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan.
4. Nilai probabilitas Sig suhu permukaan = 0.964 ( nilai
probabilitas 0.05 < nilai probabilitas Sig (0.964), maka Ho
diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan.
5. Nilai probabilitas Sig suhu dalam sarang = 0.207 ( nilai
probabilitas 0.05 < nilai probabilitas Sig (0.207), maka Ho
diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan.
6. Nilai probabilitas Sig kelembaban = 0.58 ( nilai probabilitas
0.05 < nilai probabilitas Sig (0.58), maka Ho diterima dan Ha
ditolak, artinya tidak signifikan.
7. Nilai probabilitas Sig pH = 0.2 ( nilai probabilitas 0.05
< nilai probabilitas Sig (0.2), maka Ho diterima dan Ha ditolak,
artinya tidak signifikan.
8. Nilai probabilitas Sig persen tutupan vegetasi = 0.007 (
nilai probabilitas 0.05 > nilai probabilitas Sig (0. 0.007),
maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya signifikan.BAB
IVKESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1. Lokasi yang menjadi kesukaan (preferensi) Penyu Hijau untuk
bertelur di Pantai Sukamade adalah pada sektor 23 dengan
karakteristik yaitu kelerengan depan 6 %, kelerengan belakang 2 %,
lebar pantai 107 m, suhu permukaan pantai 31.3F, suhu dalam sarang
30.8 F, kelembaban 83%, pH 6.6, dan persen tutupan vegetasi 40 %.2.
Variabel lingkungan yang secara signifikan berpengaruh terhadap
prilaku preferensi Penyu Hijau untuk bertelur adalah persen tutupan
vegetasi sedangkan suhu permukaan, suhu dalam sarang, kelembaban,
pH, dan intensitas cahaya, kelerengan depan dan belakang punggung
pantai, dan lebar pantai pengaruhnya tidak signifikan.4.2 Saran
1. Masih banyak faktor-faktor yang mempengaruhi prilaku
preferensi lokasi bertelurnya penyu di luar faktor yang telah
diteliti, seperti keberadaan karang pantai, arah dan kekuatan arus
laut dekat pantai, tingkat kebisingan, tingkat gangguan, keberadaan
lampu, kedalaman dan luas pasir pantai sehingga pada penelitian
berikutnya sebaiknya dilengkapi. 2. Karakteristik lingkungan antar
lokasi di dalam kawasan Pantai Sukamade secara umum besifat homogen
dan penyu jarang berpindah-pindah lokasi ketika sudah naik ke
pantai sehingga preferensi lokasi bertelurnya penyu sebaiknya
digunakan perbandingan antara Pantai Sukamade dengan pantai-pantai
lain di sekitarnya (antar pantai)DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1988. Ensiklopedia Indonesia Seri Fauna Amphibia san
Reptilia. PT Ichtiar Baru Van Hoeve. Jakarta
Cobron, John. 1995. The Proper Care of Turtle. TfH Publication
Inc. USA
Frair, W., Ackerman, R, G., and Mrosovsky, N. 1972. Body
Temperature of Dermochelys coriacea Warm Turtle from Cold Turtlle.
Science. Biology of Sea Turtle. CRC Manine Science Series. USA
Harless, M., and M. Henry. 1979. Turtles Perspective and
Research 2nd ed. John Wiley and Sons Publ. New York
Hutabarat, Sahala., dan Evans, Stewart, M. 1985. Pengantar
Oceanografi. Universitas Indonesia. Jakarta
KSDA DIY. 2002. Penyu, Potensi dan Permasalahanya Ditinjau dari
Aspek Ekowisata dan Konservasi. Makalah Untuk Diskusi Panel
Kelompok Studi Herpetologi Fakultas Biologi Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta
Lehrer, John, 1993. The World of Turtles and Tortoises. Tetra
Press. USA
Limpus, C. J. 1993. Marine turtle Biology. First ASEAN Symposium
Workshop on Manine Turtle Conservation
Miller, Jeffrey, D. 1985. Embriologi of Manine Turtle. Biology
of Reptilia vol 14 Development A. A. Willey Interscience
Publication. John Wiley and Sons Publ. New York
Mortimer, J. A. 1982. Factor Influencing Beach Selection by
Nesting Sea Turtle In Biology of Sea Turtle. K. A. Bjorndal (ed).
Smithsinoan Institution Press. Washington DC
Nyabakken, James, W. 1988. Biologi Laut, Suatu Pendekatan
Ekologis. Gramedia. Jakarta
Riduwan, A. Rusyana, Enas. 2011. Cara Mudah Belajar SPSS 17.0
dan Aplikasi Statistik Penelitian. Alfabeta. Bandung.
Indonesia.
Spotila, J. R., OConnor. M. P.,Paladino, F. V. 1997. Thermal
Biology. The Biology of Sea Turtle. CRC Marine Science Series.
USA
Tri Ari Wuriyoko. 2001. Penyu di Yogyakarta, Warta Konservasi
Volume 2 Desember Nomor 3. Unit Konservasi Sumber Daya
Alam.Yogyakarta
EMBED Excel.Sheet.8
Tabel 2.
Tabel 3.
Tabel 4.
Tabel 5.
_1454551414.xlsSheet1
Tabel 1. Hasil pengamatan dan pengukuran
No.JumlahKelerenganLebarSuhu (F)KelempHICPersen
SektorPeneluranDepanBelakangPantai
(m)PermukaanSarangbabanTutupan (%)
121-1014027.127.1826.4112
29-825227.628.4816.5110
310-93422928.5796.5115
46-734528.629.6816.8120
58-24533030.8796.815
65-72472928.9756.815
712-814628.830.2806.815
811-915229.829.5826.813
96-6-17928.729.6796.810
1010-8-4872828.8836.810
114-4-210228.529.5815.211
127-8-39930.431.1826.812
135-10-69229.130.1855.313
148-12-87129.630.190612
1516-8-87128.130.3826.7110
1612-8-68028.529.8846.4115
178-8-25327.729.1846.8130
1814-8-66431.631.3876.8135
1916-8-57129.928.3866.4155
2014-6-46930.829.8866.9140
2118-8-59230.427.8836.9150
2220-6-49030.329.3846.9145
2330-6-210731.329.5806.9140
246-8-28431.230.8836.615
256-6-47330.830.1836.410
266-1-2823331.6836.810
272-3-1833333806.810
287-1-2603128.581710
291-4-24828.832.6836.310
304-1-13731.230.683810
Jumlah302
Min1-12-83727.127.1755.210
Max.30-141073333908155
Mean10.0666666667-6.6-2.169.033333333329.726666666729.8282.36666666676.63113.6